PENGURANGAN OFF-ODOR DAGING ITIK ALABIO JANTAN UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN
SKRIPSI DANANG PRIYAMBODO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN Danang Priyambodo. D14086005. 2011. Pengurangan Off-Odor Daging Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Dr. Ir. Rukmiasih, MS. : Dr. Ir.Sumiati, M.Sc.
Itik merupakan salah satu komoditi unggas sebagai sumber protein hewani bagi manusia. Daging itik memiliki gizi yang baik seperti daging ayam, akan tetapi masih banyak yang tidak menyukai daging itik karena dagingnya berbau amis (offodor). Pemberian antioksidan dalam pakan diharapkan dapat mengurangi bau amis daging itik sebelum proses pengolahan. Beluntas (Pluchea indica L. Less.) merupakan salah satu tanaman yang mengandung antioksidan alami, sedangkan vitamin C dan vitamin E merupakan sumber antioksidan sintetis. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh pemberian tepung daun beluntas, kombinasi tepung daun beluntas dengan vitamin C, dan kombinasi tepung daun beluntas dengan vitamin E terhadap off-odor pada daging itik. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan bulan September tahun 2010 di bagian Ilmu produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Daging itik yang digunakan adalah daging itik alabio jantan berumur 10 minggu yang mendapat perlakuan pemberian pakan komersial sebagai pakan kontrol (K), pakan komersial + 0,5% tepung daun beluntas (KB), pakan komersial + 0,5% tepung daun beluntas + vitamin C 250 mg/kg (KBC), pakan komersial + 0,5% tepung daun beluntas + vitamin E 400 IU/kg (KBE). Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu tingkat intensitas off-odor dan tingkat kesukaan daging dengan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada. Analisis data sensori yang dilakukan yaitu : (1) Uji intensitas off-odor dilakukan dengan uji skalar garis ; (2) uji tingkat kesukaan dilakukan dengan uji hedonik. Data hasil uji skalar garis dan uji hedonik dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan metode GLM (Generalized Linear Model) dengan bantuan program SPSS for windows versi 17 dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan KB dapat menurunkan intensitas off-odor daging dengan kulit paha itik sebesar 3,5% dan daging dada dengan kulit itik sebesar 1,9%. Perlakuan KBC meningkatkan intensitas off-odor daging dengan kulit paha itik sebesar 2,3% dan daging dada dengan kulit itik sebesar 5,3%. Hasil selanjutnya perlakuan KBE dapat menurunkan intensitas off-odor sebesar 11,2% dan daging dada dengan kulit itik sebesar 10,6%. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah perlakuan KBE merupakan kombinasi yang paling baik dalam menurunkan intensitas off-odor daging itik, dan secara hedonik panelis lebih menyukai aroma daging dengan kulit itik bagian paha dan dada yang mendapat perlakuan KBE. Kata kunci : itik alabio, tepung daun beluntas, vitamin C, vitamin E, off-odor
i
ABSTRACT Reducing Off-odor of Alabio’s Male Duck Meat of 10 Weeks Age Fed Beluntas Leaf Meal, Vitamine C and E Priyambodo, D., Rukmiasih., and Sumiati Duck is one of poultry commodities as source of animal protein for the human, however the duck’s meat off-odor limits the consumers preferency. The objective of this research was to observe the effect of feeding beluntas leaf powder, combination beluntas leaf powder with vitamin C and combination beluntas leaf powder with vitamin E in reducing off-odor of the Alabio duck meat. This research was conducted on May until September 2010 at the Laboratory of poultry production, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. The duck’s meat of 10 weeks age were used in this study. The duck were reared from DOD up to 10 weeks old. The diet treatments were commercial diet as control (K); commercial feed + 0.5% beluntas leaf meal (KB), commercial feed + 0.5% beluntas leaf meal + vitamin C 250 mg/kg (KBC), commercial feed + 0.5% beluntas leaf meal + vitamin E 400 IU/kg (KBE). The parameters observed were off-odor intensity and preference test of thigh and breast meat of male alabio duck. The data were analyzed with analyses of variance (ANOVA) with the method of GLM (Generalized Linear Model) and using SPSS program for windows version 17. If there were any significant differences, the data were further analyzed using Duncan multiple range test. The results shows that feeding of 0.5% beluntas leaf meal (KB) reduced off-odor intensity of thigh meat (3.5%) and breast meat (1.9%). Feeding of 0.5% beluntas leaf meal + vitamin C 250 mg (KBC) increased off-odor intensity of thigh meat (2.3%) and breast meat (5.3%). Feeding beluntas leaf meal of 0.5% + vitamin E 400 IU (KBE) reduce off-odor intensity of thigh meat (11.2%) and breast meat (10.6%). Conclusion of this research was that feeding beluntas leaf meal of 0.5% + vitamin E 400 IU (KBE) was the best treatment in reducing the intensity off-odor of duck meat (thigh, breast), and this meat was most prefered by the panelists compared other treatments. Keywords : alabio duck, beluntas leaf meal, vitamin C, vitamin E, off-odor
ii
PENGURANGAN OFF-ODOR DAGING ITIK ALABIO JANTAN UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN DAUN BELUNTAS, VITAMIN C DAN E DALAM PAKAN
DANANG PRIYAMBODO D14086005
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
iii
Judul : Pengurangan Off-odor Daging Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan Nama : Danang Priyambodo NIM : D14086005
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Dr. Ir. Rukmiasih, MS.) NIP: 19570405 198303 2 001
(Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.) NIP: 19611017 198603 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian: 12 April 2011
Tanggal Lulus:
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Palembang pada tanggal 8 November 1987. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Ir. Edi Setyawan dan Ibu Setya Indarsi. Jenjang pendidikan penulis diawali pada tahun 1992 dengan bersekolah di TK Fatimah Palembang dan lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1993 melanjutkan ke SD Negeri 405 Palembang dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 53 Palembang sampai tahun 2000 kemudian pindah ke SLTP Negeri 19 Palembang dan lulus pada tahun 2002. Selanjutnya pada tahun 2002 penulis melanjutkan ke SMU Negeri 10 Bogor dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor hingga lulus tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Alih Jenis Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan studi pendidikan sarjana.
v
KATA PENGANTAR Puji Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pengurangan Offodor Daging Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan” dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang bahwa sebagai unggas lokal, itik dapat dijadikan sebagai sumber protein hewani yang berasal dari daging seperti pada ayam. Sebagian besar masyarakat saat ini tidak menyukai daging itik karena dagingnya berbau amis, untuk itu penulis bersama rekan-rekan serta dosen Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor melakukan penelitian untuk mengurangi bau amis daging itik tersebut. Penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E yang ditambahkan dalam pakan. Penelitian mengenai penggunaan daun beluntas untuk mengurangi bau amis daging itik telah dilakukan peneliti sebelumnya. Hasil yang didapatkan yaitu penambahan beluntas 1% dalam pakan dapat mengurangi bau amis daging itik, akan tetapi performa itik tersebut khususnya konversi pakannya tinggi. Penelitian mengenai penggunaan vitamin C dan vitamin E untuk mengurangi bau amis daging itik juga telah dilakukan peneliti sebelumnya. Hasil yang didapatkan pada penelitian tersebut yaitu kombinasi penggunaan vitamin C dan vitamin E dalam pakan dapat mengurangi bau amis daging itik. Berdasarkan uraian diatas, pada penelitian ini taraf penggunaan daun beluntas akan dikurangi agar konversi pakan itik yang diberi daun beluntas menjadi baik. Penggunaan daun beluntas yang berkurang dalam pakan menyebabkan antioksidan yang disumbangkan dalam pakan menurun, sehingga pada penelitian ini akan ditambahkan vitamin C dan Vitamin E sebagai sumber antioksidan lainnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Bogor, April 2011 Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ....................................................................................................
i
ABSTRACT .......................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ...............................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP............................................................................................
v
KATA PENGANTAR .......................................................................................
vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ..............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................
xi
PENDAHULUAN..............................................................................................
1
Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan .......................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................
3
Itik (Anas platyrhynchos) ......................................................................... 3 Daging Itik ................................................................................................ 4 Antioksidan ............................................................................................... 6 Beluntas (Pluchea indica L. Less.) ............................................... 6 Vitamin C...................................................................................... 7 Vitamin E ...................................................................................... 8 Bau Amis (Off-odor) .............................................................................. 9 Analisis Sensori...................................................................................... 10 Uji Skalar Garis .......................................................................... 11 Uji Kesukaan (Uji Hedonik)....................................................... 11 MATERI DAN METODE ................................................................................. 12 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ Materi Penelitian .................................................................................... Daging Itik .................................................................................. Peralatan ..................................................................................... Prosedur Penelitian................................................................................. Persiapan Daging Itik ................................................................. Uji sensori................................................................................... Analisis Data ..........................................................................................
