MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA WALET LINCHI (Collocalia linchi)
RM RIZKY JAUHARI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Morfologi Organ Reproduksi Betina Walet Linchi (Collocalia linchi) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor Desember2013
RM Rizky Jauhari NIM B04090139
ABSTRAK RM RIZKY JAUHARI. Morfologi Organ Reproduksi Betina Walet Linchi (Collocalia linchi). Dibimbing oleh SAVITRI NOVELINA dan HERU SETIJANTO. Penelitian ini bertujuan untuk mendeksripsikan morfologi organ reproduksi betina walet linchi (C. linchi) secara makroskopis dan mikroskopis. Penelitian ini menggunakan empat organ reproduksi betina walet linchi. Pengamatan mikoskopis menggunakan pewarnaan Hematoksilin-eosin, Alcian Blue pH 2.5, dan pewarnaan Periodic acid Schiff. Organ reproduksi betina terdiri dari ovarium dan oviduk. Oviduk terdiri dari lima bagian yaitu, infundibulum, magnum, isthmus, uterus, dan vagina. Lapisan mukosa oviduk tersusun atas lipatan mukosa, dan dilapisi oleh epitel silindris bersilia. Kelenjar ditemukan pada lamina propria oviduk, kecuali pada vagina. Pada perbatasan antara uterus dan vagina ditemukan penebalan mukosa yang membentuk spinkter uterovagina. Dengan teknik pewarnaan AB-PAS terdeteksi bahwa oviduk mengandung karbohidrat asam dan karbohidrat netral, terutama di sekreta dan kelenjar. Kata kunci: Collocalia linchi, ovarium, oviduk. ABSTRACT RM RIZKY JAUHARI. The Morphology of The Female Reproductive Organs of Cave Swiftlet (Collocalia Linchi). Supervised by SAVITRI NOVELINA and HERU SETIJANTO. This research is aimed to describe the morphology of the female reproductive organs of the cave swiftlets (C. linchi ) macroscopic and microscopically. Four female reproduction organs were used in this study. Microscopic observation was done using Hematoxilin – eosin (HE), alcian blue (AB) pH 2.5 and periodic acid Schiff (PAS) staining methods. The reproductive organs were consisted of ovarium and oviduct. The oviduct has five parts: infundibulum, magnum, isthmus, uterus and vagina. The mucosa of oviduct has mucosal folds and lined with columnar ciliated epithelial cells. Glandular glands were found in the lamina propria of oviduct, except in the vagina. The thick muscle of sphincter uterovagina was found in the border between uterus and vagina. Using AB-PAS staining methods, it was detected that oviduct contained neutral and acid carbohydrate, especially in the secrete glands of oviduct. Keywords: Collocalia linchi, ovarium, oviduct.
MORFOLOGI ORGAN REPRODUKSI BETINA WALET LINCHI (Collocalia linchi)
RM RIZKY JAUHARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Morfologi Organ Reproduksi Betina Walet Linchi (Collocalia linchi) Nama : RM Rizky Jauhari NIM : B04090139
Disetujui oleh
Dr Drh Savitri Novelina, MSi PAVet Pembimbing I
Dr Drh Heru Setijanto, PAVet (K) Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Wakil Dekan
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Morfologi Organ Reproduksi Betina Walet Linchi (Collocalia linchi) : RM Rizky Jauhari Nama : B04090139 NIM
Disetujui oleh
Dr Drh Savitri Novelina, MSi P A Vet Pembimbing I
Tanggal Lulus :
3 1 DEC LO~j )
Dr Drh Hem Setij anto, PA Vet (K) Pembimbing II
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia–Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari hingga Juni 2013 ini adalah Morfologi Organ Reproduksi Betina Walet Linchi (Collocalia linchi). Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Drh Savitri Novelina, MSi PAVet dan Bapak Dr Drh Heru Setijanto, PAVet (K) selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Drh Srihadi Agungpriyono, PAVet (K), Ibu Dr Drh Chairun Nisa’, MSi PAVet, Bapak Dr Drh Nurhidayat, MS PAVet, Bapak Drh Supratikno, MSi PAVet, beserta staf Lab Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga tercinta, atas doa dan kasih sayangnya dan kepada Suannisa NU yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013 RM Rizky Jauhari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Walet Organ Reproduksi Betina Unggas Ovarium Oviduk Infundibulum Magnum Isthmus Uterus Vagina METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Alat Prosedur Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Morfologi Organ Reproduksi Betina Walet Linchi Kandungan dan Distribusi Karbohidrat Pembahasan Morfologi Organ Reproduksi Betina Walet Linchi Kandungan dan Distribusi Karbohidrat Pada Organ Reproduksi Betina Walet Linchi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
vi vi vi 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 8
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
12 15 18
10 11 12 12
DAFTAR TABEL
1.
Konsentrasi dan distribusi karbohidrat pada oviduk dengan pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS
8
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
Anatomi organ reproduksi betina unggas Makroanatomi organ reproduksi betina C. linchi Gambaran mikroskopis ovum C. linchi Gambaran mikroskopis infundibulum, magnum, isthmus,dan uterus C. linchi Gambaran mikroskopis vagina C. linchi Gambaran mikroskopis distribusi dan konsentrasi karbohidrat asam dan netral pada infundibulum, magnum dan isthmus C. linchi dengan pewarnaan AB dan pewarnaan PAS Gambaran mikroskopis distribusi dan konsetrasi karbohidrat asam dan netral pada uterus dan vagina C. linchi dengan pewarnaan AB dan pewarnaan PAS
3 6
7 8
9
10
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3.
Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) Pewarnaan Alcian Blue (AB) pH 2.5 Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS)
15 16 17
PENDAHULUAN Latar Belakang Walet hidup alami di dalam gua dan mempunyai sifat hidup liar (Marzuki et al. 2000). Walaupun dapat hidup di dalam rumah, tetapi walet tidak termasuk ke dalam burung yang diternakkan. Berdasarkan perubahan bentuk dan ukuran folikel pada ovarium serta kadar hormon estrogen selama musim berbiak dan bersarang, siklus ovarium pada walet linchi dibagi menjadi tiga periode menurut Novelina (2010) yaitu periode istirahat, periode perkembangan, dan periode reproduksi. Musim bersarang adalah saat burung mulai membuat sarang, bertelur, serta merawat hingga anak burung dapat meninggalkan sarang. Musim berbiak adalah musim walet kawin, yaitu pada saat musim penghujan dan bahan makanan banyak tersedia (Mardiastuti et al. 1998). Walet merupakan burung monogami yang tetap berpasangan selama masa berbiak dan masa bersarang. Burung walet menghasilkan 2 butir telur yang akan dierami selama 20-30 hari. Setelah menetas anak burung walet dirawat hingga berusia 7-8 minggu sampai anak walet sudah dapat terbang dan akan meninggalkan sarangnya (Chantler dan Driessens 1995). Ovarium dan oviduk dekstra pada unggas dewasa mengalami degenerasi sehingga hanya ditemukan ovarium dan oviduk sinistra, sedangkan pada mamalia berkembang sempurna (King dan McLelland 1984). Penelitian mengenai morfologi organ reproduksi betina walet linchi belum pernah dilaporkan. Penelitian morfologi organ reproduksi betina unggas yang sudah dilaporkan adalah pada kalkun (Parto et al. 2011), burung Molothrus bonariensis (Cediel 2007), burung unta (Sharaf et al. 2012), ayam (Mohammadpour et a.l 2012), bebek (Özen et al. 2009; Patki et al. 2013; Sari 2012). Penelitian walet linchi yang sudah dilaporkan adalah mengenai budidaya dan pengolahan sarang walet (Mulyadi 1997; Erham. 2009), morfologi gonad dan kelenjar liur (Novelina 2007, 2010; Pijayanti 2013), dan sistem morfologi saluran pencernaan (Novelina 2009). Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari morfologi ovarium dan saluran reproduksi walet linchi betina (C. linchi). Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat yaitu tersedianya data mengenai anatomi organ reproduksi betina C. linchi serta memfasilitasi bagi penelitian lebih lanjut pada aspek organ reproduksi betina walet linchi.
2
TINJAUAN PUSTAKA Walet Walet merupakan burung kecil dan tergolong burung dengan kemampuan terbang cepat. Di alam burung ini tersebar hampir di seluruh dunia (Mackinnon 1990). Taksonomi burung walet yaitu : Kingdom : Animalia Fillum : Chordata Subfillum : Vertebrata Kelas : Aves Ordo : Apodiformes Familia : Apodidae Genus : Collocalia Spesies : Collocalia linchi (Chantler dan Driessens 1995). Walet tercatat memiliki 26 spesies dan 12 spesies diantaranya ditemukan di Indonesia. Hanya terdapat tiga spesies yaitu walet putih (C. fuciphaga), walet hitam (C. maxima) dan walet linchi (C. linchi) yang sarangnya dapat dikonsumsi (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Spesies walet dapat dibedakan berdasarkan warna bulu, ukuran tubuh, daya ekolokasi, dan tipe sarangnya (Chantler dan Driessens 1995). Secara umum walet berukuran kecil dengan panjang tubuh mencapai 12 cm dan lebar sayap mencapai 10 cm dengan bobot badan 7 gram (Lim dan Cranbrook 2002). Secara morfologi walet jantan dan betina sulit dibedakan, hal ini disebabkan karena warna serta corak bulu abu–abu tua pada bagian atas dan abu– abu muda pada bagian bawah burung walet jantan dan betina terlihat sama (Mardiastuti et al 1998). Menurut Budiman (2002), burung walet linchi disebut juga White bellied swiftlet atau si perut putih dengan ciri–ciri sebagai berikut: panjang tubuh lebih kecil dari panjang tubuh burung walet, pada umumnya ekor tidak bercabang, warna bulu di bagian perut putih sedang di bagian lainnya hitam, warna mata gelap kehitaman, ujung paruh melengkung seperti kuku merupakan ciri khas pada burung pemakan serangga. Organ Reproduksi Betina Unggas Unggas memiliki organ reproduksi betina yang sedikit berbeda dengan mamalia. Pada unggas dewasa ovarium dan oviduk dekstra mengalami degenerasi/rudimenter sehingga hanya ditemukan ovarium dan oviduk sinistra. Sedangkan pada mamalia, ovarium dan oviduk dektra dan sinistra berkembang sempurna (King and McLelland 1984).
3
Gambar 1
Anatomi organ reproduksi betina unggas (Modifikasi dari Majestic Waterfowl Sanctuary 2006).
