PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN ACEH JAYA NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
NASRUDDIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan Pelags Besar di Kabupaten Aceh Jaya Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) adalah kara saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2009
Nasruddin NRP: C451070011
ABSTRACT
NASRUDDIN. Development of the fishing of big pelagic in Aceh Jaya District Nanggroe Aceh Darussalam. Supervised by MULYONO S. BASKORO and MUSTARUDDIN.
Aceh Jaya is a new regency in the Province of Nanggroe Aceh Darussalam, which is located on the west tip of Sumatera with a coastline of 135 km, directly facing Indian Ocean. The potential resource of big pelagic fish in Aceh Jaya regency was estimated up to 1213.80 tons per year with the number of fishermen was 10,560 (DKP Aceh Jaya 2004). The objective of this research was to analyze the status of utilization of the big pelagic fish resource in Aceh Jaya regency. The research was conducted througl data collection from August 2008 until October 2008 with survey and interviews with fishing actors. Data analysis was performed with surplus production model. scoring and business feasibility asesment. The there most dominant fishing catching units were pancing tonda, gill net and purse seine, while the kinds of fish commonly caught were cakalang, madidihang and tongkol. With the approach of four-model Schaefer, sustainable potential of big pelagic fish in Aceh Jaya regency in 2002-2006 had not exceeded the optimum limit. However, in 2007-2008 it exceeded the optimum limit, as the CMSY of cakalang fish was 297,356 tons per year, and the EMSY was 11,099 units per year; the CMSY of madidihang was 195,518 tons per year and the EMSY was 9,034 units per year; and the CMSY of tongkol was 174.15 tons per year and the EMSY was 8.3800 units per year. Based on biological, technical, social and financial aspects, pancing tonda is the most prioniriged teknologi be developed, the second and the third are gill net and purse seine. The feasibility of each type the to of fishing unit is as follows: gill net B/C Ratio was 2.32; purse seine B/C Ratio was 2.00; and pancing tonda B/C Ratio was 1.97. Overall, the three fishing units were feasible to be developed. Keywords: big pelagic fish, catching equipment, Aceh Jaya regency
RINGKASAN
NASRUDDIN. Pengembangan Teknologi Penangkapan ikan Pelagis Besar di Kabupaten Aceh Jaya Nanggroe Aceh Darussalam. Bimbingan oleh MULYONO S. BASKORO DAN MUSTARUDDIN Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Aceh Jaya. Potensi sumberdaya perikanan yang terkandung di wilayah perairan Kabupaten Aceh Jaya cukup tersedia namun pemanfaatan sumberdaya lebih banyak di manfaatkan oleh kapal-kapal di luar Kabupaten Aceh Jaya, kondisi ini disebabkan oleh terbatasnya armada penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya yang tidak sesuai untuk menjangkau daerah penangkapan, baik unit penangkapan purse seine, gill net, dan pancing tonda. Di samping itu pula kurangnya sarana dan prasarana perikanan tangkap serta terbatasnya sumberdaya manusia dalam pengembangan teknologi penangkapan, teknologi penangkapan yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Aceh Jaya dalam melakukan penangkapan masih terpaku pada warisan penangkapan secara turun temurun baik ukuran kapal, jenis alat tangkap maupun alat bantu penangkapan yang digunakan. Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya lebih dominan menggunakan unit penangkapan pancing tonda dan gill net dari pada unit penangkapan purse seine dimana perairan Aceh Jaya merupakan termasuk perairan Zona Samudera Hindia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status potensi pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya, unit penangkapan unggulan dari ketiga unit penagkapan berdasarkan aspek boilogi, teknis, sosial, dan kelayakan serta kelayakan usaha unit penangkapan ikan pelagis besar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan wawancara terhadap pelaku perikanan yang dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Oktober 2008. Status pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar menggunakan surplus produksi dengan pendekatan empat model penduga, keunggulan unit penangkapan ikan dengan analisis skoring berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, dan kelayakan usaha, sedangkan untuk kelayakan usaha menggunakan , NPV, IRR, B/C Ratio, ROI, RTO dan RTL. Hasil analisis standarisasi dari ketiga alat tangkap purse seine merupakan alat tangkap yang standar karena memiliki fishing power indek (FPI) sama dengan satu. Dengan pendekatan empat model surpus produksi equilibrium Schaefer merupakan model yang terbaik untuk menduga status pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar karena memiliki R quare yang sesuai dimana pada ikan cakalang sebesar 0,180 serta memiliki nilai validasi terkecil yaitu sebesar 0,161 hasil ini lebih baik dari pada model Walter Hilborn, Disequilibrium dan Schnute. Sedangkan status pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya terhadap ketiga jenis ikan pelagis besar yaitu cakalang, madidihang, dan tongkol tahun 2002 sampai 2006 masih pada batas optimum, sedangkan pada tahun 2007 sampai 2008 sudah melebihi batas optimum penangkapan dimana EMSY pada ikan cakalang sebesar 11, 09922 unit/tahun CMSY sebesar 297,35 ton/tahun, madidihang EMSY 9 unit/tahun CMSY sebesar 195,518 ton/tahun, sedangkan tongkol EMSY sebesar 8 unit/thn dan CMSY sebesar 174,15 ton/tahun. Unit penangkapan yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya adalah unit penangkapan pancing tonda, gill net
