DINAMIKA PROSES PENGUKURAN TEMPERATUR (Siti Diyar Kholisoh) ABSTRACT Process dynamics is variation of process performance along time after any disturbances are given into the process. Temperature measurement process system can be categorized as a first or second-order system. The former is built in case measuring by a thermometer system alone, whereas the latter use a thermowell-equipped thermometer system. This second-order system is classified into multicapacity process that consists of two capacities (first-order systems) in series, through which heat energy flow inside it. Data simulation resulted in first-order system whose time constant (τ) was greater at from-hotto-cold experimental data than from-cold-to-hot one. This simulation also showed that the secondorder system could be categorized as a critically damped response system which was characterized by a damping factor (ζ) value of 1. Key words: Process dynamics, first-order system, second-order system, time constant, damping factor
PENDAHULUAN Sebuah sistem proses dapat digambarkan sebagai sebuah model input-output. Sistem proses dikatakan berperilaku dinamik apabila proses tersebut mempunyai unjuk kerja (performance) yang bervariasi dari waktu ke waktu. Perubahan unjuk kerja tersebut pada dasarnya merupakan respons (output) terhadap gangguan-gangguan dan perubahan-perubahan (input) yang dikenakan terhadapnya. Pada umumnya dinamika sebuah proses dapat digambarkan melalui sebuah persamaan diferensial linier (atau persamaan diferensial tak-linier yang dilinierisasi) berorde-n:
an
d n y( t ) dt n
+ a n−1
d n −1 y( t ) dt n −1
+ ... + a1
dy( t ) + a0 y( t ) = b f ( t ) dt
... (1)
dengan f(t) dan y(t) masing-masing adalah input dan output proses. Analisis dan penanganan proses yang berubah terhadap waktu, dalam kaitannya dengan keilmuan Teknik Kimia, sangat berguna dalam usaha pengendalian proses. Dinamika proses pengukuran temperatur dapat ditinjau sebagai sistem berorde-satu (yaitu jika hanya menggunakan termometer) atau sistem berorde-dua (yaitu jika menggunakan sistem termometer yang dilengkapi dengan sebuah thermowell). Sistem berorde-dua ini termasuk dalam kategori multicapacity process yang merupakan gabungan (secara seri) dari dua buah kapasitas penyimpanan energi panas (yaitu sistem pengukuran temperatur) berorde satu. PENGUKURAN TEMPERATUR SEBAGAI SISTEM BERORDE SATU Pengukuran temperatur cairan dengan termometer merupakan sistem berorde-satu, karena respons-nya dapat digambarkan melalui sebuah persamaan diferensial linier berorde-satu. Proses tersebut dideskripsikan dalam uraian berikut. Dua bejana gelas yang berisi cairan (misalnya air) mempunyai temperatur yang dipertahankan konstan pada harga yang berbeda (TL). Cairan di bejana A bertemperatur rendah (misalnya TL = TR, yaitu temperatur pelelehan es (±2oC)), sedangkan cairan di bejana B bertemperatur tinggi (misalnya TL = TT, yaitu temperatur pendidihan air (±100oC)). Sebuah sistem termometer (yaitu termometer gelas/kaca yang berisi air raksa) yang digambarkan dalam bentuk irisan penampang lintang disajikan pada Gambar 1.
