PEMUPUKAN, PEMULSAAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH NILAM UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN MUTU NILAM Djazuli dan O. Trisilawati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ABSTRAK Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman atsiri yang cukup penting peranannya sebagai salah satu penghasil devisa di Indonesia. Informasi pemupukan, pemulsaan dan pemanfaatan limbah prosesing minyak nilam sampai saat ini masih sangat terbatas. Dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa aplikasi pemupukan anorganik maupun organik mampu memperbaiki pertumbuhan dan produktivitas lahan dan tanaman nilam, selain itu, pemulsaan mampu memperbaiki lingkungan tumbuh dan produktivitas tanaman nilam. Pengomposan limbah sisa hasil prosesing minyak nilam, selain mampu mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan limbah hasil industri penyulingan nilam, mampu menghasilkan kompos limbah nilam yang bermutu tinggi dan sangat potensial bagi sumber pupuk organik. Penggunaan mikoriza arbuskula mampu meningkatkan produktivitas tanaman, kadar patchouli alkohol dan ketahanan terhadap cekaman kekeringan tanaman nilam.
PENDAHULUAN Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan tanaman atsiri yang cukup penting peranannya di Indonesia, baik sebagai sumber devisa negara maupun pendapatan petani. Sekitar 90% ekspor minyak nilam dunia berasal dari Indonesia (Anon., 1987). Areal penanaman nilam di Indonesia berkisar 9.212 ha yang tersebar di daerah Sumatra dan Jawa.
Produktivitas tanaman nilam masih tergolong rendah dan beragam antar sentra produksi dengan kisaran antara 5 sampai 20 ton daun segar/ha (Anon,. 1987). Kisaran produksi nasional tersebut jauh di bawah potensi hasil nilam yang mampu menghasilkan daun nilam segar sebesar 52 ton/ha (Tasma dan Wahid, 1988). Tanaman nilam dikenal sangat rakus terhadap unsur hara terutama N, P, dan K. Untuk mempertahankan tingkat kesuburan lahan, perlu adanya input hara yang berasal dari pupuk buatan maupun pupuk organik. Namun demikian, rendahnya kondisi sosial ekonomi petani nilam, khususnya petani tradisional di luar Jawa menyebabkan tanaman nilam tidak diberi pupuk buatan yang memadai dan hanya mengandalkan dari tingkat kesuburan lahan bukaan baru bekas hutan. Selain rendahnya produktivitas lahan dan adanya serangan penyakit, dugaan adanya senyawa alelopati yang bersifat toksik di dalam tanah yang ditimbulkan pertanaman nilam sebelumnya menyebabkan rendahnya produksi tanaman nilam (Dhalimi et al, 1998; Djazuli, 2002a). Nilam menghasilkan daun (terna) cukup besar sekitar 4 - 5 t terna
29
kering/ha/th sebagai bahan baku penyulingan minyak nilam. Sampai saat ini ada sekitar 581 pabrik penyulingan minyak nilam. Sehingga diperkirakan limbah daun dan batang hasil penyulingan cukup besar dan perlu penanganan lebih seksama. Agar tidak menimbulkan masalah lingkungan, penanganan limbah nilam yang baik dan tepat dapat mengurangi dampak lingkungan sekaligus ikut membantu mengatasi masalah kebutuhan dan mahalnya pupuk buatan. Mindawati et al., (1998) menyatakan bahwa dimasa krisis ekonomi, pemanfaatan limbah hasil industri sebagai bahan baku kompos dinilai sangat tepat dan efisien. Limbah hasil penyulingan daun masih mempunyai kadar hara yang tinggi dan berpotensi sebagai bahan baku pupuk organik yang baik. Teknologi pengomposan yang cepat dan efisien akan menghasilkan pupuk organik kompos yang bermutu tinggi. Selain itu, senyawa alelopati di dalam terna tersebut diharapkan akan berkurang dan hilang selama masa prosesing pengomposan. Selain sebagai sumber bahan pupuk organik, limbah nilam berpotensi sebagai mulsa. Secara umum pemulsaan dapat memperbaiki kondisi lingkungan tumbuh terutama dalam menurunkan suhu tanah yang tinggi dan sebagai sumber hara. Namun demikian seberapa jauh dampak limbah hasil penyulingan yang langsung diberikan ke tanaman nilam sebagai mulsa perlu penelitian yang lebih seksama.
