Perlindungan Konsumen Online Shop Atas Rusaknya Barang Pasca Ekspedisi Barang Ditinjau dari Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Studi Terhadap Syarat dan Ketentuan Toko Online Online shop) Penulis Pertama : Theresya Butar Butar Penulis Kedua: Henny Marlyna Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok E-mail:
[email protected] Abstrak Saat ini seringkali ditemukan banyak kasus konsumen toko online yang mengalami permasalahan pada saat menerima barang, terutama permasalahan kerusakan barang yang diterima oleh konsumen. Selain itu konsumen juga mengeluh bahwa pelaku usaha penyedia jasa pengiriman barang dan pelaku usaha pemilik toko online sama-sama menolak untuk bertanggung jawab kepada konsumen. Untuk menjawab permasalahan yang sering di alami konsumen tersebut, skripsi ini akan membahas mengenai pelaku usaha manakah yang seharusnya bertanggung jawab atas kerusakan barang yang diterima oleh konsumen dan juga akan membahas apakah pelaku usaha pemilik toko online dapat mengalihkan tanggung jawabnya atas kerusakan barang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hasil penelitian menyarankan bahwa dalam hubungan perjanjian jual belinya dengan konsumen, pelaku usaha pemilik toko online seharusnya memberi ganti rugi atas kerusakan barang kepada konsumen. Sedangkan dalam hubungan perjanjian pengiriman barang, pelaku usaha pemilik toko online seharusnya mengajukan klaim ganti rugi kepada pelaku usaha penyedia jasa pengiriman barang. Pelaku usaha pemilik toko online tidak boleh membuat klausula baku yang mengalihkan tanggung jawab nya atas kerusakan barang yang diterima konsumen karena hanya pelaku usaha pemilik toko online yang merupakan pelaku usaha yang mengadakan perjanjian langsung dengan konsumen. Kata Kunci: Penyedia Jasa Pengiriman Barang; Perlindungan Konsumen; Toko Online Consumer Protection of Online Shop Consumer Over The Damaged Goods After The Goods Expedition in The Terms of Consumer Protection Law in Indonesia (Study on the Terms and Conditions of Online shop Online Shop) Abstract Currently often found many cases of online shop consumers that experienced problems on receiving goods, especially problems about damaged goods received by the consumer after goods shipping. Besides consumers also complained that service provider of goods shipping
Perlindungan Konsumen..., Theresya Butar Butar, FH UI, 2014
businessmen and online store businessmen equally refused to be responsible to consumers.To answer the problems that frequently experienced by consumers, this thesis will discuss about which businessmen should be responsible for the damage of goods received by the consumer and will also discuss whether online store businessmen can divert responsibilities over damaged goods in terms of the Law Number 8 Years 1999 About Consumer Protection.The results of this research suggesting that in sale and purchase agreement with consumers, online shop businessmen should provide compensation for damaged goods that received by consumer. While in relation of goods delivery agreement, online store businessmen should ask for compensation over the damaged goods to the service provider of goods shippingbusinessmen.Online shop businessmen should not make standard clause that divert their responsibility over the damage goods that received by consumers because there is only online shop businessmen whom made an agreement direct to their consumers. Keywords: Consumer Protection; Online Shop; Service Provider of Goods Shipping
Pendahuluan Saat ini seringkali ditemukan banyak kasus konsumen toko online yang mengalami permasalahan pada saat menerima barang, terutama permasalahan kerusakan barang yang diterima oleh konsumen. Selain itu konsumen juga mengeluh bahwa pelaku usaha penyedia jasa pengiriman barang dan pelaku usaha pemilik toko online sama-sama menolak untuk bertanggung jawab kepada konsumen. Untuk menjawab permasalahan yang sering di alami konsumen tersebut, skripsi ini akan membahas mengenai pelaku usaha manakah yang seharusnya bertanggung jawab atas kerusakan barang yang diterima oleh konsumen dan juga akan membahas apakah pelaku usaha pemilik toko online dapat mengalihkan tanggung jawabnya atas kerusakan barang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tinjauan Teoritis Pengertian “pelaku usaha” dalam Pasal 1 UUPK adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Perlindungan Konsumen..., Theresya Butar Butar, FH UI, 2014