12 12 12 15 16 16 17 18
HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................... 19 Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging Itik Alabio .............................. 19
vii
Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha ................................................................................ 19 Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada ............................................................................... 21 Tingkat Kesukaan Daging Itik ............................................................... 23 Tingkat Kesukaan pada Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha ............................................................................................ 23 Tingkat Kesukaan pada Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada............................................................................................ 24 KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 25 Kesimpulan............................................................................................. 25 Saran ....................................................................................................... 25 UCAPAN TERIMA KASIH.............................................................................. 26 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27 LAMPIRAN ....................................................................................................... 30
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Komposisi Kimia Daging Ayam dan Itik Segar tanpa Kulit ...............
5
2. Komposisi Kimia Pakan Komersial, Tepung Daun Beluntas, dan Dedak Padi (As Fed) ............................................................................ 13 3. Susunan Pakan, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu ................................... 14 4. Susunan Pakan, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 7-10 Minggu ................................. 15 5. Uji Skalar Garis Daging dengan Kulit Itik Alabio Jantan Bagian Paha dan Dada...................................................................................... 19 6. Uji Hedonik Daging dengan Kulit Itik Alabio Jantan Bagian Paha dan Dada .............................................................................................. 23
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Itik Alabio Jantan (1) dan Itik Alabio Betina (2) (SNI, 2009).............
4
2. Daun Beluntas (1) dan Tanaman Beluntas (2).....................................
7
3. Struktur Kimia Vitamin C (Levy, 2010) ..............................................
8
4. Struktur Bangun Tokoferol (Colombo, 2010) .....................................
9
5. Kandang Pemeliharaan Itik Alabio...................................................... 12 6. Tepung Daun Beluntas......................................................................... 15 7. Sampel Daging Itik pada Uji Skalar Garis dan Uji Hedonik............... 16
x
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Format Uji Skalar Garis Daging Itik dengan Kulit.............................. 30 2. Format Uji Hedonik Daging Itik dengan Kulit.................................... 31 3. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas Offodor Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha........................................ 32 4. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas Offodor Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada ....................................... 33 5. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Kesukaan (Hedonik) Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha ............................................................. 34 5. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Kesukaan (Hedonik) Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada ............................................................ 35
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang Daging itik merupakan salah satu sumber protein asal daging unggas yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia. Hal ini karena daging itik memiliki kandungan gizi yang baik seperti daging ayam. Akan tetapi daging itik kurang disukai dibandingkan dengan daging ayam. Berdasarkan data Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian (2009), produksi daging ayam ras pedaging sebanyak 1.101.765 ton, daging ayam buras sebanyak 247.725 ton, daging ayam ras petelur sebanyak 55.099 ton, dan produksi daging itik sebesar 25.782 ton (1,80% dari total produksi asal daging unggas). Kurang disukainya daging itik oleh sebagian masyarakat, diantaranya karena daging itik memiliki bau khas yaitu bau amis (off-odor). Bau amis pada daging itik merupakan hasil proses oksidasi lemak yang terjadi dalam tubuh itik. Proses oksidasi lemak terjadi karena terdapat radikal bebas yang berikatan dengan asam lemak tidak jenuh di dalam tubuh itik. Upaya untuk mengurangi bau amis daging itik tersebut salah satunya yaitu dengan pemberian antioksidan di dalam pakan. Antioksidan berfungsi sebagai pendonor atom hidrogen dan atom tersebut dalam waktu yang cepat akan berikatan dengan radikal bebas sehingga radikal bebas tidak berikatan dengan asam lemak tidak jenuh di dalam tubuh itik. Sumber antioksidan terbagi menjadi dua yaitu antioksidan alami dan sintetis. Beluntas (Pluchea indica L. Less.) merupakan salah satu tanaman obat yang mengandung antioksidan alami yang banyak digunakan manusia sebagai penghilang bau badan. Vitamin C dan vitamin E juga merupakan bahan yang sudah diketahui manfaatnya sebagai sumber antioksidan. Berdasarkan manfaat berbagai bahan sumber antioksidan tersebut, penggunaan beluntas, vitamin C dan vitamin E diharapkan dapat menurunkan bau amis daging itik. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Febriana (2006) menunjukkan bahwa penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan pada taraf 1% dapat menurunkan bau amis daging itik jantan lokal, tetapi itik dengan pemberian daun beluntas tersebut menghasilkan konversi pakan 21,9% lebih tinggi dari itik yang
1
tidak diberi daun beluntas (Gunawan, 2005). Pemberian vitamin C dan vitamin E dalam pakan juga dapat menurunkan bau amis pada daging itik (Randa, 2007). Pada penelitian saat ini digunakan beluntas dalam taraf yang lebih rendah yaitu sebesar 0,5% dengan tujuan menurunkan bau amis daging itik dan memperbaiki performa itik. Berkurangnya penggunaan daun beluntas dalam pakan menyebabkan antioksidan yang disumbangkan dalam pakan menurun, oleh karena itu pada penelitian ini ditambahkan vitamin C dan vitamin E sebagai sumber antioksidan. Daging itik dapat diperoleh dari itik jantan dan itik betina afkir, daging yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daging itik alabio jantan. Itik alabio ini di daerah asalnya Kalimantan Selatan sudah biasa dijadikan sebagai itik pedaging karena komposisi karkasnya yang besar. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan bau daging itik dan tingkat kesukaan daging itik dengan penambahan antioksidan dalam pakan berupa tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E.
2
TINJAUAN PUSTAKA Itik (Anas platyrhynchos) Itik merupakan salah satu unggas air yang lebih dikenal dibanding dengan jenis unggas air lainnya seperti angsa atau entog. Menurut Srigandono (1998), itik termasuk ke dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, rumpun Anatini, genus Anas, spesies Anas platyrhynchos. Beberapa itik lokal yang ada di Indonesia selain berfungsi sebagai penghasil telur, juga sebagai penghasil daging yaitu salah satunya itik alabio. Itik ini merupakan salah satu galur itik lokal yang sudah cukup lama dikenal. Meskipun tergolong sebagai jenis itik penghasil telur, itik alabio juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasil daging (Hardjosworo et al., 2001). Randa (2007) melaporkan bahwa itik alabio memiliki karkas yang lebih besar dibandingkan dengan itik cihateup. Itik alabio berasal dari Kalimantan Selatan. Ciri-ciri umum itik alabio adalah postur tubuh tegak membentuk sudut 70º, paruh berwarna kuning sampai kuning jingga dengan bercak hitam pada bagian ujung, terdapat bulu putih membentuk garis mulai dari pangkal paruh sampai ke bagian belakang kepala dan kaki berwarna kuning jingga, bulu leher bagian depan berwarna putih, bulu dada berwarna coklat kemerahan, bulu punggung dan perut berwarna abu-abu dengan bercak coklat, bulu sayap sekunder berwarna biru kehijauan dan mengkilap. Itik alabio jantan dan betina dapat dibedakan dari bulu bagian kepala dan ekor. Bulu bagian kepala sampai leher itik alabio jantan berwarna hitam, sedangkan betina berwarna coklat. Bulu ekor itik alabio jantan berwarna hitam dan beberapa helai bulu yang melingkar ke atas, sedangkan bulu ekor pada itik alabio betina berwarna coklat tanpa bulu yang melingkar ke atas (Standar Nasional Indonesia, 2009). Ciri-ciri itik alabio jantan dan betina menurut SNI dapat dilihat pada Gambar 1.
3
(1) (2) Gambar 1. Itik Alabio Jantan (1) dan Itik Alabio Betina (2) Sumber : SNI (2009)
Daging Itik Setiap unggas memiliki ciri-ciri yang berbeda pada dagingnya. Pada ayam, secara umum dagingnya berwarna putih terutama bagian dada walaupun sebagian berwarna merah pada bagian paha. Beberapa jenis unggas yang memiliki daging berwarna merah diantaranya angsa, itik dan burung merpati (Belitzh dan Grosch, 1999). Pada itik, bagian dada itik mengandung serabut merah sebanyak 84% sehingga dagingnya berwarna merah. Daging itik yang ber berwarna warna merah ini menyebabkan kesukaan terhadap warna pada daging itik lebih rendah bila dibandingkan dengan warna daging ayam yang berwarna putih. Beberapa faktor yang mempengaruhi warna daging antara lain : pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, pH, oksigen dan stress (Soeparno, 2005). Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi penentu utama warna daging yaitu konsentrasi pigmen daging (mioglobin). Kandungan logam seperti Fe di dalam hemoglobin dan mioglobin pada daging umumnya dapat mempercepat kerusakan lemak dalam bahan pangan yang mengakibatkan ketengikan (Ketaren, 2008). Senyawa hematin seperti senyawa haem (Fe2+) dan haemin (Fe3+) yang ada dalam hemoglobin dan mioglobin merupakan prooksidan yang sangat kuat, Fe2+ dapat bereaksi dengan hidroperoksida hidroperoksida membentuk radikal peroksi (Apriyantono dan Lingganingrum, 2001). Radikal-radikal tersebut berperan dalam pembentukan Lingganingrum, senyawa-senyawa off-odor pada daging.
