PENINGKATAN RENDEMEN DAN MUTU MINYAK NILAM ACEH DALAM RANGKA MEREBUT PELUANG PASAR INTERNASIONAL Harunsyah Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe e-mail:
[email protected]
Abstrak Provinsi Aceh merupakan daerah penyumbang minyak nilam terbesar di Indonesia. Namun sebagian besar masih diusahakan oleh petani nilam tradisional, kebanyakan dari mereka belum mengikuti pola penyulingan yang baik dan benar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kondisi optimum penyulingan di tinjau dari segi desain alat dan kondisi operasi terhadap mutu minyak nilam yang dihasilkan. Dalam penelitian ini, tanaman nilam yang digunakan diambil dari lahan rakyat dari kawasan aceh utara. Sebelum dilakukan penyulingan bahan baku nilam dilakukan pengolahan pendahuluan untuk mendapatkan rendemen yang baik, kemudian daun dan ranting nilam didestilasi dengan menggunakan metode destilasi uap yang bertekanan dengan tiga taraf perlakuan secara berulang tiga kali dengan parameter perbedaan temperatur, tekakan dan waktu penyulingan. Untuk meningkatkan mutu minyak nilam yang diperoleh juga harus mendapatkan pengolahan selanjutnya berupa pemurnian. Hasil penyulingan Minyak nilam dianalisa dengan menggunakan gas kromatografi dan spektrometri massa (GCMS). Bahan-bahan kimia dan alat-alat maupun metode analisa minyak nilam yang akan digunakan dalam penelitian menggunakan analisa standart menurut SNI 06-2385-2006. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh dengan metode uap bertekanan suhu termodifikasi dan perlakuan pendahuluan menghasilkan rendemen penyulingan tertinggi pada temperatur penyulingan O 135 C dan waktu penyulingan selama 6 jam, yaitu 3,77% serta hasil terendah O diperoleh pada temperatur penyulingan 120 C dan waktu penyulingan selama 6 jam yaitu 2,30% dengan kadar Patchouli Alkohol nilainya sekitar 31,115% 44,00%. Secara signifikan hasil penelitian menunjukan bahwa rendemen minyak meningkat dengan peningkatan temperatur penyulingan. Kata kunci: Kondisi optimum, rendemen, mutu, harga internasional
1. Pendahuluan Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang sering juga disebut dengan minyak eteris atau minyak terbang. Komposisi dari minyak atsiri sangatlah kompleks sekitar 40 atau lebih senyawa, terutama terpenoid, yaitu sesquiterpen - sesquiterpen dan ester[1]. Indonesia adalah satu penghasil minyak nilam terbesar di dunia. Minyak nilam merupakan komoditas ekspor, sebesar 85,6% dari total produksi diekspor ke luar negeri [2]. Sebagai komoditas ekspor, harga nilam di dalam negeri tergantung dari harga internasional, maka kesejah-teraan petani nilam juga sangat tergantung dari harga internasional. Walaupun Indonesia mensuplai sekitar 75% sampai 90 % [3,4] dari kebutuhan dunia, tetapi keberadaan nilam di negeri ini mengalami banyak kendala [5]. Beberapa kendala umum yang ditemui adalah a) rendahnya rendemen minyak nilam yang diperoleh, b) mutu minyak rendah dan beragam, c) penyediaan produk tidak kontinyu dan d) harga yang terjadi berfluktuasi. Permasalahan-permasalahan di atas erat kaitannya satu dengan yang lainnya sehingga diperlukan upaya dan terobosan-terobosan baru yang saling dapat menghilangkan permasalahan tersebut. Produksi minyak nilam di Indonesia terkonsentrasi di tiga wilayah yang berbeda: provinsi Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Provinsi lainnya seperti Bengkulu dan lampung dan beberapa wilayah lainnya di Jawa sekarang sedang berusaha untuk mengembangkan komoditas ini [6]. Sekarang ini minyak nilam Indonesia untuk ekspor terutama di produkasi di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Minyak nilam Indonesia sangat terkenal karena memiliki kwalitas yang paling baik di pasar dunia. Ini ditunjukkan dengan pendudukannya mencapai 80-90% pangsa pasar global. Pada saat ini tidak ada cukup suplai nilam untuk memenuhi permintaan global. Volume ekspor minyak nilam semakin meningkat setiap tahunnya sebesar 6% selam 10 tahun terakhir [7,9] dan permintaan minyak nilam di seluruh dunia tiap tahunnya adalah antara 1200-1400 ton. Karena sebesar 80-90% produksi sekarang ini dipasok oleh Indonesia. Indonesia sebenarnya memonopoli komiditas ini. Hal ini menghadirkan peluang tertentu bagi industri minyak nilam di Indonesia. Aceh memiliki fasilitas yang mendukung kegiatan usaha untuk tujuan ekspor. Terdapat beberapa fasilitas transportasi di Aceh untuk mengirim barang dan produk. Tiga jalur darat utama di Aceh yang memungkinkan truk mengangkut barang dan produk-produk ke kota kota besar. Di bagian pantai utara dan timur membentang rute dari Banda Aceh ke Medan melalui Bireuen, Lhokseumawe dan Langsa. Di pantai barat dan selatan membentang jalur baratselatan dari Banda Aceh ke perbatasan Provinsi Sumatera Utara melalui Calang, Meulaboh, Blang Pidie, Tapaktuan dan Subulussalam. Jalur dataran tinggi membentang dari Bireuen ke perbatasan Provinsi Sumatera Utara melalui Takengon, Blangkejeren dan Kutacane. Pemerintah dan USAID saat ini telah membangun jalan utama antara Banda Aceh dan Calang untuk menggantikan jalan pantai yang hancur pada saat tsunami terjadi tahun 2004. Pembangunan jalan utama ini diperkirakan akan selesai pada tahun 2012. Keberadaan jalan ini akan membantu dalam meningkatkan kegiatan ekonomi di sepanjang pantai Barat Aceh. Aceh masih memiliki banyak peluang bisnis dan peluang investasi. Lokasi geografis provinsi yang berada pada ujung Selat Malaka yang menghubungkan Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan merupakan sebuah aset penting dalam perdagangan regional. Di bidang pertanian, Aceh memproduksi minyak kelapa sawit, kopi, karet, kelapa, cengkeh, tebu, kapas, coklat, lada, tembakau, pala, pinang dan nilam. Aceh juga kaya akan sumber daya pertambangan terutama minyak, gas alam, tembaga, batubara, emas, bijih besi, mangan, dan timah. 1.1 Perdagangan Minyak Atsiri Dunia Perdagangan minyak atsiri (esensial) merupakan salah satu usaha yang 40 paling tua dan paling menguntungkan di dunia . Minyak atsiri dapat diperoleh dari berbagai bahagian dari tanaman, seperti akar, batang, ranting, daun, bunga atau bahkan dari buahnya. Terdapat 150 sampai 200 spesies tanaman yang menghasilkan minyak atsiri dan kira-kira 70 jenis minyak atsiri 41 bisa ditemui di pasar dunia [8]. Masing-masing minyak atsiri memiliki nilai ekonomi yang berbeda. Bahan-bahan mentah yang menghasilkan minyak memiliki karakteristik fisik dan kandungan kimiawi yang berbeda. Bila diproses, bahan-bahan tersebut menghasilkan volume minyak yang berbeda. Oleh karena itu, minyak atsiri tersebut berbeda-beda harganya. Kebanyakan minyak atsiri (72,58%) memiliki pangsa pasar yang kecil dan volume permintaan yang rendah. Sedang volume permintaan yang tinggi didominasi hanya oleh sembilan jenis minyak atsiri. Hal ini berpengaruh pada varietas minyak atsiri yang diekspor dari Indonesia. Walaupun Indonesia menghasilkan berbagai jenis minyak atsiri, hampir 85% dari volume/omset minyak atsiri yang diekspor dari Indonesia terutama berasal dari tiga produk: nilam, pala dan cengkeh. Salah satu dari tiga minyak atsiri yang disebut di atas yang mempunyai skala produksi yang terbatas adalah minyak nilam. Minyak nilam (Pogostemo Cablin Benth) merupakan salah satu minyak atsiri yang diminati untuk aroma lembut dan mewah [7]. Permintaan global untuk minyak nilam adalah antara 1200-1400 ton pertahun [9]. Minyak nilam dianggap sebagai bahan kunci produk wewangian. Minyak nilam dipergunakan sebagai bahan mentah untuk sejumlah produk jadi, seperti kosmetik, antiseptic, pestisida, aromaterapi dan sebagai fixative untuk mengikat minyak atsiri lainnya. Minyak nilam selalu sangat diminati di negara-megara asia, yang juga merupakan tempat dimana minyak nilam pertama sekali ditemukan dan dibudidayakan. Nilam telah menjadi bahan yang penting dalam pengobatan tradisional di asia dan arab dimana orang menganggap minyak tersebut bertindak sebagai stimulan (perangsang).
