MENGHITUNG ”OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS” PADA PENGERJAAN ROL KARET DI PT. ZENTRUM GRAPHICS ASIA DENGAN SISTEM ”TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE”
SKRIPSI Program Studi Teknik Mesin
Nama
: GREGORIUS SOFYAN SOEHANTO
NIM
: 41.307.120.022
FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
MENGHITUNG ”OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS” PADA PENGERJAAN ROL KARET DI PT. ZENTRUM GRAPHICS ASIA DENGAN SISTEM ”TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE”
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNIK Program Studi Teknik Mesin
Nama
: GREGORIUS SOFYAN SOEHANTO
NIM
: 41.307.120.022
FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama
: GREGORIUS SOFYAN SOEHANTO
NIM
: 41.307.120.022
Program Studi : TEKNIK MESIN Judul Skripsi : MENGHITUNG OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS PADA PENGERJAAN ROL KARET DI PT. ZENTRUM GRAPHICS ASIA DENGAN SISTEM TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE
Disahkan Oleh :
Ketua Jurusan Teknik Mesin
Pembimbing
( Abdul Hamid, Dr. M.Eng. )
( Nanang Ruhyat, ST. MT. )
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan kasihnya yang terus menerus sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini siajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat – syarat guna mencapai gelar Sarjana Teknik program S1 pada fakultas Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercubuana, Jakarta. Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bimbingan, dukungan dan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dengan segala ketulusan penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1.
Bapak Nanang Ruhyat, ST. MT. selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan yang berharga kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2.
Bapak Abdul Hamid, Dr. M.Eng. selaku Ketua Program Studi S1 Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercubuana.
3.
Segenap Dosen dan staf Pengejar Universitas Mercubuana yang telah memberikan ilmu kepada selama masa perkuliahan di Fakultas Teknik Mesin Universitas Mercubuana.
4.
Seluruh Staf karyawan yang telah memberikan pelayanan kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Teknik Mesin Universitas Mercubuana.
5.
Istri, Heinrich dan Flavia anak – anakku tercinta yang telah memberikan dorongan, semangat dan bantuan selama ini dan juga dukungan dari semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna mengingat semua
keterbatasan yang ada. Oleh sebab itu, dengan rendah hati penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membengun demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skipsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak yang membutuhkan.
Jakarta, Juli 2009
Gregorius Sofyan Soehanto
ABSTRAK
Tujuan dibuatnya skripsi ini adalah untuk mengetahui bahwa efektifitas produksi dapat dihitung dan ditingkatkan. Setiap perusahaan pasti menginginkan bahwa proses produksi yang berlangsung selalu efektif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan menganalisa efektifitas proses produksi dimana dalam hal ini adalah proses pengerjaan rol karet adalah dengan menggunakan perhitungan OEE yaitu Overall Equipment Effectiveness. OEE adalah salah satu cara untuk mencari dan memonitor efektifitas proses kerja produksi suatu perusahaan. Pada analisa dapat diketahui bahwa terdapat salah satu faktor OEE yaitu performance mesin yang harus ditingkatkan. Performance mesin dapat ditingkatkan dengan cara menjaga kehandalan mesin atau kemampuan mesin untuk dapat beroperasi sesuai kapasitas terpasang. Dengan sistem Total Productive Maintenance, yaitu melibatkan operator sebagai pemeran utama untuk melakukan maintenance
mesin, maka penulis
mencoba membuat jadwal perawatan berkala untuk mesin-mesin produksi yang ada dan menerapkannya.
Sehingga dapat diketahui selanjutnya bahwa
performance mesin meningkat dan hasil OEE mengalamai perbaikan. Efektifitas meningkat 56.3% setelah diterapkan perawatan mesin secara berkala.
Kata kunci : Overall Equipment Effectiveness (OEE) / Total Productive Maintenance (TPM) / Layout / Flexible Manufacturing System (FMS) / Six Big Looses / Availibility / Performance / Quality
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ..........................................................
ii
KATA PENGANTAR .................................................................................
iii
ABSTRAK ..................................................................................................
v
DAFTAR ISI ...............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xi
BAB I.
BAB II.
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Permasalahan ........................................
1
1.2
Perumusan Masalah .......................................................
3
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................
4
1.4
Metode Penelitian ..........................................................
5
1.5
Sistematika Pembahasan ................................................
5
LANDASAN TEORI 2.1
Flexible Manufacturing System (FMS)..........................
7
2.2
Pengantar Manajemen Maintenance ..............................
13
2.2.1 Preventive Maintenance .................................................
17
2.3
Total Productive Maintenance (TPM) ...........................
20
2.3.1 Sejarah TPM ..................................................................
21
2.3.2 Fungsional TPM ............................................................
23
2.3.3 Overall Equipment Effectiveness (OEE) .......................
25
2.3.4 Perhitungan OEE ............................................................
30
BAB III. PENGUMPULAN DATA 3.1
Alur Proses Produksi Pembuatan Rol Karet ..................
35
3.2
Mesin untuk Proses Produksi Rol Karet ........................
37
3.3
Data Proses Pengerjaan Rol Karet .................................
38
3.4
Layout Mesin .................................................................
40
BAB IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN
BAB V.
4.1
Perawatan Mesin di PT. Zentrum ..................................
41
4.2
Peninjauan Layout Mesin ..............................................
44
4.3
Perhitungan Efektifitas Produksi ...................................
47
4.4
Upaya Meningkatkan Efektifitas Produksi ....................
55
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan ....................................................................
68
5.2
Saran ..............................................................................
69
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 OEE Factor ................................................................................
28
Tabel 2.2 Six Big Losses ...........................................................................
29
Tabel 2.3 World Class OEE Standar ..........................................................
31
Tabel 2.4 Contoh Perhitungan OEE ...........................................................
32
Tabel 2.5 Contoh Hasil Perhitungan OEE ..................................................
34
Tabel 3.1 Data Down Time Mesin Produksi bulan Juli 2008 ....................
38
Tabel 3.2 Data Waktu Proses Pengerjaan Rol bulan Juli 2008 ..................
39
Tabel 4.1 Data Down Time Mesin Produksi bulan Juli 2008 ....................
42
Tabel 4.2 Analisa ABC ..............................................................................
43
Tabel 4.3 Data Waktu Proses Pengerjaan Rol bulan Juli 2008 ..................
50
Tabel 4.4 Rangkuman Data Proses Produksi bulan Juli 2008 ....................
52
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Efektifitas Produksi bulan Juli 2008 .............
53
Tabel 4.6 Perincian Perhitungan OEE Produksi bulan Juli 2008 ...............
54
Tabel 4.7 World Class OEE Standard ........................................................
55
Tabel 4.8 List Pekerjaan Perawatan Mesin ................................................
57
Tabel 4.9 Daftar Pemberian Oli Mesin PT. ZGA ......................................
60
Tabel 4.10 Jadwal Preventive Maintenance bulan Agustus 2008 ................
61
Tabel 4.11 Data Waktu Proses Pengerjaan Rol bulan November 2008 .......
62
Tabel 4.12 Rekap Data Waktu Proses Pengerjaan Rol bulan November 2008 64 Tabel 4.13 Hasil Perhitungan OEE Produksi bulan November 2008 ..........
64
Tabel 4.14 Perincian Perhitungan OEE Produksi bulan November 2008 ...
65
Tabel 4.15 Perbandingan OEE ZGA dan Standar World Class ..................
66
Tabel 4.16 Perbandingan OEE ZGA sebelum dan sesudah maintenance ...
66
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Contoh FMS untuk permesinan cylinder heads of medium – size spare part mesin diesel (Sumber : Technical Report Institution of Material Lulea University Germany, 2000;23) ......
Gambar 2.
8
FMS berdasarkan ukuran jumlah produksi dan variasi benda yang dikerjakan. (Sumber : Metalworking Engineering and Marketing, 1984) ..........................................................................
Gambar 3.
Model FMS
11
berdasarkan layouts dan sistem transportasi.
(Sumber : Technical Report Institution of Material Lulea University Germany, 2000;23)..................................................... Gambar 4 . Diagram
Maintenance
(Sumber
:
Buku
Pelatihanan
Maintenance, oleh PT. Biuteknika Bina Prima, 2004) ............... Gambar 5.
36
Lay out mesin awal (Sumber : Dokumen Produksi PT. ZGA, 2008) ...........................................................................................
Gambar 7.
16
Proses Bisnis Unit Produksi PT. Zentrum (Sumber : Management PT. Zentrum) .........................................................
Gambar 6.
12
40
Lay out mesin yang disarankan (Sumber : Dokumen Produksi PT. ZGA, 2008) ..........................................................................
45
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Permasalahan Keberadaan fungsi maintenance adalah untuk menjaga atau memelihara mesin peralatan beroperasi agar sesuai dengan kapasitas terpasang, memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh proses produksi dan untuk menurunkan jumlah frekuensi terjadinya kegagalan suatu peralatan. Saat ini di tempat penulis bekerja, di PT. Zentrum Grapichs Asia, belum memiliki system pemeliharaan yang baku. Segala sesuatunya masih dilakukan secara reaktif jika terjadi kerusakan pada mesin dan peralatan pendukung. Pemilihan sistem maintenance yang tepat sengaja diketengahkan oleh penulis karena melihat kondisi sekarang yang ada sama sekali belum ada sistem pemeliharaan mesin dan peralatan. Kondisi maintenance dalam praktek sebelumnya dapat dikatakan menerima bola, atau dengan kata lain biasanya akan bekerja jika terjadi kerusakan. Sehingga biaya down time akan menjadi sangat mahal karena kurang persiapan. Sehubungan dengan biaya down time yang sangat mahal, maka biasanya idenya tidak akan mengganti spare part / komponen jika tidak terjadi kerusakan atau paling tidak tanda-tanda permasalahan yang serius. Misalnya, kalau tidak terjadi degradasi performance material seperti
terjadinya fatique atau keausan material yang dapat mempengaruhi performa operasionalnya secara keseluruhan. Dalam hal ini penulis akan mencoba untuk memberikan gambaran tentang teori maintenance yang ada, menganalisa kondisi berjalannya mesin di produksi serta menghubungkannya untuk pemilihan sistem pemeliharaan yang tepat
diterapkan di perusahaan. Pembahasan tersebut antara lain
mengenai
pengertian sistem flexible manufacturing, beberapa sistem
maintenance, peningkatan performa maintenance menggunakan metoda proaktif maintenance, analisa ABC, availability performance, serta penggunaan metoda OEE untuk memonitor dan meningkatkan efisiensi dari suatu proses manufacturing. Oleh karena itu perlu diterapkan sebuah system yang baku pada pemeliharaan agar segala proses produksi dapat berjalan dengan lancar. Untuk memenuhi segala kriteria yang disyaratkan oleh produksi maka sudah jelas bahwa pekerjaan maintenance tidaklah mudah. Mengapa demikian, karena bila mesin tidak dapat berjalan optimal atau dengan kata lain terjadi kegagalan fungsi suatu peralatan, maka akan menimbulkan biaya ”down time” yang tinggi. Biaya tersebut akan menjadi tinggi apabila : •
Terjadi interverensi langsung ke ”critical part
•
Terjadi diagnostik, investivigasi dan perbaikan yang memakan waktu cukup lama
•
Terjadi biaya tidak langsung yang timbul akibat terhentinya proses produksi
Berdasarkan uraian diatas maka skripsi ini diberi judul : ” MENGHITUNG OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS (OEE) PADA PENGERJAAN ROL KARET DI PT. ZENTRUM GRAPHICS ASIA DENGAN SISTEM TOTAL PRODUCTICE MAINTENANCE (TPM) ”
1.2
Perumusan Masalah 1.
