PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA PADA SISWA KELAS VIII MTs MIFTAHUL ULUM ARGOTIRTO MALANG DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI PEMODELAN Solikin Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Abstrak: Secara ringkas penelitian ini difokuskan pada peningkatan kemampuan berbicara siswa kelas VIII MTs Miftahul Ulum Argotirto Malang dengan menggunakan strategi pemodelan. Secara khusus fokus penelitian yaitu (1) Penerapan strategi pemodelan untuk peningkatan kemampuan berbicara pada siswa kelas VIII MTs Miftahul Ulum Argotirto Malang, (2) Hasil peningkatan kemampuan berbicara pada siswa kelas VIII MTs Miftahul Ulum Argotirto Malang dengan menggunakan strategi pemodelan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penigkatan kemampuan berbicara siswa kelas VIII MTs Miftahul Ulum Argotirto Malang dengan menggunakan strategi pemodelan.Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas dan dilakukan dalam dua siklus. Data penelitian ini adalah data proses dan data hasil. Data diperoleh dari studi pendahuluan, observasi, wawancara, refleksi dan presentasi siswa di depan kelas. Hasil penelitian ini secara umum dapat disimpulkan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas VIII MTs Miftahul Ulum Argotirto Malang berjalan dengan baik dan terjadi peningkatan keterampilan berbicara. Peningkatan tersebut, dapat dilihat pada proses dan produk pembelajaran di kelas. Peningkatan dalam kegiatan pembelajaran di kelas dapat dilihat dari perbandingan nilai persentase keseriusan dan inisiatif siswa diperoleh pada siklus I dan siklus II. Dalam proses pembelajaran, keterampilan berbicara dengan teknik pemodelan meningkat dari 82% pada siklus I menjadi 92% pada siklus II. Hasil peningkatan kemampuan berbicara dengan menggunakan strategi pemodelan menunjukkan adanya peningkatan dari rat-rata 69,83% pada siklus I menjadi rata-rata 81,50 pada siklus II. Kata-kata kunci:keterampilan berbicara, strategi pemodelan Bahasa pada dasarnya merupakan alat komunikasi yang dapat dipelajari dan diperoleh melalui pembelajaran. Kemampuan berbahasa bukanlah kemampuan yang dibawa sejak lahir, tetapi kemampuan yang diperoleh dari hasil belajar. Kemampuan berbahasa dapat berbentuk kemampuan berbahasa lisan dan kemampuan berbahasa tulis yang di dalamnya melibatkan unsur-unsur non-bahasa
misalnya mimik, tanda, dan perasaan. Keseluruhannya merupakan wahana untuk membangun makna baik tuturan maupun tulisan. Belajar bahasa berarti belajar berkomunikasi. Karena itu pembelajaran bahasa bertujuan meningkatkan keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) sebagai sarana komunikasi. Pembelajaran bahasa juga ditujukan
NOSI Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 __________________________________Halaman | 215
untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar serta memperluas wawasan. Sebagai salah satu aspek penggunaan bahasa dalam pembelajaran bahasa Indonesia, berbicara dipelajari dan diajarkan kepada siswa di dalam kelas. Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang diajarkan di SMP/MTs sebagaimana yang tertuang dalam kurikulum 2004 mata pelajaran bahasa Indonesia. Tujuannya adalah melatih dan memberikan pengetahuan kepada siswa agar terampil untuk menjadi seorang pembicara dalam komunikasi sehari-hari. Terbentuknya keterampilan berbicara siswa SMP/MTs dalam Kurikulum Bahasa Indonesia 2004 yaitu siswa mampu berbicara secara efektif dan efisien untuk mengungkapkan gagasan, pendapat, kritikan, dan perasaan dalam berbagai pembicaraan. Standar kompetensi tersebut dijabarkan lagi menurut jenjang/tingkatan kelas. Pada kelas VIII misalnya, standar kompetensi 10. mengemukakan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan diskusi dan protokoler dengan kompetensi dasar 10.1 menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan, sedangkan untuk kompetensi dasar 10.2. membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun. Dalam kegiatan berbicara orang melakukan dua jenis, yakni mengungkapkan sesuatu kepada orang lain dan memberikan reaksi terhadap sesuatu yang di dengarnya. Kejelasan dan kelancaran penuturan dalam kegiatan tersebut semata-mata ditentukan oleh ketepatan bahasa
(verbal) yang digunakan, tetapi ada juga yang dipengaruhi oleh gerakan-gerakan tertentu, ekspresi wajah, nada suara dan situasi pembicaraan. Berdasarkan hasil pengamatan awal terhadap pembelajaran berbicara pada siswa kelas VIII MTs Miftahul Ulum Argotirto Malang dapat dikemukakan temuan berikut. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas dengan kompetensi dasar membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun, kegiatan berbicara kurang dikuasai oleh siswa. Permasalahan utama yang dihadapi siswa dalam hal ini adalah kurangnya motivasi siswa terhadap kegiatan menyusun dan membacakan susunan suatu acara serta tidak adanya contoh atau model membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun, sehingga hasil skor belajar yang dicapai siswa masih berkisar skor ratarata 55, dari target skor kriteria ketuntasan minimal rata-rata 75. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Keterampilan Berbicara Pada Siswa Kelas VIII MTs Miftahul Ulum Argotirto Malang dengan Menggunakan Strategi Pemodelan. Pemodelan merupakan salah satu komponen strategi dalam pembelajaran kontekstual. Dalam pembelajaran kontekstual, guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan cara ini, siswa termotivasi untuk mempunyai keberanian dalam berkomunikasi.