Ovarium Ovarium pada unggas terletak pada daerah kranial ginjal di antara rongga dada dan rongga perut. Ovarium berfungsi sebagai penghasil ovum. Ovarium sangat kaya akan kuning telur atau yang disebut yolk. Ovarium terdiri dari medula dan korteks yang banyak mengandung folikel–folikel (Nalbandov 1990). Folikel burung dibatasi oleh sel–sel granulosa serta susunan teka interna maupun eksterna, pada unggas dan mamalia terlihat sama (Nalbandov 1990). Pertumbuhan folikel ovarium melalui beberapa tahap yaitu dimulai dari folikel primer yang akan menjadi folikel sekunder dan tahapan terakhir adalah folikel tersier (Carlson 1988). Ovarium memproduksi hormon estrogen dan progesteron. Estrogen dihasilkan oleh sel-sel granulosa folikel ovarium, sedangkan progesteron diproduksi oleh membran perivitelin (Brown 1994). Oviduk Oviduk terdiri dari infundibulum, magnum, isthmus, uterus, dan vagina, dimana masing–masing komponen terlibat dalam proses pembentukan telur dan kerabang telur. Infundibulum Infundibulum merupakan tempat fertilisasi. Pada bagian kaudal berbentuk seperti jari bersilia dan akan memandu oosit masuk kedalam lipatan submukosa. Bagian ini merupakan bagian yang sangat tipis yang berfungsi untuk mensekresikan protein yang akan mengelilingi membran vitelina (Yuanta 2004). Infundibulum terdiri dari saluran dengan lapisan dinding tipis dan bagian leher. Tersusun atas kumpulan otot halus yang menghubungkan jaringan antara serosa dan epitel silindris bersilia. Lipatan longitudinal berada di mukosa antara saluran bagian interior dekat leher dan lipatan sekunder (Bacha dan Bacha 2000).
4 Magnum Magnum merupakan bagian terpanjang dari oviduk (Recee 2009). Albumin akan melapisi ovum dimana albumin akan meningkatkan ukuran dari telur tersebut (Samuelson 2007). Mukosa magnum tersusun atas epitel silindris bersilia dan sel goblet (Bacha dan Bacha 2000). Mukus pada magnum berasal dari sel goblet yang memproduksi cairan berwarna putih kental dan cair (Yuanta 2004). Isthmus Istmus merupakan bagian dimana telur mendapatkan membran kerabang (shell membrane). Selama proses pembentukan kerabang, submukosa propria mengandung beberapa kelenjar tubular yang memproduksi shell membrane. Istmus membuat jaringan fibrin untuk lapisan luar dan dalam kerabang (Recee 2009). Epitel isthmus berbentuk silindris sebaris atau silindris banyak baris bersilia(Bacha dan Bacha 2000). Uterus Telur akan berada dalam waktu yang lama setelah memasuki uterus. Pada bagian ini terjadi hidratasi putih atau plumping dan terbentuknya kerabang telur. Warna kerabang telur terbentuk karena adanya pigmen xanthopyl (Recee 2009). Mukosa uterus tersusun atas epitel silindris sebaris dan banyak baris bersilia (Bacha dan Bacha 2000). Vagina Telur masuk ke bagian vagina setelah pembentukan oleh kelenjar kerabang sempurna (di dalam uterus). Telur pada vagina hanya berada dalam waktu singkat dan akan dilapisi oleh kutikula. Kutikula berguna untuk menyumbat pori–pori kerabang sehingga invasi bakteri dapat dicegah. Kemudian telur keluar melalui kloaka (Nalbandov 1990). Permukaan vagina dilapisi oleh epitel silindris sebaris dan banyak baris bersilia. Pada ayam sperma yang masuk ke dalam vagina akan disimpan pada sperm host gland (Bacha dan Bacha 2000).
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2013 di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Materi Materi yang digunakan adalah 4 set organ reproduksi betina walet linchi yang merupakan sampel dari penelitian Novelina et al (2010). Sampel organ reproduksi disimpan di dalam alkohol 70%. Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, absolut, silol, parafin, akuades, air keran, Entellan®, pewarna Hematoxyllin Eosin (HE), alcian blue (AB), dan periodic acid Schiff (PAS).
