LAPORAN HASIL PENELITIAN
PENGUKURAN LAJU PENGENDAPAN “LARUTAN” SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR
Penanggung Jawab Kegiatan Penelitian : SUMARNA AGUS PURWANTO
PROGRAM STUDI FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Tahun 2012
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang sedalam-dalamnya dipanjatkan ke hadlirat Alloh S.w.t., Tuhan seru sekalian alam, atas segala karunia-Nya sehingga dapat tersusun laporan penelitian mengenai Pengukuran Laju Pengendapan “Larutan” Sebagai Fungsi Temperatur. Penelitian ini dapat terlaksana juga karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya disampaikan kepada : 1. Pimpinan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan, 2. Pimpinan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan dorongan, 3. Teman-teman dosen di Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY atas diskusi dan masukan-masukannya, 4. Berbagai pihak yang tidak sempat disebutkan satu per satu yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat. Koreksi dan saran dari para pengguna dan pemerhati diterima dengan hati terbuka dan penuh penghargaan.
Yogyakarta, 15 Desember 2012 a/n. Tim Peneliti,
Sumarna Agus Purwanto
2
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK
..........................................
i
.......................................... .......................................... .......................................... ..........................................
ii iii iv v
BAB I
PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A. Latar Belakang ............................... B. Rumusan Masalah ............................... C. Tujuan Penelitian ............................... D. Manfaat Penelitian ...............................
1 1 2 2 3
BAB II
KAJIAN TEORITIK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A. Zat Cair (Liquids) ............................ B. Viskositas (Kekentalan) ............................ C. Larutan ............................ D. Efek Temperatur ............................ E. ............................ Absorpsi Cahaya F. ............................ Koloid
4 4 7 9 16 17 18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A. Obyek Penelitian ................... B. Instrumen Untuk Mendapatkan Data ................... C. Teknik Pengumpulan Data ................... D. Teknik Analisis Data ...................
21 21 21 22 23
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . A. Hasil Penelitian .................. B. Pembahasan ..................
24 24 43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A. Kesimpulan ...................................... B. Saran ......................................
45 45 45
............................................. .............................................
46 47
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
3
PENGUKURAN LAJU PENGENDAPAN “LARUTAN” SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR ( Oleh : Sumarna*) dan Agus Purwanto*) )
ABSTRAK
Telah dibuat instrumen untuk penyelidikan pola pengendapan larutan yang berbasis PC dengan bagian-bagian (a) rangkaian pemancar cahaya yang dapat dikendalikan intensitasnya, (b) rangkaian penerima cahaya yang dapat dikendalikan kepekaannya, (c) oven (alat pemanas) yang dapat diatur temperaturnya, (d) dudukan cuplikan yang kedap cahaya, dan (e) software akuisisi data berbahasa MATLAB untuk pengambilan dan pengolahan data secara otomatis. Telah pula diselidiki pengaruh temperatur dan konsentrasi zat terlarut terhadap laju pengendapannya pada larutan gula dan larutan garam (dengan pelarut aquades). Temperatur berpengaruh terhadap laju pengendapan zat terlarut. Semakin tinggi temperatur suatu larutan (yang berpotensi mengendap) semakin lambat laju pengendapannya. Kurva relasi antara proses pengendapan terhadap waktu untuk berbagai harga temperatur cenderung berbentuk eksponensial menurun. Rentang temperatur pengamatan dari 35oC hingga 85oC. Konsentrasi zat terlarut juga berpengaruh terhadap laju pengendapannya. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut semakin cepat laju pengendapannya. Pada larutan garam dan pada temperatur kamar (35oC), fenomena laju pengendapan terjadi pada konsentrasi di atas 20 gram/100 ml. Di bawah konsentrasi tersebut fenomena pengendapan tidak teramati.
Kata kunci
*)
: Akuisisi data, Berbasis PC, Larutan, Laju Pengendapan, Temperatur, Konsentrasi.
: Dosen pada Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA UNY.
4
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya, larutan dipandang sebagai campuran yang serba sama (homogen). Zat terlarutnya tersebar merata di dalam pelarut. Pada kenyataannya, dijumpai keadaan larutan yang sebaran zat terlarutnya tidak merata. Misalnya pada larutan gula ataupun larutan garam, setelah beberapa lama, bagian bawah larutan tersebut menjadi lebih pekat dari pada bagian atasnya. Pada larutan gula, bagian bawah terasa lebih manis dari pada bagian atas. Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai zat-zat yang berada dalam fase larutan atau sejenisnya seperti koloid dan emulsi. Dengan demikian mempelajari sifat-sifat larutan (termasuk koloid dan emulsi) merupakan hal yang sangat esensial. Pemahaman terhadap sifat-sifat berbagai jenis larutan akan sangat berguna baik bagi ilmu pengetahuan maupun aplikasi sehari-hari. Parameter-parameter makro dasar yang berpengaruh terhadap sifat-sifat larutan adalah temperatur, volume, tekanan dan molaritas (jumlah mol atau konsentrasi). Oleh sebab itu, mempelajari sifat-sifat larutan tidak akan terlepas dari upaya pengendalian parameter-parameter tersebut. Di samping itu, dengan mengetahui sifat-sifat suatu larutan dengan baik dapat memberikan informasi atau dapat menguraikan misteri di balik sifatsifat tersebut. Misalnya dalam bidang kesehatan, dengan mengetahui sifat-sifat cuplikan darah seseorang dapat dipelajari keadaan kesehatan orang yang bersangkutan. Dalam bidang lingkungan hidup, dengan diketahui sifat-sifat cuplikan air sungai, maka dapat diketahui tingkat pencemaran sungai tersebut. Kandungan zat dalam suatu larutan juga dapat dipelajari dari sifat-sifat larutan tersebut dalam merespon suatu perlakuan yang dikenakan kepadanya. Berbagai model dan cara untuk menyelidiki sifat-sifat larutan, dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit, akan selalu digunakan tergantung dari kebutuhan dan kemampuan. Meskipun cara dan alatnya relatif sederhana, tetapi jika didukung dengan sistem pengolahan data yang memadai dapat dihasilkan informasi yang bermakna terkait dengan larutan tersebut.
5
Kenyataan lain yang relevan dengan kehidupan moderen adalah meningkatnya tuntutan terhadap jaminan kualitas, kelengkapan informasi (spesifikasi), dan standarisasi terhadap suatu produk. Tuntutan ini menciptakan tantangan baru terhadap pemahaman ilmiah mengenai produk larutan atau sejenisnya. Tantangannya terletak pada pemahaman yang lebih baik mengenai sifat-sifat larutan yang diselidiki menggunakan alat-alat analitik, numerik dan eksperimenal, atau kombinasinya. Ketika sifat-sifat yang bermakna dari suatu larutan diketahui lebih mendalam, maka pengetahuan itu menjadi penting dalam memberikan pertimbangan yang tepat bagi berbagai keperluan. Lebih dari itu juga membantu terbangunnya prosedur pengujian (evaluasi) ilmiah yang efektif terhadap suatu jenis larutan. Laju pengendapan menjadi parameter utama dalam penyelidikan untuk menentukan sifat-sifat larutan yang sedang menjadi perhatian. Melalui penelitian ini dirancang instrumen untuk mempelajari sifat-sifat suatu larutan, khususnya yang terkait dengan laju pengendapan pada berbagai temperatur. Penelitian ini didukung oleh kemampuan (dan juga keterbatasan) laboratorium Elektronika dan Instrumentasi Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY yang mampu mewujudkan alat penelitian sendiri dan sistem pengolahan data yang memadai. Penelitian ini juga sebagai upaya dan sarana bagi mahasiswa dalam penyediaan topik skripsi.
B. Rumusan Masalah 1.
Seperti apakah alat yang dapat diwujudkan untuk menyelidiki pola pengendapan larutan yang berbasis PC ?
2.
Apakah temperatur mempengaruhi laju pengendapan zat terlarut pada „larutan‟ ?
3.
Apakah konsentrasi zat terlarut mempengaruhi laju pengendapannya pada „larutan‟?
C. Tujuan Penelitian 1.
Rancang-bangun alat untuk menyelidiki pola pengendapan larutan yang berbasis PC.
2.
Menyelidiki pengaruh temperatur terhadap laju pengendapan zat terlarut pada „larutan‟.
3.
