ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS RECOUNT MELALUI METODE ESTAFET WRITING DI KELAS X IPA3 MAN BATU Emmy Suzanna MAN Batu, Jawa Timur
[email protected] Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa kemampuan menulis text recount bebas siswa masih kurang sempurna. Untuk menjawab hal tersebut, maka dilakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu meningkatkan kemampuan menulis text recount bebas dengan menggunakan metode estafet writing. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan menulis teks recount bebas dengan menggunakan metode estafet writing. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Kemmis dan McTaggart. Penelitian ini dilaksanakan di kelas X IPA 3 MAN Batu dalam 2 siklus. Populasi penelitian sebanyak 36 peserta didik. Data diperoleh melalui tes keterampilan menulis bahasa Inggris pada post-test. Hasil post test menunjukkan adanya peningkatan kemampuan menulis siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan metode menulis berantai. Kata Kunci: metode estafet writing, kemampuan menulis, text recount bebas
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis. Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana dan menulis, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading) dan menulis (writing). Keempat keterampilan inilah yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dan tulisan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut agar lulusan mampu berkomunikasi dan berwacana serta menulis dalam bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu. Di dalam pembelajaran bahasa Inggris ada beberapa materi yang harus dikuasai oleh peserta didik tingkat MAN, seperti teks fungsional pendek, percakapan interpersonal, dan teks yang berbentuk naratif, recount, laporan, prosedure, newsitem, hortatory exposition, analytical exposition, explanation, diskusi, and review (genre based approach). Salah satu teks yang harus dikuasai oleh siswa kelas X adalah berbentuk recount text. Sebagaimana tercantum didalam standar isi, tentang kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa tingkat MAN dalam menulis adalah mampu mengungkapkan berbagai makna (interpersonal) dalam berbagai teks tulis interaksional dan monolog yang berbentuk narrative, report, recount, dan lainnya pada umumnya, khususnya siswa diharapkan mampu membuat teks singkat yang berbentuk recount. Namun kenyataannya, kemampuan siswa kelas X IPA 3 MAN Batu dalam menulis, khususnya teks yang berbentuk recount sangatlah rendah. Sebagian siswa belum mampu
275
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
membuat teks singkat yang berbentuk recount, yang dapat dilihat dari hasilnya banyak kelemahan-kelemahan yang perlu diperhatikan. Pertama, waktu memulai orientasi, meskipun telah dijelaskan bahwa pada orientation harus memuat who, what, when dan where, atau ada opening, beberapa menit dihabiskan hanya untuk menentukan orientasi. Kedua, tulisan siswa tidak menggunakan past tense. Para siswa tetap menggunakan present tense untuk menceritakan kejadian yang telah lewat. Ketiga, banyak meminta guru untuk menerjemahkan kata yang ditulisnya. Keempat, menggunakan kata dengan mencaplok dari kamus, tanpa merujuk apakah kata tersebut kelompok noun, adjective, verb atau yang lainnya, sehingga kalimatnya menjadi tidak jelas secara semantis. Kelima, menuliskan teks secara lengkap dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu, baru kemudian diterjemahkan. Pengubahan dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris menjadi semakin sulit karena ada beberapa kata yang tidak mereka temukan dalam kamus Indonesia-Inggris. Keenam, menggunakan bahasa terjemahan dari Alfa-link atau program terjemahan secara elektronik. Ketujuh, kekurangan gagasan untuk dituangkan ke dalam tulisan sehingga banyak siswa yang mengobrol. Kedelapan, kebingungan untuk menuliskan topik tulisan. Akibatnya, mereka lebih banyak diam dan tidak memulai menulis. Kesembilan, penguasaan kosakata tidak memadai untuk mampu membuat sebuah teks yang bagus. Kesepuluh, waktu 60 menit tidak cukup untuk membuat suatu tulisan yang memuat unsur-unsur orientation, events, reorientation dan comment. Sejauh ini menulis dalam Bahasa Inggris selalu dianggap sebuah keterampilan berbahasa yang cukup kompleks. Banyak yang mengatakan bahwa menulis harus mempunyai kemampuan dalam hal tata bahasa dan mempunyai pengetahuan di bidang ilmu pengetahuan yang luas yang harus dimiliki oleh seorang penulis. Hal ini telah sering didiskusikan oleh guru-guru Bahasa Inggris, khususnya guru yang yang mengajar EFL. Menulis adalah kegiatan mengungkapkan pikiran ke dalam bentuk simbol-simbol grafik untuk menjadi kesatuan bahasa yang dimengerti, sehingga orang lain dapat membaca simbol-simbol bahasa tersebut. Kemungkinan rendahnya kemampuan menulis siswa dalam teks yang berbentuk recount disebabkan oleh beberapa hal: (1) motivasi siswa yang rendah, (2) metode pembelajaran yang kurang menarik bagi siswa, (3) rendahnya penguasaan tata bahasa Inggris, dan (4) frekuensi latihan yang tidak cukup. Atas kelemahan itu, metode estafet writing atau menulis berantai dipandang cocok untuk memperbaiki pembelajaran menulis teks recount. Estafet writing adalah merupakan metode pembelajaran learning by doing atau active learning yang melibatkan peserta didik secara aktif menulis karangan narasi dengan cara bersama-sama atau berantai (Cahyono, 2011). Dengan metode ini sebuah kegiatan belajar menyenangkan siswa. Para peserta didik diberi kebebasan untuk mengekspresikan imajinasi mereka melalui tulisan-tulisan imajinatif yang dihasilkan bersama teman-teman sekelasnya. Metode ini merupakan salah satu metode pembelajaran yang melibatkan peserta didik belajar aktif secara bersama-sama, berkelompok maupun individu. Kegiatan pembelajaran menulis dengan menggunakan metode estafet writing ini dapat menghasilkan sebuah produk, berupa sebuah tulisan karangan sederhana. Produk karangan tersebut merupakan karya bersama, karena karangan narasi tersebut dihasilkan dari kegiatan menulis secara bersama-sama. Suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan dapat dirasakan peserta didik. Peserta didik diberikan kebebasan untuk mengekpresikan imajinasinya melalui tulisan-tulisan yang dihasilkannya.
276
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Berkaitan dengan suasana belajar, Depdiknas (2003:25) menjelaskan bahwa belajar melibatkan perasaan. Suasana menyenangkan sangat diperlukan karena otak tidak bekerja optimal jika dalam keadaan tertekan. Estafet writing biasanya dipakai untuk metode menulis cerita pendek secara berantai. Namun, dalam penelitian ini peneliti memakai metode estafet writing untuk membuat karangan sederhana dengan menggunakan tema tertentu yang dikerjakan secara berkelompok. Harapan peneliti pemilihan metode pebelajaran ini, dapat memacu semangat peserta didik untuk belajar menulis karangan dengan Bahasa inggris. Para peserta didik diberi kesempatan mengekspresikan imajinasinya melalui tulisan-tulisan yang dihasilkan menjadi sebuah karangan sederhana. Dengan demikian, hasil belajar peserta didik tidak merasa nyaman dan senang ketika sedang belajar. Menurut Syathariah (2011:42) langkah-langkah metode pembelajaran menulis berantai atau estafet writing adalah sebagai berikut. Sebelum memulai metode estafet writing, guru menjelaskan sebuah tema dan materi yang akan diajarkan. Penelitian sejenis pernah dilakukan, antara lain oleh Syathariah (2010) dengan judul “Meningkatkan Motivasi dan Kemauan Siswa dalam Menulis Puisi dengan Metode Estafet Writing”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran menulis puisi dengan metode estafet writing motivasi siswa meningkat. Demikian juga, selama mengikuti pembelajaran siswa memiliki kemauan yang tinggi untuk dapat menulis puisi dengan baik dan benar. Penelitian ini berangkat dari rumusan masalah “bagaimanakah meningkatkan kemampuan menulis teks recount di kelas X IPA-3 Madrasah Aliyah Negeri Batu melalui estafet writing”. Melalui penelitian ini diharapkan siswa dapat menulis teks recount dengan baik tanpa memiliki kendala yang berarti. METODE Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan kelas yaitu penelitian yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis di kelas. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus yang setiap siklus mengandung empat kegiatan: perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Dalam tahap perencanaan, sejumlah kegiatan sudah dilakukan, yakni (1) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), (2) mengembangkan media, (3) mengembangkan lembar observasi, dan (4) mengembangkan alat penilaian. Dalam tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan pembelajaran atas dasar RPP yang sudah dipersiapkan. Pembelajaran menulis recount dilakukan dengan menggunakan metode menulis berantai. Dalam tahap pengamatan, guru sejawat melakukan observasi terhadap pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti. Dalam observasi, guru sejawat menggunakan panduan observasi yang sudah dipersiapkan oleh peneliti. Penelitian ini telah dilaksanakan dalam 2 siklus, seperti terlihat pada diagram berikut ini
277
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X IPA 3 MAN Batu dalam 2 siklus. Populasi penelitian sebanyak 36 peserta didik. Instrumen yang digunakan tes tertulis yang diberikan pada akhir pembelajaran. HASIL DAN BAHASAN Hasil pada siklus I dari jumlah siswa 36 anak siswa yang mendapat nilai di atas KKM ada 16 anak dengan rentangan nilai antara 75-80 kurang lebih 44,44 %, yang mendapatkan nilai di bawah KKM 20 anak dengan rentangan nilai 50-65 (55.55%). Dari hasil siklus pertama ternyata nilai yang didapat siswa masih banyak yang belum tuntas maka peneliti perlu memberikan uji kompetensi di siklus kedua. Dalam uji ke dua peneliti menggunakan metode yang sama dengan sedikit perubahan dalam penyampaian yaitu dengan memberi beberapa gambar orang atau tempat-tempat rekrasi agar bisa di jadikan inspirassi bagi siswa untuk mengembangkan ide dalam mengarang, dan diberi review materi grammer dan materi pembelajaran recount text terlebih dulu. Ternyata hasil yang didapat cukup meningkat secara siknifikan dari siswa sejumlah 36 anak .Siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM meningkat dari 44,44 % menjadi 72,22 % dan dengan tercapinya nilai siswa yang cukup tinggi sangat mempengaruhi prestasi siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis. Karena hasilnya siswa sangat puas sehingga siswa lebih antusias dalam belajar menulis Bahasa Inggris melalui estafet writing. Hasil ini menunjukkan bahwa metode estafet writing cocok bagi siswa dalam mencapai kemampuan menulis siswa kelas X IPA3 Man Batu. Selain menganalisa hasil menulis siswa yang dikerjakan secara estafet. Peneliti juga mendapatkan masukan dari beberapa observer yang mengatakan bahwa metode estafet writing sangat cocok dalam pembelajaran menulis. Selain menggunakan metode estafet writing peneliti juga menggunakan alat ukur lain untuk mengukur keberhasil belajar siswa dengan instrument penugasan. SIMPULAN DAN SARAN Penggunaan Metode Estafet Writing telah dituangkan dalam penelitian.Metode ini merupakan strategi mengajar dimana siswa dapat menuangkan ideanya dengan senang dan mudah memahami .langkah-langkah pembelajaran dengan metode Estafet Writing adalah sebagai berikut. (1) Guru meminta peserta didik membuat kelompok yang berjumlah 3 orang. (2) Setelah itu guru meminta peserta didik membuat satu kalimat pembuka. (3) Setelah peserta didik menulis kalimat pembuka, peserta didik itu menjadi orang pertama. Kemudian
278
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
pada hitungan pertama, guru memberikan perintah untuk mengangkat tinggi buku milik peserta didik masing-masing, pada hitungan kedua guru menyuruh peserta didik menyerahkan buku miliknya ke teman sebelah kanannya. (4) Peserta didik tersebut menjadi orang ke dua yang harus melanjutkan karangan temannya dengan menambahkan satu kalimat lanjutan. Peserta didik wajib melihat kalimat sebelumnya untuk melanjutkan karangan berikutnya. (5) Setelah orang kedua selesai, guru kembali melakukan hitungan untuk diserahkan kepada teman sebelah kanannya, begitu seterusnya berputar searah jarum jam, hingga waktu yang ditentukan oleh guru. (6) Setelah waktu yang ditentukan guru selesai, buku latihan harus dikembalikan kepada pemilik awalnya. Pemilik buku membaca hasil karangan yang ditulis secara berantai dan menandai kalimat-kalimat yang sumbang atau tidak nyambung. (7) Guru menyuruh salah satu peserta didik membaca hasil menulis berantai didepan kelas, (8) lalu guru dan peserta didik mengoreksi secara bersama. Metode ini dapat digunakan bagi guru dalam mengajarkan baik dalam menulis ataupun grammer. Peneliti berharap Metode Estafet Writing cocok dalam pembelajaran menulis Bahasa Inggris. Keberhasilan penggunaan Metode Estafet Writing ini untuk mencapai kemampuan menulis Recount Text .penelitia lain menyarankan untuk mempelajari metode ini lebih mendalam .penelitian ini mengatakan bahawa kegiatan ini sangat effective, khususnya untuk guru disarankan menggunakan metode ini dalam mengajar menulis text khususnya pengajar EFL, dan terakhir bagi siswa belajar kelompok dapat menciptakan ketrampilan dan kerjasama siswa yang baik dengan demikian Metode Estafet Writing dapat direkomendasikan dalam pembelajaran writing.
Daftar Rujukan Cahyono, A. 2011. Pembelajaran Menulis Sastra dengan Metode Estafet Writing di SMA. http://risecahyono.blogspot.com. Diakses pada tanggal 9 Oktober 2011. Depdiknas (2003: 25) Kurikulum Berbasis Kompetensi: Kegiatan Belajar mengajar. Jakarta Pusat: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. Kemmis, S & McTaggart R. 1992. The Action Reasearch Planner. Third Edition. Melbourne: Deakin University Press. Syathariah. 2011. Meningkatkan Motivasi dan Kemauan Siswa dalam Menulis Puisi dengan Metode Estafet Writing. Laporan penelitian tindakan kelas. Karanganyar: Dinas Pendidikan Kabupaten Karanganyar. .
279
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA SNAKE AND LADDER SISWA KELAS XII ANALIS KESEHATAN SMK WIYATA HUSADA Erlis Kurniawati SMK Wiyata Husada Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas di SMK Wiyata Husada kelas XII Analis Kesehatan yang bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media Snake and Ladder. Media ini dapat digunakan sebagai model kegiatan berbicara dan dapat meningkatkan keterampilan berbicara dalam Bahasa Inggris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan media snake and ladder, berdasarkan pengamatan guru adalah siswa aktif dan termotivasi bertanya jawab menggunakan Bahasa Inggris. Penelitian ini menggunakan dua siklus. Hasil test pada siklus I menunjukkan siswa yang mendapat rata-rata nilai lebih dari 80 adalah 5 orang atau 33%, dan yang mendapat nilai kurang dari 75 adalah 10 orang atau 67%. Rata-rata peroleh nilai hasil tes adalah 73,73. Hasil test pada siklus II menunjukkan peningkatan yaitu siswa yang mendapat rata-rata nilai 80 adalah 6 orang atau 40%, dan yang mendapat nilai 86,7 adalah 8 orang atau 53% dan 1 siswa dengan nilai 93 atau 6,6%. Rata-rata perolehan nilai hasil tes adalah 84,44. Nilai pada siklus I dan II ini diambil dari test free conversation di depan kelas. Siswa lebih termotivasi untuk berbicara dan pembelajaran dirasakan menyenangkan. Disimpulkan bahwa snake and ladder mampu meningkatkan keterampilan berbicara dalam bahasa inggris. Keyword: media snake and ladder, keterampilan berbicara
Bahasa adalah alat komunikasi. Berkomunikasi berarti mengungkapkan pikiran, pendapat dan perasan secara lisan bukan hanya dalam bentuk tulisan. Seiring dengan era globalisasi, bahasa Inggris merupakan salah satu alat untuk komunikasi yang sangat diperlukan sebab dengan menguasai bahasa Inggris seseorang akan dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya, yang pada akhirnya akan dapat dijadikan sebagai bekal untuk memperoleh lapangan pekerjaan dan untuk menghadapi tantangan di era globalisasi dan MEA. Dengan kata lain, kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris akan membuat seseorang survive di era globalisasi ini. Apalagi siswa kami jurusan Analis Kesehatan yang mempunyai kesempatan luas untuk bekerja di laboratorium, rumah sakit Internasional baik di Indonesia maupun luar negeri. Jadi, kegiatan berbicara dalam bahasa Inggris ini memberikan pengalaman belajar yang sangat bermanfaat bagi mereka pada dunia kesehatan dan dunia usaha kedepannya. Sebuah kelas pembelajaran bahasa seharusnya menghadirkan suasana kelas yang hidup dengan interaksi dua arah yang baik. Pada kenyataannya, hal tersebut bertolak belakang dengan keadaan yang ditemui penulis pada pembelajaran Bahasa Inggris kelas XII di mana para siswa sebagian besar pasif untuk berbicara dalam Bahasa Inggris. Pendidikan sangat bergantung kepada kompetensi guru, salah satu kompetensi guru yang harus dikembangkan adalah kompetensi pedagogik, dimana guru harus bisa mengelola pembelajaran di kelas. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila dilakukan secara bermakna, siswa aktif dalam pembelajaran, adanya motivasi untuk menumbuhkan keaktifan siswa dalam
280
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
pembelajaran, nilai siswa baik dan tuntas sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM), siswa menjadi kreatif dan kritis, serta tumbuh karakter yang baik pada diri siswa, terutama pada pembelajaran bahasa Inggris. Pada kenyataannya siswa belum terampil berbicara dalam bahasa Inggris, penyebabnya karena dalam proses belajar mengajar guru masih terpaku pada buku-buku pelajaran yang ada, kurang kreatifnya guru dalam memvariasikan proses pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih monoton, yaitu menjelaskan materi, memberi contoh soal, memberi tugas latihan dan melakukan penilaian. Salah satu dampak dari pembelajaran yang masih monoton adalah motivasi rendah dalam belajar dan akhirnya mendapat nilai yang kurang baik, berakibat pula pada kurang bersemangatnya siswa dalam belajar, siswa menganggap bahwa pembelajaran bahasa Inggris itu sulit, kurang menarik, dan membosankan. Hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh strategi dan perencanaan yang dilakukan oleh guru. Strategi dan perencanaan yang dimaksud adalah bagaimana guru memikirkan strategi dalam upaya mencapai hasil belajar yang sesuai dengan program yang direncanakan. Untuk itu, guru perlu membuat model pembelajaran yang dapat menjadikan suasana belajar siswa yang menyenangkan dan lebih efektif. Harapannya adalah siswa aktif dalam kegiatan belajar dan tujuan pembelajaran tercapai berupa hasil belajar siswa lebih meningkat. Purnomo (2013) menjelaskan bahwa pemilihan alat peraga untuk menunjang proses belajar dan mengajar sangat penting. Karena itu dalam pembelajaran patut menggunakan media. Penggunaan alat peraga yang tepat akan dapat meningkatkan hasil belajar dan membuat proses belajar menjadi aktif, inovatif, efektif, menarik dan menyenangkan. Pembelajaran juga akan menjadi lebih efektif ketika dilakukan secara berkelompok. Salah satu pembelajaran yang mengaktifkan siswa dalam berkelompok adalah menggunakan media snake and ladder. Menurut Slavin (2008) persaingan itu tidak selalu salah, jika diatur dengan baik, persaingan diantara para siswa yang sesuai dapat menjadi sarana yang efektif dan tidak berbahaya. Namun bentuk-bentuk yang biasanya digunakan di dalam kelas jarang sekali bersifat efektif dan sehat. Disinilah peran guru menjadi sangat penting untuk mengatur persaingan menjadi semangat belajar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru adalah dengan mengondisikan persaingan menjadi lingkungan belajar. Permainan ular tangga dalam pembelajaran menurut Raharjo Ismail (2009) pada dasarnya kompetensi yang ingin dicapai dalam permainan ini tidak didasarkan hanya pada satu standar kompetensi, kompetensi dasar, maupun inditikator tertentu, akan tetapi mencakup beberapa SK, KD maupun indikator tertentu dalam suatu mata pelajaran. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi para guru untuk memodifikasi permainan ini agar dapat diterapkan pada SK, KD maupun indikator tertentu. Permainan ini dapat dimainkan untuk semua mata pelajaran dan semua jenjang kelas, karena didalamnya hanya berisi berbagai bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa melalui permainan tersebut sesuai dengan jenjang kelas dan mata pelajaran tertentu. Seluruh pertanyaan-pertanyaan tersebut telah dibukukan menjadi satu sekaligus dengan petunjuk permainannya. Tujuan permainan ular tangga ini adalah untuk memberikan motivasi belajar kepada siswa agar senantiasa mempelajari atau mengulang kembali materi-materi yang telah dipelajari sebelumnya yang nantinya akan diuji melalui permainan, sehingga terasa menyenangkan bagi siswa. Model pembelajaran menggunakan media ular tangga ini pernah
281
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
diteliti oleh guru-guru bahasa Inggris, yaitu Suganda dkk. (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Upaya Meningkatkan Kemampuan Bicara Siswa Dalam Bahasa Inggris Melalui Permainan Snake and Ladder. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kemampuan berbicara siswa SMA Ciamis dapat meningkat melalui pembelajaran bahasa Inggris dengan media permainan snake and ladder. METODE Metode pada penelitian ini adalah Classroom Action Research (Penelitian Tindakan Kelas). Menurut Kemmis and McTaggart (1998, dalam Kantili, 2003:-) : ‟Action research is trying out ideas in practice as a means of improvement and as a means of increasing knowledge about curriculum, teaching and learning. Selain itu Kantili (2003:-) mengutip definisi lain, yaitu McNiff (1988) yang menjelaskan bahwa ‟action research is seen as a way of characterizing a loose set of activities that are designed to improve the quality of education‟. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses penerapan media snake and ladder pada mata pelajaran bahasa Inggris kelas XII Analis semester I dengan Standar Kompetensi berkomunikasi dengan Bahasa Inggris setara Level Intermediate dan kompetensi dasar Memahami percakapan terbatas dengan penutur asli. Penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan dari pemikiran Kurt Lewin pada tahun 1946 (McNiff, 1992:19). Ia menggambarkan penelitian tindakan sebagai serangkaian langkah yang membentuk spiral. Setiap langkah memiliki empat tahap, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Secara visual, tahap-tahap tersebut dapat disajikan pada gambar 1 (McNiff, 1992: 22). Penelitian ini menggunakan prosedur sebagai berikut. Ya
Belum Berhasil ?
Refleksi dan analisis data
siklus
perencanaan
Observasi pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan
Gambar 1. Model Dasar Penelitian Tindakan dari Kurt Lewin
Subjek dari pendelitian ini adalah siswa kelas XII Analis semester ganjil pada SMK Wiyata Husada Batu. Paa kelas tersebut terdapat 12 siswa perempuan dan 3 siswa laki-laki. Peneliti mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa dengan pembelajaran menggunakan media snake and ladder pada mata pelajaran bahasa Inggris. Ada 2 siklus pada penelitian ini. Siklus I terdiri dari 2 tahap, sedangkan siklus II terdiri dari 1 tahap. Penelitian ini menggunakan media pembelajaran snake and ladder berupa beberan, gaco, dadu dan kartu-
282
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
kartu soal. Permainan yang diadaptasikan dalam pembelajaran dapat membantu siswa lebih semangat dan lebih tertarik pada pelajaran bahasa inggris. Permainan juga dapat membantu guru untuk menciptakan konteks dalam bahasa sehingga lebih berguna dan bermakna. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Siklus I terdiri dari dua tahap, dan siklus II terdiri dari satu tahap. Pada tiap siklus peneliti telah melakukan perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Tiap tahap guru menyusun rencana pembelajaran yang mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada materi reservation. Selanjutnya guru mengembangkan media pembelajaran berupa “snake and ladder”, menyiapkan RPP, instrument penilaian, materi percakapan (incomplete dialogue), dan lembar observasi, lembar partisipasi, dan angket. Permainan yang diadaptasikan dalam pembelajaran ini dapat membantu siswa lebih semangat dan lebih tertarik pada pelajaran bahasa inggris. Permainan juga dapat membantu guru untuk menciptakan konteks dalam bahasa sehingga lebih berguna dan bermakna. Agar siswa dapat berpartisipasi dalam permainan itu mereka harus memahami apa yang orang lain telah tulis atau sedang katakan, dan mereka harus berbicara atau menulis supaya dapat mengekpresikan ide-ide mereka atau sekedar memberikan informasi. Interpretasi yang berguna dari kebermaknaan siswa adalah ketika merespon konten dengan cara terbatas. Jika siswa merasa terhibur, tersingung, penasaran atau terkejut konten permainan akan sangat bermakna bagi mereka. Dengan demikian makna bahasa yang siswa dengar, baca, bicara dan tulis akan menjadi lebih dirasakan dan diingat pembelajarannya. Jika diterima permainan dapat melengkapi praktek bahasa yang kuat dan berarti. Dengan demikian permainan tersebut tidak digunakan hanya pada hari-hari tertentu pada ahir pembelajaran saja. Ay dan Ersoz (2000 :1) berpendapat bahwa pembelajaran bahasa merupakan suatu tugas yang berat dan kadangkadang dapat membuat pembelajar jadi frustasi. Usaha yang konstan diperlukan untuk memahami, menghasilkan dan memanipulasi bahasa target. permainan pilihan sangat berarti bagi siswa karena permainan itu kesempatan kepada siswa untuk memperaktekkan keterampilan bahasa target. Permainan sangat memotivasi siswa karena mereka menyenangkan dan menantang. Lebih jauh lagi mereka menggunakan bahasa yang berguna dan bermakna dalam konteks yang sebenarnya. Permainan juga mendorong dan meningkatkan kebersamaan serta memotivasi karena ini menyenangkan dan menarik. Mereka dapat digunakan untuk memberikan praktek pada semua keterampilan bahasa dan dapat diguakan banyak jenis komunikasi. Permainan sangat memotivasi dan menghibur, dan mereka dapat memberikan siswa pemalu lebih mempunyai kesempatan mengekspresikan pendapat mereka dan perasaan mereka (Hansen 1994:118). Ia juga dapat memberi kemampuan pada siswa mendapatkan pengalaman baru dalam pembelajaran bahasa asing yang tidak selalu mungkin terjadi selama mengalamai bahasan tertentu. Lebih jauh lagi, menegaskan pendapat Richard-Amato, mereka menambahkan bahwa permainan dapat dijadikan kegiatan ”ice breaking” pada kegiatan rutin pembelajaran di kelas, tetapi juga dapat digunakan untuk memperkenalkan gagasan-gagasan baru (1988:147). Mudahnya, suasana yang menyenangkan yang tercipta karena permainan, siswa dapat mengingat sesuatu lebih cepat dan lebih baik (Wierus and Wierus 1994). Permainan Ular Tangga atau dalam Bahasa Inggrisnya disebut Snake and Ladder adalah suatu permainan yang menggunakan papan permainan (board game) dan sebuah dadu
283
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
(dice). Papan permaian tersebut berisikan 50 kotak perintah yang harus dilakukan oleh 3/5 pemain. Dalam hal ini kotak perintah sudah dimodifikasi berisikan perintah atau pertanyaan tentang reservation. Gambar media dapat dilihat sebagai berikut.
Gambar 1. Beberan, dadu, gaco, kartu-kartu soal pada snake and ladder
HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Perencanaan Pada hasil dan pembahasan guru membuat perencanaan, pelaksanaan tindakan dan pengamatan. Guru akan melakukan penelitian dalam dua siklus.Siklus I terdiri dari dua tahap. Siklus II terdiri dari satu tahap. Pada hari Rabu tanggal 12 Oktober 2016, guru menyelenggarakan kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris di kelas XII Analis. Pada siklus I tahap I perencanaan yang dilakukan adalah menelaah silabus dan kurikulum Bahasa Inggris kelas XII Analis, menganalisis SK dan KD sehingga diperoleh indikator pencapaian kompetensi, menganalisis materi pelajaran sehingga diperoleh materi prasyarat dan materi pokok, membuat instrumen pembelajaran berupa RPP pada KD 3.2, pada materi reservations, menyusun LKS yang isinya guided conversation yaitu incomplete dialog yang berisi 10 soal, mempersiapkan media pembelajaran yaitu “snake and ladder”, yaitu beberapa beberan, gaco, dadu dan kartu-kartu soal. Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan siswa, lembar observasi aspek afektif dan psikomotor siswa, catatan lapangan dan catatan refleksi siswa dan menyiapkan reward berupa beberapa cokelat untuk kelompok yang memenangkan permainan lebih awal. Pelaksanaan Tindakan Guru mengucapkan salam dan siswa menjawab salam. Pada apersepsi guru mengajak siswa menyanyi lagu dalam bahasa Inggris untuk menciptakan English environment di kelas tersebut. Guru memberi motivasi dan memberi penjelasan tentang tujuan pembelajaran . Pada orientasi guru memberi contoh manfaat materi dalam kehidupan sehari-hari. Pada kegiatan selanjutnya guru memberi penjelasan tentang aturan permainan “snake and ladder. Siswa dibagi menjadi 3 kelompok terdiri dari 5 siswa. Beberan, kartu-kartu kalimat, dadu, serta gaco dibagikan ke masing-masing kelompok. Salah satu siswa menjadi ketua kelompok dan ketua kelompok memulai permainan dengan hompimpa. Siswa yang menang akan memulai melempar dadu lebih awal. Ketua kelompok mengocok kartu-kartu tersebut dan meminta siswa tadi mengambil salah satu kartu tanpa melihat isi kalimat pada kartu tersebut. Ketua
284
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
kelompok membacakan kalimat yang ada pada kartu. Kalau siswa tidak bisa menjawab pertanyaan berarti gaco harus mundur satu langkah. Kalau gaco mencapai ekor ular berarti harus turun, sedangkan kalau gaco mencapai tangga maka harus naik. Demikian seterusnya sampai salah satu siswa mencapai garis finish / puncak dan menjadi pemenangnya. Guru berkeliling ke setiap kelompok sambil memberi assessment / cecklist keaktifan. Kegiatan berikutnya yaitu siswa diberi incomplete dialogue. Pengamatan Siklus 1 pertemuan 1 Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2 x 45 menit. Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menanyakan kepada siswa tentang reservation. Guru memotivasi siswa dengan mengajak siswa bernyanyi dalam bahasa Inggris. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, yaitu dengan bersimulasi pada permainan snake and ladders iswa dapat menggunakan ungkapan-ungkapan reservasi dengan tepat, menggunakan ungkapanungkapan untuk mengajukan keluhan yang dilakukan oleh penutur asli, dan dapat menggunakan ungkapan-ungkapan untuk menyatakan keinginan atau situasi yang tidak nyata baik untuk masa depan, masa kini atau masa lampau (conditional sentences and subjunctive wish). Siswa mendengarkan instruksi dari guru dengan seksama. Pada proses kegiatan ini siswa terkesan antusias bermain snake and ladder. Setiap siswa pada masing-masing kelompok tanpa menyadari bisa berbicara bahasa Inggris dengan aktif sesuai dengan isi materi pada kartu soal. Pada kegiatan ini siswa yang biasanya pendiam dan pemalu, menjadi aktif berbicara dalam bahasa Inggris dengan media snake and ladder. Kelas menjadi ramai dan siswa aktif sehingga mereka tidak mengantuk dan bosan dengan kegiatan yang interaktif. Kadang – kadang siswa bertanya kepada guru tentang kosa kata yang tidak dimengerti. Guru berkeliling ke masing-masing kelompok sambil memberikan penilaian pada lembar pengamatan. Beberapa kelompok antusias untuk segera menyelesaikan permainan lebih awal tugas yang diberikan. Mereka termotivasi karena ingin menyelesaikan tugas lebih dulu dari kelompok lain dan mendapatkan reward. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar menggunakan media snake and ladder pada saat itu ternyata dilakukan lebih cepat dari waktu yang direncanakan. Dalam waktu 20 menit masing-masing kelompok sudah menyelesaikan permainan. Peneliti tidak menduga kalau mereka bermain ular tangga begitu cepat, karena menurut perkiraan peneliti permainan ular tangga dengan 50 kartu soal ini membutuhkan waktu yang lama. Untuk mengatasi hal tersebut, guru mencari cara lain untuk mengisi waktu luang yaitu dengan menuliskan incomplete dialogue di papan tulis. Hal ini dilakukan untuk kegiatan awal pada siklus I agar siswa terinspirasi dengan percakapan tentang reservation. Kegiatan berikutnya yaitu siswa melengkapi dialog dan mempresentasikannya berpasangan sambil membaca teks. Dari percakapan dengan teks masih banyak kesalahan intonasi, tekanan dan pengucapan karena mereka cenderung membaca tulisan pada teks percakapan. Pada siklus I pertemuan 1 beberapa siswa masih bingung atau belum terbiasa belajar bahasa Inggris menggunakan media snake and ladder karena beberapa soal pada kartu terdapat kosa kata yang tidak dimengerti oleh siswa. Ditemukan juga terkadang siswa merasa tidak puas bermain ular tangga dan minta ditambah waktunya. Pada kegiatan akhir guru bersama siswa mencoba merefleksikan pembelajaran dan memberikan lembar evaluasi dan lembar partisipasi (terlampir) untuk dikerjakan oleh
285
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
masing-masing siswa. Setelah dilakukan tes akhir siklus I pertemuan 1, guru melakukan analisis terhadap skor yang diperoleh siswa yaitu melengkapi dialog dan praktek berpasangan dengan membaca teks. Hasil evaluasi melengkapi dialog menunjukkan siswa yang mendapat rata-rata nilai lebih dari 76 adalah 15 orang atau 100 %. Rata-rata perolehan nilai hasil evaluasi adalah 81,88. Hasil nilai ini tidak dibandingkan dengan siklus II karena nilai ini diambil dari incomplete dialogue dan bukan free conversation. Siklus 1 pertemuan 2 Tindakan yang dilakukan pada siklus I pertemuan 2 dilaksanakan berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat pada tahap perencanaan. Dari awal pelaksanaan tindakan sudah nampak peningkatan motivasi siswa untuk berbicara bahasa inggris lebih aktif dan mereka berusaha untuk memperpanjang durasi berbicara. Hal ini dimungkinkan karena media permainan snake and ladder sudah dikenal siswa. Setelah mengamati kegiatan siswa bermain peran free conversation di depan kelas dan dari pengamatan peneliti tentang hasil video free conversation tiap kelompok, ada beberapa hal yang menjadi catatan peneliti untuk perbaikan pada siklus II, yaitu (a) masih banyak siswa yang mempunyai masalah dalam pengucapan, intonasi dan tekanan pada kata-kata tertentu dalam bahasa Inggris, (b) kemampuan grammar siswa masih kurang. Hal ini nampak sewaktu siswa mendeskripsikan apa yang diminta pasangan bicaranya, (c) ketika sedang menjawab pertanyaan pasangan bicaranya kadang tiba-tiba berhenti atau stuck karena keterbatasan penguasaan kosa kata dan gagasan, (d) masih tidak memahami apa yang ditanyakan atau penjelasan lawan bicaranya, dan (e) kadang-kadang pembicaraan kurang lancar. Kekurangan-kekurangan tadi dianalisis dan menjadi catatan peneliti untuk pelaksanaan tindakan pada siklus II. Sebagai tindakan perbaikan untuk meminimalisir kekurangan tadi maka peneliti mendiskusikan dengan observer dan siswa. Tindakan ini dilaksanakan setelah pelaksanaan test akhir siklus I. Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti juga dibantu oleh observer untuk mengamati aktifitas peneliti dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan format observasi yang sudah disiapkan peneliti yang berguna untuk menganalisis data merencanakan kegiatan yang akan dilakukan pada siklus selanjutnya. Setelah menganilis dan mendiskusikan bersama observer kekurangan dan kelebihan pada tindakan siklus I, maka disepakati penelitian dilanjutkan ke siklus II. Dalam pertemuan ke dua guru membagi siswa menjadi tujuh kelompok untuk membuat dialog berpasangan dengan teman sebangku tentang reservation. Enam kelompok dengan anggota dua siswa dan satu kelompok dengan anggota 3 siswa. Mereka berdiskusi membuat free conversation tentang reservation di hotel atau di restauran dengan waktu yang ditentukan oleh guru. Kegiatan selanjutnya adalah guru meminta siswa berpasangan untuk melakukan role play di depan kelas tanpa text. Guru merekam hasil dialog siswa tersebut menggunakan video. Setelah dilakukan tes akhir siklus I tahap II, guru melakukan analisis terhadap skor yang diperoleh siswa (hasil tes lengkap terlampir). Hasil test pada siklus II menunjukkan siswa yang mendapat rata-rata nilai lebih dari 80 adalah 5 orang atau 33%, dan yang mendapat nilai kurang dari 75 adalah 10 orang atau 67%. Rata-rata peroleh nilai hasil tes adalah 73,73
286
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Refleksi siklus I Pertemuan 1 Refleksi dilakukan untuk menemukan kegiatan-kegiatan yang perlu diperbaiki serta menetapkan solusinya. Hasil refleksi terhadap kegiatan pembelajaran pada siklus I adalah sebagai berikut. Pada pertemuan 1 diskusi dan pembahasan tentang kekurangan yang terjadi di siklus I diantaranya tentang pronunciation,grammar, vocabulary, fluency, dan content. Beberapa siswa mengalami kebosanan dalam pembelajaran karena satu kelompok terdiri dari 5 siswa, sehingga mereka merasa lama menunggu giliran. Ditemukan ada beberapa kartu soal yang kurang relevan dengan tujuan pembelajaran. Yaitu ada beberapa kartu yang isinya kurang sesuai dengan materi pada KD 3.2. Dari hasil observasi terlihat pada saat proses pembelajaran menggunakan media “ snake and ladder” siswa aktif berpartisipasi dan senang. Dari hasil diskusi bersama teman sejawat dan observer ditemukan bahwa siswa yang selama ini pemalu dan diam dalam pembelajaran bahasa Inggris, menjadi aktif berbicara karena terpancing oleh permainan tersebut. Namun dari hasil test percakapan guided conversation masih jauh dari harapan. Masih banyak siswa yang nilainya belum mencapai KKM. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah guru perlu menambahkan beberan, gaco, kartu-kartu soal dan dadu lagi. Hal ini dilakukan supaya masing-masing kelompok terdiri dari 4 / 3 siswa sehingga siswa tidak menunggu giliran terlalu lama. Dari kegiatan ini observer juga menemukan bahwa permainan ular tangga ini efektif untuk kelas kecil sehingga perhatian guru kepada kelompok-kelompok ini bisa lebih fokus dan terkendali. Solusi untuk permasalahan di atas adalah guru menarik beberapa kartu soal dan menggantinya dengan kartu soal yang sesuai dengan tujuan pembelajaran pada KD 3.2. Pada siklus ke II nanti guru juga akan menggunakan media permainan Ular Tangga. Pada kegiatannya nanti guru akan meminta siswa untuk membuat free conversation. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pertama, peneliti menghitung prosentase nilai siswa yang mencapai KKM dan yang kurang dari KKM pada siklus pertama dan kedua. Kedua, peneliti membandingkan prosentase nilai yang mencapai KKM pada siklus pertama dan kedua. Selain secara kuantitatif, pembahasan hasil penelitian dilakukan secara kualitatif dengan cara observasi dan pengamatan selama penelitian berlangsung. Nilai kognitif siswa hasilnya dapat dilihat sebagai berikut. Siklus I tahap I pada guided conversation: nilai anak yang mencapai KKM 15 anak (100%). Siklus I tahap II free conversation: nilai anak yang mencapai KKM 7 anak (47 %), 8 anak dibawah KKM (53 %). Siklus pertama: siswa aktif berpartisipasi, kerjasamanya bagus, didukung dengan nilai afekti f dengan nilai antara 83-91. Siklus kedua: partisipasi siswa bagus, semua siswa terlibat secara aktif dan ekspresif dalam pembelajaran, suasana belajar menyenangkan. Terjadi peningkatan partisipasi siswa pada siklus kedua (pembelajaran dengan media permainan Ular Tangga) Refleksi pada Siklus I Pertemuan 2 Tindakan yang dilakukan pada siklus I pertemuan 2 dilaksanakan berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat pada tahap perencanaan. Dari awal pelaksanaan tindakan sudah nampak peningkatan motivasi siswa untuk berbicara bahasa inggris lebih aktif dan mereka berusaha untuk memperpanjang durasi bicara dan lebih memperjelas objek yang dideskripsikan. Hal ini dimungkinkan karena media permainan snake and ladder sudah dikenal siswa, jadi sangat menarik untuk dimainkan dan yang
287
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
menambah motivasi siswa untuk lebih aktif bicara bahasa inggris adalah scoring sheet yang telah disepakati bersama seperti yang terlihat pada tabel di atas. Ada beberapa hal yang menjadi catatan peneliti untuk perbaikan pada siklus II. Pertama, masih banyak siswa yang mempunyai masalah dalam pengucapan kata kata tetentu dalam bahasa Inggris. Kedua, kemampuan grammar siswa masih kurang. Hal ini nampak sewaktu siswa mendeskripsikan apa yang diminta pasangan bicaranya. Ketiga, ketika sedang berbicara menjelaskan pertanyaan pasangan bicaranya kadang tiba-tiba berhenti atau stuck karena keterbatasan penguasaan kosa kata dan gagasan. Keempat, masih banyak yang tidak memahami apa yang ditanyakan atau penjelasan lawan bicaranya. Kelima, kadang-kadang pembicaraan kurang lancar. Kekurangan-kekurangan tadi dianalisis dan menjadi catatan peneliti untuk pelaksanaan tindakan pada siklus II. Sebagai tindakan perbaikan untuk meminimalisir kekurangan tadi maka peneliti mendiskusikan dan mendiskusikan rekan guru bahasa inggris dengan siswa. Tindakan ini dilaksanakan setelah pelaksanaan ulangan di akhir siklus I. Setelah menganilis dan mendiskusikan bersama observer kekurangan dan kelebihan pada tindakan siklus I, maka disepakati penelitian dilanjutkan ke siklus II. Dalam pertemuan ke dua guru membagi siswa menjadi 7 kelompok untuk membuat dialog berpasangan dengan teman sebangku tentang reservation. Dalam kelompok yang beranggotakan dua siswa sebanyak 6 kelompok dan 1 kelompok beranggotakan 3 siswa. Mereka berdiskusi membuat free conversation tentang reservation di hotel atau di restauran dengan waktu yang ditentukan oleh guru. Setelah waktu yang ditentukan guru meminta siswa berpasangan untuk melakukan role play di depan kelas tanpa text. Guru merekam hasil dialog siswa tersebut menggunakan video. SIKLUS II Pada pertemuan 1 diskusi dan pembahasan tentang kekurangan yang terjadi di siklus I di antaranya tentang pronunciation, grammar, vocabulary, fluency, dan content. Tindakan guru pada siklus ini adalah menayangkan kartu-kartu soal melalui LCD, guru mengucapkan (drill) kalimat pada kartu-kartu soal, siswa menirukan. Harapannya siswa tidak melakukan lagi kesalahan pengucapan pada siklus II. Hal ini dilakukan sebagai review untuk memperbaiki kekurangan yang terjadi pada siklus I. Dalam siklus II ini guru menambah media ular tangga yaitu beberan, gaco, kartu-kartu soal dan dadu. Sehingga jumlahnya bertambah menjadi 4 set beberan.Guru membagi siswa menjadi empat kelompok. Tiga kelompok beranggota tiga siswa dan 1 kelompok terdiri dari empat siswa. Guru memberikan instruksi melakukan permaian ular tangga. Secara bergantian siswa melakukan tanya jawab berdasarkan pertanyaan yang terdapat dalam kartu-kartu soal. Mereka terlihat lebih antusias bermain ular tangga sehingga mereka tidak menyadari bahwa mereka sedang bercakap-cakap menggunakan bahasa Inggris. Padahal biasanya pada saat pelajaran bahasa Inggris beberapa siswa di kelas ini tergolong siswa pendiam. Kegiatan ini adalah kelanjutan dari siklus 1 pertemuan 2. Tetapi tiap kelompok diminta untuk mengembangkan percakapan yang mereka buat pada siklus 1 pertemuan ke 2 yaitu free conversation tentang reservation. Secara berpasangan mereka melakukan role play di depan kelas. Guru merekam video percakapan mereka. Diharapkan pada siklus II ini ada peningkatan dan perbaikan pada kelancaran, ucapan, intonasi serta tekanan.
288
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Setelah dilakukan tes akhir siklus II ini, peneliti melakukan analisis terhadap skor yang diperoleh siswa (hasil tes lengkap terlampir). Hasil test pada siklus II menunjukkan siswa yang mendapat rata-rata nilai 80 adalah 6 orang atau 40%, dan yang mendapat nilai 86,7 adalah 8 orang atau 53 % dan 1 siswa dengan nilai 93 atau 6%. Rata-rata peroleh nilai hasil tes adalah 84,44. Dalam kegiatan terdahulu peneliti membagi kelas menjadi empat kelompok kecil dengan siswa yang sama berjumlah 3-4 siswa. Setiap kelompok mendapatkan satu media permainan Ular Tangga. Selanjutnya, peneliti menjelaskan bahwa ada penambahan pada kartu-kartu soal supaya lebih fokus pada ungkapan-ungkapan reservation, conditional sentences and subjunctive wish. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran siswa sehingga munculah motivasi untuk belajar sesuai dengan kompetensi dasar. Setelah seluruh siswa termotivasi, peneliti menjelaskan cara permainan Ular Tangga dan menjelaskan simbol-simbol dalam permaianan seperti pada siklus I. Kelompok yang memenangkan permainan lebih awal akan mendapatreward. Kegiatan inti dimulai dengan mempersilahkan setiap kelompok untuk bermain Ular Tangga. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah guru perlu menambahkan beberan, gaco, kartu-kartu soal dan dadu lagi (terlampir). Hal ini dilakukan supaya masing-masing kelompok terdiri dari 4 / 3 siswa sehingga siswa tidak menunggu giliran terlalu lama. Dari kegiatan ini observer juga menemukan bahwa permainan ular tangga ini efektif untuk kelas kecil sehingga perhatian guru kepada kelompok-kelompok ini bisa lebih fokus dan terkendali. Solusi untuk permasalahan di atas adalah guru menarik beberapa kartu soal dan menggantinya dengan kartu soal yang sesuai pembelajaran dengan tujuan pada KD 3.2. (terlampir). Pada siklus ke II nanti guru juga akan menggunakan media permainan Ular Tangga. Pada kegiatannya nanti guru akan meminta siswa untuk membuat free conversation secara berpasangan. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pertama, peneliti menghitung prosentase nilai siswa yang mencapai KKM dan yang kurang dari KKM pada siklus pertama dan kedua. Kedua, peneliti membandingkan prosentase nilai yang mencapai KKM pada siklus pertama dan kedua. Selain secara kuantitatif, pembahasan hasil penelitian dilakukan secara kualitatif dengan cara observasi dan pengamatan selama penelitian berlangsung. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini pembelajaran Bahasa Inggris pada kompetensi dasar 3.2 materi reservation dengan media snake and ladder terbukti bisa meningkatkan hasil belajar peserta didik. Hasil test pada siklus I menunjukkan siswa yang mendapat rata-rata nilai lebih dari 80 adalah 5 orang atau 33%, dan yang mendapat nilai kurang dari 75 adalah 10 orang atau 67%. Rata-rata peroleh nilai hasil tes adalah 73,73. Hasil test pada siklus II menunjukkan peningkatan yaitu siswa yang mendapat rata-rata nilai 80 adalah 6 orang atau 40%, dan yang mendapat nilai 86,7 adalah 8 orang atau 53% dan 1 siswa dengan nilai 93 atau 6%. Rata-rata peroleh nilai hasil tes adalah 84,44. Nilai pada siklus I dan II ini diambil dari test free conversation di depan kelas. Selain mengalami peningkatan keterampilan berbicara, peserta didik juga mengalami peningkatan dalam tingkat keaktifan, motivasi dan semangat dengan menggunakan media snake and ladder. Siswa juga mampu membuat teks percakapan
289
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
sendiri dan bermain peran di depan kelas. Durasi waktu percakapan meningkat dari siklus I ke siklus II. Kami mengajak para guru untuk menggunakan hasil penelitian ini dengan baik dan dijadikan motivasi agar mampu melakukan penelitian tindakan kelas. Permainan ular tangga hanyalah satu dari sekian banyak metode atau strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Para guru dapat mencari metode atau strategi pembelajaran yang lain. Disarankan supaya penggunaaan media ular tangga untuk beberapa mata pelajaran. Disarankan pula bahwa penggunaan media pembelajaran ini untuk kelas kecil tidak lebih dari 20 siswa karena siswa bisa konsentrasi dan guru bisa lebih mudah membimbing pada tiap-tiap kelompok. Hasil temuan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya.
Daftar Rujukan Kemmis, S. & McTaggart, R. 1992. The Action Research Planner. Third Edition. Melbourne: Deakin University Press. McNiff, Jean & Whitehead, Jack. 2002. Action Research: Principles and Practice. Second Edition. London and New York: Routledge/Palmer Slavin, Robert E. 2009. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media Suganda, A., Hidayat, A., Widyastuti, I., & Rini, E. 2015. Upaya Meningkatkan Kemampuan Bicara Siswa Dalam Bahasa Inggris Melalui Permainan Snake and Ladder. Laporan Penelitian Tindakan Kelas. Ciamis: Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis.
290
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
PENERAPAN MODEL KWL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION BAHASA INGGRIS PADA SISWA KELAS XII APH 2 SMK NEGERI 1 BATU TAHUN 2016/2017 Khoirul Umah SMKN 1 Batu
[email protected] Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah menerapkan model pembelajaran KWL untuk meningkatkan kemampuan reading comprehension Bahasa Inggris yang diterapkan terhadap peserta didik Kelas XII APH 2 SMK NEGERI 1 Batu sejumlah 29 peserta didik. Penelitian ini tergolong pada penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Peneliti menerapkan model KWL Langkah pertama K (know) yaitu apa yang peserta didik ketahui atau pengetahuan yang peserta didik miliki, langkah kedua adalah W (want to know) yaitu tujuan khusus membaca dan langkah terakhir adalah L (what I have leaned) merupakan tindak lanjut untuk menentukan,memperluas dan menemukan tujuan membaca. dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran KWL pada reading comprehension materi procedure text KD 3.4 mata pelajaran Bahasa Inggris terbukti meningkat. Kata kunci: kemampuan reading , model pembelajaran KWL
Bahasa Inggris adalah salah satu pelajaran dalam ujian nasional yang juga menjadi hal yang ditakuti oleh peserta didik karena dianggap materi yang paling sulit khususnya materi reading. Meskipun bukan penentu sebuah kelulusan, ujian nasional adalah salah satu hal yang menunjukkankeberhasilan pelaksanaan pendidikan di sekolah karena dapat diukur dari prestasi yang dihasilkan oleh peserta didik begitu pencapaian tersebut tidak terlepas dari proses pengajaran yang dilakukan oleh pendidik sebagai fasilitator dalam memberikan wawasan pengetahuan bagi peserta didik. Proses pengajaran yang tepat akan memberikan banyak motivasi bagi peserta didik dalam meningkatkan prestasinya dari waktu ke waktu. Begitu juga yang peneliti alami dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris materi reading comprehension dikelas XII APH 2 SMKN 1 Batu menghadapi permasalahan sehingga prestasi belajar rendah yaitu dalam mata pelajaran Bahasa Inggris khususnya reading comprehension pada kompetensi dasar 3.4. Memahami manual penggunaan peralatan dalam materi procedure text dipandang sebagai hal yang membosankan. Kondisi tersebut yang sementara dianggap sebagai penyebab rendahnya prestasi belajar pada mata pelajaran Bahasa Inggris khususnya materi reading comprehension. Dari permasalahan diatas peneliti mengidentifikasi penyebab permasalahan dari rendahnya prestasi pada materi reading comprehension yaitu pada penerapan model pembelajarannya, untuk itu peneliti menerapkan model pembelajaran KWL (Know-Want to know-What I have learned) dalam pembelajaran reading comprehension pada KD 3.4. materi procedure text , agar prestasi belajar dapat meningkat dan peserta didik dalam proses belajar mengajar dapat aktif dan kreatif, memiliki semangat untuk belajar, dan merasa bahwa bahan ajar yang disampaikan bermanfaat bagi dirinya.
291
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Model pembelajaran KWL mempunyai tujuan untuk mengetahui pengetahuan awal peserta didik dan membentuk tujuan dari membaca dan membantu peserta didik untuk mengontrol pemahaman peserta didik terhadap bacaan atau teks yang diberikan. Tentang KWL Ogle (1986) menyatakan sebagai berikut. an instructional reading strategy that is used to guide students through a text. Students begin by brainstorming everything they Know about a topic. This information is recorded in the K column of a K-W-L chart. Students then generate a list of questions about what they Want to Know about the topic. These questions are listed in the W column of the chart. During or after reading, students answer the questions that are in the W column. This new information that they have Learned is recorded in the L column of the K-W-L chart. Dalam penelitian ini peneliti menerapkan model pembelajaran KWL yang dianggap dapat meningkatkan prestasi peserta didik. Penerapan model KWL secara tepat diharapkan akan dapat menumbuhkan lingkungan belajar yang kondusif. Peserta didik diharapkan aktif dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar sehingga prestasi pada materi reading comprehension semakin meningkat. Model pembelajaran KWL sudah pernah diteliti oleh Indriastuti dan Rahmawan (2014). Hasilnya menunjukkan model KWL dengan membaca sekilas terhadap 2 teks dapat meningkatkan kemampuan membaca peserta didik. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas, digunakannya rancangan penelitian tindakan kelas karena problem yang diangkat memerlukan solusi pemecahan masalah berkaitan dengan persoalan praktek pembelajaran di kelas. Tahapan penelitian tindakan kelas adalah perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (implementing), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Model tahapan ini peneliti mengambil dari model Kemnis & Mc Taggart (Kemmis & Mc Taggart, 1992:11). Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakaan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Mariani(2016:2). Siklus dilakukan secara berulang dengan langkah yang sama mulai dari siklus 1 sampai siklus 2. Tahapan atau alur dalam PTK seperti berikut.
Y A
292
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Subjek dari penelitian ini adalah peserta didik kelas XII APH 2 semester ganjil tahun pelajaran 2016 – 2017 SMK Negeri 1 Kota Batu yang beralamat di Jalan Bromo No. 11 Batu. Pada kelas tersebut berjumlah 29 peserta didik. Dalam penelitian ini peneliti menerapkan model pembelajaran KWL sebagai berikut: (a) peneliti memilih kompetensi dasar 3.4 Memahami manual penggunaan peralatan yang peneliti tetapkan 3 indikator yaitu (1) mengidentifikasi generic structure dari procedure text (2) menemukan language feature dari procedure text (3) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana membuat sesuatu. Materi dalam kompetensi dasar 3.4 ini adalah procedure text, peneliti mengukur indikator 1 dan 3 pada siklus 1, indikator 2 dan 3 pada siklus 2 (b) pada kegiatan awal peneliti/guru membuat tabel KWL di papan tulis atau kertas lembar kerja dan peserta didik membuat sendiri untuk menuliskan informasi yang mereka peroleh. Langkah pertama peneliti bertanya pada peserta didik dengan kata-kata umpan atau stimulan, istilah atau ungkapan yang berhubungan dengan topik. Peserta didik menuliskan kata atau hal yang mereka ketahui dalam kolom K. Misalnya peneliti menanyakan apa yang peserta didik ketahui dari procedure text yang berjudul The basic operation of digital camera. Misalnya Camera adalah suatu alat yang di gunakan untuk mengabadikan suatu peristiwa. Langkah kedua adalah peneliti menanyakan pada peserta didik apa yang ingin diketahui atau ingin dipelajari tentang topik dari procedure text yang berjudul The basic operation of digital camera. Misalnya, bagaimana cara menyalakan Digital Camera. Peserta didik menuliskan hal – hal yang ingin diketahui pada kolom W jika peserta didik menuliskan bentuk kalimat pernyataan maka diminta mengubahnya dalam kalimat tanya . Langkah ketiga adalah peserta didik menuliskan hal – hal yang telah dipelajari dan mencari jawaban yang ada pada kolom W dan diperbolehkan mencari sumber lain jika tidak sitemukan jawabannya dan menuliskannya pada kolom L.Misalnya pertama tekan tombol on/off. Kemudian peserta didik mendiskusikan hal-hal atau informasi yang telah diperoleh yang ada di tabel seperti yang tampak pada tabel berikut. K Camera adalah suatu alat yang di gunakan untuk mengabadikan suatu peristiwa.
W bagaimana cara menyalakan digital camera.
L pertama tekan tombol on/off.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pembelajaran dengan menggunakan metode cooperative learning dengan model KWL ini dilakukan dalam 2 siklus dikelas XII APH 2 SMK Negeri Batu adalah sebagai berikut. Siklus 1 Siklus pertama terdiri dari 1 pertemuan (4 x 40 menit pembelajaran dan satu kali tes) dan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 20 Oktober 2016 pada jam ke 5 sampai jam ke 8. Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut.
293
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Perencanaan Pada tahapan ini peneliti merumuskan beberapa hal yang akan dilakukan pada saat pelaksanaan: menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran kompetensi dasar 3.4. Pada siklus 1 ini peneliti menetapkan 2 indikator yang akan diukur dalam pencapaian prestasi peserta didik, yaitu (1) mengidentifikasi generic structure dari procedure text (2) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana membuat sesuatu. Langkah-langkah pembelajaran pada kegiatan pendahuluan guru akan menayangkan video dan peserta didik mengamati video yang akan ditayangkan dan mencari moral value dari tayangan video tersebut. Peneliti juga menyiapkan bahan ajarberupa power poin dan video yang peneliti ambil dari internet dan akan digunakan dalam pembelajaran procedure text yaitu contoh procedure text dan generic structure nya. Selanjutnya peneliti juga menyiapkan lembar yang akan digunakan dalam pembelajaran seperti chart dari model K W L dan instrument post test. Pada siklus 1 ini peneliti menyiapkan 3 procedure text dengan judul: The basic operation of digital camera, SOP of Cleaning CPU, How to make sushi yang di adaptasi dari internet. Semua teks peneliti ambil dari http://www.bigbanktheories.com/5-contohprocedure-text-tentang-pengoperasian-alat-elektronik, http://novitadesi17.blogspot.co.id/2014/01/sop.html, http://www.studybahasainggris.com/contoh-procedure-procedural-text-dalam-bahasa-inggris, Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Pada tahap pelaksanaan tindakan peneliti menerapkan hal-hal yang telah direncanakan sebelumnya dan juga mendokumentasikan, mencatat dan mengumpulkan hal-hal yang terjadi di dalam kelas. Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menayangkan video dan meminta peserta didik mencermati dan mencari moral value dari tayangan video. Selanjutnya guru menanyakan kembali kepada peserta didik tentang procedure text. Mereka sering menjumpai jenis text ini sebelumnya di kelas XI. Selanjutnya peserta didik mencermati tayangan power point tentang contoh procedure text. Guru mengajak peserta didik untuk mengidentifikasi generic structure procedure text. Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini yaitu memahami reading dari procedure text dan model pembelajaran yang akan digunakan. Dalam kegiatan inti guru menjelaskan apayang dilakukan peserta didik langkah-langkah model KWL. Dari reading procedure text yang diberikan guru meminta peserta didik mengisi tabel KWL dan menuliskan jawabannya melalui dialog berikut. T : What do you know about procedure text of The Basic Operation Digital Camera?” S : How to operate the Digital Camera, mam...” T : Very good , now write in the column K if you know about the topic. “ Peserta didik menuliskan jawabannya dari hal-hal yang diketahui. Guru melanjutkan pada kegiatan berikutnya.
294
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
T : And now what do you want to know about Procedure Text of The Basic operation? S What : is the fungsion of digital camera” T : now please write in the column W what do you want to know from this topic.” (Pada langkah selanjutnya, guru menyampaikan …) After you wrote what do you want to know please read the text and answer your question from column W and write your aswer in the column L.” Peserta didik aktif terlibat dalam kegiatan kelompok. Lembar tugas yang diberikan membantu peserta didik untuk aktif bekerja mengerjakan tugas yang baru diterimanya. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Antusias tersebut bisa juga terjadi karena kelompok ingin menyelesaikan tugas lebih dulu dari kelompok lainnya. Setelah peserta didik mengisi lengkap Tabel “KWL” setiap kelompok memaparkan hasil diskusi, guru bersama peserta didik merefleksikan pembelajaran. Kegiatan peserta didik dapat dilihat pada gambar-gambar berikut:
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Bersama kelompoknya peserta didik menuliskan pada kolom KWL Peserta didik menuliskanpada tabel KWL yang telah dibuat
Gambar 1.3
Gambar 1.4
Peserta didik menyajikan hasil diskusi
Peserta didik melaksanakan Post Test
Pada kegiatan akhir, peserta didik diberi post test/lembar evaluasi untuk dikerjakan oleh masing-masing Peserta Didik. Dari kegiatan pembelajaran siklus I pertemuan 1 Peserta Didik sudah mulai antusias, aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran, walaupun demikian masih ada Peserta Didik yang kurang aktif karena Peserta Didik tersebut
295
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
pendiam dan Peserta Didik yang belum terlibat langsung dalam kelompok hal ini mungkin jumlah anggota kelompok 4 orang masih terlalu banyak kedepannya pada siklus 2 peneliti akan membentuk kelompok sebanyak 3 orang. Pada pelaksanaan siklus 1 ini peneliti juga mengalami hambatan yaitu ketidaktepatan waktu yang seharusnya diskusi kelompok selesai dalam waktu 30 menit menjadi 45 menit hal ini dikarenakan peserta didik terlalu lama mencari kata-kata sulit dikamus. Berikutnya pada siklus 2 peneliti akan memberikan daftar kosakata agar para siswa lebih cepat dalam menyelesaikan tugasnya. Kegiatan post test sebagai evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan berupa pertanyaan pilihan ganda yang dilakukan secara individu. Refleksi Pada tahapan ini peneliti meninjau dan menuliskan kembali kondisi objektif aktivitas belajar dikelas yang peneliti alami pada siklus 1. Adapun hal-hal yang direfleksi antara lain hasil atau prestasi melalui model pembelajaran dan pola interaksi pembelajaran. Hasil belajar Peserta Didik yang telah diterapkan dengan metode KWL sangat bermanfaat dandibutuhkan dalam pembelajaran reading comprehension untuk melatih kemampuan pemahaman peserta didik dalam memahami reading text. Dengan model pembelajaran ini peserta didik lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris khususnya dalam memahami reading text. Meskipun demikian dalam pelaksanaan pembelajaran ini dapat dipaparkan bahwa: pada kompetensi dasar 3.4 dari 2 indikator yang peneliti ukur yaitu (1) mengidentifikasi generic structure dari procedure text (2) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana membuat sesuatu. Range/rentangan score yang diperoleh adalah antara 53-100 ada perbedaan score terendah dan tertinggi yang sangat jauh. Peserta didik yang memperoleh nilai terendah 53 sebanyak 1 orang dan yang memperoleh skor tertinggi juga 1 orang, hal ini dikarenakan kemampuan yang sangat berbeda.Dalam siklus 1 ini range rata-rata standar nilai antara 67-87 dengan jumlah nilai ratarata kelas adalah 77.4 dari 26 peserta didik yang seharusnya 29 orang, 3 peserta didik tidak masuk/ijin pada siklus 1, ini bisa disimpulkan bahwa ada 12 peserta didik atau sebanyak 46 % yang belum tuntas atau mencapai KKM. Pada KD ini KKM ditetapkan 75. Evaluasi untuk melihat kelebihan dan kekurangan dari hasil refleksi siklus 1 akan menjadi masukan siklus 2. Pada siklus 1 peneliti menyimpulkan bahwa pada kegiatan itu hasilnya tidak maksimal dikarenakan peserta didik kurang menguasai kosakata yang ada di text. Dari analisa diatas maka pada siklus kedua peneliti akan menyertakan daftar kosakata atau vocabulary pada text yang akan diberikan. Siklus 2 Siklus kedua terdiri dari 1 pertemuan ( 4 x 40 menit pembelajaran dan satu kali tes) dan dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 25 Oktober 2016 pada jam ke 1 sampai jam ke 4. Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut. Perencanaan Pada perencanaan tindakan pada siklus 2 ini hampir sama dengan siklus satu hanya peneliti akan menambahkan beberapa langkah, yaitu (1) menambahkan daftar kosakata atau vocabulary (2) membentuk kelompok dengan jumlah peserta yang lebih kecil beranggotakan tiga orang (3) menyiapkan tiga topik baru procedure text yang berjudul: How to operate a
296
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
rice cooker, How to activate the handphone, How to operate the electronic iron. Peneliti mengadaptasi topik-topik diatas dari internet, adapun sumbernya adalah : http://www.bigbanktheories.com/5-contoh-procedure-text-tentang-pengoperasian-alatelektronik,http://novitadesi17.blogspot.co.id/2014/01/sop.html,http://www.studybahasainggri s.com/contoh-procedure-procedural-text-dalam-bahasa-inggris, http://www.kuliahbahasainggris.com/procedure-text-how-to-use-washing-machice-dalambahasa-inggris/. Perbedaan lain dalam siklus 2 ini adalah kemampuan/prestasi peserta didik yang diukur pada siklus 1 peneliti menetapkan 2 indikator yang akan diukur dalam pencapaian prestasi peserta didik yaitu (1) mengidentifikasi generic structure dari procedure text (2) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana membuat sesuatu. Pada siklus 2 ini peneliti akan mengukur 2 indikator lain yaitu (1) menemukan language feature dari procedure text, (2) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana membuat sesuatu. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Seperti pada siklus 1 pada tahap pelaksanaan tindakan dalam siklus 2 ini peneliti menerapkan hal-hal yang telah direncanakan sebelumnya dan juga mendokumentasikan, mencatat dan mengumpulkan hal-hal yang terjadi di dalam kelas. Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menayangkan video dan meminta peserta didik mencermati dan mencari moral value dari tayangan video. Selanjutnya guru menanyakan kembali kepada peserta didik tentang procedure text. Guru menanyakan kepada peserta didik tentang materi minggu lalu yang terkait dengan generic structure procedure text. Guru Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini yaitu memahami reading dari procedure text dan language feature yang digunakan serta menyampakain kembali model pembelajaran yang akan digunakan. Dalam kegiatan inti guru menjelaskan apa yang dilakukan peserta didik. Dari reading procedure text yang diberikan guru meminta peserta didik mengisi tabel KWL dan menuliskan jawabannya melalui dialog berikut. T : What do you know about procedure text of How to activate the handphone?” S : Push the power of handphone, mam...” T : Good , now write in the column K if you know about the topic Peserta Didik menuliskan jawabannya dari hal-hal yang telah diketahui. Guru melanjutkan pada kegiatan berikutnya. T : “And now what do you want to know about procedure text of How to activate the handphone?” S : What is the fungsion of handphone” T : Now, please write in the column W what do you want to know from this topic.” (Pada langkah selanjutnya guru memberikan kalimat stimulan berikut ini) After you wrote what do you want to know please read the text and answer your question from column W and write your aswer in the column L.”
297
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Peserta didik aktif terlibat dalam kegiatan kelompok. Lembar tugas yang diberikan membantu peserta didik untuk aktif bekerja mencobakan pembelajaran yang baru diterimanya. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Antusias tersebut bisa juga terjadi karena kelompok ingin menyelesaikan tugas lebih dulu dari kelompok lainnya. Peserta didik bersama kelompoknya secara aktif dan bersemangat berusaha menyelesaikan tugas. Peneliti juga menambahkan daftar kosakata atau vocabulary agar peserta didik bisa memanfaatkan waktu secara efektif. Kelompok eranggotakan tiga peserta didik dan tiap kelompok mengerjakan topik baru procedure text. Pada akhir kegiatan peserta didik melaksanakan post test sesuai dengan waktu yang disediakan. Refleksi Pada refleksi ini peneliti akan meninjau dan menuliskan kembali kondisi objektif aktivitas belajar dikelas yang peneliti alami pada sikulus 2. Pada sklus 2 ini peserta didik lebih bersemangat dalam mempelajari reading. Hal ini ditujukkan dari aktivitas belajar yang pernah mereka lakukan sebelumnya sehingga pada siklus 2 ini peserta didik sudah mengerti apa yang harus dilakukan. Dalam siklus 2 ini peneliti sudah mendapatkan peningkatan prestasi dalam 2 indikator lain yaitu (1) menemukan language feature dari procedure text, (2) menjawab pertanyaanpertanyaan yang terkait dengan isi manual penggunaan alat dan bagaimana membuat sesuatu. Pada siklus 2 range/rentangan score yang diperoleh adalah antara 46-100 ada perbedaan score terendah dan tertinggi yang sangat jauh. Peserta didik yang memperoleh nilai terendah 46 sebanyak 2 orang dan yang memperoleh skor tertinggi 1 orang, hal ini dikarenakan kemampuan yang sangat berbeda. Dalam siklus 2 ini range rata-rata standar nilai antara 67-93 dengan jumlah nilai rata-rata kelas adalah 77.44 dari 27 peserta didik yang seharusnya 29, 2 peserta didik tidak masuk/ijin pada siklus 2, ini bisa disimpulkan bahwa ada 9 peserta didik atau sebanyak 33 % yang belum tuntas atau mencapai KKM. Pada KD ini KKM ditetapkan 75. Dari penelitian siklus 1 dan siklus 2 dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut. Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II
Siklus
Prosentase siswa yang tidak tuntas
Prosentase siswa yang tuntas
Nilai Ratarata
Siklus I
54 %
46 %
77.42
Siklus II
67 %
33 %
77.44
Perbandingan hasil belajar siswa antara siklus I dansiklus II dideskripsikan sebagai berikut: pada siklus I nilai rata-rata kelas adalah 77.42 dan pada siklus II adalah 77.44. Hal ini berarti terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas tidak terlalu besar. Dengan melihat prosentase hasil belajar, pada siklus I prosentase siswa yang tuntas 54% dan prosentase siswa yang tidak tuntas 46 % sedangkan pada siklus II prosentase siswa yang tuntas 67% dan prosentase siswa yang tidak tuntas 33%. Terjadi peningkatan prosentase siswa yang tuntas sebesar 13 %. Hal ini dikarenakan beberapa perubahan perlakuan yang peneliti lakukan untuk
298
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
mencapai peningkatan tersebut. Misalnya peneliti memberikan daftar kosakata yang sulit untuk mempercepat peserta didik melaksanakan tugasnya. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini pembelajaran bahasa inggris khususnya kompetensi dasar 3.4 materi procedure text untuk ketrampilan reading comprehension dengan menerapkan model pembelajaran KWL terbukti bisa meningkatkan hasil belajar peserta didik. Pada siklus I dengan nilai rata-rata 77.42 mengalami peningkatan pada siklus II dengan nilai rata-rata 77.44. Pada prosentase ketuntasan pada siklus 1 sebanyak 54 % dari 26 peserta didik, 3 ijin/tidak masuk sedangkan ketuntasan pada siklus 2 sebanyak 67 % dari 27 peserta didik, 2 peserta didik ijin/tidak masuk, mengalami peningkatan 13%. Hal ini disebabkan ada beberapa hal yang peneliti tambahkan pada siklus 2 seperti adanya tambahan daftar kosakata atau vocabulary. Akan tetapi peneliti rasa selain penambahan daftar kosakata pada penelitian selanjutnya sebaiknya ditambahkan daftar kata sinonim dan antonim agar peningkatan prestasi khususnya materi procedure text pada ketrampilan reading comprehension semakin besar/meningkat secara signifikan dan mencapai ideal. Selain mengalami peningkatan kemampuan/prestasi dalam reading comprehension, peserta didik juga mengalami peningkatan dalam tingkat keaktifan, motivasi dan semangat dengan diterapkannya model pembelajaran KWL. Berdasarkan simpulan di atas maka peneliti menyarankan berikut. Untuk guru bahasa inggris lain yang mengalami masalah yang sama dengan peneliti agar menerapkan model pembelajaran KWL ini. Bagi sekolah , hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk mengambil kebijakan sekolah. Kepada peneliti lain, hasil temuan dalam peneitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya.
Daftar Rujukan Indriastuti, N dan Rahmawan Penerapan teknik KWL (Know, Want to learn) dalam Membandingkan Isi 2 Teks dengan Membaca Sekilas pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar Kelas Atas. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta Kemmis, S. & Taggart, R. 1992. The Action Research Planner. Third edition, Melbourne: Deakin University Mariani. 2016. Penerapan model pembelajaran TGT, J-KPS 1(1) Ogle, D.M. 1986. K-W-L: A Teaching Model that Develops Active Reading of Expository Text. Reading Teacher 39: 564-570.
299
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENERAPAN PEMBELAJARAN MAKE-A-MATCH DENGAN MENGGUNAKAN FLASH-CARDS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA DI KELAS XI UPW SMK PUTIKECWARA BATU Lilik Irawati SMK PUTIKECWARA BATU
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa pada mata pelajaran Bahasa Inggris dengan menerapkan metode make a match dengan bantuan flash chart. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus mengandung empat kegiatan pokok: perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan di Kelas XI 1 UPW SMK Putikecwara Batu dengan jumlah siswa sebanyak 22. Langkah yang harus dilakukan siswa adalah menyusun gambar secara runtut dan mencocokkan dengan teks setelah itu menceritakan secara lisan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran make a match dengan bantuan flash chart dapat meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris. Kata kunci: Make-a-Match, flash cards, speaking skill
Dengan berkembangnya peradaban masyarakat yang sangat pesat, maka perkembangan pendidikan perlu ditingkatkan juga untuk menyeimbangkannya. Dengan adanya program perdagangan bebas antar Negara atau MEA, maka kita perlu mempersiapkan anak didik kita menjadi sumber daya manusia yang siap kerja dan competence. Untuk memenuhi itu salah satu kompetensi yang perlu dikuasai oleh anak didik kita adalah Bahasa Inggris sebagai alat komunikasi selain skill lain yang dapat mendukungnya. Dengan melihat begitu pentingnya Bahasa Inggris sebagai komunikasi, maka anak didik perlu dibekali pengetahuan bahasa Inggris dengan tepat agar mereka dapat mengungkapkan, menyampaikan informasi dengan benar. Menurut Anas (2013) dikatakan bahwa berbicara adalah salah satu cabang dalam ketrampilan berbahasa sebagai alat komunikasi dalam menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Ada 4 kecakapan yang perlu dikuasai siswa yaitu, listening, speaking, reading, dan writing. Pada pembahasan ini keterampilan utama yang ditekankan pada penguasaan berbicara siswa. Meskipun siswa telah dibekali pengetahuan bahasa Inggris selama 3 tahun di SMP tetapi kemampuan berbicara mereka belum menunjukkan hasil yang maksimal seperti yang terjadi di kelas XI UPW1. Kesulitan tersebut jika tidak segera kita atasi, maka kesulitan tersebut menjadi beban atau masalah yang semakin besar. Jika kita telaah lebih dalam kesulitan-kesulitan yang menimpa siswa sebenarnya bersumber pada siswa dan guru. Kesulitan-kesulitan itu meliputi kurangnya kosa kata atau perbendaharaan kata, rasa malu, rasa takut, kurang percaya diri, dan takut salah. Kesulitan-kesulitan tersebut berpengaruh sangat besar pada jalannya proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Agar hal tersebut dapat teratasi, maka guru dituntut untuk membuat pembelajaran inovasi atau strategi-strategi mengajar yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa khususnya speaking. Dengan
300
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
pembelajaran yang menyenangkan dan efektif memberikan stimulus pada peningkatan motivasi belajar siswa. Pada penelitian ini, penulis mencoba untuk menggunakan metode pembelajaran makea-match yang diharapkan dapat meningkatkan vocabulary atau perbendaharaan kata sehingga kemampuan berbicara siswa dapat meningkat dan diharapkan dapat mencapai 100%. Penerapan metode pembelajaran make-a-match dilakukan di kelas XI.UPW 1 SMK Putikecwara Batu. METODE PENELITIAN Penelitian ini menjabarkan pembelajaran menggunakan metode make-a-match dengan menggunakan media flash-cards yang dapat meningkatkan perbendaharaan kata dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa, karena itu penelitian ini tergolong penelitian kualitatif, karena penelitian ini dilakukan secara langsung di lapangan. Penelitian ini digunakan dalam penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Pada tahapan perencanaan dilakukan dengan menyusun rencana pembelajaran yang mengacu pada sintag make-a-match dimana siswa harus mencocokkan kata-kata yang tidak lengkap dengan potongan gambar, kata-kata tersebut sebagai alat bantu siswa dalam menceritakan gambar dan mengembangkan media flash-cards yang akan mengajak siswa untuk menyususn gambar secara berurutan sehingga siswa dapat menceritakan dengan runtut. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas XI.1 UPW dengan jumlah siswa 22 anak pada hari Jumat, 21 Oktober 2016 sekaligus dilaksanakan observasi yang dibantu oleh teman sejawat. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus masing-masing siklus terdiri dari 1 pertemuan (@ 2 jam pelajaran x 40 menit) . Setiap akhir siklus dilakukan refleksi dan dilakukan perbaikan pada siklus berikutnya HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berbicara menggunakan Flash Cards dengan menerapkan model make-a-match di kelas XI 1UPW SMK Putikecwara Batu . Dalam hal ini dilakukan dalam dua siklus. Siklus 1 Siklus pertama dilakukan dalam 2 pertemuan dengan jadwal hari yang terpisah 1 x pertemuan. Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2x40 menit. Pelaksanaan pembelajaran tersebut dilakukan pada hari Jumat, 21Oktober 2016 pada jam 1 dan 2. Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut. Perencanaan Tindakan Pada tahapan ini ada beberapa hal yang perlu disiapkan oleh peneliti sebelum Pelaksanaan pembelajaran dilakukan, misalnya membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, menyiapkan potongan gambar-gambar yang diambil dari internet, membuat kata-kata dalam kotak yang sudah dipotong, menyiapkan daftar penilaian siswa, daftar kehadiran siswa, form observasi, dan menyiapkan laptop yang dipakai sebagai media untuk menampilkan materi
301
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan beberapa aktivitas yaitu menerapkan langkah-langkah pengajaran yang dibuat dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), mendokumentasikan, dan mencatat hal-hal yang terjadi selama proses belajar mengajar berlangsung di dalam kelas. Dalam kegiatan pendahuluan, guru memberikan salam, menanyakan berapa siswa yang tidak masuk dan menanyakan kesiapan siswa mengikuti pembelajaran hari ini, dengan contoh dialog sebagai berikut “Are you ready to study now?” Siswa menjawab, “Yes, Mom.” Agar perhatian siswa terfokus pada pelajaran, guru mencoba untuk membangkitkan belajar siswa dengan memberi beberapa pertanyaan sehubungan dengan teks Narrative, yang pernah didapatkan pada waktu mereka di SMP/SLTP. Dialognya sebagai berikut. Guru : “Do you remember the story about someone who didn‟t respect to his parent?” Siswa : “Yes, Mom.” Guru : “Who is the story about ?” Siswa : “Malin kundang, Mom.” Guru : “That‟s right”. “Very good students”. “Now we will talk about Cinderella”. “It‟s also classified Narrative text.” Pada kegiatan pendahuluan tersebut, guru telah menentukan waktunya ± 10 menit. Foto 1 di bawah ini menunjukkan guru sedang memberi pengarahan kepada siswa
Foto1. Guru memberikan pengarahan kepada siswa
Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu menyampaikan pada siswa bahwa pembelajaran hari ini difokuskan pada kemampuan berbicara (Speaking Skill). Siswa menceritakan flash card yang sudah disusun secara urut dengan menggunakan metode pembelajaran Make-a-match yang aktivitasnya sebagai berikut, siswa menyusun potongan gambar-gambar secara runtut, mencocokkan kata-kata yang sudah dilengkapi dalam kotak dengan gambar dan menceritakan masing-masing gambar secara lisan. Masing-masing anggota kelompok menceritakan potongan-potongan gambar yang dipilih. Siswa dimotivasi untuk menggunakan kamus atau handphone untuk menemukan kosa kata dengan mudah sehingga kerja kelompok dapat diselesaikan dengan cepat. Dalam kegiatan inti, siswa diminta memperhatikan slide dimana guru menayangkan beberapa potongan gambar dari cerita lain, menyajikan juga kata-kata yang tidak lengkap dalam kotak. Lihat Gambar 2
302
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Gambar 2: Guru memberikan contoh cerita timun emas
Guru menanyakan urutan gambar secara runtut dengan contoh dialog sebagai berikut : Guru : “ Ok students, all of you. Look at the slide now, I‟ll give you example.” “There are some pictures I will show to you”. Look and choose the first, second and the next picture”. “Do you understand my instruction?” Siswa : “Yes, Mom.” Guru : “Which picture is the first ?” Siswa : “Picture B.” Guru : “and Which word is suitable with the picture?” Siswa : “no 2.” Guru : “That‟s right”. “How is the complete sentence?” Siswa : “The Giant took her daughter after she was 17 years old.” Guru : “That‟s very good”. “Now, do like this .” Pada tahap berikutnya, Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok, masingmasing kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa yang dipilih anak2 sendiri. Setelah terbentuk kelompok, guru membagikan potongan-potongan gambar dan kata-kata dalam kotak pada masing-masing kelompok. Guru menginstruksikan pada masing-masing kelompok untuk bekerja sama dalam mengurutkan potongan gambar menjadi suatu urutan cerita yang runtut. Selanjutnya lihat pada Gambar 3 berikut
Gambar 3: Siswa menyusun potongan gambar
Setelah itu siswa-siswa mencocokkan kata-kata dalam kotak dengan urutan gambar yang telah diurutkan dan melengkapi kata-kata tersebut menjadi rangkaian kalimat yang tepat dan benar. Setelah rangkaian kegiatan tersebut selesai masing-masing kelompok
303
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
membagi potongan-potongan gambar pada masing-masing anggotanya dengan memilih sendiri urutan gambar yang akan diceritakan di depan kelas. Dengan kerja keras siswa berusaha untuk dapat menghafal kalimat-kalimat yang telah disusunnya. Guru akan memberikan penilaian secara individu pada penampilan masing-masing kelompok dalam mengemukakan cerita tersebut secara lisan. Pada kegiatan inti, waktu yang diberikan siswa untuk mengerjakan tugas secara berkelompok dan menyajikannya selama ± 55 menit dan 15 menit selanjutnya, guru melakukan konfirmasi dengan menemukan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh masing-masing kelompok dengan kelompok yang lain. Pada Kegiatan Penutup, Guru menanyakan pelajaran apa yang baru saja kita lakukan, menanyakan kesulitan siswa dan Guru meminta siswa dalam kelompok untuk mencari potongan-potongan cerita bergambar/Flash Cards yang simple serta mudah dipahami dari internet dan dikemukakan didepan secara lisan sebagai tugas tidak terstruktur. Dari beberapa rangkaian tindakan yang telah dilaksanakan, peneliti mencoba untuk mengumpulkan data dengan mengambil gambar kegiatan sebagai dokumen yang dibantu/dilakukan oleh observer saat melakukan observasi di kelas. Refleksi Pada tahap kegiatan ini, peneliti mengumpulkan hasil temuan-temuan yang didapatkan oleh observer selama kegiatan proses belajar mengajar berlangsung. Kejadian-kejadian yang ditemukan tersebut nampaknya dapat menghambat jalannya proses belajar mengajar sehingga pelaksanaan tindakan tidak dapat berlangsung dengan effektif. Kejadian-kejadian itu meliputi : Kurang cepatnya pembentukan kelompok yang dilakukan pada awal kegiatan inti karena siswa masih memilih-milih teman dalam kelompok, mereka lebih menyukai bergabung dengan teman bermainnya di kelas atau dengan teman dekatnya. Dikarenakan ruangan yang relative sempit sehingga menggabungkan meja dalam kelompok memakan waktu banyak, disamping itu pembelajaran bertepatan pada hari Jum‟at yang porsi waktunya sangat pendek, kurangnya melibatkan anggota kelompok dalam pembagian kerja sehingga ditemukan ada siswa yang menyibukkan diri dengan mengganggu teman lain dan melihat temannya mengerjakan tugas. Kejadian lain yang ditemukan oleh peneliti pada proses belajar mengajar berlangsung adalah lamanya melengkapi kata-kata untuk gambar yang telah ditentukan yang dikarenakan kurangnya vocabulary dan pencarian vocabulary di kamus/Hp. Dari hambatanhambatan yang terjadi pada Siklus1 maka pambelajaran yang kita fokuskan pada kemampuan berbicara (Speaking Skill) belum menunjukkan hasil yang optimal ditambah dengan ketersediaan waktu yang sudah kita tentukan tidak terpenuhi dengan baik. Dengan adanya kendala pada siklus 1 maka diharapkan pelaksanaan pada Siklus 2 Peneliti akan melakukan pembaharuan/perbaikan, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Siklus 2 Pada Siklus 2 peneliti melakukan pengamatan pelaksanaan proses belajar mengajar lagi ini merupakan kelanjutan dari kegiatan pada siklus 1. Pada tahapan ini, peneliti melaksanakan pembaharuan/perbaikan dalam proses belajar mengajar agar tujuan yang diharapkan dapat terealisasi dengan baik. Pembelajaran pada Siklus 2 dilakukan pada hari Selasa, 11 November 2016 pukul 08.20 di kelas XI.1 UPW SMK Putikecwara Batu dengan materi yang sama.
304
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Perencanaan Tindakan Pada tahapan ini, peneliti melakukan kegiatan yang sama pada siklus 1 yang meliputi, pembuatan RPP, Menyiapkan potongan-potongan gambar cerita lain sebagai media pembelajaran yang diambil dari internet, menyiapkan teks yang ditulis dalam kotak, menyiapkan blanko penilaian, dan blanko observasi. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi atau Pengamatan Pada kegiatan ini, peneliti melakukan langkah-langkah pengajaran yang sama seperti pada Siklus 1. Langkah-langkah yang diterapkan mulai dari kegiatan pendahuluan, dimana peneliti melakukan persiapan baik berbentuk pengadaan bahan pengajaran maupun formform yang yang dibutuhkan baik untuk peneliti maupun observer, sehingga menunjang situasi kelas agar tetap kondusif. Kegiatan awal melakukanama kegiatan yang sama seperti pada kegiatan siklus 1 yaitu dimulai dengan menyapa siswa, mengecek kehadiran siswa, menanyakan kesiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran hari ini, dan untuk memotivasi belajar siswa guru memberikan pertanyaan sehubungan dengan materi yang akan dibahas pada saat itu. Berikut ini contoh dialognya. Teacher : “Students, Do you have parents ? Students : “Yes, Mom.” Teacher : “Do the parents love their children.” Students : “of course, Mom.” Teacher : “If Mother doesn‟t have a child along time. Then she has only a daughter, she began grow and immediately someone will take her. How does the woman feel? Students : “She will be sad.” Teacher : “It‟s very good. Now we will talk about story which tells the giant will take the woman‟s daughter. Do you remember? What is story about?” Students : “Timun Emas.”. Teacher : “You are right.” Very good.” What Characters are there in the story? Students : “The giant, Timun Emas and her mother.” Teacher : “Right answer.” “You are good students.” At this session we will learn about Timun Emas story. Setelah guru memberikan beberapa pertanyaan sehubungan dengan cerita Timun Emas yang bertujuan untuk membangkitkan motivasi siswa dalam belajar, guru menjelaskan tujuan pembelajaran bahwa kompetensi yang ingin dicapai yaitu siswa dapat menceritakan cerita secara lisan dan menggunakan methode pembelajaran yang sama seperti pada kegiatan di siklus 1 yaitu make-a-match. Pembaharuan yang dilakukan pada siklus 2 meliputi bahan ajar, di sini guru memberikan bentuk teks yang sama dengan cerita yang berbeda. Cerita Timun Emas adalah cerita yang tidak asing bagi siswa karena cerita ini pernah didapatkan pada waktu mereka di SMP bahkan di SD. Dengan begitu peneliti bisa melihat semangat siswa mengikuti pemnbelajaran, diharapkan hal ini akan lebih mudah bagi siswa untuk menceritakan secara lisan isi cerita tersebut. Pada Kegiatan Inti, guru menjelaskan teknis pembelajaran yang hampir sama dengan yang dilakukan pada kegiatan siklus 1. Siswa membentuk kelompok yang ditentukan oleh
305
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
guru sehingga siswa tidak ada kesempatan untuk memilih teman. Kegiatan ini dengan tujuan untuk mempercepat waktu sehingga proses kegiatan inti tidak terbuang dengan sia-sia dan pembelajaran dapat berjalan secara optimal. Berikut adalah contoh dialognya. Teacher Ok: students, before doing the next activities you make a group, only there are 2 groups and I will decide the member of group. Please count number 1 and 2 after that the students number 1 gather in group 1 and students number 2 gather in group 2. Do you understand. Students Yes, : mom Setelah kelompok terbentuk, guru meminta siswa pada posisi kelompok masingmasing. Guru menjelaskan kegiatan berikutnya yaitu menjelaskan teknis pembelajaran yang akan dilakukan oleh masing-masing kelompok. Guru membagikan potongan-potongan gambar tentang cerita Timun Emas dan potongan teks dalam kotak yang sudah disediakan, siswa tidak perlu melengkapi teks yang dilakukan pada siklus 1 siswa masih dengan susah payah untuk melengkapinya. Di sini guru memberikan pembaharuan sehingga siswa tidak perlu merangkai sendiri menjadi sebuah passage yang digunakan untuk menceritakan rangkaian gambar tersebut. Perbendaharaan kata atau vocabulary yang dianggap sulit atau asing oleh siswa dibahas secara klasikal atau bersama dan dibantu oleh guru untuk menemukan makna katanya. berdasarkan isi teks. Instruksi-instruksi yang diberikan guru diatas diberikan dalam contoh dialog berikut ini. Teacher Students, : please pay attention. Listen to my instruction, I will share this cuts of picture to each groups and also the text in the box, after that arrange the picture chronologically and match the text with the appropriate picture. I hope all of the students work together. Do you understand? Students Yes, : Mom. Teacher Before : you arrange them, look at the text one by one. Find the difficult words and we discuss together. Ok? Students Ok,: Mom. Setelah siswa menyusun potongan-potongan gambar dan mencocokkan text tersebut dengan gambar yang sesuai, guru menanyakan hasil kerja mereka untuk memastikan apakah urutan gambar mereka pada susunan yang benar, seperti pada contoh dialog berikut. Teacher Ok: students, let we match the pictures together. Please show me the picture 1, then 2, 3, … next and the last.. After that you match the text and share to each students. Memorize it and the last tell orally in front of class. Can you do it ? Students Yes, : Mom. Pada kegiatan inti, secara tehnis langkah-langkah kerja siswa sama dengan yang dilakukan pada siklus 1. Adapun pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan pada siklus 2 merupakan tindakan untuk memudahkan siswa sehingga ketercapaian dalam menceritakan rangkaian potongan-potongan gambar secara lisan dapat berhasil.
