MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus)
FITRIA APRILIANI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Morfologi Organ Reproduksi Betina Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2012
Fitria Apriliani NIM B04080082
ABSTRACT FITRIA APRILIANI. Morphology of Female Reproductive Organ in the Asian Palm Civet (Paradoxurus hermaphroditus). Under direction of SAVITRI NOVELINA and HERU SETIJANTO The study was aimed to describe the morphology of female reproductive organ of the Asian palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). This study was used three females of Asian palm civet that examined using macroscopic and microscopic observation. Microscopic observation was done using HematoxillinEosin and Masson’s trichrome staining methods. The female reproductive organs of Asian palm civet were consisted of ovary sinister and dexter, oviducts, uteri, vagina, vestibule, and vulva. The average weight of dexter and sinister ovaries were 0,18±0,09 and 0,19±0,09 g respectively. The length of dexter and sinister ovaries, oviduct, cornua uteries, and corpus uteries were 0,79±0,23 and 0,77±0,26; 3,82±1,49 and 3,85±1,43; 3,04±0,22 and 3,27±0,60, 2,32±0,12 cm respectively. The length of cervix, vagina, and vestibule were 0,97±0,44, 1,27±0,44, and 0,71±0,22 cm respectively. Ovaries of Asian palm civet were consisted of cortex and medula. The oviduct has mucosa folds and the epithelium was found no cilia. Endometrial glands were found in cornua and corpus uteri. Macroscopically and microscopically, the structure of the female reproductive organs were very similar to those cat and dog. Keywords: Asian Palm Civet, Paradoxurus hermaphroditus, female reproductive organ, morphology, anatomy.
RINGKASAN FITRIA APRILIANI. Morfologi Organ Reproduksi Betina Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus). Dibimbing oleh SAVITRI NOVELINA dan HERU SETIJANTO. Musang luak merupakan satwa liar yang dikenal masyarakat karena mempunyai kemampuan memilih buah kopi yang benar-benar matang sehingga diperoleh biji kopi yang memiliki cita rasa yang khas dan berkualitas baik. Klasifikasi musang yang tersebar di dunia yaitu Paradoxurus zeylonensis, P. jerdoni, P lignicolor, dan P. hermaphroditus. Musang luak memiliki tiga garis gelap yang terdapat pada punggung atau berbentuk garis samar-samar, rambut tubuh berwarna kecoklatan, ekor dan moncong berwarna hitam, serta sebagian rambut berwarna putih pada wajah yang menyerupai topeng. Musang luak termasuk ke dalam Least Concern menurut International Union for the Conservation of Nature (IUCN) yang berarti bahwa spesies ini masih kurang diperhatikan statusnya. Selain itu, musang luak bersifat toleran terhadap berbagai habitat dan berdistribusi secara luas di berbagai negara namun masih tetap ada penurunan jumlah populasi. Penurunan jumlah populasi disebabkan oleh perburuan liar, perdagangan ilegal, dan kerusakan habitat. Data-data reproduksi musang luak masih sangat kurang. Salah satu fungsi organ reproduksi adalah untuk mempertahankan jumlah populasi suatu spesies. Pengetahuan mengenai morfologi organ reproduksi diharapkan dapat meningkatkan kemampuan reproduksi. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari gambaran makroanatomi dan mikroanatomi organ reproduksi betina (n=3) yang terdiri atas ovarium, tuba uterina, korpus uterus, kornua uterus, serviks uterus, vagina, vestibula, dan vulva. Organ reproduksi difiksasi dengan larutan paraformaldehid 4% dan diproses sesuai dengan standar pembuatan preparat histologi. Pewarnaan yang digunakan yaitu pewarnaan Hematoksilin-Eosin untuk mempelajari struktur dan morfologi jaringan, dan pewarnaan Masson’s Trichrome untuk mempelajari jaringan ikat yang terdapat pada organ reproduksi betina. Pengamatan makroanatomi yang dilakukan, menunjukkan bahwa ovarium berbentuk oval dan berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ovarium kucing dan anjing. Kedua ovarium dextra dan sinistra sama-sama berkembang. Berat ovarium dextra dan sinistra yaitu 0,18±0,09 g dan 0,19±0,09 g. Panjang ovarium dextra dan sinistra berturut-turut 0,79±0,23 cm dan 0,77±0,26 cm. Ovarium memiliki bagian korteks dan medula. Tuba uterina terdiri atas infundibulum, ampulla, dan isthmus. Panjang tuba uterina yaitu 3,82±1,49 cm untuk bagian dextra dan 3,85±1,43 cm untuk bagian sinistra. Lipatan mukosa semakin kompleks saat mendekati ovarium dan tidak ditemukan silia pada tuba uterina. Musang luak memiliki uterus dengan tipe bikornua. Kornua uterus dextra dan sinistra memiliki panjang berturut-turut 3,04±0,22 cm dan 3,27±0,60 cm. Ukuran korpus uterus musang luak yaitu 2,32±0,12 cm. Bagian endometrium dilapisi epitel silindris sebaris dengan pengamatan mikroanatomi. Bagian lamina propria endometrium memiliki kelenjar endometrial. Serviks uterus lebih pendek dibandingkan dengan vagina, yaitu 0,97±0,44 cm. Mukosa serviks dilapisi oleh
epitel silindris sebaris bersilia dan terdapat sel-sel penghasil mukus. Panjang vagina memiliki rata-rata 1,27±0,44 cm. Mukosa vagina tersusun atas epitel pipih banyak lapis. Panjang vestibula yaitu 0,71±0,22 cm. Struktur histologis vestibula pada umumnya sama dengan vagina. Komisura dorsal berbentuk agak lancip dan terdapat rambut yang lebat, sedangkan komisura ventralnya membulat. Klitoris musang luak tidak tampak secara makroanatomi namun terlihat adanya fossa klitoris. Lebar vulva musang luak yang sudah dirata-rata yaitu 1,32±0,32 cm. Kata kunci: Musang luak, Paradoxurus hermaphroditus, organ reproduksi betina, morfologi, anatomi.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA MUSANG LUAK (Paradoxurus hermaphroditus)
FITRIA APRILIANI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Skripsi Nama NIM
: Morfologi Organ Reproduksi (Paradoxurus hermaphroditus) : Fitria Apriliani : B04080082
Betina
Musang
Luak
Disetujui
Dr. Drh. Savitri Novelina, MSi, PAVet. Pembimbing I
Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet(K) Pembimbing II
Diketahui
Drh. Agus Setiyono, MS. Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Morfologi Organ Reproduksi Betina Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus)”. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1 Ibu Dr. Drh. Savitri Novelina, PAVet. dan bapak Dr. Drh. Heru Setijanto, PAVet(K) selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, masukan, arahan, kritik, saran, serta nasihat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. 2 Bapak Dr. Drh. Muhammad Agil, MSi, Agr. selaku dosen pembimbing akademik atas nasihat, bantuan, saran, dan motivasi, serta semangat yang diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan. 3 Mamah, papah, adik-adikku Nur Muhamad Fajar dan Daffa Farel Subhan, yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan doa yang tak pernah putus. 4 Keluarga besar dosen Anatomi Dr. Drh. Nurhidayat PAVet, Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi, PAVet, Drh. Supratikno, MSi, PAVet. yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. 5 Ibu Dr. Drh. Wahono Esthi P, PAVet. selaku dosen penilai pada saat seminar skripsi dan Prof. Dr. Drh. Iman Supriatna, serta Ibu Dr. Drh. Elok Budi Retnani, MS. Selaku dosen penguji pada saat Ujian Akhir Sarjana Kedokteran Hewan, atas koreksi dan saran yang membuat skripsi ini lebih baik lagi. 5 Teknisi laboratorium anatomi: Pak Rudi, Pak Bayu, dan Pak Kholid atas semua bantuan yang diberikan kepada penulis pada saat penelitian. 6 Rekan penelitian satu laboratorium: (Ratih Komala Dewi, Arini Kusumastuti, Afdi Pratama, Oki Kurniawan Nur Cahyo, Shandy Maha Putra, Hilda Susanti, Agustian Eka Saputra, Yohana Ayu Sawitri, dan Aidell Fitri) terimakasih untuk semua diskusi dan bantuan tenaga yang diberikan selama penulis melakukan penelitian. 7 Rekan seperjuangan (Iin Nuraeni, Viranti Mandasari, Gita Tri Wardani, Febriana Wulandari, Dwi Oktaviani, Ana Khofifah, Hastin Utami Damayanti, Kholis Afidatunisa, Siti Astuti, Niaka Meyfilina, dan Euis Fujiarti) yang telah membagi waktu bersama dalam tawa, canda, suka, bahkan duka, dan atas bantuan, semangat, serta doa yang diberikan kepada penulis. 8 Rekan FKH Avenzoar 45 khususnya, Rindang Khairani, Jasmine Setiawati, Irene F. Alfares, Eva Meydina, GPC Sarai Silaban, Alvi Nur Mayliana, Novericko Ginger Budiono, dan Andi Rahayu yang mencurahkan waktu, tenaga, doa, dan semangat kepada penulis, serta untuk seseorang yang selalu memberi dukungan, semangat, juga menjadi tempat curhatan penulis. Akhir kata penulis berharap semoga penelitian dan skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2012
Fitria Apriliani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 1 April 1991 di Haurgeulis-Indramayu, Jawa Barat. Penulis merupakan anak dari Ibu Rofiqoh dan Bapak Dadang Kusmayadi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak Nurul Hikmah Haurgeulis, Indramayu yang diselesaikan pada tahun 1996. Kemudian dilanjutkan dengan pendidikan dasar di SDN 1 Haurgeulis, Indramayu hingga tahun 2002. Tahun 2005 penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di SMPN 1 Haurgeulis, Indramayu, dan dilanjutkan dengan pendidikan di SMAN 2 Kota Cirebon hingga tahun 2008 pada jurusan IPA. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor di Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) tahun 2008. Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi intrafakultas yaitu Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI), sebagai anggota Bagian Jawa Barat dari Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung (FMITFB) tahun 2008/2009, anggota Divisi Kajian Strategis tahun kepengurusan 2009/2010, sekretaris 1 dan dewan komisaris Veterinary Integrity and Skill Improvement (VISI) angkatan II dan III tahun kepengurusan 2009/2011, sebagai sekretaris umum IMAKAHI cabang FKH IPB tahun kepengurusan 2010/2011, Himpunan Minat Profesi (Himpro) Ruminansia, sebagai anggota Sapi perah tahun kepengurusan 2009/2011. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Anatomi Veteriner I tahun ajaran 2009/2010 dan semester pendek tahun 2011, serta asisten mata kuliah Anatomi Veteriner II tahun ajaran 2010/2011.
