ACEH DEVELOPMENT INTERNATIONAL CONFERENCE 2012 INTERNATIONAL ISLAMIC UNIVERSITY MALAYSIA (IIUM) 26-28 March 2012
Pengujian Sensori Rasa Pepaya (Carica papaya L.) Dengan Pengolahan Minimal Menggunakan Pelapisan Edible Pektin dan Pati Beras Rahmat Fadhil Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Jalan Teuku Nyak Arief – Darussalam 23111 Banda Aceh, Indonesia E-mail:
[email protected] Abstrak Salah satu cara untuk mempertahankan kualitas penyimpanan suatu produk pengolahan secara minimal adalah dengan pelapisan edible (edible coating) atau pelapisan yang dapat dimakan. Untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap rasa buah pepaya yang dilapisi dengan edible, maka dilakukanlah pengujian sensori. Pengujian sensori adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap suatu produk, dengan mengandalkan indera, dalam kajian ini difokuskan penilaian terhadap rasa buah pepaya. Pelapisan edible yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pelapisan edible pektin dan pelapisan edible pati beras. Tingkat penerimaan konsumen terhadap rasa buah pepaya yang terolah secara minimal dengan pelapisan edible selama penyimpanan adalah tujuan utama dari kajian ini. Kesimpulan akhir menunjukkan bahwa pelapisan edible pektin adalah perlakuan terbaik untuk mempertahankan kualitas simpan buah pepaya dengan pengolahan minimal dan rasanya paling diterima oleh konsumen. Kata Kunci: sensori rasa, pepaya, pengolahan minimal, pelapisan edible, pati beras, pektin.
Pendahuluan Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman tropis, berasal dari Amerika Tengah (1) dan telah dibudidayakan di India, Philipina, Malaysia dan Indonesia (2, 3). Daging buah pepaya memiliki rasa manis, enak, lunak, banyak mengandung air dan karbohidrat, rendah kalori, kaya akan vitamin dan mineral, terutama vitamin A dan C, ascorbic acid dan potassium (4, 5). Pepaya adalah buah klimaterik (6) yang memiliki karakteristik dengan peningkatan produksi etilen selama pematangan yang disertai oleh pelunakan, perubahan warna dan pengembangan kekerasan dan karakteristik aroma (2, 7). Ketika buah dipanen pada tahap terhentinya warna, puncak respirasi klimaterik akan teramati sekitar 6 hari setelah panen (6). Buah ini biasanya dikonsumsi dalam bentuk segar (fresh), tetapi sekarang ini proses secara minimal telah menjadi kecendrungan diterapkan pada buah-buahan untuk kemudahan konsumsi dan didistribusikan ke konsumen dalam keadaan seperti bahan segarnya (8, 9). Para konsumen ingin makanan mereka menjadi segar, bergizi, aman, menarik, dengan harga yang rendah, dan siap untuk dimakan. Ini adalah kasus dari produk olah minimum. Namun mempertahankan kualitas produk ini bukanlah tugas yang mudah, karena olahan minimal mengalami peningkatan produksi etilen dan tingkat respirasi, dengan konsekuensi kehilangan atau menurunnya kualitas (10).
