SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1998
PEMANFAATAN DAGING ITIK ALABIO AFKIR UNTUK ABON DAN KERUPUK ENI SITI ROHAENI 1 , A. HAMDAN ' , A . SuBHAN ' , dan S. ASANAHZ t Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Banjarbaru Jalan Panglima BaturBarat No . 4, P. 0. Box 18 dart 31, Banjarban4 70700 a Mahasiswa Uniska, Banjarbaru
ABSTRAK Pengkajian ini dilakukan pada tallun anggaran 1997/1998 di Banjarbaru. Materi yang digunakan adalah daging itik Alabio afkir (pasca produksi) yang berumur sekitar 1-1,5 tahun . Kegiatan ini terdiri atas 2 macam yaitu pemanfaatan daging itik untuk abon clan kerupuk . Jumlah ternak itik yang digunakan untuk pembuatan abon sebanyak 32 ekor, sedang untuk pembuatan kerupuk itik sebanyak 64 ekor . Perlakuan yang diberikan pada pembuatan abon itik yaitu lama perebusan daging itik sebanyak 4 tingkat (30, 60, 90 clan 120 menit) dengan 4 kali ulangan yang disusun atas Rancangan Acilc Lengkap . Dan perlakuan yang dikenzlcan pada pembuatan kerupuk yaitu tingkat penggunaan daging itik (4 tingkat : 20, 40, 60 dan 80 %) dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang dilakukan 4 kali ulangan . Hasil pengkajian menunjukkan bahwa lama perebusan daging berpengaruh nyata terhadap hasil uji organoleptik terhadap warna, rasa, tekstur, ban clan keempukkannya . Lama perebusan 120 menit menghasilkan abon yang disukai dari segi rasa, tekstur clan keempukan sedangkan lama perebusan 30 menit menghasilkan abon yang disukai dari segi warna clan bau . Selanjutnya pengkajian kedua diperoleh hasil bahwa penggunaan daging itik berpengaruhl nyata terhadap warna, rasa, kerenyahan clan ban dari kerupuk . Kerupuk itik yang disukai panelis yaitu yang menggunakan daging sebanyak 20 % dengan penambahan tepung tapioka 80 %. Kata kunci : Daging, itik Alabio, abon, kenlpuk, uji organoleptik PENDAHULUAN Salah satu itik lokal yang cukup dikenal clan berpotensi adalah itik Alabio (Alias platyrhinco' Bomeo) yang banyak dipelihara dan dibudidayakan masyarakat di daerah Kalimantan Selatan . Itib ini memberikan peranan yang penting bagi perekonomian masyarakat di daerah Kalimantar Selatan terutama di Hulu Sungai Utara. Hal ini diperkuat dengan laporan yang disampaikan olef FAKHRIANSYAH (1992) yang nienyatakan bahwa dengan memelillara itik dapat memberikar sumbangan ekonomi sebesar 42% dari total penerimaan petani . Populasi itik di Kalimantan Selatan pada tahun 1996 sekitar 2,6 juta ekor, clan produks daging yang dihasilkan sebanylc 1,2 juta kg atau 9% dari total produksi daging yang ada (DINA; PETERNAKAN TINGKAT I KALIMANTAN SELATAN, 1997) . Dari hasil penelitian yang dilaporkar ROHAENI et al. (1997) bahwa respon masyarakat untuk mengkonsumsi daging itik cukup besa: yaitu sekitar 68,08% dari 265 orang responden menyukai daging itik . Bila dilihat dari kandungal daging itik yaitu 20,38%, kandungan ini tidak berbeda jaull dengan zat gizi dari daging lainny, (TRIYANTINI et al., 1992). Pengolahan pada umumnya dimaksudkan selain untuk mengawetkan daging, juga untid variasi rasa dan meningkatkan manfaat sehingga nilai komersialnya bertambah . Namun dalan 786
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1998
pengembangannya terdapat kendala yang dihadapi dari daging itik yaitu aromanya yang oleh sebagian konsumen terasa anyir, warna dagingnya kurang menarik yaitu merah tua dan alotlliat, serta persentase karkasnya rendah (HARDJOSWORO, 1990 dan PRAWIRODIGDO, 1990) . Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan daging itik adalah usaha penganekaragaman pengolahannya sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi peternak atau pengolah . Selain itu untuk meningkatkan konsumsi protein hewani asal ternak khususnya itik (TRIYANTINI et al., 1992) . Penanganan pasca panen daging merupakan hal penting karena berpengaruh terhadap kandungan gizi produk dan keamanan konsumen (ABUBAKAR dan ISKANDAR, 1994) .
Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pengolahan daging itik dengan berbagai macam masakan atau bentuk awetan . Diversifikasi olahan daging itik merupalcan salah satu usaha memperbaiki citarasa yang khas, misalnya dibuat abon, sosis, baso, dipanggang atau dibuat dendeng dan sebagainya (ABUBAKAR dan ISKANDAR, 1994) . Di daerah Kalimantan Selatan, pengolahan daging itik yang populer adalah dalam bentuk sate dsn panggang serta dendeng itik (ROHAENi et al., 1997) . Benttilc daging itik olahan lainnya yang saat ini mulai ada di pasaran adalah kerupuk itik. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetalmi lama waktu perebusan daging dan tingkat penggunaan daging terhadap uji organoleptik abon dan kenipuk itik. MATERI DAN METODE Waktu dsn tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada bulan Juni sampai Agustus 1997. Mated dan rancangan percobaan Materi yang digunakan adalah daging itik yang berasal dari itik Alabio afkir (pasca produksi) yang berumur sekitar 1-1,5 talum yang berjenis kelamin betina . Untuk penelitian pembuatan abon, perlakuan yang digunakan adalah lama perebusan daging itik yang terdiri atas 4 tingkst, yaitu 30 menit, 60 menit, 90 menit dan 120 menit . Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap yang dilakukan 4 kali ulangan, setiap ulangan digunakan 2 ekor itik, sehingga jumlah itik yang di gunakan sebanyak 32 ekor. Perlakuan yang diberikan pada pembuatan keruplilc itik terdiri atas 4 macam penggunaan daging itik, yaitu 20% daging itik + 80% tepung tapioka, 40% daging itik + 60% tepung tapioka, 60% + 40% tepung tapioka dan 80% daging itik + 20% tepung tapioka . Penelitian disusun dengan Rancangan Acsk Lengkap yang dilakukan 4 kali ulangan . Jumlah itik yang digunakan untuk setiap ulangan sebanyak 4 ekor, sehingga jumlah itik 64 ekor.Untuk melihat perbedaan antar perlakuan digunakan Uji Wilayah Berganda Duncan (STEEL dan TORRIE, 1989) . Metode penelitian Bahan yang digunakan untuk pembuatan abon itik adalah : daging itik, garam 2%, gula 4%, bawang merah 5%, bawang putih 3%, kunyit 1%, asam 1%, lengkuas 0,5%, daun salam, daun sertrti dan air kelapa (ASTAWAN dan ASTAWAN, 1989) . Daging itik yang digunakan dipisahkan dari 787
SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1998
kulit, tulang dan lemak, kemudian dicuci dan direbus sesuai perlakuan lama perebusan bersama daun salam clan serai. Daging itik yang telah direbus kemudian ditiriskan clan dipres sampai airnya keluar . Kemudian dihaluskan/diparut dengan menggunakan parutan kelapa atau garpu. Daging itik yang telah diparut kemudian dicampur dengan semua bumbu yang telah dihaluskan secara homogen clan ditambahkan air kelapa, clan didiamkan selama kurang lebih satu jam agar bumbu meresap . Setelah itu, adonan abon ditiriskan dan siap untuk digoreng. Abon itik yang telah matang ditiriskan dan dipres dengan menggunakan kain saring untuk membuang kelebihan minyak. Bahan yang digunakan untuk pembuatan kerupuk itik yaitu daging itik (jumlah sesuai perlakuan), tepung tapioka (sesuai perlakuan), gula putih 5%, garam 3%, kunyit 1,5%, bawang merah 0,5%, bawang putih 1%, jahe 0,5%, soda kue 0,75%, telur (untuk berat satu kilo daging clan tepung tapioka diberi 4 butir telur), ketumbar 1% clan bumbu masak secukupnya (IRIANTO, 1992 clan