PENINGKATAN POLA PIKIR DAN TARAF HIDUP KOMUNITAS PETANI MELALUI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar)
KHOLIS ROMLI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini berjudul “Peningkatan Pola Pikir dan Taraf Hidup Komunitas Petani Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar” adalah benar karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir kajian ini.
Bogor,
Mei 2011
Kholis Romli NRP I354064145
ABSTRACT KHOLIS ROMLI. Improvement Mindset and Livelihood of Community Farmers Through Community Empowerment Program (Case of CECOM Foundation’s Program in Three Villages in East Kampar Subdistrict, Kampar Regency. Supervised by DJUARA P. LUBIS and NURAINI W. PRASODJO. Number of community empowerment program that was launched tend to not give clear results, both qualitatively and quantitatively. Measuring the impact is usually only around on measuring changes in income, while changes in real living standards are not only influenced by changes in revenue, since many other factors related and direct impact on living standards. There is a tendency of a program to change the standard of living of beneficiaries who are very fast. This changing on standard of living usually will not have a high sustainability, so that when the program ends, the beneficiary will again become poor. This happens because there is at least an evaluation method to measure the success of the program. It is necessary to study how the description improvement mindset assisted farmer group members after involved to a community empowerment program by CECOM Foundation, How did the description of livelihood improvement of farmer group’s member after joining CECOM Community Empowerment Program as well as how to formulate participatory community development programs by CECOM Foundation. VPA analysis conducted during the three years shows that there has been a significant change in all indicators of VPA in group CECOM Foundation assisted in Kampar regency, both in the variable level indicators. However, still there are two variables that remained below a virtual line five, namely the sub-indicator of food consumption (indicator of living standard) and sub-indicator of gender mainstreaming (indicator of mindset). Based on the finding above, the design created by emphasizing the variable with the lowest value to the variable with the highest value with the expected outcome of this study is the increase in welfare and self reliance of the community. Keywords: Empowerment, Participation, Institutions, and Self Reliance
RINGKASAN KHOLIS ROMLI. Peningkatan Pola Pikir dan Taraf Hidup Komunitas Petani Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa di Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar). Dibimbing oleh DJUARA P. LUBIS dan NURAINI W. PRASODJO Pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat (communty based development) sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam konsep pembangunan berkelanjutan (suistainable development) meletakkan prioritas kegiatan pembangunan pada proses penguatan kapasitas, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengembangan kelembagaan masyarakat yang bertujuan mengembangkan pola pikir positf, daya kritis, dan kontrol sosial masyarakat. Tujuan lain yang diharapkan dari pemberdayaan masyarakat adalah menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam mengelola potensi ekonomi lokal bagi peningkatan taraf kehidupan masyarakat. Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat oleh CECOM Foundation di Kabupaten Kampar, dilaksanakan sebagai suatu media yang diharapkan mampu memberikan fasilitasi terhadap proses perubahan sosial, yaitu; (1) pendekatan perbaikan taraf hidup, dengan pembangunan sistem pertanian terpadu atau integrated farming system (IFS) yang diharapkan akan memperbaiki dan memacu kehidupan perekonomian masyarakat; (2) pendekatan peningkatan pola pikir, dengan proses pengembangan kelembagaan kelompok tani, pengorganisasian dan penguatan kapasitas komunitas dampingan menuju keberlanjutan program pengembangan komunitas yaitu prospek kemampuan komunitas dalam mengelola kegiatan pemberdayaan secara mandiri. Kegiatan Program IFS di Kelompok Tani dampingan dirancang sesuai dengan strategi pengembangan kelembagaan yang terdiri dari empat fase yaitu ; (1) Fase Persiapan, dimana pada tahun pertama, modal kegiatan atau proyek bersumber dari penyelenggara program yang diberikan kepada anggota Kelompok Tani secara hibah; (2) Fase Penumbuhan, dimana pada tahun kedua modal kegiatan dari CECOM Foundation tidak lagi diberikan secara langsung kepada anggota namun diberikan kepada Kelompok Tani sebagai Seed Capital yang selanjutnya Kelompok Tani menjadikannya sebagai modal bergulir kepada anggotanya tanpa bunga; (3) Fase Pengembangan, dimana pada tahun ketiga modal kegiatan dari penyelenggara program kepada Kelompok Tani merupakan pinjaman lunak berupa kredit bersubsidi. Pada tahapan ini, Kelompok Tani telah memiliki unit usaha simpan pinjam sebagai cikal bakal lembaga keuangan mikro (LKM) milik komunitas; (4) Fase Kemandirian, dimana pada tahun keempat seluruh modal kegiatan bersumber dari keswadayaan masyarakat dan dari lembaga keuangan komersial. Pada tahap ini skala usaha anggota kelompok tani sudah bankable. Untuk mengetahui perkembangan kegiatan program pemberdayaan masyarakat yang telah dikerjakannya, terutama untuk mengatahui telah sampai tahapan apa komunitas yang telah didampingi CECOM Foundation, dipilih alat evaluasi partisipatif Vectorial Project Analysis (VPA) yang dianggap paling sesuai untuk menilai situasi kehidupan masyarakat.
Selain VPA yang akan menilai situasi kehidupan masyarakat, pengumpulan data evaluasi yang berkaitan langsung dengan program IFS dilakukan dengan tehnik Focus Group Discussion (FGD) pada penerima manfaat program. Untuk memperkaya hasil evaluasi komentar dan catatan enumerator lokal yang berkaitan dengan situasi dan kondisi di lapangan juga merupakan salah satu masukkan yang sangat penting bagi obyektifitas hasil evaluasi ini. Dalam VPA Indikator kemajuan taraf hidup (livelihood) dikelompokkan sebagai indikator yang bersifat fisik (tangible) atau indikator-indikator yang dapat diukur secara kuantitatif. Indikator ini akan menggambarkan kemajuan fisik status ketahanan pangan yang antara lain diukur melalui beberapa sub indikator yaitu; (1) Pendapatan; (2) Kesempatan kerja; (3) Konsumsi pangan; (4) Sanitasi dan kebersihan. Indikator kemajuan pola pikir (mindset) dikelompokkan sebagai indikator yang bersifat bukan fisik (intangible). atau indikator-indikator yang sebenarnya hanya bisa diukur secara kualitatif, tetapi dalam analisa VPA indikator-indikator pola pikir ini diukur secara kuantitatif. Indikator ini lebih lanjut diurai menjadi beberapa sub indikator yang meliputi tingkat; (1) Aktifitas di kelompok tani; (2) Tingkat adopsi teknologi; (3) Kebiasaan menabung; (4) Kepercayaan diri; (5) Orientasi pendidikan anak; (6) Pengarusutamaan jender; (7) Praktek dan orientasi bisnis (usahatani). Untuk memperoleh gambaran mengenai perkembangan kegiatan pemberdayaan masyarakat CECOM Foundation di Kabupaten Kampar dipilih tiga desa yang berada di Kabupaten Kampar yang mewakili yang didampingi dan komunitas yang tidak didampingi oleh CECOM Foundation. Hasil rerata survei VPA di ketiga desa ini kemudian menjadi dasar pembuatan kebijakan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Kampar di masa yang akan datang. Hasil survei VPA yang dilakukan menunjukkan telah terjadi perubahan yang signifikan pada seluruh indikator VPA pada kelompok dampingan CECOM Foundation di Kabupaten Kampar, baik pada variabel yang terletak pada indikator taraf kehidupan maupun pola pikir pada pelaksanaan program pemberdayaan yang dilakukan oleh CECOM Foundation. Namun demikian masih terdapat dua buah variabel yang masih berada di bawah garis virtual lima, yaitu pada sub indikator konsumsi pangan (indikator taraf kehidupan) dan sub indikator pengarustamaan gender (indikator pola pikir). Berdasarkan hal tersebut di atas dibuat rancangan tindak lanjut dengan mengutamakan sub indikator konsumsi pangan (indikator taraf kehidupan) dan sub indikator pengarustamaan gender (indikator pola pikir) yang diharapkan dari kajian ini adalah terjadinya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat melalui peningkatan sebelas sub-indikator VPA. Kata Kunci : Pemberdayaan, Partisipasi, Kelembagaan, dan Kemandirian
@
Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tukis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENINGKATAN POLA PIKIR DAN TARAF HIDUP KOMUNITAS PETANI MELALUI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar)
KHOLIS ROMLI
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr.Ir.Lala M. Kolopaking, MS
Judul Tugas Akhir
:
PENINGKATAN POLA PIKIR DAN TARAF HIDUP KOMUNITAS PETANI MELALUI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar)
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: : :
Kholis Romli I354064145 Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Ketua
Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS Anggota
Mengetahui :
Ketua Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS
Tanggal Ujian:
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Ridho dan IzinNya melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta senantiasa memberikan kemudahan dan kekuatan hingga penulis dapat merampungkan penulisan Tugas Akhir Kajian Pengembangan Masyarakat dengan judul “Peningkatan Pola Pikir dan Taraf Hidup Komunitas Petani Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa di Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar”. Kajian Pengembangan Masyarakat ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat. Terima kasih penulis haturkan kepada Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS atas saran dan bimbingannya dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga mengaturkan terima kasih kepada Dr. Lala M. Kolopaking, MS atas saran kan masukannya. Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada CECOM Foundation dan Gubernur Riau atas bantuan beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan studi. Terima kasih kepada Pengurus dan anggota kelompok tani Padusi, kelompok tani Berkat Bersama dan kelompok tani Tunas Sehati atas kerjasama dan informasi yang diberikan. Mas Johan Purnama, Ir. H. Siswo, T. Kaddhafi, drh. Agus, Suhaimi, Ir. H. Elyas, Bang Kiki, Pak Tonny, Teh Hetti terima kasih atas informasi, motivasi, donasi, dan fasilitasi kepada penulis selama penyusunan sampai penyelesaian tesis. Ibu, Ayah, Bunda Hartini, Azzizah Hanifatur Rahma, dan Nisrina Zayyan Kamila, terima kasih yang tulus atas doa, curahan kasih sayang dan dukungan yang tiada berhenti mengalir. Terima kasih kepada sahabat seperjuangan dan rekan-rekan mahasiswa MPM kelas Pekanbaru.
Bogor,
Mei 2011
Kholis Romli NRP I354064145
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Malang , pada 23 September 1966. Pendidikan SD sampai SMA diselesaikan di kota kelahiran. Pada tahun 1992 penulis merampungkan pendidikan S1 di Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya,
Malang. Tahun 1994 sampai 1998, penulis berprofesi sebagai konsultan UKM pada Program Pengembangan Kemitraan Usaha, Yayasan Prasetiya Mulya Jakarta. Pada tahun 1999 sampai 2005 penulis bekerja sebagai salah satu departement head pada program Community Development di PT. Riau Andalan Pulp and Paper. Pada tahun 2005 sampai 2008 penulis bekerja sebagai Direktur Eksekutif pada
Yayasan
Peduli
Pemberdayaan
Masyarakat
(Care and
Empowerment for Community Foundation) di Pekanbaru. Saat ini penulis berprofesi sebagai SME consultant pada Lembaga Pengembangan, Advokasi dan Konsultasi UKM di KADIN Riau. Pada tahun 2006 penulis berkesempatan melanjutkan studi pada Program Studi Manajemen Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas bantuan beasiswa dari CECOM Foundation. Saat ini Penulis bermukim di Pekanbaru dengan istri bernama Hartini dan dikaruniai amanah dua orang putri yaitu Azizah Hanifatur Rahma (Izza), dan Nisrina Zayyan Kamila (Lala).
Bogor,
Mei 2011
Kholis Romli NRP I354064145
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................ DAFTAR GAMBAR ............................................................................
iii iv
I. PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
Latar Belakang ............................................................................. Rumusan Masalah ........................................................................ Tujuan Penelitian ......................................................................... Manfaat Penelitian .......................................................................
1 2 3 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
4
2.1. Pemberdayaan Masyarakat ........................................................... 2.2. Paradigma dan Arah Pemberdayaan Masyarakat ........................ 2.3. Pemberdayaan Masyarakat Tani ................................................. 2.4. Aspek Sustainibilitas dalam Pemberdayaan Masyarakat ............ 2.5. Pendampingan dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat ........... 2.6. CSR, Community Development dan Community Empowerment ... 2.7. CECOM Foundation sebagai Sistem Pemberdayaan ................... 2.8. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Partisipasi Komunitas ........ 2.9. Modal Sosial ................................................................................ 2.10. Monitoring dan Evalusi Partisipatif ............................................. 2.11. Vectorial Project Analysis (VPA) ................................................ 2.12. Kemajuan Pola Pikir dan Taraf Hidup .........................................
4 5 7 8 10 12 14 15 17 17 19 21
III. METODOLOGI KAJIAN ...............................................................
26
3.1. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 3.2. Metode Penelitian ......................................................................... 3.2.1. Metode Pengumpulan Data ................................................ 3.2.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................. 3.2.3. Metode Perencanaan Program ............................................ 3.3. Lokasi dan Waktu Kajian ............................................................. 3.4. Rancangan Penyusunan Program .................................................
26 28 28 28 29 29 30
IV. GAMBARAN UMUM CECOM FOUNDATION ........................
31
4.1. Evolusi Program CSR PT. Riau Andalan Pulp and Paper .......... 4.2. Profil dan Program CECOM Foundation .................................... 4.3. Perkembangan Lembaga dan Program CECOM Foundation....... 4.3.1. Pengembangan Organisasi ................................................. 4.3.2. Pengembangan Kerjasama dan Kemitraan .........................
31 35 39 39 41
V.
DESKRIPSI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT OLEH CECOM FOUNDATION .................................................
5.1. Program Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu (Integrated Farming System/IFS) ................................................................... 5.1.1. Daur Kegiatan/ Program IFS .............................................. 5.1.2. Disain Program IFS ............................................................ 5.1.3. IFS Berbasis Komoditi Unggulan ...................................... 5.2. Monitoring dan Evaluasi Program IFS ........................................
43 43 48 49 51 54
VI. PENINGKATAN TARAF HIDUP DAN POLA PIKIR KOMUNITAS PETANI DAMPINGAN CECOM FOUNDATION .................... 56 6.1. Profil dan Kegiatan IFS ................................................................ 6.1.1. Kelompok Tani Padusi, Desa Tanjung Bungo ................. 6.1.2. Kelompok Tani Berkat Bersama, Desa Kualu Nenas ...... 6.1.3. Kelompok Tani Tunas Sehati, Desa Pulau Birandang ..... 6.2. Peningkatan Taraf Hidup dan Pola Pikir ...................................... 6.2.1. Kelompok Tani Padusi, Desa Kampar Kecamatan Kampar Timur .................................................................. 6.2.2. Kelompok Tani Berkat Bersama, Desa Kuala Nenas Kecamatan Kampar Timur ............................................... 6.2.3. Kelompok Tani Tunas Sehati, Desa Pulau Birandang Kecamatan Kampar Timur ............................................... 6.3. Pengembangan Partisipasi dan Modal Sosial ............................... 6.3.1. Demokrasi Partisipatif ...................................................... 6.3.2. Pemanfaatan Modal Sosial ................................................. 6.4. Ikhtisar ..........................................................................................
56 56 57 59 61
69 73 73 74 74
VII. RANCANGAN PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT CECOM FOUNDATION .................................
78
7.1. Pilihan Strategi Metodologi ......................................................... 7.2. Rancangan Program Pemberdayaan ............................................. 7.3. Keberlanjutan Program Pemberdayaan .......................................... 7.3.1. Tolok Ukur Keberlanjutan ............................................... 7.3.2. Ancaman bagi Keberlanjutan ...........................................
78 79 85 85 86
VIII.PENUTUP .....................................................................................
89
8.1. Kesimpulan .................................................................................. 8.2. Implikasi Kebijakan .....................................................................
89 90
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
91
LAMPIRAN ..........................................................................................
94
61 66
DAFTAR TABEL Halaman 1. Jadual Rencana Pelaksanaan Kajian ...............................................
30
2. Mitra dan Proyek Kerjasama CECOM Foundation ( 2005-2008) ....
42
3. Data Perkembangan Poktan Dampingan CECOM Foundation Tahun 2008 .....................................................................................
47
4. Perkembangan program IFS CECOM Foundation 2005 – 2008 ...
48
5. Rataan Data Sub-Indikator VPA Kelompok Tani Padusi ...............
62
6. Pertumbuhan Vektor Kelompok Tani Padusi .................................
65
7. Rataan Data Sub-Indikator VPA Kelompok Tani Berkat Bersama ..
67
8. Pertumbuhan Vektor Kelompok Tani Berkat Bersama ..................
69
9. Rataan Data Sub-Indikator VPA Kelompok Tani Tunas Sehati .....
70
10. Pertumbuhan Vektor Kelompok Tani Tunas Sehati .......................
71
11. Rencana dan Prioritas Tindak Lanjut Kegiatan ..............................
81
12. Matriks Kerangka Kerja Logis pada Poktan Padusi .......................
82
13. Matriks Kerangka Kerja Logis pada Poktan Tunas Sehati dan Berkat Bersama ..............................................................................
83
14. Matriks Kerangka Kerja Logis pada Poktan Berkat Bersama .........
84
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Pergeseran Peran Pendamping menjadi Peran Kelompok ...........
9
2.
Rumus Segitiga Phytagoras ..........................................................
20
3.
Hubungan Kemajuan Taraf Hidup dan Pola Pikir dalam Vectorial Project Analysis ............................................................
21
4.
Bentuk Keluaran VPA ..................................................................
24
5.
Kerangka Pemikiran Kajian .........................................................
27
6.
Konsep The Triple Bottom Line dalam CSR PT. RAPP ..............
32
7.
Evolusi Bisnis Menuju Keberlanjutan Usaha ..............................
33
8.
Perjalanan Evolutif CSR PT. RAPP ............................................
35
9.
Prinsip “Mengenal, Dikenal, dan Diterima ..................................
36
10.
Pengembangan Organisasi CECOM Foundation .........................
40
11.
Pengembangan Kelembagaan Komunitas CECOM .....................
44
12.
Disain Sistem Pertanian Terpadu (IFS) CECOM .......................
50
13.
Grafik VPA Kelompok Tani Padusi ............................................
64
14.
Grafik VPA Kelompok Tani Berkat Bersama .............................
68
15.
Grafik VPA Kelompok Tani Tunas Sehati ..................................
71
16.
Skema Struktur Organisasi Kelompok Tani dampingan CECOM
73
17.
Grafik VPA Kabupaten Kampar ..................................................
76
18.
Strategi Metodologi Program Pemberdayaan Masyarakat CECOM Foundation untuk masa yang akan datang ...................................
78
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Form Survey Vectorial Project Analysis (VPA) ............................
94
2.
Indikator Taraf Hidup CECOM ...................................................
99
3.
Indikator Pola Pikir CECOM .......................................................
101
4.
Indikator Taraf Hidup Non-CECOM ...........................................
103
5.
Indikator Pola Pikir Non-CECOM ...............................................
105
6.
Vectorial Project Analysis CECOM Kabupaten Kampar ............
107
7.
Vectorial Project Analysis Non-CECOM Kabupaten Kampar ......
108
8.
Vectorial Project Analysis Chart CECOM vs Non-CECOM Kabupaten Kampar .......................................................................
109
9.
Analisis Indikator CECOM Kabupaten Kampar ..........................
110
10.
Analisis Indikator Non-CECOM Kabupaten Kampar .................
111
1
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pengelolaan pembangunan saat ini dan ke depan dihadapkan pada berbagai dinamika dan kompleksitas masalah sosial ekonomi dan politik yang bersifat kontradiktif dan kontra-produktif, yang memerlukan penanganan serius dari pemerintah dan segenap komponen masyarakat. Pola pikir pemerintah dan masyarakat yang terbentuk selama ini, sebagai akibat dari sistem pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik, lemahnya kontrol sosial, ketidaksiapan dalam mengubah paradigma dan strategi pembangunan telah menyebabkan tidak optimalnya desentralisasi kegiatan pelayanan masyarakat, tidak meratanya pertumbuhan ekonomi lokal, dan ketidakberdayaan masyarakat dalam proses perubahan sosial. Perubahan sosial dapat diartikan sebagai proses interaksi antar komponen yang berperan dalam suatu daerah/wilayah, dialami oleh penduduk tertentu yang mengarah pada pengembangan pemahaman, persepsi, kesadaran, norma dan perilaku untuk berkembang lebih baik dalam bingkai kesejahteraan yang berkeadilan. Komponen utama yang dimaksud di atas antara lain mencakup interaksi antar sumberdaya manusia dan dengan sumberdaya alam yang tersedia dan dimiliki. Interaksi tersebut mencakup tiga sub-bangunan pokok yakni sub-bangunan ekonomi, sub-bangunan politik, dan sub-bangunan budaya (Hasan, 2007) Pembangunan adalah sebuah perubahan sosial yang direncanakan. Oleh sebab itu “perubahan” mempunyai sisi positif dan negatif tergantung apa dan siapa yang akan diubah dan bagaimana perubahan itu akan dilakukan. Perubahan sosial yang berbasis pegembangan masyarakat meletakkan masyarakat sebagai subyek pembangunan dalam upaya meningkatkan pola berperilaku, pengetahuan dan ketrampilan masyarakat menuju kondisi yang lebih sejahtera dan mandiri. Pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat (communty based development) sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam konsep pembangunan berkelanjutan
(suistainable
development)
meletakkan
prioritas
kegiatan
pembangunan pada proses penguatan kapasitas, peningkatan kualitas sumber daya manusia
dan
pengembangan
kelembagaan
masyarakat
yang
bertujuan
2
mengembangkan pola pikir positf, daya kritis, dan kontrol sosial masyarakat. Tujuan lain yang diharapkan dari pembangunan yang partisipatif adalah menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam mengelola potensi ekonomi lokal bagi peningkatan taraf kehidupan masyarakat. Dalam perspektif sosial ekonomi di Kabupaten Kampar khususnya dan Propinsi Riau pada umumnya, sebagian besar perikehidupan masyarakat bersumber dan bergantung pada potensi sektor pertanian. Untuk itu, selayaknya prioritas program pemberdayaan masyarakat di wilayah tersebut difokuskan untuk pemberdayaan masyarakat tani. Menurut (Suprapto, 2009) Program Pemberdayaan Masyarakat Tani adalah proses perubahan pola pikir, perilaku, dan sikap petani dari petani sub sisten tradisional menjadi petani moderen berwawasan agribisnis melalui proses pembelajaran. 1.2. Rumusan Masalah Banyaknya program pemberdayaan masyarakat yang diluncurkan, baik oleh pemerintah maupun oleh organisasi kemasyarakatan non pemerintah dan badanbadan dunia cenderung tidak memberikan hasil yang jelas, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. pengukuran perubahan
Pengukuran dampak biasanya hanya berkisar pada
pendapatan, sedangkan perubahan taraf kehidupan
sebenarnya tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan pendapatan, karena banyak faktor lain yang terkait dan berpengaruh langsung pada taraf kehidupan. Beberapa hal penting yang seharusnya menjadi obyek perubahan dalam program, ternyata tidak dapat diukur dengan metoda yang terstruktur karena cenderung bersifat kualitatif, hal-hal ini biasanya berkaitan dengan perubahan sikap dan perubahan tingkah laku, yang pada dasarnya adalah perubahan dari pola berpikir masyarakat. Menurut
Purnama
(2007),
output
yang
diharapkan
dari
program
pemberdayaan masyarakat adalah terjadinya peningkatan taraf hidup masyarakat (livelihood) dan peningkatan pola pikir (mindset).
Untuk itu diperlukan suatu
evaluasi partisipatif yang dapat menunjukkan suatu korelasi antara perubahan pola pikir dan peningkatan taraf hidup, sehingga prediksi terhadap sustainibilitas program dapat digambarkan dengan baik, dan bila terdapat kondisi negatif, langkah-langkah perbaikan dapat segera dilakukan .
3
Berdasarkan gambaran di atas maka peneliti dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan yang dapat dikaji lebih lanjut antara lain : a. Bagaimana
bentuk
program
pemberdayaan
masyarakat
oleh
CECOM
Foundation? b. Sejauh mana peningkatan pola pikir dan taraf hidup anggota kelompok tani dampingan setelah mengikuti program pemberdayaan masyarakat oleh CECOM Foundation? c. Bagaimana rancangan pengembangan program pemberdayaan masyarakat oleh CECOM Foundation? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: a. Mendiskripsikan program pemberdayaan masyarakat oleh CECOM Foundation. b. Mendiskripsikan peningkatan pola pikir dan taraf hidup anggota kelompok tani dampingan setelah mengikuti program pemberdayaan masyarakat oleh CECOM Foundation. c. Merumuskan rancangan pengembangan program pemberdayaan masyarakat oleh CECOM Foundation. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memudahkan penganalisaan dampak kualitatif dan kuantitatif dari suatu program pemberdayaan masyarakat dalam bidang ketahanan pangan, sehingga keberlanjutan program dapat segera di prediksi dan bila terdapat kelemahan-kelemahan langkah-langkah perbaikan dapat segera diambil secara terarah dan terukur. Bagi akademisi, kajian ini diharapkan dapat berguna sebagai perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pemberdayaan masyarakat. Dalam hasil kajian ini penulis berharap dapat menyumbangkan pemikiran pada pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Kampar, serta membantu dalam penyusunan strategi pemberdayaan masyarakat kedepan.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemberdayaan Masyarakat Upaya pemberdayaan masyarakat telah mendapat perhatian besar dari berbagai pihak yang tidak terbatas pada aspek pemberdayaan ekonomi sosial, tetapi juga menyangkut aspek pemberdayaan politik. Pemberdayaan masyarakat terkait dengan pemberian akses bagi masyarakat, lembaga, dan organisasi masyarakat dalam memperoleh dan memanfaatkan hak masyarakat bagi peningkatan kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Oleh sebab itu pemberdayaan masyarakat amat penting untuk mengatasi ketidakmampuan masyarakat yang disebabkan oleh keterbatasan akses, kurangnya pengetahuan dan ketrampilan, adanya kondisi kemiskinan yang dialami sebagian masyarakat, dan adanya keengganan berada
untuk pada
membagi
wewenang
pemerintah
dan
kepada
sumber
masyarakat
daya
yang
(Annonymous,
http://www.menlh.go.id/i/Warga%20Madani.pdf). Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah proses perubahan sosial yang direncanakan, tujuannya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat agar dapat melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan
masyarakat
merupakan
strategi
pembangunan
yang
menitikberatkan pada kepentingan dan kebutuhan rakyat yang mengarah pada kemandirian masyarakat, partispasi jaringan kerja dan keadilan (Hikmat, 2004). Menurut Primantoro (2007), Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat yang kurang memiliki akses kepada sumber daya pembangunan,
didorong
untuk
makin
mandiri
dalam
mengembangkan
perikehidupan mereka sendiri. Proses ini dilakukan dengan memfasilitasi masyarakat agar mampu untuk : (1) menganalisis situasi perkehidupan dan masalah-masalahnya, (2) mencari pemecahan masalah berdasarkan kemampuan dan keterbatasan yang mereka miliki dan (3) mengembangkan sistem untuk mengakses sumberdaya yang diperlukan.
