TINJAUAN TENTANG EKSEKUSI TERHADAP HARTA WARISAN DALAM PERKARA WARISAN OLEH PENGADILAN AGAMA SURAKARTA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 85/PDT.G/1996/PA.SKA.)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh FAISAL ISMAIL NIM E0005163
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Dan Penyayang
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
TINJAUAN TENTANG EKSEKUSI TERHADAP HARTA WARISAN DALAM PERKARA WARISAN OLEH PENGADILAN AGAMA SURAKARTA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 85/PDT.G/1996/PA.SKA.)
Disusun oleh: FAISAL ISMAIL NIM: E.0005163
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 21 Oktober 2009 Pembimbing Utama
Co Pembimbing
Teguh Santoso, S.H., M.H. NIP. 196401051988031004
Soehartono, S.H., M.Hum. NIP. 195604251985031002
iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat dan watak masing-masing yang berbeda, membutuhkan hukum yang mengatur kehidupannya agar berjalan tertib dan lancar, selain itu hukum diperlukan juga untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan masyarakat tersebut. Oleh karena itu dibentuklah berbagai peraturan hukum yang mengatur berbagai hal yang terjadi sepanjang kehidupan manusia yaitu sejak lahir hingga kemudian kematian merenggutnya. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Pengertian negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya (M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988: 153). Berdasarkan pengertian tersebut, segala sesuatu harus berdasarkan pada hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia. Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian (Abdulkadir Muhammad, 2000: 267). Hukum waris Indonesia masih bersifat pluralistik artinya belum ada kesatuan hukum waris yang dapat diterapkan secara menyeluruh terhadap masyarakat Indonesia. Hukum waris yang ada di Indonesia saat ini berlaku tiga sistem hukum waris, yakni hukum waris Islam, hukum waris perdata, hukum waris adat. Dari ketiga sistem hukum yang mengatur tentang waris tersebut tentunya mempunyai sumber hukum yang berbeda antar satu dengan yang lain. Waris Islam yang berasal dari Hukum Islam tentunya mempunyai sumber hukum pokok yang sama dengan sumber Hukum Islam itu sendiri, sehingga hukum waris Islam sendiri bersumber dari Al-Qur`an, Hadits, dan Ijtihad, sedangkan dalam hukum perdata bersumber dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Selain itu terdapat perbedaan dalam hal kewenangan pengadilan dalam proses pemeriksaan
iv
perkara waris. Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah. Berdasarkan Pasal tersebut terlihat jelas bahwa penyelesaian sengketa waris yang melibatkan orang-orang yang beragama Islam melalui Pengadilan Agama, sedangkan penyelesaian sengketa waris yang melibatkan orang-orang yang beragama non Islam melalui Pengadilan Negeri. Ketentuan tentang adanya penyelesaian sengketa waris melalui pengadilan ditujukan demi kepastian hukum dari pembagian harta warisan itu sendiri. Seperti yang diketahui bahwa putusan pengadilan mempunyai kepastian hukum yang kuat dan bersifat mengikat para pihak yang disebutkan dalam putusan itu. Dengan adanya sifat yang mengikat ini, maka para pihak yang tidak mentaati putusan pengadilan dapat dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku. Proses beracara di Pengadilan Agama sudah diatur dalam ketentuan tersendiri. Berdasarkan Pasal 54 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini. Dari ketentuan yang ada dalam Pasal tersebut jelas bahwa hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Agama sama dengan hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Negeri. Proses pemeriksaan perkara dimulai dengan adanya pengajuan gugatan atau permohonan oleh salah satu pihak. Apabila hal yang diajukan adalah gugatan, pihak yang mengajukannya disebut penggugat, sedangkan apabila hal yang diajukan adalah permohonan, pihak yang mangajukannya disebut pemohon. Dalam pengajuan gugatan atau permohonan, penggugat atau pemohon harus melunasi biaya perkara agar gugatan atau permohonan yang diajukan didaftar di kepaniteraan pengadilan yang selanjutnya diberi nomor perkara dan diajukan
v
kepada Ketua Pengadilan. Setelah menerima gugatan atau permohonan, Ketua Pengadilan menunjuk hakim untuk menangani perkara tersebut yang dilanjutkan dengan penentuan hari sidang. Selanjutnya, tergugat dipanggil oleh juru sita pengadilan untuk datang pada hari sidang yang telah ditentukan. Setelah melakukan panggilan, juru sita harus menyerahkan relaas panggilan kepada hakim yang akan memeriksa perkara tersebut sebagai bukti bahwa tergugat telah dipanggil (R. Soeroso, 2001: 40). Jalannya persidangan dimulai dengan sidang pertama yang berisi pembacaan identitas para pihak dan himbauan hakim untuk melakukan perdamaian. Agenda sidang kedua adalah jawaban tergugat apabila perdamaian tidak tercapai. Apabila para pihak sepakat untuk berdamai, perdamaian dapat dilakukan di muka pengadilan atau di luar pengadilan. Agenda sidang ketiga adalah replik dari penggugat. Selanjutnya agenda sidang keempat adalah duplik dari tergugat. Agenda sidang kelima adalah pembuktian dari pihak-pihak yang berperkara. Penggugat mengajukan bukti-bukti yang memperkuat dalil-dalil penggugat. Dalam sidang pembuktian ini ada tanya jawab dan perdebatanperdebatan di bawah pimpinan hakim. Setelah sidang pembuktian penggugat, agenda sidang keenam adalah pembuktian oleh tergugat. Tergugat mengajukan bukti-bukti yang memperkuat dalil-dalil tergugat. Sama dengan sidang pembuktian penggugat, dalam sidang pembuktian tergugat ada tanya jawab dan perdebatan-perdebatan di bawah pimpinan hakim. Setelah acara pembuktian selesai, agenda sidang ketujuh adalah penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak dan selanjutnya pada sidang kedelapan diadakan pembacaan putusan oleh majelis hakim (R. Soeroso, 2001: 41). Setelah proses pemeriksaan perkara dan jalannya persidangan selesai, tahap selanjutnya adalah pelaksanaan putusan hakim (eksekusi). Eksekusi dapat dilaksanakan setelah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum yang pasti (R. Soeroso 2001: 133). Pelaksanaannya dapat dilakukan secara sukarela, namun seringkali pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakannya, sehingga diperlukan bantuan dari pengadilan untuk melaksanakan secara paksa. Dalam hal
vi
ini, pihak yang dimenangkanlah yang mengajukan permohonan tersebut. Berdasarkan permohonan tersebut, Ketua Pengadilan memanggil pihak yang dikalahkan untuk ditegur agar memenuhi keputusan dalam jangka waktu 8 hari setelah teguran tersebut. Jika jangka waktu tersebut sudah lewat putusan pengadilan tetap belum dilaksanakan, maka Ketua Pengadilan karena jabatannya memberi perintah agar putusan hakim dilaksanakan dengan paksa dan bila perlu dengan bantuan alat negara (R. Soeroso 2001: 133). Berdasarkan hasil wawancara dengan Jurusita Pengadilan Agama Surakarta Bapak Slameto pada hari Kamis tanggal 13 Agustus 2009, Pengadilan Agama Surakarta pernah memeriksa perkara warisan yang diakhiri dengan eksekusi oleh jurusita. Eksekusinya berupa pembagian harta warisan sesuai dengan amar putusan hakim. Jurusita menyatakan bahwa dalam eksekusi tersebut terdapat perlawanan secara fisik dari termohon eksekusi. Perlawanan tersebut disebabkan karena termohon eksekusi merasa tidak puas dengan putusan Hakim Pengadilan Agama Surakarta. Hal ini menunjukkan terjadinya kericuhan dalam eksekusi. Kericuhan tersebut disebabkan karena adalah adanya ahli waris yang serakah dan merasa tidak puas dengan bagian warisan yang diterima. Meskipun Pengadilan Agama Surakarta telah memutus perkara seadil-adilnya dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap, akan tetapi apabila ada salah satu pihak yang tidak puas dengan putusan tersebut, eksekusi putusan tersebut tetap akan mengalami hambatan. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang : “TINJAUAN TENTANG EKSEKUSI TERHADAP HARTA
WARISAN
DALAM
PERKARA
WARISAN
OLEH
PENGADILAN AGAMA SURAKARTA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 85/PDT.G/1996/PA.SKA)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
vii
1. Bagaimanakah eksekusi terhadap harta warisan dalam perkara nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska di Pengadilan Agama Surakarta? 2. Hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dalam eksekusi terhadap harta warisan dalam perkara nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska di Pengadilan Agama Surakarta dan bagaimana cara mengatasinya? C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga dengan adanya tujuan tersebut dapat dicapai solusi atas masalah yang dihadapi, maupun untuk memenuhi kebutuhan perseorangan. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui eksekusi terhadap harta warisan dalam perkara nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska di Pengadilan Agama Surakarta. b. Untuk mengetahui hambatan dalam eksekusi terhadap harta warisan di Pengadilan Agama Surakarta dan cara mengatasinya. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memperdalam ilmu pengetahuan penulis tentang Hukum Acara Peradilan Agama khususnya tentang pelaksanaan eksekusi terhadap harta warisan yang ada di Pengadilan Agama Surakarta. b. Untuk memperoleh data dan informasi dalam rangka penyusunan penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini antara lain:
viii
1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya dalam eksekusi terhadap harta warisan di Pengadilan Agama. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai eksekusi
terhadap
harta
warisan
dalam
perkara
nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska di Pengadilan Agama Surakarta. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan jawaban praktis mengenai eksekusi terhadap harta warisan di Pengadilan Agama. b. Untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan penulis dalam bidang hukum serta sebagai bentuk aplikasi ilmu yang diperoleh penulis selama studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. E. Metodologi Penelitian Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah (Sutrisno Hadi, 1993: 30). Adapun metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Sesuai dengan masalah yang disajikan maka pendekatan terbaik yang dapat digunakan adalah penelitian yuridis empiris. Pendekatan Empiris dilakukan sebagai usaha mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup di dalam masyarakat. Dalam penelitian ini penulis mempelajari berkas perkara dan hasil wawancara dengan Jurusita Pengadilan Agama Surakarta, kemudian mengolah dan menganalisa data dari lapangan yang disajikan sebagai pembahasan.
ix
2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Penulis ini mempunyai sifat deskriptif, penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin, sistematis dan menyeluruh mengenai eksekusi terhadap harta warisan dalam perkara nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. di Pengadilan Agama Surakarta. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ditetapkan dengan tujuan agar ruang lingkup permasalahan yang diteliti lebih sempit dan terfokus. Untuk kepentingan memperoleh data yang diperlukan, maka penulis melakukan identifikasi dan analisa data dengan mengadakan penelitian di Pengadilan Agama Surakarta. Pengadilan Agama Surakarta dipilih karena tersedia data tentang eksekusi terhadap harta warisan. 4. Jenis Data Secara umum, dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dinamakan data primer atau data dasar, sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder (Soerjono Soekanto, 2006: 51). Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer Data primer adalah keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan. Adapun data primer tentang penelitian ini berupa hasil wawancara dengan Jurusita Pengadilan Agama Surakarta Bapak Slameto.
x
b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan, melainkan diperoleh dari studi kepustakaan berbagai buku, arsip, dokumen, peraturan perundang-undangan, hasil penelitian ilmiah dan
bahan-bahan
kepustakaan
lainnya
yang
berkaitan
dengan
permasalahan yang telah diteliti. Data yang diteliti termasuk Putusan Pengadilan Agama Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. 5. Sumber Data Untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini, sumber data diambil dari: a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah data atau keterangan yang diperoleh langsung dari semua pihak yang terkait langsung dengan permasalahan. Data ini dapat diperoleh secara langsung yaitu melalui wawancara dengan Jurusita Pengadilan Agama Surakarta Bapak Slameto. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah data yang digunakan untuk melengkapi dan mendukung sumber data primer, yaitu Putusan Pengadilan Agama Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. termasuk dokumen, arsip, laporan, buku-buku, peraturan perundang-undangan, hasil penelitian serta bahan kepustakaan lain yang menunjang. 6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara atau teknik tertentu guna memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Wawancara Teknik pengumpulan data dengan terjun langsung pada obyek penelitian untuk mengadakan penelitian secara langsung. Hal ini dimaksudkan untuk xi
mendapatkan data yang valid. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mendapatkan keterangan atau informasi secara langsung dari pihak-pihak yang terkait dengan obyek yang diteliti, yaitu wawancara dengan Jurusita Pengadilan Agama Surakarta Bapak Slameto. b. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan yaitu cara pengumpulan data untuk memperoleh keterangan dan data dengan jalan mempelajari Putusan Pengadilan Agama Surakarta
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska.,
buku-buku,
arsip-arsip,
dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 7. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan tahap selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 2007: 280). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif dengan interaktif model, yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan bersama dengan pengumpulan data, kemudian setelah data terkumpul, tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasakan kurang, perlu ada verifikasi dan penelitian kembali mengumpulkan data lapangan (H.B. Sutopo, 2002: 8). Menurut H.B. Sutopo, ketiga komponen tersebut adalah: a. Reduksi Data Merupakan proses seleksi, penyederhanaan, dan abstraksi dari data. b. Penyajian Data Merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi, dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian yang dapat dilakukan.
xii
Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti. c. Kesimpulan dan Verifikasi Dalam pengumpulan data penulis harus sudah memahami arti berbagai hal yang ditemui, dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan dan polapola, pernyataan-pernyataan dan konfigurasi yang mungkin, arahan, sebab akibat, dan berbagai preposisi, kesimpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Untuk lebih jelasnya, analisis data kualitatif model interaktif dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut: Pengumpulan Data Reduksi Data
Sajian Data Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi
Gambar 1. Model Analisis F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memudahkan penulisan hukum ini, sistematika yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Di dalam bab ini, penulis memaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
xiii
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai kerangka teori yang berisi tinjauan umum tentang eksekusi, tinjauan umum tentang waris, tinjauan umum tentang Pengadilan Agama, dan tinjauan umum tentang Jurusita. Pada bab ini juga penulis menguraikan tentang kerangka pemikiran yang menggambarkan alur pemikiran dalam penelitian ini.
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis memaparkan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai tinjauan tentang eksekusi terhadap harta warisan dalam perkara warisan oleh Pengadilan Agama Surakarta (studi
kasus
Putusan
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska.)
dan
hambatan-hambatan yang dihadapi beserta solusinya. BAB IV
: PENUTUP Dalam bab ini penulis menguraikan tentang simpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Eksekusi a. Pengertian Eksekusi Pelaksanaan putusan Pengadilan merupakan rangkaian terakhir dari proses peradilan. Suatu putusan dapat dilakukan eksekusi apabila ia telah berkekuatan hukum tetap, artinya atas putusan tersebut sudah tertutup dan sudah tidak ada lagi jalan untuk upaya hukum biasa bagi pihak atau pihak-
xiv
pihak yang berperkara (Taufiq Hamami, 2003: 237). Suatu putusan berkekuatan hukum tetap apabila : 1) Pihak-pihak yang berperkara atau pihak yang merasa dirugikan atau tidak puas atas putusan hakim, tidak memanfaatkan upaya hukum dalam tenggang waktu yang telah ditentukan oleh Undang-undang. Apabila pihak-pihak yang berperkara atau pihak yang merasa dirugikan atau tidak puas atas putusan hakim mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi, eksekusi dapat dilaksanakan setelah putusan hakim Pengadilan Tinggi diterima oleh pihak-pihak yang berperkara sehingga putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila masih ada pihak yang tidak puas atas putusan hakim Pengadilan Tinggi, pihak tersebut dapat mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung dalam perkara kasasi selalu mempunyai kekuatan hukum tetap meskipun masih tersedia upaya hukum lain yaitu peninjauan kembali. 2) Segala upaya hukum telah dilakukan oleh pihak-pihak yang berperkara atau pihak yang merasa dirugikan atau tidak puas atas putusan hakim. Suatu putusan hakim harus dapat dieksekusi. Tidak ada artinya jika putusan hakim tidak dapat dieksekusi karena gugatan atau tuntutan pihak yang menang tidak dapat direalisasikan. Kekuatan eksekutorial putusan hakim terdapat pada kepala putusan, yaitu “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan kepala putusan tersebut putusan hakim dapat dieksekusi (Sudikno Mertokusumo, 2002: 212). Taufiq Hamami mendefinisikan eksekusi sebagai rangkaian terakhir dari proses peradilan yang dapat dilaksanakan apabila sebuah putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak ada lagi jalan untuk mengajukan upaya hukum biasa bagi pihak atau pihak-pihak yang berperkara (Taufiq Hamami, 2003: 237). Subekti dalam bukunya
xv
“Hukum Acara Perdata” menjelaskan bahwa eksekusi mengandung arti pihak yang dikalahkan tidak mau menaati putusan itu secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan
umum
(Subekti,
1989:
130).
Sudikno
Mertokusumo
mendefinisikan eksekusi sebagai realisasi kewajiban pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan hakim (Sudikno Mertokusumo, 2002: 240). Dalam hukum acara perdata yang berlaku di peradilan umum, hanya putusan yang bersifat condemnatoir saja yang bisa dilaksanakan eksekusi. Hal ini dikarenakan putusan tersebut bersifat perintah atau penghukuman kepada seseorang atau pihak untuk membayar sejumlah uang atau melakukan suatu perbuatan. Jadi eksekusi atas putusan yang diktumnya bersifat declaratoir dan atau constitutoir boleh dikatakan tidak mungkin (H. Roihan A. Rasyid, 2000: 217). Putusan yang bersifat declaratoir, artinya menyatakan misalnya menyatakan sah dan berharga sita jaminan, sah ta’liq talaq yang telah diucapkan oleh suaminya dan sebagainya. Putusan yang bersifat constitutoir, artinya menciptakan atau menghapuskan seperti menyeraikan seorang istri dari suaminya, mengesahkan seorang anak, dan sebagainya. Hal yang perlu diperhatikan dalam suatu putusan adalah diktum putusannya harus benar dan terarah. Benar dan terarahnya diktum tentu saja tergantung dari benar atau tidak, terarah atau tidaknya petita penggugat/pemohon. Sedangkan benar atau tidak, terarah atau tidaknya petita tergantung pada penelitian terhadap gugatan atau permohonan sebelum diterima untuk didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama. Pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi harus ada permohonan dari pihak yang menang dengan disertai pembayaran biaya eksekusi. Selain itu pada eksekusi harus ada unsur paksaan dari Pengadilan melalui alat negara yang ditugaskan karena pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan hakim. Akan tetapi apabila pihak yang kalah mau
xvi
melaksanakan putusan hakim dengan sukarela, maka putusan hakim tersebut hanya dilaksanakan saja tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Pelaksanaan putusan hakim secara sukarela dapat dilakukan dengan dua cara: 1) Tanpa campur tangan dari Ketua Pengadilan Dalam hal ini pihak yang kalah dengan sukarela melaksanakan putusan hakim dan pihak yang menang menerima haknya tanpa campur tangan dari Ketua Pengadilan, 2) Ada campur tangan dari Ketua Pengadilan Negeri. Pelaksanaan putusan dengan bantuan Ketua Pengadilan lebih menjamin kepastian hukum, karena: a)
Dibuat berita acara pemenuhan putusan hakim dengan sukarela, lengkap dengan tanda tangan jurusita, saksi, dan para pihak,
b)
Disaksikan oleh dua orang saksi. Pelaksanaan putusan hakim secara sukarela lebih menghemat
biaya yang harus dikeluarkan dan jangka waktu pelaksanaan putusan. Proses pelaksanaan putusan hakim dapat dipersingkat, sehingga dapat mendukung tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
b. Syarat-syarat Eksekusi Tidak semua putusan hakim dapat dieksekusi sebab tidak semua putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial. Beberapa syarat yang harus dipenuhi supaya putusan hakim dapat dieksekusi yaitu: 1) Diktum putusan yang dapat dieksekusi hanyalah yang bersifat condemnatoir, artinya berwujud menghukum pihak untuk membayar sesuatu, menyerahkan sesuatu atau melepaskan sesuatu dan sejenisnya (H. Roihan A. Rasyid, 2000: 217). Putusan hakim yang bersifat
xvii
declaratoir (menetapkan) dan putusan yang bersifat constitutif (menimbulkan/meniadakan keadaan hukum baru) tidak perlu diadakan eksekusi. Putusan hakim yang dapat dieksekusi harus ada unsur penghukuman. Putusan condemnatoir bisa berupa penghukuman untuk (Subekti, 1989: 130): a) Menyerahkan suatu barang, b) Mengosongkan sebidang tanah, c) Melakukan suatu perbuatan tertentu, d) Menghentikan suatu perbuatan/keadaan, e) Membayar sejumlah uang, 2) Putusan hakim sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). Suatu putusan baru melekat pada dirinya kekuatan eksekutorial (executorial kracht) apabila putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ini merupakan syarat pokok. Selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap, putusan belum dapat dijalankan eksekusi. Pengecualian dari syarat ini berupa: a) Putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorrad), b) Putusan provisi, c) Putusan akta perdamaian, d) Eksekusi grosse akta, 3) Pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan hakim secara sukarela sehingga diperlukan bantuan dari pengadilan untuk melaksanakan putusan tersebut secara paksa, 4) Ada permohonan eksekusi dari pihak yang menang disertai dengan pembayaran biaya eksekusi, 5) Atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri secara ex officio. c. Macam Eksekusi
xviii
Menurut Sudikno Mertokusumo ada tiga macam eksekusi, yaitu (Sudikno Mertokusumo, 2002: 240): 1) Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang. Prestasi yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang. Eksekusi ini diatur dalam Pasal 196 HIR, 2) Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan. Hal ini diatur dalam Pasal 225 HIR. Orang tidak dapat dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa perbuatan. Akan tetapi pihak yang dimenangkan dapat minta kepada hakim agar kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan uang, 3) Eksekusi riil. Eksekusi riil merupakan pelaksanaan prestasi yang dibebankan kepada debitur oleh putusan hakim secara langsung. Jadi eksekusi riil itu adalah pelaksanaan putusan yang menuju kepada hasil yang sama seperti apabila dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan. Dengan eksekusi riil maka yang berhaklah yang menerima prestasi. Prestasi yang terhutang seperti yang telah kita ketahui misalnya: pembayaran sejumlah uang, melakukan suatu perbuatan tertentu, tidak berbuat, menyerahkan benda. Dengan demikian maka eksekusi mengenai ganti rugi dan uang paksa bukan merupakan eksekusi riil. Eksekusi riil diatur di dalam Pasal 1033 Rv. Dari pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa eksekusi
melaksanakan perbuatan tertentu dapat dimasukkan ke dalam eksekusi riil, sehingga ditinjau dari macamnya, hanya ada dua eksekusi yaitu eksekusi perintah pembayaran sejumlah uang dan eksekusi riil. Selain beberapa macam eksekusi tersebut dikenal juga eksekusi parat (parate executie) yaitu eksekusi langsung apabila kreditur menjual barangbarang tertentu milik debitur tanpa ada titel eksekutorial. Parate executie diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata. Parate executie terjadi apabila seorang kreditur menjual barang-barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial (Sudikno Mertokusumo, 2002: 241).
xix
d. Tata Cara Pelaksanaan Eksekusi Pada umumnya tata cara eksekusi melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1) Ada permohonan eksekusi dari pihak yang menang kepada ketua pengadilan negeri yang memutus perkara pada tingkat pertama. Permohonan tersebut disertai dengan pembayaran biaya eksekusi, 2) Diadakan panggilan kepada pihak yang kalah oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk mendapat teguran (aanmaning) untuk memenuhi putusan dalam jangka waktu paling lama delapan hari (Subekti, 1989: 135), 3) Apabila dalam waktu delapan hari pihak yang kalah memenuhi putusan hakim, maka proses eksekusi berhenti. Selain itu dibuat berita acara aanmaning yang berisi berita acara pelaksanaan aanmaning oleh pihak yang kalah. Apabila setelah delapan hari pihak yang kalah tetap tidak memenuhi putusan hakim, maka proses eksekusi dilanjutkan, 4) Penetapan eksekusi oleh Ketua Pengadilan, 5) Pembuatan surat pemberitahuan waktu pelaksanaan eksekusi dari Panitera Pengadilan kepada: a)
Pemohon eksekusi,
b)
Termohon eksekusi,
c)
Kepala desa setempat,
d)
Kecamatan setempat,
e)
Kepolisian setempat,
f)
Koramil setempat,
6) Pelaksanaan putusan hakim secara paksa dengan dibantu oleh alat-alat negara (eksekusi) yang disertai dengan dua orang saksi yang dewasa (berumur lebih dari 21 tahun) dan dapat dipercaya (Pasal 197 HIR). Setelah itu dibuat berita acara eksekusi (Pasal 197 HIR). 2. Tinjauan tentang Waris Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yaitu Hukum Waris Islam, Hukum Waris Perdata, dan Hukum Waris Adat.
xx
a. Hukum Waris Islam Waris dalam Islam di kenal dengan Fardh secara syar'ie adalah bagian yang telah ditentukan bagi ahli waris. Dalam Islam kedudukan ilmu waris sangatlah tinggi oleh karena terdapat Hadits Nabi S.A.W Dari Ibnu Mas'ud, dia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW (Sayyid Sabiq, 1986: 2): "Pelajarilah Al-Qur'an dan ajarkanlah kepada manusia. Pelajarilah Faroidh dan ajarkanlah kepada manusia. Karena aku adalah orang yang akan mati, sedang ilmupun akan diangkat. Hampir saja dua orang berselisih tentang pembagian warisan dan masalahnya tidak menemukan sseorang yang memberitahukannya kepada keduanya". Pengertian Hukum Kewarisan menurut Pasal 171 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. 1) Dasar/Sumber Hukum Waris Islam Seperti halnya dalam Hukum Islam sumber Waris Islam juga bersumber pada Al Qur’an, As Sunnah atau Hadits dan akal pikiran (Ar Ra’yu) manusia yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad.
a) Al Qur’an Sebagai sumber Hukum Waris yang utama ada beberapa Ayat-ayat Al-Qur`an yang mengatur tentang pembagian warisan terdapat dalam Surat An Nisa` dari ayat 1, 7, 8, 9, 10, 11, 12 serta dalam surat Al-Anfal ayat 75 yang dalam ayat-ayat tersebut disebutkan secara terperinci mengenai bagian yang diterima dari ahli waris. b) Sunnah Rasul S.A.W Walaupun dalam Al-Qur`an telah disebutkan mengenai bagianbagian ahli waris secara lengkap namun dalam Sunnah Rasul xxi
S.A.W juga disebutkan tentang
bagian-bagian ahli waris
diantaranya hadits riwayat Bukhari dan Muslim mengajarkan bahwa ahli waris laki-laki yang lebih dekat kepada pewaris lebih berhak atas sisa warisan yang, setelah diambil bagian ahli waris yang mempunyai bagian-bagian tertentu. c) Ijtihad Dalam hal-hal tertentu terdapat suatu masalah dalam waris yang tidak terperincikan dalam Al Qur’an dan As Sunnah atau Hadits maka dari itu sudah menjadi tugas manusia untuk menggunakan akal pikirannya untuk berijtihad. Contoh ijtihad dalam waris adalah mengenai bagian dari seorang banci, harta warisan yang tidak habis terbagi lalu kepada siapa sisa tersebut diberikan. 2) Asas Kewarisan Islam Sebagai hukum yang bersumber dari Al Qur’an, As Sunnah atau Hadits Hukum Kewarisan Islam mengandung asas yang berlaku dalam Waris Islam tersebut. Asas Hukum Waris Islam sendiri berkaitan dengan sifat peralihan harta kepada ahli waris, cara pemilikan harta oleh penerima, kadar jumlah harta yang diterima dan waktu peralihan harta warisan tersebut. Kelima asas tersebut adalah (Amir Syarifuddin, 2004: 16): a) Asas Ijbari Penggunaan akan asas ini mengadung pengertian bahwa peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketentuan Allah SWT tanpa tergantung pada kehendak dari pewarisan atau permintaan dari ahli warisnya. Dengan asas ini pewaris sebelum ia meninggal ia tidak dapat menolak, peralihan harta tersebut apapun kemauan dari pewaris terhadap harta tersebut maka kemauannya dibatasi oleh ketentuan Allah SWT.
xxii
b) Asas Bilateral Mengandung pengertian bahwa harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah, hal ini berarti bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat keturunan laki-laki dan pihak kerabat perempuan. Dasarnya adalah firman Allah SWT dalam surat An- Nisa` ayat 7, 11, 12, 176. c) Asas Individu Hukum Islam mengajarkan asas kewarisan secara individual, dengan arti bahwa harta warisan dapat dibagi untuk dimiliki secara perseorangan. Masing-masing ahli waris menerima bagiannya secara tersendiri tanpa harus terikat dengan ahli waris lain. Menghilangkan
bentuk
individualnya
dengan
jalan
mencampuradukan harta warisan tanpa perhitungan dan dengan sengaja menjadikan hak kewarisan itu bersifat kolektif maka hal ini berarti telah menyalahi ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Al-Qur`an dan pelakunya terkena sanksi yakni “dosa besar”. d) Asas Keadilan Berimbang Dalam kewarisan hukum islam asas keadilan berimbang ini dapat terlihat dalam pewarisan islam perbedaan gender tidak menentukan hak kewarisan dalam Islam. Ditinjau dari segi jumlah bagian yang diperoleh saat menerima hak, memang tidak terdapat kesamaan hal itu menurut islam bukan tidak adil melainkan dalam Islam keadilan tidak hanya diukur berdasarkan jumlah yang didapat saat menerima warisan melainkan juga dikaitkan kepada penggunaan dan kebutuhan. Secara umum laki-laki lebih membutuhkan banyak materi dari pada perempuan hal ini dikarenakan pria memikul kewajiban ganda yaitu untuk dirinya sendiri beserta keluarganya. e) Asas Semata Akibat Kematian
xxiii
Hal ini mengandung pengertian bahwa dalam hukum islam hanya mengenal pewarisan yang didasarkan pada akibat kematian atau dalam hukum perdata disebut sebagai pewarisan ab intestato dan dalam islam tidak dikenal pewarisan karena wasiat yang dilakukan oleh pewaris sebelum meninggal. Karena dalam islam wasiat merupakan lembaga yang berdiri sendiri dan terpisah dengan waris. 3) Syarat dan Sebab Mendapat Warisan Dalam
Islam
syarat
waris
haruslah
dipenuhi
untuk
dapat
dilaksanakannya suatu pewarisan. Syarat-syarat waris ada tiga: a) Syarat Pertama: Meninggalnya pewaris yang dimaksud dengan meninggalnya pewaris baik secara hakiki ataupun secara hukum ialah bahwa seseorang telah meninggal dan diketahui oleh seluruh ahli warisnya atau sebagian dari mereka, atau vonis yang ditetapkan hakim terhadap seseorang yang tidak diketahui lagi keberadaannya. b) Syarat Kedua: Masih hidupnya para ahli waris maksudnya, pemindahan hak kepemilikan dari pewaris harus kepada ahli waris yang secara syariat benar-benar masih hidup, sebab orang yang sudah mati tidak memiliki hak untuk mewarisi. c) Syarat Ketiga: Diketahuinya posisi para ahli waris Dalam hal ini posisi para ahli waris hendaklah diketahui secara pasti, misalnya suami,
istri,
kerabat,
dan
sebagainya.
