PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI CERITA RAKYAT DENGAN METODE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS VII F SMP NEGERI 11 MADIUN TAHUN AJARAN 2008/2009 Oleh Eni Winarsih The aims of this research are: (1) Describing and explaining the learning of folklore by using STAD method; (2) improving students‘ ability in appreciation of folklore by using STAD method; (3) describing the difficulties that faced in improving students appreciation of folklore by using STAD method of students VII F SMP Negeri 11 Madiun. This subject of the research is students of class VII F SMP Negeri 11 Madiun. The object of the research is the using of STAD method in ―Bahasa dan Sastra Indonesia‖ learning process as the effort to improve students‘ ability appreciation of folklore. Data resource are: (1) informant; (2) place and event; (3) documents. Data collecting technique are: (1) observation; (2) deep interview; (3) questionnaire; (4) test. Data validity used is triangulation technique consist of: (1) data triangulation; (2) method triangulation; (3) informant review. Data analysis is by using comparative descriptive technique and critics analysis technique. The result of the research shows that using Student Team Achievement Division (STAD) can improve the ability in appreciation of folklore of students class VII F SMP Negeri 11 Madiun. It can be seen from the result of pretest and posttest that conducted during three cycles. At the test before action the number of students getting score more than KKM (70, 00) are 16 students (40, 00%) with average score is 65, 55. At first cycle the number of students getting more than KKM improves be 21 students (52, 50%). The improvement equal 12, 50%. While class average score 65, 57 has not reached KKM. At second cycle, the improvement is 27 students equal 67, 50% has reached KKM or improvement 15% from first cycle, with the average class score 68,925. This improvement has not reached KKM 70, 00 and class minimum score has not reached 75%. So the process is continued in to third cycle. After test in third cycle the number students can reached KKM are 35 students (87, 50%) with the class average score is 73,525. At third cycle class minimum score has been more than 75% and minimum ability score is 70.00. It can be conclude that the learning by using STAD method can improve quality and result learning. It also can be improve students ability in appreciation of folklore. Key Words: appreciation folklore, Student Team Achievement Division (STAD)
Pendahuluan Pendidikan merupakan satu hal pokok yang harus terus dikembangkan dalam kehidupan serba modern sekarang ini. Mutu pendidikan di negara Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Permasalahan ini diakibatkan oleh lemahnya sistem pendidikan baik dari segi dana, fasilitas, maupun materi. Pendidikan di negara ini perlu dibenahi lagi secara terprogram. Permasalahan yang berpengaruh terhadap pendidikan diantaranya menyangkut aspek ekonomi (anggaran), kurikulum (materi dan sistem), dan aspek sumber daya manusia di sektor pendidikan. Faktor guru sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan proses belajar-mengajar. Guru dituntut untuk melaksanakan tugasnya dengan profesional. Guru profesional dituntut
memiliki empat kompetensi yaitu: kompetensi kepribadian, kompetensi paedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kemampuan guru untuk menerapkan metode pengajaran yang bervariasi yang sesuai dengan siswa, diharapkan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Pengajaran sastra di Indonesia merupakan gabungan dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah-sekolah formal, seperti SD, SMP, SMA, dan juga SMK biasanya diampu oleh seorang guru, yang disebut guru bahasa Indonesia. Jadi, guru bahasa Indonesia harus mengajarkan materi bahasa dan sastra Indonesia, karena tidak ada pemisahan antara guru sastra dengan guru bahasa Indonesia. Guru bahasa Indonesia dituntut untuk mampu melaksanakan pengajaran dengan sebaikbaiknya. Cerita rakyat sebagai salah satu karya sastra asli Indonesia yang termasuk dalam sastra lama. Melalui cerita rakyat dapat diketahui kekayaan sendiri dan kebesaran masa lampau untuk kepentingan pembentukan nilai dan budaya sekarang dan masa yang akan datang. Cerita rakyat beragam dalam penyampaiannya, tetapi secara umum cerita rakyat diwariskan dengan cara bercerita lisan. Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian canggih, begitu pula dunia hiburan yang kian mudah diperolah, mengakibatkan terpinggirkannya cerita rakyat sebagai salah satu karya sastra yang menghibur dan mendidik. Daya apresiasi masyarakat terhadap cerita rakyat kian menipis. Mereka lebih senang menonton televisi, melihat film atau sinetron yang penyajiaannya sudah dikemas dengan baik. Berdasarkan hasil pra-survei yang dilakukan di SMP Negeri 11 Madiun, penulis mencoba mengidentifikasikan permasalahan. Permasalahan yang ada adalah bahwa dalam pembelajaran apresiasi cerita rakyat yang selama ini berlangsung di SMP Negeri 11 Madiun, (1) masih bersifat individual belum memanfaatkan potensi interaksi dan kerja sama antarsiswa; dan (2) minimnya umpan balik dari guru maupun rekan sejawat atau sesama teman belajar. Juga diperoleh data bahwa kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita rakyat masih sangat kurang, hal ini diketahui dari data berupa nilai siswa. Hal ini dapat disebabkan oleh siswa itu sendiri yang belum mempunyai keberanian untuk tampil di depan kelas, dapat juga kerana siswa enggan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mencoba menerapkan metode STAD (student teams achievement division) dalam pembelajaran apresiasi cerita rakyat. Penerapan metode ini menggunakan beberapa pendekatan pembelajaran, seperti pendekatan kooperatif, kontekstual, dan konstruktif. Keterpaduan ini dapat terwujud dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan perolehan nilai atau kemampuan anak pada suatu kegiatan belajar-mengajar yang konsisten. Alasan pemilihan metode ini karena diperkirakan akan mampu mengatasi permasalahan di atas. Metode ini termasuk ke dalam metode diskusi kelompok berbasis pembelajaran kooperatif dengan menempatkan siswa dalam tim campuran berdasarkan prestasi, jenis kelamin, dan suku. Hal ini sangat memungkinkan siswa untuk belajar mengapresiasi cerita rakyat secara berkelompok dengan memanfaatkan potensi interaksi dan kerja sama antarsiswa. Namun demikian, kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa lebih ditekankan pada kompetensi individual meskipun dilakukan dalam bentuk diskusi kelompok. Penelitian tentang penerapan metode STAD untuk meningkatkan kemampuan apresiasi cerita rakyat belum pernah dilakukan di SMP Negeri 11 Madiun. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian tindakan kelas. Kata apresiasi secara harfiah berarti ‗penghargaan‘ terhadap suatu objek, hal, kejadian, atau pun peristiwa. Apresiasi berlangsung melalui proses mengenal, memahami, menghayati, dan menilai dari suatu hal atau karya yang ada dalam kehidupan. Herman J. Waluyo (2005: 44-45) mengemukakan bahwa syarat untuk dapat mengapresiasi adalah kepekaan batin terhadap nilai-nilai karya sastra, sehingga seseorang dapat mengenal,
memahami, mampu menafsirkan, mampu menghayati, dan dapat menikmati karya sastra tersebut. Cerita rakyat merupakan sastra lisan yang berkembang di masyarakat, terutama pada masa lalu. Sastra lisan debagai kesustraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut) dengan medium bahasa. Cerita rakyat adalah cerita cerita yang pada dasarnya disampaikan oleh seseorang kepada orang lain melalui penuturan lisan, yakni penciptaan, penyebaran, dan pewarisannya dilakukan secara lisan melalui tutur kata dari mulut ke mulut di kalangan masyarakat pendukungnya secara turun-temurun. Cerita rakyat tidak bisa lepas dari folklore karena cerita rakyat adalah bagian dari folklor. James Danandjaya (2007: 21) berpendapat bahwa folklor dapat digolongkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu: (a) folklor lisan adalah folklor yang memang murni lisan; (b) folklor bukan lisan merupakan folklor yang bentuknya lisan meskipun pembuatannya diajarkan secara lisan. Bascom (1965: 4) membagi cerita rakyat atau cerita prosa rakyat (folk literature) ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) mite (myth); (2) legenda (legend); dan (3) dongeng (folktale). Sejalan dengan pembagian yang dilakukan oleh Bascom, Haviland (1993: 230) juga membagi cerita rakyat ke dalam tiga kelompok besar, yaitu: (1) mitos; (2) legenda; dan (3) dongeng. Berbeda dengan Bascom dan Haviland, Liaw Yock Fang (1982: 1) membagi sastra rakyat menjadi lima glongan, yaitu: (1) cerita asal-usul; (2) cerita binatang; (3) cerita jenakan; (4) cerita penglipur lara; dan (5) pantun. Cerita rakyat dalam wujudnya banyak yang berupa sastra lisan. Menurut James Danandjaja (2007: 19) pengkajian sastra lisan termasuk cerita rakyat memiliki fungsi, antara lain: (1) sebagai sistem proyeksi (projective system); (2) sebagai alat pengesahan pranatapranata dan lembaga-lembaga kebudayaan; (3) sebagai alat pendidik anak (paedagogical device); dan (4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya. Tahap-tahap untuk mengapresiasi cerita rakyat adalah sebagai berikut: (1) tahap penikmatan atau menyenangi; (2) tahap penghargaan, antara lain melihat kebaikan, nilai, atau manfaat suatu karya sastra, dan merasakan pengaruh suatu karya ke dalam jiwa,dan sebagainya; (3) tahap pemahaman, dengan meneliti dan menganalisis unsur intrinsik dan unsur ektrinsik suatu karya sastra, serta berusaha menyimpulkannya; (4) tahap penghayatan, dengan rnenganalisis lebih lanjutakan suatu karya, mencari hakikat atau makna suatu karya beserta argumentasinya; membuat tafsiran dan menyusun pendapat berdasarkan analisis yang telah dibuat; (5) tahap penerapan dengan melahirkan ide baru, mengamalkan penemuan, atau mendayagunakan hasil operasi dalam mencapaimaterial, moral, dan struktural untuk kepentingan sosial, politik, dan budaya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Muslimin Ibrahim, dkk, 2000:7). Pendapat setara menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang agak kompleks, membantu mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial, dan hubungan antara manusia. Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif-konstruktivis dan teori belajar sosial (Kardi dan Nur, 2000:15). Pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan berikut (Muslimin Ibrahim, dkk., 2000: 10): (1) menyampaikan tujuan pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran; (2) menyampaikan informasi; (3) mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar; (4) membantu siswa belajar dan bekerja dalam kelompok; (5) evaluasi atau memberikan umpan balik; (6) memberikan penghargaan.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran yang disarikan dalam Ibrahim, dkk (2000:7-8) sebagai berikut: (1) untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik; (2) Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan; (3) mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Keterampilan-keterampilan itu menurut Ibrahim, dkk. (2000: 47-55), antara lain: (1) keterampilan-keterampilan sosial; (2) keterampilan berbagi; (3) keterampilan berperan serta; (4) keterampilan-keterampilan komunikasi; (5) keterampilan-keterampilan kelompok; (6) pembangunan tim. Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu; 1) saling ketergantungan positif, 2) tanggung jawab perseorangan, 3) tatap muka, 4) komunikasi antaranggota, 5) evaluasi proses kelompok. Metode Students Achievement Teams Divisions (STAD) merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif. Dalam STAD, siswa dibagi dalam kelompok-kelompok belajar yang berisi empat anggota atau lebih yang dicampur dalam berbagai level, jenis kelamin, dan etnik. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD menurut Slavin (2008) adalah salah satu bentuk tipe pembelajaran kooperatif, yang tahap pelaksanaannya sebagai berikut:1) tahap penyajian materi; 2) kegiatan kelompok; 3) pelaksanaan kuis individual; 4) penilaian perkembangan individu; 5) penghargaan kelompok.
