PENGGUNAAN MODEL PERTUMBUHAN SOLOW-SWAN PADA TINGKAT PERTUMBUHAN POPULASI TERBATAS
RITA FITRIA APRILIANI G54104003
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ABSTRACT RITA FITRIA APRILIANI. Determination of Solow-Swan Growth Model with Bounded Population Growth Rate. Under the supervision of TONI BAKHTIAR and ENDAR H. NUGRAHANI. The Solow-Swan growth theory has been used for years to predict economic growth based on capital and population growth or labor forces of a nation. The model assumes that population growth is always constant. This paper analysed the model on a population growth that is nonconstant, but bounded over time. The analysis was started with determining the solution of Solow-Swan model which is a linear differential equation. The next step was comparing the solutions of two models which have different initial values and different population growth rate. This study also examine the convergence and stability aspects of the solution. Some illustrative examples are provided for the Cobb-Douglas production function. Graphical solution was visualized using Mathematica 6.0 software.
ABSTRAK
RITA FITRIA APRILIANI. Penggunaan Model Pertumbuhan Solow-Swan pada Tingkat Pertumbuhan Populasi Terbatas. Dibimbing oleh TONI BAKHTIAR dan ENDAR H. NUGRAHANI. Teori pertumbuhan Solow-Swan telah bertahun-tahun digunakan untuk memprediksi pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan modal dan pertumbuhan tingkat populasi atau angkatan kerja di suatu negara. Model ini mengasumsikan adanya tingkat pertumbuhan populasi yang selalu konstan. Karya ilmiah ini menganalisa teori pertumbuhan Solow-Swan pada tingkat pertumbuhan populasi yang tak-konstan, melainkan bervariasi dan terbatas sepanjang waktu. Analisis dimulai dengan pencarian solusi dari model Solow-Swan yang berupa persamaan diferensial biasa linier. Langkah berikutnya adalah membandingkan solusi-solusi dari dua model yang memiliki nilai awal berbeda dan tingkat pertumbuhan populasi berbeda. Karya ilmiah ini juga membahas kekonvergenan dan aspek-aspek stabilitas dari solusi. Beberapa contoh ilutsrasi diberikan untuk fungsi produksi Cobb-Douglas. Grafik solusi dibuat dengan menggunakan software Mathematica 6.0.
PENGGUNAAN MODEL PERTUMBUHAN SOLOW-SWAN PADA TINGKAT PERTUMBUHAN POPULASI TERBATAS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Rita Fitria Apriliani G54104003
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul
:
Nama NRP
: :
Penggunaan Model Pertumbuhan Solow-Swan Pada Tingkat Pertumbuhan Populasi Terbatas Rita Fitria Apriliani G54104003
Menyetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. NIP. 132 158 750
Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, MS. NIP. 131 842 411
Mengetahui: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. drh. Hasim, DEA. NIP. 131 578 806
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala karunia, pertolongan, dan ilhamnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tanpa ada halangan yang berarti. Shalawat serta salam senantiasa penulis panjatkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabat, khalifah khalifatun, dan yang senantiasa menyertainya hingga akhir zaman. Tugas akhir ini penulis persembahkan khusus kepada kakak tercinta (alm.) Rika Maria Afni, yang meninggal pada tahun ketiganya (tahun 2000) saat menempuh studi di Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB. Rasa terima kasih yang tak terhitung banyaknya penulis ucapkan kepadanya yang telah memberikan banyak perhatian, kebaikan, serta didikan yang luar biasa semasa hidupnya bersama penulis . Terima kasih penulis ucapkan kepada : 1.
Ayah dan Ibu tercinta, Mulyono Surya Permadi dan Eva Maria Hanim yang telah membesarkan, mendidik, dan tak bosan-bosannya selalu memberikan nasehat, dukungan (baik fisik maupun moriil), motivasi, kasih sayang serta doa-doanya kepada penulis. Kakak-kakak tercinta, Arry Surya Permadi dan Mekkah Risa atas semua ajaran dan dukungannya setiap saat.
2.
Bapak Toni Bakhtiar dan Ibu Endar H. Nugrahani selaku dosen pembimbing dan Bapak Donny Citra Lesmana selaku penguji, atas kesabaran dan dukungan dalam membimbing dan mengarahkan penulis.
3.
Wijaya Adha Pribady, motivator sekaligus inspirasi terbesar bagi penulis.
4.
Teman-teman terdekat Ndhiet, Sita, Dian, yang senantiasa ada untuk memberikan bantuan moriil maupun materiil. Terima kasih atas semuanya. Matematika angkatan 41 atas segala motivasi, bantuan, kekompakan, dan suka duka yang telah dihadirkan pada penulis dimulai dari TPB hingga akhir selama penulis menempuh studi di Departemen Matematika IPB.
5.
Teman-teman yang banyak sekali direpotkan: Liay, Dee2, Vera, Iput, Mas Ari, Achy.
6.
Sahabat-sahabat pondok ASAD putri atas yang selalu memberikan keceriaan di harihari penulis selama tiga tahun terakhir: Neng Anie, Ingrid, Laweh, Ayat, Mba Wira, Desur (hidup penulis tak berarti tanpa mereka). Teman-teman pondok ASAD lain, terutama angkatan 41 yang bersama-sama berjuang untuk lulus pada tahun 2008.
7.
Seluruh mahasiswa, pengajar, dan staf Departemen Matematika IPB.
8.
Seluruh pihak yang telah banyak berkontribusi dalam pembuatan tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Mei 2008 Rita Fitria Apriliani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Serang, 19 April 1986 dan merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Mulyono Surya Permadi dan Eva Maria Hanim. Pada tahun 1998, penulis menyelesaikan masa studinya di SD Wukir Retawu, dan masuk ke SLTPN 3 Cilegon pada tahun yang sama. Tahun 2001, penulis masuk ke SMUN 2 KS Cilegon dan lalu diterima di Departemen IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2004. Selama masa studi di Depaertemen Matematika IPB, penulis pernah menjadi pengurus Gugus Mahasiswa Matematika IPB periode 2005/2006 dalam divisi Infokom. Penulis juga aktif menjadi panitia di berbagai acara seperti Matematika Ria tahun 2006 dan Matematika Ria tahun 2007.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................... ix I. PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................... 1 1.2 Tujuan......................................................................................................................................... 1 II. LANDASAN TEORI................................................................................................................... 1 2.1 Fungsi Produksi dan Fungsi Produksi Cobb-Douglas ................................................................ 1 Definisi 1 (Fungsi Produksi) .............................................................................................. 1 Definisi 2 (Fungsi Produksi Cobb-Douglas) ...................................................................... 1 2.2 Fungsi Naik dan Fungsi Turun ................................................................................................... 1 Definisi 3 (Fungsi Naik) .................................................................................................... 1 Definisi 4 (Fungsi Turun) .................................................................................................. 2 2.3 Teorema Perbandingan ............................................................................................................... 2 Definisi 5 (Kondisi Lipschitz) ............................................................................................ 2 Lema 1 ............................................................................................................................... 2 Teorema Perbandingan ...................................................................................................... 2 2.4 Fungsi Kontinu dan Pertaksamaan Gronwall ............................................................................. 2 Definisi 6 (Fungsi Kontinu) .............................................................................................. 2 Definisi 7 (Pertaksamaan Gronwall) ................................................................................. 2 2.5 Persamaan Diferensial ................................................................................................................ 2 Definisi 8 (Persamaan Diferensial Biasa) ......................................................................... 2 Definisi 9 (Persamaan diferensial Linier) ......................................................................... 3 Definisi 10 (Persamaan Diferensial Bernoulli) ................................................................. 3 2.6 Returns to Scale .......................................................................................................................... 3 Definisi 11 (Constant Returns to Scale) ............................................................................ 3 Definisi 12 (Increasing Returns to Scale) ......................................................................... 4 Definisi 13 (Decreasing Returns to Scale) ........................................................................ 4 2.7 Definisi Lain ............................................................................................................................... 4 Definisi 14 (Ruang Metrik) ............................................................................................... 4 Definisi 15 (Stabil Lyapunov dan Stabil Asimtotik) .......................................................... 4 Definisi 16 (Aturan L’Hopital) .......................................................................................... 5 Teorema Nilai Rata-Rata .................................................................................................... 5 III. MODEL PERTUMBUHAN SOLOW-SWAN .......................................................................... 5 3.1 Model dengan Tingkat Pertumbuhan Populasi Konstan............................................................. 5 3.2 Model dengan Tingkat Pertumbuhan Populasi Terbatas ............................................................ 7 3.3 Beberapa Fakta pada Dinamika Model....................................................................................... 7 3.4 Stabil Asimtotik pada Solusi .................................................................................................... 11 3.5 Solusi Model untuk Fungsi Produksi Cobb-Douglass .............................................................. 12 IV. SIMPULAN ............................................................................................................................. 19 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................... 20
