1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005)
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh: IRA INDRIANINGRUM NIM. E. 1106140
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010 i
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005)
Disusun oleh : IRA INDRIANINGRUM NIM : E. 1106140
Disetujui untuk Dipertahankan Dosen Pembimbing
BAMBANG SANTOSO, S.H., M.Hum. NIP. 196202091989031001
commit to user
ii
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005) Disusun oleh : IRA INDRIANINGRUM NIM : E. 1106140 Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari
: Kamis
Tanggal : 29 Juli 2010 TIM PENGUJI 1. Edy Herdyanto, S.H., M.H. NIP. 195706291985031002 Ketua
( ................................. )
2. Kristiyadi, S.H., M.Hum. NIP. 195812251986011001 Sekretaris
(………………………)
3. Bambang Santoso, S.H.,M.Hum NIP. 196202091989031001 Anggota
(………………………)
MENGETAHUI Dekan,
Mohammad Jamin, S.H, M.Hum. NIP. 196109301986011001 commit to user
iii
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PERNYATAAN Nama
: Ira Indrianingrum
Nim
: E. 1106140
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005) adalah betul-betul karya sendiri. Hal- hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkn dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta,
Juli 2010
Yang membuat pernyataan
Ira Indrianingrum E. 1106140
commit to user
iv
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
MOTTO
Ketahuilah! Hanya mengingat akan Allah SWT, maka hati merasa tenang (Qs. Ar.Ra’du (petir) 13 : 18) Tiada harta yang terpendam yang lebih bermanfaat daripada ilmu pengetahuan.Tiada kawan yang lebih indah dari berkata jujur Tiada teman yang lebih tinggi dari kesabaran Tiada kejahatan yang lebih memalukan dari kesombongan (Wahab bin Munabbih)
Kebahagiaan diri kita tidak tergantung pada apa yang orang lain pikirkan dan cara mereka bertindak, tetapi sangat tergantung kepada apa yang kita pikirkan dan cara kita bertindak. Sesungguhnya kita masing-masing bisa memerankan peranan penting dalam menentukan masa depan kita sendiri. (Daug Hooper)
commit to user
v
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PERSEMBAHAN Karya
kecil ini penulis persembahkan
kepada : ·
Allah SWT, Pencipta Langit dan Bumi, yang senantiasa memberikan kenikmatan pada umat-Nya;
·
Ayah dan Bunda yang telah memberi kasih
sayang,
serta
kehangatan
dalam perjalanan penulis; ·
Kakakku tersayang Nova, Yose, yang telah banyak membantu dan yang telah memberi kasih sayang dan dukungannya.
·
Keponakanku Delilla,
Zeva,
tersayang yang
Exel, selalu
memberikan keceriaan bagi penulis.
·
Teman-temanku
seperjuangan,
sealmamater, dan seangkatan 2006 terima kasih atas persaudaraan dan persahabatannya.
commit to user
vi
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta diiringi rasa syukur Alhamdulillah penulis panjatkan, penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul “ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI
JAKARTA
UTARA
DALAM
PERKARA
PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005)” dapat penulis selesaikan. Penulisan hukum ini membahas mengenai alasan pemohon dalam mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara serta bagaimana pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan hukum ini, maka saran serta kritik dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk memperkaya karya tulis ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran, dan dorongan bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan terutama kepada : 1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini. 2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. commit to user
vii
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Negeri Surakarta yang telah memberikan nasehat, bimbingan dan dorongan kepada penulis. 4. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Skripsi yang telah sabar memberikan bimbingan, dukungan, nasihat, motivasi demi kemajuan Penulis, dan juga cerita-cerita serta pengalaman yang dapat memberikan semangat bagi Penulis. 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis sehingga dapat dijadikan dasar dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan. 6. Seluruh staf tata usaha dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ada di bagian transit, perpustakaan, pendidikan, pengajaran dan bagian-bagian yang lain, terima kasih atas bantuannya. 7. Ayah dan Bunda terima kasih atas doa dan semangat yang kalian berikan kepadaku. Semoga Ayah dan Bunda diberikan kesehatan, rezeki dan umur panjang. 8. Kakakku tercinta Nova, Yose, Mari, Bambang, yang telah menemaniku, memberikan kasih sayang, selalu menjagaku, dan memberikan semangat. 9. Keponakanku tersayang Exel, Delilla, Zeva, yang selalu memberikan kecerian bagi penulis. 10. Sahabat-sahabatku Herin, Vindra, Anjar, Avid, Hanuring, Pak Api, Indra Adi, Dewi, Susi, Anindya, Ucup, Ika, Eka, Dian, Indri, Mas Itut, Windha, Sheny, Tyas, Adit yang selalu menemaniku dan selalu menjadi sahabat baikku. 11. Mas Peners, mbak Ari, yang selalu membantu penulis jika penulis dalam kesulitan dan yang selalu memberi semangat dan dukungan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. commit to user
viii
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12. Mas Bayu Noviyanto, terimakasih atas kesabaran, kesetiaan, doa dan dukungannya kepada penulis. 13. Keluarga Besar angkatan 2006 Fakultas Hukum UNS yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberi warna baru dalam hidupku. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuannya bagi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian penulisan hukum ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dan semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
Surakarta, Juli 2010
Penulis
commit to user ix
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ....................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN......................................................................
iv
HALAMAN MOTTO ..................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................
vi
KATA PENGANTAR .................................................................................
vii
DAFTAR ISI................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiii
ABSTRAK ...................................................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Perumusan Masalah................................................................
5
C. Tujuan Penelitian....................................................................
6
D. Manfaat Penelitian..................................................................
7
E. Metode Penelitian...................................................................
7
F. Sistematika Penulisan Hukum................................................
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................
13
A. Kerangka Teori .......................................................................
13
1. Tinjauan Tentang Pengajuan Kasasi……… ....................
13
a. Pengertian Kasasi........................................................
13
b. Tujuan Upaya Kasasi ..........................………………
13
c. Putusan Yang Dapat Dikasasi ....................................
15
d. Tata Cara Permohonan Kasasi ...................................
16
e. Alasan Mengajukan Kasasi ........................................
18
f. Tata Cara Pemeriksaan Kasasi ................................... to Pengadilan user 2. Tinjauan Tentangcommit Putusan .............................
18
x
19
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Putusan Bebas.............................................................
19
b. Putusan Pelepasan Dari Segala Tuntutan Hukum..... .
19
c. Putusan Pemidanaan...................................................
20
d. Penetapan Tidak Berwenang Mengadili......................
20
e. Putusan Yang Menyatakan Dakwaan Tidak Dapat Diterima......................................................................
20
f. Putusan Yang Menyatakan Dakwaan Batal Demi Hukum....................................................................... .
21
3. Tinjauan Tentang Praperadilan.........................................
21
a. Pengertian Praperadilan.............................................
21
b. Wewenang Praperadilan............................................
24
c. Alasan dan Pihak Yang Mengajukan Praperadilan....
27
d. Proses Acara Pemeriksaan Praperadilan....................
29
4. Tinjauan Tentang Tindakan Penyitaan.............................
31
a. Pengertian Penyitaan..................................................
31
b. Bentuk-bentuk Penyitaan...........................................
31
c. Benda Yang Dapat Disita..........................................
34
5. Tinjauan Tentang Kasasi Terhadap Putusan Praperadilan..
34
6. Tinjauan Tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil..............
35
B. Kerangka Pemikiran..................................................................
36
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.........................
38
A. Alasan Pemohonan dalam Mengajukan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Kasus Posisi ............................................................................
38
1. Uraian Singkat Kasus................................................ .
38
2. Identitas Pemohonan Pra Peradilan………………....
39
3. Identitas Termohon…………………………………. commit to 4. Alasan Permohonan Prauser Peradilan…………………..
39
xi
39
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Isi Permohonan……………………………………...
45
6. Amar Putusan Pengadilan Jakarta Utara…………….
46
7. Alasan Pengajuan Kasasi……………………..……..
46
8. Pembahasan……………………………………..…..
47
B. Pertimbangan Hakim dalam Memeriksa dan Memutus Permohonan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan…………………………….............
50
1. Pertimbangan Hakim terhadap Pengajuan Kasasi…..
50
2. Pembahasan…………………………………………
51
BAB IV PENUTUP ...................................................................................
54
A. Simpulan ................................................................................
54
B. Saran.......................................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
56
commit to user
xii
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar I
Kerangka Pemikiran
commit to user
xiii
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ABSTRAK
IRA INDRIANINGRUM, E.1106140, ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas mengenai bagaimanakah alasan pemohon dalam mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara serta bagaimana pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau doktrinal yang bersifat preskriptif dengan menggunakan jenis data sekunder. Dalam penelitian ini, tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data sekunder yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti. Selanjutnya data yang diperoleh kemudian dipelajari, diklasifikasikan, dan dianalisis lebih lanjut sesuai dengan tujuan dan permasalahan penelitian. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa pertimbangan Hakim dalam Memeriksa dan Memutus Permohonan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan Undangundang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung terutama pada pasal 45 A ayat 2 mengenai putusan tentang praperadilan tidak dapat diajukan kasasi dan itu membuat permohonan kasasi praperadilan kasus keabsahan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI tidak diterima.
commit to user
xiv
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ABSTRACT IRA INDRIANINGRUM, E1106140, AN ANALYSIS ON APPEAL TO THE SUPREME COURT (KASASI) OVER THE NORTH JAKARTA COURT’S DECISION IN THE PREJUDICIAL CASE ABOUT THE LEGALITY OF CONFISCATION ACTION BY THE CIVIL SERVANT INVESTIGATOR OF DKI’S AGRICULTURAL AND FORESTRY SERVICE (A STUDY ON THE SUPREME COURT’S DECISION NO. 1762 K/PID/2005). Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. Thesis. 2010. This research aims to find out clearly how the accuser in filing the appeal to the Supreme Court (kasasi) over the North Jakarta First Instance Court’s decision is as well as how the Judge deliberation is in examining and deciding the kasasi application over the North Jakarta First Instance Court’s decision about the legality of confiscation action by the Civil Servant Investigator of DKI’s Agricultural and Forestry Service. This study belongs to a normative law research that is prescriptive in nature using the secondary data type. In the research, the technique of collecting data used was library research, that is, to collect the secondary data relevant to the problem studied. Furthermore, the data obtained was studied, classified, and analyzed further in line with the objective and problem of research. Based on the research, it can be found that the Judge deliberation in Examining And Deciding the Kasasi Application over the North Jakarta First Instance Court’s decision in the Prejudicial Case about the Legality of Confiscation Action by the Civil Servant Investigator of DKI’s Agricultural and Forestry Service is Act No.5 of 2004 about the Supreme Court particularly in article 45 A clause 2 concerning the decision about prejudicial cannot be filed for the kasasi and it makes the prejudicial kasasi application in the confiscation legality case by the Civil Servant Investigator of DKI’s Agricultural and Forestry Service not accepted.