Sehingga
pembagi
mengetahui dengan pasti jumlah bagian yang harus diberikan kepada masing-masing ahli waris. Sebab dalam Hukum Waris perbedaan jauh-dekatnya kekerabatan akan membedakan jumlah yang diterima. Selain adanya syarat ada pula sebab seseorang mendapatkan warisan, dan tiga sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan hak waris:
xxiv
a) Kerabat hakiki (yang ada ikatan nasab), seperti kedua orang tua, anak, saudara, paman, dan seterusnya, b) Pernikahan, yaitu terjadinya akad nikah secara legal (syar'i) antara seorang laki-laki dan perempuan, sekalipun belum atau tidak terjadi hubungan intim (bersanggama) antar keduanya. Adapun pernikahan yang batil atau rusak, tidak bisa menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris, c) Al-Wala, yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Penyebabnya adalah kenikmatan pembebasan budak yang dilakukan seseorang. Orang yang membebaskan budak berarti telah mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia. Karena itu Allah SWT menganugerahkan kepadanya hak mewarisi terhadap budak yang dibebaskan, bila budak itu tidak memiliki ahli waris yang hakiki, baik adanya kekerabatan (nasab) ataupun karena adanya tali pernikahan, d) Tujuan Islam, yaitu dengan menampung harta warisan yang tidak terdapat ahli warisnya di Baitul Mal yang akan digunakan untuk kesejahteraan umat. Sebelum harta peninggalan tersebut dibagikan kepada ahli waris, terlebih dahulu harus dilaksanakan hak-hak yang menyangkut harta warisan. Hak-hak yang berhubungan dengan harta peninggalan itu ada empat. Keempatnya tidak sama kedudukannya, ada yang lebih kuat dari yang lain, sehingga ia didahulukan dari yang lain untuk dikeluarkan dari peninggalan. Hak-hak tersebut menurut tertib adalah (Ahmad Azhar Basyir, 1999: 11): a) Biaya mengkafani dan melengkapinya menurut cara yang telah diatur dalam masalah jenazah, b) Melunasi hutangnya. mendahulukan hutang kepada Allah SWT seperti zakat dan kifarat, atas hutang kepada manusia. Dengan
xxv
diwasiatkannya hutang, maka hutang itu menjadi seperti wasiat kepada orang lain yang dikeluarkan oleh ahli waris atau pemelihara dari sepertiga yang tersisa setelah perawatan mayat dan hutang kepada manusia. Ini bila dia mempunyai ahli waris, c) Pelaksanaan wasiat dari sepertiga sisa harta semuanya sesudah hutang dibayar, d) Pembagian sisa harta di antara para ahli waris. Pasal 175 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah: a) Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai, b) Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun menagih piutang, c) Menyelesaikan wasiat pewaris, d) Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak. 4) Penggolongan dan Bagian Ahli Waris Pasal 174 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
a) Menurut hubungan darah (1) golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek, (2) golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek, b) Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda. Sedangkan bagian ahli waris berdasarkan Pasal 176 sampai dengan Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam adalah:
xxvi
a) Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan (Pasal 176 KHI). b) Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian (Pasal 177 KHI). c) Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian (Pasal 178 Ayat (1) KHI). Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah (Pasal 178 Ayat (2) KHI). d) Duda mendapat separoh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian (Pasal 179 KHI). e) Janda
mendapat
seperempat
bagian
bila
pewaris
tidak
meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian (Pasal 180 KHI).
f) Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian (Pasal 181 KHI). g) Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan ayah dan anak, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ia mendapat separoh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau xxvii
seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara perempuan (Pasal 182 KHI). b. Hukum Waris Perdata Pengertian Hukum Waris menurut Pitlo yang dikutip dari buku Erman Suparman sebagai berikut (Erman Suparman, 2005: 13): “Hukum Waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antar mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.” Hukum Waris Perdata di Indonesia pada umumnya digunakan oleh orang non muslim dan keturunan timur asing. Menurut Volmer yang dikutip dari buku Abdulkadir Muhammad, pengaturan Hukum Waris Perdata dimasukkan kedalam buku II yang mengatur tentang hukum benda, hal ini dikarenakan hak waris adalah hak kebendaan karena didasarkan pada beberapa alasan yang ditentukan dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata yakni (Abdulkadir Muhammad, 2000: 268): 1) Hak waris adalah hak yang dapat berdiri sendiri yang dapat dijual (Pasal 1573), 2) Hak waris dapat diberikan sebagai hak memungut hasil atas barang peninggalan (Pasal 957), 3) Hak waris dapat dituntut untuk memperoleh warisan (Pasal 834). Berbicara mengenai Hukum Waris barat yang dimaksud adalah sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) yang menganut sistem individual, dimana harta peninggalan pewaris yang telah wafat diadakan pembagian.
xxviii
1) Cara
Mewaris
menurut
Hukum
Perdata
(http://resources.unpad.ac.id/unpad.content/uploads/publikasi_dosen/h ukum-waris-indonesia-dalam-perspektif-islam-adat-dan-bw.pdf/, diakses tanggal 1 Mei 2009 pukul 13.30 WIB): a) Mewaris menurut ketentuan Undang-undang b) Mewaris berdasarkan Testament 2) Golongan Ahli Waris Dalam Hukum Waris Barat terdapat empat golongan yang berhak untuk
menerima
warisan
(http://resources.unpad.ac.id/unpad.content/uploads/publikasi_dosen/h ukum-waris-indonesia-dalam-perspektif-islam-adat-dan-bw.pdf/, diakses tanggal 1 Mei 2009 pukul 13.30 WIB): a) Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan/atau yang hidup paling lama, b) Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka, c) Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris, d) Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam. 3) Bagian Legitieme Portie Merupakan bagian mutlak yang menjadi hak ahli waris menurut garis vertikal yang tidak dapat diganggu gugat. Terhadap bagian mana pewaris tidak diperbolehkan menguranginya dengan suatu pemberian dengan surat wasiat. Maksud dari adanya Legitieme portie adalah untuk melindungi hak para ahli waris dari perbuatan pewaris yang
xxix
tidak bertanggung jawab. Yang berhak atas bagian legitieme portie adalah: a) Bila pewaris hanya meninggalkan satu orang anak sah dalam garis ke bawah, maka legitieme portie itu terdiri dan seperdua dan harta peninggalan yang sedianya akan diterima anak itu pada pewarisan karena kematian. Bila yang meninggal meninggalkan dua orang anak, maka legitieme portie untuk tiap-tiap anak adalah dua pertiga bagian dan apa yang sedianya akan diterima tiap anak pada pewarisan karena kematian. Dalam hal orang yang meninggal dunia meninggalkan tiga orang anak atau lebih, maka legitieme portie itu tiga perempat bagian dan apa yang sedianya akan diterima tiap anak pada pewarisan karena kematian. Dasarnya adalah Pasal 914 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. b) Dalam garis ke atas legitieme portie itu selalu sebesar separuh dan apa yang menurut Undang-undang menjadi bagian tiap-tiap keluarga sedarah dalam garis itu pada pewarisan karena kematian. Dasarnya adalah Pasal 915 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
c) Legitieme portie dan anak yang lahir di luar perkawinan tetapi telah diakui dengan sah, ialah seperdua dari bagian yang oleh Undang-undang sedianya diberikan kepada anak di luar kawin itu pada pewarisan karena kematian. Dasarnya adalah Pasal 916 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 4) Asas kebebasan ahli waris untuk menentukan sikap Selama ahli waris mempergunakan haknya untuk berfikir guna menentukan sikap tersebut, ia tidak dapat dipaksa untuk memenuhi kewajiban sebagai ahli waris sampai jangka waktu itu berakhir selama empat bulan (Pasal 1024 B.W). Setelah jangka waktu yang ditetapkan
xxx
Undang-undang berakhir, seorang ahli waris dapat memilih antara tiga kemungkinan, yaitu: a) Menerima secara penuh; b) Menerima warisan secara beneficiaire (dengan syarat); c) Menolak warisan. c. Hukum Waris Adat Pokok pangkal uraian tentang Hukum Waris Adat adalah bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan yang terdapat di Indonesia menurut sistem keturunan. Setiap sistem keturunan yang terdapat dalam masyarakat Indonesia memiliki kekhususan dalam hukum warisnya yang satu sama lain berbeda-beda, yaitu (Otje Salman, 1993: 43): 1) Sistem Patrilineal Sistem Patrilineal yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan pihak nenek moyang laki-laki. Di dalam sistem ini kedudukan dan pengaruh pihak laki-laki dalam Hukum Waris sangat menonjol, contohnya pada masyarakat Batak. Yang menjadi ahli waris hanya anak laki-laki sebab anak perempuan yang telah kawin dengan cara "kawin jujur" yang kemudian masuk menjadi anggota keluarga pihak suami, selanjutnya ia tidak merupakan ahli waris orang tuanya yang meninggal dunia. 2) Sistem Matrilineal Sistem Matrilineal yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan pihak nenek moyang perempuan. Di dalam sistem kekeluargaan ini pihak laki-laki tidak menjadi pewaris untuk anakanaknya. Anak-anak menjadi ahli waris dari garis perempuan/garis ibu karena anak-anak mereka merupakan bagian dari keluarga ibunya, sedangkan ayahnya masih merupakan anggota keluarganya sendiri, contoh sistem ini terdapat pada masyarakat Minangkabau.
xxxi
3) Sistem Parental atau Bilateral Sistem Parental atau Bilateral yaitu sistem yang menarik garis keturunan dari dua sisi, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Di dalam sistem ini kedudukan anak laki-laki dan perempuan dalam Hukum Waris sama dan sejajar. Di samping sistem kekeluargaan yang sangat berpengaruh terhadap pengaturan Hukum Waris Adat terutama terhadap penetapan ahli waris dan bagian harta peninggalan yang diwariskan, Hukum Waris Adat mengenal tiga sistem kewarisan, yaitu (Otje Salman, 1993: 45): 1) Sistem kewarisan individual yaitu sistem kewarisan yang menentukan bahwa para ahli waris mewarisi secara perorangan, misalnya di: Jawa, Batak. Sulawesi, dan lain-lain; 2) Sistem kewarisan kolektif, yaitu sistem yang menentukan bahwa para ahli waris mewaris harta peninggalan secara bersama-sama (kolektif) sebab harta peninggalan yang diwarisi itu tidak dapat dibagi-bagi pemilikannya kepada masing-masing ahli waris. Contohnya "harta pusaka” di Minangkabau dan "tanah dati” di semenanjung Hitu Ambon; 3) Sistem kewarisan mayorat, yaitu sistem kewarisan yang menentukan bahwa harta peninggalan pewaris hanya diwarisi oleh seorang anak. Sistem mayorat ini ada dua macam, yaitu: a) Mayorat laki-laki, yaitu apabila anak laki-laki tertua/sulung atau keturunan laki-laki merupakan ahli waris tunggal dari si pewaris, misalnya di Lampung; b) Mayorat perempuan, yaitu apabila anak perempuan tertua merupakan ahli waris tunggal dari pewaris, misalnya pada masyarakat Tanah Semendo di Sumatera Selatan. Hukum adat tidak mengenal cara pembagian dengan perhitungan matematika (angka), tetapi selalu didasarkan atau pertimbangan mengingat xxxii
wujud benda dan kebutuhan ahli waris yang bersangkutan. Jadi walau Hukum Waris Adat mengenal asas kesamaan hak, tidak berarti bahwa setiap ahli waris akan mendapat bagian warisan dalam jumlah yang sama, dengan nilai harga yang sama atau menurut banyaknya bagian yang sudah ditentukan. Tata cara pembagian itu ada 2 (dua) kemungkinan yaitu: 1) Dengan cara segendong sepikul artinya bagian anak lelaki dua kali lipat bagian anak perempuan, 2) Dengan cara Dum Dum Kupat artinya bagian anak laki-laki dan bagian anak perempuan seimbang (sama). 3. Tinjauan tentang Pengadilan Agama a. Pengertian Peradilan Agama Berdasarkan Pasal 1 huruf 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang dimaksud dengan Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. Peradilan Agama adalah Peradilan Negara yang sah, di samping sebagai peradilan khusus, yakni peradilan Islam di Indonesia, yang diberi wewenang oleh perundangundangan negara, untuk mewujudkan hukum material Islam dalam batasbatas kekuasaannya (H. Roihan A. Rosyid, 2000: 20). Pengadilan Agama adalah salah satu di antara Peradilan Khusus di Indonesia. Dikatakan peradilan khusus karena Pengadilan Agama mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu. Dalam hal ini Pengadilan Agama hanya berwenang di bidang perdata tertentu saja, tidak termasuk bidang pidana dan pula hanya untuk orang-orang Islam di Indonesia, dalam perkara-perkara perdata Islam tertentu tidak mencakup seluruh perdata Islam (H. A. Basiq Djalil, 2006: 9). Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Badan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
xxxiii
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Hal ini berdasarkan Pasal 54 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 yang berbunyi sebagai berikut: “Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini.” b. Susunan Peradilan Agama Kekuasaan kehakiman di lingkungan Badan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama yang merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shadaqah, dan ekonomi syariah berdasarkan hukum Islam. Tempat kedudukannya di ibu kota Kabupaten atau Kotamadya. Sedangkan Pengadilan Tinggi Agama yang merupakan pengadilan tingkat banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama, dan merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai sengketa mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya, tempat kedudukannya di ibu kota propinsi yang wilayah hukumnya meliputi daerah propinsi. Keduanya berpuncak kepada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, susunan Pengadilan Agama terdiri dari (Taufiq Hamami, 2003: 52): 1) Pimpinan, 2) Hakim Anggota, 3) Panitera, 4) Sekretaris, 5) Jurusita.
xxxiv
Sedangkan susunan Pengadilan Tinggi Agama berdasar Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 terdiri dari (Taufiq Hamami, 2003: 52): 1) Pimpinan, 2) Hakim Anggota, 3) Panitera, 4) Sekretaris. Dalam
Peradilan
Agama
dikenal
adanya
pengklasifikasian
Pengadilan Agama yang didasarkan pada pertimbangan luas atau besarnya kota dimana Pengadilan itu berada, jumlah perkara yang masuk dan ditangani, kualifikasi perkara (berat atau ringan), dan tingkat penyelesaian perkara tiap-tiap Pengadilan. Klasifikasi Pengadilan Agama sebagai berikut: 1) Pengadilan Agama kelas I A, 2) Pengadilan Agama kelas I B, 3) Pengadilan Agama kelas II A, 4) Pengadilan Agama kelas II B.
c. Tugas Pengadilan Agama Tugas Pengadilan Agama antara lain (Taufiq Hamami, 2003: 92): 1) Tugas Yustisial Tugas Yustisial merupakan tugas pokok dari Pengadilan Agama. Inti dari tugas ini adalah menegakkan hukum dan keadilan. Realisasi pelaksanaan tugasnya dalam bentuk mengadili apabila terjadi sengketa, pelanggaran hukum atau perbedaan kepentingan antara sesama warga masyarakat. Tugas tersebut berdasarkan Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 yang berbunyi sebagai berikut :
xxxv
“Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah.” Tugas Pengadilan Agama terkait dengan warisan sebagai berikut: a) Menentukan status harta warisan, b) Menentukan ahli waris, c) Menentukan bagian masing-masing ahli waris, dan d) Melakukan pembagian harta warisan. 2) Tugas Non Yustisial Tugas Non Yustisial merupakan tugas tambahan, tetapi tidak mengurangi nilai penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tugas ini berdasarkan Pasal 27 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa: “Mahkamah Agung dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan apabila diminta.” d. Asas-Asas Peradilan Asas-asas peradilan agama antara lain (Taufiq Hamami, 2003: 97): 1) Asas Personalitas Ke-Islaman Pengadilan di lingkungan Peradilan Agama, hanya untuk melayani penyelesaian perkara tertentu, yakni perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah dari rakyat Indonesia yang beragama Islam. Selainnya, baik itu Kristen, Katolik,
xxxvi
Hindu, dan Budha, penyelesaian semua perkara yang terjadi adalah di Pengadilan di lingkungan Badan Peradilan Umum. 2) Asas Kebebasan Asas ini dimiliki oleh setiap badan peradilan tidak terkecuali badan Peradilan Agama. Kebebasan disini maksudnya tidak boleh ada pihak lain yang ikut campur tangan dalam penanganan suatu perkara oleh Pengadilan/Majelis Hakim misalnya pemaksaan, directiva atau rekomendasi yang datang dari pihak ekstra yudisial, ancaman dan lain sebagainya. 3) Asas Tidak Boleh Menolak Perkara dengan Alasan Hukum Tidak Jelas Penerapan asas ini, karena Hakim sebagai organ Pengadilan dianggap memahami hukum. Dalam hal Hakim tidak menemukan hukum tertulis, ia wajib berijtihad dan menggali hukum yang tidak tertulis untuk memutuskan perkara yang diajukan kepadanya. 4) Asas Wajib Mendamaikan Penyelesaian suatu perselisihan yang terbaik adalah dengan cara perdamaian. Dengan perdamaian sengketa selesai sama sekali, prosesnya cepat, dan biaya ringan. Hal ini jauh lebih baik daripada penyelesaian
perkaranya
dengan
putusan
pengadilan
yang
dilaksanakan secara paksa dan kadang pihak yang kalah tidak mau menerima putusan dengan sukarela. 5) Asas Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan Peradilan sederhana dan cepat adalah pemeriksaan yang tidak berbelitbelit yang menyebabkan proses sampai bertahun-tahun. Sedangkan biaya ringan maksudnya adalah biaya yang sudah jelas dan pasti peruntukannya tanpa ada biaya tambahan. 6) Asas Mengadili menurut Hukum dan Persamaan Hak
xxxvii
Asas ini disebut juga Asas Legalitas dan Equality. Asas Legalitas artinya pengadilan mengadili menurut
hukum.
Hakim dalam
memeriksa dan memutus perkara tidak boleh bertindak di luar hukum, dan semua tindakan yang dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi dan tugas peradilan harus berdasarkan hukum. Sedangkan Asas Equality adalah persamaan hak. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap orang yang datang berhadapan di muka sidang sama hak dan kedudukannya. Hakim tidak boleh membedakan antara satu dengan yang lainnya. 7) Asas Persidangan Terbuka untuk Umum Setiap persidangan harus dalam keadaan terbuka untuk umum, kecuali apabila Undang-undang menentukan lain seperti dalam pemeriksaan perkara perceraian, atau jika Hakim dengan alasan-alasan penting yang dicatat dalam berita acara sidang, memerintahkan bahwa pemeriksaan perkara secara keseluruhan atau sebagian akan dilakukan dalam persidangan yang tertutup untuk umum. Pelanggaran atas asas ini akan berakibat penetapan atau putusan Hakim tentang perkara yang diajukan kepadanya batal menurut hukum.
8) Asas Aktif Memberi Bantuan Dalam perkara perdata, seperti halnya yang menjadi kekuasaan dan wewenang Pengadilan di lingkungan Badan Peradilan Agama, Pengadilan harus membantu secara aktif kepada para pencari keadilan dan berusaha untuk mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. 9) Asas Peradilan dilakukan dengan Cara Hakim Majelis Dalam proses pemeriksaan perkara, harus dilakukan oleh Majelis Hakim. Majelis ini sekurang-kurangnya terdiri dari satu Hakim Ketua xxxviii
dan dua Hakim Anggota. Namun, dalam keadaan terpaksa, misalnya pada Pengadilan yang bersangkutan kekurangan tenaga Hakim, pemeriksaan dapat dilakukan dengan Hakim Tunggal. Pemeriksaan dengan Hakim Tunggal harus mendapatkan ijin dari Mahkamah Agung. 4. Tinjauan tentang Juru Sita a. Pengertian dan Arti Penting Juru Sita Pengertian Juru Sita atau Juru Sita Pengganti menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 adalah Juru Sita dan atau Juru Sita Pengganti pada Pengadilan Agama. Pada setiap Pengadilan Agama, harus ada Juru Sita dan Juru Sita Pengganti. Ia merupakan perangkat peradilan yang tidak kalah pentingnya dengan perangkat-perangkat yang lainnya (Taufiq Hamami, 2003: 67). Penempatan Juru Sita di Pengadilan Agama merupakan hal baru. Sejak dahulu sampai saat Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 diundangkan, Pengadilan Agama tidak mengenal Juru Sita. Hal ini menyebabkan Pengadilan Agama tidak dapat melaksanakan eksekusi, sehingga eksekusi atas putusannya menjadi kewenangan Pengadilan Negeri (M. Yahya Harahap, 2003: 126).
Dalam suatu proses peradilan di Pengadilan Agama, Juru Sita dan Juru Sita Pengganti, di samping Panitera dan Panitera Pengganti yang mendampingi Majelis Hakim atau Hakim Tunggal di persidangan, adalah orang-orang yang harus ada dan tidak bisa diabaikan, yang membantu setiap proses perkara dari awal hingga akhir, dan sejak perkara masuk sampai dilaksanakannya putusan (Taufiq Hamami, 2003: 67). b. Syarat-Syarat Juru Sita Syarat-syarat Juru Sita berdasarkan Pasal 39 ayat (1) Undangundang Nomor 3 Tahun 2006 adalah: 1) warga negara Indonesia, xxxix
2) beragama Islam, 3) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 4) setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 5) berijazah paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat, 6) berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai juru sita pengganti, 7) sehat jasmani dan rohani. Syarat-syarat Juru Sita Pengganti berdasarkan Pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 adalah: 1) warga negara Indonesia, 2) beragama Islam, 3) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 4) setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 5) berijazah paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat, 6) sehat jasmani dan rohani, 7) berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri pada pengadilan agama. c. Tugas-Tugas Pokok Juru Sita dan Juru Sita Pengganti Tugas-tugas pokok Juru Sita dan Juru Sita Pengganti berdasarkan Pasal 103 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 adalah: 1) melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua Sidang, 2) menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, dan pemberitahuan penetapan atau putusan Pengadilan menurut cara-cara berdasarkan ketentuan Undang-undang, 3) melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan, 4) membuat berita acara penyitaan, yang salinan resminya diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
xl
Kewenangan dan wilayah hukum tugasnya, hanya sebatas wilayah hukum Pengadilan Agama tempat ia bertugas. Dalam hal apabila pihak yang akan dipanggil atau diberitahukan putusan, atau barang yang akan disita dan lain-lain sebagainya berada di wilayah hukum Pengadilan Agama lain, ia tidak berwenang melakukan tugasnya tersebut. Akan tetapi, ia melalui Ketua Pengadilan Agama, harus meminta bantuan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi pihak-pihak atau barang-barang tersebut berada, agar Juru Sita atau Juru Sita Penggantinya melaksanakan tugasnya tersebut (Taufiq Hamami, 2003: 68).
B. Kerangka Pemikiran
Pewaris beragama Islam meninggal Harta Warisan
Ahli Waris (Islam)
Ahli Waris (Islam)
Ahli Waris (Islam)
Konflik xli Asas Personalitas Keislaman Peradilan Agama
Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang KHI (Hukum Materiil)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Keterangan Seorang pewaris yang beragama Islam meninggal dunia dengan meninggalkan harta warisan yang akan dibagikan kepada para ahli warisnya yang juga beragama Islam. Berdasarkan ketentuan yang ada di dalam Kompilasi Hukum Islam, apabila seorang pewaris meninggal dunia, pembagian harta warisan didasarkan pada bagian-bagian tertentu sesuai dengan ajaran Agama Islam. Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam melakukan pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya. Akan tetapi karena suatu hal, sering terjadi konflik dalam pembagian harta warisan misalnya salah satu ahli waris
xlii
merasa dirugikan dalam pembagian harta warisan tersebut dan berbagai sebab yang lain. Apabila salah satu pihak ingin menyelesaikan konflik atau sengketa ini melalui jalur hukum, berdasarkan Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, maka penyelesaian sengketa waris merupakan kewenangan Pengadilan Agama. Dasar lain yang digunakan adalah adanya Asas Personalitas Keislaman Peradilan Agama yang menyatakan bahwa Pengadilan Agama berwenang melayani penyelesaian perkara di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah, serta wakaf dan shadaqah dari rakyat Indonesia yang beragama Islam. Dengan adanya dua dasar tersebut, jelas bahwa apabila terjadi sengketa di bidang Waris Islam, wewenang peyelesaian perkaranya ada di Pengadilan Agama. Dalam prakteknya, Pengadilan Agama menggunakan dua landasan utama dalam proses pemeriksaan perkara khususnya perkara waris yaitu Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam sebagai hukum materiil dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 sebagai hukum formil. Perkara Waris Islam yang diajukan tersebut diperiksa dan diberikan suatu putusan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama yang mana kadang salah satu pihak yang bersengketa tidak bisa menerima putusan yang telah dijatuhkan oleh hakim. Berdasarkan Pasal 61 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 putusan atau penetapan Pengadilan Agama dapat dimintakan banding ke Pengadilan Tinggi Agama apabila ada salah satu pihak yang masih belum puas dengan putusan Pengadilan Agama. Apabila salah satu pihak masih belum puas dengan putusan hakim pada tingkat banding, berdasarkan Pasal 63 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, putusan pada tingkat banding tersebut dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung bersifat final dan tidak bisa dilakukan upaya hukum lagi. Apabila putusan sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), maka terhadap putusan tersebut dapat dilakukan eksekusi oleh juru sita dengan dibantu oleh alat-alat negara yang mana terkadang dalam pelaksanaannya ada hambatan-hambatan yang harus dihadapi. Dalam penulisan
xliii
hukum ini, penulis menguraikan tentang tata cara eksekusi, hambatan, dan solusi dari hambatan dalam eksekusi terhadap harta warisan di Pengadilan Agama. BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Eksekusi terhadap Harta Warisan dalam Perkara Warisan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska di Pengadilan Agama Surakarta a. Identitas Para Pihak 1) Penggugat Penggugat berinisial CMB, agama Islam, yang berlamat di Jalan Serayu VIII Nomor 32 Semanggi RT 04 RW XVI, Surakarta. 2) Tergugat Dalam perkara ini, Tergugat terdiri dari empat orang yaitu: a) NMB, agama Islam, yang beralamat di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225) Surakarta, selanjutnya disebut Tergugat I, b) HMB, agama Islam, yang beralamat di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225) Surakarta, selanjutnya disebut Tergugat II, c) FMB, agama Islam, yang berlamat di Jalan Sungai Riam Kiri Nomor 8 Yosopuran RT 03/II Surakarta, selanjutnya disebut Tergugat III, d) MUB, agama Islam, yang beralamat di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225) Surakarta, selanjutnya disebut Tergugat IV. b. Kasus Posisi Kasus posisi dalam perkara Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. sebagai berikut:
xliv
Pada tanggal 4 April 1996 telah meninggal dunia seorang pewaris berinisial MAB dengan meninggalkan harta warisan dan ahli waris yang berjumlah lima orang yaitu:
1) MUB selaku istri; 2) CMB selaku anak perempuan; 3) NMB selaku anak perempuan; 4) HMB selaku anak laki-laki; dan 5) FMB selaku anak perempuan. Akan tetapi MUB, NMB, HMB, dan FMB membantah keberadaan CMB sebagai ahli waris yang sah dari MAB. Hal ini dikarenakan pada tahun 1966 CMB telah meninggalkan Kota Solo untuk mengikuti suaminya dan pada tahun 1987 kembali ke Kota Solo. Bahkan MUB selaku istri dari pewaris membenarkan hal tersebut dengan menyatakan bahwa CMB bukanlah anaknya karena CMB merupakan anak titipan yang diterima pasangan MAB (pewaris) dengan MUB sejak bayi dan sudah lupa siapa yang melahirkannya. Selain itu, CMB menyatakan bahwa semua harta warisan almarhum MAB belum pernah dibagi kepada semua ahli waris yang berhak. Akan tetapi, pernyataan CMB tersebut dibantah oleh keluarganya sendiri yang menyatakan bahwa harta warisan tersebut sudah menjadi harta percampuran bersama antara MAB selaku pewaris dengan HMB dan menyatakan juga bahwa sebagian harta warisan tersebut adalah harta milik MUB selaku istri almarhum MAB. Merasa tidak diakui sebagai keluarga dan haknya dirampas sebagai seorang ahli waris yang sah dari MAB serta berbagai usaha untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara damai tidak ditanggapi, maka CMB memberanikan untuk mengajukan perkara tersebut ke Pengadilan Agama Surakarta. c. Pemeriksaan Perkara Berdasarkan kasus tersebut diatas, CMB mengajukan gugatan tertanggal 4 April 1996 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama
xlv
Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. yang pada pokoknya berbunyi sebagai berikut: 1) Bahwa pada tanggal 9 April 1994 di Surakarta telah meninggal dunia seorang laki-laki berinisial MAB; 2) Bahwa almarhum MAB meninggalkan ahli waris seorang istri yang berinisial MUB (Tergugat IV) beserta empat orang anak yaitu CMB (Penggugat), NMB (Tergugat I), FMB (Tergugat III), HMB (Tergugat II). Selain itu almarhum MAB juga meninggalkan harta warisan yaitu: a) Tanah seluas kurang lebih 1000 m2 berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225), Surakarta, dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial UA;
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223 milik MAB;
Sebelah Selatan : Jalan Kali Saroko; b) Tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Gang Buntu;
Sebelah Selatan : Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223 milik MAB; c) Tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
xlvi
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 milik MAB;
Sebelah Selatan : Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225 milik MAB; d) Tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri diatasnya eks Perusahaan Tenun “Terang Bulan” yang terletak di Semanggi RT 04/XV, Kelurahan/Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta seluas kurang lebih 800 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HR, Rumah seorang berinisial HS, dan Rumah seorang berinisial JS;
Sebelah Timur
: Jalan Raya Semanggi;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu VII;
Sebelah Selatan : Jalan Semanggi Gang Serayu VI; e) Tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Semanggi RT 06/IV Kelurahan/Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta (Depan SD Kanisius) seluas kurang lebih 800 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HM dan Yayasan MTA;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial D dan Rumah seorang berinisial PAW;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu V;
Sebelah Selatan : Jalan Raya Semanggi; 3) Bahwa sepeninggal Almarhum MAB, rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225 (dahulu Jalan Pasar Kliwon) ditempati oleh MUB (Tergugat IV), NMB (Tergugat I), dan HMB (Tergugat II); sedangkan tanah/rumah lainnya ada dalam penguasaan HMB (Tergugat II); 4) Bahwa karena barang-barang sebagaimana tersebut dalam nomor 2) adalah warisan Almarhum MAB, dan Penggugat, Para Tergugat adalah ahli waris yang sah dari almarhum, maka menurut hukum barang-
xlvii
barang tersebut harus dibagi antara para ahli warisnya, yang bagiannya masing-masing akan ditentukan oleh Pengadilan Agama;
5) Bahwa gugatan ini akan dibuktikan dengan bukti-bukti otentik sebagaimana dimaksud oleh Pasal 180 (1) HIR, karena itu kami mohon keputusan perkara ini dapat dijalankan lebih dulu meskipun ada verzet, banding, dan kasasi; Atas dasar hal-hal tersebut di atas, Penggugat mengajukan tuntutan sebagai berikut: PRIMER 1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; 2) Menyatakan bahwa barang-barang sengketa sebagaimana tersebut dalam posita gugatan nomor 2) adalah warisan Almarhum MAB yang belum pernah dibagi waris; 3) Menyatakan bahwa Penggugat (CMB), Tergugat I (NMB), Tergugat II (HMB), Tergugat III (FMB), dan Tergugat IV (MUB) adalah ahli waris yang sah dari Almarhum MAB dan menetapkan bagian masingmasing; 4) Menghukum Tergugat I, II, III, dan IV dan semua orang yang menempati/menguasai barang-barang sengketa karena mendapat hak dari Tergugat I, II, III, dan IV untuk menyerahkan barang-barang sengketa kepada Penggugat guna dibagi waris antara para ahli waris; 5) Menyatakan keputusan ini dapat dijalankan lebih dulu meskipun ada verzet, banding, dan kasasi; 6) Menghukum Tergugat-Tergugat membayar biaya perkara; SUBSIDAIR Menjatuhkan keputusan yang seadil-adilnya. Berdasarkan gugatan Penggugat, Tergugat memberikan jawaban yang pada pokoknya sebagai berikut:
xlviii
DALAM KONVENSI 1) Bahwa benar Bapak MAB meninggal dunia pada tanggal 9 April 1994; 2) Bahwa benar Almarhum MAB meninggalkan ahli waris seorang istri bernama MUB, akan tetapi hanya meninggalkan tiga anak sah yaitu NMB, FMB, HMB; 3) Bahwa semua harta milik MAB baik yang bergerak maupun yang tak bergerak sudah dijadikan sebagai harta-harta percampuran bersama dengan HMB, yaitu dengan dibuatnya Surat Perjanjian Bersama antara MAB dengan HMB pada tanggal 16 Agustus 1993, dan tertutup kemungkinan adanya tuntutan dari pihak ketiga atau siapapun apabila salah satu pihak dalam perjanjian tersebut meninggal dunia. Isi perjanjian tersebut sebagai berikut: a) Pihak Pertama dan Pihak Kedua sama-sama setuju untuk dibebaskan dari segala tuntutan dari pihak ketiga, yang berkaitan dengan segala kemungkinan tuntutan hak-hak warisan yang meliputi semua barang-barang bergerak maupun yang tak bergerak; b) Surat Perjanjian bersama ini dapat diubah sebagai wasiat apabila salah satu seorang diantara kedua belah pihak ada yang meninggal dunia dan sewaktu-waktu dapat diaktekan ke Notaris. 4) Bahwa tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 dan Nomor 223 Surakarta tersebut adalah milik MUB (Tergugat IV) yang diperoleh dari hasil pembelian MUB sendiri; 5) Bahwa Penggugat sejak tahun 1966 telah pergi meninggalkan Kota Solo untuk mengikuti suaminya, yang kemudian pada tahun 1987 Penggugat baru pulang kembali di Kota Solo. Pada tahun 1987 itulah Penggugat membawa sertifikat HGB Nomor 120 tanah seluas kurang lebih 577 m2 yang dibeli oleh Almarhum MAB, yang kemudian tanah dan rumah beserta isinya yang berupa 4 meja sablon panjang, telah disewakan/dikontrakkan kepada orang lain dan semua hasil kontrakan