5 Alat Alat–alat yang digunakan untuk proses parafinisasi dan pemotongan jaringan menggunakan inkubator, mikrotom, gelas piala dan gelas obyek. Alat untuk pewarnaan Hematoxyllin Eosin, alcian blue, dan periodic acid Schiff antara lain rak preparat yang sesuai dengan masing–masing pewarnaan dan gelas penutup. Mikroskop (Olympus CH30 Japan) dan kamera digital Canon EOS 200D digunakan untuk pengamatan dan pemotretan hasil. Prosedur Pengamatan secara makroskopis meliputi pengamatan terhadap morfologi organ reproduksi. Pengamatan secara mikroskopis meliputi pengamatan morfologi dan kandungan karbohidrat organ reproduksi. Proses dimulai dengan dehidrasi yaitu sampel direndam di dalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat, yaitu alkohol 70%, 80%, 90%, sampai 100%, dilanjutkan dengan larutan silol, dan kemudian ditanam dalam parafin menjadi blok parafin. Blok parafin dipotong dengan ketebalan 5 µm dengan mikrotom, kemudian jaringan diletakkan pada gelas obyek. Preparat disimpan dalam inkubator dengan suhu 37 °C selama 24 jam untuk penyempurnaan penempelan jaringan pada gelas obyek dan siap untuk diwarnai. Sebelum pewarnaan dilakukan deparafinisasi dimulai dari larutan silol kemudian dilanjutkan dalam larutan alkohol 100%, 90%, 80%, dan 70% dan diwarnai lalu diakhiri proses dehidrasi. Proses dehidrasi dimulai dari larutan alkohol 70%, 80%, 90%, dan 100%, dilanjutkan dengan larutan silol. Dilakukan pewarnaan HE untuk pengamatan morfologi umum dari organ reproduksi betina, pewarnaan AB pH 2.5 untuk mendeteksi kandungan karbohidrat asam, dan pewarnaan PAS untuk mendeteksi kandungan karbohidrat netral. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya. Analisis Data Data dianalisis secara deskriptif dengan mengamati preparat, baik makroskopis maupun mikroskopis, mencatat hasil pengamatan, serta melakukan pemotretan gambaran makroskopis dan mikroskopis menggunakan kamera. Metode skoring intensitas warna dengan nilai negatif (-), lemah (+), sedang (++) dan kuat (+++) pada bagian kandungan dan distribusi karbohidrat. Reaksi positif ditunjukkan dengan hadirnya warna spesifik biru pada pewarnaan AB pH 2.5 dan magenta pada pewarnaan PAS. Intensitas warna merepresentasikan konsentrasi kandungan karbohidrat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Morfologi Organ Reproduksi Betina Walet Linchi Ovarium dan oviduk walet linchi hanya berkembang pada bagian sinister sedangkan bagian dekster tidak berkembang. Oviduk terdiri dari lima bagian yaitu infundibulum, magnum, isthmus, uterus, dan vagina (Gambar 2).
6
Gambar 2 Makroanatomi organ reproduksi betina C. linchi. (a) Ovarium, (b) Infundibulum, (c) Magnum, (d) Isthmus, (e) Uterus, (f) Vagina. Bar = 2 mm. Keadaan pada sampel ovarium didominasi oleh folikel–folikel primordial dan folikel–folikel perkembangan. Folikel primordial secara histologis dindingnya disusun oleh epitel kubus sebaris, sedangkan folikel perkembangan tersusun atas teka eksterna, teka interna, sel granulosa dan membran perivitelin (Gambar 3).
Gambar 3
Gambaran mikroskopis ovum C. linchi. (a): Folikel primordial. (b)-(c): Folikel perkembangan. Pewarnaan HE. Bar = 100 μm.
Lapisan dinding oviduk secara umum tersusun atas mukosa (lamina epitelia, lamina propria dan muskularis mukosa), tunika muskularis, dan tunika serosa. Lapisan epitel mukosa pada oviduk bervariasi, pada infundibulum dan magnum tersusun atas epitel silindris sebaris bersilia, pada isthmus, uterus dan vagina tersusun atas epitel silindris banyak baris bersilia. Lapisan mukosa pada infundibulum, magnum, isthmus, uterus dan vagina mempunyai lipatan primer dan lipatan sekunder. Infundibulum mempunyai lipatan mukosa paling rendah, sedangkan pada uterus paling tinggi. Pada lapisan epitel infundibulum ditemukan adanya sel goblet, sedangkan pada bagian oviduk lain tidak ditemukan adanya sel goblet. Kelenjar oviduk tersebar pada lamina propria infundibulum, magnum,
7 isthmus, uterus, sedangkan pada vagina tidak ditemukan adanya kelenjar (Gambar 4). Tunika muskularis oviduk tersusun atas lapisan otot polos longitudinal dan sirkular. Tunika muskularis infundibulum dan magnum tipis, sedangkan pada isthmus dan uterus tebal. Tunika muskularis pada vagina sangat tebal. Pada daerah perbatasan antara uterus dan vagina terdapat spinkter uterovagina yang ditandai dengan penebalan otot (Gambar 5).
Gambar 4
Gambaran mikroskopis (A) infundibulum, (B) magnum, (C) isthmus dan (D) uterus C. linchi. (a) Insert mukosa infundibulum dan magnum dilapisi oleh (SSB) epitel silindris sebaris bersilia, sedangkan pada (b) insert mukosa isthmus dan uterus dilapisi oleh (SBB) epitel silindris banyak baris bersilia dan tersebar (c) kelenjar oviduk di lamina propria. Tunika muskularis tersusun atas (d) otot longitudinal dan (e) otot sirkular. Ditemukan adanya sel goblet (G) pada infundibulum pada lapis epitel. Tunika muskularis pada (A) dan (B) lebih tipis dibandingkan dengan (C) dan (D). Pewarnaan HE. Bar A-D = 100 μm, Bar a-b : 10 μm
8
Mukosa vagina tersusun oleh epitel silindris banyak baris bersilia dan membentuk lipatan primer dan sekunder. Kelenjar tubular tidak ditemukan pada lamina propria. Tunika muskularis terdiri dari lapisan otot dimana lapisan longitudinal luar terdiri dari berkas dan serabut otot yang tersebar di seluruh jaringan ikat stroma (Gambar 5).
