Penulisan Hukum (Skripsi)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

STUDI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA KELALAIAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KEMATIAN OLEH ANGGOTA TNI DI PENGADILAN MILITER II–11 YOGYAKARTA (Studi Kasus Nomor 95-K/PM II – 11/AD/IX/2011)

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh Ganiesa Gunawan Pribadi NIM. E 0007265

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user


digilib.uns.ac.id ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi) STUDI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA KELALAIAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KEMATIAN OLEH ANGGOTA TNI DI PENGADILAN MILITER II–11 YOGYAKARTA (Studi Kasus Nomor 95-K/PM II – 11/AD/IX/2011)

Oleh GANIESA GUNAWAN PRIBADI NIM. E0007265

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 20 Juli 2012

commit to user


digilib.uns.ac.id iii

PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) STUDI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA KELALAIAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KEMATIAN OLEH ANGGOTA TNI DI PENGADILAN MILITER II–11 YOGYAKARTA (Studi Kasus Nomor 95-K/PM II – 11/AD/IX/2011) Oleh GANIESA GUNAWAN PRIBADI NIM. E0007265 Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari : Selasa Tanggal : 24 Juli 2012

commit to user


digilib.uns.ac.id iv

PERNYATAAN Nama

: GANIESA GUNAWAN PRIBADI

NIM

: E0007265

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul STUDI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA KELALAIAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KEMATIAN OLEH ANGGOTA TNI DI PENGADILAN MILITER II–11 YOGYAKARTA (Studi Kasus Nomor 95-K/PM II – 11/AD/IX/2011) adalah betul - betul karya sendiri. Hal - hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 24 Juli 2012 Yang membuat pernyataan

GANIESA GUNAWAN P NIM. E0007265

commit to user


digilib.uns.ac.id v

ABSTRAK GANIESA GUNAWAN PRIBADI, E0007265. 2012. STUDI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA KELALAIAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KEMATIAN OLEH ANGGOTA TNI DI PENGADILAN MILITER II–11 YOGYAKARTA (Studi Kasus Nomor 95-K/PM II – 11/AD/IX/2011). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pelaksanaan pemeriksaan dan kesamaan prosedur dengan ketentuan undang-undang dalam tindak pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian yang dilakukan anggota TNI di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta serta hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Hakim Militer dalam pelaksanaan pemeriksaan dan upaya penyelesaiannya. Penelitian ini termasuk jenis penelitian empiris yang bersifat deskriptif. Jenis data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara wawancara dengan Hakim di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, untuk mengumpulkan data sekunder digunakan teknik mencatat dokumen. Teknik analisis yang digunakan bersifat kualitatif. Sifat dasar analisis ini bersifat induktif, yaitu cara-cara menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus ke arah hal-hal yang bersifat umum. Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa prajurit TNI juga dapat diberlakukan tindak pidana umum selain tindak pidana khusus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer kemudian pelaksanaan pemeriksaan tindak pidana kelalaian lalu lintas telah sesuai dengan standar operasional prosedur pemeriksaan yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Namun banyak faktor yang membuat tidak efektifnya pemeriksaan perkara di pengadilan militer serta hambatan dalam menemukan fakta-fakta antara lain faktor personal dan faktor prosedur penyidikan, pemeriksaan, dan eksekusi di pengadilan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses dan mekanisme dalam pemeriksaan perkara tindak pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian masih terdapat kendala dan hambatan untuk mengungkapkan fakta-fakta dalam pemeriksaan perkara masih banyak yang harus diperbaiki sehingga peraturan yang telah ada menjadi lebih efektif dan efisien.

Kata kunci : Pengadilan Militer, Pemeriksaan, Kelalaian

commit to user


digilib.uns.ac.id vi

ABSTRACT GANIESA GUNAWAN PRIBADI, E0007265. Of 2012. STUDY EXAMINATION OF THE CRIME OF FAILURE OF TRAFFIC DEATHS CAUSED BY TNI MEMBER IN MILITARY COURTS II-11 YOGYAKARTA (CASE STUDY NUMBER 95-K/PM II - 11/AD/IX/2011). Faculty of Law Sebelas Maret University of Surakarta. The purpose of this study was to determine the process of examination and implementation of common procedures with the provisions of law in criminal negligence causing traffic deaths of members of the TNI in the Court of Military II11 Yogyakarta and the obstacles faced by the Military Judge in the execution of inspection and settlement efforts. This study includes the type of empirical research that is descriptive. This type of research data include the primary data and secondary data. The data obtained in this study were collected by interview with the judge in the Court of Military II-11 Yogyakarta, secondary data collection techniques used document noted. Technical analysis is qualitative. The nature of this analysis is inductive, ie ways of drawing conclusions from things that are specific to the matters of a general nature. Of research has been done obtained results that soldiers can also be applied in addition to the general criminal offense in accordance with the provisions of special Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer then the conducting of criminal negligence of the traffic in accordance with standard operating procedure that checks Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. However, many factors that make it effective in the case investigation and the barriers in the military court found the facts among other personal factors and factors of investigation procedures, inspection, and execution in the courts. Thus, it can be concluded that the processes and mechanisms in a criminal case investigation of traffic negligence causing death are still major obstacles and barriers to reveal the facts of the case investigation is still much to be improved so that the existing regulations to be more effective and efficient. Keywords: Military Courts, Inspection, Failure

commit to user


digilib.uns.ac.id vii

KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah SWT dengan rahmat, karunia, kuasa dan kehendak-Nya telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini dengan baik. Penulisan hukum ini berjudul “Studi Pelaksanaan Pemeriksaan Tindak Pidana Kelalaian Lalu Lintas Yang Menyebabkan Kematian Oleh Anggota TNI Di Pengadilan Militer II–11 Yogyakarta (Studi Kasus Nomor 95-K/PM II – 11/AD/IX/2011)” ditujukan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari akan keterbatasan dan banyaknya kekurangan pada hasil akhir penulisan ini, karena itu penulis terbuka untuk menerima dengan senang hati petunjuk, kritik dan saran yang bermanfaat bagi perbaikan skripsi ini. Banyak hambatan dan cobaan yang penulis hadapi pada waktu proses penyusunan skripsi ini, namun berkat ridho Allah SWT serta bantuan ikhtiar, petunjuk, bimbingan dan dorongan dari semua pihak akhirnya tugas akhir ini dapat penulis selesaikan. Penulisan hukum (skripsi) ini diharapkan dapat memberikan referensi mengenai bahan yang terkait. Penulisan hukum ini tidak lepas dari bantuan yang telah diberikan oleh pihak kepada penulis, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada : 1. Pimpinan Fakultas Hukum UNS Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta; 2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku ketua bagian acara yang telah menyetujui judul kepada penulis dan memberikan kesempatan untuk membuat penulisan hukum (skripsi) ini; 3. Bapak Kristiyadi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I penulisan hukum (skripsi) yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk membimbing penulis serta telah banyak memberikan bantuan, masukan, dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini;

commit to user


digilib.uns.ac.id viii

4. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II penulisan hukum (skripsi), yang dengan tulus ikhlas dan penuh tanggung jawab telah membimbing penulis hingga penulisan hukum ini dapat diselesaikan dengan baik; 5. Bapak Harjono S.H., M.H., selaku pembimbing akademik penulis; 6. Ibu Wida Astuti, S.H., M.H., selaku Ketua Pengelola Penulisan Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta; 7. Bapak Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ilmu pengetahuan tentang hukum, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi penulis. Staff karyawan Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang banyak membantu selama penulis kuliah; 8. Bapak Letnan Kolonel CHk. Slamet Sarwo Edy, S.H., M.Hum.,selaku Kepala Pengadilan Militer Yogyakarta yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian dan memperdalam ilmu hukum di instansi Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta; 9. Bapak Mayor Hari Aji Sugianto, S.H., Selaku Hakim, Bapak Kapten CHk. Reza Yanuar, S.E., S.H., Selaku Kataud, Bapak Peltu Sutaryadi, Bchk., Bapak Peltu Sangadi, Bchk. Selaku Panitera, dan terima kasih kepada keluarga besar Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta yang tidak bisa ditulis satu persatu atas jasanya yang tidak bisa dilupakan oleh penulis dan terima kasih penulis ucapkan karenanya; 10. Bapak Drs. Gunawan Dradjat, dan Ibu Kustiani S.H sebagai orang tua yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, doa yang tak pernah berhenti untuk anakmu, dan memenuhi kebutuhan baik lahir maupun batin bagi penulis. Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk budi jasa kalian yang tidak pernah dapat dibalas, semoga kelak diesok hari penulis dapat membuat kalian bangga dan bahagia; 11. Adik tercinta Oqy Diadara Putri yang telah memberi semangat dan kebanggaan;

commit to user


digilib.uns.ac.id ix

12. Gadis Tri Yuliana my sugar yang selalu memberikan dukungan dan motivasi dari awal hingga akhir penulisan hukum (skripsi); 13. Resimen Mahasiswa Satuan 905/JA UNS yang telah menempa dan mengembleng diri penulis selama ini; 14. Saudara-saudara Pra Gladi Patria XXIII MENWA UNS Engkong, Mandra, Paiman yang selalu ada dan menemani saat senang dan susah; 15. Para sahabat kos Wisma Mahadipa yang selalu ceria, Gepeng, Frengki dan Ferry; 16. Keluarga besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta; 17. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, semoga Allah SWT membalas semua bantuan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga penulisan hukum ini dapat berguna bagi perkembangn ilmu pengetahuan, khususnya ilmu dibidang hukum.

Surakarta, 24 Juli 2012

Penulis

commit to user


digilib.uns.ac.id x

DAFTAR ISI

Halaman Sampul Depan Halaman Judul......................................................................................................... i Halaman Persetujuan Pembimbing.......................................................................... ii Halaman Pengesahan Penguji.................................................................................. iii Halaman Pernyataan................................................................................................ iv Abstrak.................................................................................................................... v Kata Pengantar........................................................................................................ vii Daftar Isi................................................................................................................. x Daftar Gambar......................................................................................................... xiii Daftar Lampiran...................................................................................................... xiv BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1 B. Rumusan Masalah....................................................................

3

C. Tujuan Penelitian.....................................................................

3

D. Manfaat Penelitian...................................................................

4

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian..................................................................

5

2. Sifat Penelitian..................................................................

6

3. Pendekatan Penelitian.......................................................

6

4. Lokasi Penelitian..............................................................

6

5. Jenis dan Sumber Data Penelitian....................................

6

commit to user


digilib.uns.ac.id xi

BAB II

6. Teknik Pengumpulan Data................................................

7

7. Teknik Analisis Data.........................................................

7

F. Sistematika Penulisan Hukum.................................................

9

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori………………………………………………

11

1. Tinjauan Umum tentang Pemeriksaan................…….….

11

a. Pengertian Pemeriksaan..............................................

11

b. Jenis Pemeriksaan.......................................................

11

2. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana………………..

11

a. Istilah Tindak Pidana.................................................

11

b. Pengertian Tindak Pidana..........................................

12

c. Pengertian Tindak Pidana Militer..............................

12

d. Unsur Tindak Pidana ................................................

13

e. Jenis Tindak Pidana ..................................................

17

3. Tinjauan Umum Tentang Kelalaian (Kealpaan)……......

19

a. Pengertian Kealpaan...................…………………..

19

b. Pengertian Kelalaian Lalu Lintas.………………….

19

4. Tinjauan Umum tentang Peradilan Militer.................….

20

a. Pengertian Peradilan Militer..............................…...

20

b. Wewenang Peradilan Militer ……...………………

20

B. Kerangka Pemikiran ............................................................

25

commit to user


digilib.uns.ac.id xii

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pelaksanaan Pemeriksaan Perkara Kealpaan Lalu Lintas yang Menyebabkan Matinya Orang Lain di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta………………………………………………

27

2. Kesamaan Prosedur Proses Pemeriksaan Perkara Nomor 95K/PM II-11/AD/2011 Terhadap Ketentuan Undang-Undang Nomor

31

Tahun

1997

tentang

Peradilan

Militer …………...............................................................

44

3. Hambatan – hambatan yang dihadapi oleh Hakim Pengadilan Militer II – 11 Yogyakarta dalam Pelaksanaan Pemeriksaan pada Tindak Pidana Kelalaian yang Menyebabkan Matinya Orang Lain oleh Anggota TNI ....................................... B. Pembahasan BAB IV

.......................................................................

51 52

PENUTUP A. Simpulan................................................................................

63

B. Saran......................................................................................

64

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

commit to user


digilib.uns.ac.id xiii

DAFTAR GAMBAR GAMBAR: Gambar 1

Bagan Metode Analisis Interaktif

Gambar 2

Bagan Alur Kerangka Pemikiran

Gambar 3

Bagan Proses Penyelesaian Perkara Tindak Pidana di Pengadilan Militer

commit to user


digilib.uns.ac.id xiv

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran :

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer

commit to user


digilib.uns.ac.id

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum di Indonesia sebagai wujud dari penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan empat lingkungan badan peradilan yang berada dibawahnya yaitu lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan tata usaha negara dan lingkungan peradilan militer sesuai dengan kewenangan absolutnya masing-masing. TNI memiliki tugas sebagai alat pertahanan serta untuk menjaga kedaulatan NKRI dan menjalankan operasi militer atau operasi non militer di dalam maupun di luar negeri. Dalam melaksanakan tugasnya setiap anggota TNI tentu saja tidak menutup kemungkinan terjadinya penyimpangan seperti pelanggaran disiplin maupun tindak pidana. Setiap pelanggaran yang termasuk kategori tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI atau yang disamakan dengan anggota TNI diproses melalui Pengadilan Militer. Pengadilan Militer merupakan pengadilan khusus, sebagian masyarakat berpandangan bahwa Pengadilan Militer merupakan pengadilan yang tertutup bagi umum, sehingga memberikan dampak negatif dari penilaian masyarakat umum bahwa semua kegiatan pelaksanaan hukum terhadap anggota TNI yang melakukan tindak pidana tidak dilakukan dengan seadil-adilnya. Dari segi hukum anggota TNI memiliki kedudukan yang sama dengan anggota masyarakat sipil lainnya. Hal ini sesuai dengan asas equality before the law bahwa setiap orang memiliki derajat yang sama di depan hukum, baik militer maupun sipil. Sehingga setiap anggota TNI yang juga sebagai warga negara berlaku semua aturan hukum yang berlaku, akan tetapi karena anggota TNI berbeda dengan warga negara lainnya sehingga ditambah lagi aturan hukum yang lebih khusus bagi anggota TNI. commit to user