NOSI Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 __________________________________Halaman | 216
Secara umum penelitian ini bertujuan mendeskripsikan peningkatan keterampilan berbicara pada siswa kelas VIII MTs Miftahul Ulum Argotirto Malang dengan menggunakan strategi pemodelan. Secara khusus penelitian ini bertujuan mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut. 1) Penerapan strategi pemodelan untuk peningkatan keterampilan berbicara pada siswa kelas VIII MTs Miftahul Ulum Argotirto Malang 2) Hasil peningkatan keterampilan berbicara pada siswa kelas VIII MTs Miftahul Ulum Argotirto Malang dengan strategi pemodelan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis maupun teoritis. Secara praktis penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut. 1) Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam rangka pengelolaan berbicara bahasa Indonesia, memilih strategi pembelajaran berbicara yang sesuai, merencanakan pembelajaran berbicara, merancang skenario pembelajaran berbicara yang menarik, dan memilih materi yang baik, serta evaluasi pembelajaran untuk merangsang minat serta keaktifan belajar siswa. 2) Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu alternative bahan pembimbingan bagi guru bahasa Indonesia yang mengalami masalah dalam penerapan pembelajaran di kelas. 3) Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan pengembangan lebih lanjut
objek dan sasaran penelitian dalam latar yang berbeda. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan penguatan konseptual pengembangan teori pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia, khususnya konsep penerapan strategi pemodelan dalam pembelajaran berbicara di SMP. METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK). Rancangan PTK digunakan karena beberapa alasan. Pertama, masalah yang akan dicarikan solusinya adalah masalah yang akan ditemukan dalam praktik pembelajaran berbicara dan intervensi yang dilakukan adalah untuk memperbaiki pembelajaran, meningkatkan hasil belajar dan menemukan alternatif pengelolaan kelas yang lebih kondusif dalam pembelajaran berbicara. Kedua adanya kolaborasi antara peneliti dan guru dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan pengambilan kesimpulan terhadap proses pembelajaran berbicara melalui strategi pemodelan. Ketiga, refleksi terhadap proses pembelajaran berbicara dilakukan secara berkelanjutan. Penerapan strategi pemodelan melalui PTK yang dilakukan dalam penelitian ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Proses tindakan dilakukan dalam tiga tahap, yakni (1) tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan/pengamatan, dan (3) tahap refleksi. Tahapan tindakan tersebut sejalan dengan pendapat Kemmis dan Taggard (dalam Depdikbud, 1999:21) yang mengembangkan satu metode PTK.
NOSI Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 __________________________________Halaman | 217
Menurut metode Kemmis dan Taggard satu uraian tindakan terdiri dari empat komponen kegiatan secara berangkai, yakni (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Empat komponen ini merupakan satu siklus tindakan (Depdikbud, 1999:21-22). Penelitian dilaksanakan di MTs Miftahul Ulum Argotirto Malang yang beralamat di Jalan Masjid Darul Husna Wonorejo Argotirto Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang. Sekolah ini dipilih sebagai latar penelitian didasarkan pada beberapa alasan berikut (1) sekolah tersebut tergolong sekolah yang akan dikembangkan lebih lanjut menjadi sekolah yang maju dan bermutu, (2) peneliti merupakan salah satu guru dan sekaligus kepala sekolah sehingga dapat berperan dalam pengembangan kualitas pembelajaran khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia, (3) penelitian tentang keterampilan berbicara pada kompetensi dasar membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun belum pernah dilaksanakan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran serta mendorong budaya penelitian pembelajaran, dan (4) penelitian dengan strategi pemodelan belum pernah dilaksanakan, sehingga hasilnya diharapkan dapat memberikan manfaat untuk peningkatan pembelajaran di sekolah tersebut. Subjek penelitian dalam PTK ini adalah siswa kelas VIII MTs Miftahul Ulum Argotirto Malang dan guru bahasa Indonesia yang juga bertindak sebagai koordinator. Jumlah subjek dalam kelas yang diteliti adalah 30 siswa. Siswa dikelompokkan dalam 8 kelompok. Kemudian siswa disebarkan dalam kelompok yang mencerminkan
keragaman , prestasi akademik, dan jenis kelamin. Dalam suatu kelompok selalu terdiri dari siswa berkemampuan pandai, sedang, dan kurang. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan pratindakan dilaksana-kan pada tanggal 10 dan 13 Pebruari 2014 jam ke 1-2. Kompetensi dasar yang digunakan diambil dari standar isi yang dikembangkan oleh BSNP mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VIII yaitu membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun. Indikator yang ingin dicapai pada kompetensi dasar adalah siswa dapat membawakan susunan acara untuk berbagai keperluan. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti menyiapkan susunan acara sebagai bahan. Susunan acara yang disiapkan adalah perpisahan siswa-siswi kelas IX MTs Miftahul Ulum tahun pelajaran 2012/2013. Susunan acara ini dipilih karena tidak terlalu rumit dan mudah dipahami oleh siswa. Berikut hasil penilaian kemampuan membawakan acara pada tahap pratindakan menunjukkan bahwa proses pembelajaran berbicara pada tahap pratindakan untuk keseriusan memperoleh 43% dan untuk inisiatif memperoleh 36%. Rata-rata aspek keseriusan dan inisiatif memperoleh persentase sebesar 40%. Hal ini menunjukkan bahwa untuk proses pembelajaran membawakan acara sangat kurang. Bahkan ada 4 siswa yang tidak mau tampil membawakan acara meskipun guru sudah berkali-kali menyuruh dan memotivasi agar mau tampil di depan kelas.