306
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Refleksi Pada refleksi ini, peneliti menjabarkan kondisi kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung yang terjadi pada siklus 2. Pada siklus 2 siswa bersemangat dengan diberikannya cerita baru yaitu Timun Emas. Pada waktu pembagian kelompok yang dilakukan oleh guru masih ditemukan siswa yang merasa enggan berpisah dengan teman kelompoknya, tetapi akhirnya siswa dapat menerimanya. Pada siklus 2 diharapkan siswa sudah dapat menceritakan rangkaian gambar secara lisan, tetapi kenyataannya hanya beberapa siswa kurang lebih 22% siswa yang dapat menceritakan gambar secara lisan meskipun kalimatkalimat yang diberikan sudah disusun dengan lengkap. Observer menemukan bahwa siswa tidak bisa menghafal teks dalam waktu pendek, sehingga sampai jam pembelajaran berakhir siswa masih belum siap untuk menceritakan gambar tersebut.dengan alasan belum hafal. Dengan kenyaatan seperti itu, maka peneliti akan melanjutkan pada pertemuan berikutnya PEMBAHASAN Pada kegiatan ini peneliti memberikan penjelaskan dari hasil penelitian pada siklus 1 dan 2. Peneliti dapat membandingkan kegiatan pembentukan anggota kelompok yang terjadi pada siklus 1 yaitu penentuan anggota kelompok diserahkan pada siswa sendiri akan memakan banyak waktu sehingga menyita waktu untuk kegiatan lain, berbeda dengan kegiatan pada siklus 2 dengan adanya intervensi guru dalam menentukan anggota kelompok, akan lebih membantu mempercepat waktu. Sikap siswapun lebih menghargai keberadaan anggota kelompok yang ditentukan meskipun mereka tidak bergabung dengan teman yang mereka inginkan. Pada siklus 1 setelah siswa menyusun gambar berdasarkan urutan yang benar, siswa melengkapi kalimat yang ada dalam kotak yang disesuaikan dengan alur cerita dan gambar. Dari hasil ini menunjukkan bahwa siswa belum bisa menceritakan potongan gambar yang telah dipilih. Hanya sebagian kecil siswa saja yang dapat menceritakan secara lisan. Sehingga pada siklus 1 siswa masih banyak yang membaca, mereka kesulitan dalam menghafal kata2 yang diberikan. Pada siklus 2 guru telah melengkapi kata-kata tersebut menjadi sebuah teks singkat, Siswa tinggal mencocokkan dengan gambar dan menghafalkannya. Ternyata pada siklus 2 hasil yang diharapkan belum sesuai dengan kenyataan, Sampai jam pembelajaran berakhir siswa yang dapat menyajikan cerita tersebut secara lisan hanya siswa tertentu itu saja. Hasil yang dicapai masih belum memenuhi target yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena kelemahan menghafal siswa, kondisi input dan kurangnya keseriusan dalam memahaminya. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang dilakukan pada siklus 1 dan siklus 2 peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran Make-a-Match dengan menggunakan media FlashCards masih belum berhasil meningkatkan kemampuan berbiara siswa. Hal ini diperkirakan karena siswa mengalami kesulitan dalam menghafal kosakata dan sulit untuk berkonsentrasi. Selain itu input siswa di sekolah ini dirasakan masih lemah. Dari kesimpulan di atas, peneliti merasa bahwa peningkatan kemampuan berbicara menggunakan Flash Cards dengan metode Make-a-Match sebenarnya pembelajaran yang menarik, dimana siswa dituntut untuk mengurutkan gambar sesuai jalan cerita yang diingat
307
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dan mencocokkan dengan text pendek yang sudah disediakan. Pada kenyataan dalam mengungkapkan cerita, siswa mengalami hambatan/kemacetan karena butuh waktu lama untuk menghafal teks pendek tersebut. Maka guru yang bersangkutan perlu mencari metode baru lagi yang lebih mudah dan sederhana untuk mengatasi kesulitan berbicara di kelas tersebut. Kepada peneliti lain, diharapkan dapat menggunakan media lain agar kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
Daftar Rujukan Arsyad, Azwar. 2011. Media Pembelajaran, Jakarta: Rajawali Press. Ary, D., Jacobs, L C & Razavich, A. 2002. Introduction to Research on Education.Sixth Edition United States of America. Thomson Learning. Brown, H.D. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy. Second Edition San Francisco: Addison Wesley Longman, Inc Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: PT Grasindo. Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers
308
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
PENINGKATAN PEMBELAJARAN SPEAKING DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK GUESSING GAME SISWA KELAS XI KCK SMKN I BATU TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Rika Nurhayati Utami SMK Negeri 1 Batu
[email protected] ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris dengan menggunakan tekhnik guessing game. Dengan memberikan beberapa vocabulary sebelum guessing game itu dilakukan diharapkan siswa dapat berbicara bahasa Inggris dengan baik dan benar. Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan menggunakan tekhnik guessing game membuat siswa bersemangat untuk berbicara bahasa Inggris. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan siswa kelas XI KCK yang dijadikan objek oleh peneliti, dari 10 kata yang harus di tebak oleh masing-masing group hanya 3 kata dari kelompok 1 yang tidak bisa dijawab oleh siswa, kelompok 3 dan 4 hanya 1 kata sedangkan kelompok 2 dan 5 dapat menjawab semua kata dengan benar. Bila dipresentasikan dalam nilai ketuntasan, pada siklus I hanya tercapai 42% yang tuntas dengan jumlah siswa sebanyak 12 siswa dari 29 siswa, dan yg tidak mencapai KKM sebanyak 58% atau 17 siswa. sedangkan pada siklus II hampir semua kata bisa ditebak oleh siswa XI KCK dengan Presentasi ketuntasan 72% dan yang tidak tuntas sebanyak 28% dan jumlah siswa yang mencapai KKM sebanyak 21 siswa dan yang tidak tuntas sebanyak 8 siswa dari 29 siswa yang mengikuti pembelajaran Bahasa Inggris. Kata kunci: vocabulary, speaking English, guessing game
Peneliti adalah guru Bahasa Inggris di salah satu SMK Negeri di kota Batu, peneliti mengajar Bahasa Inggris kelas XI di enam kelas yang berbeda di SMKN 1 Batu. Permasalahan yang peneliti hadapi di kelas adalah (1) siswa kurang menguasai vocabulary Bahasa Inggris, (2) siswa kesulitan dalam memahami teks Bahasa Inggris, (3) siswa kesulitan dalam memahami grammar yang dijelaskan oleh peneliti, (4) siswa kesulitan dan enggan jika diminta untuk berbicara dalam bahasa Inggris, (5) siswa kelas XI melaksanakan prakerin selama 6 bulan, sehingga mereka tidak bisa fokus kepada pelajaran Bahasa Inggris, (6) siswa tidak dapat fokus kepada pelajaran bahasa Inggris karena banyaknya tugas dari mata pelajaran lainnya. Dari sekian banyak masalah yang dihadapi oleh peneliti, maka dalam penelitian ini peneliti memfokuskan untuk mengatasi permasalahan dalam kesulitan dan keengganan peserta didik dalam berbicara Bahasa Inggris, masalah ini disebabkan oleh minimnya vocabulary (kosa kata) yang dimiliki dan dikuasai oleh peserta didik. Tujuan pembelajaran Bahasa Inggris di SMK adalah untuk membekali peserta didik agar fasih berbicara Bahasa Inggris yang setara dengan level Elemantary pada KD 2.3 tentang pekerjaan pada khususnya, sedangkan secara umum diharapkan siswa dapat fasih berbicara Bahasa Inggris di dunia kerja dan menjadikan mereka pekerja yang berdaya saing global. Oleh karena itu dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang dapat membuat peserta didik berkomunikasi aktif dengan menggunakan Bahasa Inggris. Hurlock (1991:176) menyatakan bahwa berbicara merupakan bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk menyampaikan maksud.
309
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Berbicara merupakan keterampilan mental-motorik yang melibatkan koordinasi otot mekanisme suara yang berbeda dengan mekanisme mengkaitkan arti dengan bunyi-bunyi yang dihasilkan. Menurut Tarigan (1981:16-17) terdapat delapan prinsip umum berbicara yaitu: (1) Membutuhkan paling sedikit dua orang, (2) menggunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama, (3) menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum, (4) merupakan suatu pertukaran antar partisipan, (5) menghubungkan setiap pembicara dengan pembicara lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera, (6) berhubungan atau berkaitan dengan masa sekarang, (7) hanya melibatkan perlengkapan atau aparat yang berhubungan dengan suara atau bunyi dan pendengaran (vocal and auditory appatarus), (8) secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil. Guessing game adalah sebuah permainan yang mana seseorang harus bersaing dengan orang lain atau kelompok lain tentang menebak sesuatu yang telah diberikan petunjuknya. Guessing game dapat diterapkan dalam pengajaran Bahasa Inggris di semua keahlian (berbicara, mendengarkan, menulis dan membaca) dan semua tingkatan pembelajaran. Permainan dapat membuat siswa berkesempatan untuk praktek berbicara dalam kegiatan pembelajaran. Dengan Guessing game siswa merasa senang dan rileks dalam mempelajari sebuah bahasa terutama Bahasa Inggris yang dianggap sulit oleh kebanyakan siswa karena siswa dapat mengekspresikan apa yang ada didalam diri mereka tanpa beban dan dengan hati yang gembira pada saat mereka berbicara Bahasa Inggris. Pembelajaran Bahasa Inggris ini menggunakan tekhnik guessing game dengan langkahlangkah sebagai berikut: (1) peserta didik terdiri dari 5 orang siswa, (2) salah satu siswa dalam kelompok tersebut, berdiri didepan kelompoknya dengan membawa kertas yang diberikan oleh peneliti dan meletakannya diatas kepala tanpa melihat kata tersebut dan ditugaskan untuk menjawab kata apa yang tertera dalam kertas tersebut dengan bantuan dari temannya yang memberikan deskripsi tentang kata tersebut dengan menggunakan Bahasa Inggris, (3) apabila kata tersebut bisa terjawab dengan benar maka siswa yang menjawab kembali kekelompoknya dan berdiri dipaling belakang barisan. Sedangkan siswa ketiga menggantikan temannya yang memberikan deskripsi dan siswa yang tadi memberikan deskripsi diminta untuk kedepan membawa kertas di kepalanya dan menjawab kata tersebut. Allen dan Vallete (1997) menyatakan bahwa guessing game menawarkan perubahan yang menyenangkan dari kecepatan dalam pelajaran sehingga mereka bisa memotivasi siswa dalam belajar vocabulary dan speaking sehingga dapat mengurangi kebosanan dan meningkatkan penguasaan vocabulary. METODE Pada penelitian ini, peneliti menerapkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang merupakan penelitian praktis yang dimaksudkan untuk memperbaiki pembelajaran di kelas. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Batu dan khususnya penelitian dilaksanakan di kelas XI KCK yang siswanya berjumlah 29 siswa. Dari ke 29 siswa tersebut ada beberapa siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, ada juga sebagian siswa yang memiliki kemampuan menengah, dan banyak juga siswa yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari 1x pertemuan (@ 4 jam pelajaran x 45 menit). Siklus pertama dilakukan pada tanggal 20
310
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Oktober 2016 dan siklus kedua dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2016. Dalam setiap siklus mempunyai langkah-langkah sebagai berikut (1) Perencanaan (2) Tindakan penerapan (3) Tindakan Pengamatan dan (4) refleksi, untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaikinya pada siklus berikutnya. Alur penelitian tindakan kelas yang digunakan disajikan pada Gambar 1. Ya Belum Berhasil ? perencanaan
siklus
Refleksi dan analisis data
Tindak an Pengamatan
Tindakan penerapan
Dengan rincian pelaksanaan kegiatan pertama pada Siklus I, diterapkan tekhnik berupa guessing game kepada siswa dan diharapkan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan melakukan evaluasi untuk mengetahui apakah dengan tekhnik guessing game hasil yang diharapkan sudah tercapai atau belum. Untuk minggu kedua dilaksanakan siklus II dengan perbaikan-perbaikan dari siklus I yang telah dilaksanakan. Dengan perincian waktu sebagai berikut: Pertemuan kesatu siklus II dilaksanakan teknik guessing game kepada siswa dengan beberapa perbaikan dari hasil siklus I yang telah dilaksanakan, setelah itu melaksanakan evaluasi untuk menyimpulkan apakah penelitian ini berhasil atau gagal. HASIL PENELITIAN Siklus 1 Siklus pertama terdiri dari 1 kali pertemuan yang dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2016 selama 4JP (1 kali pertemuan dengan jumlah jam 4 x 45menit). Perencanaan Sebelum melaksanakan tindakan maka perlu tindakan perencanaan. Kegiatan pada tahap ini adalah Penyusunan RPP, pemilihan vocabulary yang sesuai dengan materi, menyiapkan 56 kata sebagai media tentang profesi yang ada di dunia, dan membuat rubrik untuk menilai kegiatan berbicara Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Terdapat enam kegiatan dalam pelaksanaan tindakan, yaitu: Peneliti memberikan penjelasan pada siswa mengenai teknik pelaksanaan model pembelajaran yang akan dilaksanakan, siswa diminta untuk membentuk kelompok yang terdiri dari 5 siswa, setiap kelompok membuat barisan, siswa yang berada paling depan diminta untuk maju, meletakan kertas di atas kepalanya dan menebak kata yang ada diatas kepalanya dengan bantuan dari temannya yang ada didepannya dengan memberikan deskripsi tentang kata tersebut, jika
311
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
siswa tersebut sudah berhasil menebak kata, maka siwa tersebut bisa kembali kebarisannya, dan siswa yang tadi memberi deskripsi menggantikan temannya yang berada di depan untuk menjawab kata yang ada diatas kepalanya. Kegiatan tersebut dilakukan selama 10 menit dan pemenangnya adalah kelompok yang paling banyak bisa menebak kata dengan benar dan jumlah waktu yang paling sedikit. Pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung: Peneliti mengamati apakah langkah-langkah yang direncanakan sudah sesuai dan terlaksana dengan baik, peneliti melihat perkembangan siswa selama melaksanakan teknik guessing game yang telah diterapkan (apakah siswa mengalami kesulitan atau tidak pada teknik guessing game ini), dan peneliti melakukan penilaian terhadap individu maupun kelompok yang telah melakukan guessing game. Pelaksanaan tindakan dan observasi dideskripsikan sebagai berikut. Dalam kegiatan pendahuluan, peneliti melakukan aktivitas menanyakan kembali kepada siswa tentang vocabulary tentang pekerjaan yang sudah diberikan oleh peneliti pada pertemuan sebelumnya dan siswa diminta untuk mendeskripsikannya. Peneliti menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu dengan melakukan teknik guessing game tentang pekerjaan, siswa dapat berbicara Bahasa Inggris dengan semangat walau pun hanya beberapa kata. Dalam kegiatan inti peneliti mengulas dan mempertegas lagi materi pekerjaan yang dijadikan game dan peneliti juga memberikan contoh cara memainkan permainan guessing game. Contoh: peneliti mengambil salah satu media (dalam hal ini kertas yang telah ditulisi kata pekerjaan) dan meletakkannya di atas kepalanya dan meminta siswa untuk mendeskripsikan kata tersebut dalam Bahasa Inggris, kemudian peneliti menebak kata yang tertera di atas kepalanya berdasarkan deskripsi kata atau kalimat dari siswa. Setelah itu siswa diminta untuk berbaris dengan kelompoknya, siswa yang berada pada barisan terdepan maju kemeja dan mengambil kertas media dan meletakan diatas kepalanya tanpa melihat kata tersebut dan langsung menghadap ke kelompoknya, siswa kedua langsung memberikan deskripsi untuk kata tersebut sampai siswa kesatu bisa menjawab kata tersebut dengan benar (jika siswa kesatu tidak bisa menjawab bisa berkata pas) setelah itu siswa ke satu kembali kebarisan kelompoknya yang paling belakang, sedangkan siswa kedua maju ke depan untuk mengambil media kertas dan meletakan kata tersebut diatas kepalanya tanpa melihat kata itu, sedangkan siswa ketiga memberikan deskripsi tentang kata yang ada diatas kepala siswa kedua sampai siswa kedua bisa menjawabnya atau bilang pas.(kegiatan ini berlangsung sampai waktu atau media habis, sedangkan kegiatan siswa ketiga, keempat dan kelima adalah menunggu giliran jika siswa kesatu dan kedua selesai). Dari ilustrasi di atas peneliti mengajak siswa berinteraksi pada kegiatan inti melalui dialog berikut: T Can : you mention kinds of job that I give to you? (peneliti menunjuk siswa satu persatu untuk menjawab pertanyaan peneliti) S Teacher, : pilot, lawyer, lecturer, typist, president, minister, policeman,etc” T Can : you describe them? “ S Teacher : is someone who teach students at school” T Excellent. : How about others?” S Policeman : is someone who manage traffic light”
312
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
T Good. : OK I think every body already understand about this material, so now, lets we start to play guessing game”. Siswa diminta untuk membuat kelompok. Pada fase pembentukan kelompok, siswa aktif terlibat dalam pembentukan kelompok. T (menunjuk : siswa 1, 2, 3, 4, 5, dst.) lets you say 1, 2, 3, 4, 5 (menunjuk siswa 6, 7, 8, 9, 10) say 1, 2, 3, 4, 5 (dilakukan sampai siswa habis) now, please make a group with your friends who have same number. S (Mencari : teman yang mempunyai angka yang sama pada saat berhitung, misalnya angka 1 berkelompok dengan teman-temannya yang mempunyai angka 1, dan seterusnya). Setelah kelompok terbentuk yang terdiri dari 5 group, peneliti menerangkan langkahlangkah yang harus dilakukan oleh siswa dalam permainan guessing words tersebut. TListen : to me please! the 1st student take the paper on the table and take it on your head, after that you must answer the words with your friends description (2nd student), if the 1st students can answer the word or say pass, she/he must go to the group and make line in the back and the 2nd student move in front of and take a paper on the table and take it on her/his head (same activity with the first) and the 3rd,4th ,5th students wait the student in front of them. And I will give time 10 minutes for each group. Do you understand? S Yes, : Mam Setelah itu siswa diminta untuk memulai permainan guessing words dengan aba-aba dari peneliti, setelah hitungan ketiga permainan sudah bisa dimulai dengan waktu kegiatan selama 10 menit dan jumlah media sebanyak 10 kata untuk masing-masing kelompok. Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok. Permainan dimulai dari kelompok ke satu sedangkan kelompok yang lain (kelompok 2, 3, 4 dan 5) memperhatikan teman-temannya yang sedang melakukan permainan sehingga memperkecil kemungkinan untuk kelompok yang sedang bermain untuk berbuat curang.
313
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Refleksi Pada tahapan ini peneliti yang juga sebagai peneliti melakukan analisa atas data yang telah didapat pada saat penerapan tekhnik guessing game. Analisa ini digunakan sebagai evaluasi terhadap kinerja permainan apakah memiliki pengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbicara Bahasa Inggris siswa ataukah tidak memiliki pengaruh. Dalam refleksi tahap ini peneliti mengkaji apa yang telah atau belum berhasil dalam penerapan penelitian, apa yang telah dihasilkan dan kenapa hal itu terjadi. Pada tahapan ini peneliti menemukan bahwa dari 10 menit waktu yang diberikan oleh peneliti kepada masing-masing kelompok, kelompok 2 berhasil menyelesaikan 10 kata dalam waktu 8 menit 42 detik, kelompok 5 juga dapat menyelesaikan 10 kata dalam waktu 9 menit 23 detik. kelompok 3 dan 4 berhasil menyelesaikan 9 kata dengan 1 kata pas dalam waktu masing-masing 7 menit 10 detik dan 6 menit 52 detik. Sedangkan kelompok 1 hanya mampu menyelesaikan 7 kata dan 3 kata pas dalam waktu 6 menit 12 detik. Bila dipresentasikan dalam nilai ketuntasan, pada siklus I hanya tercapai 42% yang tuntas dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 12 siswa, dan yg tidak mencapai KKM sebanyak 58% atau 17 siswa yang tidak tuntas dengan total siswa sebanyak 29 siswa dan KKM yang ditetapkan pada KD ini adalah 75 dengan nilai tertinggi adalah 87 dan terendah 54. Dari kegiatan diatas siswa sudah fasih dalam menyebutkan beberapa macam kata pekerjaan seperti police man, police woman, lawyer, office boy, president, minister, teacher, receptionist, singer, actriss, actor, barista, bartender, manager, doctor, motivator, rider, designer, waiter, sailor, dancer, journalist, helper, driver, painter, gardener, trader, baby sister, collector, programmer, receptionist, sailor, tour guide, editor dan translator. Masih banyak juga siswa yang belum fasih dalam menyebutkan kata typist, farmer, trader, coach, lecturer, delivery man, pilot, mechanic, electriciant, author, fisherman, photographer, chef, pharmacist, rider, barber, soldier, dentist and stewardess. Dari kegiatan pembelajaran guessing game terlihat bahwa pembelajaran sudah mulai efektif dan menyenangkan hal ini terlihat dari raut wajah siswa yang ceria dan gembira dalam proses pembelajaran guessing game ini. Selain itu kesan yang disampaikan oleh observer juga menyatakan bahwa kegiatan ini berjalan dengan baik dan lancar karena siswa terlihat senang walaupun masih banyak hal yang nantinya harus diperbaiki pada siklus II yaitu masih kurangnya penguasaan vocabulary oleh siswa, masih sulitnya siswa membuat deskripsi tentang pekerjaan sehingga pada siklus ke I ini siswa hanya menyebutkan kata kunci yang membentuk deskripsi kata pekerjaan yang dimaksudkan dalam media. Oleh karena itu kegiatan yang menyenangkan seperti ini harus ditunjang dengan penguasaan vocabulary yang cukup agar siswa lebih bersemangat dan mau berbicara Bahasa Inggris walaupun masih hanya beberapa kata. Dengan harapan setelah berbicara beberapa kata siswa akan bisa membuat kalimat dan bisa berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris. Merujuk dari hasil Refleksi siklus I, ternyata masih ada kekurangan terutama dalam jumlah kelompok yang menurut peneliti masih terlalu banyak sehingga dalam siklus II nanti penulis akan merubah jumlah kelompok menjadi 3 orang siswa yang awalnya berjumlah 5 orang siswa, dan dikarenakan jumlah kelompok yang semakin banyak maka jumlah waktu yang semula 10 menit, pada siklus II ini menjadi 7 menit. Yang paling mendasar adalah penekanan speaking siswa dalam membuat kalimat deskripsi tentang media (kata) pekerjaan, karena pada siklus I para siswa hanya membuat kata kunci tentang media (kata) pekerjaan.
314
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Siklus II Siklus kedua ini dilakukan pada tanggal 25 Oktober dan dilakukan dalam 1 kali pertemuan dengan jumlah 4 JP (1 kali pertemuan dengan jumlah jam 4 x 45 menit). Perencanaan Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian siklus I yang masih belum tercapai. Upaya perbaikan siklus I pada siklus II ini diperlukan untuk mengatasi kekurangan pada siklus I, yaitu dengan menggubah jumlah kelompok yang awalnya berjumlah 5 kelompok menjadi 8 kelompok agar para siswa terlibat aktif sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Siklus kedua terdiri dari 1 kali pertemuan pada tanggal 25 oktober 2016. Pelaksanaan pembelajaran di siklus II sama dengan di siklus I yaitu kegiatan pendahuluan dengan memberi salam, absensi, memberi motivasi dan menanyakan kembali jenis-jenis pekerjaan yang telah dipelajari minggu kemarin dan meminta siswa untuk mendeskripsikannya. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Setelah itu peneliti meminta siswa untuk membuat kelompok, hanya saja anggota kelompoknya tidak berjumlah 5 siswa tetapi berjumlah hanya 3 atau 4 siswa saja dengan waktu yang juga lebih sedikit dari siklus I yaitu hanya 7 menit. Selain itu pada siklus II ini peneliti benar-benar memberikan penekanan kepada siswa untuk berbicara dengan membuat kalimat pada saat memberikan deskripsi tentang pekerjaan bukan memberikan kata kunci (key word) yang hanya 1–2 kata. Dari ilustrasi di atas peneliti mengajak siswa berinteraksi pada kegiatan inti melalui dialog berikut: TTell: me kind of job do you remember and give the description? (peneliti menunjuk siswa satu persatu untuk menjawab pertanyaan peneliti) S Fisherman : is someone who looking for fish in the sea. TExcellent. : How about others? S Policeman : is someone who manage traffic light. TGood. : OK I think every body already understand about this material, so now, lets we start to play guessing game. Siswa diminta untuk membuat kelompok. Pada fase pembentukan kelompok, siswa diminta untuk memilih sendiri teman kelompoknya yang terdiri dari 3 atau 4 orang. TPlease : make a group, one group include 3 or 4 people and you can choose your friends by yourself. S Mam, : How if I have 5 people in my group? TNo,: maximum only 4 people.so, please looking for another group S Ok: mam Setelah itu kelompok terbentuk menjadi 8 kelompok, peneliti menerangkan langkahlangkah yang harus dilakukan oleh siswa dalam permainan guessing words tersebut. TListen : to me please! the 1st student take the paper on the table and take it on
315
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
your head, after that you must answer the words with your friends description (2nd student), if the 1st students can answer the word or say pass, she/he must go to the group and make line in the back and the 2nd student move in front of and take a paper on the table and take it on her/his head (same activity with the first)and the 3rd,4th ,5th students wait the student in front of them. And I will give time 10 minutes for each group.Do you understand? S : Yes Mam. Setelah itu siswa diminta untuk memulai permainan guessing words dengan aba-aba dari peneliti, setelah hitungan ketiga permainan sudah bisa dimulai dengan waktu kegiatan selama 7 menit dan jumlah media sebanyak 6 kata untuk masing-masing kelompok. Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok. Permainan dimulai dari kelompok ke satu sedangkan kelompok yang lain memperhatikan kelompok yang sedang melakukan permainan sehingga memperkecil kemungkinan untuk kelompok yang sedang bermain untuk berbuat curang. Kelompok yang berhasil menebak media (kata) paling banyak dan jumlah waktu paling sedikit itulah yang dinyatakan sebagai pemenang. Peneliti memilih 3 kelompok sebagai juara ke 1, ke 2 dan ke 3 dan tidak lupa juga peneliti memberikan hadiah untuk para juara agar mereka merasa semakin senang dan terus bersemangat untuk belajar Bahasa Inggris pada umumnya dan belajar speaking pada khususnya. Refleksi Pada siklus II ini peneliti menemukan bahwa dari 8 kelompok yang bermain dalam tekhnik Guessing game ini hanya 2 kelompok yang masih kurang aktif berbicara yaitu kelompok 1 dan kelompok 3 yang dapat menjawab 4 kata dalam waktu 6 menit 5 detik, dan kelompok 3 hanya mampu menjawab 2 kata dalam waktu 6 menit 30 detik, sedangkan kelompok 2, 4, 5, 6, 7 dan 8 sudah lebih aktif berbicara. Dari 6 kosa kata yang diberikan oleh peneliti hampir semua kata dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 7 menit hanya kelompok 4 dan 5 yang melewatkan 1 kata karena pas (tidak dapat menjawab). Bila dipresentasikan dalam nilai ketuntasan, pada siklus II ini terjadi peningkatan yang signifikan terhadap para siswa dalam berbicara bahasa inggris karena mereka berusaha untuk membuat deskripsi tentang pekerjaan yang dimaksudkan pada guessing words tersebut tercatat siswa yang tuntas dan mencapai KKM sebanyak 72% dengan jumlah siswa sebanyak 21 siswa, dan yg tidak tuntas dan belum mencapai KKM sebanyak 28% atau 8 siswa dengan total siswa sebanyak 29 siswa dan KKM yang ditetapkan pada KD ini adalah 75 dengan nilai tertinggi adalah 94 dan terendah 54. Dari kegiatan di atas siswa sudah fasih dalam menyebutkan macam-macam kata pekerjaan seperti police man, police woman, lawyer, office boy, president, minister, teacher, receptionist, singer, actriss,actor, barista, bartender, manager, doctor, motivator, rider, designer, waiter, sailor, dancer, journalist, helper, driver, painter, gardener, trader, baby sister, collector, programmer, receptionist, sailor, tour guide, delivery man, dentist, pilot, fisherman, photographer,editor dan translator. Tapi masih ada juga siswa yang belum fasih dalam menyebutkan kata typist, coach, lecturer, mechanic, electriciant, author, chef, pharmacist, rider, barber, soldier, and stewardess.
316
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Dari kegiatan pembelajaran guessing game terlihat bahwa pembelajaran sudah efektif dan menyenangkan hal ini terlihat dari raut wajah siswa yang ceria dan gembira pada awal pembelajaran, proses pembelajaran dan akhir pembelajaran. Berdasarkan pada pelaksanaan siklus II dari pertemuan pertama dan kedua peneliti mengadakan tinjauan dan identifikasi terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran berbicara melalui teknik guessing game. Adapun hasil dari identifikasi menunjukkan bahwa siswa menjadi lebih percaya diri dan termotivasi untuk berbicara didepan umum dalam proses pembelajaran khususnya dalam berbicara melalui teknik guessing game. Siswa juga antusias dalam berpartisipasi dalam pembelajaran dengan menggunakan game. PEMBAHASAN Setelah melakukan siklus I ditemukan bahwa siswa yang tuntas dalam KD 2.3 hanya tercapai 42% dengan jumlah siswa sebanyak 12 siswa, dan yg tidak mencapai KKM sebanyak 58% atau 17 siswa dengan total siswa sebanyak 29 siswa dengan nilai tertinggi adalah 87 dan terendah 54. Sedangkan pada siklus II ini terjadi peningkatan yang signifikan terhadap para siswa dalam berbicara bahasa inggris karena mereka berusaha untuk membuat deskripsi tentang pekerjaan yang dimaksudkan pada guessing words tersebut. Tercatat siswa yang tuntas dan mencapai KKM sebanyak 72% dengan jumlah siswa sebanyak 21 siswa, dan yang tidak tuntas dan belum mencapai KKM sebanyak 28% atau 8 siswa dengan total siswa sebanyak 29 siswa dan KKM yang ditetapkan pada KD ini adalah 75 dengan nilai tertinggi adalah 94 dan terendah 54. Sehingga dengan ini penelitian dinyatakan berhasil dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris dengan menggunakan teknik guessing game. Faktor dominan yang dapat meningkatkan kemampuan siswa pada siklus II ini adalah karena siswa sudah familiar dengan kata-kata pekerjaan dan juga deskripsinya yang sudah dipelajari satu minggu sebelumnya, selain itu siswa merasa senang dan termotivasi dalam pembelajaran bahasa Inggris karena mereka belajar sambil bermain, Anggota kelompok yang sedikit (3 atau 4 orang) yang mereka pilih sendiri juga membuat mereka merasa nyaman dan senang dan yang terakhir adalah adanya hadiah membuat siswa-siswa menjadi lebih bersemangat untuk menjadi juara. Hambatan yang dirasakan peneliti pada saat siklus kedua adalah masih adanya siswa yang kurang konsentrasi pada saat kelompok yang lain bermain sehingga diperlukan kegiatan lain nya atau perlunya peneliti memberikan instruksi yang jelas sehingga siswa pada kelompok yang lain bisa berkonsentrasi pada permainan kelompok lain yang sedang melakukan aktivitas. SIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini peneliti mengambil kesimpulan bahwa hasil dari model pembelajaran yang telah diterapkan pada peserta didik kelas XI KCK kota Batu yakni guessing game, melalui beberapa tahapan (siklus) sebagai berikut: Prosses planning- Tindakan pelaksanaan Pengamatan – Refleksi dan analisis data. Dari beberapa tahapan tersebut, menghasilkan keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berbicara Bahasa Inggris dengan teknik guessing game. Dengan kombinasi dan perbandingan nilai siklus 1 dan nilai siklus 2 telah membuktikan akan progres peserta didik kelas XI KCK.
317
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Saran yang dapat dipaparkan dalam penelitian ini adalah agar peneliti dan peneliti selanjutnya menerapkan model pembelajaran guessing game dalam pembelajaran Bahasa Inggris khususnya materi speaking.
Daftar Rujukan Allen, Edward David & Vallete, Rebecca M. 1997. Classroom Technique Foreign Language and English as Second Language. London: Harcourt Brace Jovanovida, Inc. Hurlock, E. B. (1991). Psikologi Perkembangan suatu Pendidikan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti & Soedjarwo. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga Tarigan, Henry Guntur. 2000. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
318
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS MELALUI MEDIA POHON KATA PADA SISWA KELAS X TKJ DI SMK ISLAM BATU Siti Kuwatiningsih SMK ISLAM Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa pada mata pelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan pohon kata. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dilakukan 2 siklus. Setiap siklus berisi empat kegiatan: perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Islam Batu kelas X TKJ dengan jumlah siswa sebanyak 25 anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan media pohon kata dapat meningkatkan keterampilan menulis siswa SMK Islam Batu. Kata kunci: peningkatan, pohon kata, keterampilan menulis
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 1). Apa pun kegiatan di sekolah, semuanya dirancang dan dilaksanakan semata-mata untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada pada siswa. Sudah menjadi naluri bahwa anak-anak sangat tertarik dengan yang disebut permainan, dengan demikian bagaimana caranya menjadikan permainan yang disukai oleh anak-anak itu menjadi suatu pembelajaran bahasa Inggris yang menarik dan menyenangkan. Menguasai Bahasa Inggris tampaknya sudah merupakan kebutuhan dan keharusan dewasa ini. Hal ini ditandai dengan bahasa Inggris sudah mulai diajarkan sejak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai mata pelajaran muatan local. Maka tidak ada salahnya kalau kegemaran bermain ini dimanfaatkan untuk menyampaikan materi ajar. Hasil observasi terhadap pembelajaran menulis di kelas X TKJ (25 siswa) menunjukkan sebagai berikut. Siswa-siswi kelas X TKJ sangat lemah atau mengalami kendala dalam menulis sehingga hasil belajar siswa kurang dari rata-rata atau masih dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan sekolah, yakni 78. Dari tes menulis harian ditemukan sebanyak 2 siswa yang tuntas dan 23 siswa belum tuntas. Rendahnya kemampuan menulis tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut, yakni (1) belum optimalnya pemanfaatan media pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam belajar, (2) kurangnya pemahaman struktur dalam kalimat, (3) kosakata yang dimiliki siswa masih kurang, serta (4) kurangnya minat menulis. Dari faktor penyebab tersebut yang perlu memperoleh perhatian adalah belum optimalnya media pembelajaran. Dalam rangka pengembangan keterampilan berbahasa, menggunakan media merupakan sarana untuk mempermudah guru dalam menyampaikan materi kepada siswa sehingga siswa lebih cepat memahami dan menyerap materi yang disampaikan guru. Selain itu, pembelajaran lebih hidup sehingga menjadi pembelajaran yang
319
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
menyenangkan. Penggunaan metode bermain dalam pembelajaran bahasa sangat penting. Hal ini dijelaskan oleh Vygotsky (dikutip oleh Ramadhan dan Damayanti, 2015:942) bahwa terjadinya percakapan anak dengan dirinya sendiri merupakan gambaran bahwa anak sedang dalam tahap penggabungan pikiran dan bahasa sebagai satu kesatuan. Ketika anak bermain dengan temannya, mereka juga saling berkomunikasi dengan menggunakan bahasa anak, dan itu berarti secara tidak langsung anak belajar bahasa. Pada kenyataannya, masih banyak pembelajaran yang belum membudayakan penggunaan media pembelajaran sehingga pembalajaran masih berpusat pada guru yang masih menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pembelajaran. Siswa masih bersifat pasif dan juga masih sangat sedikit interaksi siswa pada saat pembelajaran. Penggunaan media atau alat bantu disadari oleh praktisi pendidikan sangat membantu aktivitas proses pembelajaran baik di dalam maupun di dalam kelas, terutama menghidupkan kembali pembelajaran dan membantu prestasi belajar siswa sehingga penggunaan media seharusnya bisa lebih dibudayakan dalam proses pembelajaran. Media pohon kata dapat menjadi pilihan yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis karena dalam penggunaannya, siswa diajak bermain kartu kalimat yang dipasang pada pohon kata sehingga interaksi antar siswa lebih banyak dan pembelajaran menjadi lebih aktif serta menarik. Oleh karena itu, media pohon kata ini diharapkan mampu memberikan stimulus ke siswa untuk memahami struktur dalam kalimat. Penggunaan media pohon kata ini pernah diteliti oleh Ramadhan dan Damayanti (2015) dengan judul Pengaruh Penggunaan Media Pohon Kata terhadap Penguasaan Kosakata Siswa dalam Mengenal Teks Deskriptif di Kelas 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media pohon kata memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penguasaan kosakata siswa. Selain itu, selama pelaksanaan pembelajaran siswa merasa merasa senang sehingga mereka memiliki semangat dan motivasi dalam mengikuti pembelajaran. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Marlinda (2014) dengan judul Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengenal Huruf melalui Media Pohon Huruf (Penelitian Tindakan Kelas pada Kelompok A di TK Mafhadhol Tambang Sawah Kabupaten Lebong Propinsi Bengkulu). Adanya peningkatan atau pun kemajuan pada nilai rata-rata kelas dan persentase ketuntasan belajar secara klasikal menunjukkan bahwa pengunaan media pohon huruf di dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan mengenal huruf pada anak. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Fitrianingsih & Lestari (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Media Pembelajaran Pohon Aksara untuk Meningkatkan Kemampuan Calistung pada Program Keaksaraan Fungsional di UPTD Skb Gudo Kabupaten Jombang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil penerapan media pohon aksara untuk meningkatkan kemampuan calistung di UPTD SKB Gudo yang berbunyi ada pengaruh penerapan media terhadap kemampuan calistung. METODE Pada penelitian ini, peneliti menerapkan penelitian tindakan kelas (PTK) yang merupakan penelitian praktis yang dapat digunakan untuk memperbaiki pembelajaran di kelas. Penelitian tindakan kelas menggunakan 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu planning, implementation, observation dan reflection (Kemmis dan McTaggart, 1992:11)
320
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Pada tahap planning ini peneliti menyediakan pohon kata dan RPP. Pada tahap implementation, peneliti mengajar sesuai dengan langkah-langkah seperti yang tercantum pada RPP. Pada tahap ini siswa diberikan paragraf pendek yang berisi kalimat simple past tense. Mereka diminta untuk menemukan pattern dari kalimat dengan teman-teman dalam kelompoknya. Proses menemukan pattern ini dilakukan sendiri oleh siswa tanpa bantuan guru. Setelah itu, pattern yang sudah ditemukan siswa tadi dibahas dalam diskusi kelas yang dipimpin oleh guru. Siswa berkelompok menggunakan pohon kata yang telah dibuat oleh kelompok lain untuk menyusun kalimat past tense. Ini merupakan langkah reinforcement penguasaan pattern. Kepada siswa diminta untuk membuat kalimat past tense yang baru dipelajarinya sebanyak mungkin berlomba dengan kelompok lain yang telah disediakan di pohon kata. Pada tahap observation dilakukan pengamatan pada proses pembelajaran dan penilaian terhadap hasil belajar siswa. Yang menjadi observer adalah para guru sejawat. Tahap reflection: pelaksanaan pembelajaran dievaluasi untuk melihat kelebihan dan kekurangan dari penggunaan media pohon kata. Hasil refleksi siklus 1 menjadi masukan siklus 2. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas X TKJ di SMK Islam yang beralamat di Jalan Barat Stadion Brantas Batu, Provinsi Jawa Timur. Kelas tersebut berjumlah 25 orang siswa dan siswi, yaitu 24 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. HASIL DAN BAHASAN Hasil penelitian ini berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan menulis menggunakan media pohon kata di kelas X TKJ pada SMK Islam Batu. Siklus 1 Siklus pertama dilakukan pada hari Rabu, 19 Oktober 2016 pada jam ke-5 dan 6. Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut. Perencanaan Tindakan Pada tahap ini dilakukan beberapa hal yang perlu disiapkan oleh peneliti sebelum melaksanakan pembelajaran yaitu (a) membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), (b) menyiapkan pohon dari hasil prakarya siswa, (c) membuat short paragraph, (d) menyiapkan potongan kata yang diambil dari internet, (e) menyiapkan kertas warna yang akan digunakan untuk menempelkan potongan kata serta menyiapkan daftar penilaian siswa. Media pohon kata dapat diperhatikan pada Gambar 1. Pelaksanaan Tindakan Dalam pelaksanaan tindakan peneliti menerapkan langkah-langkah yang ada di dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan seefektif mungkin serta membutuhkan waktu 1 kali pertemuan, yaitu 2 x 45 menit. Pada kegiatan pendahuluan guru memberikan ucapan salam, guru mengecek kehadiran siswa, guru membagi kelompok sesuai nomor absen lalu menyuruh siswa berkumpul sesuai dengan kelompok masing-masing (lihat gambar 2). Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan inti dimana guru membagi lembaran soal ke siswa( kelompok) yang berisi short paragraph untuk dibaca dan dianalisis dengan waktu10 menit. Lalu siswa diharapkan bisa menuliskan kata kerja yang terdapat di dalam short paragraph di papan tulis dan dibahas dengan kelompok lain, kemudian siswa dan guru mengoreksi bersama-sama dari hasil kerja perkelompok tersebut. Ternyata dari 5 kelompok yang
321
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
menuliskan hasil diskusinya hanya tiga kelompok itupun masih ada yang salah dalam menentukan kata kerja.Setelah itu guru mengajak siswa untuk menentukan kata kerja hasil temuan mereka itu termasuk verb bentuk berapa? Lalu guru dan siswa menyimpulkan verb bentuk dua itu dipakai untuk mengekspresikan kalimat past tense. Baru setelah semua siswa paham akan bentuk kalimat past tense guru membagikan pohon kata ke setiap kelompok di mana pada setiap ranting pohon tersebut terdapat kata yang diacak dan dengan bantuan kamus yang terbatas jumlahnya siswa diharapkan mampu untuk menyusun menjadi kalimat past tense. Mereka dibuat secara kelompok supaya termotivasi untuk berlomba dengan teman serta kelompok lain.
Gambar 1: Media Pohon Kata
Gambar 2: Siswa mulai mengerjakan soal-soal yang ada di
Pohon Kata
Kegiatan siswa dilanjutkan dengan guru menanyakan ke siswa sebelum proses pelajar mengajar berakhir yaitu tentang pelajaran apa yang mereka dapatkan hari ini. Siswa X TKJ menjawab dengan semangat bahwa mereka telah mendapat pembelajaran menulis kalimat yang berbentuk past tense dan mereka merasa senang. Pengamatan Disiklus satu ini peneliti mencatat jalannya pembelajaran menggunakan Pohon Kata untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa dalam bahasa Inggris dari pendahuluan, kegiatan inti sampai dengan penutup. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan media Pohon Kata bisa membuat siswa termotivasi untuk belajar menulis dan bekerja sama dengan teman sekelas yang menyenangkan sebab disamping mereka belajar juga mengajak siswa bermain dan suasana kelas tidak membosankan. Berdasarkan penilaian menulis yang dilakukan oleh guru ditemukan bahwa 20% (5 orang) siswa menunjukkan keberhasilan mencapai KKM (78) sedangkan 80% (20 orang)siswa belum mencapai KKM. Refleksi Setelah pembelajaran selesai guru melakukan refleksi bersama observer/pengamat untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang terjadi selama proses pembelajaran di dalam kelas selama menggunakan media pembelajaran Pohon Kata. Hasil temuan observer atau pengamat menunjukkan bahwa pengunaan Pohon Kata dapat digunakan sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan menulis Bahasa Inggris siswa kelas X TKJ dengan mengamati antusias siswa untuk menyusun kata yang diacak menjadi kalimat past tense serta siswa merasa senang dalam mengikuti pembelajaran yang suasana kelasnya tidak membosankan atau monoton karena mereka berebut daun yang berisi
322
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
penggalan kata untuk dirangkai menjadi kalimat past dengan teman satu kelompoknya dan bersaing dengan kelompok lainnya. Sementara itu, kelemahan yang tampak adalah masih ditemukan siswa yang kurang aktif dikelompoknya, bercanda, siswa banyak yang tidak membawa kamus sehingga untuk mencari arti kata mereka harus menunggu temannya selesai dan ternyata soal yang diberikan guru rangkaiannya terlalu panjang sehingga mereka merasa kesulitan. Berdasarkan hasil refleksi tersebut diatas, guru perlu melanjutkan pembelajaran di siklus yang ke 2. Siklus 2 Merujuk dari hasil Refleksi siklus 1 ternyata masih ada kekurangan yaitu jumlah anggota kelompok yang menurut peneliti masih terlalu banyak sehingga dalam siklus 2 diubah menjadi 3 orang dari yang semula 5 orang per kelompok. Hal ini dimaksudkan supaya semua siswa lebih aktif dalam menyusun kalimat. Perencanaan Tindakan Siklus kedua dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu pada hari Senin, 31 Oktober 2016 pada jam ke 3-4 serta hari Rabu 2 Nopember 2016 pada jam ke 5-6. Dalam tahap perencanaan siklus 2 ini peneliti mempersiapkan RPP, media pohon kata serta rubrik penilaian yang disesuaikan dengan langkah-langkah yang telah dibuat pada penelitian tindakan kelas siklus ke 2 yang akan diteliti oleh peneliti. Pelaksanaan Tindakan Siklus kedua ini terdiri dari 2 kali pertemuan (1 kali pertemuan dengan jumlah jam 2x45 menit). Pelaksanaan tindakan pada Siklus kedua ini dideskripsikan sebagai berikut: Berdasarkan refleksi Siklus 1 ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian Siklus 1 yang masih belum tercapai. Upaya perbaikan Siklus 1 pada Siklus 2 ini diperlukan untuk mengatasi kekurangan pada siklus 1 yaitu guru menambah keterangan atau penjelasan ke siswa bagaimana menyusun kalimat Past tense berdasarkan rumusan yang telah ditemukan oleh siswa sehingga mereka bisa mengaplikasikan. Siswa diijinkan untuk untuk membuka google translate bagi yang mempunyai HP android sedangkan yang tidak punya bisa membuka kamus pribadi atau boleh meminjam diperpustakaan sekolah. Guru membuat kalimat yang akan diletakan di pohon kata dengan menggunakan kata yang sederhana dan yang mudah dipahami siswa kelas x serta susunannya tidak terlalu panjang.
Gambar 3: Siswa mulai menyusun kata yang ada di pohon kata menjadi kalimat Past Tense
323
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pertemuan kedua di siklus 2 adalah pelaksanaan tes, yaitu siswa membuat short paragraph yang bertemakan masa lalu, short paragraph tersebut berisikan minimal lima kalimat dengan waktu yang diberikan I jam pelajaran (45 menit). Pada tes tersebut siswa tetap diijinkan untuk membuka kamus supaya mereka tidak kesulitan dalam mencari kosa kata karena peneliti beranggapan kelas x adalah kelas pemula. Pada waktu tes berlangsung peneliti berkeliling mengawasi siswa yang sedang mengerjakan. Setelah 45 menit semua karangan dikumpulkan dengan tertib. Pengamatan Pengamatan pada tahap ini dilakukan pada aktivitas siswa selama pembelajaran. Hasil pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran untuk pertemuan 1 menggunakan analisis prosentase yaitu:
Dimana satu nomor nilainya 3 dan soal yang tergantung dipohon kata ada 3 nomer. Pada pembelajaran siklus 2 pertemuan 1 terjadi kenaikan prosentase dari 20% menjadi 40% siswa yang sudah tuntas. Tabel Score perolehan pertemuan 1 siklus 2 No Nama Nilai 1. AGR 83 2. APS 100 3. AM 83 4. AZ 67 5. AA 100 6. A 67 7. AFA 17 8. BW 100 9. DA 100 10. DS 11. DR 100 12. DGS 67 13. DHW 83 14. DA 67 15. EBA 11 16. KBA 50 17. LBR 11 18. MFR 17 19. MA 11 20 OPK 100 21. PBS 83 22. RAP 33 23. RDP 67 24. RMA 67 25. SAP 67
324
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Sedangkan untuk pertemuan 2 jumlah prosentase juga mengalami kenaikan yaitu 44%. Score perolehan pertemuan 2 siklus 2 dalam pembuatan short paragraph: No Nama Bahasa Sistematika Isi Jumlah Score 1. AGR 2 3 3 8 89 2. APS 1 2 2 5 56 3. AM 2 3 3 8 89 4. AZ 2 2 3 7 78 5. AA 2 3 2 7 78 6. A 3 3 2 8 89 7. AFA 1 2 2 5 56 8. BW 2 3 3 8 89 9. DA 10. DS 1 3 2 6 67 11. DR 2 3 2 7 78 12. DGS 2 3 2 7 78 13. DHW 1 2 2 5 56 14. DA 2 3 2 7 78 15. EBA 1 2 1 4 44 16. KBA 2 2 2 6 67 17. LBR 1 2 2 5 56 18. MFR 2 2 2 6 67 19. MA 2 2 2 6 67 20. OPK 21. PBS 3 3 3 9 100 22. RAP 1 2 2 5 56 23. RDP 24. RMA 2 3 2 7 78 25. SAP 1 2 2 5 56 Refleksi Refleksi dilaksanakan untuk menentukan apakah tindakan Siklus 2 sudah berjalan dengan baik atau belum. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap aktivitas siswa menunjukan taraf keberhasilan, hal ini sejalan dengan naiknya nilai prosentase yang ditunjukan oleh score perolehan siswa, siswa lebih mudah memahami konsep-konsep penting pada materi menulis peristiwa past tense. Pada Siklus 2 ini suasana kelas lebih mendukung jika dibandingkan dengan Siklus 1. Dalam pelaksanaan tes pada pertemuan 2 Siklus 2 tidak ditemukan adanya siswa yang menyontek, berdasarkan tes yang diberikan pada umumnya siswa sudah mulai dapat menulis short paragraph dengan benar. Dalam tindakan Siklus 2 peneliti mengambil kesimpulan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan Pohon Kata berjalan dengan baik dan lancar. Hal ini membuktikan bahwa media Pohon Kata dapat meningkatkan ketrampilan menulis siswa SMK Islam Batu kelas XTKJ meski belum semua mengalami ketuntasan dalam pembelajaran, namun hampir separuh siswa XTKJ mengalami peningkatan nilai untuk ketrampilan menulis serta termotivasi untuk belajar menulis. Pembahasan
325
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pada Siklus I siswa yang tuntas dalam KD 3.6, 4.7 hanya tercapai 20% dengan jumlah siswa sebanyak 5 siswa dan yang tidak mencapai KKM sebanyak 80% atau 20 siswa dengan total siswa 25. Sedangkan pada Siklus 2 ini terjadi peningkatan meskipun tidak banyak dari 20% menjadi 40% .Pada Siklus 2, selain menyusun kata, siswa juga diberi tugas membuat kalimat dan hasilnya 44% siswa tuntas. Tercatat siswa yang tuntas dan mencapai KKM sebanyak 11 siswa dari 25 dan KKM yang ditetapkan pada KD 3.6, 4.7 ini adalah 78 dengan nilai tertinggi 100 dan terendah 56. SIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini, peneliti mengambil kesimpulan bahwa hasil dari penggunaan media pohon kata yang telah digunakan pada siswa kelas X TKJ Kota Batu menunjukkan adanya peningkatan meskipun peneliti belum merasa puas. Dengan kenaikan dari 20% siswa pada Siklus 1 menjadi 44% siswa di Siklus 2, dapat dikatakan bahwa penggunaan media pohon kata dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa. Namun, karena pada Siklus 2, baru 44% yang tuntas, peniliti masih belum merasa puas, karena prosentasinya masih rendah. Masih perlu dilaksanakan siklus 3 agar siswa dapat belajar tuntas. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut. Bagi guru kelas yang diteliti, agar meneruskan ke Siklus 3 untuk menambah jumlah siswa yang tuntas. Bagi guru Bahasa Inggris yang mengalami problem yang sama, disarankan untuk memanfaatkan media pohon kata dalam pembelajaran yang sudah terbukti berpengaruh dalam pembelajaran. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk melakukan penelitian dalam memanfaatkan media pembelajaran yang berbeda.
Daftar Rujukan Fitrianingsih, M.N. & Lestari, G.D. 2014. Penerapan Media Pembelajaran Pohon Aksara untuk Meningkatkan Kemampuan Calistung pada Program Keaksaraan Fungsional di UPTD SKB Gudo Kabupaten Jombang. ejournal.unesa.ac.id/article/6908/14/ article.pdf Kemmis, S. dan McTaggart, R. 1992. The Action Research Planner (3rd edition). Melbourne: Deakin University Press. Marlinda, D. 2014. Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengenal Huruf melalui Media Pohon Huruf (Penelitian Tindakan Kelas pada Kelompok A di TK Mafhadhol Tambang Sawah Kabupaten Lebong Propinsi Bengkulu). Bengkulu: Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bengkulu, http://repository.unib.ac.id/8643/1/I,II,III,II-14-pdf Ramadhan, A.F dan Damayanti, M.I. 2015. Pengaruh Penggunaan Media Pohon Kata terhadap Penguasaan Kosakata Siswa dalam Mengenal Teks Deskriptif di Kelas 1. JPGSD 03(02): 941-950. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Jakarta: Depdiknas.
326
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
PENERAPAN INQUIRI LEARNING DENGAN BANTUAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KETRAMPILAN KOMUNIKASI PADA MATERI DINAMIKA KEPENDUDUKAN SISWA KELAS XI IPS MATA PELAJARAN GEOGRAFI SMAK YOS SUDARSO BATU Maria Cicilia Tri P SMAK Yos Sudarso Batu
[email protected] Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar dan ketrampilan mengkomunikasikan data degan menerapkan model pembelajaran inquiry yang berbantuan Jagsaw. Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri atas dua siklus. Siklus pertama dilakukan dalam dua kali pertemuan, dimulai dengan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Siklus kedua menerapkan model yang sama dibantu dengan model Jigsaw. Siklus I dilakukan pada tanggal 18 dan 19 Oktober 2016. Siklus II pada tanggal 25 Oktober 2016. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS SMA Katolik Yos Sudarso Batu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan inquiry dengan bantuan Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar geografi dan keterampilan mengkomunikasikan data. Kata Kunci: Inquiry learning, Jigsaw, Hasil Belajar Geografi dan Keterampilan Komunikasi
Perbaikan mutu pendidikan di Indonesia perlu dilakukan secara terus menerus dengan mengadakan pembaharuan-pembaharuan dalam berbagai aspek pendidikan, seperti pembaharuan di bidang kurikulum, pengajaran, peralatan dan lainnya. Usaha pembaharuan tersebut diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan agar tidak selalu tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Mutu pendidikan pada umumnya diartikan sebagai gambaran tentang sejauh mana suatu lembaga pendidikan berhasil mengubah tingkah laku anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Salah satu Upaya perbaikan mutu perbaikan pendidikan tersebut adalah dengan melakukan penelitian tindakan kelas. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses menyebutkan bahwa setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Oleh karena itu setiap satuan pendidikan perlu melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran dengan strategi yang benar untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan. Pawartani 2013 (dalam Karokaro, 2013) menjelaskan bahwa selama ini keaktifan siswa dalam proses belajar dirasakan sangat kurang, karena selama aktivitas belajar siswa di dalam kelas tidak memicu keaktifan siswa karena guru cenderung mengajar dengan metode ceramah. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Donan 2013 (dalam Meldawati, 2015) bahwa
327
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
permasalahan yang muncul terkait dengan metode adalah penggunaan metode ceramah yang lebih dominan karena penggunaan metode ceramah secara terus menerus tanpa diselingi dengan metode lain akan membuat siswa merasa bosan sehingga hilang konsentrasinya dalam mengikuti pelajaran. Sesuai Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan domain sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang memiliki karakteristik berbeda untuk masing-masing mata pelajaran. Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Pencapain kompetensi tersebut berkaitan erat dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh sebab itu, guru harus merencanakan pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum dengan menggunakan pendekatan saintifik dan model pembelajaran yang mendorong kemampuan peserta didik untuk melakukan penyingkapan/penelitian, serta dapat menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok. Pendidik disarankan untuk menggunakan menggunakan model pembelajaran antara lain model inkuiri, discovery, problem, dan projek. Berdasarkan observasi awal mata pelajaran geografi kelas XI IPS di SMAK Yos Sudarso Batu diketahui bahwa prestasi belajar geografi di kelas XI IPS tergolong rendah khususnya pada materi dinamika dan masalah kependudukan, rata rata hasil ulangan harian yang diperoleh 63 dari kriteria ketuntasan minimal 75. Rendahnya kemampuan hasil peserta didik kelas XI IPS di SMAK Yos Sudarso Batu adalah suatu kekurangan yang harus diperbaiki didalam kelas. Hal ini terlihat dari kurangnya kemampuan peserta didik dalam memberikan analisis pemecahan masalah yang ada dalam materi pelajaran Geografi dikaitkan dengan permasalahan yang ada dilapangan dan disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik, peta ataupun peta konsep. Hasil refleksi awal menunjukkan bahwa rendahnya hasil belajar geografi tersebut diakibatkan oleh model pembelajaran yang kurang tepat. Pembelajaran banyak didominasi metode ceramah dengan alasan efisiensi waktu dan lebih mudah untuk dilakukan. Dengan ceramah, materi yang banyak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Hal ini terjadi karena dalam metode ceramah hanya sekedar pemberian informasi saja tanpa penanaman pemahaman yang mendalam. Banyak penelitian menunjukkan bahwa metode ceramah memiliki banyak kelemahan oleh Pawartani, 2013; Donan, 2013, Fadilah, 2013 (dalam Karokaro, 2015). Untuk memaksimalkan hasil belajar dari ketrampilan siswa kelas XI IPS SMAK Yos Sudarso maka metode inquiri dipergunakan karena pembelajaran Inquiry merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Menurut Sanjaya (2007) Inquiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekan pada proses berpikir kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Inquiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung, tetapi peserta didik diberikan peran untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran sedangkan guru
328
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
berperan sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik untuk belajar (Sudrajat, 2011). Pemberian peran dan tanggung jawab kepada peserta didik akan memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik. Harapannya melalui penemuan masalah dan pencarian solusi dari suatu masalah, proses memahami suatu konsep, proses menganalisis suatu permasalahan akan lebih cepat terserap oleh peserta didik. Proses Inquiri Learning dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) merumuskan masalah, kemampuan yang dituntut adalah: (a) kesadaran terhadap masalah, (b) melihat pentingnya masalah, dan (c) merumuskan masalah, (2) mengembangkan hipotesis, kemampuan yang dituntut adalah: (a) menguji dan menggolongkan data, (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis, dan merumuskan hipotesis, (3) Menguji jawaban tentatif, kemampuan yang dituntut adalah: (a) merakit peristiwa, terdiri dari: mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari: mentranslasikan, menginterpretasikan dan mengklasifikasikan data, (c) analisis data, terdiri dari: melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, serta mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan, (4) menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan, (5) menerapkan kesimpulan dan generalisasi. Perkembangan peserta didik pada usia remaja, menurut Piaget (Pristiadi, tanpa tahun) tergolong kepada periode formal dimana peserta didik sudah mampu menggunakan penalaran logis dalam perkembangan kognitifnya dalam setiap pemecahan masalah hipotesis. Karena itu peran guru tidak lagi menjadi pusat pembelajaran melainkan sebagai fasilitator sesuai dengan perkembangan usia peserta didik. Selaras dengan hal ini, Vygotsky, (dalam Nur, 2000) menyatakan bahwa: (1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui; (2) bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual; (3) peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran peserta didik. Kegiatan pembelajaran dengan model Inqury yang mencakup mengobservasi, melakukan, dan pemecahan masalah) pada akhirnya diharapkan akan memberikan peningkatan hasil belajar peserta didik dari segi pengetahun, keterampilan dan sikapnya. Kelas XI IPS yang menjadi subyek penelitian ini memiliki karakter 80% siswa sulit menangkap dan mengkomunikasikan informasi, terdapat 20 % saja yang memiliki kemampuan menyampaikan pendapat dan menyampaikan dengan baik didalam kelas. Karena itu inquiry learning yang akan diterapkan perlu dikolaborasikan dengan model pembelajaran Jigsaw. Harapannya dengan bantuan Jigsaw terjadi pemerataan pemahaman sesuai dengan indikator yang akan dijadikan materi pembelajaran. Sebab jigsaw adalah salah satu dari model pembelajaran yang fleksibel (Slavin, 2005:246). Model pembelajaran tersebut merupakan salah satu variasi model collaborative learning yaitu proses belajar kelompok dimana setiap anggota menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan pemahaman seluruh anggota. Model pembelajaran Jigsaw merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain (Zaini, 2008:56).
329
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
METODE Rancangan penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan harapan dapat memperbaiki hasil belajar yan berupa ketrampilan mengkomunikasikan data. Dalam penelitian ini berlangsung dua siklus. Masing-masing siklus dilakukan dalam dua kali pertemuan, dimulai dengan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Siklus I dilakukan pada tanggal 18 dan 19 Oktober 2016. Siklus II pada tanggal 25 Oktober 2016. Subyek penelitian adalah siswa kelas XI IPS di SMA Katolik Yos Sudarso Batu. Ketrampilan mengkomunikasikan data dapat diungkap dengan bantuan lembar observasi dan lembar penilaian. Pengamatan keterlaksanaan pembelajaran dibantu oleh teman sejawat. Peningkatan ketrampilan mengkomunikasikan data dapat diukur dengan kegiatan presentasi. Data yang diperoleh di analisis dengan deskripsi kuantitatif HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus 1 Perencanaan Pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran berikut (1) guru menyusun rencana pembelajaran, (2) menyiapkan lembar kerja peserta didik, (3) menyiapkan perangkat penilaian, (4) mempersiapkan media (5) mempersiapkan lembar observasi peserta didik. RPP disusun untuk KD dinamika kependudukan dengan indikator menganalisis permasalahan kependudukan di Indonesia, rencana pembelajaran (RPP) yang disusun mengacu pada sintaks Inquiri Learning : observasi, merumuskan masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan. Media Pembelajaran yang dipilih adalah peta kepadatan penduduk DKI Jakarta Tahun 2005. Gambar kemiskinan di Indonesia Pelaksanaan Tindakan Tahap pelaksanaan tindakan siklus satu dilakukan dalam dua kali pertemuan, dengan alokasi waktu, pertemuan pertama 1 x 45 menit, pertemuan kedua 2 X 45 menit. Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini adalah penerapan Inquiri Learning. Penerapan tersebut disusun dalam pembelajaran dan dideskripsikan sebagai berikut: Pembelajaran diawali dengan berdoa kemudian dilanjutkan dengan hormat bendera. Sesudahnya melihat absen atau kehadiran, dilanjutkan guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada bagian mengamati guru menyajikan tayangan dalam LCD tentang peta kepadatan penduduk Indonesia hasil sensus tahun 2005 dan gambar gambar kemiskinan di Indonesia untuk diamati siswa. Pada bagian menanya terjadi tanya jawab seperti berikut: Guru : Apakah yang kalian pikirkan tentang tayangan tadi: Siswa 1 : Peta Kepadatan Penduduk Guru : Tepat sekali, yang lain ? Siswa 2 : Kelaparan Guru : Bagus, ada lagi ? Siswa 3 : kriminalitas Berdasarkan dialog tersebut tampak bahwa siswa benar benar menyimak atau mengamati tayangan. Kegiatan dilanjutkan dengan mengeksplorasi rasa ketertarikan pada materi yang akan dipelajari
330
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Guru
: Ya, semua jawaban kalian semua benar. Itulah potret Indonesia. Apakah kalian bangga menyaksikan tayangan tadi ? Siswa 4 : Saya sedih bu Siswa 5 : Cukup Prihatin bu Siswa 6 : Apa saya boleh bertanya bu ? Guru : Silahkan Siswa 6 : Mengapa kemiskinan dan kejahatan itu harus ada, apakah tidak ada program pemerintah yang dapat mengendalikannya ? Guru : Pertanyaanmu luar biasa, mari kita pikirkan bagaimana cara mengantisipasinya ? Siswa 7 : Pemerintah harus tahu jumlah penduduknya Dari dialog tersebut tampak bahwa siswa telah melibatkan perasaannya, ikut memikirkan masalah dan solusinya, guru melanjutkan suasana yang sudah terbangun dengan semangat tersebut. Guru : Nah itu dia kunci nya. Pada hari ini kita akan mencoba menjadi petugas pemerintah yang mendata hal kependudukan. Kalian akan bekerja di kelompok kelompok. Metode kita ini namanya Jigsaw Pada bagian mengumpulkan data diawali guru menjelaskan teknik jigsaw. Siswa bekerja dalam kelompok, membedakan dan menyajikan hasil registrasi dan survey
Pada proses kerja kelompok 1 terjadi perdebatan dalam membuat laporan registrasi dan survey, beberapa siswa tampak menyampaikan pendapatnya tentang kemasan laporan. Gambar 1. Diskusi kelompok 1
Pada kelompok 2 terlihat lebih cenderung kurang antusias, lebih tenang, beberapa siswa tidak terlibat proses kerja.
Pada kelompok 3 sebagian siswa terlihat aktif menyusun daftar pertanyaan untuk registrasi, sebagian siswa pasif. Gambar 2. Diskusi Kelompok 2
Gambar 3. Diskusi Kelompok 3
331
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Keadaan tersebut terjadi tampaknya karena kurangnya perhitungan waktu membagi kelompok, sehingga masing masing kelompok mengalami kurang berimbang semangat kerja. Dari masalah masalah yang dihadapi masing masing kelompok tampak semua kelompok mengalami masalah dengan cara penyajian data, dalam hal ini penguasaan software pengolah data yang lemah. Siswa Mempresentasikan hasil kerjanya secara bergantian, semua kelompok menyajikan tabel sederhana, pada saat kelompok memberi kesempatan pada kelompok lain untuk bertanya ternyata semua diam, tidak ada yang bertanya. Hal ini dapat dianalisis bahwa siswa tidak tahu tujuan penyajian data dan tidak tahu kesinambungan data tersebut pada bidang bidang kajian yang lain.
Observasi Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Tujuan kegiatan ini untuk memperoleh data pelaksanaan tindakan secara mendalam dan menyeluruh. Observasi dilakukan secara kolaboratif melibatkan satu orang kolaborator teman sejawat yang sudah mendapatkan pengarahan dan memiliki kemampuan dalam melakukan pembelajaran dengan model Inquiry learning yaitu Ibu Ika Susiana. Observasi difokuskan kepada peserta didik, dan guru. Pengamatan aktifitas peserta didik meliputi (1) observasi media, secara keseluruhan media yang digunakan sudah cukup untuk jalannya proses bembelajaran (2) berdiskusi, pada bagian diskusi terlihat kemampuan siswa yang aktif dan yang tidak aktif, yang aktif mengisi waktunya dengan memandu diskusi dengan antusias yang tidak aktif cenderung diam dan mencorat coret buku, atau memainkan laptopnya (3) bertanya, kemampuan bertanya sebagian besar siswa sangat kurang, rata rata masih malu
332
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
malu bahkan diam tidak tahu harus menanyakan apa (4) menyampaikan pendapat, sebagian besar tampak tidak ingin menyampaikan pendapatnya, hanya 5 dari 24 siswa saja yang berani menyampaikan pendapatnya (5) pengisian lembar kerja, karena dalam satu kelompok terdiri dari 6 sampai 7 siswa maka rasa bertanggung jawab untuk pengisian lembar kerja masih sangat kurang, seolah olah siswa berpikir cukup 1 atau 2 orang saja yang bertanggung jawab pada pengisian dan kebenaran jawaban pada lembar kerja (6) menyajikan hasil diskusi, pada bagian ini hasil diskusi disajikan dalam bentuk presentasi, masing masing siswa wajib membawakan satu tema hasil kerja, rata rata siswa memiliki keberanian tampil meskipun dalam komunikasi lisan mereka masih sangat terbatas, pada tampilan diskusi permasalahan muncul karena tidak semua anggota kelompok kelompok diskusi menguasai program exel sebagai software pengolah data, masing masing siswa perlu dibimbing untuk menguasai program exel tersebut di waktu khusus, sehingga dapat diharapkan siswa lebih siap dan kreatif mengaktualisasikan hasil kerjanya (7) mengisi evaluasi, pada bagian ini disajikan pot test yang hasilnya rata rata 68 dari KKM 75 yang diharapkan. Aktivitas guru yang diamati (1) apersepsi, guru telah cukup baik menyampaikan apersepsi (2) penyampaian tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran disampaikan urut dan cukup jelas (3) menyampaikan langkah langkah pembelajaran, pada langkah langkah pembelajaran guru kurang cermat mengelompokkan siswa, sehingga ada kelompok yang terdiri dari siswa mayoritas pasif (4) menyimpulkan materi, guru menyampaikan kesimpulan dengan singkat dan jelas (5) memberikan penguatan materi, guru telah memberikan penguatan kepada siswa yang telah menyampaikan hasil kerjanya meskipun ada yang menampikan dengan sangat sederhana, tetapi guna penguatan tersebut untuk memotivasi siswa agar lebih giat dan semangat dalam mengerjakan tugas, serta terbagun semangat baru untuk tampil jauh lebih baik (6) memberikan penugasan, guru memberikan penugasan sensus di kelurahan masing masing siswa. Refleksi Pada bagian Penutup guru memberikan refleksi mengenai (1) keaktifan kerja sama dalam kelompok yang kurang, (2) tampilan presentasi yang relative sangat sederhana dan sulit untuk dianalisis, (3) kemampuan siswa dalam penguasaan software pengolah data. Sesudahnya diadakan post tes. Setelah post tes selesai guru memberikan tugas pada siswa untuk mengambil data penduduk di kelurahan tempat tinggal masing masing siswa, diberikan waktu satu minggu. Pada akhir siklus I diperoleh gambaran dampak penerapan Inquiri learning dengan bantuan Jigsaw perlu perbaikan dalam tehnik pengelompokan, juga perlu memberikan pelatihan penggunaan software pengolah data. Hasil post test masih belum sesuai dengan KKM. Berdasar fakta di siklus 1 maka perlu ada perbaikan tindakan di siklus 2. SIKLUS 2 Perencanaan Pada tahap perencanaan kegiatan pembelajaran berikut (1) guru menyusun rencana pembelajaran, (2) menyiapkan lembar kerja peserta didik, (3) menyiapkan perangkat penilaian, (4) mempersiapkan media (5) mempersiapkan lembar observasi peserta didik. RPP disusun untuk KD dinamika kependudukan dengan indikator menganalisis permasalahan kependudukan di Indonesia, rencana pembelajaran (RPP) yang disusun
333
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
mengacu pada sintaks Inquiri learning : observasi, merumuskan masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan. Media Pembelajaran yang dipilih adalah peta kota Batu, gambar mobilitas penduduk di pasar, dunia kerja, dan tempat keramaian. Pelaksanaan Tindakan Tahap pelaksanaan tindakan siklus satu dilakukan dalam dua kali pertemuan, dengan alokasi waktu, pertemuan pertama 1 x 45 menit, pertemuan kedua 2 X 45 menit. Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini adalah penerapan Inquiri Learning. Penerapan tersebut disusun dalam pembelajaran dan dideskripsikan sebagai berikut: Pembelajaran pada pertemuan 1, selama 1 x 45 menit melatih penggunaan aplikasi pengolah data. Guru membagi kelompok berdasarkan hasil refleksi pada siklus 1, juga berdasarkan hasil post tes siklus 1. Masing masing kelompok terdiri dari 2 siswa aktif berpendapat, 2 siswa yang memiliki ketrampilan computer yang lebih baik, dan 4 siswa kelompok sedang dan kelompok bawah. Siswa bekerja menganalisis data yang diperoleh dari kelurahan masing masing. Pada pertemuan kedua kegiatan sebagai berikut. Pembelajaran diawali dengan berdoa kemudian dilanjutkan dengan hormat bendera. Sesudahnya melihat absen atau kehadiran, dilanjutkan guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada bagian mengamati guru menyajikan tayangan dalam LCD tentang peta kota Batu dan gambar gambar mobilitas penduduk dipasar, di kantor kantor dan tempat tempat keramaian untuk diamati siswa. Guru menyampaikan petunjuk presentasi atas tugas sensus pada pertemuan sebelumnya. Siswa menyampaikan hasil kerjanya. Siswa menyampaikan presentasi dengan menyajikan data sensus dalam bentuk tabel, grafik dan peta, kelompok lain mengomentari dengan cara bertanya. Pada kegiatan ini tampak siswa sangat antusias megikuti pembelajaran, tampilan per individu kelompok penyaji sangat percaya diri, hal tersebut diyakini karena tampilan presentasi mereka lebih bagus dari kegiatan pada siklus 1, masing masing kelompok bangga dengan produk mereka masing masing yang memang berbeda satu sama lain. Pada kelompok penanya tampak sangat antusias menanyakan penyebab dan akibat dari data yang disajikan. Hal tersebut menandakan bahwa siswa lebih reaktif apabila disajikan kondisi riil yang mudah untuk dibayangkan dalam kehidupan sehari hari mereka Observasi Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Tujuan kegiatan untuk memperoleh data pelaksanaan tindakan secara mendalam dan menyeluruh. Observasi dilakukan secara kolaboratif melibatkan satu orang kolaborator teman sejawat yang sudah mendapatkan pengarahan dan memiliki kemampuan dalam melakukan pembelajaran dengan model Inquiry learning yaitu Ibu Ika Susiana dan Ibu Elly Retnowati. Observasi difokuskan kepada peserta didik, dan guru. Pengamatan aktifitas peserta didik meliputi (1) observasi media, secara keseluruhan media yang digunakan sudah cukup baik untuk jalannya proses bembelajaran, (2) berdiskusi, pada bagian diskusi sebagai rangkaian presentasi terlihat kemampuan siswa sangat aktif, semua siswa memperhatikan kelompok kelompok penyaji, (3) bertanya, kemampuan bertanya sebagian besar siswa pada siklus 2 ini sangat antusias, siswa berebut diberi kesempatan bertanya. (4) menyampaikan pendapat, sebagian besar siswa anggota kelompok penyaji tampak dengan percaya diri lancar
334
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
menyampaikan pendapat atau jawaban dari semua pertanyaan yang ajukan (5) pengisian lembar kerja, hasil kerja tiap kelompok dikumpulkan setelah dikonfirmasi kesalahan kesalahannya (6) menyajikan hasil diskusi, semua kelompok menyajikan hasil kerja sesuai petunjuk, terdapat 2 siswa saja dari 24 siswa yang masing perlu diperdalam pengetahuan dan ketrampilan menyajikan presentasi (7) mengisi evaluasi, pada bagian ini disajikan pot test yang hasilnya rata rata 78 dari KKM 75 yang diharapkan. Aktivitas guru yang diamati (1) apersepsi, guru telah cukup baik menyampaikan apersepsi (2) penyampaian tujuan pembelajaran, tujuan pembelajaran disampaikan urut dan cukup jelas (3) menyampaikan langkah langkah pembelajaran, pada langkah langkah pembelajaran guru mengelompokkan siswa berdasarkan data nilai post tes, sehingga dari siswa yang termasuk kelompok atas dan bawah dibagi secara merata (4) menyimpulkan materi, guru menyampaikan kesimpulan dengan singkat dan jelas (5) memberikan penguatan materi, guru telah memberikan penguatan kepada siswa yang telah menyampaikan hasil kerjanya, diberi pujian atas hasil kerja yang baik, diberi komentar pada masing masing sajian untuk tugas tugas yang akan datang (6) memberikan penugasan, guru memberikan penugasan untuk pertemuan yang akan datang (mencari data banyaknya bayi yang lahir di puskesmas daerah terdekat dengan tempat tinggalnya). Refleksi Pada bagian Penutup guru memberikan refleksi mengenai (1) keaktifan kerja sama dalam kelompok yang sudah cukup baik (2) tampilan presentasi yang cukup baik, kreatif dan penuh semangat (3) kemampuan siswa dalam penguasaan software pengolah data rata rata sudah menguasai. Sesudahnya diadakan post tes. Setelah post tes selesai guru memberikan tugas pada siswa untuk pertemuan yang akan datang (mengambil data kelahiran di puskesmas terdekat dengan tempat tinggal masing masing siswa, diberikan waktu satu minggu). Pada akhir siklus 2 diperoleh gambaran dampak penerapan Inquiri Learning dengan bantuan jigsaw memiliki pengaruh dalam peningkatan penguasaan materi dan penguasaan software pengolah data, model pembelajaran Jigsaw sangat membantu siswa yang berada pada kategori rendah mendapatkan pendampingan yang baik dalam proses belajar nya. Hasil posttest sudah sesuai dengan KKM bahkan terdapat peningkatan hasil belajar, semula 60% siswa mendapatkan rata rata nilai 68 pada siklus 1, peningkatan rata rata mendapatkan 78 pada siklus 2. DOKUMENTASI SIKLUS II
335
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Kegiatan pada siklus ke 2 pertemuan ke 1 Melatih tim ahli dan tim ahli membelajarkan pada kelompok kelompok
Kegiatan pada siklus ke 2 pertemuan ke 1 Mengamati : Siswa lebih focus mengamati tayangan dari kelompok penyaji
Kegiatan pada siklus ke 2 pertemuan ke 1 Menanya : Siswa lebih banyak yang bertanya, dan pertanyaan mereka focus menganalisa data yang disajikan kelompok penyaji
336
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Kegiatan pada siklus ke 2 pertemuan ke 1 Siswa anggota kelompok penyaji lebih percaya diri menyajikan materi menganalisa data yang disajikan kelompok penyaji
KESIMPULAN Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan pada siswa kelas XI IPS SMAK Yos Sudarso Batu melalui siklus 1 dan siklus 2, telah memperbaiki proses pembelajaran khususnya Standar Kompetensi menganalisis fenomena antroposfer, dan Kompetensi Dasar Menganalisis aspek Kependudukan, pada materi Registrasi, Survey dan Sensus, dipandang berhasil membantu siswa dalam hasil belajar dan ketrampilan mengkomunikasikan data.
Daftar Rujukan Karokaro, Deddy, 2015 Penerapan Problem Based Learning pada Materi Dinamika dan Masalah Kependudukan untuk Peningkatkan Keterampilan Geografi Kelas XI IIS SMAN 6 Batam, Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu. Meldawati, 2015 Penerapan Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Analisis Pada Materi Interaksi Spasial Antara Main Landdan Hinterland Kelas XII IPS 3 SMAN 5 Batam, Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu. Sudrajat, Akhmad. Pembelajaran Inkuiri: Pengertian, Ciri-Ciri, Prinsip-Prinsip dan Langkah-Langkah. (online),https:/akhmadsudrajat.wordpress.com). diakses tanggal 17 Oktober 2015 Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning (cara efektif dan menyenangkan pacu prestasi seluruh peserta didik). Bandung: Nusa Media. Zaini, Hisyam dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
337
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PEMBELAJARAN MEMAHAMI TEKS WAWANCARA TENTANG KEGIATAN EKONOMI DENGAN METODE THINK PAIR DAN SHARE DI KELAS III SDN 016 GALANG KOTA BATAM Farqul Fata SDN 016 Galang, Kota Batam
[email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendiskripkan pembelajaran memahami teks wawancara tentang kegiatan ekonomi dengan metode Think Pair and Share (TPS) di SDN 016 Galang Kota Batam. Bentuk penelitian ini adalah deskripsi pembelajaran, yang terdiri atas tiga tahap yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, dan (3) penilaian. Subjek penelitian adalah siswa kelas III SDN 016 Galang Kota Batam, berjumlah 10 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kegiatan perencanaan pembelajaran yang meliputi penyusunan RPP, pengembangan media pembelajaran, dan pengembangkan lembar observasi sudah dilaksanakan secara optimal; (2) kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang meliputi pendahuluan, inti, dan penutup sudah berjalan seperti yang direncanakan; serta (3) kegiatan penutup yang meliputi refleksi dan penarikan simpulan sudah berjalan dengan baik. Metode Think Pair and Share (TPS) amat cocok digunakan dalam pembelajaran memahami teks wawancara di kelas III SD. Kata kunci: pembelajaran, memahami teks wawancara, metode Think Pair and Share (TPS)
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (UU Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 ayat 2). Hal ini berarti bahwa pendidikan nasional tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional. Selain itu, pendidikan juga harus bersifat dinamis dalam rangka menyesuaikan perkembangan zaman. Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah (Kemdikbud, 2012:1). Pembelajaran merupakan upaya membelajarkan siswa terhadap sesuatu hal. Kegiatan pengupayaan ini akan mengakibatkan siswa dapat mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien. Upaya-upaya yang dilakukan dapat berupa analisis tujuan dan karakteristik studi dan siswa, analisis sumber belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar harus memiliki keterampilan dalam memilih strategi pembelajaran untuk setiap jenis kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dengan memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, diharapkan pencapaian tujuan belajar dapat terpenuhi.
338
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Gilstrap dan Martin (dalam Depdikbud, 1995) menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam menetapkan strategi pembelajaran. Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Hal ini relevan dengan sasaran kompetensi pebelajar bahasa yang diarahkan kepada empat sub aspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran bahasa harus mengetahui prinsipprinsip belajar bahasa yang kemudian diwujudkan dalam kegiatan pembelajarannya, serta menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya. Prinsipprinsip belajar bahasa dapat disarikan sebagai berikut. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila (1) diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat, (2) diberi kesempatan berapstisipasi dalam penggunaan bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas, (3) secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa, (4) disebarkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran, (5) menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya, (6) diberi umpan balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka, serta (7) diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994). Teks ialah ungkapan bahasa yang menurut isi, sintaksis, dan pragmatic merupakan satu kesatuan (Luxemburg dkk, 1989:86). Dari pengertian tersebut dapat diartikan teks adalah suatu kesatuan bahasa yang memiliki isi dan bentuk, baik lisan maupun tulisan yang disampaikan oleh seorang pengirim kepada penerima untuk menyampaikan pesan tertentu. Istilah teks sebenarnya berasal dari kata text yang berarti „tenunan‟. Teks dalam filologi diartikan sebagai „tenunan kata-kata‟, yakni serangkaian kata-kata yang berinteraksi membentuk satu kesatuan makna yang utuh. Teks dapat terdiri dari beberapa kata, namun dapat pula terdiri dari milyaran kata yang tertulis dalam sebuah naskah berisi cerita yang panjang (Sudardi, 2001:4-5). Menurut Baried (1985:56), teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak hanya dapat dibayangkan saja. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Dan bentuk, yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan melalui alur, perwatakan, gaya bahasa, dan sebagainya. Hasil pelaksanaan pembelajaran memahami teks laporan hasil observasi di kelas III SDN 016 Galang Kota Batam. Pertama, lebih dari 50% siswa belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM). Dengan KKM 70, dari 10 siswa yang mencapai KKM hanyalah 2 orang (25%). Kedua, dalam mengikuti pembelajaran siswa kurang aktif dalam melaksanakan sejumlah kegiatan. Bahkan, beberapa siswa tidak dapat mengikuti pelajaran secara baik. Ketiga, interaksi pembelajaran lebih banyak berlangsung satu arah, yakni dari guru ke siswa. Sebaliknya, interaksi dari siswa ke guru dan dari siswa ke siswa tidak berlangsung secara baik. Keempat, belum ada pemanfaatan media yang dapat merangsang siswa untuk aktif mengikuti pembelajaran. Tanpa media siswa menjadi verbalisme, yakni mengetahui sebuah kata tanpa memahami maknanya.
339
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Atas dasar kekurangan di atas, peneliti bersama dengan teman sejawat melakukan refleksi bagaimana cara memperbaiki kekurangan siswa dalam memahami teks. Akhirnya diputuskan untuk menggunakan dan melakukan tindakan. Penilitian ini berangkat dari tiga rumusan masalah: (a) bagaimanakah merencanakan pembelajaran memahami teks wawancara, (b) bagaimanakah melaksanakan pembelajaran memahami teks laporan wawancara, dan (c) bagaimanakah menilai kompetensi siswa dalam pembelajaran memahami teks laporan observasi. di SDN 016 Galang Kota Batam. Pada bagian penutup guru mengajak siswa melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Guru meminta siswa untuk menemukan nilai-nilai apa yang dapat dipetik dari pembelajaran tersebut. Salah seorang siswa mengemukakan bahwa pembelajaran memahami teks hasil laopran observasi sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sebagai makhluk sosial. Siswa lainnya berpendapat bahwa pembelajaran memahami teks hasil laopran observasi memuat siswa yang bersangkutan bertambah rasa percaya dirinya. Pada intinya siswa merasa senang dengan mengikuti pembelajaran yang baru saja dilaksanakan. Guru juga memberikan penegasan bahwa kemampuan memahami teks hasil laopran observasi sangat bermanfaat bagi siswa dalam mengarungi kehidupan yang nyata di masa mendatang. Tanpa memiliki kemampuan memahami teks hasil laopran observasi siswa akan mengalami kesulitan dalam menghadapi hidup yang penuh dengan persaingan. METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) dan dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus mengandung empat kegiatan, yakni (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Pada tahap perencanaan peneliti melakukan (a) menyusun RPP, (b) mengembangkan media pembelajaran, dan (c) mengembangkan lembar observasi. Pada tahap pelaksanaan, peneliti melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP. Pada tahap observasi, pengamat melakukan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran. Dalam melaksanakan observasi, pengamat menggunakan lembar observasi dan catatan lapangan. Pada tahap refleksi, peneliti dan pengamat melakukan diskusi untuk mengambil keputusan apakah PTK masih berlanjut atau tidak. Untuk memahami teks wawancara pada pembelajaran bahasa Indonesia harus memahami teks laporan hasil observasi dilakukan sejumlah kegiatan berikut. (1) Membuka pelajaran dengan bernyanyi guru beserta siswa menyanyikan, lagu “Pelaut”. (2) Membentuk kelompok menjadi dua kelompok dalam 1 kelompok terdiri dari 5 orang siswa, selanjutnya guru melakukan tanya jawab dari isi lagu pelaut. (3) Dilanjutkan dengan membagikan contoh teks wawancara kegiatan ekonomi. (4) Siswa berdiskusi mengenai arti dan isi teks lagu pelaut. (5) Selanjutnya setiap kelompok menyajikan hasil diskusi dengan cara bergantian, 1 kelompok menyampaikan hasil diskusinya, dan 1 kelompok lainnya menanggapi. (6) Selanjutnya guru memberikan evaluasi dan tes. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III SDN 016 Galang Kota Batam tahun pelajaran 2016/2017. Jumlah siswa 10 orang, terdiri atas 4 orang siswa laki – laki 6 orang siswa perempuan. Pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data peneliti maupun siswa itu sendiri dimana dalam proses pembelajaran dapat di ketahui
340
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
semua kegiatan yg berlangsung dan dapat di jadikan alat ukur dalam keberhasilan pembelajaran. Instrumen dapat berupa lembaran catatan selama proses pembelajaran dari awal sampai akhir, sealain itu juga dapat menggunakan kamera foto. Tes dilakukan dengan cara lisan, tes yang dilakukan pada siswa yaitu dengan Rubrik penilaian tanggapan. Lembar observasi digunakan untuk catatan kegiatan peniliti yang dilakukan oleh teman sejawat. Catatan lapangan digunakan untuk mengukur keberhasilan peneliti dan juga untuk perbaikan dalam pembelajaran. Pengolahan datanya dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam, dan dilakukan secara terus-menerus sampai datanya penuh. Dengan pengamatan yang terus-menerus tersebut mengakibatkan variasi data tinggi sekali dan data yang diperoleh umumnya adalah data kualitatif, sehingga teknik pengolahan data yang digunakan belum ada polanya yang jelas, baku, atau pasti. Oleh karena itu, sering mengalami kesulitan dalam melakukan analisis data. Secara umum, penelitian kualitatif dalam melakukan analisis data banyak menggunakan model analisis yang dicetuskan oleh Miles dan Huberman yang sering disebut dengan metode analisis data interaktif. Mereka mengungkapkan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data kualitatif ada tiga, yaitu tahap reduksi data, display data, dan kesimpulan atau verifikasi. Paparan Hasil Pembahasan Dalam paparan ini hasil paparan dibagi dalam tiga tahap, yaitu (1) perencanaan pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, dan (3) penilaian pembelajaran. Perencanan Pembelajaran Sejumlah kegiatan persiapan dilakukan agar pelaksanaan pembelajaran memahami teks wawancara kegiatan ekonomi. berlangsung sukses. Pertama, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada tahap ini peneliti mengembangkan KD menjadi tiga tahap, yaitu kegiatan awal, kegiatan inti, dan penutup. Selain itu, peneliti juga memilih media pembelajaran, yakni teks lagu “Pelaut”, seorang sastrawan indonesia angkatan 1990-an. Peneliti juga mengembangkan pedoman wawancara yang akan menjadi instrumen untuk memerikan seluruh proses yang ada dalam KBM. Dalam pedoman observasi berisi empat hal penting, yaitu (1) bagaimana guru membuka pelajaran, (2) bagaimana guru mengola kelas, (3) bagaimana guru memanfaatkan media, dan (4). bagaimana guru menutup pembelajaran. Perencanaan mengidentifikasi masalah yang terjadi di dalam kelas,serta mencari alternatif pemecahan masalah tersebut dengan mengunakan media pembelajaran tertentu. Dalam hal ini untuk meningkatkan keterampilan siswa kelas III SD Negeri 016 Galang Kota Batam, dalam pembelajaran memahami teks wawancara. Pada saat pembelajaran, peneliti mempersiapkan lembar observasi mengenai aktifitas siswa serta lembar penilaian hasil karya siswa. Pelaksanaan Pembelajaran Berikut dipaparkan tahap persiapan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran memahami teks hasil laporan observasi. Dalam paparan ini hasil paparan dibagi dalam tiga tahap, yaitu (1) perencanaan pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, dan (3). penilaian pembelajaran.
341
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Kegatan Awal (10 menit) Guru mengucapkan salam, assalamualaikum,wr.wb. dengan spontan menyapa siswa, lalu siswa memberikan hormat dengan ucapan “wa‟alaikumsalam.wr.wb. setelah pemberian hormat terhadap sesama, guru mendata kehadiran siswa. Dalam pendataan kehadiran siswa tiada satupun siswa yang tidak hadir pada pembelajaran tersebut. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. tentang memahami teks wawancara kegiatan ekonomi, Kegiatan inti (50 menit) Siswa menjawab pertanyaan yang ada di buku sesuai isi teks (menanya). (1) Siswa berlatih menulis laporan berdasarkan teks (mengekplorasi). (2) Siswa menjawab pertanyaan sesuai dengan informasi yang diperoleh dari guru, orangtua, atau buku yang dibaca (menanya). (3) Siswa menuliskan informasi yang diperoleh pada buku. Kegiatan akhir (10 menit) Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa dapat menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana menyajikan informasi lisan dan tulis. Selama dan setelah proses pembelajaran, siswa dapat menunjukkan sikap jujur, tanggung jawab, dan santun dengan baik lisan maupun tulisan. Kegiatan diakhiri dengan mengulas kembali apa yang sudah mereka lakukan sejak pagi. (1) Siswa saling memeriksa hasil pekerjaan dan bersama-sama menyimpulkan materi pelajaran hari ini tentang Pembelajaran memahami teks wawancara. (2) Kemudian, siswa menutup kegiatan pada hari ini dengan rasa syukur kepada Tuhan atas segala yang sudah Tuhan berikan. Berdoa dipimpin oleh siswa. PENUTUP Dari penilitian yang dilakukan melalui pelaksanaan pembelajaran metode Think Pair Share (TPS) dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, kegiatan perencanaan pembelajaran yang terdiri atas kegiatan menyusun RPP, mengembangkan media pembelajaran, dan mengembangkan lembar observasi sudah dilaksanakan secara optimal. Beberapa pihak memberikan bantuan dalam proses perencanaan ini. Kedua kegiatan pelaksanaan yang terdiri atas kegiatan pendahauluan, inti, dan penutup sudah berjalan seperti yang direncanakan. Hanya saja, hanya satu hal yang menjadi catatan, yakni kendala sarana dan prasarana di lapangan yang membuat pembelajaran belum bejalan secara optimal. Ketiga, kegiatan penutup yang berisi kegiatan refleksi dan penarikan simpulan sudah berjalan dengan baik. Guru dan siswa secara aktif terlibat dalam kegiatan ini. Dari hasil penilitian ini disarankan kepada guru, khususnya guru sekolah dasar, agar dapat memilih metode Think Pair Share (TPS) yang tepat agar pembelajaran yang dilaksanakan dapat berlangsung baik.
