Seminar dan Lokakaryan Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008
PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI ENDANG SUSILAWATI dan BUSTAMI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jambi
ABSTRAK Kerbau termasuk ternak rumunansia besar yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau merupakan ternak asli daerah tropis yang sangat sesuai dengan sebagian besar kondisi lahan di Provinsi Jambi. Sumbangsih ternak kerbau pada pemiliknya selama ini bisa sebagai tenaga kerja, penghasil daging dan susu serta sebagai simbol status sosial di masyarakat, tergantung pada sosial budaya masyarakat setempat. Populasi ternak besar di Jambi saat ini cukup mengkhawatirkan. Untuk tahun 2005 populasi ternak kerbau di Provinsi Jambi tercatat 72.852 ekor, dengan jumlah pemotongan sebesar 11.782 ekor, menurun dari tahun sebelumnya yaitu 12.963 ekor. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging di Provinsi Jambi, daging kerbau menempati kedudukan nomor dua setelah daging sapi. Pemasukan ternak kerbau dari luar Provinsi Jambi sebesar 4.502 ekor. Dalam kurun waktu enam tahun, diperkirakan Provinsi Jambi akan bergantung sepenuhnya pada sapi dan kerbau dari luar provinsi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging masyarakatnya. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya populasi ternak kerbau disebabkan oleh keterbatasan bibit unggul, pemotongan ternak betina produktif, mutu pakan ternak rendah, tidak dilakukan perkawinan silang dan kurangnya pengetahuan peternak dalam menangani produksi dan reproduksi ternak tersebut. Oleh karena itu perlu kerjasama antara instansi terkait yang terkoordinasi dalam memecahkan berbagai masalah di atas. Hal ini dapat dilakukan melalui dengan melakukan teknik budidaya ternak kerbau yang baik sebagai upaya peningkatan populasi ternak kerbau yang menjadi tangung jawab moril terhadap pemenuhan konsumsi daging masyarakat Provinsi Jambi. Kata kunci: Pengembangan, kerbau, Provinsi Jambi
PENDAHULUAN Ternak kerbau merupakan ternak asli daerah tropis yang sangat sesuai dengan sebagian besar kondisi lahan di Provinsi Jambi. Ternak kerbau merupakan hewan semi akuatik yang memiliki sedikit kelenjar keringat sehingga tidak tahan terhadap terik panas matahari. Oleh karenanya kerbau selalu memerlukan suatu tempat khusus seperti kubangan air dan lumpur untuk menjaga kelangsungan fisiologis tubuhnya. Salah satu kelebihan kerbau yang selama ini dipercayai adalah kemampuannya untuk mencerna pakan yang mengandung serat kasar tinggi, seperti jerami padi yang tersedia melimpah saat musim panen dan dapat disimpan sebagai cadangan pakan di musim kemarau. DEVENDRA (1987) menyatakan bahwa kerbau memiliki kemampuan mencerna pakan bermutu rendah yang lebih efisien dari pada sapi. Hal ini diduga erat kaitannya dengan lambannya gerakan makanan di dalam saluran pencernaan kerbau sehingga makanan tersebut dapat diolah lebih lama dan penyerapan zat gizinya akan lebih banyak. Oleh karena itu
jarang sekali ditemukan kerbau kurus walaupun dengan ketersediaan pakan seadanya (JAMAL, 2007) Di Provinsi Jambi ternak kerbau sudah lama dikembangkan di tengah-tengah masyarakat pedesaan dengan pola pemeliharaan ekstensif tradisional hingga semi intensif. Sangat besar sumbangsih ternak kerbau kepada petani peternak di Provinsi Jambi karena digunakan sebagai ternak kerja, sumber protein hewani/penghasil daging, penghasil kotoran untuk pupuk, tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual dan sebagai status sosial. Ternak kerbau di Provinsi Jambi merupakan jenis kerbau lumpur (Gambar 1) yakni memiliki penampilan dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Kulit berwarna abu-abu, hitam, bulu berwarna abu-abu sampai hitam, 2) Tanduk mengarah ke belakang, horizontal, bentuk bulan panjang dengan bagian ujung yang meruncing serta membentuk setengah lingkaran, 3) Kondisi badan baik, bagian belakang penuh dengan otot yang berkembang, 4) Leher kompak dan kuat serta mempunyai
