perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IMPLIKASI YURIDIS PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH NO: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 TENTANG PENCABUTAN DAN PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI NOMOR 11 DAN 15 TERHADAP STATUS TANAH SRIWEDARI SEBAGAI ASET PEMERINTAH KOTA SURAKARTA
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : RIZHA PUTRI RIADHINI NIM : E 0008095
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
IMPLIKASI YURIDIS PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH NO: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 TENTANG PENCABUTAN DAN PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI NOMOR 11 DAN 15 TERHADAP STATUS TANAH SRIWEDARI SEBAGAI ASET PEMERINTAH KOTA SURAKARTA
Oleh : Rizha Putri Riadhini NIM : E. 0008095
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta,
Juni 2012
Dosen Pembimbing Skripsi
Lego Karjoko, S.H. , M.H. NIP. 19630519 198803 1 001
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) IMPLIKASI YURIDIS PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH NO: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 TENTANG PENCABUTAN DAN PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI NOMOR 11 DAN 15 TERHADAP STATUS TANAH SRIWEDARI SEBAGAI ASET PEMERINTAH KOTA SURAKARTA Oleh : Rizha Putri Riadhini NIM : E 0008095 Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Tanggal
: Kamis : 28 Juni 2012
DEWAN PENGUJI
1. Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. Ketua
: …………………………….
2. Rahayu Subekti, S.H., M.Hum. Sekretaris
: …………………………….
3. Lego Karjoko, S.H., M.H. Anggota
: …………………………….
Mengetahui Dekan,
Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. commit to user NIP. 195702031985032001
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Rizha Putri Riadhini
NIM
: E 0008095
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul “IMPLIKASI YURIDIS PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH NO: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 TENTANG PENCABUTAN DAN PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI NOMOR 11 DAN 15 TERHADAP STATUS TANAH SRIWEDARI SEBAGAI ASET PEMERINTAH KOTA SURAKARTA” adalah betul-betul karya sendiri. Halhal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini. Surakarta,
Juni 2012
yang membuat pernyataan
Rizha Putri Riadhini NIM. E. 0008095
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Rizha Putri Riadhini, E0008095. 2012. IMPLIKASI YURIDIS PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH NO: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 TENTANG PENCABUTAN DAN PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI NOMOR 11 DAN 15 TERHADAP STATUS TANAH SRIWEDARI SEBAGAI ASET PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui proses penghapusan Tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta dan legalitas perbuatan hukum Pemerintah Kota Surakarta setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No: Sk.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15. Penulisan hukum ini termasuk penelitian hukum normatif, bersifat preskiptif dan teknis atau terapan dengan menggunakan sumber bahan hukum, baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dengan cara studi kepustakaan melalui pengumpulan peraturan perundang-undangan, buku, dan dokumen lain yang mendukung, diantaranya UUPA dan peraturan perundang-undangan lain terkait penghapusan aset tanah dan/atau bangunan dari daftar inventaris Pemerintah Kota serta melalui cyber media. Penulisan hukum ini, penulis menggunakan analisis dengan metode silogisme deduksi dan interprestasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat dihasilkan simpulan bahwa setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 menyatakan tanah Sriwedari statusnya menjadi tanah negara, sehingga tanah Sriwedari masih tercatat dalam neraca aset daerah Kota Surakarta. Alasannya karena tanah Sriwedari sudah lama dikuasai oleh Pemerintah Kota Surakarta. Jika dilakukan penghapusan dari neraca aset daerah maka diperlukannya persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perbuatan Pemerintah Kota Surakarta tidak menghapus tanah Sriwedari dari neraca aset daerah merupakan perbuatan melawan hukum karena Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 merupakan pelaksanaan dari putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg jo. Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN SBY jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 125 K/TUN/2004 jo. Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 29 PK/TUN/ 2007 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sehingga,bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007. Disamping itu, Pemerintah Kota Surakarta melakukan penyalahgunaan keuangan daerah terkait dengan pengelolaan Tanah Sriwedari yang melanggar asas kepastian hukum dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1999. Kata Kunci : Tanah Sriwedari sebagai Aset, Perbuatan Hukum Pemerintah Kota Surakarta commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Rizha Putri Riadhini, E0008095. 2012. LEGAL IMPLICATIONS FOR ISSUANCE OF THE DECREE OF THE HEAD OFFICE PROVINCIAL NATIONAL LAND AGENCY REGION CENTRAL JAVA NO: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 ABOUT REVOCATION AND CANCELLATION OF CERTIFICATES OF USE NUMBER 11 AND 15 ON THE STATUS OF SRIWEDARI LAND AS SURAKARTA GOVERNMENT’S ASSET. Faculty of Law Sebelas Maret University. This study aims to determine the removal process of Sriwedari land as Surakarta Goverment’s assets and the legality of the Surakarta Government’s action by issuing the Decree of the Head Office of the National Land Agency of Central Java Province No.: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 About Revocation and Cancellation of Certificate of Right to Use No. 11 and 15. This study uses normative research methods which is prescriptive and adaptive using legal source materials, including primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The legal materials collected by library research through collecting the legislation, books, and other supporting documents, including the principal agrarian legislation (UUPA) and other legislation related to the removal of land assets and / or the building of the City Government’s inventory list and cyber media. This paper analyzed by syllogistic deduction and interpretation method. Based on this study obtained results that after issuance of the Decree of the Head Office of the National Land Agency of Central Java Province No.: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 state that the status of Sriwedari land become the ground state, so the Sriwedari land still listed on the balance sheet of regional assets of the city of Surakarta. It’s because the Sriwedari land had long been controlled by the Surakarta City Government. If removed from the balance sheets of regional assets, it needs the approval of the Regional Representatives Council. Surakarta City Government abused the law by not removing Sriwedari land from the balance sheets of regional asset because the Decree of the Head Office of the National Land Agency of Central Java Province No.: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 is an the implementation of Justice Arrange the Effort State of Semarang decision No. 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg juncto High Court Arrange the Effort State of Surabaya decision No. 122/B.TUN/2003/PT.TUN SBY juncto. Kasasi of Appellate Court of Republic Of Indonesia decision No. 125 K/TUN/2004 juncto court rulings legally binding the judicial review decision No. 29 PK/ TUN/ 2007 had inkracht. Thus, it opposed to Government Regulation No. 6 of 2006 and the Regulation of the Minister of Home Affairs No. 17 of 2007. Beside that, Surakarta City Government do the related area finance abuse with the management of Sriwedari land which opposed rule of law in Law No. 26 Year 1999. Keywords: Sriwedari Land as Assets, Surakarta City Government Legal Actions
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Don’t put off until tomorrow what you can do today (John F. Kennedy)
Kegagalan merupakan awal keberhasilan dan kesuksesan. Kesuksesan mampu menghapus kegagalan yang bertahun-tahun (Rizha Putri Riadhini)
Satu-satunya ukuran keberhasilan anda yang jujur adalah apa yang sedang anda lakukan dibandingkan dengan potensi anda yang sebenarnya (Paul J.Meyer)
Masalah bukan merupakan beban hidup melainkan pengalaman hidup. Pengalaman hidup diperoleh darimana kita mampu memecahkan suatu masalah dalam hidup (Rizha Putri Riadhini)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini didedikasikan kepada: 1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Penelitian Hukum ini . 2. Ayahanda Riyadhi, Ibunda Misni Khaerani dan kakak tercinta Muh. Afrizal Firmansyah
serta adik tercinta Muh.Ardian Ferdiansyah yang
selama ini telah memberi kasih sayang dan doa serta dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini. 3. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penulisan hukum ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan Bapak, Ibu, rekan-rekan menjadi amalan dan mendapat balasan kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa. 4. Almamater tercinta Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) yang berjudul “IMPLIKASI YURIDIS PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH NO: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 TENTANG PENCABUTAN DAN PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI NOMOR 11 DAN 15 TERHADAP
STATUS
TANAH
SRIWEDARI
SEBAGAI
ASET
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA”. Penulisan hukum ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan hukum ini membahas tentang legalitas perbuatan hukum Pemerintah Kota Surakarta setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah
Badan
Pertanahan
Nasional
Provinsi
Jawa
Tengah
No:
Sk.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 terhadap status Tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis dengan besar hati akan menerima segala masukan yang dapat memperkaya pengetahuan penulis di kemudian hari. Penulisan hukum ini dapat selesai maka dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya dalam penulisan hukum ini : 1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dalam penyusunan penulisan hukum ini.
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, atas segala bantuan, bimbingan, dan pengarahannya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan hukum ini. 4. Bapak Dr. M. Hudi Asrori S, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, atas segala dorongan dan bimbingannya kepada penulis. 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan keikhlasan dan kemuliaan hati telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 6. Bapak dan Ibu di Bagian Akademik, Bagian Kemahasiswaan, Bagian Tata Usaha dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 7. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penulisan hukum ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan Bapak, Ibu, rekan-rekan menjadi amalan dan mendapat balasan kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa. Demikian, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
Surakarta,
Juni 2012
Penulis
Rizha Putri Riadhini
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI
iii
HALAMAN PERNYATAAN
iv
ABSTRAK
v
HALAMAN MOTTO
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
viii
KATA PENGANTAR
ix
DAFTAR ISI
xi
DAFTAR SKEMA
xiii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1
B. Rumusan Masalah
10
C. Tujuan Penelitian
10
D. Manfaat Penelitian
11
E. Metode Penelitian
12
F.
17
Sistematika Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori
19
1. Tinjauan Umum tentang Kedudukan, Kewenangan, dan Tindakan Hukum Pemerintah
B.
19
2. Tinjauan Umum tentang Barang Milik Daerah
28
3. Tinjauan Umum tentang Konversi Hak Barat
36
4. Tinjauan Umum tentang Cagar Budaya
43
Kerangka Pemikiran
45
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Riwayat Penguasaan Taman Sriwedari commit to user 2. Proses Penghapusan Tanah Sriwedari Sebagai Aset
xi
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pemerintah Kota Surakarta
62
3. Legalitas Perbuatan Hukum Pemerintah Kota Surakarta dalam Memelihara Tanah Sriwedari Setelah Penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No.: SK/17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15
72
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan
90
B. Saran
90
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SKEMA
Halaman
Skema 1.
Skema Kerangka Pemikiran .......................................................
commit to user
xiii
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang seharusnya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana cara melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah. Hukum harus dibedakan dari hak dan kewajiban, yang timbul kalau hukum itu diterapkan terhadap peristiwa konkrit (Soedikno Mertokusumo, 2005: 41). Konsep negara hukum, setiap tindakan pemerintah dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan atau dalam rangka merealisir tujuan negara harus memiliki dasar hukum atau dasar kewenangan. Setiap aktifitas pemerintah
harus
berdasarkan
hukum
dengan
istilah
asas
legalitas
(legaliteitsbeginsel atau wetmatigheid van bestuur), artinya setiap aktifitas pemerintah harus memiliki dasar pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku tersebut maka aparat pemerintah tidak memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya (Indriharto, 1993: 83). Berdasarkan teori kedaulatan hukum, bahwa pemerintah memperoleh kekuasaannya bukanlah dari Tuhan, raja, negara, maupun rakyat, akan tetapi berasal dari hukum yang berlaku. Dengan demikian yang berdaulat di dalam negara adalah hukum. Pemerintah maupun rakyat memperoleh kekuasaannya dari hukum serta harus tunduk kepadanya (SF Marbun dkk, 2001:27-28). Negara hukum bukan hanya sebagai negara yang mempunyai seperangkat hukum formal. Dasar negara dalam setiap tindakan baik pemerintah dan rakyat yaitu berdasarkan hukum. Hukum ada karena tiga alasan sebagaimana dinyatakan commit to user oleh Radbruch yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Dalam kehidupan 1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
negara hukum cita-cita atau tujuan utamanya adalah mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Hal ini tercantum dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang terdapat empat tujuan nasional yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (http://fatahilla.blogspot.com/2010/08/negara-hukum-indonesia.html). Karakteristik negara hukum Pancasila sebagaimana dalam unsur-unsur yang ada dalam negara Indonesia, yaitu sebagai berikut (http://sukatulis.wordpress.com/2011/09/22/negara-hukum-indonesia/): 1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan; 2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara; 3. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir; 4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban. Negara hukum merupakan salah satu tekad pemerintah sebagai konsekuensi logis untuk melaksanakan pembangunan nasional dan sebagai salah satu sarana penegakan keadilan bagi anggota masyarakat. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) telah mengatur masalah pertanahan di Indonesia sebagai salah satu peraturan yang harus dipatuhi. Timbulnya sengketa hukum bermula dari pengaduan oleh para pihak baik orang maupun badan yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya. Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, antara lain antara perorangan dengan perorangan, perorangan dengan badan hukum, badan hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya. Salah satunya adalah sengketa Tanah Sriwedari, sengketa pertanahan antara kelompok ahli waris RMT.Wirjodiningrat dengan instansi pemerintah yaitu Pemerintah Kota Surakarta dan Badan Pertanahan Nasional maupun dengan pihak commit to user lain.
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tanah Sriwedari yang berada di jalan utama merupakan etalase Kota Surakarta dan aset bagi masyarakat Kota Surakarta. Tanah Sriwedari adalah surganya Kota Solo sehingga tidak untuk diubah menjadi bangunan komersial. Tanah Sriwedari sebagai taman, pustaka, pujangga dan pusat budaya di kota Surakarta(http://nasional.kompas.com/read/2008/08/06/16443954/taman.sriwedari .dikembalikan.seperti.aslinya). Dahulu Tanah Sriwedari bernama Taman Rojo Koyo. Tanah Sriwedari pada mulanya dibangun dengan tujuan untuk kawasan rekreasi, hiburan dan tempat peristirahatan bagi keluarga istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Pencetus dibangunnya taman tersebut adalah Sri Susuhunan Pakubuwono X yang bertahta pada periode tahun 1893 sampai tahun 1939. Dahulu kawasan Tanah Sriwedari yang dibangun pada tahun 1899 ini juga dikenal dengan sebutan Bon Rojo
(berasal
dari
istilah
Kebon
Rojo
yang
berarti
Taman
Raja)
(http://www.kerajaannusantara.com/id/surakarta-hadiningrat/taman).Keberadaan Tanah Sriwedari saat ini masih terjadi polemik yang beragam, baik dari sudut pandang ahli waris, budayawan, akademisi, tokoh masyarakat, Badan Pertanahan Nasional maupun Pemerintah Surakarta. Tahun 1874, seorang Belanda Johannes Busselar membeli tanah Sriwedari dengan status Recht van Eigendom dari seorang Belanda lainnya. Tanah itu lantas dibeli RMT. Wiryodiningrat tahun 1877. Setelah keluar Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tanggal 24 September tahun 1960, status kepemilikan tanah didaftarkan kembali namun hanya mendapat status Hak Guna Bangunan Nomor 22 karena baru didaftarkan tahun 1965. Hal itu merupakan sengketa
berawal
(http://regional.infogue.com/jawa_dialog_sengketa_taman_sriwedari_buntu_). Pada tahun 1970 ahli waris mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Surakarta yang dilakukan pada tanggal 27 Oktober 1970 dengan perkara nomor 147/1970 dan pada tanggal 29 Agustus 1975 perkara perdata tersebut telah diputus oleh Pengadilan Negeri Surakarta dengan amar putusannya : 1. Penggugat adalah ahli waris RMT.Wirjodiningrat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
2. Tanah persil RVE. Nomor 295 dan bangunan adalah milik syah Alm. RMT.Wirjodiningrat yang belum dibagi waris. Berdasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Surakarta, pihak tergugat atau Pemerintah Kota Surakarta melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Semarang dengan perkara nomor 26/1978/pdt/PT.Smg dan pada tanggal 6 April 1979 Pengadilan Tinggi Semarang telah memutuskan perkara tersebut dengan amar putusan tidak menghukum siapapun dan putusan Pengadilan Tinggi Semarang tersebut berarti para ahli waris RMT.Wirjodiningrat kalah. Selanjutnya para ahli waris melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Upaya kasasi yang diajukan oleh para ahli waris membuahkan hasil dengan dikeluarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 17 Maret 1983 dengan No. 3000 K/Sip/ 1981 bahwa para tergugat (Pemerintah Kota Surakarta) untuk membayar ganti rugi dan menyerahkan persil tanah Sriwedari kepada penggugat (ahli waris RMT.Wirjodiningrat). Pemerintah Kota Surakarta hanya membayar ganti rugi kepada ahli waris RMT.Wirjodiningrat dan Badan Pertanahan Nasional menerbitkan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 atas nama Pemerintah Kota Surakarta. Berkaitan dengan terbitnya sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 atas nama Pemerintah Kota Surakarta tersebut, pihak ahli waris RMT.Wirjodiningrat mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang dan menghasilkan putusan dengan perkara nomor 75 G/TUN/2002/PTUN.Smg dengan amar putusan bahwa menyatakan batal sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 serta memerintahkan tergugat (Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta ) untuk mencabut sertifikat Hak Pakai 11 dan 15. Putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara yang mengabulkan gugatan pembatalan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15, pihak Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta melakukan upaya hukum banding ke tingkat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya dengan perkara Nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN Sby. Putusan upaya hukum banding yang dilakukan commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta adalah menghukum tergugat (para ahli waris RMT.Wirjodiningrat) untuk membayar biaya perkara. Para ahli waris RMT.Wirjodiningrat juga melakukan kasasi di tingkat Mahkamah Agung. Salinan keputusan Mahkamah Agung yang diterima pada tanggal 13 November 2006. Keputusan Mahkamah Agung yang tertuang dalam keputusan perkara No.125 K/TUN/2004 tertanggal 20 Februari 2006, antara Suharni dan sejumlah ahli waris
lainnya melawan Kantor Pertanahan Kota
Surakarta, mengabulkan permohonan kasasi serta memerintahkan tergugat (Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta) untuk mencabut sertifikat Hak Pakai No.11 dan 15 (Anonim. Soloraya: MA:Tanah Sriwedari milik ahli waris Wiryodiningrat.13 Desember 2006). Pada tanggal 22 Maret 2007 Pengadilan Negeri Surakarta memberikan peringatan
(aanmaning)
kepada
Pemerintah
Kota
Surakarta,
Yayasan
Radyopustoko, Penguasa Keraton dengan berita acara aanmaning Nomor 08/Eks/2007/PN.Surakarta. Terkait dengan putusan kasasi yang menyatakan Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta untuk mencabut sertifikat Hak Pakai No. 11 dan 15 tersebut, Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta juga melakukan upaya hukum peninjauan kembali. Putusan peninjauan kembali dengan perkara nomor 29 PK/TUN/2007 yang diputuskan pada tanggal 17 April 2009 menyatakan menolak peninjauan kembali dari Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta dan memerintahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta untuk membayar biaya perkara. Pencabutan dan pembatalan sertifikat hak pakai nomor 11 dan 15 tersebut, pihak ahli waris RMT.Wirjodiningrat mengajukan permohonan eksekusi pembatalan dan pencabutan sertifikat hak pakai Nomor 11 dan 15 ke Pengadilan Tata Usaha Negera Semarang dan dikabulkan dengan penetapan resmi pada tanggal 19 Desember 2007 nomor 75/Laks.Pts/2002/PTUN.Smg bahwa memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta untuk melaksanakan Putusan
