HAMA NILAM DAN STRATEGI PENGENDALIANNYA Tri Lestari Mardiningsih, Rohimatun, dan Molide Rizal Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 I. PENDAHULUAN Salah satu kendala dalam budidaya tanaman nilam ialah serangan hama. Serangan berat oleh hama dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman dan menurunkan produksi. Serangga-serangga yang menyerang tanaman nilam ialah kutudaun Aphis gossypii (Hemiptera: Aphidoidea:
Aphididae),
(Lepidoptera:
Pyralidae),
ulat
pemakan
belalang
daun
sub-famili
(Orthoptera:
Pyraustinae
Acrididae),
kumbang
pemakan daun Longitarsus sp. (Coleoptera: Chrysomelidae), Drepanococcus
chiton (Hemiptera: Coccoidea: Coccidae), ulat pemakan daun (Lepidoptera), Planococcus minor (Hemiptera: Pseudococcidae), Margarodidae (Hemiptera), wereng
daun
(Hemiptera:
Cicadellidae),
kumbang
Curculionidae
(Coleoptera) dan Cyclopelta obscura (Hemiptera: Dinidoridae). (Mardiningsih
et al. 2010a). Selain itu juga ditemukan ulat penggulung daun sub-famili Pyraustinae (Lepidoptera: Pyralidae) (Rohimatun, komunikasi pribadi). Hama yang menyerang batang dan akar juga ditemukan yaitu rayap (Dra. Endang Hadipoentyanti, komunikasi pribadi). Tulisan ini memaparkan jenisjenis hama yang sering ditemukan menyerang tanaman nilam dan strategi pengendaliannya. II. HAMA UTAMA YANG MENYERANG TANAMAN NILAM 2.1. Hama Daun 2.1.1. Aphis gossypii (Hemiptera: Aphidoidea: Aphididae) a.
Ciri morfologi Kutudaun ini mempunyai ciri-ciri: kauda berbentuk lidah, lebih
panjang daripada lebar pangkalnya, pucat, lebih pucat daripada sifunkuli.
50
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
Kauda dengan 5–6 rambut. Tidak ada mekanisme stridulatori. Sifunkuli berimbrikasi, gelap merata, biasanya lebih gelap daripada warna tubuh secara umum. Sifunkuli lebih panjang daripada kauda. Spirakel kecil dan berbentuk seperti ginjal. Tuberkel antena tidak berkembang. Proses terminal 2–3,1 kali lebih panjang daripada pangkal ruas antena terakhir. Tuberkel lateral ada paling tidak pada ruas abdomen 1 dan 7. Rambut-rambut pada femur belakang lebih pendek daripada diameter pangkal femur (Blackman dan Eastop 2000). Serangga hidup berwarna kuning, hijau, atau hijau kekuningan (Gambar 1a). Imago bersayap dan tidak bersayap. Selain merupakan hama,
A. gossypii juga merupakan vektor penyakit virus yang dapat menularkan lebih dari 50 virus tanaman (Blackman dan Eastop 2000). A. gossypii juga ditemukan pada tanaman nilam yang menunjukkan gejala virus mosaik (Mardiningsih dan Deciyanto 1999a). Kutudaun ini merupakan hama utama di pembibitan rumah kaca. Bibit nilam yang tidak dilindungi dengan penyemprotan insektisida satu minggu saja pucuknya dapat terserang kutudaun ini sehingga pertumbuhan pucuk dapat terhambat. Pucuk tanaman yang terserang kutudaun akan mengeriting karena cairan tanaman diisap. Di lapangpun tanaman nilam juga terserang kutu ini, namun karena tanaman sudah besar, tidak terlalu mengganggu pertumbuhan tanaman (Gambar 1b) (Mardiningsih et al. 2011). b.
Biologi Pada tanaman nilam A. gossypii terdiri atas 4 instar nimfa. Rata-rata
lama nimfa instar I, II, III, dan IV berturut-turut adalah 1,8; 1,4; 1,2, dan 1,6 hari. Secara keseluruhan rata-rata lama masa nimfa ialah 6 hari. Ratarata masa prereproduksi, reproduksi, dan pasca reproduksi berturut-turut adalah 0,7; 6,9; dan 0,3 hari. Rata-rata masa imago ialah 7,9 hari. Ratarata masa nimfa sampai imago mati ialah 13,9 hari. Rata-rata siklus hidup dari nimfa sampai menghasilkan nimfa lagi 6,7 hari. Rata-rata banyaknya keturunan yang dihasilkan oleh seekor imago ialah 22,8 hari dan rata-rata banyaknya
keturunan
yang
dilahirkan
per
hari
rata-rata
3,9
ekor
(Mardiningsih dan Deciyanto 1999b).
