perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
``KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS BUDAYA JAWA
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : BRESTIARA GANINDYA E. 0005120
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS BUDAYA JAWA
Oleh Brestiara Ganindya E.0005120
Disetujui untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 8 Februari 2011
Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si. NIP. 195602121985031004 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan hukum (Skripsi) KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS BUDAYA JAWA
Oleh Brestiara Ganindya NIM. E 0005120 Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada :
Hari
: Kamis
Tanggal
: 24 Maret 2011
DEWAN PENGUJI
1. Purwono Sungkowo R., S.H.
: .................................................................
Ketua 2. Lego Karjoko, S.H.,M.H.
:..................................................................
Sekretaris 3. Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si.
:...................................................................
Anggota
Mengetahui Dekan, Moh. Jamin, S.H.,M.Hum. NIP. 196109301986011001 commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : Brestiara Ganindya NIM : E0005120
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : Kajian Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta Untuk Bangunan Apartemen Sebagai Upaya Untuk Mewujudkan Penataan Bangunan Kota Berbasis Budaya Jawa adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian
hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
berupa
pencabutan
penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 8 Februari 2011 Yang membuat pernyataan
Brestiara Ganindya NIM. E0005120
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
BRESTIARA GANINDYA. E 0005120, KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS BUDAYA JAWA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2011. Tujuan penelitian ini berfungsi untuk mengetahui persyaratan dan prosedur izin mendirikan bangunan apartemen di Kota Surakarta, selain itu juga bertujuan untuk mengetahui harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai izin mendirikan bangunan apartemen.. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif dengan pendekatan perundang-undangan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diklasifikasikan menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier atau penunjang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari data sekunder. Analisis data yang dipergunakan adalah silogisme deduksi dengan metode intepretasi gramatikal. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian ini diperoleh simpulan bahwa persyaratan dan prosedur penerbitan izin mendirikan bangunan apartemen di Kota Surakarta telah sesuai dengan perundang-undangan yang ada akan tetapi jika ditinjau dari segi sosial-budaya dan kaidah tata ruang, penerbitan izin mendirikan bangunan apartemen kurang sesuai. Prosedur dan persyaratan izin mendirikan bangunan terdapat dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Gedung sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang bangunan pada tingkat daerah. Untuk bangunan khusus seperti bangunan apartemen ada beberapa persyaratan tambahan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun. Selain itu pendirian bangunan apartemen wajib memperhatikan rencana umum tata ruang kota. Setiap peraturan perundangundangan yang mengatur suatu hal tidak boleh bertentangan dengan undangundang lain yang mengatur hal yang sama pula. Dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang izin mendirikan bangunan apartemen telah harmonis, meskipun demikian terdapat beberapa kekurangan pengaturannya di tingkat daerah sehingga kekuatan hukumnya kurang maksimal. Implikasi teoritis penelitian ini adalah memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya dalam menelaah setiap peraturan mengenai izin mendirikan bangunan khususnya bangunan apartemen, selain itu diharapkan dengan penulisan ini pemohon IMB yang akan mengajukan permohonan IMB berpedoman pada peraturan yang berlaku. Kata kunci : izin mendirikan bangunan commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
BRESTIARA GANINDYA. E 0005120, STUDY PUBLISHING BUILDING PERMITS (IMB) BY UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) SURAKARTA CITY GOVERNMENT FOR THE APARTMENT BUILDING AS EFFORTS TO REALIZE `THE CITY BUILDING JAVA-BASED CULTURE. Faculty of Law University of Surakarta Eleven March. Legal Writing (Thesis). 2011 The purpose of this study to observe the requirements and procedures for apartment building permits in Surakarta, but it also aims to determine the harmonization of legislation on apartment building permits. This research is a normative law is prescriptive regulatory approach. The type of data used are secondary data that are classified into primary legal materials, legal materials, secondary and tertiary legal materials or auxiliary. Data collection techniques used in this research is literature study of data collection techniques by studying the secondary data. Analysis of the data that was used is deductive syllogism with grammatical interpretation method. Based on the discussion of the research results obtained the conclusion that the requirements and procedures for the issuance of building permits has an apartment in the city of Surakarta in accordance with existing legislation, but if in terms of socio-cultural and spatial rules, issuance of building permits is less suitable apartment. The procedures and requirements for building permits contained in Perda Surakarta Number. 8 Year 1988 on Building Construction for the implementation of the Law building at the local level. For special buildings such as apartment buildings there are some additional requirements in accordance with Law No. 16 of 1985 on the Flats. In addition, the establishment of an apartment building shall take into account the general plan layout of the city. Any legislation that regulates a thing must not conflict with other laws governing the same thing too. In this case the legislation that regulates the apartment building permits have been harmonious, nevertheless there are some shortcomings so that its settings at the local level less than the maximum legal power. Theoretical implications of this research is to contribute ideas for the development of legal science, especially in reviewing each of the rules set forth in a company, other than that expected by the Company in writing to make a regulation should be based on existing regulations.
Keywords: building permits
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Syukur kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas pertolongan dan kebaikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul “ Kajian Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta Untuk Bangunan Apartemen Sebagai Upaya Untuk Mewujudkan Penataan Bangunan Kota Berbasis Budaya Jawa”.
Penulisan Hukum ini membahas mengenai izin mendirikan bangunan apartemen yang ditelaah berdasarkan aspek hukum, sosial-budaya, dan tata ruang kota. Dalam penulisan hukum ini juga membahas mengenai harmonisasi peraturan prundang-undangan yang mengatur izin mendirikan bangunan apartemen. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing, memotivasi dan mendoakan sehingga penulisan hukum ini dapat selesai, yaitu kepada : 1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Penulisan Hukum (Skripsi) yang telah memberikan bantuan, bimbingan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini. 3. Ibu Dr. Igusti Ayu Ketut R.H., S.H., M.M., selaku ketua Bagian Hukum Administrasi Negara yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum. 4. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, atas bantuan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan. 5. Bapak Alqaf Hudaya, Ibu Netty Isdiyah antaryani, Bapak Purwito, Ibu Sularmi, dan Ratna Nurajayanti yang tak pernah lelah memberikan doa, perhatian, nilai-nilai kehidupan, motivasi dan kasih kepada penulis. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penulisan hukum (Skripsi) ini.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini tidak sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Saya berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.
Surakarta, 8 Februari 2011
Penulis
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .................................................... ....
iii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................
iv
ABSTRAK ............................................................................................................
v
KATA PENGANTAR..........................................................................................
vii
DAFTAR ISI.........................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
xiii
BAB I
PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
B Rumusan Masalah ..........................................................................
4
C Tujuan Penelitian ............................................................................
4
D Manfaat Penelitian..........................................................................
5
E Metode Penelitian ...........................................................................
6
F Sistematika Penulisan Hukum .......................................................
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Kerangka Teori ...............................................................................
12
1. Tinjauan Tentang Izin Mendirikan Bangunan ......................
12
a. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan ............................
12
b. Tujuan dan Fungsi Izin dan Izin Mendirikan Bangunan .
12
2. Tinjauan Umum Tentang Perundang-Undangan .................
16
a. Pengertian Peraturan .........................................................
16
b. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan .......
16
c. Tata Urutan Perundang-undangan ....................................
18
3. Tinjauan Umum Tentang Kaidah Hukum Dan Asas Hukum ..................................................................................... commit to user
ix
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Tinjauan Unit Pelayanan Terpadu..........................................
22
a. Pengertian Unit Pelayanan Terpadu .................................
22
b. Tugas dan kewenangan Unit Pelayanan Terpadu (UPT).
22
c. Pertanggungjawaban Unit Pelayanan Terpadu (UPT) .....
23
5. Tinjauan Tentang Bangunan Rumah Susun atau Apartemen ................................................................................
24
a. Pengertian Bangunan Rumah susun atau Apartemen ......
24
b. Tujuan Pembangunan Rumah Susun ................................
24
c. Syarat Pembangunan Rumah Susun .................................
25
6. Tinjauan Tentang Tata Ruang ................................................
26
a. Pengertian Tata Ruang.......................................................
26
b. Tujuan Penataan Ruang .....................................................
27
c. Pelaksanaan Tata Ruang ....................................................
27
7. Tinjauan Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai Izin Mendirikan Bangunan ....................................................
32
a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 .................................
32
b. Undang-Undang Bangunan Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung...............................................
33
c. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Bangunan Gedung .............................................................
34
d. Peratuan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun .....................................................................
35
e. Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Gedung...............................................
36
f. Perda Kota Surakata Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota ....................................
37
8. Tinjauan Tentang Kebudayaan .............................................
39
a. Pengertian Kebudayaan .....................................................
39
b. Unsur-Unsur Kebudayaan ................................................. to user c. Kebudayaan commit Jawa...............................................................
39
x
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Keraton Surakarta ..............................................................
41
e. Arsitektur bangunan jawa………………………………
42
B Kerangka Pemikiran .......................................................................
43
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A Kajian Penerbitan IMB Bangunan Apartemen Terhadap Kaidah-Kaidah Hukum, Sosial Budaya, dan Kaidah Tata Ruang di Surakarta ...................................................................................
46
1. IMB ditinjau dari Aturan-Aturan Hukum .................................
46
2. IMB ditinjau dari Kaidah-Kaidah Sosial Budaya yang Berlaku Dalam Masyarakat........................................................
60
3. IMB ditinjau dari Kaidah-Kaidah Tata Ruang Kota ...............
70
B Harmonisasi Perundang-Undangan Mengenai Izin Mendirikan Bangunan Apartemen.................................................
90
BAB IV PENUTUP A Simpulan ......................................................................................... 101 B Saran ............................................................................................... 102 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar : Kerangka pemikiran ...........................................................................
commit to user
xii
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
commit to user
xiii
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya, manusia mendiami atau tinggal di atas permukaan tanah untuk bercocok tanam dan mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal bagi dirinya sendiri maupun keluarganya. Akan tetapi sejalan dengan membaiknya tingkat kesehatan pertumbuhan ekonomi negara yang semakin mantap, maka peningkatan laju pertumbuhan penduduk semakin pesat. Dilain pihak, tanah atau lahan yang tersedia relatif terbatas atau tetap. Apalagi pembangunan perumahan secara horisontal menyebabkan semakin sempitnya lahan tanah yang ada. Tidak jarang perebutan lahan tempat bercocok tanam maupun bermukim menimbulkan berbagai sengketa, terutama sekali di kota-kota besar. Maka kemudian orang memikirkan adanya bangunan vertikal dengan sistem satuan baik untuk hunian seperti rumah susun, apartemen, kondominium, dan sistem satuan untuk nonhunian seperti mall, bangunan kantor bertingkat yang bergedung pencakar langit. Diharapkan dengan berdirinya bangunan bertingkat baik hunian maupun nonhunian.dapat memaksimalkan penggunaan lahan tanah menjadi lebih efisien. Apartemen merupakan salah satu bentuk bangunan vertikal. Pengertian apartemen itu sendiri dalam undang-undang sebenarnya adalah rumah susun, dimana yang dimaksud rumah susun adalah : “Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah bersama” (Ayat 1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun). Apartemen
atau
rumah
susun
diharapkan
mampu
mengatasi
commit to user di Surakarta. Para pekerja yang permasalahan hunian di Indonesia termasuk
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
bertempat tinggal di pinggir kota sedangkan pekerjaan mereka berada di pusat kota dapat memanfaatkan bangunan rumah susun untuk tempat tinggal sementara sehingga tidak memakan banyak biaya dan waktu mereka. The effect of distance from the city centre on selling price, tax assessment and gross income is investigated for income property in proximity to the city centre (Christian Janssen : 2001) Akan tetapi dalam pembangunannya, apartemen-apartemen di Surakarta ternyata menuai banyak kontroversi. Beberapa golongan mengaku tidak setuju terhadap pembangunan aprtemen tersebut karena ada beberapa hal yang telah dilanggar mulai dari perizinan, gangguan terhadap lingkungan hidup, sampai pelanggaran niai-nilai kebudayaan masyarakat kota Surakarta yang berbasis budaya jawa. Masyarakatpun mengajukan beberapa keberatan hingga usulan untuk menghentikan proyek pembangunan apartemen yang sedang berjalan. Pembangunan ketiga apartemen di Kota Surakarta menjadi sebuah kontroversi tersendiri, pasalnya baru pertama kali ini didirikan dan masyarakat belum bisa menerima. Perangkat hukum yang ada belum bisa menjadi dasar hukum yang kuat untuk pembangunan apartemen itu sendiri. IMB (Izin Mendirikan Bangunan) merupakan otonomi masing-masing daerah untuk melaksanakannya. IMB dituangkan dalam perda masing-masing daerah. Di kota Surakarta sendiri, dalam pembagunan sebuah bangunan berdasar pada Perda Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Dan Perda Nomor 16 Tahun 1991 Tentang Bangunan Bertingkat.. Untuk bangunan yang mempunyai dampak penting harus memperhatikan rencana umum tata ruang kota yang dituangkan dalam Perda. Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota. Kewenangan mengeluarkan IMB ini merupakan taggung jawab Walikota Surakarta melalui UPT (Unit Pelayanan Terpadu) yang terdapat di kantor balaikota Surakarta. UPT merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah kota surakarta yang berwenang mengurusi segala masalah perizinan, jadi tidak sekedar IMB, seperti misalnya izin penggunaan, izin lokasi, izin usaha commit to user industri, dll.
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemerintah Kota Surakarta yang dirasa sangat mudah memberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan tinggi dan modern di kota Surakarta mendapat tanggapan dari aktivis Dewan Kesenian Surakarta (DKS) dan Forum Penegak Keadilan dan Kebenaran (FPKK). Menurut mereka, pembangunan gedung-gedung tinggi tersebut akan mempertebal rasa kekalahan orang Jawa. Orang Jawa menggunakan Keraton Kasunan sebagai panutan sekarang malah sudah tertutup dengan adanya gedung-gedung tinggi tersebut. Gedung tinggi
yang sedang berada dalam proses pembangunan
adalah Solo Paragon, Solo Center Point dan Kusuma Mulia Tower. Bangunan itu tingginya lebih dari 20 lantai, padahal di Surakarta masih ada Keraton dan juga Mangkunegaran. Jika dilihat dari estetika dan peraturan yang ada ini bisa tidak tepat, FPKK meminta walikota mengkaji ulang IMB tiga apartemen tersebut untuk izin peruntukannya dan ketinggian bangunan (http://assyita.blogspot.com/2009/09/solo-belum-butuh-paragon.html). Dalam pendirian bangunan khususnya apartemen tidak terlepas dari kendala masalah perizinan dan persetujuan dari masyarakat setempat. Perizinan yang dimaksud adalah izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Surakarta yang seharusnya bisa menjadi dasar hukum yang kuat bagi pendirian bangunan apartemen dan memperhatikan nilai-nilai budaya masyarakat kota surakarta yang sudah dipegang teguh sejak lama. Berdasarkan wacana di atas, peneliti membuat penulisan hukum dalam bentuk
skripsi
dengan
judul
:
“KAJIAN
PENERBITAN
IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN
APARTEMEN
MEWUJUDKAN
PENATAAN
SEBAGAI BANGUNAN
BUDAYA JAWA”.
commit to user
UPAYA KOTA
UNTUK BERBASIS
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Rumusan masalah Dalam suatu penelitian sangat diperlukan adanya perumusan masalah untuk mengidentifikasikan persoalan yang akan diteliti dan mengarahkan peneliti sesuai tujuan penelitian. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan apartemen oleh unit pelayanan terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sosial budaya, dan kaidah tata ruang Kota Surakarta? 2. Apakah sudah ada harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan apartemen baik di tingkat pusat maupun daerah? C. Tujuan penelitian Dalam suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif : Tujuan Obyektif merupakan tujuan untuk memperoleh data dalam rangka mengetahui
jawaban permasalahan. Sedangkan tujuan dari
penelitian ini sendiri adalah : a.
Untuk mengetahui apakah penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh unit pelayanan terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta untuk bangunan apartemen sudah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, sosial-budaya, dan kaidah tata ruang di Kota Surakarta. commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Untuk Untuk mengetahui apakah sudah ada harmonisasi perundangundangan tentang penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan apartemen baik di tingkat pusat maupun daerah.
2. Tujuan Subyektif : Tujuan Subyektif merupakan motif subyektif penyusunan penelitian. Tujuan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut : a.
Untuk memperoleh data-data sebagai bahan penulisan hukum guna memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis dalam bidang Hukum
Administrasi
Negara
khususnya
dalam
bidang
Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan apartemen. c.
Untuk meningkatkan pemahaman tentang berbagai teori yang diperoleh penulis selama kuliah. D. Manfaat Penelitian Tiap penelitian harus diyakini kegunaannya bagi pemecahan masalah
yang diselidiki baik untuk diri penulis maupun bagi orang lain. Adapun manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis : a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya bagi pengembangan Hukum Administrasi Negara mengenai penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan apartemen. b. Sebagai bahan masukan untuk pengkajian dan penulisan karya ilmiah dibidang ilmu hukum.
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Manfaat Praktis : a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan serta tambahan pengetahuan mengenai penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan apartemen; b. Sebagai bahan masukan informasi pada instansi terkait dan pihakpihak yang membutuhkan informasi tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan apartemen yang diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk lebih menyempurnakan dalam proses penerbitan (IMB) bangunan apartemen apabila terjadi kesalahan yang merugikan lingkungan sekitar dan masyarakat kota Surakarta yang kental akan budaya jawa; c. Dapat meberikan masukan bagi Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kota Surakarta untuk menata dan megambil kebijaksanaan dalam proses penyelesaian terhadap hambatan hambatan yang timbul dalam penerbitan (IMB) bangunan apartemen yang tidak bertentangan dengan budaya jawa atau hukum adat setempat. E. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 2006:42). Metodologi pada hakikatnya memberikan pedoman tentang cara-cara seseorang
ilmuan
mempelajari,
menganalisis,
dan
memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya. Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Disebut penelitian hukum normatif karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Sedangkan disebut sebagai penelitian kepustakaan disebabkan penelitian dalam penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini adalah Preskriptif dimana memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya merupakan hal yang esensial dari penelitian hukum. Hal ini baik untuk keperluan praktek maupun untuk penulisan akademis, preskripsi yang diberikan menentukan nilai penelitian tersebut, maka langkah terakhir dari suatu penelitian yaitu memberikan preskripsi berupa rekomendasi yang didasarkan pada kesimpulan yang telah diambil. Berpegang pada karakteristik Ilmu Hukum sebagai ilmu terapan, preskripsi yang diberikan di dalam kegiatan penelitian hukum harus dapat atau setidaknya mungkin untuk diterapkan. 3. Pendekatan Penelitian Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dimana dengan pendekatan tersebut peneliti akan mendapat informasi dari berbagai aspek mengenai isu hukum yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pada penelitian ini digunakan pendekatan undang-undang (statute approach), dengan menelaah dengan semua legislasi dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang diteliti. Sehingga dalam metode pendekatan perundang-undangan ini diperlukan pemahaman mengenai hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Jenis Data Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Karena penelitian yang dilakukan penulis termasuk penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, maka data yang dipergunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber pertama, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan sebagainya. 5. Sumber Data Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan data yang bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat antara lain: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia baik sebelum perubahan maupun sesudah perubahan, Undang-Undang Negara Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Walikota. b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer seperti buku-buku, artikel majalah dan koran, hasil-hasil penelitian, pendapat pakar hukum maupun makalahmakalah yang berhubungan dengan topik penulisan ini. c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa dan ilmu hukum yang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
6. Teknik Pengumpulan Data Karena penelitian ini adalah penelitian normatif, maka dalam pengumpulan datanya dilakukan dengan studi kepustakaan atau studi dokumen. Teknik ini merupakan cara pengumpulan data dengan membaca, mempelajari, mengkaji dan menganalisis serta membuat catatan dari peraturan perundan-undangan, buku literatur, dokumen dan hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 7. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan logika deduktif. Menurut Jhony Ibrahim yang mengutip pendapatnya Benard Arief Shiharta, logika deduktif merupakan suatu teknik utuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Jhony Ibrahim, 2006;249). Sedangkan Prof. Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapatnya Philiphus M. Hadjon menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis major (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau Conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2007; 47). Jadi yang dimaksud dengan pengolahan bahan hukum dengan cara deduktif adalah menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang sifatnya umum, selanjutnya menarik kesimpulan dari hal itu yang sifatnya lebih khusus. Dalam penelitian ini data yang diperoleh dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma tersebut dalam mengumpulkan data, kemudian data itu diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan dari data yang telah diolah, sehingga commit to user pada akhirnya dapat diketahui apakah penerbitan Izin Mendirikan
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bangunan (IMB) oleh Unit Pelayanan Terpadu Pemerintah kota Surakarta untuk bangunan apartemen sudah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, sosial budaya, dan kaidah tata ruang Kota Surakarta, serta dapat mengetahui apakah sudah ada harmonisasi peraturan perundang-undangan tentang pendirian bangunan apartemen baik di tingkat pusat maupun daerah. F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh dari penulisan hukum yang disusun, maka penulis menyusun suatu sistematika penulisan hukum sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai pendahuluan dari penelitian ini yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka penelitian hukum.
