PENINGKATAN SIKAP SISWA MELALUI METODE INDEX CARD MATCH DALAM PELAJARAN PKN KELAS IV MI. RAUDHATUL MUTA’ALLIMIN JAKARTA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh ABDUL RAHMAN NIM. 1812018300086
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 20157M /1438 H
ABSTRAK
Abdul Rahman, NIM : 1812018300086, Peningkatan Sikap Siswa Kelas IV Berupa Keaktifan Belajar Dalam Pelajaran PKn Melalui Metode Index Card Mach. Skripsi Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kata Kunci: Peningkatan sikap, keaktifan belajar, metode Index Card Match Berdasarkan hasil kegiatan pembelajaran PKn pra siklus pada siswa kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin, Jakarta Selatan, ditemukan beberapa permasalahan, yaitu [1] dalam pembelajaran PKn, guru menekankan pada kemampuan menghafal, [2] pembelajaran berlangsung dengan suasana kaku dengan kegiatan siswa yang hanya sekadar duduk, diam, dengar, catat dan hafal, [3] kurangnya variasi metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran, [4] guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional, [5] hasil akhir yang dicapai siswa tidak seperti yang diharapkan. Untuk itu, perlu diadakannya tindakan perbaikan pembelajaran untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang ada. Perbaikan pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu melalui metode pembelajaran Index card match. Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang dalam pelaksanaannya dilakukan selama 2 siklus yang masing-masing siklus terdiri dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, analisis dan refleksi. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan subjek yang diteliti yaitu siswa kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin yang berjumlah 25 orang. Sedangkan, teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunkan teknik non tes berupa lembar observasi yang kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif berupa angka yang diperoleh dari hasil observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebesar 17,30% siswa yang menunjukan keaktifan belajar pada kegiatan pembelajaan pra siklus. Kemudian pada kegiatan perbaikan pembelajaran siklus I, keaktifan belajar siswa meningkat sebesar 33,30%, sehingga persentase rata-rata keaktifan belajar siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I mencapai 52,60%. Selanjutnya pada kegiatan penyempurnaan pembelajaran siklus II, keaktifan siswa kembali meningkat sebesar 27,40% sehingga persentase rata-rata keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus II sebesar 80,00%. Dengan demikian, berdasarkan analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa adanya peningkatan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan diterapkannya metode pembelajaran Index Card Match pada siswa kelas IV MI. Raudhatul Muta’allimin, Jakarta Selatan.
v
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Peningkatan Afektif Siswa Kelas Iv Berupa Keaktifan Belajar Dalam Pelajaran Pkn Melalui Metode Index Card Mach ” dengan baik. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Program Studi Dual Mode System Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terwujud selain dari usaha serta kemampuan yang ada pada diri penulis sendiri, namun tak lepas dari dukungan dan bimbingan pihak-pihak terkait. Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini penulis ingin berterima kasih kepada : 1.
Prof. DR. Ahmad Thib Raya, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
DR. Fauzan, MA. selaku ketua jurusan Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya dengan penuh ketelitian dan kesabaran..
3.
Seluruh dosen dan staff Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Staff dan karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta yang telah membantu peneliti dalam pencarian referensi skripsi.
5.
Hj. Hamidah, A.Md, selaku Kepala MI. Raudhatul Muta’allimin Mampang Prapatan Kuningan Barat Jakarta Selatan yang telah mengizinkan melakukan penelitian di lembaga yang dipimpinnya.
vii
6.
Dewan Guru MI. Raudhatul Muta’allimin yang telah membantu dan memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi.
7.
Teman-teman mahasiswa Dual Mode System Program studi Pendidikan Guru Madrasah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8.
Istriku tersayang Aghnia Pusparini yang selalu memberikan motivasi dan doa serta kasih sayangnya.
9.
Buah hatiku Robiatul Adawiyah dan Tazkiyatun Nafsi atas pengertiannya ketika peneliti memfokuskan waktu penyusunan skripsi.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi hingga akhir.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi lembaga pendidkan dan para pembaca serta dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan.
Jakarta, 10 Januari 2017 Penulis,
Abdul Rahman NIM. 1812018300086
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ........................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................. iii LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ........................................... iv ABSTRAK ........................................................................................................ v ABSTRACT ....................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii DAFTAR DIAGRAM ..................................................................................... xiii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ............................................................... 1 B. Identifikasi area dan fokus penelitian .......................................... 5 C. Pembatasan fokus peneliltian ...................................................... 5 D. Perumusan masalah penelitian .................................................... 6 E. Tujuan dan kegunaan hasil penelitian ......................................... 6
BAB II
KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Acuan teori area dan fokus yang diteliti 1. Keaktifan belajar .......................................................................... 7 a. Kadar keaktifan siswa dari proses perencanaan ...................... 9 b. Kadar keaktifan siswa dari proses pembelajaran .................... 9 c. Kadar keaktifan siswa dari kegiatan evaluasi pembelajaran ... 9 2. Pembelajaran kooperatif .............................................................. 10 a. Pengertian pembelajaran kooperatif ......................................... 10 b. Unsur-unsur pembelajaran kooperatif ..................................... 11 c. Karakteristik pembelajaran kooperatif .................................... 12 ix
d. Tujuan pembelajaran kooperatif ............................................. 15 e. Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif ................................. 15 f. Prosedur pembelajaran kooperatif ........................................... 16 g. Keunggulan strategi pembelajaran kooperatif ........................ 18 h. Kelemahan strategi pembelajaran kooperatif .......................... 19 3. Model pembelajaran Index Card Mach ....................................... 19 4. pemerintahan kabupaten,kota dan propinsi ................................. 21 a. Pemerintahan kabupaten ......................................................... 22 b. Pemerintahan kota ................................................................... 24 c. Pemerintahan propinsi ............................................................. 25 B. Hasil penelitian yang relevan ...................................................... 26 C. Kerangka berpikir ...................................................................... 27 D. Hipotesis tindakan ...................................................................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian ...................................................... 28 B. Metode penelitian dan rancangan siklus penelitian ...................... 28 C. Subjek dan objek penelitian ......................................................... 30 D. Peran dan posisi peneliti dalam penelitian .................................. 30 E. Tahapan intervensi tindakan ......................................................... 31 1. kegiatan pendahuluan .............................................................. 31 2. Pelaksanaan pembelajaran prasiklus ...................................... 31 3. Pelaksanaan pembelajaran siklus I ........................................... 32 4. Pelaksanaan penelitian siklus II ............................................... 37 F. Hasil intervensi tindakan yang diharapkan ................................... 42 G. Data dan sumber data .................................................................. 43 H. Instrumen pengumpul data ......................................................... 43 I. Teknik pengumpulan data ........................................................... 44 J. Indikator kinerja ......................................................................... 41 K. Analisis data dan interpretasi data ............................................... 41
x
BAB IV
DESKRIPSI, ANALISA DATA, DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi ...................................................................................... 43 1. Deskripsi kegiatan pra siklus ................................................. 43 2. Deskripsi kegiatan siklus I ..................................................... 45 3. Deskripsi kegiatan siklus II ..................................................... 48 B. Analisa data ................................................................................ 51 C. Pembahasan ................................................................................. 55
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN-SARAN A. Kesimpulan .................................................................................. 60 B. Implikasi ..................................................................................... 60 C. Saran-saran ................................................................................. 61
Lampiran-lampiran
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tahapan metde diskusi ....................................................................... 16 Tabel 2.2 Kelebihan dan kelemahan metde diskusi ........................................... 18 Tabel 2.3 Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS kelas IV ................... 21 Tabel 3.1 Instrumen observasi kinerja guru ....................................................... 39 Tabel 3.2 Instrumen observasi kinerja siswa ..................................................... 39 Tabel 3.3 Indikator Kinerja Guru Dalam Proses Pembelajaran .......................... 40 Tabel 3.4 Indikator Keaktifan siswa Dalam Proses Pembelajaran ..................... 40 Tabel 3.5 Kriteria Kinerja Guru .......................................................................... 41 Tabel 3.6 Kriteria Keaktifan Siswa .................................................................... 42 Tabel 4.1 Persentase rata-rata keaktifan siswa prasiklus ................................... 51 Tabel 4.2 Persentase rata-rata keaktifan siswa siklus I ....................................... 52 Tabel 4.3 Persentase rata-rata keaktifan siswa siklus II ..................................... 54
xii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran ..................... 55 pra siklus Diagram 4.2 Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran ..................... 56 siklus I Diagram 4.3 Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran ..................... 57 siklus II Diagram 44 Persentase peningkatan keaktifan siswa pada kegiatan ............... 58 pembelajaran prasiklus, siklus I dan siklus II
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan
potensi
dirinya
untuk
memiliki
kekuatan
spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa serta negara.1 Berdasarkan pernyataan tersebut, disimpulkan bahwa proses pendidikan harus diimplementasikan dengan proses pembelajaran sebab dalam proses belajar itulah terjadinya perubahan tingkah laku yang ditandai dengan perubahan pengetahuan yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang semula tidak mengerti menjadi mengerti. Sehingga, pendidikan bukanlah kegiatan yang dilaksanakan secara sembarangan tetapi kegiatan yang bertujuan karena dilakukan secara terencana sehingga segala sesuatu yang dilakukan dalam kegiatan tersebut harus dilakukan secara terarah, terpadu dan berkesinambungan. Namun, salah satu hal yang menjadi topik pembahasan dalam bidang pendidikan adalah masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Artinya, penyelenggaraan pendidikan di Indonesia belum mencapai hasil yang diinginkan. Padahal, pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui penyelenggaraan pendidikan, diharapkan dapat mencetak manusia yang memiliki kemampuan dalam melaksanakan perannya di masa yang akan datang. Namun, berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan tersebut tergantung bagaimana proses belajar yang dialami oleh peserta didik. Hal ini berarti, untuk menjadi manusia yang berkualitas harus melalui proses pendidikan yang berkualitas pula. Sedangkan, terdapat begitu banyak komponen yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan itu sendiri. 1
Yahya Ismail, Ilmu Pendidikan Teoritis, (Jakarta: Ganeca Exact, 2008) h. 1
1
2
Salah satu komponen yang selama ini sering di tuding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan adalah guru. Sehingga, tidak mengherankan apabila banyak pihak yang menaruh harapan besar terhadap guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan mengingat bahwa kualitas pendidikan sangat menentukan mutu kehidupan bangsa. Bagaimanapun idealnya kurikulum pendidikan, serta lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam penerapannya maka semuanya akan kurang bermakna. Hal tersebut mengingat bahwa pendidikan merupakan suatu sistem yang satu sama lain saling berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai tujuan yang telah ditetapkan.2 Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa untuk menjadi seorang guru yang profesional bukanlah hal yang mudah dan tidak pula diperoleh dari proses yang singkat. Hal tersebut karena, sampai dengan saat ini masih banyak guru yang dinilai belum memiliki kompetensi yang disyaratkan. Salah satu kompetensi guru yang disinyalir masih kurang adalah kompetensi dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar, karena selama ini pembelajaran yang dilaksanakan cenderung berpusat pada guru sehingga membuat siswa menjadi pasif. Padahal guru sebagai fasilitator pembelajaran harus dapat melakukan sesuatu yang kreatif agar dapat menciptakan keaktifan siswa dalam belajar, sehingga diharapkan dapat terjadi peningkatan pada hasil belajarnya. Untuk itu, dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana belajar yang kondusif agar siswa mampu memahami materi pembelajaran dengan baik. Hal tersebut mengingat bahwa hahekat pembelajaran yang merupakan upaya untuk mengarahkan siswa ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai yang diharapkan, dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik.
2
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed. 1, (Jakarta:Kencana, 2010), Cet. 7, h. 49
3
Salah satu upaya kreatif guru dalam proses pembelajaran adalah mencari gagasan-gasasan baru atau ide-ide bau dengan mencoba bermacam-macam metode pembelajaran dan mengupayakan pembuatan serta penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran. Modal kreatif tersebut merupakan sebuah keharusan bagi guru agar dapat membuat siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa yang aktif akan dapat terlihat dari cara siswa mengikuti proses pembelajaran, seperti siswa aktif bertanya dan aktif menjawab pertanyaan, serta dapat mengikuti jalannya proses pembelajaran dengan baik. Dengan kreatifitas guru dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran diharapkan terciptanya kondisi belajar yang efektif dan efisien. Menurut Slameto, belajar yang efektif akan dapat membantu siswa dalam meningkatkan
kemampuan
yang
diharapkan
sesuai
dengan
tujuan
3
intruksional yang ingin dicapai. Sedangkan belajar yang efisien akan dapat tercapai apabila menggunakan strategi belajar yang tepat. 4 Dengan demikian, salah satu upaya dalam memperbaiki mutu pembelajaran adalah dengan dilakukannya perubahan dalam kegiatan pembelajaran. Jika sebelumnya kegiatan pembelajaran sekedar pemindahan pengetahuan yang berasal dari guru kemudian disampaikan kepada siswa, maka saat ini guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk seaktif mungkin mencari pengetahuan serta membangun pemahaman mereka sendiri secara mandiri namun tetap dalam bimbingan guru sebagai fasilitator. Dengan mengubah paradigma tersebut, maka akan tercipta pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dalam kegiatan belajarnya sehingga dapat tercipta kondisi pembelajaran
yang dapat
membantu siswa dalam
meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Dengan demikian, akan tercipta pembelajaran yang efektif dan efisien yang akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Karena, dengan melalui peningkatan kualitas pembelajaran itulah potensi siswa dapat tergali dengan baik sehingga dapat menuju keberhasilan pendidikan. 3
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2003), h.74 4 Ibid., h.76
4
Pendidikan Kewargaegaraan (PKn) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. Materi pembahasan dalam pelajaran PKn yang banyak memuat fakta dan konsep membuat pelajaran ini bersifat teoritis sehingga semakin membuat pelajaran PKn terlihat membosankan. Seperti hasil observasi yang peneliti lakukan di kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin yang menggambarkan bahwa dalam pembelajaran PKn guru menekankan pada kemampuan menghapal. Padahal, proses terpenting dalam pembelajaran PKn adalah nalar bukan kemampuan menghapal. Sebab, penekanan berlebihan pada kegiatan menghapal menyebabkan siswa tidak tertarik pada pelajaran PKn. Disamping itu, meskipun telah disadari bahwa dalam proses pembelajaran memerlukan kreatifitas guru serta keterlibatan siswa secara aktif, namun kenyataan tidaklah demikian. Hasil penelitian menggambarkan bahwa kurangnya variasi metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran karena guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional yang menempatkan siswa pada posisi pasif, sehingga siswa lebih banyak menunggu sajian guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan sehingga siswa kurang mendapatkan pengalaman belajarnya. Dengan
demikian,
kondisi
pembelajaran
ya n g
s el am a
i ni
di l aku k an berlangsung dengan suasana kaku dengan kegiatan siswa yang hanya sekedar duduk, catat dan hapal sehingga siswa merasa bosan dalam mengikuti pelajaran PKn. Kondisi tersebut tidak akan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran PKn, sehingga potensi siswa tidak dapat tergali dengan baik yang berujung pada hasil akhir yang dicapai siswa tidak seperti yang diharapkan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis merumuskan cara pemecahan masalahnya yaitu dengan merancang pembelajaran aktif agar dapat membangkitkan keaktifan siswa dalam pembelajaran PKn. Karena jika siswa sudah aktif dalam mengikuti pembelajaran PKn diharapkan siswa lebih menguasai kompetensi yang diharapkan. Upaya pemecahan masalah yang akan peneliti lakukan yaitu melakukan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match.