Pengadilan
Tata
Usaha
Negara
Semarang
Nomor
75
G/TUN/2002/PTUN.Smg tanggal 17 Juni 2003 yang telah dibatalkan Pengadilan commit to user Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya dengan Putusan Nomor
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
122/B.TUN/2003/PT.TUN Sby tanggal 12 November 2003 dan kasasi dikabulkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Putusan Nomor 125K/ TUN/2004 tanggal 20 Februari 2006. Putusan
Pengadilan
Tata
Usaha
Negara
Semarang
Nomor
75/G/TUN/2002/PTUN.Smg tanggal 17 Juni 2003, jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN Sby tanggal 12 November 2003, jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 125 K/TUN/2004 tanggal 20 Februari 2006, jo Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 29 PK/TUN/ 2007 tanggal 17 April 2009 telah memiliki kekuatan hukum tetap, namun pihak Pemerintah Kota Surakarta melakukan pembangunan pagar dan gapura di atas lahan Tanah Sriwedari dengan menggunakan anggaran dana APBD pada tahun 2008. Upaya pembuatan pagar itu sebagai bagian dari program penataan kota, bukan sebagai upaya menguasai tanah Tanah Sriwedari yang masih dalam sengketa (http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=180479&actmenu=38). Kondisi Tanah Sriwedari Solo, Jawa Tengah, yang tidak tertata, Pemerintah Kota Surakarta merencanakan Tanah Sriwedari dikembalikan seperti aslinya dan pembangunannya dilakukan secara bertahap. Tahap pertama yang dilakukan adalah pembangunan pagar dan pintu gerbang dengan dana total Rp1,2 miliar. Dana sebesar Rp1,2 miliar yang disediakan untuk pembangunan pagar dan pintu gerbang taman tersebut dari APBD tahun 2008 Pemerintah Kota Surakarta, dan akan dikerjakan awal September 2008 (Anonim. Kompas: Taman Sriwedari Dikembalikan Seperti Aslinya. 06 Agustus 2008). Penetapan resmi Nomor 75/Laks.Pts/2002/PT TUN Smg, Badan Pertanahan Nasional Kota Surakarta melakukan Risalah Pengolahan Data nomor 01/RPD/VI/2008 tanggal 9 Juli 2008. Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 2008 Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Surakarta menyetujui pembatalan sertifikat hak pakai 11 dan 15 Nomor 570/2759/33/2008. Selanjutnya Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan Risalah Pengolahan Data Nomor 16/RPD/Pbt/VII/2011 tanggal 11 Juli 2011. commit to user Berdasarkan Risalah Pengolahan Data Nomor 16/RPD/Pbt/VII/2011, pada tanggal
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
20 Juli 2011 Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah
mengeluarkan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi Jawa Tengah Nomor SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuataan hukum tetap yang menyatakan status tanah Sriwedari menjadi tanah negara. Sengketa berkepanjangan Tanah Sriwedari Solo antara Pemerintah Kota Surakarta dengan pihak yang mengklaim sebagai ahli waris usai. Menurut Joko Widodo, selaku Walikota Surakarta, dengan dikembalikan Tanah Sriwedari menjadi tanah negara, maka mudah untuk mengajukan hak pengelolaan atas Tanah Sriwedari. Tanah Sriwedari saat ini menjadi status tanah negara berarti siapapun berhak atas tanah Sriwedari baik itu Pemerintah Kota Surakarta maupun ahli
waris
RMT.Wirjodiningrat
(http://www.detiknews.com/read/2011/07/30/161221/1692933/10/ma-putuskanlahan-taman-sriwedari-solo-dikembalikan-ke-negara). Kebijakan dalam pengelolaan barang, baik barang milik negara maupun barang milik daerah mengalami perubahan sejak dikeuarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Hal ini sejalan dengan perubahan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan di daerah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah kemudian diamandemen melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Local Government has devolved central government authorities and responsibilities to local governments for all the administrative sectors except security and defense, foreign policy, monetary and fiscal matters, justice and religious affairs. The authorities of Kabupaten (regencies) and Kota (municipalities) cover all tothe commit userother sectors of administrative
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
authority including agriculture (Tomohide Sugino, 2010. Vol. 2(10), pp. 359-367). Adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka dalam penyelenggaran tugas pemerintah itu diberikan kepada Pemerintah daerah dengan desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sehingga,
dengan
adanya
desentralisasi
diharapkan
dalam
penyelenggaran pemerintahan di daerah mampu meningkatkan kesejahteraan. Local government is defined as government, by popularly elected bodies, charged with the administration and executive duties in matters concerning the inhabitants of a particular district or place (Appadorai, 1975). Agagu (1997) conceives the local government as a government at the grassroots level of administration meant for meeting peculiar needs of the people. In his analysis, he viewed local government as a level of government which is supposed to have its greatest impact on the people of the grassroots (Tolu Lawal and Abegunde Oladunjoye, 2010 : 228-229). Pengelolaan Barang Milik Daerah mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan perubahannya oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Pengelolaan barang milik daerah merupakan bagian dari pengelolaan keuangan daerah yang dilaksanakan secara terpisah dari pengelolaan barang milik negara(http://manajemenasetpolban.web.id/berita/berita-pemerintahan/30inventarisasi-dan-penilaian-barang-milik-daerah-why-not.html). Tanah Sriwedari merupakan aset Pemerintah Kota Surakarta. Tanah Sriwedari terdapat beberapa aset yakni Stadion Sriwedari, Museum Radya Pustaka, dan Gedung Wayang Orang yang dikelola oleh Pemerintah Kota Surakarta. Pengelolaan aset daerah dilakukan oleh Pemerintah daerah, yaitu Gubernur, Bupati, atau Walikota. Pengelolaan barang milik daerah sebagai bagian dari pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah Daerah selaku pengelola dan pengguna Barang Milik Daerah (BMD) memiliki peran yang strategis dalam commit to user pengelolaan dan pemanfaatan aset daerah agar memiliki nilai operasional dan nilai
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
ekonomis yang tinggi bagi pemerintah daerah. Oleh karena itu, aset di daerah juga di tata sedemikian rupa sehingga menjadi lebih baik. Beberapa aset tersebut menjadikan posisi Tanah Sriwedari adalah milik publik, ikon kota Solo serta sebagai situs budaya yang dilindungi undang-undang sehingga menjadi aset negara sekaligus kekayaan budaya bangsa Kota Surakarta. Aset Tanah Sriwedari menurut Pemerintah Kota Surakarta merupakan ikon budaya sehingga dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Hal ini dikarenakan pengelolaan dari Tanah Sriwedari itu memberikan sumber pendapatan daerah Kota Surakarta dan Tanah Sriwedari yang berfungsi sebagai tempat kebudayaan Surakarta seperti museum Radyopustoko dan Gedung Wayang Orang. Berkaitan dengan penerbitan SK.17/Pbt/BPN.33/2011 yang menyatakan tanah Sriwedari kembali menjadi status tanah negara berarti pihak Pemerintah Kota Surakarta maupun pihak ahli waris RMT.Wirjodiningrat berhak atas tanah Sriwedari, namun Pemerintah Kota Surakarta tidak akan menghapus lahan Sriwedari dari daftar aset Pemerintah Kota Surakarta. Alasan pihak Pemerintah Kota Surakarta tidak akan menghapus lahan Sriwedari dari aset daerah Pemerintah Kota Surakarta karena lahan Sriwedari menjadi ikon budaya Kota Surakarta dan menjadi ruang publik serta Tanah Sriwedari sebagai jati diri dan identitas Kota Solo sehingga sebagai pihak yang menguasainya berusaha untuk mempertahankan Tanah Sriwedari sebagai ikon publik di tengah Kota Surakarta (Arif M Iqbal. Suara Merdeka: Upaya Penghapusan Aset Pemkot Belum Berjalan 12 Juli 2011). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis telah meneliti guna penulisan hukum tentang masalah penghapusan Tanah Sriwedari sebagai aset pemerintah Kota Surakarta, dalam skripsi yang berjudul: “IMPLIKASI YURIDIS PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA TENGAH NO:SK.17/Pbt/BPN.33/2011 TENTANG PENCABUTAN DAN PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK PAKAI NOMOR 11 DAN 15 commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
TERHADAP
STATUS
TANAH
SRIWEDARI
SEBAGAI
ASET
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA”. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu tulisan ilmiah untuk menentukan hasil dan kualitas penelitian. Berdasarkan deskripsi latar belakang permasalahan, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana proses penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta? 2. Apakah perbuatan hukum Pemerintah Kota Surakarta terkait dengan tanah Sriwedari dapat dibenarkan oleh hukum setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan Dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15? C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai, dari penelitian ini dapat memberikan masukan yang berarti sehingga mampu menyelesaikan permasalahan yang ada, berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif Tujuan objektif penelitian guna penulisan hukum adalah : a. Untuk memberikan preskripsi mengenai penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta. b. Untuk memberikan preskripsi mengenai perbuatan hukum Pemerintah Kota Surakarta terkait dengan tanah Sriwedari setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan Dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15.
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Tujuan Subyektif Tujuan subjektif penelitian guna penulisan hukum adalah : a. Untuk menambah dan memperluas pengetahuan penulis mengenai hukum nasional dalam bidang Hukum Administrasi Negara khususnya mengenai sengketa pertanahan lahan sriwedari dan penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta setelah Penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15. b. Untuk melatih kemampuan penulis dalam menerapkan konsep-konsep atau teori-teori hukum yang diperoleh penulis selama masa perkuliahan guna menganalisis mengenai penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta terkait dengan tanah Sriwedari. D. Manfaat Penelitian Tiap penelitian harus dapat memberikan manfaat bagi pemecahan masalah yang diselidiki. Sehingga, perlu dirumuskan secara jelas tujuan penelitian yang bertitik tolak dari permasalahan yang diungkap. Suatu penelitian setidaknya harus mampu memberikan manfaat praktis bagi kehidupan masyarakat. Manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis penelitian ini adalah : a. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum administrasi pada umumnya dan Hukum Agraria pada khususnya serta dapat dipakai sebagai acuan terhadap penulisan maupun penelitian sejenis untuk tahap berikutnya. b. Memberikan penjelasan tentang penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat commit to user Hak Pakai Nomor 11 dan 15.
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini adalah memberikan masukan bagi Pemerintah Kota Surakarta dan Badan Pertanahan Nasional tentang Implikasi Yuridis Penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Provinsi
Jawa
Tengah
No:Sk.17/Pbt/BPN.33/2011
Tentang
Pencabutan Dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 Terhadap Status Tanah Sriwedari Sebagai Aset Pemerintah Kota Surakarta. E. Metode Penelitian Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006 :35). Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atas isu yang diajukan (Peter Mahmud Marzuki, 2006 :41). Masalah pemilihan metode penelitian menjadi masalah yang sangat penting dan menentukan dalam suatu penelitian, karena nilai, mutu, dan hasil penelitian sangat bergantung dan ditentukan oleh metode penelitian yang digunakan. Peneliti harus cermat dalam memilih dan menggunakan metode penelitian, agar hasil penelitian sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Berdasar uraian diatas maka untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam penulisan hukum ini, metode penelitian yang digunakan sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian hukum secara umum dapat dikategorikan menjadi penelitian doktrinal dan penelitian non doktrinal. Penelitian ini, penulis menggunakan penelitian hukum doktrinal atau disebut juga penelitian hukum yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Penelitian ini difokuskan untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif (Jhony Ibrahim ,2006:295). 2. Sifat Penelitian Penelitian hukum ini bersifat preskriptif dan teknis atau terapan. Sebagai ilmu yang bersifat perskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilainilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan normanorma hukum. Sifat perskriptif ini merupakan hal substansial yang tidak mungkin dapat dipelajari oleh disiplin lain yang obyeknya juga hukum. Sedangkan sifat teknis atau terapan menggambarkan bahwa penelitian ini menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan suatu aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22). 3. Pendekatan Penelitian Penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, penulis akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 93). Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach). Pendekatan perundang-undangan (statue approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian. 4. Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder yang antara lain, mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, surat kabar harian, dan sebagainya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
5. Sumber Data Penelitian normatif sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder. Sumber data sekunder diperoleh dari bahan-bahan primer, sekunder dan tersier. Sumber data sekunder dalam penelitian ini, yaitu : a. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah : 1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104). 2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851). 3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355). 5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daera Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548). 6) Undang-Undang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130). 7) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor : 59). 8) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609). 9) Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat. 10) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat. 11) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, menggantikan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah. 12) Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria. 13) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. 14) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2008 Nomor 8). b. Bahan hukum sekunder ialah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku hukum agraria, karya ilmiah mengenai penghapusan aset pemerintah, khususnya Pemerintah Kota Surakarta, dan artikel-artikel. c. Bahan hukum tersier ialah bahan hukum yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer bahan hukum sekunder, misalnya : kamus English Dictionary for Advanced Learners maupun Ensiklopedia. 6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
a. Studi Kepustakaan (Library Research) Studi kepustakaan sangat penting sebagai dasar teori maupun sebagai data pendukung. Studi kepustakaan ini peneliti mengkaji dan mempelajari bukubuku, arsip-arsip, dan dokumen maupun peraturan-peraturan yang ada hubungannya dengan masalah penelitian. b. Cyber media Pengumpulan data melalui internet dengan cara melalui e-mail dan download berbagai artikel yang berkaitan dengan penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15. 7. Teknik Analisis Data Suatu penelitian analisis data menjadi suatu bagian yang essensial, analisis data ini akan menentukan kualitas daripada suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik analisis sumber hukum dengan logika deduktif. Menurut Johnny Ibrahim yang mengutip pendapat Bernard Arief Shidarta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual. Penalaran deduktif adalah penalaran yang bertolak dari aturan hukum yang berlaku umum pada kasus individual dan konkret yang dihadapi (Jhony Ibrahim, 2006 : 249250). Sedangkan Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapat Philipus M. Hadjon menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis major (pernyataan bersifat umum). Premis major kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion. Berdasar pada argumentasi hukum, silogisme hukum tidak sesederhana silogisme tradisional (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 47). Jadi dapat disimpulkan bahwa logika deduktif atau pengolahan bahan hukum dengan cara deduktif yaitu menjelaskan suatu hal yang bersifat umum to user kemudian menariknya menjadicommit kesimpulan yang lebih khusus.
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam penelitian ini, sumber hukum yang diperoleh dengan cara menginventarisasi sekaligus mengkaji penelitian dari studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir yaitu dengan menarik kesimpulan dari sumber hukum yang diolah, sehingga pada akhirnya dapat menjawab tentang perbuatan hukum Pemerintah Kota Surakarta terkait dengan penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan
Nasional
Provinsi
Jawa
Tengah
No:
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15. F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika dalam penulisan hukum ini merupakan uraian mengenai susunan dari penulisan hukum itu sendiri yang secara teratur dan terperinci disusun dalam suatu sistematika sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang ditulis. Setiap bab memiliki hubungan (keterkaitan) satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab, dengan rincian sebagai berikut. Bab I tentang Pendahuluan terdiri dari Sub Bab A tentang Latar Belakang Masalah; Sub Bab B tentang Rumusan Masalah; Sub Bab C tentang Tujuan Penelitian; Sub Bab D tentang Manfaat Penelitian; Sub Bab E tentang Metode Penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, sifat penelitian, pendekatan penelitian, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data; Sub Bab F tentang Sistematika Penulisan Hukum. Bab II tentang Tinjauan Pustaka terdiri dari Sub Bab A tentang Kerangka Teori yang terdiri dari tinjauan umum tentang kedudukan, kewenangan dan tindakan hukum pemerintah; tinjauan umum tentang barang milik daerah; tinjauan umum tentang konversi hak barat; tinjauan umum tentang cagar budaya. Sub Bab B tentang Kerangka Pemikiran.
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bab III tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan terdiri dari Sub Bab A tentang Riwayat Penguasaan Tanah Sriwedari, Sub Bab B tentang Proses Penghapusan Tanah Sriwedari Sebagai Aset Pemerintah Kota Surakarta, dan Sub Bab C tentang Legalitas Perbuatan Hukum Pemerintah Kota Surakarta Terkait dengan Tanah Sriwedari dapat dibenarkan oleh Hukum dtau Tidak setelah Penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan Dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 Dan 15. Bab IV tentang Penutup yang terdiri dari 2 Sub Bab yaitu Sub Bab A tentang Kesimpulan atas isu hukum yang diteliti, dan Sub Bab B tentang Saran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Kedudukan, Kewenangan dan Tindakan Hukum Pemerintah a. Kedudukan Hukum (Rechtpositie) Pemerintah Pemerintah dalam arti sempit adalah alat perlengkapan negara yang diserahi tugas pemerintahan atau melaksanakan Undang-Undang yang hanya berfungsi sebagai badan eksekutif. Pemerintah dalam arti luas adalah semua badan yang menyelenggarakan semua kekuasaan di dalam negara baik kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Secara etimologis, pemerintahan diartikan sebagai tindakan yang terus menerus (kontinyu) atau kebijaksanaan, dengan menggunakan suatu rencana maupun akal (rasio) dan tata cara tertentu, untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dikehendaki. Pemerintahan juga berarti proses untuk mencapai beraneka ragam tujuan (negara) (SF Marbun dkk, 2001:82). Berdasarkan pengertian pemerintahan secara etimologis, pemerintahan dibagi menjadi dua yaitu (SF Marbun dkk, 2001:82-84): 1) Pemerintahan dalam arti luas Teori terkait dengan pemerintahan dalam arti luas adalah trias politica.
Menurut Montesquieu memisahkan kekuasaan atau fungsi
pemerintahan negara atas tiga bagian, antara lain: kekuasaan legislatif (perundang-undangan); kekuasaan eksekutif (pemerintah), kekuasaan judikatif (peradilan). Menurut
Van
Vollenhoven,
pemerintah
dalam
arti
luas
(bewindvoering) mencakup empat jenis kekuasaan (fungsi), antara lain: a) Membuat peraturan (regel-geven); b) Pemerintah / pelaksana (bestuur); c) Peradilan (rechtspraak); commit to user d) Polisi (politie). 19
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Lemaire, pemerintahan dalam arti luas mencakup lima fungsi, antara lain : a) Penyelenggara kesejahteraan umum (bestuurszorg); b) Pemerintahan dalam arti sempit (bestuur); c) Peradilan (rechtspraak); d) Polisi (politie); serta e) Membuat peraturan (regel-geven). 2) Pemerintahan dalam arti sempit Menurut Van Poelje, pemerintah dalam arti sempit merupakan organ/ badan/ alat perlengkapan negara yang diserahi pemerintahan ataupun
tugas-tugas
memerintah
(bestuursfunctie).
