Penolakan Keduniawian Bodhisatta Pariyatti Sāsana Yunior 2 www.pjbi.or.id; hp.0813 1691 3166; pin !
2965F5FD
Penerjemahan yang Tidak Akurat Bodhisatta (Pāḷi) menjadi Bodhisattva (Skt): Bodhi (pencerahan) + sattva (mahluk). Satta (P) ➾ Sattva (S). Alternatif lebih baik: Satta (P) ➾ sakta (S) ➾ √sañj (“menempel kepada" atau “bermaksud”, “berkehendak”). Satta (P) ➾ śakta (S) ➾ √śak (mampu). Sehingga Bodhisatta berarti “(seseorang yang) berkehendak mencapai pencerahan” atau “mampu untuk mencapai pencerahan.”
Tiga Jenis Bodhi Bodhi: pencerahan, pengetahuan-tertinggi. Melalui bodhi seseorang ‘bangun' dari ‘tidur’ yang disebabkan oleh kilesa dan memahami sepenuhnya 4KM. (MA. 10) Tiga jenis Bodhi: 1) Sāvaka-bodhi: murid suci, arahat; 2) Pacceka-bodhi: Yang-tercerahkan-sendiri, Pacceka Buddha; 3) Sammā-sambodhi: Yang-tercerahkansempurna, Buddha. Empat penjelasan tentang “bodhi”: 1) Pohon penerangan sempurna, 2) Jalan Suci [empat ariyamagga ñāṇa], 3) Nibbāna, 4) Kemaha-tahuan Buddha [sabbaññutā-ñāṇa] Ref: Buddhavaṃsa; Cariyapiṭaka.
Pohon Bodhi Pohon Bodhi tumbuh pada hari kelahiran Bodhisatta (DA 2:425; J 1:54). Di minggu kedua setelah penerangan-sempurna, Buddha berdiri dan memandangnya tanpa berkedip selama seminggu penuh sebagai bentuk ungkapan terima kasih. Mengijinkan menanamnya di gerbang Jetavana, Sāvatthi, untuk persembahan umat ketika Buddha tidak ada di tempat ➾ menolak penggunaan relik dan rupaṃ untuk keperluan ini.
Landasan yang Layak untuk Pemujaan (Pūjāniyaṭṭhāna) Pada saat Buddha tidak ada, umat membawa persembahan dan diletakkan di depan Gandhakuṭi. Menjawab pertanyaan YM. Ānanda, Buddha menyebutkan: 1. Sarīrika cetiya: reliks, rambut, cetakan-kaki. 2. Paribhogika cetiya: jubah, mangkuk-makan, tempat duduk Dhamma dan pohon Bodhi. 3. Uddesika cetiya: dhammacakka, trisula, stupa, Buddha rupaṃ. (J 4:228) Sāratthadīpanī (sub-komentar Vinaya) mencantumkan Dhamma Cetiya (buku tentang Paṭiccasamūppāda, dll.).
Alasan Bodhisatta Menolak Keduniawian Penderitaan karena usia-tua, sakit dan kematian. Perenungan: seseorang yang tidak terlatih akan merasa jijik apabila melihat seseorang yang tua-renta, sakitsakitan dan mayat. Buat Bodhisatta, melihat hal tersebut kebanggaan akan usia muda, sehat dan kehidupan lenyap. (Sukhumāla Sutta, A 1:145f). “Tidak ada pencerahan ketika pengetahuan belum matang; ketika pengetahuan matang, tidaklah mungkin untuk menunggu bahkan untuk sekejap pun: batin yang sudah matang tidak bisa ditolak.” (Miln 194)
Apakah Siddhattha Kejam? Budaya: beliau lahir pada saat spiritualisme berkembang pesat di India dan sudah menjadi tradisi buat laki-laki muda pergi meninggalkan rumah untuk menjadi pertapa guna menemukan Kebenaran dan arti kehidupan yang sejati. Ekonomi: beliau adalah seorang pewaris tunggal kerajaan. Spiritual: Sebagai seorang raja universal (cakkavatti), beliau hanya membawa manfaat keduniawian dan kemanusiaan kepada manusia secara terbatas. Sebagai seorang Buddha, dia memberi manfaat spiritual (pembebasan dari Dukkha) tidak hanya kepada manusia, tetapi juga kepada deva, brahmā, Māra dan semua mahluk.
