Brahmavihāra (1) Pendahuluan
Pariyatti Sāsana Yunior 2 www.pjbi.or.id; hp.0813 1691 3166; pin
7E9064DE
Terminologi
(Ref: Pali-English Dictionary) • Brahma: • Berkualitas seperti Brahma (contoh: brahmappatta: telah mencapai Brahma [A2:184]) • Tuhan Brahmā (D 1:18; 3:30). • Vihāra: tempat tinggal bhikkhu; kualitas atau model kehidupan: brahmavihāra = kediaman luhur (S 5:326; SnA 136). • Brahmavihāra merujuk kepada kualitas hati seperti yg dimiliki Brahma, yaitu mettā, karuṇā, muditā dan upekkhā. • Juga disebut sebagai appamāṇā atau appamaññā (tidak terhingga atau tanpa-batas).
Brahmavihāra dan Kehidupan Sosial Mettā: meningkatkan usaha untuk membahagiakan orang lain. Karuṇā: meningkatkan usaha untuk meringankan/menghilangkan penderitaan orang lain. Muditā: secara alamiah bergembira atas kebahagiaan yg sedang dialami oleh orang lain. Upekkhā: kemampuan untuk menerima orang lain apa adanya, meskipun pada saat mereka tidak berperilaku sesuai dengan harapan kita. •Brahmavihāra adalah emosi terbaik dan tertinggi; tanpa-cacat. Keempatnya adalah cara terbaik untuk berhubungan dengan orang lain.
Musuh Dekat dan Jauh Musuh Dekat (āsannapaccatthika)
Musuh Jauh (dūrapaccatthika)
Mettā
Nafsu (rāga)
Kehendak-jahat (vyāpāda)
Karuṇā
Kesedihan (domanassa)
Kebengisan (Vihiṃsā)
Muditā
Kegembiraan kerumahtanggaan Kebencian (arati) (gehasita somanassa)
Upekkhā
Masa bodoh (aññāṇupekkhā)
Nafsu dan kekesalan-hati (rāgapaṭigha)
Musuh Dekat dan Jauh (Vism 9.98-101)
Mettābrahmavihāra mempunyai ‘nafsu’ sbg musuh-dekatnya (“karena kemampuannya untuk mencemari, karena kemiripannya, spt seorg musuh yg berwajah spt seorg sahabat”) karena keduanya sama-sama melihat kualitas yg baik. ‘Nafsu’ bertindak spt seorg musuh yg mengintai seseorg dari dekat, dan dg mudah mendapatkan kesempatan (utk menyerang). Jadi, mettā harus dijaga dengan baik, jauh dari nafsu. Kehendak-jahat (vyāpāda) adalah musuh-jauhnya. Spt halnya musuh yg tinggal di gunung-gunung maka mettā harus dijaga dan dijauhkan dari bahaya tsb krn tidaklah mungkin untuk mengembangkan mettā dan pada saat bersamaan memunculkan kemarahan.
Musuh Dekat dan Jauh (Vism 9.98-101)
Karuṇābrahmavihāra mempunyai kesedihan dalam kehidupan rumah-tangga (gehasita) sbg musuhdekat dikarenakan keduanya sama-sama melihat kegagalan. “Ketika seseorg tidak mendapatkan objek mata… yg diinginkan atau ketika seseorg mengingat sesuatu yg dia punya telah hilang dan berubah maka kesedihan muncul.” Musuh-jauhnya adalah kebengisan krn tidaklah mungkin untuk mengembangkan kewelas-asihan dan pada saat bersamaan menjadi bengis kpd mahluk hidup.
Musuh Dekat dan Jauh (Vism 9.98-101)
Muditabrahmavihāra mempunyai suka-cita dalam kehidupan rumah tangga (gehasita) sbg musuh-dekat karena keduanya sama-sama melihat kesuksesan. “Ketika seseorg mendapatkan objek mata… yg diinginkan atau ketika seseorg mengingat sesuatu yg dia punya telah hilang dan berubah, kemudian suka-cita muncul di dirinya.” Kebencian adalah musuh-jauhnya karena tidaklah mungkin utk mempraktikkan kegembiraan dan pada saat bersamaan menjadi tidak puas dengan tempat tinggal yg terpencil dan keadaan batin yg lebih tinggi.