Menurut
A.M.Donner, pemerintah dalam arti sempit merupakan suatu instansi yang bertujuan untuk menyelenggarakan kesejahteraan (kepentingan) umum. Prakteknya pemerintah selain melakukan aktivitas dalam bidang hukum publik juga terlibat dalam hubungan keperdataan. Pemerintah sebagai wakil dari jabatan yang tunduk pada hukum publik dan wakil dari badan hukum yang tunduk pada hukum privat. Keterlibatan administrasi negara dalam pergaulan hukum keperdataan maupun publik maka melihat lembaga yang diwakili pemerintah dalam hal ini negara, provinsi atau kabupaten. Keterlibatan tersebut harus melihat pembagian dua jenis hukum yaitu kedudukan pemerintah dalam hukum publik dan kedudukan pemerintah dalam hukum privat. Menurut Bagir Manan, jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap yang berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara keseluruhan mencerminkan tujuan dan tata kerja suatu organisasi. Negara berisi berbagai jabatan atau lingkungan kerja tetap dengan berbagai fungsi untuk mencapai tujuan negara. Ajaran hukum keperdataan dengan istilah subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban yang terdiri dari manusia dan badan hukum. Badan hukum publik melakukan itu melakukan perbuatanto user perbuatan publik seperticommit membuat peraturan (regeling), mengeluarkan
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebijakan (beleid), keputusan (besluit) dan ketetapan (beschikking), kedudukannya adalah sebagai jabatan atau organisasi jabatan yang tunduk dan diatur hukum publik dan diserahi kewenangan hukum publik. a) Kedudukan Pemerintah dalam Hukum Publik. Perspektif hukum publik negara adalah organisasi jabatan. Dalam konteks hukum administrasi adalah mengetahui organ atau jabatan pemerintahan dalam melakukan perbuatan hukum yang bersifat publik. Karakteristik atau ciri-ciri yang terdapat pada jabatan atau organ pemerintahan sebagai berikut (Ridwan HR, 2006 : 77) : (1) Organ pemerintahan menjalankan wewenang atas nama dan tanggung jawab sendiri. Organ pemerintah sebagai pemikul kewajiban tanggung jawab. (2) Pelaksanaan
wewenang
memepertahankan
dalam
norma
rangka
hukum
menjaga
administrasi,
dan organ
pemerintahan dapat bertindak sebagai pihak tergugat dalam proses peradilan, yaitu dalam hal keberatan, banding atau perlawanan. (3) Organ pemerintahan sebagai penggugat apabila tidak puas akan keputusan hukum. (4) Organ pemerintahan tidak memliki harta kekayaan sendiri. Apabila ada putusan hakim berupa denda atau uang paksa yang dibebankan kepada organ pemerintah atau hukuman ganti kerugian dari kerusakan, kewajiban membayar dang anti kerugian itu dibebankan kepada badan hukum (sebagai pemegang harta kekayaan). Jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap sementara pejabat dapat
berganti-ganti.
Pergantian
pejabat
tidak
mempengaruhi
kewenangan yang melekat pada jabatan. Kewenangan pemerintahan berupa hak dan kewajiban melekat pada jabatan. Misal adanya keputusan walikota/ bupati maka berdasarkan hukum keputusan itu commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diberikan oleh jabatan walikota/bupati dan bukan oleh orang yang pada saat itu diberi jabatan, yaitu walikota/bupati. b) Kedudukan Pemerintah dalam Hukum Privat. Berdasarkan hukum publik negara, provinsi dan kabupaten adalah organisasi jabatan atau kumpulan dari organ-organ kenegaraan dan pemerintahan. Sedangkan hukum perdata, negara, provinsi dan kabupaten adalah kumpulan dari badan-badan hukum yang tindakan hukumnya dijalankan oleh pemerintah. Kedudukan pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan
dan tunduk pada hukum
perdata maka pemerintah sebagai wakil dari jabatan. b. Kewenangan Pemerintah Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama bagi negara-negara hukum dalam sistem kontinental salah satu prinsip yang dijadikan dasar adalah asas legalitas. Asas legalitas dalam gagasan negara hukum liberal memiliki kedudukan sentral, atau sebagai suatu fundamen dari negara hukum. Asas legalitas berkaitan erat dengan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi menuntut setiap bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan sebanyak mungkin memerhatikan kepentingan rakyat. Gagasan negara hukum
menuntut
agar
penyelenggaraan
urusan
kenegaraan
dan
pemerintahan harus didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat. Asas legalitas menjadi dasar legitimasi tindakan pemerintahan dan jaminan perlindungan dari hak-hak rakyat (Ridwan HR, 2006 : 94). Secara normatif, bahwa setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan perundang-undangan, namun prakteknya penerapan prinsip ini berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya. R. Wraith (1984) also defines local government as “the act of decentralizing power, which may take the form of deconcentration or devolution. Deconcentration involves delegation of authority to field commit to user units of the same department and devolution on the other hand refers
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
to a transfer of authority to local government units or special statutory bodies such as school boards for instance. From this perceptive, one can see local government as a lesser power in the national polity. It is an administrative agency through which control and authority relates to the people at the grassroots or periphery (D.O. Adeyemo, 2005. 10(2): 77-87). Setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang. Substansi atas asas legalitas adalah wewenang yaitu kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu. Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi. Seiring dengan pilar utama negara hukum yaitu asas legalitas, berdasarkan prinsip asas legalitas tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya bahwa sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, mandat, dan delegasi. Atribusi ialah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang
kepada
organ
pemerintahan,
yaitu
undang-undang
menyerahkan wewenang tertentu kepada organ tertentu. Delegasi berarti pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan yang telah diberi wewenang kepada organ lainnya, yang akan melaksanakan wewenang yang telah dilimpahkan itu sebagai wewenangnya sendiri. Mandat adalah pemberian wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lainnya untuk mengambil keputusan atas namanya. Wewenang yang diperoleh dengan cara atribusi bersifat asli yang berasal
dari
peraturan
perundang-undangan.
Organ
pemerintahan
memperoleh kewenangan secara langsung dari peraturan perundangundangan. Penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada commit to user penerima wewenang (atributaris).
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
Attribution is an authority to make a decision (besluit) that is based directly from the constitution in the material sense. Other definition stated that attribution is a process of forming a certain authority and distributing it to certain organ. The one that could form an authority are competent organs based on the constitutional regulation. The formation and distribution of the main authority is usually defined in the constitution (UUD). The formation of administrative authority is based in the authority defined by constitutional regulation (Gatot Dwi Hendro Wibowo, 2006: 2). Wewenang yang diperoleh dengan cara delegasi, yaitu tidak adanya penciptaan wewenang, namun hanya pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Pertanggungjawabannya tidak berada pada pemberi delegasi (delegans) tetapi beralih pada penerimaa delegasi (delegataris). Delegation is a transfer of authority (to create “besluit”) by the government’s official to other parties and such authority becomes the responsibility of the particular parties. The one that gives or forward the authority is called delegans meanwhile the acceptor is called delegataris (Gatot Dwi Hendro Wibowo, 2006: 3). Delegasi kewenangan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (S.F. Marbun dkk, 2001:80) : 1) Delegasi bersyarat (voorwaardelijke delegatie). Ketentuan undang-undang memberikan kewenangan kepada pihak pemerintah untuk mengadakan atau membentuk suatu peraturan undangundang pada saat negara dalam keadaan terdesak (darurat). 2) Delegasi dalam bentuk Undang-Undang Penugasan (machtigingswet). Undang-Undang Penugasan hanya dicantumkan satu atau dua pasal yang mengatur mengenai asa-asas pokok, sedangkan pengaturan dan pengurusan sepenuhnya diserahkan kepada pihak pemerintah. 3) Delegasi dalam bentuk Undang-Undang yang memberikan kerangka dan batas-batas tertentu (Kaderwet/Raamwetten). Lembaga legislatif memberikan kerangka dan sendi-sendi secara politis di dalam undang-undang, sedangkan secara teknis sepernuhnya diserahkan kepada pihak pemerintah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
Forwarding an authority in the form of delegation must fulfill the following requirements (Gatot Dwi Hendro Wibowo, 2006: 3): a) Delegation must be definitive, which means that delegans cannot use the authority that is already being forwarded. b) Delegation must base on constitutional regulation, which means delegation is only possible if the provision to conduct such action is stated in the constitutional regulation. c) Delegation should not be given to subordinates, which means that delegation is not allowed in the relation of personnel hierarchy. d) The obligation to give detail explanation, which means that delegans could request an explanation concerning the exercise of such authority. e) The policy regulation (beleids-regel), which means that delegans should give instruction concerning the exercise of the authority. Mandat itu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Pejabat TUN yang satu kepada yang lain. Tanggung jawab kewenangan atas dasar mandat masih tetap pada pemberi mandat (mandans), tidak beralih kepada penerima mandat (mandataris). Tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris tetap berada pada mandans (http://dinulislami.blogspot.com/2009/11/tindakan-pemerintah-dalamhukum.html). Mandate is a forwarding of authority or power to the subordinate. Mandataris or the one that accept the mandate conducts the authority not on its own behalf but on the behalf of the mandate giver (“mandant”), therefore the mandate acceptor does not have an independent responsibility. The responsibility relies on the hands of the mandants (Gatot Dwi Hendro Wibowo, 2006: 3-4). c. Tindakan Pemerintah Menurut Romeijn, tindak pemerintahan adalah tiap-tiap tindakan atau perbuatan dari satu alat administrasi negara (bestuurs organ) yang mencakup juga perbuatan atau hal-hal yang berada di luar lapangan hukum tata pemerintahan, seperti keamanan, peradilan dan lain-lain dengan maksud menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum administrasi (S.F. Marbun dan Moh Mahfud, 2006: 71). Akibat hukum yang lahir dari tindakan hukum adalah akibat-akibat commit to user yang memiliki relevansi dengan hukum. Akibat hukum tersebut antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
1) Menimbulkan beberapa perubahan hak, kewajiban atau kewenangan yang ada; 2) Menimbulkan perubahan kedudukan hukum bagi seseorang atau objek yang ada; 3) Terdapat hak-hak, kewajiban, kewenangan, ataupun status tertentu yang ditetapkan. Tindakan hukum pemerintahan adalah pernyataan kehendak sepihak dari organ pemerintahan yang membawa akibat pada hubungan hukum atau keadaan hukum yang ada, kehendak organ tersebut tidak mengandung cacat berupa kekhilafan (dwaling), penipuan (bedrog), paksaan (dwang), dan tidak menyimpang atau bertentangan dengan peraturan yang bersangkutan yang dapat menyebabkan akibat-akibat hukum yang muncul itu batal (nietig) atau dapat dibatalkan (nietigbaar). Menurut Muchsan, unsur-unsur tindakan hukum pemerintahan sebagai berikut (Ridwan HR, 2010:116-117): a) Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuursorganen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri. b) Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan. c) Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi. d) Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat. e) Perbuatan hukum administrasi hanya dapat dilakukan dalam hal dan dengan cara yang telah diatur dan diperkenankan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku (asas legalitas atau wetmagtiheid). Pemerintah merupakan subjek hukum. Sebagai subjek hukum pemerintah sebagaimana subjek hukum lainnya melakukan berbagai tindakan baik tindakan nyata (Feitelijkhandelingen) maupun tindakan hukum (Rechtshandelingen). Tindakan nyata adalah tindakan-tindakan yang tidak ada relevansinya dengan hukum dan oleh karenanya tidak menimbulkan akibat-akibat hukum, sedangkan tindakan hukum adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan akibat commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hukum tertentu. Tindakan hukum pemerintah adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organ pemerintahan atau administrasi negara yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum dalam bidang pemerintahan
atau
administrasi
negara
(http://widyawatiboediningsih.dosen.narotama.ac.id/files/2011/04/BAB-IVKedudukan-Kewenangan-Tindakan-Hukum-Pemerintah.pdf ). Tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi pemerintahannya dapat dibedakan dalam tindakan hukum publik dan tindakan hukum privat. Tindakan hukum publik berarti tindakan hukum yang dilakukan tersebut didasarkan pada hukum publik. Tindakana hukum privat adalah tindakan hukum yang didasarkan pada ketentuan hukum keperdataan (Ridwan HR, 2006: 117-118). Tindakan hukum publik itu yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi pemerintahannya dibedakan antara tindakan hukum publik yang bersifat sepihak dan tindakan banyak pihak. Tindakan hukum publik yang bersifat banyak pihak itu berupa peraturan bersama antarkabupaten atau antara kabupaten dengan provinsi. Sedangkan tindakan hukum yang bersifat sepihak berupa tindakan yang dilakukan sendiri oleh organ pemerintahan yang menimbulkan akibat hukum publik seperti pemberian izin bangunan dari walikota, pemebrian bantuan (subsidi), perintah pengosongan bangunan/ rumah dan sebagainya. Wewenang pemerintahan itu sudah ditentukan masih dijadikan sendi utama penyelenggaraan pemerintahan maka prinsip tindakan hukum pemerintahan yang bersifat sepihak tidak dapat dikesampingkan meskipun tugas-tugas dan pekerjaan pemerintahan dapat dijalankan dengan cara kerja sama, perjanjian, perizinan, konsesi dan sebagainya. Urusan pemerintahan dalam prakteknya tidak selalu dijalankan sendiri oleh pemerintah namun juga dijalankan pula oleh pihak-pihak lain maupun pihak swasta yang diberikan wewenang untuk menjalankan urusan pemerintahan. Menurut E.Utrecht cara pelaksanaan urusan pemerintahan, antara lain (Ridwan HR, 2010:116-125): commit to user negara sendiri; (1) Pihak yang bertindak adalah administrasi
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
(2) Pihak yang bertindak adalah subjek hukum / badan hukum lain yang tidak termasuk administrasi negara dan mempunyai hubungan istimewa atau hubungan biasa dengan pemerintah; (3) Pihak yang bertindak adalah subjek hukum lain yang yidak termasuk administrasi negara dan yang melakukan pekerjaannya berdasarkan konsesi atau izin (vergunning) yang diberikan oleh pemerintah; (4) Pihak yang bertindak adalah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi negara dan diberikan subsidi pemerintah; (5) Pihak yang bertindak adalah pemerintah bersama dengan subjek hukum lain yang bukan administrasi negara dan kedua belah pihak itu tergabung dalam bentuk kerja sama yang diatur oleh hukum privat; (6) Pihak yang bertindak adalah yayasan, koperasi yang didirikan oleh pemerintah atau diawasi pemerintah; (7) Pihak yang bertindak adalah subjek hukum lain yang bukan administrasi negara, tetapi diberi suatu kekuasaan memerintah (delegasi perundang-undangan). 2. Tinjauan Umum tentang Barang Milik Daerah a. Pengertian tentang Barang Milik Daerah Pemerintah daerah memiliki barang dan kekayaan (aset). Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, bahwa ”barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah”. Pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, pengelola barang milik daerah adalah Kepala Daerah yang dibantu oleh Sekretaris Daerah selaku pengelola; Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik daerah selaku pembantu pengelola; Kepala SKPD selaku pengguna; Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna; Penyimpan barang milik daerah; dan Pengurus barang milik commit to user daerah.
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
b. Penggolongan Barang Milik Daerah Penggolongan barang milik daerah, antara lain (Philipus M.Hadjon dkk, 2005:187-188): (1) Barang-barang bergerak terdiri dari: a) Alat-alat besar seperti : bulldozer, traktor, mesin pengebor tanah, hijskraan dan alat besar lainnya yang sejenis. b) Peralatan-peralatan yang berada dalam pabrik, bengkel, studio, laboratorium, stasiun pembangkit tenaga listrik dan sebagainya seperti mesin-mesin, dinamo, generator, mikroskoop, alat-alat pemancar radio, alat-alat pemotretan, lemari pendingin, alat-alat proyeksi dan lain-lain sebagainya. c) Peralatan kantor, seperti mesin tik, mesin stensil, mesin pembukuan, komputer, mesin jumlah, brankas, radio, jam, kipas angin, almari, meja, kursi, dan lain-lainnya. d) Semua inventaris perpustakaan dan lain-lain inventaris barangbarang bercorak kebudayaan. e) Alat-alat perlengkapan seperti : kapal terbang, kapal laut, bus, truk, mobil, sepeda motor, scooter, sepeda kumbang, sepeda dan lain-lain. f) Inventaris perlengkapan rumah sakit, sanatorium, asrama, rumah yatim, dan atau piatu, koloni penderita penyakit kusta, lembaga pemasyarakatan dan lain-lain, seperti alat rontgen, mikroskop, alat kardiologi dan lain-lain. (2) Barang-barang tidak bergerak, terdiri atas: a) Tanah-tanah pertanian, perkebunan, lapangan olahraga, dan tanahtanah yang belum dipergunakan, jalan-jalan (tidak termasuk jalan Negara), jembatan ,terowongan, waduk, bangunan irigasi, tanah pelabuhan, perikanan dan tanah lainnya yang sejenis. b) Gedung-gedung yang dipergunakan untuk kantor, gudang, pabrik, bengkel, sekolah, rumah sakit, studio, terminal, laboratorium, dan gedung lainnya yang sejenis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
c) Gedung-gedung temapt tinggal tetap atau sementara, seperti : rumahrumah tempat tinggal, temapt, peristirahatan, asrama, dan gedung lainnya yang sejenis. d) Monument seperti monument alam, monument peringatan sejarah dan monument lainnya. (3) Barang persediaan, yakni barang yang disimpan dalam gudang, veem, atau di tempat penyimpanan lainnya. c. Perolehan Barang Milik Daerah Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, perolehan barang milik daerah meliputi: 1) barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; 2) barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah, meliputi: a) barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; b) barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; c) barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau d) barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. d. Pengelolaan Barang Milik Daerah Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah Asas-asas dalam pengelolaan barang milik daerah, antara lain: asas fungsional; asas kepastian hukum; asas transparansi; asas efisiensi; asas akuntabilitas; asas kepastian nilai. (1) Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dibidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan Kepala Daerah sesuai fungsi, wewenangdan tanggungjawab masing-masing; (2) Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan; (3) Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
(4) Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal; (5) Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat; (6) Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan neraca Pemerintah Daerah. Sebagaimana dikutip oleh Philippa Venning terkait dengan prinsip akuntabilitas, “Accountability” can be defined in a host of different ways but will be used for the purposes of this article to refer to how people can hold their political representatives responsible for the way in which their decisions and activities impact upon them (Blair, 2000, p. 24). Technically, accountability denotes a relationship between a bearer of a right or a legitimate claim and the agents or agencies responsible for fulfilling or respecting that right… [it] is a two-way relationship of power. It denotes the duty to be accountable in return for the delegation of a task, a power or a resource. (Lawson and Rakner, 2005, p. 9) (Philippa Venning, 2009. Vol.1. Hal:4). Pengelolaan dari barang milik daerah itu dilakukan oleh Kepala Daerah yang terdiri dari Gubernur/Bupati/ Walikota. Kepala Daerah sebagai pengelola yang dibantu oleh perangkat-perangkat dalam pengelolaan barang milik daerah yang terdiri dari : a) Sekretaris Daerah selaku pengelola; b) Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik daerah selaku pembantu pengelola; c) Kepala SKPD selaku pengguna; d) Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna; e) Penyimpan barang milik daerah; dan f) Pengurus barang milik daerah. Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Tekhnis Pengelolaan Barang Milik Daerah, pengelolaan barang milik daerah meliputi: commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) Perencanaan kebutuhan dan penganggaran; Perencanaan kebutuhan barang milik daerah disusun dalam rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah setelah memperhatikan
ketersediaan
barang
milik
daerah
yang
ada.