Metode Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 11 Madiun yang beralamat di Jalan PG Kanigoro No.11, Manisrejo, Taman, Madiun. Sekolah ini mempunyai 21 kelas. Tindakan penelitian ini dilaksanakan di kelas VII F yang jumlah siswanya 40. Waktu penelitian mulai bulan September 2008 sampai dengan Januari 2009. Sumber data penelitian meliputi: (1) tempat dan peristiwa penelitian, (2) informan dalam penelitian ini adalah guru bahasa Indonesia dan seluruh siswa kelas VII F SMP Negeri 11 Madiun; (3) dokumen yang berupa silabus, RPP, foto kegiatan pembelajaran cerita rakyat dengan metode STAD, hasil pekerjaan siswa, buku pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, angket, dan daftar nilai. Sesuai dengan tujuan, metode dan jenis sumber data yang digunakan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi: 1) observasi, 2) teknik wawancara mendalam, 3) angket, 4) Tes/Pemberian Tugas. Agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka diperlukan adanya validitas data. Teknik validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Triangulasi data (sumber), yaitu menggali data yang sejenis dari berbagai sumber data yang berbeda. 2. Triangulasi metode, yaitu menggali data yang sama dengan menggunakan metode pengumpulan data yang berbeda. 3. Review informan, data yang sudah diperoleh mulai disusun sajian datanya kemudian dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang dipandang sebagai informan pokok (key informant). Teknik analisis yang digunakan adalah dengan menganalisis secara deskriptif komparatif dan teknik analisis kritis, yakni dengan membandingkan nilai tes antarsiklus dan mencakup kegiatan untuk mengungkapkan kelemahan dan kelebihan kinerja guru dan siswa
dalam proses belajar mengajar berdasarkan kriteria normatif yang diturunkan dari kajian teoretis maupun dari ketentuan yang ada (Sarwiji Suwandi, 2008: 70). Dalam Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan di SMP Negeri 11 Madiun pada siswa kelas VII F untuk meningkatkan kemampuan apresiasi cerita rakyat dengan metode Student Team Achevement Division (STAD), indikator proses pembelajaran yang harus dicapai diantaranya: 1. siswa tertarik dalam mengikuti pembelajaran sastra khususnya pada apresiasi cerita rakyat; 2. guru sudah mampu membangkitkan minat siswa; 3. siswa sudah mampu mengapresiasi cerita rakyat dan mampu bekerja sama dalam kelompok; 4. kemampuan guru dalam menerapkan strategi dan metode STAD dalam mengajar; 5. kemampuan guru dalam mengelola kelas. Sedangkan indikator yang harus dicapai dalam peningkatan apresiasi cerita rakyat meliputi: (1) siswa mampu bekerja sama dan berdiskusi dalam kelompok untuk memecahkan suatu masalah yang disajikan oleh guru sebagai bahan untuk mengapresiasi cerita rakyat yang disajikan; (2) siswa mampu menyampaikan pendapat/tanggapan terhadap cerita rakyat yang telah dipelajari dengan lancar dan memperhatikan kejelasan vokal, ketepatan intonasi, ketepatan pilihan kata/diksi, struktur kalimat (tuturan), dan kontak mata dengan pendengar; (3) siswa mampu menemukan unsur-unsur intrinsik cerita rakyat yang meliputi tokoh, penokohan, latar dan sebagainya disertai dengan data tekstual yang mendukung; (4) siswa mampu menuliskan kembali cerita rakyat dengan bahasanya sendiri. Hasil Penelitian dan Pembahasan Deskripsi Kondisi Awal Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan survei awal, untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran apresiasi cerita rakyat serta kemampuan awal siswa dalam mengapresiasi cerita rakyat. Kondisi awal ini menjadi acuan untuk menentukan tindakan apa saja yang akan dilakukan pada pembelajaran dalam siklus selanjutnya. Survei awal dilakukan pada hari Selasa, 14 Oktober 2008 pukul 08.20 – 09.20 WIB. Adapun penyebab rendahnya kemampuan apresiasi cerita rakyat diantaranya adalah dalam proses pembelajaran yang berlangsung: (1) masih bersifat individual belum memanfaatkan potensi interaksi dan kerja sama antarsiswa; (2) minimnya umpan balik dari guru maupun rekan sejawat atau sesama teman belajar; (3) metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih didominasi dengan metode ceramah. Dari pretes yang dilakukan pada survei awal diketahui bahwa kemampuan apresiasi cerita rakyat siswa kelas VII F SMP Negeri 11 Madiun masih tergolong rendah. Rendahnya kemampuan apresiasi cerita rakyat tersebut tampak dalam indikator berikut ini: (1) siswa belum mampu menemukan unsur-unsur intrinsik dari cerita rakyat yang dipelajari; (2) siswa belum mampu menyusun urutan peristiwa dari cerita rakyat yang dipelajari; (3) siswa belum mempunyai keberanian untuk menceritakan kembali cerita rakyat yang sudah dipelajari.
