HAMA UTAMA PADA PEMBIBITAN LADA DAN PENGENDALIANNYA Rismayani, Rohimatun dan I Wayan Laba Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111
[email protected]
ABSTRAK Salah satu kendala petani lada di Indonesia pada tahap pembibitan adalah serangan hama yang dapat menghambat proses budidaya tanaman. Bibit merupakan salah satu faktor utama keberhasilan usahatani lada. Lophobaris piperis, Thrips sp., dan Planococcus minor merupakan hama yang banyak ditemukan pada tahap pembibitan lada. L. piperis bermetamorfosis sempurna mulai dari telur-larva-pupa sampai imago. Larva L. piperis hidup di bagian dalam ruas-ruas batang lada yang menyebabkan penyerapan unsur hara dan distribusi hasil fotosintesis terganggu. Hama ini dapat menyebabkan kerusakan hingga 43,8%, bahkan kematian, apabila seluruh batang tanaman terserang. Thrips sp. bereproduksi secara partenogenesis dan hanya memerlukan waktu sembilan hari untuk menyelesaikan satu siklus hidup. Satu ekor betina Thrips sp. rata-rata menghasilkan 80 butir telur selama hidupnya. Serangga tersebut merusak struktur daun, baik yang masih muda maupun tua. P. minor merupakan serangga vektor penyakit kerdil. Serangga ini seringkali ditemui pada persemaian bibit lada. P. minor mampu bertelur hingga 270 butir dalam satu siklus hidupnya. Pengendalian ketiga hama tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan konsep Pengelolaan Hama Terpadu (PHT), antara lain mengintegrasikan penggunaan varietas toleran, kultur teknis yang baik dan benar, pengendalian secara hayati dan fisik-mekanik serta penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida, terutama sintetik, merupakan alternatif terakhir ketika pengendalian lain sudah tidak dapat dilaksanakan. Pemahaman secara menyeluruh mengenai bioekologi hama, khususnya di pembibitan, sangat diperlukan untuk tindakan pengendalian yang tepat. Kata kunci: bibit lada, Lophobaris piperis, Thrips sp., Planococcus minor, pengendalian
PENDAHULUAN Pembibitan merupakan tahap penting dalam proses budidaya tanaman. Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), khususnya hama, merupakan salah satu masalah dalam budidaya lada mulai dari tahap pembibitan hingga ke lapangan. Serangan pada tanaman produktif dapat berakibat langsung terhadap kehilangan hasil, sedangkan pada tahap vegetatif berakibat tidak langsung terhadap kehilangan hasil atau bahkan kematian tanaman (Laba dan Trisawa, 2006). Hama yang banyak menyerang tanaman lada di pembibitan, antara lain penggerek batang Lophobaris piperis Marsh (Coleoptera: Curculionidae), Thrips sp.
(Thysanoptera: Thripidae), dan Planococcus minor (Homoptera: Pseudococcidae). L. piperis menyebabkan kerusakan pada bagian yang digerek mencapai 43,48%, bahkan kematian tanaman (Deciyanto et al., 1986). Thrips sp. dan P. minor merupakan vektor virus, yang walaupun tidak menimbulkan gejala laten pada tanaman, tetapi sangat berbahaya karena menjadi sumber infeksi yang tidak diketahui, terutama bila dijadikan sebagai sumber benih (Miftakhurrohmah dan Balfas, 2014). Hamahama tersebut dapat ditemukan bersamaan pada tahap pembibitan. Konsep PHT merupakan suatu sistem pengelolaan populasi hama yang memanfaatkan semua teknik pengendalian yang sesuai dan serasi untuk
223
Prosiding Seminar Perbenihan Tanaman Rempah dan Obat
mengurangi populasi hama dan mempertahankannya tetap berada di bawah aras yang dapat mengakibatkan kerusakan ekonomi (Agustian dan Rachman, 2009). Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) merupakan bagian atau mode pertanian berkelanjutan karena memiliki peran penting dalam kelayakan ekonomi, ramah lingkungan, aman bagi kesehatan manusia, dapat diterima secara sosial dan budaya serta dilaksanakan secara holistik dan terpadu oleh masyarakat (Untung, 2006). Tulisan ini mengemukakan tentang ciri-ciri, cara hidup, dan strategi pengendalian hama pada pembibitan lada.
