PENINGKATAN KINERJA INDUSTRI BATIK MELALUI PENERAPAN STANDAR OPERATION PROCEDURE, LINGKUNGAN, SERTA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Rodia Syamwil, Adhi Kusumastuti, Siti Nurrohmah Prodi PKK, Universitas Negeri Semarang E -mail :
[email protected]
Abstract: The program is objected to enhance batik industry performance by implementing appropriate Standards of Operation Procedure (SOP), Environmental (SL), and Health & Safety (SK3). The object is Zend Batik, a hereditary batik industry in Pekalongan. Preliminary study was conducted to investigate the initial performance of the industry, and identified the needs of improvements and standard requirements for each department. Based on the study, models of SOP, SL, and SK3 simplified in the form of work instruction, environmental, health & safety procedure was developed, validated, and socialized in cascade method of Training of Trainer. Technical assistance was then conducted to implement the models and help the worker perform in their work, manage the environment and waste, and performing awareness to health & safety, based on the standards. Evaluation proofed that the program was capable in improving work performances, raising awareness to the environmental and safety issues, and increasing the efficiency . Abstrak: Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan kinerja industri batik melalui penerapan standar-standar prosedur kerja (SOP), standar lingkungan (SL), serta standar kesehatan dan keselamatan kerja (SK3). Obyek kegiatan adalah industri batik tradisional Batik Zend di Pekalongan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan kinerja industri dan analisis kebutuhan terhadap standar. Selanjutnya, berdasarkan analisis kebutuhan tersebut disusun model SOP, SL, dan SK3, yang disederhanakan ke dalam bentuk instruksi kerja, prosedur kebersihan dan tata lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Model selanjutnya divalidasi kepada pengusaha batik, dan disosialisasikan kepada karyawan melalui program Training of Trainer berpola cascade. Implementasi model dilaksanakan dengan metode pendampingan, untuk membantu karyawan melaksanakan pekerjaan, mengelola lingkungan kerja, serta memperhatikan faktor-faktor kesehatan dan keselamatan kerja, sesuai dengan standar. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa penerapan SOP, SL, SK3, dapat memperbaiki kinerja, membangkitkan kesadaran terhadap lingkungan kerja dan penggunaan alat-alat keselamatan kerja, serta meningkatkan efisiensi. Kata kunci: kinerja, industri batik, standar, prosedur, lingkungan, keselamatan kerja.
PENDAHULUAN Industri batik berasal dari kerajinan rumah tangga, yang kemudian meningkat ke produksi batik dalam jumlah yang relatif besar. Batik telah terpilih sebagai warisan budaya tak benda dunia karya manusia (Representative List of Intangible Cultural Heritage of Humanity) oleh UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 (http://unesco.batik indonesia.htm, www. Kompas-tv.com). Konsekuensi yang harus dihadapi adalah industri batik harus melakukan upayaupaya untuk meningkatkan kinerjanya baik dalam kualitas, produktivitas, maupun kreativitas. Apalagi dengan adanya pasar bebas Asean and China Free Trade Agreement (ACFTA), ancaman masuknya kain-kain printing bermotif batik dari negara lain, seperti Cina, Malaysia dan Thailand juga mengancam produk batik
Indonesia. Batik adalah kain dengan motif tradisional yang dihasilkan melalui proses pencelupan rintang (resist dyeing). Batik Indonesia menggunakan malam sebagai zat perintang serta canting dan canting cap sebagai alat untuk membubuhkan malam (Santosa Dullah, 2006). Motif batik Indonesia yang semula didasarkan pada ragam hias tradisional yang baku, kini berkembang dengan pesat di tangan para desainer. Kemajuan teknologi tekstil menyebabkan motif batik dapat dihasilkan dengan teknologi printing dengan mesin otomatis, membuat batik printing dapat dijual dengan harga murah. Batik printing adalah ancaman bagi pasar batik tradisional Indonesia. Para pemerhati batik bahkan berpendapat bahwa batik printing adalah “musuh” industri batik tradisional, sehingga perlu upaya