BAB II
:
TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab II ini, penulis membagi menjadi dua kategori, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori berisi: Tinjauan umum tentang Izin Mendirikan Bangunan, Tinjauan Umum Tentang Legalitas Peraturan Perundangundangan,
Tinjauan Umum Tentang Kaedah Hukum dan
Asas Hukum, Tinjauan Umum Tentang Unit Pelayanan Terpadu
(UPT),
Tinjauan
Umum
Tentang Bangunan
Apartemen, Tinjauan Umum Tentang Tata Ruang, Tinjauan Umum Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai Izin Mendirikan Bangunan, Tinjauan Umum Tentang Kebudayaan. Kerangka pemikiran berisi : kerangka atau landasan yang penulis gunakan dalam penulisan hukum ini.
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
: PEMBAHASAN Dalam bab III ini penulis akan menguraikan tentang penerbitan Izin Mendirikan Bangunan yang diterbitkan oleh Unit Pelayanan Terpadu kota Surakarta untuk bangunan apartemen ditinjau dari peraturan perundang-undangan,m sosial-budaya, tata ruang Kota Surakarta serta meneliti harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai izin mendirikan bangunan apartemen baik di tingkat pusat maupun daerah.
BAB IV :
PENUTUP Dalam bab IV sebagai penutup penulis akan menyajikan kesimpulan berdasarkan analisis data sebagai jawaban permasalahan yang telah dirumuskan serta saran-saran yang dapat peneliti berikan atas permasalahan yang peneliti teliti.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Izin Mendirikan Bangunan a. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan. Hukum perizinan adalah merupakan bagian dari Hukum Administrasi Negara. Adapun yang dimaksud dengan perizinan adalah: melakukan perbuatan atau usaha yang sifatnya sepihak yang berada di bidang Hukum Publik yang berdasarkan wewenang tertentu yang berupa penetapan dari permohonan seseorang maupun Badan Hukum terhadap masalah yang dimohonkan. Izin adalah perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret
berdasarkan
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketetuan peraturan perundang-undangan (Sjachran basah, 1995 : 3). Menurut Prajudi Atmosudirdjo (1981), perizinan merupakan perbuatan hukum yang bersifat administrasi negara yang diberikan oleh pejabat atau instansi pemerintah yang berwenang dan diberikan dalam bentuk suatu penetapan (beschikking). Suatu izin atau persetujuan atas sesuatu yang pada umumnya dilarang. Perizinan ini merupakan penetapan atau keputusan yang bersifat positif (pengabulan daripada permohonan seluruhnya atau sebagian) dan tergolong pada penetapan positif yang memberikan keuntungan kepada suatu instansi, badan, perusahaan, atau perorangan. Perizinan ini timbul dari strategi dan teknik yang dipergunakan oleh Pemerintah untuk menguasai atau mengendalikan berbagai keadaan, yakni dengan melarang tanpa izin tertulis untuk melakukan kegiatan-kegiatan apapun yang hendak diatur atau dikendalikan oleh Pemerintah. . commit to user
12
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Secara umum pengertian bangunan adalah sesuatu yang memakan tempat. Menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan pengertian bangunan adalah bangunanbangunan yang membentuk ruangan tertutup seluruhnya atau sebagian beserta bangunan-bangunan lain yang berhubungan dengan bangunan itu (ayat 6 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan). Sedangkan pengertian mendirikan bangunan sebagaimana yang diatur dalam Perda ini adalah :
pekerjaan mengadakan bangunan
seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali menimbun atau
meratakan
tanah
yang
berhubungan
dengan
pekerjaan
mengadakan bangunan itu. Jadi izin mendirikan bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah
izin mendirikan/ merubah/
merobohkan bengunan yang dikeluarkan oleh walikotamadya kepala daerah (ayat 14 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan). Mengenai pengaturan dari izin mendirikan bangunan diatur oleh Perda setempat dimana bangunan itu akan didirikan. Namun pada dasarnya tidak terlepas dari ketentuan atau undang-undang yang secara garis besar/ umum dan menjadi dasar pembentukan peraturan di Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dimana dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Dari bunyi Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dapat disimpulkan bahwa daerah Indonesia di bagi dalam daerah provinsi. Provinsi dibagi lagi dalam daerah yang lebih kecil, dan setiap daerah tersebut diberi kebebasan untuk mengurus dan menyelenggarakan pemerintahan di daerahnya baik berupa Daerah Otonomi maupun Administratif.
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Tujuan dan Fungsi Izin dan Izin Mendirikan Bangunan Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk pengendalian dari pada aktifitas pemerintah dalam hal-hal tertentu dimana ketentuannya berisi pedoman-pedoman yag harus dilaksanakan oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh penjabat yang berwenang. Selain itu tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu: 1). Dari sisi pemerintah tujuan pemberian izin itu adalah : a). Untuk melaksanakan peraturan apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam prakteknya atau tidak dan sekaligus untuk mngatur ketertiban. b). Sebagai sumber pendapatan daerah karena dengan adanya permintaan permohonan izin maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin banyak pula pendapatan dibidang retribusi tujuan akhirnya yaitu untuk membiayai pembangunan. 2). Dari Sisi Masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah: a). Untuk adanya kepastian hukum; b). Untuk adanya kepastian hak; c). Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas. Bila bangunan yang didirikan telah mempunyai izin akan lebih mudah mendapat fasilitas. Ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah mempunyai fungsi masing-masing. Begitu pula halnya dengan ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu : 1). Sebagai fungsi penertib Fungsi penertib dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempattempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2). Sebagai fungsi pengatur Fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya, sehingga terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain, fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah. Tujuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah untuk melindungi kepentingan baik kepentingan pemerintah maupun kepentingan masyarakat yang dutujukan atas kepentingan hak atas tanah. Sedangkan fungsi dari Izin Mendirikan Bangunan ini dapat dilihat dalam beberapa hal : 1). Segi Teknis Perkotaan Pemberian Izin Mendirikan Bangunan sangat penting artinya bagi Pemerintah Daerah guna mengatur, menetapkan dan merencanakan pembangunan perumahan di wilayahnya sesuai dengan potensial dan prioritas kota yang dituangkan dalam Master Plan Kota. Untuk mendapatkan pola pembangunan kota yang terencana dan terkontrol tersebut, maka untuk pelaksanaan sutau pembangunan di atas wilayah suatu kota diwajibkan memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dengan adanya pengaturan pembangunan perumahan melalui izin ini, maka pemerintah didarah dapat merencanakan pelaksanaan pembangunan berbagai sarana serta unsur kota dengan berbagai instansi yang berkepentingan. Hal ini penting artinya agar wajah perkotaan dapat ditata dengan rapi serta menjamin keterpaduan pelaksanaan pekerjaan pembengunan perkotaan. Penyesuaian pemberian Izin Mendirikan Bangunan dengan Master Plan Kota akan memungkinkan adanya koordinasi antara berbagai departemen teknis dalam melaksanakan pembangunan kota. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2). Segi Kepastian Hukum Izin
Mendirikan
Bangunan
penting artinya sebagai
pengawasan dan pengendalian bagi pemerintah dalam hal pembangunan perumahan. Mendirikan bangunan dapat menjadi acuan atau titik tolak dalam pengaturan perumahan selanjutnya. Bagi masyarakat pentingnya Izin Mendirikan Bangunan ini adalah untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap hak bangunan yang dilakukan sehingga tidak adanya gangguan atau hal-hal yang merugikan pihak lain dan akan memungkinkan untuk mendapatkan keamanan dan ketentraman dalam pelaksanaan usaha atau pekerjaan, selain itu Izin Mendirikan Bangunan tersebut bagi pemilknya dapat berfungsi sebagai : a). Bukti milik bangunan yang sah. b). Kekuatan hukum terhadap tuntutan ganti rugi dalam hal : (1). Terjadinya hak milik untuk keperluan pembangunan yang bersifat untuk kepentingan hukum. (2). Bentuk-bentuk kerugian yang diderita pemilik bangunan lainya yang berasal dari kebijaksanaan dan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah. 2. Tinjauan Umum Tentang Legalitas Peraturan Perundang-undangan. a. Pengertian Peraturan Menurut pasal (1) angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. b. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tentang
Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan,
asas
pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik meliputi: 1). Kejelasan tujuan Yang dimaksud dengan “kejelasan tujuan” berdasarkan penjelasan Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. 2). Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat Berdasarkan penjelasan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan Pembentuk
Peraturan
harus
dibuat
oleh
Perundang-undangan
lembaga/pejabat yang
berwenag.
Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang. 3). Kesesuaian antara jenis dan materi muatan Yang dimaksud dengan asas “kesesuaian antara jenis dan materi muatan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan
yang
tepat
dengan
jenis
Peraturan
Perundang-
undangannya. 4). Dapat dilaksanakan Yang dimaksud dengan asas “dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan
efektifitas
Peraturan
Perundang-undangan
tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis. 5). Kedayagunaan dan kehasilgunaan Yang
dimaksud dengan asas “kedayagunaan dan commit to user setiap Peraturan Perundangkehasilgunaan” adalah bahwa
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara. 6). Kejelasan rumusan Yang dimaksud dengan asas “kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya
jelas
dan
mudah
dimengerti,
sehingga
tidak
menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaannya. 7). Keterbukaan Yang dimaksud dengan asas “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan
masukan
dalam
proses
pembuatan
Peraturan
Perundang-Undangan. c. Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Dalam menilik legalitas dari suatu ketentuan atau peraturan perundang-undangan salah satu teori yang dapat digunakan untuk menganalisis apakah suatu ketentuan perundang-undangan tersebut legal atau tidak adalah teori Stufenbau Des Rechts yang dikemukakan oleh Hans Kelsen. Menurut teori Stufenbau Des Rechts, legalitas suatu peraturan perundang-undangan tersebut, yang artinya teori ini menghendaki adanya tingkatan dalam peraturan perundang-undangan. Hierarki atau tata urutan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan commit toadalah user sebagai berikut : Peraturan Perundang-undangan
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2). Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, yang dimaksud Undang-Undang disini adalah sebagaimana dijelaskan pada Pasal (1) angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yakni Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Sementara Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang sebagaimana diatur dalam Pasal (1) angka 4 UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 adalah Peraturan Perundangundangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa; 3). Peraturan Pemerintah, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal (1) angka 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan Perundang-undangan
yang ditetapkan
oleh
Presiden
untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya; 4). Peraturan Presiden, sebagaimana dirumuskan
dalam Pasal (1)
angka 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan Perundang-undangan yang dibuat Presiden; 5). Peraturan Daerah, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal (1) angka 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah, meliputi : a). Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan Perwakilan Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur; b). Peraturan
Daerah
Kabupaten/Kota
dibuat
oleh
Dewan
Perwakilan Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota; c). Peraturan Desa Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama Kepala Desa atau nama lainnya. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal yang menjadi dasar hierarki tersebut adalah adanya asas yang menyatakan bahwa peraturan yang kedudukannya lebih rendah dari pada suatu kedudukan peraturan lain, tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang memiliki kedudukan di atasnya, di mana Perundang-undangan suatu negara adalah merupakan suatu sistem yang tidak menghendaki, membenarkan atau membiarkan adanya pertentangan di dalamnya. Jika pertentangan
antar peraturan
perundang-undangan itu terjadi, maka peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi akan melumpuhkan peraturan perundang-undangan yamg lebih rendah kedudukannya. Ini merupakan asas yang dikenal dengan adagium yang berbunyi Lex Superior Derograt Legi Inferiori. 3. Tinjauan Umum Tentang Kaedah Hukum dan Asas Hukum Agar suatu peraturan perundang-undangan dapat berlaku efektif, maka secara substansial harus memperhatikan beberapa asas yaitu : a. Undang-undang tidak berlaku surut; artinya suatu hanya boleh diterapkan terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-undang tersebut serta terjadi setelah undang-undang itu dinyatakan berlaku; b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula (Lex Superior Derograt Lex Impriori); c. Undang-undang yang bersifat khusus mengenyampingkan undangundang yang bersifat umum (Lex Specialis Derograt Lex General), apabila pembuatnya sama; artinya terhadap peristiwa-peristiwa khusus wajib diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa tersebut, walaupun bagi peristiwa khusus tersebut dapat pula diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa yang lebih luas ataupun yang lebih umum, yang juga dapat mencakup peristiwa khusus tersebut; d. Undang-undang yang baru baru mengalahkan undang-undang yang lama (Lex Posteriori Derograt Priori); artinya undang-undang lain commit toLex user
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
yang lebih dahulu berlaku dan mengatur hal mengenai suatu hal tertentu, tidak berlaku lagi apabila telah ada undang-undang baru yang berlaku belakangan dan mengatur hal tertentu tersebut, akan tetapi makna dan tujuannya berlainan atau berlawanan dengan undangundang yang lama tersebut; e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat; artinya adalah undangundang hanya dapat dicabut dan atau diubah oleh lembaga yang membuatnya. Di Indonesia, Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan yang salah satunya adalah menguji undang-undang terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi), sedangkan Mahkamah Agung diberikan wewenang untukmenguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundangundangan di bawah undang-undang saja (pasal 31 ayat (1) UndangUndang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung). Kewenangan tersebut memberikan makna bahwa Mahkamah Agung dapat menyatakan bahwa suatu peraturan tertentu di bawah undangundang tidak mempunyai kekuatan hukum (harus ditinjau kembali) karena bertentangan dengan peraturan di atasnya; f. Undang-undang merupakan sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun pribadi melalui pelestarian maupun pembaharuan (inovasi) Agar suatu peraturan perundang-undangan tidak hanya sebagai suatu huruf mati, maka perlu dipenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yaitu : a. Keterbukaan dalam pembuatannya; b. Memberikan hak kepada anggota masyarakat untuk mengajukan usulan-usulan dengan cara mengundang masyarakat yang berminat untuk menghadiri pembicaraan terhadap peraturan tertentu dan commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengundang organisasi tertentu yang terkait untuk memberikan masukan terhadap rancangan undang-undang yang disusun. 4. Tinjauan Umum Tentang Unit Pelayanan Terpadu (UPT) a. Pengertian Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Dalam Pasal (2) Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Pada
Koordinator
Unit
Pelayanan
Terpadu
Kota
Surakarta
Menyebutkan bahwa pengertian UPT adalah unit pelayanan bagi masyarakat yang memerlukan perijinan dan pelayanan dipimpin oleh seorang koordinator (Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Pada Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta). b. Tugas dan kewenangan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Dalam
pelaksanaan
tugasnya
koordinator
menerima
pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari walikota Surakarta. Menurut Pasal 4 Peraturan walikota di atas pengertian sebagian pelimpahan kewenangan adalah meliputi bidang penyelenggaraan pelayanan publik, baik perijinan maupun non perijinan. Sebagian kewenangan walikota yang dilimpahkan kepada UPT antara lain: 1). Pemberian informasi pelayanan publik; 2). Penerimaan dan validasi berkas permohonan; 3). Penelitian atau pemeriksaan lapangan; 4). Penandatanganan pelayanan atau perijinan; 5). Penerimaan dan penyetoran biaya pelayanan publik; 6). Percetakan dokumen pelayanan publik; 7). Penyimpanan arsip elektronik. Dalam Pasal 5 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Jenis perijinan yang diterbitkan oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) meliputi : 1).
commit to user Ijin Mendirikan atau merubah atau merobohkan Bangunan;
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2).
Ijin Penggunaan Bangunan;
3).
Advice Planning;
4).
Ijin Lokasi;
5).
Rekomendasi Lokasi;
6).
Ijin Usaha Perdagangan (IUP);
7).
Ijin Usaha Industri (IUI);
8).
Tanda Daftar Gudang (TDG);
9).
Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
10). Ijin Gangguan; 11). Ijin Pemasangan Reklame. c. Pertanggungjawaban Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pertanggungjawaban Koordinator Unit Pelayanan Terpadu (UPT) adalah bertanggung jawab atas sebagian kewenangan yang dilimpahkan, dimana pelimpahan sebagian kewenangan tersebut disertai dengan dukungan personil, peralatan atau perlengkapan, pembiayaan
dan
dokumentasi.
Pertanggungjawaban
tersebut
disampaikan oleh koordinator Unit Pelayanan Terpadu (UPT) kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah Kota Surakarta. Penarikan kewenangan yang dilimpahkan kepada koordinator Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dapat dilakukan oleh Walikota baik sebagian maupun seluruhnya apabila (Pasal (7) Peraturan Waliota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005) : 1).
Kewenangan yang dilimpahkan tidak dapat dilanjutkan karena Pemerintah Daerah mengubah kebijakan;
2).
Koordinator Unit Pelayanan Terpadu (UPT) mengusulkan untuk ditarik sebagian atau seluruhnya.
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Tinjauan Umum Tentang Bangunan Apartemen a. Pengertian Bangunan Apartemen. Apartemen atau kondominium merupakan istilah yang dikenal dalam sistem hukum Negara Italia. Kondominium terdiri atas dua suku kata yaitu con yang berarti bersama-sama dan dominium yang berarti pemilikan (Arie Sukanti, (a) 1994 :15). Di Negara Inggris dan amerika menggunakan istilah Joint Property sedangkan Negara singapura dan Australia mempergunakan Strata Title. Banyaknya istilah yang dipergunakan kalangan masyarakat Indonesia seperti apartemen, flat, kondominium, rumah susun (rusun) akan semakin membingunkan awam. Sebenarnya kalau dikembalikan kepada undang-undangnya, yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, maka kerancuan
tidaklah
perlu
timbul, karena
istilah
yang
dipergunakan oleh undang-undang tersebut telah jelas dan tegas yakni rumah susun. Adapun definisi rumah susun menurut undang-undang tersebut adalah : “Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan dipergunakan secara terpisa, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama”. b. Tujuan Pembangunan Rumah Susun Tujuan dari pembangunan rumah susun menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun antara lain adalah : 1). Ayat 1 huruf a : Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya; commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2). Ayat 1 huruf b : Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah pekotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang; 3). Ayat 2 : Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat. c. Syarat Pembangunan Rumah Susun Sistem bangunan yang berwujud kondominium berbeda dengan sistem bangunan konvensional (sistem bangunan horizontal). Baik struktur, kelengkapan, prasarana, dan fasilitas, lingkungan maupun komunitas penghuninya. Oleh karenanya dalam rangka pendirian bangunan yang berbentuk kondominium mutlak diperlukan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan pengembang. Adapun tujuan dari persyaratan tersebut adalah untuk menjamin keselamatan, keamanan, ketentraman, dan ketertiban penghunian serta keserasian dengan lingkungan di sekitarnya. Secara garis besar persyaratan-persyaratan dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut : 1).