Perencanaan kebutuhan barang milik daerah berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan standar harga. (2) Pengadaan; Pengadaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil atau tidak diskriminatif dan akuntabel. (3) Penggunaan; Status penggunaan barang daerah ditetapkan oleh bupati/ walikota. Barang milik daerag dapat ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah untuk dikelola oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai dengan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan. (4) Pemanfaatan; Pemanfaatan merupakan pendayagunaan barang milik daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi satuan kerja perangkat daerah dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfataan dan bangun serah guna atau bangun serah guna dengan tidak mengubah status kepemilikan. (5) Pengamanan dan pemeliharaan; Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah bahwa Pengamanan barang milik daerah meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum. Pasal 35 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah bahwa pemeliharaan berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Barang (DKPB). Biaya pemeliharaan barang milik negara/daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (6) Penilaian; Penetapan nilai barang milik daerah dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat/daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). (7) Penghapusan; Penghapusan barang milik negara/daerah meliputi: (a) Penghapusan dari daftar barang pengguna dan/atau kuasa pengguna. Penghapusan dilakukan dalam hal barang milik daerah dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna dan/atau kuasa pengguna. Penghapusan tersebut sesuai dengan Pasal 54 ayat (3) bahwa penghapusan berdasar Keputusan pengelola atas nama Kepala Daerah. (b) Penghapusan dari daftar barang milik daerah. Penghapusan dilakukan dalam hal barang milik daerah dimaksud sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena sebab-sebab lain. Penghapusan tersebut sesuai dengan Pasal 54 ayat (4) bahwa penghapusan berdasar Keputusan Kepala Daerah. Penghapusan dengan alasan pemusnahan itu dilakukan karena : 1. tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan dan tidak dapat dipindahtangankan; atau 2. alasan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (8) Pemindahtanganan; Bentuk-bentuk dari pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas penghapusan barang milik daerah meliputi : penjualan, tukar-menukar, hibah dan penyertaan modal pemerintah daerah. (9) Penatausahaan; Penatausahaan meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan. Kuasa pengguna barang/pengguna barang harus melakukan pendaftaran to user dan pencatatan barangcommit milik negara/daerah ke dalam Daftar Barang
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kuasa Pengguna (DBKP)/Daftar Barang Pengguna (DBP) menurut penggolongan dan kodifikasi barang.Pengguna barang melakukan inventarisasi barang milik negara/daerah sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun. Laporan Barang Milik Negara/Daerah (LBMN/D) digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah pusat/daerah. (10) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Menteri Keuangan menetapkan kebijakan umum pengelolaan barang milik negara/daerah. Menteri Dalam Negeri menetapkan kebijakan teknis dan melakukan pembinaan pengelolaan barang milik daerah
sesuai
dengan
kebijakan.Pengguna
barang
melakukan
pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan barang milik negara/daerah yang berada di bawah penguasaannya. e. Penghapusan Barang Milik Daerah Karena Putusan Pengadilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan/atau pengelola dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. Penghapusan barang milik Negara/ Daerah dapat dilakukan sewaktuwaktu sehingga hapusnya barang milik Negara/Daerah tersebut akan menimbulkan akibat hukum bagi status barang. Perubahan status hukum terhadap barang Negara/Daerah adalah setiap tindakan hukum dari Pemerintah/Daerah sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan status kepemilikan atas barang. Perubahan status hukum dapat terjadi dengan (S.F. Marbun dan Moh.Mahfud, 2006: 128-129): commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) Penghapusan barang; (2) Penjualan barang. Penghapusan barang milik daerah sesuai dengan Pasal 53 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, penghapusan barang daerah itu meliputi penghapusan dari daftar barang Pengguna dan/atau Kuasa Pengguna yang dilaksanakan dengan Keputusan Pengelola atas nama Kepala Daerah. Penghapusan juga dilakukan dari Daftar Barang Milik Daerah yang dilaksanakan dengan Keputusan Kepala Daerah. Penghapusan barang milik daerah dari Daftar Barang Milik Daerah karena sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan. Terjadinya pemusnahan
itu
disebabkan
tidak
dapat
digunakan,
tidak
dapat
dimanfaatkan dan tidak dapat dipindahtangankan. Pemusnahan itu dilaksanakan oleh pengguna dengan keputusan dari pengelola setelah mendapat persetujuan Kepala Daerah, dan pelaksanaan pemusnahan tersebut dituangkan ke dalam Berita Acara Pemusnahan dan dilaporkan kepada Kepala Daerah. Pasal 58 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, terdapat pengecualian terhadap tanah atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu: a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; b. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran; c. diperuntukkan bagi pegawai negeri; d. diperuntukkan bagi kepentingan umum; dan e. dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundangundangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis. Alasan penghapusan barang milik daerah disebabkan karena : a) adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya (inkracht) dilakukan secara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
langsung oleh pengguna barang berdasarkan dokumen putusan pengadilan. b) Adanya persetujuan dari Dewan Perwakilan Daerah dengan pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. c) Penghapusan barang milik daerah dilakukan dalam hal barang tersebut sudah tidak berada pada Daftar Barang Daerah. d) Adanya pemusnahan. Hal ini dikarenakan barang milik daerah sudah tidak dapat digunakan, dimanfaatkan maupun dipindahtangankan karena pertimbangan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Tinjauan Umum Tentang Konversi Hak Barat Konversi hak-hak atas tanah adalah perubahan hak atas tanah sehubungan dengan berlakunya UUPA. Hak-hak atas yang yang ada sebelum berlakunya UUPA diubah menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA (Effendi Perangin, 1994:145). Politik hukum pemerintah Hindia Belanda mengakibatkan hukum tanah menganut sistem dualistik. Sebelum berlaku UUPA, dalam hukum tanah dikenal dua kelompok hak atas tanah, meliputi (S.F. Marbun dan Moh.Mahfud, 2006: 151): a. Hak-hak atas tanah yang tunduk kepada Hukum Barat, yang disebut dengan Hak Barat. Hukum tanah barat yang bersumber pada pokok-pokok ketentuannya terdapat dalam buku II KUHPerdata yang merupakan hukum yang tertulis dan bersifat individualitik. Individualistik itu berpangkal dan berpusat pada hak individu atas tanah yang semata-mata bersifat pribadi. Hak tanah barat meliputi: RvE (Rechts van Eigendom/Hak Eigendom), RvO (Rechts van Opstal/Hak Guna Bangunan), Erfpacht (Hak Guna Usaha), Servitut (Hak Numpang Karang). b. Hak-hak atas tanah yang tunduk kepada Hukum Adat, yang disebut dengan Hak Indonesia. Hukum tanah adat yang bersumber pada hukum adat yang commit to user (hak milik), hak hanggaduh tidak tertulis, meliputi hak handarbeni
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
(mengurusi tanah orang lain), hak magersari (ngindung), tanah titisara (tanah Kas Desa), tanah pakuncen (tanah yang dikuasakan kepada pengurus kuburan di tanah milik raja), tanah perdikan (tanah bebas pajak), tanah kuburan dan lainnya. Setiap hak atas tanah yang ada sebelum UUPA berlaku, baik hak barat dan hak Indonesia, oleh ketentuan-ketentuan konversi UUPA diubah menjadi salah satu hak-hak atas tanah yang disebut dalam Hukum Tanah yang baru. Pada prinsipnya bahwa hak yang lama diubah menjadi hak yang baru yang sama atau wewenang pemegang hak sama. Pada garis besarnya, hak-hak yang memberi wewenang yang sama atau hampir sama dengan hak milik menurut UUPA, dikonversi menjadi hak milik. Hak-hak lama yang dikonversi menjadi (Effendi Perangin, 1994:146147): 1) Hak milik: hak eigendom, agrarisch eigendom, hak milik (adat), jasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini, grant Sultan, landerijenbezitrecht, altijddurende, erfpacht, hak usaha atas bekas tanah partikelir, hak gogolan yang bersifat tetap, wewenang nganggo run temurun. 2) Hak Guna Usaha : hak erfpacht untuk perkebunan besar. 3) Hak Guna Bangunan Hak postal dan hak erfpacht untuk perumahan. 4) Hak Pakai : vruichtgebruik, gebruik, grant controleur, bruikleen, ganggam, bantuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pitungwas, gogolan yang bersifat tidak tetap, Hak eigendom kepunyaan negara-negara asing, jika tanahnya dipergunakan untuk gedung kedutaan atau rumah kepala perwakilannya. Berdasarkan pada Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, Orang-orang Indonesia yang pada tanggal 24 September 1960 berkewarganegaraan tunggal dan mempunyai tanah dengan hak eigendom dalam waktu 6 bulan sejak tanggal tersebut wajib datang kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah (KKPT) yang bersangkutan commit to user kewarganegaraanya tersebut. untuk memberikan ketegasan mengenai
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
Apabila pemilik hak eigendom terbukti kewarganegaraan Indonesia tunggal dicatat oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah, baik pada asli maupun salinan aktanya sebagai telah dikonversi menjadi hak milik. Pemilik dalam jangka waktu setelah enam bulan tidak membuktikan kewarganegaraan Indonesia tunggal maka hak eigendom tersebut oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah dikonversi menjadi hak guna bangunan dengan jangka waktu 20 tahun. Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, jika sebelum tanggal 24 September 1960 pihak yang tidak memenuhi syarat secara sah telah melepaskan hak bersamanya itu kepada pihak lain, apabila belum didaftarkan sebagaimana mestinya maka hak eigendom tersebut dikonversi menjadi hak milik. Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, Ketentuan tersebut juga berlaku jika hak eigendom tersebut merupakan warisan yang belum terbagi dan belum diadakan baliknama sebagai pemiliknya adalah seorang yang tidak memenuhi syarat untuk mempunyai hak milik. Maka untuk dapat dikonversi menjadi hak milik, pihak yang besangkutan dalam waktu 6 bulan terhitung sejak tanggal 24 September 1960 harus minta kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah agar dilakukan pencatatan dan/atau baliknama. Jika sesudah jangka waktu 6 bulan tersebut lampau belum diajukan permintaan maka hak eigendom dikonversi menjadi hak guna bangunan. Pasal 12 ayat 1 Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, Hak opstal dan erfpacht atas tanah-tanah eigendom sebagai yang dimaksud dalam Pelita 1 ayat 4 Ketentuan-Ketentuan Konversi UndnagUndnag Pokok Agraria dicatat oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah sebagai dikonversi menjadi hak guna bangunan, setelah ada ketegasan bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik. Hak erfpacht yang sudah habis janka waktunya tidak dikonversi dan hapusnya hak tersebut dicatat oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah pada asli aktanya. Apabila berupa tanah perumahan hak erfpacht dikonversi menjadi hak guna bangunan, apabila berupa tanah pertanian hak erfpacht dikonversi menjadi guna usaha. Hak guna bangunan dan commit hak to user hak guna usaha jangka waktunya 20 tahun.
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hak gebruik dan vruchtgebruik dikonversi menjadi hak pakai yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pendaftaran Tanah yang bersangkutan dengan mencatatnya pada akta aslinya (Pasal 17 Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria). Pasal 19 Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, konversi hak-hak agrarisch eigendom menjadi hak milik, hak guna bangunan dan hak guna usaha. Konversi tersebut dilaksanakan dengan membuat buku tanah hak milik, hak guna bangunan, dan hak guna usaha yang berasal dari konversi hak agrarisch eigendom
tersebut menurut ketentuan dalam Peraturan Menteri
Agraria Nomor 9 Tahun 1959. Pasal 20 Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 tentang Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, hak gogolan, hak sanggan, dan hak pekulen yang bersifat tetap menjadi hak milik. Bersifat tetap apabila para gogol terus menerus mempunyai tanah gogolan yang sama dan jika meninggal dunia gogolannya jatuh kepada ahli warisnya yang tertentu. Hak guna bangunan dan hak guna usaha yang berasal dari konversi menurut ketentuan-ketentuan konversi Undang-Undang Pokok Agraria yang dipunyai oleh orang asing, dalam waktu satu tahun terhitung sejak tanggal 24 September 1960 harus dipindahkan kepada warganegara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia ataupun jika yang mempunyainya itu berkedudukan di Indonesia dapat pula dilepaskan untuk diganti dengan hak pakai atau hak sewa. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka
Pemberian Hak Baru
Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat, Tanah hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai asal konversi hak Barat, yang jangka waktunya akan berakhir selambat-lambatnya pada tanggal 24 September 1980, sebagaimana yang dimaksud dalam Undangcommit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Undang Nomor 5 tahun 1960, pada saat berakhirnya hak yang bersangkutan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Pasal 2 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi
Hak-Hak Barat, penggunaan, penguasaan dan pemilikannya
ditata kembali dengan memperhatikan : a) b) c) d) e)
masalah tata guna tanahnya; sumber daya alam dan lingkungan hidup; keadaan kebun dan penduduknya; rencana pembangunan di daerah; kepentingan-kepentingan bekas pemegang hak dan penggarap tanah/penghuni bangunan. Berdasarkan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang
Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat, Kepada bekas pemegang hak yang memenuhi syarat dan mengusahakan atau menggunakan sendiri tanah/bangunan, akan diberikan hak baru atas tanahnya, kecuali apabila tanah tersebut diperlukan untuk proyek-proyek pembangunan bagi penyelenggaraan kepentingan umum. Apabila tanah yang diberikan atas hak atas tanah tersebut digunakan untuk kepentingan-kepentingan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Keputusan
Presiden
Nomor
32
Tahun
1979
tentang
Pokok-Pokok
Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat, yaitu digunakan untuk kegiatan pembangunan maka pemegang hak diberikan ganti rugi yang besarnya akan ditetapkan oleh suatu Panitia Penaksir sebagaimana diatur dalam Pasal 3.
Sebagai tindak lanjut dari Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Atas Tanah Asal Konversi
Pemberian Hak Baru
Hak-Hak Barat, ditetapkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat bahwa dalam Pasal 2 menjelaskan dalam penentuan kembali peruntukkan dan penggunaan tanah perlu memperhatikan commit to userkesesuaian fisik tanahnya dengan
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
usaha-usaha
yang
akan
dilakukan
di
atasnya
dan
rencana-rencana
pembangunan di daerah demi kelestarian sumber daya alam dan keselamatan lingkungan hidup. Penentuan kembali tersebut dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. Apabila setiap orang dan badan hukum yang mempunyai hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah asal konversi hak barat masih memerlukan tanah maka yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan hak baru dan disertai dengan syarat-syaratnya terpenuhi. Permohonan hak atas tanah baru wajib diajukan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya pada tanggal 24 September 1980. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang KetentuanKetentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat. Sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat, jika tidak ada pihak yang memenuhi syarat maka peruntukkan dan penggunaan tanah yang bersangkutan ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan memperhatikan UndangUndang Nomor 51/Prp/1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya, menurut pertimbangan-pertimbangan teknis tata guna tanah serta rencana pembangunan di daerah yang bersangkutan, diperlukan untuk proyek-proyek bagi penyelenggaraan kepentingan umum, dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak yang secara nyata menguasai dan menggunakan secara sah. Tanah-tanah bekas hak guna bangunan atau hak pakai asal konversi hak barat sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat dapat diberikan dengan sesuatu hak baru kepada bekas pemegang haknya apabila: (1) dipenuhinya syarat yang ditetapkan dalam Pasal 2 dan 3; (2) tanah yang bersangkutancommit dikuasai dan digunakan sendiri oleh bekas to user pemegang haknya;
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
(3) tidak seluruhnya diperlukan untuk proyek-proyek bagi penyelenggaraan kepentingan umum; (4) diatasnya berdiri suatu bangunan milik bekas pemegang hak yang didiami atau digunakan sendiri; (5) diatasnya berdiri suatu bangunan milik bagi pemegang hak, yang didiami atau digunakan oleh pihak lain dengan persetujuan pemilik bangunan atau bekas pemegang hak. Terkait dengan pemberian hak atas tanah baru maka diselesaikan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah, maka untuk melengkapi keterangan dengan keterbatasan bahan-bahan yang diperlukan guna mengambil keputusan sehingga Kepala Kantor Agraria Kabupaten/Kotamadya atau pejabat yang ditunjuknya melakukan pemeriksaan setempat, dengan membuat risalah pemeriksaan tanah. Pasal 13 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat, tanah-tanah bekas hak guna bangunan dan hak pakai asal konversi hak barat tersebut tidak dapat diberikan dengan hak baru kepada pemegang haknya, selama tidak diperlukan untuk proyek bagi penyelenggaraan kepentingan umum, dapat diberikan dengan suatu hak kepada pihak yang secara nyata menguasai dan menggunakan secara sah pada saat diberlakukannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat. Jika diatas tanah-tanah tersebut terdapat bangunan milik bekas pemegang hak, maka pemohon hak baru wajib menyelesaikan soal bangunan itu dengan pemegang hak yang bersangkutan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat, Pihak-pihak yang secara nyata menguasai tanah bekas konversi hak barat yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat, selama belum diselesaikan menurut pasal-pasal di atas, wajib commit ketentuan to user memelihara tanah/bangunan dan lain-lain yang ada diatasnya secara baik.