HAMA UTAMA PADA PEMBIBITAN LADA Penggerek batang lada (Lophobaris piperis) Penggerek batang lada (L. piperis) merupakan hama utama lada yang menyerang tanaman sejak pembibitan hingga di lapangan. Larva L. piperis menetap di dalam ruas batang tanaman, membuat lubang di dekat pangkal percabangan muda lalu masuk dan menggerek
Bogor, 29 April 2015
sampai ke dalam batang. Larva menggerek bagian tengah dalam ruas batang lada sehingga menyebabkan terganggunya penyerapan unsur hara dan distribusi hasil fotosintesis. Pada akhirnya, tanaman lada menjadi tidak produktif, bahkan menjadi mati (Kalshoven, 1981). Pada umumnya, serangan pada dua cabang buah selalu diikuti dengan serangan larva pada satu batang utama, yang diperkirakan dapat mengakibatkan kehilangan hasil sekitar 16,5% (Deciyanto et al., 1986). Serangga dewasa hanya menyerang bunga, buah, pucuk, serta ranting dan daun muda. Gejala serangan L. piperis ditunjukkan dengan adanya gigitan pada bagian tanaman yang diserang dan menghitamnya bekas gigitan karena pembusukan (Deciyanto et al., 1986; Deciyanto dan Suprapto, 1996). Imago L. piperis meletakkan telur secara terpisah (tidak berkelompok) pada bagian buku-buku cabang buah dan batang utama. Telur L. piperis berwarna putih kekuningan. Telur akan menetas setelah lebih kurang tujuh hari dan keluar larva yang
Gambar 1. Telur , larva dan imago L. piperis. (a) Telur di bawah permukaan daun (b) di bawah mikroskop, (c); larva di dalam batang, (d) larva umur 18 hari yang mulai berbentuk, (e) imago yang baru terbentuk dan (f) imago berumur dua hari.
224
Rismayani et al. : Hama Utama pada Pembibitan Lada dan Pengendaliannya
berwarna putih kotor dengan panjang sekitar 1 mm kemudian terus berkembang dan akhirnya mencapai panjang 8 mm. Setelah berumur 28 hari, larva L. piperis menjadi pupa di dalam sebuah kokon selama 19 hari hingga menjadi imago (Kalshoven, 1981).
Gambar 2. Bibit lada yang diserang L. piperis
Populasi larva tertinggi dijumpai pada musim penghujan (November-April), sedangkan imago melimpah pada akhir musim penghujan (Januari-Maret) (IPC, 2010). Imago L. piperis berwarna hitam dan memiliki mulut (rostrum) yang bentuknya panjang, seperti belalai menghadap ke bawah, serta antena berbentuk gada. Setelah imago berumur dua minggu maka terjadilah kopulasi. Tiga hari kemudian, imago betina akan meletakkan telur (Suprapto, 1986). Sepasang imago L. piperis dapat menghasilkan sekitar 200 telur sepanjang hidupnya tetapi hanya meletakkan satu sampai dua telur pada saat yang sama, imago dapat ditemui pada pagi dan sore hari, sedangkan pada siang hari bersembunyi untuk menghindari sinar matahari (IPC, 2010). Siklus hidup dari telur hingga menjadi serangga dewasa rata-rata berlangsung dua bulan. Selama hidupnya L. piperis mampu meletakkan telur sebanyak 280-525 butir atau rata-rata 380 butir dengan penetasan mencapai 88,71% (Vecht, 1940).