Persyaratan teknis selalu tertuang dalam rancang bangun yang meliputi : a). Ruang; b). Struktur, komponen, dan bahan bangunan; c). Kelengkapan bangunan kondominium; d). Satuan rumah susun; e). Bagian dan benda bersama; f). Kepadatan dan tata letak bangunan; g). Prasarana dan fasilitas bangunan. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2).
Persyaratan administrasi yang berupa izin antara lain mencakup: a). Ijin lokasi (SP3L dan SIPPT); b). Advice planning; c). IMB (Ijin Mendirikan Bangunan); d). ILH (Ijin Layak Huni); e). Sertifikat tanah. Ketentuan-ketentuan pokok mengenai persyaratan teknis dan
administratif
pendirian rumah susun di atas, dijelaskan lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun pasal 8 sampai dengan pasal 37. 6. Tinjauan Umum Tentang Tata Ruang a. Pengertian Tata Ruang Keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 merupakan UU yang mnengatur mengenai penataan ruang sebagai pembaharuan dari UU Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang. Di dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan secara rinci berbagai konsep mengenai penataan ruang. Adapun dalam tinjauan umum ini hanya beberapa konsep dalam Undang-Udang tersebut yang akan coba dipaparkan tentunya yang berkaitan dengan penelitian. 1). Pasal 1 ayat (1) Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 2). Pasal 1 ayat 2 Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 3). Pasal 1 ayat 5 Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 4). Pasal 1 ayat 6 Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. b. Tujuan penataan ruang Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: 1). Terwujudnya
keharmonisan
antara
lingkungan
alam
dan
lingkungan buatan; 2). Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan 3). Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. c.
Pelaksanaan tata ruang Dalam undang-Undang Tata Ruang Pelaksanaan tata ruang meliputi : 1). Perencanaan tata ruang (pasal 14) a). Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan : commit to user (1). Rencana umum tata ruang; dan
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2). Rencana rinci tata ruang. b). Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara berhierarki terdiri atas: (1). Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; (2). Rencana tata ruang wilayah provinsi; dan (3). Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota. c). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: (1). Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; (2). Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan (3). Rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. d). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. e). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b disusun apabila: (1). Rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau (2). Rencana
umum
tata
ruang
mencakup
wilayah
perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan. f). Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi. g). Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah. commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2). Pemanfaatan Ruang a). Pasal 32 (1). Pemanfaatan
ruang dilakukan
melalui pelaksanaan
program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya. (2). Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi. (3). Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk jabaran dari indikasi program utama yang termuat di dalam rencana tata ruang wilayah. (4). Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. (5). Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif sekitarnya. (6). Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana. b). Pasal 33 (1). Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain. commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2). Dalam rangka pengembangan penatagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca
penatagunaan
sumber
daya
air,
neraca
penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain. (3). Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan umum
memberikan
hak
prioritas
pertama
bagi
Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah. (4). Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas
tanah
jika yang
bersangkutan akan melepaskan haknya. (5). Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. 3). Pengendalian Pemanfaatan Ruang a). Pasal 35 Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. b). Pasal 36 (1). Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang. commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2). Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang. (3). Peraturan zonasi ditetapkan dengan: (a) Peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional; (b) Peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; dan (c) Peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi. c). Pasal 37 (1). Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2). Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3). Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum. (4). Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. (5). Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin. commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(6). Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak. (7). Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. (8). Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah. 7. Tinjauan Umum Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai Izin Mendirikan Bangunan (bangunan bertingkat rumah susun/apartemen) a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pengaturan mengenai izin mendirikan bangunan secara umum terdapat dalam: 1). Pasal 28 D a). Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum; b). Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. 2). Pasal 33 a). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. b). Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan,
berwawasan
lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan commit to user dan kesatuan ekonomi nasional.
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Undang-Undang Bangunan Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung 1). Pasal 7 a). Setiap
bangunan
gedung
harus
memenuhi
persyaratan
administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. b). Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status
kepemilikan
bangunan
gedung, dan izin
mendirikan bangunan. c). Persyaratan
teknis
bangunan
meliputi
persyaratan
tata
bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. 2). Pasal 8 a). Setiap
bangunan
gedung
harus
memenuhi
persyaratan
administratif yang meliputi: (1). Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; (2). Status kepemilikan bangunan gedung; dan (3). Izin mendirikan bangunan gedung; (4). Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b). Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian bangunan gedung. (1). Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan. (2). Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan,
dan
pendataan
bangunan
gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Bangunan Gedung 1). Pasal 14 a). Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki izin mendirikan bangunan gedung (ayat (1)). b). Izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemerintah dearah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah melalui proses permohonan izin mendirikan bangunan gedung (ayat (2)). c). Pemerintah daerah wajib memberikan surat keterangan rencana kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutankepada setiap orang yang akan mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung (ayat (3)). d). Surat
keterangan
rencana
kabupaten/kota
sebagaimana
dimaksud dengan ayat 3 merupakan ketentuan yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan dan berisi (ayat (4)): (1). Fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi bersangkutan. (2). Ketingian maksimum gedung yang diizinkan (3). Jumlah lantai/lapis bangunan gedung dibawah permukaan tanah dan KTB yang diizinkan (4). Garis sempadan dan jarak bebas minimum
bangunan
gedung yang diizinkan. (5). KDB maksimum yang diizinkan. (6). KLB maksimum yang diizinkan. (7). KDH minimum yang diizinkan. (8). KTB maksimum yang diizinkan. (9). Jaringan utilitas kota. e). Rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dan ayat 5 digunakan sebagai dasar penyusunan rencana teknis commit user bangunan gedung (ayatto(6)).
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2). Pasal 15 a). Setiap orang dalam mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) wajib melengkapi dengan : (1). Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda buktiperjanjian
pemanfaatan
tanah
sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11 (2). Data pemilik bangunan gedung (3). Rencana teknis bangunan gedung (4). Hasil analisis
mengenai dampak lingkungan
bagi
bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. b). Untuk proses pemberian perizinan bangunan gedung yang menimbulkan
dampak
penting
terhadap
lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d, harus mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan dengan mempertimbangkan pendapat publik. 3). Pasal 18 ayat (1) Setiap mendirikan bangunan gedung, fungsinya harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL. 4). Pasal 20 ayat (1) Setiap bangunan gedung yang didirikan tidak boleh melebihi ketentuan maksimal kepadatan dan ketinggian yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL. d. Peratuan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun. 1). Pasal 1 ayat (6) Persyaratan administratif adalah persyaratan mengenai perizinan commit to user usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi dan
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau peruntukannya perizinan mendirikan bangunan (IMB), serta izin layak huni yang diatur dengan peraturan perundang-undangan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan. 2). Pasal 30 a). Rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan peruntukannya. b). Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah, dengan melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut (1). sertifikat hak atas tanah; (2). fatwa peruntukan tanah; (3). rencana tapak; (4). gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun; (5). gambar rencana struktur beserta perhitungannya; (6). gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama; (7). gambar
rencana
jaringan
dan
instalasi
beserta
perlengkapannya. 3). Pasal 33 ayat (1) Tata cara permohonan dan pemberian perizinan serta pengesahann sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. e. Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Gedung 1). Pasal 2
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a). setiap
mendirikan/merubah/merobohkan
bangunan
harus
terlebih dahulu mendapatkan IMB dari walikotamadya kepala daerah. b). Pelaksanaan pekerjaan pembangunan harus sesuai dengan imb yang dimohonkan. 2). Pasal 9 a). IMB berisi tentang : (1). nama dan alamat pemegang ; (2). Jenis bangunan yang diizinkan : (3). Peruntukan bangunan yang diizinkan ; (4). Letak persil empat bangunan yang diizinkan ; (5). Jangka
waktu
pekerjaan
mendirikan/
merubah/
merobohkan bangunan yang diizinkan keseluruhan atau bertahap. b). IMB disertai lampiran-lampiran yang ditetapkan dengan keputusan walikotamadya kepala daerah. f. Perda Kota Surakata Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota 1). Pasal 11 ayat (2) Mengembangkan rumah secara vertikal (rumah susun) serta mengembangkan perumahan penduduk kampung untuk tempat tinggal sementara bagi wisatawan, olahragawan, mahasiswa, pendatang musiman (buruh dan pedagang) serta karyawan. 2). Pasal 20 a). Kawasan peruntukan ketinggian bangunan sangat rendah yaitu blok dengan bangunan maksimum 2 (dua) lantai dengan tinggi puncak dibawah 12 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL) maksimum 2 kali angka lantai dasar (ALD) ; b). Kawasan peruntukan ketinggian bangunan rendah yaitu blok commit to user maksimum 4 (empat) lantai dengan bangunan bertingkat
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan tinggi puncak maksimum 24 meter dan minimum 12 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL) maksimum 4 kali angka lantai dasar (ALD) ; c). Kawasan peruntukan ketinggian bangunan sedang yaitu blok dengan bangunan bertingkat maksimum 8 (delapan) lantai dengan tinggi puncak maksimum 40 meter dan minimum 24 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL) maksimum 8 kali angka lantai dasar (ALD) ; d). Kawasan peruntukan ketinggian bangunan tinggi yaitu blok dengan bangunan bertingkat 9 (sembilan) lantai dengan tinggi puncak minimum 40 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL) minimum 9 kali ALD, maksimum 20 lantai dengan tinggi puncak bangunan maksimum 84 meter dari lantai dasar dan ALL maksimum 20 kali angka lantai dasar (ALD) ; 3). Pasal 21 a). Kawasan peruntukan dengan ALD tinggi (lebih dari 75%) diperuntukkan bagi bangunan rendah (maksimum 4 lantai) untuk fungsi pertokoan (termasuk rumah toko) bangunan komersial pinggir jalan di kawasan perdagangan ; b). Kawasan
peruntukan
dengan
ALD sedang (50%-70%)
diperuntukkan bagi bangunan sedang (maksimum 8 lantai) untuk bangunan perkantoran, komersial atau bangunan dengan sistim bangunan tunggal/blok ; c). Kawasan
peruntukan
dengan
ALD rendah
(20%-50%)
diperuntukkan bagi bagi bangunan tinggi (minimum 9 lantai) untuk bangunan perkantoran dan komersial atau bangunan rendah untuk penggunaan industri..
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8. Tinjauan Umum Tentang Kebudayaan a. Pengertian Kebudayaan Pengertian kebudayaan oleh para ahli memiliki pengertian sebagai berikut : 1). Menurut E.B. Tylor (1924:1) : Kebudayaan
adalah
kompleks
yang
mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. 2). Soerjono Soekanto (1990:173) : Kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. b. Unsur-Unsur Kebudayaan Kebudayaan setiap masyarakat atau bangsa terdiri dari unsurunsur yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai suatu kesatuan. Menurut Bronislaw Malinowski ada empat unsur pokok kebudayaan yaitu: 1). Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya; 2). Organisasi ekonomi; 3). Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan, perlu diingat bahwa keluarga kekuatan. 4). Antropolog merupakan pendidikan yang utama; Organisasi C.Kluckhohn dalam sebuah karyanya yang berjudul Universal Catagories of Culture telah menguraikan ulasan para sarjana mengenai tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai Cultural Universals, yaitu: 1). Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi); commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2). Mata pencaharian
hidup
dan
sistem
ekonomi (pertanian,
peternakan, sistem produksi, sistem distribusi); 3). Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan); 4). Bahasa (lisan, maupun tertulis); 5). Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak); 6). Sistem pengetahuan; 7). Religi(sistem kepercayaan). c. Kebudayaan Jawa Indonesia memiliki berbagai macam kebudayaan daerah yang memiliki cirri khas masing-masing. Pulau jawa sendiri memiliki berbagai kebudayaan yang tidak dimiliki daerah lain.
Kehidupan
manusia Jawa sarat dengan simbol. Pertama, mereka berpegang pada cipta (rasio), rasa (perasaan), dan karsa (kehendak) dalam usaha melaksanakan karya (pekerjaan), sehingga mereka tidak tergesa-gesa dalam membuat suatu keputusan. Hal ini terjadi pada perwujudan bentuk dalam menuangkan ide yang dapat menyentuh dan merangsang perasaan terdalam. Pesan dan ajaran falsafah hidupnya menentukan orientasi diri dan sikap hidupnya yang terungkap dalam wujud lambang atau sinamuning samudono. Meskipun ungkapan lambang itu tidak mudah dimengerti, semua karya dipertanggungjawabkan tidak hanya sebatas kenyataan duniawi saja, tapi pada Tuhan Sang Kuasa Mutlak. Kedua, kehidupan manusia Jawa merupakan cermin kerukunan yang saling menghargai dan menghormati sesama, sehingga adanya perbedaan jenjang dimaknainya sebagai adanya perbedaan peran dan tangung jawab. Ketiga, pola bentuk ruang orang Jawa mengikuti pola prilaku commit to user Rumah sebagai ruang hidup kehidupan dan keadaan alamnya.
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
materialnya dianggap sebagai miniatur kosmosnya yang memiliki unsur-unsur batas yang nyata dalam suasananya, mengingat rumah merupakan sebuah bukti kemantapan rumah tangga. d. Keraton Surakarta Keraton Surakarta atau lengkapnya dalam bahasa Jawa disebut Karaton Surakarta Hadiningrat adalah istana Kasunanan Surakarta. Keraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II (Sunan PB II) pada tahun 1744 sebagai pengganti Istana/Keraton Kartasura yang porak-poranda akibat Geger Pecinan 1743. Istana terakhir Kerajaan Mataram didirikan di desa Sala (Solo), sebuah pelabuhan kecil di tepi barat Bengawan (sungai) Beton/Sala. Setelah resmi istana Kerajaan Mataram selesai dibangun, nama desa itu diubah menjadi Surakarta Hadiningrat. Istana ini pula menjadi saksi bisu penyerahan kedaulatan Kerajaan Mataram oleh Sunan PB II kepada VOC di tahun 1749. Semula keraton Surakarta merupakan Lembaga Istana (Imperial House) yang mengurusi raja dan keluarga kerajaan disamping menjadi pusat
pemerintahan
Kesunanan
Surakarta.
Setelah
Kesunanan
Surakarta dinyatakan hapus oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1946, peran keraton Surakarta tidak lebih sebagai Pemangku Adat Jawa khususnya garis/gaya Surakarta. Begitu pula Susuhunan tidak lagi berperan dalam urusan kenegaraan sebagai seorang raja dala artian politik melainkan sebagai Yang Dipertuan Pemangku Tahta Adat, pemimpin informal kebudayaan. Fungsi keraton pun berubah menjadi pelindung dan penjaga identitas budaya Jawa khususnya gaya Surakarta. (Aart van beek 1990:67) Walaupun dengan fungsi yang terbatas pada sektor informal namun keraton Surakarta tetap memiliki kharisma tersendiri di lingkungan masyarakat Jawa khususnya di bekas daerah Kesunanan to user Surakarta. Selain itucommit keraton Surakarta juga memberikan gelar
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebangsawanan kehormatan (honoriscausa) pada mereka yang mempunyai perhatian kepada budaya Jawa khususnya Surakarta disamping mereka yang berhak karena hubungan darah maupun karena posisi mereka sebagai pegawai (abdidalem) keraton. e. Arsitektur Bangunan Tradisional Jawa Yang merupakan bangunan pokok dalam seni bangunan Jawa ada 5 (lima) macam antara lain : §
Panggang-pe yaitu bangunan hanya dengan atap sebelah sisi.
§
Kampung yaitu bangunan dengan atap 2 belah sisi, sebuah bubungan di tengah saja.
§
Limasan yaitu bangunan dengan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya.
§
Joglo atau Tikelan, yaitu bangunan dengan Soko Guru dan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya.