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 Latar Belakang Penelitian ................................................................................. 1 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 2 Manfaat Penelitian............................................................................................ 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 3 Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) .................................................. 3 1 Klasifikasi dan Distribusi ....................................................................... 3 2 Morfologi dan Tingkah Laku ................................................................. 4 Organ Reproduksi Betina ................................................................................. 5 1 Ovarium ................................................................................................ 5 2 Tuba Uterina .......................................................................................... 7 3 Uterus .................................................................................................... 7 4 Vagina dan Vestibula ............................................................................. 9 5 Vulva ................................................................................................... 10 MATERI DAN METODE ................................................................................. 11 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................... 11 Materi Penelitian ............................................................................................ 11 Metode Penelitian........................................................................................... 12 1 Perfusi Organ Reproduksi Betina Paradoxurus hermaphroditus .......... 12 2 Pengamatan Makroanatomi .................................................................. 12 3 Pengamatan Mikroanatomi .................................................................. 12 4 Analisis dan Penyajian Data ................................................................. 13 HASIL ............................................................................................................... 14 Struktur Makroanatomi .................................................................................. 14 Karakteristik Mikroanatomi Perkembangan Folikel dalam Ovarium ............... 17 Karakteristik Mikroanatomi Saluran Reproduksi ............................................ 19 Karakteristik Pewarnaan Masson’s pada Organ Reproduksi Betina ................. 22 PEMBAHASAN ............................................................................................... 25 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 33 Simpulan ........................................................................................................ 33 Saran .............................................................................................................. 33 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 34 LAMPIRAN ...................................................................................................... 37
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Data biologis dan reproduksi Paradoxurus hermaphroditus ............................ 5 2 Ukuran ovarium musang luak betina ............................................................. 14 3 Perbandingan panjang saluran reproduksi betina musang luak dengan anjing dan kucing .......................................................................................... 15
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Paradoxurus hermaphroditus terlihat adanya sebagian rambut berwarna putih di wajah yang menyerupai topeng dan ekor berwarna hitam.................... 3 2 Perkiraan wilayah persebaran musang luak di Indonesia.................................. 4 3 Skema perkembangan folikel dalam ovarium .................................................. 6 4 Tipe uterus pada anjing ................................................................................... 9 5 Organ urogenitalia musang luak betina terdiri atas (1) ovarium, (2) tuba uterina, (3) kornua uterus, (4) korpus uterus, (5) vulva, dan (6) vesika urinaria. Bar: 1 cm. ....................................................................... 14 6 Gambaran makroanatomi (1) vagina, (2) vestibula, (3) serviks, dan (4) orificium urethralis externum. (A) Perbesaran vagina terlihat (4) orificium urethralis externum, (5) fossa klitoris, dan (6) lipatan-lipatan mukosa. Bar: 0,5 cm. ..................................................................................... 16 7 (A) Ovarium musang luak terdiri atas bagian korteks sebagai zona parenkimatosa (a) dan medula sebagai zona vaskularis (b); serta (B) Kelenjar interstitial (1) dalam stroma korteks. Pewarnaan HE. Bar: A= 100 µm, B= 40 µm. .......................................................................... 17 8 Tahap perkembangan folikel pada ovarium musang luak yaitu (A) folikel primordial, (B) folikel primer, (C) folikel sekunder, dan (D) folikel tersier/ de Graaf. (1) Oosit, (2) stroma, (3) lapis sel granulosa, dan (4) antrum folikuli. Pewarnaan HE. Bar: A, C=40 40 µm; B= 20 µm; D= 100 µm. ......... 18 9 Folikel atresia (A) ditandai dengan membrana glasial (1) dan korpus luteum (B) dengan sel vakuola pucat (2). Pewarnaan HE. Bar: A= 40 µm, B= 100 µm. .......................................................................... 18 10 (A) Infundibulum, (B) ampulla, (C) isthmus. Lipatan mukosa (1) dan lapisan muskularis (2). Pewarnaan HE. Bar: A, B= 100 µm, C= 40 µm. ........ 19 11 Lapisan uterus (A) dan perbesaran kelenjar uterus (B). Bagian endometrium ditemukan (1) kelenjar uterus dan (2) lamina propria. Bagian miometrium terdiri atas (3) lapis otot sirkuler dan (4) longitudinal, dan (5) stratum vasculare. (6) Perimetrium. Pewarnaan HE. Bar: A= 40 µm, B= 20 µm. ....... 20 12 Serviks uterus tampak (1) epitel silindris sebaris, (2) lamina propria, dan (3) sel penghasil mukus. Pewarnaan HE. Bar: 10 µm. .................................... 21 13 Vagina musang luak tampak (1) epitel pipih banyak lapis berkeratinisasi dan (2) lamina propria. Pewarnaan HE. Bar: 40 µm. ...................................... 21 14 (A) Jaringan ikat tunika albuginea ovarium musang luak (1) dan (B) jaringan ikat mesovarium pada bagian hilus ovarium menyusup ke bagian medula (2) dan terlihat pembuluh darah (3). Pewarnaan Masson’s Trichrome. Bar: A=10 µm, B= 100 µm. ........................................................ 22
xiv
15 Folikel de Graaf. Lapisan sel teka interna/lapis vaskuler (1), sel teka eksterna berupa jaringan ikat (2), dan zona pelusida (3). Pewarnaan Masson’s Trichrome. Bar= 20 µm. ................................................................ 23 16 Perubahan korpus luteum musang luak antara lain (1) korpus regressivum dan (2) korpus luteum. Pewarnaan Masson’s Trichrome. Bar: 20 µm. ........... 23 17 Serviks uterus (A) dan vagina (B) musang luak. Lapisan submukosa terdiri atas (1) jaringan ikat yang terlihat berwarna biru-hijau. Pada vagina terlihat epitel pipih banyak lapis yang terkeratinisasi (2). Pewarnaan Masson’s Trichrome. Bar: A = 10 µm dan B= 40 µm .................................................... 24
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Prosedur pembuatan preparat histologi ........................................................
38
2
Prosedur pewarnaan Hematoksilin-Eosin ....................................................
40
3
Prosedur pewarnaan Masson’s Trichrome ...................................................
41
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) merupakan satwa unik yang termasuk hewan karnivora berdasarkan taksonomi dan termasuk hewan omnivora berdasarkan makanan yang dikonsumsi (Joshi et al. 1995). Hewan ini dikenal oleh masyarakat karena mempunyai kemampuan memilih buah kopi yang benar-benar matang, kemudian biji tersebut dimakan untuk dikeluarkan kembali bersama feses. Biji kopi yang tidak tercerna tersebut dikenal dengan kopi luak yang mempunyai cita rasa yang khas dan mempunyai nilai jual yang tinggi. Harga 1 kg biji kopi luak yaitu sekitar 1,2 juta rupiah. Harga secangkir kopi luak bervariasi pada berbagai negara. Harga secangkir kopi luak di Indonesia sekitar 75–100 ribu rupiah, di Hongkong mencapai 300–400 ribu rupiah, dan di Amerika Serikat mencapai US $50 atau sekitar 500 ribu rupiah (Abbas 2012). Oleh karena itu, musang luak merupakan satwa yang dapat dijadikan komoditi unggulan atau alternatif bagi peningkatan taraf hidup petani kopi. Musang dari genus Paradoxurus berdistribusi hampir di seluruh dunia. Terdapat empat spesies musang dari genus Paradoxurus yaitu P. zeylonensis, P. jerdoni, P. lignicolor, dan P. hermaphroditus (Schreiber et al. 1989). P. hermaphroditus berdistribusi di Indonesia, India, sampai Cina Selatan (Francis 2001). Spesies musang dapat dibedakan berdasarkan warna rambut, ekor, cakar, taring, ukuran tubuh, berat, rata–rata umur, umur pubertas, siklus estrus, dan musim kawin. Musang luak memiliki ciri–ciri warna rambut abu–abu tua sampai krem dengan tiga garis gelap pada punggung, rambut berwarna kecoklatan, ekor dan moncong berwarna hitam, serta sebagian rambut berwarna putih pada wajah yang menyerupai topeng. Habitat musang biasanya berada di hutan primer, tetapi di hutan sekunder musang luak ini dapat ditemukan (Grassman 1998). Terdapat catatan bahwa pada tahun 1997–2001 ditemukan tiga jenis musang yang diperdagangkan secara ilegal di Indonesia, termasuk salah satunya Paradoxurus hermaphroditus (Shepherd 2008). Organisasi konservasi alam internasional, (IUCN 2011) memasukkan hewan ini ke dalam daftar satwa Least Concern. Artinya musang luak masih kurang diperhatikan statusnya karena musang luak khususnya, toleran terhadap
2
berbagai habitat dan berdistribusi secara luas di berbagai negara dengan populasi besar namun masih tetap ada penurunan jumlah populasi. Eaton et al. tahun 2010 menyatakan bahwa musang luak merupakan satwa nokturnal dengan status konservasi yang belum jelas. Hal tersebut merupakan gambaran dari rendahnya perhatian dunia terhadap mamalia ini. Reproduksi penting untuk mempertahankan spesies dari suatu hewan. Kemampuan reproduksi dapat ditingkatkan jika morfologi organ reproduksi musang luak diketahui. Penelitian pada musang yang pernah dilaporkan adalah tentang arteri pada jantung musang luak oleh Rung–ruangkijkrai pada tahun 2006. Tetapi sampai saat ini belum ada penelitian tentang morfologi organ reproduksi betina musang luak. Oleh karena itu, penelitian mengenai morfologi organ reproduksi betina musang luak perlu dilakukan sebagai dasar bagi upaya konservasi musang luak dalam bidang reproduksi maupun sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari morfologi organ reproduksi betina musang luak secara makroanatomi maupun mikroanatomi, serta membandingkannya dengan hewan karnivora lain yaitu kucing dan anjing. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah memberikan data dasar anatomi organ reproduksi betina musang luak yang dapat dijadikan pedoman bagi penelitian lebih lanjut pada aspek reproduksi musang luak (Paradoxurus hermaphroditus). Manfaat selanjutnnya adalah memperkaya data biologi satwa liar khususnya Paradoxurus hermaphroditus sebagai salah satu kekayaan hayati Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA Musang Luak (Paradoxurus hermaphroditus) 1 Klasifikasi dan Distribusi Genus Paradoxurus diklasifikasikan ke dalam empat spesies menurut Schreiber et al. 1989 dalam International Union for Conservation of Nature yaitu Paradoxurus hermaphroditus, yang menyebar luas mulai dari India dan bagian utara Pakistan, Sri Lanka, Bangladesh, Burma, Asia Tenggara, Tiongkok Selatan, Semenanjung Malaya, Filipina, dan Indonesia. Spesies yang kedua yaitu P. zeylonensis yang menyebar terbatas di Sri Lanka, kemudian P. jerdoni yang menyebar terbatas di negara bagian Kerala, India selatan. Spesies musang yang terakhir adalah P. lignicolor yang menyebar terbatas di Kepulauan Mentawai. Taksonomi Paradoxurus hermaproditus menurut IUCN (2011) adalah sebagai berikut. Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammallia
Ordo
: Carnivora
Famili
: Viverridae
Genus
: Paradoxurus
Spesies
: Paradoxurus hermaphroditus
Gambar 1 Paradoxurus hermaphroditus terlihat adanya sebagian rambut berwarna putih di wajah yang menyerupai topeng dan ekor berwarna hitam.
4
Musang luak memiliki kemampuan adaptasi yang baik dan dapat hidup di hutan, area pertanian, atau bahkan di sekitar pemukiman penduduk. Persebaran musang luak sebagian besar di Asia Tenggara dari Timor sampai India yaitu tersebar di beberapa negara meliputi India, Nepal, Bangladesh, Bhutan, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, Singapura, Semenanjung Malaysia, Sabah, Sarawak, Brunei Darussalam, Laos, Kamboja, Vietnam, Cina, Filipina. Persebaran musang luak di Indonesia yaitu terdapat di pulau–pulau Indonesia dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Bawean, dan Siberut. Musang luak juga terdapat di Papua, Kepulauan Sunda Kecil, Taliabu dan Seram di Maluku, Sulawesi bagian selatan, dan Jepang (Duckworth et al. 2008). Distribusi musang luak di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.