Identifikasi Masalah Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah apakah besarnya efektifitas produksi dapat dihitung dan ditingkatkan menggunakan sistem TPM.
2.
Ruang Lingkup Mengingat keterbatasan kemampuan yang dimiliki serta untuk menghindari tidak terarahnya penelitian, maka diperlukan pembatasan cakupan penelitian. Oleh karena itu, ruang lingkup penelitian dan pembahasan akan ditekankan pada perhitungan OEE dan peningkatan efektifitas produksi menggunakan sistem TPM. Data yang digunakan adalah laporan pencatatan proses produksi khususnya perhitungan waktu pengerjaan rol pada tahun 2008 dan catatan proses produksi khususnya perhitungan waktu pengerjaan rol setelah diterapkannya sistem TPM.
3.
Perumusan Masalah Berdasarkan hal hal yang telah diungkapkan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : a)
Apakah kondisi proses produksi saat ini sudah efektif ?
b)
Apakah penerapan sistem TPM dapat lebih meningkatkan efektifitas proses produksi yang sudah berlangsung ?
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : a.
Untuk
mengetahui
efektifitas
produksi
yang
tengah
berlangsung dengan menggunakan perhitungan OEE. b.
Untuk menerapkan sistem perawatan mesin yang sesuai metoda TPM sehingga dapat meningkatkan efektifitas produksi.
2.
Manfaat dari penelitian ini adalah : a.
Bagi penulis Untuk menambah wawasan dan pemahaman mengenai bagaimana
cara
mengukur
efektifitas produksi.
Serta
seberapa besarnya pengaruh penerapan sistem TPM untuk meningkatkan efektifitas produksi tersebut.
b.
Bagi perusahaan Untuk
memberikan
informasi
tambahan
mengenai
pengukuran produkstifitas dan pengaruh penerapan sistem TPM untuk meningkatkan efektifitas produksi. c.
Bagi pembaca Untuk
menambah
pengetahuan
mengenai
pengukuran
produkstifitas dan pengaruh penerapan sistem TPM untuk meningkatkan efektifitas produksi.
1.4
Metode Penelitian Untuk melengkapi isi tugas akhir ini penulis akan menggunakan metode sebagai berikut : 1.
Pengumpulan data, dimana data akan diambil dari proses produksi di tempat penulis bekrja. Data awal akan dianalisa mengunakan OEE. Kemudian diterapkan maintenance dan selanjutnya dianalisa ulang. Dari perhitungan tersebut akan dapat diketahui efektifitas produksi.
2.
Pengumpulan literature, dimana segala isinya dapat digunakan untuk menunjang isi tugas akhir ini.
1.5
Sistematika Pembahasan Agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah apa yang diuraikan dalam skripsi ini serta untuk mempermudah dalam penelitian, maka akan diuraikan sitematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika pembahasan skripsi.
BAB II
LANDASAN TEORI Dalam bab ini disajikan teori berupa tinjauan pustaka yang digunakan untuk menganalisis masalah
BAB III
PENGUMPULAN DATA Dalam bab ini disajikan mengenai data-data dari proses pengerjaan rol di tempat penulis bekerja dalam kurun waktu beberapa bulan sehingga dapat digunakan sebagai objek penelitian.
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum obyek penelitian yang mencakup kegiatan produksi pengerjaan rol, perhitungan pengerjaan rol, perhitungan OEE, penerapan sistem TPM dan efektifitas pengerjaan rol setelah diterapkannya sistem TPM dengan menggunakan perhitungan OEE.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini beriikan kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan dan saran –
saran
yang kiranya
memberikan kontribusi bagi pembaca dan perusahaan
dapat
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Flexible Manufacturing System (FMS) Flexible
Manufacturing
System
(FMS)
diterapkan
untuk
mendapatkan produktivitas yang lebih baik, proses yang lebih baik dan kualitas produk yang lebih baik serta fleksibilitas yang lebih baik untuk memiliki alat guna memenuhi kebutuhan pelanggan, dan untuk tetap kompetitif di pasar internasional. Metode baru pemeliharaan seperti Total Productice Maintenance (TPM) memiliki peran yang sangat penting untuk mewujudkan berjalannya FMS secara efektif. Dalam hubungannya dengan masalah ini, maka kegagalan operasional dan gangguan yang biasa terjadi akan dijelaskan terlebih dahulu. TPM adalah
sebagai alat untuk mencapai tingkat
pemanfaatan yang lebih tinggi di satu fungsi mesin dan peralatan. Sulit untuk menemukan definisi yang tepat untuk FMS. Ada berbagai pendapat mengenai FMS dari ahli di seluruh dunia. Umumnya, FMS merujuk ke fleksibilitas, suatu sistem otomatis yang berkelanjutan dan otomatisasi tingkat tinggi yang fleksibilitas dalam produksi berskala batch kecil. Penerapan FMS yang paling tepat pada aplikasi di pabrik pemotongan logam yang menggunakan teknologi seperti pengeboran, pembubutan, penggerindaan dan lainnya.
Gambar 1. Contoh FMS untuk permesinan cylinder heads of medium – size spare part mesin diesel (Sumber : Technical Report Institution of Material Lulea University Germany, 2000;23)
Merujuk kepada fleksibilitas waktu, ruang, kemampuan untuk menanggapi cepatnya perubahan pasar, siklus hidup produk, pengurangan tenaga kerja manual, substansial pengurangan biaya produksi, efisiensi maksimum dari peralatan produksi yang terkait dengan teknologi FMS dikontrol oleh komputer. (Lakso, 1988, juga Lakso, Kuhmonen, 1995). Karakteristik perusahaan yang perlu menerpkan FMS antara lain sebagai berikut :
-
Kemampuan produksi dan manufaktur dengan tenaga kerja terbatas.
-
Kemampuan untuk menanggulangi perubahan dalam volume produksi dan cepat dalam menanggapi perubahan pasar.
-
Banyak mesin dan peralatan menggunakan sistem otomatis (NC, CNC)
-
Kemampuan untuk set up mesin dengan cepat "hampir sepenuhnya nol set-up waktu ".
-
Alur proses permesinan yang jelas, efisien dan cepat.
-
Kendali akan beberapa mesin sekaligus dalam satu waktu oleh satu orang operator.
-
Minimnya kesempatan untuk berhenti dalam operasional produksi karena tuntutan permintaan pekerjaan. Pada intinya FMS memiliki pola kerja berdasarkan layout, sistem
transportasi, jumlah alat dan mesin sistem kontrol yang tepat, efisien dan otomatis. (Metalworking Rekayasa dan Pemasaran, 1984). Berikut adalah beberapa tingkatan sistem manufaktur yang ada : -
FMM = Flexible Manufacturing Module Terdiri dari satu mesin yang menggunakan sistem NC pada mesin bubut , transportasi yang berfungsi seperti robot, pallet changer otomatis (APC), dan lainnya.
-
FMC = Flexible Manufacturing Cell
Dalam hirarki FMC adalah di atas FMM, terdiri dari dua NC - mesin perkakas disertakan secara otomatis sistem transportasi, dan berbagai fungsi sensor untuk operasional otomatis. -
FMS = Flexible Manufacturing System FMS terdiri dari tiga atau lebih NC - mesin alat yang terintegrasi untuk
masing-masing
lainnya
secara
otomatis
oleh
sistem
transportasi. FMS memiliki fungsi lanjutan penolong untuk operasi machining, fungsi pemantauan dan pengawasan yang komprehensif dengan fungsi komputer, dan membutuhkan NC - data kontrol, dan penjadwalan kontrol dan produksi. -
FMF = Flexible Manufacturing Factory Pada FMF semua proses machining di seluruh pabrik telah diubah menjadi FMS. Seluruh pabrik harus systemized dengan host komputer dan beberapa sub-komputer.