Thrips sp. Thrips sp. (Thysanoptera: Thripidae) tersebar luas di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Ocenia. Hama ini bersifat polifag, sangat senang pada dataran rendah dengan suhu udara yang kering (kelembapan 70% dan suhu 27-32oC). Pada kondisi tersebut dapat memicu produksi hormon seks Thrips sp. sehingga terjadi perkawinan massal (Atakam, 2011). Thrips sp. mampu bereproduksi secara parthonegenesis dan umumnya memerlukan waktu sembilan hari untuk menyelesaikan satu siklus hidup (Ssemwogerere et al., 2013). Saat musim kemarau, jumlah populasi Thrips sp. meningkat dan akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Tekanan air hujan yang besar mampu menghanyutkan Thrips sp. Penyebaran Thrips sp. dari satu tanaman ke tanaman lada yang lain berlangsung sangat cepat, baik dengan bantuan angin maupun manusia. Serangga ini umumnya tumbuh dan berkembang di daun lada yang muda (IPC, 2010). Serangga Thrips sp. betina meletakkan telur ke dalam jaringan tanaman. Bentuk telur menyerupai biji kacang merah, berbentuk oval, dan berwarna kuning keputihan, tetapi tidak mudah dilihat dengan mata telanjang. Telur diletakkan secara terpisah di permukaan bagian daun muda yang berumur 10-15 hari atau ditusukkan ke dalam jaringan tanaman dengan ovipositor. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor Thrips sp. berkisar 80-120 butir. Fase telur berlangsung antara tiga sampai 14 hari (Reitz et al., 2011). Planococcus minor P. minor merupakan kutu putih yang berbentuk oval dengan ukuran panjang 1-2 mm. Di setiap sisi tubuhnya terdapat terdapat 14-18 pasang lilin seperti duri. Serangga ini terdiri atas empat instar. Imago betina mampu bertahan hidup selama hingga 102 hari, tetapi jantannya hanya mampu bertahan hidup
225
Prosiding Seminar Perbenihan Tanaman Rempah dan Obat
Bogor, 29 April 2015
Gambar 3. Stadia Thrips sp. asal lada, (a) Telur, (b) nimfa, (c) pupa, dan (d); imago
Gambar 4. Gejala serangan Thrips sp. pada lada. (a) Gejala awal (b); serangan berat dan (c) tanaman lada yang terserang
selama dua sampai empat hari. Betina meletakkan telur dalam kelompok benangbenang, seperti kapas, di bawah tubuhnya (Balfas, 2009). Betina serangga ini mampu menghasilkan telur hingga 270 butir dalam setiap siklus hidupnya (Francis et al., 2012).
226
P. minor memiliki banyak tanaman inang (polifag). Hama ini seringkali menyerang tanaman lada di persemaian. Keberadaannya secara konsisten pada tanaman lada menunjukkan indikasi P. minor merupakan serangga penting dalam penyebaran penyakit kerdil (Balfas et al., 2007). P. minor mengisap bunga, buah, ruas, daun muda, serta ketiak dan seludang daun (Balfas, 2005).
Rismayani et al. : Hama Utama pada Pembibitan Lada dan Pengendaliannya
Gambar 5. Gejala serangan dan imago P. minor pada lada, (a) Bunga lada yang terserang (b) daun dan ketiak daun yang terserang dan (c) imago P. minor.
PENGENDALIAN HAMA PADA PEMBIBITAN LADA Pembangunan pertanian sampai saat ini masih menghadapi masalah antara lain serangan OPT, termasuk hama dan penyakit tanaman, pencemaran lingkungan, terbunuhnya organisme bukan sasaran, dan residu pestisida pada produk pertanian. Pemerintah merekomendasikan pelaksanaan paket Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yang bertujuan mengurangi, bahkan meniadakan penggunaan pestisida sintetis. PHT merupakan konsep pengendalian hama dengan menggunakan lebih dari satu komponen pengendalian, dengan menerapkan teori ekologi untuk penyelesaian masalah OPT di lapangan, termasuk pembibitan, sehingga populasi hama selalu berada dalam kondisi yang tidak merugikan secara ekonomis, dan aman terhadap lingkungan (Laba et al., 2005). Komponen PHT adalah (1) Kultur teknis (benih sehat, varietas tanaman, tanam serempak, gilir varietas, gilir tanam, pola tanam, dan sanitasi), (2) Mekanik-fisik (bakarbenam-cabut-musnahkan tanaman/bagian terserang, gropyokan, perangkap lampu, perangkap perekat dan lain-lain), (3) Pengendalian hayati (parasitoid, predator,
patogen serangga), serta (4) Kimiawi (insektisida, bahan penolak (repellent), bahan penarik (attractant), feromon, dan lain-lain). PHT merupakan konsep pengendalian yang berbasis ekologi, yang lebih menekankan pengelolaan proses dan mekanisme ekologi lokal untuk mengendalikan hama daripada intervensi teknologi (Untung, 2006). Pengendalian hama di tingkat pembibitan lada dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan bioekologi hama tersebut, maka upaya pengendalian hama melalui pendekatan ekosistem yang lebih dititik beratkan pada penggunaan varietas tahan dan bekerjanya pengendalian secara alami. Setiap varietas lada memiliki kelebihan masing-masing. Pemilihan varietas yang berproduksi tinggi dan tahan terhadap gangguan OPT sangat diperlukan dalam budidaya lada untuk mencapai kualitas dan kuantitas produksi yang tinggi. Varietas Natar 1, Natar 2, dan Kuching diketahui memiliki kelebihan toleran terhadap L. piperis. Varietas tertentu bisa lebih toleran terhadap satu jenis hama, tetapi tidak toleran terhadap hama yang lain. Oleh sebab itu, pemilihan varietas apapun harus diikuti dengan upaya untuk mengurangi kerusakan dan mencegah penurunan produksi tanaman yang disebabkan oleh hama (Laba dan Trisawa, 2006).