Gambar 5 Gambaran mikroskopis vagina C. linchi. Mukosa vagina dilapisi oleh epitel silindris banyak baris bersilia. Lamina propria pada vagina tidak ditemukan adanya kelenjar oviduk. (a) Tunika muskularis pada vagina sangat tebal. Pada perbatasan antara (c) uterus dan (b) vagina ditemukan (d) Uterovagina spinkter. Pewarnaan HE. Bar = 100 μm. Kandungan dan Distribusi Karbohidrat Pewarnaan PAS pada infundibulum, magnum, isthmus, uterus, dan vagina bereaksi positif dengan intensitas lemah sampai kuat pada kelenjar, sekreta, dan lumen, sedangkan pada pewarnaan AB hanya bagian sekreta saja dan sebagian lumen yang bereaksi positif dengan intesitas lemah sampai kuat. Konsentrasi dan distribusi karbohidrat pada oviduk walet linchi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Konsentrasi dan distribusi karbohidrat pada oviduk terhadap pewarnaan AB pH 2.5 dan PAS AB pH 2.5 Bagian Oviduk
PAS Kelenjar Sekreta ++ + +++ +++
Kelenjar
Sekreta
Infundibulum
-
+++
Magnum
-
+
Istmus
-
+
+
+
Uterus
-
+
+
+
Vagina
-
++
++
++
Keterangan: (–) negatif, (+) lemah, (++) sedang, (+++) kuat.
9 Oviduk memiliki hasil yang beragam pada pewarnaan PAS dan AB. Infundibulum menunjukan reaksi positif di bagian sekreta pada pewarnaan AB dengan intensitas warna kuat (+++) namun kelenjar menunjukan hasil negatif, sedangkan pada pewarnaan PAS bagian sekreta infundibulum menunjukan hasil warna lemah (+) sedangkan kelenjar menunjukan hasil sedang (++). Magnum dan isthmus hanya menunjukan reaksi warna lemah (+) pada pewarnaan AB namun pada pewarnaan PAS magnum memiliki intensitas kuat (+++) pada kelenjar dan sekreta sedangkan isthmus memiliki intensitas lemah (+). PAS
AB
Gambar 6 Gambaran mikroskopis distribusi dan konsentrasi karbohidrat asam dan netral pada infundibulum, magnum, dan isthmus C. linchi dengan pewarnaan AB (kiri) dan pewarnaan PAS (kanan). A: Infundibulum, B: Magnum, C: Isthmus. Bar A-C=100 μm.
10 Uterus memiliki intensitas lemah (+) pada bagian sekreta baik pewarnaan AB maupun PAS. Pada vagina hasil pewarnaan PAS dan AB didapatkan hasil dengan intesitas ++, namun pada pewarnaan AB hanya terwarnai pada bagian sekreta saja. PAS
AB
Gambar 7 Gambaran mikroskopis distribusi dan konsentrasi karbohidrat asam dan netral pada uterus dan vagina C. linchi dengan pewarnaan AB (kiri) dan pewarnaan PAS (kanan). A: Uterus, B: Vagina. Bar A-B =100 μm.
Pembahasan Morfologi Organ Reproduksi Betina Walet Linchi Morfologi saluran reproduksi betina walet linchi mirip dengan burung atau unggas lainnya. Oviduk walet linchi terbagi menjadi lima bagian, yaitu infundibulum, magnum, isthmus, uterus dan vagina. Oviduk berfungsi sebagai tempat fertilisasi, tempat penerimaan ovum, tempat perkembangan ovum, tempat produksi albumin, dan pembentukan kerabang. Menurut Mohammadpour et al. (2012) terdapat dua lapisan pada bagian oviduk yaitu (1) lapisan otot yang akan membantu dalam perjalanan ovum, (2) lapisan epitel dan kelenjar yang akan mensekresi mukus sesuai dengan bagian yang dibutuhkan oleh ovum. Infundibulum berfungsi sebagai tempat fertilisasi ovum dan sperma. Lapis mukosa dan submukosa dari infundibulum membentuk lipatan primer dan lipatan sekunder (Sharaf et al. 2012). Pada infundibulum ditemukan sel goblet pada
11 lapisan epitel, hal ini juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan Sharaf et al (2013), Mohammadpour et al (2012) yang menemukan sel goblet pada infundibulum dan magnum bebek dan burung unta. Sel goblet memiliki fungsi sebagai penghasil mukus (Telford dan Bridgman 1995). Magnum merupakan bagian terpanjang dari oviduk. Magnum berfungsi dalam pembentukan albumin pada telur. Isthmus merupakan bagian terpendek dari oviduk dan berfungsi dalam pembentukan kerabang tipis luar dan dalam (Recce 2009). Isthmus dan uterus walet memiliki kemiripan pada pengamatan mikroskopis, perbedaan antara isthmus dan uterus dilihat dari panjang silia pada lapisan epitel dan panjang lipatan primer. Isthmus memiliki silia yang pendek dan lipatan primer yang sangat pendek, sedangkan uterus memiliki silia dan lipatan primer yang tinggi (Sharaf et al. 2013). Uterus memiliki 2 fungsi yaitu, dalam pembentukan kerabang luar dan tempat terjadinya hidratasi putih telur (penambahan cairan). Lapisan otot uterus terdiri dari otot sirkular dan longitudinal. Lapisan otot uterus lebih tebal dari isthmus, namun jika dibandingkan dengan vagina, lapisan otot vagina lebih tebal dari lapisan otot pada uterus. Pada daerah peralihan antara uterus dan vagina terdapat penebalan mukosa yang