30
Tingginya hara yang terangkut bersama hasil panenan, menyebabkan sangat diperlukannya upaya pemupukan yang berkesinambungan baik pupuk buatan maupun organik, terutama untuk mempertahankan tingkat kesuburan lahan dan produktivitas tanaman nilam. PEMUPUKAN ANORGANIK DAN ORGANIK Tanaman nilam sangat responsif terhadap pemupukan. Pupuk yang diperlukan selain untuk meningkatkan produksi terna dan mutu minyak nilam, juga untuk mempertahankan atau mengembalikan kesuburan tanah, akibat besarnya unsur hara yang terangkut saat panen. Besarnya unsur hara yang terangkut bersama panenan tiap hektar pada produksi 12,86 t daun segar atau setara dengan 3,1 t daun kering dari pertanaman nilam pada tanah Latosol merah kecoklatan yang tidak dipupuk adalah: 179,8 kg N, 151,9 kg P2O5, 706,8 kg K2O, 164,3 kg CaO, dan 105,4 kg MgO (Tasma & Wahid, 1988). Pemupukan pada tanaman nilam selain menggunakan pupuk anorganik yang umum digunakan seperti pupuk Urea (ZA), TSP (SP-36), dan KCl juga menggunakan pupuk organik berupa pupuk kandang/kompos/pupuk hijau. Pupuk organik berfungsi selain sebagai sumber hara, juga dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik, dan biologi tanah (Mile et al., 1991). Selain pemupukan, pada tanahtanah masam yang banyak terdapat di sentra produksi nilam, perlu dilakukan
pengapuran. Selain berfungsi sebagai sumber Ca dan atau Mg, juga dapat menunjang reaksi kimia di dalam tanah bagi peningkatan ketersediaan hara dan respon tanaman terhadap pemupukan. Beberapa hasil penelitian pemupukan tanaman nilam menunjukkan bahwa penggunaan dosis pupuk dan produk daun (terna) yang dihasilkan beragam menurut kondisi lingkungannya terutama kesuburan tanahnya. Untuk tanah yang telah dipakai berulang-ulang kandungan haranya banyak terkuras, sehingga diperlukan pemberian pupuk yang cukup. Pemakaian pupuk anorganik khususnya N dan K dianjurkan secara bertahap, 1/2 dosis pada umur1 bulan setelah tanam (BST), dan ½ dosis sisanya, diberikan 2 kali, masingmasing ¼ dosis pada umur 1 minggu setelah panen pertama dan 1 minggu setelah panen kedua. Pemupukan 280 kg Urea, 70 kg TSP, dan 140 kg KCl per ha yang dilakukan pada tanah Latosol Merah kecoklatan bekas alang-alang yang mempunyai pH rendah (4,4) dan kandungan hara rendah dapat meningkatkan produksi terna basah Nilam Aceh sebesar 64% dan kandungan minyak 77% bila dibandingkan dengan kontrol (Tasma dan Wahid, 1988). Selanjutnya dengan dosis pemupukan 217 kg Urea, 139 kg TSP, 326 kg KCl, dan 40 t pupuk kandang sapi per ha pada jenis tanah yang sama, menghasilkan rendemen minyak nilam sebesar 3,38% jauh lebih dibandingkan perlakuan tanpa pupuk (kontrol) yang hanya menghasilkan
rendemen minyak sebesar 2,1% (Muhammad et al. 2000). Dari hasil penelitian Trisilawati (2002) dilaporkan bahwa penggunaan kapur pertanian (kaptan) dan pupuk kandang sapi mampu meningkatkan rendemen minyak dari 3,6% menjadi 4,8% (Tabel 1). LIMBAH NILAM Limbah hasil prosesing minyak nilam banyak dijumpai diindustri penyulingan minyak nilam. Besarnya volume limbah nilam seringkali menjadi masalah bagi fihak industri pengolahan itu sendiri maupun lingkungan. Pengkomposan limbah nilam dengan cara menggunakan pupuk kandang atau pupuk kandang + kapur + EM4 1% selama 3 minggu menghasilkan kompos limbah nilam dengan status hara dan tingkat dekomposisi yang baik (Djazuli, 2002b). Pemanfaatan limbah hasil penyulingan nilam dapat dipertimbangkan untuk dipergunakan sebagai pupuk kompos yang potensial. Selanjutnya dilaporkan pula bahwa pemberian kompos mampu meningkatkan bobot segar terna nilam secara nyata pada tiga taraf pemupukan NPK yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh kandungan hara pada kompos limbah nilam relatif tinggi, sehingga mampu memperbaiki pertumbuhan dan produktivitas tanaman nilam secara nyata.
