perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO
Penulisan Hukum ( Skripsi )
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Aris Setyowarman Wahyu Perdana NIM. E1107124
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : ARIS SETYOWARMAN WAHYU PERDANA NIM : E1107124 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: KAJIAN
IMPLEMENTASI
MELAKUKAN
KEWENANGAN
PENGAMBILAN
DAKTILOSKOPI
DALAM
SIDIK
PENYIDIK
UNTUK
DENGAN
TEKNIK
PERKARA
PIDANA
JARI
PENGUNGKAPAN
DIKEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO. adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 20 April 2011 Yang membuat pernyataan
Aris Setyowarman Wahyu Perdana
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Aris Setyowarman Wahyu Perdana. E1107124, 2011. KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO. Fakultas Hukum UNS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arti penting implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo serta hambatan yang ditemukan penyidik dalam pengungkapan perkara pidana dengan menerapkan daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, menggambarkan dan menguraikan tentang peranan imlplementasi kewenangan penyidik untuk melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam penyidikan perkara pidana. Jenis data yang digunakan yaitu data Primer dan data sekunder. Adapun data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan, dan wawancara. Kemudian data yang di peroleh tersebut dianalisis secara kualitatif yang dilaksanakan melalui tahapan pengumpulan data, mengklasifikasikan, menghubungkan dengan teori dan masalah yang ada kemudian menarik kesimpulan guna menentukan hasilnya. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, yaitu peranan ilmu sidik jari khususnya daktiloskopi bagi penyidik dalam melaksanakan penyidikan guna mengungkap suatu tindak pidana merupakan langkah penting dalam penentuan kejelasan tindak pidana yang terjadi. Hal ini nantinya akan mengarahkan tindakan-tindakan atau pemeriksaan selanjutnya, siapa orang yang perlu dicurigai dan alat atau senjata apa yang digunakan dalam melakukan tindak pidana. Hambatan yang terjadi Jejak yang ditinggalkan ditempat kejadian sering menunjukkan bentuk yang tidak sempurna. Tidak sedikit ditemukannya sidik jari yang tertinggal merupakan sidik jari orang yang mungkin tidak bersangkutan sama sekali dengan korban maupun tersangka. Apabila ditemukan sidik jari namun bentuknya tidak atau kurang sempurna sehingga menyulitkan petugas dalam mengidentifikasinya dan Banyaknya masyarakat yang ingin melihat TKP mengakibatkan TKP rusak sehingga menyulitkan petugas untuk melakukan pemeriksaan.
Kata Kunci : Penyidik, sidik jari, Daktiloskopi
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Aris Setyowarman Wahyu Perdana. E1107124, 2011. A STUDY ON THE IMPLEMENTATION OF INVESTIGATOR’S AUTHORITY IN TAKING FINGERPRINTS USING DACTILOSCOPY IN DISCLOSING THE CRIMINAL CASE IN SUKOHARJO RESORT POLICE OFFICE. Law Faculty of UNS. This research aims to find out the importance of the implementation of investigator’s authority in taking fingerprints using dactiloscopy in disclosing the criminal case in Sukoharjo Resort Police Office as well as the obstacle the investigators encounters in disclosing the criminal case applying the dactiloscopy in disclosing the criminal case in Sukoharjo Resort Police Office. This study belongs to an empirical law research that is descriptive in nature, describing and elaborating about the role of the implementation of investigator’s authority in taking fingerprints using dactiloscopy in investigating the criminal case. The type of data used was primary data. The primary data sources employed includes primary and secondary data sources. The secondary data source consists of primary, secondary, and tertiary law materials. Techniques of collecting data used were library study and interview. Then the data obtained was analyzed qualitatively implemented using several steps: collecting data, classifying, relating them to the theories and problems existing and then drawing a conclusion to determine the result. Considering the result of research and discussion, the following conclusion can be drawn: the role of fingerprint, particularly dactiloscopy, for the investigator in the investigation process to disclose a crime is an important step in determining the clarity of crime occurring. It will later direct the subsequent actions or examinations, who the suspect is and what tool or arm is used in committing crime. The obstacles occurring is that the footprint left in the occurrence site frequently shows imperfect shape, many fingerprints found come from any one who are not relevant at all to the victim or suspect, if found, the fingerprints has imperfect shape so that the officer finds difficulty in identifying it and many people want to see the occurrence site leading to the damage of site so that the officer finds difficulty in doing examination.
Keywords: Investigation, fingerprint, Dactiloscopy.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Selama darah masih mengalir, tidak pernah ada kata gagal. Cepat atau lambat pasti akan berhasil (penulis) Waktu terkadang terlalu lambat bagi mereka yang menunggu, terlalu cepat bagi yang takut, terlalu panjang bagi yang gundah, dan terlalu pendek bagi yang bahagia. Tapi bagi yang selalu mengasihi, waktu adalah keabadian. (Henry Van Dyke) Buah paling manis dari berani bermimpi adalah kejadian-kejadian menakjubkan dalam perjalanan menggapainya (Andrea Hirata) Ujian karakter yang sejati bukanlah berupa banyak yang kita ketahui dalam melakukan berbagai hal, tapi bagaimana kita bersikap ketika tidak tahu harus melakukan apa (JOHN HOLD) “Hakim adalah mahasiswa hukum,
yang memberi nilai pada kertas ujiannya sendiri”
(H. L. Nencken)
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN Karya kecil ini penulis persembahkan kepada: Tuhan yang telah memberikan berkatNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Papa
dan
Mama
tercinta
yang
senantiasa
mendukung
kuliah,memberikan doa dan nasihat, semangat, cinta dan kasih sayang tiada surutnya, serta kerja keras yang tak ternilai harganya demi mewujudkan cita-citaku menjadi seorang Sarjana Hukum. Adikku tersayang, yang selalu ada untuk membantu proses belajarku selama menempuh dunia pendidikan. Seseorang
yang
telah
mengisi
hidup
menghembuskan makna kehidupan. Keluarga besar Ksp Principium FH UNS. Sahabat-sahabatku tersayang.
commit to user viii
penulis
dan
telah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan segala rahmad dan hidayah-Nya. Yang selalu memberikan jalan dan kemudahan kepada penulis sehingga Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul, “KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO” dapat terselesaikan tepat waktu. Banyak hambatan dan permasalahan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung, secara materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya, terutama kepada : Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syaratsyarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak hambatan dan permasalahan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung, secara materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.
Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya;
2.
Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalan-Nya hingga akhir jaman;
3.
Keluargaku tercinta, Papa, Mama, dan Adik, untuk setiap doa, pengorbanan, dan kasih sayang yang selalu diberikan.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
4.
digilib.uns.ac.id
Liana Margareta yang selalu ada memberikan semangat, nasehat serta dukunganya dan kasih sayang yang selalu ada untukku walau terbentang jarak.
5.
Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini;
6.
Pembantu Dekan I yang telah membantu dalam pemberian ijin dilakukannya penulisan ini;
7.
Ibu Sunny Ummul Firdaus S.H, M.H selaku pembimbing akademik penulis yang membantu penulis dengan memberikan nasehat-nasehat dan selalu memberikan arahan dalam kegiatan kuliah.
8.
Bapak Kristiyadi, S.H., M.Hum., selaku pembimbing skripsi I dalam penulisan hukum ini yang dengan kesabaran dan kebesaran hati telah membimbing, mengarahkan, serta membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini;
9.
Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H., selaku Pembimbing Skripsi II yang dengan sabar memberikan bimbingan, arahan selama penulisan hukum ini;
10. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., selaku Ketua Laboratorium Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun judul penulisan hukum ini; 11. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H., selaku ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun judul penulisan hukum ini; 12. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan selama masa kuliah. 13. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukun Universitas Sebelas Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-kesempatan yang telah diberikan; commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14. AKBP Pri Hartono Eling Lelakon SiK selaku kepala kepolisian Resort Sukoharjo yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 15. Ipda Mariman selaku Kaur Identifikasi kepolisian Resort Sukoharjo, yang dengan senang hati telah membimbing dan membantu penulis selama penelitian di kepolisian Resort Sukoharjo. 16. Bripka Agus serta Briptu Fendi yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis mendapatkan data. 17. KSP “Principium” Fakultas Hukum UNS yang menjadi rumah kedua penulis di bangku perkuliahan dan teman-teman Principiumers Siska, Yovi, Yuni, Gatot, Citra debi, Aryani, Shelma, Mas tejo, Aya, Bundo, Lili, Trisna, Helena, Ardani, Atika, Alphi, Maya, Diah N.A, Bayu, Iffa, Anugrah, Citra widi, Miqdad, Mia, Maulida, Kiki, Faradina, Lilin, dan temen-temen lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu karena terlalu banyak cinta kasih kalian, terus berkarya dan berprestasi. 18. Generasi Pejuang Himanoreg, terima kasih atas segalanya, tanpa himanoreg hidup terasa hampa. Selama satu tahun lebih kita bersama mengendalikan kapal yang penuh warna. Deretan peristiwa dari tawangmangu, klaten, jogja, malang, candi sukuh terasa maknyus dalam relung hati. Tak terasa kita buat catatan sejarah kecil yang menggembirakan, walaupun pada titik akhir serasa hampa. Keyakinan dalam memori tetap ada, perjuangan cinta dari beberapa personel, peristiwa hidup yang aneh, ucapan terima kasih dari yang membutuhkan, senyuman kemenangan, tak berlebihan kalau kita sebut diri kita sendiri generasi pejuang cinta. 19. Tomi, Arif “ito”, Pandhu, Ginanjar, Beni, laely, Mahendra, Ganyot, Himma, Tari, Nova, Ayu, Ines, Berlian, yang setia mendengar keluh kesah penulis, memberi bantuan, mendukung, menasehati, menyemangati bahkan terkadang memarahi saat penulis malas mengerjakan skripsi..... Akhirnya satu episode dalam hidupku terlewati dan aku senang kalian menjadi bagian dari episode ini...Semoga dalam episode episode lain dihidupku, kalian tetap setia commit to user menemani..... Thanks for everything.... xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20. Sahabat-sahabatku Gana, Vera, Putri, Dedi, Nisa, Erna, Ambon, Hujang, Tama, Surya, Nur kholis, Yanuar, Cuy, Angga “koh”, Surya, Sapi, Viddya, Sekar, Pradika, terima kasih untuk persahabatan kita selama ini, terima kasih untuk bantuan, semangat, serta dukungan kalian. Semoga Persahabatan ini tidak lekang oleh jarak dan waktu... 21. Anak – anak Keluarga Pengamen Surakarta yang selalu menjadi penyemangat penulis dalam menghadapi kegetiran kehidupan. Salut atas perjuanganmu teman dalam panasnya hujan dan guyuran cahaya matahari 22. Terima kasih atas wejangan hukum kepada pak taufiq (ketua PERADI Solo ), pak Eko ( KPK ), pak Faroek ( Justice for the Poor Project ), teman-teman PUKAT UGM, pak yusuf ( YAPPI ). 23. Wujud nyata yang hanya sementara berkunjung ke ruang hati, segala ketidak langsungan melahirkan bulatan kemerahan, Sentralisasi beberapa dekade memformat ketidakpastian diantara keindahan kepastian dan itu hanya sementara, karena tetap ada yang Esa, Terima kasih “bidadari penyelamat sementara”. 24. Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang tidak bisa disebutkan satu per satu, you’re my inspiration, tanpa kalian kuliahku selama di Fakultas Hukum UNS tidak akan berwarna. 25. Seluruh civitas akademika Fakultas Hukum UNS, mari wujudkan profesional dan bermoral. Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini sangat jauh dari sempurna, Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penulisan hukum ini dan kedepannya sangat diperlukan dari para pembaca akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Surakarta,20 April 2011
commit to user Aris Setyowarman Wahyu Perdana xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................................... iv ABSTRAK .................................................................................................................... v ABSTRACT ................................................................................................................... vi HALAMAN MOTTO .................................................................................................... vii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................... viii KATA PENGANTAR ................................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... xvi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................. 7 C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7 D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 8 E. Metode Penelitian................................................................................... 9 F. Sistematika Penulisan Hukum ............................................................... 14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori....................................................................................... 16 1. Tinjauan Tentang Penyidik .............................................................. 16 2. Beberapa Hal yang Berkaitan dengan Penyidikan .......................... 21 a) Requisites for an Investigator (Kebutuhan Penyidik) ................ 21 b) Tools for an Investigatior (Alat Penyidikan) ............................. 21 3. Tinjauan Tentang Sidik Jari ............................................................ 26 a) Pengertian Sidik Jari................................................................... 26 b) Macam-macam Sidik Jari........................................................... 29 4. Tinjauan Tentang Sidik Jari ............................................................ 32 commit to user B. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 36 xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Kewenangan Penyidik untuk Melakukan Pengambilan Sidik Jari dengan Teknik Daktiloskopi dalam Pengungkapan Perkara Pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo.................................................. 38 1. Tahap Pengamanan Tempat Kejadian Perkara .............................. 38 2. Tahap Pelaksanaan Olah Tempat Kejadian Perkara ...................... 39 3. Tahap Pengumpulan Barang Bukti ................................................ 39 4. Tahap Pemilihan Terhadap Benda-benda dimana Bekas Jari Menempel...................................................................................... 40 5. Tahap Pengembangan dan Pengangkatan Sidik Jari Laten ........... 41 6. Tahap Pengambilan Sidik Jari di Tempat Kejadian Perkara ......... 44 7. Tahap Pengakhiran Olah Tempat Kejadian Perkara ...................... 47 8. Tahap Pengambilan Sidik Jari Pada Mayat ................................... 52 a) Mayat Masih Baru ................................................................ 52 b) Mayat Telah Kaku dan Mulai Membusuk ........................... 53 c) Mayat yang Sudah Membusuk, Mengering dan yang Terendam Air ....................................................................... 54 9. Tahap Pemeriksaan Perbandingan Sidik Jari Laten....................... 54 10.Tahap Perumusan Sidik Jari ......................................................... 56 11.Tahap Penyimpanan Kartu Sidik Jari dan Kartu Pembantunya .... 59 B. Hambatan-Hambatan yang Ditemukan dalam Pengambilan Sidik Jari dengan
Menerapkan
Teknik
Daktiloskopi
yang
Merupakan
Serangkaian Tindakan Penyidikan dalam Pengungkapan Perkara Pidana ..................................................................................................... 72 1. Hambatan dari Luar ..................................................................... 72 2. Hambatan dari Dalam .................................................................. 73 BAB IV PENUTUP A. Simpulan ................................................................................................. 75 B. Saran-Saran............................................................................................. 76 commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skematik Data Analisis Model Interaktif Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran Gambar 1. Penampang Kulit Gambar 1. Pola Golongan Sidik Jari
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia, dalam menjalankan kehidupan bernegara, memerlukan adanya hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat, sehingga segala bentuk kejahatan dapat diselesaikan dengan seadil-adilnya. Dengan adanya hukum dapat menghindarkan pelanggaran yang dapat dilakukan oleh masyarakat ataupun penegak hukum itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya kaidah-kaidah hukum yang dapat dipergunakan oleh negara Indonesia dalam mengatur tatanan kehidupan dalam masyarakat. Salah satu fungsi keberadaan suatu hukum adalah untuk menetapkan perbuatan yang harus dilakukan dan atau perbuatan yang boleh dilakukan serta yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang yang nyatanyata berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum. Dalam mewujudkan penegakan hukum tersebut, proses penanganan perkara pidana haruslah dilaksanakan secara optimal, sehingga haruslah dapat ditentukan secara cepat dan tepat tentang apakah suatu perkara pidana akan dapat diajukan ke persidangan ataukah tidak. Selain itu, dalam rangka menegakkan supremasi hukum, posisi Kepolisian (yang berwenang melakukan penyidikan) dan Kejaksaan (yang berwenang melakukan penuntutan) sangat penting dalam mewujudkan hukum in concreto. Mewujudkan hukum in concreto bukan hanya merupakan fenomena pengadilan atau hakim, tetapi termasuk dalam pengertian pemberian pelayanan hukum dan penegakan hukum, sehingga Kepolisian dan Kejaksaan yang merupakan pranata publik penegak hukum dalam sistem peradilan pidana juga mempunyai peran krusial dalam perwujudan hukum in concreto. Dalam perkara pidana dikenal adanya hukum acara pidana yang mengatur bagaimana hukum pidana materiil dilaksanakan. Sedangkan pengadilan commit yang to user merupakan salah satu lembaga negara berdiri sendiri untuk menegakkan
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peraturan
perundang-undangan
dalam
pelaksaaananya.
Suatu
peraturan,
bagaimanapun baiknya peraturan itu mengatur tentang sesuatu aspek kehidupan di dalam kehidupan bernegara, pastilah akan terjadi pelanggaran di dalam pelaksanaanya. Maka lembaga peradilan itulah yang berfungsi sebagai lembaga yang mengawasi pelaksaan dan memberi sanksi bagi pelanggar dari peraturan tersebut. Sehubungan dengan lembaga peradilan tersebut, diperlukan aparat yang berfungsi sebagai aparat penegak hukum. Salah satu aparat penegak hukum itu adalah Kepolisian Negara Repubik Indonesia yang bertugas sebagai penyidik dalam mengungkap perkara atau kasus pidana yang nantinya akan diajukan ke muka sidang pengadilan. Hukum Acara Pidana merupakan hukum yang memuat peraturan-peraturan untuk melaksanakan hukum pidana materiil, karena hukum acara pidana mempunyai fungsi sebagai alat untuk menyelesaikan segala kepentingan yang berhubungan dengan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam hukum pidana materiil. Kegiatan pertama yang dilakukan dalam proses penyelesaian perkara pidana adalah penyidikan. Di dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, yang disebut dengan tindakan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal ini dan menurut cara-cara yang diatur dengan undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka (Pasal 1 ayat (2) UU No.8 Tahun 1981). Bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan adalah: Ketentuan tentang alat-alat penyidik, Ketentuan tentang diketahuinya terjadinya delik, Pemeriksaan di tempat kejadian, Pemanggilan tersangka atau terdakwa, Penahanan sementara, Penggeledahan, Pemeriksaan atau interogasi, Berita Acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat), Penyitaan, Penyampingan perkara, Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan (Andi Hamzah, 2002:118-119). Proses untuk menentukan suatu berkas perkara guna menentukan lengkap commit to user tidaknya berkas perkara tersebut untuk dilimpahkan di persidangan dalam
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
rangkaian proses peradilan pidana terletak pada tahap Prapenuntutan yang menggambarkan adanya keterkaitan antara Penyidik dengan Penuntut Umum. Apabila terdapat kekurangan di dalam berkas perkara, yang nantinya akan menyulitkan Kejaksaan dalam melakukan penuntutan, maka berkas perkara dapat dikembelikan kepada Penyidik untuk disempurnakan dengan disertai petunjuk yang dianggap perlu. Pada prinsipnya, ketentuan tentang Penyidikan dan Penuntutan dalam KUHAP di atas menunjukkan hubungan yang erat antara penyidikan dengan penuntutan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyidikan merupakan kegiatan untuk mengumpulkan alat bukti mengenai adanya satu tindak pidana beserta pelaku tindak pidana tersebut, sementara penuntutan merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mempertanggungjawabkan hasil dari kegiatan penyidikan di forum pengadilan. Oleh karena itu, pelaksanaan dari integrated criminal justice system sebetulnya adalah untuk melaksanakan penegakan hukum yang terpadu dan berkesinambungan untuk mendapatkan out put yang maksimal. Dalam hal ini, penyidikan haruslah diarahkan kepada pembuktian di persidangan, sehingga tersangka (pelaku tindak pidana) dapat dituntut dan diadili di persidangan. Penyidikan yang berakhir dengan putusan (vrisjpraak) ataupun lepas dari segala tuntutan (onslag van alle rechtsvervolging) dari Pengadilan terhadap pelaku tindak pidana akan merugikan masyarakat dan lembaga penegak hukum itu sendiri (http://lp3madilindonesia.blogspot.com/2011/01/antara-pentidik-dan-penu ntut-umum.html) Diakses pada tanggal 26 Maret 2011 pukul 11:38:42 WIB. Dalam setiap penyidikan perkara pidana dilakukan oleh penyidik, dalam hal ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kegiatan penyidikan merupakan kegiatan dalam rangka membuat suatu perkara menjadi terang atau jelas dan dalam usaha untuk menemukan pelaku tindak kejahatan. Kegiatan penyidikan yang pertama kali dilakukan oleh penyidik dalam mengungkap suatu kejahatan adalah menemukan barang bukti maupun bekas-bekas kejahatan yang tertinggal pada tempat kejadian pekara (TKP) atau bagian-bagian terjadinya commit to user kejahatan.