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
51
c.
Distribusi dan tanaman inang Kutudaun ini tersebar di seluruh dunia, akan tetapi di daerah beriklim
sedang yang lebih dingin terbatas di rumah kaca (merupakan hama utama). Hama ini banyak dan tersebar luas di daerah tropis, termasuk di banyak pulau di Pasifik (Blackman dan Eastop 2000). Kutudaun ini merupakan hama yang sangat polifag, menyerang tanaman kapas, ketimun, jeruk, kopi, kakao, terung, kentang, okra, dan banyak tanaman hias termasuk Hibiscus (Blackman dan Eastop 2000). Hama ini juga menyerang katuk, lada, dan nilam (Mardiningsih dan Deciyanto 1999a), Cataranthus roseus
(Mardiningsih et al. 2007; Irsan
2010), dan lebih dari 20 spesies dari famili Annonaceae, Apocynaceae, Araceae,
Asteraceae/Compositae,
Malvaceae,
Melastomaceae,
Cucurbitaceae,
Myrtaceae,
Rubiaceae,
Euphorbiaceae, Solanaceae,
dan
Umbelliferae (Irsan 2010). A. gossypii juga menyerang Ocimum bacilicum,
O. gratissimum, dan Phaleria macrocarpa (Mardiningsih dan Sartiami 2011) (Gambar 1A dan 1B). 2.1.2. Ulat pemakan daun (Lepidoptera: Pyralidae: Pyraustinae) Ulat pemakan daun ini mempunyai tiga pasang tungkai pada toraks dan empat pasang tungkai palsu pada abdomen. Pada toraks terdapat bercak cokelat kehitam-hitaman di bagian kiri dan kanan. Pada bagian dorsal terdapat dua lajur berwarna hijau keputih-putihan. Panjang maksimum stadia larva/ulat mencapai 2 cm (Gambar 2). Sebelum memasuki masa pupa, ulat berwarna merah. Pupa berwarna krem, makin lama berwarna cokelat dengan panjang 9 mm dan lebarnya 2 mm, berlangsung 12 hari. Imago/serangga dewasa berwarna krem dengan panjang 9,5 mm dan lebar tubuh 3 mm. Di rumah kaca pada beberapa tanaman hampir menghabiskan daun. Gejala serangannya menyebabkan daun menjadi tidak utuh. 2.1.3. Ulat penggulung daun (Lepidoptera: Pyralidae: Pyraustinae) Ada dua jenis ulat penggulung daun nilam, yaitu Sylepta sp. dan
Pachyzancla stultalis. 52
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
2.1.3.1. Sylepta sp.
Sylepta sp. Telur diletakkan terpisah di atas permukaan daun, tidak berwarna/ bening, namun secara berangsur-angsur berubah menjadi keruh dan pada saat menetas berubah menjadi cokelat muda. Panjang telur rata-rata 1,4 mm, dengan lebar rata-rata 0,8 mm. Panjang larva dari telur yang baru menetas ± 1,7 mm dan pertumbuhan maksimum mencapai 17,0 mm. Mulanya larva tidak berwarna tetapi sejak mulai makan daun warnanya terlihat menjadi hijau. Sampai sekitar umur 14 hari, larva belum menggulung daun, memakan bagian atas permukaan daun sehingga bagian tersebut menjadi transparan. Pada periode berikutnya, ketika panjang larva mencapai ± 9,0 mm larva mulai membuat sarang dengan cara menggulung dan memakan daun sehingga daun berlubang. Apabila daun-daun habis dimakan, larva melanjutkan serangannya dengan memakan batang yang masih muda sehingga kerusakan tanaman semakin parah. Stadia ini diawali dengan larva yang sudah tidak aktif makan. Tubuh larva berangsur-angsur memendek diikuti oleh perubahan warna dari hijau menjadi putih keruh, akhirnya larva berubah menjadi pupa. Pupa terdapat di dalam gulungan daun tanaman nilam. Setiap gulungan daun hanya terdapat satu pupa. Pupa mulanya berwarna putih, tetapi pada hari berikutnya berubah menjadi kuning, kemudian cokelat-kuning, dan akhirnya menjadi cokelat tua kehitam-hitaman. Panjang pupa rata-rata adalah 12,0 mm. Serangga dewasa berupa kupu-kupu yang berwarna cokelat keemasan dengan garisgaris yang berwarna abu-abu muda, melintang pada kedua sayapnya (Gambar 1C). Panjang rentang sayap kupu jantan ± 22,0 mm dengan panjang tubuh ± 9,0 mm. Ukuran tubuh kupu betina lebih besar daripada jantan. Panjang rentangan sayap kupu betina ± 28,0 mm dengan panjang tubuh ± 14,0 mm. Kopulasi terjadi saat imago berumur 2 hari, pada hari berikutnya imago mulai bertelur. Siklus hidup hama ini berlangsung selama 30-36 hari, terdiri dari stadia telur, larva, prepupa, pupa, dan imago yang masing-masing berturut-turut berlangsung antara 3-4, 19-22, 2-3, 3-4, dan 7-8 hari (Wiratno dan Deciyanto 1991).