940
ACEH DEVELOPMENT INTERNATIONAL CONFERENCE 2012 INTERNATIONAL ISLAMIC UNIVERSITY MALAYSIA (IIUM) 26-28 March 2012
Proses secara minimal meliputi operasi pencucian, sortasi, pengupasan, perajangan, pembuangan biji dan pengemasan (11), sehingga buah siap di konsumsi dalam keadaan segar. Penanganan buah pasca proses minimalisasi dapat dilakukan dengan pengemasan sekunder, penyimpanan pada suhu rendah, atmosfer termodifikasi/terkontrol, irradiasi ringan, penggunaan bahan aditif, dan pelapis edibel, sangat membantu dalam meminimalkan kerusakan akibat pengolahan minimal, dan mempertahankan mutu (12-14). Untuk itu diperlukan penanganan pasca proses buah terolah minimal dengan pelapis yang dapat dimakan (pelapis edibel) (15) guna menghambat laju respirasi, mempertahankan kualitas, memperpanjang umur simpan dan memudahkan dalam pemasarannya (16, 17). Kemasan edible merupakan jenis kemasan yang bersifat biodegradable yang dapat dikonsumsi langsung bersama dengan bahan makanan yang dikemas. Kemasan edible dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu edible coating dan edible film. Edible coating dan edible film banyak diaplikasikan pada makanan dan produk olahan makanan seperti casing sosis, coating coklat dan pelapisan lilin untuk sayuran dan buah-buahan (11). Tidak ada perbedaan yang berarti antara edible coating dan edible film, keduanya sering digunakan secara bergantian. Edible film merupakan jenis kemasan berupa lembaran tipis yang dibalutkan keseluruh permukaan produk yang dikemas, sedangkan edible coating lapisan tipis yang terdeposit pada permukaan bahan makanan dengan cara disemprot, dicelup atau dioles (18, 19). Masalah yang sering muncul pada buah yang dihasilkan dari proses secara minimal adalah meningkatnya kecepatan kerusakan karena proses respirasi (20), transpirasi (21), produksi etilen yang meningkat (22), kemasakan dan kerusakan jaringan (23), serta aktifnya enzim polifenolase penyebab pencoklatan. Akibatnya terjadi peningkatan proses-proses biokimia sehingga terjadi perubahan flavor (rasa), tekstur dan kualitas gizi (24). Selain itu juga terjadi penurunan kualitas sensori dan akan memperpendek umur simpan buah. Pengujian sensori merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan kesukaan dan kemauan untuk mempergunakan suatu produk. Dalam penilaian bahan makanan, sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawi manusia yang sangat bergantung kepada penggunaan organ-organ sensori yaitu mata, hidung, lidah, kulit dan telinga (25, 26). Penilaian secara indrawi ini ada enam tahap, meliputi; menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut dan memberikan penilaian (27). Atribut indentifikasi tingkat penerimaan terhadap pepaya dalam kajian yang diamati ini adalah terbatas pada rasa (gustatory) saja. Bahan dan Metode Buah Pepaya. Buah Pepaya yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Desa Lamtamot Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh, Indonesia. Dibeli pada petani secara langsung dengan tingkat kematangan yang seragam serta warna kulit yang hampir sama. Pengemasan awal dilakukan dengan menggunakan kertas kardus dan bungkusan koran untuk mencegah terjadinya luka dan rusak pada buah saat pengangkutan ke unit penelitian di Laboratorium Penanganan Pasca Panen, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh, Indonesia.
941
ACEH DEVELOPMENT INTERNATIONAL CONFERENCE 2012 INTERNATIONAL ISLAMIC UNIVERSITY MALAYSIA (IIUM) 26-28 March 2012