5
Secara garis besar pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk : a. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menemukan, mengenali dan memprakarsai kegiatan untuk memecahkan permasalahan yang mereka hadapi dengan menggunakan sumber daya (keahlian, pengetahuan, tenaga, keuangan) mereka sendiri dengan cara yang berkelanjutan. b. Meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap kesinambungan kegiatan dan program pembangunan mereka sendiri. c. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menilai sumberdaya yang bisa mendukung kegiatan-kegiatan masyarakat itu sendiri.
2.2. Paradigma dan Arah Pemberdayaan Masyarakat Menurut Eko (2002), pemberdayaan masyarakat dapat dipahami dengan beberapa paradigma sebagai berikut : 1.
Pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat.
Posisi
masyarakat
bukanlah
obyek
penerima
manfaat
(beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas. 2.
Pemberdayaan secara prinsipil berurusan dengan upaya memenuhi kebutuhan (needs) masyarakat. Tetapi persoalannya sumberdaya untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat itu sangat langka (scarcity) dan terbatas (constrain). Masyarakat tidak mudah bisa akses pada sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Karena itu, pemberdayaan adalah sebuah upaya memenuhi kebutuhan masyarakat di tengah-tengah scarcity dan constrain sumberdaya. Bagaimanapun juga berbagai sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat bukan hanya terbatas dan langka, melainkan ada problem struktural (ketimpangan,
6
eksploitasi, dominasi, hegemoni, dan lain lain) yang menimbulkan pembagian sumberdaya secara tidak merata. Dari sisi negara, dibutuhkan kebijakan dan program yang memadai, canggih, pro-poor untuk mengelola sumberdaya yang terbatas itu. Dari sisi masyarakat, membutuhkan partisipasi (voice, akses, ownership dan kontrol) dalam proses kebijakan dan pengelolaan sumberdaya. 3.
Pemberdayaan terbentang dari proses sampai visi ideal. Dari sisi proses, Masyarakat sebagai subyek melakukan tindakan atau gerakan secara kolektif mengembangkan potensi-kreasi, memperkuat posisi tawar, dan meraih kedaulatan. Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak mencapai suatu kondisi dimana masyarakat mempunyai kemampuan dan kemandirian melakukan voice, akses dan kontrol terhadap lingkungan, komunitas, sumberdaya dan relasi sosial-politik dengan negara. Proses untuk mencapai visi ideal tersebut harus tumbuh dari bawah dan dari dalam masyarakat sendiri. Namun, masalahnya, dalam kondisi struktural yang timpang masyarakat sulit sekali membangun kekuatan dari dalam dan dari bawah, sehingga membutuhkan “intervensi” dari luar. Hadirnya pihak luar (pemerintah, LSM, organisasi masyarakat sipil, organisasi agama, perguruan tinggi, dan lain-lain) ke komunitas bukanlah mendikte, menggurui, atau menentukan, melainkan bertindak sebagai fasilitator (katalisator) yang memudahkan, menggerakkan, mengorganisir, menghubungkan, memberi ruang, mendorong, membangkitkan dan seterusnya. Hubungan antara komunitas dengan pihak luar itu bersifat setara, saling percaya, saling menghormati, terbuka, serta saling belajar untuk tumbuh berkembang secara bersama-sama.
4.
Pemberdayaan
terbentang
dari
level
psikologis-personal
(anggota
masyarakat) sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif. Pemberdayaan psikologis-personal berarti mengembangkan pengetahuan, wawasan, harga diri, kemampuan, kompetensi, motivasi, kreasi, dan kontrol diri individu. Pemberdayaan struktural-personal berarti membangkitkan kesadaran kritis individu terhadap struktur sosial politik yang timpang serta kapasitas individu untuk menganalisis lingkungan kehidupan yang mempengaruhi dirinya. Pemberdayaan psikologis masyarakat berarti
7
menumbuhkan rasa memiliki, gotong rotong, mutual trust, kemitraan, kebersamaan, solidaritas sosial dan visi kolektif masyarakat. Sedangkan pemberdayaan struktural masyarakat berarti mengorganisir masyarakat untuk tindakan kolektif serta penguatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pemerintahan. 2.3. Pemberdayaan Masyarakat Tani Pengertian Program Pemberdayaan Masyarakat Tani (PPMT) adalah proses perubahan pola pikir, perilaku, dan sikap petani dari petani sub sisten tradisional menjadi petani moderen berwawasan agribisnis melalui proses pembelajaran dengan tujuan untuk: (1) Merubah pola pikir petani, dari petani sub sisten
tradisional
menjadi
petani
moderen
berwawasan
agribisnis;
(2)
Menciptakan wirausahawan yang handal di perdesaan; (3) Meningkatkan pendapatan masyarakat tani di perdesaan sebagai upaya pengentasan kemiskinan di perdesaan; (4) Meningkatkan aktivitas kegiatan agribisnis di perdesaan sebagai upaya pengurangan pengangguran. Program PPMT meliputi (1) Pemberdayaan petani; (2) Pemberdayaan kelembagaan petani; (3) Pemberdayaan usaha tani. 1.
Pemberdayaan petani dilakukan dengan 5 (lima) jurus yakni: (1) Kegiatan agrisbisnis harus berorientasi pasar (kuantitas, kualitas, dan kontinuitas); (2) Usaha agribisnis harus menguntungkan dan comparable dengan usaha lainnya; (3) Agribisnis merupakan kepercayaan jangka panjang; (4) Kemandirian dan daya saing usaha; (5) Komitmen terhadap kontrak usaha.
2.
Pemberdayaan kelembagaan petani meliputi : (1) Petani sub sisten tradisional yang telah berubah menjadi petani moderen berwawasan agribisnis difasilitasi untuk membentuk kelembagaan petani melalui proses partisipatif dan “bottom-up”; (2) Untuk membentuk kelembagaan petani yang kokoh, perlu disusun suatu instrumen pemberdayaan kelompok tani. (3) Instrumen pemberdayaan kelompok tani yang perlu dipertimbangkan antara lain : (a) Adanya interest/kepentingan yang sama di antara petani dalam kelompok; (b) Adanya jiwa kepemimpinan dari salah satu petani di dalam kelompok; (c) Adanya kemampuan manajerial dari petani di dalam kelompok;
(d)
Adanya
komitmen
dari
petani
untuk
membentuk
8
kelembagaan petani; (e) Adanya saling kepercayaan di antara petani di dalam kelompok. 3.
Pemberdayaan usahatani meliputi kegiatan: (1) Fasilitasi kelompok usaha tani yang tidak feasible dan tidak bankable melalui bantuan langsung masyarakat untuk mengembangkan usaha agribisnis; (2) Mendorong kelompok usaha tani yang tidak feasible dan tidak bankable menjadi usaha yang feasible tetapi belum bankable; (3) Fasilitasi kelompok usaha tani yang feasible tetapi belum bankable dengan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dan Kredit Usaha Rakyat untuk mengembangkan usaha agribisnis; (4) Mendorong kelompok usaha tani yang feasible tetapi belum bankable menjadi usaha yang feasible dan bankable; (5) Untuk mendukung kelompok usaha tani yang feasible dan bankable, Pemerintah perlu menciptakan iklim usaha yang kondusif agar investasi masuk ke sektor agribisnis. (Suprapto,http://stppyogyakarta.com/pemberdayaan-petani-melaluiprogram-ppmt-program-pemberdayaan-masyarakat-tani.html, 2009)
2.4. Aspek Sustainibilitas dalam Pemberdayaan Masyarakat Terdapat suatu kecenderungan suatu program dengan perubahan taraf hidup penerima manfaat yang sangat cepat biasanya tidak akan mempunyai sustainibilitas yang tinggi. Sehingga bila program berakhir maka penerima manfaat akan kembali jatuh miskin. Hal ini terjadi karena masih sedikitnya metode evaluasi untuk mengukur keberhasilan program (Suharyadi,2005). Sustainibilitas adalah suatu kata kunci lain yang menjadi sangat penting untuk melihat efek jangka panjang dan dampak program secara lebih luas, tidak ada suatu teoripun dalam bidang keilmuan pemberdayaan masyarakat yang dapat menjamin keberlanjutan suatu program, tetapi sustainibilitas atau keberlanjutan program sebenarnya dapat diprediksi dengan beberapa cara sederhana. Program pemberdayaan yang hanya mengandalkan input secara fisik saja tidak akan mampu berkembang menjadi suatu program yang berkelanjutan, suatu pembagian wilayah input diperlukan untuk mengatasi hal ini, yaitu (1) Input fisik; (2) Input non fisik (pengembangan kapasitas). Program pemberdayaan masyarakat yang baik seharusnya menuju ke arah keberlanjutan (sustainability) dengan cara meningkatkan aspek-aspek pemberdayaan sebagai berikut :
9
a.
Peningkatan kesejahteraan
b.
Peningkatan akses
c.
Peningkatan kesadaran kritis
d.
Peningkatan pengorganisasian
e.
Peningkatan kontrol terhadap manajemen kelompok Aspek keberlanjutan (sustainability) selain mendapatkan pengaruh
eksternal dari luar kelembagaan kelompok tani , terdapat juga pengaruh berasal dari
program
pemberdayaan,
yaitu
perbandingan
besaran
porsi
peran
pendampingan dan peran kelompok itu sendiri. Sehingga untuk mencapai tujuan sustainibiltas diperlukan suatu pola perbandingan besaran porsi yang berkembang sesuai dengan kemajuan kelembagaan kelompok tani (Gambar 1.). Pergeseran peran pendamping menjadi peran kelompok secara bertahap akan berjalan dengan mulus, bila aspek pemberdayaan tidak hanya meliputi aspek peningkatan taraf hidup saja (Livelihood), melainkan juga harus berjalan seiring dengan peningkatan kualitas manusia yang dicirikan dengan adanya perubahan pola pikir (mindset).(Purnama,2007)
PERAN PENDAMPING
PERAN KELOMPOK
14
Gambar 1 Pergeseran Peran Pendamping menjadi Peran Kelompok
10
2.5. Pendampingan dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Salah satu upaya untuk memberdayakan dan meningkatkan kemampuan masyarakat adalah melalui program pendampingan. Sesungguhnya program pendampingan bukanlah sesuatu hal yang baru, namun akhir-akhir ini istilah pendampingan muncul kepermukaan karena melemahnya program penyuluhan dan tantangan yang dihadapi sektor pertanian. Prinsip-prinsip pendampingan yang dapat digunakan sebagai panduan dalam upaya pemberdayaan masyarakat meliputi: 1.
Prinsip Berkelompok, Kelompok tumbuh dari, oleh dan untuk kepentingan masyarakat. Selain dengan anggota kelompoknya sendiri, kerjasama juga dikembangkan antar kelompok dan mitra kerja lainnya agar usaha mereka berkembang, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan serta mampu membentuk kelembagaan ekonomi.
2.
Prinsip Keberlanjutan, Seluruh kegiatan penumbuhan dan pengembangan diorientasikan pada terciptanya sistem dan mekanisme yang mendukung pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. Berbagai kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan yang memiliki potensi untuk berlanjut di kemudian hari.
3.
Prinsip Keswadayaan, Masyarakat diberi motivasi dan didorong untuk berusaha atas dasar kemauan dan kemampuan mereka sendiri dan tidak selalu tergantung pada bantuan dari luar
4.
Prinsip Kesatuan Keluarga, Masyarakat tumbuh dan berkembang sebagai satu kesatuan keluarga yang utuh. Kepala keluarga beserta anggota keluarga merupakan pemacu dan pemicu kemajuan usaha. Prinsip ini menuntut para pendamping untuk memberdayakan seluruh anggota keluarga masyarakat berperan serta dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.
5.
Prinsip Belajar Menemukan Sendiri, Kelompok dalam masyarakat tumbuh dan berkembang atas dasar kemauan dan kemampuan mereka untuk belajar menemukan sendiri apa yang mereka butuhkan dan apa yang akan mereka kembangkan, termasuk upaya untuk mengubah penghidupan dan kehidupannya.
11
Seorang pendamping adalah pemeran kunci didalam pengembangan masyarakat. Tugas utama seorang pendamping adalah mengembangkan kapasitas masyarakat sehingga mampu mengorganisir diri dan menentukan sendiri upayaupaya yang diperlukan dalam memperbaiki kehidupan mereka. Pendamping bekerja bersama-sama dengan masyarakat untuk membangun kepercayaan diri mereka terhadap kemampuan dan potensi yang sebenarnya mereka miliki. Pada dasarnya pendamping memiliki tiga peran dasar yaitu : 1.
Penasehat Kelompok, Pendamping memberikan berbagai masukan dan pertimbangan yang diperlukan oleh kelompok dalam menghadapi masalah. Pendamping tidak memutuskan apa yang perlu dilakukan, akan tetapi kelompoklah yang nantinya membuat keputusan
2.
Trainer Participatoris, Pendamping memberikan berbagai kemampuan dasar yang diperlukan oleh kelompok seperti mengelola rapat, pembukuan, administrasi, memecahkan masalah, mengambil keputusan dan sebagainya.
3.
Link Person, Peran pendamping adalah menjadi penghubung masyarakat dengan berbagai lembaga yang terkait dan diperlukan bagi pengembangan kelompok. Permasalahan yang selalu muncul dalam program pendampingan adalah
berapa lama program pendampingan dijalankan. Program pendampingan dapat dinilai sebagai rule atau discretion. Dengan cara ini maka target dan tujuan dapat dicapai pada waktunya bahkan dapat dipercepat. Apabila kegiatan pendampingan sebagai rule maka kegiatan harus dilakukan oleh institusi pemerintah yang memang lebih siap dan dilaksanakan secara terus-menerus hingga tujuannya dapat tercapai, sebaliknya apabila sebagai discretion maka kegiatan pendampingan hanya merupakan suatu kebijakan penyela terhadap kebijakan lain yang memiliki dimensi temporal yang lebih panjang. Konsekuensinya adalah masa pelaksanaan kebijakan ini terbatas atau tidak harus dilaksanakan secara berulang-ulang. Sebaiknya pendampingan adalah suatu rule. Karena itu pendampingan memang harus dilakukan terus menerus hingga tujuannya tercapai. Kegiatan Pendampingan perlu memiliki tujuan dan sasaran yang jelas yang merupakan sesuatu yang dapat diukur. Kegiatan pencapaian tujuan dan sasaran akan lebih terarah apabila
12
dirumuskan secara berjenjang dan bertahap. Dengan cara ini program pendampingan dapat dimonitor dan dievaluasi apakah memiliki kemajuan atau stagnan dan tidak menunjukkan adanya dampak yang berarti. Menjadi seorang pendamping bukanlah merupakan suatu tugas yang mudah (Primahendra, R. 2002). 2.6. CSR, Community Development dan Community Empowerment Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) dipandang suatu keharusan untuk membangun citra yang baik dan terpercaya bagi perusahaan. Melaksanakan praktek-praktek yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial akan meningkatkan nilai pemegang saham, dan berdampak pada peningkatan prestasi keuangan serta menjamin sukses yang berkelanjutan bagi perusahaan. Menurut World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), definisi CSR adalah komitmen dunia usaha untuk berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan; bekerja dengan para karyawan dan keluarganya, masyarakat tempatan dan masyarakat secara luas dalam meningkatkan kualitas hidup mereka. Menurut Hamann dan Acutt (2003) dalam Wibowo (2006) ada dua motivasi utama.yang mendasari kalangan bisnis menerima konsep CSR yaitu (1) Akomodasi, yaitu kebijakan bisnis yang hanya bersifat kosmetik, superficial, dan parsial. CSR dilakukan untuk memberi citra sebagai korporasi yang tanggap terhadap kepentingan sosial. Singkatnya, realisasi CSR yang bersifat akomodatif tidak melibatkan perubahan mendasar dalam kebijakan bisnis korporasi sesungguhnya;
(2)
Legitimasi,
yaitu
motivasi
yang
bertujuan
untuk
mempengaruhi wacana. Motivasi ini berargumentasi wacana CSR mampu memenuhi fungsi utama yang memberikan keabsahan pada sistem kapitalis dan, lebih khusus, kiprah para korporasi raksasa. Keragaman pengertian konsep CSR adalah akibat logis dari sifat pelaksanaannya yang berdasarkan prinsip kesukarelaan. Tidak ada konsep baku yang dapat dianggap sebagai acuan pokok, baik di tingkat global maupun lokal. Secara internasional saat ini tercatat sejumlah inisiatif code of conduct implementasi CSR. Inisiatif itu diusulkan, baik oleh organisasi internasional independen (Sullivan Principles, Global Reporting Initiative), organisasi negara
13
(Organization for Economic Cooperation and Development), juga organisasi nonpemerintah (Caux Roundtables), dan lain-lain. Di Indonesia, acuannya belum ada. Selain gambaran itu, tampak pula kecenderungan pelaksanaan CSR di Indonesia yang sangat tergantung pada chief executive officer (CEO) korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak otomatis selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika CEO memiliki kesadaran moral bisnis berwajah manusiawi, besar kemungkinan korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang layak. Sebaliknya, jika orientasi CEO-nya hanya pada kepentingan kepuasan pemegang saham (produktivitas tinggi, profit besar, nilai saham tinggi) serta pencapaian prestasi
pribadi,
boleh
jadi
kebijakan
CSR
sekadar
kosmetik.
Sifat CSR yang sukarela, absennya produk hukum yang menunjang dan lemahnya penegakan hukum telah menjadikan Indonesia sebagai negara ideal bagi korporasi yang memang memperlakukan CSR sebagai kosmetik. Yang penting, Laporan Sosial Tahunannya tampil mengkilap, lengkap dengan tampilan foto aktivitas sosial serta dana program pembangunan atau komunitas yang telah direalisasi. Secara teoretis CSR mengasumsikan korporasi sebagai agen pembangunan yang penting, khususnya dalam hubungan dengan pihak pemerintah dan kelompok masyarakat sipil. Dengan menggunakan alur pemikiran motivasi dasar, berbagai stakeholder kunci dapat memantau, bahkan menciptakan tekanan eksternal yang bisa "memaksa" korporasi mewujudkan konsep dan penjabaran CSR yang lebih sesuai dengan kondisi Indonesia (Wibowo, 2006) Implementasi CSR kepada masyarakat biasanya merupakan Program Pengembangan Masyarakat (Community Development/ CD). Secara umum kegiatan CD yang dijalankan didasarkan pada analisis persoalan dan rancangan program yang dibuat oleh perusahaan tanpa melibatkan masyarakat. Menurut Pajarningsih (2005), karakteristik program CD adalah (1) Masyarakat tidak terlibat dalam perencanaan program; (2) Fasilitas kegiatan CD disediakan oleh pemilik program (perusahaan); (3) Partisipasi masyarakat dalam kegiatan yang dilaksanakan rendah; (4) Ketergantungan masyarakat sangat tinggi. Program CD oleh perusahaan dimana keterlibatan masyarakat sangat rendah mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi kegiatan membuat program tidak berkelanjutan.
14
Untuk memecahkan masalah mendasar dalam program CD, maka muncul konsep
pemberdayaan
masyarakat
(Community
Empowerment)
dengan
memberikan penekanan pada proses pengorganisasian masyarakat yang bertujuan menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam program melalui pengembangan partisipasi dan penguatan kelembagaan masyarakat. Menurut Pajarningsih (2005), komponen penumbuhan kemandirian dalam program pemberdayaan masyarakat meliputi : (1) Meningkatkan kemampuan dalam memformulasikan perencanaan strategis kelompok berdasarkan masalah utama yang dihadapi; (2) Meningkatkan ketrampilan teknis dan pengetahuan untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas produk masyarakat; (3) Penghimpunan modal kelompok untuk meningkatkan fungsi dan kegiatan kelompok melalui usaha simpan pinjam dan dana bergulir (revolving fund); (4) Memperbaiki kemampuan mengelola lembaga kelompok berikut kegiatannya serta transparansi keuangan kelompok; (5) Mengembangkan kelembagaan kelompok melalui perumusan aturan main kelompok seperti kehadiran dalam pertemuan kelompok, fungsi dan tanggung jawab pengurus maupun anggota, simpan pinjam, dan skema perguliran dana.
2.7. CECOM Foundation sebagai Sistem Pemberdayaan Dengan menjamurnya berbagai lembaga swadaya masyarakat di Riau (39 LSM), kelahiran CECOM diharapkan menjadi faktor pendorong upaya pemberdayaan
masyarakat
(mikro)
maupun
perubahan
sosial
(makro).
Keberadaan CECOM dengan sejumlah unggulan komparatif-nya, perlu diarahkan untuk menjadi organisasi yang kompetitif , bekerja secara sistemik dalam tiga subsistem, yakni Sub-Sistem Manajemen, Sub-Sistem Sosial dan Sub-Sistem Tugas (Pelaksanaan
Program).
Pertama,
Sub-Sistem
Manajemen,
terdiri
dari
Mikro/internal, yakni bagaimana CECOM menetapkan nilai dasar, visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, renstra (rencana strategis), pendekatan, struktur organisasi, prosedur, indikator capaian; dan Makro/eksternal; yakni bagaimana CECOM berjejaring dan berinteraksi dengan komponen potensial (kelembagaan, kelompok maupun individual) lainnya tingkat domestik dan internasional; Kedua, Sub-Sistem Sosial, yakni CECOM harus menetapkan dan menempatkan personel untuk menjalankan tugas pokok, kemampuan adaptasi pada perubahan, memiliki
15
akuntabilitas, transparansi, dan mampu mengembangkan kemitraan dan kolaborasi. Hal ini, harus dudukung oleh rambu-rambu pola dan modus, style dalam nuansa berinteraksi dengan para pemangku kepentingan yang kreatif dan produktif. Ketiga, Sub-Sistem Tugas (pelaksanaan Program), yakni bagaimana CECOM dapat menetapkan Development Policy (Ultimate goal), what changes to be made, strategy/design of each department,
what services/ products offered,
which beneficiaries/target group, dan merubah masukan (input) sumberdaya dukung (dana) menjadi suatu hasil (barang atau jasa) yang dapat dilayankan kepada seseorang (warga) atau organisasi lainnya. Dan yang tidak kalah petingnya adalah upaya untuk men“generate” sumber daya dukung (pendapatan) lain (Hasan, 2006) 2.8. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Partisipasi Komunitas Peningkatan partisipasi komunitas dibangun atas dasar saling percaya yang didasari atas
kebutuhan dan kepentingan yang sama baik antara anggota
kelompok dalam komunitas maupun anggota kelompok di luar komunitas. Partisipasi juga membangun kebersamaan, aturan dan norma yang kokoh. Kekuatan komunitas yang terbentuk atas dasar partisipasi aktif merupakan daya saing yang kuat dari komunitas terhadap komunitas lain, hal ini membuat daya tahan komunitas untuk bertahan hidup lebih kuat. Komponen yang dianggap mempengaruhi partisipasi adalah keterlibatan masyarakat meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan serta kemampuan dan kesediaan masyarakat itu sendiri. Faktor lain yang tak kalah penting yaitu kemampuan organisasi dalam mengorganisir masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan dan interaksi komunikasi anggota masyarakat, artinya semakin tinggi kemampuan organisasinya semakin banyak warga yang terlibat, semakin tinggi interaksi komunikasi masyarakat semakin tinggi partisipasi yang terjadi (Ali, 2005). Pengembangan masyarakat merupakan suatu metode atau pendekatan pembangunan menekankan adanya partisipasi dan keterlibatan langsung penduduk dalam proses pembangunan, dimana semua usaha swadaya masyarakat diintegrasikan dengan uaha-usaha pemerintah setempat dan stakeholder lainnya untuk meningkatkan taraf hidup, dengan sebesar mungkin ketergantungan pada inisiatif penduduk sendiri. Pengembangan partisipasi sebagai elemen utama dalam
16
pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan akses komunitas terhadap pemenuhan kebutuhan dasar, kemampuan dalam berorganisasi, peningkatatan kesadaran kritis dan pendayagunaan kontrol sosial di dalam masyarakat (Tonny 2007). Arah dari sebuah program pemberdayaan adalah membangun partisipasi aktif setiap anggota komunitas dalam setiap kegiatan produktifnya. Partisipasi yang dimaksud diarahkan
kepada sistem demokrasi partisipatif, dimana
masyarakat terlibat langsung di dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa demokrasi partisipatif memerlukan adanya desentralisasi, akuntabilitas, pendidikan dan kesadaran akan segala hak dan kewajiban. (Sembiring, 2003) Menurut Marzali (2003), Tiga prinsip dasar dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat desa agar ikut serta dalam pembangunan dapat dilakukan dengan cara: a. Learning process (learning by doing); proses kegiatan dengan melakukan aktivitas proyek dan sekaligus mengamati, menganalisa kebutuhan dan keinginan masyarakat. b. Institusional development; melakukan kegiatan melalui pengembangan pranata sosial yang sudah ada dalam masyarakat. Karena institusi atau pranata sosial masyarakat merupakan daya tampung dan daya dukung sosial. c. Participatory; cara ini merupakan suatu pendekatan yang umum dilakukan untuk dapat menggali need yang ada dalam masyarakat Partisipatif adalah kata kunci
bagi semua program pemberdayaan
masyarakat pada saat ini, yaitu suatu jenis metode dengan pendekatan arus dari bawah ke atas, dalam artian berusaha menjaring aspirasi dan partisipasi masyarakat
calon
penerima
program
seobyektif
mungkin
untuk
diimplementasikan dalam bentuk program pemberdayaan masyarakat yang konkrit. Inti dari semua program pemberdayaan yang bersifat partisipatif, sebenarnya tidak hanya menginginkan perubahan positif dalam hal taraf kehidupan (livelihood), tetapi juga menyangkut pada perubahan positif dalam
17
bersikap dan bertingkah laku yang diwujudkan dalam perubahan
pola pikir
(mindset).(Purnama, 2007). 2.9. Modal Sosial Modal sosial merupakan suatu sistem yang mengacu kepada hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (world view), kepercayaan (Trust), pertukaran (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Colleta dan Cullen dalam Fredian Tonny Nasdian, 2005) Berbeda dengan modal fisik dan modal manusia yang sifatnya lebih konkrit, dapat diukur dan dapat diperhitungkan secara eksak untuk suatu proses produksi, wujud modal sosial tidak sejelas kedua jenis modal tersebut. Pemahaman tentang modal sosial menekankan pada hubungan timbal balik antara modal dan sifat sosial yang menjelaskan modal tersebut. Sifat sosial dalam modal sosial tidak bersifat netral, ditandai dengan adanya
hubungan saling
menguntungkan antara dua orang, kelompok, kolektivitas, atau katogori sosial atau manusia pada umumya. Kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai tujuan bersama di dalam berbagai komunitas disebut modal sosial. Kemampuan bekerjasama muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian paling kecil dalam masyarakat. Modal sosial bisa dilembagakan (menjadi kebiasaan) dalam kelompok yang paling kecil ataupun kelompok masyarakat yang besar seperti Negara (www.p2kp.org/pustakadetil.2008) 2.10. Monitoring dan Evaluasi Partisipatif Untuk melihat pencapaian hasil dari program pemberdayaan masyarakat perlu dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi secara reguler. Dengan monitoring dan evaluasi secara reguler kemajuan pelaksanaan program dapat dipantau terus-menerus. Sehingga, jika ditemui masalah, hambatan serta penyimpangan akan dapat diketahui sejak tahap-tahap awal.