1

2 digilib.uns.ac.id


Tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI tetap harus dipidana tanpa adanya keistimewaan apapun dalam proses persidangannya. Proses pemeriksaan perkara di persidangan dilakukan menurut acara Peradilan Militer sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Tindak pidana militer dapat berupa tindak pidana yang juga dapat dilakukan warga sipil lainnya, akan tetapi karena pelakunya anggota militer maka dikategorikan sebagai tindak pidana milliter. Tindak pidana tersebut dapat berupa tindak pidana kelalaian lalu lintas yang dilakukan oleh anggota TNI. Dalam perkara nomor 95-K/PM II – 11/AD/IX/2011 di Pengadilan Militer II – 11 Yogyakarta, Sertu Eko Hendro Arif Wibowo telah melakukan tindak pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian. Perkara tersebut bermula pada saat Sertu Eko bersama dengan teman-temannya melakukan pesta minuman keras di sebuah cafe di Magelang, dengan keadaan mabuk minuman keras Terdakwa mengemudikan mobil Xenia berjalan menuju ke Magelang, dalam perjalanan Terdakwa

mengemudikan

kendaraannya

dengan

tidak

hati-hati

karena

terpengaruh dengan minuman keras sehingga ketika akan mendahului kendaraan di depannya Terdakwa menabrak kendaraan dari arah berlawanan. Kecelakaan tersebut mengakibatkan dua orang meninggal dunia. Sebagai seorang anggota TNI Terdakwa mempertanggung jawabkan perbuatan pidananya sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dalam putusan hakim Terdakwa hanya dipidana 8 bulan penjara. Mencermati hal tersebut masyarakat akan berpandangan bahwa ada ketidakadilan dalam proses persidangan karena seharusnya hukuman yang diberikan dapat lebih berat lagi mengingat pelakunya adalah anggota TNI. Sebelum hakim memberikan putusan proses pemeriksaan dalam pengadilan harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada, hal ini dilakukan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil agar keadilan dapat dicapai dan hakim tidak keliru dalam memberikan putusan. commit to user

3 digilib.uns.ac.id


Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membuat penulisan hukum dalam bentuk skripsi dengan judul “STUDI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA KELALAIAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KEMATIAN OLEH ANGGOTA TNI DI PENGADILAN MILITER II – 11 YOGYAKARTA (Studi Kasus Nomor 95-K/PM II – 11/AD/IX/2011)”.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis akan mengkaji lebih rinci permasalahan yang ada dengan rumusan masalah untuk dikaji dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana pelaksanaan pemeriksaan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta pada perkara tindak pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian yang dilakukan oleh anggota TNI pada perkara Nomor 95-K/PM II – 11/AD/IX/2011? 2. Apakah proses pemeriksaan perkara Nomor 95-K/PM II – 11/AD/IX/2011 dalam pengadilan militer sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer? 3. Apakah kendala yang dihadapi oleh hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara tindak pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian yang dilakukan oleh anggota

TNI pada perkara Nomor 95-K/PM II –

11/AD/IX/2011?

C. Tujuan Penelitian Setiap penelitian haruslah memiliki tujuan yang jelas agar memberikan hasil yang pasti sebagai pemecahan permasalahan yang dihadapi. Dalam penelitian ini adapun tujuan objektif dan subjektif sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui proses pemeriksaan dalam perkara pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian di Pengadilan Militer II – 11 commit to user Yogyakarta.

4 digilib.uns.ac.id


b. Untuk mengetahui proses pemeriksaan dalam perkara pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian di Pengadilan Militer II – 11 Yogyakarta apakah telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh hakim Pengadilan Militer II – 11 Yogyakarta dalam melakukan pemeriksaan pada persidangan perkara pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian. 2. Tujuan Subjektif a. Memperoleh data sebagai bahan penulisan hukum (skripsi) untuk melengkapi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana dibidang hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Sebagai salah satu cara untuk menerapkan serta mendalami teori dari ilmu pengetahuan penulis yang telah diperoleh selama menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. c. Untuk menambah wawasan serta pengetahuan penulis khususnya hukum acara pidana militer terutama dalam proses pemeriksaan di dalam persidangan.

D. Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian adalah memberikan manfaat, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan itu sendiri. Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum pada umumnya dan hukum acara pada khususnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan literatur kepustakaan

mengenai

permasalahan-permasalahan

pemeriksaan dalam persidangan. commit to user

pada

proses

5 digilib.uns.ac.id


c. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan bahanbahan serta sumber-sumber yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini. 2. Manfaat Praktis a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban atas pemasalahan yang akan diteliti. b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan sumbangan

pemikiran

pada

pihak-pihak

terkait

tentang

proses

pemeriksaan dalam persidangan. c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pola pikir yang kritis bagi masyarakat serta penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

E. Metode Penelitian Penelitian telah dimulai apabila seseorang berusaha untuk memecahkan suatu masalah, secara sistematis dengan metode-metode dan teknik-teknik tertentu, yakni yang ilmiah (Soerjono Soekanto, 2006:3). Menurut Soerjono Soekanto metodologi merupakan suatu unsur yang harus ada didalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan (Soerjono Soekanto, 2006:7). Pada dasarnya metode memberikan pedoman bagi peneliti untuk mempelajari, menganalisa serta memahami lingkungan yang akan dihadapinya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa metode penelitian adalah suatu elemen mutlak yang memberikan pedoman dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam menyusun penulisan hukum ini oleh penulis adalah penelitian hukum sosiologis atau empiris. Pada penelitian hukum sosiologis atau empiris ini yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan penelitian terhadap data primer di commit to user Soekanto, 2006:52). lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono

6 digilib.uns.ac.id


2. Sifat Penelitian Dilihat dari sifatnya penelitian yang disusun oleh penulis termasuk penelitian yang bersifat deskriptif. Sifat penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya, terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu didalam memperkuat teori-teori lama, atau didalam menyusun kerangka teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2006:10). 3. Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan penulis adalah metode pendekatan kualitatif pada studi langsung yang dipilih. Adapun pendekatan kualitatif merupakan cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan perilaku yang nyata. 4. Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data-data yang diperlukan,

maka penulis

melakukan penelitian dengan mengambil lokasi di Pengadilan Militer II – 11 Yogyakarta. 5. Jenis dan Sumber Data Penelitian Secara umum dalam penelitian dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. “Data yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan ialah data sekunder” (Soerjono Soekanto, 2006:51). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Sumber Data Primer “Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni perilaku warga masyarakat, melalui penelitian” (Soerjono Soekanto, 2006:51). Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dengan melakukan wawancara secara langsung di lokasi penelitian dengan pihak–pihak terkait di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. commit to user


7 digilib.uns.ac.id

b. Sumber Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, misalnya instrumen hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, bukubuku publikasi dari berbagai organisasi, laporan-laporan dan dokumendokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. sumber data sekunder yang penulis gunakan terdiri dari: 1) Bahan Hukum Primer. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang mengikat, dan yang penulis gunakan adalah, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang dan peraturan yang setaraf. 2) Bahan Hukum Sekunder. Bahan hukum sekunder yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, dan yang penulis gunakan adalah Jurnal internasional, hasil penelitian terdahulu dan buku-buku. 3) Bahan Hukum Tertier Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, dan yang penulis gunakan adalah kamus bahasa Indonesia. 6. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang akan dipergunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wawancara Untuk mendapatkan data primer adalah dengan wawancara langsung, yakni melakukan tanya jawab dengan pihak yang terkait dengan penelitian ini yaitu pihak Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terpimpin, terarah dan mendalam sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti agar memperoleh hasil berupa data serta informasi yang akurat, lengkap dan commit to user seteliti mungkin.

8 digilib.uns.ac.id


b. Studi Pustaka Studi kepustakaan adalah salah satu teknik pengumpulan data dengan cara mengkaji subtansi suatu bahan hukum yang diperoleh dari berbagai literatur meliputi buku-buku, peraturan perundang-undangan, hasil penelitian terdahulu, publikasi dari berbagai organisasi dan bahan kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan permasalah yang diteliti. 7. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J Maleong, 2002:103). Teknik analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian, yaitu berupa pengumpulan data yang kemudian dilakukan penyuntingan, untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya kualitatif. Dimana teknik analisis model interaktif adalah data yang terkumpul akan dianalisis melalui tiga tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data dan kemudian menarik kesimpulan. Selain itu dilakukan pula proses siklus antara tahap-tahap tersebut sehingga data yang terkumpul berhubungan satu dengan yang lainnya secara sistematis (H.B. Sutopo, 2002:8). Menurut H.B. Sutopo, tiga komponen tersebut adalah: a. Reduksi data Merupakan proses seleksi, penyederhanaan dan abstraksi dari data (fieldnote). b. Penyajian data Merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian yang dapat dilakukan. Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti.

commit to user

9 digilib.uns.ac.id


c. Kesimpulan dan Verifikasi Dari permulaan data, seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan dan konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proporsi. Kesimpulan akan ditangani dengan longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan telah disediakan, mula-mula belum jelas, meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar dengan pokok. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pemikiran penganalisis selama ia menulis, atau mungkin dengan seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali (H.B. Sutopo, 2002:97). Adapun skema teknik analisis kualitatif dengan interaktif model adalah sebagai berikut :

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian Data

Penarikan Kesimpulan

Gambar 1. Skema Model Analisis Interaktif

commit to user

10 digilib.uns.ac.id


F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baku dalam penulisan hukum, maka penulis menyajikan sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : BAB I

:

PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini.

BAB II

:

TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis menguraikan mengenai teori yang menjadi landasan atau memberikan penjelasan secara teoritik berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan penulisan hukum ini. Kerangka teori tersebut meliputi tinjauan umum tentang peradilan militer, tinjauan tentang pengadilan militer dan tinjauan tentang tindak pidana kelalaian lalu lintas. Diakhiri dengan kerangka pemikiran yang menggambarkan alur pemikiran dalam penelitian.

BAB III

:

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menyajikan

pembahasan

hasil

penelitian

yaitu

pelaksanaan pemeriksaan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta pada perkara tindak pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian yang dilakukan oleh anggota TNI pada perkara Nomor 95-K/PM II – commit to user 11/AD/IX/2011 dan hambatan–hambatan yang dihadapi



oleh hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara tindak pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian yang dilakukan oleh anggota TNI di Pengadilan Militer II11 Yogyakarta serta bagaimana upaya penyelesaiannya. BAB IV

:

PENUTUP Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

commit to user



BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Pemeriksaan a. Pengertian Pemeriksaan Pemeriksaan berasal dari kata “periksa” yang memiliki arti melihat dengan teliti. KUHAP dan Undang-Undang Nomor. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer tidak memberikan definisi secara rinci mengenai pengertian pemeriksaan, Undang-Undang Nomor. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer hanya menyebutkan jenis-jenis pemeriksaan dalam persidangan. Sedangkan tata cara pemeriksaan dalam persidangan menurut Undang-Undang Nomor. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer Pasal 141 ayat (4) Hakim Ketua memimpin pemeriksaan di sidang Pengadilan yang dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh Terdakwa dan Saksi. Apabila ketentuan tersebut tidak dipenuhi, maka putusan batal demi hukum (Pasal 141 ayat (9) Undang-Undang Nomor. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer). b. Jenis Pemeriksaan Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer jenis pemeriksaan dalam persidangan dibagi menjadi : 1) Acara pemeriksaan biasa. 2) Acara pemeriksaan koneksitas. 3) Acara pemeriksaan khusus. 4) Acara pemeriksaan cepat.

commit to user



2. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana a. Istilah tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda, dengan demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. (Adam Chazawi,2005:67) Ada beberapa ahli yang menterjemahkan strafbaar feit dengan menggunakan istilah tindak pidana, peristiwa pidana, delik, perbuatan pidana, pelanggaran pidana dan perbuatan yang boleh dihukum. Menurut Wirjo Prodjokoro, “tindakan pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana” (Wirjo Prodjkoro,2002:20). b. Pengertian Tindak Pidana Pengertian dari tindak pidana memiliki banyak definisi dari pendapat para sarjana. Dalam kitab undang-undang hukum pidana serdiri tindak pidana dikenal dengan istilah “strafbaar feit”. Menurut Moeljatno yang menggunakan istilah perbuatan pidana, beliau memberikan definisi yaitu “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut” (Adam Chazawi,2005:71). Van Hamel merumuskan sebagai berikut: strafbaar feit adalah kelakuan orang (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan (Moeljatno,1987:56). Menurut Pompe strafbaar feit dirumuskan sebagai berikut : “strafbaar feit adalah suatu pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum), terhadap mana pelakunya mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin kesejahteraan umum” (Sianturi,1996:201). commit to user



c. Pengertian tindak pidana militer Tindak pidana militer adalah tindak pidana dengan subjeknya seorang militer. Tindak pidana militer dibagi menjadi 2, yaitu: 1) Tindak pidana militer murni (Zuiver Militaire Delict) Tindak pidana militer murni adalah tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh seorang militer, karena sifatnya khusus. Tindak pidana militer murni baru dapat dilakukan apabila terdapat unsur yang paling penting dari tindak pidana tersebut yaitu unsur militer. Sebagai contoh tindak pidana desersi, meninggalkan dinas ketentaraan pasal 87 KUHPM. 2) Tindak pidana militer campuran (Germengde Militaire Delict) Tindak pidana militer campuran adalah suatu perbuatan yang dilarang yang pada pokoknya sudah ditentukan dalam perundangundangan lain, sedangkan ancaman hukumanya dirasakan terlalu ringan apabila perbuatan itu dilakukan oleh seorang militer. Oleh karena itu diatur lagi dalam KUHPM disertai ancaman hukuman yang lebih berat sesuai dengan pasal 52 KUHP, disesuaikan dengan keadaan yang khas militer. Misalnya pencurian pasal 140 KUHPM. d. Unsur Tindak Pidana Setelah mengetahui definisi dari berbagai istilah mengenai tindak pidana, tentunya unsur-unsur tindak pidana juga perlu kita ketahui. Ada beberapa pendapat ahli hukum yang memberikan pendapatnya mengenai unsur-unsur tindak pidana, begitu juga dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang memuat unsur tindak pidana. Yaitu sebagai berikut:

commit to user



1) “Menurut D. Simons, unsur tindak pidana adalah: a) Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan); b) Diancam dengan pidana (Stratbaar gesteld); c) Melawan hukum (onrechmatig); d) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand); e) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar persoon)” (Sudarto,1990:41). 2) Menurut Van Hamel, unsur-unsur tindak pidana adalah: a) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang; b) Melawan hukum; c) Dilakukan dengan kesalahan; d) Patut dipidana. 3) Moeljatno menyimpulkan dalam bukunya, yang merupakan unsur atau elemen perbuatan pidana adalah: a) Kelakuan dan akibat (Perbuatan); b) Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan; c) Keadaan tambahan yang memberatkan pidana; d) Unsur melawan hukum yang obyektif; e) Unsur melawan hukum yang subyektif (Moeljatno,1987:63). 4) “Menurut Sianturi unsur-unsur dari tindak pidana yaitu: a) Subjek; b) Kesalahan; c) Bersifat melawan hukum (dari tindakan); d) Suatu tindakan aktif/pasif yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana.; e) Waktu,

tempat

dan

keadaan”

(Sianturi,1996:207). commit to user

(unsur

objektif

lainnya)