342
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Daftar Rujukan Kementerian Pendidikan dan Kebuyaan Republik Indonesia. 2012. Dokumen Kurikulum 2013. http://tania.fkip.uns.ac.id/wp-content/uploads/dokumen-kurikulum-2013, diunduh 22 Juli 2016, pukul 10.02 WIB, Setiawan. A. Y (2014) Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Melalui Pendekatan Whole Language pada Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Sidoagung Kebumen, Riantika, A (2014) Upaya Meningkatkan Keterampilan Mengubah Teks Wawancara Menjadi Narasi Menggunakan Strategi Collaborative Writing pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ngemplak. Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa. Yogyakarta:Trustmedia.
343
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYUNTING KARANGAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE SISWA KELAS IXD SMP NEGERI 1 SANGGAU Sri Haryanti SMP Negeri 1 Sanggau
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran dan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran menyunting karangan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share. Penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas dalam dua siklus. Tahap-tahap yang dilewati dalam setiap siklus adalah perencanaan, pelaksanaan tindakan, pemantauan dan refleksi. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau Tahun Pelajaran 2016/2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah mengikuti pembelajaran menyunting karangan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share ada peningkatan kualitas proses dan kualitas hasil belajar dari siklus I ke siklus II. Guru diharapkan menggunakan model pembelajaran tipe Think-Pair-Share. Kata kunci: Peningkatan, Menyunting karangan, Model Pembelajaran Think-Paire-Share.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi bahwa ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia meliputi empat aspek (aspek mendengarkan/menyimak, aspek berbicara, membaca dan menulis). Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang mutlak harus dikuasai oleh peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP). Menurut Tarigan (2008:22), menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambanglambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipakai oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran. Kegiatan menulis selain erat kaitannya dengan kegiatan menyimak juga berkaitan erat dengan kegiatan menyunting. Kata menyunting bermakna (1) menyiapkan naskah siap cetak atau siap untuk diterbitkan dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur), mengedit; (2) merencanakan dan mengrahkan penerbitan (surat kabar, majalah); (3) menyusun atau merakit (film, pita rekaman) dengan cara memotong-motong dan memasang kembali (KBBI, 1995:977). Menyunting karangan merupakan proses pembenahan sebuah teks karangan sebelum menjadi teks karangan yang siap disajikan, dinilaikan, ataupun diprestasikan. Penyuntingan bertujuan untuk menghindarkan teks karangan dari kesalahan-kesalahan, baik menyangkut isi maupun penggunaan bahasa, dengan cara mengoreksi isi tulisan secara cermat dan teliti. Kemampuan menyunting sangat penting untuk dikuasai agar dapat menghasilkan karangan yang baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan penyuntingan adalah aspek isi dan bahasanya. Aspek isi berkaitan dengan kebenaran atau kesesuaian bahasa dalam tulisan (karya tulis) dengan bidang keilmuannya. Misalnya, tulisan yang membahas tentang puisi harus sesuai dengan teori sastra ataupun masalah perpuisian, tulisan tentang bahasa harus
344
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
sesuai dengan ilmu kebahasaan (linguistik).Aspek bahasa berkaitan dengan masalah ejaan, pilihan kata, penyusunan kalimat, ataupun pengembangan paragraf. Agar dapat menyunting bahasa suatu tulisan secara benar, hendaknya ada pedoman pendamping, yaitu: (1) buku Ejaan yang Disempurnakan (EYD), (2) buku Pedoman Pembentukan Istilah, (3) Kamus Umum Bahasa Indonesia, dan (4) Tata Bahasa Baku bahasa Indonesia. Menyunting karangan merupakan salah satu Kompetensi Dasar (KD) dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas IX semester ganjil. Kompetensi Dasar (KD) ini merupakan satu bagian dari Standar Kompetensi Dasar (SK) mengungkapkan informasi dalam bentuk iklan baris, resensi, dan karangan. Kompetensi Dasar menyunting karangan dengan berpedoman pada ketepatan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana. Menyunting atau mengedit adalah kegiatan untuk menemukan kesalahan kalimat dan paragraf kemudian memperbaikinya sehingga menjadi benar. Karangan adalah hasil mengarang seseorang yang berupa nonfiksi. Kemampuan siswa diartikan hasil belajar siswa yang ditandai oleh nilai-nilai yang dicapai setelah mengikuti proses pembelajaran. Kemampuan menyunting sangat penting untuk dikuasai agar dapat menghasilkan karangan yang baik. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) guru sangat berperan dalam mengembangkan materi standar dan membentuk kompetensi peserta didik. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode sangat diperlukan oleh guru, dengan penggunaan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Djamarah & Surakhmad (1991) ada lima macam faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar, yakni (1) tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya, (2) anak didk dengan berbagai tingkat kematangannya, (3) situasi berlainan keadaannya, (4) fasilitas bervariasi secara kualitas dan kuantitas, serta (5) kepribadian dan kompetensi guru yang berbeda-beda. Keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran sangat diperngaruhi oleh guru dalam proses pembelajaran. Perubahan perilaku pada siswa, dalam konteks pengajaran jelas merupakan produk dan usaha guru melalui kegiatan mengajar. Hal ini dapat dipahami karena mengajar merupakan suatu aktivitas khusus yang dilakukan guru untuk menolong dan membimbing anak didik memperoleh perubahan dan pengembangan skill (keterampilan), attitude (sikap), appreciation (penghargaan), dan knowledge (pengetahuan). Keberanian guru dalam berinovasi sangat diperlukan. Untuk itu seorang guru yang hebat pastilah dapat menggunakan beragam metode sesuai dengan kondisi siswa, tujuan, sarana, dan situasi belajar tanpa harus menjelek-jelekan metode tertentu dan mendewakan metode lainnya. Dengan begitu guru akan memperoleh kenikmatan dalam mengajar karena digemari siswa, tujuan tercapai, dan hati guru sangat puas akibat inovasi yang dilakukannya. Standar Isi 2006 mata pelajaran bahasa Indonesia untuk kelas IX SMP semester ganjil pada aspek menulis adalah Kompetensi Dasar menyunting karangan dengan berpedoman pada ketepatan ejaan, tanda baca, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana. Melalui KD ini diharapkan peserta didik mampu menemukan kesalahan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana. Kemampuan menyunting sebagai salah satu keterampilan menulis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki kesalahan yang ada dalam karangan. Berdasarkan hasil observasi tanggal 8 Agustus 2016 terhadap pelaksanaan pembelajaran menyunting karangan menunjukkan bahwa kompetensi peserta didik masih
345
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
rendah. Nilai peserta didik masih dibawah rata-rata ketuntasan minimal (KKM) yaitu 22 orang peserta didik (68,75 %) dari 32 orang peserta didik. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman siswa tentang ejaan yang disempurnakan (EYD), siswa kurang menguasai tata tulis yang benar. Selain itu motivasi/minat siswa terhadap pembelajaran menyunting juga masih rendah. Peserta didik kurang serius dalam pembelajaran menyunting karena dianggap sulit. Guru juga belum menemukan teknik yang sesuai untuk memotivasi peserta didik. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan menyunting karangan peserta didik kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau, diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS). Penerapan metode yang dilakukan guru sangat menetukan keberhasilan siswa. Penelitian yang sama pernah dilakukan oleh Aldila Andhita Nugrahani dengan judul Peningkatan Kemampuan Menyunting Karangan dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share pada Siswa kelas IXB SMP Negeri 2 Tulis Batang. Hasil penelitian bahwa pembelajaran dengan model think-pairs-share dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam kemampuan menyunting karangan, meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran menyunting karangan. Penelitian senada juga pernah dilakukan oleh Sunarti dengan judul Peningkatan Kemampuan Menyunting Karangan dengan Metode Snowball Throwing siswa Kelas IXB SMPN 1 Mojowarno Tahun Pelajaran 2014/2015. Hasil penelitian bahwa metode snowball throwing dapat menigkatkan semangat dan kemampuan siswa dalam menyunting karangan pada siswa kelas IXB SMP Negeri 1 Mojowarno tahun pelajaran 2014/2015. Penelitan yang sama juga pernah dilakuakn oleh Hendriaty Silondae dengan judul Pembelajaran Menyimpulkan Isi Cerita dengan Metode Think Paire Share di Kelas V SDN 1 Poasia Kendari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran menyimpulkan isi cerita dengan metode think paire share dapat mengaktifkan siswa belajar, membentuk suasana belajar menyenangkan, membentuk interaksi kondusif antar siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa lebih berani mengemukakan pendapatnya dan menghargai pendapat temannya. Dalam penelitian yang peneliti lakukan, peneliti membatasi permasalahan hanya pada menyunting kalimat dan paragraf dengan berpedoman pada ketepatan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, dan keterpaduan paragraf. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah peningkatan kualitas proses pembelajaran peserta didik terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share (TPS) dalam pembelajaran menyunting karangan?, (2) bagaimanakah peningkatan kemampuan menyunting karangan pada siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share (TPS)? Tujuan penelitian ini peningkatan kemampuan menyunting karangan serta perubahan perilaku siswa kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau setelah mengikuti pembelajaran menyunting karangan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share (TPS). Sebagai landasan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dalam pembelajaran di kelas, maka penulis menuliskan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share berikut. (a) Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai. (b) Siswa diminta berpikir tentang materi/permasalahan yang
346
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
disampaikan guru. (c) Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (1 kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. (d) Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. (e) Berawal dari kegiatan tersebut, arahan pembicaraan pada pokok permasalahandan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa. (f) Guru memberi kesimpulan. (g) Penutup (Suyatno, 2009:122). Dapat disimpulkan, secara ringkas sintak pembelajaran Think-Pairs-Share, meliputi (a) thinking (berpikir), (b) pairing (berpasangan), dan (c) sharing (berbagi). Sebelum dilakukan penelitian, dilaksanakan tindakan pra siklus dengan menyunting karangan sebuah teks bacaan. Tujuan tindakan ini adalah untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan. Berdasarkan data-data tindakan prasiklus diketahui bahwa kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan masih rendah. METODE Desain penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif, jenis Penelitian Tindakan Kelas ( PTK) dengan tahapan penelitian model Kemmis dan MC Taggart yang terdiri atas beberapa pertemuan melalui tahap perencanaan tindakan (Planning), pelaksanaan tindakan (Action), dan observasi (Observation), dan refleksi (Reflection) (Kusumah dan Dwitagama, 2010:20). Penelitian ini melibatkan guru mata pelajaran bahasa Indonesia yang bertindak sebagai peneliti sekaligus sebagai pelaksana. Teman sejawat membantu sebagai pengamat dalam proses pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan dalam dua siklus. Langkah-langkah yang dilewati dalam setiap siklus adalah perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pemantauan (observing atau monitoring), dan penilaian (reflecting atau evaluating). Dalam penelitian ini, siklus Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dihentikan setelah siklus kedua selesai dilaksanakan karena hasil yang ingin dicapai telah tercapai. Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah (1) menyusun sintaks model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share, (2) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), (3) menyiapkan materi dan LKS, dan (4) menyusun perangkat evaluasi untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan. Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sanggau yang beralamat di Jalan Ki Hadjar Dewantara No 4, Ilir Kota, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, pada kelas IXD semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017. Dengan peserta didik terdiri dari 17 orang lakilaki, 15 orang perempuan. Guru bertindak sebagai pengajar, pengamat, penganalisis data, sekaligus melaporkan hasil penelitian. Penelitian dilakukan selama tiga minggu yang dilaksanakan sejak tanggal 15 Agustus 2016 sampai dengan tanggal 7 September 2016. Sumber data dalam penelitian ini adalah 32 orang peserta didik kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau tahun pelajaran 2016/2017 yang terdiri atas 32 orang peserta didik yaitu 17 orang laki-laki dan 15 orang perempuan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu catatan observasi selama proses pembelajaran, angket dan tes. Angket peserta didik berisi pertanyaan yang diisi oleh peserta didik dalam rangka menjaring data tanggapan peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran. Angket peserta didik diberikan pada akhir siklus kedua. Tes digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
347
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
peserta didik dalam menyunting karangan yang berpedoman pada ketepatan ejaan, tanda baca, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana. Teknik pengumpulan data hasil belajar menyunting karangan adalah tes menyunting karangan sebuah teks bacaan. Teknik pengumpulan data proses belajar (aktivitas peserta didik) dilakukan dengan pengamatan langsung oleh guru saat proses pembelajaran di kelas. Analisis data dilakukan setiap kali pemberian tindakan berakhir. Analisis data proses dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Model ini terdiri atas 3 (tiga) komponen yang dilakukan secara berurutan yaitu kegiatan reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan. Analisis data hasil belajar yang berupa skor dilakukan dengan statistik sederhana meliputi rata-rata kelas dan persentase keberhasilan yang diperoleh peserta didik menggambarkan peningkatan hasil pembelajaran dengan memperhatikan rubrik penilaian menyunting karangan yang meliputi dua aspek yaitu (1) menemukan kesalahan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keerpaduan paragraf, dan kebulatan wacana. (2) memperbaiki kesalahan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana. Data-data hasil observasi dianalisis. Berdasarkan hasil refleksi peneliti dapat mengetahui apa saja kelemahan dan kelebihan yang dilakukan saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Kelemahan yang ditemukan dicari solusi untuk mengatasi masalah tersebut, kemudian diambil langkah-langkah yang perlu dilakukan pada siklus berikutnya. Indikator keberhasilan tindakan terhadap proses dan kemampuan menyunting karangan peserta didik kelas IXD SMP Negeri 1 Sanggau adalah apabila lebih dari 60% peserta didik dapat menyunting karangan dengan kriteria empat aspek yaitu menemukan kesalahan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana, selain itu juga memperbaiki kesalahan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana. HASIL PENELITIAN Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran dalam Menyunting Karangan dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Kualitas proses belajar yang diamati oleh rekan sejawat selaku pengamat dalam penelitian ini adalah meliputi keaktifan belajar dan motivasi/minat pserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran. motivasi/minat peserta didik selama mengikuti pembelajaran. Peningkatan aktifitas belajar peserta didik dapat dilihat dalam uraian berikut. Hasil Penelitian Proses Pembelajaran Siklus I Tahap perencanaan, peneliti menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktivitas proses pembelajaran. Pada tahap tindakan, peneliti melaksanakan skenario pembelajaran. Pada tahap observasi, peneliti/guru bersama teman sejawat mengamati kegiatan peserta didik selama proses pembelajaran menyunting karangan. Hasil pengamatan tersebut yaitu kriteria aspek keaktifan meliputi sering bertanya, memberi pendapat, dan aktif dalam kegiatan belajar. Pada akhir siklus I peserta didik yang aktif mencapai 31,25% (10 orang peserta didik). Peserta didik yang lainnya cenderung melakukan aktifitas di luar konteks pembelajaran dan kurang semangat. Hasil pengamatan pada aspek motivasi/minat yaitu peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh adalah sebanyak 18,8% (6 orang peserta didik). Tahap refleksi, peneliti bersama pengamat mendiskusikan hambatan-
348
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
hambatan yang menyebabkan peserta didik kurang aktif dan kurang semangat kemudian mencari solusi pada siklus berikutnya. Hasil Penelitian Proses Pembelajaran Siklus II Pada tahap perencanaan, peneliti menyiapkan lembar observasi untuk mengamati aktivitas proses pembelajaran. Pada tahap tindakan, peneliti melaksanakan skenario pembelajaran. Tahap observasi dan evaluasi, peneliti/guru bersama teman sejawat mengamati kegiatan peserta didik selama proses pembelajaran menyunting karangan. Hasil pengamatan tersebut yaitu kriteria aspek keaktifan meliputi sering bertanya, memberi pendapat, dan aktif dalam kegiatan belajar. Pada akhir siklus II peserta didik yang aktif mencapai 71,9% (23 orang peserta didik). Peserta didik yang lainnya cenderung melakukan aktifitas di luar konteks pembelajaran dan kurang semangat. Hasil pengamatan pada aspek motivasi/minat yaitu peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan sungguh-sungguh adalah sebanyak 84,5% (27 orang peserta didik). Tahap refleksi, peneliti bersama pengamat menyimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan dalam kualitas proses pembelajaran. Motivasi/minat dan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran ini sangat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Sejalan dengan fungsi utama guru sebagai motivator belajar anak didik terdapat beberapa prinsip megajar yang perlu diperhatikan, yakni perhatian, aktivitas (kegiatan guru melahirkan aktivitas belajar siswa), apersepsi (menghubungkan pengetahuan siswa), peragaan, repetisi (pengulangan materi), korelasi (mengkaitkan inti pelajaran), konsentrasi (fokus materi), sosialisasi (watak beteman), individualisasi (penerimaan diri anak) dan evaluasi umpan balik (Slameto, 1987). Dari angket yang diisi oleh peserta didik diketahui bahwa 81% peserta didik merasa tertarik dengan pembelajaran menyunting karangan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think- Pairs-Share, dan merasa senang karena dapat sharing dengan teman sebangkunya dalam pembelajaran menyunting karangan adalah 87,5%. Peningkatan Kemampuan Peserta Didik dalam Menyunting Karangan dengan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pairs-Sharing Hasil Pengamatan Kualitas Hasil Pembelajaran Siklus I dan Siklus II Pada kegiatan ini ada tiga tahap kegiatan yang dilaporkan, yakni (1) perencanaan pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, dan (3) penilaian pembelajaran. Peningkatan hasil belajar menyunting karangan dipusatkan pada aspek ketepatan ejaan, pilihan kata, kefektifan kalimat, keterpaduan paragraf. Tahap perencanaan, guru menyiapkan RPP, menyiapkan materi pembelajaran/LKS, dan menyiapkan alat evaluasi. Tahap pelaksanaan/tindakan, dalam pembelajaran ini peneliti menggunakan model pembelajaran Think-Paire-Share. Terlebih dahulu siswa diberitahu bahwa pembelajaran menyunting karangan kali ini akan menggunakan cara berpasangan dengan teman sebangku. Guru membagi soal teks bacaan untuk disunting. Peserta didik mempresentasikan hasil suntingan. Guru memberikan penilaian dan menyimpulkan. Tahap penilaian, untuk mendapatkan hasil kemampuan menyunting karangan dilakukan tes menyunting karangan yang diberikan kepada peserta didik. Penskoran hasil tes dilakukan dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan dalam rubrik penilaian. Pencapaian keberhasilan hasil belajar dapat dilihat dalam pemaparan data siklus I dan siklus II. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan untuk setiap aspeknya dapat dilihat dari uraian berikut ini.
349
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pertama, ketepatan ejaan. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan pada aspek ketepatan ejaan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel.1. Ketepatan Ejaan No
Skor Perolehan
Kriteria
1 3 Lengkap 2 2 Tidak lengkap 3 1 Tidak menemukan Sumber: analisis data siklus I dan II
Siklus I
Siklus II
23 9 0
30 2
Dari Tabel 1 diketahui bahwa dalam siklus I peserta didik yang dapat menemukan kesalahan ejaan dengan lengkap ada 23 orang dan menemukan kesalahan ejaan tidak lengkap ada 9 orang, dan tidak ada yang tidak dapat menemukan kesalahan ejaan. Pada siklus II peserta didik yang dapat menemukan ketepatan ejaan dengan lengkap yaitu sejumlah 30 orang telah dapat menemukan kesalahan ejaan dalam kegiatan menyunting karangan. Ada dua orang yang dapat menemukan kesalahan ejaan dengan kurang lengkap. Kedua, pilihan kata. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan pada aspek ketepatan pilihan kata dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel.2 Ketepatan Pilihan Kata No Skor Perolehan Kriteria Siklus I Siklus II 1 3 Lengkap 17 21 2 2 Tidak lengkap 14 11 3 1 Tidak menemukan 1 _ Sumber: analisis data siklus I dan II Dari Tabel 2 diketahui bahwa dalam siklus I sebanyak 17 orang peserta didik sudah mampu menyunting karangan dengan menemukan pilihan kata dengan lengkap. Namun masih ada 14 orang yang belum mampu menyunting karangan dengan menemukan pilihan kata tidak lengkap. Dan ada 1 orang memperoleh kriteria tidak menemukan pilihan kata yang tepat. Peningkatan hasil yang sehubungan dengan menyunting karangan pada apek ketepatan pilihan kata terjadi pada siklus II yaitu sebanyak 21 orang peserta didik yang memperoleh skor lengkap dan tidak lengkap sebanyak 11 orang dan tidak ada lagi yang tidak menemukan pilhan kata yang salah. Ketiga, aspek keefektifan kalimat. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan aspek keefektifan kalimat dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel .3 Keefektifan Kalimat No Skor Perolehan Kriteria Siklus I Siklus II 1 3 Lengkap 7 18 2 2 Tidak lengkap 24 14 3 1 Tidak menemukan 1 0 Sumber: analisis data siklus I dan II
350
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Dari Tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada siklus I peserta didik yang telah dapat menyunting karangan dengan keefektifan kalimat dengan lengkap sebanyak 7 orang peserta didik dan yang menyunting keefektifan kalimat dengan tidak lengkap masih ada 24 orang peserta didik. Peserta didik yang tidak dapat menemukan keefektifan kalimat ada 1 orang peserta didik. Terjadi peningkatan hasil belajar dalam menyunting karangan yang dialami yaitu pada siklus II peserta didik yang dapat menyunting karangan dengan memperhatikan keefektifan kalimat dengan lengkap ada 18 orang, peserta didik dan yang menyunting keefektifan kalimat dengan tidak lengkap masih ada 14 orang peserta didik. Peserta didik yang tidak dapat menemukan keefektifan kalimat ada 1 orang peserta didik. Keempat, aspek keterpaduan paragraf. Peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan aspek keterpaduan paragraf dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel .4 Keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana No Skor Perolehan Kriteria Siklus I Siklus II 1 3 Lengkap 8 14 2 2 Tidak lengkap 13 18 3 1 Tidak menemukan 11 0 Sumber: analisis data siklus I dan II Dari Tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada siklus I peserta didik yang telah dapat menyunting karangan dengan keterpaduan paragraf serta kebulatan wacana dengan lengkap sebanyak 8 orang peserta didik dan yang menyunting karangan dengan keterpaduan paragraf serta kebulatan wacana dengan tidak lengkap masih ada 13 orang peserta didik. Peserta didik yang tidak dapat menemukan keterpaduan paragraf dalam kalimat ada 11 orang peserta didik. Terjadi peningkatan hasil belajar dalam menyunting karangan yang dialami yaitu pada siklus II peserta didik yang dapat menyunting karangan dengan keterpaduan paragraf dengan lengkap ada 14 orang peserta didik dan yang menyunting keterpaduan paragraf kurang lengkap masih ada 18 orang peserta didik. Peserta didik yang tidak dapat menyunting karangan dengan keterpaduan paragraf masih ada satu orang peserta didik. Tahap refleksi, apabila siklus II hasil belajar sudah tampak adanya peningkatan yang signifikan, maka penelitian akan diakhiri. PEMBAHASAN Kualitas Proses Pembelajaran Menyunting Karangan dengan Memperhatikan Ketepatan Ejaan, Pilihan Kata, Keefektifan Kalimat, Keterpaduan Paragraf dan Kebulatan Wacana Penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap proses belajar yang dilakukan siswa, berguna untuk mengetahui sejauh mana perubahan tingkah laku yang dicapai oleh siswa dalam artian prestasi belajar. Surya (1985:174) mengatakan bahwa hasil belajar (achievement) yang diperoleh melalui proses belajar di sekolah yang dinyatakan dengan nilainilai. Terjadinya perubahan perilaku pada saat proses belajar itu suit diamati. Perubahan tingkah laku pada diri siswa hanya dapat dilihat setelah dilakukan penilaian. Oleh karena itu, belajar merupakan proses yang kompleks.
351
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pertama, aspek keaktifan. Menurut Triandita (1984) hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi. Metode pembelajaran Think Pair Share adalah satu strategi yang membantu siswa memfokuskan pikiran dan perilaku pada masalah yang dihadapi. Metode Think Pair Share dapat meningkatkan partispasi dan informasi yang dapat diingat siswa. Dalam Think paire Share siswa dapat bertukar pikiran dengan pasangannya dan teman lain untuk memikirkan jawaban atau tugas dari guru. Think Pair Share mencakup tiga tahapan kegiatan utama berikut. (1) Tahap Thinking (berpikir), yaitu saat guru mengajukan suatu hal dikaitkan dengan materi pembelajaran, kemudian meminta siswa menggunakan waktu untuk memikirkan sendiri jawabannya. (2) Tahap Pair (berpasangan), yaitu saat guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang mereka peroleh dari guru untuk menyatukan pendapat dengan menjawab pertanyaan atau mengatasi masalah. (3) Tahap Share (berbagi), yaitu saat guru meminta pasangan-pasangan tersebut berbagi informasi dengan kelompok pasangan keseluruhan kelas. Share ini dilanjutkan sampai sebagian besar pasangan mendapat hasil dari yang didiskusikan untuk dilaporka atau dipresentasikan (Andajani & Pratiwi dalam Silondae: 2013). Pertama, berdasarkan hasil penelitian siklus I dan siklus II telah tampak adanya peningkatan keaktifan peserta didik. Hal ini dapat terjadi karena dalam kegiatan pembelajaran yang telah dirancang, peserta didik memang didesain untuk secara aktif bersama pasangannya dalam pembelajaran menyunting karangan untuk menemukan kasalahan-kesalahan dalam ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, dan keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana. Pemahaman tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyunting karangan sangat diperlukan untuk menuju pada kemampuan menyunting karangan. Kedua, aspek motivasi/keseriusan. Aspek motivasi/keseriusan sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Motivasi akan mendukung peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Hamalik (2002) menyebutkan bahwa ada tiga fungsi motivasi sebagai berikut. (1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan langkah penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. (2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. (3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Dalam siklus I motivasi peserta didk baru mencapai 18,8% dan dalam siklus II ada peningkatan menjadi 84,5%. Ini berarti ada motivasi dari peserta didik dalam proses pembelajaran menyunting karangan. Peningkatan dalam pembelajaran ini dikarenakan peserta didik merasa nyaman dengan adanya kerja kelompok secara berpasangan (penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share). Peningkatan proses pembelajaran peserta didik dalam menyunting karangan tampak setelah diadakan tindakan pada setiap siklus.
352
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Kualitas hasil pembelajaran menyunting karangan dengan menemukan kesalahan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana. Aspek pertama dari peningkatan hasil pembelajaran menyunting karangan adalah menyunting dengan menemukan kesalahan ejaan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada siklus I peserta didik yang telah dapat menemukan kesalahan ejaan sebesar 71,88% dan pada siklus II terjadi peningkatan yaitu menjadi 93,75%. Keberhasilan ini disebabkan karena adanya keaktifan dan keseriusan peserta didik serta penggunaan metode yang bervariasi. Aspek kedua, yaitu menemukan ketepatan pilihan kata. Dari data siklus I dan siklus II peserta didik telah dapat menemukan penggunaan pilihan kata yang tepat. Hal ini telah tampak adanya peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu siklus I peserta didik yang telah dapat menemukan penggunaan pilihan kata dengan tepat sebesar 53,13% dan terjadi peningkatan pada siklus II yaitu menjadi 65,63% Aspek ketiga, yaitu menyunting karangan dengan memperhatikan keefektifan kalimat. Berdasarkan hasil penelitian, telah terjadi peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan dengan memperhatikan keefektifan kalimat. Pada siklus I peserta didik yang dapat menyunting karangan berdasarkan keefektifan kalimat dengan lengkap sebanyak 21,88% dan meningkat pada siklus II mencapai 56,25%. Aspek keempat, yaitu menyunting karangan dengan memperhatikan keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana dengan tepat. Berdasarkan hasil penelitian, telah terjadi peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan dengan memerhatikan keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana dengan tepat. Pada siklus I peserta didik yang dapat menyunting karangan berdasarkan keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana sebanyak 25% dan meningkat pada siklus II mencapai 43,75%. Berdasarkan hasil refleksi pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat meningkatkan proses pembelajaran dan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan dengan menemukan kesalahan ejaan, pilihan kata, keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana. Pernyataan tersebut didasari kenyataan di lapangan bahwa sintaks model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share yang merupakan pedoman penerapan model pembelajaran mampu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan baik dari segi proses pembelajaran maupun hasil skor peserta didik setelah melakukan pembelajaran menyunting karangan. Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dirasakan sangat relevan pada pembelajaran menyunting karangan. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada kualitas proses dan kualitas hasil pembelajaran dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, terjadi peningkatan kualitas proses. Kedua, terjadi peningkatan kemampuan/ kualitas hasil pembelajaran menyunting karangann dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-Share dapat meningkatkan keaktifan, dan motivasi/keseriusan peserta didik dalam menyunting karangan. Keaktifan
353
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
peserta didik pada siklus I 31,25% dan pada siklus II mencapai 71,9%. Motivasi/keseriusan peserta didik dari 18,8% menjadi 84,5% pada siklus II. Peningkatan kualitas hasil pembelajaran menyunting karangan dapat diketahui dengan melihat peningkatan kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan yang meliputi empat aspek yaitu (1) Ketepatan ejaan. Pada siklus I dan siklus II peserta didik yang dapat menyunting karangan dengan menemukan kesalahan ejaan dengan tepat sebesar 71,88% menjadi 93,75%. (2) aspek ketepatan pilihan kata. Peserta didik yang telah dapat menyunting karangan dengan menemukan kesalahan pilihan kata sebesar 53,13% pada siklus I dan mencapai 65,63% pada siklus II. (3) Aspek keefektifan kalimat. Pada siklus I peserta didik yang dapat menyunting karangan dengan menemukan kesalahan keefektifan kalimat sebanyak 21,88% dan meningkat pada siklus II mencapai 56,25%. (4) Aspek keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana. Pada siklus I kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan dengan keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana sebanyak 25% dan meningkat pada siklus II mencapai 43,75%. Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan di atas, simpulan penelitian ini adalah, (1) model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share terbukti dapat meningkatkan proses pembelajaran peserta didik dalam menyunting karangan yang meliputi keaktifan, motivasi/keseriusan peserta didik dalam pembelajaran. (2) model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share terbukti dapat meningkatkan hasil pembelajaran peserta didik dalam menyunting karangan dalam menemukan kesalahan ejaan, ketepatan penggunaan pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana. Saran Berdasarkan simpulan di atas, disarankan kepada guru mata pelajaran bahasa Indonesia tingkat SMP, agar dalam pembelajaran menyunting karangan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pairs-share karena telah terbukti dapat meningkatkan proses dan hasil kemampuan peserta didik dalam menyunting karangan yang berpedoman pada ketepatan ejaan, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf dan kebulatan wacana.
Daftar Rujukan Aryani, Cucu, Laelasari dan Nurlailah. 2012. Bahasa Indonesia Jilid IX. Bandung: Yrama Widya. Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Fathurrohman, Pupuh dan M. Sobry Sutikno. 2010. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum & konsep Islami. Bandung: PT Refika Aditama. Gudang Teori. 2016. Pengertian Hasil Belajar menurut Para Ahli. (online), (http://www.gudang teori.xyz. diakses tanggal 18 September 2016). Kusumah, Wijaya dan Dedi Dwitagama. 2010. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Indeks. Nugrahani, Aldila Andhita. 2012. Peningkatan Kemampuan Menyunting Karangan dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share pada Siswa
354
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
kelas IX B SMP Negeri 2 Tulis Batang Tahun Pelajaran 2011/2012. (Online), http://lib.unnas.ac.id/10650/ diakses pada tanggal 1 Agustus 2016. Permendiknas Nomor 46. 2009. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Yogyakarta.Pustaka Timur. Restuti, E. Kosasih. 2002. Bahasa Indonesia untuk SMP/Mts.Kelas IX. Jakarta: Erlangga. Silondae Hendriaty. 2015. Pembelajaran Menyimpulkan Isi Cerita dengan Metode Think Paire Share di Kelas V SDN 1 Poasia Kendari. Prosiding Seminar Nasional TEQIP. Hlm.606-614. Sunarti. 2015. Peningkatan Kemampuan Menyunting Karangan dengan Metode Snowball Throwing Siswa Kelas IXB SMPN 1 Mojowarno Tahun Pelajaran 20142015. (Online) http://www.majalahsuarapendidikan.net/ diakses pada tanggal 28 Agustus 2016. Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka. Wirajaya, Asep Yudha dan Sudarmawarti. 2008. Berbahasa dan Bersastra Indonesia. Jakarta: Pusat Perbukuan.
355
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGKRITIK/MEMUJI KARYA SENI ATAU PRODUK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES DENGAN MEDIA GAKARSI PADA SISWA KELAS IX F SMP NEGERI 2 SANGGAU Tauhidah
[email protected] SMP Negeri 2 Sanggau Abstrak: Penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan berbicara siswa menggunakan model pembelajaran Examples non Examples pada materi memuji/mengkritik karya seni dengan media gakarsi (gambar karya seni siswa). Penelitian Tindakan Kelas dilakukan dalam dua siklus dengan subjek pengamatan siswa kelas IX F SMP Negeri 2 Sanggau sebanyak 30 siswa pada semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017. Gambar karya seni siswa digunakan untuk memberikan kemudahan dalam menemukan kekurangan/kelebihan karya seni sehingga siswa memiliki keberanian memberikan kritikan/pujian terhadap karya seni tersebut. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan jumlah siswa tuntas belajar dari 9 siswa atau sebesar 30% menjadi 26 siswa atau sebesar 87%. Kata Kunci: kemampuan berbicara, memuji, mengkritik, model examples non examples, media gakarsi
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Hal ini sesuai dengan tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia untuk memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. Peserta didik dapat menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku baik secara lisan maupun tulis. Selain itu mata pelajaran bahasa Indonesia juga bertujuan agar peserta didik dapat menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan santun merupakan salah satu Kompetensi Dasar (KD) dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas IX semester ganjil. KD ini merupakan bagian dari Standar Kompetensi (SK) mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk komentar dan laporan melalui kegiatan berbicara (Depdikbud, 2006: 241). Melalui KD ini siswa diharapkan mampu mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan santun. KD mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan santun merupakan bagian dari penguasaan keterampilan berbicara. Menurut Tarigan (2015: 16) berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang
356
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Tujuan utama berbicara adalah berkomunikasi agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif. Oleh karena itu siswa diharapkan mampu mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan santun sesuai dengan tujuan berbicara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengkritik adalah mengemukakan kritik; mengecam. Kritikan merupakan kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya. Sedangkan memuji adalah melahirkan kekaguman dan penghargaan kepada sesuatu (yang dianggap baik, indah, gagah berani dan sebagainya). Kesulitan untuk menemukan hal-hal yang akan dikomentari terhadap karya (seni atau produk) menjadi kendala dalam mencapai tujuan pembelajaran mengkritik/memuji karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan santun. Kegiatan menyampaikan kritikan atau pujian menjadi sulit karena peserta didik harus menyampaikan pikiran secara langsung terhadap karya seni atau produk dengan bahasa yang lugas dan santun. Kesulitan semakin bertambah karena karya seni atau produk yang digunakan merupakan karya seni yang terlalu umum dan tidak berhubungan langsung dengan keseharian peserta didik. Hal tersebut mengakibatkan peserta didik hanya mampu menemukan kelebihan atau hanya memberikan pujian. Sedangkan untuk menemukan kekurangan atau menyampaikan kritikan siswa mengalami kesulitan. Kesulitan untuk mengutarakan ide-ide yang akan disampaikan pada saat berbicara di depan umum memerlukan bimbingan ke arah kebiasaan berpikir tepat dan logis. Komunikasi lisan siswa yang cenderung ke arah kurang terstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap, dan biasanya lebih kacau serta membingungkan. Si pembicara memikirkan ide-idenya sambil berbicara, dan kerapkali lupa bagaimana terjadinya suatu kalimat lama sebelum ia menyelesaikannya. Kebiasaan-kebiasaan yang ceroboh, ketidakteraturan dalam ujaran, kalimat-kalimat yang tidak menentu ujung pangkalnya serta berulang-ulang, pikiran-pikiran yang tidak sempurna dan tidak konsekuen sering terjadi dalam komunikasi lisan (Tarigan 2015: 6). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti dengan cara menyebarkan angket, kemampuan berbicara siswa masih rendah antara lain disebabkan kurangnya keberanian siswa dalam mengungkapkan ide-idenya, kurangnya rasa percaya diri, dan perasaan takut salah atau takut ditertawakan teman ketika mengungkapkan pendapat atau pikirannya. Untuk mengatasi hal tersebut, guru meminta siswa untuk berdiskusi dengan kelompok kecil yang terdiri dari dua orang. Tujuan kegiatan tersebut adalah untuk menyusun kalimat-kalaimat yang akan disampaikan. Kegiatan tersebut cukup efektif, kalimat yang disusun siswa sudah baik namun masih banyak siswa yang belum berani tampil, cenderung diam dan harus dipanggil namanya terlebih dahulu baru mau tampil di depan umum. Mengingat pentingnya keterampilan berbicara untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk komentar perlu lebih diintensifkan agar mencapai hasil yang maksimal. Berdasarkan hal itu, penulis tertarik untuk menggunakan model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan santun. Model pembelajaran yang akan digunakan adalah Examples non examples. Menurut Suyatno (2009: 115) model
357
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
pembelajaran Examples non examples merupakan model pembelajaran yang menggunakan contoh yang didapat dari kasus/gambar yang relevan dengan kompetensi dasar. Penggunaan gambar sebagai media dalam kegiatan pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru sesuai dengan pendapat Hamalik dalam Arsyad (2016: 19) bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Media yang digunakan dalam kegiatan mengkritik atau memuji adalah media berbasis visual berupa gambar karya siswa. Gambar karya siswa (gakarsi) adalah gambar-gambar hasil karya siswa yang sudah dipilih oleh guru. Beberapa gambar yang digunakan merupakan gambar yang memiliki kelebihan maupun kekurangan, baik dari bentuk gambar maupun perwarnaan, serta tulisan yang terdapat pada gambar. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa dapat menemukan kekurangan atau kelebihan dari karya seni sehingga berani tampil dan memunculkan rasa percaya diri. Menurut Arsyad (2016: 102) keberhasilan penggunaan media berbasis visual ditentukan oleh kualitas dan efektivitas bahan-bahan visual dan grafik itu. Hal ini hanya dapat dicapai dengan mengatur dan mengorganisasikan gagasan-gagasan yang timbul, merencanakannya dengan seksama, dan menggunakan teknik-teknik dasar visualisasi objek. Media gambar karya siswa yang digunakan untuk membantu siswa dalam menemukan kekurangan/kelebihan dari gambar yang diamati. Contoh gambar karya siswa tersebut adalah sebagai berikut.
Gambar 1
Gambar 2
Gambar karya siswa yang disediakan guru merupakan gambar yang telah dipilih guru. Siswa dapat menentukan sendiri gambar yang akan dikomentari. Komentar yang disampaikan dapat berupa kritikan ataupun pujian. Isi komentar harus sesuai dengan gambar yang tersedia. Kekurangan pada gambar berisi kritikan, sedangkan kelebihan pada gambar berupa kalimat pujian. Kritikan pada gambar 1 berupa pernyataan terhadap gambar 1 misalnya, tulisan terlalu kecil sehingga sulit dibaca hal ini membuat orang tidak paham maksud sebenarnya dari gambar tersebut. Kalimat pujian terhadap kelebihan gambar adalah bentuk gambar dan pewarnaan menarik. Alasannya bentuk manusia menyerupai wajah asli manusia dan pewarnaan yang menggunakan warna cerah membuat gambar tersebut menjadi lebih hidup. Komentar pada gambar 2 seperti pernyataan bahwa gambar tersebut sesuai dengan keadaan bumi saat ini yang mengalami kelelahan akibat pemanasan global. Kritikan terhadap karya
358
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
tersebut seperti tulisan “stop global warming, please” tidak tepat karena penggunaan kata tersebut tidak komunikatif. Penggunaan media gambar dalam model pembelajaran Examples Non Examples dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa. Hal ini sesuai dengan pemdapat Fathurrohman (2010: 67) bahwa media berfungsi membantu mempercepat pemahaman dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran lebih komunikatif dan produktif. Hal ini dapat menyebabkan meningkatkan kadar keaktifan/keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan media gambar karya siswa bertujuan membantu siswa untuk lebih mudah menemukan kelebihan dan kekurangan dari gambar yang diamati sehingga siswa dapat dengan mudah menemukan kekurangan dan kelebihan karya seni atau produk. Kemudahan itu akan membantu siswa untuk dapat menyampaikan kritikan atau pujiannya dengan bahasa yang lugas dan santun. Sejalan dengan hal tersebut, Nur Indria Fatmawati Imtikhana (2012) telah melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples dengan judul “ Peningkatan Ketrampilan Menulis Karangan Bahasa Indonesia Melalui Metode Example Non example dengan Media Gambar pada Siswa Kelas IV SD Negeri Sambon 2 Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011 / 2012. Penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples dengan media gambar dapat meningkatkan keterampilan mengarang siswa. Hal tersebut terbukti dengan adanya peningkatan prosentase nilai rata-rata mengarang siswa pada setiap siklusnya. Pada siklus I siswa yang mencapai KKM meningkat sebanyak 11 siswa dengan prosentase sebesar 57,89% dan nilai rata-rata 64,78, sedangkan pada siklus II siswa yang mencapai KKM meningkat menjadi 15 siswa dengan prosentase sebesar 78,94% dan nilai rata-rata 73. Penelitian yang hampir serupa juga dilakukan oleh Nur Asmah Djafar(2014) dalam penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Examples Non Examples Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VIII K SMP Negeri 4 Sungguminasa Kabupaten Gowa”. Hasilnya menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Examples Non Examples dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik, dan dari hasil analisis observasi terhadap perilaku peserta didik selama berlangsungnya proses pembelajaran mengalami peningkatan mulai dari siklus I, II, dan III yang berada pada kriteria baik dan baik sekali, serta adanya respon yang positif berdasarkan hasil angket. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar kemampuan mengkritik/memuji karya seni atau produk dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Examples Non Examples pada siswa kelas IX F SMP Negeri 2 Sanggau tahun pelajaran 2016/2017. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Examples Non Examples menggunakan media gambar karya siswa (gakarsi) bertujuan agar siswa dapat berdiskusi dalam kelompok kecil untuk menemukan kekurangan/kelebihan dari karya seni tersebut. Dengan berpikir kritis siswa dapat menemukan kekurangan/kelebihan dari gambar yang diamati dan dipilih sesuai dengan kesepakatan kelompok. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kadar keaktifan atau keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga pembelajaran lebih komunikatif dan produktif.
359
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Kemudahan dalam menemukan kekurangan/kelebihan terhadap karya seni yang diamati akan memberikan keberanian siswa untuk mengungkapakan pendapatnya secara lisan. Keberanian dalam mengungkapkan pendapat akan meningkatkan kemampuan siswa saat berbicara. Hal ini sesuai dengan kriteria penilaian pada kegiatan menyampaikan kritikan/pujian berupa aspek kesesuai isi kritik/pujian dengan gambar yang dipilih; aspek kelugasan dan kesantunan berbahasa, kelancaran, sikap atau penampilan, dan kenyaringan suara. Dari hasil observasi diketahui bahwa siswa kelas IX F mengalami kesulitan dalam menemukan kekurangan/kelebihan dari karya (seni atau produk) yang diamati. Kesulitan dalam menemukan kekurangan/kelebihan mengakibatkan ketidakberanian siswa untuk menyampaikan kritikan/pujian di depan umum karena takut ditertawakan kalau menyampaikan hal yang salah. Dengan demikian rasa percaya diri siswa menjadi rendah sehingga saat tampil suara yang dikeluarkan menjadi kurang keras dan kurang jelas. Kalimat kurang lancar dan masih ada bunyi /e/, /anu/, /eh/, dan lain-lain. Bahasa yang dihasilkan kurang lugas dan kurang santun. Sikap menjadi kurang wajar, kurang tenang dan kaku. Berdasarkan hal yang telah dipaparkan maka diperlukan suatu tindakan untuk mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan siswa dalam mengkritik/memuji karya seni pada siswa kelas IX F SMP Negeri 2 Sanggau. Tindakan yang dilakukan adalah melaksanakan penelitian tindakan kelas sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan mengkritik/memuji karya seni. Adapun alasan penggunaan model pembelajaran Examples Non Examples adalah untuk membantu siswa menemukan kekurangan/kelebihan dari karya seni. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul: “Meningkatkan Kemampuan Mengkritik/memuji Karya Seni atau Produk Menggunakan Model Pembelajaran Examples Non Examples dengan Media Gakarsi pada Siswa Kelas IX F SMP Negeri 2 Sanggau. METODE Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Langkah-langkah yang dilewati dalam setiap siklus adalah (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Dalam penelitian ini, siklus Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dihentikan setelah siklus kedua selesai dilaksanakan karena hasil yang diharapkan telah tercapai. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Sanggau yang beralamat di Jalan Dewi Sartika 9, Ilir Kota, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, pada siswa kelas IX F tahun pelajaran 2016/2017. Jumlah siswa sebanyak 30 orang, terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Guru bertindak sebagai pengajar, pengamat, penganalisa data, dan sekaligus melaporkan hasil penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini adalah lembar observasi, angket, tes unjuk kerja, dan kuis. Lembar observasi digunakan untuk menilai aktivitas siswa dan keterlaksanaan kegiatan pembelajaran selama penelitian dilakukan. Angket berisi pernyataan-pernyataan yang harus diisi oleh peserta didik dalam rangka menjaring data tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Tes unjuk kerja digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dalam memberikan komentar berupa kritikan atau pujian. Tes diberikan pada setiap akhir pertemuan pada akhir siklus I dan
360
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
akhir siklus II. Kuis diberikan pada setiap akhir pertemuan. Kuis berisi satu soal yang berhubungan dengan materi yang dipelajari pada setiap pertemuan tersebut. Tujuan pemberian kuis adalah untuk mengetahui perkembangan kemampuan siswa dalam setiap pertemuan. Teknik pengumpulan data hasil belajar mengkritik/memuji karya (seni atau produk) dilakukan dengan mendemontrasikan kinerjanya dalam bentuk komentar. Tes hasil belajar berupa tes unjuk kerja bertujuan untuk mengukur atau mendiagnosis kelemahan atau kekurangan siswa dan digunakan untuk memberikan perbaikan program atau proses pembelajaran. Tes hasil belajar dilaksanakan pada setiap akhir siklus. Teknik analisis data dilakukan dengan mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Untuk menentukan hasil belajar siswa, hasil tes unjuk kerja dinilai berdasarkan kriteria penilaian kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk komentar berupa kritikan/pujian yang meliputi aspek kesesuaian isi komentar dengan karya seni, kelugasan dan kesantunan berbahasa, kelancaran, sikap atau penampilan, dan kenyaringan suara sesuai dengan rubrik penskoran yang telah ditetapkan. Penyajian data dilakukan agar data lebih mudah dipahami oleh orang lain. Dalam penelitian ini pengkategorian data dilakukan dengan cara memaparkan rencana tindakan dan perlakuan tindakan serta kendalanya, memaparkan hasil observasi, hasil angket yang diperoleh selama proses pembelajaran serta menyajikan data hasil tes unjuk kerja. Penarikan kesimpulan merupakan proses penyimpulan data yang telah dihasilkan sehingga diperoleh pernyataan mengenai dampak tindakan. Hasil analisis digunakan untuk menarik kesimpulan dalam laporan. Indikator keberhasilan tindakan terhadap peningkatan kemampuan mengkritik/memuji karya seni. Pertama membandingkan tingkat keberhasilan dari satu siklus ke siklus berikutnya. Keberhasilan siklus I diketahui dengan cara membandingkan dengan refleksi awal. Keberhasilan siklus II diketahui dengan membandingkan dengan siklus I. Kedua keberhasilan penelitian tindakan kelas dicirikan apabila siswa dapat menunjukkan kemampuan berbicara, jika dari 30 siswa menunjukkan adanya peningkatan kemampuan mengkritik/memuji ≥ 75, dengan persentasenya ≥ 75 % mendapat nilai ketuntasan minimal. HASIL Pada tahap perencanaan peneliti merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan mengkritik/memuji karya seni menggunakan model pembelajran Examples Non Examples dengan media gambar karya siswa. Perencanaan dimulai dari perencanaan strategi pembelajaran, pengorganisasian kelas dan waktu, evaluasi dan dokumentasi. Beberapa perangkat yang disiapkan dalam tahap ini adalah: media pembelajaran berupa gambar, menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan menyiapkan lembar validasi, menyusun intrumen evaluasi kegiatan pembelajaran untuk tugas-tugas kelompok, kuis, dan lembar observasi. Peneliti dan guru sebagai kolaborator juga menyiapkan skenario pembelajaran dan menyusun tes akhir siklus I. Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Pertemuan pertama siklus I dilaksanakan pada hari Selasa, 9 Agustus 2016 jam ke-6 dan ke-7. Siswa yang hadir pada siklus I pertemuan pertama sebanyak 30 siswa. Proses pembelajaran mengacu pada rencana pembelajaran yang telah disusun. Kegiatan pembelajaran yang
361
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dilakukan menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples dengan media gambar karya siswa. Hal ini bertujuan untuk mempermudah siswa menemukan kekurangan dan kelebihan karya (seni atau produk). Setelah mampu menemukan kekurangan/kelebihan karya (seni atau produk) siswa dapat menyusun kalimat kritikan/pujian terhadap karya seni atau produk dengan yang lugas dan santun. Kegiatan pembelajaran dengan kompetensi menemukan kekurangan/kelebihan karya seni atau produk dilaksanakan melalui diskusi kelompok. Siswa mengamati gambar-gambar karya siswa yang telah dipilih guru sesuai dengan tujuan pembelajaran. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisis gambar. Guru menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai yaitu mengkritik/memuji karya seni dengan bahasa yang lugas dan santun. Siswa berdiskusi untuk menemukan kekurangan/kelebihan dari gambar karya seni siswa. Diskusi dilakukan dalam kelompok yang terdiri dari 2-3 orang. Setelah siswa mampu menemukan kekurangan/kelebihan karya seni atau produk siswa mengomunikasikan hasil kerja kelompok. Selama pembelajaran berlangsung siswa terlihat antusias mengamati gambar yang dipilihnya. Siswa dapat menemukan kekurangan/kelebihan dari gambar yang diamati. Namun saat guru meminta siswa untuk memberikan komentar hanya empat siswa yang bersedia tampil tanpa memanggil nama terlebih dahulu. Saat ditanya alasan siswa tidak mau tampil tanpa dipanggil namanya adalah merasa malu karena kalau salah berbicara teman mengejek. Pada tahap siklus I pertemuan kedua guru menanyakan tugas yang diberikan, yaitu meminta siswa untuk menyusun kalimat kritikan dan kalimat pujian dari karya seni yang mereka temukan di rumah. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat memberikan komentar terhadap gambar yang ditampilkan guru. Guru memotivasi siswa untuk berani memberikan komentar terhadap kekurangan/kelebihan gambar yang diamati. Selama kegiatan diskusi kelompok, guru memberikan bimbingan pada siswa dengan cara mengeliling tempat kerja siswa untuk melihat hasil diskusi kelompoknya. Keberhasilan proses dilihat dari keadaan siswa yang berperan lebih aktif dalam pembelajaran dengan berani mengajukan pertanyaan, interaksi antar siswa dalam kelompok, kerja sama, keseriusan, dan keefektifan waktu dalam kerja kelompok. Peneliti bekerjasama dengan kolaborator melakukan pengamatan dan evaluasi terhadap jalannya pelaksanaan tindakan tersebut. Hasil refleksi yang diperoleh pada tindakan pada siklus I adalah adanya kemampuan yang cukup baik dalam memberikan komentar berupa kritikan/pujian terhadap karya seni yang diamati. Selain itu, adanya perubahan sikap posistif siswa terhadap kegiatan pembelajaran pada materi mengkritik/memuji karya seni meskipun belum maksimal. Dengan demikian kegiatan pembelajaran harus dilanjutkan pada siklus II. Sebelum kegiatan pembelajaran pada siklus II dilaksanakan peneliti bekerja sama dengan kolaborator menyusun dan merencanakan tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada siklus II untuk memperbaiki aspek-aspek yang dinilai belum optimal pada siklus I. Aspek-aspek yang belum dikuasai siswa meliputi: aspek kesesuaian isi komentar dengan gambar karya siswa yang diamati; aspek kelugasan dan kesantunan saat berbicara; aspek kenyaringan suara; aspek sikap wajar, tenang, dan tidak kaku (penampilan); dan aspek kelancaran saat memberikan komentar. Peneliti dan kolaborator menekankan pembelajaran
362
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
pada aspek-aspek yang belum dikuasai siswa agar hasil yang diperoleh lebih baik dari siklus sebelumnya. Pada pertemuan ini, peneliti memulai pelajaran dengan apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan memotivasi siswa untuk berani tampil lebih baik. Guru melakukan peninjauan ulang terhadap materi pembelajaran dan memberikan bantuan kepada siswa yang merasa belum paham terhadap materi pembelajaran. Peneliti dan kolaborator mengamati perilaku siswa, reaksi siswa, dan suasana pembelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajarn sama dengan pertemuan pertama siklus I, hanya pada pertemuan ini gambar yang ditampilkan berbeda dengan gambar sebelumnya. Guru kembali meminta siswa mengamati gambar dan meminta siswa untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok. Selain itu pada pertemuan ini guru lebih banyak memotivasi siswa agar berani memberikan komentar, bertanya-jawab mengenai kesulitan materi yang sedang dipelajari. Selanjutnya, kegiatan pembelajaran adalah mengamati gambar karya siswa yang berbeda dari yang pertemuan pada siklus I. Selama pembelajaran berlangsung, peneliti dan kolaboran tetap melakukan pengamatan terhadap perilaku siswa. Pada pertemuan kedua siklus II, skenario pembelajaran sama dengan pertemuan pertama, hanya gambar karya seni siswa yang berbeda. Siswa berdiskusi untuk menemukan kekuranga/kelebihan dari gambar yang diamati. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tes unjuk kerja siklus II. Tes unjuk kerja dilakukan dengan aturan yang sama seperti siklus sebelumnya, yaitu setiap siswa diberi waktu dua menit untuk mengungkapkan pendapatnya tentang kekurangan/kelebihan gambar yang telah diamati. Selain itu, siswa juga dapat memberikan komentar yang berkaitan dengan perasaannya saat melihat gambar tersebut.
mengomentari gambar 3
mengomentari gambar 1
Siswa tampil ke depan kelas sambil menunjuk gambar yang dipilih untuk memberikan kritikan/pujian. Kalimat pujian yang disampaikan siswa seperti berikut ini. “Gambar nomor 1 sangat bagus. Gambar ini menggambarkan anak yang sedang belajar. Hal ini sangat baik karena dapat memotivasi kita untuk belajar setelah melihat gambar ini. Tetapi tulisannya kurang sesuai karena tertulis kalimat ingat ya, belajar kunci utama mencapai kesusksesan, bahagiakan kedua orang tuamu dengan hasil halalmu sendiri. Di sini terdapat kata halal, sebaiknya kata halal diganti dengan jerih payah sehingga kalimatnya menjadi bahagiakan
363
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
kedua orang tuamu dengan hasil jerih payahmu sendiri. Sekian pujian dan kritikan dari saya. Terima kasih.” Komentar siswa terhadap gambar 3 seperti berikut ini. “Saya akan memberikan kritikan dan pujian terhadap gambar nomor 3. Gambar ini menarik karena warnanya terang yang cerah sehingga teman-teman saya yang duduk di belakang dapat melihat dengan jelas. Selain itu gambar ini sesuai dengan keadaan bumi saat ini yang tercemar oleh polusi udara. Kritikan saya pada gambar ini terletak pada tulisan. Tulisannya menggunakan bahasa Inggris karena tidak semua orang mengerti maksud dari tulisan tersebut.” Keberhasilan produk dapat dilihat dari hasil implementasi tindakan yang telah dilakukan pada siklus I dan siklus II. Peningkatan kemampuan siswa dalam mengkritik/memuji karya seni atau produk dengan bahasa yang lugas dan santun untuk setiap aspeknya dapat dilihat dari uraian berikut. Pertama, kesesuaian isi kritikan/pujian dengan karya seni. Peningkatan kemampuan siswa dalam menyampaikan kritikan/pujian terhadap karya seni yang diamati dapat dilihat pada tabel 1. .Tabel 1. Kesesuaian kritikan/pujian dengan karya seni No Skor Kriteria Siklus I Siklus II . Perolehan 1. Kritikan/pujian sesuai dengan karya seni 3 9 25 2. Kritikan/pujian sesuai dengan karya seni, 2 17 5 tetapi kurang menarik 3. Kritikan/pujian kurang sesuai dengan karya seni 1 4 4.
Kritikan/pujian tidak sesuai dengan karya seni Skor rata-rata
0
-
-
72
94
Dari tabel 1 diketahui bahwa pada siklus I hanya 9 siswa yang dapat menyampaikan kritikan/pujian sesuai dengan karya seni yang diamati, 17 siswa sudah dapat menyampaikan kritikan/pujian tetapi kurang menarik, dan masih ada 4 siswa yang menyampaikan kritikan/pujian kurang sesuai dengan karya seni. Peningkatan hasil mengkritik/memuji yang sesuai dengan karya seni terjadi pada siklus II. Peningkatan yang signifikan terjadi pada aspek ini karena dari 9 siswa yang mampu menyampaikan kritikan/pujian sesuai dengan karya seni menjadi 25 siswa dengan nilai rata-rata siswa pada aspek ini mencapai 94. Kedua, kelugasan dan kesantunan berbahasa. Peningkatan kemampuan mengomentari karya seni dengan bahasa yang lugas dan santun dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Kelugasan dan kesantunan berbahasa No Skor Kriteria Siklus I Siklus II . Perolehan 1. Menyampaikan dengan bahasa yang 3 7 16 lugas dan santun 2. Menyampaikan dengan bahasa lugas 2 19 14
364
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
tetapi kurang santun 3. Menyampaikan dengan bahasa yang kurang lugas dan kurang santun 4. Menyampaikan dengan bahasa yang tidak lugas dan tidak santun Skor rata-rata
1
4
-
0
-
-
70
81
Kelugasan dan kesantunan saat mengkritik/memuji dari tabel 2 diketahui bahwa dalam siklus I sebanyak 7 siswa yang dapat menyampaikan kritikan/pujian dengan bahasa yang lugas dan santun. Menyampaikan kritikan/pujian dengan bahasa lugas tetapi masih kurang santun sebanyak 19 siswa dan masih ada 4 siswa yang menyampaikan kritikan/pujian dengan bahasa yang kurang lugas dan kurang santun saat mengkritik/memuji karya seni. Peningkatan hasil mengkritik/memuji dengan bahasa yang lugas dan santun terhadap karya seni terjadi pada siklus II sebanyak 16 siswa menyampaikan kritikan/pujian dengan bahasa yang lugas dan santun dan 14 siswa menyampaikan dengan bahasa yang lugas walaupun masih kurang santun. Pada aspek ini terjadi peningkatan nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II sebesar 11. Ketiga, aspek kenyaringan suara saat menyampaikan komentar. Kemampuan mengkritik/memuji dengan suara keras, jelas, dan menguasai situasi berdasarkan gambar karya seni siswa dapat dilihat pada tebal 3. Tabel 3. Kenyaringan suara saat memberikan komentar terhadap karya seni No Skor Siklus Kriteria Siklus II . Perolehan I 1. Keras, dan jelas 3 2 16 2. Keras, tetapi kurang jelas 2 24 14 3. Kurang keras dan kurang jelas 1 4 4. Kurang keras, tidak jelas 0 Skor rata-rata 69 81 Dari tabel 3 diketahui bahwa dalam siklus I masih ada 2 siswa yang menyampaikan kritikan/pujian dengan suara keras, tetapi kurang jelas dan kurag menguasai situasi. Sedangkan pada siklus II sudah tidak ada lagi siswa yang suaranya keras, tetapi kurang jelas dan kurang menguasai situasi. Peningkatan hasil pada siklus II dari 4 siswa yang dapat menyampaikan kritikan/pujian dengan keras, jelas, dan menguasai situasi meningkat menjadi 16 siswa. Keempat, aspek kelancaran saat memberikan komentar. Kemampuan menyampaikan komentar dengan lancar dan tidak terputus-putus dapat dilihat pada tabel 4.
No . 1. 2.
Tabel 4. Kelancaran saat menyampaikan komentar terhadap karya seni Skor Kriteria Siklus I Siklus II Perolehan Kalimat lancar dan tidak terputus-putus 3 3 11 Kalimat lancar, tetapi masih ada bunyi 2 22 19 /e‟/ , /anu/, /eh/, dan lain-lain
365
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
3. 4.
Lambat, kurang lancar, dan jeda terlalu panjang Lambat dan terputus-putus Skor rata-rata
1
5
-
0
64
77
Dari tabel 4 diketahui bahwa masih ada 5 siswa dalam siklus I yang menyampaikan kritikan/pujian dengan lambat, kurang lancar, dan jeda terlalu panjang. Sedangkan pada siklus II sudah tidak ada lagi siswa yang lambat, kurang lancar, dan jeda terlalu panjang. Peningkatan hasil pada siklus II dari 3 siswa yang dapat menyampaikan kritikan/pujian dengan lancar dan tidak terputus-putus menjadi 11 siswa dan 19 siswa menyampaikan dengan lancar, tetapi terkadang masih ada bunyi /e‟/, /eh/ , /eh/. Kelima, sikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Kemampuan menyampaikan komentar dengan sikap wajar, tenang, dan tidak kau dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Sikap wajar, tenang, dan tidak kaku Skor No. Kriteria Siklus I Perolehan 1. Bersikap wajar, tenang, dan tidak kaku 3 3 2. Bersikap wajar, tenang, tetapi kaku 2 24 3. Bersikap wajar, kurang tenang dan kaku 1 3 4. Bersikap kurang wajar, kurang tenang, 0 dan kaku Skor rata-rata 66
Siklus II 12 18 78
Dari tabel 5 diketahui bahwa dalam siklus I siswa yang bersikap wajar, tenang, dan tidak kaku hanya ada 3 siswa dan yang bersikap wajar, tenang tetapi masih kaku sebanyak 24 siswa. Siswa yang bersikap kurang wajar, kurang tenang dan kaku sebanyak masih ada 3 siswa. Jumlah siswa pada siklus II yang dapat bersikap wajar, tenang, tetapi kaku saat memberikan kritikan/pujian sebanyak 18 siswa. Tidak ada lagi siswa yang bersikap kurang wajar, kurang tenang dan kaku. Sedangkan jumlah siswa yang bersikap wajar, tenang, dan tidak kaku meningkat dari 3 siswa menjadi 12 siswa. Perkembangan hasil belajar mengkritik/memuji karya (seni atau produk) dengan kalimat yang lugas dan santun dapat dilihat dari hasil tes unjuk kerja pada akhir siklus. Perkembangan ini meliputi Berikut adalah hasil tes unjuk kerja yang diberikan selama penelitian ini berlangsung.
No 1. 2. 3. 4.
Tabel 6. Kenaikan skor rata-rata tindakan siklus I dan siklus II Sik Aspek Penilaian Siklus II lus I Kesesuaian isi komentar dengan karya seni 72 94 Kelugasan dan kesantunan berbahasa 70 81 Kenyaringan suara 69 81 Sikap wajar, tenang, dan tidak kaku 64 77
366
Kenaikan Skor 22 11 12 13
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
5.
Kelancaran
66 68
Skor rata-rata
78 82
12 14
Berdasarkan data yang ditampilkan dalam tabel tersebut diketahui bahwa terjadi peningkatkan yang cukup signifikan pada siklus II. Skor rata-rata tiap aspek mencapai kriteria ketuntasan minimal. Kenaikan skor rata-rata dari 68 pada siklus I menjadi 84 pada siklus II sebanyak 14. Oleh karena itu, dapat disimpulkan setelah tindakan pada siklus II kemampuan mengkritik/memuji berbagai karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan santun mengalami peningkatan. Peningkatan rata-rata setiap aspek meliputi aspek-aspek berikut: aspek kesesuaian isi komentar dengan gambar karya seni dari 72 menjadi 94 mengalami peningkatan sebesar 22; aspek kelugasan dan kesantunan berbahasa dari 70 menjadi 81 mengalami peningkatan sebesar 11; aspek kenyaringan suara dari 69 menjadi 81 mengalami peningkatan sebesar 12; aspek kelancaran berbicara dari 64 menjadi 77 mengalami peningkatan sebesar 13; aspek sikap wajar, tenang, dan tidak kaku dari 66 menjadi 78 mengalami peningkatan sebesar 12. Pada akhir siklus II terjadi peningkatan skor rata-rata kemampuan mengkritik/memuji karya seni dari 68 menjadi 82 pada setiap aspek penilaian. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembahasan difokuskan pada (1) deskripsi awal, (2) pelaksanaan tindakan kelas dengan model pembelajaran Examples Non Examples menggunakan media gambar karya siswa, dan (3) peningkatan kemampuan mengkritik/memuji karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan santun. Skor rata-rata tes awal kemampuan membedakan kalimat kritikan/pujian terhadap karya (seni atau produk) pada keterampilan berbicara sebesar 65% dan siswa dinyatakan belum tuntas sehingga perlu ditingkatkan. Selanjutnya, peneliti dan kolaborator menetapkan alternatif tindakan untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap hasil karya atau produk yang diamati dalam bentuk keterampilan berbicara. Alternatif yang direncanakan adalah menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples dengan media gambar karya siswa yang memiliki kedekatan langsung dengan siswa sehingga tujuan belajar dapat dicapai. Tujuan berupa kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima pendapat orang lain, dan sebagainya. Model pembelajaran Examples Non Examples yang terdiri dari 2-3 orang siswa dalam satu kelompok agar siswa dapat saling membantu untuk menemukan kekurangan/kelebihan dari karya seni yang dipilih. Melalui diskusi kelompok kecil siswa dapat menyusun kalimat kritikan/pujian sehingga setiap siswa diberi kesempatan untuk dapat mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas. Penggunaan media pembelajaran berupa gambar karya siswa bertujuan untuk mempermudah siswa menemukan kekurangan/kelebihan karya seni. Kegiatan mengamati gambar merupakan kegiatan pembelajaran langsung. Kegiatan pembelajaran langsung menurut Suprijono (2016: 69) dirancang untuk penguasaan pengetahuan prosedural, pengetahuan deklaratif (pengetaahuan faktual) serta berbagai keterampilan. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan pembelajaran langsung dimaksudkan untuk menuntaskan dua hasil belajar yaitu penguasaan pengetahuan yang distrukturkan
367
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dengan baik dan penguasaan keterampilan. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran mengkritik/memuji yaitu menemukan kekurangan/kelebihan dari karya seni kemudian mengkritik/memuji karya seni tersebut. Peningkatan kualitas hasil pembelajaran mengkritik/memuji karya seni yang dibahas adalah kesesuain isi kritikan/pujian, kelugasan dan kesantunan berbahasa, kenyaringan suara, kelancaran berbicara, dan sikap wajar, tenang, dan tidak kaku karena menggunakan gambar karya seni siswa. Penggunaan gambar karya siswa dimaksudkan untuk mempermudah siswa menemukan kekurangan/kelebihan dari gambar tersebut sehingga siswa dapat menyusun kalimat kritikan/pujian. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terjadi peningkatan dari siklus I ke siklus II. Siswa telah dapat kritikan/pujian sesuai dengan gambar yang dipilih. Kebebasan dalam menentukan gambar yang akan dikritik/dipuji membawa hasil yang sangat baik. Sebagaimana dijelaskan oleh Deni dan Halimah (2008: 86) bahwa membebaskan daya kreatif siswa dengan membiarkan anak menuangkan imajinasinya. Ketika ia mengembangkan keterampilan kreatif, anak tersebut akan dapat menghasilkan ide-ide yang inovatif dan jalan keluar dalam menyelesaikan masalah serta meningkatkan kemampuan dalam mengingat sesuatu. Hal ini terbukti dengan tidak adanya siswa yang menyampaikan kritikan/pujian kurang sesuai dengan gambar. Hasil penelitian menggunakan model pembelajaran Examples Non Examples dengan media gambar karya siswa menunjukkan adanya peningkatan keterampilan berbicara siswa khususnya dalam hal mengomentari. Hal tersebut diketahui dari perubahan sikap siswa ke arah yang lebih baik dan peningkatan skor penilaian pada aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan. Data yang ditampilkan dalam tabel diketahui bahwa pada siklus I, jumlah siswa yang mencapai ketuntasan adalah 9 orang atau 30% dan yang tidak tuntas sebanyak 21 orang atau mencapai 70%. Peningkatan kemampuan siswa pada siklus II, dari 9 siswa yang tuntas menjadi 26 siswa, dan sebanyak 21 siswa yang tidak tuntas menjadi 4 siswa. Keberhasilan juga dapat dilihat dari keadaan siswa menjadi lebih aktif dan antusias selama mengikuti pembelajaran. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih berarti dan bervariasi. Penggunaan media gambar karya siswa membantu siswa untuk berani mengeluarkan pendapat dan ide secara lebih lancar, lebih percaya diri, dan lebih runtut. Selain itu, siswa dapat meningkatkan sikap berpikir kritis, logis, sistematis, dan lebih mandiri. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada kemampuan mengkritik/memuji karya seni dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Examples Non Examples dengan media gambar karya seni siswa pada materi mengkritik/memuji karya (seni atau produk) dengan bahasa yang lugas dan santun. Hasil tes unjuk kerja pada akhir siklus I sebanyak 9 siswa atau 30% siswa tuntas dan pada akhir siklus II meningkat menjadi 26 siswa atau 87% siswa tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan belajar yang telah ditentukan pada awal penelitian ini yaitu ≥ 75 % telah tercapai.
368
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Saran Guru hendaknya lebih kreatif dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dan dapat menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan dibelajarkan, sehingga proses dan hasil pembelajaran dapat meningkat. Salah satu cara yang dapat dijadikan alternatif bagi guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Examples Non Examples dengan menggunakan karya siswa berupa gambar. Guru dapat mengembangkan penggunaan media gambar karya seni siswa sendiri untuk membelajarkan siswa pada objek yang langsung dapat diamati sehingga menimbulkan kemudahan dalam menenumakan kekurangan/kelebihan objek dan menumbuhkan keberanian saat memberikan komentar. Sekolah dapat memfasilitasi guru untuk menggunakan menggunakan media gambar dalam kegiatan pembelajaran karena media gambar dapat digunakan untuk mata pelajaran lain sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Daftar Rujukan Abidin, Yunus. 2013. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama. Arsyad, Azhar. 2016. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Deporter, B, dan Hernacki, M. 2007. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Mizan Pustaka Djafar, Nur Asmah (2014) Penerapan Model Pembelajaran Example Non Example untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VIII K SMP Negeri 4 Sungguminasa Kabupaten Gowa. Jurnal Bionature, Volume 15, Nomor 2, Oktober 2014, hlm. 67-80. http://ojs.unm.ac.id/index.php/bionature/article/viewFile/1551/616 diakses tanggal 16 Agustus 2016). Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry. 2010. Strategi Belajar Mengajar melalui Penanaman Konsep Umum &Konsep Islam. Bandung: Refika Aditama. Imtikhana, Nur Indria Fatmawati. 2012. Peningkatan Ketrampilan Menulis Karangan Bahasa Indonesia Melalui Metode Example Non Example dengan Media Gambar Pada Siswa Kelas Iv Sd Negeri Sambon 2 Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2011 / 2012. Skripsi naskah publikasi. Surakarta: Universitas Surakarta. Herman, Hendry. 2010. Teori Belajar dan Motivasi. Bandung: CV Citra Praya. Koswara, D Deni & Halimah. 2008. Bagaimana Menjadi Guru Kreatif. Bandung: Pribumi Mekar. Roekhan. 2013. Modul Teachers Quality Improvement Program Media Pembelajaran Bahasa Indonesia. Malang: Penerbit Universitas Malang. Sadiman, Arief S. 2014. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Permata.
369
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Suprijono, Agus. 2016. Cooperative Learning: Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Tarigan, Hendry Guntur. 2015. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Widoyoko, Eko Putro. 2016. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
370
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
PENGGUNAAN MEDIA JARING-JARING SPIDERMAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI INFORMASI DALAM TEKS DESKRIPSI PADA PESERTA DIDIK KELAS VIIA SMP NEGERI 4 SANGGAU Yohana L. A. Suyati SMP Negeri 4 Sanggau, Jalan Embaong 55, Kabupaten Sanggau
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi dengan menggunakan media Jaring-Jaring Spiderman. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dalam dua siklus ini dengan subjek penelitian sebanyak 28 orang peserta didik dari kelas VIIA SMP Negeri 4 Sanggau Tahun Pelajaran 2016/2017. Langkah pembelajaran ini adalah peserta didik menentukan kata-kata kunci dari tema, gagasan utama, dan gagasan penjelas dari teks deskripsi yang dibaca. Kata-kata kunci tersebut dihubungkan dengan garis-garis lengkung seperti jaring-jaring yang dikeluarkan dari tangan tokoh superhero bernama Spiderman. Media ini merupakan modifikasi dari konsep peta pikiran. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan peserta didik dengan indikator peningkatan ketuntasan belajar menjadi 86%. Kata Kunci: media jaring-jaring Spiderman, peningkatan kemampuan, mengidentifikasi informasi teks, teks deskripsi
Salah satu Kompetensi Dasar (KD) dari Kompetensi Inti (KI) Keterampilan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VII dalam Kurikulum 2013 edisi revisi tahun 2016 adalah KD 3.1 yaitu mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi tentang objek (sekolah, tempat wisata, tempat bersejarah, dan atau suasana pentas seni daerah) yang didengar dan dibaca (Kemdikbud, 2016a:1). KD ini menuntut peserta didik untuk dapat memetakan isi teks deskripsi dari segi topik dan bagian-bagiannya serta menjawab pertanyaan isi teks deskripsi (Kemdikbud, 2016b:34). Dari rumusan KD dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dan Lampiran 2, KD ini diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik, baik dari teks deskripsi yang didengar maupun yang dibaca oleh peserta didik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa KD 3.1 merupakan bagian dari keterampilan berbahasa pada aspek mendengarkan dan membaca. Dari dua keterampilan berbahasa tersebut, semua kegiatan pembelajaran dalam penelitian ini difokuskan pada kemampuan membaca. Alasan pemilihan fokus penelitian ini pada kemampuan membaca adalah mengingat pentingnya peran kemampuan membaca teks deskripsi dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Sebagaimana diungkapkan oleh Tarigan (2013:9) tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Hakikat kegiatan membaca adalah memperoleh makna yang tepat (Zuchdi, 2008:19). Diharapkan dengan menguasai keterampilan membaca peserta didik dapat memiliki kompetensi untuk memperoleh informasi dan menangkap makna dari teks deskripsi yang dibacanya. Dengan kekayaan informasi dan kemampuan menangkap makna dari teks deskripsi yang dibacanya, harapan selanjutnya adalah peserta didik dapat
371
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
menjadi menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri sebagaimana tujuan pendidikan nasional yang tertera sebagai dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sementara itu, fakta bahwa hasil survei internasional (PIRLS 2011, PISA 2009 & 2012) yang mengukur keterampilan membaca peserta didik, Indonesia menduduki peringkat bawah (Kemdikbud, 2016c:4). Padahal, tuntutan keterampilan membaca pada abad 21 adalah kemampuan memahami informasi secara analitis, kritis, dan reflektif. Sementara itu, pembelajaran di sekolah belum mampu mengajarkan kompetensi abad 21, termasuk kompetensi membaca. Oleh karena itu, peran pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai salah satu kunci keberhasilan peningkatan kemampuan membaca peserta didik sangatlah penting mengingat kemampuan membaca merupakan bagian dari keterampilan berbahasa. Di kelas VII, teks deskripsi merupakan teks pertama yang dibelajarkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Menurut Priyatni (2015:72) teks yang memaparkan suatu objek/hal/keadaan sehingga pembaca seolah-olah mendengar, melihat, atau merasakan hal yang dipaparkan dikategorikan sebagai teks deskripsi. Teks deskripsi bertujuan menjelaskan pengalaman yang berhubungan dengan hasil pengamatan pancaindra, seperti bentuknya, suaranya, rasanya, kelakukannya, atau gerak-geriknya. Dengan memiliki kemampuan mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi, diharapkan peserta didik dapat memperoleh data-data berdasarkan hasil pengamatan terhadap objek yang dibahas di dalam teks deskripsi. Data-data tersebut merupakan informasi yang bermanfaat bagi peserta didik dalam mengembangkan kompetensi di dalam diri mereka. Namun, dalam kenyataannya, peserta didik mengalami kesulitan di dalam mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi. Kesulitan ini dapat dilihat dari rendahnya kemampuan mereka dalam mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi. Sebagai perbandingan dalam tes prapenelitian ini diperoleh data bahwa dari dua kelas VII tahun pelajaran 2016/2017 kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi adalah 40% peserta didik tuntas dan 60% peserta didik tidak tuntas pada kelas VIIA, sedangkan pada kelas VIIB 70% peserta didik tuntas dan 30% peserta didik tidak tuntas. Berdasarkan data tersebut, diperlukan perhatian khusus pada kelas VIIA karena dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu 70 hanya 40% peserta didik kelas VIIA yang bisa mencapainya. Permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik adalah mereka mampu membaca, tetapi mereka kurang mampu dalam menangkap informasiinformasi penting dari teks yang mereka baca. Jika setelah membaca mereka, mereka tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait bacaan dengan hasil maksimal dan tidak dapat menyimpulkan isi teks dengan baik. Permasalahan ini akan menghambat mereka dalam memperoleh informasi-informasi penting dari teks yang seharusnya mereka dapatkan. Perhatian khusus pada kelas VIIA ini menjadi dasar bagi penulis untuk mencarikan jalan keluar agar kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi dapat meningkat. Jalan keluar yang direncanakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan media Jaring-Jaring Spiderman. Media Jaring-Jaring Spiderman sebenarnya merupakan modifikasi dari konsep Peta Pikiran atau Mind Mapping. Peta Pikiran adalah suatu teknik
372
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
untuk mengorganisasikan suatu konsep atau ide dalam bentuk diagram radial hirarkis nonlinier. Dalam Peta Pikiran, tema, gagasan utama, dan gagasan penjelas yang dituangkan dengan kata-kata kunci dihubungkan dengan garis lengkung dan divariasikan dengan gambar atau simbol yang sesuai dan warna-warna yang menarik. Sistem ini ditemukan dan dipopulerkan di awal tahun 1970 oleh Dr. Tony Buzan, seorang penulis dan konsultan pendidikan kelahiran Inggris. Artinya, sistem ini telah teruji cukup lama (Alamsyah, 2009:20). Penelitian yang relevan pernah dilakukan oleh Setyaningrum (2012) dengan judul “Penerapan Metode Mind Map untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Tunarungu Kelas 3 Di SLB As-Syifa Lombok Timur”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan membaca pemahaman pada peserta didik tuna runggu setelah mengalami pembelajaran menggunakan metode Mind Map. Selain itu, Setiawan (2013) juga melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan dengan Metode Mind Mapping pada Siswa Kelas II SDN 3 Cibodas. Kemampuan membaca permulaan pada peserta didik kelas II SDN 3 Cibodas menunjukkan peningkatan setelah pembelajaran membaca permulaan ini dilakukan dengan metode Mind Mapping ini. Dari segi peningkatan hasil belajar, penelitian relevan yang pernah dilakukan dalam pembelajaran menggunakan Metode Mind Mapping adalah penelitian yang dilakukan oleh Nugraha dan Palekahelu dengan judul penelitian yaitu Penerapan Aplikasi Mind Map untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (2014). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar peserta didik pada kelas yang menerapkan Metode Mind Map. Spiderman adalah tokoh dalam film yang sering diceritakan memerangi kejahatan. Tokoh ini menjadi superhero setelah mengalami gigitan laba-laba. Tokoh dengan ciri khas jaring laba-laba yang bisa ditembakkan keluar dari kedua tangannya ini cukup dikenal oleh peserta didik. Di dalam media Jaring-Jaring Spiderman, konsep atau ide dasar teks deskripsi ditulis di bagian paling tengah kertas dengan memunculkan gambar tokoh Spiderman dalam posisi siap mengeluarkan jaring laba-laba dari tangannya. Konsep atau ide dasar teks tersebut dirinci ke dalam gagasan-gagasan utama setiap paragraf. Gagasan-gagasan utama setiap paragraf tersebut dirinci kembali ke dalam gagasan-gagasan penjelas. Konsep atau ide dasar, gagasan utama, dan gagasan penjelas yang ada di dalam teks diambil dengan menggunakan kata-kata kunci yang sesuai. Setiap kata kunci dihubungkan dengan garis-garis yang diupayakan terkait satu sama lain membentuk jaring-jaring laba-laba. Langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran menggunakan media JaringJaring Spiderman adalah sebagai berikut. Pertama, peserta didik membaca teks deskripsi yang telah ditentukan. Kedua, peserta didik menyeleksi kata-kata kunci dari setiap kalimat yang dibaca. Ketiga, peserta didik menulis kata-kata kunci tersebut di dalam media JaringJaring Spiderman yang telah disiapkan. Keempat, peserta didik mengaitkan kata kunci yang satu dengan yang lainnya menggunakan garis-garis untuk menghubungkan kata-kata kunci tersebut. Garis-garis tersebut diupayakan membentuk jaring-jaring laba-laba. Kelima, peserta didik mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang telah disimpulkan dalam jaringjaring yang mereka buat. Peserta didik mengerjakan soal-soal terkait isi teks deskripsi yang telah mereka olah ke dalam media Jaring-Jaring Spiderman. Pengerjaan soal ini dilakukan untuk mengukur pemahaman mereka terhadap isi teks deskripsi yang telah mereka baca.
373
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi. Diharapkan media Jaring-Jaring Spiderman dapat memudahkan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi yang terdapat di dalam teks deskripsi. Dampak lebih jauh dari kemampuan ini adalah peserta didik dapat menjadi pembaca yang efektif dan dapat meningkatkan wawasan serta pengetahuan mereka dari keterampilan membaca yang mereka miliki. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman atau wawasan serta memberikan alternatif pemilihan strategi pembelajaran mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi. METODE Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Langkah-langkah yang dilewati dalam setiap siklus adalah (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3) pemantauan (observing atau monitoring), dan (4) refleksi (reflecting atau evaluating). Dalam penelitian ini, siklus Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dihentikan setelah siklus kedua selesai dilaksanakan karena hasil yang diharapkan telah tercapai. Tempat penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 4 Sanggau yang beralamat di Jalan Embaong 55, Bunut, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, pada kelas VIIA semester gasal tahun pelajaran 2016/2017. Penelitian dilakukan pada semester gasal tahun pelajaran 2016/2017. Kelas VIIA tersebut terdiri dari 28 peserta didik dengan rincian 12 peserta didik perempuan dan 16 peserta didik laki-laki. Guru bertindak sebagai pengajar, pengamat, penganalisa data, dan sekaligus melaporkan hasil penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini adalah lembar observasi, angket peserta didik, dan tes. Lembar observasi digunakan untuk menilai aktivitas peserta didik selama penelitian ini dilakukan. Angket peserta didik berisi pernyataan-pernyataan yang harus diisi oleh peserta didik dalam rangka menjaring data tanggapan peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran. Angket peserta didik diberikan dan diisi oleh peserta didik pada akhir siklus kedua. Tes digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran menemukan informasi dari tabel atau diagram yang dibaca. Tes diberikan pada setiap akhir pertemuan dan akhir siklus. Tes diberikan dalam bentuk soal-soal pilihan ganda yang berhubungan dengan teks deskripsi yang telah dibaca oleh peserta didik. Teknik analisis data dilakukan dengan mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Reduksi data dilakukan melalui pemisahan data yang diperlukan dengan data yang tidak diperlukan dengan menyederhanakan, mengklasifikasi, dan mengabstraksi data. Dalam penelitian ini reduksi data dilakukan melalui penyeleksian data, pemfokusan data mentah menjadi informasi yang bermakna. Untuk menentukan hasil belajar peserta didik, hasil tes dikoreksi berdasarkan rubrik penskoran yang telah ditetapkan. Penyajian data dilakukan agar data lebih mudah dipahami oleh orang lain. Dalam penelitian ini pengkategorian data dilakukan dengan cara memaparkan rencana tindakan dan perlakuan tindakan serta kendalanya, memaparkan hasil observasi, hasil angket yang diperoleh selama proses pembelajaran serta menyajikan data hasil tes kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal tes ke dalam bentuk tabel. Penarikan kesimpulan merupakan proses penyimpulan data yang telah dihasilkan sehingga diperoleh pernyataan mengenai dampak
374
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
tindakan. Penarikan kesimpulan dilakukan untuk mencari jawaban akhir permasalahan penelitian berdasarkan data yang disajikan. Sementara itu, indikator untuk mengukur keberhasilan dalam penelitian ini adalah jika dari 28 peserta didik yang mendapat nilai tuntas ≥ 70, persentasenya ≥ 75 %. HASIL Siklus I Perencanaan, tahap yang dilakukan dalam perencanaan siklus I adalah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyusun instrumen penilaian hasil belajar, menyiapkan media pembelajaran berupa teks deskripsi berjudul Parangtritis nan Indah dan Pesona Pantai Senggigi serta lembaran Jaring-Jaring Spiderman, dan menyiapkan instrumen penelitian berupa soal tes dan catatan lapangan. Teks perlu dipersiapkan karena saat penelitian ini berlangsung, buku paket Kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia masih dalam proses pemesanan, sehingga tidak bisa digunakan dalam kegiatan belajarmengajar. Kedua teks tersebut diambil dari buku paket terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI edisi revisi tahun 2016. Pelaksanaan dan Pengamatan, tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan dan pengamatan siklus I terdiri dari pertemuan I dan pertemuan II. Dalam pertemuan I, siswa diperkenalkan dengan Jaring-Jaring Spiderman dan cara penggunaannya dalam mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi. Pengenalan media Jaring-Jaring Spiderman dilakukan secara klasikal dengan cara peserta didik mengidentifikasi bersama-sama informasi dalam teks deskripsi yang disiapkan oleh guru sebagai contoh dan dengan panduan guru, peserta didik secara bergantian mencoba menulis kata-kata kunci dan pengelompokannya di papan tulis. Setelah itu, peserta didik melakukan hal yang sama secara berkelompok pada teks yang telah ditentukan. Perwakilan kelompok menyajikan hasil diskusi di depan kelas dan kelompok lain menanggapi. Di akhir pertemuan, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan teks deskripsi yang telah dibaca. Dalam siklus I, penekanan kegiatan dilakukan pada kegiatan mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi secara berkelompok. Selain itu, informasi-informasi pokok dari teks deskripsi yang dipilih telah ditentukan oleh guru. Tugas peserta didik dalam kelompok adalah mengidentifikasi informasi-informasi pokok tersebut ke dalam kategori yang benar berdasarkan isi setiap paragraf dalam teks. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memberi gambaran kepada peserta didik tentang cara menentukan informasi penting dari teks deskripsi, sehingga diharapkan pada siklus II mereka dapat menemukan sendiri informasiinformasi pokok dari teks deskripsi. Berdasarkan pengamatan hasil kerja kelompok pada pertemuan, enam kelompok dapat menentukan pengelompokan sebagian besar informasi-informasi pokok teks deskripsi ke dalam kategori yang benar. Sementara itu, satu kelompok tidak dapat melakukannya sama sekali. Kelompok tersebut justru menulis kata atau kalimat di luar informasi-informasi pokok yang telah ditentukan oleh guru. Setelah peneliti dekati, mereka mengaku tidak memahami langkah kerja yang seharusnya mereka lakukan. Pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan, kelompok ini duduk paling belakang dan empat orang peserta didik yang ada di dalam kelompok ini, pada pertemuan pertama sering terlihat sibuk berbicara di dalam kelompoknya saat guru memberi penjelasan, meskipun sudah diingatkan oleh guru. Namun, pada saat
375
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
presentasi, kelompok ini dengan antusias mengajukan diri untuk tampil dan karena jawaban mereka tidak sesuai, penampilan mereka diganti dengan kelompok lain yang langkah kerjanya benar. Dalam pertemuan kedua, kelompok tujuh sudah melakukan tugas dengan langkah kerja yang benar. Teguran guru dan penampilan mereka dengan seluruh jawaban tidak tepat telah membuat mereka menjadi lebih serius dalam pertemuan kedua. Hanya sayangnya, pada pertemuan kedua ini, kelompok tujuh menjadi kelompok dengan jawaban salah paling banyak. Sementara itu, kelompok lain sudah mampu mengelompokkan sebagian besar informasi-informasi pokok ke dalam kategori yang benar. Dari siklus I, perkembangan kemampuan mengidentifikasi informasi-informasi dalam teks deskripsi dapat dilihat dari tes setiap akhir pertemuan dan tes akhir setiap siklus. Berikut adalah hasil jawaban peserta didik atas soal-soal yang diberikan pada akhir setiap pertemuan siklus I. Grafik 1. Persentase Ketuntasan Peserta Didik dalam Menjawab Soal pada Akhir Setiap Pertemuan Siklus I. 75% 80%
54%
46%
60%
Tuntas
25%
40%
Tidak Tuntas
20% 0% Pertemuan I Siklus II
Pertemuan II Siklus I
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I
Berdasarkan data yang ditampilkan dalam Grafik 1 diketahui bahwa pada pertemuan I siklus I, jumlah peserta didik yang mencapai ketuntasan adalah 75% dan yang tidak tuntas mencapai 25%. Jumlah peserta didik yang tuntas mengalami penurunan pada pertemuan II siklus I yaitu hanya menjadi 54% dan yang tidak tuntas meningkat menjadi 46%. Kemunduran ini diperkirakan karena peserta didik mengalami kesulitan dalam menangkap isi teks deskripsi yang dibaca. Tingkat kesulitan teks deskripsi yang digunakan dalam pertemuan II ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertemuan terdahulu. Sementara itu, nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik dalam tes setiap akhir pertemuan pada siklus I adalah sama yaitu 74 sebagaimana data dalam Grafik 2 berikut. Grafik 2. Nilai Rata-Rata Peserta Didik dalam Menjawab Soal Tes Akhir Setiap Pertemuan Siklus I Rata-Rata
74
74
100 Rata-Rata 0 Pertemuan I Siklus II
Pertemuan II Siklus I
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I
376
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Sementara itu, untuk mengevaluasi peningkatan hasil belajar, diberikan sejumlah soal yang berhubungan dengan materi-materi yang telah dipelajari. Soal-soal itu diberikan kepada peserta didik pada akhir setiap siklus. Soal-soal yang diberikan berbentuk pilihan ganda dengan fokus pada kemampuan mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang telah dibaca. Peningkatan hasil belajar tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 2. Hasil Tes Akhir Siklus I No. Aspek Hasil 1. Nilai Rata-Rata 77 2. Jumlah Peserta Didik yang Tuntas 22 3. Persentase Ketuntasan Peserta Didik 79% 4. Jumlah Peserta Didik yang Tidak Tuntas 6 5. Persentase Ketidaktuntasan Peserta Didik 21% Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I Dari Tabel 2 diperoleh data bahwa terjadi peningkatan ketuntasan dalam dua siklus penelitian yang dijalankan. Pada akhir siklus I jumlah peserta didik yang tuntas baru mencapai 79% dan masih 21% peserta didik tidak tuntas. Nilai rata-rata akhir siklus I adalah 77. Refleksi, tahap refleksi dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang diperoleh dari hasil dua pertemuan dalam siklus I, baik data kuantitatif maupun data kualitatif. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam siklus II berdasarkan pengalaman dalam siklus I adalah sebagai berikut. Pertama, hendaknya dipastikan bahwa semua peserta didik memahami perintah langkah-langkah kerja yang harus mereka lakukan agar tidak ada peserta didik yang salah dalam pengerjaan tugas dalam proses kegiatan pembelajaran. Kedua, pemilihan teks hendaknya diatur dari yang tingkat keterbacaan rendah menuju tingkat keterbacaan tinggi. Faktor yang memengaruhi tingkat keterbacaan antara lain adalah kosakata. Teks dengan banyak kosakata sulit akan sulit juga dipahami. Berikut salah satu kutipan dialog tentang hal tersebut. Guru : Adakah pertanyaan tentang teks yang berjudul Parangtritis nan Indah? Peserta Didik : Ada, Bu? Guru : Ya, silakan. Bagaimana pertanyaanmu? Peserta Didik : Apa arti kata bergradasi, Bu? Guru : Adakah yang tahu arti kata bergradasi? Peserta Didik : (diam, tidak ada yang angkat tangan) Guru : Apakah semua tidak tahu arti kata bergradasi? Peserta Didik : Tidak tahu, Bu. Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I Kemudian, guru meminta peserta didik untuk mendata kata-kata sulit sebelum mereka ditugaskan mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi yang telah disiapkan. Berikut adalah contoh kegiatan tersebut.