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
Salah satu barang bukti pertama yang dicari oleh penyidik adalah menemukan sidik jari pelaku kejahatan, hal ini termasuk dalam lingkup kewenangan penyidik. Karena kewajibannya, penyidik dalam penyidikan mempunyai wewenang yang salah satunya adalah mengambil sidik jari dalam olah TKP (Pasal 7 ayat (1) butir f KUHAP). Ketika pertama kali penyidik datang ke TKP hal yang pertama dilakukan adalah mencari bukti-bukti awal yang tertinggal dan menganalisanya termasuk juga hal ini sidik jari mempunyai peran penting yaitu menggidentifikasi untuk kemudian dicocokkan untuk mencari keidentikan. Barang bukti yang sah, yang dapat ditemukan penyidik pada tempat kejadian perkara salah satunya adalah adalah sidik jari. Sidik jari merupakan barang bukti yang baik dan efektif, yang dipergunakan oleh penyidik untuk pembuktian di pengadilan. Dengan identifikasi sidik jari yang dilakukan oleh penyidik dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam pembuktian di persidangan. Dengan begitu terlihat jelas bahwa sidik jari merupakan barang bukti yang praktis dan akurat. Yang menjadi dasar bahwa sidik jari dapat dikatakan sebagai alat bukti yang utama dalam mencari dan mengenali penjahat : Sidik jari tiap orang tidak sama, Sidik jari manusia tidak berubah selama hidup, Sidik jari dapat dirumus dan diklasifikasi secara sistematis (Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, 1993:7). Identifikasi sangat penting karena dapat menemukan pelaku tindak kejahatan. Identifikasi terhadap pelaku dapat dilakukan melalui seluruh atau salah satu cara: Tanda-tanda badaniah (signalement) seperti tinggi badan, warna kulit, rambut, hidung, bentuk muka, sikap dan seterusnya, Foto atau potret si pelaku, Jejak (sidik) jari (daktiloskopi), Modus operandi atau cara kerja si pelaku (Andi Hamzah, 1986:13). Identifikasi terhadap pelaku dapat dilakukan melalui seluruh atau salah satu cara: 1. Tanda-tanda badaniah (signalement) seperti tinggi badan, warna kulit, rambut, hidung, bentuk muka, sikap dan seterusnya, commit to user 2. Foto atau potret si pelaku,
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Jejak (sidik) jari (daktiloskopi), 4. Modus operandi atau cara kerja si pelaku (Andi Hamzah, 1986:13) Identifikasi sidik jari mempunyai arti yang sangat penting bagi penyidik untuk membuat terang suatu perkara pidana dan mengungkap siapa pelaku tindak pidana tersebut, maka para penyidik harus berusaha untuk menjaga agar jangan sampai barang bukti berupa sidik jari yang terdapat atau tertinggal di tempat kejadian perkara menjadi hilang ataupun rusak. Hasil pemeriksaan tentang sidik jari dilakukan oleh Petugas Unit Identifikasi Daktiloskopi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sedangkan dalam penanganan masalah kriminal, seringkali mengalami kesulitan dalam pemeriksaan barang bukti (BB) terutama dalam hal ini, berkaitan dengan perkara pidana pembunuhan, pemeriksaan barang bukti yang berupa jenazah. Apabila penyidik mengalami kesulitan di dalam pemeriksaan jenazah guna dijadikan alat bukti yang sah di muka pengadilan nanti, hal itu bukan karena penyidik tidak diberi wewenang untuk itu, tetapi karena dalam pemeriksaan jenazah dan barang bukti sejenisnya diperlukan suatu ilmu khusus untuk mengadakan pemeriksaan bukti-bukti itu. Seperti benda mati yang lainnya, maka barang bukti yang berupa benda mati tersebut sebetulnya sangat penting dalam mengungkap suatu perkara pidana dimana dalam hal ini perkara pidana pembunuhan, tidak dapat menceritakan apaapa yang terjadi di sekitarnya atau apa yang telah terjadi pada benda mati itu sendiri. Tetapi benda mati tersebut dapat memberikan suatu petunjuk yang dapat mengungkapkan suatu pelaku melalui bukti-bukti tertentu yang tertinggal di TKP maupun di tubuh korban. Pemeriksaan sidik jari sendiri merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang. Bukti tersebut pada akhirnya nanti dijadikan sebagai dasar pembuktian suatu perkara pidana dipengadilan dan memiliki kekuatan sebagai alat bukti yang sah sangat membantu hakim dalam menjatuhkan vonis, meskipun hakim itu dapat memberikan vonis atas keyakinannya, tetapi hakim tetap terikat pada Pasal 183 KUHAP yang isinya adalah: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi ia dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukan. Adapun alat bukti-alat bukti yang sah di jadikan dasar keyakinan hakim dalam memutus suatu perkara telah ditentukan dalam Pasal 184 (1), sebagai berikut : 1) keterangan saksi, 2) keterangan ahli, 3) surat 4) petunjuk, dan 5) keteranga terdakwa. Berdasarkan keterangan diatas dapat dilihat bahwa proses penemuan bukti sangat berpengaruh pada proses pembuktian suatu tindak pidana dan penyelesainnya. Dalam hal kasus pembunuhan ataupun kematian tidak wajar, metode Daktiloskopi diterapkan untuk membantu proses penyidikan. Penyidik dapat meminta keterangan ahli kedokteran kehakiman atau ahli yang berwenang lainnya untuk memeriksa korban guna membantu pemeriksaan pada korban untuk kepentingan peradilan. Identifikasi sidik jari mempunyai arti yang sangat penting bagi penyidik untuk membuat terang suatu perkara pidana dan mengungkap siapa pelaku tindak pidana tersebut, maka para penyidik harus berusaha untuk menjaga agar jangan sampai barang bukti berupa sidik jari yang terdapat atau tertinggal di tempat kejadian perkara menjadi hilang ataupun rusak. Hasil pemeriksaan tentang sidik jari dilakukan oleh petugas unit identifikasi Daktiloskopi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam suatu penyidikan perkara pidana dan juga Hambatan-hambatan yang ditemui dalam penyidikan untuk menerapkan metode Daktiloskopi tersebut melalui penyusunan penulisan hukum dengan judul “KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO”. commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangat penting karena merupakan suatu pedoman serta mempermudah penulis dalam membahas permasalahan yang akan diteliti, sehingga sasaran yang hendak di capai jelas sesuai dengan apa yang di harapkan. Maka berdasarkan uraian tentang latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah disebutkan di atas sekiranya perlu dirumuskan masalahmasalah yang akan dibahas. Adapun permasalahan yang akan di kaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana
implementasi
kewenangan penyidik
untuk
melakukan
pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo? 2. Hambatan-hambatan
apakah
yang
ditemukan
penyidik
dalam
pengungkapan perkara pidana dengan menerapkan daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo?
C. Tujuan Penelitian Dalam suatu penelitian tidak mungkin mungkin lepas dari tujuan tertentu yang ingin dicapai, sesuai dengan tujuannya penelitian dapat didefinisikan sebagai berikut : penelitian adalah usaha untuk mengemukakan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan usaha mana dilakukan dengan metodemetode ilmiah (Sutrisno Hadi.1999:4). Maksud adanya tujuan penelitian adalah untuk memberikan arah yang tepat dalam proses penelitian yang dilakukan agar penelitian tersebut berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki. Oleh karena itu dalam penyusunan skripsi ini tujuan yang dikehendaki penulis adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo; dan. commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui penyidik dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman pengetahuan maupun pemahaman penulis terhadap teori-teori mata kuliah yang telah di peroleh penulis serta sinkronisasinya dengan pelaksanaan teori-teori tersebut dalam prakteknya. b. Untuk memperoleh data yang lebih spesifik, lengkap dan jelas sebagai bahan untuk menyusun penulisan hukum, sebagai persyaratan utama dalam memperoleh gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebalas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian, sebab besar kecilnya manfaat penelitian akan menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini dibedakan antara manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu: 1. Manfaat Teoritis a. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan di bidang Ilmu Hukum Acara Pidana khususnya mengenai penerapan Daktiloskopi pada Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam proses pembuktian perkara pidana pembunuhan. b. Hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemecahan-pemecahan atas permasalahan yang dikaji. c. Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai acuhan terhadap penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya.
2. Manfaat Praktis a. Memberikan sumbangan pemikiran agar Ilmu Kedokteran Kehakiman lebih berguna lagi dalam proses pembuktian perkara pembunuhan. commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama dibangku kuliah.
E. Metode Penelitian Sebelum menguraikan tentang metode penelitian, maka terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian tentang metode itu sendiri. Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara kerja, upaya, atau jalan suatu kegiatan pada dasarnya adalah salah satu upaya, dan upaya tersebut bersifat ilmiah dalam mencari kebenaran yang dilakukan dengan mengumpulkan data sebagai dasar penentuan kebenaran yang dimaksud (Koentjoroningrat, 1993 : 22). Sedangkan penelitian menurut Sutrisno Hadi adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan metode ilmiah (Sutrisno Hadi, 1994 : 89). Dengan demikian pengertian metode penelitian adalah upaya yang bersifat ilmiah dalam mencari dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dengan metode ilmiah. Di dalam suatu penelitian, metode penelitian merupakan suatu faktor yang penting dan menunjang proses penyelesaian suatu permasalahan yang akan dibahas, di mana metode merupakana cara utama yang akan digunakan untuk mencapai tingkat ketelitian jumlah dan jenis yang dihadapi. Akan tetapi dengan mengadakan klasifikasi yang didasarkan pada pengalaman, dapat ditentukan jenisjenis metode penelitian sedangkan Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi
dalam
menyelesaikan
masalah
yang
dihadapi
(Winarno
Surakhmat,1982:131). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis penelitian Dalam usaha memperoleh data yang dipergunakan untuk menyusun penulisan hukum, maka jenis penelitian yang digunakan adalah Empiris Yaitu commit to user terhadap data penelitian dengan dengan melakukan pengkajian dan pengolahan
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bertitik tolak pada aspek hukum normatif disertai dengan kajian teoritis hukum, dengan didukung oleh fakta-fakta empiris dilapangan. Maka berdasarkan pengertian
tersebut
diatas,
metode
penelitian
ini
dimaksudkan
untuk
menggambarkan dan menguraikan tentang peranan implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam penyidikan perkara pidana.
2. Sifat penelitian Dalam penelitian ini, sifat penelitian adalah deskriptif. Adapun pengertian penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau hipotesa-hipotesa agar dapat membantu didalam memperkuat teori-teori lama atau didalam penyusunan teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2006 : 10).
3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif. Dengan mengutip pendapat Soerjono Soekanto (2006:10) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan pengumpulan data berupa kata-kata, gambar-gambar, serta informasi verbal atau nomatif dan bukan dalam bentuk angka-angka. Penulis berusaha mendapatkan informasi yang selengkap mungkin mengenai kewenangan penyidik sebagai penegak hukum dalam hal ini untuk melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana yang dilakukan di kepolisian resort Sukoharjo. Teknik kualitatif dipakai sebagai pendekatan dalam penelitian ini, karena teknik ini untuk memahami realitas rasional sebagai realitas subjektif khususnya penyidik. wawancara mendalam bersifat sangat utama dalam pengumpulan data. Observasi diharapkan mampu menggali implementasi kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik POLRI sehingga nantinya dapat digunakan untuk mengungkap pelaku tindak pidana. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
4. Jenis dan Sumber Data Penelitian Penelitian menggunakan Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan, yang dilakukan baik melalui pengamatan, wawancara ataupun penyebaran kuisioner. Penelitian hukum sebagai penelitian sosiologis empiris dapat di realisasikan kepada penelitian terhadap efektivitas hukum yang berlaku maupun penelitian terhadap identifikasi hukum. Penelitian ini menggunakan beberapa sumber data, yaitu: a. Sumber Data Primer Merupakan sejumlah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data untuk tujuan penelitian. Adapun data tentang penelitian ini diperoleh dari Penyidik dan aparatur penegak hukum di wilayah hukum Sukoharjo dan juga beberapa pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian ini, sehingga diharapkan agar hasil yang diperoleh merupakan hal yang obyektif dan sesuai dengan obyek yang diteliti. b. Sumber Data Sekunder Yaitu data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan namun diperoleh dari studi pustaka yang meliputi keterangan- keterangan yang diperoleh dari mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dan dapat menunjang permasalahan yang diteliti serta literatur-literatur atau buku-buku kepustakaan mengenai Penyidikan maupun teknik-teknik Daktiloskopi, khususnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Data sekunder ini pun masih dibagi menjadi tiga bagian lagi yakni: 1) Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan yang terdiri perundangundangan yang terkait dengan penulisan hukum skripsi ini. 2) Bahan Hukum Sekunder yakni bahan hukum yang berfungsi sebagai penjelas dari bahan hukum primer yakni terdiri dari literatur-literatur yang terkait dengan penulisan skripsi ini. 3) Bahan Hukum Tersier yaitu bahan-bahan pendukung atau pelengkap dalam penyusunan skripsi ini seperti kamus hukum dan juga ensiklopedia. commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang penulis pergunakan adalah sebagai berikut: a. Studi Dokumen atau Kepustakaan Yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara membaca buku-buku literatur hasil penelitian terdahulu serta membaca dokumen-dokumen yang sesuai dengan obyek penelitian. b. Wawancara Merupakan cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada sumber data (responden). Dalam hal ini responden adalah pejabat kepolisian di polres Sukoharjo.
6. Teknik Analis Data Analisis merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian dalam bentuk laporan data yang diadakan suatu penganalisisaan data. Dalam penelitian kualitatif, validitas data tidak tergantung pada banyak sedikitnya contoh seperti pada penelitian kuantitatif. Tujuan analisis didalam penelitian adalah menyempitkan dan membatasi data sehingga data yang teratur serta tersusun baik akan menjadi lebih berguna. Dalam penelitian ini teknis analis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif. Menurut Sutopo, analisis data kualitatif adalah upaya berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Adapun model analisis data yang dipergunakan adalah model analisis data interaktif.
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Model alisis ini dapat di gambarkan sebagai berikut:
Pengumpulan data
Sajian Data
Reduksi Data Penarikan Kesimpulan
Gambar 1. Skematik data analisis model interaktif Komponen-komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Reduksi data Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemutusan perhatian kepada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data langsung terus menerus bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sampai sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. b. Penyajian data Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. c. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi Dalam mengumpulkan data, seorang penganalisa kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proporsi. Kesimpulan-kesimpulan dibuat secara longgar, tetap terbuka, tetapi kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar pada pokok. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mengkin commityang to user sesingkat pemikiran kembali melintas dalam pikiran penganalisis
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau mungkin menjadi seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali (HB.Sutopo,1990 :8).
F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan dalam penelitian hukum ini terdiri dari empat (4) bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup. Selain itu ditambah dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Adapun sistematika yang terperinci adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang masalah penelitian dan penulisan tentang kajian implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di kepolisian resort Sukoharjo, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis memaparkan sejumlah landasan teori dari para pakar dan doktrin hukum berdasarkan literature-literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang diangkat. Tinjauan pustaka dibagi menjadi dua (2) yaitu : 1. Kerangka teori, yang berisikan tinjauan mengenai pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dan penyidikan. 2. Kerangka pemikiran, yang berisikan gambaran alur berpikir dari penulis berupa konsep yang dijabarkan dalam penelitian ini.
commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menguraikan pembahasan dan hasil perolehan dari penelitian yang dilakukan. Berpijak dari rumusan masalah yang ada, maka dalam bab ini penulis akan membahas dua (2) pokok permasalahan yaitu Bagaimana
implementasi
kewenangan
penyidik
untuk
melakukan
pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo, Hambatan-hambatan apakah yang ditemui penyidik dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo.. BAB IV : PENUTUP Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang penulis ambil dari hasil penelitian serta memberikan saran yang relevan dan bermanfaat bagi semua pembaca dari skripsi ini terutama bagi yang sangat berkepentingan dan juga pihak-pihak yang terkait dengan penelitian tersebut. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Penyidik a. Pengertian Penyidik Penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan yang terdiri dari pejabat seperti yang dijelaskan pada Pasal 1 butir 1 KUHAP. Kemudian diperinci dan dipertegas lagi pada Pasal 6 KUHAP. Selain yang di atur dalam Pasal 1 butir 1 dan Pasal 6 KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 KUHAP yang mengatur tentang adanya penyidik pembantu disamping penyidik. Penyidik pembantu sendiri bukan harus dari Anggota POLRI, tetapi dapat diangkat dari kalangan pegawai negri sipil POLRI, sesuai dengan keahlian khusus yang mereka miliki dalam bidang tertentu. Dalam Pasal 1 Butir ke-1 KUHAP dijelaskan pengertian penyidik. ”Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”. Dari pengertian tersebut di atas, dapat ditarik dua unsur penyidik, seperti tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, yaitu : (1) Penyidik adalah : a) Pejabat Polisi Negara Indonesia; b) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. (2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Dalam Pasal 6 KUHAP tersebut di atas telah ditentukan mengenai instansi atau kepangkatan seorang pejabat penyidik adalah : a) Pejabat Peyidik Polisi Untuk melakukan penyidikan, pejabat penyidik polisi harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) commit to user KUHAP. Mengenai kedudukan dan kepangkatan pejabat penyidik
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepolisian diatur dalam peraturan pemerintah yaitu PP No. 27 Tahun 1983. Kepangkatan penyidik diatur dalam Bab II PP No. 27 Tahun 1983 tentang syarat kepangkatan dan pengangkatan penyidik, untuk syarat kepangkatan dari penyidik adalah sebagai berikut: a. Pejabat Penyidik Penuh Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat penyidik penuh harus memenuhi kepangkatan dan pengangkatan sebagai berikut: 1) Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi; 2) Berpangkat Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua apabila dalam sektor Kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu Letnan Dua; 3) Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian RI. b. Pejabat Penyidik Pembantu 1) Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi; 2) Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kepolisian negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan II/A); 3) Diangkat oleh Kepala Kepolisian RI, atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing. Khusus mengenai pengangkatan pegawai negeri sipil di lingkungan
kepolisian
untuk
menjadi
pejabat
penyidik
pembantu harus mempunyai keahlian dan kekhususan di bidang tertentu. Syarat kepangkatan pejabat penyidik pembantu harus lebih rendah dari pangkat pejabat penyidik penuh. Dalam hal ini perlulah kiranya diutarakan di sini, bahwa Surat keputusan Menteri Hankam/Pangab tanggal 13 Juli 1979 telah menentukan antara lain, bahwa penyidik pembantu yang commit to userNegara harus berpangkat Sersan dijabat oleh pejabat kepolisian
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dua s/d Sersan Mayor dan kepolisian khusus yang atas usul komandan atau kepala Jawatan / Instansi sipil Pemerintah diangkat oleh Kapolri. Penyidik pembantu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau sekurang-kurangnya berpendidikan Sekolah Bintara Polisi; 2. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan penyidikan; 3. Mempunyai kecakapan dan kemampuan baik psikis maupun fisik untuk melakukan tugas penyidikan; 4. Berkelakuan baik atau tidak tercela (R. Soesilo, 1980:19). Wewenang penyidik dari pejabat kepolisian negara Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 7 ayat 1 KUHAP adalah sebagai berikut: 1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; 2. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian 3. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka 4.