dan purse seine. Lama penangkapan dari ketiga unit penangkapan terserbut yaitu pancing tonda dan gill net yaitu one day fishing sedangkan untuk purse seine 3-4 hari di laut. Fishing ground dalam pemanfaatan ikan pelagis besar oleh nelayan di Kabupaten Aceh Jaya masih berada di wilayah perairan Kabupaten Aceh Jaya dimana perairan tersebut berada pada Zona Samudera Hindia. Berdasarkan hasil analisis skoring terhadap tiga unit penangkapan ikan pelagis besar yaitu purse seine, gill net, pancing tonda berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial dan kelayakan unit penangkapan pancing tonda menempati urutan prioritas utama sedangkan unit penangkapan gill net pada prioritas kedua dan purse seine pada prioritas ketiga. Dari hasil analisis kelayakan usaha dari ketiga unit penangkapan ikan pelagis besar diperoleh pancing tonda mempunyai nilai NPVsebesar375.453.615, IRR sebesar 267.163 %, B/C Ratio 1.97, ROI 48.21, RTO 217,880,000, RTL 163,410,000. unit penangkapan gill net NPV sebesar 505,226,49, IRR sebesar 119,974 %, B/C Ratio 2.32, ROI 15.86 RTO 299,272,000 dan RTL 149,636,000. Sedangkan untuk unit penangkapan purse seine NPV sebesar 4, 021, 356, 705, IRR sebesar 124.142 %, B/C Ratio 2.00, ROI sebesar 17.02, RTO sebesar 2,353,680,000 dan RTL sebesar 207,677,647. Dari ketiga unit penangkapan ikan pelagis besar yang di usahakan oleh nelayan di Kabupaten Aceh Jaya layak untuk di kembangkan.
1.
2.
@ Hak Cipts milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN ACEH JAYA NANGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD)
NASRUDDIN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tesis Nama NIM Mayor
: Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan Pelagis Besar di Kabupaten Aceh Jaya Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) : Nasruddin : C451070011 : Teknologi Perikanan Tangkap (TPT)
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Ketua
Dr. Mustaruddin, S.TP Anggota
Diketahui
Koordinator Mayor Teknologi Perikanan Tangkap
Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian: 26 Juni 2009
Tanggal Lulus:
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)
(tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)
Penguji luar komisi Pada Ujian Tesis: Dr. Sulaiman Martasuganda, B. Fish. Sc. M.Sc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis. Keluarga tercinta terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda M. Jalil dan Ibunda Yusmaniar, serta saudara-saudaraku yang setia Mustafaruddin, Mulyadi, Irwan, Lina afriani atas segala dukungan dan doanya. Selanjutnya terima kasih kepada ayahanda mertua Razali dan Ibunda Kahalidah atas doa dan dukunganya. Khususnya kepada istriku Zuhairah tercinta dan anak tersayang Shofa Rofifah yang setia menemani penulis dengan penuh kesabaran dan kasih sayang selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1
Prof. Dr. Ir .Mulyono S. Baskoro, M.Sc dan Dr. Mustaruddin, S.TP sebagai ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak mengeluangkan waktu serta memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dari penyusunan proposal hingga selesainya tesis ini.
2
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor IPB.
3
Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc sebagai Koordinator Mayor Teknologi Perikanan Tangkap (TPT).
4
Dr. Sulaiman Martasuganda, B. Fish.Sc. M.Sc selaku Dosen penguji luar komisi.
5
Dosen Sekolah Pascasarjana TPT dan SPT Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) IPB.
6
Kepala Pusat Pendidikan Departemen Kelautan dan Perikanan (PUSDIK DKP) yang telah memberikan bantuan beasiswa selama mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
7
Kepala SUPM Negeri Ladong Aceh yang telah memberikan izin dan kesempatan pada penulis untuk melanjutkan Studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
8
Kepala Daerah TK. II Kabupaten Aceh Jaya Ir. Azhar Abdurrahman yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan Studi di Institut Pertanian Bogor.
9
Dewan Guru SUPM Negeri Ladong dan seluruh pegawai yang telah banyak memberikan dukungan dan saran sehingga penulis dapat menyelesai Studi di Institut Pertanian Bogor.
10
Rekan-rekan angkatan 2007 TPT dan SPT yang telah banyak memberikan motivasi saran dan keja samanya selama masa pendidikan. Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat berbagai kekurangan. Saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan agar lebih memberikan bobot terhadap kesempurnaan tulisan ini.
Bogor,
Juni 2009
Nasruddin
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 28 September 1972 dari keluarga nelayan sebagai anak kedua (5 bersaudara) dari pasangan M. Jalil dan Yusmaniar. Tahun 1989-1992 Pendidikan perikanan menengah di tempuh pada Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Ladong Aceh pada Penangkapan Ikan. Pada tahun 1992 berkerja di
SUPM Negeri Ladong Aceh
sebagai ABK Kapal Latih KM. Jala jana 04. Tahun 1993-1999 Pendidikan Sarjana di tempuh pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) pada Fakultas Perikanan Universitas Abulyatama Lampoh Keude Aceh Besar dan masih menjadi tenaga teknis lapangan (honor) selama 10 tahun, Tahun 2000-2007 menjadi Kepala Kasubsie armada kapal latih SUPM menangani sarana dan prasarana perikanan tangkap di SUPM Negeri Ladong Aceh. Pada tahun 2000 penulis menikah dengan Zuhairah dan selanjutnya pada tahun 2001 penulis diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Pusat dibawah Pusat Pendidikan dan Latihan DKP (PUSDIK DKP) sebagai tenaga teknis dan Staf pengajar di SUPM Negeri Ladong Aceh sampai pada tahun 2007. Pada tanggal 22 Agustus 2007 penulis mendapat tugas belajar dari Pusat Pendidikan dan Latihan DKP (PUSDIK DKP) di Program Magister Sains pada Mayor Teknologi Perikanan Tangkap (TPT) di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor IPB.