31
32
Dari hasil analisis hara, terlihat bahwa bahwa kadar N, K, Ca, dan Mg kompos limbah nilam jauh lebih tinggi dibandingkan kompos sampah maupun pupuk kandang sapi (Tabel 2). Pengolahan limbah penyulingan nilam sebagai kompos mempunyai peran ganda. antara sebagai sumber hara yang potensial dan dapat mengatasi masalah limbah hasil penyulingan yang selalu muncul di pabrik penyulingan minyak. Kekhawatiran adanya senyawa alelopati yang bersifat toksik asal limbah tanaman nilam dan akan mengganggu pertumbuhan dan produktivitas tanaman nilam ternyata tidak terjadi. Djazuli (2002b) melaporkan bahwa dari hasil analisis senyawa fenolik dengan menggunakan HPLC diperoleh informasi bahwa empat senyawa yang bersifat alelopatik dan racun seperti asam kumarat, asam adifat, asam sinapat dan asam hidroksi bensoat di dalam daun nilam segar cukup tinggi, tetapi setelah mengalami proses penyulingan dan pengomposan kadar senyawa racun tersebut menurun tajam (Tabel 3).
MULSA Aplikasi pemulsaan berpengaruh terhadap perbaikan fisik, kimia dan biologi tanah sekaligus dapat memperbaiki pertumbuhan dan produktivitas suatu tanaman. Dalam pembudidayaannya, penggunaan mulsa di pertanaman nilam sangat dianjurkan terutama untuk mengurangi cekaman tanaman terhadap kekeringan pada musim kering dan menekan pertumbuhan tanaman gulma. Hasil penelitian penggunaan mulsa menunjukkan bahwa mulsa alang-alang nyata meningkatkan produksi daun dan minyak nilam Aceh sebesar 159,6% dan 181,7% dibandingkan kontrol, sedangkan mulsa semak belukar sebesar 286,5% dan 344,1% (Tasma dan Wahid, 1988). Tingginya kandungan hara di dalam mulsa belukar terlihat berpengaruh nyata terhadap tingkat pertumbuhan dan produktivitas tanaman nilam, serta rendemen minyak nilam.
Tabel 2. Status hara kompos hasil limbah penyulingan nilam yang digunakan Hara N (%) P2O5 (%) K2O (%) CaO (%) MgO (%) C-organik C/N
Kompos limbah nilam * 3,59 0,28 1,26 1,7 0,95 35,7 9,94
Kompos sampah pasar (PGN1)** 1,71 0,25 0,87 0,61 0,49 18,9 11,7
Pupuk kandang sapi** 1,64 0,36 0,77 0,21 0,21 31,0 19,35
* Djazuli (2002b) ** Tombe et al (2001) 33
Tabel 3. Status beberapa metabolit sekunder yang terdapat pada daun nilam dan limbah hasil penyulingan daun nilam No
Jenis asam organik .
1 2. 3. 4.
Asam kumarat Asam sinapat Asam adipat Asam hidroksi bensoat
Konsentrasi (ppm) Daun nilam segar Limbah penyulingan daun nilam 9,974 1,931 2,561 2,040 2,672 Ttu *) 3,310 Ttu
*) ttu = tidak terukur
Lebih lanjut dilaporkan pula bahwa pemulsaan dapat memperbaiki fisik terutama suhu tanah, menambah hara tanaman ubijalar (Djazuli, 1984), dan mengurangi tingkat serangan hama daun pada tanaman daun dewa (Djazuli dan Baringbing, 1999). Penggunaan mulsa yang berasal dari limbah prosesing minyak nilam terlihat tidak mampu meningkatkan produktivitas tanaman nilam secara nyata (Djazuli, 2002b). Rendahnya fluktuasi suhu tanah harian pada musim hujan di Bogor dan cepat hancurnya mulsa limbah menyebabkan pengaruh aplikasi mulsa sendiri tampak kurang efektif. PEMANFAATAN MIKROBA Jamur mikoriza arbuskula (MA) merupakan salah satu mikroba yang mulai dimanfaatkan pada budidaya nilam. MA merupakan jenis mikoriza dengan penyebaran luas dan mudah berasosiasi dengan akar tanaman. Jamur ini dapat ditemukan pada hampir seluruh jenis tanah di daerah tropik, termasuk juga daerah-daerah marginal. Salah satu keuntungan bagi tanaman
34
yang bersimbiose dengan mikoriza adalah peningkatan efisiensi serapan beberapa unsur hara seperti P, K, Zn dan sulfat (Pearson dan Diem, 1982). Dilaporkan pula bahwa cendawan mikoriza mampu meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit, memperbaiki agregasi tanah, dan memproduksi beberpa hormon tumbuh (Sieverding, 1991; Setiadi, 2000), Mawardi (2004) melaporkan bahwa aplikasi MA mampu meningkatkan ketahanan tanaman nilam terhadap cekaman kekeringan (Tabel 5). Tanpa MA, cekaman kekeringan secara linier nyata menekan panjang akar total tanaman nilam, sedangkan dengan pemberian MA mampu meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan hingga kandungan air tanah 50% kapasitas lapang. Lebih lanjut dilaporkan pula bahwa pemberian mikoriza mampu meningkatkan kadar patchouli alkohol daun nilam (Tabel 5).