Menyelidiki pengaruh konsentrasi zat terlarut terhadap laju pengendapannya pada „larutan‟. 6
D. Manfaat Penelitian Model penyelidikan laju pengendapan larutan ini dapat diterapkan pada kasuskasus sejenis misalnya laju penggumpalan, laju pengkristalan, ataupun laju pelarutan pada berbagai campuran khususnya yang berupa zat cair. Laju pengendapan terkait dengan sifatsifat molekul-molekul zat terlarut dan pelarutnya. Dengan mengetahui nilai laju pengendapannya lebih jauh dapat dipelajari sifat-sifat sistem yang tersusun dari molekumolekul zat terlarut dan pelarut tersebut. Dengan demikian motode laju pengendapan ini dapat digunakan untuk mempelajari sifat-sifat suatu sistem yang berupa fluida. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi penelitian payung bagi sub-sub penelitian yang lebih spesifik. Dengan demikian melalui penelitian ini dapat membantu mahasiswa mempercepat masa penyelesaian studinya. Karena melalui penelitian ini dapat membantu mahasiswa dalam penentuan topik dan penyediaan fasilitas (khususnya peralatan) penelitian.
7
BAB II KAJIAN TEORITIK
A. Zat Cair ( Liquids ) Keadaan molekul-molekul di dalam gas selalu bergerak secara acak. Jarak antar molekulnya besar dan gaya tarik antar-molekulnya diabaikan. Tetapi di dalam zat cair molekul-molekulnya saling bersinggungan satu dengan yang lain. Gaya tarik antar molekulnya cukup besar untuk mempertahankan mereka bersama. Molekul-molekul zat cair dapat bergerak relatif satu terhadap yang lain di dalam ruang antar molekul yang tersedia. Molekul-molekul zat cair bergerak secara acak. Pada saat-saat tertentu, molekulmolekul itu dapat membentuk kelompok (cluster), meninggalkan ruang kosong atau lubang di sana-sini. Kumpulan molekul bertahan dekat satu dengan yang lain dan menjalani gerak acak melalui ruang sela. Sebagian besar sifat fisis dari zat cair sebenarnya dikendalikan oleh kekuatan gaya tarik antar molekulernya.
Lubang
Gambar : Model molekuler zat cair dengan lubang Gaya antar molekul zat cair secara kolektif disebut gaya van der Waals. Esensi gaya-gaya ini adalah sifat kelistrikan yang menghasilkan gaya tarik antar muatan yang berbeda tanda. Jenis utama gaya tarik antar molekul itu adalah a. Tarikan dipole, b. Gaya London, c. Ikatan hydrogen. Tarikan dipole terjadi pada molekul polar. HCl adalah contoh molekul polar. Molekul tersebut memiliki bagian muatan positif pada satu ujung dan bagian muatan negatif pada 8
ujung yang lain. Keduanya disebut dipole. Ujung positif pada satu dipole menarik ujung negatif pada ujung dipole lain. Energi termal dari molekul-molekul tersebut cenderung mengganggu tarikan ini tetapi masih tetap berada di dalam tarikan bersih antar molekul polar. Gaya ini diacu sebagi tarikan dipole. Pada umumnya tarikan itu berkisar 1% dibadingkan dengan kekuatan ikatan kovalen. Perlu diperhatikan bahwa tarikan antar kutub yang berlawanan lebih besar dari pada tolakan antar kutub senama. Sehingga molekulmolekul tersebut memiliki tarikan bersih satu dengan yang lain.
_
tarikan lemah
+
_
+ _ +
+ _ _ H
+
Cl
Gambar : Tarikan lemah antar molekul polar HCl. Gaya London merupakan gaya lemah antar molekul-molekul atau atom-atom non polar. Do dalam satu molekul (atau satu atom) electron bergerak terus-menerus. Sebagian besar waktu electron di dalam molekul dapat digambarkan terdistribusi secara simetrik. Tetapi sesuai dengan prinsip probabilitas, pada suatu saat elektron-elektron dapat terkonsentrasi pada satu sisi molekul dari pada di sisi yang lain. Hal ini menyebabkan molekul itu menjadi polar sesaat dan disebut dipole sesaat. Sisi negatif dipole sesaat menolak elektron pada molekul yang berdekatan. Akibatnya molekul ke dua tersebut juga menjadi dipole polaritas induksi. Ini disebut dipole induksi. Dipole sesaat dan dipole induksi sekarang saling menarik. Karena elektron-elektron selalu bergerak, dipole sesaat dapat berakhir beberapa saat kemudian dan dipole sessat yang baru dapat diproduksi. Proses kontinyu ini menghasilkan keseluruhan tarikan lemah antar molekul-molekul zat cair. Tarikan sementara antar molekul zat cair karena tarikan dipole sesaat dan dipole induksi disebut gaya London. Meskipun keberadaan gaya London pada molekul non polar, tetapi gaya ini juga muncul pada molekul polar berdampingan dengan gaya van der Waals. Kekuatan 9
gaya London tergantung seberapa mudah awan elektron dalam molekul tertentu dapat terbentuk. Hal ini ditentukan oleh jumlah elektron dan juga ukuran molekul. Sehingga argon jumlah elektron yang lebih banyak dan bobot molekulernya lebih besar memiliki titik didih lebih tinggi dari pada helium.
- B- - -
--- A-------
molekul non polar
dipole sesaat gaya London
--- A-------
--- B ------dipole induksi
dipole sesaat
Gambar : Penjelasan gaya London Tarikan elektrostatik yang terjadi antar molekul ketika satu molekul memuat satu hidrogen yang terikat secara kovalen pada atom elektronegatif tinggi disebut ikatan hidrogen. Atomatom elektronegatif yang termasuk dalam ikatan hidrogen adalah O, N, dan F yang mana berisi pasangan elektron tanpa ikatan. Air (H2O) adalah molekul yang paling baik menunjukkan ikatan hidrogen. Beda ke-elektronegatif-an antara H dan O sangat besar bahwa pasangan elektron dalam ikatan kovalen, H-O, tergeser ke arah O. Hal itu meninggalkan bagian muatan positif pada aton H. Hal ini juga menyebabkan tarikan elektrostatik antara atom bermuatan pisitif H dan pasangan elektron yang tidak digunakan bersama pada atom O pada molekul yang berbeda. Atom O pada molekul air memberikan dua pasang elektron yang tidak digunakan bersama. Ikatan hidrogen adalah yang terkuat dari semua gaya antar molekuler termasuk gaya tarikan dipole dan gaya London. Ikatan hidrigen berkekuatan sekitar 0,1 dari ikatan kovalen. ikatan hidrogen
H
.. O ..
H
H
.. . O. H
Gambar : Ikatan hidrogen pada molekul H2O 10
B. Viskositas (Kekentalan) Cairan (termasuk larutan cair) dapat dipandang terdiri dari lapisan-lapisan molekuler yang tersusun berlapis-lapis. Ketika gaya geser dikenakan pada cairan tersebut, ia mengalir. Tetapi gaya gesek antar lapisan menghambat aliran tersebut. Viskositas suatu cairan merupakan ukuran hambatan akibat gesekan tersebut. Suatu lapisan molekuler yang bersinggungan dengan pemukaan yang diam memiliki kecepatan nol. Lapisan berikutnya yang ada di atasnya bergerak dengan kecepatan yang semakin besar dalam arah aliran.
bidang bergerak v lapisan-lapisan molekuler
profil kecepatan v=0
bidang diam
Gambar : Aliran zat cair pada permukaan bidang
Selanjutnya ditinjau dua lapisan yang bergerak dan yang berdekatan. Misalkan kedua lapisan itu terpisah sejauh dx dan kecepatannya berbeda dv. Gaya gesek (F) yang menghambat gerak relatif kedua lapisan berbanding langsung dengan luas permukaan A dan beda kecepatan dv, sedangkan berbanding terbalik dengan jarak antara kedua lapisan, sehingga : F ∞ A
dv dx
atau F = ηA
dv dx
atau η =
F dx A dv
11
di mana η merupakan konstanta kesebandingan yang dikenal sebagai koefisien viskositas atau viskositas suatu zat cair. Parameter η merupakan nilai spesifik untuk zat cair tertentu pada suatu temperature. Dengan demikian viskositas dapat didefinisikan sebagai gaya penghambat tiap satuan luasan yang akan mempertahankan beda kecepatan antara dua lapisan zat cair pada satu satuan jarak di antaranya.