melakukan
penagkapan,
penggeledahan,
penahanan
dan
penyitaan 5. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; 6. mengambil sidik jari dan memotret seseorang 7. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi 8. mendatangkan
orang
ahli
yang
diperuntukkan
dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara 9. mengadakan penghentian penyidikan 10. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab
commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pegawai Negeri Sipil mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya wewenang yang mereka miliki bersumber pada ketentuan pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasalnya. Jadi hanya terbatas hanya sepanjang menyangkut tindak pidana yang diatur dalam undangundang khusus tersebut (M. Yahya Harahap, 2002: 113). Masih menurut M. Yahya Harahap (2002:113), bahwa kedudukan dan wewenang penyidik pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas penyidikan adalah : 1. Penyidik
pegawai
negeri
sipil
kedudukannya
dibawah
koordinasi dan pengawasan penyidik Polri, 2. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik Polri memberikan petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil untuk memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan, 3. Penyidik pegawai negeri sipil harus melaporkan kepada penyidik Polri jika ditemukan bukti yang kuat untuk mengajukan tindak pidananya ke penuntut umum, 4. Setelah penyidikan selesai, penyidik pegawai negeri sipil menyerahkan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik Polri. Penyidik Polri memeriksa hasil penyidikan untuk menghindari pengembalian kembali hasil penyidikan oleh penuntut umum kepada penyidik karena kurang lengkap, 5. Apabila
penyidik
pegawai
negeri
sipil
menghentikan
penyidikan yang telah dilaporkan kepada penyidik Polri, maka penghentian penyidikan tersebut harus diberitahukan kepada penyidik Polri dan penuntut umum. Peran penyidikan adalah menyediakan jawaban bagi pertanyaan: Siapa? Apa? Kapan? Di mana? Bagaimana? Dan terkadang, Mengapa? Ketepatan penyidikan dan kemampuan penyidik dapat menghasilkan penuntutan yang sukses commit toatau userpembebasan orang yang dituduh dan penghukuman bagi pelaku kejahatan
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan sewenang-wenang. Penyidikan yang tidak tepat dapat menghasilkan kegagalan penuntutan dan penghukuman terhadap orang yang keliru. Pada penyidikan, ditekankan pada tindakan mencari dan mengupulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi jelas, serta dapat menemukan dan menentukan pelakunya. Dari pengertian tersebut antara penyelidikan dan penyidikan adalah dua tahap tindakan yang berwujud satu. Antara kedua tindakan saling berkaitan dan saling melengkapi supaya dapat diselesaikan pemeriksaan suatu peristiwa pidana (M.Yahya Harahap, 2002 : 109). Tugas penyidik adalah melaksanakan penyidikan, yaitu serangkaiaan tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka (Nico Ngani, 1984 : 24). Disamping itu penyidik juga mempunyai tugas : 1) Membuat berita acara tentang hasil pelaksanaan tindakannya; 2) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum atau jaksa; penyidik yang dari pegawai negeri sipil menyerahkannya dengan melalui penyidik yang dari pejabat kepolisian. Penyerahan berkas perkara ini meliputi dua tahap, yaitu: (a). Penyidik hanya menyerahkan berkas pidana; (b). Dalam hal ini penyidik sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. Para penyidik dalam melaksanakan tugasnya harus menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Penyidik yang dari kepolisian negara mempunyai wewenang melakukan tugas masing-masing pada umumnya di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah hukum masing-masing di mana ia diangkat sesuai dengan ketentuan Undang-undang (Soesilo R, 1980 : 76).
commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Beberapa Hal yang Berkaitan dengan Penyidikan a. Requisites for an Investigator (Kebutuhan Penyidik) Penyidik harus mengetahui dengan pasti apakah sebuah kejahatan telah terjadi atau tidak bagaimana terjadinya kapan terjadi di mana terjadi siapa yang melakukan kejahatan itu dan dalam kasus tertentu, mengapa kejahatan itu terjadi (Andi Hamzah,2009:119). Untuk melakukan hal ini, penyidik harus memiliki: a) kemampuan intelektual untuk mempelajari. b) kekerasan hati dalam menghadapi rintangan. c) integritas pribadi yang dapat tahan terhadap godaan fisik, emosional, dan material. d) pemahaman terhadap orang lain, proses mental mereka, budaya mereka, kebiasaan mereka, dan lingkungan mereka. e) pengetahuan tentang bantuan ilmu pengetahuan yang berguna dan kemauan untuk menggunakannya. f) kemampuan untuk mencapai kesimpulan berdasarkan bukti. g) pemahaman tentang diri sendiri. h) kemampuan untuk bertahan terhadap prasangka. i)kesabaran untuk menunggu penilaian sampai bukti tersedia dan, j)pengetahuan tentang teknik dan prosedur yang dibutuhkan dalam penyidikan kriminal. b. Tools for an Investigator (Alat Penyidikan) Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan bahwa “Penyidikan” itu adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Maka dalam menjalankan tugasnya maka penyidik perlu melakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan suatu data dengan mengunakan alat penyidikan yaitu antara lain :
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Observasi. Penyidik harus mampu mengamati dengan akurat semua yang dapat diamati, menggunakan bahasa untuk menyampaikan kepada pihak lain apa yang telah ia amati, dan menggambarkan dengan tepat apa yang ia amati. Tidak ada detil yang dapat diabaikan atau diremehkan sebagai hal yang tak berarti. Penyidik yang terlatih tidak hanya mengamati objek tetapi juga menempatkannya dalam hubungannya dengan situasi. Situasi tersusun dari banyak detil, yang kesemuanya harus dirangkum dalam sebuah deskripsi yang akurat. Foto TKP menghasilkan rekaman peristiwa yang dapat digunakan sebagai bantuan dalam observasi, tetapi foto bukanlah observasi. Observasi memberikan makna kepada apa yang terlihat sebuah citra mental. Deskripsi penting untuk mengomunikasikan observasi. Penggunaan kata yang tepat, lisan, atau tertulis dalam berkomunikasi membutuhkan pengetahuan tentang perbendaharaan dan komposisi kata-kata. Keadaan emosi, penyakit ringan, cacat, prasangka, dan mitos dapat membatasi keakuratan pengamatan saksi, bahkan penyidik. Banyak faktor dapat menyumbang observasi yang tidak akurat dan kesalahan deskripsi selain faktor yang telah disebutkan. Para saksi dapat mendeskripsikan kejadian yang bila dicari pembuktiannya tampak mustahil karena saksi tersebut tidak dapat mengamati apa yang ia deskripsikan dari tempat saksi itu mengadakan pengamatan. Deskripsi itu mungkin saja sama sekali hasil karangan seorang saksi yang mencari pengakuan. b) Penggunaan Pencatatan. Catatan, umum dan pribadi, sering penting untuk suatu penyidikan. Sejumlah informasi dibutuhkan untuk membangun sebuah kasus. Pengetahuan mengenai banyak catatan dan informasi yang terkandung di dalamnya sangat penting. Penyidik harus mengetahui siapa yang menguasai catatan yang diinginkan dan bagaimana mendekati sumber ini. Sejumlah informasi mencatat tentang batasan individu yang luar biasa. Sumber bervariasi mulai dari yang mudah didapat, seperti buku petunjuk telefon, petunjuk kota, dan semacamnya, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
hingga informasi yang sulit diperoleh yang disimpan oleh lembaga swasta, semipublik, dan pemerintah. c) Wawancara dan Interogasi. Penyidik harus memiliki kemampuan untuk melakukan wawancara dan mengumpulkan informasi dari berbagai jenis orang dari semua tingkat usia anakanak, pemilik bar, supir taksi, pengantar barang, wanita penghibur, penjaga pintu, pegawai, ahli kecantikan, dan sebagainya. Pengetahuan mengenai “siapa mengetahui apa” berkembang dengan pengalaman. Interogasi adalah sebuah fungsi penyidikan. Tujuan interogasi adalah untuk mendapatkan informasi tentang kejadian yang diselidiki dan tentang pelaku kejahatan. Semua kategori orang dapat diinterogasi: saksi, korban, majikan, rekan kerja, teman, kerabat, dan lain-lain. Interogasi bukanlah pengganti penyidikan melainkan alat bantu penyidikan. Ada persyaratan legal yang melingkupi interogasi yang harus dipahami oleh penyidik. Kegagalan memahami persyaratan ini akan menyia-nyiakan penggunaan informasi yang didapat sebagai barang bukti. Informan rahasia dapat memberikan informasi yang berharga bagi penyidik, atau sebaliknya tidak tersedia, mengenai kejahatan atau rencana suatu kejahatan. Dalam beberapa hal, informan tersebut adalah seorang agen yang menyamar sebagai warga sipil. Identitas mereka tidak disebutkan. Informan itu biasanya terlibat dengan para pelaku kejahatan. Nilai dirinya bergantung pada informasi yang ia kumpulkan melalui kedekatannya dengan pelaku kejahatan. Kontak dengan informan harus diatur agar identitasnya tidak akan terbongkar. Informan rahasia bertindak dengan motif yang bervariasi. Apa pun motifnya, penyidik harus mencek ulang setiap detil informasi yang diberikan informan sebelum melakukan tindakan apa pun. d) Modus Operandi. Metode operasi pelaku kejahatan, pemahaman tentang cara kejahatan berlangsung, memungkinkan penyidik mengidentifikasi sebuah kejahatan sebagai commit to user hasil kerja seorang pelaku kejahatan atau sebagai serangkaian kejahatan yang
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
dilakukan oleh seorang pelaku kejahatan yang belum teridentifikasi. Hal itu juga memungkinkan penyidik menggunakan berkas modus operandi (MO) yang disimpan oleh lembaga penegakan yang lain. Berkas MO disimpan berdasarkan alasan bahwa orang cenderung melakukan sesuatu dengan cara yang unik bagi tiap orang. Aspek dari perilaku semacam itu cenderung berulang. Cara sebuah kejahatan berlangsung sering dapat menunjukkan identitas pelakunya. Perilaku itu adalah karakteristik dari si pelaku tersebut. e) Pengawasan. Pengawasan adalah proses menempatkan orang, alasan, dan kendaraan di bawah pengamatan tanpa diketahui. Tujuan pengawasan adalah untuk mempelajari sebanyak mungkin aktivitas subjek, ke mana ia pergi, dengan siapa ia berhubungan, dan hal serta orang seperti apa yang menarik perhatiannya. Penyidik berupaya untuk tetap tak terlihat. Pengawasan dapat dilaksanakan dengan berjalan kaki, mengendarai kendaraan, melalui udara, atau dari posisi tetap. f) Pekerjaan Tersembunyi. Agen yang menyamar dapat menjadi sumber informasi. Agen semacam itu dapat merupakan anggota dari lembaga penegak hukum. Agen tersebut, bekerja dalam samaran, harus menghilangkan identitasnya sendiri dan memposisikan diri sebagai orang lain untuk menempatkan diri dalam situasi yang ia selidiki. Perubahan identitas menuntut agen tersebut untuk menjadi aktor yang sangat handal, sering untuk mempertahankan nyawa dan anggota tubuhnya. g) Ahli. Penyidik harus mengumpulkan dan mengaplikasikan pengetahuan seorang ahli dari kasus itu dan harus waspada terhadap banyaknya bidang tempat para ahli dapat menguji bukti dan menyediakan informasi yang sulit diperoleh. Beberapa bidang yang umum adalah ahli kimia forensik, penguji dokumen, ahli balistik, ahli sidik jari, ahli penyakit, dan penguji kesehatan. Penting bagi penyidik untuk melengkapi para ahli tersebut dengan bahan-bahan yang diperoleh selama masa commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyidikan. Dalam melakukannya, penyidik harus paham bagaimana melindungi dan menjaga bukti-bukti yang disampaikan kepada para ahli. Penyidik harus mengetahui apa yang diharapkan dan yang tidak diharapkan dari ahli tersebut. Jika kasus itu maju ke pengadilan, ahli tersebut akan bersaksi di pengadilan atas temuannya. h) Laporan Tertulis. Laporan penyidikan, yang mempertalikan secara rinci tentang apa yang terjadi, bagaimana terjadinya, apa yang ditemukan, merupakan pernyataan resmi dari penyidikan dan menjadi dasar pengajuan kasus ke pengadilan. Laporan tersebut memungkinkan jaksa penuntut umum untuk memutuskan apakah telah tersedia bukti yang cukup untuk membenarkan penuntutan. Orang yang diselidiki seharusnya ditempatkan sebagai subjek dalam laporan. Menyebut orang tersebut sebagai tersangka dapat dianggap membuat penilaian yang dapat digunakan untuk menuduh bahwa penyidik bias. i) Kesaksian Pengadilan. Penyidik harus mengembangkan kemampuan bersaksi di pengadilan dengan cara yang tidak memihak, objektif, dan tidak mengandung bias. Sikap pribadi dalam pendirian saksi akan mempengaruhi hasil kasus itu. Penyidik tidak boleh terlihat “mengejar” terdakwa, tampak bersemangat, atau memperlihatkan keinginan khusus untuk mempertahankan tuduhan. Penyidik harus menceritakan fakta-fakta yang diperoleh selama penyidikan dan harus mengingat bahwa dia membatasi kesaksiannya pada fakta-fakta dalam lingkup pengetahuan pribadi. Penyidik tak dapat menawarkan pilihan atau kesaksian seperti temuan para ahli. j) Batasan Hukum. Penyidik harus mematuhi batasan hukum dalam hal penahanan, pencarian, dan penyitaan. Kegagalan mengikuti persyaratan hukum berakibat penolakan terhadap bukti-bukti yang diperoleh dan kemudian hilangnya dasar tuntutan. Penghargaan terhadap penegakan hukum bergantung pada besarnya tingkat commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketaatan terhadap hak warga negara untuk merasa aman baik bagi dirinya sendiri, rumah, surat penting, dan efek dari penahanan, pencarian, dan penyitaan ilegal. Jadi dapat di simpulkan Penyidikan itu adalah pencarian fakta yang mengarah pada ditemukannya seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan suatu tindakan yang dinyatakan ilegal oleh hukum di lingkungan itu. Fakta yang mendukung kasus kejahatan disediakan melalui penyidikan. Jika fakta itu dianggap memadai oleh lembaga penuntut, kasus akan dikembangkan untuk menjadi dasar persidangan. Persidangan dapat berakhir dengan penghukuman, hilangnya tuntutan karena bukti yang tidak mencukupi, atau dibebaskan karena penyidikan tidak memberikan fakta yang diperlukan untuk menghukum (http://www.reskrimum.metro.polri.go.id/news.php?id=5247). 3. Tinjauan Tentang Sidik Jari a. Pengertian Sidik Jari Untuk mengungkap suatu perkara tindak pidana, diperlukan bukti dan sarana untuk pengungkapannya. Bisa dengan keterangan saksi, pengakuan korban maupun tersangka, bisa juga dengan barang bukti kejahatan. Ada satu lagi alat bukti yang dipakai oleh polisi untuk mengungkap pelaku kejahatan. Yakni dengan sidik jari adalah suatu hasil reproduksi tapak-tapak jari, yang menempel pada barang-barang di sekitar tempat kejadian perkara (TKP). Sidik jari juga merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi seseorang. Bahkan sidik jari menjadi teknologi yang dirasa cukup handal, karena terbukti relatif, akurat, aman, mudah dan nyaman untuk dipakai sebagai identifikasi bila dibandingkan dengan sistem biometric yang lainnya seperti retina mata atau DNA (Andika budi pratama, 2005:20). Penerapan sistem sidik jari ini tidak hanya pada sistem absensi pegawai perusahaan, tetapi berkembang juga dalam bidang kedokteran forensik, yaitu pada proses Visum et repertum (VER). VER merupakan laporan tertulis dokter untuk memberikan keterangan untuk kepentingan peradilan. Salah satu tahap VER adalah sidik jari. Verifikasi ini dilakukan untuk mengetahui identitas seseorang commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terhadap suatu masalah tindak pidana atau perdata, contohnya korban kecelakaan, korban tenggelam, korban pembunuhan dan lain-lain. Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak-tapak jari, baik yang sengaja di ambil atau dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah terpegang atau tersentuh dengan kulit telapak (friction skin) tangan atau kaki (A.Gumilang 1991: 82). Penyidikan merupakan kegiatan untuk mengumpulkan barang bukti guna membuat terang/jelas tindak pidana yang terjadi. Penemuan barang bukti yang paling baik dan efektif adalah berupa sidik jari, karena sidik jari merupakan barang bukti yang pertama kali ditemukan oleh penyidik pada tempat kejadian. Sidik jari diproduksi oleh kulit friksi yaitu telapak tangan dan tapak kaki yang membentuk suatu pola. Kelenjar keringat pada kulit menghasilkan keringat dan sebum. Ketika kulit menyentuh suatu permukaan akan meninggalkan suatu kesan berminyak (sidik jari). Sidik jari tersebut dapat dilihat baik dengan menaburkan
suatu
bedak.