xlix
dinikmati Penggugat. Sampai sekarang sertifikat tersebut masih ada di bawah kekuasaan Penggugat;
DALAM REKONVENSI Berdasarkan dengan pengajuan jawaban pertama dalam konvensi tersebut diatas, Para Tergugat mohon mengajukan gugat balik terhadap Penggugat Konvensi; Bahwa untuk selanjutnya Para Tergugat Konvensi mohon disebut sebagai Para Penggugat Rekonvensi, kemudian Penggugat Konvensi selanjutnya mohon disebut sebagai Tergugat Rekonvensi; Adapun alasan-alasan gugat Rekonvensi ini adalah sebagai berikut: 1) Bahwa
Tergugat
Rekonvensi
sejak
tahun
1966
telah
pergi
meninggalkan Kota Solo mengikuti suaminya dan tahun 1987 Tergugat Rekonvensi pulang di Kota Solo dan meminjam rumah beserta 4 meja sablon panjang di Kampung Berjingan, Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta beserta sertifikat HGB No. 120 tanah seluas kurang lebih 577 m2 untuk ditempati selama kurang lebih 1 tahun. Akan tetapi rumah beserta isinya tersebut disewakan kepada orang lain dan hasilnya dinikmati Tergugat Rekonvensi. Apabila dihitung kontrak satu tahun rumah tersebut adalah Rp. 4.000.000,00 selama tujuh tahun (1988-1995), maka Penggugat Rekonvensi mengalami kerugian materiil sebesar Rp. 28.000.000,00 dan dengan pengajuan Gugat Rekonvensi
ini
mengharuskan
Tergugat
Rekonvensi
untuk
melunasinya; 2) Bahwa pada tahun 1987, Tergugat Rekonvensi meminjam rumah milik Penggugat Rekonvensi (MUB) yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi No. 221 Surakarta untuk ditempati dalam jangka waktu 3 bulan saja. Setelah jangka waktunya habis, MUB telah menegur kepada Tergugat Rekonvensi untuk segera pergi meninggalkan rumah milik Penggugat Rekonvensi, akan tetapi baru dilaksanakan pada tahun 1992. Apabila
l
dihitung kontrak satu tahun rumah tersebut adalah Rp. 3.000.000,00 selama empat tahun (1988-1992), maka MUB mengalami kerugian materiil sebesar Rp. 12.000.000,00 dan dengan pengajuan Gugat Rekonvensi
ini
mengharuskan
Tergugat
Rekonvensi
untuk
melunasinya; 3) Bahwa selama Tergugat Rekonvensi mengontrak rumah milik Penggugat Rekonvensi (NMB) yang terletak di Jalan Serayu VIII No. 32 Semanggi RT 04 RW 16, Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta, Tergugat Rekonvensi belum membayar uang kontrak selama 1 tahun lebih 3 bulan, sebesar Rp. 2.000.000,00. Oleh karena itu NMB mengalami kerugian materiil sebesar Rp. 2.000.000,00. Dengan pengajuan Gugat Rekonvensi ini mengharuskan Tergugat Rekonvensi untuk melunasinya dan meninggalkan rumah tersebut karena masa kontraknya sudah habis dalam keadaan baik dan terawat; 4) Bahwa Tergugat Rekonvensi pada tahun 1993 membeli tanah milik Penggugat Rekonvensi (FMB) seluas kurang lebih 140 m2 yang terletak di Kampung Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta dengan harga sebesar Rp. 14.000.000,00 dan cara pembayaran mengangsur, akan tetapi sampai sekarang dalam pembayaran masih kurang Rp. 3.400.000,00. Dengan pengajuan Gugat Rekonvensi ini mengharuskan Tergugat Rekonvensi untuk melunasinya; Bahwa berdasarkan segala sesuatu yang tertera tersebut di atas para Penggugat Rekonvensi mohon kepada yang terhormat Bapak Ketua beserta Yang Terhormat Bapak/Ibu Majelis Hakim Pengadilan Agama Surakarta pemeriksa perkara ini, berkenan menjatuhkan keputusan sebagai berikut: DALAM KONVENSI 1) Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya; 2) Menyatakan bahwa Surat Perjanjian Bersama yang dibuat Bapak MAB dengan HMB tertanggal 16 Agustus 1993 adalah sah menurut hukum;
li
3) Menyatakan bahwa semua barang-barang milik Bapak MAB baik barang bergerak maupun barang tak bergerak menurut hukum telah berpindah untuk dikelola HMB; 4) Menyatakan bahwa semua barang-barang bergerak maupun barangbarang tak bergerak milik Bapak MAB telah tertutup bagi pihak ketiga maupun siapapun; 5) Menyatakan bahwa Penggugat bukan anak Bapak MAB dan bukan ahli warisnya; 6) Menghukum Penggugat untuk membayar segala biaya perkara yang timbul dalam persidangan. DALAM REKONVENSI 1) Menerima dan mengabulkan Gugat Rekonvensi untuk seluruhnya; 2) Menyatakan bahwa barang-barang milik Bapak MAB baik yang bergerak maupun tak bergerak untuk dikelola oleh HMB sesuai Perjanjian yang disepakati pada tanggal 16 Agustus 1993; 3) Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk menyerahkan sertifikat HGB No. 120 tanah seluas kurang lebih 577 m2 beserta rumah yang berdiri diatasnya dan 4 Meja Sablon Panjang yang terletak di Kampung Berjingan, Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta, kepada Penggugat Rekonvensi (HMB) tanpa beban apapun dan membayar ganti rugi kepada Para Penggugat Rekonvensi sebesar Rp. 2.000.000,00 secara tunai; 4) Menyatakan Tergugat Rekonvensi telah melawan hukum menempati rumah milik Penggugat Rekonvensi (MUB) yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi No. 221 Surakarta selama 4 tahun, dari tahun 1988 sampai tahun 1992 dan menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar ganti rugi kepada MUB sebesar Rp. 12.000.000,00 secara tunai; 5) Menyatakan bahwa Tergugat Rekonvensi telah melawan hukum selama mengontrak rumah di Jalan Serayu VIII No. 32 Semanggi RT 04 RW 16 Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta milik Penggugat lii
Rekonvensi (NMB) selama 1 Tahun 3 Bulan karena tidak membayar uang kontrak sebesar Rp. 2.000.000,00, menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar uang kontrak sebesar Rp. 2.000.000,00 secara tunai, dan menyerahkan rumah tersebut NMB dalam keadaan baik dan kosong, tanpa beban apapun, karena masa kontraknya habis; 6) Menyatakan bahwa Tergugat Rekonvensi telah melawan hukum karena belum melunasi uang pembayaran pembelian tanah seluas kurang lebih 140 m2 yang terletak di Kampung Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta kepada Penggugat Rekonvensi (FMB) sebesar Rp. 3.400.000,00 dan menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar uang kekurangan pembelian tanah sebesar Rp. 3.400.000,00 secara tunai; 7) Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar denda sebesar Rp. 40.000,00 per hari setiap keterlambatan pembayaran ganti rugi kepada Para Penggugat Rekonvensi, terhitung sejak perkara ini adanya putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 8) Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar segala biaya perkara yang timbul selama dalam persidangan. Atas jawaban gugatan dari Para Tergugat, Penggugat telah mengajukan repliknya pada tanggal 2 Juli 1996, dan Para Tergugat telah mengajukan dupliknya pada tanggal 16 Juli 1996. Pengadilan Agama Surakarta juga melakukan pemeriksaan di lapangan pada tanggal 16 Juli 1996 yaitu di tempat MUB (Tergugat IV) di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225 Surakarta karena Tergugat IV sakit yang secara fisik tidak memungkinkan datang ke Pengadilan. Pada pemeriksaan tersebut, Tergugat IV memberikan keterangan sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 18): 1) Bahwa benar MAB adalah suaminya yang telah meninggal dunia kurang lebih dua tahun yang lalu; 2) Bahwa anak-anaknya hanya (3) tiga orang yaitu NMB, HMB, dan FMB, sedangkan CMB bukan anaknya karena menggugat;
liii
3) Bahwa sambil menangis tersedu-sedu ia mengatakan Penggugat adalah anakn titipan yang diterimanya sejak bayi dan sudah lupa siapa yang melahirkan; 4) Bahwa tanah dan rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225 seluas 100 m2 adalah peninggalan Almarhum MAB; 5) Bahwa tanah dan rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 dan 223 masing-masing seluas 150 m2 adalah kepunyaan Tergugat IV; 6) Bahwa tanah dan bangunan pabrik eks perusahaan tenun “Terang Bulan” seluas 800 m2 Tergugat IV tidak tahu; 7) Bahwa tanah dan pabrik di Semanggi di depan SD Kanisius dahulu kepunyaan Almarhum MAB sekarang diatasnamakan HMB. Untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, Penggugat telah mengajukan bukti-bukti tertulis berupa: 1) Bukti P-1: foto copy Surat Nikah Nomor 383/1996, bahwa telah terjadi pernikahan antara AAB dengan CMB dan yang menjadi wali tertulis dalam Surat Nikah tersebut adalah MAB (ayah sendiri); 2) Bukti
P-2:
foto
copy
Kartu
Keluarga
(KK)
Nomor
1169
Desa/Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon (Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225 RT 01 RW 10); 3) Bukti
P-3
sampai
dengan
Bukti
P-17:
foto
copy
bukti
pembayaran/pengiriman uang dari National Australia Bank; 4) Bukti P-18: foto copy Surat Perjanjian Sewa Menyewa secara kontrak rumah di Jalan Berjingan RT 10/2, Kelurahan Pasar Kliwon Solo (tanah Hak Guna Bangunan Nomor 187); 5) Bukti P-19: foto copy Surat Perjalanan laksana Paspor untuk warga negara Republik Indonesia atas nama AAB; 6) Bukti P-20: foto copy Duplikat Surat Kelahiran Nomor 1948 atas nama CMB yang lahir pada tanggal 21 Juli 1946 di Surakarta; 7) Bukti P-21: foto copy Surat Ijazah Madrasah Mu’allimat Surakarta dari Perguruan Islam Nahdatul Muslimat atas nama CMB; 8) Bukti P-22: foto copy Tanda Lulus Pengikut Ujian Negeri Masuk Sekolah Landjutan Tingkat Pertama untuk Tahun Pengadjaran 1959/1960, dengan Nomor Udjian 4866 atas nama CMB; liv
9) Bukti P-23: foto copy Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 630.1/SKPT/218/1996 tanggal 26 Agustus 1996 yang dibuat dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Surakarta; 10) Bukti P-24: foto copy Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 630.1/SKPT/219/1996, dibuat/ditandatangani
tanggal Kepala
26 Kantor
Agustus Pertanahan
1996
yang
Kotamadya
Surakarta; 11) Bukti P-25: foto copy Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 630.1/SKPT/220/1996 dibuat/ditandatangani
tanggal Kepala
26 Kantor
Agustus Pertanahan
1996
yang
Kotamadya
Surakarta; 12) Bukti P-26: foto copy Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 630.1/SKPT/222/1996 dibuat/ditandatangani
tanggal Kepala
26 Kantor
Agustus Pertanahan
1996
yang
Kotamadya
Surakarta; 13) Bukti P-27: foto copy Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 630.1/SKPT/223/1996 dibuat/ditandatangani
tanggal Kepala
26 Kantor
Agustus Pertanahan
1996
yang
Kotamadya
Surakarta; 14) Bukti P-28: foto copy Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 630.1/SKPT/221/1996 dibuat/ditandatangani
tanggal Kepala
26 Kantor
Agustus Pertanahan
1996
yang
Kotamadya
Surakarta; 15) Bukti P-29: foto copy dari Almarhum MAB pada tanggal 17 Agustus 1993 sewaktu menikahkan Penggugat yang waktunya hampir bersamaan dengan tanggal pembuatan perjanjian percampuran harta dengan Tergugat HMB yaitu tanggal 16 Agustus 1993. Selain mengajukan bukti-bukti tertulis, Penggugat juga mengajukan enam orang saksi yang masing-masing telah mengucapkan sumpah menurut Agama Islam, yaitu:
lv
1) Saksi I: Nama
: AR
Umur
: 86 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Dagang
Alamat
: Jalan Veteran Nomor 2 Surakarta
Saksi tersebut memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 26-27): a) Bahwa saksi adalah paman ipar dari Penggugat, Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III karena isteri saksi adalah adik Almarhum MAB; b) Bahwa MUB adalah isteri dari Almarhum MAB yang dalam perkawinannya telah mempunyai empat orang anak kandung yaitu: CMB, NMB, HMB, dan FMB; c) Bahwa sepengetahuan saksi sewaktu Almarhum MAB meninggal dunia masih mempunyai rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225 dan ada perusahaan di atasnya serta dua rumah di sebelahnya, itu semua yang membeli adalah Almarhum MAB; d) Bahwa sepengetahuan saksi, perusahaan di Semanggi dan di depan SD Kanisius juga kepunyaan Almarhum MAB; e) Bahwa saksi tidak tahu apakah harta-harta tersebut di atas sudah dibagi atau belum. 2) Saksi II: Nama
: NL
Umur
: 59 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Jalan Veteran Nomor 14 Surakarta
Saksi tersebut memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 27-28):
lvi
a) Bahwa saksi adalah keponakan Almarhum MAB; b) Bahwa dalam perkawinan antara MUB dengan Almarhum MAB mempunyai empat orang anak yaitu CMB, NMB, HMB, dan FMB, adapun CMB adalah anak kandung bukan anak angkat; c) Bahwa sewaktu CMB menikah yang menjadi wali adalah Almarhum MAB selaku ayah kandungnya; d) Bahwa setelah menikah, CMB pernah diajak suaminya hidup di Malang, namun sekarang sudah kembali ke Solo; e) Bahwa di samping mempunyai anak, Almarhum MAB dan MUB mempunyai beberapa tanah dan rumah yaitu rumah di Jalan Kapten Mulyadi atau rumah besar dan mempunyai dua rumah kecil-kecil di sebelahnya serta mempunyai dua pabrik di Semanggi; f) Bahwa menurut sepengetahuan saksi, harta warisan tersebut belum dibagi-bagikan kepada ahli warisnya; g) Bahwa pabrik di Brejingan telah dibeli suami CMB yaitu AAB, sewaktu AAB bekerja di Australia maka cara pembayarannya dikirim dari Australia ke Indonesia yang saat sekarang sudah lunas dan sertifikatnya ada; h) Bahwa di dalam adat kebiasaan keturunan Arab di Pasar Kliwon tidak ada istilah harta pusaka yang ada harta dibagi menurut Hukum Islam. 3) Saksi III: Nama
: SB
Umur
: 70 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Semanggi
RT
07/XI,
Kelurahan
Semanggi,
Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta Saksi tersebut memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 29-30): a) Bahwa saksi kenal dengan CMB, NMB, HMB, dan FMB karena semuanya ada hubungan keluarga dengan saksi; b) Bahwa mereka berempat adalah saudara kandung, adapun ayah dan ibunya bernama MAB dan MUB; c) Bahwa sewaktu CMB menikah yang menjadi walinya adalah Almarhum MAB selaku ayah kandung; d) Bahwa Almarhum MAB telah meninggal dunia kurang lebih dua tahun yang lalu dengan meninggalkan seorang isteri dan empat orang anak serta harta benda berupa: lvii
(1) Rumah besar di Jalan Kapten Mulyadi yang sekarang ditempati MUB namun asal usulnya saksi tidak tahu; (2) Dua rumah kecil-kecil di sebelah utara rumah besar; (3) Pabrik printing di depan SD Kanisius; (4) Pabrik Terang Bulan di Semanggi; e) Bahwa sepengetahuan saksi, harta warisan nomor 2), 3), dan 4) kepunyaan Almarhum MAB; f) Bahwa rumah di Brejingan saksi tidak tahu; g) Bahwa di dalam keluarga besar saksi tidak ada istilah harta pusaka. 4) Saksi IV: Nama
: MB
Umur
: 54 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Semanggi
RT.
06/XI,
Kelurahan
Semanggi,
Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Saksi tersebut memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 31): a) Bahwa saksi adalah adik dari MUB (Tergugat IV); b) Bahwa CMB adalah anak kandung yang pertama dari MUB dan waktu CMB lahir di Arjopuran saksi sudah ingat karena sudah berumur kurang lebih 10 tahun; c) Bahwa pada waktu CMB menikah yang menjadi walinya adalah Almarhum MAB sebagai ayah kandung; d) Bahwa setelah menikah, Penggugat ikut suaminya di Malang namun sering pulang ke Solo ke tempt ibunya yaitu MUB; e) Bahwa Almarhum MAB meninggal pada tahun 1994 dengan meninggalkan seorang isteri dan empat orang anak serta harta peninggalannya berupa: (1) Pabrik Terang Bulan di Semanggi; (2) Pabrik di depan SD Kanisius; (3) Pabrik di belakang rumah besar di Pasar Kliwon; (4) Dua rumah kecil-kecil di Jalan Kapten Mulyadi; f) Bahwa pabrik di Brejingan sewaktu Almarhum MAB masih hidup pernah ditawarkan untuk dijual kepada saksi, namun karena suami CMB mau membelinya, maka oleh Almarhum MAB diserahkan kepada suami CMB untuk dibelinya.
lviii
5) Saksi V: Nama
: AB
Umur
: 58 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Jalan Honggowongso Nomor 12 Surakarta
Saksi tersebut memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 32-33): a) Bahwa saksi kenal dengan Penggugat dan Para Tergugat karena masih ada hubungan keluarga; b) Bahwa CMB, NMB, HMB, dan FMB adalah anak kandung dari pasangan MAB dengan MUB; c) Bahwa sewaktu Almarhum MAB menikahkan CMB menggunakan kata-kata Ibnati yang artinya anak perempuan kandungku, saksi hadir pada saat pernikahan tersebut; d) Bahwa sewaktu Almarhum MAB meninggal dunia, meninggalkan seorang isteri dan empat orang anak dan harta benda berupa; (1) Rumah besar di Jalan Kapten Mulyadi yang ditempati MUB dan HMB yang sepengetahuan saksi rumah tersebut adalah warisan ayah Alamarhum MAB; (2) Dua rumah kecil-kecil di Jalan Kapten Mulyadi; (3) Pabrik di depan SD Kanisius. e) Bahwa sehubungan dengan CMB meminta pembagian harta waris, saksi sudah memberi nasehat kepada Penggugat dan Para Tergugat agar membagi warisan dengan cara kekeluargaan yang baik-baik namun hingga sekarang belum dilaksanakan; f) Bahwa wasiat tentang harta peninggalan Almarhum MAB itu tidak ada karena bertentangan dengan Agama Islam. 6) Saksi VI: Nama
: NUB
Umur
: 55 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
lix
Alamat
: Semanggi
RT.
06/XV,
Kelurahan
Semanggi,
Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta Saksi tersebut memberi keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 33-34): a) Bahwa saksi adalah adik kandung dari MUB; b) Bahwa CMB adalah anak kandung dari MUB dan Almarhum MAB yang lahir di Arjopuran, Surakarta; c) Bahwa sewaktu CMB menikah yang menjadi walinya adalah Almarhum MAB selaku ayah kandungnya; d) Bahwa Almarhum MAB telah meninggal dunia pada tahun 1994 sedangkan ayah dan ibunya telah meninggal dunia terlebih dahulu, adapun ahli waris dari Almarhum MAB adalah seorang isteri dan empat orang anak; e) Bahwa Almarhum MAB sebelum menikah dengan MUB pernah menikah dengan F kemudian cerai dan tidak ada anak; f) Bahwa harta warisan yang ditinggalkan berupa rumah besar di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225 dan rumah kecil-kecil sebanyak dua buah; g) Bahwa tentang wasiat, saksi tidak tahu. Selain mengajukan bukti-bukti tertulis dan saksi-saksi, Penggugat juga mengajukan saksi ahli dari Badan Pertanahan Nasional Surakarta yang telah disumpah yaitu: Nama
: MZ
Agama
: Islam
Jabatan
: Kasubsi Penyelesaian Masalah Pertanahan
Alamat
: Jalan Monginsidi Nomor 101 Surakarta
Saksi tersebut memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 34-35): 1) HGB Nomor 264 atas nama MAB di Pasar Kliwon, Surakarta, luas 471 m2 berasal dari HGB Nomor 47 atas nama MAB berasal dari PS. Nomor 74 atas nama ARAB, kemudian beralih kepada MAB berdasarkan warisan pada tanggal 21 Desember 1954; 2) HGB Nomor 265 atas nama MAB di Kelurahan Pasar Kliwon, Surakarta luas 717 m2 berasal dari HGB Nomor 48 atas nama MAB dan berasal dari PS. Nomor 72 atas nama ARAB kemudian beralih kepada MAB berdasarkan warisan pda tanggal 21 Desember 1954;
lx
3) HGB Nomor 46 atas nama MUB di Pasar Kliwon Surakarta luas 316 m2 semula atas nama dua orang CMB dan NMA atas dasar jual beli tanggal 22 Agustus 1989; 4) HGB Nomor 88 atas nama MAB di Semanggi luas 397 m2 berasal dari HGB Nomor 19, berasal dari PS. Nomor 76 atas nama ARAB yang kemudian beralih kepada MAB atas dasar permohonan hak selaku anak, ini bisa ditafsirkan sebagai warisan; 5) HGB Nomor 89 atas nama MAB di Semanggi luas 419 m2 berasal dari HGB Nomor 20 berasal dari PS. 43 tertanggal 23 Februari 1948 atas nama MAB, berarti murni diperoleh dari tanah negara; 6) HM Nomor 201 di Kelurahan Semanggi Surakarta luas 629 m2 semula atas nama K berdasarkan jual beli tanggal 17 Februari 1965 menjadi atas nama SMSA, kemudian beralih menjadi atas nama MAB berdasarkan jual beli pada tanggal 15 Maret 1973, karena sertifikatnya telah hilang maka pada tanggal 15 Oktober 1974 telah dikeluarkan sertifikat yang kedua. Selain Penggugat, Para Tergugat juga mengajukan bukti-bukti tertulis berupa foto copy yang telah bermeterai cukup serta telah dicocokkan dengan aslinya sebagai berikut: 1) NMB (Tergugat I) mengajukan bukti: a) Akta Jual Beli tercantum pada Nomor 153/1984, pembelian sebidang tanah seluas kurang lebih 577 m2 HGB Nomor 120 terletak di Brejingan, Desa Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Pihak pembeli adalah NMB (Tergugat I), kemudian tanah seluas 577 m2 yang dibeli NMB tersebut disertifikatkan oleh pihak pembeli (NMB) menjadi sertifikat HGB Nomor 187, bahwa sertifikat Asli HGB Nomor 187 atas nama NMB (Tergugat I) tersebut sampai sekarang masih dibawa oleh CMB (Penggugat) belum dikembalikan kepada pemiliknya yaitu NMB (Tergugat I); b) Sertifikat HM Nomor 1226 tanah yang terletak di Jalan Serayu VIII Nomor 32 Semanggi RT 4 RW 16 Semanggi, Pasar Kliwon, Surakarta, pemilik atas nama NMB; 2) HMB (Tergugat II) mengajukan bukti:
lxi
Surat Perjanjian tertanggal 16 Agustus 1993 yang dibuat dan ditandatangani oleh MAB dengan HMB; 3) FMB (Tergugat III) tidak bisa mengajukan bukti-bukti pembayaran penjualan tanah seluas kurang lebih 140 m2 yang terletak di Kampung Semanggi,
Kecamatan Pasar
Kliwon,
Surakarta,
sebesar
Rp.
14.000.000,00; 4) MUB (Tergugat IV) mengajukan bukti: a) TMB Nomor 601/889/89, nama pemegang MUB; b) HGB Nomor 46 atas nama MUB isteri MAB, bahwa tanah seluas kurang lebih 316 m2 yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 dan 223 Pasar Kliwon Surakarta tersebut adalah hasil pembelian dari MUB sendiri dan sertifikat HGB Nomor 46 adalah atas nama MUB; Setelah pemeriksaan perkara dilakukan, Majelis Hakim Pengadilan Agama Surakarta memutuskan sebagai berikut: DALAM KONVENSI 1) Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian; 2) Menetapkan ahli waris sah dari Almarhum MAB adalah: a) MUB selaku isteri; b) CMB selaku anak perempuan; c) NMB selaku anak perempuan; d) HMB selaku anak laki-laki; e) FMB selaku anak perempuan; 3) Menetapkan bagian masing-masing dari ahli waris sebagai berikut: a) MUB memperoleh 5/40 bagian; b) CMB memperoleh 7/40 bagian; c) NMB memperoleh 7/40 bagian; d) HMB memperoleh 14/40 bagian; e) FMB memperoleh 7/40 bagian;
lxii
4) Menetapkan barang-barang yang tersebut di bawah ini adalah harta peninggalan dari Almarhum MAB yang belum dibagi waris yaitu: a) Tanah seluas kurang lebih 1000 m2 berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225), Surakarta, dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial UA;
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223;
Sebelah Selatan : Jalan Kali Saroko; Yang terdiri dari dua sertifikat: (1) Sertifikat HGB Nomor 264 luas kurang lebih 471 m2 atas nama MAB; (2) Sertifikat HGB Nomor 265 luas kurang lebih 717 m2 atas nama MAB; b) Separo dari tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batasbatas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Gang Buntu;
Sebelah Selatan : Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223; c) Separo dari tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batasbatas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221;
Sebelah Selatan : Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225; Yang keduanya (huruf b) dan huruf c)) tersebut terdaftar dalam satu sertifikat HGB Nomor 46, atas nama MUB;
lxiii
d) Tanah dan bangunan yang terdaftar dalam sertifikat HGB Nomor 88 atas nama MAB yang terletak di Semanggi RT. 04/XV, Pasar Kliwon, Surakarta, luas kurang lebih 397 m2 , serta separo dari tanah dan bangunan yang terdaftar dalam Sertifikat HGB Nomor 89 atas nama MAB di Semanggi RT. 04/XV Pasar Kliwon, Surakarta, luas kurang lebih 419 m2 ; Keduanya adalah tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri diatasnya Eks. Perusahaan Tenun “Terang Bulan” yang terletak di Semanggi RT. 04/XV, Pasar Kliwon, Surakarta luas kurang lebih 800 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HR, Rumah seorang berinisial HS, dan Rumah seorang berinisial JS;
Sebelah Timur
: Jalan Raya Semanggi;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu VII;
Sebelah Selatan : Jalan Semanggi Gang Serayu VI; e) Separo tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Semanggi RT 06/IV Kelurahan/Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta (Depan SD Kanisius) seluas kurang lebih 800 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HM dan Yayasan MTA;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial D dan Rumah seorang berinisial PAW;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu V;
Sebelah Selatan : Jalan Raya Semanggi; Tanah HM Nomor 201 di Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon, Surakarta, atas nama MAB luas kurang lebih 629 m2 ; 5) Menghukum Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, dan Tergugat IV untuk menyerahkan 7/40 bagian dari harta peninggalan Almarhum
lxiv
MAB, sebagaimana tersebut dalam amar putusan huruf c kepada Penggugat; 6) Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya; DALAM REKONVENSI 1) Menyatakan gugatan para Penggugat Rekonvensi petitum huruf c sampai dengan huruf m tidak diterima; 2) Menolak gugatan para Penggugat Rekonvensi untuk selebihnya; DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI Menghukum: Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, dan Tergugat IV dalam Konvensi/Para Penggugat Rekonvensi untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini, yang hingga kini berjumlah Rp. 269.250,00 (dua ratus enam puluh sembilan ribu dua ratus lima puluh rupiah). Atas Putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Surakarta tersebut, Para Tergugat merasa belum puas dengan apa yang telah diputuskan. Oleh karena itu, Para Tergugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama Semarang atas Putusan Pengadilan Agama Surakarta (Putusan pada tingkat pertama). Pihak-pihak dalam permohonan banding ini adalah: 1) Pembanding (semula Para Tergugat), yang terdiri dari: NMB, HMB, FMB, dan MUB. 2) Terbanding (semula Penggugat), yaitu CMB, dalam perkara ini memberikan kuasa kepada seorang advokat berinisial C yang beralamat di Jalan Kebangkitan Nasional Nomor 88 Surakarta. Setelah mempelajari berkas perkara, semua surat-surat yang berhubungan dengan perkara waris tersebut, serta memperhatikan memori banding dan kontra memori banding yang diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara, maka Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Semarang menjatuhkan Putusan Nomor 33/Pdt.G/1997/PTA.Smg. sebagai berikut: 1) Menerima permohonan banding Pembanding;
lxv
2) Menguatkan
putusan
Pengadilan
Agama
Surakarta
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska. tanggal 21 Januari 1997 bertepatan dengan tanggal 12 Ramadhan 1417 H; 3) Membebankan kepada Pembanding untuk membayar biaya banding sebesar Rp. 48.000,00 (Empat puluh delapan ribu rupiah). Permohonan banding tersebut diputuskan pada tanggal 19 Mei 1997. Putusan tersebut diberitahukan kepada Pembanding (semula Tergugat) pada tanggal 15 Juli 1997. Karena merasa masih belum puas dengan apa yang diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Semarang, Pembanding (semula Para Tergugat) mengajukan permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung secara lisan pada tanggal 18 Juli 1997 sebagaimana tertera dari Surat Keterangan No. 85/Pdt.G/1996/PA.Ska yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Agama Surakarta. Memori Kasasi dari Pemohon Kasasi (Tergugat/Pembanding) disampaikan pada tanggal 18 Agustus 1997. Pihak-pihak dalam perkara kasasi tersebut adalah: 1) Pemohon Kasasi (semula Para Tergugat/Pembanding), yaitu HMB, NMB, MUB dan FMB. Dalam hal ini memberi kuasa kepada seorang Pengacara dan Penasehat Hukum berinisial M, yang berkantor di Yosodipuran RT. 05 RW. III, Pasar Kliwon Surakarta berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 18 Juli 1997. 2) Termohon Kasasi (semula Penggugat/Terbanding), yaitu CMB yang dalam perkara ini memberikan kuasa kepada seorang advokat berinisial C yang beralamat di Jalan Kebangkitan Nasional Nomor 88 Surakarta dan seorang pengacara berinisial YPR berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 20 Agustus 1997. Termohon Kasasi (Penggugat/Terbanding) menerima pemberitahuan adanya Memori Kasasi dari Pemohon Kasasi pada tanggal 19 Agustus 1997. Jawaban Memori Kasasi dari Termohon Kasasi diterima oleh kepaniteraan Pengadilan Agama Surakarta pada tanggal 1 September 1997. Setelah mempelajari berkas perkara, ketentuan waktu dalam
lxvi
pengajuan Kasasi, dan alasan-alasan permohonan Kasasi, Majelis Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung memberikan putusan sebagai berikut: 1) Menyatakan bahwa permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi: HMB, NMB, MUB, FMB tersebut tidak dapat diterima; 2) Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebanyak Rp. 50.000,00 (Lima Puluh Ribu Rupiah); Permohonan Kasasi tersebut tidak dapat diterima karena Pemohon Kasasi dalam mengajukan Memori Kasasi melebihi tenggang waktu yang telah ditentukan dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (pada waktu itu Undang-undang tentang Mahkamah Agung masih menggunakan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985). Dalam Pasal 47 tersebut disebutkan bahwa dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan pula memori kasasi yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan yang dimaksud dicatat dalam buku daftar. Dalam permohonan kasasi sengketa waris ini, Pemohon Kasasi mengajukan permohonan Kasasi pada tanggal 18 Juli 1997, akan tetapi pengajuan Memori Kasasi dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1997. Berdasarkan perhitungan tenggang waktu pengajuan Memori Kasasi tersebut adalah 31 hari. Seharusnya pengajuan Memori Kasasi tersebut 14 (empat belas hari) setelah Permohonan Kasasi diterima yaitu maksimal pada tanggal 1 Agustus 1997. Oleh
karena
permohonan
Kasasi
dari
Pemohon
Kasasi
(Tergugat/Pembanding) tidak diterima oleh Mahkamah Agung, maka Pemohon Kasasi diputuskan kalah dalam sengketa waris ini. Dengan demikian, pihak yang kalah (Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi) harus melaksanakan Putusan Pengadilan dengan sukarela atau apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan Putusan tersebut dengan
lxvii
sukarela, maka Pengadilan Agama dapat melakukan eksekusi terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
d. Eksekusi terhadap harta warisan Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi (Tergugat/Pembanding) tidak dapat diterima, maka Pemohon Kasasi diputuskan kalah dalam sengketa waris ini. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi pihak yang kalah untuk melaksanakan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila pihak yang kalah tersebut tidak melaksanakan putusan hakim dengan sukarela, maka Pengadilan dapat melaksanakan eksekusi putusan hakim tersebut. Dalam
sengketa
waris
ini,
pihak
yang
kalah
(Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi) tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Oleh karena itu tidak ada jalan lain bagi Pengadilan
selain
melakukan
eksekusi
putusan
hakim
tersebut.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, dasar hukum eksekusi putusan hakim di Pengadilan Agama adalah Pasal 103 Ayat (1) Undangundang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan bahwa: “Jurusita bertugas: a. Melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua Sidang; b. Menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, dan pemberitahuan penetapan atau putusan Pengadilan menurut cara-cara berdasarkan ketentuan undang-undang; c. Melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan; d. Membuat berita acara penyitaan, yang salinan resminya diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.” Selain itu terdapat syarat-syarat eksekusi yaitu: 1) Putusan hakim bersifat condemnatoir (menghukum). Putusan hakim yang bersifat deklaratoir (menetapkan) dan putusan constitutif
lxviii
(menimbulkan/meniadakan keadaan hukum baru) tidak perlu diadakan eksekusi, 2) Putusan hakim sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), 3) Pihak yang kalah tidak dengan sukarela menjalankan putusan hakim, 4) Ada permohonan eksekusi dari pihak yang menang disertai dengan pembayaran biaya eksekusi, 5) Atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan secara ex officio (Pasal 197 HIR). Berdasarkan
penelitian
Penggugat/Terbanding/Termohon
yang Kasasi
telah mengajukan
dilakukan, permohonan
eksekusi pada tanggal 3 Desember 2003 yang di dalam permohonan tersebut menyatakan bahwa Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi belum memenuhi isi putusan hakim. Menindaklanjuti permohonan eksekusi tersebut, Ketua Pengadilan Agama Surakarta memberikan teguran (aanmaning) secara tertulis pada tanggal 16 Desember 2003. Termohon eksekusi meminta penundaan eksekusi pada tanggal 24 Desember 2003 dengan alasan untuk mengadakan musyawarah terlebih dahulu. Penundaan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Agama Surakarta karena alasannya dapat diterima. Akan tetapi setelah delapan hari sejak tanggal 24 Desember 2003, termohon eksekusi tetap tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Oleh karena itu, pada tanggal 12 April 2004 Ketua Pengadilan Agama Surakarta mengeluarkan Penetapan/Perintah kepada Jurusita Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. untuk melakukan sita eksekusi terhadap semua harta warisan sesuai dengan amar putusan hakim yang masih ada di tangan termohon eksekusi. Setelah penyitaan selesai dilakukan, pada tanggal 18 Juni 2004 Plt. Ketua Pengadilan Agama Surakarta mengeluarkan Penetapan Eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. yang memerintahkan kepada Panitera/Jurusita Pengadilan Agama Surakarta untuk melakukan eksekusi guna memenuhi
lxix
isi Putusan Hakim tersebut dan untuk membayar segala biaya pelaksanaan Putusan Hakim tersebut.