377
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Foto 1. Peserta didik mendata kata-kata sulit dari teks deskripsi yang akan dibahas.
Foto 2. Daftar kata-kata sulit dari teks berjudul Parangtritis nan Indah.
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I Setelah kata-kata sulit terdata, langkah berikut yang harus dilakukan adalah menemukan arti kata-kata sulit tersebut agar peserta didik lebih mudah dalam mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi yang dibaca. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan panduan dari guru dalam penemuan arti kata dan juga dengan menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Siklus II Perencanaan, tahap perencanaan pada siklus II dilakukan dengan memperbaiki Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu pada aspek langkah-langkah pembelajaran. Sementara itu, instrumen penilaian, media pembelajaran, dan instrumen penelitian masih menggunakan instrumen dan media yang sama seperti yang digunakan dalam siklus I. Selain itu, disiapkan juga media pembelajaran berupa teks deskripsi yang akan digunakan peserta didik dalam siklus II. Teks deskripsi yang disiapkan berjudul Tari Saman, Pasar Beringharjo, dan Rumah Tongkonan. Pelaksanaan dan Pengamatan, fokus utama kegiatan pembelajaran pada siklus II adalah peserta didik mampu secara mandiri mengidentifikasi informasi-informasi dari teks deskripsi yang disiapkan oleh guru. Langkah awal yang dilakukan adalah peserta didik secara berkelompok mengidentifikasi informasi tanpa bantuan kalimat atau kelompok kata dari guru. Mereka diminta untuk merumuskan sendiri kelompok kata atau kalimat yang merupakan informasi penting dari setiap paragraf dan mengelompokkannya berdasarkan paragraf dalam teks deskripsi. Setelah itu, peserta didik melakukan hal yang sama, tetapi secara mandiri (tidak berkelompok lagi). Berikut adalah contoh tahapan kegiatan pembelajaran mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi menggunakan Jaring-Jaring Spiderman.
378
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Foto 3. Peserta didik secara berkelompok mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi menggunakan Jaring-Jaring Spiderman. Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II
Foto 4. Peserta didik secara mandiri mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi menggunakan Jaring-Jaring Spiderman.
Setelah mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi yang dibaca langkah selanjutnya adalah menyajikan hasil kerja, baik melakukan dengan melakukan presentasi maupun memamerkan hasil kerja (display). Tujuan tahapan ini adalah untuk memonitor benar salahnya hasil kerja peserta didik dan untuk memotivasi peserta didik agar mengidentifikasi informasi dengan sebaik dan sebenar mungkin. Tahapan ini sebenarnya telah dilakukan sejak siklua I dan dilanjutkan pada siklus II. Melalui kegiatan ini berdasarkan pengamatan, peserta didik terlihat antusias dan penuh semangant untuk membuat Jaring-Jaring Spiderman terbaik dan terlihat upaya mereka untuk menjawab sebanyak mungkin dengan benar pertanyaanpertanyaan tentang isi teks deskripsi. Berikut adalah contoh tahapan kegiatan tersebut.
Foto 5. Peserta didik melakukan presentasi hasil kerja dalam mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi menggunakan Jaring-Jaring Spiderman.
Foto 6. Hasil kerja peserta didik berupa Jaring-Jaring Spiderman yang digunakan untuk mengidentifikasi informasi dari teks deskripsi yang telah dibaca.
379
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus I dan II Dalam siklus II, perkembangan kemampuan mengidentifikasi informasi-informasi dalam teks deskripsi tetap dilihat juga dari tes setiap akhir pertemuan dan tes akhir setiap siklus. Berikut adalah hasil jawaban peserta didik atas soal-soal yang diberikan pada akhir setiap pertemuan siklus II. Grafik 3. Persentase Ketuntasan Peserta Didik dalam Menjawab Soal pada Akhir Setiap Pertemuan Siklus II. 79% 80% 60%
64% 36%
Tuntas
21%
40%
Tidak Tuntas
20% 0% Pertemuan I Siklus II
Pertemuan II Siklus II
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II Berdasarkan data yang ditampilkan dalam Grafik 3, dalam pertemuan pertama siklus kedua persentase ketuntasan mencapai 64% dan ketidaktuntasan menjadi 36%. Pencapaian ini semakin bertambah pada pertemuan kedua siklus kedua yaitu peserta didik yang tuntas dalam menjawab pertanyaan adalah 79%, sedangkan yang tidak tuntas 21%. Peningkatan ini terjadi karena teks deskripsi yang dibaca peserta didik pada pertemuan pertama dan kedua dalam siklus kedua ini dapat dipahami dengan baik oleh peserta didik. Sementara itu, nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik dalam tes setiap akhir pertemuan pada siklus II mengalami peningkatan dari 74 menjadi 84 sebagaimana data dalam Grafik 4 berikut. Grafik 4. Nilai Rata-Rata Peserta Didik dalam Menjawab Soal Tes Akhir Setiap Pertemuan Siklus II Rata-Rata
81 85 80
74
Rata-Rata
75 70 Pertemuan I Siklus II
Pertemuan II Siklus II
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II Sementara itu, untuk mengevaluasi peningkatan hasil belajar, diberikan sejumlah soal yang berhubungan dengan materi-materi yang telah dipelajari. Soal-soal itu diberikan kepada
380
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
peserta didik pada akhir setiap siklus. Soal-soal yang diberikan berbentuk pilihan ganda dengan fokus pada kemampuan mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang telah dibaca. Peningkatan hasil belajar tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 2. Hasil Tes Akhir Siklus II No. Aspek Hasil 1. Nilai Rata-Rata 85 2. Jumlah Peserta Didik yang Tuntas 24 3. Persentase Ketuntasan Peserta Didik 86% 4. Jumlah Peserta Didik yang Tidak Tuntas 4 5. Persentase Ketidaktuntasan Peserta Didik 14% Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II Setelah melalui siklus II diperoleh hasil yaitu jumlah peserta didik yang telah tuntas mencapai 86% dan yang tidak tuntas menjadi 14%. Dari nilai rata-rata juga terjadi peningkatan. Pada akhir siklus I nilai rata-rata baru mencapai 77 dan pada akhir siklus II nilai rata-rata mencapai 85. Refleksi, hal yang perlu dicermati dalam kegiatan pembelajaran menggunakan media Jaring-Jaring Spiderman adalah kesulitan peserta didik dalam menentukan sendiri kelompok kata atau kalimat penting dalam teks deskripsi yang telah dibaca. Peserta didik cenderung menuliskan semua kalimat. Artinya, peserta didik sulit menentukan mana informasi penting, kurang penting, dan tidak penting. Solusi yang dilakukan guru untuk mengatasi masalah ini adalah dengan memberikan contoh cara menentukan informasi penting dari satu paragraf teks deskripsi yang kemudian akan ditulis di media Jaring-Jaring Spiderman. Setelah itu, ketika peserta didik mengerjakan media Jaring-Jaring Spiderman, guru berkeliling melakukan pengecekan apakah peserta didik telah melakukan pekerjaan dengan benar atau belum. Hal ini akan membantu peserta didik sehingga hasil kerja mereka lebih terarah, terutama pemilihan kelompok kata atau kalimat yang berisi informasi penting dari teks dapat dilakukan dengan benar oleh peserta didik. Dalam siklus II, pemilihan informasi secara mandiri oleh peserta didik. Pada awal siklus II, informasi tidak penting masih mewarnai Jaring-Jaring Spiderman yang dibuat oleh peserta didik. Pada akhir siklus II, kualiatas media Jaring-Jaring Spiderman yang dihasilkan oleh peserta didik mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya informasi penting dari teks deskripsi yang dijaring peserta didik dalam media yang mereka buat. Peserta didik mulai dapat menyeleksi hal-hal penting dari teks deskripsi yang merreka baca. Berikut adalah contoh Jaring-Jaring Spiderman yang dihasilkan peserta didik setelah membaca teks deskripsi yang berjudul Rumah Tongkonan.
381
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Sumber: Data Hasil Penelitian Siklus II Di awal penelitian telah ditetapkan indikator keberhasilan belajar peserta didik yaitu jika dari 28 peserta didik yang mendapat nilai tuntas ≥ 70, persentasenya ≥ 75 %. Pada akhir siklus I 79% peserta didik telah mencapai ketuntasan dan hal ini diperkuat kembali pada akhir siklus II yaitu 86% peserta didik telah mencapai ketuntasan, sehingga indikator keberhasilan yang ditentukan sebelum penelitian ini dilaksanakan berarti telah tercapai. Dengan demikian, penelitian ini tidak dilanjutkan ke dalam siklus III karena indikator keberhasilan penelitian telah tercapai. Sementara itu, empat orang peserta didik yang belum tuntas diberikan remidial berupa mengerjakan tugas membaca teks deskripsi dan mengerjakan soal-soal berdasarkan teks deskripsi yang telah dibacanya tersebut. PEMBAHASAN Berdasarkan data dalam Tabel 2 diketahui bahwa pada akhir siklus II pembelajaran mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi menggunakan menggunakan media JaringJaring Spiderman ini, jumlah peserta didik yang tuntas belajar adalah 86%. Jumlah ini melebihi indikator keberhasilan penelitian yang ditetapkan yaitu ≥ 75 % peserta didik mencapai nilai tuntas. Ada beberapa faktor yang mendukung keberhasilan tersebut. Faktorfaktor tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, peserta didik berlatih mendalami materi secara berkelompok. Dalam setiap siklus, kegiatan menjaring informasi dari teks deskripsi yang dibaca oleh peserta didik dilakukan secara berkelompok terlebih dahulu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Slavin (2005:8) dalam pembelajaran kooperatif, para peserta didik akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakaan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh
382
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
guru. Langkah ini memberikan keuntungan bagi peserta didik. Rasa malu, takut, atau canggung mereka dapat dikurangi karena mereka terbiasa dengan interaksi di dalam atau di antara kelompok. Seringkali, para peserta didik mampu melakukan pekerjaan luar biasa dalam menjelaskan gagasan-gagasan yang sulit satu sama lain dengan menerjemahkan bahasa yang digunakan guru ke dalam bahasa anak-anak (Slavin, 2005:9). Oleh karena itu, materi yang dirasakan sulit oleh peserta didik yang kurang mampu memahami bahasa guru yang terlalu tinggi, dapat dimudahkan oleh sesama anggota kelompok. Seiring dengan peningkatan kemampuan penguasaan materi karena faktor ini, peningkatan hasil belajar dalam penelitian ini juga terjadi. Kedua, suasana pembelajaran yang menyenangkan. DePorter (2007:14) menyatakan bahwa pembelajaran yang menggembirakan akan menghasilkan pengalaman belajar yang efektif. Kondisi yang menyenangkan merupakan dasar yang baik untuk menciptakan pembelajaran yang efektif. Tanpa adanya kesenangan dalam belajar, para peserta cenderung akan merasa tertekan. Jika suasana belajar dalam keadaan tertekan, pembelajaran yang berkualitas akan sulit dicapai. Selama kegiatan pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan, suasana pembelajaran dapat dilihat selama kegiatan diskusi dan juga selama kegiatan mandiri. Pemilihan kata-kata kunci dari setiap kalimat yang dibaca yang dilanjutkan dengan penuangan kata-kata kunci tersebut di dalam media Jaring-Jaring Spiderman membuat peserta didik merasa tertantang untuk menghasilkan Jaring-Jaring Spiderman sekreatif mungkin dengan kata-kata kunci setepat mungkin. Selain itu, kegiatan menggambar dan mewarnai menjadi satu daya tarik tersendiri bagi peserta didik karena biasanya pembelajaran bahasa yang berkutat dengan kata-kata dan kalimat-kalimat dapat dipadukan dengan kegiatan menggambar dan mewarnai yang menyenangkan bagi peserta didik. Ketiga, kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik. Selama kegiatan pembelajaran dalam penelitian ini, para peserta didik melakukan aktivitas diskusi kelompok dan presentasi yang berpusat pada peserta didik. Belajar dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti mengalami, mengerjakan, dan memahami belajar melalui proses, sehingga seluruh peserta didik menjadi aktif. Seperti yang dikatakan oleh Sumiati & Asra (2007:84), hasil belajar dapat diperoleh jika peserta didik aktif. Karena semua peserta didik melakukan aktivitas pembelajaran, mereka mengalami pemahaman materi pembelajaran, sehingga ketika mendapatkan soal dengan materi yang sama, mereka dapat mengerjakannya. Keempat, sebagaimana konsep dasar Peta Pikiran, Jaring-Jaring Spiderman membantu peserta didik dalam memahami teks deskripsi yang mereka baca. Hal ini sejalan dengan pendapat Hyerle dan Alper (2011:11) yang menyatakan bahwa Peta Pikiran dapat digunakan untuk alur analisis dalam pemahaman bacaan. Penentuan kata-kata kunci yang terhubung antara satu dan lainnya akan membantu memudahkan peserta didik dalam memahami isi teks deskripsi yang telah mereka baca. Kelima, adanya penghargaan hasil belajar. Penghargaan diberikan jika peserta didik berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan (Slavin, 2005:10). Penghargaan yang diberikan dalam penelitian ini diberikan secara berkelompok dan secara individu. Pemberian penghargaan secara berkelompok dilakukan dengan memilih Jaring-Jaring Spiderman terbaik dengan kriteria Jaring-Jaring Spiderman yang paling menarik dan paling lengkap informasinya. Sementara itu, penghargaan secara individu diberikan dalam bentuk
383
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
penyebutan nilai tertinggi atau pencapaian terbaik di depan kelas, pemberian pujian oleh guru, dan tepuk tangan oleh para peserta didik yang lain. Penghargaan yang diberikan, meskipun dengan cara yang sederhana, telah mampu memacu para peserta didik untuk meraih pencapaian terbaik. Faktor ini akhirnya juga menjadi penentu dalam peningkatan hasil belajar para peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendapat Wardoyo (2013:53) bahwa penghargaan atau hadiah atau pengakuan akan dapat memotivasi peserta didik untuk terus meningkatkan prestasinya dalam kegiatan pembelajaran. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil belajar dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran menggunakan media JaringJaring Spiderman pada materi mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang telah dibaca. Dari hasil tes akhir siklus penelitian, diketahui bahwa 86% peserta didik tuntas belajar. Hal ini menunjukkan bahwa indikator keberhasilan belajar yang telah ditentukan pada awal penelitian ini yaitu ≥ 75 % peserta didik tuntas belajar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa media Jaring-Jaring Spiderman merupakan media yang baik untuk digunakan dalam pembelajaran mengidentifikasi informasi dalam teks deskripsi yang dibaca. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, media Jaring-Jaring Spiderman dapat digunakan untuk pembelajaran keterampilan membaca. Peneliti berikutnya yang ingin melakukan penelitian sejenis atau guru yang ingin menerapkan media ini dalam pembelajaran dapat mengembangkan penelitian ini dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini. Pertama, guru hendaknya memperhatikan pengaturan waktu. Penyeleksian kata-kata kunci dan penuangannya di atas media Jaring-Jaring Spiderman memang dapat menciptakan konsentrasi kerja peserta didik. Mereka bekerja dengan serius karena tertantang untuk menghasilkan Jaring-Jaring Spiderman terbaik. Namun, keseriusan mereka untuk menghasilkan Jaring-Jaring Spiderman terbaik ini sering menyebabkan mereka lupa waktu. Oleh karena itu, guru sangat perlu untuk mengatur waktu, sehingga peserta didik dapat menyelesaikan tugas mereka sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kedua, guru hendaknya memperhatikan tingkat kesukaran materi pembelajaran berbentuk teks deskripsi yang dipilih. Indikator tingkat kesulitan materi dalam teks deskripsi antara lain adalah tema atau topik, kosakata yang digunakan dalam teks, serta panjang pendeknya teks deskripsi yang dipilih. Semakin tinggi tingkat kesulitan teks deskripsi, semakin lama waktu yang diperlukan peserta didik untuk menyelesaikan Jaring-Jaring Spiderman mereka. Penyajian materi sebaiknya dilakukan mulai dari materi yang paling mudah hingga materi yang paling sulit.
Daftar Rujukan Alamsyah, M. 2009. Kiat Jitu Meningkatkan Prestasi dengan Mind Mapping. Yogyakarta: Mitra Pelajar. Buzan, Tony. 2008. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. David N. Hyerle & Larry Alper. 2011. Peta Pemikiran Edisi Kedua. Jakarta: PT Indeks.
384
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. DePorter, B. 2007. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Mizan Pustaka Djamarah, S.B, dan Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta. Kemdikbud. 2016a. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013 pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Lampiran Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia SMP/MTs. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemdikbud. 2016b. Buku Guru Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VII Edisi Revisi 2016. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemdikbud. 2016c. Buku Saku Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Nugraha, I.S dan Palekahelu, D.T. 2014. Penerapan Aplikasi Mind Map untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Universitass Kristen Satyawacana. Priyatni, E.T. 2015. Desain Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013. Jakarta: PT Bumi Aksara. Setiawan, N.E. 2013. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan dengan Metode Mind Mapping pada Siswa Kelas II SDN 3 Cibodas. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Setyaningrum, N.T, 2012. Penerapan Metode Mind Map untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Tunarungu Kelas 3 Di SLB As-Syifa Lombok Timur. Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Slavin, R.E. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Penerbit Nusa Media. Sumiati & Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. Tarigan, H.G. 2013. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Wardhana, Y. 2010. Teori Belajar dan Mengajar. Bandung: PT Pribumi Mekar. Wardoyo, S.M. 2013. Pembelajaran Konstruktivisme. Bandung: Penerbit Alfabeta. Zuchdi, D. 2008. Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca. Yogyakarta: UNY Press.
385
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGGALI INFORMASI DARI HASIL LAPORAN PENGAMATAN MENGGUNAKAN METODE SQ4R BAGI SISWA KELAS IV SD NEGERI 003 BELAKANG PADANG KOTA BATAM Yulinda,SP.d
[email protected] Abstrak: Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa kemampuan memahami isi bacaan pada KD menggali informasi dari hasil laporan pada siswa kelas IV SD Negeri 003 Belakang Padang masih belum maksimal. Tujuan penelitian ini adalag meningkatkan kemampuan siswa dalam menggali informasi dari hasil laporan pengamatan dengan menggunakan metode SQ4R. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dalam 2 siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri 003 Belakang Padang. Setelah melakukan penelitian dalam 2 siklus dengan metode SQ4R diperoleh hasil belajar yang maksimal. Kata kunci: Menggali informasi dengan metode SQ4R
Membaca adalah kegiatan meresapi,menganalisa dan menginterpretansi yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi atau pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi membaca yaitu melihat dan paham isinya, bisa dengan melisankan atau dalam hati saja. Menurut Mr.Lado( 1976:132) definisi membaca adalah memahami pola-pola atau tata bahasa dari sebuah gambaran yang tertulis .Membaca dapat dikategorika dalam dua bagian yaitu 1. Membaca nyaring. Membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan suara yang lantang atau kuat. 2. Membaca dalam hati. Membaca dalam hati adalah teknik atau cara membaca tanpa suara dan memerlukan konsentrasi untuk memahami isi dari bacaan. Membaca dalam hati dapat dibedakan menjadi membaca sekilas dan membaca cermat. Membaca ekstensif (extensive reading) atau scanning disebut juga membaca memindai atau membaca sekilas. Sedangkan membaca cermat (insentive/skimming)disebut juga membaca pemahaman atau membaca kritis. Kedua jenis membaca tersebut diajarkan kepada siswa jenjang sekolah dasar. Dalam Dictionary of Reading (1983:160 ) disebutkan membaca insentif merupakan kegiatan membaca yang dilakukan secara seksama. Menurut Brook, sebagaimana yang dikutip oleh Tarigan (dalam Awak Badan 2013 ), intensive reading merupakan studi seksama, telaah teliti, penanganan terperinci terhadap suatu tugas yang pendeknya kira-kira 2-4 halaman setiap harinya. Pada jejang SD kelas 3 dan 4 membaca intensif bagi siswa dikenal sebagai membaca memindai atau membaca sekilas. Pembelajaran membaca memindai diwadahi dalam KI 3.1 menggali informasi dari teks laporan hasil laporan pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi, cahaya dengan bantuan guru dan teman dalam Bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosa kata baku. KD tersebut diajarkan juga kepada siswa kelas IV SDN 003 Belakang Padang Kota Batam. Berdasarkan hasil identifikasi masalah yang dilakukan pada siswa kelas 4 SDN 003 Belakang Padang Kota Batam, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya materi menggali informasi dari hasil laporan pengamatan masih rendah. Hal ini disebabkan oleh
386
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
kurangnya minat siswa dalam membaca khususnya membaca intensif dan metode ceramah plus yang digunakan guru belum efektif. Oleh sebab itu perlu mengubah metode yang digunakan dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menggali informasi dari hasil pengamatan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, kiranya metode membaca SQ4R merupakan metode yang efektif dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Menurut Mitra Ikhtiar ( 2013 ) metode SQ4R adalah metode membaca yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami sebuah bacaan.Metode SQ4R memiliki 5 tahapan, yaitu survey,question,read,recite,record,dan review. Survey atau membaca sekilas dilakukan untuk mengetahui poin-point penting dari bacaan. Question adalah tahapan menghasilkan pertanyaan setelah melakukan langkah survey. pertanyaan yang dihasilkan akan dijadikan acuan untuk langkah selanjutnya. Read adalah membaca dilakukan untuk memahami isi bacaan baik yang tekstual maupun yang tersirat. Recite atau menuturkan kembali isi dari bacaan yang sudah didapat dengan menggunakan bahasa sendiri. Record atau menandai hal-hal yang penting atau ide-ide pokok dari bacaan untuk menjadi acuan. Setelah melakukan tahapan survey,question,read,recite dan record selanjutnya siswa akan mengulang kembali. Menurut Albert ( dari Tarigan dalam Mahasiswa Jenius 2012 ) secara singkat dalam tahap review dilakukan pengujian kembali terhadap kelengkapan pada tahap recite. Model pembelajaran SQ4R memiliki kelebihan, karna tahapan-tahapan yang dilakukan dalam metode SQ4R saling berkaitan sehingga pembaca akan mendapatkan pahaman yang baik tentang isi dari bacaan tersebut. Melalui metode SQ4R ini siswa bukan hanya sekedar membaca tapi siswa akan dapat menyimpan atau mengingat isi bacaan dalam jangka waktu yang lama dan juga dapat menghubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Selain memiliki kelebihan metode SQ4R tentu saja memiliki kekurangan, bagi siswa yang malas tahapan yang tardapat pada metode ini akan dianggap terlalu banyak,sehingga menjadi tugas guru untuk membimbing siswa dalam proses pembelajaran agar siswa menjadi lebih tertarik sehingga hasil yang dicapai dapat maksimal. Sesuai dengan latar belakang masalah maka diharapkan dengan merubah metode yang digunakan akan meningkatkan kemampuan siswa dalam menggali informasi dari hasil laporan pengamatan pada siswa kela 4 SDN 003 Belakang Padang Kota Batam, karna tujuan dari penilitian yang dilakukan adalah (1) mendiskripsikan peningkatan proses pembelajaran dalam materi menggali informasi dari hasil laporan pengamatan menggunakan metode SQ4R,dan (2) mendiskripsidari hasil laporan peningkatan hasil pembelajaran menggali informasi dari hasil laporan pengamatan dengan menggunakan metode SQ4R. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami isi bacaan baik yang konstektual maupun yang tersirat.Tahap-tahap penelitian merupakan siklus yang terbagi beberapa tahap yaitu, (1) perencanaan (2) tindakan (3) observasi (4) refleksi. Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SDN 003 Belakang Padang Kota Batam. Penelitian dilakukan dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran. Skenario pembelajaran dilakukan sesuai yang telah disusun dalam RPP. Setelah guru membagikan teks
387
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
hasil laporan kepada siswa selanjutnya siswa mulai melakukan tahapan-tahapan dalam melakukan SQ4R. Peneliti tindakan kelas adalah penulis yang merupakan guru kelas IV SDN 003 Belakang Padang Kota Batam. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus dan setiap siklus dilaksanakan dalam 2 kali pertermuan. Waktu tiap pertemuan 2 X 35 menit. Pada tahapan pelaksanaan sekaligus juga dilakukan observasi. Observer adalah teman sejawat. Observer mencatat semua aktivitas siswa selama proses penelitian. Tahap yang penting dari penelitian adalah refleksi,yang dilakukan langsung setelah penelitian.peneliti dan observer mendiskusikan hasil temuan observer selama tahap penelitian.observer menyampaikan beberapa hal penting yang ditemui selama pembelajaran.Peneliti mencatat masukan dari observer yang akan dijadikan perbaikan pada siklus 2. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dibedakan atas proses pembelajaran dan hasil pembelajaran membaca dengan metode SQ4R pada mata pelajaran Bahasa Indonesia KD menggali informasi dari hasil laporan pengamatan siswa kelas IV SD Negeri 003 Belakang Padang Kota Batam Proses Pembelajaran Membaca dengan menggunakan metode SQ4R merupakan hal baru bagi siswa kelas 4 SDN 003 Belakang Padang. Hal ini membuat peneliti harus penjelasan yang jelas kepada siswa. Maka langkah pertama yang dilakukan guru (peneliti) adalah memberikan penjelasan tentang metode SQ4R dan menjelaskan langkah-langkah mebaca dengan menggunakan metode SQ4R kepada siswa. Penerapan metode membaca SQ4R dalam penelitian ini meliputi langkah-langkah berikut. Siklus 1 Guru membagikan teks hasil laporan kepada siswam. Siswa mengambil danmembuka teks hasil laporan dan mulai membaca sekilas. Membaca sekilas dilakukan untuk mengetahui poin-point penting dari bacaan.Setelah membaca sekilas, siswa membuat pertanyaan sebagai acuan untuk langkah selanjutnya Setelah membuat pertanyaan dari hasil membaca sekilas,siswa membaca kembali untuk mengetahui isi bacaan baik yang tekstual maupun tersirat.Langkah selanjutnya siswa menuturkan kembali isi dari bacaan yang sudah didapat dengan menggunakan bahasa sendiri. Siswa menandai hal-hal penting yang dijumpai dalam teks Sebagai langkah akhir siswa menguji kembali pekerjaan yang sudah mereka lakukaniswa dengan bantuan guru membuat kesimpulan dan penutup pembelajaran. Setelah guru menjelaskan langkah-langkah dalam metode SQ4R, guru membagikan teks dan meminta siswa untuk membaca sekilas teks tersebut. Setelah membaca beberapa siswa siswa mulai mengerjakan langkah selanjutnya yaitu membuat pertanyaan dari teks. Namun ada juga beberapa siswa yang kesulitan dalam membuat pertanyaan. Nampak ada siswa yang tidak bersemangat dan tidur-tiduran.
388
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Gambar 1 siswa nampak masih belum semangat dalam belajar Guru bertanya kepada siswa yang kesulitan. Guru : “Ada yang belum bisa membuat pertanyaannya?” Siswa A : “Ya bu…. Kami tak bisa, buat pertanyaan macam mana?” Guru : “Ayo.. ada yang mau menjelaskan bagaimana cara membuat pertanyaan?” Siswa B : “Saya bu…..” Guru : “silahkan…” Siswa B :”Dengan menggunakan kata tanya yang kemarin ibu dah jelaskan..siapa,dimana,bagaimana,apa,kapan…” Guru : “ Bagus, ada yang mau menambahkan?” Siswa C :”…Saya bu…mengapa..” Guru : “ Ya..bagus anak-anak semuanya sudah mengerti cara membuat pertanyaan,seperti penjelasan dari teman mu tadi membuat pertanyaan harus menggunakan kata tanya yang sesuai. Sekarang bagaimana apakah kalian sudah mengerti?” Siswa A :”Sudah bu…” Guru :”Bagus, karena semuanya sudah mengerti silahkan dikerjakan ya anakanak”. Setelah dialog antara siswa yang belum mengerti dan siswa yang sudah mengerti,guru memberikan sedikit penguatan terhadap pertanyaan siswa.Setelah mendengarkan penjelasan dari guru siswa sudah mulai mengerjakan dengan bersemangat. Setelah itu siswa mulai melanjutkan kelangkah-langkah selanjutnya. Membaca dengan menggunakan metode SQ4R melatih siswa untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami sebuah bacaan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan Mitra Ikhtiar (2013) metode SQ4R adalah metode yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami sebuah bacaan. Hal ini terbukti di kelas yang menjadi objek penelitian, siswa tampak bersemangat dan serius dalam mengerjakan tugas.
389
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 2 siswa serius dalam belajar Kemampuan siswa dalam memahami dengan menggunakan metode SQ4R sesuai dengan pendapat Nurhadi (1987:129) membaca SQ4R ini digunakan dalam membaca untuk studi, dimana membaca untuk memahami isi buku atau isi bacaan sehingga pemahanan yang komperhensif (mendalam dan padat) , ini juga sejalan dengan pendapat Mitra Ikhtiar ( 2013 ) metode SQ4R adalah metode membaca yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami sebuah bacaan. Dengan metode SQ4R siswa mampu mengembangkan kemampuannya dalam memahami isi bacaan, membuat pertanyaan, dan menguji kembali tentang apa yang sudah dipahami. Dari hasil refleksi siklus 1 diperoleh informasi bahwa guru memiliki kelemahan dalam mengajak siswa berinteraksi. Guru kurang mendampingi siswa yang kesulitan melakukan tahapan yang dilakukan dalam metode SQ4R ini. Guru hanya membiarkan siswa yang menjelaskan tentang hal yang tidak dipahami oleh siswa lain tanpa memberikan penguatan. Dari hasil refleksi ini,sebaiknya pada siklus 2 guru dapat lebih memperhatikan siswa yang belum mampu. Masukan lain yang perlu diperhatikan guru untuk siklus 2 adalah memberikan kesimpulan pada akhir pembelajaran. Siklus 2 Pelaksanaan pada siklus 2 ini sangat dipengaruhi dari hasil siklus 1. Beberapa modifikasi sudah dilakukan pada RPP. Pada siklus 2 sudah nampak guru mulai membimbing siswa yang masih belum bisa, dan guru juga sudah mulai memberikan tanggapan siswa. Keadaan kelas semakin kondusif siswa sudah banyak yang dapat melakukan tahapan-tahapan metode SQ4R. Beberapa anak yang pada siklus 1 belum mengerti, pada siklus 2 ini sudah bisa melakukan tanpa bertanya kepada guru dan teman yang lain. Masalah yang muncul pada siklus 1 sudah tidak dijumpai lagi pada siklus 2.
390
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Gambar 3 Siswa sudah mulai terbiasa melakukan tahapan dalam metode SQ4R Para siswa mulai terbiasa membaca dengan menggunakan metode SQ4R walaupun masih perlu bimbingan guru.Siswa dapat melakukan langkah-langkah metode SQ4R hampir maksimal. Hasil yang diharapkan pada silkus 2 sudah lebih baik dari siklus 1. Guru memberikan penguatan kepada siswa untuk lebih rajin lagi membaca karena dengan membaca siswa akan mendapat ilmu dan wawasan yang dapat menunjang pengetahuan. Membaca dengan menggunakan metode SQ4R tidak hanya berguna bagi guru tapi juga bagi siswa hal ini terbukti siswa semakin memahami isi dari teks yang dibaca. Hal ini nampak ketika pada siklus 1 masih ada siswa yang belum memahami tapi di siklus 2 hampir semua siswa dapat melakukan tahapan demi tahapan dengan maksimal, sehingga proses pembelajaran berjalan dengan lebih baik. Nilai rata-rata pemahaman siswa pada siklus 1 adalah 45 dengan presentasi 22% yang termasuk dalam kategori kurang.Pada siklus 2 nilai rata-rata pemahaman siswa adalah 65 dengan presentasi 40% termasuk dalam kategori cukup.
391
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
GRAFIK 1 Rata-rata Pemahaman Siswa
hasil 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
hasil
Siklus I
Siklus II
1
2
Pada siklus 1 Pada Siklus I persentase rata-rata keaktifan siswa adalah 22%, sedangkan pada Siklus II persentase rata-rata keaktifan siswa adalah 40%. Berarti pada Sikus II telah terjadi peningkatan 18% dari Siklus Hasil Belajar Siswa Data hasil belajar (nilai akhir), diketahui dari hasil tes tertulis menjawab soal yang terkait dengan teks yang sudah dibaca.Perkembangan siswa dapat dilihat dari kemampuan siswa memahami isi bacaan, dan menjawab soal. Data hasil belajar siswa dapat dilihat pada table berikut: Tabel 1 Hasil belajar siswa PRESTASI SISWA
PRASIKLUS JUM. Prosen SISWA (%)
SIKLUS I JUM. prosesn SISWA (%)
SIKLUS II JUM. prosen SISWA (%)
Nilai < 63
9
38
6
25
3
12
Nilai ≥ 63 Jumlah Nilai Ratarata
15 24
62 100
18 24
75 100
21 24
88 100
Ketuntasan Klasikal
65,25
76,45
82,34
BELUM TUNTAS
TUNTAS
TUNTAS
KET. JUM.
Belum Tuntas Belajar Tuntas Belajar
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada prasiklus 15 (62%) siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan perolehan nilai 63 atau lebih dari 63 sesuai dengan KKM kelas yaitu siswa mengalami ketuntasan belajar jika mencapai nilai 63, rata-rata kelas pada prasiklus adalah 65,25.Pada Siklus I mengalami peningkatan, yaitu terdapat 18(75%) siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan rata-rata kelas 76,45. Selanjutnya, pada Siklus II terdapat 21 (88%) siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan rata-rata kelas 82,34.Hal ini menunjukkan adanya peningkatan dalam hasil pembelajaran siswa.
392
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian ini, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran melalui metode SQ4R (survei,question,read,recite dan record) pada KD Kemampuan Menggali Informasi dari Hasil Laporan Pengamatan dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang isi bacaan dan hasil belajar siswa. 2. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran melalui dengan metode SQ4R pada KD kemampuan menggali inormasi dari hasil laporan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 3. Pemahaman siswa dalam membaca dengan menggunakan metode SQ4R lebih maksimal. Saran Berdasarkan pada hasil penelitian ini, peneliti menuliskan beberapa saran sebagai berikut. 1. Untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap isi teks bacaan baik yang konstektual maupun yang tersirat dan meningkatkan hasil belajar yang maksimal diperlukan perencanaan pembelajaran dan metode yang sesuai. 2. Untuk melaksanakan metode SQ4R terlebih dahulu harus mempersiapkan perangkat pembelajaran dan menjelaskan kepada siswa langkah-langkah dalam metode SQ4R. 3. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan metode SQ4R ini memang diperlukan persiapan terutama menyangkut keahlian guru dan siswa. membaca dengan metode SQ4R memang dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang isi dari teks bacaan tetapi peran guru juga sangat diperlukan untuk mendampingi siswa yang kurang bisa.
Daftar Rujukan Mahasiswa jenius. 2012. (online) (Mahasiswajenius.blogspot.co.id/2012/06/metodemembaca-sq4r.html, diakses 15 September 2016). Ikhtiar, Mitra.2013. (online) (mitraihtiar.blogspot.co.id/2013/06/metode-pembelajaransq4r-survey.html, diakses 20 Agustus 2016). Tarigan.2013.Awak Badan. Nurhadi.1987. Membaca Cepat dan efektif. Bandung: Sinar Baru Lado, Mr. 1976. (online) (http : / / www. Informasi-pendidikan.com/2015/01/berbagidefinisi-membaca-menurut-para.html, diakses 16 September 2016).
393
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PAIR CHECK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI FUNGSI PESERTA DIDIK KELAS VIII B SMP Anita Windarini SMP Negeri 1 Sanggau
[email protected] Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif Pair Check untuk meningkatkan hasil belajar materi fungsi di kelas VIII B SMP Negeri 1 Sanggau. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis setelah akhir pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif Pair Check ternyata mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik dan meningkatkan persentase ketuntasan peserta didik, ini dapat dilihat pada hasil peningkatan nilai rata-rata kelas yang berada diatas nilai KKM yakni pada siklus 1 pertemuan 1: 76,44 dengan % ketuntasan 84,4%, siklus 1 pertemuan 2: 78,72 dengan % ketuntasan 87,5%, siklus 2 pertemuan 1: 76,25 dengan % ketuntasan 78,13%, dan siklus 2 pertemuan 2: 75,65 dengan % ketuntasan 75,65%. Kata Kunci: Hasil belajar, Model Pembelajaran Kooperatif Pair Check
Dalam buku standar isi SMP disebutkan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Namun kenyataannya, masih banyak peserta didik yang belum memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Salah satu standar kompetensi pada kelas VIII adalah memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus. Berdasarkan pengalaman peneliti selama bertugas menjadi guru ditemukan kelas yang minat dalam mempelajari matematika masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari temuan guru dari hasil refleksi yang didapat dengan cara menuliskan dikertas kecil setelah pembelajaran, terungkap bahwa (a) peserta didik perwakilan kelompok atas menyatakan: (1) senang dengan pelajaran matematika, (2) bisa menyelesaikan soal atau tugas yang berikan guru, dan (3) sulit berkonsentrasi karena kelas ribut dan suasana belajar yang tidak menyenangkan, (b) peserta didik perwakilan kelompok tengah mengungkapkapkan bahwa: (1) senang belajar matematika tapi kadang ada rasa takut kalau tidak paham materi, (2) kadang bisa menyelasaikan soal atau tugas yang diberikan guru
394
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
kadang juga tidak bisa, dan (3) kadang sulit berkonsentrasi karena suasana belajar yang tidak menyenangkan (tegang), dan (c) peserta didik perwakilan kelompok bawah mengungkapkan bahwa: (1) tidak senang dengan pelajaran matematika sehingga tidak mengerti pada saat proses pembelajaran, (2) tidak bisa menyelesaikan soal atau tugas yang diberikan guru, (3) walaupun sudah berkonsentrasi tetapi tetap tidak mengerti, dan (4) teman yang pintar matematika tidak mau membantunya. Akhir dari proses pembelajaran adalah hasil belajar. Hasil belajar matematika yang diharapkan setiap sekolah adalah hasil belajar yang mencapai ketuntasan belajar matematika peserta didik. Peserta didik dikatakan tuntas dalam belajar matematika apabila nilai hasil belajar matematika peserta didik telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah (BSNP, 2006). Berdasarkan data nilai ulangan harian yang diperoleh siswa kelas VIII B SMP Negeri 1 Sanggau bahwa masih banyak peserta didik yang memperoleh nilai harian ulangan matematika dibawah KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu 70. Hal ini dapat dilihat dari ketercapaian KKM ulangan harian 32 peserta didik kelas VIII B SMP Negeri 1 Sanggau pada materi sebelumnya memiliki rata-rata kelas 61,19 dan terdapat 10 orang yang tuntas dari 32 orang yang ada di kelas VIII B. Permasalahan lain adalah ketika guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk tampil ke depan kelas untuk menyelesaikan soal, mereka tidak terlalu berminat sehingga mereka akan tampil kalau sudah disuruh oleh guru. Tanggapan atau umpan balik peserta didik terhadap apa yang sudah dijelaskan guru masih kurang, mereka kurang kreatif dalam menganalisa soal-soal latihan yang diberikan oleh guru. Serta jika soal yang diberikan tidak mirip dengan contoh soal sebelumnya peserta didik cenderung tidak bisa menyelesaikan sendiri, maka guru dan peserta didik bersama-sama menjawab soal tersebut. Dari permasalahan yang sudah dipaparkan diatas peneliti tertarik untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif Pair Check untuk meningkatkan aktivitas belajar peserta didik pada materi Fungsi di kelas VIII B SMP Negeri 1 Sanggau. Kelas VIII B dijadikan kelas penelitian karena di kelas ini pada saat proses pembelajaran berlangsung ditahap menyelesaikan LKS, peserta didik yang pintar tidak mau bekerjasama dengan yang tidak paham dengan materi. Sehingga di kelas ini rentangan nilai terendah dengan tertinggi terlalu jauh. Terkait dengan pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Pair Check, untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Fungsi, Pair check (pasangan mengecek) adalah model pembelajaran berkelompok atau berpasangan yang dipopulerkan oleh Spencer Kagen tahun 1993. Model ini menerapkan pembelajaran berkelompok yang menuntut kemandirian dan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan persoalan yang diberikan. Pembelajaran matematika secara kooperatif dapat meningkatkan keterampilan berbagi terhadap masing-masing peserta didik. Salah satu pembelajaran Kooperatif yang erat kaitannya dengan keterampilan berbagi menurut Muslimin Ibrahim (2000) yaitu pembelajaran Kooperatif Pendekatan Pair Check. Pada Pendekatan Pair Check peserta didik tidak hanya bekerja dalam kelompok tetapi juga saling berbagi tugas dan pengetahuan sehingga peserta didik dapat termotivasi untuk menemukan konsep, mencari jawaban yang benar, mencari informasi untuk menuntaskan masalah dan mencari cara untuk menuntaskan kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Pair Check, peserta didik diorganisasikan ke dalam kelompok belajar menjadi berpasang-pasangan,
395
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
sehingga setiap kelompok terdiri dari kelompok-kelompok kecil. Tiap peserta didik dalam kelompok kecil akan berbagi tugas kemudian bekerja dan mengecek secara bergantian. Dengan demikian peserta didik dapat bekerjasama dengan baik dan peserta didik tidak mengalami kesulitan berbagi dalam kelompok ataupun ikut berpartisipasi dalam kelompok karena seluruh peserta didik akan ikut bekerja dan berfikir. Aris Shoimin (2014) menyatakan sintak dari model pembelajaran kooperatif Pair Check adalah (1) guru menjelaskan konsep, (2) peserta didik dibagi beberapa tim, setiap tim terdiri dari 4 orang, dalam satu tim ada 2 pasangan, setiap pasangan dalam satu tim ada yang menjadi pelatih dan ada yang patner, (3) guru membagikan soal kepada si patner, (4) patner menjawab soal , dan si pelatih bertugas mengecek jawaban. setiap soal yang benar pelatih memberi kupon, (5) bertukar peran. si pelatih menjadi patner dan si patner menjadi pelatih, (6) guru membagikan soal kepada si patner, (7) patner menjawab soal, dan si pelatih bertugas mengecek jawaban, setiap soal yang benar pelatih memberi kupon, (8) setiap pasangan kembali ke tim awal dan mencocokkan jawaban satu sama lain, (9) guru membimbing dan memberikan arahan atas jawaban dari berbagai soal dan tim mengecek jawabannya, dan (10) tim yang paling banyak mendapat kupon diberi hadiah. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif telah diteliti oleh beberapa peneliti Mariani (2016), Mistiah. (2016). Hikmah. N. H. (2015) Ningsih. C. D. (2013), Wasi‟ah. A. (2013), Nurhazannah. Y. (2015), dan Windarini. A. (2016), bahwa menerapkan model pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan arti kata prestasi adalah hasil yang dicapai. Hasil berkaitan dengan suatu tindakan yang dikerjakan manusia. Jadi prestasi adalah hasil yang dicapai dari suatu tindakan yang dilakukan manusia. Dalam hal ini tindakan yang dilakukan tersebut adalah belajar. Beberapa teori yang mengungkapkan pengertian belajar dengan meninjau dari bermacam-macam sudut, diantaranya menurut Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati (1993:5) mengemukakan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia. Perubahan yang terjadi karena belajar dapat berupa perubahan dalam kebiasaan, kecakapan atau dalam ketiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Menurut Slameto (1987:17), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (dalam Bistari, 2015: 85) Belajar adalah suatu proses yang datandai adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan ini ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan sikap, tingkah laku, pemahaman, ketrampilan, kecakapan dan aspek-aspek lain yang ada pada diri individu yang sedang belajar. Seperti yang dikemukakan oleh Herman Hudoyo (1988:107) "Belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman atau pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku". Dari pengertian belajar diatas, peneliti berpendapat bahwa belajar pada dasarnya adalah suatu proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Dari beberapa pendapat oleh para ahli tentang pengertian belajar yang telah dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa belajar merupakan suatu kegiatan atau aktifitas
396
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
seseorang melalui proses pendidikan dan latihan, sehingga menimbulkan terjadinya beberapa perubahan dan perkembangan pada dirinya baik pengetahuan, tingkah laku, dan keterampilan untuk menuju kearah yang lebih baik. Berdasarkan arti kata hasil dan pengertian belajar tersebut, peneliti berkesimpulan bahwa hasil belajar adalah hasil perubahan dan perkembangan tingkah laku, pengetahuan, dan ketrampilan seseorang yang dapat dicapai berkat adanya proses pendidikan dan latihan menuju kearah yang lebih baik. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai tes peserta didik yang telah dicapai setelah selesai proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Phair Check. Jika nilai rata-rata kelas sudah memenuhi nilai KKM atau lebih maka penelitian dengan menerapkan model pembelajaran Phair Check dikatakan telah berhasil meningkatkan hasil belajar. METODE Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan secara kolaboratif antara pengamat dan peneliti. Dalam proses penelitian, peneliti bertindak sebagai guru dan dibantu oleh seorang pengamat. Suharsimi Arikunto (2011) menyatakan bahwa secara garis besar PTK dilaksanakan melalui empat tahap yang lazim dilalui, yaitu (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi. Penelitian ini terdiri dari beberapa siklus dan dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Pair Check berbantuan LKPD yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Teknik pengumpul data yang digunakan oleh peneliti dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah sebagai berikut : (1) Pengamatan langsung yang dilakukan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi aktivitas peserta didik. (2) Pengukuran hasil belajar peserta didik dengan lembar tes tertulis setelah para peserta didik mengerjakan soal tes pada akhir pembelajaran. Penelitian ini dilakukan pada peserta didik kelas VIII B SMP Negeri 1 Sanggau yang berjumlah 32 anak, yang terdiri dari 16 orang putra dan 16 orang putri.
397
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS I
Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaan
Pengamatan
Dilanjutkan kesiklus berikutnya? Model Penelitian Tindakan Kelas (Kutipan dari Suharsimi Arikunto, 2002 : 8)
Tahapan Perencanaan: a. Guru menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dengan materi pembelajaran ” relasi, menyatakan suatu fungsi , menghitung nilai fungsi, menentukan bentuk fungsi”. b. Guru menyiapkan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang berisi materi yang akan dibahas dalam kelompok dan langkah-langkah menyajikan materi yang harus dikerjakan peserta didik secara berkelompok, dengan tujuan pembelajaran sebagai berikut: Menyatakan suatu relasi yang terkait dengan kejadian sehari–hari. Menyatakan relasi dengan tiga cara yaitu diagram panah, diagram cartesius, dan himpunan pasangan berurutan. Menentukan nilai fungsi Menentukan bentuk fungsi jika nilai dan data fungsi diketahui c. Guru menyiapkan lembar aktivitas guru untuk menilai proses pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
398
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Tahap Pelaksanaan Langkah-langkah pada kegiatan inti, yaitu: 1. Bekerja Berpasangan Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta didik. Setiap pasangan mengerjakan soal yang sesuai karena hal ini akan membantu melatih peserta didik dalam menilai. 2. Pelatih Mengecek Apabila patner benar pelatih memberi kupon. 3. Bertukar Peran Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah 1 – 3. 4. Pasangan Mengecek Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban. 5. Penegasan Guru Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep. 6. Diakhir kegiatan siswa diberikan soal untuk dikerjakan mengenai materi. Evaluasi dilakukan selama 10 - 15 menit secara mandiri untuk menunjukkan hasil peserta didik yang telah peserta didik pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah kegiatan penegasan guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu. Analisa Data Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu hasil wawancara dan pengamatan, yang sudah ditulis dalam catatan dilapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi. Adapun langkah-langkah analisa data meliputi : Pelaksanaan reduksi data dalam penelitian ini adalah menyeleksi data-data yang sudah ada serta menitik beratkan data yang belum sempurna menjadi data yang lebih akurat. Selanjutnya data-data tersebut mencakup hasil tes peserta didik pada akhir siklus I dan siklus II dan lembar aktivitas guru untuk mengecek ketercapaian dalam proses pembelajaran. Untuk perincian reduksi data meliputi : 1. Menghitung skor dari setiap soal tes. 2. Mengubah skor menjadi nilai dengan menggunakan rumus : Nilai Siswa =
x 100%
Indikator Kinerja Indikator kinerja ini berfungsi untuk mengukur keberhasilan peserta didik didalam prosedur pelaksanaan penelitian, yang kegiatan pembelajarannya menerapkan model pembelajaran kooperatif Pair Check dengan indikatornya sebagai berikut : (1) Apabila hasil tes pada akhir siklus nilai rata-rata kelasnya menunjukkan sudah mencapai KKM atau lebih dari setiap siklusnya, (2) Apabila lebih dari atau sama dengan 70% dari jumlah peserta didik telah berhasil mencapai nilai KKM 70 atau lebih.
399
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PEMBAHASAN 1. Siklus 1 pertemuan 1: Pendahuluan Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu menyatakan suatu relasi yang terkait dengan kejadian sehari–hari. Selanjutnya guru menyampaikan apersepsi dan motivasi peserta didik mulai tertarik karena guru menyampaikan apersepsi menghubungkan relasi yang merupakan kejadian dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan inti a. Guru bertanya jawab dengan siswa tentang relasi dalam kehidupan sehari-hari. b. Peserta didik bekerja dalam kelompok berpasangan yang telah dibentuk oleh guru yaitu berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta didik. Setiap pasangan mengerjakan soal yang ada di dalam LKPD yang terdiri dari empat soal , masing masing pasangan mendapat dua soal dan masing-masing peserta didik menyelesaikan satu soal, yakni soal tentang relasi. c. Kemudian peserta didik yang bertindak sebagai pelatih mengecek jawaban patnernya, apabila patner benar pelatih memberi kupon. d. Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah c. e. Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban yang telah dibuat masing-masing pasangan. f. Guru memberikan penegaasan dengan mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep yang benar. Kegiatan Akhir. Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi dalam kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward kelompok terbaik. LKPD yang telah dikerjakan peserta didik seperti gambar berikut:
400
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
2. Siklus 1 pertemuan 2: Pendahuluan Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu menyatakan relasi dengan tiga cara. Selanjutnya guru menyampaikan apersepsi dan motivasi yaitu menghubungkan relasi dengan kehidupan sehari-hari. Kegiatan inti a. Guru bertanya jawab dengan siswa tentang relasi dalam kehidupan sehari-hari dan menyatakannya dengan tiga cara yaitu diagram panah, diagram cartesius, dan himpunan pasangan berurutan. b. Peserta didik bekerja dalam kelompok berpasangan yang telah dibentuk oleh guru yaitu berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta didik. Setiap pasangan mengerjakan soal yang ada di dalam LKPD yang terdiri dari empat soal, masingmasing pasangan mendapat dua soal dan masing-masing peserta didik menyelesaikan satu soal, yakni terdiri dari soal tentang menyatakan relasi dengan tiga cara. c. Kemudian peserta didik yang bertindak sebagai pelatih mengecek jawaban patnernya, apabila patner benar pelatih memberi kupon. d. Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah c. e. Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban yang telah dibuat masing-masing pasangan. f. Guru memberikan penegasan dengan mengarahkan jawaban/ide sesuai konsep yang benar. Kegiatan Akhir. Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi dalam kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward kelompok terbaik. LKPD yang telah dikerjakan peserta didik seperti gambar berikut:
401
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
3. Siklus 2 pertemuan 1: Pendahuluan Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu menghitung nilai fungsi Selanjutnya guru menyampaikan apersepsi dan motivasi yaitu menghubungkan fungsi dengan kehidupan sehari-hari. Kegiatan inti a. Sebelum masuk pada kegiatan kelompok, guru menyajikan materi tentang fungsi dan notasinya, daerah asal, daerah kawan, daerah hasil, peta atau bayangan, dan menjelaskan bagaimana cara menentukan nilai fungsi. b. Peserta didik bekerja dalam kelompok berpasangan yang telah dibentuk oleh guru yaitu berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta didik. Setiap pasangan mengerjakan soal yang ada di dalam LKPD yang terdiri dari empat soal, masingmasing pasangan mendapat dua soal dan masing-masing peserta didik menyelesaikan satu soal, yakni terdiri dari soal menentukan nilai fungsi dengan rumus fungsi yang berbeda. c. Kemudian peserta didik yang bertindak sebagai pelatih mengecek jawaban patnernya, apabila patner benar pelatih memberi kupon. d. Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah c. e. Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban yang telah dibuat masing-masing pasangan. f. Guru memberikan penegasan dengan mengarahkan jawaban/ide sesuai konsep yang benar. Kegiatan Akhir. Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi dalam kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward kelompok terbaik. LKPD yang telah dikerjakan peserta didik seperti gambar berikut:
402
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
4. Siklus 2 pertemuan 2: Pendahuluan Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu menentukan bentuk fungsi jika nilai dan data fungsi diketahui, dengan apersepsi tentang domain, daerah hasil (range) yang disebut juga sebagai peta (bayangan). Kegiatan inti a. Sebelum masuk pada kegiatan kelompok, guru menyajikan materi tentang menentukan bentuk fungsi jika nilai dan data fungsi diketahui. b. Peserta didik bekerja dalam kelompok berpasangan yang telah dibentuk oleh guru yaitu berjumlah 2 pasang yang terdiri dari 4 orang peserta didik. Setiap pasangan mengerjakan soal yang ada di dalam LKPD yang terdiri dari empat soal, masingmasing pasangan mendapat dua soal dan masing-masing peserta didik menyelesaikan satu soal, yakni soal menentukan bentuk fungsi jika nilai fungsi diketahui. c. Kemudian peserta didik yang bertindak sebagai pelatih mengecek jawaban patnernya, apabila patner benar pelatih memberi kupon. d. Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah c. e. Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban yang telah dibuat masing-masing pasangan. f. Guru memberikan penegasan dengan mengarahkan jawaban/ide sesuai konsep yang benar. Kegiatan Akhir. Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi dalam kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward kelompok terbaik. LKPD yang telah dikerjakan peserta didik seperti gambar berikut:
403
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Hasil Hasil belajar yang yang telah dicapai peserta didik pada setiap akhir pertemuan adalah seperti yang terlihat pada tabel berikut: Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VIII B (peserta didik berjumlah 32 orang) Jenis nilai Rata-rata nilai tes Peserta didik yang tuntas % Peserta didik yang tuntas
Siklus 1 Pertemuan 1 76,44 27
Siklus 1 Pertemuan 1 78,72 28
Siklus 2 Pertemuan 2 76,25 25
Siklus 2 Pertemuan 2 75,65 24
84,4%
87,50%
78,13%
75,00%
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa walaupun pada siklus 2 rata-rata nilai dan persentase ketuntasan menurun tetapi masih memenuhi indikator keberhasilan, sehingga usaha untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik sudah dianggap berhasil karena sudah melampaui indikator yang ditentukan. Terjadinya peningkatan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran tidak terlepas dari penerapan model pembelajaran kooperatif Pair Check. Peserta didik dapat bekerjasama dan berbagi dengan teman dalam satu kelompok, sehingga terjadi proses pembelajaran yang efektif. Peserta didik juga berlomba-lomba untuk dapat mrnjadi kelompok terbaik. Selain keberhasilan dalam penelitian ini, ada juga beberapa kendala yang dialami oleh peneliti, diantaranya yang dapat dideskripsikan adalah seperti yang terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 2: Kendala dalam Proses Pembelajaran
Kendala Dalam Pembelajaran Ada siswa yang kurang aktif Terlalu lama dalam pengerjaan tugas dalam LKPD Tidak semua pasangan dapat menjadi patner dan pelatih yang baik Terjadi penurunan nilai ratarata dan % ketercapaian ketuntasan
Penyebab
Alternatif Perbaikan
Karena tidak bisa mengerjakan soal di LKPD Masih ada peserta didik yang bermain-main.
Guru menyajikan materi yang lebih jelas lagi Membuat aturan yang tegas dalam mengerjakan LKPD
Ada pasangan yang tidak paham materi, karena memang tidak tahu apa yang harus dilakukan. Materi pada siklus 2 bagi peserta didik lebih sulit dibandingkan dengan materi pada siklus 1
Guru melakukan bimbingan yang lebih kepada pasangan yang bermasalah.
404
Meningkatkan ketrampilan berhitung peserta didik.
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif Pair Check, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Melalui penerapkan model pembelajaran kooperatif Pair Check dalam kegiatan pembelajaran pada materi Fungsi peserta didik kelas VIIB SMPN 1 Sanggau Kabupaten Sanggau ternyata mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik dan meningkatkan persentase ketercapaian peserta didik yang tuntas, ini dapat dilihat pada hasil peningkatan nilai rata-rata kelas yang berada diatas nilai KKM yakni pada siklus 1 pertemuan 1: 76,44 dengan % ketuntasan 84,4%, siklus 1 pertemuan 2: 78,72 dengan % ketuntasan 87,5%, siklus 2 pertemuan 1: 76,25 dengan % ketuntasan 78,13%, dan siklus 2 pertemuan 2: 75,65 dengan % ketuntasan 75,65%. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan peneliti, ditemukan beberapa kelebihan dan kelemahan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif Pair Check untuk meningkatkan aktivitas serta hasil belajar siswa, peneliti menyarankan beberpa hal antara lain : (1) Hendaknya ketika guru menjelaskan materi, siswalah yang harusnya lebih banyak berperan aktif di dalamnya.(2) Gurulah yang merancang dan menggunkan media pembelajaran sesuai dengan materi yang disampaikan.(3) Hendaknya peserta didik diberikan kesempatan lebih banyak dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif Pair Check. Daftar Rujukan Aris, Shoimin, 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar – Ruzz Media. Arsyad, Azhar, 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagravindo Persada. Bistari, 2015. Mewujudkan Penelitian Tindakan Kelas. Pontianak: PT. Ekadaya Multi Inovasi. Bistari, 2012. Strategi Belajar Mengajar Matematika Aktif & Kretatif. Pontiamak: Universitas Tanjungpura. Depdikbud, 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta : Depdikbud Gatot, Muhsetyo, 2008. Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka. Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarya: PT Rineka Cipta. Sardiman, 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang : Universitas Negeri Malang (UM PREES). Sudjiono, Rosmaini, 2004. Metode Statistik. Bandung: Tarsito. Wahyuni. T dan Nurharini. D, 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya Untuk Kelas VIII SMP/MTs. Klaten: Cempaka Putih.
405
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PERSAMAAN KUADRAT BAGI SISWA KELAS XII JASA BOGA 1 TAHUN PELAJARAN 2016-2017 SMKN 1 BATU Nunuk Setyorini SMK Negeri 1 Batu
[email protected] Abstrak : Hasil belajar siswa tentang persamaan kuadrat masih rendah, terutama dalam menyelesaikan soal-soal persamaan kuadrat. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa tentang persamaan kuadrat di kelas XII Jasa Boga dengan metode tutor sebaya. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas dengan dua siklus, setiap siklus meliputi dua kali pertemuan. Subyek penelitian adalah 34 orang siswa kelas XII Jasa Boga yang terdiri dari 11 laki-laki dan 23 perempuan. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan pada minggu kedua dan ketiga bulan Oktober 2016 untuk siklus 1 dan minggu pertama dan kedua bulan November 2016 untuk siklus 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjelasan materi persamaan kuadrat metode tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada siklus 1 terdapat 17,65 % (6 orang) yang tuntas sedangkan pada siklus 2 terdapat 64,71 % (22 orang). Dengan demikian terdapat peningkatan ketuntasan hasil belajar 47,06%. Kata kunci : tutor sebaya, persamaan kuadrat, ptk
Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran adalah model pembelajaran. Model pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas XII Jasa Boga 1 SMK Negeri 1 Batu adalah pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran tradisional. Berawal dari anggapan bahwa siswa itu seperti gelas kosong yang harus diisi atau kertas yang harus ditulisi dan siswa tetap pasif seperti dikatakan oleh B.F Scinner dan Thorndike yang disebut behaviorisme. Dengan model pembelajaran seperti ini, guru mendominasi pembelajaran dan siswa cenderung tidak aktif serta malu bertanya kepada guru. Siswa hanya meniru atau mengerjakan apa yang dicontohkan guru. Sebagai akibat model pembelajaran tersebut, pada materi persamaan kuadrat, dari 34 siswa, yang nilainya di atas atau sama dengan KKM (pada skor 75 ) hanya sebanyak 5 siswa dan 29 siswa mempunyai nilai di bawah KKM. Untuk mengatasi masalah tersebut, guru perlu menerapkan suatu model pembelajaran yang membuat siswa aktif dan tidak malu untuk bertanya. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif tutor sebaya. Menurut Tarwel (2011), dalam pembelajaran kooperatif, nasalah matematika dapat disituasikan dalam konteks kehidupan nyata sehingga dapat diselesaikan dengan cara yang berbeda. Dalam model pembelajaran tutor sebaya, pembelajaran yang dirancang menjadikan satu siswa menjadi tutor bagi siswaa lainnya (Karim, 2015). Kelebihan tutor sebaya adalah jika siswa mengalami kesulitan dalam belajarnya, maka siswa dapat langsung bertanya kepada temannya. Siswa lebih nyaman bertanya kepada teman daripada kepada guru, dan juga siswa lebih leluasa bertanya kepada teman dibanding kepada guru.
406
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Pembelajaran menggunakan model tutor sebaya sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti (Karim, 2015;Lizawati, 2015; Delpi Yandi, 2015). Menurut Karim (2015) pembelajaran tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar faktor persekutuan terbesar (FPB) dan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) pada kelas VI SDI Ternate. Lizawati (2015) pembelajaran tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang pengolahan data pada siswa kelas VI SD Negeri 3 Singkawang Timur. Delpi Yandi (2015) menyatakan bahwa pembelajaran tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA 2 SMAN 1 Batam. Artikel ini mendeskripsikan hasil penelitian tindakan kelas tentang implementasi pembelajaran kooperatif tutor sebaya untuk meningkatkan hasil belajar persamaan kuadrat bagi siswa kelas XII SMK Negeri 1 Batu yang dilaksanakan dalam dua siklus dan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2016. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian dilaksanakan di SMK Negeri 1 Batu Jln. Bromo No 11 Batu selama 2 (dua) bulan mulai bulan Oktober minggu ketiga sampai bulan November minggu ketiga tahun 2016. Dalam tiap siklusnya meliputi 4 (empat) kegiatan (1) perencanaan; (2) tindakan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi. Sesuai dengan desain penelitian tindakan kelas yang dikembangkan oleh Kemmis dan Tagart. Tiaptiap siklus dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dicapai. Subyek penelitian adalah siswa kelas XII Jasa Boga tahun pelajaran 2016-2017 sebanyak 34 orang siswa. Subjek 34 orang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan. Pelaksanaan tindakan dilakukan di kelas peneliti sendiri dengan peneliti sebagai guru model. Kegiatan perencanaan meliputi (1) penyusunan RPP dan perangkatnya didasarkan atas metode tutor sebaya dan materi yang diajarkan dikembangkan dari KD 2.3 tentang persamaan kuadrat; (2) menyiapkan tutor sebaya dengan memilih siswa yang berprestasi akademik; (3) menyusun dan mempersiapkan lembar pengamatan mengenai partisipasi siswa; (4) menyiapkan media pembelajaran (lembar soal) sebagai alat diskusi kelompok; dan (5) menyusun soal tes untuk siswa. Setiap akhir siklus dilaksanakan tes sesuai instrumen yang dikembangkan pada RPP. Pengamatan didasarkan atas instrument observasi. Hal-hal yang diobservasi dalam pembelajaran meliputi keterlaksanan pembelajaran dan keaktifan siswa. Observer penelitian ini adalah teman sejawat peneliti sebanyak 2 orang guru. Selain observervasi, pengamatan juga dilakukan dengan dokumentasi foto selama pembelajaran berlangsung. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini apabila penguasaan materi siswa mencapai 75% dari tujuan yang seharusnya dicapai, dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal 75. Refleksi dilaksanakan setiap akhir siklus. Bahan refleksi meliputi: catatan-catatan observer, pengamatan guru, dan hasil tes tiap akhir siklus. Untuk semua bahan refleksi dilakukan triangulasi data untuk menghasilkan kesimpulan penelitian.
407
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Pelaksanaan siklus I dilakukan pada tanggal 14 Oktober untuk Pertemuan 1 dan 21 Oktober untuk Pertemuan 2. Pertemuan 1 Pada tahap perencanaan guru selaku peneliti melakukan kegiatan yaitu (1) penyusunan RPP dan perangkatnya didasarkan atas metode tutor sebaya dan materi yang diajarkan dikembangkan dari KD 2.3 tentang persamaan kuadrat; (2) memilih 7 siswa yang mempunyai prestasi akademik baik yang bertindak sebagai tutor. Berikutnya guru memberi latihan singkat mengenai hal-hal yang akan dilakukan tutor. ; (3) menyusun dan mempersiapkan lembar pengamatan mengenai partisipasi siswa; (4) menyiapkan media pembelajaran (lembar soal); dan (5) menyusun soal tes evaluasi.
Gambar 1. Kegiatan mempersiapkan tutor Pada pertemuan ke-1 rincian kegiatan yang dilakukan oleh guru antara lain: pertama guru membuka pelajaran dengan mengucap salam dan berdoa bersama dengan semua siswa kelas. Setelah kegiatan berdoa guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama-sama yang dipimpin oleh salah satu siswa bernomor absen 14. Setelah selesai menyanyikan lagu Kebangsaan dilanjutkan dengan mengabsen siswa. Kegiatan kedua guru menyampaikan materi yang akan dipelajari hari ini. G : “Hari ini kita akan mempelajari materi persamaan kuadrat, materi ini sudah pernah kalian dapatkan di kelas X dulu, apakah kalian bisa menyebutkan contoh persamaan kuadrat ?” (guru menampilkan tayangan melalui slide beberapa contoh soal, siswa diminta untuk memilih salah satu yang bukan bentuk persamaan kuadrat) S : “Dari contoh itu, no 4 yang bukan persamaan kuadrat, Bu… G : “Apa alasannya ?” S : “Karena tidak ada tanda sama dengannya, Bu…
408
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Terlihat dari dialog yang dilakukan oleh guru dan siswa bahwa siswa sudah memiliki kesiapan untuk mempelajari persamaan kuadrat. Mereka sudah mampu membedakan antara persamaan kuadrat dan yang bukan persamaan kuadrat. Kegiatan dilanjutkan dengan guru menjelaskan konsep dasar persamaan kuadrat dengan mengulas contoh yang telah didiskusikan dan memberikan penekanan pada makna persamaan dan bentuk umum persamaan kuadrat. G : “Perhatikan bahwa dari contoh yang ibu tayangkan sebelumnya, pernyataan 2 x 2 5 x 7 0 menyatakan persamaan kuadrat, kenapa? S : “ada bentuk kuadratnya bu...yaitu 2x 2 ..” G: “bagaimana yang lain..” S : “ benar bu karena memuat bentuk kuadrat” G : “benar, terus yang kedua...kenapa disebut persamaan?” S : “karena memuat 0 bu..” G : “ kenapa dengan 0?” S : “ maksudnya ruas kanan 0” G: “ bukan masalah 0 nya... tetapi lebih pada tanda = anak-anak...“ S : “ jadi persamaan harus memuat tanda = bu? Setelah siswa memahami tentang persamaan kuadrat, guru melanjutkan dengan kegiatan membagi siswa menjadi 7 kelompok yang heterogen, siswa-siswa yang pandai disebar dalam setiap kelompok dan bertindak sebagai tutor sebaya. Masing-masing kelompok diberi tugas mempelajari materi persamaan kuadrat. Pada saat diskusi peneliti memantau dari satu kelompok ke kelompok yang lain. Deskripsi hasil pengamatan peneliti sebagai berikut, pada kelompok satu suasana diskusi masih didominasi oleh dua orang anggota saja sedang anggota yang lain hanya mengandalkan temannya, pada kelompok dua semua anggota sudah aktif meskipun satu anggotanya masih suka jalan-jalan di kelas, untuk kelompok tiga semua siswa aktif mengerjakan soal dengan dibantu tutornya namun cenderung kurang komunikatif dengan temannya, kelompok empat sudah cukup aktif cuma ada satu siswa ( nama Hanif) pada saat diskusi sambil tiduran sehingga mengganggu suasana diskusi menjadi malas-malasan, pada kelompok lima aktif berdiskusi tetapi di tengah-tengah kegiatan diskusi ada satu siswa (nama Aula) bertanya kepada guru sehingga kurang memanfaatkan tutornya, di kelompok enam hanya satu siswa yang aktif sehingga pada saat diskusi menjadi kurang paling lambat dalam penyelesaian soal, dan untuk kelompok tujuh siswa dalam satu kelompok terlalu banyak omong membicarakan hal-hal di luar mata pelajaran. Setiap kelompok dipandu oleh siswa yang pandai sebagai tutor sebaya. Setiap kelompok melalui wakilnya menyampaikan hasil diskusi, guru bertindak sebagai nara sumber utama. Setelah kelompok menyampaikan tugasnya secara berurutan, guru memberi kesimpulan dan klarifikasi terhadap pemahaman siswa yang perlu dibenahi.
409
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 3. Siswa belajar dengan tutor sebaya Pada kegiatan penutup, guru melakukan evaluasi secara lisan kepada siswa dan mengevaluasi proses kegiatan pembelajaran tutorial. Guru menginformasikan mengenai materi yang akan dipelajari pada pertemuan yang akan datang. Guru menutup pelajaran dan berdoa bersama-sama untuk mengakhiri pembelajaran hari ini dan mengucap salam. Pertemuan 2 Inti pertemuan kedua, guru melanjutkan pembelajaran seperti pada pertemuan pertama, dan diakhiri dengan evaluasi. Pada tahap kegiatan inti, guru menjelaskan sepitas tentang materi persamaan kuadrat yang telah dipelajari pada pertemuan pertama, setelah siswa memahami apa yang sudah dijelaskan oleh guru, selanjutnya guru membagikan lembar evaluasi untuk dikerjakan siswa. Evaluasi dilaksanakan dalam waktu 60 menit, siswa mengerjakan 10 soal essay tentang persamaan kuadrat. Dalam proses pengerjaan evaluasi, guru memantau siswa untuk mengetahui apa ada yang merasa kesulitan dalam mengerjakan soal. Ternyata mereka dapat mengerjakan soal tanpa kesulitan yang berarti dan setelah 60 menit waktu yang diberikan guru mengingatkan siswa untuk segera mengumpulkan hasil pekerjaannya dan mengkomunikasikan materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh bahwa siswa memperoleh skor terendah 25 dan skor tertinggi 92,5. Sehingga nilai yang diperoleh rata-rata adalah 56,23 dengan perincian sebagai berikut: terdapat 5 siswa yang mendapat nilai diatas KKM, Afika 92.5; Ananda Suci Amalia 85; Astrid Alvinia 80; Astyd Juliandry 85; dan Azizah Khoirun Nisa 90, serta 27 siswa memperoleh nilai di bawah KKM. Pengamatan Kegiatan penelitian ini dibantu oleh 2 teman sejawat untuk membantu melakukan observasi. Kegiatan observasi yang dilakukan berkaitan dengan observasi keaktifan siswa, keterlaksanaan pembelajaran berdasarkan RPP yang sudah dirancang. Untuk mempermudah pengamatan maka peneliti menggunakan pedoman observasi untuk mempermudah kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh observer.
410
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Berdasarkan hasil dari observasi siswa, pengamatan dalam siklus ini dapat dilihat bahwa secara umum kegiatan sudah sesuai dengan harapan yang dicapai meskipun masih ada beberapa hal yang tidak muncul dalam aktivitas siswa selama pembelajaran. Hasil observasi yang terkait dengan keaktifan siswa adalah sebagai berikut : (1) masih ada kelompok yang anggotanya bertanya kepada guru dan tidak memanfaatkan tutornya, (2) beberapa siswa saja yang berani bertanya dan menyampaikan pendapatnya sehingga lebih dominan dibandingkan dengan kelompok yang lain, sehingga masih saja ada siswa yang belum tau peranannya sebagai tutor, (3) ada siswa yang tidur selama kegiatan pembelajaran metode tutor sebaya. Refleksi Hasil refleksi terhadap guru adalah (1) pada langkah persiapan guru tidak memberikan materi prasyarat sehingga siswa tidak berkonsentrasi pada awal pembelajaran; (2) dalam menyampaikan materi persamaan kuadrat guru menyampaikannya terlalu cepat sehingga masih ada siswa yang bertanya karena kurang jelas; (3) pada saat diskusi masih ada siswa yang tidak bertanya kepada tutor tetapi bertanya kepada guru; (4) pada saat diskusi ada satu siswa nomor absen 1 atas nama Hanif tidur. Penyelesaiannya adalah (1) guru memberikan apersepsi; (2) guru memperlambat penyampaian materi kepada siswa; (3) pada saat diskusi guru harus lebih seringg mengingatkan supaya masing-masing kelompok memaksimalkan tutor sebaya; (4) pada saat diskusi guru harus lebih memperhatikan kerja kelompok dan pada pembentukan kelompok ditentukan oleh guru dengan melihat karakter anak. Hasil evaluasi pada siklus I sebagai berikut : didapatkan 5 orang tuntas dari 34 siswa dengan rentang nilai 0-100, tertinggi 92,5 dan terendah 25 dengan KKM 75. Hasil refleksi ini akan dipergunakan untuk perbaikan penyempurnaan RPP yang akan dipergunakan pada siklus II. Siklus II Pertemuan 1 Melihat hasil dari siklus yang pertama maka pada siklus yang kedua ini tahapan yang dilakukan oleh peneliti adalah guru menyampaikan rencana pembelajaran terkait tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Guru menyiapkan materi pembelajaran yang diajarkan kepada siswa sub materi pertidaksamaan kuadrat. Guru menyusun instrumen pengumpulan data baik itu berupa observasi dan juga catatan lapangan yang nantinya akan diberikan kepada observer.Menyiapkan lembar kerja kelompok dan tes akhir siklus II. Tahap pelaksanaan ini dilakukan pada tanggal 5 November 2016 dalam satu kali pertemuan yang terdiri dari dua jam pelajaran. Pertemuan pertama ini digunakan untuk memberikan materi mata pelajaran Matematika sub materi pertidaksamaan kuadrat . Pertemuan 2 Proses pembelajaran pada siklus II ini hampir sama dengan tahapan-tahapan siklus I. Tidak ada perubahan dalam kelompok-kelompok siswa, dan yang membedakan hanyalah perbaikan-perbaikan tindakan agar dalam pelaksanaan siklus II dapat lebih optimal. Pertemuan kedua digunakan untuk tes evalusi akhir siklus II (Tanggal 12 November 2016).
411
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Kegiatan Awal dengan kegiatan awal guru membuka pelajaran dengan mengucap salam dan berdoa bersama-sama dengan siswa. Guru mengecek kehadiran siswa dengan mengabsen siswa, sementara siswa menjawab absensi siswa sesuai namanya. Guru menyampaikan pentingnya mempelajari materi dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperhatikan penjelasan guru. Setelah membangun pemahaman dari siswa tentang materi yang akan dibahas, guru menanyakan kembali materi mata pelajaran persamaan kuadrat yang telah disampaikan pada pertemuan beberapa waktu yang lalu. Pada kegiatan inti guru menjelaskan pokok-pokok materi mata pelajaran pertidaksamaan kuadrat. Guru membagi siswa menjadi tujuh kelompok. Setiap kelompok ada tutor sebaya yang betugas menjelaskan kepada temannya dalam satu kelompok. Setelah semua kelompok siswa mendapatkan soal, semua siswa secara kooperatif dalam kelompok mengadakan ekplorasi dan asosisasi tentang pertidasamaan kuadrat, setelah itu semua siswa dalam kelompok secara kooperatif bergantian mempresentasikan (mengkomunikasikan) di depan kelas. Guru menanyakan kepada siswa-siswa lain apakah jawaban temannya di papan tulis tersebut sudah benar. Apabila jawaban siswa benar maka guru memberikan apresiasi.Guru menjelaskan kembali setiap jawaban yang telah diberikan oleh siswa melalui beberapa poin penting dalam materi mata pelajaran pertidaksamaan kuadrat. Dalam kegiatan penutup guru memberikan evaluasi secara tertulis kepada siswa. Siswa mengerjakan soal post tes dengan waktu yang telah ditentukan.Setelah siswa selesai mengerjakan, siswa mengumpulkan jawaban kepada guru. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya jawab tentang materi yang telah dibahas, kemudian membuat kesimpulan materi yang telah dibahas bersama-sama siswa. Guru menanyakan apakah ada siswa yang masih belum paham tentang materi yang telah dibahas. Guru menutup pelajaran dan berdo‟a bersama dengan untuk mengakhiri pelajaran serta mengucap salam penutup. Pengamatan atau observasi yang dilakukan seperti pada observasi ketika siklus I berlangsung. Pengamatan dilakukan dengan mengisi lembar observasi yang telah dipersiapkan oleh peneliti. Pengamat bertugas mengamati aktifitas peneliti dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan data di atas, ada beberapa hal yang tidak sempat dilakukan oleh peneliti. Namun secara umum kegiatan peneliti sudah sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Maka nilai yang diperoleh dari pengamatan tentang hasil evaluasi siswa adalah sebagai berikut ...... Berdasarkan kegiatan refleksi terhadap siklus II hasil tes akhir pengamatan dan hasil catatan lapangan, maka dapat diperoleh dalam beberapa hal yaitu: a) Melalui pembelajaran tutor sebaya siswa lebih bersemangat belajar karena sambil berdiskusi dengan teman sebayanya siswa yang malu bertanya kepada guru bisa bertanya kepada teman sebayanya dan belajar bertanggung jawab serta tidak canggung lagi bertanya jika ada hal yang belum dimengerti. b) Kegiatan pembelajaran menunjukkan penggunaan waktu yang sudah sesuai dengan rencana. c) Penggunaan pembelajaran tutor sebaya dalam pembelajaran sudah sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran.
412
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
d) Hasil belajar siswa pada siklus I yakni sebesar 14,7 % (5 orang) yang tuntas sehingga perlu siklus II. Pada siklus II terdapat . Dengan demikian terdapat peningkatan ketuntasan hasil belajar 64,7%. Berdasarkan hasil refleksi dapat disimpulkan bahwa setelah pelaksanaan tindakan pada siklus II ini tidak diperlukan adanya pengulangan siklus. Karena pembelajaran sudah berjalan sesuai rencana dan siswa bisa memahami dan mengerti penjelasan guru atau peneliti, yakni dalam pembelajaran persamaan kuadrat yang sudah disampaikan secara baik. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, akhirnya peneliti menyimpulkan beberapa hasil temuan penelitian yang terjadi selama penelitian berlangsung, sebagai berikut: Siswa lebih memahami materi dengan adanya penggunaan pembelajaran tutor sebaya untuk meningkatkan hasil belajar matematika materi persamaan kuadrat . Dengan menggunakan pembelajaran tutor sebaya siswa lebih aktif dalam berkelompok dan siswa bisa belajar bertanggung jawab. Pembelajaran tutor sebaya memungkinkan untuk dijadikan model alternatif dalam pembelajaran di kelas, terutama pada mata pelajaran matematika. Pembelajaran tutor sebaya diterapkan di Kelas XII dengan jumlah siswa sebanyak 34 siswa. Tahapan dalam penelitian ini meliputi: persiapan tutor, pembentukan kelompok, mencari jawaban yang benar, dan tes akhir. Sebelum proses pembelajaran siswa dibagi menjadi tujuh kelompok. Pembentukan kelompok dilakukan oleh peneliti sebagai guru. Hal ini dilakukan untuk menjamin tingkat heterogen dalam setiap kelompok, supaya setiap pasangan siswa menjadi rata tingkat intelegensinya. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan deskripsi dan pembahasan di atas serta berdasarkan perumusan masalah yang telah peneliti tentukan pada tahap awal penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Proses pembelajaran tutor sebaya pada mata pelajaran matematika pokok bahasan persamaan kuadrat pada siswa Kelas XII SMKN 1 Batu dilaksanakan dengan cara: a) Guru menyiapkan materi mata pelajaran persamaan kuadrat. b) Dengan pendekatan saintific Guru menjelaskan secara garis besar materi mata pelajaran matematika. c) Guru menyiapkan tutor dan lembar soal sebagai media pembelajaran sebagai bahan diskusi kelompok. d) Masing-masing siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan soal tersebut secara bersama-sama dan mempresentasikan di depan kelas sesuai jawaban masingmasing kelompok. e) Setelah secara kooperatif siswa mengerjakan tugas dengan baik, guru melakukan evaluasi terhadap hasil kerja siswa dan menjelaskan kekurangan-kekurangan apabila ada. Pembelajaran tutor sebaya pada pembelajaran matematika Pokok bahasan persamaan kuadrat dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMKN 1 Batu. Hal ini dapat diketahui dari indicator keberhasilan yang berupa nilai hasil belajar siswa dan proses pembelajaran. Proses pembelajaran akan menentukan tingkat hasil belajar siswa. Nilai ketuntasan belajar siswa pada siklus I yakni sebesar 14,7% (5 orang) dan selanjutnya pada siklus II meningkat menjadi
413
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
79,4% (27 orang). Nilai hasil belajar ini berada pada tingkat keberhasilannya berada pada kriteria yang baik. Hal ini menunjukkan siswa telah mampu menguasai materi mata pelajaran matematika pokok bahasan persamaan kuadrat dengan baik. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, ada beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat, membangun dan mendukung peningkatan kualitas pembelajaran matematika di SMKN 1 Batu khususnya dan pada seluruh lembaga pendidikan pada umumnya, di antaranya adalah: 1) Bagi Kepala SMKN 1 Batu a) Disarankan hendaknya memberikan rekomendasi bagi para guru agar dapat mengembangkan pelaksanaan sistem pembelajaran yang telah ada melalui penerapan pembelajaran tutor sebya sebagai model pembelajaran alternatif dalam upaya meningkatkan mutu sekolah yang lebih berkualitas sesuai dengan visi dan misi sekolah yang telah ada. b) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber masukan untuk kepentingan pengembangan kurikulum dan hasil belajar matematika, sekaligus sebagai motivasi untuk menyediakan sarana dan prasarana sekolah untuk terciptannya pembelajaran yang optimal. 2) Bagi Guru SMKN 1 Batu a) Dengan diterapkannya pembelajaran tutor sebaya dalam poses belajar mengajar diharapkan dapat menghantarkan pada kualitas pembelajaran yang sesuai dengan yang diharapkan serta dapat meningkatkan kreatifitas guru dalam proses belajar mengajar. b) Hendaknya lebih terampil dalam mencermati karakteristik siswa dan mampu mengenali kriteria pokok bahasan pada setiap mata pelajaran yang sesuai dengan pembelajaran tutor sebaya sehingga proses pembelajaran lebih efektif, kreatif, inovatif serta menyenangkan pada mata pelajaran matematika dan juga pada mata pelajaran yang lainnya. 3) Bagi Siswa SMKN 1 Batu a) Diharapkan untuk siswa dan siswi bersungguh-sungguh dalam belajar dan semoga dengan penerapan pembelajaran tutor sebaya dapat memberikan kemudahan bagi siswa untuk meningkatkan pemahaman dan hasil belajar pada mata pelajaran matematika pokok bhasan persamaan kuadrat. b) Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan mampu memberikan motivasi dalam belajar dikelas dan diluar kelas, maupun dalam hal meningkatkan hasil belajar. 4) Bagi Peneliti lain atau pembaca Bagi penulis yang mengadakan penelitian sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah wawasan tentang penerapan pembelajaran tutor sebaya dalam pembelajaran di dunia pendidikan.