Kewajiban pelaku usaha salah satunya adalah kewajiban untuk “memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian”. Hal tersebut tercantum pada Pasal 7 huruf g UUPK. Tanggung jawab yang diberikan kepada pelaku usaha atas kerusakan barang berdasarkan Pasal 19 angka (1) dan (2) UUPK yaitu: “(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Berdasarkan Hukum Pengangkutan, pada umumnya kewajiban dan hak para pihak dalam perjanjian pengangkutan telah dirumuskan dalam perjanjian yang mereka buat. Karena perjanjian pengangkutan umumnya tidak tertulis tetapi didukung oleh dokumen angkutan, maka kewajiban dan hak para pihak biasanya tertulis pada dokumen tersebut. Klausula baku yang dilarang menurut Pasal 18 ayat (1) huruf f UUPK yaitu pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabilamemberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa. Klausula baku yang dilarang menurut Pasal 18 ayat (1) huruf a UUPK yaitu pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
Perlindungan Konsumen..., Theresya Butar Butar, FH UI, 2014
Klausula baku yang dilarang menurut Pasal 18 ayat (1) huruf c UUPK yaitu pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen. Klausula baku yang dilarang menurut Pasal 18 ayat (1) huruf g UUPK yang diatur bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya. Berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UUPK, maka akibat hukum dari klausula baku yang memenuhi unsur-unsur Pasal 18 ayat (1) UUPK adalah batal demi hukum. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan UUPK. Metode Penelitian Suatu penelitian membutuhkan metode untuk melihat kemantapan suatu pola nilai dan ide dengan maksud agar tujuan penelitian dapat tercapai. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini
adalah metode penelitian normatif, yang dilakukan atau ditujukan hanya pada
peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Dalam penelitian ini bahan hukum yang digunakan yaitu: 1. Bahan hukum primer, yaitu yang bersumber pada hukum positif, antara lain berupa: a.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; b.Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 tentang Pos; c.Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1985 tentang Penyelenggaraan Pos; d.Peraturan
Menteri
Perhubungan
Nomor
KM
5
Tahun
2005
tentang
Penyelenggaraan Jasa Titipan; 2. Bahan hukum sekunder meliputi buku, makalah, artikel dan berita di majalah, surat kabar, dan internet. 3. Bahan hukum tersier meliputi kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, dan ensiklopedi.
Perlindungan Konsumen..., Theresya Butar Butar, FH UI, 2014
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi dokumen yang menggunakan analisa isi1 Hasil penelitian Syarat dan ketentuan online shop : - Berusaha mengalihkan tanggung jawab kepada pihak penyedia jasa pengiriman barang - Memenuhi klausula baku yang dilarang menurut UUPK Syarat ganti rugi oleh pihak penyedia jasa pengiriman : - Harus ada klaim pengirim terlebih dahulu - Ganti rugi maksimal 10 kali biaya pengiriman Ganti rugi maksimal 10 kali biaya pengiriman membuat online shop enggan memberikan ganti rugi kepada konsumen. Nilai ganti rugi kerusakan barang tidak sesuai dengan harga barang sebenarnya merupakan alasan utama online shop membuat klausula baku, khususnya mengenai kerusakan barang Pembahasan Pengertian “pelaku usaha” dalam Pasal 1 UUPK adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Merujuk pada definisi tersebut maka Mylovelysister.com dan TIKI yang merupakan objek penelitian dalam skripsi ini dapat dikategorikan sebagai pelaku usaha.Mylovelysister.com merupakan toko online milik perorangan yang menyelenggarakan kegiatan penjualan produk kecantikan.Penjualan produk kecantikan yang dilakukan tersebut merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi. Berdasarkan penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa pemilik toko online Mylovelysister.com termasuk ke dalam pelaku usaha menurut UUPK. Sedangkan TIKI merupakan badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas yang