Musuh Dekat dan Jauh (Vism 9.98-101)
Upekkhābrahmavihāra mempunyai ketenangan yg berlandaskan ketidaktahuan (aññāṇupekkhā) di dalam kehidupan rumah tangga sebagai musuhdekatnya, dikarenakan keduanya sama-sama tidak mengacuhkan kesalahan2 dan kebaikan2. “Pada saat melihat objek mata dengan menggunakan mata, ketenanganhati muncul di hati seorang awam yg bodoh (muḷha puthujjana), yg awam dan ’tidak terpelajar’ (assutava puthujjana) yg belum menundukkan keterbatasannya, yg belum menundukkan buah kamma dimasa-depan, yg tdk melihat bahaya. Ketenangan-hati yg spt ini tidak mengatasi objek mata. Ketenangan-hati yg spt ini disebut ketenangan-hati di dalam kehidupan rumah tangga (gehasitā upekkhā)” (M 3:219). Nafsu dan kekesalan hati (rāgapaṭigha) adalah musuh-jauhnya. Oleh krn itu, ketenangan hati haruslah dilatih supaya bebas dari ketakutan akan hal tsb; hal ini karena tidaklah mungkin untuk bersikap dengan ketenangan-hati dan pada saat bersamaan terbakar oleh nafsu atau menjadi kesal-hati.
Perasaan di Kehidupan Duniawi dan Penolakan Keduniawian (Ref. M 3:216-222)
Perasaan yg muncul di kehidupan kerumah-tanggaan (gehasita): pengalaman inderawi yg dianggap ‘menyenangkan’ dipersepsi sbg ‘keuntungan’ (paṭilābha), bersenang2 dg nya, dan dia mengingat pengalaman tsb dng kepuasan. Tetapi ketika dia tdk mampu mendptkan pengalaman spt ini maka dia kecewa. Dikarenakan masih mempunyai kilesa dan dibawah tekanan karmanya, ketenangan-hatinya di dalam merespon pengalaman inderawi adalah tanpapemahaman akan bahaya yg mungkin akan ditimbulkan (misal: menjadi awal dari munculnya ketidakberuntungan dan penderitaan). (MA 5:24)
Perasaan di Kehidupan Duniawi dan Penolakan Keduniawian (Ref. M 3:216-222)
Sebaliknya, seseorang yg menikmati kebahagiaan dalam Penolakan Keduniawian (nekkhammasita) melihat setiap pengalaman inderawi, baik yg sdg muncul maupun yg sudah lewat, sesuai dg realitas yaitu ‘tidak-kekal, penderitaan dan secara alamiah berubah,’ dia merenungkan pembebasan (pencapaian ke-arahat-an). Memahami ketidakkekalan dari pengalaman inderawi, baik di masa lalu maupun saat kini, apa adanya dengan kebijaksanaan-benar, maka dia berada dalam ketenangan-hati yg sejati.
Āyatanavibhaṅga (VibhA 2.154)
• Aniccalakkhaṇaṃ tāva udayabbayānaṃ amanasikārā appaṭivedhā, santatiyā paṭicchannattā, na upaṭṭhāti. (Dia tidak memahami karakteristik ‘ketidakkekalan’ selama tidak memperhatikan, tidak menembus muncul-dan-lenyap [fenomena], yang disembunyikan oleh kesinambungan-[proses]).
• Dukkhalakkhaṇaṃ abhiṇhasampaṭipīḷanassa amanasikārā appaṭivedhā, iriyāpathehi paṭicchannattā, na upaṭṭhāti (Dia tidak memahami karakteristik ‘penderitaan’ karena tidak memperhatikan, tidak menembus tekanan-ygterus-menerus yg disembunyikan oleh postur).
• Anattalakkhaṇaṃ nānādhātuvinibbhogassa amanasikārā appaṭivedhā, ghanena paṭicchannattā, na upaṭṭhāti (Dia tidak memahami karakteristik ‘bukan-diri’ karena tidak memperhatikan, tidak menembus perbedaan bermacam-macam elemen yg disembunyikan oleh ‘kepadatan’)
Mahā Satipaṭṭhāna Sutta (D 22)
Bagaikan ada sebuah karung, yang terbuka di kedua ujungnya, penuh dengan berbagai jenis biji-bijian seperti berasgunung, padi, kacang hijau,kacang merah, wijen, beras merah, dan seorang yang berpenglihatan baik membuka karung itu dan memeriksanya, dapat mengatakan: ”Ini adalah beras-gunung, padi, kacang hijau, kacang merah, wijen, beras merah,” demikian pula seorang bhikkhu memeriksa jasmani ini: “Di dalam jasmani ini terdapat rambut kepala ...air seni.”’
Mahā Satipaṭṭhāna Sutta (D 22)
Bagaikan seorang tukang daging yang terampil atau pembantunya, setelah menyembelih seekor sapi, duduk di persimpangan jalan dengan daging yang telah dibagi dalam beberapa bagian, Demikianlah seorang bhikkhu memeriksa jasmani ini ... dalam hal unsur-unsur: “Terdapat dalam jasmani ini, unsur tanah, unsurair, unsur-api, unsur-angin.”’
Selesai