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta yang menjamin segala hak warga yang sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Hal ini dipertegas dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menutut UndangUndang Dasar”. Oleh karena itu, peranan setiap warga negara sangat berpengaruh dan diperlukan dalam penegakan hukum. Indonesia sebagai negara hukum seyogyanya harus berperan di segala bidang kehidupan, baik dalam kehidupan bangsa dan negara Republik Indonesia maupun dalam kehidupan warga negaranya. Hal ini bertujuan untuk menciptakan adanya keamanan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta menghendaki agar hukum ditegakkan artinya hukum harus dihormati dan ditaati oleh siapapun tanpa terkecuali baik oleh seluruh warga masyarakat, penegak hukum maupun oleh penguasa negara, segala tindakannya harus dilandasi oleh hukum. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau yang biasa disingkat dengan istilah “KUHAP” merupakan dasar tata cara peradilan pidana yang sudah diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1981 hingga saat ini. KUHAP telah meletakkan dasar humanisme dan merupakan suatu era baru dalam dunia peradilan di Indonesia. Dalam undang-undang ini tampaknya tujuan mencapai ketertiban dan kepastian hukum tidak lagi menjadi tujuan utama, melainkan yang diutamakan dan merupakan masalah besar adalah bagaimana mencapai tujuan tersebut sedemikian rupa sehingga perkosaan terhadap harkat dan martabat manusia sejauh mungkin dapat dihindarkan (Romli Atmasasmita, commit to user 1996: 28). 1 1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Salah satu upaya untuk menjamin perlindungan terhadap hak asasi seseorang tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana adalah melalui lembaga praperadilan yang diatur dalam KUHAP. Praperadilan merupakan lembaga baru yang sebelumya tidak diatur dalam Herziene Inlandsch Reglement (HIR), lahirnya dari pemikiran untuk mengadakan tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum, agar dalam melaksanakan
kewenangannya
tidak
melakukan
penyelewengan
atau
penyalahgunaan wewenang. Untuk itu selain adanya pengawasan yang bersifat internal dalam perangkat aparat itu sendiri (vertical), juga dibutuhkan suatu pengawasan
silang
antara
sesama
penegak
hukum
(horizontal)
(www.pemantauperadilan.com). Praperadilan dilakukan dengan maksud dan tujuan yakni tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan. Oleh karena itu, demi terlaksananya pemeriksaan tindak pidana, undang-undang memberi kewenangan kepada penyidik dan penuntut umum untuk melakukan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penyitaan, dan sebagainya. Tindakan upaya paksa yang dilakukan tersebut bertentangan dengan hukum dan undang-undang (illegal) karena merupakan perkosaan terhadap hak asasi tersangka (Yahya Harahap, 2002: 3). Untuk itu perlu diadakan suatu lembaga yang diberi wewenang untuk menentukan sah atau tidaknya tindakan paksa yang dikenakan kepada tersangka. Menguji dan menilai sah atau tidaknya tindakan paksa yang dilakukan penyidik atau penuntut umum yang dilimpahkan kewenangannya kepada Praperadilan (Yahya Harahap, 2000: 4). Fungsi lembaga praperadilan adalah untuk melaksanakan wewenang Pengadilan Negeri dalam hal memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya suatu tindakan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan dan atau tidak diajukan ke pengadilan sesuai dengan Pasal 1 butir commit to user 10 Jo Pasal 77 KUHAP. Namun jika dilihat dari kewenangan praperadilan
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
melalui putusannya maka materi praperadilan selain yang disebutkan di atas juga dapat memutuskan apakah benda yang disita masuk atau tidak masuk alat bukti. Dalam menentukan sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, pertama sekali harus dilihat atau dipertanyakan, apakah penahanan itu dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk itu, selanjutnya apakah dilakukan sesuai dengan syarat matriil serta harus dilakukan menurut cara atau prosedur yang ditentukan dalam KUHAP. Apabila ditemukan suatu penangkapan dan atau penahanan yang tidak sesuai dengan KUHAP, maka atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka, dapat menuntut ganti kerugian atau rehabilitasi. Sebab pada dasarnya ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Demikian juga dengan rehabilitasi yang juga merupakan hak seseorang untuk mendapat pemulihan hanya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Pasal 38 ayat (1) KUHAP menegaskan “Bahwa penyidik dapat melakukan penyitaan dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat dan pada ayat (2) diterangkan bahwa dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan dalam ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya”. Kewenangan penyitaan yang dilakukan tersebut untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
peradilan. Tetapi tentu saja pelaksanaan kewenangan penyitaan tersebut harus sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pasal 82 ayat (3) huruf d KUHAP dengan jelas tersurat bahwa permasalahan penyitaan termasuk yurisdiksi praperadilan, yaitu “Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita”. Alasan lain yang mendukung tindakan penyitaan termasuk yurisdiksi praperadilan berkenaan dengan penyitaan yang dilakukan terhadap barang milik pihak ketiga, dan barang itu tidak termasuk sebagai alat atau barang bukti. Dalam kasus yang seperti ini, pemilik barang harus diberi hak untuk mengajukan ketidakabsahan penyitaan kepada praperadilan (Yahya Harahap, 2002: 8). Putusan yang diambil oleh hakim praperadilan harus sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku dan harus mewujudkan keadilan. Putusan praperadilan ini bersifat deklarator yaitu putusan yang berisi peryataan yang menyatakan sah atau tidaknya upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum. Banyaknya permohonan pemeriksaan perkara melalui praperadilan karena untuk mewujudkan keadilan sebelum perkara ini dilanjutkan ke pengadilan negeri. Dalam hal permohonan praperadilan tentang penghentian penyidikan, maka hakim praperadilan memeriksa dan memutus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Putusan tidak sahnya penghentian penyidikan dapat dilakukan upaya hukum banding oleh para pihak sesuai dengan Pasal 83 ayat (2) KUHAP. Sampai sekarang ini masih banyak perbedaan pendapat tentang dapat atau tidaknya putusan praperadilan dimintakan kasasi padahal dalam Undangundang No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, praperadilan merupakan perkara yang dibatasi untuk pengajuan kasasinya, tetapi dalam praktek penegakan hukum di Indonesia banyak perkara praperadilan yang sudah diputuskan oleh pengadilan diajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung commit to user oleh pihak berkepentingan dalam praperadilan tersebut yang merasa belum
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memperoleh rasa keadilan dan berpendapat bahwa pengajuan kasasi dapat dilakukan. Sedangkan tujuan diajukannya kasasi tersebut adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum (Andi Hamzah, 2008: 298). Dengan berdasarkan uraian diatas penulis berpendapat bahwa hal-hal tersebut diatas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis akan kemukakan. Oleh karena itu penulis menuangkan sebuah penulisan yang berbentuk penulisan hukum dengan judul : “ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA
DALAM
KEABSAHAN
PERKARA
TINDAKAN
PRAPERADILAN
PENYITAAN
OLEH
TENTANG PENYIDIK
PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI
(STUDI
PUTUSAN
MAHKAMAH
AGUNG
NO.
1762
K/PID/2005)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan oleh penulis sebelumnya dan untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang akan dibahas serta untuk lebih mengarahkan pembahasan, maka perumusan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut: 1. Apakah alasan pemohon dalam mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI ? 2. Apakah legal pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI ? commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Dalam suatu kegiatan penelitian selalu mempunyai tujuan tertentu, dari penelitian diharapkan dapat disajikan data yang akurat sehingga dapat memberi manfaat dan mampu menyelesaikan masalah. Berpijak dari hal tersebut maka penelitian mempunyai tujuan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan secara tegas dalam rumusan masalah, agar dapat mencapai tujuan dari penelitian. Begitu juga penelitian ini mempunyai tujuan, yaitu : 1. Tujuan Obyektif : a. Untuk mengetahui secara jelas mengenai alasan pemohon dalam mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI. b. Untuk mengetahui secara jelas mengenai pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI. 2. Tujuan Subyektif : a. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan utama penyusunan penulisan hukum (skripsi) agar dapat memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. b. Untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek dalam lapangan hukum khususnya tentang pengajuan kasasi terhadap putusan perkara praperadilan. c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada umumnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut memberi manfaat bagi para pihak. Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis : a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan pengajuan kasasi terhadap putusan perkara praperadilan. b. Untuk mendalami dan mempraktekkan teori-teori yang telah diperoleh penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Manfaat Praktis : a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Memberikan jawaban atas permasalahan yang telah diteliti. c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah penelitian ini.
E. Metode Penelitian
Metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu yang dihadapi (Peter Mahmud, 2006: 35). Di dalam penelitian ini penulis menggunakan metode sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah commityang to userbersifat kualitatif yang lebih penelitian hukum normatif
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mementingkan pemahaman yang ada daripada kuantitas/banyaknya data. (Lexy J. Moleong, 2003:3). Jadi dalam penelitian hukum normatif, peneliti tidak perlu mencari data langsung ke lapangan, sehingga cukup dengan mengumpulkan data-data sekunder dan mengkonstruksikan dalam suatu rangkaian hasil penelitian. Dalam penelitian ini, penulis berusaha meneliti tentang pengajuan kasasi terhadap putusan Pengadilan Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI. 2. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bersifat preskriptif. Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma humum (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 22) Dalam penelitian ini, penulis ingin memperoleh gambaran yang jelas dan lengkap tentang pengajuan kasasi terhadap putusan Pengadilan Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh PPNS dinas pertanian dan kehutanan DKI. 3. Pendekatan Penelitian Nilai ilmiah dalam suatu penyusunan karya ilmiah yang berisi mengenai pembahasan dan pemecahan masalah terhadap legal issue yang diteliti sangat tergantung pada cara pendekatan (aprroach) yang digunakan (Jhonny Ibrahim, 2006: 299). Dalam
penyusunan
penelitian
ini
peneliti
menggunakan
pendekatan kasus (case aprroach). 4. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data atau fakta yang digunakan oleh seseorang secara tidak langsung dan diperoleh melalui bahan-bahan dokumenter, peraturan commit to makalah, user perundang-undangan, laporan, teori-teori, bahan-bahan
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepustakaan, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan masalah yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 5. Sumber Data Sumber data merupakan tempat data suatu penelitian yang dapat diperoleh dan yang akan digunakan dalam penelitian hukum normatif yaitu sumber data sekunder yang meliputi bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa dokumen, buku-buku, laporan, arsip dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum atau bahan pustaka yang mempunyai kekuatan hukum mengikat secara yuridis, adapun yang penulis gunakan adalah: 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; 3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana; 4) Putusan Mahkamah Agung No. 1762 K/PID/2005. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : buku-buku, karya ilmiah, makalah, artikel, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan ini berupa pengertian- pengertian yang diperoleh dari kamus hukum dan bahan dari internet. 6. Teknik Pengumpulan Data Suatu penelitian pasti membutuhkan data yang lengkap, dalam hal ini dimaksudkan agar data yang terkumpul benar-benar memiliki nilai commit to user validitas dan reabilitas yang cukup tinggi. Sehubungan dengan jenis
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
penelitian yang merupakan penelitian normatif maka untuk memperoleh data yang mendukung kegiatan pengumpilan data dalam penelitian ini adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan studi kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 7. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini data-data yang diperoleh dianalisa secara kualitatif, yakni setelah data diperoleh maka data akan diolah berdasarkan arti penting serta hubungannya dalam menjelaskan dan memberikan keterangan lebih lanjut sehubungan dengan penelitian ini, sehingga penelitian ini dapat terjawab. Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan logika deduktif. Dalam hal ini sumber penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini dengan menggunakan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan, aturan perundangundangan beserta dokumen- dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait, kemudian sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan dari sumber penelitian yang diolah sehingga pada akhirnya dapat diketahui alasan pengajuan kasasi terhadap putusan pengadilan Jakarta utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh penyidik PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI. Menurut Philipus M. Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles pengunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus) dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesipulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 47). Didalam logika silogistik untuk penalaran umum yang bersifat premis mayor adalah aturan to useradalah fakta hukum. Sedangkan hukum sedangkan premiscommit minornya
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menurut Johny Ibrahim, mengutip pendapat Bernard Arief Shiharta logika deduktif merupakan suatu tekhnik untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Jhony Ibrahim, 2008:249)
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk
memberi
gambaran
secara
menyeluruh
mengenai
sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari bab-bab yang tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub bagian yang mempunyai hubungan satu sama lain yang tidak dapat terpisahkan, dan dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Adapun sistematika dalam penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yaitu : BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini Penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metodologi
penelitian,
dan
sistematika
penulisan hukum.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan mengenai kajian pustaka berkenaan dengan judul dan masalah yang diteliti yang memberikan landasan atau kerangka teori. Teori-teori kepustakaan ini dapat membantu dan mendukung penulis dalam
menjawab
perumusan
masalah
yang
sudah
diangkat. Dalam bab ini terdiri dari : Tinjauan Tentang Pengajuan Kasasi, Tinjauan Tentang Putusan Pengadilan, to user Tinjauan commit Tentang Praperadilan, Tinjauan Tentang
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tindakan Penyitaan, Tinjauan Tentang Kasasi Terhadap Putusan Praperadilan, Tinjauan Tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan juga mengenai kerangka pemikiran.
