SKRIPSI KAJIAN PENGARUH UMUR DAN BAGIAN TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin benth) YANG DISULING TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK NILAM YANG DIHASILKAN
Oleh : LINDA PURWANINGRAT F34104081
2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Demi matahari dan cahayanya di pagi hari Dan bulan apabila mengiringinya Dan siang apabila menampakannya Dan malam apabila menutupinya Dan langit serta pembinaannya Dan bumi serta penghamparannya Dan jiwa serta penyempurnaannya Maka ALLAAH mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaannya Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (QS. Asy Syams: 1-10)
Karya ini di dedikasikan untuk ibunda dan ayahanda ..atas seluruh cinta.. Yang tak pernah mengenal batas… Yang selalu bagai pelita… rabbighfirli wa walidaya warhamhuma ka ma rabbayani shaghira
Linda Purwaningrat. F34104081. The Analysis of influence Age and Part of the Patchouli (Pogostemon cablin benth) on Yield and Quality of The Patchouli Oil. Supervised by Semangat Ketaren. SUMMARY Patchouli oil is one of the essential oil produced by Indonesia that almost 90% of the world market has supplied by Indonesia contribution. Patchouli oil is the result of distillation from Pogestemon cablin Benth that has been developed in Java and Sumatra Island. The differences are patchouli alcohol in content in patchouli oil in java (PA≤30%) lower than patchouli oil in Sumatra Island (PA≥30%). Based on that fact, there is continous research to increasing the patchouli alcohol in Java patchouli oil to increase the price of this commodity. At this moment, there is a suggestion that patchouli alcohol content will be increased by the increasing the age of the plant and the part of the plant decrease to the root. Patchouli alcohol content, is one of the quality‟s parameter that becoming the key factor of the price. Ketaren (1986) says that all part of the Patchouli, .i.e., root, body, and leaf can produce patchouli oil, but have difference in percentage, quality, and chemistry‟s composition of the extraction‟s result. But, until now there is not enough information and research to prove the suggestion. In related of that, at this time, all of the Patchouli‟s part doesn‟t extracted to become essential oil in the extraction industry. That is also a suggestion in Patchouli‟s farmer the best age of the plant to be extracted is 4 – 5 month. The objective of this research are (1) to knowing the difference of age and part of the plant (Pogestemon cablin Benth) that extracted with the yield and quality of the essential oil that‟s produced, (2) to determine the best age and part of the plant (Pogestemon cablin Benth) that‟s extracted to get the optimum quality and yield of the essential oil. The experimental data were subjected to an analysis of variance for a completely random design 3 x 3 with duplo procedure. The factor used is the part of the patchouli topping (part 1-5), middle (part 6 – 10) and root, also the age of the Patchouli (5, 7, and 9 month). The research‟s procedures are with two stage, .i.e., preliminary (ingathering, sortation, drying (3 days until water percentage is ±12%), reduction size (3-5 cm) and the calculation for the water percentage with the Bidwell-Sterling method), also the primer research, .i.e., the extraction of the material that used combination of water and steam distillation during 7 hours. Based on the result of the statistic analysis showed that interaction of the age and part of the plant has significant influence in yield, index of refraction, acid value and ester value of the patchouli oil, but don‟t have significant influence in the specific gravity and optical rotation. Yield and acid number tend to decrease phenomena in every stage treatment. The specific gravity, index of refraction, acid value and ester value, optical rotation looks like in increasing phenomena with the highest value is the patchouli essential oil from the root and the age is 9 month. From the analysis alcohol soluble, all patchouli oil can perfectly soluble.
Based on the GCMS analysis showed that increasing phenomena of the oxygenated hydrocarbon composition and decline of the hydrocarbon composition in every treatment, .i.e., topping (5 month) is 38.67%, topping (7 month) is 39.41%, topping (9 month) is 41.46%, middle (5 month) is 42.38%, middle (7 month) is 45.07%, middle (9 month) is 49.27%, root (5 month) is 57.11%, root (7 month) is 59.86%, root (9 month) is 62.57%. That‟s related with the decreasing phenomena of the hydrocarbon, .i.e., topping (5 month) is 61.33%, topping (7 month) is 60.59%, topping (9 month) is 58.54%, middle (5 month) is 57.02%, middle (7 month) is 54.93%, middle (9 month) is 50.73%, root (5 month) is 41.74%, root (7 month) is 37.51%, root (9 month) is 33.95%. Based on the result of this research show that major component in every Patchouli oil are Patchouli alcohol, Alpha-Bulsene, Seychellene, Alpha-Patchoulene, Beta-Caryophylene, and 4,5-Dimethoxy-2-methyilphenol. . The best combination that give best quality and yield of the Patchouli oil is the extraction of Patchouli root with the best age is 9 month, that is yield 0.61%, specific gravity (25oC) 0.98175, index of refraction (20oC) 1.51945, optical rotation (-) 55.68, alcohol soluble 1:1, acid value 0.605, ester value 11.175, Patchouli alcohol content 44.36% and total component in patchouli oil is 35 component. Beside of that, all of Patchouli oil in related with the result of the research has been proper with Indonesian National Standard 06-2385-1998.
Linda Purwaningrat. F34104081. Kajian Pengaruh Umur dan Bagian Tanaman Nilam (Pogostemon cablin benth) yang Disuling Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Nilam yang Dihasilkan. Dibawah bimbingan Ir. Semangat Ketaren, MS. RINGKASAN Minyak nilam adalah salah satu komoditi minyak atsiri andalan Indonesia yang merupakan pemasok terbesar di pasaran dunia dengan kontribusi 90%. Minyak nilam merupakan hasil penyulingan dari tanaman nilam (Pogostemon cablint benth) saat ini banyak dikembangkan di pulau Jawa dan pulau Sumatra. Perbedaannya adalah kadar patchouli alkohol minyak nilam Aceh di pulau Jawa lebih rendah (PA≤30%) dibandingkan dengan minyak nilam Aceh di pulau Sumatra (PA≥30%). Oleh sebab itu, terus dilakukan upaya untuk meningkatkan kadar patchouli alkohol minyak nilam Aceh dari pulau Jawa untuk meningkatkan harga jualnya. Sampai saat ini, terdapat pendugaan bahwa kadar patchouli alkohol akan meningkat seiring bertambahnya umur tanaman nilam dan bagian tanaman yang menuju ke arah akar. Salah satu parameter mutu minyak nilam yang sangat berpengaruh terhadap harga minyak nilam adalah kadar patchouli alkoholnya. Ketaren (1986) menyatakan bahwa semua tanaman nilam, yaitu akar, batang, cabang dan daun tanaman nilam menghasilkan minyak atsiri, namun memiliki kadar minyak, mutu serta susunan komponen yang berbeda pada masing-masing minyak hasil ekstraksi. Meskipun demikian, sampai saat ini belum ada informasi secara rinci mengenai hal terssebut. Oleh sebab itu, banyak bagian tanaman nilam yang tidak dioptimalkan sebagai sumber minyak oleh industri penyulingan saat ini. Demikian pula dengan umur nilam yang umumnya dipanen saat berumur 4-5 bulan dengan anggapan rendemen minyaknya paling tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui pengaruh umur dan bagian tanaman nilam (Pogostemon cablin benth, L) yang disuling terhadap rendemen dan mutu minyak nilam yang dihasilkan dan (2) menentukan umur dan bagian tanaman nilam (Pogostemon cablin benth, L) yang disuling untuk mendapatkan mutu dan rendemen minyak nilam yang optimal. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial 3x3 dengan dua kali ulangan. Faktor yang digunakan adalah bagian tanaman nilam (bagian pucuk (ruas 1-5), tengah (ruas 610) dan akar) serta umur tanaman nilam (5, 7 dan 9 bulan). Penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan berupa pemanenan, sortasi, pengeringan (3 hari sampai kadar airnya ±12%), perajangan (3-5 cm) dan perhitungan kadar air dengan metode Bidwell-Sterling serta penelitian utama yaitu penyulingan bahan baku sesuai kombinasi perlakuan menggunakan metode water and steam distillation. Hasil analisis keragaman menunjukan bahwa interaksi antara kedua faktor yaitu bagian tanaman dan umur tanaman nilam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai rendemen, indeks bias, bilangan asam dan bilangan ester minyak nilam, namun tidak berpengaruh nyata terhadap nilai bobot jenis dan putaran optik. Nilai rendemen dan bilangan asam cenderung memperlihatkan
penurunan pada setiap taraf perlakuan yang diberikan. Sedangkan nilai bobot jenis, indeks bias, putaran optik, bilangan asam dan bilangan ester memperlihatkan kenaikan pada setiap taraf perlakuan, dimana nilai paling tinggi dimiliki oleh minyak nilam akar 9 bulan. Pada analisis kelarutan dalam alkohol, seluruh minyak nilam dapat larut dengan sempurna. Hasil analisa kromatografi gas spektrometri massa (KGSM) menunjukan bahwa terjadi kenaikan komponen terpen-O pada setiap taraf perlakuan, yaitu pucuk 5 bulan 38.67%, pucuk 7 bulan 39.41%, pucuk 9 bulan 41.46%, tengah 5 bulan 42.38%, tengah 7 bulan 45.07%, tengah 9 bulan 49.27%, akar 5 bulan 57.11%, akar 7 bulan 59.86% dan akar 9 bulan 62.57%. Hal tersebut diiringi dengan penurunan komponen terpen pada setiap taraf perlakuan, yaitu pucuk 5 bulan 61.33%, pucuk 7 bulan 60.59%, pucuk 9 bulan 58.54%, tengah 5 bulan 57.02%, tengah 7 bulan 54.93%, tengah 9 bulan 50.73%, akar 5 bulan 41.74%, akar 7 bulan 37.51% dan akar 9 bulan 33.95%. Komponen mayor yang terdapat dalam setiap minyak nilam hasil penelitian ini adalah Patchouli alkohol, Alpha-Bulsene, Seychellene, Alpha-Patchoulene, Beta-Caryophylene, dan 4,5Dimethoxy-2-methyilphenol. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kombinasi perlakuan yang memiliki karakteristik mutu paling baik adalah minyak nilam hasil ekstraksi kombinasi perlakuan bagian akar berumur 9 bulan dengan bobot jenis (25oC) 0.98175, indeks bias (20oC) 1.51945, putaran optik (-) 55.68, kelarutan minyak dalam alkohol 1:1, bilangan asam 0.605, bilangan ester 11.175 dan konsentrasi Patchouli alkohol sebesar 44.36%. disamping itu, seluruh minyak nilam hasil ekstraksi pada penelitian ini memenuhi Standar Nasional Indonesia 06-23851998.
KAJIAN PENGARUH UMUR DAN BAGIAN TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin benth) YANG DISULING TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK NILAM YANG DIHASILKAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Linda Purwaningrat F34104081
Tanggal Lulus : 15 September 2008
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN PENGARUH UMUR DAN BAGIAN TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin benth) YANG DISULING TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK NILAM YANG DIHASILKAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh Linda Purwaningrat F34104081 Dilahirkan pada tanggal 20 November 1987 di Bandung, Jawa Barat Tanggal lulus : 15 September 2008 Disetujui, Bogor, September 2008 Dosen Pembimbing,
Ir. Semangat Ketaren, MS NIP. 130.516.874
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Skripsi dengan judul : “Kajian Pengaruh Umur dan Bagian Tanaman Nilam (Pogostemon cablin benth) Yang Disuling Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak NIlam Yang Dihasilkan” Adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya.
Bogor, 15 September 2008 Yang Membuat Pernyataan,
Linda Purwaningrat NRP. F34104081
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Linda Purwaningrat, dilahirkan di Bandung pada tanggal 20 November 1987, sebagai putri kedua dari pasangan Ayah Ir. Juhana Soedrajat dan Ibu Enny Nurhany. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Bhayangkari Balikpapan (1991-1992), SD Negeri 1 Ambon (1992-1998), SLTP Negeri 1 Bogor (1998-2001), dan SMA Negeri 1 Bogor (2001-2004). Penulis kemudian melanjutkan pendidikannya di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB melalui undangan seleksi masuk (USMI). Selama menjalani studi di IPB, penulis aktif dalam keorganisasian diantaranya adalah menjadi anggota departemen Public Relation Forum Bina Islami Fateta (2004-2005), Sekretaris umum Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) Fateta IPB (2005-2006), dan Ketua Departemen Kewirausahaan HIMALOGIN Fateta IPB (2006-2007). Selain itu, penulis juga menjadi Asisten Praktikum Teknologi Minyak Atsiri dan Kosmetika pada tahun 2008. Penulis telah melaksanakan kegiatan praktek lapang pada tahun 2007 di PT. Unilever Indonesia, Tbk dengan judul Teknologi Proses Produksi Margarin dan Pengawasan Mutu Margarin Blue Band di PT. Unilever Indonesia, Tbk, Cikarang, Bekasi. Penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian Pengaruh Umur dan Bagian Tanaman Nilam (Pogostemon Cablin benth) yang Disuling Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Nilam yang Dihasilkan.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahNYA maka penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Pengaruh Umur dan Bagian Tanaman Nilam yang Disuling Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Nilam yang Dihasilkan”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih atas perhatian dan kerjasamanya kepada: 1.
Kedua orang tua tercinta atas kesabarannya dan doa yang tak pernah putus pada penulis, kakak penulis yang juga turut mendukung dan mendoakan, serta keponakan penulis yang selalu membuat tawa atas kelucuannya.
2.
Bapak Ir. Semangat Ketaren, MS. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan hingga selesainya skripsi ini.
3.
Bapak Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA dan Drs. Chilwan Pandji, Apt.Msc sebagai dosen penguji.
4.
Bapak Ma‟mun, Msc. selaku manager teknik di Balai Penelitian Tanaman dan Aromatik yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian disana.
5.
Bapak Dedi sebagai staff departemen teknik Balai Penelitian Tanaman dan Aromatik.
6.
Ruly Yuliandani atas semua dukungan, ketulusan serta doa yang selalu mendukung penulis.
7.
Widy dan Fina yang akan selalu menjadi sahabat terbaik dalam suka dan duka, semoga sampai tua kelak.
8.
Ika, Benkbenk, Darto, Kukun, Renal, Sah, Mirsa, Muli, Dedeh, Acid, Nardi, Niken, Satrya, Haekal dan seluruh rekan TIN 41 yang tengah berjuang di medan masing-masing, penulis yakin bahwa kita yang terbaik!!!
9.
Bobi, Listya, Ka Irawan dan Ka Adam, rekan-rekan satu bimbingan yang selalu saling mendukung.
10. Heggy, Pipin, Maya, Gina, Sarah, dan Weni para saudari yang selalu memberikan semangat dan mendoakan nda meski terpisah jarak. 11. Rekan-rekan Himalogin 2005/2006 terutama BPH untuk tahun yang sangat „luar biasa‟ dan semua pembelajaran yang penuh arti. 12. Rekan-rekan Himalogin 2006/2007 terutama departemen kewirausahaan untuk semua perjuangan yang menyenangkan. 13. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan, saran dan dorongannya hingga skripsi ini selesai. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan sebagai pembelajaran di masa depan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, September 2008 Penulis
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
...…………………………………………………............
……………………………………………………………………...
DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL
…………………………………………………………….. ...…………………………………………………………......
DAFTAR LAMPIRAN I.
.………………………………………………………….
i iii v vii viii
PENDAHULUAN
II.
A.
LATAR BELAKANG ………………………………………………..
1
B.
TUJUAN ……………………………………………………………..
2
TINJAUAN PUSTAKA A.
TANAMAN NILAM
………………….…………………………….
3
B.
MINYAK NILAM
…………………………………………………..
5
C.
PENYULINGAN MINYAK NILAM
……………………………….
17
D.
PENANGANAN MINYAK PASCA PENYULINGAN ……………..
24
III. METODOLOGI A.
BAHAN
………..…………………………………………………...
25
B.
ALAT PENYULINGAN
C.
ALAT-ALAT UKUR
D.
TAHAPAN PENELITIAN
…………………………………………..
29
E.
PROSEDUR PENELITIAN ………………………………………….
30
F.
ANALISA MUTU MINYAK NILAM ………………………………
33
G.
ANALISA DATA
34
……………………………..…………….
26
……………………………………………….
29
…………………………………………………
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.
PENELITIAN PENDAHULUAN 1. KADAR AIR BAHAN
B.
V.
…………………………………………..
36
2. PERCOBAAN PENYULINGAN …………………………………
36
PENELITIAN UTAMA 1. RENDEMEN ……………………………………………………..
36
2. WARNA ………………………………………………………….
38
3. ANALISA MUTU ………………………………………………..
39
4. KROMATOGRAFI GAS
…………….………………………….
52
5. KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA ……………
56
KESIMPULAN DAN SARAN A.
KESIMPULAN
………………………..……………………………
68
B.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
………………………………………..……………………
69
…………………………………………………………….
70
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Rumus Bangun Patchouli Alkohol ..............................................
7
Gambar 2. Rumus Bangun Eugenol .............................................................
8
Gambar 3. Rumus bangun patchoulene ……………………………...........
8
Gambar 4. Rumus bangun benzaldehid
………………………………….......
9
Gambar 5. Oksidasi senyawa sinnamaldehid ………………………………
9
Gambar 6. Rumus bangun α-pinen ………………………………………........
10
Gambar 7. Rumus bangun β-pinen
…………………………………............
10
Gambar 8. Lahan nilam di perkebunan rakyat Desa Kutaliman ……………
25
Gambar 9. Ketel Suling
…….….………………………………………………
26
Gambar 10. Alat Kohobasi …………………………………………………
28
Gambar 11. Mechel burner ………………..………………………………..
28
Gambar 12. Tahapan penelitian ……………….……………………………..
33
Gambar 13. Pengaruh umur dan bagian tanaman nilam terhadap rendemen minyak nilam yang dihasilkan …………………………………..
37
Gambar 14. Penampakan warna minyak nilam secara visual ………………..
38
Gambar 15. Pengaruh umur dan bagian tanaman nilam terhadap bobot jenis minyak nilam yang dihasilkan …………………………………
39
Gambar 16. Pengaruh umur dan bagian tanaman nilam terhadap indeks bias minyak nilam yang dihasilkan ………………………………….
41
Gambar 17. Pengaruh faktor umur dan bagian tanaman nilam terhadap putaran optik minyak nilam yang dihasilkan ……………………
43
Gambar 18. Pengaruh umur dan bagian tanaman nilam terhadap bilangan asam minyak nilam yang dihasilkan ……………………………
47
Gambar 19. Reaksi oksidasi pada ikatan rangkap ……………………………
49
Gambar 20. Reaksi oksidasi pada alkohol dan aldehid ………………………
49
Gambar 21. Pengaruh umur dan bagian tanaman nilam terhadap bilangan ester minyak nilam yang dihasilkan ……………………………
50
Gambar 22. Reaksi keseimbangan hidrolisis ester …………………………..
51
Gambar 23. Komposisi senyawa terpen ….…………………………………
61
Gambar 24. Komposisi senyawa terpen-O …………………………………..
61
Gambar 25. Perbandingan konsentrasi Patchouli alkohol dan α-Guaien ……
63
Gambar 26. Perbandingan konsentrasi Patchouli alkohol dan α, β patchoulen
64
Gambar 27. Reaksi reversible antara Patchoulen dan Patchouli Alkohol …...
65
Gambar 28. Perbandingan konsentrasi senyawa norpatchoulenol dan pogostol
66
Gambar 29. Perubahan Patchouli Alkohol menjadi Norpatchoulenol dan Nortetrapatchoulenol ……………………………………………
67
DAFTAR TABEL Tabel 1. Sifat Fisik Patchouli Alkohol
…………………………......................
7
Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu minyak nilam berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI) 06-2385-1998 ………………………….
14
Tabel 3. Spesifikasi rekomendasi persyaratan mutu minyak nilam …………
14
Tabel 4. Kelarutan minyak nilam dalam etanol 90% ……………………….
45
Tabel 5. Jumlah Senyawa dan Kadar Patchouli Alkohol Minyak patchouli hasil Kromatografi Gas ……………………………………………..
53
Tabel 6. Komponen mayor minyak nilam ......................................................
56
Tabel 7. Komponen minor minyak nilam ......................................................
59
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Ekspor Minyak Nilam Indonesia Tahun 2000-2006 ..........
72
Lampiran 2. Kesesuaian tanah dan iklim bagi tanaman nilam ........................
73
Lampiran 3. Perbedaan Antara Ketiga Sistem Penyulingan Minyak Atsiri …
74
Lampiran 4. Prosedur Analisis Karakterisasi Minyak Atsiri ………………..
77
Lampiran 5. Hasil Kadar Air Bahan Baku Nilam ……..…………………….
83
Lampiran 6. Hasil Analisa Mutu Minyak Nilam …………………………….
84
Lampiran 7. Hasil Faktorial Rancangan Acak Lengkap Rendemen Minyak Nilam …………………………………………………………...
86
Lampiran 8. Hasil Kromatografi Gas Minyak Nilam ……………………….
99
Lampiran 9. Perbandingan hasil kromatografi minyak nilam berdasarkan persamaan perlakuan bagian tanaman dan perbedaan perlakuan umur ……………………………………………………………
103
Lampiran 10.Hasil Gas Chromatografi Mass Spektroscopy………………….
107
Lampiran 11.Hasil Metode Pembobotan Kombinasi Perlakuan Terbaik .........
116
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minyak nilam adalah salah satu komoditi minyak atsiri andalan Indonesia
yang diperoleh dari tanaman nilam dengan cara penyulingan.