2. Metode Penelitian 1) Penangan Bahan Baku Untuk mendapatkan rendemen minyak yang tinggi tentu harus memilih varietas yang unggul. Panen dilakukan pada umur tanaman 6 bulan dan dilakukan pada pagi atau menjelang malam hari agar kandungan minyaknya tetap tinggi. Daun dan ranting (terna) hasil panen
dikering anginkan selama 2-3 hari untuk mengurangi kadar air sampai 15%. Daun yang sudah cukup kering dapat disimpan atau langsung disuling. 2) Desain Alat Dan Prosudur Penyulingan Penyulingan nilam adalah suatu proses pengambilan minyak dari daun dan ranting nilam dengan bantuan uap panas bertekanan dimana minyak dan uap air tidak bercampur. Proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air [9,14]. Cara penyulingan dan bahan konstruksi alat penyuling juga mempengaruhi randemen dan mutu minyak nilam [5]. Cara penyulingan minyak nilam yang paling baik adalah penyulingan dengan uap langsung dan konstruksi alat penyuling terbuat dari besi tahan karat (Stainless Steel). Bahan ditempatkan di atas saringan dan tidak berhubungan langsung dengan air tetapi berhubungan dengan uap. Penyulingan dengan sistem ini pada dasarnya hanyalah dengan mengalirkan uap jernih yang bertekanan tinggi melalui pipa dari ketel ke dalam alat penyuling. Bersama uap jernih ini minyak nilam akan ikut terbawa. Selanjutnya campuran minyak dan uap jernih ini dikondensasi di pipa pendingin. Setelah mengalami pendinginan campuran minyak dan air ditampung di bejana pemisah. Dengan adanya perbedaan berat jenis maka air dapat terpisah dari minyak. Penyulingan dengan cara ini akan menghasilkan minyak yang bermutu tinggi. Bagian-bagian utama komponen penyulingan adalah sebagai berikut : a) Ketel suling Ketel suling dibuat dari besi tahan karat. Satu set alat suling hanya memiliki 1 ketel suling. Ketel suling berbentuk silinder dan berdiameter 50 cm dan tinggi 1 m. Daya tampung ketel suling ini adalah 1 karung nilam kering ( 1 karung nilam kering memiliki bobot 10 kg). Ketel suling dilengkapi dengan tutup yang bisa ditutup dan dibuka. Saringan diletakkan diantara bahan suling dan air. b) Pipa pendingin Pipa pendingin berfungsi untuk mengembunkan uap air dan minyak. Pipa pendingin yang digunakan berbentuk pipa panjang berdiameter 10 cm. Pipa ini berada diantara ketel suling dan penampung hasil dan berbentuk selinder dengan panjangnya 1,5m. Pada sebagian pipa dialirkan air dingin yang cukup secara kontinyu selama proses penyulingan berlangsung. c) Penampung hasil Alat penampung berfungsi untuk menampung hasil suling yang keluar dari pipa pendingin. Alat ini terbuat dari kaleng yang dilengkapi 2 buah keran yang terdapat di bagian atas dan bawah. Minyak nilam memiliki berat jenis yang lebih kecil dibanding dengan air sehingga, minyak akan berada di bagian atas. Minyak nilam dikeluarkan melalui keran yang terletak dibagian atas, sedangkan air dibuang melalui keran yang berada di bagian bawah. 2.1 Rancangan Percobaan Sampel pohon nilam yang akan diproses dan dianalisis berasal dari Kecamatan Nisam kabupaten Aceh Utara. Panen dilakukan ketika daunnya masih berwarna hijau tua dan belum berubah menjadi cokelat. Pemanenan terna nilam dilakukan pada pagi atau sore hari agar diperoleh kandungan minyak yang tinggi. Kandungan minyak nilam tertinggi terdapat pada bagian daun yaitu 4-5% [10]. Sebelum disuling, daun nilam dijemur di bawah sinar matahari selama 4 jam (dari pukul 10.00 sampai 14.00) selama 3-5 hari bergantung pada terik matahari. Selama penjemuran, daun dibolak-balik agar kering merata dan tidak lembap. Kadar air terna daun nilam kering optimal adalah 12- 5%. Sebelum penyulingan daun dikecilkan ukuran dengan tujuan waktu kontak antara uap panas kering dengan daun lebih baik. Usaha pengecilan ukuran merupakan upaya pengurangan ketebalan bahan hingga difusi dapat terjadi sempurna. Rendemen minyak nilam dapat ditingkatkan dengan penanganan bahan baku yang tepat. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan dan diulang tiga kali dengan parameter perbedaan temperatur, tekanan operasi dan waktu penyulingan. Proporsi daun terhadap tangkai yang terbaik 2:1. Bahan-bahan kimia dan alat-alat maupun metode analisa minyak nilam yang akan digunakan dalam penelitian menggunakan analisa standart menurut SNI 062385-2006 [11,12,13 ].