NOSI Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 __________________________________Halaman | 218
Sedangkan untuk hasil penilaian penampilan berbicara pada tahap pratindakan adalah. 1) isi yang disampaikan sesuai 2) bahasa yang digunakan meliputi diksi kata, kalimat dan intonasi mencapai 48,33% 3) penampilan (ekspresi) yang meliputi kontak mata keberanian, dan gerakan badan mencapai 43% 4) organisasi yaitu penyampaian secara sistematik mencapai 60,83% 5) secara keseluruhan, nilai yang diperoleh siswa dalam kegiatan berbicara dengan strateg pemodelan pada tahap pratindakan hanya 55,17% yang berarti sangat kurang dan masih dibawah nilai KKM yang ditentukan. Siklus I Perencanaan Perencanaan tindakan peningkatan keterampilan berbicara dengan teknik pemodelan pada siklus I disusun sebelum tindakan dilaksanakan, yaitu menyususn silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi sekolah. Kompetensi dasar yang digunakan diambil dari standar isi yang dikembangkan oleh BSNP mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VIII yaitu. Membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun. Indikator yang ingin dicapai pada kompetensi dasar ini adalah siswa dapat membuat susunan acara untuk berbagai keperluan dan mampu membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun. Adapun kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap ini yaitu :
1) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan tahap pemodelan 2) menyiapkan lembar observasi aktivitas siswa dan rubrik penilaian membawakan acara untuk siswa 3) menyiapkan soal tes akhir siklus dan pedoman penilaian tes akhir siklus. Adapun pembelajaran pada siklus I dilaksanakan pada tanggal 18 dan 20 Maret 2014 yang terdiri atas satu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk dua kali pertemuan (4 x 40 menit). Untuk pertemuan pertama, pembagian alokasi waktu adalah 5 menit untuk tahap pendahuluan, 70 menit untuk pelaksanaan kegatan inti, dan 5 menit untuk kegiatan penutup. Sedangkan untuk pertemuan kedua 5 menit untuk memotivasi siswa, 70 menit untuk kegiatan berbicara, dan 5 menit untuk penutup. Pelaksanaan Pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara dengan strategi pemodelan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu pada tanggal 18 dan 20 Maret 2014, sesuai dengan jam pembalajaran bahasa Indonesia. Karena pada pertemuan pertama ini masih banyak siswa yang belum siap untuk tampil di depan kelas, maka selama 1 kali pertemuan baru dapat dilakukan penilaian 10 siswa. Pada pertemuan berikutnya, guru kembali memotivasi siswa agar berani tampil di depan kelas dan yang perlu diingat adalah penggunaan bahasa, penampilan dan sistematika susunan acara. Untuk kata sapaannya diminta siswa untuk berimprovisasi agar acara lebih menarik. Pada pertemuan kedua
NOSI Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 __________________________________Halaman | 219
ini, 20 siswa dinilai semua sampai dengan akhir jam pelajaran bahasa Indonesia. Diakhir kegiatan, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap pembelajaran pada siklus I. Refleksi dilakukan terhadap proses jalannya pembelajaran dan hasil pembelajaran membawakan acara. Refleksi dilakukan terhadappenampilan seluruh siswa, diantaranya kekurangan dan kelebihan penampilan siswa dan pemberian pujian terhadap siswa yang tampil dengan baik. Kekurangan yang ada pada siklus I diantaranya adalah penggunaan intonasi, penampilan dan sistematika dalam mambawakan acara. Sedangkan kelebihan penampilan siswa sudah dapat membawakan acara sesuai dengan isi materi yang harus disampaikan. Siswa yang tampil baik pada siklus I ada 3 orang siswa. Guru meminta siswa untuk memberikan tepuk tangan kepada ketiga siswa yang sudah tampil dengan baik pada siklus I ini. Pengamatan Pada awal kegiatan pembelajaran, terlihat antusiasme siswa dalam menjawab pertanyaan guru saat penggalian kemampuan awal membawakan acara, suasana kelas terkesan ramai saat siswa menjawab secara serempak tentang pengalaman siswa dalam membawakan acara. Namun saat ditanya apa manfaat keterampilan membawakan acara tidak ada seorang pun siswa yang menjawab. Pada saat kegiatan inti, siswa terlihat serius mendengarkan guru membawakan susunan acara sebagai model. Namun siswa kesulitan saat diminta memberikan komentarnya sehingga guru harus memberikan contoh komentar yang harus disampaikan. Pada