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yaitu bagaimana alasan pemohon dalam mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara
praperadilan
tentang
keabsahan
tindakan
penyitaan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI,
dan
bagaimana
pertimbangan
Hakim
dalam
memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI.
BAB IV
: PENUTUP Dalam bab ini berisi simpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi obyek penelitian dan saran-saran yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Pengajuan Kasasi a. Pengertian Kasasi Lembaga kasasi sebenarnya berasal dari Perancis. Kata asalnya adalah casser yang artinya memecah. Suatu putusan hakim dibatalkan demi untuk mencapai kesatuan peradilan. Pada asasnya kasasi didasarkan atas pertimbangan bahwa terjadi kesalahan penerapan hukum atau kehakiman telah melampaui kekuasaan kehakimannya (Andi Hamzah, 2008: 297). Pasal 244 KUHAP menegaskan bahwa : “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”. Sehingga terhadap semua putusan pidana pada tingkat terakhir selain daripada putusan Mahkamah Agung sendiri, dapat diajukan permintaan pemeriksaan kasasi baik oleh terdakwa atau penuntut umum (Yahya Harahap, 2002: 535-536).
b. Tujuan Upaya Kasasi Upaya kasasi adalah hak yang diberian kepada terdakwa maupun kepada penuntut umum. Berbarengan dengan hak mengajukan permintaan kasasi yang diberikan undang-undang kepada terdakwa dan penuntut umum, dengan sendirinya hak itu menimbulkan suatu “kewajiban” bagi pejabat pengadilan untuk menerima permintaan kasasi, tidak ada alasan untuk menolak (Yahya Harahap, 2002: 537). commit to user
13
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun tujuan utama dari upaya hukum kasasi, antara lain sebagai berikut : 1) Koreksi Terhadap Kesalahan Putusan Pengadilan Bawahan Salah satu tujuan kasasi, memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum, agar hukum benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah cara mengadili perkara benarbenar dilakukan menurut ketentuan undang-undang. 2) Menciptakan dan Membentuk Hukum Baru Di samping tindakan koreksi yang dilakukan Mahkamah Agung dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan koreksi itu sekaligus menciptakan “hukum baru” dalam bentuk yurisprudensi. Berdasarkan jabatan dan wewenang yang ada padanya dalam bentuk judge making law, sering Mahkamah Agung menciptakan hukum baru yang disebut “hukum kasus”, guna mengisi kekosongan hukum, maupun dalam rangka menyejajarkan makna dan jiwa ketentuan undang-undang sesuai dengan “elastisitas” pertumbuhan kebutuhan lajunya perkembangan nilai dan kesadaran masyarakat. Apabila putusan kasasi baik yang berupa koreksi atas kesalahan penerapan hukum maupun yang bersifat penciptaan hukum baru telah mantap dan dijadikan pedoman bagi pengadilan dalam mengambil keputusan maka Mahkamah Agung akan menjadi yurisprudensi tetap. Kadang-kadang dalam upayanya menciptakan hukum baru, adakalanya mengambil putusan yng bersifat contra legem, maksudnya hukum baru yang diciptakan itu secara nyata benarbenar “bertentangan dengan undang-undang”. Putusan Mahkamah Agung dalam menciptakan hukum baru tidak hanya berdaya upaya mengisi kekosongan hukum atau menafsirkan ketentuan undangundang yang benar-benar senapas dengan bunyi undang-undang itu sendiri. Jika dianggapnya perlu dan mendesak, sesuai dengan commit todan userkebenaran, putusan kasasi dapat kebutuhan rasa keadilan
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengesampingkan
ketentuan
undang-undang,
dan
sekaligus
menciptakan hukum baru yang jelas-jelas betentangan dengan rumusan ketentuan undang-undang. 3) Pengawasan Terciptanya Keseragaman Penerapan Hukum Tujuan lain pemeriksaan kasasi yaitu untuk mewujudkan kesadaran “keseragaman” penerapan hukum. Dengan adanya putusan kasasi yang menciptakan yurisprudensi, maka akan mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan hukum, serta dengan adanya upaya hukum kasasi, dapat terhindar dari kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan oleh para hakim yang tergoda dalam memanfaatkan kebebasan kedudukan yang dimiliknya.
c. Putusan Yang Dapat Diajukan Kasasi Menurut ketentuan Pasal 244 KUHAP putusan perkara pidana yang dapat diajukan permohonan pemeriksaan kasasi yaitu semua putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan, kecuali tehadap putusan Mahkamah Agung sendiri dan putusan bebas. Macam putusan yang dapat dikasasi, meliputi : 1) Terhadap Semua Putusan Pengadilan Negeri dalam Tingkat Pertama dan Tingkat Terakhir Jenis perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri yang dalam kedudukannya sekaligus sebagai peradilan tingkat pertama dan terakhir, yang terhadap putusan tidak dapat diajukan permohonan banding. Jenis perkara yang diputus dalam tingkat pertama dan terakhir oleh Pengadilan Negeri ialah perkara-perkara yang diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat. 2) Terhadap Semua Putusan Pengadilan Tinggi yang Diambilnya pada Tingkat Banding Terhadap putusan Pengadilan Negeri yang dapat diajukan commitdan to user permohonan banding, terhadap putusan itu diajukan
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
permohonan banding serta Pengadilan Tinggi telah mengambil putusan pada tingkat banding, terhadap putusan banding tersebut dapat diajukan permohonan kasasi. 3) Tentang Putusan Bebas Putusan bebas berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum, dalam arti dibebaskan dari pemidanaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 244 KUHAP, terhadap putusan bebas tidak dapat diajukan permohonan kasasi.
d. Tata Cara Permohonan kasasi Dalam kenyataan praktek, sering ditemukan hambatan formal yang dialami pencari keadilan. Akibatnya permohonan kasasi “tidak dapat diterima”. Hambatan formal yang dimaksud yaitu kekurangan pengertian dikalangan masyarakat pencari keadilan tentang tata cara mengajukan permohonan kasasi. Adakalanya dijumpai permohonan kasasi yang “terlambat” diajukan, sehingga permohonan itu melampaui tenggang waktu yang ditentukan Pasal 245 ayat (1). Tata cara untuk mengajukan kasasi adalah sebagai berikut : 1) Permohonan diajukan kepada panitera pengadilan yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama; 2) Yang berhak mengajukan permohonan kasasi adalah terdakwa dan atau penuntut umum; 3) Tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi yaitu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan pengadilan yang hendak dikasasi diberitahukan kepada terdakwa; 4) Permintaan permohonan kasasi oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang ditandatangani oleh Panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara; 5) Panitera
wajib
memberitahukan
permintaan
kasasi
yang
diterimanya kepada pihak yang lain, yaitu terdakwa dan penuntut commit to user umum;
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Pemohon wajib mengajukan memori kasasi kepada panitera, hal ini karena jika permohonan kasasi tidak dilengkapi dengan memori kasasi, maka permohonan kasasi dianggap tidak memenuhi syarat dan akibatnya permohonan kasasi dianggap “tidak sah” karena tidak memenuhi syarat formal; 7) Tenggang waktu untuk menyerahkan memori kasasi adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi diajukan; 8) Setelah panitera menerima penyerahan memori kasasi, panitera memberikan surat tanda terima. Tujuan surat tanda terima pada satu pihak merupakan “pertanggungjawaban” panitera atas penerimaan dan pada pihak lain merupakan “bukti” bagi pemohon tentang kebenaran penyerahan memori kasasi yang disampaikan; 9) Panitera berkewajiban memberi bantuan untuk membuat memori kasasi, diatur dalam Pasal 248 ayat (2), yang berbunyi: “Dalam pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu
menerima permohonan kasasi wajib
menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan memori kasasinya”; 10) Pengajuan kontra memori kasasi bertitik tolak dari ketentuan Pasal 248 ayat (6), berdasarkan ketentuan ini memberikan hak kepada pihak lain untuk mengajukan “kontra memori kasasi” atas memori kasasi yang diajukan pemohon kasasi; 11) Pemohon kasasi dapat menambah memori kasasi yang telah diajukan. Demikian juga pihak yang lain dapat menambah kontra memori kasasi. Tambahan memori atau kontra memori kasasi bermaksud untuk menambah hal-hal yang dianggap perlu oleh yang bersangkutan.
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Alasan Mengajukan Kasasi Dalam perundang-undangan Belanda, ada 3 (tiga) alasan untuk melakukan kasasi, yaitu : 1) Apabila terdapat kelalaian dalam acara; 2) Peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada pelaksanaannya; 3) Apabila tidak dilaksanakan cara melakukan peradilan menurut cara yang ditentukan undang-undang. Berdasarkan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan yang ditentukan oleh undang-undang yang menjadi dasar suatu putusan pengadilan yang kurang jelas, dapat diajukan kasasi melalui jalur kelalaian dalam acara itu. Pasal 253 ayat (1) KUHAP diatur secara singkat alasan mengajukan kasasi sebagai berikut “Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan : 1) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; 2) Apakah benar cara merngadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; 3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
f. Tata Cara Pemeriksaan Kasasi Tata cara pemeriksaan kasasi diatur Pasal 253 ayat (2) dan (3). Pasal 253 ayat (2) menyebutkan bahwa: “Pemeriksaan perkara pada tingkat kasasi dilakukan dengan sekurang-kurangnya tiga orang Hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari Pengadilan lain daripada Mahkamah Agung, yang terdiri dari berita acara pemeriksaan dari penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang, semua surat yang timbul commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di sidang yang berhubungan dengan perkara itu beserta putusan Pengadilan tingkat Pertama”. Sedangkan Pasal 253 ayat (3) : “Jika dipandang perlu untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1), Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau Penuntut Umum, dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya atau Mahkamah Agung dapat pula memerintahkan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) untuk mendengar keterangan mereka, dengan cara pemanggilan yang sama”.