Bahan Pelapisan Edible (Edible Coating). Salah satu komponen yang dapat digunakan untuk pembuatan pelapisan edible adalah hidrokoloid (28). Hidrokoloid pada umumnya bersifat hidrofilik sehingga menjadi penghalang yang baik untuk senyawa-senyawa hidrofobik seperti lemak, oksigen dan aroma tertentu. Hidrokoloid terdiri atas protein, turunan selulosa, alginat, pektin, tepung (starch) dan polisakarida lainnya (10, 29) . Hidrokoloid yang digunakan dalam penelitian ini sebagai lapisan edible adalah pektin dan pati beras. Desain Percobaan. Proses pengolahan minimal buah pepaya mengikuti prosedur kerja sebagai berikut : pepaya dicuci bersih dengan air, kemudian dikupas dan dipotong memanjang dengan ketebalan ± 3 cm. Selanjutnya diberi perlakuan (K) yang berbeda yaitu pencelupan dalam Pelapisan Edibel Pektin (K1) dan pencelupan dalam Pelapisan Edibel Pati Beras (K2). Pengemasan masing-masing perlakuan dengan wrapping film dalam styrofoam. Suhu penyimpanan (T), terdiri atas dua taraf yaitu Suhu Ruang 27-300C (T1) dan Suhu Lemari Pendingin 10–150C (T2). Pengamatan perubahan mutu dari buah pepaya dilakukan selama 20 hari. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Setiap unit percobaan diwakili oleh 300 gram buah pepaya, sehingga diperlukan lebih kurang 39,600 gram buah pepaya untuk semua perlakuan, dan memakai lebih kurang 132 buah kemasan untuk setiap tempat penyimpanan. Sebagai kontrol juga dilakukan penyimpanan tanpa pelapisan edibel dalam Suhu Ruang (KR) dan Suhu Lemari Pendingin (KK). Pengujian Sensori Rasa. Pengujian sensori dilakukan terhadap rasa daging buah pepaya selama penyimpanan. Pengujian dilakukan oleh panelis sejumlah 10 orang dengan usia antara 19-25 tahun dari kalangan mahasiswa pada Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Panelis memberikan evaluasi untuk mengetahui tingkat kesukaan (consumer acceptability) terhadap parameter yang akan dianalisa dengan menggunakan skala hedonik (30, 31). Penilaian berdasarkan kriteria suka dan tidak suka (hedonik) ini, kemudian dikonversikan dalam bentuk angka dengan skala 5 titik . Selang angka yang digunakan adalah 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = biasa, 4 = suka, 5 = sangat suka. Hasil penilaian seluruh panelis kemudian dirata-ratakan. Nilai rata-rata 4,6 – 5 diartikan sangat suka; 3,6 – 4,5 diartikan suka; 2,6 – 3,5 diartikan biasa; 1,6 – 2,5 diartikan tidak suka; dan 1 – 1,5 diartikan sangat tidak suka.
Hasil dan Pembahasan Tingkat kesukaan panelis terhadap buah pepaya yang simpan dalam Suhu Ruang (27-300C) meliputi Kontrol (KR), Pelapisan Edible Pektin (T1K1) dan Pelapisan Edible Pati Beras (T1K2), cenderung menurun lebih cepat kualitasnya dibandingkan dengan perlakuan terhadap buah pepaya yang disimpan dalam Suhu Lemari Pendingin (10150C) yang juga meliputi Kontrol (KK), Pelapisan Edible Pektin (T 2K1), dan Pelapisan Edible Pati Beras (T2K2). Hal ini disebabkan selama penyimpanan pada Suhu Ruang, buah lebih cepat menjadi layu dan tidak kelihatan segar akibat proses respirasi dan transpirasi yang cepat terjadi (20, 32). Suhu Lemari Pendingin dan Pelapisan Edible dapat menghambat respirasi dan transpirasi yang menyebabkan terhambatnya proses pembusukan (10, 32) dan
942
ACEH DEVELOPMENT INTERNATIONAL CONFERENCE 2012 INTERNATIONAL ISLAMIC UNIVERSITY MALAYSIA (IIUM) 26-28 March 2012
mengurangi kehilangan air (33). Pelapisan Edible Pektin yang dilapisi pada buah pepaya juga menyebabkan permukaan buah menjadi lebih mengkilat yang membuat warna buah pepaya menjadi lebih cerah sehingga lebih menarik bagi panelis. Tabel 1. Data Pengujian Sensori Rasa T = 27-30 oC T = 10-15 oC Analisis Perlakuan (Hari) KR T1K1 T1K2 KK T2K1 *) T2K2 0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 5.0 2 2.6 4.5 4.3 4.5 4.8 4.6 4 1.3 3.9 3.7 3.9 4.8 4.6 6 1.1 3.7 3.3 2.5 4.7 3.9 8 1.0 3.6 2.5 2.2 4.6 3.8 10 1.0 3.2 2.3 1.4 3.8 3.5 12 1.0 3.0 1.8 1.2 3.8 3.0 14 1.0 2.5 1.3 1.0 3.7 2.4 16 1.0 1.2 1.0 1.0 3.7 2.3 18 1.0 1.1 1.0 1.0 3.6 2.1 20 1.0 1.0 1.0 1.0 3.5 1.4 Keterangan: KR adalah suhu ruang kontrol KK adalah suhu lemari pendingin kontrol T1 K1 adalah suhu ruang (27-30oC) dengan pelapisan edible pektin T1 K2 adalah suhu ruang (27-30oC) dengan pelapisan edible pati beras T2 K1 adalah suhu lemari pendingin (10-15oC) dengan pelapisan edible pektin T2 K2 adalah suhu lemari pendingin (10-15oC) dengan pelapisan edible pati beras *) perlakuan terbaik