FAWYA, 1992) . Daging itik yang akan digunakan dipisahkan dari tulang, kulit clan lemak, dicuci dan digiling halus. Bumbu yang diperlukan dihaluskan clan dicampur dengan daging giling sampai merata, adonan ini kemudian ditambahkan tepung tapioka sedikit demi sedikit . Adonan kerupuk dicetak dalam plastik dan dikukus selama kurang lebih 2 jam, setelah itu pembungkus plastik dilepas, clan diangin-anginkan selama kurang lebih satu hari atau sampai dipegang tidak lengket . Kemudian diiris tipis dengan menggunakan pisau yang tipis dan tajam, clan dijemur sekitar tujuh hari sampai kering . Parameter Parameter yang diamati untuk abon itik yaitu warna, rasa. tekstur, bau, keempukan clan kadar air . Sedangkan untuk krupuk mentah yaitu warna clan bau, dan parameter dari kerupuk goreng adalah warna, rasa, bau dan kerenyahan . Jumlah panelis sebanyk 30 orang. Uji organoleptik menggunakan metoda kesukaan dengan skala hedonik tidak suka, kurang suka, suka clan sangat suka dalam skala numerik 1, 2, 3, clan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji organoleptik dan kadar air abon itik Hasil analisa statistik dari uji organoleptik dan kadar air abon itik disajikan pada Tabel 1 . Dari hasil analisa diketahui bahwa lama perebusan memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna, rasa, tekstur, bau, keempukan clan kadar air abon. Warna abon yang disukai oleh panelis ditunjukkan oleh perlakuan 1 (perebusan 30 menit) yang tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan abon sapi dengan warna yang dihasilkan coklat tua kehitaman . Warna abon seperti ini menurut ASTAWAN dan ASTAWAN (1989) adalah abon dengan kualitas yang baik. Warna abon yang kurang disukai panelis dihasilkan dari daging yang direbus selama 120 menit, warna yang dihasilkan yaitu coklat muda/pucat . Selanjutnya bila dilihat dari segi rasa, perlakuan yang menghasilkan abon yang disukai panelis yaitu pada lama perebusan 120 menit (perlakuan L4) bila dibandingkan dengan abon sapi rasanya tidak berbeda . Menurut SOEPARNO (1994), penilaian rasa melibatkan bau, tekstur clan keempukan yang saling terkait . Abon akan dikatakan enak apabila mempunyai bau yang sedap, tekstur yang halus serta tingkat keempukan yang tinggi . Oleh karena itu abon yang rasanya disukai dihasilkan dari daging yang direbus selama 120 menit karena mempunyai tingkat keempukan clan tekstur yang halus. Hal ini mudah difahami karena dengan semakin lamanya perebusan maka daging akan semakin enak clan empuk. 788
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
Tabel 1. Perlakuan L1
L2 L3 L4
Abon sapi
Uji orgasioleptik dan kadar air abon itik Wanta 3,7 a 2,9 b 3,9 b 2,7 b 3,9 a
Rasa 2,2 b 2,4 b 3,0 b 3,9 a 4,0 a
Pa r a m e te r Tekstur Bau 1,7 b 3,2 b 2,3 b 3,2 b 3,1 b 2,5 b 3,8 a 3,9 a
2,2 c
4,0 a
Keempukan 2,1 b 3,2 b 3,4 b 3,7 a 3,9 a
Nilai Keterangan : yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5
Kadar air 18,73 d 14,14 c 13,05 11,04 -
b a