perlindungan dan bantuan untuk terus menerus meningkatkan kinerjanya. Upaya untuk memasyarakatkan batik cukup berhasil. Batik saat ini digunakan juga sebagai pakaian resmi dan pakaian dinas. Masyarakat dari berbagai tingkat usia menggunakan batik untuk pakaian sehari-hari, untuk pelengkap busana seperti dasi, tas, sendal, dan juga untuk barang keperluan rumah tangga seperti seprei, taplak meja, gorden, dan sebagainya. Generasi muda terutama para remaja, saat ini juga memakai batik, karena rancangan motif dan busana juga disesuaikan dengan selera dan aktifitas remaja. Industri batik tradisional yang umumnya berskala kecil dan menengah (IKM), masih dikelola secara konvensional. Latar belakang pendidikan dan kebiasaan hidup masyarakat menyebabkan kinerja industri belum memenuhi standar. Pola keluarga dalam pengelolaan Industri menyebabkan kedisiplinan sulit diterapkan. Angka kehadiran yang fluktuatif, jam kerja yang tidak pernah dipatuhi, kondisi lingkungan kerja yang kurang nyaman, dan cara bekerja yang tidak efisien sering terjadi. Produktivitas karyawan dihargai dari jumlah produk yang dihasilkan. Perusahaan tidak menetapkan target produksi untuk setiap karyawan, sehingga kinerja tiap karyawan sangat bervariasi. Selain itu, proses yang tidak standar menghasilkan produk dan waktu produksi yang tidak standar pula. Pengusaha juga sering mengabaikan aspek-aspek prosedur dan efisiensi kerja. Bagi pengusaha, karyawan akan dibayar sesuai dengan jumlah produksi batik yang dihasilkan. Kesalahan pembubuhan malam seringkali diatasi dengan melunturkan malam dan mengulang pembatikan. Kesalahan warna celupan diatasi dengan mencelup ulang dengan warna yang lebih tua. Ini adalah bentuk inefisiensi dan pemborosan yang sering tidak disadari oleh pengusaha. Sering pula ditemui kondisi di mana industri tidak dapat mengulangi pesanan warna batik yang pernah diproduksinya. Akibatnya, kepuasan konsumen terabaikan. Semua ini disebabkan industri tidak menggunakan prosedur kerja yang standar. Industri batik seringkali mengembangkan produknya hingga ke hilir. Jadi, selain membuat kain batik, industri juga membuat pakaian, lenan rumah tangga (seprei, taplak meja, gorden). Produksi pakaian dan lenan ini menghasilkan perca-perca kain batik dalam ukuran besar, sedang, dan kecil-kecil. Limbah lain yang mung-
kin perlu ditangani di industri batik adalah kain batik cacat atau rejected (majun). Cacat dapat berupa kerusakan kain (sobek, berlubang) ataupun kesalahan pembatikan (belang celup, motif kurang tajam, warna tidak tepat). Limbah kain batik maupun limbah konveksi pakaian dan lenan, dapat dimanfaatkan menjadi asesori pakaian (jilbab, selendang, scraft, topi, tas, dompet, sendal). Sisa kain yang sangat kecil-kecil, bahkan dapat dijadikan pengisi bantal, jok, atau boneka. Dengan demikian limbah kain batik dapat dimanfaatkan sampai yang sekecil-kecilnya, sehingga terjadi zero defect dan zero waste. Kondisi ini akan meningkatkan efisiensi produk sampai 100%. Untuk meningkatkan kinerja industri batik sampai ke tahap zero waste dan zero defect ini, dibutuhkan perbaikan kinerja. Suzaki (1991: 7-29) mengatakan bahwa perbaikan kinerja karyawan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) melenyapkan pemborosan; (2) meningkatkan kedisiplinan. Pemborosan dapat dilenyapkan dengan penyederhanaan proses, penggabungan dan penghapusan kegiatan yang tidak perlu. Suzaki (1991: 75-94) mengatakan bahwa perbaikan