11
Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008
proporsi yang sebanding dengan badan dan kepala, 5) Ambing berkembang dan simetris. Populasi ternak kerbau yang dipaparkan pada Tabel 1, hanya sedikit mengalami peningkatan yang diperkirakan sebagai akibat dari intensitas perkawinan inbreeding yang tinggi, rendahnya angka kelahiran dan kurangnya perhatian pemerintah untuk meningkatkan produksi ternak kerbau. Hal pokok yang menyebabkan rendahnya angka kelahiran kerbau adalah kondisi induk kerbau yang kurang prima karena kualitas pakan yang rendah dan serangan parasit yang tinggi. Disamping itu itu estrus lebih banyak terjadi pada malam hari, saat pejantan mungkin tidak berada pada kandang yang sama. Umur pertama kali dikawinkan dan umur mencapai bobot potong optimal yang lama, disebabkan kualitas nutrisi yang rendah dengan sistem pemeliharaan yang tradisional yang hanya memberikan rumput alam tanpa pernah memberikan obat cacing (SIREGAR et al., 1997). Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya populasi kerbau secara umum disebabkan oleh pemeliharaan seadanya dengan cara dilepas ke hutan bahkan di tengah pemukiman penduduk pedesaan, tidak dikandangkan dan kurangnya pemantauan dari pemilik ternak. Rendahnya populasi juga
disebabkan oleh keterbatasan bibit unggul, pemotongan ternak betina produktif, mutu pakan ternak rendah, tidak dilakukan perkawinan silang dan kurangnya pengetahuan peternak dalam menangani produksi dan reproduksi. Pertambahan jumlah penduduk yang meningkat setiap tahunnya menyebabkan banyak tempat ladang penggembalaan kerbau mengalami perubahan fungsi menjadi perluasan areal perumahan, pembukaan lahan pertanian dan perkebunan. PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI PROVINSI JAMBI Permasalahan pengembangan peternakan di Provinsi Jambi ditandai dengan lambatnya peningkatan populasi ternak di daerah ini. Berdasarkan data statistik peternakan pada Tabel 1, ternak kerbau pada tahun 2005 berjumlah 72852 ekor, sedikit meningkat yakni sekitar 6,4% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 68.159 ekor. Namun peningkatan ini belumlah mampu memenuhi permintaan daging dalam provinsi, sementara ternak sapi pada tahun 2005 berjumlah 113.678 ekor yang mengalami penurunan populasi sekitar 23,2% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 147.917 ekor.
Gambar 1. Penampilan ternak kerbau di Provinsi Jambi
12
Seminar dan Lokakaryan Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008
Tabel. 1. Populasi ternak besar di Provinsi Jambi tahun 2005 No
Kabupaten/Kota
Sapi Potong
Kerbau
Kuda
Jumlah
1
Kota Jambi
3.064
1.481
16
4.561
2
Muara Jambi
7.968
5.000
-
12.968
3
Batanghari
7.135
13.995
4
Tebo
19.929
13.301
5
Bungo
21.788
10.641
3
32.432
6
Merangin
14.975
11.259
306
26.540
7
Sarolangun
6.761
8.402
-
15.163
8
Kerinci
16.439
7.359
144
23.942
9
Tanjab Barat
7.048
972
1
8.021
10
Tanjab Timur
2 -
21.132 33.230
8.571
442
Jumlah di tahun 2005
113.678
72.852
472
-
187.002
9.013
Pada tahun 2004
147.917
68.159
633
216.709
Pada tahun 2003
145.845
70.154
431
216.430
Pada tahun 2002
141.600
69.713
423
211.736
Pada tahun 2001
138.398
69.003
394
207.795
Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jambi (2006)
Sedangkan populasi ternak besar (sapi, kerbau dan kuda) secara umum di Provinsi Jambi pada tahun 2005 telah mengalami penurunan sebesar 13,7% dari tahun sebelumnya. DAULAY (2007), menyatakan bahwa penurunan ini berdampak pada peningkatan harga daging di pasaran karena jumlah konsumen terus bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di provinsi yang pada beberapa dekade lalu sempat menjadi penyuplai ternak di Sumatra. Wajar kalau tingkat konsumsi protein hewani masyarakat Jambi lebih rendah dibanding tingkat konsumsi di level nasional.