5) Dalam KUHP, diketahui adanya 8 unsur tindak pidana, yaitu: a) Unsur tingkah laku; b) Unsur melawan hukum; c) Unsur kesalahan; d) Unsur akibat konstitutif; e) Unsur keadaan yang menyertai; f) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana; g) Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana; h) Unsur

syarat

tambahan

untuk

dapatnya

dipidana

(Adam

Chazawi,2005:81). Dari yang dikemukakan oleh beberapa ahli maupun dari KUHP tentang rumusan unsur-unsur tindak pidana tidak ditemukan adanya kesatuan pendapat, akan tetapi dari beberapa rumusan unsur-unsur tindak pidana yang telah disebutkan diatas dapat disimpulkan unsur-unsur tindak pidana terdiri dari: 1) Unsur perbuatan Perbuatan atau tindakan orang merupakan unsur pertama dari tindak pidana. Perbuatan orang adalah titik hubungan yang menjadi awal dari terjadinya tindak pidana. Perbuatan mengandung arti berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Dikemukakan oleh Adam Chazawi yang dimaksud dengan “tingkah laku aktif adalah suatu bentuk tingkah laku yang untuk mewujudkannya atau melakukannya diperlukan wujud gerakan atau gerakan-gerakan dari tubuh atau bagian tubuh, misalnya mengambil (362) atau memalsu dan membuat secara palsu (268)” (Adam Chazawi,2005:83).

commit to user



Kemudian yang dimaksud dengan tidak berbuat sesuatu menurut Adam Chazawi adalah : “Sedangkan tidak berbuat sesuatu adalah suatu perbuatan tidak melakukan aktivitas tertentu dengan tubuhnya, dimana seharusnya seseorang tersebut melakukan perbuatan aktif pada saat tertentu. Dengan tidak berbuat demikian seseorang itu disalahkan karena tidak melaksanakan kewajiban hukumnya, contohnya perbuatan tidak memberikan pertolongan (531), membiarkan (304), meninggalkan (308), tidak segera memberitahukan (164), tidak datang (522)” (Adam Chazawi,2005:83). 2) Unsur sifat melawan hukum Perbuatan bersifat melawan hukum menurut Sudarto dalam bukunya “apabila perbuatan itu masuk dalam rumusan delik sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang” (Sudarto,1990:76). Unsur ini merupakan unsur terpenting dalam tindak pidana, karena perbuatan melawan hukum merupakan perbuatan yang tidak sesuai dan bertentangan dengan aturan yang berlaku pada suatu tempat dimana aturan hukum tersebut berlaku. Unsur melawan hukum bukanlah suatu penilaian objektif terhadap pelakunya akan tetapi terhadap perbuatan yang dilakukan. Unsur melawan hukum terdapat dua ajaran yaitu sifat melawan hukum formil dan sifat melawan hukum materiil. Dalam sifat melawan hukum formil dikatakan bahwa melawan hukum apabila bertentangan dengan undang-undang (hukum tertulis) sedangkan ajaran sifat melawan hukum materiil yaitu melawan hukum karena bertentangan dengan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. 3) Unsur kesalahan Unsur kesalahan adalah mengenai keadaan atau gambaran batin seseorang sebelum memulai maupun pada saat memulai perbuatan, dimana unsur ini melekat pada diri pelaku. Unsur kesalahan ini berupa unsur yang berhubungan antara perbuatan dan akibat serta sifat melawan hukum perbuatan commitpelaku. to userHanya dengan adanya hubungan



antara ketiga unsur tersebut dengan keadaan batin pembuatnya inilah, pertanggung jawaban dapat dibebankan pada orang tersebut. Menurut Sudarto unsur kesalahan adalah: Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi meskipun perbuatannya memenuhi rumusan delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan (an objective breach of a penal provision), namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk menjatuhkan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat, bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guilt). Dengan perkataan lain, orang tersebut harus dapat di pertanggungjawabkan atas perbutannya atau jika dilihat dari sudut pandang perbuatannya, perbuatannya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tersebut (Sudarto, 1990:85). 4) Unsur kemampuan bertanggungjawab Kemampuan bertanggungjawab secara singkat dapat diartikan sebagai keadaan batin orang yang normal, yang sehat. Dalam KUHP rumusan mengenai kemampuan bertanggungjawab tidak dirumuskan secara jelas. Namun ada satu pasal dalam KUHP yang berhubungan dengan kemampuan bertanggungjawab, yaitu pasal 44 ayat (1) : Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana. Dalam pasal 44 KUHP memang tidak secara jelas memuat apa yang dimaksud dengan kemampuan bertanggungjawab, akan tetapi dalam pasal tersebut terdapat alasan pada diri si pelaku sehingga perbuatan yang dilakukannya itu tidak dapat dipertanggungjawabkan.

commit to user



5) Unsur memenuhi rumusan undang-undang Unsur ini menerangkan bahwa untuk ada atau tidaknya tindak pidana, maka undang-undang itu sendiri harus mengatur sebelum perbuatan itu dilakukan. Dalam KUHP Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana sebelum aturan perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”. e. Jenis tindak pidana Tindak pidana digolongkan menjadi beberapa macam antara lain: 1) Kejahatan dan pelanggaran Kejahatan dalam KUHP diatur dalam buku II, sedangkan pelanggaran diatur dalam buku III KUHP. Perbedaan yang jelas antara kejahatan dengan pelanggaran ialah pelanggaran itu lebih ringan daripada kejahatan. 2) Delik formil dan materiil Menurut Sudarto yang dimaksud dengan delik formil dan materiil yaitu: “Delik formil itu adalah delik yang perumusannya dititik beratkan kepada perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan seperti tercantum dalam rumusan delik. Delik materiil itu adalah delik yang perumusannya dititik beratkan kepada akibat yang dikehendaki (dilarang). Delik ini baru selesai apabila akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi” (Sudarto,1990:57). 3) Delik

comissionis,

delik

omissionis

dan

delik

comissionis

permissionem comissa Delik comissionis adalah delik yang berbuat sesuatu yang dilarang, misalnya pasal 378 KUHP. Delik omissionis adalah delik yang tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan, misalnya pasal 531 KUHP. Sedangkan yang dimaksud delik comissionis permissionem comissa adalah delik yang seharusnya dilakukan berbuat tetapi dalam commit to user hal ini pelaku tidak berbuat sama sekali. Sebagai contoh seorang



penjaga perlintasan kereta api yang dengan sengaja tidak menutup palang pintu ketika kereta melintas sehingga terjadi kecelakaan, pasal 194 KUHP. 4) Delik dolus dan delik culpa Delik dolus adalah delik yang dilakukan dengan sengaja, misalnya pasal 339 KUHP. Sedangkan delik culpa delik yang dilakukan karena alpa, misalnya pasal 359 KUHP. 5) Delik aduan dan delik bukan aduan Delik aduan adalah delik yang penuntutannya tergantung berdasarkan pada aduan dari pihak yang dirugikan, misalnya pasal 284 KUHP. Sedangkan delik bukan aduan merupakan delik biasa, tanpa perlu adanya aduan maka pelaku dapat dituntut. 3. Tinjauan Umum Tentang Kelalaian (Kealpaan) a. Pengertian Kealpaan Definisi kelalaian atau kealpaan dalam undang-undang tidak ditentukan secara terperinci artinya, akan tetapi secara sempit berdasarkan Memorie van toelichting (M.v.T) kealpaan dapat di definisikan bahwa kealpaan disatu pihak berlawanan benar-benar dengan kesengajaan dan dipihak lain dengan hal yang kebetulan. Pendapat lainnya “kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari pada kesengajaan akan tetapi bukan kesengajaan yang ringan” (Sudarto, 1990:124). “Di dalam undang-undang tidak ditentukan apa arti dari kealpaan. Dari ilmu pengetahuan hukum pidana diketahui bahwa inti, sifat-sifat atau ciri-cirinya adalah : 1) Sengaja melakukan suatu tindakan yang ternyata salah, karena menggunakan ingatan/otaknya secara salah, seharusnya ia menggunakan ingatan (sebaik-baiknya), tetapi tidak ia gunakan. Dengan perkataan lain ia telah melakukan suatu tindakan (aktif atau pasif) dengan kurang kewaspadaan yang diperlukan. 2) Pelaku dapat memperkirakan akibat yang akan terjadi, tetapi merasa dapat mencegahnya. Sekiranya akibat itu pasti akan terjadi, dia lebih suka untuk tidak melakukan tindakan yang akan menimbulkan akibat itu. Akan tetapi tindakan itu tidak diurungkan, atas tindakan commit to usermana ia kemudian disel, karena bersifat melawan hukum” (Sianturi, 1996:189).



b. Pengertian kelalaian lalu lintas Kelalaian lalu lintas merupakan ketidak hati-hatian pengguna jalan dalam melakukan aktivitasnya di jalan sehingga terjadi kecelakaan. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan Pasal 1 yang dimaksud kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. 4. Tinjauan Umum Tentang Peradilan Militer a. Pengertian Peradilan Militer Pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menerangkan bahwa peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan

Tentara Nasional

Indonesia untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara. Sedangkan Oditurat merupakan badan pelaksana kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan di lingkungan Angkatan Bersenjata berdasarkan

pelimpahan

dari

Panglima,

dengan

memperhatikan

kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer yang merupakan badan pelaksana kekuasaan Kehakiman di lingkungan angkatan bersenjata secara organisatoris dan administratif berada di bawah pembinaan panglima TNI.

Tetapi pembinaan tersebut tidak boleh mengurangi

kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Dalam hal pembinaan teknis pengadilan dalam lingkungan peradilan militer dilakukan oleh Mahkamah Agung.

commit to user



b. Wewenang Peradilan Militer Menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer mempunyai wewenang : 1) Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah : a) Prajurit; b) Yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan prajurit; c) Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undangundang; d) Seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf (a), huruf (b), dan huruf (c) tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. 2) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata. 3) Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan. Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer disebutkan susunan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer terdiri dari : 1) Pengadilan militer Pengadilan Militer bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama dengan satu orang hakim ketua dan dua orang hakim anggota, dan dihadiri oleh Oditur Militer dan dibantu oleh satu orang Panitera. Hakim Ketua paling rendah berpangkat Mayor, sedangkan Hakim Anggota dan Oditur Militer paling rendah berpangkat Kapten dan Panitera paling rendah commit to user



berpangkat Pembantu Letnan Dua (Pelda) dan paling tinggi berpangkat Kapten. Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 kekuasaan Pengadilan Militer adalah memeriksa dan memutus pada tingkat pertama tindak pidana yang Terdakwanya adalah: a) Prajurit yang berpangkat kapten ke bawah; b) Yang berdasarkan Undang-Undang dipersamakan dengan Prajurit (pasal 9 butir 1 huruf b); c) Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan UndangUndang (pasal 9 butir 1 huruf c) kepangkatan Kapten ke bawah; d) Seorang yang tidak termasuk dipersamakan dengan prajurit atau anggota suatu golongan atau jawatan atau badan yang tidak dipersamakan atau tidak dianggap sebagai prajurit berdasarkan Undang-Undang yang harus diadili oleh Pengadilan Militer (pasal 40 huruf c). 2) Pengadilan Militer Tinggi Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat banding dengan satu orang hakim ketua dan dua orang hakim anggota, dan dihadiri oleh satu orang Oditur Militer dan dibantu oleh satu orang Panitera. Hakim Ketua paling rendah berpangkat Kolonel, sedangkan hakim anggota dan Oditur Militer paling rendah berpangkat setingkat dengan Terdakwa. Kekuasaan Pengadilan Militer Tinggi diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 adalah sebagai berikut: a) Pada Tingkat Pertama (1) Memeriksa dan memutus perkara pidana yang Terdakwanya adalah: (a) Prajurit atau salah satu Prajuritnya berpangkat Mayor ke commit to user atas;



(b) Mereka sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 angka 1 huruf b dan huruf c yang Terdakwanya atau salah satu Terdakwanya "termasuk tingkat kepangkatan" Mayor ke atas; dan (c) Mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh Pengadilan Militer Tinggi; (2) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata. b) Pengadilan Militer Tinggi memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding. c) Pengadilan Militer Tinggi memutus pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya. 3) Pengadilan Militer Utama Pengadilan Militer Utama bersidang untuk memeriksa

dan

memutus sengketa dengan majelis hakim dengan satu orang hakim ketua dan dua orang hakim anggota, dan dibantu oleh satu orang Panitera. Hakim Ketua paling rendah berpangkat Brigadir Jendral / Laksamana Pertama atau Marsekal Pertama, sedangkan hakim anggota paling rendah berpangkat kolonel. Kekuasaan Pengadilan Militer Utama diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 sebagai berikut: a) Pengadilan Militer Utama memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang wewenang mengadili: (1) antar Pengadilan Militer yang berkedudukan di daerah hukum Pengadilan Militer Tinggi yang berlainan; (2) antar Pengadilan Militer Tinggi; dan (3) antara Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer. commit to user



b) Sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 43 terjadi: (1) apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama; (2) apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang sama. c) Pengadilan Militer Utama memutus perbedaan pendapat antara Perwira Penyerah Perkara dan Oditur tentang diajukan atau tidaknya suatu perkara kepada Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Berdasarkan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 menyatakan bahwa Pengadilan Militer Utama memiliki Fungsi: a) Mengawasi penyelenggaraan peradilan di pengadilan militer, pengadilan militer tinggi dan pengadilan militer pertempuran. b) Mengawasi tingkah laku perbuatan para hakim dalam menjalankan tugasnya. Karena itu Pengadilan Militer Utama berwenang meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan di pengadilan militer, pengadilan militer tinggi dan pengadilan militer pertempuran.