membentuk spinkter uterovagina (King dan McLelland 1984). Fungsi spinkter uterovagina adalah membantu pengeluaran telur setelah pembentukan kerabang di dalam uterus (Recce 2009). Vagina merupakan tempat terakhir pembentukan telur dimana telur yang sudah berkerabang akan dilapisi oleh kutikula, sehingga pori-pori kerabang tertutup (Recee 2009). Vagina memiliki epitel silindris banyak baris pada lapis mukosa. Telur yang telah masuk ke dalam vagina sudah tidak mengalami proses pembentukan telur sehingga pada vagina tidak ditemukan kelenjar dilamina proria, namun sebagian besar dinding vagina terdiri dari lapisan otot yang berfungsi dalam proses peristaltik pengeluaran telur. Kandungan dan Distribusi Karbohidrat Pada Organ Reproduksi Betina Walet Linchi Ovarium dan oviduk dari walet linchi mengandung karbohidrat asam dan karbohidrat netral. Perbedaan antara karbohidrat asam dan karbohidrat netral terletak pada ada atau tidaknya gugus asam. Terlihat hasil reaksi positif dengan tingkatan warna yang berbeda. Hasil positif pada pewarnaan AB menunjukkan bahwa mukus yang dihasilkan oleh oviduk mengandung mukopolisakarida asam. Mukopolisakarida asam diduga berperan penting dalam perlawanan invasi patogen potensial karena keberadaan asam sialat pada permukaan sel memberikan suasana asam pada permukaan sel dan memungkinkan untuk proses fagositosis sel (Suprasert et al. 1986). Sementara fungsi fisiologis dari karbohidrat dengan residu gula galaktosa dan fruktosa pada unggas belum diketahui secara pasti (Suprasert et al. 2000), sehingga hasil positif pada pewarnaan PAS diduga berhubungan dengan kandungan mukopolisakarida netral yang dihasilkan oleh oviduk untuk proses pembentukan telur. Seluruh sampel menunjukkan hasil positif pada pewarnaan AB dan PAS dengan tingkat intensitas lemah hingga kuat. Hasil pewarnaan AB dengan tingkat intensitas konsentrasi dan distribusi karbohidrat kuat terlihat pada bagian sekreta. Hal tersebut berkaitan dengan aktifitas kelenjar, seluruh karbohidrat asam yang
12 berasal dari kelenjar sudah keluar menuju sekreta, sedangkan kelenjar belum memproduksi kembali karbohidrat asam sehingga hasil positif terlihat pada bagian sekreta saja. Hasil positif pewarnaan AB dengan intensitas konsentrasi dan distribusi karbohidrat kuat pada sekreta terlihat pada infundibulum, karena pada infundibulum banyak ditemukan sel goblet, sedangkan intensitas sedang terlihat pada vagina, dan intensitas lemah terlihat pada isthmus, magnum, dan uterus. Hasil pewarnaan PAS positif bereaksi dengan semua bagian oviduk, namun intensitas reaksi dan distribusi karbohidrat kuat terlihat pada magnum di bagian kelenjar dan sekreta. Hal ini diduga berhubungan dalam proses aktifitas kelenjar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum sekreta dan kelenjar dari oviduk memiliki kandungan karbohidrat asam dan karbohidrat netral dengan tingkatan yang berbeda. Hal ini terjadi karena ikatan gugus hidroksil dengan zat warna AB memiliki intensitas yang berbeda, serta gugus aldehid yang bereaksi dengan reagen Schiff pada pewarnaan PAS dan zat warna PAS yang mengoksidasi bagian akhir pecahan menjadi aldehid juga memiliki intensitas yang berbeda (Handari 1983). Perbedaan intensitas konsentrasi dan distribusi karbohidrat yang terlihat melalui warna pada hasil pewarnaan AB dan PAS ini menunjukkan bahwa setiap bagian pada ovarium dan oviduk memiliki fungsi tersendiri dalam pembentukan telur.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Oviduk walet linchi terdiri dari infundibulum, magnum, isthmus, uterus, dan vagina. Mukosa oviduk tersusun atas epitel silindris sebaris/banyak baris bersilia. Lamina propria pada oviduk memiliki kelenjar kecuali vagina. Tunika muskularis vagina merupakan yang tebal diantara oviduk lainnya. Oviduk walet linchi memiliki perbedaan intensitas kandungan karbohidrat pada kelenjar dan sekretanya. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap perkembangan oviduk pada masa bersarang dan tidak bersarang sehingga dapat terlihat gambaran perkembangan pada masing-masing organ untuk aplikasi dalam bidang budidaya burung walet.
DAFTAR PUSTAKA Bacha WJJ, Bacha LM. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology. 2nd Edition. Philadelphia (US): Lippincott Williams & Wilkins Pr. Brown RE. 1994. An Introduction to Neuroendocrinology. Cambridge (UK): Cambridge University Pr. Budiman A. 2002. Menetaskan Telur Walet dengan Induk Walet, Induk Sriti, Induk Sriti Kembang, Mesin Tetas. Depok (ID): PT. Penebar Swadaya.