Tekstur abon yang disukai panelis ditunjukkan pada perlakuan L4 (lama perebusan 120 menit) hal ini tidak berbeda dengan abon sapi . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin lama perebusan maka semakin halus tektur daging abon yang dihasilkan . Tekstur menunjukkan ukuran ikatan-ikatan serabut otot, dan dipengaruhi oleh umur, jenis seks, dan pemanasan atau pemanakan (WINARNO, 1993). Ban abon itik yang dihasilkan dengan kriteria disukai panelis yaitu dengan lama perebusan 30, 60 dan 90 menit, namun untuk perebusan selama 120 menit ban abon yang dihasilkan kurang disukai panelis. Tingkat kesukaan panelis terhadap abon itik memang tidak setinggi abon sapi, menurut panelis abon itik baunya tidak seharum abon sapi . Keempukan abon itik yang sangat disukai panelis adalah yang dihasilkan dengan lama perebusan 120 menit, bila dibandingkan dengan abon sapi tidak berbeda nyata. Sedangkan abon yang kurang disukai dihasilkan dari daging yang direbus selama 30 menit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama perebusan, sehingga tingkat keempukan akan meningkat. Menurut WINARNO (1993), perebusan atau pemanasan akan meningkatkan keempukan daging sebagai akibat dari banyaknya kolagen yang diubah menjadi gelatin maka semakin lemah serat-serat kolagennya . Hal ini didukung oleh pendapat SOEPARNO (1994) yang menyebutkan bahwa pemanasan akan menyebubkan jaringan ikat menjadi lebih empuk. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa lama perebusan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air abon . Perlakuan perebusan daging selama 120 menit menghasilkan kadar air yang terendah dibandingkan perlakuan lain yaitu 11,04% . Kadar air ini masih lebih tinggi dari standar mutu abon yang maksimal hanya 10% (DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN, 1980) . Penelitian ini menunjukkan semakin lama waktu perebusan maka akan dihasilkan abon dengan kadar air yang semakin rendah . Hal ini sesuai dengan pendapat SOEPARNO (1994) semakin tinggi temperatur dan semakin lama perebusan maka semakin besar kehilangan kadar air dari daging sampai mencapai konstan. Juga menunit WINARNO (1993) dikatakan bahwa pemanasan akan mengakibatkan kehilangan kadar air clan lemak dari daging . Abon yang mengandung kadar air yang tinggi menunjukkan rendahnya mutu abon karena akan cepat ntsak (ASTAWAN dan ASTAWAN, 1989). Uji organoleptik kerupuk itik Pada Tabel 2 terlihat bahwa, tingkat penggunaan daging berpenganth nyata terhadap wana dan ban kerupuk itik (mentah) . Kenlpuk itik dengan kandungan daging sebanyak 20% (D1), menghasilkan warna dan ban yang tidak berbeda nyata dibandingkan kentpuk ikan Pipih yang telah memasyarakat . Kenlpuk ini lebih disukai karena ban daging itiknya tidak tercium. Sedangkan kerupuk itik yang kurang disukai yaitu yang mengandung daging sebanyk 80%, karena menurut panelis ban daging itik masih tercium. 78 9
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
Tabel 2.
Uji organoleptik kerupuk itik mentah
Perlakuan D1 D2 D3 D4 Kerupuk ikan
Warna 2,9 ab 2,7 be 2,7 be 2,2 c 3,5 a
Ban 3,0 ab 2,8 b 2,7 b 2,7 b 3,5 a
Nilai Keterangan : yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5
Pada Tabel 3, terlihst bahwa tingkat penggunaan daging berpengaruh terhadap warna, bau, rasa dan kerenyahan kerupuk itik yang telah digoreng. Warna kerupuk itik (goreng) termasuk dalam kriteria disukai, berbeda nyata dibandingkan kerupuk ikan yang sangat disukai oleh panelis. Penilaian bau, rasa dan kerenyahan kerupuk yang dihasilkan dari perlakuan 1 (penggunsan daging sebanyak 20%) tidak berbeda nyata dibandingkan kerupuk ikan yang tergolong dalam kriteria disukai . Tabel 3.