v + dv luasan = A v
dx
Gambar : Gerak relatif dua lapisan sejajar di dalam zat cair Satuan dari viskositas adalah poise (yang sama dengan g cm-1s-1). Dalam praktek juga dikenal centipoise ataupun millipoise. Kebalikan dari viskositas adalah fluiditas dengan sibol ϕ. ϕ=
1
Pada umumnya viskositas berkurang dengan kenaikan temperatur. Perubahan viskositas terhadap temperatur (T) dapat dinyatakan dengan relasi berikut : η = A e E / RT
ln η =
atau
E 1 +A R T
dengan A dan E merupakan suatu konstanta. Grafik hubungan antara ln η terhadap 1/T berupa garis lurus, dan dapat dibuktikan bervariasi untuk setiap zat cair.
ln η
kemiringan = E/R 1/T
Gambar : Kurva hubungan antara ln η terhadap 1/T 12
C. Larutan Larutan merupakan campuran homogen dari dua atau lebih zat pada tingkat molekul. Penyusun atau bagian larutan yang jumlahnya lebih banyak disebut pelarut dan bagian yang jumlahnya lebih kecil disebut zat terlarut. Misalnya gula yang terlarut di dalam air. Gula sebagai zat terlarut dan air sebagai pelarut. Molekul-molekul gula tersebar merata di antara molekul-molekul air. Hal yang mirip terjadi pada larutan garam di dalam air. Ion-ion garam (Na+, Cl-) tersebar merata di dalam air.
Zat terlarut
Perlarut
Gambar : Model molekuler larutan
Larutan yang berisi zat terlarut relatif sedikit disebut larutan encer (berkonsentrasi rendah) dan larutan yang berkonsentrasi tinggi disebut larutan pekat. Konsentrasi larutan didefinisikan sebagai jumlah zat terlarut yang ada di dalam sejumlah tertentu dari larutan. Konsentrasi pada umumnya dinyatakan sebagai kuantitas zat terlarut di dalam satu satuan volume larutan. Kuantitas zat terlarut Konsentrasi =
Volume larutan
Ada banyak cara untuk menyatakan konsentrasi larutan, yaitu meliputi persen bobot, fraksi mol, molaritas, molalitas, dan normalitas. Persen bobot merupakan persentase bobot zat terlarut terhadap bobot total larutan. Misalnya suatu larutan HCl dengan konsentrasi 36 % yang dinyatakan dalam persen bobot, maka larutan tersebut berisi 36 gram HCl di dalam 100 gram larutan. % bobot zat terlarut =
bobot zat terlarut bobot larutan 13
x 100 %
Larutan sederhana tersusun dari dua zat, satu sebagai zat terlarut dan yang lain sebagai pelarut. Fraksi mol X dari zat terlarut didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah mol zat terlarut dengan total jumlah mol zat terlarut dan pelarut.
mol zat terlarut Xzat terlarut =
mol zat terlarut + mol pelarut
Jika n menyatakan jumlah mol zat terlarut dan N adalah jumlah mol pelarut, maka Xzat terlarut =
n nN
Fraksi mol pelarut dapat dinyatakan sebagai Xpelarut = Fraksi mol tidak bersatuan, dan
N nN
Xzat terlarut + Xpelarut = 1.
Dalam praktek, konsentrasi lebih sering dinyatakan dalam molaritas. Molaritas M didefinisikan sebagai jumlah mol dari zat terlarut tiap liter larutan. Satuan molaritas adalah mol/liter. Jika V menyatakan volume larutan dalam liter, maka
M =
n V
Jumlah mol (n) suatu zat yang dinyatakan bobotnya (x) dalam gram dan diketahui bobot molekulnya (BM) adalah :
n (mol) =
x . BM
Molalitas (m) suatu larutan didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut (n) per kilogram massa pelarut. mol zat terlarut Molalitas (m) =
massa pelarut (kilogram) 14
Suatu larutan yang diperoleh dengan melarutan 1 mol zat terlarut ke dalam 1000 gram pelarut disebut larutan 1 molal atau 1 m. Perbedaan antara molalitas dan molaritas adalah bahwa molalitas dinyatakan massa pelarut sedangkan molaritas dinyatakan dalam volume larutan. Normalitas (N) suatu larutan didefinisikan sebagai bilangan (bobot) ekivalen zat terlarut per liter larutan tersebut. ekivalen zat terlarut Normalitas (m) = volume larutan (liter) Dengan demikian, jika 40 gram NaOH (bobot ekivalen = 40) dilarutkan dalam 1 liter larutan, maka normalitas larutan tersebut adalah 1 dan larutan tersebut dikatakan 1 N. Larutan yang berisi 4 gram NaOH adalah 0,1 N atau decinormal. Zat pada umumnya dapat berada pada fase gas, cair atau padat. Masing-masing fase dapat berperan sebagai zat terlarut atau pelarut. Sehingga ada tujuh jenis larutan berdasarkan fase zat penyusun larutan.
No. 1 2 3 4 5 6 7
Keadaan zat terlarut Gas Gas Gas Cair Cair Padat Padat
Keadaan pelarut Gas Cair Padat Cair Padat Cair Padat
Contoh Udara Oksigen dalam air, CO2 dalam air (minuman) Adsorpsi H2 oleh palladium Alkohol dalam air Merkuri dalam perak Gula, garam Alloy logam, karbon dalam besi (baja)
Jenis larutan yang lazim dan paling banyak dijumpai adalah larutan padat di dalam cair. Proses pelarutan zat padat dalam larutan dijelaskan dengan bekerjanya gaya listrik antara molekul-molekul atau ion-ion zat terlarut dengan molekul-molekul pelarut. Penyelidikan yang lazim menunjukkan bahwa zat terlarut polar mudah melarut dalam pelarut polar dan tidak mudah larut di dalam pelarut non-polar. Contohnya sodium klorida (NaCl) sangat mudah larut di dalam air yang merupakan pelarut polar, sedangkan NaCl tidak dapat larut dalam pelarut non-polar seperti kloroform. Sebaliknya zat terlarut non polar tidak dapat 15
terurai/melarut di dalam pelarut polar, misalnya benzene yang non polar tidak dapat larut di dalam air yang polar. Gaya Tarik elektrik antara ujung-ujung yang berbeda jenis muatannya pada molekul-molekul zat terlarut dan pelarut mengakibatkan terbentuknya larutan. Air yang memiliki sifat polar tinggi merupakan pelarut terbaik untuk larutan yang terionisasi. Bahan ionik, ketika dimasukkan ke dalam air akan membentuk kation (+) dan anion (-). Ion-ion ini dikelilingi oleh molekul-molekul pelarut dengan ujung-ujung muatan yang berlawanan terarah menuju ion. Ion tersebut terbungkus dengan satu lapisan molekul pelarut dan disebut solvated ion, atau hydrated ion pada kasus air sebagai pelarut. Sodium klorida melarut di dalam air menghasilkan ion Na+ dan ion Cl-. Ion Na+ merupakan hydrated ion untuk dikelilingi satu lapisan molekul air sedemikian hingga ujung negatif terarah menuju ion tersenut. Sebaliknya, ion Cl- menarik ujung-ujung positif molekul air yang membungkusnya. Hydrated ion pada sodium dan cloride biasanya direpresentasikan sebagai Na+(aq) dan Cl-(aq). Representasi demikian menunjukkan bahwa ion-ion tersebut ada dalam aqeous phase.
Cl-
Na+
Cl-
Na+
Na+
Cl-
Na+
Cl-
Kristal NaCl
-
+
+
-
Cl
+
-
-
+
-
-
+
+
+
Na
-
-
+ + -
-
Molekul dipole H2O
-
+
-
+
+ +
Gambar : Sodium klorida melarut dalam air Mekanisme larutan kristal sodium di dalam air dapat dijelaskan bahwa molekul-molekul air yang polar berusaha untuk menarik keluar ion-ion Na+ dan Cl- dari kristal dengan 16
penghidrasian. Hal ini mungkin karena gaya yang bekerja antara ion (Na+ atau Cl-) dan molekul air cukup kuat untuk mengatasi gaya ikat ion dalam kristal. Ion-ion tersebut terlepas dari kristal dan dikelilingi oleh kumpulan molekul air. Lapisan molekul air yang membungkus ion secara efektif menghalangi mereka dan mencegahnya bersinggungan satu dengan yang lain. Hingga semuanya terlepas dari kristal (jika belum mencapai keadaan jenuh) dan tetap berada di dalam larutan. Banyak zat non-ionik seperti gula juga melarut di dalam air. Larutan tersebut berkaitan dengan ikatan hidrogen yang terjadi antara molekul air dan molekul gula. Ikatan hidrogen terjadi melalui kelompok hidroksil pada molekul gula. Molekul air kemudian dapat menarik keluar molekul-molekul tersebut dari kristal gula dan melarut. Faktanya, setiap molekul gula dikelilingi sejumlah molekul air dan keseluruhannya adalah bebas berpindah memenuhi larutan.