Tabel 4. Pengaruh pemberian MA dan cekaman kekeringan terhadap panjang akar total pada pada 12 minggu setelah cekaman kekeringan *) Cekaman kekeringan (% KL) 100 75 50 25 Rataan
Panjang akar nilam (m) Tanpa Mikoriza Mikoriza 293,2 227,3 326,1 525,8 405,9 542,9 526,3 445,8 387,9 445,8
Rataan 260,3 424,9 474,4 507,8
*) sumber: Mawardi (2004)
Tabel 5. Pengaruh pemberian MA dan cekaman kekeringan terhadap kadar Patchouli Alcohol pada minyak nilam *) Cekaman kekeringan (% KL) 100 75 50 25
Kadar Patchouli Alcohol (%) Tanpa Mikoriza Mikoriza 48,84 49,54 51,80 53,95 53,02 58,01 54,15 60,80
*) sumber: Mawardi (2004)
Beberapa hasil penelitian pemanfaatan MA pada nilam menunjukkan respon tanaman yang positip. Aplikasi campuran MA (1000 spora/pot) meningkatkan jumlah daun nilam klon Aceh merah, Cisaroni, Girilaya, Tapak Tuan dan Tapak tuan 75 sebesar 7,5%, 15,1%, 24,15%, 6,03% dan 6,93% dibandingkan tanpa mikoriza. Sedangkan peningkatan jumlah cabang nilam pada klon Aceh merah, Cisaroni, Girilaya dan Lhoksemauwe sebesar 22,1%, 16,4%, 21,1%, dan 14,7%. Selain itu MA meningkatkan kadar minyak nilam klon Cisaroni, Lhoksemauwe dan Tapak Tuan sebesar 0,1%, 0,1% dan 1,71% (Nuryani dan Trisilawati, 2002).
Pada media tanah Podsolik Merah Kuning Jasinga, aplikasi campuran MA (500 spora/bibit) nyata meningkatkan jumlah daun, bobot segar dan kering daun, dan bobot segar dan kering daun + batang nilam klon Sidikalang masing-masing sebesar 62,3%, 69,6% dan 73,4%, 90,6% dan 90,8% dibandingkan tanpa mikoriza. Penggunaan mikoriza tersebut dengan 250 g pupuk kandang/tanaman, meningkatkan kadar minyak nilam sebesar 0,4%, selain itu kombinasinya dengan 4,5 g N, 3,5 g P2O5, 10 g K2O/tanaman meningkatkan kadar minyak nilam sebesar 0,6% (Yusron et al., 2002).