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram fase Solow-Swan ............................................................................................. 7 Gambar 2. Pertumbuhan Steady State .............................................................................................. 9 Gambar 3. Pemetaan k a sf ( k ) / k ................................................................................................ 9 Gambar 4. Solusi model dengan modal awal per kapita berbeda dan tingkat pertumbuhan konstan dengan n = 2% .. ............................................................................................. 15 Gambar 5. Dua solusi model dengan modal awal per kapita berbeda dan tingkat pertumbuhan tak-konstan dengan n(t ) = 1/(t + 1) .............................................................................. 16 Gambar 6. Dua solusi model dengan tingkat pertumbuhan konstan yang berbeda dengan nA = 2% dan nB = 7% ..................................................................................................... 17 Gambar 7. Dua solusi model dengan tingkat pertumbuhan tak-konstan yang berbeda dengan n A (t ) = 1/(t + 2) dan nB (t ) = 1/(t + 1) ........................................................................... 17 Gambar 8. Tiga solusi model dengan kondisi tingkat pertumbuhan populasi 0=nt( )A ≤n(t)B ≤nt ( )C =1 ..................................................................................................... 18
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Bukti Teorema Perbandingan ..................................................................................... 22 Lampiran 2. Pembuktian Solusi Tunggal ....................................................................................... 23
I. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Model pertumbuhan Solow-Swan (the Solow-Swan growth model) atau disebut juga model neoklasik (the neo-classical model) pertama kali dikembangkan pada tahun 1950 oleh Robert Solow dan Trevor Swan, dan secara analitis merupakan model pertumbuhan pertama yang diterima sebagai model pertumbuhan jangka panjang (long-run growth model). Model ini mengasumsikan bahwa negara-negara menggunakan sumberdayanya secara efisien, dan terdapat imbal hasil yang selalu berkurang (diminishing returns) terhadap peningkatan modal dan tenaga kerja. Dari dua asumsi ini, terdapat tiga prediksi penting. Pertama, peningkatan modal per tenaga kerja menciptakan pertumbuhan ekonomi selama masyarakat dapat terus memberikan modal secara produktif. Kedua, negara-negara miskin dengan tingkat modal per kapita yang rendah akan tumbuh lebih cepat karena setiap investasi dari modal akan menghasilkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang memiliki modal lebih besar. Ketiga, dikarenakan adanya diminishing returns terhadap modal, tingkat ekonomi akan mencapai suatu keadaan di mana peningkatan modal baru tidak akan
menyebabkan pertumbuhan ekonomi. Keadaan ini disebut dengan keadaan tunak (steady state). Selama berpuluh-puluh tahun, model pertumbuhan Solow-Swan digunakan untuk memprediksi pertumbuhan ekonomi suatu negara karena model ini menunjukkan bagaimana tabungan, pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi mempengaruhi tingkat output perekonomian serta pertumbuhannya sepanjang waktu. Penggunaan model pertumbuhan SolowSwan selama ini diberlakukan dengan asumsi tingkat pertumbuhan populasi adalah konstan sepanjang waktu. Penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan perilaku model ini pada output perekonomian suatu negara jika asumsi yang digunakan pada tingkat pertumbuhan populasi adalah tak-konstan atau terbatas pada suatu titik sepanjang waktu. 2. Tujuan Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh model Solow-Swan dalam suatu sistem perekonomian yang memiliki tingkat pertumbuhan populasi terbatas, berkaitan dengan pendapatan per kapita dan tingkat tenaga kerja.
II. LANDASAN TEORI Untuk menyelesaikan model pertumbuhan Solow-Swan pada tingkat populasi terbatas diperlukan beberapa pemahaman teori seperti di bawah ini: 2.1 Fungsi Produksi dan Fungsi Produksi Cobb-Douglas Definisi 1 (Fungsi Produksi) Fungsi produksi standar merupakan suatu fungsi yang memiliki persamaan:
Y = F ( K , L ), Dengan Y, K, dan L berturut-turut adalah output, modal, dan tenaga kerja. (Mankiw, 2003)
Definisi 2 (Fungsi Produksi Cobb-Douglas) Suatu fungsi produksi standar yang diaplikasikan untuk menggambarkan proses produksi dengan dua input dan banyak output disebut dengan fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi ini memiliki persamaan: α (1−α )
Y = F ( K , L) = K L
,
0 ≤ α ≤ 1,
dengan F(K, L) adalah output, K adalah modal, L tenaga kerja, dan α parameter elastisitas. (Mankiw, 2003) 2.2 Fungsi Naik dan Fungsi Turun Definisi 3 (Fungsi Naik) Fungsi F disebut naik pada selang I jika f ( x1 ) < f ( x2 ) saat x1 < x2 pada selang I. (Stewart, 2001)
Definisi 4 (Fungsi Turun) Fungsi F disebut turun pada selang I jika f ( x1 ) > f ( x2 ) saat x1 < x2 pada selang I. ( Stewart, 2001)
2.3 Teorema Perbandingan
dengan
F ( x, y ) ≤ G ( x, y )
pada
selang
a ≤ x ≤ b dan F dan G memenuhi kondisi Lipschitz. Jika maka f (a) = g (a)
f ( x, y ) ≤ g ( x, y ) untuk semua x ∈ [a, b]. (Birkhoff & Rota, 1978) Bukti: Lihat Lampiran 1.
Definisi 5 (Kondisi Lipschitz) Suatu fungsi F ( x, y ) memenuhi suatu kondisi Lipschitz pada domain D jika ada suatu konstanta taknegatif L sehingga kondisi y2 > y1 akan menyebabkan
F ( x, y2 ) − F ( x, y1 ) ≤ L ( y2 − y1 ) .
2.4 Fungsi Kontinu Gronwall
dan
Pertaksamaan
Definisi 6 (Fungsi Kontinu) Sebuah fungsi f kontinu pada bilangan a jika:
lim f ( x ) = f ( a ).
(Birkhoff & Rota, 1978)
x→a
(Stewart, 2001) Lema 1 Misalkan σ adalah suatu fungsi terturunkan yang memenuhi pertaksamaan diferensial
σ ′( x ) ≤ K σ ( x ), dengan K adalah a ≤ x ≤ b . Maka,
sebuah
konstanta
(1)
kontinu pada t0 ≤ t ≤ t1 dan berlaku φ (t ) ≥ 0
dan
dan ψ (t ) ≥ 0 . Jika persamaan berikut terpenuhi: t
σ ( x ) ≤ σ ( a )e K ( x − a ) ,
φ (t ) ≤ K + ∫ ψ ( s )φ ( s ) ds , t0
untuk a ≤ x ≤ b. (Birkhoff & Rota, 1978) Bukti: Kedua sisi Persamaan (1) dikalikan dengan
e
− Kx
Definisi 7 (Pertaksamaan Gronwall) Misalkan φ dan ψ adalah fungsi-fungsi yang
dengan K konstanta positif, maka berlaku:
t t0
kemudian ruasnya dipindah, diperoleh:
0 ≥ e− Kx [σ ′( x) − K σ ( x)] =
{
}
d σ ( x)e − Kx . dx
Fungsi σ ( x ) e − K x memiliki turunan nol atau negatif dan sekaligus merupakan fungsi taknaik pada selang a ≤ x ≤ b . Maka
σ ( x )e
− Kx
≤ σ ( a )e
σ ( x ) ≤ σ ( a )e = σ ( a )e
(Birkhoff & Rota, 1978) Bukti: Lihat Birkhoff & Rota (1928). 2.5 Persamaan Diferensial (PD) Definisi 8 (Persamaan Diferensial Biasa) Jika y adalah sebuah fungsi dengan pemetaan y:R →R
− Ka − Ka Kx
e
K ( x −a )
.
Teorema Perbandingan Misalkan f dan g masing-masing adalah solusisolusi dari persamaan-persamaan diferensial:
y ′ = F ( x, y ),
φ (t ) ≤ K exp ∫ ψ ( s ) ds .
z ′ = G ( x, z ) ,
terhadap x dengan y maka fungsi:
F ( x, y , y ′,
(i )
...,
adalah turunan dari y,
y
( n −1)
)=y
(n)
,
disebut sebuah persamaan diferensial biasa orde n. (Hartman, 2002)
Definisi 9 (Persamaan Diferensial Linear) Suatu persamaan diferensial disebut linear jika F dapat dituliskan sebagai sebuah kombinasi linear dari turunan y:
y
(n)
n −1
= ∑ ai ( x ) y
y′ −
2y
2 2
= −x y .
x (i )
+ r ( x ),
Persamaannya penggantinya adalah:
i =1
dengan
Contoh: Diberikan persamaan Bernoulli
ai ( x ) dan r(x) adalah fungsi-fungsi
kontinu di x. Jika r ( x ) = 0 , maka persamaan di atas disebut persamaan diferensial biasa homogen. Selain itu, disebut dengan persamaan diferensial tak homogen. (Hartman, 2002)
w′ +
2
2
w=x .
x Kedua ruas pada persamaan pengganti dikalikan dengan M ( x ) = e
1 2 ∫ dx x
=e
ln x 2
2
=x ,
sehingga diperoleh: Definisi 10 (Persamaan Diferensial Bernoulli) Persamaan diferensial Bernoulli memiliki bentuk: n
y ′ + P ( x ) y = Q ( x ) y , n ≠ 0,1 .