Indonesia merupakan pemasok minyak nilam terbesar dipasaran dunia (dengan kontribusi 90%). Jumlah ekspor minyak nilam pada tahun 2002 sebesar 1.295 ton dengan nilai US $ 22,5 juta (Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004). Sebagian besar produk minyak nilam diekspor untuk dipergunakan dalam industri parfum, kosmetik, antiseptik dan insektisida. Dengan berkembangnya ilmu pengobatan dengan aromaterapi, penggunaan minyak nilam dalam aromaterapi sangat bermanfaat terutama dalam penyembuhan fisik, mental dan emosional. Selain itu, minyak nilam berfungsi sebagai fixatif (mengikat wangi minyak atsiri lainnya) yang sampai sekarang banyak digunakan dalam pembuatan parfum (Ibnusantoso, 2000). Mutu minyak nilam dispesifikasikan dengan beberapa standarisasi yang telah diakui, diantaranya adalah menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standar menurut Essential Oil Association (EQA). Parameter mutu penting dari minyak nilam adalah kandungan pathcouli alkohol, dan dalam perdagangan minyak nilam di Indonesia kadar patchouli alkohol minimal 30%. Semakin tinggi kandungan pathcouli alkohol, maka mutu minyak semakin baik karena senyawa pathcouli alkohol menentukan wangi minyak nilam yang dihasilkan. Minyak nilam yang merupakan hasil penyulingan dari terna nilam (Pogostemon cablin Benth) saat ini banyak dikembangkan di pulau Jawa dan pulau Sumatra. Perbedaannya adalah kadar patchouli alkohol minyak nilam Aceh di pulau Jawa lebih rendah (PA ≤ 30%) dibandingkan dengan minyak nilam Aceh di pulau Sumatra (PA ≥ 30%). Menurut Guenther (1990), senyawa patchouli alkohol merupakan komponen utama dalam minyak nilam. Oleh sebab itu, terus dilakukan upaya untuk meningkatkan kadar patchouli alkohol minyak nilam di pulau Jawa untuk meningkatkan harga jualnya. Sampai saat ini, terdapat pendugaan bahwa kadar patchouli alkohol akan
meningkat seiring bertambahnya umur tanaman nilam dan bagian tanaman yang menuju ke arah akar. Ketaren (1986) menyatakan bahwa semua tanaman nilam, yaitu akar, batang, cabang dan daun tanaman nilam mengandung minyak atsiri, namun memiliki kadar minyak, mutu serta susunan komponen yang berbeda pada masing-masing minyak hasil ekstraksi. Meskipun demikian, sampai saat ini belum ada informasi secara rinci mengenai hal tersebut. Oleh sebab itu, banyak bagian tanaman nilam yang tidak dioptimalkan sebagai sumber minyak oleh industri penyulingan di Indonesia saat ini. Selain itu, sampai saat ini terdapat pendugaan bahwa minyak hasil ekstraksi tanaman yang umurnya lebih tua akan menghasilkan minyak yanglebih wangi. Oleh sebab itu diperlukan penelitian tentang kemungkinan pemanfaatan seluruh bagian tanaman nilam dan umur yang paling optimal dari segi rendemen dan mutu sebagai sumber minyak nilam. B. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui pengaruh umur dan bagian tanaman nilam (Pogostemon cablin benth, L) yang disuling terhadap rendemen dan mutu minyak nilam yang dihasilkan. 2. Menentukan umur dan bagian tanaman nilam (Pogostemon cablin benth, L) yang paling optimal sebagai sumber minyak.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN NILAM Tanaman nilam merupakan salah
satu
tanaman
atsiri
yang
perkembangannya cukup pesat di Indonesia. Secara botani, tanaman nilam
masuk
Labiate,
ordo
Angiospermae
ke
dalam
famili
Lamialles,
kelas
dan
divisi
Spermatophyta yaitu tanaman yang perdu atau semak dengan tinggi antara 0,3-1,3 meter yang memiliki aroma khas (Ketaren, 1986). Menurut Mangun (2005), Tanaman nilam merupakan tanaman perdu wangi yang berakar serabut, daunnya halus seperti beludru apabila diraba dengan tangan, dan bentuk daun agak bulat lonjong, serta warnanya hijau pucat. Bagian bawah daun beranting halus, batangnya berkayu dengan diameter 10-20 mm, serta sebagian besar daun yang tumbuh pada ranting hampir selalu berpasangan satu sama lain. Jumlah cabangnya banyak yang bertingkat mengelilingi batang sekitar 3-5 cabang per tingkat. Saat berumur lebih dari 6 bulan, ketinggian tanaman nilam dapat mencapai 2-3 kaki atau sekitar 60-90 cm dengan radius cabang sekitar 60 cm. Penanaman nilam sebaiknya dilakukan di daerah yang memiliki kondisi ideal, yaitu berada pada suhu rata-rata antara 22-28oC dan tingkat kelembaban udara rata-rata diatas 75%. Tanaman nilam membutuhkan tingkat penyinaran yang cukup, terlebih saat tanaman mendekati masa panen (Mangun, 2005). Ketaren (1986) menyatakan bahwa tanaman nilam dapat tumbuh subur di daerah tropis dengan tanah subur yang curah hujan merata yaitu sebanyak 2300-3000 milimeter setiap tahun. Menurut Imran (1994), tanaman nilam membutuhkan kondisi lahan terbuka (open space). Tanaman nilam apabila diberi pelindung (berupa tanaman atau lainnya) akan menghasilkan nilam yang berdaun lebar, tipis serta hijau tetapi kandungan
minyak atsirinya rendah. Sebaliknya apabila tidak diberi tanaman pelindung pertumbuhan tanaman nilam menjadi agak kerdil, daunnya kecil tebal, berwarna merah kekuning-kuningan, namun memiliki kandungan minyak atsiri yang tinggi. Kesesuaian tanah dan iklim bagi tanaman nilam dapat dilihat pada lampiran 2. Variasi tanaman nilam disebabkan perbedaan tanah, iklim dan penanamannya (Ketaren, 1986). Menurut Mangun (2005), pada dasarnya terdapat beberapa jenis tanaman nilam yang telah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Namun nilam aceh lebih dikenal dan ditanam secara meluas. Selain itu, dikenal pula nilam jawa dan nilam sabun. Secara garis besar, jenis-jenis tanaman nilam yang terdapat di Indonesia adalah : 1. Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth) Nilam
Aceh
merupakan
tanaman
standar
ekspor
yang
direkomendasikan karena memiliki aroma khas yang menyegarkan dan rendemen minyaknya yang tinggi, yaitu 2,5%-5%. Menurut Guenther (1948), bagian tepi daun nilam jenis ini bergerigi, membulat seperti jantung dan pada permukaan bagian bawah daun berbulu sehingga daun tampak pucat. Jenis tanaman ini berasal dari Filifina, yang kemudian ditanam dan dikembangkan ke wilayah Malaysia, Madagaskar, Brazil, dan Indonesia. 2. Nilam jawa (Pogostemon heyneatus Benth) Nilam jawa dikenal juga dengan nama nilam hutan. Nilam ini berasal dari India dan tumbuh liar di beberapa hutan di wilayah pulau Jawa. Jenis tanaman nilam ini memiliki kandungan minyak sekitar 0,51,5%. Jenis daun dan rantingnya tidak memiliki bulu-bulu halus seperti nilam aceh serta memiliki ujung daun yang meruncing. 3. Nilam sabun (Pogostemon hortensis Backer) Zaman dahulu, jenis nilam ini sering digunkana untuk mencuci pakaian, terutama kain jenis batik. Daun nilam sabun ini lebih tipis dari nilam aceh, tidak berbulu dan memiliki permukaan daun yang tampak mengkilap dan berwarna hijau. Jenis nilam ini hanya memiliki kandungan minyak sebesar 0,5-1,5%. Selain itu, komposisi kandungan minyak yang
dihasilkan tidak baik, sehingga minyak dari jenis nilam ini ataupun nilam jawa tidak memperoleh pasaran dalam bisnis minyak nilam. Nilam dapat dipanen setelah tanaman berumur 5-7 bulan dan panen selanjutnya dilakukan setiap 2-3 bulan sekali, tergantung dari jadwal dan program penanaman yang dilakukan (Mangun, 2005). Menurut Ketaren (1986), pemanenan nilam dilakukan dengan cara memotong bagian dahan atau tangkainya sepanjang 3-5 ruas dari pucuk atau disisakan sekitar 20 cm dari permukaan tanah. Panen dilakukan sebelum daun berwarna coklat dan dipetik saat pagi hari atau menjelang malam untuk mendapatkan daun dengan kadar minyak yang tinggi. Apabila panen dilakukan siang hari, maka sel-sel daun akan melakukan proses metabolisme yang akan mengurangi laju pembentukan minyak, daun yang kurang elastis dan mudah sobek sehingga kehilangan minyak akan lebih besar, disamping transpirasi daun lebih cepat sehingga jumlah minyak yang dihasilkan akan berkurang. Pada tanaman nilam, minyak atsiri terkandung oleh semua bagian tanamannya baik itu daun, batang maupun akar. Dari semua bagian tersebut rendemen minyak dari akar dan batang nilam umumnya lebih rendah bila dibandingkan dengan yang yang berasal dari daun (Sudaryani dan Sugiharti, 1998). B. MINYAK NILAM 1. Komposisi Minyak Nilam Minyak nilam diperoleh dari campuran daun, batang dan cabang nilam dengan cara penyulingan. Minyak yang dihasilkan terdiri dari komponen bertitik didih tinggi seperti patchouli alkohol, patchoulen, kariofilen dan norpatchoulenol yang berfungsi sebagai zat pengikat (fiksatif) (Ketaren, 1985). Menurut Imran (1994), minyak nilam dan komponen kimianya merupakan hasil dari metabolit sekunder yang disimpan di dalam vakuola daun. Komponen kimia yang menyusun minyak nilam terbagi dalam dua golongan, yaitu golongan terpen dan golongan terpen-O. Golongan terpen-
O merupakan golongan hidrokarbon yang memiliki ikatan dengan oksigen, Persenyawaan ini merupakan senyawa terpenting dalam kelompok minyak atsiri (termasuk nilam) kerena memiliki aroma yang lebih baik dibandingkan senyawa terpen (Ketaren, 1986). Komponen utama minyak nilam adalah Patchouli Alkohol (pathoulol), yang merupakan senyawa yang menentukan bau minyak nilam dan merupakan komponen terbesar penyusun minyak nilam. Komponen yang memberikan wangi khas pada minyak nilam adalah norpathchoulenol yang terdapat dalam jumlah kecil. Komponen lainnya yang merupakan komponen minor diantaranya adalah patchoulene, azulene, eugenol, cinnamaldehide, keton dan senyawa seskuiterpen lainnya (Anonimous, 1980). Selama ini petani nilam di pulau Jawa hanya mampu menghasilkan minyak nilam dengan kandungan patchouli alcohol 26–28%, sedangkan pabrik penyulingan dengan peralatan suling bahan baja antikarat (stainless steel) mampu menghasilkan minyak nilam dengan kandungan patchouli alkohol 31–35% (Sarwono,1998). Patchouli alkohol merupakan komponen penyusun utama yang menentukan mutu minyak nilam dengan kadar tidak boleh kurang dari 30%. Dalam perdagangan minyak nilam dunia patchouli alkohol merupakan syarat mutu yang sangat memengaruhi harga minyak nilam. Ditinjau berdasarkan titik didihnya beberapa komponen minyak nilam mempunyai titik didih sebagai berikut: patchouli alcohol (140° C pada 8 mmHg), eugenol (252,66° C pada 760 mmHg), benzaldehyde (178,07° C pada 760 mmHg), cinnamic aldehyde (251,00° C pada 760 mmHg) dan cadinen ( 274° C pada 760 mmHg) (Guenther, 1949; 1987). Beberapa senyawa penyusun minyak nilam antara lain : a. Patchouli Alkohol Patchouli alkohol adalah komponen utama minyak nilam (sekitar 40%) yang menentukan parameter mutu mnyak nilam terutama dari karakteristik bau yang dihasilkannya. Menurut Ketaren (1986), Patchouli alkohol tergolong dalam golongan terpen-O (oxygenated terpen). Persenyawaan ini mempunyai nilai kelarutan yang tinggi dalam
alkohol encer (kecuali beberapa persenyawaan aldehida), serta lebih stabil terhadap oksidasi maupun resinifikasi. Patchouli alkohol merupakan seskuiterpen alkohol yang dapat diisolasi dari minyak nilam dan mempunyai sifat tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik yang lainnya, memiliki titik didih 140oC/8 mmHg, dalam bentuk kristal berwarna putih dengan titik leleh 56oC (Sastrohamidjojo, 2002). Karakteristik patchouli alkohol dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 1. Sifat Fisik Patchouli Alkohol Sifat
Nilai
Bobot Jenis (20/4 oC)
1,0284
Putaran optik (pada khloroform)
(-) 97o 42‟
Indeks bias (20oC) dan (25oC)
1,5245 dan 1,52029
Titik didih (8 mmHg)
140oC
Sumber : Sastrohamidjojo (2002)
H-O
Gambar 1. Rumus bangun patchouli alkohol (Sastrohamidjojo, 2002) b. Eugenol Eugenol merupakan senyawa golongan hidrokarbon O dengan rumus molekul C10H12O2, mempunyai bobot molekul 164.2, berupa cairan berbentuk minyak, tidak berwarna, atau sedikit kekuningan dan akan menjadi coklat jika kontak dengan udara (Arthur, 1956). Kekentalan dan warna eugenol akan meningkat apabila selama penyimpanan kontak dengan udara dan sinar. Dari rumus bangunnya
eugenol adalah suatu alkohol siklis monohidrat (alkohol tersier) atau suatu fenol, sehingga dapat bereaksi dengan basa kuat. Eugenol sulit larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik (Furia dan Bellanca, 1975). Guenther (1987) menyatakan bahwa eugenol larut dalam 5:6 dengan alkohol 50%, 2:3 dengan alkohol 60% dan 1:2 dengan alkohol 70%.
OH OCH3 OCH3 CH2 –CH=CH2 Gambar 2. Rumus Bangun Eugenol c. Patchoulene Pathcoulene memiliki titik didih berkisar antara 255-250oC. Bobot jenisnya 0,9296, putaran optik (-) 38 dan indeks bias sekitar 1,4984. Berikut ini adalah rumus bangun patchoulene pada gambar 3.
H
H
α-patchoulen
β-patchoulen
γ-patchoulen
Gambar 3. Rumus bangun patchoulene d. Benzaldehid Benzaldehid adalah komponen minyak yang merupakan cairan tidak berwarna dan memiliki bau almond dengan rumus molekul C7H6O6 dan bobot molekul sebesar 106,12. Benzaldehid memiliki bobot jenis 1,0484, indeks bias 1,5456 dan titik didih 178oC. Benzaldehid memiliki dua homolog besar, yaitu p-tolylaldehide dan p-
iso benzaldehide. Zat ini memiliki kemampuan untuk mengkondensasi dengan beberapa macam aldehide untuk membentuk nilai tinggi pada parfum. CHO
Gambar 4. Rumus bangun benzaldehid e. Sinnamaldehid Sinnamaldehid dikenali pula dengan sebutan β-fenilakrolein dan merupakan senyawa aldehid aromatik dengan titik didih 68oC pada bentuk cis dan 80oC pada bentuk trans. Sinnamaldehid dapat teroksidasi pada gugus aldehidnya sehingga pada ikatan rangkap akan terbentuk asam sinamat, yang pada akhirnya akan membentuk asam benzoate serta benzaldehid. Berikut ini adalah proses oksidasi pada senyawa sinnamaldehid. H CH=CH-C=O
OH CH=CH-C=O
O2
O2
Sinnamaldehid
COOH
Asam sinamat
Asam benzoat
O2 CHO
Benzaldehid Gambar 5. Oksidasi senyawa sinnamaldehid
f. α-pinen Senyawa α-pinen memiliki berat molekul 136,24 dan rumus molekul C10H16. Senyawa ini bersifat larut dalam alkohol pekat dan tidak larut dalam air. Senyawa α-pinen ini telah dijual bebas bersama senyawa β-pinen. Rumus bangun senyawa α-pinen terdapat pada gambar berikut.
Gambar 6. Rumus bangun α-pinen g. β-pinen Beta-pinen memiliki titik didih 166oC dengan bobot jenis 0,87. Senyawa ini larut dalam alkohol pekat dan sukar larut dalam alkohol encer. Berikut ini adalah rumus bagun dari β-pinen.
Gambar 7. Rumus bangun β-pinen
2. Sifat Fisiko Kimia Minyak Nilam a. Sifat Fisik Menurut Guenther (1948), masing-masing sifat fisik dan sifat kimia pada minyak atsiri sering memiliki korelasi satu sama lain. Sifat fisik minyak atsiri merupakan suatu tetapan konstan pada kondisi yang tetap. Uji sifat fisik dilakukan sebagai sarana untuk mengetahui kemurnian minyak Sedangkan analisa sifat kimia bertujuan untuk menentuykan mutu dan persentase jumlah senyawa kimia yang terdapat
dalam minyak atsiri tersebut (Ketaren, 1986). Sifat fisik minyak nilam meliputi indeks bias, bobot jenis, dan putaran optik. Menurut Forma (1979), indeks bias dipengaruhi oleh panjang rantai karbon dan jumlah ikatan rangkap. Semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak jumlah ikatan rangkap maka indeks bias semakin tinggi. Lama pengeringan dan proporsi batang yang lebih banyak pada penyulingan akan menghasilkan minyak dengan indeks bias yang tinggi. Pada minyak nilam, komponen beratnya merupakan senyawa yang bertitik didih tinggi dan merupakan molekul berantai panjang. Menurut Rusli et al (1979), indeks bias minyak atsiri semakin tinggi dengan semakin lamanya waktu penyulingan. Hal ini disebabkan banyak minyak yang tersuling mengandung seskuiterpen yang merupakan senyawa molekul siklis berantai panjang dan berikatan rangkap. Indeks bias suatu minyak atsiri juga dipengaruhi oleh kondisi dari proses penyulingan minyak. Besarnya api saat penyulingan akan mengakibatkan fraksi berat dalam minyak akan tersuling dalam jumlah lebih banyak serta makin banyak pula jumlah ikatan tidak jenuhnya. Semain besar nilai indeks bias minyak nilam, maka semain baik mutunya (Rusli dan Hasanah, 1976). Komponen berat dalam minyak nilam merupakan senyawa yang bertitik didih tinggi dan merupakan molekul yang berantai panjang. Hal inilah yang menyebabkan nilai indeks bias minyak nilam semakin besar. Nilai indeks bias berhubungan dengan struktur dan komposisi senyawa organik di dalam suatu bahan (Formo et al, 1978). Minyak
atsiri
memiliki
kemampuan
untuk
melakukan
perputaran pada bidang polarisasi cahaya baik itu kea rah kanan (dextro rotary) maupun kea rah kiri (levo rotary) dengan tanda masing-masing adalah positif (+) dan negatif (-). Putaran optik sangat dipengaruhi oleh perbandingan banyaknya daun dan batang yang tersuling. Hal ini
disebabkan karrena pada bagian batang lebih banyak yang mengandung atom karbon simetris yang memutar bidang polarisasi ke arah kiri. Sifat optik suatu minyak atsiri ditentukan dengan polarimeter dan nilainya ditentukan dengan derajat rotasi. Derajat rotasi dan arahnya penting untuk menentukan derajat kemurnian. Derajat optik sangat dipengaruhi oleh perbandingan banyaknya daun dengan batang. Hal ini disebabkan karena pada bagian batang lebih banyak terdapat komponen yang mengandung atom karbon simetris yang memutar bidang polarisasi sebelah kiri. Kecenderungan minyak nilam memutar ke sebelah kiri disebabkan oleh adanya patchouli alkohol yang memiliki daya optik aktif ke kiri (-) yang cukup besar (Pomeranz dan Meloan, 1977). b. Sifat Kimia Menurut Ketaren (1986), sifat kimia minyak atsiri ditentukan oleh persenyawaan kimia yang terdapat di dalmnnya, terutama persenyawaan tidak jenuh (terpen), ester, asam, aldehida, dan beberapa jenis persenyawaan lainnya yang termasuk golongan oxygenated hydrocarbon, misalnya alkohol, eter, dan keton. Prubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari kerusakan minyak yang menyebabkan penurunan mutu. Beberapa proses yang dapat menyebabkan sifat fisika kimia minyak atsiri adalah proses oksidasi, hidrolisis, polimerisasi (resinifikasi) dan penyabunan (Ketaren, 1986). Sifat kimia minyak nilam meliputi bilangan asam, bilangan ester serta kelarutan dalam alkohol 90%. Bilangan ester penting peranannya dalam menentukan mutu minyak atsiri, terutama dalam masalah aroma. Menurut Ketaren (1986), beberapa minyak atsiri mengandung ester yang umumnya berbasa satu (RCOOR‟) dengan R dapat berupa radikal alifatis (alkil), aromatik (aril) atau alisiklis. Semakin lama penyulingan dilakukan maka akan semakin besar bilangan ester yang dihasilkan (Anonimous, 1980). Menurut Guenther (1948), sebagian minyak atsiri mengandung sejumlah asam organik bebas yang terbentuk secara alamaiah atau yang
dihasilkan dari proses oksidasi dan hidrolisa ester. Bilangan asam dari suatu minyak didefinisikan sebagai jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam bebas dalam 1 gram minyak. Pat Dalam penentuan bilangan asam, biasanya digunakan larutan alkali lemah untuk menghindari penyabunan persenyawaan ester yang terdapat dalam minyak atsiri. Bilangan asam dari suatu minyak atsiri akan bertambah bila umur simpan minyak juga bertambah, terutama apabila perlakuan penyimpanan yang kurang baik sehingga akan mengakibatkan terjadinya oksidasi dan hidrolisa ester yang akan menambah jumlah bilangan asam. Minyak yang telah dikeringkan dan dilindungi dari udara dan sinar memiliki junlah asam bebas yang relatif kecil (Ketaren, 1986). Menurut menentukan
Guenther
kelarutan
(1948),
minyak
komponen
dalam
alkohol.
minyak
sangat
Minyak
yang
mengandung terpen-O (oxygenated terpene) lebih mudah larut dibandingkan minyak yang mengandung terpen. Faktor-faktor lain yang memepengaruhi kelarutan minyak nilam antara lain adulteration (pencampuran) dengan bahan lain. Tingkat kelarutan minyak dalam alkohol dipengruhi jenis dan konsentrasi senyawa-senyawa yang dikandung minyak tersebut. 3. Mutu Minyak Nilam Menurut Somaatmaja (1978), mutu minyak nilam dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis atau variasi tanaman nilam, umur panen, perlakuan
pendahuluan
sebelum
penyulingan,
bahan
dasar
alat
penyulingan yang digunkan, metode penyulingan, perlakuan terhadap minyak nilam setelah penyulingan dan penyimpanan minyak. Parameter mutu minyak nilam berdasarkan berbagai standar dapat dilihat pada tabel 3 dan 4.
Tabel 2. Spesifikasi persyaratan mutu minyak nilam berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2385-1998 Syarat SNI 062385-1998 Kuning muda Warna sampai cokelat tua Bobot Jenis 20oC/20oC 0.943 – 0.983 o Indeks Bias 25 C(nD25) 1.506 – 1.516 Larutan (jernih) atau opalensi ringan Kelarutan dalam alkohol 90% dalam perbandingan volume 1:1 Bilangan asam maksimal 5.0 Bilangan ester maksimal 10.0 Minyak kruing Negatif Minyak lemak Negatif Zat-zat asing: a. Alkohol tambahan Negatif b. Lemak c. Minyak pelikan Karakteristik
Essential Oil Association Kuning muda sampai cokelat tua 0,950-0,975 1,507-1,515 Larutan (jernih) atau opalensi ringan dalam perbandingan volume 1:10 Maks 5 Maks 20 Negatif Negatif Negatif
Selain syarat mutu yang telah disebutkan diatas, terdapat pula syarat mutu lain yang dijadikan acuan untuk mengetahui mutu minyak nilam. Rekomendasi tersebut dapat dilihat pada tabel 4 . Tabel 3. Spesifikasi rekomendasi persyaratan mutu minyak nilam Jenis Uji Bau Putaran optik Patchouli alkohol Sumber : Ketaren (1986)
Persyaratan Segar, khas minyak nilam (-47o) – (-66o) Dicantumkan sesuai hasil uji
4. Kegunaan Minyak Nilam Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang dikenal sebagai fixative aging (zat pengikat) karena memiliki komponenkomponen yang bertitik didih tinggi yaitu zat yang mampu mengikat bau
wangi sekaligus dapat membentuk bau yang harmonis dalam suatu senyawa parfum, seperti yang dinyatakan oleh Ketaren (1986). Zat pengikat adalah suatu senyawa yang mempunyai daya menguap lebih rendah atau titik uapnya lebih tinggi dari zat pewangi, sehingga kecepatan penguapan zat pewangi dapat dikurangi atau dihambat. Penambahan zat pengikat ini di dalam parfum bertujuan untuk mengikat bau wangi dengan mencegah laju penguapan zat pewangi yang terlalu cepat, sehingga bau wangi tidak cepat hilang. Komposisi minyak nilam yang digunakan dalam suatu parfum dapat mencapai 50%. Selain itu, karena wanginya yang khas maka minyak nilam sering digunakan langsung sebagai parfum selendang, pakaian, karpet dan barang-barang tenunan, industri sabun, kosmetik, dupa dan parfum. Menurut Guenther (1948) minyak nilam memiliki sifat-sifat antara lain adalah sulit tercuci, sukar menguap dibandingkan minyak atsiri lainnya, dapat larut dengan baik dalam alkohol dan mudah dicampurkan dengan minyak atsiri lainnya. Sifat-sifat ini yang menyebabkan minyak nilam digunakan sebagai fiksatif dalam berbagi industri wewangian, kosmetik, sabun dan farmasi. Peranan minyak nilam sebagai fiksatif belum dapat digantikan oleh minyak manapun sehingga sangat penting dalam dunia parfumery (Lutony et al, 1994). Fungsi minyak nilam antara lain : obat luka, obat sakit gigi dan gatal-gatal (Anonimous, 1980). Selain itu, minyak nilam juga dapat digunakan sebagai bahan baku insektisida nabati (Nurdjanah et al, 1998). Menurut Dummond (1960) nilam dapat digunakan sebagai insektisida terutama untuk mengusir ngengat kain (Thysanura) karena didalam mengandung zat yang tidak disukai oleh serangga tersebut, karena terdapat dalam komponen minyak nilam seperti α pinen dan β pinen. Dari hasilhasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa minyak nilam dapat digunakan sebagai pengendali populasi serangga karena sifatnya sebagai bahan penolak dan penghambat pertumbuhan serangga. Sebagai pengendali hama, minyak nilam mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai salah satu bahan baku insektisida nabati.