18
Monitoring adalah kegiatan-kegiatan yang meliputi kegiatan pengamatan atau peninjauan ulang serta mempelajarinya, yang dilakukan secara terus menerus atau berkala oleh semua pihak yang merasa berkepentingan terhadap program di setiap tingkat pelaksanaan kegiatan, dengan tujuan memastikan kegiatan yang telah direncanakan berjalan sesuai rencana untuk mencapai target yang telah ditentukan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan tersedianya umpan balik bagi pengelola program dan penerima program di setiap tingkatan. Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan relevansi, hasilguna dan dayaguna pada setiap tahapan kegiatan program sesuai dengan target yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Evaluasi ini merupakan proses penyempurnaan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, menyesuaikan program dan pengambilan keputusan selanjutnya. Secara mudah, monev dapat diartikan sebagai kegiatan dengan tujuan untuk melakukan monitor atau melakukan suatu proses pelacakan untuk mengikuti perkembangan suatu rangkaian kegiatan dan selanjutnya melakukan evaluasi atau melakukan pemeriksaan pada masing-masing tahapan kegiatan dengan cara memperbandingkannya dengan target yang sudah ditentukan. Target yang sudah ditentukan ini terdapat pada indikator-indikator Kerangka Kerja Logis (Logical Frame Work) yang disusun sebelum program dilaksanakan. Monitoring dan evaluasi (monev) partisipatif adalah kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan sendiri oleh “insider” dengan sedikit fasilitasi dari “outsider”, sehingga diharapkan “insider” akan melakukan tindak lanjut hasil monev dengan kesadaran yang tinggi.
Tugas fasilitasi yang dilakukan oleh
“outsider” sebatas hanya memperkenalkan dan membimbing “insider” dalam pelaksanaan metodologi monev yang akan digunakan. Pembahasan dan kesimpulan hasil monev sedapat mungkin dihasilkan sendiri oleh “insider” atau dengan sesedikit mungkin peranan fasilitator. Peran fasilitator yang terlalu besar akan menyebabkan timbulnya rasa tidak percaya diri dari “insider”, sehingga membuatnya akan semakin jauh dari kegiatan tindak lanjut yang seharusnya dilaksanakannya. Monitoring dan evaluasi partisipatif merupakan alat untuk mengevaluasi berdasarkan data empiris yang valid dan tidak dilakukan sendiri oleh orang dalam (pelaku kegiatan) sehingga obyektifitas kesimpulan evaluasi dapat dipertanggungjawabkan dan mampu memberikan manfaat serta kepuasan
19
bagi yang dinilai,
yang sebenarnya sekaligus juga berperan sebagai penilai.
Kegiatan ini dikembangkan sebagai model yang melibatkan semua pihak, berupa suatu kolaborasi antara ‘outsider’ dan ‘insider’, agen pembangunan, dan pembuat kebijakan yang secara bersama-sama memutuskan bagaimana kemajuan proyek / program harus dinilai, dan bagaimana tindak lanjut langkah perbaikannya (corrective action). Model ini tidak ditujukan untuk mencari kesalahan tetapi lebih diarahkan pada maksud untuk memberdayakan, agar dapat ditemukan corrective action yang tepat sehingga proyek dapat berjalan dengan baik, transparan, serta mempunyai validitas dan obyektifitas yang tinggi, sekaligus mampu memuaskan semua pihak yang terkait. (Purnama, 2007) 2.11. Vectorial Project Analysis (VPA) Menurut Purnama (2007), salah satu alat yang digunakan untuk melakukan monitoring dan evaluasi partisipatif adalah dengan Vectorial Project Analysis (VPA). VPA adalah suatu metode monitoring dan evaluasi proyek yang dikembangkan dari SWOT Analysis.
Dengan VPA, akan dapat diketahui
perkembangan posisi dan status ketahanan pangan dari kelompok tani sasaran di setiap periode waktu, misalnya di masa awal program, ditengah masa program atau diakhir program nantinya.
Selanjutnya dengan VPA pula akan dapat
dilakukan pelacakan faktor apa saja yang sudah mencapai kemajuan atau faktor yang apa saja yang masih memerlukan perhatian.
Karena faktor kemudahan
analisa tersebut, maka VPA diadopsi dan diadaptasi sebagai salah satu alat monitoring dan evaluasi. VPA suatu metode monitoring dan evaluasi yang dikembangkan oleh Project Management Unit Special Programme for Food Security (SPFS) – FA0, dan mendapatkan penghargaan BR Sen Award dari FAO pada Desember 2007. (SPFS, 2007). Untuk tujuan monitoring dan evaluasi program pemberdayaan masyarakat, VPA telah dikembangkan sebagai alat evaluasi yang lengkap dan mudah diimplementasikan. Selain daripada fungsi utamanya sebagai alat monitoring dan evaluasi dampak program, VPA dapat juga digunakan sebagai alat untuk melakukan penilaian (assestement) pada waktu pemilihan lokasi dan calon
20
masyarakat penerima program, sehingga status
ketahanan pangan pada
masyarakat setempat dapat diketahui dengan jelas. Dasar perhitungan VPA menggunakan rumus dasar segitiga Phytagoras, yaitu : C² = A² + B² Dimana C adalah besaran (magnitudo) Vektor VPA
C B
Gambar 2. Rumus Segitiga Phytagoras Besaran vektor di dapatkan dari akar kuadrat C, yang menunjukkan besaran perkembangan pola pikir dan peningkatan taraf hidup, besaran sudut C juga menunjukkan kecenderungan arah pertumbuhan ke dua parameter utama, sehingga arah Rencana Tindak Lanjut dapat lebih terarah pada sub-indikator yang ternyata masih lemah. Analisa Rencana Tindak Lanjut selanjutnya akan lebih mendetail dengan melakukan analisa pada masing-masing sub-indikator dengan menggunakan Grafik Analisa Sub Indikator dan Tabel Skala Prioritas, sehingga detail program pada Rencana Tindak Lanjut dapat diketahui. Validitas dari VPA sebagai suatu alat monitoring dan evaluasi proyek akan ditentukan oleh kualitas data dan informasi yang diperoleh dari responden. Oleh sebab itu akurasi data menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan data. Salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas data adalah adanya perbedaan pemahaman terkait dengan (kuisioner).
pertanyaan dan wawancara
21
2.12. Kemajuan Pola Pikir dan Kemajuan Taraf Hidup Menurut Purnama (2007), evaluasi kemajuan status dan posisi ketahanan pangan yang dicapai oleh peserta dan penerima manfaat program pemberdayaan masyarakat pada prinsipnya diukur dari beberapa indikator kemajuan. Indikator ini dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu: 1. Indikator kemajuan pola pikir (mindset development). 2. Indikator kemajuan taraf hidup (livelihood development) Pemilihan dua indikator ini didasari pemikiran bahwa pada dasarnya program pemberdayaan masyarakat bertujuan meningkatkan status ketahanan secara holistik dan komprehensif yang tidak hanya meliputi peningkatan di bidang kesejahteraan (fisik) tetapi juga meliputi kemajuan kapasitas manusia yang ditunjukkan melalui perkembangan pola pikir yang positif. Pemilihan dua indikator ini pada prinsipnya juga didasarkan oleh kenyataan bahwa komponen
program pemberdayaan masyarakat tidak hanya
berfokus pada kegiatan pemberdayaan fisik tetapi juga meliputi kegiatan penguatan kelembagaan dan kapasitas masyarakat desa dalam meningkatkan ketahanan pangan. Hubungan dan posisi dari ke dua indikator utama ini menunjukkan tingkat keberhasilan program pemberdayaan masyarakat sebagaimana digambarkan pada Gambar 3. Vectorial Project Analysis (VPA) Y
V = ((Xa-Xb)2+(Ya-Yb)2)1/2
10
Livelihood development
(-,+)
(+,+) (7,8) (7,8)
V = 7.07 5 5
X
(2,3) (2,3) 5 (-,-) 0
(+,-) 5 10 Mindset development
Gambar 3. Hubungan kemajuan taraf hidup dan pola pikir dalam Vectorial Project Analysis (VPA)
22
Indikator kemajuan taraf hidup (livelihood) dikelompokkan sebagai indikator yang bersifat fisik (tangible) atau indikator-indikator yang dapat diukur secara kuantitatif. Indikator ini akan menggambarkan kemajuan fisik status ketahanan pangan yang antara lain diukur melalui beberapa sub indikator yaitu 1. Pendapatan, 2. Kesempatan kerja, 3. Konsumsi pangan, 4. Sanitasi dan kebersihan, Indikator kemajuan pola pikir (mindset) dikelompokkan sebagai indikator yang bersifat bukan fisik (intangible). atau indikator-indikator yang sebenarnya hanya bisa diukur secara kualitatif, tetapi dalam analisa VPA indikator-indikator pola pikir ini diukur secara kuantitatif. Indikator ini lebih lanjut diurai menjadi beberapa sub indikator yang meliputi tingkat : 1. Aktifitas di kelompok tani 2. Tingkat adopsi teknologi 3. Kebiasaan menabung 4. Kepercayaan diri 5. Orientasi pendidikan anak 6. Pengarusutamaan jender 7. Praktek dan orientasi bisnis (usahatani). Interpretasi hasil monitoring dan evaluasi dengan menggunakan VPA menjadi faktor yang paling penting. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, monitoring dan evaluasi menggunakan VPA ini dilakukan dengan metode komposit dimana indikator kemajuan program disederhanakan menjadi dua indikator utama yaitu taraf hidup (livelihood) dan pola pikir (mindset). Selanjutnya, untuk menggambarkan hasil evaluasi kombinasi kedua indikator ini dinyatakan dalam bentuk suatu koordinat. Indikator kesejahteran dijadikan sebagai koordinat Y sedangkan mindset dinyatakan sebagai koordinat X. Nilai koordinat dibatasi sesuai dengan skor maksimum yaitu dari 0 sampai 10. Selanjutnya, bidang koordinat akan dibagi menjadi empat kuadran yaitu dengan batas virtual terletak pada titik 5 atau titik tengah berada pada koordinat
23
(5,5).
Bidang kuadran yang dibatasi oleh garis Y >= 5 dan X >=5 disebut
kuadran I atau kuadran positif-positif. Sedangkan bidang yang dibatasi Y < 5 dan X < 5 disebut kuadran negatif-negatif (IV).
Sedangkan diluar bidang
tersebut diberi nama dengan kuadran positif negatif (II) dan negatif positif (III), Titik koordinat kombinasi dua indikator selanjutnya akan diplotkan dalam bidang koordinat sehingga bisa diketahui posisi kelompok tersebut jatuh pada kuadran yang mana. Posisi titik koordinat di kuadran ini menunjukkan status ketahanan pangan kelompok tersebut. Pada evaluasi tahap selanjutnya (tahun berikutnya) koordinat baru akan diplotkan. Dua titik koordinat tersebut selanjutnya jika dihubungkan dengan garis membentuk vektor. Dari koordinat dua titik ini akan dapat dihitung besaran (magnitudo) vektor. Magnitudo ini manggambarkan indeks kemajuan (progres) yang berhasil dicapai oleh program dalam rentang waktu tersebut. Dari ”pergerakan” posisi dari koordinat maka akan dapat diketahui perkembangan kemajuan program desa mandiri pangan pada kelompok tersebut dari waktu ke waktu. Sasaran akhir program adalah menggeser posisi dan status ketahanan pangan kelompok tersebut dari posisi di kuadran negatif-negatif menuju ke kuadran posisi positif-positif. Model keluaran VPA dijelaskan pada Gambar 4. Selain untuk menentukan posisi dan status ketahanan pangan, hasil VPA dilanjutkan dengan analisis pencapaian posisi dari kemajuan yang dicapai oleh kelompok tani. Untuk tujuan ini, bidang koordinat dibagi lagi menjadi empat segmen yaitu : (1)
Segmen I adalah dibatasi garis Y= 4 sampai Y = 5 dan X= 4 sampai X =5. Segmen ini diberi nama fase persiapan. Secara teoritis, setelah satu tahun pelaksanaan program status dan posisi kelompok tani peserta harus setidaktidaknya jatuh pada segmen ini. Jika setelah satu tahun program, status dan posisi koordinat masih jatuh di bawah segmen ini maka dinilai program belum mencapai kemajuan sesuai dengan harapan.
(2)
Segmen II dibatasi oleh garis Y=5 hingga Y= 6 dan X = 5 hingga X=6. Segmen ini diberi nama fase penumbuhan. Secara teoritis, setelah dua tahun pelaksanaan program, status dan posisi kelompok tani peserta harus
24
setidak-tidaknya jatuh pada segmen ini. Jika titik koordinat VPA jatuh di bawah segmen ini maka dinilai program belum mencapai kemajuan sesuai dengan harapan. (3)
Segmen III dibatasi oleh garis Y=6 hingga Y= 7 dan X = 6 hingga X=7. Segmen ini diberi nama fase pengembangan. Secara teoritis, setelah tiga tahun pelaksanaan program, status dan posisi kelompok tani peserta harus setidak-tidaknya jatuh pada segmen ini. Jika titik koordinat VPA jatuh di bawah segmen ini maka dinilai program belum mencapai kemajuan sesuai dengan harapan.
(4)
Segmen IV dibatasi oleh garis Y=7 hingga Y= 10 dan X = 7 hingga X=10. Segmen ini diberi nama fase kemandirian. Secara teoritis, setelah empat tahun pelaksanaan program, status dan posisi kelompok tani peserta harus setidak-tidaknya jatuh pada segmen ini. Jika titik koordinat VPA jatuh di bawah segmen ini maka dinilai program belum mencapai kemajuan sesuai dengan harapan.
10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00
A 1.00
2.00
3.00
2006-2007
4.00
5.00
6.00
7.00
2007-2008
Gambar 4. Bentuk Keluaran VPA
8.00
9.00
10.0 0
25
Analisis VPA menunjukkan suatu analisis yang bersifat komprehensif dengan menggunakan indikator komposit. Dengan cara ini maka informasi kemajuan yang diperoleh menunjukkan suatu kemajuan agregat tertimbang (ratarata tertimbang) dari seluruh indikator penyusunnya.
Padahal tentunya tidak
semua komponen (indikator) memiliki kemajuan yang selaras (proporsional). Sebagian indikator mungkin sudah terjadi kemajuan yang signifikan tetapi sebagian indikator yang lain mungkin belum mencapai kemajuan yang berarti. Guna menganalisis lebih jauh kemajuan setiap komponen indikator ketahanan pangan maka bisa dilakukan analisis indikator. Analisis indikator pada intinya adalah melihat nilai skor yang telah berhasil dicapai oleh setiap inidikator sehingga hasil dari Interpretasi untuk analisis indikator pada prinsipnya serupa dengan analisis VPA komprehensif. Jika skor suatu indikator belum mencapai sasaran, maka dinyatakan bahwa indikator tersebut belum mencapai kemajuan sesuai harapan. Lebih lanjut dengan analisis parsial pada setiap indikator akan dapat diketahui aspek apa yang masih lemah, serta yang paling lemah dari keseluruhan indikator ketahanan pangan. Atas dasar informasi ini maka akan dapat dirumuskan fokus kegiatan pendampingan pada tahun berikutnya. VPA terutama dilaksanakan pada tingkat kelompok tani, khususnya untuk menggambarkan kemajuan kelompok peserta program desa mandiri pangan. Selanjutnya, untuk melihat perkembangan kemajuan program pada tingkat desa maka perlu dilakukan agregasi. Agregasi pada dasarnya dilakukan dengan menghitung rataan skor VPA setiap kelompok dalam desa tersebut. Hasil VPA tingkat desa selanjutnya perlu diagregasikan ke tingkat kabupaten, khususnya untuk menggambarkan status dan kemajuan program desa mandiri pangan tingkat kabupaten. Agregasi pada dasarnya dilakukan dengan memasukkan rataan skor VPA setiap desa untuk dimasukkan dalam VPA tingkat kabupaten.
III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Keberlanjutan dari sebuah program pemberdayaan masyarakat dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang melibatkan masyarakat secara partisipatif. Evaluasi secara partisipatif berguna untuk melihat sejauh mana dampak pelaksanaan program pada peningkatan taraf hidup dan pola pikir masyarakat. Peningkatan taraf hidup dan peningkatan pola pikir masyarakat dapat diukur secara kuantitatif dengan dengan peranserta aktif masyarakat. Untuk itu diperlukan sebuah alat untuk mengevaluasi kedua parameter tersebut di atas dengan sederhana dan aplikatif, sehingga dapat disusun sebuah perencanaan untuk pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat kedepan. Aspek keberlanjutan (sustainibilitas) selain mendapatkan pengaruh eksternal dari luar kelembagaan kelompok tani, terdapat juga pengaruh berasal dari
program
pemberdayaan,
yaitu
perbandingan
besaran
porsi
peran
pendampingan dan peran kelompok itu sendiri. Sehingga untuk mencapai tujuan sustainibiltas diperlukan suatu pola perbandingan besaran porsi yang berkembang sesuai dengan kemajuan kelembagaan kelompok tani. Implementasi
program
pemberdayaan
masyarakat
akan
mampu
berkembang menjadi suatu program berkeberlanjutan yang diharapkan membawa masyarakat menjadi lebih sejahyera dan mandiri, apabila secara komprehensif memenuhi wilayah pembagian input yang dibutuhkan yaitu input fisik dan pengembangan kapasitas (input non fisik). Dari uraian di atas dirumuskan sebuah kerangka kajian pada Gambar 5.
27
18
Vectorial Project Analysis (Analisis VPA) KONDISI SAAT INI
Gambaran Umum Program CECOM Foundation 1. Sistem Program Pemberdayaan : a. Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu b. Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah c. Pengembangan Pelatihan dan Penguatan Kapasitas d. Pengembangan Usaha berbasis Komunitas 2. Sistem Program Layanan : a. Pengembangan Kesehatan Masyarakat b. Pengembangan Pendidikan Masyarakat
Permasalahan
1. Pengaruh intervensi Program Pemberdayaan Masyarakat : a. Peningkatan Pola Pikir b. Peningkatan Taraf Hidup. 2. Keberlajutan Program Program Pemberdayaan CECOM Foundation di Tingkat Komunitas 3. Bentuk Program lanjutan yang sesuai dengan kebutuhan komunitas
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Kajian
1. Implementasi Proyek/ Kegiatan Program Pemberdayaan Masyarakat 2. Evaluasi Dampak Proyek/ Kegiatan . RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN Model Strategi dan Implementasi Pemberdayaan Masyarakat Di Kabupaten Kampar
Dampak Program yang Diharapkan : 1. Peningkatan Taraf Kehidupan 2. Peningkatan Pola Pikir
1. Diversifikasi asupan konsumsi pangan 2. Pelibatan dan penguatan peran perempuan dalam poktan 3. Pengembangan jenis usaha produktif
Peningkatan Kesejahteraan dan Kemandirian masyarakat
28
3.2. Metode Penelitian 3.2.1. Metode Pengumpulan Data Rancangan penelitian yang digunakan dalam melakukan kajian ini menggunakan pendekatan kuantitatif (Vectorial Project Analysis/VPA) dengan topik kajian “ Peningkatan Pola Pikir dan Taraf Hidup Komunitas Petani melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa di Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar)”. Cara pengumpulan data yang dipergunakan dalam kajian ini yaitu mengumpulkan data dari berbagai sumber baik melalui pengumpulan data primer (diskusi/wawancara langsung diskusi kelompok, pengamatan lapangan) maupun pengumpulan data sekunder (data stastistik, laporan dari instansi-intstansi). Tahapan-tahapan dan pendekatan yang dilakukan dalam pengumpulan data primer adalah: 1. Pengamatan lapangan, yaitu melakukan pengamatan pada subjek kajian di Desa Tanjung Bungo (dahulu Desa Kampar), Desa Kualu Nenas, dan Desa Pulau Birandang Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar. 2. Diskusi dan wawancara (inteview) yaitu
menggali informasi dari unsur
kelompok tani dampingan dan yang bukan dampingan CECOM foundation. Data dan informasi yang digali meliputi : (a) pendapatan dan struktur pengeluaran; (b) konsumsi pangan; (c) sumber nafkah/ pekerjaan; (d) sanitasi dan kebersihan; (e) aktifitas dan tingkat kehadiran di kelompok; (f) tingkat adopsi teknologi; (g) frekuensi dan tempat menabung; (h) partisipasi dalam rapat kelompok; (i) persepsi pendidikan anak; (j) partisipasi dan peran gender; dan (k) orientasi praktek bisnis (usaha tani) Pengumpulan data sekunder berkaitan dengan kajian ini dikumpulkan dari Yayasan Peduli Pemberdayaan Masyarakat atau CECOM Foundation yang meliputi (a) profil lembaga; (b) strategi dan implementasi program;
(c)
monitoring dan evaluasi kemajuan program tahun 2006 – 2007. 3.2.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis data kajian ini menggunakan analisis kuantitatif melalui analisis Vectorial Project Analysis (VPA). Data hasil wawancara langsung dientrikan ke dalam file Survey Form VPA.
Format dalam form data entry
29
(worksheet) berbentuk persis sama dengan formulir wawancara. Pada prinsipnya hanya dilakukan pemindahan data dari bentuk hardcopy ke bentuk elektronis. Proses pengolahan data sudah dibuat dengan menggunakan pemrograman komputer. Untuk tujuan pengolahan data yang pertama kali dilakukan dengan membuat rata-rata skor dari setiap sub-indikator individu responden menjadi suatu rataan nilai skor pada tingkat kelompok tani. Langkah selanjutnya adalah memasukkan data rataan dalam sistem perhitungan untuk mendapatkan besaran nilai vektor VPA sehingga grafik VPA dapat digambarkan. 3.2.3.
Metode Perencanaan Program. Metode perencanaan program dalam kajian ini menggunakan metode
Logical Framework Analisis (LFA), dimana dalam hal ini perencanaan dilakukan dengan merumuskan masalah-masalah yang ada serta tujuan-tujuan pemecahan masalah yang akan dicapai secara jelas sehingga ikut mendorong tercapai mufakat pada saat adanya pendapat dan harapan yang beda-beda. 3.3. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilaksanakan di Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau yang dilaksanakan pada tanggal 5 Oktober 2008 sampai dengan 10 Februari 2009. Obyek kajian adalah analisa dampak program pengembangan sistem pertanian terpadu atau Integrated Farming System (IFS) kepada kelompok tani dampingan CECOM Foundation Alasan pemilihan lokasi penelitian disebabkan telah dilakukannya program pemberdayaan masyarakat oleh CECOM dalam pengembangan IFS yang telah dievaluasi secara partisipatif dengan menggunakan metode analisis VPA pada tahun 2006 (fase persiapan), dan pada tahun 2007 (fase pertumbuhan). Hasil evaluasi kemajuan program pemberdayaan CECOM Foundation periode tahun 2006-2007 tersebut telah dipublikasikan dalam bentuk buku pada tahun 2007. Peneliti tertarik mengetahui tren keberlanjutan kemajuan program pemberdayaan pada fase pengembangan (tahun 2008) serta merancang pengembangan program lanjutan pada fase kemandirian (tahun 2009).
30
Kajian dilaksanakan secara bertahap dengan jadwal seperti pada tabel 1, Tabel 1. Jadual Rencana Pelaksanaan Kajian No
Tahun 2008
Kegiatan 2
5
Pemetaan Sosial (PL1) Evaluasi Program (PL2) Penyusunan Dan Seminar Kolokium Pelaksanaan kajian dan Pengembangan Program Penulisan laporan
6
Seminar
7
Ujian Akhir
1 2 3
4
3
4
5
6
7
8
2009
9
10
11
12
11
12
Tahun 2010 1
2
3
4
5
3.4. Rancangan Penyusunan Progran Penyusunan Program pengembangan dilakukan dengan pendekatan partisipatif, yaitu melibatkan kelompok tani, pendamping komunitas serta tokoh masyarakat ditempat terpisah sesuai dengan fungsi dan perannya melalui disikusi. Tujuannya adalah untuk menyusun program pengembangan dan kebijakan program pemberdayaan masyarakat CECOM Penyusunan Program dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Penyajian hasil kajian mengenai gambaran perkembangan kelompok tani dampingan CECOM ditingkat desa sampai kabupaten. Penyajian ini dilakukan secara FGD atau diskusi kelompok untuk memperjelas latar belakang pembuatan rencana program. 2. Membahas kelemahan dan kekuatan strategi dan program pemberdayaan masyarakat CECOM berdasarkan
perkembangan dan keadaan petani
dampingan, untuk kemudian dibuat rencana aksi program 3. Mendiskusikan/membahas tindakan-tindakan yang akan dibuat dalam strategi maupun aksi program untuk memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi oleh petani dampingan melalui FGD atau diskusi kelompok. Merumuskan
rancangan
aksi
program
pemberdayaan
CECOM
berdasarkan prioritas utama permasalahan (berdasarkan hasil kajian), kemudian ditentukan sebuah kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Tahun 2011 4 5
IV. GAMBARAN UMUM CECOM FOUNDATION 4.1. Evolusi Program CSR PT. Riau Andalan Pulp And Paper PT. Riau Andalan Pulp And Paper (PT. RAPP) yang 98,5 persen sahamnya dimiliki oleh Grup APRIL (Asia Pacific Resources Holding Limited) adalah salah satu perusahaan penghasil produk bubur kertas (pulp) dan produk kertas (paper) terkemuka di dunia. Bahan baku utama PT. RAPP adalah kayu alam campuran (Mixed Hard Wood) dan kayu tanaman industri (akasia) yang bersumber dari area ijin konsesi Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) seluas 330.000 hektar yang tersebar di beberapa kabupaten di Propinsi Riau. Selain itu PT. RAPP juga memperoleh pasokan kayu yang bersumber dari area hutan milik masyarakat seluas 20.000 hektar dalam kemitraan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan bersumber dari area konsesi HPH perusahaan lain seluas 250.000 hektar dalam bentuk joint ventures. Total area hutan yang dijadikan sebagai sumber bahan baku kayu PT. RAPP adalah seluas 600.000 hektar (Sustainable Report of APRIL,2004). Sebagai industri ekstraktif yang berbasis pemanfaatan sumber daya alam, PT. RAPP menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan pengembangan bisnis berkelanjutan (sustainable business development). Ini berarti PT. RAPP secara operasional harus menguntungkan secara komersial (commercially viable), mampu menjadi lokomotif pengembangan ekonomi secara luas (economically sound) serta mampu memenuhi standar sosial dan lingkungan (meet social and international environmental standarts). Merujuk ungkapan Melayu Riau, ”Tali Berpilin Tiga”, PT. RAPP menjadikan domain Profit, People, dan , Planet, dalam satu kesatuan tarikan nafas tanggung jawab sosial perusahaan (Indef, 2008). Dalam hampir dua dasawarsa keberadaan PT. Riau Andalan Pulp And Paper (PT. RAPP) di Propinsi Riau telah mengalami proses evolutif dalam paradigma dan implementasi program tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR). Hal tersebut dilakukan perusahaan sebagai respon terhadap : 1. Tumbuhnya ekspektasi stakeholder kepada dunia usaha di Propinsi Riau agar lebih meningkatkan komitmen mengembangkan aspek sosial ekonomi lokal
32
serta berkontribusi nyata kepada penumbuhan partisipasi warga penduduk lokal dalam mata rantai produksi perusahaan. 2. Peningkatan dinamika perubahaan sosial di Indonesia pada umumnya dan di Propinsi Riau pada khususnya pada awal era reformasi yang disusul dengan berlakunya UU Otonomi Daerah, membuat dunia usaha menjadi ”sasaran tembak” secara terbuka oleh berbagai pemangku kepentingan yang menuntut kontribusi dan komitmen yang lebih tinggi dari perusahaan terkait isu-isu sosial dan lingkungan. 3. Tumbuhnya paradigma baru dan komitmen dari manajemen PT. RAPP yang memandang bahwa keberlanjutan dunia usaha sangat dipengaruhi oleh konsistensi perusahaan menjalankan usaha berbasis The Concept of The Triple Bottom Line, seperti yang ditunjukkan pada gambar 6. Corporate Forum for Chapter Community Riau Development
The “3P”
Konsep “The Triple Bottom Line” pada CSR PT. RAPP
Profit
CSR
People
Planet
Gambar 6. Konsep The Triple Bottom Line dalam CSR PT. RAPP Sumber : Fajar (2005)
Dalam perspektif ideal, Fajar (2005), melihat bahwa pelaku bisnis, tidak terkecuali PT. RAPP harus mereformasi paradigma dan perilakunya secara evolutif apabila menghendaki usaha yang ditekuni dapat berjalan berkelanjutan (business evolution toward sustainability) seperti dirangkum pada gambar 7.