C
H
H
O .. + H
O
C
H
H
O
H
O
ikatan hidrogen dengan molekul air
potongan gula
Ketika padatan dimasukkan ke dalam pelarut, molekul-molekul atau ion-ion terlepas dari permukaannya dan masuk ke dalam pelarut. Partikel-partikel padatan itu kemudian terlepas bebas berhamburan di seluruh pelarut dan terjadilah larutan yang homogen. Molekul-molekul zat terlarut dan pelarut bergerak terus-menerus di dalam fase larutan oleh karena energi kinetik yang dimilikinya. Beberapa partikel dibelokkan kembali menuju padatan dan mengalami tumbukan dengan molekul-molekul lain. Hal ini kemudian menghantam permukaan padatan dan dapat terjerat di dalam kisi kristal dan kemudian terkumpul dengannya. Proses di mana partikel-partikel zat terlarut dalam larutan terkumpul kembali atau terkristal kembali disebut sebagai pengendapan atau pengkristalisasian kembali. Oleh karenanya, di dalam larutan yang terkait dengan zat terlarut padat bekerja dua proses berlawanan yang terjadi secara simultan. Pertama adalah proses pelarutan di mana partikel-partikel zat terlarut meninggalkan padatan dan masuk ke dalam larutan. Ke dua adalah pengkristalisasian kembali di mana partikel-partikel zat terlarut kembali dari larutan dan terkumpul atau mengendap pada padatan. 17
Diawali dengan suatu kecepatan di mana partikel-partikel meninggalkan padatan lebih cepat dari pada mereka kembali ke padatan. Ketika jumlah partikel zat terlarut di dalam larutan meningkat, kecepatan mereka kembali ke padatan juga meningkat. Akhirnya, jika ada kelebihan padatan yang hadir maka kecepatan melarut dan kecepatan mengkristal menjadi sama. Pada tingkat ini dicapai keadaan kesetimbangan antara molekul-molekul zat terlarut di dalam larutan dengan zat terlarur padat. Zat-terlarut padat ↔ Zat-terlarut yang melarut Untuk selanjutnya, tidak ada jumlah zat terlarut di dalam larutan atau fase padatan yang berkaitan akan berubah dengan hilangnya waktu. Keadaan setimbang ini akan tetap, pemberian energi kinetik molekul dengan perubahan temperatur tidak akan mengubahnya. Kompetisi antara kedua proses dan akhirnya kecepatannya sama menunjuk pada fenomena yang penting yang disebut sebagai keseimbangan dinamik. Istilah dinamik mengacu pada kenyataan bahwa kedua proses berlangsung terus-menerus tetapi menuju ke kesamaan dua kecepatan (kesetimbangan). Tidak terjadi perubahan bersih dalam jumlah zat terlarut di dalam fase larutan selama perjalanan waktu.
+ + + -
+
-
+
+
+
-
+
-
-
+
-
+
+
Gambar : Pelarutan dan pengendapan/pengkristalan Pada umumnya ketika zat terlarut padat berada dalam keseimbangan dinamik dengan larutannya, laju kelarutan (Rd) terbukti tergantung pada jumlah molekul yang meningggalkan permukaan kristal. Makin besar luas permukaan kristal dan zat cair akan semakin besar pula laju kelarutannya. 18
Rd ∞ A
atau
Rd = kd A
dengan kd disebut sebagai konstanta kelarutan. Nilainya merupakan karakteristik sistem tertentu dan nilainya tergantung pada temperatur. Laju pengkristalisasian (Rr) merupakan laju pada mana molekul-molekul zat terlarut kembali ke permukaan kristal dari larutan dan terkumpul pada permukaan tersebut. Hal ini ditentukan oleh dua faktor (a) permukaan (A) kristal, makin luas permukaannya makin banyak jumlah molekul yang mengendap padanya, (b) konsentrasi (C) molekul terlarut di dalam larutan, makin besar jumlah molekul terlarut dalam larutan makin banyak jumlah yang mengendap. Rr ∞ A.C dengan
kr
atau
Rr = kr A.C
disebut konstanta kristalisasi atau konstanta pengendapan. Nilainya juga
mencirikan suatu sistem dan tergantung pada temperatur. Pada keadaan setimbang, laju kelarutan dan laju pengendapan sama. Rd = Rr kd A = kr A.C atau C =
kd = K = konstan. kr
Dengan demikian konsentrasi zat terlarut pada keadaan setimbang dalam larutan adalah konstan untuk pelarut tertentu pada temperatur tetap. Larutan yang diperoleh tersebut dikenal sebagai larutan jenuh untuk padatan itu dan konsentrasi larutan ini diberi nama solubilitas (tingkat keterlarutan). Jadi larutan jenuh berada dalam kesetimbangan dengan tambahan padatan pada suhu tertentu. Solubilitas merupakan konsentrasi zat terlarut dalam larutan pada keadaan setimbang dengan zat padatnya pada suhu tertentu. Setiap bahan memiliki solubilitas khas pada pelarut tertentu. Solubilitas bahan sering dinyatakan dalam jumlah gram dapat melarut seluruhnya pada 100 gram larutan. Kenaikkan temperatur pada umumnya menyebabkan kenaikan solubilitas. Ketika larutan jenuh dibuat pada temperatur tinggi kemudian didinginkan, akan dihasilkan larutan yang berisi kelebihan zat terlarut dari pada larutan jenuh pada temperatur itu. Larutan yang demikian disebut larutan super jenuh. Larutan super jenuh tidak stabil dan berubah menjadi larutan jenuh ketika kelebihan zat 19
terlarut mengendap. Grafik antara temperatur dan solubilitas membentuk kurva solubilitas. Kurva itu menunjukkan efek temperatur pada solubilitas suatu bahan. Pada umumnya kurva solubilitas dapat berbentuk kontinyu atau diskontinyu.
Solubilitas
Solubilitas
Temperatur
Temperatur
Kurva solubilitas kontinyu
Kurva solubilitas diskontinyu
D. Efek Temperatur Ketika menganalisis fenomena-fenomena fisis biasanya perhatian dipusatkan pada suatu bagian yang dipisahkan dari lingkungan luarnya. Bagian ini dinamai sistem. Semua yang di luar sistem dan memiliki pengaruh langsung pada perilaku sistem tersebut dinamakan lingkungan. Selanjutnya dicoba menentukan sifat sistem dengan menyelidiki interaksinya dengan lingkungan. Dalam suatu kasus harus dipilih kuantitas-kuantitas yang sesuai yang dapat diamati untuk menjelaskan sifat sistem tersebut. Kuantitas yang merupakan sifat kasar sistem yang diukur melalui kerja laboratorium termasuk dalam tinjauan makroskopis. Kuantitas-kuantitas makroskopis (tekanan, volume, temperatur, energi internal) langsung diasosiasikan dengan tanggapan indera atau persepsi indera. Perasaan melalui sentuhan adalah cara yang paling sederhana untuk membedakan benda panas dari benda dingin. Melalui sentuhan dapat dibedakan benda-benda menurut tingkat kepanasannya. Inilah pengertian temperatur. Temperatur terkait dengan suatu bentuk energi, yaitu kalor (energi panas). Karena intervensi energi inilah maka sifat sistem dapat berubah. Banyak sifat fisis suatu sistem yang dapat diukur mengalami perubahan sewaktu temperaturnya berubah. Contoh sifat-sifat yang berubah karena perubahan temperatur adalah volume fluida, panjang logam, hambatan listrik kawat, tekanan gas pada 20
volume tetap, warna kawat pijar, massa jenis, viskositas, laju kelarutan, konstanta pengendapan, dan masih banyak yang lainnya. Dengan demikian temperatur lingkungan memiliki efek yang signifikan (tidak bisa diabaikan) terhadap sifat-sifat suatu sistem.
