PENGARUH KELEMBABAN, LAJU ALIRAN DAN TEMPERATUR UDARA PENGERING TERHADAP LAJU PENGERINGAN GULA AREN Michael Stefanus, Dr. Ir. Engkos A. Kosasih, M.T. Teknik Mesin, Departemen Teknik Mesin, Universitas Indonesia, Depok, 16424. Email:
[email protected] ABSTRAK Kebutuhan konsumsi gula tebu masyarakat Indonesia yang lebih besar daripada produksi dalam negeri menyebabkan kekurangan produksi yang ditutupi dengan impor gula pasir yang memiliki harga lebih murah daripada produk lokal. Gula aren dapat menjadi jalan keluar dari masalah tersebut. Masa pembusukan gula aren terjadi dengan cepat sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan pengering untuk memperpanjang masa simpan produk pertanian agar tetap awet sampai ke konsumen. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh temperatur udara, aliran udara terhadap laju pengeringan serta mengetahui karakteristik pengeringan produk gula aren sebagai referensi perancangan pengering untuk gula aren dengan menggunakan batch dryer yang udara pengering suda melewati proses pendinginan dan pemanasan. Hasil penelitian ini untuk mendapatkan nilai konstanta pengeringan yang berguna untuk perancangan alat pengering dengan variasi yang ditetapkan. Kata kunci: pengering, gula aren, konstanta laju pengeringan ABSTRACT Cane sugar consumption requirements of Indonesian society are larger than domestic production caused a shortage of production are covered by the import of sugar which has a price cheaper than local products. Palm sugar can be the answer to the problem. Period palm sugar decay occurs rapidly. required to overcome the dryer to extend the shelf life of agricultural products to remain durable up to consumers. This study aims to determine the effect of air temperature, air flow to the drying rate and to know the characteristics of the product drying palm sugar as a reference design for palm sugar dryer using dryer batch suda the air dryer through the process of cooling and heating. The results of this study to obtain the value of the constant drying useful for designing a dryer with variations defined. Keywords: drying, palm sugar, drying rate constants
1. Pendahuluan Masyarakat Indonesia sebelum zaman penjajahan belanda banyak memanfaatkan aren tebu dan kelapa untuk sebagai pemanis makanan. Tingginya permintaan gula putih di pasar internasional membuat pemerintah kolonial belanda mengembangkan produksi gula tebu yang menyebabkan Indonesia menjadi produsen gula putih utama dunia saat itu dan berpuncak pada tahun 1930-an. Indonesia mampu menghasilkan 3.000.000 ton dari 179 pabrik gula dan lebih dari 80% diekspor. Meskipun tujuan awal produksi untuk ekspor namun distribusi merajalela di pelosok nusantara yang menyebabkan mengonsumsi gula putih tebu. Semakin lama kebutuhan konsumsi gula putih pun meningkat yang pada tahun 2011 sebesar 2.635.181 ton sementara produksi tahun 2011 sebesar 2.228.259 ton. Berarti masih ada kekurangan produksi yang ditutupi dengan impor gula pasir yang belakangan ini harganya lebih murah daripada produksi dalam negeri Di tengah kebutuhan gula tebu yang belum tercukupi oleh produksi dalam negeri, produksi gula aren bisa menjadi jalan keluar. Gula aren layak dikembangkan di Indonesia sebagai alternatif untuk menopang ketahanan pangan
Masalah dalam perkembangan kegiatan ekspor gula aren adalah masa pembusukan yang terjadi dengan cepat. Dalam mengatasi hal tersebut dibutuhkan dryer atau pengering untuk mengeringkan gula aren agar dapat tetap awet ketika sampai ke konsumen. Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik pengeringan gula aren dengan cara menentukan kadar air keseimbangan dan konstanta pengeringan pada berbagai tingkat suhu dan kecepatan aliran udara pengering secara semi teoritis. Nilai k (konstanta pengeringan) yang diperoleh dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam analisis, perancangan, proses operasi pengeringan tanaman aren yang efisien dan bermutu tinggi, maupun dikembangkan sebagai lahan bisnis yang lebih menguntungkan di kemudian hari.