Sidik
jari
tersebut
dapat
diangkat
setelah
pengembangan. Sidik jari dapat tersisa selama bertahun-tahun bila tidak dibersikan. FBI (Federal Bureau of Investigation) mempunyai lebih dari 100 juta arsip sidik jari tetapi tidak ada satupun yang sama. Pola sidik jari dari suatu individu tidak akan berubah sepanjang hidupnya. Keuntungan dari metode ini mudah dilakukan secara massal dan biaya yang murah. Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik. Daktiloskopi adalah suatu sarana dan upaya pengenalan identitas diri seseorang melalui suatu proses pengamatan dan penelitian sidik jari, yang dipergunakan untuk berbagai keperluan/kebutuhan, tanda bukti, tanda pengenal ataupun sebagai pengganti tanda tangan (cap Jempol). commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sidik jari adalah suatu impresi dari alur-alur lekukan yang menonjol dari epidermis pada telapak tangan dan jari-jari tangan atau telapak kaki dan jari-jari kaki, yang juga dikenal sebagai “dermal ridges” atau “dermal papillae”, yang terbentuk dari satu atau lebih alur-alur yang saling berhubungan. Dari bayi pun, kita semua sudah mempunyai sidik jari yang sangat identik dan tidak dimiliki orang lain. Alur-alur kulit di ujung
jari dan telapak tangan dan kaki mulai
tumbuh di ujung jari sejak janin berusia empat minggu hingga sempurna saat enam bulan di dalam kandungan (http://en.wikipedia.org/wiki/Fingerprint Diakses pada tanggal 7 Desember 2010 pukul 02:11:10 GMT). Detail anatomi ini memperkasar permukaan telapak tangan dan kaki hingga memperkuat cengkeraman kala memegang atau berjalan. Benda yang dipegang tidak mudah lepas. Secara resmi, istilah sidik jari digunakan pertama kali oleh Dr. Nehemiah Grew yang memperkenalkan pada Royal Collage of Physicians, London. JCA Mayer menyatakan bahwa tak ada 2 orang, kembar sekalipun yang memiliki sidik jari sama persis walaupun masing-masing mempunyai kemiripan individu. Tahun 1823, John E Purkinje dari University of Breslau membuat klasifikasi sidik jari dalam sembilan golongan utama, walau kemudian Francis Galton berpendapat bahwa hanya ada 3 golongan utama, selebihnya adalah variasi. Rumus sidik jari merupakan salah satu cara identifikasi. Dalam dunia kepolisian, rumus jari digunakan sebagai cara untuk mengidentifikasi seseorang. Karena sidik jari merupakan bentuk yang unik dan berbeda pada setiap orang, maka rumus sidik jari pun akan berbeda pada tiap orang. Perumusan sidik jari (classification formula ) merupakan pembubuhan tanda pada tiap-tiap kolom kartu sidik jari yang menunjukkan interpretasi mengenai bentuk pokok, jumlah bilangan garis, bentuk loop, dan jalannya garis (http://santai2008.wordpress.com/ 2010/04/23/daktiloskopi-ilmu-sidik-jari/#more-827 Diakses pada tanggal 30 Oktober 2010 pukul 08:33:22 GMT). Kesan peristiwa tindak pidana dibuat melalui keringat atau adanya zat pencemar. Sidik jari itu biasanya tidak terlihat mata telanjang sehingga disebut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
sidik jari laten. Sidik jari menjadi cara paling teliti sebagai bagian dari identifikasi karena memiliki tiga ciri, yaitu: 1. Sidik jari bersifat unik. Kemungkinan adanya dua pola sidik jari yang identik pada anggota populasi dunia termasuk jari yang berbeda dari tangan seseorang dan bahkan jari yang sama dari orang kembar sangat kecil sekali. Keunikan ini didukung dengan perbandingan jutaan sidik jari selama 80 tahun terakhir dan berdasarkan perhitungan statistik. 2. Sidik jari bersifat tidak varian. Kecuali perubahan ukuran besarnya yang mengikuti pertumbuhan individu, rincian pola sidik jari tidak berubah sepanjang hidup seseorang. Luka-luka hanya meninggalkan bekas luka permanen jika sampai masuk jaringan kulit dalam. Bekas luka permanen dapat digunakan juga untuk identifikasi. Pola garis pada telapak tangan dan tapak kaki juga dapat berfungsi untuk identifikasi. 3. Tipe pola umum memungkinkan sidik jari diklasifikasikan secara sistematis. Hal ini memungkinkan untuk menyusun arsip yang dapat digunakan untuk menunjang identifikasi. Karakteristik garis yang paling umum adalah ujung garis dan bifurkasi (garis bercabang dua seperti sungai yang bercabang menjadi dua anak sungai). Karakteristik umum lainnya adalah punggung bukit jari yang pendek, lampiran (atau pengelompokan), dan noktah. Pola sidik jari dibagi menjadi bagian yang melengkung, sangkutan, dan lingkar tergantung pada tidak adanya delta, satu atau dua delta, jika delta itu tidak menyatu (bergabung) dengan inti sidik jari. Bentuk delta merupakan bifurkasi tempat dua garis cabang saling menjauh dan bukannya sejajar atau sepasang garis lekat yang memisah. Bentuk sangkutan memiliki satu garis atau lebih yang melengkung balik, yaitu bagian garis permulaan dan bagian akhir berkedudukan sejajar. Bentuk busur tidak berlengkung balik (Waluyadi, 2000 : 45). b. Macam-macam sidik jari Dari penjelasan yang ada di bukunya A. Gumilang membagi sidik jari menjadi beberapa macam, antara lain: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
1.
30 digilib.uns.ac.id
Latent prints (Sidik jari Laten). Walaupun kata “laten” berarti tersembunyi atau tak tampak, pada
penggunaan modern di ilmu forensik istilah sidik laten berarti kemungkinan adanya atau impressi secara tak sengaja yang ditinggalkan dari alur-alur tonjolan kulit jari pada sebuah permukaan, tanpa melihat apakah sidik tersebut terlihat atau tak terlihat pada waktu tersentuh. Teknik memproses secara elektronik, kimiawi, dan fisik dapat digunakan untuk melihat residu sidik laten yang tak terlihat yang ditimbulkan dari sekresi kelenjar ekrin yang berada di alur-alur tonjolan kulit (yang memproduksi keringat, sebum, dan berbagai macam lipid) walaupun impressi tersebut terkontaminasi dengan oli, darah, cat, tinta, dll. Penemuan sidik jari laten pada barang bukti merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam identifikasi tindak pidana, karena secara umum sidik jari merupakan bukti fisik yang paling kuat yang dapat dipaparkan di pengadilan. Penemuan sidik jari laten ini umumnya tergantung pada penyertaan bahan pada deposit sidik jari (keringat) laten atau pada reaksi kimia dengan sisa sidik jari laten. Lapisan tipe sidik jari terdiri atas 98% samapi 99% air yang segera menguap meninggalkan kira-kira 10-6 g residu yang hampir setara dengan komposisi komponen inorganik (seperti garam) dan organik (misalnya asam amino). Yang menjadi masalah besar dalam deteksi residu ini adalah kerumitan kimianya serta amat beragamnya tekstur dan komposisi permukaan yang dibutuhkan untuk mendeteksi sidik laten (http://metro.polri.web.id/perpus/390sidik-jari Diakses pada tanggal 7 Desember 2010 pukul 00:21:34 GMT). Dari sekian banyak cara kimia dan fisika untuk olah sidik jari, hanya cara pendebuan (penempelan secara fisik bubuk halus pada residu sidik jari) dan perlakuan ninhydrin (reaksi ninhydrin dengan asam amino residu sidik jari untuk membentuk produk bercitra biru lembayung) yang masih digunakan sampai saat ini. Prosedur lain, seperti pengasapan dengan uap yodium atau cara nitrat perak digunakan hanya dalam situasi tertentu (Pusat Identifikasi Polri, 2002 : 2). 2. Patent prints (Sidik jari Paten). Sidik ini ialah impressi dari alur-alur tonjolan kulit dari sumber yang tak commit user dan disababkan dari transfer jelas yang dapat langsung terlihat mata to manusia
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
materi asing pada kulit jari ke sebuah permukaan. Karena sudah dapat langsung dilihat sidik ini tidak butuh teknik-teknik enhancement, dan diambil bukan dengan diangkat, tetapi hanya dengan difoto. 3. Plastic prints (Sidik jari Plastik). Sidik plastik adalah impressi dari sentuhan alur- alur tonjolan kulit jari tau telapak yang tersimpan di material yang mempertahankan bentuk dari alur-alut tersebut secara detail. Contoh umum: pada lilin cair, deposit lemak pada permukaan mobil. Sidik-sidik seperti ini dapat langsung dilihat, tapi penyidik juga tak boleh mengenyampingkan kemungkinan bahwa sidik-sidik laten yang tak tampak dari sekongkolan pelaku mungkin juga terdapat pada permukaan tersebut. Usaha untuk melihat immpressi-impressi non plastik pun harus dilaksanakan (A.Guminlang 1991: 84). Metode yang lebih spesifik, seperti pembubuhan dengan bahan radioaktif, dan metode yang lebih berorientasi instrumental, sebagaimana deposisi lapisan logam dalam ruang hampa, otoradiografi (metode sinar X), dan aktivasi netron, juga telah diselidiki. Metode ini jarang digunakan dalam tindakan polisi karena penerapan yang sangat terbatas, mahal, dan terlalu rumit. Prosedur yang dikembangkan di Jepang pada akhir tahun 1970-an, yakni dengan menggunakan uap methyl atau ethyl-cyanoacrilate ester. Senyawa itu berubah menjadi polimer pada residu sidik jari laten untuk membentuk produk putih. Prosedur ini kini banyak dimanfaatkan untuk olah sidik jari pada permukaan yang licin (M.Karjadi 2006 : 67). Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak-tapak jari, baik yang sengaja diambil atau dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah terpegang atau tersentuh dengan kulit telapak (friction skin) tangan atau kaki (Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1993:1). Sidik jari dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan besar, yaitu: 1. ARCH (Busur) adalah bentuk pokok sidik jari yang semua garis-garisnya datang dari satu sisi lukisan, mengalir atau cenderung mengalir ke sisi yang lain dari lukisan itu, dengan bergelombang naik di tengah-tengah, kecuali commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
Tented Arch (tiang busur). 50% dari seluruh sidik jari terdiri dari bentuk Arch. Arch dibagi menjadi: Plain Arch dan Tented Arch 2.
LOOP (Sangkutan) adalah bentuk pokok sidik jari dimana satu garis atau lebih datang dari salah satu sisi lukisan, melengkung menyentuh suatu garis bayangan (imaginary line) yang ditark antara DELTA dan CORE dan berhenti atau cenderung kembali ke sisi datangnya semula. 60-65% dari seluruh sidik jari terdiri dari bentuk LOOP. LOOP terdiri dari: Ulnar Loop dan Radial Loop.
3.
WHORL (Lingkaran) adalah bentuk pokok sidik jari yang mempunyai paling sedikitnya dua buah Delta, dengan satu atau lebih garis melengkung atau melingkar di hadapan kedua Delta. 30-35% dari seluruh sidik jari terdiri dari bentuk Whorl (Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1993:3).
Mengenai sidik jari didasarkan atas 3 dalil yang nyata yaitu: 1) Setiap jari mempunyai ciri-ciri tersendiri ditinjau dari segi detailnya, dan tidak sama dengan yang lain; 2) Ciri-ciri garis itu sudah membentuk sejak janin berumur kira-kira 120 hari di dalam kandungan ibu, sampai hancur (decompostition) setelah meninggal dunia; 3) Seperangkat sidik jari dapat dirumus, sehingga dapat diadministrasikan (Markas Besar Kepolisian Negara Inonesia, 1993:3-4). 4. Tinjauan Tentang Metode Daktiloskopi a. Pengertian Daktiloskopi Untuk menetapkan identitas seseorang (personal identification) dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain, dengan cara mempelajari, mengamati, dan meneliti profil wajah seseorang, pasfoto, bentuk kepala, bentuk badan, gigi, sidik jari, atau suara. Identifikasi seseorang yang sering digunakan dan dapat dijamin kepastian hukumnya adalah dengan cara memepelajari sidik jari disebut sebagai Daktiloskapi. Daktiloskopi dilaksanakan atas dasar prinsip bahwa sidik jari tidak sama pada setiap orang dan sidik jari tidak berubah selama hidup. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
Daktiloskopi dalam perkembangnnya tidak saja diaplikasikan di bidang kriminal, tetapi juga di bidang nonkriminal, misalnya, identifikasi bayi yang baru lahir, administrasi personal, pemegang kartu pengenal/keterangan, penderita amnesia, mayat yang tidak dikenal, dan untuk kepentingan yang lain seperti untuk pengurusan klaim asuransi, pensiun, perbankan, ijazah, Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, dan paspor. Daktiloskopi berasal dari dua kata Yunani yaitu dactylos yang berarti jari jemari atau garis jari dan scopein yang artinya mengamati atau meneliti. Dari pengertian itu timbul istilah dalam bahasa Inggris yang kita kenal menjadi “Ilmu Sidik Jari”. Kedua ilmu itu ditetapkan pada objek yang sama, garis papil, tetapi tujuan Daktiloskopi tersebut lebih dititikberatkan untuk keperluan personal identifikasi. Daktiloskopi berarti mengamati sidik jari, khususnya garis yang terdapat pada ruas ujung jari, baik tangan dan kaki. Jadi, daktiloskopi berarti ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali atau untuk proses identifikasi orang (Materi ajar Departemen Daktiloskopi Umum. Mabes Polri). Haryadi Sigit mengemukakan suatu teori tentang perumusan sidik yang menjadi titik dasar tata cara perumusan sidik jari yaitu: “Perumusan sidik jari (classification formula) merupakan penentuan rumus sidik jari yaitu pembubuhan tanda pada tiap-tiap kolom kartu sidik jari yang menunjukkan interprestasi mengenai bentuk pokok, jumlah bilangan garis, bentuk loop, dan jalannya garis yang diikuti pada bentuk whorl. Bentuk whorl adalah bentuk pokok sidik jari yang mempunyai paling sedikitnya 2 buah delta, dengan satu atau lebih garis melengkung atau melingkar di hadapan kedua delta. Dan sampai sekarang ini proses identifikasi dan penentuan rumus sidik jari dari sebagian besar pihak kepolisian masih dilakukan dengan cara konvensional. Perangkat lunak yang direalisasikan ini digunakan untuk menghitung rumus sidik jari pada jenis whorl” (Aryo Mahardiko,2007:34). Penghitungan rumusnya berdasarkan beberapa parameter yaitu, letak core (titik pusat), letak delta, bilangan garis antara delta dan core (ridge counting), dan mengikuti jalannya garis pada bentuk whorl (ridge tracing). Perangkat lunak yang direlisasikan telah mampu menentukan core, delta, ridge counting, ridge tracing, dan menghasilkan rumus sidik jari pada bentuk pokok jenis whorl. Dengan tingkat commit to user keberhasilan 100% untuk penentuan titik core, 80% untuk penentuan delta kiri,
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
40% untuk penentuan delta kanan, 80% untuk penentuan ridge counting dan ridge tracing , dan 60% untuk penentuan rumus sidik jari (Aryo Mahardiko,2007 : 46). Daktiloskopi atau yang lebih dikenal dengan sebutan ilmu sidik jari ini telah mampu mendesak metode identifikasi lainnya karena keunikan dan karakteristik fisik sidik jari yang berbeda pada tiap individunya, serta sangat praktis dan akurat. Ilmu sidik jari didasarkan pada 3 dalil atau aksioma, yaitu : 1. Setiap jari mempunyai ciri-ciri garis tersendiri ditinjau dari segi detailnya, dan tidak sama dengan yang lain. 2. Ciri-ciri garis itu sudah membentuk sejak janin berumur kira-kira 120 hari di dalam kandungan ibu, dan tidak berubah selama hidup, sampai hancur (decomposition) setelah meninggal dunia. 3. Seperangkat
sidik
jari
dapat
dirumuskan,
sehingga
dapat
diadministrasikan (disimpan dan dicari kembali). Sampai sekarang ini, sistem penghitungan rumus sidik jari yang dilakukan oleh pihak kepolisian masih menggunakan cara konvensional, yang meliputi : a) Pengambilan sidik jari menggunakan peralatan tinta daktiloskopi, plat kaca, roller, penjepit kartu sidik jari dan kartu sidik jari itu sendiri. Sidik jari direkam pada sehelai kartu sidik jari dimana terdapat kolomkolom untuk sidik jari yang digulingkan (rolled impression), kolom sidik jari yang tidak digulingkan (plain impression) dan kolom informasi beserta identitas orang yang diambil sidik jarinya. b) Perumusan sidik jari (classification formula) merupakan penentuan rumus sidik jari yaitu pembubuhan tanda pada tiap-tiap kolom kartu sidik jari yang menunjukkan interprestasi mengenai bentuk pokok, jumlah bilangan garis, bentuk loop, dan jalannya garis yang diikuti pada bentuk whorl. Semua kegiatan diatas menggunakan bantuan kaca pembesar dan diperiksa satu persatu oleh petugas. c) Penyimpanan (filling) kartu sidik jari pada hakikatnya adalah menempatkan suatu kartu sidik jari pada file menurut rumus sidik jari yang tertera pada kartu sidik jari tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak jari baik yang sengaja diambil, dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah tersentuh dengan kulit telapak tangan/kaki. Kulit telapak adalah kulit pada bagian telapak tangan mulai dari pangkal pergelangan sampai kesemua ujung jari dan kulit bagian dari telapak kaki mulai dari tumit sampai ke ujung jari yang mana pada daerah tersebut terdapat garis halus menonjol yang keluar satu sama lain yang dipisahkan oleh celah/alur yang membentuk lukisan tertentu. (A.M. Iqbal Dkk, 2005 : 56) Kulit tapak terdiri dari dua lapisan: (a) Lapisan dermal adalah kulit jangat/kulit yang sebenarnya, Kulit inilah yang menentukan garis yang ada pada permukaan kulit telapak. (b) Lapisan epidermal adalah lapisan kulit luar/garis papilar, Garis inilah yang menjadi perhatian kita untuk menentukan bentuk pokok perumusan dan perbandingan sidik jari. Sedangkan untuk sidik jari yang mengalami kerusakan atau cacat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Cacat sementara adalah cacat pada bagian kulit luar (epidermal) dan garis yang cacat/rusak tersebut dapat sembuh kembali seperti semula. 2. Cacat tetap adalah cacat yang disebabkan ikut rusaknya garis sampai lapisan dermal. Sidik jari yang cacat tetap atau sementara biasanya tidak akan mempengaruhi identifikasi terhadap jari kecuali apabila sidik jari rusak sama sekali. Ada tiga dalil atau aksioma yang melandasi daktiloskopi (ilmu sidik jari), yaitu: a) Sidik jari setiap orang tidak sama. b) Sidik jari manusia tidak berubah selama hidup. c) Sidik jari dapat dirumuskan dan diklasifikasikan secara matematis. Ketiga dalil itu dicetuskan oleh Sir Francois Galton (1822-1916) didasarkan pada hasil penelitian terhadap beribu-ribu sidik jari manusia yang telah diteliti(http://www.ittelkom.ac.id/library/index.php?view=article&catid=15%3Ap emrosesan-sinyal&id=529%3Adaktiloskopi-ilmu-sidik-jari&option=com_content &Itemid=15 Diakses pada tanggalcommit 06 Desember to user2010 pukul 23:20:10 GMT).
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran KUHAP
KUHP
Perbuatan tindak pidana pencurian dan pembunuhan
proses penyidikan dilakukan oleh POLRI
Tempat kejadian Perkara
pengambilan sidik jari
Alat Bukti
Daktiloskopi
Hambatan
Gambar 2. Skematik kerangka pemikiran Keterangan Skematik Kerangka pemikiran: Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana, dalam proses penanganan perkara pidana meliputi beberapa proses yang salah satunya adalah penyidikan. Persoalan yang terjadi dalam penerapan KUHAP pada tingkat proses penyidikan adalah sadar atau tidak sadar bahwa penyidikan ini sangat penting bagi seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, apakah dugaan itu benar atau tidak, karena hal ini memerlukan kepastian hukum dan masa waktu yang dilakukan oleh penyidik dalam memberikan status hukum bagi seseorang, ini dimulai dari tingkat penyidikan, sebelum adanya proses hukum lain dan sampai pada pengadilan menjatuhi putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisdje). Penyidikan perkara pidana dilakukan oleh Pejabat Polisi Negara Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu menurut undang-undang khusus. commit userf KUHAP, penyidik Polri karena Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Ayat (1) tobutir
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kewajibannya mempunyai wewenang yang salah satunya adalah mengambil sidik jari. Yang nantinya dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan dalam tindak pidana pencurian maupun pembunuhan dimana pengungkapan pelakunya dilakukan melalui pencarian sidik jari yang tertinggal di tempat kejadian perkara. Untuk mengetahui sidik jari seseorang tersebut diperlukan ilmu bantu yang nantinya dapat berperan dan membantu didalam proses penyidikan. Ilmu bantu tersebut adalah daktiloskopi yaitu ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali atau untuk proses identifikasi orang. Dengan diketahuinya jati diri korban, pihak penyidik dapat melakukan penyidikan untuk mengungkap kasus menjadi lebih terarah, oleh karena secara kriminologis umumnya ada hubungan antara pelaku dengan korbannya. Bukti-bukti yang diperoleh dari korban akan digunakan pihak Kepolisian untuk mengungkap pelaku dalam puzzel kejahatan yang Sidik Jari sendiri merupakan Mozaik dari pecahan Puzzel yang kemudian disusun guna mengungkap pelaku kejahatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Kewenangan Penyidik untuk Melakukan Pengambilan Sidik Jari dengan Teknik Daktiloskopi dalam Pengungkapan Perkara Pidana. Guna mengetahui implementasi Kewenangan Penyidik untuk Melakukan Pengambilan Sidik Jari dengan Teknik Daktiloskopi dalam Pengungkapan Perkara Pidana, dalam hal ini penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian digunakan untuk memperkuat pembuktian maupun kepastian mengenai diri seseorang yang diduga terlibat dalam tindak pidana sehingga penyidikan dapat membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi. Implementasinya kewenangan penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dalam pelaksanaannya harus memenuhi tahapan demi tahapan. Dalam Pengambilan Sidik Jari dengan Teknik Daktiloskopi, menurut IPDA mariman tahapan-tahapan yang harus dilakukan itu antara lain adalah: 1. Tahap Pengamanan Tempat Kejadian Perkara Langkah pertama yang dilakukan penyidik dalam kegiatan pengambilan sidik jari adalah mengamankan TKP. Menutup tempat kejadian perkara dengan menggunakan Police Line agar masyarakat yang tidak berkepentingan jangan sampai masuk. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar sebisa mungkin TKP jangan sampai berubah atau rusak yang dapat mengacaukan penyidikan. Setelah tiba di tempat kejadian perkara, maka yang harus dilakukan penyidik adalah : a. Menutup seluas-luasnya (seluas mungkin) tempat atau area dengan Police Line/Tali/Alat lain, sesuai dengan situasi dan kondisi, b. Segera memberitahukan kepada kepala atau atasannya, c. Larangan siapapun masuk TKP kecuali petugas TKP, d. Apabila korban luka bantu dengan Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD), Apabila korban meninggal biarkan di posisi semula, e. Menjaga keadaan tempat itu tidak berubah dari apa saja yang berada di commit to user TKP.