proses dapat dilakukan dengan melaksanakan analisis proses yang ada, menyusun formasi yang efisien dan melakukan perbaikan proses. Selanjutnya, Suzaki (1991: 149-160) mengatakan bahwa untuk perbaikan proses diperlukan standar prosedur kerja yang efektif dan efisien dengan menetapkan standar kerja atau standar operasi kerja (standard of operation procedure/SOP) yang akan diacu oleh karyawan. Kepedulian karyawan industri batik terhadap keindahan dan penataan lingkungan di industri batik juga sangat memprihatinkan. Karyawan umumnya kurang memperhatikan kerapian dan kebersihan tempat kerja. Kebiasaan membuang sampah di mana saja, meletakkan barang-barang sembarangan, dan menyimpan alat kerja tidak pada tempatnya, sudah menjadi pemandangan yang umum di industri. Hampir tidak ada tata tertib yang mengatur kebersihan dan penataan lingkungan. Padahal, sebagai industri kerajinan yang menarik perhatian, industri batik sering dikunjungi wisatawan domestik maupun manca negara. Berdasarkan kondisi tersebut, IKM batik harus memiliki prosedur lingkungan yang baik, lay out proses, penataan areal kerja yang berkesan ringkas, rapi, bersih. Suzaki (1991: 29-36) menyebutkan bahwa efisiensi dapat diperoleh bila karyawan memiliki disiplin dalam penataan dan pemeli-
haraan tempat kerja. Konsep 5R yaitu ringkas, rapi, resik, rawat, dan rajin dapat diterapkan untuk penerapan standar lingkungan. Sosialisasi standar dapat dilakukan melalui pemasangan poster-poster kebersihan dan pembinaan. Pekalongan dikenal juga dengan nama “kota batik”. Di kota ini banyak terdapat Industri batik yang mengelompok dalam sejumlah sentra industri batik. Salah satu di antaranya adalah Kampoeng Batik Kauman. Denyut kegiatan industri di sentra ini sangat terasa. Kunjungan tamu ke wilayah ini tiap tahun makin meningkat, antara lain pelajar dan mahasiswa yang mengadakan study tour, wisatawan lokal, nasional, dan manca negara. Akan tetapi, kinerja industri industri ini berjalan apa adanya dan tidak ada perubahan. Kondisi lingkungan di wilayah buruk, di mana tingkat pencemaran sangat tinggi, terlihat dari warna air sungai yang gelap dan berwarnawarni. Pencemaran terutama disebabkan oleh industri batik printing yang menggunakan zat warna pigmen mengandung khrom yang berbahaya bagi kesehatan. Industri batik tradisional juga menyebabkan pencemaran karena menghasilkan limbah cair berwarna, pH larutan yang terlalu alkalis dan temperatur panas. Meskipun limbah cairnya masih relatif aman karena tidak mengandung khrom. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sangat dibutuhkan oleh industri-industri di sentra, namun dari segi biaya masih dirasakan memberatkan. Namun, cara paling mudah yang mungkin dilakukan adalah menurunkan temperatur dan penetralan. Limbah cair industri juga mengandung zat kimia yang mempengaruhi derajat keasaman (pH) air sungai. Kondisi ini mengancam kehidupan masyarakat, terutama yang hidup di bantaran sungai. Mereka sudah tidak dapat memanfaatkan air sungai untuk keperluan memasak dan minum. Banyak pula di antaranya yang menderita penyakit kulit, seperti kasus penduduk di pinggir sungai Banger tahun 1988 yang menyebabkan gangguan kesehatan, kerusakan lingkungan, dan kerugian berupa gagal panen, kematian hewan ternak (http://menlh.go.id.). Limbah cair yang mengandung pewarna dan zat kimia harus melalui suatu proses pengolahan limbah. Peraturan Pemerintah tentang Pencemaran Lingkungan (http://menlh.go. id.) menetapkan beberapa tahap pengolahan limbah cair sebelum layak untuk dialirkan ke sungai, yaitu:
1. Pendinginan (Cooling). Proses pendinginan limbah cair hingga mencapai temperatur normal air (25 C), dilakukan agar tidak membahayakan manusia atau hewan yang menggunakan air sungai. 2. Koagulasi (Coagulation). Proses ini pada dasarnya bertujuan memisahkan partikel zat warna dan logam dari larutan limbah dengan mengendapkan partikel-partikel zat warna dan logam. Sebagai koagulator digunakan tawas, garam feri atau poli-elektrolit 3. Netralisasi (Netralization). Air yang terpisah dari endapan dan sudah jernih dialirkan ke tempat lain, kemudian diukur pHnya. Selanjutnya dilakukan proses netralisasi (dengan asam atau alkali), bila ternyata pHnya tidak netral. Pengukuran pH dilakukan dengan pH-meter 4. Aerasi (Aeration). Meskipun sudah dingin, jernih dan netral, air limbah ini belum dapat dikatakan aman bagi biota sungai, karena rendahnya oksigen yang terdapat dalam air. Teknik kolam percik, yaitu menerjunkan air dari ketinggian atau menyemprotkan air ke udara untuk memasukkan oksigen. Kesulitan yang dialami industri batik adalah terbatasnya dana untuk melaksanakan pengolahan limbah melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang standar. Memang ada rencana untuk mendirikan IPAL bersama untuk seluruh industri batik di Kampoeng Batik Kauman, namun sampai saat ini instalasi yang membutuhkan biaya besar ini belum terwujud. Oleh karena itu, setiap industri disarankan untuk melakukan upaya minimal, yaitu: (1) pendinginan (cooling) sampai temperatur 25-30⁰C; dan (2) penetralan pH (neutralization) sampai 78 dengan menambahkan alkali atau asam tergantung kondisi air. Menggunakan kembali air limbah yang telah diolah merupakan efisiensi proses dan biaya, selain itu memperkecil pencemaran ke aliran sungai. Selain itu, penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dengan memanfaatkan zat warna alam dan bahan alami. Zat warna alam merupakan pewarna yang ramah lingkungan, karena tidak mengandung zat-zat yang berbahaya seperti logam berat atau senyawa oksidator/reduktor kuat, sehingga tidak memerlukan proses pengolahan limbah. Industri batik umumnya kurang memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini terlihat dari areal kerja yang kurang memenuhi standar kesehatan, terbatas-
nya alat-alat keselamatan, serta tidak dijalankannya prosedur keselamatan kerja. Suzaki (1991: 159) menjelaskan tentang perlunya standarisasi untuk kesehatan dan keselamatan kerja di industri yang mengikuti peraturan yang berlaku. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER 05/Men/1996 menjelaskan bahwa ruang kerja yang memenuhi persyaratan adalah ruang yang memiliki sirkulasi udara yang baik dengan temperatur ruang yang standar (25-30⁰C) dan pencahayaan yang cukup (500-1000 Lux). Bahaya dalam konsep kerja meliputi bahaya dari: (1) mesin, peralatan, dan perkakas; (2) enerji; (3) bahan dan proses; (4) radiasi dan kebisingan; serta (5) mikroba. Pada jenis pekerjaan yang menggunakan pemanasan dan api kompor seperti di industri batik harus tersedia alat pemadam api atau kebakaran. Pada jenis pekerjaan dengan zat kimia yang berbahaya mengandung uap dan berasap dibutuhkan pengamanan berupa masker, sarung tangan dan sepatu lars. Bahaya lain berasal dari listrik, udara panas, sirkulasi udara yang minim, pencahaayaan yang kurang baik, serta lingkungan yang kotor sebagai sumber mikroba. Kondisi ruang yang buruk juga menjadi penyebab stres kerja. Menurut Suzaki (1991:75-89), standarisasi sangat diperlukan untuk menentukan arah perbaikan kinerja. Untuk memperbaiki kinerja produksi diperlukan standar prosedur kerja atau standard of operation procedures (SOP). Untuk memperbaiki lingkungan kerja diperlukan standar lingkungan (SL), dan untuk memperbaiki kinerja kesehatan dan keselamatan kerja diperlukan standar kesehatan dan keselamatan kerja (SK3). Program vucher ini bertujuan memberikan bantuan teknis dan pendampingan kepada industri batik dalam rangka memperbaiki kinerja, melalui penerapan SOP, SL, dan SK3 yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan industri batik, sehingga tercipta prosedur yang ringkas dan efisien, kondisi kerja yang aman, nyaman dan sehat, serta industri yang berkontribusi terhadap pencegahan pencemaran. METODE Sasaran program ini adalah industri batik “Zend Batik”. Industri ini termasuk dalam kelompok industri kecil dan menengah (IKM) dengan jumlah karyawan aktif 80 orang (lulusan SMA 10%; SMP 40%; SD 50%). Berdasarkan jenis kelamin, karyawan laki-laki 15% dan