saat siswa diminta menuliskan susunan acara, mereka juga mengalami kesulitan karena belum paham garis-garis besar acara yang betul-betul penting sehingga guru harus memberikan contoh. Pengamatan pada saat siswa akan tampil adalah kurang siapnya siswa tampil di depan kelas. Siswa meminta waktu untuk berlatih. Akhirnya peneliti memberikan waktu sekitar 3 menit untuk berlatih. Pengamatan lain saat siswa tampil di depan kelas adalah adanya siswa yanag gaduh sebab sebagian besar siswa mencoba berlatih dengan suara yang agak keras,sehingga mengganggu temannya yang lain. Namun hal ini tidak berlangsung lama karena peneliti mengingatkan siswa agar jangan terlalu keras suaranya dalam berlatih membawakan acara di dalam kelas. Hasil pelaksanaan pembelajaran menunjukkan bahwa belum semua siswa berhasil tampil dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan. Dari hasil penilaian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa, penampilan dan sistematika susunan acara masih perlu ditingkatkan. Agar lebih jelas penulis sajikan penilaian hasil dengan strategi pemodelan dapat disimpulkan bahwa: 1) kesesuaian isi yang disampaikan siswa 100% 2) bahasa yang digunakan meliputi diksi kata, kalimat dan intonasi mencapai 68% 3) penampilan siswa yaitu kontak mata, keberanian dan gerakan badan mencapai 47% 4) organisasi yaitu penyampaian siswa secara sistematis mencapai 60% 5) secara keseluruhan, nilai yang diperoleh siswa dalam kegiatan membawakan acara dengan teknik
NOSI Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 __________________________________Halaman | 220
pemodelan hanya 69,83% yang dikategorikan kurang dan masih dibawah KKM yang ditentukan. Sedangkan untuk penilaian hasil membawakan acara, menunjukkan bahwa: 1) kesesuaian isi yang disampaikan siswa mencapai 75% pada pratindakan menjadi 100% pada siklus I 2) bahasa yang digunakan terjadi kenaikan dari 48% pada pratindakan menjadi 68% pada siklus I 3) penampilan dari 43% pada pratindakan menjadi 47% pada siklus I 4) organisasi yaitu penyampaian secara sistematis dari 61% pada pratindakan menjadi 66% pada siklus I 5) secara umum terjadi peningkatan keterampilan berbicara dari 55% pada pratindakan menjadi 69,83% pada siklus I. Refleksi Berdasarkan hasil observasi siswa dan guru serta hasil belajar siswa dalam membawakan acara, tampak bahwa proses pembelajaran belum berjalan sebagaimana harapan karena disebabkan beberapa hal. Hasil belajar siswa juga belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang telah ditetapkan, hal ini tampak pada tabel 4.9 dimana rata-rata kelas baru mencapai 69,83%. Dengan melihat hasil yang dicapai tersebut perlu dilaksanakan tindakan pada siklus II. Adapun hasil evaluasi siklus I sebagai berikut. 1) Pada awal kegiatan pembelajaran masih ada siswa yang bingung apa yang harus ia lakukan, untuk itu perlu penjelasan lebih lanjut tentang langkah-langkah strategi pemodelan
2) Sebagian siswa belum paham aspekaspek yang harus diamati dari penampilan model Oleh sebab itu, perlu diperjelas kembali aspek-aspek yang harus diamati siswa dengan memberikan pedoman pengamatan 3) Siswa kurang aktif menanggapi model, kurang berani mengungkapkan pendapat tentang penampilan model karena segan. Oleh karena itu, perlu lebih memotivasi siswa untuk berani mengungkapkan pendapat dan perlu diadakan model lain 4) Sebagian siswa masih kesulitan dalam menyelesaikan tugas kelompok dan kesulitan dalam merekam penampilan model dalam memori. Maka diperlukan model yang lebih menarik, berkesan, dan baru, sehingga dapat dengan mudah terekam dalam memori siswa. Model yang demikian akan mudah dicontoh dan ditiru dan pada akhirnya siswa akan tampil sesuai dengan penampilan model. Selain itu, rekaman mudah ditayang secara berulang-ulang sesuai kebutuhan 5) Sebagian siswa kurang serius dalam membawakan acara di depan kelas karena diganggu oleh siswa lain yang sudah tampil. Untuk itu, perlu diatasi dengan menugaskan siswa memberikan penlaian pada teman yang tampil dan memberikan tanggapan. Hal ini akan meningkatkan aktivitas siswa secara serius baik yang tampil maupun yang mengamati. Siklus II Perencanaan Berdasarkan refleksi pada siklus I, diawal pembelajaran guru
NOSI Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 __________________________________Halaman | 221