2. Landasan Teori 2.1. Udara Udara merujuk kepada campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi. Udara bumi yang kering mengandungi
1
Pengaruh kelembaban..., Michael Stefanus, FT UI, 2014
78% nitrogen, 21% oksigen, dan 1% uap air, karbon dioksida, dan gas-gas lain. Kandungan elemen senyawa gas dan partikel dalam udara akan berubah-ubah dengan ketinggian dari permukaan tanah. Demikian juga massanya, akan berkurang seiring dengan ketinggian. Semakin dekat dengan lapisan troposfer, maka udara semakin tipis, sehingga melewati batas gravitasi bumi, maka udara akan hampa sama sekali. Psikometrik merupakan suatu bahasan tentang sifat-sifat campuran udara dengan uap air, mempunyai arti yang sangat penting dalam pengkondisian udara karena udara pada atmosfir merupakan percampuran antara udara dan uap air.
tekanan parsial di dalam bahan. Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses pemindahan uap air. Apabila kelembaban udara tinggi, maka perbedaan tekanan uap air di dalam dan di luar bahan menjadi kecil sehingga menghambat pemindahan uap air dari dalam bahan ke luar. Pengontrolan suhu serta waktu pengeringan dilakukan dengan mengatur kotak alat pengering dengan alat pemanas, seperti udara panas yang dialirkan ataupun alat pemanas lainnya. Suhu pengeringan akan mempengaruhi kelembaban udara di dalam alat pengering dan laju pengeringan untuk bahan tersebut. Pada kelembaban udara yang tinggi, laju penguapan air bahan akan lebih lambat dibandingkan dengan pengeringan pada kelembaban yang rendah. a.
Dry bulb merupakan temperature yang dapat dibaca pada termometer dengan sensor kering dan terbuka. Humidity ratio atau rasio kelembaban adalah massa air yang terkandung dalam setiap kg udara kering. Dew point atau titik embun adalah temperatur air pada keadaan dimana tekanan uapnya sama dengan tekanan uap air dari udara. Relative humidity atau kelembaban relatif didefinisikan sebagai perbandingan fraksi molekul uap air di dalam udara basah terhadap fraksi molekul uap air jenuh pada suhu dan tekanan yang sama. 2.2. Gula Aren Aren atau enau berasal dari daerah Asia Tropis. Tersebar secara alami di India, Malaysia, Indonesia, dan Philipina adalah salah satu keluarga palma yang memiliki potensi nilai ekonomi yang tinggi dan dapat tumbuh subur di wilayah tropis seperti Indonesia. Tanaman aren bisa tumbuh pada segala macam kondisi tanah,.. Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal pada tanah yang memiliki ketinggian di atas 1.200 m di atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 25oC. Di luar itu kurang optimal dalam berproduksi. 2.3. Pengeringan Tujuan dari pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas di mana perkembangan mikroorganisma dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lama. Ada dua faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering dan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan. Faktor-faktor yang termasuk golongan pertama adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering dan kelembaban udara. Faktor-faktor yang termasuk golongan kedua adalah ukuran atau tebal dari bahan, kadar air awal dan
Pengaruh temperatur pada proses pengeringan Laju penguapan air bahan dalam proses pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Semakin besar perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin besar pula kecepatan pindah panas ke dalam bahan pangan, sehingga penguapan air dari bahan akan lebih banyak dan cepat (Taib, G. et al., 1988). Semakin tinggi suatu suhu dan kecepatan aliran udara pengering makin cepat pula proses pengeringan berlangsung. Dan bila suhu udara pengering makin besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan aliran udara pengering makin tinggi maka makin cepat pula massa uap air yang dipindahkan dari bahan ke atmosfir (Taib, G. et al., 1988). Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk pengeringan, makin tinggi energy yang disuplai dan makin cepat laju pengeringan. Akan tetapi pengeringan yang terlalu cepat dapat merusak bahan, yakni permukaan bahan terlalu cepat kering, sehingga tidak sebanding dengan kecepatan pergerakan air bahan ke permukaan. Hal ini menyebabkan pengerasan permukaan bahan. Selanjutnya air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena terhalang. Dalam proses pengeringan penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak struktur dan kandungan dari bahan yang dikeringkan. Pengeringan pada suhu dibawah 45oC mikroba dan jamur yang merusak produk masih hidup, sehingga daya awet dan mutu produk rendah. Namun pada suhu udara pengering di atas 75oC menyebabkan struktur kimiawi dan fisik produk rusak, karena perpindahan panas dan massa air yang berdampak perubahan struktur sel (Setiyo, 2003). b.