Mardiningsih, dkk (1998) melaporkan bahwa minyak nilam dapat digunakan untuk mengendalikan hama, baik hama gudang maupun hama tanaman. Minyak nilam mampu mematikan populasi Stegobium paniceum, yang merupakan hama bagi ketumbar selama penyimpanan. Dengan mengoleskan sedikit minyak nilam disekitar dinding tempat penyimpanan, populasi Stegobium paniceum dapat berkurang sebesar 25 - 42 % setelah penyimpanan 9 hari. Selain itu dari hasil penelitian Mardiningsih,dkk (1994) minyak nilam bersifat menolak beberapa jenis serangga seperti ngengat kain (Thysanura lepismatidae), Sitophilus zeamais (kumbang jagung), dan Carpophilus sp. (kumbang buah kering). Menurut Grainge dan Ahmed (1987) minyak nilam juga bersifat menolak Aphid (kutu daun), nyamuk dan Pseudaletia unipuncta. Selain sebagai pengikat wangi pada parfum, kosmetika dan sabun serta sebagai pestisida ternyata minyak nilam berkhasiat sebagai antibiotik dan anti radang karena dapat menghambat pertumbuahan jamur dan mikroba. Dapat digunakan untuk deodoran, obat batuk, asma, sakit kepala, sakit perut, bisul dan herpes. Minyak nilam merupakan minyak eksotik yang dapat meningkatkan gairah dan semangat serta mempunyai sifat meningkatkan libido. Biasanya digunakan untuk mengharumkan kamar tidur untuk memberi efek menenangkan dan membuat tidur lebih nyenyak (anti insomia). Dalam hal psikoemosional, minyak nilam termasuk dalam aroma terapi yang belakangan ini semakin populer sebagai salah satu aspek pengobatan alternatif, karena minyak nilam mempunyai efek sedatif (menenangkan), sehingga digunakan untuk menanggulangi gangguan depresi, gelisah, tegang karena kelelahan, stres, kebingungan, lesu dan tidak bergairah serta dapat meredakan kemarahan (Mardiningsing, dkk. 1998). Sisa
dari
hasil
penyulingan
minyak
nilam
masih
dapat
dimanfaatkan untuk bahan pembuat dupa, karena mempunyai aroma yang khas/harum. Ampas tersebut dijemur kemudian digiling dan siap digunakan sebagai bahan baku pembuat dupa berbentuk lidi (joss stick). Bubuk halus dari ampas dicampur dengan bahan perekat (gum Arabic, dan
dentrose), tepung onggok, tepung tempurung, pewarna dan pewangi lainnya. Semua bahan tersebut dicampur dalam wujud adonan dan selanjutnya dicetak menjadi lidi. C. PENYULINGAN MINYAK NILAM 1. Perlakuan Pendahuluan Sebelum Ekstraksi Perlakuan sebelum penyulingan bahan yang mengandung minyak biasanya dilakukan dalam beberapa cara, yaitu pengeringan (pelayuan), pengecilan ukuran bahan (size reduction), penyimpanan bahan olah dan fermentasi (Ketaren, 1985). Perlakuan pendahuluan sebelum menyuling minyak atsiri sangat diperlukan karena minyak nilam dalam tanaman berada pada kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, kantong-kantong atau rambut glandular, sehingga minyak tersebut dapat melepaskan diri dan mudah untuk diekstrak. Guenther (1948) menyatakan bahwa, minyak atsiri dapat menembus bahan karena berlangsungnya proses hidrodifusi. Tetapi proses hidrodifusi akan berjalan lamban apabila tanaman dibiarkan dalam keadaan utuh, Karena kecepatan minyak yang terekstrak akan tergantung dari kecepatan difusi terjadi. Proses perajangan (size reduction) adalah salah satu upaya untuk mempercepat proses hidrodifusi pada penyulingan. Proses ini bertujuan untuk membuka kelenjar minyak dalam tanman sebanyak mungkin sehingga mempermudah terjadinya proses hidrodifusi. Jadi, sebelum bahan disuling, sebaiknya perajangan dilakukan terlebih dahulu menjadi potongan-potongan kecil. Perajangan bertujuan untuk membuka kantung-kantung minyak dalam bahan olah sebanyak mungkin, sehingga mempermudah penguapan minyak atsiri dari bahan saat proses penyulingan berlangsung. Dengan mudahnya penguapan, maka diharapkan proses penyulingan akan lebih efesien (waktu penyulingan yang tidak terlalu lama) dan lebih efektif (jumlah rendemen minyak yang lebih banyak). Selain itu perajangan bertujuan untuk memperluas kapasitas ketel suling dengan mengurangi sifat kamba pada bahan. Perajangan
biasanya dilakukan terhadap bahan yang sifatnya permeable (mudah ditembus air dan uap). Bahan berupa bunga (melati, mawar, lavender) dan daun (nilam, kayu putih) dapat langsung disuling tanpa melalukan perajangan terlebih dahulu (Ketaren, 1986). Selama proses perajangan, akan terjadi penguapan komponen minyak bertitik didih rendah, yang apabila dibiarkan maka akan terjadi penyusutan bahan sekitar 0,5% akibat penguapan minyak. Oleh sebab itu, apabila diinginkan rendemen dan mutu minyak yang baik, maka hasil rajangan harus segera dimasukan ke dalam ketel suling. Kelemahan bahan yang dirajang adalah karena jumlah total minyak dalam bahan yang berkurang akibat adanya penguapan selama perajangan serta adanya perubahan komposisi kimua dan akan mempengaruhi bau minyak atsiri yang dihasilkan setelah proses ekstraksi. Kedua hal ini terutama terjadi pada minyak yang mengandung komponen mudah menguap dalam jumlah yang cukup besar (Ketaren, 1986). Menurut Von Rechenberg dalam Guenther (1948), penyusutan minyak yang disebabkan karena proses penguapan dan oksidasi sebelu penyulingan terutama terjadi pada bahan yang sedang dirajang, terlebih lagi apabila perajangan dilakukan dengan penghancuran dan penggilingan dengan alat yang berputar cepat. Besarnya kehilangan minyak tergantung dari besarnya kecepatan sirkulasi udara dalam sistem, kemudian suhu akibat adanya gesekan alat giling dan daya tahan minyak atsiri tersebut terhadap proses oksidasi. Penyulingan daun segar menurut Tan (1962) tidak dibenarkan karena akan mengakibatkan rendemen minyak terlalu rendah. Pada penyulingan daun segar, minyak yang terekstrak hanya berasal dari permukaan daun saja. Pengeringan akan memberikan rendemen yang besar karena dinding-dinding sel akan lebih mudah ditembus uap. Kadar air daun nilam kering yang baik adalah di bawah 20%. Ketaren (1986) menjelaskan bahwa tujuan proses pengeringan (pelayuan) sebelum penyulingan ada 2, yaitu :
1) Menguapkan sebgain air dari bahan, sehingga memudahkan dan mempersingkat waktu proses penyulingan. 2) Untuk menguraikan zat tidak berbau sehingga berbau wangi. Sebagai contoh adalah untuk memecah glikosida (amigdalin) yang menjadi benzaldehida yang berbau wangi pada minyak almond dan akar oris. Hal yang sama juga terjadi pada minyak nilam dan vanilla. Bahan yang mengandung fraksi minyak yang mudah menguap biasanya hanya dilayukan atau dikeringkan pada tingkat kering udara, sedangkan bahan yang mengandung fraksi minyak atsiri yang sukar menguap biasanya dikeringkan lebih lanjut (Ketaren, 1985). Dalam proses pengeringan terjadi pergerakan air yang dapat menyebabkan kehilangan minyak. Kehilangan minyak selama periode pelayuan atau pengeringan lebih besar daripada kehilangan minyak selama proses penyimpanan. Hal ini terjadi karena pada proses pengeringan air dalam tanaman akan berdifusi sambil mengangkut minyak atsiri ke permukaan dan akhirnya menguap (Ketaren, 1986). Menurut Guenther (1947), jika suatu saat jumlah air dalam bahan sangat sedikit atau habis, maka bahan olah menjadi sangat kering, dan proses hidrodifusi tidak dapat berlangsung karena air sebagai bahan pembawa (carrying medium) telah habis. Oleh sebab itu, proses pengeringan harus berjalan efektif, dimana pengeringan hanya dilakukan sampai mencapai prakiraan kadar air yang diinginkan agar proses ekstraksi berjalan lebih efektif dan efesien. Kehilangan (loss) minyak selama pengeringan terutama disebabkan oleh penguapan, oksidasi, resinifikasi atau reaksi kimia lainnya. Menurut Ketaren (1986), bahan yang mengandung fraksi mjinyak yang mudah menguap biasanya dilayukan atau dikeringkan pada tingkat kering udara, sedangkan bahan yang mengandung minyak atsiri yang sukar menguap bisanya dilakukan pengeringan lebih lanjut. Pengeringan bahan umum dilakukan di bawah sinar matahari langsung, meskipun pengeringan menggunakan mesin pengering juga mulai banyak digunakan. Pengeringan tanaman nilam di bawah sinar matahari langsung dapat menyebabkan sebagian minyak nilam akan ikut
menguap. Di samping itu, proses pengeringan yang terlalu cepat akan menyebabkan daun menjadi rapuh dan sulit disuling. Namun, apabila proses pengeringan terlalu lambat, daun nilam akan menjadi lebih lembab dan dapat menjadi media tumbuh kapang sehingga menimbulkan bau yang tidak disenangi sehingga mutu minyaknya rendah. Apabila cuaca cerah, proses pengeringan nilam biasanya berlangsung selama 3 hari. Tanda pengeringan telah cukup dilakukan yaitu timbul bau khas nilam yang lebih keras dibandingkan dengan bau nilam saat tanamannya masih segar (Guenther, 1948). Pengeringan langsung di bawah sinar matahari dari bahan baku family Labiatae dapat mengakibatkan kehinlangan minyak atsiri sampai 24%. Apabila dikeringkan di tempat terlinsung, kehilangan minyak atsirinya hanya 2-10%. Suhu pengeringan 25-30oC adalah suhu paling efektif untuk mencegah kehilangan minyak (Guenther, 1952). Menurut penelitian yang dilakukan Irfan (1989), daun nilam yang dikeringanginkan mengakibatkan penurunan kadar minyak, bilangan ester, serta beberapa komponen terpen dalam minyak nilam yang diekstrak dari tenaman tersebut. Sebaliknya bobot jenis, indeks bias dan komponen berat yang polar dalam minyak semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu pengeringanginan. Lama pengeringan tidak berpengaruh terhadap rendemen, bilangan asam, putaran optik dan kelarutan minyak dalam alkohol. Penyimpanan bahan olah sering dilakukan akibat terhambatnya proses penyulingan atau kapasitas ketel suling yang kurang besar. Penyimpanan bahan olah juga mempengaruhi penyusutan minyak atsiri dalam bahan meski nilai penyusutannya tidak sebesar pada proses perajangan. Kehilangan minyak disebabkan oleh penguapan secara bertahap, disamping turunnya mutu akibat proses oksidasi dan resinifikasi (Ketaren, 1986). Menurut Guenther (1947), penyusutan minyak selama penyimpanan dalam udara kering tergantung dari beberapa faktor, yaitu kondisi bahan, metode penyimpanan, lama penyimpanan serta komposisi kimia minyak dalam bahan.
Ketaren (1986) menyatakan bahwa, apabila bahan olah harus disimpan sebelum diproses, maka harus disimpan dalam udara kering yang bersuhu rendah dan udara tidak disirkulasi. Jika mungkin ruangan sebaiknya dilengkapi dengan air conditioner. Sirkulasi dan kelembaban yang
ekstrim
selama
penyimpanan
akan
mengakibatkan
proses
resinifikasi, penguapan dan proses oksidasi. Bahan olah berupa daun dan bunga tidak dapat disimpan lama, namun sebaliknya bahan berupa kulit pohon, akar, kayu dan biji lebih tahan lama, karena jumlah minyak yang menguap lebih sedikit. 2. Proses Penyulingan Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari 2 macam campuran atau lebih, berdasarkan perbedaan titik uapnya dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air (Ketaren, 1986). Menurut Gunether (1947), komponen yang lebih mudah mneguap mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dalam uap, sedangkan komponen yang lebih sulit menguap terdapat pada konsentrasi yang lebih tinggi pada cairan. Uap yang dihasilkan dikondensasikan kembali untuk mendapatkan komponen yang lebih mudah menguap. Proses penyulingan memanfaatkan perbedaan titik didih masing-masing komponen. Menurut Ketaren (1986), ekstraksi minyak atsiri menggunkan metode penyulingan memiliki beberapa kelemahan yaitu : 1) Tidak baik digunakan terhadap beberapa jenis minyak yang rentan mengalami kerusakan akibat adanya panas dan air 2) Minyak atsiri yang mengandung fraksi ester akan terhidrolisa karena adanya air dan panas 3) Komponen minyak yang larut dengan air tidak dapat diekstraksi 4) Komponen minyak yang bertitik didih tinggi yang menentukan bau wangi dan memiliki daya fiksasi terhadap bau sebagian tidak ikut tersuling dan tetap tertinggal dalam bahan 5) Bau wangi yang dihasilkan sedikit berubah dari bau wangi alaminya
Penyulingan untuk mengisolasi minyak ini didasarkan pada penguapan. Terdapat tiga macam cara penyulingan yang dapat digunkan untuk memperoleh minyak nilam yaitu penyulingan dengan air (water distillation), penyulingan kukus (water and steam distillation) dan penyulian uap langsung (steam distillation). Pada sistem penyulingan dengan air (water distillation) adalah bahan yang tersuling akan langsung kontak dengan air mendidih. Suatu keuntungan dari sistem penyulingan ini adalah dapat digunakan untuk menyuling bahan yang berbentuk tepung dan bunga-bungaan yang mudah membentuk gumpalan apabila terkena panas (Ketaren, 1986). Selain itu, metoda ini dapat digunkan untuk mengekstrak bahan berupa bubuk dan prosesnya yang sederhana. Yang menjadi ciri khas dari penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation) adalah (1) uap yang selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas, dan (2) bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak berhubungan dengan air sehingga efek hidrolisis dapat terhindarkan (Guenther, 1948). Pada sistem penyulingan ini, bahan diletakan di atas lempengan berlubang (saringan) yang terletak beberapa sentimeter di atas permukaan air dan ketel penyuling. Biasanya bahan yang disuling dengan metode ini adalah daun-daunan (Ketaren, 1986). Pada sistem penyulingan ini, uap berpenetrasi secara merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai 100oC. Lama penyulingan relatif singkat, rendemen minyaknya cukup besar, mutunya jauh lebih baik daripada metode penyulingan yang lain serta kecil kemungkinan minyaknya akan gosong. Penyulingan dengan uap (steam distillation) dapat disebut juga penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh atau uap yang kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer. Di dalam proses penyulingan dengan uap ini, uap dialirkan melalui pipa uap yang berlingkar yang berpori dan berada dibawah bahan tanaman yang
akan disuling, Kemudian uap akan bergerak menuju ke bagian atas melalui bahan yang disimpan di atas saringan. Salah satu kelebihan model ini antara lain sebuah ketel uap dapat melayani beberapa buah ketel penyulingan yang dipasang seri sehingga proses produksi akan berlangsung lebih cepat. Namun sayangnya proses penyulingan dengan model ini memerlukan konstruksi ketel yang lebih kuat, alat-alat pengaman yang lebih baik dan sempurna, biaya yang diperlukan pun lebih mahal. Menurut Ketaren (1986), ketiga sistem penyulingan minyak atsiri tersebut memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing, dan secra ringkas dapat dilihat pada lampiran 3. Menurut Tan (1962), penyulingan minyak atsiri untuk jenis tanaman semak dan daun sebaiknya dilakukan dengan metode penyulingan uap dan air (water and steam distillation). Cara penyulingan kukus merupakan penyulingan dengan tekanan uap rendah yang tidak menghasilkan uap dengan cepat sehingga panjangnya waktu penyulingan menjadi hal yang sangat penting, artinya hal tersebut baik jika ditinjau dari mutu dan rendemen minyak yang dihasilkan (Rusli, 1974). Hal tersebut juga dinyatakan oleh Guenther (1948) bahwa pada penyulingan minyak nilam yang menghasilkan mutu yang lebih baik diperlukan adanya pengawasan terhadap tekanan uap yang teliti selama proses dan dianjurkan untuk memeperpanjang waktu penyulingan karena bagian yang sangat berharga dari minyak nilam dikandung dalam fraksi-fraksi dengan titik didih tinggi. Menurut Lutony et al (1994), daun nilam biasanya disuling dengan uap langsung dengan sumber uap berasal dari ketel uap yang letaknya terspisah. Minyak nilam sukar menguap pada penyulingan bertekanan rendah (sekitar 1 atmosfir) sehingga membutuhkan waktu penyulingan lebih lama. Penyulingan dengan kedua sistem ini menghasilkan minyak nilam dengan mutu yang berbeda, karena penyulingan daun pada tekanan uap tinggi tidak selamanya menghasilkan minyak nilam dengan mutu yang baik, walaupun waktu penyulingannya lebih singkat. Pada penyulingan modern, biasanya prises diawali dengan menggunakan tekanan rendah
(sekitar 1 atmosfir) dan akhirnya tekanan tinggi, sehingga penetralan uap ke dalam daun dapat berlangsung dengan sempurna. D. PERLAKUAN TERHADAP MINYAK PASCA PENYULINGAN Setelah proses penyulingan berlangsung, minyak harus segera dipisahkan dari air untuk menghindari terjadinya proses hidrolisis. Apabila proses hidrolisis ester berlangsung maka akan menyebabkan turunnya nilai bilangan ester serta naiknya nilai bilangan asam (Sukirman dan Aiman, 1979). Minyak yang baru selesai disuling biasanya tidak berwarna atau kekuning-kuningan. Bila minyak terlalu lama dibiarkan di udara atau terkena cahaya matahari maka minyak akna menguap, warna menjadi gelap, aroma minyak berubah dan minyak menjadi lebih kental. Hal ini disebabkan adanya proses oksidasi. Kerusakan minyak atsiri disebabkan oleh beberapa hal, misalnya karena panas, oksigen bebas, air, cahaya dan logam. Untuk menghindari kerusakan pada minyak atsiri tersebut maka perlu dilakukan penyimpanan yang baik. Minyak atsiri lebih baik disimpan pada botol-botol berwarna gelap, sedangkan jika dalam jumlah besar disimpan dalam drum yang dilapisi bahan anti karat. Minyak nilam yang dihasilkan disimpan dalam wujud cairan, dikemas dalam drum bersih, kering, keadaan baik, berat netto 200 kg dengan head space sebesar 5 - 10% dari isi drum. Drum penyimpanan minyak nilam harus terbuat dari alumunium atau plat timah putih atau plat besi yang berlapis timah putih, plat besi yang galvanis atau yang didalamnya dilapisi dengan lapisan yang tahan minyak nilam. Untuk tujuan ekspor, pada bagian luar drum harus diberi keterangan dengan cat yang tidak mudah luntur, yaitu nama barang, negara asal produk, nama perusahaan, berat netto, berat bruto, negara tujuan dan keterangan yang diperlukan.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah bagian pucuk (ruas ke 1-5), bagian tengah (ruas ke 6-10) dan bagian akar tanaman nilam (Pogostemon cablin benth) yang berasal dari perkebunan nilam rakyat (bukan tanaman nilam yang dibudidayakan) di Desa Kutaliman, Kabupaten Banyumas, Purwokerto, Jawa Tengah dengan umur panen 5 bulan, 7 bulan dan 9 bulan.
Gambar 8. Lahan nilam di perkebunan rakyat Desa Kutaliman Pada penelitian ini, bahan baku dikeringkan di bawah sinar matahari langsung dan diangin-anginkan di tempat panennya selama 3 hari sampai kadar airnya ± 12%. Bahan kering dibawa ke tempat penelitian menggunakan kantung plastik kedap udara serta disimpan selama seminggu dalam ruangan kering berventilasi sebelum penyulingan dilakukan.
2. Bahan Kimia Bahan pembantu adalah bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisa mutu minyak nilam yang dihasilkan. Bahan kimia tersebut terdiri dari aquades, H2SO4, alkohol, dietil eter, etanol 90%, etanol 95%, indikator PP, toluene, KOH 0.5N, KOH 0.1N, dan HCL 0.5N. B. ALAT PENYULINGAN Penelitian ini menggunakan sistem penyulingan dengan metode penyulingan uap dan air (water and steam distillation). Alat penyulingan terdiri atas ketel suling, alat pendingan (kondensor), alat kohobasi, dan mecher burner. 1. Ketel Suling Ketel suling yang digunakan terbuat dari stainless steel dengan sambungan dari besi. Tebal ketel 1.5 mm, diameter dalam ketel 210 mm, tinggi ketel 410 mm dan tinggi dudukan ketel 150 mm. ketel suling ini dilengkapi dengan penutup ketel yang juga terbuat dari stainless steel dengan pinggirannya yang terbuat dari besi. Penutup ketel ini dilengkapi dengan 4 buah mur dan baut besi dan pada bagian dalamnya dilengkapi dengan karet yang bertujuan untuk menghindari terjadinya kebocoran saat penyulingan berlangsung. Pada gambar 3.2 dapat dilihat gambar dari ketel suling.
Gambar 9. Ketel suling
2. Alat Pendingin (kondensor) Perlengkapan kondensasi pada penelitian ini adalah jenis penukar panas tubular condenser yang merupakan tipe badan satu lintasan dengan air sebagai media pendingin. Alat ini terdiri atas 2 buah tabung yang berbahan dasar gelas kaca dengan ketinggian 650 mm serta dilengkapi dengan selang pada bagian bawah sebagai tempat masuknya air pendingin dan selang pada bagain atas sebagai tempat keluarnya air pendingin. Tabung gelas sebelah dalam berfungsi untuk menerima uap dari ketel suling yang terlebih dahulu akan melewati alat kohobasi. Pada tabung bagian dalam inilah proses kondensasi terjadi. Diantara tabung bagian dalam dan tabung bagian luar dialirkanlah air pendingin yang mengalir dari bawah ke atas. Bagian bawah kondensor dihubungkan dengan alat kohobasi. 3. Alat Kohobasi Alat kohobasi ini memiliki sambungan langsung dengan ketel suling
sehingga air kondensat dapat dialirkan kembali kedalam ketel
untuk menghemat penggunaan air selama proses penyulingan. Secara keseluruhan tinggi alat kohobasi yang digunakan adalah 572 mm dan dilengkapi skala 0-15 cc, serta dilengkapi pula dengan kran untuk mengeluarkan hasil kondensat. Alat kohobasi ini tidak dilengkapi dengan alat separator minyak. Minyak dan air hasil kondensasi akan mengalir ke alat kohobasi dan membentuk lapisan minyak diatas lapisan air, berdasarkan perbedaan berat jenisnya (BJ minyak < BJ air). Dengan adanya alat kohobasi ini, maka dapat dilakukan penghematan konsumsi air untuk penyulingan karena air kondensat dapat kembali lagi ke dalam tangki.
. Gambar 10. Alat kohobasi 4. Mechel Burner Mechel burner merupakan alat yang menyediakan supply kalor kepada ketel suling selama proses penyulingan berlangsung. Alat ini terbuat dari bahan besi dan dengan tinggi 115 mm. Sumber energi dari mechel burner ini adalah gas alam yang dialirkan melalui pipa.
Gambar 11. Mechel burner
C. ALAT-ALAT UKUR Alat ukur yang digunkan dalam penelitian ini yaitu gelas ukur dan timbangan. Sedangkan alat-alat yang digunkan untuk analisa kadar air dan analisa sifat fisiko kimia adalah aufhusher, erlenmeyer, tabung reaksi, piknometer, labu ukur, neraca analitik, refraktometer, polarimeter, buret, pendingin balik dan penangas air. D. TAHAPAN PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan terdiri atas; (1) pemanenan tanaman nilam (Pogostemon cablin benth) dengan umur tanaman nilam 5, 7 dan 9 bulan, (2) penanganan pasca panen, yaitu pelayuan dan pensortiran berdasarkan bagian tanaman pucuk, tengah dan akar, penyimpanan, perajangan dan perhitungan kadar air, serta (3) percobaan penyulingan. 2. Penelitian Utama Penelitian
utama
ini
merupakan
lanjutan
dari
penelitian
pendahuluan. Penelitian utama terdiri dari penyulingan tanaman nilam dengan metode penyulingan air dan uap (water and steam distillation) sesuai dengan perlakuan yang ditetapkan. Faktor perlakuan yang ditetapkan pada penelitian utama ini adalah : A = Faktor umur tanaman nilam (Pogostemon cablin benth), bertaraf : A1 : Umur 5 bulan A2 : Umur 7 bulan A3 : Umur 9 bulan B = Faktor bagian tanaman nilam (Pogostemon cablin benth), bertaraf : B1 : Pucuk (ruas ke-1 sampai ruas ke-5) B2 : Tengah (ruas ke-6 sampai ruas ke-10) B3 : Akar
E. PROSEDUR PENELITIAN 1. Penelitian Pendahuluan a. Pemanenan Tanaman nilam berumur 5 bulan, 7 bulan serta 9 bulan yang dibutuhkan dalam penelitian ini dipanen dengan sistem bongkar, artinya tanaman dicabut (dibongkar) sampai ke akarnya. b. Pengeringan dan pensortiran Pada penelitian ini, proses pengeringan dilakukan segera setelah dilakukan pemanenan, sebelum terna nilam mengalami perubahan warna. Selama 3 hari, tanaman nilam dikeringkan dengan cara penjemuran selama ± 5 jam (pukul 09.00-14.00 WIB) dengan menggunakan alas terpal. Ketebalan terna nilam yang dijemur di atas terpal selama penjemuran tidak boleh lebih dari 50 cm dan harus selalu dibolak-balik posisinya 2-3 kali selama penjemuran berlangsung, hal tersebut bertujuan agar pengeringan nilam terjadi secara sempurna. Selanjutnya terna tersebut disimpan dalam ruangan berventilasi dan diangin-anginkan. Pensortiran bagian tanaman dilakukan dengan memotong ruas-ruas tanaman berdasarkan perlakuan yang ditetapkan yaitu bagian pucuk (ruas 1-5), tengah (ras 6-10) serta akar tanaman nilam. c. Penyimpanan Tanaman nilam yang telah dikelompokan berdasarkan bagian tanaman disimpan dalam kantong plastik kedap udara yang diikat selama distribusi dari tempat pemanenan ke tempat penyulingan, agar tidak terjadi proses penguapan komponen minyak yang bertitik didih rendah selama penyimpanan. Bahan tersebut disimpan dalam ruangan teduh berventilasi selama satu minggu sebelum proses penyulingan dilakukan. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari kerusakan kandungan minyak dalam bahan karena proses oksidasi ataupun resinifikasi.
d. Perajangan Proses perajangan dilakukan sebelum proses penyulingan berlangsung dengan ukuran rajangan pada bahan ± 5 cm. e. Perhitungan kadar air Penetapan kadar air dilakukan menggunkan metode BidwellSterling. Dengan menggunakan metode ini, terna nilam disuling dengan menggunakan toluene. Pembacaan jumlah air yang berhasil diuapkan dilakukan dengan membaca meniskus pada alat aufhuser. f. Percobangan penyulingan Percobaan penyulingan dilakukan menggunkan akar nilam umur 7 bulan dengan metode water and steam distillation. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya minyak pada bahan agar dapat dilanjutkan pada penelitian utama. Selain itu, dilakukan pengukuran kondisi penyulingan yang digunakan saat percobaan penyulingan agar dapat digunakan pula pada penelitian utama. 2. Penelitian Utama Proses penyulingan tanaman nilam dimulai dengan penimbangan tanaman nilam masing-masing sebanyak 2 kg secara acak untuk setiap faktor dan taraf perlakuan. Pengambilan bahan baku nilam secara acak artinya adalah tidak adanya perbandingan antara daun dan batang yang akan disuling (batang dan daun pada sembarang rasio perbandingan). Proses penyulingan bahan berlangsung menggunakan metode penyulingan air dan uap (water and steam distillation). Bahan yang telah ditimbang dimasukan ke dalam ketel yang telah diisi air ± 3cm dibawah pembatas berpori dengan kepadatan 115 g/l. Kemudian, ketel ditutup rapat dan mechel burner dinyalakan. Waktu penyulingan dihitung mulai dari kondensat pertama yang keluar dari kondensor sampai minyak tidak keluar lagi dari bahan yang tersuling. Pada penelitian ini, lama penyulingan ± 7 jam dari waktu dengan ketinggian api pada mechel burner ± 15cm. Air pendingin yang masuk ke dalam kondensor bersuhu 23oC sedangkan suhu air pendingin yang keluar dari kondensor yaitu 24oC. Laju destilat pada penelitian ini adalah 0,6
l/jam. Laju destilat diukur berdasarkan jumlah destilat yang keluar dari kondensor menggunakan gelas piala 1 liter selama 1 menit. Sedangkan, suhu destilat yang keluar pada penelitian ini adalah 32-33,5oC. Kemudian, minyak nilam kasar yang diperoleh dipisahkan dengan air dengan menambahkan Na2SO4 anhidrat. Senyawa ini akan mengikat air dan mengendapkannya di dasar wadah, sehingga minyak nilam dan air dapat dipisahkan dengan penyaringan. Minyak nilam yang bebas air tersebut disimpan dalam wadah gelas berwarna gelap dan siap untuk dianalisis mutunya. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan seperti yang diterangkan pada gambar .