Sudah ditemukan Baru ditemukan Belum ditemukan
Gambar 2 Perkiraan wilayah persebaran musang luak di Indonesia (Modifikasi dari IUCN 2011). 2 Morfologi dan Tingkah Laku Musang luak dikenal juga dengan sebutan Asian palm civet, memiliki berat badan rata–rata 3,5 kg, panjang tubuh 54 cm (Jackson 2004) dan panjang ekor kurang lebih 48 cm (Baker dan Kelvin 2008), serta panjang kaki belakang sekitar 70–76 mm (FOBI 2010). Musang luak merupakan hewan arboreal yang sebagian hidupnya di cabang pohon tempat untuk memakan buah–buahan, kacang, dan sebagainya. Hewan ini mengambil buah–buahan secara hati–hati dan menyimpan beberapa buah untuk persediaan (Jackson 2004). Menurut Shiroff (2005), musang luak mencari makan khususnya pada malam hari atau disebut juga hewan nokturnal. Hewan ini juga memiliki tanda khusus yaitu adanya garis hitam di punggung dan sebagian rambut berwarna putih di wajah yang menyerupai topeng. Musang jantan maupun betina memiliki kelenjar anal yang terletak di bawah ekor yang menyerupai testis (Baker dan Kelvin 2008). Pada spesies lain, kelenjar ini
5
hanya berkembang pada jantan, sedangkan pada musang luak kelenjar ini berkembang pada jantan maupun betina. Oleh sebab itu, nama spesies musang luak adalah Paradoxurus hermaphroditus. Musang luak dapat hidup sampai 22–24 tahun. Dewasa kelamin musang luak betina yaitu sekitar umur 11–12 bulan. Lama kebuntingan musang luak yaitu 60 hari. Musang betina biasanya melahirkan 2–5 anak per siklus masa kebuntingan (Weigl 2005). Musang beranak sepanjang tahun, walaupun pernah ada catatan bahwa anak musang lebih sering ditemukan antara bulan Oktober hingga Desember. Biasanya anak–anak musang diletakkan di dalam lubang pohon atau gua. Perilaku reproduksi musang luak selama mating (perkawinan), pasangan musang biasanya tetap tinggal bersama sampai anak–anak tersebut lahir. Musang betina memiliki tiga pasang puting susu (Grassman 1998). Data biologis dan reproduksi musang luak dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Data biologis dan reproduksi Paradoxurus hermaphroditus menurut Weigl (2005) Nama Latin Status Konservasi Lokasi Warna Panjang Badan Panjang Ekor Bobot Badan Lama Hidup Masa Kebuntingan Suhu Tubuh
Paradoxurus hermaphrodites Least Concern Asia Abu kecoklatan 48–59 cm (19–23 inches) 44–53,5 cm (17–21 inches) 2,4–4 kg + 22 tahun + 60 hari + 36,850C
Organ Reproduksi Betina Salah satu fungsi dari organ reproduksi adalah untuk menghasilkan gonad, yaitu gonad jantan dan betina. Reproduksi penting untuk mempertahankan spesies. Pada beberapa hewan domestik, sistem reproduksi betina terdiri atas organ internal yaitu ovarium, tuba uterina, uterus, serviks, dan vagina serta organ eksternal yaitu vulva dan klitoris. 1 Ovarium Ovarium merupakan organ yang memiliki dua fungsi yaitu fungsi eksokrin dan endokrin. Sebagai organ eksokrin ovarium memproduksi sel telur (ovum) dan
6
sebagai organ endokrin menghasilkan hormon reproduksi (estrogen dan progesteron). Bentuk ovarium sangat bervariasi menurut spesies, umur, dan tahapan dari siklus estrus (Dellmann dan Eurell 1998). Bentuk ovarium dapat dibagi berdasarkan jenis hewan politokus atau monotokus. Menurut Pineda dan Dooley (2003), bentuk ovarium pada hewan yang menghasilkan banyak keturunan dalam sekali kebuntingan (politokus) seperti anjing, kucing, dan babi, memiliki beberapa folikel dan korpus luteum sehingga bentuk yang dihasilkan mirip dengan buah anggur dengan berbagai variasi ukuran. Bentuk ovarium yang permukaannya rata terdapat pada hewan yang menghasilkan satu keturunan dalam sekali kebuntingan (monotokus). Ovarium secara mikroanatomi, dilapisi epitel kubus sebaris dan terdiri atas bagian korteks dan medula. Korteks terdiri atas jaringan ikat yang membentuk stroma dan folikel–folikel pada berbagai tahap perkembangan yaitu folikel primordial, primer, sekunder, tersier, juga terdapat korpus luteum, korpus albikan, dan folikel atresia (Dellmann dan Eurell 1998). Menurut Samuelson (2007), pada bagian medula terdapat pembuluh darah, jaringan saraf, pembuluh limfe, dan jaringan ikat fibroelastik yang terdiri atas serabut elastik dan serabut retikular. Pembuluh darah memberikan vaskularisasi untuk perkembangan folikel serta perkembangan dan regresi korpus luteum. Pada hewan yang masih muda, permukaan ovarium rata tetapi pada hewan yang sudah dewasa, permukaan ovarium bernodul–nodul karena adanya folikel yang besar. Gambaran ovarium secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar
3
Skema perkembangan Cummings 2001)
folikel
dalam
ovarium
(Modifikasi
dari
7
2 Tuba Uterina Tuba
uterina
disebut
juga
oviduct
atau
tuba
Falopii
berfungsi
mengumpulkan sel telur saat dilepaskan dari folikel de Graaf, menggerakan sel telur menuju kornua uterus, menyediakan lingkungan yang baik untuk sel telur maupun sperma, dan sebagai saluran tempat terjadinya fertilisasi. Tuba uterina memiliki tiga bagian yaitu infundibulum, ampulla dan isthmus (Samuelson 2007). Membran mukosa tuba uterina membentuk lipatan–lipatan yang terlihat secara mikroanatomi. Lipatan tersebut terbagi menjadi lipatan primer, sekunder, dan tersier (Hafez dan Hafez 2000). Lipatan akan semakin kompleks pada daerah yang mendekati infundibulum. Epitel yang melapisi permukaan mukosa tuba Falopii adalah epitel silindris sebaris atau silindris banyak baris bersilia (Dellmann dan Eurell 1998 serta Samuelson 2007). Sel epitel tipe bersilia maupun tidak bersilia masing–masing memiliki mikrovili (Dellmann dan Eurell 1998). 3 Uterus Uterus
merupakan
tempat
fertilisasi,
konseptus,
implantasi,
dan
perkembangan fetus. Uterus dibagi menjadi tiga bagian yaitu korpus, kornua, dan serviks. Akers dan Denbow (2008) menyebutkan bahwa terdapat tiga tipe uterus yaitu tipe dupleks, tipe bikornua, dan tipe simpleks. Karnivora memiliki uterus dengan dua kornua dan satu korpus yaitu disebut tipe bikornua (Pineda dan Dooley 2003). Menurut Schatten dan Constantinescu (2007), uterus terdiri atas beberapa lapisan yaitu endometrium (lapisan mukosa–submukosa), miometrium (lapis tunika muskularis), dan perimetrium (lapis tunika serosa atau visceral peritoneum). Endometrium disusun oleh lapisan epitel yang mengelilingi lumen uterus, kelenjar uterus, dan jaringan ikat. Pada kucing, anjing, dan kuda, epitel yang menutupi endometrium adalah epitel silindris sebaris (Dellmann dan Eurell 1998 serta Samuelson 2007). Kelenjar uterus yang terdapat pada lapisan endometrium letaknya menyebar (Frandson 1992) dan berfungsi sebagai penghasil cairan uterus (Hafez dan Hafez 2000). Struktur tubulus kelenjar uterus dilapisi oleh epitel kubus sebaris (Dellmann dan Eurell 1998). Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat dan pembuluh darah (Samuelson 2007). Perkembangan kelenjar endometrium
8
merupakan suatu respon untuk meningkatkan level estrogen dan progesteron selama siklus estrus dan kebuntingan (Pineda dan Dooley 2003). Miometrium terdiri atas tiga lapis otot polos. Lapisan dalam merupakan otot polos sirkular dan lapisan luar merupakan otot polos longitudinal. Otot polos tersebut akan meningkat ukurannya saat hewan bunting (Dellmann dan Eurell 1998). Diantara kedua lapisan otot sirkular dan longitudinal, terdapat inervasi saraf dan vaskularisasi berupa arteri, vena, dan pembuluh limfe (Dellmann dan Eurell 1998; Bacha dan Bacha 2000). Pada kedua lapisan, otot polos disusun dan diikat agar menempel satu sama lain oleh lapisan tipis dari jaringan ikat yang mengandung fibrosit, antara lain jaringan mesenkim, histiosit, sel mast, kolagen dan serabut elastik (Samuelson 2007). Miometrium berperan dalam proses kontraksi uterus selama estrus dan membatasi aktivitas uterus sepanjang siklus estrus (Pineda dan Dooley 2003). Selain itu, miometrium juga dapat memberi kekuatan untuk mendorong fetus keluar pada saat partus (Colville dan Bassert 2002). Perimetrium atau tunika serosa terdiri atas jaringan ikat longgar yang dilapisi epitel pipih selapis di bagian eksternal. Pada lapisan ini terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe, dan serabut saraf yang berkembang dengan baik (Dellmann dan Eurell 1998). Otot polos mengisi sebagian besar lapisan ini (Samuelson 2007). Lipatan dari peritoneum bagian visceral menggantung uterus dari bagian dorsal tubuh dan diteruskan menjadi mesovarium and mesosalping (Aspinall dan O’Reilly 2007). Serviks merupakan pintu uterus dan pemisah antara lingkungan luar dan lingkungan dalam dari suatu sistem reproduksi (Pineda dan Dooley 2003). Leher uterus atau disebut juga serviks uterus berhubungan langsung dengan vagina. Bagian ini memiliki struktur menyerupai sphincter. Pada sebagian besar spesies, serviks memiliki epitel silindris sebaris dengan banyak sel mukus dan sel goblet. Kuantitas mukus bertambah selama hewan estrus dan bunting (Dellmann dan Eurell 1998). Penyusun serviks uterus didominasi oleh jaringan ikat yang mengandung sedikit otot polos (Hafez dan Hafez 2000). Selama estrus, serviks mengalami hiperemi, dan saat pertengahan estrus atau saat bunting, serviks sedikit
9
memucat dan juga berkontraksi (Pineda dan Dooley 2003). Bagian–bagian organ reproduksi betina anjing dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Tipe uterus pada anjing (Modifikasi dari Schatten dan Rosenfeld 2007).
