perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBANDINGAN KEKUASAAN PRESIDEN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN UNDANG -UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN KEKUASAAN PRESIDEN AMERIKA SERIKAT
Penulisan Hukum ( Skripsi )
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : SANDHI PRAKOSO NIM. E 0006220
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
P ERNYATAAN
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nama
: SANDHI PRAKOSO
NIM
: E 0006220
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) berjudul PERBANDINGAN KEKUASAAN PRESIDEN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN UNDANG -UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN KEKUASAAN PRESIDEN AMERIKA SERIKAT adalah betul -betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 8 Maret 2011 yang membuat pernyataan
SANDHI PRAKOSO NIM. E 0006220
ABSTRAK
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sandhi Prakoso. E0006220. 2011. PERBANDINGAN KEKUASAAN PRESIDEN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN KEKUASAAN PRESIDEN AMERIKA SERIKAT. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih mendalam kekuasaan-kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia dan Presiden Amerika Serikat, dengan cara menganalisis menggunakan metode perbandingan yaitu dengan melihat konstitusi kedua negara. Dari perbandingan konstitusional itulah akan menjadi dasar bagi penulis untuk mengetahui kekuasaan yang dimiliki dan yang tidak dimiliki oleh Presiden Indonesia dan Presiden Amerika Serikat. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat komparatif atau perbandingan. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum primer berupa UUD 1945 dan juga Konstitusi Amerika Serikat, bahan hukum sekunder yang berupa buku, teks dan juga jurnal-jurnal hukum, sedangkan bahan hukum tersier yang penulis gunakan adalah bahan dari media internet yang berupa artikelartikel. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengumpulan data sekunder yaitu dilakukan dengan cara pengumpulan bahan hukum dengan studi dokumen atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektronik. Dari bahan hukum tersebut, kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang di dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan bahan hukum tersebut disebut studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif, karena data yang diperoleh bukan berupa angka atau tidak diwujudkan dalam bentuk statistik, namun merupakan informasi naratif yang tidak mementingkan banyaknya data tetapi detail dan terperincinya data. Berdasarkan hasil penelitian maka secara garis besar dapat ditarik kesimpulan mengenai perbandingan kekuasaan Presiden Indonesia dengan Presiden Amerika Serikat yaitu secara konstitusional persamaan kekuasaan yang dimiliki oleh kedua presiden adalah sama-sama memiliki kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan, kekuasaan di bidang legislasi, kekuasaan di bidang yudisial, kekuasaan dalam hubungan luar negeri dan kekuasaan di bidang militer yaitu presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas angkatan bersenjata. Sedangkan perbedaannnya, di Amerika Serikat, presiden tidak mempunyai kekuasaan menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Hal ini tentu saja berbeda dengan kekuasaan yang dimiliki Presiden Indonesia, tecantum dalam pasal 12 UUD 1945 yang isinya Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syaratsyarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang. Kata kunci:
Perbandingan, kekuasaan presiden, perubahan undang-undang dasar
ABSTRACT
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sandhi Prakoso, E0006220. 2011. COMPARISON OF INDONESIAN PRESIDENT POWER AFTER CHANGING OF REPUBLIC OF INDONESIA CONSTITUTION YEAR 1945 WITH THE UNITED STATES PRESIDENT POWER. LAW FACULTY SEBELAS MARET UNIVERSITY The purpose of this study is to investigate deeper powers held by the Indonesian president and United States president, by analyzing the comparative method is by looking at both the state constitution. From the constitutional comparative that will be the basis for the writer to know the power is held and not owned by the Indonesian president and United States president. This research is normative research that is comparative or comparison, study was conducted by analyzing secondary data consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. Primary legal materials in the form of the UUD 1945 and also the United States constitution, secondary legal materials such as books, text, as well as legal journals, while the tertiary legal materials that the writer use the ingredient of the internet media in the form of articles. Data collection technique was done by using secondary data collection is done by collecting material with the documents study or law materials from print or electronic media. From the legal material, then be analyzed and formulated as law material support in this research. Data collection techniques of law material called literary study. Data analyzing that be used are qualitative data analysis, because the data obtained is not a number or not realized in the form of statistics, however are narrative information that is not concerned with the wealth of data but detailed and elaborate data. Based on research results, the outline can be drawn conclusions about the comparative power of the President of Indonesia and president of the United States is a constitutional equality of power held by both the president is both the organizer of government power, power in the field of legislation, in the field of judicial power, power in foreign relations, and military power in the presidency as the highest authority over the armed forces. While the difference, in the United States, the president has no authority stating the country in danger. This is of course different from the power and control the President of Indonesia, stated in Article 12 of UUD 1945 whose contents the President declared a state of danger. The terms and consequently of danger situation specified by law. Key words: comparison, the president's powers, changing the constitution
MOTTO
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bacalah! Dan Tuhanmu sangat pemurah (Q. S. Al Alaq : 3) Yang mengajarkan menggunakan pena (Q. S. Al Alaq : 4) Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh (Q. S. Ash Shaff : 4)
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Penulis dengan sepenuh hati mempersembahkan karya ini kepada :
Untuk Orang tua penulis yang tak kenal lelah mendidik, membimbing dan memberikan pendidikan yang terbaik serta do’a yang tak pernah terputus bagi penulis
Sahabat-sahabat dan teman-teman penulis yang telah memberi kesan mendalam bagi penulis akan berharganya hidup ini
Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan karya ini
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini dengan judul “PERBANDINGAN KEKUASAAN
PRESIDEN
INDONESIA
SETELAH
PERUBAHAN
UNDANG -UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
DENGAN
KEKUASAAN
PRESIDEN
AMERIKA
SERIKAT”.
Penulisan Hukum ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir sebagai persyaratan guna meraih gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Bapak Mohammad jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Penulisan Hukum (Skripsi) ini tidak terlepas dari dukungan serta bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia hidup serta nikmat keimanan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi ini. 2. Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi besar yang memberikan suri teladan yang sempurna bagi seluruh umat-nya 3. Bapak Muhammad Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Ibu Aminah Surakarta. 4. Ibu Sasmini, S.H., L.L.M selaku Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Ibu Aminah, S.H, M.H Ibu M. Madalina, S.H, M.H. selaku Pembimbing I dan Ibu M. Madalina, S.H, M.H selaku Pembimbing II penulis yang telah memberikan bimbingan, nasehat, semangat, arahan, bantuan dan selalu menyempatkan maupun meluangkan waktu untuk penulis berkonsultasi dengan tangan terbuka.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Bapak Suranto,S.H.,M.H, Ibu Aminah, S.H, M.H Ibu M. Madalina, S.H, M.H selaku penguji penulis dalam ujian skripsi yang telah penulis laksanakan 7. Segenap Pimpinan Fakultas hukum, Dosen dan seluruh Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 8. Untuk kedua orang tua penulis, Bapak Soehartono, S.H., M.Hum dan Ibu Sri Sumardiyanti. S.Pd. yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, mendoakan, mendidik, dan mencurahkan segalanya demi terwujudnya segala hal yang terbaik bagi diri penulis dan juga seluruh kelurga penulis yang senantiasa memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis. 9. Teman-teman di Fakultas hukum (Eko, Agung, Ari, Harris, Mahendra, Ega Pratami, Reza dan teman-teman yang lain) yang membantu penulis
dalam
menyusun dan menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga Penulisan Hukum (Skripsi) ini bermanfaat bagi diri pribadi penulis maupun para pembaca. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, 8 Maret 2011 Penulis
SANDHI PRAKOSO
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN .........................................................................
iv
ABSTRAK .......................................................................................................
v
ABSTRACT .....................................................................................................
vi
MOTTO ..........................................................................................................
vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xiv
DAFTAR BAGAN ..........................................................................................
xv
BAB I
BAB II
: PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
B. Rumusan Masalah ...................................................................
6
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
7
D. Manfaat Penelitian ....................................................................
7
E. Metode Penelitian ....................................................................
8
1. Jenis Penelitian ...................................................................
9
2. Sifat Penelitian .....................................................................
9
3. Pendekatan Penelitian ..........................................................
10
4. Konsep Perundang-Undangan .............................................
11
5. Jenis Data .............................................................................
12
6. Teknik Pengumpulan Data ..................................................
13
7. Teknik Analisis Data ...........................................................
13
F. Sistematika Penulisan Hukum.....................................................
14
: TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
16
A. Kerangka Teori .........................................................................
16
1. Tinjauan umum mengenai Kekuasaan .................................
16
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Tinjauan umum mengenai lembaga kepresidenan ...............
18
3. Tinjauan umum mengenai sejarah UUD 1945 ...................
24
4. Tinjauan
umum
mengenai
sistem
Ketatanegaraan
Indonesia..............................................................................
25
5. Tinjauan umum mengenai Demokrasi Konstitusional Amerika Serikat ...................................................................
26
6. Tinjauan umum mengenai Negara Hukum .........................
31
7. Tinjauan tentang Demokrasi ................................................
33
B. Kerangka Pemikiran .................................................................
35
BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................
38
A. Persamaan dan Perbedaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat........................................................................................
38
a. Kekuasaan Presiden RI Setelah Amandemen UUD 1945 ..
38
b. Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ................................
42
1. Persamaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ............
44
2. Perbedaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ............
47
B. Kelebihan dan Kekurangan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia
Setelah
Amandemen
UUD
1945
dengan
Kekuasaan Presiden Amerika Serikat .......................................
51
BAB IV: PENUTUP ........................................................................................
55
A. Kesimpulan ..............................................................................
55
B. Saran ........................................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
57
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Persamaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat..............................................
46
Tabel 2 : Perbedaan Kekuasaan Presiden Indonesia dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat ................................................................
50
Tabel 3 : Kelebihan dan Kekurangan Kekuasaan Presiden Indonesia dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat .................................
commit to user xiii
52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
Bagan : Kerangka Pemikiran ...........................................................................