Mulai
Tanaman nilam
Pemanenan tanaman nilam dengan umur panen yang berbeda (faktor perlakuan A)
Pengeringan tanaman nilam Tahap penyortiran bagian tanaman nilam dan perajangan berdasarkan bagian tanaman (faktor perlakuan B) Proses penyulingan dengan metode water and steam distillation
Na2SO4 anhidrid
Minyak nilam kasar
Penyaringan
Minyak nilam
Na2SO4.H2O
Perhitungan rendemen dan analisa mutu minyak Selesai
Gambar 12. Tahapan penelitian F. ANALISIS MUTU MINYAK NILAM Mutu minyak nilam dilakukai sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) minyak nilam rahun 1998. Analisis mutu minyak nilam ini meliputi bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam alkohol 90%, bilangan asam, bilangan ester dan Gas Chromatography-Mass Spectroscopy. Prosedur pengujian minyak nilam dapat dilihat pada Lampiran 4.
G. ANALISIS DATA Dalam penelitian ini, rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL) dengan dua faktor yaitu faktor umur tanaman nilam dan faktor bagian tanaman nilam yang disuling. Masingmasing faktor terdiri dari 3 taraf serta dilakukan dengan 2 kali ulangan (duplo). Faktor umur terdiri dari tanaman nilam berumur 5, 7 serta 9 bulan. Faktor bagian tanaman nilam terdiri dari bagian pucuk (ruas ke 1 sampai ruas ke-5), bagian tengah (ruas ke-6 sampai ruas ke-10) dan bagian akar tanaman. Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor (Sudjana, 1980) A = Faktor umur tanaman nilam (Pogostemon cablin benth) : A1 : Umur 5 bulan A2 : Umur 7 bulan A3 : Umur 9 bulan B = Faktor bagian tanaman nilam (Pogostemon cablin benth) B1 : Pucuk (ruas ke-1 sampai ruas ke-5) B2 : Tengah (ruas ke-6 sampai ruas ke-10) B3 : Akar Model yang digunakan untuk rancangan ini adalah sebagai berikut : Yijk = + Ai + Bj + (AB)ij + k(ij) ;
i = 1,2,3 j = 1,2,3 r = 1,2
dimana : Yijk
: Hasil pengamatan pada ulangan ke-k umur ke-i dan bagian tanaman-j
: Rata-rata sebenarnya
Aijk
: Pengaruh faktor umur tananaman pada taraf ke-i, i=1,2,3
Bjik
: Pengaruh faktor bagian tanaman pada taraf ke-j, j=1,2,3
(AB)ij
: Pengaruh interaksi faktor umur tanaman dan bagian tanaman yang disuling pada taraf ke-i dan ke-j serta ulangan ke-r
k(ij)
: Galat eksperimen
Untuk membuktikan pengaruh dari perlakuan-perlakuan diteliti maka dilakukan uji sidik ragam. Jika F Hitung > F Tabel pada selang kepercayaan 95% (α=0,05), berarti faktor tersebut berpengaruh nyata atau sangat nyata terhadap rendemen atau sifat fisiko kimia minyak nilam yang dihasilkan. Bila terjadi interaksi antar faktor perlakuan yang diuji maka dilanjutkan dengan uji Duncan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Kadar Air Bahan Hasil perhitungan kadar air berdasarkan metode Bidwell-sterling kadar air bahan yang diperoleh pada bagian pucuk (ruas 1-5) berkisar antara 10.38-12.78%, pada bagian tengah berkisar antara 11.3-13.7% dan pada bagian akar berkisar antara 12.4-13.8%. Dengan nilai kadar air yang didapatkan menunjukan bahwa kondisi bahan sesuai dengan literatur dari Ketaren (1986) yang menyatakan pada tanaman nilam, kadar air yang diharapkan untuk memperolah minyak nilam dengan rendemen yang tinggi dan proses penyulingan yang efektif berkisar antara 12-15%. Rincian nilai kadar air bahan pada bahan baku dapat dilihat pada lampiran 5. 2. Percobaan penyulingan Hasil percobaan penyulingan didapatkan rendemen minyak nilam dari bahan akar 7 bulan adalah 0.685 %. Hal tersebut menunjukan bahwa pada bagian akar masih mengandung minyak nilam. Selain itu, berdasarkan hasil pengukuran, maka kondisi penyulingan yang digunakan adalah : Kepadatan bahan = 115 g/l; Lama penyulingan = ± 7 jam, Ketinggian api = ± 15 cm, Laju destilasi = 0.6 l/jam, Air pendingin masuk = 23oC, Air pendingin keluar = 24oC, dan Suhu destilat = 32-33,5oC B. PENELITIAN UTAMA 1. RENDEMEN Rendemen minyak nilam dinyatakan dalam perbandingan antara volume minyak yang dihasilkan dengan berat nilam kering yang disuling. Hasil perolehan minyak nilam dari percobaan penyulingan berkisar antara 12 ml - 70 ml (rendemen 0,6-3,5%). Berdasarkan umur tanaman, rendemen paling tinggi dihasilkan oleh bahan baku nilam berumur 5 bulan. Sedangkan dari bagian tanaman, rendemen paling tinggi dihasilkan
oleh bagian pucuk (ruas ke-1 sampai ruas ke-5). Berikut ini adalah histogram rendemen minyak nilam secara keseluruhan pada gambar 13.
Gambar 13. Pengaruh umur dan bagian tanaman nilam terhadap rendemen minyak nilam yang dihasilkan Hasil sidik ragam pada lampiran 7a menunjukan bahwa faktor umur dan bagian tanaman nilam yang disuling berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen minyak nilam yang dihasilkan (Pr>F = 0.0001 dan Pr>F=0.0001). Sedangkan interaksi antara faktor umur dan bagian tanaman yang disuling juga memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap rendemen minyak nilam yang dihasilkan (nilai P < 0.05). Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa umur tanaman yang berbeda nyata dan menunjukan penurunan seiring dengan bertambahnya umur tanaman nilam, sehingga nilam berumur 5 bulan memiliki nilai rendemen tertinggi dibandingkan tanaman nilam berumur 7 bulan dan 9 bulan. Dari bagian tanaman yang berbeda nyata dan cenderung menurun dari bagian pucuk ke bagian akar tanaman, sehingga bagian pucuk (ruas ke-1 sampai ruas ke-5) tanaman nilam memiliki nilai rendemen tertinggi (3.45%, 2.80%, 2.58%) dan menurun berturut-turut pada bagian tengah (ruas ke-6 sampai ruas ke-10), yaitu 2.35%, 2.05% dan 1.65% serta bagian akar tanaman nilam (0.80%, 0.69%, 0.61%). Sehingga pada uji lanjut interaksi Duncan (kombinasi perlakuan) yang berbeda sangat nyata dan
memiliki nilai rendemen minyak tertinggi adalah nilam berumur 5 bulan bagian pucuk (ruas ke-1 sampai ruas ke-5) dengan rendemen 3.45%. Rendemen minyak nilam yang berasal dari tanaman berumur 5 bulan lebih tinggi karena, pada nilam yang masih muda (umur 5 bulan), proses pembentukan komponen-komponen minyak atsiri hasil sekresi dari metabolisme primer dan metabolisme sekunder tanaman nilam masih sangat tinggi. Pada tanaman nilam yang lebih tua (umur 7 bulan dan 9 bulan) pembentukan komponen-komponen minyak atsiri ini sudah mulai berkurang selain itu, sebagian minyak atsiri dalam tanaman nilam telah hilang akibat penguapan karena panas dan udara. Dari nilai rendemen dapat diketahui, bahwa kombinasi perlakuan terbaik dari segi rendmen minyak adalah minyak nilam dari bagian pucuk berumur 5 bulan (rendemen 3.45%). 2. WARNA
(a)
(b)
(c)
(g)
(e)
(d)
(h)
(f)
(i)
Gambar 14. Penampakan warna minyak nilam secara visual (a) pucuk 5 bulan; (b) pucuk 7 bulan; (c) pucuk 9 bulan ; (d) tengah 5 bulan; (e) tengah 7 bulan; (f) tengah 9 bulan ; (g) akar 5 bulan; (h) akar 7 bulan; dan (i) akar 9 bulan
Parameter warna ditentukan secara visual terhadap minyak nilam yang dihasilkan. Pada umumnya warna minyak yang lebih muda lebih disukai daripada warna minyak yang gelap. Standar Nasional Indonesia untuk warna minyak yang memenuhi syarat yaitu kuning muda sampai coklat tua. Secara visual, warna minyak nilam hasil penelitian adalah kuning jernih. Warna kuning ini berasal dari zat warna alami pada minyak nilam. Sedikit perbedaan dapat dilihat pada minyak pucuk (ruas 1-5) dan tengah (ruas 6-10) yang warna kuningnya lebih muda dibandingkan dengan minyak akar yang warna kuningnya lebih tua (kuning-oranye). Hal ini disebabkan adanya perbedaan kadar dan jumlah komponen dalam minyak tersebut. Pada minyak akar, memiliki lebih banyak komponen dengan fraksi berat seperti patchouli alkohol sehingga mengakibatkan warna kuningnya lebih tua. 3. ANALISA MUTU a. Bobot Jenis Kisaran nilai bobot jenis menurut SNI 06-2385-1998 adalah 0.943 – 0.983. Seluruh minyak nilam yang diekstrak dari seluruh perlakuan memenuhi kisaran tersebut. Berikut ini adalah histogram nilai bobot jenis minyak nilam secara keseluruhan pada gambar 15.
Gambar 15. Pengaruh umur dan bagian tanaman nilam terhadap bobot jenis minyak nilam yang dihasilkan
Hasil sidik ragam pada lampiran 7b menunjukan bahwa bagian tanaman yang disuling berpengaruh sangat nyata terhadap nilai bobot jenis minyak nilam yang dihasilkan. Sedangkan umur tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap nilai bobot jenis minyak nilam yang dihasilkan. Pada uji interaksi antara faktor umur dan faktor bagian tanaman nilam yang disuling juga tidak berpengaruh nyata terhadap nilai bobot jenis minyak nilam (P= 0.0693). Pada uji lanjut Duncan, terlihat bahwa perbedaan bagian tanaman berpengaruh sangat nyata terhadap nilai bobot jenis minyak nilam yang dihasilkan dan cenderung menurun mulai dari bagian akar samapai ke bagian pucuk tanaman nilam. Sedangkan pada umur tanaman yang terlihat berbeda nyata terhadapa nilai bobot jenis adalah tanaman nilam yang nerumur 5 bulan dan 7 bulan. Nilai bobot jenis yang paling tinggi dimiliki oleh minyak nilam dari ekstraksi bagian akar berumur 9 bulan. Hal ini disebabkan karena nilai bobot jenis minyak nilam dipengaruhi oleh fraksi berat yang terkandung dalam minyak. Fraksi berat tersebut biasanya paling banyak terdapat pada bagian batang dan akar tanaman nilam. Tingginya nilai bobot jenis pada minyak yang berasal dari akar berumur 9 bulan mengindikasikan bahwa banyak fraksi berat yang terkandung dalam minyak tersebut yang mengandung molekul berantai panjang atau relatif banyak ikatan tidak jenuh (banyak gugus oksigennya) yang merupakan komponen yang paling wangi. Hal ini berarti semakin baik pula mutu minyaknya. Menurut Guenther (1972), bobot jenis minyak nilam yang dihasilkan dari penyulingan nilam tergantung dari umur, jenis tanaman nilam yang disuling dan lama penyulingan. Makin tinggi umur terna nilam yang disuling dan makin lama waktu penyulingan, maka semakin tinggi pula bobot jenis yang dihasilkan. Dilihat dari nilai bobot jenis, maka kombinasi perlakuan terbaik yang bobot jenisnya paling tinggi adalah minyak dari bagian akar berumur 9 bulan (BJ=0.9824).
b. Indeks Bias Kisaran nilai indeks bias menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2385-1998 adalah 1.506 – 1.516. Berikut ini adalah histogram nilai indeks bias minyak nilam secara keseluruhan pada gambar 17.
Gambar 16. Pengaruh umur dan bagian tanaman nilam terhadap indeks bias minyak nilam yang dihasilkan Hasil sidik ragam pada lampiran 7c menunjukan bahwa faktor bagian tanaman nilam berpengaruh nyata terhadap nilai indeks bias minyak nilam yang dihasilkan (Pr>F = 0.0001), sedangkan umur tanaman, tidak berpengaruh terhadap nilai indeks bias. Pada uji interaksi antara kedua faktor, yaitu bagian tanaman nilam dan umur tanaman nilam berpengaruh nyata terhadap nilai indeks bias minyak nilam (nilai P<0.05). Pada uji lanjut Duncan, bagian tanaman nilam berpengaruh nyata, dengan nilai indeks bias paling tinggi pada minyak nilam hasil sulingan bagian akar. Pada umur tanaman nilam yang terlihat berpengaruh nyata adalah minyak nilam hasil ekstraksi tanaman nilam berumur 9 bulan. Pada uji lanjut interaksi Duncan memperlihatkan
bahwa minyak nilam dari akar berumur 9 bulan dan bagian tengah (ruas ke-6 sampai ruas ke-10) terlihat berbeda nyata. Dilihat dari histogram terlihat penurunan nilai indeks bias pada minyak nilam hasil penelitian dari tiap perlakuan. Dari seluruh kombinasi, nilai indeks bias yang paling tinggi berasal dari minyak nilam hasil ekstraksi dengan kombinasi perlakuan bagian akar nilam berumur 9 bulan. Hal ini menunjukan adanya korelasi positif dengan nilai bobot jenisnya, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi bobot jenis juga berpengaruh terhadap nilai indeks bias. Besar kecilnya indeks bias dan bobot jenis dipengaruhi dengan perbandinganperbandingan komponen-komponen yang terkandung di dalamnya. Bobot jenis menunjukan besarnya jumlah fraksi molekul dengan bobot molekul yang besar. Dengan demikian semakin besar nilai bobot jenis suatu minyak, maka akan semakin besar pula indeks bias minyak tersebut. Seperti halnya bobot jenis, indeks bias dipengaruhi oleh banyaknya komponen bergugus oksigen dan banyaknya ikatan rangkap yang menyusun senyawa minyak. Semakin panjang rantai karbon, semakin besar kerapatannya dan semakin banyak minyak mengandung senyawa dengan ikatan rangkap atau fraksi-fraksi berat, maka kerapatan minyak akan semakin besar. Jika kerapatan minyak semakin besar, maka akan sulit membiaskan cahaya yang datang dan akan menyebabkan nilai indeks bias menjadi lebih besar karena indeks bias merupakan perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan kecepatan cahaya dalam zat yang bersangkutan. Indeks bias yang tinggi mengarah kepada mutu minyak yang baik. Indeks bias juga dipengaruhi oleh komponen per satuan volume. Semakin banyak jumlah komponen dalam minyak nilam, kerapatan minyak akan semakin tinggi dan nilai indeks bias akan bertambah besar. Oleh sebab itu, nilai indeks bias pada minyak nilam akar 9 bulan paling tinggi karena hasil Gas Chromatography-Mass Spectroscopy menunjukan bahwa minyak nilam akar 9 bulan memiliki
jumlah komponen paling lengkap dibandingkan dengan minyak nilam hasil perlakuan yang lain. Dilihat dari nilai indeks biasnya, maka kombinasi perlakuan terbaik yang memiliki indeks bias paling tinggi adalah minyak dari bagian akar berumur 9 bulan (indeks bias=1.51945). c. Putaran Optik Kisaran nilai yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2385-1998 untuk putaran optik minyak nilam adalah (-47o)–(-66o). Nilai rata-rata putaran optik pada seluruh minyak nilam yang dihasilkan masuk ke dalam kisaran nilai tersebut, sehingga disimpulkan kualitas minyak yang masih baik dan belum terdegradasi (mengalami kerusakan) karena nilai putaran optik dapat berubah apabila komposisi senyawanya berubah sehingga berkorelasi dengan adanya kerusakan. Misalnya, hilangnya suatu atom karbon simetris dalam satu molekul terjadi karena adanya degradasi, sehingga nilai putaran optiknya dapat berubah. Minyak nilam ada pula yang tidak memutar bidang polarisasi, tetapi seluruh minyak nilam hasil penelitian ini memutar bidang polarisasi ke arah kiri (levo rotary) dengan tanda negatif (-). Pada gambar 9 adalah histogram nilai putaran optik minyak nilam hasil penelitian secara keseluruhan.
Gambar 17. Pengaruh faktor umur dan bagian tanaman nilam terhadap putaran optik minyak nilam yang dihasilkan
Hasil sidik ragam pada lampiran 7d menunjukan bahwa bagian tanaman nilam berpengaruh nyata terhadap nilai putaran optik minyak nilam yang dihasilkan (Pr>F = 0.0001). Umur tanaman nilam berpengaruh nyata terhadap nilai putaran optik, karena nilai Pr>F = 0.2357. Sedangkan pada uji interaksi antara kedua faktor juga tidak berpengaruh terhadap nilai putaran optik minyak nilam dengan nilai P>0.05. Pada uji lanjut Duncan, pada bagian tanaman nilam, bagian pucuk (ruas ke-1 sampai ruas ke-5) tanaman nilam yang terlihat sangat berbeda nyata dan memperlihatkan kenaikan mulai dari pucuk hingga ke akar. Umur tanaman nilam, baik umur 5 bulan, 7 bulan dan 9 bulan tidak berpengaruh terhadap nilai putaran optik minyak nilam. Dari histogram dapat dilihat bahwa bagian pucuk (ruas ke-1 sampai ruas ke-5) tanaman nilam yang berumur 5 bulan memiliki nilai putaran optik terendah, sedangkan minyak dengan nilai putaran optik paling tinggi aberasal dari bagian akar tanaman nilam berumur 9 bulan. Nilai putaran optik yang semakin tinggi pada perlakuan umur tanaman yang semakin tua dan bagian tanaman yang semakin ke bawah (menuju akar) disebabkan karena senyawa karbon asimetris yang semakin banyak dalam minyak tersebut, misalnya adalh senywa patchouli alkohol. Kandungan karbon asimetris umumnya banyak terdapat pada batang tanaman nilam. Berdasarkan nilai putaran optik, kombinasi perlakuan terbaik adalah minyak nilam dari akar 9 bulan dengan nilai putaran optic tertinggi sebesar (-) 56.555. d. Kelarutan Dalam Alkohol Pada uji kelarutan dalam alkohol, ketidakmampuan minyak atsiri untuk larut dengan baik ditandai dengan jumlah alkohol dengan konsentrasi tertentu yang dibutuhkan untuk melarutkan minyak semakin besar. Berdasarkan persyaratan kelarutan minyak nilam
menurut Standar Nasinal Indonesia digunakan etanol 90% untuk melakukan uji kelarutan. Asumsinya adalah bila minyak nilam dapat larut dengan baik dalam etanol 90%, tentu minyak tersebut akan larut dengan baik juga dalam etanol 95%. Sebaliknya apabila minyak nilam larut baik dalam etanol 95% belum tentu minyak nilam tersebut larut baik dalam alkohol 90%. Berikut ini adalah tabel data kelarutan seluruh minyak nilam dalam etanol 90%. Tabel 4. Kelarutan minyak nilam dalam etanol 90% Umur (Bulan) Ulangan 1 Pucuk (Ruas ke 1-5) 5 Larut jernih 1:2 7 9 Tengah (Ruas ke 6-10) 5 7 Larut Jernih 1:1 9 Akar 5 7 Larut Jernih 1:1 9
Ulangan 2 Larut jernih 1:2
Larut Jernih 1:1
Larut Jernih 1:1
Dapat dilihat pada tabel bahwa kelarutan dalam etanol 90% dari minyak nilam yang dihasilkan dari seluruh kombinasi perlakuan memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-23851998. Hal tersebut menunjukan bahwa seluruh minyak nilam hasil penelitian mudah larut dalam etanol 90%. Minyak nilam mudah larut dalam etanol karena adanya kandungan senyawa oxygenated hydrocarbon (terpen-O) dalam minyak nilam seperti patchouli alkohol, norpatchoulenol dan pogostol yang bersifat relatif lebih polar. Seperti yang dikemukakan oleh Guenther (1948), bahwa komponen kimia yang terkandung dalam minyak atsiri menentukan kelarutan minyak tersebut dalam etanol. Biasanya minyak dengan kandungan oxygenated hydrocarbon tinggi akan lebih mudah larut dalam etanol dibandingkan dengan minyak atsiri dengan kandungan senyawa terpen tinggi. Salah
satu
komponen
yang
termasuk
dalam
golongan
oxygenated
hydrocarbon adalah patchouli alkohol dengan gugus fungsi -COH (alkohol), yang artinya memiliki kepolaran yang hampir sama dengan pelarut alkohol (etanol). Oleh sebab itu, minyak nilam akar 9 bulan yang memiliki kandungan patchouli alkohol paling tinggi (44.36%), menjadi minyak yang paling mudah larut dalam etanol. Semakin tinggi dominasi
senyawa
patchouli
alkohol
atau
senyawa-senyawa
oxygenated hydrocarbon (terpen-O) lain dalam minyak nilam seperti norpatchoulenol atau pogostol berarti minyak tersebut memiliki daya larut yang semakin baik dalam alkohol. Dengan demikian, semakin baik pula mutu minyak nilam tersebut. Menurut Guenther (1972), terdapat beberapa faktor yang menurunkan daya larut minyak dalam alkohol, diantaranya adalah adanya pemalsuan dengan bahan-bahan tambahan yang tidak larut dalam alkohol dalam minyak atsiri, umur tanaman yang disuling serta kondisi penyimpanan minyak hasil ekstraksi, karena adanya cahaya, udara, dan air akan memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap kelarutan suatu minyak dalam alkohol. Oleh sebab itu, kondisi penyimpanan minyak merupakan faktor yang sangat penting untuk mempertahankan mutu minyak. Penyimpanan minyak atsiri dalam kondisi yang tidak baik akan membuat minyak tersebut mengalami rekasi-reaksi yang tidak diinginkan seperti reaksi oksidasi atau resinifikasi sehingga minyak yang terbentuk akan lebih kental. Sebagai akibat dari reaksi oksidasi, akan terbentuk asam organik, aldehid dan keton yang berbobot molekul rendah. Resin sendiri dapat terbentuk dari hasil polimerisasi aldehid atau persenyawaan terpene, dan sifatnya sangat sulit larut dalam alkohol. Sementara itu, minyak nilam yang mengandung air juga akan sulit larut dalam alkohol, hal ini dikarenakan nilai kepolaran minyak nilam dan alkohol akan semakin jauh berbeda karena adanya air. Dilihat dari kelarutan dalam alkohol, maka kombinasi perlakuan terbaik adalah minyak dari bagian tengah berumur 5,7 dan 9
bulan serta bagian akar berumure 5, 7 dan 9 bulan yang larut jernih dalam alkohol dengan perbandingan 1:1. e. Bilangan Asam Nilai bilangan asam maksimal menurut (SNI) 06-2385-1998 adalah 5.0. Nilai bilangan asam dari seluruh minyak nilam yang dihasilkan dalam penelitian ini berada dalam kisaran bawah nilai maksimal tersebut (<5.0). Berikut ini adalah histogram nilai bilangan asam minyak nilam secara keseluruhan.