Kadar air bahan Kadar air bahan (moisture content) menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan berat bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan tersebut yaitu berdasarkan basis berat kering (dry weight basis) dan berdasarkan basis berat basah (wet weight basis). Dalam penentuan kadar air bahan hasil pertanian biasanya dilakukan berdasarkan wet weight basis. Dalam perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut:
2
Pengaruh kelembaban..., Michael Stefanus, FT UI, 2014
Basis berat basah (w.w.b) diperoleh dengan membagi berat air dalam bahan pangan dengan berat total bahan pangan. !" 100% !. !. ! = !" + !"
(persamaan 2.1)
Basis berat kering (d.w.b) diperoleh dengan membagi berat air dengan berat kering bahan pangan. !" !. !. ! = 100% !"
(persamaan 2.2)
Hubungan antara w.w.b dengan d.w.b ditunjukkan oleh persamaan: !. !. ! 100% !. !. ! = 100 − !. !. !
(persamaan 2.3)
c.
Keseimbangan kadar air Udara yang berfungsi sebagai fluida pengering selalu memiliki kandungan moisture dan mempunyai humiditas relatif tertentu. Untuk udara dengan humiditas relatif tertentu, kandungan moisture yang keluar dari pengering tidak dapat kurang dari equilibrium moisture yang berkaitan dengan kelembaban udara masuk. Equilibrium Moisture Content (EMC) merupakan kandungan air yang terdapat pada suatu bahan yang kemudian bahan tersebut disimpan di suatu tempat dalam jangka waktu yang tak menentu. Seperti disebutkan di atas, EMC ini juga dipengaruhi oleh suhu dan Relative Humidity (RH) di lingkungan. Kondisi dimana suatu bahan yang sudah mencapai keseimbangan dengan temperatur udara lingkungan, ketika bahan tersebut dipindahkan ke lingkungan dengan temperatur udara atau RH yang berbeda maka bahan tidak berkeseimbangan dengan lingkungan tersebut dengan kata lain Moisture Content (MC) akan kembali berubah. Contoh jika kondisi lingkungan yang baru lebih panas atau RH lebih kecil maka air dalam bahan tersebut akan menguap atau MC yang terdapat pada bahan akan turun dan dalam waktu tak tertentu akan mencapai kondisi dimana EMC yang baru tercipta. Karena itu syarat dari EMC adalah tekanan uap dari kandungan air ini adalah sama dengan tekanan uap dari air murni. Dan jika suatu bahan disimpan dalam suatu tempat pada suhu dan kelembaban relatif RH yang konstan maka kadar air bahan tersebut akan menuju suatu keseimbangan dengan lingkungannya yaitu kondisi EMC. d.
Mekanisme pengeringan bahan Berikut ini adalah mekanisme keluarnya air dari dalam bahan selama pengeringan: 1. Perpindahan energi (panas) antar fase dari udara ke permukaan butiran untuk menguapkan air di permuakaan butiran. 2. Perpindah energi (panas) dari permukaan butiran ke dalam butiran secara konduksi. 3. Perpindahan massa air dari bagian dalam ke permukaan butiran secara difusi dan atau kapiler
4.
Perpindahan massa air antar fasa dari permukaan butiran ke fasa udara pengering. Proses pengeringan pada bahan dimana udara panas dialirkan dapat dianggap suatu proses adiabatis. Hal ini berarti bahwa panas yang dibutuhkan untuk penguapan air dari bahan hanya diberikan oleh udara pengering tanpa tambahan energi dari luar. Ketika udara pengering menembus bahan basah, sebagian panas sensibel udara pengering diubah menjadi panas laten sambil menghasilkan uap air. Selama proses pengeringan terjadi penurunan suhu bola kering udara, disertai dengan kenaikan kelembaban mutlak, kelembaban nisbi, tekanan uap dan suhu pengembunan udara pengering. Entalphi dan suhu bola basah udara pengering tidak menunjukkan perubahan.