commit to user xiv
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Menurut tata bahasa, kata ” Presiden ” adalah derivative dari to preside (verbum) yang artinya memimpin atau tampil di depan. Kalau dicermati dari bahasa latin, yaitu prae yang artinya di depan dan sedere yang artinya menduduki. Presiden adalah suatu nama jabatan yang digunakan untuk pimpimpinan suatu organisasi, perusahaan, perguruan tinggi, atau negara. pada awalnya, istilah ini digunakan untuk seseorang yang memimpin suatu acara atau rapat (ketua), tetapi kemudian secara umum berkembang menjadi istilah bagi seseorang yang memiliki kekuasaan eksekutif. Lebih spesifiknya, istilah ”Presiden” terutama digunakan untuk kepala negara bagi negara yang berbentuk republik, baik dipilih secara langsung, ataupun tidak langsung. Sejarah mencatat, untuk pertama kalinya di dunia, jabatan presiden di eropa berasal dari negara Perancis, yang dibentuk pada era Republik Kedua Perancis (1848-1851). Ketika itu yang menjabat sebagai presiden adalah Louis-Napoleon Bonaparte. Namun, presiden pertama yang diakui oleh masyarakat internasional adalah Presiden Amerika Serikat yaitu George Washington yang menjabat pada 30 April 1789 sampai 3 Maret 1797. Menurut A. Hamid S. Attamimi kata ”Presiden” di Indonesia adalah gelar kepala negara dan kepala pemerintahan. Posisi presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan secara otomatis didapatkan oleh seorang presiden di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial seperti Indonesia dan Amerika Serikat (Abdul Ghoffar, 2009 : 14). Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik yang merupakan negara hukum. Pengertian itu adalah salah satu prinsip dasar yang mendapatkan penegasan dalam UUD 1945 sebagai prinsip negara hukum, prinsip tersebut tertuang dalam pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Secara historis, negara hukum adalah negara
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
yang diidealkan oleh pendiri bangsa sebagaimana dituangkan dalam penjelasan umum UUD 1945 tentang sistem pemeritahan yang menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat). Dengan demikian, segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tersebut harus ada dan berlaku terlebih dahulu atau mendahului perbuatan yang dilakukan. Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam penyelengaraan negara Republik Indonesia seperti diamanahkan dalam UUD 1945 yaitu dalam pasal 4 Ayat (1) yang menyatakan bahwa Presiden Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar 1945, oleh karena itu presiden memiliki tanggung jawab penuh dalam hal sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden yang kemudian bertindak sebagai lembaga eksekutif negara. Pembagian kekuasaan di Indonesia menempatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah(DPD) sebagai lembaga legislatif dan menempatkan Mahkamah Agung (MA),
Mahkamah Konstitusi
(MK) dan Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga yudikatif. Pembagian kekuasaan negara tersebut bertujuan memenuhi mekanisme check and balance. Mekanisme
ini berwujud saling
mengawasi satu sama lain sehingga
pertanggungjawaban setiap lembaga negara kepada rakyat transparan. Melihat ke belakang, sejak kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sampai sekarang telah terjadi pasang surut dalam kekuasaan Presiden Republik Indonesia. Berdasarkan ketentuan pasal 4 UUD 1945, pada awal kemerdekaan RI yang saat itu masih disebut aturan peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945), presiden memiliki kekuasaan yang sangat besar karena memegang kekuasaan dalam arti luas, ketika itu presiden dalam menjalankan kekuasaannya hanya dibantu oleh sebuah komite nasional. Kekuasaan yang diberikan oleh pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 secara formal menyerupai kekuasaan seorang penguasa dalam pemerintahan autokrasi. Kekuasaan yang begitu besar tersebut berakhir dengan dikeluarkannya Maklumat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
No X oleh wakil presiden yang ditetapkan pada tanggal 16 Oktober 1945. Inti dari maklumat tersebut, presiden bersama-sama dengan komite nasional menjalankan kekuasaan legislatif dan berhak ikut serta dalam menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara. Pada 2 September 1945, presiden membentuk kabinet pertama berdasarkan usul Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Kabinet ini tercatat dalam sejarah sebagai kabinet presidensial pertama. Dalam susunan kabinet presidensial, presiden memegang kekuasaan eksekutif. Namun, fungsi presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif tersebut menjadi goyah ketika ada usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) yang menghendaki adanya perubahan sistem pertanggungjawaban kepada parlemen. Usul tersebut diterima oleh pemerintah dengan keluarnya maklumat pemerintah pada 14 November 1945, yang berisikan perubahan sistem dari presidensial menjadi parlementer. Dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, presiden tidak lagi berkedudukan sebagai kepala pemerintahan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945, melainkan hanya berkedudukan sebagai kepala negara (presiden konstitusional), hal ini berarti untuk kedua kalinya terjadi pengurangan kekuasaan presiden. Kekuasaan menjadi presiden menjadi besar kembali setelah mengambil alih kekuasaan eksekutif, pengambilalihan ini terjadi karena sehubungan dengan dinyatakannya negara dalam keadaan bahaya oleh Menteri Pertahanan Amir Syarifuddin dan penculikan Perdana Menteri Sutan Syahrir. Pada masa berlakunya konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem parlementer, sehingga menempatkan presiden hanya sebagai kepala negara, hal ini berarti kekuasaan presiden berkurang kembali. Kemudian ketika Undang-Undang Dasar 1945 berlaku kembali, presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan berfungsi kembali sehingga memberikan peluang yang besar bagi presiden untuk menjalankan kekuasaannya. Kekuasaan presiden RI menurut UUD 1945 lebih besar daripada kekuasaan presiden Amerika Serikat. Sebagai contoh, presiden AS tidak mempunyai kekuasaan untuk membentuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
undang-undang sebagaimana yang dimiliki oleh presiden RI, presiden AS hanya mempunyai kekuasaan untuk memveto suatu rancangan undang-undang. Pada perkembangan selanjutnya, UUD 1945 mengalami perubahan setelah lengsernya presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 akibat protes yang bertubi-tubi dan terus menerus dari rakyat pada umumnya dan dari mahasiswa pada khususnya, ditengah merosotnya keadaan sosial dan ekonomi. Setelah Soeharto lengser dari kursi jabatan kepresidenan, atas desakan dari berbagai masyarakat, MPR untuk pertama kalinya dalam sejarah republik ini, melakukan perubahan terhadap UUD 1945 yang dilakukan dalam empat tahapan. Pada perubahan tahap pertama pada tahun 1999, tepatnya tanggal 19 Oktober 1999 telah terjadi perubahan dalam sembilan pasal di UUD 1945. Halhal subtantif yang mengalami perubahan adalah sebagai berikut: pertama, terjadi pembatasan masa jabatan presiden. Sebelum dilakukan perubahan, ada peluang bagi presiden dapat menjabat terus-menerus sebagaimana yang dilakukan oleh Soekarno dan Soeharto, karena bunyi pasal tentang masa jabatan presiden sangat terbuka untuk dilakukan interprestasi. Sesudah dilakukan perubahan tahap pertama, seorang Presiden Indonesia paling lama menjabat sebagai presiden selama 10 tahun. Kedua, pembatasan kekuasaan presiden dalam bidang legislasi. Dalam perubahan tahap pertama ditegaskan bahwa kekuasaan legislasi ada ditangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sekalipun demikian presiden dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR. Ketiga, adanya usaha untuk membangun meknisme cheks and balances. Dalam perubahan yang pertama ini, ada usaha untuk membangun mekanisme
cheks and balances antara lembaga
legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pada tahun 2000, tepatnya tangal 18 Agustus 2000 terjadi perubahan tahap kedua, pada perubahan tahap kedua ini ada 25 pasal yang mengalami perubahan dengan enam materi pokok, yaitu: menyangkut pemerintahan daerah atau desentralisasi, wilayah negara, kedudukan warga negara dan penduduk, hak asasi manusia, pertahanan dan keamanan negara, dan menyangkut bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Dari sejumlah perubahan tersebut, ada dua hal yang mengalami perubahan paling mendasar, yaitu: pertama,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
pemerintahan daerah yang terdapat pada pasal 18, dalam pasal ini ada penegasan yang kuat melalui konstitusi bahwa negara Indonesia menjamin dilaksanakannya pemberian otonomi yang luas kepada daerah. Kedua, mengenai HAM yang diatur dalam pasal 28, pasal ini mengalami penambahan jika dilihat dari jumlah ayatnya dan sekaligus juga mengalami penegasan. Pada November 2001, tepatnya tanggal 9 November 2001 MPR melakukan perubahan UUD 1945 tahap ketiga, dalam perubahan tahap ketiga ini terjadi perubahan yang sangat mendasar terhadap UUD 1945 yaitu yang berkaitan dengan kedaulatan, perombakan parlemen, pemilihan presiden secara langsung, membentuk lembaga baru yang bernama Mahkamah Konstitusi (MK) dan mengatur prosedur perubahan UUD 1945. Pada Agustus 2002, tepatnya tanggal 10 Agustus 2002 MPR kembali melakukan perubahan tahap keempat. perubahan tersebut memfokuskan pada persoalan susunan MPR, cara pemilihan presiden, penyelesaian jika presiden mangkat, berhenti atau diberhentikan atau tidak bisa menjalankan kewajibannya, pemberian hak kepada presiden untuk membentuk suatu Dewan Pertimbangan Presiden, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung, serta ketentuan mengenai independensi Bank Indonesia. Selain itu, pada perubahan tersebut juga menetapkan batas minimal untuk anggaran pendidikan sebesar 20 % dari APBN, serta adanya ketentuan yang mengharamkan perubahan pada bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah mengikuti sistem amandemen, sungguhpun secara material jumlah muatan materi lebih besar daripada naskah aslinya, akan tetapi dalam sistem amandemen yang utama adalah berlakunya konstitusi yang telah diubah itu tetap didasarkan pada saat berlakunya konstitusi asli (Taufiqurrahman Syahuri.2004:157). Hasil dari perubahan tersebut kalau dicermati telah terjadi pengurangan kekuasaan presiden. Namun sebaliknya, kekuasaan legislatif DPR semakin besar dan kita bisa melihat perihal kekuasaan legislatif yang dimiliki presiden sebelum perubahan, pasal 5 ayat (1) UUD 1945, sebelum perubahan tegas menyatakan bahwa presiden mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
persetujuan DPR. Selanjutnya pasal 20 ayat (1) juga menegaskan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang, sehingga berdasarkan perubahan tahap pertama dan kedua UUD 1945, kekuasaan membentuk undangundang itu dialihkan dari Presiden kepada DPR. Selain itu, beberapa hak mutlak (prerogatif) presiden yang tercantum dalam UUD 1945 setelah perubahan telah terjadi sedikit pengurangan. Pengurangan tersebut bisa dilihat dari adanya pelibatan DPR, baik harus mendapatkan persetujuan DPR atau sekedar minta pertimbangan saja. Dari uraian diatas, jelas sekali terjadi pasang surut kekuasaan presiden yang terjadi di Indonesia, mulai zaman kemerdekaan sampai sekarang. Meskipun kekuasaan presiden Indonesia sekarang dinilai banyak kalangan kekuasaanya lebih kecil daripada sebelum perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002, namun tidak menutup kemungkinan di lain waktu, akan dilakukan perubahan lagi yang menambah kekuasaan presiden, atau bahkan akan kembali kepada UUD 1945 sebelum perubahan, sebagaimana yang dituntut oleh banyak kalangan beberapa tahun terakhir ini. Untuk itu, perlu dikaji secara mendalam sebagaimana kekuasaan presiden sebelum dan sesudah perubahan, apakah memang telah terjadi pengurangan atau tidak. Jika dibandingkan dengan negara Amerika Serikat, apakah kekuasaan Presiden Indonesia lebih kecil atau masih lebih besar. Untuk itu, diperlukan kajian mendalam dengan cara membandingkan kekuasaan Presiden Indonesia dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat agar diperoleh pengetahuan yang mendalam. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil judul ”PERBANDINGAN KEKUASAAN PRESIDEN INDONESIA SETELAH PERUBAHAN INDONESIA
UNDANG-UNDANG TAHUN
1945
DASAR
DENGAN
NEGARA
REPUBLIK
KEKUASAAN
PRESIDEN
AMERIKA SERIKAT”.
B. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang dapat diidentifikasi dan dirumuskan berkenaan dengan masalah pokok yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
menyangkut perbandingan kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002 dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat adalah sebagai berikut: 1. Apa persamaan dan perbedaan kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah amandemen dengan Presiden Amerika Serikat? 2. Apa kelebihan dan kekurangan kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah amandemen dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat?
A. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif : a. Untuk mengetahui sejarah perkembangan sejarah ketatanegaraan dan kekuasaan Presiden Indonesia sebelum dan sesudah perubahan UUD 1945. b. Untuk memperoleh jawaban atas permasalahan mengenai perbandingan kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat. 2. Tujuan Subyektif: a. Untuk memperdalam dan mengembangkan pengetahuan penulis di bidang Hukum Tata Negara khususnya terkait dengan perbandingan kekuasaan presiden yaitu kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah amandemen UUD 1945 dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat sebagai negara yang disebut sebagai negara pertama kali menggunakan sistem pemerintahan kepresidenan. b. Guna memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar akademik sarjana strata satu dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Di dalam penelitian ini diharapkan adanya manfaat dan kegunaan, karena nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang diperoleh dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
penelitian tersebut. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Praktis a. Guna mengembangkan penalaran ilmiah dan wacana keilmuan penulis serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang diperoleh penulis dalam bangku perkuliahan; b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan serta pengetahuan semua pihak yang bersedia menerima dan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti serta bermanfaat bagi para pihak yang berminat bagi permasalahan yang sama. 2. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di ilmu hukum pada umumnya dan hukum tata negara pada khususnya; b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur kepustakaan hukum tata negara berkaitan dengan kajian mengenai perbandingan kekuasaan Presiden Indonesia setelah perubahan UUD 1945 dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat; c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan terhadap penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
E. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; Sistematis adalah berdasarkan suatu sistem; Konsisten adalah tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya (Soerjono Soekanto, 1986: 42-43). Dalam arti yang lain, penelitian (research) berarti pencarian kembali. Pencarian yang dimaksud
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
adalah pencarian terhadap pengetahuan yang benar (ilmiah), karena hasil dari pencarian ini akan dipakai untuk menjawab permasalahan tertentu. Dengan kata lain, penelitian merupakan upaya pencarian yang amat bernilai edukatif, karena melatih kita untuk selalu sadar bahwa di dunia ini banyak yang kita tidak ketahui dari apa yang coba kita cari, temukan dan ketahui itu tetaplah bukan kebenaran mutlak, oleh karena itu, masih perlu diuji kembali. Dengan demikian, pengertian metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, maupun guna menguji kebenaran maupun ketidak benaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesis. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah: . 1. Jenis Penelitian Sebelum saya hendak membandingkan kekuasaan presiden Indonesia dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat, maka perlu diketahui jenis penelitian ini. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (penelitian hukum kepustakaan) atau doktrinal. Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (data sekunder) yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dalam hal ini bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti (Soerjono Soekanto, 1985 :15). Menurut Hutchinson
sebagaimana dikutip Peter Mahmud Marzuki
mendefinisikan penelitian hukum doktrinal sebagai berikut, “Doctrinal Research: Research wich provides a systematic exposition of rules governing a particular legal category, analyses the relationship between rules, explain areas of difficulty and perhaps, predict future development” (Peter Mahmud Marzuki, 2008:32). 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian hukum ini adalah perbandingan (comparative). Pentingnya perbandingan (comparative) dalam ilmu hukum karena dalam bidang hukum
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
tidak memungkinkan dilakukan suatu eksperimen, sebagaimana yang biasa dilakukan dalam ilmu empiris. Perbandingan merupakan salah satu cara yang dilakukan dalam penelitian normatif untuk membandingkan salah satu lembaga hukum (legal institutions) dari sistem hukum yang satu dengan lembaga hukum lain. Dari perbandingan itu dapat ditemukan unsur-unsur persamaan dan perbedaan antara lembaga hukum tersebut. Persamaan-persamaan akan menunjukkan inti dari lembaga hukum yang diselidiki, sedangkan perbedaanperbedaan disebabkan oleh adanya perbedaan iklim, suasana dan sejarah masing-masing bangsa yang bersangkutan dengan system hukum yang berbeda. Menurut Sunaryati Hartono, dengan melakukan perbandingan hukum akan ditarik kesimpulan bahwa (Dr. Jonny Ibrahim, 2005:313-314): a. Kebutuhan-kebutuhan yang universal (sama) akan menimbulkan cara-cara pengaturan yang sama pula; b. Kebutuhan-kebutuhan khusus berdasarkan perbedaan suasana dan sejarah itu menimbulkan cara-cara yang berbeda pula. Berdasarkan penjelasan diatas dikaitkan dengan upaya penulis untuk menemukan jawaban mengenai perbandingan kekuasaan Presiden Indonesia dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat maka pendekatan perbandingan ini menurut saya tepat digunakan dalam penelitian ini. 3. Pendekatan Penelitian Didalam
penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan
menggunakan pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang coba dicari jawabannya. Pendekatanpendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan kasus (Case Approach), pendekatan
historis
(Historical
Approach),
pendekatan
perbandingan
(Comparative Approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach) (Peter Mahmud Marzuki. 2008: 93). Adapun dalam penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan beberapa pendekatan yang relevan dengan permasalahan penelitian yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
dihadapi. Pendekatan-pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), Pendekatan
historis
(Historical
Approach),
Pendekatan
perbandingan
(Comparative Approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang terkait dengan isu hukum yang sedang ditangani(Peter Mahmud Marzuki. 2008: 93-95). . Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang yang dipelajari dari perkembangan pengaturan mengenai isu hukum yang dihadapi. Selanjutnya, pendekatan perbandingan yaitu salah satu cara yang digunakan dalam penelitian normative untuk membandingkan suatu lembaga negara dari suatu sistem hukum yang satu dengan lembaga negara yang lain. Dari perbandingan tersebut dapat ditemukan unsur-unsur persamaan dan perbedaan antara kedua lembaga negara dari dua sistem hukum yang berbeda tersebut. Digunakannya pendekatan perundang-undangan oleh penulis dengan dasar bahwa permasalahan penelitian berawal dari pengaturan yang mengenai persamaan dan perbedaan pengaturan di dalam pasal dalam undang-undang dasar yang mengatur mengenai kekuasaan presiden antara Indonesia dengan Amerika Serikat. Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan historis (sejarah) penulis akan temukan bagaimana sejarah dari kedua negara dan bagaimana perkembangan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia dan Presiden Amerika Serikat dimasa lalu sampai masa sekarang, hal itu juga merujuk kepada berbagai usaha untuk mencermati masalah dengan mengkaji peraturan perundang-undangan dan teori hukum yang terkait dengan konsep demokrasi yang dianut oleh Indonesia dan Amerika Serikat. Sedangkan dengan pendekatan perbandingan, penulis akan mampu menguraikan perbandingan kekuasaan presiden, dengan meneliti persamaan dan perbedaan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia dan Presiden Amerika Serikat (Peter Mahmud Marzuki. 2008: 93-95). 4. Konsep Perundang-Undangan Konsep Perundang-Undangan dalam penelitian hukum doktrinal yang penulis gunakan dalam penelitian hukum ini adalah konsep perundang-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
undangan dalam penelitian hukum doktrinal menurut Prof. Soetandyo Wignjosoebroto. Konsep Perundang-Undangan dalam penelitian hukum doktrinal menurut Prof. Soetandyo Wignjosoebroto antara lain (Bambang Sunggono, 1997: 6869): a. Konsep perundang-undangan dalam penelitian hukum dengan hukum yang dikonsepkan sebagai asas keadilan dalam sistem moral menurut doktrin aliran hukum alam; b. Konsep perundang-undangan dalam penelitian hukum dengan hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah perundang-undangan menurut doktrin aliran positivisme dalam ilmu hukum; c. Konsep perundang-undangan dalam penelitian hukum dengan hukum yang dikonsepkan sebagai keputusan hakim in concreto menurut doktrin fungsionalisme kaum realis dalam ilmu hukum. 5. Jenis Data Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data pustaka yang mencakup dokumen-dokumen resmi, bukubuku hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan sebagainya yang berkaitan dengan pokok bahasan yang dikaji oleh penulis. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder mencakup tiga hal yaitu: a.
