perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMBERIAN SANKSI PIDANA PENJARA DAN DENDA TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PALAIHARI NOMOR 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh: WASIAT EKO SAPUTRO NIM. E0006248
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: WASIAT EKO SAPUTRO
NIM
: E 0006248
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) berjudul PEMBERIAN SANKSI PIDANA PENJARA DAN DENDA TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PELAIHARI NOMOR 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2011 yang membuat pernyataan
WASIAT EKO SAPUTRO NIM. E 0006248
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK WASIAT EKO SAPUTRO, E0006248, PEMBERIAN SANKSI PIDANA PENJARA DAN DENDA TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PELAIHARI NOMOR 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara dan denda terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana narkotika berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah penjatuhan sanksi pidana penjara dan denda dalam Putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh sesuai dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif. Penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yaitu melalui penelitian bahan-bahan kepustakaan. Analisis data yang digunakan adalah logika deduktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa dalam menjatuhkan putusan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana narkotika dalam perkara Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh Hakim telah membuat pertimbangkan, baik pertimbangan yuridis yakni dakwaan jaksa Penuntut Umum, keterangan saksi, keterangan terdakwa, barang bukti, pasal-pasal dalam Undang-undang narkotika, maupun pertimbangan non yuridis yakni akibat yang ditimbulkan, kondisi diri terdakwa, laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh Balai Permasyarakatan serta hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan para terdakwa. Namun penjatuhan sanksi pidana penjara dan denda dalam Putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh tidak sesuai dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Kata kunci : Pemidanaan, Pelaku Anak Bawah Umur, Narkotika
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT WASIAT EKO SAPUTRO, E0006248, THE PRONOUNCING OF PRISON AND FINE CRIMINAL PUNISHMENT ON UNDER-AGE CHILDREN WHO DID NARCOTIC CRIME. Law Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta. Law Paper (Thesis). 2011. This research aimed to understand the judge’s reason why hands down a ruling prison and fine criminal punishment on under-age children who did narcotic crime based on Decision of District Court of Pelaihari No. 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh. Besides, this research also aimed to understand whether the ruling of prison and fine criminal punishment in Decision of District Court of Pelaihari No. 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh matched the Narcotic laws No. 35 Year 2009. This research was normative law research which was prescriptive. This research used law approach. The used kind of data was secondary data using primary and secondary law resources. The data collecting technique was through bibliography resources. The used data analysis was deductive logic. Based on the research result and discussion, it can be concluded that on ruling the decision towards under-age children who did narcotic crime in case of No. 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh, the judge had made consideration, either juridical which was public prosecutor’s prejudgement, the witness’s explanation, the criminal explanation, proofs, sections in narcotic law, or non-juridical which was the triggered effect, the criminal condition, the report of society research conducted by the Correctional Institution as well as things which prosecute and defend the criminal. However, the ruling of prison and fine criminal punishment in Decision of District Court of Pelaihari No. 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh did not match the Narcotic laws No. 35 Year 2009. Keywords:
Prosecution, Under-Age Children Criminal, Narcotic
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Bismillahirrahmanirrahim
Alon-alon waton kelakon, tinimbang kesusu nanging ra kelakon Pelan-pelan tetapi sesuai harapan yang di inginkan, daripada terburuburu tetapi hasilnya tidak sesuai harapan
Menjadi diri sendiri lebih menyenangkan dan membanggakan, daripada menjadi orang lain yang bukan diri kita
Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, selama kita tetap bepikir positif dan selalu optimis, berdoa dan berusaha adalah kunci menggapai angan dan cita. (Penulis)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada : Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat, rahmat, anugerah, dan karunia Nya dalam kehidupan penulis Rasulullah Muhammad SAW atas segala tuntunan yang membawa rahmat bagi semesta alam Orang tua penulis yang telah mendoakan, mendidik, membimbing dan memberikan pendidikan yang terbaik bagi penulis Adik penulis yang senantiasa mendoakan, memberi dukungan, semangat bagi penulis Sahabat-sahabat dan teman-teman penulis yang membuat hari-hari penulis menjadi lebih indah dan berwarna Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan karya ini
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini dengan judul: ” PEMBERIAN SANKSI PIDANA PENJARA DAN DENDA TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM PUTUSAN
PENGADILAN
NEGERI
PELAIHARI
NOMOR
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh”. Penulisan Hukum ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir sebagai persyaratan guna meraih gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Penulisan Hukum (Skripsi) ini tidak terlepas dari dukungan serta bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. R. Ginting, S.H., M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Sapto Hermawan, S.H, selaku Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Prof. Dr. Supanto, S.H., M.Hum, selaku Pembimbing I dan Subekti, S.H., M.H, selaku Pembimbing II penulis yang telah memberikan semangat, nasehat, bimbingan, mengarahkan, membantu dan selalu menyempatkan maupun meluangkan waktu untuk penulis berkonsultasi dengan tangan terbuka.
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Segenap Pimpinan Fakultas hukum, Dosen dan seluruh Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 7. Untuk kedua orang tua penulis, Bapak Sambudi dan Ibu Siti Latifah yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, mendoakan, mendidik dan mencurahkan segalanya demi terwujudnya segala hal yang terbaik bagi diri penulis, yang semua itu tak akan habis diungkapkan dengan kata-kata, tak dapat tergantikan, dan tak ternilai dengan apapun. 8. Sovia Ulfah adikku tercinta. 9. Teman-temanku Haris, Reza, Lutfi, Putri, Dedik, Agung Giring, Adi Kanjen, Tejo, Ganjar, Dian, Bayu, Ari, Mahendra terima kasih buat bantuannya dan semangatnya, serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga Penulisan Hukum (Skripsi) ini bermanfaat bagi diri pribadi penulis maupun para pembaca. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Surakarta,
Juli 2011
Penulis
WASIAT EKO SAPUTRO
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .......................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................
v
ABSTRAK ......................................................................................................
vi
ABSTRACT ...................................................................................................
vii
MOTTO ..........................................................................................................
viii
PERSEMBAHAN ...........................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................
x
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xii
BAB I
BAB II
: PENDAHULUAN ..................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................
1
B. Perumusan Masalah .........................................................
5
C. Tujuan Penelitian ..............................................................
5
D. Manfaat Penelitian ...........................................................
6
E. Metode Penelitian ............................................................
7
F. Sistematika Penulisan Hukum .........................................
10
: TINJAUAN PUSTAKA .........................................................
12
A. Kerangka Teori ..................................................................
12
1. Pemberian Sanksi Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Juvenile Delinquency ...................................12 a. Anak Yang Melakukan Juvenile Delinquency ....
12
b. Hakim Yang Menangani Anak Yang Melakukan Juvenile Delinquency ..........................................
14
c. Sanksi Pidana Terhadap Anak ..............................
17
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Tinjauan Tentang Pemidanaan ....................................... ..20 a. Teori Pemidanaan...................................................
20
b. Pemberian Pemidanaan Berupa Penjara Dan Denda 22 3. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika ......................23
BAB III
a. Istilah Dan Pengertian Tindak Pidana ..................
23
b. Unsur-unsur Tindak Pidana ..................................
24
c. Penyalahgunaan Narkotika Sebagai Kejahatan ...
25
d. Pengaturan Tentang Tindak Pidana Narkotika ...
30
B. Kerangka Pemikiran ...........................................................
44
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .....................
45
A. Hasil Penelitian .................................................................
46
1. Gambaran Peristiwa Dalam Putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh ....
46
2. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Dan Denda Terhadap Anak di Bawah Umur Yang
Melakukan
Tindak
Pidana
Narkotika
Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh ...............................
50
B. Hasil Pembahasan .............................................................
55
1. Alasan Hakim Menjatuhkan Sanksi Pidana Dan Denda Terhadap Anak di Bawah Umur Yang Melakukan Tindak Pidana Narkotika Berdasarkan Putusan
Pengadilan
Negeri
Pelaihari
Nomor
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh ............................................
55
2. Penjatuhan Sanksi Pidana Penjara Dan Denda Terhadap Anak di Bawah Umur Yang Melakukan Tindak Pidana Narkotika Berdasarkan Putusan Pengadilan
Negeri
Pelaihari
Nomor
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh ............................................
commit to user xiii
58
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV
digilib.uns.ac.id
: PENUTUP ..............................................................................
67
A. Simpulan ...........................................................................
67
B. Saran ..................................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
69
LAMPIRAN
72
................................................................................................
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang serba modern saat ini sebagai bentuk dari kemajuan teknologi, industrialisasi, serta upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat dunia yang semakin meningkat. Di Indonesia sendiri dengan adanya arus globalisasi menyebabkan masuknya pengaruh budaya luar yang masuk ke dalam kehidupan masyarakatnya. Upaya penyesuaian diri atau adaptasi terhadap perkembangan zaman tidaklah mudah, dalam perkembangan masyarakat yang seperti ini, pengaruh budaya di luar sistem masyarakat sangat mempengaruhi perilaku anggota masyarakat itu sendiri, terutama anakanak. Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena anak merupakan bagian dari generasi muda yang diharapkan sebagai penerus bangsa, memerlukan adanya pembinaan serta perlindungan dari berbagai pihak baik itu dari orang tua, keluarga, lingkungan sekitar, maupun negara. Perlindungan dimaksudkan karena anak di dalam perkembangan menuju pendewasaan ketika memasuki masa remaja, sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan yang ada di sekitarnya (Gatot Supramono, 2000:1). Perlindungan terhadap anak juga diatur dalam ketentuan UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan Negara ( Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia) dan hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan ( Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia). Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
dari segala bentuk kekerasan fisik maupun mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual. Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak secara umum memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak Anak yang meliputi Non diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, dan penghargaan terhadap pendapat anak (Pasal 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Perlindungan bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak agar dapat tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta menghindarkan dari segala kemungkinan yang akan membahayakan hidup dan kehidupannya di masa depan. Anak saat ini banyak dihadapkan pada pengaruh kebudayaan asing yang negatif. Dimana kebudayaan asing mudah masuk melalui film, bacaanbacaan porno dan alat canggih lainnya seperti komputer dan internet. Di samping itu ada pula kecenderungan pemerintah setempat untuk memajukan kotanya dengan membangun dan mengadakan berbagai fasilitas hidup yang sesuai dengan masyarakat maju, misalnya tempat-tempat rekreasi yang memungkinkan remaja menikmati kesenangan hidup secara modern, yang kadang-kadang terjadi ekses-ekses yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat yang kuat keyakinan agama dan adatnya. Bahkan dewasa ini sering terjadi penyimpangan perilaku anak dengan perbuatan dan tindakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku. Anak yang melakukan hal tersebut pada umumnya kurang bahkan menyalahgunakan kontrol diri dan cenderung menegakkan standar tingkah laku bagi dirinya sendiri serta meremehkan keberadaan orang lain (Panut Panuju dan Ida Umami, 2000: 57). Masalah penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak semakin tinggi intensitasnya, bahkan peredaran dan penggunaan narkotika secara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
melawan hukum tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja bahkan telah menjangkau hampir semua kota/ kabupaten di seluruh Indonesia. Anak pada usia ini masih memiliki kemampuan yang sangat rendah untuk menolak ajakan negatif dari lingkungan sekitarnya, anak-anak yang mempunyai rasa keingintahuan sehingga awalnya hanya keinginan coba-coba terhadap narkotika, kini dimanfaatkan sebagai pengguna bahkan sebagai jalur peredaran yang bertujuan untuk mencari keuntungan materi juga untuk merusak bangsa Indonesia melalui merusak fisik dan mental generasi penerus bangsa, sehingga secara langsung atau tidak langsung anak-anak diperalat untuk melakukan perbuatan pidana. Berdasarkan data Polri, yang penulis dapat dari situs Badan Narkotika Nasional, tindak pidana Narkoba di Indonesia dari Januari hingga Oktober 2010, diungkap sebanyak 24.417 kasus, dengan rincian : 1) Narkoba : 23.820 kasus 2) Psikotropika : 597 kasus
Tersangka yang tertangkap : 1) Kasus Narkoba : 31.963 orang 2) Kasus psikotropika : 771 orang
Jenis kelamin : 1) Tersangka laki-laki :
30.278 orang WNI
155 orang WNA
2.273 orang WNI
28 orang WNA
2) Tersangka wanita :
Usia tersangka : 1) < 15 tahun : 85 orang 2) 16 sampai 19 tahun : 1.441 orang 3) 20 sampai 24 tahun : 4.829 orang 4) 25 sampai 29 tahun : 9.011 orang 5)
> 30 tahun : 17.368 orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Dalam menghadapi dan menanggulangi berbagai perbuatan dan tingkah laku anak nakal, perlu dipertimbangkan kedudukan anak sangat berbeda dengan orang dewasa pada umumnya. Walaupun anak telah dapat menentukan sendiri langkah perbuatannya berdasarkan pikiran, perasaan dan kehendaknya, tetapi keadaan
sekitarnya dapat mempengaruh perilakunya.