cairan dalam bejana gelas (TL)
air raksa (T)
gelas/kaca (dinding termometer)
Gambar 1. Penampang lintang sistem termometer air raksa Proses pengukuran dilakukan dengan mengamati perubahan temperatur yang ditunjukkan oleh skala termometer ketika termometer mendapatkan input yang berupa fungsi tahap (step function). Termometer yang bertemperatur awal T0 secara tibatiba dimasukkan ke dalam media yang bertemperatur TL. Termometer akan memberikan respons terhadap perubahan temperatur. Adanya perbedaan antara temperatur air raksa (T) dan temperatur lingkungannya (TL) akan mengakibatkan terjadinya perpindahan panas dari lingkungan (air) ke kaca (melalui film antara air-kaca) secara konveksi, di dalam kaca itu sendiri secara konduksi, dan dari kaca ke air raksa (melalui film antara kaca-air raksa) secara konveksi. Dua variasi tempuhan yang dilakukan meliputi pengukuran temperatur ketika termometer mendapatkan input fungsi tahap dari panas (T0 = TT) ke dingin (TL = TR), serta pengukuran temperatur ketika termometer mendapatkan input fungsi tahap dari dingin (T0 = TR) ke panas (TL = TT). Pengambilan data dilakukan pada waktu-waktu tertentu sedemikian sehingga pengukuran telah mendekati kondisi tunak (steady state). Pemodelan Matematika Sistem Proses Berdasarkan fenomena tersebut di atas, dapat disusun neraca energi (panas) yang berlangsung pada sistem sebagai berikut: Laju akumulasi panas = laju panas masuk − laju panas keluar ... (2)
d ( ρ V Cp T ) = U A ( TL − T ) dt
... (3)
2 Asumsi-asumsi yang digunakan: 1. Dinding gelas sangat tipis dan koefisien perpindahan panas air raksa relatif besar. 2. Temperatur air raksa di sembarang titik sama. 3. Gelas tidak mengalami ekspansi dan/atau kontraksi selama terjadi perubahan temperatur. Jika ρ, V, dan Cp dianggap konstan, maka:
ρ V Cp dT U A
dt
+ T = TL
... (4)
dT + T = TL dt ρ V Cp τ= U A
τ
atau: dengan:
... (5) ... (6)
τ biasanya disebut sebagai konstanta waktu (time constant). Dengan dua syarat batas yaitu T = T0 pada t = 0 dan T = T pada t = t, serta pendefinisian dua buah besaran baru: Y = T − T0 ... (7)
X = TL − T0
... (8)
maka persamaan (5) dapat disusun ulang dalam bentuk:
τ
dY +Y = X dt
... (9)
Dengan syarat batasnya yang berubah menjadi Y = 0 pada t = 0, maka penyelesaian persamaan (9) adalah:
Y = 1 − e −( t / τ ) X
... (10)
Persamaan diferensial (5) dan (9) memperlihatkan bahwa sistem proses pengukuran temperatur pada kasus ini mengikuti sistem berorde-satu yang mempunyai bentuk umum:
τ
d y( t ) + y( t ) = Kp f ( t ) dt
... (11)
dengan y(t) adalah fungsi output atau respons terhadap waktu, f(t) adalah fungsi input terhadap waktu, τ adalah konstanta waktu proses, dan Kp adalah static gain atau steady state gain proses. Pada kasus ini, fungsi input berupa fungsi tahap dan Kp berharga satu. Suatu percobaan pengukuran temperatur sesuai dengan deskripsi di atas menghasilkan data-data seperti yang tersaji pada Tabel 1 dan Gambar 2a. Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 2a terlihat bahwa pemberian input (gangguan) pada proses mengakibatkan terjadinya dinamika perubahan respons temperatur (output) terhadap waktu. Pada saat-saat awal setelah dikenakannya gangguan terhadap proses, perubahan temperatur berlangsung secara cepat. Namun, perubahan tersebut terus berkurang hingga akhirnya respons temperatur tidak mengalami perubahan yang relatif signifikan lagi terhadap waktu. Tabel 1. Data pengukuran temperatur terhadap waktu, untuk sistem proses pengukuran temperatur menggunakan termometer (tanpa thermowell) (sistem berorde-satu) Panas → dingin t [detik] T [oC] 0,0 100,0 6,0 87,7 12,0 76,8 17,3 68,4 25,6 57,4 32,6 49,4 41,6 40,9 49,4 34,7 60,7 27,5 79,8 18,8 93,8 14,2 120,4 8,9 133,7 7,0 155,5 5,0 182,8 3,7 200,0 2,9
Dingin → panas t [detik] T [oC] 0,0 2,0 4,0 11,6 9,0 21,4 12,3 27,9 20,6 41,0 28,6 51,8 38,6 62,3 41,4 65,2 55,7 75,5 75,8 85,0 89,8 89,6 110,4 93,7 130,7 96,1 145,5 97,1 172,8 98,9 200,0 99,4
Konstanta Waktu Proses (τ) Berdasarkan penerapan teknik linierisasi persamaan model (10) terhadap data percobaan, diperoleh harga-harga konstanta waktu proses masing-masing sebesar 44,4 detik untuk percobaan dari panas ke dingin dan 39,8 detik untuk percobaan dari dingin ke panas. Gambar 2b merupakan representasi visual persamaan (10) yang dilakukan terhadap data-data percobaan. Berdasarkan persamaan (10) dapat dihitung bahwa harga τ sebenarnya merupakan harga t (waktu pengukuran) pada saat harga
Y = 0 ,632 (atau 63,2%). Dengan kata lain, Gambar 2b sekaligus memperlihatkan bahwa harga τ pada kasus ini X
masing-masing adalah sebesar 46,8 detik untuk percobaan dari panas ke dingin dan 40,2 detik untuk percobaan dari dingin ke panas.