Melampaui Kepuasan Inderawi “Sebelum pencerahanKu, ketika Aku masih sebagai mahluk yang belum tercerahkan, Aku juga melihat sangat jelas, sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan yang tepat betapa kepuasan inderawi hanya menyediakan sedikit perasaan bahagia, banyak penderitaan, dan banyak keputus-asaan, dan betapa besar bahayanya, tetapi selama Aku belum mencapai ketertarikandan-kebahagiaan yang tidak terkait dengan kepuasan inderawi, terpisah dari keadaan batin yang tidak baik, atau untuk sesuatu yang lebih memberikan kedamaian dari hal itu, Aku mengetahui bahwa Aku masih bisa tertarik kepada kepuasan inderawi.” (M 1:93)
Penolakan Besar Terjadi pada saat Rāhula berumur 7 hari (Jātaka Nidāna, J 1:62); teks-teks lain menyatakan bahwa beliau meninggalkan keduniawian pada saat berusia 29 tahun. “Ketika masih muda, rambut hitam-pekat, memiliki keceriaan usia muda, dalam masa-masa keemasan, walaupun ayah dan ibuku mengharapkan yang lain dan menangis tersedu-sedu, Aku mencukur rambut dan cambangKu, memakai jubah safron, dan pergi meninggalkan rumah menuju ke kehidupan tanpa rumah” (Ariyapariyesanā Sutta, M 1:164)
Usaha Māra Mencoba menggagalkan usaha super seorang anak manusia yang akan membawa dampak besar untuk semua mahluk dengan menampakkan dirinya untuk pertama kalinya di depan Gautama: “Tuan jangan meninggalkan rumah. Tujuh hari dari sekarang Roda-Permata (cakkaratana) akan muncul di depan kamu. Kamu akan merajai empat benua besar dengan 2000 pulau yang mengelilinginya.’ “…dari sekarang dan seterusnya, pada saat kamu memikirkan sesuatu dengan nafsu, kehendak-jahat atau kebencian, aku akan mengetahuinya”; dania kemudian terus mengikutinya serta melekat seperti bayangannya, mengharapkan terjadinya kesalahan-kesalahan.(J 1:63) [Untuk info ttg Māra yang lebih lengkap lihat materi Yunior 1 “Kehidupan Buddha 3”]
Sungai Anomā Meninggalkan kerajaan pada purnama bulan Āsaḷhā (Juni-Juli), 594 SM dengan ditemani oleh kusir Chandaka dan kuda Kaṇṭhaka. Melewati 3 negara: Sakya, Koliya dan Malla dan kemudian beristirahat di sungai Anomā. Fajar menyingsing ➾ 30 yojana. ( 1yojana =7 mil= 1,6 km). Chandaka, “Sungai Anomā (tidak dangkal, tidak inferior).” Bodhisatta, “Bagus. PenolakanKu pun harus juga anomā!” (J 1:64) Diseberang sungai: semua perhiasan diberikan kpd kusir, memotong rambut panjang kepangeran dengan pedangnya ➾ sepanjang 2 jari dan mengikal searah jarum jam sepanjang hidup. Rambut dan jenggot (cambang) mengambang di udara setinggi 1 yojana ➾ pertanda dia akan menjadi Buddha.
Raja Bimbisāra Lebih muda dari Siddhattha. Dia menjadi raja pada usia muda, 15 th (543 atau 546 SM). Memperhatikan Bodhisatta yang berjalan menuju Rājagaha (ibu kota kerajaan Magadha) untuk mengumpulkan derma makanan. Terkesan dengan ketenangan dan keagungan Bodhisatta, setelah mengetahui bahwa beliau adalah bangsawan, ia menawarkan posisi tinggi di kerajaan. Ditolak karena Bodhisatta sedang ‘mengejar’ Pencerahan. Mengharapkan beliau berhasil dan mengundangnya untuk kembali ke Rājagaha setelah mencapai Penerangan Sempurna guna mengajar Dhamma untuk pencerahan dia. (lihat Pabbajjā Sutta; Sn 27).
Āḷāra Kālāma dan Uddaka Dari Rājagaha, Bodhisatta melanjutkan perjalanannya untuk mencari guru. Dari Āḷāra Kālāma beliau menguasai arūpajjhāna ke-7, akiñcāyātana jhāna; dan belum menemukan apa yang beliau cari: akhir dari dukkha. Menemui Uddaka Rāmaputta utk belajar metode meditasi dari alm. Rāma, dan sukses menguasai arūpajjhāna tertinggi, ke-8 (neva saññānasaññāyatana jhāna). Beliau ditawari oleh Uddaka Rāmaputta untuk menjadi pimpinan tetapi ditolak dan kemudian pergi meninggalkan mereka. (Note: Uddaka Rāmaputta sendiri belum menguasai jhāna tertinggi).
Bertemu dengan Lima Pertapa Kondañña, Bhaddiya, Vappa, Mahānāma dan Assaji. Setelah meninggalkan Rājagāha, Bodhisatta ditemani pañcavaggiya (kelompok lima pertapa) melanjutkan perjalanan ke selatan sampai ke desa Uruvelā dan memutuskan untuk tinggal di taman disebelah sungai Nerañjarā. Kondañña: termuda dari 8 brahmana yang memprediksi bayi Siddhattha pasti akan menjadi Buddha. Empat pertapa yang lain adalah anak-anak dari alm. 7 brahmana.
Penyiksaan Diri Praktik selama 6 tahun. Realisasi: penyiksaan diri bukan jalan untuk pencerahan. 3 Perumpamaan: 1. Kayu segar bergetah tenggelam di dalam air. (arti: tidak akan menghasilkan api [pencerahan]: belum melepaskan kemelekatan terhadap nafsu inderawi, batinnya masih menggemarinya) 2. Kayu segar bergetah. (arti: tidak bisa menghasilkan api [pencerahan]. Tubuh tidak tapi batin masih melekat) 3. Kayu kering tak bergetah yang sudah diambil dari dalam air. (arti: menghasilkan api [pencerahan]. Mereka yang tidak melekat dan menggemari kepuasan inderawi akan mampu mencapai pencerahan).
Kurus Kering & Pingsan “…karena makan sangat sedikit, kulit perutku menempel ke tulang punggungKu, sehingga apabila Aku menyentuh kulit perut maka Aku menyentuh tulang belakang…” (M 1:246f)
• • • Buddha (halo / lingkaran cahaya)
•
!
Bodhisatta kesakitan dan pingsan ( J 1:67)
5 pertapa: 2 menopang, satu memijat kaki, satu mengipasi beliau dan satu lagi menangis.
Para deva panik dan berpikir Siddhattha telah meninggal; pergi ke Bodhisatta (tidak ada Kapilavatthu dan memberitahu raja.
halo / lingkaran Raja tidak percaya mengingat cahaya) peristiwa anaknya bermeditasi dibawah pohon jambu.
Selesai