33
Evolusi Bisnis menuju Keberlanjutan (Business Evolution Toward Sustainability)
From profit focus, a company exist only for shortterm shareholder profit
For philanthropy, passive donations to charities when requested
To community affairs, strategic giving linked to business interests (includes cause-related marketing)
To corporate community investment, strategic partnerships initiated by company
Corporate Forum for Chapter Community Riau Development
To Sustainable Business, integrated into business functions, goals, strategy.
Gambar 7. Evolusi Bisnis Menuju Keberlanjutan Usaha. Sumber : Fajar (2005) Proses evolutif paradigma dan pelaksanaan CSR di PT. RAPP oleh Indef (2008) dalam buku Sewindu CSR Riaupulp, dibagi menjadi tiga model sesuai motif atau pandangan perusahaan terhadap tanggung jawab sosialnya : 1. Model Cause-related Marketing (Tahun 1993 – 1999) Pada periode tahun tersebut pelaksanaan CSR PT. RAPP dikendalikan oleh divisi Hubungan Masyarakat (Public Relation) dibawah Departemen General Affair and Licenses. PT RAPP meyakini bahwa tanggung jawab sosial (CSR) menyumbang pada kemajuan perusahaan melalui efek catatan penghasilan dan berkait dengan alasan pemasaran. Dalam kaitan ini
perusahaan
mempertahankan
akuntabilitas
yang
ketat
dan
memunculkan kontribusi organisasi untuk menyumbang (charity) dengan alasan-alasan sosial. 2. Model Strategic Philantropy (Tahun 1999 – 2005) Pada pertengahan tahun 1999, PT. RAPP secara khusus mendirikan 2 departemen dan 1 divisi sekaligus untuk mendukung komitmen perusahaan dalam menjalankan CSR, yaitu :
34
a. Departemen PPMR (Program Pemberdayaan Masyarakat Riau), yang fokus menggarap isu-isu sosial ekonomi masyarakat khususnya dalam program community development yang mendasarkan pelaksanaannya secara lebih partisipatif. b. Departemen Lingkungan Hidup, yang fokus menggarap isu-isu lingkugan hidup dengan lebih terbuka (open policy) bagi proses pelibatan peran pemangku kepentingan khusunya Environmental NGO dalam pengambilan kebijakan. c. Divisi CRA (Community and Religious Affair) dibawah departemen HRD (Human Resources development), memfokuskan diri menggarap isu-isu pengembangan sosial keagamaan bagi komunitas internal perusahaan yaitu para karyawan dan keluarganya serta berbagai paguyuban yang berbasis etnis dan agama yang berada di lingkungan perusahaan. Dalam model ini, PT. RAPP meyakini bahwa efek balance sheet yang diperoleh dari kemampuan perusahaan membangun loyalitas jangka panjang, legitimasi dan kepercayaan atau kekayaan merk akan mendorong pencapaian tujuan strategis perusahaan yang lain. 3. Model Stakeholder Management (Tahun 2005 – 2008) Dalam kategori dinyatakan bahwa keterlibatan sosial memungkinkan terjadinya kompromi terhadap profitabilitas perusahaan. PT. RAPP melibatkan diri dalam jaringan hubungan sosial dan komunitas yang lebih besar. Memfasilitasi respon manajerial terhadap isu-isu yang muncul dan melegitimasi timbal balik (tradeoffs) yang terjadi. Dari sisi kesejahteraan sosial, perusahaan berpandangan
bahwa karena ketrampilan dan
sumberdaya yang dimiliki maka PT. RAPP membuat kontribusi substansial terhadap perbaikan sosial. Namun kewajiban perusahaan terbatas hal yang menjadi keahliannya dan/atau yang berpengaruh langsung (in line) kepada masyarakat.
35
Fajar (2005), menyebut pada tahun 2005 sebagai lompatan paradigma CSR PT. RAPP dengan menginisiasi dan memfasilitasi lahirnya Yayasan Peduli Pemberdayaan Masyarakat atau Care and Empowerment for Community Foundation (CECOM) sebagai organisasi pelaksana (implementing organization) dalam program pengembangan masyarakat (CD Program) seperti terlihat pada Gambar 8.
Sharing ….
Perjalanan Program CSR PT. RAPP
• Large scale plantation development begins
• Commercial production begins
• Community development committee set up
1995
1993
1998
• Community Development Department established
• Community Development Foundation established
1999
July 2005
Corporate Forum for Chapter Community Riau Development
• CSR Dept. established
Nov 2005 Moving forward
CD Programs were under PR focusing on incidental and charity programs
CD programs carried out by a separate department (CD Department) and concentrated in community empowerment.
CD programs are coordinated by CD Dept and carried out by the external foundation (CECOM)
Gambar 8. Perjalanan Evolutif CSR PT. RAPP Sumber : Fajar (2005)
4.2. Profil dan Program CECOM Foundation Care and Empowerment for Community Foundation (CECOM) atau Yayasan Peduli Pemberdayaan Masyarakat, merupakan Lembaga Pengembang Swadaya Masyarakat (LPSM), nir-laba, non-politik, non-sektarian, lahir berbadan hukum Yayasan No 2 tanggal 4 Juli 2005. CECOM Foundation lahir dari kandungan sejarah perjalanan Riaupulp (PT. RAPP) di dalam mengejawantahkan, menapaki dan melaksanakan prinsip Tanggung Jawab Sosial-nya. Hal ini bersifat “mandatoris”, yang secara makro, CECOM akan berperan di dalam proses perubahan sosial di Riau. Sedangkan secara mikro CECOM komit untuk peduli terhadap keterbelakangan dan ketertinggalan sebagian penduduk di Riau. Jadi bisa disimpulkan bahwa pendirian CECOM Foundation diinisiasi dan difasilitasi oleh shareholder maupun
manajemen PT. RAPP, dimana lembaga tersebut
36
dimaksudkan tumbuh menjadi independen dan mandiri sebagai Lembaga Pengembang Swadaya Masyarakat (Hasan, 2006) Dalam pengelolaannya, CECOM Foundation dikembangkan untuk memperkuat karakter dan peran CSR PT. RAPP yang diharapkan fokus menggarap : a. Ketidakberuntungan Struktural (Structural disadventage) b. Kebutuhan (Needs) c. Hak (Rights) d. Kedamaian dan non-kekerasan (Peace and non-violence) e. Demokrasi Partisipatif (Participatory democracy), dan Pemberdayaan (Empowerment) CECOM Foundation membawa misi khusus merubah wajah CSR PT. RAPP dari motif membangun citra korporat (image building) menjadi motif membangun kepercayaan (trust building), dari persepektif social cost menjadi social capital menuju proses pengembangan masyarakat yang berkelanjutan dalam prinsip pendekatan yang dinamakan sebagai
“mengenal, dikenal, dan
diterima” seperti yang dijelaskan pada gambar 9. • • • •
Sumber : CECOM (2005)
Mengenal
Paradigma Komitmen Corporate Policy Implementing Guidline
Dikenal
Diterima
Charity
Pemberdayaan
Membangun Citra
Membangun Kepercayaan
Biaya Sosial
Investasi Sosial
Gambar 9. Prinsip “Mengenal, Dikenal, dan Diterima. Sumber : CECOM Foundation (2006)
Penerimaan Sosial
Sustainable Dev’t
Modal Sosial
37
Oleh para pendirinya CECOM Foundation diberi amanat, pertama agar di dalam operasinya teguh di atas pijakan filosofis dalam perspektif mengaktualisasikan nilai keberpihakan terhadap kelompok marginal berdasarkan keadilan kesetaraan dan keseimbangan lingkungan. Kedua, secara bertahap mampu mengelola, menggerakkan (generate) dan menumbuhkembangkan ”modal daya dukung” yang telah dirintis oleh PPMR (CD PT. RAPP) untuk menjadi lembaga pengembang swadaya yang mandiri. CECOM Foundation dikembangkan untuk memperkuat karakter dan peran CSR. Konsentrasi program aksi didasarkan kepada aspek Community Empowerment yang bertitik tolak pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat, dimana prosesnya
mengandung elemen yang dapat
mengubah dan mengembangkan kesadaran, cara dan arah berfikir, serta pola sikap hidup positif (Hasan, 2006). Visi lembaga adalah “menjadi pusat unggulan (center of excellence) di bidang pemberdayaan masyarakat” dimaksudkan agar CECOM (a) konsisten dan memiliki komitmen yang tinggi serta kerelawanan para pengurus dan jajarannya untuk mengantarkan CECOM sebagai lembaga yang mempunyai unggulan komparatif dan kompetitif di bidang pemberdayaan masyarakat; (b) semangat untuk unggul dalam aspek metodologi kerja; (c) berada di depan barisan berbagai lembaga yang ada di Riau; dan (d) menjadi tolok capai (benchmark) bagi ranah dan praktek pemberdayaan masyarakat marginal di Indonesia. Visi yang termaktub menggambarkan suatu obsesi/cita-cita dari berdirinya CECOM sekaligus memberikan jawaban pada para pemangku kepentingan (stakeholder) tentang aspirasi CECOM dan jawaban mengenai what is really want to be.
Formulasi dan peletakan visi ini seharusnya memberikan spirit dan
sekaligus pengikatan diri kepada segenap jajaran manajemen Riaupulp dan Dewan Pengurus CECOM dan selalu menjadi acuan dalam merumuskan misi, tujuan, perencanaan strategi dan program operasional. Hal ini penting dilihat dari latar belakang berdrinya CECOM, yang dalam perumusan visi tersebut tidak dapat dilepaskan dari beberapa hal, antara lain: (a) Kondisi dan kecenderungan internal organisasi; (b) Kondisi dan kecenderungan eksternal yang dihadapi organisasi; (c) Nilai-nilai yang dimiliki para pengambil keputusan penting dalam organisasi.
38
Misi CECOM sebagaimana diformulasikan dalam strategic planning (Lokakarya Perencanaan Strategis di Batam yang diikuti oleh seluruh staf PPMR dan manajemen PT. RAPP) adalah: (a) Meningkatkan pengetahuan ketrampilan serta
dan
mengembangkan sikap hidup positif masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya; (b) Menumbuh kembangkan potensi ekonomi lokal yang berbasis partisipasi masyarakat; ekonomi dalam meningkatkan akses
(c) Mengembangkan kemitraan sosial menuju masyarakat sejahtera dan mandiri;
(d) Mendorong partisipasi dan kerelawanan masyarakat melalui program aksi secara kolaboratif dalam kerangka pembangunan sosial dan lingkungan secara berkelanjutan. Program pemberdayaan masyarakat CECOM Foundation dibagi menjadi dua sistem program utama, yaitu Sistem Program Pemberdayaan (empowerment) dan Sistem Program Layanan (Care Services), dimana proyek atau kegiatan yang dilakukan didasarkan pada misi, tujuan dan strategi organisasi serta disesuaikan dengan kebutuhan kelompok sasaran. A. Sistem Program Pemberdayaan : 1. Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu (Integrated Farming System/IFS), merupakan sistem kegiatan yang memfasilitasi tumbuhnya struktur usaha tani berbasis sumberdaya lokal dengan mengintegrasikan sub-sub sektor pertanian pada tingkat komunitas petani dampingan dan memperkuat kelembagaan kelompok tani. 2. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Micro, Small and Medium Enterprises/ MSME) , merupakan sistem kegiatan yang mendorong tumbuhnya potensi ekonomi lokal dan meningkanya skala usaha komunitas termasuk pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (micro financing institution) milik komunitas dampingan. 3. Pengembangan
Pelatihan
dan
Penguatan
Kapasitas
(Training
Development and Capacity Building/ TDCB), merupakan sistem kegiatan yang difokuskan meningkatkan kualitas SDM komunitas dampingan sebagaimana juga kualitas SDM pendamping komunitas. 4. Pengembangan Usaha Berbasis Komunitas (Community Based Business Development/ CBBD), merupakan sistem kegiatan yang
39
mendorong tumbuhnya unit-unit usaha produktif komunitas (daya dorong/ pushing power) serta menarik peluang kerjasama dan kemitraan usaha antara komunitas dampingan dengan komponen masyarakat yang lain (daya ungkit/ pulling power). B. Sistem Program Layanan ; 1. Pengembangan Layanan Kesehatan Komunitas (Community Health Services), merupakan sistem kegiatan yang mendorong tumbuhnya kesadaran hidup sehat pada tingkat komunitas tempatan melalui penguatan kader kesehatan lokal. Stimulan yang digunakan adalah Layanan Kesehatan Keliling dan peningkatan kualitas gizi komunitas. 2. Pengembangan
Layanan
Pendidikan
Komunitas
(Community
Education Services), merupakan sistem kegiatan yang memfasilitasi terbangunnya aksestabilitas komunitas terhadap kebutuhan pendidikan. Kegiatan unggulan yang dijalankan adalah pengembangan partisipasi komunitas dalam pendirian lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), pengembangan Taman Bacaan Komunitas (TBK) dan penguatan kapasitas relawan lokal TBK, layanan beasiswa (scholarship), dan kerelawanan orang tua asuh (poster parents). 4.3. Perkembangan Lembaga dan Program CECOM Foundation 4.3.1. Pengembangan Organisasi Dalam
menjalankan
program
pemberdayaan
masyarakat
CECOM
Foundation memiliki konsep pengembangan organisasi seperti terlihat pada Gambar 10. Pengembangan organisasi CECOM Foundation meliputi tiga sistem pengelolaan/ manajemen yaitu : (1) Sistem Manajemen Program; (2) Sistem Manajemen SDM/ Organisasi; dan (3) Sistem Manajemen Keuangan. Pertama, Sistem Manajemen Program yang dikembangkan meliputi tiga aspek dasar yang menjadi satu rangkaian mekanisme pelaksanaan program pemberdayaan, yaitu : (a) Penentuan Arah Program, merupakan arahan strategis (strategic direction) yang dirumuskan secara partisipatif setiap akhir tahun pada forum ”Lokakarya Evaluasi dan Perencanaan Program”. Peserta lokakarya meliputi para pemangku kepentingan CECOM Foundation yang terdiri dari unsur
40
pengurus yayasan, pelaksana/ staff, CSR PT. RAPP, konsultan dan para pihak yang dipandang perlu oleh pengurus; (b) Program Lembaga, merupakan program yang disusun dan dijalankan CECOM Fondation yang telah ditetapkan pada lokakarya sebagai upaya mewujudkan misi organisasi; (c) Proyek/ Kegiatan, merupakan upaya taktis implementatif dari program-program yang telah ditetapkan. Proyek/ kegiatan CECOM dapat berubah atau diubah setiap tahun bergantung dari perkembangan dan kebutuhan masyarakat dampingan.
Gambar 10. Pengembangan Organisasi CECOM Foundation Sumber : CECOM Foundation (2006) Kedua, Sistem Manajemen SDM/ Organisasi yang dikembangkan meliputi tiga aspek dasar yang menjadi satu rangkaian mekanisme pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resources Development/ HRD) pada CECOM, yaitu : (a) Pengembangan SDM dengan acuan setiap personal didorong dan difasilitasi CECOM mendapatkan penguatan kapasitas melalui training sebanyak 100 jam per tahun; (b) Staffing, CECOM mengembangkan motivasi para staf organisasi dengan kebijakan jelas dalam memberikan kepastian kerja dan peluang kenaikan ”karir” (career path) dengan Compensation and Benefit yang pantas. Istilah yang sering digunakan ”Mendampingi masyarakat miskin, tidak boleh menjadi pendamping yang miskin” sehingga para staf memiliki etos kerja sesuai dengan yang diharapkan organisasi dan full support bagi keberhasilan program;
41
(c) Sistem dan prosedur, merupakan tools bagi monitoring dan evaluasi kinerja setiap departemen dan staf dalam organisasi dalam menjalankan program maupun dalam kaitan kepersonaliaan. Untuk kaitan ini CECOM juga mengembangkan Management Information System (MIS) yang memungkinkan kinerja organisasi dapat dipantau secara real time dan implementasi pengambilan keputusan terkait verifikasi maupun approval system kegiatan berjalan secara computerized dan paperless. Ketiga, Sistem Manajemen Keuangan yang dikembangkan meliputi tiga tahapan yang menjadi satu rangkaian mekanisme pembiayaan program CECOM Foundation melalui donasi dari PT. RAPP maupun sumber fundraising yaitu : (a) Perencanaan, merupakan tahapan krusial karena membutuhkan verifikasi dan konsultasi intensif dengan donatur program. Penetapan Perencanaan Pembiayaan dilakukan pada Lokakarya Evaluasi dan Perencanaan Program; (b) Sumber Pendanaan utama berasal dari PT. RAPP sebagai bagian dari dana CSR perusahaan. Sumber pendanaan lain berasal dari Pemerintah Daerah atau dari pihak-pihak lain yang menjalankan kemitraan dan kerjasama program dengan CECOM Foundation. Strategi kerjasama dan kemitraan dengan instansi lain terbukti efektif untuk menghimpun dana bagi keberlanjutan lembaga dan program yang dijalankannya. 4.3.2. Pengembangan Kerjasama dan Kemitraan Kehadiran CECOM Foundation sebagai Lembaga Pengembang Swadaya masyarakat (LPSM) dalam kurun tiga tahun (2005 – 2008) telah memberikan warna baru dan kontroversi sebagai salah satu Developmentalist NGO yang dilahirkan dari rahim korporasi raksasa yang berkarakter kapitalistik. Banyak pihak yang skeptis namun tidak sedikit
pihak yang memberi apresiasi atas
inisiasi PT. RAPP “melahirkan” CECOM dan menilai positif sebagai sebuah breakthrough dalam pelaksanaan program CSR. Perjalanan tiga tahun CECOM Foundation menjalankan program pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari pelaksanaan program CSR PT. RAPP telah berhasil menjalin kerjasama dan kemitraan dengan berbagai stakeholder di Propinsi Riau maupun mitra kerja di Propinsi lain seperti yang terlihat pada Tabel 2.
42
Tabel 2 Mitra dan Proyek Kerjasama CECOM Foundation (2005-2008) No.
Mitra Kerjasama
Nama Proyek
Sasaran dan Lokasi
1
PT. Asia Forestama Raya
Studi Sosial untuk CD
Internal perusahaan/ Pekanbaru
2
PT. Chevron Pacifik Indonesia
Taman Bacaan Komunitas
Komunitas dampingan CPI
3
British Red Cross (BRC)
Training Organic farming
Komunitas dampingan BRC NAD
4
Pemkab Kampar
5 6 7 8
9
1.1. Training Pendamping Kelompok Swadaya 1.2. Training Kelembagaan Masyarakat 11 desa PT. INCO, Tbk Training Evaluasi CD metode VPA Unicef dan Disnak Prop. Riau Training Penanggulangan Avian Influenza PT. Bina Swadaya Konsultan Monev program CD di wilayah dampingan IOM Dinas Peternakan Prop. Riau 1. Training pembuatan kompos di 6 Kab/ Kota 2. Penggaduhan 500 ekor sapi bali WWF Riau dan Yayasan Taman Workshop penyusunan CD Nasional Tesso Nilo Program bagi masyarakat di wilayah Taman Nasional Tesso Nilo, Riau
• 25 pendamping komunitas di Kampar • 350 petani miskin di Kampar • 25 orang CD Officer INCO, di Sorowako, Sulsel • Komunitas dampingan CECOM • Komunitas dampingan IOM di Nangroe Aceh Darussalam • Komunitas petani dampingan CECOM Foundation • Forum Masyarakat Tesso Nilo dan Perusahaan di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo
Selain mendapat apresiasi dari berbagai lembaga lain baik lembaga pemerintah, dunia usaha maupun lembaga swadaya masyarakat dalam kerangka kerjasama dan kemitraan seperti terlihat pada Tabel 2, CECOM Foundation juga sering diundang untuk menjadi pembicara/ pemateri di berbagai pelatihan/ seminar/ Rakornas di dalam Propinsi maupun di luar Propinsi Riau seperti : (1) Workshop Aliansi Nasional Memerangi Kelaparan (AMNK), Deptan RI, Jakarta; (2) Munas dan Seminar “Masyarakat Pertanian Organik Indonesia”, Jakarta; (3) Seminar Nasional dan Expo “Corporate Forum for Community Development” di Pekanbaru; (4) Dan lain-lain. Pencapaian diatas menunjukkan bahwa kehadiran CECOM Foundation sebagai implementation organization program CSR PT. RAPP merupakan strategi yang efektif bagi leveraging program CSR.
V. DESKRIPSI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT OLEH CECOM FOUNDATION Misi CECOM sebagaimana diformulasikan dalam strategic planning (Lokakarya Perencanaan Strategis secara partisipatif di Batam tahun 2005) adalah: (a) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta mengembangkan sikap hidup positif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya; (b) Menumbuh kembangkan potensi ekonomi lokal yang berbasis partisipasi masyarakat; (c) Mengembangkan kemitraan sosial ekonomi dalam meningkatkan akses menuju masyarakat sejahtera dan mandiri; (d) Mendorong partisipasi dan kerelawanan masyarakat
melalui
program
aksi
secara
kolaboratif
dalam
kerangka
pembangunan sosial dan lingkungan secara berkelanjutan. Dari misi diatas maka ditetapkan sistem program pemberdayaan yang dijalankan yaitu : (1) Program pengembangan sistem pertanian terpadu (atau integrated farming system/ IFS), (2) Program pengembangan usaha mikro kecil menengah termasuk pengembangan micro financing didalamnya, (3) Program pengembangan pelatihan dan penguatan kapasitas, dan (4) Program pengembangan usaha berbasis masyarakat. Program pengembangan sistem pertanian terpadu (integrated farming system/IFS) merupakan program inti yang menjadi leading sector bagi pencapaian misi dan tujuan pemberdayaan masyarakat CECOM Foundation. Adapun tiga sistem program pemberdayaan lainnya merupakan supporting sector. 5.1. Program Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu (Integrated Farming System/ IFS) Main objective dari program IFS adalah terwujudnya kesejahteraan kemandirian masyarakat tani yang ditandai dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat seiring dengan perubahan pola pikir dan sikapnya. Penekanan pada implementasi program IFS adalah sistem pendampingan secara snow balling effect dengan metodologi dan strategi yang berbeda pada setiap tahapan kemandirian sesuai dengan mekanisme pemberdayaan pada gambar . Implementasi Program IFS CECOM Foundation dilaksanakan sebagai suatu media yang diharapkan mampu memberikan fasilitasi terhadap proses pemberdayaan masyarakat, yaitu :
44
1. Pendekatan
perbaikan
taraf
hidup
(pemberdayaan
fisik),
dengan
pengembangan potensi ekonomi lokal berbasis pertanian perdesaan
yang
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan, kesempatan kerja, ketahanan pangan dan kualitas lingkungan hidup masyarakat mitra dampingan. 2. Pendekatan peningkatan pola pikir (pemberdayaan non fisik), dengan proses pengembangan kelembagaan kelompok tani, pengorganisasian dan penguatan kapasitas
komunitas
dampingan
menuju
keberlanjutan
program
pengembangan komunitas yaitu prospek kemampuan komunitas dalam mengelola kegiatan pemberdayaan secara mandiri (help them to help them selves) Kelompok yang menjadi sasaran utama pendampingan pada program IFS CECOM Foundation adalah komunitas petani mitra dampingan yang subsisten atau marjinal. Melalui pendekatan peningkatan pola pikir dengan proses pendampingan yang terus menerus, diharapkan dalam waktu empat tahun pendampingan komunitas petani subsisten telah mampu menjadi kelompok tani yang mandiri (self reliance). Kegiatan Program IFS di Kelompok Tani dampingan didisain sesuai dengan strategi pengembangan kelembagaan kelompok tani yang terdiri dari empat tahapan atau fase yaitu persiapan, penumbuhan, pengembangan dan kemandirian, seperti terlihat pada gambar 11, dimana fase-fase tersebut mengacu kepada mekanisme pemberdayaan komunitas yang direncanakan PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN KOMUNITAS (POKTAN)
e-4
T h.k
e-3
T h.k T h.