1) Sita Eksekusi (Eksekutorial Beslag) Pada
perkara
nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska,
Sita
Eksekusi
dilaksanakan pada tanggal 28 April 2004 oleh Jurusita Pengadilan Agama Surakarta Slameto, SH. Pelaksanaan Sita Eksekusi ini didasarkan pada Perintah Ketua Pengadilan Agama Surakarta tanggal 12 April 2004 Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, setelah sebelumnya diajukan permohonan eksekusi pada tanggal 3 Desember 2003 oleh Pemohon Eksekusi yaitu CMB yang beralamat di Jalan Serayu VIII Nomor 32 Semanggi RT 04 RW XVI, Surakarta. Dalam Sita Eksekusi ini, Pemohon Eksekusi memberikan kuasa kepada TSS dan ES, Pengacara dan Penasehat Hukum yang beralamat di Mendungan RT 01 RW 04, Pabelan, Kartosuro, Sukoharjo berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 30 Maret 2004. Urutan
pelaksanaan
Sita
Eksekusi
dalam
Perkara
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska sebagai berikut: a) Permohonan eksekusi pada Ketua Pengadilan Agama dari pihak yang menang berdasarkan Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap disertai dengan pembayaran biaya eksekusi. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa CMB melalui kuasa hukumya mengajukan permohonan eksekusi karena pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan hakim secara sukarela. Pada saat mengajukan permohonan tersebut, CMB selaku Pemohon Eksekusi membayar biaya sita eksekusi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Sita Eksekusi dilakukan di dua tempat yaitu di Kelurahan Pasar Kliwon dan Kelurahan Semanggi. Sehingga ada dua Berita Acara Sita Eksekusi. Dengan demikian
lxx
ada dua biaya yang harus dibayarkan oleh Pemohon Eksekusi, yaitu biaya sita eksekusi di Kelurahan Pasar Kliwon sejumlah Rp. 600.000,00 dan biaya sita eksekusi di Kelurahan Semanggi sejumlah Rp. 1.200.000,00. Rincian biaya tersebut sebagai berikut:
(1) Kelurahan Pasar Kliwon Perincian penyitaan
:
Rp. 150.000,00
Biaya penyitaan
:
Rp. 100.000,00
Uang harian Panitera/Jurusita
:
Rp. 80.000,00
Upah saksi-saksi
:
Rp. 50.000,00
Biaya jalan
:
Rp. 110.000,00
Biaya keamanan
:
Rp. 110.000,00
Jumlah
:
Rp. 600.000,00
Perincian penyitaan
:
Rp. 300.000,00
Biaya penyitaan
:
Rp. 200.000,00
Uang harian Panitera/Jurusita
:
Rp. 160.000,00
Upah saksi-saksi
:
Rp. 100.000,00
Biaya jalan
:
Rp. 220.000,00
Biaya keamanan
:
Rp. 220.000,00
Jumlah
: Rp. 1.200.000,00
(2) Kelurahan Semanggi
Cara pembayarannya dilakukan di muka atau sering disebut sebagai
“panjer”.
Besarnya
“panjer” tersebut tidak dapat
ditentukan. Apabila setelah sita eksekusi selesai dilakukan, ternyata masih ada sisa akan dikembalikan kepada Pemohon. Namun apabila masih kurang, akan dimintakan lagi kepada Pemohon sesuai dengan rincian biaya yang telah dikeluarkan. b) Panggilan/teguran/peringatan (Aanmaning).
lxxi
kepada
termohon
eksekusi
Aanmaning disampaikan secara tertulis oleh Ketua Pengadilan Agama dengan tujuan agar Termohon Eksekusi mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Tenggang waktu aanmaning adalah delapan hari sejak teguran itu disampaikan pada Termohon. Apabila dalam jangka waktu delapan hari tersebut, Termohon Eksekusi telah melaksanakan putusan hakim dengan sukarela maka eksekusi berakhir dan dibuat Berita Acara Aanmaning. Namun apabila Termohon Eksekusi tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela maka eksekusi dilanjutkan. Dalam Sita Eksekusi nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska ini, Ketua Pengadilan Agama Surakarta telah memanggil termohon eksekusi secara tertulis pada tanggal 16 Desember 2003. Termohon eksekusi meminta penundaan eksekusi pada tanggal 24 Desember 2003 dengan alasan untuk mengadakan musyawarah terlebih dahulu. Penundaan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Agama Surakarta karena alasannya dapat diterima. Akan tetapi setelah delapan hari dari tanggal 24 Desember 2003, termohon eksekusi tetap tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Bahkan Ketua Pengadilan Agama Surakarta telah melakukan penggilan secara lisan (tidak resmi) sebanyak dua kali. c) Penetapan Sita Eksekusi oleh Ketua Pengadilan Agama Surakarta. Apabila Termohon Eksekusi tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela setelah adanya aanmaning, maka sita eksekusi dilanjutkan dengan Penetapan Sita Eksekusi dari Ketua Pengadilan Agama Surakarta. Dalam sita eksekusi ini, dasar bagi Jurusita untuk melaksanakan penyitaan adalah Ketetapan Ketua Pengadilan Agama
Surakarta
tanggal
12
April
2004
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska. d) Penyampaian Surat Pemberitahuan dari Panitera Pengadilan Agama mengenai waktu diadakannya Sita Eksekusi kepada:
lxxii
(1) Pemohon eksekusi, ditujukan agar pemohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, (2) Termohon eksekusi, ditujukan agar termohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, akan tetapi dalam sita eksekusi
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska.
ini,
Termohon
Eksekusi maupun kuasanya tidak mengikuti sita eksekusi hingga selesai, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tanda tangan dari Termohon Eksekusi pada Berita Acara Sita Eksekusi, (3) Kepala Desa setempat (Kelurahan Pasar Kliwon dan Kelurahan Semanggi), yang kemudian oleh Kepala Desa tersebut diumumkan kepada masyarakat dengan tujuan agar eksekusi dan barang-barang yang dijadikan sebagai obyek eksekusi tersebut diketahui oleh masyarakat setempat, (4) Kepala Kantor Pertanahan Nasional Kota Surakarta, karena obyek sita eksekusi adalah tanah beserta bangunan yang ada di atasnya, maka Surat Pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta ditujukan agar tanah dan bangunan yang dijadikan sebagai obyek eksekusi dicatat dalam buku besar di Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Pencatatan tersebut ditujukan agar obyek eksekusi tidak dapat dialihkan atau dipindahtangankan kepada siapapun, (5) Kepolisian setempat, dalam hal ini adalah Kepolisian Sektor (Polsek) Pasar Kliwon dan Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Surakarta. Jumlah personel yang mengamankan sita eksekusi ini kurang lebih berjumlah 50 personel, e) Pelaksanaan sita eksekusi oleh Jurusita Pengadilan Agama Surakarta. Pada perkara nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska, Sita Eksekusi
dilaksanakan pada tanggal 28 April 2004 oleh Jurusita Pengadilan
lxxiii
Agama Surakarta Slameto, SH. Dalam melaksanakan sita eksekusi, Jurusita dibantu oleh dua orang saksi yaitu: (1) WS, beralamat di Jalan Veteran Nomor 273 Kota Surakarta, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil; (2) CA, beralamat di Jalan Veteran Nomor 273 Kota Surakarta, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil;
Obyek Sita Eksekusinya antara lain: (1) Tanah seluas kurang lebih 1000 m2 berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225), Surakarta, dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial UA;
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223;
Sebelah Selatan : Jalan Kali Saroko; Yang terdiri dari dua sertifikat: (a) Sertifikat HGB Nomor 264 luas kurang lebih 471 m2 atas nama MAB; (b) Sertifikat HGB Nomor 265 luas kurang lebih 717 m2 atas nama MAB; (2) Separo dari tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Gang Buntu;
Sebelah Selatan : Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223;
lxxiv
(3) Separo dari tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221;
Sebelah Selatan : Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225; Yang keduanya (nomor (2) dan nomor (3)) tersebut terdaftar dalam satu sertifikat HGB Nomor 46, atas nama MUB; (4) Tanah dan bangunan yang terdaftar dalam sertifikat HGB Nomor 88 atas nama MAB yang terletak di Semanggi RT. 04/XV, Pasar Kliwon, Surakarta, luas kurang lebih 397 m2 , serta separo dari tanah dan bangunan yang terdaftar dalam Sertifikat HGB Nomor 89 atas nama MAB di Semanggi RT. 04/XV Pasar Kliwon, Surakarta, luas kurang lebih 419 m2 ; Keduanya adalah tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri diatasnya Eks. Perusahaan Tenun “Terang Bulan” yang terletak di Semanggi RT. 04/XV, Pasar Kliwon, Surakarta luas kurang lebih 800 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HR, Rumah seorang berinisial HS, dan Rumah seorang berinisial JS;
Sebelah Timur
: Jalan Raya Semanggi;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu VII;
Sebelah Selatan : Jalan Semanggi Gang Serayu VI; (5) Separo tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Semanggi RT 06/IV Kelurahan/Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta (Depan SD Kanisius) seluas kurang lebih 800 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut:
lxxv
Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HM dan Yayasan MTA;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial D dan Rumah seorang berinisial PAW;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu V;
Sebelah Selatan : Jalan Raya Semanggi; (6) Tanah HM Nomor 201 di Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon, Surakarta, atas nama MAB luas kurang lebih 629 m2 ; Berdasarkan Berita Acara Sita Eksekusi, yang bertindak sebagai penyimpan barang-barang sitaan tersebut adalah HMB dan NMB (Termohon Eksekusi) yang keduanya beralamat di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Pasar Kliwon No. 225), Surakarta. Akhir dari eksekusi ini adalah pembuatan Berita Acara Sita Eksekusi oleh Jurusita Pengadilan Agama Surakarta yang ditandatangani oleh Jurusita itu sendiri, dua orang saksi, termohon eksekusi (akan tetapi karena termohon eksekusi tidak mengikuti eksekusi sampai selesai, maka termohon eksekusi tidak menandatangani Berita Acara Sita Eksekusi tersebut), Kepala Kelurahan Pasar Kliwon, Kepala Kelurahan Semanggi, dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta. 2) Eksekusi Putusan Hakim Pengadilan Agama Setelah dilakukan sita eksekusi terhadap harta warisan yang masih dikuasai oleh termohon eksekusi, maka Plt. Ketua Pengadilan Agama Surakarta
mengeluarkan
85/Pdt.G/1996/PA.Ska.
tanggal
Penetapan 18
Juni
Eksekusi 2004
yang
Nomor isinya
memerintahkan kepada Panitera/Jurusita Pengadilan Agama Surakarta untuk melakukan eksekusi guna memenuhi isi Putusan Hakim tersebut dan untuk membayar segala biaya pelaksanaan Putusan Hakim tersebut. Menindaklanjuti Penetapan Plt. Ketua Pengadilan Agama Surakarta tersebut, pada tanggal 30 Juni 2004 Jurusita Pengadilan Agama Surakarta melakukan eksekusi Putusan Hakim Pengadilan lxxvi
Agama
Surakarta
tanggal
21
Januari
1997
Nomor
Perkara
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska. Urutan
pelaksanaan
Eksekusi
dalam
85/Pdt.G/1996/PA.Ska. sebagai berikut: a) Permohonan eksekusi pada Ketua Pengadilan Agama dari pihak yang menang berdasarkan Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap disertai dengan pembayaran biaya eksekusi CMB selaku pihak yang menang pada tanggal 3 Desember 2003 mengajukan permohonan eksekusi melalui kuasa hukumya karena pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan hakim secara sukarela. Pada saat mengajukan permohonan tersebut, CMB selaku Pemohon Eksekusi membayar biaya eksekusi. Total biaya yang harus dibayarkan pemohon eksekusi adalah Rp. 12.100.000,00 dengan rincian sebagai berikut: Materai Penetapan
:
Rp.
36.000,00
Redaksi
:
Rp.
114.000,00
Saksi-saksi
:
Rp.
750.000,00
Uang harian
:
Rp. 2.200.000,00
Biaya pengamanan
:
Rp. 3.000.000,00
Biaya pelaksanaan
:
Rp. 4.000.000,00
Sewa kendaraan
:
Rp. 2.000.000,00
Jumlah
:
Rp. 12.100.000,00
Sama seperti cara pembayaran biaya sita eksekusi, cara pembayaran biaya eksekusi dilakukan di muka atau sering disebut sebagai “panjer”. Apabila setelah sita eksekusi selesai dilakukan, ternyata masih ada sisa akan dikembalikan kepada pemohon. Namun apabila masih kurang, akan dimintakan lagi kepada pemohon sesuai dengan rincian biaya yang telah dikeluarkan. b) Panggilan/teguran/peringatan (Aanmaning).
lxxvii
kepada
termohon
eksekusi
Aanmaning disampaikan secara tertulis oleh Ketua Pengadilan Agama dengan tujuan agar termohon eksekusi mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Tenggang waktu aanmaning adalah delapan hari sejak teguran itu disampaikan pada termohon. Pada waktu pelaksanaan aanmaning dibuat
Berita Acara
Aanmaning. Apabila dalam jangka waktu delapan hari, termohon eksekusi telah melaksanakan putusan hakim dengan sukarela maka eksekusi berakhir. Namun apabila termohon eksekusi tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela maka eksekusi dilanjutkan. Dalam
Eksekusi
nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska
ini,
Ketua
Pengadilan Agama Surakarta telah memanggil termohon eksekusi secara tertulis pada tanggal 16 Desember 2003. Termohon eksekusi meminta penundaan eksekusi pada tanggal 24 Desember 2003 dengan alasan untuk mengadakan musyawarah terlebih dahulu. Penundaan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Agama Surakarta karena alasannya dapat diterima. Akan tetapi setelah delapan hari dari tanggal 24 Desember 2003, termohon eksekusi tetap tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Bahkan Ketua Pengadilan Agama Surakarta telah melakukan penggilan secara lisan (tidak resmi) sebanyak dua kali. c) Penetapan Eksekusi oleh Ketua Pengadilan Agama Surakarta Apabila termohon eksekusi tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela setelah adanya aanmaning, maka eksekusi dilanjutkan dengan Penetapan Eksekusi dari Ketua Pengadilan Agama Surakarta. Dalam eksekusi ini, dasar bagi Panitera/Jurusita untuk melaksanakan putusan hakim adalah Ketetapan Plt. Ketua Pengadilan Agama Surakarta tanggal 18 Juni 2004 Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska.
lxxviii
d) Penyampaian Surat Pemberitahuan dari Panitera Pengadilan Agama mengenai waktu diadakannya Sita Eksekusi kepada: (1) Pemohon eksekusi, ditujukan agar pemohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, (2) Termohon eksekusi, ditujukan agar termohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, (3) Kepala Desa setempat (Kelurahan Pasar Kliwon dan Kelurahan Semanggi), yang kemudian oleh Kepala Desa tersebut diumumkan kepada masyarakat dengan tujuan agar eksekusi dan barang-barang yang dijadikan sebagai obyek eksekusi tersebut diketahui oleh masyarakat setempat, (4) Kepolisian setempat, dalam hal ini adalah Kepolisian Sektor (Polsek) Pasar Kliwon dan Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Surakarta. Jumlah personel yang mengamankan sita eksekusi ini kurang lebih berjumlah 50 personel. e) Pelaksanaan putusan hakim oleh Jurusita Pengadilan Agama Surakarta. Pada perkara nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, eksekusi dilaksanakan pada tanggal 30 Juni 2004 oleh Jurusita Pengadilan Agama Surakarta. Dalam melaksanakan eksekusi, Jurusita dibantu oleh lima orang saksi yaitu: (1) WS, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil Pengadilan Agama Surakarta, beralamat di Jalan Veteran Nomor 273 Kota Surakarta; (2) SM, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil Pengadilan Agama Surakarta, beralamat di Jalan Veteran Nomor 273 Kota Surakarta; (3) HM, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil Pengadilan Agama Surakarta, beralamat di Jalan Veteran Nomor 273 Kota Surakarta;
lxxix
(4) AP, pekerjaan Kasi Pemerintahan Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta; (5) SN, pekerjaan Staf Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Setelah tiba di obyek eksekusi, Jurusita bertemu dan berbicara dengan: (1) Pemohon Eksekusi: CMB,
yang dalam hal ini telah
memberikan kuasa kepada TS dan ES pengacara dan penasehat hukum yang beralamat di Mendungan RT 01 RW 04, Kelurahan Mendungan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo berdasarkan Surat Kuasa tanggal 30 Maret 2004; (2) Termohon Eksekusi: HMB dan NMB, keduanya bertempat tinggal di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225) Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamtan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Selanjutnya Jurusita membagi harta warisan sesuai dengan Putusan Hakim Pengadilan Agama Surakarta sebagai berikut: (1) Sebidang tanah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225) Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, HGB Nomor 264 luas kurang lebih 471 m2 beserta bangunannya, dengan bagian masing-masing sebagai berikut: (a) CMB, seluas kurang lebih 82 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 264 (NMB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Jalan Kali Saroko;
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(b) NMB, seluas kurang lebih 82 m2 dengan batas-batas sebagai berikut:
lxxx
Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 264 (HMB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 264 (CMB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(c) HMB, seluas kurang lebih 165 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 264 (MUB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 264 (NMB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(d) MUB, seluas kurang lebih 60 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 264 (FMB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 264 (HMB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(e) FMB, seluas kurang lebih 82 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 46 (CMB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 264 (MUB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(2) Sebidang tanah dan bangunan Pabrik di atasnya yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223 Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, HGB Nomor 265 luas kurang lebih 717 m2 beserta bangunannya, dengan bagian masing-masing sebagai berikut: (a) CMB, seluas kurang lebih 121 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Buntu;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS dan LH; lxxxi
Sebelah Selatan
: Jalan Kali Saroko;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 265 (NMB);
(b) NMB, seluas kurang lebih 121 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Buntu;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (CMB);
Sebelah Selatan
: Jalan Kali Saroko;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 265 (HMB);
(c) HMB, seluas kurang lebih 243 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Buntu;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (NMB);
Sebelah Selatan
: Jalan Kali Saroko;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 265 (MUB);
(d) MUB, seluas kurang lebih 89 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Buntu;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (HMB);
Sebelah Selatan
: Jalan Kali Saroko;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
(e) FMB, seluas kurang lebih 121 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Buntu;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (MUB);
Sebelah Selatan
: Jalan Kali Saroko;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 264 dan Seb. HGB No. 46;
(3) Separo dari tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan
lxxxii
Pasar Kliwon, Kota Surakarta, HGB No. 46 seluas kurang lebih 316 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut:
(a) CMB, seluas kurang lebih 27 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 46 (NMB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 264 (FMB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(b) NMB, seluas kurang lebih 27 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 46 (HMB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 46 (CMB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(c) HMB, seluas kurang lebih 55 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 46 (MUB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 46 (NMB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(d) MUB, seluas kurang lebih 22 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 46 (FMB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 46 (HMB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(e) FMB, seluas kurang lebih 27 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 46;
lxxxiii
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 46 (MUB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(4) Sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Semanggi RT. 06 RW 15, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, luas kurang lebih 397 m2 dengan bagian masing-masing sebagai berikut: (a) CMB, seluas kurang lebih 69 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Serayu V;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 88 (NMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 89;
Sebelah Barat
: Yayasan MTA;
(b) NMB, seluas kurang lebih 69 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Serayu V;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 88 (HMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 89;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 88 (CMB);
(c) HMB, seluas kurang lebih 139 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Serayu V;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 88 (MUB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 89;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 88 (NMB);
(d) MUB, seluas kurang lebih 51 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Serayu V;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 88 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 89;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 88 (HMB);
lxxxiv
(e) FMB, seluas kurang lebih 69 m2 dengan batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara
: Jalan Serayu V;
Sebelah Timur
: Seorang berinisial PY;
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 89;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 88 (MUB);
(5) Separo tanah dan bangunan yang terletak di Semanggi RT 06 RW 15 Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, HGB No. 89 seluas kurang lebih 419 m2 , dengan bagian masing-masing sebagai berikut: (a) CMB, seluas kurang lebih 36 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 88;
Sebelah Timur
: Rumah Seorang berinisial DS;
Sebelah Selatan
: Jalan Cilosari;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 89 (NMB);
(b) NMB, seluas kurang lebih 36 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 88;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 89 (NMB);
Sebelah Selatan
: Jalan Cilosari;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 89 (HMB);
(c) HMB, seluas kurang lebih 73 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 88;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 89 (NMB);
Sebelah Selatan
: Jalan Cilosari;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 89 (MUB);
(d) MUB, seluas kurang lebih 27 m2 dengan batas-batas sebagai berikut:
lxxxv
Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 88;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 89 (HMB);
Sebelah Selatan
: Jalan Cilosari;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 89 (FMB);
(e) FMB, seluas kurang lebih 36 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 88;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 89 (MUB);;
Sebelah Selatan
: Jalan Cilosari;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 89;
(6) Separo dari tanah dan bangunan yang terletak di Semanggi RT 04 RW 15 Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta HM No. 201, luas kurang lebih 419 m2 dengan bagian masing-masing sebagai berikut: (a) CMB, seluas kurang lebih 54 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Serayu VII;
Sebelah Timur
: Jalan Cepaka;
Sebelah Selatan
: Seb. HM No. 201 (NMB);
Sebelah Barat
: Rumah Seorang berinisial SW;
(b) NMB, seluas kurang lebih 54 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HM No. 201 (CMB);
Sebelah Timur
: Jalan Cepaka;
Sebelah Selatan
: Seb. HM No. 201 (HMB);
Sebelah Barat
: Rumah Seorang berinisial SW;
(c) HMB, seluas kurang lebih 109 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HM No. 201 (NMB);
Sebelah Timur
: Jalan Cepaka;
Sebelah Selatan
: Seb. HM No. 201 (MUB);
lxxxvi
Sebelah Barat
: Rumah Seorang berinisial SW;
(d) MUB, seluas kurang lebih 27 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 201 (HMB);
Sebelah Timur
: Jalan Cepaka;
Sebelah Selatan
: Seb. HM No. 201 (FMB);
Sebelah Barat
: Rumah Seorang berinisial SW;
(e) FMB, seluas kurang lebih 36 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HM No. 201 (MUB);
Sebelah Timur
: Jalan Cepaka;
Sebelah Selatan
: Seb. HM No. 201;
Sebelah Barat
: Rumah Seorang berinisial SW;
Setelah selesai melaksanakan eksekusi, Jurusita Pengadilan Agama Surakarta membuat Berita Acara Eksekusi Perkara Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. yang ditandatangani oleh Jurusita, saksisaksi, Kepala Kelurahan Pasar Kliwon, Kepala Kelurahan Semanggi,
dan
Plt.
Ketua
Pengadilan
Agama
Surakarta.
Selanjutnya selembar dari Berita Acara Eksekusi tersebut diberikan kepada masing-masing pihak. B. Pembahasan 1. Eksekusi terhadap Harta Warisan dalam Perkara Warisan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska di Pengadilan Agama Surakarta Dalam penulisan hukum ini, penulis melakukan penelitian mengenai Eksekusi Waris Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. di Pengadilan Agama Surakarta. Dari hasil wawancara dan penelitian yang dilakukan, penulis dapat mengetahui eksekusi putusan Hakim Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. Untuk menunjang kegiatan penelitian ini, penulis melakukan wawancara kepada Jurusita Pengadilan Agama Surakarta, Bapak Slameto pada hari Kamis tanggal 13 Agustus 2009 di Pengadilan Agama
lxxxvii
Surakarta. Sebelum membahas tentang eksekusi, terlebih dahulu dijelaskan mengenai
Putusan
Hakim
Pengadilan
Agama
Surakarta
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska. Menurut penulis, putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena sudah tertutup kemungkinan adanya upaya hukum. Kasasi yang diajukan oleh tergugat dinyatakan tidak diterima oleh Mahkamah Agung karena Pemohon Kasasi dalam mengajukan Memori Kasasi melebihi tenggang waktu yang telah ditentukan dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (pada waktu itu Undang-undang tentang Mahkamah Agung masih menggunakan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985). Dalam Pasal 47 tersebut disebutkan bahwa dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan pula memori kasasi yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan yang dimaksud dicatat dalam buku daftar.