414
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Daftar Rujukan Delpi Yandi. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya Berbantuan Web untuk MeningkatkanHasil Belajar Siswa Kelas XI IPA 2 SMAN 8 Batam. Malang: TEQIP Lizawati. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tutor Sebaya Berbintang untuk Meningkatkan HasilBelajar Matematika tentang Pengolahan Data pada SiswaKelas VI SD Negeri 3 Singkawang Timur. Malang: TEQIP Muhammad Karim. 2015. Peningkatan Hasil Belajar tentang Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) dan KelipatanPersekutuan Terkecil (KPK) melalui Model Pembelajaran Tutor Sebaya pada SiswaKelas VI SD Islamiyah 3 Kota Ternate Tahun Ajaran 2015/2016 . Malang: TEQIP Tarwel, J. 2011. Cooperative Learning and Mathematics Education: a happy marriage? Paris: OECD
415
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF NHT BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DIFERENSIAL SISWA KELAS XII SMKN 2 BATU Umi Kulsum Agus Setiyorini SMK Negeri 2 Batu Jawa Timur
[email protected] Abstrak :Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang diferensial menggunakan model pembelajaran kooperatif NHT berbasis masalah. Jenis penelitian adalah PTKdengan dua siklus, setiap siklus 2 kali pertemuan.Subjek penelitian adalah 30 orang siswa kelas XII Teknik Kimia SMKN 2 Batu, 26 Perempuan dan 4 lakilaki. Hasil Penelitian menunjukan bahwaada peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 33,34 persen.Dari siklus I rata – rata hasil belajar siswa 68,28 meningkat menjadi 76,13 pada siklus II. Selain itu ada peningkatan ketuntasan dari siklus I sebesar 53,33 % meningkat pada siklus II sebesar 86,67% Kata kunci: NHT, berbasis masalah, diferensial, PTK
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diwajibkan di setiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar (SD/MI), menengah (SMP/MTs) dan atas (SMA/MA/SMK). Namun demikian dalam mempelajari matematika siswa sering mengalami kesulitan bahkan menjadikan matematika sebagai pelajaran yang menakutkan. Hal ini disebabkan oleh dua hal yang menjadi kendala yaitu pelajaran matematika dirasakan tidak tampak hubungannya dengan kehidupan sehari-hari dan keterbatasan waktu (karena setiap siswa SMK sebagian waktunya digunakan untuk PSG), sehingga menyebabkan pengajaran beberapa konsep matematika mengacu pada transfer pengetahuan guna mengejar target kurikulum.Bila transfer konsep-konsep matematika terus berlangsung, maka pemahaman siswa terhadap konsep matematika terbatas pada ranah kognitif saja. Bila pembelajaran matematika didominasi dengan metode ceramah maka matematika menjadi pelajaran yang sangat membosankan dan menakutkan bagi siswa karena banyak rumus-rumus yang harus dihafalkan. Siswa tidak akan dapat menyadari bahwa matematika sangat penting untuk difahami sebagai pengetahuan dasar guna memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas proses pembelajaran dapat diamati dari bagaimana aktivitas siswa, interaksi guru dan siswa, interaksi antar siswa dan motivasi belajar siswa. Sedangkan kualitas hasil belajar siswa dapat diamati dengan melihat dari prestasi belajar dan ketuntasan belajar siswa. Hal ini juga terjadi di kelas XII Teknik Kimia di SMK Negeri 2 Batu. Sebagian besarsiswa belum tuntas menguasai materi yang diajarkan. Dalam belajar matematika,siswa masih bersikap pasif dan hanya berpusat pada guru.Hal ini dikarenakan proses pembelajaran yang masih didominasi dengan metode ceramah. Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran matematika di Kelas XII SMK Negeri 2 Batu maka perlu diterapkan metode pembelajaran yang inovatifdan kooperatif yaitu metode pembelajaran yang memberi peluang pada siswa untuk belajar lebih banyak di kelasnya. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah metode pembelajaran kooperatif (Attle and Bakker, 2007).Menurut Ruslah (2015) pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran
416
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompoknya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Purwanto (2011) tujuan belajar kooperatif adalah untuk menciptakan suatu situasi di mana keberhasilan dapat tercapai bila siswa lain juga mencapai tujuan tersebut. Konsep implementasi pembelajaran model Cooperative learning (CL) mempunyai lima prinsip yang mendasar yaitu positive interdependence, face to face interaction, individual accountability, use of collaborative/social skills,dan grup processing.Prinsip yang pertama positive interdependence yaitu saling tergantung secara positif, anggota kelompok menyadari bahwa mereka perlu bekerja sama untuk mencapai tujuan. Prinsip yang kedua face to face interaction yaitu semua anggota berinteraksi dengan saling berhadapan. Prinsip yang ketiga individual accountability yaitu setiap anggota harus belajar dan menyumbang demi pekerjaan dan keberhasilan kelompok. Prinsip yang ke empat us of collaborative/social skills yaitu ketrampilan bekerja sama dan bersosialisasi diperlukan, untuk itu diperlukan bimbingan guru agar siswa dapat berkolaborasi. Prinsip yang kelima group processing yaitu siswa perlu menilai bagai-mana mereka bekerja secara efektif. Salah satu metode CL yang dapat digunakan adalah.NHT (Numbered Head Together). Beberapa peneliti telah melakukan penelitian dengan menerapkan model NHT (Susantri, 2015; Risliana, 2013; Melati, 2012; Wasi‟ah, 2015). Menurut Susantri (2015) pendekatan NHT yang dilaksanakan dalam 2 siklus mengalami peningkatan.Hal ini ditunjukkan dengan keaktifan belajar siswa yang meningkat dari siklus I kesiklus II. Karena metode NHT (Numbered Head Together)memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membagikan ide - ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.Selain itu teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka dalam memecahkan permasalahan diferensial.Menurut Risliana (2013) NHT merupakan sebuah variasi diskusi kelompok yang ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut yaitu dengan cara pengundian. Cara ini dapat meningkatkan tanggungjawab individual dalam diskusi kelompok, dengan adanya keterlibatan semua anggota kelompok tentunya akan berdampak positif terhadap minat belajar siswa. Menurut Melati (2012)kooperatif learning dengan tipe NHT (Numbered Head Together) dengan menggunakan kuantitatif dengan bentuk pendekatan deskriptif menggunakan teknik persentase untuk melihat peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dari siklus I sampai siklus II.Lembar observasi dan tes hasil belajar digunakan untuk melihat aktivitas dan hasil belajar siswa.Setelah diadakan penelitian dengan 2 siklus maka terjadi peningkatan terhadap aktivitas hasil belajar siswa yang telah mencapai indikator keberhasilan pada siklus dua.Sedangkan menurut Wasi‟ah (2015) Model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi,mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, menuntut keseriusan siswa sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran. Pada pelaksanaanya guru akan melakukan evaluasi secara acara acak dengan memilih siswa yang memakai nomor dikepala yang telah diberikan sebelumnya dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik / prestasi belajar yang lebih baik.Berdasarkan hasil – hasil penelitian yang telah dilakukan meyakinkan bahwa metode NHT (Numbered Head Together)akan mampu menjawab permasalahan diatas. Oleh
417
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
karena itu peneliti bermaksud menggunakan model pembelajaran kooperatif NHT berbasis masalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang diferensial. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Menurut Hopkins (dalam Trianto, 2010:15) bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substansif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuri,atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil memperhatikan dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan yang terjadi pada siswa. Subjek penelitian ini adalah 30 siswa yaitu kelas XII Teknik Kimia SMK Negeri 2 Batu Jawa Timur Indonesia. Model rancangan penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model rancangan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart (1992).Model ini terdiri dari 4 komponen pokok, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 teknik yaitu teknik observasi dan teknik tes. Teknik Observasi dilakukan saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang digunakan sebagai sumber data diperoleh dari pengamatan Guru dan Siswa dalam proses pembelajaran. Teknik tes dilakukan pada akhir kegiatan pembelajaran dengan menggunakan lembar kerja siswa dalam bentuk soal dan LKS dengan NHT HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Perencanaan Siklus I diawali dengan perencanaan melalui kegiatan sebagai berikut: 1) Merencanakan pembagian siswa dalam kelompok kooperatif berdasarkan data yang dimiliki oleh guru yaitu berdasarkan nilai tes awal, perbedaan jenis kelamin serta perbedaan suku, 2)Membuaat nomor 1 sampai 5 dengan menggunakan kertas yang berwarna – warrni untuk diberikan kepada semua siswa yang dibagi dalam kelompok kooperatif yang setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang, 3) Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi belajar mengajar di kelas pada waktu pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. 4) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam dua kali pertemuan,5) Membuat Lembar Kerja Siswa ( LKS ) dengan NHT, dan 6) Membuat soal tugas (pekerjaan rumah) langsung pada materi turunan fungsi aljabar sederhana, penjumlahan dan perkalian, 7) Membuat alat evaluasi hasil belajar matematika siswa pada materi turunan fungsi aljabar sederhana, penjumlahan dan perkalian yang dilaksanakan pada akhir siklus. Kegiatan menyusun RPP diawali dengan 1) Menentukan Kompetensi Dasar (KD) yaitu KD 16.3.Menggunakan konsep dan aturan turunan dalam perhitungan turunan fungsiyang sub topiknya adalah menentukan berbagai turunan fungsi aljabar dan trigonometri, berikutnya peneliti menyusun skenario pembelajaran dengan menentukan kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Adapun kegiatan pendahuluan sebagai berikut: a)Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran dengan memberi salam, berdoa, dan mengabsen peserta didik, b) Guru memberi motivasi belajar peserta didik dengan cara
418
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
mengingatkan kembali materi sebelumnya yaitu materi limit, c) Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi turunan, d) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kegiatan Inti sebagai berikut: a) Guru mengorganisasikan peserta didik dalam beberapa kelompok dengan kemampuan heterogen yang terdiri dari 4-5 orang, b) Guru memberi nomor kepada masing – masing siswa dalam setiap kelompok dan serta memberikan nama kelompok yang berlainan, c) Guru memastikan setiap kelompok memiliki sumber informasi yang relevan seperti buku paket, modul dan lainnya sehingga dapat memberi kemudahan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru d) Guru membagikan Lembar Kegiatan Siswa dan masing – masing kelompok mengerjakannya, e) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya, f) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan cara pengundian dan bagi siswa yang nomornya disebut dari setiap kelompok mengangkat tangan dan melaporkan hasil kerjasama kelompoknya kepada seluruh siswa dikelas, g) Siswa yang nomornya tidak disebut memberikan tanggapan atas jawaban dari siswa yang menyampaikan hasil kerja kelompoknya, Jika sudah selesai guru bisa menunjuk nomor berikutnya. Sedangkan kegiatan penutup sebagai berikut: a) Guru bersama siswa menyimpulkan bahwa sifat – sifat turunan bisa didapatkan dari limit, b) Guru menanyakan kepada peserta didik kesan belajar turunan yang menggunakan metode NHT, c) Siswa diberikan tugas soal – soal turunan aljabar yang menggunakan rumus sederhana dan diberikan tugas untuk mempelajari turunan operasi fungsi aljabar untuk dipakai pada pertemuan berikutnya, d) Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan pesan untuk tetap semangat belajar dan salam. Langkah berikutnya yang dilakukan peneliti adalah memilih media yang akan digunakan pada pembelajaran, adapun media yang dipilih dan yang akan digunakan yaitu: Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk kelompok dan individu, dan juga menyusun lembar pedoman observasi. Observasi yang akan dilakukan oleh observer diperlukan untuk mengamati keterlaksanaan proses pembelajaran berlangsung baik yang dilakukan oleh guru sebagai peneliti dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan untuk mengamati perkembangan aktivitas belajar peserta didik. Pelaksanaan Tindakan Pertemuan I Pembelajaran diawali guru dengan mempersiapkan mereka mengikuti pembelajaran.
memeriksa
kehadiran
siswa
sambil
Guru : Anak-anak hari ini kita akan belajar turunan fungsi, masih ingatkah kalian apa itu limit fungsi? Siswa : Masih bu... Guru : Adakah yang bisa mengerjakan
?
Siswa :Anggik bu yang bisa mengerjakannya. Guru : Kenapa harus Anggik,Kenapa enggak kamu aja yang kedepan untuk mengerjakannya.
419
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Siswa : Baik bu, Dari dialog di atas dapat disimpulkan bahwa siswa telah siap mengikuti pembelajaran berikutnya. Berikutnya guru membagi kelas menjadi 5 kelompok dengan masing-masing diberi nomor dari angka 1 – 5 tiap anggotanya. Nama kelompok sesuai dengan warna yang tertera di nomor yang dibagikan oleh guru Guru : Baik anak-anak, setelah kelompok dibagi, saya bagikan LKS, masing – masing kelompok satu LKS. Apakah masing – masing kelompok sudah dapat LKS semua? Siswa : Sudah bu... Guru : Baik anak – anak, dalam LKS tersebut tiap kelompok ditugasi untuk mengerjakan tiga soal turunan yang sederhana dan waktunya 15 menit, apakah kalian sudah pahamsemua? Siswa : Sudah bu, yang soal no 3 saya masih bingung bu?
Gambar 1.Guru membantu siswa yang mengalami kesulitan pada Lembar Kegiatan Siswa
Kegiatan dilanjutnya dengan masing-masing kelompok bekerja secara mandiri. Selama kegiatan pembelajan guru berkeliling untuk memantau perkembangan kerja siswa. Teramati bahwa dalam kegiatan diskusi ternyata masih banyak ditemukan siswa yang main sendiri dan tidak mau ikut untuk menyelesaikannya, mungkin karena LKS yang saya bagikan setiap kelompok hanya satu lembar. Dan dalam kesempatan mengelilingi setiap kelompok terjadi dialog siswa dan guru : Siswa : Gimana bu cara menyelesaikan turunan yang bentuknya akar ? Guru : Jika kalian menemukan soal yang bentuknya akar,kalian rubah dulu menjadi bilangan yang berpangkat. Siswa : Oh begitu ya bu, terimaksih bu atas bantuannya. Guru : Sekarang kalau tugas kalian sudah selesai, apakah teman kelompok kalian juga sudah paham semua? Berarti kalian sudah siap utk mempresentasikan didepan kelas Siswa : Insyaallah siap bu Setelah 15 menit maka diskusi siswa pun selesai dan guru bersiap siap untuk pemanggilan siswa kedepan untuk mempresentasikan tugasnya.Biar adil guru memanggil nomor untuk
420
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
mempresentasikan tugasnya didepan kelas dengan cara pengundian,Tibalah waktunya untuk pengundian ternyata yang terpanggil adalah nomor dua untuk kelompok biru,dan siswa yang mempunyai nomor dua dengan warna biru maju didepan kelas untuk mempresentasikan tugasnya dan bagi siswa yang nomornya tidak terpanggil memberi tanggapan terhadap hasil tugas diskusi teman yang didepan kelas. Dan Siswa yang mempresentasikan hasil tugasnya didepan juga menerima dengan baik tanggapan dari siswa yang nomornya tidak dipanggil. Setelah selesai mempresentasikan hasil tugasnya siswa dan guru bersama- sama menyimpulkan materi turunan fungsi aljabar sederhana, untuk meyakinkan bahwa siswa sudah paham maka guru bertanya kepada siswa Guru : Anak anak apakah kalian sudah paham dan dengan materi hari ini? Siswa : Sudah Bu Guru... Guru : Baiklah jika kalian sudah paham dan jelas maka bu guru ingin tahu seberapa jauh kalian sudah paham dengan materi hari ini dengan memberikan tugas soal latihan tentang turunan dan harus kalian kerjakan secara individu Siswa : Soal latihannya jangan banyak - banyak ya bu? Guru : Tidak, Bu Guru hanya akan memberikan 2 soal saja cukup, yang penting disini kalian sudah paham dengan materi hari ini Kegiatan selanjutnya siswa menulis soal latihan dan mengerjakannya secara individu dalam waktu 15 menit.Dengan tenang semua siswa mengerjakan soal latihan yang diberikan oleh guru. Setelah 15 menit berlalu kemudian guru bertanya kepada siswa: Guru : Anak anak apakah latihannya sudah selesai Siswa : Sudah Bu Guru Guru : Baik anak – anak, kalau begitu sekarang tugasnya kalian kumpulkan Siswa : Baik Bu Guru Setelah selesai mengumpulkan soal latihan, guru menutup pertemuan pada hari ini. Tetapi sebelum menutup pertemuannya guru memberikan tugas untuk dikerjakan dirumahnya masing masing dan besuk pada pertemuan selanjutnya akan dibahas bersama sama didepan kelas Berakhirlah kegiatan pada pertemuan hari ini dan ditutupoleh guru dengan bacaan salam dan siswa secara serentak membalas salam dari guru Dari kegiatan pembelajaran pertemuan pertama, siswa sudah mulai antusias, aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran tetapi masih belum bisa diketahui dampak dari pembelajaran dengan metode NHT terhadap hasil belajar.Untuk itu penilaian hasil belajar (evaluasi) akan dilaksanakan pada siklus pertama pertemuan kedua Pertemuan II Pembelajaran pada pertemuan kedua ini diawali guru dengan memeriksa kehadiran siswa sambil mempersiapkan mereka untuk mengikuti pembelajaran dan selanjutnya terjadi dialog antara siswa dan guru Guru : Anak - anak apakah tugas kemarin yang ibu berikan sudah selesai. Siswa : Sudah bu...
421
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Guru : Baik, Kalau begitu mari kita koreksi bersama –sama dengan cara tugasnya kalian tukar dengan teman sebangku. Siswa : Baik bu. Semua siswa secara serentak menukarkan tugasnya dengan teman sebangkunya dan selanjutnya mulailah pengoreksian tugas dengan cara siswa yang bisa mengerjakan soal disuruh mengerjakan jawabannya didepan kelas dan kalau benar maka siswa tersebut akan diberi nilai tambahan, karena mendapatkan nilai tambah maka siswa berebut angkat tangan untuk maju kedepan. Guru : Sekarang siapa yang bisa mengerjakan tugas boleh angkat tangan,nanti akan ibu beri nilai tambah. Siswa 1 : Saya bu untuk nomor1 Siswa 2 : Saya bu nomor 2 Siswa 3 : Saya bu nomor 3 Guru :Baik, kalau begitu Anggik nomor 1, Ilvernia nomor 2 dan Anisa Febrianti nomor 3, silahkan kalian maju kedepan dan tuliskan jawabannya dipapan tulis. Ketiga siswa tersebut maju didepan kelas untuk mengerjakan jawabannya dipapan tulis.Setelah selesai menuliskan jawabannya didepan kelas guru bersama - sama siswa yang lain mengoreksinya. Selanjutnya jika jawaban sudah dikoreksi guru dan ternyata jawabannya sudah benar maka semua siswa mulai mengoreksi jawaban teman sebangkunya,setelah selesai mengoreksi dan diberi nilai maka semua tugas tadi dikumpulkan dan diberikan guru untuk dimasukkan didaftar nilai.Setelah selesai mengoreksi tugas, guru dan siswa melanjutkan materi selanjutnya yaitu tentang “Turunan Hasil Operasi Fungsi Aljabar” Guru : Pertemuan kemarin kita sudah membahas tentang rumus turunan fungsi aljabar yang sederhana dan selanjutnya hari ini bu guru akan melanjutkan dengan materi turunan hasil operasi fungsi aljabar, apakah dirumah kalian sudah membacanya Siswa : Belum bu Guru : Kok belum kenapa? Siswa :Karena lagi mengerjakan PR bu, Jadi tidak sempat membaca materi selanjutnya karena sudah capek bu Guru : PRnya khan hanya sedikit masak sudah capek, kalian saja yang malas belajar,padahal kalian sudah kelas tiga dan sebentar lagi sudah mau ujian nasional jadi jangan suka malas belajar. Siswa : Baik bu,insyallah tidak akan saya ulangi lagi dan saya akan berusaha untuk merubah sifat malas saya Guru : Baiklah kalau begitu sekarang kalian buka buku paketnya halaman 153 tentang turunan hasil operasi fungsi aljabar,Apakah sudah kalian buka semua buku paketnya Siswa : Sudah bu Guru : Berarti kalian sudah siap untuk melanjutkan materi selanjutnya. Siswa : Sudah bu Guru : Apakah kalian masih ingat rumus rumus fungsi aljabar yang sudah kalian pelajari kemarin, karena materi hari ini masih berkaitan dengan materi kemarin hanya materi hari inidiperluas rumusnya yaitu membahas tentang operasi turunan fungsi aljabar yaitu tentang perkalian turunan fungsi aljabar
422
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Siswa : Insyallah masih ingat bu, karena tadi kita juga barusan mengingat rumus turunan fungsi aljabar dari tugas yang ibu berikan kemarin Guru : Alhamdulillah bagus kalau begitu, sebelum ibu bagikan LKSnya sekarang kalian kembali kekelompoknya masing – masing seperti pertemuan kemarin Kegiatan selanjutnya semua siswa berdiri dan mencari kelompoknya masing – masing dan guru membagikan nomor 1 – 5 kepada setiap kelompok dan memberi nama kelompoknya sesuai dengan warna nomor yang diterimanya. Selanjutnya guru membagikan LKS kepada setiap kelompok Guru : Apakah semua kelompok sudah mendapatkan LKS semua? Siswa : Sudah bu... Guru : Baik, sekarang kalian diskusikan tiga soal yang ada di LKS dengan kelompoknya masing masing, Nanti kalau ada pertanyaan boleh angkat tangan. Siswa : Baik bu... Kegiatan dilanjutkan dengan masing-masing kelompok bekerja secara mandiri. Selama kegiatan pembelajaran guru berkeliling untuk memantau perkembangan kerja siswa. Teramati bahwa dalam kegiatan diskusi ternyata masih banyak ditemukan siswa yang main sendiri dan tidak mau ikut untuk menyelesaikannya, mungkin karena LKS yang dibagikan setiap kelompok hanya satu Lembar. Dan dalam kesempatan mengelilingi setiap kelompok terjadi dialog siswa dan guru : )( Siswa : Bu, bagaimana cara mengerjakan soal turunan dari ( ) ( ) Guru : Jika kalian menemukan soal perkalian seperti itu maka kalian harus memisalkan dulu yaitu persamaan yang pertama kamu anggap ( ) dan persamaan yang kedua dianggap ( ) setelah itu kedua persamaan itu cari turunannya terlebih dahulu,setelah diturunkan semua baru kalian masukkan kedalam rumus operasi fungsi aljabar yang ada pada buku paket hal 135. Siswa : Terimakasih bu. Setelah memberi pengarahan kepada salah satu siswa selanjutnya guru bertanya kepada semua siswa Guru : Apakah ada yang mau bertanya lagi? Siswa : Tidak bu... Guru : Kalau tidak ada pertanyaan lagi berarti kalian sudah paham semua, saya kasih waktu 10 menit lagi dan kalian presentasikan jawaban hasil diskusi kelompok didepan kelas. Setelah 10 menit maka diskusi telah selesai dan guru bersiap siap untuk pemanggilan siswa kedepan untuk mempresentasikan tugasnya.Biar adil guru memanggil nomor untuk mempresentasikan tugasnya didepan kelas dengan cara pengundian,Tibalah waktunya untuk pengundian ternyata yang terpanggil adalah nomor empat untuk kelompok merah. Dan siswa yang mempunyai nomor empat dengan warna merah maju didepan kelas untuk mempresentasikan tugasnya dan bagi siswa yang nomornya tidak terpanggil memberi tanggapan terhadap hasil tugas diskusi teman yang didepan kelas. Dan Siswa yang
423
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
mempresentasikan hasil tugasnya didepan juga menerima dengan baik tanggapan dari siswa yang nomornya tidak dipanggil. Setelah selesai mempresentasikan hasil tugasnya siswa dan guru bersama- sama menyimpulkan materi pada hari itu, untuk meyakinkan bahwa siswa sudah paham maka gurupun bertanya kepada siswa Guru : Anak anak apakah kalian sudah paham dengan materi hari ini? Siswa : Sudah Bu Guru... Guru : Baiklah karena kalian sudah paham semua dengan materi hari ini,maka ibu akan memberikan tes evaluasi siklus Iyang berkaitan dengan materi pertemuan turunan rumus sedehana dan materi turunan operasi fungsi aljabar yang barusan kalian dapatkan hari ini untuk mengetahui seberapa jauh kalian sudah paham dengan materi turunan tersebut Sebelum membagikan tes evaluasi siklus I guru menyuruh siswa untuk duduk seperti semula dan tidak berkelompok. Siswa langsung berdiri dan kembali ketempat duduknya masing – masing seperti semula.Selanjutnya guru membagikan soal kepada semua siswa satu persatu dan secara individu siswa mengerjakan tes evaluasi yang diberikan oleh guru.Setelah berjalan 15 menit tes evaluasi siklus I pun selesai dan dikumpulkan oleh guru untuk mengetahui seberapa berhasilnya siswa mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus I Observasi Observasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan aktivitas siswa (meliputi perhatian, partisipasi, pemahaman, dan kerjasama siswa) dan aktivitas guru (meliputi penyajian materi, kemampuan memotivasi siswa, pengelolaan kelas, dan pembimbingan guru terhadap siswa). Tahap pengamatan peneliti sebagai guru, sedangkan untuk mengobservasi tindakan yang dilaksanakan oleh guru dilakukan oleh duateman sejawat peneliti dengan menggunakan pedoman observasi. Pada waktu obervasi ternyata masih ditemukan siswa yang masih kurang aktif dalam mengerjakan LKS. Observasi hasil belajar siswa dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan nilai tugas dan tes pada akhir kegiatan pembelajaran. Jadi, pada tahap obeservasi ini data penelitian yang diambil adalah: (1) Nilai tugas dan nilai tes (2) Hasil pengamatan tindakan yang dilakukan guru dan aktivitas siswa di kelas. Refleksi Pada tahap refleksi, peneliti bersama observer mendiskusikan hasil tindakan yang telah dilakukan berdasarkan data yang telah terkumpul. Hasil refleksi ini akan digunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya, apakah perlu dilanjutkan atau tidak. Dari kegiatan observasi masih ditemukan siswa yang masih ngomong sendiri, siswa masih kesulitan memahami maksud soal, terdapat siswa yang tidak nyaman dengan kelompoknya, dan kerjasama siswa dalam kerja kelompok masih belum optimal. Penyebab siswa masih ngomong sendiri dan kerjasama kurang optimal diduga karena LKS yang dibagikan setiap kelompok hanya satu lembar dan siswa yang lain tidak memegang LKSnya.Ketidaknyamanan siswa dalam kelompok diduga karena siswa tidak satu kelompok dengan teman karibnya.
424
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus I masih dinilai cukup, belum baik. Hal ini dikarenakan siswa dan guru masih dalam penyesuaian proses pembelajaran kooperatif tipe NHT. Nilai hasil belajar siswa pada siklus I adalah 68,28, padahal nilai KKM adalah 75. Nilai hasil belajar siswa belum mencapai indikator keberhasilan sehingga perlu dilanjutkan ke siklus II. Peneliti harus melakukan beberapa perbaikan pada siklus II agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siklus II Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian belum tercapai. Upaya perbaikan siklus I pada siklus II diperlukan untuk mengatasi kekurangan pada siklus I, yaitu dengan memperbaiki RPP dengan memperjelas langkah – langkah penyampaian materi dan mempertegas informasi pelaksanaan evaluasi kepada siswa diakhir pembelajaran. Siklus kedua terdiri dari 2 pertemuan (Satu kali pembelajaran dan satu kali tes).Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut : Perencanaan Siklus II diawali dengan perencanaan seperti pada siklus I yaitu melalui kegiatan sebagai berikut: 1) Merencanakan pembagian siswa dalam kelompok kooperatif berdasarkan data yang dimiliki oleh guru yaitu berdasarkan nilai tes awal, perbedaan jenis kelamin serta perbedaan suku, 2) Membuaat nomor 1 sampai 5 dengan menggunakan kertas yang berwarna – warni untuk diberikan kepada semua siswa yang dibagi dalam kelompok kooperatif yang setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang, 3) Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi belajar mengajar di kelas pada waktu pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. 4) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam dua kali pertemuan,5) Membuat Lembar Kerja Siswa ( LKS ) dengan NHT, dan 6) Membuat soal tugas (pekerjaan rumah) langsung pada materi turunan operasi fungsi aljabarpembagian dan fungsi trigonometri, 7) Membuat alat evaluasi hasil belajar matematika siswa pada materi turunan operasi fungsi aljabarpembagian dan fungsi trigonometriyang dilaksanakan pada akhir siklus. Kegiatan menyusun RPP diawali dengan 1) Menentukan Kompetensi Dasar (KD) yaitu KD 16.3.Menggunakan konsep dan aturan turunan dalam perhitungan turunan fungsi yang sub topiknya adalah menentukan berbagai turunan fungsi aljabar dan trigonometri, berikutnya peneliti menyusun skenario pembelajaran dengan menentukan kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Adapun kegiatan pendahuluan sebagai berikut: a) Guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran dengan memberi salam, berdoa, dan mengabsen peserta didik, b) Guru memberi motivasi belajar peserta didik dengan cara mengingatkan kembali materi sebelumnya yaitu materi rumus turunan fungsi aljabar yang sederhana, c) Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang turunan fungsi aljabar, d) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kegiatan Inti sebagai berikut: a) Guru mengorganisasikan peserta didik dalam beberapa kelompok dengan kemampuan heterogen yang terdiri dari 4-5 orang, b) Guru memberi nomor kepada masing – masing siswa dalam setiap kelompok dan serta memberikan nama kelompok yang berlainan, c) Guru memastikan setiap kelompok memiliki sumber informasi yang relevan seperti buku paket, modul dan lainnya sehingga dapat memberi
425
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
kemudahan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru d) Guru membagikan Lembar Kegiatan Siswa sejumlah siswa dan masing – masing kelompok mengerjakannya, e) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya, f) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan cara pengundian terlebih dahulu dan bagi siswa yang nomornya disebut dari setiap kelompok mengangkat tangan dan melaporkan hasil kerjasama kelompoknya kepada seluruh siswa didepan kelas, g) Siswa yang nomornya tidak disebut memberikan tanggapan atas jawaban dari siswa yang menyampaikan hasil kerja kelompoknya, Jika sudah selesai guru bisa menunjuk nomor berikutnya. Sedangkan kegiatan penutup sebagai berikut: a) Guru bersama siswa menyimpulkan bahwa turunan operasi fungsi aljabar pembagian didapat dengan menggunakan rumus ( )
( )
( )
( )
( ) ( )
( )
( )
( ( ))
, b) Guru menanyakan kepada peserta didik
kesan belajar turunan operasi fungsi aljabar pembagian dan fungsi trigonometri yang menggunakan metode NHT, c) Siswa diberikan tugas soal – soal turunan operasi fungsi aljabarpembagian dan fungsi trigonometridan diberikan tugas untuk mempelajari materi berikutnya, d) Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan pesan untuk tetap semangat belajar dan salam. Langkah berikutnya yang dilakukan peneliti adalah memilih media yang akan digunakan pada pembelajaran, adapun media yang dipilih dan yang akan digunakan yaitu: Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk kelompok dan individu sejumlah siswa yang ada dikelas, dan juga menyusun lembar pedoman observasi. Observasi yang akan dilakukan oleh observer diperlukan untuk mengamati keterlaksanaan proses pembelajaran berlangsung baik yang dilakukan oleh guru sebagai peneliti dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan untuk mengamati perkembangan aktivitas belajar peserta didik.
Pelaksanaan Tindakan Pertemuan I Pembelajaran diawali guru dengan memeriksa kehadiran mempersiapkan mereka mengikuti pembelajaran pada siklus ke II
siswa
sambil
Guru : Anak anak bagaimana kabarnya hari ini,apakah sehat sehat semua Siswa : Sehat bu.... Guru : Untuk pertemuan hari ini ibu akan melanjutkan materi pada pertemuan kemarin yaitu turunan operasi fungsi aljabar pembagian, Apakah kalian masih ingat turunan operasi fungsi aljabar perkalian Siswa : Masih bu... Guru : Karena materi turunan operasi fungsi aljabar pembagian masih berkaitan dengan operasi fungsi aljabar perkalian hanya pada pembagian ada penyebutnya Guru menuliskan Rumus operasi fungsi aljabar pembagian rumus ( )
( ) ( )
( )
( ) ( )
( )
( )
( ( ))
Guru : Coba kalian perhatikan rumus yang ada dipapan ini Siapa yang bisa membedakan rumus operasi fungsi aljabar perkalian dan pembagian
426
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Siswa : Saya bu... Guru : Iya kamu anggik, Apa yang bisa kalian bedakan rumus operasi fungsi aljabar perkalian dan pembagian Siswa : Kalau perkalian menggunakan lambang penjumlahan “+” sedangkan kalau pembagian menggunakan lambang pegurangan “ – “ dan ada penyebutnya. Guru : Betul sekali untuk Anggik, Beri tepuk tangan untuk anggik Semua siswa memberikan tepuk tangan untuk anggik sebagai penghargaan kalau jawaban Anggik sudah benar. Dari dialog di atas dapat disimpulkan bahwa siswa telah siap mengikuti pembelajaran berikutnya. Berikutnya guru membagi kelas menjadi 5 kelompok dengan masing-masing diberi nomor dari angka 1 – 5 tiap anggotanya. Nama kelompok sesuai dengan warna yang tertera di nomor yang dibagikan oleh guru Guru : Baik anak-anak, setelah kelompok dibagi, ibu akan membagikan LKS dan semua siswa akan mendapatkan satu persatu karena supaya semua bisa memecahkan soal yang ada diLKS tersebut dan tidak hanya satu orang yang berfikir untuk memecahkan soalnya, Apakah semuanya sudah dapat LKS Siswa : sudah bu... Guru : Baik anak – anak, dalam LKS tersebut tiap kelompok ditugasi untuk mengerjakan tiga soal turunan operasi fungsi aljabar pembagian dan waktunya 15 menit, apakah kalian sudah paham semua? Siswa : Sudah bu... Kegiatan dilanjutkan dengan masing-masing kelompok bekerja secara mandiri sesuai dengan gambar 2.
Gambar 2. Masing – masing kelompok bekerja secara mandiri Selama kegiatan pembelajaran guru berkeliling untuk memantau perkembangan kerja siswa. Karena semua siswa sudah mendapatkan LKSnya masing masing maka tidak ada siswa yang main sendiri dan semuanya ikut berpikir untuk menyelesaikannya. Dalam kesempatan mengelilingi setiap kelompok terjadi dialog siswa dan guru : Siswa : Apakah penyebut pada operasi fungsi aljabar pembagian yang ada pangkat duanya diselesaikan atau dibiarkan saja.
427
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Guru : Untuk turunan operasi fungsi aljabar pada pembagian penyebutnya jangan dioperasikan dan cukup dibiarkan saja seperti itu. Siswa : Oh begitu ya bu, terimaksih bu atas bantuannya. Setelah 15 menit berlalu diskusi kelompok telah selesai dan guru bertanya kepada siswa: Guru : Apakah diskusinya sudah selesai dan apakah teman kelompok kalian juga sudah paham semua? Kalau sudah selesai berarti kalian sudah siap utk mempresentasikan jawaban didepan kelas Siswa : Insyaallah siap bu Setelah 15 menit maka diskusi siswa telah selesai dan guru bersiap siap untuk pemanggilan siswa kedepan untuk mempresentasikan tugasnya.Biar adil guru memanggil nomor untuk mempresentasikan tugasnya didepan kelas dengan cara pengundian,Tibalah waktunya untuk pengundian ternyata yang terpanggil adalah nomor tiga untuk kelompok orange, dan siswa yang mempunyai nomor tiga dengan warna orange maju didepan kelas untuk mempresentasikan tugasnya dan bagi siswa yang nomornya tidak terpanggil memberi tanggapan terhadap hasil tugas diskusi teman yang didepan kelas. Dan Siswa yang mempresentasikan hasil tugasnya didepan juga menerima dengan baik tanggapan dari siswa yang nomornya tidak dipanggil. Setelah selesai mempresentasikan hasil tugasnya siswa dan guru bersama- sama menyimpulkan materi pada hari itu, untuk meyakinkan bahwa siswa sudah paham maka gurupun bertanya kepada siswa Guru : Anak anak apakah kalian sudah paham dan dengan materi hari ini? Siswa : Sudah Bu Guru... Guru : Baiklah jika kalian sudah paham dan jelas maka bu guru ingin tahu seberapa jauh kalian sudah paham dengan materi hari ini dengan memberikan tugas soal latihan tentang turunan operasi fungsi aljabar pembagian dan harus kalian kerjakan secara individu dan tidak boleh dikerjakan lagi secara kelompok Kegiatan selanjutnya siswapun menulis soal latihan dan mengerjakannya secara individu dengan diberi waktu 15 menit. Dengan disiplin siswa mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru.selanjutnya terjadilah dialog Guru : Anak anak apakah latihannya sudah selesai Siswa : Sudah Bu Guru Guru : Baik anak – anak, kalau begitu sekarang tugasnya kalian kumpulkan Siswa : Baik Bu Guru Setelah selesai mengumpulkan tugas latihan, guru menutup pertemuan pada hari itu tetapi sebelum menutup pertemuannya. Guru memberikan tugas untuk dikerjakan dirumahnya masing masing dan besuk pada pertemuan selanjutnya akan dibahas bersama sama didepan kelas. Berakhirlah kegiatan pada pertemuan hari ini dan ditutup dengan oleh guru dengan bacaan Assalamualaikum warohmatullahiwabarokatu dan siswapun menjawab dengan waalaikum salam warohmatullahi wabarokatuh. Dari kegiatan pembelajaran pertemuan pertama, siswa sudah mulai antusias, aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran tetapi masih belum bisa diketahui dampak dari pembelajaran dengan metode NHT terhadap hasil belajar.Untuk itu penilaian hasil belajar (evaluasi) akan dilaksanakan pada siklus kedua pertemuan kedua
428
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Pertemuan II Pembelajaran pada siklus kedua pada pertemuan kedua ini diawali guru dengan memeriksa kehadiran siswa dengan cara mengabsen satu persatu sambil mempersiapkan mereka untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya kemudian terjadi dialog antara siswa dan guru Guru : Anak – anak, apakah tugas yang ibu berikan kemarin sudah selesai? Siswa : Sudah bu... Guru : Kalau begitu mari kita koreksi bersama –sama, dan sekarang tugas kalian tukarkan dengan teman sebangku Siswa : Baik bu. Semua siswa memulai dengan menukarkan tugasnya dengan teman sebangkunya dan selanjutnya mulailah pengoreksian tugas dengan cara siswa yang bisa mengerjakan soal disuruh mengerjakan jawabannya didepan kelas dan kalau benar maka siswa tersebut akan diberi nilai tambahan, maka terjadilah perebutan angkat tangan untuk maju kedepan. Selanjutnya terjadi dialog: Guru : Siapa yang bisa mengerjakan tugas didepan kelas boleh angkat tangan karena akan ibu beri nilai tambah. Siswa 1 : Saya bu untuk nomor 1 Siswa 2 : Saya bu nomor 2 Siswa 3 : Saya bu nomor 3 Guru : Tolong yang angkat tangan jangan anak itu saja,yang lainnya mana? karena nanti kalau tidak ada yang akan tangan berarti ibu yang akan menunjuk kalian untuk maju didepan kelas Siswa yang didalam kelas menjadi tegang karena takut nanti namanya disebut untuk maju didepan kelas, tetapi setelah mendengarkan motivasi dari guru anak – anak tidak tegang lagi. Guru : Anak – anak kalian jangan takut maju didepan kelas karena nanti kalau jawaban kalian salah ibu tidak akan marah dan nanti kalau ada kesulitan akan ibu bantu Setelah mendengar gurunya berbicara seperti itu anak – anak yang lainpun menjadi berani untuk angkat tangan Siswa 4 : Saya bu nomor 1 Siswa 5 : Saya bu nomor 2 Siswa 6 : Saya bu nomor 3 Guru : Baik, Jadi yang mengerjakan nomor 1yaitu Firdatul, nomor 2 yaitu Inda dan yang terakhir yaitu Pinky, silahkan kalian maju kedepan dan tuliskan jawaban kalian dipapan tulis Ketiga siswa tersebut maju didepan kelas untuk mengerjakan jawaban tugas yang diberikan kemarin. Setelah selesai menuliskan jawabannya didepan kelas guru bersama sama siswa yang lain langsung mengoreksi apakah jawabanya sudah benar atau belum. Selanjutnya jika jawaban sudah dikoreksi oleh guru dan ternyata jawabnya sudah benar maka semua siswa mulai mengoreksi jawaban temannya yang sudah ditukarkan tadi, setelah selesai mengoreksi dan diberi skor maka semua tugas dikumpulkan dan diberikan guru supaya nilainya bisa
429
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dimasukan kebuku nilai oleh guru.Setelah selesai mengoreksi tugas, guru dan siswa melanjutkan materi selanjutnya yaitu tentang “ Turunan Trigonometri “ Guru : Pertemuan kemarin kita sudah membahas tentang rumus turunan Fungsi Aljabar yang Sederhana dan Turunan Operasi Fungsi Aljabar, Selanjutnya hari ini bu guru akan melanjutkan dengan materi Turunan Trigonometri, Tetapi sebelumnya seperti biasa kalian duduk dengan kelompoknya masing - masing yang sudah ibu bagi kemarin. Kegiatan selanjutnya semua siswa berdiri dan mencari kelompoknya masing – masing dan guru membagikan nomor 1 – 5 kepada setiap kelompok dan memberi nama kelompoknya sesuai dengan warna nomor yang diterimanya. Selanjutnya guru membagikan LKS kepada semua siswa yang ada disetiap kelompok.dan terjadi dialog Guru : Sekarang kalian buka buku paket halaman 155. Apakah sudah dibuka semua bukunya? Siswa : Sudah bu Guru : Kalian perhatikan rumus – rumus yang ada dibuku paket itu dan kemudian soal yang ada diLKS diskusikan dengan kelompok masing – masing dan jangan lupa seperti biasa teman didalam kelompok harus bisa memahami semua jawaban yang sudah kalian diskusikan supaya nanti waktu presentasi didepan kelas tidak bingung. Kegiatan dilanjutkan dengan masing-masing kelompok bekerja secara mandiri. Selama kegiatan pembelajan guru berkeliling untuk memantau perkembangan kerja siswa. Teramati bahwa dalam kegiatan diskusi ternyata sudah tidak ditemukan siswa yang main sendiri dan semua ikut memikirkan Lembar Kegiatan Siswa yang diberikan oleh guru. Karena semua siswa dalam kelompok sudah mendapatkan Lembar Kegiatan Siswa masing – masing. Jadi tidak ada alasan lagi anak – anak untuk main sendiri Setelah 15 menit berlalu diskusipun telah selesai Guru : Baik anak – anak karena waktu diskusi kalian sudah selesai maka selanjutnya waktunya presentasi jawaban didepan kelas Guru bersiap siap untuk pemanggilan siswa kedepan untuk mempresentasikan tugasnya.Seperti biasa biar adil guru memanggil nomor untuk mempresentasikan tugasnya didepan kelas dengan cara pengundian,Tibalah waktunya untuk pengundian ternyata yang terpanggil adalah nomor satu untuk kelompok hijau, dan siswa yang mempunyai nomor satu dengan warna hijau maju didepan kelas untuk mempresentasikan tugasnya dan bagi siswa yang nomornya tidak terpanggil memberi tanggapan terhadap hasil tugas diskusi teman yang didepan kelas. Dan Siswa yang mempresentasikan hasil tugasnya didepan juga menerima dengan baik tanggapan dari siswa yang nomornya tidak dipanggil. Setelah selesai mempresentasikan hasil tugasnya siswa dan gurupun bersama- sama menyimpulkan materi pada hari itu, untuk meyakinkan bahwa siswa sudah paham maka gurupun bertanya kepada siswa Guru : Anak anak apakah kalian sudah paham dengan materi hari ini? Siswa : Sudah Bu Guru...
430
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Guru : Baiklah karena kalian sudah paham semua dengan materi hari ini,maka ibu akan memberikan tes evaluasi yang berkaitan dengan materi pertemuan kemarin dan materi yang barusan kalian dapatkan hari ini untuk mengetahui seberapa jauh kalian sudah paham dengan materi turunan tersebut Sebelum membagikan tes evaluasi guru menyuruh siswa untuk duduk seperti semula dan tidak berkelompok.Siswapun langsung berdiri dan kembali ketempat duduknya masing – masing seperti semula. Selanjutnya guru membagikan soal tes evaluasi kepada semua siswa satu persatu dan secara individu siswa mengerjakan tes evaluasi dengan tenang yang diberikan oleh guru. Setelah berjalan 15 menit tes evaluasi telah selesai dan dikumpulkan oleh guru untuk mengetahui seberapa berhasilnya siswa mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus II Observasi Observasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan aktivitas siswa (meliputi perhatian, partisipasi, pemahaman, dan kerjasama siswa) dan aktivitas guru (meliputi penyajian materi, kemampuan memotivasi siswa, pengelolaan kelas, dan pembimbingan guru terhadap siswa). Tahap pengamatan peneliti sebagai guru, sedangkan untuk mengobservasi tindakan yang dilaksanakan oleh guru dilakukan oleh duateman sejawat peneliti dengan menggunakan pedoman observasi.pada waktu obervasi pada siklus kedua ternyata sudah tidak ditemukan siswa yang masih kurang aktif dalam mengerjakan LKS. Observasi hasil belajar siswa dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan nilai tugas dan tes pada akhir kegiatan pembelajaran. Jadi, pada tahap obeservasi ini data penelitian yang diambil adalah: (1) Nilai tugas dan nilai tes (2) Hasil pengamatan tindakan yang dilakukan guru dan aktivitas siswa di kelas. Refleksi Pada tahap refleksi, peneliti bersama observer mendiskusikan hasil tindakan yang telah dilakukan berdasarkan data yang telah terkumpul. Hasilrefleksi ini akan digunakan sebagai acuan untuk melihat keberhasilan siswa pada siklus ke II, apakah perlu dilanjutkan atau tidak. Dari kegiatan observasi sudah tidak ditemukan siswa yang masih ngomong sendiri, siswa sudah dapat memahami maksud soal, siswa yang semula tidak nyaman dengan kelompoknya sekarang sudah bisa beradaptasi dengan kelompoknya, dan kerjasama siswa dalam kerja kelompok sudah optimal. Penyebab siswa tidak ngomong sendiri dan kerjasama sudah optimal diduga karena LKS yang dibagikan setiap kelompok tidak hanya satu lembar lagi karena masing – masing siswa sudah bisa memegang LKSnya.Siswa yang semula tidak nyaman dengan kelompoknya sekarang sudah merasa nyaman dengan kelompoknya karena sudah bisa beradaptasi dengan siswa yang lain dalam kelompoknya. Proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus II sudah baik. Hal ini dikarenakan siswa dan guru sudah bisa menyesuaikan proses pembelajaran kooperatif tipe NHT.Nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa mengalami 68,28 pada siklus I menjadi 76,13 pada siklus II. Persentase siswa yang mencapai ketuntasan juga mengalami peningkatan yaitu pada siklus I hanya sebesar 53,33% sedangkan pada siklus II siswa yang mencapai ketuntasan sebesar 86,67%.
431
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Proses pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dinilai sudah baik. Pada siklus II ini siswa telah terbiasa untuk melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan siswa sudah aktif dalam kelompoknya masing-masing. Sedangkan untuk guru juga mengalami peningkatan terutama dalam penguasaan pengelolaan kelas dan membimbing siswa pada saat proses pembelajaran serta pada saat kerja kelompok.Berdasarkan banyaknya siswa yang telah tuntas pada siklus II, maka ketuntasan belajar siswa pada siklus II 86,67% artinya telah mengalami peningkatan hasil belajar, maka tidak dilakukan lagi pada siklus selanjutnya. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif NHT dapat meningkatkan nilai rata-rata hasil belajar siswa mencapai 76,13 dan memenuhi semua indikator pembelajaran dengan baik pada siklus II, sehingga peneliti bersama observer memutuskan untuk menghentikan pembelajaran sampai siklus II. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II mengalami perubahan menjadi lebih baik dibandingkan siklus I. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan rata-rata hasil belajar matematika siswa pada siklus I sebesar 68,28 naik menjadi 76,13 pada siklus II dan besar persentase selisih rata-rata hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 33,34 %. Grafik peningkatan menggambarkan peningkatan nilai hasil belajar matematika siswa mulai dari nilai dasar, nilai hasil belajar siklus I dan nilai hasil belajar siklus II. Grafik peningkatan hasil belajar matematika siswa setelah pembelajaran kooperatif dengan tipe Numbered Head Together (NHT) dapat dilihat pada gambar berikut. 30 25 20 Tuntas
15
Belum Tuntas
10 5 0 Prasiklus
Siklus I
Siklus II
Gambar 1: Grafik Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa (Sumber: Hasil Penelitian, 2016) Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa banyaknya siswa yang hasil belajarnya telah tuntas pada siklus I adalah 16 orang dan yang belum tuntas 14 orang, sedangkan pada siklus II siswa yang tuntas telah mencapai 26 orang dan hanya 4 orang siswa yang belum tuntas. Dengan demikian, tujuan pembelajaran telah tercapai secara maksimal. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa data yang dikumpulkan adalah hasil observasi aktivitas guru dan siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT . Sebelum melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together pada siklus I terlebih dahulu pembelajaran ini diperkenalkan kepada siswa, bahwa pembelajaran
432
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
yang akan dilaksanakan berbeda dengan pembelajaran yang biasa dilaksanakan. Pembelajaran kooperatif tipe NHT dimulai dengan penyajian materi singkat, pengerjaan LKS secara berkelompok, menuliskan jawaban di papan tulis, kemudian pemberian tugas rumah yang dikerjakan secara individu oleh siswa. Penelitian ini dilakukan selama II siklus. Setelah dilakukan tindakan sebanyak dua siklus, terjadi peningkatan hasil belajar matematika siswa yang dapat dilihat dari peningkatan nilai hasil belajar siswa atau rata-rata kelas. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dimyati dan Mudjiono (1999:37), yang menyatakan bahwa peningkatan hasil belajar berarti perubahan kemampuan ke arah yang lebih baik dan bermutu. Pembelajaran yang berlangsung selama penelitian berhasil meningkatkan hasil belajar siswa, jika telah terjadi peningkatan nilai rata-rata siswa pada akhir setiap siklus. Pada penelitian ini untuk melihat peningkatan siswa pada siklus 1 dan 2 dengan menggunakan nilai prosentase pada siswa yang tuntas sesuai dengan pendapat peneliti Melati ( 2012) SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XII SMKN 2 Batu tahun ajaran 2016/2017 pada materi diferensial. Sebelum diadakan penelitian siswa banyak yang pasif Hasil Penelitian menunjukan bahwaada peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 33,34 persen.Dari siklus I rata – rata hasil belajar siswa 68,28 meningkat menjadi 76,13 pada siklus II. Selain itu ada peningkatan ketuntasan dari siklus I sebesar 53,33 % meningkat pada siklus II sebesar 86,67% Kegiatan aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan minat dan kreatifitas belajar siswa semakin baik di setiap pertemuan. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil observasi, pada siklus I aktivitas siswa secara keseluruhan dinilai cukup. Pada siklus II aktivitas siswa secara keseluruhan dinilai baik, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada pembelajaran matematika hendaknya seorang guru menggunakan berbagai model pembelajaran salah satunya adalah kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran di kelas dan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajar dengan membiasakan diri bekerjasama dalam kelompok belajar.
Daftar Rujukan Attle,S.& Baker,B.2007. Cooperative Learningin a Competitive Environment:Classroom Applications.International Journal of Teaching and Learning in Higher Education.Volume 19,Number 1,77-83 http://www.isetl.org/ijtlhe/ISSN 1812-9129 Melati, H.,A.,2012 Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa SMAN 1 Sungai Ambawang Melalui Pembelajaran model Advance Organizer Berlatar Numbered Heads Together ( NHT ) Pada Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan.Journal Visi Ilmu Pendidikan (J-VIP).Hal 619 – 630
433
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Purwanto.2011. Pembelajaran Model Cooperatif Learning Pada Siswa Kelas VI SDN 007 Waru Kabupaten Penajam Paser Utara: Implementasi Lesson Study.J-TEQIP,edisi Tahun II, Nomor 1, Mei 2011. Hal 56 – 62 Risliana, 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Bangun Ruang melalui Model Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Siswa Kelas IV SDN 001 Kuaro Kab. Paser Tahun Pelajaran 2012/2013.Prosiding2 TEQIP2013.Hal.741-747 Ruslah, 2015. Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dalm Menentukan KPK dan FPB melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Bantuan Media Miscin pada Siswa Kelas VII. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015. Hal 83 – 91 Susantri, Hidayah,2015. Penerapan model Pembelajaran Tipe NHT ( Numbered Head Together ) untuk Meningkatkan Keaktifan pada Pembelajaran Matematika di Kelas VIIA SMP Negeri 1 Ampel Gading. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015. Hal 384 – 391 Wasi‟ah, Aah,2015. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa pada Materi Perbandingan dengan Menggunakan Pendekatan Cooperative Learning Tipe NHT dan Media Kotak Kelas V SD Negeri 007 Ranai.Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015.Hal.216222)
434
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
USING RECIPROCAL TEACHING TO IMPROVE THE ABILITY OF IX-A GRADERS’ READING COMPREHENSION AT SMPN 1 SANGGAU Ernawati SMP Negeri 1 Sanggau, West Kalimantan
[email protected] Abstract: This study aims to find out whether using reciprocal teaching can improve students‟ ability in reading comprehension and also to see the students‟ activities while the strategy of reciprocal teaching was applied in reading comprehension. The subjects of this research were Grade IX-A students of SMP Negeri 1 Sanggau in the academic year 2016/17. This study was a Classroom Action Research (CAR), consisting of four phases, planning, acting, observing and reflecting. The study was conducted in two cycles and each cycle consisted of two meetings. The finding showed that using reciprocal teaching could improve the students‟ ability in reading comprehension. In the pre-test before the treatment was given, only 26% students reached the MPL and the mean score for the pre-test was only 57.26. In Cycle I, it increased into 65% and the mean score was 68.70, while the result of Cycle II increased into 87% and 75.45 for the mean score. Meanwhile the students‟ activities when the strategy of reciprocal teaching applied was categorized as active in Cycle I and very active in Cycle II. Key words: reciprocal teaching, reading comprehension.
In the English language teaching, there are four language skills which should be mastered by students, namely: listening, speaking, reading and writing. Reading is a process of transferring any kind of information from the author to the reader. Through the information transferred someone learns to get some advantages from the reading text. Among the four language skills, the skill of reading is a skill to be mastered by the EFL students, especially reading comprehension. To learn a foreign language, reading ability should be included. Although reading is sometimes difficult, it is important for the junior high school students to learn. The Curriculum of Standard Competencies states that the aim of learning English at the junior high school is: “To express the meanings of transactional and interpersonal conversations using very simple, accurate, and fluent language for the interactions about the nearest environment” In reading comprehension, a reader needs comprehension to catch the content of message or information from the text. According to Snow (2002:11), reading comprehension is defined as the process of simultaneously extracting and constructing meanings through interaction and involvement of written language. A reader is expected to be actively engaged with the text to construct the meaning of the whole text. The reader should also know what the author wants to tell about. In addition, the organization and style of text writing also influence someone‟s comprehension. Meanwhile, Grabe & Stoller (2002:9) state that reading is the ability to draw meaning from printed pages and interpret this information appropriately. It means that understanding the information of the text is important to get the message from the text. It also means that there are many advantages that we can get through the activity of reading. However, the ability of Grade IX-A students of SMPN 1 Sanggau in English reading especially reading
435
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
comprehension is still unsatisfactory. The result of their daily exercises indicated that their ability in reading comprehension is still low. Some students did not pass the MPL (Minimum Passing Level) for reading comprehension. Most of the students still found many difficulties in comprehending the reading texts taught. The way to understand English text is not simple for EFL students, because they usually do not have sufficient language background for the task of acquiring literacy as do first language learners. Thus, the activity of reading comprehension is not an interesting activity for most of the students. This condition also happened to Grade IX-A students of SMPN 1 Sanggau. They sometimes know how to pronounce the words but they get difficulties in catching the meaning. Some students who can read the words of a text fluently still have difficulties in understanding of the text they have read. This condition makes some of the students perceive that reading comprehension is not an interesting activity. Consequently, teachers should pay attention and be more creative in teaching reading comprehension, by finding and using a new alternative in how to make reading comprehension activity more interesting for them. Joubert (2001:21) states that creative teaching is an art. One cannot teach teachers didactically how to be creative; there is no failsafe recipe or routine. He also adds that some strategies may help to promote creative thinking, but teachers need to develop a full repertoire of skills which they can adapt to different situations. It means that the creativity of a teacher is really needed to get the goal of teaching learning itself. Considering the condition of Grade IX-A students of SMPN 1 Sanggau who need an alternative way that can help them improve their reading comprehension, the researcher implemented Reciprocal Teaching as a strategy. Reciprocal teaching is a kind of technique in reading comprehension. It was firstly developed by Palinscar and Brown (1984), who describe reciprocal teaching as an interactive reading strategy to enhance the student‟s comprehension. In this study, reciprocal teaching was used to teach expository texts by integrating the processes of predicting, questioning, clarifying, and summarizing during reading. Reciprocal teaching starts as an oral dialogue among teacher, students, and text. At the center of reciprocal teaching area, group discussion in which teacher and students take turns as leader in discussing the text. Biggs (in Cooper & Greive, 2009:47) also mentions some reasons for using reciprocal teaching. It is said that reciprocal teaching makes the basis of effective reading comprehension visible to all students. Reciprocal teaching is used by teachers to solve the students‟ difficulties in reading comprehension by attracting the students in discussion about confusing segments of text with the purpose of gaining meaning from the text and self-monitoring. Marzano (in Omari and Weshah, 2010:30) also declares the reasons for using reciprocal teaching. They are: “(1) reciprocal teaching encourages cooperation, responsibility and leadership, (2) reciprocal teaching raises students' motivation for learning, (3) reciprocal teaching develops their social relations, (4) reciprocal teaching decreases undesirable behaviors in the classroom”. The reasons above make the researcher convinced that reciprocal teaching can be a good strategy to be applied to improve students‟ reading comprehension, because it involves both teacher and students in learning activity and it will be fun for both of them. Some previous studies have proved the success of using reciprocal teaching to improve reading
436
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
comprehension. Cooper & Greive (2009) and Badri & Badri (2016) carried out experimental studies using reciprocal teaching. These studies indicated that the use of reciprocal teaching strategy improved the experimental group‟s reading comprehension. Other studies (Frances & Eckart, 1992; Yang, 2002; Anastasiou & Griva, 2009; Tsai, 2010; Ya, 2010; Su, 2010; all are cited in Hou, 2015) also proved that the use of reciprocal teaching improved students‟ reading strategies and metacognitive awareness. The study conducted by Izadi & Nowrouzi (2016) applied reciprocal teaching in reading comprehension to high and low level students‟ emotional intelligence. One of the results showed that reciprocal instructions significantly improved learner‟s reading comprehension. Davidson (2015) also conducted a study using reciprocal teaching in reading comprehension and the results showed that students increased their reading comprehension. However, all the studies above generally reported the improvement of students‟ reading comprehension using the strategy of reciprocal teaching. The students‟ activities while applying the strategy were not discussed. Therefore, in this study, the aims do not only focus on the students‟ improvements in reading comprehension, but also on the students‟ activities in the classroom while the reciprocal teaching was applied. The students‟ activities in teaching learning process mean the process of teaching and learning in the classroom. The activities of the students when the strategy was applied also showed how far the strategy motivates the students to be active learners in teaching learning process. Schwartz (2010) claims that in-class activities are usually techniques that involve all of the students in the class, either working in groups or alone, to solve a problem or puzzle. Peters (in Fitzsimons, 2014) highlights that active learning strategies are considered the most effective for deep learning. Reciprocal teaching is considered as an active learning strategy because the strategy or steps in the reciprocal teaching give students opportunities to be active learners. Schwartz (2010) also claims that for learning to be active, students must do more than listen; they must read, write, discuss, or be engaged in solving problems. Most important, to be actively involved, students must engage in such higher order thinking tasks as analysis, synthesis, and evaluation. It can be very helpful for a teacher to vary the teaching and learning activities employed in the classroom. METHOD The research design of this study was classroom action research (CAR) consisting of four stages: planning, acting, observing and reflecting. The study was conducted in SMP Negeri 1 Sanggau, West Kalimantan, at the first semester in the academic year 2016/2017. The subjects of this research were Grade IX-A students consisting of 31 students. Before the research was done, a pre-test was administred to identify the problem. After the problem was identified, a plan to take an action to solve the problem was prepared. The Pre-test was done because the researcher would like to get more authentic information about the teaching and learning problem in the classroom during the English class, in this case reading comprehension. In conducting this research, the researcher was helped by an English teacher as an observer. The observer is also an English teacher at SMPN 1 Sanggau. Two kinds of data were collected in this research. They were qualitative and quantitative data. The research instruments for the qualitative data were observation chcklist and field-note, and the instrument for the quantitative data was a test. The observation checklist was used by the observer to observe the teaching and learning process as well as
437
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
students‟ participation in the classroom. The observer also observed the process of the implementation of the reciprocal teaching. The aspects being observed were the objective condition of the English class, including the activities of the students when the strategy of reciprocal teaching was applied. The field-note was used by the researcher to record any difficulties or obstacles during the teaching learning process to complete the data. The test was used as the post-test and it was administered at the end of each cycle after the students were given treatment using reciprocal teaching. The test was a reading achievement test to find out the result of the action. The students‟ scores in the post-test and the observation record were used to determine whether or not the students‟ reading comprehension improved after the implementation of reciprocal teaching. RESEARCH FINDINGS Before the reciprocal teaching was implemented, the researcher conducted a pre-test by giving two reading texts with twenty multiple-choice questions. The total number of the students who reached the MPL in the pre-test was 26% (8 out of 31 students) and the total number of the students who did not reach the MPL was 74% (23 students). The result of the pre-test indicated that Grade IX-A students had low ability in reading comprehension. The students also got difficulties in understanding and comprehending the texts given. Most of them were confused about the vocabulary in the text because they did not know the meanings of the words. Cycle I The planning stage in this first cycle covered the determination of the teaching topic, the steps of action and the instruments used to collect the data. In this stage, the researcher prepared observation sheets, lesson plans for the material which was going to be taught based on the students‟ problems found in the pre-test. The researcher also prepared some reading texts and made some comprehension questions for the post-test. The instruments for collecting data were also prepared. They were scoring rubric, observation checklist, and field-note. The criteria of success were also decided to determine the success of this research. For this research, it was expected that at least 75% students got the MPL in reading comprehension. The school has determined that the minimum score for English subject for IX graders was 70. The acting stage or the implementation of the reciprocal teaching in this first cycle was held on 7th and 9th of September 2016. In teaching reading comprehension using reciprocal teaching, the researcher used the four steps, as proposed by Oczkus (2003:14), namely: predicting, clarifying, questioning and summarizing. The steps were applied as follows. The first meeting of this cycle was held on 7 th September 2016. At first, the researcher explained the four steps of reciprocal teaching to the students, and after the students got the points, then, the researcher modeled the steps starting from predicting, clarifying, questioning and summarizing and how to apply them. The researcher acted as the leader of the classroom discussion. The reading text which was used in this meeting was a report text with the title “Laboratory”. In predicting step, the researcher gave students some clues related to the text. The researcher led the students to guess what the text was about through the clues given. In clarifying step, the researcher distributed the reading texts to all the students and asked them to read silently and find the difficult words or phrases. The discussion was held to find the
438
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
word meanings. The questioning step, led the students to generate questions related to the text and discuss the answers. In summarizing step some students performed in front of the classroom to read their summaries. All the steps were done by the students with the researcher‟s assistance. The second meeting was held on Friday, 9th September 2016. The researcher gave the students opportunities to apply all the steps of reciprocal teaching by themselves in groups, and each group was led by a leader for the discussion, like what the researcher did in the first meeting. A report text entitled “Library” was used for this meeting. Observing stage was done by observing the students‟ activity during the teaching learning process. It was done by the observer and also the researcher herself. The observer filled out the observation sheets by observing the teaching learning process as well as students‟ participation in the classroom and also observed the process of implementing the reciprocal teaching. The aspects being observed were the real condition of the English class, including the activities of the students. The observer and the researcher also made field-notes about the problems or obstacles which occurred during the teaching learning process. The observation checklist and field-notes showed that the students‟ participations and activities in the first meeting of Cycle I were 66.66%, which was categorized as active; while in the second meeting the participations and activities were 75%, and it was also categorized as active. They enjoyed the class and did the researcher‟s instructions well, but there were several students who were still confused of what they should do in the first meeting. Some of the students did not get involved in the discussion. They just kept silent and did not know what to do. The reflecting stage discusses the results of the implementation of the first cycle. In this cycle, the result of the post-test showed that the total number of the students who passed the MPL increased into 65% and the total number of the students who did not pass the MPL was 35%. This result indicated an improvement from the result of the pre-test, but the improvement was still not satisfactory, because there were still many students who did not reach the MPL. The researcher decided to conduct the second cycle to hope that the result would be better than the first cycle. Cycle II Revised plan was made based on the observation and reflection of the first cycle. The researcher decided to use simpler a reading text for the students to make them easier to understand the text especially about the vocabulary. The reading material for this cycle was still report texts, as in the first cycle. The titles of the texts “Newspaper” and “Hotel”. This second cycle was conducted on 21st and 23rd September 2016. At the first meeting the researcher explained more about the strategy and modeled it. She gave more explanation of all the steps or strategy of reciprocal teaching. At the second meeting, when the students do all the steps by themselves in groups, the researcher gave more helps to all the groups. The researcher came to each group to ask about their difficulties and help them until they could do all the tasks well. The researcher found that the teaching learning process ran better than that in the first cycle. Most of the students got involved in the class discussion and also in the group discussion. The results of observation and field-note showed that the students‟ participations
439
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
and activities in the first meeting of Cycle II was 88%, which was categorized as very active, while in the second meeting it was 87.5%, and it was also categorized as very active. The result of the students‟ post-test in Cycle II also showed higher improvement from the Cycle I. There were 87% of students who reached the MPL, while 13% of the students did not reach the MPL. Most of the students have reached and passd the minimum passing grade (which was 70). This means that the results of this research has met the criteria of success, i.e. more than 75% students should reach the MPL. It can be seen in Graph 1 below. 100%
87% 74%
80%
65%
60% PASSED THE KKM 35%
40%
BELOW THE KKM
26% 13%
20% 0% PRE-TEST
CYCLE I
CYCLE II
Graph 1 The Total Number of Students Who Can Reach the MPL The mean score for the pre-test was 57.26. There were only 8 students who reached the MPL and 23 other students did not reach the MPL. In Cycle I, 21 students were able to reach the MPL, and there were still 10 students who did not reach the MPL, and the mean score for this cycle was 68.7. Meanwhile, the mean score in Cycle II was 75.45, there were 27 students who reached the MPL, and 4 students still did not reach the MPL. It can be seen in Graph 2 below. 80 60
68,7
75,45
57,26
40 20 0 Pre-test
Cycle I
Cycle II
Graph 2 The Achievement Progress in Reading Comprehension of Pre-cycle, Cycle I and Cycle II DISCUSSION Based on the findings presented above, it shows that in the pre-test the students had low ability in reading comprehension. Most of the students got low scores and did not pass the MPL. The students got difficulties in answering the questions based on the texts given.
440
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
They had to open the dictionaries many times just to find the meanings of one word or phrase. Some of the students even did not care about the reading texts; they just answered the questions without reading the whole texts. They looked bored with the reading activity and did not care about the scores they would get. But, when the reciprocal teaching as a strategy to improve the students‟ reading comprehension was applied, there were better improvements in the first cycle and also in the second cycle. The students‟ activities also increased when the strategy of reciprocal teaching was applied. The activities of the students indicated that they were active learners. The study found the reasons why there was better improvement for each cycle. First, the students were given new atmosphere in their learning reading. A new atmosphere can lead students to be curious to know the thing that they had never known before. Cremin et al. (2006) state that creative teachers demonstrate curiosity and genuine desire to learn. Such teachers are likely to have a wide range of personal interests and passions and knowledge of the wider world and are likely to share their enquiring stance with the learners. In this cycle, the researcher applied a new strategy by using reciprocal teaching in teaching reading comprehension to her students. This strategy was new for the students and led them to a new atmosphere, where they were curious to know and wanted to involve in the new activity. Second, the reciprocal teaching with the four steps: predicting, clarifying, questioning and summarizing, aroused students‟ interest in reading activity. The predicting step led the students to be creative thinkers because they had to think to predict about what the reading text was about. The students also became more creative to find ideas to guess using the clues given by the teacher or their group leader. This step also encouraged the students to actively think ahead. They anticipated what would come next in the text, based on their prior knowledge and the content of the text. This helped the students easier to see what information is new to them and what they had already known, as they read the passage. In clarifying step, the students looked serious and enthusiastic when they were asked to read silently and find the difficult words or phrases that they did not understand, because before doing this step, they already had the basic knowledge about the text they read in the predicting step; thus, they looked to enjoy doing that. Besides that, the meanings of the difficult words or phrases that they did not understand could be discussed with their friends in the class or in their groups, as stated by Hackathorn et al. (2011), a classroom discussion is an active teaching technique because it enables students to explore issues of interest, opinions, and ideas. Meanwhile, Hadjioannou (in Hackathorn et al., 2011) claims that classroom discussion also leads to higher levels of learning because in order to build on each other‟s ideas, the students must first listen and understand the contributions of other students in order to respond or add to it. While doing the discussion, the students could share and discuss what they thought and what they were going to do with their friends in group, they also felt easy when they wanted to ask their teacher, because they were supported by other friends in their group, until finally they had done all the steps by him-/herself. Discussion provides opportunities for interaction between tutor and students and among students. This step gave the students opportunities to find any ways to tackle their problems in dealing with the text. Communication among them occurred and hence, they became active thinkers.
441
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
The next step is questioning. This strategy gave the learner an opportunity to identify the kind of information that provides the substance for an appropriate question and to frame questions before, during, and after reading. The students generated questions, after doing discussions about the reading text, with their friends in group. They did not generate the questions independently; thus, it made them more confident in delivering the questions to other groups. Meanwhile, the students in other groups who answered the questions given to them also became more confident, because in answering the questions they had done a discussion with their friends in their group. This condition created opportunities for the students to speak and deliver their ideas. They can receive feedback from teachers and peers. The last step of reciprocal teaching is summarizing. In this step, the students were firstly in group and then by him-/herself identifying and integrating important information presented in the text. They also looked to enjoy when they were asked to summarize the reading text, because they had done the three steps of reciprocal teaching before they came to this step. They could express their understanding of the reading that they had discussed through the three steps before, by making the main focus of the text with their own style or writing. Oczkus (2003:35) states that during reciprocal teaching lessons, students summarize texts in varied ways; thus, each of the four steps helps students to meet common core expectations. In short, the four steps of reciprocal teaching gave the students opportunities to comprehend the reading text in interesting ways, because the steps lead the students to get involved in group discussion to solve their difficulties. They also share their understanding and thinking with the group. In this stage, the students‟ thoughts are shaped through group discussion. Oczkus (2003:35) explains that during reciprocal teaching student discussions run through the strategies with partners or group members, sometimes specifically taking on the roles of predictor, clarifier, questioner, and summarizer. The four steps of reciprocal teaching for the students are described by Oczkus (2003:36) as follows: For predicting, students pretend to rub a crystal ball. When they question, they make a fist for a microphone, and for clarify they make circles with their fingers for “glasses” to clarify. When students summarize, they pretend to wield a lasso around above their heads as they round up the main idea. The next reason for the improvement after the strategy of reciprocal teaching was applied was that the focus of the teaching and learning process was no longer only on the teacher. The students also took the process more than the teacher. In each group, the students got his/her turn to be the leader; thus, it encouraged their confidence firstly in their group before they became independent to do all the steps of reciprocal teaching in reading comprehension. All the strategies gave students great opportunities to be more active in teaching learning process. CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS The results of this study showed that reciprocal teaching can improve the students‟ achievement in reading comprehension. It can be seen from the progress from the pre-test and then Cycle I and Cycle II. The result of the last cycle has met the criteria of success, that is
442
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
75%; so, it can be said that the reciprocal teaching can improve the reading comprehension of Grade IX-A students. Based on the conclusions, teachers are suggested to be more creative in finding suitable method or technique as a strategy to improve their teaching and learning process. Teacher should also be able to create a conducive atmosphere in their class, because it will lead students to comfortable feeling when they are doing the activity in teaching and learning process. In teaching reading, the use of reciprocal teaching is really recommended for teachers in order to improve their students‟ reading comprehension. The four steps of reciprocal teaching--predicting, clarifying, questioning and also summarizing--can arouse students‟ creativities and interests in reading comprehension; thus, this strategy can improve the students‟ reading comprehension.
References Badri, A. and Badri, A. 2016. The Effect of Reciprocal Teaching on Reading Comprehension, with a Focus on Low Terms. International Journal of Education Investigations -. (Online). Retrieved from http://www.ijeionline.com. on 20th August 2016. Cooper, T. and Greive, C. 2009. The Effectiveness of the Methods of Reciprocal Teaching. ResearchOnline@Avondale -, 45-47. research.avondale.edu.au/. Accessed on 29th March 2016. Cremin, T,; Burnard, P.; and Craft, A. 2006. Pedagogies of Possibility Thinking. International Journal of Thinking Skills and Creativity. Retrieved from https://ore. exeter.ac.uk/repository/ accessed on 15th March 2016 Davidson, J. 2015. Improving Reading Comprehension Through Reciprocal Teaching. Fitzsimons, M. 2014. Engaging Students' Learning Through Active Learning. Irish Journal of Academic Practice 3(1), -. Retrieved from http://arrow.dit.ie/ijap/vol3/iss1/ on 20th August 2016 Grabe, W. & Stoller, F.L. 2002. Teaching and Researching Reading. Harlow: Pearson Education. Hackathorn, J.; Solomon, E. D.; and Blankmeyer, K.L. 2011. Learning by Doing: An Empirical Study of Active Teaching Techniques. The Journal of Effective Teaching 11(2), 40-54. An online journal devoted to teaching excellence. Retrieved from http://uncw.edu/jet/articles/Vol11_2/. on 15th August 2016. Hou, Y.J. 2015. Reciprocal Teaching, Metacognitive Awareness, and Academic Performance in Taiwanese Junior College Students. International Journal of Teaching and Education 3(4), -. Retrieved from http://www.iises.net/international-journal-ofteaching-education.html. on 15th August 2016. Izadi, M. and Nowrouzi, H. 2016. Reciprocal Teaching and Emotional Intelligence: A Study of Iranian EFL Learners‟ Reading Comprehension. The Reading Matrix: An International Online Journal 16(1), -. Retrieved from http://www. readingmatrix.com/archive. on 14th August 2016.
443
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Joubert, M.M. 2001. The Art of Creative Teaching: NACCCE and beyond. In Craft, A.; Jeffrey, B.; and Liebling, M. (Eds), Creativity in Education. London: Continuum. Oczkus, L.D. 2005. Reciprocal Teaching Strategies at Work. New York: International Reading Association. Omari, H.A. and Weshah, H.A. 2010. Using the Reciprocal Teaching Method by Teachers at Jordanian Schools. European Journal of Social Sciences 15(1), - Retrieved from www.eurojournals.com/. on 29th March 2012 Palincsar, A.S. and Brown, A.L. 1984. Reciprocal Teaching of Comprehension Fostering and Comprehension-Monitoring Activities. Cognition and Instruction 1, 117-175. Schwartz, M. 2010 Research Associate for the Learning & Teaching Office (Online). Retrieved from http://www.ryerson.ca/lt/taga/index.htm on 4th October 2016. Snow, C. 2002. Reading for Understanding: Toward an R&D Program in Reading Comprehension. Washington, D.C.: Rand.
444
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS DENGAN MENGGUNAKAN TALKING-STICK PADA SISWA KELAS X JURUSAN AKUNTANSI SMK17 AGUSTUS BATU Abdul Mutolib SMK 17 Agustus Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan penggunaan talking-stick dengan standard yang ditetapkan siswa untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa kelas X jurusan Akuntansi SMK 17 Agustus Batu. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan sebanyak dua siklus. Penelitian ini dilaksanakan di satu kelas dengan 16 siswa. Hasil penelitian pembelajaran yang dilakukan dengan langkah-langkah perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi, menunjukkan terjadi peningkatkan hasil belajar. Setelah Siklus 1, nilai rata-rata 65 pada pre-test meningkat menjadi 68. Peningkatan yang belum signifikan ini sebagai alasan untuk di melakukan Siklus 2. Hasil Siklus 2 dengan rata-rata nilai 75, menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan talking-stick dapat meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa. Kata kunci: talking-stick, kemampuan bicara
Bahasa memiliki peran penting dalam perkembangan komunikasi sosial dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari berbagai bidang studi, karena itu pembelajaran bahasa diharapkan bisa membantu siswa mengenal dirinya, budayanya dan budaya masyarakat lain. Selain itu pembelajaran bahasa juga membantu siswa untuk mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, dan bahkan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Bahasa juga merupakan alat berkomunikasi secara lisan dan tulis, untuk memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan serta sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni budaya. Kemampuan berkomunikasi yang berupa kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami atau menghasilkan kalimat lisan dan tulis setidaknya meliputi mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis, yang dapat digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Mata pelajaran Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran adaptif yang bertujuan membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris dalam konteks materi komunikasi yang diperlukan bagi program keahliannya, baik yang bersifat lisan maupun tulis. Pengajaran Bahasa Inggris di kelas X SMK bertujuan agar siswa memiliki kemampuan: (1) menguasai pengetahuan dan ketrampilan dasar bahasa Inggris untuk mendukung tercapainya kompetensi program keahlian, dan (2) menerapkan penguasaan kemampuan dan ketrampilan bahasa Inggris untuk berkomunikasi, baik lisan maupun tulis pada Novice level, Elementary level, dan Intermediate level, sebagaimana yang dikemukakan dalam Model Silabus KTSP maupun Kurikulum tahun 2013 SMK. Disamping itu, mata
445
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
pelajaran Bahasa Inggris diharapkan dapat berkontribusi membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat ini peneliti mengajar siswa SMK 17 Agustus Batu di kelas X, XI, dan XII Jurusan Akuntansi. Saat ini kelas XI semua jurusan (Akuntansi dan Perbankan) sedang melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan di dunia usaha dan dunia industri, sedangkan kelas XII semua jurusan sedang mempersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional Berbasis Komputer, sehingga yang paling memungkinkan untuk dijadikan subyek penelitian adalah kelas X jurusan Akuntansi tahun pelajaran 2016-2017, dimana kemampuan berbicaranya dapat dikategorikan rendah. Penyebabnya adalah guru belum maksimal dalam melaksanakan pembelajaran, cenderung terpaku pada buku-buku pelajaran/LKS yang ada, kurang kreatifnya guru dalam menggunakan metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran masih menggunakan cara-cara konvensional, yaitu menjelaskan materi, memberi contoh soal, memberi latihan/tugas dan melakukan penilaian. Salah satu dampak dari pembelajaran konvensional adalah siswa lebih cenderung mengejar nilai tinggi dibidang tatabahasa tetapi motivasi berbicara rendah, siswa takut melakukan kesalahan dalam berbicara bahasa Inggris, siswa takut mencoba untuk memulai berbicara dengan bahasa Inggris, siswa kurang berlatih berbicara bersama dengan siswa lainnya, siswa tidak tertantang untuk berbicara bahasa Inggris dalam belajar. Permasalahan lain, misalnya pada reading, siswa kesulitan menemukan ide pokok bacaan; pada listening, siswa kesulitan membedakan kosakata yang mirip cara bacanya; pada writing; siswa sering membuat kalimat yang tidak terarah atau tidak sesuai dengan yang diinginkan, juga grammarnya yang tidak benar. Dari permasalahan tersebut penulis memilih kemampuan berbicara untuk dijadikan obyek penelitian. Penyebab munculnya permasalahan rendahnya kemampuan berbicara siswa adalah guru belum maksimal dalam mengembangkan proses pembelajaran, siswa takut melakukan kesalahan dalam berbicara bahasa Inggris, takut mencoba untuk memulai berbicara dengan bahasa Inggris, kurang berlatih berbicara bersama dengan siswa lainnya, dan tidak tertantang untuk berbicara bahasa Inggris. Disisi lain hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh strategi dan perencanaan yang tepat, serta menerapkan strategi tersebut dalam upaya meningkatkan hasil belajar yang sesuai dengan program yang direncanakan, kemampuan dasar siswa untuk berkomunikasi akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa. Untuk itu, guru perlu membuat model pembelajaran yang menyenangkan, memotivasi dan lebih efektif. Harapannya adalah siswa aktif dalam kegiatan belajar dan tujuan pembelajaran tercapai, berupa hasil belajar siswa lebih meningkat. Purnomo (2013:15) menemukan bahwa untuk meningkatkan hasil belajar siswa, dapat dilakukan pemberian motivasi kepada siswa, bahwa matematika itu bukan pelajaran yang sulit. Karena itu dalam pembelajaran patut menggunakan media. Penggunaan alat peraga yang tepat akan dapat meningkatkan hasil belajar dan membuat proses belajar menjadi aktif, inovatif, efektif, menarik dan menyenangkan. Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk meningkatkan ketrampilan berbicara siswa misalnya role-play, TS-TS, talking-stick, namun penulis lebih tertarik untuk menggunakan talking-stick dengan komitmen khusus untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut diatas. Solusi ini dianggap tepat karena materi pelajaran yang disampaikan dengan mnggunakan talking-stick dapat mendukung tercapainya tujuan pengajaran, bisa 446
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
mendorong siswa untuk berupaya meningkatkan ketrampilan dirinya, dan aktif mengikuti proses pembelajaran. Eggan & Kauchak (1996:279) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif, termasuk pembelajaran dengan talking-stick bertujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan kelompok, memberikan kesempatan siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Sehubungan dengan metode pembelajaran dengan talking-stick ini, Winingsih (2012), dalam penelitian mereka yang berjudul „Penerapan Metode Pembelajaran Talkingstick Disertai dengan Konsep Map untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi pada Materi Sistem Pencernaan Siswa Kelas XI IPA-1 SMA Negeri 2 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012‟, menyimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran talking-stick disertai dengan konsep map dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognitif dan afektif. Berdasarkan pendapat tersebut, dalam penelitian ini akan dikaji penerapan pembelajaran talking-stick untuk meningkatkan ketrampilan berbicara siswa Kelas X Jurusan Akuntansi di SMK 17 Agustus Batu tahun pelajaran 2016-2017. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari 2 pertemuan, dan setiap pertemuan berdurasi 2 x 40 menit. Siklus 1 dilakukan pada tanggal 19 Oktober dan Siklus 2 dilakukan pada tanggal 16 Nopember 2016. Alur Penelitian Tindakan Kelas ini adalah: (a) perencanaan tindakan, (b) pelaksanaan tindakan, (c) observasi, dan (d) refleksi, sebagaimana disajikan pada Gambar 1 berikut.
447
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Choosing the Object
Identifying problems & Suggestion strategy Solving the problems (Preliminary)
Reflecting
Observing
Fail
Planning (Strategy) Implementing (Strategy)
Succeed
Stop Gambar 1. The Spiral of Classroom Action Research (Adapted from lecture‟s handout Graduate Program Unisma) Untuk penggunaan talking-stick, ada beberapa langkah atau sintaks yang harus dilakukan (Suyatno, 2009:124), yaitu mempersiapkan sebuah tongkat, guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membaca dan mempelajari materi yang disediakan atau pada buku. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, guru mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada seorang siswa, dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawab pertanyaan. Demikian seterusnya, sampai sejumlah siswa mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan. Selanjutnya, guru memberikan kesimpulan. Tahapan PTK dengan penerapan talking-stick ini dirancang sebagai berikut. Pada Tahap Perencanaan, dalam pelaksanaan Siklus I, ada beberapa persiapan yang dilakukan, yaitu menyusun Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan silabus, menyiapkan topik dan langkah-langkah yang sesuai dengan pembelajaran dengan talking-stick. Peneliti juga menyiapkan media pembelajaran yang diperlukan, yaitu 2 buah sticks (tongkat). Tongkat ini dibuat dari pipa paralon ukuran satu setengah dim dengan panjang 30 cm, kemudian dibungkus kertas warna merah untuk tongkat pertama dan warna putih untuk tongkat kedua. Pipa paralon ini dipilih karena ringan dan mudah dicari dan tidak berbahaya apabila mengenai tubuh siswa. Selanjutnya, peneliti juga menyiapkan lembar kerja siswa yang sesuai dengan model pembelajaran. Peneliti juga menyiapkan pedoman observasi beserta lembar atau alat evaluasi untuk mendukung terlaksananya penelitian ini. Pada Tahap Pelaksanaan, guru memulai pelajaran dengan meminta siswa menuliskan standard peningkatan ketrampilan yang ingin dicapai saat belajar dengan bantuan talking-stick (lihat Gambar 4). Selanjutnya siswa diminta untuk duduk membentuk huruf „U‟ 448
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
dan membuka buku „Get Along‟ halaman 40, yang membahas tentang Adjectives; lalu membaca Text Activity 12, mempelajari dan memahami topik, selama 20 menit. Selanjutnya siswa diminta untuk menutup buku. Kemudian guru menjelaskan tatacara belajar dengan talking-stick (tongkat) (lihat Gambar 1). Guru mengambil tongkat dan menyampaikan bahwa tongkat digerakkan searah jarum jam, dan siswa yang memegang tongkat diharapkan menyampaikan idenya (secara lisan). Setelah selesai memberikan pendapatnya, tongkat dipindahkan kepada teman terdekatnya. Tongkat diberikan kepada siswa secara bergantian kepada siswa lainnya, dan seterusnya sampai seluruh siswa memiliki kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya secara lisan. Selama siswa pemegang tongkat berbicara jika ada pertanyaan yang ada kaitannya dengan materi harus seijin siswa tersebut. Jika ada pertanyaan lain yang tidak ada kaitannya dengan materi maka penanya tersebut harus menunggu sampai siswa pembicara selesai bicara. Sementara itu, guru bebas menyampaikan pendapat, komentar, klarifikasi atau pertanyaan. Setelah satu putaran selesai maka talkingstick akan diambil kembali oleh guru. Kegiatan ini berlangsung selama 40 menit. Setelah sebagian besar siswa mendapatkan giliran untuk memegang talking-stick, kegiatan belajar dihentikan. Untuk membuat siswa lebih mengenal „talking-stick‟ (tongkat) ini, pertama-tama siswa diajak untuk melakukan permainan dengan alat bantu belajar tersebut dengan permainan angka, yaitu siswa pertama menyebutkan „one‟, siswa kedua menyebutkan „one– two‟, siswa ketiga menyebutkan „one–two–three, dan seterusnya sampai semua siswa mempunyai kesempatan untuk memegang tongkat. Selanjutnya guru menanyakan apakah siswa sudah siap untuk belajar dengan tongkat. Untuk lebih melatih siswa terbiasa menggunakan tongkat guru meminta siswa untuk melakukannya sekali lagi, akan tetapi dengan cara menceritakan keluarga masing-masing siswa. Dalam hal ini siswa diminta untuk menyebutkan minimal tujuh poin: alamat siswa tinggal, nama orang tua beserta pekerjaan mereka, jumlah saudara, nama saudara, dimana mereka belajar, kelas berapa, dan apa saja hobi masing-masing anggota keluarga. Dalam kesempatan ini siswa yang pada percobaan pertama mendapat giliran terakhir sekarang mendapatkan giliran pertama, misalnya mengatakan: My name is A-an, my mother is Endang, she is a house-wife, my father is Nur Rachman, he is a farmer. I have two brothers, my older brother‟s name is Anton, he is second grade student of senior high school, his hobby is playing football, my younger brother is Sutrisno, he is in the first grade of senior high school, his hobby is playing football too, and in a free time we usually play football together. Setelah itu talking-stick diberikan kepada teman terdekatya, dan seterusnya. Setelah para siswa dianggap sudah terbiasa dengan tongkat, mereka diajak untuk kembali lagi ke buku pelajaran „Get Along‟ halaman 40, khususnya pada reading text. Disampaikan bahwa siswa memiliki waktu 20 menit untuk mencoba memahami sekaligus menghafal text tersebut untuk selanjutnya akan dipakai dalam permainan dengan menggunnakan tongkat (lihat Gambar 2). Setelah dua puluh menit siswa diminta untuk menutup buku dan dimulailah permainan dengan menggunakan tongkat. Pada kali ini siswa yang mendapat giliran terakhir di percobaan ke dua mendapat giliran pertama (lihat Gambar 5-6). Guru bertanya, 1. Who is Rina?, 2. How does she look like?, 3. Does she help her friend?, 4. When does she help her friend?, 5. Is Rina a nice person?, 6. Does Rina prefer science?, 7. Does the writer prefer math?, 8. Who is Edo?, 9. Is he a good boy?, 10. Is he a 449
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
clever boy?, 11. Is he a diligent boy?, 12. How does he look like?, 13. How does the writer feel to Edo?, 14. How does Edo’s classmate feel to him?, 15. How does the writer feel to Rina?. Diharapkan siswa menjawab dengan jawaban: 1. Rina is the writer’s classmate, 2. She is beautiful, 3. Yes, she does, 4. When her friends have problems doing their homework, 5. Yes, she is, 6. No, she prefers math, 7. No, the writer prefers science, 8. Edo is the writer’s friend / Rina’s friend, 9. Yes, he is, 10. No, he is not, 11. No, he is not / he is a lazy boy, 12. He is cute, 13. The writer feels sorry to him, 14. They feel sorry to him, 15. The writer feels proud to be Rina’s friend. Tugas siswa yang memegang tongkat adalah menjawab secara lisan; siswa lain menunggu giliran tongkat kemudian menjawab pertanyaan guru sampai seluruh siswa mendapat giliran memegang tongkat dan menjawab pertanyaan guru. Sebagian siswa menjawab dengan singkat dan ada kesalahan, seperti: 1. The writer’s classmate, 2. Beautiful, 3. Yes, 4. When their friend have problem, 5. Yes, she is, 6. No, she prefer to math, 7. No, the writer prefer to science, 8. Rina’s friend, 9. Yes, 10. No, he is not, 11. Lazy boy, 12. He is cute, 13. The writer feel sorry to him, 14. They feel sorry to him, 15. Proud to be Rina’s friend. Sebagai langkah terakhir, guru bersama-sama siswa membuat kesimpulan terhadap materi yang telah dipelajari. Hasil dari Tahap Observasi menunjukkan bahwa pada kegiatan awal pembelajaran masih terdapat beberapa (6) siswa yang masih belum berkonsentrasi terhadap pelajaran. Hal ini dikarenakan penggunaan tongkat tampaknya tidak menarik, sehingga siswa enggan bertanya dengan talking-stick. Sementara itu, siswa yang lain sudah pada posisi siap belajar. Percakapan yang mereka lakukan adalah seputar materi pembelajaran, ada pula siswa yang tidak bertanya kepada guru, tapi bertanya kepada temannya. Dalam kegiatan inti ada 4 siswa yang belum konsentrasi dan 3 siswa tidak mengerjakan tugas.
Gambar 1. Penjelasan penggunaan talking-stick
450
Gambar 2. Siswa membaca buku paket
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Gambar 3. LCD sebagai alat bantu tambahan
Gambar 4. Siswa menuliskan standar
Gambar 5-6. Belajar dengan bantuan talking-stick Dari Tahap Refleksi, peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan siswa berbicara bahasa Inggris dan minat siswa untuk belajar dan berani berbicara bisa ditumbuhkan, dan perhatian siswa bisa dipacu untuk satu titik fokus. Aspek pembelajaran yang masih perlu diefektifkan kegunannnya adalah keberadaan dua tongkat. Akan sangat bermanfaat apabila tongkat yang kedua dipergunakan untuk menentukan lawan dialog dengan tongkat pertama. Perolehan nilai rata-rata pre-test dari semua (16) siswa adalah 65; sedangkan pada post-test Siklus 1, didapatkan nilai rata-rata 68, dan masih terdapat 9 dari 16 siswa yang belum memenuhi kriteria ketuntasan 75. Sedangkan dari hasil wawancara dan observasi ditemukan kelemahan-kelemahan, antara lain siswa belum siap untuk menyampaikan ide secara lisan. Hal ini dikarenakan siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan sebelumnya. Kendala yang kedua adalah siswa tidak bisa mengucapkan dengan benar kata-kata tertentu. Waktu 20 menit untuk mengingat kembali kemudian mengucapkannya dirasa masih kurang. Berdasarkan temuan pada Siklus 1 di atas maka penelitian dirasa perlu dilanjutkan ke Siklus 2. Untuk Tahap Perencanaan Siklus 2, sebagaimana pada Siklus 1, peneliti menyiapkan RPP sebagai perbaikan dari siklus 1, menyiapkan topik yang sesuai dengan pembelajaran yang didalamnya disertakan metode pembelajaran yang menggunakan talkingstick dengan langkah-langkah dan ketentuan metode tersebut. Peneliti juga menyiapkan media pembelajaran berupa 2 buah stick (tongkat) sebagaimana pada siklus 1, kertas tugas, power-point dengan materi seputar Adjective order yang ditayangkan di LCD (lihat Gambar 3). Peneliti juga menambah jenis lembar kerja siswa yang pernah dipergunakan pada siklus 451
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
sebelumnya yang sesuai dengan model pembelajaran. Peneliti juga menyiapkan pedoman observasi beserta lembar atau alat evaluasi untuk mendukung terlaksananya penelitian ini. Pada Tahap Pelaksanaan, seperti pada Siklus 1, untuk memulai pelajaran guru meminta siswa menuliskan kembali standard peningkatan ketrampilan yang ingin dicapai, dan duduk membentuk huruf „U‟. Kemudian guru meminta siswa untuk membuka buku „Get Along‟ halaman 40 yang membahas tentang Adjectives dan membaca Text Activity 12, mempelajari dan mengingat kembali cara membaca pada bacaan yang telah dipelajari diakhir pelajaran sebelumnya selama 25 menit. Selanjutnya siswa dimohon untuk menutup buku. Kemudian guru mengulang kembali tata cara belajar dengan talking-stick. Guru mengambil tongkat dan menyampaikan bahwa tongkat dipindahkan searah jarum jam, siswa yang memegang tongkat diharapkan menyampaikan idenya (secara lisan). Setelah selesai memberikan pendapatnya, tongkat disrahkan kepada teman terdekatnya. Tongkat diberikan kepada siswa secara bergantian kepada siswa lainnya, dan seterusnya, sampai seluruh siswa memiliki kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya scara lisan. Selama siswa pemegang tongkat berbicara, jika ada pertanyaan yang ada kaitannya dengan materi harus seijin pembicara, dan jika ada pertanyaan lain yang tidak ada kaitannya dengan materi maka siswa tersebut harus menunggu sampai selesai bicara. Sementara itu guru bebas menyampaikan pendapat, komentar, klarifikasi atau pertanyaan. Setelah satu putaran selesai maka talking-stick akan diambil kembali oleh guru. Setelah sebagian besar siswa mendapatkan giliran untuk memegang talking-stick, kegiatan belajar dihentikan. Untuk membuat siswa lebih terlatih berbicara dengan alat bantu talking-stick ini pertama-tama siswa diajak untuk melakukan permainan dengan alat bantu belajar tersebut. Pada Siklus 2 ini siswa diminta untuk menyebutkan minimal sepuluh poin, tiga poin lebih banyak daripada yang di Siklus 1; alamat siswa tinggal, nama orang-tua, pekerjaan mereka, jumlah saudara, nama saudara, dimana mereka belajar, kelas berapa, dan apa saja hobi masing-masing anggota keluarga, keinginan bekerja dimana, atau ingin melanjutkan belajar dimana. Dalam kesempatan ini siswa yang pada percobaan latihan mendapat giliran terakhir sekarang mendapatkan giliran pertama. Kemudian tongkat diberikan kepada teman terdekatya, dan seterusnya. Setelah siswa dianggap sudah cukup berlatih atau terbiasa dengan tongkat, selanjutnya disampaikan bahwa siswa memiliki waktu 25 menit untuk mencoba mengingat kembali cara membaca, sekaligus menghafal text yang sudah dipelajari sebelumnya, yang akan dipakai dalam permainan dengan menggunnakan tongkat. Setelah 25 menit, siswa diminta untuk menutup buku dan dimulailah permainan dengan menggunakan tongkat. Pada kali ini siswa yang mendapat giliran terakhir di percobaan kedua mendapat giliran pertama. Guru yang memegang tongkat menanyakan pertanyaan seperti pada Siklus 1, yaitu Who is Rina?, sambil memberikan tongkat kepada siswa pertama. Setelah menjawab pertanyaan siswa menanya kepada siswa disebelahnya How does she look like?, sambil memberikan tongkat, dan seterusnya. Kegiatan siswa dilanjutkan dengan kegiatan percakapan. Untuk menentukan lawan bicara, siswa yang memegang tongkat merah berbicara dengan siswa yang memegang tongkat putih. Pemegang tongkat merah memulai bertanya pertanyaan yang sama dengan yang digunakan pada latihan sebelumnya. Dalam kesempatan ini siswa pemegang tongkat warna merah bertanya dengan pertanyaan nomor ganjil dan pemegang tongkat warna putih 452
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
bertanya dengan pertanyaan nomor genap, dan seterusnya sampai semua siswa melakukan percakapan. Sebagai kegiatan akhir, guru mengajak siswa untuk membuat kesimpulan terhadap materi yang telah dipelajari. Hasil dari Tahap Observasi menunjukkan bahwa pada kegiatan awal pembelajaran, tinggal dua siswa yang masih belum konsentrasi penuh terhadap pelajaran. Hal ini dikarenakan kegiatan pembelajaran dengan tongkat sudah menjadi daya tarik sendiri, siswa sudah tidak lagi bertanya tentang talking-stick. Percakapan yang mereka lakukan adalah seputar materi pembelajaran, ada siswa yang bertanya kepada teman disbelahnya tentang cara mengucapkan beberapa kata yang ada dalam bacaan. Sedangkan dalam kegiatan inti, dapat disimpulkan bahwa semua siswa memperhatikan demontrasi, dan semua siswa melakukan tugas seperti yang diharapkan. Hasil Refleksi menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan menggunakan tongkat ini bisa meningkatkan kemampuan siswa berbicara bahasa Inggris dan minat siswa untuk belajar berbicara. Demkian pula, keberanian berbicara bisa ditumbuhkan, perhatian siswa bisa diarahkanp untuk satu titik fokus, sambil menunggu giliran berbicara. Penggunaan tongkat kedua untuk menentukan lawan dialog dari pemegang tongkat pertama, pada Siklus 2 ini tampak kegunaannya untuk kegiatan percakapan. Berdasarkan perolehan nilai post-test Siklus 2 didapatkan nilai rata-rata 75, dan masih terdapat 5 siswa yang belum memenuhi kriteria ketuntasan 75. Sedangkan hasil wawancara dan observasi tidak ditemukan kelemahan-kelemahan; siswa tampak sudah siap untuk menyampaikan ide secara lisan. Hal ini dikarenakan siswa telah belajar dan berlatih berbicara tentang materi yang akan dijadikan materi berbicara dan mengerjakan tugas yang diberikan sebelumnya. Waktu 25 menit untuk menghafalkan yang akan disampaikan siswa, dirasa sudah cukup. Berdasarkan temuan pada Siklus 2 disimpulkan bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa. PEMBAHASAN Penggunaan talking-stick pada pembelajaran Siklus 1, dengan kegiatan yang dimulai dengan pengenalan talking-stick, dilanjutkan dengan dua kali latihan berbicara dengan talking-stick, pertama dengan menyebut angka one, one-two, one-two-three, dan seterusnya, dan kedua dengan memperkenalkan diri anggota keluarga, kemudian masuk ke materi utama, siswa diberi kesempatan selama ±20 menit untuk mempelajari materi pada buku paket, sekaligus mempersiapkan diri untuk berbicara dengan materi tersebut, ternyata dari hasil post-test menunjukkan nilai rata-rata siswa yang masih belum banyak meningkat. Karena itu pada Siklus 2, langkah pengenalan talking-stick dengan menyebutkan angka dihilangkan. Penyebutan anggota keluarga tetap dilakukan untuk persiapan menuju materi bacaan. Dalam Siklus 2 siswa diberi kesempatan selama ±25 menit untuk mempelajari materi pada buku paket, sekaligus mempersiapkan diri untuk berbicara dengan materi tersebut. Hasil nilai posttest menunjukkan peningkatan nilai rata-rata siswa. Data nilai rata-rata siswa dan jumlah siswa yang tuntas dan belum tuntas, dapat dilihat pada tabel berikut.
453
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II Siklus
Prosentase/jumlah siswa yang tuntas
Prosentase/jumlah siswa yang belum Nilai rata-rata tuntas
Siklus I
56,25% (9 siswa)
47,35% (7 siswa)
68,12
Siklus II
68,75% (11 siswa)
31,25% (5 siswa)
75,00
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan temuan penelitian dengan penggunaan talking-stick dalam proses belajarmengajar dalam 2 siklus, peneliti bisa mengambil kesimpulan: pertama, penggunaan talkingStick dalam proses belajar-mengajar telah menunjukkan peningkatan nilai rata-rata siswa dari pre-test ke post-test Siklus 1 dan post-test Siklus 2. Kedua, penerapan talking-stick bisa memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif berbicara bahasa Inggris. Peningkatan nilai ratarata siswa ini didapat dengan menerapkan langkah-langkah penggunaan talking-stick sebagai berikut: pertama, materi yang akan dijadikan ajar, dipelajari pada pertemuan sebelumnya, untuk memberi kesempatan kepada siswa menyiapkan speaking. Kedua, dalam pelaksanaan pembelajaran, peneliti melakukannya dengan bervariasi. Ketiga, alat bantu power-point dengan LCD digunakan untuk membantu siswa memahami materi. Sebagai kesimpulan, penggunaan talking-stick dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian diatas, disarankan kepada guru-guru Bahasa Inggris lain yang memiliki masalah yang sama, untuk menggunakan talking-stick dalam pelaksanan pembelajaran. Untuk kepala sekolah disarankan agar hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai pertimbangan dalam mengambil kebijakan sekolah. Sedangkan untuk peneliti yang akan datang, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan referensi.
Daftar Rujukan Eggan, P. and Kauchak, D. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten dan Ketrampilan Berfikir. Jakarta: Permata Puri Media Kembangan. Purnama, W. 2013. Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Tipe Talking Stick pada Mata Pelajaran PKn Kelas V-A SDN 7 Metro Barat pada Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka. Winingsih, E. 2013. Penerapan Metode Talking Stick Disertai dengan Konsep MAP untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi pada Materi Sistem Pencernaan Siswa Kelas XI IPA-1 SMAN 2 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi. Surakarta: UMS.
454
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
TEACHING SIMPLE PRESENT TENSE BY USING GUESSING SENTENCE GAME AT GRADE XI MULTI-MEDIA C OF SMKN 3 BATU Anastasia Sri Yusetiawati
[email protected] Abstract: This study aims to use „guessing sentence game‟ to improve the students‟ mastery of English simple present tense at Grade XI Multi-media C of SMKN 3 Batu, academic year 2015-2016. This research is categorized as a classroom action research, which was conducted in two cycles. Each cycle consisted of planning, acting, observing and reflecting. The data were gathered in the forms of qualitative and quantitative data. The qualitative data were gained through observation, while the quantitative data were obtained from the students‟ test scores. The finding of this research showed that there was improvement on the students‟ mastery of simple present tense. It can be seen from the scores of their test. In Cycle 1 there were 12 (44.4%) students who passed MPL, whereas in Cycle 2 there were 21 (77.7%) students who passed MPL. So the criteria of success, which were 75% students should get the score 80, was achieved. The result of observation showed that the students were motivated in the teaching and learning process after the implementation of guessing sentence game. Besides, their difficulties in learning simple present tense were overcome by using the game. Therefore, it can be concluded that the students‟ mastery of simple present tense has improved satisfactorily and also the students were motivated in learning simple present tense. Key words: simple present tense, guessing sentence game
Grammar may be roughly defined as the way a language manipulates and combines words (or bits of words) in order to form longer units of meaning (Ur, 1988). In other words, grammar can be defined as the way how the words are combined together to make meaningful and understandable utterances, either in spoken or written forms. The way of how grammatical rules should be taught might be one of the issues among the linguists and the experts in language teaching. The issues centered in such questions as: whether grammatical rules are best taught inductively or deductively, or whether they are best taught using traditional method or communicative method. Despite the questions, nowadays grammar teaching is still playing in the circle of teacher-centered, i.e. teaching grammar means giving and explaining grammatical rules and their usage from one source (i.e. teacher), and learning grammar means analyzing the forms and the structure of the sentences. Simple present tense has been taught in the first grade of junior high school. However, although English has been taught since elementary level, there are many students of vocational high school, especially the eleventh grade, who have difficulties to learn it. Based on the writer‟s experience when she taught simple present tense at SMK, it was found that students faced many difficulties in learning simple present tense. First, there were many students who were still confused when they should put –s or –es ending in the verb. The problem may appear because they did not understand that the third singular person goes with “verb + s / es”. Second, many students tend to use “verb-ing” in the simple present tense. It happened because the students have learned about present continuous tense when they were in junior high school. These two tenses distracted each other. Third, the writer used
455
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
monotonous technique in teaching simple present tense, she explained the rules and their use, and then asked the students to memorize the rules. After that she asked the students to do some exercises or make some sentences using simple present tense. This strategy influences the teaching of grammar which causes many problems. First, it relates to the condition of the students who just memorized the rules of the simple present tense in the classroom, and forgot it outside the class. That is because the strategy did not support the students to memorize the rules for a long-term memory. Second, most of the students were unable to apply the rule because the exercises given to them were not enjoyable and interesting. From these facts, it can be concluded that teaching grammar by using the traditional strategy does not facilitate an effective teaching and learning process. In line with this problem, the writer attempts to give a solution for the teacher to implement an English teaching strategy which can make language teaching and learning more efective and provide an enjoyable atmosphere for the students to master the simple present tense. In fact, the techniques for teaching grammatical rules are various, such as demonstration, illustration, TPR activities, role-play, and problem-solving activities. But in this article, the writer would like to propose a game (sentence guessing game) as an alternative way to solve the problems that arise in learning simple present tense. By using a game, the students can learn grammatical rules in an interesting and enjoyable atmosphere, ang they would not be bored in completing the tasks because they feel fun and happy. To apply this strategy in teaching simple present tense, an action research was carried out in Grade XI Multi-media C of SMKN 3 Batu. The class is considered as the middle class students. Most of them had difficulties in learning English. To make the study clearly understood, the problem in this study is formulated as follows: „How can the sentence guessing game overcome the students‟ difficulties in learning the simple present tense at Grade XI Multimedia C of SMKN 3 Batu?‟ The results of this study are expected to give the English teachers a new information about an alternative strategy in teaching simple present tense. For the class teacher, it helps her to solve their students‟ problem in learning simple present tense. For the school headmaster, it gives him/her useful information about English teaching strategy, so that he/she can motivate the teachers to develop other strategies and techniques in teaching English. THEORETICAL FRAMEWORK When someone learns another language, in addition to his/her mother tongue or first language, he/she needs to learn the rules about that language. Also when someone wants to learn or to teach English language, he/she should learn or teach the rules of English grammar. As a consequence, mastering grammatical rules is urgent for language learners besides mastering the four skills (Listening, Speaking, Reading, and Writing). For this case, Ur (1988) says in her book Grammar Practice Activities, that the grammatical rules are essential for the mastery of a language; we cannot use words unless we know how they should be put together. There are many definitions of grammar, Veit (1986) points out: 456
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
A grammar is a person‟s subconscious language knowledge. You use your English grammar whenever you speak or write English or understand someone else‟s speech or writing. A grammar consists of principles or rules that allow you to create an unfinite number of possible sentences out of finite number of words. From this definition, it can be concluded that grammar is knowledge about the rules of language. It explains how to combine words or bits of words in order to make meaningful sentences both written and spoken. Simple present tense is taught in Grade XI of vocational high school as one of the grammatical rules of English lesson. Simple present tense is used when: the action is a general truth, the action happens at the present time, or it is a habitual action. The patterns of the sentence are: positive sentence: subject + verb + object + modifier, negative sentence: subject + do/does + not + verb1 + object + modifier, interrogative sentence: do/does + subject + verb1 + object + modifier. Note: if the subject is the third person singular (he/she/it/John), we must add -s/-es ending after the verb (e.g. runs, walks, watches, goes). Games for Language Teaching Everyone likes playing a game. A game is a fun activity which can be played by children and adults (Wright et al., 1979). There are many definitions about game, one of them is stated by Savignon & Margie (1978) in their book Initiatives in Language Teaching. They say that game is defined as an activity carried out by cooperating or competing to achieve, within a set of rules, their own objectives. According to Wright et al. (1979), a game for language teaching means a game as an activity which is entertaining and engaging, often challenging, and an activity in which the learners play and usually interact with others. This means that games for language teaching and learning should be the activities that provide students to interact and communicate with others during the activities. It should also give the challenge to them but not make them bored. Teaching Simple Present Tense by Using “Sentence Guessing Game” In this research, the writer proposed the use of “Sentence Guessing Game” in teaching simple present tense. The materials for the teaching are a set of cards or slips of paper, each of which has a simple present tense sentence, for example: She reads a book in the library. The teaching procedure includes: (1) the teacher divides the class into three groups, (2) each group chooses one student as the leader, (3) the teacher explains the procedure of the game, i.e. each leader of the group in turns comes before the class, the teacher shows a simple present sentence, which is written in a piece of paper/card. Then, the leader of the group draws pictures or makes body movements to invite the members of the group to guess the sentence. The time given to guessing the sentence is 3 minutes. If the group can guess the sentence, then they will get a point.
457
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
RESEARCH METHOD This research was conducted at Grade XI Multi-media C of SMKN 3 Batu, academic year 2015-2016. This class contains 27 students. The method that was used in this research is classroom action research (CAR) method. In this CAR, the writer conducted two cycles, each of which consisted of planning, acting, observing, and reflecting. The action procedure for Cycle 1 is as follows. In the planning step, the researcher prepared: (a) the lesson plan as the guide to implement the action in the process of teaching and learning, (b) the observation sheet for taking notes about the students‟ activities during the process of teaching and learning, (c) the questionnaire for the students for both before and after the implementation of the action, to know how far the sentence guessing game influenced their process of learning, (d) the pretest and the post-test to measure how far the game can improve students achievement of learning simple present tense, (e) the media in the form of a set of cards or slips of paper, which has a simple present tense sentence on it, and (f) the camera to take the picture of students while they were playing the game. The pictures are used for documentation. In the acting step, the researcher did the action according to the lesson plan that had been prepared before. The details are as follows: (a) the researcher divided the class into three groups, i.e. Group A, Group B, and Group C, and arranged the chairs as comfortable as possible so that the students can do the game freely, (b) the researcher asked each of the groups to choose one of the members to be the leader of the group, (d) the reseacher explained about the game to the students. Every leader of the group will come to the front of the class in turns. Group A got the first turn. The reseacher showed a simple present sentence in a card, then the leader of Group A drew a picture or make body movement to invite the member of the group to guess the sentence. The time provided is 3 minutes at the most. The group which can guess the sentence will get one point, (d) 20 minutes before the end of the process of teaching and learning, the researcher explained about simple present tense, namely its sentence formula, (e) at the end of the cycle, the researcher gave a post-test to know the development of the students‟ mastery of simple present tense. The results of this post-test were used as the data to evaluate the action for the next cycle, and (f) the researcher also gave a questionnaire to know how far the game has influenced the students‟ achievement in learning the simple present tense. In the observing step, the observation was done at the time when the action was being implemented. In this observing step, the researcher asked another English teacher as the observer to observe the teaching and learning process. Finally, in the reflecting step, the result of the observation and the questionnaire were discussed and analyzed by the researcher. The observer wrote down the problems that arose in the first cycle. The result of this analysis was used as an evaluation and input to make the action plan for the next cycle. In this classroom action research, the data analysis is divided into two kinds, they are quantitative analysis and qualitative analysis. The indicator of success in this classroom action research (CAR) was determined that the research was successful, if 75% of students can achieve the target score of 80 (MPL).
458
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
RESEARCH FINDING AND DISCUSSION This research was conducted in two cycles. The findings of each cycle are presented below. Cycle 1. In the planning of this first cycle, the researcher made a preparation in the form of lesson plan, based on those explained in the research method stated above, which includes: the teaching materials, the teaching and learning activities, and the learning aids that would be used during teaching and learning. In the first meeting of the action step, the researcher taught using the prepared lesson plan. Before she began to teach, she gave a pre-test to students to measure students‟ prior knowledge about simple present tense. After that she explained about the rules of the game to the students, divided the class into three groups, and arranged the tables and the chairs, all as designed in the research method stated above. After playing the game, the teacher distributed a handout about simple present tense material to the students, and she explained it inductively. At the end of learning, the teacher asked the students to write simple present tense sentences. When the teacher was teaching in the classroom, the observer made an observation on the students activities. The observer gave some inputs to the teacher about the teaching learning process. In the first meeting, the teacher saw that almost 60% of students were still confused about how to play the game. Besides, the teacher also saw that most of the students lacked English vocabulary, so when they tried to guess the sentence they got stuck due to the limited vocabulary. When the researcher checked the students writing task, she found that many students wrote incorrect sentences, such as: She go to school everyday, They eating three times a day, My sister watchs television every night, He do not play football in the field, Does you walk to school? From the reflection, it can be said that the teaching and learning process of the first cycle still needed to be improved. The result of the post-test showed that only 12 (44.4%) out of 27 students who passd the MPL. To overcome the students‟ lack of vocabulary, in the next Cycle 2 the students are allowed to bring a handphone. The mobile phone may be used to look for the difficult words. The students‟ problems in compossing simple present tense sentence was because they did not remember the pattern of simple present tense and were not able to distinguish between regular and irregular verbs. Cycle 2 In this cycle, the researcher modified the action. She re-planned the lesson plan by adding the regular and irregular verb material. Mobile phone may be used during teaching and learning process. To ease the students‟ understanding about regular and irregular verbs, the researcher made regular and irregular verb cards. These cards were designed attractively and used bright colours of yellow and red. Yellow cards are used for regular verbs, while red cards are used for irregular verbs. In the first meeting of the action, the researcher used three groups again for doing the game. In the second meeting they played the game again, and the researcher let the students bring their mobile phone to help them for looking for the difficult words when they were guessing the sentence. Before they started playing the game, the researcher displayed the 459
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
cards of a sentence which uses a regular verb and an irregular verb. The teacher explained to them that yellow cards was for a sentence which uses regular verb while red cards for a sentence which uses irregular verb. The researcher prepared 15 cards, each group had to guess 5 sentences in turns. If one group could not guess the sentence, then it would be given to the other group, but the time given was only 90 seconds. When they had guessed the sentence, the teacher asked all the students to write on their notebook, so that when the game was over they already had some examples of simple present tense sentence. Twenty minutes before the process of teaching and learning was over the teacher asked them to make 10 simple present tense sentences in positive, negative and interrogative forms. While the researcher was implementing the action, the observer filled in the observation sheet and took the pictures of the students who were playing the game. In the second meeting, the students were more motivated and interested in the teaching-learning process. They were not confused anymore to play the game. Most of them understood the rules of the game and knew how to play the game. The leader of the group drew a picture and moved the body in such away that the members of the group could guess the sentence easily. The mobile phone and the colourful cards also helped them to guess the sentence. They seemed to enjoy playing the game and have fun while playing the game. From the reflection, it can be concluded that the teaching and learning process was much better than that in the first cycle, because the students are allowed to bring a mobile phone. It helped students to look for difficult words which were found in the guessing sentence game. Moreover, the use of different colours for the cards of regular and irregular verbs also made them easier to guess the sentences. Besides, the writing of all the sentences which had been guessed by the group, helped them to memorize the patterns of simple present tense in the forms of positive, negative and interrogative. It can be said that Cycle 2 was sucsessful to increase the students‟ mastery about simple present tense. The result of the post-test showed that 21 (77.7%) out of 27 students passed the MPL. There is an increase of students‟ mastery, from only 44.4% of students in the first cycle. CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS After conducting the classroom action research at Grade XI Multimedia C of SMKN 3 Batu in the academic year 2015-2016, it can be concluded that the guessing sentence game can improve students‟ mastery of the simple present tense. Guessing sentence game was a suitable technique for teaching simple present tense because besides it can improve students‟ mastery of the tense, it can also make students happy and more motivated to learn simple present tense. In addition to the procedure of playing the game, it should be noted that in playing the game, the students should be facilitated with mobile phones, and the cards should be designed attractively, such as using colours. Based on the conclusions, it is suggested for other English teachers who face the same problem, to use the guessing sentence game. English teachers may also modify the game to suit the real context, when it is implemented at the other school levels. The result of this research can also be used as a reference for future researchers.
460
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
References Savignon, S.J. & Margie, S.B. 1978. Initiatives in Communicative Language Teaching II. New York: Addison Wesley. Ur, P. 1988. Grammar Practice Activities: A Practical Guide for Teacher. Cambridge: Cambridge University Press. Veit, R. 1986. Discocering English Grammar, Boston: Houghton Mifflin. Wright, A.; David Butteridge, D.; and Buckby, M. 1979. Games for Language Learning, Cambridge: Cambridge University Press.
461
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
IMPROVING THE READING COMPREHENSION ACHIEVEMENT OF THE TWELFTH YEAR STUDENTS OF SMK NEGERI 3 BATU THROUGH THINK-PAIR-SHARE Budin Indrawati SMKN 3 Batu, East Java, Indonesia
[email protected] Abstract: This study aims to improve the students comprehension ahievement of the twelfth students of SMK Negeri 3 Batu through Think-Pair-Share. This study employed the type of collaborative classroom action research between the researcher and the the class teacher. Thinking is the first step of Think-Pair-Share strategy in which the students think of a response. The second step of the strategy is pairing, in which the students work together with their neighbour to discuss their responses to the questions. The last step of Think-Pair-Share strategy is sharing, in which the students share their responses to the whole class. The finding shows that the strategy can be used to improve the students‟ reading comprehension achievements (word, sentence, paragraph and text comprehension achievement) of the twelfth year students of SMK Negeri 3 Batu. Keywords: reading comprehension, think-pair-share.
The goal of learning English at vocational high school is mastering English communication skill on Novice to Intermediate level, to support their special competence program achievement. The communication skill is reached through the development of the four major skills, namely: Listening, Speaking, Reading and Writing, which are presented in an integrated way (Depdiknas, 2007). The problem in reading comprehension was experienced by the students of SMKN 3 Batu. Most of them got difficulties in comprehending the text because they have no prior knowledge about the text as well as lack vocabulary. It could be seen from the result of the test in the preliminary study that the mean score of their reading comprehension test was only 58.42. From the observation, the questionnaire, and the result of the test, it can be seen that the students got difficulties in the following aspects: (1) determining the general idea of the text; (2) finding the main idea of the text; (3) identifying implicit information of the text; (4) grasping the meaning of words, phrases or sentences in the text; and (5) determining the reference marker. The students' difficulties in reading were also caused by some factors that might come from the students and the teacher. Most of the students admitted that they often felt bored when they had to read a text, especially a long and uninteresting text. When they read a long text, they were not so interested because they often did not understand the meaning of the words used in the text. It was difficult for them to understand the content of the text. It happened because they had no prior knowledge about the text. In the class, some students were sometimes seen to lean over their head on the table and talk to each other during the reading lesson. Moreover, the students did not respond to the teacher‟s command; they did not pay attention to the teacher‟s explanation and they were lazy to do the assigments given
462
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
by the teacher. They were also reluctant to bring the dictionary. They just waited until the teacher explained it for them or asked them about the difficult words. The external factors were also the causes of the students‟ problems. The strategies used in teaching reading were unvaried and uninteresting. The teacher never gave model or taught strategies to comprehend the text. Sometimes, the teacher also dominated the classroom activities. These conditions make them reluctant to pay more attention during the reading class. Besides, in reading class the teacher usually used the text-book or LKS (worksheet) to present a topic and asked the students to do some exercises that follow. It made the reading lesson so monotonous and boring for them. They want something different in reading lesson that will make reading more interesting and enjoyable. Consequently, they need appropriate instruction and strategies from the teacher to improve their reading ability. It means that the teacher should give a new strategy to the students to comprehend the reading text during English teaching in the classroom. In English teaching, reading is one of the communication skills that need to be developed in the classroom. It needs to be developed because reading dominates all activities in English teaching, and writing is usually taught integratedly with reading comprehension. In other words, reading must be involved during the time of the teaching and learning activities in the classroom. In line with reading, Rivers (1981:259) states that the most important activity in any language class is reading. It is not only as a source of information and a pleasure activity but also as a means of consolidating and extending one‟s knowledge of language. It means that the activity of reading brings many benefits for students such as to get information, pleasure, and knowledge. Wood (1990:5) also states that reading will become a valuable source of information when it is learned to get meaning from different types of materials and to read for a variety of purposes. Thus, it can be concluded that reading is an important way of gaining various kinds of knowledge and information. Models of the reading process often depict the act of reading as a communication event between a sender (the writer) and a receiver of information (the reader) (Vacca and Vacca, 1991:19). In general, language information flows from the writer to the reader in the sense that the writer has a message to send, and transmit it through print to the reader who then must interpret its meaning. Reading models have been developed to describe the way the reader uses language information to construct meaning from print. Most models may be placed in one of the three categories: bottom-up, top-down, or interactive model. The brief explanation of each type of reading models is as follows. Understanding word meaning is basically important in reading comprehension, because it is impossible to comprehend a text without understanding the meaning of its words. According to Burns and Roe (1984:161), understanding printed materials depends upon knowledge of word meanings. In line with this idea, Pretty and Jensen (1975:222) say that students may use word recognition or decoding skills to analyze unfamiliar written symbols for clues to their meaning. Further, they explain that word recognition skills cover structural and phonetic analysis as well as the context itself. From these statements, it can be concluded that comprehending word meaning is the basic step and the success key for reading comprehension. In this research, one aspect to measure the students‟ reading comprehension is word comprehension test.
463
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
According to McWorther (1989:86), every sentence expresses at least one key idea, or basic message. This key idea involves a subject (noun), that identifies a person or object of the sentence is about. This key idea also involves a predicate, that tells what the person or object is doing or has done. There are two questions which should be considered in order to find the key ideas in a sentence: (1) who or what the sentence is about, and (2) what is happening in the sentence. In other words, these questions ask for the subject and the predicate in a sentence. A topic sentence is a term used to identify the main idea (Wingersky et al., 1999:25). McWorther (1989:106) states that the most general sentence in the paragraph expresses the main idea called the topic sentence. So, a topic sentence introduces the main idea or attitude of the paragraph (Wood, 1990:125). In this case, a good topic sentence states the idea about the topic as well. The idea or attitude is called the controlling idea. According to Bram (1995:16), a topic sentence must have a subject and an attitude. The subject tells us what the writer writes about, while the attitude gives an explanation that implies why he writes. The KTSP (School-based Curriculum) for vocational high schools (Depdiknas, 2007:13), targets the twelfth grade of vocational high school students to be able to comprehend all sorts of meanings (interpersonal, ideational, and textual) from various written texts (literary or factual) and monolog, especially in the genre of recount, response, discussion, information report, exposition, explanation and procedure. To overcome the problems of reading comprehension as stated above, this study attempted to use Think-Pair-Share (TPS) strategy. According to Rasinkski and Padak (1996, as quoted in Juanita et al., 2006) TPS strategy is a strategy that can be used with any genre or kind of reading text. TPS has three steps. „Thinking‟ is the first step of TPS strategy, in which the students think of a response of a question provided in a text. The second step of the strategy is „pairing‟, in which the students work together with their partners to discuss their responses to the questions. The last step of TPS strategy is „sharing‟, in which the students share their responses to the whole class. For the choice of text in this research, the researcher focused on a factual text. It was because in the KTSP English curriculum used in SMK Negeri 3 Batu, the twelfth grade of Broadcasting reading text is factual type, especially Recount, Information Report, and Procedure. They should be taught to the second semester of the twelfth grade of vocational high school, where this research was conducted. Besides, the researcher and the English teacher as the collaborator decided to use factual texts in this research. METHOD The setting of the research is SMK Negeri 3 Kota Batu, which is located on JalanTerusan Metro Santrea Sumberejo, Batu, 4 kilometers to north of town-center of Batu. This school has 32 classes, and the twelfth grade has 8 classes in the 2016/2017 academic year, consisting of Multimedia Department (three classes), Broadcasting Department (three classes), Computer Network Department (two classes), and Animation Department (one class). The subjects of this research are the twelfth grade students of Multimedia-A class. This class consists of 26 students. The test of reading comprehension for the three classes of Multimedia was done by the researcher before the implementation of the actions. The result
464
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
of reading comprehension test showed that the lowest mean score is Multimedia-A so that this class was chosen as the subjects of this research. In conducting the research, the researcher followed a series of steps. The steps included preliminary study to analyze and identify problems as the preparation, followed by (1) Planning of the action, (2) Implementation of the action, (3) Observation and evaluation of the action, and (4) Analysis and reflection (see Figure 1 below). This study was motivated by the general ideas of how the students‟ reading comprehension could be improved by the use of Think-Pair-Share strategy. Thus, a preliminary study was designed based on the general plan above. This general plan was then implemented and observed. Finally, the reflection was conducted in order to identify all findings, including the success and the failure as the implementation effects. A preliminary study was conducted previously to a real classroom activity to verify the data about the students‟ problems in reading comprehension. The data were gathered by observing the students‟ reading comprehension achievement. The result of this preliminary study was then used to set up a lesson plan for the first cycle. It can be seen from the results of the students‟ reading comprehension test which showed that the students‟ average score of reading comprehension test was 26.92 (out of 100). The observation of students showed that not all students were active in the teaching and learning process, only 12 students (46.15%) were active, the other 14 (53.857%) students were not active. Some students sometimes asked the teacher or their friends some unfamiliar words they found in the text or in the exercises, 11 students (42.31%) discussed the text and answered the questions, 7 students (26.92%) tried to answer the questions, 4 students (15.38%) could give correct answers, but 4 students (15.38%) just kept silent.
465
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Choosing the Object
Identifying problems& Suggestion strategy Solving the problems (Preliminary) Reflecting
Observing
Fail
Planning (Strategy) Implementing (Strategy)
Succeed
Stop Figure 1. The cycle in the Classroom Action Research (Adapted from lecture‟s handout Graduate Program Unisma) The criteria of success of the research included two aspects, namely: (1) the students‟ mean score of reading comprehension test was greater than or equal to 75, and (2) the students were active during the learning-teaching process. The students were considered active during the learning-teaching process if their activeness in following the instruction reached the score of 75-90 or achieved good qualification. The activeness of the students was evaluated by using the checklist of the students‟ observation sheets used in the study. In order to collect data related to the second success criteria, the students reading scores were taken from the reading test. The reading test was given at the end of the learning in every meeting, then analyzed descriptively. The mean score of the pre-cycle test was compared with the mean score of the test (twice quizzes of each cycle) for the purpose of knowing the effectiveness of the action. The post-test covered 40 items, consisting of 5 items for finding main idea, 10 items for finding specific information, 10 items for identifying textual reference, and 15 items for understanding words meaning. Each item of the test was scored one. After the result gained, then it was changed into a standard score (1-10). The calculation for each student‟s score was as follows: for finding Main Idea (MI), MI= ∑ items answered correctly, for finding Specific Information (SI), SI= ∑ items answered correctly, for finding Textual Reference (TR), TR= ∑ items answered correctly, and for understanding Words Meaning (WM), WM= ∑ items answered correctly. For the students‟ score in comprehending the reading text, the researcher could formulate the total score as follows: for comprehending the reading text (RC), RC = MI + SI + TR + WM
466
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
FINDINGS AND DISCUSSION The result of the TPS strategy application was analyzed to determine whether the action need to be continued to the next cycle or not. This section presents the findings from each cycle. Cycle 1 The first meeting of Cycle 1 was held on Monday, 17 October 2016. The class started at 15.00 and ended at 16.30 a.m. The researcher and the collaborator entered Class XII Multimedia A, and the students had been on their chairs. The researcher opened the lesson by saying “Good afternoon students. How are you today?” and the students replied “Good afternoon, ma‟am. I‟m fine, and how about you?. The researcher replied “I‟m fine, too, thank you”. Then, the researcher checked the attendance, all the students were present that day. Then, the researcher told the students that they would learn a recount text. After that the researcher began to orient the students to the teaching material. The researcher asked the students about their understanding of recount text. The students were noisy to answer that question. Then, the researcher explained all about recount text. Not only the definition of recount text, but also the purpose of the text, and the structure of recount text (orientation, sequence, and reorientation) were explained. Next, the researcher distributed a recount text to the students with the title “Earning Extra Income”. Then the researcher asked the students five questions one by one orally: (1) What is the topic of the paragraph? (2) What does the writer tell in the text? (3) What is the orientation part of the text? (4) What is the sequence of events of the text? (5) Which is reorientation? The students answered all the questions enthusiastically, even though some of them were still passive. Next, the researcher asked the students to identify the new words in the text. Then the researcher asked the students to find the detailed information in the text. After that the researcher asked the students to find the topic and main idea of the text. Next the researcher asked the students to share the new words, the topic, and the main idea. Furthermore, the researcher asked the students to present the generic structure of the text. Finally, the researcher led the students to make a conclusion. The second meeting was held on Thursday 20 October 2016. The researcher and the collaborator entered the class at 15.15 p.m until 16.45 p.m. In this meeting, the researcher gave a test for Cycle 1 to the students. The test aimed to know the students‟ reading conprehension after the implementation of Think-Pair-Share in the first cycle. After all the students took their seats, the reseacher greeted them, asked the students‟ feeling and checked the students‟ attendance. All the students attended the class. They seemed ready to have the test that day because they had been informed before. After the researcher distributed the questions and the anwer sheets, the students did the test individually. Some students asked whether they were permitted to open the dictionary or not. The researcher told them that it was a test, so no-one was permitted to open the dictionary. They should do the test by themselves. During the test, the researcher monitored the students and asked them about the test. They said that the test was quite difficult for them. After they finished doing the test, the
467
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
researcher discussed the test with the students. Then, the researcher closed the lesson by saying good bye and the researcher left the class. The result of the test showed improvement in the students‟ mean score and in the percentage of students who got score ≥ 75. The mean score increased from 58.81 in the preliminary test to 64.04 in this first cycle. From the results of the observation and field-note, it could be concluded that the process of teaching and learning by implementing TPS on reading class generally ran well. There were some improvements in the students‟ involvement in the teaching-learning process as well as in class situation in every meeting. Although the result of the test showed improvement in comprehension, it seemed that the students still got little difficulty in finding the main idea and implicit information. Their ability to derive word meaning was still low. It could be said that the Cycle 1 was still unsatisfactory. The students‟ mean score was still low and the criteria of success had not been achieved, only 50% students who got the score equal or above 75 (the criteria of success requires 75% students). It meant that the research should be continued to Cycle 2. Cycle 2 Based on the findings in Cycle 1, the researcher and collaborator made some changes in the process of teaching-learning activities in reading class using TPS; however, the action plan in Cycle 2 was not totally different from that in Cycle 1. The researcher changed the type of students‟ activity in TPS. There were two meetings in this cycle. One meeting was for delivering the teaching material and another meeting was for giving the test of Cycle 2. In the first meeting of the second cycle, which was held on Monday 24th October 2016, all the students were present. The researcher distributed a recount text entitled “Busy Day” including the exercise. Before teaching the students with the material, the researcher reviewed the material that had been discussed in the previous meeting in the first cycle. The researcher also asked for their opinion about comprehending text using TPS. They said that it was an interesting technique and they became familiar with this technique. Then, the researcher told that the students would study making a map individually, not in group anymore. The students agreed to do it. Then, the teaching-learning process began with the „thinking‟ stage, in which the researcher asked the students to read the text and answer the exercises given individually. Then, in „pairing‟ stage the researcher asked the students to discuss their answers with another student (in pairs); after that, the researcher asked the pairs of the students to regroup into four for further discussion. In „sharing‟ stage the researcher asked the students to present their answers to the whole class, and correct or revise their incorrect answers. In this stage some students debated their opinion. Finally, the researcher led students to make a conclusion (Picture 1 shows the students‟ activities). In the second meeting, the researcher gave a test of Cycle 2, to know the students‟ reading comprehension achivement after the implementation of the action. The test consisted of 40 items in multiple-choice form, consisting of 5 items for finding main idea, 10 items for finding specific information, 10 items for identifying textual reference. It was not quite different from the test in Cycle 1, i.e. to measure the students‟ ability in finding general idea, main idea, implicit information, reference marker and deriving word meaning. 468
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
The result of the test showed improvement in the students‟ mean score and in the percentage of students who got score ≥75 compared with the result of Cycle 1. The mean score increased from 64.4 in the test of Cycle 1 to 76.50 in Cycle 2. At the end of Cycle 2, the researcher also gave a questionnaire, to find the students‟ response about the implementation of TPS in reading class. The result of the questionnaire showed that the students‟ ability in reading, students‟ interest, and students‟ motivation in reading class improved after the reseacher used TPS in teaching-learning process. From the questionnaire, the students agreed that TPS technique help them in finding general idea, main idea, implicit information, word reference and word meaning.
Picture 1. The ativities of Think-Pair-Share Based on the result of observation in Cycle 2, it was found that 80.77% students participated actively in the teaching-learning activities. Knowing the improvement of the test score, the improvement of interest and motivation, and high participation of students in the second cycle, it can be concluded that the research was successful because the target of the research was accomplished. Accordingly, the research could be stopped. CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS Based on the research findings from teaching-learning process in the two cycles, the researcher can draw some final conclusions. First, the implementation of TPS was appropriate using the following steps: (1) involving students in brainstorming activity before they read the text, (2) directing students to read the text individually, (3) monitoring students in reading the text, (4) asking the students to look up their dictionary whenever find difficult words, (5) asking the students to share their ideas with their own partner make sure no one 469
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dominate the discussion, (6) ask the students to regrouping into four to share their pair ideas, (7) assigning students to work in groups to discuss their ideas, and (8) having the students to share their idea to their friend and the teacher in front of the class. Second, the process of Think-Pair-Share strategy has proved effective to help the teacher and the students in teaching and learning reading. This was proved by the results of the observations checklist, field-notes and the average scores obtained by the students in the two cycles which raised. And finally, the finding shows that TPS has successfully improved the students reading comprehension. Based on the conclusions it is suggested that the English teacher socialize this approach through teachers‟ forums such as in-service training, workshop like MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), or seminars. For the use of TPS, the English teachers should consider some aspects in implementing the strategy. First, set the time effectively by considering the length of time allotted in every activity. Second, deliver explanation using clear voice, not too slowly nor too quickly. Third, use Indonesian language if the students find it hard to understand the explanation. Fourth, give a model or an example in every stage so that the students can easily follow the activity. Fifth, provide the students with lists of vocabulary or ask them to always bring dictionary since they still have poor vocabulary. Sixth, approach and guide students when they work on their task. Seventh, in sharing with pairs, make the students relaxed and comfortable so that they can share their idea. And finally, be patient since this strategy needs a lot of students‟ courage to do, especially sharing idea in front of their friends. For future researchers, they are suggested to use the result of the research as an input to conduct further research dealing with other reading strategy or the same strategy. The application of TPS may need to be developed and modified in order to come to the most effective and efficient teaching model. References Bram, P. 1995. Write well: Improving writing skill. Yogyakarta: Kanisius. Burns, P.C, and Roe, B.D. 1984. Teaching reading in today’s elementary school. - : Houghton Miflin. Depdiknas. 2007. Kurikulum KTSP mata pelajaran bahasa Inggris SMA dan MA. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Juanita, R.; Tyra, J.; and Molly, K. 2006. The Indiana reading academy project at Indiana university (http://www.Indiana.edu/-irap/phase2/exampla2.html). McWorther, K.T. 1989. Guide to college reading. New York: Harper-Collins Pretty, W.T. and Jensen, M.J. 1975. Developing children language. Boston: Allyn and Bacon. Rivers, W.M. 1981. Teaching skills. Chicago: The University of Chicago Press. Vacca, L.J. and Vacca, T.R. 1991. Reading and learning to read. Boston: Allyn and Bacon. Wingersky, J.; Boerner, -; and Horguin-Balogh, -. 1999.Writing paragraph and essay: Integrating reading, writing, and grammar skills (3rd edition). Belmonth: Wadsward. Wood, N.V. 1990. Strategy for college reading and thinking. New York: McGraw-Hill.
470
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI RETELLING TEKS RECOUNT TENTANG BIOGRAFI TOKOH PADA SISWA KELAS X BAHASA DI MAN BATU TAHUN PELAJARAN 2016-2017 Khalimatus Sa‟diyah Bahasa Inggris MAN Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode Retelling untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa Kelas X Bahasa MAN Batu tahun pelajaran 2016-2017, pada teks Recount tentang biografi tokoh terkenal. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan 4 tahap penelitian. Melalui langkah-langkah pembelajaran yang dimodifikasi, diharapkan penerapan metode Retelling dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa dalam mempresentasikan teks Recount tentang biografi tokoh. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, dan masing-masing siklus ada 2 pertemuan, dan setiap pertemuan ada 3 jam pelajaran. Hasil penilaian di siklus 1 tampak mulai ada peningkatan, meskipun belum mencapai KKM. Peningkatan yang signifikan dapat dilihat pada hasil penilaian di siklus 2. Nilai rata-rata siswa sebelum tindakan 70,250 meningkat menjadi 71,875 pada siklus 1, dan menjadi 76,041 pada siklus 2. Kata Kunci: kemampuan berbicara, retelling, teks recount.
Pendidikan merupakan salah satu kunci pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari aspek pengetahuan, aspek sikap maupun aspek psikomotorik. Pendidikan dapat dikatakan berhasil jika ketiga aspek tersebut dapat dicapai. Pencapaian tujuan pendidikan ini berawal dari pencapaian tujuan pengajaran. Demikian juga dengan pengajaran bahasa Inggris. Pengajaran bahasa Inggris ditingkat SMA/MA, berfokus pada peningkatan kompetensi siswa supaya mampu menggunakan bahasa tersebut untuk mencapai tujuan komunikasi dalam berbagai konteks, baik lisan maupun tulis, dengan menggunakan pendekatan berbasis teks, yang tertuang pada kompetensi inti dan kompetensi dasar (Kemdikbud, 2016). Merujuk pada rumusan kompetensi inti SMA/MA, pembelajaran Bahasa Inggris dirancang untuk memberikan pengalaman dalam menggunakan teks-teks berbahasa Inggris dalam memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural terkait fenomena dan kejadian tampak mata, melalui kegiatan berbicara, menyimak, membaca, dan menulis dalam ranah konkret dan abstrak. Pembelajaran bahasa Inggris berbasis teks bertujuan untuk menumbuhkan sikap menghargai dan menghayati nilai-nilai agama dan sosial, termasuk perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. Namun demikian, kebanyakan siswa masih mengalami banyak kesulitan dalam mengungkapkan dan menyusun makna dalam teks, termasuk dalam memilih dan menggunakan kosakata, pengucapan, tekanan kata, tatabahasa dan unsur kebahasaan lainnya. Kesulitan-kesulitan dalam belajar bahasa Inggris ini juga dialami oleh siswa Kelas X-Bahasa MAN Batu tahun pelajaran 2016-2017, yang berjumlah 30 siswa (24 perempuan dan 6 laki-
471
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
laki), khususnya dalam mempresentasikan teks Recount tentang biografi tokoh terkenal. Kesulitan ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: kurangnya kosakata yang dimiliki, penguasaan grammar yang minim, rasa malu dan takut salah dalam berbicara bahasa Inggris, dan kurang terbiasa dalam mengungkapkan makna kata dan kalimat dengan bahasa Inggris, serta kurang adanya persiapan yang matang dalam mempresentasikan pemahaman isi teks. Berdasarkan faktor kesulitan tersebut diatas, penelitian ini menekankan pada ketrampilan berbicara (speaking skill). “Speaking” (berbicara) merupakan kegiatan berbahasa yang aktif dari seorang pemakai bahasa, yang menuntut prakarsa nyata dalam penggunaan bahasa untuk mengungkapkan diri secara lisan (Djiwandono, 1996: 68). Ketrampilan berbicara (speaking) tidak dapat dipisahkan dengan ketrampilan mendengarkan (listening). Jika seseorang tidak memahami apa yang dikatakan orang lain, maka ia tidak akan meresponnya (Richards dan Renandya, 2002: 205). Menurut Chaney (1998:13, dalam Febriyanti, 2006), Speaking (berbicara) adalah “proses membangun dan berbagi makna melalui penggunaan simbol-simbol verbal dan non-verbal, dalam berbagai konteks”. Speaking merupakan bagian penting dalam proses belajar-mengajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Dunia saat ini mensyaratkan bahwa tujuan pengajaran berbicara harus meningkatkan kemampuan komunikatif siswa. Karena hanya dengan cara itu, siswa dapat mengekspresikan diri mereka dan belajar mengikuti aturan-aturan sosial budaya yang tepat dalam setiap berkomunikasi. Namun demikian, meskipun penting, selama bertahun-tahun pengajaran speaking masih sangat banyak kendalanya. Pembelajaran speaking masih terbatas pada pengulangan latihan atau menghafal dialog. Untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa, dalam penelitian ini akan dikaji penerapan pembelajaran melalui strategi retelling. Kalmback (1986, dalam Defrioka, 2016:10) menyatakan bahwa retelling adalah suatu proses mengingat kembali apa yang dibaca dan didengar. Disamping retelling itu mudah dilakukan, dengan retelling diharapkan siswa dapat secara singkat meringkas isi teks yang mereka baca sebelumnya, sehingga mereka dapat membuat teks sederhana untuk dipresentasikan kepada teman-teman sekelas mereka. Retelling menumbuhkan pemikiran kreatif siswa. Penerapan strategi retelling pernah dilakukan oleh Suryanti dan Widyahening (2014), yang hasil penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada hasil belajar siswa, perilaku dan situasi ketika mereka belajar di kelas menunjukkan perilaku yang aktif dan situasi yang kondusif. Lebih lanjut Defrioka (2016) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa retelling strategi mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam menginterpretasikan makna dari suatu teks, dengan kata-kata mereka sendiri serta mengungkapkan isi teks itu kembali kepada pihak lain. Manfaat dari penggunaan retelling strategi ini telah dikaji oleh beberapa ahli diantaranya Koskinen (1988, dalam Defrioka, 2016:12), yang menyatakan bahwa retelling strategi memiliki beberapa manfaat, antara lain: (1) menghendaki pembaca/pendengar memahami makna teks, (2) mengidentifikasi struktur teks seperti karakter, setting, dan plot, (3) menghendaki pembaca/pendengar membedakan pokok pikiran dan pikiran penjelas, dan (4) merangsang siswa untuk berkomunikasi lisan. Ghiabi (2014) mengungkapkan bahwa retelling merupakan strategi yang sangat efektif dalam pengajaran karena strategi ini
472
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
membuat pembaca dan pendengar memahami struktur dari sebuah teks, terutama teks cerita. Retelling juga membantu siswa merespon ide dari cerita itu. Dengan demikian dalam penelitian ini diharapkan retelling dapat memberikan efek positif terhadap pembelajaran bahasa Inggris karena memberikan kesempatan pada siswa untuk meningkatkan kemampuan dalam menyusun informasi yang didapatkan dari teks yang dibaca dan didengar. Selama proses belajar-mengajar, siswa mengaplikasikan dan meningkatkan pengetahuan berbahasa melalui internalisasi struktur teks. Yang dimaksud dengan strategi retelling pada penelitian ini adalah menceritakan kembali isi teks recount tentang biografi tokoh yang disusun oleh siswa dengan membuat teks recount sederhana berdasarkan guided questions. Untuk membiasakan siswa dalam menggunakan bahasa Inggris, pada tahap presentasi, siswa diharapkan mampu menyampaikan Yes-No questions, yang ditanggapi oleh group presenter. Dengan menerapkan Yes-No questions diharapkan motivasi dan kepercayaan diri siswa dapat tumbuh. Dengan demikian, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana penerapan strategi retelling dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa Kelas X Bahasa MAN Batu tahun pelajaran 2016-2017 pada pembelajaran teks recount tentang biografi tokoh? METODE PENELITIAN Penelitian yang menerapkan strategi retelling pada materi teks recount tentang biografi tokoh ini diawali dengan langkah-langkah pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa Kelas X-Bahasa MAN Batu tahun pelajaran 2016-2017. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang berbasis kelas, maka penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK). Guru, selaku pelaksana proses pembelajaran di kelas, sekaligus merencanakan dan melaksanakan serta melakukan refleksi terhadap proses pembelajarannya guna mencapai hasil belajar siswa yang diharapkan (Mills, 2003: 14). Adapun tahapan penelitian tindakan kelas adalah perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (implementing), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Model tahapan ini mengambil dari model Kemmis & McTaggart (1992:11). Tahapan penelitian yang ditawarkan oleh Kemmis & McTaggart ini (lihat Gambar 1) memberikan kesempatan kepada peneliti untuk dapat memahami masalah yang telah diidentifikasi secara detail sehingga dapat menentukan penyelesaian masalahnya secara tepat (Koshy, 2005:5).
473
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Permasalahan awal
Perencanaan 1
Pelaksanaan tindakan 1
Refleksi 1
Pengamatan 1
PERENCANAAN 2
PELAKSANAAN TINDAKAN 2
REFLEKSI 2
PENGAMATAN 2
SIKLUS 1
PERMASALAHAN DARI REFLEKSI 1
SIKLUS 2
JIKA ADA MASALAH DI REFLEKSI 2, MAKA DILANJUTKAN KE SIKLUS BERIKUTNYA
MASALAH TERSELESAIKAN/TIDAK ADA SIKLUS BERIKUTNYA
Gambar 1 Siklus dalam PTK Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus dan masing-masing siklus ada 2 kali pertemuan, dimana setiap pertemuan ada 3 jam pelajaran, yang dimulai pada hari Senin tanggal 17 Oktober 2016 jam ke-2 sampai dengan jam ke-4 (pukul 07.30 s/d 10.00, dengan istirahat 15 menit setelah pukul 09.00). Pada pertemuan pertama ini diharapkan dapat terkumpul data yang akan dilanjutkan dengan pertemuan ke-2 pada hari Senin tanggal 24 Oktober 2016 dengan jam yang sama. Data yang terkumpul dari pertemuan pertama dan kedua digunakan sebagai bahan pertimbangan pembelajaran pada siklus berikutnya. Siklus yang pertama dari penelitian ini diawali dengan identifikasi masalah yang dihadapi siswa Kelas X Bahasa dalam mempelajari bahasa Inggris. Kemudian, dilanjutkan dengan tahap berikutnya yaitu tahapan perencanaan. Pada tahap perencanaan, peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan tindakan di kelas, seperti: (1) membuat RPP, (2) menyiapkan teks recount tentang biografi tokoh, (3) menyusun guided
474
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
questions berdasarkan isi teks recount tentang biografi tokoh, (4) menyusun lembar observasi tindakan kelas, (5) menyusun rubrik penilaian kemampuan berbicara, (6) menyiapkan gambar-gambar tokoh terkenal, dan (7) menyiapkan lembar kerja siswa untuk menyusun teks recount sederhana tentang biografi tokoh. Sedangkan dalam tahap tindakan, peneliti melaksanakan implementasi tindakan kelas dengan melaksanakan langkah-langkah pembelajaran sebagaimana tersusun dalam RPP. Pada tahap tindakan ini juga dilakukan observasi, artinya dalam waktu yang bersamaan, penelitian ini juga diobservasi untuk memastikan apakah langkah-langkah pembelajaran yang disusun dalam RPP sudah dapat dilaksanakan dengan tepat atau belum. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap tindakan ini adalah: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Tahap berikutnya adalah observasi (observing). Kegiatan pada tahap observasi dilakukan bersamaan dengan tahap tindakan (implementing). Ketika peneliti melaksanakan tindakan di kelas, beberapa observer melakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan tersebut. Dari hasil observasi inilah data dapat dikumpulkan untuk dianalisis sebagai bahan melaksanakan tindakan berikutnya. Refleksi merupakan tahapan yang terakhir dari pelaksanaan PTK. Di tahap refleksi ini, peneliti menerima masukan dari para observer yang sudah melakukan pengamatan tindakan kelas, dengan menyampaikan hasil pengamatan mereka sesuai dengan panduan lembar observasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan dari penelitian ini disajikan sesuai dengan urutan siklus. Siklus 1 (Pertemuan 1) Pertemuan pertama dari Siklus 1 dimulai dengan kegiatan pendahuluan, yaitu guru membuka pelajaran dengan menyampaikan salam, mengecek kehadiran siswa, dan melakukan brainstorming dengan menayangkan video yang sesuai dengan materi, menyampaikan beberapa pertanyaan sederhana terkait dengan materi, menyampaikan tujuan pembelajaran dengan topik “Teks Recount tentang Biografi Tokoh”. Kegiatan ini berlangsung sekitar 10 menit. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan inti yang diawali dengan mengamati (observing). Pada sesi ini siswa diminta untuk mengamati beberapa gambar tokoh nasional melalui slide powerpoint, selanjutnya guru membagi siswa menjadi 6 kelompok dan masing-masing kelompok ada 5 siswa, dan dilanjutkan dengan membagi materi ke masing-masing siswa dalam kelompok. Karena pada saat itu bertepatan dengan acara di PEMKOT Batu, maka ada 6 siswa yang tidak hadir karena ikut acara tersebut. Karena siswa yang hadir ada 24, maka satu kelompok ada 4 siswa. Pada sesi questioning, siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi bersama anggota kelompoknya, menanyakan hal-hal yang kurang dipahami tentang isi bacaan, mencari makna kata dan kalimat dalam teks, disamping mereka mengidentifikasi struktur teks dan ciri kebahasaan yang digunakan dalam teks recount tentang tokoh terkenal, dan disertai dengan penjelasan guru melalui tayangan power-point. Sesi berikutnya adalah mengeksplorasi (exploring) dan mengasosiasi (associating). Pada sesi ini siswa diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan tentang isi bacaan dan menyusun kalimat singkat untuk membuat teks recount dengan kalimat mereka sendiri, yang akan dipresentasikan, disamping harus memperhatikan grammar yang digunakan pada teks recount. Pada kegiatan ini, siswa mulai tampak ada kesulitan yang mereka hadapi. Beberapa siswa menanyakan makna kata tertentu dari teks. Sementara yang lain juga tampak sibuk untuk memahami isi bacaan. Guru menyarankan siswa untuk mencari makna kata dalam kamus atau menggunakan handphone mereka yang ada aplikasi kamusnya. Sambil mengawasi kegiatan siswa di masing-masing kelompok, guru memberikan pengarahan untuk menemukan topik bacaan. Selama kurang lebih 10 menit kegiatan kelompok berjalan, ternyata siswa masih tampak mengalami kesulitan dalam memahami isi bacaan, maka guru memberikan saran kepada kelompok untuk membagi tugas kepada masing-masing siswa dalam setiap
475
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
kelompoknya (satu siswa satu paragraf), untuk menemukan ide pokok di masing-masing paragrah tersebut. Setelah siswa dapat menemukan isi bacaan di masing-masing kelompoknya, langkah berikutnya adalah siswa diminta untuk menyusun kalimat singkat berdasarkan isi bacaan dengan bahasa mereka sendiri. Masing-masing siswa akan diminta untuk mempresentasikan hasil ringkasan mereka sendiri tentang biografi tokoh yang sudah mereka diskusikan. Saat menyusun kalimat, siswa juga masih mengalami kesulitan. Untuk mengatasi hal ini, guru memberikan guided questions yang dipaparkan di tayangan power-point, disamping itu guru juga mengingatkan siswa tentang pola kalimat yang menggunakan formulasi simple past. Akhirnya siswa mulai menyusun kalimat mereka sendiri dengan mengikuti langkah pada guided questions. Setiap siswa menyususn paling sedikit 8 kalimat. Kegiatan inti yang terakhir adalah mengkomunikasikan (communicating). Pada sesi ini, siswa diminta untuk mempresentasikan hasil yang sudah mereka buat sendiri berdasarkan diskusi kelompok. Presenter pertama dari masing-masing kelompok akan mendapatkan reward, yang dilakukan untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa. Setelah diterapkan pemberian reward, ternyata siswa tampak lebih antusias untuk presentasi lebih awal. Dan untuk mengaktifkan siswa dalam berbicara, siswa diminta saling bertanya dengan menggunakan pertanyaan Yes-No questions yang akan direspon oleh presenter (siswa yang akan mempresentasikan hasil diskusinya). Siswa yang mengajukan pertanyaan juga akan mendapatkan reward point plus dari guru. Pembelajaran terasa lebih semangat. Setelah menjawab sekitar 10 pertanyaan dari temannya, presenter segera mempresentasikan hasil ringkasannya. Presentasi pertama berlangsung sekitar 45 menit, yang diberikan kepada 6 siswa dari perwakilan masing-masing kelompok. Kelompok 1 diwakili oleh siswa nomor urut 17, Kelompok 2 oleh siswa nomor urut 12, Kelompok 3 oleh siswa nomor urut 24, Kelompok 4 oleh siswa nomor urut 8, Kelompok 5 oleh siswa nomor urut 22, dan Kelompok 6 oleh siswa nomor urut 14. Kemudian siswa istirahat selama 15 menit. Pembelajaran dilanjutkan pada pukul 09.15 WIB hingga jam 10.00 WIB. Sebelum dilanjutkan dengan presentasi lanjutan, guru memberikan saran kepada siswa untuk lebih aktif dalam menyampaikan pertanyaan kepada presenter. Semakin banyak pertanyaan yang diberikan kepada presenter, semakin banyak nilai plus yang akan dikumpulkan siswa, maka nilai keaktifan siswa tersebut akan lebih baik. Presentasi dimulai dengan Kelompok 6 oleh siswa nomor urut 1. Sebagaimana presenter sebelumnya, siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan beberapa pertanyaan dengan pola Yes-No questions. Siswa lebih antusias dalam mengajukan pertanyaan, meskipun kadang-kadang masih dijumpai pertanyaan yang sama dengan siswa yang lain. Selama sekitar 35 menit berlangsung, ada 5 siswa yang mempresentasikan hasil diskusi dengan kelompoknya. Setiap presenter rata-rata menerima pertanyaan lebih dari 10 pertanyaan. Siswa menunjukkan semangat belajar yang lebih tinggi dari pembelajaran sebelumnya. Kegiatan penutup pada tahap tindakan diawali dengan meminta siswa untuk menyampaikan pendapatnya tentang pembelajaran yang sudah mereka lakukan saat itu. Tanggapan yang positif diberikan oleh siswa. Dan guru mengajak siswa untuk selalu bersyukur atas keadaan yang kita terima saat ini, selalu mengingat jasa-jasa para tokoh terkenal yang biografinya sudah dipelajari bersama. Dilanjutkan dengan menyampaikan penugasan terstruktur kepada siswa untuk persiapan pertemuan berikutnya, dengan meminta siswa untuk berlatih terus membuat pertanyaan dengan pola Yes-No questions. Pembelajaran diakhiri dengan salam.
476
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Siklus 1 (Pertemuan 2) Pertemuan yang ke-2 dilaksanakan pada hari Senin tanggal 24 Oktober 2016 dengan jam yang sama. Pembelajaran dimulai pada jam 07.30 s/d jam 09.00 WIB, istirahat selama 15 menit, dan dilanjutkan 1 jam pelajaran lagi hingga jam 10.00 WIB. Pembelajaran dimulai dengan salam dan do‟a. Guru melakukan pengecekan kehadiran siswa, semua siswa masuk, lengkap ada 30 siswa. Dalam pembelajaran ini, guru melakukan apersepsi dengan menayangkan video untuk menumbuhkan motivasi siswa apabila menghadapi kesulitan. Langkah pembelajaran pada pertemuan ke-2 ini melanjutkan pembelajaran pada pertemuan ke-1, disebabkan pada pertemuan ke-1 ada 6 siswa yang tidak hadir. Maka di pertemuan ke-2 ini siswa tersebut dikumpulkan dalam 1 kelompok, sedangkan 24 siswa yang lainnya dibagi menjadi 4 kelompok. Sehingga dalam pertemuan ini semuanya ada 5 kelompok. Masing-masing kelompok mendapatkan teks yang sama tentang biografi tokoh terkenal. Langkah-langkah pembelajaran di pertemuan ke-2 ini sama dengan langkah-langkah pembelajaran pertemuan ke-1. Sebagaimana langkah terakhir dari pertemuan sebelumnya adalah presentasi, maka setelah diskusi secara kelompok dalam memahami isi teks, siswa diminta untuk mempresentasikan hasil telaah mereka. Presentasi diutamakan bagi siswa yang belum presentasi pada pertemuan ke-1. Sampai dengan jam 09.00 ada 15 siswa yang sudah melakukan presentasi. Setelah 15 menit istirahat, pembelajaran dilanjutkan kembali. Pada sesi ini hanya ada 4 siswa yang harus presentasi. Setelah semua siswa melakukan presentasi, guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran ini dengan meminta respon terhadap siswa. Pertanyaan guru direspon positif oleh siswa. Guru memberikan apresiasi kepada semua siswa atas kemampuan mereka dalam mempresentasikan isi teks tentang biografi tokoh terkenal. Pembelajaran ditutup dengan bacaan hamdalah dan salam penutup. Hasil penilaian kemampuan berbicara siswa pada siklus 1 dapat dikatakan lebih baik dari penilaian pada saat siswa menyampaikan pengalaman mereka saat liburan, meskipun masih belum mencapai KKM. Semula nilai rata-rata siswa 70, 25. Pada proses pembelajaran di Siklus 1, nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 71,875, dari 30 siswa ada 15 siswa yang telah tuntas mencapai nilai KKM. Sedangkan KKM untuk mata pelajaran bahasa Inggris – Peminatan di Kelas X Bahasa adalah 75. Setelah tahapan pelaksanaan tindakan dan pengamatan pada Siklus 1 selesai, maka tahapan berikutnya adalah refleksi. Kegiatan refleksi digunakan untuk memberikan saran dan pendapat dalam rangka menindak lanjuti hasil pengamatan berdasarkan lembar observasi yang sudah disediakan oleh peneliti sebagai dasar untuk menentukan apakah masalah yang dihadapi siswa sudah terjawab atau masih perlu dilakukan tindakan berikutnya. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh 8 observer dalam tahap pelaksanaan tindakan, dapat disimpulkan bahwa walaupun secara umum proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, akan tetapi masih perlu adanya perbaikan pada beberapa hal, diantaranya: teks yang terkait dengan materi agar diusahakan tidak terlalu panjang, teks disesuaikan dengan tingkat jenjang pendidikan siswa, ketika siswa menemukan kata sulit sebaiknya ditulis di papan-tulis dan dilatih untuk mengucapkannya, dan sesekali siswa juga perlu diminta untuk mengucapkan spellin- nya dari kosakata tertentu. Dari hasil refleksi ini, peneliti menyimpulkan untuk meneruskan penelitian ke Siklus 2. 477
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Siklus 2 (Pertemuan 1) Pertemuan ke-1 pada Siklus 2 dilaksanakan pada hari Senin tanggal 31 Oktober 2016. Pembelajaran berlangsung selama 3 jam pelajaran, yang dimulai jam 07.30 sampai jam 10.00 WIB. Materi pembelajaran adalah teks recount tentang biografi tokoh, namun ada perubahan materinya yang disesuaikan dengan level siswa Kelas X dan merujuk pada buku ajar yang digunakan (Wijayanti, 2016: 71-84). Langkah-langkah pembelajaran pada Siklus 2 ini disusun berdasarkan hasil refleksi pada Siklus 1. Pembelajaran dimulai dengan salam dan do‟a, dilanjutkan dengan pengecekan kehadiran siswa, dan melakukan apersepsi dengan meminta siswa untuk menyampaikan pendapatnya tentang hari besar nasional tanggal 28 Oktober--Hari Sumpah Pemuda. Beberapa siswa menyampaikan pengetahuan mereka tentang Hari Sumpah Pemuda yang baru saja mereka peringati. Selanjutnya siswa dibagi menjadi 6 kelompok secara acak, artinya kelompok siswa berbeda dengan kelompok sebelumnya. Pada masing-masing kelompok diberikan lembar kerja siswa untuk memahami isi teks. Pada saat siswa menemukan kata-kata sulit, guru menuliskan kata-kata tersebut di papan-tulis. Latihan pelafalan kata-kata sulit dicontohkan oleh guru dan ditirukan siswa. Setelah semua kelompok memahami isi teks terkait dengan biografi tokoh, siswa diminta untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Selama sekitar 40 menit, ada 8 siswa yang sudah presentasi. Pembelajaran terhenti pada saat bel istirahat berbunyi. Presentasi siswa yang lain, dilakukan pada jam berikutnya. Selama 30 menit ada 7 siswa yang melakukan presentasi. Dengan demikian di Siklus 2 pertemuan ke-1, ada 15 siswa yang sudah dapat dinilai kemampuan berbicara mereka dalam mempresentasikan teks recount tentang biografi tokoh. Siklus 2 (Pertemuan 2) Pertemuan ke-2 pada Siklus 2 dilakukan pada hari Senin tanggal 7 Nopember 2016 dengan jam yang sama seperti pertemuan pertama. Pembelajaran diawali dengan salam dan do‟a serta menyapa siswa dengan beberapa pertanyaan sederhana dan dilanjutka dengan mengecek kehadiran siswa. Ada 1 siswa yang tidak hadir karena sakit. Guru memotivasi siswa dengan menayangkan cuplikan video perjuangan pahlawan. Kegiatan awal berlangsung sekitar 15 menit. Pada kegiatan inti, siswa yang belum melakukan presentasi diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya yang sudah mereka lakukan di pertemuan sebelumnya. Presentasi berlangsung selama kurang lebih 60 menit untuk 15 siswa. Setelah semua siswa melakukan presentasi, maka penilaian kemampuan berbicara siswa di Kelas X Bahasa sudah selesai. Selama 15 menit, guru meminta siswa untuk mengisi angket tentang materi dan metode yang digunakan. Pada jam 09.00 WIB siswa istirahat selama 15 menit. Dan pembelajaran dilanjutkan pada jam ke-4, jam 09.15 sampai jam 10.00. Selama 1 jam pelajaran, guru menginterview siswa terkait dengan penerapan metode retelling dalam menyampaikan teks recount tentang biografi tokoh. Pembelajaran diakhiri dengan salam dan do‟a. Hasil penilaian kemampuan berbicara siswa pada Siklus 2 mengalami peningkatan. Nilai siswa yang memenuhi target KKM ada 26 siswa dari 30 siswa. Dan rata-rata nilai kemampuan berbicara siswa mencapai 76,041.
478
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan paparan data dan hasil penilaian kemampuan berbicara siswa sebagaimana disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Kemampuan berbicara siswa dalam pengajaran teks recount tentang biografi tokoh dengan menggunakan metode retelling pada siswa Kelas X Bahasa MAN Batu tahun pelajaran 2016-2017, mengalami peningkatan. 2. Penerapan metode retelling untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris harus ditopang dengan langkah-langkah pembelajaran yang mendukung, seperti latihan pelafalan kosakata, mengembangkan pertanyaan Yes-No questions, dan guided questions. Terkait dengan hasil refleksi terhadap tindakan di kelas, maka dalam menerapkan metode retelling untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa perlu diperhatikan beberapa hal, diantaranya: 1. Siswa perlu dimotivasi sebelum pembelajaran dimulai. Kondisi kelas yang mendukung siswa untuk lebih aktif perlu diupayakan sedapat mungkin. 2. Materi yang akan diberika harus disesuaikan dengan level siswa, jangan sampai terkesan terlalu sulit, atau sebaliknya terkesan terlalu mudah. 3. Sebelum siswa melakukan presentasi, siswa perlu dilatih pelafalan kosa kata, menyampaikan pertanyaan singkat dengan Yes-No questions, serta dilatih untuk menyusun kalimat dengan menjawab guided questions. DAFTAR RUJUKAN Defrioka, A. 2016. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Siswa Menggunakan “Retelling Strategy”. Naskah Lomba Inovasi Pembelajaran Guru dilaksanakan di Padang. Djiwandono, M. S. 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: Penerbit ITB. Febriyanti, E. R. 2006. Teaching Speaking of English as a Foreign Language: Problems and Solutions. Banjarmasin: Ghiabi, S. 2014.Investigating the Effects of Story Retelling Technique as a Closed Task vs. Story Completion as an Open Task on EFL Learners‟ Speaking. International Journal of English and Education 3(3): 7-25 Kemdikbud. 2016. Silabus Mata Pelajaran Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) Mata Pelajaran Bahasa Inggris (Peminatan). Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemmis, S. & McTaggart, R. 1992. The Action Research Planner (3rd edition). Geelong: Deakin University Press. Koshy, V. 2006. Action Research for Improving Practice: A Practical Guide. London: Paul Chapman. Mills, G.E. 2003. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher (3 rd edition). Upper Saddle River, NJ: Pearson Education. Richards, J.C. & Renandya, W.A. 2002. Methodology in Language Teaching: An Anthology of Current Practice. Cambridge: Cambridge University Press.
479
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Suryanti, N.D. & Widyahening, Ch. E.T. 2015. Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa Melalui Story Retelling: Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VIII SMPN 17 Surakarta pada Tahun Pelajaran 2014/2015. Surakarta: Wijayanti, I. 2016. Be Smart in English 1 for Grade X of Senior High Schools Linguistics and Cultural Studies (edisi revisi). Solo: Wangsa Jatra Lestari.
480
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
PENERAPAN MODEL FLYING PAPER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS PESERTA DIDIK KELAS X IPS 1 DI SMAN 1 BATU TAHUN PELAJARAN 2016-2017 Achmad Sulton SMAN 1 Batu
[email protected] Abstract: Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model Flying Paper untuk meningkatkan kemampuan berbicara dalam Bahasa Inggris. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan 2 siklus. Penelitian ini dilakukan di kelas X IPS-1 SMA Negeri 1 dengan jumlah peserta didik sebanyak 29 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Flying Paper dapat meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik. Kata Kunci: Model Flying Paper, kemampuan berbicara
Pendidikan memiliki peran sentral bagi upaya pengembangan sumber daya manusia. Adanya peran yang demikian menuntut agar isi dan proses pendidikan perlu dimutakhirkan sesuai dengan kemajuan ilmu dan kebutuhan masyarakat. Implikasinya, jika pada saat ini masyarakat Indonesia dan dunia menghendaki tersedianya sumber daya manusia yang memiliki seperangkat kompetensi yang berstandar Nasional dan Internasional maka isi dan proses pendidikannya perlu diarahkan pada pencapaian kompetensi tersebut. Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis. Berkomunikasi diartikan sebagai upaya untuk memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, dan perasaan. Tujuan mata pelajaran Bahasa Inggris di sekolah menengah adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kompetensi komunikatif dalam wacana interpersonal, transaksional, dan fungsional dengan menggunakan berbagai teks berbahasa Inggris lisan dan tulis, secara runtut dengan menggunakan unsur kebahasaan yang akurat dan berterima, tentang berbagai pengetahuan factual dan procedural, serta menanamkan nilai-nilai luhur karakter bangsa, dalam konteks kehidupan di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat. Untuk itu semua aspek pembelajaran (tujuan, materi, proses belajar-mengajar, media, sumber, dan penilaian) diupayakan untuk mendekati penggunaan bahasa Inggris di dunia nyata di luar kelas. Dalam konteks tersebut, unsur kebahasaan (tatabahasa dan kosakata, termasuk pengucapan dan penulisannya) lebih tepat dilihat sebagai alat, bukan sebagai tujuan: alat untuk melaksanakan tindakan berbahasa secara benar, strategis, sesuai tujuan dan konteksnya. Langsung „melakukan‟ tindakan yang ingin dikuasai adalah cara yang lebih alami. Belajar berterimakasih dengan cara membiasakan diri berterimakasih, belajar bertanya dengan cara bertanya, belajar memuji dengan cara memuji, belajar membaca cerita dengan cara membacakan cerita, belajar menyunting surat dengan cara menyunting surat, dst. merupakan “learning by doing”, dan terpusat pada peserta didik. Kesempatan seperti ini tentunya tidak mungkin muncul jika pola pembelajaran masih dilaksanakan sebagaimana lazimnya saat ini: terpusat pada guru, berbasis buku teks, dan 481
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
didominasi bahasa tulis. Proses pembelajaran perlu memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan proses belajar yang lebih alami. Proses belajar di luar sekolah biasanya dimulai dengan cara melihat, mendengar dan mengamati orang lain melakukan tindakan yang ingin dikuasai. Pada saat mengamati akan timbul keinginan untuk bertanya dan mempertanyakan hal-hal baru, yang asing atau berbeda dengan yang diketahui selama ini. Setelah itu akan timbul keinginan untuk mencoba atau berpengalaman sendiri melakukan tindakan atau perilaku yang dituju. Dalam upaya untuk menyempurnakan penguasaannya, akan dirasakan perlunya meningkatkan penalarannya tentang yang dipelajari dengan mengasosiasikan dengan sumber dan konteks lain. Langkah terakhir adalah melakukan tindakan yang sudah dikuasai dalam konteks pergaulan di dunia nyata. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa kemampuan berkomunikasi merupakan tujuan pembelajaran bahasa Inggris. Menurut model kompetensi yang dikembangkan CelceMurcia, Dornyei, dan Thurrell (1995), kompetensi atau kemampuan berkomunikasi ini pada hakekatnya adalah kemampuan berwacana, yaitu kemampuan seseorang dalam pemahaman dan penciptaan wacana. Wacana secara sederhana diartikan sebagai teks, baik tulis maupun lisan, dalam konteks bermakna yang dipengaruhi oleh situasi dan budaya. Kompetensi wacana di atas hanya akan dikuasai jika didukung penguasaan kompetensi-kompetensi lain yang meliputi kompetensi pembentuk wacana, kompetensi kebahasaan (linguistic competence), kompetensi tindak bahasa (actional competence), kompetensi sosio-budaya (socio-cultural competence) dan kompetensi strategi (strategic competence). Kompetensi pembentuk wacana mengacu pada kemampuan menerapkan berbagai unsur pembentuk wacana seperti piranti kohesi, piranti koherensi, piranti penunjuk konteks situasi. Kompetensi kebahasaan (linguistic competence) mengacu pada pemahaman dan kemampuan menerapkan unsur-unsur tatabahasa, kosakata, lafal, dan ejaan dalam teks dengan benar. Kompetensi tindak bahasa (actional competence) mengacu pada kemampuan menggunakan bahasa untuk mengungkapkan fungsi komunikatif. Kompetensi sosio-budaya (socio-cultural competence) mengacu pada kemampuan menyatakan pesan dengan benar dan berterima menurut konteks sosial budaya. Kompetensi strategi (strategic competence) adalah kemampuan dan keterampilan menerapkan berbagai strategi berkomunikasi. Disamping kompetensi-kompetensi itu, ada sikap yang perlu ditanamkan pada diri peserta didik. Sikap ini sebagai bentuk respon positif terhadap bahasa Inggris dan pembelajaran bahasa Inggris. Pada saat ini peneliti mengajar di kelas X IPS 1. Peneliti menemukan bahwa peserta didik kelas X IPS 1 mengalami hambatan kemampuan berbicara. Hambatan ini disebabkan oleh: guru yang kurang banyak melakukan variasi pembelajaran, peserta didik mengalami kesulitan dalam berkomunikasi bahasa Inggris sehingga memerlukan model pembelajaran yang bisa memotivasi peserta didik dalam berbicara bahasa Inggris. Untuk itu pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah penerapan model Flying Paper untuk meningkatkan kompetensi berbicara bahasa Inggri peserta didik kelas X IPS 1 di SMA Negeri 1 Batu. Penerapan model ini merupakan inisiatif dari peneliti untuk mengembangkan potensi berbicara peserta didik. Disamping itu model ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi peserta didik untuk berbicara bahasa Inggris dengan baik. Dalam model ini dimasukkan penanaman konsep sebelum pembelajaran, untuk mendapatkan ide sebanyak mungkin tentang topic pembahasan didalam kelas. Pemberian kosakata kunci 482
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
dilakukan sebagai pedoman peserta didik dalam merancang pertanyaan. Penulisan pertanyaan pada sisi Flying Paper berfungsi untuk mengunci konsep peserta didik terhadap gambar yang diamati; sedangkan jawaban yang ditulis disisi kiri Flying Paper berfungsi untuk menangkap ide dari perserta didik terhadap pertanyaan yang ada disisi kanan Flying Paper. Pertanyaan dan jawaban itu untuk melatih kemampuan berbicara bahasa Inggris peserta didik. Sedangkan untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam berbicara bahasa Inggris adalah dengan cara penilaian yang menggunakan rubric penilaian speaking/berbicara. Apabila hasil dari penilaian speaking atau berbicara menunjukkan prosentase yang tinggi, maka penggunaan Flying Paper dapat dijadikan model pembelajaran speaking/berbicara bahasa Inggris. Gradasi penilaian speaking atau berbicara adalah 85-100 (= sangat berhasil), 74-84 (= berhasil), 5573 (= cukup berhasil), 0-54 (= tidak berhasil). Sejauh ini peneliti belum menemukan penerapan model Flying Paper dalam pembelajaran bahasa Inggris. METODE PENELITIAN Penelitian ini menerapkan model pembelajaran Flying Paper untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris peserta didik, karena itu penelitian ini tergolong pada penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi (Arikunto, 2004). Tahap perencanaan dilakukan dengan menyusun rencana pembelajaran yang mengacu pada penerapan model Flying Paper untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam bahasa Inggris. Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan pada kelas X IPS 1 dengan jumlah peserta didik 29 orang, yang terdiri dari 8 laki-laki dan 21 perempuan. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober sampai November 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi oleh 2 orang teman sejawat untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan model pembelajaran Flying Paper. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus. Siklus pertama, terdiri dari 1 pertemuan (2 jam pelajaran x 45 menit), dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2016, dan siklus kedua dilakukan pada tanggal 18 Oktober 2016. Setiap akhir siklus dilakukan refleksi, untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaikinya untuk siklus berikutnya. Alur penelitian tindakan kelas yang digunakan disini diambil dari Lewin(1946) yang terdiri dari: perencanaan, aksi atau tindakan, observasi dan refleksi, seprti tercantum dalam gambar berikut ini:
483
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
SIKLUS 1 PERENCANAAN
PERENCANAAN SIKLUS 2
PELAKSANAAN TINDAKAN
OBSERVASI
REFLEKSI
GAGAL
SUKSES
SIKLUS 2
BERHENTI
PELAKSANAAN TINDAKAN
OBSERVASI
REFLEKSI
Dalam tahap perencanaan, guru/peneliti membuat RPP, menyiapkan kertas origami dan materi pembelajaran dalam bentuk power-point, membentuk 6 kelompok (setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang), menyiapkan rubric penilaian dan lembar observasi. Dalam tahap tindakan/aksi, guru melakukan pembelajaran di kelas X IPS 1sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran atau lesson plan dengan Model Flying Paper, yatu: (1) membagi kelompok kelas menjadi 6 kelompok, masing-masing beranggotakan 4-5 peserta didik, (2) memberikan tugas kepada masing-masing kelompok untuk mencari artikel tentang tempat wisata dikota Batu, seperti Secret Zoo, Batu Night Spectacular, Museum Angkot, Eco Green, Wisata Petik Apel, dan Museum Bagong, dua hari sebelum pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas, (3) memberikan kata kunci berupa kosakata yang berhubungan dengan tempat wisata di kota Batu, seperti letak wahana wisata dan sasaran wahana wisata, (4) membagikan kertas origami berwarna pada masing-masing kelompok, setiap kelompok mempunyai kertas yang sewarna, misalnya, kelompok A masing-masing peserta didik mendapatkan kertas asturo berwarna merah, kelompok B masing-masing peserta didik mendapatkan kertas asturo berwarna hijau, dan seterusnya, (5) peserta didik melipat kertas menjadi pesawat terbang, (6) guru menyajikan materi pelajaran, (7) peserta didik mengamati pembelajaran yang disampaikan guru, (8) guru menyuruh peserta didik membuat pertanyaan pada sisi sayap pesawat sebelah kanan, (9) pesawat diterbangkan kearah kelompok yang berbeda, misalnya group A ke group B, group B ke Group A, Group C ke group D, Group D ke group C, dan seterusnya, (10) guru menyuruh peserta didik menjawab pertanyaan pada sisi sayap pesawat sebelah kanan dan menjawabnya secara oral, dan setelah selesai menjawab peserta didik menuliskan jawabannya di sisi sayap pesawat sebelah kiri, (11) guru menyuruh peserta didik memberikan pertanyaan pada pesawat yang dipegangnya kepada peserta didik yang lain dalam satu kelompok dan peserta didik tersebut menjawab pertanyaan yang diajukan temannya, begitu seterusnya bergantian, (12) guru menyuruh peserta didik membuat pertanyaan dan menuliskan pada sisi sayap pesawat sebelah kanan dan menerbangkan kembali pesawat kepada kelompok yang lain, dan peserta didik pada kelompok yang lain menjawab pertanyaan tersebut secara oral dan menuliskannya pada sisi sayap pesawat sebelah kiri, dan sambil memegang pesawatnya, peserta didik menanyakan pertanyaan ke satu dan kedua dan 484
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
peserta didik disebelahnya menjawab, begitu seterusnya secara bergiliran, (13) guru menyuruh peserta didik membuat pertanyaan dan jawaban sesuai dengan jumlah peserta didik dalam kelompok tersebut, (14) guru menyuruh peserta didik secara interaktif menjawab 4-5 pertanyaan yang terkumpul di sisi kanan sayap pesawat, selanjutnya peserta didik menjawab pertanyaan secara bergiliran, (15) guru menyuruh peserta didik dalam satu kelompok untuk menceritakan kembali hasil jawaban kepada peserta didik yang lain dalam satu kelompok secara bergiliran dalam bentuk paragraph, (16) guru menyuruh peserta didik untuk berdiskusi dan mendaftar pertanyaan dan jawaban yang mengarah pada topic pembahasan, dan terakhir (17) guru menyuruh perwakilan peserta didik dalam satu kelompok secara bergantian mempresentasikan dengan cara bercerita tentang gambar/topic pembahasan di depan kelas. Sedangkan dalam tahap observasi, dua teman sejawat mengobservasi jalannya pembelajaran dengan menggunakan model Flying Paper. Dalam hal ini pengamat mencatat pembelajaran dari kegiatan awal sampai akhir untuk proses refleksi pada Siklus 1. Apabila Siklus ke 1 gagal/tidak berhasil meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berbicara bahasa Inggris dengan menggunakan model Flying Paper, maka dilaksanakan siklus yang ke2. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini dipaparkan berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran speaking melalui Flying paper, yang dilakukan dalam dua siklus. Perencanaan pada Siklus 1 Dalam tahap perencanaan, guru mempersiapkan RPP sesuai dengan penelitian tindakan kelas yang diteliti oleh guru. Setelah pembuatan RPP selesai, guru membuat persiapan berupa power-point untuk menayangkan tentang tujuan pembelajaran, kosakata yang terkait dengan objek/tempat wisata dan mencari gambar tentang tempat wisata yang ada di kota Batu. Guru juga mempersiapkan kertas warna origami untuk membedakan 6 kelompok yang akan dibentuk oleh peserta didik. Sebagai bahan pendukung lainnya guru juga mempersiapkan penilaian speaking dan lembar observasi bagi pengamat pembelajaran di dalam kelas. Selain itu guru mengumumkan kepada peserta didik untuk membaca/ mendapatkan konsep tentang objek/tempat wisata di Kota Batu, sehingga mereka memiliki pengalaman membaca dari sumber-sumber pendukung untuk membuat pertanyaan dan menjawab pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2x45 menit. Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menanyakan kepada peserta didik tentang objek wisata yang pernah mereka kunjungi di kota Batu. Teacher: Do you remember the first time you visit tourism place in Batu? Which tourism place have you ever visited? Student: Yes, I do. I have visited „Pasir Putih‟ beach, Sir. Teacher: Ok, that‟s good. How about tourism place in Batu? Student: Bagong Museum, Songgoriti, Selecta. Teacher: All right. What did you see in Bagong Museum? 485
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Student: I saw parts of human body, Sir”. Teacher: Do you think that it is beneficial for you? Student: Of course, Sir. It gives us some advantages especially understanding about parts of human body. Selanjutnya guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran sebelum proses pembelajaran berlangsung. Teacher: The purposes of our study today are…. a. the students know about the social function of the Descriptive Text b. the students know about the structure of the Descriptive Text c. the students know about the language feature of the Descriptive Text d. the students can make questions and answer them orally e. the students can retell a descriptive text well f. the students can tell a descriptive text when someone asks about it Setelah tujuan pembelajaran disampaikan kepada peserta didik, selanjutnya guru menyampaikan proses pembelajaran melalui Flying Paper, dengan cara membagi peserta didik menjadi 6 kelompok, tiap-tiap kelompok terdiri atas 4-5 orang, kemudian guru membagikan kertas origami berwarna kepada masing-masing kelompok, untuk selanjutnya melipat kertas menjadi Flying Paper (lihat Gambar 1 dan 2)
Gambar 1. Flying Paper
Gambar 2. Peserta didik melipat kertas menjadi Flying Paper Pada kegiatan inti guru menayangkan power-point tentang sejumlah object/tempat wisata di Kota Batu. Peserta didik mengamati gambar dengan seksama, untuk kemudian merancang konsep pertanyaan yang akan diajukan ke kelompok lain. Kelompok F mendapatkan gambar ke-1, kelompok E mendapatkan gambar ke-2, kelompok D mendapatkan gambar ke-3, kelompok C mendapatkan gambar ke-4, kelompok B mendapatkan gambar ke-5, kelompok A mendapatkan gambar ke-6.
486
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Selanjutnya guru menayangkan kosakata yang berhubungan dengan tempat wisata untuk menambah kemampuan peserta didik membuat pertanyaan. Setelah itu, peserta didik membuat pertanyaan secara oral dan ditulis di sisi pesawat sebelah kanan. Selanjutnya peserta didik menerbangkan ke kelompok lain, misalnya kelompok A ke B, kelompok B ke C, C ke D, D ke E, E ke F dan F ke A (lihat Gambar 3).
Gambar 3. Peserta didik pada saat menerbangkan kertasnya Kelompok yang mendapatkan Flying Paper dari kelompok lain, menjawab pertanyaan secara oral, setelah itu menuliskan jawabannya di sisi pesawat sebelah kiri. Pada kegiatan akhir setelah peserta didik bertanya bergantian dan menjawab secara bergantian pula, peserta didik menceritakan kembali 4-5 jawaban yang sudah tertulis di sisi sayap Flying Paper sebelah kiri dalam bentuk paragraph (Gambar 4). Kegiatan ini dinilai oleh guru.
Gambar 4.Peserta didik menceritakan kembali jawaban pada Flying Paper Selanjutnya peserta didik berdiskusi untuk menentukan perwakilan yang tampil dalam menceritakan gambar objek wisata didepan kelas (lihat Gambar 5).
487
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 5. Perwakilan dari kelompok A menceritakan kembali gambar tentang tempat wisata. Pada bagian akhir, guru bersama peserta didik menyimpulkan hasil pembelajaran menggunakan Flying Paper dalam teks Descriptive. Refleksi Hasil pengamatan di Siklus 1 menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan Flying Paper menyenangkan karena disamping belajar, juga mengajak peserta didik bermain, dan suasana kelas menjadi tidak membosankan. Berdasarkan penilaian berbicara yang dilakukan oleh guru didapatkan bahwa 69% (20 orang) peserta didik kurang berhasil mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal = 75), sedangkan 31% (9 orang) peserta didik menunjukkan sangat berhasil mencapai KKM. Rata-rata nilai speaking dengan menggunakan model Flying Paper adalah 72,9 Hasil temuan lain menunjukkan bahwa penggunaan Flying Paper dapat meningkatkan berbicara Bahasa Inggris Peserta didik, akan tetapi proses penerbangan Flying Paper menjadi rumit dan menyebabkan kurang focus. Begitu pula ketika peserta didik menjawab pertanyaan, guru sulit focus pada individu peserta didik, sehingga kurang bisa mengukur kemampuan berbicara mereka. Sedangkan hasil pemberian kesan pada saat proses pembelajaran menggunakan Flying Paper kepada peserta didik menunjukkan peserta didik bersemangat dan senang dalam mengikuti pembelajaran dan suasana kelas menjadi tidak membosankan/monoton, akan tetapi terdapat kekurangan pada saat menerbangkan Flying Paper, situasi kelas menjadi rumit. Permasalahan belum tercapainya KKM tampaknya disebabkan oleh pemberiaan materi pembelajaran berupa gambar sehingga peserta didik kurang mendapatkan ide-ide dalam membuat pertanyaan. Berdasarkan hasil refleksi tersebut di atas, guru menyimpulkan perlu melakukan pembelajaran di siklus yang ke-2 dengan tambahan pemberian listening/mendengarkan, sebelum peserta didik membuat dan menjawab pertanyaan. Dibagian akhir, guru memberikan gambar untuk diceritakan kembali secara individu. Perencanaan pada Siklus 2 Dalam tahap perencanaan guru mempersiapkan RPP sesuai dengan penelitian tindakan kelas yang diteliti oleh guru. Secara umum perencanaan pada Siklus 2 sama dengan pada Siklus 1, kecuali ada tambahan menayangkan video yang menceritakan tentang Pulau Lombok dan tempat-tempat wisata yang ada di Pulau Lombok, serta guru mempersiapkan 6 488
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
gambar tempat wisata yang ada di Pulau Lombok. Selain itu, guru juga mempersiapkan kertas warna origami untuk membedakan 6 kelompok yang akan dibentuk oleh peserta didik. Pada saat sebelum pembelajaran, guru mengumumkan kepada peserta didik untuk membaca/mendapatkan konsep tentang objek/tempat wisata di Pulau Lombok, sehingga mereka memiliki pengalaman membaca dan sumber-sumber pendukung untuk membuat dan menjawab pertanyaan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2x45 menit. Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menanyakan kepada peserta didik tentang objek wisata yang pernah mereka kunjungi, yaitu sebagai berikut. Teacher: Do you like going to the beach? Student : Yes, I do. Teacher: What beach did you visit? Student : Pasir Putih beach. Teacher : What did you do there? Student : I played with the sand, swam and surfed. Selanjutnya guru menjelaskan tentang tujuan pembelajaran kepada peserta didik, yaitu sama dengan tujuan pada Siklus 1. Kemudian, pserta didik diminta untuk membentuk kelompok, juga seperti pada Siklus 1 (lihat Gambar 6). Setelah tujuan pembelajaran disampaikan, selanjutnya guru menjelaskan tentang proses pembelajaran dengan menggunakan model Flying Paper. Setelah proses ini dilalui, guru menayangkan kosakata yang berhubungan dengan teks lisan yang akan diperdengarkan tentang Pulau Lombok.
Gambar 6. Kelompok pembelajaran dengan model Flying Paper Selanjutnya guru menyuruh peserta didik untuk mendengarkan dan menonton video tentang Pulau Lombok. Guru mengatakan kurang lebih sebagai berikut: Teacher : You have a concept about Lombok Island, next you may listen to and watch the video about Lombok Island. If you have finished, you may write a question in the right wing of your Flying Paper. Then, you may fly it to another group. If you receive the Flying Paper, you have to answer the question orally and write your answer on the left wing of the Flying Paper (lihat Gambar 7). Students : OK, Sir 489
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 7. Peserta didik menjawab pertanyaan secara oral Selanjutnya guru menyuruh peserta didik untuk menerbangkan kembali ke kelompok yang lain, begitu seterusnya sampai menjawab 4-5 pertanyaan. Setelah itu, peserta didik perkelompok menceritakan kembali 4-5 jawaban yang tersedia di sisi kiri Flying Paper menjadi suatu cerita teks berbentuk Descriptive. Guru mengatakan: Teacher : Now you may retell the text based on the five answers that you have written in your own group.Then, you find out the social function, structure and language feature of the text. Students : Yes, Sir. Setelah kegiatan menceritakan kembali selesai, selanjutnya guru menerbangkan 6 Flying Paper yang berisi gambar tempat wisata yang ada di pulau Lombok. Kelompok yang menerima Flying Paper melihat gambar yang ada didalamnya, dan mendeskripsikannya (lihat Gambar 8 dan 9). Dalam kegiatan ini guru mulai menilai kemampuan berbicara bahasa Inggris yang meliputi ucapan, tekanan, intonasi, kelancaran dan content/isi.