Gambar 18. Pengaruh umur dan bagian tanaman nilam terhadap bilangan asam minyak nilam yang dihasilkan Dari uji sidik ragam pada lampiran 7e menunjukan bahwa bagian tanaman minyak nilam berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan asam minyak nilam (Pr>F = 0.0001). Uji sidik ragam berikutnya menunjukan bahwa pada faktor kedua, yaitu perbedaan umur tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan asam minyak nilam yang dihasilkan dengan nilai Pr>F = 0.0003. Sedangkan uji interaksi pada kedua faktor berpengaruh sangat nyata terhadap nilai bilangan asam minyak nilam (nilai P=0.0056). Uji lanjut Duncan memperlihatkan hubungan yang berbeda nyata diantara ketiga perlakuan pada bagian tanaman nilam, baik itu bagian akar, bagian tengah (ruas ke-6 sampai ruas ke-10) maupun bagian pucuk (ruas ke-1 sampai ruas ke-5) terhadap nilai bilangan
asam yang pada minyak nilam yang dihasilkan. Demikian pula umur tanaman berpengaruh nyata pada seluruh perlakuan umurnya (9 bulan, 7 bulan dan 5 bulan) dan cenderung memperlihatkan penurunan nilai bilangan asam. Pada uji lanjut interaksi Duncan, perbedaan paling nyata terhadap nilai bilangan asam minyak nilam adalah bagian pucuk tanaman nilam (ruas ke-1 sampai ruas ke-5) berumur 5 bulan. Sedangkan kombinasi perlakuan lain, tidak terlihat perbedaan secara nyata. Dari histogram dapat dilihat minyak dari akar dengan umur 9 bulan memiliki nilai bilangan asam paling rendah, sedangkan nilai bilangan asam paling tinggi dimiliki oleh minyak bagian pucuk (ruas ke-1 sampai ruas ke-5) berumur 5 bulan. Hal ini menunjukan bahwa minyak nilam hasil ekstraksi dengan kombinasi perlakuan bagian pucuk (ruas ke-1 sampai ruas ke-5) tanaman nilam berumur 5 bulan memiliki mutu yang lebih rendah dibandingkan minyak lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya korelasi antara tingginya bilangan asam dengan kerusakan minyak (penurunan mutu). Penyebab kerusakan yang menyebabkan nilai bilangan asam menjadi lebih tinggi terdiri dari dua, yaitu adanya proses oksidasi golongan terpen menjadi asam rantai pendek dan adanya proses hidrolisa ester, yang merubah komponen ester dalam minyak menjadi asam. Berikut ini adalah gambaran reaksi oksidasi dalam minyak yang mengubah ikatan rangkap menjadi asam rantai pendek : R-CH2--CH=CH2-Ch2-
R-CH2-CH-CH-CH2-CH2O2
OH OH
R-CH2-CH-CH-CH2-CH2O O Peroksida labil Gambar 19. Reaksi oksidasi pada ikatan rangkap
Reaksi oksidasi berlangsung secara terus-menerus karena menghasilkan peroksida yang mampu menjadi katalisator reaksi oksidasi selanjutnya. Peroksida yang terbentuk akibat reaksi ini akan pecah karena adanya isomerisasi dengan air menjadi senyawa-senyawa lain seperti aldehida, asam bebas dan keton yang menyebabkan wangi minyak atsiri akan berubah dari wangi khasnya, dan jelas hal tersebut tidak diinginkan. Selain mengakibatkan perubahan bau, proses oksidasi juga mengakibatkan perubahan warna pada minyak menjadi lebih keruh. Asam lemak bebas hasil reaksi oksidasi ataupun rekasi lainnya dapat mencemari bau minyak. Proses oksidasi juga dapat terjadi pada gugus fungsional alkohol dan aldehid, reaksi umumnya adalah sebagai berikut :
H
O2
R-C-OH H Alkohol
OH
O2
R-C-OH
O R-C-H
O2
O R-C- OH
H Aldehid Asam e Gambar 20. Reaksi oksidasi pada alkohol dan aldehid Selain itu, proses hidrolisis ester juga mempengaruhi nilai
bilangan asam. Reaksi hidrolisis ester melibatkan komponen ester dalam minyak dan air yang akan berubah menjadi asam organik dan alkohol. Reaksi ini bersifat reversible, sehingga apabila reaksi bergeser ke arah kanan, maka nilai bilangan asamnya akan tinggi. Sedangkan apabila reaksi bergeser ke arak kiri maka nilai bilangan asamya akn rendah. Berdasarkan nilai bilangan asamnya, maka kombinasi perlakuan terbaik adalah minyak bagian akar beumur 9 bulan dengan bilangan asam terkecil sebesar 0.605.
f. Bilangan Ester Besar nilai bilangan ester maksimal yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2385-1998 adalah 10. Pada penelitian ini, rentang bilangan ester untuk beberapa perlakuan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan standar SNI tersebut. Berikut ini adalah
histogram
nilai
bilangan
ester
minyak
nilam
secara
keseluruhan.
Gambar 21. Pengaruh faktor umur dan bagian tanaman nilam terhadap bilangan ester minyak nilam yang dihasilkan Dari hasil uji sidik ragam pada lampiran 7f, menunjukan bahwa bagian tanaman dan umur tanaman nilam yang disuling berpengaruh nyata terhadap nilai bilangan ester minyak nilam yang dihasilkan (Pr>F = 0.0001 dan Pr>F=0.0001). Sedangkan interkasi antara kedua faktor tersebut juga berpengaruh sangat nyata terhadap nilai bilangan ester minyak nilam yang dihasilkan dengan nilai P = 0.0126 (P < 0.05). Pada uji lanjut Duncan, terlihat bahwa bagian tanaman pucuk (ruas ke-1 sampai ruas ke-5), tengah (ruas ke-6 sampai ruas ke-10) dan akar berbeda nyata dan cenderung mengalami peningkatan nilai bilangan ester. Demikian pula pada umur tanaman yaitu tanaman nilam berumur 5, 7 dan 9 bulan memperlihatkan perbedaan nyata dan juga
mengalami kecenderungan peningkatan bilangan ester. Pada uji lanjut interaksi Duncan, nilai bilangan ester yang paling berbeda nyata adalah kombinasi perlakuan bagian akar berumur 9 bulan. Dari histogram dapat dilihat bahwa yang memberikan nilai bilangan ester paling tinggi adalah minyak nilam dari kombinasi perlakuan bagian akar tanaman nilam berumur 9 bulan. Hal ini menunjukan bahwa mutu minyak nilam tersebut paling baik dengan aroma paling baik. Hal ini sesuai dengan nilai bilangan asamnya yang kecil. Bilangan ester memiliki hubungan yang berlawanan (negatif) dengan bilangan asam. Semakin tinggi nilai bilangan asam maka bilangan esternya akan semakin rendah dan mutu minyak akan semakin rendah juga. Sebaliknya semakin tinggi nilai bilangan ester, maka semakin rendah nilai bilangan asam dan mutu minyaknya juga semakin baik. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi hidrolisis ester menjadi asam dan alkohol. Berikut ini adalah reaksi keseimbangan hidrolisis ester. O
O
R-C-OR1 + H2O Ester
Air
R-C-OH + R1OH Asam
Alkohol
Gambar 22. Reaksi keseimbangan hidrolisis ester Reaksi hidrolisis ester merupakan reaksi keseimbangan yang dapat bergeser ke kanan ataupun ke kiri. Apabila reaksi bergeser ke arah kiri, maka nilai bilangan ester akan meningkat. Sebaliknya apabila reaksi lebih dominan ke arah kanan, ester akan terhidrolisis secara sempura dengan adanya katalis air dan asam. Hal tersebut dapat dilihat dari penelitian ini, dimana nilai bilangan asam dan bilangan ester pada keseluruhan minyak nilam membentuk hubungan dengan korelasi negatif. Guenther (1972) menyatakan bahwa nilai bilangan ester yang tinggi menunjukan bahwa minyak tersebut tidak mudah teroksidasi,
sehingga komposisi wangi menjadi lebih sempurna dan ketahanan bau yang lebih lama. Demikian pula pendapat tersebut dikuatkan oleh Ketaren (1986) bahwa bilangan ester sangat penting dalam menentukan nilai minyak atsiri, sebab ester merupakan komponen yang berperan dalam membentuk aroma khas minyak atsiri. Semakin tinggi nilai bilangan ester minyak maka semakin baik mutu minyak tersebut. Menurut Rusli (1974), ester-ester yang terdapat dalam minyak atsiri merupakan fraksi-fraksi berat yang menguap pada suhu tinggi. Semakin tinggi bilangan ester maka akan semakin baik aroma (wangi) minyak tersebut. Pada minyak nilam komponen penentu aroma minyak adalah benzaldehid (menghasilkan bau buah badam), eugenol benzoat (bau cengkeh) dan sinnamaldehid (bau kayu manis). Hal ini terlihat pada salah satu komponen ester yang terkandung pada minyak nilam akar 9 bulan yang memiliki eugenol benzoat dengan kadar
paling
tinggi
berdasarkan
hasil
analisis
dengan
Gas
Chromatography-Mass Spektroscopy (GCMS). Berdasarkan nilai bilangan esternya, maka kombinasi perlakuan terbaik adalah minyak dari abgian akar berumur 9 bulan dengan bilangan ester sebesar 11.175. 3. KROMATOGRAFI GAS Pada analisa kromatografi gas, komponen monoterpen akan keluar terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh golongan monoterpen-O yang memiliki polaritas dan bobot molekul yang lebih besar dibandingkan dengan komponen monoterpen. Berikutnya akan keluar golongan seskuiterpen yang memiliki bobot molekul lebih besar dari golongan monoterpen-O, dan diikuti oleh golongan seskuiterpen-O yang memiliki polaritas dan bobot molekul terbesar (Lesmayanti, 2004). Hasil yang diperoleh dari kromatografi gas ini adalah puncak-puncak komponen, waktu retensi dan persen area komponen minyak nilam yang dianalisa.
Dari hasil kromatografi gas minyak nilam dari akar tanaman nilam berumur 5, 7 dan 9 bulan, memiliki jumlah senyawa berturut-turut 36, 35 dan 33 senyawa. Dalam minyak nilam dari bagian tengah (ruas ke-6 sampai ruas ke-10) tanaman nilam berumur 5, 7 dan 9 bulan memiliki jumlah senyawa berturut-turut 29, 28 dan 29 senyawa. Sedangkan dalam minyak nilam dari bagian pucuk (ruas ke-1 sampai ruas ke-5) seluruhnya hanya terdapat 28 senyawa. Perbandingan hasil kromatografi minyak nilam berdasarkan persamaan perlakuan bagian tanaman dan perbedaan perlakuan umur dapat dilihat pada lampiran 9. Dari hasil analisis kromatografi gas, banyak senyawa-senyawa yang muncul pada waktu retensi yang bersamaan dari bagian tanaman dan umur yang berbeda, namun ada pula waktu retensi yang muncul secara tidak bersamaan. Hal ini menunjukan adanya senyawa-senyawa yang dimiliki oleh satu minyak nilam dengan kombinasi perlakuan tertentu yang tidak dimiliki oleh minyak lainnya. Perbedaan senyawa-senyawa tersebut dibahas lebih lanjut pada pembahasan Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS). Tabel 5. Jumlah Senyawa dan Kadar Patchouli Alkohol Minyak patchouli hasil Kromatografi Gas Umur (Bulan) Pucuk 5 7 9 Tengah 5 7 9 Akar 5 7 9
Jumlah Senyawa
Patchouli alkohol (%)
28 28 28
32.8 33.2 34.3
29 28 29
35.7 36.9 39.3
33 35 36
40.8 43.8 44.3
Jumlah senyawa cenderung naik seiring dengan bertambahnya usia dan bagian dari pucuk ke arah akar. Hal tersebut diduga disebabkan oleh terjadinya transformasi gugus fungsi dalam reaksi biosintesis
sekunder pada tanaman nilam seiring bertambahnya umur. Selain itu, diduga bahwa dalam tanaman nilam, semakin menuju ke arah akar, tanaman nilam memiliki kelengkapan komponen minyak yang lebih lengkap di bandingkan dengan bagian pucuknya. Kadar patchouli alkohol juga meingkat seiring bertambahnya umur dan bagian tanaman yang menuju ke arah akar. Diduga terjadi reaksi biosintesis sekunder yang dapat menyebabkan transformasi gugus fungsi dari golongan terpen menjadi terpen-O dan golongan terpen-O menjadi terpen-O yang lain, diantaranya adalah patchouli alkohol. Hal ini dijelaskan lebih lanjut pada pembahasan hasil analisis dengan Gas Chromatografi Mass Spektroscopy (GCMS). Pada uji kromatografi gas minyak bagian akar, waktu retensi yang berkisar antara menit ke-4 sampai menit ke-21, diperkirakan adalah golongan terpen. Sedangkan pada waktu retensi dari menit ke-22 sampai ke-38 diperkirakan adalah golongan terpen-O yang memiliki polaritas dan bobot molekul yang lebih besar dibandingkan dengan golongan terpen. Senyawa yang memiliki persen area tertinggi pada hasil kromatografi gas bagian akar berkisar pada kisaran waktu retensi menit ke-24 sampai menit ke-24. Pada minyak nilam kombinasi perlakuan akar 9 bulan yaitu pada menit ke-23.63 dan 23.88 sebesar 22.21% dan 22.15%. Pada minyak nilam kombinasi perlakuan akar 7 bulan yaitu pada menit ke23.70 dan 23.95 sebesar 21.70% dan 22.13%. Sedangkan pada minyak nilam kombinasi perlakuan akar 5 bulan yaitu pada menit ke-24.08 dan 24.17 sebesar 21.72% dan 19.17%. Senyawa dengan persen area terbesar tersebut adalah senyawa seskuiterpen-O yaitu pathcouli alkohol yang merupakan senyawa yang mendominasi minyak nilam serta senyawa yang menentukan wangi khas minyak nilam. Pada uji kromatografi gas minyak bagian tengah (ruas ke 6-10) waktu retensi yang berkisar antara menit ke-5 sampai menit ke-20, diperkirakan adalah golongan terpen. Sedangkan pada waktu retensi selanjutnya, yaitu dari menit ke-21 sampai ke-26 diperkirakan adalah
golongan terpen-O yang memiliki polaritas dan bobot molekul yang lebih besar dibandingkan dengan golongan terpen. Komponen patchouli alkohol yang merupakan komponen yang mendominasi minyak nilam diperkirakan keluar pada waktu retensi yang berkisar pada menit ke-24. Pada minyak nilam dengan perlakuan bagian tengah (ruas ke-6 sampai 10) umur 9 bulan yaitu pada menit ke-24,11, 24,29 dan 24,53 sebesar 21.59%, 14.55%, dan 3.25%. Pada minyak nilam dengan perlakuan bagian tengah (ruas ke-6 sampai 10) umur 7 bulan yaitu pada menit ke-24.14, 24.25 dan 24.51 sebesar 22.18%, 11.69% dan 3.11%. Sedangkan pada minyak nilam dengan perlakuan bagian tengah (ruas ke-6 sampai 10) umur 5 bulan yaitu pada menit ke-24.13, 24.25, dan 24.50 sebesar 20.87%, 10.61%, dan 4.30%. Dari hasil analisis kromatografi gas minyak nilam hasil ekstraksi perlakuan bagian pucuk (ruas ke-1 sampai 5) berbeda dengan hasil analisis kromatografi gas pada minyak hasil ekstraksi bagian tanaman akar dan tengah (ruas ke-6 sampai 10), pada hasil analisis minyak nilam hasil ekstraksi pucuk (ruas ke-1 sampai 5), waktu retensi dimulai pada menit ke14 dan ke-15. Hal ini disebabkan karena tidak adanya senyawa yang bisa diidentifikasi pada waktu retensi sebelum menit tersebut pada minyak nilam bagian pucuk ini. Senyawa terpen mendominasi hasil identifikasi pada
menit-menit
awal.
Sedangkan
senyawa
terpen-O
diduga
teridentifikasi setelah menit ke-21. Komponen patchouli alkohol teridentifikasi pada kisaran menit ke-24. Pada minyak nilam pucuk umur 9 bulan yaitu pada menit ke-24.04 dan 24.17 sebesar 19.86%dan 14.55%. Pada minyak nilam pucuk umur 7 bulan yaitu pada menit ke-24.01 dan 24.15 sebesar 19.20% dan 14.07%. Pada minyak nilam pucuk umur 5 bulan yaitu pada menit ke-24.09 dan 24.21 sebesar 19.06% dan 13.81%.
4. GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROSCOPY (GCMS) Pada analisa Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) akan diperoleh dua informasi dasar sekaligus, yaitu kromatogram gas dan spektrum massa. Identifikasi komponen minyak nilam hasil KGSM pada penelitian ini berdasarkan pendugaan dengan menggunakan referensi data base WILEY 275.L (library data) yang ditabulasikan pada lampiran 10. Sedangkan, pada tabel 6 dan tabel 7, dapat dilihat komponen-komponen mayor dan minor pada minyak nilam hasil penelitian. Tabel 6. Komponen mayor minyak nilam Pucuk (%)
Umur (bulan) Senyawa Patchouli alkohol α-Guaien α-Bulsene Seychellene α-Patchoulene β-Caryophylene 4,5-Dimethoxy-2methyilphenol Eugenol benzoat
Tengah (%)
Akar (%)
5
7
9
5
7
9
5
7
9
32.87 13.79 13.01 8.86 7.92 7.42
33.27 13.23 12.86 8.38 7.89 5.96
34.31 12.77 12.67 8.03 7.80 4.82
35.78 12.62 12.39 7.95 7.48 4.60
36.98 11.92 12.37 7.86 5.53 4.51
39.39 11.85 12.10 7.46 4.77 2.80
40.89 10.47 11.34 7.11 4.01 2.74
43.83 9.43 11.07 6.26 3.74 1.79
44.36 8.22 10.98 5.73 3.27 1.48
3.86
3.96
4.02
4.05
4.11
8.2
11.95
12.0
17.0
-
-
-
-
-
-
2.15
2.53
3.48
a. Patchouli alkohol Patchouli alkohol merupakan komponen mayor minyak nilam, dimana komposisinya adalah yang paling besar dibandingkan komponen yang lain. Kadar kompoenen patchouli alkohol merupakan parameter mutu yang penting dalam menentukan harga jual minyak nilam. Dari hasil tabel, kadar patchouli alkohol semakin meningkat pada setiap taraf perlakuannya, dimana yang terendah adalah minyak pucuk 5 bulan (32.87%) dan yang tertingi adalah minyak akar 9 bulan (44.36%). Hal ini diduga terjadi akibat adanya proses biosintesis sekunder alami dan transformasi gugus fungsi dalam tanaman nilam sehingga kadar patchouli alkohol akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan bagian tanaman nilam yang menuju ke arah bawah.
b. α-Guaien Komposisi α-Guaien dalam minyak nilam hasil penelitian semakin menurun seiring pada tiap taraf perlakuannya, dimana yang yang tertinggi pada minyak pucuk 5 bulan (13.79%) dan terendah pada minyak akar 9 bulan (8.22%). Hal ini diduga karena adanya transformasi gugus fungsi dari α-Guaien sebagai golongan terpen menjadi terpen-O, misalnya patchouli alkohol. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya. c. α-Bulsene α-Bulsene merupakan salah satu komponen yang termasuk ke dalam golongan terpen. Dari tabel, dilihat bahwa kandungan komponen ini dalam minyak nilam juga semakin menurun seiring bertambahnya umur dan bagian tanaman yang semakin ke arah bawah. Nilai αBulsene tertinggi dimiliki oleh minyak pucuk 9 bulan (13.01%) dan nilai terendah dimiliki oleh minyak akar 9 bulan (10.98%). Terjadinya penurunan ini diduga karena terjadinya biosintesis sekunder dalam tanaman nilam yang merubah golongan terpen menjadi golongan terpen-O. d. Seychellene Seychellene merupakan salah satu golongan terpen yang terdapat dalam minyak nilam sebagai komponen mayor. Dari tabel diketahui bahwa sama seperti golongan terpen lainnya diatas, Seychellene mengalami penurunan kandungan dalam minyak nilam seiring bertambahnya umur dan bagian tanaman yang menuju ke arah bawah (akar). Oleh sebab itu, kandungan Seychellene tertinggi dimiliki oleh minyak pucuk 5 bulan (8.86%) dan terendah dimiliki oleh minyak akar 9 bulan (5.73%). e. α-Patchoulene α-Patchoulene adalah komponen mayor minyak nilam yang termasuk dalam golongan terpen. Senyawa ini juga mengalami penurunan komposisi pada setiap perlakuan, artinya kandungan senyawa ini semakin berkurang seiring bertambahnya umur tanaman
dan bagian tanaman yang menuju ke arah akar. Kandungan tertingginya dimiliki oleh minyak pucuk 5 bulan (7.92%) dan terendah dimiliki oleh minyak kaar 9 bulan (3.27%). Hal ini diduga terjadi karena adanya biosintesis sekunder yang menyebabkan berubahnya senyawa ini menjadi bentuk lain (biasanya terpen-O, yaitu patchouli alkohol). Hal ini akan dibahas lebih lengkap ada pembahasan selanjutnya. f. β-Caryophylene β-Caryophylene merupakan senyawa seskuiterpen bisiklik. Pada tabel, senyawa ini juga mengalami penurunan kadar komponen pada setiap perlakuan seperti pada umumnya golongan terpen lain pada minyak hasil penelitian. Nilai kadar β-Caryophylene tertinggi dikandung oleh minyak pucuk 5 bulan (7.42%) dan terendah dikandung oleh minyak akar 9 bulan (1.48%). Hal ini diduga terjadi karena adanya proses oksidasi alami yang terjadi pada tanaman nilam, dimana oksigen dari udara bebas dapat terikat pada gugus β-Caryophylene sehingga menghasilkan Caryophylene Oxyde yang merupakan golongan terpenO. g. 4,5-Dimethoxy-2-methyilphenol Senyawa ini merupakan golongan terpen-O dalam minyak nilam hasil penelitian, dimana kadarnya semakin meningkat seiring bertambahnya umur dan bagian tanaman yang semakin menuju ke arah akar. Nilai kandungn 4,5-Dimethoxy-2-methyilphenol tertinggi dimiliki oleh minyak akar 9 bulan (17.0%) dan terendah dimiliki oleh minyak pucuk 5 bulan (3.48%). h. Eugenol benzoat Eugenol benzoate adalah senyawa ester yang dapat ditemukan pada minyak nilam hasil penelitian. Senyawa ini hanya ditemukan pada minyak nilam hasil ekstraksi akar nilam pada semua taraf umur, dimana kandungan tertinggi dimiliki oleh minyak akar 9 bulan (3.48%) dan terendah dimiliki oleh minyak akar 5 bulan (2.15%). Senyawa ester ini memiliki peranan yang sangat penting untuk membentuk aroma khas dan merupakan salah satu parameter mutu minyak terhadap kerusakan.
Tabel 7. Komponen minor minyak nilam Pucuk
Umur (bulan) Senyawa Carryophilene Oxyde Viridiflorol Pogostol Norpatchoulenol Nortetrapatchoulenol
Tengah
Akar
5
7
9
5
7
9
5
7
9
0.24 0.39 0.59 0.42 -
0.26 0.42 0.65 0.42 -
0.17 0.57 0.81 0.51 -
0.16 0.6 0.84 0.64 -
0.19 0.70 0.89 0.68 -
0.41 0.48 1.04 0.68 0.20
0.62 1.14 0.68 0.51
0.59 0.34 1.24 0.73 0.58
0.89 0.44 1.38 0.82 0.7
Komponen minor dalam minyak nilam hasil penelitian yang dapat kita lihat pada tabel di atas antara lain adalah Carryophilene Oxyde, Viridiflorol,
Pogostol,
Norpatchoulenol
dan
Nortetrapatchoulenol.
Senyawa-senyawa minor tersebut merupakan komponen yang termasuk ke dalam golongan terpen-O. Meskipun nilainya sangat kecil dibandingkan keberadaan komponen mayor dalam minyak nilam, namun komponenkomponen ini memiliki peranan yang besar dalam menentukan aroma minyak nilam yang dihasilkan. Semakin banyak kandungan terpen-O dalam suatu minyak maka semakin baik pula mutu dan aroma minyak nilam tersebut. Salah satu komponen minor terpenting dalam minyak nilam adalah norpatchoulenol. Menurut Bauer dan Garbe (1985), meskipun konsentrasi norpatchouenol dalam minyak nilam relatif kecil (0.3-0.4%) namun komponen norpatchoulenol merupakan penyumbang utama bagi karakteristik wangi khas minyak nilam yang dihasilkan. Sifat bau yang merangsang dari minyak nilam berasal oleh adanya komponen turunan dari seskuiterpen yang memiliki cincin seperti piridin. Pada tabel dapat dilihat bahwa komponen ini mengalami kenaikan kadar komponen dalam minyak nilam hasil penelitian seiring dengan bertambahnya umur dan bagian tanaman yang menuju ke arah akar. Nilai tertinggi dimiliki oleh minyak akar 9 bulan (0.82%) dan nilai terendah dimiliki oleh minyak pucuk 5 bulan (0.42%). Selain komponen norpatchoulenol, komponen penting yang juga menentukan wangi minyak nilam adalah nortetrapatchpulenol. Pada tabel dapat dilihat bahwa minyak hasil ekstraksi akar semua umur dan bagian
tengah umur 9 bulan yang teridentifikasi mengandung senyawa ini, dimana kandungan tertinggi dimiliki oleh minyak akar 9 bulan (0.70%) dan kandungan terendah dimiliki oleh minyak tengah 9 bulan (0.2%). Selain komponen-komponen mayor dan minor yang disebutkan dalam tabel di atas, pada lampiran 8 dapat dilihat bahwa pada minyak nilam akar 9 dan 7 bulan mengandung senyawa dengan komponen paling lengkap
dibandingkan
dengan
minyak
nilam
lainnya
dengan
teridentifikasinya masing-masing 35 dan 34 senyawa dalam minyak, diantaranya adalah komponen-komponen penting penyusun utama wangi khas nilam seperti nortetrapatchoulenol. Dengan demikian, diketahui bahwa semakin tua umur nilam, maka kemungkinan terjadinya transformasi gugus fungsi saat proses biosintesis sekunder berlangsung semakin besar dan semakin bagian tanaman ke arah akar, komponen minyak nilam semakin lengkap. Hal tersebutlah yang mengakibatkan banyaknya senyawa terkandung dalam minyak nilam akar umur 9 bulan. Dari hasil analisis gas chromatography-mass spectroscopy dapat dikelompokan senyawa-senyawa yang merupakan golongan terpen (hydrocarbon) dan senyawa-senyawa yang merupakan golongan terpen-O (oxygenated
hydrocarbon).