menyampaikan kekurangan dan kelemahan siswa saat membawakan acara pada siklus I, diantaranya adalah penggunaan bahasa, penampilan dan sistematika penyampaian. Selain itu, rencana pembelajaran pada siklus II ini ada sedikit perubahan. Perubahan terletak pada pemodelan. Pemodelan membawakan acara pada siklus II ini adalah penayangan rekaman membawakan acara. Diharapkan dengan menonton tayangan membawakan acara ini kemampuan siswa menjadi lebih baik dibandingkan dengan siklus I. Adapun pembelajaran pada siklus II dilaksanakan pada tanggal 8 dan 10 April 2014 yang terdiri atas satu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk dua kali pertemuan (4 x 40 menit). Untuk pertemuan pertama, pembagian alokasi waktu adalah 5 menit untuk tahapan pendahuluan, 70 menit untuk pelaksanaan kegiatan inti dan 5 menit untuk kegiatan penutup. Sedangkan pertemuan kedua , 5 menit untuk memotivasi siswa, 70 menit untuk kegiatan berbicara, dan 5 menit untuk penutup. Rancangan kegiatan pembelajaran pada siklus II untuk kegiatan pendahuluan meliputi: (1) berdoa sebelum membuka peajaran, (2) mengecek kehadiran siswa, dan (3) guru menyampaikan refleksi dari petemuan pada siklus I. Sedangkan dalam kegiatan inti, kegiatan pembelajaran yang direncanakan adalah: (1) guru menayangkan rekaman membawakan acara, (2) guru meminta siswa mengamati penampilan model berdasarkan pedoman pengamatan, (3) guru meminta siswa memberikan komentar atas tayangan pemodelan, (4)
fase retensi, guru meminta siswa membahas penampilan model untuk menyimpulkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membawakan acara, menunjukkan garis-garis besar susunan acara, membuat sapaan dalam membuka acara, mengatur jalannya acara, dan menutup acara, (5) fase produksi, guru meminta siswa menghasikan kembali model yang diamati dalam memori untuk ditiru, (6) siswa tampil di depan kelas, (7) fase motivasi, guru menghargai, memuji, dan memberi nilai pada penampilan siswa. Pada kegiatan penutup, kegiatan yang direncanakan adalah guru bersama siswa mengadakan refleksi terhadap apa yang telah dipelajari. Kesulitan apa yang dihadapi pada pembelajaran hari ini. Pelaksanaan Proses pelaksanaan pada siklus II dilaksanakan pada tanggal 8 dan 10 April 2014. Diawal pembelajaran, peneliti mengingatkan kembali kekurangan dan kelemahan siklus I agar bisa diperbaiki dan pemberian motivasi kepada siswa agar tampil dengan lebih baik. Untuk pertemuan tanggal 8 April 2014 menggunakan media LCD proyektor karena guru menayangkan rekaman kegiatan sebagai model. Pada kegiatan ini, siswa menonton tayangan dan diminta menyampaikan komentar setelah selesai. Komentar dititikberatkan pada kesesuaian isi, bahasa, penampilan dan sistematika acara. Tidak ada seorang siswa pun yang memberikan komentar. Berkali-kali guru memberikan motivasi dan penjelasan kepada siswa namun mereka tetap tidak mau memberikan komentar. Kegiatan selanjutnya adalah siswa mendiskusikan hal-hal yang perlu
NOSI Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 __________________________________Halaman | 222
diperhatikan saat membawakan acara, menuliskan susunan acara dan membuat sapaan-sapaan membuka dan menutup acara. Setelah itu, siswa membawakan acara secara bergiliran di depan kelas. Namun ternyata siswa minta waktu lagi untuk memahami pokok-pokok acara. Untuk itu, guru memberikan waktu lagi kepada siswa untuk mempelajari dan memahami susunan acara. Akhirnya setelah diberikan tambahan waktu sekitar 5 menit beberapa siswa mulai maju ke depan kelas. Pada pertemuan pertama ini, masih banyak waktu yang digunakan untuk mempersiapkan siswa menggunakan LCD proyektor dan persiapan penayangan, maka penampilan siswa dalam berbicara hanya 8 siswa. Siswa yang lainnya tampil pada pertemuan tanggal 10 April 2014. Pada pertemuan berikutnya, guru kembali memotivasi siswa agar berani tampil membawakan acara di depan kelas dan yang perlu diingat dan dipahami adalah butir-butir susunan acara saja, jangan dihafalkan detail agar mudah diingat. Siswa diharapkan untuk berimprovisasi agar membawakan acara lebih menarik. Pada pertemuan kedua ini 22 siswa dinilai semua sampai berakhirnya jam pelajaran bahasa Indonesia. Pada kegiatan akhir, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap pembelajaran pada siklus II. Refleksi dilakukan terhadap proses jalannya pembelajaran dan hasil pembelajaran berbicara. Refleksi dilakukan terhadap penampilan seluruh siswa, diantaranya kekurangan dan kelebihan penampilan siswa dan pemberian pujian terhadap siswa yang tampil dengan baik.