4 Vagina dan Vestibula Vagina dan vestibula merupakan bagian yang menghubungkan saluran reproduksi bagian dalam ke bagian luar. Vagina diawali dari serviks sampai ke orificium urethralis externum (tempat
bertemunya urethra dan saluran
reproduksi). Vestibula diawali orificium urethralis externum sampai ke vulva (Aspinall dan O’Reilly 2007). Vagina berfungsi sebagai organ kopulatoris dan jalan keluar fetus saat partus. Semen yang dikeluarkan organ kelamin jantan pada saat kopulasi dideposisi di dalam vagina sebelum bergerak menuju sel telur. Menurut Dellmann dan Eurell (1998) mukosa vagina terdiri dari epitel pipih banyak lapis. Ketebalan epitel tersebut meningkat selama proestrus dan estrus (Samuelson 2007). Lapisan submukosa tersusun oleh jaringan ikat longgar yang memiliki sedikit kelenjar. Pada lapisan ini banyak ditemukan jaringan limfoid yang menyebar membentuk nodul. Lapisan submukosa di bagian luar dikelilingi
10
oleh tunika muskularis yang terdiri dari otot polos melingkar di bagian dalam dan otot polos longitudinal di bagian luar (Dellmann dan Eurell 1998). Tunika muskularis dibungkus oleh tunika adventisia di bagian caudal. Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah dan saraf untuk daerah vagina. Di bagian cranial vagina, tunika muskularis dibungkus oleh tunika serosa yang memiliki lapisan otot polos longitudinal yang tipis yang disebut muscularis serosae (Samuelson 2007). 5 Vulva Vulva merupakan bagian eksternal dari saluran urogenital dan terdiri atas dua bagian yaitu labia dan klitoris (Aspinall dan O’Reilly 2007). Pada vulva banyak terdapat kelenjar apokrin dan sebaceous (Dellmann dan Eurell 1998). Secara normal vulva tertutup untuk mencegah masuknya infeksi. Setiap jenis hewan memiliki bentuk, ukuran, dan ketebalan labia yang berbeda–beda. Anjing memiliki labia yang tipis dengan komisura dorsal yang membulat dan komisura ventral yang lancip (Schatten dan Constantinescu 2007). Klitoris merupakan bentuk analogi dari penis pada hewan jantan yang mengalami rudimentasi pada masa embrional. Lokasi klitoris berada di bagian dasar vestibula. Klitoris terdiri dari dua krura atau akar, badan klitoris yang mengandung korpus kavernosus serta kepala klitoris (glans) yang mengandung korpus spongiosum dan fasia klitoris (Schatten dan Constantinescu 2007). Menurut Frandson (1992) klitoris terdiri dari jaringan erektil yang tertutup oleh epitel kubus banyak baris dan mendapat inervasi dari ujung–ujung saraf sensoris.
MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai Agustus 2012 di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Materi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah organ reproduksi betina yang berasal dari tiga ekor musang luak (Paradoxurus hermaphroditus) dewasa. Musang luak tersebut berjenis kelamin betina dengan berat badan 2–2,5 kg. Musang ini diperoleh dari tangkapan masyarakat sekitar daerah lingkungan kampus IPB. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi larutan untuk penyiapan organ, bahan pembuatan blok parafin, dan bahan pembuatan preparat histologi. Larutan yang digunakan untuk mempersiapkan organ reproduksi betina adalah ketamin dan xylazine, larutan NaCl fisiologis, paraformaldehid 4%, dan alkohol 70% sebagai stopping point. Bahan pembuatan blok parafin terdiri dari alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, absolut, xylol, gliserol, dan parafin cair. Bahan pembuatan preparat histologi terdiri dari set larutan rehidrasi dan dehidrasi, aquades, air kran, pewarna Hematoksilin-Eosin (HE) dan Masson’s Trichrome, serta Entelan®. Alat–alat yang digunakan dalam penelitian meliputi alat pengamatan makroanatomi, pembuatan preparat histologi, dan alat pengamatan mikroanatomi. Alat pengamatan makroanatomi terdiri dari penggaris, benang jahit, jangka sorong, timbangan digital, pinset, mikroskop stereo, dan alat dokumentasi berupa kamera Canon EOS 200D. Alat pembuatan preparat histologis terdiri dari skalpel, tissue basket, botol–botol dehidrasi, cetakan parafin, blok kayu, hot plate, water bath, termometer, inkubator parafin, mikrotom, tisu, kuas, gelas objek, dan gelas penutup. Alat pengamatan mikroanatomi adalah mikroskop.
12
Metode Penelitian 1 Perfusi Organ Reproduksi Betina Paradoxurus hermaphroditus Musang luak yang masih hidup dianestesi dengan xylazine dengan dosis 2 mg/kg berat badan dan ketamin dengan dosis 10 mg/kg berat badan serta diaplikasikan secara intramuskular. Kemudian dilakukan sayatan dengan skalpel agar organ jantung dari hewan tersebut dapat terlihat. Perfusi dilakukan dengan cara memasukkan larutan NaCl fisiologis ke dalam ventrikel kiri dan atrium kanan digunting agar darah keluar dan tidak kembali ke jantung. Setelah eksanguinasi selesai, larutan fiksatif dimasukkan ke dalam ventrikel kiri dan disuntikkan ke masing–masing bagian organ agar mengisi ke seluruh bagian. Larutan fiksatif yang digunakan adalah paraformaldehid 4%. Setelah itu, organ reproduksi betina dipisahkan dari tubuh musang kemudian organ tersebut direndam dalam larutan fiksasi. 2 Pengamatan Makroanatomi Pengamatan makroanatomi meliputi pengamatan morfologi, pengukuran, dan penimbangan terhadap organ reproduksi betina musang luak. Pengukuran dan penimbangan organ reproduksi betina musang luak dilakukan pada ovarium, tuba uterina, kornua dan korpus uterus, serviks, vagina, serta vulva. Pengukuran organ meliputi pengukuran panjang, lebar, tebal, dan diameter untuk bagian yang memiliki lumen. Pengukuran pada bagian organ yang berpasangan seperti kornua uterus, tuba uterina, dan ovarium, dilakukan pada masing–masing sisi. Setelah itu dilakukan pemotretan organ reproduksi betina musang luak dengan menggunakan kamera. Pengukuran ini dilakukan dengan keadaan organ terfiksasi dalam alkohol 70%. 3 Pengamatan Mikroanatomi Pengamatan mikroanatomi diawali dengan pembuatan preparat histologi (prosedur terlampir). Berat organ reproduksi betina ditimbang kemudian dipotong pada masing–masing bagian dengan ukuran ≤ 0,5 cm (Aughey dan Frye 2001). Masing–masing bagian organ dimasukkan ke dalam tissue basket untuk dibuat blok jaringan. Pembuatan blok jaringan melalui beberapa proses yaitu dehidrasi
13
dengan alkohol konsentrasi bertingkat, clearing dalam larutan xylol, infiltrasi parafin, dan dilanjutkan dengan embedding dalam parafin cair. Setelah masing–masing blok jaringan terbentuk, proses selanjutnya adalah pemotongan (sectioning) menggunakan mikrotom. Ketebalan potongan diatur untuk mendapatkan ukuran ideal preparat histologi (3–5 µm). Setelah didapat preparat dalam gelas objek, kemudian disimpan dalam inkubator dengan suhu 37 0
C selama 24 jam untuk menyempurnakan penempelan jaringan pada gelas objek
dan siap untuk diwarnai dengan menggunakan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (prosedur terlampir) dan Masson’s Trichrome (prosedur terlampir) yang sesuai dengan prosedur Kiernan (1990). Preparat kemudian diamati menggunakan mikroskop cahaya (Olympus CH30). Pengamatan dilakukan pada semua bagian organ reproduksi betina mulai dari ovarium, tuba uterina, kornua uterus pada masing–masing sisi, korpus uterus, serviks, dan vagina. Hal yang diamati adalah jenis epitel pada masing–masing bagian organ, lapisan otot, dan folikel–folikel yang terdapat pada ovarium. Hal tersebut diamati pada potongan melintang maupun memanjang pada setiap bagian organ. Pengamatan morfologi dari tiap bagian organ dan klasifikasi dari tiap folikel di ovarium untuk dapat ditentukan tahapan oogenesis dan siklus estrus musang luak tersebut. 4 Analisis dan Penyajian Data Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan menggunakan pengolahan data statistik dekriptif. Analisis terhadap data makroanatomi organ reproduksi betina yang diperoleh, dilakukan secara deskriptif mengenai morfologi masing-masing bagian organ dan ditampilkan dalam tabel dan dibandingkan dengan beberapa data dari hewan lain, kemudian didokumentasikan menggunakan kamera dan ditampilkan dalam bentuk gambar. Data mikroanatomi dianalisis secara deskriptif dengan membuat dan mengamati preparat histologi, mencatat hasil pengamatan, dan membandingkan dengan data pada hewan lain maupun literatur yang terkait serta melakukan pemotretan gambaran mikroanatomi dengan kamera.
HASIL Struktur Makroanatomi Organ reproduksi betina musang luak dapat dibedakan menjadi organ reproduksi internal dan eksternal. Organ reproduksi internal berada di dalam rongga pelvis dan terdiri atas sepasang ovarium, sepasang tuba uterina, sepasang kornua uterus, korpus uterus, serviks, dan vagina. Organ reproduksi eksternal terdiri atas vestibula dan vulva.
2
1
2
6 3 4
5
3
Gambar 5 Organ urogenitalia musang luak betina terdiri atas (1) ovarium, (2) tuba uterina, (3) kornua uterus, (4) korpus uterus, (5) vulva, dan (6) vesika urinaria. Bar: 1 cm. Alat penggantung organ reproduksi betina musang luak berupa fasia tipis yang terdiri atas mesovarium, mesosalping, dan mesometrium. Alat pembungkus ovarium juga berupa selaput tipis yang menyelimuti ovarium. Ovarium musang luak berbentuk oval dan terdapat sepasang yaitu ovarium dextra dan sinistra. Berat ovarium dextra dan sinistra musang luak yaitu sebesar 0,18±0,09 g dan 0,19±0,09 g. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Ukuran ovarium musang luak betina Parameter Panjang (cm) Lebar (cm) Tebal (cm) Berat (cm)
Dextra 0,79±0,23 0,53±0,23 0,32±0,20 0,18±0,09
Sinistra 0,77±0,26 0,56±0,24 0,35±0,25 0,19±0,09
15
Tabel 3 Perbandingan panjang saluran reproduksi betina musang luak dengan anjing dan kucing Bagian Organ Tuba Uterina Dextra (cm) Sinistra (cm) Tipe Uterus Kornua Uterus Dextra (cm) Sinistra (cm) Korpus Uterus (cm) Serviks Uterus (cm) Vagina (cm) Vestibula (cm) Lebar Vulva (cm)
Musang Luak
Anjing Kucing (Pineda&Dooley (Pineda&Dooley 2003) 2003)
3,82±1,49 3,85±1,43 Bikornua 3,04±0,22 3,27±0,60 2,32±0,12 0,97±0,44 1,27±0,44 0,71±0,22 1,32±0,32
4-7
3-5
Bikornua
Bikornua
10-14
6-10
1,4-2 1,5-2 5-10 2-5 *
1,5-2 1-1,5 * 0,5-1,5 *
* Tidak dilaporkan.
Tabel 3 menunjukkan panjang setiap bagian organ yang membentuk saluran reproduksi betina musang luak. Tuba uterina terdiri atas infundibulum, ampulla, dan isthmus. Tuba uterina mempunyai beberapa lekukan yang diduga merupakan batas antara ketiga bagian tuba uterina. Bagian infundibulum memiliki fimbria yang berbentuk seperti corong yang tipis dan terletak paling dekat dengan ovarium. Panjang tuba uterina yang dirata-rata yaitu 3,82±1,49 cm untuk bagian dextra dan 3,85±1,43 cm untuk bagian sinistra. Uterus terdiri atas dua kornua uterus yang panjang dan terpisah, serta korpus uterus yang kemudian berlanjut menjadi serviks uterus, sehingga disebut tipe bikornua. Kedua kornua uterus terpisah dan masing-masing berjalan lurus ke arah craniolateral. Percabangan korpus uterus menjadi dua kornua uterus dinamakan bifurcatio uteri. Panjang kornua uterus bagian dextra sebesar 3,04±0,22 cm dan bagian sinistra sebesar 3,27±0,60 cm. Uterus difiksir oleh jaringan penggantung di kedua sisi lateral (mesometrium). Panjang korpus uterus yaitu sebesar 2,32±0,12 cm.