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
53
2.1.3.2. Pachyzancla stultalis (syn Herpetogramma stultalis) Serangga ini bertelur di malam hari, berkisar 200 telur tiap imago betina (Kalshoven 1980). Larva hidup dalam gulungan daun yang ditutupi oleh benang halus berwarna putih. Warna tubuh mulanya bening kemudian lama-lama berubah menjadi hijau kekuningan. Kepala berwarna hitam kecokelatan (Adria et al. 1990). Panjang tubuh mencapai 15-118 mm. Ulat ini dikenal dengan ulat bungkus yang bersifat polifag. Pertama-tama larva menyerang daun yang terbawah kemudian menuju bagian atas tanaman (Kalshoven 1980). Semakin tua umur larva semakin aktif (Adria et al. 1990). Hingga memasuki masa pre pupa, larva menjadi kurang aktif dan tubuh terlihat mengkerut. Pupa terbungkus dalam cocon yang berwarna coklat. Imago merupakan kupu-kupu dengan warna putih kecokelatan, pada sayap terdapat garis berwarna hitam kecokelatan. Perkembangan dari telur sampai dewasa berkisar 3-3,5 minggu. 2.1.4. Kumbang pemakan daun, Chrysomelidae)
Longitarsus sp. (Coleoptera:
Kumbang ini berwarna cokelat (Gambar 4). Longitarsus sp. termasuk subfamili Halticinae. Femur tungkai belakang membesar yang digunakan untuk meloncat (Kalshoven 1981). Serangga ini disebut juga kumbang pijal, merupakan hama yang polifag. Beberapa spesies larva/pradewasa hidup di dalam
tanah
dan
memakan
akar
sedangkan
serangga
dewasanya
menyerang pucuk dan daun (Mulyati 1985). Selain sebagai serangga hama, kumbang ini juga dimanfaatkan sebagai agen pengendali biologi gulma Lantana camara di Afrika Selatan (Simelane 2005). Pada tanaman nilam, hanya stadia dewasa yang ditemukan menyerang nilam. Perilaku serangga ini sering meloncat dan menyerang pada bagian pucuk maupun daun. Gejala serangannya ialah lubang-lubang kecil pada pucuk maupun daun. Menurut Britton (1970) dan Kalshoven (1981), gejala serangannya tampak seperti bekas tembakan peluru. Kerusakan terutama dilakukan oleh serangga dewasa.