Dalam permohonan kasasi sengketa waris ini, Pemohon Kasasi
mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 18 Juli 1997, akan tetapi pengajuan memori Kasasi dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1997. Berdasarkan perhitungan tenggang waktu pengajuan Memori Kasasi tersebut adalah 31 hari. Seharusnya pengajuan Memori Kasasi tersebut 14 (empat belas hari) setelah Permohonan Kasasi diterima, yaitu maksimal pada tanggal 1 Agustus 1997. Hal lain yang harus diperhatikan dalam Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. adalah kesesuaian bagian ahli waris dengan Kompilasi Hukum Islam. Dalam Putusan tersebut disebutkan bahwa masing-masing ahli waris menerima bagian sebagai berikut: a. MUB selaku istri memperoleh 5/40 bagian; b. CMB selaku anak perempuan memperoleh 7/40 bagian; c. NMB selaku anak perempuan memperoleh 7/40 bagian; d. HMB selaku anak laki-laki memperoleh 14/40 bagian; e. FMB selaku anak perempuan memperoleh 7/40 bagian. Menurut penulis, penetapan bagian ahli waris tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Dalam Putusan tersebut, MUB selaku istri dari pewaris (janda)
lxxxviii
mendapatkan 5/40 bagian dari seluruh harta warisan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Pasal 180 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa: “Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian.” Dalam sengketa waris ini, Almarhum MAB selaku pewaris meninggalkan seorang istri, tiga anak perempuan, dan seorang anak laki-laki. Berdasarkan ketentuan yang ada di dalam Pasal 180 Kompilasi Hukum Islam tersebut, maka bagian MUB selaku janda yang mempunyai anak adalah 5/40 bagian dari seluruh harta warisan. Apabila 5/40 diperkecil akan didapatkan hasil 1/8. Dalam Putusan tersebut juga disebutkan bagian anak-anak pewaris yaitu: a. CMB selaku anak perempuan memperoleh 7/40 bagian; b. NMB selaku anak perempuan memperoleh 7/40 bagian; c. HMB selaku anak laki-laki memperoleh 14/40 bagian; d. FMB selaku anak perempuan memperoleh 7/40 bagian. Pembagian tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada di Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa: “Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak lakilaki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.” Dalam sengketa waris ini, bagian anak-anak pewaris adalah ashabah setelah dikurangai bagian MUB selaku istri yaitu 5/40 atau 1/8 bagian dari seluruh harta warisan. Dengan demikian bagian dari anak-anak pewaris adalah 35/40 atau 7/8 dari seluruh harta warisan. Berdasarkan ketentuan Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam di mana bagian anak laki-laki adalah dua kali bagian anak perempuan, maka penetapan bagian warisannya adalah anak laki-laki mendapat
14/40
bagian
sedangkan
masing-masing
anak
perempuan
mendapatkan 7/40 bagian. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Penetapan bagian ahli waris dalam Putusan Pengadilan Agama Surakarta lxxxix
Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. telah sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Kompilasi Hukum Islam. Selain itu, ada satu hal penting yang harus diperhatikan dalam Putusan Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. Pada Bab II telah dijelaskan bahwa suatu putusan dapat diadakan eksekusi apabila putusan tersebut bersifat condemnatoir atau bersifat menghukum pihak tertentu. Penulis
berpendapat
Putusan
Pengadilan
Agama
Nomor
85/Pdt.G/
1996/PA.Ska. telah memenuhi syarat tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya amar putusan yang menyatakan bahwa harta warisan yang masih berada di tangan termohon eksekusi (tergugat) harus dibagi waris sesuai dengan putusan hakim yang juga memutuskan bahwa CMB selaku penggugat adalah ahli waris yang sah dari almarhum MAB. Putusan tersebut bersifat menghukum pihak yang kalah (tergugat) untuk membagi waris harta yang semula berada di bawah kekuasaannya. Dalam wawancara tersebut, Jurusita menyatakan bahwa dasar pelaksanaan putusan hakim di Pengadilan Agama adalah Pasal 103 Ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Bunyi Pasal 103 Ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 adalah sebagai berikut: “Jurusita bertugas: 5) melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua Sidang, 6) menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, dan pemberitahuan penetapan atau putusan Pengadilan menurut caracara berdasarkan ketentuan Undang-undang, 7) melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan, 8) membuat berita acara penyitaan, yang salinan resminya diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.” Menurut penulis, pelaksanaan putusan hakim Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. telah sesuai dengan ketentuan yang ada di Pasal 103 Ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Hal ini ditunjukkan dengan Penetapan Ketua Pengadilan Agama Surakarta yang ditujukan kepada Jurusita untuk melaksanakan sita eksekusi dan eksekusi putusan hakim. Seperti yang tertulis di dalam hasil penelitian, bahwa sebelum putusan hakim xc
yang berkekuatan hukum tetap dilaksanakan, terlebih dahulu Ketua Pengadilan Agama Surakarta meletakkan sita eksekusi. Adanya sita eksekusi ditujukan untuk mendukung pelaksanaan putusan hakim (eksekusi) itu sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa Jurusita melaksanakan tugasnya untuk melaksanakan sita eksekusi dan eksekusi itu didasarkan pada Penetapan Ketua Pengadilan Agama dan Pasal 103 Ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa Penetapan Ketua Pengadilan Agama Surakarta telah sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Selain Pasal 103 Ayat (1) Undangundang Nomor 3 Tahun 2006, Jurusita juga menyatakan bahwa dasar pelaksanaan putusan hakim adalah Pasal 206 HIR. Penulis kurang sependapat dengan pernyataan tersebut. Hal ini dikarenakan setelah melakukan penelitian, Pasal 206 sampai dengan Pasal 208 HIR ditiadakan oleh Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951. Sangat ironis apabila Jurusita mendasarkan pelaksanaan putusan hakim pada Pasal 206 HIR, karena Pasal tersebut sudah tidak berlaku sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1951. Pernyataan Jurusita tersebut diperkuat dengan adanya salinan Berita Acara Eksekusi Perkara Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. yang juga menyatakan bahwa dasar pelaksanaan eksekusi adalah Pasal 206 HIR. Menurut penulis, hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi Jurusita dalam pelaksanaan tugasnya. Apabila Pasal dalam sebuah Undang-undang dijadikan sebagai dasar pelaksanaan sebuah kegiatan akan tetapi Pasal tersebut sudah tidak berlaku atau ditiadakan dengan Undang-undang yang lain, dapat dikatakan kegiatan yang dilaksanakan tersebut tidak sah secara hukum. Hendaknya Jurusita waspada dan segera mengantisipasi hal tersebut secepatnya. Dalam wawancara pada hari Kamis tanggal 13 Agustus 2009, Jurusita juga menyatakan bahwa dalam Sita Eksekusi, Pengadilan Agama Surakarta bekerja sama dengan Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Hal ini dikarenakan barang-barang yang menjadi obyek eksekusi adalah tanah dan bangunan yang ada di atasnya. Keberadaan Kantor Pertanahan pada sita eksekusi ini dimaksudkan untuk mencatat tanah yang menjadi obyek eksekusi tersebut ke xci
dalam buku besar yang ada di Kantor Pertanahan Surakarta sehingga tanah tersebut tidak dipindahtangankan. Selain itu, Jurusita berpendapat bahwa Pengadilan Agama Surakarta juga mengadakan kerja sama dengan Kepala Kelurahan setempat dan Kepolisian setempat yang menempatkan kurang lebih 50 personil untuk mengamankan jalannya eksekusi. Menurut penulis, langkah yang dilakukan Pengadilan Agama Surakarta tersebut sangat tepat. Langkah tersebut ditujukan untuk mendukung kelancaran eksekusi putusan hakim. Keberadaan Kantor Pertanahan sangat penting agar tanah yang dijadikan sebagai obyek eksekusi tersebut tidak dipindahtangankan, sehingga pada saat pelaksanaan putusan hakim yang berupa pembagian tanah dan bangunan kepada para ahli waris yang sah berdasarkan Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tidak mengalami kesulitan karena barangbarang sengketa masih dikuasai oleh pihak-pihak sebelum perkara diputus. Keberadaan Kepala Kelurahan setempat sangat penting karena sebelum pelaksanaan putusan hakim Kepala Kelurahan akan diminta bantuannya oleh Pengadilan Agama Surakarta untuk mengumumkan kepada masyarakat sekitar bahwa barang-barang yang ada di lingkungan masyarakat tersebut masih di bawah pengawasan Pengadilan Agama Surakarta. Sehingga secara tidak langsung masyarakat ikut membantu Pegadilan Agama dalam melakukan pengawasan terhadap barang-barang obyek eksekusi. Sedangkan keberadaan Kepolisian pada eksekusi terhadap harta warisan ini sangat penting untuk menjaga keamanan pada waktu eksekusi. Seperti yang diketahui bahwa pada waktu eksekusi sering terjadi perlawanan dari termohon eksekusi baik secara fisik atau secara lisan. Apabila terjadi perlawanan secara fisik, Pengadilan Agama Surakarta telah mengantisipasinya dengan meminta bantuan kepada pihak Kepolisian. Mengenai tata urutan eksekusi, Jurusita berpendapat bahwa tata urutan eksekusi di Pengadilan Agama sama dengan tata urutan eksekusi yang ada di Pengadilan Negeri yaitu:
xcii
a. Pengajuan Permohonan Eksekusi dari pihak yang menang kepada Ketua Pengadilan Agama yang memutus sengketa dalam tingkat pertama disertai dengan pembayaran biaya eksekusi, b. Panggilan kepada pihak yang kalah oleh Ketua Pengadilan Agama untuk mendapatkan teguran (aanmaning) pada hari dan tanggal yang sudah ditentukan yang dilanjutkan dengan pelaksanaan aanmaning, c. Dalam sengketa waris ini sebelum pembagian harta warisan dilakukan terlebih dahulu diletakkan sita eksekusi terhadap barang-barang yang menjadi obyek eksekusi. Oleh karena itu urutannya ditambah dengan adanya Penetapan Sita Eksekusi oleh Ketua Pengadilan Agama, pembuatan dan penyampain surat pemberitahuan pelaksanaan sita eksekusi kepada Pemohon Eksekusi, Termohon Eksekusi, Kepala Kelurahan setempat, Kepolisian setempat, dan Kantor Pertanahan Kota Surakarta, pelaksanaan sita eksekusi, dan pembuatan Berita Acara Sita Eksekusi, d. Penetapan Eksekusi (pelaksanaan putusan hakim) oleh Ketua Pengadilan Agama, e. Surat Pemberitahuan dari Panitera Pengadilan Agama Surakarta mengenai waktu diadakannya eksekusi kepada Pemohon Eksekusi, Termohon Eksekusi, Kepala Desa Setempat, Kecamatan Setempat, dan Kepolisian Setempat, f. Pelaksanaan putusan hakim (eksekusi). g. Pembuatan berita acara eksekusi yang ditandatangani oleh Jurusita Pengadilan Agama Surakarta, saksi-saksi, Kepala Kelurahan Pasar Kliwon, Kepala Kelurahan Semanggi, dan Ketua Pengadilan Agama Surakarta. Menurut penulis, pendapat Jurusita tersebut benar. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 54 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 yang berbunyi sebagai berikut: “Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam xciii
lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini.” Dari uraian tersebut jelas bahwa aturan tata urutan eksekusi di Pengadilan Negeri dipakai juga sebagai aturan tata urutan eksekusi di Pengadilan Agama. Karena sampai saat ini tidak ada Undang-undang khusus yang mengatur tentang tata urutan eksekusi di Pengadilan Agama. Berdasarkan
penelitian
yang
telah
dilakukan,
penulis
dapat
menguraikan tata cara Eksekusi Putusan Hakim Pengadilan Agama sebagai berikut: a. Pengajuan Permohonan Eksekusi dari pihak yang menang kepada Ketua Pengadilan Agama yang memutus sengketa dalam tingkat pertama disertai dengan pembayaran biaya eksekusi. Dalam perkara Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. pihak yang menang adalah CMB
selaku
Penggugat/Terbanding/Termohon
Kasasi.
Hal
ini
dikarenakan permohonan kasasi dari HMB, NMB, FMB, dan MUB selaku Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi tidak diterima oleh Mahkamah Agung, sehingga Putusan Hakim pada tingkat pertama telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Oleh karenanya putusan tersebut
harus
dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang kalah. Dalam hal ini, pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Oleh karena itu tidak ada jalan lain bagi pihak yang menang selain mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Agama karena hal ini berhubungan dengan pemenuhan haknya sebagai ahli waris yang sah dari pewaris. Pengajuan permohonan eksekusi tersebut disertai dengan pembayaran biaya eksekusi. Permohonan tersebut dapat diajukan secara lisan maupun tertulis dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama yang memutus perkara pada tingkat pertama, karena eksekusi tidak akan dijalankan apabila tidak ada permohonan dari pihak yang menang.
xciv
b. Panggilan kepada pihak yang kalah oleh Ketua Pengadilan Agama untuk mendapatkan teguran (aanmaning) pada hari dan tanggal yang sudah ditentukan yang dilanjutkan dengan pelaksanaan aanmaning. Peringatan atau teguran (aanmaning) dilakukan dengan tujuan agar termohon eksekusi mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela dalam waktu paling lama delapan hari sejak aanmaning dilaksanakan. Pada waktu pelaksanaan aanmaning harus dibuat
Berita Acara
Aanmaning. Jika Termohon Eksekusi tidak datang pada waktu aanmaning, perlu diperhatikan oleh Ketua Pengadilan Agama mengenai alasan ketidakhadiran Termohon. Apabila alasan ketidakhadiran dapat diterima, maka perlu diadakan panggilan ulang untuk aanmaning, akan tetapi jika alasannya tidak dapat diterima maka eksekusi dilanjutkan. Pada eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. termohon eksekusi tidak langsung menanggapi panggilan dari Ketua Pengadilan Agama Surakarta dengan alasan yang dapat diterima oleh Pengadilan Agama dan pemohon eksekusi. Alasan tersebut berupa permohonan penundaan pelaksanaan eksekusi. Oleh karena itu, Ketua Pengadilan Agama mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan eksekusi dari termohon eksekusi. Akan tetapi sampai dengan tanggal penundaan, termohon eksekusi tetap tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. c. Penetapan Eksekusi oleh Ketua Pengadilan Agama Setelah teguran dilaksanakan dan dalam jangka waktu delapan hari termohon eksekusi tetap tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela, maka Ketua Pengadilan Agama membuat surat penetapan yang berisi perintah kepada Panitera/Jurusita untuk melaksanakan putusan hakim
dengan
cara
paksa
(eksekusi).
Pada
eksekusi
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska. walaupun termohon eksekusi telah dipanggil lebih dari satu kali, akan tetapi termohon tetap tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Oleh karena itu, Ketua Pengadilan Agama Surakarta mengeluarkan penetapan untuk melakukan eksekusi. Dalam hal
xcv
ini, Ketua Pengadilan Agama Surakarta mengeluarkan dua Surat Penetapan yaitu: 1) Surat Penetapan Sita Eksekusi Ketua Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. tanggal 12 April 2004 yang berisi perintah kepada Jurusita Pengadilan Agama Surakarta untuk melaksanakan sita eksekusi atas barang-barang yang ada di tangan Para Termohon Eksekusi dengan dibantu oleh dua orang saksi, 2) Surat Penetapan Eksekusi Plt. Ketua Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. tanggal 18 Juni 2004 yang berisi perintah kepada Panitera/Jurusita Pengadilan Agama Surakarta disertai dengan tiga orang saksi untuk melakukan eksekusi dan untuk memenuhi isi Putusan/Penetapan tersebut dan untuk membayar segala biaya pelaksanaan Putusan/Penetapan tersebut. d. Surat Pemberitahuan dari Panitera Pengadilan Agama Surakarta mengenai waktu diadakannya eksekusi kepada Pemohon Eksekusi, Termohon Eksekusi, Kepala Desa Setempat, Kecamatan Setempat, dan Kepolisian Setempat. Dalam Eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. terdapat perbedaan pada pihak-pihak yang diberitahu mengenai waktu diadakannya eksekusi sebagai berikut: 1) Sita Eksekusi Pada Sita Eksekusi pihak-pihak yang diberitahu adalah: a) Pemohon eksekusi, ditujukan agar pemohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, b) Termohon eksekusi, ditujukan agar termohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, akan tetapi dalam sita eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. ini, Termohon Eksekusi maupun kuasanya tidak mengikuti sita eksekusi hingga selesai, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tanda tangan dari Termohon Eksekusi pada Berita Acara Sita Eksekusi,
xcvi
c) Kepala Desa setempat (Kelurahan Pasar Kliwon dan Kelurahan Semanggi), yang kemudian oleh Kepala Desa tersebut diumumkan kepada masyarakat dengan tujuan agar eksekusi dan barang-barang yang dijadikan sebagai obyek eksekusi tersebut diketahui oleh masyarakat setempat, d) Kepala Kantor Pertanahan Nasional Kota Surakarta, karena obyek sita eksekusi adalah tanah beserta bangunan yang ada di atasnya, maka Surat Pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta ditujukan agar tanah dan bangunan yang dijadikan sebagai obyek eksekusi dicatat dalam buku besar di Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Pencatatan tersebut ditujukan agar obyek eksekusi tidak dapat dialihkan atau dipindahtangankan kepada siapapun, e) Kepolisian setempat, dalam hal ini adalah Kepolisian Sektor (Polsek) Pasar Kliwon dan Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Surakarta. Jumlah personel yang mengamankan sita eksekusi ini kurang lebih berjumlah 50 personel. 2) Eksekusi Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap Pada eksekusi putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap pihak-pihak yang diberitahu adalah: a) Pemohon eksekusi, ditujukan agar pemohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, b) Termohon eksekusi, ditujukan agar termohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, akan tetapi dalam sita eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. ini, Termohon Eksekusi maupun kuasanya tidak mengikuti sita eksekusi hingga selesai, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tanda tangan dari Termohon Eksekusi pada Berita Acara Sita Eksekusi, c) Kepala Desa setempat (Kelurahan Pasar Kliwon dan Kelurahan Semanggi), yang kemudian oleh Kepala Desa tersebut diumumkan kepada masyarakat dengan tujuan agar eksekusi dan barang-barang xcvii
yang dijadikan sebagai obyek eksekusi tersebut diketahui oleh masyarakat setempat, d) Kepolisian setempat, dalam hal ini adalah Kepolisian Sektor (Polsek) Pasar Kliwon dan Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Surakarta. Jumlah personel yang mengamankan sita eksekusi ini kurang lebih berjumlah 50 personel. Dari uraian di atas terlihat adanya perbedaan pihak-pihak yang diberitahu tentang adanya eksekusi. Pada sita eksekusi, Panitera Pengadilan Agama memberitahukan adanya sita eksekusi kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Hal ini dikarenakan obyek sita eksekusi adalah tanah beserta bangunan yang ada di atasnya, maka Surat Pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta ditujukan agar tanah dan bangunan yang dijadikan sebagai obyek eksekusi dicatat dalam buku besar di Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Pencatatan tersebut ditujukan agar obyek sita eksekusi tidak dapat dialihkan atau dipindahtangankan kepada siapapun. Sedangkan pada eksekusi putusan hakim, Kepala Kantor Pertanahan Surakarta tidak diberitahukan tentang waktu diadakannya eksekusi. Hal ini dikarenakan fungsi Kantor Pertanahan adalah untuk mencatat tanah yang menjadi obyek eksekusi agar tanah-tanah tersebut tidak dipindahtangankan, sedangkan eksekusi putusan hakim sepenuhnya menjadi kewenangan Pengadilan Agama Surakarta yaitu berupa pembagian harta warisan kepada para ahli waris yang sah berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. e. Pelaksanaan Putusan Hakim (Eksekusi) Dalam hal pelaksanaannya, tidak ada perbedaan yang cukup mencolok antara Sita Eksekusi dengan Eksekusi Putusan Hakim. Jurusita menyatakan bahwa pada waktu pelaksanaan sita eksekusi, Jurusita dibantu oleh dua orang saksi yang sah, dewasa (berumur 21 tahun ke atas), dan dapat dipercaya oleh Jurusita yaitu WS dan CA. Sedangkan pada waktu
xcviii
pelaksanaan putusan hakim Jurusita dibantu oleh lima orang saksi yang sah, dewasa (berumur 21 tahun ke atas), dan dapat dipercaya oleh Jurusita yaitu WS, SM, HM, AP, dan SN. Menurut penulis, hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Pasal 197 Ayat (6) dan (7) sebagai berikut: “(6). Diwaktu melakukan penyitaan itu ia dibantu oleh dua orang saksi, yang namanya, pekerjaannya dan tempat diamnya disebutkan dalam pemberitaan acara, dan mereka turut menandatangani surat asli pemberitaan acara itu dan salinannya. (7). Saksi itu haruslah penduduk Indonesia, telah cukup umurnya 21 tahun dan terkenal sebagai orang yang dapat dipercaya pada yang melakukan penyitaan itu.” Mengenai jumlah saksi yang berbeda antara sita eksekusi dengan eksekusi itu sendiri didasarkan pada Penetapan Ketua Pengadilan Agama Surakarta. Pada waktu mengeluarkan Penetapan Sita Eksekusi tanggal 12 April 2004, Ketua Pengadilan Agama Surakarta memerintahkan Jurusita untuk meletakkan sita eksekusi pada barang-barang yang menjadi obyek eksekusi dengan dibantu oleh dua orang saksi. Sedangkan pada waktu mengeluarkan Penetapan Eksekusi tanggal 18 Juni 2004, Ketua Pengadilan Agama Surakarta memerintahkan Jurusita untuk melaksanakan Putusan
Hakim
Pengadilan
Agama
Surakarta
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska. dengan dibantu oleh tiga orang saksi. Walaupun pada waktu pelaksanaannya Jurusita dibantu oleh lima orang saksi, hal ini tidak bertentangan dengan Pasal 197 Ayat (6) HIR dan Penetapan Eksekusi dari Ketua Pengadilan Agama Surakarta. Sita eksekusi dan eksekusi dilaksanakan di dua kelurahan, yaitu Kelurahan Semanggi dan Kelurahan Pasar Kliwon. Jurusita menyatakan pelaksanaan putusan hakim dilakukan di beberapa rumah pada kedua kelurahan tersebut. Karena amar putusan hakim menyebutkan adanya pembagian harta warisan, maka ruangan di rumah-rumah tersebut harus dibagi sesuai dengan bagian masing-masing ahli waris. Oleh karena itu, Jurusita melakukan penggambaran denah tanah dan rumah yang akan dibagi.
xcix
Setelah itu barulah dilakukan pembagain warisan dengan cara membagi ruangan yang ada sesuai dengan amar putusan hakim.
f. Pembuatan berita acara eksekusi Setelah pelaksanaan sita eksekusi dan eksekusi selesai, Jurusita menyatakan bahwa
ia
membuat
berita acara pelaksanaan
yang
ditandatangani oleh Jurusita, saksi-saksi, Termohon Eksekusi, Kepala Desa Setempat, dan pihak lain yang berwenang. Menurut penulis hal tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Pasal 197 HIR Ayat (5) dan (6) sebagai berikut: “(5). Panitera itu atau orang yang ditunjukkan sebagai penggantinya membuat berita acara tentang pekerjaannya, dan kepada orang yang disita barangnya itu diberitahukan maksudnya, kalau ia ada hadir. (6). Diwaktu melakukan penyitaan itu ia dibantu oleh dua orang saksi, yang namanya, pekerjaannya dan tempat diamnya disebutkan dalam pemberitaan acara, dan mereka turut menandatangani surat asli pemberitaan acara itu dan salinannya.” Berita acara tersebut kemudian diperbanyak dan masing-masing pihak mendapatkan salinannya. Mengenai pihak-pihak yang menandatangani berita acara tersebut disesuaikan dengan pemberitahuan yang dilakukan sebelum pelaksanaan. Pada sita eksekusi, pihak yang menandatangani adalah Jurusita, dua orang saksi, kepala kelurahan, dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Termohon eksekusi tidak mengikuti pelaksanaan sita hingga selesai sehingga tidak menandatangani berita acara sita eksekusi. Menurut penulis, hal tersebut dapat menjadi masalah di kemudian hari apabila pihak termohon eksekusi menyatakan tidak setuju dengan sita eksekusi yang dilaksanakan. Penandatanganan berita acara merupakan hal yang sangat penting sebagai persetujuan antara berbagai pihak mengenai pelaksanaan sita eksekusi. Apabila termohon eksekusi tidak ikut menandatangani berita acara, dapat dikatakan termohon eksekusi tidak menyetujui sita eksekusi yang dilaksanakan. Menurut penulis, keberadaan tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan Kota
c
Surakarta sebagai tanda bahwa semua barang-barang yang disita telah dicatat dalam buku besar Kantor Pertanahan Kota Surakarta, sehingga barang-barang tersebut tidak dapat dipindahtangankan. Pada pelaksanaan putusan hakim, pihak-pihak yang menandatangani adalah Jurusita, lima orang saksi, kepala kelurahan, dan Plt. Ketua Pengadilan Agama Surakarta. 2. Hambatan Eksekusi terhadap Harta Warisan dalam Perkara Warisan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska di Pengadilan Agama Surakarta dan Cara Mengatasinya Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Jurusita Pengadilan Agama Surakarta, Bapak Slameto pada hari Kamis tanggal 13 Agustus 2009 di Pengadilan Agama Surakarta, pada waktu eksekusi ada perlawanan fisik dari termohon eksekusi. Hal ini merupakan kejadian yang wajar dan biasa ditemui dalam pelaksanaan putusan yang dilakukan secara paksa oleh Pengadilan Agama. Berdasarkan keterangan yang didapat, termohon eksekusi tidak dapat menerima keputusan hakim walaupun putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Perlawanan fisik dari termohon eksekusi tersebut dapat teratasi dengan bantuan Aparat Kepolisian dari Polsek Pasar Kliwon dan Poltabes Surakarta. Personil yang ditugaskan untuk mengamankan eksekusi putusan hakim tersebut berjumlah kurang lebih 50 personil. Terkait dengan kelancaran pelaksanaan putusan hakim Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska., menurut penulis ada beberapa faktor-faktor yang mendukung eksekusi ini. Faktor-faktor tersebut antara lain: a. Keadaan obyek eksekusi yang tidak berubah. Dalam sebuah sengketa dalam hal ini sengketa waris, ada kemungkinan obyek eksekusi tidak sesuai lagi dengan keadaan pada waktu pihak yang menang mengajukan tuntutannya, baik dari perbedaan keadaan fisiknya maupun batas-batas yang kurang jelas dari obyek eksekusi. Akan tetapi dalam Eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. kemungkinan tersebut
ci
tidak terjadi. Hal ini dikarenakan sebelum diadakan eksekusi, Ketua Pengadilan Agama Surakarta telah memerintahkan kepada Jurusita untuk melakukan pemeriksaan obyek eksekusi dan melakukan koordinasi dengan Kepala Desa Setempat. b. Bukti kepemilikan atas obyek eksekusi yang tidak dipindahtangankan. Bukti kepemilikan obyek eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. tidak dipindahtangankan. Obyek eksekusi tersebut adalah: 1) Tanah seluas kurang lebih 1000 m2 berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225), Surakarta, dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial UA;
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223;
Sebelah Selatan
: Jalan Kali Saroko;
Yang terdiri dari dua sertifikat: a) Sertifikat HGB Nomor 264 luas kurang lebih 471 m2 atas nama MAB; b) Sertifikat HGB Nomor 265 luas kurang lebih 717 m2 atas nama MAB; 2) Separo dari tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Gang Buntu;
Sebelah Selatan
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223;
3) Separo dari tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
cii
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221;
Sebelah Selatan
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225;
Yang keduanya (nomor 2) dan nomor 3)) tersebut terdaftar dalam satu sertifikat HGB Nomor 46, atas nama MUB; 4) Tanah dan bangunan yang terdaftar dalam sertifikat HGB Nomor 88 atas nama MAB yang terletak di Semanggi RT. 04/XV, Pasar Kliwon, Surakarta, luas kurang lebih 397 m2 , serta separo dari tanah dan bangunan yang terdaftar dalam Sertifikat HGB Nomor 89 atas nama MAB di Semanggi RT. 04/XV Pasar Kliwon, Surakarta, luas kurang lebih 419 m2 ; Keduanya adalah tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri diatasnya Eks. Perusahaan Tenun “Terang Bulan” yang terletak di Semanggi RT. 04/XV, Pasar Kliwon, Surakarta luas kurang lebih 800 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HR, Rumah seorang berinisial HS, dan Rumah seorang berinisial JS;
Sebelah Timur
: Jalan Raya Semanggi;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu VII;
Sebelah Selatan
: Jalan Semanggi Gang Serayu VI;
5) Separo tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Semanggi RT 06/IV Kelurahan/Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta (Depan SD Kanisius) seluas kurang lebih 800 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HM dan Yayasan MTA;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial D dan Rumah seorang berinisial PAW;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu V;
Sebelah Selatan
: Jalan Raya Semanggi;
ciii
Tanah HM Nomor 201 di Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon, Surakarta, atas nama MAB luas kurang lebih 629 m2 ; Dari uraian di atas, menurut penulis jelas terlihat bahwa sertifikat tanah sebagai bukti kepemilikan masih atas nama Almarhum MAB (pewaris) dan MUB (isteri Pewaris/Ahli Waris). Hal ini sangat membantu Pengadilan Agama Surakarta dalam melaksanakan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Jika bukti kepemilikan atas obyek eksekusi hilang, maka Pemohon Eksekusi dapat mengajukan bukti kepemilikan baru berdasarkan putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Jika bukti kepemilikan obyek eksekusi sudah atas nama Termohon Eksekusi atau pihak ketiga, bukti kepemilikan tersebut dapat diubah berdasarkan putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila bukti kepemilikan obyek eksekusi dijaminkan di bank, maka eksekusi melibatkan bank yang bersangkutan. c. Penempatan obyek eksekusi yang jelas. Seringkali penempatan atau penyimpanan obyek eksekusi tidak layak dan tidak sesuai dengan kehendak Termohon Eksekusi. Hal ini sering terjadi apabila Termohon Eksekusi tidak diberikan waktu untuk menyediakan tempat yang layak sebagai tempat penyimpanan dan penempatan obyek eksekusi. Pada Eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. pihak yang diberikan amanat untuk menyimpan dan menjaga barang-barang hasil sitaan dari Termohon Eksekusi adalah HMB dan NMB yang juga Termohon Eksekusi. Hal ini sangat membantu Pengadilan Agama untuk proses selanjutnya di dalam rangkaian pelaksanaan putusan hakim.