Perlindungan Konsumen..., Theresya Butar Butar, FH UI, 2014
menyelenggarakan kegiatan penyediaan jasa yagjuga merupakan bagian dari kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Oleh karena itu pemilik toko online Mylovelysister.com dan TIKI dapat dikategorikan sebagai pelaku usaha sehingga dalam hal ini Mylovelysister.com dan TIKI memiliki kewajiban sebagai pelaku usaha yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada kegiatan jual beli barang secara online, terdapat dua hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Pertama adalah hubungan hukum yang terjadi antara online shop sebagai pelaku usaha dengan konsumen dalam perjanjian jual beli barang. Kedua adalah hubungan hukum yang terjadi antara penyedia jasa pengiriman baang sebagai pelaku usaha dengan online shop sebagai konsumen dalam perjanjian pengiriman barang. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa online shop sebagai pelaku usaha harus memberikan langsung ganti rugi atas kerusakan barang kepada konsumennya. Hal ini dikarenakan dalam perjanjian jual beli barang, konsumen hanya memiliki hubungan hukum dengan online shop sebagai pelaku usaha, tidak ada pihak lain dalam perjanjian jual barang. Tanggung jawab yang diberikan kepada pelaku usaha atas kerusakan barang berdasarkan Pasal 19 angka (1) dan (2) UUPK yaitu: “(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Berdasarkan syarat dan ketentuan dalam dokumen pengangkutan barang dalam penelitian ini, ganti rugi atas kerusakan barang baru akan diberikan kepada online shop jika online shop mengajukan klaim ganti rugi kepada pihak penyedia jasa pengiriman barang atas kerusakan barang yang dialami oleh konsumen online shop. Namun berdasarkan wawancara penulis dengan pemilik online shop, nilai ganti rugi yang diberikan oleh pihak penyedia jasa pengiriman barang
Perlindungan Konsumen..., Theresya Butar Butar, FH UI, 2014
tidak sesuai atau kurang dari harga barang yang di klaim oleh online shop sehingga online shop menolak untuk bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada konsumennya. Atas dasar tersebut online shop membuat klausula-klausula baku yang mengatur mengenai pertanggungjawaban atas kerusakan barang. Klausula-klausula baku tersebut banyak yang termasuk ke dalam klausula baku yang dilarang menurut Pasal 18 ayat (1) UUPK. Pada prinsipnya transaksi jual beli online merupakan perjanjian jual beli seperti yang dimaksud oleh KUHPerdata. Karena ia merupakan suatu perjanjian, ia melahirkan juga apa yang disebut sebagai prestasi, yaitu kewajiban suatu pihak untuk melaksanakan hal-hal yang ada dalam suatu perjanjian. Adanya prestasi memungkinkan terjadinya wanprestasi atau tidak dilaksanakannya prestasi/kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak kepada pihak-pihak tertentu. Jika terjadi kerusakan barang yang diterima oleh konsumen berarti pelaku usaha tidak memberikan barang kepada konsumen sesuai dengan perjanjian. Hal tersebut dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk wanprestasi, dengan alasan pelaku usaha memang melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan. Wanprestasi menimbulkan hak bagi konsumen untuk menuntut ganti rugi kepada penjual. Atas dasar itu pelaku usaha diberi kewajiban untuk memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Berdasarkan ketentuan ganti rugi yang harus diberikan oleh pelaku usaha atas wanprestasi, maka menurut penulis Online shop tidak boleh mengalihkan tanggung jawabnya untuk mengganti kerugian atas kerusakan barang yang diterima konsumen, karena pada dasarnya Online shop telah wanprestasi yaitu tidak melaksanakan sebagaimana yang dijanjikan. Konsekuensinya adalah Online shop wajib untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan barang yang diterima oleh konsumen. Apalagi di dalam dokumen pengangkutan yang dibuat oleh pihak penyedia jasa pengiriman barang dengan jelas tertera bahwa pengirim menyetujui bahwa segala resiko yang terjadi dengan pengiriman merupakan risiko dan tanggung jawab pihak pengirim sepenuhnya. Pada klausula baku tersebut harus dibubuhi tanda tangan pengirim, sehingga pengirim pasti terlebih dahulu bisa