13 Carlson BM. 1988. Patterns Foundations Of Embryology. New York (USA): MC Graw Hill Book. Cediel PR. 2007. Oviductal and ovartan morphology of a brood parasitic bird, Molothrus bonariensis [skripsi]. Bucaramanga (CO): Universidad Industrial De Santander. Chantler P, Driessens G. 1995. Swifts: A Guide to Swift and Treeswift of The World. East Sussex (US): Pica Pr. Erham. 2009. Perilaku selama periode perkembangbiakan pada burung walet (Collocalia Fuchiphaga) rumahan di Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Handari SS. 1983. Metode Pewarnaan. Jakarta (ID): Bhatara Karya Aksara Pr. Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods: Theory and Practice. Ed Ke-2. London (UK): Pergamon Pr. King AS, Mc Lelland J. 1984. Birds: Their Structure and Function. London (UK): Bailliere Tyndall Pr. Lim CK, Cranbrook E. 2002. Swiftlets of Borneo: Builders of Edible Nest. Ed ke1 Kota Kinibalu: Nat His Publication (Borneo) Sdn. Bhd. Mackinnon J. 1990. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. [MWS] Majestic Waterfowl Sanctuary. 2006. The Function of the Oviduct. Tersedia pada: http://www.majesticwaterfowl.org/mmissue21.htm. The Majestic Monthly [Internet]. [Diunduh 2013 Jul 18]. Mardiastuti A, Mulyani YA, Sugarjito J, Ginoga LN, Maryanto I, Nugraha A dan Ismail. 1998. Teknik pengusahaan walet rumah, pemanenan sarang dan penanganan pasca panen. Laporan RUT IV. Bidang Teknologi Perlindungan Lingkungan. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi. Dewan Riset Nasional. Jakarta. Marzuki AF, Kuntjoro HS, Hanim M, Widyastuti YE. 2000. Meningkatkan Produksi Sarang Walet Berazaskan Kelestarian. Jakarta (ID): Penebar Swadaya Pr. Mohammadpour AA, Zamanimoghadam A, Heidari M. 2012. Comparative histomorphometrical study of genital tract in adult laying hen and duck VetRF . 3(1): 27-30. Mulyadi. 1997. Beberapa aspek bioekologi dan persarangan burung sriti (Collocalia linchi) dalam rumah walet di Kabupaten Sumedang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nalbandov AV. 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. Jakarta(ID): UI Pr. Novelina S, Nisa C, Adnyane IKM, Sigit K, Setijanto H, Agungpriyono S. 2007. Morphological Study of the Salivary Gland of the Edible Nest Linchi Swiflet (Collocalia linchi). Proceeding of the International Symposium Animal Science Meeting for Graduate Students; Utsunomiya, 11 January 2007. Japan : Utsunomiya University. hlm 13-15. Novelina S, Evalina, Satyaningtijas AS, Agungpriyono S, Setijanto H, Sigit K. 2009. Studi morfologi esofagus dan lambung burung walet linchi (Collocalia linchi). J. Kedokteran Hewan 3 (1) : 203 – 210. Novelina S, Satyaningtijas AS, Agungriyono S, Setijanto H, Sigit K. 2010. Morfologi dan histokimia kelenjar mandibularis walet linchi (Collocalia
14 linchi) selama satu musim berbiak dan bersarang. J Ked Hewan. 4(1): 194202. Özen Asuman, Ergün E, Kürüm A. 2009. Light and electron microscopic studies on the oviduct ephitelium of pekin duck (Anas platyrhnchos). Ankara Üniv Vet Fak Derg. 56: 177-181. Parto P, Zabihollah K, Abbas A, Bahman M. 2011. The microstructure of oviduct in laying turkey hen as observed by light and scanning electron microscopies. World J Zool. 6(2):120-125. Patki HS, Lucy KM, Chungath JJ. 2013. Histological observations on the infundibulum of kuttana duck (Anas platyrhmchos domestic) during postnatal period. IJSRP. 3(1): 1-8. Pijayanti R. 2013. Morfologi kelenjar lingualis walet linchi (C. linchi) pada masa bersarang dan berbiak [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Praseno K, Yuniwarti EY. 2000. Biologi Aves. Semarang (ID): Universitas Diponogoro Pr. Recee WO. 2009. Function Anatomy and Physiology of Domestic Animals. Iowa (US): Wiley-Blackwell Pr. Samuelson DA. 2007. Textbook of Veterinery Histology. Missouri (US): Saunders. Sari ML. 2012. Karakteristik fenotip dan genetik sifat-sifat produksi dan reproduksi itik pegagan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sharaf A, Eid W, Abuel-atta AA. 2012. Morphological Aspects of the Ostrich Infundibulum and magnum. BJVM. 15(3): 145-150. Sharaf A, Eid W, Abuel-atta AA. 2013. Age Related Morphology of the Ostrich Oviduct (Isthmus, Uterus, Vagina). BJVM. 16(3): 145-158. Soehartono T, Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan konvensi CITES di Indonesia. Jakarta (ID): JICA. Sumiati. 1998. Habitat burung walet dan sriti di dalam rumah walet di Kecamatan Tarogong Kabupaten Garut. [skripsi]. Bogor (ID): IPB Suprasert A, Fujioka T, Yamada K. 1986. Glycoconjugates in the secretory epithelium of the chicken mandibular glands. J Histochem Cytochem. 18: 115 – 121. Suprasert A, Arthivtong S, Koonjaenak S. 2000. Lectin histochemistry of glycoconjugates in mandibular gland of chicken. J Kasetsart. 34 : 85 – 90. Telford IR, Bridgman CF. 1995. Introduction to Functional Histology Second Edition. New York (US): Harpercollins Collage Pr. Yuanta T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Yogyakarta (ID): Kanisius.