227
Prosiding Seminar Perbenihan Tanaman Rempah dan Obat
Bogor, 29 April 2015
Tabel 1. Teknik pengendalian tiga hama di pembibitan lada Cara Pengendalian Kultur Teknis: a. Varietas toleran
b. Penyiangan terbatas c. Pemupukan tepat dan berimbang Fisik-mekanik, dengan mengambil serangga secara langsung Musuh alami: a. Patogen
b. Parasitoid
c. Predator Pestisida: a. Nabati
b. Sintetik (alternatif terakhir)
L. piperis
Natar 1, Natar 2, Kuching (Suprapto, 1986)
Hama Thrips sp.
Belum ditemukan varietas tahan
√ √
√ √
√
√
B. bassiana (Dadan et al., 2002)
P. minor
Belum ditemukan varietas tahan (Balfas, 2005) √ √ √
S. feltiae, V. lecanii, L. muscarium (Cuthberson, et al., 2005) Belum ditemukan
Belum ditemukan
Laba-laba
Laba-laba
Biji mimba, bengkoang, dan akar tuba 5% (Rumbaina dan Martono, 1988; Deciyanto, 1994)
Daun/biji sirsak (Ningsih et al., 2012)
Ekstrak jarak dan mimba (Balfas, 2005)
metidation 40% dan asefa 40% (Suprapto dan Suroso, 1994), deltametrin 25 g/l (Ditjen PSP, 2014)
Abamektin 18 g/l Alfa sipermetin 50 g/l Bensultap 50% Dimetoat 400 g/l Fipronil 50 g/l Imikakloprid 50 g/l Klorfenapir 200 g/l Klorpirifos 200 g/l Metaflumizon 240 g/l Metil klorpirifor 500 g/l Profenofos 500 g/l Sipermetrin 30 g/l Tiametoksmom 25% (Dirjen PSP, 2014)
Metil paration, diazinon, dan malation (Dirjen PSP, 2014)
Spathius piperis Euderus sp. Dinarmus coimbatorensis Eupelmus curculionis (Suprapto, 2000) Laba-laba
Belum ditemukan
Keterangan: (√) Teknik pengendalian secara kultur teknis dan fisik-mekanik harus diterapkan untuk mengendalikan hama L. piperis, Thrips sp. dan P. minor di pembibitan lada.
228
Rismayani et al. : Hama Utama pada Pembibitan Lada dan Pengendaliannya
KEBIJAKAN PEMERINTAH Pada umumnya, petani menggunakan pestisida untuk pengendalian hama dalam usahataninya. Padahal penggunaan insektisida sintetis dapat menyebabkan dampak negatif, antara lain resistensi dan resurgensi hama, terbunuhnya serangga bukan sasaran dan musuh alami, pencemaran lingkungan serta kandungan residu pada produk lada (Moreno et al., 2013). Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mengambil kebijakan untuk membatasi bahkan meniadakan penggunaan insektisida sintetis dan melaksanakan konsep PHT. Penerapan PHT untuk menanggulangi masalah hama tanaman pertanian diperkuat dengan dimasukkannya kebijakan tersebut kedalam REPELITA III (1978/79-1983/84) dan REPELITA IV (1984/85-1988/89) dalam meningkatkan pelaksanaan perlindungan tanaman dengan memperluas dan meningkatkan mutu serta areal PHT dengan meningkatkan peran serta petani dan masyarakat (Oka, 1995). Implikasi kebijakan PHT antara lain (1) Fungsi BPTP sebagai ujung tombak Badan Litbang Pertanian dan Dinas Pertanian di daerah sebagai pelaksana Direktorat Perlindungan Tanaman turut serta dalam meneruskan kegiatan SLPHT, untuk meningkatkan pengetahuan petani dalam hal perlindungan tanaman serta mengembangkan hasil penelitian, merakit dan menyebarluaskan paket PHT spesifik lokasi; (2) Revitalisasi dan pengembangan kelembagaan PHT di semua tingkat dari pusat sampai petani sesuai kebutuhan lolal spesifik; (3) Revitalisasi dan tindak lanjut yang lebih jelas dari keputusan Mentan No. 517/Kpts/TP 270/9/2002 yang mengatur tentang pengawasan pestisida yang beredar di Indonesia; (4) SLPHT hendaknya menjadi komponen penting dalam SLPTT agar pembangunan pertanian tetap ramah
lingkungan; (5) Kebijakan subsidi dan harga hasil panen perlu ditinjau kembali terutama implementasinya agar menguntungkan petani.