Rasa merupakan faktor yang penting dari produk suatu makanan di samping tekstur, penampakan, dan konsistensi bahan yang akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan makanan tersebut. Rasa suatu bahan makanan dapat berasal dari sifat bahan itu sendiri atau karena adanya zat lain yang ditambahkan. Pada proses pengolahan, umumnya bahan makanan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa, tetapi merupakan cita rasa yang utuh. Rasa suatu bahan makanan merupakan hasil perpaduan kerjasama indra-indra lain, seperti indra pembauan, penglihatan dan perabaan yang ikut berperan dalam pengamatan bahan makanan. Rasa merupakan faktor yang penting dari suatu produk bahan makanan disamping warna, dan aroma. Selain itu tekstur dari konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang dihasilkan bahan tersebut (34). Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa buah pepaya yang disimpan pada Suhu Ruang (27-30oC); Kontrol (KR) telah ditolak oleh para panelis pada hari ke-2 dengan nilai batas penolakan adalah 2,6, karena buah pepaya sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Kemudian diikuti dengan penolakan panelis terhadap buah pepaya dengan Pelapisan Edible Pati Beras (T1K2) pada hari ke 8 dengan nilai 2.5, sedangkan Pelapisan Edible Pektin (T1K1) ditolak oleh panelis pada hari ke 14 dengan nilai 2.5 (tidak suka) Perubahan kualitas terkait dengan produk olahan pepaya adalah pengembangan cita rasa dan modifikasi warna yang lama pada periode penyimpanan (35). Hal ini menjadi semakin penting untuk memiliki pengetahuan yang komprehensif tentang sensori dan perubahan kualitas pada buah selama pemrosesan (36). Menurut
943
ACEH DEVELOPMENT INTERNATIONAL CONFERENCE 2012 INTERNATIONAL ISLAMIC UNIVERSITY MALAYSIA (IIUM) 26-28 March 2012
Winarno (37), rasa di pengaruhi beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komposisi rasa yang lain.
Gambar 3. Buah Pepaya dalam Suhu Lemari Pendingin (10-150C) pada hari penyimpanan ke 12 (a) Kontrol (KK), (b) Pelapisan Edible Pati Beras (T2 K2), (c) Pelapisan Edible Pektin (T2 K1).
Untuk buah pepaya yang disimpan pada Suhu Lemari Pendingin (10-150C) (Gambar 3); Kontrol (KK) mulai ditolak panelis pada hari ke 6 dengan nilai batas penolakan 2.5 (tidak suka) dan Pelapisan Edible Pati Beras (T2K2) mulai ditolak panelis pada hari ke 14 dengan nilai batas penolakan 2.4 (tidak suka) karena rasa pati beras sudah mulai dominan pada buah pepaya sehingga rasa khas buah pepaya mulai tidak terasa. Pada buah pepaya dengan Pelapisan Edible Pektin (T2K1) rasanya memang masih disukai oleh panelis sampai akhir penyimpanan, hanya saja pada hari ke-20, panelis menilai biasa saja (nilai = 3.5). Kesukaan panelis pada buah pepaya yang diberi perlakuan Pelapisan Edible Pektin (T2K1), dikarenakan adanya penambahan gliserol yang menyebabkan rasa buah menjadi lebih manis dan enak. Menurut Gardjito (38), Setiap bahan makanan akan memiliki rasa yang khas sesuai dengan sifat bahan itu sendiri, atau karena ada zat lain yang ditambahkan pada saat proses pengolahan, sehingga rasa aslinya menjadi berkurang atau mungkin menjadi lebih baik. Kesimpulan Kesimpulan akhir dapat dinyatakan bahwa berdasarkan penilaian terhadap atribut sensori rasa, maka buah pepaya yang diberikan Pelapisan Edible Pektin (T2K1), adalah perlakuan terbaik untuk mempertahankan mutu simpan buah pepaya yang terolah secara minimal dan rasanya paling diterima oleh konsumen. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Saudari Nana Miranti, STP atas dukungan data dan kajian awalnya tentang buah pepaya yang terolah secara minimal di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.