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xviii
1
2
PENDAHULUAN ......................................................................
1
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6
1 2 3 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 2.1
5 7 8 9 10 14 16 17
METODOLOGI PENELITIAN ...........................................
19
3.1 3.2 3.3
Tempat dan Waktu Penelitian............................................... Metode Penelitian ................................................................. Metode Pengumpulan Data................................................... 3.3.1 Pengumpulan Aspek Biologi ....................................... 3.3.2 Pengumpulan Aspek Teknis ........................................ 3.3.3 Pengumpulan Aspek Sosial .......................................... 3.3.4 Pengumpulan Aspek Kelayakan .................................. Metode Analisa Data............................................................. 3.4.1 Produktifitas Alat Tangkap ......................................... 3.4.2 Standarisasi Unit Penangkapan Ikan........................... 3.4.3 Estimasi Hasil Tangkap Maksimum Lestari .............. 3.4.4 Metode Skoring....................................... .... .............. 3.4.5 Analisis Kelayakan Usaha ..........................................
19 20 21 22 22 23 23 24 24 24 25 26 27
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ............................
30
4.1 4.2
30 30
3.4
4
5
Sumberdaya Perikanan Laut ................................................. 2.1.1 Klasifikasi Ikan Cakalang ............................................ 2.1.2 Klalsifikasi Ikan Madidihang....................................... 2.1.3 Klasifikasi Ikan Tongkol.............................................. Pengembangan Perikanan Tangkap ...................................... Usaha Perikanan Tangkap..................................................... Kelayakan Usaha Perikanan Tangkap .................................. Pengaruh Perikanan Tangkap Terhadap Perikanan ..............
2.2 2.3 2.4 2.5
3
Latar Belakang ...................................................................... Perumusan Masalah .............................................................. Tujuan Penelitian .................................................................. Manfaat Penelitian ................................................................. Hipotesis................................................................................. Kerangka Pemikiran..............................................................
Keadaan Geografii ................................................................. Keadaan Sosial Penduduk.....................................................
4.3
Kondisi Perikanan Tangkap.................................................. 4.3.1 Armada Penangkapan ............................................... 4.3.2 Nelayan ..................................................................... 4.3.3 Produksi Perikanan Tangkap ................................... 4.3.4 Musim dan Daerah Penangkapan .............................. Fasilitas Pendukung Kegiatan Operasi Penangkapan ........... 4.4.1 Fasilitas Pendaratan Ikan (TPI)................................. 4.4.2 Pakrik Es....................................................................
32 33 34 34 35 36 36 37
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... ..
39
5.1 Alat Tangkap............................................................................... 5.1.1 Penangkapan Ikan Pelagis Besar .............................. 5.1.2 Produksi Ikan Pelagis Besar....................................... 5.1.2.1 Produksi Ikan Cakalang ................................... 5.1.2.2 Produksi Ikan Madidihang................................ 5.1.2.3 Produksi Ikan Tongkol..................................... 5.1.2.4 Alat Tangkap Ikan Pelagis Besar...................... 5.1.3 Upaya Penangkapan Ikan Pelagis Besar . .................. 5.1.3.1 Upaya Penangkapan Ikan Cakalang.................. 5.1.3.2 Upaya Penangkapan Ikan Madidihang ............. 5.1.3.3 Upaya Penangkapan Ikan Tongkol ................... 5.2 Urutan keunggulan Unit Penangkapan Ikan Pelagis Besar......... 5.2.1 Keunggulan Berdasarkan Aspek Biologi................... 5.2.2 Keunggulan Bedasarkan Aspek Teknis ..................... 5.2.3 Keunggulan Berdasarkan Aspek Sosial ..................... 5.2.4 Keunggulan Berdasarkan Aspek Kelayakan.............. 5.2.5 Rangkuman Keunggulana Aspek biologi, teknis, sosial dan finansial ............................................................... 5.3 Kondisi Finansial Usaha Perikanan Tangkap .............................. 5.3.1 Analisis Kelayakan .................................................... 5.3.2 Ananlisis NVP............................................................ 5.3.3 Analisis B/C ratio ...................................................... 5.3.4 Analisis IRR ............................................................... 5.3.5 Analisis ROI............................................................... 5.3.6 Analisis RTO dan RTL ...............................................
39 39 43 43 43 44 45 45 45 49 52 54 54 55 57 59
5.4 Pembahasan ..............................................................................
68
4.4
5
5.4.1 5.4.2 5.4.3 5.4.4
6
62 63 63 66 67 67 67 68
Perkembangan Perikanan Pelagis Besar .................... Standarisasi Alat Tangkap ......................................... Status Produksi Ikan Pelagis Besar............................. Kriteria Keunggulan Unit Penangkapan Ikan Pelagis Besar..................................................... 5.4.5 Kelayakan Usaha Unit Penangkapan Ikan ................