Kekurangan yang ada selama siklus II diantaranya adalah penempilan siswa dalam membawakan acara yaitu mimik, gerak badan, dan pandangan mata. Pengamatan Ketika proses pembelajaran berlangsung, peneliti bersama kolaborator mengamati aktivitas para siswa mulai pada saat pembelajaran dimulai sampai dengan tahap penilaian. Pada awal kegiatan pembelajaran, siswa memperhatikan refleksi yang disampaikan guru pada saat pembelajaran di siklus II. Pada saat kegiatan inti, siswa terlihat serius mendengarkan penyampaian susunan acara dari guru sebagai model dan saat menonton tayangan model terlihat bagus saat membawakan acara. Pengamatan pada saat siswa akan tampil adalah adanya kurang siapnya siswa tampil di depan kelas, siswa meminta waktu untuh berlatih. Akhirnya peneliti memberikan waktu 5 menit untuk berlatih dan memahami isi susunan acara. Pengamatan lain saat siswa tampil di depan kelas adalah berkurangnya siswa yang gaduh saat temannya tampil. Hasil pelaksanaan pembelajaran menunjukkan bahwa sebagian besar siswa berhasil membawakan acara dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan. Dari hasil penilaian menunjukkan bahwa kesesuaian isi, bahasa, dan organisasi mencapai persentase yang memuaskan. Untuk lebih jelasnya hasil penilaian keterampilan membawakan acara dengan strategi pemodelan dapat disimpulkan bahwa: 1) kesesuaian isi yang disampaikan siswa mencapai 1005
NOSI Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 __________________________________Halaman | 223
2) bahasa yang digunakan meliputi diksi kata, kalimat dan intonasi mencapai 90% 3) penampilan siswa meliputi kontak mata, keberanian, gerakan badan mencapai 48% 4) organisasi, yaitu penyampaian siswa secara sistematis mencapai 79% 5) secara keseluruhan, nilai yang diperoleh siswa dalam kegiatan berbicara dengan strategi pemodelan mencapai 81,50 yang dikategorikan baik dan sudah mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan. Sedangkan untuk peningkatan hasil penilaian membawakan acara, menunjukkan bahwa: 1) kesesuaian isi yang disampaikan siswa mencapai 100% pada siklus I dan siklus II 2) bahasa yang digunakan meliputi diksi kata, kalimat, dan intonasi mencapai 68% pada siklus I meningkat menjadi 90% pada siklus II 3) penampilan siswa yang meliputi kontak mata, keberanian dan gerakan badan mencapai 47% pada siklus I meningkat menjadi 48% pada siklus II 4) organisasi, yaitu penyampaian siswa secara sistematis mencapai 66% pada siklus I meningkat menjadi 79% pada siklus II 5) secara umum terjadi kenaikan keterampilan berbicara dari 68,83% pada siklus I menjadi 81,50% pada siklus II. Hasil penilaian dari siklus II dikategorikan cukup. Refleksi Berdasarkan hasil observsi siswa dan guru serta hasil belajar siswa dalam membawakan acara, tampak proses
pembelajaran telah berjalan sesuai dengan harapan dan siswa memberikan respon positif dengan melakukan tindakan terhadap apa yang diminta guru. Selain itu, peningkatan persentase keseriusan dan inisiatif dLm membawakan acara di depan kelas. Hasil belajar siswa juga menunjukkan adanya peningkatan secara signifikan dari rata-rata kelas 69,83 pada siklus I menjadi 81,50 pada siklus II Adapun hasil evaluasi siklus II yaitu sebagai berikut: 1) siswa secara keseluruhan telah memahami strategi pemodelan, karena penjelasan awal tentang strategi pemodelan cukup jelas 2) sebagian besar siswa telah memahami aspek-aspek yang harus diamati dari penampilan model, karena telah diberikan pedoman pengamatan dan mendapat penjelasan dari guru 3) tampak siswa sudah berani memberikan tanggapan terhadap penampilan model, karena telah dimotivasi oleh guru untuk mengungkapkan pendapat sesuai hasil pengamatannya 4) siswa dapat melaksanakan tugas kelompok dengan cepat dan mudah, karena model yang menarik dan berkesan sehingga mudah menampilkan kembali model dalam memori. Selain itu tayangan model dapat diulang sesuai kebutuhan 5) siswa menunjukkan keseriusan dan inisiatif dalam membawakan acara di depan kelas. Hal ini disebabkan tidak ada lagi siswa yang mengganggu karena aktif dalam mengamati penampilan temannya yang lain