Oleh karena itu dalam menghadapi masalah anak nakal, orang tua dan masyarakat sekelilingnya seharusnya lebih bertanggung jawab terhadap pembinaan, pendidikan dan pengembangan perilaku anak tersebut. Hubungan antara orang tua dengan anaknya merupakan hubungan yang hakiki, yakni hubungan yang sangat penting baik hubungan psikologis maupun mental spritualnya. Dalam menjatuhkan pidana atau tindakan preventif lainnya terhadap anak terutama yang berhubungan dengan narkotika, diusahakan agar anak tersebut jangan dipisahkan dari orang tuanya dan dalam penerapannya juga mempertimbangkan Pengadilan
Anak.
Undang-Undang Putusan
Nomor
Pengadilan
3
Tahun
Negeri
1997
tentang
Pelaihari
Nomor
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh menjatuhkan pidana penjara 2 (dua) tahun dan denda Rp. 400.000.000,- terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana narkotika, menurut penulis sangatlah berat, hal ini dikarenakan pemberian sanksi berupa pemidanaan tidak tepat karena justru akan menimbulkan efek yang negatif bahkan cenderung anak akan memberontak sehingga sanksi yang tepat bagi anak adalah berupa pembinaan dengan maksud semata-mata demi pertumbuhan dan perkembangan anak secara sehat dan wajar. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul ” PEMBERIAN SANKSI PIDANA PENJARA DAN DENDA TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PELAIHARI NOMOR 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
B. Rumusan Masalah Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangat penting karena merupakan suatu pedoman serta mempermudah penulis dalam membahas permasalahan yang akan diteliti, sehingga sasaran yang hendak dicapai jelas sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang disebutkan diatas maka perlu dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas. Adapun perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Mengapa Hakim menjatuhan sanksi pidana penjara dan denda terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana narkotika berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh ? 2. Apakah penjatuhan sanksi pidana penjara dan denda dalam Putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ?
C. Tujuan Penelitian Suatu kegiatan penelitian tentunya harus memiliki tujuan sebagai arah dari suatu penelitian. Tujuan dari suatu penelitian merupakan jawaban dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian, meliputi: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui mengapa hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara dan denda
terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak
pidana narkotika berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh. b. Untuk mengetahui apakah penjatuhan sanksi pidana penjara dan denda dalam
Putusan
Pengadilan
Negeri
Pelaihari
Nomor
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk meraih gelar Kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
b. Untuk menambah pengetahuan yang lebih lengkap tentang penulisan hukum di bidang hukum pidana, khususnya mengenai pentingnya penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika anak di bawah umur.
D. Manfaat Penelitian Dalam suatu penelitian pasti ada manfaat yang diharapkan dapat tercapai. Penulis berharap kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini, yaitu bagi penulis maupun pembaca, dan pihak-pihak lain. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya, terutama yang berkaitan dengan sanksi pidana terhadap pelaku tindana narkotika anak di bawah umur. b. Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat menambah referensi di bidang karya ilmiah dan dapat dipakai sebagai bahan penelitian sejenis di masa mendatang. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan jawaban atas masalah yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian hukum ini. b. Menjadi sarana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola piker ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. c. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang terkait langsung dengan penelitian ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
E. Metode Penelitian Metodologi dalam setiap penelitian hukum yakni menguraikan dan menjelaskan tata urutan bagaimana suatu penelitian hukum itu di laksanakan 1) Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yang normatif atau dokrinal research, dimana penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini penulis melakukan analisis terhadap
Putusan
Pengadilan
Negeri
Pelaihari
Nomor
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh, dimana penulis melakukan penelitian terhadap putusan tersebut kemudian dihubungkan dengan bahan-bahan hukum yang berhubungan untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan. 2) Sifat Penelitian Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sifat preskriptif keilmuan hukum ini merupakan sesuatu yang substansial di dalam ilmu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006:22). 3) Pendekatan Penelitian Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum yaitu pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan
historis
(historical approach), dan
pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006:93). Penulis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan undangundang (statute approach). Pendekatan undang-undang (statute approach)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
dilakukan dengan menalaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani, serta melakukan melakukan telaah yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Peter Mahmud Marzuki, 2006:94). 4) Jenis dan Sumber Data Penelitian Peter Mahmud di dalam bukunya Penelitian Hukum, mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak mengenal adanya data sehingga yang digunakan adalah bahan hukum. Dalam hal ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. a) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bahan hukum primer yang berupa: (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (6) Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
1995
tentang
Permasyarakatan (7) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (8) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (9) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
(10) Putusan
Pengadilan
Negeri
Pelaihari
Nomor
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh b) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2006:141). Bahan hukum sekunder yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku teks yang ditulis oleh para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber lainnya yang mempunyai korelasi dengan isu hukum yang akan diteliti di dalam penelitian ini. 5) Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan hukum ini adalah studi dokumen. Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content analisys (Peter Mahmud Marzuki, 2006:21). Tehnik pengumpulan data ini mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari bahan-bahan tertulis yang berupa bahan-bahan dokumen resmi yakni berupa putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh, peraturan perundang-undangan, laporan, buku-buku kepustakaan, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang akan di teliti. 6) Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini permasalahan hukum akan dianalisis dengan logika deduktif. Menurut Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapat Philipus M Hadjon menjelaskan metode deduksi yang berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus) dari kedua premis itu kemudian ditarik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
kesimpulan (Peter Mahmud Marzuki, 2006 :47) dalam logika silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Dalam hal ini data yang diperoleh dalam penelitian dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait kemudian
data
tersebut
diolah
dan
dianalisis
untuk
menjawab
permasalahan yang diteliti sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan sehingga pada akhirnya dapat diketahui apakah pemberian sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika anak di bawah umur berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. F. Sistematika Penulisan Hukum Penulisan hukum ini terdiri dari empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan dan penutup, ditambah dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Adapun susunannya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini diketengahkan mengenai latar belakang pengambilan penelitian,
judul
penulisan,
manfaat
penelitian,
rumusan metode
masalah,
tujuan
penelitian,
dan
sistematika penulisan hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis memaparkan landasan teori dari para pakar maupun doktrin hukum berdasarkan literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Landasan teoritik tersebut meliputi Anak yang melakukan Juvenile Delinquency (Kenakalan Remaja) yang meliputi batasan umur anak yang dapat dikatakan melakukan kejahatan, Peranan Hakim Anak Terhadap
Anak
Yang
Melakukan
Juvenile
Deliquency
(Kenakalan Remaja) yakni bagaimana hakim memberikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
putusan berupa pemberian sanksi terhadap anak yang melakukan kejahatan, serta Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh anak. Selain itu, guna memberikan gambaran terkait logika berfikir penulis dalam memecahkan problematika isu hukum yang diangkat dalam penelitian ini, maka dalam bab ini juga disertakan kerangka pemikiran BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian yang merupakan jawaban atas perumusan masalah yakni latar belakang hakim menjatuhkan pidana berupa penjara dan denda terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana narkotika dalam putusan pengadilan negeri serta kesesuaian atas putusan yang dijatuhkan hakim kepada anak tersebut. BAB IV PENUTUP Dalam bab akhir ini, penulis akan memberikan simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab
sebelumnya
serta
saran
penulis
terhadap
beberapa
kekurangan yang ditemukan dalam pengkajian permasalahan pemberian sanksi pidana penjara dan denda terhadap anak dibawah umur yang melakukan tindak pidana narkotika dalam putusan
pengadilan
negeri
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh
commit to user
pelaihari
nomor
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Kerangka Teori
1. Pemberian Sanksi Pidana Terhadap Anak Yang Melakukan Juvenile Delinquency (Kenakalan Anak) a. Anak Yang Melakukan Anak Yang Melakukan Juvenile Delinquency (Kenakalan Anak) Pada umumnya anak memiliki kebutuhan baik kebutuhan yang bersifat fisik, psikis, sosial maupun religius. Adapun kebutuhan tersebut versi Garrison antara lain kebutuhan kasih sayang, kebutuhan keikutsertaan dan diterima oleh kelompok atau lawan jenis, kebutuhan untuk berdiri sendiri ketika remaja dituntut untuk menentukan berbagai pilihan dan mengambil berbagai pilihan dan mengambil keputusan, kebutuhan untuk berprestasi yang mengarah pada kematangan atau kedewasaan, kebutuhan dihargai dirasakannya berdasarkan pandangan atau ukurannya sendiri yang dianggap pantas bagi dirinya secara realistis, kebutuhan memperoleh falsafah hidup yang utuh, terutama tampak dengan bertambahnya kematangan dan kedewasaan. Falsafah hidup ini sangat dibutuhkan remaja untuk dijadikannya petunjuk atau dasar dalam menentukan keputusan (Muhammad Al Mighwar, 2006:184). Pengertian anak dalam konteks hukum pidana dikaitkan dengan pertanggungjawaban pidana dalam arti sampai seberapa jauh seorang anak dalam batasan usia tertentu dianggap mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya (Ika Saimima, 2008:941). Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, disebutkan bahwa batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun dan belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun. Di dalam Pasal 1 UndangUndang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan mengelompokkan anak kedalam tiga kategori sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
(1) Anak pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga Permasyarakatan Anak paling lama sampai berimur 18 tahun. (2) Anak negara, yaitu anak berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada negara untuk dididik dan ditempatkan di Lembaga Permasyarakatan Anak paling lama sampai berusia 18 tahun. (3) Anak sipil, yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lembaga Permasyarakatan Anak paling lama sampai 18 tahun. Paul Moekdikno memberikan perumusan, mengenai pengertian Juvenile Delinquency, yaitu sebagai berikut (Wagiati Soetodjo, 2006:9): 1) Semua perbuatan yang dari orang-orang dewasa merupakan suatu
kejahatan, bagi anak-anak merupakan delinquency. Jadi semua tindakan yang dilarang oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya, membunuh dan sebagainya. 2) Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu yang menimbulkan keonaran dalam masyarakat, misalnya memakai celana jangki tidak sopan, mode you can see dan sebagainya. 3) Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi social, termasuk gelandangan, pengemis dan lain-lain. Juvenile artinya anak-anak, sedangkan Delinquency dalam arti luas adalah menjadi jahat atau kriminal. Jadi Juvenile Delinquency adalah perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak yang mengarah kepada tindakan kejahatan atau kriminal. Adapun faktor yang menyebabkan anak melakukan Juvenile Deliquency berasal dari keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial. Faktor pertama yakni dari keluarga, suasana yang tidak kondusif didalam keluarga mempengaruhi perkembangan jiwa anak antara lain orang tua yang bercerai, hubungan antara anak dengan orang tua yang tidak harmonis, sikap orang tua yang berlaku kasar dan otoriter, orang tua jarang dirumah, sehingga anak merasa tidak mendapatkan rasa kasih sayang dari orang tuanya. Faktor kedua yakni lingkungan sekolah, dimana terdapat sesuatu yang mengganggu proses belajar mengajar anak antara lain sarana dan prasarana sekolah yang kurang memadai, pendidikan agama dan budi pekerti yang kurang, lokasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
sekolah yang tidak sesuai dengan suasana belajar mengajar. Faktor yang ketiga lingkungan sosial yakni lingkungan di sekitar rumah anak tersebut antara lain terdapat tempat hiburan yang buka hingga larut malam bahkan pagi, perumahan yang padat, sering terjadi tindak kekerasan di daerahnya sehingga mempengaruhi kondisi kejiwaan anak (Paulus Hadisuprapto, 2008:15). Adapun gejala Juvenile Deliquency biasanya memiliki ciri khas atau ciri umum yang amat menonjol pada tingkah lakunya (Wagiati Soetodjo, 2006:14)., antara lain: 1) Rasa harga diri yang semakin menguat dan gengsi yang terlalu besar serta
kebutuhan untuk memamerkan diri. 2) Energi yang berlimpah-limpah memanisfestasikan diri dalam bentuk
keberanian yang condong melebih-lebihkan kemampuan diri sendiri. 3) Senang mencari perhatian dengan jalan menonjolkan diri misalnya mabuk-
mabukan. 4) Lebih suka bergerombol dengan kawan sebayanya, dengan demikian
mereka merasa lebih kuat, aman dan lebih berani berjuang dalam melakukan eksploitasi dan eksperimen hidup dalam dunianya yang baru, yakni terbentuknya geng-geng. 5) Pencarian suatu identitas kedewasaan cenderung melepaskan diri dari
identitas maupun identifikasi lama dan mencari aku ”ideal” sebagai identitas baru serta subtitusi identifikasi yang lama
Anak yang melakukan pelanggaran hukum, sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, berhak mendapatkan perlindungan dari sasaran penganiayaaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Selain itu penangkapan, penehanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak disebutkan bahwa anak yang mengalami masalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
kelakuan dengan hukum, diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya agar dapat mengatasi hambatan dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya.