E. Absorpsi Cahaya Intensitas radiasi dapat didefinisikan sebagai jumlah foton yang lewat menyeberang tiap satuan luas tiap satuan waktu. Ketika berkas cahaya melewati suatu medium, sebagian dari berkas tersebut mengalami absorpsi (penyerapan). Ditinjau seberkas cahaya monokromatis melewati medium yang ketebalannya dx. Intensitas berkas radiasi tersebut berkurang dari I menjadi I – dI. Misalkan jumlah foton cahaya yang datang N dan jumlah yang terserap pada ketebalan dx adalah dN. Fraksi foton yang terserap adalah dN/N yang sebanding dengan ketebalan dx.
I – dI
I dN dI = b dx = N I
dx
di mana b merupakan konstanta kesebandingan yang disebut dengan koefisien absorpsi. Misalkan I = I0 pada x = 0. Setelah diintegralkan diperoleh : I = I0 e bx
I ln = - bx I0
atau
Persamaan itu pertama kali diturunkan oleh Lambert, dan kemudian Beer mengembangkan relasi tersebut pada larutan dan campuran dalam pelarut transparan menjadi :
I ln = - ϵ C x I0 dengan C konsentrasi molar dan ϵ konstanta karakteristik dari larutan yang disebut koefisien absorpsi molar. Relasi terakhir itu dikenal sebagai hukum Lambert-Beer. Hukum ini menjadi dasar metode spektrofotometri di dalam analisis fisika maupun kimia. Hal 21
yang sangat esensial adalah menentukan intensitas cahaya terabsorpsi untuk mempelajari laju pengendapan suatu campuran yang berfase cair. Seberkas cahaya dari satu sumber (filamen tungsten atau lampu uap merkuri) dibuat menjadi berkas sejajar dengan lensa. Berkas tersebut dilewatkan pada filter atau monokromator untuk menghasilkan berkas cahaya dengan satu panjang gelombang. Cahaya monokromatis tersebut dilewatkan suatu cuplikan di dalam gelas kuarsa. Sebagian cahaya yang tidak terabsorpsi akan tertangkap detektor.
cuplikan sumber cahaya
detektor lensa
tabung gelas monokromator
Gambar : Skema spektrofotometri sederhana
Pertama kali mengukur intensitas cahaya dengan tabung kosong, kemudian tabung diisi dengan cuplikan dan diukur intensitas cahaya yang menembus cuplikan tersebut. Pembacaan pertama memberikan intensitas cahaya datang I0, dan yang kedua memberikan intensitas yang tertransmisi I. Selisih I0 – I = Ia merupakan intensitas yang terserap. Detektor yang biasa digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan adalah (a) thermopile, (b) sel fotoelektrik, (c) actinometer kimia, (d) LDR, (e) fotodioda, dan (f) fototransistor.
F. Koloid Pada larutan yang sesungguhnya seperti gula atau garam di dalam air, partikelpartikel zat terlarur tersebar di dalam pelarut sebagai molekul atau ion tunggal. Sehingga diameter partikel yang tersebar itu terletak antara 1Ao hingga 10Ao. Sebaliknya di dalam suspensi seperti pasir yang teraduk di dalam air, partikel yang tersebar merupakan kumpulan jutaan molekul. Diameter partikel ini berorde 2000Ao atau lebih. Larutan yang berupa koloid atau dispersi koloid merupakan peralihan antara larutan yang sesungguhnya 22
dan suspensi. Dengan kata lain, diameter partikel yang ter sebar dalam dispersi koloid lebih dari partikel terlarut pada larutan yang sesungguhnya dan lebih kecil dari pada suspensi. Ketika diameter partikel zat terdispersi dalam pelarut berkisar antara 10Ao dan 2000Ao, maka sistem itu disebut larutan koloid atau dispersi koloid atau koloid. 1Ao
Larutan sesungguhnya
10Ao
2000Ao
Larutan koloid
Suspensi
Bahan dengan ukuran partikel dalam jangkauan koloid dikatakan ada dalam keadaan koloidal. Partikel koloid tidak perlu berbentuk korpuskel. Tetapi dapat berbentuk menyerupai batang, menyerupai cakram, lapisan tipis, atau filamen panjang. Untuk bahan dengan bentuk korpuskel, maka diameternya menunjukkan ukurannya. Pada kasus yang berbeda, ukuran satu dimensi (panjang, lebar, tebal) yang termasuk jangkauan koloid, maka bahan tersebut dapat digolongkan ke dalam koloid. Secara umum, sistem dengan sekurang-kurangnya satu dimensi (panjang, lebar, atau tebal) dari partikel terdispersi berada dalam jangkauan 10Ao hingga 2000Ao digolongkan ke dalam dispersi koloid. Nama tipe Buih / Busa Buih padat Aerosol Emulsi Emulsi padat (gel) Asap Sol Sol padat
Fase terdispersi Gas Gas Cair Cair Cair Padat Padat Padat
Medium dispersi Cair Padat Gas Cair Padat Gas Cair Padat
Contoh Susu kental, sabun cukur, buih soda air Busa karet, gabus, batu apung Awan, kabut, halimun (kabut tebal) Susu, krim rambut Mentega, keju Debu, jelaga di udara Cat, tinta, koloid emas Alloy, emas terdispersi dalam kaca
Sistem koloid tersusun dari dua fase. Zat yang tersebar sebagai partikel koloid disebut fase terdispersi. Fase kontinyu ke dua tempat partikel koloid tersebar disebut medium dispersi. Karena fase terdispersi maupun medium dispersi dapat berupa gas, cair, 23
atau padat, maka ada enam jenis sistem koloid yang mungkin. Dispersi koloid gas di dalam gas tidak mungkin karena kedua gas akan menghasilkan campuran molekuler yang homogen. Sistem koloid yang paling utama terdiri dari zat padat yang terdispersi di dalam cairan. Jenis ini sering diacu sebagai sol atau larutan koloidal. Koloid memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari dan industri. Pengetahuan tentang sifat koloid hal yang esensial untuk memahami berbagai fenomena alam di sekitar kehidupan manusia. Asap yang berasal dari tungku/dapur industri termasuk dispersi koloidal partikel padat di udara. Asap tersebut mengganggu dan mengotori atmosfer. Sehingga sebelum asap tersebut dilepaskan ke udara harus diendapkan tersebih dahulu. Salah satu alat untuk pengendapan asap ini adalah Cottrell Precipitator. Gas bebas debu
+
Asap Endapan padat
Asap dibiarkan melewati deretan muatan-muatan titik tajam yang bertegangan tinggi (20 kV hingga 70 kV). Titik-titik itu menetralkan elektron-elektron berkecepatan tinggi yang mengionisasi molekul-molekul di udara. Partikel asap meng-adsorb ion-ion positif dan menjadi termuati. Partikel bermuatan tersebut tertarik ke elektroda yang bermuatan berlawanan dan mengalami pengendapan. Gas yang meninggalkan Cottrell Precipitator tersebut bebas dari asap dan debu.
24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Obyek Penelitian Karena hal dipelajari adalah laju pengendapan larutan dengan instrumen berbasis PC yang dirancang sendiri, maka obyek dari penelitian ini adalah larutan garam dapur dan larutan gula di dalam aquades. Meskipun larutan sering dipikirkan sebagai suatu campuran yang homogen (mestinya tidak mengendap), tetapi fakta menunjukkan bahwa bagian bawah pada larutan gula terasa lebih manis dari pada bagian atasnya. Hal ini membuktikan bahwa distribusi molekul gula di dalam larutan tidak homogen. Keadaan seperti ini juga terjadi pada larutan garam. Makna operasional dari mengendap (pada penelitian ini) adalah distribusi zat terlarut dalam pelarut tidak homogen (cenderung lebih rapat pada bagian bawahnya). Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Elektronika dan Instrumentasi pada Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY.
B. Instrumen Untuk Mendapatkan Data Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data pada penelitian ini meliputi (a) rangkaian pemancar cahaya yang dapat dikendalikan intensitasnya, (b) rangkaian penerima cahaya yang dapat dikendalikan kepekaannya, (c) alat ukur tegangan dengan kepekaan yang memadai (PC), (d) oven (alat pemanas) yang dapat diatur temperaturnya (temperaturnya juga dapat terbaca), (e) alat ukur waktu (PC), (f) dudukan cuplikan yang kedap cahaya, (g) neraca (timbangan), (h) gelas ukur (volummeter), dan laptop (PC) berserta software-nya. Secara teknis, rangkaian-rangkaian yang digunakan dalam penelitian ini tercantum pada gambar berikut.