Ke-2
e-1
T h.k
Hibah
Seed Capital
Kredit Bersubsidi
Kredit Komersial
Gambar 11 Pengembangan Kelembagaan Komunitas CECOM
45
”Intervensi” program IFS pada tahap awal (tahun pertama pendampingan) yang dinamakan ”fase persiapan” ini adalah bantuan input fisik yang bersifat grand (hibah) yang langsung diterima para anggota kelompok. Dengan pendampingan yang dilakukan oleh field CD officer selama satu tahun maka kelompok ini diharapkan berhasil menjadi kelompok-kelompok tani potensial. Pada fase ini, secara sistematis dan simultan intervensi program pemberdayaan non fisik dilakukan dan didukung oleh supporting sector pengembangan pelatihan dan penguatan kapasitas. Pada tahun kedua pendampingan, kelompok tani potensial ini telah masuk dalam ”fase penumbuhan” dimana pada fase ini kelompok tani telah mengalami kemajuan terkait aspek kelembagaan. Kelompok tani pada fase ini telah mampu menyususn aturan-aturan kelompok secara tertulis, pengelolaan kelompok secara demokratis partisipatif, dan anggota kelompok telah menunjukkan ketaatan pada aturan kelompok yang dicirikan
dengan tingginya tingkat kehadiran mereka
dalam pertemuan kelompok. Dari aspek organisasi, kelompok tani pada fase ini telah memiliki sistem pembukuan sederhana. Fasilitasi yang diberikan program IFS pada fase penumbuhan ini adalah ”modal abadi” (seed capital) bagi kelompok seperti input produksi pertanian. Oleh kelompok tani, seed capital ini ”dijual” kepada anggota sesuai harga pokok pembelian dan selanjutnya anggota akan membayar dengan cara mengangsur. Hasil pembayaran dari anggota ini selanjutnya dikembangkan oleh kelompok tani menjadi modal bergulir (revolfing fund) melalui ”gerakan” simpan pinjam pada kelompok. Pada tahap selanjutnya (tahun ketiga pendampingan) sesuai dengan perkembangan kelembagaan, kelompok memasuki ”fase pengembangan” dimana pada fase ini dicirikan dengan keaktifan dan kelancaran anggota kelompok tani memanfaatkan kelompok sebagai wadah kegiatan simpan pinjam. Pada fase ini ”gerakan simpan pinjam” berubah menjadi kelembagaan unit simpan pinjam (USP) dimana administrasi pendukung secara sederhana telah mengacu pada Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Fasilitasi yang dilakukan program IFS sebagai leading sector pada tahap ini, selanjutnya di-back up oleh tiga supporting sector CECOM Foundation yaitu (1) Program pengembangan UMKM, (2) Program
pengembangan
usaha
berbasis
masyarakat,
dan
(3)
Program
pengembangan pelatihan dan penguatan kapasitas. Unit simpan pinjam (USP)
46
milik kelompok tani selanjutnya dikembangkan dengan pola intermediasi kepada sumber-sumber pembiayaan dengan bunga bersubsidi (soft loan) seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP ”Mitra Madani”), maupun dana pinjaman PKBL dari BUMN yang ada di Riau. Pada fase pengembangan, usaha kelompok tani sudah feasable namun belum bankable, sehingga akses penguatan modal kelompok baru bisa difasilitasi oleh lembaga pembiayaan non bank yang memiliki skim kredit pinjaman bunga lunak (enam persen per tahun) dengan tidak mensyaratkan collateral berupa sertifikat hak milik (SHM) namun ”cukup” dengan BPKB atau SKGR tanah. Untuk itu kepentingan tersebut, CECOM Foundation menginisiasi pendirian KSP Mitra Madani dan menghibahkan dana awal sebesar satu milyar rupiah untuk dikelola oleh KSP Mitra Madani sebagai kredit program bagi mitra dampingan yang telah mencapai fase pengembangan. Tahap keempat (tahun keempat pendampingan), kelompok tani dampingan CECOM Foundation diharapkan telah memasuki ”fase kemandirian”. Pada tahap pendampingan ini dilakukan
proses pembelajaran menuju pengelolaan
usaha tani yang bankable, dimana kelompok tani dampingan yang sudah masuk dalam kategori ini diperkenalkan dengan kredit komersial yang ada di KSP Mitra Madani maupun yang ada di bank komersial (Bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat). Diharapkan dengan proses pembelajaran ini kelompok tani dampingan pada waktu yang tepat menjadi mampu mengakses modal atau pembiayaan usaha dari perbankan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE). Pola kluster pendampingan CECOM Foundation yang dikaitkan dengan fase-fase dalam mekanisme pemberdayaan seperti pada gambar . menunjukkan bahwa penguatan kelembagaan simpan pinjam atau lembaga keuangan mikro (LKM) merupakan ”strategi keluar” (exit strategy) dalam pergeseran peran pendampingan dari CECOM Foundation kepada swakelola oleh kelompok tani mandiri. Program IFS sampai dengan bulan Desember 2008 telah mendamping 151 kelompok tani (poktan) dampingan di 110 desa, dengan total petani mitra dampingan 4.640 orang petani, secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.
47
Tabel 3. Data Perkembangan Poktan Dampingan CECOM Foundation tahun 2008
No 1 2 3 4 5 6
Kabupaten/Kota
Jumlah Poktan Dampingan
Kampar Kuantan Singingi Pekanbaru Pelalawan Rokan Hulu Siak Total
15 50 9 48 9 20 151
Jumlah Desa 11 38 5 34 6 16 110
Jumlah Petani Dampingan (orang) Non Aktif Pasif Aktif 204 10 24 990 53 163 106 9 102 1.553 148 419 137 64 49 440 58 111 3.430 342 868
Sumber : (CECOM Foundation, 2008) Dari data tabel 3 diketahui bahwa jumlah petani dampingan sebanyak 3.772 orang petani tersebut merupakan jumlah mitra yang masih aktif dan pasif, atau sama dengan 81 persen dari total anggota poktan tercatat. Sedangkan presentase anggota poktan dampingan yang aktif sebesar 3.430 orang atau sama dengan 74 persen dari total jumlah anggota pokta tercatat. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa proses pendampingan yang dilakukan CECOM Foundation selama program IFS dijalankan sampai tahun 2008 telah mampu menjaga keberlanjutan program sebesar 74 – 81 persen dari yang diharapkan. Masih dicatatnya petani dampingan yang pasif disebabkan karena adanya keyakinan bahwa petani yang pasif masih berpotensi menjadi aktif kembali, melalui pola pendampingan yang proaktif dari field CD officer dan memecahkan permasalahan yang ada di mitra dampingan yang membuat dirinya menjadi tidak aktif di kelompok, sedangkan petani dampingan yang tidak aktif tidak dicatat lagi dalam data based di CECOM Foundation. Strategi pelaksanaan program IFS
CECOM Foundation telah mampu
meraih perkembangan yang sangat positif, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.
48
Tabel 4. Perkembangan Program IFS CECOM Foundation 2005 – 2008 No
Perkembangan
2005
Tahun 2006 2007 6 6
2008 6
1
Jumlah Kabupaten /kota
6
2
Jumlah Desa dampingan
90
99
104
110
3
Jumlah Kelompok Tani dampingan
77
133
142
151
4
Jumlah Petani dampingan (org)
2.259
3.103
3.485
3.772
5
Luas Lahan Pertanian (ha)
524
1.686
2.274
2.595
6 7
Populasi Ternak petani (ekor) Jumlah kolam dan kerambah ikan
2.535 210
2.562 324
2.589 406
3.653 420
8
Jumlah Unit Simpan Pinjam (LKM)
N/A
30
93
108
Sumber : (CECOM Foundation, 2008) Dari Tabel 4 diatas dapat dilihat perkembangan program IFS di masyarakat mengalami kemajuan yang signifikan dimana usaha tani yang dikelola kelompok-kelompok tani yang meliputi sub sektor pertanian, peternakan dan perikanan telah sebagian besar telah didukung oleh keberadaan sektor lembaga keuangan mikro (LKM) sebagai wadah masyarakat mengembangkan unit usaha simpan pinjam di pedesaan. Hal tersebut sesuai dengan mekanisme pemberdayaan yang diterapkan oleh CECOM Foundation.
5.1.1. Daur Kegiatan/ Program IFS Program pengembangan komunitas melalui Kegiatan Program IFS yang dikembangkan CECOM Foundation mengacu kepada perencanan, implementasi, monitoring dan evaluasi secara partisipatif dengan daur kegiatan sebagai berikut : 1. Identifikasi Kebutuhan, kajian masalah dan kebutuhan 2. Perencanaan Kegiatan, kajian potensi dan alternatif kegiatan 3. Pelaksanaan Kegiatan, pengembangan sikap dan perilaku 4. Monitoring Kegiatan, melihat perkembangan hasil 5. Evaluasi Kegiatan, melihat hasil akhir proyek 6. Pasca Kegiatan, swakelola oleh komunitas
49
Penyusunan Program IFS dilakukan secara partisipatif melibatkan seluruh anggota kelompok difasilitasi oleh pendamping komunitas CECOM yaitu satu orang Field Officer (FO) dan dibantu satu orang Pendamping Mitra Bina (PMB) yang merupakan bagian dari komunitas lokal. Kegiatan pra penyusunan program dilakukan secara partisipatif dengan anggota kelompok, masyarakat dan tokoh masyarakat, meliputi kegiatan : 1. Membuat Peta Desa, untuk mengetahui keadaan masyarakat, baik tata letak perumahan, ladang, perkebunan, prasarana fisik serta untuk mendapatkan gambaran tentang semua potensi yang ada. 2. Membuat Matriks Kelender Musim, untuk mengetahui keadaan tanaman yang ada atau ditanam oleh masyarakat selama satu tahun, keadaan kegiatan masyarakat selama satu tahun, kebutuhan tenaga kerja serta hal lainnya yang menggambarkan seluruh kegiatan masyarakat dalam satu tahun. 3. Mambuat Matriks Ranking, untuk mengetahui sumber pendapatan utama masyarakat selama satu tahun berdasarkan jenis pekerjaan dan jenis tanamannya. 4. Melakukan Transek, melihat secara nyata keadaan masyarakat baik itu keadaan
tanah,
ekonomi,
tanaman,
ternak
dan
lain-lain
sehingga
mempermudah dalam penyusunan program 5. Mencari Isu Pokok yang ada di masyarakat berkaitan dengan pengembangan ekonomi masyarakat. 6. Membuat Program Pemberdayaan Masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyakarat dan potensi lokal yang ditemukan. 5.1.2. Disain Program Integrated Farming System/ IFS Sistem Pertanian Terpadu atau Integrated Farming System (IFS) merupakan sebuah model pertanian yang mengintegrasikan beberapa sub sektor pertanian dalam arti luas yaitu peternakan, pertanian tanaman pangan dan hortikultura, serta perikanan dalam satu lahan. Ketiga sub sektor ini masih diperkuat dengan pengembangan industri kecil (home industri) sebagai sektor pendukung kegiatan produksi menuju pasar. Disain Sistem Pertanian Terpadu (IFS) ini merupakan solusi yang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani karena komoditi yang dikembangkan
50
adalah multikultur sehingga produktivitas dalam satu area meningkat dan pembiayaan usaha tani lebih efisien. Secara lebih jelas IFS dapat dilihat pada Gambar 12. Disain Sistem Pertanian Terpadu
Peternakan Organic Waste
•Fattening •Breeding • Dll Kotoran
Perikanan
• Pakan • Complete Feed
Prosesing
Bio-Gas
P A S A R
Fine Compost
Pertanian • Hortikultura • Tan. Pangan • Tan. Perkebunan
Gambar 12. Disain Sistem Pertanian Terpadu (IFS) CECOM Disain Sistem Pertanian Terpadu (IFS) ini merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan struktur dan tekstur umum tanah-tanah yang ada di Propinsi Riau yang sebenarnya kurang baik untuk pertanian tanaman pangan atau hortikultura. Tanah jenis Podsolik Merah Kuning (red-yellow podzolic) atau Gambut (organosol/histosol) juga mepunyai sifat fisika maupun kimia yang kurang baik untuk dijadikan lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Untuk menjadikan kedua jenis tanah ini sesuai sebagai lahan pertanian, maka dibutuhkan substansi lain yang mampu memperbaiki sifat fisik maupun kimia kedua jenis tanah tersebut. Substansi tersebut yaitu pupuk organik seperti fine compost yang substrat utama pembuatannya adalah kotoran ternak. Ternak yang dipelihara dalam jangka panjang melalui pemeliharaan intensif akan meningkatkan pertambahan berat badan atau menghasilkan anakan sesuai yang diharapkan. Setiap hari seekor sapi ternak akan menghasilkan lima persen kotoran padat (veses) yang merupakan bahan utama pembuatan
pupuk organik
“kompos”. Sedangkan kegiatan pertanian tanaman pangan dan atau hortikultura akan memberikan pula sisa-sisa atau limbah produksi yang dapat digunakan kembali sebagai pakan ternak melalui proses teknologi fermentasi sebagai pakan
51
pelengkap selain pakan utama ternak (hijauan makanan ternak/ HMT) yang ditanam. Dengan demikian kebutuhan makanan ternak dapat terpenuhi sehingga pertumbuhan berat badan rata-rata ternak dapat terus meningkat. Hal ini menunjukkan pula siklus atau rangkaian kegiatan ini memberikan nilai efisiensi yang tinggi dimana tidak adanya limbah dari kegiatan produksi yang terbuang. Sementara dalam kegiatan perikanan, kotoran ternak juga dimanfaatkan untuk pakan ikan dan pupuk dasar (dalam budidaya dengan wadah kolam) guna menumbuhkan phytoplankton untuk kebutuhan pakan benih ikan. Hal ini akan lebih menghemat biaya produksi dimana saat ini untuk kegiatan perikanan dibutuhkan biaya yang cukup besar. Sehingga ini berarti kegiatan perikanan yang sejalan dengan peternakan akan memberikan nilai produksi lebih ekonomis. Industri kecil merupakan fraksi pendukung rangkaian 3 sub sistem dari Sistem Pertanian Terpadu yang fungsinya sebagai penampung limpahan hasil produksi (over produksi) maupun ditujukan untuk memberikan nilai tambah produksi yang dihasilkan dengan kegiatan sortasi, pengolahan, dan pengepakan (packaging). Dengan demikian nilai jual produk tersebut menjadi lebih tinggi di pasaran dan menempati pasar yang lebih baik pula. 5.1.3. IFS berbasis komoditi unggulan a.
Komoditi Ternak Sapi Dalam rangkaian IFS, sub sektor peternakan merupakan sesuatu yang
penting dan strategis sebagai solusi bagi pemenuhan kebutuhan pupuk organik (organik fertilizer). Pupuk organik seperti kompos merupakan produk turunan dari kotoran ternak (veses ) sebagai input untuk peningkatan kesuburan tanah. Disain IFS berbasis peternakan dengan komoditi unggulan ternak sapi telah dilaksanakan oleh CSR PT. RAPP sejak tahun 1999 dan mulai tahun 2005 – 2008 dilanjutkan pengembangannya oleh CECOM Foundation. Pengembangan peternakan sebagai sub sektor utama pada implementasi sistem pertanian terpadu didasarkan atas beberapa alasan : 1. Sapi merupakan hewan dengan biomass besar sehingga volume kotoran secara harian yang dihasilkannya juga lebih besar dan dapat memenuhi kebutuhan pertanian untuk bahan baku kompos/ bokashi.
52
2. Sapi merupakan hewan besar yang relatif lebih tahan terhadap penyakit dan perubahan iklim lingkungan, dengan demikian petani tidak terlalu terbebani dalam proses pemeliharaan. 3. Sapi merupakan hewan herbivora dimana kebutuhan pakannya dapat dipenuhi dari lingkungan pertanian baik dari sisa produksi pertanian, hijauan/ rumputan yang tumbuh liar, maupun hujauan yang sengaja ditanam untuk sapi, 4. Sapi dalam jangka waktu pemeliharaan budidaya selama dua tahun dapat menghasilkan anak dan satu tahun untuk penggemukan sudah dapat dijual, yang berarti sapi merupakan tabungan jangka panjang. 5. Sapi secara umum merupakan hewan yang sudah familiar atau sudah cukup dikenal baik oleh masyarakat desa, sehingga azas pemeliharaan sudah dipahami masyarakat Hal tersebut telah melatarbelakangi pemilihan sapi sebagai hewan peliharaan dalam program IFS. Secara faktual keberadaan ternak sapi
telah
mampu memberikan kontribusi nyata bagi penguatan sektor pertanian masyarakat khususnya sebagai sumber produksi kompos yang sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah. b.
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Lahan pertanian yang subur dengan pemupukan kompos atau bokashi akan
menghasilkan produksi tanaman pangan dan hortikultura yang tinggi. Produk dari lahan ini menjadi komoditi perdagangan ang akan memberikan income tambahan bagi masyarakat tani. Limbah dari hasil produksi pertanian berupa hijauan yang tidak layak dijual atau dikonsumsi dapat digunakan sebagai ransum/pakan ternak. Hijauan lain yang tidak dapat digunakan untuk pakan ternak digunakan kembali untuk pembuatan kompos atau bokashi. Dengan demikian tidak ada lagi sisa produk yang terbuang dan tidak bermanfaat. Pengelolaan secara terus-menerus dan penguatan dalam bentuk kelompok tani dengan pengembangan agribisnis akan mempu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan akan lebih membentuk sustainable agriculture development. Pada tahap selanjutnya kumpulan desa-desa produksi tersebut dapat dijadikan sentra-sentra agribisnis yang menghasilkan
53
produk-produk unggulan untuk kebutuhan pasar lokal maupun untuk tujuan ekspor. c.
Budidaya Perikanan Kegiatan budidaya perikanan memerlukan lahan yang subur, untuk itu
diperlukan kotoran ternak sebagai pupuk dasar. Pupuk dasar ini berguna untuk menumbuhkan phytoplankton yang merupakan pakan ikan terutama untuk benih. Oleh karena itu dengan integrasi antar subsektor dalam sistem pertanian terpadu kegiatan budidaya dan pembenihan dapat dikembangkan. Lebih lanjut dalam pengembangan perikanan ini masih lagi perlu dikebangkan pakan-pakan alternatif yang dapat menjadi substitusi atau menjadi pakan tambahan menggantikan pakan buatan yang harganya relatif mahal di pasaran. Pakan alternatif tersebut antara lain ulat belatung yang dikembangbiakkan dengan media sludge (limbah pabrik pengolahan kelapa sawit), budidaya cacing tanah, dan sebagainya untuk memperkecil biaya produksi. Kegiatan ini selanjutnya diharapkan memberikan nilai tambah peningkatan keuntungan usaha tani yang dikembangkan anggota kelompok tani. Namun perlu diperhatikan secara serius bahwa pengembangan budidaya perikanan memerlukan suatu studi kelayakan terkait kualitas air sebagai media tumbuh, bibit yang berkualita, dan ketersediaan pakan ikan alternatif. Budidaya dengan mengandalkan pakan buatan pabrik berupa pelet, umumnya sangat berat bagi petani.. Bila peluang budidaya dapat dilakukan sesuai studi kelayakan diatas maka perikanan layak dikembangkan sebagai usaha yang profitable. d. Pengembangan Industri kecil Sektor industri kecil merupakan wadah untuk menampung hasil-hasil produksi pertanian dalam upaya untuk memberikan nilai tambah maupun akibat kelebihan produksi (over produksi). Melalui sektor ini kegiatan pengolahan pasca panen seperti sortasi, pengolahan, dan pengemasan dapat dilaksanakan sehingga produk-produk yang dihasilkan mempunyai nilai tambah yang tinggi dan selanjutnya di pasar akan mempunyai nilai jual yang lebih tinggi pula. Keberadaan sektor ini sangat dibutuhkan dalam upaya mempersiapkan kelimpahan-kelimpahan hasil produksi dan akan memacu masyarakat untuk lebih
54
giat berproduksi tanpa ketakutan akan tidak tertampungnya hasil pertanian mereka. Konsep Sistem Pertanian Terpadu atau integrated farming system (IFS) yang dikembangkan dalam pemberdayaan masyarakat adalah konsep pertanian yang dapat dikembangkan untuk lahan pertanian terbatas maupun lahan luas. Pada lahan terbatas atau lahan sempit yang dimiliki oleh petani umumnya konsep ini menjadi sangat tepat dikembangkan dengan pola intensifikasi lahan. Lahan sempit akan memberikan produksi maksmimal tanpa ada limbah yang terbuang percuma
karena
limbah
produksi
dapat
dimanfaatkan
kembali
untuk
meningkatkan kesuburan lahan. Sedangkan untuk lahan lebih luas konsep ini akan menjadi suatu solusi mengembangkan pertanian agrobisnis yang lebih menguntungkan. Adapun komoditi unggulan dapat disesuaikan dengan keadaan suatu daerah pengembangan, apakah pertanian, peternakan, maupun perikanan. Namun dalam prakteknya, sosialisasi dan implementasi program IFS tidak dapat dan tidak boleh dipaksakan kepada komunitas petani karena belum tentu potensi SDA dan SDM yang ada pada kelompok tani dampingan dapat dikembangkan sesuai konsep dan disain IFS diatas. Oleh sebab itu, CECOM Foundation memposisikan diri sebatas sebagai fasilitator yang mengedepankan kredo pendampingan partisipatif yaitu “memulai dari sesuatu yang dimiliki masyarakat” dan “membangun dari sesuatu yang dimiliki masyarakat”, sehingga dari sejumlah kelompok tani dampingan CECOM ada kelompok-kelompok tani yang mengembangkan usaha tani secara sederhana dan tidak mengintegrasikan sub-sub sektor pertanian seperti pada disain IFS. 5.2. Monitoring dan Evaluasi Program IFS Monitoring dan evaluasi partisipatif dikembangkan sebagai model yang melibatkan semua pihak, berupa suatu kolaborasi antara field CD Officer CECOM (‘outsider’) dan kelompok tani dampingan (‘insider’) yang secara bersama-sama memutuskan bagaimana mengukur kemajuan program IFS, dan bagaimana tindak lanjut langkah perbaikannya (corrective action). Model ini tidak mencari-cari kesalahan, tetapi memberdayakan, agar dapat ditemukan corrective action yang tepat sehingga proyek dapat berjalan dengan baik, transparan, serta mempunyai
55
validitas dan obyektifitas yang tinggi, sekaligus mampu memuaskan semua pihak yang terkait. Proses monitoring program IFS pada CECOM Foundation menggunakan metode pengamatan langsung, berperan serta dan wawancara mendalam oleh field CD Officer kemudian melakukan pencatatan pada buku monitoring yang telah disiapkan. Ada dua alat monitoring yang dikembangkan pada program IFS yaitu (1)
Family
Visit
Monitoring,
adalah
satu
bentuk
kegiatan
merekam
perkembangan program IFS yang dijalankan oleh masing-masing anggota kelompok melalui pendekatan kunjungan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petani dampingan. Informasi dan data monitoring dicatat pada buku Family Visit Monitoring kemudian ditandatangani oleh anggota kelompok yang bersangkutan dan oleh pengurus kelompok yang pada saat itu bersama field CD officer melakukan kegiatan monitoring program IFS, (2) Group Meeting Monitoring, adalah sebuah alat untuk mengukur tingkat partisipasi dan dinamika kelembagaan kelompok tani melalui pemantauan kegiatan pertemuan-pertemuan kelompok tani. Dari pemantauan seperti ini, fasilitator pemberdayaan atau pendamping berperan serta dalam pertemuan tersebut sekaligus merekam proses dinamika kelompok tani. Pada program IFS ini salah satu alat yang dipilih adalah alat evaluasi partisipatif Vectorial Project Analysis (VPA) yang dianggap paling sesuai untuk menilai situasi kehidupan masyarakat. VPA adalah suatu metode evaluasi yang merupakan penggabungan antara metoda evaluasi kualitatif dan kuantitatif yang sederhana, namun komprehensif dengan hasil yang mudah untuk dimengerti, baik untuk kepentingan evaluasi atau untuk melakukan suatu penilaian dan penjajakan untuk kebutuhan implementasi program yang akan datang, sehingga VPA dapat digunakan untuk melihat dan mengetahui tingkat keberhasilan dan kemungkinan keberlanjutan suatu program pemberdayaan masyarakat. Selain
VPA
yang
akan
menilai
situasi
kehidupan
masyarakat,
pengumpulan data evaluasi yang berkaitan langsung dengan program IFS dilakukan dengan tehnik Focus Group Discussion (FGD) pada penerima manfaat program. Untuk memperkaya hasil evaluasi komentar dan catatan enumerator lokal yang berkaitan dengan situasi dan kondisi di lapangan juga merupakan salah satu masukkan yang sangat penting bagi obyektifitas hasil evaluasi ini.
VI. PENINGKATAN TARAF HIDUP DAN POLA PIKIR KOMUNITAS PETANI DAMPINGAN CECOM FOUNDATION
6.1. Profil dan Kegiatan IFS 6.1.1. Kelompok Tani Padusi, Desa Tanjung Bungo Kelompok Tani (Poktan) Padusi berada di Desa Tanjung Bungo (sampai akhir tahun 2008 bernama Desa Kampar), Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar. Poktan Padusi merupakan salah satu kelompok tani wanita dampingan CECOM Foundation yang seluruh anggotanya adalah berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Sebelum terbentuk Poktan Padusi pada tahun 2006, di salah satu dusun di Desa Kampar telah ada Poktan Pinatan yang menjadi dampingan program IFS. Proses pendampingan dan penguatan kelembagaan kepada Poktan Pinatan oleh CECOM Foundation telah menarik perhatian masyarakat Desa Kampar, termasuk mengundang simpati bagi komunitas ibu-ibu yang tergabung dalam organisasi arisan dan pengajian wirid mingguan di desa tersebut. Selain sebagai ibu rumah tangga dan aktif di kegiatan sosial keagamaan di desa. Selanjutnya para wanita ini berinisiatif mendatangi pendamping komunitas (field CD officer) CECOM Foundation yang berada di Desa tersebut, Abdi Abadi Pelawi, dan menyampaikan minat untuk dapat menjadi kelompok tani dampingan. Akhirnya pada awal tahun 2006, berdiri Poktan Padusi dengan anggota berjumlah 12 orang wanita tani. Dapat disimpulkan bahwa berdirinya Poktan Padusi merupakan efek bola salju (snow balling effect) dari proses pendampingan program IFS oleh CECOM Foundation kepada Poktan Pinatan di Desa Kampar. Yang menarik, keberadaan Poktan Pinatan juga merupakan efek bola salju dari performa Poktan Sehati, di Desa Pulau Birandang. Program IFS yang dijalankan pada Poktan Padusi pada tahun pertama pendampingan (fase persiapan) adalah melakukan pengorganisasian komunitas dan mengembangkan kelembagaan kelompok tani seperti merumuskan aturan main, pelatihan SDM pengurus, mengaktifkan pertemuan kelompok dan pelatihan dasar
budidaya
tanaman
(pangan
dan
hortikultura).
Komoditas
yang
dikembangkan adalah tanaman hortikultura. Orientasi praktek bisnis Poktan
57
Padusi lebih ditujukan sebagai pendukung pendapatan rumah tangga (supporting income), dan area budidaya diawali dengan luasan terbatas yakni lebih kurang 1000 meter persegi untuk setiap anggota. Pendapatan utama rumah tangganya bersumber dari kebun getah (kebun karet) yang lebih dominan dikelola oleh suaminya. Pada tahun kedua dan ketiga pendampingan, input fisik yang diberikan adalah modal usaha tani bagi anggota melalui unit simpan pinjam kelompok tani. Sumber modal berasal dari CECOM Foundation yang disalurkan melalui KSP Mitra Madani sebagai kredit program dengan bunga 6 persen setahun. Dengan adanya pembiayaan dalam bentuk bersubsidi tersebut, anggota kelompok tani memperluas lahan budidayanya menjadi rata-rata 2500 meter persegi (0.25 Ha). Dalam kaitan pengembangan budidaya pertanian, Poktan Padusi menghidupkan kembali kearifan lokal bergotong royong yang dinamakan ”batobo”. Setiap hari seluruh anggota Poktan bekerja bersama-sama pada satu lahan milik satu anggota. Hari berikutnya dan seterusnya secara bergilir mereka bekerja bersama-sama pada lahan anggota yang lain. Kecuali pada hari minggu mereka tidak bekerja ke ladang karena mereka berjualan hasil produksinya maupun produk lain di pasar lokal.