b. Hakim Yang Menangani Anak Yang Melakukan Juvenile Deliquency (Kenakalan Anak) Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Perkara Nomor 1/PUUVIII/2010 mengenai uji Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh Penyidik. Dan apabila menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anak masih dapat dibina oleh orang tua, atau oang tua asuhnya, Penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada orang tua, wali atau orang tua asuhnya, namun jika menurut hasil pemeriksaan, Penyidik berpendapat bahwa anak tidak dapat dibina lagi oleh orang tua, wali atau orang tua asuhnya, Penyidik menyerahkan anak tersebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan. Jadi pada intinya Anak yang belum berusia 12 (dua belas) yang melakukan tindak pidana dapat diajukan ke sidang pengadilan anak, namun tidak dapat dipidana. Peranan hakim anak tidak berbeda dengan hakim pada umumnya yaitu memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya serta tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu perkara yang diajukan. Selain itu hakim di dalam menjatuhkan suatu putusan terhadap anak yang melakukan juvenile deliquency (kenakalan anak) harus didasari pertimbangan yang terbaik bagi anak tersebut. Pemeriksaan
sidang
terhadap
anak yang
melakukan
juvenile
deliquency (kenakalan anak) dilakukan oleh hakim khusus yang berbeda dengan hakim pada umumnya yaitu hakim anak. Adapun syarat-syarat ditetapkan sebagai hakim anak disebutkan dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yakni telah berpengalaman
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
sebagai hakim di pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum serta mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak. Jadi tidak semua hakim yang telah berpengalaman dapat menjadi hakim anak. Kewajiban Hakim Anak yang mendasar adalah memberi keadilan sekaligus melindungi dan mengayomi anak agar dapat menyongsong masa depannya. Hakim wajib mempertimbangkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang dihimpun oleh pembimbing kemasyarakatan mengenai data pribadi maupun keluarga yang bersangkutan. Dengan hasil laporan tersebut, diharapkan Hakim dapat memperoleh gambaran yang tepat untuk memberikan putusan yang seadil-adilnya bagi anak yang bersangkutan. Hal ini karena putusan hakim tersebut akan mempengaruhi kehidupan selanjutnya bagi anak yang bersangkutan. Oleh karena itu hakim harus yakin dengan putusan yang akan diambilnya akan dapat menjadi salah satu dasar yang kuat untuk mengembalikan dan mengantar anak menuju masa depan yang baik, bukan untuk mematikan anak tersebut di mata masyarakat (Bambang Waluyo, 2000:115). Pembedaan perlakuan antara anak dan orang dewasa dalam proses persidangan diantaranya pengunaan hakim tunggal, sidang tertutup untuk umum sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak meskipun dalam pembacaan putusannya diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum serta hakim, jaksa penuntut umum dan penasehat hukum tidak mengenakan toga (Komari, 2009:21). Adanya hakim tunggal diharapkan anak tidak menjadi bingung, sedangkan dengan majelis hakim dikhawatirkan anak menjadi bingung berhadapan dengan 3 (tiga) orang hakim sehingga jiwanya cenderung tertekan. Perlakuan ini dimaksudkan agar anak merasa nyaman sehingga dapat mengeluarkan perasaannya pada hakim mengapa ia melakukan suatu tindak pidana, adanya persidangan tertutup dimaksudkan agar tercipta suasana tenang dan penuh kekeluargaan sehingga anak dapat mengutarakan segala peristiwa dan segala perasaannya secara terbuka dan jujur selama sidang berjalan (Wagiati Soetodjo, 2006:36).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
c. Sanksi Pidana Terhadap Anak Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
3
Tahun
1997
tentang
Pengadilan Anak, penjatuhan sanksi terhadap perkara pidana yang dilakukan oleh anak berbeda dengan sanksi perkara pidana yang dilakukan oleh orang dewasa pada umumnya yakni: Pasal 22 ”Terhadap anak nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam undang-undang ini”. Pidana yang dapat dijatuhkan kepada si anak terdapat dalam pasal 23 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok meliputi pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana pengawasan. Sedangkan pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi. Adapun Pasal dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang berkaitan dengan ancaman pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak yakni dalam Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak: Pasal 26 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengatur tentang pidana penjara yakni: 1) Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa; 2) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, maka pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun; 3) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap Anak Nakal tersebut hanya dijatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) huruf b; 4) Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang tidak diancam pidana mati atau tidak diancam pidana penjara seumur
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
hidup, maka terhadap Anak Nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakan sebaimana dimaksud dalam pasal 24. Pasal 27 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengatur tentang pidana kurungan, yakni: ”Pidana kurungan yang dapat di jatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa”. Pasal 28 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengatur tentang pidana denda yakni: 1) 2) 3)
Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling banyak ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa; Apabila pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak dapat dibayar, maka diganti dengan wajib latihan kerja; Wajib latihan kerja sebagaimana pengganti denda dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari dan lama latihan kerja tidak lebih 4 (empat) jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari.
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengatur tentang pidana bersyarat, yakni: 1) 2) 3) 4)
5) 6) 7)
8) 9)
Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh hakim, apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun; Dalam putusan pengadilan mengenai pidana bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan syarat umum dan syarat khusus; Syarat umum ialah bahwa Anak Nakal tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana bersyarat; Syarat khusus ialah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak; Masa pidana bersyarat bagi syarat khusus lebih pendek daripada masa pidana bersyarat bagi syarat umum; Jangka waktu masa pidana bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama 3 (tiga) tahun; Selama menjalani masa pidana bersyarat, Jaksa melakukan pengawasan dan bimbingan agar Anak Nakal menepati persyaratan yang telah ditentukan; Anak Nakal yang menjalani pidana bersyarat dibimbing oleh Balai Permasyarakatan dan berstatus sebagai klien Permasyarakatan; Selama Anak Nakal berstatus sebagai klien Permasyarakatan dapat mengikuti pendidikan sekolah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Pasal 30 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengatur tentang pidana pengawasan, yakni: 1)
2)
3)
Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama 2 (dua) tahun; Apabila terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, dijatuhkan pidana pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka anak tersebut ditempatkan di bawah pengawasan Jaksa dan bimbingan Pembimbing Kemasyarakatan; Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana pengawasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada si anak ditentukan dalam Pasal
24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yakni: 1)
Anak dikembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh apabila pengadilan melihat dan meyakini kehidupan di lingkungan keluarga dianggap terbaik untuk membantu si anak supaya tidak lagi mengulangi perbuatan pidana.
2)
Anak diserahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja apabila pengadilan menganggap keadaan lingkungan keluarga tidak menjamin si anak mendapatkan perbaikan dan pembinaan.
3)
Anak
diserahkan
kepada
Departemen
Sosial
atau
Organisasi
Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja apabila keluarga sudah tidak sanggup lagi untuk mendidik dan membina si anak untuk tidak mengulangi perbuatannya.
Anak nakal berdasarkan Pasal 31 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, oleh Hakim diputus untuk diserahkan kepada negara, ditempatkan di Lembaga Permasyarakatan Anak sebagai Anak Negara demi kepentingan anak, Kepala Lembaga Permasyarakatan Anak dapat mengajukan izin kepada Menteri Kehakiman agar Anak Negara untuk ditempatkan di lembaga pendidikan anak yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau swasta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Pasal 32 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyatakan bahwa apabila Hakim memutuskan bahwa Anak Nakal wajib mengikuti pembinaan, dan latihan kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) huruf c, Hakim dalam keputusannya sekaligus menentukan lembaga pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja tersebut dilaksanakan.
2. Tinjauan Tentang Pemidanaan a. Teori Pemidanaan Suatu penghukuman adalah untuk menyadarkan dan upaya perbaikan kembali terhadap pelaku kejahatan/ pelanggar hukum, agar tidak mengulangi kembali perbuatan yang pernah dilakukannya, disamping diharapkan bisa kembali kepada masyarakat dengan kehidupan yang wajar (Abdulsyani, 1987:96). Teori pemidanaan yaitu maksud atau tujuan dilakukannya pemidanaan kepada pelaku kejahatan demi keadilan dan kebaikan bagi diri pelaku itu sendiri maupun bagi masyarakat. Terdapat berbagai macam pendapat yang membahas alasan-alasan membenarkan (justtification) dalam penjatuhan hukum/ pemidanaan ini, diantaranya adalah teori absolut atau teori pembalasan (retributive/ vergeldings theorien), teori relative atau teori tujuan (doeltheorieen/ utilitarian theory) serta teori gabungan (vernegings theorien) Teori Absolut atau teori pembalasan (retributive/ vergeldings theorien), menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang yang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum) (Muladi dan Barda Nawawi, 1998:10). Dasar pijakan dari teori ini adalah pembalasasn, inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu kepada penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana ialah karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan atas perkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau negara) yang dilindungi. Oleh karena itu, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan (berupa kejahatan) yang dilakukannya (Adami Chazawi, 2002:157). Tindakan pembalasan di dalam penjatuhan pidana mempunyai dua arah yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
1)
Ditujukan kepada penjahatnya (sudut subyektif dari pembalasan);
2)
Ditujukan untuk memenuhi kepuasaan dari perasaan dendam di kalangan masyarakat (sudut obyektif dari pembalasan) Teori relative atau tujuan (doeltheorieen/ utilitarian theory) berpokok
pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Tujuan pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakkan tata tertib itu diperlukan pidana. Maka untuk mencapai ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu mempunyai tiga sifat yaitu: 1)
Bersifat menakuti-nakuti (afschrikking);
2)
Bersifat memperbaiki (verbetering/ reclasering);
3)
Bersifat
membinasakan
(onschadeljk
maken)
(Adami
Chazawi,
2002:162). Menurut teori ini pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan sesuatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Oleh karena itu teori inipun sering disebut teori tujuan (utilitarian theory). Jadi dasar pembenaran adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan quia peccatum est (karena orang membuat kejahatan) melainkan ne peccetur (supaya orang jangan melakukan kejahatan) (Muladi dan Barda Nawawi, 1998:16). Karena pemidanaan sebagai alat pencegahan, baik yang bersifat umum (general prevention) yakni pidana yang dijatuhkan pada penjahat supaya orang lain menjadi takut berbuat kejahatan, maupun bersifat khusus (special prevention) yakni mencegah pelaku kejahatan yang telah dipidana agar ia tidak mengulanginya lagi serta mencegah orang lain yang telah berniat buruk untuk tidak mewujudkan niatnya tersebut. Dari kedua teori tersebut, biasanya ada suatu pendapat yang ketiga yang berada di tengah-tengah di samping teori absolute dan teori relative, yakni teori ketiga atau teori gabungan (vernegings theorien), dimana satu pihak mengakui adanya unsur pembalasan dalam hukum pidana, akan tetapi pihak yang lain mengakui pula unsur menegakkan tata tertib masyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat sebagai dasar dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu: 1) Teori gabungan pertama
Teori ini mengutamakan adanya pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dan dapat dibenarkan bagi pertahankan tata tertib masyarakatnya. Pendukung dari teori ini adalah Pompe, yang berpandangan bahwa pidana tiada lain adalah pembalasan kepada penjahat, tetapi juga bertujuan untuk mempertahankan tata tertib hukum agar supaya kepentingan umum dapat diselamatkan dan terjamin dari kejahatan. Pakar hukum pendukung teori gabungan pertama ini ialah Zevenbergen yang berpandangan bahwa makna setiap pidana adalah suatu pembalasan tetapi mempunyai maksud melindungi tata tertib hukum sebab pidana itu adalah mengembalikan dan mempertahankan ketaatan pada hukum dan pemerintahan (Adami Chazawi, 2002:167). 2) Teori gabungan kedua
Pidana yang dijatuhkan pada orang yang melakukan perbuatan yang dilakukan dengan sukarela inilah yang tiada lain bersifat pembalasan. Sifat membalas dari pidana adalah merupakan sifat umum dari pidana, tetapi bukan tujuan dari pidana, sebab tujuan pidana pada hakekatnya adalah pertahanan dan perlindungan tata tertib masyarakat (Adami Chazawi, 2002:168).