16
3
A
A’ 6
1
4 4
2 5
Gambar 6 (A) Gambaran makroanatomi (1) vagina, (2) vestibula, (3) serviks, dan (4) orificium urethralis externum. (A’) Perbesaran vagina terlihat (4) orificium urethralis externum, (5) fossa klitoris, dan (6) lipatan-lipatan mukosa. Bar: 0,5 cm. Serviks uterus memiliki lumen yang lebih sempit dibandingkan dengan vagina. Serviks memiliki panjang sebesar 0,97±0,44 cm. Vagina musang luak memiliki lipatan-lipatan mukosa yang hampir memenuhi lumen vagina (Gambar 6A’). Panjang vagina yaitu sebesar 1,27±0,44 cm. Vestibula adalah bagian yang terletak antara vagina dan vulva. Batas antara vestibula dengan vagina yaitu orificium urethralis externum. Panjang vestibula adalah 0,71±0,22 cm. Vulva adalah organ reproduksi eksternal yang terdiri atas labia mayor dan labia minor, serta klitoris. Komisura dorsal berbentuk agak lancip dan terdapat rambut yang lebat, sedangkan komisura ventralnya membulat. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5. Klitoris tidak nampak dari eksternal, namun terlihat adanya fossa klitoris di ventral vestibula. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6. Klitoris merupakan bentuk analogi dari penis pada hewan jantan yang mengalami rudimentasi pada masa embrional. Lokasi klitoris berada di bagian dasar vestibula. Sekitar vulva dikelilingi oleh rambut yang lebat. Arah celah vulva musang luak yaitu cranio-caudal. Lebar vulva yang sudah dirata-rata yaitu sebesar 1,32±0,32 cm.
17
Karakteristik Mikroanatomi Perkembangan Folikel dalam Ovarium Ovarium musang luak terdiri atas bagian korteks dan medula yang dilapisi germinal epithelium berupa epitel kubus sebaris yang ditunjukkan pada Gambar 7a. Pada bagian korteks terdapat berbagai tahap perkembangan folikel dan jaringan ikat yang membentuk stroma. Kelenjar interstitial juga dapat ditemukan di stroma korteks dan terdapat dalam Gambar 7b. Medula terletak di bagian tengah ovarium dan terdapat banyak pembuluh darah, pembuluh limfe, serta saraf. Rete ovarium terdapat dalam medula, berbentuk jalinan saluran tidak teratur yang dibalut oleh epitel kubus sebaris. Tahap perkembangan folikel yaitu folikel primordial, primer, sekunder, dan tersier (de Graaf). Gambar 8 menunjukkan berbagai macam perkembangan folikel dalam ovarium. Folikel primordial terdapat dalam jumlah banyak dan berada di bawah tunika albuginea, serta ditandai dengan adanya oosit yang dilapisi epitel pipih selapis. Epitel pipih selapis berganti menjadi kubus sebaris pada folikel primer. Folikel sekunder ditandai dengan adanya zona pelusida dan rongga kecil diantara sel-sel granulosa. Folikel tersier memiliki antrum folikuli, kumulus ooforus, dan korona radiata. Folikel atresia, korpus luteum, dan korpus albikan juga ditemukan dalam ovarium yang ditunjukkan pada Gambar 9. Folikel atresia merupakan folikel yang mengalami regresi dan ditemukan di bagian korteks ditandai dengan adanya membran glasial yaitu sisa dari zona pelusida.
A
B 1
a
1
b
Gambar 7 (A) Ovarium musang luak terdiri atas bagian korteks sebagai zona parenkimatosa (a) dan medula sebagai zona vaskularis (b); serta (B) Kelenjar interstitial (1) dalam stroma korteks. Pewarnaan HE. Bar: A= 100 µm, B= 40 µm.
18
A
B 1 1 2
C
D 1
3
1
4
3
Gambar 8 Tahap perkembangan folikel pada ovarium musang luak yaitu (A) folikel primordial, (B) folikel primer, (C) folikel sekunder, dan (D) folikel tersier/de Graaf. (1) Oosit, (2) stroma, (3) lapis sel granulosa, dan (4) antrum folikuli. Pewarnaan HE. Bar: A, C= 40 µm; B= 20 µm; D= 100 µm.
B
A 1
2
1
Gambar 9 Folikel atresia (A) ditandai dengan membrana glasial (1) dan korpus luteum (B) dengan sel vakuola pucat (2). Pewarnaan HE. Bar: A= 40 µm, B= 100 µm.
19
Karakteristik Mikroanatomi Saluran Reproduksi Setiap saluran reproduksi pada musang luak memiliki fungsi yang berbedabeda dengan karakteristik jaringan penyusun yang berbeda pula. Tuba uterina terdiri atas tiga bagian yaitu infundibulum, ampulla, dan isthmus. Gambaran umum tuba uterina terdiri atas lumen, lapis mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa. Permukaan mukosa tuba uterina dilapisi oleh epitel silindris sebaris. Lapis muskularis tuba uterina musang luak terdiri atas otot polos sirkuler dan longitudinal, serta lapis serosa yang berupa jaringan ikat dan berasal dari mesosalping. Ketiga bagian tuba uterina tersebut dapat dibedakan berdasarkan tinggi rendahnya
lipatan
membran
mukosa
dan
ketebalan
lapis
muskularis.
Infundibulum memiliki lipatan mukosa yang tinggi dan lapisan muskularis yang sangat tipis. Ampulla memiliki lipatan mukosa yang lebih rendah dan lapisan muskularis yang lebih tebal dibanding infundibulum. Isthmus memiliki lipatan mukosa yang sangat rendah dan lapisan muskularis yang sangat tebal. Gambar 10 menunjukkan lipatan mukosa dan lapis muskularis yang membedakan infundibulum, ampulla, dan isthmus pada musang luak.
A
B
C
2
2 1
1
1
2
Gambar 10 (A) Infundibulum, (B) ampulla, (C) isthmus. Lipatan mukosa (1) dan lapisan muskularis (2). Pewarnaan HE. Bar: A, B= 100 µm, C= 40 µm. Saluran tuba uterina juga berbatasan dengan uterus yaitu kornua uterus. Utero-tubal junction merupakan perbatasan antara bagian tuba uterina isthmus dengan kornua uterus. Kornua dan korpus uterus tersusun oleh struktur yang sama yaitu lumen, endometrium (lapis mukosa-submukosa), miometrium (lapis tunika muskularis), dan perimetrium (lapis tunika serosa) (Gambar 11a). Endometrium
20
dilapisi oleh lapisan epitel silindris sebaris yang mengelilingi lumen uterus. Kelenjar uterus atau endometrial gland banyak ditemukan pada bagian endometrium. Kelenjar uterus berupa simple tubular gland yang terdiri atas satu lapis sel tunggal. Miometrium merupakan lapis muskularis. Bagian ini disusun oleh otot polos yang berbentuk sirkuler dan longitudinal. Otot polos sirkuler terletak lebih dalam, sedangkan otot polos longitudinal terletak di lapisan luar. Pembuluh darah juga ditemukan di superfisial kedua lapisan otot tersebut yaitu disebut dengan stratum vasculare. Perimetrium atau lapis serosa terdiri atas jaringan ikat longgar yang dilapisi epitel pipih selapis di bagian superfisial.
A
B
1 2 3
4 1 6
5
Gambar 11 Lapisan uterus (A) dan perbesaran kelenjar uterus (B). Bagian endometrium ditemukan (1) kelenjar uterus dan (2) lamina propria. Bagian miometrium terdiri atas (3) lapis otot sirkuler dan (4) longitudinal, dan (5) stratum vasculare. (6) Perimetrium. Pewarnaan HE. Bar: A= 40 µm, B= 20 µm. Serviks memiliki beberapa perbedaan dengan kornua dan korpus uterus. Kelenjar uterus yang ditemukan pada kornua dan korpus uterus tidak terdapat di dalam serviks. Selain itu, serviks uterus mengandung banyak serabut elastik. Mukosa-submukosa berupa lipatan primer, sekunder, dan tersier. Lipatan serviks dapat memberikan kesan yang salah yaitu terlihat seperti struktur kelenjar. Epitel yang menyusun mukosa serviks adalah silindris sebaris bersilia dan sel penghasil mukus, termasuk sel goblet. Beberapa sel goblet dapat ditemukan di sela-sela epitel tersebut sebagai massa kosong yang berwarna lebih cerah. Gambar 12 menunjukkan epitel serviks dan sel-sel penghasil mukus.
21
1
3
2
Gambar 12 Serviks uterus tampak (1) epitel silindris sebaris, (2) lamina propria, dan (3) sel penghasil mukus. Pewarnaan HE. Bar: 10 µm. Saluran reproduksi musang luak selanjutnya adalah vagina. Epitel yang menyusun mukosa vagina adalah epitel pipih banyak lapis. Vagina dengan epital pipih banyak lapis yang mengalami keratinisasi juga dapat ditemukan pada musang luak. Lamina propria atau lapis submukosa vagina terdiri atas jaringan ikat. Pada lapisan ini ditemukan juga pembuluh darah. Lapis muskularis juga ditemukan pada vagina bagian superfisial yang terdiri atas otot polos. Lumen dan epitel mukosa vagina terdapat pada Gambar 13.
1
2
Gambar 13 Vagina musang luak tampak (1) epitel pipih banyak lapis berkeratinisasi dan (2) lamina propria. Pewarnaan HE. Bar: 40 µm.
22
Karakteristik Pewarnaan Masson’s pada Organ Reproduksi Betina Pewarnaan Masson’s Trichrome pada organ reproduksi betina musang luak digunakan untuk melihat jaringan ikat dalam masing-masing bagian organ tersebut. Tunika albuginea merupakan jaringan ikat yang melapisi ovarium dan berasal dari mesovarium. Jaringan ikat tersebut dapat dilihat pada Gambar 14a. Jaringan ikat mesovarium pada bagian hilus ovarium masuk ke dalam bagian medula ovarium, pembuluh darah terwarnai dengan baik, dan dapat dilihat pada Gambar 14b. Folikel tersier dikelilingi oleh sel-sel teka interna yang berupa lapis vaskuler dan sel-sel teka eksterna yang berupa jaringan ikat. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 15. Stroma korteks berupa jaringan ikat longgar. Selain folikel, jaringan ikat juga ditemukan pada korpus luteum yang berawal dari atresia pada folikel. Perubahan korpus luteum musang luak dapat dilihat pada Gambar 16.
A
B 1 3 3 2
2
Gambar 14 (A) Jaringan ikat tunika albuginea ovarium musang luak (1) dan (B) jaringan ikat mesovarium pada bagian hilus ovarium menyusup ke bagian medula (2) dan terlihat pembuluh darah (3). Pewarnaan Masson’s Trichrome. Bar: A=10 µm, B= 100 µm.
23
2
1 3
Gambar 15 Folikel de Graaf. Lapisan sel teka interna/lapis vaskuler (1), sel teka eksterna berupa jaringan ikat (2), dan zona pelusida (3). Pewarnaan Masson’s Trichrome. Bar= 20 µm.
Gambar 16 Perubahan korpus luteum musang luak antara lain (1) korpus regressivum dan (2) korpus luteum. Pewarnaan Masson’s Trichrome. Bar: 20 µm. Saluran reproduksi tuba uterina digantung dengan mesosalping yang berupa jaringan ikat. Tuba uterina yang terdiri atas infundibulum, ampulla, dan isthmus memiliki bagian mukosa dan submukosa. Lapis serosa yang berasal dari mesosalping pada masing-masing tuba uterina berupa jaringan ikat dan terlihat berwarna biru-hijau. Korpus dan kornua uterus memiliki penggantung yang disebut dengan mesometrium yang berupa jaringan ikat. Lapis perimetrium atau lapis visceral peritoneum berupa jaringan ikat longgar yang dilapisi epitel pipih selapis di bagian superfisial. Serviks uterus terdiri atas lapisan mukosa yang dilapisi oleh epitel silindris sebaris bersilia dan terdapat pada Gambar 17a. Lapisan submukosa serviks uterus
24
terdiri atas jaringan ikat. Vagina terdiri atas lapisan mukosa yang dilapisi oleh epitel pipih banyak lapis dan terdapat lapis keratin. Pada lapisan submukosa atau lamina propria vagina juga terdapat oleh jaringan ikat yang dapat dilihat pada Gambar 17b.