Dari hasil uji pratindakan di atas, perlu segera diambil solusi sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan peningkatan kemampuan apresiasi cerita rakyat. Peneliti berasumsi bahwa tindakan perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pada kesempatan diskusi dengan guru, peneliti menawarkan metode Student Team Achievement Division (STAD). Alasan pemilihan metode ini karena diperkirakan akan mampu mengatasi permasalahan di atas. Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pelaksanaan tindakan kelas yang dilakukan melalui tiga siklus yang berkelanjutan dari siklus pertama, kedua, dan ketiga. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yakni: (a) tahap perencanaan (planning), (b) tahap implementasi tindakan (acting), (c) tahap observasi (observing), dan (d) tahap refleksi (reflecting). 1. Siklus I a. Perencanaan Tindakan Kegiatan ini dilaksanakan oleh guru dan peneliti pada Jumat, 17 Oktober 2008, bertempat di kantor guru. Pada kesempatan ini peneliti berdiskusi dengan guru. Hal-hal yang didiskusikan antara lain: 1) peneliti menyamakan persepsi dengan guru mengenai penelitian yang dilakukan, 2) sesuai dengan usul peneliti pada diskui sebelumnya, bahwa akan diterapkan metode Student Team Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran apresiasi cerita rakyat serta menjelaskan cara penerapannya, 3) peneliti dan guru bersama-sama menyusun RPP untuk siklus I, 4) peneliti dan guru bersama-sama merumuskan indikator pencapaian tujuan, 5) guru dan peneliti bersama-sama membuat lembar penilaian siswa yaitu instrumen penelitian berupa tes dan non tes. Instrumen tes berupa lembar kegiatan siswa (LKS) yang berisi butir-butir soal digunakan untuk menilai kemampuan apresiasi cerita rakyat. Instrumen non tes digunakan untuk menilai sikap siswa dalam pembelajaran apresiasi cerita rakyat. Instrumen nontes ini berbentuk lembar observasi dengan kriteria penilaian yang sudah ditentukan, dan 6) menentukan jadwal pelaksanaan tindakan. b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I 1) Pertemuan Pertama Sesuai dengan perencanaan, tindakan pada siklus 1 pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Sabtu, 25 Oktober 2008 selama 2 x 40 menit yaitu pada jam pelajaran ke 5-6. Pada pertemuan pertama ini, guru akan menerapkan metode STAD dalam pembelajaran apresiasi cerita rakyat. Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran cerita rakyat pada tindakan siklus I ini adalah sebagai berikut : 1) guru membuka pelajaran dengan mengucap salam; 2) guru mengondisikan kelas; 3) guru menerangkan jenis-jenis cerita rakyat dan unsur intrinsik cerita rakyat; 4) guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang sudah ditentukan berdasarkan prestasi, jenis kelamin, dan keaktifan siswa. Masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 anak, setiap anak menggunakan nomor dada sesuai dengan nomor kelompok; 5) guru memberi bacaan cerita rakyat beserta dengan LKS pada masing-masing kelompok. LKS dibagikan kepada masing-masing siswa dalam kelompok. Kemudian guru memberi contoh (guru bertindak sebagai model) membaca cerita rakyat dengan nada, intonasi, jeda, dan volume suara yang jelas sehingga dapat menarik siswa; 6) guru menugaskan siswa untuk menganalisis unsur intrinsik cerita rakyat dan pertanyaan-pertanyaan dalam
LKS secara berdiskusi, saling membantu dalam menemukan jawaban, dan saling menjelaskan dengan anggota kelompoknya. 2) Pertemuan Kedua Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru pada pertemuan kedua dalam pelaksanaan tindakan siklus I adalah : 1) guru membuka pelajaran dengan mengucap salam; 2) guru mengondisikan kelas dengan menyuruh siswa untuk berkelompok sesuai dengan kelompoknya, kemudian siswa disuruh mempersiapkan pekerjaan mereka pada pertemuan sebelumnya, yaitu hasil analisis unsur-unsur intrinsik cerita rakyat, urutan peristiwa dalam cerita, dan berlatih untuk menceritakan kembali cerita rakyat yang sudah dipelajari; 3) guru menunjuk siswa sesuai dengan nomor dada yang digunakan untuk menyampaikan urutan peristiwa dalam cerita atau menceritakan kembali cerita rakyat yang telah dibaca; 4) guru mengumpulkan LKS yang sudah dikerjakan siswa; 5) guru membahas pertanyaan-pertanyaan dalan LKS yang sudah dikerjakan oleh siswa; 6) menyimpulkan pembelajaran, siswa boleh bertanya; 7) guru menutup pelajaran. c. Observasi dalam Siklus I Observasi dilaksanakan saat pembelajaran apresiasi cerita rakyat dengan metode STAD berlangsung pada Sabtu, 25 Oktober 2008 pukul 09.40 WIB-11.00 WIB ( jam ke 5 – 6 ) dan hari Rabu, 29 Oktober 2008 pukul 09.40 WIB – 11.00 WIB (jam ke 5-6). Observasi difokuskan pada situasi pelaksanaan pembelajaran, kegiatan yang dilaksanakan guru serta aktivitas siswa dalam pembelajaran apresiasi cerita dengan menerapkan metode STAD. Tabel 4. Lembar Observasi Penilaian Kinerja Guru Lembar Observasi Penilaian Kinerja Guru No Indikator 1 2 1. Jumlah Keterangan: 1. selalu, skor: 3 2. kadang-kadang, skor: 2 3. tidak pernah, skor:1 Penghitungan nilai akhir dalam skala 0—100 adalah sebagai berikut:
Nilai akhir =
Perolehan Skor -----------------------Skor Maksimum (30)
X
Skor Ideal (100)
3
= . . .
1) Pengamatan terhadap Siswa Pada pertemuan pertama siklus 1 yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 25 Oktober 2008, siswa tampak belum begitu aktif dan masih tampak bingung dengan apa yang harus dikerjakan. Hal ini karena baik guru maupun siswa belum terbiasa dengan pembelajaran dengan metode STAD. Untuk mengetahui kinerja siswa digunakan lembar penilaian berikut.