b. Pemberian Pemidanaan Berupa Penjara Dan Denda Pidana penjara adalah suatu bentuk hukuman yang diberikan kepada seorang terpidana, dilakukan dengan membatasi kebebasan bergerak dengan menempatkan terpidana di dalam lembaga permasyarakatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Pidana penjara menurut Pasal 12 ayat (1) KUHP terdiri dari: Pidana penjara seumur hidup
1)
Diancamkan sebagai pidana alternative dari pidana mati, dan berdiri sendiri dalam arti tidak sebagai alternative pidana mati melainkan sebagai alternatifnya pidana penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun. Pidana penjara sementara waktu
2)
Pidana penjara sementara waktu paling rendah 1 hari dan paling tinggi 15 tahun, pidana sementara dapat dijatuhi melebihi 15 tahun secara berturutturut yakni dalam hal yang ditentukan dalam pasal 12 ayat 3 KUHP. Sedangkan pidana denda diancamkan pada jenis pelanggaran baik secara alternatif dari pidana kurungan maupun berdiri sendiri. Begitu pula terhadap jenis-jenis kejahatan ringan maupun kejahatan culpa, pidana denda sering diancamkan sebagai alternatif dari pidana kurungan.Terpidana yang dijatuhi pidana denda boleh segera menjalankan pidana kurungan pengganti denda, namun jika terpidana denda dijatuhi dendan dan telah membayar denda maka uang denda yang dibayar terpidana menjadi milik Negara. Di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak memang tidak mengenal hukuman pengganti dengan berupa kurungan, akan tetapi wajib latihan kerja sebagai pengganti pidana denda. Dengan inilah anak dapat mengembangkan kemampuannya dan mendidik anak yang bersangkutan agar memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya. Dimana apabila tidak mampu membayar denda dapat diganti dengan wajib latihan kerja paling lama 90 hari kerja dan tidak lebih dari 4 jam sehari serta bukan pada malam hari.
3. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika a. Istilah Dan Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana berasal dari bahasa Belanda yakni “strafbaar feit”. “Feit” dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” sedangkan “strafbaar” yang berarti “dapat dihukum” sehingga strafbaar feit diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Pengertian ini tentu tidak tepat sebab yang dapat dihukum adalah manusia bukanlah kenyataan, perbuatan ataupun tindakan. Hazewinkel-Suringa mengatakan bahwa strafbaar feit sebagai suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya (Lamintang, 1997:181). Moeljatno
menggunakan
istilah
perbuatan
pidana,
beliau
mendefinisikan sebagai “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut”. Beliau mengatakan bahwa istilah perbuatan pidana lebih tepat dengan alasan sebagai berikut (Moeljatno, 1993:54) : 1) Perbuatan pidana adalah suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan
oleh kelakuan orang, dimana larangan itu ditujukan pada perbuatannya. Sementara itu, ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan kejadian itu; 2) Antara larangan dengan ancaman pidana ada hubungan yang erat. Oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian tadi ada hubungan erat pula; 3) Untuk menyatakan adanya hubungan yang erat itulah, maka dipakailah perkataan perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk pada dua keadaan konkret yaitu pertama, adanya kejadian tertentu (perbuatan), dan kedua, adanya orang yang berbuat atau yang menimbulkan kejadian itu. b. Unsur-Unsur Tindak Pidana Suatu tindak pidana atau delik mengandung dua unsur pokok, yaitu unsurunsur obyektif dan unsur-unsur subyektif. Unsur obyektif adalah unsur-unsur yang terdapat diluar diri manusia yaitu berupa suatu perbuatan yang bersifat melakukan atau melalaikan, akibat tertentu, dan suatu keadaan yang kesemuanya diatur oleh Undang-Undang. Unsur-unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung didalam hatinya. Yang termasuk dalam unsur-unsur subyektif yakni :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
1)
Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);
2)
Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;
3)
Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan.
Menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah: 1) Perbuatan 2) Yang dilarang (oleh aturan hukum) 3) Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan) (Adami Chazawi,
2002:79).
c. Penyalahgunaan Narkotika Sebagai Kejahatan Penyalahgunaan
narkotika
adalah
kegiatan
seseorang
yang
menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum, di mana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penyalahgunaan narkotika di Indonesia sudah sampai ke tingkat yang sangat mengkhawatirkan, korban narkotika bahkan meluas ke semua lapisan masyarakat dari pelajar, mahasiswa, artis, ibu rumah tangga, pedagang, anak jalanan dan lain-lain, tidak hanya di kota besar saja melainkan hingga ke seluruh kota di Indonesia. Penyalahgunaan narkotika, membawa dampak negatif bagi penyalahgunaan narkotika itu sendiri, keluarga, masyarakat maupun Negara. Pihak aparat penegak hukum melihat penyalahguna narkotika sebagai pelaku kriminal, dari pihak ahli sosial melihat penyalahguna narkotika sebagai korban (victim), sedangkan dari pihak ahli kedokteran/ kesehatan melihat penyalahguna narkotika sebagai penderita (pasien) (Dadang Hawari, 2003:12). Penyalahgunaan zat merupakan faktor penyumbang utama untuk perilaku negatif seperti sebagai yang tidak diinginkan yakni membolos, tunawisma, kehamilan, kejahatan dan kekerasan. Banyak remaja ditangkap karena pelanggaran penyalahgunaan narkoba. Namun, ditangkap didasarkan pada evaluasi pada sifat kejahatan, apakah mereka beresiko untuk diri sendiri atau untuk orang lain dan sejarah masa lalu mereka (Fay Williams dan G. Solomon Osho, 2010:463).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 disebutkan bahwa penerapan pemidanaan sebagaimana diatur dalam Pasal 103 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika hanya dapat dijatuhkan pada klasifikasi tindak pidana sebagai berikut: 1)
Terdakwa pada saat di tangkap oleh penyidik Polri dan Penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan
2)
Pada saat tertangkap tangan sesuai butir 1 di atas ditemukan barang bukti pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut: (1) Kelompok matemphetamine (shabu)
: 1 gram
(2) Kelompok MDMA (ekstasi)
: 2,4 gram = 8 butir
(3) Kelompok heroin
: 1,8 gram
(4) Kelompok kokain
: 1,8 gram
(5) Kelompok ganja
: 5 gram
(6) Daun koka
: 5 gram
(7) Meskalin
: 5 gram
(8) Kelompok psilosybin
: 3 gram
(9) Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide) : 2 gram (10) Kelompok PCP (phencyclidine)
: 3 gram
(11) Kelompok fentanil
: 1 gram
(12) Kelompok metadon
: 0,5 gram
(13) Kelompok morfin
: 1,8 gram
(14) Kelompok petidin
: 0,96 gram
(15) Kelompok kodein
: 72 gram
(16) Kelompok bufrenorfin
: 32 gram
Anak-anak yang belum dewasa cenderung mudah dipengaruhi untuk melakukan perbuatan penyalahgunaan narkotika. Menurut Graham Blaine, seorang psikiater (Hari Sasongko, 2003:6). Sebab-sebab penyalahgunaan narkotika ialah:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
1) Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang
2) 3) 4) 5) 6) 7)
8) 9)
berbahaya, dan mempunyai resiko, misalnya ngebut, berkelahi atau bergaul dengan wanita; Untuk menantang suatu otoritas terhadap orang tua, guru, hukum atau instansi yang berwenang; Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seksual; Untuk melepaskan diri dari rasa kesepian dan ingin memperoleh pengalaman-pengalaman emosial; Untuk berusaha agar dapat menemukan arti hidup; Untuk mengisi kekosongan dan mengisi perasaan bosan, karena kurang kesibukan; Untuk menghilangkan rasa frustasi dan kegelisahan yang disebabkan oleh problema yang tidak bisa diatasi dan jalan pikiran yang buntu, terutama bagi mereka yang mempunyai kepribadian yang tidak harmonis; Untuk mengikuti kemauan kawan dan untuk memupuk solidaritas dengan kawan-kawan; Karena didorong rasa ingin tahu (curiosity) dan karena iseng (just for kicks). Ada beberapa tahapan proses ketergantungan narkotika. Tahapan-
tahapan tersebut adalah sebagai berikut (Mardani, 2008:104) : 1) Tahapan eksperimen (The Experimental Stage)
Pada tahap ini adalah alasan utama pemakaian narkotika adalah adanya rasa ingin tahu. 2) Tahap Sosial (The Social Stage)
Pada tahap ini berkaitan dengan aspek sosial dan pengguna yakni pemakaian yang dilakukan bersama teman-teman pada saat kumpul 3) Tahap Instrumental (The Instrumental Stage)
Pada tahap ini penggunaan dapatbertujuan memanipulasi emosi dan tingkah laku, mereka menemukan bahwa pemakaian obat dapat mempengaruhi
perasaan
dan
aksi,mendapatkan
mood,
bertujuan
memperoleh kenikmatan untuk menghilangkan stress dan perasaan tidak nyaman. 4) Tahap Pembiasaan
Pada tahap ini, mereka lebih sensitif, lekas marah, gelisah, depresi, susah berkonsentrasi, sulit tidur dan lain-lain. Sehingga mereka akan memakai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
dengan dosis yang bertambah atau mencoba obat lain untuk menggantikan ketidaknyamanan.
Narkotika berbeda dengan psikotropika, dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dijelaskan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini.
Sedangkan
psikotropika merupakan suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku Di dalam ketentuan Pasal 6
ayat (1) Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa narkotika digolongkan menjadi tiga golongan yaitu narkotika golongan I, narkotika golongan II, dan narkotika golongan III. Golongan-golongan Narkotika tersebut yakni (M.Marwan dan Jimmy, 2009:447): 1) Narkotika golongan I, yaitu narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. 2) Narkotika golongan II, yaitu narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. 3) Narkotika golongan III, yaitu narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Berdasarkan situs dari Badan Narkotika Nasional (BNN), metode pencegahan dan pemberantasan narkoba yang paling mendasar dan efektif adalah promotif dan preventif. Upaya yang paling praktis dan nyata adalah represif. Upaya manusiawi adalah kuratif dan rehabilitatif. Adapun upayaupaya tersebut yakni:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
1) Promotif
Disebut juga program pembinaan. Program ini ditujukan kepada masyarakat yang belum memakai narkoba, atau bahkan belum mengenal narkoba. Prinsipnya adalah dengan meningkatkan peranan atau kegiatan agar kelompok ini secara nyata lebih sejahtera sehingga tidak pernah erpikir untuk memperoleh kebahagiaan semua dengan memakai narkoba. 2) Preventif
Disebut juga program pencegahan. Program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang belum mengenal narkoba agar mengetahui seluk beluk narkoba sehingga tidak tertarik untuk menyalahgunakannya. Selain dilakukan oleh pemerintah (instansi terkait), program ini juga sangat efektif jika dibantu oleh instansi dan institusi lain, termasuk lembaga profesional terkait, lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, ormas dan lain-lain. 3) Kuratif
Disebut juga program pengobatan. Program kuratif ditujukan kepada pemakai narkoba. Tujuannya adalah mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan emakaian narkoba tidak sembarang orang boleh mengobati emakai narkoba. Pemakaian narkoba sering diikuti oleh masuknya penyakit-penyakit berbahaya serta gangguan mental dan moral. Pengobatannya harus dilakukan oleh dokter yang mempelajari narkoba secara khusus. Pengobatan terhadap pemakai narkoba sangat rumit dan membutuhkan kesabaran luar biasa dari dokter, keluarga, dan penderita. Inilah sebabnya mengapa pengobatan pemakai narkoba memerlukan biaya besar tetapi hasilnya banyak yang gagal. Kunci sukses pengobatan adalah kerjasama yang baik antara dokter, keluarga dan penderita. 4) Rehabilitasi.
Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
disebabkan oleh bekas pemakaian narkoba. Seperti kerusakan fisik (syaraf, otak, darah, jantung, paru-paru, ginjal, dati dan lain-lain), kerusakan mental, perubahan karakter ke arah negatif, asosial. Dan penyakit-penyakit ikutan (HIV/AIDS, hepatitis, sifilis dan lain-lain). Itulah sebabnya mengapa pengobatan narkoba tanpa upaya pemulihan (rehabilitasi) tidak bermanfaat. Setelah sembuh, masih banyak masalah lain yang akan timbul. Semua dampak negatif tersebut sangat sulit diatasi. Karenanya, banyak pemakai narkoba yang ketika ”sudah sadar” malah mengalami putus asa, kemudian bunuh diri. 5) Represif
Program represif adalah program penindakan terhadap produsen, bandar, pengedar dan pemakai berdasar hukum. Program ini merupakan instansi pemerintah yang berkewajiban mengawasi dan mengendalikan produksi maupun distribusi semua zat yang tergolong narkoba. Selain mengendalikan produksi dan distribusi, program represif berupa penindakan juga dilakukan terhadap pemakai sebagai pelanggar undang undang tentang narkoba. Instansi yang bertanggung jawab terhadap distribusi, produksi, penyimpanan, dan penyalahgunaan narkoba adalah Badan Obat dan Makanan (POM), Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung/ Kejaksaan Tinggi/ Kejaksaan Negeri, Mahkamah Agung (Pengadilan Tinggi/ Pengadilan Negeri).
d. Pengaturan Tentang Tindak Pidana Narkotika Hakim yang memeriksa perkara narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 103 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat memutuskan kepada terdakwa kasus narkotika untuk pengobatan atau perawatan melalui rehabilitasi, jika terbukti bersalah maupun tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika. Tindak Pidana Narkotika adalah tindakan seseorang yang menyalahgunakan narkotika tidak sebagaimana mestinya sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
2009 tentang Narkotika. Ketentuan mengenai tindak pidana narkotika diatur dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yakni: Pasal 111 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 112 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidanan denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 113 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 114 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk
dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 115 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 116 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). 2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 117 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 118 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 119 Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun 1)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 120 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 121 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 122 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Pasal 123 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 124 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 125 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 126 1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 127 1) Setiap Penyalah Guna: (1) Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun; (2) Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan (3) Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. 2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103. 3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 128 1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2) Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) tidak dituntut pidana. 3) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana. 4) Rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 129 “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
1) memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika
untuk pembuatan Narkotika; 2) memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika; menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; 4) membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.” 3) menawarkan untuk dijual,
Pasal 130 1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut. 2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum.
Pasal 131 ”Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).” Pasal 132 1) Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129, pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut. 2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan secara terorganisasi, pidana penjara dan pidana denda maksimumnya ditambah 1/3 (sepertiga). 3) Pemberatan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun. Pasal 133 1) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115,Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). 2) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk menggunakan Narkotika, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 134 1) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). 2) Keluarga dari Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dengan sengaja tidak melaporkan Pecandu Narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Pasal 135 ”Pengurus Industri Farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Pasal 136 ”Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, baik berupa aset dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud serta barang-barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika dirampas untuk negara.” Pasal 137 ”Setiap orang yang: 1) menempatkan, membayarkan atau membelanjakan, menitipkan, menukarkan, menyembunyikan atau menyamarkan, menginvestasikan, menyimpan, menghibahkan, mewariskan, dan/atau mentransfer uang, harta, dan benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang berasal dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); 2) menerima penempatan, pembayaran atau pembelanjaan, penitipan, penukaran, penyembunyian atau penyamaran investasi, simpanan atau transfer, hibah, waris, harta atau uang, benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang diketahuinya berasal dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).” Pasal 138 ”Setiap orang yang menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).” Pasal 139 ”Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Pasal 140 1) Penyidik pegawai negeri sipil yang secara melawan hukum tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dan Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 2) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 92 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 141 ”Kepala kejaksaan negeri yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” Pasal 142 ”Petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secara melawan hukum tidak melaksanakan kewajiban melaporkan hasil pengujiannya kepada penyidik atau penuntut umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).” Pasal 143 ”Saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).” Pasal 144 1) Setiap orang yang dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun melakukan pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 pidana maksimumnya ditambah dengan 1/3 (sepertiga). 2) Ancaman dengan tambahan 1/3 (sepertiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pelaku tindak pidana yang dijatuhi dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Pasal 145 ”Setiap orang yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 di luar wilayah Negara Republik Indonesia diberlakukan juga ketentuan Undang-Undang ini.” Pasal 146 1) Terhadap warga negara asing yang melakukan tindak pidana Narkotika
dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika dan telah menjalani pidananya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara Republik Indonesia. 2) Warga negara asing yang telah diusir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia. 3) Warga negara asing yang pernah melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di luar negeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia. Pasal 147 ”Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), bagi: 1) pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan; 2) pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman Narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan; 3) pimpinan Industri Farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika Golongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan; atau 4) pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika Golongan I yang bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.” Pasal 148 ”Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika, pelaku dijatuhi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika harus menjalani terapi (pengobatan) serta menjalani rehabilitasi, baik itu rehabilitasi medis yaitu suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika, atau rehabilitasi sosial yakni suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat (M.Marwan dan Jimmy P, 2009:529). Ketentuan mengenai pengobatan dan rehabilitasi diatur dalam pasal 53 sampai dengan 59 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yakni: Pasal 53 1) Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter
dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa Narkotika untuk dirinya sendiri. 3) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai bukti yang sah bahwa Narkotika yang dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 54 “Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.” Pasal 55 1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib
melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Pasal 56 1) Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang
ditunjuk oleh Menteri. rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medis Pecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri. Pasal 57 2) Lembaga
“Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.” Pasal 58 “Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintahan maupun oleh masyarakat.” Pasal 59 1) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal
57 diatur dengan Peraturan Menteri. 2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diatur
dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. Perlindungan terhadap anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza) berdasarkan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan upaya pembinaan meliputi mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan Narkotika, termasuk dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan Narkotika dalam kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan atas. Jika ingin memenangkan perang terhadap narkoba, sangat penting dilakukan program-program pencegahan, dapat ditargetkan untuk kelompok usia remaja dan mereka yang muncul untuk individu yang berisiko menggunakan narkoba. Pendekatan kesehatan masyarakat yakni dengan promotif dan strategi pencegahan melalui pendidikan kesehatan sehingga dapat membantu para pemuda untuk menghindari momok negatif kecanduan obat (Fay Williams dan G. Solomon Osho, 2010:463).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
B. Kerangka Pemikiran
Juvenile Delinquency (kenakalan remaja)
Penyalahgunaan Narkotika
UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Juvenile Delinquency
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
PUTUSAN PN Palaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh
Rasio Penjatuhan Pidana
Kesesuaian Pemberian Sanksi
Seiring dengan perkembangan teknologi dan komunikasi, penyebaran dan penyalahgunaan narkotika telah menjangkau kalangan masyarakat termasuk anak-anak sehingga menyebabkan ketergantungan. Tindak Pidana Narkotika tidak hanya melibatkan orang dewasa tetapi juga anak di bawah umur (di bawah 18 tahun) sebagai subyek yang belum dapat dikatakan dewasa berdasarkan UndangUndang. Anak dibawah umur dalam hal ini dijadikan sebagai alat dan korban dari penyalahgunaan narkotika.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Diundangkannya Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan landasan hukum dalam melakukan pemidanaan terhadap anak di bawah umur yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa. Meskipun pertanggung jawaban anak yang terlibat dengan Tindak Pidana Narkotika tidak diatur secara eksplisit dalam pasal-pasal Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 oleh karena itu harus mengacu pada Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam
Putusan
Pengadilan
Negeri
Pelaihari
Nomor
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh disebutkan bahwa anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana narkotika dijatuhi hukuman pidana serta denda yang sangat besar, seharusnya hukuman tersebut jangan diberikan kepada anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana narkotika karena karena terlalu berat. Hukuman yang seharusnya diberikan adalah pembinaan dan rehabilitasi sehingga tidak mengulangi perbuatannya dan mencegah orang lain untuk melakukannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Peristiwa dalam Putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomer 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh Dalam
putusan
Pengadilan
Negeri
Pelaihari
Nomer
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh yang dibacakan pada hari Kamis tanggal 6 mei 2010 disebutkan bahwa Pengadilan Negeri Pelaihari menjatuhkan putusan kepada: Terdakwa I
Nama
: EDO ALZERU Bin SUNARNO
Tempat lahir
: Pelaihari;
Umur/tanggal lahir : 17 tahun/ 11 April 1992; Jenis Kelamin
: Laki – laki;
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat Tinggal
: Jl. A.Yani Kel. Sarang Halang RT. 05 RW. 03 Kec. Pelaihari Kab Tanah Laut;
Terdakwa II
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Pendidikan
: SMU Kelas 2
Nama
: MUHAMMAD RIZA BAIHAQI Bin H.SAIPUL BAHRI
Tempat lahir
: Pelaihari;
Umur/tanggal lahir : 16 tahun/ 2 Juli 1994 Jenis Kelamin
: Laki – Laki;
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat Tinggal
: Jl. A. Yani Kel. Angsau RT 11 RW 03 No. 3 Kec. Pelaihari Kab Tanah Laut
Agama
: Islam;
Pekerjaan
: Pelajar;
Pendidikan
: Kelas III Tsanawiyah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Terdakwa III
Nama
: IMAN SAPUTRA Bin MUHAMMAD NOOR
Tempat lahir
: Pelaihari;
Umur/tanggal lahir : 17 tahun/ 2 Desember 1992; Jenis Kelamin
: Laki – Laki;
Kebangsaan
: Indonesia;
Tempat Tinggal
: Jl. A. Yani Gang Tirta Darma Kel. Angsau Rt 09 RW 03 Kec. Pelaihari Kab Tanah Laut;
Terdakwa IV
Agama
: Islam;
Pekerjaan
: Pelajar
Pendidikan
: SMA Negeri I Pelaihari ( Kelas 11 IPS 1)
Nama Lengkap
: ERVAN MAULANA Bin NASIRON
Tempat lahir
: Tebing Siring;
Umur/tanggal lahir : 17 tahun/ 24 Mei 1992; Jenis Kelamin
: Laki – Laki;
Kebangsaan
: Indonesia;
Tempat Tinggal
: Kompl Citra Indah Permai No. 18 Blok C Jl. Wortel Kel. Atu – atu Kec. Peaihari Kab Tanah laut;
Terdakwa V
Agama
: Islam;
Pekerjaan
: Pelajar;
Pendidikan
: SMU Kelas III
Nama
: HARI ANJASMARA Bin SURIPTO
Tempat lahir
: Ranggang Luar;
Umur/tanggal lahir : 17 tahun/ 27 Nopember 1992; Jenis Kelamin
: Laki – Laki ;
Kebangsaan
: Indonesia;
Tempat Tinggal
: Desa Ranggang luar RT 7 RW 2 Kec.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Pelaihari Kab Tanah Laut; Agama
: Islam;
Pekerjaan
: Pelajar;
Pendidikan
: SMU Kelas 11 IPS.3 (tamat)
Kasus Posisi: Dimana pada tanggal 9 Desember 2009 sekitar pukul 17.00 WITA para terdakwa tersebut telah ditangkap oleh sdr. Didik Pujianto dan sdr. Ari selaku anggota kepolisian Polres Tanah Laut sedang berada di dalam kamar di rumah orang tua terdakwa I di Jl. A. Yani RT 5 RW 3 Kec. Pelaihari Kab Tanah Laut. Pada awalnya Terdakwa I, IV, V dan Bayu
sepakat untuk
mengkonsumsi sabu – sabu di rumah terdakwa I, sabu-sabu tersebut dibeli oleh terdakwa IV dan V secara patungan dengan harga Rp. 300.000,- dimana uang milik terdakwa IV sebesar Rp. 50.000,- dan terdakwa V sebesar Rp. 250.000,- yang dibeli dari seseorang yang bernama Udin Toke. Sedangkan alat hisapnya menggunakan alat milik Bayu. Selanjutnya terdakwa III menghubungi terdakwa I mengatakan akan menggunakan sabu-sabu yang telah dibelinya dari seseorang yang bernama Beni seharga Rp. 300.000,- bersama terdakwa II di rumah terdakwa I. Melihat kumpulan
pemuda
dan
mencurigai
sedang
mengkonsumsi
narkoba,
masyarakat sekitar rumah tersangka I melaporkan peristiwa tersebut kepada unit Narkoba Polres Tanah Laut. Menindaklanjuti laporan tersebut, tidak beberapa lama kemudian sdr. Didik Pujianto dan Sdr. Ari Suyanto selaku anggota kepolisian Polres Tanah Laut datang ke lokasi bersama saksi yakni H. Surni S.Pd Bin Ramsah selaku ketua RT menggerebek rumah tersangka I dan menangkap para terdakwa. Dalam penangkapan tersebut ditemukan barang bukti berupa 1 paket sabu – sabu, 1 botol alkohol, 2 buah korek api, 2 buah sendok yang terbuat dari plastik sedotan, 1 buah cuttonbut, 1 buah plastik klip sabu. Para terdakwa tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang untuk memiliki atau menguasai Psikotropika golongan I jenis sabu-sabu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Kelima Terdakwa tersebut ditahan dengan jenis penahanan rumah tahanan oleh penyidik sejak tanggal 25 maret 2010, oleh penuntut umum sejak tanggal 26 maret 2010 sampai dengan 30 maret 2010, oleh hakim sejak tanggal 31 maret 2010 sampai dengan 14 april 2010, dan perpanjangan WKPN sejak tanggal 15 april 2010 sampai dengan 2010.