120
1,2
100
1
80
0,8 Data (dari Panas ke Dingin)
60
Y/X
o
T [ C]
3
Data (dari Dingin ke Panas)
0,6
Model (dari Panas ke Dingin)
40
Model (dari Dingin ke Panas)
20
0,4
Data (dari Panas ke Dingin)
0,2
Data (dari Dingin ke Panas) Model (dari Panas ke Dingin) Model (dari Dingin ke Panas)
0
0
0
25
50
75
100 125 150 175 200
0
25
t [detik]
50
75
100
125
150
175
200
t [detik]
(a)
(b)
Gambar 2. Profil respons temperatur terhadap waktu (sistem berorde-satu) Harga τ menyatakan kecepatan respons yang ditunjukkan oleh output akibat adanya perubahan input. Semakin besar harga τ berarti respons semakin lambat, dan sebaliknya. Berdasarkan hasil perkiraan harga τ di atas, jelaslah bahwa respons termometer terhadap perubahan temperatur dari dingin ke panas lebih cepat dari pada perubahan dari panas ke dingin. Hal ini disebabkan karena molekul-molekul zat akan cenderung lebih mudah berada pada keadaan diam (kondisi dingin) dan kemudian bergerak cepat (kondisi panas) dibandingkan dengan berada pada keadaan bergerak cepat (kondisi panas) dan kemudian berkurang kecepatannya (kondisi dingin). PENGUKURAN TEMPERATUR SEBAGAI SISTEM BERORDE DUA Sebuah proses pengukuran temperatur yang mirip dengan deskripsi sistem berorde-satu dilakukan, tetapi menggunakan termometer yang dilindungi oleh sebuah thermowell. Tabung thermowell diisi dengan cairan tertentu dan termometer diletakkan pada posisi sedemikian sehingga dinding-luar termometer tidak bersentuhan dengan dinding-dalam tabung thermowell, seperti tersaji pada Gambar 3.
gelas/kaca (dinding termometer)
cairan dalam bejana gelas (TL)
air raksa (T)
dinding thermowell cairan dalam thermowell (Tth)
Gambar 3. Penampang lintang sistem termometer air raksa dengan thermowell Pemodelan Matematika Sistem Proses Tinjauan penurunan neraca panas di dalam termometer:
dT = U 1 A1 (Tth − T ) dt ρ 1 V1 Cp1 dT = Tth − T U 1 A1 dt dT τ1 + T = Tth dt
ρ 1 V1 Cp1
... (12) ... (13) ... (14)
Tinjauan penurunan neraca panas di dalam thermowell :
dTth = U 2 A2 (TL − Tth ) − U 1 A1 (Tth − T ) dt ⎞ ρ 2 V2 Cp 2 dTth ⎛ U 1 A1 U A + ⎜⎜ + 1 ⎟⎟ Tth = 1 1 T + TL U 2 A2 dt U 2 A2 ⎠ ⎝ U 2 A2
ρ 2 V2 Cp 2
Jika U 1 A1 << U 2 A2 sedemikian sehingga
τ2
U 1 A1 U 2 A2
... (15) ... (16)
≈ 0 , maka:
dTth + Tth = TL dt
... (17)
Substitusi persamaan (14) ke dalam persamaan (17) menghasilkan:
τ2
dT d ⎛ dT ⎞ + T = TL + T ⎟ +τ1 ⎜τ 1 dt ⎝ dt dt ⎠
... (18)
4
τ1 τ 2
d 2T dt
2
+ (τ 1 + τ 2 )
dT + T = TL dt
... (19)
Persamaan diferensial (19) memperlihatkan bahwa sistem proses pengukuran temperatur pada kasus ini mengikuti sistem berorde-dua yang mempunyai bentuk umum:
d 2 y( t )
τ2
dt
2
d y( t ) + y( t ) = Kp f ( t ) dt
+ 2ζ τ
... (20)
dengan y(t) adalah fungsi output atau respons terhadap waktu, f(t) adalah fungsi input terhadap waktu, ζ adalah damping factor (faktor peredam), τ adalah periode osilasi sistem, dan Kp adalah static gain atau steady state gain proses. Pada kasus ini, fungsi input berupa fungsi tahap dan harga Kp = 1, serta: dan
τ = τ1 τ 2 τ +τ ζ = 1 2 2 τ1 τ 2
... (21) ... (22)
Penyelesaian persamaan (19) secara analitik dengan dua syarat batas, yaitu T = T0 pada t = 0 dan T = T pada t = t,
⎛ τ1 ⎛ t ⎛ t ⎞ τ2 T = T0 + ( T0 − TL ) ⎜ exp ⎜⎜ − ⎟⎟ − exp ⎜⎜ − ⎜τ −τ 1 ⎝ τ2 ⎝ τ1 ⎠ τ 2 −τ1 ⎝ 2
menghasilkan:
⎞⎞ ⎟⎟ ⎟ ⎟ ⎠⎠
... (23)
Melalui pendefinisian besaran baru seperti yang tersaji pada persamaan (7) dan (8), maka persamaan (23) dapat disusun ulang