5
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.5 Dalam pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru, sehingga akan terjadi interaksi s i s w a yang lebih intensif. Sedangkan, metode Index Card Match menurut Mel Silberman adalah “cara menyenangkan lagi aktif untuk meninjau ulang materi pelajaran. Ia membolehkan peserta didik untuk berpasangan dan memainkan kuis dengan kawan sekelas”.6 Dengan demikian, siswa tidak akan merasa jenuh karena pembelajaran yang diharapkan membuat mereka tidak selalu duduk ditempat duduknya melainkan dapat berinteraksi dan berdiskusi dengan temannya.
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian 1. Dalam proses pembelajaran, guru menekankan kemampuan menghapal. 2. Kurangnya variasi metode yang digunakan guru dalam pembelajaran. 3. Guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional. 4. Proses pembelajaran menempatkan siswa pada posisi pasif. 5. Hasil akhir yang dicapai siswa tidak seperti yang diharapkan.
C. Pembatasan Fokus Penelitian Untuk mengefektifkan proses penelitian, peneliti memberikan batasan pengkajian masalah yang akan diteliti yaitu untuk meningkatkan keaktifan siswa dengan penggunaan motode pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match. Dalam penelitian ini yang akan digunakan sebagai penelitian adalah mata pelajaran PKn di kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin, Jakarta.
5
Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed. 2, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), Cet. 5, h. 202 6 Mel Silberman, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta:Pustaka Insan Madani:2009) Cet. 6 h. 240
6
D. Perumusan Masalah Penelitian 1.
Bagaimana menggunakan motode pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match agar dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin pada pembelajaran PKn semester I Tahun Pelajaran 2015/2016
2.
Apakah penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin pada pembelajaran PKn semester I Tahun Pelajaran 2015/2016
E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian 1.
Tujuan Penelitian a. Tujuan umum Untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil belajar PKn melalui metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. b. Tujuan khusus Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pelajaran PKn dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.
2.
Manfaat Penelitian Hasil pelaksanaan penelitian ini diharapkan timbulya perhatian dan minat belajar siswa pada pelajaran matematika serta memudahkan siswa dalam mempelajari materi sehingga berujung pada peningkatan hasil belajarnya.
BAB II KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN
A. Acuan Teori Area danFokus yang Diteliti 1. Keaktifan belajar Pembelajaran yang efektif dan efisien seharusnya di desain untuk menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dengan kata lain, guru harus menerapkan pembelajaran yang mengaktifkan siswa karena dengan keaktifan tersebut maka lambat laun akan mengantar mereka menuju belajar mandiri. Namun siswa dikatakan aktif bukan hanya sekedar memperoleh nilai yang memuaskan, akan tetapi siswa aktif mengajukan pertanyaan, mengemukakan gagasan dan mencari data dan informasi yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah.1 Sehingga, keaktifan siswa dalam proses pembelajaran merupakan keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dan aktifitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa lainnya. Sehingga, dengan adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan mengakibatkan suasana kelas menjadi kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Keaktifan siswa dalam belajar merupakan unsur dasar yang sangat penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Sebab, keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran tidak lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman belajarnya. Sehingga dengan keaktifan siswa, mereka akan terlibat secara langsung dan mereka akan terus berusaha untuk mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.
1
Dasim Budimansyah, PAKEM Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, (PT. Ganesindo, 2009), Cet.3, h.70
7
6
Dasim Budimansyah menegaskan bahwa “jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar”.2 Karena, dalam pandangan psikologi modern, “belajar bukan hanya sekedar menghapal sejumlah fakta atau informasi akan tetapi peristiwa mental dan proses berpengalaman”.3 Namun, “keaktifan siswa dalam pembelajaran bukan berarti siswa dibuat aktif menggantikan peran guru sehingga guru tidak perlu memainkan perannya dalam pembelajaran. Tetapi, aktifitas belajar siswa diciptakan dan dikondisikan oleh guru sebagai mediator dan fasilitator belajar siswa”.4 Hal ini berarti pengajaran yang didesain guru harus berorientasi pada keaktifan siswa. Sehingga, baik guru maupun siswa keduanya berperan penuh karena peran mereka sama-sama sebagai subjek belajar. Keaktifan siswa dalam pembelajaran diharapkan bertujuan untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik secara seimbang. Dengan demikian, keaktifan siswa dalam pembelajaran tidak menghendaki pembentukan siswa yang secara intelektual cerdas tanpa diimbangi sikap dan keterampilan, akan tetapi membentuk siswa yang cerdas serta memiliki sikap positif dan keterampilan. Dalam hal ini, senada dengan ungkapan Wina Sanjaya bahwa “keaktifan siswa tidak hanya ditentukan oleh aktifitas fisik semata akan tetapi juga ditentukan oleh aktifitas nonfisik seperti mental, intelektual dan emosional”.5 Oleh sebab itu, aktif tidaknya siswa dalam belajar hanya siswa sendiri yang mengetahuinya secara pasti. Namun, untuk mengetahui proses pembelajaran memiliki kadar keaktifan yang tinggi, sedang atau lemah dapat dilihat dari keterlibatan siswa dalam
pembelajaran
baik
dalam
perencanaan
pembelajaran,
proses
pembelajaran maupun dalam mengevaluasi pembelajaran. Semakin siswa terlibat ketiga aspek tersebut, maka kadar keaktifan siswa semakin tinggi. 2
Ibid. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1 (Jakarta: Kencana,2010), Cet.7, h.136 4 Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed.2, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), Cet. 5, h. 394 5 Op.cit.,141 3
7
.
a.Kadar keaktifan siswa dilihat dari proses perencanaan 1.1 Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan serta pengalaman dan motivasi yang dimiliki sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kegiatan pembelajaran. 1.2 Adanya keterlibatan siswa dalam meyusun rancangan pembelajaran. 1.3 Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan memilih sumber belajar yang diperlukan. 1.4 Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan mengadakan media pembelajaran yang akandigunakan. b. Kadar keaktifan siswa dilihat dari proses pembelajaran 1.1 Adanya keterlibatan siswa baik secara fisik, mental, emosional maupun intelektual dalam setiap proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari tingginya perhatian serta motivasi siswa untuk menyelesaikan setiap tugas yang diberikan sesuai denganwaktu yang telah ditentukan. 1.2 Siswa belajar secara langsung(experiental learning). Dalam proses pembelajaran secara langsung, konsep dan prinsip diberikan melalui pengalaman nyata seperti merasakan, meraba, mengoperasikan, melakukan sendiri dan lain sebagainya. Demikian juga pengalaman itu bisa dilakukan dalam bentuk kerjasama dan interaksi dalam kelompok. 1.3 Adanya keinginan siswa untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif. 1.4 Keterlibatan siswa dalam mencari dan memanfaatkan setiap sumber belajar yang tersedia yang dianggap relevan dengan tujuan pembelajaran. 1.5 Adanya keterlibatan siswa dalam melakukan prakarsa seperti menjawab dan mengajukan pertanyaan, berusaha memecahkan masalah yang diajukan atau yang timbul selama proses pembelajaran berlangsung. 1.6 Terjadinya interaksi yang multi arah, baik antara siswa dengan siswa atau antara guru dan siswa. Interaksi ini juga ditandai dengan keterlibatan semua siswa secara merata. Artinya, pembelajaran atau proses tanya jawab tidak di dominasi oleh siswa-siswa tertentu. c. Kadar keaktifan siswa dilihat dari kegiatan evaluasi pembelajaran 1.1 Adanya keterlibatan siswa untuk mengevaluasi sendiri hasil pembelajaran yang telah dilakukannya. 1.2 Keterlibatan siswa secara mandiri untuk melaksanakan kegiatan semacam tes dan tugas-tugas yang harus dikerjakannya. 1.3 Kemauan siswa untuk menyusun laporan baik tertulis maupun secara lisan berkenaan hasil belajar yang diperolehnya.6 Selanjutnya, Yuhdi Munadi (2011) mengemukakan ciri-ciri pokok pembelajaran aktif, antara lain adalah:
6
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1 (Jakarta: Kencana,2010), Cet.7, h.141-142
8
a. Interaktif yang ditandai dengan adanya dialog antara siswa dengan siswa dan dialog antara siswa dengan guru dan bisanya memanfaatkan sumbersumber belajar yang bervariasi (media pembelajaran). b. Memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dengan sikap berikut: 1.1 Mendorong setiap siswa untuk ikut aktif memberi pendapat 1.2 Mendorong setiap siswa untuk ikut berbuat 1.3 Mendorong setiap siswa utuk ikut aktif mencari sumber c. Menantang, yakni ditandai dengan sikapsebagai berikut: 1.1 Mendorong kompetensi antar siswa 1.2 Mengundang siswa untuk terlibat penuh 1.3 Membangkitkan gairah belajar siswa.7 Selanjutnya, secara khusus Wina Sanjaya mengemukakan bahwa keaktifan siswa dalam proses pembelajaran bertujuan sebagai berikut: a. Meningkatkan kualitas pembelajaran agar lebih bermakna, artinya siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi tetapi juga bagaimana memanfaatkan informasi itu untuk kehidupannya. b. Mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya, artinya melalui keaktifan siswa diharapkan tidak hanya kemampuan intelektual saja yang berkembang tetapi juga seluruh pribadi siswa termasuk sikap dan mental.8 2. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Wina Sanjaya, “pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen)”.9 Sedangkan menurut Rusman, “cooperative learning adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang”.10 Lebih lanjut, Johnson (dalam Hasan, 1996) menjelaskan bahwa “belajar 7
cooperative
adalan
pemanfaatan
kelompok
kecil
dalam
Yudhi Munadi, Pembelajarn Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan menyenangkan, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), Cet.2, h.33 8 Op.cit.,h.138 9 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.7, h.242 10 Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed.2, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), Cet.5, h.204
9
pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut”.11 Senada dengan pendapat tersebut, Artzt & Newman (1990:448) menyatakan bahwa “dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap angggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya”.12 Dalam hal ini, Trianto menegaskan bahwa, “tujaan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar”.13 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar siswa dalam kelompok yang akan mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan bersama secara kelompok. Jadi, strategi pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang untuk saling menghargai satu sama lain.
b. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif Menurut Wina Sanjaya, terdapat empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yaitu: 1.1 Adanya peserta dalam kelompok Peserta adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar. Pengelompokan siswa bisa diterapkan berdasarkan beberapa pendekatan, diantaranya pengelompokan yang berdasarkan atas minat dan bakat siswa, pengelompokan yang didasarkan latar belakang kemampuan, pengelompokan yang didasarkan atas campuran baik campuran ditinjau dari minat maupun campuran ditinjau dari kemampuan. 1.2 Adanya aturan kelompok Aturan kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan baik siswa sebagai peserta didik maupun siswa sebagai anggota kelompok. Misalnya, aturan tentang pembagian tugas setiap anggota kelompok, waku dan tempat pelaksanaan dan lain sebagainya. 11
Ibid. Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Ed.1, (Jakarta:Kencana, 2010), Cet.4, h.56 13 Ibid. 12
10
1.3 Adanya upaya belajar setiap anggota kelompok Upaya belajar adalah segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuan yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru, baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Aktivitas pembelajaran tersebut dilakukan dalam kegiatan kelompok, sehingga antar peserta saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman maupun gagasan-gagasan. 1.4 Adanya tujuan yang harus dicapai Aspek tujuan yang dimaksudkan untuk memberikan arah perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Melalui tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap kegiatan belajar.14 Dengan demikian, hal yang menarik dalam strategi pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota kelompok akan bersikap kooperatif dengan sesama anggota kelompoknya, sehingga tumbuh rasa kebersamaan dengan sesama anggota kelompok. Selain itu, dalam pembelajaran kooperatif juga terdapat dampak pengiring seperti kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain serta dapat meningkatkan harga diri. Dari alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.
c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Strategi
pembelajaran
kooperatif
berbeda
dengan
strategi
pembelajaran lain, karena pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada proses kerja sama kelompok. Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran kooperatif setidaknya tidak hanya sekedar pencapaian kemampuan penguasaan materi pelajaran, akan tetapi meliputi hasil belajar akademik,
penerimaan
terhadap
keragaman
dan
pengembangan
keterampilan sosial berupa kerjasama kelompok. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas pembelajaran kooperatif. Berikut adalah perbedaan pembelajaran
kooperatif
dengan
pembelajaran
konvensional
yang
dikemukakan oleh Killen (1996) dalam Trianto: 14
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.7, h.241-242
11
Tabel 2.1 Pembelajaran kooperatif vs pembelajaran konvensional Pembelajaran kooperatif Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif. Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi tiap kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar anggotanya sehingga saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok. Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, memercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan. Pada saat belajar kooperatif berlangsung, guru melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok. Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Pembelajaran konvensional Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok. Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”
Kelompok homogen.