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
4. Tinjauan Umum Tentang Cagar Budaya Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bahwa : Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bahwa benda cagar budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bahwa bangunan cagar budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Kriteria benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, atau struktur cagar budaya antara lain: a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Berkaitan dengan pemilikan dan penguasaan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, dan/atau situs cagar budaya: (1) dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Cagar Budaya. (2) apabila jumlah dan jenis benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, dan/atau situs cagar budaya tersebut telah memenuhi kebutuhan negara. (3) kepemilikan dapat diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukarmenukar, hadiah, pembelian, dan/atau putusan atau penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh Negara. (4) pemilik benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, dan/atau situs cagar budaya yang tidak ada ahli warisnya atau tidak menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan wasiat, hibah, atau hadiah setelah pemiliknya meninggal, kepemilikannya diambil alih oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pengalihan kepemilikan dapat dilakukan dengan cara diwariskan, dihibahkan, ditukarkan, dihadiahkan, dijual, diganti rugi, dan/atau penetapan atau putusan pengadilan. Penghapusan cagar budaya yang sudah tercatat dalam Register Nasional hanya dapat dihapus dengan Keputusan Menteri atas rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya di tingkat Pemerintah. Penghapusan Cagar Budaya dilakukan dengan tidak menghilangkan data dalam Register Nasional Cagar Budaya dan dokumen yang menyertainya. Pasal 50 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, penghapusan cagar budaya dari Register Nasional Cagar Budaya dilakukan apabila Cagar Budaya: a. musnah; b. hilang dan dalam jangka waktu 6 (enam) tahun tidak ditemukan, apabila ditemukan kembali cagar budaya wajib dicatat ulang ke dalam Register Nasional Cagar Budaya; c. mengalami perubahan wujud dan gaya sehingga kehilangan keasliannya; atau d. di kemudian hari diketahui statusnya bukan Cagar Budaya.
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran Premis Mayor a. UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) b. UU No. 28 Tahun 1999 c. UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 d. UU No. 1 Tahun 2004 e. UU No. 32 Tahun 2004 f. UU No.11 Tahun 2010 g. PP No. 24 Tahun 1997 h. PP No. 6 Tahun 2006 i. KepPres No. 32 Tahun 1979 j. Permendagri No. 3 Tahun 1979 k. Permendagri No. 17 Tahun 2007 l. PerMen. Agraria No. 2 Tahun 1960 m. PerMen.Agraria/ Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 n. Perda Kota Surakarta No. 8 Tahun 2008 o. SK.17/Pbt/BPN.33/2011
a.
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 a. proses penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta b. perbuatan hukum Pemerintah Kota Surakarta terkait dengan penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta setelah penerbitan SK Kepala Kantor Wilayah BPN Prov.Jawa Tengah No: Sk.17/Pbt/BPN.33/2011 c.
Premis Minor a. proses penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta b. perbuatan hukum Pemerintah Kota Surakarta terkait dengan penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011
Kesimpulan Cacat Hukum atau Tidak perbuatan Pemerintah Kota Surakarta terkait dengan penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011
Ragaan 1. Skema Kerangka Pemikiran commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: Kerangka pemikiran di atas menjelaskan alur pemikiran penulis dalam menelaah dan menjabarkan serta menemukan jawaban atas permasalahan hukum yang terkait dengan implikasi yuridis penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah
Badan
Pertanahan
Nasional
Provinsi
Jawa
Tengah
No:
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 terhadap status tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta. Salah satu aset daerah Pemerintah Kota Surakarta adalah taman Sriwedari. Taman Sriwedari yang berada di jalan utama merupakan etalase Kota Surakarta dan aset bagi masyarakat Kota Surakarta serta ikon budaya Kota Surakarta. Taman Sriwedari saat ini telah menjadi tanah sengketa antara Pemerintah Kota Surakarta, Ahli Waris KRMT.Widyoningrat maupun Badan Pertanahan Nasional Surakarta. Adanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg tanggal 12 Juni 2002, jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN Sby tanggal 12 November 2003, jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 125 K/TUN/2004 tanggal 20 Februari 2006, jo Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 29 PK/TUN/ 2007 tanggal 15 April 2009 telah memiliki kekuatan hukum tetap serta dikeluarkannya Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah Nomor SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuataan hukum tetap yang menyatakan status tanah sriwedari menjadi tanah negara. Sebagai akibat dari dikeluarkannya Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan
Nasional
Provinsi
Jawa
Tengah
Nomor
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai commit to user No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari maka tanah Sriwedari kembali
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjadi status tanah negara, namun Pemerintah Kota Surakarta tidak akan menghapus lahan Sriwedari dari daftar asetnya. Alasan pihak Pemerintah Kota Surakarta tidak akan menghapus lahan Sriwedari dari aset daerah Pemerintah Kota Surakarta karena lahan Sriwedari menjadi ikon budaya Kota Surakarta dan menjadi ruang publik serta Tanah Sriwedari sebagai jati diri dan identitas Kota Solo sehingga sebagai pihak yang menguasainya berusaha untuk mempertahankan Tanah Sriwedari sebagai ikon publik di tengah Kota Surakarta. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa perlunya dilakukan pengkajian mengenai tata cara dan legalitas perbuatan hukum Pemerintah Kota Surakarta dalam melakukan penghapusan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta setelah penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan Dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Riwayat Penguasaan Tanah Sriwedari Dahulu Tanah Sriwedari bernama Taman Rojo Koyo. Tanah Sriwedari pada mulanya dibangun dengan tujuan untuk kawasan rekreasi, hiburan dan tempat peristirahatan bagi keluarga istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Pencetus dibangunnya taman tersebut adalah Sri Susuhunan Pakubuwono X yang bertahta pada periode tahun 1893 sampai tahun 1939. Dahulu kawasan Tanah Sriwedari yang dibangun pada tahun 1899 ini juga dikenal dengan sebutan Bon Rojo (berasal dari istilah
Kebon
Rojo
yang
berarti
Taman
(http://www.kerajaannusantara.com/id/surakarta-hadiningrat/taman).
Raja) Keberadaan
Tanah Sriwedari saat ini masih terjadi polemik yang beragam, baik dari sudut pandang ahli waris, budayawan, akademisi, tokoh masyarakat, Badan Pertanahan Nasional maupun Pemerintah Surakarta. Tahun 1874, seorang Belanda Johannes Busselar membeli tanah Sriwedari dengan status Recht van Eigendom (hak milik) dari seorang Belanda lainnya. Tanah itu kemudian dibeli Raden Mas Tumenggung Wirjodiningrat tahun 1877. Bukti hak atas tanah atas bidang tanah tersebut dalam persil Recht van Eigendom (RvE) Verponding No.95 beserta bangunan yang ada di atasnya terletak di Kalurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta adalah Akte Assisten Resident Surakarta (Gerechtelijke Authentieke Akte) tertanggal 5 Desember 1877 Nomor 59 atas nama Raden Mas Tumenggung Wirjodiningrat yang diterbitkan atas dasar jual beli tersebut dilaksanakan di hadapan notaris bernama Pieter Jacobus Serle dengan akte jual beli tertanggal 13 Juli 1877 Nomor 10 dan dibayar dengan lunas. Luas dan batas atas bidang tanah tersebut dalam persil Recht van Eigendom (RvE) Verponding Nomor 295, berdasarkan pta minuut Kelurahan Sriwedari Blad 10 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran commit to user
Tanah Surakarta seluas ± 99.889 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
- Sebelah utara
: Jl. Brigjen Slamet Riyadi.
- Sebelah Timur
: Jl. Musium.
- Sebelah Selatan
: Jl. Teposanan/ Jl. Kebangkitan Nasional.
- Sebelah Barat
: Jl. Bhayangkara/Jl. Mangunjayan.
Bidang tanah persil Recht van Eigendom (RvE) Verponding Nomor 295 beserta bangunan di atasnya di Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta dikuasai oleh Raden Mas Tumenggung Wirjodiningrat sebagai tempat pesanggrahan
dan tempat beristirahat beliau beserta keluarga. Pada tahun 1905
hingga tanggal 16 Agustus 1945, sebidang tanah tersebut beserta bangunan diatasnya dipinjam dan dipergunakan sebagai Gedung Museum Yayasan RadyaPustaka dan Taman Hiburan Sriwedari. Pada tanggal 30 Juli 1917 Raden Mas Tumenggung Wirjodiningrat meninggal dunia, meninggalkan beberapa ahli waris dan harta warisan di antaranya persil Recht van Eigendom (RvE) Verponding Nomor 295 yang dikenal dengan Taman Sriwedari dan bangunan yang berdiri di atasnya yang belum dibagi waris. Ahli waris RMT. Wirjodiningrat bahwa pada tahun 1965 ahli waris mengajukan permohonan turun waris kepada Kantor Agraria Surakarta dari tanah RvE Verponding Nomor 295 atas nama Almarhun RMT.Wirjodiningrat kepada para ahli warisnya yang sah tetapi terbit sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 22 atas nama 72 orang ahli waris dengan luas 34.250 m2 namun ahli waris juga tetap tidak bisa menguasai tanah tersebut. Hal itu merupakan
sengketa
berawal
(http://regional.infogue.com/jawa_dialog_sengketa_taman_sriwedari_buntu_). Pada tahun 1965 sebidang tanah tersebut beserta bangunannya tanpa persetujuan ahli waris RMT. Wirjodiningrat telah dikuasai oleh Pemerintah Kota Surakarta dan Yayasan Radya Pustaka yang dipergunakan sebagai Museum Radya Pustaka dan Taman Hiburan Sriwedari. Ahli waris Almarhum RMT. Wirjodiningrat dan sebagai pemilik sah atas tanah Sriwedari beserta bangunan maka ahli waris RMT.Wirjodiningrat pada tanggal 24 September 1970 telah mengajukan gugatan commit to user
perdata kepada Pemerintah Daerah Kotamadya Surakarta, Yayasan Radyapustaka dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Penguasa Keraton sebagai Tergugat ke Pengadilan Negeri Surakarta dan gugatan aquo terdaftar dengan Register Perkara Nomor : 147/1970. Perdata dan perkara tersebut diputus oleh Pengadilan Negeri Surakarta pada tanggal 29 Agustus 1975 dengan amar putusan sebagai berikut: MENGADILI SENDIRI: DALAM EKSEPSI: - Menolak eksepsi Tergugat I dan Tergugat II. DALAM POKOK PERKARA: - Mengabulkan sebagian gugat Penggugat. - Menetapkan hukumnya Penggugat adalah salah seorang ahli waris almarhum RMT. Wirjodiningrat. - Menetapkan hukumnya tanah persil Recht Van Eigendom (RvE) Verp. No. 295 dan bangunan rumah gedung yang berdiri diatasnya sebagaimana lebih jelas diuraikan dalam surat gugat adalah hak milik RMT. Wirjodiningrat dan merupakan barang peninggalan yang belum dibagi waris. - Menetapkan hukumnya Tergugat masing-masing tidak berhak menguasai dan menempati (occuperen) tanah dan rumah tersebut. - Menghukum Tergugat dan siapa saja yang mengaku memperoleh hak supaya mengosongkan tanah dan rumah ini kepada Penggugat guna dibagi waris diantara semua ahli waris RMT.Wirjodiningrat, jika perlu dengan bantuan alat kekuasaan Negara ataupun supaya tergugat-tergugat secara tanggung menanggung mengganti dan membayar kepada Penggugat uang harganya tanah dan rumah tersebut ataupun menyerahkan kepada Penggugat untuk dimiliki tanah dan rumah lain yang senilai, dengan ketentuan bilamana antara kedua pihak tidak dapat dicapai persetujuan mengenai harga ataupun rumah penggantinya termaksud, harga ataupun tanah dan rumah ini supaya ditentukan oleh sebuah panitia terdiri dari tiga orang yang diangkat oleh pihak Penggugat ssatu orang oleh Tergugat oleh Pengadilan satu orang. - Menentukan waktu penyerahan tanah rumah terperkara ataupun jumlah uang harganya atau tanah dan rumah penggantinya, selama-lamanya empat bulan terhitung mulai hari ini dan paling lambat pada tanggal 30 Desember 1975, - Menghukum Tergugat I dan Tergugat II supaya tiap bulan masingmasing membayar uang ganti rugi kepada Penggugat, uang sejumlah Rp. 75.000,00 (tujuh puluh lima ribu rupiah) dan Rp. 25.000,00 (dua puluh lima rupiah) terhitung sejak dimasukkannya gugatan perkara ini yaitu tanggal 27 Oktober 1970 sampai penyerahan tanah dan rumah terperkara ataupun harganya/tanah dan rumah penggantinya oleh Tergugat kepada Penggugat. - Menyatakan keputusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada commit to user perlawanan permohonan banding atau kasasi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
- Menghukum Tergugat secara tanggung menanggung supaya membayar biaya-biaya perkara ini hingga hari ini dihitung sejumlah Rp. 7.689 (tujuh ribu enam ratus delapan puluh Sembilan rupiah). - Menolak gugatan selebihnya atau selainnya. Berdasarkan pada putusan Pengadilan Negeri Surakarta tersebut diatas, pihak tergugat mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Semarang dengan perkara nomor 26/1978/pdt/PT.Smg dan pada tanggal 6 April 1979 Pengadilan Tinggi Semarang telah memutus perkara tersebut dengan amar putusan sebagai berikut : MENGADILI : - Menerima permohonan pemeriksaan banding Tergugat I dan II/ Pembanding; - Membatalkan putusan Pengadilan Negeri di Surakarta tertanggal 29 Agustus 1975 No. 147/1970 Pdt. yang dimohonkan banding; MENGADILI SENDIRI: - Menerima dan mengabulkan eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I dan Tergugat II/ Pembanding; - Menyatakan bahwa gugatan dari Penggugat/Terbanding tidak dapat diterima; - Menghukum Penggugat/Terbanding membayar biaya perkara pada kedua tingkatan yang dalam tingkat banding diperhitungkan sebesar Rp. 7.980,(tujuh ribu Sembilan ratus delapan puluh rupiah). - Memerintahkan mengirim salinan resmi surat putusan beserta berkas perkara ini kepada Ketua Pengadilan Negeri di Surakarta. Berdasarkan putusan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Semarang dengan perkara nomor 26/1978/pdt/PT.Smg tersebut
selanjutnya para ahli waris
melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Upaya kasasi yang diajukan oleh para ahli waris RMT. Wirjodiningrat membuahkan hasil dan diputus di tingkat Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Nomor: 3000 K/Sip/ 1981 tertanggal 17 Maret 1983 yang amar putusannya berbunyi sebagai berikut : MENGADILI SENDIRI: DALAM EKSEPSI: - Menolak Eksepsi Tergugat I dan Tergugat II. DALAM POKOK PERKARA: commit to user - Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
- Menetapkan bahwa Penggugat adalah salah seorang ahli waris dari Almarhum RMT.Wirjodiningrat; - Menyatakan bahwa almarhum RMT.Wirjodiningrat berhak atas persil sengketa yaitu tanah Hak Guna Bangunan No. 22 Sertifikat No. 887/1965 bekas Recht Van Eigendom Verponding No. 295 dan rumah gedung yang berdiri di atasnya yang merupakan harta peninggalan yang belum dibagi waris sampai dengan saat berakhirnya Hak Guna Bangunan tersebut pada tanggal 23 September 1980. - Menghukum Tergugat I dan Tergugat II membayar ganti rugi kepada Penggugat masing-masing Tergugat I sebesar Rp. 20.550.000 ditambah Rp. 8.925.000 = Rp. 29.475.000 dan Tergugat II sebesar Rp. 6.875.000 ditambah Rp. 2.975.000 = Rp. 9.850.000 untuk dibagi-bagikan kepada ahli waris almarhum RMT. Wirjodiningrat. - Menyatakan bahwa gugatan Penggugat agar Tergugat-Tergugat dan juga orang-orang dan atau badan-badan yang turut menempati dengan izin Tergugat untuk mengosongkan dan menyerahkan persil dan gedung sengketa kepada Penggugat tidak dapat diterima. - Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya. - Menghukum Penggugat untuk Kasasi dan Tergugat dalam kasasi akan membayar semua biaya perkara baik yang jatuh dalam tingkat pertama dan tingkat banding maupun yang jatuh dalam tingkat kasasi masing-masing secara separo-separo, dan biaya perkara dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebanyak Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). Berdasarkan putusan kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap, Para Penggugat telah dinyatakan sebagai salah seorang ahli waris dari almarhum RMT. Wirjodiningrat dan almarhum RMT. Wirjodiningrat berhak atas persil obyek sengketa sebagaimana putusan kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia yang amarnya berbunyi: “Menyatakan bahwa almarhum RMT.Wirjodiningrat berhak atas persil sengketa yaitu tanah Hak Guna Bangunan No. 22 Sertifikat No. 887/1965 bekas Recht van Eigendom No. 295 dan rumah gedung yang berdiri diatasnya yang merupakan harta peninggalan yang belum dibagi waris sampai dengan saat berakhirnya Hak Guna Bangunan tersebut pada tanggal 23 September 1980”. Atas dasar putusan kasasi tersebut pihak Pemerintah Kota Surakarta hanya membayar ganti rugi atas uang sewa kepada ahli waris Almarhum RMT. Wirjodiningrat. Sebelumnya, pada tanggal 5 September 1980 pihak ahli waris Almarhum. to userHak Guna Bangunan No. 22 karena RMT. Wirjodiningrat mengajukan commit perpanjangan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
lama berlakunya Hak Guna Bangunan itu 20 tahun, sehingga Hak Guna Bangunan Nomor 22 itu berakhir pada tanggal 23 September 1980 sebagaimana tertera dalam sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 22. Upaya ahli waris Almarhum RMT.Wirjodiningrat mengajukan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan tidak mendapat respon dari Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Berkaitan dengan itu Pemerintah Kota Surakarta mengajukan permohonan hak atas tanah Sriwedari kepada Kantor Pertanahan Kota Surakarta sehingga terbit sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan sertifikat Hak Pakai Nomor 15 atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. Penerbitan dua sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 tersebut menurut ahli waris Almarhum RMT. Wirjodiningrat melawan hukum karena sebagaimana tertera dalam putusan kasasi Nomor: 3000 K/Sip/ 1981 tertanggal 17 Maret 1983, salah satu amar putusannya menyatakan bahwa almarhum RMT.Wirjodiningrat berhak atas persil sengketa yaitu tanah Hak Guna Bangunan No. 22 Sertifikat No. 887/1965 bekas Recht van Eigendom Nomor 295 dan rumah gedung yang berdiri diatasnya yang merupakan harta peninggalan yang belum dibagi waris sampai dengan saat berakhirnya Hak Guna Bangunan tersebut pada tanggal 23 September 1980. Penerbitan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 tidak mempunyai dasar hukum dan ahli waris tidak pernah mengalihkan hak atas tanah Sriwedari kepada Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. Berkaitan dengan terbitnya sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 atas nama Pemerintah
Kotamadya
Daerah
Tingkat
II
Surakarta,
pihak
ahli
waris
RMT.Wirjodiningrat pada tanggal 11 November 2002 telah mengajukan gugatan pembatalan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan sertifikat Hak Pakai nomor 15 kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang. Gugatan pembatalan atas kedua sertifikat hak pakai tersebut terdaftar dalam register perkara No: 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg dan telah diputus pada tanggal 17 Juni 2003 dengan amar putusan sebagai berikut : MENGADILI: DALAM EKSEPSI: commit to user - Menyatakan eksepsi dari Tergugat tidak dapat diterima;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
DALAM POKOK PERKARA: - Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk seluruhnya; - Menyatakan batal : 1. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 11, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta; 2. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 15, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. - Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut : 1. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 11, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta; 2. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 15, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. - Membebankan kepada Tergugat untuk membayar biaya perkara 1.524.000 (satu juta lima ratus dua puluh empat).