(2)
(Hartman, 2002) Solusi persamaan Bernoulli dapat ditentukan dengan membagi kedua ruas dengan sehingga diperoleh:
y′ y
n
n
y ,
2 4 w′x + 2 xw = x . 2
Ruas kiri merupakan turunan dari wx terhadap x. Kedua ruas diintegralkan: 2
4
∫ ( wx )′dx = ∫ x dx , wx = (1/5) x + C0 , 2
5
(1 / y ) x 2 = (1/5) x 2 + C0 . Jadi, solusi untuk y adalah
+
P( x) y
n −1
= Q( x) . y=
Sebuah variabel pengganti dibuat untuk mengubah persamaan tersebut menjadi persamaan diferensial linear orde pertama: Misalkan w = 1 / y
n −1
, didapatkan:
(
)
n w′ = (1− n ) / y y ′ .
(3)
Persamaan (3) disubstitusikan pada Persamaan (2) diperoleh persamaan pengganti:
w′ 1− n
+ P ( x) w = Q( x) .
Persamaan (4) dapat diselesaikan menggunakan faktor pengintegralan
∫
1− n P ( x ) dx
M ( x) = e
(4) dengan
5x 5
2
x + C0
.
2.6 Returns to Scale Misalkan K dan L adalah input-input dari suatu fungsi produksi:
Y = F ( K , L) , dengan Y adalah output. Jika ada suatu konstanta pengali λ yang menyebabkan peningkatan input dan persamaan di atas menjadi:
Yλ = F (λ K , λ L ) = λ F ( K , L ), ∀λ > 0 , maka akan dihasilkan jumlah output-output baru yang proporsinya bergantung pada besarnya λ .
. Definisi 11 (Constant Returns to Scale) Constant returns to scale terjadi saat proporsi peningkatan jumlah output yang dihasilkan adalah sebanding (sama besar) dengan λ . (Moffatt, 2008)
Contoh: Misalkan diberikan sebuah fungsi produksi:
Dengan pengali λ , diperoleh fungsi produksi baru:
Y = 2 K + 3L .
Yλ = (λ K )
Jika input ditingkatkan sebesar λ , maka akan tercipta sebuah fungsi baru:
=λ
0.5
K
0.3
(λ L )
0.2
0.3 0.2
L
0.5
= λ Y.
Yλ = 2(λ K ) + 3(λ L )
0.5
= 2λ K + 3λ L = λ (2 K + 3L ) = λY . Jika input ditingkatkan sebesar λ , maka output akan meningkat sebesar λ pula.
Sehingga jika λ > 1, maka λ < λ . Proporsi peningkatan output akan lebih kecil daripada proporsi peningkatan input. Jika 0 < λ < 1 , maka akan terjadi increasing returns to scale.
2.7 Definisi Lain Definisi 12 (Increasing Returns to Scale) Increasing returns to scale terjadi saat proporsi peningkatan jumlah output yang dihasilkan adalah lebih besar dari λ . (Moffatt, 2008) Contoh: Misalkan diberikan sebuah fungsi produksi:
Y = (0.5) KL .
Yλ = (0.5)(λ K )(λ L ) 2
= λ (0.5) KL 2
Y. 2
Sehingga jika λ > 1, maka λ > λ . Proporsi peningkatan output akan lebih besar daripada proporsi peningkatan input. Jika 0 < λ < 1 , maka akan terjadi decreasing returns to scale. Definisi 13 (Decreasing Returns to Scale) Decreasing returns to scale terjadi saat proporsi peningkatan jumlah output yang dihasilkan adalah kurang dari λ . (Moffatt, 2008) Contoh: Misalkan diberikan sebuah fungsi produksi:
Y =K
0.3 0.2
L .
(i ) d ( x, x) = 0 ( x ∈ X ), (ii ) d ( x, y ) > 0 ( x, y ∈ X , x ≠ y ), (iii ) d ( x, y ) = d ( y, x) ( x, y ∈ X ),
Dengan pengali λ , diperoleh fungsi produksi baru:
=λ
Definisi 14 (Ruang Metrik) Misalkan X adalah suatu himpunan. Suatu metrik untuk X adalah sebuah fungsi d dengan daerah asal X × X dan daerah hasil meliputi [0, ∞) sehingga:
(iv) d ( x, y ) ≤ d ( x, z ) + d ( z , y ) ( x, y ∈ X ) (pertaksamaan segitiga).
Jika d adalah sebuah metrik untuk X, maka pasangan berurut X , d disebut suatu ruang metrik. (Goldberg, 1976) Definisi 15 (Stabil Lyapunov dan Stabil Asimtotik) adalah ruang metrik dan Misalkan X , d
f : X → X sebuah fungsi kontinu. Suatu x ∈ X dikatakan stabil Lyapunov jika untuk setiap ε > 0 , ada δ > 0 sehingga untuk setiap d ( x, y ) < δ , maka y ∈ X , jika d ( f n ( x), f n ( y )) < ε , untuk setiap n ∈ Ν . X disebut stabil asimtotik jika ada δ > 0 sehingga
n
n
lim d ( f ( x ), f ( y )) = 0 kapanpun
n →∞
d(x,y) < δ. (Lyapunov, 1966)
Definisi 16 (Aturan L’Hopital) Misalkan f dan g terturunkan dan g ′( x) ≠ 0 dekat a (kecuali mungkin di a). Misalkan bahwa
asalkan limit di ruas kanan ada (atau bernilai ∞ atau −∞ ). (Stewart, 2001)
lim f ( x ) = 0 dan lim g ( x) = 0,
Teorema Nilai Rata-Rata Jika f : [ a, b] → R adalah fungsi yang kontinu
x→ a
x→ a
atau bahwa
pada selang tutup [ a, b] dan terturunkan pada
lim f ( x) = ±∞ dan lim g ( x) = ±∞ .
x→ a
selang buka ( a, b) .
x→ a
Maka, ada c pada ( a, b) sehingga
Dengan kata lain, akan didapatkan bentuk taktentu jenis 0 / 0 atau ∞ / ∞ . Maka f ( x) f ′( x) = lim lim , x→ a g ( x) x → a g ′( x )
f ' (c ) =
f (b ) − f ( a ) b−a
.
(Stewart, 2001) Bukti: Lihat Stewart (2001).
III. MODEL PERTUMBUHAN SOLOW–SWAN 3.1 Model dengan Tingkat Pertumbuhan Populasi Konstan Model pertumbuhan Solow-Swan memiliki struktur dasar yang terdiri atas: A. Fungsi produksi agregat Persamaan fungsi produksi agregat adalah sebagai berikut
Y (t ) = F ( K (t ), L(t )).
(5)
dengan Y(t) menyatakan output atau pendapatan agregat yang merupakan fungsi dari persediaan modal K(t) dan angkatan kerja L(t) pada t.
∂F ( K , L ) = FL > 0, ∂L ∂MPL ∂ 2 F ( K , L) = = FLL < 0. ∂L ∂L2 MPL =
Kedua hal di atas menunjukkan bahwa pertambahan input tenaga kerja akan menghasilkan produk marjinal yang selalu bernilai positif dan semakin menurun seiring pertambahan input. b. Constant Returns to Scale (CRTS) pada modal dan tenaga kerja, yaitu:
F (λ K , λ L ) = λ F ( K , L ), ∀λ > 0. B. Asumsi neoklasik pada fungsi produksi a. Produk marjinal yang positif dan menurun terhadap faktor input modal:
∂F ( K , L) = FK > 0, ∂K ∂MPK ∂ 2 F ( K , L) = = FKK < 0. ∂K ∂K 2 MPK =
Asumsi ini menunjukkan bahwa kenaikan proporsi input akan menyebabkan kenaikan output sebesar proporsi kenaikan input (sebanding). c. Kondisi Inada
lim FK = lim FL = ∞,
K →0
K →∞
Kedua hal di atas menunjukkan bahwa penambahan input modal akan menghasilkan produk marjinal yang selalu bernilai positif dan semakin menurun seiring penambahan input. Hal yang sama berlaku untuk faktor input tenaga kerja:
L→0
lim FK = lim FL = 0. L→∞
Fungsi produksi Y = F(K, L) dengan asumsi CRTS dapat dituliskan kembali menjadi :
Y = LF ( K / L ,1)
(6)
yang selanjutnya dapat disederhanakan menjadi
y = f (k ) ,
dengan k ≡ K / L, y ≡ Y / L, dan f (k) = F (k,1). Di sini k menyatakan rasio modal-tenaga kerja, dan y menyatakan output atau pendapatan per kapita. Dengan mengetahui F(K,L)=Lf(k), diperoleh pendapatan marjinal: f ′(k ) > 0, f ′′(k ) < 0 , untuk setiap k>0.
Selain itu,
f (0) = 0, f (∞) = ∞, f ′(0) = ∞, dan f ′(∞ ) = 0. Untuk menentukan pesamaan model yang merupakan persamaan dari akumulasi modal dilakukan beberapa analisis. Analisis pertama dimulai dengan kondisi ekuilibrium di mana pengeluaran agregat (agregate expenditure) Y e sama dengan pendapatan nasional Y: Ye =Y .
(7)
Pengeluaran agregat merupakan akumulasi antara besar konsumsi nasional C dengan investasi kotor I, yang dapat dituliskan dalam persamaan Y e = C + I . Maka, Persamaan (7) dapat dituliskan kembali menjadi:
C + I = Y.
(8)
Konsumsi nasional merupakan bagian dari pendapatan yang dibelanjakan Yd dikurangi dengan tabungan nasional S, yang persamaannya:
C = Yd − S .