wanita 85%. Karyawan usia produktif 95%, di atas 40 tahun 5%. Kegiatan ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Ovservasi Awal
Analisis Kebutuhan terhadap SOP, SL, dan SK3
Penyusun an SOP, SL, dan SK3
Valisasi Model SOP, SL, dan SK3
Sosialisasi SOP, SL, dan SK3
Implementasi dan Pendampingan
Evaluasi
Gambar 1. Prosedur Pelaksanaan Program Keterangan: Observasi Awal, untuk mengetahui kondisi awal; (a) kinerja karyawan dan prosedur kerja di setiap bagian; (b) penataan (lay out), pola kebersihan tempat kerja, pengelolaan limbah; dan (c) pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja. Pemetaan Kebutuhan (Need Assessment) terhadap prosedur kerja, lingkungan, dan K3 Penyusunan Standar-standar (SOP, SL, SK3) dalam bentuk “prosedur kerja”, “Prosedur lingkungan”, dan Prosedur kesehatan & keselamatan kerja”, agar lebih dipahami oleh karyawan. Validasi Standar, kepada pengusaha-pengusaha batik dengan angket. Sosialisasi Standar, standar yang valid disosialisasikan kepada pengusaha dan karyawan Zend Batik, dengan metode training of trainer (ToT) model air terjun (cascade) atau pola berjenjang. Pemaparan standar melalui one day in house training dengan pendekatan CTL. Implementasi dengan Bimbingan Teknis (technical assistance): penataan lingkungan dengan konsep 5R (ringkas, rapi, resik, rawat, dan rajin) pemasangan poster: instruksi kerja, anjuran kebersihan, konsep 5R, dan peringatan terhadap bahaya. Evaluasi: dilakukan setelah implementasi untuk mengetahui efektifitas penerapan SOP, SL, dan SK3 serta dampaknya pada kinerja industri.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada Tabel 1 menunjukkan hasil observasi dan analisis kebutuhan terhadap standar prosedur kerja, lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja. Berdasarkan analisis kebutuhan disusun SOP, SL, dan SK3, serta poster-poster. Standar yang telah divalidasi tidak ditampilkan mengingat kapasitas isi yang besar. Berikut hasil evaluasi terhadap kinerja industri setelah implementasi. Pada awal implementasi SOP, SL, SK3 yang akan digunakan sebagai acuan perbaikan kinerja, diubah ke dalam bentuk poster-poster instruksi kerja, kebersihan, peringatan terhadap bahaya kesehatan dan keselamatan. Selanjutnya,
dipersiapkan alat-alat kebersihan (sapu, lap, tempat sampah) dan keselamatan kerja (masker, sarung tangan, sepatu lars, pemadam kebakaran, kotak P3K). Kegiatan inti adalah pembersihan dan penataan areal produksi dengan konsep 5R, yang melibatkan semua karyawan pada hari Kamis Bersih yang dispakati, dilanjutkan dengan pendampingan untuk mengawasi pelaksanaan instruksi kerja dan tata tertib yang standar selama produksi berlangsung. Implementasi menghasilkan perubahan dalam tampilan areal produksi, menjadi ringkas, rapi, dan bersih. Dinding pada areal pembatikan dilapisi kertas ubi, sehingga mudah diganti bila
ubahan yang ada menciptakan suasana kerja yang baru dan penuh semangat. Produktivitas meningkat, karena waktu untuk mencari dan membetulkan alat berkurang, dan aliran material teratur. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan dari kegiatan ini berupa bimbingan teknis di Zend Batik dinilai cukup berhasil, terlihat dari: (1) tersedianya SOP, SL, dan SK3 sebagai acuan kerja; (2) penerapan prose-
Tabel 1. Hasil Analisis Kebutuhan dan Pembuatan Standar Prosedur Kerja, Lingkungan, serta Keselamatan & Kesehatan Kerja di Zend Batik No.