A
B 2
1
1
Gambar 17 Serviks uterus (A) dilapisi epitel silindris sebaris bersilia ( ) dan vagina (B) musang luak. Lapisan submukosa terdiri atas (1) jaringan ikat yang terlihat berwarna biru-hijau. Pada vagina terlihat epitel pipih banyak lapis yang terkeratinisasi (2). Pewarnaan Masson’s Trichrome. Bar: A= 10 µm dan B= 40 µm.
PEMBAHASAN Organ reproduksi betina terdiri atas organ reproduksi primer yaitu ovarium dan organ reproduksi sekunder yaitu tuba uterina, uterus (kornua, korpus, dan serviks), dan vagina. Ovarium memiliki dua fungsi yaitu fungsi eksokrin dan endokrin. Sebagai organ eksokrin, ovarium memproduksi sel telur (ovum, ova, oosit) dan sebagai organ endokrin menghasilkan hormon reproduksi, terutama estrogen dan progesteron. Ukuran ovarium musang luak relatif sama dengan ukuran ovarium anjing dan kucing. Ovarium musang luak berbentuk oval memanjang dan berukuran kecil.
Perbedaan bentuk dan ukuran ovarium dapat
disebabkan oleh
perkembangan siklus reproduksi pada masing-masing individu (Hafez dan Hafez 2000; Pineda dan Dooley 2003; Samuelson 2007). Bentuk ovarium sangat bervariasi menurut spesies, umur, dan tahapan dari siklus estrus (Dellmann dan Eurell 1998). Pada karnivora, ovarium berukuran kecil berbentuk oval memanjang di kedua sisi dan agak rata. Pineda dan Dooley (2003) mengatakan bahwa, bentuk ovarium pada hewan yang menghasilkan banyak keturunan dalam sekali kebuntingan seperti anjing, kucing, dan babi, memiliki beberapa folikel dan korpus luteum sehingga bentuk yang dihasilkan mirip dengan buah anggur dengan berbagai variasi ukuran. Ovarium difiksir oleh penggantung yang disebut mesovarium. Mesovarium merupakan jaringan ikat yang bertaut pada hilus ovarium dan merupakan pintu masuk pembuluh darah untuk ovarium (Hafez dan Hafez 2000). Pewarnaan Masson’s Trichrome pada ovarium musang luak menunjukkan bahwa jaringan ikat mesovarium masuk ke dalam medula ovarium. Hal ini sesuai dengan Samuelson (2007) yaitu bagian hilus diteruskan ke medula ovarium sehingga pada bagian medula banyak terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe, dan jaringan saraf. Perbedaan berat ovarium pada individu hewan dapat disebabkan oleh perbedaan umur, bangsa, paritas (berapa kali melahirkan), tingkatan makanan, dan siklus reproduksi (Hafez dan Hafez 2000). Ketika folikel tersebut tumbuh dan menjadi matang, berat ovarium akan meningkat. Panjang ovarium dextra dan
26
sinistra berturut-turut sebesar 0,79±0,23 cm dan 0,77±0,26 cm, lebih pendek dibandingkan dengan ovarium anjing dan kucing yaitu sebesar 2 cm dan 0,8-0,9 cm (Constantinescu 2007). Ovarium dextra dan sinistra keduanya berkembang. Musang luak dapat beranak 2-3 kali sepanjang tahun, meskipun ada catatan bahwa anak musang luak lebih sering ditemukan pada bulan Oktober sampai Desember (Weigl 2005). Ovarium terdiri atas bagian korteks dan medula. Lapisan korteks ovarium atau disebut juga zona parenkimatosa merupakan tempat perkembangan folikel dan korpus luteum serta dilapisi oleh epitel permukaan berbentuk kubus sebaris. Stroma korteks berupa jaringan ikat longgar. Kelenjar interstitial juga dapat ditemukan dalam ovarium musang luak. Pada ovarium anjing dan kucing, stroma korteks mengandung sederetan sel kelenjar interstitial berbentuk polihedral (Dellmann dan Brown 1992; Schatten dan Rosenfeld 2007). Sel-sel kelenjar interstitial dapat dibedakan dari sel-sel stroma ovarium dengan bentuknya yang mirip kincir dan terbenam dalam jalinan serabut retikular (Dellmann dan Brown 1992). Folikel dalam ovarium terdiri atas folikel primordial, primer, sekunder, dan tersier. Folikel primordial terdapat dalam jumlah banyak dan berada di bawah tunika albuginea. Tunika albuginea merupakan jaringan ikat yang melapisi ovarium dan tampak berwarna biru-hijau dengan pewarnaan Masson’s Trichrome. Menurut Dellmann dan Brown (1992), tebal tunika albuginea dapat menipis dan bahkan menghilang karena terdesak oleh perkembangan folikel ovarium serta korpus luteum selama aktivitas ovarium meningkat. Folikel primordial sudah ada sejak hewan lahir dan terdapat dalam jumlah banyak. Setiap folikel primordial mengandung oosit primer yang dikelilingi oleh epitel pipih selapis. Secara berkala, folikel primordial akan berkembang menjadi folikel primer, sekunder, dan tersier. Epitel pipih selapis pada folikel primordial berganti menjadi kubus sebaris pada folikel primer. Oosit pada folikel primer juga mengalami pembesaran. Folikel primer kemudian berubah menjadi folikel sekunder setelah terbentuknya sel granulosa dan zona pelusida (Samuelson 2007). Pada folikel sekunder terbentuk zona pelusida yang mengitari plasma oosit, rongga kecil berisi cairan yang terbentuk diantara sel-sel granulosa, dan sel-sel
27
teka mulai terbentuk mengitari lapis sel-sel granulosa pada tahap akhir folikel sekunder (Dellmann dan Brown 1992). Pada folikel tersier terdapat suatu rongga sentral antrum folikuli yang berisi cairan (likuor folikuli). Ooosit primer berada di satu sisi dan dikelilingi oleh selsel granulosa yang terakumulasi (kumulus ooforus), serta terbentuknya korona radiata. Menurut Dellmann dan Brown (1992), sel-sel yang membentuk korona radiata berperan memberi nutrisi bagi oosit, dan sel-sel granulosa membentuk lapisan folikel parietal, disebut stratum granulosum yang menopang membran basal. Sel teka telah berdiferensiasi menjadi sel teka interna dan sel teka eksterna. Sel teka interna merupakan jaringan ikat dengan banyak vaskularisasi dan berada lebih dalam dibandingkan dengan teka eksterna yaitu jaringan ikat fibrosa yang terletak lebih luar sebagai penunjang (Samuelson 2007). Folikel tersier atau disebut juga folikel de Graaf yang mensekresikan hormon estrogen, yaitu diproduksi oleh sel-sel teka interna dan sel-sel granulosa. Estrogen berfungsi untuk mempertahankan sistem saluran reproduksi, sifat-sifat reproduksi sekunder, tingkah laku reproduksi, dan stimulasi kelenjar mammae pada betina. Saat folikel mencapai ukuran penuh, folikel tersebut ruptur agar ovarium dapat terlepas. Proses ini disebut dengan ovulasi dan terjadi ketika hewan sudah dewasa kelamin. Ovum atau sel telur turun menuju tuba uterina. Sisa folikel de Graaf yang telah mengalami ovulasi akan berkembang menjadi korpus hemoragikum, korpus rubrum, korpus luteum, dan korpus albikan. Korpus luteum mensekresikan hormon progesteron. Progesteron berfungsi untuk mempersiapkan kondisi saluran reproduksi untuk menerima fertilisasi, menyebabkan
pembesaran
kelenjar
mammae,
dan
menghambat
sekresi
Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dari hipotalamus yang menghambat keluarnya Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan mencegah perkembangan folikel (Aspinall dan O’Reilly 2007). Jika terjadi fertilisasi dan kebuntingan, maka korpus luteum akan tetap dipertahankan dan terus berfungsi untuk memelihara kebuntingan. Apabila hewan tidak bunting, saat masa estrus berakhir korpus luteum akan mengalami regresi menjadi korpus albikan (Contantinescu 2007). Folikel atresia ditandai dengan adanya membarana glasial. Tanda-tanda untuk atresia pada dinding folikel adalah inti menjadi piknotik dan terjadi
28
kromatolisis (Dellmann dan Brown 1992). Membran glasial (selaput kaca) merupakan membran basal lapis granulosa yang melipat, menebal, dan mengalami proses hialinisasi selama terjadi atresia (Dellmann dan Eurell 1998; Samuelson 2007). Tuba uterina berfungsi untuk menangkap ovum yang diovulasikan, menyediakan lingkungan yang baik untuk ovum dan sel sperma, kapasitasi sperma, serta menjadi tempat fertilisasi (Aspinall dan O’Reilly 2007; Dellmann dan Brown 1992). Tuba uterina merupakan saluran dan mempunyai beberapa lekukan yang merupakan batas antara ketiga bagian tuba uterina yaitu infundibulum, ampulla, dan isthmus. Hal ini dipertegas dengan pengamatan secara mikroanatomi. Utero-tubal junction atau perbatasan antara isthmus dan uterus berfungsi untuk mencegah pergerakan bakteri dari uterus ke tuba uterina dan rongga peritoneum, namun membolehkan semen yang diejakulasikan ke dalam tuba uterina, serta menggerakkan embrio melalui perbatasan ini menuju uterus pada waktu yang tepat (Pineda dan Dooley 2003). Panjang tuba uterina musang luak yaitu 3,82±1,49 cm untuk bagian dextra dan 3,85±1,43 cm untuk bagian sinistra. Ukuran tuba uterina musang luak tersebut lebih pendek dari tuba uterina anjing dan kucing. Tuba uterina anjing dan kucing berturut-turut yaitu 4–7 cm dan 3–5 cm (Pineda dan Dooley 2003), 6-10 cm dan 4-6 cm (Constantinescu 2007). Saluran ini memiliki fungsi mengumpulkan sel telur saat dilepaskan dari folikel de Graaf, menggerakkan sel telur menuju kornua uterus, menyediakan lingkungan yang baik untuk sel telur maupun sperma, dan sebagai saluran tempat terjadinya fertilisasi (Samuelson 2007). Tuba uterina terdiri atas membran mukosa yang membentuk lipatan primer, sekunder, dan tersier (Hafez dan Hafez 2000). Infundibulum berbentuk seperti corong tipis dan memiliki jumbai-jumbai yang disebut fimbria yang berfungsi membantu menangkap sel telur. Fimbria akan bergabung menjadi struktur tubular tunggal pada bagian akhir infundibulum, sebelum akhirnya bergabung menjadi ampulla (Samuelson 2007). Lapis mukosa tuba uterina dilapisi epitel silindris sebaris tanpa silia. Lipatan mukosa tuba uterina akan menjadi semakin tinggi ketika mendekati ovarium. Lipatan mukosa-submukosa pada daerah infundibulum
29
lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah ampulla dan isthmus. Lapis muskularis pada isthmus lebih tebal dibandingkan dengan ampulla dan infundibulum. Pergerakkan ovum maupun spermatozoa digantikan oleh kontraksi otot polos yang terdapat dalam tuba uterina pada lapis muskularis serta dibantu oleh hormon-hormon yang berasal dari ovarium. Lapis muskularis tersebut akan semakin tebal jika mendekati perbatasan dengan uterus yaitu utero-tubal junction (Aughey dan Frye 2001). Ampulla merupakan tempat terjadinya fertilisasi, yaitu di sepertiga bagian tuba uterina. Daerah ampulla dan isthmus musang luak memiliki lipatan mukosasubmukosa yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah
infundibulum.