68 70 71
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
79
6.1 6.2
79 79
Kesimpulan ........................................................................ Saran ...................................................................................
73 76
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ LAMPIRAN..................................................................................................
80 83
DAFTAR TABEL Halaman
1
Estimasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan Sumberdaya ikan pelagis besar......................................................
6
Pengukuran parameter biologi terhadap sumberdaya ikan pelagis ..........................................................................................
22
Pengukuran parameter teknis pada perahu dan alat penangkapan Ikan pelagis....................................................................................
23
Pengukuran parameter sosial pada unit penangkapan Ikan pelagis besar...........................................................................
23
Pengukuran parameter kelayakan usaha unit penangkapan ikan pelagis .....................................................................................
24
Luas wilayah kecamatan dan kepadatan penduduk Kabupaten Aceh Jaya tahun 2007 .....................................................................
32
Banyaknya alat tangkap yang dirinci per kecamatan di Kabupaten Aceh Jaya ........................................................................................
32
8
Perkembangan alat tangkap pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya
33
9
Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan ..........................
33
10
Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Aceh Jaya ...............
34
11 Produksi sumberdaya ikan pelagis besar tahun 2008......................
35
12 Spesifikasi 3 jenis unit penangkapan ikan pelagis besar.................
43
13
Standarisasi alat tangkap pada ikan cakalang .................................
46
14
Produksi, upaya penangkapan dan CPUE ikan cakalang pada alat tangkap purse seine ..................................................................
46
15
Hasil pendekatan 4 model surplus produksi pada ikan cakalang....
47
16
Standarisasi alat tangkap pada ikan madidihang ............................
49
17
Produksi, upaya penangkapan dan CPUE ikan madidihang pada alat tangkap purse seine ..................................................................
49
2
3
4
5
6
7
18 Hasil pendekatan 4 model surplus produksi pada ikan madidihang.
50
19
Standarisasi alat tangkap pada ikan tongkol ....................................
52
20
Produksi, upaya penangkapan alat tangkap purse seine pada ikan tongkol ....................................................................................
52
21
Hasil pendekatan 4 model surplus produksi pada ikan tongkol......
53
22
Penilaian aspek biologi ...................................................................
54
23
Standarisasi aspek biologi...............................................................
55
24
Penilaian aspek teknis .....................................................................
56
25 Standadrisasi aspek teknis...............................................................
57
26
Penilaian aspek sosial .....................................................................
58
27 Standadrisasi aspek sosial ...............................................................
59
28
Penilaian aspek finansial.................................................................
60
29
Standadrisasi aspek finansial ..........................................................
61
30
Rangkuman penilaian aspek biologi, teknis, sosial dan finansial...
62
31
Standarisasi aspek biologi, teknis, sosial, dan finansial..................
62
32
Kondisi pembiayaan (cost) usaha perikanan tangkap ....................
63
33
Kondisi manfaat (benefit) usaha perikanan tangkap .......................
64
34
Hasil analisis kelayakan usaha perikanan tangkap .........................
66
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Diagram alir kerangka pemikiran ........ ..........................................
4
2
Morfologi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)... .........................
7
3
Morfologi ikan madidihang (Thunus albacares ).. .........................
8
4
Morfologi ikan tongkol (Euthynnus affinis).. .................................
8
5
Peta penelitian dan pengambilan sampel.. ......................................
19
6
Diagram alir penelitian.. .................................................................
21
7
Distribusi jumlah penduduk Kabupaten Aceh Jaya menurut Kecamatan tahun 2006....................................................................
31
Komposisi jumlah penduduk Kabupaten Aceh Jaya menurut umur dan jenis kelamin tahun 2006 ................................................
31
Tempat pendaratan ikan (TPI) di Kecamatan Krung Sabee Aceh Jaya ........................................................................................
37
10 Suasana kegiatan TPI di Kecamatan Setia Bakti Aceh Jaya...........
37
11
Pabrik es di Kecamatan Krueng Sabee Aceh Jaya..........................
38
12 Jenis ikan pelagis besar yang sedang diturunka di TPI Aceh Jaya .
38
13
Kondisi pasar tempat penjualan ikan di Kabupaten Aceh Jaya ......
38
14
Ilustrasi pengprasian alat tangkap gill net permukaan ....................
40
15
Jenis armada penangkapan gill net di Kabupaten Aceh Jaya .........
40
16
Armada penangkapan dan alat tangkap pancing tonda...................
41
17
Kapal armada penangkapan purse seine .......................................
42
18
Perkembangan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya tahun . 2002-2008 .......................................................................................
44
Perkembangan armada penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya tahun 2002-2008 .....................................
45
Status produksi dan upaya penangkapan ikan cakalang di Kabupaten Aceh Jaya 2002-2008 ...............................................
48
8 9
19
20
21
Status produksi dan upaya penangkapan ikan madidihang di Kabupaten Aceh Jaya 2002-2008 ...............................................
51
Status produksi dan upaya penangkapan ikan tongkol di Kabupaten Aceh Jaya 2002-2008 ...............................................
53
Perbandingan manfaat (Bt) dan pembiayaan (Ct) penguasaan alat tangkap purse seine ..................................................................