3. Hasil Dan Pembahasan Dari hasil penelitian untuk mendapatkan mutu dan rendemen minyak yang tinggi, sebelum dilakukan penyulingan daun nilam harus mengalami perlakuan pendahuluan yaitu pelayuan dengan penjemuran pada sinar matahari selama selama lebih kurang 4 jam (dari pukul 10.00 sampai 14.00) selama 3-6 hari bergantung pada terik matahari. Selama penjemuran, daun dibolak-balik agar kering merata dan tidak lembap. Kadar air terna daun nilam kering optimal adalah 15- 20%. Sebelum penyulingan daun dikecilkan ukuran dengan tujuan waktu kontak antara uap panas kering dengan daun lebih baik. Usaha pengecilan ukuran merupakan upaya pengurangan ketebalan bahan hingga difusi dapat terjadi sempurna. Rendemen minyak nilam dapat ditingkatkan dengan penanganan bahan baku yang tepat. Pelayuan dan pengeringan daun nilam bertujuan untuk menguapkan sebahagian air dalam bahan sehingga penyulingan berlangsung lebih mudah dan lebih singkat. Selain itu juga untuk menguraikan zat-zat yang tidak berbau wangi menjadi berbau wangi. Dengan pelayuan atau pengeringan, dinding-dinding sel akan terbuka sehingga lebih mudah ditembus uap panas. Dalam penyulingan daun nilam perlu diikutsertakan tangkainya meskipun tangkai mempunyai kadar minyak yang rendah, namun diperlukan agar daun tidak terlalu padat (untuk membentuk rongga-rongga agar uap panas mudah lewat), karena daun nilam cendrung mengumpul bila kena uap panas. Jumlah rendemen yang diperoleh terhadap variasi temperatur dan waktu penyulingan dapat di lihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Persentase Rendemen Minyak Nilam Yang Diperoleh Pada Variasi Temperatur Rendemen Minyak Nilam (Tekanan 1,2 bar) o No Temperatur ( C) 6 jam 7 jam 8 jam 1 120 2.30 % 2.32 % 2.32 % 2 125 2.64 % 2.72 % 2.69 % 3 130 3.3 % 3.3 % 3.32 % 4 135 3.46 % 3.52 % 3.55 %
Tabel 2. Persentase Rendemen Minyak Nilam Yang Diperoleh Pada Variasi Temperatur Rendemen Minyak Nilam (Tekanan 1,5 bar) 6 jam 7 jam 8 jam 2.42 % 2.44 % 2.44 % 3.10 % 3.15 % 3.15 % 3.42 % 3.44 % 3.44 %
o
No
Temperatur ( C)
1 2 3 4
120 125 130 135
3.77 %
3.72 %
3.69 %
Rendemen (%)
Pengeruh Temperatur Terhadap Rendemen 4
3 2
6 jam
1
7 jam
0
8 jam 120
125
130
135
Temperatur (oC)
Gambar 1. Persentase Rendemen Yang Diperoleh Pada Variasi Temperatur
Pengaruh Waktu Penyulingan Terhadap Rendemen
Rendemen (%)
4 3 120 C 2
125 C
1
130 C
0
135 C 6
7
8
Waktu Penyulingan (Jam)
Gambar 2. Persentase Rendemen Yang Diperoleh Pada Variasi Waktu Penyulingan
Tujuan penelitian utama penelitian ini bahwa untuk mendesain peralatan penyulingan minyak nilam yang dapat meningkatkan rendemen, efisiensi proses, dan bahan bakar tanpa menurunkan mutu minyak yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen dipengaruhi oleh perlakuan temperatur, tekanan dan waktu penyulingan dan interaksinya. Dari Tabel.1 dapat dilihat bahwa semakin tinggi temperatur dan waktu penyulingan, untuk tekakan tetap maka rendemen minyak nilam yang didapat juga mememili kecendrungan semakin besar. Hal ini disebabkan makin tinggi temperatur maka daya difusi oleh steam dapat mengekstark minyak yang berada dalam tulang daun nilan. Kombinasi perlakuan yang memberikan rendemen tertinggi adalah pada tekanan operasi 1,4 bar dan lama penyulingan O selama 6 jam dan temperatur 135 C yaitu 3.77%, sedangkan terendah adalah 2.30% pada O lama penyulingan 4 jam dan temperatur 120 C .