54
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
2.1.5. Walang sangit (Hemiptera: Heteroptera: Coreidae) Pada tanaman nilam, walang sangit ini berwarna hijau dan cokelat, panjang tubuh mencapai 1,5 cm dan lebarnya 2 mm. Pada tanaman nilam, pada populasi banyak, gejala serangga ini tampak nyata kerusakan oleh yaitu daun berwarna kekuningan. Walang sangit merupakan hama pada tanaman padi. Serangga bertubuh ramping dengan tungkai dan antena yang panjang dan meloncat dengan baik. Imago tidak meletakkan telur kira-kira 21 hari, setelah itu serangga meletakkan telur + 12 hari pada permukaan atas daun rumput dan daun padi. Telur pipih, oval, berwarna merah sampai hitam dan meletakkan telur dalam satu atau dua baris yang terdiri atas 12-16 butir. Seekor serangga betina meletakkan telur total 100 butir pada interval 2-3 hari. Telur menetas dalam + 7 hari. Nimfa yang baru menetas berwarna hijau dan menjadi kecokelatan sejalan dengan perkembangannya. Nimfa terdiri atas 5 instar yang berkembang dalam kira-kira 19 hari. Perkembangan dari telur sampai menjadi imago berlangsung 25 hari. Satu generasi berlangsung dalam waktu kira-kira 46 hari. Peletakan telur berlangsung pada petang hari atau sore hari. Imago terbang pada jarak yang pendek pada siang hari dan meliputi jarak yang jauh pada malam hari. Walang sangit kadang-kadang muncul pada lampu. Serangga ini menghasilkan bau yang sangat tajam. Populasi walang sangit sangat berfluktuasi sepanjang musim. Musuh alaminya berupa parasit telur yaitu Gryon nixori Masner (Hadronotus
flavipes), Ooencyrtus malayensis Ferr. dan Telenomus rowani Gahan. Gryllid, Tettigonid (Conocephalus), dan Reduviid dilaporkan sebagai predator serangga ini (Kalshoven 1981). 2.1.6. Tungau merah (Tetranychus sp.) (Acarina: Tetranychidae)) Serangan hama tungau ini biasanya terjadi pada musim kemarau. Tungau yang masih muda berwarna krem dan di pinggir kiri kanan tubuhnya terdapat bercak berwarna gelap. Tungau dewasa berwarna merah hidup di permukaan daun bawah dan atas. Gejala serangannya ialah daun berwarna
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
55
keputih-putihan, selanjutnya berwarna keperak-perakan, lama-kelamaan daun menjadi kering. Biologi hama ini pada tanaman nilam belum banyak diketahui. Biologi tungau merah ini pada tanaman mentha ialah stadia telur berlangsung 3-4 hari. Stadia nimfa terdiri atas protonimfa dan deutonimfa. Stadium protonimfa berkisar antara 22-28 hari dan deutonimfa antara 24-32 hari. Stadium serangga dewasa (imago) berkisar antara 246-296 hari. Masa prapeneluran berlangsung antara 1-2 hari. Imago dapat menghasilkan telur sebanyak 35,4-77 butir. Rata-rata siklus hidup Tetranychus sp. berkisar antara 10,6-14,4 hari (Deciyanto et al. 1989). 2.1.7. Belalang (Orthoptera: Acrididae) Belalang yang menyerang tanaman nilam bermacam-macam, antara lain ialah Valanga nigricornis dan Tagasta marginella. Gejala serangan dari belalang ialah daun menjadi sobek dan berlubang-lubang besar. Menurut Kalshoven (1981), nimfa dan imago V. nigricornis memakan daun. Belalang ini merupakan serangga yang polifag, menyerang berbagai jenis tanaman. Siklus hidupnya terdiri atas telur, nimfa, dan imago. Warna tubuhnya adalah abu-abu belakang,
kecokelatan tibia
mempunyai
belakang
bercak-bercak
berwarna
kemerahan
terang atau
pada ungu,
femur sedang
permukaan sayap bawah berwarna merah pada pangkalnya. Telur-telur diletakkan di dalam tanah 2-3 kelompok pada kedalaman 5-8 cm yang diisi dengan masa busa yang mengeras. Nimfa muda berwarna kuning kehijauan dengan bercak-bercak hitam; nimfa-nimfa ini menghabiskan daun yang sedang tumbuh dan mencapai puncak pohon dalam waktu 2 hari. Selanjutnya, nimfa-nimfa bervariasi baik dalam warna maupun polanya, kebanyakan abu-abu dan kuning, sering berwarna gelap sampai hitam kecokelatan. Telur-telur yang dipelihara di laboratorium di dalam tanah lembap menetas setelah 5-7,5 bulan. Perkembangan di lapang dari nimfa yang baru menetas sampai imago bersayap berlangsung sekitar 80 hari.