4
Daging itik memiliki warna lebih merah dibandingkan dengan daging unggas lainnya seperti ayam, memiliki komposisi nutrisi yang tidak jauh berbeda dengan daging ayam khususnya kandungan protein, akan tetapi kandungan lemak pada daging itik khususnya bagian dada lebih tinggi bila dibandingkan dengan lemak pada daging dada ayam. Komposisi kimia daging ayam dan itik segar tanpa kulit ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ayam dan Itik Segar tanpa Kulit Komponen Protein (%)
Lemak (%)
Air (%)
Bagian Daging
Ayam
Itik
-
Dada
23,39
21,34
-
Paha
20,97
20,23
-
Dada
1,36
2,15
-
Paha
3,80
2,74
-
Dada
74,24
75,25
-
Paha
74,02
76,36
Sumber : Lukman (1995)
Menurut Apriyantono dan Lingganingrum (2001), bau amis pada daging itik disebabkan karena lemak yang terdapat di dalamnya. Lemak merupakan prekursor yang sangat mempengaruhi aroma makanan (Belitzh dan Grosch, 1999). Menurut Purba (2010), itik merupakan salah satu hewan unggas yang memiliki kandungan lemak yang tinggi karena secara genetik maupun fisiologis, itik memiliki sifat yang baik untuk mendeposisikan lemak di dalam tubuh. Tempat penimbunan lemak pada tubuh itik umumnya adalah di bawah permukaan kulit dan di bawah perut. Lemak yang tinggi pada itik digunakan juga sebagai sumber energi antara lain untuk menjaga suhu tubuh dan agar bulu itik tidak basah ketika berada di dalam air. Sifat lemak unggas berbeda dengan lemak ternak ruminansia karena sebagian besar terdiri atas asam lemak tidak jenuh (Pisulewski, 2005). Kandungan lemak yang tinggi terutama asam lemak tidak jenuh menyebabkan daging itik menghasilkan off-odor. Pada daging itik, total asam lemak tidak jenuh lebih tinggi daripada total asam lemak jenuhnya. Daging itik bagian dada lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dibandingkan bagian paha dan persentase kadar lemak daging itik lebih tinggi pada daging berkulit daripada daging
5
tanpa kulit dan berlaku pada bagian dada maupun paha itik yang dianalisis dalam bentuk segar maupun freezedried (Hustiany, 2001). Menurut Shahidi (1998), laju oksidasi asam lemak tidak jenuh lebih cepat dari laju oksidasi asam lemak jenuh, terutama laju oksidasi asam lemak tidak jenuh ganda (Cortinas et al., 2005). Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lemak (Surai, 2003). Menurut Ketaren (2008), antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menghambat atau mencegah kerusakan lemak atau bahan pangan berlemak akibat proses oksidasi. Oksidasi adalah reaksi yang terjadi antara oksigen dengan suatu substrat yang dapat menyebabkan ketengikan (Winarno, 1991). Penggunaan antioksidan dalam bahan pangan menurut Ketaren (2008) harus memenuhi persyaratan tertentu yaitu : (1) tidak beracun dan tidak mempunyai efek fisiologis, (2) tidak menimbulkan flavor yang tidak enak, rasa dan warna pada bahan pangan, (3) larut sempurna dalam minyak atau lemak, (4) efektif dalam jumlah yang relatif kecil, (5) tidak mahal serta selalu tersedia. Beberapa antioksidan yang sudah banyak dikenal diantaranya vitamin C dan Vitamin E (Winarno, 1991). Senyawa flavonoid yang terdapat pada buah-buahan dan daun-daunan seperti daun beluntas mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Panovskai et al., 2005). Beluntas (Pluchea indica L. Less.) Beluntas merupakan tanaman perdu tegak, berkayu, bercabang banyak dengan ketinggian tanaman dapat mencapai dua meter. Selain itu beluntas memiliki daun tunggal, bulat berbentuk telur, ujung runcing, berbulu halus, daun muda berwarna hijau kekuningan dan setelah tua akan berwarna hijau pucat. Panjang daun beluntas mencapai 3,8 - 6,4 cm (Ardiansyah, 2002). Daun beluntas secara tradisional biasa digunakan manusia sebagai penghilang bau badan, obat turun panas, obat batuk, obat diare, dan mengobati sakit kulit. Menurut Rukmiasih et al. (2010), daun beluntas mengandung senyawa flavonoid (4,47%), vitamin C (98,25 mg/100g), dan beta-karoten (2.552 mg/100g) yang ketiganya mempunyai efek sebagai antioksidan (Andarwulan et al., 2008).
6
Senyawa flavonoid menurut Panovskai et al. (2005) mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Daya kerja flavonoid sebagai antioksidan adalah dengan cara menghelat logam dan berkeliaran menangkap oksigen radikal dan radikal bebas sehingga senyawa pembentuk off-odor tidak terbentuk (Cadenas, 2004). Beta-karoten merupakan provitamin A yang terdapat dalam tanaman hijau (Winarno,1991). Menurut Kiokias dan Gordon (2003), beta-karoten mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Beta-karoten diyakini memberikan antioksidan perlindungan terhadap jaringan lemak (Percival, 1998). Berdasarkan hasil penelitian Febriana (2006), penambahan tepung daun beluntas pada taraf 1% dalam pakan dapat menurunkan bau amis daging itik dan bau amis terendah didapatkan dari penambahan tepung daun beluntas dengan taraf 2% dalam pakan. Ciri-ciri daun dan tanaman beluntas dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Daun Beluntas (1) dan Tanaman Beluntas (2) Vitamin C Vitamin C atau yang dikenal juga sebagai L-ascorbic acid merupakan vitamin yang bersifat larut air (Niki et al., 1995). Padayatty et al. (2003) menyatakan bahwa vitamin C dikenal sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam mendonorkan elektron. Menurut Blokhina (2000), vitamin C merupakan antioksidan yang larut dalam air yang mampu meredam radikal bebas dengan cara memberikan atom hidrogen dan elektron kepada radikal bebas. Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak karena selain larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi (Winarno, 1991).
7
Menurut Metzler (1977), meskipun vitamin C mempunyai sifat sebagai antioksidan tetapi dapat juga memicu pembentukan radikal be bebas bas bila bereaksi bersama-sama dengan ion-ion Fe2+ sehingga vitamin C dapat menjadi prooksidan. Struktur kimia vitamin C dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. 3. Struktur Kimia Vitamin C Sumber : Levy (2010)
Vitamin E Vitamin E (tokoferol) merupakan vitamin yang bersifat larut dalam lemak (Winarno, 1991) dan berfungsi sebagai antioksidan yang larut dalam lemak dan
mudah memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (OH) pada struktur cincin ke radikal bebas (Almatsier, 2006). Jenis vitamin E diantaranya a -tokoferol, ßtokoferol, -tokoferol dan d-tokoferol, dimana jenis aa -tokoferol merupakan jenis yang paling besar aktivitasnya dibandingkan jenis yang lain (Surai, 2003). Peranan vitamin E dalam tubuh yaitu di dalam jaringan, vitamin E menekan terjadinya oksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga dapat membantu dan mempertahankan fungsi membran sel (Winarno, 1991 1991). Berbagai penelitian penggunaan vitamin E diantaranya dilakukan Bou et al. (2004) yang melaporkan bahwa bau anyir pada daging ayam broiler segar maupun rebus yang diberi tepung atau minyak ikan yang tinggi menjadi menurun dengan adanya suplementasi vitamin E (a-tokoferol) tokoferol) sebanyak 70 mg dan 140 mg/kg dalam pakan. Russell et al. (2003) dalam penelitiannya pada ternak itik pekin menemukan terjadi peningkatan asam-asam lemak tidak jenuh dengan pemberian perlakuan suplementasi vitamin E 400 mg dalam pakan karena asam-asam lemak tidak jenuh suplementasi tersebut tidak teroksidasi.