OBSERVASI
1
Prosedur Kerja
2
Lingkungan
3
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
TEMUAN MASALAH
ISI STANDAR DAN TINDAKAN
- Cara kerja dan pemahaman thd prosedur kerja yang benar dan efisien tidak sama - Tidak terdapat panduan tertulis prosedur kerja - Pengelolaan sampah buruk - Areal kerja tidak rapi dan kumuh - Budaya bersih dan rapi belum terbentuk - Barang dan alat tidak disimpan pada tempatnya - Tidak tersedia alat kebersihan - Tidak ada tata tertib lingkungan - Limbah cair tidak diolah
- Standar Prosedur Kerja (SOP) dalam bentuk diagram dan flow process, berikut penjelasannya - Pajangan Prosedur/Instruksi Kerja di masingmasing bagian - Standar Penataan Lingkungan dan Penanganan Limbah (SL) - Pengenalan Konsep 5R (ringkas, rapi, resik, rawat, rajin) - Program Kamis Bersih - Prosedur dan tata tertib lingkungan - Poster tentang pengelolaan lingkungan ditempel di dinding - Teknik mencegah dinding kotor - Penyediaan alat-alat kebersihan (sapu, t. sampah, dll) - Teknik sederhana pengolahan limbah cair - Standar dan prosedur kesehatan dan keselamatan kerja (SK3) - Poster tentang pengelolaan lingkungan ditempel di dinding - Penyediaan alat pemadam - Tanda peringatan bahaya api dan listrik - Persediaan alat keselamat-an dan kotak P3K
- Kerjasama dgn Puskesmas perlu ditingkatkan - Areal produksi belum memenuhi syarat kesehatan (temperatur, sirkulasi udara, pencahayaan) - Tidak terdapat alat pemadam kebakaran - Sarung tangan, lars, masker tidak digunakan - Kabel-kabel terbuka tanpa peringatan
kotor. Poster kebersihan berhasil memotivasi karyawan, terlihat dari perubahan perilaku saat meletakkan barang dan membuang sampah. Karyawan bagian cap tidak lagi merokok dan membuang sampah sembarangan. Alat-alat cap tersusun rapi di dinding. Limbah cair tidak lagi langsung dibuang, tetapi didinginkan dan di tes dulu pHnya. Bila pH7 baru dialirkan ke selokan. Karyawan bekerja sesuai dengan prosedur. Karyawan bagian celup dan obat menggunakan masker, sarung tangan, dan sepatu lars. Poster kesehatan dan keselamatan kerja dapat memotivasi untuk bekerja lebih hati-hati. Per-
dur kerja yang mengacu kepada ketiga standar dapat meningkatkan kinerja industri, efisiensi meningkat, lingkungan kerja rapi dan indah; (3) terjadi perubahan perilaku karyawan ke arah yang positif, kerja yang lebih efisien, meningkatnya kepedulian terhadap lingkungan, dan motivasi kerja yang lebih tinggi. Saran Saran yang dapat diberikan adalah penerapan SOP, SL, dan SK3 dapat dilanjutkan sehingga menjadi budaya baru di Zend Batik. Selanjutnya, penerapan SOP, SL, dan SK3 hen-
daknya dapat pula dilakukan di semua IKM Batik, sehingga industri batik tradisional dapat
meningkatkan kinerjanya menghadapi persaingan pasar yang kian ketat.
DAFTAR PUSTAKA Batik, Traditional Fabric of Indonesia. Diunduh dari http://www.expat.or.id. pada tanggal 19 November 2007
nambungan. Saduran oleh Kristianto Jahja. Jakarta: Productivity & Management Consultant
Keselamatan Kerja dan Undang-undang Terkait. 2007. Modul Perkuliahan Jurusan Teknik Industri. Semarang: Universitas Diponegoro.
Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Tekstil. Diunduh dari http://menlh.go.id. pada tanggal 19 November 2007
Suzaki, Kiyoshi. 1991. Tantangan Industri Manufaktur. Penerapan Perbaikan Berkesi-
Santosa Doellah. 2002. Batik, pengaruh zaman dan lingkungan. Surakarta: Danar Hadi