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
C. Hasil Penelitian
civ
2. Eksekusi terhadap Harta Warisan dalam Perkara Warisan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska di Pengadilan Agama Surakarta e. Identitas Para Pihak 3) Penggugat Penggugat berinisial CMB, agama Islam, yang berlamat di Jalan Serayu VIII Nomor 32 Semanggi RT 04 RW XVI, Surakarta. 4) Tergugat Dalam perkara ini, Tergugat terdiri dari empat orang yaitu: e) NMB, agama Islam, yang beralamat di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225) Surakarta, selanjutnya disebut Tergugat I, f) HMB, agama Islam, yang beralamat di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225) Surakarta, selanjutnya disebut Tergugat II, g) FMB, agama Islam, yang berlamat di Jalan Sungai Riam Kiri Nomor 8 Yosopuran RT 03/II Surakarta, selanjutnya disebut Tergugat III, h) MUB, agama Islam, yang beralamat di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225) Surakarta, selanjutnya disebut Tergugat IV. f. Kasus Posisi Kasus posisi dalam perkara Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. sebagai berikut: Pada tanggal 4 April 1996 telah meninggal dunia seorang pewaris berinisial MAB dengan meninggalkan harta warisan dan ahli waris yang berjumlah lima orang yaitu:
6) MUB selaku istri; 7) CMB selaku anak perempuan; 8) NMB selaku anak perempuan;
cv
9) HMB selaku anak laki-laki; dan 10) FMB selaku anak perempuan. Akan tetapi MUB, NMB, HMB, dan FMB membantah keberadaan CMB sebagai ahli waris yang sah dari MAB. Hal ini dikarenakan pada tahun 1966 CMB telah meninggalkan Kota Solo untuk mengikuti suaminya dan pada tahun 1987 kembali ke Kota Solo. Bahkan MUB selaku istri dari pewaris membenarkan hal tersebut dengan menyatakan bahwa CMB bukanlah anaknya karena CMB merupakan anak titipan yang diterima pasangan MAB (pewaris) dengan MUB sejak bayi dan sudah lupa siapa yang melahirkannya. Selain itu, CMB menyatakan bahwa semua harta warisan almarhum MAB belum pernah dibagi kepada semua ahli waris yang berhak. Akan tetapi, pernyataan CMB tersebut dibantah oleh keluarganya sendiri yang menyatakan bahwa harta warisan tersebut sudah menjadi harta percampuran bersama antara MAB selaku pewaris dengan HMB dan menyatakan juga bahwa sebagian harta warisan tersebut adalah harta milik MUB selaku istri almarhum MAB. Merasa tidak diakui sebagai keluarga dan haknya dirampas sebagai seorang ahli waris yang sah dari MAB serta berbagai usaha untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara damai tidak ditanggapi, maka CMB memberanikan untuk mengajukan perkara tersebut ke Pengadilan Agama Surakarta. g. Pemeriksaan Perkara Berdasarkan kasus tersebut diatas, CMB mengajukan gugatan tertanggal 4 April 1996 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. yang pada pokoknya berbunyi sebagai berikut: 6) Bahwa pada tanggal 9 April 1994 di Surakarta telah meninggal dunia seorang laki-laki berinisial MAB; 7) Bahwa almarhum MAB meninggalkan ahli waris seorang istri yang berinisial MUB (Tergugat IV) beserta empat orang anak yaitu CMB (Penggugat), NMB (Tergugat I), FMB (Tergugat III), HMB (Tergugat II). Selain itu almarhum MAB juga meninggalkan harta warisan yaitu: cvi
f) Tanah seluas kurang lebih 1000 m2 berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225), Surakarta, dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial UA;
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223 milik MAB;
Sebelah Selatan : Jalan Kali Saroko; g) Tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Gang Buntu;
Sebelah Selatan : Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223 milik MAB; h) Tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 milik MAB;
Sebelah Selatan : Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225 milik MAB; i) Tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri diatasnya eks Perusahaan Tenun “Terang Bulan” yang terletak di Semanggi RT 04/XV, Kelurahan/Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta seluas kurang lebih 800 m2 dengan batas-batas sebagai berikut:
cvii
Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HR, Rumah seorang berinisial HS, dan Rumah seorang berinisial JS;
Sebelah Timur
: Jalan Raya Semanggi;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu VII;
Sebelah Selatan : Jalan Semanggi Gang Serayu VI; j) Tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Semanggi RT 06/IV Kelurahan/Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta (Depan SD Kanisius) seluas kurang lebih 800 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HM dan Yayasan MTA;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial D dan Rumah seorang berinisial PAW;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu V;
Sebelah Selatan : Jalan Raya Semanggi; 8) Bahwa sepeninggal Almarhum MAB, rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225 (dahulu Jalan Pasar Kliwon) ditempati oleh MUB (Tergugat IV), NMB (Tergugat I), dan HMB (Tergugat II); sedangkan tanah/rumah lainnya ada dalam penguasaan HMB (Tergugat II); 9) Bahwa karena barang-barang sebagaimana tersebut dalam nomor 2) adalah warisan Almarhum MAB, dan Penggugat, Para Tergugat adalah ahli waris yang sah dari almarhum, maka menurut hukum barangbarang tersebut harus dibagi antara para ahli warisnya, yang bagiannya masing-masing akan ditentukan oleh Pengadilan Agama;
10) Bahwa gugatan ini akan dibuktikan dengan bukti-bukti otentik sebagaimana dimaksud oleh Pasal 180 (1) HIR, karena itu kami mohon keputusan perkara ini dapat dijalankan lebih dulu meskipun ada verzet, banding, dan kasasi;
cviii
Atas dasar hal-hal tersebut di atas, Penggugat mengajukan tuntutan sebagai berikut: PRIMER 7) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; 8) Menyatakan bahwa barang-barang sengketa sebagaimana tersebut dalam posita gugatan nomor 2) adalah warisan Almarhum MAB yang belum pernah dibagi waris; 9) Menyatakan bahwa Penggugat (CMB), Tergugat I (NMB), Tergugat II (HMB), Tergugat III (FMB), dan Tergugat IV (MUB) adalah ahli waris yang sah dari Almarhum MAB dan menetapkan bagian masingmasing; 10) Menghukum Tergugat I, II, III, dan IV dan semua orang yang menempati/menguasai barang-barang sengketa karena mendapat hak dari Tergugat I, II, III, dan IV untuk menyerahkan barang-barang sengketa kepada Penggugat guna dibagi waris antara para ahli waris; 11) Menyatakan keputusan ini dapat dijalankan lebih dulu meskipun ada verzet, banding, dan kasasi; 12) Menghukum Tergugat-Tergugat membayar biaya perkara; SUBSIDAIR Menjatuhkan keputusan yang seadil-adilnya. Berdasarkan gugatan Penggugat, Tergugat memberikan jawaban yang pada pokoknya sebagai berikut: DALAM KONVENSI 6) Bahwa benar Bapak MAB meninggal dunia pada tanggal 9 April 1994; 7) Bahwa benar Almarhum MAB meninggalkan ahli waris seorang istri bernama MUB, akan tetapi hanya meninggalkan tiga anak sah yaitu NMB, FMB, HMB; 8) Bahwa semua harta milik MAB baik yang bergerak maupun yang tak bergerak sudah dijadikan sebagai harta-harta percampuran bersama dengan HMB, yaitu dengan dibuatnya Surat Perjanjian Bersama antara
cix
MAB dengan HMB pada tanggal 16 Agustus 1993, dan tertutup kemungkinan adanya tuntutan dari pihak ketiga atau siapapun apabila salah satu pihak dalam perjanjian tersebut meninggal dunia. Isi perjanjian tersebut sebagai berikut: c) Pihak Pertama dan Pihak Kedua sama-sama setuju untuk dibebaskan dari segala tuntutan dari pihak ketiga, yang berkaitan dengan segala kemungkinan tuntutan hak-hak warisan yang meliputi semua barang-barang bergerak maupun yang tak bergerak; d) Surat Perjanjian bersama ini dapat diubah sebagai wasiat apabila salah satu seorang diantara kedua belah pihak ada yang meninggal dunia dan sewaktu-waktu dapat diaktekan ke Notaris. 9) Bahwa tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 dan Nomor 223 Surakarta tersebut adalah milik MUB (Tergugat IV) yang diperoleh dari hasil pembelian MUB sendiri; 10) Bahwa Penggugat sejak tahun 1966 telah pergi meninggalkan Kota Solo untuk mengikuti suaminya, yang kemudian pada tahun 1987 Penggugat baru pulang kembali di Kota Solo. Pada tahun 1987 itulah Penggugat membawa sertifikat HGB Nomor 120 tanah seluas kurang lebih 577 m2 yang dibeli oleh Almarhum MAB, yang kemudian tanah dan rumah beserta isinya yang berupa 4 meja sablon panjang, telah disewakan/dikontrakkan kepada orang lain dan semua hasil kontrakan dinikmati Penggugat. Sampai sekarang sertifikat tersebut masih ada di bawah kekuasaan Penggugat;
DALAM REKONVENSI Berdasarkan dengan pengajuan jawaban pertama dalam konvensi tersebut diatas, Para Tergugat mohon mengajukan gugat balik terhadap Penggugat Konvensi;
cx
Bahwa untuk selanjutnya Para Tergugat Konvensi mohon disebut sebagai Para Penggugat Rekonvensi, kemudian Penggugat Konvensi selanjutnya mohon disebut sebagai Tergugat Rekonvensi; Adapun alasan-alasan gugat Rekonvensi ini adalah sebagai berikut: 5) Bahwa
Tergugat
Rekonvensi
sejak
tahun
1966
telah
pergi
meninggalkan Kota Solo mengikuti suaminya dan tahun 1987 Tergugat Rekonvensi pulang di Kota Solo dan meminjam rumah beserta 4 meja sablon panjang di Kampung Berjingan, Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta beserta sertifikat HGB No. 120 tanah seluas kurang lebih 577 m2 untuk ditempati selama kurang lebih 1 tahun. Akan tetapi rumah beserta isinya tersebut disewakan kepada orang lain dan hasilnya dinikmati Tergugat Rekonvensi. Apabila dihitung kontrak satu tahun rumah tersebut adalah Rp. 4.000.000,00 selama tujuh tahun (1988-1995), maka Penggugat Rekonvensi mengalami kerugian materiil sebesar Rp. 28.000.000,00 dan dengan pengajuan Gugat Rekonvensi
ini
mengharuskan
Tergugat
Rekonvensi
untuk
melunasinya; 6) Bahwa pada tahun 1987, Tergugat Rekonvensi meminjam rumah milik Penggugat Rekonvensi (MUB) yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi No. 221 Surakarta untuk ditempati dalam jangka waktu 3 bulan saja. Setelah jangka waktunya habis, MUB telah menegur kepada Tergugat Rekonvensi untuk segera pergi meninggalkan rumah milik Penggugat Rekonvensi, akan tetapi baru dilaksanakan pada tahun 1992. Apabila dihitung kontrak satu tahun rumah tersebut adalah Rp. 3.000.000,00 selama empat tahun (1988-1992), maka MUB mengalami kerugian materiil sebesar Rp. 12.000.000,00 dan dengan pengajuan Gugat Rekonvensi
ini
mengharuskan
Tergugat
Rekonvensi
untuk
melunasinya; 7) Bahwa selama Tergugat Rekonvensi mengontrak rumah milik Penggugat Rekonvensi (NMB) yang terletak di Jalan Serayu VIII No. 32 Semanggi RT 04 RW 16, Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta, cxi
Tergugat Rekonvensi belum membayar uang kontrak selama 1 tahun lebih 3 bulan, sebesar Rp. 2.000.000,00. Oleh karena itu NMB mengalami kerugian materiil sebesar Rp. 2.000.000,00. Dengan pengajuan Gugat Rekonvensi ini mengharuskan Tergugat Rekonvensi untuk melunasinya dan meninggalkan rumah tersebut karena masa kontraknya sudah habis dalam keadaan baik dan terawat; 8) Bahwa Tergugat Rekonvensi pada tahun 1993 membeli tanah milik Penggugat Rekonvensi (FMB) seluas kurang lebih 140 m2 yang terletak di Kampung Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta dengan harga sebesar Rp. 14.000.000,00 dan cara pembayaran mengangsur, akan tetapi sampai sekarang dalam pembayaran masih kurang Rp. 3.400.000,00. Dengan pengajuan Gugat Rekonvensi ini mengharuskan Tergugat Rekonvensi untuk melunasinya; Bahwa berdasarkan segala sesuatu yang tertera tersebut di atas para Penggugat Rekonvensi mohon kepada yang terhormat Bapak Ketua beserta Yang Terhormat Bapak/Ibu Majelis Hakim Pengadilan Agama Surakarta pemeriksa perkara ini, berkenan menjatuhkan keputusan sebagai berikut: DALAM KONVENSI 7) Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya; 8) Menyatakan bahwa Surat Perjanjian Bersama yang dibuat Bapak MAB dengan HMB tertanggal 16 Agustus 1993 adalah sah menurut hukum; 9) Menyatakan bahwa semua barang-barang milik Bapak MAB baik barang bergerak maupun barang tak bergerak menurut hukum telah berpindah untuk dikelola HMB; 10) Menyatakan bahwa semua barang-barang bergerak maupun barangbarang tak bergerak milik Bapak MAB telah tertutup bagi pihak ketiga maupun siapapun; 11) Menyatakan bahwa Penggugat bukan anak Bapak MAB dan bukan ahli warisnya;
cxii
12) Menghukum Penggugat untuk membayar segala biaya perkara yang timbul dalam persidangan. DALAM REKONVENSI 9) Menerima dan mengabulkan Gugat Rekonvensi untuk seluruhnya; 10) Menyatakan bahwa barang-barang milik Bapak MAB baik yang bergerak maupun tak bergerak untuk dikelola oleh HMB sesuai Perjanjian yang disepakati pada tanggal 16 Agustus 1993; 11) Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk menyerahkan sertifikat HGB No. 120 tanah seluas kurang lebih 577 m2 beserta rumah yang berdiri diatasnya dan 4 Meja Sablon Panjang yang terletak di Kampung Berjingan, Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta, kepada Penggugat Rekonvensi (HMB) tanpa beban apapun dan membayar ganti rugi kepada Para Penggugat Rekonvensi sebesar Rp. 2.000.000,00 secara tunai; 12) Menyatakan Tergugat Rekonvensi telah melawan hukum menempati rumah milik Penggugat Rekonvensi (MUB) yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi No. 221 Surakarta selama 4 tahun, dari tahun 1988 sampai tahun 1992 dan menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar ganti rugi kepada MUB sebesar Rp. 12.000.000,00 secara tunai; 13) Menyatakan bahwa Tergugat Rekonvensi telah melawan hukum selama mengontrak rumah di Jalan Serayu VIII No. 32 Semanggi RT 04 RW 16 Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta milik Penggugat Rekonvensi (NMB) selama 1 Tahun 3 Bulan karena tidak membayar uang kontrak sebesar Rp. 2.000.000,00, menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar uang kontrak sebesar Rp. 2.000.000,00 secara tunai, dan menyerahkan rumah tersebut NMB dalam keadaan baik dan kosong, tanpa beban apapun, karena masa kontraknya habis; 14) Menyatakan bahwa Tergugat Rekonvensi telah melawan hukum karena belum melunasi uang pembayaran pembelian tanah seluas kurang lebih 140 m2 yang terletak di Kampung Semanggi, Kecamatan cxiii
Pasar Kliwon, Surakarta kepada Penggugat Rekonvensi (FMB) sebesar Rp. 3.400.000,00 dan menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar uang kekurangan pembelian tanah sebesar Rp. 3.400.000,00 secara tunai; 15) Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar denda sebesar Rp. 40.000,00 per hari setiap keterlambatan pembayaran ganti rugi kepada Para Penggugat Rekonvensi, terhitung sejak perkara ini adanya putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 16) Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membayar segala biaya perkara yang timbul selama dalam persidangan. Atas jawaban gugatan dari Para Tergugat, Penggugat telah mengajukan repliknya pada tanggal 2 Juli 1996, dan Para Tergugat telah mengajukan dupliknya pada tanggal 16 Juli 1996. Pengadilan Agama Surakarta juga melakukan pemeriksaan di lapangan pada tanggal 16 Juli 1996 yaitu di tempat MUB (Tergugat IV) di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225 Surakarta karena Tergugat IV sakit yang secara fisik tidak memungkinkan datang ke Pengadilan. Pada pemeriksaan tersebut, Tergugat IV memberikan keterangan sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 18): 8) Bahwa benar MAB adalah suaminya yang telah meninggal dunia kurang lebih dua tahun yang lalu; 9) Bahwa anak-anaknya hanya (3) tiga orang yaitu NMB, HMB, dan FMB, sedangkan CMB bukan anaknya karena menggugat; 10) Bahwa sambil menangis tersedu-sedu ia mengatakan Penggugat adalah anakn titipan yang diterimanya sejak bayi dan sudah lupa siapa yang melahirkan; 11) Bahwa tanah dan rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225 seluas 100 m2 adalah peninggalan Almarhum MAB; 12) Bahwa tanah dan rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 dan 223 masing-masing seluas 150 m2 adalah kepunyaan Tergugat IV; 13) Bahwa tanah dan bangunan pabrik eks perusahaan tenun “Terang Bulan” seluas 800 m2 Tergugat IV tidak tahu; 14) Bahwa tanah dan pabrik di Semanggi di depan SD Kanisius dahulu kepunyaan Almarhum MAB sekarang diatasnamakan HMB.
cxiv
Untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, Penggugat telah mengajukan bukti-bukti tertulis berupa: 16) Bukti P-1: foto copy Surat Nikah Nomor 383/1996, bahwa telah terjadi pernikahan antara AAB dengan CMB dan yang menjadi wali tertulis dalam Surat Nikah tersebut adalah MAB (ayah sendiri); 17) Bukti
P-2:
foto
copy
Kartu
Keluarga
(KK)
Nomor
1169
Desa/Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon (Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225 RT 01 RW 10); 18) Bukti
P-3
sampai
dengan
Bukti
P-17:
foto
copy
bukti
pembayaran/pengiriman uang dari National Australia Bank; 19) Bukti P-18: foto copy Surat Perjanjian Sewa Menyewa secara kontrak rumah di Jalan Berjingan RT 10/2, Kelurahan Pasar Kliwon Solo (tanah Hak Guna Bangunan Nomor 187); 20) Bukti P-19: foto copy Surat Perjalanan laksana Paspor untuk warga negara Republik Indonesia atas nama AAB; 21) Bukti P-20: foto copy Duplikat Surat Kelahiran Nomor 1948 atas nama CMB yang lahir pada tanggal 21 Juli 1946 di Surakarta; 22) Bukti P-21: foto copy Surat Ijazah Madrasah Mu’allimat Surakarta dari Perguruan Islam Nahdatul Muslimat atas nama CMB; 23) Bukti P-22: foto copy Tanda Lulus Pengikut Ujian Negeri Masuk Sekolah Landjutan Tingkat Pertama untuk Tahun Pengadjaran 1959/1960, dengan Nomor Udjian 4866 atas nama CMB; 24) Bukti P-23: foto copy Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 630.1/SKPT/218/1996 tanggal 26 Agustus 1996 yang dibuat dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Surakarta; 25) Bukti P-24: foto copy Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 630.1/SKPT/219/1996, dibuat/ditandatangani
tanggal Kepala
26 Kantor
Agustus Pertanahan
1996
yang
Kotamadya
Surakarta; 26) Bukti P-25: foto copy Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 630.1/SKPT/220/1996
tanggal
cxv
26
Agustus
1996
yang
dibuat/ditandatangani
Kepala
Kantor
Pertanahan
Kotamadya
Surakarta; 27) Bukti P-26: foto copy Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 630.1/SKPT/222/1996 dibuat/ditandatangani
tanggal Kepala
26 Kantor
Agustus Pertanahan
1996
yang
Kotamadya
Surakarta; 28) Bukti P-27: foto copy Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 630.1/SKPT/223/1996 dibuat/ditandatangani
tanggal Kepala
26 Kantor
Agustus Pertanahan
1996
yang
Kotamadya
Surakarta; 29) Bukti P-28: foto copy Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor 630.1/SKPT/221/1996 dibuat/ditandatangani
tanggal Kepala
26 Kantor
Agustus Pertanahan
1996
yang
Kotamadya
Surakarta; 30) Bukti P-29: foto copy dari Almarhum MAB pada tanggal 17 Agustus 1993 sewaktu menikahkan Penggugat yang waktunya hampir bersamaan dengan tanggal pembuatan perjanjian percampuran harta dengan Tergugat HMB yaitu tanggal 16 Agustus 1993. Selain mengajukan bukti-bukti tertulis, Penggugat juga mengajukan enam orang saksi yang masing-masing telah mengucapkan sumpah menurut Agama Islam, yaitu:
7) Saksi I: Nama
: AR
Umur
: 86 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Dagang
cxvi
Alamat
: Jalan Veteran Nomor 2 Surakarta
Saksi tersebut memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 26-27): f) Bahwa saksi adalah paman ipar dari Penggugat, Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III karena isteri saksi adalah adik Almarhum MAB; g) Bahwa MUB adalah isteri dari Almarhum MAB yang dalam perkawinannya telah mempunyai empat orang anak kandung yaitu: CMB, NMB, HMB, dan FMB; h) Bahwa sepengetahuan saksi sewaktu Almarhum MAB meninggal dunia masih mempunyai rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225 dan ada perusahaan di atasnya serta dua rumah di sebelahnya, itu semua yang membeli adalah Almarhum MAB; i) Bahwa sepengetahuan saksi, perusahaan di Semanggi dan di depan SD Kanisius juga kepunyaan Almarhum MAB; j) Bahwa saksi tidak tahu apakah harta-harta tersebut di atas sudah dibagi atau belum. 8) Saksi II: Nama
: NL
Umur
: 59 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Jalan Veteran Nomor 14 Surakarta
Saksi tersebut memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 27-28): i) Bahwa saksi adalah keponakan Almarhum MAB; j) Bahwa dalam perkawinan antara MUB dengan Almarhum MAB mempunyai empat orang anak yaitu CMB, NMB, HMB, dan FMB, adapun CMB adalah anak kandung bukan anak angkat; k) Bahwa sewaktu CMB menikah yang menjadi wali adalah Almarhum MAB selaku ayah kandungnya; l) Bahwa setelah menikah, CMB pernah diajak suaminya hidup di Malang, namun sekarang sudah kembali ke Solo; m) Bahwa di samping mempunyai anak, Almarhum MAB dan MUB mempunyai beberapa tanah dan rumah yaitu rumah di Jalan Kapten Mulyadi atau rumah besar dan mempunyai dua rumah kecil-kecil di sebelahnya serta mempunyai dua pabrik di Semanggi; cxvii
n) Bahwa menurut sepengetahuan saksi, harta warisan tersebut belum dibagi-bagikan kepada ahli warisnya; o) Bahwa pabrik di Brejingan telah dibeli suami CMB yaitu AAB, sewaktu AAB bekerja di Australia maka cara pembayarannya dikirim dari Australia ke Indonesia yang saat sekarang sudah lunas dan sertifikatnya ada; p) Bahwa di dalam adat kebiasaan keturunan Arab di Pasar Kliwon tidak ada istilah harta pusaka yang ada harta dibagi menurut Hukum Islam. 9) Saksi III: Nama
: SB
Umur
: 70 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Semanggi
RT
07/XI,
Kelurahan
Semanggi,
Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta Saksi tersebut memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 29-30): h) Bahwa saksi kenal dengan CMB, NMB, HMB, dan FMB karena semuanya ada hubungan keluarga dengan saksi; i) Bahwa mereka berempat adalah saudara kandung, adapun ayah dan ibunya bernama MAB dan MUB; j) Bahwa sewaktu CMB menikah yang menjadi walinya adalah Almarhum MAB selaku ayah kandung; k) Bahwa Almarhum MAB telah meninggal dunia kurang lebih dua tahun yang lalu dengan meninggalkan seorang isteri dan empat orang anak serta harta benda berupa: (5) Rumah besar di Jalan Kapten Mulyadi yang sekarang ditempati MUB namun asal usulnya saksi tidak tahu; (6) Dua rumah kecil-kecil di sebelah utara rumah besar; (7) Pabrik printing di depan SD Kanisius; (8) Pabrik Terang Bulan di Semanggi; l) Bahwa sepengetahuan saksi, harta warisan nomor 2), 3), dan 4) kepunyaan Almarhum MAB; m) Bahwa rumah di Brejingan saksi tidak tahu; n) Bahwa di dalam keluarga besar saksi tidak ada istilah harta pusaka. 10) Saksi IV: Nama
: MB
cxviii
Umur
: 54 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Semanggi
RT.
06/XI,
Kelurahan
Semanggi,
Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Saksi tersebut memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 31): g) Bahwa saksi adalah adik dari MUB (Tergugat IV); h) Bahwa CMB adalah anak kandung yang pertama dari MUB dan waktu CMB lahir di Arjopuran saksi sudah ingat karena sudah berumur kurang lebih 10 tahun; i) Bahwa pada waktu CMB menikah yang menjadi walinya adalah Almarhum MAB sebagai ayah kandung; j) Bahwa setelah menikah, Penggugat ikut suaminya di Malang namun sering pulang ke Solo ke tempt ibunya yaitu MUB; k) Bahwa Almarhum MAB meninggal pada tahun 1994 dengan meninggalkan seorang isteri dan empat orang anak serta harta peninggalannya berupa: (5) Pabrik Terang Bulan di Semanggi; (6) Pabrik di depan SD Kanisius; (7) Pabrik di belakang rumah besar di Pasar Kliwon; (8) Dua rumah kecil-kecil di Jalan Kapten Mulyadi; l) Bahwa pabrik di Brejingan sewaktu Almarhum MAB masih hidup pernah ditawarkan untuk dijual kepada saksi, namun karena suami CMB mau membelinya, maka oleh Almarhum MAB diserahkan kepada suami CMB untuk dibelinya.
11) Saksi V: Nama
: AB
Umur
: 58 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Jalan Honggowongso Nomor 12 Surakarta
cxix
Saksi tersebut memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 32-33): g) Bahwa saksi kenal dengan Penggugat dan Para Tergugat karena masih ada hubungan keluarga; h) Bahwa CMB, NMB, HMB, dan FMB adalah anak kandung dari pasangan MAB dengan MUB; i) Bahwa sewaktu Almarhum MAB menikahkan CMB menggunakan kata-kata Ibnati yang artinya anak perempuan kandungku, saksi hadir pada saat pernikahan tersebut; j) Bahwa sewaktu Almarhum MAB meninggal dunia, meninggalkan seorang isteri dan empat orang anak dan harta benda berupa; (4) Rumah besar di Jalan Kapten Mulyadi yang ditempati MUB dan HMB yang sepengetahuan saksi rumah tersebut adalah warisan ayah Alamarhum MAB; (5) Dua rumah kecil-kecil di Jalan Kapten Mulyadi; (6) Pabrik di depan SD Kanisius. k) Bahwa sehubungan dengan CMB meminta pembagian harta waris, saksi sudah memberi nasehat kepada Penggugat dan Para Tergugat agar membagi warisan dengan cara kekeluargaan yang baik-baik namun hingga sekarang belum dilaksanakan; l) Bahwa wasiat tentang harta peninggalan Almarhum MAB itu tidak ada karena bertentangan dengan Agama Islam. 12) Saksi VI: Nama
: NUB
Umur
: 55 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Semanggi
RT.
06/XV,
Kelurahan
Semanggi,
Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta Saksi tersebut memberi keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 33-34): h) Bahwa saksi adalah adik kandung dari MUB; i) Bahwa CMB adalah anak kandung dari MUB dan Almarhum MAB yang lahir di Arjopuran, Surakarta; j) Bahwa sewaktu CMB menikah yang menjadi walinya adalah Almarhum MAB selaku ayah kandungnya; k) Bahwa Almarhum MAB telah meninggal dunia pada tahun 1994 sedangkan ayah dan ibunya telah meninggal dunia cxx
terlebih dahulu, adapun ahli waris dari Almarhum MAB adalah seorang isteri dan empat orang anak; l) Bahwa Almarhum MAB sebelum menikah dengan MUB pernah menikah dengan F kemudian cerai dan tidak ada anak; m) Bahwa harta warisan yang ditinggalkan berupa rumah besar di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225 dan rumah kecil-kecil sebanyak dua buah; n) Bahwa tentang wasiat, saksi tidak tahu. Selain mengajukan bukti-bukti tertulis dan saksi-saksi, Penggugat juga mengajukan saksi ahli dari Badan Pertanahan Nasional Surakarta yang telah disumpah yaitu: Nama
: MZ
Agama
: Islam
Jabatan
: Kasubsi Penyelesaian Masalah Pertanahan
Alamat
: Jalan Monginsidi Nomor 101 Surakarta
Saksi tersebut memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut (Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, 1997: 34-35): 7) HGB Nomor 264 atas nama MAB di Pasar Kliwon, Surakarta, luas 471 m2 berasal dari HGB Nomor 47 atas nama MAB berasal dari PS. Nomor 74 atas nama ARAB, kemudian beralih kepada MAB berdasarkan warisan pada tanggal 21 Desember 1954; 8) HGB Nomor 265 atas nama MAB di Kelurahan Pasar Kliwon, Surakarta luas 717 m2 berasal dari HGB Nomor 48 atas nama MAB dan berasal dari PS. Nomor 72 atas nama ARAB kemudian beralih kepada MAB berdasarkan warisan pda tanggal 21 Desember 1954; 9) HGB Nomor 46 atas nama MUB di Pasar Kliwon Surakarta luas 316 m2 semula atas nama dua orang CMB dan NMA atas dasar jual beli tanggal 22 Agustus 1989; 10) HGB Nomor 88 atas nama MAB di Semanggi luas 397 m2 berasal dari HGB Nomor 19, berasal dari PS. Nomor 76 atas nama ARAB yang kemudian beralih kepada MAB atas dasar permohonan hak selaku anak, ini bisa ditafsirkan sebagai warisan; 11) HGB Nomor 89 atas nama MAB di Semanggi luas 419 m2 berasal dari HGB Nomor 20 berasal dari PS. 43 tertanggal 23 Februari 1948 atas nama MAB, berarti murni diperoleh dari tanah negara; 12) HM Nomor 201 di Kelurahan Semanggi Surakarta luas 629 m2 semula atas nama K berdasarkan jual beli tanggal 17 Februari cxxi
1965 menjadi atas nama SMSA, kemudian beralih menjadi atas nama MAB berdasarkan jual beli pada tanggal 15 Maret 1973, karena sertifikatnya telah hilang maka pada tanggal 15 Oktober 1974 telah dikeluarkan sertifikat yang kedua. Selain Penggugat, Para Tergugat juga mengajukan bukti-bukti tertulis berupa foto copy yang telah bermeterai cukup serta telah dicocokkan dengan aslinya sebagai berikut: 5) NMB (Tergugat I) mengajukan bukti: c) Akta Jual Beli tercantum pada Nomor 153/1984, pembelian sebidang tanah seluas kurang lebih 577 m2 HGB Nomor 120 terletak di Brejingan, Desa Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Pihak pembeli adalah NMB (Tergugat I), kemudian tanah seluas 577 m2 yang dibeli NMB tersebut disertifikatkan oleh pihak pembeli (NMB) menjadi sertifikat HGB Nomor 187, bahwa sertifikat Asli HGB Nomor 187 atas nama NMB (Tergugat I) tersebut sampai sekarang masih dibawa oleh CMB (Penggugat) belum dikembalikan kepada pemiliknya yaitu NMB (Tergugat I); d) Sertifikat HM Nomor 1226 tanah yang terletak di Jalan Serayu VIII Nomor 32 Semanggi RT 4 RW 16 Semanggi, Pasar Kliwon, Surakarta, pemilik atas nama NMB; 6) HMB (Tergugat II) mengajukan bukti: Surat Perjanjian tertanggal 16 Agustus 1993 yang dibuat dan ditandatangani oleh MAB dengan HMB; 7) FMB (Tergugat III) tidak bisa mengajukan bukti-bukti pembayaran penjualan tanah seluas kurang lebih 140 m2 yang terletak di Kampung Semanggi,
Kecamatan Pasar
Kliwon,
Surakarta,
sebesar
Rp.
14.000.000,00; 8) MUB (Tergugat IV) mengajukan bukti: c) TMB Nomor 601/889/89, nama pemegang MUB; d) HGB Nomor 46 atas nama MUB isteri MAB, bahwa tanah seluas kurang lebih 316 m2 yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor cxxii
221 dan 223 Pasar Kliwon Surakarta tersebut adalah hasil pembelian dari MUB sendiri dan sertifikat HGB Nomor 46 adalah atas nama MUB; Setelah pemeriksaan perkara dilakukan, Majelis Hakim Pengadilan Agama Surakarta memutuskan sebagai berikut: DALAM KONVENSI 7) Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian; 8) Menetapkan ahli waris sah dari Almarhum MAB adalah: f) MUB selaku isteri; g) CMB selaku anak perempuan; h) NMB selaku anak perempuan; i) HMB selaku anak laki-laki; j) FMB selaku anak perempuan; 9) Menetapkan bagian masing-masing dari ahli waris sebagai berikut: f) MUB memperoleh 5/40 bagian; g) CMB memperoleh 7/40 bagian; h) NMB memperoleh 7/40 bagian; i) HMB memperoleh 14/40 bagian; j) FMB memperoleh 7/40 bagian; 10) Menetapkan barang-barang yang tersebut di bawah ini adalah harta peninggalan dari Almarhum MAB yang belum dibagi waris yaitu: f) Tanah seluas kurang lebih 1000 m2 berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225), Surakarta, dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial UA;
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223;
Sebelah Selatan : Jalan Kali Saroko; Yang terdiri dari dua sertifikat:
cxxiii
(3) Sertifikat HGB Nomor 264 luas kurang lebih 471 m2 atas nama MAB; (4) Sertifikat HGB Nomor 265 luas kurang lebih 717 m2 atas nama MAB; g) Separo dari tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batasbatas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Gang Buntu;
Sebelah Selatan : Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223; h) Separo dari tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batasbatas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221;
Sebelah Selatan : Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225; Yang keduanya (huruf b) dan huruf c)) tersebut terdaftar dalam satu sertifikat HGB Nomor 46, atas nama MUB;
i) Tanah dan bangunan yang terdaftar dalam sertifikat HGB Nomor 88 atas nama MAB yang terletak di Semanggi RT. 04/XV, Pasar Kliwon, Surakarta, luas kurang lebih 397 m2 , serta separo dari tanah dan bangunan yang terdaftar dalam Sertifikat HGB Nomor 89 atas nama MAB di Semanggi RT. 04/XV Pasar Kliwon, Surakarta, luas kurang lebih 419 m2 ; Keduanya adalah tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri diatasnya Eks. Perusahaan Tenun “Terang Bulan” yang terletak di Semanggi RT. 04/XV, Pasar Kliwon, Surakarta luas kurang lebih 800 m2 dengan batas-batas sebagai berikut:
cxxiv
Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HR, Rumah seorang berinisial HS, dan Rumah seorang berinisial JS;
Sebelah Timur
: Jalan Raya Semanggi;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu VII;
Sebelah Selatan : Jalan Semanggi Gang Serayu VI; j) Separo tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Semanggi RT 06/IV Kelurahan/Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta (Depan SD Kanisius) seluas kurang lebih 800 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HM dan Yayasan MTA;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial D dan Rumah seorang berinisial PAW;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu V;
Sebelah Selatan : Jalan Raya Semanggi; Tanah HM Nomor 201 di Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon, Surakarta, atas nama MAB luas kurang lebih 629 m2 ; 11) Menghukum Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, dan Tergugat IV untuk menyerahkan 7/40 bagian dari harta peninggalan Almarhum MAB, sebagaimana tersebut dalam amar putusan huruf c kepada Penggugat; 12) Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya; DALAM REKONVENSI 3) Menyatakan gugatan para Penggugat Rekonvensi petitum huruf c sampai dengan huruf m tidak diterima; 4) Menolak gugatan para Penggugat Rekonvensi untuk selebihnya; DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI Menghukum: Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, dan Tergugat IV dalam Konvensi/Para Penggugat Rekonvensi untuk membayar biaya yang timbul
cxxv
dalam perkara ini, yang hingga kini berjumlah Rp. 269.250,00 (dua ratus enam puluh sembilan ribu dua ratus lima puluh rupiah). Atas Putusan Majelis Hakim Pengadilan Agama Surakarta tersebut, Para Tergugat merasa belum puas dengan apa yang telah diputuskan. Oleh karena itu, Para Tergugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama Semarang atas Putusan Pengadilan Agama Surakarta (Putusan pada tingkat pertama). Pihak-pihak dalam permohonan banding ini adalah: 3) Pembanding (semula Para Tergugat), yang terdiri dari: NMB, HMB, FMB, dan MUB. 4) Terbanding (semula Penggugat), yaitu CMB, dalam perkara ini memberikan kuasa kepada seorang advokat berinisial C yang beralamat di Jalan Kebangkitan Nasional Nomor 88 Surakarta. Setelah mempelajari berkas perkara, semua surat-surat yang berhubungan dengan perkara waris tersebut, serta memperhatikan memori banding dan kontra memori banding yang diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara, maka Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Semarang menjatuhkan Putusan Nomor 33/Pdt.G/1997/PTA.Smg. sebagai berikut: 4) Menerima permohonan banding Pembanding; 5) Menguatkan
putusan
Pengadilan
Agama
Surakarta
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska. tanggal 21 Januari 1997 bertepatan dengan tanggal 12 Ramadhan 1417 H; 6) Membebankan kepada Pembanding untuk membayar biaya banding sebesar Rp. 48.000,00 (Empat puluh delapan ribu rupiah). Permohonan banding tersebut diputuskan pada tanggal 19 Mei 1997. Putusan tersebut diberitahukan kepada Pembanding (semula Tergugat) pada tanggal 15 Juli 1997. Karena merasa masih belum puas dengan apa yang diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Agama Semarang, Pembanding (semula Para Tergugat) mengajukan permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung secara lisan pada tanggal 18 Juli 1997 sebagaimana tertera dari Surat Keterangan No. 85/Pdt.G/1996/PA.Ska yang dibuat oleh
cxxvi
Panitera Pengadilan Agama Surakarta. Memori Kasasi dari Pemohon Kasasi (Tergugat/Pembanding) disampaikan pada tanggal 18 Agustus 1997. Pihak-pihak dalam perkara kasasi tersebut adalah: 3) Pemohon Kasasi (semula Para Tergugat/Pembanding), yaitu HMB, NMB, MUB dan FMB. Dalam hal ini memberi kuasa kepada seorang Pengacara dan Penasehat Hukum berinisial M, yang berkantor di Yosodipuran RT. 05 RW. III, Pasar Kliwon Surakarta berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 18 Juli 1997. 4) Termohon Kasasi (semula Penggugat/Terbanding), yaitu CMB yang dalam perkara ini memberikan kuasa kepada seorang advokat berinisial C yang beralamat di Jalan Kebangkitan Nasional Nomor 88 Surakarta dan seorang pengacara berinisial YPR berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 20 Agustus 1997. Termohon Kasasi (Penggugat/Terbanding) menerima pemberitahuan adanya Memori Kasasi dari Pemohon Kasasi pada tanggal 19 Agustus 1997. Jawaban Memori Kasasi dari Termohon Kasasi diterima oleh kepaniteraan Pengadilan Agama Surakarta pada tanggal 1 September 1997. Setelah mempelajari berkas perkara, ketentuan waktu dalam pengajuan Kasasi, dan alasan-alasan permohonan Kasasi, Majelis Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung memberikan putusan sebagai berikut: 3) Menyatakan bahwa permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi: HMB, NMB, MUB, FMB tersebut tidak dapat diterima; 4) Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebanyak Rp. 50.000,00 (Lima Puluh Ribu Rupiah); Permohonan Kasasi tersebut tidak dapat diterima karena Pemohon Kasasi dalam mengajukan Memori Kasasi melebihi tenggang waktu yang telah ditentukan dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (pada waktu itu Undang-undang tentang
cxxvii
Mahkamah Agung masih menggunakan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985). Dalam Pasal 47 tersebut disebutkan bahwa dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan pula memori kasasi yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan yang dimaksud dicatat dalam buku daftar. Dalam permohonan kasasi sengketa waris ini, Pemohon Kasasi mengajukan permohonan Kasasi pada tanggal 18 Juli 1997, akan tetapi pengajuan Memori Kasasi dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1997. Berdasarkan perhitungan tenggang waktu pengajuan Memori Kasasi tersebut adalah 31 hari. Seharusnya pengajuan Memori Kasasi tersebut 14 (empat belas hari) setelah Permohonan Kasasi diterima yaitu maksimal pada tanggal 1 Agustus 1997. Oleh
karena
permohonan
Kasasi
dari
Pemohon
Kasasi
(Tergugat/Pembanding) tidak diterima oleh Mahkamah Agung, maka Pemohon Kasasi diputuskan kalah dalam sengketa waris ini. Dengan demikian, pihak yang kalah (Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi) harus melaksanakan Putusan Pengadilan dengan sukarela atau apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan Putusan tersebut dengan sukarela, maka Pengadilan Agama dapat melakukan eksekusi terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
h. Eksekusi terhadap harta warisan Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi (Tergugat/Pembanding) tidak dapat diterima, maka Pemohon Kasasi diputuskan kalah dalam sengketa waris ini. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi pihak yang kalah untuk melaksanakan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila pihak yang kalah tersebut tidak melaksanakan putusan hakim dengan sukarela, maka Pengadilan dapat melaksanakan eksekusi putusan hakim tersebut.