944
ACEH DEVELOPMENT INTERNATIONAL CONFERENCE 2012 INTERNATIONAL ISLAMIC UNIVERSITY MALAYSIA (IIUM) 26-28 March 2012
References 1. Manshardt RM. Papaya. In: Litz RE, editor. Biotechnology in Agriculture No. 8 Biotechnology of Perennial Fruit Crops. Wallingford: CABI; 1992. 2. Teixeira da Silva JA, Rashid Z, Nhut DT, Sivakumar D, Gera A, M. TSJ, et al. Papaya (Carica papaya L.) Biology and Biotechnology : Review. J. Tree and Forestry Science and Biotechnology 2007;1(1):47-73. 3. Moy JH. Papayas. In: Caballero B, Trugo L, Finglas PM, editors. Encyclopedia of Food Science and Nutrition. 2 ed. New York: Academic Press; 2003. p. 4345-4351. 4. Chan H, Tang CS. The Chemistry and Biochemistry of Papaya. In: Inglett GE, Charolambous G, editors. Tropical Foods. New York: Academic Press; 1979. 5. USDA. National Nutrient Database for Standard Reference. In: Available online : http://www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp/search/, Retrieved 12 September 2009. 6. Paull RE, Chen NJ. Postharvest Variation in Cell Wall-degrading Enzymes of Papaya (Carica papaya L.) during Fruit Ripening. Plant Physiol 1983;72(2):382-385. 7. Shiota H. Volatile Components of Pawpaw Fruit (Asimia triloba Dunal). Journal of Agric. and Food Chem. 1991;39(9):1631-1635. 8. King AD, Bolin HR. Physiological and Microbiological Storage Stability of Minimally Processed Fruits and Vegetables. Food Technol 1989;43(2):132-135,139. 9. Wiley RC. Packaging of Minimally Processed Fruits and Vegetables. In: Wiley RC, editor. Minimally Processed Refrigerated Fruits and Vegetables. London, UK: Chapman and Hall; 1994. p. 135-176. 10. Gonzalez-Aguilar GA, Ayala-Zavala, J.F., Olivas, G.I., de la Rosa, L.A., Alvarez-Parilla, E. Preserving Quality of Fresh-cut Products using Safe Technologies. Journal fur Verbraucherschutz und Lebensmittelsicherheit / Journal of Consumer Protection and Food Safety 2009;5(1):65-72. 11. Krochta JM, Baldwin EA, Nisperos-Carriedo MO. Edible Coating and Films to Improve Food Quality. Lancaster, Pensylvenia: Technomic Publishing Company Inc.; 1994. 12. Li P, Barth MM. Impact of Edible Coatings on Nutritional and Physiological Changes in Lightly-processed Carrots Postharvest Biology and Technology 1998;14(1):51-60. 13. Wong DWS, Camirand WM, Pavlath AE. Development of Edible Coating for Minimally Processed Fruits and Vegetable. Pennsylvnia, USA.: Technomic Pub. Co. Inc.; 1994. 14. Schilimme DW. Marketing Lightly Processed Fruits and Vegetables. J. Hort Science 1995;30(1):15-17. 15. Grau MAR, Fortuny RS, Belloso OM. Edible coatings to incorporate active ingredients to fresh-cut fruits: a review. Trend in Food Science & Technology 2009;20(10):438-447. 16. Dougherty RH. Future Prospects for Processed Fruits and Vegetables. J. Food Technol 1990;44(5):136-139. 17. Yusmanizar. Estimation of Stimulation Model for Fresh Jacfruit Storage Periode by Edible Coating in the Atmosphere Condition. Yogyakarta: Gadjah Mada University; 2007. 18. Kester JJ, Fennema OR. Edible Films and Coating: a Review J. Food Sci 1986;40(12):47-59. 