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari perundangundangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundangundangan;
b.
Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku, teks, hasil penelitian dan jurnal-jurnal hukum;
c.
Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
misalnya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya (Soerjono Soekanto, 2001:13). Dalam hal ini penulis menggunakan semua bahan baik bahan hukum primer yang berupa UUD 1945 dan Konstitusi Amerika Serikat, bahan hukum sekunder yang berupa buku, teks dan juga jurnal-jurnal hukum, sedangkan bahan hukum tersier yang penulis gunakan adalah bahan dari media internet yang berupa artikel-artikel (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 141). 6. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian hukum ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah teknik pengumpulan data sekunder yaitu dilakukan dengan cara pengumpulan bahan hukum dengan studi dokumen atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektronik. Dari bahan hukum tersebut, kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan hukum penunjang di dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan bahan hukum tersebut disebut studi pustaka. 7. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan penulis untuk mengolah hasil penelitian menjadi laporan. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan
analisis kualitatif dengan interaktif model, yaitu komponen reduksi data dan penyajian data dilakukan secara bersama dengan mengumpulkan data, kemudian setelah data terkumpul,maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasa kurang maka perlu ada varifikasi dan penelitian kembali dengan mengumpulkan data di lapangan. Menurut HB. Sutopo, ketiga komponen tersebut adalah: a. Reduksi Data Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis, yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi dari data fieldnote; b. Penyajian Data Merupakan rakitan organisasi informasi, deskriptif dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan research dapat dilakukan. Sajianini merupakan
rakitan
kalimat
yang
commit to user
disusun
secara
logis
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
sistematis,sehingga mudah dipahami. Sajian dapat meliputi berbagai jenis matriks,gambar/skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan juga table; c. Kesimpulan dan Verifikasi Merupakan sebagian dari suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan ini diambil dari penyajian data yang telah diuraikan sebelumnya. Peneliti sudah memahami arti berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan dalam pengumpulan data, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin serta arahan sebab akibat dan berbagai presepsi kesimpulan dan verifikasi . (HB. Sutopo.2002:8). Ketiga komponen tersebut (proses analisis interaktif) dimulai pada waktu pengumpulan data penelitian, peneliti selalu membuat reduksi data dansajian data. Tahap selanjutnya peneliti mulai menarik kesimpulan dengan memverifikasikan berdasarkan apa yang terdapat dalam sajian data. Aktivitas yang dilakukan dengan suatu siklus antara komponen-komponen tersebutakan didapatkan data yang benar-benar mewakili dan sesuai dengan masalah yang diteliti. Di sini penulis juga menggunakan teknik interpretasi, teknik ini merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberikan penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Interpretasi yang digunakan penulis antara lain, interpretasi sistematis yaitu dengan menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan cara menghubungkannya dengan undang-undang lain. Interpretasi historis yaitu makna undang-undang dapat dijelaskan dan ditafsirkan dengan jalan menelusuri sejarah yang terjadi.
F. Sistematika Penulisan Hukum Sistematika penulisan hukum bertujuan untuk memberikan gambaran secara keseluruhan tentang isi dari penelitian sesuai dengan aturan yang sudah ada dalam penulisan hukum. Sistematika penulisan hukumdalam penelitian ini meliputi :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
BAB I
: PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah,
rumusan
masalah,
tujuan
penelitian,
manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis menguraikan mengenai tinjauan mengenai kekuasaan, kepresidenan, sistem ketatanegaraan Indonesia, demokrasi
konstitusional
Amerika
Serikat,
perbandingan
kekuasaan Presiden Indonesia dengan Presiden Amerika Serikat. BAB III
: PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti, terdapat hal pokok permasalahan yang dibahas dalam bab ini yaitu perbandingan kekuasaan Presiden Indonesia dengan kekuasaan Presden Amerika Serikat.
BAB IV
: PENUTUP Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan hasil penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, serta saran –saran yang dapat penulis kemukakan terhadap beberapa kekurangan yang ditemukan dan sekiranya perlu diperbaiki dalam penelitian.
Daftar Pustaka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Mengenai Kekuasaan a. Teori sumber kekuasaan Banyak teori yang mencoba menjelaskan darimana kekuasaan berasal. Menurut teori teokrasi, asal atau sumber kekuasaan adalah dari Tuhan. Teori ini berkembang pada zaman abad pertengahan, yaitu dari sejak abad V sampai pada abad XV. Penganut teori ini adalah Augustinus, Aquinas, dan Marsilius. Sementara itu menurut teori hukum alam, kekuasaan itu berasal dari rakyat. Pendapat seperti itu dimulai dari aliran monarkomaken yang dipelopori oleh Johannes Althusius yang mengatakan kekuasaan itu berasal dari rakyat dan asal kekuasaan yang ada pada rakyat tersebut tidak lagi dianggap dari Tuhan, melainkan dari alam kodrat, kemudian kekuasaan yang ada pada rakyat ini diserahkan kepada seseorang yang disebut raja, untuk menyelenggarakan kepentingan masyarakat. Berkaitan dengan penyerahan tersebut dalam teori hukum alam ada perbedaan pendapat, menurut J.J. Rousseau yang mengatakan bahwa kekuasaan tersebut ada pada masyarakat, kemudian melalui perjanjian kekuasaan tersebut diserahkan kepada raja, mekanisme penyerahan kekuasaan tersebut dimulai dari penyerahan masing-masing orang kepada masyarakat sebagai suatu kesatuan, kemudian melalui perjanjian masyarakat kekuasaan tersebut diserahkan kepada raja, penyerahan kekuasaan disini sifatnya bertingkat. Sedangkan menurut Thomas Hobbes, penyerahan kekuasaan tersebut dilakukan langsung dari masing-masing orang langsung diserahkan kepada raja dengan melalui perjanjian masyarakat. b. Teori Pemisahan Kekuasaan Teori pemisahan kekuasaan, yang oleh Immanuel Kant disebut sebagai doktrin ”Trias Politika, ” dikemukakan oleh Montesquieu dalam bukunya
commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
”L’esprit des Loi”. Dasar pemikiran doktrin Trias Politika sudah pernah dikemukakan oleh Aristoteles dan kemudian juga pernah dikembangkan oleh Jhon Locke. Dengan demikian ajaran ini bukan ajaran yang baru bagi Montesquieu. Secara garis besar ajaran Montesquieu sebagai berikut: Pertama, terciptanya masyarakat yang bebas, keinginan seperti ini muncul karena Montesquieu hidup dalam kondisi sosial dan politik yang tertekan di bawah kekuasaan Raja Lodewijk XIV yang memerintah secara absolut. Kedua, jalan untuk mencapai masyarakat yang bebas adalah pemisahan antara kekuasaan legislatif dengan kekuasaan eksekutif, Montesquieu tidak membenarkan jika kedua fungsi berada di satu orang atau badan karena dikhawatirkan akan melaksanakan pemerintahan tirani. Ketiga, kekuasaan yudisial harus dipisahkan dengan fungsi legislatif, hal ini dimaksudkan agar hakim dapat bertindak secara bebas dalam memeriksa dan memutuskan perkara. Ketiga kekuasaan tersebut, menurut Montesquieu, harus terpisah satu sama lain, mulai dari fungsi maupun mengenai alat perlengkapannya. Montesquieu memandang kekuasaan yudikatif harus berdiri sendiri karena kekuasaan tersebut dianggapnya sangat penting. Sebaliknya
oleh
Montesquieu
kekuasaan
hubungan
luar
negeri
dimasukkannya ke dalam kekuasaan eksekutif. c. Teori Kekuasaan Negara Mengapa negara membutuhkan kekuasaan? Apa alasannya sehingga negara berhak memperoleh kekuasaannya? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu sudah muncul sejak zaman Yunani. Sampai sekarang, pertanyaan atas persoalan tersebut masih menjadi pembahasan. Munculnya rezim otoriter di negara-negara ”Dunia Ketiga” membuat mereka mencari alasan yang kuat untuk dijadikan dasar bagi kekuasaannya. Inilah yang menyebabkan teori kekuasaan negara tidak pernah mati. Teori kekuasaan negara sudah diperbincangkan sejak zaman Yunani kuno, misalnya Plato dan Aristoteles dua pemikir besar di zaman itu menyatakan bahwa negara memerlukan kekuasaan yang mutlak, kekuasaan ini diperlukan untuk mendidik warganya dengan nilai-nilai moral yang rasional.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Pada zaman pertengahan, dalam bentuk yang sedikit berlainan pemikiran ini muncul kembali. Para pemikir pada saat itu menyatakan bahwa negara harus tunduk kepada gereja (Katolik). Negara adalah wakil gereja di dunia, karena itu sudah sepatutnya kalau negara mempunyai kekuasaan yang mutlak Ada juga pemikiran yang memisahkan antara negara dengan gereja. Para pemikir baru ini lebih menjelaskan kekuasaan negara secara rasional dan pragmatis. Misalnya Thomas Hobbes yang menekankan pentingnya kekuasaan pada negara, karena kalau tidak para warga negara akan saling berkelahi dalam memperjuangkan kepentingan mereka. Di sini mulai muncul hipotesis bahwa negara adalah wakil daripada kepentingan umum, sedangkan masyarakat hanya mewakili kepentingan pribadi atau kelompok secara terpecah-pecah. Pendapat ini memperoleh penguatan dari Hegel ketika mengembangkan filsafatnya tentang dialektika dari yang ideal dan yang real. Karl Marx memiliki tafsiran yang baru mengenai negara dan kekuasaan, dia memakai teori Hegel tetapi teori ini diubahnya dengan menyatakan bahwa tujuan sejarah adalah terciptanya masyarakat sosialis, bukan masyarakat demokratis, dia menunjukkan bahwa perjuangan kelas adalah motor penggerak sejarah. Negara setelah diambil oleh kelas buruh, memiliki kekuasaan yang besar untuk merealisasikan masyarakat sosialis ini. Teori ini kemudian dihidupkan lagi di zaman modern melalui teori negara organis. 2. Tinjauan Umum Mengenai Lembaga Kepresidenan a. Jabatan Presiden Menurut tata bahasa, kata ”Presiden” adalah derivative dari to preside (verbum) yang artinya memimpin atau tampil di depan dan dicermati dari bahasa latin, yaitu prae yang artinya di depan dan sedere yang berarti menduduki. Lembaga Kepresidenan adalah bagian dari lembaga negara. Lembaga Negara secara definitif bermakna alat-alat kelengkapan suatu negara atau lazimnya disebut sebagai lembaga negara yaitu institusiinstitusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara (M.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Kusnardi dan Bintan Siragih, 2000:24). Lembaga negara atau bisa disebut sebagai alat-alat kelengkapan negara menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan keberadaan negara. Keberadaan alat kelengkapan negara menjadi keniscayaan untuk mengisi dan menjalankan negara. Lembaga negara sendiri merupakan manifestasi dari mekanisme perwakilan rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan, tapi kemudian secara umum berkembang menjadi istilah untuk seseorang yang memiliki kekuasaan eksekutif. Lebih spesifiknya istilah ”Presiden” terutama untuk kepala negara bagi negara yang berbentuk republik, baik dipilih secara langsung, ataupun tidak langsung. Sejarah mencatat, untuk pertama kalinya di dunia, jabatan presiden di Eropa berasal dari negara Perancis yang di bentuk pada era Republik Kedua Perancis (1848-1851), ketika itu yang menjabat sebagai presiden adalah Louis Napoleon Bonaparte, tetapi masa jabatan ini hanya bertahan setahun kemudian diubah statusnya menjadi Kaisar Napoleon III (1852), jabatan presiden baru kembali muncul pada era Republik Ketiga Perancis. Namun, presiden pertama yang diakui oleh masyarakat internasional adalah Presiden Amerika Serikat sewaktu revolusi Amerika yaitu George Washington yang menjabat pada 30 April 1789 sampai 3 Maret 1797. Sementara di Asia, jabatan ”ditularkan” oleh Amerika Serikat ketika memberikan kemerdekaan yang terbatas kepada Filipina pada 1935. Sedangkan di Afrika, Presiden Liberia yang hadir pada 1848 adalah presiden pertama yang diakui dunia internasional. Menurut A. Hamid S. Attamimi, kata ”Presiden” di Indonesia adalah gelar bagi kepala negara. Selain itu, presiden juga sebagai kepala pemerintahan. Posisi presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan secara otomatis didapatkan oleh seorang presiden di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial seperti Indonesia dan Amerika Serikat (A. Hamid. S. Attamimi, 1990 : 139-140). Kepala negara adalah sebuah jabatan individual atau kolektif yang mempunyai peranan sebagai wakil tertinggi daripada sebuah negara seperti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
republik, monarki, federasi, persekutuan atau bentuk-bentuk lainnya. Negara dengan sistem presidentil biasanya berbentuk republik dengan presiden sebagai kepala negara merupakan pemimpin dari perangkat negara pada kementerian-kementerian pada negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan merupakan pemimpin dari perangkat pemerintahan yang direpresentasi pada bagian dari kementerian negara kepada kementerian-kementerian yang ada pada kabinet. Di sini, presiden mempunyai hak yang lebih luas sebagai kepala birokrasi/ aparatur negara, mewakili negara ke luar negeri dan kepala negara dan kepala pemerintahan sebagaimana diatur berdasarkan konstitusi negara dan perundangundangan negara menjalankan kebijakan dalam negeri. Namun tentunya ada pengecualian bagi beberapa negara berbentuk monarki absolut seperti Arab Saudi, di mana raja biasanya merangkap sebagai kepala pemerintahan (http://id.wikipedia.org). b. Peran Utama Seorang Presiden Dalam kaitannya dengan peran utama seorang presiden, penulis mencoba untuk melihat bagaimana peran utama seorang presiden di Amerika Serikat, sebuah negara yang pertama kali memperkenalkan jabatan presiden kepada dunia. Clinton Rossiter mencatat sedikitnya ada empat
peran
utama
presiden
di
Amerika
Serikat
yang
dalam
perkembangannya diadopsi oleh negara-negara yang memiliki jabatan presiden di negaranya. Pertama, presiden adalah kepala negara. posisi kepala negara adalah lambang dari sebuah negara. Kedua, posisi presiden sebagai kepala pemerintahan atau eksekutif. Dia memegang mahkota, akan tetapi dia juga memerintah. Dia menjadi lambang rakyat, tetapi dia juga memimpin pemerintahan rakyat. Hanya presiden yang berhak mengangkat dan memberhentikan jutaan pegawai pemerintah, kekuasaan ini adalah lambang dari kekuasaan tertinggi dari kedudukannya sebagai kepala pemerintahan. Ketiga, presiden sebagai diplomat utama. Peran ini sebagai wujud dari tugas presiden dalam melakukan fungsi sebagai perwakilan negaranya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
dalam melakukan hubungan diplomatik dengan negara-negara asing. Biasanya presiden menjalankan fungsi ini dengan dibantu oleh menteri luar negeri, namun dalam hal-hal tertentu presiden mengambil peranan ini sendiri. Keempat, presiden sebagai legislator utama, peranan seorang presiden yang selalu mengesahkan sebuah undang-undang. Dalam praktiknya di Amerika Serikat, seorang presiden dianggap sebagai pemimpin kongres dalam pembuatan sebuah undang-undang. Kelima, presiden sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata, dalam masa damai maupun masa perang seorang presiden adalah panglima tertinggi angkatan perang, ini adalah merupakan jaminan yang hidup dari kepercayaan Amerika Serikat dalam keutamaan kekuasaan sipil atas kekuasaan militer. Selain kelima peran utama tersebut, Clinton Rossiter juga mencatat ada beberapa peran lagi yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat. Pertama,
presiden sebagai pemimpin partai politik.