8
Hasil penelitian Randa (2007), pemberian kombinasi vitamin E 400 IU dan vitamin C 250 mg dalam pakan dapat menurunkan bau amis pada daging itik cihateup. Vitamin C dan vitamin E (tokoferol) bersifat sinergis dalam fungsinya sebagai antioksidan, vitamin E yang bekerja pada permukaan membran akan memutuskan perkembangan rantai radikal dengan cara mendonorkan ion hidrogen untuk dapat bereaksi dengan radikal peroksil sebelum radikal peroksil berikatan dengan asam lemak tidak jenuh di membran sel atau komponen lain, sehingga akan terbentuk radikal vitamin E atau radikal tokoperoksil (Sunarti et al., 2008). Vitamin E yang teroksidasi (radikal tokoperoksil) harus bebas kembali (diregenerasi) agar dapat digunakan. Menurut Sies dan Stahl (1995), vitamin C dapat mengurangi radikal tokoperoksil dengan cara mengikat vitamin E radikal sehingga vitamin E bebas dapat digunakan kembali. Struktur bangun tokoferol dapat dilihat pada Gambar 4. Menurut Almatsier (2006), mekanisme kerja vitamin E sebagai antioksidan yaitu memutuskan rantai proses peroksidasi lemak dengan menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas, sehingga terbentuk radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak. R1=R2=R3=CH3
Gambar 4. Struktur Bangun Tokoferol Sumber : Colombo (2010)
Bau Amis (Off-odor) Secara umum off-odor pada bahan pangan dapat dipahami sebagai odor atau bau yang tidak diharapkan atau yang tidak semestinya terdapat pada bahan pangan tersebut (Kilcast, 1996). Daging itik memiliki ciri khas berbau amis yang berasal dari daging itu sendiri. Bau amis yang terdapat pada daging berpengaruh negatif terhadap konsumen khususnya terhadap selera dan penerimaan masyarakat. Pengaruh adanya bau amis tersebut mengakibatkan beberapa kalangan masyarakat merasa enggan mengkonsumsi daging itik walaupun kandungan gizi daging itik relatif sama dengan
9
daging ayam (Purba, 2010). Kualitas pada bahan pangan khususnya daging dipengaruhi dari umur, sifat genetiknya, dan jenis pakan yang diberikan (Belitzh dan Grosch, 1999). Menurut Hustiany (2001), terbentuknya bau amis pada daging itik disebabkan karena terjadinya proses oksidasi lipid atau oksidasi lemak di dalam daging. Proses oksidasi lemak ini terjadi karena kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi pada itik (Hustiany, 2001). Menurut Ketaren (2008), kerusakan akibat oksidasi pada bahan pangan berlemak antara lain dapat disebabkan oleh reaksi lemak dengan oksigen. Asam lemak tidak jenuh adalah bahan yang mudah mengalami dekomposisi yang diawali dengan terbentuknya radikal bebas dari otooksidasi asam lemak tidak jenuh. Terbentuknya radikal akan mengakibatkan timbulnya peroksida-peroksida yang bila mengalami dekomposisi akan menghasilkan zat-zat kimia yang masingmasing mempunyai bau yang khas (Kilcast, 1996). Analisis Sensori Analisis sensori adalah suatu proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, dan interpretasi atribut-atribut produk melalui lima pancaindra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Tujuan dilakukannya analisis sensori adalah untuk mengetahui respon atau kesan yang diperoleh pancaindra manusia terhadap suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh suatu produk. Analisis sensori umumnya digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai kualitas suatu produk dan pertanyaan yang berhubungan dengan pembedaan, deskripsi, dan kesukaan atau penerimaan (Setyaningsih et al., 2010). Menurut Setyaningsih et al. (2010), panelis adalah orang atau sekelompok orang yang menilai dan memberikan tanggapan terhadap produk yang diuji yang dipilih dari konsumen awam pengguna produk sampai seseorang yang sangat ahli dalam menilai kualitas sensori. Jenis panel terdiri dari tujuh jenis yaitu panel pencicip perorangan, panel pencicip terbatas (3-5 orang ahli), panel terlatih (15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik dan telah diseleksi atau telah menjalani latihan-latihan), panel agak terlatih, panel tidak terlatih (terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, tingkat sosial, dan pendidikan), panel konsumen (terdiri dari 30-100 orang tergantung pada target 10
pemasaran suatu komoditas), dan panel anak-anak (umumnya menggunakan anakanak berusia 3-10 tahun). Uji Skalar Garis Uji skalar garis adalah salah satu uji skalar yang menggunakan garis sebagai parameter penentuan suatu kesan dari suatu rangsangan, dengan melakukan uji skalar garis ini dapat diketahui besaran kesan yang diperoleh dari suatu komoditi sehingga dapat diketahui mutu dari komoditi tersebut (Rahayu, 1998). Uji Kesukaan (Uji Hedonik) Menurut Setyaningsih et al. (2010), uji hedonik dilakukan dengan cara meminta panelis untuk memilih satu pilihan diantara pilihan yang lain. Panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Selain mengemukakan tanggapan kesukaan atau ketidaksukaan, panelis juga dapat mengemukakan tingkat kesukaan dan tidak sukanya pada produk yang diuji. Tingkattingkat kesukaan ini disebut dengan skala hedonik. Skala hedonik yang menyatakan suka diantaranya : amat sangat suka, sangat suka, suka dan agak suka. Sebaliknya, jika tanggapan itu tidak suka maka skala hedoniknya yaitu : agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka, amat sangat tidak suka.
11
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan bulan September tahun 2010 di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Materi Penelitian Daging Itik Daging itik yang digunakan pada penelitian ini adalah daging itik alabio jantan berumur 10 minggu. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan itik alabio adalah kandang alas litter berbahan sekam dengan ukuran 1,25 m x 1,5 m untuk setiap 8 ekor itik. Itik alabio yang dipelihara mendapat pakan perlakuan dari umur 1 minggu sampai 10 minggu. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan itik alabio ditampilkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Itik Alabio Itik alabio yang dipelihara mendapatkan perlakuan pemberian pakan terdiri atas pakan komersial ayam broiler periode starter yang diproduksi PT Charoen Pokphand Indonesia sebagai pakan kontrol (K), pakan komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% (KB), pakan komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg/kg (KBC), pakan komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU/kg (KBE).
12
Pakan yang digunakan pada penelitian terdiri atas pakan untuk itik umur 1-7 minggu dan pakan untuk itik umur 7-10 minggu. Pakan untuk itik umur 1-7 minggu memiliki kandungan protein sebesar ± 21% dan energi metabolis sebesar ± 2994 kkal/kg, dan pakan untuk itik pada umur 7-10 minggu memiliki kandungan protein sebesar ± 16% dan energi metabolis sebesar ± 2990 kkal/kg. Pergantian pakan dilakukan dengan tujuan menurunkan kandungan protein pakan karena itik pada umur 7-10 minggu sudah melewati puncak pertumbuhan sehingga tidak memerlukan protein yang tinggi. Penurunan kadar protein pakan kontrol dilakukan dengan mencampur pakan komersial sebanyak 40% dengan dedak sebanyak 60%. Pergantian pakan pada umur 7 minggu dilakukan secara bertahap dengan persentase 75% pakan lama dan 25% pakan baru, 50% pakan lama dan 50% pakan baru, 25% pakan lama dan 75% pakan baru, yang terakhir adalah 100% pakan baru. Komposisi Kimia pakan komersial, tepung daun beluntas, dan dedak padi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Kimia Pakan Komersial, Tepung Daun Beluntas, dan Dedak Padi (As Fed) Komponen Pakan Komersial1) Bahan Kering (%) 87 Energi Bruto (kkal/kg) EM (kkal/kg) 3000 Protein (%) 21 Lemak (%) 5 Serat kasar (%) 5 Abu (%) 7 Kalsium (%) 0,9 Phospor (%) 0,6 Tanin (%) 0 Vitamin C (mg/100 g) 0 Vitamin E (IU/kg) 0 Flavonoid ( %) 0
Tepung Daun Beluntas2) 85,83 34484) 2068,8 19,02 3,7 15,8 15,69 2,4 0,29 1,885) 98,255) 0 4,475)
Dedak3) 91 1900 13 5 12 11,33 0,06 0,8 0 0 0 0
Keterangan : 1) Charoen Phokhpan BR 11 (2010) ; 2) Gunawan (2005) ; 3) Leeson & Summers (2005) ; 4) EM = 0,6 x Energi Bruto ; 5) Rukmiasih et al. (2010).