Gambar 2. FMS berdasarkan ukuran jumlah produksi dan variasi benda yang dikerjakan. (Sumber : Metalworking Engineering and Marketing, 1984)
Gambar 3. Model FMS berdasarkan layouts dan sistem transportasi. (Sumber : Technical Report Institution of Material Lulea University Germany, 2000;23)
2.2
Pengantar Manajemen Maintenance Pemeliharaan bukanlah merupakan biaya karena merupakan suatu investasi dalam meningkatkan produksi. Selama sepuluh tahun terakhir telah terjadi peningkatan pengakuan bahwa dalam World Class Manufacturing (WCM), pemeliharaan tidaklah terpisah lagi. Pemeliharaan diperlukan guna mencapai tujuan strategis perusahaan bersama-sama dengan fungsi lain (Etienne-Hamilton, 1994). Prinsip-prinsip produksi yang baru seperti Just In Time (JIT), Lean Manufacturing telah membuat tuntutan baru untuk berjalannya fungsi perawatan yang efektif dalam industri dan kecenderungan yang sama akan terus ditingkatkan. Untuk mencapai hasil yang baik, proses berkualitas, produktivitas yang tinggi dan efisiensi dalam FMS, diperlukan investasi suatu sistem pemeliharaan seperti TPM. Untuk Agar FMS dapat berjalan secara efektif, sistem pemeliharaan harus diletekankan pada prinsip-prinsip dasar TPM dan upaya untuk menghilangkan atau setidaknya meminimalkan yang disebut SIX BIG Looses (Nakajima, 1988). Keberadaan fungsi maintenance adalah untuk menjaga atau memelihara peralatan agar dapat beroperasi sesuai dengan kapasitas terpasang, memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh proses produksi dan untuk menurunkan jumlah frekuensi terjadinya kegagalan suatu peralatan. Mengapa demikian, karena bila terjadi kegagalan fungsi suatu peralatan akan menimbulkan biaya down time yang tinggi atau mahal antara lain : •
Biaya intervensi langsung ke peralatan dan proses – proses lainnya.
•
Biaya melakukan diagnostic dan perbaikan.
•
Biaya tidak langsung yang timbul akibat terhentinya proses produksi.
•
Dan lainnya.
Setiap kegiatan maintenance bertujuan untuk menghindari atau mencegah terjadi kegagalan atau memperbaiki kegagalan suatu peralatan secara tepat. Dari semua itu dapat disimpulkan bahwa tujuan maintenance adalah untuk meningkatkan kesiapan (Availability) suatu perlatan produksi, dengan kata lain setiap kegiatan maintenance selalu diarahkan kepada ” Failure Free Operation .” Dari sudur pandang akuntansi, sering kali berpendapat bahwa maintenance merupakan aktifitas yang menghabiskan biaya, sehingga dalam melakukan perencanaan dan implementasi maintenance selalu diharapkan menggunakan biaya yang seefisien dan seefektif
mungkin. Misalnya
menerapkan aktifitas maintenance yang sesuai dengan kondisi dan situasi operasional suatu peralatan atau pabrik. Jadi tidak perlu menerapkan system maintenance yang canggih apabila biaya maintenance menjadi tinggi. Untuk dapat mengimplementasikan system maintenance yang optimal, para enginer dan para ahli maintenance harus mampu atau memahami secara benar “sense of maintenance engineering” untuk dapat melakukan perencanaan maintenance yang efektif sehingga mampu mengaplikasikan kebijakan dan mengimplementasikan tipe maintenance yang tepat dan sesuai dengan kondisi dan situasi peralatan atau pabrik tertentu. Jika system maintenance yang baik dilaksanakan di pabrik, orang akan dapat mengontrol dan
memonitor situasi maintenance dan akan memberhentikan peralatan sesuai dengan rencana, bukan berhenti dengan sendirinya (rusak). Kita bisa melihat kondisi di mana kebutuhan dan keperluan akan aspek maintenance senderung meningkat manakala tingkat otomasi dan mekanisasi meningkat pula. Pada industri yang proses kerjanya mayoritas menggunakan tangan, dampak dari aspek maintenance tidak begitu besar terhadap kualitas dan kuantitas produktifitas. Setelah industrialisasi, pemakaian peralatan industri cenderung meningkat seiring dengan pengembangan teknologi. Kebutuhan akan aspek maintenance jadi meningkat dengan kondisi tersebut, di mana produktifitas dan kualitas yang tinggi bukan hanya ada pada faktor manusia saja, tetapi juga pada sapek peralatan produksi. Sebelum masuk lebih detail mengenai aktifitas maintenance sebaiknya kita perlu terlebih dahulu mendifinisikan tipe – tipe maintenance yang berlaku pada umumnya, yaitu : 1.
Preventive maintenance, yaitu suatu kegiatan maintenance untuk memperkecil terjadinya kemungkinan (probabilitas) kegagalan suatu peralatan atau system, yang dapat dibagi ke dalam 2 tipe : •
Sistematis maintenance atau maintenance terjadwal, adalah system penggantian spare part atau komponen dalam suatu interval tertentu dan dilakukan secara regular.
•
Kondisional
maintenance,
adalah
suatu
keputusan
penggantian suatu spare part atau komponen berdasarkan dari hasil pengetesan dan studi atau hasil diagnostic. 2.
Korektif maintenance, yaitu penggantian spare part atau komponen yang dilakukan setelah paeralatan mengalami kegagalan, baik dilakukan secara permanent (Curative) ataupun hanya bersifat sementara (Paliatif).
Jika digambarkan dalam diagram adalah sebagai berikut :
Maintenance
Corrective
Preventive
Maintenance
Maintenance
Palliative
Curative
Systematic
Conditional
Maintenance
Maintenance
Maintenance
Maintenance
Gambar 4 : Diagram Maintenance (Sumber : Buku Pelatihanan Maintenance, oleh PT. Biuteknika Bina Prima, 2004)
2.2.1 Preventive Maintenance Pada
umumnya
kebijakan
preventive
maintenance
diimplementasikan pada saat terjadinya kegagalan spare part / komponen yang kritikal (Critical Part) yang menyebabkan terhentinya proses produksi atau kegagalan yang tidak dapat diduga sebelumnya sehingga menimbulkan biaya maintenance yang tinggi. Oleh karena itu perlu diupayakan agar kegiatan maintenance dapat menurunkan jumlah terjadinya kegagalan yang tidak terduga. Secara umum preventive maintenance dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencegah kejadian atau mendeteksi terjadinya kegagalan sebelum berkembang menjadi kerusakan yang mengganggu produksi. Untuk dapat melakukan itu biasanya dilakukan aktifitas preventive maintenance ke dalam 2 bentuk kegiatan, yaitu : •
Systematic Maintenance, yaitu kegiatan penggantian spare part / komponen berdasarkan interval waktu yang sudah terjadual. Sering juga disebut sebagai PM Langsung (Direct PM) karena pekerjaan yang dilakukan memberikan efek secara langsung kepada kondisi peralatan seperti pembersihan, lubrikasi, penggantian suku cadang secara rutin. Aktifitas ini diukur dengan satuan waktu, jarak dan sebagainya. Prosedurnya disebut dengan Fixed Time Maintenance (waktu maintenance tetap) karena semua kegiatan ini dikontrol dengan satuan waktu.
•
Conditional Maintenance, yaitu penggantian spare part / komponen yang berdasarkan pada keputusan hasil test NDT dan analisa maintenance seperti : Vibration analysis, Temperature measurement dan Analysis of lubrication oil. Sering juga disebut sebagai PM Tidak Langsung (InDirect PM) sebab aktifitas yang dilakukan tidak mengakibatkan efek secara langsung dari kondisi peralatan. Kegiatan monitoring yang dilakukan terbagi menjadi 2 yaitu : -
Subjective Condition Monitoring : Dilakukan dengan panca indra dan perasaan seperti mendengar, melihat, memegang, mengecap dan membaui, untuk kemudian dikondisikan dengan keadaan fasilitas. Hal ini tergantung dari siapa yang melakukan monitoring karena meliputi kemampuan dan pengetahuan khusus.
-
Objective Condition Monitoring : Menggunakan alat selain sense. Misalnya alat-alat ukur dan sering dilakukan dengan cara continuous monitoring yaitu alat tersebut menggunakan sensor yang terpasang di peralatan secara langsung dan dapat dipantau melalui monitor komputer secara on line.
Untuk menentukan kebijakan preventive maintenance yang efektif terhadap suatu subsistem atau peralatan yang membentuk sistem, maka terlebih dahulu sistem harus diuraikan berdasarkan hirarki strukturnya (breakdown structure) dari mulai subsistem, modul, spare part / komponen sampai
dengan elemen terkecil yang dapat dimaintenance misalnya gearbox, roda gigi dan shaft. Elemen-elemen tersebut harus dilakukan pengetesan dan pengujian secara terjadwal dan dilakukan studi dan analisa hukum degradasi performance komponen atau material yang pada akhirnya dapat ditentukan tingkat keandalan dan masa hidupnya masing-masing. Supaya kegiatan preventive maintenance terprogram dan tercatat dengan baik, perlu menggunakan suatu form dokumen intervensi maintenance yang mampu mencatat setiap kegiatan di lapangan. Kemudian data / informasi tersebut dianalisa dan disimpan dalam suatu data base maintenance. Program PM harus dimulai dari tahap perencanaan hingga tahap penyediaan spare parts, diantaranya adalah : •
Perencanaan
alat
/
mesin
yang
digunakan
dengan
mempertimbangkan beban kerja, kondisi lingkungan, pemakaian alat / mesin dan sebagainya. •
Pembentukan tim khusus untuk perbaikan.
•
Pengadaan perlengkapan, perencanaan dan penjadwalan perbaikan.
•
Inspeksi / pemerikasaan secara periodik.
•
Perangarsipan data – data tentang perawatan sebagai riwayat hidup.
•
Pengadaan suku cadang.
Sedangkan didalam pelaksanaannya ada 4 tindakan yang dapat dilakukan, yaitu :
•
Time Directed, yang bertujuan pencegahan secara langsung pada sumber kerusakan sebagai contoh adalah tindakan overhaul dan penggantian suku cadang terjadwal.
•
Condition Directed, yang bertujuan untuk mendeteksi kerusakan atau gejala – gejala kerusakan.
•
Failure Finding, yaitu menemukan kerusakanyang tersembunyi dikarenakan adanya pemeriksaan berkala.
•
Run to Failure, yaitu peralatan dipakai sampai benar – benar rusak, karena tidak ada tindakan yang ekonomis yang dapat dilakukan untuk pencegahan kerusakan.
2.3
Total Productive Maintenace (TPM) Sejumlah besar perusahaan menemukan, bahwa meskipun terdapat perbaikan produktivitas yang besar di tahun-tahun terakhir ini. Masih ada potensi yang besar untuk memanfaatkan mesin dan alat-alat dalam mencapai tujuan produktivitas yang lebih baik. Seperti Jepang berkata, "to discover the mountain of possibility ". (Johansson 1996). Salah satu metode utama untuk memenuhi ini adalah TPM, Total productice maintenance. TPM adalah sistematis pendekatan untuk memahami fungsi dari peralatan, dalam hubungannya ke produk berkualitas dan segala kemungkinan yang menyebabkan dan frekuensi kegagalan peralatan dan komponen penting (Nakajima, 1988)
Formal definisi dan konsep yang diberikan oleh Nakajima, 1988, dan juga Suzuki 1992 : 1.