Gambar 8. Peserta didik membuka gambar pada Flying paper.
Gambar 9. Peserta didik pada saat bercerita melalui gambar
490
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Pada bagian akhir, guru bersama peserta didik menyimpulkan hasil pembelajaran yang menggunakan Flying Paper untuk teks Descriptive. Refleksi Hasil pengamatan di Siklus 2 yang dilakukan oleh guru dan observer, dari kegiatan pendahuluan, inti dan penutup, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan Flying Paper dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berbicara bahasa Inggris. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penilaian berbicara bahasa Inggris yang menunjukkan keberhasilan dalam belajar, yaitu sebanyak 29 peserta didik (100 %) dinyatakan sangat berhasil dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris dan mencapai nilai diatas KKM (75), sedangkan nilai rata-rata kemampuan berbicara bahasa Inggris peserta didik adalah 87,7. Hasil temuan lain menunjukkan bahwa penggunaan Flying Paper masih ada sedikit kekurangan, yaitu pada saat Flying Paper diterbangkan ke kelompok tertentu, peserta didik pada kelompok yang lain cenderung kurang memperhatikan dan asyik dengan kegiatan yang lain, sehingga tujuan pembelajaran bagi peserta didik dalam meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris kurang bisa diperbaiki oleh peserta didik yang lain. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan model pembelajaran Flying Paper dapat meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris peserta didik kelas X IPS semester 1 di SMA Negeri 1 Batu. Hasl Siklus 1 menunjukkan bahwa sebagian besar peserta didik masih belum berhasil dalam meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris, yang terlihat dari nilai rata-rata speaking masih dibawah KKM. Hanya sebagian kecil peserta didik yang sangat berhasil. Sedangkan pada siklus yang ke dua terlihat adanya peningkatan yang besar terhadap kemampuan berbicara bahasa Inggris, sehingga semua peseta didik mencapai nilai sama atau lebih tinggi dari KKM. Hal ini tampaknya disebabkan peserta didik mulai menikmati kegiatan pembelajaran berbicara bahasa Inggris dengan menggunakan model Flying Paper. Sebagai penutup, peneliti menyampaikan saran-saran, sebagai berikut: a. Adanya kelemahan pada Siklus 2, yaitu pada saat pelemparan Flying Paper dari kelompok A ke B, masih ada peserta didik yang cenderung kurang memperhatikan, maka guru yang bersangkutan perlu mencarikan solusinya dalam kegiatan belajar berikutnya. b. Dengan keberhasilan penggunaan model Flying Paper, maka kepada guru bahasa Inggris lain yang memiliki masalah yang sama dalam kemampuan berbicara bahasa Inggris peserta didik, disarankan untuk menggunakan model Flying paper. c. Untuk peneliti lain, hasil penelitian pembelajaran speaking dengan menggunakan Flying Paper ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan.
491
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 1997. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Celce-Murcia, M.; Dornyei, Z.; and Thurrell, S.1995. Communicative Competence: A Pedagogically Motivated Model with Content Specifications. Applied Linguistics 6(2): 5-35. Lewin, K. 1946. Action Research and Minority Problem. Journal of Social Issues 2:34-46.
492
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
USING FLIP CARD TO IMPROVE THE VOCABULARY OF GRADE VII-D OF SMPN 3 SANGGAU, WEST KALIMANTAN Suryanti SMP N 3 Sanggau, Kalimantan Barat yanti.suryanti2011@g mail.com Abstract: The aim of this study is to describe how the flip card media can improve students‟ vocabulary. This is a classroom action research with two cycles. Each cycle has four phases: study and plan, take action, collect and analyze evidence, and reflection. The participants were students at Grade VII-D of SMPN 3 Sanggau, they were 28 students. The data were from qualitative and quantitative analysis. The result of observation showed that the students were active and interested in the learning process. From the quantitative data, the reswult of vocabulary test in the first cycle showed only 8 (28.57%) students reached the minimum passing level. In the second cycle the students who passed the test are 21 (75%). The improvement in the first cycle to the second cycle is 46.5%. The data from the questionnaire showed that the students have positive attittude toward using flip card to improve their vocabulary. Keywords: flip card, vocabulary
English is taught as a compulsory subject since junior high school in Indonesia. However, English has also been introduced to a number of primary schools as a local content subject. It means that in the primary school English is not a compulsory subject. Therefore, not all primary schools prepare English subject in their curriculum. Based on the preliminary observation most of the students (80%) in Grade VII-D in SMPN 3 Sanggau did not learn English when they were in primary school. Based on the Content Standard of Curriculum (Kemendikbud, 2006:123), English in junior high school is taught at the level of functional literacy, which means that the students are able to use the language for the daily needs, such as reading newspapers, manuals, or instructions. Therefore, the students need to communicate using the English language. To acquire the literacy level, the students need the linguistic competency, namely: grammar, vocabulary, and pronunciation. Vocabulary has an important and distinctive role in learning a language. Regarding this importance, using effective strategies can facilitate vocabulary learning, In communication with a new language, it is necessary for the learners to expand their vocabulary knowledge. Learning vocabulary is not only memorizing words. The students will understand more if the teacher brings them to concrete situations. Gordon (2007:68) mentions that we understand the meanings of words when we form in our minds mental representation of word meaning. Very often, these mental representations are formed in concrete situations. A concrete situation here can be a picture. A picture as media can help the teacher to motivate the students in the classroom. As Maria (2012:16) claims it is remarkable that media can help teachers to motivate students because it brings the real life into the classroom and the language is represented in a more complete communicative context. Therefore, in
493
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
teaching the students in Grade VII in SMPN 3 Sanggau, the teacher used flip card as media to enhance the students‟ vocabulary mastery, and it is hoped to achieve the required vocabulariy that the students have to master. As stated in the English syllabus (Kemendikbud, 2006), the students of Grade VII have to master the vocabulary in their surroundings, and be able to write simple short paragraphs. The previous experimental research using flash-cards which was conducted by Dinarvand and Sheikh (2015) reveals that teaching using pictorial strategy was more effective both in learning and long-term retention of EFL vocabulary that word list learning strategy. In this study, the researcher used different media, i.e. flip card, to improve students‟ vocabulary. The flip card is also picture media. Flip card is a folded card in the shape of rectangle in which there is a hole or small window in one side (front side of the card), the other side is used to place pictures. The teacher used this media to teach vocabulary by introducing names of objects, fruits, animals, and also to familiarize the concepts of singularity and plurality to the students (Rachmajanti, et al., 2013:29-30). The research problem for this study is „How can the flip card improve the students‟ vocabulary of singular and plural in writing sentences?‟ LITERATURE REVIEW Vocabulary is very fundamental in any language. To produce and understand the new language, the students need sufficient number of words in order to produce sentences appropriately. Joklova (2009:7) states that the word “Vocabulary” generally represents a list of words and their combinations in a particular language. Teaching startegy has a strong effect on vocabulary learning. Teachers should help students to build and advance the knowledge of lexicon so that the students have the ability to produce the words when needed. Therefore, the teaching strategies influence the students‟ vocabulary acquisition. Seal (cited in Takac, 2008:19) mentions about planned vocabulary teaching and unplanned vocabulary teaching. Unplanned teaching strategies relate to teachers‟ spontaneous reactions with the aim to help learners when the need arises. In planned vocabulary teaching, teachers deliberately, explicitly, clearly define and direct vocabulary teaching. Teachers determine the use of teaching strategies, use pre-selected vocabulary, and make a choice how to teach them in systematic ways. Joklova (2009:11) claims that vocabulary is generally a problem of remembering, unlike learning grammar, which is a system based mainly on rules. Thornburry (cited in Joklova, 2009:11) clarifies that to be able to teach as effectively as possible, it is important to know how words are remembered and stored in students‟ minds and how long-term memory is organized. The teacher should present both the meaning and form of the lexical items in order to be effective for long-term retention. Takac (2008:20) recommends the teacher‟s presentations as follows: - Connecting an L2 item with its equivalent in L1. This teaching strategy is mostly used when checking comprehension, but also can be used when it is necessary to point out the similarities or differences between L2 and L1. - Defining the meaning. Definitions can take many forms: synonym, antonym, analytic definition, taxonomic definition (Autumn is a season), giving examples (furniture –
494
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
-
-
-
something like a chair, sofa, etc.), definition by classification (family – a group of people), grammatical definition. Presentation through context. The teacher creates a situation in which he or she clearly contextualizes the lexical item. The context can be given in one sentence only. Learners then guess the meaning on the basis of the cumulative effect of the sentences. Directly connecting the meaning to real objects or phenomena. This strategy is widely used with beginners or young learners. It includes procedures such as demonstration, realia and visual aids. These presentations are more effective if supplemented by a verbal definition, so the result in dual encoding the linguistic and visual storing of information. The teacher continually encourages and motivates the learners to discover the word‟s meaning from its parts or by elicitation.
To sum up, to teach vocabulary effectively, many strategies can be used by the teacher. Using visual aids or pictures are widely used to beginners or young learners in achieving the mastery of lexical items. Imagery or picture is one of the teaching media that has been used by teachers in the classroom. It is very valuable in helping students learn the foreign language. The pictures can be: drawings, photographs, posters, slides, cartoons, diagrams, tables, charts, or cards. Raimes (1983:27) mentions that pictures provide a shared experience for students in the class, a common base that leads to a variety of language activities. In the classroom a picture can represent the outside world and through the picture students can discuss appropriate vocabulary, idioms and sentences from what they see. Krashen (cited in Chinh, 2009: 218) points out that in EFL teaching, pictures are considered an efficient tool for limited English proficiency learners to increase their comprehension. Paivio et al. (cited in Dinarvand and Sheikh, 2015:118) mention that verbal codes along with imagery are better than a verbal code alone. Images produce better recall than repeating target words. Pictures have an advantage over words because they are processed through two separate channels (i.e. image and verbal code), while words are processed only by a verbal pathway. Therefore, through pictures students can stimulate their ability through verbalizing or writing from visual ones. Flip card is a medium that facilitates the pictures. Flip card is a folded card in the shape of rectangle in which there is a hole or small window in one side (front side of the card). The window functions to see the picture in it. (Rachmajanti ea al., 2013:30). This medium has functions: first, to teach vocabulary by introducing names of objects, e.g. fruits or animals; second, to introduce the concept of sizes, colours, shapes, singularity and plurality; third. to help the learners construct simple sentences which later leads to the making of a short descriptive story. This card is attractive because there is a small window to view the pictures. To familiarize the concept of singularity and plurality to the students, the teacher can put an object such as a book, and make sure that the book is placed right in the middle of the circular. And put the plural forms under the singular one. The procedure for operating the flip card for teaching singular-plural is as follows (Rachmajanti et al., 2013:32-33): (1) hold the card in such a way that there appears only a
495
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
picture of a single object on the window of the flip card. The students can see first the single picture to learn the concept of singular form; (2) ask questions about the picture, and let the students respond based on the picture; (3) if they have already got the concept of “singularity”, explain the concept “plurality” using the picture under the singular one; (4) then, look at the other picture on the other side of the card; (5) repeat the previous steps. When a noun (person, animal, place, thing, or idea) indicates one only, it is a singular noun. When a noun indicates more than one, it is plural. Most plural forms usually use the same words, by adding –s/-es ending. There are a few exceptions to this rule. Here are some rules of plural forms (Azar, 1993:198). 1. A final –s is added to a noun to make a noun plural, e.g.: d. student = a singular noun, students = a plural noun 2. A final –es is added to words that end in –sh, -ch, -s, -z, and –x, e.g. bush – bushes watch – watches class- classes buzz – buzzes box – boxes 3. For words that end in –y: If –y is preceded by a vowel, only –s is added, e.g. toy - toys If –y is preceded by a consonant, the –y is changed to –i and –es is added, e.g. baby – babies. 4. Some nouns have irregular plural forms, e.g. child – children mouse – mice tooth – teeth man – men Learning to write in a foreign language is mainly focused on coherent arrangement of words, clauses, sentences, and grammatical rules. Hyland (2003:3) states that writing is seen as a product constructed from the writer‟s command of grammatical and lexical knowledge, and writing development is considered to be the result of imitating and manipulating models provided by the teacher. Therefore, for foreign language learners, learning grammar and vocabulary is a basic knowledge to develop ideas in writing. Rahmanzadeh et al. (2015) conducted an experimental research on the effect of sentence reading versus sentence writing on vocabulary acquisition among Iranian intermediate EFL learners. The result revealed more significant progress in sentence writing than in sentence reading. So it was proved that writing tasks help the students acquire new words more quickly and more efficiently. The curriculum of SMP Negeri 3 Sanggau is based on the 2006 curriculum (KTSP). Writing subject in the first semester of grade seventh is about writing simple functional subject in the forms of instruction, list of things, greeting card, and announcement (Kemendikbud, 2006). Writing is not taught separately but is integrated to the language skills, such as listening, speaking and reading. Writing lists of things in the classroom as a teaching material deals with singular and plural forms.
496
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
METHOD The type of this study is Classroom Action Research (CAR). Latief (2009:5) defines CAR as a part of activities of professional English classroom teachers. Through CAR, English teachers can improve the quality of their instructional performance, by developing innovative instructional strategies to solve their classroom problems. Riel (cited in Mertler, 2009:16) mentions a model of action research, which typically involves four phases in cyclical nature. The phases are: study and plan, take an action, collect and analyze the evidence, and reflect (see the figure below).
The teacher was also the researcher in this study. This CAR used two cycles, and each cycle has two meetings. The study began in the end of July and ended in September 2016 (see Table 1 below). The place of this research is SMPN 3 Sanggau, West Kalimantan. The school is located in a suburban area of Sanggau Regency. It is about 3 km from downtown. The school has fifteen classes. Each grade has five classes, and the subject of the research is Class VII-D, containing 28 students, 8 females and 20 males. The class had been chosen because most of the students (80%) did not study English when they were in primary school.
497
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Table 1. The Schedule of the Study e. Activities f. Day/date
Cycle 1
and Identifying problem, 25 July – 15 august 2016 issue, planning the lesson plan, prepares the media and instrument -Implementation of 18 and 22 august 2016 Take action lesson plan. -Post test Study plan
Collect and Observe, recorded 18 and 22 august 2016 analyze the collecting, analyze data evident and documenting Reflection Evaluate, reflect, give 23 august 2016 input about action phase. If the result is unsatisfactory continue the next cycle. Cycle 2 Activities Day/date Study plan
and Revised the lesson plan, 30 and 31 august 2016 prepares the media and instrument
Take action
Collect analyze evident Reflection
-Implementation of 5, 8 and 15 September 2016 lesson plan. -Post test. -Distributing the questionnaire and Observe, recorded, 5,8 and 15 September 2016 the collecting, analyze data and documenting Evaluate, reflect, give input about action phase. The result is satisfactory, the action stop in this cycle.
The teacher also prepared the criteria of success for this study. According to Latief (2009:6), the success of class action research is not only measured with the achievement in learning English skills as indicated by the scores, but also the strategy that creates classroom
498
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
atmosphere that gives students joyful learning and motivate students‟ life-long learning. In this research the criteria of success were determined as follows: 1. The students actively involve in the teaching and learning process, indicated by more than 50%. 2. The result of writing test increases significantly after treatments. It was indicated by 70% of students pass the minimum passing level (MPL), which was 70. 3. The questionnaire shows positive response of the students toward the using of flip card media. This study used qualitative and quantitative data. The qualitative data were taken from the observation. The teacher and the collaborator observed the students‟ behaviors during the treatments, and the students‟ involvement during the learning process using flip card media. Quantitative data are numerical, anything that can be quantified, including surveys, questionnaires, checklist, rating scales, as well as tests and other more formal types of measurement instruments (Mertler, 2009:116-117). The quantitative data in this study were from questionnaire and writing test. There are six questions in the questionnaire. The form of questionnaire is closed-ended questions with „yes‟ and „no‟ options provided. The researcher analyzed the questionnaire to know the students‟ perception after the treatments. The second quantitative datum was writing test. There were ten pictures about things in the classroom, and the students had to write simple descriptive based on the pictures. It was analyzed to get the students‟ scores, to know whether they achieve the MPL or not. FINDINGS After discussing the problem found in Grade VII-D with the collaborator, the teacher prepared the lesson plan, material, media and instruments. In the first meeting of Cycle 1, the teacher introduced the learning objectives and the steps of activities. The students looked curious and interested when the teacher showed the flip card (see Picture 1). The teacher introduced the pictures of things in the classroom. The teacher asked the students about the picture, and some students answered the questions. The teacher continued to the next picture at the back of the card. After the students were familiar with some lexical items in the singular form, the teacher opened the flip card and the students saw the pictures in the plural forms. The teacher explained to the students about the list of vocabulary and simple short sentences, the forms of „there is‟ and „there are‟. At the end of Cycle 1, the teacher gave a writing test. The result of writing test was only 8 (28.57%) students passed and 20 (71.43%) students did not reach the MPL or failed. Based on the reflection, the students‟ vocabulary was still limited, i.e. when they did the test they could not mention certain names of the things and most of them did not add suffix –s or -es for the plural forms. Since the result was unsatisfactory, the teacher continued to the next cycle. In Cycle 2, the teacher revised the lesson plan. The teacher reviewed the previous material. She rehearsed the English lesson step by step. First, drilling the students with vocabulary, the teacher held the flipcard media and asked the students one by one about the name of the objects. The teacher also pointed out the names of some objects in the flip card.
499
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Picture 1. The Flipcard: Front Side and Inside Card.
To elicit more about the students‟ vocabulary, the teacher also distributed the worksheet about things in the classroom. In this exercise, the students matched the vocabulary lists with the pictures available. The students did it in fifteen minutes; after that, the teacher checked the students‟ answers. At last, the teacher asked the students to practice writing a short simple paragraph about things in the classroom. At the end of the cycle, the teacher gave a test to see the students‟ improvement. The result showed that 21 (75%) students passed the test, and 7 (25%) students did not reach the MPL. So, the students‟ improvement increased 46.5% from Cycle 1 to Cycle2. The students‟ scores are listed in Table 2 below.
500
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Students‟ Number
Table 2. The Students‟ Scores in Each Cycle Score Score Students‟ Cycle1 Cycle2 Cycle1 Cycle2 number
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 12 13 14.
88 88 0 33 77 44 88 55 0 66 66 33 66 66
83 83 33 75 83 83 83 75 58 75 83 33 83 83
15 16. 17 18. 19 20 21 22 23 24. 25 26. 27 28.
33 44 33 44 77 55 33 44 77 55 66 88 33 88
83 75 41 75 83 66 83 75 83 66 91 83 0 91
25 20 20
15 Passed Failed
10 7 5
0 Cycle 1
Cycle 2
Figure 1. The Total Number of Students Who Passed and Failed in Cycles 1 and 2
501
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
At the end of Cycle 2 the teacher distributed a questionnaire, to know the students‟ perceptions about the use of flip card. There are 6 questions and the total number of students was 27 (one student was absent). 30 25 20 15
Answer (yes) Answer (No)
10 5 0 Question1 Question Question Question Question 2 3 4 5
From the result of the questionnaire, most of the students answered “yes”, and only some of them answered “No”, which indicated that the students were interested and motivated to use the flip card. DISCUSSION Acquiring vocabulary is very important when learning a foreign language. One cannot produce the language without mastering vocabulary items. Regarding this importance, the students have to use effective strategy in learning process. Using picture is one appropriate strategy to expand and retain students‟ vocabulary. This is in line with Wardani (2015:4) who states that picture facilitates students to learn vocabulary. Besides that, pictures often make learning process more attractive and enjoyable for students to acquire a new language. Dinarvand and Sheikh (2015:118) also mention that pictures have an advantage over words because they are processed through two separate channels (i.e image and verbal code), while words are processed only by a verbal pathway. That is, when processing a picture, people consider the picture and verbalize it internally. In teaching English vocabulary, the students not only know the meaning of single word form but also the words formation, such as, the forms of regular and irregular verbs, the singular forms, the position of adjectives, etc. Therefore, when using the flip card the teacher may know the forms of singular and plural nouns. Rachmajanti et al. (2013:32-33) suggest that if the students have already digested the concept of “singularity”, go on with the concept “plurality” under the singular one in the flip card.
In the above flip card the teacher put the single object, so the students learnt about the concept of singularity. Meanwhile, under it there were two or three objects to show the forms of plural. Flip card has been used by teachers to motivate the students‟ learning a foreign language. The most important thing is the student himself to keep studying hard. Donyei
502
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
(2001:5) suggests that during the lengthy and often the tedious process of mastering a foreign/second language, the learners‟ enthusiasm, commitment and persistence are the key determinants of success or failure. CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS Based on the findings and discussion of this study, it can be concluded that: (1) based on the observation, the students showed their motivation and enthusiasm during the learning process using the flip card, and (2) the use of flip card media can improve the students‟ achievement in acquiring the vocabulary, which can be seen from the result of the test. In Cycle 1 the total number of the students who passed the test was 8 (28.57%) and did not pass was 21 (71.43%). In the second cycle, the total number of the students who passed the test was 21 (75%) and the students who did not pass the test were 7 (25%). Therefore, the percentage of the students who passed the test increased 46.5% in Cycle 2. The students‟ response to the questionnaire, showed that they had positive attitude toward the use the flip card media. Since the picture in the form of flip card can help the EFL students in learning the English vocabulary easily than verbal alone, it is suggested to the teachers that they should often use the media in the classroom, and to use varieties of picture. To other researchers it is suggested that they conduct studies using pictures in different language skills. References Azar, S.B. 1993. Fundamentals of English Grammar (2nd edition). - : Prentice-Hall. Chinh, H.S. 2009. EFL Children‟s Views on English Picture Story Books. Asian EFL Journal 11(4), 215-234. Dinarvand, Z., and Sheikh, S. 2015. The Effect of Pictorial Strategy on EFL Vocabulary Learning and Retention. The Iranian EFL Journal 11(4), 114-135. Dorney, Z. 2001. Motivational Strategies in the Language Classroom. Cambridge: Cambridge University Press. Gordon, T. 2007. Teaching Young Childrena a Second Language. London: Wesiport. Hyland, K. 2003. Second Language Writing. - : Cambridge University Press. Joklova, K. 2009. Using Pictures in Teaching Vocabulary. Bachelor‟s thesis. Faculty of Education, Masaryk University. Kemendikbud. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetesnsi Dasar untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP. Latief, M.A. 2009. Classroom Action Research in Language Learning. Malang: UM Press. Maria, G.M. 2012. Usage of Multimedia Visual Aids in the English Language Classroom: A Case Study at Margarita Sales Secondary School (Majadahonda). Unpublished thesis. Mertler, C.A. 2009. Action Research: Teachers as Researcher in the Classroom (2 nd edition). - : Sage. Rachmajanti, S., Laksmi, D.E., and Muniroh, S. 2013. Media Pembelajaran Bahasa Inggris. Malang: UM Press. Raimes, A. 1983. Technique in Teaching Writing. New York: Oxford University Press.
503
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Rahmanzadeh, M., Mohseni, A., and Jabbarpoor, S. 2015. The Effect of Sentence Reading Versus Sentence Writing on Vocabulary Acquisition among Iranian Intermediate EFL Learners. The Iranian EFL Journal 11(2), 223-231. Takac, P.V. 2008. Vocabulary Learning Strategies and Foreign Language Acquisition. - : Multilingual Matters. Wardani, M.N. 2013. Teaching Vocabulary to Young Learners Using FlashCard at BA Aisyiyah Kadilungu in Academic Year 2014/2015. Bachelor Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
504
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD MENGGUNAKAN MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PAI PADA SISWA KELAS XII SMK MA’ARIF BATU Chusnul Walid Smk Ma‟arif Batu
[email protected] Abstrak : Penelitian ini mendeskripsikan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD menggunakan masalah kontekstual yang dapat meningkatkan hasil belajar PAI pada siswa kelas XII SMK Ma‟arif Batu. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan 2 siklus dengan tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penelitian di lakukan pada siswa kelas XII SMK Ma‟arif Batu pada bulan oktober sampai nopember. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I (Satu) siswa yang mendapat nilai di bawah KKM (75) sebesar 60 % dengan rata-rata nilai 72, Sedangkan pada siklus II) terlihat peningkatan hasil belajar siswa yaitu siswa yang mendapat nilai di atas KKM (75) sebesar 75 %, dengan rata-rata nilai 80. Kata kunci : kooperatif STAD, masalah kontekstual, hasil belajar
PENDAHULUAN Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) sering dilakukan dengan langkahlangkah: guru menjelaskan materi yang ada di buku, meminta siswa untuk menyelesaikan soal-soal yang ada di buku, dan kuis. Proses pembelajaran tersebut dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu, sehingga siswa mudah bosan mengikuti pembelajaran PAI. Siswa hanya bisa menghafal materi dan tidak menjadi bagian dari perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku siswa masih belum menampakkan penguasaan terhadap materi agama yang sudah dipelajari. Atas dasar itulah, perlu upaya perbaikan dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Supaya siswa menjadi aktif dalam mengikuti pembelajaran, dalam arti siswa melakukan tindakan dengan kesadaran sendiri dalam mengikuti proses belajar di dalam kelas. Karena kesadaran itu akan memberi dampak yang baik bagi siswa. Karena siswa akan berusaha memahami materi yang di ajarkan oleh seorang guru dengan melakukan upayanya sendiri menggali dari sumber-sumber yang relevan. Di samping itu siswa secara otomatis akan meningkat hasil belajarnya. Siswa yang aktif juga sangat mempengaruhi kreatifitas siswa dalam belajar. Hal ini sangat diharapkan dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah penerapan pembelajaran kooperatif STAD dengan menggunakan masalah kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar pada siswa kelas XII smk maarif Batu. Pembelajaran kooperatif STAD.sudah dikaji oleh beberapa peneliti (Izzati, 2015; Liunsanda, 2015; Nenoliu, 2015; Herniwati, 2015; Wahyudansah, 2015; Rosnidar, 2015). Izzati (2015) mempraktikkan pembelajaran STAD berbantuan Card Short dalam permainan sandi dan hasilnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA. Liunsanda (2015) menggunakan pembelajaran kooperatif STAD dan kuis untuk meningkatkan hasil belajar
505
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
siswa. Nenoliu (2015) menggunakan metode STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Herniwati (2015) menerapkan pembelajaran kooperatif Tipe STAD berbantuan media kreatif dan penerapan pembelajaran STAD dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Wahyudansyah (2015) menggunakan pembelajaran kooperatif Tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar. Rosnidar (2015) menggunakan pembelajaran kooperatif Tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Hudaya (2015) menggunakan media gambar gerak dalam pembelajaran Model STAD untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Berdasarkan berbagai hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa pendekatan kooperatif STAD efektif untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Karena itu penelitian ini mengimplementasikan pembelajaran kooperatif STAD dengan menggunakan masalah kontekstual sebagai masalah yang didiskusikan oleh siswa. Pemberian masalah kontekstual diharapkan dapat membentuk perilaku kritis terhadap masalah sekaligus membentuk perilaku baik untuk bertindak dalam kehidupan. Sehingga penelitian ini mengambil judul Penerapan Pembelajaran Kooperatif STAD Menggunakan Masalah Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar PAI Pada Siswa Kelas XII Jurusan keperawatan dan jurusan Rekayasa perangkat lunak ( RPL ) SMK Ma‟arif Batu METODE Jenis Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua siklus. Masing masing siklus dilakukan dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Pada tahap perencanaan dikembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media, Lembar Kerja Siswa (LKS), dan Instrumen Penilaian. Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran STAD dan sekaligus diobservasi. Kegiatan refleksi dilakukan dengan mengevaluasi kegiatan pembelajaran terutama berkaitan dengan kendala-kendala yang di hadapi dalam pembelajaran. Hasil refleksi digunakan untuk perbaikan pembelajaran dalam siklus ke dua. Penelitian dilakukan di SMK Ma‟arif dengan subjek penelitian sebanyak 30 siswa kelas XII jurusan keperawatan dan XII RPL, dengan sebaran laki laki 15 dan perempuan 15. Siklus satu dilaksanakan dalam 2 pertemuan pembelajaran pada tanggal 10 – 22 oktober 2016. Siklus dua dilaksaksanakan dalam 2 pertemuan , yaitu pada tanggal 24 oktober - 5 nopember 2016. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Teknik Observasi dilakukan saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang digunakan sebagai sumber data. Tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1
506
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Gambar 1. Alur penelitian tindakan kelas
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas dengan judul penerapan pembelajaran kooperatif stad menggunakan masalah kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar pai pada siswa kelas xii smk ma‟arif batu, terdiri dari dua siklus. Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran kooperatif STAD dan uraian setiap siklusnya adalah sebagai berikut:. Siklus 1 Siklus pertama terdiri dari 2 pertemuan (2 kali pembelajaran dan satu kali tes). Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut : Perencanaan Pada tahap perencanaan terdapat lima kegiatan diantaranya (1) mengembangkan Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) perbaikan, (2) mengembangkan media pembelajaran, (3) menyusun lembar kegiatan siswa (LKS), (4) mengembangkan pedoman observasi, dan (5) mengembangkan alat evaluasi Dalam menyusun RPP guru mengembangkan kompetensi dasar (28.1) Menampilkan perilaku yg mencerminkan iman kepada hari akhir pembelajaran kooperatif STAD dengan metode pembelajaran diskusin kelompok dan penugasan, pada langkah–langkah pembelajaran meliputi : kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup, dengan menggunakan cooperative STAD ini siswa dituntut mampu mengkomunikasikan hasil belajarnya sendiri dengan teman sekelompok guna untuk menyimpulkan materi tersebut. Pembuatan media, guru menggunakan modul / buku tentang masalah-masalah kontekstual
507
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
untuk memberikan penguatan kepada siswa tentang materi iman kepada hari akhir ( fungsi iman kepada hari akhir) Untuk Lembar kegiatan siswa, guru menyiapkan 4 soal yang harus di jawab oleh masing masing siswa sebelum di diskusikan dengan kelompoknya. Untuk lembar pengamatan guru terdapat kolom kolom situasi pelaksanaan pembelajaran, temuan kegiatan pembelajaran pada kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir, masalah yang muncul pada pembelajaran. Alat evaluasi yang dipersiapkan oleh guru meliputi : kisi-kisi soal, kartu soal, rubrik penilaian baik untuk soal uraian maupun rubrik untuk penilaian diskusi dan presentasi. Kisikisi soal memuat kompetensi dasar, indicator mata pelajaran, indicator soal, soal, dan kunci jawaban. rubrik penilaian berisi kriteria dan skor nilai Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan tindakan ini sekaligus dilakukan pengamatan oleh observer. Guru melaksanakan proses pembelajaran dengan materi Fungsi iman kepada hari akhir pada jam ke 5 – 6 yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 22 Oktober 2016 dengan langkah-langkah kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pada kegiatan pendahuluan diawali dengan salam, melakukan presensi, kemudian menanyakan kabar siswa, serta mengkondisikan siswa untuk siap melaksanakan pembelajaran, guru kemudian menuliskan tujuan pembelajaran yaitu siswa diharapkan memahami tentang fungsi iman pada hari akhir. Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan melontarkan beberapa pertanyaan, contoh Tanya jawab guru dengan siswa sebagai berikut: G: “anak-anak masih ingatkah kamu ,minggu kemarin materinya tentang apa?. “ S: “masih pak, tentang perilaku terpuji.” G: “Bagus. “. Apa saja yang termasuk perilaku terpuji ?. S: “Adilo, ridho dan amal sholeh.” G: “ Ya benar, kamu masih ingat. “. Dari dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah mengetahui bahwa siswa masih ingat tentang materi perilaku terpuji, selanjutnya guru menjelaskan bahwa hari ini pembelajaran yang akan dilakukan adalah menggunakan kooperatif STAD, guru menjelaskan langkahlangkah pembelajaran kooperatif STAD, yaitu (1) membagi siswa menjadi beberapa kelompok, (2) masing masing anggota kelompok mencari, membaca masalah masalah kontekstual, (3) masingmasing anggota menjawab pertanyaan yang sudah ada di lks, (4) mendiskusikan hasil jawaban dengan kelompoknya , (5) menyimpulkan materi pada diskusi tersebut, (6) ketua kelompok mempresentasikan di hadapan kelompik lain secara bergantian, (7) masing masing kelompok menyiapkan pertanyaan pada kelompok lain yang sedang melakukan presentasi., Selesai menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif STAD guru melanjutkan pada kegiatan inti. Pada kegiatan inti untuk pembelajaran fungsi iman kepada hari akhir dengan pendekatan kooperatif STAD diawali dengan membagi siswa menjadi 6 kelompok, guru membagikan LKS pada setiap siswa dan lembaran kesimpulan pada masing2 kelompok.selanjutnya guru menyajikan materi secara singkat tentang iman kepada hari akhir 508
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
dan menyuruh masing-masing siswa untuk membaca, memahami masalah masalah kontekstual yang sudah ada pada LKS dan pada literatur lain yang mendukung, seperti pada Gambar 2 . dan 3
Gambar 2. Siswa mencari masalah2 kontekstual dari literature
Gambar 3. Siswa mempersiapkan LKS Seperti terlihat pada Gambar 1 siswa membaca literatur .selanjutnya guru menyuruh siswa untuk menjawab pertanyaan pertanyaan yang ada pada LKS, Dilanjutkan diskusi kelompok atas permasalahan yang berhubungan dengan iman kepada hari akhir ( seperti pada gambar 2 dan 3). Dalam diskusi tersebut tiap kelompok menyimpulkan hasil diskusi, setelah itu menyampaikan hasilnya kepada kelompok lain dengan cara pemaparan yang dilakukan oleh ketua kelompok. Pada kegiatan akhir guru bersama siswa coba merefleksikan pembelajaran dan pemberian lembar evaluasi untuk dikerjakan oleh masing-masing siswa. kegiatan pembelajaran siklus I siswa sudah mulai antusias, aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran, walau demikian masih ada siswa yang kurang aktif karena siswa tersebut memang berkarakter pendiam dan siswa yang belum memahami materi yang sedang didiskusikan. Setelah siswa memahami tentang materi ini, guru memberikan pos tes pada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa, dari hasil pos tes tersebut didapat Hasil penelitian pada siklus satu dapat dilihat pada pada hasilnya yaitu :
509
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Siswa yang mendapat nilai di bawah KKM (75) sebesar 60 % sedangkan siswa yang mendapat nilai di atas KKM sebesar 40 %. Dengan rata-rata nilai 72, Seperti terlihat pada hasil tersebut nampak bahwa nilai hasil evaluasi masih besar prosentase yang mendapat nilai berada di bawah KKM Pengamatan Hasil observasi dan catatan lapangan yang dilakukan oleh 2 observer selama pembelajaran berlangsung dan hasil analisis data yang dilakukan guru diperoleh data penelitian sebagai berikut: Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap aktifitas siswa pada pertemuan 1 siklus I, masih banyak siswa yang tidak membawa literature sehingga bergurau mengganggu siswa lain, penyampaian kesimpulan dalam pemaparan kurang menarik perlu di carikan alternative lain dalam penyampaiannya. Belum adanya umpan balik dari kelompok lain. Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa diperoleh penjelasan bahwa ada siswa yang tidak suka pembelajaran kooperatif atau bekerja sama karena ada salah satu anggota kelompok yang tidak mau bekerja sama, Hasil yang diperoleh dalam pengamatan selama proses pembelajaran, hasil evaluasi proses dan hasil analisis data, maka pelaksanaan tindakan pada siklus I perlu dilakukan perbaikan. Keputusan ini didasarkan pada hasil refleksi menunjukkan hasil belajar secara klasikal kurang memenuhi kriteria ketuntasan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif STAD setting kooperatif perlu ditingkatkan lagi supaya diperoleh hasil optimal. Untuk itu diperlukan rencana perbaikan tindakan. Rencana perbaikan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Pengaturan waktu yang lebih baik sehingga lebih efektif dan efisien, (2) Lembar kegiatan siswa yang dibuat lebih jelas, sehingga siswa bisa membuat pertanyaan dengan baik, kemudian menyampaikan dalam bentuk lisan. Hal ini dimaksudkan agar hasilnya dapat dibaca oleh kelompok lain yang akan melakukan koreksi terhadap hasil diskusi tersebut, (3) guru hendaknya lebih memperhatikan siswa yang berkemampuan rendah dengan memotivasi untuk aktif diskusi, (4) Berdasarkan observasi oleh dua orang pengamat terhadap kegiatan guru, proses pembelajaran telah berjalan dengan baik, dan hanya perlu ditingkatkan lagi. Refleksi Di akhir siklus I dilakukan refleksi, hasil refleksi digunakan untuk memperpaiki pembelajaran siklus II. adapun hasil refleksi pada siklus I dapat dirangkum seperti pada Tabel 1. Tabel 1. hasil refleksi siklus I tentang pembelajaran Fungsi iman kepada hari akhir Kekurangan Penyebab Alternatif perbaikan Masih banyak siswa Ada siswa yang tidak Setiap siswa harus membawa yang tidak serius membawa buku sumber buku sumber. melaksanakan diskusi untuk dibaca kelompok Dalam kelompok Masing masing kelompok Setiap kelompok diberikan
510
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
masih ada anggota kelompok yang tidak aktif Penyampaian /presentasi hasil kurang menarik, sehingga kurang mengeksplore kelompok lain dalam bertanya/ menanggapi
hanya mendapat 1 lembar lembar kegiatan siswa sesuai kegiatan siswa jumlah anggota kelompoknya Karena penunjukan ketua Mencari anggota kelompok kelompok yang harus yang lebih mampu presentasi
Dari Tabel 1, diperoleh hasil refleksi yaitu masih ada kekurangan yang harus diperbaiki dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya guna meningkatkan hasil belajar siswa. SIKLUS II Uraian kegiatan pada siklus dua adalah sebagai berikut: Perencanaan Pada tahap perencanaan peneliti melakukan persiapan proses pembelajaran yang meliputi (1)pengembangan RPP , (2) pengembangan media pembelajaran dengan menggunakan power point, (3) pengembangan LKS, (4) pengembangan rubrik penilaian sikap dan(5)dan pengembangan alat evaluasi. Pengembangan tersebut dilakukan dengan teman sejawat guru pengajar di SMK Ma‟arif Batu. Pada perbaikan RPP, peneliti mengembangkan kompetensi dasar (28.2) “ Hikmah beriman kepada hari akhir, Proses perbaikan RPP peneliti menganalisis kedalaman materi dengan alokasi waktu yang disediakan. Pada pengembangan media pembelajaran peneliti menggunakan media power point dan LKS, peneliti menyajikan masalah masalah kontekstual untuk dipahami oleh siswa. mendapatkan gambaran tentang bentuk molekulnya. Pada pengembangan LKS, peneliti membuat pertanyaan-pertayaan atau soal yang berkaitan dengan hikmah beriman kepada hari akhir. Pada pengembangan rubrik penilaian sikap peneliti mengembangan rubrik penilaian sikap yang akan diambil selama kegiatan peelitian yang meliputi sikap santun, kerjasama, tanggung jawab dan keaktifan dalam berdiskusi. Pada pengembangan evaluasi peneliti membuat soal-soal pretest, postest dan soal evaluasi hasil belajar. Pelaksanaan Pembelajaran dilakukan dalam waktu 2 x 40 menit jam ke 5-6. Pada hari sabtu tanggal 5 nopember 2016. Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menanyakan kembali kepada siswa tentang materi sebelumnya ( fungsi iman kepada hari akhir). Memotivasi siswa dengan cara mendengarkan cerita tentang hari akhir. Pada fase pembentukan kelompok, siswa aktif terlibat dalam kegiatan kelompok. Lembar tugas yang diberikan membantu siswa untuk aktif bekerja mencobakan pembelajaran yang baru diterimanya. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Antusias tersebut bisa juga terjadi karena kelompok ingin menyelesaikan tugas lebih dulu dari kelompok lainnya. Guru membagi siswa menjadi 6 kelompok masing masing kelompok 5 siswa. Guru Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu siswa 511
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
mampu memahami fungsi keimanan terhadap hari akhir. Dalam kegiatan inti guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) dan menjelaskan inti materi yang ada di dalam lks. Seperti pada Gambar 4
Gambar 4. Guru menjelaskan materi Hikmahiman kepada hari akhir Dalam tindakan pendahuluan guru mengucapkan salam, berdoa, mengabsen siswa, menanyakan kembali kepada siswa tentang materi kemarin : G: “anak-anak masih ingatkah kamu ,minggu kemarin materinya tentang apa?. “ S: “masih pak, fungsi iman kepada hari akhir.” G: “Bagus. “. Coba sebutkan satu saja ?. S: “Hidup optimis dan selalu sabar.” G: “ Ya benar, berarti kamu masih ingat. “. Setelah Tanya jawab guru dengan siswa, guru menyajikan materi secara singkat tentang iman kepada hari akhir, dan membagikan lembar kerja siswa yang berisi masalah masalah kontekstual yang berhubungan dengan keimanan kepada hari akhir ( hikmah iman kepada hari akhir ). Siswa membaca dan memahami masalah-masalah tersebut dan menjawab pertanyaan yang sudah disediakan. Dilanjutkan diskusi kelompok atas permasalahan yang berhubungan dengan iman kepada hari akhir ( seperti pada gambar 2). Dalam diskusi tersebut tiap kelompok menyimpulkan hasil diskusi, setelah itu menyampaikan hasilnya kepada kelompok lain dengan cara pemaparan yang dilakukan oleh ketua kelompok. Pada kegiatan akhir guru bersama siswa coba merefleksikan pembelajaran dan pemberian lembar evaluasi untuk dikerjakan oleh masing-masing siswa. kegiatan pembelajaran siklus II siswa sudah mulai antusias, aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran, walau demikian masih ada siswa yang kurang aktif karena siswa tersebut memang berkarakter pendiam dan siswa yang belum memahami materi yang sedang didiskusikan.
512
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Gambar. 5. Siswa sedang melaksanakan diskusi Pengamatan Hasil observasi dan catatan lapangan yang dilakukan oleh 2 observer selama pembelajaran berlangsung dan hasil analisis data yang dilakukan guru diperoleh data penelitian sebagai berikut: Berdasarkan data hasil pengamatan terhadap aktifitas siswa pada siklus II, Siswa sudah banyak kemajuan dalam mengikuti proses kegiatan pembelajaran Kooperatif STAD, hal ini ditunjukkan siswa dengan membawa literature penunjang tentang Hikmah ber5iman kepada hari akhir. Dari segi pemap-aran hasil diskusi siwa lebih siap dari pada siklus satu. Ditunjukkan adanya pertanyaan2 dari kelompok lain sehingga diskusi menjadi sangat dinamis. Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa diperoleh penjelasan bahwa siswa mulai menyukai model pembelajaran kooperatif STAD. Pada tingkat kelompok siswa sudah mulai berani berpendapat dalam merumuskan kesimpulan pada kelompoknya. Sehingga dianggap pelaksanaan pembelajaran kooperatf STAD siklus II ini lebih baik dari siklus I. sehingga siklus II tersebut bisa di rumuskan sebagai berikut.: (1) Pengaturan waktu yang lebih dari siklus I. sehingga lebih efektif dan efisien, (2) Lembar kegiatan siswa yang dibuat lebih jelas, sehingga siswa cepat memahami isi dan uraian masalah kontekstual yang disajikan dalam LKS. kemudian menyampaikan dalam bentuk lisan. Hal ini dimaksudkan agar hasilnya dapat dibaca oleh kelompok lain yang akan melakukan koreksi terhadap hasil diskusi tersebut, (3)Pembagian kelompok sudah di dasarkan keseimbangan antara siswa yang pandai dan yang berkemampuan rendah, (4) Berdasarkan observasi oleh dua orang pengamat terhadap kegiatan guru, proses pembelajaran telah berjalan lebih baik dari siklus I.
513
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 6. Keaktifan siswa dlm berdiskusi
Gambar 7. Kegiatan presentasi kelompok
Refleksi Di akhir siklus II dilakukan refleksi, hasil refleksi dapat dirangkum seperti pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. hasil refleksi siklus I tentang pembelajaran Hikmah iman kepada hari akhir Hasil temuan Indikator catatan Siswa aktif dalam Siswa sibuk menelaah Masih ada siswa yang kurang mengikuti pelajaran dan aktif pembelajaran menyampaikan hasil telaah pada temen sekelompoknya Siswa kurang focus Paparan terlalu melebar Pembatasan literature yang di pada materi pokok. materinya baca Penyampaian Paparan siswa sudah /presentasi hasil menggunakan media. Sudah menarik, Tidak hanya lisan. sehingga memicu kelompok lain untuk tampil lebih baik Dari Tabel 2, diperoleh hasil refleksi yaitu sudah ada kemajuan pada siswa dalam belajar dengan kooperatif STAD dan hasil belajarnya, terutama keaktifan siswa mulai terlihat terutama dalam berinteraksi dalam kelompok maupun dengan kelompok lain. Berdasarkan pada hasil evaluasi, nilai yang di dapat siswa pada akhir siklus II yaitu 75 % siswa berhasil tuntas sedangkan 25 % siswa tidak tuntas dalam belajarnya. Dengan rata-rata nilai 80. PENUTUP Beradsarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif STAD menggunakan masalah kontekstual untuk
514
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
meningkatkan hasil belajar pai pada siswa kelas XII SMK Ma‟arif Batu dengan hasil penelitian pada siklus I (Satu) siswa yang mendapat nilai di bawah KKM (75) sebesar 60 % dengan rata-rata nilai 72, sedangkan pada siklus II) terlihat peningkatan hasil belajar siswa yaitu siswa yang mendapat nilai di atas KKM (75) sebesar 75 %, dengan rata-rata nilai 80.
Daftar Rujukan Herniwati. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa SD Kelas V Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Media Kreatif. Prosiding Seminar Nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman 425-431). Hudaya. 2015. Penggunaan Media Gambar Gerak dalam Pembelajaran Menyampaikan Kembali Isi Pesan Melalui Model STAD Siswa Kelas VI SDN 17 Baruga Kendari, Prosiding Seminar Nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman 670-675). Liunsanda. 2015. Melalui Model Kooperatif Stad dan Kuis dapat Meningkatkan Proses Pembelajaran tentang Luas Bangun pada Siswa Kelas VI SDK Viktor Bulude Bambang H. P. L. Prosiding Seminar nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman 232-249). Izzati, Naila. 2015. Penerapan Pembelajaran Cooperative Learning STAD Berbantuan Card Short dalam Permainan Sandi pada Materi Matriks Kelas XI MIPA SMA Negeri 11 Batam. Prosiding Seminar nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman 126-136). Nenoliu. 2015. Penerapan Metode STAD (Student Teams Achievemen Division) pada Materi Penjumlahan Pecahan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDK LEOB Ema Thabita. Prosiding Seminar Nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman 271-278). Wahyudansyah. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SD Materi Ciri – Ciri Khusus Tumbuhan melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Prosiding Seminar Nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman 432-437). Rosnidar. 2015. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Materi Ciri-Ciri Khusus Tumbuhan pada Siswa Kelas VI SDN 16 Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman. Prosiding Seminar Nasional Exchane of Experiences TEQIP 2015. Malang (halaman 460-465).
515
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA HURUF KANA
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TPS BERBANTUAN MEDIA GOI OBOE KAADO KELAS XI SMA NEGERI 02 BATU Wahju Tri Andajani
[email protected],id Abstrak: Berdasarkan pengamatan awal diketahui bahwa kemampuan membaca huruf kana pada mata pelajaran Bahasa Jepang Siswa Kelas XI SMA Negeri 02 Batu masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan membaca huruf kana dengan model pembelajaran Kooperatif Think, Pair and Share (TPS) Tipe3 Berbantuan Media Goi Oboe Kaado. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran Kooperatif TPS Berbantuan Media Goi Oboe Kaado dapat meningkatkan rata-rata kemampuan siswa membaca huruf kana dari 44% siswa menjadi 70% di siklus 1 menjadi 81% di siklus 2. Kata kunci: kemampuan membaca, Huruf Kana,Kooperatif, TPS Tipe 3, Media Goi Oboe Kaado
Membaca huruf kana (hiragana dan katakana) merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai siswa pembelajar Bahasa Jepang di tingkat SMA. . Keterampilan ini diajarkan sejak siswa belajar Bahasa Jepang dasar. Guru bidang studi Bahasa Jepang harus berkesinambungan dalam mengajarkan keterampilan membaca kepada siswa sehingga siswa memiliki kemampuan membaca yang baik. Salah satu materi membaca yang diajarkan di jenjang SMA adalah membaca teks dalam huruf kana. Kana (仮名?) adalah sebutan untuk aksara silabik Jepang yang terdiri dari katakana, hiragana, dan man'yōgana. Ketiganya merupakan penyederhanaan dari aksara Tionghoa yang dikenal di Jepang sebagai kanji. Huruf Kana terdiri dari Huruf Hiragana dan Katakana yang masing-masing mempuyai jumlah 46 karakter, jadi jika dijumlahkan sebanyak 82 karakter. Kedua Jenis huruf ini harus dikuasai siswa di kelas X dalam waktu 2 semester. Namun, pada kenyataannya hingga kelas XI banyak siswa yang belum lancar membaca. Tentu saja hal ini sangat berpengaruh terhadap pemahaman materi di kelas XI yang semua teks tertulis dalam huruf kana yang pada akhirnya mempengaruhi ketutasan belajar. Kondisi yang terjadi di kelas XI Ilmu Bahasa dan Budaya (IBB) SMAN 2 Batu adalah sebagian besar siswa mengalami kesulitan untuk membaca huruf kana. Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap pembelajaran Bahasa Jepang di SMA Negeri 02 Batu khususnya materi membaca teks Bahasa Jepang tergolong rendah, diketahui bahwa nilai yang tuntas yang dicapai hanya 44 % siswa yang mampu membaca teks dalam huruf kana dengan baik. Hal itu mungkin dikarenakan dalam pembelajaran yang dilakukan guru selama ini masih belum menggunakan model model pembelajaran yang membuat siswa dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran maupun berinteraksi dengan teman-temannya. Pembelajaran masih terlalu mandiri tanpa beriteraksi dengan temannya. Selain itu guru juga belum menggunakan suatu media yang dapat membuat siswa mudah membaca huruf Kana. Untuk
516
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
mengatasi masalah tersebut, peneliti mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan sesama peserta didik dalam tugas-tugas terstruktur (Chotimah dan Dwitasari, 2009). Peneliti juga menggunakan media goi oboe kaado (kartu pengingat kata) yang dibuat oleh peneliti dengan mengadopsi dari Classroom Resources (dalam Japan Foundation, 2016). Peneliti memilih media karena media dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran secara efektif. Media pembelajaran juga dapat membantu mempermudah mencapai tujuan pembelajaran (Sukiman, 2012). Penelitian tentang penerapan model pembelajaran yang menggunakan media kartu sudah banyak dilakukan orang (Dewi, 2015; Serkadifat, 2015; Gusnilla , 2015; Hamdan, 2015). Dewi (2015) menerapkan Pembelajaran Menulis Pantun Menggunakan Kartu Rumpang dengan Model Think Pair Share di Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 15 Batam. Serkadifat (2015) Menerapkan Media Kartu Berbantu Gambar pada Pembelajaran Bahasa Inggris pada Siswa Kelas V SD YPK Klawana. Gusnilia (2015) menerapkan Media Gambar dan Kartu Huruf dalam Pembelajaran Menulis Permulaan dengan Metode Picture And Picture Melalui Lesson Study pada Siswa Kelas I SD, dan Hamdan (2015) menerapkan Media Kartu Kata untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Nyaring pada Siswa Kelas I SD Negeri 4 Mekarsari Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat. Berdasarkan permasalahan di atas dan berbagai pendapat maupun penelitianpenelitian yang sudah dilakukan maka peneliti mengadakan penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca huruf kana dengan model pembelajaran Kooperatif Think Pair Share(TPS) Berbantuan Media Goi Oboe-Kaado. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas. Tahap-tahap penelitian tindakan berupa siklus, meliputi (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Perencanaa Refleksi
Siklus I
Pelaksanaan
Pengamatan Perencanaa
Refleksi
Siklus II
Pelaksanaan
Pengamatan ?
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas XI IBB SMA Negeri 02 Batu dengan alamat Jl. MT. Hasanudin Kecamatan Junrejo Kota Batu. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, tes, dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan menggunakan instrumen penelitian berupa panduan observasi, soal tes, serta panduan studi dokumentasi. Observasi dilakukan terhadap proses penyusunan perangkat pembelajaran, proses pembelajaran, serta proses penilaian. Tes dilakukan untuk mengumpulkan skor guna
517
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang sudah disampaikan. Dokumentasi dilakukan terhadap dokumen perangkat pembelajaran yang disiapkan guru. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Perencanaan Tindakan Hal-hal yang dipersiapkan pada tahap perncanaan adalah yaitu menyusun RPP, membuat lembar kerja siswa (LKS), dan menyusun perangkat evaluasi. Dalam menyusun RPP penulis merencanakan KD 3.3 yaitu Kehidupan Sehari-hari dengan indikator (1) Menjelaskan karakteristik golongan dalam Kata kerja (DOUSHI), (2) Menggolongkan kata kerja (3) mengubah kata kerja (DOUSHI) bentuk kamus menjadi bentuk MASU, (4)Menerapkan kata kerja bentuk MASU dalam kalimat. Peneliti juga menyiapkan 1 lembar kerja yang harus dikerjakan siswa. Lembar kerja berisi instruksi dan tata cara menggunakan kartu kalimat serta beberapa soal. Media yang dipakai untuk kegiatan ini adalah kartu kalimat dicetak dengan kertas yang berwarna-warni untuk menarik perhatian peserta didik. Bentuk penilaian yang digunakan adalah tes lisan dan tertulis dan penilaian proses. Tes lisan dan tes tertulis yang diberikan berupa post test. Sedangkan penilaian proses menggunakan lembar observasi (pengamatan) ketika pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan Tindakan Terdapat tiga kegiatan dalam pelaksanaan tindakan, yaitu (1) kegiatan pendahuluan, (2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan penutup. Kegiatan ini dilakukan dalam waktu 2 x 40 menit. Dalam pendahuluan, pembelajaran diawali dengan salam pembuka, presensi, apersepsi dan penyampaian tujuan pembelajaran. Pada kegiatan apersepsi yang dilakukan selama 5 menit siswa diajak untuk mengingat kembali materi pada pertemuan sebelumnya. Guru : “Masih ingat materi minggu lalu?” Siswa : “Ingat.” Guru : “Tentang apa?” Siswa : “Karakteristik Golongan Kata Kerja Sensei.” Guru : “Ada yang bisa menyebutkan karakteristik golongan kata kerja? Coba Faza.” Faza : “Hai Sensei. Kata kerja dibagi menjadi 4 golongan menurut Karakteristiknya, Sensei.” Guru : “Hai, tadashi desu. Bagus! Terus apa ciri-ciri kata kerja golongan 1, 2 ,3 dan 4?” Siswa : “Saya Sensei, ciri-ciri Kata kerja Golongan 1 adalah …..” Guru : “Hai, jouzu desu?” (guru mengacungkan jempol untuk memuji Faza) Dari dialog tersebut dapat diketahui bahwa siswa sudah siap mengikuti pelajaran. Dalam kegiatan inti, guru membagi siswa dalam tujuh kelompok dan masing masing 4 orang yang heterogen menurut jenis kelamin maupun kemampuan mata pelajarannya.Setelah mereka duduk dalam kelompok masing-masing maka untuk setiap kelompok diberikan satu 518
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
lembar kerja berupa kertas berisi perintah yang harus dikerjakan siswa, serta satu set kartu kalimat yang meliputi tiga warna sehingga lebih menarik. Kemudian siswa melakukan tugas pertama yaitu mencoba membaca kartu secara individu dalam kelompok selama 10 menit seperti tampak pada gambar 1 berikut.
Gambar 1: Siswa Melakukan Kegiatan Membaca Ssecara Individu
Pada awal kegiatan ini tampak bahwa banyak siswa tidak lancar dalam membaca. Kegiatan selanjutnya adalah membaca secara berpasangan dalam kelompok selama 20 menit.
Gambar 2. Siswa Membaca secara Berpasangan Pada kegiatan ini masing masing pasangan dapat mengecek kebenaran bacaan pasangannya dengan melihat pada sisi kartu yang tertulis dalam abjad latin secara bergantian. Dua kegiatan diatas dimaksudkan agar siswa cukup lancar membaca dan cukup beradaptasi dengan teks dalam kartu tersebut. Guru sebagai fasilitator berkeliling mengamati proses membaca tersebut sambil memberikan petunjuk jika siswa memerlukan. Tampak pada gambar 2 berikut guru berkeliling mendatangi kelompok siswa. Keadaan kelas memang cukup gaduh tetapi masih dalam koridor kegiatan membaca. Seperti pada dialog peserta didik dan guru berikut. Guru : “Bagaimana minnasan, sudah bisa membaca kartu?” Siswa : “Ya Sensei, saya mulai lancar membacanya, dua teman saya juga mulai bisa membaca agak cepat” (sambil menunjukkan kartu perolehannya) Guru : “Ya, itu bagus sekali, semakin banyak kartu yang kalian Baca maka semakin mudah kalian nantinya memahami materi berikutnya ”Dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa sudah mampu membaca kartu kana lebih baik
519
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
dari pada sebelumnya. Berikutnya guru melanjutkan kegiatan mengkategorikan kata kerja Guru : “Ja minnasan mari kita lanjutkan dengan mengkategorikan kata kerja dalam teks tersebut dalam golongan masing- masing dengan cara mengelompokkan kartu-kartu yang sama golongannya dan berikan alasannya dimasukkan dalam kategori tersebut, saya beri waktu 5 menit. Bisa?” Siswa : “Bisa Sensei.” (5 menit berlalu dengan antusias siswa dalam diskusi untuk mengelompokkan kata kerja) Guru : “Ya cukup, Sensei akan memeriksa hasil kerja kelompok masing-masing” Dari hasil kerja kelompok dapat simpulan bahwa sebagian besar kelompok mampu menyelesaikan dengan sedikit kesalahan dan mampu menjelaskan alasannya sehingga penulis mendapat simpulan bahwa kompetensi siswa secara berkelompok sudah tuntas. Setelah kegiatan tersebut dilanjutkan dengan kegiatan ketiga, yaitu mengubah bentuk kata kerja kamus menjadi bentuk MASU. Siswa membaca petunjuk cara mengubah bentuk dengan membaca LKS, lalu mencoba menerapkannya pada teks dalam kartu kalimat dengan durasi waktu yang ditentukan 10 menit. Pada kegiatan mengubah bentuk kata kerja kamus menjadi bentuk MASU secara lisan, kelas kembali gaduh. Tetapi hal ini dapat diatasi oleh guru dengan cara guru berkeliling mengamati dan memberi tebakan kartu yang harus dijawab secara individu dalam kelompok.
Gambar 3. Guru Memberi Tebakan dengan Goi Oboe Kaado Pada kegiatan ini anggota kelompok bisa menilai benar atau salah jawaban dari temannya dan dapat memberi alasannya. Kemudian menuliskan hasilnya dalam LKS untuk dipresentasikan dalam diskusi kelas. Diskusi kelas dipimpin oleh guru sebagai moderator dan fasilitator. Guru :“Ya, cukup. Silahkan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Tolong kelompok yang lain mencermati benar-salahnya dan berikan alasannya.” Guru :“Baiklah silahkan Kelompok 1 untuk membacakan hasil diskusinya.“ Kelompok 1 : “Minnasan, konnichi wa. Saya akan membacakan hasil diskusi kami sebagai berikut.
520
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Uchi e kaeru Uchi e kaerimasu Yama ni noboru Yama ni noborimasu (dst.) : “Bagaimana kelompok yang lain? Apa sudah benar jawaban dari Kelompok 1? Atau ada yang punya pendapat lain?“ (Siswa setuju dengan jawaban Kelompok 1. Kemudian presentasi dilanjutkan oleh kelompok-kelompok berikutnya). Dari hasil presentasi tersebut didapat simpulan bahwa sebagian besar kelompok mampu menyelesikan soal dengan baik. Memang terdapat beberapa beberapa kesalahan yang disebabkan kurang teliti, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa pembelajaran telah mengalami peningkatan. Sebelum menutup pertemuan ke-1 guru bersama siswa merefleksi kegiatan belajar dengan mengulas materi yang telah dipelajari pada hari tersebut. Guru juga memberi tahu siswa agar mempersiapkan diri untuk tes pada pertemuan berikutnya. 1. 2. 3. Guru
Pengamatan Pengamat yang terlibat dalam penelitian ini terdiri atas 2 orang guru. Mereka memberikan catatan-catatan pengamatan terhadap kegiatan yang dilakukan guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung. Hasil pengamatan diperoleh bahwa diskusi kelompok dan diskusi kelas cukup berjalan lancar dan terkontrol meskipun pada awal membaca kartu secara individu banyak siswa yang merasa tidak mampu. Namun, ketika dilakukan berpasangan timbul usaha yang sungguh-sungguh untuk bisa membaca. Kelompok yang cukup heterogen membuat proses diskusi menjadi hidup sebab terlihat terjadi interaksi yang baik dan aktif di dalam kelompok dalam kegiatan membaca kartu kalimat. Refleksi Refleksi yang dilakukan oleh peneliti bersama dengan pengamat diperoleh hasil sebagai berikut. (1) Berdasarkan hasil pengamatan, pembelajaran yang dilakukan peneliti sudah efektif. (2) Meskipun 10 menit pertama masih ada beberapa siswa yang tidak konsentrasi terhadap kegiatan. Beberapa siswa tersebut masih sibuk mempersiapkan diri karena terlambat masuk. (3) Ada keluhan siswa tentang teks terlalu kecil sehingga agak sulit dibaca siswa. (4) Ruang belajar yang berada di dalam aula yang disekat menjadi dua kelas sehingga menjadi kurang sinar dan kontaminasi suara dari kelas yang berada di sebelah kelas XI cukup mengganggu konsentrasi siswa. (5) Siswa aktif dan antusias melakukan kegiatan demi kegiatan sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar hari itu cukup menarik dan berhasil. (6) Pemberian kartu kalimat dengan kertas berwarna yang berbeda-beda juga dianggap sebagai pemberian motivasi untuk siswa sebab mereka sering menyebutkan warnawarna yang dia sukai untuk dicoba sendiri atau untuk menantang anggota kelompoknya. Hasil tes membaca kartu 10 kartu didapatkan data seperti pada Tabel 1 sebagai berikut.
521
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Tabel 1. Jumlah perolehan kartu Jumlah orang yang memperoleh kartu Tahap 7 s/d 10 Pra-siklus Siklus1
12 19
44 % 70%
n< 7 15 8
56% 30%
Setelah melakukan kegiatan siklus 1 pada pertemuan berikutnya diadakan ulangan harian materi siklus 1 berupa tes tulis dengan 30 butir soal dalam waktu 60 menit. Hasil ini untuk dibandingkan dengan hasil belajar pada pra-siklus. Hasil jumlah siswa yang tuntas dan tidak tuntas pada siklus ini terlihat pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Ketuntasan belajar Tahap Tuntas Tidak tuntas Pra-siklus 11 41% 16 59% Siklus1 17 63% 10 37% Dari hasil di atas tersebut maka dapat disimpulkan bahwa masih diperlukan tindakan pada siklus berikutnya, yaitu siklus 2. Harapannya, pada siklus 2 akan diperoleh hasil yang lebih baik dan tuntas. Siklus 2 Perencanaan Tindakan Seperti langkah-langkah pada siklus 1 maka siklus 2 juga dilakukan dengan mempersiapkan RPP, membuat lembar kerja siswa (LKS), dan menyusun perangkat evaluasi. Menyiapkan media goi oboe kaado yang lebih bagus dan mudah dibaca oleh siswa sesuai dengan saran pada refleksi siklus 1. Materi yang diajarkan tetap pada KD 3.3 Kegiatan Sehari-hari pada tema kegiatan yang berurutan dengan indikator sebagai berikut. (1) Menjelaskan kegunaan bentuk TE atau bentuk sambung. (2) Menjelaskan cara mengubah kata kerja bentuk kamus menjadi kata kerja bentuk TE. (3) Menerapkan bentuk TE dalam kalimat. (4) Mengubah bentuk kamus menjadi bentuk TE. Bentuk penilaian yang digunakan adalah tes lisan dan tertulis dan penilaian proses. Tes lisan adalah dengan membaca kartu yang dipilih acak oleh pasangan masing-masing. Tes tertulis yang diberikan berupa pos tes. Sedangkan penilaian proses menggunakan lembar observasi (pengamatan) ketika pembelajaran berlangsung. Pelaksanaan Tindakan Terdapat tiga kegiatan dalam pelaksanaan tindakan: (1) kegiatan pendahuluan, (2) kegiatan inti, dan (3) kegiatan penutup. Dalam pendahuluan, pembelajaran diawali dengan salam pembuka, presensi, apersepsi dan penyampaian tujuan pembelajaran. Pada kegiatan apersepsi peserta didik diajak untuk mengingat kembali materi pada pertemuan sebelumnya. 522
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Guru Siswa 1 Siswa 2 Guru Siswa
: : : : :
“Pada pertemuan minggu lalu kita sudah belajar apa?” “Bentuk kata kerja TE, Sensei” “Kita menyanyikan rumus kata kerja bentuk TE, Sensei” “Oh ya, apa kita nyanyikan lagi?” “Setuju!”
Kegiatan pendahuluan dimulai dengan penuh semangat sambil bertepuk tangan menyanyikan rumus bentuk TE sebanyak 3 x diakhiri dengan tepukan panjang. Ketika diperkirakan siswa cukup siap memulai kegiatan inti maka peneliti memulai materi pelajaran dengan menjelaskan tujuan belajar hari ini. kemudian siswa dibagi menjadi tujuh kelompok seperti pada siklus 1. Setelah mereka duduk dalam kelompok masing-masing maka untuk setiap kelompok diberikan satu lembar kerja berupa kertas berisi perintah yang harus dikerjakan siswa, serta satu set kartu kalimat warna-warni yang sudah diperbaiki dengan ukuran tulisan lebih besar sehingga lebih lebih mudah dibaca sebagaimana saran dari observer pada siklus 1. Guru :“Ja, Minna-san. Silahkan kalian mencoba mengubah sendiri tanpa batuan pasangan kalian. Saya beri waktu 10 menit, bisa? Jangan lupa memisahkan kartu-kartu yang menurut kamu sulit dan kartu yang berhasil kamu ubah.” Dwi :“Hai Sensei.“ Kemudian siswa secara individu mencoba mengubah kata kerja kamus menjadi bentuk TE dengan penuh semangat. Kali ini kelas tidak terganggu oleh kegiatan di kelas sebelah seperti pada siklus 1, sebab kelas tersebut sedang melakukan aktivitas di luar ruangan. Keadaan kelaspun cukup terang karena hari sedang cerah. Ketika kegiatan berlangsung guru memantau sambil sesekali mendekati siswa yang meminta penjelasan. Siswa : “Sensei, saya sudah dapat 7 kartu…..” Guru : “Hai, jouzu desu.” Guru mengacungkan jempol 2 untuk memuji siswa Aisyah). Kemudian siswa yang lain pun ikut memamerkan kartu perolehannya. Ada yang memperoleh 11 kartu, 6 kartu, tetapi ada pula yang baru 2 kartu. Dari dialog tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa sudah siap melakukan langkah berikutnya yaitu berpasangan membaca dalam kelompok selama 30 menit. Pada kegiatan ini masing masing pasangan dapat mengecek kebenaran bacaan maupun perubahan bentuk kata kerja kamus menjadi bentuk TE dengan goi oboe kaado sebagaimana pada siklus 1. Guru sebagai fasilitator berkeliling mengamati proses membaca tersebut sambil mengecek kemampuan pasangan dengan beberapa kartu yang dipilih secara acak. Terlihat bahwa sebagian besar siswa lebih lancar dalam membaca kalimat dalam kartu, beberapa siswa belum lancar tetap mencoba meskipun terbata-bata dibantu oleh pasangannya. Guru mencatat jumlah kartu yang diperoleh siswa. Guru : “Bagaimana minnasan, saya kira sudah cukup ?” Siswa : “Ya Sensei”
523
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Guru : “Ya, itu bagus sekali mari kita lanjutkan dengan diskusi kelompok untuk memilih 5 kartu yang akan diubah oleh kelompok lain, kelompok tujuan masing-masing sudah tertulis pada LKS ” Dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa telah siap melakukan kegiatan diskusi kelompok untuk memilih kartu tebakan untuk kelompok lain yang telah ditentukan. Setelah kartu siap masing-masing kelompok menyerahkan kartu pilihannya untuk diubah oleh kelompok lain. Kemudian dikerjakan secara berkelompok dalam bentuk tulisan. Hasil dari diskusi tersebut diserahkan kembali kepada kelompok sumber untuk dikoreksi. Guru : “Ja minnasan. Mari kita dengarkan kelompok 1 yang akan membahas pekerjaan dari kelompok 2.” Siswa :“Kami dari kelompok 1 akan membacakan hasil pekerjaan kelompok 2 sebagai berikut. uchi kaeru – oinori o suru – hiru gohan o taberu – oinori suru – shimbun o yomu menjadi: uchi kaete – oinori o shite – hiru gohan o tabete – oinori shite – shimbun o yonde” Ada kesalahan pada kaete yang seharusnya kaette karena kaeru masuk dalam golongan 4” Guru :“Bagaimana kelompok yang lain? Setuju? Atau ada pendapat yang lain?” Di sini terjadi perbedaan persepsi tentang perubahan kata kaeru. Dari kelompok 2, 3, dan 5 memberikan pendapatnya. Pada akhirnya guru menengahi perdebatan dengan mempersilahkan mengecek daftar kata kerja golongan 4. Setelah yakin siswa mengerti maka guru memberikan penguatan. Diskusi dilanjutkan dengan kelompok-kelompok berikutnya. Pada akhir diskusi dapat diketahui bahwa Kelompok 5 mengerjakan tanpa kesalahan sehingga menjadi pemenang. Guru memberikan pujian untuk kelompok 5. Dari hasil presentasi tersebut didapat simpulan bahwa sebagian besar kelompok mampu menyelesaikan soal dengan baik. Kelompok 1, 3, 4, 6, dan 7 hanya salah 1 dan kelompok 2 salah 2. Sebelum menutup pertemuan guru bersama siswa merefleksi kegiatan belajar dengan mengulas materi yang telah dipelajari. Guru juga memberi tahu siswa agar mempersiapkan diri untuk tes di pertemuan berikutnya. Pengamatan Pengamat yang terlibat dalam penelitian ini terdiri atas 2 orang guru. Mereka memberikan catatan-catatan pengamatan terhadap kegiatan yang dilakukan guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung pada lembar observasi. Refleksi Refleksi yang dilakukan oleh peneliti bersama dengan observer diperoleh hasil sebagai berikut. (1) Berdasarkan hasil pengamatan, pembelajaran kooperatif TPS sudah efektif dengan melihat kesungguhan kerjasama antar siswa maupun kegiatan dalam kegiatan 524
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
diskusi kelas. (2) Siswa sudah terbiasa menggunakan media Goi Oboe Kaado.(3) Setelah diperbaiki sudah tidak ada keluhan siswa tentang teks pada media Goi Oboe Kaado. (4) Ruang belajar cukup kondusif meskipun tetap di ruang aula sebab tidak terganggu oleh kegiatan belajar dari kelas sebelah. (5) Siswa aktif dan antusias melakukan kegiatan demi kegiatan sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar hari itu cukup menarik dan berhasil. Dari hasil refleksi dan hasil tes tersebut maka dapat diketahui bahwa sudah tidak diperlukan tindakan berikutnya sehingga siklus sudah dapat dihentikan. Hasil tes membaca 10 kartu oleh setiap siswa pada siklus 1 dan siklus 2 dapat dilihat pada tabel 3 berikut. Tabel 3. Jumlah Peroleh Kartu Jumlah orang yang memperoleh kartu Tahap 7 s/d 10 Siklus 1 Siklus 2
19 22
70 % 81%
n< 7 8 5
30% 19%
Hasil ketuntasan belajar pada siklus 2 dibandingkan dengan siklus 1 menunjukkan bahwa jumlah siswa yang mencapai nilai tuntas dan tidak tuntas seperti terlihat pada tabel 4 berikut. Tabel 4. Ketuntasan Belajar Tahap Tuntas Tidak tuntas Siklus 1 17 63% 10 37% Siklus 2 22 81% 5 19% Dari tabel 4 di atas dapat dilihat telah terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam membaca huruf kana. Hasil tes lisan dan tulis pada siklus 1 ketuntasan hasil belajar 63% yang belum tuntas 37 %, sedangkan pada siklus 2 ketuntasan hasil belajar 81% yang belum tuntas 19 %. Dengan demikian terjadi peningkatan hasil belajar dengan menggunakan metode Kooperatif TPS berbantuan media Goi oboe kaado. Hal itu dilakukan setelah peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif yang menggunakan media kartu Goi Oboe Kaado. Hal itu sejalan dengan penelitiannya Chotimah dan Dwitasari (2009) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan sesama peserta didik dalam tugas-tugas terstruktur. Hal tersebut juga sejalan dengan Classroom Resources (dalam Japan Foundation, 2016) bahwa media kartu dampak meningkatkan kemampuan siswa untuk mengingat huruf kana. Juga sesuai dengan pendapat Sukiman (2012: 29) bahwa media pembelajaran berfungsi sebagai alat bantu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta kemauan siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran secara efektif.
525
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Bahasa Jepang dengan model pembelajaran kooperatif Think, Pair Share (TPS) berbantuan Goi Oboe Kaado dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf kana siswa kelas XI IBBu SMA Negeri 02 Batu. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada peningkatan jumlah siswa yang memperoleh kartu dan ketuntasan belajar. Jumlah siswa yang memperoleh kartu meningkat dari 19 siswa pada siklus 1 menjadi 22 pada siklus 2. Sedangkan pada ketuntasan belajar diperoleh peningkatan dari 63% dari siklus 1 siswa menjadi 81% pada siklus 2. Saran Model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) berbantuan media Goi Oboe Kaado bagi guru dapat dijadikan alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf kana. Sedangkan bagi peneliti lain yang tertarik dengan penelitian semacam dapat mengembangkannya dengan media lain ataupun model lain. DAFTAR RUJUKAN Chotimah, Husnul dan Dwitasari, Yuyun.2009. Strategi-Strategi Pembelajaran untuk Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Surya Pena Gemilang. Dewi, Annis Wahyu Karina. 2015. Pembelajaran Menulis Pantun Menggunakan Kartu Rumpang dengan Model Think PairShare di Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 15 Batam. Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences. Malang: UM.
Gusnilla, Sri. 2015. Pemanfaatan Media Gambar dan Kartu Huruf dalam Pembelajaran Menulis Permulaan dengan Metode Picture and Picture Melalui Lesson Study pada Siswa Kelas I SD. Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences. Malang: UM. The Japan Foundation.2016. Classroom Resources. Journal Online (diakses tanggal 3 oktober 2016). Serkadifat, Ferdinanda..2015. Penerapan Media Kartu Berbantu Gambar pada Pembelajaran Bahasa Inngris pada Siswa Kelas V SD YPK Klawana. Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences. Malang: UM. Hamdan, Lalu. 2015. Penggunaan Media Kartu Kata untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Nyaring pada Siswa Kelas I SD Negeri 4 Mekarsari Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat, Prosiding Seminar Nasional Exchange of Experiences. Malang: UM. Nagano, Tadashi (1994). Nihongo hyōgenhō (日本語表現法). Tamagawa University Press. ISBN 4-4721-0431-8. Sukiman. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta: Pedagogia.
526
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL HURUF MENGGUNAKAN MEDIA KARTU PADA PEMBELAJARAN MENGENAL TUBUH MANUSIA SISWA KELAS I B SD NEGERI 018 GALANG BATAM Kuswoyo SD Negeri 018 Galang Batam
[email protected] Abstrak: Pembelajaran menggunakan media kartu huruf dilakukan berdasarkan pengamatan bahwa kemampuan mengenal huruf pada mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas I B SD Negeri 018 Galang Batam masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan siswa mengenal huruf pada pembelajaran mengenal anggota tubuh manusia. Menggunakan model pembelajaran menggunakan kartu huruf. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas I B SD Negeri 018 Galang Batam. Setelah melakukan penelitian dalam dua siklus, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa model pembelajaran menggunakan kartu huruf dapat meningkatkan hasil belajar. Kata Kunci: mengenal huruf, media kartu gambar, mengenal tubuh manusia
Belajar membaca merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh setiap siswa. Keterampilan ini diajarkan sejak siswa belajar di jenjang SD. Guru SD harus berkesinambungan dalam mengajarkan membaca kepada siswa sehingga siswa memiliki kemampuan membaca yang baik. Keberhasilan bidang pendidikan sangat membutuhkan usaha ekstra keras. Serta membutuhkan kerja sama dari beberapa pihak, tampa ada kerja sama maka keberhasilan dibidang pendidikan tidak akan terwujud. Oleh sebab itu semua pihak harus dilibatkan diantaranya adalah pihak keluarga, pihak sekolah dan pihak masyarakat terutama untuk sekolah dasar. Kemampuan membaca adalah merupakan modal pertama atau modal dasar, khususnya untuk siswa yang berada sekolah dasar. Sebab kemampuan membaca, sangat menunjang bagi siswa agar siswa dapat mempelajari dan menguasai ilmu pengetahuan di jenjang kelas berikutnya. Simbol sekunder bagi anak adalah huruf, kehadiran huruf memiliki makna tersendiri untuk menunjang kepandaian berbahasa. Anak-anak sangat perlu mengenal huruf sebab di usia mereka rasa ingin tahu sangat tinggi, seperti mengenal nama-nama benda-benda di sekitar mereka atau mengenal cerita bergambar. Para siswa juga tertarik ingin bisa menulis identitasnya atau pun hal-hal lain yang mereka sukai. Terkadang guru menemui siswa yang masih kesulitan mengenal huruf dan menyebutnya sehingga berdampak siswa kesulitan dalam membaca. Misalnya, dalam membedakan huruf „b‟ dan „d‟, „a‟ dan „e‟, „p‟ dan „d‟. Terkait dari hal diatas mengacu dari pemikira Wardani ( ttg : 57
527
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
) yang menyatakan jenis-jenis kesulitan dalam membaca yang salah satunya adalah siswa tidak dapat membedakan bentuk huruf „b‟, „h‟, dan „k‟, „d‟ dan „p‟. Jika demikian, maka anak akan kesulitan membaca sesuai dengan bunyinya. Untuk mengatasi masalah di atas maka sangat diperlukan suatu alat peraga yang cocok dan tepat. Salah satunya alat peraga yang dapat dipakai adalah Kartu Huruf. Kartu huruf termasuk dalam golongan kartu berseri (Flash Card). Menurut Rose and Roe (1990), kartu tersebut digunakan sebgai media dalam permainan menemukan kata. Siswa diajak bermain dengan menyusun huruf-huruf menjadi kata-kata yang berdasarka teka- teki atau soal yang dibuat oleh guru. Titik berat latihan menyusun huruf ini adalah keterampilan dalam mengeja suatu kata. Pada jenjang pendidikan sekolah dasar, mengenalkan huruf menjadi sangat penting, keterampilan mengenalkan huruf dikenalkan pada siswa sejak duduk di kelas I SD. Berdasarkan pengamatan penelitian terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SD 018 Galang, Khusus anak kelas I belum banyak mengenal huruf abjad. Diketahui bahwa rata-rata yang dicapai 50. Padahal standar minimal yang harus dicapai setiap siswa adalah 65. Hasil pengamatan menunjukan bahwa hal ini disebabkan kurangnya variasi pendekatan dan metode pada penyampaian proses belajar dan pembelajaran kurang tepat dan monoton sehingga para siswa kurang termotivasi dalam kegiatan pembelajaran. Penjelasan guru yang kurang jelas dan kurang maksimal serta penampilan guru yang kurang menyenangkan sangat berpengaruh dengan hasil pembelajaran yang diharapkan. Salah satu cara yang harus dilakukan agar anak-anak dapat membedakan karakter salah satu huruf dengan huruf yang, yaitu dengan cara memperkenalkan huruf abjad menggunakan kartu huruf. Tujuan utama menggunakan kartu huruf abjad adalah agar siswa mengenal huruf yang mereka baca. Menurut Meckey (dalam Rofi‟uddin, 2003:44) guru dapat menggunakan cara permainan membaca dengan mengggunakan kartu, misalnya (1) cocokkan kartu itu, (2) ucapkan kata itu, (3) temukan kata itu sebagainya. Kelebihan media kartu huruf dijelaskan sebagai berikut. (1) Sebagai media permainan. (2) Dapat digunakan latihan menyusun huruf. (3) Siswa dapat menyusun namanya, nama-nama buah-buahan. (4) Siswa termotivasi pada hasil penyusunan kartu huruf. (5) Siswa dapat mengucapkan huruf-huruf yang diberikan oleh guru. (6) Anak-anak ceria. (7) Dapat membantu dan meningkatkandaya imajinasi anak melalui prosesbelajar yang disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan anak. (8) Dapat membantu dan meningkatkan daya imajinasi anak melalui proses belajar yang disesuaikan dengankebutuhan perkembangan anak. (9) Dengan bermain kartu huruf anak dapat berbuat agak santai. Sel-sel otak anak dapat berkembang akhirnya anak dapat menyerap informasi dan memperoleh kesan yang mendalam terhadap materi pelajaran. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode permainan kartu huruf yang dapat dipilih dalam proses pembelajaran di kelas. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk (1) mendeskripsikan peningkatan kemampuan untuk mengenal huruf dengan menggunakan kartu huruf. (2) mendeskripsikan peningkatan mengenal huruif siswa kelas I B SD Negeri 018 Galang Batam
528
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
melalui media kartu huruf. Adapun judul penelitian ini adalah “Peningkatan Kemampuan Siswa Mengenal Huruf pada Pembelajaran Mengenal Anggota Tubuh Manusia dengan Metode Permainan Kartu Huruf pada Siswa Kelas I B SD Negeri 018 Galang Kota Batam”. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan. Tahap-tahap penelitian tindakan berupa siklus, meliputi (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas I B SD Negeri 018 Galang Kota Batam. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, tes, dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan menggunakan instrumen penelitian berupa panduan observasi, tes, serta panduan studi dokumentasi. Data yang dianalisis berupa informasi tentang aktivitas guru saat merencanakan pembelajaran, aktivitas guru saat mengelola pembelajaran, aktivitas siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran, serta informasi hasil belajar siswa. Pelaku tindakan adalah penulis (sekaligus guru di Kelas I B SD Negeri 018 Galang Batam). Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, yang mana tiap siklus dilaksanakan dalam dua pertemuan. Pada pertemuan pertama dilaksanakan kegiatan memengenal 529
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
huruf abjad menggunakan media kartu huruf. Pada pertemuan kedua siswa menerima kembali kartu huruf yan g dibagikan guru untuk disusun secara rapi dan menyusun nama mereka sendiri kemudian menuliskan nama mereka dipapan tulis. Waktu yang dibutuhkan setiap pertemuan 2 x 35 menit. Tahap observasi dilakukan bersamaan dengan tahap pelaksanaan. Observasi dilakukan oleh teman sejawat sebanyak 1 orang. Mereka mencatat aktivitas proses pembelajaran dengan berfokus pada siswa. Observasi didasarkan pada panduan observasi dan ditulis pada lembar observasi yang telah disediakan sebelumnya. Temuan-temuan persoalan yang ditemukan menjadi dasar untuk melakukan revisi RPP dan perangkat pembelajaran lainnya yang akan dilaksanakan pada siklus 2. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dibedakan atas proses pembelajaran dan hasil pembelajaran mengenal huruf abjad menggunakan media kartu huruf pada pembelajaran mengenal anggota tubuh, pada mata pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas I B SD Negeri 018 Galang Batam. Proses Pembelajaran Keaktifan siswa dan hasil nilai pembelajaran siswa dapat diamati pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Pengamatan keaktifan siswa dilakukan sejak siklus I, dilanjutkan dengan pengamatan dalam siklus II yang ditujukan untuk mencapai peningkatan kemampuan siswa mengenal huruf menggunakan media kartu huruf dipaparkan sebagai berikut. Siklus 1 Pembelajaran Menggunakan media kartu huruf merupakan hal baru bagi siswa kelas I B SD Negeri 018 Galang Batam. Hal pertama yang harus dilakukan guru (peneliti) adalah memberikan penjelasan dan langkah-langkah mengenai model pembelajara pembelajaran menggunakan media kartu huruf kepada siswa dan memberikan pengertian kepada mereka bahwa siswa harus dapat memperhatikan dengan seksama terhadap kartu huruf yang telah diterima. Penerapan model pembelajaran menggunakan metode kartu huruf dalam penelitian ini meliputi langkah-langkah berikut. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran dan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pembelajaran. Siswa pun mendengarkan penjelaskan guru dengan serius. Siswa memperhatikan guru yang menunjukkan beberapa kartu huruf secara bergantian di depan kelas sambil mengucapkan nama huruf tersebut. Kemudian siswa menirukannya dengan serempak. Guru membagikan beberapa kartu huruf. Siswa kelihatan sangat senag sekali, kemudian mereka berlatih sendiri mengucapkannya dengan suara nyaring. Guru berkeliling dari satu siswa ke siswa lain dan mendampingi mereka saat siswa berlatih mengenali huruf. Secara bergilir siswa mengucapkan kartu-kartu huruf yang ditunjukkan oleh guru di depan kelas. Guru memberi penguatan tentang pengenalan huruf kepada siswa.
530
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Setelah guru menjelaskan langkah-langkah dalam penggunaan media kartu gambar, siswa memperhatikan guru yang menunjukkan beberapa kartu huruf secara bergantian di depan kelas sambil mengucapkan nama huruf tersebut. Kemudian siswa menirukannya. Siswa menerima beberapa pembagian kartu huruf dari guru. Kemudian mereka berlatih sendiri mengucapkannya dengan suara nyaring. Guru berkeliling dari satu siswa ke siswa lain dan mendampingi siswa yang kesulitan dalam berlatih mengenali huruf. Secara bergilir siswa mengucapkan kartu-kartu huruf yang ditunjukkan oleh guru di depan kelas. Guru memberi penguatan tentang pengenalan huruf kepada siswa. Suasana kelas sempat ramai disebabkan anak yang tidak sabar menunggu temanya yang belum selesai menyusun kartu huruf. Tetapi keributan itu tidak berlangsung lama karena guru telah menegurnya. Selesai mengamati kartu huruf siswa menyebutka nama huruf yang pegang oleh guru. Secara umum siswa tampak antusias belajar sambil menggunakan kartu huruf beberapa siswa memang masih ada mengalami kesulitan dalam menyebutkan huruf. Mereka berjalan-jalan sambil melihat kartu huruf yang diterima temannya. Melihat adanya keributan kecil di dalam kelas, guru pun mengajukan tawaran bagi siswa yang ingin bertanya. Guru Siswa Guru Siswa Guru Guru Siswa Guru Guru Guru Siswa Guru
: Anak-anak, Siapa yang yang sudah tahu huruf abjad A- Z? : Saya Pak… (jawab Zira, dengan semangat sambil mengacungkan tangan) : Baik. Coba kalian sebutkan satu persatu dengan kuat ya? Anak-anak tolong diam kita sama-sama dengarkan : (A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K,L,M,N,O,P,Q,R,S,T,U,V,W,X,Y,Z) : Berikan tepuk tangan kepada Zira : Iya. Bagus. Selain Zira, apakah ada lagi yang mau maju ke depan? : Saya Pak... (Alfin mengacungkan jari) : Iya, silahkan Alfin : (mengulangi penyebutan huruf abjad yang diikuti oleh seluruh siswa) : Anak-anak apakah kalian pernah mendengar lagu A,B,C,D. : Pernah, Pak… (siswa menjawab serentak) : Kalau begitu mari kita menyanyi bersama sambil bertepuk tangan
531
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 1. Siswa Sangat Semangat Menyusun Kartu Huruf yang Diberikan oleh Guru Beberapa siswa mulai mengerti setelah mengamati kartun huruf yang diterimanya dan mulai mengerjakan sesuai dengan langkah-langkah dalam penggunaan kartu huruf. Guru Guru Siswa Guru
: : : :
(mengulangi penyebutan huruf abjad yang diikuti oleh seluruh siswa) Anak-anak apakah kalian pernah mendengar lagu A,B,C,D. Pernah Pak... (siswa menjawab serentak) Kalau begitu mari kita bernyanyi bersama sambil bertepuk tangan
Siswa kelihatan senang dan gembira setelah bernyanyi kemudian siswa pun melanjutkan pekerjaanya menyusun kartu huruf. Sebagaimana menurut Hidayat dkk, (1980:5), pengucapan kata-kata tersebut dapat diperluas dalam bentuk pelafalan kalimat bahasa Indonesia, yang penting melatih anak mengucapkan bunyi-bunyi huruf sesuai dengan artikulasinya.
Gambar 2. Sambil Bermain Siswa yang Belum Selesai dan Guru Mendamping Menyusun Kartu Huruf Keaktifan siswa di atas sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Anderson (1972:209) membaca permulaan dalam teori keterampilan, Maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recording dan decording. Tujuan membaca permulaan di 532
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
kelas 1 SD adalah agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sderhana dengan lancar dan tepat.
Gambar 3. Guru Memberi Bimbing Siswa yang Masih Mengalami Kesulitan dalam Mengenal Huruf Menggunakan Metode Kartu Huruf Dari hasil refleksi siklus 1 diperoleh informasi bahwa guru memiliki kelemahan terkait penggunaan kartu huruf , kerena terlalu banyak kartu huruf yang diberikan kepada siswa. Sehinga anak agak kesulitan disebabkan banyaknya kartu huruf yang sama. Akibatnya, banyak siswa belum memahami metode penggunaan kartu huruf karena penjelasan lisan melalui ceramah guru sulit dipahami. Siswa baru merasa jelas dan paham setelah guru menyuruh untuk mencari huruf-huruf berkaitan dengan namanya sendiri. Dari hasil refleksi ini, hal yang harus diperbaiki dalam pembelajaran pada siklus 2 adalah penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar oleh guru yang disesuaikan dengan perkembangan psikologi siswa. Masukan lainnya, persiapan dalam proses belajas mengajar yang belum matang dan terkesan berlangsung buru-buru, maka perlu dilakukan tambahan alokasi waktu pelaksanaan pembelajaran. Penambahan itu perlu direncanakan dalam RPP. Terkait aktivitas kelompok, dari hasil diskusi refleksi diusulkan penghargaan tepuk tangan bagi anak yang sudah berani tampil didepan kelas untuk tujuan meningkatkan semangat belajar mereka. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas kerja mereka agar dapat diperoleh hasil kerja yang terbaik. Siklus 2 Pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2 sangat dipengaruhi oleh hasil refleksi pembelajaran pada siklus 1. Sejumlah revisi telah dilakukan pada RPP, yaitu penambahan alokasi waktu bekerjasama dalam menentukan ide pokok dari semula 15 menit menjadi 20 menit, pengurangan alokasi waktu presentasi dari semula 20 menit menjadi 30 menit, dan pengurangan alokasi waktu pembukaan dari 10 menit menjadi 5 menit. Selain itu, pada langkah penegasan kembali materi oleh guru ditambahkan aktivitas pemberian penghargaan untuk siswa terbaik.