Uji organoleptik kerupuk itik goreng
Perlakuan D1 D2 D3 D4 Kerupuk ikan Keterangan :
Warna 2,7 b 2,5 b 2,6 b 2,5 b 3,5 a
Bau 3,2 a 3,1 a 2,9 b 2,9 b 3,4 a
Rasa 3,2 a 3,0 b 3,0 b 2,4 c 3,5 a
Kerenyahan 3,3 a 2,6 b 2,7 b 2,4 b 3,5 a
Nilai yang berbeda pads kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5
KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perebusan daging berpengaruh nyata terhadap uj organoleptik terhadap warna, rasa, tekstur, bau dan keempukannya serta kadar air . Lam perebusan 120 menit menghasilkan abon yang disukai panelis dari segi rasa, tekstur dal keempukan sedangkan lama perebusan 30 menit menghasilkan abon yang disukai dari segi warry dan bsu. Selanjutnya hasil pengkajian kedua diperoleh hasil bahwa penggunaan daging itil berpengaruh nyata terhadap warna, rasa, dan bau dari kerupuk . Kerupuk itik yang disukai paneliy yaitu yang menggunakan daging sebanyak 20 % dengan penambahan tepung tapioka 80 %. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan teknisi yang tela membantu pelaksanaan penelitian sampai selesai . Ucapan yang sama, penulis sampaikan kepad Saudara Mawardi . DAFTAR PUSTAKA dan S. IsKANDAR . 1994 . Kajian nilai gizi dendeng itik sebagai tantangan usaha ternak skala kec di daerah padat penduduk. Pros. Pertemuan Nasional Pengolahan dan Komunikasi Hasil-has Penelitian : Usaha ternak Skala Kecil sebagai basis Industri Peternakan di daerah Padat pendud4 Semarang 8-9 Pebntari 1994. p. 308-312 .
ABuBAKAR
790
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1998
ASTAwAN, W.M. dan M. ASTAwAN. 1989 . Jakarta. DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. 1980 . Mutu
Teknologi Pangan Hewani Tepat Guna .
don Cara Uji Abon :
Akademika Pressindo.
SII 0368-80. Jakarta.
DINAs PETERNAKAN TINGKAT I KALIMANTAN SELATAN 1997 . Laporan Tahunan. Banjarbaru . FAKHRIANSYAH .
1992 . Peranan Pemeliharaan Ternak Itik Petelur dan Tingkat Penerapan Faktor-faktor bagi Nilai Penerimaan Kotor di Desa Padang Luas Kecamatan Kurau Kabupaten Tanah Laut . Laporan Praktek Lapang. Uniska Banjarbaru . Penentu
(Impact-Point)
FAwzYA, Y. N. 1992 . Pengolahan kerupuk udang. Hasil-hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. p. 211-212. HARDioswoRO, P.S . 1990 . Usaha-usaha peningkatan manfaat itik Tegal untuk produksi telur. Proc. Temu Tugas Sub Sektor Peternakan : Pengembangan Usaha Ternak Itik di Jawa Tengah . Ungaran 9 Januari 1990 . p.6-9 . IRIANTO, H.E . 1992 . Pengolahan kerupuk ikan Mas dan ikan Nila. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan . Jakarta. p. 217-218. PRAWIRODIGDO, S. 1990 . Daging itik : permasalahan dan prospeknya di Indonesia. Proc . Temu Tugas Sub Sektor Peternakan : Pengembangan Usaha Ternak Itik di Jawa Tengah. Ungaran 9 Januari 1990 . p.99105 . ROHAENI, E. S, TARMUDiI, dan MASKARTINAH. 1997 . Pemanfaatan daging dan limbah itik Alabio atkiran di Kalimantan Selatan. Pros . Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid II . Bogor 18-19 Nopember 1997 . p. 883-892. SOEPARNo . 1994 .
Ilmu Teknologi Daging .
STEEL, R.G .D . dan J.H. TORRIE . Gramedia . Jakarta.
1989 .
Gajah Mada University Press. Yogyakarta .
Prinsip dan Prosedur Statistik. Suatu Pendekatan Biometrik.
TRIYANTINI, H. SETIYANTo, N. CAHYADI, dan SUGIARTO . 1992 . Dendeng sebagai alternatif dalam upaya penganekaragaman pengolahan daging itik . Pros. Agro-Industri Peternakan di Pedesaan . Bogor 10-11 Agustus 1992 . p. 448-455. WINARNo, F.G. 1993 . Pangan
: Gizi, Teknologi don Konsumen .
Gramedia. Jakarta.