belajar
biasanya
Pimpinan kelompok ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dsengan cara masing-masing. Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
12
Penekanan tidak hanya pada Penekanan sering penyelesaian tugas tetapi juga penyelesaian tugas. hubungan interpersonal (hubungan antara pribadi yang salking menghargai) (Killen, 1996)15
hanya
pada
Selanjutnya, dalam strategi pembelajaran kooperatif terdapat dua komponen utama seperti yang dijelaskan oleh Wina Sanjaya yaitu komponen tugas kooperatif dan komponen struktur insentif kooperatif. Tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok; sedangkan struktur insentif kooperatif merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Struktur insentif dianggap sebagai keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena melalui struktur insentif setiap anggota kelompok bekerja keras untuk belajar, mendorong dan memotivasi anggota lain menguasai materi pelajaran, sehingga mecapai tujuan kelompok.16 Selain itu, pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dari berbagai perspektif seperti yang dikutip oleh Rusman sebagai berikut: [1] Perspektif motivasi, artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok; [2] Perspektif sosial, artinya setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan; [3] Perspektif perkembangan kognitif, artinya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi. (Sanjaya, 2006:242)17 Dengan demikian, pembelajaran kooperatif disusun dalam suatu usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. 15
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Ed.1, (Jakarta:Kencana, 2010), Cet.4, h.58-59 16 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.7, h.243 17 Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed.2, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), Cet.5, h.206
13
d. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Para ahli menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa meningkatkan kinerja dalam tugas akademik serta memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang untuk bekerja satu sama lain dan belajar untuk menghargai satu sama lain. Selanjutnya, berikut adalah ungkapan para ahli mengenai tujuan pembelajaran kooperatif yang dikutip dalam Trianto. Slavin (1995) mengemukakan bahwa belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasan materi. Sedangkan Johnson dan Johnson (1994) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Lebih lanjut, Zamroni (2000) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual.18 e. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut: 1.1 Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan. 1.2 Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari anggota kelompok. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut. 1.3 Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain. 1.4 Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran. 18
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Ed.1, (Jakarta:Kencana, 2010), Cet.4, h.57
14
1.5 Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama lebih efektif.19 f. Prosedur Pembelajaran Kooperatif Wina Sanjaya merumuskan bahwa prosedur strategi pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu: 1.1 Penjelasan materi Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok. 1.2 Belajar dalam kelompok Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masingmasing yang telah dibentuk sebelumnya. Menurut Yudhi Munadi terdapat beberapa teknik dalam pembentukan kelompok, antara lain. 1.2.1 Random (acak) Cara ini dapat dilakukan dengan cara meminta siswa berhitung 1 sampai 4. Kemudian siswa yang menyebuut angka 1 berkumpul dengan siswa yang menyebut angka 1, begitu selanjutnya. 1.2.2 Purposive (ada tujuan tertetu) Cara ini dilakukan jika seorang guru mempunyai tujuan tertentu dan langkah ini dapat dilakukan apabila karakter siswa telah dikenali satu persatu.20 1.3 Penilaian Penilaian dalam strategi pembelajaran kooperatif bisa dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan infomasi kemampuan setiap siswa; dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerjasama setiap anggota kelompok. 1.4 Pengakuan tim Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling berprestasi, kemudian diberikan penghargaan. Pengakuan dan pemberian 19
Op.cit., h.212 Yudhi Munadi, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, (Jakarta:FITK UIN Syarif Hidayatullah2011), Cet.2, h.41 20
15
penghargaan diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka.21 Sedangkan, Rusman membagi prosedur pembelajaran kooperatif kedalam 6 tahapan yang jelaskan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif TAHAP Tahap 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Tahap 2 Menyajikan informasi
Tahap 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Tahap 4` Membimbing kelompok bekerja dan belajar Tahap 5 Evaluasi
Tahap 6 Memberikan penghargaan
TINGKAH LAKU GURU Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar. Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melalukan transisi secara efektif dan efisien. Guru membimbing kelompokkelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
(Rusman, 2012)22
21
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed.1, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet.7, h.248-249 22 Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed.2, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), Cet.5, h.211
16
Dengan demikian, secara garis besar prosedur pembelajaran kooperatif diawali dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran selanjutnya memotivasi siswa untuk belajar. Kemudian dilanjutkan dengan penyajian informasi yang selanjutnya pembentukan kelompok siswa. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerjsama dalam kelompok. Fase terakhir meliputi presentasi hasil kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang telah dipelajari dan pemberian penghargaan terhadap hasil kerja kelompok maupun individu.
g. Keunggulan Strategi Pembelajaran Kooperatif Wina Sanjaya merumuskan bahwa dalam pembelajaran kooperatif, setidaknya memiliki keunggulan sebagai berikut 1.1. Melalui strategi pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain. 1.2 Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. 1.3 Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu anak respek pada orang lain serta menerima segala perbedaan. 1.4 Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar. 1.5 Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu dan sikap positif terhadap sekolah. 1.6 Melalui strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik, Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya. 1.7 Strategi pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (rill).
17
1.8 Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.23
h. Kelemahan Strategi Pembelajaran Kooperatif Selain keunggulan, dalam pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan, seperti yang dirumuskan oleh Wina Sanjaya sebagai berikut: 1.1. Untuk memahami dan mengerti filosofis strategi pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalu kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok. 1.2. Ciri utama dari strategi pembelajaran kooperatif adalah siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak dapat dicapai oleh siswa. 1.3. Penilaian yang diberikan dalam strategi pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa. 1.4. Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali penerapan strategi ini. 1.5. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan individual. Oleh karena itu, melalui strategi pembelajarn kooperatif selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam strategi pembelajaran kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah.24
3. Model Pembelajaran Index Card Match Perubahan cara pandang siswa sebagai objek belajar menjadi subjek belajar menjadi titik tolak banyak ditemukannya berbagai pendekatan pembelajaran. Sehingga, guru dituntut dapat memilih model pembelajaran 23 24
Op.cit., h.249-250 Ibid., h.250-251
18
yang dapat memacu semangat siswa untuk aktif dalam pengalaman belajarnya. Salah satu model pembelajaran yang memungkinkan dapat membantu meningkatnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Menurut Mel Silberman,
“pembelajaran
Index
Card
Match
(ICM)
adalah
cara
menyenangkan lagi aktif untuk meninjau ulang materi pelajaran. Ia membolehkan peserta didik untuk berpasangan dan memainkan kuis dengan kawan sekelas”.25 Berdasarkan hal tersebut, perlu kiranya ada sebuah bahan kajian yang mendalam tentang apa dan bagaimana model pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM) ini diterapkan dalam proses pembelajaran. Mel Silberman menjelaskan prosedur pelaksanaan model pembelajaran Index Card Match (ICM), sebagai berikut: a.
b. c. d.
e.
f.
Pada kartu indeks terpisah, tulislah pertanyaan tentang apapun yang diajarkan didalam kelas. Buatlah kartu pertanyaan yang cukup untuk menyamai satu setengah jumlah siswa. Pada kartu terpisah, tulislah jawaban bagi setiap pertanyaan-pertanyaan tersebut. Campurlah dua lembar kartu dan kocok beberapa kali sampai benarbenar tercampur. Berikan satu kartu kepada setiap peserta didik. Jelaskan bahwa ini adalah latihan permainan. Sebagian memegang pertanyaan dan sebagian lain memagang jawaban. Perintahkan kepada peserta didik untuk mencari tempat duduk bersama untuk menemukan kartu permainannya (beritahu mereka jangan menyatakan kepada peserta didik lain apa yang ada pada kartunya). Ketika semua pasangan permainan telah menempati tempatnya, perintahkan setiap pasangan menguji peserta didik yang lain dengan membaca keras pertanyaannya dan menantang teman sekelas untuk menginformasikan jawaban kepadanya. 26 Semua metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan
tersendiri yang membedakannya dengan yang lain. Untuk itu, Marwan menjelaskan tedapat beberapa kelebihan dari metode Index Card Match (ICM) manakala diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu: 25
Mel Silberman, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta:Pustaka Insan Madani:2009) Cet.6 h.240-241 26 Ibid.
19
a. Menumbuhkan kegembiraan dalam kegiatan belajar mengajar. b. Materi pelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa. c. Dapat menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenagkan. d. Meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar.27
Selain kelebihan, Marwan juga mengemukakan kelemahan apabila metode Index Card Match diterapkan dalam proses pembejaran, yaitu: 1.
Guru harus meluangkan waktu ekstra untuk membuat persiapan.
2.
Guru harus memiliki keterampilan memadai dalam mengelola kelas.
3.
Membutuhkan waktu ekstra bagi siswa untuk menyelesaikan tugasnya.
4.
Menuntut sifat tertentu dari siswa atau kecenderungan untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah.28
4. PEMERINTAHAN KABUPATEN, KOTA DAN PROPINSI Negara Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki wilayah sangat luas. Sehingga untuk mempermudah dalam menjalankan pemerintahan, maka wilayah Indonesia dibagi menjadi beberapa provinsi yang masing-masing provinsi terbagi menjadi beberapa kabupaten dan kota. Jumlah kabupaten dan kota di setiap provinsi berbeda-beda tergantung pada kemampuan daerah untuk mengembangkannya. Hal tersebut karena sejak dikeluarkannya Undang-Undang Otonomi Daerah, maka setiap daerah diberi wewenang untuk menjalankan pemerintahannya sendiri. Kewenangan untuk mengatur pemerintahan daerahnya sendiri itu disebut otonomi. Opih Priyatna menjelaskan bahwa: ”Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan”.29 27
Marwan, Metode Index Card Match, (Jakarta: Wordpres, 2012). h. 163 Ibid. 29 Opih Priyatna, Pendidikan Kewarganegaraan 4 untuk SD/MI kelas IV, (Jakarta:Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009). H. 37 28
20
Dengan demikian, pemerintah daerah di Indonesia terbagi menjadi pemerintahan kabupaten, pemerintahan kota dan pemerintahan provinsi yang masing-masing menyelenggarakan pemerintahannya sendiri dalam rangka melayani kepentingan masyarakat dan pembangunan di daerahnya dengan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam hal ini, Setiati menjelasksan bahwa: “Asas otonomi adalah hak dan wewenang untuk mengatur sendiri pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan, sedangkan tugas pembantuan penugasan dari pemerintah di tingkat atas untuk pemerintahan yang ada di bawahnya”.30 Adapun setiap tingkatan pemerintahan tersebut dipimpin oleh seorang kepala daerah yang dibantu oleh seorang wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan melalui pemilihan umum yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Asas-asas pemilihan umum tersebut masing-masing dijelaskan Sri Sadiman sebagai berikut: “Langsung, artinya rakyat sebagai pemilih memiliki hak untuk memberikansuaranya secara langsung, tanpa perantara; Umum, artinya memberikan kesempatan untuk memilih kepada rakyat yang telah memenuhi persyaratan; Bebas, artinya setiap rakyat di daerah yang bersangkutan bebas menentukan pilihan, tanpa adanya tekanan dan paksaan; Rahasia, artinya dalam memberikan suara, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak diketahui oleh siapapun; Jujur, artinya semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah harus jujur; Dan adil, artinya setiap pemilih dan peserta pemilihan kepala daerah mendapat perlakuan yang sama.” 31 a. Pemerintahan Kabupaten Kabupaten merupakan bagian dari wilayah negara Indonesia dibawah provinsi. Pemerintah kabupaten diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri sesuai dengan potensi di daerahnya, 30
sehingga
pemerintahan
kabupaten
disebut
dengan
Setiati Widihastuti, Pendidikan Kewarganegaraan untuk SD kelas IV, (Jakarta :Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009). h. 25 31 Sri Sdiman, Pendidikan Kewarganegaraan 4, (Jakarta:Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009). h. 37
21
pemerintahan
daerah.
Pemerintahan
daerah
mengatur
urusan
pemerintahannya menurut asas otonomi. Dengan asas otonomi maka setiap pemerintahan daerah memiliki hak dan wewenang mengelola daerahnya sendiri, namun tetap mempunyai hak dan kewajiban yang harus dijalankan. Selain itu, pemerintah daerah juga masih melaksanakan tugas dari pemerintahan diatasnya. Kepala daerah wilayah kabupaten dipimpin oleh seorang bupati beserta wakilnya yang dipilih langsung oleh rakyat kabupaten melalui pemilihan umum. Pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan ditetapkan sebagai bupati dan wakil bupati oleh DPRD. Selanjutnya, pasangan calon itu dilantik oleh gubernur atas nama presiden. Dalam hal ini, setiati menjelaskan bahwa, “Sekali terpilih, seorang bupati akan bertugas selama lima tahun. Setelah lima tahun, akan diadakan lagi pemilihan bupati. Seorang bupati bisa dipilih sekali lagi untuk menjadi bupati. Setelah itu bupati tersebut tidak dapat dipilih lagi, artinya bupati hanya boleh dipilih dua kali.”32 Tugas bupati banyak sekali karena harus mengatur berbagai hal di wilayahnya seperti mengelola berbagai sumber daya yang ada. Sumber daya itu mesti dikelola dengan benar agar kemakmuran rakyat meningkat. Karena tugasnya yang berat, bupati dibantu oleh wakil bupati. Wakil bupati membantu bupati menyelenggarakan pemerintahan. Misalnya, dengan memberikan saran dan nasihat kepada bupati. Jika bupati berhalangan menjalankan tugas, maka wakil bupati yang akan menjalankan tugas bupati. Selama menjalankan tugas, wakil bupati bertanggung jawab kepada bupati. Wakil Bupati akan menggantikan bupati sampai habis masa jabatannya apabila bupati meninggal dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 bulan berturut-turut dalam masa jabatannya. Wakil bupati juga hanya boleh dipilih dua kali, akan tetapi wakil bupati dapat dipilih kembali jika mencalonkan diri sebagai bupati. 32
Op.cit. h. 26
22
b. Pemerintahan Kota Kota merupakan bagian dari wilayah negara Indonesia dibawah provinsi. Pemerintah kota diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sesuai potensi di daerahnya, sehingga pemerintahan kota disebut pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah mengatur urusan pemerintahannya menurut asas otonomi. Dengan asas otonomi maka setiap pemerintahan daerah memiliki hak dan wewenang mengelola daerahnya sendiri, namun tetap mempunyai hak dan kewajiban yang harus dijalankan. Selain itu, pemerintah daerah juga masih melaksanakan tugas dari pemerintahan diatasnya. Kepala daerah wilayah kota dipimpin oleh seorang walikota beserta wakilnya yang dipilih langsung oleh rakyat setempat melalui pemilihan umum. Pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan ditetapkan sebagai walikota dan wakil walikota oleh DPRD. Selanjutnya, pasangan calon itu dilantik oleh gubernur atas nama presiden. Kepala daerah pemerintahan kota pun sama dengan pemeritahan kabupaten yakni sekali terpilih, walikota akan bertugas selama lima tahun. Setelah itu, akan diadakan lagi pemilihan walikota. Seorang walikota bisa dipilih sekali lagi untuk menjadi walikota. Setelah itu walikota tersebut tidak dapat dipilih lagi, artinya walikota hanya boleh dipilih dua kali. Tugas walikota banyak sekali karena harus mengatur berbagai hal di wilayahnya seperti mengelola berbagai sumber daya yang ada. Sumber daya itu mesti dikelola dengan benar agar kemakmuran rakyat meningkat. Karena tugasnya yang berat, walikota dibantu oleh wakil walikota. Wakil walikota membantu walikota menyelenggarakan pemerintahan, misalnya dengan memberikan saran dan nasihat kepada walikota. Jika walikota berhalangan menjalankan tugas, maka wakil walikota yang akan menjalankan tugas walikota. Selama menjalankan tugas, wakil walikota bertanggung jawab kepada walikota. Wakil walikota akan menggantikan walikota sampai habis masa jabatannya, apabila walikota meninggal dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya
23
selama 6 bulan berturut-turut dalam masa jabatannya. Wakil walikota juga hanya boleh dipilih dua kali, akan tetapi wakil walikota dapat dipilih kembali jika mencalonkan diri sebagai walikota. . c. Pemerintahan Provinsi Provinsi adalah pembagian wilayah administratif di bawah wilayah nasional Indonesia. Pemerintah provinsi diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sesuai potensi di daerahnya, sehingga pemerintahan provinsi disebut pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah mengatur urusan pemerintahannya menurut asas otonomi. Dengan asas otonomi maka setiap pemerintahan daerah memiliki hak dan wewenang mengelola daerahnya sendiri, namun tetap mempunyai hak dan kewajiban yang harus dijalankan. Selain itu, pemerintah daerah juga masih melaksanakan tugas dari pemerintahan diatasnya. Kepala daerah wilayah provinsi dipimpin oleh seorang gubernur beserta wakilnya yang dipilih langsung oleh rakyat setempat melalui pemilihan umum. Pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur oleh DPRD. Selanjutnya, pasangan calon itu dilantik oleh presiden. Kepala daerah pemerintahan provinsi pun sama dengan pemeritahan kabupaten dan kota yakni sekali terpilih, gubernur akan bertugas selama lima tahun. Setelah itu, akan diadakan lagi pemilihan gubernur. Seorang gubernur bisa dipilih sekali lagi untuk menjadi gubernur. Setelah itu gubernur tersebut tidak dapat dipilih lagi, artinya gubernur hanya boleh dipilih dua kali. Tugas gubernur banyak sekali karena harus mengatur berbagai hal di wilayahnya seperti mengelola berbagai sumber daya yang ada. Sumber daya itu mesti dikelola dengan benar agar kemakmuran rakyat meningkat. Karena tugasnya yang berat, gubernur dibantu oleh wakil gubernur. Wakil gubernur membantu gubernur menyelenggarakan pemerintahan, misalnya dengan memberikan saran dan nasihat kepada gubernur. Jika gubernur berhalangan menjalankan tugas, maka wakil gubernur yang akan
24
menjalankan tugas gubernur. Selama menjalankan tugas, wakil gubernur bertanggung jawab kepada gubernur. Wakil gubernur akan menggantikan gubernur sampai habis masa jabatannya, apabila gubernur meninggal dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 bulan berturut-turut dalam masa jabatannya. Wakil gubernur juga hanya boleh dipilih dua kali, akan tetapi wakil gubernur dapat dipilih kembali jika mencalonkan diri sebagai gubernur.