65
24 Perbandingan perilaku manfaat (benefit) dan cost penguasaan alat tangkap gill net di Kabupaten Aceh Jaya.................................
65
25 Perbandingan perilaku mamfaat (benefit) dan cost penguasaan alat tangkap pancing tonda di Kabupaten Aceh Jaya......................
66
22
23
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Proses standarisasi alat tangkap, fishing power index, CPUE standar pada ikan caklang............................................................................
83
2
Hasil pendekatan empat model pada ikan cakalang .......................
84
3
Proses standarisasi alat tangkap, fishing power ikndex, CPUE standar pada ikan madidihang ......................................................................
87
4
Hasil pendekatan empat model pada ikan madidihang...................
88
5
Proses standarisasi alat tangkap, fishing power index, CPUE standar pada ikan tongkol............................................................................
91
6
Hasil pendekatan empat model pada ikan tongkol .........................
92
7
Penentuan keunggulan aspek biologi unit penangkapan ................
95
8
Standarisasi fungsi nilai aspek biologi............................................
96
9
Penentuan keunggulan aspek teknis unit penangkapan ..................
97
10 Standarisasi fungsi nilai aspek teknis .............................................
98
11
Penentuan keunggulan aspek sosial unit penangkapan ..................
99
12 Standarisasi fungsi nilai aspek sosial..............................................
100
13
Penentuan keunggulan aspek kelayakan unit penangkapan............
101
14 Standarisasi fungsi nilai aspek kelayakan.......................................
102
15
Analisis kelayakan NPV, IRR, B/C, ROI, TRO, RTL purse seine ...
103
16
Analisis kelayakan NPV,IRR, B/C, ROI, RTO, RTL gill net...........
104
17
Analisis kelayakan NPV, IRR, B/C, ROI, RTO, RTL pancing tonda
105
18 Produksi hasil tangkapan alat tangkap purse seine, gill net dan pancing tonda di Kabupaten Aceh Jaya 2002-2008.......................
106
DAFTAR ISTILAH Alat tangkap
: Suatu alat yang dilengkapi dengan webbing, tali, pemberat, pelampung, dengan membentuk sautu alat yang dapat menangkap ikan.
Analisis finansial
: Analisis terhadap kegiatan usaha dengan memperhitungkan biaya dan manfaat dalam suatu usaha dengan meggunakan alat ukur NPV, NET B/C dan IRR.
Benefit Cost Ratio
: Perbandingan antara total penerimaan bersih dan total biaya produksi
Biaya investasi
: Biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan suatu kegiatan usaha.
Biaya tetap
: Biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan biaya operasional kegiatan
Biaya Variabel
: Biaya yang besarnya tergantung dari ouput yang akan dihasilkan dalam satu satu tahun yang dinyatakan dalam rupiah.
Catch
: Hasil tangkapan adalah komponen dari ikan yang bertemu dengan alat penangkapan ikan.
Catch per unit effot
: Jumlah hasil tangkapan yang diambil per unit alat tangkap
Fishing power indek: Perbandingan kemampuan tangkap antar alat tangkap selanjutnya dinyatakan dalam bentuk indeks. IRR
: Suatu tingkat discount rate yang menghasilkan net present value.
Net present value
: Selesih antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu.
Overfishing
: Suatu kondisi dimana jumlah ikan yang ditangkap melebihi jumlah ikan yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan dalam suatu daerah tertentu.
Ikan pelagis
: Ikan yang hidup di kolom air bagian atas (permukaan air).
Daerah penangkapan : Suatu daerah/perairan yang terdapat ikan dalam jumlah yang besar dan dapat ditangkap secara terus menerus serta alat tangkap dioperasikan dengan aman. Sumberdaya ikan
: Potensi semua jenis ikan.
Upaya penangkapan : Suatu usaha yang dilakukan dalam rangka menangkap ikan. Purse seine : Suatu alat tangkap berbentuk empat persegi panjang yang terdiri dari jaring, tali, pelampung, pemberat, dan memiliki sayap dan badan dengan pengoprasian dilingkarkan terhadap gerombolan ikan, agar ikan yang tertangkap berada pada lingkaran jaring/terkurung. Perikanan
: Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan, guna memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Penangkapan ikan
: Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudayakan, dengan alat dan cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, menyimpan, mendingikan, menangani, mengolah dan mengawetkan.
Open acces
: Suatu kondisi dimana siapa saja dapat berpatisipasi dalam melakukan penangkapan ikan tanpa harus memiliki sumberdaya perikanan tersebut.
Pengembangan
: Usaha perubahan dari suatu nilai yang kurang kepada sesuatu yang lebih baik; proses yang menuju pada suatu kemajuan.
Kapal perikanan
: Kapal, perahu atau alat apung lainya yang dipergunakan untuk melakukan penagkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan, pengelolaan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan.
RTO
: Retrum of owner yaitu untuk mengetahui net benefit yang diterima oleh pemilik.
RTL
: Retrum of labour yaitu untuk mengetahui penerimaan yang diterima oleh masing-masing ABK pada unit penangkapan ikan.
ROI
: Return of invesment yang digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi dari manfaat yang diterima oleh pemilik.
Gross Tonnage (GT) : Ukuran besarnya kapal secara keseluruhan yang merupakan jumlah isi semua ruang tertutup (volume). Overcapacity : Situasi dimana berlebihnya kapasita input perikanan armada perikanan) yang digunakan untuk menghasilakn ouput (hasil tangkapan pada level tetentu). Fishing master
: orang-orang yang memiliki kemampuan dalam melakukan penangkapan ikan di laut.
1 PENDAHULUAN 1.1
Latar belakang Kabupaten Aceh Jaya merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang terletak sebelah Barat ujung Sumatera yang
memiliki potensi perikanan baik sumberdaya pelagis maupun
demersal, dimana perairan pesisir Kabupaten Aceh Jaya merupakan wilayah yang termasuk ke dalam zona sembilan (9) atau zona Samudera Hindia yang memiliki panjang garis pantai 135 km dengan produksi laut rata-rata 1213,80 ton per/tahun (DKP Aceh Jaya 2004) dengan jumlah nelayan 10.560 serta dengan kemampuan melaut nelayan 15 - 30 mil laut. Dilihat secara giografis daerah penangkapan yang ada di perairan Kabupaten Aceh Jaya memiliki daerah penangkapan ikan demersal maupun ikan pelagis besar yang merupakan perairan yang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia. Pemanfaatan potensi ikan pelagis besar di perairan Kabupaten Aceh Jaya masih banyak tergantung pada teknologi penangkapan ikan tradisional yang diwarisi secara turun temurun. Jenis alat tangkap yang dominan digunakan dalam kegiatan operasi penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya diantaranya adalah pancing tonda, gill net, hand line, purse saine, dan bagan apung, alat penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan dalam kegiatan operasi penangkapan ikan
belum
memberikan hasil tangkapan yang optimal. Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar yang optimal oleh nelayan sangat didukung oleh teknologi alat penangkapan, sarana dan prasarana penangkapan dan sumberdaya manusia di bidang teknologi penangkapan. Pengembangan unit penangkapan sangat dipengaruhi oleh sumbedaya ikan pelagis besar yang ada di suatu perairan. Tujuan utama memilih unit penangkapan ikan dalam rangka pengembangan perikanan tangkap ikan pelagis besar untuk pemberdayaan nelayan di Kabupaten Aceh Jaya diantaranya adalah, pancing tonda, purse saine, dan gill net. Dalam pengoprasian alat tangkap sebagian besar di Kabupaten Aceh Jaya tidak mengunakan alat bantu penangkapan seperti rumpon, jumlah trip dari unit penangkapan yang sangat terbatas, spesifikasi unit penangkapan yang sederhana dan perlengkapan alat penangkapan seadanya, sehingga unit penangkapan yang ada di Kabupaten Aceh Jaya masih tergolong usaha perikanan pantai dimana kegiatan perikanan masih dilakukan
oleh perikanan rakyat dengan menggunakan teknologi penangkapan yang relatif sederhana. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup atau pendapatan nelayan, antara lain dengan meningkatkan produksi hasil tangkapannya. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi tersebut adalah dengan mengusahakan unit penangkapan ikan yang produktif, yakni tinggi dalam jumlah dan nilai hasil tangkapannya serta teknologi penangkapan yang sesuai dengan tujuan penangkapan. Selain itu unit penangkapan tersebut harus efesien dan menggunakan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat serta tidak merusak kelestarian sumberdaya perikanan ( Wisudo et al .1994).
1.2
Perumusan masalah Pengembangan pemanfaatan sumberdaya usaha perikanan tangkap di Kabupaten
Aceh Jaya telah dihadapkan pada masalah besarnya potensi dan kurangnya produktifitas alat tangkap, demikian pula dengan sarana dan prasarana usaha perikanan tangkap di Kabupaten Jaya sangat terbatas sehingga nelayan dalam pengembangan armada maupun pendaratan hasil tangkapan tidak terkonsentrasi pada satu tempat, sehingga hal ini mengakibatkan harga ikan pada daerah tersebut tidak stabil. Disampaing itu pula armada nelayan yang digunakan dalam melakukan penangkapan ikan pelagis besar masih diwarisi penangkapan turun-temurun dengan alat tangkap pancing tonda, dimana ukuran kapal yang sangat kecil serta jenis mesin penggerak kapal yang digunakan bermesin Merine yang berbahan bakar bensin yang membutuhkan biaya bahan bakar yang mahal, serta sumberdaya manusia relatif sangat rendah, hal ini dicirikan oleh tingkat pendidikan dan ketrampilan nelayan yang ada di Kabupaten Aceh Jaya masih berpedoman pada penangkapan yang hanya mengandalkan pada pengalaman. Inplikasi tentang teknologi penangkapan kurang lancarnya adopsi teknologi sampai ke level terbawah (nelayan) sehingga nelayan tidak cepat memanfaatkan teknologi pengembangan penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya berkembang pada unit penangkapan pancing tonda. Berkaitan urairan-uraian di atas, maka masalah-masalah yang dihadapi pada pengembangan usaha perikanan tangkap di wilayah tersebut adalah sebagai berikut: Status sumberdaya ikan pelagis besar yang ada di Kabupaten Jaya dapat di kembangkan dengan unit penangkapan yang sesuai berdasarkan penilaian aspek biologi, teknis, sosial, dan finansial, sehingga sumberdaya perikanan laut yang
tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal serta mampu meningkatkan taraf hidup nelayan. 1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah : 1) Mengetahui status potensi pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya. 2) Mengetahui kondisi multi dimensional unit penangkapan ikan pelagis besar. 3) Mengetahui kelayakan usaha unit penangkapan ikan pelagis besar.
1.4
Manfaat Penelitian 1) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Jaya dalam menentukan kebijakan pengembangan perikanan pelagis besar. 2) Sebagai bahan informasi bagi nelayan dalam pengembangan usaha penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya. 3) Memberikan informasi tentang teknologi penangkapan ikan dan sumberdaya ikan pelagis besar dengan alat bantu penangkapan rumpon di Kabupaten Aceh Jaya.
1.5
Hipotesis Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya masih belum optimal.
1.6
Kerangka Pemikiran Potensi perikanan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya merupakan
sumberdaya ikan
yang belum dimanfaatkan secara optimal, hasil tangapan ikan
pelagis besar tersebut ditandai oleh meningkatnya hasil tangkapan yang didaratkan di TPI Kabupaten Aceh Jaya, tetapi dalam pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya terdapat beberapa kendala-kendala dalam pengembangan teknologi dalam memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis besar diantaranya alat tangkap yang digunakan masih tergolong tradisional, minimnya informasi nelayan tentang sumberdaya ikan pelagis besar maupun sarana dan prasarana yang ada di Kabupaten Aceh Jaya masih sangat terbatas. Untuk meningkatkan sumberdaya ikan pelagis besar maupun pengembangan teknologi penangkapan diperlukan pengkajian-
pengkajian terhadap beberapa aspek seperti aspek biologi, aspek teknis, aspek sosial serta kelayakan usaha, sehingga kajian tersebut diatas dapat dijadikan sebagai acuan untuk merekomendasikan pengembangan perikanan tangkap ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya, baik alat tangkap yang dikembangkan, teknologi penangkapan serta peningkatkan kesejahtraan nelayan, kebutuhan pangan, pendapatan daerah serta langkah-langkah untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya. Rangkaian kerangka pemikiran tersebut dapat dikemukakan secara skematis seperti pada Gambar 1. PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR
Potensi Perikanan Ikan Pelagis Besar Di Aceh Jaya
Introduksi Teknologi Tepat Guna
Kendala Pengembangan Ikan Pelagis Besar Di Aceh Jaya
UNIT PENANGKAPAN - Purse seine - Pancing Tonda - Gill Net
Kondisi multi dimensi/aspek: - Aspek Biologi - Aspek Teknis - Aspek Sosial K l k U h
Rekomendasi Pengembangan Perikanan Tangkap ikan Pelagis Besar di Aceh Jaya
Gambar 1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumberdaya Perikanan Laut Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya alam yang didukung oleh sumberdaya manusia, modal, teknologi dan informasi
yang mencakup seluruh
potensi laut maupun di perairan daratan yang dapat didayagunakan untuk kegiatan usaha perikanan ( Setyohadi 1997). Pengelolaan sumberdaya perikanan laut dihadapkan pada tantangan yang timbul
karena
faktor-faktor
yang
menyangkut
perkembangan
penduduk,
perkembangan sumberdaya dan lingkungan, Perkembangan, teknologi dan ruang lingkup internasional. Sumberdaya perikanan laut termasuk pada kriteria sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun demikian pemanfaatan sumberdaya ini harus tetap rasional untuk menjaga kesinambungan produksi dan kelestarian sumberdaya. Sumberdaya hayati laut yang sudah dimanfaatkan meliputi ikan (Species), kelompok udang (Crustacea), binatang berkulit lunak (mollusca) dan rumput laut. Sebagai suatu negara yang terletak di daerah tropis, Indonesia tergolong dalam perikanan multi species. Sumberdaya perikanan dikelompokkan menjadi kelompok sumberdaya perikanan demersal dan pelagis (Direktorat Jendral Perikanan 1997). Menurut Naamin (1987) secara umum sumberdaya hayati laut dapat dikelompokkan kedalam 4 kelompok yakni : (1) Sumberdaya ikan demersal, yaitu jenis ikan hidup di atau dekat perairan (2) Sumberdaya pelagis kecil, yaitu jenis ikan yang berada di sekitar permukaan. (3) Sumberdaya ikan pelagis besar, yaitu jenis ikan oseanik yang beruaya sangat jauh (tuna dan cakalang) dan. (4) Sumberdaya udang dan biota laut non ikan lainnya. Pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Indonesia belum optimal, dimana tingkat pemanfaatan untuk ikan-ikan pelagis kecil baru sekitar 35%. ikan demersal baru dimanfaatkan 27%, sedangkan untuk cakalang sekitar 51% dan tuna 54%. Tingkat pemanfaatan udang dikatagorikan cukup tinggi yaitu sekitar 79% yang telah dimanfaatkan, semantara untuk jenis sumberdaya cumi-cumi dan sotong sekitar 37% yang telah dimanfaatkan (Ayodhyoa 1995).
