PENGUKURAN LAJU METABOLISME IKAN
Oleh: Nama: Arf Dwi Jayanto NIM : B1J010113 Rombongan : I Kelompok : 4 Asisten : Farda Komarudin
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2011
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hewan memerlukan energi untuk pemeliharaan, pertumbuhan, reproduksi, dan bekerja. Hampir semua makluk hidup, energi bersumber dari makanan yang diperoleh (secara langsung atau secara tidak langsung) dari tumbuhan. Bagian dari makanan kemudian adalah mengoksidasi untuk membentuk ATP, energi perbandingan dari sel (makanan menjadi sampah atau untuk disimpan). Metabolisme adalah suatu istilah umum yang mengacu pada penjumlahan dari semua perubahan tenaga biologi dan bahan. Metabolisme adalah semua reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makluk hidup, meliputi anabolisme untuk mensintesa senyawa-senyawa baru dan katabolisme yaitu penguraian senyawa-senyawa dalam sel hidup. Hewan sumber energi adalah makanan, tetapi energi dalam makanan tidak dapat digunakan sampai makanan itu dicerna dan diserap oleh sistem pencernaan. Ikan dalam proses pertumbuhannya, tidak semua makanan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan. Sebagian besar energi dari makanan digunakan untuk metabolisme, dan sebagiannya lagi digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi. Proses metabolisme dan faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan pengetahuan penting dalam pengembangan budidaya perikanan. Oleh karena itu, perlu diadakannya praktikum mengenai laju metabolisme ikan.
B. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah dapat mengukur konsumsi oksigen hewan air dan dapat mengevaluasi keterkaitan bobot tubuh atau kperubahan faktor lingkungan dengan laju metabolisme hewan air.
II. MATERI DAN METODE A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan teknikal, gelas ukur, alat pengukur konsumsi oksigen, aerator, botol sample, tabung erlenmeyer, buret beserta statifnya. Bahan yang digunakan adalah ikan air tawar atau kepiting bakau, reagen untuk titrasi kandungan oksigen air.
B. Metode 1. Fungsikan alat respirometer yang akan di gunakan dalam percobaan. 2. Lakukan pengukuran bobot tubuh hewan air yang akan dipakai untuk percobaan. 3. Lakukan pengukuran volume hewan uji dengan menggunakan gelas ukur besar 4. Masukkan hewan uji pada tabung II dan usahan tidak ada udara yang terperangkap didalamnya dan biarkaN hewan uji didalamnya beberapa menit agar teraklimasi. 5. Lakukan pengambilan sampel air I (awal) menggunakan botol winkler (volume 125 ml) dari tabung II melalui selang air keluar pada tabung II. 6. Matikan system sirkulasi dan tutup selang air masuk dan keluar pada tabung II dan biarkan selama kurang lebih satu jam. 7. Lakukan pengukuran kandungan oksigen terlarut pada sampel air I menggunakan metode mikrometer. 8. Lakukan pengambilan sampel air II (akhir) menggunakan botol winkler (volume 125 ml) dari tabung II melelui selang air keluar pada tabung II. 9. Ulangi langkah ketujuh dengan cara yang sama. 10. Hitung konsumsi oksigen hewan uji dengan rumus sebagai berikut: ( DOawal − DOakhir ) (VolT − VolI ) Bi WP KO2 = x
I.
HASIL DAN PEMBAHASAN A.