NOSI Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 __________________________________Halaman | 224
Pembahasan hasil penelitian ini mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang tercantum dalam standar isi mata pelajaran bahasa Indonesia. Standar kompetensi pada kurikulum tersebut berbunyi mengemukakan pikiran, pendapat dan informasi melalui kegiatan diskusi dan protokoler. Kompetensi dasarnya adalah membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun. Sedangkan indikatornya adalah mampu menyusun susunan acara secara berurutan dan mampu membawakan acara. Kompetensi yang ingin dicapai adalah membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun. Agar hasil tersebut dapat terwujud, maka proses pembelajaran dilakukan melalui tahapan-tahapan. Tahap awal adalah melakukan apersepsi sehingga siswa tergali kemampuan dasarnya. Termasuk dalam kegiatan awal ini adalah mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa, apakah disajikan secara menarik, apa alasannya penyajian acara itu menarik. Kegiatan inti adalah penyajian model. Pemodelan merupakan salah satu komponen dari tujuh kompoen pendekatan kontekstual. Pendekatan ini sangat tepat diterapkan dalam pelaksanaan kurikulum bahasa Indonesia, sebab prinsip pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah siswa belajar mengaitkan hal-hal yang dipelajari di kelas dengan kehidupan dunia nyata yang terdapat di lingkungan seitarnya. Oleh sebab itu, model yang disajikan adalah hal yang tidak jauh dari kehidupan mereka sehari-hari. Proses pembelajaran selanjutnya adalah memberikan komentar terhadap penampilan model, mendiskusikan
garis-garis besar susunan acara, membuat sapaan-sapaan pembuka, mengatur jalannya acara, dan menutup acara. Selanjutnya siswa tampil membawakan acara di depan kelas dan dilakukan penilaian. Dalam kegiatan ini tampak adanya keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Setelah penampilan model siswa secara berkelompok berdasarkan pengamatannya menyusun garis-garis besar susunan acara, membuat sapaansapaan pembuka, mengatur dan menutup acara. Susunan acara yang telah dibuat kemudian digunakan untuk tampil di depan kelas. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ternyata siswa dapat secara aktif baik dalam kegiatan kelompok, Tanya jawab, mengamati teman yang tampil, memberikan komentar maupun tampil membawakan acara. Pada akhir pembelajaran, guru bersama siswa mengadakan refleksi terhadap hasil pembelajaran yang telah berlangsung. Guru memberkan pujian terhadap penampilan terbaik. Hal ini bertujuan untuk memotivasi peserta didik yang lain untuk dapat meningkatkan prestasinya. Dengan mengadakan refleksi, guru dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan selama proses pembelajaran berlangsung, sehingga dapat melakukan tindakan yang lebih baik dalam proses pembelajaran berikutnya. Untuk memperjelas hasil pengamatan proses pembelajaran dengan pemodelan ini, khususnya pada peningkatan keseriusan dan inisiatif siswa dapat dlihat pada tabel 1 berikut. Tabel 1 Pengamatan Proses Pemodelan
NOSI Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 __________________________________Halaman | 225
No
Aspek
Pratindakan
Siklus I
Siklus II
1
Keseriusan
43%
73%
90%
2
Inisiatif
36%
90%
93%
40%
82%
92%
Rata-rata
Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa: 1) keseriusan siswa naik dari 43% pada tahap pratindakan menjadi 73% pada siklus I dan menjadi 90% pada siklus II 2) inisiatif siswa naik dari 36% pada tahap pratindakan menjadi 90% pada sklus I dan menjadi 93% pada siklus II, dan 3) rata-rata aspek keseriusan dan inisiatif siswa naik dari 40% pada tahap pratindakan menjadi 82% pada siklus I dan menjadi 92% pada siklus II. Hasil penilaian berbicara dengan strategi pemodelan secara umum bisa dikatakan mengalami kenaikan. Kenaikan bisa dilihat pada tabel 2 berikut.