6.1.2. Kelompok Tani Berkat Bersama, Desa Kualu Nenas Kelompok Tani (Poktan) Berkat Bersama berada di Desa Kualu Nenas, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar. Poktan Padusi merupakan salah satu kelompok tani dampingan CECOM Foundation yang seluruh anggotanya adalah berprofesi sebagai petani nenas dan home industri pengolahan keripik nenas. Sebelum
didampingi
oleh
CECOM
Foundation
mereka
telah
mengembangkan budidaya nenas secara turun temurun dan Poktan Berkat Bersama merupakan salahsatu dari delapan kelompok tni yang ada di desa tersebut. Proses pendampingan Poktan ini sebagai mitra dampingan CECOM diawali ketika pengurus Poktan yang dipimpin Muslimin tertarik dengan pola kelembagaan dan kemajuan usaha Poktan Sehati dampingan CECOM yang bearada di Desa Pulau Birandang. Selanjutnya pada tahun 2006 secara resmi
58
Poktan Berkat Bersama menjadi mitra dampingan CECOM Foundation dengan pendamping lapangan Abdi Abadi Pelawi. Anggota Poktan Berkat Bersama berjumlah 12 petani dengan luas lahan pertanian berkisar tiga sampai dengan empat hektar setiap petani. Dari jumlah anggota diatas ada empat petani yang juga memiliki usaha pengolahan pasca panen (keripik nenas). Program IFS yang dijalankan pada Poktan Berkat Bersama pada tahun pertama pendampingan (fase persiapan) adalah melakukan pengorganisasian komunitas dan mengembangkan kelembagaan kelompok tani seperti merumuskan aturan main, pelatihan SDM pengurus, mengaktifkan pertemua kelompok dan penguatan sarana input produksi Poktan bagi peningkatan produktifitas tanaman maupun pengolahan hasil nenas yang dilakukan para anggotanya. Komoditas nenas dan produk pasca panen/ pengolahan hasil merupakan sumber pendapatan utama bagi keluarga anggota Poktan. Pada tahun kedua pendampingan (fase penumbuhan), input fisik yang diberikan adalah modal usaha tani bagi anggota melalui unit simpan pinjam kelompok tani. Sumber modal berasal dari CECOM Foundation yang disalurkan melalui KSP Mitra Madani sebagai kredit program dengan bunga 6% setahun. Pada tahun ketiga pendampingan (fase pengembangan) fasilitasi yang dilakukan CECOM adalah memperluas area tanam dan meningkatkan produksi, packaging dan pemasaran kripik nenas. Untuk itu diperlukan penguatan pembiayaan usaha untuk pembukaan lahan baru, pengadaan saprodi pertanian, dan penambahan mesin teknologi tepat guna. Teknologi vacuum drying untuk mengolah buah nenas segar menjadi keripik nenas dikembangkan oleh BPTP Dinas Pertanian Propinsi Riau. Pada tahun 2008 – 2009, sentra budidaya dan home industri berbasis nenas menarik minat Bank Perkreditan rakyat (BPR) Sari Madu, BUMD Pemkab Kampar dan PT. Permodalan Ekonomi Rakyat (PT. PER), BUMD Pemprop Riau untuk mulai menyalurkan kredit usaha bagi anggota Poktan Berkat Bersama. Pada tahun 2009, Poktan Berkat Bersama bersama tujuh kelompok tani nenas lainnya di desa Kualu Nenas membentuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
Melalui
Gapoktan
tersebut
Pemerintah
Kabupaten
Kampar
59
menyalurkan pupuk bersubsidi kepada para anggota Poktan sesuai dengan RDKK (Rencana Dasar Kebutuhan Kelompok). 6.1.3. Kelompok Tani Tunas Sehati, Desa Pulau Birandang Kelompok Tani (Poktan) Tunas Sehati berada di Dusun V (Pematang Kulim), Desa Kampar, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar. Poktan Tunas Sehati berdiri pada tahun 2006. Tahun-tahun sebelumnya anggota Poktan bukan merupakan dampingan CECOM Foundation tapi mereka berprofesi sebagai petani perkebunan yang bekerja secara individual. Sebelum terbentuk Poktan Tunas Sehati, di dusun Pematang Kulim telah ada Poktan Sehati yang menjadi dampingan program IFS CSR PT. RAPP sejak tahun 2001 dan dilanjutkan oleh CECOM Foundation sejak tahun 2005. Sejak tahun 2004 Poktan sehati telah memasuki fase kemandirian dan pada tahun tersebut Poktan Sehati menginisiasi terbentuknya kelembagaan P4S (Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya) ”Sehati Jaya” yang sertifikasinya dikeluarkan oleh Deptan RI. Keberadaan Poktan Sehati dan aktivitas pengembangan kapasitas petani yang dilaksanakan oleh CECOM Foundation dan P4S Sehati Jaya telah mendorong para petani lain di Dusun Pematang Kulim untuk mengikuti jejak Poktan Sehati dan melalui fasilitasi pengurus Poktan Sehati maka para petani tersebut mengajukan diri untuk didampingi oleh CECOM Foundation dibawah kelembagaan baru ”Poktan Tunas Sehati”. Jadi dapat disimpulkan bahwa keberadaan Poktan Tunas Sehati juga merupakan efek bola salju dari eksistensi Poktan Sehati, di Desa Pulau Birandang. Program IFS yang dijalankan pada Poktan Tunas Sehati
pada tahun
pertama pendampingan (fase persiapan) adalah melakukan pengorganisasian komunitas dan mengembangkan kelembagaan kelompok tani seperti merumuskan aturan main, pelatihan SDM pengurus, mengaktifkan pertemua kelompok dan pelatihan dasar integrated farming system. Komoditas yang dikembangkan adalah tanaman pertanian hortikultura dan penggemukan sapi bali. Orientasi praktek bisnis Poktan Tunas sehati lebih ditujukan sebagai pendukung pendapatan rumah tangga (supporting income), sedangkan pendapatan utama rumah tangganya
60
bersumber dari perkebunan getah (karet) dan sawit. Pada fase persiapan ini pola bantuan input fisik berupa saprodi pertanian hortikultura yang diberikan sebagai hibah kepada anggota kelompok. Kegiatan penggemukan sapi merupakan program penggaduhan sapi bali jantan yang diberikan kepada anggota Poktan yang telah lulus pelatihan dasar IFS dan mampu secara swadaya membangun kandang ternak dan mengembangkan budidaya rumput sebagai sumber hijauan makanan ternak (HMT). Produk harian yang didapatkan dari penggemukan sapi ini adalah veses ternak yang selanjutnya diolah menjadi pupuk organik (kompos) yang
digunakan sendiri oleh anggota Poktan sebagai pupuk bagi tanaman
hortikultura maupun perkebunan yang dimilikinya. Pada tahun kedua pendampingan (fase penumbuhan), input fisik yang diberikan adalah modal usaha tani bagi anggota melalui unit simpan pinjam kelompok tani. Sumber modal berasal dari CECOM Foundation yang disalurkan melalui KSP Mitra Madani sebagai kredit program dengan bunga 6 persen setahun. Pada fase ini mulai diperkenalkan teknologi tepat guna untuk mengembangkan pakan ternak berbasis limbah pertanian maupun teknologi pembuatan fine compost, sehingga orientasi produksi pengolahan kompos juga untuk dipasarkan ke masyarakat umum. Sebagai contoh, pada fase ini Muhammad Rasyidin, ketua Poktan Tunas Sehati sudah kewalahan melayani pesanan kompos sehingga dia harus membeli bahan baku veses ternak ke para peternak lain di luar desa Pulau Birandang. Pada tahun 2008, melalui kerjasama CECOM Foundation dengan Dinas Peternakan Propinsi Riau, maka anggota Poktan Tunas Sehati memperoleh input fisik berupa sapi bali untuk program penggemukan dimana setelah tiga tahun program berjalan maka sapi-sapi tersebut menjadi aset Poktan yang dapat digunakan sebagai modal bergulir (revolving fund) bagi calon anggota Poktan lain yang butuh pengembangan skala usahanya. Pada tahun ketiga pendampingan (fase pengembangan) ini, orientasi pengembangan usaha tani Poktan Tunas Sehati melalui program IFS berubah dari supporting income (pendapatan sampingan) menjadi main income (pendapatan utama) bagi keluarga yang berarti pendapatan yang dihasilkan dari program IFS sudah seimbang dengan pendapatan yang dihasilkan dari sektor perkebunan (karet dan atau sawit). Pada akhir tahun 2008 –
61
awal tahun 2009, anggota Poktan Tunas Sehati sudah dapat mengkases pinjaman PKBL dari PT. Telkom di Pekanbaru. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) ini merupakan program CSR BUMN yang memberikan pinjaman lunak (bunga 6 persen setahun) dengan plafon berkisar 12 – 30 juta rupiah bagi setiap petani dengan masa pengembalian selama 36 bulan. 6.2. Peningkatan Taraf Hidup dan Pola Pikir Pengaruh program pemberdayaan masyarakat oleh CECOM Foundation melalui program IFS dapat dievaluasi dengan menggunakan Vectorial Project Analysis (VPA). , suatu metode analisis yang dikembangkan dari SWOT analysis. Indikator kemajuan yang diukur meliputi : (1) Indikator peningkatan taraf hidup (livelihood development) dan (2) Indikator peningkatan pola pikir (mindset development). Sub-sub indikator yang dianalisis dari indikator peningkatan taraf hidup meliputi : (1) Pendapatan, (2) Kesempatan kerja, (3) Konsumsi pangan, dan (4) Sanitasi dan kebersihan. Sedangkan sub-sub indikator yang dianalisis dari indikator peningkatan pola pikir meliputi : (1) Aktifitas di kelompok, (2) Tingkat adopsi teknologi, (3) Kebiasaan menabung, (4) Kepercayaan diri, (5) Persepsi pendidikan untuk anak, (6) Pengarus utamaan jender, dan (7) Orientasi Praktek bisnis. Data yang diinput untuk keperluan analisis VPA ini bersumber dari : (1) CECOM Foundation sebagai data sekunder dari hasil analisis VPA tahun 2006 dan tahun 2007, dan (2) Wawancara langsung peneliti kepada responden sebagai data primer untuk keperluan analisis VPA tahun 2008. 6.2.1. Kelompok Tani Padusi, desa Kampar, Kecamatan Kampar Timur. Dari hasil analisis indikator VPA terdapat perubahan yang signifikan pada indikator-indikator VPA untuk Kelompok Tani Padusi pada fase persiapan tahun 2006 dan pada fase pengembangan tahun 2008. Perkembangan tertinggi di dapatkan pada sub indikator Aktifitas di Kelompok, sebesar 9.6., pada tahun 2008 dari sebelumnya 1.0 pada tahun 2006 sehingga terjadi peningkatan sebesar 855 persen dari posisi sebelumnya seperti terlihat pada Tabel 5. Sub indikator ini juga merupakan salah satu indikator
62
kemajuan program yang merekam tingkat aktifitas anggota di kelompok tani, termasuk frekuensi kehadiran di rapat kelompok, pemahaman terhadap visi, misi dan peraturan kelompok, keterlibatan dalam aktifitas kelompok dan pengetahuan responden akan kondisi administrasi dan keuangan kelompok (tingkat transparansi). Tabulasi data rata-rata hasil analisa indikator Kelompok tani Padusi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Data Sub-Indikator VPA Kelompok Tani Padusi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sub Indikator Pendapatan Kesempatan Kerja Konsumsi Pangan Sanitasi dan Kebersihan Aktifitas di kelompok Tingkat adopsi teknologi Kebiasaan menabung Kepercayaan diri Pendidikan Pengarus utamaan Jender Praktek Bisnis Peningkatan
Tahun 2006 7.9 4.6 3.0 7.3 1.0 1.5 4.2 1.4 10.0 1.3 4.7
Tahun 2008 9.2 7.3 1.0 8.3 9.6 8.7 10.0 10.0 10.0 9.9 10.0
Perubahan 16% 59% -66% 14% 855% 497% 138% 614% 0% 658% 113%
pola pikir juga ditandai dengan kemajuan yang sangat
signifikan pada sub indikator pengarus utamaan jender yaitu meningkat sebesar 658 persen dari periode tiga tahun pendampingan (tahun 2006 – tahun 2008). Hal ini dapat dipahami karena seluruh anggota Poktan Padusi adalah wanita sehingga partisipasi dan keterlibatan wanita sangat nyata terlihat namun yang patut dicatat bahwa Poktan Padusi juga menunjukkan peningkatan yang luarbiasa pada sub indikator tingkat adopsi teknologi sebesar 497 persen dan sub indikator kebiasaan menabung sebesar 138 persen. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari pengembangan modal sosial yang berkembang di desa tersebut yaitu batobo (gotong royong) mirip dengan tradisi sambatan di masyarakat Jawa, namun yang membedakan adalah Poktan Padusi menggunakan batobo hampir setiap hari kecuali hari minggu untuk mengerjakan usaha tani mereka secara bergiliran.
63
Dari uraian analisis diatas terlihat bahwa Poktan Padusi telah mempelopori pemberdayaan masyarakat berbasis jender karena mereka secara setara berpartisipasi aktif dalam pengembangan ekonomi perdesaan, hal ini sesuai dengan pendapat Sumarti (2006) yang mengatakan bahwa salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat berwawasan jender adalah memberi kemungkinan bagi perempuan miskin untuk memperoleh akses kepada dan penguasaan terhadap sumber-sumber material maupun informasi. Fakta menarik adalah bahwa peningkatan pola pikir yang signifikan yang terjadi sebagai akibat proses pendampingan program IFS pada Poktan Padusi belum mampu meningkatkan secara seimbang pada indikator taraf hidup. Walaupun sub indikator kesempatan kerja meningkat sebesar 59 persen, namun peningkatan tipis terjadi pada sub indikator pendapatan (16 persen) dan sub indikator sanitasi dan kebersihan (14 persen). Bahkan pada sub indikator konsumsi pangan mengalami penurunan sebesar 66 persen pada tahun 2008 dibandingkan dengan pencapaian pada tahun 2006, dimana hal tersebut terjadi karena sumber pendapatan utama keluarga yakni perkebunan karet mengalami penurunan harga jual getah yang cukup drastis sehingga berdampak kepada daya beli masyarakat terhadap konsumsi pangan. Indikator kemajuan taraf hidup (livelihood) yaitu indikator yang bersifat fisik (tangible) dan indikator kemajuan pola pikir (mindset) yaitu indikator yang bersifat bukan fisik (intangible) kelompok tani Padusi dapat dilihat pada Gambar 13. Kemajuan tampak terlihat dimana terjadi pergeseran taraf hidup (livelihood) dan pola pikir (mindset) pada kelompok tani Padusi, yang mengindikasikan adanya suatu dampak positif yang signifikan dari program pemberdayaan masyarakat CECOM melalui implementasi proyek pengembangan sistem pertanian terpadu (IFS). Hal ini menggambarkan adanya pemahaman yang tinggi pada masyarakat terhadap program yang dijalankan, sehingga manfaat yang dirasakan oleh masyarakat akan tergambar langsung pada pola pikir yang akan berkorelasi positif pada taraf hidup petani.
64
Gambar 13. Grafik VPA Kelompok Tani Padusi
Pergeseran dari kuadran (-,+) pada fase persiapan ke kuadran (+,+), pada fase pengembangan, menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan pada Pola Pikir masyarakat (9.60 – 2.48 = 7.12), sedangkan perkembangan pada indikator Taraf Hidup komunitas petani (6.18 – 5.53 = 0.65), menunjukkan hasil yang kurang signifikan seperti terlihat pada Tabel 6. Hal ini disebabkan oleh implementasi proyek IFS CECOM yang baru berlangsung selama tiga tahun, input fisik berupa seed capital yang dikembangkan pada Lembaga Keuangan Mikro milik kelompok tani Padusi, relatif terbatas sehingga jumlah modal kegiatan usaha yang dapat diakses anggota kelompok tani Padusi belum memadai bagi peningkatan skala usaha tani.
65
Tabel 6 . Pertumbuhan Vektor Kelompok Tani Padusi Deskripsi
Pola Pikir (X)
Taraf Hidup (Y)
2006 2007 2008
2.48 7.89 9.60
5.53 6.01 6.18
Total
Pertumbuhan
Vektor
X 5.41 1.71
Y 0.48 0.17
5.43 1.72
7.12
0.64
7.15
Namun demikian posisi akhir dari koordinat VPA kelompok tani Padusi telah sampai pada tahap Perkembangan (9.60 ; 6.18), sedangkan batas aman bagi ketahanan pangan pada suatu masyarakat adalah pada koordinat (5.0 ; 5.0), sehingga dapat dikatakan bahwa, proyek IFS CECOM dalam memasuki waktu tiga tahun telah berhasil untuk mendorong dan mendukung proses pemberdayaan di masyarakat desa Kampar menuju ke arah kemandirian masyarakat yang sangat positif, yang berdampak langsung pada pola pikir masyarakat untuk tetap dapat mempertahankan ketahanan pangan yang sudah terbentuk. Pendekatan pendampingan secara partisipatif oleh CECOM kegiatan
–pengembangan
kelembagaan,
pengorganisasian
melalui
komunitas
dan
penguatan kapasitas telah memberikan dampak yang cukup besar dalam perukembangan pola pikir masyarakat ini. Besaran vektor yang didapatkan dari analisa VPA adalah :V^ = 7.12^ + 0.65^ = 51.11 ,sehingga V = 7.15, sedangkan persamaan garis linear yang didapatkan adalah Y = 0.09 X + 0.001, yang berarti bahwa kenaikan X (pola pikir) sebesar satu satuan akan menyebabkan peningkatan Y (taraf hidup) sebesar 0,09 satuan. Percepatan perkembangan Y (Taraf Hidup) sebenarnya dapat dipacu dengan pengembangan program selanjutnya yang difokuskan pada pengembangan usaha mikro, baik secara fisik dengan input modal , dan input produksi, serta penguatan kapasitas usaha mikro dengan berbagai pelatihan manajemen usaha mikro, pelatihan pengelolaan keuangan mikro dan pelatihan pelembagaan untuk penguatan kelompok yang lebih signifikan. Bila pada proyek CECOM berikutnya dilakukan pendekatan melalui pengembangan usaha mikro yang lebih intensif, maka sudut vektor VPA akan berubah menjadi lebih besar, sehingga akan terjadi keseimbangan antara besaran
66
perkembangan X dan Y (sudut 45 derajat), sehingga perkembangan masyarakat dapat segera mencapai fase kemandirian (self reliance stage).
6.2.2. Kelompok Tani Berkat Bersama, desa Kuala Nenas, Kecamatan Kampar Timur. Dari hasil analisis indikator VPA terdapat perubahan yang signifikan pada indikator-indikator VPA untuk Kelompok Tani Berkat Bersama pada fase persiapan tahun 2006 dan pada fase kemandirian tahun 2008 seperti pada Gambar 14. Walaupun Poktan Berkat Bersama telah memasuki fase kemandirian masih terdapat satu sub-indikator yang masih terdapat di bawah batas aman, yaitu pengarusutamaan jender, walaupun telah terjadi perkembangan 20 persen dari posisi sebelumnya seperti terlihat pada Tabel 7. Suhaimi Khatib, ketua KTNA Kabupaten Kampar melihat dalam perspektif lokal di Kampar bahwa pelibatan peran dan partisipasi dalam pengambilan keputusan oleh perempuan dalam usaha tani terlihat menonjol dalam budidaya tanaman pangan khususnya padi sedangkan dalam usaha tani berbasis komoditas non tanaman pangan seperti nenas sebagai sumber pendapatan utama keluarga maka peranan perempuan cenderung termarjinalkan atau hanya sebagai pendukung. Sub indikator lain yang masih tipis peningkatannya adalah sub indikator kesempatan kerja dimana posisi sub indikator tersebut tepat digaris aman (koordinat 5), hal ini menunjukkan bahwa sumber nafkah atau pendapatan anggota Poktan hanya bergantung dalam budidaya tanaman nenas dan industri hilir skala rumah tangga yaitu pengolahan keripik nenas. CECOM Foundation belum mengoptimalkan potensi integrasi sektor usaha pertanian dengan sektor usaha lainnya seperti peternakan sapi karena sampai tahun 2008 belum adan bantuan input fisik berupa ternak sapi kepada Poktan Berkat Bersama. Padahal seandainya konsep dan disain program IFS dilaksanakan secara terpadu melalui pengembangan usaha peternakan maka akan banyak nilai tambah yang didapat seperti : (1) penggemukan (fattening) dan budidaya (breeding) sapi dimana limbah kulit nenas dapat difermentasi menjadi pakan alternatif bagi ternak, (2) produksi fine compost yang akan menyuburkan lahan pertanian nenas.
67
Perkembangan tertinggi pada Poktan Berkat Bersama dapatkan pada sub indikator Kebiasaan menabung, sebesar 7.4., dari sebelumnya 2.5, sehingga terjadi peningkatan sebesar 202 persen dari posisi sebelumnya di tahun 2006. Sub indikator ini juga merupakan salah satu indikator kemajuan program yang merekam frekuensi menabung dalam satu tahun terakhir dan kesadaran menabung di kelompok tani. Tabulasi data rata-rata hasil analisa indikator Kelompok tani Berkat Bersama disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Data Sub-Indikator VPA Kelompok Tani Berkat Bersama No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sub Indikator Pendapatan Kesempatan Kerja Konsumsi Pangan Sanitasi dan Kebersihan Aktifitas di kelompok Tingkat adopsi teknologi Kebiasaan menabung Kepercayaan diri Pendidikan Pengarus utamaan Jender Praktek Bisnis
Tahun 2006 Tahun 2008 8.5 9.5 4.6 5.0 5.1 6.3 6.4 8.0 7.2 9.0 5.7 8.2 2.5 7.4 6.1 8.3 9.4 8.9 2.5 3.0 6.2 9.5
Perubahan 12% 9% 24% 26% 25% 45% 202% 37% -5% 20% 54%
Indikator kemajuan taraf hidup (livelihood) yaitu indikator yang bersifat fisik (tangible) dan indikator kemajuan pola pikir (mindset) yaitu indikator yang bersifat bukan fisik (intangible).kelompok tani Berkat Bersama dapat dilihat pada grafik pada Gambar 14. Dari Gambar 14 tampak terlihat bahwa Kelompok Tani Berkat Bersama dalam tiga tahun terakhir telah berada pada fase kemandirian (self reliance stage). Pada periode tahun 2006 – 2007 pergeseran taraf hidup dan pola pikir yang terjadi mengalami kenaikan tipis dalam fase yang sama mengindikasikan adanya suatu dinamika kelompok tani dalam implementasi proyek pengembangan sistem pertanian terpadu (IFS) yang berakibat pertumbuhan program cenderung berjalan ditempat. Pergeseran taraf hidup (livelihood) dan pola pikir (mindset) pada
68
kelompok tani Berkat Bersama menunjukkan perkembangan signifikan terjadi pada pada periode tahun 2007 – 2008.
KELOMPOK TANI BERKAT BERSAMA 10.00 9.00 8.00
7.93, 7.28
Taraf Hidup
7.00 6.00
5.55, 6.30
5.85, 6.38 1-2 2-3 3-4 LINEAR
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 Pola Pikir
Gambar 14 Grafik VPA Kelompok Tani Berkat Bersama
Pergeseran dari kuadran (5.55,6.30) pada tahun 2006 ke kuadran (7.93,7.28), pada tahun 2008, menunjukkan perkembangan positif pada perkembangan pada indikator Pola Pikir (7.93 – 5.55 = 2.38), maupun Taraf Hidup komunitas petani (7.28 – 6.30 = 0.98) seperti terlihat pada tabel 7. Besaran vektor yang didapatkan dari analisa VPA adalah :V^ = 2.38^ + 0.98^ = 6.62 ,sehingga V = 2.58, sedangkan persamaan garis linear yang didapatkan adalah Y = 0.41 X + 0.001, yang berarti bahwa kenaikan X (pola pikir) sebesar satu satuan akan menyebabkan peningkatan Y (taraf hidup) sebesar 0,41 satuan. Hal ini menggambarkan bahwa indikator Pola Pikir anggota kelompok tani mengalami peningkatan sesuai yang diharapkan, namun pada saat yang sama tingkat kesejahteraan anggota kelompok tani Sehati mengalami pertumbuhan 41 persen
69
dari yang diharapkan. Dari fenomena diatas dapat dijelaskan bahwa kegiatan penguatan kapasitas dan pengorganisasian komunitas oleh CECOM dalam proyek IFS telah mampu meningkatkan pemahaman masyarakat dampingan, namun input fisik yang dikembangkan kelompok tani Berkat Bersama belum mampu menghasilkan kesejahteraan yang seimbang dengan perkembangan pola pikir yang dicapai. Tabel 8. Pertumbuhan Vektor Kelompok Tani Berkat Bersama Deskripsi
Pola Pikir (X)
Taraf Hidup (Y)
2006 2007 2008
5.55 5.85 7.93
6.30 6.38 7.28
Total
Pertumbuhan
Vektor
X 0.30 2.08
Y 0.09 0.90
0.31 2.27
2.38
0.98
2.58
Bila pada proyek CECOM berikutnya dilakukan pendekatan melalui pengembangan usaha tani yang lebih intensif dan penguatan kelembagaan kelompok tani, maka sudut vektor VPA akan berubah menjadi lebih besar, sehingga akan terjadi keseimbangan antara besaran perkembangan X dan Y (sudut 45 derajat). Pada saat yang sama perkembangan indikator pola pikir yang terjadi pada petani non kelompok tani Berkat Bersama belum beranjak pada kuadran negatif dan perkembangan indikator taraf hidup telah diatas batas aman, namun pertumbuhan indikator taraf hidup sangat tipis. 6.2.3. Kelompok Tani Tunas Sehati, Pulau Birandang, Kecamatan Kampar Timur. Dari hasil analisis indikator VPA terdapat perubahan yang signifikan pada indikator-indikator VPA untuk Kelompok Tani Tunas Sehati pada fase persiapan tahun 2006 dan pada fase kemandirian tahun 2008. Dari seluruh sub indikator kemajuan masih terdapat satu sub-indikator yang masih terdapat di bawah batas aman, yaitu pengarusutamaan jender, walaupun telah terjadi perkembangan 40 persen dari posisi sebelumnya seperti terlihat pada Tabel 9. Pencapaian ini dapat
70
diperbaiki pada implementasi proyek IFS CECOM berikutnya, dengan lebih mengarahkan program pada sub indikator tersebut. Perkembangan tertinggi di dapatkan pada sub indikator Kebiasaan menabung, sebesar 8.3., dari sebelumnya 4.6, sehingga terjadi perubahan sebesar 82 persen dari posisi sebelumnya. Sub indikator ini juga merupakan salah satu indikator kemajuan program yang merekam frekuensi menabung dalam satu tahu terakhir dan kesadaran menabung di kelompok. Tabulasi data rata-rata hasil analisa indikator Kelompok tani Tunas Sehati disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Rataan Data Sub-Indikator VPA Kelompok Tani Tunas Sehati
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sub Indikator Pendapatan Kesempatan Kerja Konsumsi Pangan Sanitasi dan Kebersihan Aktifitas di kelompok Tingkat adopsi tehnologi Kebiasaan menabung Kepercayaan diri Pendidikan Pengarus utamaan Jender Praktek Bisnis
Tahun 2006 7.5 4.8 5.1 5.7 7.0 7.4 4.6 6.2 9.7 1.5 7.0
Tahun 2008 8.9 6.7 6.9 6.4 9.4 7.8 8.3 8.3 10.0 2.2 8.4
Perubahan 19% 38% 35% 13% 34% 6% 82% 35% 3% 40% 20%
Indikator kemajuan taraf hidup (livelihood) yaitu indikator yang bersifat fisik (tangible) dan indikator kemajuan pola pikir (mindset) yaitu indikator yang bersifat bukan fisik (intangible).kelompok tani Tunas Sehati dapat dilihat pada grafik pada Gambar 15.