Isthmus merupakan tuba uterina yang berbatasan dengan kornua uterus. Susunan mikroanatomi tuba uterina secara umum yaitu terdiri atas lumen, lapisan mukosa, submukosa, muskularis mukosa, dan serosa. Lapisan muskularis mukosa berupa lapisan otot polos dan lapisan serosa berupa jaringan ikat yang mengandung banyak pembuluh darah dan saraf. Menurut Kimura et al. (2004), isthmus memiliki lapisan muskularis yang lebih tebal dan lapis mukosa yang lebih tipis dibandingkan dengan ampulla. Jika terjadi fertilisasi, sel telur yang telah dibuahi akan menjadi zigot dan mengalami proses pembelahan (cleavage). Proses konseptus, implantasi, dan perkembangan fetus terjadi di dalam uterus. Akers dan Denbow (2008) menyebutkan bahwa terdapat tiga tipe uterus yaitu tipe dupleks, bikornua, dan simpleks. Musang luak memiliki tipe uterus bikornua yaitu sama dengan karnivora lainnya seperti anjing dan kucing. Tipe bikornua terdiri atas dua kornua uterus, satu korpus uterus, dan satu serviks uterus (Pineda dan Dooley 2003). Uterus berfungsi untuk menyediakan tempat untuk perkembangan fetus. Uterus juga berfungsi untuk menyediakan lingkungan yang optimal agar embrio dapat bertahan dan mengondisikan embrio agar dapat menerima nutrisi, hal ini dilaksanakan oleh plasenta (Aspinall dan O’Reilly 2007). Moghe (1956) mengatakan bahwa Indian palm civet memiliki jenis plasenta zonaria serupa dengan anjing dan kucing. Uterus difiksir oleh jaringan penggantung di kedua sisi lateral yang disebut mesometrium. Kornua uterus musang luak berjalan ke arah craniolateral. Kornua uterus dextra dan sinistra memiliki panjang berturut-turut 3,04±0,22 cm dan 3,27±0,60
30
cm. Kornua uterus berukuran lebih pendek jika dibandingkan dengan kornua uterus anjing dan kucing. Kornua uterus anjing dan kucing yaitu sebesar 10–14 cm dan 6–10 cm (Pineda dan Dooley 2003), serta 12-16 cm dan 9-11 cm (Constantinescu 2007). Korpus uterus berukuran lebih pendek dibandingkan dengan kornua uterus. Ukuran korpus uterus yaitu 2,32±0,12 cm. Percabangan korpus uterus menjadi kornua uterus disebut dengan bifurcatio uteri. Perbatasan korpus uterus dengan serviks uterus tidak dapat dilihat secara makroanatomi. Struktur mikroanatomi kornua dan korpus uterus musang luak secara umum sama, yaitu terdiri atas lumen, mukosa-submukosa (endometrium), lapis muskularis mukosa (miometrium), dan lapis serosa (perimetrium). Lumen uterus dilapisi oleh sel epitel silindris sebaris dan terdapat banyak kelenjar uterus. Kelenjar uterus disebut juga kelenjar endometrial karena terletak dalam lapis endometrium. Kelenjar uterus musang luak berbentuk simple tubular gland. Lapis mukosa uterus anjing memiliki kelenjar uterus yang panjang dan kripta tubular yang pendek, sedangkan kucing memiliki bentuk radial atau spiral longitudinal (Getty 1975). Kelenjar uterus merupakan kelenjar eksokrin (Aughey dan Frye 2001). Lapis muskularis terdiri atas lapis otot polos sirkuler dan longitudinal dan perimetrium terdiri atas jaringan ikat longgar, pembuluh darah, dan jaringan saraf (Dellmann dan Brown 1992). Serviks uterus merupakan penghubung antara korpus uterus dan vagina. Fungsi utama serviks yaitu sebagai penutup lumen uterus, sehingga mencegah masuknya mikroba dari vagina dan organ reproduksi eksternal. Serviks secara normal berkonstriksi dan berdilatasi hanya untuk membolehkan semen saat estrus atau fetus lewat ketika partus (Aspinall dan O’Reilly 2007; Colville dan Bassert 2002). Panjang serviks uterus lebih pendek dibandingkan dengan panjang vagina, yaitu sebesar 0,97±0,44 cm. Hal ini sama dengan serviks uterus pada anjing dan kucing. Serviks uterus anjing dan kucing memiliki ukuran yang lebih pendek dibandingkan dengan vaginanya (Pineda dan Dooley 2003). Serviks uterus musang luak memiliki lumen yang sempit. Mukosa serviks dilapisi oleh sel epitel silindris sebaris bersilia dan juga terdapat sel penghasil mukus. Sel penghasil mukus meningkat saat estrus dan dikeluarkan lewat vagina (Dellmann dan Eurell 1998). Lamina propria serviks uterus musang luak berupa
31
jaringan ikat. Lapis muskularis terdiri atas lapis dalam sirkuler dan lapis luar yang longitudinal. Serabut elastik terdapat pada lapis otot sirkuler. Otot dan serabut elastik berperan untuk memulihkan kembali bentuk serviks setelah partus (Dellmann dan Brown 1992). Lapis serosa serviks tersusun atas jaringan ikat longgar. Vagina terletak di rongga pelvis, yang dibatasi oleh serviks di bagian anterior, rektum di bagian dorsal, vesika urinaria serta urethra di bagian ventral dan orificium urethralis externum di posterior (Getty 1975). Orificium urethralis externum merupakan titik bertemunya traktus reproduksi dengan urethra. Panjang vagina memiliki rata-rata sebesar 1,27±0,44 cm. Ukuran vagina lebih pendek dibandingkan dengan vagina anjing yaitu 5-10 cm (Pineda dan Dooley 2003) dan kucing yaitu 2-3 cm (Constantinescu 2007). Lapis mukosa vagina musang luak tersusun atas epitel pipih banyak lapis dan terdapat lapis keratin. Samuelson (2007) mengatakan bahwa saat anjing betina memasuki masa estrus, epitel yang melapisi mukosa vagina adalah epitel pipih banyak lapis yang terkeratinisasi. Lapis submukosa atau lamina propria terdiri atas jaringan ikat. Lapis muskularis juga terdapat dalam vagina musang luak yang terdiri atas otot polos. Lapis adventisia terdiri atas jaringan ikat longgar, serta terdapat pembuluh darah dan saraf (Dellmann dan Eurell 1998). Vestibula diawali dari orificium urethralis externum sampai vulva. Vestibula merupakan saluran yang menghubungkan vagina dan vulva. Panjang vestibula yaitu 0,71±0,22 cm, ukuran tersebut lebih pendek dibandingkan dengan vestibula anjing yaitu 5-6 cm (Constantinescu 2007) dan 2-5 cm (Pineda dan Dooley 2003), namun serupa dengan panjang vestibula kucing yaitu 0,5-1,5 cm (Pineda dan Dooley 2003). Struktur mikroanatomi vestibula pada umumnya sama dengan vagina. Vestibula tersusun atas lapisan mukosa, lapisan submukosa yaitu lamina propria, juga terdapat lapis muskularis dan lapisan serosa. Epitel yang menyusun mukosanya adalah epitel pipih banyak lapis. Menurut Samuelson (2007), konstruksi vestibula mirip dengan vagina bagian caudal, namun vestibula memiliki folikel getah bening subepitel terutama di daerah klitoris. Vulva merupakan organ reproduksi eksternal yang terdiri atas labia dan klitoris. komisura dorsal musang luak berbentuk agak lancip dan terdapat rambut
32
yang lebat, sedangkan komisura ventralnya membulat. Labia yang berkembang pada karnivora adalah labia minor dan hanya primata yang memiliki labia mayor yang sesungguhnya (Getty 1975). Menurut Constantinescu (2007), setiap hewan memiliki bentuk, ukuran, dan ketebalan labia yang berbeda-beda. Klitoris musang luak tidak tampak secara makroanatomi namun terlihat adanya fossa klitoris. Hal ini sesuai dengan Getty (1975), bahwa klitoris pada hewan karnivora dewasa akan tertahan perkembangan embrionalnya. Klitoris tersusun atas jaringan erektil dan dilapisi oleh epitel pipih banyak lapis, serta terdapat banyak ujung saraf sensoris (Senger 2005).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Organ reproduksi betina
musang
luak secara makroanatomi dan
mikroanatomi memiliki morfologi yang mirip dengan anjing dan kucing. Perbedaan secara makroanatomi terletak pada ukuran organ reproduksi betina yang lebih kecil dibandingkan dengan kucing dan anjing. Selain itu, vagina musang luak memiliki lipatan-lipatan mukosa yang tinggi sehingga memenuhi lumen vagina.
Saran Kajian lebih lanjut mengenai karakteristik organ reproduksi betina musang luak perlu dilakukan untuk: 1. Mengetahui tahap perkembangan folikel dari proses folikulogenesis. 2. Mengetahui distribusi karbohidrat pada perkembangan folikel ovarium.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas I. 2012. Harga Kopi Luwak Robusta 2012. [terhubung berkala]. http://hargakopiluwakindonesia.blogspot.com/. (6 Mei 2012). Akers RM, Denbow DM. 2008. Anatomy & Physiology of Domestic Animals. Ames: Blackwell Publishing. Aspinall V, O’Reilly M. 2007. Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology. China: Butterworth–Heinemann Elsevier Limited. Aughey E, Frye FL. 2001. Comparative Veterinary Histology with Clinical Correlates. London: Manson Publishing/Veterinary Press. Bacha WJ, Bacha LM. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology Ed ke–2. Maryland dan Pennsylvania: Lippincott Williams and Wilkins. Baker N, Kelvin L. 2008. Wild Animals of Singapore: A Photographic Guide to Mammals, Reptiles, Amphibians, and Freshwater Fishes. Singapura: Vertebrate Study Group, Nature Society. 180 hlm. Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Technicians. St. Louis, Missouri: Mosby. Hal 329–334. Colville T. 2002. The Reproductive System. Di dalam: Colville T, Bassert JM, editor. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Technicians. St. Louis, Missouri: Mosby. Hal. 329-334. Constantinescu GM. 2007. Anatomy of reproductive organs. Di dalam: Schatten H, Constantinescu GM, editor. Comparative Reproductive Biology. Ames: Blackwell Publishing. hlm 13-59. Cummings B. 2001. Structure of an ovary. [terhubung berkala]. http:/tarlenton.edu/Departements/Anatomy/Ovary.Html. [5 Mei 2012]. Dellmann HD, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. Ed ke-3. Penerjemah: Hartono. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Dellmann HD, Eurell J. 1998. Textbook of Veterinary Histology Ed ke–5. Baltimore, Maryland: Lippincott Williams and Wilkins. Duckworth JW, Widmann P, Custodio C, Gonzalez JC, Jennings A, Veron G. 2008. Paradoxurus hermaphroditus. IUCN red list of threatened species. Version 2010.4. International Union for Conservation of Nature. Eaton JA, Wust R, Wirth R, Shepherd CR, Semiadi G, Hall J, Duckworth JW. 2010. Recent records of the javan small–toothed palm civet arctogalidia (trivirgata) trilineata. Small Carnivore Conservation 43: 16–22.