Kecamatan atas nama Kecamatan atas nama
Kecamatan atas nama Kecamatan atas nama sebesar Rp.
Putusan 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara yang mengabulkan gugatan pembatalan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15, pihak Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta melakukan upaya hukum banding ke tingkat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya dengan perkara Nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN Sby. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya telah memutus permohonan banding atas perkara tersebut pada tanggal 12 November 2003 dengan amar putusan sebagai berikut : MENGADILI : - Menerima permohonan banding dari Tergugat/Pembanding; - Membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor : 75/G/TUN/2002/PTUN Smg. tanggal 17 Juni 2003 yang dimohonkan banding. MENGADILI SENDIRI : DALAM EKSEPSI : - Menerima eksepsi dari Tergugat/ Pembanding; DALAM POKOK PERKARA: - Menyatakan gugatan Penggugat/ Terbanding tidak dapat diterima; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
- Menghukum Penggugat/Terbanding membayar biaya perkara ini dalam kedua tingkat peradilan, yang untuk tingkat banding sebesar Rp. 250.000,(dua ratus lima puluh ribu rupiah ). Berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya dengan perkara
Nomor
122/B.TUN/2003/PT.TUN
Sby.
yang
menyatakan
gugatan
Penggugat/Terbanding tidak dapat diterima maka Penggugat yaitu ahli waris RMT. Wirjodiningrat telah melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan register perkara nomor: 125-K/TUN/2004. Berdasarkan pengajuan upaya hukum kasasi tersebut, Mahkamah Agung Republik Indonesia telah memutus perkara nomor: 125-K/TUN/2004 pada tanggal 20 Februari 2006 dengan amar putusan sebagai berikut : MENGADILI : - Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : 1. SUHARNI, 2. SAYID GITO ADMODJO, 3. Ray. IMRAMINAH SUGIANTO, 4.ALIEBRAM, 5. ARIANTO, 6. Ir. ISSOESETIYO, 7. RM.SURYADI, 8. Ray.KUSAMSIATI TJOKRO K tersebut; - Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya tanggal 12 November 2003 Nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN.Sby; MENGADILI SENDIRI: DALAM EKSEPSI: - Menyatakan eksepsi dari Tergugat tidak dapat diterima. DALAM POKOK PERKARA: - Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya; - Menyatakan batal : 1. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta; 2. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. - Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut: 1. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta; commit to user
Kecamatan atas nama Kecamatan atas nama
Kecamatan atas nama
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
2. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. - Menghukum Termohon Kasasi/ Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebanyak Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah). Putusan Mahkamah Agung yang tertuang dalam putusan perkara Nomor 125K/TUN/2004 tertanggal 20 Februari 2006, antara Suharni dan sejumlah ahli waris lainnya melawan Kantor Pertanahan Kota Surakarta, mengabulkan permohonan kasasi serta memerintahkan tergugat (Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta) untuk mencabut sertifikat Hak Pakai No.11 dan 15 (Anonim. Soloraya: MA:Tanah Sriwedari milik ahli waris Wiryodiningrat.13 Desember 2006). Pada tanggal 22 Maret 2007 Pengadilan Negeri Surakarta memberikan peringatan (aanmaning) kepada Pemerintah Kota Surakarta, Yayasan Radyopustoko, Penguasa Keraton dengan berita acara aanmaning Nomor 08/Eks/2007/PN.Surakarta. Terkait dengan putusan kasasi yang menyatakan Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta untuk mencabut sertifikat Hak Pakai No. 11 dan 15 tersebut, Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta juga melakukan upaya hukum peninjauan kembali. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 125K/TUN/2004 tertanggal 20 Februari 2006, Kantor Pertanahan Surakarta sebagai pihak yang kalah telah mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali dengan register perkara Nomor: 29-PK/TUN/2007. Pada tanggal 17 April 2009 permohonan Peninjauan Kembali dengan register perkara Nomor : 29PK/TUN/2007 diputus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan amar putusan sebagai berikut: - Menolak permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA tersebut; - Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam tingkat Peninjauan Kembali ini ditetapkan sebanyak Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Pencabutan dan pembatalan sertifikat hak pakai nomor 11 dan 15 tersebut, pihak ahli waris Alm. RMT.Wirjodiningrat mengajukan permohonan eksekusi pembatalan dan pencabutan sertifikat hak pakai Nomor 11 dan 15 ke Pengadilan Tata Usaha Negera Semarang dan dikabulkan dengan penetapan resmi nomor 75/Laks.Pts/2002/PTUN Smg tertanggal 19 Desember 2007 yang isinya antara lain: - Mengabulkan Permohonan Para Penggugat; - Memerintahkan Tergugat Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta untuk melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang No: 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg tertanggal 17 Juni 2003 yang telah dibatalkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya dengan putusan No: 122/B.TUN/2003/PT.TUN.SBY tanggal 12 November 2003 dan Kasasi yang dikabulkan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 125K/TUN/2004 tertanggal 20 Februari 2006. Putusan
Pengadilan
Tata
Usaha
Negara
Semarang
Nomor
75/G/TUN/2002/PTUN.Smg tanggal 17 Juni 2003 jo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN SBY tanggal 12 November 2003 jo Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 125 K/TUN/2004 tanggal 20 Februari 2006 jo Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 29 PK/TUN/ 2007 tanggal 17 April 2009 telah memiliki kekuatan hukum tetap, namun pihak Pemerintah Kota Surakarta melakukan pembangunan pagar dan gapura di atas lahan Tanah Sriwedari dengan menggunakan anggaran dana APBD pada tahun 2008. Upaya pembuatan pagar itu sebagai bagian dari program penataan kota, bukan sebagai upaya menguasai tanah Tanah Sriwedari yang
masih
dalam
sengketa
(http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=180479&actmenu=38). Kondisi Tanah Sriwedari Solo, Jawa Tengah, yang tidak tertata, Pemerintah Kota Surakarta merencanakan Tanah Sriwedari dikembalikan seperti aslinya dan pembangunannya dilakukan secara bertahap. Tahap pertama yang dilakukan adalah pembangunan pagar dan pintu gerbang dengan dana total Rp1,2 miliar. Dana sebesar Rp1,2 miliar yang disediakan untuk pembangunan pagar dan pintu gerbang taman commit to userSurakarta, dan akan dikerjakan awal tersebut dari APBD tahun 2008 Pemerintah Kota
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
September 2008 (Anonim. Kompas: Taman Sriwedari Dikembalikan Seperti Aslinya. 06 Agustus 2008). Penetapan resmi Nomor 75/Laks.Pts/2002/PT TUN Smg, Badan Pertanahan Nasional
Kota
Surakarta
melakukan
Risalah
Pengolahan
Data
nomor
01/RPD/VI/2008 tanggal 9 Juli 2008. Berdasarkan pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg tanggal 17 Juni 2003 jo Putusan
Pengadilan
Tinggi
Tata
Usaha
Negara
Surabaya
nomor
122/B.TUN/2003/PT.TUN SBY tanggal 12 November 2003 jo Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 125 K/TUN/2004 tanggal 20 Februari 2006 jo Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 29 PK/TUN/ 2007 tanggal 17 April 2009 yang berkekuatan hukum tetap bahwa menyatakan batal dan mencabutnya Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan Sertifikat Hak Pakai Nomor 15. Pada dasarnya pembatalan hak atas tanah itu meliputi pembatalan keputusan pemberian hak, sertifikat hak atas tanah. Keputusan pemberian hak dalam rangka pengaturan penguasaan tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 104 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Pembatalan hak atas tanah karena terdapat cacat hukum secara administratif dalam penerbitan keputusan pemberian dan/atau sertifikat hak atas tanahnya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana diatur dalam Pasal 104 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 125 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, permohonan pembatalan hak atas tanah karena melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
hukum tetap dapat diajukan langsung kepada Menteri atau Kepala Kantor Wilayah atau melalui Kepala Kantor Pertanahan. Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 2008 Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Surakarta menyetujui pembatalan sertifikat hak pakai 11 dan 15 Nomor 570/2759/33/2008. Selanjutnya Kepala Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan Risalah Pengolahan Data Nomor 16/RPD/Pbt/VII/2011 tanggal 11 Juli 2011. Berdasarkan Risalah Pengolahan Data Nomor 16/RPD/Pbt/VII/2011, pada tanggal 20 Juli 2011 Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah Nomor SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuataan hukum tetap memutuskan: KESATU: Mencabut dan membatalkan: a. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta; b. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. Keduanya tercatat atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta terletak di Jl. Brigjend Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah dan menyatakan sertifikatnya tidak berlaku lagi sebagai tanda bukti hak atas tanah yang sah. KEDUA: Mengembalikan statusnya menjadi: - Tanah negara Bekas Hak Guna Bangunan No. 22/Sriwedari seluas ± 34.250 m2 dan tanah negara seluas ± 3.900 m2 untuk tanah bekas Hak Pakai No. 15/Sriwedari. - Tanah negara seluas ± 61.379 m2 untuk tanah bekas Hak Pakai No. 11/Sriwedari; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
KETIGA: Memerintahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Surakarta untuk: a. Mencatat batalnya: 1) Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta; 2) Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. Keduanya tercatat atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta sebagaiman dimaksud pada diktum PERTAMA dalam daftar umum dan daftar isian lainnya yang ada pada administrasi pendaftaran serta mematikan buku tanahnya. b. Menarik dari peredaran: 1) Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta; 2) Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. Keduanya tercatat atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA dan apabila penarikan sertifikat tidak dapat dilaksanakan agar dapat diumumkan dalam Surat Kabar Harian yang beredar di wilayah Kota Surakarta dan sekitarnya atas biaya pemohon. Berdasar pada Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Tengah Nomor: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 maka status tanah Sriwedari saat ini menjadi tanah negara. Sengketa berkepanjangan Tanah Sriwedari Solo antara Pemerintah Kota Surakarta dengan pihak yang mengklaim sebagai ahli waris usai. Menurut Joko Widodo, selaku Walikota Surakarta, dengan dikembalikan Tanah Sriwedari menjadi tanah negara, maka mudah untuk mengajukan hak pengelolaan atas Tanah Sriwedari. Tanah Sriwedari saat ini menjadi status tanah negara berarti siapapun berhak atas tanah Sriwedari baik itu Pemerintah Kota Surakarta maupun ahli
waris
RMT.Wirjodiningrat(http://www.detiknews.com/read/2011/07/30/161221/1692933/1 0/ma-putuskan-lahan-taman-sriwedari-solo-dikembalikan-ke-negara). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Tanah Sriwedari yang saat ini berstatus tanah negara, pihak ahli waris terus melakukan upaya hukum untuk mendapatkan haknya kembali atas tanah Sriwedari tersebut dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Kota Surakarta terkait dengan pengosongan Sriwedari. Gugatan perdata dengan register perkara nomor 31/Pdt.G/ 2011 /PN. Ska tertanggal 17 November 2011 dengan amar putusan sebagai berikut : MENGADILI: DALAM KONPENSI : DALAM EKSEPSI : - Mengabulkan eksepsi Tergugat I; DALAM POKOK PERKARA ; - Menyatakan gugatan para Penggugat tidak dapat diterima; DALAM REKONPENSI : - Menyatakan gugatan Penggugat dalam rekonpensi tidak dapat diterima; DALAM KONPENSI dan DALAM REKONPENSI : - Menghukum para Penggugat dalam Konpensi/Tergugat dalam Rekonpensi secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara yang hingga kini ditetapkan sebesar Rp. 756.000, - (tujuh ratus lima puluh enam ribu rupiah). Terkait dengan putusan 31/Pdt.G/ 2011/PN. SKA tertanggal 17 November 2011, ahli waris alm. RMT. Wirjodiningrat mengajukan upaya hukum banding. Hingga saat ini kuasa hukum penggugat belum mengajukan memori banding yang memuat alasan diajukannya banding. Tanah Sriwedari merupakan ikon budaya kota Surakarta. Tanah Sriwedari juga merupakan aset Pemerintah Kota Surakarta dan masih masuk dalam daftar inventaris barang milik daerah Kota Surakarta. Tanah Sriwedari terdiri dari bangunan Museum Radya Pustaka, gedung wayang orang, dan berbagai sarana rekreasi dan hiburan rakyat. Tanah Sriwedari yang diatasnya berdiri bangunan-bangunan tersebut telah mempunyai nilai ekonomis yang mampu memberikan pendapatan daerah kota Surakarta. Tanah Sriwedari masih terdaftar commitmeski to user sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta, sudah ada putusan Pengadilan Tata
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan hak pakai (HP) Pemerintah Kota Surakarta. B. Proses Penghapusan Tanah Sriwedari Sebagai Aset Pemerintah Kota Surakarta Aset merupakan sumber pendukung dalam pembangunan dan sebagai daya dukung dalam setiap organisasi pemerintah. Sebagai daya dukung dalam setiap pemerintah baik itu pusat maupun daerah serta adanya desentralisasi urusan pemerintahan/ kewenangan antar tingkatan pemerintah sehingga diperlukannya pengaturan dalam pengelolaan barang milik negara/daerah. Berdasarkan UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana terkait dengan desentralisasi maka ditetapkan peraturan pengelolaan barang milik negara/daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Adapun kebijakan teknis secara khusus dalam pengelolaan barang milik daerah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Penjelasan Umum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, bahwa Barang Milik Daerah itu terdiri dari : 1.
2.
barang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang penggunaannya/ pemakaiannya berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Instansi/lembaga Pemerintah Daerah lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya yang status barangnya dipisahkan. Barang milik daerah yang dipisahkan adalah barang daerah yang pengelolaannya berada pada Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya yang anggarannya dibebankan pada anggaran Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya. Adapun kegiatan pengelolaan barang milik daerah itu antara lain: perencanaan
kebutuhan dan penganggaran; pengadaan; penerimaan, penyimpanan dan penyaluran; commit to user penggunaan; penatausahaan; pemanfataan; pengamanan dan pemeliharaan; penilaian;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
penghapusan; pemindahtanganan; pembinaan, pengawasan dan pengendalian; pembiayaan; dan tuntutan ganti rugi. Kegiataan pengelolaan itu harus dilaksanakan secara maksimal agar mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan pendapatan asli daerah. Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) sebagai pemegang kekuasaan barang milik daerah. Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan barang milik daerah dalam pelaksanaan dan pengelolaannya dibantu oleh: a. Sekretaris Daerah selaku pengelola, sebagai koordinator dibantu oleh asisten yang membidangi melakukan pembinaan pengelolaan barang milik daerah, bertugas dan bertanggungjawab atas terselenggaranya koordinasi dan sinkronisasi antara pembina, pengelola dan pengguna barang/kuasa pengguna barang; b. Asisten yang membidangi dibantu oleh Pembantu Pengelola bertanggungjawab atas terlaksananya tertib pemenuhan standarisasi sarana dan prasarana kerja Pemerintahan
Daerah,
standarisasi
harga
dan
bertanggungjawab
atas
penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah; dan c. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pengguna bertugas dan bertanggungjawab atas perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penggunaan,
penatausahaan,
pemeliharaan/perbaikan,
pengamanan
dan
pengawasan barang dalam lingkungan wewenangnya. Tiap daerah memiliki barang milik daerah baik itu bergerak maupun tidak bergerak. Barang daerah tersebut mempunyai nilai ekonomis sehingga diperlukannya suatu kebijakan dalam pengelolaannya salah satunya Kota Surakarta. Kebijakan dalam pengelolaan barang milik daerah itu diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah. Barang milik daerah Kota Surakarta salah satunya Tanah Sriwedari yang terletak di Jalan Brigjend Slamet Riyadi Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Tanah Sriwedari dikenal sebagai ikon budaya dan sarana kepentingan publik Kota Surakarta. Akan tetapi Tanah Sriwedari merupakan barang milik daerah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
yang telah menuai sengketa pertanahan antara ahli waris alm. RMT. Wirjodiningrat, Pemerintah Kota Surakarta, Kantor Pertanahan Kota Surakarta dan pihak lainnya. Tanah Sriwedari yang dikenal dengan Kebon Raja merupakan suatu kawasan wisata yang berada ditengah-tengah Kota Surakarta yang dilengkapi dengan hiburan kesenian klasik, film dan jenis hiburan dalam pementasan wayang orang Sriwedari. Tanah Sriwedari juga dilengkapi sebuah bangunan museum dengan berbagai koleksi benda-benda peninggalan sejarah yang dikenal dengan Museum Radya Pustaka. Tanah Sriwedari tersebut tidak hanya sebatas pada seni budaya tetapi juga di bidang olahraga dengan dibangunnya Stadion Sriwedari yang dibangun pada tahun 1933. Pengembangan Tanah Sriwedari sebagai kawasan wisata dan menyediakan ruang publik bagi masyarakat Kota Surakarta khususnya, oleh Pemerintah Kota Surakarta melengkapi dengan membangun Pujasari, Restoran Boga, Taman Hiburan Rakyat (THR), bioskop dan gedung Graha Wisata Niaga. Pengelolaan Tanah Sriwedari itu dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta (Sugiarti, 2009. Vol 2. No 3 : 204-207). Tanah Sriwedari sebagai ikon kepentingan publik tersebut telah terjadi sengketa sejak tahun 1965 berawal sejak terbitnya sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 22 atas nama ahli waris Alm. RMT. Wirjodiningrat dan Tanah Sriwedari dikuasai oleh Pemerintah Kota Surakarta. Pada tanggal 24 September 1970 ahli waris Alm. RMT. Wirjodiningrat mengajukan gugatan perdata kepada Pemerintah Daerah Kotamadya Surakarta, Yayasan RadyaPustaka dan Penguasa Keraton selaku Tergugat dengan register perkara nomor 147/1970 dan pada tanggal 29 Agustus 1975 diputus dengan amar putusan bahwa: - Menetapkan hukumnya tanah persil Recht Van Eigendom (RVE) Verp. No. 295 dan bangunan rumah gedung yang berdiri diatasnya sebagaimana lebih jelas diuraikan dalam surat gugat adalah hak milik RMT. Wirjodiningrat dan merupakan barang peninggalan yang belum dibagi waris. - Menetapkan hukumnya Tergugat masing-masing tidak berhak menguasai dan menempati (occuperen) tanah dan rumah tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
- Menghukum Tergugat dan siapa saja yang mengaku memperoleh hak supaya mengosongkan tanah dan rumah ini kepada Penggugat guna dibagi waris diantara semua ahli waris RMT.Wirjodiningrat. - Menentukan waktu penyerahan tanah rumah terperkara ataupun jumlah uang harganya atau tanah dan rumah penggantinya, selama-lamanya empat bulan terhitung mulai hari ini dan paling lambat pada tanggal 30 Desember 1975, - Menghukum Tergugat I dan Tergugat II supaya tiap bulan masing-masing membayar uang ganti rugi kepada Penggugat, uang sejumlah Rp. 75.000,00 (tujuh puluh lima ribu rupiah) dan Rp. 25.000,00 (dua puluh lima rupiah) terhitung sejak dimasukkannya gugatan perkara ini yaitu tanggal 27 Oktober 1970 sampai penyerahan tanah dan rumah terperkara atauapun harganya/tanah dan rumah penggantinya oleh Tergugat kepada Penggugat. Atas dasar putusan Pengadilan Negeri Kota Surakarta dengan register perkara nomor 147/1970 tersebut, pihak Tergugat mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Semarang dengan perkara nomor 26/1978/pdt/PT.Smg yang diputus pada tanggal 6 April 1979 dengan amar putusan sebagai berikut : - Membatalkan putusan Pengadilan Negeri di Surakarta tertanggal 29 Agustus 1975 No. 147/1970 Pdt. yang dimohonkan banding. Upaya kasasi dilakukan oleh ahli waris Alm. RMT. Wirjodiningrat dan diputus di tingkat Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Nomor 3000 K/Sip/1981 pada tanggal 17 Maret 1983 dengan amar putusan sebagai berikut : - Menyatakan bahwa almarhum RMT.Wirjodiningrat berhak atas persil sengketa yaitu tanah Hak Guna Bangunan No. 22 Sertifikat No. 887/1965 bekas Recht Van Eigendom Verponding No. 295 dan rumah gedung yang berdiri diatasnya yang merupakan harta peninggalan yang belum dibagi waris sampai dengan saat berakhirnya Hak Guna Bangunan tersebut pada tanggal 23 September 1980. - Menghukum Tergugat I dan Tergugat II membayar ganti rugi kepada Penggugat masing-masing Tergugat I sebesar Rp. 20.550.000 ditambah Rp. 8.925.000 = Rp. 29.475.000 dan Tergugat II sebesar Rp. 6.875.000 ditambah Rp. 2.975.000 = Rp. 9.850.000 untuk dibagi-bagikan kepada ahli waris almarhum RMT. Wirjodiningrat. - Menyatakan bahwa gugatan Penggugat agar Tergugat-Tergugat dan juga orang-orang dan atau badan-badan yang turut menempati dengan izin Tergugat untuk mengosongkan dan menyerahkan persil dan gedung sengketa kepada Penggugat tidak dapat diterima. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Berdasar pada putusan kasasi dengan Nomor 3000 K/Sip/1981 pada tanggal 17 Maret 1983 , Pemerintah Kota Surakarta hanya membayar ganti rugi atas uang sewa kepada ahli waris Alm. RMT. Wirjodiningrat. Pada tanggal 5 September 1980 ahli waris Alm. RMT. Wirjodiningrat mengajukan perpanjangan akan tetapi menimbulkan permasalahan kembali dengan dikeluarkannya sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. Penerbitan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15 atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta merupakan perbuatan melawan hukum maka ahli waris RMT. Wirjodiningrat mengajukan gugatan PTUN pada tanggal 11 November 2002 dengan register perkara Nomor 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg dengan amar putusan sebagai berikut : - Menyatakan batal : 1. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 11, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta; 2. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 15, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. - Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut : 1. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 11, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta; 2. Sertifikat Hak Pakai Nomor : 15, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.