Kemudian memberi petunjuk,

teguran, atau peringatan yang dipandang perlu tanpa mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara selanjutnya. c) Meneruskan perkara yang dimohonkan kasasi, peninjauan kembali dan grasi kepada Mahkamah Agung.

commit to user



4) Pengadilan Militer Pertempuran Pengadilan Militer pertempuran merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam mengadili perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit di daerah pertempuran, yang merupakan pengkhususan (diferensiasi atau spesialisasi) dari pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer. Pengadilan ini merupakan organisasi kerangka yang baru berfungsi apabila diperlukan dan disertai pengisian pejabatnya diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997. Pengadilan Militer Pertempuran bersidang untuk memeriksa dan memutus suatu perkara pidana dengan seorang hakim ketua dan beberapa hakim anggota yang berjumlah ganjil, dihadiri satu Oditur Militer / Oditur Militer Tinggi dan dibantu oleh seorang Panitera. Hakim ketua paling rendah berpangkat Letnan Kolonel sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah berpangkat Mayor. Dalam hal Terdakwa berpangkat Letnan Kolonel, maka Hakim Anggota dan Oditur Militer sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 17 ayat (2) paling rendah berpangkat setingkat dengan Terdakwa yang diadili. Apabila Terdakwa berpangkat Kolonel dan/ atau perwira tinggi maka Hakim Ketua, Hakim Anggota dan Oditur Militer sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) paling rendah berpangkat setingkat dengan pangkat Terdakwa yang diadili tersebut.

commit to user



B. Kerangka Pemikiran

ANGGOTA TNI

TINDAK PIDANA KELALAIAN LALU LINTAS

PENYIDIK POM

PAPERA

ODITUR MILITER

PEMERIKSAAN DAN PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA DI PENGADILAN MILITER

SESUAI UU RI NO 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER

TIDAK SESUAI UU RI NO 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER

Gambar 2. Skematik Kerangka Pemikiran

Anggota TNI dalam menjalankan tugasnya tidak lepas dari kesalahan maupun kelalaian. Ketika seorang prajurit didalam maupun diluar waktu dinas melakukan tindak pidana akan tetap dihukum sesuai aturan ketentaraan. Peristiwa kecelakaan lalu lintas termasuk dalam peristiwa tindak pidana karena dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas pasti terdapat suatu kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh manusia. Apabila terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI maka akan dilakukan penyelidikan oleh commit to user polisi militer yang kemudian berkas acara pemeriksaan diberikan kepada



oditur militer untuk kemudian disusun berita acara pendapat yang kemudian diserahkan kepada Papera. Apabila Papera telah menerima Berita Acara Pendapat dari Oditur Militer, selanjutnya Papera dengan kewenangannya mempertimbangkan untuk menentukan perkara pidana tersebut diserahkan kepada atau diselesaikan di Pengadilan Militer dengan diterbitkannya Surat Keputusan Penyerahan Perkara (Skeppera) tersebut, menunjukkan telah dimulainya proses pemeriksaan perkara di Pengadilan Militer. Setelah Skeppera diterima oleh pengadilan militer kemudian dimulai sidang dengan acara pemeriksaan biasa. Dari awal pemeriksaan dalam sidang hingga adanya putusan, proses pemeriksaan harus sesuai dengan undangundang yang berlaku. Dalam perkara kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian oleh anggota TNI pemeriksaan dalam sidang dengan acara pemeriksaan biasa harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

commit to user



BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Pelaksanaan

Pemeriksaan

Perkara

Kelapaan

Lalu

Lintas

yang

Menyebabkan Matinya Orang Lain di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta Prajurit TNI sebagai subyek hukum yang dapat melakukan tindak pidana dan dapat dijatuhkan hukuman yang berupa sanksi pidana karena perbuatannya, tidak hanya tindak pidana yang diatur secara khusus, akan tetapi tindak pidana umum seperti kelalaian lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain. Apabila disidangkan di Pengadilan Umum bagi anggtota TNI yang melakukan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain juga diberlakukan Pasal 359 KUHP. Akan tetapi karena asas hukum Lex Spesialis Derogat Lex Generalis, maka bagi anggota TNI yang disidangkan di Pengadilan Militer menggunakan ketentuan yang tercantum dalam KUHPM selain sanksi yang tercantum dalam Pasal 359 KUHP. Dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) disebutkan “terhadap tindak pidana yang tidak tercantum dalam kitab undang-undang ini, yang dilakukan oleh orang-orang yang tunduk pada kekuasaan badan peradilan militer, diterapkan dengan undang-undang”. Data yang dimuat dalam Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta terhadap tindak pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian Nomor : 95K/PM II – 11/AD/IX/2011 yang akan dibahas oleh penulis. Hasil penelitian tentang pelaksanaan pemeriksaan perkara kealpaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta dapat penulis kemukakan sebagai berikut :

commit to user



a. Identitas Terdakwa 1) Nama

:

Eko Hendro Arif Wibowo

2) Pangkat / Nrp

:

Sertu / 21040103980382

3) Jabatan

:

Wadan Kelas Pleton 3 Kompi 1 Secaba

4) Kesatuan

:

Rindam IV / Diponegoro

5) Tempat, Tanggal lahir

:

Semarang, 27 Maret 1982

6) Jenis Kelamin

:

Laki – laki

7) Kewarganegaraan

:

Indonesia

8) Agama

:

Islam

9) Alamat tempat tinggal

:

Dsn. Gondangsari Rt 03 / Rw. 01 Ds. Gondangsari Kec. Pakis Kab. Magelang.

b. Kasus Posisi Tindak pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian yang dilakukan oleh anggota TNI atas nama Terdakwa Eko Hendro Arif Wibowo dengan pangkat Sertu NRP 21040103980382, anggota TNI Angkatan Darat yang bertugas di Rindam IV / Diponegoro ini terjadi di wilayah hukum Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. Berawal pada tanggal 15 Februari 2011 pukul 14.00 WIB Terdakwa dengan mengendarai mobil Daihatsu Xenia dengan nomor polisi AD 9097 ME berangkat dari rumahnya dengan tujuan cafe Bondy yang terletak di ruko Armada Estate Magelang untuk menemui Sdr. Margono dan dua orang temannya yang tidak Terdakwa kenal, kemudian Terdakwa bersama dengan teman-temanya meminum minuman keras jenis vodka dan mansion house sebanyak dua botol sambil berkaraoke hingga Terdakwa mabuk. Selanjutnya Terdakwa bersama dengan teman-temannya menuju rumah kost Sdri. Puji Rahayu. Disana Terdakwa bertemu dengan Sdr. Sofian Hidayat dan Sdr. Julianto. Di rumah kost tersebut Terdakwa meminum minuman keras yang sudah dicampur dengan berbagai jenis merk minuman. commit to user



Kemudian pada pukul 18.30 WIB Terdakwa dengan mengendarai mobil Daihatsu Xenia bersama dengan Sdr. Sofian Hidayat, Sdr. Suwarjo, Sdr. Ahmad Sabardi, Sdr. Margono, dan Sdri. Puji Rahayu berangkat menuju cafe De Javu, Kopeng Kabupaten Semarang untuk minum minuman keras. Pada pukul 01.00 WIB Terdakwa bersama temantemannya kembali ke Magelang. Dalam perjalanan pulang Terdakwa dengan Sdr. Suwarjo terjadi keributan adu mulut sehingga Terdakwa menghentikan kendaraannya, setelah keributan dapat diredam Terdakwa melanjutkan perjalanan dengan mengemudikan mobil dengan kecepatan 80 Km/jam. Pada pukul 02.15 WIB ketika sampai di Jalan Raya Magelang – Salatiga tepatnya di Desa Depok Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang dengan kondisi jalanan menikung menurun dan kondisi jalan gelap, Terdakwa hendak mendahului truk yang berada di depannya kemudian dari arah berlawanan melaju mobil Suzuki Carry Pick up bernomor polisi AA 1879 HK dengan muatan penuh yang dikemudikan oleh Sdr. Lilik Yusnadi. Karena Terdakwa dalam keadaan mabuk melihat ada mobil yang berlawan dengan mobil yang dikemudikannya, Terdakwa tetap mendahului truk yang berada di depannya sehingga menabrak mobil Suzuki Carry Pick up yang berlawanan arah dengan mobil Terdakwa. Kecelakaan tersebut mengakibatkan dua orang korban tewas yaitu Sdr. Joko Kuswoyo penumpang mobil Suzuki Carry Pick up dan Sdr. Sofian Hidayat penumpang mobil Daihatsu Xenia yang dikemudikan oleh Terdakwa serta empat korban luka-luka.

c. Dakwaan Oditur Militer dalam dakwaannya tertanggal 8 September 2011 berdasarkan Surat Dakwaan Oditur Militer Nomor : Sdak-94/ IX / 2011 telah mendakwa dengan dakwaan sebagai berikut : Bahwa Terdakwa pada waktu-waktu dan tempat-tempat dibawah ini, ialah pada hari Rabu tanggal enam belas Februari tahun dua ribu commit user sebelas atau setidak-tidaknya padatowaktu-waktu lain dalam tahun dua ribu



sebelas di Jalan Raya Magelang-Salatiga tepatnya di Desa Depok Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang, atau ditempat-tempat lain atau setidak-tidaknya disuatu tempat yang termasuk daerah hukum Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta telah melakukan tindak pidana : “Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain” Yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : 1) Terdakwa masuk menjadi Prajurit TNI sejak tahun 2004 melalui pendidikan Secaba PK 11 AD di Secaba Rindam IV / Diponegoro selama lima bulan, setelah lulus dilantik dengan pangkat Serda NRP. 21040103980382 selesai pendidikan Terdakwa ditugaskan di Rindam IV / Diponegoro sampai dengan sekarang dengan pangkat Sertu; 2) Pada tanggal 15 Februari 2011 pukul 14.00 Terdakwa dengan mengendarai mobil Daihatsu Xenia Nopol AD-9097-ME berangkat dari rumahnya dengan tujuan ke Cafe Bondy yang terletak di Ruko Armada Estate Magelang menemui Sdr. Margono (Saksi-2) dan 2 (dua) orang teman Saksi-2 yang tidak Terdakwa kenal lalu bersamasama minum-minuman keras jenis vodka sebanyak 2 (dua) botol dan mansion house sambil berkaraoke sampai Terdakwa mabuk; 3) Selanjutnya Terdakwa bersama Saksi-2 dengan mengendarai mobil Daihatsu Xenia Nopol AD-9097-ME menuju ke tempat Sdri. Puji Rahayu (Saksi-4) dan ditempat Saksi-4 Terdakwa bertemu dengan Sdr. Sofian Hidayat (korban) dan Sdr. Julianto alias Telo selanjutnya berlima minum-minuman keras yang sudah dicampur dengan berbagai jenis merk minuman kemudian pada pukul 18.30 dengan mengendarai mobil Daihatsu Xenia Nopol AD-9097-ME balik lagi ke Cafe Bondy untuk menjemput Sdri. Astuti Rahmawati (Saksi-5) untuk diajak minum-minuman keras di Cafe De Javu Kopeng Kab. Semarang; 4) Pada pukul 00.00 cafe De Javu tutup, namun kemudian Terdakwa minta tambahan waktu selama satu jam, kemudian pada pukul 01.00 bersama Sdr. Sofian Hidayat (korban), Saksi-2, Saksi-3, Saksi-4, dan commitdan to user Saksi-5 pulang ke Magelang Terdakwa yang mengemudikan mobil



Daihatsu Xenia Nopol AD-9097-ME, dalam perjalanan antara Terdakwa dan Saksi-2 terjadi adu mulut dan pada saat sampai di daerah Kaponan Kab. Magelang Terdakwa menghentikan mobilnya. Setelah keadaan bisa diatasi Terdakwa melanjutkan perjalanan pulang ke Magelang dengan kecepatan 80 Km per jam; 5) Pada pukul 02.15 sesampainya di Jalan Raya Magelang-Salatiga tepatnya di Desa Depok Kec. Tegalrejo Kab. Magelang, Terdakwa bermaksud akan mendahului kendaraan truk yang berjalan searah didepannya namun dari arah yang berlawanan sedang melaju mobil Suzuki Carry Pick up Nopol AA 1879 HK yang dikemudikan oleh Sdr. Lilik Yusnadi (Saksi-1) penuh dengan muatan tahu, tempe, roti dan kecambah menyorotkan lampu jarak jauh sehingga pandangan mata Terdakwa menjadi silau. Terdakwa panik dan tidak mengurangi laju kendaraannya lalu menabrak mobil carry tersebut; 6) Terdakwa setelah mengetahui keberadaan mobil Suzuki Carry tersebut, seharusnya

Terdakwa

berupaya

membatalkan

niatnya

untuk

mendahului mobil truk yang ada di depannya dengan cara memberikan kesempatan supaya mobil Suzuki Carry yang dikemudikan oleh Saksi1 lewat, namun hal tersebut ternyata tidak dilakukan sehingga kecelakaan tidak dapat dihindarkan; 7) Karena Terdakwa mabuk dan kurang hati-hati / sembrono dalam mengemudikan kendaraannya maka mengakibatkan 2 (dua) orang korban meninggal masing-masing atas nama : Joko Kuswoyo sesuai visum et repertum dari RSU dr. Soejono Magelang Nomor : R/29/III/2011 tanggal 16 Februari 2011 yang ditanda tangani oleh dr.Boy R dan Sofian Hidayat sesuai visum et repertum dari rumah sakit Harapan Magelang Nomor : 03/RSH/III/11 tanggal 16 Februari 2011 yang ditanda tangani oleh dr. Heriyanto, SpS.

commit to user



8) Selain

korban

meninggal

dunia

dalam

kecelakaan

tersebut

mengakibatkan : -

Saksi - I mengalami cidera kepala, patah tulang paha kiri, patah tulang kaki kanan dan kiri dan patah lengan kiri sesuai visum et repertum Nomor : 445/29/IV/11/700 tanggal 16 Februari 2011 yang d`itanda tangani oleh dr. Yuliaji Narendra, SpB;

-

Saksi-4 mengalami cidera kepala, patah tulang paha kanan, patah tulang hidung, sesuai visum et repertum Nomor : 445/30/IV/11/700 tanggal 16 Februari 2011 yang ditanda tangani oleh dr. Yuliaji Narendra, SpB;

-

Saksi-2 mengalami cidera kepala sesuai visum et repertum Nomor : 445/37/IV/11/700 tanggal 16 Februari 2011 yang ditanda tangani oleh dr. Yuliaji Narendra, SpB;

-

Saksi-3 mengalami cidera kepala sesuai visum et repertum Nomor : 445/36/IV/11/700 tanggal 16 Februari 2011 yang ditanda tangani oleh dr. Yuliaji Narendra, SpB dan Saksi-5 mengalami luka ringan, kemudian mobil yang dikemudikan Saksi-1 mengalami kerusakan pada bagian depan kanan dan kiri rusak berat, kacanya hancur, seluruh muatannya hancur sedangkan mobil Xenia Terdakwa mengalami rusak berat.