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Tahap Pelaksanaan Olah TKP Tahap selanjutnya setelah mengamankan TKP adalah petugas harus segera melakukan olah TKP. Langkah-langkah dalam melakukan olah TKP adalah : a. Foto lokasi secara umum dari depan, samping kaki, belakang jika TKP kebakaran foto lokasi dari arah ketinggian, b. Beri nomor TKP secara berurutan terhadap tempat/benda/bekas lain yang diduga berhubungan dengan kejadian tersebut, c. Foto satu persatu secara berurutan sesuai dengan penomeran terhadap tempat/benda/bekas lain yang diduga berhubungan dengan kejadian tersebut baik secara umum maupun Close up, d. Apabila ada korban manusia, pastikan apakah sudah meninggal atau belum dengan meraba nadi atau dekatkan kaca dihidung atau mulut korban, e. Gambar atau beri tanda dengan kapur atau alat lain posisi mayat di TKP sebelum diangkat, f. Khusus mayat, difoto secara umum, Close up muka dan tempat lain ditubuh mayat yang diduga ada bekas-bekas yang mencurigakan (memar/luka), g. Ambil dan amankan BB di TKP masukkan kedalam kantong plastik beri nomor sesuai dengan nomor TKP (foto&catat), ikat dengan tali dan diberi LAK dan distempel. 3. Tahap Pengumpulan Barang-Barang Bukti Dalam tahapan ini, para penyidik mengumpulkan barang-barang bukti yang diduga terkait dengan tindak kejahatan. Selain itu juga menemukan bekasbekas yang tertinggal di TKP, misalnya sidik jari laten, dan mencegah jangan sampai bekas-bekas itu rusak dan juga mencegah jangan sampai timbul atau adanya penambahan bekas-bekas baru karena akan mempersulit proses pengambilan sidik jari laten di tempat kejadian perkara. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
4. Tahap Pemilahan Terhadap Benda-Benda Dimana Bekas Jari Menempel Langkah-langkah dalam melakukan pencarian : 1. Menggunakan sarung tangan atau sapu tangan atau dengan cara lain waktu sedang melakukan pencarian/ketika akan memegang benda, sehingga tidak meninggalkan sidik jari sendiri pada benda tersebut, 2. Melakukan pencarian setelah pemotretan TKP selesai, dengan meneliti tempat-tempat atau benda-benda yang diduga telah dipegang atau disentuh oleh tersangka/pelaku, misalnya : Dalam kasus pencurian dengan merusak/membongkar, pencarian dilakukan pada: a) Tempat tersangka masuk, a. Obyek yang dirusak, b. Benda-benda yang dipindahkan/diduga telah disentuh/dipegang oleh tersangka, c. Alat yang digunakan untuk pembongkaran/perusakan tersebut (baik yang terrtinggal di TKP atau ditemukan kemudian), d. Tempat tersangka keluar, e. Harta milik yang ditemukan kemudian. b) Dalam peristiwa pencurian mobil, yang kemudian ditemukan kembali, pencarian dilakukan pada: a. Pegangan pintu mobil, b. Tempat duduk pengemudi termasuk jendela samping, kerangka pintu dan jendela, c. Pegangan versneling, d. Kaca spion (dalam dan luar), dengan perhatian utama pada bagian belakang kaca spion tersebut, e. Kepala sabuk pengaman, f. Benda-benda lain didalam mobil yang mungkin telah dipegang tersangka (puntung rokok dalam asbak mobil, sobekan kertas, tempat tissue, dan lain-lain) commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Memastikan letak sidik jari laten pada permukaan guna dikembangkan dan diangkat/dipindahkan ke dalam lifter, dengan cara: a) Dengan sorotan senter dari sudut tertentu, sidik jari laten pada permukaan benda terlihat jelas, b) Dengan mendekatkan kepala (petugas) pada permukaan benda yang dilihatnya dari berbagai sudut, c) Meniup
permukaan
benda
sehingga
memberi
kelembaban
yang
memungkinkan sidik jari laten dapat terlihat, d) Langsung menaburi permukaan tersebut dengan serbuk. 4. Setelah pemberian serbuk, sidik jari laten tersebut dipotret terlebih dahulu sebelum diangkat dengan lifter, 5. Benda-benda yang diduga mengandung sidik jari laten, yang dapat diangkat, dapat dibawa ke kator untuk diproses dengan lebih teliti, 6. Orang-orang yang diduga ada kaitan dengan TKP jari mereka untuk mempersempit pencarian tersangka atau pelaku, 7. Bila tersangka atau pelaku telah diketahui, tetapi tidak berada di TKP atau belum tertangkap, catatlah namanya serta keterangan lainnya guna pencarian di file sidik jari. 5. Tahap Pengembangan dan Pengangkatan Sidik Jari Laten Langkah-langkah pengembangan dan pemindahan/pengangkatan: 1. Pengembangan a) Dengan serbuk biasa a. Jangan sekali-kali menghadap arah angin pada waktu menggunakan serbuk, b. Pilihlah serbuk yang warnanya kontras dengan permukaan benda (serbuk warna gelap dengan permukaan terang dan serbuk warna terang untuk permukaan gelap). Pada umumnya digunakan serbuk warna hitam dan abu-abu serta digunakan pada permukaan benda yang tidak menyerap keringat seperti commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kaca, porselin permukaan yang divernis/diplitur/dicat dan lainlain, c. Lakukanlah percobaan terhadap semua jenis serbuk sebelum digunakan, d. Tuangkan sejumlah kecil serbuk di atas helai kertas, e. Dengan hati-hati kuas dicelupkan ke dalam serbuk tersebut. Kuas diketuk perlahan-lahan dengan jari untuk mengurangi serbuk yang berlebihan, f. Serbuk pada kuas tersebut kemudian dibubuhkan dengan hatihati pada permukaan yang dicurigai, g. Bila sidik jari sudah terlihat, gerakkanlah kuas hati-hati sesuai dengan arah garis-garis papiler. Semua serbuk yang berlebihan harus disapu dari sidik jari laten tersebut, h. Potretlah sidik jari laten tersebut sebelum diangkat atau dipindahkan ke dalam lifter/selotip, i. Sidik jari laten yang bercampur darah, debu atau yang terdapat pada permukaan mentega, permukaan yang dilapisi debu, jangan sekali-kali ditaburi / dikembangkan dengan serbuk. Pemberian serbuk akan merusak sidik jari laten tersebut, karena itu sidik jari laten yang demikian harus langsung dipotret. b) Dengan serbuk magnet a. Serbuk yang digunakan adalah serbuk yang mengandung magnet (magnetic powder) dengan warna hitam, abu-abu dan putih, b. Cara pengembangan sidik jari dengan serbuk manet sama dengan pengembangan sidik jari dengan serbuk biasa, c. Jangan menggunakan serbuk magnet untuk mengembangkan sidik jari laten yang terdapat pada benda-benda logam.
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pemindahan / Pengangkatan a) Dengan lifter tembus pandang a. Setiap sidik jari laten yang telah diberi serbuk, sebelum diangkat / dipindahkan, sebaiknya dipotret terlebih dahulu, b. Cara / teknik yang baik hanya dapat diperoleh melalui praktek dan
pengalaman,
namun
langkah-langkah
yang
perlu
diperhatikan : c. Pengangkatan dengan lifter transparan pengangkat tembus pandang yang berbentuk roll (selotip/isolasi) : i.
Dengan
sekali
tarik,
lifter
transparan
ditarik
dari
gulungannya dengan panjang secukupnya (ada petugas yang
lebih
suka
membiarkan
pita
tersebut
dalam
gulungannya, tetapi ada yang lebih suka memotangnya setelah ditarik dari gulungannya), ii.
Letakkan bagian lifter transparan yang berperekat tepat di atas sidik jari laten yang telah diberi serbuk, kemudian ditekan lurus dan kuat dengan jari,
iii.
Urutlah lifter transparan tersebut tepat di atas sidik jari laten dengan gerakan yang rata. Kini sidik jari laten telah beralih ke dalam pita tersebut. Urut terus pita dengan telunjuk agar sidik jari laten melekat dengan baik pada pita tersebut,
iv.
Tempatkan kartu alas (tempat menempelkan pita) dekat lokasi yang didinginkan,
v.
Angkat lifter transparan dari permukaan dengan sekali tarik, kemudian tempelkan lifter transparan tersebut pada kartu alas
sedemikian
rupa sehingga tidak terjadi
gelembung udara. Sidik jari laten yang telah berpindah ke dalam pitra (lifter) tersebut mempunyai posisi yang sama seperti ketika sidik jari laten tersebut masih di permukaan commit to user asal.
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Dengan Rubber Lifter / Lifter Karet a. Pilihan jenis rubber lifter tergantung dari warna serbuk yang digunakan untuk mengembangkan sidik jari laten tersebut (serbuk putih-rubber lifter hitam; serbuk hitam-rubber lifter putih), b. Guntinglah rubber lifter tersebut sesuai dengan ukuran yang diinginkan, kemudian penutup plastik bening dibuka, c. Permukaan rubber lifter yang berperekat ditempelkan pada sidik jari laten yang telah diberi serbuk tersebut, ditekan rata, kemudian diurut dengan jari. Kini sidik jari laten telah berpindah ke permukaan rubber lifter yang berperekat tersebut. d. Angkatlah rubber lifter tersebut dari permukaan dan penutup plastik bening tadi ditempelkan kembali pada rubber lifter (tempat semula). Sidik jari laten yang telah berpindah ke dalam rubber lifter tersebut, posisinya terbalik atau berlawanan dengan posisi benda asal. 6. Tahap Pengambilan Sidik Jari di Tempat Kejadian Perkara Langkah pengambilan sidik jari pada fomulir AK-23: 1. Pengambilan/perekaman sidik jari pada formulir AK-23 dilakukan dengan cara menggulingkan dan dengan cara ditekan rata. Kolom 1 jempol kanan sampai dengan kolom 10 kelingking kiri digunaka untuk pengambilan sidik jari dengan digulingkan, sedangkan kolom tangan kiri empat bersama dan sampai dengan kolom tangan kanan empat bersama digunakan untuk pengambilan sidik jari dengan cara tekan rata, 2. Pengambilan sidik jari harus benar/baik (tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, core dan delta harus terlihat/terekam, posisi sidik jari harus berada pada tengah-tengah kolom) agar kartu sidik jari dapat diolah dengan baik secara manual maupun secara komputer, commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Formulir AK-23 yang baku/standar adalah formulir yang terbuat dari kertas tebal berwarna putih berukuran 20 x 20 cm, oleh karena itu tidak dibenarkan menggunakan formulir yang berukuran dan berwarana lain, 4. Selalu menggunakan tinta daktiloskopi. Jika tidak ada, maka bias menggunakan tinta stensil hitam. Jangan menggunakan tinta stempel atau sejenisnya. Langkah-langkah pengambilan sidik jari adalah sebagai berikut : 1. Menuangkan sejumlah tetes tinta daktiloskopi di plat kaca. Dengan menggunakan roller, tinta daktiloskopi diratakan. Usahakan tinta agar tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, 2. Formulir AK-23 supaya diisi oleh yang akan diambil sidik jarinya dan petugas, 3. Menempatkan formulir/kartu sidik jari tersebut pada penjepit sedemikian rupa sehingga kolom untuk jari-jari tangan kanan siap untuk dipakai, 4. Memegang tangan kanan yang bersangkutan dan minta kepadanya untuk berdiri di sebelah kanan anda sedikit ke belakang. Periksa jari-jari tangan yang bersangkutan. Keringkan dan bersihkan jari-jari tersebut jika basah atau kotor. Jika garis-garis pepilernya halus, anda hanya memerlukan tekanan sedikit saja pada saat mengambil/merekam sidik jari yang bersangkutan, tetapi apabila garis-garis papiler itu kasar/besar, anda harus menekannya cukup kuat, 5. Meminta orang tersebut bersikap santai. Dengan tangan kanan anda, peganglah ibu jari kanan orang tersebut (tangan kiri anda mengontrol tekanan), gulingkan jari tersebut pada tepi plat kaca bertinta (jari diguling dari sisi kuku satu ke sisi kuku yang lainnya). Buatlah sedemikian juga untuk jari-jari tangan kanan yang lain, jari telunjuk dan akhirnya jari kelingking, 6. Menggulingkan jari-jari itu satu kali kpada formulir atau kartu sidik jari sesuai kolomnya masing-masing (1/3 ruas kedua dari ujung jari juga terekam), commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
7. Menggeser formulir/kartu sidik jari sedemikian rupa sehingga kolom untuk jari-jari kiri siap untuk digunakan. Berilah lagi tinta pada plat kaca atau ratakan kembali tinta dengan roller jika perlu, 8. Meminta orang tersebut berdiri di sebelah kiri anda, peganglah tangan kirinya dan lakukan prosedur seperti pada tangan kanan, 9. Menggeser formulir/kartu sidik jari sedemikian rupa sehingga kolom “tangan kiri empat bersama” dan lainnya siap untuk digunakan. Ratakan tinta kembali, 10. Meminta orang tersebut untuk meluruskan keempat jari tangan kirinya berdampingan (telunjuk, jari tengah, jari manis, kelingking). Pegang jarijari tersebut dan tekan rata dengan tinta. Angkat dan ulangi pada kolomkolom yang tersedia. Lakukan prosedur ini pada ibu jari tangan kiri yang bersangkutan, 11. Lakukan prosedur seperti pada butir (10) di atas untuk keempat jari tangan kanan, 12. Teliti hasil pengambilan sidik jari tersebut. Jika hasilnya kurang baik (terlalu tebal atau terlalu tipis), supaya diulangi pengambilannya dengan formulir AKL-23 yang baru, 13. Menyuruh orang tersebut untuk membersihkan jari-jarinya dengan alat pembersih yang tersedia (bensin, sabun dan lap), 14. Angkatlah / keluarkanlah kartu sidik jari tersebut dari penjepitnya dan catatlah jika ada jari-jari yang buntung, 15. Merumus sidik jari tersebut dan mencatat rumus tersebut pada kolom yang tersedia. Langkah-langkah pengambilan sidik telapak tangan: 1. Menggulingkan roller bertinta pada telapak tangan yang bersangkutan dan tekanlah pada plat kaca yang bertinta, 2. Tekan rata jangan terlalu kuat dan jangan sampai bergeser telapak tangan yang bersangkutan pada kertas HVS khusus yang telah disediakan. Lakukan untuk tangan kanan dan kiri, commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Jika hasilnya kurang baik (garis-garis papil kurang jelas/kabur), maka ulangi prosedur tersebut sampai diperoleh hasil yang baik, 4. Catatlah : kasus, tanggal kejadian, nama tersangka atau korban mayat (jika diketahui), tanggal pengambilan, nama dan paraf petugas yang mengambil, 5. Buatlah berita acara sehubungan dengan kegiatan tersebut. 7. Tahap Pengakhiran Olah TKP Apabila tahapan-tahapan dalam pelaksanaan olah TKP telah dirasa cukup maka penyidik dapat segera melakukan pengakhiran Olah TKP, Langkah-langkah dalam pengakhiran olah TKP antara lain: a. Buat BAP olah TKP lengkapi dengan lampiran foto TKP dan Sket TKP b. Setelah semua barang bukti di foto di TKP lalu satu persatu secara beruntun BB diambil dan dimasukkan kedalam kantong plastik transparan, kemudian diberi nomor secara berurutan sesuai dengan nomor di TKP, kemudian diikat dan diberi label selanjutnya di bawa ke Mapolres/Mapolsek. c. Ambil keterangan singkat saksi di TKP. d. Apabila ada tersangka amankan segera ke satuan terdekat. e. Kirim mayat ke Rumah Sakit untuk otopsi, beri label mayat di jempol kaki. f. Lakukan konsilidasi dengan anggota untuk mengecek alat TKP maupun langkah-langkah selanjutnya. Secara umum, Petunjuk teknis di Bidang Identifikasi didasarkan pada beberapa hal, yaitu : 1. Penyelenggaraan
daktiloskopi
dalam
mendukung
tugas-tugas
kepolisian, terutama dalam proses penyidikan tindak pidana, memegang peranan yang cukup penting, 2. Melalui
penyelenggaraan daktiloskopi yang baik, identifikasi commitdalam to userproses penyidikan tindak pidana, tersangka dan/atau korban
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
atau dalam proses penyelesaian kasus-kasus nonpidana, dapat dilakukan secara cepat dan akurat, 3. Agar identifikasi tersangka dan/atau korban melalui sidik jari (daktiloskopi) dapat dilakukan dengan baik, cepat dan akurat, maka diperlukan suatu petunjuk teknis tentang pencarian sidik jari laten di TKP. Penyelenggaraan daktiloskopi dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas kepolisian, terutama dalam proses penyidikan tindak pidana, memegang peranan yang cukup penting. Melalui penyelenggaraan daktiloskopi yang baik, identifikasi tersangka dan atau korban dalam proses penyidikan tindak pidana, atau dalam proses penyelesain kasus-kasus non pidana, dapat dilakukan dengan cepat dan akurat. Agar identifikasi tersangka dan atau korban melalui sidik jari (daktiloskopi) dapat dilakukan dengan baik, cepat dan akurat, diperlukan suatu petunjuk teknis tentang pencarian sidik jari laten di TKP. proses pengungkapan suatu tindak pidana yang telah terjadi tidak semudah dan secepat seperti saat mengetahui informasi tentang adanya tindak pidana yang dilakukan tersebut. oleh karena itu perlu dilakukan penyidikan terlebih dahulu untuk memecahkan tindak pidana yang telah terjadi tersebut. ada kalanya dan tidak sedikit suatu kasus tindak pidana yang tidak dapat dipecahkan akibat keterbatasan bukti-bukti yang mengarahkan pada kebenaran kejadian tindak pidana yang bersangkutan. Dan pada akhirnya kasus-kasus tersebut lenyap begitu saja atau dalam bahasa hukumnya hal ini disebut sebagai “Dark number” atau angka gelap dalam lenyapnya kasus yang tidak terselesaikan atau tidak dapat diselesaiakan. Bukti yang tertinggal dapat digunakan untuk mengungkap rahasia suatu tindak pidana. Sidik jari atau finger prints dapat digunakan untuk menentukan identitas seseorang secara pasti, karena sifat kekhususannya yang ada padanya dan tidak akan berubah ataupun bisa diubah seumur hidup. Pengetahuan tentang sidik jari atau daktiloskopi bagi setiap polisi sebenarnya merupakan keharusan yang wajib dimengerti. Sudah banyak kasus-kasus tindak pidana yang dapat diungkap commit to user pelaku tindak pidana dengan menggunakan sidik jari. Berdasarkan fakta yang ada
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maka, harus hati-hati terhadap sidik jari yang ditemukan di tempat kejadian perkara. Petugas pengambilan sidik jari harus memiliki keahlian khusus karena apabila tanpa suatu keahlian khusus yang dipelajari maka pelaksanaan pengambilan sidik jari tidak akan berjalan sempurna dan pelaksanaannya bisa berakibat buruk bagi seseorang. Mengenai keahlian khusus tersebut diperoleh melalui pendidikan kejuruan pertama (dikjur) yang dulu diberikan pada waktu masih melakukan pendidikan sekolah kepolisian dan juga pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Polda selama kurang lebih tiga bulan. Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak jari baik yang sengaja diambil, dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah tersentuh dengan kulit telapak (Friction skin) tangan atau kaki. Kulit telapak adalah kulit pada bagian telapak tangan mulai dari pangkal pergelangan sampai kesemua ujung jari dan kulit bagian dari telapak kaki mulai dari tumit sampai ujung jari yang mana pada daerah tersebut terdapat garis halus menonjol yang keluar satu sama lain yang dipisahkan oleh celah atau alur yang membentuk lukisan tertentu (Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia,1993:1). Kulit telapak terdiri dari dua lapisan : 1. Lapisan dermal adalah kulit jangat/kulit yang sebenarnya karena lapisan inilah yang menentukan bentuk dari garis-garis yang terdapat pada permukaan kulit telapak. 2. Lapisan epidermal adalah lapisan kulit luar dimana terdapat garis-garis halus menonjol keluar (yang selanjutnya disebut sebagai garis-garis papilair).