Surat Dakwaan: Atas perbuatan tersebut, berdasarkan surat dakwaan Penuntut Umum tertanggal 31 Maret 2010 dengan Nomor Register Perkara: PDM85/Pelai/Ep.1/03/2010 para terdakwa telah didakwa bahwa mereka berlima secara bersama-sama dan bersekutu maupun bertindak sendiri-sendiri pada hari Rabu 9 Desember 2009 bertempat di rumah orang tua terdakwa Edo Alzeru Bin Sunarno di jalan A. Yani RT 5 RW 3 Kel. Sarang Halang Kecamatan Pelaihari Kab Tanah Laut terbukti secara tanpa hak memiliki menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I jenis sabusabu. Sehingga perbuatan para terdakwa tersebut diancam pidana sesuai dalam pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum: Majelis Hakim yang mengadili perkara ini, mendengar tuntutan pidana yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum dengan tuntutan supaya Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa dengan pidana penjara masing – masing selama 3 tahun dikurangi selama menjalani penahanan sementara dengan perintah tetap ditahan, dan denda sebesar Rp.800.000.000,subsidair 45 hari latihan kerja. Menyatakan barang bukti yang diajukan berupa 1 paket Psikotropika golongan I jenis sabu - sabu dengan berat keseluruhan 0,03 gram, 1 buah pipet dari kaca, 1 buah bong , 2 buah korek mancis, 2 buah sendok, 1 buah katembat, 1 buah plastik klip bekas bungkus sabu – sabu dirampas untuk dimusnahkan dan menetapkan agar para terdakwa jika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
ternyata bersalah dan dijatuhi pidana supaya ia dibebani biaya perkara sebesar Rp 5,000,-
Putusan : Setelah Majelis Hakim mendengar keterangan para saksi, penuntut umum, pengakuan para terdakwa, laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh Balai Permasyarakatan (Bapas) juga melakukan berbagai pertimbangan, maka dalam perkara ini Majelis Hakim menjatuhkan putusan yakni para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kejahatan yakni menguasai narkotika golongan I, menjatuhkan pidana kepada para Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp. 400.000.000,00 dimana apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan wajib latihan kerja selama 25 hari, menetapkan agar barang bukti berupa berupa 1 paket Psikotropika Golongan I jenis sabu sabu dengan berat keseluruhan 0,03 gram, 1 buah pipet dari kaca, 1 buah bong, 2 buah korek mancis, 2 buah sendok, 1 buah katembat, 1 buah plastik klip bekas bungkus sabu – sabu dirampas untuk dimusnahkan serta membebankan kepada Para terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,00.
2. Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana penjara dan denda terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana narkotika berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Palaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh Dalam menjatuhkan putusan terhadap anak di bawah umur yang melakukan
tindak
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh
pidana
narkotika
dalam
perkara
Nomor
Hakim telah membuat pertimbangkan, Adapun
pertimbangan hakim tersebut antara lain: 1) Dakwaan jaksa penuntut umum.
Dakwaan jaksa penuntut umum didasarkan dari hasil pemeriksaan pendahuluan yang dapat disusun tunggal, kumulatif, alternative maupun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
subsidair. Dakwaan tunggal disusun apabila seseorang atau lebih melakukan satu perbuatan saja, sedangkan dakwaan komulatif disusun apabila melakukan lebih dari satu perbuatan dengan susunan sebagai dakwaan kesatu, kedua, ketiga, dan seterusnya. Dakwaan alternatif disusun apabila penuntut umum ragu untuk menentukan peraturan hukum pidana yang akan diterapkan atas suatu perbuatan yang menurut pertimbangan telah terbukti. Didalam prakteknya, dakwaan alternatif tidak dibedakan dengan dakwaan subsidair karena pada umumnya dakwaan alternatif disusun oleh jaksa penuntut umum dalam bentuk subsidair yakni tersusun atas primair atau subsidair. Dalam surat dakwaan Penuntut Umum tertanggal 31 Maret 2010 dengan Nomor Register Perkara: PDM-85/Pelai/Ep.1/03/2010 para terdakwa telah didakwa bahwa mereka berlima secara bersama-sama dan bersekutu maupun bertindak sendiri-sendiri pada hari Rabu 9 Desember 2009 bertempat di rumah orang tua terdakwa Edo Alzeru Bin Sunarno di jalan A. Yani RT 5 RW 3 Kel. Sarang Halang Kecamatan Pelaihari Kab Tanah Laut terbukti secara tanpa hak memiliki menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I jenis sabu-sabu. Penuntut umum dan hakim berusaha membuktikan dan memeriksa melalui alat-alat bukti apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa telah atau tidak memenuhi unsur-unsur seperti yang telah dirumuskan dalam pasal undang-undang, sehingga jika memenuhi unsur-unsur dari pasal yang dilanggar, maka terbuktilah terdakwa telah melakukan perbuatan seperti dalam pasal yang didakwakan kepadanya. Pasal-pasal yang didakwakan inilah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Dalam
putusan
Pengadilan
Negeri
Pelaihari
nomor
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh dimana penuntut umum telah mendakwa para terdakwa dengan dakwaan berbentuk tunggal, yaitu Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan unsur-unsur:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
(1) Setiap orang Yakni para terdakwa tersebut sehat jasmani maupun rohani dan mampu bertanggungjawab terhadap apa yang telah dilakukannya. (2) Melakukan percobaan atau permufakatan jahat Unsur percobaan atau permufakatan jahat, unsur ini sifatnya alternatif dimana terdapat dua perbuatan berbeda, yaitu adanya suatu percobaan dimana menurut Pasal 53 KUHP yang dimaksud percobaan adalah adanya unsur-unsur niat, sedangkan permufakatan jahat adalah suatu kegiatan atau perbuatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dimana bersepakat melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh perundang-undangan. Dalam fakta di persidangan, berdasarkan unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, para terdakwa telah bersepakat menggunakan sabu-sabu, dimana para terdakwa telah menyiapkan alat bong dan sabu-sabu namun terlanjur ditangkap polisi. Sehingga unsur ini terpenuhi. (3) Secara tanpa hak atau melawan hukum Yakni para terdakwa tidak dalam kapasitas memiliki hak untuk memiliki atau menguasai Narkotika jenis sabu-sabu selain itu para terdakwa juga tidak mampu menunjukkan ijin dari pihak yang berwenang untuk memiliki Narkotika jenis sabu-sabu. (4) Memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I. Bahwa para terdakwa memiliki sabu-sabu pada saat digerebek, dimana menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah termasuk narkotika golongan I 2) Keterangan saksi.
Keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti, dimana keterangan dari saksi itu tentang suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan alami sendiri. dan keterangan saksi ini harus disampaikan dalam sidang pengadilan dengan terlebih dahulu melakukan sumpah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
menurut agama atau keyakinannya. Sedangkan keterangan saksi yang disampaikan dalam sidang persidangan yang merupakan rekaan yang diperoleh dari orang lain tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah. Dalam
putusan
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh
Pengadilan
Negeri
Pelaihari
nomor
Majelis Hakim telah mendengar keterangan-
keterangan dari saksi-saksi yaitu Saksi I H. Surni S,Pd Bin Ramsah yang merupakan Ketua RT di RT 5 RW 3 Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut, saksi II Didik Pujianto Bin Laspan yang merupakan anggota kepolisian, dan saksi III Ari Suyanto bin Dwijo Soedarmo yang merupakan anggota kepolisian. Dimana para saksi berada di lokasi kejadian, yang berarti mengetahui penangkapan para terdakwa pada saat mereka tertangkap tangan memiliki narkotika. 3) Keterangan terdakwa.
Keterangan terdakwa diperlukan sebagai alat bukti, yakni terdakwa dalam persidangan memberikan keterangan tentang perbuatan yang dia lakukan atau yang dia ketahui atau dia alami. Keterangan terdakwa juga merupakan jawaban atas pertanyaan baik yang diajukan oleh penuntut umum, hakim, maupun penasihat hukum yang dinyatakan dalam bentuk pengakuan atau penolakan, baik sebagian maupun keseluruhan terhadap dakwaan yang ditujukan kepadanya. Dalam
putusan
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh
Pengadilan
Negeri
Pelaihari
nomor
Majelis Hakim mendengar keterangan para
terdakwa yang menyatakan pengakuan atas dakwaan yang ditujukan kepadanya. 4) Barang bukti.