Sedangkan di Indonesia. DIRJEN PETERNAKAN (2007), menyatakan bahwa populasi ternak kerbau hanya sekitar 2,4 juta ekor dengan pemotongan ternak kerbau sebesar 177.000 ekor/tahun sehingga dilakukan impor untuk menghindari pengurasan populasi. selain itu juga terjadi penurunan kualitas genetik kerbau lokal dimana struktur populasi diperkirakan kurang ideal (jantan, betina, dewasa, muda, anak) menyebabkan pemotongan betina produktif dan investasi usaha ternak kerbau sangat terbatas. Untuk itu perlu upaya peningkatan populasi ternak kerbau dengan mencari jalan keluar berdasarkan pendekatan
Gambar 2. Alih fungsi padang pengembalaan menjadi kebun karet di Provinsi Jambi
13
Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008
Gambar 3. Pengembalaan ternak kerbau di dalam hutan
masalah yang dihadapi di lapangan. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ada tiga pola pemeliharaan kerbau di Provinsi Jambi yaitu; 1) Ternak kerbau dilepas di lahan pengembalaan atau hutan dan tidak dikandangkan sepanjang tahun, 2) Ternak kebau dilepas pada pagi hari ke hutan atau sawah yang telah dipanen dan sore hari kembali ke kandang, dan 3) Ternak kerbau selama 6 bulan dilepas di lahan sawah habis panen dan selama 6 bulan berikutnya diikat sekitar rumah pada saat padi mulai tanam (ACHJADI et al., 2007). Pada pola pemeliharaan di atas, pakan ternak kerbau sangat tergantung dari ketersediaan hijauan di lahan penggembalaan. Peternak tidak memahami manfaat pemberian hijauan tambahan, apalagi pemberian konsentrat. Sementara itu performans produksi dan reproduksi pada kerbau Kalang masih perlu ditingkatkan secara masal untuk memanfaatkan agroekosistem rawa yang ada sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan penduduk di sekitarnya. Sosialisasi tentang pentingnya kandang, lorong tempat pemeriksaan serta kandang jepit
di lingkungan sekitar kerbau dilepas sudah dimengerti oleh masyarakat pemelihara ternak kerbau. Hal ini terbukti hampir disetiap lokasi kegiatan telah dibangun lorong dan kandang jepit untuk memudahkan pemeriksaan. Secara umum peternak kerbau di Provinsi Jambi sangat antusias terhadap inovasi teknologi, khususnya teknologi inseminasi buatan (IB) yang dianggap sangat baru bagi mereka dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas kerbaunya. Mereka mau berkumpul bersama petugas peternakan pada pemeriksaan status reproduksi ternak kerbau. INOVASI TEKNOLOGI REPRODUKSI Secara umum status reproduksi kerbau di Provinsi Jambi dalam keadaan normal. Munculnya kasus tidak menunjukkan birahi pada kerbau dara dan induk setelah melahirkan diakibatkan oleh pola penyapihan anak yang terlambat hingga umur anak mencapai 1,5 tahun, sistem pemeliharaan yang ekstensif, terbatasnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki serta pakan yang terbatas baik
Gambar 4. Penampilan kandang kerbau yang telah diusahakan oleh beberapa peternak
14
Seminar dan Lokakaryan Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008
jumlah dan mutunya. Oleh karena itu untuk memperbaiki pola pemeliharaan perlu ditanam hijauan pakan yang berkualitas dan kontinyu serta disediakannya lahan penggembalaan yang cukup luas yang dilengkapi dengan kubangan air berupa rawa ataupun sungai sebagai penunjang ekosistem kehidupannya. TRIWULANNINGSIH (2007) menyatakan bahwa dewasa ini seiring dengan semakin
mendapatkan pelayanan inseminasi buatan (ACHJADI et al., 2007) . Dari hasil kegiatan tersebut di atas, pemeriksaan status reproduksi kerbau yang diikuti dengan penyuluhan serta program penyerentakan birahi dan pelayanan IB, memperlihatkan hasil yang cukup menggembirakan, keberhasilan program IB yang diukur dengan pemeriksaan kebuntingan
Gambar 5. Padang pengembalaan yang dilengkapi tempat berkubang dan kebun pakan
berkembangnya teknologi, telah tersedia banyak pilihan teknologi reproduksi yang dapat diterapkan pada ternak seperti inseminasi buatan (IB), fertilisasi in vitro (FIV) transnfer embrio (TE), cloning, transfer gen dan lainlain. Pemilihan teknologi reproduksi yang akan diterapkan harus memerhatikan kondisi objektif peternak, karena hal ini terkait dengan efektivitas dan efisiensi yang ditimbulkan akibat penerapan teknologi tersebut. Melihat kondisi objektif peternakan tradisional kita, maka untuk saat ini teknologi IB adalah yang tepat dibandingkan dengan teknologi reproduksi lain. Penerapan teknologi reproduksi yang lebih mutakhir belum mendesak karena disamping tingkat keberhasilan yang masih rendah, juga memerlukan tambahan biaya yang lebih besar. Telah dilakukan program penyerentakan birahi dan pelayanan IB pada ternak kerbau di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi pada tahun 2006 (Tabel 2). Diuji cobakan pada 52 ekor ternak kerbau dimana 10 di antaranya bunting hasil kawin alam (hand mating) dan 7 ekor lainnya bunting hasil IB dari 17 ekor yang