Susunan pakan, kandungan nutrien, antinutrien (tanin) dan antioksidan (flavonoid, vitamin C dan E) dalam pakan itik perlakuan umur 1-7 minggu dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan susunan pakan, kandungan nutrien, antinutrien (tanin) dan antioksidan (flavonoid, vitamin C dan E) dalam pakan itik perlakuan umur 7-10 minggu dapat dilihat pada Tabel 4.
13
Tabel 3. Susunan Pakan, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu Susunan Pakan Komersial (%) Beluntas (%) Vitamin C (%) 1) Vitamin E (%) 2) Jumlah Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan Bahan Kering (%) EM (kkal/kg) Protein (%) Lemak (%) Serat kasar (%) Abu (%) Kalsium (%) Phospor (%) Antinutrien (tanin) (%) Antioksidan : Vitamin C (mg/kg) Vitamin E (IU/kg) Flavonoid (%)
K 100 0 0 0 100
KB 99,5 0,5 0 0 100
KBC 99,47 0,5 0,025 0 100
KBE 99,46 0,5 0 0,04 100
87 3000 21 5 5 7 0,9 0,6 0
86,99 2995,34 20,99 4,99 5,05 7,04 0,91 0,60 0,01
87 2994,44 20,99 4,99 5,05 7,04 0,91 0,60 0,01
87 2994,14 20,98 4,99 5,05 7,04 0,91 0,60 0,01
0 0 0
4,91 0 0,02
254,91 0 0,02
4,91 400 0,02
Keterangan : 1) Setara dengan 250 mg/kg, 2) Setara dengan 400 IU/kg, K = pakan komersial; KB = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg.
Pembuatan pakan perlakuan untuk setiap 1 kg pakan dilakukan dengan cara mencampur 995 gram pakan komersial dengan 5 gram tepung daun beluntas hingga homogen (pakan perlakuan KB). Pakan perlakuan KBC dibuat dengan cara mencampurkan 994,750 gram pakan komersial dengan 5 gram tepung daun beluntas dan 250 mg vitamin C hingga homogen. Pakan perlakuan KBE dibuat dengan cara mencampurkan 994,600 gram pakan komersial dengan 5 gram tepung daun beluntas dan 400 IU vitamin E. Pencampuran pakan dilakukan dengan mencampur bahan yang memiliki bobot kecil dengan sebagian pakan komersial terlebih dahulu, kemudian dilakukan pencampuran hingga seluruh bahan tercampur rata. Jenis vitamin C yang digunakan yaitu ascorbic acid, dan jenis vitamin E yang digunakan yaitu a-tokoferol. Tepung daun beluntas yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.
14
Gambar 6. Tepung Daun Beluntas Tabel 4. Susunan Pakan, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 7-10 Minggu Susunan Pakan Komersial (%) Dedak (%) Beluntas (%) Vitamin C (%) Vitamin E (%) Jumlah Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan Bahan Kering (%) EM (kkal/kg) Protein (%) Lemak (%) Serat kasar (%) Abu (%) Kalsium (%) Phospor (%) Antinutrien (tanin) (%) Antioksidan : Vitamin C (mg/kg) Vitamin E (IU/kg) Flavonoid (%)
K 40 60 0 0 0 100
KB 39,75 59,75 0,5 0 0 100
KBC 39,74 59,73 0,5 0,025 0 100
KBE 39,73 59,73 0,5 0 0,04 100
89,40 2340 16,20 5.00 9,20 9.60 0,40 0,72 0
89,37 2338,09 16,21 4,99 9,23 9,63 0,41 0,72 0,01
89,38 2337,79 16,21 4,99 9,23 9,63 0,41 0,72 0,01
89,39 2337,49 16,20 4,99 9,23 9,63 0,41 0,72 0,01
0
4,91
254,91
4,91
0
0
0
400
0
0,02
0,02
0,02
Keterangan : 1) Setara dengan 250 mg/kg, 2) Setara dengan 400 IU/kg, K = pakan komersial; KB = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg.
15
Peralatan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu sarana pemeliharaan itik diantaranya kandang, tempat pakan dan tempat minum, alat tulis, pisau, gunting, pinset, kertas label, plastik sampel. Sarana uji sensori seperti orang (panelis) dan sheet sensori untuk uji skalar garis dan uji hedonik. Prosedur Penelitian Persiapan Daging Itik Daging itik yang digunakan yaitu daging itik alabio jantan yang dipotong pada umur 10 minggu. Metode pemotongan yang digunakan yaitu metode kosher. Setelah itik dipotong, dilakukan pemisahan bagian dada dan paha kemudian dilanjutkan proses pemisahan daging dan tulang pada bagian dada dan paha. Daging dengan kulit itik bagian paha dan dada yang diperoleh dimasukkan ke dalam plastik dan diikat tanpa ada udara di dalamnya, kemudian disimpan dalam freezer. Daging dengan kulit bagian paha dan dada ini digunakan untuk uji sensori. Sebelum dilakukan uji sensori, daging paha dan dada dengan kulit dilayukan terlebih dahulu (thawing) pada suhu ruang sampai daging bisa dipotong dengan pisau, kemudian dipotong-potong dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi 1 x 1 x 1 cm. Daging yang telah dipotong kemudian dimasukkan ke dalam plastik kedap udara, diberi nomor atau kode yang berbeda satu sama lainnya secara acak. Sampel daging itik yang digunakan untuk uji skalar garis dan uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Sampel Daging Itik pada Uji Skalar Garis dan Uji Hedonik
16
Uji Sensori Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu intensitas off-odor daging dengan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada, dan tingkat kesukaan panelis terhadap daging dengan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada. Intensitas off-odor diketahui melalui uji skalar garis. Pada uji skalar garis, panelis diminta memberikan penilaian intensitas off-odor pada sampel yang diuji berdasarkan skala yang ada. Skala yang digunakan yaitu 0-15 cm, skala 0 atau titik pangkal paling kiri menunjukkan intensitas off-odor yang sangat lemah, sedangkan skala 15 atau titik pangkal paling kanan menunjukkan intensitas off-odor yang sangat kuat. Hasil penilaian selanjutnya diukur dengan menggunakan penggaris berskala milimeter dengan titik nol berada pada ujung kiri skala garis. Nilai pengukuran merupakan data intensitas off-odor sampel yang diteliti. Tingkat kesukaan panelis terhadap daging itik dari berbagai perlakuan dalam pakan diketahui melalui uji hedonik. Pengujian sampel untuk uji hedonik dilakukan panelis dengan membaui sampel daging yang diberikan, setelah itu panelis memberikan respon dengan memilih tingkat kesukaan yang diberikan yaitu : (1) sangat tidak suka; (2) agak tidak suka; (3) tidak suka; (4) agak suka; (5) suka; (6) sangat suka. Panelis yang melakukan uji sensori (uji skalar garis dan uji hedonik) yaitu panelis tidak terlatih yang berasal dari mahasiswa Program Diploma Peternakan Institut Pertanian Bogor dan mahasiswa Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Sebelum melakukan uji sensori, panelis diberi penjelasan tentang uji sensori, jenis bahan yang akan diuji dan tahapan pengujian sampel. Jumlah panelis yang digunakan sebanyak 71 orang panelis untuk uji sensori daging paha dan 47 orang untuk uji sensori daging dada. Jumlah panelis yang digunakan ini sudah sesuai dengan pendapat Setyaningsih et al. (2010) yang menyatakan jumlah panelis tidak terlatih terdiri atas 25 orang awam yang dapat diambil salah satunya berdasarkan pendidikan, dan panelis konsumen sebanyak 30-100 orang. Panelis yang dipilih yaitu panelis yang tidak mempunyai gangguan dengan indra penciuman atau dalam kondisi sehat.
17
Analisis Data Data hasil uji intensitas off-odor (uji skalar garis) dan data hasil uji tingkat kesukaan panelis (uji hedonik) terhadap daging dengan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) program SPSS for windows versi 17, dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik dan Sumertajaya, 2002).
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging Itik Alabio Hasil uji skalar garis daging dan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Uji Skalar Garis Daging dengan Kulit Itik Alabio Jantan Bagian Paha dan Dada Perlakuan
Peubah Daging Paha dengan Kulit Intensitas Bau Amis (off-odor) Persentase Bau Amis (%) Penurunan Bau Amis (%) Daging Dada dengan Kulit Intensitas Bau Amis (off-odor) Persentase Bau Amis (%) Penurunan Bau Amis (%)
K
KB
KBC
KBE
6,872 ± 4,34a
6,635 ± 3,67ab
7,032 ± 3,57a
6,101 ± 3,77b
100
96,5
102,3
88,8
-3,5
2,3
-11,2
7,381 ± 3,79ab
7,244 ± 3,39 ab
7,775 ± 3,76a
6,596 ± 3,33b
100
98,1
105,3
89,4
-1,9
5,3
-10,6
Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). K = pakan komersial; KB = pakan komersial + beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg.
Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha Data pada Tabel 5, terlihat bahwa pemberian tepung daun beluntas 0,5% dalam pakan (KB) menghasilkan bau amis daging dengan kulit itik bagian paha 3,5% lebih rendah dibandingkan kontrol, akan tetapi secara statistik tidak berbeda nyata. Menurut Febriana (2006), penambahan tepung daun beluntas sebanyak 1% dan 2% dalam pakan dapat menurunkan bau amis daging itik. Hal ini menunjukkan bahwa pada taraf pemberian tepung daun beluntas 0,5% dalam pakan, flavonoid sebesar 0,02% yang berasal dari tepung daun beluntas belum mampu menurunkan bau amis daging itik yang signifikan. Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin E 400 IU/kg dalam pakan (KBE) nyata (P<0,05) menurunkan bau amis daging dengan kulit itik bagian paha. Pada perlakuan KB, daging dengan kulit itik bagian paha 19
mengalami penurunan intensitas off-odor hanya sebesar 3,5%, sedangkan pada perlakuan KBE, intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian paha menurun sebesar 11,2%. Perlakuan KBE menunjukkan bahwa penambahan vitamin E dapat menutupi kekurangan konsentrasi antioksidan dari pemberian tepung daun beluntas 0,5% (KB), sehingga penurunan bau amis pada daging perlakuan KBE lebih tinggi dibandingkan daging dari perlakuan KB. Bau amis daging itik yang menurun pada perlakuan KBE karena adanya kandungan antioksidan dalam dua bahan yang digunakan yaitu daun beluntas dan vitamin E. Menurut Panovskai et al.(2005), daun beluntas mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Menurut Surai (2003), bentuk vitamin E yang paling besar aktivitas antioksidannya yaitu a-tokoferol. Hal ini membuktikan bahwa flavonoid dan tokoferol bekerja secara sinergis untuk mencegah terjadinya proses oksidasi lemak agar tidak terbentuk radikal bebas yang dapat menyebabkan off-odor. Senyawa flavonoid bekerja dalam mencegah terjadinya oksidasi lemak yaitu dengan cara menghelat atau menangkap logam, oksigen radikal dan radikal bebas sehingga senyawa pembentuk off-odor tidak terbentuk (Cadenas, 2004). Mekanisme kerja vitamin E sebagai antioksidan menurut Almatsier (2006) yaitu memutuskan rantai proses peroksidasi lemak dengan menyumbangkan satu atom hidrogen ke radikal bebas, sehingga terbentuk radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak. Penurunan bau amis daging dan kulit itik bagian paha yang lebih tinggi pada perlakuan KBE, selain karena flavonoid dan tokoferol yang sinergis, diduga karena daun beluntas yang juga mengandung vitamin C (Rukmiasih et al., 2010). Berdasarkan hasil penelitian Randa (2007), intensitas off-odor daging itik yang mendapat pakan mengandung kombinasi vitamin E dengan vitamin C nyata (P<0,05) lebih rendah daripada bila hanya mendapat pakan yang mengandung vitamin E secara individu. Sumbangan vitamin C yang berasal dari tepung daun beluntas sebesar 4,91 mg/kg pakan. Kandungan vitamin C yang terdapat dalam daun beluntas diduga dapat memaksimalkan kerja dari vitamin E sebagai antioksidan sehingga dapat menghambat laju oksidasi lemak. Hal ini disebabkan vitamin C dan vitamin E bersifat sinergis dalam fungsinya sebagai antioksidan. Vitamin E yang bekerja pada permukaan membran akan mendonorkan ion hidrogen untuk dapat bereaksi dengan radikal peroksil sebelum terbentuk radikal bebas sehingga terbentuk radikal
20
tokoperoksil (Sunarti et al., 2008). Vitamin E yang teroksidasi (radikal tokoperoksil) harus bebas kembali (diregenerasi) agar dapat digunakan. Menurut Sies dan Stahl (1995), vitamin C dapat meregenerasi vitamin E dengan cara mengikat vitamin E radikal (radikal tokoperoksil), sehingga kemampuan vitamin E dalam menangkap radikal bebas tetap berlangsung. Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin C 250 mg/kg dalam pakan (KBC) menghasilkan intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian paha yang tidak berbeda nyata dengan daging itik kontrol (K). Pada perlakuan KBC, bau amis daging dengan kulit itik bagian paha tidak menurun, tetapi terjadi peningkatan intensitas off-odor sebesar 2,3%. Meningkatnya bau amis (off-odor) pada daging dengan kulit itik bagian paha menunjukkan antioksidan yang terdapat pada tepung daun beluntas dan vitamin C yang ditambahkan dalam pakan tidak dapat saling bekerja sama dalam menurunkan intensitas off-odor pada daging dengan kulit itik bagian paha. Hasil yang diperoleh ini tidak sesuai dengan pendapat Padayatty et al.,(2003) yang menyatakan vitamin C dikenal sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam mendonorkan elektron. Hal ini diduga vitamin C bertemu dengan Fe2+. Menurut Winarno (1991), vitamin C mudah teroksidasi jika terdapat katalis besi (Fe). Kandungan logam Fe tersebut menurut Ketaren (2008) terdapat di dalam hemoglobin dan mioglobin yang ada pada daging. Apabila vitamin C bertemu dengan ion-ion Fe2+ dapat memicu pembentukan radikal bebas (Metzler, 1977). Banyaknya radikal bebas memicu terjadinya oksidasi lemak, sehingga intensitas offodor pada daging itik meningkat. Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada Data pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa pemberian tepung daun beluntas 0,5% (KB) pada daging dengan kulit itik bagian dada menunjukkan hasil yang sama seperti perlakuan KB pada daging paha yaitu tidak berpengaruh nyata dalam menurunkan bau amis daging itik dibandingkan daging perlakuan kontrol (K). Intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KB menurun sebesar 1,9%. Tingkat penurunan bau amis pada daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KB ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penurunan bau amis daging dengan kulit itik bagian paha.
21
Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin E 400 IU/kg dalam pakan (KBE) pada daging dengan kulit itik bagian dada menghasilkan intensitas off-odor yang tidak berbeda nyata dengan daging perlakuan kontrol (K), akan tetapi daging dengan kulit itik bagian dada pada perlakuan KBE mengalami penurunan intensitas off-odor paling tinggi dibandingkan daging dada pada perlakuan lainnya yaitu mengalami penurunan sebesar 10,6%. Namun demikian, penurunan bau amis ini masih lebih rendah dibandingkan dengan penurunan bau amis daging dengan kulit itik bagian paha. Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin C 250 mg/kg dalam pakan (KBC) pada daging dengan kulit itik bagian dada memiliki intensitas off-odor yang tidak berbeda nyata dengan daging perlakuan kontrol (K). Hasil yang diperoleh pada daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBC ini menunjukkan hasil yang sama seperti perlakuan KBC pada daging dengan kulit itik bagian paha yaitu terjadi peningkatan intensitas off-odor daging itik. Peningkatan intensitas off-odor pada daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBC sebesar 5,3%. Peningkatan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan intensitas off-odor pada daging dengan kulit itik bagian paha. Berdasarkan hasil uji skalar garis di atas, jika dibandingkan antara daging itik berkulit bagian paha dengan daging itik berkulit bagian dada, penurunan intensitas off-odor daging dada lebih rendah dibandingkan dengan daging paha. Hal ini disebabkan kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging dada itik lebih tinggi daripada daging paha (Hustiany, 2001). Laju oksidasi asam lemak tidak jenuh menurut Shahidi (1998) lebih cepat dari laju oksidasi asam lemak jenuh. Asam lemak tidak jenuh adalah bahan yang mudah mengalami dekomposisi yang diawali dengan terbentuknya radikal bebas dari otooksidasi asam lemak tidak jenuh. Terbentuknya radikal akan mengakibatkan timbulnya peroksida-peroksida yang bila mengalami dekomposisi akan menghasilkan zat-zat kimia yang masing-masing mempunyai bau yang khas (Kilcast, 1996). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Russell et al.(2003) yang menunjukkan bahwa laju oksidasi pada daging dada itik lebih tinggi daripada daging paha. Kondisi inilah mungkin yang menyebabkan konsentrasi antioksidan yang diberikan tidak mampu menurunkan bau amis pada daging dada. Oleh karena laju oksidasi yang tinggi pada daging dada, maka antioksidan yang
22
dibutuhkan untuk melindungi asam lemak dari oksidasi pada daging dada lebih banyak dibandingkan pada daging paha (Rukmiasih, 2010). Tingkat Kesukaan Daging Itik Hasil uji hedonik atau tingkat kesukaan panelis terhadap daging dengan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Uji Hedonik Daging dengan Kulit Itik Alabio Jantan Bagian Paha dan Dada Peubah Daging Paha dengan Kulit Tingkat Kesukaan Jumlah Panelis yang menyatakan suka (%) Daging Dada dengan Kulit Tingkat Kesukaan Jumlah Panelis yang menyatakan suka (%)
K
Perlakuan KB KBC
KBE
3,30±1,28ab
3,41±1,29ab
3,23±1,22a
3,49±1,25b
45,07
51,17
42,25
52,58
3,43 ± 1,28a
3,55 ± 1,16a
3,54 ± 1,19a
3,60 ± 1,16a
48,23
51,77
49,65
53,90
Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). K= pakan komersial; KB = pakan komersial + beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg. Skala hedonik: (1) sangat tidak suka; (2) agak tidak suka; (3) tidak suka; (4) agak suka; (5) suka; (6) sangat suka.