2. Tinjauan Tentang Putusan Pengadilan Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan tergantung dari hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Putusan yang akan dijatuhkan pengadilan mengenai suatu perkara, bisa berbentuk sebagai berikut : a. Putusan Bebas Putusan bebas berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum, dalam arti dibebaskan dari pemidanaan. Pasal 191 ayat (1) menjelaskan mengenai dasar putusan yang berbentuk putusan bebas, yaitu apabila pengadilan berpendapat : 1) Dari hasil pemeriksaan “di sidang” pengadilan; 2) Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya “tidak terbukti” secara sah dan meyakinkan. b. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum diatur dalam Pasal 191 ayat (2), yang berbunyi: “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa commit to user diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Putusan pemidanaan Pemidanaan berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman yang ditentukan dalam pasal tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Sesuai dengan pasal 193 ayat (1), penjatuhan putusan pemidanaan terhadap terdakwa didasarkan pada penilaian pengadilan. Jika pengadilan berpendapat dan menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, pengadilan menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa. d. Penetapan Tidak Berwenang Mengadili Setelah Pengadilan Negeri menerima surat pelimpahan perkara dari penuntut umum, tindakan pertama yang harus dilakukan adalah mempelajari berkas perkara. Yang pertama dan utama adalah apakah yang dilimpahkan penuntut umum tersebut termasuk wewenang Pengadilan Negeri yang dipimpinnya. Seandainya Ketua Pengadilan Negeri berpendapat perkara tersebut tidak termasuk wewenang seperti yang ditentukan dalam Pasal 84 : 1) Karena tindak pidana yang terjadi tidak dilakukan dalam daerah hukum pengadilan Negeri yang bersangkutan, atau 2) Sekalipun
terdakwa
bertempat
tinggal,
berdiam
terakhir,
diketemukan atau ditahan berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri yang lain, sedang saksi-saksi yang dipanggil pun lebih dekat dengan Pengadilan Negeri tempat dimana tindak pidana dialakukan, dan sebagainya. Maka dalam hal tersebut Pengadilan Negeri yang menerima pelimpahan perkara tersebut, tidak berwenang mengadili. Pengadilan Negeri yang lain lah yang berwenang mengadili. e. Putusan yang Menyatakan Dakwaan Tidak Dapat Diterima Penjatuhan putusan yang menyatakan dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima, berpedoman pada Pasal 156 KUHAP: “Dalam hal commitHukum to user mengajukan keberatan bahwa terdakwa atau Penasihat
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya, Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan”. f. Putusan yang Menyatakan Dakwaan Batal Demi Hukum Putusan pengadilan yang berupa pernyataan dakwaan penuntut umum batal demi hukum didasarkan pada surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan dan batal demi hukum. Alasan pokok yang dapat dijadikan dasar menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum : 1) Apabila dakwaan tidak merumuskan sumua unsur dalih yang didakwakan; 2) Atau tidak memerinci secara jelas peran dan perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam dakwaan; 3) Dakwaan kabur karena tidak dijelaskan cara bagaimana kejahatan dilakukan.
3. Tinjauan Tentang Praperadilan a. Pengertian Praperadilan Istilah praperadilan yang dipergunakan oleh Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana mengandung maksud dan arti secara harafiah berbeda. Pra berarti sebelum atau mendahului, sehingga praperadilan diartikan dengan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan. Ada beberapa definisi mengenai praperadilan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan yang dikemukakan oleh para ahli hukum. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sendiri terdapat
beberapa
pasal
yang
memberikan
definisi
tentang
praperadilan, antara lain Pasal 1 butir 10 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Praperadilan adalah wewenang pengadilan commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang : 1) sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; 2) sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; 3) permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. Ketentuan Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang : 1) sah
atau
tidaknya
penangkapan,
penahanan,
penghentian
penyidikan atau penghentian penuntutan; 2) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Selanjutnya Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana berbunyi : 1) yang melaksanakan wewenang Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 adalah praperadilan; 2) praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang panitera. Dari beberapa pasal dan penjelasan diatas yang menjelaskan tentang
praperadilan,
diperoleh
gambaran
bahwa
eksistensi
praperadilan merupakan salah satu wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus
sah
tidaknya
penangkapan,
penahanan,
penghentian
penyidikan atau penuntutan serta ganti kerugian dan rehabilitasi bagi commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan. Lebih
lanjut
dijelaskan
dalam
M.
Yahya
Harahap,
“praperadilan merupakan tugas tambahan yang diberikan kepada Pengadilan Negeri selain tugas pokoknya mengadili dan memutus perkara pidana dan perdata untuk menilai sah tidaknya penahanan, penyitaan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan, penahanan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik” (Yahya Harahap, 2002: 2). Tujuan utama pelembagaan praperadilan dalam Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang (Yahya Harahap, 2002: 4). Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa praperadilan dibentuk sebagai sarana pengontrol tindakan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya agar tidak bertindak sewenang-wenang. Dengan adanya praperadilan, aparat penegak hukum dalam melakukan upaya paksa terhadap seorang tersangka tetap berdasarkan undangundang dan tidak bertentangan dengan hukum. Hal inilah yang membedakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan masa berlakunya Herziene Inlandsch Reglement (HIR) dimana pada waktu itu tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik terhadap seorang tersangka tidak terawasi dan tidak terkontrol sehingga dapat menimbulkan tindakan sewenang-wenang dari aparat penyidik. Untuk itu dibentuk lembaga praperadilan yang berwenang melakukan koreksi, penilaian dan pengawasan terhadap tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik. commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Wewenang Praperadilan Telah disebutkan dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP yang mengatur tentang wewenang Pengadilan Negeri dalam hal memutus sah tidaknya tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik dan penuntut umum terhadap seorang tersangka. Akan tetapi diatur juga kewenangan praperadilan yang disebutkan dalam Pasal 95 dan 97 KUHAP yakni memeriksa dan memutus tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi. Wewenang Pengadilan Negeri dalam hal ini Praperadilan, antara lain sebagai berikut : 1) Memeriksa Dan Memutus Sah Tidaknya Suatu Penangkapan Dan Penahanan Wewenang pertama yang telah diberikan oleh KUHAP yaitu memeriksa dan memutus sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan yang dilakukan oleh penyidik. Dalam hal penangkapan, seseorang dapat mengajukan pemeriksaan kepada praperadilan tentang ketidakabsahan penangkapan yang dilakukan terhadap dirinya. Kriteria suatu penangkapan dianggap tidak sah: a) Apabila dalam melakukan penangkapan, seorang penyidik tidak menyertakan surat tugas dan surat perintah penangkapan untuk diperlihatkan kepada tersangka, selain itu jika tembusan surat penangkapan tidak diberikan kepada pihak keluarganya. b) Apabila batas waktu penangkapan lewat satu hari maka dapat dimintakan pemeriksaan kepada praperadilan (Yahya Harahap, 2002: 160). Seperti halnya penangkapan dan penahanan, penggeledahan dan penyitaan juga termasuk tindakan upaya paksa yang dapat dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum dalam melaksanakan fungsi praperadilan dalam sistem peradilan pidana. Oleh karena itu setiap upaya paksa yang dilakukan penyidik harus dilaksanakan commit to user yang berlaku agar tidak terjadi menurut aturan undang-undang
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesewenang-wenangan aparat yang berujung pelanggaran hak asasi dari seseorang. Menurut Pasal 37 dan Pasal 38 KUHAP, penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan penyidik dan penuntut umum harus mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Berdasarkan pasal tersebut diatas, telah menimbulkan permasalahan dan perbedaan pendapat dalam penerapan fungsi praperadilan karena adanya intervensi Ketua Pengadilan Negeri terhadap penggeledahan dan penyitaan maka sangat tidak rasional praperadilan menguji dan menilai sah tidaknya penggeledahan dan penyitaan yang telah diberikan izin oleh pengadilan dalam hal ini Ketua Pengadilan Negeri (Yahya Harahap, 2002: 7). Akan tetapi jika dalam pelaksanaannya penggeledahan dan penyitaan telah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri tersebut menyimpang diluar batas izin yang diberikan, kepada siapa pihak yang dirugikan tersebut meminta perlindungan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka terhadap penggeledahan dan penyitaan pun dapat diajukan ke praperadilan baik yang berkenaan dengan ganti kerugian maupun yang berkaitan dengan sah tidaknya penyitaan dengan acuan penerapan: a) Dalam hal penggeledahan atau penyitaan tanpa persetujuan Ketua Pengadilan Negeri, tetap menjadi yurisdiksi praperadilan untuk memeriksa keabsahannya; b) Dalam hal penggeledahan dan penyitaan telah mendapat persetujuan Ketua Pengadilan Negeri, tetap dapat diajukan ke praperadilan dalam lingkup kewenangan yang lebih sempit yaitu: (1) Praperadilan tidak dibenarkan menilai surat izin atau surat persetujuan yang dikeluarkan Ketua Pengadilan Negeri; (2) Yang dinilai oleh praperadilan terbatas pada masalah to user pelaksanaancommit surat izin dalam arti apakah pelaksanaannya
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sesuai atau melampaui surat izin atau tidak (Yahya Harahap 2002: 7). 2) Memeriksa Sah Atau Tidaknya Penghentian Penyidikan Atau Penghentian Penuntutan. Wewenang lain yang dimiliki oleh praperadilan adalah memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan penghentian penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum. Alasan dilakukannya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan: a) Tidak terdapat cukup bukti; b) Peristiwa tersebut tidak termasuk kejahatan atau pelanggaran tindak pidana; c) Nebis in idem; d) Kadaluarsa. Tidak selamanya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan tersebut dilakukan dengan alasan yang sah, karena bisa saja
penghentian
penyidikan
dan
penghentian
penuntutan
dilakukan karena adanya kepentingan pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu penyidik, penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukannya ke praperadilan untuk diperiksa (Yahya Harahap, 2002: 5). 3) Memeriksa Tuntutan Ganti Kerugian Menurut Pasal 1 ayat (22) KUHAP, ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Pasal 95 KUHAP mengatur tentang tuntutan ganti kerugian yang diajukan tersangka berdasarkan alasan : commitatau to user a) Karena penangkapan penahanan yang tidak sah;
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan yang bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang; c) Kerena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti ditangkap, ditahan atau diperiksa. 4) Memeriksa Permintaan Rehabilitasi Praperadilan
berwenang
memeriksa
dan
memutus
permintaan rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar hukum yang ditentukan undang-undang. Sehubungan dengan itu dijelaskan tujuan dari rehabilitasi yaitu : Sebagai sarana dan upaya untuk memulihkan kembali nama baik, kedudukan dan martabat seseorang yang telah sempat menjalani tindakan penegakan hukum baik berupa penangkapan, penahanan, penuntutan atau pemeriksaan disidang pengadilan tanpa alasan yang sah menurut undang-undang (Yahya Harahap, 2000: 64). Dalam Pasal 97 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputuskan bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Dengan adanya rehabilitasi, diharapkan dapat membersihkan nama baik, harkat dan martabat tersangka atau terdakwa dan keluarganya di mata masyarakat. c. Alasan dan Pihak Yang Mengajukan Praperadilan Dalam mengajukan permohonan praperadilan tentang sah tidaknya tindakan dari aparat penegak hukum kepada praperadilan, tentunya harus memiliki alasan-alasan yang kuat dari pihak yang memohon. Untuk itu dalam KUHAP telah mengatur siapa-siapa saja yang berhak mengajukan permohonan kepada praperadilan serta alasan-alasannya, yaitu: commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Tersangka, keluarga atau kuasa hukumnya Dalam Pasal 79 KUHAP disebutkan bahwa tersangka, keluarga dan kuasa hukumnya berhak mengajukan pemeriksaan tentang sah tidaknya penangkapan atau penahanan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Menurut pasal ini yang dapat diajukan kepada praperadilan hanyalah masalah penangkapan dan penahanan sedangkan upaya lain seperti penggeledahan dan penyitaan tidak disebutkan secara langsung. 2) Penyidik, penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan Apabila dalam suatu perkara pidana seorang penyidik menghentikan penyidikan tanpa alasan yang dibenarkan oleh undang-undang, maka penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan berhak melaporkan kepada praperadilan. Hal ini telah sesuai dengan prinsip saling mengawasi antar instansi penegak hukum, tetapi timbul masalah bagaimana seandainya penuntut umum tetap menerima alasan yang diberikan penyidik terhadap penghentian penyidikan ini walaupun sebenarnya alasan yang diberikan tidak sesuai undang-undang. Untuk itu undangundang memberikan wewenang kepada pihak ketiga yang berkepentingan untuk ikut mengawasi jalannya proses hukum (Yahya Harahap, 2002: 9). 3) Tersangka, ahli warisnya dan kuasa hukumnya Selain tersangka dan kuasa hukumnya, ahli waris dari tersangka pun dapat mengajukan permohonan praperadilan dalam hal ini mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada praperadilan. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 95 ayat (2) KUHAP : “Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam commit totidak user diajukan ke Pengadilan Negeri, ayat (1) yang perkaranya
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77”. Berdasarkan pasal tersebut diatas tersangka, ahli waris, serta kuasanya dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian atas alasan : a) Penangkapan atau penangkapan yang tidak sah; b) Tindakan lain (penggeledahan dan penyitaan) tanpa alasan berdasarkan undang-undang; c) Karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan dan yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. 4) Tersangka atau pihak yang berkepentingan menuntut ganti rugi Dijelaskan dalam Pasal 81 KUHAP yaitu permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebut alasannya. Jika putusan pengadilan menganggap penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan sah maka hal tersebut dapat menjadi alasan diajukannya tuntutan ganti kerugian kepada praperadilan oleh tersangka atau pihak yang berkepentingan (Yahya Harahap, 2002: 10).