B. Hasil Penelitian yang Relevan No.
33
Peneliti
1.
Luluk
2.
Rajif Hasan Ali
3.
Evy
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Penerapan metode diskusi untuk meningkatkan aktivitas belajar geografi siswa kelas VIIIA SMPN 8 Pamekasan
Dari hasil analisis data diperoleh bahwa ada peningkatan aktivitas siswa dalam penerapan metode diskusi pada siklus I sebesar 71,43%, siklus II sebesar 79,17%, siklus III sebesar 82,74% dan jumlah rata-rata aktivitas aktif siswa sebesar 77,78%, sedangkan jumlah rata-rata siswa yang pasif adalah sebesar 22,22%.33 Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa dalam diskusi dari 41,67% pada siklus I pertemuan ke-2 menjadi 66,67% pada siklus II pertemuan ke-1 dan menjadi 75% pada siklus II pertemuan ke-2.34
Penerapan metode diskusi untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas XI IPS semester II pada kompetensi menganilis pelestarian lingkungan hidup kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan di SMA terpadu Abdul Faidl Wonodadi Kabupaten Blitar Agustina Penerapan metode
Hasil penelitian
http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=34889 http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=45715
34
25
Rokhmawati
diskusi syndicate group untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa kelas VII A SMPN 24 Malang pada materi kaitan antara kondisi geografis dengan keadaan penduduk
menunjukkan bahwa ada peningkatan keaktifan belajar siswa yang ditunjukkan dengan peningkatan peningkatan keaktifan belajar siswa pada siklus I sebesar 58,04% (cukup) meningkat menjadi 81,71% (sangat baik) pada siklus II. 35
C. KerangkaBerpikir Berdasarkan kajian teoritis serta mengkaji laporan dari hasil penelitian sebelumnya sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, maka dalam penelitian ini dipandang perlu mengajukan kerangka pemikiran sebagai berikut: 1) Penggunaan metode index card match akan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran secara aktif. 2) Adanya keterkaitan antara penggunaan metode index card match dengan peningkatkan keaktifan belajar siswa.
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan latar belakang masalah, landasan teori dan kerangka berfikir diatas, maka dapat dirumuskan bahwa penggunaan metode index card match dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin pada pelajaran Pendidikan Kewarganegaraa (Pkn).
35
http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=42472
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di MI Raudhatul Muta’allimin yang terletak di Jl. Kunigan Barat No. 1 Kelurahan Kuningan Barat, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. MI Raudhatul Muta’allimin dipilih karena peneliti bertugas ditempat tersebut sehingga peneliti memiliki peluang waktu yang cukup luas dalam mencari dan mengolah data. Alasan tersebut diperkuat oleh hasil observasi yang menggambarlan bahwa perencanaan pembelajaran yang disiapkan peneliti belum mampu digarap secara serius sehingga kemampuan peneliti dalam mengelola kelas sangat rendah. Hal tersebut diperparah dengan masih digunakannya metode ceramah dalam proses pembelajaran, sehingga meminimalkan sikap aktif siswa dalam kegiatan belajarnya. Sedangkan waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 6 bulan, yaitu sejak bulan November 2015 sampai Mei 2016. Dengan kata lain penelitian ini dilaksanakan tahun pelajaran 2015/2016.
B. Metode penelitian dan rancangan siklus penelitian Dalam suatu penelitian diperlukan suatu metode agar hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana yang ditentukan. Dilihat dari tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian yaitu ingin meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas maka penelitian ini termasuk jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau lebih dikenal dengan istilah classroom action research. Basrowi (2008) mengatakan bahwa “penelitian tindakan kelas adalah penelitian praktis yang dimaksudkan untuk memperbaiki pembelajaran di kelas. Upaya perbaikan ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diangkat dari kegiatan sehari-hari di kelas”.1 Senada dengan pernyataan tersebut, Hopkins (1992) menyatakan bahwa “classroom action research merupakan salah 1
H. M. Basrowi, Prosedur Penelitian Tindakan Kelas, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2008), Cet. 2, h. 25
25
26
satu jenis penelitian tindakan yang bersifat praktis sebab penelitian ini menyangkut kegiatan yang dipraktikan guru sehari-hari. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dalam pekerjaan guru. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dalam kancah kelas tempat guru mengajar”.2 Untuk metode penelitian yang digunakan dalam penbelitian ini adalah dengan menggunakan metode Descriptive Research. Hadeli menjelaskan bahwa “penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, situasi atau kejadian dan karakteristik populasi”.3 Lebih lanjut, Sumadi Suryabrata dalam Hadeli mengemukakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk: (1) Mencari informasi faktual yang detail, menggambarkan gejala yang ada; (2) Mengidentifikasi masalah-masalah atau mendapatkan justifikasi keadaan dan praktek-praktek yang telah dan sedang berlangsung; (3) Membuat komparasi dan evaluasi; (4) Mengetahui apa yang dikerjakan orang lain dalam menangani masalah atau situasi yang sama, agar dapat belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa datang.4 Dalam penelitian tindakan kelas, diperlukan adanya rancangan penelitian karena penelitian tindakan kelas tidak sekedar mengungkapkan penyebab permasalahan pembelajaran yang terjadi di kelas tetapi mencari cara mengatasi permasalahan tersebut. Rancangan penelitian merupakan prosedur yang akan dilalui dalam mengumpulkan informasi untuk menjawab permasalahan penelitian. Seperti yang dikatakan oleh Hadeli bahwa “rancangan penelitian berisi gambaran tentang kapan penelitian dilakukan, darimana data diperoleh, dalam kondisi bagaimana subjek yang diteliti dan bagaimana mengolah data dan melaporkannya”.5 Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti akan melakukan penelitian dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II yang masing-masing siklus terdiri dari 4 kegiatan utama yaitu perencanaan, pelaksanaan, analisis dan refleksi. Setiap siklus terdiri dari 2x pertemuan yang masing-masing
2
Ibid., h. 26 Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan, (Ciputat:Quantum Teaching,2006), Cet. 1, h. 63 4 Ibid., h. 64 3
27
dilaksanakan selama 2 jam pelajaran. Apabila pembelajaran siklus I sudah menunjukan indikator keaktifan siswa, maka tindakan tidak dilanjutkan, tetapi apabila pada siklus I belum menunjukkan indikator keaktifan siswa dari tindakan yang dilakukan, maka akan dilaksanakan pembelajaran pada siklus II. Apabila pembelajaran siklus II belum menunjukkan indikator keaktifan siswa dari tindakan yang dilakukan, maka akan dilaksanakan pembelajaran pada siklus selanjutnya. Tetapi apabila sudah menunjukkan keberhasilan indikator keaktifan siswa, maka tidak dilakukan pengulangan tindakan. Namun demikian, peneliti akan berusaha melakukan penelitian dalam dua siklus dikarenakan peneliti akan berusaha secara optimal dengan menerapkan cara dan prosedur yang tepat sehingga dalam dua siklus tersebut dapat menunjukkan indikator keberhasilan penelitian yaitu meningkatnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Namun perlu diperhatikan bahwa penelitian tindakan kelas bersifat situasional, kondisional dan kontekstual. Dengan demikian, peneliti akan mengadaptasi pedoman yang disampaikan secara fleksibel, artinya peneliti akan mempertimbangkan kelayakan waktu, sarana dan prasarana yang dapat digunakan serta permasalahan yang mana pada waktu penelitian bisa dirasakan hasilnya.
C. Subjek penelitian Berdasarkan judul penelitian dalam penelitian ini, maka yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 25 orang terhadap
penerapan strategi
pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match sebagai upaya untuk mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Karena pada umumnya, siswa tingkat dasar cenderung menyukai proses pembelajaran yang aktif dan bervariasi sehingga siswa tidak bosan dalam mengikuti pembelajaran dalam kelas. Dengan demikian, siswa akan lebih antusias mengikuti pembelajaran sehingga dapat menunjukkan seluruh potensi yang dimilikinya.
5
Ibid., h. 59
28
D. Peran dan posisi peneliti dalam penelitian Dalam penelitian ini, peneliti bertugas sebagai pelaksana tindakan yang berkolaborasi dengan kepala sekolah sebagai observer yang bertugas mengamati seluruh aktivitas yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran, serta aktivitas peneliti dalan melaksanakan proses pembelajaran dengan menerapkan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match. Kemudian, observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu penelitian, agar hasil penelitian tersebut benar-benar tepat dan data dapat diperoleh secara lengkap.
E. Tahapan Intervensi Tindakan 1. Kegiatan pendahuluan Pada kegiatan pendahuluan, peneliti melakukan observasi untuk menjajaki proses pembelajaran yang selama ini dilaksanakan. Kemudian, peneliti menganalisis permasalahan yang terjadi serta permasalahan yang ditimbulkan dari kegiatan pembelajaran tersebut. Setelah peneliti melakukan observasi, terlihat bahwa pemasalahan pembelajaran yang timbul berupa kemampuan guru dalam mengelola kelas sangat rendah karena perencanaan pembelajaran yang disiapkan belum mampu digarap secara serius, selain itu metode pembelajaran yang diterapkan masih bersifat konvensional sehingga meminimalkan sikap aktif siswa dalam kegiatan belajarnya. Selanjutnya, peneliti mencari strategi pembelajaran aktif yang tidak hanya meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran tetapi juga dapat meningkatkan kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya, peneliti membuat instumen penelitian yang akan digunakan dalam kegiatan penelitian.
2. Kegiatan pembelajaran pra siklus Pihak yang menjadi pelaksana tindakan dalam kegiatan pembelajaran pra siklus adalah peneliti, sedangkan observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu penelitian yaitu di dalam kelas. Selanjutnya, observer
29
mengamati
keaktifan
siswa
dan
kinerja
peneliti
dalam
kegiatan
pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran pra siklus masih menggunakan metode konvensional guna mengetahui ada atau tidaknya perubahan kondisi pembelajaran setelah dilakukannya tindakan perbaikan pembelajaran melalui penggunaaan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match pada kegiatan pembelajaran siklus I.
3. Kegiatan pembelajaran siklus I a.
Tahap perencanaan Pada tahapan ini, peneliti membuat instrumen yang akan digunakan dalam penelitian yaitu lembar observasi kinerja guru serta lembar observasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) selama 2 kali pertemuan yang masing-masing pertemuan dilaksanakan selama 2 jam pelajaran. Kandungan yang tertuang dalam RPP sesuai dengan
tujuan
penelitian
yaitu
pembelajaran
Pedidikan
Kewarganegaraan (PKn) dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM) dalam upaya meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya, materi pelajaran yang akan digunakan dalam penelitian siklus I yaitu mengenai pemerintahan kota. Materi tersebut sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Tingkat
Satuan
Pendidikan
(KTSP).
dalam Kurikulum
Selanjutnya,
peneliti
mempersiapkan perlengkapan pembelajaran sesuai dengan yang dibutuhkan dalam strategi pembelajaran Index Card Match yang terdiri dari kartu soal dan kartu jawaban.
b. Tahap pelaksanaan pertemuan pertama Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini ádalah pelaksanaan rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Namun,
30
pelaksanaan ini bersifat fleksibel artinya dapat dikondisikan sesuai kebutuhan pengajaran yang berlangsung. Adapun pihak yang menjadi pelaksana tindakan dalam kegiatan pembelajaran adalah peneliti. Sedangkan observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu penelitian yaitu di dalam kelas. Selanjutnya, observer mengamati kinerja peneliti sebagai pelaksana tindakan serta mengamati keaktifan siswa sebagai subjek penelitian dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match. Keaktifan siswa yang dimaksud dalam penelitian ini berupa keaktifan pada kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Adapun dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang masingmasing kegiatan akan diuraikan sebagai berikut: 1.1 Kegiatan awal 1.1.1 Peneliti mengkondisikan kelas berupa kesiapan sarana dan prasarana pembelajaran. 1.1.2 Peneliti
membuka
kegiatan
pembelajaran
dengan
mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa sebelum belajar serta mengisi daftar hadir siswa. 1.1.3 Peneliti
menyampaikan
tujuan
dan
manfaat
materi
pembelajaran. 1.1.4 Peneliti memberian apersepsi pembelajaran agar siswa dapat mengemukakan dugaan sementara berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. 1.2 Kegiatan inti 1.2.1 Peneliti menjelaskan secara kontekstual materi pembelajaran yang akan dipelajari yaitu mengenai pemerintahan kota. 1.2.2 Peneliti memberi stimulus pertanyaan yang mengarah pada materi agar siswa terdorong
31
1.2.3 Guru memperkenalkan siswa pada strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match melalui penjelasan terhadap prosedur pelaksanaan pembelajaran tersebut. 1.2.4 Guru membagikan kartu indeks berupa kartu soal atau kartu jawaban kepada masing-masing siswa. 1.2.5 Guru berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi siswa dalam melaksanakan permainan kartu. 1.2.6 Siswa yang memegang kartu soal mencari jawaban terhadap kartu dimilikinya dengan cara membacakan pertanyaan kemudian menantang teman sekelas yang memegang kartu jawaban tersebut untuk membacakan jawabannya. 1.2.7 Siswa yang telah mendapatkan pasangan kartu duduk berkelompok
sambil
menunggu
siswa
yang
lainnya
mendapatkan kelompoknya. 1.2.8 Guru meminta setiap kelompok mempresentasikan hasil bermain kartunya dengan membacakan kartu pertanyaan sekaligus jawabannya kepada kelompok lain. Sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan. 1.2.9 Setelah permainan kartu Index Card Match selesai, guru meminta siswa untuk kembali ke tempat duduknya. 1.3 Kegiatan akhir 1.3.1 Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin mengajukan argumen yang dimiliknya. 1.3.2 Guru bersama siswa melakukan tanya jawab mengenai materi yang belum dipahami. 1.3.3 Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari. 1.3.4 Guru
menjelaskan
kepada
siswa
mengenai
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
rencana
32
c.