Tabel 2. Perbandingan Mutu Nilam Rakyat Dengan Nilam Yang Dihasilkan No
Peryaratan (SNI 06-2385-2006)
Nilam Rakyat
Kuning Muda – Coklat Kemerahan
Coklat Tua
O
0,950-0,975
20
Jenis Uji
Nilam Hasil
Setelah Pemurnian Kuning Jernih
0,952
Kuning Kemeraha n 0,9723
1,507-1,515
1,5072
1,5092
1,5152
Larutan jernih atau opalesensi ringan dengan perbandingan volume 1:10
1:1 keruh 1:9 jernih
1:1 keruh 1:8 jernih
1:1 keruh 1:6 jernih
1
Warna
2
Bobot Jenis 25 C/25 C
3
Indek Bias 20 C (nD )
4
Kelarutan Dalam Etanol O O 90% pada suhu 20 C±3 C
5
Bilangan Asam
Maks 8,0
4,60
4,58
4,59
6
Bilangan Ester
Maks 20,0
7,68
7,94
7,98
7
Putara Optik
-53,55
-53,55
8
Patchouli Alcohol, PA (C15H25O)
9
Kandungan Besi, (Fe), ppm
O
O
(-)48
O
– (-)65
O
-53,84
O
0,9743
Min 30 %
26,41 %
31,115%
44,00%
Maks 25 mg/kg
384
28
19,60
(a)
(b)
Gambar 3. Kandungan PA hasil analisa GCMC (a) sebelum pemurnian, (b) sesudah pemurnian
Dari hasil analisis (lihat Tabel.2) mutu menunjukkan bahwa minyak nilam yang diperoleh masih memenuhi kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI). Minyak yang dihasilkan bahwa hasil minyak yang didapat warna jernih, penampakan dan bau sangat menyengat. Untuk kandungan logam sudah sangat jauh menurun bila dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh petani lokal. Hal ini bisa terjadi karena tangki penyulingan sudah digunakan dari baja tahan karat (Stainless Steel). Hasil ini merupakan yang paling baik dibandingkan dengan yang lainnya. 4. Kesimpulan Dan Saran 4.1 Kesimpulan Dari beberapa variabel proses yang dilakukan pada penelitian ini ada beberapa hal yang sangat berpengaruh baik pada tahap hidrolisa maupun tahap permentasi yang bisa diambil kesimpulan sebagai berikut: a) Mutu minyak nilam yang memenuhi standar SNI dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain bibit yang baik, teknik budi daya yang tepat, umur panen yang cukup, dan penanganan bahan yang tepat sebelum penyulingan. b) Pemakaian bahan konstruksi stainless steel, dapat menghasilkan minyak nilam yang sesuai standar kualitas. c) Sebelum dilakukan penyulingan daun nilam harus mengalami perlakuan pendahuluan yaitu pelayuan dengan penjemuran pada sinar matahari selama selama 4 jam (dari pukul 10.00 sampai 14.00) selama 3-6 hari bergantung pada terik matahari.