3. Metodologi dan Prosedur Penelitian 3.1. Rangkaian alat percobaan Penelitian yang dilakukan mengikuti skema seperti pada gambar berikut ini.
Gambar 3.1 Skema Alat Percobaan
Keterangan: 1. Blower 2. Flowmeter 3. Evaporator 4. Heater 5. Ruang pengeringan (batch dryer) 6. Timbangan Digital 7. Thermocontroller 8. Kompresor 9. Katup Ekspansi 10. Kondensor 3.2. Variabel acuan dalam pengambilan data Tiga variabel penting yang dijadikan acuan dalam pengambilan data yaitu: 1. Flow udara menggunakan 3 variasi,150 liter/menit, 340 liter/menit dan 440 liter/menit. 2. Kelembaban udara (temperatur evaporator) menggunakan variasi 10°C, dan 20°C . 3. Temperatur heater menggunakan variasi 80°C, 100°C dan 120°C.
3
Pengaruh kelembaban..., Michael Stefanus, FT UI, 2014
3.4. Prosedur pengambilan data pengering
Supaya maksud dan tujuan dari pengambilan data batch drying dalam menguji ketiga variabel dimana memiliki tujuan untuk mengetahui efisiensi maksimal dari gula aren dapat optimal maka dilakukan pengujian dengan menggunakan langkah – langkah seperti dibawah ini 1. memastikan segalan macam persiapan, rangkaian serta posisi alat sudah sesuai prosedur yang telah disebutkan serta tidak ada kerusakan. 2. menyalakan semua alat yakni heater, blower, timbangan, evaporator. 3. mengatur semua alat dengan pengujian yang dibutuhkan untuk penelitian. 4. menimbang bahan penelitian sebanyak 450 gram yang memiliki ketebalan 3 cm jika dimasukan ke ruang pengering. 5. membiarkan alat bekerja selama 30 m guna menghindari kesalahan system yang belum bekerja secara optimal. 6. memasukan bahan kedalam alat pengering serta menyalakan timer sebagai fungsi waktu.
Tabel 3. 1 Contoh hasil pengambilan data flow T evap T heater RH evap RH rp Massa (g) 450 434 428 424 421 418.5 416.5 415 k 0.0528
350 20 120 63.1 24.3 Time (m) 0 10 20 30 40 50 60 70 k*me 21.95
lpm o C o C % % Mp (g) 442 431 426 422.5 419.75 417.5 415.75
T ruang RH ruang w
o
29.1 47.3
C %
0.00919
-dmp/dt (g/m) 1.6 0.6 0.4 0.3 0.25 0.2 0.15
me 415.72
Pengambilan data penurunan massa gula aren sampai massa tidak dapat berubah lagi juga Temperatur dan RH evaporator, ruang pengering dan ruangan untuk mendapatkan nilai omega
Mp vs -‐dmp/dt -‐dmp/dt
3.3. Langkah-langkah pengambilan data Berikut ini adalah langkah – langkah yang dilakukan dalam melakukan pengujian. 1. memastikan segalan macam persiapan, rangkaian serta posisi alat sudah sesuai prosedur yang telah disebutkan serta tidak ada kerusakan. 2. menyalakan semua alat yakni heater, blower, timbangan, evaporator. 3. mengatur semua alat dengan pengujian yang dibutuhkan untuk penelitian. 4. menimbang bahan penelitian sebanyak 450 gram yang memiliki ketebalan 3 cm jika dimasukan ke ruang pengering. 5. membiarkan alat bekerja selama 30 m guna menghindari kesalahan system yang belum bekerja secara optimal. 6. memasukan bahan kedalam alat pengering serta menyalakan timer sebagai fungsi waktu.
2 y = 0.0528x -‐ 21.95 R² = 0.90618
1
0 410 415 420 425 430 435 440 445 m
Gambar 3. 1 Grafik Laju Penurunan massa terhadap waktu
Selanjutnya data dibuatkan grafik –dmp/dt vs m lalu memasukkan trendline linear sehingga memudahkan dalam mencari nilai k. 3.6. Proses pengeringan pada psikometrik chart
3.5. Prosedur pengolahan data 1. 2.
mencatat penurunan massa per 5 menit selama proses penelitian berlangsung sampai massa tidak berubah selama 15 menit ( keadaan equilibrium moisture content ). mencatat temperatur ruangan, rh ruangan, rh evaporator, rh output ruang pengering saat penelitian berlangsung
1 2
3
Berikut ini adalah contoh tabel pengambilan data dan grafik.