Hasil
keseluruhan
analisis
gas
chromatography-mass spectroscopy (GCMS), dapat terlihat terjadi penurunan komposisi senyawa-senyawa terpen (hydrocarbon), sebaliknya komposisi
senyawa-senyawa
terpen-O
(oxygenated
hydrocarbon)
mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur tanaman dan bagian tanaman yang menuju ke arah akar. Pada gambar 22 dan 23 dapat dilihat histogram yang menggambarkan hubungan bagian tanaman terhadap persentase golongan terpen (hydrocarbon) serta golongan terpenO (oxygenated hydrocarbon).
Gambar 23. Hubungan bagian tanaman terhadap persentase golongan terpen dalam minyak nilam yang dihasilkan
Gambar 24. Hubungan bagian tanaman terhadap persentase golongan terpen-O dalam minyak nilam yang dihasilkan Dari histogram dapat dilihat persentase komponen terpen-O semakin tinggi dalam minyak dari bagian tanaman yang semakin ke arah akar dan umur yang semakin tua diiringi dengan penurunan komponen terpennya. Komponen terpen-O adalah komponen terpenting dalam minyak atsiri yang menentukan wangi khas minyak serta mutu minyak tersebut. Maka, dilihat dari perbandingan komponen terpen dan terpen-O nya, mutu minyak yang paling baik dimiliki oleh minyak nilam akar umur
9 bulan. Hal ini berkorelasi dengan bobot jenis dan indeks bias pada minyak nilam akar 9 bulan yang juga memiliki nilai tertinggi dibandingkan minyak nilam hasil ekstraksi dari perlakuan lain. Cenderung terjadinya peningkatan kadar komponen terpen-O dan penurunan kadar komponen terpen pada minyak dari umur yang lebih tua dan bagian tanaman yang menuju ke arah akar disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah terjadinya proses penguapan fraksi ringan (golongan terpen) minyak nilam dalam tanaman yang semakin besar seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Sedangkan, fraksi berat (golongan terpen-O) dalam minyak yang bertitik didih lebih tinggi akan sulit menguap karena panas sinar matahari, sehingga persentase kandungan golongan terpen-O akan cenderung tetap dalam tanaman. Menurut Sell (2003), perubahan komponen terpen menjadi terpen-O dapat terjadi dalam tanaman minyak atsiri. Diduga terjadi transformasi gugus fungsi seperti oksidasi dan dehidrogenasi pada tahapan biosintesis sekunder yang dapat menyebabkan perubahan polaritas maupun total kandungan senyawa minyak nilam dalam tanaman nilam. Transformasi gugus fungsi dari golongan terpen menjadi golongan terpenO
atau transformasi golongan terpen-O menjadi golongan terpen-O
lainnya ditandai dengan adanya proses pengikatan oksigen dari udara pada terpen sehingga menjadi terpen-O. Syaifudin (1993), menyatakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya proses tersebut adalah adanya energi cahaya, terutama cahaya dengan gelombang pendek (± 410 nm). Pengikatan oksigen di udara akan mengubah senyawa terpen menjadi terpen-O yang polar. Salah satu senyawa terpen_O yang paling mencolok terlihat dominasi peningkatan konsentrasinya adalah patchouli alkohol. Sementara peningkatan konsentrasi patchouli alkohol dari tiap taraf perlakuan, diiringi dengan penurunan konsentrasi beberapa senyawa terpen, diantaranya adalah senyawa α-guaien dan patchoulen. Diduga terjadi reaksi siklisasi pada α-guaien dan diikuti dengan reaksi oksidasi pada ikatan rangkapnya sehingga dihasilkan patchouli alkohol. Berikut ini
pada gambar 24 adalah histogram kenaikan konsentrasi patchouli alkohol dan penurunan konsentrasi α-guaien.
Gambar 25. Perbandingan kadar Patchouli alkohol dan α-Guaien Keterangan : P = pucuk (ruas 1-5) ; T = tengah (ruas 6-10) ; A = akar 5, 7, 9 = umur tanaman (bulan) Selain adanya korelasi negatif antara patchouli alkohol dan αGuaien, korelasi negatif juga dimiliki oleh patchouli alkohol dengan senyawa α dan β patchoulen. Patchouli alkohol dalam tanaman minyak atsiri dapat terbentuk pula karena adanya oksidasi secara biosentesis terhadap senyawa α dan β patchoulen. Selain itu terjadi transformasi gugus fungsi dalam tahapan biosintesis sekunder dalam tanaman nilam. Oleh sebab itu, pada tiap taraf perlakuan terjadi peningkatan konsentrasi patchouli alkohol diiringi pula dengan penurunan konsentrasi α dan β patchoulen. Berikut ini pada gamabar 25 adalah histogram perbandingan konsentrasi senyawa patchouli alkohol, α dan β patchoulen.
Gambar 26. Perbandingan kadar Patchouli alkohol, α dan β patchoulen Keterangan : P = pucuk (ruas 1-5) ; T = tengah (ruas 6-10) ; A = akar 5, 7, 9 = umur tanaman (bulan) Hal ini terlihat dari hasil histogram yaitu penurunan konsentrasi α dan β-patchoulen berbobot molekul rendah yang disertai dengan meningkatnya konsentrasi patchouli alkohol yang sifatnya lebih polar dan berbobot molekul tinggi. α dan β-patchoulen yang merupakan salah satu komponen utama dari minyak nilam, seperti biasanya dapat mengalami kemungkinan terjadinya sustitusi atom karbon untuk berpindah. Menurut Sastroamidjojo (2002), reaksi antara patchouli alkohol dan patchoulen merupakan reaksi yang dapat balik (reversible). Berikut ini pada gambar 26 adalah perubahan patchoulen menjadi patchouli alkohol ataupun sebaliknya yang terjadi dalam minyak nilam.
H H-O
H
H-O
+
+
H
Patchouli Alkohol
+ H2O + H+
Patchoulen Gambar 27. Reaksi reversible antara Patchoulen dan Patchouli Alkohol Konsentrasi patchouli alkohol tertinggi dihasilkan oleh minyak nilam hasil ektraksi dengan kombinasi perlakuan bagian akar tanaman nilam yang berumur 9 bulan. Komponen penyusun utama minyak nilam adalah patchouli alkohol. Senyawa patchouli alkohol menyumbangkan karakteristik bau yang lebih kecil dari norpatchoulenol. Patchouli alkohol merupakan alkohol tersier trisiklik jenuh yang memiliki bau khas seperti kamfer. Dalam dunia industri minyak atsiri saat ini, kandungan patchouli alkohol dalam minyak nilam adalah parameter mutu yang sangat penting yang menetukan pula harga jual minyak nilam tersebut di pasaran dunia. Selain patchouli alkohol, komponen dalam minyak nilam yang sangat penting dalam menentukan wangi adalah komponen dari golongan terpen-O lain seperti, norpatchoulenol, pogostol dan nortetrapatchoulenol. Dari hasil analisis Gas Chromatography-Mass Spektroscopy (GCMS), dapat
dilihat
peningkatan
komponen
norpatchoulenol
dengan
bertambahnya umur dan bagian tanaman yang menuju ke arah akar. Peningkatan konsentrasi norpatchoulenol diduga disebabkan karena adanya reaksi dehidrogenasi pada tanaman nilam. Reaksi dehidrogenasi tersebut diduga terjadi pada senyawa patchouli alkohol dan akan
menyebabkan terbentuknya ikatan rangkap pada rantai senyawa diikuti dengan terbentuknya molekul H2 yang akan menguap sehingga terbentuk norpatchoulenol yang memiliki satu ikatan rangkap. Terjadinya dehidrogenasi (eliminasi H2) meningkat seiring bertambahnya umur dan banyak terjadi pada tanaman nilam yang semakin ke arah akar. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah komponen norpatchoulenol paling tinggi yang dimiliki minyak dari bagian akar tanaman nilam umur 9 bulan dibandingkan minyak nilam dari bagain pucuk dan tengah pada taraf semua umur. Selain itu, komponen terpen-O yang ada dalam minyak nilam yang dihasilkan adalah senyawa pogostol dan nortetrapatchoulenol. Kedua senyawa ini juga turut menentukan wangi dalam minyak nilam. Jumlah komponen ini juga meningkat seiring bertambahanya umur dan bagian tanaman yang menuju ke arah akar. Berikut
ini
adalah
histogram
perbandingan
jumlah
komponen
norpatchoulenol, pogostol dan nortetrapatchoulenol dalam minyak nilam yang dihasilkan.
Gambar 28. Perbandingan konsentrasi senyawa norpatchoulenol dan Pogostol Isomer alami pada minyak nilam, yaitu patchouli alkohol memberikan karakter wangi khas pada minyak nilam. Selain itu, sumbangan wangi khas nilam diberikan oleh komponen dengan kadar
kecil dibandingkan total komponen dan dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap wangi minyak nilam adalah norpatchoulenol dan nortetrapatchoulenol. Keduanya merupakan produk hasil dari degradasi dari patchouli alkohol yang terfermentasi, mengalami perubahan gugus fungsi akibat adanya biosintesis sekunder. Berikut ini adalah reaksi biosintesis
patchouli
alkohol
menjadi
norpatchoulenol
dan
nortetrapatchoulenol.
HO
HO
Patchouli alkohol
Norpatchoulenol
HO
Nortetrapatchoulenol
Gambar 29. Perubahan Patchouli Alkohol menjadi Norpatchoulenol dan Noertetrapatchoulenol
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Secara visual, warna minyak nilam yang dihasilkan berwarna kuning muda sampai kuning tua jernih. Faktor umur dan bagian tanaman berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen, indeks bias, bilangan asam dan bilangan ester serta tidak berpengaruh nyata terhadap nilai bobot jenis dan putaran optik. Bertambahnya umur tanaman nilam dan bagian tanaman yang semakin menuju ke arah akar cenderung meningkatkan nilai bobot jenis, indeks bias, putaran optik, bilangan ester, namun cenderung menurunkan nilai rendemen minyak. Seluruh minyak nilam yang dihasilkan dapat larut dengan baik dalam alkohol 95% dengan kelarutan 1:1 sampai 1:2. Komponen mayor penyusun minyak nilam adalah patchouli alkohol, α-guaien, α-bulsene, seychellene, α-patchoulen, β-caryophyllene, 4,5Dimethoxy-2-methyilphenol, dan eugenol benzoat. Sedangkan komponen minornya adalah caryophyllene oxide, viridiflorol, pogostol, norpatchoulenol, dan nortetrapatchoulenol. Minyak nilam akar 9 bulan merupakan minyak nilam dengan komponen paling lengkap dibandingkan minyak nilam lain dengan 35 komponen. Komponen penyusun minyak nilam terdiri atas golongan terpen dan terpen-O. Dari hasil analisa Gas Chromatography-Mass Spaktroscopy (GCMS), terjadi penurunan kadar golongan terpen dan peningkatan golongan terpen-O dalam minyak seiring dengan bertambahnya umur dan bagain tanaman yang semakin menuju ke arah akar. Hal tersebut diduga karena adanya transformasi gugus fungsi pada reaksi biosintesis sekunder dalam tanaman nilam yang dapat merubah golongan terpen menjadi terpen-O dan terpen-O menjadi terpen-O yang lain. Berdasarkan metode pembobotan, didapatkan kombinasi perlakuan terbaik, yaitu minyak nilam akar 9 bulan dengan rendemen 0.61%, bobot jenis (25oC) 0.98175, indeks bias (20oC) 1.51945, putaran optik (-) 55.68, kelarutan minyak dalam alkohol 1:1, bilangan asam 0.605, bilangan ester 11.175,
konsentrasi Patchouli alkohol sebesar 44.36% dan komponen penyusun minyak sebanyak 35 komponen. B. SARAN 1. Pada proses penyulingan nilam, sebaikanya akar disuling bersamaan dengan bagian tanaman nilam yang lain untuk efesiensi penyulingan (menghasilkan rendemen minyak yang tinggi) dan dapat meningkatkan kadar patchouli alkoholnya. 2. Perlu adanya kajian tentang studi kelayakan sebagai lanjutan dari penelitian ini. 3. Perlu disosialisasikan kepada para petani dan penyuling nilam tentang pemanfaatan akar sebagai salah satu sumber minyak nilam.
DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 1980. Hasil Penelitian Minyak Nilam. Komunikasi No. 21. Periode 1979/1980. Balai Penelitian Kimia, Aceh. Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004. Nilam. Statistik Perkebunan Indonesia. 2001-2003. 23 hal. Dummond, H.M., 1960. Patchouli oil. Journal of Perfumery and Essential Oil Record. 484-492 p. Essential Oil Association of USA, 1975. EOA Spesifications and Standards. New York : EOA USA. Forma, M.W. 1979. Physical Properties of Fats and Fatty Acids. di dalam D. Swern (ed.). Bailey‟s Industrial Oil and Fats Products. John Willey and Sons, New York Furia. S dan Bellanca. 1975. In vitro evaluation of antioxidant activity of essential oils and their components. Flavour and Fragrance Journal, 15, 12–16. Grainge, E. and S. Ahmed, 1987. Handbook of plant with pest control properties. A Wiley-Intercience Publication, New York. Guenther, E. 1948. The Essential Oils. Volume I. Robert E. Krienger Publising Company, New York. Guenther. E. 1952. The Essential Oils. Volume II. Robert E. Krienger Publising Company, New York. Guenther, E. 1987. The Essential Oils. Volume IV. Robert E. Krienger Publising Company, New York. Ibnusantoso, E.A, 2000. Perkembangan Penelitian Nilam. Edisi Khusus Littro. Vol. VI. No. 2, 2000. 7 hal. Imran. 1994. Pengaruh Peubah Lingkungan Fisik Terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Kandungan Minyak Nilam (Pogostemon cablint Benth). Tesis. Fateta-IPB, Bogor Irfan. 1989. Pengaruh Lama Pengeringanginan dan Perbandingan Daun dengan Batang Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Nilam (Pogostemon cablint Benth). Skripsi. Fateta-IPB, Bogor.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Penerbit Balai Pustaka, Jakarta Lutony, T.L dan Y. Rahmayanti. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta. Mangun, M.S.H. 2005. Nilam. Penebar Swadaya. Jakarta. Mardiningsih, T.L., Triantoro, S.L., Tobing dan S. Rusli, 1995. Patchouli oil product as insect repellent. Indust. Crops. Res. Journal 1 (3) : 152-158. Mardiningsih, T. L., Wikardi, E. A, Wiratno dan Ma‟mun. 1998. Nilam Sebagai Bahan Baku Insektisida Nabati. Monograf Nilam. Balai Besar Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Nurdjanah, N., A. Rifai, Afifah dan Zamaludin. 1998. Monograf Nilam. Balai Besar Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Pomeranz, Z. W dan C. E. Meloan. 1977. Food Analysis : Theory and Practice. AVI Publishing Company. Inc., Connecticut. Robin, S.R.J., 1982. Selected market for the essential oils of patchouli and vetiver. Tropical Product Institute Ministry of Overseas Development. Great Britain G. 167: 7-20. . Rusli, S. 1974. Pengruh Kepadatan dan Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Nilam. Pemberitaan LPTI 17:52-60. Balai Besar Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Rusli, S dan M. Hasanah. 1976. Cara Penyulingan Daun Nilam Mempengaruhi rendemen dan Mutu Minyaknya. Pemberitaan No. 24. Lembaga Penelitian Industri, Bogor. Rusli, S. I.M. Tasma, Pandji L dan Kemala. 1979. Potensi, Budidaya, Mutu dan Paket Usaha Beberapa Jenis Tanaman Minyak Atsiri. Makalah Temu Tugas Perkebunan . Balai Besar Tanaman rempah dan Obat, Bogor. Sarwono B, 1998. Budidaya Nilam di Purbalingga. Trubus 343-Th XXIX- Juni 1998. 77–78 Sastroamidjojo. B. 2002. Isolasi, Identifikasi dan Sintesis Turunan Patchouli Alkohol Dari Minyak Nilam. Tesis Fakultas Pasca Sarjana. Yogkarta : UGM Sell, C.S. 2003. A Fragrant Introduction to Terpenoid Chemistry. The Royal Sociaty of Chemistry. Cambridge, United Kingdom.
Standar Nasional Indonesia (SNI).1991. Minyak Nilam (Patchouli oil). SNI 062385-1998. UDC: 665.52. 16 Hal. Sudaryani, T dan E. Sugiharti. 1989. Budidaya dan Penyulingan Nilam. Seri Pertanian LXXXIX/287. PS. Penebar Swadaya, Jakarta. Sukirman, W dan S. Aiman. 1979. Beberapa Kemungkinan Perbaikan Penyulingan Minyak Nilam. Makalah Pada Pekan Diskusi Minyak Atsiri, Aceh. Syaifudin. 1993. ” Pengaruh Jenis Wadah dan Lama Penyimpanan terhadap Mutu Minyak Nilam” Skripsi. Fateta-IPB, Bogor. Tan, H.S. 1962. Minyak Atsiri. Balai Penelitia Kimia PNPR. Nupiksa-yasa Deperinda. Penerbit Kantor dan Penyuluhan Deperinda, Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Ekspor Minyak Nilam Indonesia Tahun 2000-2006
Tahun
January Nilai/ Value (US $)
January Berat/ Weight (kg)
February Nilai/ Value (US $)
February Berat/ Weight (kg) 113,190
March Nilai/ Value (US $) 847,864
March Berat/W eight (kg) 52,454
2000
1,935,089
127,681
1,950,644
2001
588,049
34,667
413,885
37,803
947,159
61,302
2002
1,885,200
85,941
532,975
24,369
1,437,593
78,328
2003
1,496,157
112,136
1,582,487
88,064
1,787,163
106,066
2004
774,705
43,029
669,620
37,512
186,801
18,140
2005
4,528,347
304,341
2,884,864
187,556
3,367,849
182,369
2006
2,752,672
162,858
4,332,752
260,005
3,861,602
284,239
Lampiran 2. Kesesuaian tanah dan iklim bagi tanaman nilam
Parameter
Sangat sesuai
Ketinggian (m dpl)
100 - 400
Tingkat kesesuaian Kurang Sesuai sesuai 0 - 100, > 700 400 - 700
Tidak sesuai > 700
Tanah : Andosol Latosol
Regosol Podsolik Kambisol
Lainnya
Lainnya
2. Drainase
Baik
Agak baik
Agak baik
Terhambat pasir
3. Tekstur
Lempung
Liat dan berpasir
Lainnya
Lainnya
> 100
75 - 100
50 - 75
< 50
5,5 – 7 2-3 16 - 25 > 1,0 > 17
5 – 5,5 3-5 10 - 15 0,6 – 1,0 5 - 16
4,5 - 5 <1 > 25 0,2 – 0,4 <5
< 4,5 -
2300 - 3000
1750 - 2300 300 - 3500
120 - 180
100 - 120 180 - 210
10 – 11
7-9
70 - 90
60 - 70
24 - 28
24 - 25 26 - 28
1. Jenis tanah
4. Kedalaman air tanah 5. pH 6. C-Organik (%) 7. P2O5 (ppm) 8. K2O (me/100g) 9. KTK (me/100 g) Iklim : 1. Curah hujan tahunan (mm) 2. Hari hujan tahunan (mm) 3. Bulan basah per tahun 4. Kelembaban udara (%) 5. Temperatur ( 0C) Sumber : Balitro 1998
> 3500 1200 1750 210 - 230 85 - 100 < 11 5-6 50 - 60 > 90 23 - 24 28 - 29
> 5000 < 1200 < 230 < 85 < 85 <5 < 50 < 23 > 29
Lampiran 3. Perbedaan antara ketiga sistem penyulingan minyak atsiri
Keterangan
(a) Air
Sistem Penyulingan (b) Air dan uap Agak lebih rumit, biaya lebih besar dari pada tipe (a). Tipe yang lebih kecil dapat dipindah-pindahkan dan dipasang di lapangan
Tipe alat penyuling
Sederhana, murah, alat penyuling dapat dipindahkan, mudah dipasang di daerahdaerah produksi
Jenis bahan olah
Paling baik untuk menyuling bahan oleh tertentu, terutama bahan yang dihaluskan, juga untuk bunga yang mudah menggumpal jika terkena uap panas langsung. Kurang baik untuk menyuling bahan yang mengandung konstituent yang dapat disabunkan dan larut dalam air atau yang bertitik didih tinggi
Cocok untuk bahan olah berupa rumput dan daun-daunan
Keadaan hasil rajangan
Hasil minyak terbaik diperoleh dari bahanbahan yang berupa bubuk halus
Ukuran bahan olah harus seragam dan tidak terlalu halus. Biji yang berbentuk granula akan menghasilkan minyak yang bermutu baik
Cara pengisian bahan olah
Bahan olah harus seluruhnya terendam dalam air
Bahan harus terisi dengan homogen ke dalam ketel suling
Tekanan uap di Biasanya berkisar dalam ketel diantara 1 atmosfir penyulingan
Biasanya berkisar diantara 1 atmosfir
(c) Uap Konstruksinya lebih kuat dan tahan lama (awet) daripada tipe (a) dan (b). Dapat diterapkan pada skala besar
Cocok untuk semua macam bahan, yaitu bahan yang akan membentuk jalur uap (rat holes). Sangat baik terutama untuk bahan berupa biji, akar dan kayu yang mengandung minyak Ukuran bahan olah harus seragam dan tidak terlalu halus. Biji yang berbentuk granula akan menghasilkan minyak yang bermutu baik Sama seperti (b). Cara pengisian yang kurang baik akan mengakibatkan terbentuknya jalur uap di antara bahan, sehingga menghasilkan rendemen minyak yang rendah. Dapan dikondisikan (uap tekanan tinggi atau uap tekanan rendah) sesuai dengan kondisi
bahan
Keadaan
Baik, jika bahan diisi dengan baik dan dapat bergerak bebas dalam air mendidih
Temperatur dalam ketel
± 100oC, harus dilakukan hati-hati, suhu dalam ketel penyulingan tidak boleh terlalu panas. Air yang menguap harus diganti secara kontinu
Hidrolisa konstituen
Kondisi pengisian bahan
Mudah terjadi pada minyak yang berkadar eter tinggi
Bik, jika bahan seluruhnya terendam dan dapat nergerak bebas dalam air
Efesiensi Relatif rendah penyulingan Pada beberapa kondisi Rendemen cukup rendah, akibat minyak proses hidrolisa juga
Baik
Baik jika menggunakan uap sedikit basah. Penyulingan dengan uap yang terlalu panas atau uap betekanan terlalu tinggi akan mengeringkan bahan, mempersulit difusi dan menghasilkan rendemen minyak yang rendah
Sekitar 100oC
Dapat dimodifikasi (uap jenuh atau uap panas) sesuai dengan keadaan bahan olah
Hidrolisa terjadi agak lambat, terutama jika suhu ketel agak tinggi dan perpanjangan waktu penyulingan, serta kondensat uap kembali ke dalam ketel Baik, jika bahan dirajang dan diisi secara homogen. Perpanjangan waktu penyulingan menyebabkan pembasahan bahan oleh kondensasi uap dan penggumpalan bahan dalam ketel. Oleh sebab itu ketel suling harus diisolasi dengan baik.
Biasanya proses hidrolisa yang terjadi relatif kecil
Perpanjangan waktu penyulingan dengan uap basah akan menyebabkan berlimpahnya kondensasi uap di dalam ketel suling dan terjasinya penggumpalan bahan dalam ketel
Agak tinggi
Tinggi
Cukup tinggi jika tidak terjadi pendinginan berlebihan dan
Tinggi, jika bahan dirajang dengan baik, diisi ke dalam
karena konstituen minyak yang bertitik didih tinggi tertinggal dalam air yang terdapat dalam ketel
Mutu minyak
Air suling
Tergantung pada prses pelakuan. Peristiwa gosong terhadap bahan dalam ketel harus dihindari, terutama bila penyulingan dilakukan dengan api langsung Air suling dalam beberapa kondisi harus disuling kembali atau lebih baik dikembalikan ke dalam ketel suling selama proses penyulingan berlangsung (sistem kohobasi). Air suling terutama mengandung hasil dari prose hidrolisa minyak
penggumpalan bahan, yang akan mencegah penetrasi uap melalui seluruh bagian bahan dan akan menghasilkan rendemen minyak yang rendah dan sifat yang tidak normal
ketel dengan kondisi penyulingan yang cukup baik. Penggumpalan bahan dapat menyebabkan rendemen minyak rendah dan tidak normal
Biasanya baik
Baik, apabila proses penyulingan dilakukan dalam kondisi baik
Jika proses pemisahan minyak berlangsung baik, maka air suling dapat langsung dibuang
Jika proses pemisahan minyak berlangsung baik, maka air suling dapat langsung dibuang
Lampiran 4. Prosedur Analisis Karakterisasi Minyak Atsiri 1. Kadar Air Prinsip : Air dalam jaringan tanaman diekstrak dengan cairan yang saling tidak melarut sehingga membentuk dua fasa. Prosedur : Metode pengukuran kadar air yang digunakan adalah Bidwell-Sterling. Sebanyak 10 gram bahan dimasukkan ke dalam labu berukuran 500 ml, dan ditambahkan 200 ml toluen sampai bahan terendam. Lalu labu dipasangkan pada aufhauser yang dilengkapi dengan pendingin tegak (kondensor) dan dididihkan selama 1 jam sampai semua air dalam bahan tersuling. Jika jumlah air tidak bertambah lagi, maka penyulingan dihentikan. Volume air yang tersuling dapat dibaca pada skala yang terdapat pada aufhauser. Perhitungan : Kadar air % wb
volume air ml
Bobot contoh gr
100%
2. Rendemen (SNI 06-2385-1998) Prinsip : Rendemen minyak dihitung berdasarkan perbandingan antara volume minyak yang dihasilkan dari penyulingan dengan berat bahan yang disuling dan dinyatakan dalam satuan persen. Perhitungan : Re ndemen min yak % wb
volume min yak ml berat bahan gr
100%
3. Bobot Jenis (SNI 06-2385-1998) Prinsip : Nilai bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan minyak atsiri pada volume dan suhu tertentu dengan kerapatan air pada volume dan suhu yang sama.