+5V
Amperermeter Fotodioda
LF-356 3
10 k 10 k
2
1 M
+ _
6 1 M
-5V
Voltmeter atau PC
10 k
Gambar : Rangkaian penerima cahaya yang dapat dikendalikan kepekaannya 25
+ 12 V 2 10 k
3
LED
+
_ 6
Voltmeter
330
LF-356
Gambar : Rangkaian pemancar cahaya yang dapat dikendalikan intensitasnya
C. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian ini dikumpulkan melalui observasi atau eksperimen sederhana (tanpa kelompok kontrol). Dari sisi samping, berkas cahaya dikenakan pada cuplik larutan yang ditempatkan pada tabung gelas. Pada sisi seberang cuplikan itu ditempatkan rangkaian deteksi cahaya untuk menangkap sebagian berkas cahaya yang diteruskan cuplikan. Tegangan rangkaian deteksi tersebut (arus fotodioda) sebanding dengan intensitas cahaya yang mengenainya. Komponen pemancar cahaya (LED), sensor penerima cahaya (fotodioda), cuplikan (larutan yang diselidiki) ditempatkan dalam dudukan kedap cahaya, dan ketiga-tiganya ditempatkan di dalam oven (alat pemanas yang temperaturnya dapat diatur).
Tutup
Tabung gelas
Dudukan kedap cahaya
Oven
Fotodioda
LED Pemancar cahaya
Penerima cahaya
Cara pengamatannya didasarkan bahwa arus fotodioda (sebanding dengan tegangan keluaran penguat) diberikan oleh I = I0 e kxC + IB, di mana x adalah panjang lintasan, C 26
menyatakan konsentrasi, dan k adalah koefisien pemadaman. Digunakan tabung uji yang berisi aquades (C = 0) untuk mengukur I0 + IB, dan mematikan LED untuk mengukur IB (terkait dengan offset penguat). Dengan menggunakan hukum Lambert-Beer, untuk setiap temperatur percobaan kemudian di-plot grafik tegangan keluaran dari rangkaian penerima cahaya yang sebanding dengan (I – IB)/I0 versus t (waktu). Baik data tegangan maupun waktu dicatat secara otomatis dengan PC (tetapi dapat pula diukur secara manual dengan voltmeter).
Cahaya tertransmisi Cahaya datang
= e kxC
D. Teknik Analisis data Data dianalisis secara grafis. Berdasarkan bentuk kurva yang diperoleh dapat diketahui relasi antara dua variabel penelitian, yakni waktu (t) dan intensitas relatif cahaya yang ditransmisikan. Pengamatan relasi ini di-set pada konsentrasi dan temperatur tertentu. Karena pengamatan dilakukan untuk setiap nilai konsentrasi (temperatur di-set pada nilai tertentu) dan setiap nilai temperatur (konsentrasi di-set pada nilai tertentu), maka kecenderungan pengaruh temperatur terhadap laju pengendapan dapat diketahui.
27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Berikut ini adalah data hasil pengamatan untuk jenis larutan garam (kristal NaCl yang dilarutkan di dalam aquades) pada temperatur 35oC dan berturut-turut untuk konsentrasi yang berbeda. Konsentrasi : 15 gram / 100 ml Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120
Tegangan (Volt) 5,21 5,11 5,2 5,09 5,15 5,15 5,21 5,12 5,21 5,14 5,14 5,2 5,21 5,11 5,11 5,17 5,17 5,21 5,21 5,19 5,2 5,13 5,11 5,11 5,14
Tegangan Ternormalisasi 1,00 0,98 1,00 0,98 0,99 0,99 1,00 0,98 1,00 0,99 0,99 1,00 1,00 0,98 0,98 0,99 0,99 1,00 1,00 1,00 1,00 0,98 0,98 0,98 0,99
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan (yang berkaitan dengan intensitas cahaya yang diteruskan larutan) terhadap waktu adalah : 28
Tegangan (Volt)
garam-15gr/100ml-35 C 5,22 5,2 5,18 5,16 5,14 5,12 5,1 5,08 0
20
40
60
80
100
Waktu (Menit)
Konsentrasi Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120
: 20 gram / 100 ml Tegangan (Volt) 3,72 3,72 3,69 3,68 3,66 3,58 3,69 3,72 3,72 3,55 3,61 3,67 3,67 3,67 3,61 3,61 3,67 3,71 3,59 3,59 3,64 3,69 3,58 3,58 3,68
29
Tegangan Ternormalisasi 1,00 1,00 0,99 0,99 0,98 0,96 0,99 1,00 1,00 0,95 0,97 0,99 0,99 0,99 0,97 0,97 0,99 1,00 0,97 0,97 0,98 0,99 0,96 0,96 0,99
120
140
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
garam-20gr/100ml-35 C
Tegangan (Volt)
3,75 3,7 3,65 3,6 3,55 3,5 0
20
40
60
80
100
Waktu (Menit)
Konsentrasi Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120
: 25 gram / 100 ml Tegangan (Volt) 2,33 1,98 1,73 1,44 1,28 1,11 0,89 0,81 0,67 0,56 0,56 0,62 0,61 0,61 0,56 0,56 0,56 0,56 0,54 0,55 0,61 0,53 0,56 0,56 0,58 30
Tegangan Ternormalisasi 1,00 0,85 0,74 0,62 0,55 0,48 0,38 0,35 0,29 0,24 0,24 0,27 0,26 0,26 0,24 0,24 0,24 0,24 0,23 0,24 0,26 0,23 0,24 0,24 0,25
120
140
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
Garam-25gr/100ml-35 C 2,5
Tegangan (Volt)
2 1,5 1 0,5 0 0
20
40
60
80
100
120
Waktu (Menit)
Konsentrasi Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
: 30 gram / 100 ml Tegangan (Volt) 4,49 3,65 3,13 2,51 2,11 1,62 1,28 1,14 0,87 0,75 0,63 0,51 0,38 0,31 0,27 0,27 0,24 0,24 0,25 0,25 31
Tegangan Ternormalisasi 1,00 0,81 0,70 0,56 0,47 0,36 0,29 0,25 0,19 0,17 0,14 0,11 0,08 0,07 0,06 0,06 0,05 0,05 0,06 0,06
140
100 105 110 115 120
0,25 0,24 0,24 0,25 0,24
0,06 0,05 0,05 0,06 0,05
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
Garam-30gr/100ml-35 C 5 4,5
Tegangan (Volt)
4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
20
40
60
80
100
120
Waktu (Menit)
Konsentrasi Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
: 35 gram / 100 ml Tegangan (Volt) 2,61 2,01 1,62 1,27 0,92 0,75 0,56 0,44 0,36 0,27 0,23 0,14 0,14 0,11 32
Tegangan Ternormalisasi 1,00 0,77 0,62 0,49 0,35 0,29 0,21 0,17 0,14 0,10 0,09 0,05 0,05 0,04
140
70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120
0,12 0,09 0,14 0,14 0,17 0,14 0,11 0,11 0,11 0,12 0,14
0,05 0,03 0,05 0,05 0,07 0,05 0,04 0,04 0,04 0,05 0,05
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
Garam-35gr/100ml-35 C 3
Tegangan (Volt)
2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu (Menit)
Data ternormalisasi untuk larutan garam pada temperatur 35oC : Waktu (Menit) 0 5 10 15 20 25
15/100
20/100
25/100
30/100
35/100
1 0,98 1 0,98 0,99 0,99
1 1 0,99 0,99 0,98 0,96
1,00 0,85 0,74 0,62 0,55 0,48
1,00 0,81 0,70 0,56 0,47 0,36
1,00 0,77 0,62 0,49 0,35 0,29
33
30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120
1 0,98 1 0,99 0,99 1 1 0,98 0,98 0,99 0,99 1 1 1 1 0,98 0,98 0,98 0,99
0,99 1 1 0,95 0,97 0,99 0,99 0,99 0,97 0,97 0,99 1 0,97 0,97 0,98 0,99 0,96 0,96 0,99
0,38 0,35 0,29 0,24 0,24 0,27 0,26 0,26 0,24 0,24 0,24 0,24 0,23 0,24 0,26 0,23 0,24 0,24 0,25
0,29 0,25 0,19 0,17 0,14 0,11 0,08 0,07 0,06 0,06 0,05 0,05 0,06 0,06 0,06 0,05 0,05 0,06 0,05
0,21 0,17 0,14 0,10 0,09 0,05 0,05 0,04 0,05 0,03 0,05 0,05 0,07 0,05 0,04 0,04 0,04 0,05 0,05
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan (yang berkaitan dengan intensitas cahaya yang ditransmisikan larutan) terhadap waktu untuk seluruh data setelah dinormalisasi adalah :
Garam-35 C / Ternormalisasi 1,2
Tegangan (Volt)
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
20
40
60
80
Waktu (Menit)
34
100
120
140
Data hasil pengamatan untuk jenis larutan gula pada temperatur 35oC dan berturut-turut untuk konsentrasi yang berbeda adalah sebagai berikut : Data laju pengendapan larutan gula pada konsentrasi 25gr/100ml dan suhu 35oC :