d. Proses Acara Pemeriksaan Praperadilan Seperti dijelaskan dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP bahwa praperadilan merupakan salah satu wewenang dari Pengadilan Negeri. Untuk itu setiap perkara praperadilan yang diajukan harus ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang meliputi daerah hukum dimana penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan itu terjadi. Atau daerah tempat kedudukan penyidik dan penuntut umum yang menghentikan penyidikan dan penuntutan (Yahya Harahap, 2002: 12). commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Permohonan pemeriksaan praperadilan kemudian diregister dalam perkara praperadilan yang dipisahkan dengan perkara biasa oleh panitera. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai tata cara pemeriksaan praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 82 KUHAP : 1) Hakim menetapkan hari sidang 3 hari sesudah diregister Menurut Pasal 82 ayat 1 huruf (a) KUHAP, yakni 3 (tiga) hari
sesudah
diterima
permohonan,
hakim
yang
ditunjuk
menetapkan hari sidang. Perhitungan penetapan hari sidang dihitung 3 (tiga) hari dari tanggal registrasi di kepaniteraan. 2) Pada hari penetapan sidang sekaligus hakim menyampaikan panggilan Agar dapat dipenuhi proses pemeriksaan yang cepat, adalah bijaksana apabila pada saat penetapan hari sidang, sekaligus disampaikan panggilan kepada pihak yang bersangkutan, yaitu pemohon dan pejabat penegak hukum yang bersangkutan yang menimbulkan terjadinya permintaan pemeriksaan praperadilan. Pemanggilan ini tidak dilihat sebagaimana perkara pidana di mana pejabat
tersebut
pemanggilan
dianggap
terhadap
sebagai
pejabat
tersangka
tersebut
akan
tetapi
bertujuan
untuk
memberikan keterangan sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan putusan. 3) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari putusan sudah harus dijatuhkan Disebutkan dalam Pasal 82 ayat 1 (c) pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya dalam waktu (7) tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya. Berdasarkan ketentuan diatas sidang praperadilan dilakukan dengan acara cepat, karena cepatnya putusan harus dijatuhkan dalam waktu 7 (tujuh) hari. Hal yang menjadi alasan hakim untuk tidak menjatuhkan putusan dalam waktu 7 (tujuh) hari biasanya disebabkan oleh keengganan aparat penegak hukum yang commit to user datang kepersidangan selain itu dimohonkan praperadilan untuk
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masih
adanya
rasa
sungkan
dari
penegak
hukum
untuk
menghadapkan penegak hukum lainnya yang terlibat dalam pemeriksaan praperadilan (Yahya Harahap, 2002: 55). Selanjutnya dalam Pasal 82 ayat 1 (d) disebutkan bahwa dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur. Maksudnya jika perkara pokoknya sudah mulai di sidangkan sedangkan
perkara
yang
dijatuhkan
putusan
maka
dimohonkan dengan
praperadilan
sendirinya
belum
pemeriksaan
praperadilan ini gugur.
4. Tinjauan Tentang Tindakan Penyitaan a. Pengertian penyitaan Menurut Pasal 1 ayat (16) KUHAP, “Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak,
berwujud
atau
tidak
berwujud
untuk
kepentingan
pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan”. Tujuan penyitaan untuk kepentingan “pembuktian”, terutama ditujukan
sebagai
barang
bukti
di
muka
sidang
peradilan.
Kemungkinan besar tanpa barang bukti, perkara tidak dapat diajukan ke sidang pengadilan. Oleh karena itu, agar perkara tadi lengkap dengan
barang
bukti,
penyidik
melakukan
penyitaan
untuk
dipergunakan sebagai bukti dalam penyidikan, dalam penuntutan dan pemeriksaan persidangan pengadilan (Yahya Harahap, 2008: 265). b. Bentuk-bentuk Penyitaan 1) Penyitaan biasa Penyitaan dengan bentuk dan prosedur biasa merupakan aturan umum penyitaan. Selama masih mungkin dan tidak ada halto useryang memerlukan penyimpangan, hal yang luar biasacommit atau keadaan
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
aturan bentuk dan prosedur biasa yang ditempuh dan diterapkan penyidik. Penyimpangan dari aturan bentuk dan tata cara biasa, hanya dapat dilakukan apabila terdapat keadaan-keadaan yang mengharuskan untuk mempergunakan aturan bentuk dan prosedur lain, sesuai dengan keadaan yang mengikuti peristiwa itu dalam kenyataan (Yahya Harahap, 2008: 266). 2) Penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak Pasal 38 ayat (2) memberi kemungkinan melakukan penyitaan tanpa melalui tata cara yang ditentukan Pasal 38 ayat (1). Hal ini diperlukan untuk “memberi kelonggaran” kepada penyidik bertindak cepat sesuai dengan keadaan yang diperlukan. Keadaan yang sangat perlu dan mendesak ialah bilamana di suatu tempat diduga keras terdapat benda atau barang bukti yang perlu segera dilakukan penyitaan, atas alasan patut dikhawatirkan bahwa benda itu akan segera dilarikan atau dimusnahkan ataupun dipindahkan oleh tersangka (Yahya Harahap, 2008: 269). 3) Penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan Dalam hal tertangkap tangan, penyitaan dilakukan tanpa surat perintah. Penyitaan benda dalam keadaan tertangkap tangan merupakan “pengecualian” penyitaan biasa. Dalam keadaan tertangkap tangan, penyidik dapat “langsung” menyita sesuatu benda dan alat : (1) Yang ternyata digunakan untuk melakukan tindak pidana; (2) Benda dan alat yang “patut diduga” telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana; (3) Benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti. Penyitaan yang dilakukan dalam keadaan tertangkap tangan tidak hanya terbatas pada tersangka yang nyata-nyata sedang melakukan tindak pidana, tetapi termasuk pengertian tertangkap tangan atas paket atau surat dan benda-benda pos lainnya, sehingga commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terhadap benda-benda tersebut dapat dilakukan penyitaan langsung oleh penyidik. 4) Penyitaan tidak langsung Benda yang hendak disita tidak langsung didatangi dan diambil sendiri oleh penyidik dari tangan dan kekuasaan orang yang memegang dan menguasai benda tersebut, tetapi peyidik mengajak yang bersangkutan untuk menyerahkan sendiri benda yang hendak disita dengan sukarela. 5) Penyitaan surat atau tulisan lain Penyitaan dapat dilakukan terhadap surat atau tulisan lain. Yang dimaksud surat atau tulisan lain adalah surat atau tulisan yang ‘disimpan” atau “dikuasai” oleh orang tertentu, di mana orang tertentu yang menyimpan atau menguasai surat itu “diwajibkan merahasiakannya” oleh undang-undang. 6) Penyitaan minuta akta notaris berpedoman kepada surat Mahkamah Agung/Pemb/3429/86/ dan Pasal 43 KUHAP Mengenai masalah ini dapat dikemukakan pedoman sebagai berikut : (1) Ketua Pengadilan Negeri harus mempertimbangkan “relevansi” dan “urgensi” penyitaan secara objektif berdasarkan Pasal 39 KUHAP; (2) Pemberian izin khusus Ketua Pengadilan Negeri atas penyitaan Minuta Akta Notaris, berpedoman kepada petunjuk teknis dan operasional
yang
digariskan
dalam
Surat
MA
No.
MA/Pemb/3429/86; (3) Oleh karena Minuta Akta Notaris ditafsirkan berkedudukan sebagai Arsip Negara atau melekat padanya “rahasia jabatan” notaris, pemberian izin oleh Ketua Pengadilan Negeri merujuk kepada ketentuan Pasal 43 KUHAP : penyitaan harus berdasar Izin Khusus Ketua Pengadilan Negeri. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Benda yang Dapat Disita Benda-benda yang dapat disitakan menurut Pasal 39 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah : 1) benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana; 2) benda yang telah dipergunakan secara Iangsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; 3) benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; 4) benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; 5) benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
5. Tinjauan Tentang Kasasi Terhadap Putusan Praperadilan Telah terjadi perbedaan pendapat tentang kasasi terhadap putusan praperadilan, ada yang berpendirian permintaan kasasi atas putusan praperadilan tidak dapat dikasasi dan ada yang berpendapat cukup alasan untuk memperkenankan permintaan kasasi atas putusan praperadilan. Selisih pendapat ini bertitik tolak tentang “materi” yang diperiksa dan diputus lembaga praperadilan. Ada yang berpendirian apa yang diperiksa dan diputus praperadilan bukan “materi perkara pidana”. Sedangkan menurut Pasal 244 KUHAP, permintaan kasasi hanya dapat diajukan terhadap putusan pengadilan yang berbentuk “putusan perkara pidana”. Oleh karena itu putusan praperadilan bukan mengenai perkara pidana, akan tetapi hanya tentang sah atau tidaknya tindakan pejabat yang terlibat dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan, berarti putusan praperadilan benar-benar berada di luar ruang lingkup Pasal 244 KUHAP. Tetapi ada yang mempersoalkan bukan dari segi userdari pengertian fungsi yustisial. materi putusan, mereka commit bertitik totolak
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
Ditinjau dari segi fungsi yustisial setiap pemeriksaan dan putusan yang dijatuhkan badan peradilan, dengan sendirinya termasuk tindakan yustisial. Setiap putusan yang dijatuhkan badan peradilan tanpa mempersoalkan bentuk dan materi putusan adalah tindakan penyelesaian fungsi peradilan atau fungsi yustisial (Yahya Harahap, 2002: 25).