⎛ t ⎛ t ⎞ τ2 Y ⎛⎜ τ 1 exp ⎜⎜ − ⎟⎟ − exp ⎜⎜ − =⎜ X ⎝ τ 2 −τ1 ⎝ τ2 ⎝ τ1 ⎠ τ 2 −τ1
menjadi:
⎞⎞ ⎟⎟ ⎟ ⎟ ⎠⎠
... (24)
Sistem proses pengukuran temperatur (penghantaran panas) pada kasus ini berlangsung melalui dua tahap, yaitu dari lingkungan ke cairan dalam tabung thermowell dan kemudian dari cairan dalam thermowell ke cairan dalam termometer (air raksa). Dengan demikian, sistem dapat dikatakan sebagai sistem berorde-dua yang termasuk dalam kategori multicapacity process (gabungan dua buah kapasitas penyimpanan energi panas (sistem pengukuran temperatur) berorde-satu secara seri). Hal ini secara eksplisit juga diperlihatkan oleh persamaan (14) dan (17) yang masing-masing merupakan persamaan diferensial linier berorde-satu. Tabel 2 dan Gambar 4a menyajikan data-data pengukuran temperatur melalui prosedur yang telah dideskripsikan di atas. Representasi visual persamaan (24) yang dilakukan terhadap data diperlihatkan pada Gambar 4b. Tabel 2. Data pengukuran temperatur terhadap waktu, untuk sistem proses pengukuran temperatur menggunakan termometer (dengan thermowell) (sistem berorde-dua) Panas → dingin t [detik] T [oC] 0,0 100,0 9,0 97,7 17,3 95,2 25,6 90,8 32,6 85,5 41,6 80,4 49,4 73,6 60,7 65,4 79,8 53,8 93,8 45,4 120,4 33,4 133,7 28,5 155,5 21,3 182,8 15,6 220,2 10,1 345,2 1,5
Dingin → panas t [detik] T [oC] 0,0 2,0 5,0 2,6 12,3 5,3 20,6 9,1 28,6 15,4 38,6 25,1 41,4 26,3 55,7 38,0 75,8 53,7 89,8 62,9 110,4 72,7 130,7 81,3 145,5 84,7 172,8 90,5 200,2 95,1 325,2 99,9
120
1,2
100
1 0,8 Data (dari Panas ke Dingin)
60
Data (dari Dingin ke Panas)
40
Model (dari Panas ke Dingin) Model (dari Dingin ke Panas)
Y/X
o
T [ C]
80
0,6 0,4
Data (dari Panas ke Dingin) Data (dari Dingin ke Panas) Model (dari Panas ke Dingin)
0,2
20
Model (dari Dingin ke Panas)
0
0 0
50
100
150
200
t [detik]
(a)
250
300
350
0
50
100
150
200
250
300
t [detik]
(b)
Gambar 4. Profil respons temperatur terhadap waktu (sistem berorde-dua)
350
5 Karakteristik Sistem Berorde-Dua dan Perbandingannya dengan Sistem Berorde-Satu Harga τ1 dan τ2 dapat diperkirakan melalui teknik regresi tak-linier persamaan model (23) dan (24) terhadap data percobaan. Dengan mengetahui harga τ1 dan τ2, maka besarnya periode osilasi sistem (τ) dan faktor peredam (ζ) yang merupakan karakteristik sistem berorde-dua dapat ditentukan (hasil-hasilnya tersaji pada Tabel 3). Berdasarkan harga ζ yang tersaji pada Tabel 3 (ζ = 1), maka sistem berorde-dua ini termasuk dalam kategori critically damped response. Hal ini sesuai dengan karakteristik sistem berorde-dua yang dibentuk dari rangkaian dua buah sistem berorde-satu secara seri yang pada umumnya merupakan sistem overdamped response (ζ > 1) atau critically damped response (ζ = 1). Tabel 3. Hasil simulasi perhitungan sistem pengukuran temperatur berorde-dua Percobaan Dari panas ke dingin Dari dingin ke panas
τ1 [detik] 68,6 42,4
τ2 [detik] 39,1 40
τ [detik] 51,8 41,2
ζ 1,0 1,0