Kecamatan atas nama Kecamatan atas nama
Kecamatan atas nama Kecamatan atas nama
Kantor Pertanahan Kota Surakarta menanggapi atas putusan dengan register perkara Nomor 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara Surabaya dengan perkara nomor
122/B.TUN/2003/PT.TUN Sby yang diputus pada tanggal 12 November 2003 dengan amar putusan, - Membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomor : 75/G/TUN/2002/PTUN Smg. tanggal 17 Juni 2003 yang dimohonkan commit to user banding.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Tindak lanjut dari putusan banding tersebut ahli waris Alm. RMT. Wirjodiningrat mengajukan kasasi dengan perkara nomor 125-K/TUN/2004 yang diputus pada tanggal 20 Februari 2006 bahwa: - Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya tanggal 12 November 2003 Nomor 122/B.TUN/2003/PT.TUN.Sby. Berdasarkan pada putusan nomor 125-K/TUN/2004, Kepala Kantor Pertanahan mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali nomor 29PK/TUN/2007 yang diputus pada tanggal 17 April 2009 dengan amar putusan, - Menolak permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA tersebut. Penerbitan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15, pada tahun 2002 diajukan gugatan oleh ahli waris RMT. Wirjodiningrat telah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam Putusan PTUN Semarang tanggal 17 Juni 2003 No. 75/G/TUN/2002/PTUN.Smg jo. Putusan PT TUN Surabaya tanggal 12 November 2003 No. 122/B.TUN/2003/PT.TUN.Sby jo. Putusan MARI tanggal 20 Februari 2006 No. 125 K/TUN/2004 jo Putusan MARI tanggal 17 April 2009 No. 29 PK/TUN/2007, dengan amar putusan: - Menyatakan batal: 1. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta; 2. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. - Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut: 1. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta; 2. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. commit to user
Kecamatan atas nama Kecamatan atas nama
Kecamatan atas nama Kecamatan atas nama
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut menjadikan dasar untuk diterbitkannya Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Tengah Nomor : SK. 17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No. 11/Sriwedari dan Hak Pakai No. 15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjend Slamet Riyadi Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Keduanya tercatat atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Penerbitan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Tengah Nomor : SK. 17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalann sertifikat Hak Pakai No. 11/Sriwedari dan Hak Pakai No. 15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjend Slamet Riyadi Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Keduanya tercatat atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut terdapat salah satu klausul yaitu: - Mengembalikan statusnya menjadi: a. Tanah Negara Bekas Hak Guna Bangunan No. 22/ Sriwedari seluas ± 34.250 m2 dan tanah negara seluas ± 3.900 m2 untuk tanah bekas Hak Pakai No. 15/Sriwedari. b. Tanah Negara seluas ± 61.379 m2 untuk tanah bekas Hak Pakai No. 11/Sriwedari. Berdasarkan SK. 17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan sertifikat Hak Pakai No. 11/Sriwedari dan Hak Pakai No. 15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjend Slamet Riyadi Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Keduanya tercatat atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang memutuskan dikembalikannya Hak Pakai No. 11 dan Hak Pakai No. 15 menjadi status tanah negara tersebut berarti siapapun berhak atas Tanah Sriwedari baik itu Pemerintah Kota Surakarta maupun ahli waris RMT. Wirjodiningrat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Tanah Sriwedari sebagai salah satu aset tidak bergerak Pemerintah Kota Surakarta yang tercatat dalam neraca aset daerah Kota Surakarta. Status Tanah Sriwedari adalah sebagai tanah negara sebagaimana sesuai dengan penerbitan SK. 17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan sertifikat Hak Pakai No. 11/Sriwedari dan Hak Pakai No. 15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjend Slamet Riyadi Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Keduanya tercatat atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Tindak lanjut Pemerintah Kota Surakarta terhadap Tanah Sriwedari sebagai aset tidak bergerak dan berstatus tanah negara tetap mencatat sebagai aset pemerintah Kota Surakarta dalam neraca aset daerah. Tanah Sriwedari setelah penerbitan SK. 17/Pbt/BPN.33/2011 tersebut tetap dikuasai oleh Pemerintah kota Surakarta karena telah bertahun-tahun tanah Sriwedari dalam penguasaannya. Pengelolaan dari tanah Sriwedari dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagaimana fungsi dari tanah Sriwedari sebagai ikon publik di Kota Surakarta. Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, (1) Barang milik negara/daerah berupa tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan. (2) Barang milik negara/daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan. Berdasarkan Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah maka Pemerintah Kota Surakarta melakukan pendaftaran hak atas tanah terhadap Tanah Sriwedari yang berstatus sebagai Tanah Negara tersebut. Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah, Tanah Negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah. Maksud dari tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah berarti tanah yang tidak dilekati dengan suatu hak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
yakni hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara, hak pengelolaan serta tanah ulayat dan tanah wakaf. Tanah bekas Hak Pakai Nomor 11 dan Hak Pakai Nomor 15 kembali menjadi status tanah negara, apabila dihubungkan dengan pengertian Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka Tanah Sriwedari saat ini tanah tanpa hak atas tanah sehingga siapa pun berhak mengajukan hak atas tanah atas tanah Sriwedari dengan memperhatikan Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pengelolaan Tanah Sriwedari sebagai salah satu barang milik daerah Pemerintah Kota Surakarta yaitu melakukan penghapusan Tanah Sriwedari dari daftar barang pengguna. Penghapusan merupakan salah satu kegiatan pengelolaan barang milik daerah. Pasal 1 angka 24 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan/atau pengelola dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. Penghapusan barang milik daerah adalah suatu tindakan penghapusan barang Pengguna/Kuasa Pengguna dan penghapusan dari Daftar Inventaris Barang Milik Daerah. Penghapusan barang milik Daerah berupa barang tidak bergerak seperti tanah dan/atau bangunan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan DPRD. Akan tetapi, terdapat pengecualian yaitu tidak memerlukan persetujuan dari DPRD sebagaimana diatur dalam Pasal 58 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Alasan penghapusan barang milik daerah adalah adanya putusan pengadilan yang berkekuataan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya (inkracht), adanya persetujuan dari dan disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan adanya dokumen baru yang diberikan kepada orang lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Alasan penghapusan barang milik daerah dari daftar barang pengguna atau daftar kuasa pengguna karena, 1) adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya (inkracht) dilakukan secara langsung oleh pengguna Barang berdasarkan dokumen putusan penggadilan; 2) adanya persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pengecualian: a) sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; b) harus dihapuskan karena anggaraan untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran; c) diperuntukkan bagi pegawai negeri; d) diperuntukkan bagi kepentingan umum; e) dikuasai oleh daerah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuataan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis. 3) Adanya dokumen baru yang diberikan kepada pihak lain. Berdasarkan alasan adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka Tanah Sriwedari perlu diadakan penghapusan dari daftar inventaris barang
milik
daerah
sebagaimana
pelaksanaan
dari
Penerbitan
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuataan hukum tetap yaitu putusan peninjauan kembali dengan register perkara nomor 29 PK/TUN/ 2007 tanggal 17 April 2009. Sehingga, penghapusan terhadap Tanah Sriwedari yang tercatat dalam neraca aset daerah tidak diperlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Penerbitan SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan commit to user Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta tidak membuat Pemerintah Kota Surakarta melakukan tindakan penghapusan sebagai salah satu kegiatan pengelolaan barang milik daerah. Pelaksanaan penghapusan tidak sematamata dihapus dari neraca aset daerah melainkan juga diperlukannya persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pada saat ini pemeliharaan Tanah Sriwedari dengan
melakukan beberapa revitalisasi berupa pemagaran, pembenahan sarana Stadion Sriwedari untuk kepentingan olahraga masyarakat, misal penarikan uang sewa dari bangunan
Graha
Wisata
dan
lainnya.
Akibat
dari
dikeluarkannya
SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang pencabutan dan pembatalan sertifikat Hak Pakai nomor 11 dan 15 dengan klausul Tanah Sriwedari dikembalikan menjadi status tanah negara, saat ini Pemerintah Kota Surakarta mengajukan permohonan hak atas tanah baru kepada Kantor Pertanahan Kota Surakarta berdasarkan pada Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. C. Legalitas Perbuatan Hukum Pemerintah Kota Surakarta dalam Memelihara Tanah Sriwedari Setelah Penerbitan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah No: SK.17/Pbt/BPN.33/2011 Tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan 15. Tanah Sriwedari merupakan salah satu ikon publik yang berada di tengahtengah Kota Surakarta. Tanah Sriwedari yang pada awalnya merupakan tempat peristirahatan kerajaan Surakarta yang kemudian oleh Pakubuwono X berubah menjadi taman Kota Surakarta yang dikuasai oleh Pemerintah Kota Surakarta. Penguasaan oleh Pemerintah Kota Surakarta tersebut menimbulkan sengketa yang berkepanjangan antara ahli waris Alm. RMT. Wirjodiningrat dengan Pemerintah Kota Surakarta. Tanah Sriwedari selama penguasaan oleh Pemerintah Kota Surakarta tersebut telah dibangunnya beberapa bangunan commit toyaitu user Museum Radya Pustaka yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
dipergunakan untuk menyimpan benda-benda peninggalan sejarah, Stadion Sriwedari yang dibangun pada tahun 1933 dan dipergunakan oleh publik untuk melakukan aktivitas olahraga, Gedung Wayang Orang Sriwedari adalah sebuah gedung menyajikan seni pertunjukan wayang orang. Selain itu, untuk menunjang pemanfaatan Tanah Sriwedari untuk kepentingan umum maka oleh Pemerintah Kota Surakarta membangun Pujasari, restoran Boga, Taman Hiburan Rakyat, bioskop dan gedung Graha Wisata Niaga (Sugiarti, 2009. Vol 2 No.3 : 204-207). Barang merupakan salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat serta faktor penunjang dalam pembangunan khususnya bagi daerah yang mampu memberikan kontribusi berupa pendapatan asli daerah. Barang tersebut dapat memberikan kontribusi yang lebih kepada daerah maka perlu dilakukan pengelolaan barang milik negara daerah secara baik dan benar. Kebijakan dalam pengelolaan barang milik negara/daerah mengalami perubahan sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Hal ini sejalan dengan perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang dimulai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara dengan adanya desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom (daerah) untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Peraturan secara khusus kebijakan teknis dalam pengelolaan barang milik daerah ditetapkan pengelolaan barang milik daerah ditetapkan Peraturan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Penjelasan Umum Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, Barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuhtumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya. Barang milik daerah sebagaimana tersebut di atas, terdiri dari: 1. barang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang penggunaannya/ pemakaiannya berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Instansi/lembaga Pemerintah Daerah lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. barang yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah lainnya yang status barangnya dipisahkan. Pengelolaan dan anggaran dibebankan pada Perusahaan Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah. Pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan dalam pengelolaan barang milik daerah yang dibantu oleh Sekretaris Daerah selaku pengelola; Kepala Biro/Bagian Perlengkapan/Umum/Unit pengelola barang milik daerah selaku pembantu pengelola; Kepala SKPD selaku pengguna; Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna; Penyimpan barang milik daerah; dan Pengurus barang milik daerah. Tanah Sriwedari merupakan salah satu barang milik daerah yang masuk dalam daftar barang pengguna dan daftar inventaris barang milik daerah. Tanah Sriwedari dari daftar barang pengguna tersebut Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD) sebagai pengguna serta Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai pengguna terkait dengan penggunaan Tanah Sriwedari sebagai kawasan wisata. Pengelolaan dari Tanah Sriwedari dilakukan oleh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Hal ini sesuai dengan pemanfaatan Tanah Sriwedari sebagai kawasan wisata di tengah serta sebagai ikon publik Kota Surakarta. Pengelolaan Tanah Sriwedari sebagai kawasan wisata tersebut oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menarik retribusi dari obyek-obyek yang potensial mampu memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah di kawasan tersebut. Tanah Sriwedari hingga bertahun-tahun menjadi tanah sengketa antara penguasa yaitu Pemerintah Kota Surakarta dengan ahli waris RMT. Wirjodiningrat. Penguasaan Tanah Sriwedari oleh Pemerintah Kota Surakarta menurut ahli waris RMT. Wirjodiningrat merupakan perbuatan melawan hukum sehingga oleh ahli waris RMT. Wirjodiningrat mengajukan gugatan baik gugatan secara perdata maupun secara tata usaha negara. Gugatan perdata atas sengketa Tanah Sriwedari tersebut terkait dengan pengosongan lahan Tanah Sriwedari yang kemudian berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kota Surakarta dengan Nomor Register Perkara No. 31/Pdt.G/ 2011 /PN. SKA tertanggal 17 November 2011 dengan amar putusan bahwa menolak gugatan penggugat (ahli waris RMT. Wirjodiningrat). Alasan dari penolakan gugatan penggugat oleh Majelis Hakim, Asra, S.H. menilai jika gugatan ahli waris Wirjodiningrat yang dilayangkan pada Februari lalu sama dengan gugatan yang dilakukan ahli waris pada 1970 (nebis in idem). Menurut hakim, obyek yang disengketakan pada dua persidangan itu sama yaitu tanah Recht van Eigendom (RVE) yang telah dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) nomor 22. Obyek gugatan kedua persidangan juga sama, yaitu ahli waris Wirjodiningrat melawan Pemkot Surakarta
(http://news.detik.com/read/2011/11/17/191832/1769745/10/pengadilan-
taman-sriwedari-solo-tetap-dikelola-pemerintah?n991102605). Satu sisi ahli waris RMT. Wirjodiningrat mengajukan gugatan Tata Usaha Negara yang kemudian mempunyai putusan yang berkekuatan hukum berdasar putusan peninjauan kembali dengan register perkara nomor 125-K/TUN/2004 pada tanggal 20 Februari 2006 bahwa menyatakan batal dan memerintahkan kepada Tergugat (Kantor Pertanahan Kota Surakarta) untuk mencabut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
1. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 11, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta; 2. Sertifikat Hak Pakai Nomor: 15, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kotamadya Surakarta, Propinsi Jawa tengah, atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan dari putusan peninjauan kembali yang berkekuatan hukum tetap tersebut diterbitkannya SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuataan hukum tetap. Berdasarkan surat keputusan tersebut terdapat salah satu klausul yang menyebutkan, Mengembalikan statusnya menjadi: - Tanah negara Bekas Hak Guna Bangunan No. 22/Sriwedari seluas ± 34.250 m2 dan tanah negara seluas ± 3.900 m2 untuk tanah bekas Hak Pakai No. 15/Sriwedari. - Tanah negara seluas ± 61.379 m2 untuk tanah bekas Hak Pakai No. 11/Sriwedari; Pengertian tanah negara menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah. Tanah negara itu berarti bahwa tanah yang tidak dilekati dengan suatu hak atas tanah yaitu hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah negara, hak pengelolaan serta tanah ulayat dan tanah wakaf. Tanah negara itu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (B.F. Sihombing, 2005: 7980 ) : a.
tanah negara yang dikuasai langsung oleh negara, dalam pengertian hak menguasai dari negara untuk mengatur bumi, air dan ruang angkasa serta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada suatu tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat yang mempunyai kewenangan sebagaimana diatura dalam Pasal 2 ayat (2) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria: 1) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; 2) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; 3) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. b.
tanah negara yang dimiliki oleh pemerintah yaitu tanah-tanah yang diperoleh pemerintah pusat maupun daerah berdasarkan nasionalisasi, pemberian, penyerahan sukarela maupun melalui pembebasan tanah dan berdasarkan aktaakta peralihan hak.