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 3. Penampang Kulit Jari Ada 3 (tiga) jenis sidik jari, yaitu: 1. VISIBLE IMPRESSION, yaitu sidik jari yang langsung dapat terlihat tanpa mempergunakan alat-alat tambahan, seperti sidik jari yang diambil dengan tinta, demikian pula sidik jari bekas darah, bekas cat yang masih basah dan sebagainya, yang sering tertinggal di tempat kejadian perkara (TKP), 2. LATENT IMPRESSION, yaitu sidik jari latent yang biasanya tidak dapat langsung telihat, dan memerlukan beberapa cara pengembangan terlebih dahulu untuk membuatnya tampak jelas, seperti sidik jari yang selalu ada kemungkinannya untuk tertinggal di TKP, commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. PLASTIC IMPRESSION, yaitu sidik jari yang berbekas pada benda-benda yang lunak seperti sabun, gemuk, lilin, permen coklat dan sebagainya (Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1993:4). Mengenai sidik jari didasarkan atas 3 dalil yang nyata yaitu: 4) Setiap jari mempunyai ciri-ciri tersendiri ditinjau dari segi detailnya, dan tidak sama dengan yang lain; 5) Ciri-ciri garis itu sudah membentuk sejak janin berumur kira-kira 120 hari di dalam kandungan ibu, sampai hancur (decompostition) setelah meninggal dunia; 6) Seperangkat sidik jari dapat dirumus, sehingga dapat diadministrasikan (Markas Besar Kepolisian Negara Inonesia, 1993:3-4). Sidik jari di bagi menjadi tiga golongan besar yaitu : 1. ARCH (busur) adalah bentuk pokok sidik jari yang semua garis-garisnya datang dari satu sisi lukisan, mengalir atau cenderung mengalir ke satu sisi lukisan, mengalir atau cenderung mengalir ke sisi yang lain dari lukisan itu, dengan bergelombang naik ditengah-tengah. 2. LOOP (sangkutan) adalah bentuk pokok sidik jari dimana satu garis atau lebih datang dari salah satu sisi lukisan, melengkung menyentuh suatu garis bayangan (imaginary line) yang ditarik antara DELTA dan CORE dan berhenti atau cenderung kembali kesisi datang semula. 3. WHORL (lingkaran) adalh bentuk pokok sidik jari yang mempunyai paling sedikit 2 buah Delta, dengan satu atau lebih garis melengkung atau melingkar dihadapan kedua Delta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
Gambar 4. pola golongan sidik jari Bentuk pokok tersebut terbagi lagi menjadi beberapa sub-group yaitu bentuk busur terbagi menjadi plain arch dan tented arch, bentuk sangkutan terbagi menjadi Ulnar loop dan Radial loop, sedangkan bentuk lingkaran terbagi menjadi Plain whorl, Central pocket loop whorl, Doubel loop whorl dan Accidental whorl. Menurut IPDA Mariman yang merujuk pada istilah teknis dan bentuk pokok sidik jari Perbedaan utama dari ketiga bentuk pokok tersebut terletak pada keberadaan core dan delta pada lukisan sidik jarinya (Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia,1993:3-4). 8. Tahap Pengambilan Sidik Jari Pada Mayat Setelah pemeriksaan TKP biasanya korban adalah sudah meninggal atau menjadi mayat, untuk itu dalam pemeriksaan sidik jari mayat harus di periksa terlebih dahulu sebelum mayat itu di kirim kan ke Rumah sakit untuk di lakukan otopsi, pemeriksaan mayat berguna untuk mengidentifikasi identitas dari mayat tersebut guna pemeriksaan yang lebih lanjut yang nantinya di gunakan untuk bukti-bukti dan pembuatan BAP. Pada hakekatnya, teknik pengambilan sidik jari mayat tergantung pada keadaan mayat tersebut. masing-masing keadaan membutuhkan cara/teknik penanganan yang berbeda seperti berikut ini : a. Mayat masih baru Bila jari-jari mayat masih dapat digerakkan, maka mayat tersebut ditelungkupkan lalu pengambilan sidik jari dilakukan seperti biasa. Bila jari-jari commit to user mayat sulit digerakkan, cara pengambilan bisa tidak dapat digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
Pengambilan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan sendok mayat, yang cara penggunaannya sebagai berikut : 1. Gunting formulir kartu sidik jari pada batas kolom tangan kiri dan kanan. 2. Jepit potongan formulir tersebut pada kedua sisi sendok mayat bagian yang cekung dengan kolom sidik jari menghadap ke luar (dapat juga pada bagian cembung). 3. Bersihkan jari mayat dengan hati-hati, kemudian bubuhkan tinta dengan alat pembubuh tinta atau dengan roller setelah tintanya diratakan. 4. Capkan jari mayat tersebut dengan menekankannya pada kolom sidik jari dari formulir yang terjepit disendok mayat. Geser formulir menurut kolom sidik jarinya sehingga semua jari terekam. 5. Rekatkan hasil pengambilan tersebut pada sehelai formulir kartu sidik jari dan rumuskanlah sidk jari tersebut. b. Mayat telah kaku dan mulai membusuk Bila jari-jari mayat menggenggam, maka jari-jari tersebut ditarik sehingga menjadi lurus lalu dilakukan pengambilan dengan sendok mayat. Jika jari–jari tersebut sulit diluruskan, sayatlah bagian dalam jari pada ruas kedua sehingga jari dapat diluruskan, lalu pengambilan dilakukan dengan sendok mayat. Untuk ibu jari, sayatan dilakukan antara ibu jari dan telunjuk. Jika mayat sudah mulai membusuk (awal dekomposisi), biasanya kulit ari mulai terlepas. Bila keadaanya demikian langkah-langkah yang dilakukan adalah: 1. Periksa kulit jari tersebut apakah masih baik atau ada bagian yang rusak. Bersihkan kulit jari tersebut dengan hati-hati. 2. Kulit dipasang kembali pada jari mayat atau dimasukkan dalam jari petugas sehingga pengambilannya dapat dilakukan. 3. Jika kulit jari tersebut sudah terlepas sama sekali, kulit jari dioleskan tinta kemudian dijepit diantara dua kaca dan dipotret (reproduksi). Hasil potret kemudian ditempelkan pada kartu sidik jari. commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Mayat yang sudah membusuk, mengering dan yang terendam air. Mayat yang telah membusuk (dekomposisi) biasanya menyangkut mayat yang ditemukan disemak-semak atau dikubur/ditimbun dengan tanah. Mayat yang telah mengering (mumifikasi) biasanya ditemukan di tempat-tempat terbuka, garis papilar jari mayat tidak langsung terkena tanah. Mayat terendam air (medok) biasanya menyangkut mayat yang sudah lama terendam didalam air. Langkah untuk pengambilan sidk jarinya adalah : 1. Periksa, apakah jari mayat masih lengkap. Jika tidak lengkap, apakah jari tersebut hilang ketika masih hidup atau jari tersebut dimakan binatang atau yang lainnya. 2. Bersihkan kotoran yang menempel pada kulit jari dengan hati-hati 3. Kulit jari diolesi tinta lalu dijepit diantara dua kaca dan dipotret, kemudian hasilnya ditempelkan pada kartu sudik jari. Perlu diingat bahwa pengambilan sidik jari mayat dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk dapat mengidentifikasikan mayat tersebut. Oleh karena itu segeralah mencari bahan pembandingnya di file atau sumber lain : KTP, ijasah, SIM, benda milik korban yang dipegang, dll. 9. Tahap Pemeriksaan Perbandingan Sidik Jari Laten Langkah-langkah dalam membandingkan sidik jari : 1. Sebelum sidik jari laten dibandingkan dengan sidik jari tersangka atau sidik jari yang tersimpan dalam file atas nama orang tertentu, terlebih dahulu sidik jari laten tersebut dibandingkan dengan sidik jari orang-orang yang secara sah telah memegang sesuatu di TKP (elimination prints); 2. Menentukan asal jari : a) Pada umumnya sidik jari laten berdampingan satu sama lain (letaknya berdampingan / kombinasi). Untuk lebih memudahkan pemeriksaan, perlu ditentukan terlebih dahulu dari jari / tangan manakah jari laten tersebut berasal, b) Beberapa hal berikut ini dapat menentukan asal jari / tangan dari suatu sidik jari laten:
commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Umumnya orang selalu memegang benda dengan tangan kanan, b. Jari telunjuk, tengah, manis dan kelingking umumnya berada berdampingan
dan
umumnya
ibu
jari
berdiri
sendiri
(bayangkan selalu bagaimana orang memegang benda), c. Ukuran besar dan panjangnya jari serta hubungannya satu dengan yang lain. 3. Menetukan persamaan / keidentikan dua sidik jari : Ada 4 (empat) faktor yang harus dinilai : a) Bentuk pokok lukisan : a. Harus sama antara kedua sidik jari tersebut, b. Walau sama, keidentikan belum dapat ditentukan jika faktor lainnya belum / tidak terpenuhi. b) Karakteristik garis-garis papiler sidik jari ( Galton Detail) : a. Jenis dan bentuk galton detail pada kedua sidik jari tersebut harus sama (sama-sama garis membelah, garis berhenti, pulau, dan lainlain), b. Arah galton detail harus sama pula (garis membelah sama-sama membelah ke atas atau ke bawah, dan sebagainya). c) Jumlah titik persamaan (galton detail sama jenis, bentuk, arah dan posisi): a. 12 (dua belas) atau lebih titik persamaan, keidentikannya pasti, b. 8 (delapan) s/d 11 (sebelas) titik persamaan, keidentikannya masih harus dikuatkan dengan hal-hal seperti : kejelasan sidik jari, adanya core (titik pusat) dan delta, bentuk pokok lukisan yang jarang dijumpai, dan lain-lain. d) Hubungan antara titik-titik persamaan. Jumlah interval garis papiler antara titik-titik persamaan di kedua sidik jari tersebut harus sama. 4. Cara / teknik pemeriksaan perbandingan sidik jari a) Sidik jari laten atau sidik jari yang dicurigai diletakkan berdampingan dengan sidik jari yang diketahui dalam finger print comparator kemudian committersebut to userdi atas segeralah membandingkan dengan menggunakan peralatan
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kedua sidik jari tersebut. Pemerikasaan pebandingan harus selalu dimulai dari sidik jari laten (sidik jari yang dicurigai) ke sidik jari yang diketahui, jangan sebaliknya. b) Menentukan apakah kedua sidik jari tersebut mempunyai bentuk pokok lukisan yang sama. Bila bentuk pokok tidak utuh, perhatikan apakah aliran garis-garis papiler antara kedua sidik jari itu sama. c) Bila bentuk pokok lukisan kedua sidik jari tersebut berbeda, sudah pasti kedua sidik jari tersebut tidak identik, karena itu pemeriksaan lebih lanjut tidak perlu dilakukan d) Bila bentuk pokok lukisan atau garis papiler kedua sidik jari tersebut sama, pemeriksaan yang rinci harus dilakukan lebih lanjut. Langkah-langkah berikut dapat diikuti : a. Menentukan salah satu galton detail pada sidik jari laten sebagai titik awal. Kemudian periksalah galton detail yang sama pada sidik jari yang diketahui dan tentukan pula sebagai titik awal, b. Menentukan galton detail kedua, yang dekat titik awal, pada sidik jari laten. Tentukan pula galton detail kedua yang kedua yang ini pada sidik jari yang diketahui. Perhatikan posisi serta hubungan galton detail kedua ini dengan titik awal baik pada sidik jari laten maupun sidik jari yang diketahui. Ingat, interval garis papiler harus sama. 10. Tahap Perumusan Sidik Jari Setelah melakukan pemeriksaan dan pengambilan sidik jari biasanya penyidik menentukan dan mencari rumus dari sidik jari dari orang ataupun korban guna kepentingan identifikasi lebih lanjut. Rumus sidik jari merupakan salah satu cara identifikasi. Dalam dunia kepolisian, rumus sidik jari digunakan sebagai cara untuk mengidentifikasi seseorang. Karena sidik jari merupakan bentuk yang unik dan berbeda pada setiap orang, maka rumus sidik jari pun akan berbeda pada tiap orang. Perumusan sidik jari (classification formula) merupakan pembubuhan tanda pada tiap-tiap kolom kartu sidik jari yang menunjukkan interpretasi mengenai bentuk pokok, jumlah bilangan garis, commit to userbentuk loop, dan jalannya garis.
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
Langkah-langkah perumusan sidik jari,yaitu: 1. Membubuhi blocking out yaitu pembubuhan tanda pada tiap-tiap kolom sidik jari yang menunjukkan interpretasi mengenai bentuk pokok lukisan, sesuai bentuk pokok lukisan yang ada. 2. Blocking Out a) Bentuk pokok lukisan Whorl pada semua jari dinyatakan dengan huruf besar W, b) Khusus pada jari telunjuk baik kanan atau kiri, semua bentuk pokok lukisan ditulis dengan huruf besar (A.T.R.U.W.), c) Pada jari-jari yang lain ditulis dengan huruf kecil a,t,dan r dan berbentuk garis diagonal (V) menghadap/berhadapan dengan delta. Perhitungan garis pada loop ditulis pada kolom sudut kiri atas (dinyatakan dengan angka) dan dengan salah satun huruf besar I dan O untuk ke 6 dari jari telunjuk sampai jari manis. Sedangkan untuk jempol dengan huruf SML sesuai dengan tabel perhitungan garis dan huruf-huruf tersebut ditulis pada kolom sudut kanan atas, d) Untuk bentuk pokok lukisan W penentuan I.M.O. mengikuti garis (ridge tracing). Dimulai dari delta kiri dan bukan type lines. Delta biasanya terdiri dari garis pendek maka tracing lines pindah pada baris yang segera berada di luarnya, bila garis itu terputus juga maka tracing dilanjutkan lagi ke garis yang segera berada di luarnya sampai mencapai suatu titik / tempat yang sejajar dengan delta kanan. Bilamana ridge tracing menuju ke dalam dengan jumlah hitungan garis mencapai 3 ke atas dengan lambang I, bila menuju ke dalam/keluar berjumlah kurang dari 3 atau tepat pada delta kanan maka dilambangkan M. Bilamana ridge tracing menuju keluar dengan jumlah 3 garis ke atas maka dilambangkan O. Rumusan sidik jari terdiri dari : 1. PRIMARY Perumusan primary sebagai pembilang diambil dari nomor genap, sedangkan commit user penyebut diambil dari nomor ganjil. Bila to pembilang dan penyebut harus ditambah
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1, perumusan primary pembilang penyebut paling besar adalah 32 dan paling kecil adalah 1/1. 2. SECONDARY Adalah rumus yang diperuntukkan bagi telunjuk kanan dan kiri, dinyatakan / ditulis menurut bentuk pokok sidik jarinya. Telunjuk kanan sebagai pembilang, ditulis di atas garis rumus dan telunjuk kiri sebagai penyebut, ditulis di bawah garis rumus. 3. SUB SECONDARY Dinyatakan dengan huruf besar setelah diketahui hitungan garis dari loop dan mengikuti jalannya garis tengah dan jari manis kanan dan kiri (I.O.M.) serta ditulis di sebelah kanan dari secondary dalam deretan rumus. 4. FINAL Adalah bilangan garis diutamakan bentuk loop pada kelingking kanan yang dinyatakan dengan angka (jumlah garis) dan ditulis sebelah kanan atas secondary, sebelah kanan bawah sub secondary bila kelingking kiri berbentuk loop, dengan catatan kelingking kanan bukan bentuk loop. 5. KEY Adalah jumlah bilangan garis dari loop pertama yang terdapat pada rangkaian 8 sidik jari mulai dari jempol s/d jari manis kanan dan kiri. Key selalu dituliskan di atas garis rumus (pembilang) dan ditempatkan pada paling kiri dari major. Bilamana tidak terdapat bentuk loop dari ke-8 jari tersebut, maka rumus key dihapus dan diganti dengan tanda dash (-) ditempatklan / ditulis seperti seperti key bentuk loop pertama dari ke-8 jari. 6. MAJOR Major dinyatakan dengan huruf tertentu bagi bentuk-bentuk lukisan yang terdapat pada jempol kanan dan kiri, ditulis pada pembilang dan penyebut / di sebelah kiri rumusan primary.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
7. SMALL LETTER (HURUF KECIL) Digunakan untuk bentuk pokok lukisan Arch, Tented Arch dan Radial Loop (a,t dan r) yang terdapat pada jari selain jari telunjuk kanan dan kiri. Penempatan/peenulisan rumusnya ditulis sesuai dengan letaknya dilihat dari letak rumus subsecondary. a. Bentuk Arch dan Tented Arch pada jempol kanan dan kiri ditulis diantara rumus primary dan secondary. Rumus major, karena ada Small Letter maka diganti dengan tanda dash (-) b. Bentuk Radial Loop pada jempol kanan dan kiri tidak menghapus rumus major tetapi Radial Loop ditulis sebagaimana penulisan a dan t tersebut diatas. c. Dengan demikian apabila Small Letter terdapat pada sub secondary, maka rumusannya tidak lagi ditulis dengan huruf I.M.O. akan tetapi ditulis dengan huruf kecil a,t,r. d. Bilamana terdapat a,t,r maka perumusan sub secondary dimulai dari jari tengah s/d kelingking. 11. Tahap Penyimpanan Kartu Sidik Jari dan Kartu Pembantunya Tahap penyimpanan kartu sidik jari dan kartu pembantunya di gunakan untuk memudahkan pencarian data-data mengenai seseorang dimana setiap orang sesuai dengan sidik jarinya juga diklasifikasi tersendiri sehingga dapat memudahkan untuk pencarian yang diperlukan untuk identifikasi lebih lanjut terhadap informasi seseorang tersebut apabila terlibat dalam kejahatan dan hanya meninggalkan sidik jari sebagai bukti utama dalam kejahatannya. Langkah-langkah penyimpanan dan pencarian kembali : 1. Perumusan dan pembuatan kartu nama Setiap kartu sidik jari (AK-23) harus dibubuhi rumus lengkap untuk kemudian dibuatkan kartu nama (AK-24) 2. Penyimpanan, meliputi kegiatan : a) Penyortiran: a. Jenis kelamin (laki-laki/perempuan) b. Golongan (tersangka/bukan tersangka) commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Rumus pertama (primary clasification). d. Penyortiran kartu nama menurut abjad awal b) Penyimpanan: a. Kartu sidik jari: 1) Tersangka 2) Bukan tersangka. b. Kartu nama: 1) Tempat penyimpanan harus diadakan pemisahan antara tersangka/bukan tersangka, 2) Apabila nama sama tetapi rumus sidik jari berbeda, disusun menurut rumus pertama (penyebut yang lebih kecil di depan), 3) Pada waktu penyimpanan kartu nama yang baru harus diperhatikan kemungkinan identiknya dengan karu nama yang telah disimpan 4) Identik : a. Kartu sidik jari dan karu nama yang identik harus dicabut dari tempatnya masing-masing untuk diteliti. Pada tempat kartu yang dicabut, diletakkan karu pengganti (AK-25 dan AK-26) b. AK-25 diisi dengan data seperti pada AK-23, c. AK-26 diisi dengan data yang tedapat pada AK-24. d. Kepastian mengenai identik atau tidaknya senantiasa ditentukan dari sidik jari dengan melakukan pemeriksaan secara seksama terhadap bentuk pokok lukisan serta detail garisnya (galton detail), e. Yang identik harus dibuatkan daftar riwayat (khusus untuk tersangka) dengan mengisi formulir AK-27 c. Penyimpanan (filing) kartu sidik jari berikut kartu pembantunya secara teratur pada setiap kesatuan mulai tingkat Polres. commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Urutan penyimpanan kartu sidik jari (filing sequence) Penyimpanan kartu sidik jari pada hakekatnya adalah menempatkan kartu sidik jari di file-nya menurut rumus sidik jari yang tertera pada kartu sidik jari tersebut. Dalam penyimpanan kartu sidik jari, digunakan juga file pembantu berupa kartu nama yang memuat data, antara lain nama serta rumus sidik jari yang tertera pada kartu sidik jari yang bersangkutan dan kartu nama ini disimpan menurut abjad file-nya. Urutannya adalah sebagai berikut : a) Rumus Primary Selalu berpedoman pada urutan penyebut 1 sampai 32, urutan penyimpanan dalam masing-masing kelompok penyebut dilakukan menurut urutan pembilang sebagai berikut : 1 2 3 10 - - 1 1 1 1