Kecepatan respons yang ditunjukkan oleh output akibat adanya perubahan input pada sistem berorde-dua dinyatakan oleh harga τ. Jika harga τ semakin kecil, maka respons perubahan output akan berlangsung semakin cepat. Hal ini identik dengan pengaruh parameter konstanta waktu (τ) pada sistem berorde-satu. Berdasarkan Tabel 3, percobaan dari dingin ke panas mempunyai harga τ yang lebih kecil atau singkat (41,2 detik) dari pada percobaan dari panas ke dingin (51,8 detik). Perbedaan kecepatan respons ini ditunjukkan secara lebih jelas pada Gambar 4b. Dengan membandingkan Gambar 2b dan Gambar 4b, terlihat bahwa sistem berorde-satu menunjukkan karakteristik dinamika proses yang berbeda dari sistem berorde-dua. Pada sistem berorde-satu, kecepatan respons paling tinggi berlangsung di saat-saat awal setelah diberikannya input pada sistem, dan selanjutnya melambat seiring dengan bertambahnya waktu hingga tercapainya kondisi tunak (yaitu pada saat
Y ≈ 1 ). Di sisi lain, sistem berorde-dua dengan kategori critically damped X
response memperlihatkan kecepatan respons yang relatif rendah di saat-saat awal, namun selanjutnya bertambah cepat, dan kemudian melambat kembali hingga tercapainya kondisi tunak. Respons ini akan semakin lambat dengan kenaikan harga ζ, yaitu pada sistem berorde-dua dengan kategori overdamped response. Namun demikian, secara keseluruhan sistem berordesatu mempunyai kecepatan respons yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem berorde-dua (dengan kategori critically damped response). Hal ini dapat dijelaskan melalui fenomena keberadaan thermowell pada sistem termometer yang berperan meningkatkan hambatan (tahanan) perpindahan (penghantaran) panas dari lingkungan (TL) ke air raksa (T). PENUTUP Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran temperatur menggunakan termometer, dengan input proses yang berupa fungsi tahap, merupakan sistem proses berorde-satu (jika hanya menggunakan termometer) atau sistem berorde-dua (jika menggunakan termometer yang dilengkapi dengan sebuah thermowell). Sistem berorde-satu dikarakterisasi oleh parameter konstanta waktu (τ), sedangkan sistem berorde-dua dikarakterisasi oleh parameter faktor peredam (ζ) dan periode osilasi sistem (τ). Respons termometer terhadap perubahan temperatur input dari dingin ke panas berlangsung lebih cepat dari pada perubahan dari panas ke dingin. Penambahan thermowell pada sistem termometer mengakibatkan respons termometer berlangsung lebih lambat. DAFTAR ARTI LAMBANG A luas perpindahan panas Cp kapasitas panas air raksa dalam termometer T temperatur cairan t waktu proses U koefisien perpindahan panas keseluruhan V volume air raksa dalam termometer X temperatur lingkungan relatif terhadap temperatur mula-mula Y temperatur respons relatif terhadap temperatur mula-mula ρ densitas air raksa dalam termometer τ konstanta waktu proses atau periode osilasi sistem ζ faktor peredam (damping factor)
[m2] [J/kg.oC] [oC] [detik] [W/m2.oC] [m3] [oC] [oC] [kg/m3] [detik] [tak berdimensi]
Subscript: 0 1 2 L R T th
kondisi mula-mula termometer thermowell lingkungan rendah tinggi cairan dalam thermowell
DAFTAR PUSTAKA Dale E. Seborg, Thomas F. Edgar, and Duncan A. Mellichamp, 1989, Process Dynamics and Control, New York: John Wiley & Sons, Inc. George Stephanopoulos, 1984, Chemical Process Control: An Introduction to Theory and Practice, New Jersey: PrenticeHall, Inc. IGBN Makertihartha, 1998, Petunjuk Praktikum Dinamika Proses, Bandung: Laboratorium Instruksional Departemen Teknik Kimia ITB. Peter Harriott, 1992, Process Control, New York: McGraw-Hill Book, Inc. Tri Partono Adhi, 2001, Analisis Proses dalam Teknik Kimia: Tugas Mata Kuliah, Bandung: Departemen Teknik Kimia ITB.