c.
tanah negara yang tidak dimiliki atau dikuasai oleh masyarakat, badan hukum swasta dan badan keagamaan atau badan sosial serta tanah-tanah yang dimiliki oleh perwakilan negara asing. Penerbitan SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan
Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuataan hukum tetap dengan klausul dikembalikannya tanah bekas Hak Pakai Nomor 11 dan Hak Pakai Nomor 15 menjadi status tanah negara maka siapapun baik Pemerintah Kota Surakarta maupun ahli waris RMT. Wirjodiningrat berhak mengajukan hak atas tanah atas Tanah Sriwedari tersebut. Saat ini Pemerintah Kota Surakarta telah mengajukan hak atas tanah baru atas Tanah Sriwedari (Bambang Aris commit to user
Sasongko. 2011. Solopos: Pemkot Ajukan HP Baru Atas Tanah Sriwedari). Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta untuk melakukan penataan Tanah Sriwedari yang terhambat karena sengketa hukum. Penataan Tanah Sriwedari tersebut dilakukan karena Tanah Sriwedari masuk dalam daftar invetaris barang milik daerah Pemerintah Kota Surakarta dan daftar barang pengguna. Adanya penerbitan SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tersebut, Pemerintah Kota Surakarta melakukan pendaftaran hak atas tanah terhadap Tanah Sriwedari berdasarkan pada Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik negara/Daerah. Tanah negara dalam arti sempit harus dibedakan dengan tanah-tanah yang dikuasai oleh Departemen-Departemen dan Lembaga-Lembaga Pemerintah NonDepartemen lainnya dengan hak pakai, serta merupakan aset atau bagian dari kekayaan negara yang penguasaannya ada pada Menteri Keuangan. Penguasaan tanah negara dalam arti publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ada pada Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional. Pengelolaan barang milik daerah di Kota Surakarta diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah. Barang milik daerah berupa Tanah Sriwedari tersebut masih masuk dalam daftar inventaris sehingga mendapatkan anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini sebagai konsekuensi dari penguasaan Tanah Sriwedari oleh Pemerintah Kota Surakarta sebagai salah satu barang milik daerah Kota Surakarta yang mampu memberikan kontribusi pada pendapatan daerah melalui retribusi dari obyek-obyek yang potensial di kawasan Tanah Sriwedari. Penerbitan SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta tidak membuat Pemerintah Kota Surakarta melakukan tindakan penghapusan sebagai salah satu kegiatan pengelolaan barang milik daerah. Pasal 1 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
angka 34 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan/atau pengelola dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. Alasan tidak dilakukan penghapusan dari daftar inventaris barang milik daerah karena Tanah Sriwedari masih dalam penguasaan Pemerintah Kota Surakarta karena sebagai ikon publik di Kota Surakarta. Barang milik daerah apabila akan dilakukannya penghapusan diperlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat, Pihak-pihak yang secara nyata menguasai tanah-tanah bekas konversi hak Barat yang dimaksud dalam peraturan ini, selama belum diselesaikan menurut ketentuan pasal-pasal diatas, wajib memelihara tanah, bangunan, dan lain-lain yang ada diatasnya secara baik. Berdasarkan pada Pasal 15 tersebut pihak yang secara nyata menguasai tanah bekas konversi hak barat maka wajib memelihara. Terkait dengan tanah Sriwedari, bahwa Pemerintah Kota Surakarta masih menguasai tanah Sriwedari meskipun diterbitkannya SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari dengan alasan tanah Sriwedari menjadi aset daerah Kota Surakarta sehingga dipelihara oleh Pemerintah Kota Surakarta. Pemeliharaan tanah Sriwedari oleh Pemerintah Kota Surakarta dengan melakukannya revitalisasi sejumlah bangunan di tanah Sriwedari. Penguasaan atas Tanah Sriwedari oleh Pemerintah Kota Surakarta merupakan perbuatan melawan hukum dikarenakan status hukum tanah Sriwedari itu menjadi tanah negara, dimana tanah yang tidak dilekati oleh hak atas tanah sebagaimana commit to user tertera dalam SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Sehingga penguasaan atas Tanah Sriwedari tanpa dilandasi hak maka melawan hukum, perbuatan melawan hukum tersebut juga terkait dengan perbuatan hukum Pemerintah Kota Surakarta yang melakukan revitalisasi di kawasan Taman Sriwedari, sebagai contoh pembangunan gazebo untuk menyediakan ruang publik dalam pementasan. Perbaikan Stadion Sriwedari sebagai sarana olahraga masyarakat khususnya masyarakat Kota Surakarta. Perbuatan hukum Pemerintah Kota Surakarta dalam melakukan revitalisasi tersebut tidak mempunyai dasar hukum. Penerbitan SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta tersebut merupakan pelaksanaan dari putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dan sebagai salah satu alasan perlu diadakannya penghapusan barang milik daerah yaitu adanya putusan pengadilan hukum yang tetap sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Akan tetapi, Pemerintah Kota Surakarta tidak menghapus Tanah Sriwedari dari neraca aset daerah sehingga perbuatan hukum Pemerintah Kota Surakarta yang tidak menghapus dari neraca aset negara merupakan perbuatan melawan hukum karena tanah Sriwedari merupakan tanah negara bukan tanah aset pemerintah Kota Surakarta. Alasan penghapusan barang milik daerah atas dasar pelaksanaan dari putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sehingga tidak diperlukannya persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 58 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Perbuatan melawan hukum merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan meskipun perbuatan tersebut commit to user
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan namun perbuatan tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
dianggap tercela karena tidak sesuai dengan keadilan atau norma kehidupan sosial dalam masyarakat maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Terkait dengan Tanah Sriwedari tersebut, pemerintah melakukan perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15 dimana terdapat klausul dikembalikannya status Tanah Srwiedari menjadi tanah negara. Satu sisi Pemerintah kota Surakarta merupakan salah satu aparatur negara yang perlu menjunjung tinggi penyelenggaran negara yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pemerintah sebagai salah satu aparatur negara harus menaati dan tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta asas-asas. Pasal 3 UndangUndang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, 1. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara. 2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara. 3. Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif. 4. Asas Keterbukaan adalah asas yan membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara. 5. Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara. 6. Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Status Tanah Sriwedari menjadi tanah negara sebagaimana tertuang dalam SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan Pembatalan Sertifikat Hak Pakai No.11/Sriwedari dan Hak Pakai No.15. Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Tanah Negara merupakan tanah yang langsung dikuasai oleh negara yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah. Akan tetapi, tanah Sriwedari saat ini menjadi aset Pemerintah Kota Surakarta. Terkait dengan asas-asas pemerintah yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme Pemerintah Kota Surakarta melanggar asas kepastian hukum karena Pemerintah Kota Surakarta melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Taknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1979 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Permohonan dan Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat. Pemerintah Kota Surakarta menjadikan tanah Sriwedari menjadi aset Pemerintah Kota Surakarta dan masih mendapatkan anggaran dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kota Surakarta. Terkait dengan pengertian Tanah Negara dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Tanah Negara adalah tanah yang tidak dilekati suatu hak atas tanah. Pemerintah Kota Surakarta menguasai tanpa alas hak dan melakukan penyalahgunaan keuangan daerah terkait dengan pengelolaan tanah Sriwedari tanpa alas hak dengan melakukan revitalisasi bangunan di tanah Sriwedari dengan menggunakan keuangan daerah sebagaimana anggaran yang dianggarkan oleh Pemerintah Kota Surakarta. Penyalahgunaan keuangan daerah tersebut, Pemerintah Kota Surakarta melakukan tindak pidana korupsi. Adapun unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yaitu :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
a. Perbuatan melawan hukum oleh seseorang maupun badan hukum; b. Merupakan penyalahgunaan wewenang; c. Merugikan negara atau perekonomian negara; d. Memperkaya diri sendiri, maupun korporasi; e. Perbuatan curang atau sengaja curang. Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta terkait dengan pembangunan beberapa bangunan di tanah Sriwedari salah satu upaya dari pengelolaan tanah Sriwedari sebagai aset Pemerintah Kota Surakarta. Akan tetapi, perbuatan Pemerintah Kota Surakarta melakukan pembangunan bangunan seperti gazebo tidak mempunyai alas hak karena tanah Sriwedari menjadi tanah Negara, tanah tanpa dilekati suatu hak atas tanah. Hak bangsa dan hak menguasai dari negara, tidak ada tanah yang merupakan res nullius, yang setiap orang dengan leluasa dapat menguasai dan menggunakannya. Menguasai tanah tanpa ada landasan haknya yang diberikan oleh Negara atau tanpa izin pihak yang mempunyainya tidak dibenarkan sehingga dapat diancam dengan sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 51 Prp 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak atau Kuasanya (Boedi Harsono, 2003 : 275-276). Tanah sebagai salah satu sumber daya alam, saat itu luasnya lahan pertanahan yang tidak terukur maka tanah hanya dapat dikuasai secara ipso facto. Artinya, tanah dipandang dikuasai apabila secara nyata tanah dimaksud ditempati, dimanfaatkan, diusahakan, dan dirawat oleh pemukim dan penggarapnya untuk kesejahteraan manusia. Semakin lahan pertanahan dimaksud ditempati, diolah, dan dimanfaatkan secara nyata, maka hak penguasaan atas tanah akan semakin menguat. Sebaliknya semakin ditelantarkan, maka penguasaan dimaksud akan semakin mengabur. Jika demikian, hak individual itu kembali tertransformasi menjadi tanah bebas (Ade Saptomo, September 2004. Vol. 1, No. 2: 207-218). Penguasaan secara yuridis dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan commit to user
memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
dihaki. Tetapi penguasaan dapat pula diartikan memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, tetapi pada kenyataannya penguasaan fisik dilakukan oleh pihak lain. Atau tanah tersebut dikuasai secara fisik oleh pihak lain tanpa hak (Boedi Harsono, 2003: 23). Ruang lingkup hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah sebagai lembaga hukum dan hubungan hukum konkret. Hak penguasaan atas tanah merupakan suatu lembaga hukum, jika belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya. Ketentuan-ketentuan hukum tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum, antara lain: a)
Mengatur nama atau penyebutan pada hak penguasaan tersebut;
b) Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh, wajib dan dilarang untuk diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu penguasaannya; c)
Mengatur hal-hal mengenai subyeknya, siapa yang boleh menjadi pemegang haknya dan syarat-syarat bagi penguasaannya;
d) Mengatur hal-hal mengenai tanahnya; Hak penguasaan atas tanah merupakan suatu hubungan hukum konkret, jika telah dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai objeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang hak. Ketentuan-ketentuan hukum tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum konkret, antara lain: (1) Penciptaanya menjadi suatu hubungan hukum yang kongkrit, dengan nama atau sebutan yang dimaksudkan diatas; (2) Pembebanannya dengan hak-hak lain; (3) Pemindahan kepada pihak lain; (4) Hal-hal mengenai hapusnya; (5) Hal-hal mengenai pembuktian (Boedi Harsono, 2003 : 25-27). Perspektif secara yuridis, perbuatan hukum penguasaan berbeda dengan commit to user
pemilikan. Konsep yuridis penguasaan memilik dimensi tertinggi tidak sekedar dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
sebatas pada wujud milik, tetapi penguasaan itu melahirkan wewenang mengatur dan menentukan. Perbuatan hukum penguasaan dalam segi hukum administrasi negara adalah perbuatan bersegi satu dari negara, bahwa perbuataan ini tidak membutuhkan persetujuan lembaga manapun karena tercipta atribusi dalam peraturan perundangundangan. Sedangkan pemilikan memiliki dimensi hubungan keperdataan yang tidak mempunyai makna perbuataan hukum publik. Sebagai bagian dari aturan hukum perdata, hak milik tidak melahirkan wewenang publik karena sifatnya yang lahir karena status hukum seseorang yang otonom. Demi tertib administrasi, barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan perlu dilakukan pengurusan secara administratif guna memberikan kepastian dan perlindungan hukum atas pengelolaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan. Apabila pihak Pemerintah Kota Surakarta yang berhak atas Tanah Sriwedari tentu diikuti oleh bukti-bukti yang mendukung hak-hak penggunaan maupun pemanfataan atas tanah. Perlindungan dan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah dapat diberikan melalui pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. sehingga pemegang hak atas tanah diberikan sertifikat sebagai tanda bukti hak kepemilikan dan/atau penguasaan. Upaya
tertib
administrasi
dengan
dilakukannya
pendaftaran
tanah
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah diperlukannya bukti-bukti pemilikan yang diatur dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak. Alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat berupa: a. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad. 1834-27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik; atau b. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings commit to user Ordonnantie (Staatsblad. 1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai
perpustakaan.uns.ac.id
c. d. e.
f.
g. h. i. j. k.
l. m.
digilib.uns.ac.id 86
tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959; atau surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya; atau akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; atau akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977; atau risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan; atau surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; atau petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuanketentuan Konversi UUPA.
Apabila ketentuan yang diatur dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah berkaitan dengan bukti kepemilikan tidak ada maka dapat digantikan dengan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Ketentuan ini memberi jalan keluar apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud ayat (1), baik yang berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang dapat dipercaya. Dalam hal demikian pembukuan hak dapat dilakukan tidak berdasarkan bukti kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik yang telah dilakukan oleh pemohon dan pendahulunya. Pembukuan hak menurut ayat ini commit to user harus memenuhi syarat sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
a. bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara nyata dan dengan itikat baik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut; b. bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan; c. bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya; d. bahwa telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman sebagaimana dimaksud Pasal 26; e. bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang disebutkan di atas; f. bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya dituangkan dalam keputusan berupa pengakuan hak yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik. Terkait dengan status hukum hak atas tanah Sriwedari yang dikembalikan menjadi status tanah negara, maka demi tertib administrasi maka harus dilakukan pendaftaran tanah dengan disertai bukti-bukti penguasaan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah apabila bukti-bukti kepemilikan tidak ada. Akan tetapi bukti kepemilikan oleh pihak Pemerintah Kota Surakarta tidak mempunyai hal ini dikarenakan sertifikat Hak Pakai Nomor 11 dan Hak Pakai Nomor 15 atas nama Pemerintah Kota Surakarta sudah dicabut dan dibatalkan dengan SK.17/Pbt/BPN.33/2011 tentang Pencabutan dan
Pembatalan
Sertifikat
Hak
Pakai
No.11/Sriwedari
dan
Hak
Pakai
No.15/Sriwedari terletak di Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, keduanya tercatat atas nama pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta, sebagai pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuataan hukum tetap. Tanah Sriwedari sebagai ikon budaya di Kota Surakarta. Tanah Sriwedari dan aspek pendukungnya masuk dalam kategori benda cagar budaya, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan. Aspek pendukung tersebut meliputi : patung-patung yang tersimpan dalam Museum Radya Pustaka, stadion, gedung wayang orang (Anisaul commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Karimah. Joglosemar. Budayawan: Kembalikan Sriwedari ke Rakyat !. 18 Maret 2011). Terkait dengan Tanah Sriwedari sebagai cagar budaya yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, maka harus memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Tanah Sriwedari disebut sebagai ikon budaya karena Tanah Sriwedari itu dahulu merupakan tanah peristirahatan Keraton Surakarta, yang diatas Tanah sriwedari tersebut berdiri bangunan-bangunan berupa Museum Radya Pustaka yang berguna untuk menyimpan benda-benda bersejarah, Stadion Sriwedari sebagai sarana untuk olahraga, Gedung wayang orang merupakan bangunan yang digunakan oleh masyarakat khususnya masyarakat Kota Surakarta untuk mengapresiasikan kesenian wayang orang. Pada saat ini pengelolaan dari Tanah Sriwedari itu berada dalam Pemerintah Daerah Kota Surakarta beserta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta. Pengelolaan dari tersebut karena tujuan dari Tanah Srwiedari tersebut digunakan sebagai tempat Pariwisata yang dilengkapi wahana Taman Hiburan Rakyat, Graha Wisata, serta sebagai temapat kebudayaan dengan didirikan bangunan berupa Museum Radya Pustaka yang menyimpan koleksi-koleksi benda-benda bersejarah, Gedung Wayang Orang sebagai tempat mengapresiasikan kesenian wayang orang di Kota Surakarta. Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, Museum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau commit to user yang bukan Cagar Budaya, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
Museum sebagai tempat menyimpan benda bersejarah koleksi benda-benda kuno. Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, koleksi adalah benda-benda bukti material hasil budaya, termasuk naskah kuno, serta material alam dan lingkungannya yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan, teknologi, dan/atau pariwisata. Konsekuensi dari Tanah Sriwedari sebagai Cagar Budaya maka perlu dilakukannya pendaftaran sehingga tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya. Setelah tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya, pemilik Cagar Budaya berhak memperoleh jaminan hukum berupa (Pasal 33 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya): (1) surat keterangan status Cagar Budaya; dan (2) surat keterangan kepemilikan berdasarkan bukti yang sah. Bukti yang sah, antara lain, adalah sertifikat hak milik atas tanah, kuitansi pembelian, dan surat wasiat yang disahkan oleh notaris.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis lakukan, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1.
Penerbitan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Tengah Nomor : SK. 17/Pbt/BPN.33/2011, Pemerintah Kota Surakarta sebagai pengelola dari Tanah Sriwedari tidak menghapus tanah Sriwedari dari neraca aset daerah Kota Surakarta dengan alasan tanah Sriwedari telah dikuasai selama bertahun-tahun. Jika akan menghapus Tanah Sriwedari dari neraca aset daerah Kota Surakarta diperlukannya persetujuan dari Dewan Perwakilan Daerah.
2.
Tindakan Pemerintah kota Surakarta yang tidak melakukan penghapusan atas Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Tengah Nomor : SK. 17/Pbt/BPN.33/2011 merupakan perbuatan melawan hukum karena tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 dan penjelasan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007. Pemerintah Kota Surakarta juga melakukan penyalahgunaan keuangan daerah terkait dengan pengelolaan Tanah Sriwedari yang melanggar asas kepastian hukum dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1999.
B. Saran Berdasarkan simpulan, penulis memberikan saran sebagai berikut. 1.
Pemerintah Kota Surakarta merupakan aparatur negara yang harus tunduk dan taat pada hukum sehingga Tanah Sriwedari dihapus dari daftar neraca aset daerah Kota Surakarta dan menghentikan pengelolaan terhadap Tanah Sriwedari. Demi terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1999 tentang commit to user
90
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme 2.
Penguasaan atas Tanah Sriwedari tersebut oleh Pemerintah Kota Surakarta harus berdasarkan pada alas hak yang sah sehingga mempunyai kekuatan hukum dan kepastian hukum sebagaimana sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor
24
tahun
1997
commit to user
tentang
Pendaftaran
Tanah.