Gambar 3. 2 proses pengeringan pada psikometrik chart
Udara lingkungan masuk evaporator (1), Proses dari udara lingkungan (suhu 28°C,Rh 48%) masuk evaporator didinginkan sehingga terjadi penurunan suhu tanpa mengubah 4
Pengaruh kelembaban..., Michael Stefanus, FT UI, 2014
nilai omega dan ketika sampai Rh 100% yang jenuh udara ini terkondensasi sampai suhu 10°C.(2) udara keluar evaporator lalu masuk heater.(3) Udara keluar heater,udara masuk ke heater untuk dipanaskan sampai 100°C sehingga siap masuk ke ruang pengering
4. Pengolahan dan Analisis Data 4.1
Analisis nilai k Perbedaan nilai laju pengeringan dapat dilihat pada
tabel 4.1
temperatur evaporator 20oC
10 oC temperatur heater
fluks udara
120 C
100 C
80 oC
120 oC
100 oC
80 oC
440 lpm
0.0768
0.0733
0.0671
0.0972
0.0821
0.0794
350 lpm
0.0528
0.0521
0.0503
0.0636
0.0625
0.0611
150 lpm
0.0452
0.042
0.0388
0.0486
0.0469
0.0461
o
o
Dari penelitian didapat perbedaan nilai K yang membesar dari temperatur pendingin tinggi, temperatur pemanas rendah dan flow udara rendah ke temperatur pendingin rendah, temperatur pemanas tinggi dan flow tinggi. Laju pengeringan paling bagus terdapat pada temperature pendingin 10oC, Temperatur pemanas 120oC dan fluks udara 440 lpm yakni sebesar 0.0972 4.2
flow udara 440 lpm 350 lpm 150 lpm
4.4
o
80 C
100 C
120 C
440 lpm
0.34372
0.325256
0.313183
350 lpm
0.273414
0.258726
0.249123
150 lpm
0.117177
0.110883
0.106767
Kerapatan aliran udara yang dipengaruhi kecepatan udara yang masuk ke luas penampang ruang pengering dan massa jenis udara pada temperatur yang dilakukan pada penelitian ini. 4.3
temperatur heater o
o
120 C
100 C
80 oC
120 oC
100 oC
80 oC
0.0119
0.0122
0.0124
0.0059
0.00573
0.005337
0.0091
0.0102
0.0097
0.0036
0.00405
0.003609
0.0099
0.0093
0.0098
0.0035
0.00318
0.003525
Pengaruh ω terhadap nilai k untuk variasi
Pengaruh ω terhadap nilai k untuk temperatur pemanas 80 °C
Analisis nilai ω Perbedaan nilai omega dapat dilihat pada tabel 4.3
K[1/s]
flow
10 oC
Ketika omega semakin menurun maka udara semakin mengering idealnya nilai k meningkat pada kenaikan yang signifikan semakin baik dan semakin bagus. pada grafik dapat dilihat pada flow yang memiliki kecuraman besar sehingga dapat dijadikan referensi untuk temperatur panas pada perancangan. Perbandingan grafik ω vs k pada temperature heater 80, temperature heater 100 dan temperature heater 120 ditunjukan oleh grafik 4.1 , 4.2, 4.3.berdasarkan nilai G yang didapat saat penelitian berlangsung
Tabel 4. 2 nilai G (kg/s.m2 ) o
20 oC
temperatur pemanas
Analisis nilai G o
temperatur evaporator
Nilai ω
Saat penelitian berlangsung kondisi pada ruangan baik temperatur kelembaban pastinya akan berubah – ubah baik pagi, siang, sore hingga malam hari juga disaat sedang turun hujan maupun tidak terjadi pengaruhi kinerja dari evaporator dan dapat dijelaskan perbedaannya dengan omega diatas.