1) kesesuaian isi/materi terjadi kenaikan dari 75% pada tahap pratindakan menjadi 100% pada siklus I dan menjadi 100% pada siklus II 2) bahasa yang digunakan naik dari 48% pada tahap pratindakan menjadi 68% pada sklus I dan menjadi 90% pada siklus II 3) penampilan dari 43% pada tahap pratindakan menjadi 47% pada sklus I dan menjadi 48% pada siklus II 4) organisasi yaitu menyampaikan secara sistematis naik dari 61% pada tahap pratindakan menjadi 66% pada sklus I dan 79% pada siklus II 5) secara umum terjadi kenaikan kemampuan berbicara dari 55.17% pada tahap pratindakan menjadi 69,83 pada siklus I dan 81,50 pada siklus II. Sedangkan hasil peningkatan berbicara dengan strategi pemodelan dapat dilihat pada tabel 3 berikut. Tabel 3 Perolehan Nilai Berbicara dengan Strategi Pemodelan No
Pratindakan
Siklus I
Siklus II
1
55,17
69,83
81,50
Tabel 2 Hasil Penilaian Berbicara No
Aspek
Pratindakan
Siklus I
Siklus II
1
Isi
75%
100%
100%
2
Bahasa
48%
68%
90%
3
Penampilan
43%
47%
48%
4
Organisasi
61%
66%
79%
55,17
69,83
81,50
Rata-rata
Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa:
Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa berbicara dengan strategi pemodelan mengalami kenaikan dari 55,17 pada tahap pratindakan menjadi 69,83 pada siklus I dan menjadi 81,50 pada siklus II.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan temuan penelitian ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa pembelajaran keterampilan
NOSI Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 __________________________________Halaman | 226
berbicara dengan strategi pemodelan pada siswa kelas VIII MTs Miftahul Ulum Argotirto Malang bisa berjalan dengan baikdan terjadi peningkatan keterampilan berbicara. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada proses dan produk pembelajaran di kelas. Proses penerapan strategi pemodelan menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar, karena proses penerapannya banyak melibatkan siswa berlatih atau praktik berbicara sehingga diketahui kemajuannya. Kemampuan guru memvariasikan kegiatan dalam pengelolaan kelas menyebabkan siswa lebih termotivasi untuk terus berlatih, peningkatan aktivitas siswa ini dapat dilihat pada perbandingan persentase keseriusan dan inisiatif selama proses pembelajaran yaitu 82% pada siklus I menjadi 92% pada siklus II. Penerapan strategi pemodelan dalam kegiatan berbicara juga menunjukkan adanya peningkatan keterampilan berbicara. Dalam kegiatan berbicara, siswa mampu membawakan acara denga bahasa yang baik dan benar serta santun. Peningkatan hasil kemampuan membawakan acara dengan menggunakan strategi pemodelan meningkat dari rata-rata 69,83% pada siklus I menjadi rata-rata 81,50% pada siklus II. Berdasarkan analisis proses dan hasil penerapan strategi pemodelan dalam pembelajaran berbicara diperoleh simpulan sebagai berikut. Pertama, model dapat menjadi media yang efektif dalam pembelajaran berbicara. Efektivitas ini didasarkan pada prinsip belajar bahasa bersifat imitative sehingga diperlukan model bagi anak didik untuk bicara.
Kedua, pembelajaran dengan strategi pemodelan dapat memotivasi siswa untuk mempunyai keberanian dalam berbicara, karena dalam pemeblajaran guru mengaitkan antara materi yang diajarakan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, model dalam pembelajaran membantu siswa untuk berpikir kritis. Dengan mengamati model yang disajikan siswa lebih memahami materi yang diajarkan. Siswa tidak hanya menerima informasi dari guru tetapi juga dapat menggali informasi dari model yang disajikan. Keempat, pemodelan efektif digunakan dalam pembelajaran berbicara. Keefektifan ini dapat dilihat dari meningkatnya keterampilan berbicara, siswa terlibat dengan lebih antusias dan memberikan variasi situasi. DAFTAR RUJUKAN Ardiana, L.I. dkk. 2002. Modul Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas Asrori, Muhammad. 2007. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Depdikbud. Darwis, dkk. 2011. Terampil Berbahasa. Bandung: Alfabeta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Depdiknas. 2009. Pembelajaran Berbicara. Jakarta Bermutu Lies, Aryati. 2007. Panduan untuk Menjadi MC Profesional. Jakarta: PT
NOSI Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 __________________________________Halaman | 227
Gramedia Pustaka Utama Mistar, J. 2010. Pedoman Penulisan Tesis. Malang: Universitas Islam Malang Muslich, M, 2007. Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Malang: Bumi Aksara Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. Rahimsyah, M. Buku Pintar MC & Pidato. Serba Jaya Soemanto. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, N. 1998. Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya Tarigan, H.G. 1981. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Permendiknas Republik Indonesia, Nomor 22 tahun 2006, tentang Standar Isi untuk satuan Pendidikan dasar dan menengah, lampiran 2 Standar Kompetensi Dasar Mata Pelajaran bahasa Indonesia (SMP/MTsJakarta). Permendiknas Republik Indonesia, Nomor 23 tahun 2006, tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
NOSI Volume 2, Nomor 3, Agustus 2014 __________________________________Halaman | 228