KESIMPULAN Terdapat tiga jenis hama yang ditemukan dalam pembibitan lada, yaitu L. piperis, Thrips sp., dan P. minor. Larva L. piperis menyerang bagian dalam ruas batang lada, Thrips sp dan P. minor selain berperan sebagai hama juga berperan sebagai vektor virus di pertanaman lada. Pengendalian ketiga hama di pembibitan dapat dilakukan dengan menerapkan konsep PHT, antara lain mengintegrasikan penggunaan varietas toleran, kultur teknis yang baik dan benar, serta pengendalian secara hayati, fisik-mekanik dan pestisida. Penggunaan pestisida, terutama sintetik, merupakan alternatif terakhir ketika pengendalian lain sudah tidak dapat dilaksanakan. Lebih lanjut, pastikan bibit lada yang akan dipindah ke lapangan bebas dari serangan hama. Pemahaman secara menyeluruh mengenai bioekologi hama, khususnya di pembibitan, sangat diperlukan untuk tindakan pengendalian yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA Agustian A dan B Rachman. 2009. penerapan teknologi pengendalian hama terpadu pada komoditas perkebunan rakyat. Perspektif. 8(1): 30-41. Atakam E. 2011. Population density distribution of the western flower Thrips (Thysanoptera: Thripidae) and its predatory bug, Orius niger (Hemiptera: Anthocoridae) in strawberry. Int. Journal of Agriculture & Biology. 13(5): 638644. Balfas R. 2005. Serangga penular (Vektor) penyakit kerdil pada tanaman lada dan strategi penanggulangannya. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. 17(2): 71-76.
229
Prosiding Seminar Perbenihan Tanaman Rempah dan Obat
Balfas R, I Lakani, Samsuddin, dan Sukamto. 2007. Penularan penyakit kerdil pada tanaman lada oleh tiga jenis serangga vektor. J Littri 13(4): 136- 141. Balfas R. 2009. Status penelitian serangga vektor penyakit kerdil pada tanaman lada. Perspektif. 8(1): 42-51. Cuthbertson AGS, JP North, and KFA Walters. 2005. Effect of Temperature and Host Plant Leaf Morphology on the Efficacy of Two Entomopathogenic Biocontrol Agents of Thrips palmii (Thysanoptera: Thripidae). Bul. of Entomological Research. 95: 321-327. Dadan H, D Judawi, D Priharyanto, GC Luther, J Mangan, K Untung, M Sianturi, P Mundi, dan Riyanto. 2002. Musuh Alami Hama dan Penyakit Tanaman Lada. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat. Direktorat Perlindungan Perkebunan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian. 50 hlm. Deciyanto S. 1994. Studi kemungkinan mimba (Azadirachta indica) sebagai insektisida dan zat penolak makan bagi serangga dewasa penggerek batang lada (Lophobaris piperis Marsh.). Simposium VIII Bahan Obat Tradisional Indonesia. Bogor 24-25 Nopember 1994. Deciyanto S, M Iskandar, dan A Munaan. 1986. Preferensi larva penggerek batang Lophobaris spp. dan kehilangan hasil pada tanaman lada. Prosiding Temu Ilmiah Entomologi Perkebunan. Medan, 22-24 April 1986. Deciyanto S dan Suprapto. 1996. Penggerek Batang Lada dan Cara Pengendaliannya. Monograf Tanaman Lada. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Hlm. 150-160. Dirjen PSP. 2014. Pestisida Pertanian dan Kehutanan Terdaftar 2014. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta. 824 hlm. Francis AW, MTK Kairo and AL Roda. 2012. Developmental and Reproductive Biology of Planococcus minor (Homoptera: Pseudococcidae) under Constant Temperatures. Florida Entomologis Journal. 95(2): 297-303.