9) Situasi pada saat terjadi kecelakaan kondisi jalanan ditempat kejadian beraspal, arus lalu lintas dua arah sepi pagi hari, keadaan gelap tidak ada lampu penerangan, cuaca cerah, jalan lurus, pandangan terbuka, jalan dari arah Magelang ke arah Salatiga menanjak sedangkan jalanan dari arah Salatiga ke Magelang jalanan menurun. Perbuatan Terdakwa tersebut telah cukup memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan dan diancam dengan pidana yang tercantum dalam Pasal 359 KUHP.

commit to user



d. Pemeriksaan Saksi Para Saksi telah memberikan keterangannya di dalam persidangan dibawah sumpah sebagai berikut : 1) Nama lengkap : Lilik Yusnadi, Pekerjaan : Sopir, Tempat/tanggal lahir : Magelang, 6 Maret 1971, Jenis Kelamin : Laki - laki, Kewarganegaraan : Indonesia, Agama : Islam, Alamat tempat tinggal : Dsn. Mejing Kec. Candimulyo Kab. Magelang. Pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : a) Saksi tidak kenal dengan Terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga dengan Terdakwa; b) Pada hari Selasa tanggal 15 Februari 2011 pukul 22.30 Saksi berangkat ke rumah Sdr. Muhanafi yang beralamat di Dusun/Desa Maijing Kec. Candimulyo, Magelang untuk mengambil mobil Suzuki carry Pick Up Nopol AA 1870 KH untuk mengangkut 40 (empat puluh) ember tahu milik Sdr. Joko Kuswoyo (korban); c) Setelah mobil Saksi muatannya penuh pada pukul 01.45 dari pasar Gotong royong Magelang Saksi bermaksud melanjutkan perjalanan ke Pasar Boyolali dengan rute dari arah Barat ke Timur melalui daerah Tegalrejo, Kopeng, Salatiga, Boyolali dengan kecepatan 40 Km per jam; d) Pada pukul 02.15 pada saat sampai di Jl. Raya Magelang - Salatiga tepatnya di Desa Depok Kec. Tegalrejo Magelang dari arah yang berlawanan melaju mobil Daihatshu Xenia Nopol AD 9097 ME yang dikemudikan oleh Terdakwa langsung menabrak mobil carry yang Saksi kemudikan dan setelah kejadian tersebut Saksi tak sadarkan diri dan setelah sadar Saksi sudah dirawat di Rumah Sakit Umum Tidar Magelang; e) Pada saat kejadian kecelakaan jalanan menanjak beraspal, arus lalu lintas dua arah masih sepi, gelap tak ada lampu penerangan jalan, cuaca cerah, jalan lurus, pandangan terbuka sedangkan dari arah to user berlawanan jalanancommit menurun;



f) Saksi dalam mengemudikan mobil Suzuki carry Nopol AA 1870 HK dilengkapi dengan Sim A yang masih berlaku, STNK, Buku kir yang masih berlaku dan pemilik mobil carry adalah Sdr. Muhanafi yang beralamat di Desa Mejing Kec. Candimulyo Kab. Magelang; g) Akibat tabrakan tersebut Saksi mengalami cedera kepala, patah tulang paha kiri, dan mengalami patah tulang kaki kanan dan kiri, patah lengan kiri yang disebabkan oleh persentuhan dengan barang sesuai dengan visum et repertum dari RSUD Magelang Nomor : 445/29/IV/11/700 tanggal 16 Februari 2011 dan dirawat di RSUD Tidar sampai dengan tanggal 4 Maret 2011, sedangkan Sdr. Joko Kuswoyo meninggal dunia di tempat kejadian; h) Atas kejadian tersebut Terdakwa memberi bantuan berupa uang sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan berjanji akan membantu biaya pengobatan terhadap Saksi sampai sembuh. 2) Nama lengkap : Suwardjo, Pekerjaan : Purnawirawan Polri, Tempat/tanggal lahir : Sleman, 5 Januari 1952, Jenis Kelamin : Laki – laki, Kewarganegaraan : Indonesia, Agama : Islam, Alamat tempat tinggal : Dsn. Sidomaju Rt.23 Rw. 07 Desa/Kec. Tegalrejo Kab. Magelang. Pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : a) Saksi tidak kenal dengan Terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga dengan Terdakwa; b) Pada hari Rabu tanggal 16 Februari 2011 pukul 02.15 dari dalam rumah yang berjarak sekitar 25 (dua puluh lima) meter Saksi mendengar

suara

benturan

kendaraan

yang

sangat

keras,

selanjutnya Saksi keluar dan melihat dua unit kendaraan yang sudah bertabrakan serta kedua pengemudi mobil sudah tidak bergerak kemudian Saksi berteriak minta tolong kepada warga sekitar

lalu

berusaha

mengeluarkan

penumpangnya; commit to user

pengemudi

dan



c) Selanjutnya Saksi meminta tolong kepada pengemudi truk yang kebetulan lewat untuk melaporkan kejadian kepada polisi; d) Posisi kendaraan Daihatshu Xenia Nopol AD 9097 ME datang dari arah Salatiga ke Magelang berada dilajur kiri sopirnya tidak bergerak dan mobil Suzuki Carry Pick Up Nopol AA 1870 HK dari arah Magelang ke Salatiga posisi di tengah jalan dan sopirnya terjepit merintih kesakitan. 3) Nama

lengkap

:

Ahmad

Sabardi,

Pekerjaan

:

Wiraswasta,

Tempat/tanggal lahir : Magelang, 15 Februari 1980, Jenis Kelamin : Laki – laki, Kewarganegaraan : Indonesia, Agama : Islam, Alamat tempat tinggal : Dsn. Meteseh Rt. 04 Rw. 005 Desa Sidoagung Kec. Tempuran Kab. Magelang. Pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : a) Saksi kenal dengan Terdakwa sejak tanggal 15 Februari 2011 di rumah kontrakan Sdr. Sofian Hidayat di kampung Boton Kec. Magelang Tengah Kota Magelang, tetapi tidak ada hubungan keluarga dengan Terdakwa; b) Pada hari Selasa tanggal 15 Februari 2011 pukul 20.00 Saksi ke rumah kontrakan Sdr. Sofian Hidayat dan bertemu dengan Sdri. Puji Rahayu/Cempaka (Saksi - V), Terdakwa, Sdr. Margono (Saksi - IV), Sdr. Telo dan 2 (dua) orang temannya yang tidak Saksi kenal sedang minum - minuman keras jenis Ciu; c) Karena suasana tidak nyaman selanjutnya kami memutuskan untuk pindah ke cafe Bondy yang terletak di Ruko Armada Estate Magelang menemui Sdri. Astuti Rahmawati (Tomboi) selama sepuluh menit, selanjutnya Terdakwa dan Sdr. Telo mengajak ke cafe De Javu yang terletak di Kopeng Kab. Semarang dengan menggunakan 2 (dua) kendaraan yaitu Daihatshu Xenia Nopol AD 9097 ME yang dikemudikan oleh Terdakwa dengan kecepatan 80 Km per jam dan Truk Diesel yang dikemudikan oleh Sdr. Telo; commit to user



d) Di cafe De Javu, Saksi bersama Terdakwa dan rombongan lainnya minum minuman keras jenis vodka sebanyak 1 botol diminum 6 (enam) orang, kemudian pada hari Rabu esok harinya pukul 01.45 rombongan memutuskan untuk pulang ke Magelang dan dalam perjalanan antara Terdakwa dan Saksi - IV sempat terjadi keributan sehingga Terdakwa menghentikan mobilnya di daerah Kaponan, Magelang; e) Posisi pada saat kejadian kecelakaan Terdakwa sebagai pengemudi mobil Daihatshu Xenia AD 9097 ME, Sdr. Margono (Saksi - IV) duduk disamping Terdakwa, Saksi duduk di belakang Saksi - IV bersama Saksi - V, Sdr. Sofian Hidayat duduk di belakang Terdakwa dan Saksi - VI duduk dibagian belakang, selama dalam perjalanan Saksi sempat menawarkan diri untuk menggantikan posisi Terdakwa namun Terdakwa tidak bersedia Saksi ganti dan mengatakan ”masih sanggup mengemudikan kendaraan”; f) Penyebab terjadinya tabrakan tersebut karena Terdakwa tidak hati hati dalam mengemudikan mobil dan kondisi Terdakwa dalam keadaan mabuk; g) Akibat kecelakaan tersebut Saksi mengalami luka cidera kepala akibat persentuhan dengan barang tumpul sesuai dengan visum et repertum dari RSUD Magelang Nomor : 445/36/IV/11/700 tanggal 16 Februari 2011 dan patah tulang pada bagian lutut sebelah kiri robek dan dijahit sebanyak 18 (delapan belas) jahitan, wajah sebelah kiri robek, pergelangan tangan kiri nyeri, punggung serta leher nyeri dan dirawat di RSUD Tidar Magelang selama 3 (tiga) hari, dan Saksi - II mengalami patah tulang kaki kanan, wajah robek dan memar, Saksi - IV mengalami patah tulang kaki kanan, hidung patah, wajah robek, Saksi - V mengalami luka memar pada bagian wajah dan Sdr. Lilik Yusnadi (Saksi - I) mengalami patah tulang pada kedua kakinya. commit to user



4) Nama lengkap : Margono, Pekerjaan : Wiraswasta, Tempat/tgl lahir : Magelang,

28

April

1977,

Jenis

Kelamin

:

Laki

–

laki,

Kewarganegaraan : Indonesia, Agama : Islam, Alamat tempat tinggal : Kp. Boton Kopeng Rt . 01 Rw. 07 Kel /Kec Magelang Tengah Kota Magelang. Saksi - IV telah dipanggil secara sah, namun tidak hadir kemudian dibacakan BAP Pom Pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : a) Saksi kenal dengan Terdakwa sejak tahun 2008 di Magelang tetapi tidak ada hubungan keluarga dengan Terdakwa; b) Pada saat sampai didaerah Kaponan Kab. Magelang antara Saksi dan

Terdakwa

terjadi

adu

mulut

kemudian

Terdakwa

menghentikan mobilnya kemudian dengan kondisi mabuk berat Terdakwa melanjutkan perjalanan, dan pada pukul 02.15 di jalan raya Megelang – Salatiga tepatnya di Desa Depok Kec. Tegalrejo Kab. Magelang mobil yang Saksi tumpangi mengalami kecelakaan lalu lintas; c) Akibat tabrakan tersebut Saksi mengalami luka cedera kepala akibat persentuhan dengan barang tumpul sesuai dengan visum et repertum dari RSUD Magelang Nomor : 445/37/ IV /11 /700 tanggal 16 Februari 2011 dan dirawat di RSUD Tidar sampai dengan tanggal 19 Februari 2011, kemudian dari berita disurat kabar Saksi mengetahui bahwa salah seorang penumpang mobil carry Nopol AA 1870 HK meninggal di tempat kejadian dan Sdr. Sofian Hidayat salah seorang penumpang mobil Xenia yang dikemudikan oleh Terdakwa meninggal setelah dirawat di Rumah Sakit selama 4 (empat) hari.

commit to user



5) Nama lengkap : Puji Rahayu, Pekerjaan : Wiraswasta, Tempat /tanggal lahir : Semarang, 11 Februari 1983, Jenis Kelamin : Perempuan, Kewarganegaraan : Indonesia, Agama : Islam, Alamat tempat tinggal : Jl. Jatiluhur No. 29 Rt. 006 Rw. 003 Kel. Ngesrep Kec. Banyumanik Kota Semarang. Saksi - V telah dipanggil secara sah, namun tidak hadir kemudian dibacakan BAP Pom pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : a) Saksi kenal dengan Terdakwa sejak bulan November 2010 di Magelang tetapi tidak ada hubungan keluarga dengan Terdakwa; b) Akibat kecelakaan tersebut Saksi mengalami cidera kepala, patah tulang paha kanan, dan mengalami patah tulang hidung, yang disebabkan oleh persentuhan dengan barang tumpul sesuai dengan visum

et

repertum

dari

RSUD

Magelang

Nomor

:

445/30/IV/11/700 tanggal 16 Februari 2011 dan dirawat di RSUD Tidar Magelang sampai dengan tanggal 25 Februari 2011, dan sesuai berita yang Saksi dengan Sdr. Sofian Hidayat meninggal di rumah sakit setelah dirawat selama 4 (empat) hari. 6) Nama lengkap : Astuti Rahmawati Umar, Pekerjaan : Wiraswasta, Tempat/tanggal lahir : Magelang, 21 Mei 1981, Jenis Kelamin : Perempuan, Kewarganegaraan : Indonesia, Agama : Islam, Alamat tempat tinggal : Dsn. Gembongan Rt. 7 Rw. 3 Desa Payaman Kec. Secang Kab. Magelang. Saksi - VI telah dipanggil secara sah, namun tidak hadir kemudian dibacakan BAP Pom pada pokoknya menerangkan sebagai berikut : a) Saksi kenal dengan Terdakwa sejak bulan November 2010 di Magelang tetapi tidak ada hubungan keluarga dengan Terdakwa; b) Akibat kecelakaan tersebut Saksi mengalami luka - luka memar dibawah mata kanan dan kedua kendaraan yaitu Suzuki carry pick up Nopol AA 1870 HK dan Xenia Nopol AD 9097 ME mengalami kerusakan pada bagian depan ringsek cukup berat. commit to user



e. Pemeriksaan Terdakwa Keterangan Terdakwa mengenai tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain yang didakwakan kepadanya adalah sebagai berikut: 1) Terdakwa masuk menjadi anggota TNI AD sejak tahun 2004 melalui Pendidikan Secaba PK 11 AD di Secaba Rindam IV/Diponegoro selama lima bulan, setelah lulus dilantik dengan pangkat Serda NRP. 21040103980382 selesai pendidikan Terdakwa ditugaskan di Rindam IV/Diponegoro sampai dengan sekarang dengan pangkat Sertu; 2) Pada hari Selasa tanggal 15 Februari 2011 pukul 14.00 Terdakwa dihubungi oleh Sdr. Margono (Saksi - II) yang meminta supaya Terdakwa datang ke cafe Bondy yang beralamat di Ruko Armada Estate Magelang, kemudian Terdakwa dengan mengendarai mobil Xenia Nopol AD 9097 ME menyusul ke Cafe Bondy menemui Saksi IV bersama 4 (empat) orang temannya untuk minum-minuman keras jenis vodka sebanyak 2 (dua) botol sambil berada di cafe De Javu Kopeng Kab. Semarang; 3) Di cafe De Javu Terdakwa ikut minum - minuman keras lagi sampai cafe tutup jam 00.00, namun Terdakwa minta tambahan waktu selama 1 (satu) jam kemudian pada pukul 01.00 Terdakwa bersama rombongan pulang ke Magelang, dan karena Terdakwa melihat temantemannya semuanya mabuk sehingga Terdakwa memutuskan untuk menyetir sendiri mobil Xenia dengan keadaan mabuk; 4) Pada pukul 02.15 sesampainya di Desa Depok Kec. Tegalrejo Kab. Magelang Terdakwa bermaksud mendahului kendaraan truk dari arah yang sama namun dari arah yang berlawanan melaju mobil pick up Nopol AA 1970 HK sehingga Terdakwa tidak bisa mengerem laju kendaraan selanjutnya Terdakwa menabrak mobil Suzuki carry Pick Up Nopol AA 1870 HK yang dikemudikan oleh Sdr. Lilik Yusnadi (Saksi - I), pada waktu Terdakwa mendahului kendaraan yang ada di commit to user menikung sehingga pandangan depannya jalanan dalam keadaan



Terdakwa terhalang dalam mengendarai mobil dengan kecepatan 80 km/ jam; 5) Pada saat kejadian kecelakaan jalanan menurun beraspal, arus lalu lintas dua arah masih sepi, gelap tak ada lampu penerangan jalan, cuaca cerah, jalan lurus, pandangan terbuka sedangkan dari arah berlawanan jalanan menanjak, kondisi Saksi mabuk dan setelah kejadian tidak sadarkan diri; 6) Akibat tabrakan tersebut Terdakwa mengalami luka lecet pada bagian tangan dan kaki karena terkena serpihan kaca, lengan tangan kiri retak dan dijahit, lutut kanan retak dan dijahit usus dipotong karena inveksi dan dirawat di RSUD Dr. Sardjito selama 22 (dua puluh dua) hari; 7) Pada tanggal 30 Maret 2011 Terdakwa diberitahu oleh keluarganya bahwa Sdr. Joko Kuswoyo dan Sdr. Sofian Hidayat meninggal dunia setelah dirawat di RS. Harapan Magelang selama 4 (empat) hari; 8) Kondisi jalanan di tempat kejadian beraspal, arus lalu lintas dua arah sepi pagi hari, keadaan gelap tidak ada lampu penerangan, cuaca cerah, jalan lurus, pandangan Terbuka, jalanan dari arah Magelang ke arah Salatiga menanjak dan dari Salatiga ke Magelang jalanan menurun; 9) Akibat kejadian kecelakaan tersebut Terdakwa sudah memberikan bantuan kepada Saksi - I sebesar Rp. 35.000,- (tiga puluh lima ribu rupiah) setiap hari dan uang tunai sebesar Rp. 1.000.000,- membantu biaya pemakaman kepada keluarga almarhum Joko Kuswoyo sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah). f. Tuntutan Tuntutan pidana (Requisitoir) Oditur Militer yang diajukan kepada Majelis yang pada pokoknya Oditur Militer menyatakan bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana :

commit to user



“Kerena kelpaannya menyebabkan matinya orang lain” sebagimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal : 359 KUHP dan oleh karenanya Oditur Militer mohon agar Terdakwa dijatuhi pidana : -

Pidana penjara selama 6 (enam) bulan.