Tingkat Kesukaan pada Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha Hasil uji hedonik pada Tabel 6 menunjukkan tingkat kesukaan panelis terhadap daging dengan kulit itik bagian paha yang mendapatkan perlakuan KB, KBC, dan KBE tidak berbeda nyata dibandingkan daging paha itik kontrol (K). Nilai rataan untuk tingkat kesukaan panelis terhadap daging dengan kulit itik bagian paha berkisar antara 3,23-3,49 yang menunjukkan bahwa panelis kurang menyukai daging dengan kulit itik bagian paha pada berbagai perlakuan yang diberikan. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai daging dengan kulit itik bagian paha perlakuan KBE dibandingkan dengan daging pada perlakuan lainnya (K, KB, KBC). Jumlah panelis yang menyatakan suka terhadap daging dengan kulit itik bagian paha perlakuan KBE yaitu sebanyak 52,58%, kemudian diikuti dengan kesukaan terhadap daging paha dengan perlakuan KB sebanyak 51,17%. Kesukaan panelis terhadap daging dengan kulit itik bagian paha pada
23
perlakuan kontrol (K) sebanyak 45,07% dan daging dengan perlakuan KBC memiliki tingkat kesukaan yang paling rendah yaitu sebesar 42,25%. Hasil uji hedonik yang ditunjukkan pada daging dengan kulit itik bagian paha ini sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pada uji intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian paha pada Tabel 5. Pada uji intensitas off-odor, daging dengan kulit itik bagian paha perlakuan KBE merupakan daging yang mengalami penurunan intensitas off-odor paling tinggi dibandingkan daging paha dari perlakuan lainnya, sehingga bau amis pada daging dengan perlakuan KBE lebih rendah. Bau amis yang rendah tersebut membuat panelis lebih menyukai daging dengan kulit itik bagian paha yang mendapat pakan perlakuan KBE dibandingkan dengan daging dengan kulit itik bagian paha dari perlakuan lainnya. Tingkat Kesukaan pada Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada Pada daging dengan kulit itik bagian dada, perlakuan KB, KBC, KBE menghasilkan tingkat kesukaan konsumen yang sama seperti daging paha dengan kulit itik yaitu tidak berbeda nyata dengan kontrol. Nilai rataan tingkat kesukaan panelis terhadap daging dengan kulit itik bagian dada berkisar antara 3,43-3,60. Kisaran angka tersebut menunjukkan bahwa daging dengan kulit itik bagian dada untuk semua perlakuan kurang disukai panelis. Jumlah panelis yang menyatakan suka terhadap daging dengan kulit itik bagian dada paling tinggi terdapat pada daging dada dengan perlakuan KBE yaitu sebanyak 53,90%, kemudian diikuti dengan kesukaan terhadap daging dengan perlakuan KB sebanyak 51,77%, kesukaan pada daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBC sebanyak 49,65%. Tingkat kesukaan panelis yang paling rendah ada pada daging dengan kulit itik bagian dada tanpa perlakuan (K) dengan jumlah panelis yang menyatakan suka sebanyak 48,23%. Hasil uji hedonik yang ditunjukkan pada daging dengan kulit itik bagian dada ini sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pada uji intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian dada (Tabel 5). Daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBE pada hasil uji intensitas off-odor merupakan daging dengan penurunan intensitas offodor yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Penurunan intensitas offodor pada daging ini menghasilkan bau amis yang rendah pada daging, sehingga daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBE ini lebih disukai panelis. 24
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU/kg dalam pakan (KBE) merupakan kombinasi yang paling baik dalam menurunkan bau amis daging itik dan daging itik tersebut paling disukai panelis. Saran Daging itik yang mendapat perlakuan pemberian tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg/kg (KBC) memiliki tingkat bau amis yang paling tinggi. Suatu penelitian perlu dilakukan lebih lanjut dengan mengkombinasikan penggunaan tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E untuk mengurangi bau amis daging itik.
25
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Pengurangan Off-odor Daging Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Rukmiasih, MS. sebagai dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. Sumiati, M.Sc. sebagai dosen pembimbing anggota yang telah banyak memberi ilmu, membantu sejak penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Dosen penguji sidang Maria Ulfah, S.Pt, M.Agr. Sc., Ir. Widya Hermana, M.Si dan Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M. Si., dan dosen penguji seminar Ir. Komariah, M.Si terima kasih atas ilmu dan masukkannya. Kepada Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Emiritus. Dr. Peni S. Hardjosworo, M.Sc. yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis ucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu tercinta, kakakku Sigit Aditya Putra dan adikku Daru Widianto, yang telah banyak memberikan dukungan moral, spiritual, material, dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan kewajiban belajar selama ini. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada anggota tim penelitian : Benny Yedri, Fitriani Eka, Fety Mirfat, Ika Saraswati, dan Suci Agustina untuk bantuan, kerjasama, dan kekompakan selama penelitian. Procula R. Matitaputty, M.Si (Pak Rudi), Eka Koswara, S.Pt, Pak Hamzah, Mas Iyan, Mas Sutisna dan semua pegawai kandang, penulis ucapkan terima kasih atas segala bantuannya. Penulis ucapkan terima kasih juga kepada Nur Hilma Hastiani yang selalu setia memberi semangat dan doa dari awal kuliah hingga akhir penulisan skripsi ini dan kepada teman-teman kuliah (TMT 42 dan alih jenis peternakan), terima kasih telah menjadi teman yang selalu memberi dukungan, bantuan, kerjasama dan semangat. Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua dosen dan pegawai di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, April 2011 Penulis 26
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Andarwulan N, R. Batari, D.A. Sandrasari, & H.Wijaya. 2008. Identifikasi senyawa flavonoid dan kapasitas antioksidannya pada ekstrak sayuran indigenous Jawa Barat. Makalah Seminar pada “Half Day Seminar on Natural Antioxidants: Chemistry, Biochemistry and Technology”, Biopharmaca Research Center-SEAFAST Center IPB, Bogor, 16 September 2008. Apriyantono, A & F. S. Lingganingrum. 2001. Off-Flavor pada daging unggas. Lokakarya Nasional Unggas Air. Ciawi, Bogor. 58-71. Ardiansyah. 2002. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas (Plucea indica L.). Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Belitzh H. D &W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Second Edition. Tranlation from the fourth German edition by M.M Burghagen, D. Hadzyeu, P. Hessel,S. Jordan and C. Sprinz. Springer, Jerman. Blokhina, O. 2000. Anoxia and Oxidative Stress: Lipid peroxidation, antioxidant status and mitochondrial functions in plants. Academic dissertation. To be presented with the permission of The Faculty of Science, University of Helsinki, for public criticism in the auditorium 1041 at Viikki Biocente, Helsinki. Bou, R, F. Guardiola, A. Tres, A. C. Barroetat, & R. Codony. 2004. Effect of dietary fish oil, a-tocopheryl acetate, and zinc supplementation on the composition and consumer acceptability of chicken meat. Poult. Sci. 83 : 282-292. Cadenas E. 2004. Flavonoid. Review article. http://www.antioxidantes.com.ar/ 12/Ref 00019.htm. [10 Desember 2010]. Colombo, M.L. 2010. Review. An update on vitamin, tocopherol and tocotrienol perspectives. Molecules 15 : 2103-2113. Cortinas, L., A. Barroeta, C. Villaverde, J. Galobart, F. Guardiola, & M. D. Baucells. 2005. Influence of the dietary polyunsaturation level on chicken meat quality: Lipid oxidation. Poult. Sci. 84: 48–55 Direktorat Jendral Peternakan. 2009. Populasi Ternak dan Produksi Daging, Telur dan Susu Per Provinsi Tahun 2000-2009. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Febriana, D. 2006. Sifat organoleptik daging dan sosis dari itik yang mendapat tepung daun beluntas (pluchea indica L.) dalam pakan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gunawan, A. 2005. Penampilan itik lokal jantan yang diberi tepung daun beluntas (Pluchea indica L.) dalam pakan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hardjosworo, P.S, A. Setioko, P.P. Ketaren, L.H. Prasetyo, A.P. Sinurat & Rukmiasih. 2001. Perkembangan teknologi peternakan unggas air di Indonesia. Prosiding. Lokakarya Unggas Air. Pengembangan Agribisnis