TPM ditujukan untuk memaksimalkan efektivitas peralatan melalui optimasi dari ketersediaan peralatan, kinerja, efisiensi dan kualitas produk.
2.
TPM membentuk sebuah strategi pemeliharaan (tingkat dan jenis PM, produktif pemeliharaan) untuk kelangsungan hidup peralatan.
3.
TPM meliputi semua departemen seperti perencanaan departemen, dan pengguna departemen pemeliharaan.
4.
TPM melibatkan semua anggota staf manajemen dari bawah / pekerja sampai ke atas.
5.
TPM meliputi semua aspek kegiatan diawali dari pemeliharaan kecil pada kelompok otonom.
2.3.1 Sejarah TPM Setelah perang dunia kedua perindustrian Jepang menyadari, bahwa mereka harus berada pada kualitas produk yang lebih tinggi untuk bersaing di pasar dunia. Perusahaan Jepang banyak yang telah mengadopsi cara pengelolaan manufaktur dan teknologi dari Amerika Serikat, dan kemudian disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Agar lebih efektif dalam pemeliharaan mereka mengadopsi konsep Preventive Maintenance dari Amerika selama lebih dari 40 tahun yang lalu. Selanjutnya juga pada prinsip-prinsip yang Productive Maintenance, dan kehandalan teknik
diimpor. Perusahaan Nippondenso adalah yang pertama memulai dengan productive maintenance, pada tahun 1969 mereka memperkenalkan TPM, untuk memenuhi tantangan dalam pertumbuhan jumlah otomatisasi dan tuntutan yang baru, yang telah menciptakan otomatisasi untuk pemeliharaan dan ke seluruh perusahaan. Untuk menghilangkan waste, Toyota menjadi salah satu perusahaan yang menerapkan TPM (Nakajima, 1988). Toyota mengukur enam kategori peralatan kerugian seluruh sistem produksinya, yaitu : 1.
Breakdown / Equipment Failure (Kegagalan peralatan)
2.
Set up and adjustment (Persiapan dan penyesuaian)
3.
Idling and minor stoppages.
4.
Reduce Speed (Mengurangi kecepatan).
5.
Process defect / Cacat dalam proses.
6.
Reduced yield Six Big Losses ini digabungkan menjadi satu keseluruhan untuk
ukuran efektivitas peralatan (OEE), yang adalah: OEE = Ketersediaan Perlengkapan x Efisiensi Kinerja x Rate Kualitas Produk. Pada tahun 1995 terdapat sekitar 800 perusahaan atau perusahaan menggunakan unit TPM di Jepang (Johansson, 1996). Perusahaan Eropa juga sudah mulai menerapkan TPM, salah satunya telah menjadi produsen mobil Volvo Swedia di pabrik Gent, Belgia. Di Swedia, IVF (Institut för Verkstadsteknisk Forskning) telah mengupayakan dengan sungguh-sungguh mengimplementasikan TPM dalam perusahaan Swedia.
2.3.2 Fungsional TPM Pada fungsi maintenance terdahulu hanya difokuskan ke departemen maintenance. Segala tindakan, baik dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan secara langsung, hanya dilakukan oleh orang-orang yang berada di bagian maintenance. Sehingga proses menjadi lebih lambat, dan lebih seringnya terjadi bentrok kepentingan, karena harus disesuaikannya jadwal perawatan dengan jadwal produksi dengan kesepakatan yang cukup sukar didapat karena masing-masing memiliki kepentingan tersendiri. Situasi yang baru sekarang telah menghasilkan cara baru untuk melihat pada organisasi. Dikeluarkan pada awal tahun 1990 (Managing Factory Maintenance, Joel Levitt), organisasi telah menjadi lebih ramping, mengurangi jam lebih dan mengoptimalkan proses. Pada saat yang sama ditingkatkan pula kompleksitas dan kecepatan peralatan serta relevansinya dengan menggunakan komputer, PLC dan kontrol otomasi Hal tersebut didukung pula oleh junlah kru yang sedikit tetapi memailiki dasar maintenance yang lebih baik. Dengan TPM, maintenance menjadi memilki hubungan yang sangat dekat dengan produksi. Agar TPM dapat berjalan pengetahuan mengenai perawatan harus menjadi dasar bagi berjalannya proses produksi dan harus menjadi bagian dari produksi itu sendiri. TPM memfungsingkan operator untuk menjalankan semua tindakan perawatan rutin, termasuk, pembersihan mesin, pengecekan umum, penyesuaian, lubrikasi, dan semua aktivitas perawatan secara berkala. Bahkan jika diperlukan, operator juga diharapkan
dapat menjadi trouble shooter serta memperbaiki kerusakan tersebut sekaligus. Operator harus melalui 7 tahap agar dapat mencapai full autonomous maintenance : 1.
Cleaning, machine review, tightening. Pembersihan mesih keseluruhan, memperbaiki adanya perubahan setting, mengencangkan baut kendor karena getaran, dll.
2.
Maintenance prevention. Mengurangi waktu untuk pembersihan, pengecekanan mesin, perbaikab dan penyesuaian setting.
3.
Pembuatan standar tetap. Membuat waktu perawatan berkala (harian, mingguan, tiap 1000 benda kerja, dll) dan prosedur operasional kerja.
4.
Inspeksi. Pengecekan sesuai prosedur manual mesin, rekomendasi secara tehnik, dan sejarah mesin.
5.
Inspeksi secara otomatis. Pengecekana keseluruhan dalam satu group kerja, menggunakan check sheet, sehingga perbaikan hanya dilakukan tertentu saja dan oleh kru maintenance yang lebih terlatih.
6.
Organisasi pendukung TPM. Membuat sistem otomatis yang menunjang kegiatan maintenance.
7.
Fungsional TPM secara utuh.
Dokumentasi setiap hasil maintenance sehingga dapat diperoleh suatu progres. Monitor kekeliruan secara berkala sehingga dapat dipikirkan improvement tambahan. Untuk memulai pencapaian 2 goal TPM yaitu zero defect dan zero breakdown, TPM harus mentik beratkan pada 4 element : 1.
Overall Equipment Effectiveness (OEE).
2.
Life Cycle Equipment.
3.
Dilakukan bersama oleh seluruh bagian terkait : maintenance, engineering, pembelian, dll (penyediaan spare part).
4.
Operator sebagai pemeran utama TPM.
2.3.3 Overall Equipment Effectiveness (OEE) Semua
kegiatan
maintenance
tentu
saja
bertujuan
untuk
meningkatkan performance, kualitas dan kemampuan peralatan. Untuk meningkatkan ketiga hal tersebut seakan-akan sangatlah susah bahkan terlihat mustahil. Tetapi bagaimanapun juga jika dilogika kembali, apabila ketiga hal tersebut dilokasikan secara simultan maka peningkatan secara signifikan akan dapat diperoleh melalui proses produksi, hasil dapat ditingkatkan, variasi produksi ditekan dan onkos produksi pun dapat lebih efisien. OEE merupakan suatu cara yang praktis untuk memonitor dan meningkatkan efisiensi dari suatu proses manufacturing. Diperlukan suatu analisa data dari proses manufacturing seperti waktu proses, down time, dan
yang lainnya. OEE sering digunakan sebagai kunci matrik dalam TPM (Total productice maintenance) sehingga nantinya dapat diketahui apakah TPM yang sudah terapkan berhasil atau tidak. Terdapat tiga factor yang mempengaruhi dalam perhitungan OEE yaitu availability, performance dan quality, dimana ketiga faktor tersebut akan menjadi tolak ukur efisiensi dan efektivitas suatu pabrik. Analisa OEE diawali dengan Plant Operating Time yaitu waktu yang terhitung sebagai ketersediaan peralatan untuk dapat beroperasi. Selanjutnya waktu tersebut dapat diturunkan lagi menjadi Planned Shut Down dimana waktu yang dimaksud adalah segala waktu terhenti untuk melakukan semua kegiatan diluar proses produksi, seperti waktu istirahat, makan siang, perawatan berkala, dan lain – lainnya. Sehingga waktu efektif yang dihitung sebagai waktu produksi adalah Planned Production Time. Dimana bertujuan untuk mengurangi faktor-faktor yang hilang pada produksi, yaitu : •
Down Time Losses
•
Speed Losses
•
Quality Losses
a.
Availability (Ketersediaan suatu peralatan) Availibility digunakan untuk perhitungan Down Time Losses, dimana di dalamnya termasuk setiap kejadian berhenti yang diperhitungkan dalam suatu panjang waktu proses produksi. Misalnya kegagalan peralatan utnuk beroperasi, material yang tidak
sesuai, dan waktu untuk mengganti produk atau peralatan. Waktu mengganti produk atau peralatan tidak dapat dihilangkan tetapi dimungkinkan untuk dikurangi. b.
Performance Performance digunakan untuk perhitungan Speed Losses, dimana di dalamnya termasuk setiap faktor yang menyebabkan kehilangan waktu efektif dalam proses produksi, misalnya keausan komponen mesin, material yang tidak standar ukurannya satu sama lain (hingga sering setting ulang), salah mengoperasikan mesin / peralatan, dan kesalahan operator.
c.
Quality Qualitas digunakan untuk perhitungan Quality Losses, dimana terdapat jumlah barang yang diproduksi tidak sesuai dengan standar kualitas, termasuk juga produk yang harus dikerjakan ulang (rework). Selanjutnya untuk mengetahui lebih dalam mengenai efisiensi waktu
produksi,
maka
akan
kita
pelajari
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi hilangnya efisiensi waktu produksi yang disebut dengan Six Big Losses. Salah satu tujuan utama dari program Total Productive Maintenance dan OEE adalah mengurangi dan mengeliminasi apa yang disebut dengan Six Big Losses, yaitu penyebab utama hilanganya efisiensi suatu proses produksi.