Prosedur : Piknometer dicuci dan dibersihkan, kemudian dibilas dengan etanol atau dietil eter. Bagian dalam piknometer dikeringkan dengan arus udara kering dan tutupnya disisipkan. Piknometer diletakkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan ditimbang (m). Piknometer diisi dengan air suling terlebih dahulu, lalu dididihkan dan didinginkan sampai suhu 20 ºC, sambil menghindari adanya gelembung-gelembung. Piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 20 ºC ± 0,2 ºC selama 30 menit dan atur permukaan air suling sampai garis tanda. Piknometer dibiarkan di dalam timbangan selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya (m1). Setelah itu, piknometer dikosongkan dan dicuci dengan etanol dan dietil eter, lalu dikeringkan dengan arus udara kering. Piknometer diisi dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung-gelembung udara. Piknometer dicelupkan kembali ke dalam penangas air pada suhu 20 ºC ± 0,2 ºC selama 30 menit dan permukaan minyak diatur sampai garis tanda. Piknometer dikeringkan dan tutupnya disisipkan. Piknometer dibiarkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan ditimbang (m2). Perhitungannya : 20 Bobot jenis d 20
m2 m m1 m
Keterangan : m adalah bobot piknometer kosong m1 adalah bobot piknometer berisi air pada suhu 20 ºC m2 adalah bobot piknometer berisi minyak atsiri pada suhu 20 ºC 4. Indeks Bias (SNI 06-2385-1998) Prinsip : Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan kecepatan cahaya di dalam suatu zat tertentu pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri dihasilkan dari adanya cahaya datang dan menembus dua media dengan garis normal. Cahaya tersebut akhirnya dibelokan atau
dibiaskan menuju garis normal. Jika sinar monokromatis melewati suatu media (A) ke media lain yang lebih padat (B), maka akan terjadi perubahan kecepatan dan pembiasan sinar tersebut mendekati garis normal atau sudut sinar datang (iA) lebih besar dari sudut sinar bias (iB). Perbandingan sinus sudut sinar datang dengan sinus sudut sinar bias ini disebut indeks bias. Prosedur : Sebelum digunakan, prisma refraktometer dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol. Contoh minyak diteteskan di atas prisma refraktometer, prisma dirapatkan dan dibiarkan beberapa menit agar suhu minyak merata. Sebelum ditaruh didalam alat, minyak harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan. Dengan mengatur slide maka akan diperoleh batas terang dan gelap yang jelas dan jika garis ini berhimpit dengan titik potong dua garis yang bersilang, maka indeks bias telah dapat dibaca pada skala. Perhitungan : Indeks bias Dt n n Dt1 0.0004t1 t
Keterangan : n Dt1 pembacaan dilakukan pada suhu pengerjaan t1
0.04 = faktor koreksi untuk indeks bias minyak nilam setiap derajat 5. Putaran Optik Putaran optik adalah kemampuan minyak atsiri untuk memutar bidang polarisasi cahaya, baik itu kea rah kanan (dextro rotary) dengan tanda (+) atau kea rah kiri (levo rotary) dengan tanda (-). Metode putaran optik didasarkan pada pengukuran sudut sinar terpolarisasi yang diputar oleh contoh minyak atsiri sepanjang 10 cm. Prosedur : Sumber cahaya dinyalakan dan ditunggu sampai diperoleh kilauan maksimum sebelum alat digunakan. Ditentukan titik nol pembacaan skala dengan tabung berisi air suling pada suhu 25 ºC. Tabung polarimeter diisi dengan cairan contoh yang bersuhu 25 ºC hingga penuh, hindari terbentuknya
gelembung udara dalam tabung. Tabung yang berisi contoh diletakkan ke dalam alat polarimeter, baca putaran optik pada cakam skala. Perhitungan : Perhitungan puaran optik harus dinyatakan dalam derajat lingkar sampai mendekati 0,01 º. Putaran optik dekstro harus diberi tanda positif (+) dan putaran levo harus diberi tanda negatif (-). Bila tabung yang digunakan berukuran panjang 200 mm, maka hasil pembacaan adalah separuh dari angka yang dibaca. Bagian dari satu derajat dinyatakan dengan desimal (30 menit = 0,5 derajat; 30 detik = 0,5 menit). 6. Bilangan Asam (SNI 06-2385-1998) Prinsip : Netralisasi asam-asam bebas dengan menggunakan larutan basa (alkali encer). Jumlah asam bebas ini dinyatakan sebagai bilangan asam. Prosedur : Minyak ditimbang sebanyak 4 ± 0,05 gram dalam erlenmeyer 500 ml dilarutkan dalam 5 ml etanol netral. Indikator PP ditambahkan sebanyak 5 tetes. Kemudian dititrasi dengan larutan KOH alkohol 0,1 N dalam etanol sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Perhitungan : Bilangan asam
ml KOH N KOH 56,1 Bobot contoh gram
7. Bilangan Ester (SNI 06-2385-1998) Prinsip : Bilangan ester adalah jumlah mg kalium hidroksida yang dibutuhkan untuk menyabunkan ester yang terdapat dalam satu gram minyak. Reaksi penyabunannya adalah : RCOOR‟ + KOH Prosedur : a. Pengujian blanko
RCOOK + R‟OH
Labu penyabunan diisi dengan beberapa potong labu didih. Lalu ditambahkan 5 ml etanol dan 25 ml larutan KOH 0,5 N dalam alkohol. Kemudian labu tersebut direfluks di atas penangas air selama satu jam. Setelah larutan dingin ditambahkan 5 tetes larutan PP kemudian dinetralkan dengan HCL 0,5 N. b. Pengujian contoh Pada kondisi yang sama contoh sebanyak 4 ± 0,05 gram dimasukkan ke dalam labu lalu ditambahkan 25 ml larutan KOH 0,5 N dalam alkohol dan beberapa batu didih. Kemudian dipanaskan di atas penangas air selama satu jam. Lalu larutan dibiarkan menjadi dingin. Larutan indikator PP dalam etanol ditambahkan sebanyak 5 tetes dan netralkan dengan HCL 0,5 N. Perhitungan : Bilangan ester
b a N
HCL 56,1
Bobot contoh gram
8. Kelarutan dalam Etanol 90 % (SNI 06-2385-1998) Prinsip : Kelarutan menunjukkan kemampuan dua atau lebih senyawa untuk saling melarutkan satusama lain tanpa adanya reaksi kimia yang membentuk suatu larutan (homogeneus molekular). Suatu senyawa berwujud cahaya akan larut dalam suatu pelarut pada perbandingan tertentu jika polaritasnya sama atau mendekati polaritas pelarut. Prosedur : Sebanyak 1 ml contoh minyak dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml. Kemudian ditambahkan etanol 90 % dari buret hingga rata. Setiap penambahan 0,5 etanol 90 % dari buret dikocok hingga rata. Setiap penambahan etanol 90 % diamati sifat kelarutannya apakah larut jernih atau keruh. Batas jumlah penambahan etanol sampai 10 ml. Cara menyatakan hasil : Kelarutan dalam x % (v/v) etanol = 1 volume dalam y volume, menjadi keruh dalam z volume.
Lampiran 5. Hasil kadar air bahan baku nilam Kadar air
Rata-rata
Nilam pucuk (ruas 1-5) 1. 5 bulan
10,38%
2. 7 bulan
13,08%
3. 9 bulan
12,78%
12,06%
Nilam tengah (ruas 6-10) 1. 5 bulan
13,7%
2. 7 bulan
11,3%
3. 9 bulan
11,7%
12,23%
Nilam akar 1. 5 bulan
13,8%
2. 7 bulan
12,4%
3. 9 bulan
13,2%
12,8%
Lampiran 6. Hasil Analisa Mutu Minyak Nilam Rendemen Pucuk (ruas 1-5) 1. 5 bulan 2. 7 bulan 3. 9 bulan Tengah (ruas 6-10) 1. 5 bulan 2. 7 bulan 3. 9 bulan Akar 1. 5 bulan 2. 7 bulan 3. 9 bulan
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
3.40% 2.80% 2.60%
3.50% 2.80% 2.55%
3.45% 2.80% 2.58%
2.40% 2.10% 1.70%
2.30% 2.00% 1.60%
2.35% 2.05% 1.65%
0.80% 0.65% 0.60%
0.79% 0.72% 0.62%
0.80% 0.69% 0.61%
Bobot jenis Pucuk (ruas 1-5) 5 bulan 7 bulan 9 bulan Tengah (ruas 6-10) 5 bulan 7 bulan 9 bulan Akar 5 bulan 7 bulan 9 bulan
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
0.9587 0.9625 0.9665
0.9508 0.964 0.9643
0.95475 0.96325 0.9654
0.9669 0.9679 0.9684
0.9673 0.9681 0.9689
0.9671 0.968 0.96865
0.981 0.9812 0.9823
0.9779 0.981 0.9825
0.97945 0.9811 0.9824
Indeks bias Pucuk (ruas 1-5) 5 bulan 7 bulan 9 bulan Tengah (ruas 6-10) 5 bulan 7 bulan 9 bulan Akar 5 bulan 7 bulan 9 bulan
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
1.505 1.506 1.5067
1.5062 1.506 1.5067
1.5056 1.506 1.5067
1.5068 1.5081 1.51
1.5067 1.5079 1.5115
1.50675 1.508 1.51075
1.5163 1.5167 1.5205
1.515 1.5171 1.5184
1.51565 1.5169 1.51945
Putaran optik Pucuk (ruas 1-5) 5 bulan 7 bulan 9 bulan Tengah (ruas 6-10) 5 bulan 7 bulan 9 bulan Akar 5 bulan 7 bulan 9 bulan
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
-50.12 -52.3 -53.3
-50.12 -52.57 -53
-50.12 -52.435 -53.15
-53.84 -53.55 -54
-56.64 -53.48 -54.03
-55.24 -53.515 -54.015
-56.21 -57 -56
-56.25 -56.21 -57.11
-56.23 -56.605 -56.555
Bilangan asam Pucuk (ruas 1-5) 5 bulan 7 bulan 9 bulan Tengah (ruas 6-10) 5 bulan 7 bulan 9 bulan Akar 5 bulan 7 bulan 9 bulan
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
4.57 2.34 1.63
3.42 2.21 1.85
3.995 2.275 1.74
1.73 1.68 1.05
1.9 1.83 1.18
1.815 1.755 1.115
1.03 0.83 0.63
1.03 0.85 0.58
1.03 0.84 0.605
Bilangan ester Pucuk (ruas 1-5) 5 bulan 7 bulan 9 bulan Tengah (ruas 6-10) 5 bulan 7 bulan 9 bulan Akar 5 bulan 7 bulan 9 bulan
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
4.67 4.78 5.71
5.17 4.75 5.73
4.92 4.765 5.72
6.67 7.81 8.46
6.83 7.78 8.13
6.75 7.795 8.295
8.58 10.49 11.54
9.12 10.12 10.81
8.85 10.305 11.175
Lampiran 7a. Hasil Faktorial Rancangan Acak Lengkap Rendemen Minyak Nilam Hasil Faktorial RAL Rendemen The GLM Procedure Class Level Information Class A B
Levels 3 3
Values Akar Pucuk Tengah 579
Number of Observations Read Number of Observations Used
18 18
Dependent Variable: respon Source
DF
Model Error
8 9 17
Corrected Total
Sum of Squares
Mean Square
Pr > F
F
Value
16.62990000 2.07873750 0.02395000 0.00266111 16.65385000
781.15
<.0001
** jika nilai-p < 0.05 maka rancangan Faktorial nyata atau minimal ada satu faktor yang berbeda nyata R-Square 0.998562
Coeff Var 2.736656
Root MSE 0.051586
Respon Mean
1.885000
** R-sq 99,86% keragaman dari respon mampu dijelaskan oleh faktor2 yang terdapat dalam model sedangkan 0,14% dijelaskan oleh faktor lain diluar model
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
A B A*B
2 2 4
15.27610000 1.04693333 0.30686667
7.63805000 0.52346667 0.07671667
2870.25 196.71 28.83
<.0001 <.0001 <.0001
** karena nilai-p < dari alpha 5% maka interaksi antara A dan B nyata
Hasil Faktorial RAL Rendemen The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 .06737
: 0.05 :9
: 0.002661 3 .07032
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A B C Duncan Grouping A B C
Mean
N
A
2.94167 2.01667 0.69667
6 6 6
Pucuk Tengah Akar
Mean
N
A
2.19833 1.84500 1.61167
6 6 6
5 7 9
Uji Lanjut Interaksi (kombinasi Perlakuan ) The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means 2 Critical Range .1167
3 .1218
4 .1247
: 0.05 :9 : 0.002661
5 6 .1266 .1278
7 .1285
8 .1290
9 .1293
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
A
A
3.45000
2
Pucuk_5
B
2.80000
2
Pucuk_7
C
2.57500
2
Pucuk_9
D
2.35000
2
Tengah_5
E
2.05000
2
Tengah_7
F
1.65000
2
Tengah_9
0.79500
2
Akar_5
0.68500
2
Akar_7
0.61000
2
Akar_9
G G H G H H
Lampiran 7b. Hasil Faktorial Rancangan Acak Lengkap Bobot Jenis Minyak Nilam Hasil Faktorial RAL Bobot jenis The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
8 9
Sum of Squares 0.00135958 0.00003982
17
0.00139940
DF
Model Error Corrected Total R-Square 0.971545
Coeff Var 0.216847
Mean Squar 0.00016995 0.00000442
F Value 38.41
Root MSE Mean 0.002103
Pr > <.0001
respon 0.970011
Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F A 2 0.00122155 0.00061077 138.05 <.0001 B 2 0.00008187 0.00004094 9.25 0.0066 A*B 4 0.00005616 0.00001404 3.17 0.0693 ** karena nilai-p dari interaksi > 0.05 maka A dan B tidak berinteraksi Hasil Faktorial RAL Bobot jenis The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon .
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
: 0.05 : 9 : 4.424E-6
2 .002747
3 .002867
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
A
A B C
0.980983 0.967917 0.961133
6 6 6
Akar Tengah Pucuk
Hasil Faktorial RAL Bobot jenis The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon . Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 .002747
: 0.05 : 9 : 4.424E-6 3 .002867
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
B
A A A
0.972150
6
9
0.970783
6
7
B
0.967100
6
5
Lampiran 7c. Hasil Faktorial Rancangan Acak Lengkap Indeks Bias Minyak Nilam Hasil Faktorial RAL Indeks bias The GLM Procedure Class Level Information Dependent Variable: respon Sum of Squares
Mean Square
Source
DF
Model
8
0.00044330 0.00005541
Error
9
0.00000430 0.00000048
Corrected Total
17
0.00044760
R-Square 0.990393 Source A B A*B
DF 2 2 4
Coeff Var 0.045755 Type I SS 0.00041097 0.00002496 0.00000737
Root MSE 0.000691 Mean Square 0.00020549 0.00001248 0.00000184
Pr > F F Value 115.98
Respon Mean 1.510700 F Value 430.09 26.12 3.85
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 .0009027
<.0001
: 0.05 : 9 : 4.778E-7 3 .0009423
Pr > F <.0001 0.0002 0.0430
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A B C
Mean 1.5173333 1.5085000 1.5062667
Duncan Grouping A B B B
N 6 6 6
A Akar Tengah Pucuk
Mean 1.5123000 1.5103000
N 6 6
B 9 7
1.5095000
6
5
Uji Lanjut Interaksi (kombinasi perlakuan) The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
: 0.05 : 9 : 4.778E-7
Number of 2 3 4 5 6 7 8 9 Means Critical Range .001564 .001632 .001671 .001696 .001712 .001722 .001728 .001732 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A B B B C D D E D E D E D E E E E
Mean 1.5194500 1.5169000
N 2 2
A Akar_9 Akar_7
1.5156500 1.5107500 1.5080000
2 2 2
Akar_5 Tengah_9 Tengah_7
1.5067500
2
Tengah_5
1.5067000
2
Pucuk_9
1.5061000
2
Pucuk_5
1.5060000
2
Pucuk _7
Lampiran 7d. Hasil Faktorial Rancangan Acak Lengkap Putaran Optik Minyak Nilam Hasil Faktorial RAL Putaran Optik The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
DF
Model Error Corrected Total
8 9
Sum of Mean Square Square 50.31780000 6.28972500 5.98180000 0.66464444
17
56.29960000
R-Square 0.893751 Source A B A*B
Coeff Var -1.518453
DF 2 2 4
FValue
Pr > F
9.46
0.0014
Root MSE 0.815257
Respon Mean -53.69000
Type I SS
Mean Square 39.33210000 19.6660500 2.26503333 1.13251667 8.72066667 2.18016667
F Value 29.59 1.70 3.28
Hasil Faktorial RAL Putaran Optik The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
: 0.05 : 9 : 0.664644
Number of Means Critical Range
3 1.111
2 1.065
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A B B B
Mean -51.6850 -54.1800
N 6 6
A Pucuk Tengah
-55.2050
6
Akar
Pr > F 0.0001 0.2357 0.0641
Hasil Faktorial RAL Putaran Optik The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
B
A A A A A
-53.2467
6
5
-53.7083
6
7
-54.1150
6
9
Lampiran 7e. Hasil Faktorial Rancangan Acak Lengkap Bilangan Asam Minyak Nilam Hasil Faktorial RAL Bilangan Asam The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source DF Model Error Corrected Total R-Square 0.958114
8 9 17
Sum of Squares 16.68674444 0.72950000 17.41624444
Coeff Var 16.89073
Source
DF
Type I SS
A B A*B
2 2 4
10.35021111 3.84297778 2.49355556
Mean Square 2.08584306 0.08105556
Root MSE 0.284703
F Value
Pr > F
25.73
<.0001
Respon Mean 1.685556
Mean Square 5.17510556 1.92148889 0.62338889
F Value 63.85 23.71 7.69
Hasil Faktorial RAL Bilangan Asam The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
2 .3718
: 0.05 : 9 : 0.081056 3 .3881
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A B C
Mean 2.6700 1.5617 0.8250
N 6 6 6
A Pucuk Tengah Akar
Pr > F <.0001 0.0003 0.005
Duncan Grouping A B C
Mean 2.2800 1.6233 1.1533
N B 6 5 6 7 6 9
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon
Number of Means Critical Range
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square
: 0.05 : 9 : 0.081056
2 3 4 5 .6440 .6722 .6885 .6986
6 .7051
7 8 9 .7093 .7119 .7134
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A B B B B C B C B C B C C D D D D D D D
Mean 3.9950 2.2750
N 2 2
A Pucuk_5 Pucuk_7
1.8150
2
Tengah_5
1.7550
2
Tengah_7
1.7400
2 2
Pucuk_9
1.1150
Tengah_9
1.0300
2
Akar_5
0.8400
2
Akar_7
0.6050
2
Akar_9
Lampiran 7f. Hasil Faktorial Rancangan Acak Lengkap Bilangan Ester Minyak Nilam Hasil Faktorial RAL Bilangan Ester The GLM Procedure Dependent Variable: respon Source
DF
Model 8 Error 9 Corrected Total 17 R-Square 0.991974
Sum of Squares 83.30864444 0.67405000 83.98269444 Coeff Var 3.591712
Source
DF
Type I SS
A B A*B
2 2 4
74.25221111 7.26967778 1.78675556
Mean Square 10.41358056 0.07489444
Root MSE 0.273668
F Value 139.04
Pr > F <.0001
Respon Mean 7.619444
Mean F Value Square 37.12610556 495.71 3.63483889 48.53 0.44668889 5.96
Pr > F <.0001 <.0001 0.0126
Hasil Faktorial RAL Bilangan Ester The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means Critical Range
: 0.05 : 9 : 0.074894
2 .3574
3 .3731
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A B C
Mean 10.1100 7.6133 5.1350
N 6 6 6
A Akar Tengah Pucuk
Duncan Grouping A B C
Mean
N
B
8.3967 7.6217 6.8400
6 6 6
9 7 5
Uji Lanjut untuk Interaksi (Kombinasi Perlakuan ) The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for respon Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means 2 3 Critical Range .6191 .6462
4 .6618
: 0.05 : 9 : 0.074894
5 .6715
6 .6777
7 .6818
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A B C C D C D D E F G G G
Mean 11.1750 10.3050 8.8500
N 2 2 2
A Akar_9 Akar_7 Akar_5
8.2950
2
Tengah_9
7.7950 6.7500 5.7200 4.9200
2 2 2 2
Tengah_7 Tengah_5 Pucuk_9 Pucuk_5
4.7650
2
Pucuk_7
8 .6843
9 .6857
Lampiran 8. Hasil Kromatografi Gas Minyak Nilam
Hasil Kromatografi Minyak Nilam Pucuk (Ruas 1-5) Umur 5 Bulan
Hasil Kromatografi Minyak Nilam Pucuk (Ruas 1-5) Umur 7 Bulan
Hasil Kromatografi Minyak Nilam Pucuk (Ruas 1-5) Umur 9 Bulan
Hasil Kromatografi Minyak Nilam Tengah (Ruas 6-10) Umur 5 Bulan
Hasil Kromatografi Minyak Nilam Tengah (Ruas 6-10) Umur 7 Bulan
Hasil Kromatografi Minyak Nilam Tengah (Ruas 6-10) Umur 9 Bulan
Hasil Kromatografi Minyak Nilam Akar Umur 5 Bulan
Hasil Kromatografi Minyak Nilam Akar Umur 7 Bulan
Hasil Kromatografi Minyak Nilam Akar Umur 9 Bulan
Lampiran 9. Perbandingan hasil kromatografi minyak nilam berdasarkan persamaan perlakuan bagian tanaman dan perbedaan perlakuan umur Perbandingan hasil kromatografi gas minyak nilam akar 9 bulan, akar 7 bulan dan akar 5 bulan Umur 9 bulan RT*) Area No (menit) (%) 1 4.47 0.56 2 5.57 0.56 3 6.92 0.13 4 16.94 0.71 5 17.20 0.22 6 17.96 1.33 7 18.57 8.22 8 18.62 5.73 9 18.98 3.27 10 19.05 0.11 11 19.19 0.15 12 19.39 0.19 13 19.51 0.32 14 19.63 0.12 15 19.82 0.19 16 20.01 10.98 17 20.29 0.27 18 20.55 0.46 19 21.60 0.55 20 21.80 0.17 21 22.02 0.13 22 22.11 0.34 23 22.29 0.13 24 22.71 0.44 25 23.09 1.38 26 23.63 22.21 27 23.88 22.15 28 24.00 0.11 -
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 -
Umur 7 bulan RT*) Area (menit) (%) 4.49 0.96 4.83 0.13 5.59 0.62 6.92 0.17 16.94 0.98 17.21 0.31 17.96 18.55 18.61 18.97 19.18 19.39 19.48 19.59 19.79 19.98 20.13 20.47 20.55 21.80 22.01 22.13 22.31 22.71 23.14 23.70 23.95 24.07 -
1.48 9.43 6.26 3.74 0.21 0.23 0.43 0.10 0.25 11.07 0.32 0.51 0.11 0.27 0.16 0.29 0.14 0.34 1.04 21.70 22.13 0.13 -
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Umur 5 bulan RT*) Area (menit) (%) 5.53 0.98 15.73 0.21 16.98 1.25 17.24 0.87 17.68 1.02 18.04 1.72 18.63 10.47 18.69 7.11 19.02 4.01 19.13 0.18 19.24 0.16 19.39 0.21 19.51 0.86 19.72 0.73 19.83 11.34 20.12 0.46 20.39 0.75 20.54 0.21 21.55 0.13 21.81 0.24 22.02 0.28 22.10 0.38 22.21 0.19 22.31 0.37 23.28 1.14 24.08 21.72 24.17 19.17 24.22 3.41