27
Unggas Air sebagai Peluang Usaha Baru. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor-Balai Penelitian Ternak. 22-41. Hustiany, R. 2001. Identifikasi dan karakterisasi komponen off-odor pada daging itik. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia (UI)-Press, Jakarta. Kilcast, D. 1996. Sensory evaluation of taints and off-flavors. Dalam: Saxby, M.J. Food Taints and Off-flavors. Second edition. Blackie Academic & Professional, London. 1-38. Kiokias, S. & M, H, Gordon. 2003. Dietary supplementation with a natural carotenoid mixture decreases oxidative stress. Europe. J. Clin. Nutr. 57 : 1135–1140. Leeson, S & J. D. Summer. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Edition. University Books. Ontario. Canada. Levy, T. E. 2010. Curing the Incurable: Vitamin C, Infectious Deasease and Toxins. 3rd Edition. The Health Journal Club. file:///G:/book-review-curingincurable-vitamin-c.html. [14 maret 2011]. Lukman, H. 1995. Perbedaaan karakteristik daging, karkas, dan sifat olahannya antara itik afkir, dan ayam petelur afkir. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mattjik, A. A. & I. M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Metzler, D. A. 1977. Biochemistry the Chemical Reactions of Living Cells. International Edition. Academic Press INC. London. Niki, E., N. Noguchi, H. Tsuchihashi, & N. Gotoh. 1995. Interaction among vitamin C, vitamin E, and ß-carotene. Am J Clin Nutr 62(Suppl): 1322S-1326S. Padayatty, S. J., A. Katz, Y. Wang, P. Eck, O. Kwon, J-H. Lee, S. Chen, C. Corpe, A. Dutta, S. K. Dutta, & M. Levine. 2003. Review. Vitamin C as an antioxidant: evaluation of its role in disease prevention. J. Am. Coll. Nutr. 22:18-35. Panovskai, T. K., S. Kulevanova & M. Stefova. 2005. In vitro antioxidant activity of some teucrium species lamiaceae. Acta. Pharm. 55: 207-214. Percival, M. 1998. Antioxidants. Clinical nutrition insights. Advanced nutrition publications, inc. Nut031 1/96 Rev. 10/98. Pisulewski, P.M. 2005. Nutritional potential for improving meat quality in poultry. Animal Science Papers and Reports. 23 (4): 303-315. Purba, M. 2010. Penurunan intensitas off-odor pada daging itik lokal dengan suplementasi santoquin dan vitamin E dalam ransum. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
28
Rahayu, W. P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Randa, S.Y. 2007. Bau daging dan performa itik akibat pengaruh perbedaan galur dan jenis lemak serta kombinasi komposisi antioksidan (vitamin A, C dan E) dalam pakan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rukmiasih. 2010. Penurunan bau amis (off-odor) daging itik lokal dengan pemberian tepung daun beluntas (Pluchea Indica L.) dalam pakan dan dampaknya terhadap performa. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rukmiasih, P. S. Hardjosworo, W. G. Piliang, J. Hermanianto, & A. A. Apriyantono. 2010. Penampilan, kualitas kimia, dan off-odor daging itik (Anas plathyrynchos) yang diberi pakan mengandung beluntas (Pluchea indica L. Less). Med. Pet. 33(2): 68-75. Russel, E.A., A. Lynch, K. Galvin, P.B. Lynch, & J.P. Kerry. 2003. Quality of raw, frozen and cooked duck meat as affected by dietary fat and Tocopheryl acetate supplementation. Poult. Sci. 2(5) : 324-334. Setyaningsih, D, A. Apriyantono & M. P. Sari. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor. Shahidi F. 1998. Assessment of Lipid Oxidation and Off-flavour Development in Meat, Meat Products and Seafoods. In: Flavor of Meat, Meat Products and Seafoods. Shahidi, F. (Editor). 2nd Ed. Blackie Academic & Professional. Chapman & Hall. London. Sies, H, & W. Stahl. 1995. Vitamin E and C, ß-carotene, and other carotenoids as antioxidants. Am J Clin Nutr 62(Suppl): 1315S-1321S. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University (UGM)-Press, Yogyakarta. Srigandono, B. 1998. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University (UGM)-Press, Yogyakarta. Standar Nasional Indonesia. 2009. Bibit Induk (parent stock) Itik Alabio Muda. SNI 7556 : 2009. Badan Standar Nasional, Jakarta. Sunarti, R. Maudisa, R. H. Asdie, & M. Hakimi. 2008. Effect of homocysteine and antioxidants on peroxidation lipid of essential hypertension in Central Java, Indonesia. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran. 40(4) : 165-171. Surai, P.F. 2003. Natural Antioxidants in Avian Nutrition and Reproduction. Nottingham University press, Thrumpton. Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
29
LAMPIRAN
Lampiran 1. Format Uji Skalar Garis Daging Itik dengan Kulit
UJI SKALAR GARIS Nama Panelis : …………………………..…. /PS: …………………. No. HP
:……………………..………………
Tanggal
: ……………………………..…….
Jenis Pengujian: Intensitas Bau Amis Daging Itik Jenis sampel
: Daging itik dengan kulit
Instruksi
: Dihadapan anda disajikan 4 sampel daging. 1. Catat kode sampel yang ada dihadapan anda pada kotak kode sampel 2. Buka tutup plastik sampel, bauilah sampel dengan jarak sekitar 1cm dari hidung anda, Kemudian berilah tanda “x” pada garis dibawah ini sesuai respon yang diberikan setelah anda membaui sampel yang disajikan 3. Istirahat selama satu menit, lalu lanjutkan pada sampel berikutnya. 4. Lakukan hal seperti di atas sampai semua sampel selesai diuji.
Kode Sampel
tidak amis
sangat amis
tidak amis
sangat amis
tidak amis
sangat amis
tidak amis
sangat amis
30
Lampiran 2. Format Uji Hedonik Daging Itik dengan Kulit
UJI HEDONIK Nama
:…………………………………………………/PS: ………………
HP : ………………………………………...... Tanggal uji
: ………………………………………….
Jenis Pengujian: Tingkat Kesukaan Daging Itik Jenis sampel
: Daging itik dengan kulit
Intruksi
: Dihadapan anda disajikan 4 sampel daging. 1. Ambil satu sampel yang telah disediakan, lalu baui dan beri tanda ( v ) pada kolom yang telah disediakan sesuai penilaian anda. 2. Istirahat satu menit 3. Ambil sampel berikutnya, lakukan seperti pada petunjuk 1, lalu petunjuk 2 sampai semua sampel habis (diuji).
Kode sampel
Sangat tidak suka
Tidak suka
Kurang suka
Agak suka
Suka
Sangat suka
102 121 143 125
31
Lampiran 3. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas Off-odor Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
Ftabel
Perlakuan
3
105,850
35,283
2,565
8,534
Panelis
70
2095,688
29,938
2,176
Galat
778
10702,344
13,756
Total
851
12903,882
Subset Sampel
N
1
2
KBE
213
6,101
KB
213
6,635
K
213
6,872
KBC Alpha = 0,05.
213
7,032
6,635
32
Lampiran 4. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas Off-odor Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
Ftabel
Perlakuan
3
101,663
33,888
3,172
8,540
Panelis
46
1669,738
36,299
3,397
Galat
514
5492,109
10,685
Total
563
7263,510
Subset Sampel
N
1
2
KBE
141
6,596
KB
141
7,244
7,244
K
141
7,381
7,381
KBC Alpha = 0,05.
141
7,775
33
Lampiran 5. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Kesukaan (Hedonik) Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha Sumber Keragaman
db
JK
KT
Fhitung
Ftabel
Perlakuan
3
9,099
3,033
2,500
8,534
Panelis
70
404,864
5,784
4,768
Galat
779
943,568
1,213
Total
852
1357,531
34
This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.