Barang bukti adalah semua barang yang dapat dikenakan penyitaan dan diajukan oleh Penuntut Umum di dalam persidangan dengan tujuan supaya menambah keyakinan hakim dalam menilai benar atau tidaknya perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa. Dalam putusan Pengadilan Negeri Pelaihari nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh, barang bukti yang diajukan berupa:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
(1) 1 (satu) paket Psikotropika jenis sabu-sabu dengan berat keseluruhan 0,03 gram; (2) 1 (satu) buah pipet dari kaca yang didalamnya sudah terdapat sabusabu; (3) 1 (satu) buah bong lengkap; (4) 2 (dua) buah korek mancis; (5) 1 (satu) buah alkohol dari kaca; (6) 2 (dua) buah sendok/serok yang terbuat dari plastik; (7) 1 (satu) buah plastik klip bekas bungkus sabu-sabu. 5) Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan yang dilakukan oleh Balai
Permasyarakatan (BAPAS) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI terhadap para terdakwa yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan yaitu Syahril Rifani,SH dan Ilhamsyah, S.Sos 6) Hal-hal yang memberatkan dan meringankan pidana
Dalam
putusan
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh
Pengadilan Majelis
Negeri Hakim
Pelaihari
terdapat
nomor
hal-hal
yang
memberatkan dan meringankan para terdakwa: (1) Hal-hal yang memberatkan a. Perbuatan
Para
Terdakwa
tidak
mendukung
program
pemberantasan Narkoba. b. Perbuatan Para Terdakwa dapat meresahkan masyarakat. (2) Hal-hal yang meringankan a. Para terdakwa belum pernah dihukum. b. Para terdakwa masih muda. c. Para terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
B. Pembahasan 1. Alasan Hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara dan denda terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana narkotika berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Palaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh Pada dasarnya yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam hal menjatuhkan berat ringannya pidana terhadap pelaku tindak pidana narkotika yakni apabila terdakwa tersebut melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang telah disebutkan sebagai tindak pidana narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Seseorang dapat dikatakan melakukan tindak pidana apabila telah memenuhi unsur-unsur yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Apabila unsur-unsur yang terdapat dalam pasal yang bersangkutan tidak dipenuhi, maka hakim akan memberikan putusan bebas dari segala tuntutan hukum bagi terdakwa. Majelis Hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Pelaihari nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh mempertimbangkan dakwaan Penuntut Umum yaitu melanggar Pasal 112 ayat 1 jo Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut yakni unsur setiap orang, unsur melakukan percobaan atau permufakatan jahat, unsur secara tanpa hak atau melawan hukum, serta unsur memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika golongan I. Dengan demikian unsur-unsur dalam Pasal 112 ayat 1 jo Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yakni unsur setiap orang, yakni orang atau badan hukum sebagai subyek hukum pidana yang memiliki hak dan kewajiban, memiliki identitas sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum dan kepadanya dapat dimintakan pertanggungjawaban perbuatan yang telah dilakukannya. Dengan melihat fakta di persidangan, para terdakwa membenarkan semua identitas yang ditanyakan majelis kepada para terdakwa, serta sehat jasmani maupun rohani dan mampu bertanggung jawab
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
terhadap apa yang telah dilakukannya. Dengan segala alasan pertimbangan diatas, majelis hakim menyimpulkan bahwa unsur setiap orang dalam hal ini telah terpenuhi. Unsur percobaan atau permufakatan jahat, unsur ini sifatnya alternatif dimana terdapat dua perbuatan berbeda, yaitu adanya suatu percobaan dimana menurut Pasal 53 KUHP yang dimaksud percobaan adalah adanya unsurunsur niat, sedangkan permufakatan jahat adalah suatu kegiatan atau perbuatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dimana bersepakat melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh perundang-undangan. Dalam fakta di persidangan, berdasarkan unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, para terdakwa telah bersepakat menggunakan sabu-sabu dan telah menyiapkan alat bong dan sabu-sabu namun terlanjur ditangkap polisi. Sehingga unsur ini terpenuhi. Unsur secara tanpa hak atau melawan hukum, yakni adanya suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang sebagai subyek pidana, dimana orang tersebut tidak memiliki hak untuk melakukannya atau perbuatan tersebut melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan fakta di persidangan, para terdakwa ditangkap tidak dalam kepastian memiliki hak untuk memiliki atau menguasai narkotika jenis sabu-sabu, selain itu para terdakwa tidak mampu menunjukkan ijin dari pihak yang berwenang untuk memilikinya. Sehingga unsur ini terpenuhi. Unsur memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan I, dalam persidangan sebagaimana laporan pengujian produk terapetik, narkotika, kosmetika, obat tradisional dan produk komplemen bahwa barang bukti milik para terdakwa yang diajukan adalah narkotika golongan I. Sehingga unsur ini terpenuhi. Selain mempertimbangkan unsur-unsur tersebut, seorang hakim harus mempertimbangkan faktor-faktor yang ada dalam diri terdakwa, yaitu apakah terdakwa benar-benar melakukan perbuatan yang dituduhkannya, apakah terdakwa mengetahui perbuatannya tersebut melanggar hukum sehingga dilakukan dengan adanya perasaan takut dan bersalah, apakah terdakwa pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
waktu melakukan perbuatan dianggap sanggup bertanggung jawab atau tidak. Sehingga diharapkan Hakim memberikan putusan sesuai dengan undangundang yang berlaku serta harus berdasarkan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya terdapat dua alat bukti yang sah dan ia (hakim) memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Hal ini berarti adanya dua alat bukti merupakan suatu pembuktian yang harus ada yang ditetapkan oleh undang-undang yaitu dalam Pasal 184 KUHAP yang menyebutkan bahwa alat bukti yang sah ialah : keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Sehingga hakim tidak diijinkan untuk menyimpang dalam menjatuhkan putusannya. Hal ini juga disebutkan dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yakni menentukan bahwa tiada seorangpun yang dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat bukti yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan bahwa seorang yang dianggap bertanggung jawab telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Serta Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan, hakim harus memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusannya sesuai dan adil dengan kesalahan yang dilakukan. Hakim
dalam
menjatuhkan
putusan
pemidanaan
harus
tetap
memperhatikan dan mendahulukan kepentingan para terdakwa yang masih tergolong anak-anak. Berdasarkan teori pemidanaan, yaitu teori gabungan, yaitu penjatuhan pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat dan kejahatan tersebut tidak terulang lagi, jadi bersifat prevensi. Sifat prevensi ini ada dua yaitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
prevensi umum, agar orang lain tidak melakukan kejahatan, dan prevensi khusus, agar pelaku tidak mengulang kejahatan lagi.
.
2. Penjatuhan Sanksi Pidana Penjara dan Denda Dalam Putusan Pengadilan
Negeri
Pelaihari
Nomor
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh
Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, diharapkan menjadi perangkat hukum yang memadai dalam melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak. Di dalam UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak disebutkan adanya pembedaan perlakuan anak di dalam hukum acaranya, di mulai sejak dari penyidikan hingga proses pemeriksaan perkara anak pada saat dilakukan sidang anak. Selain itu dilakukannya pemisahan sidang anak dengan sidang terhadap orang dewasa sangat diperlukan, begitu pula Hakim di dalam persidangan anak berbeda dengan hakim sebagaimana dalam persidangan pada umumnya. Hal ini karena tidak semua hakim dapat menjadi hakim anak. Sejak dilakukan penyidikan hingga diputus pidananya, anak harus didampingi oleh petugas sosial. Pemberian ancaman pidana bagi anak ditentukan oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dimana penjatuhan pidananya ditentukan paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana terhadap orang dewasa. Anak-anak yang melakukan pelanggaran hukum, sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, berhak mendapatkan perlindungan dari sasaran penganiayaaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Selain itu penangkapan, penehanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
terakhir. Jenis pemidanaan terhadap anak tidak terdapat adanya pidana penjara seumur hidup atau pun pidana mati, ketentuan demikian dalam rangka menjamin pertumbuhan fisik dan mental sebagai bentuk perlindungan hukum bagi anak. Pemisahan sidang anak dan sidang dewasa, diperlukan untuk menjamin kesejahteraan anak dalam hal perkembangan pidana dan perlakuannya. Putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh yang menyidangkan anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana narkotika, hakim menyatakan para terdakwa yang kesemuanya masih di bawah umur terbukti bersalah sesuai dengan undang-undang kemudian anak tersebut dijatuhi hukuman 2 (dua) tahun penjara dan denda sebesar Rp 400.000.000,-. Pasti tidak sedikit masyarakat yang memuji sikap hakim atas putusannya. Pemberian hukuman tersebut menurut penulis tidak tepat, tetapi dalam hal ini hakim dihadapkan pada dua kepentingan, yaitu di satu pihak memenuhi kepentingan masyarakat agar hukum dapat ditegakkan tanpa pandang bulu, di lain pihak mengingat masa depan serta kepentingan si anak dan jiwanya belum matang maka kembali kita tinjau tujuan diadakan hukum. Hukum tidak bertujuan untuk memuaskan, tetapi bertujuan menciptakan keadilan yang sesuai dengan kesadaran hukum. Jadi hakim yang bijaksana dalam pemeriksaan di persidangan harus melihat persoalan dari berbagai segi dan patut mempertimbangkan penyebab kesalahan (Wagiati Soetodjo, 2006:44). Setiap pelimpahan berkas perkara dari kejaksaan ke pengadilan, penuntut umum di haruskan melimpahkan berkas dengan surat dakwaan. Adapun tujuan utama dari surat dakwaan dalam pemeriksaan perkara di sidang pengadilan adalah dasar untuk dilakukannya pemeriksaan perkara, sehingga proses pemeriksaan perkara di sidang pengadilan harus didasarkan dari isi surat dakwaan. Dengan adanya surat dakwaan inilah hakim ketua sidang memimpin dan mengarahkan jalannya seluruh pemeriksaan, baik yang menyangkut pemeriksaan alat bukti maupun yang berkenaan dengan barang bukti. Agar hakim tersebut di dalam sidang dapat menguasai proses pemeriksaan yang sesuai dengan surat dakwaan, hakim harus memahami dengan cermat semua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal tindak pidana yang didakwakan serta terampil mengartikan dan menafsirkan pasal tindak pidana yang bersangkutan. Dalam memberikan perintah penahanan bagi pelaku pidana yang masih di bawah umur, para penegak hukum diharapkan memperhatikan kepentingan serta perlindungan terhadap anak yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental maupun sosial anak dan kepentingan masyarakat. Sehingga penahanan hanya merupakan upaya terakhir dalam menyelesaikan suatu perkara setelah dilakukan dengan cara lain tidak mendapatkan jalan keluar (Wagiati Soetodjo, 2006:42). Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak disebutkan bahwa anak yang mengalami masalah kelakuan dengan hukum, diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan menolongnya agar dapat mengatasi hambatan dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh yang memberikan sanksi pidana berupa pidana dan denda yang menurut penulis sangatlah berat, apalagi dalam perkara ini kesemua terdakwa masih dibawah umur. Walaupun sebenarnya tujuan pemidanaan di sini dimaksudkan bukan hanya sekedar pemberian penderitaan dan efek jera kepada pelaku tindak pidana agar ia menjadi takut atau merasa menderita akibat suatu pembalasan dendam terhadap konsekuensi perbuatannya. Pasal 56 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyatakan
bahwa
sebelum
sidang
dibuka,
hakim
memerintahkan
pembimbing permasyarakatan menyampaikan laporan tentang anak yang bersangkutan, dan Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak majelis hakim dalam menjatuhkan putusannya harus mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan (case study) dari pembimbing kemasyarakatan. Laporan penelitian ini sebagai bahan dasar guna menentukan program pembinaan, baik sebelum maupun sesudah keputusan hakim.