Menetapkan barang bukti berupa : Surat-surat : 1) 4 (empat) lembar foto kendaraan Daihatsu Xenia warna hitam Nopol AD 9097 ME; 2) 4 (empat) lembar foto kendaraan Suzuki Carry pick up warna hitam Nopol AA 1870 NK; 3) Visum et repertum nomor : 03 / RSH / III / 11, tanggal 16 Februari 2011 dari RSUD Tidar; 4) Visum et repertum nomor : R / 29 / III / 2011, tanggal 28 Maret 2011 dari RSUD Tidar; 5) Visum et repertum nomor : 445 / 29 / IV / 700, tanggal 16 Februari 2011 dari RSUD Tidar; 6) Visum et repertum nomor : 445 / 30 / IV / 700, tanggal 16 Februari 2011 dari RSUD Tidar; 7) Visum et repertum nomor : 445 / 36 / IV / 700, tanggal 16 Februari 2011 dari RSUD Tidar; 8) Visum et repertum nomor : 445 / 37 / IV / 700, tanggal 16 Februari 2011 dari RSUD Tidar; 9) Visum et repertum nomor : 36 / IV / 2011 / RSDS, tanggal 13 Maret 2011 dari RSUD Tidar; 10) STNK mobil Daihatsu Xenia warna hitam Nopol AD 9097 ME atas nama pemilik Drs. H. Purwadi, MAG dengan alamat Kaloran Rt. 01 Gemolong Sragen.

commit to user



Tetap dilekatkan dalam berkas perkara. -

Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa dalam perkara ini sebesar Rp. 15.000 (lima belas ribu rupiah)

-

Permohonan Terdakwa yang menyatakan bahwa ia menyesali dan menyadari akan kesalahannya, oleh karena itu Terdakwa mohon dijatuhi pidana yang seringan-ringannya.

g. Putusan Putusan yang dijatuhkan pada perkara nomor 95-K/PM II – 11/AD/IX/2011 di Pengadilan Militer II – 11 Yogyakarta dalam sidang yang terbuka untuk umum adalah sebagai berikut : MENGADILI 1) Menyatakan Terdakwa tersebut diatas : Eko Hendro Arif Wibowo Sertu NRP. 21040103980382 terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : --------“Karena Kealpaannya Menyebakan Matinya Orang Lain”-------2) Memidana Terdakwa oleh karena itu dengan : Pidana

:

Penjara selama 8 (delapan) bulan

3) Menetapkan barang-barang bukti berupa : Surat-surat : a) 4 (empat) lembar foto kendaraan Daihatsu Xenia warna hitam Nopol AD 9097 ME; b) 4 (empat) lembar foto kendaraan Suzuki Carry pick up warna hitam Nopol AA 1870 NK; c) Visum et repertum nomor : 03 / RSH / III / 11, tanggal 16 Februari 2011 dari RSUD Tidar; d) Visum et repertum nomor : R / 29 / III / 2011, tanggal 28 Maret 2011 dari RSUD Tidar; e) Visum et repertum nomor : 445 / 29 / IV / 700, tanggal 16 Februari 2011 dari RSUD Tidar; f) Visum et repertum nomor : 445 / 30 / IV / 700, tanggal 16 Februari commit to user 2011 dari RSUD Tidar;



g) Visum et repertum nomor : 445 / 36 / IV / 700, tanggal 16 Februari 2011 dari RSUD Tidar; h) Visum et repertum nomor : 445 / 37 / IV / 700, tanggal 16 Februari 2011 dari RSUD Tidar; i) Visum et repertum nomor : 36 / IV / 2011 / RSDS, tanggal 13 Maret 2011 dari RSUD Tidar; Tetap dilekatkan dalam berkas perkara. j) STNK mobil Daihatsu Xenia warna hitam Nopol AD 9097 ME atas nama pemilik Drs. H. Purwadi, MAG dengan alamat Kaloran Rt. 01 Gemolong Sragen. Dikembalikan kepada yang berhak. 4) Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa dalam perkara ini sebesar Rp. 15.000,- (lima belas ribu rupiah). h. Pokok-Pokok Hasil Wawancara Berdasarkan hasil wawancara tentang proses pemeriksaan perkara Nomor : 95-K/PM II – 11/AD/IX/2011 yang penulis dapatkan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta adalah : 1) Dalam perkara Nomor : 95-K/PM II – 11/AD/IX/2011 Terdakwa dituntut dengan Pasal 359 KUHP, seharusnya Terdakwa dituntut dengan Pasal 310 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan karena sesuai dengan asas hukum lex specialis derogat lex generalis. Akan tetapi hakim dalam perkara ini tetap melanjutkan persidangan karena hakim hanya melanjutkan saja sesuai dengan tuntutan dari Oditur militer; 2) Hakim mengalami kesulitan dalam pembuktian kealpaan lalu lintas karena tidak ada ukuran secara pasti untuk menentukan ukuran tentang kesalahan pelaku dalam melakukan kealpaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain; 3) Pemidanaan terhadap Terdakwa tidak perlu terlalu berat selama pihak Terdakwa dengan korban telah ada perdamaian sebelum perkara commit to user diselesaikan di pengadilan;



2. Kesamaan Prosedur Proses Pemeriksaan Perkara Nomor 95-K/PM II – 11/AD/IX/2011 Terhadap Ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer. Dalam melakukan pemeriksaan perkara pidana hingga perkara tersebut selesai haruslah sesuai dengan prosedur proses pemeriksaan perkara. Dalam penelitian ini pemeriksaan perkara tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain harus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Dalam pemeriksaan sidang tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang tahap pemeriksaan permulaan persidangan adalah sebagai berikut : a. Penelitian Berkas Perkara Kadilmil segera meneliti dan mempelajari berkas perkara berikut lampirannya yang diterima dari Oditur Militer untuk mengetahui apakah berkas perkara tersebut telah memenuhi persyaratan formil dan materil yang telah ditentukan. Dalam ketentuan Pasal 132 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 menentukan bahwa sesudah Pengadilan Militer menerima pelimpahan berkas perkara Oditur Militer segera mempelajari apakah perkara itu termasuk wewenang Pengadilan Militer yang dipimpinnya apa tidak, hal ini tentu harus diperiksa syarat formil atau materilnya. 1) Pemeriksaan syarat formil dan materil adalah sebagai berikut : a) Persyaratan formil Persyaratan formil dalam berkas perkara adalah suatu kelengkapan berkas perkara sesuai dngan bentuk dan hasil dari penyidikan, biasanya berbentuk dokumen atau surat-surat yang menyebutkan kejadian atau suatu tindak pidana. Persyaratan formil dalam suatu berkas perkara yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : (1) Kelengkapan berkas perkara yang terdiri dari : -

Sampul daftar pemeriksaan pendahuluan

-

Laporan polisi to user Berita Acaracommit Pendapat

-



-

Daftar nama Tersangka

-

Berita Acara Pemeriksaan Tersangka

-

Daftar Nama Saksi

-

Berita Acara Pemeriksaan Saksi

-

Berita Acara Penyumpahan Saksi

-

Daftar barang Bukti

-

Berita Acara Penyerahan Barang Bukti

-

Surat Permohonan VER (Visum Et Repertum)

-

VER

-

Surat Perintah Penahanan

-

Surat pembebasan Penahanan

-

Surat-surat lain yang perlu.

(2) Status Tersangka Setelah pengadilan Militer menerima pelimpahan berkas perkara dari Oditur Militer, selain memeriksa kelengkapan berkas perkara sebagaimana tersebut diatas, maka syarat formil lainnya yang harus diteliti adalah sebagai berikut : -

Berita Acara Pendapat Oditur Militer

-

Sarant Pendapat Hukum Kepala Oditurat

-

Surat Keputusan Penyerahan Perkara

-

Surat Dakwaan.

b) Persyaratan materiil Persyaratan materil adalah suatu uraian fakta tentang rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Terdakwa, secara jelas dan lengkap, apakah rangkaian perbuatan Terdakwa tersebut sudah memenuhi unsur tindak pidana. Berdasarkan ketentuan Pasal 124 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1997 menentukan bahwa : Oditur Militer dapat meminta kepada Penyidik dalam hal ini Polisi Militer untuk melengkapi persyaratan formal yang masih kurang, tetapi apabila hasil penyelidikannnya dirasa belum cukup (belum memenuhi user dapat melakukan pemeriksaan syarat materilnya),commit OditurtoMiliter



tambahan untuk melengkapi atau mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik dengan disertai petunjuk tentang hal-hal yang diperlukan. 2) Dalam hal Kadilmil berpendapat bahwa perkara tersebut termasuk dalam kewenangan Pengadilan yang dipimpinnya, maka ia segera menunjuk Hakim Militer yang nantinya akan menyidangkan perkara tersebut. 3) Dalam Hakim Militer yang ditunjuk berpendapat bahwa terdapat kekeliruan atau kekurangan

dalam surat

dakwaan, ia dapat

memberitahukan kepada Oditur Militer yang bersangkutan untuk memperbaiki surat dakwaan dengan memberikan petunjuk dan saran. 4) Setelah surat dakwaan dinyatakan telah memenuhi semua persyaratan, perkara tersebut dicatat dalam buku register perkara. 5) Kadilmil kemudian mengeluarkan Surat Penetapan penunjukan Hakim dengan menunjuk Hakim Militer yang sejak semula menangani perkara tersebut sebagai Hakim Ketua. b. Persiapan Hakim dan Majelis Hakim 1) Hakim Ketua dan kedua Hakim Anggota yang telah ditunjuk untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut segera mempelajari berkas perkara, selanjutnya Hakim Ketua menetapkan hari sidang. 2) Surat penetapan sidang harus memuat perintah kepada Oditur Militer supaya memanggil Terdakwa dan para Saksi untuk datang, serta menghadapkan barang bukti ke sidang. c. Penahan Terdakwa Sejak perkara dilimpahkan kepada Pengadilan Militer, maka kewenangan penahanan terhadap Terdakwa beralih kepada Pengadilan Militer.

Setelah

Kadilmil

menetapkan

penunjukan

hakim,

maka

kewenangan penahanan beralih kepada Hakim Ketua yang menangani perkara tersebut. commit to user



d. Penasihat Hukum Guna kepentingan pembelaan, Terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum untuk mendampinginya dalam persidangan dengan membuat surat kuasa kepada Penasihat Hukum. Penunjukan Penasihat Hukum ditetapkan dalam suatu penetapan oleh Hakim Ketua yang bersangkutan. Dalam pemeriksaan sidang tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain di Pengadilan Militer dinyatakan terbuka untuk umum kemudian dibacakan surat dakwaan sebelum pemeriksaan Saksi/Terdakwa. Adapun pemeriksaan didalam persidangan adalah sebagai berikut : a. Pembukaan sidang dan pembacaan surat dakwaan 1) Pemeriksaan disidang Pengadilan Militer dinyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan dalam hal ini perzinahan. 2) Sidang pertama dibuka oleh Hakim Ketua dengan mengucapkan : “Sidang Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta yang bersidang di Yogyakarta dalam memeriksa dan mengadili pada tingkat pertama perkara pidana atas nama Eko Hendro Arif Wibowo pangkat/NRP Sertu/21040103980382 pada hari ....., saya buka dan saya nyatakan terbuka untuk umum”. 3) Kemudian Hakim Ketua memerintahkan kepada Oditur Militer untuk memanggil Terdakwa dihadapkan ke persidangan. 4) Hakim Ketua menanyakan identitas Terdakwa yaitu nama lengkap, pangkat, NRP, jabatan/pekerjaan, kesatuan, tempat lahir, tanggal lahir atau umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama dan tempat tinggal. Selanjutnya

Hakim

Ketua

mengingatkan

Terdakwa

supaya

memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang. 5) Hakim Ketua menanyakan kepada Terdakwa apakah didampingi Penasihat Hukum. commit to user



6) Setelah itu Hakim Ketua memerintahkan kepada Oditur Militer untuk membacakan surat dakwaan agar Terdakwa memperhatikan dan mendengarkan surat dakwaan tersebut. b. Pemeriksaan Saksi 1) Setelah pembacaan surat dakwaan dan Terdakwa sudah mengerti akan isinya,

atau

setelah

Majelis

Hakim

menolak

eksepsi

dari

Terdakwa/Penasihat Hukum, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan Saksi. Untuk itu Hakim Ketua memerintahkan Terdakwa duduk di sebelah kanan kursi Penasihat Hukum dan Saksi duduk di kursi pemeriksaan. Kemudian Hakim Ketua menanyakan kepada Oditur Penuntut umum apakah Saksi-Saksi yang dipanggil hadir semua. 2) Para Saksi dihadapkan ke depan sidang dengan dengan diantar oleh petugas, kemudian Saksi diperiksa secara bergantian satu demi satu. Apabila Saksi terlalu banyak maka hakim ketua dapat memutuskan pemeriksaan Saksi dapat dilakukan secara bersamaan. a) Yang pertama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi Saksi (Saksi korban). b) Semua Saksi yang telah hadir memenuhi panggilan wajib didengar keterangannya. 3) Hakim Ketua menanyakan kepada Saksi tentang identitas, hubungan keluarga dan tidak terikat hubungan kerja dengan Terdakwa. 4) Sebelum memberi keterangan Saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama yang dianut. 5) Hakim Ketua mengingatkan kepada Saksi untuk memberikan keterangan kejadian apa yang dilihat, didengar, atau yang dialami sendiri. 6) Hakim Ketua menanyakan segala sesuatu yang terjadi sesuai dengan surat dakwaan dan memberi kesempatan kepada Hakim Anggota serta Oditur Militer maupun Penasihat Hukum. commit to user



7) Setelah keterangan Saksi selesai Hakim Ketua menanyakan kepada Terdakwa apakah keterangan tersebut dibenarkan, apabila tidak benar agar disampaikan sangkalannya dan pemeriksaan Saksi selanjutnya. 8) Hakim Ketua menanyakan keterangan Terdakwa dan memberi kesempatan kepada Hakim Anggota dan Oditur Militer serta Penasihat Hukum. 9) Hakim Ketua memerintahkan kepada Oditur agar mengajukan barang bukti sebagaimana dalam surat dakwaan. 10) Hakim Ketua menyatakan pemeriksaan perkara Terdakwa dinyatakan selesai dan menanyakan kepada Oditur Militer apakah sudah siap dengan tuntutannya, apabila belum sidang dinyatakan ditunda. c. Pemeriksaan Terdakwa Pemeriksaan Terdakwa dimulai setelah semua Saksi selesai didengan

keterangannya.