Tabel 2.1 OEE Factor OEE Factor
Losses •
Availability is the ratio of Operating Time to Planned Production
Down Time Time (Operating Time is Planned Production Time less Down Time Loss Loss). •
Calculated as the ratio of Operating Time to Planed Production Time.
•
100% Availability means the process has been running without any recorded stops.
•
Performance is the ratio of Net Operating Time to Operating Time
Speed Loss (Net Operating Time is Operating Time less Speed Loss). •
Calculated as the ratio of Ideal Cycle Time to Actual Cycle Time, or alternately the ratio of Actual Run Rate to Ideal Run Rate.
•
100% Performance means the process has been consistently running at its theoretical maximum speed.
•
Quality is the ratio of Fully Productive Time to Net Operating Time
Quality (Fully Productive Time is Net Operating Time less Quality Loss). Loss •
Calculated as the ratio of Good Pieces to Total Pieces.
•
100% Quality means there have been no reject or rework pieces.
Sumber : OEE Pocket Guide, Vorne Industries, Inc
Tabel 2.2 Six Big Losses Six Big Loss
OEE Loss
Category
Category
Event Examples
Comment
Down
•
Tooling Failures
There is flexibility on
Time Loss
•
Unplanned Maintenance
where to set the threshold
•
General Breakdowns
between a Breakdown
•
Equipment Failure
(Down Time Loss) and a
Breakdowns
Small Stop (Speed Loss). Down
•
Setup/Changeover
This loss is often addressed
Time Loss
•
Material Shortages
through setup time
•
Operator Shortages
reduction programs.
•
Major Adjustments
•
Warm-Up Time
•
Obstructed Product Flow
Typically only includes
•
Component Jams
stops that are under five
•
Misfeeds
minutes and that do not
•
Sensor Blocked
require maintenance
•
Delivery Blocked
personnel.
•
Cleaning/Checking
•
Rough Running
Anything that keeps the
•
Under Nameplate
process from running at its
Setup and Adjustments
Speed Loss Small Stops
Speed Loss Reduced Speed
Capacity
theoretical maximum speed
•
Under Design Capacity
(a.k.a. Ideal Run Rate or
•
Equipment Wear
Nameplate Capacity).
•
Operator Inefficiency
Quality
•
Scrap
Rejects during warm-up,
Loss
•
Rework
startup or other early
•
In-Process Damage
production. May be due to
•
In-Process Expiration
improper setup, warm-up
•
Incorrect Assembly
period, etc.
Quality
•
Scrap
Rejects during steady-state
Loss
•
Rework
production.
•
In-Process Damage
•
In-Process Expiration
•
Incorrect Assembly
Startup Rejects
Production Rejects
Sumber : OEE Pocket Guide, Vorne Industries, Inc.
2.3.4 Perhitungan OEE OEE sudah dikenal di seluruh dunia dan sesuai catatan yang ada dapat dibuatkan suatu patokan yang dapat digunakan untuk menentukan apakah maintenance yang kita lakukan berdasarkan perhitungan OEE di perusahaan kita apakah sudah cukup berhasil atau tidak. Di bawah ini adalah standar hasil OEE atau yang sering disebut sebagai World Class OEE.
Tabel 2.3 World Class OEE Standard OEE Factor
World Class
Availability
90.0%
Performance
95.0%
Quality
99.9%
Overall OEE
85.0%
Sumber : OEE Pocket Guide, Vorne Industries, Inc
3 komponen perhitungan OEE yang telah disebutkan di atas yaitu Availability, Performance dan Quality, dirumuskan sebagai berikut :
OEE = Availability x Performance x Quality •
Availability diambil dari perhitungan Down Time Loss : Availability = Operating Time / Planned Production Time
•
Performance diambil dari perhitungan Speed Loss : Performance = Ideal Cycle Time / (Operating Time / Total Pieces) Ideal Cycle Time adalah waktu ideal / minimum yang diharapkan dalam suatu proses produksi yang optimal. Ideal Cycle Time sering disebut juga Design Cycle Time, Theoretical Cycle Time atau Nameplate Capacity.
Kadangkala cycle time digantikan oleh Run Rate, oleh karena itu performance dapat dihitung juga dengan cara : Performance = (Total Pieces / Operating Time) / Ideal Run Rate •
Quality Quality diambil dari perhitungan Quality Loss : Quality = Good Pieces / Total Pieces
Berikut adalah contoh perhitungan OEE dengan suatu data dari 2 shift produksi : Tabel 2.4 Contoh Perhitungan OEE
OEE Factor
Availability
Performance
Quality
OEE
Shift 1
Shift 2
90.0%
95.0%
95.0%
95.0%
99.5%
96.0%
85.1%
86.6%
Dengan mudah, mungkin nampak bahwa pada shift kedua lebih baik daripada shift pertama, karena OEE nya lebih tinggi. Tetapi sangat sedikit perusahaan, yang ingin meningkatkan nilai ketersediaannya (availability) pada 5 % tetapi mutunya menurun 3.5 %. Keberhasilan yang tampak pada OEE bukan hanya semata terlihat pada hasil perhitungan akhirnya (angka yang diperoleh), tetapi harus dilihat pula pada masingmasing faktor komponen OEE yaitu availibility, performance dan quality juga harus meningkat nilainya.
Contoh perhitungan OEE Jika diketahui terdapat data produksi di suatu perusahaan sebagai berikut ; •
Shift length
= 8 jam (480 menit)
•
Short break
= 2 x 15 menit (30 menit)
•
Meal break
= 30 menit
•
Down time
= 47 menit
•
Ideal run rate
= 60 pcs / menit
•
Total pieces
= 19.271 buah
•
Reject pieces
= 423 buah
Planned Production Time = [Shift Length - Breaks] = [480 - 60]= 420 menit Operating Time = [Planned Production Time - Down Time] = [420 - 47] = 373 menit
Good Pieces = [Total Pieces - Reject Pieces] = [19,271 - 423] = 18,848 buah
Tabel 2.5 Contoh hasil perhitungan OEE Availibility
= Operating Time / Planned Production Time 373 menit / 420menit 0.8881 (88.81 %)
Performance
= (Total pieces / Operating Time) / Ideal Run Rate (19.271 / 373 menit) / 60 pcs per menit 0.8611 (86.11 %)
Quality
= Good pieces / Total Pieces 18.848 / 19.271 0.9780 (97.8 %)
OEE
= Availibility x Performance x Quality 0.8881 x 0.8611 x 0.9780 0.7479 (74.79 %)
BAB III PENGUMPULAN DATA
3.1
Alur proses produksi pembuatan rol karet Alur proses produksi pembuatan rol karet melalui beberapa tahap yang tiap tahapnya memiliki standar kualitas untuk dapat masuk ke tahap berikutnya. Alur proses tersebut secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut : Identifikasi
Disassembling
Pembuatan Instruksi Kerja (Rol stok dan rol recover dari cutomer)
Stipping
Gluing
Wrapping
Vulkanisasi
Face Off
Cylindrical Grinding
Finishing (Mikro finish dan QC)
Proses Assembling
Proses Pegkodean dan Pengepakkan
Gambar 5. Proses Bisnis Unit Produksi PT. Zentrum (Sumber : Management PT. Zentrum)
3.2
Mesin untuk Proses Produksi Rol Karet Dapat dilihat dari skema proses produksi pembuatan rol di atas, maka mesin utamanya adalah sebagai berikut : -
mesin bubut dengan perlengkapan belt grinder (stripping)
-
mesin rolling pemasangan karet (wrapping)
-
mesin vulkanisasi
-
mesin gerinda panjang (face off)
-
mesin gerinda diameter konvensional
-
mesin gerinda diameter CNC
-
mesin poles
Sedangkan mesin pendukung yang ada adalah sebagai berikut : -
compressor
-
mesin vacuum besar
-
mesin vacuum kecil
-
mesin mixer perekat Semua mesin berasal dari German, sebagian mesin baru dan sebagian
mesin bekas. Untuk mesin bekas kondisi mesin masih dapat dikatakan baik karena kepresisiannya masih cukup bagus. Pada umumnya mesin beroperasi selama 12 jam dalam sehari karena produksi masih berjalan 1 shift (shift panjang = 12 jam) selama 5 hari dan beroperasi 8 jam pada hari Sabtu. Dengan waktu istirahat 1 jam untuk makan siang dan 30 menit untuk istirahat sore. Sedangkan perisapan mesin di pagi hari membutuhkan waktu 15 menit dan pembersihan mesin di saat menjelang pulang membutuhkan
waktu 30 menit. Jadi selama 1 minggu tiap mesin telah beroperasi selama kurang lebih (9 jam 45 menit x 5 ) + 7 = 55 jam 45 menit.