§
Tajug atau Masjid, yaitu bangunan dengan Soko Guru atap 4 belah sisi, tanpa bubungan, jadi meruncing. Pada dasarnya arsitektur tradisonal Jawa – sebagaimana halnya
Bali dan daerah lain adalah arsitektur halaman yang dikelilingi oleh pagar. Yang disebut rumah yang utuh seringkali bukanlah satu bangunan dengan dinding yang pejal melainkan halaman yang berisi sekelompok unit bangunan dengan fungsi yang berbeda-beda. Ruang dalam dan luar saling mengimbas tanpa pembatas yang tegar. Struktur bangunannya merupakan struktur rangka dengan konstruksi kayu, bagaikan payung yang terpancang terbuka. Dinding ruangan sekedar merupakan tirai pembatas, bukan dinding pemikul. Yang sangat menarik pula untuk diungkap adalah struktur tersebut diperlihatkan secara jelas,wajar dan jujur tanpa ada usaha menutupinya. Bahanbahan bangunannya, semua dibiarkan menunjukan watak aslinya. Di samping itu arsitektur Jawa memiliki ketahanan yang cukup handal terhadap gempa (http://www.wahana-budaya-indonesia.com). commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran
Peraturan perundang-undangan izin mendirikan bangunan apartemen 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
1.Persyaratan dan prosedur izin mendirikan bangunan 2.Harmonisasinya
Undang-Undang Bangunan Gedung Undang-Undang Rumah Susun Undang-Undang Penataan Ruang PP Bangunan Gedung PP Rumah Susun PP Penataan Ruang Perda Bangunan Perda Bangunan Bertingkat Perda Tata Ruang
Penerapan 1.Ditinjau dari aspek hukum, sosial-budaya,kaidah tata ruang. 2.Harmonisasi vertikal horisontal
Konklusi 1. Kurang sesuai dari aspek hukum, sosial-budaya dan tata ruang 2. Harmonis tapi beberapa pengaturan ditingkat daerah memerlukan beberapa poin tambahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
Penjelasan Kerangka Pemikiran Sebelum memulai mendirikan bangunan, rumah atau bangunan lainnya sebaiknya memiliki kepastian hukum atas kelayakan, kenyamanan, keamanan sesuai dengan fungsinya. Ternyata, IMB tidak hanya diperlukan untuk mendirikan bangunan baru saja, tetapi juga dibutuhkan untuk membongkar, merenovasi, menambah, mengubah, atau memperbaiki yang mengubah bentuk atau struktur bangunan. Tujuan diperlukannya IMB adalah untuk menjaga ketertiban, keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan itu sendiri terhadap penghuninya maupun lingkunan sekitarnya. IMB di kota Surakarta sendiri dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat dalam hal ini walikota surakarta melalui Unit Pelayanan Terpadu. Dalam mengeluarkan IMB dibutuhkan beberapa persyaratan teknis maupun administratif. Untuk mengetahui penerbitan Izin mendirikan bangunan rumah susun atau apartemen sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang ada. Karena pengaturan persyaratan maupun prosedur mengenai perizinan terdapat dalam beberapa peraturan perundang-undangan maka peneliti menelaah penerbitan izin mendirikan bangunan tersebut yang terdapat dalam beberapa peraturan antara lain Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang rumah susun, Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan, Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota, yang kemudian akan dianalisa dengan penerbitan izin mendirikan bangunan rumah susun/apartemen di Kota Surakarta. Akan tetapi jika dilihat dari segi sosial budaya terdapat beberapa ketentuan yang bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat sebagai kearifan to user lokal yang seharusnya dijunjung commit tinggi agar daerah tersebut tidak kehilangan jati
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dirinya. Izin mendirikan bangunan wajib mempehatikan kaidah dalam tata ruang, akan tetapi IMB bangunan apartemen tidak sepenuhnya sesuai dengan kaidah tata ruang yang menyangkut perencanaan pembangunan dibidang perumahan dan mengenai masalah ketinggian bangunan. Sedangkan untuk menganalisis harmonisasi ketentuan tentang Izin mendirikan Bangunan, maka peneliti akan melakukan harmonisasi antara Peraturan Daerah Peraturan Daerah Kota surakarta pembentuk peraturan IMB dengan peraturan yang berada di atasnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kajian Penerbitan IMB Bangunan Apartemen Terhadap Kaidah-Kaidah Hukum, Sosial Budaya, dan Kaidah Tata Ruang di Surakarta. 1. Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Apartemen Ditinjau dari Aturan-Aturan Hukum. Pada dasarnya hukum merupakan alat untuk mengatur kehidupan manusia, dengan kata lain semua perbuatan manusia diatur oleh hukum. Semua perbuatan manusia perlu diatur untuk menciptakan ketertiban, keamanan, kenyamanan dan keserasian terhadap lingkungan sekitar. Hukum dituangkan kedalam peraturan perundang-undangan baik yang bersifat pidana maupun perdata, tetapi ada pula hukum yang bersifat tidak tertulis yaitu hukum adat. Peraturan perundang-undangan tersebut direalisasikan dengan perintah, larangan, dan sanksi. Dalam hukum administrasi Negara, kita mengenal istilah izin. Izin dalam kamus hukum mempunyai pengertian perkenaan atau izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki (S.J. Fockema Andreae,1951:311) Pembangunan di Kota Surakarta tidak terlepas dari masalah IMB. Semua bangunan yang akan didirikan di kota ini wajib mempunyai IMB terlebih dahulu sebelum didirikan tidak terkecuali bangunan rumah susun/apartemen. Bangunan rumah susun/apartemen merupakan bangunan yang terhitung baru di
Kota Surakarta ini, maka diperlukan pengkajian
commit to user 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
tentang dasar hukumnya agar bangunan ini mempunyai kepastian hukum apabila nantinya terjadi sengketa dikemudian hari termasuk masalah IMBnya. a. Penerbitan IMB dilihat dari Subyeknya 1). Pemohon IMB Pemohon adalah orang atau badan hukum yang mengajukan permohonan IMB kepada pemerintah daerah setempat. a). Orang : Orang yang bisa melakukan perbuatan hukum adalah orang yang tergolong dalam kategori cakap hukum. Sedangkan dalam KUHperdata kategori cakap hukum adalah orang yang sekurangkurangnya berumur 21 tahun atau sudah menikah. b). Badan Hukum : Selain orang, badan hukum juga berhak mengajukan permohonan IMB. Bentuk-bentuk badan hukum antara lain : (1). BUMN (Badan Usaha Milik Negara) atau BUMD (Badan Usaha Milik Daerah); (2). Koperasi; (3). BUMS (Badan Usaha Milik Swasta ). Untuk bangunan rumah susun atau apartemen terdapat pengaturan khusus. Pemohon IMB harus berupa badan hukum seperti dalam ayat (2) Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun yang berbunyi : ” Pembangunan rumah susun dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak dalam bidang itu, serta Swadaya Masyarakat”. 2). Yang Menerbitkan IMB Perbuatan dan penerbitan izin merupakan tindakan hukum pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas. Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut, ketetapan izin menjadi tidak sah. Pada umumnya wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Dalam rangka otonomi daerah, Pemerintah diberi kewenangan untuk mengatur wilayahnya sendiri-sendiri. Hal ini dituangkan dalam ayat (5) Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi : “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Perizinan merupakan salah satu dari pelayanan umum yang merupakan kewenangan pemerintah daerah dalam hal ini Walikota. Kota Surakarta sendiri menerapkan sistem satu pintu untuk masalah perizinan, jadi segala macam perizinan di ajukan ke badan pemerintah yang merupakan kepanjangan tangan dari Walikota dalam hal ini adalah Unit Pelayanan Terpadu (UPT). Pengaturan ini tercantum dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Tentang
Pelimpahan
Sebagian
Kewenangan
Walikota
Pada
Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta yang berbunyi : “UPT adalah unit pelayanan bagi masyarakat yang memerlukan perizinan dan pelayanan dipimpin oleh seorang koordinator”. Sedangkan untuk perizinan yang diatur dalam pasal 3 A Peraturan Walikota Nomor 16 B Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Pada Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta yang berbunyi : Jenis perizinan yang diterbitkan oleh Unit Pelayanan Terpadu meliputi : a).
Ijin Mendirikan atau merubah atau merobohkan Bangunan;
b).
Ijin Penggunaan Bangunan;
c).
Advice Planning;
d).
Ijin Lokasi;
e).
Rekomendasi Lokasi;
f).
Ijin Usaha Perdagangan (IUP);
g).
Ijin Usaha Industri (IUI);
h).
Tanda Daftar Gudang (TDG);
i).
Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
j).
Ijin Gangguan;
k).
Ijin Pemasangan Reklame. Seperti apa yang tercantum dalam Peraturan Walikota Nomor
16 B Tahun 2005 Pasal 3 huruf A sudah jelas bahwa yang berwenang untuk mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan adalah Walikota melalui Unit Pelayanan Terpadu termasuk untuk bangunan apartemen. b. Penerbitan IMB dilihat dari obyeknya Izin Mendirikan Bangunan di perlukan untuk mendirikan bangunan, merubah bangunan, dan merobohkan bagunan.Yang dimaksud bangunan menurut Pasal 1 huruf f Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 adalah ”Bangunan-bangunan yang membentuk ruangan tertutup seluruhnya atau sebagian
beserta bangunan-bangunan
lain
yang
berhubungan dengan bagunan tersebut. Bangunan tersebut merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
bangunan yang berwujud gedung baik bangunan tunggal maupun bertingkat, misal : rumah, toko, kantor, apartemen, dll Sedangkan bangunan yang bukan gedung juga membutuhkan IMB sebelum didirikan dalam Pasal 100 Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan disebutkan antara lain adalah : 1).
Papan reklame;
2).
Jembatan penyebrangan;
3).
Menara telekomunikasi;
4).
Menara air;
5).
Monumen;
6).
Gapura;
7).
Gangunan di atas makam (cungkup);
8).
Yang membutuhkan konstruksi khusus. Jadi dalam hal pendirian sebuah bangunan gedung baru seperti
bangunan rumah susun/apartemen di Kota Surakata ini dibutuhkan IMB terlebih dahulu sebelum bangunan tersebut didirikan. c. Persyaratan dalam pengajuan IMB. Menurut
Sjachran
basah
“Izin
adalah
perbuatan
hukum
administrasi Negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal kontero berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku”. Dalam hal izin tidak mungkin diadakan perjanjian, karena tidak mungkin diadakan suatu persesuaian kehendak antara pemberi izin dan pemohon izin. Permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh Pemerintah, selain itu pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh Pemerintah atau pemberi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin dan tujuan izin. Untuk pendirian sebuah bangunan gedung (termasuk bangunan apartemen), Izin Mendirikan Bangunan sebagai syarat administratif pendirian bangunan gedung telah diatur dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan Gedung. Dalam permohonan pengajuan IMB dibutuhkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemilik gedung. Pengaturan persyaratan tersebut berdasar pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Bangunan Gedung. Dalam Peraturan Pemerintah ini pengaturan persyaratan IMB terdapat pada : 1). Pasal 14 a).
Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki izin mendirikan bangunan gedung.
b).
Izin Mendirikan Bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah Daerah, kecuali bangunan gedung
fungsi khusus
oleh
pemerintah
melalui proses
permohonan izin mendirikan bangunan gedung. c).
Pemerintah Daerah wajib memberikan surat keterangan rencana kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutan kepada setiap orang yang akan mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan gedung
d).
Surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) merupakan ketentuan yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan yang berisi : (1). Fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi yang bersangkutan; (2). Ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan; (3). Jumlah lantai/lapis bangunan gedung dibawah permukaan tanah dan KTB yang diizinkan;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
(4). Garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan; (5). KDB maksimum yang diizinkan; (6). KLB maksimum yang diizinkan; (7). KDH minimum yang diwajibkan; (8). KTB maksimum yang diizinkan dan; (9). Jaringan utilitas kota. e).
Dalam surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) dapat juga dicantumkan ketentuanketentuan khusus yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan.
f).
Surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) digunakan sebagai dasar penyusunan rencana teknis bangunan gedung.
2). Pasal 15 a).
Setiap orang dalam mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib melengkapi dengan: (1). Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah sebagai mana dimaksud dalam pasal 11; (2). Data pemilik bangunan gedung; (3). Rencana teknis bangunan gedung dan; (4). Hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
b).
Untuk proses pemberian perizinan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf d, harus mendapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan dengan mempertimbangkan pendapat publik. Karena masalah IMB merupakan wewenang masing-masing daerah, maka regulasi pengaturan persyaratan persyaratan IMB di Kota Surakarta mengacu pada Perda Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan antara lain terdapat dalam : 1). Pasal 2 a).
Setiap
mendirikan/merubah/merobohkan
bangunan
harus
terlebih dahulu mendapatkan IMB dari walikotamadya kepala daerah. b).
Pelaksanaan pekerjaan pembangunan harus sesuai dengan imb yang dimohonkan.
2). Pasal 9 a).
IMB berisi tentang : (1). Nama dan alamat pemegang ; (2). Jenis bangunan yang diizinkan : (3). Peruntukan bangunan yang diizinkan ; (4). Letak persil empat bangunan yang diizinkan ; (5). Jangka
waktu
pekerjaan
mendirikan/
merubah/
merobohkan bangunan yang diizinkan keseluruhan atau bertahap. b).
IMB disertai lampiran-lampiran
yang ditetapkan
dengan
keputusan Walikotamadya Kepala Daerah. Untuk lampiran-lampiran dalam persyaratan IMB menurut ayat (2) Pasal 9 Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan seharusnya ditetapkan dalam Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah, akan tetapi sampai saat ini Keputusan tersebut tidak pernah keluar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Pemerintah Kota Surakarta hanya mencantumkan persyaratan beserta lampiran-lampiran (terutama bangunan khusus lebih dari 4 lantai) dalam website
:
http://www.surakarta.go.id/news/ijin.mendirikan.bangunan.imb.html yang antara lain berisi : 1).
Fotocopy KTP Pemohon / Penanggung Jawab Perusahaan yang masih berlaku;
2).
Fotocopy Sertifikat;
3).
Fotocopy Pelunasan PBB Terakhir;
4).
Gambar denah bangunan dan bangunan pelengkapnya;
5).
Gambar situasi bangunan;
6).
Gambar tampak dan potongan gambar;
7).
Gambar dan Perhitungan Konstruksi Bangunan Bertingkat dan Konstruksi Baja;
8).
Dokumen UKL / UPL;
9).
Dokumen ANDALALIN Dari DISHUB Kota Surakarta;
10). Dokumen Soundir Tanah (Dari Lembaga yang Kredibel / Konsultan Perencanaan). Akan tetapi persyaratan yang dicantumkan dalam website tersebut kurang mempunyai dasar hukum yang kuat karena tidak ada peraturan yang bersifat teknis (Keputusan Walikota maupun Peraturan Walikota) mengenai penentuan persyaratan IMB dalam website tersebut . Pembangunan apartemen di Kota Surakarta ini ada beberapa persyaratan permohonan IMB yang di ajukan tidak sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan, baik dari Peraturan Pemerintah maupun Perda Kota Surakarta. Pemerintah Kota kurang konsisten dalam menetapkan persyaratan yang telah dibuat sebelumnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Ketidak sesuaian yang pertama adalah mengenai ketinggian dan jumlah lantai maksimal bangunan yang diizinkan. Dalam Pasal 20 PP Nomor 36 Tahun 2005 di sebutkan bahwa ”setiap bangunan gedung yang didirikan tidak boleh melebihi ketentuan maksimal kepadatan dan ketinggian yang di tetapkan dalam RTRW kabupaten/kota,RDTRKP, dan/RTBL”. Pembangunan apartemen-apartemen di Kota Surakarta tingginya lebih dari 20 lantai. Seperti misalnya pada rencana pembangunan apartemen Solo Paragon. IMB yang dimohonkan, bangunan tersebut memiliki ketinggian mencapai 97 meter dan 27 jumlah lantai. Hal ini bertentangan dengan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 diatas karena dalam RTRW Kota Surakarta yang ditetapkan dalam Pasal 20 huruf d Perda Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota di jelaskan bahwa “Kawasan peruntukan ketinggian bangunan tinggi yaitu blok dengan bangunan bertingkat 9 (Sembilan lantai dengan tinggi puncak minimum 40 meter dari lantai dasar dan ALL minimum 9 kali ALD, maksimum 20 lantai dengan tinggi puncak bangunan maksimum 84 meter dari lantai dasar dan ALL maksimum 20 kali ALD”. Kata dengan pada kalimat terakhir merujuk pada dua persyaratan yang harus dipenuhi semuanya yaitu ketinggian bangunan yang didirikan tidak boleh lebih dari 84 meter dan lantai bangunan gedung tidak boleh lebih dari 20 lantai. Ketidaksesuaian yang kedua mengenai ketentuan bahwa untuk proses pemberian perizinan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf d, harus mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
bangunan gedung dan dengan mempertimbangkan pendapat publik (ayat (2) Pasal 15 Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2005). Akan tetapi dalam pembangunannya, bangunan bertingkat yang dibangun seperti pada pembangunan apartemen di Kota Surakarta ini masyarakat tidak pernah diberi kesempatan untuk memberikan masukan maupun pendapat terhadap bangunan yang akan dibangun padahal bangunan tersebut mempunyai dampak penting. Seharusnya dalam perencanaan pembangunan apartemen ini perlu dilakukan sosialisasi oleh pemerintah dan memerlukan masukan dari masyarakat baik dari segi rencana pembangunan sampai dengan masalah yang akan timbul dari dampak pembangunan apartemen ini sehingga dapat didapatkan solusi dalam penanggulangan dampak negatif baik dari segi sosial, budaya, maupun ganguan kingkungan. Seperti apa yang telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 diatas, masyarakat mempunyai peran dalam pendirian sebuah bangunan yang antara lain: 1).
Pemantauan dan penjagaan ketertiban;
2).
Pemberian masukan terhadap penyusunan dan/atau penyempurnaan peraturan,pedoman, dan standar teknis;
3).
Penyampaian pendapat dan pertimbangan;
4).
Pelaksanaan gugatan perwakilan. Ketiga dalam Perda bangunan, Perda Tata Ruang Kota, dan Perda
Bangunan Bertingkat belum ada peraturan yang mengatur lebih rinci tentang persyaratan batas kepemilikan bangunan rumah susun. Sehingga regulasi ditingkat daerah belum ada aturan yang jelas mengenai pembagian batasan vertikal horisontal kepemilikan satuan rumah susun dan mana yang merupakan benda bersama, padahal dalam pengajuan penerbitan IMB harus digambarkan secara jelas mengenai hal tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Jadi dalam hal persyaratan penerbitan IMB bangunan apartemen atau rumah susun di Kota Surakarta ada beberapa hal yang kurang sesuai dengan regulasi yang ada. Yang pertama tentang batasan ketinggian bangunan yang diperbolehkan yang kedua merupakan peran masyarakat yang seharusnya wajib dilibatkan dalam penerbitan IMB untuk bangunan yang mempunyai dampak khusus bagi lingkungan dan yang ketiga rencana tentang pembagian batasan vertikal horisontal kepemilikan satuan rumah susun secara individu serta benda bersama yang bisa digunakan oleh seluruh penghuni satuan rumah susun. d. Hak yang diperoleh pemilik bangunan setelah keluarnya IMB. Perizinan merupakan produk dari tindakan administrasi negara. Dengan diperolehnya izin berarti menimbulkan hak baru bagi pemiliknya. Dalam hal izin mendirikan bangunan , pemilik bisa menikmati hak untuk: 1) Mendirikan bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan dalam IMB; 2) Mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan pembangunan, sehingga tidak ada gangguan dari pihak lain yang dapat menghambat proses pembangunan; 3) Mendapatkan ganti rugi dari pemerintah jika terjadi perubahan RTRW yang mengakibatkan perubahan peruntukan lokasi sehingga fungsi bangunan gedung harus disesuaikan dengan peruntukan yang baru; 4) Mendapatkan pelayanan utilitas kota (saluran air bersih, listrik, saluran pembuangan,jalur transportasi umum). e. Sanksi Pada dasarnya dalam mengajukan permohonan IMB wajib memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
pemohon IMB, maka pemerintah daerah berwenang memberikan sanksi seperti yang tertuang dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang bangunan yang antara lain adalah : 1). Pasal 145 Pelanggaran terhadap pasal 2 peraturan daerah ini dikenakan sanksi : a).
Penghentian pekerjaan pembangunan;
b).
Pembongkaran bangunan;
c).
Pencabutan imb;
2). Pasal 146 a).
Walikotamadya kepala daerah
berwenang memerintahkan
penghentian segera pekerjaan mendirikan/merubah/merobohkan bangunan yang bertentangan dengan IMB yang bersangkutan (ayat (1)). b).
Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah diterimanya perintah penghentian segera tersebut pada ayat 1 pasal ini, pemilik/penanggung
jawab
bangunan
diwajibkan
untuk
memenuhi kekurangan persyaratan (ayat (2)). c).
Setelah lewat jangka waktu tersebut ayat (2) pasal ini pemilik / penanggung jawab bangunan tidak memenuhi kekurangan persyaratan maka walikotamadya kepala daerah menetapkan penghentian pelaksanaan sebagaimana tersebut ayat (1) pasal ini (ayat (3)).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
3). Pasal 147 a).
Walikotamadya Kepala Daerah dapat memerintahkan kepada pemilik untuk membongkar setiap bangunan yang didirikan atau dirubah yang tidak berdasarkan IMB (ayat (1)).
b).
Bila selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sesudah perintah pembongkaran tersebut pada ayat (1) pasal ini disampaikan, pemilik
bangunan
tidak
mematuhi
perintah
tersebut,
pembongkaran dapat dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk atas biaya dan resiko pemilik bangunan (ayat (2)). 4). Pasal 148 IMB dapat dicabut apabila : a).
Persyaratan yang menjadi dasar diberikannya IMB terbukti tidak benar;
b).
Pelaksanaan pekerjaan mendirikan atau merubah bangunan menyimpang dari rencana yang disahkan dalam IMB;
c).
Setelah 6 (enam) bulan diberikannya IMB pelaksanaan pekerjaan belum dimulai;
d).
Setelah pelaksanaan pekerjaan dimulai kemudian dihentikan berturut-turut selama 12 (dua belas) bulan.
5). Pasal 149 Dengan tidak mengurangi berlakunya pasal 145 sampai dengan pasal 148 (ayat (1)) : a).
Barang siapa mendirikan/merubah/merobohkan bangunan tanpa izin, atau izin nya telah dicabut, dapat dipidana dengan hukuman
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) ; b).
Barang siapa tidak mentaati perintah penghentian segera tersebut pada pasal 146 peraturan daerah ini dapat dipidana dengan hukuman kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).
2. Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Apartemen Ditinjau dari KaidahKaidah Sosial Budaya yang Berlaku Dalam Masyarakat. Salah satu
Tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya
kesejahteraan masyarakat. Dalam pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia diatur hal tersebut pada alenia ke 4 yang berbunyi :”Melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia.” Dalam mewujudkan tujuan negara, khususnya untuk terciptanya suatu kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, berarti harus dapat melaksanakan pembangunan dengan mengarahkan kepada substansi yang akan dituju secara terpadu dan berdasarkan suatu perencanaan yang cermat. Selain itu juga dalam melaksanakan suatu perencanaan harus tetap berada pada kerangka peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mengedepankan keserasian diantara daerah dan tetap berada pada kerangka negara kesatuan republik indonesia. Untuk mengendalikan setiap kegiatan atau perilaku orang atau badan yang sifatnya prefentif adalah melalui izin. Salah satu jenis izin adalah Izin Mendirikan Bangunan. Izin tersebut digunakan untuk mengatur pendirian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
bangunan agar sesuai dengan rencana pembangunan kota yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Izin mendirikan bangunan mempunyai pengaruh besar bagi faktor sosial-budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
Izin mendirikan bangunan merupakan salah satu usaha
pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerataan pembangunan di setiap daerah. Salah satu program pemerintah dalam adalah pengembangan rumah susun yang bertujuan untuk peremajaan terhadap pemukiman kumuh. Seperti yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri no.4/SE/M/1/1993 tanggal 7 Januari 1993 kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 dan Bupati atau Walikotamadya Daerah Tingkat II untuk melaksanakan pedoman umum pelayanan terpadu perumahan dan pemukiman kumuh antara lain dilakukan melalui upaya peremajaan dan pembangunan rumah susun (rusun). Garis-garis besar
haluan
negara
yang
tertuang
di
dalam
ketetapan
Majelis
Permusyawaratan rakyat (MPR) tahun 1993 telah memberikan suatu landasan yuridis dan arahan dalam pembangunan rumah susun sebagai berikut : ”Pembangunan perumahan dan pemukiman diarahkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan keluarga dan masyarakat serta menciptakan suasana kerukunan hidup keluarga dan kesetiakawanan sosial masyarakat dalam rangka membentuk lingkungan serta persemaian nilai budaya bangsa dan pembinaan
watak
anggota
keluarga.
Pembangunan
perumahan
dan
pemukiman, baik pembangunan perumahan baru maupun pemugaran perumahan di pedesaan dan di perkotaan, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal, baik dalam jumlah maupun kualitasnya dalam lingkungan yang sehat serta kebutuhan akan suasana kehidupan yang memberikan rasa aman, damai tentram dan sejahtera. Pembangunan perumahan dan pemukiman perlu lebih di tingkatkan dan diperluas hingga dapat makin merata dan menjangkau masyarakat yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
berpenghasilan rendah dengan senantiasa memperhatikan rencana tata ruang dan keterkaitan serta keterpaduan dengan lingkungan sosial di sekitarnya”. Dari hal tersebut di atas penulis mencatat 2 hal penting a. Rumah susun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal baik dalam jumlah maupun kualitasnya dalam lingkungan yang sehat b. Pembangunan rumah susun perlu di tingkatkan agar merata dan terjangkau untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Selanjutnya kita lihat konsep pembangunan ketiga apartemen di Kota Surakarta yang super mewah dan dengan fasilitas yang sangat istimewa. Jika kita tinjau dari peraturan perundang-undangan tentang rumah susun Sebenarnya pembangunan apartemen merupakan realisasi dari tujuan pembangunan rumah susun yaitu untuk menyediakan kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal yang bersih dan sehat. Pembangunan apartemen ini diharapkan dapat mengurangi kepadatan penduduk di daerah sekitar bantaran sungai yang kumuh dan tempat-tempat lain yang lingkungannya kurang sehat dan kurang pantas untuk di jadikan tempat tinggal. Sehingga di harapkan bagi masyarakat yang masih tinggal di daerah tersebut dapat berpindah ke bangunan rumah susun/apartemen yang dibangun supaya kualitas kehidupan mereka lebih layak baik dalam hal kebersihan dan kesehatan. Selain itu pembangunan apartemen juga diharapkan dapat mengurangi resiko bencana banjir karena kita tahu bahwa pendirian tempat tinggal di sekitar bantaran sungai menyebabkan tingginya resiko bencana banjir bila musim penghujan tiba. Selanjutnya kita tinjau dari peraturan perundang-undangan tentang tata ruang kota, pembangunan rumah susun atau apartemen mempunyai fungsi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
meningkatkan efektifitas penggunaan lahan. Semakin banyak kebutuhan masyarakat akan hunian padahal lahan yang tersedia relatif tetap mebuat nilai lahan menjadi sangat mahal dari tahun ke tahun. Selain itu dengan semakin banyaknya pendirian bangunan baik untuk hunian maupun non hunian akan mengurangi tersedianya lahan produktif seperti sawah dan perkebunan. Bayangkan saja bila semua lahan produktif di negara kita sudah habis karena pembangunan yang tidak terkendali. Rumah susun atau apartemen merupakan jawaban dari permasalahan tersebut. Pembangunan rumah susun atau apartemen dapat meningkatkan efektifitas lahan yang tersedia. Dengan pembangunan rumah susun/apartemen, kebutuhan masyarakat akan tempat tingal dapat terpenuhi tanpa memakan lahan yang luas. Apartemen ini dapat memperlambat eksploitasi lahan produktif yang ada sehingga keseimbangan ekosistem tetap tejaga. Hal ini sejalan dengan tujuan penataan ruang yang tercantum pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang berbunyi : Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, yang berkelanjutan yang berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional dengan: a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia dan; c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dasmpak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Sesuai dengan tujuan dari peraturan perundangan tata ruang di atas, maka pembangunan rumah susun atau apartemen diharapkan mempunyai fungsi sosial antara lain :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
a. Menyediakan kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal yang layak, bersih dan sehat dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah; b. Mengurangi kepadatan penduduk di daerah bantaran sungai agar dapat meminimalisir bencana banjir di musim penghujan; c. Memaksimalkan penggunaan lahan terutama sebagai fungsi hunian sehingga terjadi keseimbangan antara ekosistem alam dan buatan. Akan tetapi apa yang telah direncanakan dalam konsep tidak sepenuhnya sesuai dengan kenyataan dengan apa yang terjadi di lapangan. Seperti di Kota Surakarta, rumah susun atau apartemen yang dibangun kurang sesuai dengan fungsi sosial yang ada dalam konsep pembangunan rumah susun atau apartemen menurut peraturan perundang undangan yang berlaku. Rumah susun atau apartemen yang didirikan di Kota Surakarta tergolong apartemen kelas menengah keatas. Rata-rata harga setiap unit apartemen paling murah 300 juta rupiah. Sungguh harga yang sama sekali tidak mungkin terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah yang tinggal di daerah sekitar bantaran sungai. Pembangunan apartemen di kota ini dapat dikatakan hanya berorientasi pada uang, maksudnya adalah pendirian apartemen ini menjadi lahan bagi orang-orang kaya untuk menambah kekayaan mereka dengan berinvestasi pada bisnis properti ini. Sehingga walaupun
apartemen-apartemen
ini
didirikan,
masyarakat
yang
berpenghasilan rendah yang tinggal di daerah bantaran sungai tidak akan bisa menikmati hasil dari pembangunan apartemen tersebut. Masyarakat yang tergolong miskin akan tetap hidup di bantaran sungai bahkan bertanbah dari tahun ke tahun sehingga resiko bencana banjir tidak bisa diminimalisir bahkan lebih parah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Izin mendirikan bangunan sebagai syarat mutlak pendirian bangunan diharapkan mampu mengatasi permasalahan di atas. Izin mendirikan bangunan yang akan diterbitkan baiknya di kaji terlebih dahulu tentang dampak sosial yang dapat timbul akibat pekerjaan mendirikan bangunan. Seperti pada pembangunan rumah susun misalnya. Pemerintah kota surakarta adalah yang paling berwenang dalam menentukan IMB yang diajukan pemohon layak atau tidak untuk diterbitkan. Dalam pertimbangannya pemerintah wajib memperhatikan fungsi sosial dalam pembangunan rumah susun. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal yang bersih, sehat,
dan
dengan
berpenghasilan
harga
rendah
yang
harusnya
dapat dijangkau mendapat
oleh
prioritas
masyarakat
utama
dalam
pembangunan rumah susun yang akan dibangun. Dengan kata lain masyarakat lebih membutuhkan rumah susun dengan konsep sederhana yang harganya lebih terjangkau akan tetapi tanpa meninggalkan lingkungan yang bersih dan sehat daripada apartemen dengan konsep yang mewah yang harganya tidak bisa di jangkau masyarakat. Kota Surakarta terkenal dengan budayanya. Kota ini sedang gencargencarnya menarik wisatawan asing dengan berbagai promosi kebudayaan seperti dengan melakukan beberapa even kebudayaan, dan memperbaiki wajah kota sehingga dapat memunculkan ciri khas Kota Surakarta sebagai Kota Budaya. Perbaikan wajah kota tersebut dilakukan antara lain dengan membuat taman-taman kota, merelokasi pedagang kaki lima yang sebelumnya semrawut menjadi lebih rapi, memperbaiki dan memfungsikan kembali tempat tempat bersejarah di Kota Surakarta termasuk tempat-tempat yang bernilai budaya. Akan tetapi pembangunan gedung-gedung bertingkat pun didirikan tidak kalah gencarnya dengan pemerintah kota yang sedang giat mengikrarkan diri bahwa Kota Surakarta adalah Kota Budaya. Beberapa masyarakat yang masih memegang teguh kebuyaan, merasa sedikit kecewa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
dengan sikap pemerintah tersebut. Pembangunan gedung gedung bertingkat tersebut perlahan-lahan dianggap dapat menghapus nilai-nilai kebudayaan. Kota Surakarta akan menjadi kota moderen yang individualis. Nilai-nilai sejarah akan budaya lama-kelamaan terhapus dengan pengaruh budaya asing yang masuk. Seperti pada pembangunan apartemen misalnya. Pembangunan gedung bertingkat ini dipenuhi dengan fasilitas-fasilitas moderen yang diadopsi dari negara barat. Sistem hunian ini mengakibatkan diantara para penghuninya tidak lagi menjalin kegotong-royongan. Seperti misalnya tidak akan ada yang namanya rapat RT, tidak akan ada kerja bakti, bahkan para penghuninya tidak akan saling mengenal. Padahal di jawa menganut sistem kekerabatan geminsekap atau dalam bahasa jawa disebut guyub yang berarti mesyarakat memegang teguh prinsip gotong royong dan tolong menolong. Mereka tehubung seperti keluarga sendiri. Many Asian cultures have distinct conceptions of individuality that insist on the fundamental relatedness of individuals to each other. The emphasis is
on
attending to others, fitting in,
and
harmonious
interdependence with them. (Markus, Hazel R :1991) Selanjutnya pembangunan gedung bertingkat ini juga dapat berpotensi menghilangkan ciri khas Kota Surakarta yang memiliki banyak tempat-tempat bernilai sejarah dan budaya. Masyarakat dan para wisatawan akan lebih memilih berkunjung ke tempat-tempat moderen yang menjadi bagian dari bangunan apartemen tersebut. Keraton dan tempat-tempat bersejarah lain akan sepi pengunjung, bahkan tidak menutup kemungkinan akan dirubah dengan gedung bertingkat yang lebih memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah. Suatu ketika kita tidak akan lagi terkejut melihat upacara adat maupun event-event budaya lain diadakan di pusat perbelanjaan jika pemerintah tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
membatasi pendirian gedung-gedung bertingkat moderen di kota ini. Sebenarmya pendirian bangunan bertingkat tidak bertentangan dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya. Karena larangan yang diatur dalam Undang-Undang ini antara lain: a. Setiap orang dilarang merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya. b. Tanpa izin dari Pemerintah setiap orang dilarang : 1). Membawa benda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia; 2). Memindahkan benda cagar budaya dari daerah satu ke daerah lainnya; 3). Mengambil atau memindahkan benda cagar budaya baik sebagian maupun seluruhnya, kecuali dalam keadaan darurat; 4). Mengubah bentuk dan atau warna serta memugar benda cagar budaya; 5). Memisahkan benda cagar budaya dari kesatuannya; 6). Memperdagangkan atau memperjualbelikan atau memperniagakan benda cagar budaya. Perusakan misalnya dengan melakukan kegiatan yang dapat merusak cagar budaya baik sengaja maupun tidak, pendirian bangunan baru diatas lokasi cagar budaya sehingga dapat menghilangkan bangunan lama. Sedangkan yang dimaksud pengeksploitasian seperti misalnya menjual bendabenda warisan budaya secara illegal, pencurian terhadap benda-benda budaya, menggunakan benda-denda budaya yang dilindungi tanpa izin. Masyarakat Kota Surakarta mmpunyai banyak kepercayaan yang masih dipegang teguh sampai saat ini. Kepercayaan ini merupakan sebuah bentuk kearifan lokal. Kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (Ridwan, 2007). Kearifan (wisdom) secara etimologi berarti kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya untuk menyikapi sesuatu kejadian, obyek atau situasi. Sedangkan lokal, menunjukkan ruang interaksi dimana peristiwa atau situasi tersebut terjadi. Dengan demikian, kearifan lokal secara substansial merupakan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari. Oleh karena itu, kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz, 2007). Salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Surakarta adalah kepercayaan terhadap Keraton Surakarta yang dianggap sebagai panutan bagi masyarakat Kota Surakarta. Dalam keraton mempunyai nilai-nilai sakral yang dianggap akan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, tidak ada sanksi bagi seseorang yang tidak mematuhinya akan tetapi jika dilanggar masyarakat mempercayai akan membawa bencana bagi mereka yang melanggarnya. Salah satu nilai tersebut adalah tentang bangunan. Di Keraton Surakarta terdapat bangunan yang bernama Sangga Buwono. Bangunan ini merupakan bangunan tertinggi di Kota Surakarta pada zamannya sehingga bangunan ini dianggap sebagai kepala dari Keraton Surakarta. Tidak ada bangunan lain yang boleh melebihi ketinggian dari bangunan ini. Masyarakat meyakini kalau ada bangunan yang melebihi bangunan ini akan mendapatkan malapetaka. Zaman sudah berubah, nilai-nilai tersebut sudah berubah. Bangunanbangunan pencakar langit sudah tidak lagi memperhatikan nilai budaya yang dianut oleh masyarakat. Sebenarnya pemerintah sudah mengakomodir 2 kepentingan yang berbeda antara kebudayaan dan kemajuan zaman ke dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
sebuah peraturan daerah. Misalnya untuk ketinggian bangunan, pemerintah sudah menetapkan tentang batas ketinggian maksimal terhadap pendirian bangunan bertingkat. Pembatasan tersebut dilakukan untuk menghormati nilai kebudayaan masyarakat tentang kepercayaan mereka terhadap bangunan Sangga Buwono di atas, dan pembatasan tersebut tetap memberikan toleransi kepada para pengusaha untuk dapat mendirikan bangunan karena tidak mungkin jika bengunan yang didirikan tidak boleh melebihi bangunan Sangga buwono karena ketinggian bangunan keraton ini hanya 36 meter. Peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah kota diatas tampaknya tidak begitu memuaskan
kalangan
pengusaha.
Pada
kenyataannya,
pembangunan
apartemen di Kota Surakarta ketinggiannya melebihi apa yang diatur sebelumnya. IMB yang diajukan oleh pemohon begitu saja di setujui oleh pemerintah kota. Pemerintah tidak begitu kuat menjaga identitas kota surakarta sebagai kota budaya. Di kota lain seperti di Bali misalnya, pemerintah mati-matian mempertahankan identitas mereka sebagai kota budaya. Pemerintah bali memberikan harga mati terhadap batasan ketinggian bangunan yang boleh didirikan yaitu setinggi pohon kelapa atau maksimal 15 meter.hal ini tertuang dalam Perda Provinsi Bali No.3 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang pasal 30 ayat 1 huruf e poin 2 yang menyatakan bahwa ketingian maksimum bangunan di bali adalah 15 meter (atau sering dikatakan setinggi pohon kelapa). Perhitungan 15 meter tersebut bukanlah ujung atap tetapi ring balok struktur teratas. Hal ini dilakukan karena pemerintah kota di sana dengan memasukkan ajaran Tri Hita Karana (ajaran dalam agama hindu) sebagai
landasan
ideologi
dalam
perda
tata
ruang
di
atas.
(http://www.antaranews.com). Berbeda dengan Kota Surakarta yang sudah membuat rencana untuk menambah ketinggian bangunan bertingkat pada peraturan daerah yang akan datang diperkirakan batasan ketinggian yang diperbolehkan mencapai 30
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
lantai yang sebelumnya hanya 20 lantai. Pembangunan gedung setinggi ini akan semakin menutup wajah Kota Surakarta sebagai kota yang berbasis budaya jawa. Penekanan yang harus dilakukan terhadap pelestarian kearifan lokal yaitu dengan menjadikan norma adat dan tradisi budaya sebagai muatan dalam peraturan perundang-undangan (Ir. Imam S. Ernawi, MCM., MSc :2010). 3. Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Apartemen Ditinjau dari KaidahKaidah Tata Ruang Kota a. Kajian Terhadap Konsep Tata Ruang Wilayah Negara Indonesia terdiri dari wilayah nasional sebagai satu kesatuan wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/kota yang masingmasing merupakan sub-sistem ruang menurut batasan administrasi. Dapat digambarkan bahwa di dalam sub-sistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dengan sumber daya buatan, dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda. Secara makro, kegiatan pembangunan ekonomi meliputi berbagai aktivitas pembangunan mulai dari pembangunan sektor perumahan, industri, transportasi, perdagangan dan lain-lain. Aktivitas pembangunan tersebut tentu saja memerlukan lahan dan ruang sebagai tempat untuk menampung kegiatan dimaksud. Ini berarti berhubungan erat dengan masalah lingkungan tempat aktivitas pembangunan tersebut berlangsung. Penggunaan lahan oleh setiap aktivitas pembangunan sedikitnya akan mengubah rona lingkungan awal menjadi rona lingkungan baru, sehingga terjadi perubahan kesinambungan lingkungan, yang kalau tidak dilakukan penggarapan secara cermat dan bijaksana, akan terjadi kemerosotan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
kualitas lingkungan, merusak dan bahkan memusnahkan kehidupan habitat tertentu dalam ekosistem bersangkutan. Melihat kondisi diatas pembangunan di Indonesia khususnya di beberapa wilayah perkotaan tertentu, harus memiliki suatu perencanaan atau konsep tata ruang yang dulu sering disebut dengan master plan, dimana konsep tersebut sebagai arahan dan pedoman dalam melaksanakan pembangunan, sehingga pemanfaatan sumber daya yang terdapat di masing-masing wilayah perkotaan dapat digunakan secara maksimal dan masalah-masalah yang akan timbul yang diakibatkan dari hasil pembangunan akan dapat diminimalisir. Pembangunan di Kota Surakarta mengalami perkembangan yang begitu cepat dari tahun ke tahun, hal ini sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi. Untuk itu perlu adanya pengaturan, pengarahan, serta pengendalian atas perkembangan kota surakarta yang begitu pesat. Melalui Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota diharapkan mampu dicapai tujuan seperti pada pasal 5 dalam peraturan daerah ini yaitu : RUTRK Surakarta bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan warga kota yang sejahtera dan keadaan kota yang aman, bersih, sehat, rapi, indah serta berwawasan jatidiri dan lingkungan melalui : 1).