71
Gambar 15 Grafik VPA Kelompok Tani Tunas Sehati Tampak terlihat bahwa telah terjadi pergeseran taraf hidup (livelihood) dan pola pikir (mindset) pada kelompok tani Tunas Sehati, yang mengindikasikan adanya suatu dampak positif yang signifikan dari program pemberdayaan masyarakat CECOM melalui implementasi proyek pengembangan sistem pertanian terpadu (IFS). Pertumbuhan indikator taraf hidup menunjukkan tren yang terus meningkat seiring dengan peningkatan indikator pola pikir kelompok tani Tunas Sehati, seperti dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Pertumbuhan Vektor Kelompok Tani Tunas Sehati
Deskripsi
Pola Pikir (X)
Taraf Hidup (Y)
Tahun 2006
6.19
5.92
X
Y
Tahun 2007
6.53
6.30
0.34
0.38
0.50
Tahun 2008
7.97
7.49
1.44
1.19
1.86
1.78
1.56
2.36
Total
Pertumbuhan
Vektor
72
Dari Gambar 15 dan Tabel 10, terlihat bahwa telah terjadi keseimbangan antara besaran pertumbuhan X dan Y (sudut 45 derajat). sehingga perkembangan kelompok tani Tunas Sehati telah dapat mencapai fase penumbuhan (6.19,5.92) pada tahun 2006, fase pengembangan (6.53,6.30) pada tahun 2007 dan mencapai fase kemandirian (7.97,7.49) pada tahun 2008. Rata-rata perkembangan pada setiap fase pemberdayaan masyarakat sebenarnya memerlukan waktu lebih kurang 1 tahun untuk setiap tahapan, mulai dari fase Persiapan, Penumbuhan, Pengembangan dan Kemandirian. Pergeseran dari kuadran (6.19,5.92) pada fase penumbuhan ke kuadran (7.97,7.49) pada fase kemandirian, menunjukkan perkembangan yang signifikan pada Pola Pikir masyarakat (7.97 – 6.19 = 1.78), sedemikian juga perkembangan pada indikator Taraf Hidup komunitas petani (7.49 – 5.92 = 1.56), juga menunjukkan hasil yang signifikan. Posisi akhir dari koordinat VPA kelompok tani Tunas Sehati telah sampai pada tahap Perkembangan (7.97,7.49) sedangkan batas aman bagi ketahanan pangan pada suatu masyarakat adalah pada koordinat (5.0 ; 5.0), sehingga dapat dikatakan bahwa, proyek IFS CECOM dalam memasuki waktu tiga tahun telah berhasil untuk mendorong dan mendukung proses pemberdayaan masyarakat yang berdampak
langsung
pada
pola
pikir
masyarakat
untuk
tetap
dapat
mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Besaran vektor yang didapatkan dari analisa VPA adalah :V^ = 1.78^ + 1.56^ = 5.59 ,sehingga V = 2.36, sedangkan persamaan garis linear yang didapatkan adalah Y = 0.87 X + 0.001, yang berarti bahwa kenaikan X (pola pikir) sebesar satu satuan akan menyebabkan peningkatan Y (taraf hidup) sebesar 0,87 satuan. Hal ini menggambarkan bahwa indikator Pola Pikir anggota kelompok tani mengalami peningkatan sesuai yang diharapkan, namun pada saat yang sama tingkat kesejahteraan anggota kelompok tani Sehati mengalami pertumbuhan 87 persen dari yang diharapkan Pada saat yang sama, indikator taraf hidup dan indikator pola pikir yang terjadi pada petani yang bukan kelompok tani Tunas Sehati belum beranjak pada kuadran (-,+).
73
6.3. Pengembangan Partisipasi dan Modal Sosial 6.3.1. Demokrasi Partisipatif Untuk membangun demokrasi partisipatif dalam komunitas dampingan, CECOM Foundation memfasilitasi tumbuhnya konsensus sosial melalui penguatan kelembagaan kelompok tani. Kelompok Tani Padusi, Kelompok Tani Berkat Bersama dan Kelompok Tani Tunas Sehati, menempatkan rapat kelompok sebagai kekuasaan tertinggi dalam pengambilan keputusanlam hal : (1) Perumusan aturan (AD/ART), (2) Pengangkatan dan pemberhentian pengurus, (3) Perencanaan kegiatan Poktan, dan lain-lain seperti tergambar dalam skema struktur organisasi kedua kelompok tani ini, dapat dilihat pada gambar 16. Rapat Anggota
♦ ♦ ♦ ]
Pengurus Ketua Sekretaris Bendahara
♦ ♦ ♦
Badan Pemeriksa Ketua Sekretaris Anggota
Anggota Kelompok : : :
Gambar 16
Garis pertanggungjawaban Garis pelayanan Garis kontrol/pengawasan
Skema struktur organisasi Kelompok Tani dampingan CECOM Foundation
Dari skema struktur organisasi kelompok tani di atas dapat dilihat bahwa Pengurus Kelompok dan Badan Periksa mempertanggungjawabkan semua kegiatan kelompok kepada Rapat Anggota. Pengurus Kelompok dan Badan Pemeriksa bertugas untuk melayani anggota. Pengurus Kelompok dan Badan Pemeriksa merupakan anggota kelompok, sedangkan Rapat Anggota dapat berlangsung bila dihadiri oleh Anggota kelompok, Pengurus Kelompok dan Badan Pemeriksa. Kesimpulannya adalah kelompok tani dapat berjalan dengan
74
baik bila seluruh anggota kelompok berpartisipasi dalam setiap kegiatan kelompok. Sistem yang ada dalam kelompok adalah dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota. 6.3.2. Pemanfaatan Modal Sosial Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah proses untuk membantu masyarakat memperolah daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mengurang efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan yang dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki. Proses dalam pemberdayaan masyarakat ini harus melihat keadaan modal sosial yang telah ada di masyarakat. Modal sosial yang dipunyai oleh Kelompok Tani dampingan CECOM Foundation di Kabupaten Kampar yaitu Poktan Padusi, Poktan Berkat Bersama dan Poktan Tunas Sehati adalah budaya Batobo (gotong royong khas Melayu Kampar), dimana antar anggota kelompok tani
bekerjasama demi mencapai
tujuan bersama di dalam berbagai kegiatan usaha kelompok sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif yang saling menguntungkan antara anggota kelompok tani.
6.4. Ikhtisar CECOM Foundation telah melakukan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan metodologi dan mekanisme pemberdayaan di Desa Kampar, Desa Kualu Nenas dan Desa Pulau Birandang. Sesuai dengan mekanisme pemberdayaan maka keberadaan kelompok adalah : (1) Kelompok Tani Padusi berada pada fase pengembangan, (2) Kelompok Tani Berkat Bersama berada pada fase kemandirian, dan (3) Kelompok Tunas Sehati berada pada fase kemandirian. Berdasarkan analisis indikator VPA yang dilakukan masih terdapat
kelemahan
pada beberapa sub indikator yaitu : (1) Pengarusutamaan jender pada kelompok tani Berkat Bersama dan Tunas Sehati, (2) Konsumsi Pangan pada kelompok tani Padusi, dan (3) Kesempatan kerja pada kelompok tani Berkat Bersama.
75
Kelemahan sub indikator pengarusutamaan jender pada kelompok tani Berkat Bersama dan kelompok tani Tunas Sehati selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 2006 sampai tahun 2008, menunjukkan bahwa CECOM Foundation belum memiliki konsep dan sensitivitas dalam mengembangkan program pemberdayaan berwawasan jender. Kelemahan pada sub indikator konsumsi pangan pada kelompok tani Padusi pada tahun 2008 karena pada tahun tersebut harga komoditas karet yang menjadi sumber pendapatan utama keluarga merosot tajam sehingga melemahkan daya beli masyarakat yang pada akhirnya melemahkan
ketahanan pangan
masyarakat. Hal tersebut sesuai pendapat para ahli bahwa aspek seasonability seperti fluktuasi harga komoditas dapat menyebabkan melemahnya tingkat kerentanan (vulnaribility) terhadap ketahanan pangan masyarakat. Melemahnya ketahanan pangan yang disebabkan melemahnya daya beli masyarakat untuk memenuhi konsumsi pangan (konsumsi kalori dan protein) akan berpengaruh terhadap menurunkan taraf kehidupan atau kesejahteraan masyarakat. Menurut BPS Riau (2010), salah satu indikator yang dipakai untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk adalah data konsumsi kalori dan protein per kapita. Kesejahteraan dapat dikatakan makin baik apabila kalori dan protein yang dikonsumsi penduduk
semakin
meningkat sampai akhirnya melewati standar
kecukupan konsumsi. Fenomena pencapaian indikator pola pikir yang mengesankan pada kelompok tani Padusi ternyata tidak dapat secara otomatis meningkatkan indikator taraf hidup. Kelemahan pada sub indikator kesempatan kerja pada kelompok tani Berkat Bersama pada periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2008, menunjukkan bahwa sumber nafkah rumah tangga petani dampingan CECOM Foundation belum berkembang padahal potensi diversifikasi usaha tani baik on farm maupun off farm berbasis komoditas nenas sangat terbuka. Seharusnya CECOM Foundation mengembangkan integrasi sub sektor pertanian berbasis nenas yang dikembangkan kelompok tani Berkat bersama dengan sub sektor lain seperti sub sektor peternakan sapi sesuai disain program IFS yang terlihat pada Gambar 12 melalui fasilitasi dan promosi potensi kelompok dampingan kepada stakeholder terkait pemberdayaan masyarakat seperti : (1) Pemerintah daerah
76
melalui satuan kerja Dinas Peternakan melalui program penggaduhan sapi K2I; (2) Perusahaan yang memiliki skema pembiayaan dengan bunga lunak seperti pinjaman PKBL BUMN (bungan enam persen setahun); (3) Bank pemerintah yang memiliki skema Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) maupun Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pemberdayaan Mayarakat yang dilakukan oleh CECOM Foundation telah meningkatkan taraf hidup dan pola pikir kelompok tani dampingan, tetapi secara luas belum mampu memberikan perubahan pola pikir masyarakat secara umum di luar kelompok tani. Terdapat perbedaan yang signifikan antara perkembangan kelompok tani dampingan CECOM Foundation dengan perkembangan kelompok tani yang tidak didampingi, baik dalam hal peningkatan taraf hidup maupu pola pikir seperti terlihat dalam Gambar 17. Vectorial Project Analysis Chart Cecom Vs. Non-Cecom di Kabupaten Kampar 10.00
I
9.00
II
II
IV
Livelihood
8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.0 0 CECOM
Mindset
NON-CECOM
Gambar 17 Grafik VPA Kabupaten Kampar Untuk itu diperlukan upaya untuk mendorong komunitas yang bukan dampingan CECOM Foundation agar tetap berada di atas garis kemiskinan melalui kegiatan kelompok tani dampingan CECOM Foundation yang berdampak mengajak partisipasi masyarakat lebih luas melalui modal sosial yang ada untuk mampu menggerakkan komunitas lain yang berada di lingkup desanya agar
77
meningkat pola pikir masyarakat secara snowballing effect. Peluang keberhasilan mengajak petani yang bukan dampingan CECOM sangat besar karena modal sosial dan kelembagaan kelompok tani dampingan CECOM yang telah terbangun mampu menjadi entry point bagi proses pengorganisasian masyarakat yang lebih luas oleh field CD Officer. Kelembagaan sosial ekonomi yang dikembangkan kelompok tani dampingan CECOM berikut aktivitas produktif yang dijalankan oleh pengurus dan para anggota dapat dioptimalkan sebagai pusat layanan informasi pemberdayaan yang dapat diakses oleh masyarakat pedesaan khususnya para komunitas petani lain yang bukan dampingan CECOM Foundation.
VII. RANCANGAN PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT CECOM FOUNDATION
7.1. Pilihan Strategi Metodologi Untuk menyusun Rancangan Program Pemberdayaan Masyarakat CECOM Foundation maka diadakan Diskusi Kelompok (Focus Group Disccusion) dengan pengurus dan anggota Poktan, unsur pendamping komunitas, perwakilan Gapoktan, dan KTNA Kabupaten Kampar bertempat di P4S Sehati Jaya di Desa Pulau Birandang. Strategi untuk kegiatan pada masa yang akan datang dibuat berdasarkan hasil analisis VPA. Hasil tersebut dapat digambarkan pada strategi metodologi kegiatan pemberdayaan masyarakat CECOM Foundation, seperti dapat dilihat pada Gambar 18.
Program Pemberdayaan Masyarakat Peningkatan Taraf Hidup (Livelihood)
Peningkatan Pola Pikir (Mindset)
Reformulasi Program secara partisipatif
Identifikasi Kebutuhan
Monitoring dan Evaluasi Proyek
Proyek Pertanian Terpadu (IFS)
Perencanaan Proyek
Pelaksanaan Proyek
Peningkatan Kesejahteraan dan Kemandirian Mayarakat
Gambar 18 Strategi Metodologi Program Pemberdayaan Masyarakat CECOM Foundation untuk Masa yang akan Datang
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa strategi metodologi program pemberdayaan masyarakat CECOM yang akan datang difokuskan pada : 1. Peningkatan atau perbaikan taraf hidup masyarakat, dengan pengembangan program
pertanian terpadu atau integrated farming system (IFS) berbasis
79
komoditi lokal dengan konsentrasi pada : (1) Penguatan ketahanan pangan masyarakat, dan (2) Pengembangan kesempatan kerja bagi masyarakat. 2. Peningkatan pola pikir, dengan proses pengembangan kelembagaan kelompok tani, penguatan kapasitas dan pengembangan partisipasi komunitas dampingan menuju keberlanjutan pemberdayaan masyarakat yang berwawasan gender (PMBG). Implementasi strategi Program Pemberdayaan Masyarakat CECOM Foundation di Kabupaten Kampar, dilaksanakan sebagai suatu media yang bertujuan untuk mendukung kegiatan pembangunan, dalam hal ini melalui program pemberdayaan masyarakat yang difokuskan kepada peningkatan partisipasi masyarakat tujuan utama meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat melalui siklus kegiatan partisipatif yang meliputi : 1. Melakukan identifikasi kebutuhan masyarakat melalui reformulasi program dengan sebesar mungkin inisiatif dan partisipasi dari masyarakat. Kegiatan ini didasarkan dari hasil evaluasi program tahun sebelumnya terkait analisis indikator kemajuan taraf hidup dan pola pikir. 2. Melakukan perencanaan program yang akan dikerjakan secara partisipatif dengan konsentrasi kegiatan yang diprioritaskan pada sub indikator paling lemah. 3. Melaksanakan
kegiatan
program
dengan
konsentrasi
pada
proses
pendampingan kelompok tani dampingan sesuai mekanisme pemberdayaan yang telah ditetapkan dimana peran pendamping lebih diarahkan sebagai fasilitator. 4. Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan secara reguler dan partisipatif. Kegiatan ini dilakukan untuk memantau secara periodik
kemajuan
pelaksanaan program, sehingga setiap permasalahan yang ditemui seperti hambatan pengembangan program serta penyimpangan dari visi dan misi program akan dapat diketahui sejak tahap-tahap awal. 7.2. Rancangan Program Pemberdayaan Evaluasi program pemberdayaan CECOM Foundation merupakan suatu proses untuk menentukan relevansi, hasil guna dan daya guna pada setiap tahapan
80
kegiatan program sesuai dengan target yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Evaluasi ini merupakan proses penyempurnaan kegiatan-kegiatan yang sedang
berjalan,
membantu
perencanaan,
menyesuaikan
program
dan
pengambilan keputusan selanjutnya. Model strategi implementasi ini tidak ditujukan untuk mencari kesalahan tetapi lebih diarahkan pada maksud untuk memberdayakan, agar dapat ditemukan corrective action yang tepat sehingga proyek dapat berjalan dengan baik, transparan, serta mempunyai validitas dan obyektifitas yang tinggi, sekaligus mampu memuaskan semua pihak yang terkait. Hasil analisis VPA menunjukkan telah terjadi perubahan yang signifikan pada seluruh indikator VPA pada kelompok dampingan CECOM Foundation di Kabupaten Kampar, baik pada variabel yang terletak pada indikator taraf kehidupan maupun pola pikir pada tiga tahun pelaksanaan program pemberdayaan yang dilakukan oleh CECOM Foundation. Namun demikian masih terdapat dua buah variabel yang masih berada di bawah garis virtual lima, yaitu pada sub indikator konsumsi pangan (indikator taraf kehidupan) dan sub indikator pengarustamaan gender (indikator pola pikir). Berdasarkan hal tersebut di atas dibuat rancangan tindak lanjut melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan mengutamakan variabel dengan nilai terendah sampai kepada variabel dengan nilai tertinggi seperti pada Tabel 11.
81
Tabel 11. Rencana dan Prioritas Tindak Lanjut Kegiatan Indikator VPA CECOM - Kampar Pendapatan Kesempatan Kerja Konsumsi Pangan Sanitasi dan Kebersihan Aktifitas di kelompok Tingkat adopsi tehnologi Kebiasaan menabung Kepercayaan diri Pendidikan Pengarusutamaan Jender Praktek Bisnis
2006
2007
2008
Skala Prioritas Perbaikan
8.0 4.7 4.4 6.5 5.1 4.8 3.7 4.6 9.7
8.5 5.2 4.4 6.5 7.8 6.3 6.3 6.6 9.7
9.2 6.3 4.7 7.6 9.3 8.2 8.6 8.9 9.6
1. Sub Indikator Konsumsi Pangan 2. Sub Indikator Pengarusutamaan Jender 3. Sub Indikator Kesempatan Kerja
1.8
4.1
5.0
6.0
7.2
9.3
Berdasarkan rencana tindak lanjut diatas maka dalam FGD disusun kegiatan-kegiatan aksi yang disesuaikan dengan skala prioritas dalam kerangka kerja logis (logical framework) seperti terlihat pada Tabel 12. Dengan pelaksanaan kegiatan lanjutan seperti pada kerangka kerja logis tersebut oleh CECOM Foundation melalui koordinasi dan sinergitas implementasi program pemberdayaan masyarakat dan diharapkan terjadi peningkatan indikator kesejahteraan (taraf hidup) komunitas petani seiring peningkatan
yang telah
dicapai pada indikator pola pikir masyarakat pada masa yang akan datang.
82
86
Tabel 12 Matriks Kerangka Kerja Logis pada Poktan Padusi Ringkasan Narasi Sasaran/ Dampak/ Impact : • Usaha budidaya tanaman pangan dan ayam buras yang menguntungkan dan berkelanjutan Manfaat/ Benefit • Meningkatkan kesejahteraan masyarakat • Meningkatkan asupan kalori dan protein keluarga Hasil/ Outcomes • Meningkatnya produksi tanaman pangan dan ayam buras • Meningkatnya pendapatan rumah tangga
Indikator dan sasaran kerja Terbentuknya kelembagaan usaha budidaya tanaman pangan dan ayam buras yang berkelanjutan
1. Berkurangnya pendudk miskin 2. Meningkatnya ketahanan pangan masyarakat
1. Produksi komoditas tanaman pangan dan ayam memenuhi target. 2. Sumber dan jumlah pendapatan rumah tangga meningkat.
Keluaran/ Output 1. Metode baku pengembangan usaha • Metode pengembangan usaha tan. Pangan dan ayam buras budidaya tan. Pangan dan ayam 2. Benih dan bibit yang unggul buras yang terencana • Peningkatan ketrampilan dan proses produksi Kegiatan/ activities 1. Membentuk unit kegiatan usaha tani yang terpadu 2. Melibatkan peran pemerintah, masyarakat dan LSM 3. Mengadakan pelatihan dan penyuluhan kepada petani
Alat/cara/ sumber pembuktian
Asumsi terpenting
Harga komoditi tanaman dan Adanya kerjasama antar para pihak yang terkait ternak ayam buras yang stabil
Data dari Pemkab atau BPS mengenai perkembangan ekonomi penduduk
Kontrol dari pemerintah melalui institusi terkait
1. Rekam hasil produksi di Iklim operasional yang mendukung kelompok tani 2. Laporan tabungan petani di LKM Kelompok tani
1. Pedoman budidaya tan. Kondisi operasional yang Pangan dan rumput laut. mendukung 2. Penangkaran bibit unggul
Input 1. SDM 2. Sarana Prasarana 3. Bahan berbudidaya 4. Modal usaha
Precondition 1. Ketersediaan lahan 2. Kemudahan mendapat modal usaha
83
87
Tabel 13 Matriks Kerangka Kerja Logis pada Poktan Tunas Sehati dan Berkat Bersama Ringkasan Narasi Sasaran/ Dampak/ Impact : • Usaha pemberdayaan masyarakat berorientasi jender Manfaat/ Benefit • Meningkatkan pengarusutamaan jender dalam masyarakat
Hasil/ Outcomes • Meningkatnya partisipasi dan peran wanita dalam pengambilan keputusan Poktan
Indikator dan sasaran kerja Terwujudnya keadilan dan kesetaraan jender dalam masyarakat
Meningkatnya peran produktif, peran reproduktif dan peran sosial dalam masyarakat
Wanita diakui haknya terlibat sebagai pengurus kelompok tani
Keluaran/ Output Metode baku pengembangan partisipasi • Metode pengembangan dan peran wanita dalam Poktan partisipasi dan peran wanita dalam kelompok tani Kegiatan/ activities 1. Membentuk tim sosialisasi pengarusutamaan jender 2. Melibatkan peran pemerintah, masyarakat dan LSM 3. Mengadakan pelatihan dan penyuluhan kepada kelompok tani
Alat/cara/ sumber pembuktian
Asumsi terpenting
Pengakuan dalam struktur Adanya kerjasama antar para masyarakat atas keadilan dan pihak yang terkait kesetaraan jender Data dari Pemkab atau BPS mengenai perkembangan peran jender dalam masyarakat
Kontrol dari pemerintah melalui institusi terkait
Rekam hasil pertemuan di Iklim operasional yang kelompok tani mendukung
Pedoman pengembangan Kondisi operasional yang kapasitas wanita mendukung Input 1. SDM 2. Sarana Prasarana 3. Materi penyuluhan
Precondition Ketersediaan waktu dan perhatian dari pengelola program
84
88
Tabel 14 Matriks Kerangka Kerja Logis pada Poktan Berkat Bersama Ringkasan Narasi Sasaran/ Dampak/ Impact : • Usaha penggemukan ternak sapi yang menguntungkan dan berkelanjutan
Indikator dan sasaran kerja Terbentuknya kelembagaan usaha penggemukan ternak sapi yang berkelanjutan
Alat/cara/ sumber pembuktian
Asumsi terpenting
Harga komoditi ternak sapi Adanya kerjasama antar para yang stabil pihak yang terkait
Manfaat/ Benefit • Meningkatkan kesejahteraan masyarakat • Meningkatkan kesempatan kerja baru keluarga
1. Berkurangnya pendudk miskin 2. Meningkatnya sumber nafkah keluarga
Data dari Pemkab atau BPS mengenai perkembangan ekonomi penduduk
Hasil/ Outcomes • Meningkatnya produksi daging dan kompos • Meningkatnya pendapatan rumah tangga