6. Tinjauan Tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Penyidik pegawai negeri sipil diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Penyidik pegawai negeri sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) hufuf b, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya wewenang yang mereka miliki bersumber pada ketentuan undang-undang pidana khusus yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasal. Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil hanya terbatas sepanjang yang menyangkut dengan tindak pidana yang diatur dalam undang-undang pidana khusus. Ini sesuai dengan pembatasan wewenang yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) yang berbunyi: Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi landasan hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri. Kedudukan dan Wewenang penyidik pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas penyidikan, yaitu: a. Penyidik pegawai negeri sipil kedudukannya berada di bawah “koordinasi” penyidik Polri dan di bawah “pengawasan” penyidik Polri; b. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik Polri “memberikan petunjuk” kepada penyidik pegawai negeri sipil tertentu, dan memberikan commit to user bantuan penyidikan yang diperlukan;
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Penyidik pegawai negeri sipil tertentu harus “melaporkan” kepada penyidik Polri tentang adanya suatu tindak pidana yang sedang disidik, jika dari penyidikan itu oleh penyidik pegawai negeri sipil ada ditemukan bukti yang kuat untuk mengajukan tindak pidananya kepada penuntut umum; d. Apabila penyidik pegawai negeri sipil telah selesai melakukan penyidikan, hasil penyidikan tersebut harus diserahkan kepada penuntut umum. Cara penyerahannya kepada penuntut dilakukan penyidik pegawai negeri sipil ”melalui penyidik Polri”. e. Apabila penyidik pegawai negeri sipil menghentikan penyidikan yang telah dilaporkan pada penyidik Polri, penghentian penyelidikan itu harus ”diberitahukan” kepada penyidik Polri dan penuntut umum.
B. Kerangka Pemikiran
Perkara Praperadilan
Keabsahan Tindakan Penyitaan
Putusan Pengadilan
Pengajuan Kasasi
Keterangan Kerangka Pemikiran :
Kemungkinan dilakukan upaya paksa dalam penanganan penyitaan to user oleh penegak hukum yang commit dilakukan oleh PPNS Dinas Kehutanan dan
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pertanian DKI Jakarta menimbulkan suatu keinginan dari terdakwa untuk mempraperadilankan tindakan penyitaan untuk mengetahui keabsahan tindakan penyitaan yang dilakukan penegak hukum. Proses praperadilan yang berjalan akan menghasilkan putusan pengadilan yang memungkinkan dilakukan pengajuan kasasi oleh pemohon praperadilan karena merasa hasil putusan praperadilan tidak sesuai dengan harapannya.
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Alasan Pemohonan dalam Mengajukan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI 1. Uraian Singkat Kasus Kasus permohonan kasasi pra peradilan mengenai penyitaan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI. Dimana Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI telah melakukan penahanan dan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku dan telah memindahkan kayu olahan milik Pemohon tersebut dari Pelabuhan Sunda Kelapa ke tempat Penimbunan kayu yang berlokasi di ujung Menteng. Jalan Raya Cakung Ujung Menteng, Jakarta Timur dengan alasan keamanan barang bukti, hal tersebut diketahui Pemohon setelah kurang lebih satu setengah bulan melalui Surat Undangan
Termohon
kepada Pemohon pada tanggal 29 Juni 2005 perihal Undangan Pengujian Ulang Barang Bukti eks.KLM. Citra Indah dan eks. KLM Indra A dimana undangan tersebut meminta Pemohon untuk memenuhinya pada tanggl 30 Juni 2005. hal tersebut tidak dapat dihadiri Pemohon berhubung tanggal dan waktu yang diminta dalam undangan tersebut sangat sempit yang mana Pemohon baru menerima undangan tanggal 29 Juni 2005 sesuai dengan tanggal Surat Undangan tersebut, juga pada tanggal yang sama dan diminta untuk memenuhinya tanggal 30 Juni 2005, hal tersebut sangatlah tidak lazim dan terkesan dipaksakan, padahal sesuatu kebiasaan apabila suatu instansi pemerintah baik itu BUMN maupun perusahaan-perusahaan swasta yang hendak mengundang pasti memberikan tenggang waktu yang pantas didalam undangan tersebut agar memudahkan para penerima undangan dapat mengatur waktu untuk menghadiri undangan tersebut. commit to user Selain itu hasil pengukuran ulang terhadap kayu olahan milik pemohon
38
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
yang dilakukan oleh Petugas Pemeriksa Pengawas Penguji Kayu dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta sesuai Berita Acara Pengukuran tertanggal 7 Juni 2005 tersebut, jumlah volume eks.KLM.Citra Indah dan eks. KLM.Indra A tersebut ternyata berkurang dari jumlah volume sebelumnya dilakukan pengukuran ulang. 2. Identitas Pemohonan Pra Peradilan Ashari, bertempat tinggal di jalan Pelabuhan Kali Baru Barat No. 9 Jakarta Utara, dalam hal ini memberikan kuasa kepada Elihar Simaremare, SH dan kawan-kawan, advokat, berkantor di Jalan Hayam Wuruk No. 4 BD Jakarta. 3. Identitas Termohon Pemerintah Daerah Khusus Ibu kota Jakarta Cq. Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Cq. Sub Dinas Pengawasan dan Pengadilan Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, berkedudukan di Jalan Gunung Sahari Raya 11 lantai 5,6 dan 7 Jakarta. 4. Alasan Permohonan Pra Peradilan Alasan pemohon mengajukan permohonan pra peradilan di muka persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada pokoknya atas dalildalil: Bahwa Pemohon adalah pemilik sah kayu olahan yang terdiri dari : a. Kayu olahan dengan volume sejumlah 500,3596 M3 (lima ratus koma tiga ribu lima ratus sembilan puluh enam meter kubik) yang diangkut oleh Kapal Layar Motor (KLM) Citra Indah yang bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara yang terdiri dari kel jenis Meranti sejumlah 6.060 (enam ribu enam puluh) keping dengan volume/berat 75,3249 M3 (tujuh puluh lima koma tiga ribu dua ratus empat puluh sembilan meter kubik) dan Kel. Jenis Rimba Campuran sejumlah 30.686 (tiga puluh ribu enam ratus delapan puluh enam) keping dengan volume/berat 425,0347 M3 (empat ratus dua lima koma commit user kubik), sesuai dengan Dokumen tiga ratus empat pouluh tujuhtometer
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) dengan nomor Seri D.E.0771907 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Kabupaten/Kota Sukamara, tertanggal 7 Mei 2005 sampai dengan 16 Mei 2005…….(bukti P-1); b. Kayu olehan dengan volume sejumlah 300.0298 M3 (tiga ratus koma dua ratus sembilan puluh delapan meter kubik) yang diangkut oleh kapal Layar Motor (KLM) Indra A yang bersandar di pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara yang terdiri dari Kel. Jenis Meranti sejumlah 3.551 (tiga ribu lima puluh satu) keping dengan volume/berat 40,0126 M3 (empat puluh koma seratus dua puluh enam meter kubik) dan kel. Jenis Rimba Campuran sejumlaah 19.787 (sembilan belas ribu tujuh ratus delapan puluh tujuh) keping dengan volume /berat 260,0172 m3 (dua ratus enam puluh koma seratus tujuh puluh dua puluh enam koma seratus tujuh puluh dua meter kubik), sesuai dengan dokumen surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) dengan nomor Seri D.E.0771908 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Kabupaten/Kota Sukamara, tertanggal 7 Mei 2005 sampai dengan 16 Mei 2005……(bukti P-2); Bahwa kedua Kapal Layar Motor (KLM) yang mengangkut kayu olahan milik pemohon tersebut adalah sah berdasarkan Dokumen sesuai dengan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, Dirjen Bina Produksi Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Kabupoaten/Kota Sukamara, tertanggal 7 Mei 2005. Bahwa kedua kapal layer motor (KLM) yang mengangkut kayu olahan milik pemohon sebagaimana yang diuraikan pada butir 1 dan 2 tersebut diatas berangkat dari Kalimantan Tengah tujuan Jakarta dan tiba serta bersandar di Pelabuhan Sunda kelapa pada tanggal 10 Mei 2005. Bahwa petugas pengawas Penguji kayu dari Dinas Pertanian dan commit toDaerah user Khusus Ibukota Jakarta yang Kehutanan Pemerintah Provinsi
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
ditunjuk oleh kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta berdasarkan Surat Tugas No.832/-082.74 tertanggal 27 Mei 2005 telah melakukan pengukuran ulang 100% terhadap kayu gergajian eks. KLM Citra Indah dan eks. KLM. Indra A sesuai dengan Berita Acara Pengukuran Kayu Gergajian eks.KM.Citra Indah dan Berita Acara Pengukuran Kayu Gergjian eks. KLM. Indra A tertanggal 7 Juni 2005….(bukti P-3 dan bukti P-4); Bahwa hasil pengukuran ulang terhadap kayu olahan milik pemohon yang dilakukan oleh Petugas Pemeriksa Pengawas Penguji Kayu dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta sesuai Berita Acara Pengukuran tertanggal 7 Juni 2005 tersebut, jumlah volume eks.KLM.Citra Indah dan eks. KLM.Indra A tersebut ternyata berkurang dari jumlah volume sebelumnya dilakukan pengukuran ulang. Bahwa berdasarkan fakta hukum sebagaimana yang diuraikan Pemohon tersebut diatas, terbukti jelas dan nyata Pemohon tidak melakukan pelanggaran hukum, baik itu mengenai ketidaklengkapan dokumen maupun kelebihan muatan sebagaimana dugaan termohon kepada pemohon; Bahwa Termohon telah melakukan penahanan dan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku dan telah memindahkan kayu olahan milik Pemohon tersebut dari Pelabuhan Sunda Kelapa ke tempat Penimbunan kayu yang berlokasi di ujung Menteng. Jalan Raya Cakung Ujung Menteng, Jakarta Timur dengan alasan keamanan barang bukti, hal tersebut diketahui Pemohon setelah kurang lebih satu setengah bulan melalui Surat Undangan
Termohon
kepada Pemohon pada tanggal 29 Juni 2005 prihal Undangan Pengujian Ulang Barang Bukti eks.KLM. Citra Indah dan eks. KLM Indra A dimana undangan tersebut meminta Pemohon untuk memenuhinya pada tanggl 30 Juni 2005. hal tersebut tidak dapat dihadri Pemohon berhubung tanggal user dan waktu yang diminta commit dalam to undangan tersebut sangat sempit yang
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mana Pemohon baru menerim undangan tanggal 29 Juni 2005 sesuai dengan tanggalSurat Undangan tersebut, juga pada tanggal yang sama dan diminta untuk memenuhinya tanggal 30 Juni 2005, hal tersebut sangatlah tidak lazim dan terkesan dipaksakan, padahal sesuatu kebiasaan apabila suatu instansi pemerintah baik itu BUMN maupun perusahaan-perusahaan swasta yang hendak mengundang pasti memberikan tenggang waktu yang pantas didalam undangan tersebut agar memudahkan para penerima undangan dapat mengatur waktu untuk menghadiri undangan tersebut; Bahwa setelah Pemohon mengetahui lokasi tempat kayu olahan milik Pemohon berada di Ujung Menteng, Jakarta Timur dimana tempat penimbunan kayu yang dimaksud Termohon sebagai tempat yang aman untuk menimbun kayu, ternyata dalam lokasi penimbunan kayu tersebut ada Perusahaan yang bergerak dibidang perkayuan yang aktif melakukan aktifitasnya dan pemohon melihat tidak dapat membedakan mana kayukayu sitaan dan mana kayu-kayu milik Perusahaan yang beroperasi di lokasi tersebut, karena memang tidak ada terlihat batas maupun pembatas serta tanda-tanda yang menunjukkan kayu-kayu tersebut milik Perusahaan atau kayu-kayu sitaan, justru tampak jelas dan nyata apabila kita melihat lokasi tersebut terlihat dan terkesan bahwa kayu-kayu yang berada di lokasi tersebut milik Perusahaan yang beroperasi di lokasi penimbunan kayu yang dimaksud oleh termohon; Bahwa ada dugaan yang kuat Termohon ada maksud lain untuk mementingkan
kepentingan
sendiri
maupun
kelompoknya
yang
menjalankan tugas tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku, tindakan yang dilakukan Termohon tersebut adalah perbuatan melanggar hukum yang mengenyampingkan kepentingan hukum dalam melaksanakan tugasnya; Bahwa penyitaan dan pemindahan kayu olahan milik Pemohon tersebut dari sejak dilakukan penyitaan dan pemindahan sampai permohonan
Praperadilan ini dimajukan, commit to user memberitahukannya kepada Pemohon;
Termohon
tidak
pernh