35
KESIMPULAN Aplikasi pemupukan baik anorganik dan organik sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produkitivitas lahan dan tanaman nilam. Pemupukan yang dianjurkan adalah 280 kg Urea + 70 kg TSP + 140 kg KCl + 20 t pupuk kandang + 2 t kaptan per ha. Penggunaan 2 kg kompos/ tanaman dapat meningkatkan produksi terna nilam. Pemulsaan dengan alang-alang dan semak belukar mampu memperbaiki fisik dan kimia tanah serta pertumbuhan dan produktivitas tanaman nilam. Kompos limbah sisa hasil prosesing minyak nilam mempunyai kandungan hara yang cukup tinggi dan potensial bagi sumber pupuk organik alternatif yang bermutu tinggi. Penggunaan mikoriza arbuskula mampu meningkatkan produktivitas, kadar patchouli alkohol dan ketahanan tanaman nilam terhadap cekaman kekeringan. DAFTAR PUSTAKA Adiwiganda, Y.T., O Hutagalung dan P. Wibowo, 1973. Percobaan pemupukan tanaman nilam pada tanah podsolik coklat kemerahan. Buletin BPP Medan. 4 (3) : 107116. Anonim, 1978. Minyak nilam (Patchouly) di daerah Magelang. Makalah penunjang dari Dit. Perindustrian dan Pertambangan, DATI I Jawa Tengah. Dalam
36
Prosiding Seminar Minyak Atsiri III, BPK, Bogor. Anonim, 1987. Profil komoditi minyak nilam (Potchouli oil). Pusat Pengembangan Pemasaran Hasil Pertanian. BPEN Departemen Perdagangan. Jakarta. Dhalimi, A. Anggraini, Hobir, 1998. Sejarah perkembangan budidaya nilam di Indonesia. Dalam Monograf Nilam. Balittro. hal 1-9. Djazuli, M., 1984. Pengaruh pemupukan P dan mulsa terhadap pertumbuhan dan produksi ubijalar. Seminar Hasil Penelitian. Puslitbangtan. Djazuli, M. dan B. Baringbing, 1999. Pengaruh mulsa terhadap pertumbuhan, status hara, dan serangan hama daun dewa (Gynura precumbens (Lour) Merr.). Seminar Nasional Pokjanas TOI. ITB. Bandung. Djazuli, M., 2002a. Alelopati pada tanaman nilam (Pogostemon cablin L.). Jurnal Ilmiah Pertanian. Gakuryoku. VIII (2):163-172. Djazuli, M., 2002b. Pengaruh aplikasi kompos limbah penyulingan minyak nilam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman nilam (Pogostemon cablin L.). Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Pertanian Organik. Jakarta, 2-3 Juli 2002. hal 323-332. Mawardi, 2004. Pemanfaatan pupuk hayati mikoriza untuk meningkatkan toleransi kekeringan
pada tanaman nilam. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Mile, Y. N. Mindawati, dan S. Prajadinata, 1991. Kemungkinan peningkatan produktivitas lahan dengan menggunakan kompos organik dalam menunjang keberhasilan HTI. Majalah Kehutanan Indonesia. No 5: 12-17 Mindawati, N., M. H.L. Tata, Y. Sumarna, dan A.S. Kosasih, 1998. Pengaruh beberapa macam limbah organik terhadap mutu dan proses pengomposan dengan bantuan efektif mikroorganisme 4 (EM-4). Bull. Pen. Hutan. 614: 29-46. Nuryani, Y dan O. Trisilawati, 2002. Tanggap beberapa klon nilam (Pogostemon sp.) terhadap mikoriza arbuskula. Propsiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatika. Bogor, 8-10 Agustus 2001. hal 192-195. Pearson, V.G., and HG. Diem, 1982. Endomycorrhizae in the tropics. Microbiology of tropical soils and plant productivity. Sieverding,, E, 1991. Vasculararbuscular mycorhiza management in tropical agrosystem. Deutsche Gesellschaft fur Technise Zusannenarbeit (GTZ), GmbH. Eechborn.
Setiadi. Y., 2000. Sdtatus penelitian dan pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula dan rhizobium untuk merehabilitasi lahan terdegradasi. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza 1. Puslitbanghutan dan Konservasi Alam. Balitbanghutan. Dephutbun. Hal 11-13. Tasma, M. Tasma, I.M. dan P. Wahid, 1988. Pengaruh mulsa dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan hasil nilam. Tombe, M., K. Mulya, R. Zaubin. E.R, Pribadi, C. Indrawanto, O. Trisilawati, dan A. Ruhnayat, 2001. Uji coba pemanfaatan dan peningkatan mutu kompos produksi pilot plant klender, berikut pemasarannya. Final Report. PT Gas Negara dan Balittro. (unpublished). Trisilawati, O., 2002. Peranan kapur dan pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi nilam (Pogostemon cablin L.) pada tanah latosol. Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik. hal.305-309. Yusron, M, O.Trisilawati dan Nur Maslahah, 2002. Efisiensi pemupukan pada tanaman nilam dengan pemanfaatan mikoriza. Laporan Hasil Penelitian Balittro th.2002. 13 hal.
37