Tabel 5. Lembar Penilaian Proses Pembelajaran Lembar Penilaian Proses Pembelajaran Apresiasi Cerita Rakyat dengan Menerapkan Metode STAD SIKLUS I No Nama siswa 1 2 3 4 5 N 1 Jumlah Keterangan: Aspek Nilai 1. kedisiplinan 10-20 2. minat 10-20 3. kerjasama 10-20 4. keaktifan 10-20 5. tanggung jawab 10-20 Penghitungan nilai akhir dalam skala 10 -100 Penilaian kemampuan apresiasi cerita rakyat dengan aspek penilaian: (1) ketepatan mengungkapkan tokoh-tokoh dengan cara penokohannya disertai data tekstual; (2) kemampuan menjelaskan latar cerita dengan data yang mendukung; (3) Ketepatan menemukan nilai-nilai dalam cerita rakyat; (4) kemampuan menuliskan kembali cerita rakyat yang telah dipelajari. Dari peroleh hasil sebagai berikut: Tabel 6. Daftar Nilai Kemampuan Apresiasi Cerita Rakyat Daftar Nilai Kemampuan Apresiasi Cerita Rakyat Siklus I Kelas VII F SMP Negeri 11 Madiun
No Nama Siswa
I (0-20)
II (0-20)
III (0-20)
IV (0-40)
Nilai
Jumlah Rata-rata Keterangan: I = ketepatan mengungkapkan tokoh-tokoh dengan cara penokohannya disertai data tekstual. II = kemampuan menjelaskan latar cerita dengan data yang mendukung. III= ketepatan menemukan nilai-nilai dalam cerita rakyat. IV = kemampuan menuliskan kembali cerita rakyat yang telah dipelajari. Berdasarkan lembar penilaian kemampuan apresiasi cerita rakyat pada siklus I diperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 67,275 dengan nilai tertinggi 76 dan nilai terendah 60 (terlampir dilampiran 2.10 siklus I). d. Analisis dan Refleksi dalam Siklus I Berdasarkan hasil pengamatan penelitian pada siklus 1, dapat dikemukakan bahwa kualitas pembelajaran apresiasi cerita rakyat belum mengalami peningkatan yang cukup berarti. Hal ini ditandai oleh beberapa hal berikut. 1) Masih sedikit siswa yang mampu memperoleh nilai di atas batas ketuntasan minimal (KKM), yaitu baru 21 siswa atau 52,50%. 2) Keaktifan siswa dalam pembelajaran yang berlangsung dalam kerja kelompok belum maksimal. Partisipasi seluruh anggota kelompok, tukar pendapat, bertanya dan saling membantu antar anggota kelompok masih sangat rendah. Mereka masih terlihat pasif dan pembicaraan dalam kelompok masih didominasi oleh seseorang.
3) Siswa kurang serius dan kurang konsentrasi, sehingga mereka juga kurang dalam kedisiplinan, kerja sama, keaktifan, dan tanggung jawab dalam kerja kelompok menyelesaikan tugas yang diberikan. Ketika proses kerja atau diskusi kelompok berlangsung maupun saat ada siswa yang presentasi di depan, masih saja ada siswa yang berbincang-bincang sendiri. 4) Guru belum mampu mengelola kelas dengan menerapkan metode STAD dengan baik. Guru belum mampu menciptakan situasi pembelajaran yang mendukung siswa untuk aktif, berkonsentrasi, serta termotivasi untuk belajar. Kontrol atau pengawasan guru dalam kelompok masih sangat kurang. 2. Siklus II Siklus II langkah-langkah yang dilakukan sama dengan siklus I dengan penambahan sebagai berikut. Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, disepakati bahwa siklus II perlu dilakukan. Persiapan dan perencanaan tindakan dilakukan pada hari Kamis, 30 Oktober 2008 di ruang guru SMP Negeri 11 Madiun. Pada perencanaan tindakan ini, guru dan peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pembelajaran apressiasi cerita rakyat dengan menerapkan metode STAD. Dalam diskusi antara guru dan peneliti disepakati bahwa cerita rakyat yang akan dipelajari adalah ―Aryo Menak‖ cerita rakyat Jawa Timur. Pada siklus II, proses penilaian lebih ditekankan pada penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses pembelajaran dengan menggunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) kedisiplinan; (2) minat; (3) kerja sama; (4) keaktifan; dan (5) tanggungjawab. Penilaian hasil apresiasi cerita rakyat digunakan untuk mengetahui kompetensi siswa dalam menanggapi cerita rakyat, aspek yang dinilai meliputi: (1) ketepatan mengungkapkan tokoh-tokoh dengan cara penokohannya disertai data tekstual; (2) kemampuan menjelaskan latar cerita dengan data yang mendukung; (3) Ketepatan menemukan nilai-nilai dalam cerita rakyat; (4) kemampuan menuliskan kembali cerita rakyat yang telah dipelajari. Lembar penilaian yang digunakan sama dengan yang digunakan pada siklus I. Pada siklus II meningkat sebanyak 27 siswa atau 67,50% sudah mencapai KKM atau peningkatan sebesar 15 % dari siklus I. Peningkatan ini belum mencapai KKM sebesar 70,00 dan ketuntasan klasikal belum mencapai 75 %. Sehingga apresiasi cerita rakyat dilanjutkan pada siklus III. 3. Siklus II Sesuai yang telah direncanakan, maka tahap tindakan siklus III dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu Sabtu, 8 November 2008 di ruang kelas VII F SMP Negeri 11 Madiun mulai pukul 09.40 WIB-11.00 WIB (jam ke 5 – 6). Proses pembelajaran dapat berjalan dengan lebih efektif, lebih lancar, bahkan lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran pada siklus sebelumnya, baik siklus I ataupun siklus II. Hal ini ditandai dengan beberapa hal berikut. a) Siswa yang memperoleh nilai di atas batas ketuntasan minimal (KKM) sudah mencapai 87,50% atau 35 siswa, dengan nilai rata-rata kelas 73,525. b) Keaktifan siswa dalam pembelajaran yang berlangsung dalam kerja kelompok sudah mengalami peningkatan. Partisipasi seluruh anggota kelompok, tukar pendapat, bertanya dan saling membantu antar anggota kelompok sudah cukup bagus, hal ini dilihat dari pengamatan peneliti juga dari angket yang diisi oleh siswa. Siswa yang menyatakan ―selalu‖ untuk point pertanyaan partisipasi, saling menanggapi, kedisiplinan, kerja sama, dan tanggung jawab semakin meningkat. c) Keseriusan dan konsentrasi siswa meningkat, walaupun memang masih saja ada siswa yang berbincang-bincang sendiri. Kedisiplinan, kerja sama, keaktifan, dan