Kedua, presiden sebagai ”suara rakyat” yang menjelaskan pendapat umum di Amerika Serikat. Ketiga, presiden bertindak atas dasar kemauan umum. Keempat, presiden berperan sebagai pelindung perdamaian, dan Kelima, presiden berperan sebagai manajer kemakmuran(Abdul Ghoffar, 2009: 1415). Dalam hal ini yaitu peran utama seorang presiden, setelah melihat peran utama Presiden Amerika diatas, maka penulis juga melihat peran presiden di Indonesia khususnya setelah amandemen UUD 1945, kalau diteliti hasil amandemen UUD 1945 maka dapat dikatakan bahwa MPR hasil pemilu tahun 1999 sudah berhasil memperkuat sistem pemerintahan presidensial di dalam UUD 1945, hal ini dapat dilihat dari dihapusnya beberapa ketentuan-ketentuan UUD 1945 lama yang memuat prinsipprinsip sistem pemerintahan parlementer, dipertegasnya lima prinsip sistem pemerintahan presidensial seperti yang dibuat oleh Jimly Asshiddiqie diatas diantaranya (Jimly Asshiddiqie, 2006: 60): a. Walaupun pasal 4 ayat (1) UUD 1945 hanya menyebutkan kekuasaan pemerintahan dipegang oleh presiden, tetapi berdasarkan pasal 4 ayat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
(2) UUD 1945 dapat dilihat bahwa presiden dan wakil presiden merupakan institusi penyelenggara kekuasaan eksekutif negara yang tertinggi di bawah UUD 1945, karena apabila presiden berhalangan, baik berhalangan tetap maupun sementara, maka kekuasaan presiden dijalankan oleh wakil presiden; b. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat secara langsung, pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dalam pemilu oleh rakyat ini menurut Jimly Asshiddiqie sesuai dengan prinsip presidensial, karena itu secara politik presiden dan wakil presiden yang dipilih langsung oleh rakyat tidak bertanggung jawab kepada parlemen, melainkan bertanggung jawab langsung kepada pemilihnya; c. Presiden dan/atau wakil presiden tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya.Presiden dan/atau wakil presiden hanya dapat diminta pertanggung jawabannya secara hukum dalam masa jabatannya apabila melakukan pelanggaran hukum berat, perbuatan tercela dan mengalami perubahan sehingga tidak dapat lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden; d. Para menteri merupakan pembantu presiden, menteri diangkat dan diberhentkan oleh presiden, oleh karena itu menteri bertanggung jawab kepada presiden bukan bertanggung jawab kepada parlemen; e. Ditentukannya masa jabatan presiden selama lima tahun, dan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua masa jabatan. Dengan demikian, sistem pemerintahan Indonesia dibawah UUD 1945 hasil amandemen dapat disebut dengan sistem pemerintahan presidensial. Selanjutnya kalau kita teliti hasil sidang panitia Ad Hod MPR dan risalah sidang tahunan MPR, maka kita tidak akan menemukan mengapa MPR lebih cenderung memilih memperkuat sistem pemerintahan presidensial hal ini menurut penulis sudah tepat dan benar karena: Pertama, Masyarakat Indonesia menganut paham politik aliran sehingga terbentuk multi partai berdasarkan aliran yang ada dalam masyarakat,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
kemudian
setelah
diadakan
pemilu
maka
terbentuklah
parlemen
berdasarkan aliran politik yang ada dalam masyarakat, konsekuensinya tidak ada partai politik yang dominan bisa mengusai kursi parlemen. Kedua, dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia multi partai tidak pernah menghasilkan pemenang mayoritas yang dapat menguasai kursi parlemen, karena tidak ada satupun partai yang dapat menguasai mayoritas kursi parlemen, jika tidak ada koalisi yang kuat ditambah pemerintahan yang kuat maka instabilitas pemerintahan akan terjadi seperti pada tahun 50-an dan 2001. Koalisi antar partai tampaknya merupakan sesuatu hal yang rapuh karena masing-masing partai politik mempunyai ideologi dan platform yang berbeda-beda antara satu sama lain. Ketiga, untuk kondisi seperti di atas sistem pemerintahan presidential lebih tepat karena ada jaminan masa jabatan presiden sehingga stabilitas pemerintahan lebih terjamin. Seperti disebutkan di atas, ketika UUD 1945 diterapkan baik pada masa pemerintahan Orde Lama maupun pada masa Orde Baru stabilitas pemerintahan terjadi, namun itu bukanlah semata-mata karena UUD 1945 tetapi ditopang oleh rezim yang berkuasa saat itu maupun menguasai DPR/MPR. Berbeda halnya dengan masa pemerintahan Abdurrahman Wahid ( Gus Dur), walaupun yang berlaku pada masa itu juga UUD 1945 lama (dalam proses amandemen), tetapi karena Presiden Abdurrahman Wahid tidak bisa mempengaruhi atau menguasai DPR/MPR dan karena terjadi pertentangan antara Presiden
Abdurrahman Wahid dengan
DPR/MPR maka jalannya pemerintahan tidak stabil, dan bahkan Presiden Abdurrahman Wahid dijatuhkan dalam masa jabatannya oleh DPR/MPR melalui sidang istimewa MPR pada tanggal 23 Agustus 2001, kemudian MPR mengangkat Megawati Soekarno Putri yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden menjadi Presiden sampai habis masa jabatannya. Belajar dari pengalaman tersebut, melalui proses amandemen UUD 1945, MPR berkeinginan memperkuat sistem pemerintahan presidential di dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
UUD 1945 dan sekarang sudah empat kali dilaksanakan amandemen UUD 1945 yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002. 3. Tinjauan Umum Mengenai Sejarah Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar yang dibuat pada masa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar 1945 dalam gerak pelaksanaannya juga mengalami pasang surut. Secara garis besar gerak pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua kurun waktu, yaitu: a. Kurun waktu antara tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1948; b. Kurun waktu antara tanggal 5 Juli 1959 sampai sekarang. Kurun waktu yang kedua ini dibagi menjadi dua sub kurun waktu, yakni masa 5 Juli 1959-11 Maret 1966 dan masa 11 Maret 1966 sampai sekarang. Dari dua kurun waktu tersebut ada kurun waktu dimana UUD 1945 tidak berlaku, yaitu antara tanggal 27 Desember 1949 sampai 5 Juli 1959. Dalam kurun waktu tersebut, UUD 1945 secara resmi dinyatakan tidak berlaku di Negara Kesatuan RI, hal ini dikarenakan terjadi pergantian bentuk negara serta UUD negara. Dalam kurun waktu itu berlaku dua macam UUD sebagai pengganti UUD 1945, masing-masing berlaku pada kurun waktu yang berbeda, yaitu: a. Tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan tanggal 17 Agustus 1950 Negara Kesatuan RI berubah bentuk menjadi Negara Serikat, sehingga Indonesia terpecah-pecah menjadi beberapa negara bagian. UUD yang berlaku sebagai UUD Republik Indonesia Serikat adalah KRIS 1949 sedangkan UUD 1945 hanya berlaku di negara bagian RI; b. Tanggal 17 Agustus 1950 sampai tanggal 5 Juli 1959 diberlakukan UUDS 1950, perubahan ini ádalah akibat logis dari perubahan bentuk Negara Serikat menjadi Negara Kesatuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Itulah gambaran sekilas tentang perjalanan berbagai Undang-Undang Dasar di Negara Republik Indonesia. Dari gambaran itu dapat dijabarkan kurun-kurun waktu berlakunya UUD tersebut, sebagai berikut: a. Tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 17 Desember 1949 berlaku Undang-Undang Dasar 1945; b. Tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949; c. Tanggal 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 berlaku UndangUndang Dasar Sementara 1950; d. Tanggal 5 Juli 1959 sampai sekarang berlaku kembali Undang-Undang Dasar 1945. 4. Tinjauan Umum Mengenai Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik dengan menjalankan sistem pemerintahan presidensiil. Penegasan mengenai bentuk negara, bentuk pemerintahan dan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia tersebut tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) dan Ayat (3), dan Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945. Konstitusi yang berlaku di Negara Indonesia saat ini adalah UUD 1945 yang merupakan hasil amandemen tahun 1999-2002. Sejak terjadinya reformasi di tahun 1998, tonggak sejarah baru dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia dimulai dari awal. Dari tahun 1999 sampai 2002 UUD 1945 telah mengalami perubahan mendasar sebanyak empat kali, seperti telah dijelaskan di atas, bangsa Indonesia telah mengadopsikan prinsip-prinsip baru dalam sistem ketatanegaraan, mulai dari pemisahan kekuasaan dan ”check and balances” sampai dengan penyelesaian ”konflik politik” melalui jalur hukum. Melalui perubahan UUD 1945, MPR telah mendekonstruksi diri dari lembaga DPR dan DPD yang hampir mirip dengan politik bikameral. Disamping itu, telah lahir lembaga baru yang bernama Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi (MK) (Ni’matul Huda, 2006: vii-viii).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Menurut Daniel Lev unsur fundamental pertama dalam republik yaitu kerangka-kerangka dasar republik yang terdiri dari pranata-pranata sebagai berikut: 1.
Pemisahan antara pemerintah dengan masyarakat dengan pengertian bahwa masyarakat primer dan pemerintah didirikan untuk melayani keperluan masyarakat;
2.
Lembaga-lembaga pemerintah yang mempunyai fungsi terbatas dan ditetapkan oleh hukum dan antara satu sama lain saling mengawasi;
3.
Lembaga pemilihan dan kepartaian politik untuk menyalurkan pendapat umum;
4.
Pers yang berfungsi baik sebagai sumber penerangan dan pengawasan lembaga negara (Robertus Robert, 2008: 14).