19. Bourtoom T. Edible Films and Coating: Characteristics and Properties. International Food Research Journal 2008;15(3). 20. Watada AE, Abe K, Yamuchi N. Physiological Activities of Partially Processed Fruits and Vegetables. J. Food Technol 1990;44(5):116-122. 21. Pantastico EB. Post Harvest Physiology Handling and Utilization of Tropical and Subtopical Fruits and Vegetables Laguna, Phillipines: College of Agriculture; 1989. 22. Bolin HR, Huxsoll CC. Effect of Preparation Procedure and Storage Parameters on Quality Retention of Saladcut Lettuce. J. Food Sci 1991;56(1):60-62. 23. Rosen JC, Kader AA. Postharvest Physiology and Quality Maintenance of Sliced Pear and Strawberry Fruits. J. Food Sci 1989;54(3):656-659. 24. Brecht JK. Physiology of Lightly Processed Fruits and Vegetables. Holticulture Science 1995;30:18-22. 25. Institute of Food Technologies. Minutes of Sensory Evaluation. In: Meeting DB, editor. 35th Annual Meeting; 1975; Chicago, USA: Institute of Food Technologies; 1975.
945
ACEH DEVELOPMENT INTERNATIONAL CONFERENCE 2012 INTERNATIONAL ISLAMIC UNIVERSITY MALAYSIA (IIUM) 26-28 March 2012
26. Frijters JER. Tests of Difference Sense and Measurement of Difference Sense. In: Piggott JR, editor. Sensory Anaysis of Foods. London, UK: Elsevier Applied Science Publishers Ltd; 1984. 27. Topel. Chemie und Physik der Milch. Leipzig, Germany: VEB Fachbuchvelag; 1976. 28. Donhowe IG, Fennema OR. The Effects of Plasticizers on Crystallinity, Permeability, and Mechanical Properties of Methylcellulose Films. Journal of Food Processing and Preservation 1993;17(4):247-257. 29. Quezada-Gallo JA. Delivery of Food Additives and Antimicrobials Using Edible Films and Coatings. In: Huber KC, Embuscado ME, editors. Edible Films and Coating for Food Applications. New York, USA: Springer; 2009. 30. Peryam DR, Pilgrim PJ. Hedonic Scale Method of Measuring Food Preferences. Food Technol 1957;II(9):9-14. 31. Land DG, Shepherd R. Principle of Rating Scales. In: Piggott JR, editor. Sensory Analysis of Foods. London, UK: Elsevier Applied Science Publishers Ltd. ; 1984. 32. Priepke PE, Wei LS, Nelson AI. Refrigerated Storage of Prepackaged Salad Vegetables. J. Food Sci 1976;41(2):379-382. 33. Amerine MA, Roessler EB. Wines: Their Sensory Evaluation. San Francisco: W.H. Freeman; 1976. 34. Priyanto G. Technology of Food Preservation. Infomatek 1988:127-142. 35. Winarno FG. Food Enzyme. Jakarta, Indonesia: Gramedia; 1989. 36. Yamamoto HY. Comparision of the Carotenoids in Yellow and Red-fleshed Carica Papaya. Nature 1964;201:1049-1050. 37. Winarno FG. Food Chemistry and Nutrition. Jakarta, Indonesia: Gramedia; 1997. 38. Gardjito M, Wardana AS. Horticulture: Technical Analysis of Post-Harvest. Yogyakarta, Indonesia: Transmedia Mitra Printika; 2003.
Rahmat Fadhil, Dosen pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, meminati kajian tentang Sensori/Organoleptik Makanan, Pengolahan Makanan, Ekonomi Teknik, Teknik Akuakultur, dan Manajemen Kebijakan.
946