Tahap pelaksanaan pertemuan kedua Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini ádalah pelaksanaan rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Namun, pelaksanaan ini bersifat fleksibel artinya dapat dikondisikan sesuai kebutuhan pengajaran yang berlangsung. Adapun pihak yang menjadi pelaksana tindakan dalam kegiatan pembelajaran adalah peneliti. Sedangkan observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu penelitian yaitu di dalam kelas. Selanjutnya, observer mengamati kinerja peneliti sebagai pelaksana tindakan serta mengamati keaktifan siswa sebagai subjek penelitian dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match. Keaktifan siswa yang dimaksud dalam penelitian ini berupa keaktifan berinteraksi dengan guru, keaktifan siswa berinteraksi siswa lain serta keaktifan terhadap materi pembelajaran. Adapun dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang masing-masing kegiatan akan diuraikan sebagai berikut: 1.1 Kegiatan awal 1.1.1 Guru mengkondisikan kelas berupa kesiapan sarana dan prasarana pembelajaran. 1.1.2 Guru membuka kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa sebelum belajar serta mengisi daftar hadir siswa. 1.1.3 Guru menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran yang dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. 1.2 Kegiatan inti 1.2.1 Guru mengulas sedikit materi yang disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Hal tersebut bertujuan agar siswa siap menerima materi selanjutnya yang masih berkaitan. Kemudian, guru memberikan stimulus pertanyaan yang
33
mengarah pada materi selanjutnya. Hal tersebut bertujuan agar
siswa
terdorong
untuk
mengemukakan
dugaan
sementara berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. 1.2.2 Guru menjelaskan secara kontekstual materi pembelajaran yang akan dipelajari yaitu pemerintahan kota. 1.2.3 Guru menjelaskan kembali kepada siswa mengenai prosedur dalam pelaksanaan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match. 1.2.4 Guru membagikan kartu indeks berupa kartu soal atau kartu jawaban kepada masing-masing siswa. 1.2.5 Guru berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi siswa dalam melaksanakan permainan kartu. 1.2.6 Siswa yang memegang kartu soal mencari jawaban terhadap kartu dimilikinya dengan cara membacakan pertanyaan kemudian menantang teman sekelas yang memegang kartu jawaban tersebut untuk membacakan jawabannya. 1.2.7 Siswa yang telah mendapatkan pasangan kartu duduk berkelompok
sambil
menunggu
siswa
yang
lainnya
mendapatkan kelompoknya. 1.2.8 Guru meminta setiap kelompok mempresentasikan hasil bermain kartunya dengan membacakan kartu pertanyaan sekaligus jawabannya kepada kelompok lain. Sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan. 1.2.9 Setelah permainan kartu Index Card Match selesai, guru meminta siswa untuk kembali ke tempat duduknya. 1.3 Kegiatan akhir 1.3.1 Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin mengajukan argumen yang dimiliknya. 1.3.2 Guru bersama siswa melakukan tanya jawab mengenai materi yang belum dipahami.
34
1.3.3 Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari. 1.3.4 Guru
menjelaskan
kepada
siswa
mengenai
rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya. d. Tahap analisis Pada tahap ini, peneliti dan observer melakukan analisis hasil pengamatan terhadap seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran berupa: 1.1 Seberapa aktif siswa melakukan proses pembelajaran setelah dilakukan tindakan siklus I 1.2 Seberapa besar penurunan siswa yang tidak aktif pada proses pembelajaran setelah tindakan siklus I 1.3 Seberapa besar penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match mampu merangsang siswa untuk berperan aktif selama proses pembelajaran berlangsung.
e.
Tahap refleksi Refleksi merupakan kegiatan mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan untuk melihat apa yang sudah dihasilkan atau apa yang belum dihasilkan selama pelaksanaan kegiatan pembelajaran siklus I, melalui hasil kegiatan yang telah terekam dalam lembar observasi kemudian membandingkannya dengan kegiatan pra siklus. Refleksi tersebut dilakukan sebagai pengamatan akan keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan penelitian yaitu meningkatnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Apabila hasil analisis siklus I sudah menunjukan indikator keaktifan siswa, maka penelitian dihentikan. Adapun indikator keaktifan siswa yang dimaksudkan dalam penelitian ini berupa keaktifan berinteraksi dengan guru, keaktifan berinteraksi dengan siswa lain serta keaktifan terhadap materi pembelajaran. Tetapi apabila indikator keaktifan siswa tersebut belum tercapai, maka penelitian dilanjutkan pada siklus II. Selanjutnya, peneliti dengan guru kelas
35
melakukan diskusi untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran Index Card Match terhadap keaktifan siswa. Hasil diskusi tersebut digunakan untuk melaksanakan tindakan pada siklus II.
4. Kegiatan penelitian siklus II a.
Tahap perencanaan Pada siklus II, peneliti dan guru kelas akan berusaha lebih optimal dalam menerapkan prosedur pembelajaran sehingga pada siklus II dapat menunjukkan indikator keberhasilan penelitian yaitu meningkatnya keaktifan siswa melalui pengggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match. Pada tahapan ini, peneliti membuat instrumen yang akan digunakan dalam penelitian yaitu lembar observasi kinerja guru serta lembar observasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) selama 2 kali pertemuan yang masing-masing pertemuan dilaksanakan selama 2 jam pelajaran. Kandungan yang tertuang dalam RPP sesuai dengan
tujuan
penelitian
yaitu
pembelajaran
Pedidikan
Kewarganegaraan (PKn) dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match dalam upaya meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya, materi pelajaran yang akan digunakan dalam penelitian siklus II yaitu mengenai pemerintahan provinsi. Materi tersebut sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam Kurikulum KTSP. Selanjutnya, peneliti mempersiapkan perlengkapan pembelajaran sesuai dengan yang dibutuhkan dalam strategi pembelajaran index card match yang terdiri dari kartu soal dan kartu jawaban. b. Tahap pelaksanaan pertemuan pertama Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini ádalah pelaksanaan rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Namun, pelaksanaan ini bersifat fleksibel artinya dapat dikondisikan sesuai kebutuhan pengajaran yang berlangsung. Adapun pihak yang menjadi
36
pelaksana tindakan dalam kegiatan pembelajaran adalah peneliti. Sedangkan observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu penelitian yaitu di dalam kelas. Selanjutnya, observer mengamati kinerja peneliti sebagai pelaksana tindakan serta mengamati keaktifan siswa sebagai subjek penelitian dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match. Keaktifan siswa yang dimaksud dalam penelitian ini berupa keaktifan berinteraksi dengan guru, keaktifan siswa berinteraksi siswa lain serta keaktifan terhadap materi pembelajaran. Adapun dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang masing-masing kegiatan akan diuraikan sebagai berikut: 1.1 Kegiatan awal 1.1.1 Guru mengkondisikan kelas berupa kesiapan sarana dan prasarana pembelajaran. 1.1.2 Guru membuka kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa sebelum belajar serta mengisi daftar hadir siswa. 1.1.3 Guru menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran yang dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. 1.2 Kegiatan inti 1.2.1 Guru menjelaskan secara kontekstual materi pembelajaran yang akan dipelajari yaitu mengenai pemerintahan provinsi. 1.2.2 Guru memberi stimulus pertanyaan yang mengarah pada materi agar siswa terdorong untuk mengemukakan dugaan sementara berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. 1.2.3 Guru memperkenalkan siswa pada strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match melalui penjelasan terhadap prosedur pelaksanaan pembelajaran tersebut.
37
1.2.4 Guru membagikan kartu indeks berupa kartu soal atau kartu jawaban kepada masing-masing siswa. 1.2.5 Guru berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi siswa dalam melaksanakan permainan kartu. 1.2.6 Siswa yang memegang kartu soal mencari jawaban terhadap kartu dimilikinya dengan cara membacakan pertanyaan kemudian menantang teman sekelas yang memegang kartu jawaban tersebut untuk membacakan jawabannya. 1.2.7 Siswa yang telah mendapatkan pasangan kartu duduk berkelompok
sambil
menunggu
siswa
yang
lainnya
mendapatkan kelompoknya. 1.2.8 Guru meminta setiap kelompok mempresentasikan hasil bermain kartunya dengan membacakan kartu pertanyaan sekaligus jawabannya kepada kelompok lain. Sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan. 1.2.9 Setelah permainan kartu Index Card Match selesai, guru meminta siswa untuk kembali ke tempat duduknya. 1.3 Kegiatan akhir 1.3.1 Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin mengajukan argumen yang dimiliknya. 1.3.2 Guru bersama siswa melakukan tanya jawab mengenai materi yang belum dipahami. 1.3.3 Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari. 1.3.4 Guru
menjelaskan
kepada
siswa
mengenai
rencana
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
c.
Tahap pelaksanaan pertemuan kedua Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini ádalah pelaksanaan rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Namun, pelaksanaan ini bersifat fleksibel artinya dapat dikondisikan sesuai
38
kebutuhan pengajaran yang berlangsung. Adapun pihak yang menjadi pelaksana tindakan dalam kegiatan pembelajaran adalah peneliti. Sedangkan observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu penelitian yaitu di dalam kelas. Selanjutnya, observer mengamati kinerja peneliti sebagai pelaksana tindakan serta mengamati keaktifan siswa sebagai subjek penelitian dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match. Keaktifan siswa yang dimaksud dalam penelitian ini berupa keaktifan berinteraksi dengan guru, keaktifan siswa berinteraksi siswa lain serta keaktifan terhadap materi pembelajaran. Adapun dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang masing-masing kegiatan akan diuraikan sebagai berikut: 1.1 Kegiatan awal 1.1.1 Guru mengkondisikan kelas berupa kesiapan sarana dan prasarana pembelajaran. 1.1.2 Guru membuka kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa sebelum belajar serta mengisi daftar hadir siswa. 1.1.3 Guru menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran yang dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. 1.2 Kegiatan inti 1.2.1 Guru mengulas sedikit materi yang disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Hal tersebut bertujuan agar siswa siap menerima materi selanjutnya yang masih berkaitan. Kemudian, guru memberikan stimulus pertanyaan yang mengarah pada materi selanjutnya. Hal tersebut bertujuan agar
siswa
terdorong
untuk
mengemukakan
dugaan
sementara berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.
39
1.2.2 Guru menjelaskan secara kontekstual materi pembelajaran yang akan dipelajari yaitu pemerintahan kota. 1.2.3 Guru menjelaskan kembali kepada siswa mengenai prosedur dalam pelaksanaan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match. 1.2.4 Guru membagikan kartu indeks berupa kartu soal atau kartu jawaban kepada masing-masing siswa. 1.2.5 Guru berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi siswa dalam melaksanakan permainan kartu. 1.2.6 Siswa yang memegang kartu soal mencari jawaban terhadap kartu dimilikinya dengan cara membacakan pertanyaan kemudian menantang teman sekelas yang memegang kartu jawaban tersebut untuk membacakan jawabannya. 1.2.7 Siswa yang telah mendapatkan pasangan kartu duduk berkelompok
sambil
menunggu
siswa
yang
lainnya
mendapatkan kelompoknya. 1.2.8 Guru meminta setiap kelompok mempresentasikan hasil bermain kartunya dengan membacakan kartu pertanyaan sekaligus jawabannya kepada kelompok lain. Sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan. 1.2.9 Setelah permainan kartu Index Card Match selesai, guru meminta siswa untuk kembali ke tempat duduknya. 1.3 Kegiatan akhir 1.3.1 Guru memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin mengajukan argumen yang dimiliknya. 1.3.2 Guru bersama siswa melakukan tanya jawab mengenai materi yang belum dipahami. 1.3.3 Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari. 1.3.4 Guru
menjelaskan
kepada
siswa
mengenai
pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
rencana
40
d. Tahap analisis Pada tahap ini, peneliti dan guru kelas melakukan analisis hasil pengamatan terhadap seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran berupa: 1.4 Seberapa aktif siswa melakukan proses pembelajaran setelah dilakukan tindakan siklus II. 1.5 Seberapa besar penurunan siswa yang tidak aktif pada proses pembelajaran setelah tindakan siklus II. 1.6 Seberapa besar penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match mampu merangsang siswa untuk berperan aktif selama proses pembelajaran berlangsung.
e.
Tahap refleksi Refleksi merupakan kegiatan mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan untuk melihat apa yang sudah dihasilkan atau apa yang belum dihasilkan selama pelaksanaan kegiatan pembelajaran siklus II yang telah terekam dalam lembar observasi kemudian membandingkannya dengan kegiatan pra siklus dan dengan kegiatan siklus I. Refleksi tersebut dilakukan sebagai pengamatan akan keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan penelitian yaitu meningkatnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Apabila hasil analisis siklus II sudah menunjukan indikator keaktifan siswa, maka penelitian dihentikan. Adapun indikator keaktifan siswa yang dimaksudkan dalam penelitian ini berupa keaktifan berinteraksi dengan guru, keaktifan berinteraksi dengan siswa lain serta keaktifan terhadap materi pembelajaran. Tetapi apabila indikator keaktifan siswa tersebut belum tercapai, maka penelitian dilanjutkan pada siklus selanjutnya.
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan Dengan diterapkannya strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match, diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas IV MI Raudhatul
41
Muta’allimin pada pelajaran PKn. Peningkatan keaktifan tersebut ditunjukan dengan adanya kenaikan persentase keaktifan siswa pada setiap siklusnya. Adapun indikator keberhasilan penelitian ini ditetapkan sekurang-kurangnya 80% siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Tabel 3.1 Indikator Keaktifan siswa Dalam Proses Pembelajaran Skor
Kriteria
Keterangan
1
jika indikator keaktifan dilakukan oleh
Keaktifan siswa
0-20% siswa
sangat rendah
jika indikator keaktifan dilakukan oleh
Keaktifan siswa
21-40% siswa
rendah
jika indikator keaktifan dilakukan oleh
Keaktifan siswa
41-60% siswa
sedang
jika indikator keaktifan dilakukan oleh
Keaktifan siswa
61-80% siswa
baik
jika indikator keaktifan dilakukan oleh
Keaktifan siswa
81-100% siswa
sangat baik
2
3
4
5
G. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa kegiatan siswa dan kegiatan guru dalam melakukan penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match. Muhammad Idrus mengatakan bahwa “data kualitatif merujuk pada data kualitas objek penelitian, yaitu ukuran data berupa nonangka tetapi berupa satuan kualitas (misalnya istimewa, baik, buruk, tinggi, rendah, sedang), atau juga serangkaian informasi verbal dan nonverbal yang disampaikan informan kepada peneliti untuk menjelaskan perilaku ataupun peristiwa yang sedang menjadi fokus penelitian”. 6 Sedangkan, sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari siswa dan guru kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin, semester I tahun pelajaran 2015/2016.