3 bulan setelah pelayanan IB dinyatakan bunting dan melahirkan anak setelah 10 – 11 bulan kemudian. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penerapan teknologi IB pada sekelompok besar ternak kerbau maka penyerentakan estrus pada betina merupakan salah satu faktor penunjang untuk mempercepat tercapainya tujuan tersebut. Dengan teknologi ini sekelompok ternak yang memperoleh perlakuan khusus akan memperlihatkan gejala-gejala estrus dalam waktu relatif serentak sekitar dua hari setelah perlakuan. Sekelompok ternak betina yang estrus serentak akan memudahkan pelaksanaan IB yang pada akhirnya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen peternakan secara keseluruhan. Penerapan teknologi sinkronisasi estrus dan IB secara simultan terhadap ternak dalam jumlah banyak akan meningkatkan efisiensi peternakan. Hal ini karena dalam waktu bersamaan peternak akan memiliki sekelompok ternak bunting, melahirkan dan umur anak yang relatif seragam sehingga memudahkan dalam manajemen pemeliharaan. Dengan demikian
15
Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan status r eproduksi kerbau, penyerentakan birahi dan pelayanan IB di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, Nopember – Desember 2006
Kerbau diperiksa (ekor)
Bunting
Alat reproduksi belum berkembang /fungsi menurun
Desa Simpang Rantau Gedang
21
3
8
10
10
10
4
Pasar Terusan
5
1
0
4
2
2
0
Lokasi
Program penyerenta kan birahi
Berahi
Pelayanan IB
Bunting hasil IB
Durian Luncuk
2
0
2
0
0
0
0
Tebing Tinggi
3
2
0
1
0
0
0
Kubu Kandang
1
1
0
0
0
0
0
Lubuk Ruso
2
1
0
1
0
0
0
Ture
2
1
0
1
0
0
1
Serasah
1
0
0
1
0
0
1
Rambahan
15
1
7
7
7
5
1
Jumlah
52
10
17
25
19
17
7
Sumber: ACHJADI et al.(2007)
peternak juga dapat mengatur waktu yang tepat kapan melakukan proses perkawinan, terkait dengan permintaan pasar dan musim dimana ketersediaan pakan hijauan yang cukup saat melahirkan dan menyusui anaknya sehingga diharapkan angka kematian pedet dapat dikurangi. KESIMPULAN DAN SARAN Penampilan ternak kerbau di Provinsi Jambi masih perlu diperbaiki melalui perbaikan pola pemeliharaan. Sedangkan status reproduksinya secara umum dalam keadaan normal, hanya saja kasus tidak tampaknya birahi pada kerbau betina memerlukan campur tangan manusia untuk mempersiapkan pejantannya atau melalui IB. Pengembangan ternak kerbau di Provinsi Jambi membutuhkan program penyuluhan dan pelatihan sehubungan dengan pengelolaan budidaya dan reproduksinya di tingkat petani peternak. Sebaiknya kegiatan ini dilaksanakan secara berkelanjutan dengan melibatkan banyak pihak instansi daerah yang terkait dalam menuju swasembada daging di Provinsi Jambi.
16
DAFTAR PUSTAKA ACHJADI, K, S.TEGUH, R. PUJI dan AULIA. (2007). Sosialisasi dan implementasi program Grading Up kerbau Lumpur (Swamp Buffalo) melalui Teknologi Inseminasi Buatan di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Prosiding Lokakarya Kerbau Nasional di Provinsi Jambi, Tanggal 23 Juni 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. DAULAY, A.R. 2007. Sektor Peternakan di Jambi, Potensi yang Terabaikan. website: www. disnak.pempropjambi.go.id. DEVENDRA, C. 1987. In: Hacker, JB. Ternouth. (ed). The Nutrition of Herbivore. pp 2 – 46. Academy Press, Sidney. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2007. Kebijakan pengembangan ternak kerbau dalam rangka mendukung swasembada daging sapi tahun 2010. dalam Prosiding Lokakarya Kerbau Nasional di Provinsi Jambi, Tanggal 23 Juni 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAMBI. 2006. Statistik Peternakan Provinsi Jambi 2005. Dinas Peternakan Provinsi Jambi.
Seminar dan Lokakaryan Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008
JAMAL, H. 2007. Strategi pengembangan tenak kerbau di Provinsi Jambi. dalam Prosiding Lokakarya Kerbau Nasional di Provinsi Jambi, Tanggal 23 Juni 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. SIREGAR, A. R., P. SITUMORANG, M. ZULBARDI, L. P. BATUBARA, A. WILSON, E. BASUNO, S. E. SINULINGGA dan C. H. SIRAIT. 1997. Peningkatan Produksi Kerbau Dwiguna
(Daging dan Susu). Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. TRIWULLANNINGSIH, E. 2007. Inovasi teknologi untuk mendukung pengembangan ternak kerbau. dalam Prosiding Lokakarya Kerbau Nasional di Provinsi Jambi, Tanggal 23 Juni 2007. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
17