Perlindungan Konsumen..., Theresya Butar Butar, FH UI, 2014
melihat adanya klausula baku tersebut. Oleh karena itu tanggung jawab untuk mengganti barang konsumen yang rusak semakin dibebankan kepada online shop. Kesimpulan 1. Jika terjadi kerusakan barang yang diterima oleh konsumen online shop pasca ekspedisi barang, maka yang harus bertanggung jawab langsung kepada konsumen adalah pelaku usaha online shop. Hal tersebut dikarenakan pelaku usaha online shop dengan konsumennya memiliki hubungan hukum dalam perjanjian jual beli barang, sehingga pelaku usaha online shop harus bertanggung jawab memberi ganti rugi atas kerusakan barang kepada konsumennya. Di sisi lain yaitu dalam perjanjian pengiriman barang, pihak penyedia jasa pengiriman barang juga harus bertanggung jawab memberikan ganti rugi kepada konsumennya yaitu toko online yang menggunakan jasa pengiriman barang. 2. Pelaku usaha pedagang barang online shop tidak dapat membuat klausula baku yang mengalihkan tanggung jawab atas kerusakan barang yang diterima konsumen. Klausula baku yang demikian dilarang menurut Pasal 18 ayat (1) huruf a UUPK yaitu pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha Saran 1. Pelaku usaha dalam hal ini pelaku usaha online shop dan perusahaan penyedia jasa pengiriman barang, sebaiknya mulai untuk bekerja lebih profesional dengan cara meningkatkan mutu pelayanan dan mulai memikirkan apa yang menjadi hak-hak konsumen. Pelaku usaha online shop tentu menyadari dalam setiap kegiatan perdagangan pasti akan ada resiko penjualan barang. Pelaku usaha online shop harus berani menanggung resiko sebagai pelaku usaha yaitu resiko pemberian ganti rugi atas kerusakan barang yang diterima oleh konsumen. Walaupun nilai ganti rugi yang diberikan oleh pihak penyedia jasa pengiriman barang tidak mencapai nilai barang, pelaku usaha online shop harus tetap menanggung resiko pengeluaran biaya untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan barang kepada konsumen.
Untuk
menghindari hal tersebut dialami oleh pelaku usaha, pelaku usaha online shop seharusnya
Perlindungan Konsumen..., Theresya Butar Butar, FH UI, 2014
membuat peraturan bahwa total biaya yang harus dibayar oleh konsumen sudah mencakup tambahan biaya asuransi. 2. Pelaku usaha online shop dan pelaku usaha penyedia jasa pengiriman barang seharusnya menyesuaikan klausula-klausula baku yang mereka buat dengan aturan-aturan dalam UUPK terutama Pasal 18 UUPK. Misalnya dengan menghilangkan klausula-klausula baku yang memenuhi unsur-unsur pasal 18 ayat (1) UUPK, mengutamakan itikad baik dalam pennyusunan klausula bakunya dengan memperhatikan hak-hak konsumen, serta memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pelayanan jasa titipan. Disamping itu pelaku usaha juga harus memperhatikan sisi teknis pencantuman klausula baku sehingga konsumen dapat membaca, mengerti dan memahami setiap klausula dengan baik. 3. Konsumen diharapkan lebih pro aktif dalam memahami setiap ketentuan serta mengetahui apa saja yang menjadi haknya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan sikap teliti terhadap syarat-syarat, petunjuk serta ketentuan lain yang diterapkan dalam interaksinya dengan pelaku usaha. Konsumen juga harus memiliki keberanian untuk mengajukan komplain atas pelayanan yang tidak sesuai dan melanggar haknya, dengan demikian konsumen tidak dapat dicurangi dan dengan mudahnya dirugikan oleh pelaku usaha. 4. Pemerintah harus dapat berperan sebagai penyeimbang kedudukan antara pelaku usaha dan konsumen dengan berbagai hal seperti membuat sanksi yang tegas atas pelaku usaha yang tidak memperbaiki klausula bakunya, mensosialisasikan apa yang menjadi hak dan kewajiban konsumen sesuai UUPK kepada masyarakat luas, serta melakukan pengawasan yang ketat secara berkala atas kegiatan usaha agar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UUPK
Perlindungan Konsumen..., Theresya Butar Butar, FH UI, 2014
Kepustakaan Books Adji, Sution Usman.Hukum Pengangkutan di Indonesia. Jakarta: PT Rinka Cipta ,1991. Amirudin.Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Ashshofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998. Badrulzaman, Mariam D.Aneka Hukum Bisnis. Bandung: Citra Aditya, 1994. Barkatulah,
Abdul
Halim.