tanggung jawab dalam kerja kelompok menyelesaikan tugas yang diberikan sudah semakin bagus. d) Keterampilan guru dalam mengelola kelas meningkat. Guru telah mampu mengelola kelas dengan menerapkan metode STAD dengan baik. Guru telah mampu menciptakan situasi pembelajaran yang mendukung siswa untuk aktif, berkonsentrasi, serta termotivasi untuk belajar. Kontrol atau pengawasan guru dalam kelompok cukup baik, bahkan guru berkeliling ke tiap-tiap kelompok dan kadang duduk untuk mendengarkan pembicaraan siswa dalam berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Berdasarkan pada permasalahan yang dirumuskan dalam bagian pendahuluan serta deskripsi hasil penelitian, berikut ini dirumuskan hasil penelitian penerapan metode STAD pada pembelajaran apresiasi cerita rakyat di kelas VII F SMP Negeri 11 Madiun. 1. Penerapan Metode Student Team Achievement Division (STAD) dalam Pembelajaran Apresiasi Cerita Rakyat Metode STAD dilaksanakan dalam tiga siklus seperti urauan di atas. Metode STAD dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, mereka terlibat langsung dalam membaca, memahami, menganalisis, dan menuliskan kembali cerita rakyat yang dipelajari. 2. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Apresiasi Cerita Rakyat Proses pembelajaran yang berkualitas lebih mudah untuk mencapai tujuan pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran Apresiasi cerita rakyat dilihat dari faktor-faktor berikut. a. Keaktifan Siswa Keaktifan siswa dalam pembelajaran meningkat dilihat dengan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) kedisiplinan; (2) minat; (3) kerja sama; (4) keaktifan; dan (5) tanggungjawab. Keaktifan siswa diamati selama proses pembelajaran berlangsung. b. Minat dan Motivasi Siswa Penerapan metode STAD dapat menumbuhkan motivasi internal dalam diri siswa sehingga siswa lebih berminat dan tertarik dalam belajar. Pemberian nomor dada dan reward merupakan sumber motivasi ekstrinsik bagi siswa sehingga mereka lebih bersemangat dan lebih siap. c. Tanggung Jawab dan Keberanian Penerapan metode STAD dapat melatih kemampuan sosial siswa, diantaranya adalah rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan belajar teman-temannya dalam satu kelompok. Tanggung jawab dan keberanian siswa meningkat dalam proses pembelajaran yang dilakukan. d. Keterampilan Guru dalam Mengelola Kelas Guru lebih terampil dalam melakukan proses pembelajaran dan kesiapan guru lebih matang dan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. e. Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Mengapresiasi Cerita Rakyat Peningkatan kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita rakyat dilihat dari nilai hasil tes yang dilakukan sesuai dengan indikator yang telah ditentukan f. Kelebihan dan Kekurangan Metode STAD 1) Kelebihan metode STAD yaitu mampu membangun jiwa sosial siswa dengan menerapkan sikap kerja sama, memupuk rasa tanggung jawab siswa terhadap tugas pribadinya dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan teman dalam kelompoknya, meningkatkan keberanian siswa, minat, dan keaktifan siswa sehingga tujuan pembelajaran lebh tercapai.
2) Kekurangan metode STAD, bahwa dalam penerapan metode STAD dapat memicu munculnya potensi penghalang, yaitu adanya siswa yang mendominasi dalam kelompok sehingga semua tugas dikerjakan oleh seorang siswa. Kemungkinan kedua yaitu munculnya ‖pembonceng‖ atau siswa yang tidak banyak berpartisipasi dan hanya mengikut temannya yang pandai. Hal tersebut memunculkan ‖difusi tanggung jawab‖ yaitu pembagian tugas yang tidak merata dalam satu kelompok. 3. Kendala-Kendala yang Dihadapi dalam Peningkatan Kemampuan Apresiasi Cerita Rakyat dengan Menerapkan Metode STAD Kendala yang dihadapi dalam penerapan metode STAD ini berasal dari guru dan siswa yang belum terbiasa menerapkan metode STAD, jumlah siswa dalam satu kelas sebanyak 40 siswa merupakan jumlah yang besar, maupun alokasi waktu yang harus dipertimbangkan dengan materi yang lain. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan pada permasalahan yang dirumuskan dalam bagian pendahuluan serta deskripsi hasil penelitian, berikut ini dijabarkan pembahasan hasil penelitian penerapan metode STAD pada pembelajaran apresiasi cerita rakyat di kelas VII F SMP Negeri 11 Madiun. 1. Penerapan Metode Student Team Achievement Division (STAD) dalam Pembelajaran Apresiasi Cerita Rakyat Metode STAD telah diterapkan dalam pembelajaran apresiasi cerita rakyat melalui tindakan sebanyak tiga siklus. Pada siklus I dan siklus II dilaksanakan dalam dua pertemuan, sedangkan siklus III dilaksanakan dalam satu kali pertemuan. Berdasarkan hasil observasi dan hasil tes yang telah dilakukan dari siklus I sampai siklus III pembelajaran apresiasi cerita rakyat mengalami peningkatan. Peningkatan mencakup peningkatan kualitas proses pembelajaran apresiasi cerita rakyat dan peningkatan kemampuan mengapresiasi cerita rakyat siswa kelas VII F SMP Negeri 11 Madiun. 2. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Apresiasi Cerita Rakyat a. Keaktifan Siswa Sesuai dengan konstruktivisme dalam pembelajaran dan perubahan paradigma dalam pembelajaran, maka siswa sebagai subjek dalam pembelajaran bukan objek sehingga siswa yang harus aktif. Teori kognitif memandang pelajar sebagai seseorang yang bertindak, membentuk, dan merancang daripada sekedar menerima rangsangan (stimulus) dari lingkungannya. Belajar adalah pemerolehan keterampilan kognitif yang kompleks, sehingga belajar harus menjadi ―belajar yang bermakna‖, yaitu belajar yang dapat dihubungkan dengan yang sudah diketahui, bukan belajar hafalan (Hadley, 1993: 53). Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menjadi sangat penting sehingga harus dipahami oleh guru, bahwa guru harus menciptakan proses pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek dan guru tidak mendominasi dalam proses pembelajaran. b. Minat dan Motivasi Siswa Setelah dilakukan tindakan dengan menerapkan metode STAD, siswa tampak lebih berminat dan termotivasi mengikuti pembelajaran apresiasi cerita rakyat. Pemberian reward / penghargaan berupa pujian dan hadiah berupa barang (buku tulis) bagi kelompok yang memperoleh point tertinggi mampu meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk bekerja sama agar kelompoknya menjadi kelompok terbaik. Minat dan motivasi dapat dibangkitkan dengan penerapan metode STAD dilihat dari struktur tujuannya yaitu tujuan kooperatif yang melakukan usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi kontribusi pada pencapaian tujuan
anggota yang lain (Slavin, 2008: 34). Siswa yang bekerja keras dan membantu temannya akan dipuji dan didukung oleh teman-teman satu kelompoknya. Penghargaan / reward juga akan juga menambah minat dan motivasi siswa. c. Tanggung Jawab dan Keberanian Siswa Pembelajaran kooperatif dengan metode STAD dapat melatih tanggung jawab siswa untuk mengerjakan tugas kelompoknya, juga bertanggung jawab terhadap teman sekelompoknya untuk dapat memahami apa yang dibahas. Siswa menyatakan bahwa dengan STAD menjadikan mereka lebih percaya diri. Mereka dapat berkomunikasi lebih lancar tanpa rasa minder. Keberanian siswa sangat berkaitan dengan rasa harga diri. Seperti yang diungkapkan Slavin (2008: 122) bahwa rasa harga diri yang dimiliki oleh siswa adalah perasaan bahwa mereka memang disukai oleh teman-teman mereka dan perasaan bahwa siswa dapat melakukan hal-hal yang berbau akademik. Pemberian nomor dada dapat dijadikan sebagai identitas diri sehingga dapat meningkatkan harga diri, keberanian, dan rasa percaya diri. d. Keterampilan Guru dalam Mengelola Kelas Kemampuan guru dalam mengelola kelas merupakan salah satu penentu keberhasilan proses pembelajaran. Guru yang profesional mempunyai ciri-ciri: (1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3) keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan profesi secara berkesinambungan e. Peningkatan Kemampuan Apresiasi Cerita Rakyat Peningkatan kualitas pembelajaran apresiasi cerita rakyat juga berimplikasi pada kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita rakyat. Berdasarkan hasil pengamatan awal dan hasil pra-tindakan, diperoleh nilai siswa yang rendah. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran yang belum menyentuh taraf apresiatif. Peningkatan nilai siswa dijelaskan dalam tabel berikut.
Tindakan
pratindakan
Tabel 7. Skor/ Nilai Kemampuan Apresiasi Cerita Rakyat Kelas VII F SMP Negeri 11 Madiun Nilai Nilai Nilai Siswa Siswa Terendah Tertinggi Ratamencapai Belum rata KKM mencapai KKM 56 75 65,55 16 24
Siklus I
60
76
67,275
21
19
Siklus II
62
78
68,925
27
13
Siklus III
67
88
73,525
35
5
3.Kendala-Kendala yang Dihadapi dalam Peningkatan Kemampuan Apresiasi Cerita Rakyat dengan Menerapkan Metode STAD Dalam suatu proses kegiatan belajar-mengajar sering terjadi suatu hambatanhambatan yang sering dialami oleh guru maupun siswa. Kendala yang dihadapi dalam peningkatan kemampuan apresiasi cerita rakyat dengan menerapkan metode STAD dapat dideskripsikan sebagai berikut. a. Guru dan siswa yang belum terbiasa menerapkan metode STAD dalam proses pembelajaran, pada siklus I terkesan kaku sehingga situasi pembelajaran tidak kondusif.
b. Jumlah siswa dalam satu kelas yang besar, yaitu 40 siswa. Menghadapi 40 siswa berarti menghadapi 40 individu dengan karakter yang berbeda-beda. Sehingga melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap 40 siswa dalam satu kelas merupakan jumlah yang besar dan merupakan pekerjaan yang sulit. c. Adanya siswa yang memang agak sulit untuk dikondisikan, karena masih memiliki kedisiplinan, tanggung jawab, minat, dan motivasi yang masih rendah dalam pembelajaran. Kendala ini diatasi dengan memberikan nomor dada bagi siswa sehingga guru muddah menandai siswa, juga agar siswa selalu siap jika dipanggil atau ditunjuk oleh guru. d. Alokasi waktu yang terbatas untuk terus melakukan penelitian. Masalah alokasi waktu sebenarnya masalah klasik yang harus dimanajemen oleh guru dalam mengorganisasikan materi pelajaran. Namun, masalah waktu dalam proses penelitian ini menjadi salah satu kendala, karena peneliti tidak dapat melakukan perbaikan lagi terhadap kekurangan yang dianggap masih perlu diperbaiki.