42
H. Instrumen pengumpulan data Pada prinsipnya, meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena yang akan diteliti sehingga dalam penelitian harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi kinerja guru dan lembar observasi keaktifan siswa dalam pelaksanaan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match. Pengisian lembar observasi dilakukan oleh peneliti sebagai pengamat pembelajaran. Untuk memudahkan penyusunan instrumen, maka perlu digunakan kisi-kisi instrumen. Berikut ini merupakan kisi-kisi instrumen penggumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian.
Tabel 3.1 Kisi-kisi Lembar Observasi Siswa No.
Aspek
Jumlah butir
1.
Keaktifan siswa berinteraksi dengan guru
6
2.
Keaktifan siswa berinteraksi dengan siswa lain
7
3.
Keaktifan siswa terhadap materi pelajaran
2
Tabel 3.2 Kisi-kisi Lembar Observasi Guru No.
Aspek
Jumlah butir
1.
Kinerja guru pada kegiatan pembuka
7
2.
Kinerja guru pada kegiatan inti
10
3.
Kinerja guru pada kegiatan penutup
4
I. Teknik Pengumpulan Data Dalam hal teknik pengumpulan data, Sugiyono menjelaskan bahwa “teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,
6
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta:2009), h. 84
43
karena tujuan utama dari peneitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan”.7 Untuk itu, teknik pengumpulan data yang gunakan dalam penelitian ini adalah teknik non tes berupa observasi, karena kegiatan observasi dalam penelitian tindakan kelas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tindakan di setiap siklusnya. Observasi dilakukan untuk mengamati kinerja guru serta mengamati keaktifan siswa melalui penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match dalam kegiatan pembelajaran. Dengan observasi, peneliti dapat secara langsung melihat objek yang diteliti tanpa melalui perantara yang mungkin bisa melebihkan atau mengurangi data sebenarnya. Menurut Wina Sanjaya, “observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi tetang hal-hal yang akan diamati atau diteliti”.8 Sedangkan Muhammad Idrus mengemukakan bahwa, “observasi merupakan aktifitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis”.9 Selanjutnya,
Sugiono
menegaskan
bahwa
“observasi
sebagai
teknik
pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalui berkomunikasi dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang tetapi juga objek-objek alam yang lain”.10
K. Analisis Data dan Interpretasi Data Analisis data merupakan proses menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil pengamatan. Dalam hal ini, Nasution dalam Sugiono menjelaskan bahwa “Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan 7
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:Alfabeta, 2010), Cet. 11, h. 224 8 Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas, h.86 9 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta:2009), h. 101 10 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:Alfabeta, 2010), Cet. 11, h. 145
44
hasil penelitian”.11 Selanjutnya dalam membahas analisis data dalam penelitian kuantitatif, Miles and Huberman dalam Sugiono mengemukakan bahwa, “aktifitas dalam analisis data kuantitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.”12 Selanjutnya, Miles dan Huberman dalam Muhammad Idrus menambahkan bahwa, “ketiga kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis”.13
L. Pengembangan perencanaan tindakan Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah terjadinya peningkatan keaktifan siswa dalam pengikuti proses pembelajaran pada mata pelajaran PKn. Indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang akan dijadikan tolak ukur dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian. Dengan demikian, penelitian ini mengacu pada indikator penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match dalam upaya meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Strategi pembelajaran kooperatif tipe index card matc dinyatakan efektif dalam meningkatkan keaktifan siswa apabila porsentase keaktifan siswa dalam pembelajaran sebesar ≥80%. Apabila pembelajaran siklus I sudah menunjukan indikator keaktifan siswa, maka tindakan tidak dilanjutkan, tetapi apabila pada siklus I belum menunjukkan indikator keaktifan siswa dari tindakan yang dilakukan, maka akan dilaksanakan pembelajaran pada siklus II. Apabila pembelajaran siklus II belum menunjukkan indikator keaktifan siswa dari tindakan yang dilakukan, maka akan dilaksanakan pembelajaran pada siklus selanjutnya. Tetapi apabila sudah menunjukkan keberhasilan indikator keaktifan siswa, maka tidak dilakukan pengulangan tindakan. 11
Sugiono, Metode Penelitianp Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet. 11, h. 245 12 Ibid., h.59 13 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta:2009), h. 148
45
Untuk itu, peneliti akan berusaha secara optimal dengan menerapkan cara dan prosedur yang tepat sehingga dalam dua siklus tersebut dapat menunjukkan indikator keberhasilan penelitian yaitu meningkatnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Namun perlu diperhatikan bahwa penelitian tindakan kelas bersifat situasional, kondisional dan kontekstual. Dengan demikian, peneliti akan mengadaptasi pedoman yang disampaikan secara fleksibel, artinya peneliti akan mempertimbangkan kelayakan waktu, sarana dan prasarana yang dapat digunakan serta permasalahan yang mana pada waktu penelitian bisa dirasakan hasilnya.
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan tindakan 1. Deskripsi kegiatan pra siklus Kegiatan pembelajaran pra siklus dilaksanakan selama 2x pertemuan. Masing-masing pertemuan menerapkan metode pembelajaran yang biasa dilakukan oleh peneliti yaitu metode pembelajaran konvensional. Kegiatan pembelajaran prasiklus akan diamati oleh observer bersamaan dengan proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal tersebut agar hasil pengamatan benar-benar tepat dan data dapat diperoleh secara lengkap. Dengan demikian, observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu pengamatan yaitu di dalam kelas. Selanjutnya, pengamatan difokuskan pada aspek keaktifan siswa dan kinerja guru dalam menerapkan metode pembelajaran konvensional. Kegiatan pembelajaran prasiklus pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, 2 November 2015. Adapun dalam pelaksanaannya, pada kegiatan awal
sebelum
memulai
pembelajaran
peneliti
membuka
kegiatan
pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa sebelum belajar serta mengisi daftar hadir siswa. Kemudian, peneliti menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari materi pembelajaran yang dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Selanjutnya pada kegiatan inti, peneliti meminta siswa untuk membuka modul pembelajaran PKn materi pemerintahan kota dilanjutkan dengan menunjuk beberapa orang siswa untuk membaca materi tersebut secara bergantian. Kemudian, peneliti menyampaikan materi tersebut secara tekstual. Selanjutnya, peneliti memberikan tugas kepada siswa untuk dijadikan bahan evaluasi siswa dirumah. Pada kegiatan akhir, peneliti memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin bertanya mengenai materi
46
47
yang belum dipahami, kemudian menyampaikan kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari dilanjutkan dengan menutup kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran prasiklus pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Senin, 9 November 2015. Adapun dalam pelaksanaannya, pada kegiatan awal
sebelum
memulai
pembelajaran
peneliti
membuka
kegiatan
pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa sebelum belajar serta mengisi daftar hadir siswa. Kemudian, peneliti menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari materi pembelajaran yang dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Selanjutnya pada kegiatan inti, peneliti meminta siswa untuk membuka modul pembelajaran PKn materi pemerintahan provinsi dilanjutkan dengan menunjuk beberapa orang siswa untuk membaca materi tersebut secara bergantian. Kemudian, peneliti menyampaikan materi tersebut secara tekstual. Selanjutnya, peneliti memberikan tugas kepada siswa untuk dijadikan bahan evaluasi siswa dirumah. Pada kegiatan akhir, peneliti memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin bertanya mengenai materi yang belum dipahami, kemudian menyampaikan kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari dilanjutkan dengan menutup kegiatan pembelajaran.
2. Deskripsi kegiatan siklus 1 Pada
tahapan
ini,
peneliti
membuat
perencanaan
sebelum
dilaksanakannya tindakan berupa pembuatan instrumen yang akan digunakan dalam penelitian yaitu lembar observasi kinerja guru serta lembar observasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) selama 2 kali pertemuan yang masingmasing pertemuan dilaksanakan selama 2 jam pelajaran. Kandungan yang tertuang dalam RPP sesuai dengan tujuan penelitian yaitu pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan
(Pkn)
dengan
menggunakan
strategi
pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match. Selanjutnya, penyusunan materi pelajaran yang akan digunakan dalam penelitian yaitu mengenai pemerintahan kota. Materi tersebut sesuai dengan Standar Kompetensi (SK)
48
dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kegiatan perencanaan terakhir yaitu mempersiapkan perlengkapan pembelajaran sesuai dengan yang dibutuhkan dalam strategi pembelajaran Index Card Match (ICM) yang terdiri dari kartu soal dan kartu jawaban.
2.1 Deskripsi pembelajaran pertemuan pertama Pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, 16 November 2015. Dalam hal ini, observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu pengamatan yaitu di dalam kelas untuk mulai melakukan pengamatan yang difokuskan pada aspek kinerja guru dan keaktifan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran melalui strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Adapun dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang. masing-masing kegiatan akan dijelaskan sebagai berikut: 2.1.1 Kegiatan awal Sebelum
memulai
pembelajaran,
peneliti
melakukan
pengkondisian kelas berupa kesiapan sarana dan prasarana pembelajaran.
Selanjutnya,
peneliti
membuka
kegiatan
pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa sebelum belajar serta mengisi daftar hadir siswa. Kemudian, peneliti menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari materi pembelajaran yang dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Apersepsi tersebut berupa mengajukan pertayaan kepada siswa seperti, “Anak-anak, jika ada seseorang yang bertaya darimana asalmu, pasti kamu akan menjawab nama kotamu. Tahukah kamu, apa yang dimaksud dengan kota?”. Kegiatan apersepsi tersebut dimaksudkan agar terjadi interaksi antara peneliti dengan siswa serta mendorong siswa untuk memberikan
49
dugaan sementara yang berkaitan dengan materi pembelajaran melalui pendapat yang dikemukakannya. 2.1.2 Kegiatan inti Pada kegiatan ini, peneliti menyampaikan materi mengenai pemerintahan kota secara kontekstual. Setelah materi dianggap cukup, selanjutnya peneliti melakukan penguatan terhadap pemahaman
siswa
dengan
memperkenalkan
siswa
pada
pembelajaran Index Card Match melalui penjelasan terhadap prosedur pelaksanaan pembelajaran tersebut. Selanjutnya peneliti membimbing siswa dalam melaksanakan pembelajaran tersebut yang dimulai dengan pembagian kartu kepada masing-masing siswa. Setelah masing-masing siswa menerima kartu yang dibagikan peneliti, selanjutnya peneliti berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi siswa dalam melakukan permainan Index Card Match. Selanjutnya, peneliti mengintruksikan kepada siswa yang memegang kartu pertanyaan untuk mencari jawabannya dengan
cara
membacakan
kartu
pertanyaannya
kemudian
menantang teman sekelas yang memegang kartu jawaban dari pertanyaan tersebut untuk menjawabnya. Siswa yang memiliki kartu jawaban tersebut duduk berkelompok dengan siswa yang memiliki kartu pertanyaan. Setelah seluruh siswa mendapatkan kelompoknya, peneliti mengintruksikan kepada setiap kelompok untuk membacakan kartu pertanyaan sekaligus jawabannya sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan. Kegiatan tersebut berlangsung hingga masing-masing
kelompok
mempresentasikan
hasil
bermain
kartunya. Setelah permainan kartu selesai, peneliti meminta siswa untuk kembali ke tempat duduknya. 2.1.3 Kegiatan akhir Pada kegiatan akhir untuk memantapkan siswa mengenai materi yang telah dipelajari, peneliti memberikan kesempatan
50
kepada siswa yang ingin menjelaskan susunan pemerintahan dari tingkat desa sampai tingkat kota disertai sebutan bagi para pemimpin di setiap wilayah tersebut. Selanjutnya, peneliti melakukan penguatan kepada siswa berupa tanya jawab mengenai materi yang belum dipahami kemudian membimbing siswa untuk membuat kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari. Selanjutnya, peneliti menjelaskan kepada siswa mengenai rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya yaitu mengenai tugas dan wewenang pemerintahan kota. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan peneliti dalam menutup kegiatan pembelajaran.
2.2 Deskripsi pembelajaran pertemuan kedua Pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, 23 November 2015. Dalam hal ini, observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu pengamatan yaitu di dalam kelas untuk mulai melakukan pengamatan yang difokuskan pada aspek kinerja guru dan keaktifan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran melalui strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Adapun dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang. masing-masing kegiatan akan dijelaskan sebagai berikut: 2.1.1 Kegiatan awal Sebelum
memulai
pembelajaran,
peneliti
melakukan
pengkondisian kelas berupa kesiapan sarana dan prasarana pembelajaran.
Selanjutnya,
peneliti
membuka
kegiatan
pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa sebelum belajar serta mengisi daftar hadir siswa. Kemudian, peneliti menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari materi pembelajaran yang dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.
51
Apersepsi tersebut berupa mengajukan pertayaan kepada siswa seperti, “Anak-anak, setiap warga masyarakat yang mendiami wilayah tertentu pasti menginginkan daerahnya aman dan nyaman. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang kita harapkan terkadang tidak berbanding lurus dengan kenyataan yang terjadi. Begitu halnya dengan wilayah kota Jakarta khususnya daerah Jakarta Selatan yang pastinya memiliki permasalahan lingkungan. Dapatkah diantara kalian menyebutkan permasalahan lingkungan apa saja yang terjadi di wilayah Jakarta Selatan? Serta, bagaimana permasalahan lingkungan itu dapat terjadi?”. Kegiatan apersepsi tersebut dimaksudkan agar terjadi interaksi antara peneliti dengan siswa serta mendorong siswa untuk memberikan dugaan sementara yang berkaitan dengan materi pembelajaran melalui pendapat yang dikemukakannya. 2.2.2 Kegiatan inti Pada kegiatan ini, peneliti menyampaikan materi mengenai pemerintahan kota secara kontekstual. Setelah materi dianggap cukup, selanjutnya peneliti melakukan penguatan terhadap pemahaman
siswa
dengan
memperkenalkan
siswa
pada
pembelajaran Index Card Match melalui penjelasan terhadap prosedur pelaksanaan pembelajaran tersebut. Selanjutnya peneliti membimbing siswa dalam melaksanakan pembelajaran tersebut yang dimulai dengan pembagian kartu kepada masing-masing siswa. Setelah masing-masing siswa menerima kartu yang dibagikan peneliti, selanjutnya peneliti berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi siswa dalam melakukan permainan Index Card Match. Selanjutnya, peneliti mengintruksikan kepada siswa yang memegang kartu pertanyaan untuk mencari jawabannya dengan
cara
membacakan
kartu
pertanyaannya
kemudian
menantang teman sekelas yang memegang kartu jawaban dari pertanyaan tersebut untuk menjawabnya. Siswa yang memiliki
52
kartu jawaban tersebut duduk berkelompok dengan siswa yang memiliki kartu pertanyaan. Setelah seluruh siswa mendapatkan kelompoknya, peneliti mengintruksikan kepada setiap kelompok untuk membacakan kartu pertanyaan sekaligus jawabannya sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan. Kegiatan tersebut berlangsung hingga masing-masing
kelompok
mempresentasikan
hasil
bermain
kartunya. Setelah permainan kartu selesai, peneliti meminta siswa untuk kembali ke tempat duduknya. 2.2.3 Kegiatan akhir Pada kegiatan akhir untuk memantapkan siswa mengenai materi yang telah dipelajari, peneliti memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin menjelaskan mengenai tugas dan wewenang walikota Jakarta Selatan yang sudah terealisasikan saat ini. Selanjutnya, peneliti melakukan penguatan kepada siswa berupa tanya jawab mengenai materi yang belum dipahami kemudian membimbing siswa untuk membuat kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari. Selanjutnya, peneliti menjelaskan kepada siswa mengenai rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya
yaitu
mengenai
susunan
organisasi
pemerintahan provinsi. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan peneliti dalam menutup kegiatan pembelajaran.