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bahwa tindakan Termohon sebagai penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya bertentangan dengan ketentuan dan Undang-undang yang berlaku yaitu: -
Melakukan penyitaan terhadap kayu olahan (barang) milik Pemohon tanpa terlebih dahulu mendapat ijin penyitaan dari Ketua Pengadilan yang berwenang untuk itu;
-
Melakukan pnyitaan tanpa ada berita acara dan tanda terima barang sitaan serta tidak ada pemberitahuan kepada Pemohon baik secara lisan atau tertulis;
-
Tidak membuat berita acara penyitaan barang (benda);
-
Tidak membuat berita acara pemeriksaan dan penyitaan suratsurat;
-
Memindahkan kayu (barang) tanpa memberitahukan kepada Pemohon;
-
Tidak memberitahukan dimulainya penyidikn kepada penyidik POLRI;
Bahwa pasal 77 Kutab Undang-undang Hukum Acara Pidana menyatakan Pengadilan Negeri berwenang memeriksa dan memutuskan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undangini tentang; a. Sah
dan
tidaknya penangkapan,
penahanan,
penghentian
penyidikan atau penghentian penuntutan; b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyelidikan atau penuntutan; Bahwa berdasarkan bunyi Pasal 77 butir a Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana
dan
dengan
memperhatikan
tindakan
Termohon
sebagaimana yang diuraikan pada butir 7,8,9 dan 10 tersebut diatas, maka cukup beralasan Pemohon mengajukan permohonan agar perkara ini diperiksa dan diputus melalui Pengadilan dengan proses hukum acara Praperadilan; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
Bahwa kewenangan Termohon sebagai Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan; Pasal 77 ayat 2 huruf d menyatakan : “melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan; Pasal 77 ayat 3 menyatakan : “Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana”. Bahwa Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana: Pasal 7 ayat 2menyatakan : “Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-undang yang menjadi dasar hukumnya”; Pasal 8 ayat 1 menyebutkan : “Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Undang-undang ini”; Pasal 75 ayat 1 menyatakan : “Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang: a. Pemeriksaan tersangka; b. Penangkapan; c. Penahanan; d. Penggeledahan; e. Pemasukan rumah; f. Penyitaan benda; g. Pemeriksaan surat; h. Pemeriksaan saksi; i. Pemeriksaan di tempat kejadian; j. Pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan; commit to user k. Pelaksanaan dan seterusnya;
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
Bahwa tindaakan yang dilakukan oleh Termohon selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebgaimana yang telah disebutkan diatas adalah bertentangan dengan ketentuan Hukum dan Peraturan Perundangundangan khususnya yang diatur dalam Pasal 77 ayat 2 huruf d, pasal 77 ayat 3 Undang-undang Republik Indonesia No.41 Tahun 1999 tentang kehiutanan, Pasal 8 ayat 1, Pasal 75 ayat 1 huruf (f) dan huruf (g) kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana; Bahwa berdasarkan uraian diatas telah terbukti jelas dan nyata bahwa tindakan Termohon yang melakukan penyitaan terhadap dokumen asli kepemilikan kayu olehan milik Pemohon adalah sangat bertentangan dengan ketenhtuan hukum karena tidak sesuai dengan prosedur hukum serta bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku; Bahwa oleh karena penyitaan yang dilakukan Termohon terhadap kayu olahan berikut dokumen asli kepemilikan kayu olahan milik Pemohon tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum maupun bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku, karena tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, maka penyitaan tersebut harus dinyatakan batal demi hukum karena tidak mempunyai kekuatan hukum; Bahwa oleh karena penyitaan yang dilakukan Termohon tersebut tidak sah dan cacat hukum karena bertentangan dengan Undang-undang, maka kayu olehan serta dokumen asli kepemilikan kayu olehan milik Pemohon yang telah disita oleh Termohon secara melawan hukum tersebut harus segera dikembalikan kepada pemohon sebagai pemilik yang sah, secara utuh sesuai dengan data yang tersurat dalam dokumen asli kayu olahan tersebut; 5. Isi Permohonan Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas Pemohon Praperadilan mohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Utara supaya memberikan putusan sebagai berikut : a. Mengabulkan permohonan pra peradilan yang dimohonkan Pemohon commit to user untuk seluruhnya;
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Menyatakan penyitaan yang dilakukan oleh Termohon tersebut tidak sah dan cacat hukum, oleh karena itu penyitaan yang dilakukan Termohon batal demi hukum; c. Memerintahkan
kepada
Termohon
agar
segera
dan
seketika
mengembalikan kayu olahan serta dokumen asli kepemilikan kayu olahan kepada Pemohon; d. Menghukum termohon untuk membayar biaya perkara Pra Peradilan ini; 6. Amar Putusan Pengadilan Jakarta Utara Mambaca
putusan
Pengadilan
Negeri
Jakarta
Utara
No.02/Pra.Per/Pen.Pid/2005/PN.JKT.Ut tanggal 25 Juli 2005 yang amar lengkapnya sebagai berikut : -
Menyatakan permohonan Pra Peradilan yang dimohonkan Pemohon Ashari tidak dapat diterima;
-
Membebankan biaya permohonan Pra Peradilan kepada Pemohon yang hingga saat ini nihil;
7. Alasan Pengajuan Kasasi a. Bahwa majelis Hakim Pengadilan Negeri jelas-jelas mengetahui bahwa Termohon dalam keteranggannya dipersidangan telah mengatakan bahwa termohon tidak melakukan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon, kemudian Pemohon mengajukan bukti-bukti bahwa Termohon telah melakukan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon, Termohon telah melakukan kebohongan publik karena tidak mengakui melakukan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon, dengan demikian Termohon telah terbukti melakukan Penahanan dan Penyitaan tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku; b. Bahwa Putusan Majelis Hukum Pengadilan Negeri sangat bertentangan dengan apa yang telah dibuktikan dalam persidangan karena mengandung pertimbangan-pertimbangan yang kontradiksi, oleh karena: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
-
47 digilib.uns.ac.id
Majelis Hakim memberikan putusan dalam perkara apa yang tidak dimintakan, yaitu Majelis Hakim menyatakan Penyitaan tidaklah termasuk wewenang Pra Peradilan padahal Termohon tidak pernah menolak atau meminta hal tersebut dalam jawabannya;
-
Majelis hakim dalam memberikan pertimbangan terkesan raguragu dan tidak konsekuen dalam putusannya, karena disatu pihak mengakui bahwa permohonan Pemohon termasuk dalam ruang lingkup yang diatur KUHAP sebgaimana Majelis menyebutkan pasal 82 KUHAP, akan tetapi dilain pihak menyangkalnya;
-
Majelis hakim dalam memutuskan perkara Aquo dengan tidak memeprtimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon baik, bukti-bukti surat maupun bukti saksi-saksi adalah putusan dengan pertimbangan hukum yang keliru, karena bukti-bukti dan saksisaksi adalah fakta-fakta hukum yang harus digunakan Hakim sebagai pertimbangan hukum dalam memberikan keputusan.
8. Pembahasan Praperadilan menjadi hal baru di Indoensia yang sekarang ini banyak dipilih oleh seseorang yang menghendaki tegaknya hukum serta adanya perlindungan hak asasinya. Praperadilan ini diupayakan karena adanya upaya paksa yang dikenakan oleh penegak hukum yang bagi tersangka itu merupakan pengurangan dan pembatasan kemerdekaan dan hak asasi tersangka. Tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penegak hukum ini merupakan pemerkosaan terhadap hak asasi tersangka yang berarti tindakan itu bertentangan dengan hukum. Ditinjau dari standar universal maupun dalam KUHAP, tindakan upaya paksa merupakan perampasan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh penegak hukum dalam melaksanakan fungsi peradilan. Fungsi peradilan dalam sistem peradilan pidana yang diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Penangkapan (arrest) 2. Penahanan (detention) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
3. Penggeledahan (searching) 4. Penyitaan, perampasan, pembeslahan (Seizure) Penyitaan menjadi salah satu sistem peradilan pidana oleh karena itu penyitaan yang dilakukan oleh penegak hukum yang menjadi upaya paksa yang dilakukan oleh penegak hukum dapat diajukan kepada praperadilan. Pada kasus ini praperadilan diajukan oleh saudara Ashari bertempat tinggal di jalan Pelabuhan Kali Baru Barat No. 9 Jakarta Utara sesuai dengan kasusnya yang mempraperadilankan keabsahan penyitaan yang dilakukan oleh PPNS Dinas pertanian dan Kehutanan DKI ini sebenarnya didasarkan pada alasan seperti yang telah diuraikan sebelumnya singkatnya adalah : 1. Penyitaan yang dilakukan oleh PPNS Dinas pertanian dan Kehutanan DKI tidak berdasar karena dokumen kepemilikan kayu tersebut sah, dimana dokumen sesuai dengan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, Dirjen Bina Produksi Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Kabupoaten/Kota Sukamara, tertanggal 7 Mei 2005. 2. Adanya pengurangan jumlah volume kayu dari pengukuran yang pertama dengan pengukuran ulang. 3. Selain itu secara fakta penyitaan yang dilakukan tidak berdasar karena faktanya pemohon tidak melanggar hukum baik itu mengenai kelengkapan dokumen maupun kelebihan muatan. 4. PPNS Dinas pertanian dan Kehutanan DKI melakukan penahanan dan penyitaan tanpa prosedur hukum yang berlaku. 5. Selain itu adanya surat pemberitahuan dengan waktu yang sangat sempit untuk melakukan penyitaan dan pemindahan kayu olahan ketempat penampungan barang bukti lain. Namun dalam praperadilan ini Pengadilan Negeri Jakarta Utara No.02/Pra.Per/Pen.Pid/2005/PN.JKT.Ut tanggal 25 Juli 2005 tidak menerima permohonan praperadilan terhadap penyitaan yang dilakukan commitdan to user oleh PPNS Dinas pertanian Kehutanan DKI. Dari putusan itu
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
Pengadilan Negeri Jakarta Utaralebih mendasarkan pada KUHAP pasal 77 ayat (1) huruf a yang menyatakan “Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang (a) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Dari dasar tersebut maka Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan bahwa praperadilan yang dilakukan atas penyitaan dan pemindahan yang dilakukan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta memang tidak dapat diterima praperadilan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Padahal kalau dicermati lebih jauh bahwa dalam kasus ini jelas sekali adanya upaya paksa yang dilakukan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta terhadap Ashari karena pada dasarnya Ashari memiliki dokumen dan juga tidak mengangkut kayu yang melebihi muatan seperti yang didakwakan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta. Kondisi itu jelas telah melanggar hak asasi karena telah memaksa dilakukan penyitaan padahal Ashari memiliki dokumen yang resmi dan ketika mencari upaya praperadilanpun Pengadilan Negeri Jakarta Utara hanya mendasarkan pada ketentuan hukum yang sangat dasar sehingga membuat permohonan praperadilan Ashari tidak diterima. Padahal upaya paksa yang dilakukan dalam penyitaan pada kayu olahan milik Ashari ini dapat diajukan kepada praaperadilan apalagi jika memperhatikan Pasal 82 ayat (3) huruf d KUHAP memasukkan upaya paksa penyitaan ke dalam yurisdiksi substantive praperadilan. Oleh karena itu dalam kasus Ashari ini harus diberi hak untuk mengajukan ketidakabsahan penyitaan kepada praperadilan. Namun kenyataan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tidak mempertimbangkan hal tersebut yang berarti telah menutup dan meniadakan hak orang yang dirugikan dalam penyitaan yang dilakukan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta dan dengan keputusan itu Ashari tetap berupaya untuk melakukan kasasi permohonan praperadilannya dan yang lebih to user parah lagi disini tidak commit memungkinkan karena permohonan kasasi
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
praperadilan tidak ada sehingga Mahkamah Agung dengan mudah membuat keputusan dan itu berarti upaya paksa serta perlindungan hak asasi tidak bisa di dapatkan oleh Ashari.