Perwujudan pemanfaatan ruang kota yang serasi, seimbang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung lahan maupun pertumbuhan dan perkembangan kota antara pertunbuhan fisik secara horizontal dan vertical sector ekonomi dan social-budaya serta sector tradisional dan modern;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
2).
Perwujudan pemanfaatan ruang kota yang sejalan dengan tujuan serta kebijaksanaan Pembangunan nasional dan pembangunan provinsi jawa tengah. Apartemen atau yang juga disebut rumah susun adalah salah satu
implementasi dari pelaksanaan kegiatan penataan ruang di Surakarta khususnya dibidang sektor perumahan. Seperti dalam Pasal 11 Perda Kota Surakarta tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Surakarta pada rencana pengembangan pembangunan strategis pembentuk tata ruang kota pada sektor perumahan antara lain: 1).
Meningkatkan perkembangan penyediaan rumah serta memberi perhatian pada perbaikan perumahan kumuh dan perumahan golongan ekonomi lemah;
2).
Mengembangkan rumah secara vertical (rumah susun) serta mengembangkan perumahan penduduk kampung untuk tempat tinggal sementara bagi wisatawan, olahragawan, mahasiswa, pendatang musiman (buruh dan pedagang) serta karyawan;
3).
Merintis pengembangan kerjasama dengan pemerintah daerah tetangga dalam hal pengadaan perumahan di wilayah perbatasan daerah. Pembangunan rumah susun merupakan langkah pemerintah untuk
memaksimalknan penggunaan lahan yang relatif tetap sedangkan pertambahan jumlah penduduk Kota Surakarta semakin bertambah dari tahun ke tahun seperti apa yang telah telah tercantum pada ayat (2) di atas tentang pengembangan rumah secara vertikal. Akan tetapi dalam pembangunannya rumah susun tidak lepas dari sasaran pengembangan yang tercantum ayat (1) peraturan diatas yaitu : Meningkatkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
perkembangan penyediaan rumah serta memberi perhatian pada perbaikan perumahan kumuh dan perumahan golongan ekonomi lemah; Sehingga yang diamanatkan dalam peraturan regulasi tersebut adalah pengembangan rumah secara vertical yang diperuntukkan bagi golongan ekonomi lemah. Hal ini merupakan implementasi dari ayat 1 huruf a Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun yang berbunyi: ”Pembangunan rumah susun bertujuan untuk :memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan
rendah,
yang
menjami
kepastian
hukum
dalam
pemanfaatannya”. Jadi telah jelas yang diinginkan Pemerintah Kota Surakarta sendiri menurut
perda
tata
ruang
dibidang
sektor
perumahan
adalah
pengembangan perumahan secara vertikal yaitu dengan melaksanakan pembangunan rumah susun mengingat terbatasnya lahan dan pertambahan penduduk kota yang semakin meningkat. Akan tetapi pembangunan rumah susun tersebut lebih difokuskan untuk kemanfaatan penduduk yang berpenghasilan rendah yang pada saat ini menempati kawasan tidak layak huni seperti di daerah bantaran sungai yang lingkungannya kumuh dan berpotensi mengakibatkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Apartemen merupakan bentuk lain dari rumah susun. Akan tetapi bangunan ini sama sekali tidak mencerminkan sasaran seperti yang termaktub dalam konsep pengembangan tata ruang kota di bidang perumahan. Bangunan mewah ini sangat jauh dari jangkauan masyarakat berpenghasilan rendah karena dari segi nominal, harganya sangatlah tinggi untuk kalangan menengah kebawah. Jadi walaupun bangunan apartemen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
ini didirikan, penduduk yang berpenghasilan rendah tetap akan menempati rumah dibantaran sungai karena tidak mampu memanfaatkan dan menikmati hasil dari pembangunan ini. Izin mendirikan bangunan merupakan ujung tombak paling depan dalam mengupayakan keadaan yang tertib dan teratur agar pembangunan rumah susun sejalan dengan konsep dalam undang-undang tata ruang. Seharusnya IMB yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Surakarta lebih diprioritaskan kepada pembangunan rumah susun yang
memiliki
kemanfaatan bagi penduduk yang berpenghasilan rendah yang pada saat ini menempati kawasan tidak layak huni. b. Peruntukan lokasi Salah satu yang menentukan dalam pengambilan keputusan boleh tidaknya diterbitkannya IMB adalah ketentuan mengenai peruntukan lokasi.
Peruntukan lokasi merupakan aktualisasi dalam pemanfaatan
ruang yang nantinya akan menentukan fungsi bangunan apa saja yang boleh dibangun dalam wilayah tersebut baik yang menjadi prioritas pembangunan di wilayah maupun yang menjadi rencana pengembangan penatagunaan tanah, air dan udara di wilayah tersebut . Pembagian wilayah yang dilakukan oleh pemerintah berfungsi untuk merencanakan pembangunan sesuai dengan potensi alam yang tersedia (tanah,air,udara dan sda yang ada). Kota surakarta sendiri membagi wilayah yang dituangkan kedalam SWP ( sub wilayah pembangunan) Dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota telah membagi kotamadya dalam 10 sub wilayah pembangunan (SWP), kemudian dijabarkan lebih lanjut
dalam
Rencana
Bagian
Wilayah
commit to user
Kota
(RBWK)
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
menggambarkan rencana pengembangan zona di masing-masing SWP. Pembagian ini lah yang berfungsi sebagai acuan untuk menentukan fungsi bangunan apa saja yang boleh didirikan dalam masing-masing wilayah. Pembagian SWP Kota Surakarta sesuai RBWK adalah sebagai berikut: 1).
SWP 1 a).
Dengan pusat pertumbuhan di kelurahan pucangsawit meliputi 6 kelurahan (Pucangsawit, Jagalan, Gandekan, Sangkrah, Kampung sewu, dan Semanggi) seluas 487,52 hektar.
b).
Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau mendapat prioritas atau perhatian utama: (1). Perumahan : Tipe rumah tinggal tipe kecil, raisonet, kopel, dan rumah susun; (2). Perdagangan : Jenis perdagangan yang bukan melayani daerah perumahan yang disarankan adalah eceran, perdagangan umum, pengangkutan, alat rumah tangga dan mebel, bahan bangunan, hasil bumi, alat-alat berat; (3). Jasa pelayanan-umum (Koperasi); (4). Fasilitas sosial : Perkantoran Pemerintah, Rumah Sakit, Pendidikan tinggi; (5). Fasilitas penghijauan : Rekreasiruang tanah terbuka, jalur hijau, rekreasi air terbuka; (6). Fasilitas angkutan : Sub stasiun KA, (stasiun angkutan barang), sub terminal mini bus, pergudangan; (7). Fasilitas penggunaan khusus : pusat jaringan distribusi listrik;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
(8). Industri : semua jenis industri yang mempunyai daya pencemaran lingkungan tidak cukup tinggi dan industri lain yang tidak berbahaya; 2).
SWP 2 a).
Dengan pusat pertumbuhan di kelurahan kampungbaru meliputi 12 kelurahan (kampungbaru, kepatihan kulon, kepatihan
wetan,
keprabon,
ketelan,
purwodiningratan, timuran,
gilingan,
punggawan,
kestalan,
stabelan,
dan
sudiroprajan) seluas 430,90 hektar. b).
Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau mendapat prioritas atau perhatian utama: (1). Industri : semua jenis industri ringan, industri rumahan yang tidak mencemarkan
dan
tidak mengganggu
lingkungan masih diperkenankan melakukan kegiatan di pusat kota; (2). Fasilitas sosial-ekonomi : semua jenis fasilitas sosial masih layak berlokasi di SWP II kecuali fasilitas-fasilitas sosial yang memerlukan lahan yang luas ( perguruan tinggi, rumah sakit, komplek perkantoran pemerintahan; (3). Perumahan : pembangunan lingkungan perumahan di SWP II diprioritaskan bagi pembangunan rumah unit kecil yang dapat berupa : (a). Pembangunan rumah susun; (b). Rumah toko; (c). Perbaikan lingkungan perumahan kampung;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
(d). Perumahan-perumahan besar yang ada di pusat kota yang sudah mapan dibiarkan seperti adanya kecuali ada pengembangan fungsi yang berbeda. (4). Penghijauan
: Segala bentuk ruang terbuka dan
penghijauan jika memungkinkan dapat dikembangkan di SWP II kecuali kuburan. Diperlukan zona-zona yang kaku untuk ruang penghijauan di SWP II; (5). Pengangkutan : Tidak ada terminal, sub terminal kecuali pangkalan-pangkalan kendaraan tradisional pada tempattempat yang diperlukan, pengembangan tempa parkir khusus, taman parkir, gedung parkir, Tidak ada gudanggudang besar dalam SWP II; (6). Daerah Antik : Perlindungan dam pemugaran serta pengembangan daerah guna berbagai keperluan lintas sektoral pendidikan, dan kebudayaan, pariwisata. 3).
SWP 3 a).
Dengan pusat pertumbuhan di kelurahan gajahan meliputi 12 kelurahan (joyontakan, Danukusuman, Seregan, Kratonan, Jayengan,
Kemlayan,
Pasarkliwon,
Gajahan,
Kauman,
Baluwarti, Kedunglumbu, Joyosuran) seluas 494,31 hektar b).
Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau mendapat prioritas atau perhatian utama: (1).
Industri : semua jenis industri ringan, industri rumahan yang tidak mencemarkan dan tidak mengganggu lingkungan masih diperkenankan melakukan kegiatan di pusat kota;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
(2).
Fasilitas sosial-ekonomi : semua jenis fasilitas sosial masih layak berlokasi di SWP III kecuali fasilitasfasilitas sosial yang memerlukan lahan yang luas ( perguruan tinggi, rumah sakit, komplek perkantoran pemerintahan;
(3).
Perumahan : pembangunan lingkungan perumahan di SWP III diprioritaskan bagi pembangunan rumah unit kecil yang dapat berupa : (a). Pembangunan rumah susun; (b). Rumah toko; (c). Perbaikan lingkungan perumahan kampung; (d). Perumahan-perumahan besar yang ada di pusat kota yang sudah mapan dibiarkan seperti adanya kecuali ada pengembangan fungsi yang berbeda.
(4).
Penghijauan : Segala bentuk ruang terbuka dan penghijauan jika memungkinkan dapat dikembangkan di SWP III kecuali kuburan. Diperlukan zona-zona yang kaku untuk ruang penghijauan di SWP III;
(5).
Pengangkutan : Tidak ada terminal, sub terminal kecuali
pangkalan-pangkalan kendaraan tradisional
pada tempat-tempat yang diperlukan, pengembangan tempa parkir khusus, taman parkir, gedung parkir, Tidak ada gudang-gudang besar dalam SWP III; (6).
Daerah Antik : Perlindungan dam pemugaran serta pengembangan daerah guna berbagai keperluan lintas sektoral pendidikan, dan kebudayaan, pariwisata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
4).
SWP 4 a).
Dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Sriwedari meliputi 8 kelurahan (Tipes, Buni, Panularan, Penumping, Sriwedari, Purwosari, Manahan, Mangkubumen) seluas 549,43 hektar.
b).
Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau mendapat prioritas atau perhatian utama: (1). Perumahan : Type rumah tunggal, besar dan sedang, tidak tertutup kemungkinan pembangunan rumah tidak kecil di daerah ini (misalnya rumah susun, apartemen, rumah deret, dan sebagainya; (2). Perdagangan : Jenis perdagangan yang bukan melayani daerah perumahan. Yang disarankan adalah grosir intensitas besar, grosir dan eceran, bahan bangunan, alatalat besar, mebel, alat-alat rumah tangga di sekitar jalan DR. Rajiman. Di
jalan Slamet Riyadi Toserba,
supermarket, ruang pamer mobil dan sebagainya; (3). Jasa pelayanan umum : Bank, Asuransi, Kantor perdagangan, koperasi; (4). Fasilitas sosial : Perkantoran pemerintah, bangunan kebudayaan, rumah sakit dan bangunan-bangunan yang berskala pelayanan kota dan regional lainnya; (5). Fasilitas penghijauan ruang terbuka : Jalan hijau, lapangan olah raga; (6). Fasilitas angkutan : Halte, ruang parkir, gedung parkir; (7). Industri : Konpeksi, furniture, alat rumah tangga, industri-industri lain yang mempunyai daya pencemaran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
lingkungan relatif kecil dan industri-industri lain yang berbahaya tidak diperkenankan. 5).
SWP 5 a).
Dengan pusat pertumbuhan di kelurahan Sondakan meliputi 3 kelurahan (Pajang, Laweyan, Sondakan) seluas 258,50 hektar.
b).
Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau mendapat prioritas atau perhatian utama: (1). Perumahan : Tipe rumah tunggal sedang tidak tersusun dan rumah susun; (2). Perdagangan : jenis perdagangan yang tidak melayani daerah perumahan, yang disarankan adalah eceran, perdagangan umum dan perdagangan alat pengangkutan, alat-alat rumah tangga dan pedagang kaki lima; (3). Jasa pelayanan umum : Bank, Asuransi, Kantor perdagangan, dan Koprasi; (4). Fasilitas
sosial
:
Perguruan
tinggi,
perkantoran
pemerintah, rumah sakit, dan bangunan yang berskala pelayanan kota dan regional; (5). Fasilitas penghijauan dan ruang terbuka : Jalur hijau, Lapangan olah raga terbuka; (6). Fasilitas angkutan : Sub terminal angkutan kota; (7). Fasilitas penggunaan khusus: Kuburan; (8). Industri : semua jenis industri, kecuali industri kimia, industri yang mempunyai daya pencemaran lingkungan cukup tinggi dan industri lain yang berbahaya;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
6).
SWP 6 a).
Dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Jajar meliputi 3 kelurahan (Karangasem, Jajar, Kerten) seluas 327,60 hektar.
b).
Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau mendapat prioritas atau perhatian utama: (1). Perumahan : Tipe besar dan sedang (tungal) luas kapling 100-250 m2 dan > 250m2, tipe kecil yang disarankan adalah rumah susun dan maisonette; (2). Perdagangan : Jenis perdagangan yang bukan melayani daerah perumahan. Yang disarankan adalah grosir intensitas besar (dengan parkir kendaraan besar) grosir dan eceran bahan bangunan, alat-alat berat, hasil bumi, alat-alat angkutan, mebel dan alat-alat rumah tangga. Perdagangan kaki lima secara terpusat; (3). Jasa pelayanan umum : Bengkel-garasi, Bank-asuransi, kantor perdagangan, koperasi; (4). Fasilitas
sosial
:
Perguruan
tinggi,
perkantoran
pemerintah, bangunan kebudayaan, (museum, gedung kesenian, taman budaya), rumah sakit, dan bangunanbangunan yang berskala pelayanan kota dan regional lainnya; (5). Fasilitas penghijauan-ruang terbuka : rekreasi terbuka lapangan olah raga, jalan hijau, kuburan; (6). Fasilitas angkutan : sub terminal (terminal angkutan kota dan angkutan pedesaan), stasiun KA;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
(7). Fasilitas penggunaan khusus : pusat jaringan transmisi listrik, telepon, dsb; (8). Industri : Semua jenis industri, kecuali industri kimia, industri minyak (kilang) dan industri-industri lain yang mempunyai daya pencemaran lingkungan cukup tinggi dan industri-industri yang berbahaya lainnya. 7).
SWP 7 a).
Dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Kadipiro meliputi 2 kelurahan (Kadipiro, Nusukan) seluas 715,10 hektar
b).
Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau mendapat prioritas atau perhatian utama: (1). Perumahan : Tipe rumah tinggal besar dan sedang, demikian juga pembangunan tipe rumah susun; (2). Perdagangan : perdagangan diutamakan ialah pelayanan lokal atau bukan melayani daerah perumahan. Yang disarankan adalah grosir intensitas besar, grosir dan eceran, bahan bangunan; (3). Jasa pelayanan umum : Bank, Asuransi, Kantor perdagangan, dan Koprasi; (4). Fasilitas sosial : perkantoran pemerintah, bangunan kebudayaan, rumah sakit dan bangunan-bangunan yang berskala pelayanan kota; (5). Fasilitas penghijauan dan ruang terbuka : Jalur hijau, Lapangan olah raga; (6). Fasilitas angkutan : halte, ruang parkir;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
(7). Industri : Konpeksi, furniture, alat rumah tangga, industri lain yang mempunyai daya pencemaran lingkungan relatif kecil dan industri-industri lain yang berbahaya tidak diperkenankan; 8).
SWP 8 a).
Dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Jebres meliputi 2 Kelurahan ( Jebres, dan Tegalharjo) seluas 349,50 hektar
b).
Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau mendapat prioritas atau perhatian utama: (1). Perumahan : tipe sedang ± 100 m2 dan kecil ± 50 m2, tipe kecil yang paling disarankan ialah tipe rumah susun dan maisonate; (2). Perdagangan : jenis perdagangan yang bukan melayani daerah perumahan, disarankan ialah grosir intensitas besar (dengan parkir kendaraan yang cukup luas), grosir dan eceran bahan bangunan, hasil bumi, alat-alat angkutan, mobil dll; (3). Jasa-jasa pelayanan umum : bengkel, garasi, bank, asuransi, kantor perdagangan, koperasi; (4). Fasilitas angkutan : sub terminal (terminal angkutan kota dan angkutan pedesaan ); (5). Fasilitas
sosial
pemerintah,
:
perguruan
bangunan
tinggi,
kebudayaan,
perkantoran rumah
sakit,
bangunan-bangunan yang berskala playanan kota dan regional lainnya;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
(6). Fasilitas penghijauan : rekreasi terbuka, lapangan olah raga, kuburan; (7). Fasilitas penggunaan khusus : pusat jaringan transisi listrik, telepon, dsb; (8). Industri : semua jenis industri kecuali, industri-industri yang mempunyai daya pencemaran lingkungan yang cukup
tinggi
dan
industri-industri
lainnya
yang
berbahaya. 9).
SWP 9 a).
Dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Sumber meliputi 2 Kelurahan ( Sumber dan Banyuanyar) seluas 258,30 hektar.
b).
Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau mendapat prioritas atau perhatian utama: (1). Perumahan : Tipe rumah tinggal besar dan sedang, demikian juga pembangunan tipe rumah susun; (2). Perdagangan : perdagangan diutamakan ialah pelayanan lokal atau bukan melayani daerah perumahan, yang disarankan adalah grosir intensitas besar, grosir dan eceran, bahan bangunan; (3). Jasa
pelayanan
umum
:
bank,
asuransi,
kantor
perdagangan, koperasi; (4). Fasilitas sosial :
perkantoran pemerintah, bangunan
kebudayaan, rumah sakit, bangunan-bangunan yang berskala playanan kota;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
(5). Fasilitas penghijauan dan ruang terbuka : jalur hijau, langan olah raga; (6). Fasilitas angkutan : halte, ruang parkir; (7). Industri : konpeksi, furniture, alat rumah tangga, industri lain yang mempunyai daya pencemaran lingkungan relatif kecil dan industri-industri lain yang berbahaya tidak diperkenankan. 10). SWP 10 a).
Dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Mojosongo meliputi 1 Kelurahan yaitu kelurahan Mojosongo seluas 532,90.
b).
Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau mendapat prioritas atau perhatian utama: (1). Perumahan : tipe sedang ± 100 m2 dan kecil ± 50 m2, tipe kecil yang paling disarankan ialah tipe rumah susun dan maisonate; (2). Perdagangan : jenis perdagangan yang bukan melayani daerah perumahan, yang disarankan ialah grosir intensitas besar (dengan perkir kendaraan yang cukup luas), grosir dan eceran bahan bangunan, hasil bumi, alat-alat angkutan, mobil dll; (3). Jasa pelayanan umum : bengkel, garasi, bank, asuransi, kantor perdagangan, koperasi; (4). Fasilitas angkutan : sub terminal ( terminal angkutan kota dan pedesaan);
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
(5). Fasilitas
sosial :
pemerintah,
perguruan
bangunan
tinggi, perkantoran
kebudayaan,
rumah
sakit,
bangunan-bangunan yang berskala playanan kota dan regional lainnya; (6). Fasilitas penghijauan : rekreasi terbuka, lapangan olah raga, kuburan; (7). Fasilitas penggunaan khusus : pusat jaringan transisi listrik, telepon dsb; (8). Industri : semua jenis industri kecuali industri-industri yang mempunyai daya pencemaran lingkungan yang cukup
tinggi
dan
industri-industri
lainnya
yang
berbahaya. Dari klasifikasi peruntukan lokasi di atas, semua SWP di wilayah Kota
Surakarta
rencana
pengembangan
untuk
hal
perumahan
memprioritaskan pada pembangunan rumah susun sesuai dengan rencana pengembangan bidang perumahan seperti yang di amanatkan dalam ayat (2) Pasal 11 Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan. Bangunan apartemen yang ada di Kota Surakarta hampir semuanya merupakan bangunan dengan fungsi lebih dari satu. Selain bangunan dengan fungsi perumahan, apartemen-apartemen yang ada di Kota Surakarta ini mempunyai fungsi lain seperti pertokoan, perkantoran, dll. Permasalahannya adalah dalam peraturan perundang-undangan tentang bangunan baik ditingkat pusat maupun daerah tidak dijelaskan mengenai kriteria pengklasifikasian mana bangunan induk dan mana bangunan pelengkap dalam bangunan yang mempunyai lebih dari satu fungsi. Dalam pasal 94 Perda bangunan hanya diatur mengenai status bangunan pelengkap yang mengikuti bangunan induk. Sehingga akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
timbul ketidakpastian hukum karena berpengaruh terhadap peruntukan lokasi yang bisa menjadi celah bagi pihak yang mempunyai kepentingan untuk mendirikan bangunan tidak sesuai dengan tata ruang kota. Misalnya menurut rencana tata ruang kota, daerah A tidak dimungkinkan untuk mendirikan bangunan pertokoan. Pengusaha dapat mengajukan IMB bangunan campuran seperti apartemen agar pengusaha tersebut masih tetap bisa mendirikan mall. Jika tidak ada pengkasifikasian mengenai bangunan induk dan pelengkap maka akan sulit bagi pemerintah daerah untuk mengkaji apakah IMBsudah sesuai dengan peruntukan tata ruang atau tidak. `
Bangunan dengan fungsi perumahan, pertokoan dan
perkantoran yang menjadi satu seperti konsep apartemen-apartemen di Kota Surakarta dalam pengajuan IMBnya menggunakan bangunan dengan fungsi perumahan sebagai status induknya. Jika fungsi induknya sebagai bangunan perumahan maka pembangunan apartemen-apartemen di Kota Surakarta ini sudah tepat menurut peruntukan lokasi, tapi jika bangunan rumah susun atau apartemen yang didirikan di Kota Surakarta ini fungsi utamanya bangunan pertokoan atau fungsi lainnya maka perlu dilihat kembali mengenai peruntukan lokasi di tiap-tiap SWP. Seharusnya dalam peraturan perundang-undangan diatur mengenai hal tersebut. Harus ada kriteria untuk memisahkan bangunan induk dan bangunan pelengkap dalam bangunan yang memiliki lebih dari satu fungsi. Misalkan penentuan bangunan induk dilihat dari luas lahan. Maksudnya dalam bangunan yang mempunyai lebih dari satu fungsi, bangunan yang menggunakan lahan yang paling luas akan dijadikan bangunan induk, sedangkan bangunan yang menggunakan lahan lebih sedikit menjadi bangunan pelengkap.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
c. Ketinggian bangunan bangunan gedung yang diizinkan. Setiap bangunan yang akan dibangun wajib memperhatikan ketinggian bangunan. Ketinggian bangunan yang di masing-masing wilayah SWP adalah berbeda beda. Bahkan dalam satu SWP Pembedaan tersebut dalam RBWK Kota Surakarta ditentukan oleh 2 faktor. Yang pertama adalah faktor lokasi ruas jalan tempat bangunan tersebut didirikan. Ruas jalan di bagi menjadi 3 kategori yaitu: 1).
Ruas jalan arteri;
2).
Ruas jalan kolektor;
3).
Ruas jalan lokal dan lingkungan. Walaupun ketinggian bangunan dibedakan menurut ruas jalan
tetapi dalam wilayah lain yang ruas jalannya sama, ketinggian bangunan yang diizinkan belum tentu sama. Misalnya di SWP 1 Surakarta merupakan daerah pinggiran, sedangkan SWP 3 merupakan daerah pusat kota maka ketinggian bangunan di jalan arteri SWP 1 dan SWP 3 akan berbeda. ketinggian bangunan yang diizinkan di jalan arteri pusat kota lebih tinggi dari pada ketinggian bangunan yang diizinkan di jalan arteri pinggir kota. Hal tersebut juga berlaku pada ruas jalan kolektor maupun ruas jalan lokal yang berada di swp yang berbeda. Yang kedua adalah faktor luas lahan. Semakin luas lahannya maka semakin tinggi bangunan yang dapat dibangun. Faktor yang kedua ini dapat mematahkan pembagian ketinggian bangunan yang diizinkan menurut ruas jalan. Jadi walaupun lokasi pembangunan gedung yang akan di bangun berada di ruas jalan arteri, akan tetapi jika lahan yang tersedia tidak luas maka bangunan yang didirikan tidak boleh terlalu tinggi karena akan menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan. Begitu juga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
sebaliknya, apabila bangunan yang didirikan berada di ruas jalan kolektor akan tetapi memiliki lahan yang cukup luas maka bengunan dapat didirikan lebih tinggi. Dari kedua faktor pembedaan diatas tentu akan membuat ketidakpastian dalam masyarakat tentang batasan ketinggian bangunan , akan tetapi ketinggian maksimal menjadi arahan yang pasti agar semua bangunan di surakarta yang didirikan tidak melebihinya. Di mana saja lokasinya dan seberapa luas lahan yang tersedia bangunan yang akan didirikan di kota surakarta tidak boleh melebihi ketinggian 84 meter dengan jumlah lantai maksimal 20 lantai sesuai dengan pasal 20 huruf d Perda Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota yang di jelaskan bahwa ”kawasan peruntukan ketinggian bangunan tinggi yaitu blok dengan bangunan bertingkat 9 (Sembilan lantai dengan tinggi puncak minimum 40 meter dari lantai dasar dan ALL minimum 9 kali ALD, maksimum 20 lantai dengan tinggi puncak bangunan maksimum 84meter dari lantai dasar dan ALL maksimum 20 kali ALD”. Kata dengan merujuk pada dua persyaratan yang harus dipenuhi semuanya yaitu ketinggian bangunan yang didirikan tidak boleh lebih dari 84 meter dan lantai bangunan gedung tidak boleh lebih dari 20 lantai. Apabila ada perencanaan pembangunan yang dituangkan dalam IMB melebihi ketentuan ketinggian dalam perda ini, maka izin harus ditinjau ulang. Artinya jika bangunan yang akan didirikan melebihi batas 84 meter dan 20 lantai maka IMB yang dimohonkan dikembalikan kepada pemohon untuk dirubah sesuai dengan ketentuan dalam perda ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
B. Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Tentang Izin Mendirikan Bangunan Apartemen. Kegiatan yang pertama adalah mengumpulkan peraturan perundangundangan
yang
menjadi
fokus
penelitian.
Selanjutnya
diklasifikasikan
berdasarkan kronologis dari bagian-bagian yang diatur oleh peraturan tersebut. Kemudian analisis dengan menggunakan pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum ; hubungan hukum ; dan objek hukum. Yang dianalisis, hanya pasal-pasal yang isinya mengandung kaidah hukum, kemudian melakukan konstruksi dengan cara memasukkan pasal-pasal tertentu kedalam kategori-kategori berdasarkan pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut. Harmonisasi peraturan perundang-undangan dapat ditelaah baik secara vertikal maupun horizontal. Apabila harmonisasi peraturan perundang-undangan ini ditelaah secara vertikal, berarti akan dilihat bagaimana hierarkisnya antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya. Untuk melakukan analisis harmonisasi peraturan perundang-undangan secara lebih mendalam harus memperhatikan beberapa asas perundang-undangan Namun disamping asas-asas perundangan, perlu juga diperhatikan tata urutan perundang-undangan di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Mengkaji harmonisasi peraturan perundangan secara horisontal yang dikaji adalah sejauh mana peraturan perundang-undangan yang mengatur berbagai bidang itu mempunyai hubungan fungsional secara konsisten. Penelitian ini, disamping mendapat data yang lengkap dan menyeluruh mengenai perundang-undangan bidang tertentu, juga dapat mengungkapkan kelemahankelemahan yang ada pada perundang-undangan yang mengatur bidang-bidang tertentu. Dengan demikian, peneliti dapat membuat rekomendasi agar perundangundangan tersebut dilakukan perubahan atau pencabutan. Tentunya tidak semua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
bidang dalam perundang-undangan itu hendak diteliti, oleh karena itu kegiatanya diawali dengan meimilih bidang apa yang hendak diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti hendak mengharmoniskan peraturan perundang-undangan mengenai izin mendirikan bangunan yang terdapat dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan dengan peraturan yang lebih tinggi (membahas hal yang sama), serta pengaturan tentang izin mendirikan bangunan khusus seperti bangunan apartemen. Menurut pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan yang harus diatur dalam undang-undang berisi hal-hal yang : 1.
Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi :
2.
a.
Hak-hak asasi manusia;
b.
Hak dan kewajiban warga negara;
c.
Pelaksanaan dan penegakan kadaulatan Negara serta pembagian kekuasaan negara;
d.
Wilayah negara dan pembagian daerah;
e.
Kewarganegaraan dan kependudukan;
f.
Keuangan negara.
Diperintahkan oleh suatu undang-undang untuk diatur dengan undangundang. Ketentuan izin mendirikan bangunan diatur dalam UndangUndang Bangunan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal Undang-Undang Penataan Ruang. Undang-Undang Bangunan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
dan Undang-Undang Penataan Ruang mengatur lebih lanjut mengenai pasalpasal yang berkaitan dengan izin mendirikan bangunan yang ada dalam undang-undang dasar negara republik indonesia 1945 yaitu: a.
Pasal 28 D ayat 1 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum;
b.
Pasal 33 ayat 3 Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara
dan
dipergunakan
untuk
sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Sedangkan landasan operasionalnya terdapat dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1999, Tentang Garisgaris Besar Haluan Negara Bab IV dalam arah dan kebijaksanaan butir H bagian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup dinyatakan : “Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang yang penguasaannya diatur dalam Undang-undang.”. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Bangunan merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Bangunan. Dalam hal perizinan mendirikan bangunan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan dijadikan pedoman sebagai pembentuk Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Bangunan antara lain terdapat dalam: a. Pasal 7 1). Ayat 1 Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. 2). Ayat 2 Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. 3). Ayat 3 Persyaratan teknis bangunan meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. b. Pasal 8 1). Ayat 1 Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi: a). Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b). Status kepemilikan bangunan gedung; dan c). Izin mendirikan bangunan gedung; d). Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2). Ayat 2 Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung atau bagian bangunan gedung. 3). Ayat 3 Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan. 4). Ayat 4
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Ketentuan
mengenai
izin
mendirikan
bangunan
gedung,
kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Sebagai pelaksanakan yang telah diamanatkan undang-undang bangunan diatas maka dalam pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Bangunan Gedung juga mencantumkan ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan sebagai syarat administratif : a). Ayat 1 Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. b). Ayat 2 Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi : 1).
Status hak atas tanah dan atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
2).
Status kepemilikan gedung;
3).
Izin mendirikan bangunan gedung.
c). Ayat 3 Persyaratan teknis bangunan meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. IMB merupakan salah satu persyaratan administratif pendirian sebuah bangunan yang harus dipenuhi oleh pemilik gedung sebelum mendirikan sebuah bangunan. Setelah memiliki imb pemilik gedung mendapat kepastian hukum tentang pendirian bangunan agar nantinya tidak mendapat gangguan dari pihak lain, maka dari itu pengaturan imb harus kuat dasar hukumnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
Dalam hal dasar hukum IMB selain harus kuat, pengaturan IMB harus harmonis antara peraturan yang satu dengan yang lain dan juga harmonis dari peraturan tingkat pusat maupun daerah. Apabila ada satu saja yang tidak harmonis dalam arti peraturan yang satu bertentangan dengan peraturan yang lain maka akan membuat dasar hukum imb tidak kuat dan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan dalam ayat 2 Pasal 8 Peraturan Pemerintah diatas diuraikan secara rinci dalam Pasal 14 dan 15 pada peraturan pemerintah ini yang antara lain berbunyi : a. Pasal 14 1). ayat I Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki izin mendirikan bangunan gedung 2). ayat 2 Izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemerintah dearah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah melalui proses permohonan izin mendirikan bangunan gedung.
3). Ayat 3 Pemerintah daerah wajib memberikan surat keterangan rencana kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutankepada setiap orang yang akan mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
4). Ayat 4 Surat keterangan rencana kabupaten atau kota sebagaimana dimaksud dengan ayat 3 merupakan ketentuan yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan dan berisi: a). Fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi bersangkutan;. b). Ketingian maksimum gedung yang diizinkan; c). Jumlah lantai/lapis bangunan gedung dibawah permukaan tanah dan KTB yang diizinkan; d). Garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan; e). KDB maksimum yang diizinkan; f). KLB maksimum yang diizinkan;. g). KDH minimum yang diizinkan;. h). KTB maksimum yang diizinkan. i). Jaringan utilitas kota. 5). Ayat 6 Rencana kabupaten atau kota sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dan ayat 5 digunakan sebagai dasar penyusunan rencana teknis bangunan gedung. b. Pasal 15 1). Ayat 1 Setiap orang dalam mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) wajib melengkapi dengan : a). Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda buktiperjanjian pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 11;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
b). Data pemilik bangunan gedung; c). Rencana teknis bangunan gedung; d). Hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung
yang
menimbulkan
dampak
penting
terhadap
lingkungan. 2). Ayat 2 Untuk proses pemberian perizinan bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d, harus mendapat pertimbangan teknis
dari
tim
ahli
bangunan
gedung
dan
dengan
mempertimbangkan pendapat publik. Dari peraturan pemerintah tentang bangunan gedung diatas merupakan persyaratan yang wajib dilampirkan dalam permohonan izin mendirikan bangunan. Dalam peraturan ini disyaratkan lampiran tentang rencana teknis bangunan gedung yang mengacu pada surat keterangan rencana tata ruang kota yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah. Selanjutnya rencana teknis inilah yang akan dijadikan acuan untuk permohonan izin mendirikan bangunan gedung. Selain itu ditentukan juga mengenai analisis dampak lingkungan untuk bangunan yang mempunyai dampak penting. Dalam PP Nomor 36 Tahun 2005 diatas pada pasal 14 ayat (2) disebutkan bahwa : ”Izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah melalui proses permohonan izin mendirikan bangunan gedung”. Hal ini berarti masingmasing pemerintah daerah memiliki persyaratan yang diatur dalam peraturan daerah masing-masing dalam hal pemberian izin mendirikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
bangunan kecuali bangunan fungsi khusus. Untuk Kota Surakarta sendiri izin mendirikan bangunan telah diatur dalam Pasal 2 Perda Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan yang berbunyi: a. Setiap mendirikan atau merubah atau merobohkan bangunan harus terlebih dahulu mendapatkan IMB dari walikotamadya kepala daerah. b. Pelaksanaan pekerjaan pembangunan harus sesuai dengan IMB yang dimohonkan. Selanjutnya untuk persyaratan IMB sendiri oleh Pemerintah Daerah dituangkan secara rinci mengenai isi yang termuat dalam IMB seperti pada pasal 9 perda ini yang antara lain berbunyi : a. IMB berisi tentang : 1). Nama dan alamat pemegang ; 2). Jenis bangunan yang diizinkan : 3). Peruntukan bangunan yang diizinkan ; 4). Letak persil empat bangunan yang diizinkan ; 5). Jangka waktu pekerjaan mendirikan/ merubah/ merobohkan bangunan yang diizinkan keseluruhan atau bertahap. b. IMB disertai lampiran-lampiran yang ditetapkan dengan keputusan walikotamadya kepala daerah. Untuk lampiran-lampiran dalam persyaratan IMB menurut pasal 9 ayat 2 Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan seharusnya ditetapkan dalam keputusan Walikotamadya kepala daerah, akan tetapi sampai saat ini keputusan Walikota tersebut tidak pernah keluar. Pemerintah Kota Surakarta hanya mencantumkan persyaratan beserta lampiran-lampiran (terutama bangunan khusus lebih dari 4 lantai) dalam website : http://www.surakarta.go.id/news/ijin.mendirikan.bangunan.imb.html antara lain berisi :
commit to user
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
a. Fotocopy KTP Pemohon atau Penanggung Jawab Perusahaan yang masih berlaku; b. Fotocopy Sertifikat; c. Fotocopy Pelunasan PBB Terakhir; d. Gambar denah bangunan dan bangunan pelengkapnya; e. Gambar situasi bangunan; f. Gambar tampak dan potongan gambar; g. Gambar dan Perhitungan Konstruksi Bangunan Bertingkat dan Konstruksi Baja; h. Dokumen UKL atau UPL; i.
Dokumen ANDALALIN Dari DISHUB Kota Surakarta;
j. Dokumen Soundir Tanah (Dari Lembaga yang Kredibel atau Konsultan Perencanaan). Rumah susun merupakan hal baru di Kota Surakarta. Maka perlu landasan hukum yang kuat sehingga nantinya tidak terjadi permasalahan hukum saat perencanaan pembangunannya maupun setelah pembangunan selesai atau pada saat pemanfaatannya. Di indonesia pengaturan rumah susun di tingkat pusat dituangkan dalam undang-undang rumah susun. Akan tetapi perundang-undangan ini tidak bisa berdiri sendiri dalam hal perizinan mendirikan bangunan karena harus memperhatikan peraturan lain seperti undang-undang bangunan (yang mengatur bentuk bangunan dari segi administratif dan teknis) undang-undang tata ruang kota (yang mengatur tentang penyerasian pembangunan terhadap master plan kota/perencanaan pembangunan di tiap daerah). Untuk itu perlu adanya harmonisasi ketiga peraturan perundang-undangan tersebut dari tingkat pusat sampai tingkat daerah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
Bangunan apartemen atau rumah susun adalah bentuk bangunan bertingkat yang terdiri lebih dari satu lantai yang mempunyai fungsi utama sebagai hunian dan fungsi lainnya bisa sebagai perkantoran, pertokoan, dan fasilitas sosial lainnya.Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun masih sesuai tidak bertentangan dengan Undang-Undang Bangunan Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan. Maka dari itu undangundang rumah susun masih menjadi dasar hukum pendirian bangunan rumah susun atau apartemen. Dalam undang-undang rumah susun ini termuat mengenai ketentuan izin mendirikan bangunan rumah susun yang terdapat dalam pasal 6 antara lain sebagai berikut : a. Pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan teknis dan administratif. b. Ketentuan-ketentuan pokok tentang persyaratan teknis dan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pelaksanaan
dari
Undang-Undang
Rumah
Susun
mengenai
persyaratan teknis dan administratif pasal 6 ayat (2) diatas diatur dalam Peraturan Pemerintah. Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun. Sedangkan untuk izin mendirikan bangunan sebagai salah satu persyaratan administratif dalam pendirian rumah susun diatur dalam peraturan pemerintah ini antara lain pada : a. Pasal 1 Ayat 6 Persyaratan administratif adalah persyaratan mengenai perizinan usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin
lokasi dan atau
peruntukannya perizinan mendirikan bangunan (IMB), serta izin layak huni yang diatur dengan peraturan perundang-undangan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
b. Pasal 30 1).
ayat 1 Rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan peruntukannya.