dan seterusnya hingga
32 1
1 2 3 10 - - 2 2 2 2
dan seterusnya hingga
32 2
Dan seterusnya sampai: 1 2 3 10 - - 32 32 32 32
dan seterusnya hingga
b) Rumus Secondary Urutan penyimpanan dimulai dari Ututannya sebagai berikut: A T R U A A A A
W A
A T
T T
R T
U T
W T
A R
T R
R R
U R
W R
A U
T U
R U
U U
W U
commit to user
A W hingga W A
32 32
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
A W
T W
R W
U W
W W
c) Rumus Subsecondary (IMO): III IIM IIO IMI IMM IMO IOI IOM IOO III III III III III III III III III MII MIM MIO MMI MMM MMO MOI MOM MOO III III III III III III III III III OII OIM OIO OMI OMM OMO OOI OOM OOO III III III III III III III III III
d) Rumus Final Urutan penyimpanannya didasarkan atas angka bilangan garisnya. Angka bilangan garis yang terkecil di depan. e) Rumus Key Urutan penyimpanannya didasarkan atas angka bilangan garis seperti pada rumus final. f) Rumus Major Urutan penyimpanannya didasarkan atas urutan SML untuk Loop, dan IMO untuk Whorl. Apabila Loop terdapat pada kedua jempol, urutan penyimpanannya sebagai berikut: S S
M S
L S
S M
M M
L M
S L
M L
L L
Apabila Whorl terdapat pada kedua jempol, urutan penyimpannya sebagai berikut: I I
M I
O I
I M
M M
O M
I O
M O
O O
Apabila Whorl terdapat pada jempol kanan dan Loop terdapat pada commit to user jempol kiri, maka urutan penyimpanannya sebagai berikut:
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I S
M S
O S
I M
M M
O M
I L
M L
O L
Apabila Loop terdapat pada jempol kanan dan Whorl terdapat pada jempol kiri, maka urutan penyimpanannya sebagai berikut: S I
M I
L I
S M
M M
L M
S O
M O
L O
g) Rumus Second Susecondary Urutan penyimpanannya dimulai dari
SSS LLL hingga LLL SSS
Urutannya adalah sebagai berikut: SSS SSS SSL SMS SMM SML SLS SLM SLL SSS SSS SSS SSS SSS SSS SSS SSS SSS MSS MSM MSL MMS MMM MML MLS MLM MLL SSS SSS SSS SSS SSS SSS SSS SSS SSS LSS LSM LSL LMS LMM LML LLS LLM LLL SSS SSS SSS SSS SSS SSS SSS SSS SSS
Dan seterusnya hingga
LLL : urutan penyebut adalah sama LLL
seperti urutan pembilang diatas. Kartu sidik jari biasanya disimpan dalam kelompok kartu sidik jari kriminal (file sidik jari kriminal) dan kelompok sidik jari nonkriminal (file sidik jari non kriminal). Masing-masing kelompok dapat dibagi lagi menurut jenis kelamin, jenis kejahatan atau tujuan pengambil, dll. Sidik jari merupakan alat bukti yang efektif, dan apabila semuanya itu dilaksanakan dengan benar-benar maka akan sangat berguna. Mengingat akan pentingnya sidik jari dalam membuat suatu perkara menjadi jelas, maka petugas identifikasi Polres Sukoharjo dalam melakukan penyidikan harus menerapkan teknik daktiloskopi yang tertuang dalam Petunjuk Teknis di Bidang Identifikasi sesuai prosedur dan harus dilakukan secara urut berdasarkan tahapan-tahapan diatas. Semua pelaksanaan kegiatan pengambilan commit to user sidik jari harus dilakukan secara
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
hati-hati, urut dan tersistematis untuk menghindarkan akan hilang atau rusaknya barang bukti yang ditemukan. Instansi yang paling banyak menyimpan rekaman sidik jari masyarakat tentu adalah pihak kepolisian, terutama melalui Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB) yang kita buat. Sidik jari menjadi alat utama identifikasi karena merupakan ciri unik yang selalu ada pada setiap individu. Dibandingkan garis tangan atau tulisan tangan yang bisa berubah-ubah sesuai kondisi psikologis seseorang. Sidik jari terdiri dari sulur-sulur yang membentuk pola tertentu. Pola itulah, termasuk jumlah sulur pada tiap pola, yang menjadi bahan kajian. Namun, karena lokasinya lebih mudah dicapai, sidik jari pada jari tanganlah yang selalu lebih diperhatikan. Karena keunikan tersebut sidik jari dipakai oleh kepolisian dalam penyidikan sebuah kasus kejahatan (forensik). Maka pada saat terjadi sebuah kejahatan, TKP akan di clear up dan dilarang bagi siapa saja untuk masuk karena dikhawatirkan akan merusak sidik jari penjahat yang mungkin tertinggal dibarang bukti yang ada di TKP. Tugas pokok Identifikasi Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah menyelenggarakan pengenalan kembali ciri-ciri manusia dan barang. Selain itu berfungsi sebagai tanaga bantuan teknik kepolisian dibidang daktiloskopi kriminal dan daktiloskopi umum, serta photografi kepolisian yang melayani fungsi-fungsi, polsek, instansi dan masyarakat yang membutuhkan terutama mendatangai Tempat Kejadian Perkara (TKP). Untuk mengetahui seberapa besar peran sidik jari pada penyidikan dalam mengungkap suatu tindakan pidana maka tentulah harus mengkaji berbagai kasus tindak pidana yang melibatkan sidik jari sebagai alat bukti di dalamnya. Menurut kaur identifikasi Polres Sukoharjo IPDA Mariman, kasus yang paling mudah untuk dibuktikan kebenarannya dengan bantuan sidik jari salah satunya adalah pemalsuan ijazah. Hal ini dikarenakan dalam ijazah tertera dengan jelas sidik jari pemilik ijazah yang asli sehingga pemalsu pun tanpa disadari dengan mudah dapat terbukti kesalahannya. Contoh pada kasus lain yang memerlukan peranan sidik jari dalam to useryang tidak meninggalkan barang pengungkapannya adalah kasus commit pembunuhan
perpustakaan.uns.ac.id
66 digilib.uns.ac.id
bukti lain selain korban (mayat) yang sudah tidak bernyawa bahkan wajahnya pun sudah tidak dapat dikenali lagi. Pada kasus seperti ini polisi hanya dapat memeriksa identitas korbanseperti KTP (kartu tanda penduduk) yang seperti kita ketahui bahwa KTP sekarang ini sudah tidak menyertakan lagi sidik jari (cap jempol) pemilik identitas. Dengan adanya hal seperti ini maka akan sulit ditelusuri siapa sebenarnya jati diri korban dan siapa kemungkinan tersangkanya. Namun bila identitas yang didapat adalah SIM (Surat Izin Mengemudi) maka akan sedikit membuka jalan bagi penyidik karena pada SIM masih terdapat sidik jari (cap jempol) pemilik identitas. Pemeriksaan sidik jari tidak hanya dilakukan pada orang yang masih hidup saja, mayat pun jika jaringan kulitnya belum rusak maka dapat dilakukan pengambilan sidik jari. Pada mayat hendaknya dilakukan pengambilan sidik jari dengan segera sebelum jaringan kulit mayat rusak. Mayat yang tidak dikenalipun dianggap perlu untuk segera dilakukan identifikasi sidik jari dimaksudkan agar mayat tersebut dapat diidentifikasi dalam upaya mencari tahu tersangkanya atau demi kejelasan peristiwa tindak pidana tersebut. Pengambilan sidik jari mayat lebih sulit dari pada pengambilan sidik jari orang hidup. Disamping ketelitian, ketekunan, dan kesabaran dan keberanian. Peralatan yang diperlukan untuk pengambilan sidik jari mayat adalah formulir kartu sudik jari, sendok mayat, alat pembubuh tinta (plat kaca), roller dan tinta daktiloskopi serta alat suntik, cairan pengembang jari mayat, cairan pembersih jari mayat, cairan pembersih alat suntik dan jangan lupa menggunakan masker serta sarung tangan karet. Salah satu contoh kasus lain adalah pembunuhan yang terjadi di sebuah hutan yang tertinggal di TKP hanya mayat, sandal dan baju. Dengan begitu sidik jari pelaku yang tertinggal atau dalam istilah identifikasi disebut sidik jari latent akan sangat penting untuk dianalisa sebagai data yang akan dihadirkan di persidangan dengan bantuan lain misalnya bantuan saksi yang melihat korban bersama tersangka sebelum kejadian sempat dilihat oleh saksi berjalan bersama menuju hutan yang dimaksud. Dengan demikian maka sidik jari menjadi bukti commit to userdari tindak pidana yang terjadi dan yang sangat kuat untuk meyakinkan kebenaran
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat digunakan untuk mengidentifikasi atau mencurigai orang-orang yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka. Cara pengambilan sidik jari adalah dengan cara sidik jari direkam pada sehelai kartu sidik jari (AK-23). Dimana pada kartu tersebut terdapat kolomkolom untuk sidik jari yang akan direkam dan kolom untuk informasi beserta identitas orang yang diambil sidik jarinya. Hasil pengambilan harus bagus dan bersih, karena rekaman sidik jari akan menjadi rekaman yang permanen dari orang yang bersangkutan. Tidak semua penyidikan terhadap kasus kejahatan menggunakan teknik daktiloskopi. Ada kasus-kasus tertentu yang dalam penyidikannya tidak diperlukan teknik daktiloskopi, yaitu dalam hal suatu kejahatan tersebut tertangkap tangan (pelaku sudah jelas-jelas tertangkap tangan melakukan tindak kejahatan), pengakuan disertai dengan saksi-saksi yang lengkap. Berdasarkan laporan polisi No. Pol: LP/B/256/X/2004/OPS tanggal 8 oktober 2004 tentang terjadinya tindak pidana pencurian uang di SMPN 4 Sukoharjo telah dilakukan pemeriksaan perbandingan persamaan sidik jari di TKP lebih tepatnya diperiksa pada tempat yang diragukan yakni pada meja kerja karyawan bagian tata usaha SMPN 4 Sukoharjo. Maksud pemeriksaan sidik jari tersebut adalah untuk mengetahui dan menentukan apakah sidik jari orang yang tertinggal di TKP identik/sama atau non identik/tidak sama dengan sidik jari orang yang disangka sebagai tersangka dalam kasus ini adalah Mulyo Widodo bin Sumadi. Dan berdasarkan kesimpulan pemeriksaan yang didasarkan pada dalildalil dalam Ilmu pengetahuan Daktiloskopi maka dapat disimpulkan bahwa antara sidik jari latent yang terdapat pada meja karyawan bagian tata usaha SMPN 4 Sukoharjo yang pada waktu itu diangkat oleh IPTU Mariman pada tanggal 8 Oktober 2004 dinyatakan identik/sama dengan sidik jari telunjuk tangan kanan atas nama Mulyo Widodo bin Sumadi, Sukoharjo 7 April 1984, swasta, Alamat karangan RT 02 Rw 04 Desa Kepuh Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. (Berita Acara Pemeriksaan Sidik Jari No. Pol: LP/B/256/X/2004/OPS). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
Dengan demikian dapat disimpulkan dari kasus tersebut sidik jari merupakan salah satu bukti yang dibutuhkan dalam mencari petunjuk untuk mengetahui kebenaran siapa pelaku sebenarnya tindak pidana pencurian tersebut. Berikut ini adalah contoh kasus lain yang juga menggunakan pemeriksaan sidik jari guna menentukan kebenaran pelakunya: Berdasarkan laporan polisi No. Pol: LP/B/76/IV/2007/OPS tentang terjadinya tindak pidana penggelapan atau penipuan sertifikat tanah HM No. 1404 luas 578 M dilakukan pemeriksaan perbandingan persamaan cap jempol yang terdapat pada surat kuasa jaminan kredit di kantor BKK polokarto dengan sidik jari orang yang disangka sebagai pelaku penggelapan atau penipuan sertifikat tanah yakni atas nama Pawiro Wiyono (Berita Acara Pemeriksaan Sidik Jari No. Pol: LP/B/76/IV/2007/OPS). Namun pada hasil pemeriksaan sidik jari ternyata menyatakan bahwa sidik jari non identik/tidak sama. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa pelaku bukanlah orang yang dituduhkan tersebut. dalam hal ini pemilik sidik jari latent dapat dikatakan bukanlah orang yang dituduhkan. Pada kasus yang lain misalnya pada kasus tindak pidana yang dilaporkan pada tahun lalu dengan No. Pol: LP/B/302/V/2009/Sek.Grogol, mengenai tindak pidana penganiayaan di Desa Pangkalan Rt 02 Rw 09, Kelurahan Telukan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo yang juga dilakukan pemeriksaan perbandingan sidik jari. Pada kasus ini yang menjadi tersangka atas hasil olah TKP adalah orang yang bernama Wito Diharjo (Berita Acara Pemeriksaan Sidik Jari No. Pol: LP/B/302/V/2009/Sek.Grogol). Dalam kasus ini telah dilakukan pemeriksaan sidik jari kepada tersangka dan diperbandingkan dengan sidik jari yang terdapat di TKP, hasilnya adalah identik atau sama. Maka dengan itu dapat disimpulkan bahwa tersangka benar-benar merupakan pelaku penganiayaan yang telah terjadi. Dengan adanya kebenaran mengenai kesamaan dari identifikasi sidik jari maka tidak akan dapat disangkal oleh tersangka bahwa dirinya bukanlah pelaku penganiayaan kerena tidak ada satupun yang memiliki sidik jari yang sama dengan orang lain. Masih ada lagi kasus yang menggunakan sidik jari dalam proses user BAP sidik jari dengan No. Pol: penyidikannya seperti kasus yangcommit terteratodalam
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
BA/1654/XII/2002/IDENT tentang Pencurian uang Brangkas di kantor Oriental Grup Solo Baru C I,Grogol, Sukoharjo. Dalam kasus ini juga telah ditemukan tersangkanya berdasarkan kecurigaan dan kesimpulan atas olah TKP yaitu Faizal Kurniawan, Sukoharjo 17 Maret 1984, swasta, islam, alamat Gedangan Rt. 01 Rw. 01,Grogol, Sukoharjo (Berita Acara Pemeriksaan sidik jari dengan No. Pol: BA/1654/XII/2002/IDENT). Berdasarkan pemeriksaan perbandingan sidik jari yang telah dilakukan kesimpulannya adalah sidik jari tersangka identik atau sama dengan sidik jari latent yang tertinggal di TKP. Masih banyak lagi kasus-kasus yang serupa yang menggunakan identifikasi sidik jari dalam penentuan benar atau tidaknya tersangka yang melakukan perbuatan yang dituduhkan terhadapnya. Dalam keadaan seperti ini sidik jari memanglah memiliki peranan yang sangat penting dalam mengungkap kasus kusut yang mungkin susah untuk ditemukan kebenaran pelakunya. Dalam keadaan yang mendesak sidik jari memang merupakan jalan terbaik untuk dijadikan pilihan sebagai salah satu cara guna menambah bukti-bukti yang mungkin kurang cukup untuk mencari kebenaran tindak pidana yang telah terjadi. Fingerprint is one of the most mature biometric traits and considered legitimate proof of evidence in courts of law all over worldwide. Fingerprints are, therefore, used in forensic divisions worldwide for criminal investigations. More recently, an increasing number of civilian and commercial applications are either using or actively considering using fingerprint-based identification because of a better understanding of fingerprints as well as demonstrated matching performance than any other existing biometric technology.(terjemahan bebas: Sidik Jari merupakan salah satu ciri-ciri biometrik paling sempurna dan bukti yang sah dalam pengadilan hukum di seluruh dunia. Sidik jari, oleh karena itu, digunakan dalam forensik di seluruh dunia untuk investigasi kriminal. Baru-baru ini, peningkatan jumlah aplikasi sipil dan komersial baik menggunakan atau aktif mempertimbangkan untuk menggunakan identifikasi sidik jari berdasar karena pemahamannya lebih baik tentang sidik jari serta menunjukkan kinerja yang sesuai dari pada teknologi biometrik lain yang ada). (Reducing Process-Time for commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
Fingerprint Identification System International Journal of Biometrics and Bioinformatics (IJBB) Volume 3, Issue , Febuary 2009). Penyelesaian kasus tindak pidana saat ini lebih mengacu pada cara-cara praktis yang lebih simpel misalnya dengan identifikasi pencarian petunjuk mengenai ciri-ciri khusus seperti ciri-ciri perawakan ataupun wajah pelaku tindak pidana guna mencari tau pelaku tindak pidananya. Namun dalam hal ini tidak menutup kemungkinan untuk mencapai jalan buntu pula dan akhirnya harus melibatkan ilmu sidik jari kembali guna memastikan ciri-ciri pelaku dengan lebih akurat. Dari penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan pada contoh-contoh kasus sebelumnya yang jangka waktu dari tahun ke tahun cukup jauh maka dapat dipahami bahwa tidak semua kasus memerlukan ilmu sidik jari dalam proses pembuktiannya. Di negara ini masih kurang sekali pemakaian alat bukti sidik jari dalam proses penyidikan maupun sebagai bahan pertimbangan hakim dalam pengadilan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Polres Sukoharjo khususnya dibidang identifikasi sidik jari, maka peranan sidik jari lebih jelasnya peranan ilmu sidik jari (daktiloskopi) bagi penyidik dalam melaksanakan penyidikan guna mengungkap suatu tindak pidana merupakan langkah penting dalam penentuan kejelasan tindak pidana yang terjadi. Hal ini nantinya akan mengarahkan tindakan-tindakan atau pemeriksaan selanjutnya, siapa orang yang perlu dicurigai dan alat atau senjata apa yang digunakan dalam melakukan tindak pidana. Tahap penyidikan merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh petugas penyidik dalam melakukan tugasnya. Yang pertama dilakukan adalah melakukan pengamanan Tempat Kejadian Perkara (TKP), dengan cara melarang orang yang berkepentingan untuk mendekati TKP dalam jarak tertentu. Setelah itu petugas melakukan pemeriksaan TKP dengan mencari dan mengumpulkan buktibukti yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang telah terjadi. Bukti-bukti yang berada di TKP, korban, tersangka, ataupun saksi serta menguji kebenaran alat-alat bukti yang diperoleh. Untuk kepentingan identifikasi, maka petugas committerhadap to user sidik jari latent yang mungkin melakukan pencarian terlebih dahulu
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ditinggalkan tersangka di TKP yakni dengan cara menggunakan senter dan mencari pada permukaan benda yang diduga telah dipegang tersangka. Benda yang telah ditemukan kemudian dibersihkan dengan cara meniup permukaan benda sehingga memberi kelembaban yang memungkinkan agar sidik jari latent dapat terlihat. Kemudian menaburi permukaan benda dengan serbuk sidik jari. Sebelum sidik jari latent dikembangkan maka terlebih dahulu diadakan pemotretan sidik jari yang telah terlihat dengan jelas untuk menghindari kalau sidik jari itu rusak sebelum dikembangkan. Untuk pemotretan sidik jari diperlukan kamera khusus yang memiliki sumber cahaya sendiridan fokus yang tetap dan tentunya dilengkapi dengan baterai (Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia,1993:85). Kamera ini dapat memotret obyek sesuai dengan keadaan sesungguhnya.