Tabel 4. 1 Analisis nilai K (1/s)
nilai k
Tabel 4. 3 Analisis nilai ω (kg uap/kg dry air)
0.08 0.0794 G= 0.344 0.07 0.0611 0.0671 kg/s.m² 0.06 0.0461 G= 0.273 0.0503 0.05 kg/s.m² 0.04 0.0388 0.03 G= 0.117 0.003 0.005 0.007 0.009 0.011 0.013 kg/s.m² ω[kg uap/ kg dry air] Gambar 4. 1 grafik ω vs k pada temperature heater 80oC
Grafik yang memiliki kecuraman terbesar terlihat pada debit G= 0.344 kg/s.m2 sehingga nilai k terhadap penurunan nilai omega untuk temperature 80o C menunjukan kenaikan yang paling signifikan karena 3 flow yang berbeda masuk dari temperature pendingin yang tinggi ke temperature yang dingin rendah namun debit G= 0.344 kg/s.m2 mampu mengubah nilai K paling besar
5
Pengaruh kelembaban..., Michael Stefanus, FT UI, 2014
Pengaruh ω terhadap nilai k untuk temperatur pemanas 100 °C
0.0821 0.0733 0.0625
G= 0.259 kg/ s.m²
0.06 0.05
0.0469
0.04 0.003
0.005
0.007 0.009 [ωkg uap/kg dry air]
0.011
2.40
Pengaruh ω terhadap nilai k untuk temperatur pemanas 120 °C
0.1 0.0972 G= 0.313 0.09 0.08 0.0768 kg/s.m² 0.0636 0.07 G= 0.249 0.06 kg/s.m² 0.0486 0.0528 0.05 0.0452 G= 0.107 0.04 0.003 0.005 0.007 0.009 0.011 0.013 kg/s.m² ω[kg uap/kg dry air] Gambar 4. 3 grafik ω vs k pada temperature heater 120oC
Grafik yang memiliki kecuraman terbesar terlihat pada debit G= 0.313 kg/s.m2 sehingga nilai k terhadap penurunan nilai omega untuk temperature 120o C menunjukan kenaikan yang paling signifikan karena 3 flow yang berbeda masuk dari temperature pendingin yang tinggi ke temperature yang dingin rendah namun debit G= 0.313kg/s.m2 mampu mengubah nilai K paling besar Perbedaan jarak antar debit G rendah dengan debit G sedang dan debit G tinggi terlihat sangat jelas yang berarti memakai debit tinggi untuk pengeringan sangatlah dianjurkan karena memiliki perbedaan drastis 4.5 Pengaruh ω terhadap nilai k untuk variasi debit aliran udara
T pemanas = 120 °C
2.52
T pemanas = 100 °C
2.33
T pemanas = 80 °C 0
0.013
Grafik yang memiliki kecuraman terbesar terlihat pada debit G= 0.259 kg/s.m2 sehingga nilai k terhadap penurunan nilai omega untuk temperature 100o C menunjukan kenaikan yang paling signifikan karena 3 flow yang berbeda masuk dari temperature pendingin yang tinggi ke temperature yang dingin rendah namun debit G= 0.259kg/s.m2 mampu mengubah nilai K paling besar
2.71 2.77
2.00
G= 0.111 kg/ s.m²
Gambar 4. 2 grafik ω vs k pada temperature heater 100oC
K [1/s]
2.60 2.20
0.0521 0.042
2.81
2.80
0.2 0.4 0.6 ω[g uap/kg dry air]
0.8
Gambar 4. 4 grafik ω vs k pada debit 150 lpm
Grafik yang memiliki kecuraman terbesar terlihat pada temperatur pemanas 80°C sehingga nilai k terhadap penurunan nilai omega untuk debit 150 lpm. Pengaruh ω terhadap nilai k untuk debit 350 lpm 3.82
4.00 3.80 3.60 3.40 3.20 3.00 2.80
T pemanas = 120 °C T pemanas = 100 °C T pemanas = 80 °C
3.75
K [1/m]
0.07
2.92
3.00
3.17
3.67
3.13 0
0.2
3.02 0.4 0.6 ω[g uap/kg dry air]
0.8
Gambar 4. 5 grafik ω vs k pada debit 350 lpm
Grafik ini tidak terlalu terlihat perbedaan kecuraman garis, membuktikan nilai k yang terbagus dapat dilakukan dengan ∆x1/∆y1-∆x2/∆y2 yang didapatkan hasil bahwa grafik temperature pemanas 120°C merupakan grafik yang memiliki kecuraman terbesar sehingga nilai k terhadap penurunan nilai omega untuk debit 350 lpm. Pengaruh ω terhadap nilai k untuk debit 440 lpm 6.50 K [1/m]