Hasil
Tabel 1. Data Pengamatan Konsumsi Oksigen Pada Ikan Rombongan
Bobot ikan (gr)
Volume ikan (ml)
DOI (ppm)
DOII (ppm)
Konsumsi O2 (mg/g/jam)
I
102,3
140
5
2,6
0,15
II
80,6
90
6
5,2
0,0682
III
94
100
6
3,2
0,25
Perhitungan rombongan I: DO awal
=
1000 × p × q1 × 8 100
=
1000 × 0,025 × 2,5 × 8 100
= 5 ppm DO akhir
=
1000 × p × q2 × 8 100
=
1000 × 0,025 × 1,3 × 8 100
= 2,6 ppm KO2
( DOawal − DOakhir ) (VolT − VolI ) Bi WP = x
=
5 − 2,6 3,5421 − 0,14 × 102,3 0,15
= 0,15 mg/g/jam Keterangan : KO2
= Konsumsi oksigen (mg/g/jam)
DO awal = Oksigen terlarut awal (mol/L) DO akhir = Oksigen terlarut akhir (mol/L) Bi
= Berat ikan gram (g)
Vol T
= Volume tabung (L)
Vol I
= Volume ikan (L)
WP
= Waktu pengamatan (15 menit atau 0,25 jam)
B. Pembahasan Metabolisme adalah semua reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup, terdiri atas anabolisme dan katabolisme. Anabolisme adalah proses sintesis senyawa kimia kecil menjadi molekul yang lebih kompleks memerlukan energi yang disuplai dari hidrolisis ATP, misalnya asam amino menjadi protein. Katabolisme adalah proses pemecahan senyawa komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana, melepaskan energi yang dibutuhkan untuk mensintesis ATP (Gordon, 1977). Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh per satuan waktu. Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dan molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen. Laju metabolisme dipengaruhi oleh faktor biotik seperti suhu, salinitas, oksigen, karbondioksida, amoniak, pH, fotoperiode, musim dan tekanan; dan abiotik seperti aktivitas, berat, kelamin, umur, scooling, stress, puasa dan ratio makan. Suhu air yang normal bagi organisme perairan adalah 2025oC. Pada suhu perairan yang tinggi aktivitas metabolisme akan meningkat dimana pada kondisi demikian konsumsi oksigen organisme akan bertambah sedangkan kelarutan oksigen dalam air menurun dengan bertambahnya suhu sehingga menyebabkan kematian. Konsumsi oksigen berbeda tergantung dari aktivitas organisme serta faktor lingkungan temperatur dan konsentrasi oksigennya. Mortalitas benih terjadi bila suhu air mencapai 35oC (Fujaya, 2004). Menurut Hurkat dan Marthur (1976), konsumsi oksigen adalah jumlah mg oksigen yang dikonsumsi oleh organisme dalam setiap gram bobot tubuhnya per jam. Konsumsi oksigen pada tiap organisme berbeda-beda tergantung pada aktivitas, jenis kelamin, ukuran tubuh, temperatur dan hormon. Nutrisi dan usia juga sangat berpengaruh terhadap konsumsi oksigen organisme. Konsumsi oksigen digunakan sebagai indikator metabolisme pada ikan, dan perbedaan salinitas mempengaruhi energi yang dibutuhkan untuk osmoregulasi pada beberapa spesies. Respon respirasi berbeda dengan perbedaan salinitas diantara spesies teleos tei. Angka konsumsi oksigen rendah diperoleh pada salinitas isosmosis. Angka konsumsi oksigen rendah pada air tawar dan pemakaiannya meningkat dengan menambah salinitas. Hal ini menunjukkan bahwa ikan di air laut
mempunyai angka konsumsi oksigen lebih rendah dibandingkan di air tawar (Tsuzuki et al., 2008). Heath (1995) menyatakan konsumsi oksigen digunakan sebagai parameter untuk menghitung laju metabolisme ikan, karena sebagian besar sumber energi ikan berasal dari metabolisme aerobik. Organisme yang terdapat di air juga mendapat oksigen dari oksigen yang terlarut di dalam air. Perubahan konsumsi oksigen ikan dapat dipergunakan untuk menilai perubahan laju metabolisme. Metabolisme pada suhu rendah akan mengalami penurunan dan akan meningkat apabila suhu lingkungan juga meningkat. Respirometer merupakan salah satu alat yang biasanya dipakai dalam percobaan untuk biologi, fungsi dari alat ini adalah untuk mengukur respirasi dari suatu hewan atau tumbuhan yang ingin diukur respirasinya. Respirometer pada intinya untuk mengetahui kenaikan dan besarnya respirasi suatu hewan atau tumbuhan, respirometer ini biasanya digunakan dengan bantuan air. Air tersebut berfungsi sebagai alat ukurnya atau sebagai penanda agar sipraktikan dapat mengetahui seberapa besar kenaikan yang dilakukan dari alat respirometer ini, kenaikan tersebut biasanya ditandai dengan berjalanya air ketempat dimana spesimen diletakkan (Nasir, 1992). Menurut Nasir (1992), respirometer biasanya terbagi atas beberapa macam namun yang biasanya digunakan dalam laboratorium adalah; 1. Respirometer sederhana 2. Respirometer ganong Respirometer sederhana merupakan resppirometer yang hanya terdiri atas sebuah tabung dan pipa, didalam tabung tersebutlah nantinya diletakkan spesimen dan pada pipa tersebut nantinya dari ujung akan di isi air dan dari jalannya air tersebut dapat dihitung kenaikannya.Respirometer ganong biasanya untuk tempat berdirinya diperlukan klem dan statif. Respirometer ini terdapat semacam tabung yang berbentuk seperti kendi dan disitulah diletakkannya spesimen sedangkan pipa yang berbentuk melengkung tersebut akan diisi dengan air untuk perhitungan kenaikan. Menurut Wetzel dan Likens (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme antara lain:
1. Kerja otot 2. Pemasukan makanan terakhir 3. Suhu lingkungan 4. Jenis kelamin 5. Umur 6. Keadaan emosi 7. Suhu tubuh 8. Iklim Menurut Wetzel dan Linken (2000), fungsi larutan yang dipakai untuk proses titrasi diantaranya: 1. MnSO4 dan KOH-KI digunakan untuk membentuk endapan coklat, mengindikasikan bahwa masih terdapat O2 dalam sampel. 2. H2SO4 dapat mengubah larutan yang awalnya berwarna coklat keruh menjadi coklat bening. Larutan ini tidak terbentuk dari reaksi antara asam sulfat dengan mangan oksida membentuk mangan sulfat. 3. Amilum sebagai indikator yang merubah larutan berwarna coklat bening menjadi ungu. 4. Na2SO3 untuk titrasi sebagai nilai p untuk mencari kadar O2 terlarut. Wetzel dan Likens (2000) menyatakan bahwa metode Winkler tergantung pada oksidasi mangan hidroksida yang dilakukan oleh oksigen dalam air yang nantinya menghasilkan senyawa tetravalen. Ketika air mengandung senyawa tetravalen yang diasamkan, iodin dibebaskan dari oksidasi potasium iodida. Iodin yang dibebaskan setara dengan jumlah oksigen terlarut yang ada dalam sampel dan angka ini ditentukan dengan titrasi, larutan standar dari sodium tiosulfat reaksi titrasi ini melibatkan reagen KI, KOH, MnSO4, H2SO4. Mangan sulfur bereaksi dengan potasium hidrogen. Potasium iodida menghasilkan endapan putih di dasar. MnSO4 + 2 KOH → Mn(OH)2 + KISO4 Endapan putih yang terjadi menandakan bahwa di dalam botol tidak ada O2 yang terlarut. Endapan coklat mengindikasikan bahwa masih terdapat O2 dan bereaksi dengan mangan oksida. 2Mn (OH)2 + O2 → 2MnO(OH)2
Setelah penambahan asam sulfat, endapan akan terlarut dan membentuk mangan sulfat. 2MnO(OH)2 + 4H2SO4 → 2Mn(SO4)2 + 6H2O Kemudian reaksi diantara Mn(SO4)2 dan sebelum penambahan potasium iodida terdapat reaksi antara, iodin yang disebabkan menghasilkan Iodin yang berwarna coklat dalam air. 2MnO(SO4)2 + 4KI → 2 MnSO4 + 2K2SO4 +2I2. Banyaknya mol dari iodin yang dibebaskan melalui reaksi ini setara dengan jumlah O2 yang ada dalam sampel. Jumlah iodin ditentukan, melalui titrasi. Sebuah bagian dari larutan dengan larutan standar dari sodium tiosulfat. 4Na2S2O3 + 2I2 → 2Na2S4O6 +4NaI 4 mol tiosulfat dititrasi untuk setiap mol dari molekul oksigen. 1 ml dari 0,002 M sodium tiosulfat setara dengan 0,025 ml oksigen. Praktikum kali ini menggunakan metode winkler untuk menentukan kadar oksigen terlarut dengan suhu standar. Metode winkler menggunakan sample air yang dimasukkan dalam Erlenmeyer ditambah KOH + KI + MnSO4, masingmasing 1 ml. Setelah semuanya ditambahkan maka campuran tersebut dikocok supaya homogen, kemudian didiamkan sehingga muncul endapan. Endapan tersebut di tunggu sampai mengendap atau turun ke dasar Erlenmeyer, setelah itu ditambahkan lagi H2SO4 sebanyak 1 ml. Campuran tersebut dikocok sampai endapan menghilang (menjadi jernih), baru ditambahkan amilum sebanyak 10 tetes sehingga warnanya berubah menjadi biru. Campuran yang berwarna biru tersebut di titrasi dengan Na2S2O3, sampai tidak berwarna atau tepat jernih. Banyaknya Na2S2O3 pada titrasi sampai campuran berwarna tepat jernih dihitung, yang akan digunakan untuk menghitung besarnya KO2 konsumsi oksigen (Zainuddin, 2003). Hasil percobaan yang diperoleh sesuai dengan pernyataan Zonnevel (1991), ikan dengan ukuran atau bobot yang kecil akan lebih banyak beraktivitas jika dibandingkan dengan ikan yang ukurannya lebih besar. Aktifnya metabolisme ikan tersebut akan menyebabkan semakin tingginya frekuensi pengambilan oksigen dari lingkungannya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi oksigen pada ikan meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat mempengaruhi konsumsi oksigen adalah spesies, stres fisiologis, jenis kelamin,
status reproduksi, ukuran tubuh, aktivitas, volume dan umur ikan. Faktor eksternal yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen adalah oksigen yang terlarut dalam air. Ikan dengan aktivitas tinggi, misalnya ikan yang aktif berenang akan mengkonsumsi oksigen jauh lebih banyak daripada ikan yang tidak aktif. Ikan yang mempunyai ukuran lebih kecil, kecepatan metabolismenya lebih tinggi dari pada ikan yang berukuran lebih besar, sehingga oksigen yang dikonsumsi lebih banyak. Ikan yang umurnya masih muda akan mengkonsumsi oksigen lebih banyak dari pada ikan yang lebih tua. Ikan yang berada pada suhu tinggi, laju metabolismenya juga tinggi sehingga konsumsi oksigennya banyak. Laju metabolisme hewan terrestrial berbeda dengan hewan akuatik. Contoh hewan terrestrial yaitu serangga. Serangga merupakan hewan terestrial yang tidak memiliki paru – paru, tetapi menggunakan sistem trakhea untuk pertukaran gas. Konsumsi oksigen berhubungan sangat erat dengan metabolisme. Laju metabolisme hewan akuatik lebih cepat dari pada hewan terrestrial (Odum, 1996).
III. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1.
Hasil pengukuran konsumsi oksigen pada ikan dengan bobot 102,3 g adalah
0,15 mg/g/jam. 2.Konsumsi oksigen pada jenis ikan berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi konsumsi oksigen adalah temperatur, ukuran tubuh, aktivitas yang dilakukannya, jenis kelamin, nutrisi dan umur. 3. Konsumsi oksigen pada ikan berbanding terbalik dengan berat ikan dan volume tubuh ikan. B. Saran Waktu dalam acara ini kurang, karaena rangkainnya lumayan panjang. Perhitunganya tidak dapat dilaksanakan oleh praktikan, tetapi dikerjakan oleh asisten. Sebaiknya waktunya lebih diefisienkan sehingga praktikan dapat melakukan perhitungan sendiri, dengan begitu materinya akan tersampaikan.
DAFTAR REFERENSI Fujaya Y., 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta. Jakarta
Gordon, M. 1977. Animal Phisiology : Principles and Adaptations 3rd Edition. Macmillan Publishing Co. Inc, New York. Heath, A. G. 1995. Water Pollution and Fish Physiology Second Edition. CRC Press Inc, New York. Hurkat, P. C. and P. N. Marthur. 1976. A Text Book of Animal Physiology. Schan & Co (P) Ltd, New Dehli. Nasir mochammad. 1992. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Jakarta, Depdikbud. Odum, E. B. 1996. Dasar-dasar Ekologi Edisi 3. UGM Press, Yogyakarta. Tsuzuki, M. Y. Strussmann, C. A., and Takashima, F. 2008. Effect of Salinity on the Oxygen Consumption of Larvae of the Silversides Odontesthes hatcheri and O. bonariensis (Osteichthyes, therinopsidae). Brazilian Archives of Biology and Technology, 51 (3) : 563 –567. Wetzel, R. G and G. E. Likens. 2000. Lymnological Analyses, Thirth Edition. Springer-Verlag, New York. Zonneveld, N. H. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Zainuddin. 2003. Respon Fisiologi dan Laju Pertumbuhan Juvenil Ikan Bandeng Yang Dibantut pada Umur Berbeda. Universitas Hasanuddin Press, Makasar.