5. Tinjauan Umum Mengenai Demokrasi Konstitusional Amerika Serikat. a. Sistem Checks and Balances Dalam Ketatanegaraan Amerika Serikat. Amerika Serikat (United States of America) merupakan negara federasi yang terdiri dari 50 negara bagian didalamnya, masing-masing negara bagian memiliki kekuasaan ke dalam untuk mengatur mereka sendiri dengan tidak melepaskan kontrol dari pemerintahan pusat, masing-masing negara bagian dipimpin oleh seorang Gubernur (Governoor) yang dipilih langsung secara demokratis oleh penduduk negara bagian. Konstitusi Amerika Serikat article I (legislative) Section I (Legislative Power Vested) “ All legislative powers herein granted shall be vested in a Congress of the United States, which shall consist of a Senate and House of Representative “. Konsep demokratisasi Amerika Serikat sebagaimana tertuang dalam kutipan di atas melahirkan sistem perwakilan yang terdiri dari dua kamar (bicameral) yang terdiri dari Senate (senat) sebagai majelis rendah (lower house) dan House of Representative sebagai majelis tinggi (upper house). Sistem bicameral Amerika Serikat merupakan hasil kompromi dari negara bagian yang berpenduduk sedikit dengan negara bagian yang berpenduduk banyak, setiap negara bagian diwakili sesuai jumlah penduduk. House of Representative sebagai kamar pertama yang mewakili seluruh rakyat dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
setiap negara bagian diwakili sesuai jumlah penduduk sedangkan Senat sebagai kamar kedua mewakili negara bagian yang didalamnya terdiri dari senator-senator dari negara bagian dan disini setiap negara bagian diwakili oleh dua orang senator tanpa membedakan jumlah penduduk dinegara bagian. Apabila Senat dan House of Representative bergabung untuk menyelenggarakan sidang maka berubah fungsi parlemen sebagai lembaga perwakilan bernama Kongres (Congress). Amerika Serikat sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan presidensiil menempatkan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Sesuai dengan pembagian kekuasaan yang diatur secara eksplisit didalam United States of America’s Constitution, kekuasaan yudikatif dipegang oleh Supreme Court yang bertindak sebagai puncak pengadilan konvensional sekaligus pengadilan Judicial Review. Masingmasing lembaga negara baik executive power, judicial power, dan legislative power memiliki wewenang terpisah antara satu dengan yang lainnya dalam mewujudkan checks and balances yang artinya saling mengawasi sehingga tercipta keseimbangan kekuasaan. Dari penjelasan mengenai keseimbangan kekuasaan negara itu diketengahkan batasanbatasan lembaga negara dalam menjalankan wewenangnya. presiden sebagai lembaga eksekutif negara memiliki otoritas menolak rancangan peraturan perundang-undangan yang diusulkan oleh Senat dan House of Representative, namun presiden tidak bisa mengintervensi kongres ketika bersidang mengesahkan peraturan perundang-undangan. Dalam hal tertentu, kongres dapat mengajukan judicial review atas tindakan presiden yang melebihi batas kewenangannya kepada Supreme Court, bahkan dimungkinkan adanya amandemen konstitusi apabila pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga negara belum terdapat yurisdiksi yang mengaturnya. b. Konsep Demokrasi Dalam Konstitusi Amerika Serikat. Sistem pemerintahan Amerika Serikat sepanjang kemerdekaan yang sudah melebihi 200 tahun itu berbentuk republik berdasarkan federasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
dengan konstitusi tertulis sebagaimana ditetapkan tanggal 17 September 1787 dan mulai berlaku kemudian secara efektif pada tanggal 4 Maret 1789 yang terdiri dari Preambule dan batang tubuh yang telah beberapa kali diamandemen, konstitusi tersebut antara lain mengatur tentang pengakuan dan jaminan tentang hak-hak dan kebebasan dasar manusia sebagaimana tertuang dalam Konstitusi Amerika Serikat adalah sebagai berikut (Munir Fuady, 2009:33-36): 1) Undang-undang
tidak
boleh
mengatur
tentang
membatasi
perkembangan agama, larangan untuk menjalankan perintah agama, membatasi
kebebasan
berbicara,
membatasi
kebebasan
pers,
membatasi hak untuk berkumpul, membatasi hak rakyat untuk mendapatkan ganti rugi dari pemerintah (Amandemen ke-1, tahun 1791); 2) Hak anggota masyarakat untuk memiliki senjata api tidak boleh dibatasi (Amandemen ke-2, tahun 1791); 3) Di masa damai, tentara tidak boleh mendirikan pos di tempat-tempat milik pribadi kecuali atas persetujuan dengan yang punya tempat. Dalam masa perang, mendirikan pos di tempet-tempat milik pribadi hanya sebatas yang telah diatur oleh undang-undang (Amandemen ke3, tahun 1791); 4) Hak rakyat untuk hidup secara aman terhadap pribadinya, kediaman, dokumen dan surat-surat berharga, tidak boleh dilanggar dengan jalan melakukan penggeledahan, penyitaan atau penangkapan secara tidak rasional (Amandemen ke-4, tahun 1791); 5) Seseorang tidak boleh disuruh untuk menjawab pertanyaan penyidik jika yang bersangkutan disangka telah melakukan kejahatan yang mendapat perhatian publik atau kejahatan yang mendapatkan ancaman hukuman mati jika tanpa kehadiran atau pemeriksaan oleh Grand Jury, kecuali dalam kasus yang melibatkan militer dalam suasana perang dan dalam kasus yang berbahaya bagi kepentingan umum. Berlaku prinsip bahwa seseorang tidak dapat dituduh kedua kali terhadap kejahatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
yang sama. Seseorang tidak dapat dipaksa untuk menjadi saksi untuk dirinya sendiri yang berhubungan dengan kejahatan yang diduga telah dilakukannya. Seseorang tidak bisa digrogoti kehidupan, kemerdekaan atau kepemilikan tanpa suatu proses hukum yang adil (due process of law). Hak milik pribadi seseorang tidak boleh diambil untuk kepentingan umum tanpa ganti rugi yang layak (just compensation). (Amandemen ke-5, tahun 1791); 6) Hak-hak tersangka yang harus dipenuhi oleh pengadilan dalam proses acara pidana yaitu Pertama, seorang tersangka harus dipenuhi haknya untuk menjalani proses peradilan yang cepat dan terbuka untuk umum. Kedua, seorang tersangka harus dipenuhi haknya untuk diperiksa oleh jury di tempat kejahatan yang disangka telah dilakukan. Ketiga, seorang tersangka harus dipenuhi haknya untuk diinformasikan tentang hakekat dari kejahatan yang disangka kepadanya. Keempat, seorang tersangka harus dipenuhi haknya untuk dapat dikonfrontir dengan saksi yang memberatkannya. Kelima, seorang tersangka harus dipenuhi haknya untuk memperoleh suatu upaya paksa untuk membawa saksi yang meringankannya. Keenam, seorang tersangka harus dipenuhi haknya untuk mendapatkan pembelaan dari advokat dalam rangka membela diri (self defense). (Amandemen ke-6, tahun 1791); 7) Hak tersangka untuk diperiksa oleh sistem peradilan jury untuk kasuskasus yang melibatkan uang lebih dari 20 $ US. Pemeriksaan oleh jury ini tidak dapat diperiksa ulang lagi oleh pengadilan yang lain (Amandemen ke-7, tahun 1791); 8) Besarnya uang denda dan besarnya uang jaminan untuk melepaskan seorang tersangka tidak boleh berlebih-lebihan. Demikian juga diberlakukan hukuman yang lazim. (Amandemen ke-8, tahun 1791); 9) Jaminan hak-hak tertentu bagi seorang warga tidak boleh melanggar hak-hak masyarakat lainnya. (Amandemen ke-9, tahun 1791); 10) Kewenangan yang oleh konstitusi tidak diberikan kepada pemerintah federal dan tidak dilarang untuk diberikan kepada negara bagian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
menjadi milik negara bagian atau masyarakat. (Amandemen ke-10, tahun 1791); 11) Kerja paksa dan perbudakan dilarang, kecuali terhadap seseorang yang telah dihukum pidana. (Amandemen ke-13, tahun 1865); 12) Semua orang yang lahir atau naturalisasi di USA menjadi warga negara USA dan warga negara setempat. Tidak boleh ada aturan hukum yang dapat menggrogoti hak-hak dan kekebalan (previleges and immunities) dari warga negara. Tidak boleh menggrogoti kehidupan, kemerdekaan, dan kepemilikan tanpa suatu proses hukum yang adil. Tidak boleh menggrogoti pelaksanaan hak untuk dilindungi secara sama oleh hukum (equal protection of the laws). (Amandemen ke-14, tahun 1868); 13) Hak rakyat untuk memilih tidak dapat dihilangkan karena alasan yang berkenaan dengan ras, warna kulit, atau kondisi perbudakan. (Amandemen ke-15, tahun 1870); 14) Hak rakyat untuk memilih tidak dapat dihilangkan karena alasan jenis kelamin (gender). (Amandemen ke-19, tahun 1920); 15) Hak rakyat untuk memilih atau dipilih sebagai presiden/wakil presiden atau sebagai senator/representatif, tidak dapat dihilangkan karena alasan yang bersangkutan telah lalai membayar pajak poll atau pajak lainnya. (Amandemen ke-24, tahun 1964); 16) Setiap orang yang sudah berumur 18 tahun berhak untuk memilih dalam pemilihan umum. (Amandemen ke-26, tahun 1971); 17) Persamaan hak menurut hukum tidak dapat digrogoti karena jenis kelamin (gender). (Amandemen ke-27, diajukan tahun 1972); 18) Hak-hak istimewa dari Habeas Corpus tidak dapat digrogoti kecuali jika dilakukan untuk kepentingan umum. (Pasal 1, bagian 9 dari Konstitusi Negara Amerika Serikat); 19) Bill of attainder tidak boleh dijatuhkan lagi. (Pasal 1, bagian 9 dan 10 Konstitui Negara Amerika Serikat);
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
20) Undang-undang tidak boleh berlaku surut. (Pasal 1, bagian 9 dan 10 Konstitui Negara Amerika Serikat); 21) Tidak boleh ada hukum yang dapat membatasi kewajiban-kewajiban berdasarkan kontrak. (Pasal 1, bagian 10 Konstitui Negara Amerika Serikat); 22) Kecuali dalam kasus impeachment, semua kasus pidana harus diperiksa oleh jury. (Pasal 3, bagian 2 dari Konstitui Negara Amerika Serikat); 23) Tidak boleh ada tes yang bersifat agama yang boleh dilakukan sebagai kualifikasi terhadap kantor-kantor pemerintahan atau jabatan politik. (Pasal 6, angka 3 dari Konstitui Negara Amerika Serikat). Melihat amandemen –amandemen di atas, maka menurut tradisi Amerika Serikat, perubahan dilakukan terhadap materi tertentu dengan menetapkan naskah amandemen yang terpisah dari naskah asli UUD dan dalam tradisi Amandemen Konstitusi Amerika Serikat, materi yang diubah biasanya selalu menyangkut satu ”issue” tertentu, bahkan Amandemen I sampai dengan Amandemen X pada pokoknya menyangkut ”issue” Hak Asasi Manusia. 6. Tinjauan Umum Mengenai Negara Hukum. a. Pengertian Negara Hukum Istilah Rule of law atau Rechtsstaat yang dalam bahasa Indonesia diartikan bahwa negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum (supremacy of law) dengan pemerintahan yang berdasarkan atas hukum (government by law). Kekuasaan negara dan politik dalam negara hukum jelas memiliki batasan-batasan untuk menghindari kesewenang-wenangan dari pihak penguasa. Dengan kata lain , hukum memiliki peranan sangat penting yang berada diatas kekuasaan negara dan politik (Munir Fuady, 2009 : 2) . Melihat penjelasan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa negara hukum adalah suatu negara yang di dalam wilayahnya terdapat alatalat perlengkapan negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
dalam tindakan-tindakannya terhadap para warga negara dan dalam hubungannya dengan warga negara tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku, dan semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku. b. Prinsip-Prinsip Negara Hukum Konsep negara hukum atau Rule of law menurut A. V. Dicey memiliki arti sebagai berikut: 1) Supremasi absolute ada pada hukum, bukan pada tindakan kebijaksanaan atau prerogative penguasa; 2) Berlakunya prinsip persamaan dalam hukum (equality before the law), dimana semua orang harus tunduk kepada hukum dan tidak seorang pun di atas hukum (above the law); 3) Konstitusi merupakan dasar dari segala hukum bagi negara yang bersangkutan. Dalam hal ini, hukum yang berdasarkan konstitusi harus melarang setiap pelanggaran terhadap hak dan kemerdekaan rakyat (Munir Fuady, 2009 : 4). Menurut Jimmly Assiddiqie terdapat 12 prinsip pokok negara hukum dizaman modern sekarang ini. Kedua belas prinsip pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya suatu negara modern sehingga dapat disebut sebagai negara hukum dalam arti yang sebenarnya. Kedua belas prinsip pokok negara hukum tersebut antara lain (Jimmly Asshiddiqie, 2006: 122-128): 1. Supremasi Hukum. 2. Persamaan kedudukan dalam hukum (equality before the law). 3. Asas Legalitas. 4. Pembatasan Kekuasaan. 5. Organ Eksekutif Independen. 6. Peradilan yang bebas dan tidak memihak (Independent and Impartiality). 7. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara. 8. Peradilan Tata Negara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