d) Sebelum penyulingan daun dikecilkan ukuran dengan tujuan waktu kontak antara uap panas kering dengan daun lebih baik. Usaha pengecilan ukuran merupakan upaya pengurangan ketebalan bahan hingga difusi dapat terjadi sempurna. e) Dalam penyulingan daun nilam perlu diikutsertakan tangkainya meskipun tangkai mempunyai kadar minyak yang rendah, namun diperlukan agar daun tidak terlalu padat (untuk membentuk rongga-rongga agar uap panas mudah lewat), karena daun nilam cendrung mengumpul bila kena uap panas. f) Pada penyulingan dengan uap langsung (penelitian ini) tekanan uap mula-mula 1,0 Bar, lalu dinaikkan secara bertahap sampai 1,3 Bar (tekanan dalam ketel) pada akhir penyulingan. Hal ini dimaksudkan agar fraksi berat antara lain patchouli alkohol sebagian besar baru akan tersuling pada suhu tinggi atau jika waktu penyulingan cukup lama. g) Dari beberapa kali percobaan kondisi rendemen optimum sekitar 3,772% diperoleh O pada temperatur penyulingan 135 C, untuk waktu optimum 6 jam, dan tekakan penyulingan 1,5 bar. h) Kadar Patchouli Alkohol nilainya sekitar 31,115% - 44,00%. i) Karakteristik minyak nilam hasil pemurnian rata-rata memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI 06-2385-2006). j) Warna, kelarutan, bilangan asam, bilangan ester, dan bobot jenis minyak akan lebih bagus apabila disimpan lebih lama dalam wadah yang baik.
4.2 Saran a) Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau menjelang malam (akhir sore) dan jangan sampai dilakukan panen pada siang hari. Hal ini dimaksudkan agar daun tetap mengandung minyak tetap tinggi. Apabila dilakukan pada siang hari maka selsel daun akan melakukan proses metabolisme yang akan mengurangi laju pembentukan minyak, daun kurang elaktis, sehingga kehilangan minyak akan lebih besar karena daun mudak sobek. b) Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui komponen penyusun lainnya dari minyak nilam mengingat daya fiksasinya yang cukup tinggi. c) Sebaiknya penyimpanan minyak nilam di tempat wadah yang baik (kaca), karena warna, kelarutan, bilangan asam, bilangan ester, dan bobot jenis minyak akan lebih bagus apabila disimpan lebih lama dalam wadah yang baik. Ucapan Terimakasih Penelitian ini merupakan bahagian dari penelitian Strategis Nasional yang dibiayai oleh DIKTI melalui penelitian strategis nasional tahun anggaran 2012 DAFTAR PUSTAKA [1] Walker, T.G. 1969. The structure and synthesis of patchouli alcohol. Manufacturing chemist and aerosol news, p.2. [2] Hernani dan Risfaheri. 1989. Pengaruh perlakuan bahan sebelum penyulingan terhadap rendemen dan karakteristik minyak nilam. Pemberitaan Penelitian Tanaman Industri XV(2): 84-87. [3] Mauludi, dkk (2005), Profil Investasi Pengusaha Nilam, Unit Komersil teknologi Balittro. [5] Harunsyah, dkk (2007), Rancang bangun distribusi uap pada alat penyulingan untuk meningkatkan rendemennya minyak nilam, Lapaoran Penelitian. Ketaren, S. (1985) Pengantar Teknologi Minyak Atsiri, Balai Pustaka, Jakarta. [6] Sufriadi, E., Mustanir (2004) Strategi pengembangan menyeluruh terhadap minyak nilam (Patchouli Oil) di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. [7] K. Vijayakumar, Best Practices of Essential Oil Production System, Presentation at International Seminar Essential Oil (ISEO), 26-28 Oktober 2009.
[8] Gunther, J.H; 1978; Handbook of essensial oil; 5 th ed. Mc Graw Hill Book. New York. [9] Bioengineering Institute (BEI), 2006, The Export Market For Patchouli Oil Is As Fragrant As Its Aroma, BEI News, Vol 5, No 33. September-Oktober 2006. [9] Wikardi, E.A., A. Asman, dan P. Wahid. 1990. Perkembangan penelitian tanaman nilam. Edisi Khusus Penelitian Tanaman empah dan Obat 6(1): 23-29. [10] Trifilief, E., 1980. Isolation of the postulated precurser of nor-patchoulenol in patchouli leaves, Phytochemestry 19, 2464. [11] Standar Nasional Indonesia (SNI),1991,”Minyak Nilam”, Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. [12] Badan Standar Nasional Indonesia Minyak Nilam SNI 06-2385-2006. [13] Anonim, 1975. Mutu dan Cara Uji minyak Nilam, Standart Industri Indonesia 0069-75, Departemen Perindustrian Republik Indonesia, 1-2. [14] Ketaren, S.1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta.