Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
KESESUAIAN DAN ARAH PENGEMBANGAN LAHAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN LEBAK (Land Suitability and Recommendation for Buffalo Development in Lebak District) E. JUARINI, SUMANTO, I-G.M. BUDIARSANA dan L. PRAHARANI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSRACT Buffaloes rearing systems are still rely on the availability of graze land, so that the integration pattern with the land area of food (rice fields and farmlands) and the plantation was deadly important. Maintenance of buffaloes on agro ecosystem of palm plantation show that the productivity and performance of farmer’s revenue better than on the beaches and rice fields, because of the influence of the availability of forage feed source. Herd rearing system, forage grass and cover crop is a model that can be developed and suitable for buffaloes development. Agro ecosystem of palm plantation where forage widely available, is very suitable to be used as center of breeding of buffaloes. A study on land suitability and recommendation for buffalo development was conducted in September 2010 in Lebak District. Results mapping of development areas of buffaloes showed that broad ecological suitability of land for buffalo in Lebak districts reached 179.529 ha or about 50% of the total land area of 356.390 ha composed of S1 (very suitable) = 127.775 ha, S2 (suitable) = 48.059 ha and S3 (marginally suitable) = 3.434 ha. Land recommendation for developing of buffaloes is in diversification of more than: 81.529 ha of dry land 52.767 ha of rice field, 29.553 ha diversification of farm plantation and 12.873 ha of forest extensification. Key Words: Land Suitability and Recommendation, Swamp Buffalo ABSTRAK Sistem pemeliharaan ternak kerbau yang masih mengandalkan lahan pengembalaan dengan pola keterpaduan integrasi dengan kawasan pangan (sawah dan ladang) dan perkebunan sangat dirasakan penting sekali. Pemeliharaan ternak kerbau pada agroekosistem perkebunan sawit, performa produksi dan pendapatan peternak lebih baik dibandingkan di pantai dan persawahan akibat pengaruh ketersediaan sumber pakan hijauan. Sistem pemeliharaan digembalakan, hijauan rumput dan cover crop merupakan model yang dapat dikembangkan dan cocok untuk ternak kerbau. Agroekosistem perkebunan sawit dimana hijauan pakan banyak tersedia, sehingga dapat dijadikan pusat pembibitan ternak kerbau. Lokasi penelitian di Kabupaten Lebak dan penelitian dilakukan pada bulan September 2010. Hasil pemetaan wilayah pengembangan ternak kerbau diperoleh bahwa luas kesesuaian ekologis lahan untuk kerbau di Kabupaten Lebak mencapai 179,529 ha atau sekitar 50% dari keseluruhan luas lahan 356,390 ha, yang terdiri dari S1 (sangat sesuai) = 127,775 ha, S2 (sesuai) = 48,059 ha dan S3 (sesuai marginal) = 3,434 ha. Sementara itu, luas arah pengembangan untuk kelompok ternak kerbau banyak terdapat pada lahan dengan arah diversifikasi tegalan: 81,529 ha, kemudian diversifikasi sawah 52,767 ha, diversifikasi perkebunan 29,553 ha dan ekstensifikasi hutan sebanyak 12,873 ha. Dapat disimpulkan bahwa analisis kesesuaian ekologis Kabupaten Lebak memiliki kesesuaian lahan sangat luas untuk pengembangan ternak kerbau. Kata Kunci: Kesesuaian dan Rekomendasi Lahan, Kerbau
PENDAHULUAN Provinsi Banten termasuk sepuluh provinsi yang memiliki populasi kerbau lebih dari 100.000 ekor di Indonesia (DITJENNAK, 2006). Kerbau bersama sapi potong, sapi perah dan
100
domba/kambing mempunyai peranan penting dalam penyediaan daging dan susu di Indonesia, termasuk untuk keperluan tenaga tarik alat pengolah lahan di persawahan dan alat pengangkut lainnya di lahan perkebunan kelapa dan sawit. Pada umumnya kerbau
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
dipelihara petani dalam skala pemilikan yang kecil, dengan tujuan utamanya untuk dimanfaatkan tenaganya dalam mengolah lahan sawah dan dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (WIRYOSUHANTO, 1980 dan KUSNADI et al., 2005). Populasi kerbau di Indonesia pada tahun 1994 mencapai 2.684.239 ekor. Namun dalam decade 10 tahun terakhir menurun secara signifikan, hingga mencapai angka 2.572.169 ekor pada tahun 2005 (DITJENNAK, 2006). Penurunan ini terjadi hampir di setiap provinsi, termasuk di Banten. Pada tahun 1994 populasi kerbau di Provinsi Banten sebesar 172.382 ekor. Namun pada tahun 2004 tercatat hanya 163.834 ekor di Banten (DITJENNAK, 2006). Ini berarti di provinsi tersebut terjadi penurunan populasi rata-rata 0,27% per tahun. Menurut WIRYOSUHANTO (1980) populasi kerbau di Indonesia menurun sejak tahun 1925 dengan laju penurunan yang makin besar. Sebagai contoh penggemukan kerbau tidak berkembang bahkan diantaranya ”bangkrut”, karena sulitnya bakalan dan terdesaknya lahan pangonan. Namun untuk daerah Pulau Jawa masih ada yang melakukan, berarti ada sumber bakalan di lokasi terdekat (masih survive) tapi informasinya kurang. Apabila kondisi ini dibiarkan terus tanpa penanganan khusus tidak mustahil kerbau di Indonesia akan terkuras terutama yang memiliki bibit yang unggul, sehingga untuk pengembangan selanjutnya akan lebih sulit lagi. Menurut TRIWULANNINGSIH (2005) sistem pemeliharaan tradisional menyebabkan terjadi perkawinan sedarah (in-breeding) sehingga kualitas bibit kerbau menurun yang berakibat pada perkembangan populasi yang lambat. Disisi lain bahwa lokasi lahan untuk pangonan kerbau semakin menyempit, akibat lahan sudah banyak berobah penggunaannya baik untuk hunian penduduk maupun penggunaan lainnya. Disamping itu terganggunya lingkungan hidup kerbau dalam suatu agroekosistem, seperti berkurangnya lahan baik sebagai lahan garapan petani maupun lahan sebagai sumber pakan menyebabkan kerbau sulit berkembang. Alasan lainnya adalah pendapatan usaha kerbau relatif rendah, sekitar adalah Rp. 204 ribu/ekor/tahun. Minimnya keuntungan dalam memelihara kerbau, menyebabkan petani kurang bergairah untuk mengembangkan usaha ternak kerbau (KUSNADI et al., 2005).
Disamping itu, hasil penelitian pada tahun 2007 juga menunjukkan bahwa usaha ternak secara sosial diterima petani, secara teknis dapat dilakukan dan secara ekonomis menguntungkan sehingga layak untuk dikembangkan lebih lanjut dengan intervensi teknologi (KUSNADI et al., 2007). Pengembangan ternak kerbau perlu dilakukan mengingat kontribusinya dalam sistem usaha pertanian yang cukup besar dan kontribusinya sebagai sumber pendapatan keluarga peternak cukup besar dan menguntungkan. Model pengembangan ternak kerbau harus disesuaikan dengan agro-ekosistem untuk memperoleh hasil optimal. Atas dasar pemikiran tersebut dilakukan penelitian ini dengan tujuan melihat usaha ternak kerbau yang cocok dengan kondisi agroekosistem setempat. Oleh karena itu, model pengembangan ternak kerbau dengan intervensi teknologi yang tepat perlu dirancangkan sebagai acuan bagi program pengembangan kerbau nasional, khususnya Propinsi Banten, terutama untuk pemetaan wilayah potensial pengembangan kerbau sebagai sumber informasi dalam menunjang perencanaan pembangunan peternakan, khususnya kerbau di Kabupaten Lebak. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di Kabupaten Lebak untuk mencari kesesuaian lahan suatu wilayah yang selanjutnya untuk menunjang program pengembangan kerbau sebagai komoditas unggulan daerah. Ruang lingkup kegiatan pengamatan adalah Peta-peta dasar (ketinggian, jenis tanah, kelerengan, iklim/curah hujan, peta penggunaan lahan) diperoleh dari beberapa instansi terkait, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP), Bakosurtanal, Ditjen Pertambangan, BPN (Pusat, Propinsi, Kabupaten), dan BPS. Hasil peta adalah peta kesesuaian dan peta rekomendasi kesesuaian lahan untuk pengembangan ternak kerbau basis desa (1 : 100.000), melalui analisis yang dikembambangkan oleh ASHARI et al. (2000). Data komponen agroekosistem dianalisa secara tabulatif deskriptif: dalam batas administrasi desa/kecamatan-tegantung ketersediaan data di daerah. Peta arahan pengembangan lahan ternak kerbau dibuat dengan melakukan penumpang tindihan (super imposed) peta
101
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
dasar-fisik (jenis tanah, elevasi, iklim dan penggunaan lahan) dengan karakterisasi sesuai perilaku ternak kerbau. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum Populasi kerbau di Kabupaten Lebak tersebar di 10 Kecamatan dengan total populasi kerbau sebanyak 56.105 ekor. Kecamatan Maja memiliki populasi kerbau sebesar 3418 ekor yang terdiri dari 1061 jantan dan 2357 betina, Meskipun populasi ternak kerbau tidak cukup besar, Kecamatan Maja memiliki peranan cukup penting dalam mendukung produksi daging kerbau bagi Kabupaten Lebak karena sebagian besar luasan lahan merupakan perkebunan kelapa sawit yang banyak dimanfaatkan peternak sebagai lokasi penggembalaan. Disnak Kabupaten Lebak memilih Kampung Solear, Desa Sindang Mulya di Kecamatan Maja sebagai tempat lokasi wilayah pengembangan berdasarkan keberadaan kelompok peternak kerbau dengan pertimbangan ketersediaan pakan hijauan yang melimpah sepanjang tahun dan keaktifan serta besarnya minat kelompok peternak. Lokasi kelompok berada di perkebunan sawit dengan sistem pemeliharaan integrasi sawit-kerbau. Perkebunan kelapa sawit seluas 1500 hektar merupakan sumber pakan hijauan yang mampu menampung sedikitnya 3000 ekor kerbau sangat cocok sebagai lokasi pembibitan kerbau karena memiliki sumber pakan yang melimpah baik dari biomasa berupa cover crop maupun dari pelepah sawit. Letak Desa Sindang Mulya berada pada ketinggian 200 – 250 m diatas permukaan laut dengan curah hujan 1870 mm dan temperatur 24 – 29°C serta kelembaban 65 – 85%. Jarak dari kecamatan 12 km, dari Kabupaten 20 km dan dari Ibukota Provinsi 60 km. Sementara lokasi kawasan pengembangan perbibitan kerbau terletak di daerah agroekosistem perkebunan kelapa sawit milik PTP VIII Cisalak. Lokasi kelompok pembibitan sangat stategis yaitu di pinggir jalan Kabupaten dengan jarak tempuh dari jalan Kabupaten sekitar 100 m, sehingga memudahkan petugas
102
untuk mencapai lokasi pengembangan. Kelompok Peternak memiliki rumah (saung) pertemuan kelompok ternak yang dibangun swadaya dan kandang koloni yang terletak di tengah pemukiman anggota kelompok ternak, sehingga keamanan dan pengawasan ternak kerbau lebih terjamin. Secara umum lokasi pengembangan bibit kerbau ini telah memenuhi persyaratan kemudahan akses dan keamanan. Meskipun dari segi kesehatan lingkungan peternak kurang memenuhi persyaratan karena sangat berdekatan dengan pemukiman peternak. Lokasi ini menurut Dinas Kabupaten termasuk wilayah pengembangan ternak kerbau yang akan dijadikan sebagai pusat pembibitan kerbau khususnya di Kampung Solear mengingat letaknya berada di dalam kawasan perkebunan kelapa sawit. Kandang koloni pemeliharaan kerbau berada di pinggir kebun sawit. Sementara itu, penggembalaan kerbau dilakukan di bawah kebun sawit yang telah berumur 6 – 7 tahun sehingga keberadaan kerbau di dalam kebun sawit sama sekali tidak mengganggu pohon sawit. Kelompok peternak telah mendapat ijin resmi dari Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit dari PTP VIII melalui Dinas Peternakan Lebak. Luasan lahan perkebunan kelapa sawit ini diharapkan dapat menampung ternak kerbau lebih banyak lagi yang memberikan keuntungan kompos bagi tanaman kelapa sawit, sehingga mengurangi biaya pemupukan organik dari perusahaan. Melihat potensi kawasan perkebunan kelapa sawit ini sebagai kawasan sumber pakan hijauan, Dinas Peternakan Lebak merencanakan akan menjadikan tempat ini sebagai pusat pembibitan kerbau dan diharapkan bertambahnya kelompok peternak pembibit yang baru. Pemeliharaan ternak kerbau masih dilakukan secara tradisional, meskipun pelatihan dan penyuluhan dari dinas terkait telah dilakukan. Peternak belum mampu menerapkan teknologi yang telah dipelajari disebabkan pola usaha ternak kerbau masih bersifat sampingan dan berskala kecil serta peran ternak kerbau masih sebagai tabungan. Pencatatan produksi dan perkawinan ternak belum dilakukan, sehingga informasi yang diperoleh hasil wawancara berdasarkan daya ingat peternak.
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
Lokasi Neglasari sistem pemeliharaannya di dalam kandang yang terletak di sebidang tanah yang belum dimanfaatkan oleh pemiliknya yang dapat berubah fungsi penggunaanya setiap saat, dan menggusur peternakan kerbau pada lokasi tersebut. Kandang dibangun secara berkelompok antara 2 – 3 kandang individu per peternak. Jumlah peternak per kelompok sebanyak 42 peternak, Ternak kerbau biasanya dibawa ke sungai dekat kandang kelompok pada siang hari untuk berkubang. Oleh karena itu, umumnya lokasi kandang kelompok kerbau dipilih tidak jauh dari sungai yang digunakan sebagai tempat berkubang. Rata-rata kepemilikan lahan 0,5 – 1 ha per petani yang terdiri dari sawah tadah hujan dan kebun tanaman pangan (singkong, jagung, kacang tanah). Peternak/kelompok peternak tidak memiliki padang penggembalaan dengan komposisi dominan hijauan pakan ternak, tetapi kawasan perkebunan sawit menjadi area penggembalaan kerbau. Mata pencaharian utama adalah pertanian (padi) perkebunan tanaman pangan, tetapi pada umumnya petani memiliki ternak kerbau 2 – 3 ekor per petani meskipun kisaran kepemilikan ternak berbeda antara agroekosistem.Kepemilikan ternak di Solear lebih banyak karena ketersediaan pakan yang melimpah di kawasan perkebunan yang dekat dengan lokasi kandang dan perumahan peternak sehingga peternak merasa masih mampu memelihara lebih banyak kerbau dibandingkan dengan peternak Neglasari dengan sistem dikandangkan. Populasi ternak ruminansia Populasi ternak ruminansia yang diwakili oleh sapi potong, kerbau dan domba di Kabupaten lebah terdapat pada Tabel 1. Jumlah populasi kerbau (36.621 ekor) tampaknya masih lebih tinggi dibandingkan dengan populasi sapi potong (1.836 ekor). Keadaan kemiringan, ketinggian dan jenis tanah. Luas kesesuaian ekologis dan pengembangan lahan untuk kerbau
arah
Informasi potensi lahan peternakan dalam peta spasial dengan skala tertentu di Kabupaten
Lebak adalah penting, terutama menelaah peta kesesuaian ekologis lahan dan arah pengembangan ternak ruminansia, terutama kerbau. Dalam penyajiannya, semua desa dalam masing-masing kecamatan ditampilkan dalam bentuk peta dalam luasan ha. Informasi potensi lahan peternakan dalam peta spasial dengan skala tertentu di Kabupaten Lebak adalah penting, terutama menelaah peta kesesuaian ekologis lahan dan arah pengembangan ternak ruminansia, terutama kerbau. Dalam penyajiannya, semua desa dalam masing-masing kecamatan ditampilkan dalam bentuk peta dalam luasan ha. Tabel 1. Populasi ternak ruminansia Kabupaten Lebak Kecamatan Malimping Wanasalam Panggarangan Cihara Bayah Cilograng Cibeber Cijaku Cigembong Banjarsari Cileles Gunung Kencana Bojongmanik Cirenten Leuwidamar Muncang Sobang Cipanas Lebakgedong Sajira Cimarga Cikulur Warunggunung Cibadak Rangkasbitung Kalang Anyar Maja Curugbitung Jumlah
Sapi potong 252 411 0 0 72 13 42 0 0 54 455 22 48 11 0 30 0 0 0 0 4 25 283 109 0 0 5 1.836
Kerbau
Domba
2406 1090 3183 2299 1214 555 1609 0 546 651 1265 233 1559 262 0 548 2180 725 0 3580 1417 2868
10439 13315 8492 7154 4674 4025 9387 0 2520 6189 13630 1882 4277 874 0 3481 4398 6060 0 14547 3448 1975
2870 17427 1620 16770 1034 7328 787 1764 2120 2185 36.621 166.241
Sumber: LAPORAN DINAS PETERNAKAN KABUPATEN LEBAK (2009); BPS KAB. LEBAK (2009)
103
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
Kesesuaian ekologis lahan ternak kerbau terdiri dari empat kelompok, yaitu kelompok 1 (S1) merupakan kondisi lahan yang sangat sesuai, kelompok 2 (S2) merupakan kondisi lahan yang sesuai, kelompok 3 (S3) merupakan kondisi lahan yang sesuai marjinal dan kelompok 4 (NS) merupakan kondisi lahan yang tidak sesuai. Namun secara teknis lahan, bukan berarti bahwa kelompok lahan yang kurang sesuai dan tidak sesuai tidak dapat digunakan sebagai wilayah usaha untuk ternak, tetapi dalam membangun wilayah untuk keperluan usaha ternak sapi potong perlu pembiayaan yang lebih besar dibanding pada kelompok 1 dan 2. Bab ini membahas luas wilayah kesesuaian ekologis dan luas arah
pengembangan, khususnya untuk ternak kerbau. Penggabungan hasil peta kesesuaian lahan ternak sapi potong dengan peta penggunaan lahan, maka terlahir bentuk peta dan informasi tentang arah pengembangan lahan untuk ternak kerbau. Luas kesesuaian dan arah rekomendasi kerbau hanya ditampilkan ditingkat kecamatan, dan informasi luas dalam skala desa hanya dicantumkan dalam lampiran saja, yang dimaksudkan sebagai informasi tambahan apabila diperlukan nantinya. Distribusi sebaran luas kesesuaian ekologis lahan dan arah pengembangan untuk ternak kerbau di semua kecamatan di Kabupaten Lebak dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kesesuaian lahan kerbau di Kabupaten Lebak Kecamatan Malimping Wanasalam Panggarangan Cihara Bayah Cilograng Cibeber Cijaku Cigemblong Banjarsari Cileles Gunung Kencana Bojong Manik Cirinten Leuwidamar Muncang Sobang Cipanas Lebakgedong Sajira Cimarga Cikulur Warung Gunung Cibadak Rangkasbitung Kalang Anyar Maja Curug Bitung Total %
Luas kesesuaian lahan (ha) S1 S2 S3 5,856 2,114 – 13,769 – – 2,822 – – 3,203 4,016 – 2,476 4,371 – – – – – 11,914 – – 1,833 1,239 – 2,250 – 8,556 811 – 10,942 1,413 – – – – – – – – – – 3,702 603 – – 892 – – – – 571 3,440 1,183 – 533 – 4,821 3,549 – 11,947 2,705 – 6,460 – – 5,422 – – 32,099 1,330 – 2,231 3,837 1,012 2,324 – – 6,135 – – 4,438 2,447 – 127,775 48,059 3,434 36 13 1
S1: sangat sesuai; S2: sesuai; S3: Sesuai marginal, NS: tidak sesuai
104
NS ha 2,658 541 13,614 7,822 8,796 12,747 30,616 3,409 9,234 5,104 4,855 15,934 6,256 8,726 13,510 6,274 9,425 2,342 4,989 3,399 4,893 541 – – 261 230 285 660 177,121 50
% 25 4 83 52 56 100 72 53 80 35 28 100 100 100 76 88 100 31 90 29 25 8 – – – 9 4 9 – 100
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa luas kesesuaian ekologis lahan untuk kerbau di seluruh kecamatan di Kabupaten Lebak mencapai 179,529 ha atau sekitar 50% dari keseluruhan luas lahan 356,390 ha yang terdiri dari S1 = 127,775 ha, S2 = 48,059 ha dan
S3 = 3,434 ha. Sementara itu, distribusi sebaran luas kesesuaian lahan ternak kerbau di masingmasing desa secara lebih rinci di Kabupaten Lebak ditampilkan pada Lampiran. Sedangkan distribusi luas arah pengembangan ternak kerbau di Lebak dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Arah pengembangan lahan kerbau di Lebak Luas wilayah (ha) untuk rekomendasi kerbau Kecamatan
Diversivikasi Diversivikasi Diversivikasi Ekstensifikasi Ekstensifikasi sawah tegalan perkebunan hutan semak-semak
Total
Malimping
2,551
4,179
967
113
161
7,971
Wanasalam
3,242
5,178
3,138
1,414
796
13,769
Panggarangan
1,227
1,106
489
–
–
2,822
Cihara
969
4,831
451
969
–
7,219
Bayah
317
3,346
513
2,671
–
6,847
–
–
–
–
–
–
Cilograng Cibeber
5,255
319
5,227
1,114
–
11,914
Cijaku
532
1,431
522
587
–
3,072
–
2,250
–
–
–
2,250
Banjarsari
2,469
4,118
2,385
395
–
9,368
Cileles
1,781
5,346
3,641
204
1,385
12,356
Gunung Kencana
–
–
–
–
–
–
Bojong Manik
–
–
–
–
–
–
Cirinten
–
–
–
–
–
–
774
2,980
383
168
–
4,305
–
696
195
–
–
892
Cigemblong
Leuwidamar Muncang Sobang
–
–
–
–
–
–
Cipanas
1,152
2,145
1,483
235
179
5,195
178
178
178
–
–
533
Sajira
1,632
3,033
2,392
1,314
–
8,370
Cimarga
3,151
5,909
2,942
2,483
166
14,651
Cikulur
3,073
3,153
116
–
119
6,460
Lebakgedong
Warung Gunung
2,873
2,549
–
–
–
5,422
Cibadak
15,985
17,444
–
–
–
33,429
Rangkasbitung
2,231
3,837
1,012
261
–
7,341
Kalang Anyar
949
1,157
218
–
–
2,324
1,884
3,017
1,233
–
–
6,135
544
3,328
2,068
945
–
6,885
52,767
81,529
29,553
12,873
2,807
179,529
15
23
8
4
1
Maja Curug Bitung Total %
50
Ds: Diversifikasi sawah; Dt: diversifikasi tegalan; Dp: diversifikasi perkebunan; Eh: Ekstensifikasi hutan; Ea: Ekstensifikasi semak-semak
105
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
Dari Tabel 3 terlihat bahwa luas area pengembangan untuk ternak kerbau banyak terdapat pada lahan dengan arah diversifikasi tegalan 81,529 ha, diversifikasi sawah 52,767 ha, diversifikasi perkebunan 29,553ha, dan ekstensifikasi hutan sebanyak 12,873 ha. Hasil analisis tersebut diatas hanya dapat diimplementasikan apabila penggunaan lahan dan daya dukung wilayah ini diketahui sehingga dapat dihitung berapa banyak ternak kerbau dapat dikembangkan. Secara rinci
sebaran arah pengembangan lahan untuk kerbau di Lebak disajikan pada Gambar 1. KESIMPULAN Dapat disimpulkan bahwa 50% wilayah Kabupaten Lebak secara ekologis sangat potensial dan sesuai untuk digunakan sebagai kawasan pengembangan ternak kerbau.
Gambar 1. Peta arahan pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Lebak
106
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
DAFTAR PUSTAKA ASHARI. 2000. Panduan Analisis Potensi Wilayah Pengembangan Peternakan. Balai Penelitian Ternak, Bogor. DITJENNAK. 2006. Statistik Peternakan 2006. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. BPS KAB. LEBAK. 2009. Kabupaten Lebak dalam Angka. Badan Pusat Stastistik Kabupaten Lebak. KUSNADI, U., L. PRAHARANI, E. JUARINI, A. THAHAR dan I. HERDIAWAN. 2007. Analisa Efisiensi Usaha Ternak Kerbau. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian DIPA. Tahun Anggaran 2007. Edisi Khusus Buku I. Ruminansia. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
KUSNADI, U., D.A. KUSUMANINGRUM, R.S. SIANTURI dan E. TRIWULANINGSIH. 2005. Fungsi dan Peranan Kerbau dalam Sistem Usahatani di Provinsi Banten. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veternier. Bogor 17 – 18 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 316 – 326. TRIWULANNINGSIH. E. 2005. Laporan Hasil Penelitian Breeding dan Reproduksi Ternak Kerbau di Indonesia. Balitnak, Bogor. WIRYOSUHANTO. 1980. Peternakan Kerbau di Indonesia. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.
DISKUSI Pertanyaan: 1.
Sejauh mana pihak Kabupaten Lebak melindungi lahan petenak untuk dikemudian hari agar tidak tergusur?.
2.
Jika sudah ada pihak pengguna dan pemilik lahan sebaiknya dibuat MoU?.
Jawaban: 1.
Tingkat operasional harus pertingkat kabupaten disesuaikan dengan penataan ruang.
2.
MoU dilakukan jika didukung dengan pelaksaan di lapang, yang paling bagus adalah dengan peran kemitraan.
107