(9)
Bila Persamaan (9) disubstitusikan pada Persamaan (8) akan didapatkan persamaan ekuilibrium:
Y = (Yd − S ) + I .
(10)
(13)
Selanjutnya, dilihat laju akumulasi modal terhadap waktu yang merupakan hasil pengurangan investasi kotor dengan depresiasi: (14) K& = I − δ K = sY − δ K . dengan I adalah investasi kotor, δ adalah tingkat depresiasi, dan K& = dK / dt. Dari Persamaan (14) diperoleh perubahan persediaan modal per tenaga kerja sepanjang waktu disajikan oleh:
K& / L = s (Y / L ) − δ ( K / L ) = sy − δ k . Karena k = K / L maka:
d ( K / L) = ( K& / L) − k ( L& / L), k& = dt
(15)
dengan L& / L disebut tingkat pertumbuhan populasi. Untuk mempermudah analisis, diasumsikan bahwa seluruh penduduk bekerja, sehingga jumlah penduduk sama dengan jumlah tenaga kerja. Dengan menyubstitusikan (14) pada (15) diperoleh:
k& = sf (k ) − δ k − kL& / L = sf (k ) − δ + ( L& / L) k .
(
)
(16)
Jika L& / L bernilai konstan, dan dimisalkan sebagai n, maka diperoleh model pertumbuhan Solow-Swan yang persamaannya diberikan sebagai berikut (17)
(11)
Dalam kondisi ekuilibrium, berlaku kondisi keadaan tunak yang mengharuskan tingkat investasi sama dengan jumlah tabungan, atau besar pendapatan nasional sama dengan pendapatan yang dibelanjakan. Hal ini terjadi saat ruas kanan maupun ruas kiri pada Persamaan (11) bernilai 0. Ini berarti,
Y = Yd atau I = S .
I = sY .
k& = sf (k ) − (δ + n)k ,
atau
Y − Yd = I − S .
dituliskan sebagai S = sY, dengan s adalah proporsi tabungan. S = sY disubstitusikan pada persamaan (12) didapatkan:
(12)
Tabungan nasional adalah bagian dari pendapatan nasional yang disimpan, yang dapat
dengan k& didefinisikan sebagai laju akumulasi modal per kapita. Pada keadaan tunak, k& = 0. Jika k * adalah modal per kapita pada keadaan tunak maka pastilah sf (k *) = (δ + n)k *. Telah diketahui sebelumnya bahwa dk / dt = 0 pada keadaan tunak k *. Jika k < k * maka dk / dt > 0. Sebaliknya, jika k > k * maka dk / dt < 0. Pada Gambar 1, digambarkan diagram fase dari persamaan diferensial Solowian.
Misalkan k1 ∈ (0, k *) dan k2 ∈ (k *, ∞) :
dikembangkan menggunakan batas atas dan batas bawah dari n(t).
k&
Teorema 1 Misalkan ki (t ), i = 1, 2 masing-masing adalah solusi-solusi dari persamaan diferensial:
k& = sf (k ) − (δ + n(t ))k , ki (0) = ki ,0 .
k1 k*
k2
Jika k1,0 < k2,0 , maka k1 (t ) < k2 (t ) untuk setiap t.
k
k& = sf ( k ) − (δ + n) k
Gambar 1. Diagram fase Solow-Swan 3.2 Model dengan Tingkat Pertumbuhan Populasi Terbatas Pada umumnya, model Solow-Swan digunakan pada fungsi produksi yang mengasumsikan bahwa tingkat pertumbuhan populasi bernilai konstan. Pada bagian ini, tingkat pertumbuhan populasi diasumsikan tidak konstan, yaitu n = n(t ) dan L(0) diketahui. Diasumsikan juga bahwa 0 ≤ n(t ) ≤ n * dan lim n(t ) = n∞ . t →∞
Dengan tingkat pertumbuhan populasi yang tidak konstan, tingkat pertumbuhan ekonomi tidak lagi hanya dapat diukur melalui modal atau tingkat tabungan yang berubah tapi juga dapat diukur dengan melihat perubahan pada tingkat pertumbuhan populasinya. Keadaan di atas selanjutnya memodifikasi persamaan Solow-Swan menjadi:
k& = sf (k ) − (δ + n(t ))k .
(18)
3.3 Beberapa Fakta pada Dinamika Model Misalkan diberikan masalah diferensial
k& = sf (k ) − (δ + n(t ))k , k (0) = k0
(19)
Masalah ini mempunyai solusi tunggal k(t) yang terdefinisi pada [0,∞). (Dibuktikan pada Lampiran 2). Teorema 1, 2, dan 3 berikut ini membahas perbandingan solusi-solusi dari dua model yang memiliki nilai awal berbeda, tingkat pertumbuhan populasi n(t) berbeda yang kemudian pada bahasan berikutnya
Teorema 1 ini menunjukkan bahwa modal awal per kapita berpengaruh positif terhadap modal per kapita sepanjang waktu (sebanding). Misalkan negara A memiliki modal awal per kapita lebih besar daripada negara B, maka besarnya modal per kapita negara A sepanjang tahun tersebut dapat diprediksi akan lebih besar daripada modal per kapita negara B. Bukti: Misalkan
F (k , t ) = sf (k1 ) − (δ + n(0))k1 , G (k , t ) = sf (k2 ) − (δ + n(0))k2 . Jika k1,0 < k2,0 maka F (k , t ) < G (k , t ). Berdasarkan Teorema Perbandingan, jika k1 (t ) dan k2 (t ) berturut-turut adalah solusi-solusi dari F (k , t ) dan G (k , t ) , maka:
F (k , t ) < G (k , t ) ⇒ k1 (t ) < k2 (t ). Terbukti. Teorema 2 Misalkan ki (t ), i = 1, 2 masing-masing adalah solusi-solusi dari persamaan diferensial:
k& = sf (k ) − (δ + ni (t ))k , k (0) = k0 . n1 (t ) ≤ n2 (t ) , untuk setiap t, maka k1 (t ) ≥ k2 (t ) untuk setiap t. Teorema 2 ini menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan populasi berpengaruh negatif terhadap modal per kapita sepanjang waktu (berbanding terbalik). Misalkan negara A memiliki tingkat pertumbuhan populasi lebih tinggi daripada negara B, maka besarnya modal per kapita negara A dapat diprediksi akan lebih rendah daripada modal per kapita negara A. Jika
Karena 0 ≤ n(t ) ≤ n * menggunakan Teorema 2:
Bukti: Misalkan
F (k , t ) = sf (k ) − (δ + n1 (t ))k , G (k , t ) = sf (k ) − (δ + n2 (t ))k , k (0) = k0 . Jika n1 (t ) ≤ n2 (t ), maka F (k , t ) ≥ G (k , t ). Berdasarkan Teorema Perbandingan, jika k1 (t ) dan k2 (t ) berturut-turut adalah solusi-solusi dari F (k , t ) dan G (k , t ) , maka
F (k , t ) ≥ G (k , t ) ⇒ k1 (t ) ≥ k2 (t ).
maka
dengan
0 ≤ n(t ) ≤ n* ⇒ G (k , t ) ≥ M (k , t ) ≥ F (k , t ). Berdasarkan Teorema Perbandingan:
F (k , t ) ≤ M (k , t ) ⇒ k1 (t ) ≤ k (t ), M (k , t ) ≤ G (k , t ) ⇒ k (t ) ≤ k2 (t ), dan F (k , t ) ≤ G (k , t ) ⇒ k1 (t ) ≤ k2 (t ). Ketiga akibat di atas dapat dituliskan kembali dalam bentuk yang sederhana menjadi:
F (k , t ) ≤ M (k , t ) ≤ G(k , t ) ⇒ k1 (t ) ≤ k (t ) ≤ k2 (t ).
Terbukti. Teorema 3 Misalkan k1 (t ) adalah solusi dari persamaan
k& = sf (k ) − (δ + n*)k , k (0) = k0 , dan k2 (t ) adalah solusi dari persamaan
k& = sf (k ) − δ k , k (0) = k0 . Jika k(t) menyelesaikan masalah (19) maka k1 (t ) ≤ k (t ) ≤ k2 (t ), untuk setiap t. Seperti Teorema 2, Teorema 3 menunjukkan hubungan antara tingkat pertumbuhan populasi dengan modal per kapita yang tak sebanding. Dari Teorema 2 dan Teorema 3 ini, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan populasi, modal per kapita yang diperoleh akan semakin rendah. Hal ini selanjutnya akan menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin rendah pula. Bukti: Misalkan
F (k , t ) = sf (k ) − (δ + n*)k , G (k , t ) = sf (k ) − δ k , dan M (k , t ) = sf (k ) − (δ + n(t ))k , k (0) = k0 . Penyelesaian Teorema 3 ini dapat dilakukan dengan dua langkah, yaitu membuktikan k1 (t ) ≤ k (t ) lalu membuktikan k (t ) ≤ k2 (t ). Diketahui dari Teorema 3, bahwa k1 (t ), k2 (t ), dan k (t ) masing-masing adalah solusi-solusi dari F (k , t ), G (k , t ), dan M (k , t ).