0.08 K[1/s]
G= 0.325 kg/ s.m²
K [1/m]
0.09
Pengaruh ω terhadap nilai k untuk debit 150 lpm
5.50
5.83 T pemanas = 120 °C
4.93 4.76 4.50
4.61 4.40 4.03
3.50 4
6
8
10
12
T pemanas = 100 °C T pemanas = 80 °C
14
ω[g uap/kg dry air]
Gambar 4. 6 Gambar 4. 7 grafik ω vs k pada debit 440 lpm
Ketika omega semakin menurun maka udara semakin mengering idealnya nilai k meningkat pada kenaikan yang signifikan semakin baik dan semakin bagus pada grafik dapat dilihat pada temperatur pemanas yang memiliki kecuraman besar sehingga dapat dijadikan referensi debit untuk perancangan Perbandingan grafik ω vs k pada debit 150 lpm, debit 350 lpm dan debit 440 lpm ditunjukan oleh grafik 4.1 , 4.2, 4.3.berdasarkan variasi temperatur pemanas.
Grafik yang memiliki kecuraman terbesar terlihat pada temperatur pemanas 120°C sehingga nilai k terhadap kenaikan yang paling signifikan penurunan nilai omega untuk debit 440 lpm. Pada ketiga grafik diatas perbedaan grafik temperatur pemanas 120oC, 100o C, 80oCterlihat sangat signifikan sehingga dapat dikatakan pengaruh temperature pemanas untuk pengeringan sangatlah kecil.
6
Pengaruh kelembaban..., Michael Stefanus, FT UI, 2014
5. Kesimpulan Peningkatan debit udara memperbesar nilai k secara signifikan, karena peningkatan nilai k besar terhadap peningkatan nilai G Peningkatan temperatur pemanas memperbesar nilai k
PENDJELASAN RINGKAS PABRIK GULA TJOT GIREK, Diresmikan pada tgl. 19 September 1970, BADAN CHUSUS URUSAN P.N. PERKEBUNAN 1970. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian. 2014
namun kurang signifikan, karena peningkatan nilai k kecil terhadap peningkatan temperatur pemanas Penurunan temperature pendingin memperbesar nilai k secara signifikan, karena peningkatan nilai k besar terhadap penurunan temperature pendingin Referensi
Allorerung, D. (2007). Aren tanaman serbaguna. In Workshop Budidaya dan Pemanfaatan Aren untuk Bahan Pangan dan Energi. Amrullah, S. 2003. Dinamika Industri Gula Domestik. Jurnal Pangan Edisi No 41/XII/Juli/2003. Jakarta. Bulog.
2004. Statistik Harga: Laporan bulanan: Perkembangan Harga Gula di Indonesia – Badan Urusan Logistik – Tahun 1995 – 2003. www.bulog.go.id/gasar/konsumen/gula.html. 12/1/2004.
Clara OR, Constantino S, Pascual EV. 1995. Drying of Foods: Evaluation of a Drying Model. Great Britain. 2 August 1994. Departemen Pertanian. 2002. Statistik Perkebunan Indonesia 2000 – 2002: Aren. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Jakarta. Ho CW, Aida WMW, Maskat MY, Osman H. Changes in volatile compounds of palm sap (Arenga pinnata) during the heating process for production of palm sugar. Food Chem 2007;102:1156–62. Ishak MR, Sapuan SM, Leman Z, Rahman MZA, Anwar UMK. Characterization of sugar palm (Arenga pinnata) fibrestensile and thermal properties. J Therm Anal Calorim 2012;109:981–9. Iwantono, Sutisto. 2003. Krisis Gula. Majalah Tempo, 18/5/2003. Jakarta. Mujundar, Arun S. Handbook of Industrial Drying – Preface to the Third Edition. Taylor & Francis Group, LLC. 2006. 7
Pengaruh kelembaban..., Michael Stefanus, FT UI, 2014