Konsentrasi : 25 gram / 100 ml Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120
Tegangan (Volt) 2,30 1,98 1,70 1,47 1,26 1,09 0,94 0,80 0,69 0,60 0,51 0,44 0,38 0,33 0,28 0,24 0,21 0,18 0,15 0,13 0,11 0,10 0,08 0,07 0,06
Tegangan Ternormalisasi 1,00 0,86 0,74 0,64 0,55 0,47 0,41 0,35 0,30 0,26 0,22 0,19 0,17 0,14 0,12 0,11 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,04 0,03 0,03
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan (yang berkaitan dengan intensitas cahaya yang diteruskan larutan) terhadap waktu adalah :
35
Gula : 25gr/100ml 35 C
Tegangan (volt)
2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu (m enit)
Data laju pengendapan larutan gula pada konsentrasi 30gr/100ml dan suhu 35oC :
Konsentrasi : 30 gram / 100 ml Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105
Tegangan (Volt) 4,50 3,68 3,02 2,47 2,02 1,66 1,36 1,11 0,91 0,74 0,61 0,50 0,41 0,33 0,27 0,22 0,18 0,15 0,12 0,10 0,08 0,07 36
Tegangan Ternormalisasi 1,00 0,82 0,67 0,55 0,45 0,37 0,30 0,25 0,20 0,17 0,14 0,11 0,09 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,03 0,02 0,02 0,01
110 115 120
0,06 0,05 0,04
0,01 0,01 0,01
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan (yang berkaitan dengan intensitas cahaya yang diteruskan larutan) terhadap waktu adalah :
Tegangan (volt)
Gula : 30gr/100ml 35 C 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu (m enit)
Data laju pengendapan larutan gula pada konsentrasi 35gr/100ml dan suhu 35oC :
Konsentrasi : 35 gram / 100 ml Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
Tegangan (Volt) 2,60 2,02 1,58 1,23 0,96 0,74 0,58 0,45 0,35 0,27 0,21 0,17 37
Tegangan Ternormalisasi 1,00 0,78 0,61 0,47 0,37 0,29 0,22 0,17 0,14 0,11 0,08 0,06
60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120
0,13 0,10 0,08 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01
0,05 0,04 0,03 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan (yang berkaitan dengan intensitas cahaya yang diteruskan larutan) terhadap waktu adalah :
Gula : 35gr/100ml 35 C 3
Tegangan (volt)
2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu (m enit)
Data ternormalisasi untuk larutan gula pada temperatur 35oC :
Waktu (Menit) 0 5 10 15
25gr/100ml
30gr/100ml
35gr/100ml
1,00 0,86 0,74 0,64
1,00 0,82 0,67 0,55
1,00 0,78 0,61 0,47
38
20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120
0,55 0,47 0,41 0,35 0,30 0,26 0,22 0,19 0,17 0,14 0,12 0,11 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,04 0,03 0,03
0,45 0,37 0,30 0,25 0,20 0,17 0,14 0,11 0,09 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,03 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01
0,37 0,29 0,22 0,17 0,14 0,11 0,08 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan (yang berkaitan dengan intensitas cahaya yang ditransmisikan larutan) terhadap waktu untuk seluruh data setelah dinormalisasi adalah :
Gula 35 C / Ternormalisasi 1,2
Tegangan (volt)
1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
20
40
60
80
Waktu (m enit)
39
100
120
140
Selanjutnya adalah data hasil pengamatan untuk jenis larutan garam (kristal NaCl yang dilarutkan di dalam aquades) pada konsentrasi 30gr/100ml dan berturut-turut untuk temperatur yang berbeda.
Temperatur : 35oC Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120
Tegangan (Volt) 4,49 3,65 3,13 2,51 2,11 1,62 1,28 1,14 0,87 0,75 0,63 0,51 0,38 0,31 0,27 0,27 0,24 0,24 0,25 0,25 0,25 0,24 0,24 0,25 0,24
Tegangan Ternormalisasi 1,00 0,81 0,70 0,56 0,47 0,36 0,29 0,25 0,19 0,17 0,14 0,11 0,08 0,07 0,06 0,06 0,05 0,05 0,06 0,06 0,06 0,05 0,05 0,06 0,05
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan (yang berkaitan dengan intensitas cahaya yang diteruskan larutan) terhadap waktu adalah :
40
Tegangan (volt)
35 C (30gr/100ml) 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
20
40
60
80
100
120
Waktu (m enit)
Temperatur : 38oC Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120
Tegangan (Volt) 4,80 3,98 3,31 2,74 2,45 2,02 1,44 1,30 1,10 0,91 0,77 0,62 0,53 0,43 0,38 0,29 0,34 0,34 0,38 0,34 0,38 0,38 0,29 0,38 0,34 41
Tegangan Ternormalisasi 1,00 0,83 0,69 0,57 0,51 0,42 0,30 0,27 0,23 0,19 0,16 0,13 0,11 0,09 0,08 0,06 0,07 0,07 0,08 0,07 0,08 0,08 0,06 0,08 0,07
140
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
38 C (30gr/100ml) 6
Tegangan (volt)
5 4 3 2 1 0 0
20
40
60
80
100
120
Waktu (m enit)
Temperatur : 42oC Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90
Tegangan (Volt) 3,70 3,15 2,70 2,41 2,00 1,70 1,44 1,30 1,07 0,81 0,78 0,67 0,56 0,48 0,41 0,37 0,30 0,26 0,33 42
Tegangan Ternormalisasi 1,00 0,85 0,73 0,65 0,54 0,46 0,39 0,35 0,29 0,22 0,21 0,18 0,15 0,13 0,11 0,10 0,08 0,07 0,09
140
95 100 105 110 115 120
0,30 0,33 0,33 0,33 0,11 0,07
0,08 0,09 0,09 0,09 0,03 0,02
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
42 C (30gr/100ml) 4
Tegangan (volt)
3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
20
40
60
80
100
120
Waktu (m enit)
Temperatur : 54oC Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75
Tegangan (Volt) 5,10 4,49 3,77 3,52 2,86 2,65 2,35 2,04 1,79 1,58 1,38 1,22 1,02 0,92 0,82 0,71 43
Tegangan Ternormalisasi 1,00 0,88 0,74 0,69 0,56 0,52 0,46 0,40 0,35 0,31 0,27 0,24 0,20 0,18 0,16 0,14
140
80 85 90 95 100 105 110 115 120
0,61 0,41 0,51 0,46 0,51 0,46 0,51 0,26 0,20
0,12 0,08 0,10 0,09 0,10 0,09 0,10 0,05 0,04
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
54 C (30gr/100ml) 6
Tegangan (volt)
5 4 3 2 1 0 0
20
40
60
80
100
120
Waktu (m enit)
Temperatur : 67oC Waktu (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55
Tegangan (Volt) 4,30 3,87 3,48 3,18 2,75 2,62 2,37 2,15 2,02 1,85 1,59 1,42 44
Tegangan Ternormalisasi 1,00 0,90 0,81 0,74 0,64 0,61 0,55 0,50 0,47 0,43 0,37 0,33
140
60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120
1,29 1,16 0,99 0,95 0,86 0,77 0,73 0,65 0,60 0,60 0,60 0,43 0,39
0,30 0,27 0,23 0,22 0,20 0,18 0,17 0,15 0,14 0,14 0,14 0,10 0,09
Grafik yang menyatakan relasi antara tegangan terhadap waktu adalah :
Tegangan (volt)
67 C (30gr/100ml) 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
20
40
60
80
100
120
140
Waktu (m enit)
Data ternormalisasi untuk larutan garam pada konsentrasi 30gr/100ml dan suhu bervariasi :
Waktu (Menit) 0 5 10 15 20 25
35 oC
38 oC
42 oC
54 oC
67 oC
1,00 0,81 0,70 0,56 0,47 0,36
1,00 0,83 0,69 0,57 0,51 0,42
1,00 0,85 0,73 0,65 0,54 0,46
1,00 0,88 0,74 0,69 0,56 0,52
1,00 0,90 0,81 0,74 0,64 0,61
45
30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120
0,29 0,25 0,19 0,17 0,14 0,11 0,08 0,07 0,06 0,06 0,05 0,05 0,06 0,06 0,06 0,05 0,05 0,06 0,05
0,30 0,27 0,23 0,19 0,16 0,13 0,11 0,09 0,08 0,06 0,07 0,07 0,08 0,07 0,08 0,08 0,06 0,08 0,07