Terbukti. Teorema berikutnya membahas kekonvergenan solusi. Teorema 4 Misalkan k(t) adalah solusi dari persamaan k& = sf (k ) − (δ + M )k , k (0) = k0 , dengan M adalah suatu konstanta positif. Jika t → +∞, maka k(t) konvergen ke suatu keadaan tunak k* dalam sistem. Teorema 4 menunjukkan bahwa suatu sistem perekonomian yang sudah berada dalam kondisi keadaan tunak, berapapun modal per kapita yang dimiliki atau diperoleh sistem tersebut akan selalu bergerak menuju modal per kapita ekuilibrium untuk kembali memenuhi keadaan tunak. Bukti: Jika k* suatu kondisi steady state maka k&* = 0. Nilai k * ini merupakan titik potong dari kurva z = sf (k ) dan z = (δ + M ) k pada bidang koordinat (k,z). Jika k < k * , maka dk / dt > 0 karena tingkat tabungan yang tersedia melebihi kebutuhan investasi yang ada. Ini mengakibatkan tingkat pertumbuhan k menjadi positif dan k meningkat secara monoton menuju k * . *
Jika k > k , maka dk / dt < 0 karena tingkat tabungan yang tersedia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan investasi yang ada. Ini mengakibatkan tingkat pertumbuhan menjadi negatif dan k menurun secara monoton menuju k * . Oleh karena itu, k(t) meningkat menuju k * * * jika k < k dan menurun menuju k * jika k > k .
Gambar 2 menggambarkan keadaan ini.
lim sf (k ) / k = lim sf ′(k )
k →0
k →0
= lim sf ′(0) k →0
z
= ∞.
y=f(k)
y*
z=(M+δ)k z=sf(k)
z*
k
k*
k>k*
Dari kedua perhitungan di atas, grafik pemetaan k a sf ( k ) / k monoton turun seperti digambarkan sebagai berikut:
sf (k ) / k
k
Gambar 2. Pertumbuhan steady-state Akibat 1
k * adalah solusi sf (k ) = (δ + M )k .
tunggal
dari
persamaan
k
Akibat 1 menyatakan bahwa k * merupakan satu-satunya modal per kapita yang mungkin diperoleh saat kondisi keadaan tunak. Bukti: Dapat dilihat pada Gambar 2, k * merupakan satu-satunya titik potong dari kurva z = sf (k ) dan z = (δ + M )k . Ini menunjukkan bahwa k * adalah satu-satunya solusi dari persamaan Berarti, sf (k ) = (δ + M )k .
k * adalah solusi unik dari persamaan ini. Akibat 2 Pemetaan k a sf ( k ) / k adalah menurun secara monoton. Dari Akibat 2 dapat disimpulkan bahwa k yang semakin besar justru akan menyebabkan nilai sf (k ) / k yang semakin kecil.
Gambar 3. Pemetaan k a sf ( k ) / k Secara garis besar, dari Teorema 1, 2, dan 3 telah ditunjukkan bahwa besar modal awal per kapita berbanding lurus dengan modal per kapitanya, sekaligus juga berbanding lurus dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, tingkat pertumbuhan populasi justru berbanding terbalik dengan nilai modal per kapita dan tingkat pertumbuhan ekonominya. Dalam Teorema berikut ini, akan dibahas mengenai dua modal per kapita yang sama-sama berada dalam kondisi keadaan tunak tetapi memiliki tingkat pertumbuhan populasi yang berbeda. Teorema 5 Misalkan k1 (t ) adalah solusi dari persamaan k& = sf (k ) − (δ + n*)k , k (0) = k , 0
Bukti: Dengan aturan L’Hopital:
lim sf (k ) / k = lim sf ′(k )
k →∞
k →∞
= lim sf ′(∞ ) k →∞
= 0, dan
dan k2 (t ) adalah solusi dari persamaan k& = sf (k ) − δ k , k (0) = k . 0
Misalkan k1 * dan k2 * berturut-turut adalah keadaan tunak dari kedua masalah di atas. Maka yang berikut ini berlaku: (i) Jika n* > 0 maka k1* < k2 *.
(ii) lim k (t ) = k∞ * untuk suatu keadaan tunak t →+∞
pada model Solow–Swan dengan n = n∞ . (iii) Misalkan n(t) adalah suatu fungsi menurun yang monoton ( n∞ = 0, n* = n(0)). Maka hal-hal berikut ini berlaku: (a) Jika k0 ≤ k1 * maka k& (t ) ≥ 0 untuk setiap t. (b) Jika k1* < k0 ≤ k2 * maka ada τ > 0 sehingga t ∈ ( 0, τ ]
k& (t ) ≤ 0
dan
untuk k& (t ) ≥ 0 ,
setiap untuk
t ∈ [τ , ∞ ) . (c) Jika k2 * < k0 maka k&(t ) ≤ 0 untuk setiap t. Bukti: (i) Jika k1* ≥ k2 * , maka
sf (k1*) sf (k2 *) ≤ . k1 * k2 * Karena k1 * dan k2 * sama-sama merupakan modal per kapita dalam keadaan tunak, maka diperoleh
sf (k1*) sf (k2 *) δ + n* = ≤ = δ. k1 * k2 * Karena n* > 0, haruslah δ ≤ δ + n * . Kontradiksi. (ii) Misalkan lim k (t ) = k * dan lim k&(t ) = M . t →+∞
t →+∞
Jika k kontinu pada selang [t , t + 1] dan terturunkan pada selang (t , t + 1), dengan Teorema Nilai Rata-rata dapat dituliskan
k (t + 1) − k (t ) = k& (ξt ) , untuk setiap ξt ∈ (t , t + 1) . Hal ini mengakibatkan:
lim [ k (t + 1) − k (t ) ] = lim k& (ξ t ).
t →+∞
t →+∞
Jika t → +∞ , maka lim ξ t = +∞. t →+∞
Karena lim k&(t ) = M , maka berlaku t →+∞
lim k&(ξ t ) = M , dan
t →+∞
lim [ k (t +1) − k (t )] = lim k (t + 1) − lim k (t )
t →+∞
t →+∞
t →+∞
= k * −k * = 0. Karena
lim [ k (t + 1) − k (t )] = lim k&(ξ t ),
t →+∞
t →+∞
maka 0 = M. Pada keadaan tunak, k& = 0. Untuk tingkat n∞ , pertumbuhan populasi terbatas persamaannya menjadi:
0 = sf (k *) − (δ + n∞ )k *. Jika persamaan ini memiliki solusi tunggal k∞ * , maka k∞ * = k * . Ini berarti k∞ * merupakan solusi keadaan tunak untuk n = n∞ . ∴ terbukti. (iii)(a)Akan dibuktikan kontraposiif dari pernyaaan yang dimaksud, yaitu jika k& < 0 maka k1* < k0 . Jika k& (t ) < 0 untuk setiap t maka
sf (k (t )) − (δ + n(t ))k (t ) < 0 sf (k (t )) < (δ + n(t ))k (t )
sf (k (t )) < (δ + n(t )), k (t ) untuk setiap t. Misalkan diambil t = 0:
sf (k (0)) − (δ + n(0))k (0) < 0 sf (k (0)) < (δ + n(0))k (0)
(#)
sf (k (0)) < δ + n(0), k (0) Karena k 1* merupakan solusi tunak dan n* = n(0), maka
sf (k1 *) = (δ + n*)k1 *
sf (k1*) = δ + n(0). k1 * Persamaan (##) disubstitusikan Persamaan (#) diperoleh:
sf (k1 *) sf (k (0)) < δ + n(0) = . k (0) k1 *
(##)
pada
(###)
yang dapat juga dituliskan
sf (k (t )) adalah fungsi turun k (t )
Karena
k&(t ) k&(0) + δ + n(t ) > + δ + n(0), k (t ) k0 k&(t ) k&(0) + n(t ) > + n(0), 0> k (t ) k0 k&(t ) + n(t ) < 0, k (t ) k&(t ) < − n(t ). k (t )
δ>
maka k0 > k1 *. Kontradiksi. Haruslah k& (t ) ≥ 0 untuk setiap t. (b) Misalkan k1* < k0 ≤ k2 *. Karena k 1* dan k 2 * merupakan solusi tunak dan
sf (k (t )) adalah fungsi turun maka: k (t )
sf (k1*) sf (k0 ) sf (k2*) > ≥ = δ. k1 * k0 k2 * dan kemudian untuk t = 0 mengakibatkan
δ + n(0) =
Karena n(t) memiliki batas 0 = n∞ ≤ n(t ) ≤ n* = n(0) , maka –n(t) akan bernilai negatif. Diperoleh
k&(0) sf (k (0)) = − (δ + n(0)) < 0. k (0) k (0) k (0) > 0 maka
Jika
k&(0) < 0.
k& (t ) < − n (t ) < 0, k (t ) k& ( t ) < 0, k (t ) k& ( t ) < 0.