3.3
Data Proses Pengerjaan Rol Berikut adalah data proses pengerjaan rol yang diambil pada bulan Juli 2008 : Tabel 3.1 Data Down Time Mesin Produksi Bulan Juli 2008 DOWN TIME (Jam)
Bulan : Juli 2008
Total Waktu
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
(Jam)
1
Stripping
-
-
-
-
0
2
Wrapping
-
-
-
-
0
3
Vulkanisasi
-
-
-
-
0
4
Grinding FO
2
2
-
-
4
5
Grinding Cyl Conv
-
-
-
-
0
6
Grinding Cyl CNC
-
-
-
-
0
7
Polishing
1
-
-
-
1
8
Vacuum E160
-
-
-
-
0
9
Vacuum E300
4
12
-
-
16
Sumber : Dokumen Produksi PT. ZGA
Tabel 3.2 Data Waktu Proses Pengerjaan Rol Bulan Juli 2008 Waktu Proses Produksi (menit)
Dimensi No
Press
Jml
Jenis Ø
WL
Ident
Stripp
Wrapp
FO
Grind
Polish
QC
1
SM102
1
I. FORM
60
1035
5
10
20
30
60
15
30
2
SM102
1
I. FORM
66
1035
5
10
30
30
60
15
45
3
SM102
1
I. FORM
80
1035
5
10
20
30
60
25
40
4
SM102
1
D. PAN
108
1060
5
20
30
40
200
30
20
5
SM102
2
I. ROLL
72
1035
15
10
15
60
65
60
30
6
SM102
1
I. ROLL
66
1035
15
20
15
30
15
30
30
7
SM102
1
78
1040
15
20
60
40
90
30
30
D. FORM 8
SM102
1
I. ROLL
80
1035
15
10
15
35
20
30
30
9
SM102
1
I. ROLL
60
1035
15
20
15
30
30
35
25
10
SM102
1
I. DUCT
60
1035
15
20
20
35
30
10
15
11
SM102
1
78
1040
10
10
30
35
45
15
15
66
1035
15
30
30
20
30
20
20
78
1040
15
15
15
30
20
25
20
D. FORM 12
SM102
1
13
SM102
1
I. ROLL D. FORM
Sumber : Dokumen Produksi PT. ZGA
3.4
Layout Mesin Produksi Pada awalnya telah dibuat layout mesin di produksi sesuai proses pengerjaan rol sebagai berikut :
Gambar 6.: Layout mesin awal (Sumber : Dokumen Produksi PT. ZGA, 2008)
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1
Perawatan Mesin di PT. Zentrum Untuk pelaksanaan maintenance, PT. Zentrum Graphics Asia belum memiliki
metoda yang baku untuk diterapkan. Setiap perawatan mesin
belum terkontrol dengan baik karena belum ada jadwal perawatan berkala dan skala prioritas mesin. Sedangkan mesin harus selalu dijaga fungsional dan kehandalannya sehingga harus selalu siap mendukung berlangsungnya proses produksi. Oleh karena itu diperlukan jadwal preventive maintenance dan dan kontrol pelaksanakannya setiap bulan. Memang jadwal ini tidak selalu mutlak akan mampu membuat kodisi mesin yang selalu prima, sebab kerusakan mesin yang tiba – tiba (tidak sesuai prediksi) pasti selalu ada yang disebabkan oleh faktor – faktor lain misalnya kesalahan operator, material / bahan baku yang sedikit berbeda spesifikasi sehingga membutuhkan kondisi khusus pada mesin, dan lain – lain. Jadwal preventive maintenance dibuat berdasarkan buku manual mesin dan rencana proses produksi. Berdasar laporan pemakaian mesin tiap minggu, maka akan terlihat mesin mana yang harus dijadwalkan waktu perawatannya. Tetapi jadwal ini harus disesuaikan dengan rencana proses produksi karena harus tercapai pula target produksi yang telah ditetapkan. Serta hal ini dapat menjadikan waktu mesin dikondisikan (perawatan dan perbaikan) tidak terganggu oleh rencana produksi untuk kejar terget. Di
bawah ini akan dibahas mengenai bagaimana menganalisa suatu kondisi mesin produksi sehingga dapat ditentukan prioritas perlakuan maintenance dengan menggunakan analisa ABC. Diketahui terdapat data sebagai berikut : Tabel 4.1 Data Down Time Mesin Produksi Bulan Juli 2008 DOWN TIME (Jam)
Bulan : Juli 2008
Total Waktu
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
(Jam)
1
Stripping
-
-
-
-
0
2
Wrapping
-
-
-
-
0
3
Vulkanisasi
-
-
-
-
0
4
Grinding FO
2
2
-
-
4
5
Grinding Cyl Conv
-
-
-
-
0
6
Grinding Cyl CNC
-
-
-
-
0
7
Polishing
1
-
-
-
1
8
Vacuum E160
-
-
-
-
0
9
Vacuum E300
4
12
-
-
16
Sumber : Dokumen Produksi PT.ZGA Selanjutnya kita buat tabel analisa ABC seperti di bawah ini :
Tabel 4.2 Analisa ABC Cost No.Mesin
∑Ci/CT Failure ∑Ci
∑Fi/FT ∑Fi
(Ci)
(%)
(Fi)
(%)
1
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
4
4
4
19.05
2
2
40
5
0
0
0
0
0
0
6
0
0
0
0
0
0
7
1
1
4.76
1
1
20
8
0
0
0
0
0
0
9
16
16
76.19
2
2
40
CT=21
Ci
= Nilai, jumlah waktu
CT
= Jumlah Total Nilai
Fi
= Jumlah Kesalahan
FT
= Jumlah Total Kesalahan
FT=5
Kesimpulan : Dari analisa ABC di atas dapat diketahui bahwa perlu dilakukan prioritas keputusan maintenance terhadap mesin nomor 9 (mesin Vacuum E300) karena 40 % kegagalan telah mengakibatkan biaya downtime yang tinggi
yaitu sampai 76.19 %. Selanjutnya dari data tersebut dapat dibuat jadwal untuk preventive maintenance yang lebih tepat.
4.2
Peninjauan Layout mesin Untuk membuat layout mesin pada suatu proses produksi, terlebih dahulu kita harus mengetahui : 1.
Alur proses produksi
2.
Luas ruangan
3.
Jenis mesin dan peralatan
Seperti sudah kita ketahui pada bab sebelumnya, alur proses produksi pembuatan rol di PT. Zentrum secara garis besar adalah sebagai berikut :
Identifikasi
Disassembling
Pembuatan Instruksi Kerja (Rol stok dan rol recover dari cutomer)
Stipping
Gluing
Wrapping
Vulkanisasi
Face Off
Cylindrical Grinding
Finishing (Mikro finish dan QC)
Proses Assembling
Proses Pegkodean dan Pengepakkan
Untuk meningkatkan kelancaran proses perpindahan rol agar lebih mudah dan cepat untuk diproses serta memudahkan maintenance, selanjutnya layout dicoba untuk disusun ulang sebagai berikut :
Vacuum EA300
Compressor Air Tank 500 lt
Vulkanisasi
Rolling Door
Rolling Door
Gambar 7. Layout mesin yang disarankan (Sumber : Dokumen Produksi PT. ZGA, 2008)
Keterangan layout berdasarkan alur proses : o
Order datang diterima, diidentifikasi dan dilakukan disassembling di area Ass.Tool.
o
Selanjutnya disusun di area Incoming roll ready to process.
o
Proses pengupasan karet / stripping banyak menimbulkan suara keras, sehingga ditempatkan di paling pinggir.
o
Proses pengeleman, berada di dekat stripping area, karena rol yang sudah dibersihkan tidak boleh terlalu lama bersentuhan dengan udara (oksidasi) yang dapat menimbulkan karat. Oleh karena itu harus segera diberi lem setelah proses pengupasan.
o
Proses Wrapping, berada di paling pinggir dan di dekat vulkanisasi supaya tidak terkena debu / kotoran, dapat dengan mudah dan segera untuk masuk proses vulkanisasi. Operator berada di antara meja potong dan mesin.
o
Layout yang berubah adalah pada proses grinding dan QC.
o
Proses grinding / FO, letak mesin terdapat jarak yang cukup dari dinding, sehingga memudahkan untuk maintenance dan lalu lintas produk.
o
Proses grinding / cylindrical, letak mesin terdapat jarak yang cukup dari dinding, sehingga memudahkan untuk maintenance dan lalu lintas produk.
o
Proses finishing dan QC, letak mesin berada di antara 2 mesin grinding dan di dekat dinding, karena letak meja dan peralatan QC
harus dekat dengan mesin dan produk yang akan dicek adalah setelah melalui proses grinding cylindrical.
4.3
Perhitungan Efektifitas Produksi Penelitian
dengan
mengambil
data
produksi
dan
mengimplementasikannya dalam perhitungan OEE. Data diambil dari proses penggerindaan untuk memasukkan ukuran diameter dengan menggunakan mesin
gerinda
konvensional
(conventional
cylindrical
grinding).
Perhitungan hanya diambil dari proses tersebut karena proses ini membutuhkan waktu paling lama, operasional mesin lebih lama sehingga waktu untuk maintenance menjadi lebih singkat. Oleh karena itu dianggap cukup mewakili untuk perhitungan kapasitas produksi keseluruhan. Di bawah ini adalah data proses mesin tersebut : Jumlah mesin
: 1 buah.
Rata-rata jam operasional per hari
: 12 jam.
Persiapan mesin di pagi hari membutuhkan waktu 15 menit dan dikerjakan oleh 1 orang operator. Karena proses pengerjaan konvensional maka setiap kali ada perubahan ukuran benda kerja (terutama ukuran panjang), maka dibutuhkan waktu kurang lebih 5 menit untuk setting ulang. Selanjutnya kita hitung jumlah output rol yang dihasilkan per jam. Perhitungan waktu pengerjaan ideal untuk 1 rol :
22/7.d.L.i th = 1000.Vw.f Dimana : th
= waktu proses (menit)
d = diameter rol (mm) L = panjang rol (mm) i = jumlah pemakanan Vw
= kecepatan pemakanan benda kerja = (22/7.d.nw)/1000
nw
(m/menit)
= kecepatan putaran benda kerja (rpm)
f = feeding (mm) Jika kita ambil sampel rol yang dikerjakan dengan dimensi : Ø 91 x 1040 dijadikan Ø 78 x 1040 dengan menggunakan nw = 200 dan f = 0.3 mm, maka dapat dihitung sebagai berikut : Vw
= (22/7x78 x200)/1000 = 49 m/menit
Selanjutnya kita hitung waktu ideal untuk mengerjakan 1 rol : th
= (22/7x78x1040x1) / (1000x49x0.3) = 17.37 menit = 17 menit 20 detik
Untuk setiap proses penggerindaan diameter, sebelumnya dilakukan penggerindaan awal pada kedua ujung rol dengan tujuan agar saat finishing
kedua ujung rol tidak pecah dan untuk proses pengukuran awal. Di mana Perhitungannya penggerindaan awal adalah sebagai berikut : th = ((22/7x91x80x1) / (1000x49x0.3)) x 2 = 2.8 menit = 2 menit 48 detik Kapasitas ideal tersebut dapat tercapai jika semua aspek pendukung dalam kondisi normal, yaitu mesin kondisi bagus / normal, bahan karet dalam kondisi bagus sehingga kecepatan ideal dapat tercapai dengan hasil ukuran dan kehalusan permukaan sesuai permintaan. Sehingga total pengerjaan rol tersebut adalah sebagai berikut : Proses penggerindaan
: 17 menit 20 detik
Proses setting
: 5 menit
Proses penggerindaan awal
: 2 menit 48 detik
Proses pengukuran awal
: 5 menit
Proses pengukuran akhir
: 5 menit
Total proses
: 35 menit 8 detik. ≈ 35 menit
Berikut adalah perincian jam operasional produksi 1 shift (08.00 – 20.00) : Jam operasional
: 08.00 – 20.00 è 12 jam
Istrahat siang
: 1 jam
Break meal
: 15 menit
Istirahat sore
: 15 menit
Persiapan proses pagi
: 15 menit
Cleaning sore
: 30 menit
Waktu kerja efektif
: 9 jam 45 menit
Sehingga dalam waktu efektif produksi 1 shift dapat mengerjakan rol sebanyak : Jumlah rol
= waktu kerja efektif 1 shift / waktu pengerjaan 1 rol = 9 jam 45 menit / 35 menit = 16.7 rol ≈ 16 rol
Jumlah rol yang diproduksi dalam 1 bulan = 26 x 16 = 416 rol. Di bawah ini adalah data produksi dari hasil pengerjaan rol dengan ukuran yang sama. Rol dengan ukuran yang sesuai dengan contoh perhitungan di atas adalah yang diberi warna merah. Data di bawah ini diambil dari proses produksi bulan Juli 2008.