56
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
Warna tubuh T. marginella hijau atau berwarna jerami. Kepalanya memanjang runcing. Tarsus belakang dan antena berwarna biru. Belalang biasa ditemukan di rumput dan tanaman lainnya (Kalshoven 1981). 2.2. HAMA AKAR 2.2.1. Rayap (Isoptera: Rhinotermitidae) Tanaman nilam juga diserang oleh hama rayap. Rayap ini menyerang akar tanaman dan membuat saluran yang terdiri atas lumpur kering ke bagian batang. Menurut Kalshoven (1981), rayap dari famili Rhinotermitidae hidup sebagian di atas dan sebagian di bawah tanah, mempunyai arti ekonomi yang tinggi. Rayap ini terutama spesifik karena perilaku kasta prajurit, jika diganggu menghasilkan cairan putih dari lubang di kepala. Kasta pekerja berbadan ramping. Laron atau stadia reproduksi agak kecil, hitam-cokelat dengan sayap keperakan dan cepat bergerak. Coptotermes spp. sangat efisien menyerang pohon hidup maupun yang sudah mati. C.
curvignathus hidup di dataran rendah dan di daerah-daerah dengan curah hujan yang merata. Sarangnya dapat dtemukan pada batang yang mati di bawah atau di atas tanah dan dihubungkan oleh saluran yang tingginya 6 mm sampai 90 m panjangnya, pada kedalaman 30-60 cm. Rayap membuat tutup lumpur pada kayu atau ranting pohon sampai ketinggian 2-3 m. III. PENGENDALIAN 3.1. Strategi Pengendalian A. gossypii Pengendalian Biologi Musuh alami A. gossypii
berupa cendawan Verticillium lecanii.
Suspensi konidia pada konsentrasi 1010 konidia per ml (4 hari setelah inokulasi menyebabkan mortalitas A. gossypii 100%) disemprotkan pada tanaman yang terserang kutudaun ini (Karindah et al. 1996). Dari pertanaman nilam yang terserang A. gossypii
ditemukan predator yaitu
Syrphidae (Diptera), Coelophora maculata (Coleoptera: Coccinellidae),
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
57
Cheilomenes
maculata
(Coleoptera:
Coccinellidae),
Scymnus
sp.
(Coleoptera: Coccinellidae) (Mardiningsih et al. 2010b). Di Bogor ditemukan parasitoid yang menyerang A. gossypii yaitu Aphelinus sp. (Hymenoptera: Aphelinidae). Dari hasil koleksi A. gossypii, baik nimfa maupun imago terserang Aphelinus sp. 20-76% (Mardiningsih dan Jakfar 2010). Insektisida Nabati Minyak dari Azadirachta indica, Melia azedarach, Cymbopogon nardus, dan Geranium sp. yang diuji di laboratorium terhadap A. gossypii
dan
Coccinella undecimpunctata menunjukkan bahwa minyak Geranium sp. dan mimba lebih repelen (menolak) terhadap A. gossypii daripada minyak lainnya. Minyak mimba mempunyai aktivitas residu sampai 6 hari, sedang minyak lainnya tidak berpengaruh lebih dari 1-3 hari setelah penyemprotan. Tidak
satupun
dari
minyak-minyak
tersebut
berpengaruh
terhadap
kelangsungan hidup atau perilaku larva C. undecimpunctata, hanya memperpanjang larva instar keempat (Matter et al. 1993). Insektisida nabati mimba
berbahan
aktif
azadirachtin
0,25-2%
efektif
mengendalikan
A. gossypii dengan nilai efikasi antara 61,1-89,9% dan rerak berbahan aktif saponin 0,5-2% mengendalikan A. gossypii dengan nilai efikasi antara 64,175,7% (Mardiningsih et al. 2010b). 3.2. Strategi Pengendalian ulat pemakan daun Strategi pengendalian yang dapat dilakukan untuk ulat pemakan daun ini ialah monitoring, menggunakan insektisida nabati dan insektisida sintetis bila diperlukan.
Monitoring perlu dilakukan,
apabila masih ditemukan
sedikit ulat ini maka dapat dilakukan tindakan secara fisik yaitu dengan mengambil ulat secara langsung. Namun apabila ditemukan dalam jumlah banyak dapat dikendalikan dengan insektisida nabati, yaitu mimba dan cendawan entomofagus yaitu Beauveria bassiana. Perlakuan ekstrak biji mimba dalam pelarut etanol konsentrasi 6 dan 8 ml/l air cukup efektif menghambat
58
perkembangan
penggerek
polong
Maruca
testulalis
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
(Lepidoptera: Pyralidae) pada tanaman kacang hijau (Koswanudin et al. 2010).