230
Bogor, 29 April 2015
IPC.
2010. Integrated Pest and Disease Management in Black Pepper (Piper nigrum L.). Dalam: Y.R. Sarma (Ed.). International Pepper Community., Jakarta and Spices Board, Ministry of Commerce and Industry, Govt. Of India, Cochin, Kerala, India. 80 p.
Kalshoven LGE. 1981. Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. 701 p. Laba IW, IM Trisawa, T Djuwarso, Nuraida, WR Atmadja, AM Amir, Muchyadi, Zainuddin, Ahyar, S Suriati, C Sukmana, dan A Suhenda. 2005. Bioekologi dan Pengendalian Hama Pengisap Bunga Diconocoris hewettii (Dist.) pada Tanaman Lada. Laporan Hasil Penelitian. Proyek Penelitian PHT Perkebunan Rakyat. 36 hlm. Laba IW dan IM Trisawa. 2006. Pengelolaan Ekosistem untuk Pengendalian Hama Lada. Perspektif. 5(2): 86-97. Miftakhurrohmah dan R Balfas. 2014. Karakteristik biologi dan molekular serta pengendalian virus penyebab penyakit kerdil pada lada. Perspektif. 13(1): 53-62. Moreno DH, AEMF Soffers, Wiratno, HE Falke, IMCM Rietjens, and AJ Murk. 2013. Consumer and Farmer Safety Evaluation of Aplication of Botanical Pesticides in Black Pepper Crop Protection. Food and Chemical Toxicology, Wegeningen, Netherland. 56: 483-490. Ningsih DH, Sucipto, dan C Wasonowati. 2012. Efektifitas Daun Sirsak (Annona muricata L.) sebagai Biopestisida terhadap Hama Thrips pada Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Prosiding Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi, Fak. Pertanian, Universitas Trunojoyo, Madura. Hlm. 1-8. Oka IN. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Cetakan pertama. 255 hlm. Reitz SR, YL Gao, and ZR Lei. 2011. Thrips: Pest of concern to China and the United States. Agricultural Sciences in China 10(6): 867-892. Rumbaina D dan Martono. 1988. Uji efikasi biji bengkuang (Pachyrrhizus erosus URB.) terhadap hama penggerek batang lada. Sub
Rismayani et al. : Hama Utama pada Pembibitan Lada dan Pengendaliannya
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Natar. (tidak dipublikasikan). Ssemwogerere C, MKNO Ssemakulai, J Kovach, S Kyamanywa and J Karungi. 2013. Species Composition and Occurrence of Thrips on Tomato and Pepper as Influenced by Farmers Management Practice in Uganda. J of Plant Protection Res. 53(2): 158-164. Suprapto. 1986. Kisaran Inang Penggerek Batang Lada. Jurnal Littri. 12(2):1-11. Suprapto dan Suroso. 1994. Populasi Alami Pengisap Buah pada Tanaman Lada. Seminar Bulanan Sub Balittro Natar, Lampung. April 1994 (tidak dipublikasikan).
Suprapto. 2000. Manfaat Penggunaan Arachis pintoi terhadap Perkembangan Musuh Alami Organisme Pengganggu Utama Tanaman Lada. Makalah Workshop Nasional Pengendalian Hayati OPT Tanaman Perkebunan. Bogor, 1517 Februari 2000. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Natar: 1-2. Trisawa IM. dan I W Laba. 2005. Hama Utama Tanaman Lada dan Pengendaliannya. Perspektif. 17(2): 58-70 Untung K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University Press. 256 hlm. Vecht J van Der. 1940. De Kleine Peppersnuitkever (Lophobaris piperis Marsh.) Landbouw 16(6): 323-366.
231
Prosiding Seminar Perbenihan Tanaman Rempah dan Obat
232
Bogor, 29 April 2015