Sudah
diketahui untuk t = 0, k&(0) < 0. Jika k&(t ) < 0 untuk setiap t, berlaku
sf (k (t )) − (δ + n(t ))k (t ) < 0 sf (k (t )) < δ + n(t ), k (t )
Maka, k&(t ) < 0, untuk setiap t. Akibat 3 Batas sf ( k (t )) / k (t )
untuk setiap t. Misalkan diambil t → +∞: sf (k (t )) < lim δ + n(t ), lim t →∞ t →∞ k (t ) sf (k2 *) < δ + n∞ , k2 *
δ +0=
Kondisi Inada menunjukkan bahwa k (t ) > 0. Bukti: Kondisi Inada menunjukkan bahwa FL dan FK merupakan fungsi turun dan K maupun L selalu bernilai positif. Karena k = K / L maka nilai k pun akan selalu bernilai positif.
sf (k2 *) < δ + 0. k2 *
kontradiksi. Maka, seharusnya ada t1 > 0 di mana k&(t1 ) > 0. Menurut Teorema Nilai Antara, ada τ ∈ (0, t ) di mana k&(τ ) = 0. 1
Ambil
τ = inf{t > 0 : k&(t ) > 0}
maka
k& (t ) ≤ 0 untuk setiap t ∈ ( 0, τ ] k& (t ) ≥ 0 , untuk t ∈ [τ , ∞ ) .
(c) Misalkan k2 * < k0 . Akibat memberikan pertaksamaan
1
berlaku jika k (t ) > 0 .
dan
sf (k2 *) sfk (t ) sfk (0) δ= > > , k2 k (t ) k (0)
dan
3.4
Stabil Asimtotik pada Solusi
Solusi k (t , k0 ) dari masalah diferensial disebut k& = sf (k ) − (δ + n(t ))k , k (0) = k0 stabil Lyapunov jika untuk suatu bilangan real ε > 0 dan suatu t ada suatu bilangan positif real η (ε , t ) (dengan η bergantung pada ε dan t), sehingga
2
kˆ0 − k0 < η
akan
berakibat
k (t , kˆ0 ) − k (t , k0 ) < ε , untuk setiap t. Jika k (t , k0 ) stabil Lyapunov dan ada suatu bilangan positif cukup kecil µ > 0 sehingga
lim (k(t, kˆ0 ) − k(t, k0 )) = 0 ,
kˆ0 − k0 < µ berakibat
t →+∞
maka k (t , k0 ) disebut stabil asimtotik. Jika suatu solusi stabil asimtotik maka perubahan modal awal per kapita akan menghasilkan modal per kapita yang tidak akan terlalu jauh dari modal per kapita ekuilibrium saat kondisi keadaan tunaknya. Hal ini dibuktikan oleh Teorema 6 di bawah ini.
Dinamika k1 (t ), k2 (t ) ( seperti pada Teorema 2 ) berlaku selama fungsi f ′ menurun dan mengakibatkan f ′(ξ ) < M , untuk suatu konstanta M. Karena f ′ adalah fungsi turun, jika k0 < k1 * maka f ′(ξ ) < f ′(k0 ) . Jika k1* < k0 < k2 * atau
k2 * < k0 , maka f ′(ξ ) < f ′(k1 *) . Saat t ≤ T , dari pernyataan di atas dan pertaksamaan Gronwall diperoleh
Teorema 6 Jika k0 > 0 maka k (t , k0 ) stabil asimtotik.
t
∫
kˆ(t) − k(t) < (kˆ0 − k0 ) + [sM + δ + n(t)](kˆ(t) − k(t))dt
Bukti:
kˆ(t ) = k (t , kˆ0 ) . Dari Teorema 5, diketahui lim (kˆ(t ) − k (t )) = 0,
Misalkan
k (t ) = k (t , k0 )
0
dan
t
∫[sM +δ +n(t)]dt
≤ (kˆ0 − k0 )e0
t →+∞
dimana untuk setiap ε > 0 ada T > 0 sehingga
* ≤ (kˆ0 − k0 )e(sM +δ+n )T
kˆ ( t ) − k ( t ) < ε , untuk t > T . Oleh karena itu,
* ≤| kˆ0 − k0 | e(sM +δ+n )T .
untuk setiap ε > 0 ada η1 > 0 yang membuat
kˆ0 − k0 < η1 mengakibatkan
kˆ(t ) − k (t ) < ε ,
1,
Selanjutnya, k (t ) dan kˆ(t ) dituliskan kembali seperti berikut t
∫
k (t ) = k0 + [ sf (k (t )) − (δ + n(t ))k (t )]dt ,
mengambil
sehingga | kˆ0 − k0 |< η 2 | kˆ (t ) − k (t ) |< ε jika t ≤ T .
mengakibatkan
Dengan mengambil η = min{η1 ,η 2 } , dapat disimpulkan bahwa untuk suatu ε > 0 ada η > 0 sehingga | kˆ0 − k0 |< η mengakibatkan | kˆ(t ) − k (t ) |< ε , untuk semua t. Hal ini akan mengakibatkan lim (k (t , kˆ ) − k (t , k )) = 0 . t →+∞
0 t
*
η = ε / e( sM +δ + n )T , diperoleh bahwa untuk suatu ε > 0 ada η 2 > 0
Dengan
untuk setiap t > T . Pernyataan ini juga berlaku untuk t ≤ T . Misalkan k0 < kˆ0 . Menurut Teorema k (t ) < kˆ (t ) , untuk setiap t.
(21)
0
0
Maka terbukti bahwa k (t , k0 ) stabil asimtotik.
∫
kˆ(t ) = kˆ0 + [ sf (kˆ(t )) − (δ + n(t )) kˆ (t )]dt ,
3.5 Solusi Model untuk Fungsi Produksi Cobb-Douglas
o
diperoleh
Dimisalkan sebuah fungsi produksi neoklasikal memiliki bentuk Cobb-Douglas,
t
∫
kˆ(t) − k(t) ≤ (kˆ0 − k0 ) + {s[ f (kˆ(t)) − f (k(t))] 0
(20)
+ (δ + n(t))(k(t) − k(t))}dt. Dengan menggunakan Teorema Nilai Rata-rata: f (kˆ(t )) − f (k(t )) = f ′(ξ )(kˆ(t ) − k(t )) ,
untuk suatu ξ ∈ ( k (t ), kˆ (t )) .
Y = K α Lβ , 0 < α < 1.
( 22)
dengan α dan β masing-masing adalah parameter elastisitas terhadap kapital dan tenaga kerja. Dalam kasus ini, diambil β = 1 − α karena asumsi yang digunakan adalah constant returns to scale yang terjadi saat α + β = 1.
Persamaan sebagai
(22)
dapat
dituliskan
Y = K α / Lα −1
kembali
Hal di atas menunjukkan bahwa bentuk CobbDouglas memenuhi asumsi-asumsi fungsi produksi neoklasik dan sekaligus dapat digunakan pada persamaan model pertumbuhan Solow-Swan. Dengan menyubstitusikan Persamaan (24) pada Persaman (19) akan diperoleh persamaan model Solow-Swan k& = sk α − (δ + n(t ))k .
(23)
= ( K / L)α L.
Untuk mendapatkan pendapatan per kapita, setiap ruas Persamaan (23) dibagi dengan L diperoleh:
Y / L = ( K / L)α
(24)
y = kα .
Teorema 7 Jika k(t) adalah solusi dari (19) saat y = k α dengan 0 < α < 1 maka:
Diperoleh bahwa
f ′(k ) = y ′ = α k α −1 > 0, f ′′(k ) = y ′′ = −α (1 − α )k α − 2 < 0, lim f ′(k ) = ∞,
k →0
lim f ′(k ) = 0.
k →∞
t
k(t) = e−δt L(t)−1(k01−α + (1−α)s ∫ e(1−α)δu L(u)1−α du)1/ (1−α) .
(25)
0
z& = (1 − α ) s − (1 − α )(δ + L& (t ) / L (t )) z .
Bukti: Persamaan k& = sk α − (δ + n(t ))k adalah sebuah persamaan diferensial taklinear dari tipe Bernoulli. z = k 1−α , diperoleh persamaan Misalkan diferensial linear baru
Dengan mengalikan kedua ruas pada Persamaan (26) dengan faktor pengintegralan t
∫ δ + ( L& (u ) / L (u )) du
M (t ) = e 0
t
∫ δ + ( L& (u ) / L (u )) du
& 0 ze
(26)
t
∫ δ + ( L& (u ) / L(u )) du
+ ((1 − α )(δ + L& (t ) / L(t ))) ze 0
Ruas kiri pada Persamaan (27) merupakan
didapatkan: t
∫ δ + ( L& (u ) / L (u )) du
= (1 − α ) se 0
.
(27)
Dengan mengintegralkan kedua ruas diperoleh
t
∫ (1−α )(δ + ( L& (u ) / L (u )) du
turunan dari ze 0
terhadap t.
t t t (1−α )(δ +( L& (v)/ L(v))) dv t ∫δ +( L& (v) / L(v))dv ∫ (1−α )(δ +( L& (v)/ L(v)))dv ∫0 & du + ((1 − α )(δ + L& (t ) / L(t ))) ze 0 ze du = (1 − α ) se 0 0 0
t
∫
∫
t
∫ (1−α )(δ +( L& (v)/ L(v)))dv
ze 0
t
t
∫
= (1 − α ) se 0 0
Jadi, solusi untuk (24) adalah:
∫ (1−α )(δ +( L& (v) / L(v)))dv
du + z0 .
t
∫
− (1−α )(δ + ( L& (u ) / L(u ))) du
z (t ) = e
0
u t ∫ (1−α )(δ + L& (v) / L(v)))dv 0 du . z0 + (1 − α )se 0
∫
Diperoleh:
t
∫ (δ + L& (v ) / L(v ))dv = δ v + ln L(v)
t
∫
(28)
t (δ + L& (u ) / L(u ))du = δ u + ln L(u ) 0
0
0
u 0
(30)
= δ u + ln L(u )
(29)
= δ t + ln L(t ).