Bacillus
thuringiensis
1
g/l
juga
dapat
digunakan
untuk
mengendalikan ulat ini. Apabila terjadi ledakan serangan secara eksplosif maka
beberapa
jenis
insektisida
sintetis
dapat
digunakan
untuk
mengendalikan serangga famili Pyralidae diantaranya yang berbahan aktif asefat, bisultap, deltametrin,
profenofos, klorpirifos, dan klorfluazuron
(Pusat Perizinan dan Investasi 2008). 3.3. Strategi Pengendalian ulat penggulung daun 1.
Pestisida kimia.
2.
Pestisida nabati
3.
Mekanis,
dengan
memotong
bagian
daun
yang
terkena
ulat
penggulung dan memusnahkannya, 4.
Hayati, dengan parasitoid ulat (Euagathis sp.) (Gambar 1D). (Rohimatun et al. 2011)
3.3. Strategi Pengendalian Longitarsus sp. Pengendalian juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan pestisida nabati dan cendawan Beauveria bassiana (Siswanto et al. 2011). Insektisida nabati berbahan aktif cengkeh, piretrum, dan jeringau dengan pelarut xylene, toluen, dan tween 80 pada konsentrasi 1%. Cendawan Beauveria
bassiana pada 5 g/100 ml air dapat mematikan kumbang 90-92% pada hari ke-10. 3.4. Strategi pengendalian walang sangit Menurut BB Padi (2009) pengendalian walang sangit dapat dilakukan: Kultur teknis. Tindakan ini bertujuan agar serangan walang sangit tidak berlanjut terus-menerus. Apabila menanam tidak serentak maka tanaman yang di belakangnya akan terserang lebih berat. skala
rumah
kaca dan rumah kasa,
Secara biologis. Dalam
serangga ini dapat dikendalikan
dengan musuh alaminya berupa parasit telur yaitu Ooencyrtus malayensis.
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
59
Selain
itu,
cendawan
entomopatogen
juga
dapat
digunakan
untuk
mengendalikan hama ini yaitu B. bassiana dan Metarrhizium sp.
Gambar 1. Hama dan parasitoid hama nilam. (A) Kutudaun A. gossypii
(B) Tanaman nilam terserang kutu daun, (C) Imago Sylepta sp. (sumber http://www. boldsystems.org), dan (D) Euagathis sp. (Hymenoptera: Braconidae; Sumber: http://commons. wikimedia. org/wiki.
Mengamati perilaku serangga/perangkap. Cara ini dilakukan dengan menanam tanaman yang menghasilkan bau tajam yaitu Lycopodium sp. dan
Ceratophylum sp. yang akan menarik walang sangit. Serangga yang terkumpul pada tanaman tersebut selanjutnya dimusnahkan. Bangkai kepiting juga dapat digunakan sebagai penghasil bau.
60
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
3.6. Strategi Pengendalian Tungau Pengendalian tungau ini dapat dilakukan secara mekanis yaitu dengan mengadakan sanitasi kebun dan eradikasi gulma yang menjadi inang dari
Tetranychus sp. ini. Pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami yang juga tungau yaitu Phytoseiulus persimilis Ath Henr dan P. macrophilis Bank. Selain itu, beberapa coccinellid (Stethorus spp.), Coccinella repanda dan C. transversalis juga memangsa tungau. Apabila terjadi serangan berat, pestisida sintetis dapat digunakan yaitu acetamiprid, dinobuton 300 g/l, propargit 570 g/l, karbosulfan 200,11 g/l, dan amitraz 200 g/l (Surachman dan Widodo 2007). Untuk serangan tungau yang masih ringan dapat dilakukan dengan memetiki daun-daun yang terserang. Penggunaan tanaman perangkap yaitu ubi kayu dapat dilakukan. Tetranychus sp. juga mempunyai musuh alami berupa predator dari jenis tungau juga yaitu Phytoseiulus persimilis (AthHenr) dan P. macropilis (Banks) yang telah berhasil mengendalikan tungau merah di rumah kaca di Eropa. Di Jawa, beberapa Coccinellid (Stethorus spp.) juga berfungsi sebagai predator tungau (Kalshoven 1981). Penggunaan insektisida nabati yaitu ekstrak biji mimba (100g/l) dapat menekan populasi tungau pada tanaman nilam (Trisawa dan Siswanto 1994). 3.7. Strategi Pengendalian Belalang Untuk mencegah peletakan telur V. nigricornis, dianjurkan untuk menanam tanaman penutup tanah di sekitar pertanaman.