9. Perlindungan Hak Asasi Manusia. 10. Bersifat Demokratis. 11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara. 12. Adanya Transparasi dan kontrol sosial. Secara garis besar ada 2 (dua) konsep negara hukum. Konsep yang pertama adalah konsep negara hukum formal, konsep negara hukum formal ini muncul bersamaan dengan negara ”modern” sekitar abad ke 18, diketahui bahwa negara modern muncul sebagai sebuah konfigurasi kekuasaan yang bersifat hegemonistik, artinya kekuasaan yang ada sebelumnya ada di dalam masyarakat ditarik dan dimasukkan ke dalam kekuasaan negara. Kemudian, negara dengan kekuasaan yang dimilikinya itu membuat peraturan untuk melindungi hak-hak warganya. Karena itu, dalam kehidupan masyarakat timbul kecemasan yang luar biasa sehingga muncul lagi ebuah konsep negara hukum yang terkenal dengan ”Government of Law, Not of Men” atau konsep ” Rule of Law”. Tetapi di dalam praktiknya kemudian, negara hukum seperti itu kurang bermanfaat, sehingga munculah konsep negara hukum yang kedua, yaitu konsep negara hukum substansial. Pada dasarnya konsep negara hukum substansial ini adalah sebuah konsep negara hukum yang berintikan dan mencerminkan keadilan dan kebenaran obyektif. Negara hukum substansial ini bertujuan tidak saja melindungi masyarakat terhadap kekuasaan negara, tetapi aktif meningkatkan martabat warga dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan politik. Dari
sejumlah
pandangan
di
atas,
dapat
dianalisis
bahwa
konstitusionalisme merupakan pemikiran untuk menghendaki pembatasan kekuasaan negara, terutama melalui konstitusi, yang berorientasi untuk menentukan batas penggunaan kekuasaan politik. 7. Tinjauan Umum Mengenai Demokrasi a. Arti Demokrasi Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang artinya rakyat dan kratein yang artinya kekuasaan. Demokrasi dalam bahasa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Yunani tersebut ditafsirkan oleh R. Kranenburg yang maknanya adalah pemerintahan oleh rakyat. Menurut Durverger, demokrasi itu termasuk cara pemerintahan di mana golongan yang memerintah dan golongan yang diperintah itu adalah sama dan tidak terpisah-pisah. Artinya suatu sistem pemerintahan negara yang dalam pokoknya rakyat berhak sama untuk memerintah dan juga untuk diperintah, (Ni’matul Huda, 2006: 242). b. Negara Hukum yang Demokratis Ide negara hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan oleh para filsuf dari zaman Yunani Kuno. Plato dalam bukunya ”the statesman” dan ”the law” menyatakan bahwa negara hukum merupakan bentuk paling baik kedua guna mencegah kemerosotan kekuasaan. Konsep negara hukum modern di Amerika Serikat masih menggunakan tradisi Anglo Saxon, konsep negara hukum dikembangkan dengan sebutan ”The Rule of Law” yang dipelopori oleh A. V. Dicey. Selain itu, konsep negara hukum juga terkait dengan istilah nomokrasi yang berarti bahwa penemu dalam penyelenggaraan kekuasaan negara adalah hukum, (Jimmly Asshiddiqie, 2005:154-162) . Ciri khas dari demokrasi konstitusional ialah gagasan bahwa pemerintah
yang
demokratis
adalah
pemerintah
yang
terbatas
kewenangannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Kekuasaan negara dibagi sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan dapat diperkecil, yaitu dengan cara menyerahkannya kepada beberapa orang atau badan yang tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan dalam satu tangan atau satu badan. Perumusan yuridis dari prinsip ini dikenal dengan Rechtstaat dan Rule of Law (Negara Hukum). (Miriam Budiharjo, 1991:52).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
B. Kerangka Pemikiran Perbandingan Kekuasaan Indonesia
Amerika Serikat
Presiden
Kekuasaan
Persamaan/perbedaan
Kelebihan/kelemahan
Adopsi
Keterangan: Perbandingan hukum sebagai suatu metode mengandung berarti bahwa ia merupakan suatu cara pendekatan untuk lebih memahami suatu obyek atau masalah yang outentik ( Barda Nawawi 2002; 4). Dalam hal ini penulis tidak secara langsung membandingkan hukum kedua negara yang menjadi obyek penulisan yaitu negara Indonesia dan Amerika Serikat, tetapi penulis membandingkan kekuasaan presiden dalam hal-hal yang penulis tetapkan sebagai kriteria untuk membandingkan kekuasaan presiden kedua negara tersebut. Amerika serikat sebagai negara yang pertama kali memperkenalkan jabatan presiden kepada dunia, yaitu sewaktu revolusi Amerika yaitu George Washington yang menjabat pada tanggal 30 April 1789 s/d 3 maret 1797. Menurut A. Hamid S. Attamimi kata ”presiden” di Indonesia adalah gelar diganti kepala negara dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
kepala pemerintahan. Posisi presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan otomatis di dapatkan presiden di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial seperti Amerika Serikat dan Indonesia, (A. Hamid S. Attamimi, 1990 : 139-140). Akan tetapi walaupun Indonesia dan Amerika serikat sama-sama menganut sistem presidensial, tentu saja sistem presidensial antara Presiden Indonesia dan Presiden Amerika Serikat. tentu saja ada persamaan dan juga perbedaan diantara keduanya, hal ini dikarenakan adanya perbedaan hukum yang mengatur presiden dikedua negara tersebut, terutama dalam hal kekuasaan yang dimiliki oleh masing – masing presiden, hukum yang dimaksud ini di sini adalah kontitusi kedua negara. Persamaan kekuasaan antara Presiden Indonesia dengan Presiden Amerika Serikat antara lain dalam hal kekuasaan penyelenggaraan pemerintah, kekuasaan dalam bidang ini baik Indonesia maupun Amerika Serikat sama – sama dipegang oleh Presiden, di bidang peraturan perundang–undangan kedua presiden sama – sama mempunyai kekuasaan untuk menolak rancanangan undang – undang yang telah disetujui oleh parlemen. Sedangkan perbedaan kekuasaan antara Presiden Indonesia dengan Presiden Amerika Serikat antara lain, kekuasaan dalam bidang yudisial di Indonesia presiden mempunyai kekuasaan memberikan grasi, amnesti, rehabilitasi, dan Abolisi. Sementara itu Presiden Amerika Serikat hanya memiliki kekuasaan memberi grasi dan pengesahan penangguhan penahanan. Kekuasaan dalam hubungan dengan luar negeri perbedaannya antara lain presiden Indonesia mempunyai kekuasaan untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain, sedangkan presiden amerika serikat tidak mempunyai kekuasaan menyatakan perang dan membuat perdamaian. Kelebihan sistem presidensial menurut Arend Lijphart adalah akan terjadi strabilitas eksekutif yang didasarkan pada masa jabatan presiden. Pemilihan kepala pemeritahan oleh rakyat dapat dipandang lebih demokratis dari pemilihan tak langsung dari sistem palamenter. Sementara itu kelemahan sistem presidensial menurut Arend lijphart adalah dalam sistem presidensial akan mudah terjadi kemandekan dalam hubungan eksekutif dan legistatif, dalam sistem ini terjadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
kekakuan temporal, hal ini terlihat dari masa jabatan presiden yang pasti menguraikan periode-periode yang di batasi secara kaku dan tidak berkelanjutan (Abdul Ghoffar, 2009: 51-53). Melihat hal–hal yang telah diuraikan mengenai sistem presidensial di atas maka dapat dilihat bahwa sistem presidensial yang dilaksanakan di Indonesia secara garis besar menganut sistem presidensial yang ada di Amerika Serikat, karena jabatan presiden pertama kali yang diakui oleh masyarakat Internasional adalah Presiden Amerika Serikat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian hukum yang penulis lakukan mengenai perbandingan kekuasaan Presiden Indonesia setelah amandemen UUD 1945 dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat. Dalam BAB III ini penulis akan menyajikan hasil penelitian dan pembahasan yang akan menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Hasil penelitian yang penulis peroleh ketika melakukan penelitian, akan penulis sajikan dalam sub bab hasil penelitian ini yang terdiri atas : 1. Persamaan dan perbedaan kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah amandemen UUD 1945 dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat; 2. Kelebihan dan kekurangan kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah amandemen dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat. Sebelum membahas kedua sub bab diatas, maka penulis akan menyajikan terlebih dahulu kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia dan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat. Dalam pembahasan ini bidang kekuasaan yang penulis bandingkan antara presiden kedua negara adalah bidang eksekutif, bidang legislatif dan bidang yudisial. Kekuasaankekuasaan yang dimiliki oleh presiden kedua negara antara lain:
Setelah
melihat kedua sub bab diatas, penulis akan sajikan secara singkat sub bab tersebut yaitu sebagai berikut: A. Persamaan dan Perbedaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat Sebelum menganalisis persamaan dan perbedaan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Republik Indonesia dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat, maka penulis akan sajikan terlebih dahulu kekuasaan yang dimiliki oleh kedua presiden yaitu sebagai berikut: a. Kekuasaan Presiden RI Setelah Amandemen UUD 1945 UUD 1945 sebelum perubahan memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada Presiden RI. Besarnya kekuasaan tersebut dalam praktinya
commit to user 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
ternyata disalahgunakan sehingga menimbulkan pemerintahan otoriter, sentralistis, tertutup dan penuh dengan KKN, baik pada masa Presiden Soekarno maupun pada masa Presiden Soeharto. Kenyataan seperti itulah yang banyak menimbulkan banyak tuntutan agar UUD 1945 dilakukan perubahan, tuntutan tersebut semakin mengurucut ketika Presiden Soeharto turun dari jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998 akibat krisis ekonomi tahun 1997 dan adanya gelombang unjuk rasa dari berbagai kelompok masyarakat dan mahasiswa. Tuntutan dari berbagai elemen masyarakat tersebut direspons oleh MPR. Pada sidang istimewa tahun 1998, MPR mengeluarkan 3 Ketetapan MPR yaitu
Ketetapan MPR No VIII/MPR/1998 tentang
pencabutan Ketetapan MPR No IV/MPR/1983 tentang referendum, Ketetapan MPR No XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan Presiden
dan
Wakil
Presiden
RI,
dan
Ketetapan
MPR
No
XVII/MPR/1998 tentang HAM. Setelah terbitnya ketiga ketetapan tersebut, kehendak dan kesepakatan untuk melakukan perubahan UUD 1945 semakin kuat di kalangan masyarakat dan kekuatan sosial politik dan akhirnya MPR melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebanyak empat kali. Khusus mengenai ketentuan yang berkaitan dengan presiden, MPR melakukan perubahan sebanyak tiga kali yaitu pada tahun 1999, 2001 dan 2002. Pada tahun 1999
terdapat sembilan pasal yang berhasil
diubah oleh MPR dan semuanya berkaitan dengan presiden yaitu; Pasal 5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 13 Ayat (2) dan (3), Pasal 14 Ayat (1) dan (2), Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal 20 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4), dan Pasal 21. Pada tahun 2001 pasal-pasal yang berhasil diubah MPR yaitu; Pasal 6, Pasal 6A, Pasal 7B, Pasal 7C, Pasal 8, Pasal 11 dan Pasal 17. Sementara pada tahun 2002 MPR melakukan perubahan pasal yaitu; Pasal 6A Ayat (4), Pasal 8 Ayat (3), Pasal 11 Ayat (1), dan pasal 16.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Setelah terjadi perubahan terhadap pasal-pasal yang berkaitan dengan presiden dalam UUD 1945 seperti diatas maka kekuasaan yang dimiliki oleh presiden antara lain: a. Kekuasaan di Bidang Eksekutif. Menurut pasal 4 Ayat (1) UUD 1945 baik sebelum maupun setelah amandemen, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar, pasal 4 Ayat (1) UUD 1945 ini
menjadi dasar
presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan. Dalam bidang pemerintahan menurut Bagir Manan ditinjau dari teori
pembagian
kekuasaan,
yang
dimaksud
kekuasaan
pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif. Sebagai kekuasaan eksekutif, penyelenggaraan yang dilaksanakan presiden dapat dibedakan antara kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum dan kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat khusus. Kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum adalah kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara.Presiden adalah pimpinan tertinggi penyelenggaraan administrasi negara, tugas-tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan administrasi negara tersebut antara lain: 1) Tugas dan wewenang administrasi di bidang keamanan dan ketertiban umum; 2) Tugas
dan
wewenang
menyelenggarakan
tata
usaha
pemerintahan mulai dari surat-menyurat sampai dengan dokumentasi; 3) Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang pelayanan umum; 4) Tugas
dan
wewenang
administrasi
negara
di
bidang