Setelah

Hakim

Ketua

selesai

memberi

pertanyaan kemudian Hakim Ketua memberikan kesempatan kepada Hakim Anggota, Oditur Militer dan Penasihat Hukum untuk mengajukan pertanyaan kepada Terdakwa. Pertanyaan yang diajukan bersifat menjerat, mempengaruhi atau bertentangan dengan kehormatan Prajurit tidak diajukan baik kepada Terdakwa maupun kepada Saksi. Sesuai dengan isi Pasal 169 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tidak memperbolehkan mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat, mempengaruhi atau bertentangan dengan kehormatan Prajurit kepada Saksi dan Terdakwa. d. Pemeriksaan Barang Bukti Setelah pemeriksaan Saksi dan Terdakwa selesai. Hakim Ketua memperlihatkan kepada Terdakwa semua barang bukti yang diajukan oleh Oditur Militer kemudian menanyakan kepada Terdakwa apakah Terdakwa mengenal benda tersebut dan menanyakan keterkaitan benda tersebut dengan perkara untuk mengetahui kejelasan peristiwa.

commit to user



e. Musyawarah Majelis Hakim Sesuai dengan Pasal 188 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, setelah semua acara pemeriksaan selesai kemudian Hakim Ketua menyatakan pemeriksaan ditutup. Kemudian menunda sidang untuk memberikan kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah untuk mengambil keputusan. Musyawarah yang dilakukan adalah musyawarah yang tertutup dan rahasia. Dalam pelaksanaan musyawarah Majelis Hakim, Hakim Anggota yang termuda memberikan pandangan, pendapat dan saran kemudian Hakim Anggota lainnya. Hakim Ketua adalah pemberi saran, pandangan, dan pendapat yang terakhir dalam musyawarah. Pelaksanaan pengambilan putusan dalam musyawarah Majelis Hakim dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan khusus dan isi buku bersifat rahasia. Putusan Pengadilan dijatuhkan dan diumumkan pada hari lain, yang sebelumnya diberitahukan kepada Oditur Militer, Terdakwa, atau Penasihat Hukumnya. f. Putusan Hakim Setelah Majelis Hakim mempertimbangkan dan melihat unsurunsur tindak pidana, hal-hal lain yang diterangkan oleh Terdakwa dipersidangan dan keterangan para Saksi dibawah sumpah serta tuntutan pidana dari Oditur Militer. Majelis Hakim berpendapat Terdakwa terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana yang didakwakan kepadanya maka Pengadilan menjatuhkan pidana penjara 8 (delapan) bulan. Setelah putusan Pengadilan Militer memperoleh kekuatan Hukum tetap, Panitera membuat akte putusan telah memperoleh Kekuatan Hukum Tetap untuk disampaikan kepada Terdakwa dan Oditur Militer sebagai dasar pelaksanaan Putusan Hakim.

commit to user



3. Hambatan – hambatan yang dihadapi oleh Hakim Pengadilan Militer II – 11 Yogyakarta dalam Pelaksanaan Pemeriksaan pada Tindak Pidana Kelalaian yang Menyebabkan Matinya Orang Lain oleh Anggota TNI. Berdasarkan penelitian penulis, dalam pelaksanaan pemeriksaan oleh Hakim terhadap tindak pidana kelalaian yang menyebabkan matinya orang lain tidak terlepas dari hambatan-hambatan yaitu : 1) Rencana tuntutan yang memakan waktu cukup lama karena menunggu keputusan dari pusat yaitu Oditur Jendral TNI untuk memerintahkan Oditur Militer melakukan penuntutan terhadap Terdakwa. Dari aturan yang berlaku rencana tuntutan tidak dapat langsung dibuat tanpa adanya ijin dari Oditur Jendral TNI. Adapun prosedurnya Oditur Militer harus mengirim berkas-berkas perkara beserta rencana tuntutannya kepada Oditur Jendral TNI kemudian baru bisa turun ijin rencana tuntutannya, adapun waktu paling lama untuk mendapatkan ijin rencana tuntutan tersebut adalah 1 minggu sehingga hakim untuk melakukan pemeriksaan harus menunggu cukup lama akibat lamanya ijin tuntutan turun dari Oditur Jendral TNI. 2) Saksi yang berasal dari kalangan sipil dalam penyampaian surat panggilan pemeriksaan mengalami kesulitan. Berbeda dengan Saksi dari kalangan militer, dapat disampaikan melalui Ankum tempat Saksi bertugas sehingga Saksi tersebut akan menghadiri persidangan sesuai dengan perintah dari ankum. Saksi sipil tidak memiliki jalur komando dan perintah seperti di militer. Selain hal tersebut Saksi sipil merasa terlalu jauh untuk mencapai tempat

persidangan

karena Pengadilan Militer II-11

Yogyakarta

menyediakan biaya yang sangat minim untuk memfasilitasi akomodasi kepada Saksi untuk hadir dalam sidang. Karena antara jarak kota Magelang dan kota Yogyakarta yang berjauhan sehingga beberapa saksi terkendala untuk hadir dengan biaya untuk akomodasi yang bahkan tidak cukup untuk pulang dan pergi dari tempat persidangan. 3) Penyidik Polisi Militer pada saat melakukan pemeriksaan barang bukti commit to user tidak merawat barang bukti dengan baik sehingga beberapa barang bukti



rusak. Kemudian untuk memperkuat bukti-bukti yang tidak dapat dihadirkan dalam persidangan, Oditur Militer umumnya menggunakan dokumentasi berupa gambar atau foto barang bukti dalam perkara yang sedang diperiksa.

B. Pembahasan Mencermati hasil penelitian yang telah penulis lakukan, sehubungan dengan kealpaan yang dilakukan oleh Terdakwa yang merupakan suatu bentuk kesalahan dan perbuatan melawan hukum berupa perbuatan yang diatur dalam Pasal 359 KUHP, dimana perbuatan tersebut karena kealpaan menyebabkan matinya seseorang. Maka Terdakwa dituntut dan dipidana berdasarkan Pasal 359 KUHP yang menerangkan bahwa barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu bulan. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan mengenai tata cara yang digunakan dalam penyelesaian perkara ini dengan menggunakan acara pemeriksaan biasa dengan dasar hukum berupa KUHPM, KUHP dan Undangundang Nomor 31 Tahun 1997. Dalam menyelesaikan suatu perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI di dalam persidangan mempertimbangkan berbagai rumusan hukum yang digunakan untuk mengadili. Hal ini berdasarkan pada KUHP dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penelitian ini penulis meneliti dan membahas pelaksanaan pemeriksaan perkara kelapaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain. Dimana pemeriksaan perkara tersebut sebagai wujud penyelesaian hukum oleh Hakim Pengadilan Militer Yogyakarta. Dalam proses penyelesaian pada perkara tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain dalam lingkungan peradilan militer skema Standart Operasional Prosedur (SOP) yang digunakan adalah sebagai berikut : commit to user



PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER

TAHAP PENUNTUTAN

TAHAP PENYIDIKAN

DASAR PENYELIDIKAN

TNI AD

TAHAP PERSIDANGAN

TNI AL TNI AU

DILMIL/ DILMILTI

TAHAP EKSEKUSI

OTMIL/ OTMILTI

PAPERA TINGKAT PERTAMA PERPANJANGAN PENAHANAN SEMENTARA SETIAP KALI 30 HARI MAKS. 180 HARI 1. LAPORAN

2. PENGADUAN 3. T”TANGKAP TGN

POM

1. PIDANA PENJARA 2.PIDANA KURUNGAN

DILMILTI MAYOR KEATAS

SKEPPERA SKEPKUMPLIN SKEPTUPPERA

1. PIDANA PERCOBAAN

DILMILTI/ DILMILTAMA

PELAKSANA

ANKUM

DILMIL KAPTEN KEBAWAH

ODITUR

TINGKAT BANDING

OTMIL/ OTMILTI

DILMILTI KAPTEN KEBAWAH

DILMIL KAPTEN KEBAWAH 1. PENANGKAPAN 2. PENAHANAN 3. P”GELEDAHAN 4. PENYITAAN

DILMILTI MAYOR KEATAS

TERHADAP TINDAK PIDANA KHUSUS PENYIDIKAN DILAKUKAN POM DENGAN ODITUR

1. BRA ACR PENDPT ODITUR 2.PENDPT KUM BRP MINT : -SKEP SERAH P’KARA -SKEP KUM DISPLN -SKEP P”TUTUP P’KARA 3.SRT DAKWA 4.SURAT TUNTUTAN 5.PELAKS ESKSEKUSI

1. PEMASYARAKATAN MILITER / 2. LAPAS

DILMILTAMA MAYOR KEATAS

KEPUTUSAN YANG TELAH MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP

KESATRIAAN

MAHKAMA AGUN H G RI

TINGKAT KASASI

commit to user

MAHKAMAH AGUNG SEMUA TINGKAT KEPANGKATAN

Gambar 3. Proses Penyelesaian Perkara Tindak Pidana di Pengadilan Militer

KESATUAN



Dalam

skema

Standart

Operasional

Prosedur

(SOP)

proses

penyelesaian pada perkara tindak pidana dalam lingkungan peradilan militer dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Tahap Penyidikan Proses awal penyidikan berawal dari laporan dari perorangan secara lisan atau tertulis, pemberitahuan dari instansi lain, adanya perintah dari komando atas ataupun tertangkap tangan. Dalam hal seorang anggota TNI tertangkap tangan oleh Polisi maka Polisi akan menyerahkan kepada POM. Menurut Pasal 69 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 penyidikan yang dilakukan terdiri dari Penyidik dan Penyidik Pembantu, Penyidik terdiri dari Atasan yang Berhak Menghukum (ANKUM), Polisi Militer (POM), dan Oditur Militer. Sedangkan penyidik pembantu adalah Provos TNI-AD, TNI-AL, TNI-AU, dan Provos POLRI. Penyidik dalam melakukan proses penyidikan memiliki beberapa kewenangan sesuai dengan Pasal 71 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997, kewenangan tersebut antara lain : a) Penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau diduga sebagai Tersangka, mempunyai wewenang: (1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang terjadinya suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana; (2) Melakukan tindakan pertama pada saat dan di tempat kejadian; (3) Mencari keterangan dan barang bukti; (4) Menyuruh berhenti seseorang yang diduga sebagai Tersangka dan memeriksa tanda pengenalnya; (5) Melakukan

penangkapan,

penggeledahan,

penyitaan,

dan

pemeriksaan surat-surat; (6) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; (7) Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai Tersangka atau Saksi; commit to user



(8) Meminta bantuan pemeriksaan seorang ahli atau mendatangkan orang

ahli

yang

diperlukan

dalam

hubungannya

dengan

pemeriksaan perkara; dan (9) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. b) Selain mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b atau huruf c, juga mempunyai wewenang: (1) Melaksanakan perintah Atasan yang Berhak Menghukum untuk melakukan penahanan Tersangka; dan (2) Melaporkan hasil pelaksanaan penyidikan kepada Atasan yang Berhak Menghukum. 2) Tahap Penuntutan Setelah

proses

penyidikan

dilakukan,

selanjutnya

Oditur

Militer/Oditur Militer Tinggi yang ditunjuk oleh Kaotmil/Kaotmilti melakukan pengolahan perkara untuk dibuat Berita Acara Pendapat (Bapat) yang berisi tentang fakta yang dianggap cukup terbukti serta memenuhi unsur-unsur delik yang didakwakan serta keterangan saksi dan keterangan Terdakwa. Berita Acara Pendapat (Bapat) setelah selesai dibuat oleh Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi kemudian diajukan kepada Perwira Penyerah Perkara (Papera) untuk dipelajari pendapat Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi setelah dipelajari kemudian dibuatkan Surat Keputusan Penyerahan Perkara (Skeppera), namun apabila sebelum proses penyelesaian perkara berlanjut dan ternyata perkara daluwarsa atau Terdakwa meninggal dunia maka Kaotmil/Kaotmilti menerbitkan Surat Pendapat

Hukum

(SPH)

yang

diajukan

kepada

Papera

untuk

diterbitkannya Surat Keputusan Penutupan Perkara (Skeptuppera). Untuk perkara tertentu demi kepentingan umum maupun kepentingan militer Panglima dapat mempertimbangkan suatu penutupan perkara dengan mengeluarkan Surat Keputusan Penutupan Perkara (Skeptuppera). commit to user



Skeppera yang sudah ditandatangani oleh Papera kemudian oleh Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi dibuatkan surat dakwaan dengan mencantumkan nomor Skeppera tersebut. Kemudian berkas perkara dilimpahkan untuk diperiksa dan diadili di Pengadilan Militer, pelaksanaan pelimpahan perkara tersebut dilakukan oleh Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi yang melimpahkan berkas perkara dengan surat dakwaan diserahkan ke Pengadilan Militer/Pengadilan Militer Tinggi. Dalam perkara yang Terdakwanya adalah prajurit TNI berpangkat Kapten ke bawah tahap penyidikan dilakukan oleh Oditur Militer dan diperiksa dan disidangkan oleh Pengadilan Militer, untuk Prajurit TNI yang berpangkat Mayor ke atas tahap penyidikan dilakukan Oleh Oditur Militer Tinggi dan diperiksa dan disidangkan oleh Pengadilan Militer Tinggi. 3) Tahap Persidangan Penyiapan persidangan atas perkara yang dilimpahkan dari Oditur Militer/Oditur

Militer

Tinggi

kepada

Pengadilan

Militer

untuk

disidangkan, oleh Kepala Pengadilan Militer/Kepala Pengadilan Militer Tinggi (Kadilmil/Kadilmilti) segera diperiksa serta dipelajari berkas perkara serta surat-surat lampirannya yang telah dilimpahkan tersebut untuk menentukan apakah perkara itu termasuk wewenang Pengadilan yang dipimpinnya (Pasal 132 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997). Dalam hal Kadilmil/Kadilmilti berpendapat bahwa perkara tersebut termasuk dalam kewenangan pengadilan yang dipimpin olehnya, maka Kadilmil/Kadilmilti menunjuk Majelis Hakim yang nantinya akan menyidangkan perkara tersebut. Selanjutnya Hakim Ketua yang ditunjuk setelah mempelajari berkas perkara menetapkan hari sidang dan memerintahkan Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi untuk memanggil Terdakwa dan Saksi.

commit to user



Proses pemeriksaan dalam sidang selanjutnya dilaksanakan menurut tata cara yang diatur dalam Pasal 141 sampai dengan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997. Setelah perkara diputus, kemudian