1. Produksi daging dan kompos memenuhi target/ kebutuhan 2. Sumber dan jumlah pendapatan rumah tangga meningkat.
1. Rekam hasil produksi di Iklim operasional yang mendukung kelompok tani 2. Laporan tabungan petani di LKM Kelompok tani
Keluaran/ Output a. Metode pengembangan 1. Metode baku pengembangan usaha usaha penggemukan sapi yang penggemukan sapi terencana 2. Bakalan sapi yang unggul b. Peningkatan ketrampilan dan proses produksi Kegiatan/ activities 2. Membentuk unit kegiatan usaha tani yang terpadu : Ternak dengan Nenas 3. Melibatkan peran pemerintah, masyarakat dan LSM 4. Mengadakan pelatihan dan penyuluhan kepada petani
Kontrol dari pemerintah melalui institusi terkait
1. Pedoman usaha Kondisi operasional yang penggemukan sapi mendukung 3. .Pembibitan bakalan unggul
Input 1. SDM 2. Sarana Prasarana 3. Bahan berbudidaya 4. Modal usaha
Precondition 1. Ketersediaan lahan 2. Kemudahan mendapat modal usaha
85
7.3. Keberlanjutan Program Pemberdayaan 7.3.1. Tolok Ukur Keberlanjutan Keberlanjutan program pemberdayaan CECOM Foundation merupakan amanah sejarah dan cita-cita seluruh stakeholder di awal pembentukannya seperti tertuang dalam visi, misi
dan tujuan lembaga. Dilihat dari persepektif
pengembangan organisasi dan kelembagaan seperti terlihat pada Gambar 10, CECOM Foundation telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam pengelolaan tiga sistem manajemen menuju lembaga pengembang swadaya masyarakat (LPSM) yang modern, efektif dan berkelanjutan yaitu : (1) Manajemen program; (2) Manajemen SDM/ Organisasi; dan (3) Manajemen keuangan. Kemajuan pada manajemen program, ditunjukkan dari integrasi yang baik mulai
dari proses penentuan arah program, proses pengembangan program
lembaga, sampai proses pelaksanaan proyek/ kegiatan program pada level komunitas. Kemajuan tersebut dapat dikonfirmasi dari beberapa aspek seperti : (1) Evaluasi dampak program pemberdayaan melalui metode VPA Survey yang menunjukkan bahwa CECOM Foundation mampu meningkatkan pola pikir dan taraf hidup komunitas petani dampingan secara signifikan dibandingkan komunitas petani yang bukan dampingan; (2) Apresiasi dan pengakuan dari berbagai stakeholder dari dalam maupun dari luar Propinsi Riau yang dibuktikan dengan berbagai bentuk kerjasama dan kemitraan CECOM Foundation dengan institusi lain baik dari unsure pemerintah, LSM maupun perusahaan. Kemajuan pada manajemen SDM/ Organisasi, ditunjukkan dengan kualitas SDM pengelola CECOM Foundation, khususnya kualitas para pendamping komunitas (field officer) yang telah mampu berperan sebagai fasilitator dan Community Organizer yang efektif dan dalam waktu yang relatif singkat (selama tiga tahun) telah mampu mengembangkan partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan sehingga posisi kelompok tani dampingan yang berada pada fase persiapan pada akhir tahun 2006 bergerak maju menuju fase kemandirian pada akhir tahun 2008. Hasil petikan wawancara dengan SHM bin MK, Ketua Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Kampar yaitu :
86
“Perilaku dan kemampuan mengorganisir masyarakat yang ditunjukkan oleh para pendamping CECOM Foundation mampu menumbuhkan hubungan batin yang kuat antara komunitas petani dampingan dengan pendamping (field CD officer) CECOM sehingga menggerakkan komunitas lebih partisipatif dan bertindak secara kolektif seperti dalam merumuskan aturan kelompok, bergotong royong, sampai dalam hal memecahkan masalah. Setelah lama diamati, saya menyimpulkan bahwa pendamping komunitas CECOM Foundation selalu hadir ditengah komunitas tidak sekedar bertugas, namun terlihat tanggung jawab moral yang besar untuk membantu komunitas petani agar mampu merubah nasib secara mandiri. Hal yang sama tidak saya temukan pada diri penyuluh yang berada di dinas-dinas pemerintah” Hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa kemauan komunitas petani dampingan merubah pola pikir dan meningkatkan kolektivitas dalam program pemberdayaan sangat dipengaruhi oleh peranan pendamping komunitas sebuah pemberdayaan masyarakat seperti yang dilakukan oleh CECOM Foundation. Kemajuan pada manajemen keuangan, ditunjukkan bahwa CECOM Foundation mampu merencanakan, menggalang dan memanfaatkan sumber pendanaan dari program CSR PT. RAPP maupun sumber pendanaan lain dari mitra kerja seperti dari pemerintah maupun perusahaan lainnya untuk menopang kelangsungan program pemberdayaan. CECOM Foundation juga mampu menunjukkan akuntabilitas dan transparansi pencatatan keuangan yang dikelola. Hal tersebut ditunjukkan dengan telah dilakukan audit keuangan secara regular oleh auditor independen yang ditunjuk oleh manajemen dengan hasil wajar tanpa pengecualian. Ketiga kemajuan CECOM Foundation dalam mengelola program, SDM/ Organisasi dan keuangan merupakan modal sosial yang penting bagi proses pengembangan organisasi dan program pemberdayaan secara berkelanjutan. 7.3.2. Ancaman bagi Keberlanjutan Secara teoritis keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat CECOM akan terancam apabila pengelolaan program, organisasi dan keuangan lembaga tidak dijalankan sesuai rancangan pengembangan CECOM Foundation seperti ditunjukkan pada Gambar 10. Asumsi teoritis diatas ternyata tidak berlaku bagi keberlanjutan CECOM Foundation karena meskipun kemajuan yang telah dicapai
87
dalam kurun waktu empat tahun (2006 - 2008) telah menunjukkan prospek keberlanjutan
namun secara praktis CECOM Foundation telah mengalami
pembekuan secara mendadak (sudden death) pada bulan Desember 2008 oleh Dewan Pembina Yayasan. Pembekuan CECOM Foundation diawali dengan ketetapan dewan pembina untuk menerima ide transformasi/ akuisisi asset dan program CECOM Foundation oleh Tanoto Foundation yang diumumkan kepada seluruh staf pengelola pada tanggal 7 Nopember 2008 dalam rapat paripurna yang dihadiri seluruh unsur pengurus yayasan. Namun dalam waktu sebulan sosialisasi ketetapan tersebut dianulir sendiri oleh dewan pembina. Hasil petikan wawancara dengan , AMZ mantan pendamping komunitas CECOM Foundation yaitu : “Pada tanggal 12 Desember 2008, seluruh staf CECOM Foundation dikumpulkan dalam Rapat bersama seluruh unsur pengurus yayasan dan diumumkan beberapa ketetapan dewan pembina yang antara lain menyebutkan bahwa terhitung tanggal tersebut transformasi CECOM Foundation menjadi Tanoto Foundation dibatalkan dan selanjutnya CECOM Foundation dibekukan dengan alasan PT. RAPP sebagai donatur mengalami kesulitan cash flow serius sebagai akibat adanya krisis keuangan global yang melanda Amerika pada tahun 2008 yang kemudian berimbas ke Indonesia. Namun pada kesempatan lain, ketua tim likuidasi yang dibentuk pembina mengatakan bahwa alasan pembekuan CECOM Foundation disebabkan yayasan belum terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Semua alasan itu terkesan dibuat-buat untuk melegalkan pembekuan CECOM Foundation yang telah dilakukan secara paksa, sepihak, dan arogan” Hasil petikan wawancara dengan EL, pengamat dan praktisi senior dalam program pemberdayaan masyarakat yaitu : “Dari pengamatan dan pengalaman panjang terkait program pemberdayaan masyarakat, saya simpulkan bahwa tidak ada korporasi di Indonesia yang serius menjalankan CSR secara berkelanjutan. Penyebabnya ada dua, bahwa mereka : (1) Tidak mau karena takut uangnya habis untuk membiayai program CSR; atau (2) Tidak tahu cara menjalankan CSR karena tidak serius mengembangkan paradigma pemberdayaan masyarakat”
88
Hasil kedua wawancara diatas menyimpulkan bahwa ancaman utama bagi program pemberdayaan oleh CECOM Foundation yang dibentuk oleh korporasi dengan atas nama program CSR bukan disebabkan alasan obyektif dalam pengelolaan program, organisasi dan keuangan lembaga namun lebih disebabkan alasan subyektif dan kepentingan pribadi CEO korporasi yang membentuknya. Hal tersebut sesuai pendapat Wibowo (2006) yang menyatakan bahwa kecenderungan pelaksanaan CSR di Indonesia yang sangat tergantung pada chief executive officer (CEO) korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak otomatis selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika CEO memiliki kesadaran moral bisnis berwajah manusiawi, besar kemungkinan korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang layak. Sebaliknya, jika orientasi CEO-nya hanya pada kepentingan kepuasan pemegang saham (produktivitas tinggi, profit besar, nilai saham tinggi) serta pencapaian prestasi pribadi, boleh jadi kebijakan CSR sekadar kosmetik. Motivasi CEO korporasi semacam itu digambarkan oleh Menurut Hamann dan Acutt (2003) dalam Wibowo (2006) sebagai Motivasi Akomodasi, yaitu kebijakan bisnis yang hanya bersifat kosmetik, superficial, dan parsial. CSR dilakukan untuk memberi citra sebagai korporasi yang tanggap terhadap kepentingan sosial. Singkatnya, realisasi CSR yang bersifat akomodatif tidak melibatkan perubahan mendasar dalam kebijakan bisnis korporasi sesungguhnya. Jika motivasi akomodasi yang dijalankan korporasi untuk program CSR perusahaan maka sesuai tahapan business evolution toward sustainability yang dirumuskan Fajar (2006) seperti pada gambar 7, maka jati diri dan perilaku korporasi tersebut berada dalam golongan antara “monyet” dengan “simpanse” dimana korporasi hanya mementingkan mengejar profit semata dan hanya akan memberikan charity apabila korporasi tersebut ada perlunya atau mendapat tekanan/ permintaan dari stakeholdernya.
VIII. PENUTUP 8.1. Kesimpulan Berdasarkan evaluasi dan kajian yang dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan : 1. Pengelolaan
Program
Pemberdayaan
Masyarakat
oleh
CECOM
Foundation sebagai bagian implementasi CSR PT. RAPP dijalankan melalui integrasi tiga sistem manajemen yakni (a) Manajemen program; (b) Manajemen SDM/ Organisasi; dan (c) Manajemen keuangan. Implementasi program difokuskan pada proses pendampingan dan pengorganisasian komunitas secara partisipatif terlihat telah menunjukkan kemajuan
signifikan
menuju
pengelolaan
program
pemberdayaan
masyarakat yang berkelanjutan. Namun tujuan program pemberdayaan tersebut terancam gagal dicapai seiring dengan kegagalan CECOM Foundation mempertahankan eksistensinya dikarenakan lembaga tersebut telah dibekuan oleh pembinanya sendiri pada bulan Desember 2008. 2. Implementasi
Program
Pemberdayaan
Masyarakat
oleh
CECOM
Foundation di Kabupaten Kampar melalui leading sector Program Sistem Pertanian Terpadu (integrated farming system/ IFS) telah menunjukkan dampak kemajuan bagi peningkatan indikator taraf hidup (livelihood) dan indikator pola pikir (mindset) pada komunitas petani dampingan. Namun analisis penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pola pikir komunitas dampingan CECOM tidak memiliki korelasi nyata dan langsung dengan peningkatan taraf hidup komunitas. 3. Dari hasil analisis indikator menunjukkan bahwa masih terdapat tiga sub indikator yang masih harus perbaiki
yaitu : Konsumsi pangan,
Pengarusutamaan Jender, dan Kesempatan kerja. Untuk itu dilakukan penyusunan rancangan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka kerja logis dengan kegiatan meliputi : (1) Pengembangan budidaya tanaman pangan dan ayam buras pada Poktan Padusi untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas konsumsi pangan; (2) Pengembangan partisipasi dan peran wanita dalam program IFS pada poktan Berkat Bersama dan Tunas Sehati,
90
dan (3) Pengembangan usaha peternakan sapi pada program IFS di Poktan Berkat Bersama, Desa Kualu Nenas untuk memperluas sumber nafkah dan kesempatan kerja bagi komunitas melalui integrasi sub sektor pertanian nenas dengan sub sektor peternakan. 8.2.Implikasi Kebijakan Program pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya merupakan upaya peningkatan pola pikir dan sikap masyarakat melalui proses penguatan kapasitas agar masyarakat mampu meraih dan memafaatkan akses sumberdaya bagi upaya peningkatan kesejahteraan atau taraf kehidupannya. Namun, peningkatan pola pikir saja tidak cukup berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan taraf kehidupan masyarakat tapi dibutuhkan upaya dukungan perbaikan struktural masyarakat oleh pemerintah. Program pemberdayaan masyarakat yang diinisiasi oleh perusahaan/ korporasi melalui program CSR belum menunjukkan iktikad dan upaya serius menuju pengelolaan program secara keberlanjutan, karena program CSR yang dibangun hanya bersifat reaktif terhadap tekanan yang dilakukan oleh pemerintah, LSM maupun masyarakat. Kasus pembekuan CECOM Foundation menunjukkan bahwa paradigma dan konsep ideal CSR korporasi yang dipraktekkan secara selama ini, tidak lebih hanya sebagai strategi membangun pencitraan diri dan bukan secara tulus berkomitmen dalam proses pengembangan sosial, ekonomi dan lingkungan secara berkelanjutan. Oleh sebab itu perlu ada dukungan dari pemerintah (government supported) dan civil society dalam upaya memfasilitasi, memantau, dan mengkritisi program CSR korporasi agar program tersebut mampu dijalankan secara lebih berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,
Nurdin, http/digilib.itb.ac.id, 2005. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi partsipasi dalam pemeliharaan prasarana pasca program pembangunan prasarana pendukung desa tertinggal (P3DT).Studi kasus: kecamatan Salewu kabupaten Tasikmalaya. ITB Central Library.
Ananto, E. Eko, Model Peningkatan pendapatan Petani P4MI melalui Inovasi Teknologi Pertanian, Prosiding Seminar Nasional “Inovasi dan Alih Teknologi Pertanian untuk Pengembangan Agribisnis Industrial Pedesaan di Wilayah Marjinal, 2007. Annonymous, http://www.menlh.go.id/i/Warga%20Madani.pdf. Bappenas, 2005. Strategi Nasional Penanggulan Kemiskinan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 – 2009 dan Rencana Kerja Pemerintah 2006 dalam Konferensi Nasional Penanggulangan Kemiskinan dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (MDG’s). Jakarta. 27 April 2005. Bina Swadaya, 2004, ”Tahap Perkembangan dan Klasifikasi Kelompok Swadaya Masyarakat ”, Jakarta BPS Riau, 2010, Riau dalam Angka, http://riau.bps.go.id/publikasi-online/riaudalam-angka-2010/bab-12-konsumsi-pengeluaran-penduduk.html CECOM, 2005. The Profile, Principles and Program of Care and Empowerment for Community Foundation, Pekanbaru. Chambers, 1995, ”Poverty and livelihood; Whose Reality Counts ?” dalam kartasasmita G, 1996, Pembangunan Untuk rakyat: Memedukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Cides. Jakarta. Eko, Sutoro, 2002, Materi Diklat Pemberdayaan masyarakat diselenggarakan Badan Diklat Provinsi Kaltim, Samarinda
Desa, yang
Elyas, dkk. 2005.” Berkembang Bersama Rakyat”. Program Pemberdayaan Masyarakat Riau, PT. RAPP bekerjasama dengan Bidara Jakarta. Fajar, Rudi 2005. “Corporate Social Responsibility is the Right Thing to Do” dalam Presentasi pada First CFCD Chapter Riau Basic Training Batam Hasan, Nasihin dkk, 2007, Merentas Jalan Menggapai Cita Bersama, Penerbit Yayasan Peduli Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) dan Bidara, Jakarta Hikmat, Harry,2004, “Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung”, Humaniora Utama Press.
92
Indef, 2008, “ Sewindu CSR Riaupulp”, Jakarta. Marzali, Amri. 2003. “Teknik Identifikasi Kebutuhan dalam Program Community Development” Dalam Akses Peran Serta Masyarakat: Lebih Jauh Memahami Community Development. Diedit oleh Bambang Rudito, Adi Prasetijo dan Kusairi. Penerbit ICSD. Jakarta. Nasdian, Tonny Fredian, 2005. “Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial” Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat fakultas Ekologi manusia, IPB, Bogor. Pajarningsih, “Community Empowerment Guideline for Special Program for Food Security through Multidisciplinary and Participatory Approaches,” Agency for Food Security, Ministry of Agriculture and FAO, 2005, Jakarta. Primahendra, R. 2002. Panduan Pendampingan untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta. Primantoro, Ari, 2007. Pendampingan Bina Swadaya dalam Implementasi CSR di Indonesia, dalam Semiloka Aliansi Nasional Melawan Kelaparan, Jakarta, 19 Desember 2007. Purnama, Johan, 2007. Menyusun Rencana Bersama Komunitas Secara Komprehensif (Comprehensive Farner Group Development Planning), Yayasan Peduli Pemberdayaan Masyarakat (CECOM Foundation)). Pekanbaru. Purnama, Johan, 2007. Metodologi Monitoring dan Evaluasi Partisipatif pada Program Pemberdayaan Masyarakat, Yayasan Peduli Pemberdayaan Masyarakat (CECOM Foundation)). Pekanbaru. Sembiring, Iskandar, 2003 ,Pelatihan Partisipatif Community Development, CFCD Jakarta. SPFS-ASIA, 2007. Vectorial www.fao.org/spfs/asia/technologies_en.asp.
Project
Analysis.
Suharto, Edi, 2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Refika Aditama, Bandung. Suharyadi, Asep, 2005. Penetapan Sasaran Kemiskinan yang Lebih Efektif (SMERU Foundation) dalam Konferensi Nasional Penanggulangan Kemiskinan dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium. Jakarta, 27 April 2005. ________, 2004, APRIL Sustainable Report, 2004,
93
Sumarjo dan Saharuddin.2007. Metode-metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat, Jurusan Manajemen Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor dan Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Suprapto, Ato, 2009, Kuliah Umum di STTP Yogyakarta, http://stppyogyakarta.com/pemberdayaan-petani-melalui-program-ppmtprogram-pemberdayaan-masyarakat-tani.html . Wibowo, Pamadi, 2006. Artikel “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Masyarakat, Associate LabSosio, Universitas Indonesia, Jakarta
94
Lampiran 1. Form Survey Vectorial Project Analysis (VPA)
SURVEY VPA Nama responden Kelompok tani Kec / Kab/Propinsi Tahun Survey Enumerator Tanggal wawancara
No responden Desa
MASUKKAN DATA SURVEY DAN SKOR KE DALAM KOTAK BERWARNA KUNING
FORM SURVEY TINGKAT PENGHIDUPAN (LIVELIHOOD) 1. Pendapatan a. Data pendapatan rumah tangga per tahun Pendapatan / tahun
Persiapan Total pendapatan dari kegiatan on-farm
Penumbuhan
Pengembangan
Kemandirian
a. Padi-I b. Padi-II c. Padi-III d. Palawija e. Hortikultura f. Perikanan g. Unggas (ayam, bebek, dll) h. Kambing/domba i. Sapi j. Perkebunan (kelapa, karet, sawit, dll.) k. Buah-buahan (pisang, jeruk, dll) l. Lain-lain Total pendapatan dari kegiatan off farm a. Pengolahan produk (spt. Gula kelapa, dll) b. Kerajinan c. Lain-lain Total pendapatan dari kegiatan non-farm a. Perdagangan, perniagaan, dll b. Transportasi (ojek, angkudes, angkot, perahu, beca, dll) c. Buruh d. Lain-lain
0
Total pendapatan rumah-tangga
0
0
0
Jumlah anggota keluarga Pendapatan per kapita per tahun
#DIV/0!
#DIV/0!
#DIV/0!
#DIV/0!
Batas Garis Kemiskinan dalam Rupiah (setara 320 kg x harga lokal)
1.600.000 #DIV/0!
1.600.000 #DIV/0!
#DIV/0!
#DIV/0!
Persentase dari garis kemiskinan SKOR REFERENSI SKOR a. Jumlah pendapatan: - Lebih dari 40% di bawah garis kemiskinan - 30 – 40% di bawah garis kemiskinan - 20 – 30% di bawah garis kemiskinan - 10 – 20% di bawah garis kemiskinan - pada kisaran +/- 10% garis kemiskinan - 10 – 20% di atas garis kemiskinan - 20 – 30% di atas garis kemiskinan - 30 – 40% di atas garis kemiskinan - 40 – 50% di atas garis kemiskinan - Lebih dari 50% di atas garis kemiskinan
Skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
95 b.Struktur Pengeluaran Rumah Tangga per Tahun Pengeluaran untuk Pangan/ tahun Persiapan Belanja bahan pangan pokok (beras, jagung, ubi, dll) per hari Belanja lauk pauk (tahu, tempe, ikan, daging, dll) Belanja bahan pangan lainnya (minyak goreng, gula, bumbu, dll) Total pengeluaran untuk Bahan Pangan per hari 0 Pengeluaran untuk pangan per minggu 0 Pengeluaran untuk pangan per tahun 0 Pengeluaran Non-Pangan / tahun a. Perbaikan rumah, dll. b. Energi (spt. listrik, minyak tanah, dll)
Penumbuhan
Pengembangan
0 0 0
Kemandirian
0 0 0
0 0 0
0
0 #DIV/0!
c. Pengeluaran kesehatan d. Sekolah anak-anak e. Lain-lain 0
Total pengeluaran rumahtangga (Rp) Persentase pengeluaran utk pangan (%)
#DIV/0!
0 #DIV/0!
#DIV/0!
SKOR REFERENSI SKOR b. persentase pengeluaran untuk pangan (thd - ≥ 100% untuk konsumsi pangan - 90 – 100% untuk konsumsi pangan - 80 – 90% untuk konsumsi pangan - 70 – 80% untuk konsumsi pangan - 60 – 70% untuk konsumsi pangan - 50 – 60% untuk konsumsi pangan - 40 – 50% untuk konsumsi pangan - 30 – 40% untuk konsumsi pangan - 20 – 30% untuk konsumsi pangan - 10 – 20% untuk konsumsi pangan
Skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2.Kesempatan Kerja Deskripsi
Skor
Sumber pendapatan
1 4 7 10
Kriteria Hanya 1 sumber nafkah 2 sumber nafkah 3 sumber nafkah Lebih dari 3 sumber nafkah
Tahun Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian
3.Konsumsi Pangan
REFERENSI SKOR
a. Asupan Kalori Kandungan
Deskripsi
(Kcal/100 gr)
363 86 139 365 381 Sayuran 16 Buahan 46 Ikan 129 Telur 154 Daging (ayam, sapi dll) 302 Susu 61 Gula 364 Minyak goreng 870 Total asupan kalori/ 3 hari /kapita Total asupan kalori/hari/kapita
Jumlah Konsumsi pangan rumah tangga 3 hari terakhir (gram) Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian
Beras Jagung Umbian Mie Kedelai (≈ tempe/tahu)
SKOR
#DIV/0! #DIV/0!
#DIV/0! #DIV/0!
#DIV/0! #DIV/0!
#DIV/0! #DIV/0!
Skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kal/Hari/Kap
<1500 1500-1600 1600-1700 1700-1800 1800-1900 1900-2000 2000-2100 2100-2200 2200-2300 >2300
96 b. Asupan Protein per Hari per Kapita Kandungan
Deskripsi
Jumlah Konsumsi (gr/ 3 hari / kapita)
(Kcal/100 gr)
Beras Jagung Umbian Mie Kedelai (≈ tempe/tahu)
8,9 3,2 1,3 10,5 6,6 Sayuran 0,9 Buahan 1,1 Ikan 20 Telur 12,4 Daging (ayam, sapi dll) 18,2 Susu 3,2 Gula 0 Minyak goreng 1 Total asupan protein/ 3 hari /kapita Total asupan protein/hari/kapita
Persiapan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Penumbuhan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pengembangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kemandirian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
#DIV/0! #DIV/0!
#DIV/0! #DIV/0!
#DIV/0! #DIV/0!
#DIV/0! #DIV/0!
SKOR
4.Sanitasi dan Kebersihan a.Sumber Air Minum 1 4 7 10
Mata Air/Sungai/Danau tanpa pengolahan Mata Air /Sungai/Danau dengan pengolahan sederhana Sumur dengan dinding pembatas dan lantai semen Sumur pompa
1 4 7 10
Tidak menggunakan toilet ( BAB di sungai, kebun, cubluk dll) Toilet bersama T il t umum / b Toilet sendiri Toilet sendiri dengan sanitasi yang sangat baik
1 5 10
Berlantai tanah/bambu anyaman Berlantai semen / papan Berlantai keramik
Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian
b.Fasilitas MCK Persiapan Penumbuhan P b h Pengembangan Kemandirian
c. Kondisi Rumah Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian
FORM SURVEY POLA PIKIR (MINDSET) 1.Aktifitas Responden di Kelompok a.Frekuensi kehadiran di rapat / pertemuan kelompok 1 4 7 10
Tidak pernah hadir Jarang hadir Sering hadir Selalu hadir
1 5 10
Tidak paham Sedikit paham Memahami
1 5 10
c.Keterlibatan dalam aktifitas kelompok Tidak pernah ikut kegiatan kelompok Mengikuti kegiatan gotong royong saja Mengikuti kegiatan produktif kelompok, termasuk simpan pinjam dll
1 5 10
d.Transparansi keuangan dalam kelompok Tidak mengetahui status kondisi keuangan kelompok Mengetahui hanya sebagian status kondisi keuangan kelompok Mengetahui semua status kondisi keuangan kelompok
Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian
b.Pemahaman terhadap visi,misi dan aturan kelompok Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian
REFERENSI SKOR Skor Gr./Hari/Kap 1 <30 2 30=<35 3 35=<40 4 40=<45 5 45=<50 6 50=<55 7 55=<60 8 60=<65 9 65=<70 10 70=>80
97 2. Tingkat Adopsi Teknologi dan Pengetahuan a.Frekuensi kehadiran di Sekolah Lapang / Penyuluhan 1 4 7 10
Tidak pernah hadir Jarang hadir Sering hadir Selalu hadir
Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian
1 4 7 10
b.Sumber pengetahuan Pengetahuan turun-temurun / orang tua Pengetahuan dari tetangga / kawan Pengetahuan dari petugas penyuluh / dinas terkait Mencari pengetahuan dari sumber lain (Buku, majalah dll)
Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian
3. Kebiasaan Menabung
1 5 10
a.Frekuensi menabung per tahun Tidak pernah menabung Satu kali setahun Setiap habis panen (atau sekitar 3 kali setahun) Setiap bulan b.Tempat menabung Di rumah Di bank Di kelompok /LKD
1 5 10
Keberanian mengemukakan pendapat dalam rapat kelompok Selalu pasif / tidak pernah mengemukakan pendapat Kadang-kadang mengemukakan pendapat Sering S i mengemukakan k k pendapat d t
1 4 7 10
Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian
4. Kepercayaan Diri Persiapan Penumbuhan Pengembangan P b Kemandirian
5. Pendidikan Persepsi terhadap pendidikan anak 1 4 7 10
Cukup sampai SD Cukup sampai SMP Cukup sampai SMA Sarjana
Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian
6. Pengarusutamaan Gender a. Partisipasi anggota keluarga wanita dalam kelompok 1 Wanita tidak aktif dalam kegiatan/pertemuan kelompok 4 Wanita kurang aktif dalam kegiatan/pertemuan kelompok 7 Wanita aktif dalam kegiatan/pertemuan kelompok 10 Menjadi anggota kepengurusan kelompok b.Aktifitas produktif untuk anggota keluarga wanita 1 Tidak ada kegiatan untuk anggota keluarga wanita 4 Ada kelompok wanita tetapi anggota keluarga wanita tidak aktif 7 Anggota keluarga wanita sangat aktif di kelompok wanita Anggota keluarga wanita memiliki hak yang sama dalam kegiatan 10 produktif kelompok tani
Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian
98 7.Orientasi Usaha a.Akses terhadap permodalan 1 Tidak ada usaha utk menambah modal 4 Meminjam ke rentenir 7 Meminjam ke bank 10 Meminjam ke kelompok / koperasi b.Motivasi produksi 1 Hanya untuk konsumsi sendiri 5 Sebagian produk dijual 10 Semua produk dijual
BIODATA TAMBAHAN RESPONDEN Alamat ( RT/RW) Umur Suku Bangsa Agama Pendidikan Formal Terakhir
Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian Persiapan Penumbuhan Pengembangan Kemandirian
Vectorial Project Analysis Chart Cecom Vs. Bukan-Cecom di Kabupaten Kampar
10,00
I
9,00
II
III
IV = Tahap Mandiri III = Tahap Perkembangan II = Tahap Pertumbuhan I = Tahap Persiapan
IV
8,00
Livelihood
7,00
----- 2006 -2008 (cecom) ------ 2006 - 2008 (noncecom)
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00 0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
Mindset CECOM
NON-CECOM
9,00
10,00
111 Lampiran 10. Analisis Indikator Non -CECOM Kabupaten Kampar
ANALISIS INDIKATOR
BUKAN-CECOM - KABUPATEN KAMPAR 10,0 9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0
2006 2007 2008 2009
Pendapatan
Kesempatan Kerja
BUKAN-CECOM - KABUPATEN KAMPAR Pendapatan Kesempatan Kerja Konsumsi Pangan Sanitasi dan Kebersihan Aktifitas di kelompok Tingkat adopsi tehnologi Kebiasaan menabung Kepercayaan diri Pendidikan Pengarus utamaan Jender Praktek Bisnis
Konsumsi Pangan
2006 7,1 3,2 3,4 5,1 1,1 1,4 2,1 1,1 9,6 1,9 4,2
Sanitasi dan Kebersihan
2007 7,4 3,4 3,4 5,1 1,1 1,4 2,1 1,1 9,6 1,9 4,2
2008 7,2 3,8 4,5 5,5 1,0 1,7 1,6 1,5 9,8 1,4 4,6
Aktifitas di kelompok
2009 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
Tingkat adopsi tehnologi
Kebiasaan menabung
Kepercayaan diri
Pendidikan
Pengarus utamaan Jender
Praktek Bisnis