35
[FOBI] Foto Biodiversitas Indonesia. 2010. Pardoxurus hermaphroditus. [terhubung berkala]. http://www.fobi.web.id/v/mammalia/f–viv/par–hem. (5 Mei 2012). Francis CM. 2001. A Photographic Guide to Mammals of Thailand & South–East Asia. Bangkok: Asiabooks 127 p. Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Ed ke-4, penerjemah; B. Srigandono, Koen Praseno. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Getty R. 1975. Sisson and Grossman’s The Anatomy of the Domestic Animals. Toronto: WB. Saunders Company. Grassman LI. 1998. Movements and fruit selection of two Paradoxurinae species in a dry evergreen forest in Southern Thailand. Small Carnivore Conservation 19: 25–29. Hafez B, Hafez ESE. 2000. Reproduction in Farm Animal Ed ke–5. USA: Lippincott Williams and Wilkins. [IUCN] International Union for the Conservation of Nature. 2011. IUCN Red List of Threatened Species. Versi 2011.2 [terhubung berkala]. http://www.iucnredlist.org. (5 Mei 2012). Jackson T. 2004. Animals of Asia & Australia. London: Southwater (Anness Publishing Company). Joshi A, Smith J, Cuthbert FJ. 1995. Influences of food distribution and predation pressures on spacing behaviour in palm civets. J of Mammology 76(4): 1205–1212. Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods: Theory and Practice. New York: Pergamon Press. Kimura J, Sasaki M, Endo H, Fukuta K. 2004. Anatomical and histological characterization of the female reproductive organ of mouse deer (Tragulidae). J Placenta 25: 705-711. Moghe MA. 1956. Some observations on the foetal membranes of the indian palmcivet, Paradoxurus hermaphroditus hermaphroditus (Schrater). Poona: Departemen of Zoology, University Poona. Pineda MH, Dooley MP. 2003. Mc Donald’s Veterinary Endocrinology and Reproduction. State Avenue, Ames: Iowa State Press (Blackwell Publishing Company). Putra SM. 2012. Morfologi organ reproduksi musang luak jantan (Paradoxurus hermaphroditus) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Rung–ruangkijkrai T, Klomkleaw W, Prachammuang P. 2006. Arteries of the heart of a common palm civet (Paradoxurus hermaphroditus). Di dalam:
36
Banlunara W et al., editor. Emerging Infectious Disease in Asian Wildlife Mediccine and Pathology. Proceedings of AZWMP 2006 (the2nd symposium of the Asian Zoo and Wildllife Medicine and the 1st Workshop on the Asian Zoo and Wildlife Pathology); Faculty of Veterinary Science Chulalongkorn University, 26–29 Oktober. Bangkok: Tiransar Press. Samuelson DA. 2007. Textbook of Veterinary Histology. Gainesville, Florida, St. Louis, Missouri: Saunders Elsevier. Schatten H, Constantinescu GM. 2007. Comparative Reproductive Biology. Ames: Blackwell Publishing. Schatten H, Rosenfeld CS. 2007. Overview of Female Reproductive Organs. Di dalam: Schatten H, Constantinescu GM, editor. Comparative Reproductive Biology. Ames: Blackwell Publishing. hlm 13-59. Schreiber A, Wirth R, Riffel M, Rompaey HV. 1989. Weasels, Civets, Mongooses, and their Relatives An Action Plan for the Conservation of Mustelids and Viverrids. Switzerland: International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. Senger PL. 2005. Pathways to Preganancy and Parturition. Ed ke-2. Washington: Current conceptions, Inc. Shepherd CR. 2008. Civets in trade in Medan, north Sumatera, Indonesia (1997– 2001) with notes on legal protection. Small Carnivore Conservation 38. Sherrow V. 2006. Encyclopedia of Hair: A Cultural History. Greenwood Publishing Group. Shiroff
A. 2005. “Paradoxurus hermaphroditus”. [terhubung berkala]. http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Paradox urus_hermaphroditus.html. (5 Mei 2012).
Weigl R. 2005. Longevity of Mamals in Captivity; from the Living Collections of the World. Stuttgart: Kleine Senckenberg–Reihe 48.
LAMPIRAN
38
Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Pembuatan preparat histologi terdiri dari beberapa proses yaitu dehidrasi (penarikan air dalam jaringan) dengan alkohol konsentrasi bertingkat, clearing dalam larutan xylol, infiltrasi parafin, dan dilanjutkan dengan embedding dalam parafin cair. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan blok jaringan dan pemotongan menggunakan mikrotom (sectioning). Adapun masing–masing proses adalah sebagai berikut: 1
Proses fiksasi yaitu organ/jaringan yang telah disimpan di dalam tissue basket dan direndam dalam alkohol 70% dan siap untuk proses dehidrasi.
2
Proses dehidrasi dimulai dengan perendaman jaringan dalam alkohol 80%, 90%, dan alkohol 95% masing–masing selama 24 jam. Proses perendaman dilanjutkan dengan alkohol 100% I dan II masing–masing selama 12 jam kemudian direndam dalam alkohol 100% III selama 6 jam.
3
Proses clearing yaitu perendaman jaringan dalam larutan xylol I, II, dan III. Perendaman jaringan dalam larutan xylol I dilakukan selama 1 jam, sedangkan perendaman dalam larutan xylol II dan III dilakukan masing–masing selama 30 menit. Perendaman dalam xylol III berada dalam inkubator dengan suhu 620C.
4
Infiltrasi dilakukan dalam parafin cair di dalam inkubator suhu 62ºC sebanyak tiga kali ulangan sebelum dilakukan penanaman jaringan. Perendaman selama 1 jam dalam parafin I dan 30 menit dalam parafin II dan III.
5
Proses embedding yaitu penanaman jaringan dalam parafin.
6
Proses
selanjutnya
adalah
pembuatan
blok
parafin
dengan
menggunakan pisau yang dipanaskan, parafin dan jaringan yang sudah ditanam, dikeluarkan dan dipotong berdasarkan besar jaringan dan menyisakan sedikit parafin pada sisi–sisi jaringan dan direkatkan pada blok kayu.
39
7
Blok yang siap dipotong, dimasukkan ke penjepit (block holder) mikrotom dan diatur kesejajaran permukaan yang akan dipotong dengan mata pisau mikrotom. Blok dipotong dengan menggunakan mikrotom. Ketebalan potongan diatur untuk mendapatkan ukuran ideal preparat histologi (3–5 µm).
8
Satu sampai dua hasil potongan dipindahkan dengan jarum, ke dalam air dingin untuk membuka lipatan yang mungkin terbentuk pada preparat. Kemudian dipindahkan ke dalam air hangat (37–40)0C di atas penangas untuk meluruskan kerutan halus.
9
Irisan yang telah terentang sempurna diambil dengan gelas objek kemudian dikeringkan dan diletakkan di atas hotplate (37–38)0C.
10 Selanjutnya preparat disimpan dalam inkubator dengan suhu 37 0 C selama 24 jam untuk menyempurnakan penempelan jaringan pada gelas objek dan siap untuk diwarnai dengan menggunakan pewarnaan HE.
40
Lampiran 2 Prosedur Pewarnaan Hematoksilin-Eosin Pewarnaan Hematoksilin-Eosin merupakan pewarnaan standar untuk mengetahui struktur umum sel maupun jaringan di dalam suatu organ. Tahapan pewarnaan Hematoksilin-Eosin adalah sebagai berikut: 1
Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III masing–masing selama 3–5 menit.
2
Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi 100% (III, II, dan I), 95%, 90%, 80%, dan 70% masing–masing selama 3–5 menit.
3
Preparat direndam dalam air kran selama 10 menit kemudian direndam dalam aquades selama 5 menit.
4
Preparat diwarnai dengan hematoksilin selama 15–20 detik kemudian direndam dalam air kran selama beberapa saat.
5
Warna yang dihasilkan dikrontrol di bawah mikroskop. Jika warna ungu yang dihasilkan kurang kontras, maka preparat dicelupkan kembali ke dalam pewarna hematoksilin selama 3–5 detik. Namun jika warnanya terlalu ungu maka preparat dapat dicelupkan dalam pemucat haematoksilin 1–2 kali (HCl 0.5% dalam alkohol 70%).
6
Preparat kembali direndam dalam air kran selama 10 menit lalu direndam dalam aquades selama 5 menit untuk mendapatkan warna biru keunguan dan membersihkan kelebihan warna pada sitoplasma.
7
Preparat diwarnai dengan eosin selama 40–45 detik kemudian direndam dalam aquades selama 5 menit untuk membersihkan eosin yang tidak mewarnai jaringan.
8
Proses rehidrasi dengan alkohol bertingkat dimulai dengan konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95%, dan 100% (I, II, dan III) masing–masing 2–3 kali celup.
9
Proses clearing dengan larutan xylol I, II, dan III masing–masing selama 5 menit.
10 Proses mounting dilakukan dengan penutupan preparat dengan gelas penutup menggunakan Entelan®.
41
Lampiran 3 Prosedur Pewarnaan Masson’s Trichrome Pewarnaan Masson’s Trichrome merupakan pewarnaan yang digunakan untuk melihat struktur jaringan ikat dalam suatu organ. Tahapan pewarnaan Masson’s Trichrome adalah sebagai berikut: 1
Proses deparafinisasi dengan menggunakan larutan xylol I, II, dan III masing–masing selama 3–5 menit.
2
Proses rehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat konsentrasi 100% (III, II, dan I), 96%, 90%, 80%, dan 70% masing–masing selama 3–5 menit.
3
Preparat direndam dalam air keran selama 10 menit kemudian dibersihkan dengan cara direndam dalam aquadest selama 5 menit.
4
Preparat yang difiksasi dengan larutan selain larutan Bouin, harus melalui proses perendaman dalam larutan Bouin (campuran asam pikrat: formalin: asam asetat glasial = 15: 5: 1) selama satu jam dalam suhu 37ºC. Kemudian dibilas dengan air keran dan aquades masing– masing selama 15 menit dengan tiga kali pengulangan.
5
Preparat diwarnai dengan haematoksilin selama 30–45 detik kemudian direndam di dalam air keran selama beberapa saat.
6
Warna yang dihasilkan dikrontrol di bawah mikroskop. Jika warna ungu yang dihasilkan kurang kontras, maka preparat dicelupkan kembali ke dalam pewarna haematoksilin selama 3–5 detik. Namun jika warnanya terlalu ungu maka preparat dapat dicelupkan dalam pemucat haematoksilin 1–2 kali (0.5% HCl dalam 70% alkohol).
7
Preparat kembali direndam di dalam air keran selama 10 menit lalu direndam di dalam aquadest selama 5 menit.
8
Pewarnaan dilanjutkan dengan menggunakan larutan acid Fuchsin dan ponceau 2R selama 10–15 menit. Kemudian preparat direndam di dalam asam asetat 1% selama beberapa detik, kemudian dilakukan kontrol warna dengan mikroskop.
42
9
Pewarnaan
selanjutnya
adalah
menggunakan
orange
G
dan
phospotungstic selama 5 menit. Preparat kembali direndam di dalam asam asetat 1% dan dikontrol dengan mikroskop. 10 Pewarna terakhir yaitu light green selama beberapa detik hingga hitungan menit. Setelah itu preparat direndam di dalam asam asetat 1%. 11 Proses dehidrasi dilakukan dengan menggunakan alkohol 100% (absolut I dan II) masing–masing selama lima menit. 12 Preparat dijernihkan dengan larutan xylol I, II, dan III masing–masing selama 5 menit. 13 Proses mounting dilakukan dengan penutupan preparat dengan gelas penutup menggunakan Entelan®.