cxxviii
Dalam
sengketa
waris
ini,
pihak
yang
kalah
(Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi) tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Oleh karena itu tidak ada jalan lain bagi Pengadilan
selain
melakukan
eksekusi
putusan
hakim
tersebut.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, dasar hukum eksekusi putusan hakim di Pengadilan Agama adalah Pasal 103 Ayat (1) Undangundang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan bahwa: “Jurusita bertugas: e. Melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua Sidang; f. Menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, dan pemberitahuan penetapan atau putusan Pengadilan menurut cara-cara berdasarkan ketentuan undang-undang; g. Melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan; h. Membuat berita acara penyitaan, yang salinan resminya diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.” Selain itu terdapat syarat-syarat eksekusi yaitu: 6) Putusan hakim bersifat condemnatoir (menghukum). Putusan hakim yang bersifat deklaratoir (menetapkan) dan putusan constitutif (menimbulkan/meniadakan keadaan hukum baru) tidak perlu diadakan eksekusi, 7) Putusan hakim sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), 8) Pihak yang kalah tidak dengan sukarela menjalankan putusan hakim, 9) Ada permohonan eksekusi dari pihak yang menang disertai dengan pembayaran biaya eksekusi, 10) Atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan secara ex officio (Pasal 197 HIR). Berdasarkan
penelitian
Penggugat/Terbanding/Termohon
yang Kasasi
telah mengajukan
dilakukan, permohonan
eksekusi pada tanggal 3 Desember 2003 yang di dalam permohonan tersebut menyatakan bahwa Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi belum
cxxix
memenuhi isi putusan hakim. Menindaklanjuti permohonan eksekusi tersebut, Ketua Pengadilan Agama Surakarta memberikan teguran (aanmaning) secara tertulis pada tanggal 16 Desember 2003. Termohon eksekusi meminta penundaan eksekusi pada tanggal 24 Desember 2003 dengan alasan untuk mengadakan musyawarah terlebih dahulu. Penundaan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Agama Surakarta karena alasannya dapat diterima. Akan tetapi setelah delapan hari sejak tanggal 24 Desember 2003, termohon eksekusi tetap tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Oleh karena itu, pada tanggal 12 April 2004 Ketua Pengadilan Agama Surakarta mengeluarkan Penetapan/Perintah kepada Jurusita Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. untuk melakukan sita eksekusi terhadap semua harta warisan sesuai dengan amar putusan hakim yang masih ada di tangan termohon eksekusi. Setelah penyitaan selesai dilakukan, pada tanggal 18 Juni 2004 Plt. Ketua Pengadilan Agama Surakarta mengeluarkan Penetapan Eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. yang memerintahkan kepada Panitera/Jurusita Pengadilan Agama Surakarta untuk melakukan eksekusi guna memenuhi isi Putusan Hakim tersebut dan untuk membayar segala biaya pelaksanaan Putusan Hakim tersebut.
3) Sita Eksekusi (Eksekutorial Beslag) Pada
perkara
nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska,
Sita
Eksekusi
dilaksanakan pada tanggal 28 April 2004 oleh Jurusita Pengadilan Agama Surakarta Slameto, SH. Pelaksanaan Sita Eksekusi ini didasarkan pada Perintah Ketua Pengadilan Agama Surakarta tanggal 12 April 2004 Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, setelah sebelumnya diajukan permohonan eksekusi pada tanggal 3 Desember 2003 oleh Pemohon Eksekusi yaitu CMB yang beralamat di Jalan Serayu VIII Nomor 32 Semanggi RT 04 RW XVI, Surakarta. Dalam Sita Eksekusi
cxxx
ini, Pemohon Eksekusi memberikan kuasa kepada TSS dan ES, Pengacara dan Penasehat Hukum yang beralamat di Mendungan RT 01 RW 04, Pabelan, Kartosuro, Sukoharjo berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 30 Maret 2004. Urutan
pelaksanaan
Sita
Eksekusi
dalam
Perkara
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska sebagai berikut: f) Permohonan eksekusi pada Ketua Pengadilan Agama dari pihak yang menang berdasarkan Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap disertai dengan pembayaran biaya eksekusi. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa CMB melalui kuasa hukumya mengajukan permohonan eksekusi karena pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan hakim secara sukarela. Pada saat mengajukan permohonan tersebut, CMB selaku Pemohon Eksekusi membayar biaya sita eksekusi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Sita Eksekusi dilakukan di dua tempat yaitu di Kelurahan Pasar Kliwon dan Kelurahan Semanggi. Sehingga ada dua Berita Acara Sita Eksekusi. Dengan demikian ada dua biaya yang harus dibayarkan oleh Pemohon Eksekusi, yaitu biaya sita eksekusi di Kelurahan Pasar Kliwon sejumlah Rp. 600.000,00 dan biaya sita eksekusi di Kelurahan Semanggi sejumlah Rp. 1.200.000,00. Rincian biaya tersebut sebagai berikut:
(3) Kelurahan Pasar Kliwon Perincian penyitaan
:
Rp. 150.000,00
Biaya penyitaan
:
Rp. 100.000,00
Uang harian Panitera/Jurusita
:
Rp. 80.000,00
Upah saksi-saksi
:
Rp. 50.000,00
Biaya jalan
:
Rp. 110.000,00
Biaya keamanan
:
Rp. 110.000,00
Jumlah
:
Rp. 600.000,00
cxxxi
(4) Kelurahan Semanggi Perincian penyitaan
:
Rp. 300.000,00
Biaya penyitaan
:
Rp. 200.000,00
Uang harian Panitera/Jurusita
:
Rp. 160.000,00
Upah saksi-saksi
:
Rp. 100.000,00
Biaya jalan
:
Rp. 220.000,00
Biaya keamanan
:
Rp. 220.000,00
Jumlah
: Rp. 1.200.000,00
Cara pembayarannya dilakukan di muka atau sering disebut sebagai
“panjer”.
Besarnya
“panjer” tersebut tidak dapat
ditentukan. Apabila setelah sita eksekusi selesai dilakukan, ternyata masih ada sisa akan dikembalikan kepada Pemohon. Namun apabila masih kurang, akan dimintakan lagi kepada Pemohon sesuai dengan rincian biaya yang telah dikeluarkan. g) Panggilan/teguran/peringatan
kepada
termohon
eksekusi
(Aanmaning). Aanmaning disampaikan secara tertulis oleh Ketua Pengadilan Agama dengan tujuan agar Termohon Eksekusi mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Tenggang waktu aanmaning adalah delapan hari sejak teguran itu disampaikan pada Termohon. Apabila dalam jangka waktu delapan hari tersebut, Termohon Eksekusi telah melaksanakan putusan hakim dengan sukarela maka eksekusi berakhir dan dibuat Berita Acara Aanmaning. Namun apabila Termohon Eksekusi tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela maka eksekusi dilanjutkan. Dalam Sita Eksekusi nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska ini, Ketua Pengadilan Agama Surakarta telah memanggil termohon eksekusi secara tertulis pada tanggal 16 Desember 2003. Termohon eksekusi meminta penundaan eksekusi pada tanggal 24 Desember 2003 dengan alasan untuk mengadakan musyawarah terlebih dahulu.
cxxxii
Penundaan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Agama Surakarta karena alasannya dapat diterima. Akan tetapi setelah delapan hari dari tanggal 24 Desember 2003, termohon eksekusi tetap tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Bahkan Ketua Pengadilan Agama Surakarta telah melakukan penggilan secara lisan (tidak resmi) sebanyak dua kali. h) Penetapan Sita Eksekusi oleh Ketua Pengadilan Agama Surakarta. Apabila Termohon Eksekusi tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela setelah adanya aanmaning, maka sita eksekusi dilanjutkan dengan Penetapan Sita Eksekusi dari Ketua Pengadilan Agama Surakarta. Dalam sita eksekusi ini, dasar bagi Jurusita untuk melaksanakan penyitaan adalah Ketetapan Ketua Pengadilan Agama
Surakarta
tanggal
12
April
2004
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska. i) Penyampaian Surat Pemberitahuan dari Panitera Pengadilan Agama mengenai waktu diadakannya Sita Eksekusi kepada: (6) Pemohon eksekusi, ditujukan agar pemohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, (7) Termohon eksekusi, ditujukan agar termohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, akan tetapi dalam sita eksekusi
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska.
ini,
Termohon
Eksekusi maupun kuasanya tidak mengikuti sita eksekusi hingga selesai, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tanda tangan dari Termohon Eksekusi pada Berita Acara Sita Eksekusi, (8) Kepala Desa setempat (Kelurahan Pasar Kliwon dan Kelurahan Semanggi), yang kemudian oleh Kepala Desa tersebut diumumkan kepada masyarakat dengan tujuan agar eksekusi dan barang-barang yang dijadikan sebagai obyek eksekusi tersebut diketahui oleh masyarakat setempat,
cxxxiii
(9) Kepala Kantor Pertanahan Nasional Kota Surakarta, karena obyek sita eksekusi adalah tanah beserta bangunan yang ada di atasnya, maka Surat Pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta ditujukan agar tanah dan bangunan yang dijadikan sebagai obyek eksekusi dicatat dalam buku besar di Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Pencatatan tersebut ditujukan agar obyek eksekusi tidak dapat dialihkan atau dipindahtangankan kepada siapapun, (10)
Kepolisian setempat, dalam hal ini adalah Kepolisian
Sektor (Polsek) Pasar Kliwon dan Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Surakarta. Jumlah personel yang mengamankan sita eksekusi ini kurang lebih berjumlah 50 personel, j) Pelaksanaan sita eksekusi oleh Jurusita Pengadilan Agama Surakarta. Pada perkara nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska, Sita Eksekusi
dilaksanakan pada tanggal 28 April 2004 oleh Jurusita Pengadilan Agama Surakarta Slameto, SH. Dalam melaksanakan sita eksekusi, Jurusita dibantu oleh dua orang saksi yaitu: (3) WS, beralamat di Jalan Veteran Nomor 273 Kota Surakarta, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil; (4) CA, beralamat di Jalan Veteran Nomor 273 Kota Surakarta, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil;
Obyek Sita Eksekusinya antara lain: (7) Tanah seluas kurang lebih 1000 m2 berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225), Surakarta, dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial UA;
cxxxiv
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223;
Sebelah Selatan : Jalan Kali Saroko; Yang terdiri dari dua sertifikat: (c) Sertifikat HGB Nomor 264 luas kurang lebih 471 m2 atas nama MAB; (d) Sertifikat HGB Nomor 265 luas kurang lebih 717 m2 atas nama MAB; (8) Separo dari tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Gang Buntu;
Sebelah Selatan : Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223; (9) Separo dari tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221;
Sebelah Selatan : Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225; Yang keduanya (nomor (2) dan nomor (3)) tersebut terdaftar dalam satu sertifikat HGB Nomor 46, atas nama MUB; (10)
Tanah dan bangunan yang terdaftar dalam sertifikat HGB
Nomor 88 atas nama MAB yang terletak di Semanggi RT. 04/XV, Pasar Kliwon, Surakarta, luas kurang lebih 397 m2 , serta separo dari tanah dan bangunan yang terdaftar dalam
cxxxv
Sertifikat HGB Nomor 89 atas nama MAB di Semanggi RT. 04/XV Pasar Kliwon, Surakarta, luas kurang lebih 419 m2 ; Keduanya adalah tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri diatasnya Eks. Perusahaan Tenun “Terang Bulan” yang terletak di Semanggi RT. 04/XV, Pasar Kliwon, Surakarta luas kurang lebih 800 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HR, Rumah seorang berinisial HS, dan Rumah seorang berinisial JS;
Sebelah Timur
: Jalan Raya Semanggi;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu VII;
Sebelah Selatan : Jalan Semanggi Gang Serayu VI; (11)
Separo tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri di
atasnya
yang
terletak
di
Semanggi
RT
06/IV
Kelurahan/Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta (Depan SD Kanisius) seluas kurang lebih 800 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HM dan Yayasan MTA;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial D dan Rumah seorang berinisial PAW;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu V;
Sebelah Selatan : Jalan Raya Semanggi; (12)
Tanah HM Nomor 201 di Kelurahan Semanggi, Pasar
Kliwon, Surakarta, atas nama MAB luas kurang lebih 629 m2 ; Berdasarkan Berita Acara Sita Eksekusi, yang bertindak sebagai penyimpan barang-barang sitaan tersebut adalah HMB dan NMB (Termohon Eksekusi) yang keduanya beralamat di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Pasar Kliwon No. 225), Surakarta. Akhir dari eksekusi ini adalah pembuatan Berita Acara Sita Eksekusi oleh Jurusita Pengadilan Agama Surakarta yang ditandatangani oleh
cxxxvi
Jurusita itu sendiri, dua orang saksi, termohon eksekusi (akan tetapi karena termohon eksekusi tidak mengikuti eksekusi sampai selesai, maka termohon eksekusi tidak menandatangani Berita Acara Sita Eksekusi tersebut), Kepala Kelurahan Pasar Kliwon, Kepala Kelurahan Semanggi, dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta. 4) Eksekusi Putusan Hakim Pengadilan Agama Setelah dilakukan sita eksekusi terhadap harta warisan yang masih dikuasai oleh termohon eksekusi, maka Plt. Ketua Pengadilan Agama Surakarta
mengeluarkan
85/Pdt.G/1996/PA.Ska.
Penetapan
tanggal
18
Juni
Eksekusi 2004
yang
Nomor isinya
memerintahkan kepada Panitera/Jurusita Pengadilan Agama Surakarta untuk melakukan eksekusi guna memenuhi isi Putusan Hakim tersebut dan untuk membayar segala biaya pelaksanaan Putusan Hakim tersebut. Menindaklanjuti Penetapan Plt. Ketua Pengadilan Agama Surakarta tersebut, pada tanggal 30 Juni 2004 Jurusita Pengadilan Agama Surakarta melakukan eksekusi Putusan Hakim Pengadilan Agama
Surakarta
tanggal
21
Januari
1997
Nomor
Perkara
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska. Urutan
pelaksanaan
Eksekusi
dalam
85/Pdt.G/1996/PA.Ska. sebagai berikut: f) Permohonan eksekusi pada Ketua Pengadilan Agama dari pihak yang menang berdasarkan Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap disertai dengan pembayaran biaya eksekusi CMB selaku pihak yang menang pada tanggal 3 Desember 2003 mengajukan permohonan eksekusi melalui kuasa hukumya karena pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan hakim secara sukarela. Pada saat mengajukan permohonan tersebut, CMB selaku Pemohon Eksekusi membayar biaya eksekusi. Total biaya yang harus dibayarkan pemohon eksekusi adalah Rp. 12.100.000,00 dengan rincian sebagai berikut: cxxxvii
Materai Penetapan
:
Rp.
36.000,00
Redaksi
:
Rp.
114.000,00
Saksi-saksi
:
Rp.
750.000,00
Uang harian
:
Rp. 2.200.000,00
Biaya pengamanan
:
Rp. 3.000.000,00
Biaya pelaksanaan
:
Rp. 4.000.000,00
Sewa kendaraan
:
Rp. 2.000.000,00
Jumlah
:
Rp. 12.100.000,00
Sama seperti cara pembayaran biaya sita eksekusi, cara pembayaran biaya eksekusi dilakukan di muka atau sering disebut sebagai “panjer”. Apabila setelah sita eksekusi selesai dilakukan, ternyata masih ada sisa akan dikembalikan kepada pemohon. Namun apabila masih kurang, akan dimintakan lagi kepada pemohon sesuai dengan rincian biaya yang telah dikeluarkan. g) Panggilan/teguran/peringatan
kepada
termohon
eksekusi
(Aanmaning). Aanmaning disampaikan secara tertulis oleh Ketua Pengadilan Agama dengan tujuan agar termohon eksekusi mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Tenggang waktu aanmaning adalah delapan hari sejak teguran itu disampaikan pada termohon. Pada waktu pelaksanaan aanmaning dibuat
Berita Acara
Aanmaning. Apabila dalam jangka waktu delapan hari, termohon eksekusi telah melaksanakan putusan hakim dengan sukarela maka eksekusi berakhir. Namun apabila termohon eksekusi tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela maka eksekusi dilanjutkan. Dalam
Eksekusi
nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska
ini,
Ketua
Pengadilan Agama Surakarta telah memanggil termohon eksekusi secara tertulis pada tanggal 16 Desember 2003. Termohon eksekusi meminta penundaan eksekusi pada tanggal 24 Desember 2003
cxxxviii
dengan alasan untuk mengadakan musyawarah terlebih dahulu. Penundaan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Agama Surakarta karena alasannya dapat diterima. Akan tetapi setelah delapan hari dari tanggal 24 Desember 2003, termohon eksekusi tetap tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Bahkan Ketua Pengadilan Agama Surakarta telah melakukan penggilan secara lisan (tidak resmi) sebanyak dua kali. h) Penetapan Eksekusi oleh Ketua Pengadilan Agama Surakarta Apabila termohon eksekusi tidak mau melaksanakan putusan dengan sukarela setelah adanya aanmaning, maka eksekusi dilanjutkan dengan Penetapan Eksekusi dari Ketua Pengadilan Agama Surakarta. Dalam eksekusi ini, dasar bagi Panitera/Jurusita untuk melaksanakan putusan hakim adalah Ketetapan Plt. Ketua Pengadilan Agama Surakarta tanggal 18 Juni 2004 Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. i) Penyampaian Surat Pemberitahuan dari Panitera Pengadilan Agama mengenai waktu diadakannya Sita Eksekusi kepada: (5) Pemohon eksekusi, ditujukan agar pemohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, (6) Termohon eksekusi, ditujukan agar termohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, (7) Kepala Desa setempat (Kelurahan Pasar Kliwon dan Kelurahan Semanggi), yang kemudian oleh Kepala Desa tersebut diumumkan kepada masyarakat dengan tujuan agar eksekusi dan barang-barang yang dijadikan sebagai obyek eksekusi tersebut diketahui oleh masyarakat setempat, (8) Kepolisian setempat, dalam hal ini adalah Kepolisian Sektor (Polsek) Pasar Kliwon dan Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Surakarta. Jumlah personel yang mengamankan sita eksekusi ini kurang lebih berjumlah 50 personel.
cxxxix
j) Pelaksanaan putusan hakim oleh Jurusita Pengadilan Agama Surakarta. Pada perkara nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska, eksekusi dilaksanakan pada tanggal 30 Juni 2004 oleh Jurusita Pengadilan Agama Surakarta. Dalam melaksanakan eksekusi, Jurusita dibantu oleh lima orang saksi yaitu: (6) WS, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil Pengadilan Agama Surakarta, beralamat di Jalan Veteran Nomor 273 Kota Surakarta; (7) SM, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil Pengadilan Agama Surakarta, beralamat di Jalan Veteran Nomor 273 Kota Surakarta; (8) HM, pekerjaan Pegawai Negeri Sipil Pengadilan Agama Surakarta, beralamat di Jalan Veteran Nomor 273 Kota Surakarta; (9) AP, pekerjaan Kasi Pemerintahan Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta; (10)
SN, pekerjaan Staf Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar
Kliwon, Kota Surakarta. Setelah tiba di obyek eksekusi, Jurusita bertemu dan berbicara dengan: (3) Pemohon Eksekusi: CMB,
yang dalam hal ini telah
memberikan kuasa kepada TS dan ES pengacara dan penasehat hukum yang beralamat di Mendungan RT 01 RW 04, Kelurahan Mendungan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo berdasarkan Surat Kuasa tanggal 30 Maret 2004; (4) Termohon Eksekusi: HMB dan NMB, keduanya bertempat tinggal di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225) Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamtan Pasar Kliwon, Kota Surakarta.
cxl
Selanjutnya Jurusita membagi harta warisan sesuai dengan Putusan Hakim Pengadilan Agama Surakarta sebagai berikut: (7) Sebidang tanah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225) Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, HGB Nomor 264 luas kurang lebih 471 m2 beserta bangunannya, dengan bagian masing-masing sebagai berikut: (f) CMB, seluas kurang lebih 82 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 264 (NMB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Jalan Kali Saroko;
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(g) NMB, seluas kurang lebih 82 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 264 (HMB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 264 (CMB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(h) HMB, seluas kurang lebih 165 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 264 (MUB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 264 (NMB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(i) MUB, seluas kurang lebih 60 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 264 (FMB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 264 (HMB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
cxli
(j) FMB, seluas kurang lebih 82 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 46 (CMB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 264 (MUB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(8) Sebidang tanah dan bangunan Pabrik di atasnya yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223 Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, HGB Nomor 265 luas kurang lebih 717 m2 beserta bangunannya, dengan bagian masing-masing sebagai berikut: (f) CMB, seluas kurang lebih 121 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Buntu;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS dan LH;
Sebelah Selatan
: Jalan Kali Saroko;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 265 (NMB);
(g) NMB, seluas kurang lebih 121 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Buntu;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (CMB);
Sebelah Selatan
: Jalan Kali Saroko;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 265 (HMB);
(h) HMB, seluas kurang lebih 243 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Buntu;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (NMB);
Sebelah Selatan
: Jalan Kali Saroko;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 265 (MUB);
cxlii
(i) MUB, seluas kurang lebih 89 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Buntu;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (HMB);
Sebelah Selatan
: Jalan Kali Saroko;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
(j) FMB, seluas kurang lebih 121 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Buntu;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (MUB);
Sebelah Selatan
: Jalan Kali Saroko;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 264 dan Seb. HGB No. 46;
(9) Separo dari tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, HGB No. 46 seluas kurang lebih 316 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut:
(f) CMB, seluas kurang lebih 27 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 46 (NMB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 264 (FMB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(g) NMB, seluas kurang lebih 27 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 46 (HMB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 46 (CMB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
cxliii
(h) HMB, seluas kurang lebih 55 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 46 (MUB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 46 (NMB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(i) MUB, seluas kurang lebih 22 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 46 (FMB);
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 46 (HMB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
(j) FMB, seluas kurang lebih 27 m2 dengan batas-batas sebagai berikut:
(10)
Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 46;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 265 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 46 (MUB);
Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebidang tanah dan bangunan yang terletak di Semanggi
RT. 06 RW 15, Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, luas kurang lebih 397 m2 dengan bagian masing-masing sebagai berikut: (f) CMB, seluas kurang lebih 69 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Serayu V;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 88 (NMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 89;
Sebelah Barat
: Yayasan MTA;
(g) NMB, seluas kurang lebih 69 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Serayu V;
cxliv
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 88 (HMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 89;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 88 (CMB);
(h) HMB, seluas kurang lebih 139 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Serayu V;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 88 (MUB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 89;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 88 (NMB);
(i) MUB, seluas kurang lebih 51 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Jalan Serayu V;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 88 (FMB);
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 89;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 88 (HMB);
(j) FMB, seluas kurang lebih 69 m2 dengan batas-batas sebagai berikut:
(11)
Sebelah Utara
: Jalan Serayu V;
Sebelah Timur
: Seorang berinisial PY;
Sebelah Selatan
: Seb. HGB No. 89;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 88 (MUB);
Separo tanah dan bangunan yang terletak di Semanggi RT
06 RW 15 Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, HGB No. 89 seluas kurang lebih 419 m2 , dengan bagian masing-masing sebagai berikut: (f) CMB, seluas kurang lebih 36 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 88;
Sebelah Timur
: Rumah Seorang berinisial DS;
Sebelah Selatan
: Jalan Cilosari;
cxlv
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 89 (NMB);
(g) NMB, seluas kurang lebih 36 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 88;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 89 (NMB);
Sebelah Selatan
: Jalan Cilosari;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 89 (HMB);
(h) HMB, seluas kurang lebih 73 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 88;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 89 (NMB);
Sebelah Selatan
: Jalan Cilosari;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 89 (MUB);
(i) MUB, seluas kurang lebih 27 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 88;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 89 (HMB);
Sebelah Selatan
: Jalan Cilosari;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 89 (FMB);
(j) FMB, seluas kurang lebih 36 m2 dengan batas-batas sebagai berikut:
(12)
Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 88;
Sebelah Timur
: Seb. HGB No. 89 (MUB);;
Sebelah Selatan
: Jalan Cilosari;
Sebelah Barat
: Seb. HGB No. 89;
Separo dari tanah dan bangunan yang terletak di Semanggi
RT 04 RW 15 Kelurahan Semanggi, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta HM No. 201, luas kurang lebih 419 m2 dengan bagian masing-masing sebagai berikut: (f) CMB, seluas kurang lebih 54 m2 dengan batas-batas sebagai berikut:
cxlvi
Sebelah Utara
: Jalan Serayu VII;
Sebelah Timur
: Jalan Cepaka;
Sebelah Selatan
: Seb. HM No. 201 (NMB);
Sebelah Barat
: Rumah Seorang berinisial SW;
(g) NMB, seluas kurang lebih 54 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HM No. 201 (CMB);
Sebelah Timur
: Jalan Cepaka;
Sebelah Selatan
: Seb. HM No. 201 (HMB);
Sebelah Barat
: Rumah Seorang berinisial SW;
(h) HMB, seluas kurang lebih 109 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HM No. 201 (NMB);
Sebelah Timur
: Jalan Cepaka;
Sebelah Selatan
: Seb. HM No. 201 (MUB);
Sebelah Barat
: Rumah Seorang berinisial SW;
(i) MUB, seluas kurang lebih 27 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HGB No. 201 (HMB);
Sebelah Timur
: Jalan Cepaka;
Sebelah Selatan
: Seb. HM No. 201 (FMB);
Sebelah Barat
: Rumah Seorang berinisial SW;
(j) FMB, seluas kurang lebih 36 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara
: Seb. HM No. 201 (MUB);
Sebelah Timur
: Jalan Cepaka;
Sebelah Selatan
: Seb. HM No. 201;
Sebelah Barat
: Rumah Seorang berinisial SW;
Setelah selesai melaksanakan eksekusi, Jurusita Pengadilan Agama Surakarta membuat Berita Acara Eksekusi Perkara Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. yang ditandatangani oleh Jurusita, saksi-
cxlvii
saksi, Kepala Kelurahan Pasar Kliwon, Kepala Kelurahan Semanggi,
dan
Plt.
Ketua
Pengadilan
Agama
Surakarta.
Selanjutnya selembar dari Berita Acara Eksekusi tersebut diberikan kepada masing-masing pihak. D. Pembahasan 3. Eksekusi terhadap Harta Warisan dalam Perkara Warisan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska di Pengadilan Agama Surakarta Dalam penulisan hukum ini, penulis melakukan penelitian mengenai Eksekusi Waris Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. di Pengadilan Agama Surakarta. Dari hasil wawancara dan penelitian yang dilakukan, penulis dapat mengetahui eksekusi putusan Hakim Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. Untuk menunjang kegiatan penelitian ini, penulis melakukan wawancara kepada Jurusita Pengadilan Agama Surakarta, Bapak Slameto pada hari Kamis tanggal 13 Agustus 2009 di Pengadilan Agama Surakarta. Sebelum membahas tentang eksekusi, terlebih dahulu dijelaskan mengenai
Putusan
Hakim
Pengadilan
Agama
Surakarta
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska. Menurut penulis, putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena sudah tertutup kemungkinan adanya upaya hukum. Kasasi yang diajukan oleh tergugat dinyatakan tidak diterima oleh Mahkamah Agung karena Pemohon Kasasi dalam mengajukan Memori Kasasi melebihi tenggang waktu yang telah ditentukan dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (pada waktu itu Undang-undang tentang Mahkamah Agung masih menggunakan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985). Dalam Pasal 47 tersebut disebutkan bahwa dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan pula memori kasasi yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan yang dimaksud dicatat dalam buku daftar.
Dalam permohonan kasasi sengketa waris ini, Pemohon Kasasi
mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 18 Juli 1997, akan tetapi pengajuan memori Kasasi dilakukan pada tanggal 18 Agustus 1997.
cxlviii
Berdasarkan perhitungan tenggang waktu pengajuan Memori Kasasi tersebut adalah 31 hari. Seharusnya pengajuan Memori Kasasi tersebut 14 (empat belas hari) setelah Permohonan Kasasi diterima, yaitu maksimal pada tanggal 1 Agustus 1997. Hal lain yang harus diperhatikan dalam Putusan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. adalah kesesuaian bagian ahli waris dengan Kompilasi Hukum Islam. Dalam Putusan tersebut disebutkan bahwa masing-masing ahli waris menerima bagian sebagai berikut: f. MUB selaku istri memperoleh 5/40 bagian; g. CMB selaku anak perempuan memperoleh 7/40 bagian; h. NMB selaku anak perempuan memperoleh 7/40 bagian; i.