Dalam
Putusan
Pengadilan
Negeri
Pelaihari
Nomor
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh, Syahril Rifani S.H dan Ilhamsyah S.Sos bertindak sebagai pembimbing kemasyarakatan, laporan tersebut berisi masalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
sosialnya, kepribadiannya, latar belakang kehidupan para terdakwa di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Dalam hal penahanan dalam rangka penyidikan dalam perkara ini, oleh Penyidik sejak tanggal 25–3–2010 sudah sesuai dengan Pasal 44 Undangundang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yakni paling lama 20 hari dan dapat diperpanjang 10 hari, Penuntut Umum sejak tanggal 26-3-2010 s/d 30-3-2010 sesuai dengan Pasal 46 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yakni paling lama 10 hari dan dapat diperpanjang 15 hari, oleh Hakim sejak tanggal 31-3-2010 s/d 14-4-2010 sesuai dengan Pasal 47 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yakni paling lama 15 hari dan dapat diperpanjang 30 hari. Dalam putusan tersebut, disebutkan hanya menggunakan satu hakim (ARIE ANDHIKA, SH ) tujuan penggunaan hakim tunggal agar sidang perkara anak dapat diselesaikan dengan cepat. Perkara anak yang dapat disidangkan dengan hakim tunggal adalah perkara-perkara pidana yang ancaman hukumannya lima tahun kebawah yang pembuktiannya mudah atau tidak sulit. Dalam putusan ini ancaman pidananya 4 tahun penjara. Hal ini sesuai dengan prosedur pemeriksaan anak di muka sidang yaitu pemeriksaan sidang anak dilakukan oleh hakim khusus yaitu hakim anak. Prosedur pemeriksaan anak di muka sidang yaitu pemeriksaan sidang anak dengan sidang tertutup dimaksudkan agar tercipta suasana tenang, dan penuh dengan kekeluargaan sehingga anak dapat mengutarakan segala peristiwa dan segala perasaannya secara terbuka dan jujur selama sidang berjalan. Terpidana anak ditempatkan di LAPAS anak yang apabila di wilayah tersebut belum terdapat LAPAS anak maka terpidana ditempatkan di LAPAS dewasa tetapi ruangannnya dipisahkan sesuai dengan ketentuaan Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang berbunyi
“Anak
Didik
Pemasyarakatan
ditempatkan
di
Lembaga
Pemasyarakatan anak yang harus terpisah dari orang dewasa.” serta ketentuan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Anak menyebutkan bahwa anak pidana yang belum selesai menjalani pidananya di Lembaga Permasyarakatan Anak dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dipindahkan ke Lembaga Permasyarakatan, dan dipisahkan dari yang telah mencapai umur 21 tahun atau lebih. Jadi terpidana anak tempat menjalani pidananya tidak sama dengan tempat orang dewasa menjalani pidananya. Walaupun demikian, tidak semua kota sudah dibangun Lembaga Permasyarakatan Anak. Maka apabila suatu kota belum memiliki Lembaga Permasyarakatan Anak, penempatannya dipisah dengan terpidana orang dewasa agar terpidana anak dapat menjalani masa pidananya dengan sebaik-baiknya, dan mencegah jangan sampai anak terpengaruh dengan terpidana orang dewasa yang pikirannya sudah stabil. Saharjo, mantan menteri kehakiman RI mengatakan bahwa penghukuman bukanlah hanya melindungi masyarakat semata-mata, melainkan harus pula berusaha membina si pelanggar hukum. Pelanggar hukum tidak lagi disebut penjahat, melainkan ia adalah orang yang tersesat. Seseorang yang tersesat akan selalu dapat bertobat dan ada harapan dapat mengambil manfaat sebesarbesarnya dari sistem pembinaan yang diterapkan kepadanya (Romli Atmasasmita, 1982:12). Sistem pembinaan kepada si pelanggar hukum dengan memberikan
pengertian
norma-norma
kehidupan,
serta
merenungkan
perbuatan yang telah dilakukannya, diharapkan mencegah pengulangan pelanggaran hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menetapkan pengguna psikotropika yang menderita sindrom ketergantungan dapat ikut serta dalam pengobatan dan/atau perawatan. Pengobatan dan/atau perawatan dilakukan pada fasilitas rehabilitasi. Artinya Undang-Undang tentang Narkotika Nomor. 35 Tahun 2009 memberi kewenangan kepada hakim
untuk
mengirim
pengguna
narkotika
di
pusat
rehabilitasi
ketergantungan narkoba apabila pelaku tindak pidana hanyalah sebagai pecandu atau yang menderita sindrom ketergantungan. Dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika berbunyi:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
“Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaanNarkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.” Serta Pasal 67 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, mendapatkan perlindungan khusus yakni melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya rehabilitasi tetap diutamakan terutama para terdakwa hanya sebagai pemakai bukan pengedar. Dalam putusan ini pidana penjara yang dijatuhkan selama 2 tahun dan saat vonis hakim dijatuhkan para terdakwa kira-kira berusia 17 tahun. Hal inilah yang dirasakan berat bagi para terdakwa karena setelah berusia lebih dari 18 tahun maka harus dipindahkan di LP dewasa bukan lagi ditempatkan di Lapas anak. Diperlukan upaya meminimalkan pidana penjara bagi anak karena anak bukanlah miniatur orang dewasa dan pengenaan pidana penjara bagi anak tetap berprinsip pada “ultimum remidium” sebagai upaya terakhir (Rolf Loeber, 141: 1998). Rehabilitasi dimaksudkan untuk memulihkan dan/atau mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosialnya. Tetapi kenyataan jarang hakim mempergunakan kewenangannya ini. Tidak jarang hakim memutus perkara tindak pidana narkoba yang merupakan pecandu dan yang menderita sindrom ketergantungan dengan hukuman penjara/pidana penjara ditambah lagi dengan denda yang apabila denda tidak dibayar akan diganti dengan wajib latihan kerja. Seperti halnya dalam kasus yang dialami terdakwa EDO ALZERU Bin SUNARNO dan teman-temannya yang mendapat vonis hakim selama 2 (dua) tahun penjara dan denda sebesar Rp 400.000.000,- yang apabila denda tidak dibayar maka dapat diganti dengan wajib latihan kerja selama 25 hari. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika tidak mengatur secara spesifik tentang penjatuhan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana narkotika oleh karena itu tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dimana Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak bersifat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
sebagai lex specialis derogat lex generalis. Meskipun di lain sisi tindak pidana narkotika merupakan tindak pidana khusus. Sebagaimana tindak pidana khusus, hakim diperbolehkan untuk memberikan dua hukuman pokok sekaligus yaitu hukuman penjara dan denda. Pidana adalah hukuman yang dijatuhkan atas diri seseorang yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, ancaman pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak yang melakukan tindak pidana sesuai dengan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, paling lama setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Pidana pokok menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 23 ayat 2 terdiri dari: pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, serta pengawasan. Dalam kasus penyalahgunaan narkotika dengan terdakwa EDO ALZERU Bin SUNARNO dan teman-temanya yang mendapat vonis hakim selama 2 (dua) tahun penjara dikarenakan ancaman pidana penjara bagi orang dewasa sesuai pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika: “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah)”, Maka putusan hakim yang dijatuhkan terhadap terdakwa EDO ALZERU Bin SUNARNO dan teman-temanya adalah ½ (setengah) dari 4 tahun dikarenakan terdakwa sebagai anak dibawah umur. Walaupun demikian, menurut penulis vonis hakim berupa pemberian pidana penjara selama 2 (dua) tahun tetaplah berat. Dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Kesejahteraan Anak disebutkan bahwa pemberian hukuman berupa pidana penjara hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum dan hanya dilakukan sebagai upaya terakhir. Seharusnya dihindari upaya pemberian sanksi pidana berupa penjara terutama dalam kasus anak yang terlibat dalam tindak pidana narkotika.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Ada
beberapa
faktor
yang
dapat
dijadikan
pertimbangan
tidak
diperlukannya pidana penjara bagi anak yakni penjara merupakan sekolah kriminal bagi anak karena selama masa menjalani hukuman dapat bertukar pengalaman dalam hal tindak pidana yang dilakukannya dengan para terpidana lainnya yang dewasa. Terlebih lagi apabila Lapas Anak dan dewasa tidak dipisah. Selain itu, setiap anak berhak untuk dapat hidup, berkembang, tumbuh,dan berpartisipasi secara wajar. Anak yang tinggal di penjara atau lembaga tidak bisa hidup normal seperti anak pada umumnya yang mengenyam pendidikan dan bergaul dengan teman seusianya. Penjara bukanlah satu-satunya solusi menangani anak nakal (anak yang bermasalah dengan hukum). Dalam Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan rumusan sanksi dendanya “……pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00….”. Artinya ketika hakim menjatuhkan pidana denda sebesar Rp.400.000.000,- memang tidak menyalahi aturan hukum yang ada namun menurut pendapat penulis denda dengan nominal sebesar Rp. 400.000.000,- dirasa sangat berlebihan dan kurang efektif terhadap anak-anak. Secara umum seorang anak belum mempunyai penghasilan karena masih berstatus sebagai pelajar dan tidak mempunyai kemampuan membayar. Pidana denda selalu diancamkan terhadap semua kejahatan maupun pelanggaran, pada waktu menjatuhkan denda maka di dalam surat keputusannya hakim selalu menentukan berapa hari hukuman kurungan yang harus di jalani sebagai pengganti apabila denda tidak di bayar. Di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak memang tidak mengenal hukuman pengganti dengan berupa kurungan, akan tetapi wajib latihan kerja sebagai pengganti pidana denda. Dengan inilah anak dapat mengembangkan kemampuannya dan mendidik anak yang bersangkutan agar memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya. Dimana apabila tidak mampu membayar denda dapat diganti dengan wajib latihan kerja paling lama 90 hari kerja dan tidak lebih dari 4 jam sehari serta bukan pada malam hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Mengapa dalam kasus ini hakim tidak menggunakan wewenangnya untuk melakukan rehabilitasi kepada keempat terdakwa mengingat terdakwa masih pelajar dan dibawah umur. Dikarenakan terdakwa belum cakap hukum dan disaat usia remaja kondisi jiwa masih labil, memiliki rasa ingin tahu yang besar tentang suatu hal baru. Penjara bukan merupakan solusi yang baik bagi pecandu narkoba karena penjara bukanlah tempat yang kondusif bagi pengguna narkoba untuk mencapai kesembuhan. Hakim masih menggunakan filosofi
pemidanaan
yang
bersifat
restributif
(pembalasan)
daripada
pemidanaan yang bersifat restoratif dengan tujuan untuk memperbaiki (Mahmud Mulyadi, 2008:83). Jika mengacu Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010, pemidanaan terhadap terdakwa yang melakukan tindak pidana narkotika, yakni Terdakwa pada saat di tangkap oleh penyidik Polri dan Penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan, pada saat tertangkap tangan sesuai butir 1 di atas ditemukan barang bukti pemakaian 1 (satu) hari untuk kelompok matemphetamine (shabu) yakni 1 gram. Dalam putusan Pengadilan Negeri Pelaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh
disebutkan bahwa Para
Terdakwa tertangkap tangan akan menggunakan narkotika jenis shabu-shabu, dimana dengan berat keseluruhan 0,03 gram. Jadi berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010, seharusnya Para Terdakwa tidak dapat dijatuhkan pemidanaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan pembahasan terhadap masalah yang diangkat dalam penelitian hukum ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Alasan Hakim menjatuhkan putusan sanksi pidana dan denda terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana narkotika dalam perkara Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh karena Para Terdakwa terbukti bersalah melanggar ketentuan Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yakni Para Terdakwa secara melawan hukum memiliki narkotika tanpa ijin dan telah memenuhi
unsur-unsur
dalam
pasal
tersebut.
Selain
itu
hakim
memperhatikan adanya laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BAPAS. 2. Pemberian sanksi pidana penjara dan denda tidak tepat diberikan kepada anak yang melakukan tindak pidana narkotika, karena 1) Pemberian sanksi pidana penjara secara tidak langsung memberikan
stigma bahwa anak tersebut adalah penjahat, dengan demikian dapat memberikan efek yang negatif bagi anak tersebut baik di saat berada di dalam Lembaga Permasyarakatan maupun setelah keluar dari Lembaga Permasyarakatan. Selain itu pemberian sanksi pidana berupa denda juga tidak tepat untuk di berikan, karena anak tersebut statusnya masih pelajar dan belum mempunyai penghasilan. 2) Dalam Pasal 54 jo Pasal 103 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang
Narkotika
disebutkan
bahwa
pecandu
dan
korban
penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi baik medis maupun sosial, tetapi di dalam putusan Pengadilan Pelaihari Nomor
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
83/Pid.Sus/2010/PN.Plh tidak memerintahkan untuk rehabilitasi bagi para terdakwa. 3) Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun
2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban, Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, disebutkan bahwa yang dapat dijatuhkan pemidanaan adalah mereka yang tertangkap tangan oleh Penyidik polisi dan penyidik BNN dan yang ditemukan barang bukti untuk shabu adalah 1 gram. Adapun di dalam putusan Pengadilan Pelaihari Nomor 83/Pid.Sus/2010/PN.Plh disebutkan bahwa para terdakwa tertangkap tangan memiliki shabu seberat 0,03 gram, sehingga putusan tersebut tidak sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 seharusnya para terdakwa tidak dapat dijatuhi pemidanaan tetapi dengan penempatan dalam lembaga rehabilitasi.
B. Saran 1) Hakim sebaiknya tidak memberikan putusan berupa pidana penjara
maupun denda kepada anak yang melakukan tindak pidana narkotika, karena penjara bukan merupakan solusi yang baik bagi pecandu narkoba karena penjara bukanlah tempat yang kondusif bagi pengguna narkoba untuk mencapai kesembuhan. Selain itu pemberian denda dirasa sangat berlebihan dan kurang efektif terhadap anak-anak. Secara umum seorang anak belum mempunyai penghasilan karena masih berstatus sebagai pelajar dan tidak mempunyai kemampuan membayar. 2) Seharusnya anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika
mendapatkan perlindungan khusus yakni melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi baik medis maupun sosial oleh pemerintah dan masyarakat.
commit to user