Tabel 4.3 Data Waktu Proses Pengerjaan Rol Bulan Juli 2008 Dimensi No
Press
Jml
Waktu Proses Produksi (minute)
Tipe Ø
WL
Ident
Stripp
Wrapp
FO
Grind
Polish
QC
1
SM102
1
I. FORM
60
1035
5
10
20
30
60
15
30
2
SM102
1
I. FORM
66
1035
5
10
30
30
60
15
45
3
SM102
1
I. FORM
80
1035
5
10
20
30
60
25
40
4
SM102
1
D. PAN
108
1060
5
20
30
40
200
30
20
5
SM102
2
I. ROLL
72
1035
15
10
15
60
65
60
30
6
SM102
1
I. ROLL
66
1035
15
20
15
30
15
30
30
D. 7
SM102
1
78
1040
15
20
60
40
90
30
30
FORM 8
SM102
1
I. ROLL
80
1035
15
10
15
35
20
30
30
9
SM102
1
I. ROLL
60
1035
15
20
15
30
30
35
25
10
SM102
1
I. DUCT
60
1035
15
20
20
35
30
10
15
11
SM102
1
78
1040
10
10
30
35
45
15
15
66
1035
15
30
30
20
30
20
20
78
1040
15
15
15
30
20
25
20
D. FORM 12
SM102
1
13
SM102
1
I. ROLL D. FORM
Sumber : Dokumen Produksi PT. ZGA
Jika kita lihat di tabel, proses untuk mengerjakan 1 rol Ø 78 x 1040 adalah 90 menit. Sehingga dihasilkan perhitungan sebagai berikut : Perincian jam operasional produksi 1 shift (08.00 – 20.00) : Jam operasional
: 08.00 – 20.00 è 12 jam
Istrahat siang
: 1 jam
Break meal
: 15 menit
Istirahat sore
: 15 menit
Persiapan proses pagi
: 15 menit
Cleaning sore
: 30 menit
Waktu kerja efektif
: 9 jam 45 menit
Sehingga dalam waktu efektif produksi 1 shift dapat mengerjakan rol sebanyak :
Jumlah rol
= waktu kerja efektif 1 shift / waktu pengerjaan 1 rol = 9 jam 45 menit / 90 menit = 6.5 rol ≈ 6 rol
Jumlah rol yang diproduksi dalam 1 bulan = 26 x 6 = 156 rol. Dari hasil laporan produksi, produk reject untuk proses cylindrical grinding = 0 %. Selanjutnya dapat kita hitung efektifitas produksi pada bulan Juli 2008 :
Tabel 4.4 Rangkuman Data Proses Produksi bulan Juli 2008 Item
Data Shift 1
Shift Length
12 jam x 26 = 720 menit
Break Time
1.5 jam = 90 menit
Down Time
45 menit
Ideal Run Rate
16 rol / shift
Real Total 6 rol / shift produce Total Reject
0%
Planned Production Time = [Shift Length - Breaks] Operating Time = [Planned Production Time - Down Time] Good Pieces = [Total Pieces - Reject Pieces] Availability = Operating Time / Plane Production Time Performance = Total pieces / Ideal Run Rate Quality = Good pieces / Total Pieces OEE = Availability x Performance x Quality Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Efektifitas Produksi bulan Juli 2008 Item
Data Shift 1
Plane Production 630 menit Time Operating Time
585 menit
Good Pieces
6 rol
Availability
0.929
Performance
0.375
Quality
1
OEE
0.348
Tabel 4.6 Perincian Perhitungan OEE Produksi bulan Juli 2008 Availibility
= Operating Time / Planned Production Time 585 menit / 630 menit 0.929 (92.9 %)
Performance
=
Total pieces / Ideal Run Rate 6 pcs / 16 pcs 0.375 (37.5 %)
Quality
=
Good pieces / Total Pieces 6 pcs / 6 pcs 1.0 (100 %)
OEE
=
Availibility x Performance x Quality 0.929 x 0.375 x 1.0 0.348 (34.8 %)
Jika dilihat dari perhitungan di atas, didapati bahwa OEE masih sangat rendah karena standar internasional untuk pengukuran OEE atau efektifitas produksi adalah
Tabel 4.7 World Class OEE Standard OEE Factor
World Class
Availability
90.0%
Performance
95.0%
Quality
99.9%
Overall OEE
85.0%
Sumber :OEE Pocket Guide, Vorne Industries
Dalam hal ini faktor yang harus ditingkatkan adalah Performance dimana faktor ini dipengaruhi oleh :
4.4
o
Kehandalan mesin
o
Kehandalan material
o
Kesalahan setting proses
o
Kerja operator yang kurang efisien
Upaya Meningkatkan Efektifitas Produksi Untuk meningkatkan faktor performance dari efektifitas produksi terdapat beberapa hal yang dapat disoroti untuk ditindaklanjuti. Kehandalan
material, tergantung dari manufakturer material itu sendiri karena material bahan baku produksi masih dibeli dari German. Kesalahan setting proses, merupakan faktor yang sangat kompleks, karena berhubungan dengan kondisi mesin, kondisi bahan baku yang akan dikerjakan, dan kemampuan operator untuk mendapatkan setting mesin yang tepat (keahlian operator). Sedangkan efisiensi kerja operator di mesin tergantung motivasi dan arahan yang diberikan atasan. Oleh karena itu faktor yang dapat diukur dan ditingkatkan adalah kehandalan mesin, dengan cara membuat sistem perawatan atau maintenance mesin yang lebih terprogram dan terkontrol. Pembuatan sistem maintenance yang lebih terprogram diawali dengan membuat jadwal preventive maintenance dimana penjadwalannya mengacu pada buku manual mesin, jam pengoperasian mesin dan jadwal produksi. Selanjutnya berikut akan disajikan kondisi perawatan yang dianjurkan oleh pabrikan mesin :
Tabel 4.8 List Pekerjaan Perawatan Mesin Rincian Perawatan Mesin ZGA
No Jenis Mesin 1 Stripping
Bagian Mesin Gear Box
Jenis Perawatan Cek oli
Apron gear box Main motor
Cek oli Cek elektrikal Cek belt Cek pulley dan shaft Cek elektrikal, sambungan Cek elektrikal Cek rol karet Cek peregang amplas Cek limit switch pintu Cek elektrikal motor Cek kekencangan baut Cek fungsional, dan pengunci Cek kondisi dudukan Cek mesin balance
Main drive box Electrik box panel Limit switch utama
Belt Grinder Tail stock Kaki mesin 2
Wrapping
Main motor Electrik box panel Limit switch Head sensor Tail stock Cutter Heater Kaki mesin
3
4
Vulcanization
Grinding FO
Cek elektrikal Cek elektrikal, sambungan Cek elektrikal Cek aktifasi Cek fungsional, dan pengunci Cek elektrikal Cek kondisi dudukan Cek mesin balance
Kaki mesin
Cek elektrikal Cek mekanikal seal Cek sirkulasi pendingin Cek elektrikal, sambungan Cek elektrikal Cek akurasi Cek fungsional Cek kondisi Cek kondisi dudukan Cek mesin balance
Gear Box
Cek oli
Main motor Electrik box panel Heater Thermocouple Diaphragm Valve Door Sealant
PIC Maintenance
Maintenance
Prod/Maint Maintenance
Maintenance
Prod/Maint Maintenance Maintenance
Apron gear box Main motor Main drive box Electrik box panel Limit switch utama Tail stock Kaki mesin
Grinding Attachement 4
Grinding Cyl Conv.