Kemudian
setelah
pemotretan
selesai,
petugas
penyidik
mengembangkan sidik jari latent tersebut dengan serbuk sidik jari. Penggunaan serbuk itu adalah dengan menuangkan serbuk diatas permukaan benda yang terdapat sidik jari latent, dan setelah sidik jari latent tampak maka kuas digerakkan dengan hati-hati sesuai dengan garis papilar sidik jari kemudian selanjutnya sidik jari dipindahkan pada lifter. Kemudian langkah selanjutnya adalah dilakukan pengangkatan sidik jari latent. Cara pengangkatan sidik jari latent adalah pengangkatan dengan menggunakan selotip (pita bening yang satu sisinya berperekat). Cara lain adalah dengan menngunakan “rubber filter” (lembaran karet berperekat pada salah satu sisinya yang ditutupi plastik bening). Cara pengangkatan sidik jari latent dengan selotip dilakukan dengan cara pertama-tama selotip diletakkan diatas sidik jari latent yang telah ditaburi serbuk kemudian ditekan lurus dengan jari secara kuat, kemudian selotip diangkat dari permukaan dengan sekali tarik dan ditempelkan pada kartu alas dan hindarkan dari kemungkinan terjadi gelembung udara. Langkah yang terakhir yakni dengan melakukan perbandingan sidik jari latent dengan sidik jari tersangka. Jika hasilnya identik atau sama maka akan dibuatkan berita acara perbandingan sidik jari, yang kemudian akan digunakan sebagai dasar untuk penyidik guna melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap commit toterhadap user tersangka dan dilakukan penangkapan tersangka. Sidik jari akan
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dipergunakan untuk memperkuat pembuktian di persidangan dan membantu penyidik sebagai saksi ahli, dalam hal pelaku tindak pidana yang dilakukan. Sidik jari juga mendukung penyidik dalam memberikan informasi awal terhadap peristiwa pidana yang terjadi, memberikan gambaran tentang bentuk kejadiannya untuk penyidikan, mendukung penyidik dalam menentukan keterlibatan seseorang kepada peristiwa tersebut, memberikan gambaran kepada pengadilan tentang kasus tindak pidananya. Setiap kegiatan pengambilan sidik jari laten di TKP maupun pemotretan harus dibuatkan berita acara oleh petugas identfikasi. Hal itu harus dilakukan guna kepentingan penyidikan. Apabila kegiatan tersebut menjadi satu dengan pengolahan TKP, maka hasil kegiatan tersebut harus dituangkan dalam Berita Acara Pengambilan Sidik Jari. Sidik jari mempuyai peranan penting dalam usaha mengungkap para pelaku atau membuat suatu perkara menjadi jelas, karena sidik jari merupakan salah satu alat bukti yang sah yaitu sebagai alat bukti keterangan ahli. Sidik jari dalam pembuktian perkara pidana merupakan alat bukti keterangan ahli, karena keidentikan sidik jari dapat digunakan dalam menemukan pelaku tindak pidana. Keterangan Ahli ini dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pengambilan Sidik Jari dengan dilampirkan Rumusan Sidik Jari seperti dalam Formulir AK-23 dan Berita Acara Pemotretan untuk selanjutnya diserahkan kepada penyidik. Bersamaan dengan Berita Acara Pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk selanjutnya dapat sebagai alat bukti di persidangan. Pemeriksaan pendahuluan yang baik tanpa mengorbankan hak-hak tersangka, jelas tidak lepas dari ilmu bantu didalam proses pemeriksaan. Pemeriksaan perkara pidana dengan menggunakan daktiloskopi atau ilmu sidik jari juga dapat mengurangi atau menghindarkan pemeriksaan perkara dengan menggunakan
kekerasan
atau
paksaan..
pemeriksaan
perkara
dengan
menggunakan kekerasan maupun paksaan menunjukkan ketidak mampuan penyidik dalam melaksanakan tugasnya, selain itu juga merupakan pelanggaran hak asasi manusaia sebagai tersangka apabila masih menerima perlakuan yang commit to user tidak sepantasnya.
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Hambatan-Hambatan yang Ditemukan dalam Pengambilan Sidik Jari dengan Menerapkan Teknik Daktiloskopi yang Merupakan Serangkaian Tindakan Penyidikan dalam Pengungkapan Perkara Pidana. Dalam melakukan kegiatan penyidikan terhadap suatu kasus, para penyidik terkadang dihadapkan pada suatu kasus yang sulit dan rumit. Maka dengan itu, para penyidik dituntut untuk mempunyai keahlian khusus dan ketrampilan. Selain itu juga diperlukan pengalaman dengan cara belajar dari seniornya di lapangan. Dalam melakukan penyidikan pastilah tidak selalu berjalan lancar dan kadang menemui berbagai hambatan. Hambatan-hambatan inilah yang membuat penyidik kesulitan dalam mengungkap suatu kasus atau membuat jelas suatu perkara pidana. Hambatan-hambatan itu bisa datang dari luar (ekstern) maupun dari dalam (intern): 1. Hambatan dari luar a. Jejak yang ditinggalkan ditempat kejadian sering menunjukkan bentuk yang tidak sempurna, hampir semuanya memiliki kekaburan atau noda. Hal ini mungkin diakibatkan karena suhu lokasi kejadian yang kurang baik sehingga dapat mempermudah kerusakan sidik jari latent yang tertinggal. Membandingkan sidik jari yang direkam dan didapatkan di tempat kejadian belum merupakan ilmu khusus, tetapi tergantung pada keahlian dan pengalaman ahli tersebut. jika memiliki sifat-sifat antara kedua jejak (yang
direkam
dan
didapatkan)
maka
identifikasi
sudah
dapat
dilaksanakan. Bahkan kaur identifikasi Polres Sukoharjo IPDA Mariman mengatakan bahwa petugas yang sudah ahli dibidangnya pun harus membuka catatannya ketika harus mencocokkan jenis sidk jari yang diidentifikasi. Hal ini dikarenakan sidik jari tidak terlalu sering digunakan dalam proses penyidikan. b. Tidak sedikit ditemukannya sidik jari yang tertinggal merupakan sidik jari orang yang mungkin tidak bersangkutan sama sekali dengan korban maupun tersangka, sehingga ditakutkan akan adanya salah tangkap. commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Penggunaan sidik jari pada proses penyidikan untuk mengungkap suatu tindak pidana terkadang dapat menemukan jalan buntu karena terkadang tidak ditemukan sama sekali jejak-jejak sidik jari dari pelaku tindak pidana sehingga untuk mengusut kasut lebih lanjut akan membutuhkan alat bantu lain sehingga akan lebih menyulitkan. d. Kesadaran masyarakat tentang pengamanan Tempat Kejadian Perkara (TKP) masih kurang. Banyaknya masyarakat yang ingin melihat TKP mengakibatkan TKP rusak, sehingga dengan begitu menyulitkan para petugas dalam melakukan pemeriksaan. Hal ini terbukti secara fakta seperti yang tampak akhir-akhir ini di layar televisi khususnya dalam program berita. Progaram berita televisi yang menyajikan berita bencana maupun berita kriminal yang menampakkan vidio rekamannya dapat dilihat bahwa banyak penduduk sekitar bahkan penduduk yang sengaja datang dari kampung halaman yang rumahnya jauh dari TKP sengaja datang hanya untuk melihat keadaan TKP setelah kejadian yang diberitakan. Mereka seolah-olah mendapatkan tempat rekreasi baru, dengan keadaan seperti ini tidak menutup kemungkinan akan merusak dan mengganggu proses penyidikan yang dilakukan oleh petugas.
2. Hambatan dari dalam 1. Perbedaan pendapat para ahli terjadi jika sifat-sifat jejak yang dianggap secara minimum, terkadang ada yang berpendapat data tersebut kurang lengkap. 2. Kurangnya bekal pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki petugas, hanya sedikit petugas yang memiliki keahlian dalam ilmu tentang sidik jari (dactiloscopy). 3. Faktor-faktor penghambat yang timbul dari obyek yang bersangkutan yakni pada benda yang tertinggal di Tempat Kejadian Perkara (TKP) ataupun pada korban yang meninggal (mayat). Pada benda misalnya tidak ditemukan sidik jari sama sekali pada benda-benda disekitar TKP atau commit to Dapat user pula pada benda-benda tersebut benda yang ditinggalkan tersangka.
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ditemukan sidik jari namun bentuknya tidak atau kurang sempurna sehingga menyulitkan petugas dalam mengidentifikasinya. Sementara itu pada mayat yang mungkin ditemukan di TKP terkadang tidak selalu berkondisi baik, misalnya korban mutilasi yang tubuhnya terpisah-pisah sehingga menyulitkan proses identifikasi atau korban yang kondisi mayatnya sudah membusuk bahkan rusak. Kondisi seperti inilah yang dapat menghambat pengambilan sidik jari guna identifikasi lebih lanjut. Hal-hal tersebut diatas merupakan faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan pengambilan sidik jari yang dilakukan oleh petugas dilapangan. Demikian merupakan gambaran nyata yang dapat menceritakan bahwa pelaksanaan pengambilan sidik jari tidak selalu mudah seperti yang dibayangkan. Dalam pengambilan sidik jari yang merupakan serangkaian penyidikan untuk mengungkap suatu tindak pidana dapat dilakukan dengan mudah apabila tiada penghambat dalam pelaksanaanya. Hambatan-hambatan tersebut kemungkinan dapat dikurangi dengan cara meningkatkan ketrampilan petugas penyidik yang ahli dibidangnya, tentunya juga dengan menambah petugas yang ahli untuk diterjunkan dalam penyidikan khususnya dibidang identifikasi sidik jari karena orang-orang yang dikatakan ahli dibidang identifikasi sidik jari ini dapat dikatakan masih sangat kurang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV. PENUTUP A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka telah diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Polres Sukoharjo khususnya dibidang identifikasi sidik jari, maka peranan ilmu sidik jari khususnya daktiloskopi bagi penyidik dalam melaksanakan penyidikan guna mengungkap suatu tindak pidana merupakan langkah penting dalam penentuan kejelasan tindak pidana yang terjadi. Hal ini nantinya akan mengarahkan tindakan-tindakan atau pemeriksaan selanjutnya, siapa orang yang perlu dicurigai dan alat atau senjata apa yang digunakan dalam melakukan tindak pidana. Sidik jari mempuyai peranan penting dalam usaha mengungkap para pelaku atau membuat suatu perkara menjadi jelas, karena sidik jari merupakan salah satu alat bukti yang sah yaitu sebagai alat bukti keterangan ahli. Sidik jari dalam pembuktian perkara pidana merupakan alat bukti keterangan ahli, karena keidentikan sidik jari dapat digunakan dalam menemukan pelaku tindak pidana. Keterangan Ahli ini dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pengambilan Sidik Jari dengan dilampirkan Rumusan Sidik Jari seperti dalam Formulir AK-23 dan Berita Acara Pemotretan untuk selanjutnya diserahkan kepada penyidik. Bersamaan dengan Berita Acara Pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk selanjutnya dapat sebagai alat bukti di persidangan. 2. Penyidik terkadang dihadapkan pada suatu kasus yang sulit dan rumit. Maka dengan itu, para penyidik dituntut untuk mempunyai keahlian khusus dan ketrampilan. Dalam melakukan penyidikan tidak selalu berjalan lancar
dan kadang menemui berbagai hambatan. Hambatan-
hambatan inilah yang membuat penyidik kesulitan dalam mengungkap commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
suatu kasus atau membuat jelas suatu perkara pidana. Hambatan-hambatan itu bisa datang dari luar (ekstern), maupun dari dalam (intern): a. Hambatan dari luar misalnya Jejak yang ditinggalkan ditempat kejadian sering menunjukkan bentuk yang tidak sempurna, Tidak sedikit ditemukannya sidik jari yang tertinggal merupakan sidik jari orang yang mungkin tidak bersangkutan sama sekali dengan korban maupun tersangka, Penggunaan sidik jari pada proses penyidikan untuk mengungkap suatu tindak pidana terkadang menemukan jalan buntu karena tidak ditemukan sama sekali jejakjejak sidik jari dari pelaku tindak pidana, Banyaknya masyarakat yang ingin melihat TKP mengakibatkan TKP rusak, sehingga dengan begitu menyulitkan para petugas dalam melakukan pemeriksaan. b. Hambatan dari dalam misalnya Perbedaan pendapat para ahli terjadi jika sifat-sifat jejak yang dianggap secara minimum, Kurangnya bekal pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki petugas, Faktor-faktor penghambat yang timbul dari obyek yang bersangkutan yakni pada benda yang tertinggal di Tempat Kejadian Perkara (TKP) ataupun pada korban yang meninggal (mayat) tidak ditemukan sidik jari sama sekali, apabila ditemukan sidik jari namun
bentuknya
tidak
atau
kurang
sempurna
sehingga
menyulitkan petugas dalam mengidentifikasinya
B. Saran Setelah mendalami apa yang telah penulis teliti dan uraikan, maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran yakni sebagai berikut: 1. Perlu adanya pembaharuan dibidang teknologi pemeriksaan atau analisis sidik jari diharapkan dengan berkembangnya ilmu sidik jari dapat memberikan sumbangan besar pada proses penyidikan commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
guna memperoleh alat bukti baru yang dapat menguatkan serta dapat mengungkap tabir tindak pidana yang terjadi. 2. Pemerintah/aparat penegak hukum perlu adanya pembaharuan dibidang penyimpanan data mengenai sidik jari Warga Negaranya, sehingga diharapkan sidik jari setiap Warga Negara sejak lahir dimiliki dan disimpan pada dokumen Negara yang secara otomatis dan dapat diakses secara on line oleh pihak-pihak tertentu (aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian). Hal tersebut dimaksudkan agar mempermudah proses pencarian tersangka yang belum diketemukan sehingga dapat digunakan sewaktu-waktu guna membantu proses membuat terang tindak pidana yang terjadi. 3. Diperlukan adanya kegiatan penyuluhan hukum kepada masyarakat yang dilakukan oleh petugas kepolisian mengenai arti pentingnya tempat
kejadian
perkara
sehingga
kerusakan
TKP
bisa
diminimalisasi karena TKP merupakan titik awal pengungkapan peristiwa tindak pidana. 4. Perlu ditingkatkannya pengetahuan tentang identifikasi dan juga penambahan ahli identifikasi di setiap jajaran Polres di seluruh Indonesia, sehingga apabila terdapat kasus yang terjadi secara bersamaan maka dapat diidentifikasi dengan cepat.
commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
LITERATUR A.Gumilang, 1991. Kriminalistik Pengetahuan Tentang Teknik Dan Taktik Penyidikan. Bandung : angkasa. A.M. Iqbal dan Haryadi Sigit, 2005. Implementasi dan Analisis Performansi Autentikasi Sistem Biometrik Sidik Jari. Bandung : Institut Teknologi Bandung Andi Hamzah, 1986. Pengusutan Perkara Kriminal Melalui Sarana Teknik Dan Sarana Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia ____________, 2002. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika ____________, 2009. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika Andika budi pratama, 2005. Verifikasi citra sidik jari Poin Minutiae dalam Visum et repertum juklak perkuliahan Aryo Mahardiko, 2007. Perancangan Perangkat Lunak Penghitung Rumus Sidik jari Standar Kepolisisan Republik Indonesia. International Journal of Biometrics and Bioinformatics (IJBB) Volume 3 Febuary 2009, Reducing Process-Time for Fingerprint Identification System CSC Journals, Kuala Lumpur, Malaysia, Koentjoroningrat, 1993 Gramedia Jakarta.
Metode-Metode
Penelitian
Masyarakat,
Jakarta:
Lexy J. Moleong, 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Mabes Polri, 1993. Penuntun Daktiloscopy, Jakarta: Pusat Identifikasi POLRI Mabes Polri, 2001. Bujuklak dan Bujuklap Proses Penyidikan Tindak Pidana, Jakarta. M.Karjadi, 2006. Tindakan Kewajiban dan Pengutusan Pertama di Tempat Kejadian Perkara, Bogor : Politeia. M.Yahya Harahap, 2002 pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP Edisi Kedua. Jakarta:sinar Grafika. commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nico Ngani., I Nyoman Budi Jaya dan Hasan Madani. 1984. Mengenal Hukum Acara Pidana Seri Satu Bagian Umum Dan Penyidikan .Yogjakarta : Liberty. Pusat Identifikasi Polri. 1993. Penuntun Daktiloskopi. Mabes Polri Soerjono soekanto, 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press. Soesilo R, 1980. Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminal. Bogor : Politeia. Sutopo, H.B. 1990. Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta : UNS Press Sutrisno Hadi.1994 Metodologi research jilid 2 Sutrisno Hadi. Yogyakarta: Andi Offset. Waluyadi, 2000 Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan Dan Aspek Hukum Praktik Kedokteran, Jakarta : Djambatan. Winarno Surakhmat,1982. Pengantar Penelitian Ilmu Dasar Teknik, Bandung : PT. Transito.P
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP).
WEBSIDE Djulianto susantio. Panduan Praktis: Sidik Jari http://santai2008.wordpress.com/ 2010/04/23/daktiloskopi-ilmu-sidik-jari/#more-827 Diakses pada tanggal 30 Oktober 2010 pukul 08:33:22 GMT Dwiasi Wiyatputera. Mengenal Satuan Penyidikan di Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya http://www.reskrimum.metro.polri.go.id/news.php?id= 5247. Diakses pada tanggal 17 Desember 2010 pukul 03:41:55 GMT. commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mujiarto Karuk. Sidik Jari http://metro.polri.web.id/perpus/390-sidik-jari Diakses pada tanggal 7 Desember 2010 pukul 00:21:34 GMT. M.Ridwan. Mencoba menetapkan genotip dirinya sendiri berdasarkan ukuran jari Telunjuknya http://www.ittelkom.ac.id/library/index.php?view=article &catid=15%3Apemrosesan-sinyal&id=529%3Adaktiloskopi-ilmu-sidik-ja ri&option=comcontent&Itemid=15. Diakses pada tanggal 06 Desember 2010 pukul 23:20:10 GMT. Wikipedia. Fingerprint http://en.wikipedia.org/wiki/Fingerprint. Diakses pada tanggal 7 Desember 2010 pukul 02:11:10 GMT.
commit to user