B. Pertimbangan Hakim dalam Memeriksa dan Memutus Permohonan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan 1. Pertimbangan Hakim terhadap Pengajuan Kasasi Pengajuan kasasi atas kasus pra peradilan mengenai penyitaan yang dilakukan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI. Oleh majelis hakim dengan ; Menimbang, bahwa terlepas dari alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat, bahwa berdasarkan pasal 45 A ayat 2 Undang-undang No.5 yahun 2004 tentang Mahkamah Agung, putusan tentang praperadilan tidak dapat diajukan kasasi; Menimbang,
bahwa
dengan
pertimbangan
tersebut
diatas,
permohonan kasasi dari Pemohon kasasi : ASHARI tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima; Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari pemohon kasasi tidak dapat diterima, maka biaya perkara dalam tingkat kasasi ini dibebankan kepada Pemohon kasasi; Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-undang No.4 tahun 2004, Undang-undang No.8 tahun 1981 dan Undang-undang No. 14 tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 2004 dan peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan; MENGADILI Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : ASHARI tersebut; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
Membebankan Pemohonan Kasasi tersebut untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp.2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah); Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin tanggal 6 Maret 2006 oleh Artidjo Alkotsar, SH.LLM Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai ketua Majelis, H.Mansur Kartayasa, SH.MH dan R.Imam Harjadi, SH Hakim-hakim Agung sebagai anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakimhakim anggota, dan dibantu oleh Tuty Haryati, SH Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak. Oleh karena itu permohonan kasasi praperadilan yang diajukan oleh Ashari tidak dikabulkan oleh Mahkamah agung dengan pertimbangan yang kuat sehingga pra peradilan kasus penyitaan yang dilakukan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI memang telah sesuai dengan ketentuan dan itu juga diperkuat dengan pra peradilan yang dimenangkan oleh majelis hakim. 2. Pembahasan Kasasi menjadi upaya terakhir bagi semua lingkungan peradilan atau dengan kata lain Mahkamah Agung (MA) adalah peradilan kasasi bagi semua lingkungan peradilan. Upaya kasasi merupaka hak yang diberikan kepada terdakwa maupun penuntut umum, tergantung pada mereka untuk mempergunakan hak tersebut atau tidak. Seandainya mereka dapat menerima putusan yang dijatuhkan, dapat mengesampingkan hak itu, tetapi apabila keberatan atas keputusan yang dipergunakan dapat mempergunakan hak untuk mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah agung. Permohonan kasasi yang diajukan bukan menjadi wewenang dari Pengadilan lagi namun sudah menjadi wewenag Mahkamah Agung oleh karena itu yang berwenang sepenuhnya untuk menilai sah tidaknya commit to user Agung. Kasasi seperti diketahui permohonan kasasi hanyalah Mahkamah
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
dilakukan dengan tujuan melakukan koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan, menciptakan dan membentuk hukum baru dan pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum. Pada kasus ini dimana Ashari mengajukan permohonan kasasi terhadap kasus putusan praperadilan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang tidak menerima permohonan praperadilan penyitaan yang dilakukan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI. Dimana dalam amar putusan itu Ashari merasa bahwa tidak ada perlindungan hak asasinya serta penegakan hukum untuknya. Permohonan kasasi praperadilan yang diajukan oleh Ashari ini sendiri alasannya adalah : a. Bahwa majelis Hakim Pengadilan Negeri jelas-jelas mengetahui bahwa Termohon dalam keterangannya dipersidangan telah mengatakan bahwa Termohon tidak melakukan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon, kemudian Pemohon mengajukan bukti-bukti bahwa Termohon telah melakukan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon, Termohon telah melakukan kebohongan publik karena tidak mengakui melakukan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon, dengan demikian Termohon telah terbukti melakukan Penahanan dan Penyitaan tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku; b. Bahwa Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri sangat bertentangan dengan apa yang telah dibuktikan dalam persidangan karena mengandung pertimbangan-pertimbangan yang kontradiksi, oleh karena: -
Majelis Hakim memberikan putusan dalam perkara apa yang tidak dimintakan, yaitu Majelis Hakim menyatakan Penyitaan tidaklah termasuk wewenang Pra Peradilan padahal Termohon tidak pernah menolak atau meminta hal tersebut dalam jawabannya;
-
Majelis hakim dalam memberikan pertimbangan terkesan raguragu dan tidak konsekuen dalam putusannya, karena di satu pihak to userPemohon termasuk dalam ruang mengakui bahwa commit permohonan
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lingkup yang diatur KUHAP sebagaimana Majelis menyebutkan pasal 82 KUHAP, akan tetapi dilain pihak menyangkalnya; -
Majelis hakim dalam memutuskan perkara Aquo dengan tidak memeprtimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon baik, bukti-bukti surat maupun bukti saksi-saksi adalah putusan dengan pertimbangan hukum yang keliru, karena bukti-bukti dan saksisaksi adalah fakta-fakta hukum yang harus digunakan Hakim sebagai pertimbangan hukum dalam memberikan keputusan. Namun dalam kasus ini permohonan kasasi ke Mahkamah Agung
juga tidak diterima pertimbangannya sesuai dengan pasal 45 A ayat 2 Undang-undang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, putusan tentang praperadilan tidak dapat diajukan kasasi. Sehingga praperadilan yang diajukan oleh Ashari akan terhenti hingga Pengadilan Negeri Saja tidak ada lagi penyelesaian hukum yang sesuai lebih tinggi lagi untuk penyelesaiannya. Hal ini memungkinkan bahwa praperadilan penyitaan yang dialami oleh Ashari tidak menjadi wilayah hukum Mahkamah Agung karena ada batasan jelas bahwa Mahkamah Agung memiliki keterbatasan penanganan putusan pengadilan negeri namun tidak termasuk putusan praperadilan. Hakim di Mahkamah Agung yang memeriksa dan memutus kasasi praperadilan penyitaan yang dilakukan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI ini pertimbangannya sangat jelas yaitu Undang-undang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung terutama pada pasal 45 A ayat 2 mengenai putusan tentang praperadilan tidak dapat diajukan kasasi dan itu membuat kasasi praperadilan yang diajukan Ashari akhirnya tidak diterima karena dasar hukumnya jelas sekali.
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Pada bab sebelumnya telah diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan, maka berikutnya akan diberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Alasan Pemohonan dalam Mengajukan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI adalah : a. Pemohon mengajukan bukti-bukti bahwa Termohon telah melakukan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon, Termohon telah melakukan kebohongan publik karena tidak mengakui melakukan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon, dengan demikian Termohon telah terbukti melakukan Penahanan dan Penyitaan tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku dan itu diketahui oleh majelis hakim; b. Bahwa Putusan Majelis Hukum Pengadilan Negeri sangat bertentangan dengan apa yang telah dibuktikan dalam persidangan karena mengandung pertimbangan-pertimbangan yang kontradiksi, oleh karena: -
Majelis Hakim memberikan putusan dalam perkara apa yang tidak dimintakan, yaitu Majelis Hakim menyatakan Penyitaan tidaklah termasuk wewenang Pra Peradilan padahal Termohon tidak pernah menolak atau meminta hal tersebut dalam jawabannya;
-
Majelis hakim dalam memberikan pertimbangan terkesan raguragu dan tidak konsekuen dalam putusannya, karena di satu pihak mengakui bahwa permohonan Pemohon termasuk dalam ruang lingkup yang diatur KUHAP sebagaimana Majelis menyebutkan pasal 82 KUHAP, akan tetapi dilain pihak menyangkalnya; commit to user
54
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
Majelis hakim dalam memutuskan perkara Aquo dengan tidak memprtimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon baik, bukti-bukti surat maupun bukti saksi-saksi adalah putusan dengan pertimbangan hukum yang keliru, karena bukti-bukti dan saksisaksi adalah fakta-fakta hukum yang harus digunakan Hakim sebagai pertimbangan hukum dalam memberikan keputusan.
2. Pertimbangan Hakim dalam Memeriksa dan Memutus Permohonan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan Undang-undang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung terutama pada pasal 45 A ayat 2 mengenai putusan tentang praperadilan tidak dapat diajukan kasasi dan itu membuat permohonan kasasi praperadilan kasus keabsahan penyitaan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI tidak diterima. B. Saran Adapun saran-saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah setelah diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengadilan Negeri perlu untuk lebih bisa memperhatikan barang bukti yang ada serta fakta yang ada, sehingga tidak membuat keputusan yang berkesan tidak adil. 2. Hendaknya pemohon dan kuasa hukumnya memahami akan ketentuan undang-undang pengajuan permohonan kasasi praperadilan sehingga tidak membuat langkah yang sia-sia karena sangat jelas bagaimana di dalam Pasal 45 A ayat 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimohonkan kasasi.
commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Buku Andi Hamzah. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: CV. Sapta Artha Jaya. Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publising. Lexy J. Moleong. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Mandar Maju. M. Yahya Harahap. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika. 2008. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan Penuntutan). Jakarta: Sinar Grafika. Peter Mahmud Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Romli Atmasasmita. 1996. Sistem Peradilan Pidana. Bandung Bina Cipta. Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Putusan Mahkamah Agung No. 1762 K/PID/2005. Internet Desita Sari dan Hesti Setyowaty, Pengawasan Horisontal terhadap Upaya Paksa dalam Proses Peradilan Pidana, www.pemantauperadilan.com. diakses tanggal 28 Pebruari 2010, Pukul 10.45 WIB. commit to user 56