3. Deskripsi kegiatan siklus II Pada
tahapan
ini,
peneliti
membuat
perencanaan
sebelum
dilaksanakannya tindakan berupa pembuatan instrumen yang akan digunakan dalam penelitian yaitu lembar observasi kinerja guru serta lembar observasi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Selanjutnya menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) selama 2 kali pertemuan yang masingmasing pertemuan dilaksanakan selama 2 jam pelajaran. Kandungan yang tertuang dalam RPP sesuai dengan tujuan penelitian yaitu pembelajaran
53
Pendidikan
Kewarganegaraan
(Pkn)
dengan
menggunakan
strategi
pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Selanjutnya, penyusunan materi pelajaran yang akan digunakan dalam penelitian yaitu mengenai pemerintahan provinsi. Materi tersebut sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan
(KTSP).
Kegiatan
perencanaan
terakhir
yaitu
mempersiapkan perlengkapan pembelajaran sesuai dengan yang dibutuhkan dalam strategi pembelajaran Index Card Match (ICM) yang terdiri dari kartu soal dan kartu jawaban.
3.1 Deskripsi pembelajaran pertemuan pertama Pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, 30 November 2015. Dalam hal ini, observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu pengamatan yaitu di dalam kelas untuk mulai melakukan pengamatan yang difokuskan pada aspek kinerja guru dan keaktifan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran melalui strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Adapun dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang. masing-masing kegiatan akan dijelaskan sebagai berikut: 2.1.1 Kegiatan awal Sebelum
memulai
pembelajaran,
peneliti
melakukan
pengkondisian kelas berupa kesiapan sarana dan prasarana pembelajaran.
Selanjutnya,
peneliti
membuka
kegiatan
pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa sebelum belajar serta mengisi daftar hadir siswa. Kemudian, peneliti menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari materi pembelajaran yang dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.
54
Apersepsi tersebut berupa mengajukan pertayaan kepada siswa seperti, “Anak-anak, di provinsi manakah tempat tinggal kalian saat ini? Adakah diantara kalian dapat mejelaskan pengertian provisi? Apa sebutan bagi pemimpin pemerintahan provinsi?” Kegiatan apersepsi tersebut dimaksudkan agar terjadi interaksi antara peneliti dengan siswa serta mendorong siswa untuk memberikan dugaan sementara yang berkaitan dengan materi pembelajaran melalui pendapat yang dikemukakannya. 2.1.2 Kegiatan inti Pada kegiatan ini, peneliti menyampaikan materi mengenai pemerintahan provinsi secara kontekstual. Setelah materi dianggap cukup, selanjutnya peneliti melakukan penguatan terhadap pemahaman
siswa
dengan
memperkenalkan
siswa
pada
pembelajaran Index Card Match melalui penjelasan terhadap prosedur pelaksanaan pembelajaran tersebut. Selanjutnya peneliti membimbing siswa dalam melaksanakan pembelajaran tersebut yang dimulai dengan pembagian kartu kepada masing-masing siswa. Setelah masing-masing siswa menerima kartu yang dibagikan peneliti, selanjutnya peneliti berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi siswa dalam melakukan permainan Index Card Match. Selanjutnya, peneliti mengintruksikan kepada siswa yang memegang kartu pertanyaan untuk mencari jawabannya dengan
cara
membacakan
kartu
pertanyaannya
kemudian
menantang teman sekelas yang memegang kartu jawaban dari pertanyaan tersebut untuk menjawabnya. Siswa yang memiliki kartu jawaban tersebut duduk berkelompok dengan siswa yang memiliki kartu pertanyaan. Setelah seluruh siswa mendapatkan kelompoknya, peneliti mengintruksikan kepada setiap kelompok untuk membacakan kartu pertanyaan sekaligus jawabannya sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan. Kegiatan tersebut berlangsung hingga
55
masing-masing
kelompok
mempresentasikan
hasil
bermain
kartunya. Setelah permainan kartu selesai, peneliti meminta siswa untuk kembali ke tempat duduknya. 2.1.3 Kegiatan akhir Pada kegiatan akhir untuk memantapkan siswa mengenai materi yang telah dipelajari, peneliti memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin menjelaskan susunan pemerintahan dari tingkat desa sampai tingkat provinsi disertai sebutan bagi para pemimpin di setiap wilayah tersebut. Selanjutnya, peneliti melakukan penguatan kepada siswa berupa tanya jawab mengenai materi yang belum dipahami kemudian membimbing siswa untuk membuat kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari. Selanjutnya, peneliti menjelaskan kepada siswa mengenai rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya yaitu mengenai tugas dan wewenang pemerintahan provinsi. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan peneliti dalam menutup kegiatan pembelajaran.
4.1 Deskripsi pembelajaran pertemuan kedua Pelaksanaan pembelajaran pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin, 07 Desember 2015. Dalam hal ini, observer berada pada tempat dimana data dapat dilihat dan dicermati sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi pada waktu pengamatan yaitu di dalam kelas untuk mulai melakukan pengamatan yang difokuskan pada aspek kinerja guru dan keaktifan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran melalui strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Adapun dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang. masing-masing kegiatan akan dijelaskan sebagai berikut: 2.1.1 Kegiatan awal Sebelum
memulai
pembelajaran,
peneliti
melakukan
pengkondisian kelas berupa kesiapan sarana dan prasarana
56
pembelajaran.
Selanjutnya,
peneliti
membuka
kegiatan
pembelajaran dengan mengucapkan salam, mengajak siswa berdoa sebelum belajar serta mengisi daftar hadir siswa. Kemudian, peneliti menyampaikan tujuan dan manfaat mempelajari materi pembelajaran yang dilanjutkan dengan pemberian apersepsi yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Apersepsi tersebut berupa mengajukan pertayaan kepada siswa
seperti,
“Anak-anak,
siapakah
diatara
kalian
yang
mengetahui jumlah provinsi negara Indonesia? Pernahkah diantara kalian bertanya mengapa Indonesia memiliki banyak provinsi? Dapatkah provinsi di Indoesia bertambah atau berkurang di masa yang akan datang?”. Kegiatan apersepsi tersebut dimaksudkan agar terjadi interaksi antara peneliti dengan siswa serta mendorong siswa untuk memberikan dugaan sementara yang berkaitan dengan materi pembelajaran melalui pendapat yang dikemukakannya. 2.1.2 Kegiatan inti Pada kegiatan ini, peneliti menyampaikan materi mengenai pemerintahan provinsi secara kontekstual. Setelah materi dianggap cukup, selanjutnya peneliti melakukan penguatan terhadap pemahaman
siswa
dengan
memperkenalkan
siswa
pada
pembelajaran Index Card Match melalui penjelasan terhadap prosedur pelaksanaan pembelajaran tersebut. Selanjutnya peneliti membimbing siswa dalam melaksanakan pembelajaran tersebut yang dimulai dengan pembagian kartu kepada masing-masing siswa. Setelah masing-masing siswa menerima kartu yang dibagikan peneliti, selanjutnya peneliti berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi siswa dalam melakukan permainan Index Card Match. Selanjutnya, peneliti mengintruksikan kepada siswa yang memegang kartu pertanyaan untuk mencari jawabannya dengan
cara
membacakan
kartu
pertanyaannya
kemudian
menantang teman sekelas yang memegang kartu jawaban dari
57
pertanyaan tersebut untuk menjawabnya. Siswa yang memiliki kartu jawaban tersebut duduk berkelompok dengan siswa yang memiliki kartu pertanyaan. Setelah seluruh siswa mendapatkan kelompoknya, peneliti mengintruksikan kepada setiap kelompok untuk membacakan kartu pertanyaan sekaligus jawabannya sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan. Kegiatan tersebut berlangsung hingga masing-masing
kelompok
mempresentasikan
hasil
bermain
kartunya. Setelah permainan kartu selesai, peneliti meminta siswa untuk kembali ke tempat duduknya. 2.2.3 Kegiatan akhir Pada kegiatan akhir untuk memantapkan siswa mengenai materi yang telah dipelajari, peneliti memberikan kesempatan kepada siswa yang ingin menjelaskan mengenai tugas dan wewenang gubernur DKI Jakarta yang sudah terealisasikan saat ini. Selanjutnya, peneliti melakukan penguatan kepada siswa berupa tanya jawab mengenai materi yang belum dipahami kemudian membimbing siswa untuk membuat kesimpulan mengenai materi yang telah dipelajari. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan peneliti dalam menutup kegiatan pembelajaran.
B. Analisis data 1. Analisis data pra siklus Kondisi pembelajaran prasiklus merupakan keadaan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional yang biasa dilakukakan oleh peneliti sebelum dilakukannya tindakan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Kegiatan pembelajaran prasiklus sangat diperlukan untuk dijadikan landasan guna mengetahui ada atau tidak adanya peningkatan keaktifan siswa setelah dilakukannya tindakan perbaikan pembelajaran
58
Setelah kegiatan pembelajaran prasiklus dilakukan, terdapat data yang dihasilkan yaitu bahwa dalam pembelajaran PKn peneliti menekankan pada kemampuan menghapal. Padahal, proses terpenting dalam pembelajaran PKn adalah nalar bukan kemampuan menghapal. Sebab penekanan yang berlebihan pada kegiatan menghapal itulah yang menyebabkan siswa tidak tertarik pada pelajaran PKn. Dengan demikian, kondisi pembelajaran yan g sel am a i ni di l a ku k a n berlangsung dengan suasana kaku, tidak terlihat kegiatan aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran karena kegiatan siswa hanya sekedar duduk, diam, dengar, catat dan hapal sehingga siswa merasa bosan dalam mengikuti pelajaran PKn. Disamping itu, kurangnya variasi metode yang digunakan peneliti dalam proses pembelajaran karena peneliti masih menggunakan metode pembelajaran konvensional yang menempatkan siswa pada posisi pasif, sehingga siswa lebih banyak menunggu sajian guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan sehingga siswa kurang mendapatkan pengalaman belajarnya. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran pada pra siklus belum menunjukkan indikator keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran. Hal tersebut dapat dibuktikan oleh hasil persentase rata-rata keaktifan siswa yang hanya sebesar 47,8%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Persentase rata-rata keaktifan siswa prasiklus Siswa Aktif
Indikator
Siswa Tidak Aktif
Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Persentase
1
10
40 %
15
60%
2
16
64 %
9
36 %
3
8
32 %
17
68 %
4
14
56 %
11
44 %
5
16
64 %
9
36 %
59
6
11
44 %
14
56 %
7
9
36 %
16
64 %
8
17
68 %
8
32 %
9
14
56 %
11
44 %
10
14
56 %
11
44 %
11
10
40 %
15
60 %
12
9
36 %
16
64 %
13
9
36 %
16
64 %
14
16
64 %
9
36 %
15
9
36 %
16
64 %
16
9
36 %
16
64 %
17
15
60 %
15
60 %
18
9
36 %
16
64 %
19
9
36 %
16
64 %
20
15
60 %
15
60 %
Rata-rata
47,8 %
54,2 %
Dari tabel rekapitulasi terhadap pengamatan keaktifan siswa pada kegiatan pra siklus menggambarkan bahwa, siswa yang menunjukan keaktifan belajar sesuai dengan lembar observasi dalam penelitian hanya sebesar 47,8%, sedangkan siswa yang belum menunjukkan keaktifan mencapai 54,2%. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat keaktifan siswa pada pembelajaran pra siklus termasuk ke dalam kategori rendah sehingga diperlukan perbaikan pembelajaran siklus I.
60
2. Analisis data siklus I Berdasarkan hasil obervasi yang telah peneliti lakukan pada siklus I menggambarkan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran sudah mulai terlihat walaupun belum menyeluruh. Hal tersebut berupa gambaran siswa yang cenderung pendiam sudah mulai membaur dengan teman saat pelaksanaan permainan kartu walaupun sedikit kebingungan dan suasana kelas menjadi sedikit ramai, keaktifan siswa berinteraksi dengan guru pun sudah mulai terlihat yang dibuktikan dengan siswa dapat merespon berbagai intruksi yang diberikan guru. Selanjutnya, pada kegiatan akhir pun siswa dapat mengajukan argumen yang dimilikinya dengan penuh semangat dan antusias serta dapat menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dipelajari dengan bahasa sendiri. Dengan demikian, persentase rata-rata keaktifan belajar siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I mencapai 60,3%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Table 4.2 Keaktifan siswa siklus I Indikator
Siswa Aktif
Siswa Tidak Aktif
Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Persentase
1
15
60 %
10
40 %
2
16
64 %
9
36 %
3
13
52 %
12
48 %
4
14
58 %
11
44 %
5
17
68 %
8
32 %
6
18
72 %
7
28 %
7
11
44 %
14
56 %
8
16
64 %
9
36 %
9
19
76 %
6
24 %
61
10
16
64 %
9
36 %
11
15
60 %
10
40 %
12
17
68 %
8
32 %
13
11
44 %
14
56 %
14
17
68%
8
32 %
15
13
52%
12
48 %
16
17
68%
8
32 %
17
15
60%
10
40 %
18
15
60%
10
40 %
19
13
52%
12
48 %
20
13
52%
12
48 %
Rata-rata
60%
41%
Dari tabel rekapitulasi terhadap pengamatan keaktifan siswa pada kegiatan siklus I menggambarkan bahwa, siswa yang menunjukan keaktifan belajar sesuai dengan lembar observasi dalam penelitian mencapai 60%, sedangkan siswa yang belum menunjukkan keaktifan sebesar 41%. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat keaktifan siswa pada pembelajaran siklus I termasuk ke dalam kategori sedang sehingga diperlukan perbaikan pembelajaran siklus II agar keaktifan siswa lebih meningkat.