Dengan menyubstitusikan Persamaan (29) dan (30) terhadap Persamaan (28) diperoleh
dan
t z (t ) = (eδ t + ln L (t ) ) −(1−α ) z0 + (1 − α ) s (eδ u + ln L (u ) )(1−α ) du 0
∫
(31)
(
= eδ t L (t )
)
− (1−α )
t z0 + (1 − α ) s e(1−α )δ u L(u )1−α du . 0
∫
Persamaan (28) dituliskan kembali dalam k maka diperoleh t k(t)1−α = (eδt L(t))−(1−α) k0 + (1−α)s∫ e(1−α)δu L(u)1−α du 0
yang dapat dituliskan kembali sebagai t
k(t) = e−δt L(t)−1(k01−α + (1−α)s ∫ e(1−α)δu L(u)1−α du)1/ (1−α) .
(25)
0
Bukti lengkap.
Akibat 4 Aturan L’Hopital yang diberlakukan (25) akan menghasilkan: lim k (t ) = [ s /(δ + n∞ )]1/(1−α ) t →+∞
pada (32)
Ini menunjukkan nilai modal per kapita yang diperoleh pada saat kondisi keadaan tunak dalam kasus Cobb-Douglas.
Contoh Kasus 1
Misalkan negara A dan B sama-sama memiliki fungsi produksi berbentuk CobbDouglas dengan α = 0.5. Tingkat tabungan dan depresiasinya masing-masing adalah 10% dan 10% (sama untuk kedua negara). Modal awal per kapita negara A dan B berturut-turut adalah 100 unit dan 169 unit. Jika pertumbuhan populasinya mengikuti fungsi L(t ) = e nt dan kedua negara memiliki tingkat pertumbuhan populasi yang sama, maka diperoleh solusi model Solow-Swan seperti berikut ini # Dengan laju pertumbuhan konstan. Misalkan n = 2%.
• Negara A
• Negara B
k(t) = e−0.5t e−0.02t (1000.5 +
k(t) = e−0.5t e−0.02t (1690.5 + t
t
∫
∫
(0.1)(0.5) e(0.5)(0.1)ue(0.02u)(0.5)du)1/(0.5)
(0.1)(0.5) e(0.5)(0.1)ue(0.02u)(0.5)du)1/(0.5)
0
0
2
−0.52t
=e
2
13 + (0.05) e0.06u du 0 t
10 + (0.05) e0.06u du 0 t
−0.52t
∫
=e
∫
2
t = e−0.52t 13 + 0.05(1/0.06) e0.06u 0
2
t = e−0.52t 10 + 0.05(1/ 0.06) e0.06u 0
= e−0.52t (13 + (0.05/ 0.06)(e0.06t −1))2.
= e−0.52t (10 + (0.05/ 0.06)(e0.06t −1))2.
Hubungan modal per kapita k(t) dengan waktu t disajikan pada Gambar 4.
modal per kapita k t 120 100
80
k 0 10
60
k 0 13 40 20
2
4
6
8
10
waktu t
Gambar 4. Dua solusi model dengan modal awal per kapita berbeda dan tingkat pertumbuhan konstan dengan n = 2% # Dengan laju pertumbuhan tak-konstan. Misalkan n(t) mengikuti tren fungsi n(t ) = 1/(t + 1). • Negara A
• Negara B k(t) = e−0.5t e−(1/(t +1))t (1690.5 + t
∫
0.05 e(0.5)(0.1)ue(1/(u+1))(0.5u)du)1/(0.5)
k(t) = e−0.5t e−(1/(t +1))t (1000.5 +
0
t
∫
(0.5)(0.1)u (1/(u+1))(0.5u)
0.05 e
e
1/(0.5)
du)
0
=e
e
∫
(0.05)u 0.5u /(u+1)
(10 + 0.05 e 0
=e
e
∫
(13 + 0.05 e(0.05)ue0.5u /(u+1)du)2. 0
t
−0.5t −t /(t +1)
t
−0.5t −t /(t +1)
e
2
du) .
Hubungan modal per kapita k(t) dengan waktu t disajikan pada Gambar 5.
modal per kapita k t 70 60
50
k 0 10
40
k 0 13
30 20
10 2
4
6
8
waktu t
10
Gambar 5. Dua solusi model dengan modal awal per kapita berbeda dan tingkat pertumbuhan tak-konstan dengan n(t ) = 1/(t + 1)
Contoh Kasus 2 Misalkan negara A dan B sama-sama memiliki fungsi produksi berbentuk CobbDouglas dengan α = 0.5. Tingkat tabungan, depresiasi, dan modal awal per kapitanya masing-masing adalah 10%, 10%, dan 100 unit (sama untuk kedua negara). Jika pertumbuhan populasinya mengikuti fungsi L(t ) = e nt dan kedua negara memiliki tingkat pertumbuhan populasi yang berbeda maka diperoleh solusi model Solow-Swan seperti berikut ini
• Negara B
# Dengan laju pertumbuhan konstan. Misalkan nA=2% dan nB=7%.
Hubungan modal per kapita k(t) dengan waktu t disajikan pada Gambar 6.
k(t) = e−0.5t e−0.07t (1000.5 + t
∫
(0.1)(0.5) e(0.5)(0.1)ue(0.07u)(0.5) du)1/(0.5) 0 2
t 10 + (0.05) e0.085u du 0
∫
−0.57t
=e
2
t = e−0.57t 10 + 0.05 (1/0.085) e0.085u 0
= e−0.57t (10 + (0.05/0.085)(e0.085t −1))2 .
• Negara A # Dengan laju pertumbuhan tak-konstan. n A (t ) = 1/(t + 2) dan Misalkan
k(t) = e−0.5t e−0.02t (1000.5 + t
∫
(0.1)(0.5) e(0.5)(0.1)ue(0.02u)(0.5)du)1/(0.5) 0
−0.52t
=e
• Negara A
2
10 + (0.05) e0.06udu 0 t
nB (t ) = 1/(t + 1).
∫
k(t) = e−0.5t e−(1/(t+2))t (1000.5 + t
2
= e−0.52t 10 + 0.05 (1/0.06) e0.06u 0 t
= e−0.52t (10 + (0.05/0.06)(e0.06t −1))2.
∫
0.05 e(0.5)(0.1)ue(1/(u+2))(0.5u)du)1/(0.5) 0
t
∫
= e−0.5t e−t /(t+2) (10 + 0.05 e(0.05)ue0.5u/(u+2)du)2. 0
• Negara B k(t) = e−0.5t e−(1/(t +1))t (1000.5 +
Hubungan modal per kapita k(t) dengan waktu t disajikan pada Gambar 7.
t
∫
0.05 e(0.5)(0.1)ue(1/(u+1))(0.5u)du)1/(0.5) 0
t
−0.5t −t /(t +1)
=e
e
∫
(10 + 0.05 e(0.05)ue0.5u /(u+1) du)2 . 0
modal per kapita k t 100 80
n2
60
n7
40 20
2
4
6
8
10
waktu t
Gambar 6. Dua solusi model dengan tingkat pertumbuhan konstan yang berbeda dengan nA = 2% dan nB = 7%
modal per kapita k t 60 50
40
n A 1 t 2
30
nB 1 t 1
20 10
2
4
6
8
10
waktu t
Gambar 7. Dua solusi model dengan tingkat pertumbuhan tak-konstan yang berbeda dengan n A (t ) = 1/(t + 2) dan nB (t ) = 1/(t + 1)
Contoh Kasus 3 Misalkan negara A, B, dan C sama-sama memiliki fungsi produksi berbentuk CobbDouglas dengan α = 0.5. Tingkat tabungan, depresiasi, dan modal awal per kapitanya masing-masing adalah 10%, 10%, dan 100 unit (sama untuk ketiga negara). Jika pertumbuhan populasinya mengikuti fungsi L(t ) = e nt dan tingkat pertumbuhan populasi negara A, B, dan C memenuhi keadaan 0 = n A (t ) < nB (t ) ≤ nC (t ) = 1, maka diperoleh solusi model Solow-Swan seperti berikut ini
• Negara B k(t) = e−0.5t e−(1/(t +1))t (1000.5 + t
∫
0.05 e(0.5)(0.1)ue(1/(t +1))(0.5u)du)1/(0.5) 0
t
∫
= e−0.5t e−t /(t +1) (10 + 0.05 e(0.05)ue0.5u /(u+1)du)2. 0
• Negara C k(t) = e−0.5t e−(2)t (1000.5 +
• Negara A
t
−0.5t −(0)t
k (t ) = e
e
0.5
(100
∫
(0.1)(0.5) e(0.5)(0.1)u e(2)(0.5u) du)1/(0.5)
+
0
t
∫
(0.5)(0.1)u (0)(0.5u )
(0.1)(0.5) e
e
du)
−2.5t
=e
0
2
t = e−0.5t 10 + (0.05) e0.05u du 0
2
10 + (0.05) e1.05u du 0 t
1/(0.5)
∫
2
∫
t = e−2.5t 10 + 0.05 (1/1.05) e1.05u 0
= e−2.5t (10 + (0.05/1.05)(e1.05t −1))2.