penyelenggaraan kesejahteraan umum (Bagir Manan, 2003: 122123).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Sedangkan kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat khusus adalah penyelenggaraan tugas dan wewenang pemerintahan secara konstitusional berada ditangan presiden yang memiliki sifat prerogatif (di bidang pemerintahan), yaitu presiden sebagai pimpinan tertinggi angkatan bersenjata, dalam hubungan dengan luar negeri dan hak memberi gelar dan tanda jasa. Meskipun kekuasaan tersebut bersifat prerogatif, tetapi karena berada dalam lingkungan pemerintahan maka menjadi bagian dari objek administrasi negara (Bagir Manan, 2003: 127-128). b. Kekuasaan di Bidang Legislasi. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan presiden memegang kekuasaan untuk membentuk UU dengan persetujuan DPR. Namun setelah perubahan, kekuasaan membentuk UU dipegang oleh DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Ayat (1) UUD 1945 setelah perubahan menyatakan ”DPR membentuk UU.” Meskipun begitu, presiden tetap mempunyai hak untuk mengajukan RUU kepada DPR (pasal 5 Ayat (1) UUD 1945). Kekuasaan lain yang dimiliki presiden terdapat di dalam Pasal 22 Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan ”Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU.” Dengan adanya perubahan kekuasaan pembentukan undangundang yang semula dimiliki oleh presiden berganti menjadi milik DPR berdasarkan amandemen UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 terutama pasal 5 ayat (1) maka yang disebut lembaga eksekutif adalah Presiden sedangkan lembaga legislatif adalah DPR ( Jimly Asshiddiqie.2006:17). c. Kekuasaan di Bidang Yudisial Menurut ketentuan di dalam Pasal 14 UUD 1945 sebelum perubahan, presiden mempunyai kewenangan untuk memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi. Namun setelah terjadi perubahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
UUD 1945 ketentuan tersebut sedikit mengalami perubahan, yaitu dalam hal memberi grasi dan rehabilitasi presiden memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA) dan dalam hal memberikan abolisi dan amnesti presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat DPR). Dalam hal perlunya presiden memperoleh pertimbangan dari MA untuk memberikan grasi dan rehabilitasi, serta pertimbangan DPR dalam hal memberikan amnesti dan abolisi sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 14 UUD 1945 setelah perubahan, menurut Bagir Manan untuk grasi pertimbangan MA diperlukan karena grasi menyangkut putusan hakim, tetapi kalau rehabilitasi tidak selalu terkait dengan putusan hakim. Sementara mengenai amnesti dan abolisi yang memerlukan pertimbangan DPR, menurut Bagir Manan dalam pandangan yang lazim berlaku grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi dipandang sebagai kekuasaan konstitusional presiden di bidang yudisial, karena itu senantiasa dikaitkan dengan MA, kalau dikaitkan dengan DPR menunjukkan adanya unsur politik dalam pemberian amnesti dan abolisi, tentu saja hal itu kurang sesuai dengan sifat kekuasaan presiden yaitu kekuasaan presiden di bidang yudisial. Selain itu, pemberian amnesti dan abolisi tidak selalu terkait dengan pidana politik, sehingga kalau pun diperlukan pertimbangan cukup dari MA, hal ini karena DPR adalah badan politik sedangkan yang diperlukan adalah pertimbangan hukum (Bagir Manan, 2003:164-165). b. Kekuasaan Presiden Amerika Serikat Setelah melihat kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia di atas, maka sekarang penulis akan memperlihatkan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat, hal ini perlu karena untuk mengetahui kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat dan untuk membandingkan kekuasaan Presiden Indonesia dengan Presiden
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Amerika Serikat. Kekuasaan-kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat, menurut konstitusi Amerika Serikat antara lain: a. Kekuasaan di Bidang Eksekutif Konstitusi Amerika Serikat secara tegas mengatakan bahwa presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi. Dalam menjalankan kekuasaan tersebut, presiden dibantu oleh wakil presiden. Kekuasaan Presiden Amerika secara tegas diatur di dalam Pasal 2 Angka1 Konstitusi Amerika yang biasa disebut “The Executive Article.” Dalam jajaran eksekutif sendiri, Presiden Amerika Serikat memiliki kekuasaan yang luas untuk mengatur masalah-masalah nasional dan menjaga jalannya pemerintahan federal. Presiden bisa mengeluarkan ketetapan-ketetapan, maupun peraturan dan instruksi yang seluruhnya disebut perintah eksekutif (executive orders), perintah semacam ini tidak memerlukan persetujuan Kongres, namun memiliki kekuatan hukum yang mengikat atas perwakilan federal. b. Kekuasaan di Bidang Legislatif Meski dalam ketentuan konstitusional seluruh kekuasaan legislatif dipegang oleh kongres, presiden sebagai penentu utama kebijakan publik memiliki peran legislatif yang besar. Presiden dapat memveto rancangan undang-undang yang diajukan oleh kongres, dan rancangan tersebut hanya akan dapat disahkan menjadi undang-undang bila dua pertiga anggota majelis setuju untuk menolak veto tersebut (Pasal 1 Bagian 7 Angka 2) . Selama ini banyak perundang-undangan yang ditangani oleh kongres didaftarkan atas inisiatif dari pihak eksekutif. Bahkan dalam pidato tahunan dan pidato khusus presiden, presiden dapat mengajukan perundangan yang dianggap perlu. Jika kemudian kongres menunda dengan tanpa memproses proposal tersebut, presiden mempunyai kekuasaan untuk mengadakan sesi khusus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Akan tetapi diluar tugas resminya ini, presiden sebagai ketua partai politik dan kepala pemerintahan di Amerika Serikat mempunyai posisi untuk mempengaruhi opini publik dan oleh karena itu dapat mempengaruhi jalannya proses perundangan di kongres. c. Kekuasaan di Bidang Yudisial Konstitusi
Amerika
Serikat
dengan
jelas
memberikan
kekuasaan kepada presiden untuk melakukan penunjukan para pejabat publik yang penting, termasuk hakim federal dan anggota Mahkamah Agung dan untuk melakukan penunjukan tersebut harus mendapat persetujuan dari senat. Selain itu, presiden juga dapat memberikan ampunan penuh atau bersyarat kepada siapa pun yang melanggar hukum federal, kecuali dalam kasus impeachment. Kuasa pengampunan ini termasuk juga mengurangi masa tahanan dan mengurangi denda (pasal 2 bagian 2 angka 1). Setelah melihat kedua sub bab diatas, penulis akan sajikan secara singkat sub bab tersebut yaitu sebagai berikut: 1. Persamaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat. Persamaan
kekuasaan
Presiden
Republik
Indonesia
dengan
kekuasaan Presiden Amerika Serikat dalam beberapa bidang antara lain: a. Kekuasaan di Bidang Eksekutif Kekuasaan ini adalah kekuasaan untuk menyelenggarakan atau menjalankan roda pemerintahan. Di Indonesia, kekuasaan tersebut dipegang oleh Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yaitu Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945. Sementara itu di Amerika Serikat, kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan juga dipegang oleh presiden, hal ini sebagaimana tercantum dalam pasal 2 angka 1 konstitusi Amerika Serikat yaitu kekuasaan eksekutif harus tunduk kepada
Presiden
Amerika
Serikat,
kekuasaan
tersebut
diselenggarakan tugasnya oleh presiden dan wakil presiden selama 4
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
tahun. Dari sini terlihat jelas persamaan kekuasaan dalam hal penyelenggaraan pemerintahan diantara kedua Presiden tersebut; b. Kekuasaan di Bidang Legislasi. Di Indonesia, presiden mempunyai kekuasaan untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR (pasal 5 UUD 1945) dan dalam hal rancangan undang-undang tentang pendapatan dan belanja negara, presiden adalah satu-satunya lembaga negara yang mempunyai kewenangan untuk mengajukan rancangannya. Selain mempunyai kewenangan untuk mengajukan RUU, Presiden juga mempunyai kekuasaan untuk membahas rancangan tersebut bersama DPR untuk memperoleh persetujuan bersama, serta mengesahkan RUU yang sudah mendapatkan persetujuan bersama tersebut menjadi undang-undang. Presiden Republik Indonesia juga mempunyai kekuasaan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya dan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa presiden menetapkan PP sebagai pengganti UU. Sedangkan di Amerika Serikat, Presiden mempunyai kekuasaan untuk memveto RUU yang disetujui oleh kongres, dan rancangan tersebut hanya akan dapat disahkan menjadi UU apabila duapertiga anggota majelis (kongres) setuju untuk menolak veto tersebut (pasal 1 bagian 7 angka 2). Dari sini terlihat adanya sedikit persamaan kekuasaan dalam bidang peraturan perundang-undangan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia dengan Presiden Amerika Serikat, yaitu sama-sama bisa menolak RUU yang telah disetujui oleh parlemen, tetapi penolakan tersebut dengan mekanisme yang berbeda; c. Kekuasaan di Bidang Yudisial. Di Indonesia, presiden mempunyai kekuasaan untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi (pasal 14 UUD 1945). Dalam hal memberikan grasi dan rehabilitasi, Presiden memperhatikan pertimbangan
Mahkamah
Agung
commit to user
(MA),
sedangkan
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
memberikan
amnesti
dan
abolisi
Presiden
memperhatikan
pertimbangan DPR. Sementara itu di Amerika Serikat, Presiden mempunyai kekuasaan untuk mengesahkan penangguhan penahanan dan memberikan pengampunan penuh atau bersyarat kepada siapapun yang melanggar hukum Amerika, termasuk mengurangi masa tahanan dan denda, hak untuk memberikan ampunan tersebut tidak berlaku dalam kasus impeachment. (pasal 2 bagian 2 angka 1). Di sini bisa diketahui bahwa antara Presiden Republik Indonesia dan Presiden Amerika Serikat sama-sama mempunyai kekuasaan untuk memberikan grasi; Selanjutnya
untuk
lebih
perbandingan kekuasaan
memudahkan
untuk
memahami
antara Presiden Indonesia dengan
kekuasaan Presiden Amerika Serikat tersebut, berikut akan disajikan tabel yang di dalamnya berisi persamaan dan perbedaan kekuasaan Presiden kedua negara tersebut. Tabel 3.1 Persamaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat No
1
Kekuasaan Yang
Presiden Republik
Presiden Amerika
Dibandingkan
Indonesia
Serikat
Kekuasaan di Bidang
Presiden memegang
Presiden memegang
Eksekutif
kekuasaan di bidang
kekuasaan di bidang
pemerintahan (pasal 4
pemerintahan (pasal 2
ayat (1)UUD 1945)
angka 1 Konstitusi Amerika Serikat)
2
Kekuasaan di Bidang
Presiden memiliki
Presiden memiliki
Legislatif
kekuasaan untuk
kekuasaan untuk
menolak RUU yang
menolak RUU yang
telah disetujui oleh
telah disetujui oleh
DPR
Parlemen (pasal 1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
bagian 7 angka 2) 3
Kekuasaan di Bidang
Presiden mempunyai
Presiden mempunyai
Yudisial
kekuasaan untuk
kekuasaan untuk
memberikan grasi
memberikan grasi
(pasal 14 UUD 1945 )
(pasal 2 bagian 2 angka 1 Konstitusi Amerika Serikat)
Sumber: Abdul Ghoffar, S.Pd., S.H., M.H
2. Perbedaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat Perbedaan kekuasaan antara Presiden Republik Indonesia dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat antara lain: a. Kekuasaan di Bidang Eksekutif Kekuasaan di bidang penyelenggaraan pemerintahan yang dimiliki Presiden Republik Indonesia dan Presiden Amerika Serikat hampir tidak ada perbedaan sama sekali, hal ini dikarenakan sistem pemerintahan yang dipakai oleh kedua negara tersebut adalah sama yaitu sistem pemerintahan presidensial. Perbedaan yang muncul adalah ruang lingkup (praktek) dari kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Di Indonesia, karena bentuk negaranya adalah
negara
kesatuan
maka
kekuasaan
penyelenggaraan
pemerintahan yang dimiliki oleh presiden menjangkau sampai keseluruh daerah di Indonesia. Hal tersebut tidak terjadi di Amerika Serikat dimana negaranya berbentuk federal, di sana presiden hanya berwenang menjalankan roda pemerintahan di negara federal, sementara itu di negara bagian adalah wewenang mutlak dari gubernur-gubernur negara bagian tersebut; b. Kekuasaan di Bidang Legislatif Kekuasaan di bidang
peraturan perundang-undangan yang
dimliki oleh Presiden Indonesia dengan kekuasaan dibidang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
peraturan perundang-undangan yang dimliki oleh Presiden Amerika Serikat terdapat banyak perbedaan. Di Indonesia, presiden mempunyai kekuasaan untuk mengajukan RUU kepada DPR dan dalam hal RUU tentang anggaran dan pendapatan negara, presiden adalah satu-satunya lembaga negara yang mempunyai kewenangan untuk mengajukan RUU tersebut (DPR dan DPD tidak berhak). Selain itu Presiden mempunyai kewenangan untuk membahas rancangan tersebut dengan DPR untuk memperoleh persetujuan bersama, serta mengesahkan RUU yang sudah mendapatkan persetujuan bersama tersebut menjadi UU, Presiden Indonesia juga memiliki kekuasaan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk melaksanakan UU sebagaimana mestinya dan hal ihwal kegentingan yang memaksa presiden menetapkan PP sebagai pengganti UU (Perpu). Sementara itu di Amerika Serikat, meskipun dalam prakteknya berwenang mengajukan RUU kepada kongres, tetapi hal itu tidak diatur didalam konstitusinya. Selain itu, Presiden Amerika Serikat tidak berwenang melakukan pembahasan terhadap rancangan tersebut untuk memperoleh persetujuan bersama dengan kongres. Presiden hanya mempunyai hak veto terhadap RUU yang telah disetujui oleh kongres, namun hak tersebut tidak berlaku jika duapertiga dari anggota kongres menolak hak veto tersebut. Selain itu, konstitusi Amerika Serikat juga tidak mengatur mengenai kekuasaan presiden untuk mengajukan RUU tentang anggaran dan pendapatan belanja negara sebagaimana yang dimiliki oleh Presiden Indonesia.