0,39 0,35 0,29 0,22 0,21 0,18 0,15 0,13 0,11 0,10 0,08 0,07 0,09 0,08 0,09 0,09 0,09 0,03 0,02
0,46 0,40 0,35 0,31 0,27 0,24 0,20 0,18 0,16 0,14 0,12 0,08 0,10 0,09 0,10 0,09 0,10 0,05 0,04
0,55 0,50 0,47 0,43 0,37 0,33 0,30 0,27 0,23 0,22 0,20 0,18 0,17 0,15 0,14 0,14 0,14 0,10 0,09
Garam 30gr/100ml 1,20
Tegangan
1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 0
20
40
60
80
Waktu (detik)
46
100
120
140
B. Pembahasan Pengambilan data (yang sedang dianalisis) untuk menentukan hubungan antara konsentrasi dan laju pengendapan diambil pada termperatur 35oC, karena nilai tersebut merupakan temperatur pengamatan yang paling dekat dengan temperatur ruangan dalam keadaan biasa (suhu kamar). Dengan demikian aliran kalor yang keluar dari sistem ke lingkungan atau yang masuk dari lingkungan ke sistem relatif setimbang. Berdasarkan pengamatan kualitatif dengan memperhatikan kecenderungan bentuk kurva pada setiap grafik, ternyata untuk larutan garam pada temperatur 35oC, pada konsentrasi 15 gram / 100 ml dan 20 gram / 100 ml tidak menunjukkan fenomena pengendapan yang berarti. Setelah diamati hingga 2 jam fenomena tersebut tidak muncul. Tegangan keluaran piranti pengamatan relatif tetap. Nilai tegangan keluaran tersebut berkorelasi dengan intensitas cahaya yang diteruskan oleh cuplikan larutan yang diamati. Piranti pengamatannya telah dirancang (telah diselidiki) sedemikian hingga hubungan antara intensitas cahaya dan tegangan keluaran adalah berbanding lurus (linier). Gejala pengendapan terjadi pada konsentrasi di atas 20 gram / 100 ml. Pada penelitian ini diamati untuk konsentrasi-konsentrasi 25 gram / 100 ml, 30 gram / 100 ml, dan 35 gram / 100 ml. Berdasarkan bentuk kurva pada grafik untuk ketiga konsentrasi larutan tersebut menunjukkan kecederungan relasinya (antara tagangan/intensitas dan waktu) berbentuk eksponensial menurun. Hal ini bisa dipastikan karena berdasarkan penyelidikan awal, alat yang digunakan dalam penelitian ini telah menunjukkan relasi antara masukan (intensitas cahaya) dan keluarannya (tegangan) adalah linier. Dengan demikian kurva yang cenderung eksponensial menurun tadi akibat pengaruh dari variasi konsentrasi larutan. Fenomena lain menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi zat terlarut semakin cepat laju pengendapannya. Hal ini ditunjukkan dengan lama waktu pengendapannya semakin cepat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi zat terlarut berpengaruh terhadap laju pengendapannya. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut semakin cepat laju pengendapannya. Pada larutan garam, fenomena laju pengendapan terjadi pada konsentrasi di atas 20 gram / 100 ml. Di bawah konsentrasi tersebut fenomena pengendapan tidak teramati. Durasi pengamatan hanya dibatasi selama 2 (dua) jam.
47
Data untuk menentukan hubungan antara temperatur dan laju pengendapan diambil pada konsentrasi 30gr/100ml. Berdasarkan pengamatan kualitatif pada kurva hubungan antara tegangan (intensitas cahaya) dan waktu menunjukkan kecenderungan berbentuk eksponensial menurun. Artinya, larutan yang berpotensi mengendap menunjukkan gejala pengendapan setelah durasi waktu tertentu. Gejala tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi temperetur larutan semakin lama proses pengendapannya. Hal ini sesuai dengan teori kinetik partikel (molekul) bahwa semakin tinggi temperatur suatu sistem, maka energi kinetik setiap partikel pada sistem itu juga semakin tinggi. Dengan demikian gerakan molekul yang bertemperetur tinggi semakin dinamis dan cenderung sulit untuk mengendap. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa temperatur berpengaruh terhadap laju pengendapan zat terlarut. Semakin tinggi temperatur suatu larutan (yang berpotensi mengendap) semakin lambat laju pengendapannya. Kurva relasi antara proses pengendapan terhadap waktu untuk berbagai harga temperatur cenderung berbentuk eksponensial menurun. Rentang temperatur pengamatan dari 35oC hingga 67oC.
48
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan 1.
Telah dibuat instrumen untuk penyelidikan pola pengendapan larutan yang berbasis PC dengan bagian-bagian (a) rangkaian pemancar cahaya yang dapat dikendalikan intensitasnya, (b) rangkaian penerima cahaya yang dapat dikendalikan kepekaannya, (c) oven (alat pemanas) yang dapat diatur temperaturnya, (d) dudukan cuplikan yang kedap cahaya, dan (e) software akuisisi data berbahasa MATLAB untuk pengambilan dan pengolahan data secara otomatis.
2.
Temperatur berpengaruh terhadap laju pengendapan zat terlarut. Semakin tinggi temperatur suatu larutan (yang berpotensi mengendap) semakin lambat laju pengendapannya. Kurva relasi antara proses pengendapan terhadap waktu untuk berbagai harga temperatur cenderung berbentuk eksponensial menurun. Rentang temperatur pengamatan dari 35oC hingga 67oC.
3.
Konsentrasi zat terlarut berpengaruh terhadap laju pengendapannya. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut semakin cepat laju pengendapannya. Pada larutan garam dan pada temperatur kamar (35oC), fenomena laju pengendapan terjadi pada konsentrasi di atas 20 gram / 100 ml. Di bawah konsentrasi tersebut fenomena pengendapan tidak teramati.
B. Saran 1.
Perilaku pengendapan zat terlarut hanya dibatasi pada rentang 30oC hingga 80oC. Disarankan untuk menyelidiki perilaku yang sama di sekitar titik beku larutan hingga hampir mendidih.
2.
Jenis larutan baru terbatas pada padatan di dalam cairan. Dengan metode seperti yang digunakan dalam penelitian ini dapat diterapkan pada jenis larutan padatan dalam gas.
3.
Campuran yang diselidiki dapat berupa koloid ataupun emulsi.
4.
Durasi pengamatan dapat diperpanjang, terutama untuk konsentrasi rendah.
49
DAFTAR PUSTAKA
Bahl, B. S., Tuli, G. D., Bahl, A., 1997, Essentials of Physical Chemystri, S. Chand & Company Ltd., Ram Nagar, New Delhi. Derenzo, S.E., 1990, Interfacing, Laboratory Approach Using the Microcomputer for Instrumentation, data Analysis, and Control; Prentice-Hall International Inc. Englewood Cliffs. Fraden, Y., 2004, Handbook of Modern Sensors : Physics, Designs, and Applications, Third Edition, Springer, California. Halliday, D., Resnick, R., Silaban, P., Sucipto, E., 1992, Fisika, Jilid 1, Edisi ke 3, Erlangga, Jakarta. Hebra, A. J., 2010, The Physics of Metrology, Springer, New York. Jones, M.H., 1988, A Practical Introduction to Electronic Circuits, Second Edition, Cambridge University Press, Cambridge. Malmstadt, H.V., Enke, C.G., Crouch, S.R., 1981, Electronics and Instrumentation for Scientists, The Benjamin/Cumming Publishing Company Inc., California. Wardle, B., 2009, Principles and Applications of Photochemistry, John Wiley & Sons, Ltd., West Sussex, UK.
50