HMB selaku anak laki-laki memperoleh 14/40 bagian;
j.
FMB selaku anak perempuan memperoleh 7/40 bagian.
Menurut penulis, penetapan bagian ahli waris tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Dalam Putusan tersebut, MUB selaku istri dari pewaris (janda) mendapatkan 5/40 bagian dari seluruh harta warisan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Pasal 180 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa: “Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian.” Dalam sengketa waris ini, Almarhum MAB selaku pewaris meninggalkan seorang istri, tiga anak perempuan, dan seorang anak laki-laki. Berdasarkan ketentuan yang ada di dalam Pasal 180 Kompilasi Hukum Islam tersebut, maka bagian MUB selaku janda yang mempunyai anak adalah 5/40 bagian dari seluruh harta warisan. Apabila 5/40 diperkecil akan didapatkan hasil 1/8. Dalam Putusan tersebut juga disebutkan bagian anak-anak pewaris yaitu: e. CMB selaku anak perempuan memperoleh 7/40 bagian; f. NMB selaku anak perempuan memperoleh 7/40 bagian; g. HMB selaku anak laki-laki memperoleh 14/40 bagian; h. FMB selaku anak perempuan memperoleh 7/40 bagian.
cxlix
Pembagian tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada di Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa: “Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak lakilaki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.” Dalam sengketa waris ini, bagian anak-anak pewaris adalah ashabah setelah dikurangai bagian MUB selaku istri yaitu 5/40 atau 1/8 bagian dari seluruh harta warisan. Dengan demikian bagian dari anak-anak pewaris adalah 35/40 atau 7/8 dari seluruh harta warisan. Berdasarkan ketentuan Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam di mana bagian anak laki-laki adalah dua kali bagian anak perempuan, maka penetapan bagian warisannya adalah anak laki-laki mendapat
14/40
bagian
sedangkan
masing-masing
anak
perempuan
mendapatkan 7/40 bagian. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Penetapan bagian ahli waris dalam Putusan Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. telah sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Kompilasi Hukum Islam. Selain itu, ada satu hal penting yang harus diperhatikan dalam Putusan Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. Pada Bab II telah dijelaskan bahwa suatu putusan dapat diadakan eksekusi apabila putusan tersebut bersifat condemnatoir atau bersifat menghukum pihak tertentu. Penulis
berpendapat
Putusan
Pengadilan
Agama
Nomor
85/Pdt.G/
1996/PA.Ska. telah memenuhi syarat tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya amar putusan yang menyatakan bahwa harta warisan yang masih berada di tangan termohon eksekusi (tergugat) harus dibagi waris sesuai dengan putusan hakim yang juga memutuskan bahwa CMB selaku penggugat adalah ahli waris yang sah dari almarhum MAB. Putusan tersebut bersifat menghukum pihak yang kalah (tergugat) untuk membagi waris harta yang semula berada di bawah kekuasaannya. Dalam wawancara tersebut, Jurusita menyatakan bahwa dasar pelaksanaan putusan hakim di Pengadilan Agama adalah Pasal 103 Ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang cl
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Bunyi Pasal 103 Ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 adalah sebagai berikut: “Jurusita bertugas: 9) melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua Sidang, 10) menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, dan pemberitahuan penetapan atau putusan Pengadilan menurut caracara berdasarkan ketentuan Undang-undang, 11) melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan, 12) membuat berita acara penyitaan, yang salinan resminya diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.” Menurut penulis, pelaksanaan putusan hakim Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. telah sesuai dengan ketentuan yang ada di Pasal 103 Ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Hal ini ditunjukkan dengan Penetapan Ketua Pengadilan Agama Surakarta yang ditujukan kepada Jurusita untuk melaksanakan sita eksekusi dan eksekusi putusan hakim. Seperti yang tertulis di dalam hasil penelitian, bahwa sebelum putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap dilaksanakan, terlebih dahulu Ketua Pengadilan Agama Surakarta meletakkan sita eksekusi. Adanya sita eksekusi ditujukan untuk mendukung pelaksanaan putusan hakim (eksekusi) itu sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa Jurusita melaksanakan tugasnya untuk melaksanakan sita eksekusi dan eksekusi itu didasarkan pada Penetapan Ketua Pengadilan Agama dan Pasal 103 Ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa Penetapan Ketua Pengadilan Agama Surakarta telah sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Selain Pasal 103 Ayat (1) Undangundang Nomor 3 Tahun 2006, Jurusita juga menyatakan bahwa dasar pelaksanaan putusan hakim adalah Pasal 206 HIR. Penulis kurang sependapat dengan pernyataan tersebut. Hal ini dikarenakan setelah melakukan penelitian, Pasal 206 sampai dengan Pasal 208 HIR ditiadakan oleh Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951. Sangat ironis apabila Jurusita mendasarkan pelaksanaan putusan hakim pada Pasal 206 HIR, karena Pasal tersebut sudah tidak berlaku sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1951.
cli
Pernyataan Jurusita tersebut diperkuat dengan adanya salinan Berita Acara Eksekusi Perkara Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. yang juga menyatakan bahwa dasar pelaksanaan eksekusi adalah Pasal 206 HIR. Menurut penulis, hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi Jurusita dalam pelaksanaan tugasnya. Apabila Pasal dalam sebuah Undang-undang dijadikan sebagai dasar pelaksanaan sebuah kegiatan akan tetapi Pasal tersebut sudah tidak berlaku atau ditiadakan dengan Undang-undang yang lain, dapat dikatakan kegiatan yang dilaksanakan tersebut tidak sah secara hukum. Hendaknya Jurusita waspada dan segera mengantisipasi hal tersebut secepatnya. Dalam wawancara pada hari Kamis tanggal 13 Agustus 2009, Jurusita juga menyatakan bahwa dalam Sita Eksekusi, Pengadilan Agama Surakarta bekerja sama dengan Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Hal ini dikarenakan barang-barang yang menjadi obyek eksekusi adalah tanah dan bangunan yang ada di atasnya. Keberadaan Kantor Pertanahan pada sita eksekusi ini dimaksudkan untuk mencatat tanah yang menjadi obyek eksekusi tersebut ke dalam buku besar yang ada di Kantor Pertanahan Surakarta sehingga tanah tersebut tidak dipindahtangankan. Selain itu, Jurusita berpendapat bahwa Pengadilan Agama Surakarta juga mengadakan kerja sama dengan Kepala Kelurahan setempat dan Kepolisian setempat yang menempatkan kurang lebih 50 personil untuk mengamankan jalannya eksekusi. Menurut penulis, langkah yang dilakukan Pengadilan Agama Surakarta tersebut sangat tepat. Langkah tersebut ditujukan untuk mendukung kelancaran eksekusi putusan hakim. Keberadaan Kantor Pertanahan sangat penting agar tanah yang dijadikan sebagai obyek eksekusi tersebut tidak dipindahtangankan, sehingga pada saat pelaksanaan putusan hakim yang berupa pembagian tanah dan bangunan kepada para ahli waris yang sah berdasarkan Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tidak mengalami kesulitan karena barangbarang sengketa masih dikuasai oleh pihak-pihak sebelum perkara diputus. Keberadaan Kepala Kelurahan setempat sangat penting karena sebelum pelaksanaan putusan hakim Kepala Kelurahan akan diminta bantuannya oleh Pengadilan Agama Surakarta untuk mengumumkan kepada masyarakat sekitar clii
bahwa barang-barang yang ada di lingkungan masyarakat tersebut masih di bawah pengawasan Pengadilan Agama Surakarta. Sehingga secara tidak langsung masyarakat ikut membantu Pegadilan Agama dalam melakukan pengawasan terhadap barang-barang obyek eksekusi. Sedangkan keberadaan Kepolisian pada eksekusi terhadap harta warisan ini sangat penting untuk menjaga keamanan pada waktu eksekusi. Seperti yang diketahui bahwa pada waktu eksekusi sering terjadi perlawanan dari termohon eksekusi baik secara fisik atau secara lisan. Apabila terjadi perlawanan secara fisik, Pengadilan Agama Surakarta telah mengantisipasinya dengan meminta bantuan kepada pihak Kepolisian. Mengenai tata urutan eksekusi, Jurusita berpendapat bahwa tata urutan eksekusi di Pengadilan Agama sama dengan tata urutan eksekusi yang ada di Pengadilan Negeri yaitu: h. Pengajuan Permohonan Eksekusi dari pihak yang menang kepada Ketua Pengadilan Agama yang memutus sengketa dalam tingkat pertama disertai dengan pembayaran biaya eksekusi, i.
Panggilan kepada pihak yang kalah oleh Ketua Pengadilan Agama untuk mendapatkan teguran (aanmaning) pada hari dan tanggal yang sudah ditentukan yang dilanjutkan dengan pelaksanaan aanmaning,
j.
Dalam sengketa waris ini sebelum pembagian harta warisan dilakukan terlebih dahulu diletakkan sita eksekusi terhadap barang-barang yang menjadi obyek eksekusi. Oleh karena itu urutannya ditambah dengan adanya Penetapan Sita Eksekusi oleh Ketua Pengadilan Agama, pembuatan dan penyampain surat pemberitahuan pelaksanaan sita eksekusi kepada Pemohon Eksekusi, Termohon Eksekusi, Kepala Kelurahan setempat, Kepolisian setempat, dan Kantor Pertanahan Kota Surakarta, pelaksanaan sita eksekusi, dan pembuatan Berita Acara Sita Eksekusi,
k. Penetapan Eksekusi (pelaksanaan putusan hakim) oleh Ketua Pengadilan Agama,
cliii
l.
Surat Pemberitahuan dari Panitera Pengadilan Agama Surakarta mengenai waktu diadakannya eksekusi kepada Pemohon Eksekusi, Termohon Eksekusi, Kepala Desa Setempat, Kecamatan Setempat, dan Kepolisian Setempat,
m. Pelaksanaan putusan hakim (eksekusi). n. Pembuatan berita acara eksekusi yang ditandatangani oleh Jurusita Pengadilan Agama Surakarta, saksi-saksi, Kepala Kelurahan Pasar Kliwon, Kepala Kelurahan Semanggi, dan Ketua Pengadilan Agama Surakarta. Menurut penulis, pendapat Jurusita tersebut benar. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 54 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 yang berbunyi sebagai berikut: “Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini.” Dari uraian tersebut jelas bahwa aturan tata urutan eksekusi di Pengadilan Negeri dipakai juga sebagai aturan tata urutan eksekusi di Pengadilan Agama. Karena sampai saat ini tidak ada Undang-undang khusus yang mengatur tentang tata urutan eksekusi di Pengadilan Agama. Berdasarkan
penelitian
yang
telah
dilakukan,
penulis
dapat
menguraikan tata cara Eksekusi Putusan Hakim Pengadilan Agama sebagai berikut: g. Pengajuan Permohonan Eksekusi dari pihak yang menang kepada Ketua Pengadilan Agama yang memutus sengketa dalam tingkat pertama disertai dengan pembayaran biaya eksekusi. Dalam perkara Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. pihak yang menang adalah CMB
selaku
Penggugat/Terbanding/Termohon
Kasasi.
Hal
ini
dikarenakan permohonan kasasi dari HMB, NMB, FMB, dan MUB selaku Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi tidak diterima oleh Mahkamah
cliv
Agung, sehingga Putusan Hakim pada tingkat pertama telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Oleh karenanya putusan tersebut
harus
dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang kalah. Dalam hal ini, pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Oleh karena itu tidak ada jalan lain bagi pihak yang menang selain mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Agama karena hal ini berhubungan dengan pemenuhan haknya sebagai ahli waris yang sah dari pewaris. Pengajuan permohonan eksekusi tersebut disertai dengan pembayaran biaya eksekusi. Permohonan tersebut dapat diajukan secara lisan maupun tertulis dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama yang memutus perkara pada tingkat pertama, karena eksekusi tidak akan dijalankan apabila tidak ada permohonan dari pihak yang menang. h. Panggilan kepada pihak yang kalah oleh Ketua Pengadilan Agama untuk mendapatkan teguran (aanmaning) pada hari dan tanggal yang sudah ditentukan yang dilanjutkan dengan pelaksanaan aanmaning. Peringatan atau teguran (aanmaning) dilakukan dengan tujuan agar termohon eksekusi mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela dalam waktu paling lama delapan hari sejak aanmaning dilaksanakan. Pada waktu pelaksanaan aanmaning harus dibuat
Berita Acara
Aanmaning. Jika Termohon Eksekusi tidak datang pada waktu aanmaning, perlu diperhatikan oleh Ketua Pengadilan Agama mengenai alasan ketidakhadiran Termohon. Apabila alasan ketidakhadiran dapat diterima, maka perlu diadakan panggilan ulang untuk aanmaning, akan tetapi jika alasannya tidak dapat diterima maka eksekusi dilanjutkan. Pada eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. termohon eksekusi tidak langsung menanggapi panggilan dari Ketua Pengadilan Agama Surakarta dengan alasan yang dapat diterima oleh Pengadilan Agama dan pemohon eksekusi. Alasan tersebut berupa permohonan penundaan pelaksanaan eksekusi. Oleh karena itu, Ketua Pengadilan Agama mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan eksekusi dari termohon eksekusi.
clv
Akan tetapi sampai dengan tanggal penundaan, termohon eksekusi tetap tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. i.
Penetapan Eksekusi oleh Ketua Pengadilan Agama Setelah teguran dilaksanakan dan dalam jangka waktu delapan hari termohon eksekusi tetap tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela, maka Ketua Pengadilan Agama membuat surat penetapan yang berisi perintah kepada Panitera/Jurusita untuk melaksanakan putusan hakim
dengan
cara
paksa
(eksekusi).
Pada
eksekusi
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska. walaupun termohon eksekusi telah dipanggil lebih dari satu kali, akan tetapi termohon tetap tidak mau melaksanakan putusan hakim dengan sukarela. Oleh karena itu, Ketua Pengadilan Agama Surakarta mengeluarkan penetapan untuk melakukan eksekusi. Dalam hal ini, Ketua Pengadilan Agama Surakarta mengeluarkan dua Surat Penetapan yaitu: 3) Surat Penetapan Sita Eksekusi Ketua Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. tanggal 12 April 2004 yang berisi perintah kepada Jurusita Pengadilan Agama Surakarta untuk melaksanakan sita eksekusi atas barang-barang yang ada di tangan Para Termohon Eksekusi dengan dibantu oleh dua orang saksi, 4) Surat Penetapan Eksekusi Plt. Ketua Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. tanggal 18 Juni 2004 yang berisi perintah kepada Panitera/Jurusita Pengadilan Agama Surakarta disertai dengan tiga orang saksi untuk melakukan eksekusi dan untuk memenuhi isi Putusan/Penetapan tersebut dan untuk membayar segala biaya pelaksanaan Putusan/Penetapan tersebut. j.
Surat Pemberitahuan dari Panitera Pengadilan Agama Surakarta mengenai waktu diadakannya eksekusi kepada Pemohon Eksekusi, Termohon Eksekusi, Kepala Desa Setempat, Kecamatan Setempat, dan Kepolisian Setempat.
clvi
Dalam Eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. terdapat perbedaan pada pihak-pihak yang diberitahu mengenai waktu diadakannya eksekusi sebagai berikut: 3) Sita Eksekusi Pada Sita Eksekusi pihak-pihak yang diberitahu adalah: f) Pemohon eksekusi, ditujukan agar pemohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, g) Termohon eksekusi, ditujukan agar termohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, akan tetapi dalam sita eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. ini, Termohon Eksekusi maupun kuasanya tidak mengikuti sita eksekusi hingga selesai, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tanda tangan dari Termohon Eksekusi pada Berita Acara Sita Eksekusi, h) Kepala Desa setempat (Kelurahan Pasar Kliwon dan Kelurahan Semanggi), yang kemudian oleh Kepala Desa tersebut diumumkan kepada masyarakat dengan tujuan agar eksekusi dan barang-barang yang dijadikan sebagai obyek eksekusi tersebut diketahui oleh masyarakat setempat, i) Kepala Kantor Pertanahan Nasional Kota Surakarta, karena obyek sita eksekusi adalah tanah beserta bangunan yang ada di atasnya, maka Surat Pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta ditujukan agar tanah dan bangunan yang dijadikan sebagai obyek eksekusi dicatat dalam buku besar di Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Pencatatan tersebut ditujukan agar obyek eksekusi tidak dapat dialihkan atau dipindahtangankan kepada siapapun, j) Kepolisian setempat, dalam hal ini adalah Kepolisian Sektor (Polsek) Pasar Kliwon dan Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Surakarta. Jumlah personel yang mengamankan sita eksekusi ini kurang lebih berjumlah 50 personel. 4) Eksekusi Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap clvii
Pada eksekusi putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap pihak-pihak yang diberitahu adalah: e) Pemohon eksekusi, ditujukan agar pemohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, f) Termohon eksekusi, ditujukan agar termohon eksekusi atau kuasanya datang pada saat eksekusi, akan tetapi dalam sita eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. ini, Termohon Eksekusi maupun kuasanya tidak mengikuti sita eksekusi hingga selesai, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tanda tangan dari Termohon Eksekusi pada Berita Acara Sita Eksekusi, g) Kepala Desa setempat (Kelurahan Pasar Kliwon dan Kelurahan Semanggi), yang kemudian oleh Kepala Desa tersebut diumumkan kepada masyarakat dengan tujuan agar eksekusi dan barang-barang yang dijadikan sebagai obyek eksekusi tersebut diketahui oleh masyarakat setempat, h) Kepolisian setempat, dalam hal ini adalah Kepolisian Sektor (Polsek) Pasar Kliwon dan Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Surakarta. Jumlah personel yang mengamankan sita eksekusi ini kurang lebih berjumlah 50 personel. Dari uraian di atas terlihat adanya perbedaan pihak-pihak yang diberitahu tentang adanya eksekusi. Pada sita eksekusi, Panitera Pengadilan Agama memberitahukan adanya sita eksekusi kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Hal ini dikarenakan obyek sita eksekusi adalah tanah beserta bangunan yang ada di atasnya, maka Surat Pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta ditujukan agar tanah dan bangunan yang dijadikan sebagai obyek eksekusi dicatat dalam buku besar di Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Pencatatan tersebut ditujukan agar obyek sita eksekusi tidak dapat dialihkan atau dipindahtangankan kepada siapapun. Sedangkan pada eksekusi putusan hakim, Kepala Kantor Pertanahan Surakarta tidak diberitahukan tentang waktu diadakannya eksekusi. Hal ini clviii
dikarenakan fungsi Kantor Pertanahan adalah untuk mencatat tanah yang menjadi obyek eksekusi agar tanah-tanah tersebut tidak dipindahtangankan, sedangkan eksekusi putusan hakim sepenuhnya menjadi kewenangan Pengadilan Agama Surakarta yaitu berupa pembagian harta warisan kepada para ahli waris yang sah berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. k. Pelaksanaan Putusan Hakim (Eksekusi) Dalam hal pelaksanaannya, tidak ada perbedaan yang cukup mencolok antara Sita Eksekusi dengan Eksekusi Putusan Hakim. Jurusita menyatakan bahwa pada waktu pelaksanaan sita eksekusi, Jurusita dibantu oleh dua orang saksi yang sah, dewasa (berumur 21 tahun ke atas), dan dapat dipercaya oleh Jurusita yaitu WS dan CA. Sedangkan pada waktu pelaksanaan putusan hakim Jurusita dibantu oleh lima orang saksi yang sah, dewasa (berumur 21 tahun ke atas), dan dapat dipercaya oleh Jurusita yaitu WS, SM, HM, AP, dan SN. Menurut penulis, hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Pasal 197 Ayat (6) dan (7) sebagai berikut: “(6). Diwaktu melakukan penyitaan itu ia dibantu oleh dua orang saksi, yang namanya, pekerjaannya dan tempat diamnya disebutkan dalam pemberitaan acara, dan mereka turut menandatangani surat asli pemberitaan acara itu dan salinannya. (7). Saksi itu haruslah penduduk Indonesia, telah cukup umurnya 21 tahun dan terkenal sebagai orang yang dapat dipercaya pada yang melakukan penyitaan itu.” Mengenai jumlah saksi yang berbeda antara sita eksekusi dengan eksekusi itu sendiri didasarkan pada Penetapan Ketua Pengadilan Agama Surakarta. Pada waktu mengeluarkan Penetapan Sita Eksekusi tanggal 12 April 2004, Ketua Pengadilan Agama Surakarta memerintahkan Jurusita untuk meletakkan sita eksekusi pada barang-barang yang menjadi obyek eksekusi dengan dibantu oleh dua orang saksi. Sedangkan pada waktu mengeluarkan Penetapan Eksekusi tanggal 18 Juni 2004, Ketua Pengadilan Agama Surakarta memerintahkan Jurusita untuk melaksanakan
clix
Putusan
Hakim
Pengadilan
Agama
Surakarta
Nomor
85/Pdt.G/1996/PA.Ska. dengan dibantu oleh tiga orang saksi. Walaupun pada waktu pelaksanaannya Jurusita dibantu oleh lima orang saksi, hal ini tidak bertentangan dengan Pasal 197 Ayat (6) HIR dan Penetapan Eksekusi dari Ketua Pengadilan Agama Surakarta. Sita eksekusi dan eksekusi dilaksanakan di dua kelurahan, yaitu Kelurahan Semanggi dan Kelurahan Pasar Kliwon. Jurusita menyatakan pelaksanaan putusan hakim dilakukan di beberapa rumah pada kedua kelurahan tersebut. Karena amar putusan hakim menyebutkan adanya pembagian harta warisan, maka ruangan di rumah-rumah tersebut harus dibagi sesuai dengan bagian masing-masing ahli waris. Oleh karena itu, Jurusita melakukan penggambaran denah tanah dan rumah yang akan dibagi. Setelah itu barulah dilakukan pembagain warisan dengan cara membagi ruangan yang ada sesuai dengan amar putusan hakim.
l.
Pembuatan berita acara eksekusi Setelah pelaksanaan sita eksekusi dan eksekusi selesai, Jurusita menyatakan bahwa
ia
membuat
berita acara pelaksanaan
yang
ditandatangani oleh Jurusita, saksi-saksi, Termohon Eksekusi, Kepala Desa Setempat, dan pihak lain yang berwenang. Menurut penulis hal tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Pasal 197 HIR Ayat (5) dan (6) sebagai berikut: “(5). Panitera itu atau orang yang ditunjukkan sebagai penggantinya membuat berita acara tentang pekerjaannya, dan kepada orang yang disita barangnya itu diberitahukan maksudnya, kalau ia ada hadir. (6). Diwaktu melakukan penyitaan itu ia dibantu oleh dua orang saksi, yang namanya, pekerjaannya dan tempat diamnya disebutkan dalam pemberitaan acara, dan mereka turut menandatangani surat asli pemberitaan acara itu dan salinannya.” Berita acara tersebut kemudian diperbanyak dan masing-masing pihak mendapatkan salinannya. Mengenai pihak-pihak yang menandatangani berita acara tersebut disesuaikan dengan pemberitahuan yang dilakukan clx
sebelum pelaksanaan. Pada sita eksekusi, pihak yang menandatangani adalah Jurusita, dua orang saksi, kepala kelurahan, dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Termohon eksekusi tidak mengikuti pelaksanaan sita hingga selesai sehingga tidak menandatangani berita acara sita eksekusi. Menurut penulis, hal tersebut dapat menjadi masalah di kemudian hari apabila pihak termohon eksekusi menyatakan tidak setuju dengan sita eksekusi yang dilaksanakan. Penandatanganan berita acara merupakan hal yang sangat penting sebagai persetujuan antara berbagai pihak mengenai pelaksanaan sita eksekusi. Apabila termohon eksekusi tidak ikut menandatangani berita acara, dapat dikatakan termohon eksekusi tidak menyetujui sita eksekusi yang dilaksanakan. Menurut penulis, keberadaan tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta sebagai tanda bahwa semua barang-barang yang disita telah dicatat dalam buku besar Kantor Pertanahan Kota Surakarta, sehingga barang-barang tersebut tidak dapat dipindahtangankan. Pada pelaksanaan putusan hakim, pihak-pihak yang menandatangani adalah Jurusita, lima orang saksi, kepala kelurahan, dan Plt. Ketua Pengadilan Agama Surakarta. 4. Hambatan Eksekusi terhadap Harta Warisan dalam Perkara Warisan Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska di Pengadilan Agama Surakarta dan Cara Mengatasinya Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Jurusita Pengadilan Agama Surakarta, Bapak Slameto pada hari Kamis tanggal 13 Agustus 2009 di Pengadilan Agama Surakarta, pada waktu eksekusi ada perlawanan fisik dari termohon eksekusi. Hal ini merupakan kejadian yang wajar dan biasa ditemui dalam pelaksanaan putusan yang dilakukan secara paksa oleh Pengadilan Agama. Berdasarkan keterangan yang didapat, termohon eksekusi tidak dapat menerima keputusan hakim walaupun putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Perlawanan fisik dari termohon eksekusi tersebut dapat teratasi dengan bantuan Aparat Kepolisian
clxi
dari Polsek Pasar Kliwon dan Poltabes Surakarta. Personil yang ditugaskan untuk mengamankan eksekusi putusan hakim tersebut berjumlah kurang lebih 50 personil. Terkait dengan kelancaran pelaksanaan putusan hakim Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska., menurut penulis ada beberapa faktor-faktor yang mendukung eksekusi ini. Faktor-faktor tersebut antara lain: d. Keadaan obyek eksekusi yang tidak berubah. Dalam sebuah sengketa dalam hal ini sengketa waris, ada kemungkinan obyek eksekusi tidak sesuai lagi dengan keadaan pada waktu pihak yang menang mengajukan tuntutannya, baik dari perbedaan keadaan fisiknya maupun batas-batas yang kurang jelas dari obyek eksekusi. Akan tetapi dalam Eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. kemungkinan tersebut tidak terjadi. Hal ini dikarenakan sebelum diadakan eksekusi, Ketua Pengadilan Agama Surakarta telah memerintahkan kepada Jurusita untuk melakukan pemeriksaan obyek eksekusi dan melakukan koordinasi dengan Kepala Desa Setempat. e. Bukti kepemilikan atas obyek eksekusi yang tidak dipindahtangankan. Bukti kepemilikan obyek eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. tidak dipindahtangankan. Obyek eksekusi tersebut adalah: 6) Tanah seluas kurang lebih 1000 m2 berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi (dahulu Jalan Pasar Kliwon Nomor 225), Surakarta, dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial UA;
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223;
Sebelah Selatan
: Jalan Kali Saroko;
Yang terdiri dari dua sertifikat: c) Sertifikat HGB Nomor 264 luas kurang lebih 471 m2 atas nama MAB;
clxii
d) Sertifikat HGB Nomor 265 luas kurang lebih 717 m2 atas nama MAB; 7) Separo dari tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Gang Buntu;
Sebelah Selatan
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223;
8) Separo dari tanah dan rumah yang terletak di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 223 Surakarta, seluas kurang lebih 150 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Jalan Kapten Mulyadi;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial WS;
Sebelah Utara
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 221;
Sebelah Selatan
: Rumah di Jalan Kapten Mulyadi Nomor 225;
Yang keduanya (nomor 2) dan nomor 3)) tersebut terdaftar dalam satu sertifikat HGB Nomor 46, atas nama MUB; 9) Tanah dan bangunan yang terdaftar dalam sertifikat HGB Nomor 88 atas nama MAB yang terletak di Semanggi RT. 04/XV, Pasar Kliwon, Surakarta, luas kurang lebih 397 m2 , serta separo dari tanah dan bangunan yang terdaftar dalam Sertifikat HGB Nomor 89 atas nama MAB di Semanggi RT. 04/XV Pasar Kliwon, Surakarta, luas kurang lebih 419 m2 ; Keduanya adalah tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri diatasnya Eks. Perusahaan Tenun “Terang Bulan” yang terletak di Semanggi RT. 04/XV, Pasar Kliwon, Surakarta luas kurang lebih 800 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HR, Rumah seorang berinisial HS, dan Rumah seorang berinisial JS;
Sebelah Timur
: Jalan Raya Semanggi;
clxiii
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu VII;
Sebelah Selatan
: Jalan Semanggi Gang Serayu VI;
10) Separo tanah berikut bangunan pabrik yang berdiri di atasnya yang terletak di Semanggi RT 06/IV Kelurahan/Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta (Depan SD Kanisius) seluas kurang lebih 800 m2 , dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat
: Rumah seorang berinisial HM dan Yayasan MTA;
Sebelah Timur
: Rumah seorang berinisial D dan Rumah seorang berinisial PAW;
Sebelah Utara
: Jalan Semanggi Gang Serayu V;
Sebelah Selatan
: Jalan Raya Semanggi;
Tanah HM Nomor 201 di Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon, Surakarta, atas nama MAB luas kurang lebih 629 m2 ; Dari uraian di atas, menurut penulis jelas terlihat bahwa sertifikat tanah sebagai bukti kepemilikan masih atas nama Almarhum MAB (pewaris) dan MUB (isteri Pewaris/Ahli Waris). Hal ini sangat membantu Pengadilan Agama Surakarta dalam melaksanakan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Jika bukti kepemilikan atas obyek eksekusi hilang, maka Pemohon Eksekusi dapat mengajukan bukti kepemilikan baru berdasarkan putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Jika bukti kepemilikan obyek eksekusi sudah atas nama Termohon Eksekusi atau pihak ketiga, bukti kepemilikan tersebut dapat diubah berdasarkan putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Apabila bukti kepemilikan obyek eksekusi dijaminkan di bank, maka eksekusi melibatkan bank yang bersangkutan. f. Penempatan obyek eksekusi yang jelas. Seringkali penempatan atau penyimpanan obyek eksekusi tidak layak dan tidak sesuai dengan kehendak Termohon Eksekusi. Hal ini sering terjadi apabila Termohon Eksekusi tidak diberikan waktu untuk menyediakan tempat yang layak sebagai tempat penyimpanan dan penempatan obyek
clxiv
eksekusi. Pada Eksekusi Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. pihak yang diberikan amanat untuk menyimpan dan menjaga barang-barang hasil sitaan dari Termohon Eksekusi adalah HMB dan NMB yang juga Termohon Eksekusi. Hal ini sangat membantu Pengadilan Agama untuk proses selanjutnya di dalam rangkaian pelaksanaan putusan hakim.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti. Ahmad Azhar Basyir. 1999. Hukum Waris Islam. Yogyakarta : Ekonisia Fakultas Ekonomi UII. Amir Syarifudin. 2004. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta : Kencana. Erman Suparman. 2005. Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW. Jakarta : Raditama. H. A. Basiq Djalil. 2006. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. H. B. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Sebelas Maret University Press. H. Roihan A. Rosyid. 2000. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Lexy J. Moloeng. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim. 1988. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia Press. M. Yahya Harahap. 2003. Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan Agama. Jakarta : Sinar Grafika. Otje Salman. 1993. Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris. Bandung : Alumni. R. Soeroso. 2001. Praktik Hukum Acara Perdata : Tata Cara dan Proses Persidangan. Jakarta : Sinar Grafika. Sayyid Sabiq. 1986. Fiqih Sunnah (Edisi Terjemahan oleh Drs. Mudzakir A. S.). Bandung : Alma’arif. Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.
clxv
Subekti. 1989. Hukum Acara Perdata. Bandung : Bina Cipta. Sudikno Mertokusumo. 2002. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta : Liberty. Sutrisno Hadi. 1993. Metode Penelitian Hukum. Surakarta : UNS Press. Taufiq Hamami. 2003. Kedudukan dan Eksistensi Peradilan Agama dalam Sistem Tata Hukum Indonesia. Bandung : PT. Alumni.
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Burgerlijk Wetboek (BW). Herziene Inlandsch Reglement (HIR). Putusan Pengadilan Agama Surakarta Nomor 85/Pdt.G/1996/PA.Ska. http://resources.unpad.ac.id/unpad.content/uploads/publikasi_dosen/hukum-warisindonesia-dalam-perspektif-islam-adat-dan-bw.pdf/, diakses tanggal 1 Mei 2009 pukul 13.30 WIB.
clxvi
clxvii