Simpulan dan Saran Simpulan Berdasarkan kajian teori, hasil penelitian, dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Penerapan metode STAD dilakukan dalam tiga siklus, yaitu siklus I dan siklus II dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, sedang siklus III dilaksanakan dalam 1 kali pertemuan. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahap, yaitu tahap: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, serta evaluasi dan refleksi. I siswa dalam kelompok kecil terdiri dari 4-5 siswa, dengan prosedur metode STAD dengan penambahan inovasi nomor dada dan pemberian reward untuk kelompok yang memperoleh skor terbanyak. Penerapan metode STAD dengan membagPenerapan metode STAD dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran apresiasi cerita rakyat. Hal ini ditandai dengan keaktifan siswa dalam pembelajaran dipantau dengan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) kedisiplinan; (2) minat; (3) kerja sama; (4) keaktifan; dan (5) tanggungjawab. Dari pantauan peneliti dan dari angket yang diisi siswa pada setiap akhir siklus, diketahui bahwa keaktifan siswa semakin meningkat. Selain itu, keterampilan guru dalam mengelola kela juga meningkat. 2. Penerapan metode STAD dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita rakyat. Hal ini ditandai dengan nilai rata-rata siswa yang mengalami peningkatan pada tiap siklusnya. Pada siklus I jumlah siswa yang mencapai KKM masih belum mencapai 75 %. Namun ada peningkatan dari ujicoba awal, yaitu dari 16 siswa ( 40,00%) yang memperoleh nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) meningkat menjadi 21 siswa (52,50%). Kenaikan sebesar 12,50%. Sedangkan nilai rata-rata kelas sebesar 67,275 juga belum mencapai KKM. Pada siklus II meningkat sebanyak 27 siswa atau 67,50% sudah mencapai KKM atau peningkatan sebesar 15 % dari siklus I. Peningkatan ini belum mencapai KKM sebesar 70,00 dan ketuntasan klasikal belum mencapai 75 %. Sehingga apresiasi cerita rakyat dilanjutkan pada siklus III. Setelah dilakukan uji kompetensi siklus III siswa yang dapat mencapai KKM sebanyak 35 siswa atau 87,50%. Pada siklus III ini pencapaian ketuntasan klasikal sudah lebih dari 75% dan nilai kemampuan minimal 70,00. 3. Kendala-kendala dalam penerapan metode Student Team Achievement Division (STAD) dalam pembelajaran apresiasi cerira rakyat, yaitu: guru dan siswa yang belum terbiasa menerapkan metode STAD dalam proses pembelajaran, pada siklus I terkesan kaku sehingga situasi pembelajaran tidak kondusif; jumlah siswa dalam satu kelas yang besar
yaitu 40 siswa, sehingga kesulitan melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap 40 siswa dalam satu kelas; alokasi waktu yang terbatas untuk terus melakukan penelitian. Saran Berdasarkan simpulan dan implikasi hasil penelitian di atas perlu diperhatikan beberapa hal untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran apresiasi ccerita rakyat di tingkat SMP/MTs. Penulis menyarankan sebagai berikut. 1. Kepala Sekolah a. Membuat kebijakan untuk meningkatkan kompetensi guru, misalnya mengikutsertakan guru dalam forum-forum ilmiah seperti seminar pendidikan, diklat, dan sebagainya. b. Memotivasi guru untuk aktif melakukan inovasi dalam pembelajaran, misalnya dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas. c. Meningkatkan ketersediaan media pembelajaran dan sarana penunjang pembelajaran, seperti penambahan koleksi buku-buku di perpustakaan, mengusahakan adanya laboratorium bahasa, dan sebagainya. 2. Guru a. Para guru sebaiknya membuat perencanaan dan persiapan mengajar yang jelas dan matang sebelum proses pembelajaran dilaksanakan. b. Para guru perlu mengembangkan pembelajaran apresiasi cerita rakyat dengan metode, teknik, dan strategi secara bervariasi. Misalnya dengan menerapkan metode STAD karena metode ini melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa. c. Guru sebaiknya sering memberikan motivasi kepada siswa, misalnya dengan memberikan penghargaan (reward) kepada siswa yang kemampuannya tinggi dan juga memberikan bimbingan kepada siswa yang kemampuannya rendah. d. Para guru harus tanggap dengan adanya berbagai bentuk-bentuk hambatan yang terjadi selama dalam proses pembelajaran dan mampu untuk mengatasinya. e. Guru harus membuat evaluasi dan sistem penilaian yang tepat untuk mengetahui keberhasilan proses belajar-mengajar yang dilakukan. 3. Siswa a. Siswa harus menyadari bahwa mempelajari sastra khususnya cerita rakyat sangat penting dan bermanfaat bagi kehidupan karena banyak mengandung nilai-nilai luhur. b. Siswa sebaiknya melakukan kerja sama yang baik dengan teman-temannya, dengan sering melakukan diskusi dan tukar pengalaman dengan membentuk kelompok belajar. c. Siswa harus banyak berlatih, banyak menambah wawasan dengan sering membaca buku, dan tidak segan-segan untuk meminta bimbingan kepada guru. Harapan peneliti semoga apa yang telah diteliti ini dapat memberikan manfaat serta sumbangan pemikiran bagi pengembangan pembelajaran bagi para pendidik dan berbagai pihak yang berkepentingan. Penelitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti lain dengan penelitian yang lebih luas. DAFTAR PUSTAKA Bascom, William R. 1965. The Form of Folklore: Prose Narratives. The Hague: Mouton Herman J. Waluyo. 2005. Apresiasi Puisi untuk pelajar dan Mahasiswa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. James Danandjaja. 2007. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti. Muslimin Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Press. Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning, Teori, Riset, dan Praktik (Terjemahan Nurulita Yusron). Bandung: Nusa Media.
Sarwiji Suwandi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Suharsimi Arikunto, Suhardjono dan Supardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.