Gear Box Apron gear box Main motor Main drive box Electrik box panel Limit switch utama Tail stock Kaki mesin
Grinding Attachement 5
Grinding Cyl CNC
Gear Box Apron gear box Main motor Main drive box
Electrik box panel Limit switch utama Tail stock Kaki mesin
Grinding Attachement
Cek oli Cek elektrikal Cek belt, pulley,, dll Cek elektrikal, sambungan Cek elektrikal Cek fungsional, dan pengunci Cek kondisi dudukan Cek mesin balance Cek putaran Cek elektrikal motor dan sensor Cek balance, vibrasi Cek oli Cek oli Cek elektrikal Cek belt, pulley,, dll Cek elektrikal, sambungan Cek elektrikal Cek fungsional, dan pengunci Cek kondisi dudukan Cek mesin balance Cek putaran Cek elektrikal motor dan sensor Cek balance, vibrasi
Maintenance
Cek oli Cek oli Cek elektrikal Cek belt, pulley,, dll Cek elektrikal, sambungan Cek stabilizer Cek koneksi, PLC Cek elektrikal Cek fungsional, dan pengunci Cek kondisi dudukan Cek mesin balance Cek putaran Cek elektrikal motor dan sensor Cek balance, vibrasi Cek piston, solenoid wheel cover
Maintenance
6
Compressor
Gear Box Electrik box panel Filter
Cek oli Cek elektrikal, sambungan Cek kondisi, bersihkan
Maintenance
7
Vacuum E160
Main motor Vibrator Motor
Cek elektrikal Cek elektrikal Cek kondisi, bersihkan, ganti baru bila diperlukan Cek elektrikal, sambungan Cek kondisi, sealant, bersihkan Cek kondisi, sealant, bersihkan
Maintenance
Cek elektrikal
Maintenance
Cek kondisi Cek kondisi Cek kondisi, bersihkan, ganti baru bila diperlukan Cek elektrikal, sambungan Cek kadaluarsa Cek saluran selang Cek emergency knob manual, dan manometer tekanan Cek kondisi, sealant, bersihkan Cek kondisi, sealant, bersihkan
Prod/Maint
Filter Electrik box panel Pipa saluran Bak penampung 8
Vacuum E300
Main motor Pneumatic Piston Vibrator Regulator Filter Electrik box panel
Pemadam Pipa saluran Bak penampung
Sumber : Dokumen Produksi PT. ZGA
Prod/Maint
Pada bulan Agustus 2008 mulai dilakukan perawatan berkala. Semua hal yang dicantumkan pada rincian perawatan mesin dilakukan pengecekan dan penggantian untuk yang sudah saatnya untuk diganti. Demikian juga dengan lubrikasi mesin. Selama 3 bulan yaitu September, Oktober dan November 2008 ternyata sudah mulai terlihat perubahan down time mesin yang cukup berarti. Berikut adalah hasil perhitungan waktu proses produksi untuk jenis rol yang sama sesudah dilakukan perawatan berkala pada bulan November 2008. Tabel 4.11 Data Waktu Proses Pengerjaan Rol bulan November 2008 Dimensi No
Press
Jml
Waktu Proses Produksi (menit)
Tipe Ø
WL
Identf
Stripp
Wrapp
FO
Grind
Polish
QC
1
SM102
1
I. FORM
60
1035
5
10
20
20
35
15
10
2
SM102
1
I. FORM
66
1035
5
10
30
20
36
15
10
3
SM102
1
I. FORM
80
1035
5
10
20
20
45
25
10
4
SM102
1
D. PAN
108
1060
5
10
30
20
50
30
10
5
SM102
1
I. ROLL
72
1035
5
10
15
20
37
30
10
6
SM102
1
I. ROLL
66
1035
5
10
15
20
36
30
10
7
SM102
1
D. FORM
78
1040
5
15
30
20
38
30
10
8
SM102
1
I. ROLL
80
1035
5
10
15
20
45
30
10
9
SM102
1
I. ROLL
60
1035
5
10
15
20
35
30
10
10
SM102
1
I. DUCT
60
1035
5
10
20
25
35
10
10
11
SM102
1
D. FORM
78
1040
5
10
30
25
38
15
10
12
SM102
1
I. ROLL
66
1035
5
10
20
20
36
20
10
13
SM102
1
D. FORM
78
1040
5
15
15
20
38
25
10
Sumber : Dokumen Produksi PT. ZGA
Jika kita lihat di tabel, proses untuk mengerjakan 1 rol Ø 78 x 1040 adalah 38 menit. Sehingga dihasilkan perhitungan sebagai berikut : Perincian jam operasional produksi 1 shift (08.00 – 20.00) : Jam operasional
: 08.00 – 20.00 è 12 jam
Istrahat siang
: 1 jam
Break meal
: 15 menit
Istirahat sore
: 15 menit
Persiapan proses pagi
: 15 menit
Cleaning sore
: 30 menit
Waktu kerja efektif
: 9 jam 45 menit
Sehingga dalam waktu efektif produksi 1 shift dapat mengerjakan rol sebanyak : Jumlah rol
= waktu kerja efektif 1 shift / waktu pengerjaan 1 rol = 9 jam 45 menit / 38 menit = 15.4 rol ≈ 15 rol
Jumlah rol yang diproduksi dalam 1 bulan = 26 x 15 = 390 rol. Dari hasil laporan produksi, produk reject untuk proses cylindrical grinding = 0 %. Selanjutnya dapat kita hitung efektifitas produksi pada bulan November 2008 :
Tabel 4.12 Rekap Data Waktu Produksi bulan November 2008 Item
Data Shift 1
Shift Length
12 jam x 26 = 720 menit
Break Time
1.5 jam = 90 menit
Down Time
45 menit
Ideal Run Rate
16 rol / shift
Real Total 15 rol / shift produce Total Reject
0%
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan OEE Produksi bulan November 2008 Item
Data Shift 1
Plane Production Time
630 menit
Operating Time
585 menit
Good Pieces
15 rol
Availability
0.929
Performance
0.938
Quality
1
OEE
0.871
Tabel 4.14 Perincian Perhitungan OEE Produksi bulan November 2008 Availibility
= Operating Time / Planned Production Time 585 menit / 630 menit 0.929 (92.9 %)
Performance
= Total pieces / Ideal Run Rate 15 pcs / 16 pcs 0.938 (93.8 %)
Quality
= Good pieces / Total Pieces 15 pcs / 15 pcs 1.0 (100 %)
OEE
= Availibility x Performance x Quality 0.929 x 0.938 x 1.0 0.871 (87.1 %)
Jika dilihat dari perhitungan di atas, didapati bahwa OEE sudah memenuhi standar internasional untuk pengukuran OEE atau efektifitas produksi.
Tabel 4.15 Perbandingan OEE ZGA dan Standar World Class OEE Factor
World Class
ZGA
Availability
90.0%
92.9%
Performance
95.0%
93.8%
Quality
99.9%
100%
Overall OEE
85.0%
87.1%
Tabel 4.16 Perbandingan OEE ZGA sebelum dan sesudah maintenance ZGA Sebelum Maintenance
ZGA Sesudah Maintenance
Availability
90.0%
92.9%
Performance
37.5%
93.8%
Quality
99.9%
100%
Overall OEE
34.8%
87.1%
OEE Factor
Dari tabel tersebut dapat diketahui besarnya kenaikan efektifitas produksi setelah dilakukan preventive maintenance sebesar 56.3%. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan “performance” dalam hal ini telah dilakukan perawatan mesin yang baik dengan terkontrol dan terjadwal, dapat meningkatkan kehandalan mesin. Sehingga efektifitas proses produksi benar-benar dapat tercapai.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas produksi yang tengah berlangsung dengan menggunakan perhitungan OEE dan mencoba menerapkan sistem perawatan mesin yang sesuai metoda TPM sehingga dapat meningkatkan efektifitas produksi. Berdasarkan hasil pengujian terhadap data proses pengerjaan rol karet, maka dapat ditarik kesimpulan dari pengujian hipotesis yaitu: 1.
Layout mesin yang baik dapat meningkatkan efektifitas produksi, sebab waktu untuk transportasi produk menjadi lebih singkat, dan ruang untuk melakukan perawatan mesin lebih leluasa. Dari hasil analisa telah dilakukan perubahan perubahan layout mesin produksi, dengan tujuan agar perawatan mesin lebih mudah.
2.
Perhitungan OEE pada proses produksi sangat diperlukan untuk mengetahui letak kekurangan dalam proses produksi yang harus diperbaiki dan ditingkatkan kemampuannya. Dari hasil analisa kita dapat mengetahui efektifitas produksi sebelum dan sesudah percobaan
perbaikan
dengan
menerapkan
perawatan
mesin
(performance – OEE), yang dapat meningkatkan efektifitas sebesar 56.3%.
3.
Untuk mendapatkan proses produksi yang efektif sangat diperlukan suatu sistem yang mampu menjaga kehandalan atau kemampuan mesin agar dapat beroperasi dengan baik. Sistem tersebut berupa sistem perawatan mesin yang berkala, bukan reaktif yang sesuai dengan teori Total productice maintenance.
5.2
Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka saran yang dapat diberikan yaitu: 1.
Agar didapat hasil yang lebih akurat, selanjutnya dapat dilakukan penelitian dengan mengambil sample data dalam 1 tahun sehingga sistem perawatan berkala yang diterapkan dapat dievaluasi. Penulis hanya menganalisa dari bebrapa bulan saja karena keterbatasan waktu.
2.
Perlu disusun layout mesin yang sesuai dengan alur proses produksi, tetapi harus memperhatikan posisi mesin agar terdapat ruang untuk melakukan perawatan mesin dengan leluasa.
3.
Perlu dilakukan perawatan mesin secara berkala, disusun jadwal perawatan mesin yang disesuaikan dengan petunjuk pabrikan mesin dan jadwal produksi sehingga dapat mencegah kerusakan mesin yang dapat mengakibatkan biaya down time yang tinggi dan mengurangi efektifitas produksi yang dikarenakan mesin tidak dapat beroperasi dengan ideal.
DAFTAR PUSTAKA
Emma Brandt and Andreas Tjarning, Changing from a Reactiive to Proactive Maintenance Culture- Implementatin of OEE, 2006 Jeol Levitt, Managing Factory Maintenance, 1st Edition, 1996 Pekka Katila Applying Total Productive Maintenance – TPM Principles in the Flexible Manufacturing Systems, Technical Report Lulea Tekniska Universitet, 2000 PT. Biuteknika Prima, Pelatihan Proactive dan Predictive Maintenance, 2003 PT. Biuteknika Prima, Pelatihan Industrial Maintenance, 2003 Vorne Industries, Inc , The Fast Guide to OEETM. Itaska, IL, USA, 2002 Vorne Industries, Inc, OEE Pocket Guide. Itaska, IL, USA, 2005 Wolfson Maintenance, Maintenance Technique and Analysis, 2001
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
GREGORIUS Rembang
SOFYAN
pada
tanggal
SOEHANTO, 2
lahir
September
di
1977.
Menyelesaikan pendidikan Diploma (DIII) Teknik Mesin Industri Angkatan IX di Akademi Teknik Mesin Industri Surakarta lulus tahun 1999. Kemudian melanjutkan pendidikan Strata Satu (1) di Universitas Mercu Buana Jakarta Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Mesin lulus tahun 2009. Sampai saat ini penulis memiliki beberapa pengalaman kerja, yaitu : -
1999 – 2002,
Sebagai Instruktur Teori dan Praktek Welding dan Grinding di Puslatek United Can, Jakarta.
-
2002 – 2004,
Sebagai Supervisor Maintenance di PT. Kalbe Farma, Tbk., Cikarang.
-
2004 – 2008,
Sebagai Sales Engineering Manager di PT. Anres Joint Technology, Jakarta.
-
2008- Sekarang, Sebagai Production Manager di PT. Zentrum Graphics Asia, Tangerang.