Selain
itu,
kekuasaan
Presiden
Indonesia
untuk
menetapkan peraturan pemerintah dan peraturan perundangundangan tidak dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat. Memang dalam praktiknya, Presiden Amerika Serikat mempunyai kekuasaan untuk mengeluarkan ketetapan-ketetapan berbagai peraturan dan interuksi yang seluruhnya disebut executive order. Namun, kekuasaan tersebut tidak tertulis di dalam konstitusi Amerika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Serikat, tidak seperti konstitusi Indonesia yang secara tegas mencantumkan hal tersebut; c. Kekuasaan di Bidang Yudisial. Di Indonesia presiden mempunyai kekuasaan untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi. Dalam hal memberikan grasi dan rehabilitasi, Presiden memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA), sedangkan dalam memberikan amnesti dan abolisi presiden memperhatikan pertimbangan DPR Sementara itu di Amerika
Serikat,
mengesahkan
presiden
penangguhan
mempunyai
kekuasaan
penahanan
dan
untuk
memberikan
pengampunan penuh atau bersyarat kepada siapapun yang melanggar hukum Amerika, termasuk mengurangi masa tahanan dan denda, hak untuk memberikan ampunan tersebut tidak berlaku dalam kasus impeachment. Dari sini terlihat beberapa perbedaan: •
Di Indonesia dalam memberikan grasi dan rehabilitasi presiden memerlukan pertimbangan MA dan dalam hal memberikan amnesti dan abolisi Presiden memperhatikan pertimbangan DPR. Sedangkan di Amerika Serikat presiden tidak memerlukan pertimbangan-pertimbangan tersebut, presiden dengan sesuka hati bisa menggunakan kekuasaannya tersebut tanpa terlebih dahulu meminta pertimbangan dari lembaga negara lainnya;
•
Jika di Amerika Serikat kekuasaan untuk
mengesahkan
penangguhan penahanan, memberikan pengampunan penuh atau bersyarat kepada siapapun yang melanggar hukum AS termasuk mengurangi masa tahanan dan denda tidak berlaku dalam kasus impeachment, maka hal itu di Indonesia tidak terjadi, artinya secara konstitusional kekuasaan tersebut bisa digunakan dalam keadaan dan kondisi apapun termasuk impeachment; •
Presiden Amerika Serikat hanya memiliki kekuasaan grasi dan pengesahan penangguhan penahanan. Sementara itu Presiden Indonesia selain mempunyai kekuasaan untuk memberikan grasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
juga mempunyai kekuasaan memberikan amnesti, abolisi dan rehabilitasi. Namun kekuasaan untuk memberikan penagguhan penahanan secara konstitusional tidak dimiliki, karena kekuasaan tersebut sesuai dengan KUHAP yang diberikan kepada penyidik, penuntut dan hakim yang menyidangkan perkara tersebut. Tabel 3.2 Perbedaan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat No
1
Kekuasaan Yang
Presiden Republik
Presiden Amerika
Dibandingkan
Indonesia
Serikat
Kekuasaan di Bidang
Presiden memegang
Presiden memegang
Eksekutif
kekuasaan di bidang
kekuasaan di bidang
pemerintahan (pasal 4
pemerintahan (pasal 2
ayat (1) UUD 1945).
angka 1 Konstitusi
Ruang lingkup
Amerika Serikat).
kekuasaan presiden
Ruang lingkup
menjangkau keseluruh
kekuasaan presiden
wilayah Indonesia
hanya berwenang menjalankan roda pemerintahan di negara federal, sementara itu di negara bagian adalah wewenang mutlak dari gubernur-gubernur negara bagian tersebut;
2
Kekuasaan di Bidang
presiden mempunyai
Presiden mempunyai
Legislatif
kekuasaan untuk
hak veto terhadap RUU
mengajukan RUU
yang telah disetujui
kepada DPR (pasal 5
oleh kongres (pasal 1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
ayat (1) UUD 1945),
bagian 7 angka 2)
Presiden Indonesia juga memiliki kekuasaan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk melaksanakan UU (pasal 5 ayat (2) UUD 1945) 3
Kekuasaan di Bidang
Presiden mempunyai
Presiden mempunyai
Yudisial
kekuasaan untuk
kekuasaan untuk
memberikan grasi dsn
memberikan grasi
rehabilitasi dengan
(pasal 2 bagian 2 angka
memperhatikan
1 Konstitusi Amerika
pertimbangan
Serikat)
Mahkamah Agung (pasal 14 Ayat (1) UUD 1945 ) dan memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 14 Ayat (2) UUD 1945 ) Sumber: Abdul Ghoffar, S.Pd., S.H., M.H B. Kelebihan dan Kekurangan Kekuasaan Presiden Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat Setelah mengetahui persamaan dan perbedaan kekuasaan presiden yang dimliki oleh Presiden Indonesia dan Presiden Amerika Serikat yang telah diuraikan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan kelebihan dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
kekurangan kekuasaan Presiden Republik Indonesia setelah amandemen UUD 1945 dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat di dalam bidang eksekutif, legislatif, dan yudisial. Selanjutnya untuk lebih memudahkan untuk memahami kelebihan dan kekurangan kekuasaan presiden antara Presiden Indonesia dengan kekuasaan Presiden Amerika tersebut, berikut akan disajikan tabel yang di dalamnya berisi perbandingan kekuasaan presiden yang dimiliki oleh presiden kedua negara tersebut. Tabel 3.3 Kelebihan dan Kekurangan Kekuasaan Presiden Indonesia dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat No
1.
Kekuasaan yang
Presiden Republik
Presiden Amerika
Dibandingkan
Indonesia
Serikat
Kekuasaan di bidang
Presiden
Eksekutif
kekuasaan
memegang Presiden
memegang
pemerintahan kekuasaan eksekutif.
menurut UUD 2.
Kekuasaan di Bidang Presiden Legislatif
mempunyai
Presiden
mempunyai
kekuasaan
untuk
kekuasaan
untuk
mengajukan
RUU,
memveto RUU yang
membahas bersama DPR,
disetujui
dan mengesahkan RUU
kurang
yang telah mendapatkan
anggotanya.
persetujuan bersama. Jika dalam waktu 30 hari RUU yang telah mendapatkan persetujuan bersama tidak disahkan oleh presiden, maka RUU tersebut sah menjadi undang-undang. Khusus mengenai RUU
commit to user
Kongres dari
2/3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
APBN, hanya presiden yang
mempunyai
kekuasaan
mengajukan
RUU tersebut (DPR dan DPD tidak bisa). Selain itu, presiden mempunyai kekuasaan
untuk
menetapkan
peraturan
pemerintah, dan dalam hal
ihwal
kegentingan
yang memaksa presiden mempunyai
kekuasaan
untuk menetapkan perpu tersebut harus dicabut jika DPR menolaknya.
3.
Kekuasaan di Bidang Presiden memberi grasi Presiden Yudisial
mempunyai
dan rehabilitasi dengan kekuasaan
untuk
mengesahkan
memperhatikan
pertimbangan Mahkamah penangguhan hukuman Agung.
kekuasaan pelanggar
mempunyai memberi
juga dan pengampunan bagi
Presiden
amnesti
abolisi memperhatikan
dan terhadap
hukum Amerika
dengan Serikat, kecuali dalam hal impeachment.
pertimbangan DPR Sumber: Abdul Ghoffar, S.Pd., S.H., M.H Setelah melihat kekuasaan-kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Republik Indonesia dan Presiden Amerika di atas maka penulis dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Republik Indonesia maupun kekuasaan yang dimiliki oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Presiden Amerika Serikat, dengan mengetahui kelebihan dan kekurangan tersebut, penulis juga akan dapat membandingkan kekuasaan yang dimiliki oleh kedua presiden tersebut. Dari uraian dan tabel diatas yang membahas mengenai perbandingan kekuasaan Presiden Republik Indonesia dengan kekuasaan Presiden Amerika Serikat sekiranya sudah jelas kekuasaan yang dimiliki oleh kedua presiden, baik kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Republik Indonesia maupun kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat hampir sama. Menurut penulis, persamaan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia dan Presiden Amerika Serikat adalah karena kedua negara menganut sistem pemerintahan yang sama yaitu sistem pemerintahan presidensial. Sedangkan yang membedakan kekuasaan yang dimiliki oleh kedua presiden negara tersebut
menurut penulis adalah dikarenakan kedua
negara tersebut berbeda bentuk negaranya dimana Indonesia adalah negara berbentuk kesatuan, dimana didalam negara yang berbentuk kesatuan yang berkuasa adalah pemerintah pusat yang mengatur seluruh daerah. Sedangkan Amerika Serikat adalah negara berbentuk federal, menurut Soehino negara federal adalah negara yang tersusun dari beberapa negara yang semula berdiri sendiri-sendiri, kemudian negara-negara tersebut mengadakan kerja sama yang efektif, akan tetapi meskipun sudah melebur dalam suatu negara konfederasi, negara-negara tersebut masih mempunyai wewenang-wewenang tertentu yang masih diurus sendiri, tidak semua wewenangnya diberikan kepada negara federal (Soehino, 1980:225).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang penulis uraikan pada bab III, maka dalam penelitian dan penulisan hukum ini yang berjudul ”Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dengan Kekuasaan Presiden Amerika Serikat” penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: a. Setelah melihat tiga kekuasaan presiden yang dijadikan perbandingan kekuasaan antara Presiden Republik Indonesia dengan Presiden Amerika Serikat yaitu kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan, kekuasaan di bidang legislatif, dan kekuasaan di bidang yudisial. Walaupun Presiden Amerika Serikat mempunyai kekuasaan yang hampir sama dengan kekuasaan Presiden Indonesia, akan tetapi kekuasaan yang dimiliki Presiden Amerika Serikat itu tidak semuanya diatur didalam konstitusi. Hal ini tentu saja berbeda dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia, dimana seluruh kekuasaan presiden Indonesia tercantum didalam UUD 1945. b. Presiden Amerika Serikat hanya memiliki kekuasaan grasi dan pengesahan penangguhan penahanan. Sementara itu Presiden Indonesia selain mempunyai kekuasaan untuk memberikan grasi juga mempunyai kekuasaan memberikan amnesti, abolisi dan rehabilitasi. Namun kekuasaan untuk memberikan penagguhan penahanan secara konstitusional tidak dimiliki, karena kekuasaan tersebut sesuai dengan KUHAP yang diberikan kepada penyidik, penuntut dan hakim yang menyidangkan perkara tersebut.
B. Saran Kepala negara dan/atau kepala pemerintahan dalam sebuah negara memegang peranan yang sangat penting, untuk itu diperlukan posisi yang kuat dalam menjalankan tugas-tugasnya. Akan tetapi, jika kekuasaan tersebut tidak diimbangi dengan mekanisme checks and balances , akan berubah menjadi petaka. Sejarah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
membuktikan di Indonesia, pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, kedua pemimpin tersebut akhirnya menjadi pemimpin otoriter karena UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar. Sedangkan di Amerika Serikat, sebagai salah satu negara yang konstitusinya tidak memberikan kekuasaan yang besar kepada pemimpinnya, sebagai konsekuensi dianutnya mekanisme check and balances yang ketat antar lembaga negara ternyata menjadi negara maju. Untuk itu, perubahan UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR pada tahun 19992002 adalah langkah yang tepat agar tidak muncul lagi pemimpin-pemimpin otoriter seperti masa lalu. Melihat kekuasaan Presiden Indonesia dan kekuasaan Presiden Amerika Serikat yang dibandingkan di atas, maka sudah jelas kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Indonesia sudah cukup besar jika dibandingkan dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat. Kekuasaan presiden sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945 hasil amandemen sudah proporsional sehingga diharapkan proses checks and balances antarlembaga negara terwujud. Menurut penulis, saat ini yang seharusnya diubah atau dibenahi bukan UUDnya, melainkan peraturan pelaksana dari UUD tersebut. Misalnya UU, sekarang ini banyak UU yang ”mengambilalih” kekuasaan eksekutif untuk diberikan kepada DPR. Misalnya dalam hal pengangkatan Panglima TNI dan Kapolri yang membutuhkan persetujuan DPR, ketentuan seperti itu tidak diatur di dalam UUD 1945 melainkan di dalam UU, padahal jabatan-jabatan tersebut adalah murni wilayah eksekutif. Setelah melihat hal-hal tersebut, maka menurut penulis selain membenahi UU yang bermasalah, perlu dipikirkan juga membuat UU yang mengatur hubungan antar lembaga negara, UU seperti itu penting untuk dibuat agar tidak terkesan lembaga-lembaga negara tertentu menzalimi lembaga negara lainnya. Selain itu perlu ada reformasi dari kelembagaan negara supaya checks and balances antarlembaga negara terwujud.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
DAFTAR PUSTAKA Buku : Abdul Ghoffar. 2009. Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia setelah Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju. Jakarta: Predana Media Group. Abraham Amos. 2005. Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Bagir Manan. 2006. Lembaga Kepresidenan. Yogyakarta: UII Press __________dan Kuntana Magnar. 1993. Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung: Alumni. Bisri Mustofa. 2009. Pedoman Menulis Proposal Skripsi dan Tesis. Yogyakarta: Panji Pustaka. Chairul Anwar. 2001. Konstitusi dan Kelembagaan Negara. Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri. Cholid Nurbuko dan Abu Achmadi. 1999. Metodologi Penelitian. Jakarta. PT Bumi Aksara. Dahlan Thaib. 1988. Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut UUD 1945. Yogyakarta: Liberty. Henny Saida Flora Taringan.1996. Perbandingan Sistem pemerintahan Presidensial di Indonesia dan Amerika Serikat. Medan: Medika Unika Santo Thomas. HB. Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta. UNS Press. Jimly Asshiddiqie. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata negara (Jilid I). Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. Mahmuzar. 2010. Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen. Bandung: Nusa Media. Marid. S.W. Sumardjono. 2001. Pedoman Pembuatan Usulan penelitian (Sebuah Panduan dasar). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Masri Maris. 2004. Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat. Jakarta: Biro Program Informasi Internasional Departemen Luar Negeri. Maswadi Rauf dkk. 2009. Sistem Presidensial dan sosok presidensial ideal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Moh. Mahmud MD. 2000. Dasar dan Struktur ketatanegaraan Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: Renika Cipta. Mohammad Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Muhammad Ridwan Indra. 1987. Kedudukan lembaga-lembaga negara dan hak menguji menurut UUD 1945. Jakarta: Sinar grafika. Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ni’matul Huda. 2003. Politik Ketatanegaraan Indonesia Kajian Terhadap Dinamika Perybahan UUD 1945. Yogyakarta: FH UII Press. Saldi Isra. 2010. Fungsi Legislasi Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Sjahran Basah. 1994. Hukum Tata Negara Perbandingan. Bandung: Alumni. Tatang M. Amirin. 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: CV Rajawali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Taufik Asi Susilo. 2009. Mnegenal Amerika Serikat. Yogyakarta: Garasi. Makalah : Harris Fadillah Wildan. 2010. Analisis Konstitusional Pengaturan Impeachment Presiden dan Wakil Presiden antara Republik Indonesia dengan Amerika Serikat dalam mewujudkan demokrasi”. Makalah disampaikan pada seminar profesi, pada bulan April di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (Makalah). Jurnal: Jimly Asshiddiqie .2006. Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Perspektif Perubahan UUD 1945. Jakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM. Taufiqurrahman Syahuri. 2004. Hukum Konstitusi, Proses dan Prosedur Perubahan UUD 1945. Bogor. Ghalia Indonesia. http://id.wikipedia.org /Kepala Negara. diakses 6 April 2011. Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Konstitusi Amerika Serikat Internet : http://wikisource.org/wiki/konstitusi amerika serikat. diakses 13 Oktober 2010
commit to user