Pengendalian
mekanis terhadap telur-telur dan nimfa-nimfa muda pada tempat peletakan telur juga sangat dianjurkan (Kalshoven 1981). Belalang mempunyai musuh alami seperti Mylobris pustulata (Coleoptera: Meloidedae) yang larvanya memakan kulit telur, Scolia javanica (Hymenoptera: Scolionidae), dan cendawan Metarrhizium anisopliae (Anon 1985). Penyemprotan cendawan entomopatogen dilakukan pagi hari atau sore hari.
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
61
3.8. Strategi Pengendalian Hama Akar (Rayap) Untuk mencegah terjadinya serangan rayap dapat dilakukan dengan membersihkan sisa-sisa kayu dan memusnahkannya sebelum lahan ditanami (Kalshoven 1981). Dari penelitian di laboratorium, nematoda Steinernema
carpocapsae Weiser dapat mematikan rayap C. curvignathus 2 hari setelah perlakuan sebesar 31,11- 60,80% (Bakti 2004). DAFTAR PUSTAKA Adria, J., Z. Hasan dan H. Idris. 1990. Beberapa jenis hama perusak daun tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth). Pemb. Littri Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor 16: 59- 64.. Anonymous. 1985. Pedoman pengendalian hama penyakit tanaman kelapa. Ditjenbun, Jakarta. 74 hlm. Bakti, D. 2004. Pengendalian rayap Coptotermes curvignathus Holmgren menggunakan nematoda Steinernema carpocapsae Weiser dalam skala laboratorium. Jurnal Natur Indonesia 6: 81-83. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Hama Walang sangit. http://www.bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/hama-padi/206-hama-walang-sangit-leptocorisa-oratorius. Blackman, R. L. dan V.F. Eastop. 2000. Aphids on the World’s Crops, An Identification and Information Guide. 2nd ed. John Wiley & Sons, LTD. 466 pp. Britton, E.B. 1970. Coleoptera. In The Insects of Australia, A Textbook for Students and Research Workers. Div. Of Entomology Commonwealth Scient & Industrial Research Organization. Melbourne University Press. Deciyanto S., M Amir, I.M. Trisawa dan S. Harijanto. 1989. Studi biologi dan perkembangan populasi hama tungau Tetranychus sp. pada tanaman mentha. Pemb. Littri 15: 9-14. Hill, D.S. dan J.M. Waller. 1988. Pests and Diseases of Tropical Crops. Vol. 2. Field Handbook. Longman Group (FE) Ltd. Hongkong. 432 pp. Irsan, C. 2010. Keanekaragaman spesies kutudaun (Homoptera: Aphidoidea) dan musuh alaminya di tanaman hortikultura dan tumbuhan liar di wilayah Pagaralam dan sekitarnya. Dalam Nawangsih A.A. et al. (Eds) Strategi Perlindungan Tanaman Menghadapi Perubahan Iklim
62
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
Global dan Sistem Perdagangan Bebas. Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman, Bogor, 5-6 Agustus 2009. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. p. 253-268. Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT Ichtiar Baru VanHoeve. Jakarta. 701 pp. Karindah, S., B.S. Rahardjo, Sudakir dan S. Santosa. 1996. Virulensi jamur Verticillium lecanii Zimmerman terhadap hama kapas Aphis gossypii Glover (Homoptera: Aphididae). Agrivita. 19: 30-34. Koswanudin, D., I.M. Samudra dan Harnoto. 2010. Pengaruh ekstrak biji mimba (Azadirachta indica A Juss.) terhadap perkembangan penggerek polong (Maruca testulalis Gejer) dan kutudaun Aphis craccivora Koch.) pada tanaman kacang hijau. Dalam Nawangsih A.A. et al. (Eds) Strategi Perlindungan Tanaman Menghadapi Perubahan Iklim Global dan Sistem Perdagangan Bebas. Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman, Bogor, 5 – 6 Agustus 2009. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. p. 519-528. Mardiningsih, T.L. dan D. Sartiami. 2011. Diversity of Aphidoidea and Coccoidea (Hemiptera) on some medicinal plants. In Widjaja et al. The 40th Meeting of National Working Group on Indonesian Medicinal Plant. Proceeding of the 2nd International Symposium on Temulawak, Biopharmaca Research Center Bogor, May, 26-27 2011. p 87-90 Mardiningsih, T.L. dan Deciyanto S. 1999a. Identifikasi kutudaun (Homoptera: Aphididae) pada beberapa jenis tanaman rempah dan obat. Dalam Prasadja I et al. (Eds) “Peranan Entomologi dalam Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis” di Bogor, PEI Bogor, 16 Febuari 1999. p. 595-604. Mardiningsih, T.L. dan Deciyanto S. 1999b. Biologi Aphis gossypii pada tanaman nilam dan preferensinya pada beberapa tanaman rempah dan obat. Dalam Hadisusanto S. et al. (Eds) Biologi Menuju Milenium III. Fak Biologi UGM, Yogyakarta, 20 Novembar 1999. p. 29-38. Mardiningsih, T.L. dan R. Jakfar. 2010a. Serangan parasitoid pada kutudaun nilam. Dalam Nawangsih A.A. et al. (Eds) Strategi Perlindungan Tanaman Menghadapi Perubahan Iklim Global dan Sistem Perdagangan Bebas. Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman, Bogor, 5 – 6 Agustus 2009. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. p. 289-292.