533
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pada pelaksanaan pembelajaran dalam siklus 2 guru tampak telah berupaya memperbaiki bahasa dalam menyampaikan tujuan pembelajaran menggunakan metode kartu huruf yang digunakan untuk penyampaian materi pembelajaran. Pembagian kartu huruf tidak terlalu banyak dan disesuaikan tingkat kemampuan siswa. Cara menyusun kartu huruf pun tampak dapat dinikmati oleh setiap siswa. Dampaknya, tidak banyak pertanyaan siswa terkait prosedur pembelajaran dalam model pembelajaran menggunakan media kartu huruf.
Gambar 4. Guru Berkeliling Mengecek Hasil Kerja Siswa serta Mendampingi Siswa yang Belum Selesai Menyusun Kartu Huruf Pembelajaran di kelas pada siklus berlangsung lebih tertib dan lancar. Beberapa siswa yang pada saat pembelajaran siklus 1 tampak sering bergurau, tidur-tiduran, dan berjalan-jalan. Pada siklus 2 mereka telah semangat mengikuti pembelajaran sehingga tidak merelakan ada teman yang tidak mengikuti pembelajaran dengan serius.
Gambar 4. Guru Menunjukan Media Kartu Huruf Berwarna yang Digunakan untuk pembelajaran di Kelas I B
534
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Gambar 5. Secara Bergantian Anak Menulis di Papan Tulis
Gambar 6. Hasil Tulisan dari Beberapa Siswa Para siswa mulai terbiasa dengan model pembelajaran yang demikian walau masih perlu penjelasan, guru memberi penguatan agar setiap siswa untuk mempresentasikan atau menuliskan nama mereka di depan papan tulis, tapi seperti siklus sebelumnya siswa malu untuk maju ke depan. Guru memberikan penjelasan bahwah berani tampil ke depan adalah awal yang baik. Guru pun mulai aktif mendekati para siswa yang kesulitan dalam mengerjakan tugas, menyusun kartu huruf dan mencari huruf yang berkaitan dengan namanya, dan menegur siswa yang terlihat melamun, bahkan mengantuk hasilnya nilai siswa pada siklus II meningkat. Penyampaian materi pembelajaran sudah sesuai dengan perkembangan pola pikir siswa dan tak terlalu terburu-buru, penerapan model pembelajarannya mulai bisa dimengerti. Sehingga terbukti pada saat guru meminta anak untuk maju secara bergilir, siswa mengucapkan kartu-kartu huruf yang ditunjukkan oleh guru di depan kelas. Respon siswa satu persatu, tidak bersama-sama, sehingga dalam melafatkan huruf-huruf yang ditunjukan guru pun terdengar sangat jelas dan sungguh-sungguh. Langkah-langkah dalam RPP sudah dibarengi dengan alokasi waktu sehingga guru pada saat melaksanakan proses pembelajaran sudah mempunyai acuan waktu yang jelas. Guru memberi penguatan agar siswa termotivasi pada siswa untuk menuliskan namanya di papan tulis dan sudah dilaksanakan oleh semua siswa. Pada saat ini guru menjelaskan bagaimana cara mendapatkan skor penilaian agar siswa lebih aktif lagi agar memperoleh nilai yang maksimal, yaitu individu harus aktif dan berusaha mendapat nilai terbaik pada tes individu. Hasil tes individu yang diperoleh akan mempengaruhi nilai mereka dalam memperoleh penghargaan.
535
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mengenal huruf dengan menggunakan model pembelajaran menggunakan kartu huruf tidak hanya berdampak bagi guru, tetapi siswa justru merasakan dampak yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan keaktifan siswa secara klasikal yaitu pada siklus 1 sebagian besar siswa kurang aktif dalam pembelajaran, serta siklus 2 sebagian besar siswa memiliki keaktifan yang baik dalam pembelajaran. Hasil Belajar Siswa Telah diketahui tabel hasil belajar (Nilai Akhir), tes individu, skor individual. Peningkatan belajar siswa dapat dilihat dari poin kemajuan yang dinilai adalah aspek menentukan menyebutkan huruf dengan benar dan menulis huruf abjad sesuai namanya. Data hasil belajar siswa diperoleh dari nilai LKS siswa dan nilai tes akhir siklus. Adapun analisis data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Analisis Hasil Belajar Siswa Siklus I SIKLUS II Presentasi Keterangan Jumlah prosen Jumlah prosen Siswa Siswa (%) Siswa (%) Nilai < 65 6 38 3 18 Belum Tuntas Belajar Nilai ≥ 65 11 62 14 92 Tuntas Belajar Jumlah 17 100 17 100 Nilai Rata-rata 72,94 75,76 Ketuntasan Tuntas Tuntas Klasikal
Pada Siklus I diketahui ketuntasan dalam pembelajaran, yaitu terdapat 11(62%) siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan rata-rata kelas 72,94. Selanjutnya, pada Siklus II terdapat 14 (92%) siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan rata-rata kelas 75,76. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar atau ketuntasan belajar secara klasikal dapat dilihat pada grafik berikut.
536
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Grafik 2. Peningkatan Ketuntasan Belajar Secara Klasikal Ketuntasan Belajar Siswa Secara Klasikal
Persentase
100% 80%
60% 40% 20% 0% Ketuntasan
Siklus I
Siklus II
62%
92%
Pada tahap Siklus I terdapat 62% siswa yang mengalami ketuntasan belajar secara klasikal. Pada Siklus II terdapat 92% siswa yang mengalami ketuntasan belajar, terjadi peningkatan ketuntasan 30% dari Siklus II. Pada Siklus II sudah terjadi ketuntasan belajar secara klasikal. Keberhasilan penggunaan media kartu huruf dalam proses pembelajaran akan menjadi penunjang bagi siswa untuk berbahasa yang meliputi ketrampilan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Hal ini sesuai dengan pengertian kartu huruf yang dikemukakan oleh Latuheru (dalam Nuryati, 2003) bahwa media kartu huruf bergambar adalah media visual yang merupakan bagian dari media sederhana. Pengertian kartu adalah kertas tebal berbentuk persegi panjang dengan ditempeli huruf, dan pada punggung kartu di warnai, dan diberi gambar (untuk berbagai keperluan). Melalui permainan kartu huruf sangat cocok dengan karakteristik anak usia dini yang notabene masih anak-anak. PENUTUP Kesimpulan Dalam pembelajaran kelas rendah mungkin akan menemui siswa bermasalah dalam belajar, salah satunya adalah anak berkesulitan membaca permulaan. Hal ini dapat menggaanggu prestasi berlajar siswa adalam mengatasi masalah tersebut. Penggunaan media kartu huruf khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia akan memudahkan siswa berkesulitan membaca permulaan untuk meningkatkan kamampuan membaca, dan secara otomatis kemampuan dalam bidang lain juga akan berkembang dengan baik. Saran Dalam proses belajar mengajar sebaiknya guru melakukan suatu tindakan untuk mengetahui kemampuan membaca anak didiknya kemudian membuat pemetaan terhadap anakanak yang berkesulitan membaca. Untuk mengatasi kesulitan siswa dalam mengenal huruf, penggunaan Kartu Huruf Berwarna terbukti dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas II SD dalam belajar membaca dan menulis.
537
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
DAFTAR RUJUKAN Akatdianti, Amin .2009. Belajar Membaca Permulaan (online) (pustaka-dwipena.com/ pendidikan/pengertian-media-kartu-huruf-menurut-latuheru-john-d/, diakses tanggal 28 Agustus 2016). A.S.Broto dan M. Abdurahman. 1995. Membaca Merupakan Kemampuan yang Sangat Diperlukan (online) (pustaka dwipena.com/pendidikan/pengertian-media-kartu-hurufmenurut-latuheru-john-d/diakses tanggal 29 agustus 2016). Hidayat dkk. 1980. Pengucapan Kata-kata dan Huruf (online) (pustaka dwipena.com/ pendidikan/pengertian-media-kartu-huruf-menurut-latuheru-john-d/, diakses tanggal 29 Agustus 2016). Nurhayati, S. 2003. Media Kartu Huruf (online) (pustaka-dwipena.com/pendidikan/ pengertianmedia-kartu-huruf-menurut-latuheru-john-d/, diakses tanggal 21 Agustus 2016). Udin, Rafi. 2003. Permainan Kartu Huruf (online) (https://amin 127.wordpress.com/about/ belajar membaca-permulaan-menggunakan-kartu-huruf-berwarna, diakses tanggal 15 September 2016).
538
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
UPAYA PENINGKATAN PRESTASI SISWA DALAM MATERI TEKS EKSPLANASI ILMIAH DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MIND MAPPING PADA SISWA KELAS VI SDN 007 NONGSA Rismah Dalimunte
[email protected] Abstrak: Berdasarkan pengamatan awal diketahui bahwa kemampuan memahami teks eksplanasi pada siswa kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa sangat rendah. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan prestasi siswa dalam materi Teks Eksplanasi dengan menggunakan model pembelajaran Mind Mapping. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa. Setelah melakukan penelitian dalam 2 siklus diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa model pembelajaran Mind Mapping dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam materi teks eksplanasi. Kata Kunci: kemampuan, menulis, teks eksplanasi, model pembelajaran mind mapping
Sesuai dengan materi pembelajaran yang ada di SD khususnya kelas VI semester 1 teks eksplanasi merupakan salah satu materi yang harus dikuasai oleh peserta didik, selain materimateri lain seperti teks laporan investigasi dan pidato persuasif serta keterampilan menulis lainnya. Di samping itu, Kompetensi Dasar yang berbunyi “Menyajikan Teks Eksplanasi Ilmiah tentang Perubahan dan Sifat Benda, Hantaran Panas, Energi Listrik dan Perubahannya serta Tata Surya” juga merupakan dasar bagi penulis untuk meneliti siswa dalam ketuntasan menguasai materi tersebut. Menurut Maulana (2015), teks ekspalanasi adalah teks yang berisi penjelasan-penjelasan tentang proses mengapa, dan bagaimana dari suatu topik yang berhubungan dengan fenomenafenomena alam maupun sosial yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Semua fenomena tersebut memiliki hubungan sebab akibat dan memiliki proses. Semua fenomena tersebut tidak hanya dirasakan dan nikmati saja, tapi harus kita pelajari mengapa dan bagaimana fenomena tersebut bisa terjadi. Suatu teks dikatakan sebagai teks eksplanasi jika memenuhi beberapa ciri berikut. (1) Informasi-informasi yang termuat di dalamnya berdasarkan fakta. (2) Hal yang dibahas berdasarkan fenomena yang bersifat keilmuan. (3) Sifatnya informatif dan tidak berusaha untuk memengaruhi untuk percaya terhadap hal yang dibahas. Serta (4) terdiri dari pernyataan umum, urutan sebab akibat dan interpretasi. Selain dari ciri-ciri di atas, teks eksplanasi juga memiliki struktur sebagai berikut. (1) Pernyataan Umum (General Statement) merupakan bagian pertama dari teks eksplanasi yang isinya mengenai penyampaian topik atau permasalahan yang akan dibahas. Bagian ini berisi gambaran mengenai apa dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi. Penulisan dari pernyataan umum ini harus menarik agar pembaca mau membaca teks eksplanasi tersebut hingga selesai. (2) Deretan Penjelas, bagian yang sering juga disebut sebagai urutan sebab akibat dari suatu fenomena yang dibahas secara mendalam berdasarkan urutan waktu. (3) Interpretasi, merupakan
539
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
bagian akhir atau penutup dari teks eksplanasi berisi intisari atau kesimpulan dari topik atau kesimpulan yang dibahas. Selain Kompetensi Dasar, yang menjadi latar belakang penulis memilih judul tersebut adalah, melihat hasil evaluasi siswa menunjukkan kemampuan yang sangat rendah dalam menguasai materi tentang Teks Eksplanasi. Hal ini mungkin disebabkan berbagai hal seperti: (1) kurangnya pemahaman tentang teks eksplenasi yang dimiliki siswa, (2) kurang berminatnya siswa dalam mempelajarai materi tentang teks eksplanasi tersebut, (3) kurangnya variasi metode atau model yang digunakan guru dalam mengajarkan materi teks eksplanasi tersebut, serta (4) keterbatasan waktu yang tersedia, mengingat materi teks eksplanasi ini harus memiliki urutanurutan yang logis dan merupakan suatu fenomena yang perlu pengamatan panjang. Berdasarkan hal tersebut guru perlu memberikan sebuah terobosan dalam hal mengajar. Variasi metode yang selama ini monoton perlu diubah atau dikebangkan. Kebanyakan guru hanya menggunakan metode tradisional seperti cramah, tanya jawab penugasan dalam menyampaikan pembelajaran sehingga siswa kurang tertarik dengan pembelajaran yang monoton tersebut. Penggunaan model pembelajaran Mind Mapping dianggap tepat untuk meningkatkan prestasi siswa dalam materi pembelajaran menulis teks eksplanasi. Mengapa dipilih model tersebut, alasannya adalah karena melibatkan siswa secara langsung dalam proses pelaksanaannya, juga menyenangkan bagi siswa karena model mind mapping ini dilakukan secara bersama-sama dengan teman sebangku. Menurut Buzon (2008:4), Mind Mapping adalah cara mengembangkan kegiatan berfikir ke segala arah dan menangkap berbagai fikiran dalam berbagai sudut. Mind Mapping mengembangkan cara berfikir divergen dan berfikir kreatif. Mind Mapping yang sering kita sebut dengan peta konsep adalah alat berfikir organisasional yang sangat hebat yang juga merupakan cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi itu ketika dibutuhkan. Mind Mapping dapat membantu untuk banyak hal seperti merencanakan berkomunikasi, menjadi lebih kreatif, menyelesaikan masalah, memusatkan perhatian, menyusun dan menjelaskan fikiran-fikiran, mengingat dengan baik, belajar lebih cepat dan efisien serta melatih gambar keseluruhan. Adapun kelebihan model pembelajaran Mind Mapping menurut Duzan (2006:5) adalah (1) memberi pandangan menyeluruh pada pokok masalah atau area yang luas, (2) memungkinkan menentukan rute atau membuat pilihan-pilihan dan mengetahui kemana seseorang akan pergi dan dimana ia berada, (3) menghemat waktu, (4) mengingat dengan baik, (5) menyusun dan menjelaskan fikiran-fikiran, serta (6) mampu melihat gambar keseluruhan. Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran Mind Mapping adalah (1) hanya siswa yang aktif yang terlibat, (2) tidak sepenuhnya murid yang belajar, serta (3) jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam model pembelajaran Mind Mapping menurut Buzan dan Barry (2004) sebagai berikut. (1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin
540
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
dicapai. (2) Guru menyajikan materi sebagaimana biasa (3) Untuk mengetahui daya serap siswa, siswa membentuk kelompok berpasangan 2 orang. (4) Salah satu siswa dari pasangan menceritakan materi yang diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga dengan kelompok-kelompok lainnya. (5) Siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya. (6) Guru mengulangi dan menjelaskan kembali materi yang kiranya belum dipahami siswa. (7) Kesimpulan / penutup. Sejalan dengan latar belakang di atas, dilakukan penelitian yang dimaksud untuk meningkatkan kualitas keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran menulis Teks Eksplanasi. Karenanya, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis teks eksplanasi dengan media pembelajaran Mind Mupping dan (2) mendeskripsikan peningkatan prestasi dalam materi teks eksplanasi siswa kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa melalui media pembelajaran Mind Mapping. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas. Tahap-tahap penelitian tindakan kelas berupa siklus, meliputi (1) perencanaan (2) tindakan (3) observasi dan (4) refleksi.
541
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa Batam, dengan alamat jalan Simpang PTK Kampung Panau Kabil. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, tes dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan menggunakan instrumen penelitian berupa panduan observasi, soal test serta panduan studi dokumentasi. Observasi dilakukan terhadap penyusunan perangkat pembelajaran, proses berlangsungnya pembelajaran serta proses evaluasi atau penilaian. Tes dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam menguasai materi pembelajaran teks eksplanasi. Dokumentasi dilakukan terhadap dokumen perangkat pembelajaran yang telah dipersiapkan guru, serta dokumen-dokumen berlangsungnya proses belajar mengajar. Data yang dianalisis berupa aktivitas guru saat membuat perencanaan pembelajaran, aktivitas guru saat mengelola atau berlangsungnya proses pembelajaran, aktifitas siswa selama proses belajar mengajar, informasi hasil belajar siswa yang berbentuk penilaian. Selain itu dianalisis pula data informasi hasil refleksi. Tahap-tahap penelitian dipaparkan sebagai berikut. (1) Perencanaan pelaksanaan observasi dan refleksi. Pada tahap perencanaan dilakukan pengembangan RPP, perangkat pembelajaran serta langkah-langkah atau skenario tindakan yang digunakan dalam model pembelajaran Mind Mapping. (2) Penyiapan lembar panduan dan lembar observasi pengelolaan kelas menggunakan model pembelajaran mind mapping untuk guru, dan lembar observasi keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran. (3) Penyiapan media pembelajaran, meliputi buku ajar Bahasa Indonesia dan lembar kerja siswa. (4) Penyiapan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas. (6) Penyiapan instrumen tes hasil belajar berupa tes essay. Serta, (7) pengembangan alat evaluasi pada setiap siklus yang meliputi penilaian proses dan penilaian hasil belajar siswa, baik secara individu maupun kelompok. Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan sesuai dengan skenario atau langkah-langkah yang telah direncanakan menggunakan model pembelajaran Mind Mapping. Setelah guru menjelaskan skenario atau langkah-langkah yang akan dilakukan siswa, guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai secara klasikal, kemudian menyajikan materi sebagaimana biasa dengan menggunakan metode ceramah dengan sedikit tanya jawab antara guru dan siswa, lalu guru memberitahukan siswa membentuk kelompok berpasangan dengan teman sebangku guna mengetahui daya serapnya, kemudian memberi tugas pada salah satu siswa dalam pasangannya untuk menceritakan materi yang telah disampaikan oleh guru tadi. Setelah itu siswa secara bergiliran di acak menyampaikan hasil wawancara dengan temannya di depan kelas, lalu guru mengulangi kembali materi yang telah dijelaskan tadi kiranya masih ada siswa yang belum paham. Pelaku tindakan adalah penulis sekaligus guru kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus setiap siklus dilaksanakan dalam 2 jam pelajaran atau 2 x 35 menit. Pada siklus pertama siswa melakukan kegiatan dengan berdiskusi dan menulis eksplanasi dari hasil diskusinya atau wawancaranya dengan pasangannya, sedangkan pada siklus 2 siswa menulis eksplanasi berdasarkan paparan dari berbagai sumber, atau bukan hanya pasangannya tetapi dari apa yang dia dengarkan dari siswa-siswa yang maju ke
542
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
depan dari pasangan lain serta berdasarkan pengalaman belajarnya tentang teks eksplanasi dari pembelajaran sebelumnya. Tahap observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksan. Observasi dilakukan teman sejawat sesama guru sebanyak 2 orang. Mereka melakukan observasi kepada siswa, tanpa mengganggu dan tidak berkomentar saat melakukan observasi, yang diobservasi adalah tentang bagaimana aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Observasi dilakukan berdasarkan petunjuk atau lembar observasi yang telah disediakan sebelumnya. Tahap refleksi dilakukan langsung setelah pembelajaran selesai, dilakukan di ruang guru bersama dengan observer yang 2 orang. Terlebih dahulu peneliti atau penulis menceritakan pengalamannya dalam pembelajaran tadi. Kemudian secara bergantian observer mengemukakan hasil pengamatannya masing-masing. Selanjutnya guru bersama observer berdiskusi tentang beberapa hal penting yang berkaitan dengan siswa selama proses pembelajaran. Berbagai solusi yang diperoleh dari hasil diskusi tersebut akan didokumenkan sebagai bahan perbaikan untuk siklus selanjutnya dan menjadi dokumen penelitian. Sedangkan temuan-temuan persoalan menjadi dasar untuk perbaikan pada perangkat pembelajaran, seperti RPP dan perangkat lainnya pada siklus 2. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dibedakan atas proses berlangsungnya pembelajaran dan hasil pencapaian yang diperoleh siswa setelah mempelajarai materi Teks Eksplanasi pada siswa kelas VI SD Negeri 007 Nongsa. Proses Pembelajaran Pengamatan terhadap keaktifan siswa dilakukan saat berlangsungnya proses pembelajaran. Pengamatan ini dilakukan sejak pra siklus, dilanjutkan dengan pengamatan dalam siklus-siklus yang ditujukan untuk mencapai peningkatan kemampuan menulis teks eksplanasi dengan menggunakan media pembelajaran Mind Mapping. Siklus 1 Model pembelajaran Mind Mapping adalah hal yang baru pertama kali penulis lakukan pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam materi teks eksplanasi. Hal pertama yang dilakukan guru adalah menjelaskan langkah-langkah atau skenario model pembelajaran Mind Mapping agar siswa benar-benar memahami dan melaksanakan langkah-langkah tersebut tahap demi tahap untuk hasil yang lebih baik. Adapun langkah-langkah atau skenario dari model pembelajaran Mind Mapping yang dilakukan oleh guru di dalam kelas dipaparkan sebagai berikut. Dalam kegiatan pendahuluan atau apersepsi, guru mempersiapkan siswa dalam kondisi yang siap menerima pelajaran, dengan mengawali dengan berdoa dan mempersiapkan tempat duduk dengan rapi. Setelah itu guru memberikan materi prasyarat dengan mengadakan tanya
543
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
jawab tentang pembelajaran yang lalu dan kaitannya dengan pembelajaran hari ini. Menyampaikan alternatif kegiatan belajar yang akan ditempuh. Guru : “Selamat pagi anak-anak sekalian, bagaimana kabar anak-anak hari ini, apakah telah sip memulai pembelajaran?” Siswa : “Siap, Bu!” Guru : “Pada pembelajaran yang lalu kita telah mempelajari teks eksplanasi, apakah anak-anak masih ingat apa yang dimaksud dengan teks eksplanasi?” Siswa I : “Teks yang berisikan tentang fenomena alam atau sosial, Bu.” Siswa II : “Teks yang berisi tentang sebab akibat terjadinya suatu fenomena alam dan sosial Bu, seperti banjir, pengangguran dan lain-lain.” Guru : “Bagus anak-anak, jawaban kalian benar semua, yang paling lengkap beri tepuk tangan sebagai hadiah.” Guru memberi penguatan kepada jawaban siswa dengan mengulang kembali defenisi dari pada teks eksplanasi tersebut dan mengaitkan dengan pembelajaran kita yang sekarang tentang ciri-ciri serta struktur dan contoh teks eksplanasi tentang fenomena alam. Guru membagi siswa dalam kelompok yang terdiri dari teman sebangkunya, lalu menunjuk salah seorang dari siswa berdasarkan urutan tempat duduk yang menjadi penyampai informasi. Guru menjelaskan tentang materi yang akan dipelajari saat ini adalah teks eksplanasi tentang fenomena alam banjir. Banjir adalah satu fenomena alam sehingga disebut juga dengan bencana alam. Lalu siswa yang memberi informasi menceritakan kepada temannya tentang penyebab terjadinya banjir, serta cara mengatasinya. Dan siswa yang mendengarkan membuat catatancatatan kecil tentang informasi yang didengarkannya.
Gambar 1. Siswa berdiskusi dengan teman sebangkunya sesuai dengan model pembelajaran Mind Mupping Terlihat siswa banyak yang aktif bercerita dan menulis, sekali-kali menimpali pembicaraan temannya. Namun banyak pula siswa yang hanya diam tidak berbicara serta
544
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
kelihatan bingung tidak tau apa yang ingin dia bicarakan sementara teman lainnya terdiam juga menanti apa yang ingin dikatakan temannya. Guru kemudian memberi kesempatan kepada siswa pencatat untuk menceritakan hal-hal yang didapat dari temannya berdasarkan wawancara tadi untuk menceritakan di depan kelas. Secara antusias siswa yang aktif langsung maju ke depan untuk menyampaikan catatan-catatan kecil yang dibuat. Terlihat di sini siswa sangat bersemangat menyampaikan apa yang dia dapat meski tujuan pembelajaran belum sepenuhnya tercapai.
Gambar 2. Siswa membacakan hasil catatan dari pembicaraan temannya, dalam model pembelajaran Mind Mapping Salah seorang siswa maju ke depan, dengan membawa catatan hasil pembicaraan temannya. ”Banjir disebabkan oleh hujan yang deras, got tak bisa menampung air hujan, akibatnya jalan becek gak bisa sekolah, banjir juga dapat disebabkan oleh aliran air got yang tersumbat karena tumpukan sampah yang dibuang sembarangan. Aliran air yang tidak mengalir dengan baik dengan mudah menajdikan luapan air. Banjir berakibat kerugian yang sangat banyak bagi kehidupan manusia.” Guru memberi pujian kepada siswa yang maju setelah selesai membacakan hasil tulisannya, seiring dengan tepuk tangan siswa lainnya, terdengar suara riuh rendah di dalam kelas. Penguatan atau pujian yang diberikan guru membuat siswa bersemangat. Terlihat model pembelajaran mind mupping di sini dapat merangsang otak siswa untuk mencatat hal-hal kecil tentang materi yang dibicarakan temannya sesuai dengan pendapat Buzan dan Barry (2004) yang menyatakan bahwa Mind Mapp adalah suatu teknik mencatat yang menonjolkan sisi kreativitas sehingga efektif dalam memetakan fikiran. Teknik mencatat melalui peta fikiran ini dikembangkan berdasarkan bagaimana cara otak bekerja selama memproses suatu informasi. Selama informasi disampaikan otak akan mengambil berbagai tanda dalam bentuk beragam, mulai dari gambar, bunyi hingga perasaan. Dengan demikian, siswa mampu meningkatkan daya ingatnya. Setelah semuamya selesai guru memberikan tugas menuliskan sebuah teks eksplanasi terjadinya banjir berdasarkan presentase yang telah dilakukan teman-temannya di depan kelas tadi. Guru mengumpulkan hasil kerja siswa. Ditemukan masih banyak siswa yang belum mampu 545
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
menulis teks eksplanasi dengan benar, namun sudah ada sedikit kemajuan dari pra siklus yang dilakukan hanya dengan menggunakan metode tradisional, ceramah, tanya jawab dan penugasan. Dari hasil refleksi siklus 1 diperolah kesimpilan bahwa guru masih belum mampu menggunakan dengan baik model pembelajaran Mind Mapping tersebut. Penjelasan tentang penggunaan media tersebut belum sepenuhnya dikuasai oleh siswa. Tahapan demi tahapan belum mampu dipahami, karena terkesan buru-buru. Penggunaan waktu juga dirasa kurang efisien, karena lebih banyak digunakan untuk menunggu siswa yang tidak mau maju ke depan, dari pada menulis teks yang merupakan penilaian atau hasil akhir yang menilai kemampuan menulis teks eksplanasi. Namun, jika dilihat dari proses keaktifan siswa sudah mengalami kemajuan dibanding dengan pra siklus. Sekitar 35 persen siswa berperan aktif mengikuti pelajaran dan mampu memahami tentang materi yang diberikan oleh guru. Dalam perencanaan pembelajaran perlu ada penambahan sedikit di kegiatan inti, agar dirancang kembali yang dapat mempermudah siswa memahami materi tersebut. Siswa yang menulis dengan baik dan benar diberi umpan balik berupa pemberian hadiah dan tepuk tangan, guna membangkitkan semangatnya dan merangsang teman-temannya untuk lebih berkonsentrasi mengikuti pembelajaran. Penilaian tes dilakukan secara individual dan kelompok. Siklus 2 Pelaksanaan siklus 2 didasarkan pada hasil refleksi siklus 1. Perubahan sedikit pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran khususnya kegiatan inti sudah dilakukan. Langkah pertama di siklus 1 langsung memberi tugas untuk bercerita setelah mendapat informasi dari guru pada siklus 2 ini dimodifikasi dengan menggunakan kertas. Guru mempersiapkan selembar kertas kosong, kemudian menuliskan topik yang akan dibahas ditengah kertas tersebut. Proses selanjutnya siswa menarik beberapa garis kearah luar, disetiap ujung garis siswa menuliskan sebuah kata tengtang hal-hal yang berhubungan sebab akibat dengan kata kuncinya yaitu banjir. Setiap kertas diisi oleh 2 orang anak yang berpasangan dalam sebangku. Terlihat antusiasme anak dalam menulis pada garis-garis yang mereka buat. Siswa yang pada siklus 1 pasif kini sudah aktif dan mulai ikut menulis. Materi lanjutan terlihat lebih mudah dicerna siswa. Mereka akrab bekerjasama dengan pasangannya masing-masing. Setelah itu guru menyediakan waktu untuk beberapa orang siswa maju ke depan untuk mempresentasekan hasil kelompok kecilnya sebelum memulai menulis teks eksplanasi. Siswa dengan semangat dan rebutan ingin maju ke depan. Dari hasil kerja siswa guru memberikan kesimpulan dan mempersilahkan siswa untuk menulis teks eksplanasi tentang banjir berdasarkan hal yang dibuatnya dan hal-hal yang didengarnya. Terlihat jelas di sini pada proses sangat banyak kemajuan dibanding dengan siklus 1. Siswa hampir semua telah aktif dan mulai memahami model pembelajaran Mind Mapping yang dilaksanakan. Guru juga sudah kelihatan mampu menerapkan model pembelajaran Mind Mapping dengan baik. Guru memberi umpan balik kepada siswa yang hasil diskusinya paling baik.
546
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Gambar 3. Guru memberi hadiah bagi siswa yang hasil karyanya paling baik sebagai hasil dari model pembelajaran Mind Mapping
Gambar 4. Siswa mulai terbiasa dengan model pembelajaran Mind Mapping Hal ini sesuai dengan pendapat Buzon (2008: 4) yang mengatakan bahwa dalam model pembelajaran Mind Mapping tema utama terdefenisi sangat jelas karena ditempatkan di tengah. Level keutamaan informasi teridentifikasi secara lebih baik. Mempercepat proses pencatatan karena menggunakan kata kunci. Adapun menurut Mike Hernacky (2003: 153) Mind Mapping adalah suatu teknik mencatat yang dapat memetakan fikiran yang kreatif dan efektif serta memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak baik dibelahan otak kanan maupun otak kiri yang terdapat di dalam diri seseorang Nilai rata-rata keaktifan siswa pada siklus 1 adalah 35 persen yang termasuk dalam kategori sangat kurang. Sedangkan pada siklus 2 nilai rata-rata keaktifan siswa adalah 44 persen yang termasuk dalam kategori cukup.
547
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Grafik 1. Rata-rata Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa
Persentase
Keaktifan Belajar Siswa Secara Klasikal 60% 40% 20% 0% Keaktifan siswa
Siklus I
Siklus II
35%
44%
Hasil Belajar Siswa Data hasil belajar siswa yang dilakukan pada akhir pembelajaran dan dilakukan secara individual menunjukkan hasil peningkatan. Tes yang dilakukan tentang menjelaskan pengertian eksplanasi, menyebutkan ciri-ciri teks ekplanasi, dan menulis sebuah teks eksplanasi dengan tema “Banjir”. Data hasil belajar siswa diperoleh dari nilai tes akhir. Adapun analisis data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Analisis hasil Belajar Siswa PRASIKLUS SIKLUS I SIKLUS II PRESTASI KET JML PERSEN JML PERSEN JML PERSE SISWA SISWA (%) SISWA (%) SISWA N (%) Belum Nilai > 65 20 50 10 25 4 10 Tuntas Nilai ≥ 65 20 50 30 75 36 90 Tuntas Jumlah 40 100 40 100 40 100 Nilai 57,5 86,25 94,77 Rata-rata Ketuntasan Belum Tuntas Tuntas Tuntas Klasikal Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada prasiklus 20 (50%) siswa yang mengalami ketuntasan belajar dengan perolehan nilai 65 atau lebih dari 65. Sesuai dengan KKM kelas yaitu siswa mengalami ketuntaan belajar jika mencapai nilai rata-rata 65, rata-rata kelas pada pra siklus adalah 58, pada siklus 1 mengalami peningkatan yaitu 30 (75%) siswa yang mengalami ketuntasan. Sedangkan pada siklus 2 siswa yang tuntas sebanyak 32 (94%).
548
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Grafik 2. Peningkatan ketuntasan belajar secara klasikal
Persentase
Ketuntasan Belajar Siswa Secara Klasikal 100% 50% 0% Ketuntasan
Prasiklus
Siklus I
Siklus II
58%
75%
94%
Dapat dilihat pada tahap prasiklus terdapat 58% siswa mengalami ketuntasan belajar. Menunjukkan bahwa, pada tahap Prasiklus belum terjadi ketuntasan belajar secara klasikal, karena ketuntasan secara klasikal terjadi apabila 75% siswa telah mengalami ketuntasan belajar atau telah mencapai nilai 65 sesuai dengan KKM. Pada Siklus I terdapat 75% siswa sudah mengalami ketuntasan belajar, berarti telah terjadi peningkatan 17% dari tahap prasiklus. Pada Siklus I sudah hampirtercapai ketuntasan secara klasikal. Pada Siklus II terdapat 94% siswa yang mengalami ketuntasan belajar, terjadi peningkatan ketuntasan 19% dari Siklus I. Pada Siklus II sudah terjadi ketuntasan belajar secara klasikal. Data skor kemajuan siswa diperoleh dari nilai dasar (nilai prasiklus) dan nilai akhir. Adapun analisis data hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Analisis Hasil Skor Kemajuan Individu Poin Siklus I Siklus II Kemajuan Jumlah P(%) Jumlah Siswa P(%) Siswa 5 4 10 8 20 10 10 25 12 30 20 10 25 12 30 30 16 40 8 20 Jumlah 40 100 40 100 Berdasarkan Tabel 3 diketahui pada Siklus I terdapat 4 siswa (10%) yang mendapat poin kemajuan 5, terdapat 10 (25%) siswa yang mendapat poin kemajuan 10, terdapat 10 (25%) siswa yang mendapat poin kemajuan 20, terdapat 16 (40%) siswa yang mendapat poin kemajuan 30. Pada siklus II terdapat 8 (20%) siswa yang mendapat poin kemajuan 5, terdapat 12 (30%) siswa yang mendapat poin kemajuan 10, terdapat 12(30%) siswa yang mendapat poin kemajuan 20, terdapat 8 (20%) siswa yang mendapat poin kemajuan 30.
549
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan guru, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran menggunakan model Mind Mapping pada materi Teks Eksplanasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa. 2. Kemampuan guru menggunakan model Mind Mupping dalam proses pembelajaran pada materi Teks Eksplanasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI A SD Negeri 007 Nongsa. 3. Keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran dengan model Mind Mapping pada materi Teks Eksplanasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa SD Negeri 007 Nongsa. 4. Pembelajaran dengan model Mind Mapping pada materi Teks Eksplanasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 007 Nongsa Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti memberikan saran sebagai berikut Untuk mencapai kualitas proses belajar mengajar dan kualitas hasil belajar yang baik dalam pembelajaran dengan model Mind Mapping pada materi Teks Eksplanasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa diperlukan persiapan perangkat pembelajaran yang cukup memadai, misalnya RPP, Buku siswa dan Lembar kerja siswa (LKS) yang harus dimiliki oleh setiap siswa dan instrumen penilaian baik. 1. Untuk melaksanakan Pembelajaran dengan model Mind Mapping terlebih dahulu harus menyamakan persepsi antara semua pihak khususmya antara guru dan siswa, bahwa Mind Mapping bukan suatu tujuan belajar melainkan salah satu cara untuk mencapai tujuan belajar. 2. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan model Mind Mapping memang diperlukan persiapan terutama menyangkut pengetahuan dan keahlian guru dan siswa serta fasilitas yang mendukung proses belajar mengajar. DAFTAR RUJUKAN Buzon, Tony. 2008. Model Pembelajaran Mind Mapping. (online) (www. Akmapala09.blogspot.com/2012/04 model-pembelajaran-mind mupping, html, diakses tanggal 20 Juli 2016). De Porter, Bobby. Hernacki, Mike. 2003. Teknik Pembelajaran. (online) (www.eurekapendidikan.com/2015/02 teknik-pembelajaran, html, diakses tanggal 18 September 2016). Maulana, Ahmad. 2015. Pengertian Teks Eksplanasi Secara Umum.(online) (www.duniabaca.com/2015/12 pemgertian-teks-eksplanasi-secara-umum, html, diakses tanggal 18 September 2016).
550
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH TENTANG PENGARUH REVOLUSI DUNIA MELALUI METODE STAD DENGAN MEDIA POWER POINT DI KELAS XI IPS SMA NEGERI 2 BATU TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Sujoko SMA Negeri 2 Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas pembelajaran melalui Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) pada Kompetensi Dasar Pengaruh Revolusi Besar Dunia Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu Tahun Pelajaran 2016/2017. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan selama 2 siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu Tahun Pelajaran 2016/2017 sebanyak 35 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi partisipasi, dokumentasi dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan data reduction, data display, dan verification. Berdasarkan data yang diperoleh, “aktivitas belajar siswa” dengan penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point pada Kompetensi Dasar Siklus Revolusi Besar Dunia pada Kelas XI IPS 2 mengalami peningkatan pada siklus II. Siswa yang memperhatikan apa yang disampaikan guru sebesar 51,42% pada siklus I menjadi 79,90% pada siklus II, siswa yang bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan belajar atau diskusi sebesar 14,26% pada siklus I menjadi 28,52% pada siklus II, siswa yang bekerja sama dengan teman satu kelompok sebesar 51,57% pada siklus I menjadi 78,43% pada siklus II, siswa yang membuat perencanaan dan pembagian tugas kelompok sebesar 30,31% pada siklus I menjadi 67,57% pada siklus II, siswa yang bertanggung jawab terhadap tugas yang telah ditetapkan dalam kelompok sebesar 53.43.% pada siklus I menjadi 76,43% pada siklus II, siswa yang mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar sebesar 48,43% pada siklus I menjadi 77,57% pada siklus II, siswa yang bertukar pendapat antar teman dalam kelompok sebesar 43,43% pada siklus I menjadi 80,43.% pada siklus II, siswa yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota kelompok sebesar 33,57% pada siklus I menjadi 11,43% pada siklus II, siswa yang mengambil keputusan dari pertimbangan anggota sebesar 14,57% pada siklus I menjadi 22,86% pada siklus II, siswa yang mengerjakan kuis dengan kemampuan sendiri sebesar 28,57% pada siklus I menjadi 51,43% pada siklus II. Kata Kunci:
Cooperative Learning, STAD, aktivitas, hasil belajar, power point
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban. Sumber daya manusia yang unggul akan mengantarkan bangsa menjadi maju dan kompetitif di tengah arus globalisasi, namun Indonesia masih mengalami hambatan dalam menciptakan kualitas pendidikan yang baik. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan saat ini yaitu masih lemahnya proses pembelajaran (Rejeki, 2010). Proses pembelajaran yang berhasil apabila selama kegiatan belajar mengajar siswa menunjukkan aktivitas belajar yang tinggi dan terlihat secara aktif baik fisik maupun mental. Guru dalam menyampaikan pelajaran Sejarah dituntut memilih metode yang dapat melatih siswa belajar mandiri dan lebih optimal. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar adalah model pembelajaran kooperatif.
551
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Al-Hafizh (2016) memberikan penjelasan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan dalam proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana adalah Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Slavin (2010: 143) mengungkapkan bahwa salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana adalah Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Isjoni (2010: 74) menyatakan pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pembelajaran pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Penerapan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD perlu didukung oleh media pembelajaran yang dapat membantu peserta didik dalam membangkitkan minat dan motivasi siswa yang selanjutnya siswa akan melakukan aktivitas belajar. Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh oleh beberapa peneliti (Rohmawati, 2016; Ningsih, 2017, Wahyuningsih; 2016, Muhammad, 2016). Rohmawati (2016) membuktikan dalam penelitiannya melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatan persentase ketuntasan hasil Belajar Ekonomi siswa kelas X Ekonomi 3 SMK N 1 Wonosari pada setiap siklus. Ningsih (2017) berjudul Pengaruh Media Audio-Visual Terhadap Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Sumber Bunyi Di Kelas IV SD Negeri 145/IX Muhajirin, hasilnya terdapat pengaruh Media Audio-Visual Terhadap Motivasi pembelajaran sumber bunyi Siswa di SD Negeri 145/IX Muhajirin. Penelitian ketiga oleh Wahyuningsih (2016) Efektivitas Penggunaan Media Audio-Visual Dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis Bahasa Prancis Pada Siswa Kelas X Man 1 Yogyakarta disimpulkan bahwa penggunaan media audio-visual lebih efektif daripada media konvensional dalam pembelajaran keterampilan menulis bahasa Prancis. Penelitian keempat oleh Muhammad (2016), Pemanfaatan Media AudioVisual Dalam Pembelajaran Bahasa Arab Siswa XI IPS 3 MAN 1 Kalibawang TP 2016/2016 dengan hasil dengan pemanfaatan media audio-visual dapat meningkatkan pemahaman siswa XI IPS 3 terhadap bahasa arab.Dari keempat hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD berbantuan media power point dapat meningkatkan persentase ketuntasan hasil belajar Sejarah. Artikel ini adalah laporan pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Dua rumusan masalah ditetapkan: (1) bagaimanakan meningkatkan proses pembelajaran Sejarah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media power point , (2) bagaimanakan peningkatan hasil penelitian pembelajaran Sejarah dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media power point. Proses pembelajaran mata pelajaran Sejarah di kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu masih bersifat konvensional. Guru masih sering menggunakan metode ceramah dalam melakukan proses pembelajaran. Guru lebih sering berperan aktif di
552
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
dalam kelas ketika menyampaikan materi sehingga menyebabkan siswa menjadi pasif dan merasa bosan untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru. Proses pembelajaran Sejarah di kelas XI IPS 2 masih terdapat beberapa siswa yang aktivitas belajarnya belum optimal yang dibuktikan dengan masih adanya beberapa siswa yang lebih suka mengobrol dengan temannya ketika guru sedang menyampaikan materi. Selain itu siswa juga jarang bertanya atau berpendapat pada saat proses pembelajaran berlangsung atau pada saat diskusi. Guru dalam melihat situasi yang demikian, perlu melakukan pemecahan masalah yaitu guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang optimal dengan mengimplentasikan berbagai model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Aktivitas siswa dalam pembelajaran merupakan hal yang perlu diperhatikan agar siswa mampu menggali pengetahuan sendiri, sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator. Menyikapi situasi ini, salah satu upaya yang digunakan dalam pembelajaran adalah pengembangan pembelajaran yang menekankan interaksi sosial siswa di kelas. Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu strategi yang melibatkan interaksi siswa karena pembelajarannya didasarkan atas kerja sama kelompok dimana masing-masing individu memiliki tanggung jawab yang sama dalam mencapai tujuan kelompok. Penggunaaan media pembelajaran dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa yang selanjutnya siswa akan melakukan aktivitas belajar. Media pembelajaran yang dirancang secara baik dapat mendukung proses belajar siswa dalam pembelajaran.
Pengamatan
Hasil: Aktivitas Belajar Siswa Meningkat
Evaluasi
Kondisi Awal: 1. Aktivitas Siswa Belum optimal 2. Metode Pembelajaran Masih Bersifat Konvensional
Solusi Tindakan: Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran dengan Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Stad Berbantu Media Power point
Evaluasi
Hasil: Aktivitas Belajar Siswa Cenderung Rendah
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point
553
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif, artinya peneliti tidak melakukan penelitian sendiri, namun berkolaborasi atau bekerja sama dengan guru Sejarah SMA Negeri 02 Batu yang lain. Secara partisipatif bersama-sama dengan para observer, peneliti akan melaksanakan penelitian ini langkah demi langkah. Desain tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Kemmis & Taggart.
Gambar : 1Siklus PTK model Kemmis-Taggart ( Depdiknas : 1999) Penelitian ini menggunakan subjek penelitian siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu yang terdiri dari 35 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu pertama, teknik observasi partisipatif yaitu observasi yang dilakukan apabila observer ikut serta dalam kegiatan atau situasi yang dilakukan oleh observant. Observasi partisipasi dilakukan untuk mengetahui unjuk “aktivitas belajar siswa” serta untuk mengetahui kondisi kelas saat pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD. Observasi dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung di kelas oleh peneliti dan dibantu oleh dua orang observer dari rekan peneliti yang memiliki latar belakang yang sama dengan peneliti. Hal ini dilakukan agar observasi siswa lebih fokus. Dalam penelitian ini terdapat 3 orang observer (termasuk peneliti), dan dari 35 siswa dibagi menjadi 7 kelompok yang setiap kelompok terdiri dari 5 siswa, sehingga 1 observer akan bertanggung jawab mengamati 2 dan 3 kelompok (10 dan 13 siswa). Peneliti dan observer sebelumnya berdiskusi untuk menyamakan pemahaman dan langkah agar tujuan observasi tercapai. Observasi menggunakan lembar penilaian aktivitas siswa yang terdapat indikator-indikator aktivitas belajar, berikut juga dengan pedoman penilaian agar dapat membantu dalam mengamati “aktivitas belajar siswa” untuk pemberian skor kepada setiap siswa. Kedua, teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mengenai jumlah siswa sebagai dasar untuk menentukan jumlah serta anggota-anggota kelompok dalam Cooperative Learning Tipe STAD. Dokumentasi juga berupa data mengenai gambaran profil sekolah, silabus,
554
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Observasi Aktivitas, catatan lapangan, hasil wawancara, dan foto selama kegiatan di sekolah. Ketiga, teknik wawancara dilakukan kepada beberapa siswa kelas XI IPS 2 sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran, berkaitan dengan diimplementasikannya model Cooperative Learning Tipe STAD. Hasil wawancara digunakan untuk memperkuat hasil observasi selama kegiatan pembelajaran Sejarah dengan menerapkan model Cooperative Learning Tipe STAD. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kegiatan Pra-Tindakan Peneliti (guru) melakukan diskusi dengan observer pada tanggal 15 Oktober 2016 untuk membahas permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran. Dilanjutkan dengan wawancara kepada beberapa siswa yang telah ditentukan sebelumnya sebagai perwakilan yang memiliki kemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah. Dari data yang dikumpulkan, dapat dianalisis bahwa siswa kurang berpartisipasi dalam pembelajaran Sejarah, aktivitas siswa dan pemanfaatan belajar kelompok juga belum optimal. Kurangnya inovasi model pembelajaran dan pembelajaran yang bersifat konvensional yakni dengan ceramah yang lebih dominan menyebabkan kurangnya interaksi dalam pembelajaran. Observasi Awal Observasi awal dilakukan untuk mengamati “aktivitas belajar siswa” dalam pembelajaran di kelas dan memperkuat hasil wawancara. Berdasarkan observasi awal pada tanggal 15 Oktober 2016, peneliti berhasil mengidentifikasi permasalahan pembelajaran pada kelas XI IPS 2 yaitu pembelajaran masih didominasi metode ceramah dan penugasan sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran. Hal tersebut dicerminkan dengan data hanya 60% siswa yang secara aktif melakukan aktivitas belajar konvensional dari 35 siswa di kelas XI IPS 2. Penerapan STAD Upaya dalam peningkatan aktivitas belajar Sejarah Siswa kelas XI IPS 2 adalah dengan menggunakan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point pada Kompetensi Dasar Revolusi Besar di dunia dengan Indikator Pengaruh Revolusi Perancis. Pembentukan kelompok dilakukan secara heterogen dilihat dari kemampuan siswa berdasarkan nilai ulangan harian sebelumnya dan berdasarkan jenis kelamin. Perencanaan Rancangan ini disesuaikan dengan komponen pada Tipe STAD sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas belajar Siswa. Adapun penyusunan rencana tindakan yaitu: a) membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disesuaikan dengan penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point. b) membuat perangkat Media Power Point (tentang materi Revolusi Perancis dan pengaruhnya, lembar pertanyaan beserta kunci jawaban, petunjuk dan aturan lembar). c) membuat lembar kerja siswa d) membuat post-test untuk siklus pertama e) menyusun lembar observasi untuk pengamatan “aktivitas belajar siswa” disesuaikan dengan indikator yang akan diamati. f) membuat rancangan catatan lapangan, membagi siswa secara heterogen ke dalam kelompok, yaitu kelompok 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7.
555
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pelaksanaan Tindakan siklus I dilaksanakan pada tanggal 18 dan 25 Oktober 2016 pukul 08.30–10.00 di kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu. Siklus I dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan (4 x 45 menit) kompetensi dasar Revolusi Besar Dunia dengan indicator Pengaruh Revolusi Perancis terhadap negra-negara lain yang kegiatan pembelajaran berorientasi pada aktitivas belajar siswa. Pengamatan “aktivitas belajar siswa” dilakukan oleh peneliti sendiri didampingi oleh dua observer, dimana mereka juga sama-sama guru Sejarah SMA Negeri 2 Batu. Pada 10 menit yang pertama (menit ke-1 s.d. ke-10), kegiatan awal pembelajaran dimulai dengan guru membuka pelajaran dan apersepsi. Guru memberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran sebelumnya. Guru juga menyampaikan materi yang akan dipelajari, memberikan motivasi, dan menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa. Selesai apersepsi siswa dikondisikan untuk menempati kursi sesuai dengan pembagian kelompok STAD yang sudah ditentukan sebelumnya. Pada saat kegiatan inti (menit ke-11 s.d. ke-25), guru mengawali dengan mempresentasikan media power point materi analisis terjadinya Revolusi Perancis dan mendiskripsikan tentang revolusi dengan disertai tanya jawab. Beberapa siswa berani menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh guru, walaupun jawabannya ada yang belum benar. Selanjutnya guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) kepada setiap siswa, dilanjutkan dengan menjelaskan tata cara mengerjakannya. Waktu yang digunakan untuk mengerjakan LKS ditetapkan 25 menit (menit ke-26 s.d. ke-50). Pada saat siswa kerja kelompok, guru melakukan pendampingan dengan keliling dari kelompok satu ke kelompok lain secara terus menerus. Selama kegiatan diskusi seluruh siswa kelihatan sangat aktif dan sangat antusias mengikutinya dan tidak kelihatan ada siswa yang bermain sendiri atau yang bermalas-malasan. Namun demikian juga masih ada beberapa siswa yang agak terkendala dalam memahami materi LKS yang dikerjakan, terutama bagi para siswa yang kategori lower. Juga terdapat beberapa siswa yang mengajukan pertanyaan berkaitan dengan materi LKS dan langsung di jawab oleh guru sehingga terjadi dialog, seperti berikut ini: Siswa Bertanya, bagaimana mengerjakannya, apakah langsung dilembar kegiatan ini ataukah di lembar kertas tersendiri? Guru Menjawab, langsung di lembar kegiatan yang dihadapi oleh masing-masing kelompok Siswa Bertanya, bolehkah mencari sumber selain buku paket Guru Menjawab, silahkan kalau mencari sumber dari internet harus dituliskan asal sumbernya Siswa Kelompok I bertanya, latar belakang revolusi Perancis itu meliputi apa saja Guru Latar belakangnya meliputi kondisi politik, sosial, dan ekonomi masyarakat Perancis pada saat menjelang meletusnya revolusi Perancis Siswa Salah satu anggota Kelompok V mengalami masalah dan menanyakan, apakah pengaruh revolusi Perancis di bidang politik itu hanya untuk Perancis saja ataukah untuk negaranegara lainnya.
556
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Guru Dalam hal ini pengaruhnya hanya untuk Perancis saja, sebab sudah ada kelompok lain yang membahas tentang pengaruh revolusi Perancis untuk negara lainnya Siswa Kelompok II bertanya tentang sebab-sebab terjadinya revolusi Perancis Guru Sebab dibagi 2, yaitu sebab umum dan sebab khusus Setelah diskusi selama 25 menit, kemudian guru memberitahukan bahwa kerja kelompok dinyatakan selesai, dan selanjutnya kepada setiap kelompok dipersilahkan untuk mempresentasikan hasil diskusinya, sedangkan kelompok yang lainnya memperhatikan dan menanggapinya selama 20 menit (menit ke-51 s.d. ke-70). Dengan ditunjuk secara acak, maka setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya melalui juru bicaranya. Secara umum diskusi kelompok mulai awal hingga akhir berjalan dengan tertib dan penuh semangat, namun demikian masih terdapat satu kelompok yang kurang aktif akibat dua orang anggotanya tidak hadir, yang kebetulan anggota yang termasuk kategori siswa upper (pandai).
Foto 1: Kegiatan pembelajaran dengan aktifitas siswa diskusi kelompok Setelah kegiatan presentasi, kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya jika masih ada hal-hal yang belum dimengerti, sebelum dilaksanakannya kuis individual. Guru memberikan waktu 15 menit kepada siswa untuk mengerjakan kuis individual sebagai post-test. Jawaban kuis kemudian ditukarkan dengan teman sebelahnya dan langsung dikoreksi bersama dipandu oleh guru. Guru selanjutnya meminta laporan hasil koreksi dari setiap siswa dengan menyampaikan kriteria terlebih dahulu, dimana hasilnya siswa yang memperoleh skor sangat baik 8 siswa, skor baik 9 siswa, skor cukup 8 siswa, dan skor kurang 10 siswa. Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa secara klasikal menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Guru mengakhiri pelajaran dengan menginformasikan materi yang akan dipelajari dan rencana kegiatan pada pertemuan selanjutnya. Sebagai penutup guru mengucapkan hamdalah dan salam, yang diikuti dan dijawab oleh semua siswa. Pengamatan Observer selama kegiatan pembelajaran berlangsung melakukan pengamatan sambil mengisi format pengamatan dan mencatat hasil dari yang diamati. 557
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Refleksi Penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD pada siklus I belum dapat dilaksanakan secara optimal. Hal ini karena siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran tersebut, sehingga “aktivitas belajar siswa” belum muncul secara utuh. Berdasarkan hasil tindakan siklus I, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: 1) kerja sama antar siswa dalam kelompok, seperti kepedulian terhadap kesulitan masing-masing anggota kelompok perlu ditingkatkan, 2) aktivitas lisan (oral) siswa seperti bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan pembelajaran, berdiskusi dan bertukar pendapat antar teman dalam kelompok belum optimal. Aktivitas tersebut masih didominasi oleh beberapa siswa saja, 3) selama berkelompok siswa cenderung fokus untuk menyelesaikan tugas kelompok secara individu dan kurang bisa membantu temannya untuk mempelajari materi. 4) masih kurangnya komunikasi antar anggota kelompok, terutama antar siswa laki-laki dan perempuan. 5) terdapat satu kelompok yang kurang aktif akibat dua orang anggotanya tidak hadir. Pembahasan Pelaksanaan Tindakan pada siklus I belum bisa dikatakan optimal. Dilihat dari “aktivitas belajar siswa” masih ada yang berbicara dengan temannya pada saat guru mempresentasikan materi, siswa masih enggan bertanya dan menyatakan pendapat kepada guru ataupun teman kelompoknya. Pada waktu pelaksanaan diskusi mengerjakan lembar kerja siswa, siswa kurang bekerja sama, masih mengerjakan tanggung jawab tugas sendiri tanpa mempedulikan kesulitan antar anggota kelompok, namun pada saat pengerjaan soal post-test terlihat beberapa siswa yang mendiskusikan jawabannya. SIKLUS KEDUA Kegiatan Pra-Tindakan Peneliti (guru) melakukan diskusi dengan observer pada tanggal 18 Oktober 2016 untuk membahas permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran. Dilanjutkan dengan wawancara kepada beberapa siswa yang telah ditentukan sebelumnya sebagai perwakilan yang memiliki kemampuan akademik tinggi, sedang dan rendah. Dari data yang dikumpulkan, dapat dianalisis bahwa siswa kurang berpartisipasi dalam pembelajaran Sejarah, aktivitas siswa dan pemanfaatan belajar kelompok juga belum optimal. Kurangnya pemahaman sebagian siswa dengan model pembelajaran STAD karena mereka sering menerima pembelajaran dengan ceramah sehingga interaksi dalam pembelajaran masih kurang. Perencanaan Rancangan ini disesuaikan dengan komponen pada Tipe STAD sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas belajar Siswa. Adapun penyusunan rencana tindakan yaitu: a) membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disesuaikan dengan penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point. b) membuat perangkat Media Power Point (tentang materi Refolusi Fisik di Indonesia, lembar pertanyaan beserta kunci jawaban, petunjuk dan aturan lembar). c) membuat lembar kerja siswa d) membuat post-test untuk siklus pertama e)
558
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
menyusun lembar observasi untuk pengamatan “aktivitas belajar siswa” disesuaikan dengan indikator yang akan diamati. f) membuat rancangan catatan lapangan, membagi siswa secara heterogen ke dalam kelompok, yaitu kelompok 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7. Pelaksanaan Tindakan siklus II dilaksanakan pada hari Selasa, 1 Nopember 2016 pukul 08.30–10.00 di kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu. Siklus II dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan (4 x 45 menit) dengan kompetensi dasar siklus Revolusi-revolusi besar Dunia dan Pengaruhnya pada indikator Revolusi Fisik di Indonesia yang kegiatan pembelajaran berorientasi pada aktitivas belajar siswa. Pengamatan “aktivitas belajar siswa” dilakukan oleh peneliti sendiri didampingi oleh dua observer, dimana mereka juga sama-sama guru Sejarah SMA Negeri 2 Batu. Pada 10 menit yang pertama (menit ke-1 s.d. ke-10), kegiatan awal pembelajaran dimulai dengan guru membuka pelajaran dan apersepsi. Guru memberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran sebelumnya. Guru juga menyampaikan materi yang akan dipelajari, memberikan motivasi, dan menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa. Selesai apersepsi siswa dikondisikan untuk menempati kursi sesuai dengan pembagian kelompok STAD yang sudah ditentukan sebelumnya. Pada saat kegiatan inti (menit ke-11 s.d. ke-25), guru mengawali dengan mempresentasikan media power point materi terjadinya Revolusi Fisik di Indonesia (pertempuran tanggal 10 Nopember 1945). Beberapa siswa berani menjawab pertanyaanpertanyaan yang disampaikan oleh guru, walaupun jawabannya ada yang belum benar. Selanjutnya guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) kepada setiap siswa, dilanjutkan dengan menjelaskan tata cara mengerjakannya. Waktu yang digunakan untuk mengerjakan LKS ditetapkan 35 menit (menit ke-26 s.d. ke-60). Pada saat siswa kerja kelompok, guru melakukan pendampingan dengan keliling dari kelompok satu ke kelompok lain secara terus menerus. Selama kegiatan diskusi seluruh siswa kelihatan sangat aktif dan sangat antusias mengikutinya dan tidak kelihatan ada siswa yang bermain sendiri atau yang bermalas-malasan. Pada siklus II hanya ada sebagian kecil siswa yang agak terkendala dalam memahami materi LKS yang dikerjakan, terutama bagi para siswa yang kategori lower. Juga terdapat beberapa siswa yang mengajukan pertanyaan berkaitan dengan materi LKS dan langsung di jawab oleh guru sehingga terjadi dialog, seperti berikut ini: Siswa Bertanya, mengerjakannya seperti kemarin ya? Guru Menjawab, ya Siswa Bertanya, apa diperbolehkah mencari sumber selain buku paket Guru Menjawab, silahkan kalau mencari sumber dari internet dan harus dituliskan asal sumbernya Siswa Salah satu anggota Kelompok IV mengalami masalah dan menanyakan, apakah pengaruh Pertempuran tanggal 10 Nopember 1945 bagi bangsa Indonesia sehingga peristiwa tersebut dijadikan sebagai Hari Pahlawan. Guru Silahkan diingat film Pertempuran yang telah kamu amati tadi
559
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Setelah diskusi selama 25 menit, kemudian guru memberitahukan bahwa kerja kelompok dinyatakan selesai, dan selanjutnya kepada setiap kelompok dipersilahkan untuk mempresentasikan hasil diskusinya, sedangkan kelompok yang lainnya memperhatikan dan menanggapinya selama 20 menit (menit ke-61 s.d. ke-80). Dengan ditunjuk secara acak, maka setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya melalui juru bicaranya. Secara umum diskusi kelompok mulai awal hingga akhir berjalan dengan tertib dan penuh semangat, semua kelompok bekerja dengan tekun namun demikian masih terdapat satu kelompok yang kurang aktif akibat dua orang anggotanya tidak hadir, yang kebetulan anggota yang termasuk kategori siswa upper (pandai).
Foto 2: Kegiatan pembelajaran dengan aktifitas siswa diskusi kelompok Setelah kegiatan presentasi, kemudian guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya jika masih ada hal-hal yang belum dimengerti, sebelum dilaksanakannya kuis individual. Guru memberikan waktu 10 menit kepada siswa untuk mengerjakan kuis individual sebagai post-test. Jawaban kuis kemudian ditukarkan dengan teman sebelahnya dan langsung dikoreksi bersama dipandu oleh guru. Guru selanjutnya meminta laporan hasil koreksi dari setiap siswa dengan menyampaikan kriteria terlebih dahulu, dimana hasilnya siswa yang memperoleh skor sangat baik 20 siswa, skor baik 9 siswa, skor cukup 6 siswa. Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa secara klasikal menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Guru mengakhiri pelajaran dengan menginformasikan materi yang akan dipelajari dan rencana kegiatan pada pertemuan selanjutnya. Sebagai penutup guru mengucapkan hamdalah dan salam, yang diikuti dan dijawab oleh semua siswa. 560
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Pengamatan Observer selama kegiatan pembelajaran berlangsung melakukan pengamatan sambil mengisi format pengamatan dan mencatat hasil dari yang diamati. Refleksi Penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD pada siklus II dapat dilaksanakan secara optimal. Hal ini karena siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran tersebut, sehingga “aktivitas belajar siswa” belum muncul secara utuh, namun siswa mulai senang belajar sejarah. Berdasarkan hasil tindakan siklus II, banyak hal yang sudah meningkat adalah: 1) kerja sama antar siswa dalam kelompok, seperti kepedulian terhadap kesulitan masing-masing anggota kelompok perlu ditingkatkan, 2) aktivitas lisan (oral) siswa seperti bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan pembelajaran, berdiskusi dan bertukar pendapat antar teman dalam kelompok sudah optimal. Aktivitas tersebut sudah melibatkan sebagian besar siswa, 3) selama berkelompok siswa sudah menyelesaikan tugas kelompok dan saling membantu temannya untuk menyelsaikan LKS, 4) sudah terjalin komunikasi antar anggota kelompok, terutama antar siswa laki-laki dan perempuan. 5) masih terdapat satu kelompok yang kurang aktif hal ini dimungkinkan karena ada satu anggoanya yang kurang konsentrasi. Pembahasan Pelaksanaan Tindakan pada siklus II sudahbisa dikatakan optimal. Dilihat dari “aktivitas belajar siswa” siswa yang berbicara dengan temannya pada saat guru mempresentasikan materi sangat berkurang, siswa mulai tertarik untuk mengajukan pertanyaan dan menyatakan pendapat kepada guru ataupun teman kelompoknya. Pada waktu pelaksanaan diskusi mengerjakan lembar kerja siswa, siswa sudah bekerja sama, muncu l tanggung jawab untuk menyelesaikantugas sendiri tanpa menemui kesulitan dalam anggota kelompok, namun pada saat pengerjaan soal post-test terlihat beberapa siswa yang mendiskusikan jawabannya. Evaluasi pada siklus II dilakukan untuk perbaikan pada pelaksanaan pembelajaran yang lainnya. Perbaikan yang dilakukan adalah memberikan petunjuk yang jelas kepada siswa, memotivasi siswa untuk lebih berperan aktif dalam mengerjakan tugas kelompok, memberikan pemahaman orientasi diskusi kelompok, dan mengatur ulang waktu pengerjaan tugas kelompok. Melalui perbaikan metode pembelajaran, “aktivitas belajar siswa” Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar, yaitu 65,71% menjadi 88,57%. Berdasarkan data yang diperoleh, “aktivitas belajar siswa” dengan penerapan Model Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point pada Kompetensi Dasar Siklus Revolusi Besar Dunia pada Kelas XI IPS 2 mengalami peningkatan pada siklus II. Siswa yang memperhatikan apa yang disampaikan guru sebesar 51,42% pada siklus I menjadi 79,90% pada siklus II, siswa yang bertanya dan menyampaikan pendapat pada saat kegiatan belajar atau diskusi sebesar 14,26% pada siklus I menjadi 28,52% pada siklus II, siswa yang bekerja sama dengan teman satu kelompok sebesar 51,57% pada siklus I menjadi 78,43% pada siklus II, siswa yang membuat perencanaan dan pembagian tugas kelompok sebesar 30,31% pada siklus I
561
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
menjadi 67,57% pada siklus II, siswa yang bertanggung jawab terhadap tugas yang telah ditetapkan dalam kelompok sebesar 53.43.% pada siklus I menjadi 76,43% pada siklus II, siswa yang mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar sebesar 48,43% pada siklus I menjadi 77,57% pada siklus II, siswa yang bertukar pendapat antar teman dalam kelompok sebesar 43,43% pada siklus I menjadi 80,43.% pada siklus II, siswa yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan sesama anggota kelompok sebesar 33,57% pada siklus I menjadi 11,43% pada siklus II, siswa yang mengambil keputusan dari pertimbangan anggota sebesar 14,57% pada siklus I menjadi 22,86% pada siklus II, siswa yang mengerjakan kuis dengan kemampuan sendiri sebesar 28,57% pada siklus I menjadi 51,43% pada siklus II. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas belajar dengan penerapan model Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point. Hal ini ditunjukkan pada Aktivitas siswa sebelum menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point sebesar 39,31%, pada pelaksanaan tindakan siklus I aktivitas belajar meningkat menjadi 65.57%, dan selanjutnya pada pelaksanaan tindakan siklus II meningkat menjadi 85.50%. Peningkatan tersebut sudah mencapai indikator keberhasilan yang diharapkan yaitu 85% dari jumlah siswa dalam satu kelas telah aktif selama pembelajaran menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD. Hasil penelitian ini membuktikan hipotesis tindakan bahwa Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantu Media Power Point dapat Meningkatkan aktivitas belajar Sejarah Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu Tahun Pelajaran 2016/2017. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang disampaikan Isjoni (2010: 74) bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pembelajaran pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Model Cooperative Learning Tipe STAD menekankan pengelompokan secara heterogen sehingga mengupayakan siswa untuk mengajarkan sesuatu dengan baik kepada siswa lainnya pada waktu yang bersamaan. Adanya diskusi akan tercipta interaksi edukatif, serta dengan penghargaan dalam metode ini dapat meningkatkan peran serta dan aktivitas siswa karena masing-masing kelompok termotivasi untuk mendapatkan penghargaan. Dukungan media pembelajaran power point yang dapat membantu siswa dalam membangkitkan minat dan motivasi siswa yang selanjutnya siswa akan melakukan aktivitas belajar. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti (guru), bahwa model Cooperative Learning Tipe STAD Berbantu Media Power Point dapat meningkatkan “aktivitas belajar siswa” karena membuat siswa lebih dinamis dan lebih semangat dalam pembelajaran. Dari wawancara yang dilakukan terhadap beberapa siswa setelah tindakan, tanggapan yang disampaikan adalah mereka menjadi lebih mudah memahami materi yang diberikan, mereka juga merasa lebih senang dan lebih semangat karena disajikan melalui diskusi kelompok dan diselesaikan bersama teman-teman kelompoknya yang saling membantu.
562
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
PENUTUP Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantu Media Power Point dapat meningkatkan aktivitas belajar Sejarah pada Kompetensi Dasar Revolusi Besar Dunia indikator Revolusi di Indonesia di Siswa Kelas XI IPS 2 SMA Negeri 02 Batu Tahun Pelajaran 2016/2017. “aktivitas belajar siswa” secara umum mengalami peningkatan pada siklus I dan siklus II. Sebelum menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantu Media Power Point, “aktivitas belajar siswa” hanya 39,31%, setelah menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantu Media Power Point pada siklus I “aktivitas belajar siswa” meningkat sebesar 65,71% atau sebanyak 23 siswa dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 88,57% atau sebanyak 31 siswa DAFTAR RUJUKAN Al-Hafizh , Mushlihin. (2016). Model Pembelajaran Cooperative Learning. Diakses dari http://www.surgamakalah.com/2016/07/model-pembelajaran- cooperatif-learning.html pada tanggal 8 Februari 2016 pukul 23:09 WIB. Isjoni. (2010). Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Muhammad FM, Faris. 2013. Pemanfaatan Media Audio-Visual Dalam Pembelajaran Bahasa Arab Siswa XI IPS 3 MAN 1 Kalibawang TP 2012/2013, Program Pendidikan Bahasa Arab Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Suman Kalijaga Yogyakarta. http://lib.unnes.ac.id/19225/1/1402408177.pdf, diunduh tanggal 8 Oktober 2016 pukul 11.12 WIB. Ningsih, Eka Satria, 2014. Pengaruh Media Audio-Visual Terhadap Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Sumber Bunyi Di Kelas IV SD Negeri 145/IX Muhajirin, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Jambi. http://eprints.uny.ac.id/4339/1/Rani.%2006204241038.pdf, diunduh tanggal 8 Oktober 2016 pukul 10.42 WIB. Rohmawati, Suci. (2016). Peningkatan Hasil Belajar Ekonomi Pada Kompetensi Mengelola Dana Kas Kecil Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divisions Siswa Kelas X Ekonomi 3 SMK Negeri 1 Wonosari. Tahun Ajaran 2010/2016. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Ekonomi FISE UNY. Slavin, E. Robert. (2010). Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media. Wahyuningsih, Rani Anggi. 2016. Efektivitas Penggunaan Media Audio-Visual Dalam Pembelajaran Keterampilan Menulis Bahasa Prancis Pada Siswa Kelas X Man 1 Yogyakarta, Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. http://eprints.uny.ac.id/4339/1/Rani.%2006204241038.pdf. diunduh tanggal 8 Oktober 2016 pukul 10.56. WIB.
563
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENERAPAN MODEL INQUIRI AND QUESTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGEVALUASI KARYA SENI 2 DIMENSI SISWA KLAS XI SMAN 2 BATU Retno Kaesti
[email protected] Abstrak: Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengevaluasi karya seni 2 dimensi dengan menggunakan media batik asli (bukan gambar, foto dan reproduksi), pada kelas XI IPS 1 SMAN 2 Batu. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan model inkuiri dengan question dapat meningkatkan kemampuan evaluasi karya seni rupa 2 dimensi dari siklus I 33,3 % menjadi 19,4 % pada siklus II.
Kata kunci : inkuiri, question, mengevaluasi karya seni 2 dimensi
PENDAHULUAN Seni rupa pada dasarnya merupakan karya seni yang erat hubungannya dengan perkembangan manusia itu sendiri. Seni rupa ada sejak peradaban manusia lahir, dengan berbagai bukti peninggalam yang ada diberbagai belahan dunia . Karya seni pada dasarnya merupakan ungkapan atau curahan hati seniman yang disampaikan kepada penikmat seni. Pada masa itu karya seni diciptakan dengan sangat sederhana sesuai situasi pada masa itu. Kemudian karya seni sendiri diciptakan mengikuti kemajuan zaman, bahkan kemajuan tehnologi seperti sekarang ini. Karya seni 2 dimensi, selain digunakan untuk kepentingan pencipta sebagai ungkapan perasaan, banyak juga yang digunakan dalam kehidupan seharihari sehingga erat hubungannya dengan nilai komersial. Yang jelas untuk berkarya seni dibutuhkan adanya keindahan dan kegunaan dari benda itu. Karya seni sendiri ada beberapa jenis baik itu tradisional, modern dan kontemporer. Karya seni tradisional biasanya berupa karya-karya turun-temurun dan sudah menjadi terdisi di suatu komunitas masyarakat tertentu. Hal tersebut berbeda dengan karya seni modern yang keberadaannya tidak dibatasi oleh suku atau budaya setempat. Adapun karya seni kontemporer merupakan karya seni yang tidak terikat aturan yang ada dalam sebuah karya seni. Karya seni kontemporer biasanya cenderung untuk kepentingan penciptanya. Karya seni 2 dimensi lebih tidak membutuhkan tempat yang banyak. Karya tersebut pada umumnya hanya akan menempel di tembok atau pada karya 3 dimensi yang lainya seperti almari, dinding atau meja dalam suatu ruang. Banyak teknik yang digunakan untuk menciptakan karya seni. Untuk berkarya seni rupa 2 dimensi, teknik yang dapat digunakan antara lain plakat, transparan, aquanarel, pointilis, screet, atau mix media. Selain itu, menjahit, menyulam, makrame, membatik, mencetak juga merupakan teknik lain yang digunakan untuk menciptakan karya seni 2 dimensi. Pemilihan teknik bergantung pada karya yang akan diciptakan. Begitu juga bahan dan alat yang digunakan untuk berkarya seni biasanya juga menyesuaikan dengan jenis karya yang akan diciptakan. Proses pembelajaran seni budaya, termasuk di antaranya menciptakan karya seni 2 dimensi, pada umumnya merupakan pembelajaran praktik. Karenanya, siswa banyak 564
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
dilibatkan dalam proses pembelajaran nyata, yang diawali dengan proses identifikasi dan evaluasi terhadap karya seni rupa 2 dimensi. Fakta yang terjadi di kelas XI IPS 1 SMAn 2 Batu, bahwa kegiatan identifikasi terhadap karya seni 2 dimensi masih rendah.Terbukti dari 36 siswa hanya 15 siswa yang dapat mengevaluasi dengan tepat. Hal itu mungkin disebabkan menurunnya gairah belajar siswa tentang evaluasi terhadap karya seni. Menurunnya gairah belajar disebabkan oleh ketidaktepatan metode yang digunakan oleh guru, yang sering menggunakan metode ceramah tanpa diselingi metode lain yang siswa untuk berkreasi. Akibatnya siswa kurang berpartisipasi, kurang terlibat dalam pembuatan karya nyata, tidak punya inisiatif, serta tidak berkontribusi baik secara intelektual maupun emosional. Banyak di antara siswa yang menganggap mengikuti pelajaran Seni Rupa sekedar rutinitas di dalam sekolah, untuk mengisi daftar hadir, dan untuk mendapatkan nilai raport. Siswa tidak menyadari bahwa seharusnya kegiatan di kelas merupakan sarana untuk menambah wawasan dan mengasah ketrampilan dalam menyampaikan pertanyaan, gagasan, ataupun pendapat. Akhirnya, siswa cenderung menjadi pasif. Hal ini pula yang menjadi salah satu penyebab kurangnya prestasi siswa di sekolah. Salah satu penentu prestasi siswa adalah adanya bakat dan ketrampilan yang dimiliki siswa. Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya prestasi belajar siswa. Namun, biasanya guru selalu dianggap sebagai faktor utama penyebabnya. Karenanya, kreativitas guru dalam menyampaikan materi menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Selain itu upaya untuk mendapatkan kualitas penyampaian materi yang baik dapat dilakukan dengan menggunakan alat peraga sebagai media pembelajarannya. Purnomo (2013) menjelaskan bahwa pemilihan alat peraga untuk menunjang proses belajar dan mengajar sangat penting. Dalam hal ini alat peraga difungsikan sebagai media. Penggunaan alat peraga yang tepat dapat meningkatkan hasil belajar dan membuat proses belajar menjadi aktif, menarik, dan menyenangkan. Pembelajaran juga akan menjadi lebih efektif apabila dilakukan secara berkelompok (kolaboratif). Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar peserta didik dapat belajar dengan tenang dan aman. Untuk itu setiap guru harus mempunyai keterampilan dalam memberdayakan siswa untuk belajar. Guru juga harus memiliki keterampilan mengajar dan kemampuan dalam menyampaikan materi (Munipah, 2015). Banyak gejala yang ditemukan bahwa motivasi siswa untuk belajar dan memperlihatkan kemampuan berkreativitas sangat lemah. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Harus ditemukan upaya untuk dapat meningkatkan motivasi belajar siswa secara kreatif dari berbagai pihak yang berhubungna institusi sekolah ini. Guru sebagai ujung tombak pembelajaran dalam hal ini diharapkan proaktif dan lebih terbuka terhadap setiap saran, kritik, gagasan, dan pemikiran yang dapat meningkatkan pencapaian daya serap dan peningkatan pencapaian ketuntasan perorangan maupun klasikal. Guru diharapkan terus menerus melakukan pembelajaran yang lebih baik dan tidak membosankan siswa. Upaya peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihak. Sebagai pelaksana pendidikan di lapangan, guru terus berupaya meningkatkan hasil belajar siswa. Keberhasilan siswa di sekolah akan memberikan kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi guru. Keberhasilan belajar siswa di sekolah menjadi salah satu tujuan guru dalam melaksanakan
565
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
pembelajaran. Segala upaya akan dilakukan guru agar pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan sehingga akan meningkatkan hasil belajarnya (Ruslah, 2015). Oleh karena itu untuk mengatasi masalah yang ada di kelas tersebut, penulis menggunakan metode inkuiri dengan question dalam kegiatan pembelajaran evaluasi terhadap karya seni rupa 2 dimensi batik. Metode inkuiri merupakan suatu strategi yang berpusat pada siswa dimana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan didalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas (Hamalik, 2012: 63). Penelitian tentang pembelajaran inquiri sudah sering dilaksanakan oleh beberapa peneliti, antara lain Aprianie (2015), Maryam (2016) dan Kusmiati (2013). Menurut Aprianie (2015), metode inquiri adalah metode yang menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung tetapi peserta didik diberikan peran untuk mencari dan menemukan sendiri. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing bagi peserta didik untuk belajar. Proses pembelajaran inquiri dilakukan melalui tahapan: merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis, menguji hipotesis, menarik kesimpulan. Selain menggunakan model pembelajaran inquiri sebaiknya dilengkapi dengan penggunaan media pembelajaran yang tepat. Media adalah semua bentuk perantara yang dipakai untuk memperjelas ide dan gagasan agar sampai kepada penerimanya ( Anwar, 2015 ) Penelitian ini diadakan untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam mengevaluasi karya seni rupa 2 dimensi dalam hal ini karya batik. Karena pada proses evaluasi sebelumnya banyak yang mengalami kesulitan sehingga dilakukan metode dengan pengamatan langsung terhadap karya seni, bukan hanya photo atau karya reproduksi, yang mana siswa hanya membayangkan tidak secara langsung mengamati karya sesungguhnya. Metode Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas dan dilaksanakan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri atas 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Pada tahap perencanaan dilakukan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), penyusunan lembar kerja siswa (LKS), penyiapan media, dan pengembangan alat evaluasi. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran guru mengajar berdasarkan RPP.Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas XI ips 1 SMA N 2 Batu yang berjumlah 36 siswa terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan, beralamat Jln Hasanudin Junrejo Batu. SIKLUS1 1
Perencanaan
Pelaksanaan
Refleksi
Pengamatan
Pengamatan Pelaksanaan
Refleksi Perencanaan SIKLUS 2
566
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Data berupa skor kemampuan siswa, catatan lapangan, dan dokumentasi pelaksanaan pembelajaran. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes tulis dan lembar jawaban, panduan observasi dan lembar observasi, serta catatan lapangan. Catatan lapangan merupakan catatan selama proses pelaksanaan pembelajaran yang belum dicatat pada lembar observasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus I Perencanaan Kegiatan siklus I diawali dengan penulis menyiapkan diperlukan dokumen-dokumen. Kegiatan yang dilakukan meliputi menyusun RPP, membuat lembar kerja siswa, serta menyiapkan media berupa karya seni batik tulis, batik cap, batik celup ikat, dan batik lukis. Untuk penyusunan RPP, penulis mengacu pada kompetensi inti (KI) 3 yang sesuai dengan Kurikulum 2013. Dalam penelitian ini penulis mengambil indikator pada KI 3.2.2 menjelaskan tentang medium, bahan, dan teknik pada karya seni 2 dimensi, serta KI 3.2.3 mengidentifikasi nilai estetik pada karya seni rupa 2 dimensi. Pembelajaran ini menggunakan metode inquiri karena siswa harus mencari dan menemukan sendiri tentang medium, bahan, teknik, dan nilai estetis pada karya seni batik yang disajikan guru di dalam kelas (konsep, teori, dan fakta). Peneliti juga menyediakan daftar yang harus dikerjakan siswa sesuai karya seni rupa batik yang harus diidentifikasi, sekaligus digunakan untuk lembar penilaian oleh penulis. Bentuk penilaian yang lain berupa test tertulis dan penilaian proses. Pelaksanaan Dalam kegiatan ini terdapat tiga tahapan, yaitu pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Dalam kegiatan pendahuluan, pembelajaran diawali dengan salam, presensi, penyampaian tujuan pembelajaran, dan apersepsi. Pada kegiatan apersepsi siswa diajak untuk mengingat kembali materi pada pertemuan sebelumnya. Guru menanyakan kepada siswa tentang seni rupa dan seni rupa 2 dimensi. Guru : “Anak-anak siapa yang masih ingat apa yang dimaksud dengan seni rupa dan ada berapa bentuknya ? Siswa A : ”Saya, Bu.” Guru :“Ya, silahkan coba apa menurut kamu?” Siswa B :“Seni rupa adalah karya seni yang bisa dilihat. Berarti ada wujud, ya Bu. Bentuknya 2 dan tiga dimensi.” Guru :“Apa perbedaan keduanya?” Siswa B :“Saya, Bu.” Guru :“Ya, apa menurutmu?” Siswa A :“Seni dua dimensi adalah karya seni yang hanya bisa dilihat dari depan saja.” Guru :“Ya benar, contohnya apa?” Siswa B :“Contohnya batik, lukisan, dan gambar, Bu.” Guru :“Ya, benar sekali. Kali ini kita akan mengevaluasi khusus karya seni 2 dimensi.” 567
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Kemudian guru menunjukkan beberapa lembar karya batik yang telah disiapkan dari rumah, antara lain batik tulis, batik cap, batik ikat dan batik lukis. Setelah itu guru membagi kelas menjadi 8 kelompok besar untuk menilai satu jenis batik tiap 2 kelompok. Dari kelompok besar tersebut kemudian dibuat lagi kelompok kecil 2 orang. Setelah itu guru memberi lembar kerja berupa lembar evaluasi kepada siswa untuk dikerjakan berdasar batik yang ada dalam kelompoknya.Siswa kemudian mengerjakan secara berkelompok 2 orang dengan mengamati batik untuk mencari bahan alat, langkah-langkah, dan nilai estetis yang terdapat dalam karya tersebut. Guru mengamati kegiatan siswa.
Gambar 1. Siswa berkelompok besar untuk mengamati karya seni batik yang ditampilkan guru Setelah beberapa waktu guru menanyakan kepada siswa tentang hasil pekerjaannya Guru : “Bagaimana anak-anak, sudah selesai?” Siswa : “Belum, Bu.” Guru : “Ada kesulitan?” Siswa : “Sedikit lagi, Bu.” Guru : “Diuraikan sesuai yang kalian lihat pada karya itu dengan bahasa yang kalian anggap paling baik saja. Yang sudah selesai silahkan pekerjaannya dikumpulkan untuk dipresentasikan” Guru meminta siswa mengumpulkan hasil kerja kelompoknya, untuk selanjutnya dipresentasikan pada pertemuan berikutnya.
568
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
Gambar 2. Siswa mempresentasikan hasil identifikasinya Pengamatan Penelitian ini melibatkan 4 orang guru teman sejawat sebagai pengamat. Dari hasil pengamatan terhadap siswa, yang cermat dan teliti dengan diberikan karya asli, siswa dapat melihat secara langsung dari beberapa karya batik. Pada saat mengamati batik tampak ada siswa yang tertegun dan berdecak kagum, dan ada pula yang acuh tak acuh saja. Akan tetapi, secara umum siswa lebih antusias dengan di bawakan karya asli dari pada gambar/ foto. Antusiasme dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan siswa kepada guru. Mereka menanyakan siapa yang membuat terutama untuk batik tulis dan lukis batik. Ada juga yang menanyakan proses pembuatannya. Sepertinya mereka merasa asing dengan apa yang dilihat. Dengan pengamatan langsung siswa tampak lebih fokus pada kelompoknya dan tidak menunggu teman lain karena karya yang diamati berbeda. Refleksi Berdasarkan hasil refleksi diketahui bahwa secara umum siswa lebih serius dalam pembelajaran yang menghadirkan karya langsung. Media batik yang ditunjukkan guru berhasil memfokuskan perhatian siswa pada pembelajaran. Namun, ada beberapa siswa lakilaki yang duduk di belakang tidak memperhatikan media yang ditunjukkan guru. Mungkin mereka kurang tertarik pada batik, atau memang saat itu sedang enggan belajar. Beberapa observer menyatakan karya batik yang ditunjukkan guru kurang banyak sehingga aktivitas menunggu membuat siswa menjadi jenuh. Berdasarkan masukan itu, maka perlu dilakukan pembelajaran siklus 2. Hal yang perlu direvisi dari perencanaan pembelajaran siklus 1 untuk perbaikan pada perencanaan pembelajaran siklus 2 meliputi penggunaan media yang lebih banyak dan di lakukan rolling tempat duduk atau perubahan posisi meja kursi siswa, mungkin dengan bentuk U atau yang lain. SIKLUS II Perencanaan Dalam siklus II ini diawali dengan menyusun perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit, penyusunan lembar kerja siswa (LKS), penyiapan media berupa karya seni grafis/ cetak dan pengembangan alat evaluasi. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran guru mengajar berdasarkan RPP.perbaikan yang dilkukan adalah adanya penambahan alat peraga yang berupa seni cetak yaitu 1) seni 569
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
cetak datar 2) seni cetak dalam 3) seni cetak tinggi dan 4) seni cetak tembus / sablon dan perubahan posisi tempat duduk siswa. Untuk penyusunan RPP, penulis masih mengacu pada kompetensi inti (KI) 3 yang sesuai dengan Kurikulum 2013, dengan indikator pada KI 3.2.2 menjelaskan tentang medium, bahan, dan teknik pada karya seni 2 dimensi, serta KI 3.2.3 mengidentifikasi nilai estetik pada karya seni rupa 2 dimensi. Pada siklus II ini penulis menggunakan karya seni 2 dimensi berupa karya seni cetak yang terdiri dari 4 karya yaitu 1) seni cetak datar 2) seni cetak dalam 3) seni cetak tinggi dan 4) seni cetak tembus / sablon. Pelaksanaan Pada dasarnya pelaksanaan siklus II ini tidak jauh beda dengan siklus I hanya pada karya yang diidentifikasi yang berbeda yakni kaya seni cetak. Kemudian waktu yang digunakan pada siklus ini menggunakan waktu 2 x 45 menit. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan kegiatan mengajar oleh peneliti beserta teman sejawat sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Sementara, pada tahap pengamatan dilakukan observasi oleh pengamat dan pembimbing dengan menggunakan lembar pengamatan yang sudah disiapkan sejak awal sampai akhir pembelajaran. Seperti halnya pada siklus 1, pada siklus II kegiatan diakhiri dengan kegiatan refleksi Berdasar hasil refleklsi pada siklus I bahwa terdapat kekurangan yang diperbaiki dilaksanakan pada siklus II.Kemudian kegiatan ini terdapat tiga tahapan, yaitu pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Dalam kegiatan pendahuluan, pembelajaran diawali dengan salam, presensi, penyampaian tujuan pembelajaran, dan apersepsi. Pada kegiatan apersepsi siswa diajak untuk mengingat kembali materi pada pertemuan sebelumnya. Guru menanyakan kepada siswa tentang seni rupa dan seni rupa 2 dimensi dan karya seni batik yang sudah pernah diidentifikasi dan karya seni grafis/ cetak yang akan diidentifikasi. Guru membagikan karya seni cetak kepada masing-masing kelompok 2 siswa yang kemudian siswa mengevaluasi berdasar bahan, alat, tehnik proses kerja dan nilai estetis yang terkandung didalamnya. Setelah iti kemudian siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas, sedangkan guru memperhatikan dan sekaligus menilai siswa
Gambar 3. Siswa berkelompok 2 orang sedang melakukan evaluasi terhadap karya seni cetak Refleksi Berdasar hasil refleksi pada siklus II ini pada dasarnya pada pembelajaran ini siswa cukup aktif dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, kalaupun ada yang kurang serius
570
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 21 – 4
hanya pada siswa tertentu, antara lain siswa laki-laki yang duduk paling belakang. Dari kegiatan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menggunakan banyak media siswa lebih aktif untuk mengevaluasi dengan kelompoknya dan metode inkuiri dapat meningkatkan keaktifan siswa serta ketuntasan siswa dalam mengevaluasi karya seni 2 dimensi. Hasil ini sesuai dengan pendapat Ruslah (2015) bahwa penggunaan metode membuat siswa tertarik dan menyenangkan. PENUTUP Kesimpulan Meningkatnya keaktifan siswa dalam mengevaluasi karya seni di kelas XI IPS 1 SMAN 2 Batu salah satu faktornya adalah adanya penerapan metode inkuiri dengan question, dengan menggunakan karya seni yang sesungguhnya bukan berupa karya reproduksi/ foto. Setelah melakukan penelitian ini, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuirid dengan question ini dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa dalam pembelajaran membaca mengevaluasi karya seni 2 dimensi.Peningkatan terakir yaitu 33,3 % pada siklus I menjadi 19,4 % pada siklus II Saran Melalui model pembelajaran inkuiri dengan question dengan menggunakan karya seni bukan foto / reproduksi ini, ternyata dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk mengevaluasi karya seni 2 dimensi, sehingga bagi guru seni hal ini bisa dijaikan sebagai alternative model pembelajaran. Daftar Rujukan Anwar, L. 2015. Pengembangan Kemampuan Penalaran Spasial Siswa Melalui Media Komputer. Prosiding Seminar Nasional Exchangers of Experiences TEQIP 2015. 31 Oktober 2015 . Aprianie, H. 2015. Penerapan Inquiry Learning Dengan Media Visual Untuk Menigkatkan Hasil Belajar Geografi Kelas X IPS 3 di SMAN 10 Batam. Prosiding Seminar Nasional Exchangers of Experiences TEQIP 2015. 31Oktober 2015 . Hamalik, Oemar.2012.Pendekatan Strategi Belajar Mengajar Berdasar CBSA, Bandung.Sinar Baru Algesindo Offset Kusmiati, Ria.2013. Penerapan metode inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA tentang pokok bahasan Pencernaan Manusia. UPI 2013. Maryam, siti. 2016. Upaya peningkatan hasil belajar materi volume bangun ruang melalui pembelajaran inquiri berbantuamn metode LCD pada kelas v SDN Junrejo 02 Kota Batu. Munipah, S. 2015. Pembelajaran Two Stay Three Stray Pada Materi Jaring-Jaring Balok Dengan Media Dos Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa kelasIV SD Inpres Ohojiang. Prosiding Seminar Nasional Exchangers of Experiences TEQIP 2015. 31 Oktober 2015. Purnomo, 2013. Peningkatan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Part Share)
571
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI dan Dinas Pendidikan Kota Batu pada 4 Desember 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Ruslah. 2015. Upaya Meningkatkan Aktifitas Hasil Belajar Siswa Dalam Menentukan KPK dan FPB Melalui Pembelajaran Kooperatif Dengan Bantuan Media Miscin Pada Kelas VII. Prosiding Seminar Nasional Exchangers of Experiences TEQIP 2015. 31 Oktober 2015.
572