29 30 31 32 33 34 35 36
24.87 25.61 25.80 25.96 26.11 27.02 30.48 38.45
3.69 3.48 0.82 6.68 0.7 6.63 0.13 1.13
29 30 31 32 33 34 35
25.78 25.44 25.93 26.17 27.40 30.69 38.49
2.53 0.63 6.26 0.58 5.74 0.11 1.09
29 30 31 32 33 -
24.58 25.90 26.12 26.20 26.42 -
2.15 0.73 3.68 0.51 5.43 -
Perbandingan hasil kromatografi gas minyak nilam ruas tengah (ruas 6-10) umur 9 bulan, akar 7 bulan dan akar 5 bulan Umur 9 bulan RT*) Area No (menit) (%) 1 16.95 1.48 2 17.21 1.02 3 17.36 1.13 4 17.66 0.70 5 17.98 2.37 6 18.59 11.85 7 18.63 7.46 8 19.00 4.27 9 19.07 1.70 10 19.20 0.43 11 19.40 0.50 12 19.70 0.48 13 19.80 2.32 14 19.99 3.49 15 20.32 2.89 16 20.49 12.10 17 21.40 0.20 18 21.48 0.21 19 22.12 1.02 -
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Umur 7 bulan RT*) Area (menit) (%) 15.74 2.25 17.00 2.36 17.24 1.17 17.70 0.83 18.04 3.92 18.69 11.92 18.79 7.86 19.16 4.74 19.21 1.83 19.30 0.49 19.47 0.79 19.52 0.70 19.76 2.46 19.96 3.75 20.03 2.75 20.46 3.11 20.61 12.37 21.48 0.19 22.02 1.35 22.15 0.12
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 -
Umur 5 bulan RT*) Area (menit) (%) 5.53 0.12 14.67 3.21 15.73 3.17 17.00 1.25 17.24 0.93 17.69 4.03 18.04 12.15 18.70 7.95 18.82 4.90 19.21 2.20 19.30 0.57 19.46 0.41 19.56 0.73 19.70 0.17 19.76 2.58 19.87 3.87 20.03 20.20 20.63 21.80 22.02 -
2.79 3.80 12.39 0.16 0.12 -
20 21 22 23 24 25 -
22.63 23.17 23.39 24.11 24.29 24.53 -
0.27 0.48 1.14 21.59 14.55 3.25 -
26 27 28 29
25.12 25.36 25.58 26.23
3.11 0.68 5.19 0.20
21 22 23 24 25 26 27 28 -
22.67 23.37 24.14 24.25 24.51 24.86 24.93 25.24 -
0.70 0.89 22.18 11.69 3.11 1.9 0.68 4.11 -
22 23 24 25 26 27 28 29 -
22.35 22.69 23.40 24.13 24.25 24.50 24.60 24.86 -
0.19 0.60 0.84 20.87 10.61 4.30 4.05 0.64 -
Perbandingan hasil kromatografi gas minyak nilam ruas pucuk (ruas 1-5) umur 9 bulan, akar 7 bulan dan akar 5 bulan Umur 9 bulan RT*) Area No (menit) (%) 1 14.68 0.08 2 15.73 3.24 3 16.96 3.38 4 17.23 1.95 5 17.68 4.23 6 17.99 12.57 7 18.61 8.03 8 19.04 5.17 9 19.10 2.71 10 19.22 0.59 11 19.42 0.38 12 19.47 0.99 13 19.71 0.23 14 19.82 2.63 15 20.01 3.23 16 20.37 4.03 17 20.52 0.38 18 20.67 12.67 19 20.84 0.16 20 21.78 0.15 21 22.00 0.12 -
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 -
Umur 7 bulan RT*) Area (menit) (%) 15.74 0.21 16.98 4.18 17.23 2.14 17.68 4.93 18.62 13.23 19.05 6.89 19.11 2.79 19.23 1.03 19.43 0.59 19.55 0.47 19.72 8.38 19.83 5.24 20.02 4.30 20.36 4.16 20.53 0.87 20.76 3.15 20.98 12.86 21.41 0.86 21.99 0.14 22.13 0.12 -
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Umur 5 bulan RT*) Area (menit) (%) 15.76 0.23 17.00 4.67 17.26 2.62 18.03 5.19 18.66 14.10 19.09 2.81 19.16 6.94 19.27 2.99 19.37 1.12 19.47 13.79 19.76 0.59 19.86 8.86 20.05 5.26 20.19 4.51 20.42 4.25 20.79 1.11 21.50 13.01 22.05 22.18
0.92 0.13
22 23 24 25 26 27 28
22.41 22.91 23.32 24.04 24.17 24.88 25.42
0.18 0.57 0.81 19.86 14.55 0.51 4.02
21 22 23 24 25 26 27 28
23.00 23.19 23.30 23.41 24.01 24.15 24.87 25.35
0.24 0.42 0.19 0.65 19.20 14.07 0.42 3.96
20 21 22
22.69 22.96 23.07
0.11 0.23 0.39
23 24 25 26 27 28
23.26 23.57 24.09 24.21 24.94 25.41
0.17 0.59 19.06 13.81 0.34 3.84
Lampiran 10a. Hasil Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) Minyak Nilam Pucuk 5 bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
RT *) (menit) 15.76 17.00 17.26 18.03 18.66 19.09 19.16 19.27 19.27
Area (%) 0.23 4.67 2.62 5.19 14.10 2.81 1.94 2.99 1.12
10
19.47
13.79
11
19.76
0.59
12 13 14 15 16 17
19.86 20.05 20.19 20.42 20.79 21.50
8.86 7.92 4.51 4.25 1.11 13.01
18
22.05
0.92
19 20 21 22 23 24 25 26 27
22.18 22.69 22.96 23.07 23.26 23.57 24.09 24.21 24.94
0.13 0.11 0.23 0.39 0.17 0.59 19.06 13.81 0.34
28
25.41
3.84
No
Dugaan komponen
Delta-elemene Beta-patchoulene Beta-elemene Beta-caryophyllene Alpha-guaiene Alpha-elemene Alpha-gurjunene Alpha-elemene Beta-caryophyllene Alpha-guaiene Azulene 1,2… Gamma-gurjunene azulene, 1… Seychellene Alpha-Patchoulene Aciphyllene Delta-Guaiene Beta-Caryophyllene Alpha-Bulnesen 2 (1H)naphtalenone,octahydro… Caryophylene Oxide Caryophylene Oxide Valerenol Viridifrolol Isospathulenol Pogostol Patchouli alcohol Patchouli alcohol Norpatchoulenol 4,5 Dimethoxy 2Methylphenol
Rumus Berat Qual molekul molekul C15H24 204.35 98 C15H24 204.35 98 C15H24 204.35 99 C15H24 204.35 99 C15H24 204.36 99 C15H24 204.36 99 C15H24 204.36 95 C15H24 204.36 98 C15H24 204.36 92 C15H24
204.36
99
C15H24
204.36
97
C16H26 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24
218.38 204.36 204.36 204.36 204.36 204.36
99 98 99 96 97 91
C15H22O
218
99
C13H20O C13H20O C14H18O C14H18O C14H18O C14H24O C15H26O C15H26O C14H24O
192.30 192.30 202 202 202 208.34 222.36 222.36 208.34
90 97 97 50 95 70 97 99 98
C15H24O
220
97
Lampiran 10b. Hasil Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) Minyak Nilam Pucuk 7 bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
RT *) (menit) 15.74 16.98 17.23 17.68 18.62 19.05 19.11 19.23 19.43
Area (%) 0.21 4.18 2.14 4.93 13.23 7.89 2.79 1.03 0.59
10
19.55
0.47
11 12 13 14 15 16 17
19.72 19.83 20.02 20.36 20.53 20.76 20.98
8.38 1.24 4.30 4.16 0.87 3.15 12.86
18
21.41
0.86
19 20 21 22 23 24 25 26 27
21.99 22.13 23.00 23.19 23.30 23.41 24.01 24.15 24.87
0.14 0.12 0.24 0.42 0.19 0.65 19.20 14.07 0.42
28
25.35
3.96
No
Dugaan komponen Delta-elemene Beta-patchoulene Beta-elemene Beta-caryophyllene Alpha-guaiene Alpha-Patchoulene Alpha-elemene Beta-caryophyllene Beta-selinene Gamma-gurjunene azulene, 1… Seychellene Alpha-Gurjunene Alpha-selinene Delta-Guaiene Beta-Caryophyllene Beta-guaiene Alpha-Bulnesen 2 (1H)naphtalenone,octahydro-… Caryophylene Oxide Caryophylene Oxide Valerenol Viridifrolol Isospathulenol Pogostol Patchouli alcohol Patchouli alcohol Norpatchoulenol 4,5 Dimethoxy 2Methylphenol
Rumus Berat Qual molekul molekul C15H24 204.35 98 C15H24 204.35 98 C15H24 204.35 99 C15H24 204.35 99 C15H24 204.36 99 C15H24 204.36 98 C15H24 204.36 92 C15H24 204.36 99 C15H24 204.36 72 C15H24
204.36
99
C16H26 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24
218.38 204.36 204.36 204.36 204.36 204.36 204.36
98 9 96 99 97 91 91
C15H22O
218
90
C13H20O C13H20O C14H18O C14H18O C14H18O C14H24O C15H26O C15H26O C14H24O
192.30 192.30 202 202 202 208.34 222.36 222.36 208.34
97 97 50 95 70 97 99 98 98
C15H24O
220
97
Lampiran 10c. Hasil Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) Minyak Nilam Pucuk 9 bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RT *) (menit) 14.68 15.73 16.96 17.23 17.68 17.99 18.61 19.04 19.10 19.22
Area (%) 0.08 3.24 3.38 1.95 4.23 12.77 8.03 5.17 2.71 0.59
11
19.42
0.38
12
19.47
0.99
13 14 15
19.71 19.82 20.01
0.23 2.63 3.23
16
20.37
4.03
17 18 19 20 21
20.52 20.67 20.84 21.78 22.00
0.38 12.67 0.16 0.15 0.12
22
22.41
0.18
23 24 25 26 27
22.91 23.32 24.04 24.17 24.88
0.57 0.81 19.86 14.55 0.51
28
25.42
4.02
No
Dugaan komponen Beta-pinene Delta elemene Beta-patchoulene Beta-elemene Beta-caryophyllene Alpha-guaiene Seychellene Alpha-Patchoulene Alpha-elemene Beta-Caryophyllene Gamma-gurjunene azulene, 1… Beta-chamigrene Spiro [5.5]… beta.selinene Naphtalene… Alpha-Patchoulene Alpha-selinene Trans-caryophyllene bicyclo [… Delta-Guaiene Alpha-Bulnesen Alpha-cububene Caryophylene Oxide Caryophylene Oxide 1,5-dimethylbicyclo [3.3.1] non-3… Viridifrolol Pogostol Patchouli alcohol Patchouli alcohol Norpatchoulenol 4,5 Dimethoxy 2Methylphenol
Rumus Berat Qual molekul molekul C15H24 204.35 95 C15H24 204.35 98 C15H24 204.35 98 C15H24 204.35 99 C15H24 204.36 99 C15H24 204.36 99 C16H26 218.38 98 C15H24 204.36 99 C15H24 204.36 92 C15H24 204.36 97 C15H24
204.36
99
C15H24
204.36
95
C15H24 C15H24 C15H24
204.36 204.36 204.36
99 98 96
C15H24
204.36
99
C15H24 C15H24 C15H24 C13H20O C13H20O
204.36 204.36 204.36 192.30 192.30
94 91 40 97 97
C15H22O
218
90
C14H18O C14H24O C15H26O C15H26O C14H24O
202 208.34 222.36 222.36 208.34
95 97 99 98 98
C15H24O
220
97
Lampiran 10d. Hasil Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) Minyak Nilam Tengah 5 bulan
1 2
RT *) (menit) 5.53 14.67
3
15.73
3.17
4
17.00
1.25
5
17.24
0.93
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
17.69 18.04 18.70 18.82 19.21 19.30 19.46 19.56 19.70 19.76 19.87 20.03 20.20 20.63 21.80 22.02
4.03 12.15 7.95 4.90 2.20 0.57 0.41 0.73 0.17 2.58 3.87 2.79 3.80 12.39 0.16 0.12
22
22.35
0.19
23 24 25 26 27
22.69 23.40 24.13 24.25 24.50
0.60 0.84 20.87 10.61 4.30
28
24.60
4.05
29
24.86
0.64
No
Area (%) 0.12 3.21
Dugaan komponen Beta-pinene Delta-elemene Beta-patchoulene 4,7metha Beta-elemene 5-dymethil-4-penten-2ynal… Beta-Caryophyllene Alpha-guaiene Seychellene Alpha-Patchoulene Alpha-elemene Beta-Caryophyllene Alpha-guaiene Beta-selinene beta.selinene Naphtalene… Alpha- Patchoulene aromadendrene Alpha-selinene Delta-Guaiene Alpha-Bulnesen Caryophylene Oxide Aromadendrenepoxide 1,5-dimethylbicyclo [3.3.1] non-3… Viridifrolol Pogostol Patchouli alcohol Patchouli alcohol Patchouli alcohol 4,5 Dimethoxy 2Methylphenol Norpatchoulenol
Rumus Berat Qual molekul molekul C15H24 204.35 97 C15H24 204.35 99 C15H24
204.35
98
C15H24
204.35
99
C15H24
204.35
38
C15H24 C15H24 C16H26 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C13H20O C13H20O
204.36 204.36 218.38 204.36 204.35 204.36 204.36 204.36 204.36 204.36 204 204.36 204.36 204.36 192.30 192.30
99 99 99 98 93 96 83 99 99 99 96 97 99 91 96 96
C15H22O
218
97
C14H18O C14H24O C15H26O C15H26O C15H26O
202 208.34 222.36 222.36 222.36
99 98 98 99 99
C15H24O
220
97
C14H24O
208.34
98
Lampiran 10e. Hasil Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) Minyak Nilam Tengah 7 bulan
1 2 3
RT *) (menit) 15.74 17.00 17.24
Area (%) 2.25 2.36 1.17
4
17.70
0.83
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
18.04 18.69 18.79 19.16 19.21 19.30 19.47 19.52 19.76 19.96 20.03 20.46 20.61 21.48 22.02 22.15 22.67 23.37 24.14 24.25 24.51
3.92 11.92 7.86 4.74 1.83 0.49 0.79 0.70 2.46 3.75 2.75 3.11 12.37 0.19 1.35 0.12 0.70 0.89 22.18 11.69 3.11
26
24.86
1.9
27
24.93
0.68
28
25.24
4.11
No
Dugaan komponen Delta-elemene Beta-Patchoulene Beta-Elemene 5-dymethil-4-penten-2ynal… Beta-caryophylene Alpha-Guaine Seychellene Alpha-Patchoulene Alpha-elemene Beta-Caryophylene Alpha-patchoulene Beta-selinene Patchoulene Alpha-gurjunene Alpha-selinene Delta-guaine Alpha-Bulnesen Caryophylene Oxide Delta-Cadinene Spathulenol Viridiflorol Pogostol Patchouli alcohol Patchouli alcohol Patchouli alcohol 2H-Pyran-2,4 (3H)-dione, 3-acetyl Norpatchoulenol 4,5 Dimethoxy 2Methylphenol
Rumus Berat Qual molekul molekul C15H24 204.35 98 C15H24 204.36 98 C15H24 204.36 99 C15H22
202
96
C15H24 C15H24 C16H26 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C13H20O C15H24 C14H18O C14H18O C14H24O C15H26O C15H26O C15H26O
204.35 204.36 218.38 204.35 204.36 204.36 204.36 204.36 204.36 204.36 204.36 204.36 204.36 192.30 204.36 202 202 208.34 222.36 222.36 222.36
99 99 99 98 93 94 90 95 99 98 93 99 91 92 95 22 86 97 99 98 99
C15H22O
218
64
C14H24O C15H24O
208.34 220
98 97
Lampiran 10f. Hasil Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) Minyak Nilam Tengah 9 bulan RT *) (menit) 16.95 17.21 17.36
Area (%) 1.48 1.02 1.13
17.66
0.70
5 6 7 8 9 10 11 12
17.98 18.59 18.63 19.00 19.07 19.20 19.40
2.37 11.85 7.46 4.27 1.70 0.43 0.50
19.70
0.48
13 14 15
19.80 19.99
2.32 3.49
20.32
2.89
16 17 18 19 20
20.49 21.40 21.48 22.12
12.10 0.20 0.21 1.02
22.63
0.27
21 22 23 24 25 26
23.17 23.19 24.11 24.29 24.53
1.04 0.48 21.59 14.55 3.25
25.12
3.11
27 28
25.36
0.68
25.58
5.19
29
26.23
0.20
No 1 2 3 4
Dugaan komponen Delta-elemene Beta-patchoulene Beta-Elemene 5-dymethil-4-penten-2ynal… Beta-caryophylene Alpha-Guaine Seychellene Alpha-Patchoulene Alpha-elemene Beta-Caryophylene Alpha-patchoulene Beta-chamigrene spiro [5.5] Patchoulene Alpha-selinene Delta-Guaiene Azulene 1,2… Alpha-Bulnesen Caryophyllene oxide Caryophyllene oxide Delta-Cadinene 1-methoxy-2-tert-butyl-6methyl… Pogostol Viridiflorol Patchouli alcohol Patchouli alcohol Patchouli alcohol 4,5 Dimethoxy 2Methylphenol Norpatchoulenol 4,5-Dimethoxy-2methyilphenol Nortetrapatchoulenol
Rumus molekul C15H24 C15H24 C15H24
Berat molekul 204.35 204.35 204.36
98 99 99
C15H22
202
96
C15H24 C15H24 C16H26 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24
204.36 204.36 218.38 204.35 204.36 204.36 204.36
99 99 99 96 90 93 89
C15H22
202
95
C15H24 C15H24
204.35 204.36
99 96
C15H24
204.36
99
C15H24 C13H20O C13H20O C15H24
204.36 192.30 192.30 204.36
98 98 98 94
C15H22
202
90
C14H24O C15H24O C15H26O C15H26O C15H26O
208.34 220 222.36 222.36 222.36
86 95 99 99 99
C15H22O
218
97
C15H26O
222.36
98
C15H22O
218
97
C14H24O
208.34
99
Qual
Lampiran 10g. Hasil Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) Minyak Nilam Akar 5 bulan RT *) (menit) 5.53 15.73 16.98 17.24 17.68 18.04 18.63 18.69 19.02 19.13 19.24
Area (%) 0.98 0.21 1.25 0.87 1.02 1.72 10.47 7.11 4.01 0.18 0.16
19.39
0.21
13 14 15 16 17 18 19
19.51 19.72 19.83 20.12 20.39 20.54
0.86 0.73 11.34 0.46 0.75 0.21
21.55
0.13
20 21 22 23 24 25 26 27 28
21.81 22.02 22.10 22.21 22.31 23.28 24.08 24.17
0.24 0.28 0.38 0.19 0.37 1.14 21.72 19.17
24.22
3.41
29 30 31
24.58 25.90
2.15 0.68
26.12
3.68
32 33
26.20
0.51
26.42
5.43
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Dugaan komponen Alpha-pinene delta-elemene Beta-patchoulene Beta-elemene Beta-caryophyllene Beta-caryophyllene Alpha-guaiene Seychellene Alpha-patchoulene Alpha-Elemene Beta-Selinene Beta-Chamigrene Spiro [5.5] Patchoulene Pentadecane Alpha-Bulnesen Delta-guaine Delta-Cadinene Caryophyllene oxide Pentadecane, 3-methyl(CAS) Caryophyllene oxide Hexadecane (CAS) Caryophyllene oxide Heptadecane Alpha-copaene Pogostol Patchouli alcohol Patchouli alcohol 4,5 Dimethoxy 2Methylphenol Eugenol Benzoat Norpatchoulenol 4,5-Dimethoxy-2methyilphenol Nortetrapatchoulenol 4,5-Dimethoxy-2methyilphenol
Rumus molekul C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C16H26 C15H24 C15H24 C15H24
Berat molekul 204.35 204.36 204.35 204.36 204.36 204.36 204.36 218.38 204.35 204.36 204.36
97 98 99 99 99 93 99 99 98 92 99
C15H24
204.36
95
C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24 C13H20O
204.35 204.36 204.36 204.36 204.36 192.30
99 98 97 98 99 98
C15H24
204.36
98
C13H20O C15H24 C13H20O C15H24 C15H24 C14H24O C15H26O C15H26O
192.30 204.36 192.30 204.36 204.36 208.34 222.36 222.36
96 96 98 97 92 95 98 99
C15H22O
218
95
C10H12O2 C15H26O
164.2 222.36
94 99
C15H22O
218
89
C14H24O
208.34
99
C15H22O
218
64
Qual
Lampiran 10h. Hasil Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) Minyak Nilam Akar 7 bulan
1 2 3 4 5 6 7 8
RT *) (menit) 4.49 4.83 5.59 6.92 16.94 17.21 17.96 18.55
Area (%) 0.96 0.13 0.62 0.17 0.98 0.31 1.48 9.43
9 10 11 12 13 14
18.61 18.97 19.18 19.39 19.48 19.59
6.26 3.74 0.21 0.23 0.43 0.10
15 16 17 18 19
19.79 19.98 20.13 20.47 20.55
0.25 11.07 0.32 0.51 0.11
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
21.80 22.01 22.13 22.31 22.71 23.14 23.70 23.95 24.07 25.78 25.93 25.44
0.27 0.16 0.29 0.14 0.34 1.24 21.70 22.13 0.13 2.53 0.73 6.26
32 33
26.17 27.40
0.58 5.74
34
30.69
0.11
35
38.49
1.09
No
Dugaan komponen Alpha-pinene Champene Beta.-pinene Limonene Beta.-patchoulen Beta-elemene Beta-caryophylene Alpha-guaine Azulene, 1,2… Seychllene Alpha-patchoulene Beta-caryophyllene Alloaromadrene Patchoulene (+) –aromadendrene 1HCyclopr… Pentadecane Alpha-Bulnesen Delta-guaine Delta-cadinene 3-(1-ethyl-4methoxycycclohexaCaryophyllene oxide Hexadecane (CAS) Caryophyllene oxide Alpha-copaene Viridiflorol Pogostol Patchouli alcohol Patchouli alcohol Aromadendrene Eugenol Benzoat Norpatchoulenol 4,5-Dimethoxy-2methyilphenol Nortetrapatchoulenol 4,5-Dimethoxy-2methyilphenol 8H-Benzo [3,4] Cylobuta [1,2] Cyclo 3.beta-hydroxy-17-methyl14 (13…
Rumus molekul C10H26 C10H26 C10H26 C10H26 C15H24 C15H24 C15H24
Berat Qual molekul 136,24 96 136,24 98 136,24 97 136,24 98 204.35 96 204.36 99 204.36 99
C15H24
204.36
99
C16H26 C15H24 C15H24 C15H24 C15H24
218.38 204.35 204.36 204 204.35
99 99 93 83 98
C15H24
204
59
C15H24 C15H24 C15H24 C15H24
204.36 204.36 204.36 204.36
98 97 98 83
C13H20O
192.30
49
C13H20O C15H24 C13H20O C15H24 C15H24O C14H24O C15H26O C15H26O C15H24 C10H12O2 C15H26O
192.30 204.36 192.30 204.36 220 208.34 222.36 222.36 204 164.2 222.36
98 96 99 97 90 95 99 99 90 94 99
C15H22O
218
89
C14H24O
208.34
99
C15H22O
218
64
C15H24O
220
C15H24O
220
64 64
Lampiran 10i. Hasil Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) Minyak Nilam Akar 9 bulan
1 2 3 4 5 6
RT *) (menit) 4.47 5.57 6.92 16.94 17.20 17.96
Area (%) 0.56 0.56 0.13 0.71 0.22 1.33
7
18.57
8.22
8 9 10 11 12 13
18.62 18.98 19.05 19.19 19.39 19.51
5.73 3.27 0.11 0.15 0.19 0.32
14
19.63
0.12
15
19.82
0.19
16 17 18 19
20.01 20.29 20.55 21.60
10.98 0.27 0.46 0.55
20
21.80
0.17
21 22 23 24 25
22.02 22.11 22.29 22.71 23.09
0.13 0.34 0.13 0.44 1.38
26
23.63
22.21
27 28
23.88 24.00
22.15 0.11
29
24.87
3.69
30 31
25.61 25.80
3.48 0.82
32
25.96
6.68
33
26.11
0.7
34
27.02
6.63
35
30.48
0.13
36
38.45
1.13
No
Dugaan komponen
Rumus molekul C10H26 C10H26 C10H26 C15H24 C15H24 C15H24
Alpha-pinene beta-pinene Limonene Beta-patchoulene Beta-elemene Beta-Caryophylene alpha.-Guaine Azulene, C15H24 1,2 Seychellene C16H26 Alpha-Patchoulene C15H24 Alpha-elemene C15H24 Beta-caryophyllene C15H24 Alloaromadrene C15H24 Patchoulene C15H24 (+) –aromadendrene 1HC15H24 Cyclopr… Pentadecane, 3-methylC15H24 (CAS).. Alpha-Bulsene C15H24 Delta-Guaiene C15H24 Delta-Cadinene C15H24 Caryophyllene oxide C13H20O Pentadecane, 3-methylC15H24 (CAS) Hexadecane (CAS) C15H24 Caryophyllene oxide C13H20O Alpha-copaene C15H24 Viridiflorol C15H24O Pogostol C14H24O Patchouli Alkohol 1,6 C15H26O Methan.. Patchouli Alkohol C15H26O Aromadendrene C15H24 4,5 Dimethoxy 2C15H22O Methylphenol Eugenol Benzoat C10H12O2 Norpatchoulenol C15H26O 4,5-Dimethoxy-2C15H22O methyilphenol Nortetrapatchoulenol C14H24O 4,5-Dimethoxy-2C15H22O methyilphenol 8H-Benzo [3,4] Cylobuta C15H24O [1,2] Cyclo 3.beta-hydroxy-17-methylC15H24O 14 (13…
Berat Qual molekul 136,24 97 136,24 97 136,24 98 204.35 98 204.36 99 204.36 99 204.36
99
218.38 204.35 204.36 204.36 204 204.35
99 96 90 96 83 99
204
59
204.36
98
204.36 204.36 204.36 192.30
97 99 99 97
204.36
98
204.36 192.30 204.36 220 208.34
96 99 97 95 95
222.36
99
222.36 204
99 90
218
95
164.2 222.36
94 99
218
89
208.34
99 64
218 220 220
64 64
Lampiran 11. Hasil Metode Pembobotan Kombinasi Perlakuan Terbaik
Rendemen
Pucuk (ruas 1-5) 4 5 bulan 3 7 bulan 3 9 bulan Tengah (ruas 6-10) 3 5 bulan 3 7 bulan 2 9 bulan Akar 1 5 bulan 1 7 bulan 1 9 bulan
Bobot jenis
Indeks bias
Putaran optik
Bilangan asam
Bilangan ester
Kadar PA
Total
2 3 3
1 1 1
2 2 2
2 2 3
2 2 3
2 2 2
15 15 17
3 3 3
1 2 2
3 3 3
3 3 3
3 4 4
3 3 3
19 20 20
4 4 4
4 4 4
4 4 4
3 4 4
4 4 4
4 4 4
23 24 24