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
63
Mardiningsih, T.L., C. Sukmana, N. Tarigan dan S. Suriati. 2010b. Efektivitas insektisida nabati berbahan aktif azadirachtin dan saponin terhadap mortalitas dan intensitas serangan Aphis gossypii Glover. Bul. Littro 21: 171-183. Mardiningsih, T.L., D. Sartiami, S. Suriati, C. Sukmana dan N. Tarigan. 2011. Serangga-serangga yang berasosiasi dengan tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.). Dalam Harjaa et al. (Eds) Belajar Dari Masa Lalu Dan Sekarang Untuk Membangun Masa Depan. Prosiding Seminar Peringatan Ulang Tahun Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) ke-40, Yogyakarta, 1-2 Oktober 2010. p. 216-226. Mardiningsih, T.L., R. Balfas dan F. Soesanthy. 2007. Serangga-serangga perusak tanaman tapak dara dan strategi pengendaliannya. Dalam Rostiana O. et al. (Eds) Pengembangan Teknologi Tanaman Obat dan Aromatik. Prosiding Seminar Nasional dan Pameran, Bogor, 6 September 2007. p. 203–208. Matter, M.M., S.S. Marei, S.M. Moawad dan S. El-Gengaihi. 1993. Bull. of Fac. of Agriculture, University of Cairo 22: 417-432. Mulyati, S. 1985. Inventarisasi Serangga Pengganggu Tanaman Nilam (Pogostemon cablin B.) di Perkebunan Cireundeu, PT Djasula Wangi, Sukabumi. Laporan Praktek Lapang, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pusat Perizinan dan Investasi. 2008. Pestisida Pertanian dan Kehutanan. Sekretariat Jenderal. Departemen Pertanian. Koperasi Pegawai Negeri Ditjen BSP. 682 hlm. Rohimatun, I W. Laba, W.R. Atmadja dan E. Sugandi. 2011. Seleksi Ketahanan Varietas Nilam terhadap OPT Kutu, Penggulung Daun, dan Penyakit Budok. Laporan Akhir Program Riset Insentif Terapan. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (unpublish). Simelane, D.O. 2005. Biological Control of Lantana camara in South Africa: targetting a different niche with a root-feeding agent, Longitarsus sp. Biocontrol 50: 375 – 387. http://www. springerlink.com/index/ KM2445PGOK7W2J65.pdf. Siswanto, N. Chrystalia, Wiratno dan T.E. Wahyono. 2011. Pengendalian kumbang daun nilam (Longitarsus sp.) dengan pestisida nabati dan patogen serangga, B. bassiana. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pestisida Nabati IV. Jakarta, 15 Oktober 2011.
64
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
Surachman, E. dan Widodo A.S. 2007. Hama Tanaman pangan, Hortikultura, dan Perkebunan, Masalah dan Solusinya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 111 p. Trisawa, I.M. dan Siswanto, 1994. Pengaruh ekstrak biji mimba terhadap ulat penggulung daun dan tungau merah pada tanaman nilam. Balittro. 11 p. (unpublish) Wiratno dan Deciyanto, S. 1991. Ciri-ciri dan siklus hidup serangga penggulung daun nilam Sylepta sp. (Lepidoptera: Pyralidae). Buletin Littro.6: 15-19.
Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam
65