3. Analisis data siklus II Berdasarkan hasil obervasi yang telah peneliti lakukan pada siklus II menggambarkan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran sudah mulai menyeluruh. Peningkatan nampak pada saat siswa sangat antusiasme dalam merespon berbagai intruksi yang diberikan guru. Serta, pada saat memulai pembelajaran Index Card Match terlihat bahwa siswa ingin segera mendapatkan kartu dan tak sabar untuk segera membuat kelompok. Setelah
62
mendapatkan kelompok, siswa terlihat saling bekerja sama antar anggota kelompok sehingga terjalin komunikasi aktif antara siswa dengan siswa lain. Pada kegiatan akhir pun, siswa saling merebut kesempatan untuk mengajukan argumen yang dimilikinya, serta terlihat siswa semakin aktif dalam membuat catatan-catatan kecil terhadap materi yang guru sampaikan. Sehingga, persentase rata-rata keaktifan belajar siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I I mencapai 81,6%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Table 4.3 Keaktifan siswa siklus II Siswa Aktif Indikator
Siswa Tidak Aktif
Frekuensi
Persentase
Frekuensi
Persentase
1
22
88 %
3
12 %
2
20
82 %
5
18 %
3
16
88 %
9
12 %
4
19
76 %
6
24 %
5
19
76 %
6
24 %
6
16
84 %
9
16 %
7
23
92 %
2
8%
8
21
84 %
4
16 %
9
16
74 %
9
26 %
10
19
76 %
6
24 %
11
17
78 %
8
22 %
12
14
76 %
11
24 %
13
12
58 %
13
42 %
14
22
88 %
3
12 %
63
15
24
96 %
1
4%
16
23
92 %
2
8%
17
16
78 %
9
22 %
18
19
76 %
9
36 %
19
24
96 %
1
4%
20
16
74 %
9
26 %
Rata-rata
81%
19%
Dari tabel rekapitulasi terhadap pengamatan keaktifan siswa pada kegiatan siklus II menggambarkan bahwa, siswa yang menunjukan keaktifan belajar sesuai dengan lembar observasi dalam penelitian telah mencapai 81%, sedangkan siswa yang belum aktif hanya sebesar
19%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tingkat keaktifan siswa pada pembelajaran siklus II termasuk ke dalam kategori sangat baik sehingga tidak diperlukan perbaikan pembelajaran siklus selanjutnya.
C. Pembahasan Kondisi kegiatan pembelajaran pra siklus merupakan keadaan siswa sebelum tindakan perbaikan pembelajaran dilakukan. Kegiatan pembelajaran pra siklus sangat diperlukan untuk dijadikan landasan guna mengetahui ada atau tidak adanya peningkatan keaktifan siswa setelah dilakukan tindakan. Setelah kegiatan pembelajaran pra siklus dilakukan terdapat data yang dihasilkan yaitu seperti yang disajikan dalam diagram berikut.
64
Diagram 4.1 Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran pra siklus 40 35 30 25 20 15 10
Aktif
19%
Tidak Aktif
81%
5 0 Siklus I
Siklus II
Diagram tersebut menggambarkan bahwa pada kegiatan pembelajaran pra siklus, hanya sebesar 81% siswa yang menunjukan keaktifan belajar sesuai dengan lembar observasi penelitian, sehingga masih terdapat 19% siswa yang belum aktif. Rendahnya keaktifan siswa tersebut dipengaruhi oleh rasa bosan siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang berlangsung sangat monoton sehingga pembelajaran kurang menarik perhatian siswa. Sehingga tingkat keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran pra siklus termasuk ke dalam kategori rendah, maka diperlukan perbaikan pembelajaran pada siklus I. Setelah kegiatan pembelajaran siklus I dilakukan, peneliti melakukan kegiatan refleksi untuk melihat apa yang telah dihasilkan selama kegiatan pembelajaran berlangsung melalui pelaksanaan tindakan yang terekam dalam lembar observasi. Setelah kegiatan pembelajaran siklus I dilakukan, terdapat data yang dihasilkan yaitu seperti yang disajikan dalam diagram berikut.
65
Diagram 4.2 Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I
60%
40%
Aktif Tidak Aktif
Diagram tersebut menggambarkan bahwa pada kegiatan pembelajaran siklus I, terdapat 48,27% siswa yang menunjukan keaktifan belajar sesuai dengan lembar observasi penelitian, sehingga masih terdapat 51,73% siswa yang belum aktif. Masih rendahnya keaktifan siswa tersebut dapat dipengaruhi karena metode pembelajaran index card match belum pernah diterapkan sehingga masih terdapat siswa yang bingung saat mengikuti pembelajaran dengan metode index card match, untuk itu guru banyak memberikan pengarahan kepada siswa sehingga waktu pembelajaran menjadi lebih lama. Guru pun terlihat sedikit bingung karena kondisi kelas pada saat itu terlihat ramai. Namun, pada akhirnya guru dapat mengelola dan mengendalikan keberlangsungan proses pembelajaran dengan cara meminta siswa yang sudah mendapatkan pasangan kartu untuk segera membuat kelompok sehingga tidak mengganggu iklim belajar. Walaupun demikian, persentase rata-rata keaktifan belajar siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I mengalami peningkatan dibandingkan dengan kegiatan pembelajaran pra siklus. Meningkatnya keaktifan siswa tersebut dikarenakan siswa merasa tidak bosan dalam kegiatan pembelajaran karena tidak mengharuskan siswa untuk selalu duduk di tempat duduknya melainkan dapat berpindah untuk berinteraksi dengan guru dan siswa lain. Sehingga kegiatan pembelajaran lebih menarik perhatian siswa dan membuat siswa senang dalam
66
menjalani kegiatan pembelajaran. Selanjutnya, peningkatan keaktifan siswa tersebut dapat dilihat secara rinci pada diagram berikut.
Diagram 4.3 Persentase perbandingan keaktifan siswa Pada kegiatan pembelajaran pra siklus dengan siklus I
40 35 30 25 20
Aktif
15
Tidak Aktif
10 5 0 Siklus I
Siklus II
Diagram tersebut merupakan gambaran perbandingn keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran pra siklus dengan kegiatan pembelajaran siklus I. Pada diagram tersebut, menunjukkan bahwa keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I mengalami peningkatan setelah dilakukannya tindakan perbaikan pembelajaran dengan diterapkannya strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match dalam kegiatan pembelajaran dibandingkan dengan kegiatan pembelajaran pra siklus dengan metode pembelajaran konvensional. Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaan pra siklus hanya sebesar 17,30%, kemudian setelah dilakukan kegiatan pembelajaran siklus I dengan diterapkannya strategi pembelajaran kooperatif tipe index card match dalam kegiatan pembelajaran meningkat sebesar 30, 97%, sehingga persentase rata-rata keaktifan belajar siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I mencapai 48,27%. Walaupun demikian, meskipun terjadinya peningkatan keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I tetapi persentase yang dihasilkan masih termasuk ke dalam kategori sedang sehingga diperlukan perbaikan pembelajaran
67
pada siklus II dengan melaksanakan prosedur pembelajaran yang lebih optimal agar keaktifan siswa lebih meningkat dari siklus sebelumnya. Selanjutnya, setelah kegiatan pembelajaran siklus II dilakukan, peneliti melakukan kegiatan refleksi untuk melihat apa yang telah dihasilkan selama kegiatan pembelajaran berlangsung melalui pelaksanaan tindakan yang terekam dalam lembar observasi. Setelah kegiatan pembelajaran siklus II dilakukan, terdapat data yang dihasilkan yaitu seperti yang disajikan dalam diagram berikut.
Diagram 4.4 Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus II
Diagram tersebut menggambarkan bahwa pada kegiatan pembelajaran siklus II, terdapat 80,53% siswa yang menunjukan keaktifan belajar sesuai dengan lembar observasi penelitian, sehingga hanya tersisa 18,13% siswa yang belum aktif. Meningkatnya keaktifan siswa tersebut dikarenakan kegiatan pembelajaran Index Card Match yang dilakukan sudah berjalan dengan baik karena guru membimbing siswa pada kegiatan pembelajaran tersebut dengan baik pula. Siswa tidak lagi canggung dalam melaksanakan permainan kartu melainkan sangat antusias dalam kegiatan pembelajaan. Keadaan tersebut membuat kegiatan pembelajaran pada siklus II lebih menarik perhatian siswa dan membuat siswa senang dalam menjalani kegiatan pembelajaran sehingga siswa penuh semangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, persentase rata-rata keaktifan belajar siswa pada kegiatan pembelajaran siklus II mengalami peningkatan dibandingkan
68
dengan kegiatan pembelajaran siklus I. Selanjutnya, peningkatan keaktifan siswa tersebut dapat dilihat secara rinci pada diagram berikut. Diagram 4.5 Persentase perbandingan keaktifan siswa Pada kegiatan pembelajaran siklus I dengan siklus II
Diagram tersebut merupakan gambaran perbandingan keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I dengan kegiatan pembelajaran siklus II. Pada diagram tersebut, menunjukkan bahwa keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus II mengalami peningkatan dibandingkan dengan kegiatan pembelajaran siklus I. Persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaan siklus I hanya sebesar 48,27%, kemudian setelah dilakukan penyempurnaan kegiatan pembelajaran pada siklus II meningkat sebesar 33,60%, sehingga persentase rata-rata keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus II sebesar 81,87%. Dengan demikian, persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaan siklus II termasuk ke dalam kategori sangat baik sehingga tidak diperlukan perbaikan pembelajaran pada siklus selanjutnya karena kegiatan pembelajaran pada siklus II sudah menunjukkan indikator keberhasilan penelitian yaitu meningkatnya keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan diterapkannya strategi pembelajaran koopeatif tipe index card match. Selanjutnya,
berikut
adalah
diagram
keberhasilan
penelitian
berupa
69
meningkatnya keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dari pelaksanaan pembelajaran pra siklus, siklus I dan siklus II. Diagram 4.6 Persentase perbandingan keaktifan siswa Pada kegiatan pembelajaran pra siklus, siklus I dengan siklus II
Diagram tersebut merupakan gambaran perbandingan keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran pra siklus, siklus I dan siklus II. Pada kegiatan pra siklus, hanya sebesar 17,30% siswa yang menunjukan keaktifan belajar sesuai dengan lembar observasi penelitian, sehingga masih terdapat 82,70% siswa yang belum aktif. Sedangkan pada kegiatan perbaikan pembelajaran siklus I keaktifan siswa meningkat sebesar 30,97%, sehingga persentase rata-rata keaktifan belajar siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I mencapai 48,27%. Selanjutnya pada kegiatan penyempurnaan pembelajaran siklus II, keaktifan siswa kembali meningkat sebesar 33,60%, sehingga persentase rata-rata keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus II sebesar 81,87%. Dengan demikian, berdasarkan diagram tersebut ditunjukkan bahwa adanya peningkatan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran yang dimulai dari kegiatan pembelajaran pra siklus, siklus I dan siklus II. Hal tersebut menandakan keberhasilan penelitian berupa meningkatnya keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan diterapkannya strategi pembelajaran koopeatif tipe index card match. yang peneliti lakukan pada mata pelajaran Pkn terhadap siswa kelas
70
IV MI Raudhatul Muta’allimin tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 25 orang dengan rincian 10 siswa dan 15 siswi.
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data terhadap penelitian yang dilakukan peneliti dalam pembelajaran PKn pada siswa kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin Tahun Pelajaran 2015/2016, dapat disimpulkan bahwa penggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM) dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran PKn. Peningkatan keaktifan siswa tersebut dapat dilihat dari hasil observasi siklus I dan siklus II. Dari hasil penelitian, peningkatan tersebut dapat dilihat dari persentase antara siklus I dan siklus II. Pada kegiatan pembelajaan pra siklus, persentase keaktifan
siswa
hanya
sebesar
47,8%,
setelah
dilakukan
perbaikan
pembelajaran pada siklus I meningkat sebesar 12,2% sehingga persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus I sebesar 60%, bahkan pada penyempurnaan pembelajaran yang dilakukan pada siklus II meningkat lagi sebesar 21% dari siklus I sehingga persentase keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran siklus II mencapai 81%. Dengan demikian, perbaikan pembelajaran yang dilakukan sudah mencapai indikator penelitian yaitu meningkatkan keaktian siswa dalam pembelajaran.
B. Implikasi Dari hasil penelitian menyatakan bahwa terjadinya peningkatan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran melalui penerapan strategi pembelajaraan kooperatif tipe Index Card Match (ICM). Dengan demikian, implikasi yang diharapkan dari penelitian ini yaitu strategi pembelajaraan kooperatif tipe ICM mampu meningkatkan keaktifan belajar siswa pada pelajaran PKn. Untuk itu, diharapkan kepala sekolah selaku pimpinan dapat memberikan dukungan dalam penerapan strategi pembelajaran kooperatif tipe ICM untuk perbaikan pembelajaran. Selain itu juga, melalui berbagai metode pembelajaran terutama ICM dapat menimbulkan variasi dalam proses belajar mengajar di sekolah.
C. Saran Setelah melakukan penelitian dengan menerapkan strategi pembelajaraan kooperatif tipe Index Card Match (ICM) pada pelajaran PKn kelas IV MI Raudhatul Muta’allimin, maka peneliti perlu memberikan saran agar kegiatan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM) dapat menarik perhatian siswa sehingga siswa memiliki semangat dan antusias dalam kegiatan belajarnya. 1.
Bagi siswa, dalam proses pembelajaran PKn sebaiknya siswa diarahkan untuk bisa menyelesaikan permasalahannya menurut cara mereka sendiri dan diberikan kebebasan berkreasi. Hal ini membuat siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran PKn.
2.
Bagi guru, hendaknya selalu menggunakan variasi metode pembelajaran pada setiap pertemuan, namun tetap mempertimbangkan materi yang aka disampaikan agar siswa lebih tertarik mengikuti pelajaran PKn.
3.
Bagi kepala sekolah, hendaknya mengembangkan penggunaan berbagai metode pelajaran terutama strategi pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match (ICM) dengan mengikutertakan dewan guru dalam megikuti pelatihan metode pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Yahya Ismail, Ilmu Pendidikan Teoritis, (Jakarta: Ganeca Exact, 2008). Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed. 1, (Jakarta:Kencana, 2010). Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2003). Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed. 2, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012). Mel Silberman, Active Learning, 101 (Yogyakarta:Pustaka Insan Madani:2009).
Strategi
Pembelajaran
Aktif,
Dasim Budimansyah, PAKEM Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan, (PT. Ganesindo, 2009). Yudhi Munadi, Pembelajarn Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan menyenangkan, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011). Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta:Kencana, 2010) . Marwan, Metode Index Card Match, (Jakarta: Wordpres, 2012).
Ed.1,
Opih Priyatna, Pendidikan Kewarganegaraan 4 untuk SD/MI kelas IV, (Jakarta:Pusat Perbukuan,Departemen Pendidikan Nasional, 2009). Setiati Widihastuti, Pendidikan Kewarganegaraan untuk SD kelas IV, (Jakarta :Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009). Sri Sdiman, Pendidikan Kewarganegaraan 4, (Jakarta:Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009). H. M. Basrowi, Prosedur Penelitian Tindakan Kelas, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2008). Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan, (Ciputat:Quantum Teaching,2006). Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta:2009). Sugiyono, Metode Penelitian (Bandung:Alfabeta, 2010).
Kuantitatif,
Kualitatif
dan
R&D,
Sugiono, Metode Penelitianp Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet. 11, h. 245