Terdakwa

dinyatakan

bersalah

serta

perkaranya

telah

mempunyai kekuatan hukum tetap, Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi segera melaksanakan eksekusi kepada Terdakwa untuk melaksanakan hukuman pidana. Pengawasan Pelaksanaan putusan dilaksanakan oleh Kadilmil/Kadilmilti pada tingkat pertama dan khusus pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat dilakukan dengan bantuan komandan yang bersangkutan, sehingga komandan dapat memberikan bimbingan supaya terpidana kembali menjadi prajurit yang baik dan tidak melakukan tindak pidana lagi. Dalam perkara yang Terdakwanya adalah prajurit TNI berpangkat Kapten ke bawah tahap persidangan dilakukan oleh Pengadilan Militer, untuk prajurit TNI yang berpangkat Mayor Ke atas tahap persidangan dilakukan oleh Pengadilan Militer Tinggi. Terdakwa atau Oditur dapat mengajukan banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali dalam putusan bebas dari segala dakwaan atau lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan Pengadilan dalam acara cepat yang berupa pidana perampasan kemerdekaan (Pasal 219 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997), untuk Terdakwa/prajurit yang berpangkat kapten ke bawah dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Militer Tinggi sedangkan untuk Terdakwa/prajurit yang berpangkat Mayor ke atas dapat mengajukan banding ke Pengadilan Militer Utama. Proses upaya hukum biasa dalam pemeriksaan tingkat banding diatur dalam pasal antara Pasal 219 sampai dengan Pasal 230 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997. Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan oleh Pengadilan tingkat banding atau Pengadilan tingkat pertama dan terakhir, Terdakwa atau Oditur dapat mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah user dari segala dakwaan (Pasal 231 Agung, kecuali terhadap commit putusan tobebas



Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997). Proses pemeriksaan tingkat kasasi telah diatur dalam Pasal 231 sampai dengan Pasal 244 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1997 dan untuk upaya hukum luar biasa diatur dalam Pasal 245 sampai dengan Pasal 253 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997. 4) Tahap Eksekusi Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali terhadap putusan yang memuat pidana mati, oleh Oditur Militer/Oditur Militer Tinggi selaku pelaksana putusan pengadilan melaksanakan eksekusi terhadap Terdakwa. Apabila terpidana bersalah dan dihukum dengan hukuman penjara atau kurungan maka dilaksanakan di Lembaga Permasyarakatan Militer atau di tempat lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila terpidana dipecat

dari dinas keprajuritan

maka dilaksanakan di Lembaga

Pemasyarakatan Umum. Untuk pelaksanaan pidana mati dilakukan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak di muka umum. Dalam perkara dengan Terdakwa Sertu Eko Hendro Arif Wibowo kesamaan prosedur proses pemeriksaan perkara terhadap ketentuan Undangundang setelah perkara tersebut diajukan ke Pengadilan Militer, dengan Skeppera Nomor : kep/05/VIII/2011 yang dikeluarkan oleh Papera memutuskan : 1) Menyerahkan perkara Terdakwa Sertu Eko Hendro Arif Wibowo NRP 21040103980382 tersebut kepada Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. 2) Menuntut agar Terdakwa diperiksa dan diadili berdasarkan Surat Dakwaan Oditur Militer. 3) Melimpahkan wewenang untuk menetapkan hari sidang kepada Pengadilan Militer yang bersangkutan.

commit to user



Sejak perkara dilimpahkan kepada Pengadilan Militer,

maka

kewenangan penahanan terhadap Terdakwa beralih kepada Pengadilan Militer. Setelah Kadilmil menetapkan penunjukan hakim, maka kewenangan penahanan beralih kepada Hakim Ketua yang menangani perkara tersebut. Adapun Terdakwa dalam perkara ini tidak ditahan. Kemudian Majelis Hakim menetapkan hari persidangan yang akan disampaikan kepada Oditurat Militer agar dapat menghadirkan Terdakwa dan juga para Saksi. Persidangan yang dilakukan terhadap Terdakwa dilakukan terbuka untuk umum, majelis Hakim dan Oditur Militer dalam melakukan pemeriksaan baik terhadap Terdakwa maupun Saksi tidak boleh menyudutkan Terdakwa maupun Saksi. Sehingga

Terdakwa maupun saksi dapat

menyampaikan keterangannya secara bebas tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Pada saat persidangan berlangsung, persiapan pemeriksaan untuk mengetahui kebenaran dari dakwaan yang ditujukan kepada Terdakwa, Oditur Militer akan mempersiapkan barang bukti, baik itu berupa keterangan Saksi, keterangan Terdakwa, dan alat-alat bukti lain yang terungkap di dalam persidangan. Para saksi yang akan memberikan keterangan terlebih dahulu akan disumpah menurut agama dan kepercayaannya, identitas para saksi juga harus diperhatikan dan diperiksa, agar benar–benar kesaksian yang diberikan benar–benar mengenai perkara yang sedang diperiksa di Pengadilan Militer. 1) Pemeriksaan Saksi Setelah pembacaan surat dakwaan dan Terdakwa sudah mengerti akan isinya, atau setelah Majelis Hakim menolak eksepsi dari Terdakwa/Penasihat Hukum, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan Saksi. Untuk itu Hakim Ketua memerintahkan Terdakwa duduk di sebelah kanan kursi Penasihat Hukum dan Saksi duduk di kursi pemeriksaan. Kemudian Hakim Ketua menanyakan kepada Oditur Militer apakah SaksiSaksi yang dipanggil hadir semua. a) Para Saksi dihadapkan ke depan sidang dengan dengan diantar oleh petugas provost, kemudian Saksi diperiksa secara bergantian satu demi commit to user



satu. Apabila Saksi terlalu banyak maka Hakim Ketua dapat memutuskan pemeriksaan Saksi dapat dilakukan secara bersamaan. (1) Yang pertama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi Saksi (Saksi korban). (2) Semua Saksi yang telah hadir memenuhi panggilan wajib didengar keterangannya. b) Hakim Ketua menanyakan kepada Saksi tentang identitas, hubungan keluarga dan tidak terikat hubungan kerja dengan Terdakwa. c) Sebelum memberi keterangan Saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama yang dianut. d) Hakim Ketua mengingatkan kepada Saksi untuk memberikan keterangan kejadian apa yang dilihat, didengar, atau yang dialami sendiri. e) Hakim Ketua menanyakan segala sesuatu yang terjadi sesuai dengan surat dakwaan dan memberi kesempatan kepada Hakim Anggota serta Oditur Militer maupun Penasihat Hukum. f) Setelah keterangan Saksi selesai Hakim Ketua menanyakan kepada Terdakwa apakah keterangan tersebut dibenarkan, apabila tidak benar agar disampaikan sangkalannya dan pemeriksaan Saksi selanjutnya. Dalam perkara dengan Terdakwa Sertu Eko Hendro Arif Wibowo terdapat enam orang Saksi. Seluruh keterangan para Saksi dalam perkara ini dibenarkan oleh Terdakwa dan tidak disangkal. Saksi yang bisa dihadapkan di depan persidangan hanya tiga orang Saksi, tiga orang Saksi lainnya telah dipanggil secara sah, namun tidak hadir kemudian dibacakan Berita Acara Pemeriksaan POM. Dalam hal Saksi yang tidak dapat hadir dalam sidang dengan alasan yang sah, maka keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan dapat dibacakan didepan sidang, ketidak hadiran Saksi tersebut adalah karena meninggal dunia, ada halangan yang sah atau karena kepentingan negara, atau tempat tinggal Saksi yang jauh. commit to user



2) Pemeriksaan Terdakwa Pemeriksaan Terdakwa dimulai setelah semua Saksi selesai didengan

keterangannya.

Setelah

Hakim

Ketua

selesai

memberi

pertanyaan kemudian Hakim Ketua memberikan kesempatan kepada Hakim Anggota, Oditur Militer dan Penasihat Hukum untuk mengajukan pertanyaan kepada Terdakwa. Pertanyaan yang bersifat menjerat, mempengaruhi atau bertentangan dengan kehormatan Prajurit tidak boleh diajukan baik kepada Terdakwa maupun kepada Saksi. Sesuai dengan isi Pasal 169 Undang-undang No. 31 Tahun 1997 tidak memperbolehkan mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat, mempengaruhi atau bertentangan dengan kehormatan Prajurit kepada Saksi dan Terdakwa. Dalam perkara ini, Terdakwa telah mengakui perbuatannya sesuai dengan keterangan Terdakwa dan Saksi-Saksi di dalam persidangan. Sehingga dari serangkaian alat bukti beserta barang bukti yang diajukan di persidangan, Hakim berdasarkan pertimbangan-pertimbangannya memiliki keyakinan bahwa Terdakwa Sertu Eko Hendro Arif Wibowo telah bersalah melakukan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 359 KUHP. 3) Pemeriksaan Barang Bukti Setelah pemeriksaan Saksi dan Terdakwa selesai. Hakim Ketua memperlihatkan kepada Terdakwa semua barang bukti yang diajukan oleh Oditur Militer kemudian menanyakan kepada Terdakwa apakah Terdakwa mengenal benda tersebut dan menanyakan keterkaitan benda tersebut dengan perkara untuk mengetahui kejelasan peristiwa.

commit to user



4) Musyawarah Majelis Hakim Sesuai dengan Pasal 188 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, setelah semua acara pemeriksaan selesai kemudian Hakim Ketua menyatakan pemeriksaan ditutup. Kemudian menunda sidang untuk memberikan kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah untuk mengambil keputusan. Musyawarah yang dilakukan adalah musyawarah yang tertutup dan rahasia. Dalam pelaksanaan musyawarah Majelis Hakim, Hakim Anggota yang termuda memberikan pandangan, pendapat dan saran kemudian Hakim Anggota lainnya. Hakim Ketua adalah pemberi saran, pandangan, dan pendapat yang terakhir dalam musyawarah. Pelaksanaan pengambilan putusan dalam musyawarah Majelis Hakim dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan khusus dan isi buku bersifat rahasia. Putusan Pengadilan dijatuhkan dan diumumkan pada hari lain, yang sebelumnya diberitahukan kepada Oditur Militer, Terdakwa, atau Penasihat Hukumnya. 5) Putusan Hakim Setelah Majelis Hakim mempertimbangkan dan melihat unsurunsur tindak pidana, hal-hal lain yang diterangkan oleh Terdakwa dipersidangan dan keterangan para Saksi dibawah sumpah serta tuntutan pidana dari Oditur Militer. Majelis Hakim berpendapat Terdakwa terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana yang didakwakan kepadanya maka Pengadilan menjatuhkan pidana penjara 8 (delapan) bulan. Setelah putusan Pengadilan Militer memperoleh kekuatan hukum tetap, Panitera membuat akte Putusan telah memperoleh Kekuatan Hukum Tetap untuk disampaikan kepada Terdakwa dan Oditur Militer sebagai dasar pelaksanaan Putusan Hakim.

commit to user



Pada dasarnya tujuan pemeriksaan di Pengadilan Militer yang mengadili Terdakwa sebagai militer yang melakukan tindak pidana tidak semata-mata hanya untuk menghukum Terdakwa saja, akan tetapi juga merupakan upaya untuk mendidik dan membina para Prajurit TNI lainnya yang terlibat dalam perbuatan pidana. Diharapkan dengan dihadapkan pada Pengadilan Militer akan tercipta kesadaran untuk kembali membaktikan diri sebagai prajurit TNI yang bermartabat, berjiwa Pancasila dan bertindak sesuai dengan Sapta Marga TNI dan sumpah prajurit TNI.

commit to user



BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diulas dalam penelitian ini maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut : 1. Mengenai proses pelaksanaan pemeriksaan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta pada perkara tindak pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian yang dilakukan oleh anggota TNI bahwa Prajurit TNI sebagai subyek hukum yang dapat melakukan tindak pidana juga dapat dijatuhkan hukuman yang berupa sanksi pidana karena perbuatannya, tidak hanya tindak pidana yang diatur secara khusus dalam KUHPM, akan tetapi tindak pidana umum seperti yang diatur dalam KUHP seperti kealpaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain. Sehingga dalam perkara ini bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain juga diberlakukan Pasal 359 KUHP. Akan tetapi karena asas hukum Lex Spesialis Derogat Lex Generalis, maka bagi anggota TNI yang disidangkan di Pengadilan Militer menggunakan ketentuan yang tercantum dalam KUHPM selain sanksi yang tercantum dalam pasal 359 KUHP. Dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) disebutkan “terhadap tindak pidana yang tidak tercantum dalam kitab Undang-undang ini, yang dilakukan oleh orang-orang yang tunduk pada kekuasaan badan peradilan militer, diterapkan dengan undang-undang”. 2. Mengenai kesamaan prosedur proses dan mekanisme penyelesaian tindak pidana di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta tata cara yang digunakan dalam penyelesaian perkara ini dengan menggunakan acara pemeriksaan biasa dengan dasar hukum berupa KUHPM, KUHP dan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997. Dalam menyelesaikan suatu perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI di dalam persidangan mempertimbangkan berbagai rumusan hukum yang digunakan untuk mengadili. Hal ini berdasarkan pada KUHP dan commit to user Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 serta peraturan perundang-undangan



yang berlaku. Dalam proses penyelesaian pada perkara tindak pidana kealpaan yang menyebabkan matinya orang lain dalam lingkungan peradilan militer telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu menggunakan Standart Operasional Prosedur (SOP) sesuai dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. 3. Berdasarkan kajian empiris yang menjadi hambatan hakim dalam melakukan pemeriksaan adalah dari faktor personal, dimana para Saksi tidak dapat hadir dalam persidangan untuk memberikan keterangan karena persoalan fasilitas dari Pengadilan Militer untuk mengakomodasi para saksi menuju tempat persidangan dari rumah para Saksi, sehingga

keterangan Saksi secara

langsung tidak dapat didengar oleh Hakim, keterangan Saksi hanya berdasarkan BAP dari Pom yang dibacakan di depan sidang. Kemudian faktor prosedur dalam rencana tuntutan yang memakan waktu cukup lama mengakibatkan pemeriksaan tidak dapat segera dilakukan.

B. Saran Setelah melakukan penelitian mengenai pelaksanaan pemeriksaan tindak pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian oleh anggota TNI di Pengadilan Militer II – 11 Yogyakarta, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Hakim Militer harus terus didorong untuk dapat menerapkan hukum acaranya secara detail sesuai dengan Undang-undang Nomor 37 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer terutama dalam kaitannya dengan pemeriksaan, sehingga hakim dapat menilai dengan arif dan memberikan putusan berdasarkan kebenaran yang senyatanya. 2. Tindak pidana kelalaian lalu lintas yang menyebabkan kematian dapat terjadi karena kurangnya kesadaran dalam diri Terdakwa akibat minuman keras yang dapat berakibat fatal ketika melakukan pekerjaan sehingga lalai dan berakibat karena perbuatannya dapat merusak citra TNI dalam masyarakat dan kesatuan Terdakwa, untuk itu diharapkan diadakan Jam Komandan sebagai waktu bagi commit to user



atasan supaya dapat memberikan pengarahan kepada anggotanya serta diadakannya bimbingan rohani. 3. Penyuluhan hukum oleh Badan Pembinaan Hukum TNI kepada seluruh anggota TNI agar tercipta kesadaran bahwa anggota TNI juga harus mempertanggung jawabkan kesalahannya didepan hukum sehingga setiap anggota TNI harus bertindak sesuai dengan Sapta Marga TNI dan sumpah prajurit TNI.

commit to user

Penulisan Hukum (Skripsi)

Recommend Documents