”Hukum
Perlindungan
Konsumen:
Kajian
Teoretis
Dan
Perkembangan Pemikiran”. Banjarmasin: FH Unlam Press, 2008. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1996. Leibert, James.Smart Business.Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006. Makarim, Edmond. Pengantar Hukum Telematika. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2005. Mamudji, Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Martono, H. K. dan Amad Sudiro.Hukum Angkutan Udara (Berdasarkan UU RI No. 1 Tahun 2009), Cet. 2. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011. Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo.Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Rajawali Pers , 2011. Muhammad, Abdulkadir. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1998. M.L., Jhingan. Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan. Jakarta: Divisi Buku Perguruan Tinggi Rajawali Pers, 2012. Nasution, Az. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta: Diadit Media, 2007.
Perlindungan Konsumen..., Theresya Butar Butar, FH UI, 2014
Nasution, Az. Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum Pada Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar harapan, 1995. Nasution, Az. Penulisan Karya Ilmiah Tentang Perlindungan Konsumen Dan Peradilan Di Indonesia. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen kehakiman R.I , 1995. Pieris, John dan Wiwik Sri Widiarty.Negara Hukum Dan Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Pangan Kedaluwarsa. Jakarta: Pelangi Cendikia, 2007. Rahmawanti, Intan Nur. Win Win Solution Sengketa Konsumen. Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2014. Siahaan, N.H.T. Hukum Konsumen “Perlindungan Konsumen Dan Tanggung Jawab Produk”. Jakarta : Panta Rei, 2005. Sidabalok, Janus. Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006. Sidharta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006. Shofie, Yusuf. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK: Teori dan Penegakan Hukum. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003. Shofie, Yusuf. Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-Instrumen Hukumnya. Cet. 2. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003. Suherman, E. HukumUdara Indonesia dan Internasional. Bandung: Penerbit Alumni, 1983. Suriaatmadja, Toto Tohor. Masalah dan Aspek Hukum dalam Pengangkutan Udara Nasional. Bandung: Mandar Maju, 2006. Susanto, Happy.Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta: Visimedia, 2008. Tjakranegara, Soegijatna. Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang.Jakarta: PT Rineka Cipta , 1995.
Perlindungan Konsumen..., Theresya Butar Butar, FH UI, 2014
Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika, 2002. Y.B., Anang. Sukses Bisnis Toko Online. Jakarta: PT. Gramedia, 2010.
Rules Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2013. Indonesia. Undang-Undang Tentang Pos, UU No. 38 Tahun 2009, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5065. Indonesia. Undang-Undang Tentang Perkeretaapian, UU No. 23 Tahun 2007, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2007, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4722. Indonesia. Undang-Undang Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU No. 22 Tahun 2009, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5025. Indonesia. Undang-Undang Tentang Penerbangan, UU No. 1 Tahun 2009, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956. Indonesia. Undang-Undang Tentang Pelayaran, UU No. 17 Tahun 2008, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4849. Indonesia. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tentang Tata Cara Pengejuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, Perma No. 01 tahun 2006. Indonesia.
Peraturan
Menteri
Perhubungan
Tentang
Penyelenggaraan
Jasa
Titipan,
PeraturanMenteri Perhubungan Nomor KM 5 Tahun 2005. Indonesia.Undang-Undang Tentang Perdagangan, UU No. 7 Tahun 2014, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5512. Indonesia. Undang-Undang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821.
Perlindungan Konsumen..., Theresya Butar Butar, FH UI, 2014
Indonesia .Undang-Undang Tentang Pos, UU No. 38 Tahun 2009, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5065.
Online Document http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2014/05/13/kemendag-perkuat-upaya-perlindungankonsumen-melalui-bimbingan-teknis-sdm-bpsk-id0-1399968163.pdf,
diunggah
pada
tanggal 2 Desember 2014. http://kbbi.web.id/ekspedisi, diunduh pada tanggal 10 Oktober 2014. http://www.jne.co.id/index.php?mib=pages&id=2008072315125002&lang=IN, Oktober 2014. http://www1.kompas.com/suratpembaca/read/34624, diakses November 2014 http://inside.kompas.com/suratpembaca/read/40897, diakses November 2014
Perlindungan Konsumen..., Theresya Butar Butar, FH UI, 2014
diunduh
15