15 Lampiran 1 Pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) Pewarnaan HE digunakan untuk melihat morfologi umum dari Organ reproduksi betina walet. Prinsip dari pewarnaan HE adalah inti yang bersifat asam akan menarik zat atau larutan yang bersifat basa, sehingga akan berwarna biru. Sitoplasma bersifat basa akan menarik zat atau larutan yang bersifat asam, sehingga berwarna merah. Proses pewarnaan diawali dengan deparafinisasi dan rehidrasi menggunakan silol I (5 menit), silol II (1 menit), silol III (1 menit), alkohol 100% I (4 menit), alkohol 100% II (2 menit), alkohol 100% III (2 menit), alkohol 95% (1 menit), alkohol 90% (1 menit), alkohol 80% (1 menit), alkohol 70% (1 menit), dan direndam dengan air keran dan akuades masing–masing selama 5 menit. Proses pewarnaan HE dimulai dengan mencelupkan preparat ke dalam larutan Hematoksilin selama beberapa detik kemudian dibilas dengan akuades. Setelah itu dilanjutkan dengan direndam di dalam Eosin selama 5 menit dan dibilas kembali dengan akuades. Setelah tahap pewarnaan, dilakukan proses dehidrasi kembali dengan menggunakan alkohol bertingkat, mulai dari 70%, 80%, 90%, 100% I, 100% II, 100% III kemudian dimasukkan kembali ke dalam silol I, II, dan III selama 5 menit. Setelah preparat diangkat dari silol III, dibersihkan dengan tisu, ditetesi dengen Entellan® sebanyak 1–2 tetes, dan ditutup dengan kaca penutup yang disesuaikan dengan besar jaringan. Setelah itu dilakukan pengamatan mikroskopis dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x dan 40x.
16 Lampiran 2 Pewarnaan alcian blue (AB) pH 2.5 Deparafinisasi dengan perendaman larutan silol III, II, I selama 5 menit. Pemberian air pada jaringan (rehidrasi) menggunakan seri alkohol bertingkat dari absolut III, II, I dan alkohol 95%, 90%, 80% dan 70% selama 3 menit. Pencucian dengan air mengalir selama 15–30 menit. Pencucian dengan akuades 5–10 menit. Perendaman dalam larutan 3% asam asetat glasial 5 menit. Sediaan diwarnai dengan pewarna AB pH 2.5 selama 30 menit. Pencucian dengan 3% asam asetat glasial untuk menghilangkan sisa–sisa zat warna yang tidak terikat pada jaringan, sebanyak 3 kali masing–masing selama 5 menit. Pencucian dengan akuades sebanyak 3 kali masing–masing selama 5 menit. Dilakukan pewarnaan kontras (counterstain) menggunakan Nuclear Fast Red sampai jaringan terlihat kontras, sambil diamati dengan mikroskop. Pencucian dengan akuades sebanyak 3 kali masing–masing 5 menit. Dehidrasi ulang dengan menggunakan seri alkohol bertingkat dari 90%, 95%, absolut I, II, dan III. Dilanjutkan dengan proses penjernihan menggunakan silol I, II, dan III masing–masing selama 15 menit. Sediaan kemudian ditutup menggunakan gelas penutup dengan bantuan media perekat (Entellan®).
17 Lampiran 3 Pewarnaan periodic acid Schiff (PAS) Deparafinisasi dengan perendaman dalam larutan silol III, II, I masing– masing 5 menit. Pemberian air pada jaringan (rehidrasi) menggunakan seri alkohol bertingkat dari absolut III, II, I dan alkohol 95%, 90%, 80% sampai 70% masing–masing 3 menit. Pencucian dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa–sisa alkohol selama15–30 menit. Pencucian dengan akuades selama 5–10 menit. Perendaman dalam larutan 1% asam periodat selama 5–10 menit. Pencucian dengan akuades sebanyak 3 kali masing–masing selama 5 menit. Sediaan direndam dalam peraksi Schiff selama 5–30 menit. Pencucian dengan air sulfit (dibuat baru) untuk menghilangkan sisa–sisa pereaksi yang tidak terikat pada jaringan sebanyak 3 kali selama masing–masing 5 menit. Pencucian dengan air mengalir selama 15–30 menit. Pencucian dengan akuades sebanyak 3 kali masing–masing selama 5 menit. Dilakukan pewarnaan kontras (counterstain) menggunakan hematoksilin Mayer untuk mewarnai inti sel sampai jaringan terlihat kontras, sambil dilihat dengan mikroskop. Pencucian dengan air mengalir selama 15–30 menit. Pencucian dengan akuades sebanyak 3 kali masing–masing selama 5 menit. Penarikan air dari sediaan dengan menggunakan seri alkohol bertingkat dari 90%, 95%, absolut I, II, dan III. Dilanjutkan dengan proses penjernihan menggunakan silol I, II, dan III masing–masing selama 15 menit. Sediaan kemudian ditutup dengan menggunakan gelas penutup dengan bantuan media perekat (Entellan®).
18
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 14 September 1991 dari ayah Abdurachman Erman dan ibu (alm) Ita Apriewita. Penulis adalah putra keempat dari lima bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cianjur dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan angkatan 46. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Divisi Kuda dari Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik periode 2010-2012 dan anggota Infokus dari Organisasi Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan periode 2010-2012. Penulis pernah menjabat sebagai Ketua divisi Medis Introvet FKH IPB tahun 2010. Penulis merupakan delegasi FKH IPB pada kegiatan internasional IVSA Indonesia – IVSA South Korea Group Exchange Winter 2013. Magang di tempat yang berkaitan dengan dunia kedokteran hewan pernah penulis lakukan untuk menambah pengalaman.