2
t = e−0.52t 10 + 0.05 (1/ 0.05) e0.05u 0
Hubungan modal per kapita k(t) dengan waktu t disajikan pada Gambar 8.
= e−0.52t (10 + (e0.05t −1))2.
modal per kapita k t 35 30
25
n A 0
20
nB 1 t 1
15
nC 1
10 5 4
6
8
10
waktu t
Gambar 8. Tiga solusi model dengan kondisi tingkat pertumbuhan populasi dengan 0 = n A (t ) < nB (t ) ≤ nC (t ) = 1
IV. SIMPULAN Solusi yang diperoleh pada model SolowSwan yang berbentuk persamaan diferensial biasa terbukti stabil asimtotik. Teori-teori yang telah dibuktikan menunjukkan bahwa model pertumbuhan Solow-Swan pada tingkat populasi terbatas ini dapat diberlakukan dalam kehidupan nyata. Sebuah negara dengan modal awal per kapita yang tinggi akan memperoleh modal per kapita yang tiggi pula jika diasumsikan semua kondisi lain konstan. Tidak bergantung pada nilai awalnya, modal per kapita dari sebuah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan n(t) akan lebih cepat menstabilkan negara tersebut menuju keadaan tunak, dimana dinamikanya dideskripsikan oleh model Solow-Swan dengan tingkat pertumbuhan populasi sama dengan n∞ .
Negara yang sudah memiliki solusi yang stabil asimtotik akan selalu memperoleh modal per kapita yang tidak terlalu jauh dari modal per kapita saat keadaan tunak, berapapun besar modal awal per kapitanya. Negara-negara dengan modal awal per kapita yang sama tetapi dengan tingkat pertumbuhan populasi yang lebih tinggi akan memiliki modal per kapita dan tingkat konsumsi per kapita yang lebih rendah. Dalam jangka panjang, mereka bisa mendapatkan modal per kapita yang sama jika batas tingkat pertumbuhan populasinya sudah sama. Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa penting bagi suatu negara untuk memiliki sebuah kebijakan kontrol populasi yang efisien untuk memperoleh perekonomian yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Barro, R.J. dan Sala-i-Martin, X., 1995. Economic Growth. McGraw-Hill, New York. Birkhoff, G. dan Rota, G., 1978. Ordinary Differential Equation, fourth ed. John Wiley and Sons, New York. Domar, E. 1957. The Neoclassical Growth Model. Essays in the Theory of Economic Growth : p.8. Goldberg, R.R., 1976. Methods of Real Analysis, second ed. John Wiley and Sons, New York. Guerrini, L. 2006. The Solow-Swan Model with a bounded population growth rate. Journal of Mathematical Economics 42(2006) 14-21. Hartman, P. 2002. Ordinary Differential Equation, second ed. Society for Industrial & Applied Math.
Lyapunov, A.M., 1966. Stability of motion. Academic Press, New York and London. Mankiw, G. 2003. Teori Makroekonomi, edisi kelima. Erlangga, Jakarta. Moffatt, M. 2008. Increasing, Decreasing, and Constant Returns to Scale [Artikel]. www.about.com/Economics. [24 Januari 2008] Solow, R.M., 1956. A contribution to the theory of economic growth. Quarterly Journal of Economics 70 (1), 65-94. Stewart, J. 2001. Kalkulus, edisi ke-4 jilid 1. Gunawan H. & Susila I.N., alih bahasa; Hardani W. & Mahanani N., editor. Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari: Calculus.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bukti Teorema Perbandingan
Teorema Perbandingan Misalkan f dan g masing-masing adalah solusi-solusi dari persamaan-persamaan diferensial: y ′ = F ( x, y ), z ′ = G ( x, z ) , dengan F ( x, y ) ≤ G ( x, y ) pada selang a ≤ x ≤ b dan F dan G memenuhi kondisi Lipschitz. Jika f(a)=g(a) maka, f ( x, y ) ≤ g ( x, y ) untuk semua x ∈ [a, b]. (Birkhoff dan Rota, 1978) Bukti: Misalkan f ′( x) = F ( x, f ( x)), maka:
f ′( x) = F ( x, f ( x) ≤ G ( x, f ( f ( x))
(*)
Misalkan f ( x1 ) > g ( x1 ) untuk suatu x1 pada selang [ a, b]. Selanjutnya didefinisikan x0 sebagai berikut:
x0 = max { x a ≤ x ≤ x1 , f ( x ) ≤ g ( x )} . Jika ada suatu fungsi σ dimana σ ( x ) = f ( x ) − g ( x), maka σ ( x ) > 0 untuk x0 < x < x1. Karena F dan G memenuhi kondisi Lipschitz, maka:
σ ′( x) = f ′( x) − g ′( x) ≤ G ( x, f ( x)) − G ( x, g ( x)) ≤ L( f ( x) − g ( x)) = Lσ ( x), x0 < x < x1 , dengan L adalah konstanta Lipschitz untuk fungsi G. Menurut Lemma 2:
σ ( x) ≤ σ ( x0 )e L ( x − x0 ) ≤ 0. Karena σ ( x) = f ( x) − g ( x), maka:
f ( x) − g ( x ) ≤ 0 f ( x) ≤ g ( x). Ini kontradiksi dengan f ( x1 ) > g ( x1 ). Jadi, haruslah f ( x) ≤ g ( x) untuk setiap x.
Lampiran 2. Pembuktian Solusi Tunggal Misalkan diberikan masalah diferensial k& = sf (k ) − (δ + n(t ))k , (19) k (0) = k0 Masalah ini mempunyai solusi tunggal k = k (t ) yang terdefinisi pada [0,∞).
Bukti: Didefinisikan M 0, M1, dan M seperti di bawah ini
M 0 =| k0 |,
M 1 = max | k1 (t ) |,
M = M 0 + M1 ,
dengan | k0 (t ) |≤ M dan | k1 (t ) − k0 (t ) |≤ M . Untuk t0 ≤ t < ∞, berlaku t
∫
| k2 (t ) − k1 (t ) |=| { f [u, k1 (u )] − f [u, k0 (u )]} | t0 t
∫
≤ | f [u, k1 (u )] − f [u, k0 (u )] | du t0
t
∫
≤ L |k1 (u ) − k0 (u ) | du t0
≤ LM (t − t0 ). t
∫
| k3 (t ) − k2 (t ) |=| { f [u , k2 (u )] − f [u, k1 (u )]} | t0
t
∫
≤ L |k2 (u ) − k1 (u ) | du t0 t
∫
≤ L2 M (u − t0 )du t0
≤ L2 M
(t − t0 ) 2 . 2
Secara umum,
| kn (t ) − kn −1 (t ) |≤ Ln −1 M
(t − t0 )n −1 . (n − 1)!
Hal ini juga berlaku untuk 0 ≤ t ≤ t0 , hanya saja (t − t0 ) digantikan oleh | t − t0 | . Jadi, untuk setiap t pada selang [0, ∞) dan n = 1, 2,... berlaku: | kn (t ) − kn −1 (t ) |≤ Ln −1 M
| t − t0 |n −1 . (n − 1)!
Sudah terbukti bahwa k (t ) adalah solusi dari persamaan (19) pada selang [0, ∞). Sekarang, akan dibuktikan bahwa k (t ) merupakan solusi tunggal. Misalkan k (t ) juga adalah solusi dari (19) pada selang [0, ∞). Akan ditunjukkan bahwa
kn (t ) → k (t ) untuk setiap t pada saat n → ∞. Jika kn (t ) → k (t ) maka k (t ) = k (t ).
Misalkan k (t ) kontinu dan memenuhi persamaan t
∫ f [u, k (u)]du.
k (t ) = k0 +
t0
Jika A = max | k (t ) − k0 |, maka untuk t0 ≤ t < ∞ diperoleh t
∫
| k (t ) − k1 (t ) |=| { f [u , k (u )] − f [u, k0 (u )]} | t0
t
∫
≤ | f [u, k (u )] − f [u, k0 (u )] | du t0
t
∫
≤ L |k (u ) − k0 (u ) | du t0
≤ LA(t − t0 ). t
∫
| k (t ) − k2 (t ) |=| { f [u, k (u )] − f [u , k1 (u )]} | t0
t
∫
≤ L |k (u ) − k1 (u ) | du t0 t
∫
≤ L2 A (u − t0 )du t0
≤ L2 A
(t − t0 ) 2 . 2
Secara umum,
| k (t ) − kn (t ) |= Ln A
(t − t0 ) n . n!
Hal yang sama diperoleh untuk 0 ≤ t ≤ t0 . Jadi, untuk setiap t pada selang [0, ∞) didapatkan
| k (t ) − kn (t ) |≤ Ln A
| t − t0 |n . n!
Sisi kanan pada pertaksamaan ini mendekati nol saat n → ∞, didapatkan bahwa k (t ) = k (t ) untuk setiap t pada selang [0, ∞).
Bukti lengkap.