2).
ayat 2 Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah, dengan melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut a).
Sertifikat hak atas tanah;
b).
Fatwa peruntukan tanah;
c).
Rencana tapak;
d).
Gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun;
e).
Gambar rencana struktur beserta perhitungannya;
f).
Gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
g).
Gambar
rencana
jaringan
dan
instalasi
beserta
perlengkapannya. c. Pasal 33 ayat I Tata cara permohonan dan pemberian perizinan serta pengesahann sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. Dalam peraturan ini diatur beberapa persyaratan yang belum diatur dalam peraturan bangunan gedung yang sifatnya lebih ke bangunan secara umum seperti misalnya dalam PP bangunan gedung disebutkan wajib dilampirkan rencana teknis bangunan seperti pada surat keterangan rencana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
tata kota Pasal 4 PP ini, tetapi untuk rumah susun di tambahkan beberapa persyaratan seperti pada Pasal 30 ayat 2 di PP Rumah Susun seperti misalnya batasan yang jelas secara vertikal maupun horisontal antar satuan rumah susun, gambar scara jelas yang menunjukkan antara bagian bersama,benda bersama, dan tanah bersama. . Akan tetapi dalam menentukan persyaratan, PP Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun tidak memberikan persyaratan spesifik untuk IMB karena yang tertulis disana merupakan persyaratan perizinan secara umum ( untuk semua perizinan sperti izin lokasi dan atau peruntukannya, IMB, dan izin layak huni) sehingga yang menjadi pertanyaan apakah lampiran yang wajib di lampirkan seperti pada Pasal 30 ayat 2 PP rumah Susun ini berlaku bagi semua perizinan (izin lokasi, IMB, izin layak huni) atau ada pembagian tersendiri yang di atur lebih lanjut dalam peraturan yang lain. Karena tidak ada pengaturan lebih lanjut tentang pembagian tersebut maka Pasal 30 ini kita tafsirkan berlaku bagi semua jenis perizinan. Yang kedua mengenai lampiran menegenai hasil analisis dampak lingkungan yang tidak diatur dalam PP rumah susun padahal dalam PP bangunan disebutkan bahwa setiap bangunan wajib melampirkan hasil analisis mengenai dampak lingkungan apabila pendirian sebuah bangunan menimbulkan dampak penting. Padahal untuk bangunan apartemen seperti di Kota Surakarta sudah pasti akan menimbulkan dampak penting bagi lingkungan sekitar dan faktor sosial budaya yang tumbuh di masyarakat. Oleh karena itu perlu dibentuk pengaturan khusus rumah susun ditingkat daerah yang berfungsi sebagai peraturan pelaksanaan dari PP rumah susun (khususnya pembagian maupun pembedaan mengenai lampiran yang wajib di lampirkan dalam perizinan lokasi,mendirikan bangunan dan layak huni) serta peraturan ditingkat daerah dapat berfungsi sebagai pelengkap atas ketentuan-ketentuan yang belum termuat dalam PP rumah susun, seperti misalnya ketentuan mengenai rencana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
teknis bangunan yang dalam rumah susun terdapat perihal bangunan bersama, tanah bersama, benda bersama yang membutuhkan pembagian secara jelas sehingga penghuninya mempunyai batasan yang jelas tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka. Selain itu tambahan mengenai analisis dampak lingkungan dirasa sangat perlu karena dalam PP rumah susun belum diatur mengenai hal tersebut mengingat dalam undang-undang bangunan setiap bangunan berdampak penting bagi lingkungan yang didirikan memerlukan analisis mengenai dampak lingkungan..
Konsep tata ruang kota pada intinya mengatur tentang perencanaan pembangunan yang disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di setiap wilayah. Maksudnya adalah pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan potensi yang dimiliki masing-masing daerah ( luas lahan yang tersedia, penyesuaian terhadap lingkungan dan masyarakat) guna menghasilkan wajah kota yang mencerminkan identitas masing-masing daerah. Izin mendirikan bangunan tidak bisa terlepas dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam peraturan tata ruang kota. Imb yang diajukan wajib memenuhi persyaratan yang disyaratkan oleh perundangan tata ruang kota. Seperti yang tercantum dalam ayat (4) Pasal 14 PP 36 tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Bangunan dimuat ketentuan mengenai surat keterangan rencana kabupaten atau kota yang berfungsi sebagai acuan membuat rencana teknis bangunan dalam izin mendirikan bangunan. Surat keterangan tersebut merupakan pelaksanaan dari peraturan perundangan tata ruang kota. Masing-masing pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam membuat rencana tata ruang kota. Hal ini tercantum dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang berbunyi :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
a. Ayat (1) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi: 1). Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota; 2). Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; 3). Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten atau kota; dan 4). Kerja sama penataan ruang antar kabupaten atau kota. b. Ayat (2) Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: 1). Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota; 2). Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan 3). Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Atas dasar tersebut maka pemerintah Kota Surakarta mengeluarkan perda Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK). RUTRK Surakarta dimaksudkan untuk memberikan arahan bagi penataan ruang kota secara makro sehingga dapat dijadikan dasar bagi pembentukan perangkat-perangkat lunak lain serta sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan kota guna mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan kehidupan dan penghidupan masyarakat kota dalam mencapai kesejahteraan sesuai dengan aspirasi warga kota di dalam Kotamadya khususnya dan di wilayah perkotaan Surakarta pada umumnya (Pasal 5 Perda Surakarta Nomor 8 Tahun 1993).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
RUTRK inilah yang menjadi dasar penerbitan IMB. Hal ini senada dengan ketentuan dalam pp 36 tahun 2005 antara lain : a. Pasal 18 ayat 1 Setiap mendirikan bangunan gedung, fungsinya harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL. b. Pasal 20 Setiap bangunan gedung yang didirikan tidak boleh melebihi ketentuan maksimal kepadatan dan ketinggian yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL.
Dari peraturan diatas maka imb yang diajukan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh RTRW kabupaten/kota( dikota surakarta disebut RUTRK) baik dari segi peruntukan lokasi, kepadatan bangunan, dan ketinggian bangunan. Dalam bangunan rumah susun diatur juga mengenai peruntukan lokasi. Ketentuan ini terdapat dalam ayat 1 Pasal 22 PP Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun yang berbunyi : “ Rumah susun harus dibangun di lokasi yang sesuai dengan peruntukan dan keserasian lingkungan dengan memperhatikan rencana tata ruang dan tata guna tanah yang ada”.
Peruntukan lokasi merupakan ketentuan mengenai fungsi bangunan yang boleh didirikan pada lokasi tertentu. Untuk kota surakarta sendiri peruntukan lokasi di muat dalam RBWK Kota Surakarta yang merupakan penjabaran detail tiap wilayah dari RUTRK Kota Surakarta. Dalam RBWK, Kota Surakarta dibagi menjadi 10 sub wilayah pembangunan (SWP), dan tiap2 lokasi memiliki arahan pembangunan yang berbeda beda. Tapi dalam RBWK untuk pembangunan di bidang perumahan, kesepuluh SWP tersebut(di semua lokasi di Kota Surakarta) memberikan arahan untuk mendirikan bangunan rumah susun. arahan RBWK ini didasari pada Pasal 11 ayat (2) Perda Kota Surakarta 8 Tahun 1993 yang berbunyi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
:”Mengembangkan rumah secara vertikal (rumah susun) serta mengembangkan perumahan penduduk kampung untuk tempat tinggal sementara bagi wisatawan, olahragawan, mahasiswa, pendatang musiman (buruh dan pedagang) serta karyawan. Atas dasar tersebut maka bangunan rumah susun dapat didirikan di semua
wilayah
Kota
Surakarta
walaupun
dengan
prosentase
rencana
pembangunan yang berbeda-beda pada tiap wilayah. Kedua mengenai kepadatan bangunan. kepadatan bangunan adalah perbandingan luas lahan yang tertutup bangunan dan atau bangunan-bangunan dalam tiap-tiap peruntukan dibanding luas petak peruntukan (ALD) tiap-tiap SWP di kotamadya (pasal 21). Di tiap-tiap SWP dalam RBWK Kota Surakarta mengatur kepadatan bangunan yang berbeda-beda akan tetapi ketentuan di setiap SWP tadi tetap mengacu pada ketentuan dalam RUTRK yang tercantum pada Pasal 21 antara lain : a. Kawasan peruntukan dengan ALD tinggi (lebih dari 75%) diperuntukkan bagi bangunan rendah (maksimum 4 lantai) untuk fungsi pertokoan (termasuk rumah toko) bangunan komersial pinggir jalan di kawasan perdagangan ; b. Kawasan peruntukan dengan ALD sedang (50%-70%) diperuntukkan bagi bangunan sedang (maksimum 8 lantai) untuk bangunan perkantoran, komersial atau bangunan dengan sistim bangunan tunggal/blok ; c. Kawasan peruntukan dengan ALD rendah (20%-50%) diperuntukkan bagi bagi bangunan tinggi (minimum 9 lantai) untuk bangunan perkantoran dan komersial atau bangunan rendah untuk penggunaan industri. Dengan penjelasan diatas maka untuk bangunan rumah susun/apartemen yang rata-rata memiliki ketinggian bangunan diatas 9 lantai menggunakan ketentuan kepadatan bangunan yang tertera pada huruf c perda diatas. Selanjutnya tentang masalah ketingian bangunan. tidak jauh berbeda dengan masalah kepadatan bangunan. pengaturan. Dalam RBWK ketinggian bangunan untuk tiap-tiap SWP berbeda-beda akan tetapi ketinggian maksimum sebuah bangunan tetap mengacu pada RUTRK yang ada dalam Pasal 20 Perda
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Tata Ruang Kota yang menyebutkan : Ketinggian bangunan maksimum disetiap SWP di kotamadya adalah sebagai berikut : a. Kawasan peruntukan ketinggian bangunan sangat rendah yaitu blok dengan bangunan maksimum 2 (dua) lantai dengan tinggi puncak dibawah 12 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL) maksimum 2 kali angka lantai dasar (ALD) ; b. Kawasan peruntukan ketinggian bangunan rendah yaitu blok dengan bangunan bertingkat maksimum 4 (empat) lantai dengan tinggi puncak maksimum 24 meter dan minimum 12 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL) maksimum 4 kali angka lantai dasar (ALD) ; c. Kawasan peruntukan ketinggian bangunan sedang yaitu blok dengan bangunan bertingkat maksimum 8 (delapan) lantai dengan tinggi puncak maksimum 40 meter dan minimum 24 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL) maksimum 8 kali angka lantai dasar (ALD) ; d. Kawasan peruntukan ketinggian bangunan tinggi yaitu blok dengan bangunan bertingkat 9 (sembilan) lantai dengan tinggi puncak minimum 40 meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL) minimum 9 kali ALD, maksimum 20 lantai dengan tinggi puncak bangunan maksimum 84 meter dari lantai dasar dan ALL maksimum 20 kali angka lantai dasar (ALD) ; Dengan demikian, semua bangunan yang akan didirikan wajib memenuhi ketentuan ketinggian diatas. Termasuk untuk bangunan rumah susun/apartemen ketinggian maksimal yang diperbolehkan adalah maksimal 20 lantai dan puncak bangunan maksimal 84 meter. Kota surakarta merupakan kota budaya. Hal ini berlaku juga untuk bangunan yang akan didirikan sebisa mungkin mengaplikasikan kebudayaan jawa. Dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan ditegaskan secara jelas mengenai ketentuan tersebut tepatnya dalam Pasal 58 yang berbunyi :”Setiap bangunan sejauh mungkin diusahakan mempertimbangkan segi-segi pengembangan konsepsi bangunan tradisional surakarta untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
menciptakan suasana lingkungan yang berciri lokal. Akan tetapi hal tersebut tidak sejalan dengan perda tata ruang kota yang sama sekali tidak menyinggung mengenai masalah pengembangan konsep bangunan tradisional. Hal inilah yang membuat bangunan-bangunan yang ada saat ini bergaya moderen dan terkesan menghilangkan ciri Kota Surakarta sebagai kota budaya dilihat dari segi bangunannya. Seperti bangunan apartemen misalnya yang berdiri menjulang sangat tinggi. Konsep moderen dan fasilitas yang serba mewah ini disinyalir akan menenggelamkan kebudayaan masyarakat jawa beserta nilai-nilai kerifan lokal yang ada. Untuk tetap menjaga identitas kota surakarta maka perlu diharmoniskan antara perda bangunan dan perda tata ruang kota khususunya dalam bidang pemberian izin bangunan. Ketentuan mengenai konsep bangunan tradisional seharusnya ditekankan juga dalam perda tata ruang kota. Karena kurang kuatnya perda ini, batasan ketinggian bangunan yang telah ditetapkanpun akhirnya dilanggar juga oleh para pengembang bangunan apartemen. Batasan ketinggian bangunan yang seharusnya 20 lantai telah dilanggar. Apartemen-apartemen yang didirikan di Kota Surakarta tingginya lebih dari 20 lantai, pemerintah kota berdalih hal ini dilakukan sebagai upaya modernisasi bahkan rancangan perda tata ruang kota yang baru akan diubah mengikuti perkembangan zaman (ketinggian bangunan rencana akan ditambah menjadi 30 lantai. Hal ni menggambarkan betapa lemahnya penegakan nilai-nilai budaya dalam peraturan yang dibuat oleh pemerintah kota. Berbeda dengan provinsi Bali misalnya yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan mereka. Misalkan ketentuan mengenai Batas ketinggian merupakan harga mati yang tidak bisa diubah ubah dan juga pendirian pura di tiap-tiap rumah warga yang beragama hindu dapat menjadi ciri khas kebudayaan warga Bali sehingga dapat menarik wisatawan asing. Hal ini dilakukan karena mereka memasukkan keraifan lokal masyarakat bali salah satunya ajaran Tri Hita Kirana (salah satu dalam ajaran agama hindhu) sebagai ideologi pembentuk peraturan dibidang bangunan dan tata ruang kota mereka. Mungkin jika Pemerintah Surakarta menjalankan hal seperti yang dilakukan oleh Pemerintah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
Bali, pasti perda yang dibuat akan lebih kuat dalam menjaga identitas Kota Surakarta sebagai kota budaya. Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan telah mengatur secara jelas mengenai persyaratan izin mendirikan bangunan yang berlaku di wilayah Kota Surakarta yang secara lebih umum diatur dalam undangundang bangunan. Pembentukan perda bangunan merupakan kewenangan masing-masing pemerintah daerah sesuai dengan asas otonomi daerah akan tetapi tetap mengacu pada peraturan yang ada di atasnya. Pembentukan perda bangunan telah sesuai dengan asas-asas pembentukan perundang-undangan yang antara lain : a. Kejelasan tujuan Tujuan dari pembentukan Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan untuk memberikan pedoman bagi orang maupun badan hukum yang akan mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan. b. Kelembagaan atau organ pembentuk organ yang tepat Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan adalah peraturan pelaksanaan di tingkat daerah yang mengacu pada peraturan perundangan diatasnya (peraturan pemerintah tentang bangunan dan undangundang bangunan) dibentuk oleh Pemerintah Kota Surakarta, yang dalam hal ini adalah sebagai pejabat yang berwenang dalam pembuatan peraturan tersebut. c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan Antara jenis dan materi muatan dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan telah sesuai. Isi dari Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan secara jelas telah menjelaskan dari jenis peraturannya yaitu sebagai paraturan pelaksanaan pada tingkat daerah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
dari undang-undang bangunan khususnya yang mengatur masalah izin mendirikan bangunan. d. Dapat dilaksanakan Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan telah dijadikan pedoman bagi orang maupun badan hukum yang akan mengajukan permohonan IMB, dan sebagai acuan dalam melengkapi persyaratan izin mendirikan bangunan termasuk di dalamnya bangunan rumah susun atau apartemen. Permohonan izin mendirikan bangunan wajib memenuhi segala persyaratan pada Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Dengan kata lain, Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan berlaku efektif di dalam masyarakat khususnya masalah perizinan mendirikan bangunan.
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan dibuat karena sangat dibutuhkan bagi setiap orang atau badan hukum khususnya di Surakarta yang akan mendirikan bangunan. Adanya Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan ini dibutuhkan sebagai pedoman persyaratan administratif dalam mendirikan sebuah bangunan termasuk di dalamnya bangunan apartemen agar nantinya bangunan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap. Sedangkan bagi pemerintah, Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan berfungsi untuk mengendalikan pembangunan kota serta meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
f. Kejelasan rumusan Dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan telah diatur secara jelas tentang izin mendirikan bangunan. Penggunaan bahasa dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan mudah dimengerti dan dipahami, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang permasalahan yang penulis kaji, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagi berikut : 1
IMB merupakan keputusan administrasi negara yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan apartemen kurang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada karena ketentuan mengenai ketinggian bangunan yang ada dalam perda telah dilanggar, sehingga penerbitan IMB bangunan apartemen dapat dibatalkan demi hukum. Begitu juga bila ditinjau dari segi sosial-budaya penerbitan IMB bangunan apartemen kurang sesuai karena terdapat beberapa ketentuan yang bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat sebagai kearifan lokal yang seharusnya dijunjung tinggi agar daerah tersebut tidak kehilangan jati dirinya. Izin mendirikan bangunan wajib mempehatikan kaidah dalam tata ruang, akan tetapi IMB bangunan apartemen tidak sepenuhnya sesuai dengan kaidah tata ruang yang menyangkut perencanaan pembangunan dibidang perumahan.
2
Antara Undang-Undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan telah terdapat harmonisasi. Keharmonisan peraturan tersebut terletak pada adanya kesamaan konsep atau substansi dalam hal permohonan IMB. Sehingga Perda Kota Surakarta Tentang Bangunan dapat dijadikan pedoman untuk pengajuan permohonan mendirikan bangunan di tingkat daerah sebagai pelaksanaan dari UU Bangunan. Meskipun demikian untuk bangunan seperti rumah susun atau apartemen, dibutuhkan beberapa ketentuan yang belum ada dalam Perda bangunan seperti ketentuan mengenai benda bersama, tanah bersama yang harus tergambar jelas dalam pengajuan IMB.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
B. Saran-saran 1
Bagi setiap pemohon izin mendirikan bangunan yang akan mengajukan permohonan IMB selain mengacu pada perundang-undangan yang ada agar Imb tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap dan terbebas dari gangguan pihak lain, pemohon IMB wajib memperhatikan segi sosial-budaya masyarakat dan tata ruang kota.
2
Untuk bangunan rumah susun atau apartemen, beberapa peraturan persyaratan mengenai perizinan mendirikan bangunan belum diatur dalam regulasi tingkat daerah. Oleh karena itu seharusnya pemerintah khususnya Pemerintah Kota Surakarta segera membuat pengaturan mengenai hal tersebut.
commit to user