FAO (1992) melaporkan bahwa potensi sumberdaya perikanan laut Indonesia adalah sebesar 5.649.600 ton dengan kondisi terbesar dari jenis ikan pelagis (small pelagic) yaitu sebesar 4.041.800 ton atau 18,30% dan perikanan skipjack sebesar 295.000 ton (5,22%). Berikut potensi sumberdaya perikanan laut menurut jenis ikan dan kawasan perairan Indonesia. Tabel 1 Estimasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar No
Wilayah
1 Selat malaka 2 Laut Cina selatan 3 Laut Jawa 4 Selat makasar dan laut Flores 5 Laut Banda 6 selat seram dan laut tomini 7 Laut sulawesi dan Samudra 8 Pasifk 9 Laut Arafuru Samudra hindia 10 Perairan Indonesia Sumber: Widodo (2001)
Potensi 10 ton/tah 27,26 66,08 55,00 193,60 104,12 106,5 175,26 50,86 386,26 1,165,2
Produksi 10 ton/tahun 35,27 35,16 137,82 85,10 29,10 37,46 153,43 34,55 188,28 736,17
Pemanfaatan % > 100 53,21 > 100 43,96 27,95 35,17 87,54 67,93 48,74 63,17
Sumberdaya ikan yang didaratkan nelayan di kabupaten Aceh Jaya cukup beragam. Namun dari sekian banyak ikan yang di daratkan tersebut, terdapat enam jenis ikan utama yang didaratkan seperti kembung (Rastrelliger spp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Euthynnus affinis), layang (Decaptrus spp), selar (Selaroides spp), tuna (Thunnus albacares), tenggiri (Scomberomorus commerson). Mata Merah (Caranx sexfasciatus), Sunglir (Elagitis bipinnulatus). Jenis - jenis ikan pelagis besar yang dominan tertangkap dan bernilai ekonomis penting di Kabupaten Aceh Jaya adalah madidihang (Thunnus albacares), cakalang (Katsuwonus pelamis), dan tongkol (Euthynnus affinis).
2.1.1 Klasifikasi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sebagi berikut Phylum : Chordata Sub phylu : Vertebrata Kelas :Teleostemi Sub kelas : Acctinopterygii Ordo : Perciformes Sub ordo : Scombroidei Family : Scombridae Sub famili : Scombrinae Tribe : Thunnini Genus : Katsuwonus Species : Pelamis
Sumber: Saanin 1984
Gambar 2 Morfologi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis).
Tubuh cakalang berbentuk terpedo (fusifom), memanjang dan bulat, memilki tapis insang (gill raker) 53-62 buah. Terdapat dua sirip dorsal yang terpisah, sirip yang pertama mempunyai 14-16 jari-jari keras sedangkan sirip kedua diikuti oleh 7-8 finle. Sirip dada pendek dan pada sirip perut diikuti oleh 7-8 finlet dan terdapat rigirigi yang lebih kecil pada masing-masing sisi dan sirip ekor. Ciri lain cakalang pada bagian punggung berwarna biru agak violet hingga dada, sedangkan perut berwarna keputihan hingga kuning muda terdapat 4-9 garis-garis berwarna hitam yang memanjang pada bagian samping badan mempunyai 12-16 duri lemah pada sirip punggung kedua, serta mempunyai 7-9 finlet pada bagian perut. Sebaran geografis ikan cakalang terutama pada perairan tropis dan perairan panas di daerah lintang sedang. Potensi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) di Indonesia sebagian besar terdapat di perairan kawasan Timur Indonesia antara lain perairan Sulawesi utara, Halmahera, Maluku dan Irian Jaya serta sebagian kecil di bagian barat yaitu di perairan Selatan Jawa Barat, Sumatra Barat dan Aceh (Monintja et al. 2001).
2.1.2 Klasifikasi ikan madidihang (Thunnus albacares) Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Subkelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Famili : Scombridae Sub Famili : Thunnidae Genus : Thunus Species : Thunnus albacares
Sumber: Saanin 1984
Gambar 3 Morfologi ikan madidihang (Thunnus albacares). Tubuh madidihang (Thunnus albacares) berbentuk terpedo (fusiform), memiliki tapis insang (gill raker) 27-23 buah, serta terdapat dua sirip punggung yang terpisah. Pada madidihang yang dewasa, sirip punggung kedua sangat panjang dan hampir mencapai sirip ekor. Sirip punggung kedua, sirip ekor dan finlet berwarna cerah dan pinggiran finlet berwarna hitam.
2.1.3 Klasifikasi ikanTongkol (Euthynnus spp, Auxis thazard) sebagai berikut: Phylum : Chordata Subphylum : Vertebarta Kelas : Pisces Subkelas : Teleoitei Ordo : Percomorphi Famili : Scombridae Suku :Thunnini Genus : Auxis , Euthynus Speciec : Euthinnus affinis
Sumber: Saanin 1984
Gambar 4 Morfologi ikan tongkol (Euthynnus affinis).
Ciri-ciri morfologi tongkol adalah mempunyai bentuk badan fusiform dan memanjang. Panjang badan kurang lebih 3,4-3,6 kali panjang kepala dan 3,5-4 kali tinggi badanya. Panjang kepala kurang lebih 5,7-6 kali diameter mata. Kedua rahang mempunyai satu seri gigi berbentuk kerucut. Sisik hanya terdapat pada bagian korselet, garis rusuk (linea literalis) hampir lurus dan lengkap, Sirip dada pendek, kurang lebih hampir sama panjang dengan bagian kepala di belakang mata. Jari-jari keras pada sirip punggung pertama kurang lebih sama panjang dengan bagian kepala belakang mata., kemudian diikuti dengan jari-jari keras sebanyak 15 buah. Sirip punggung kedua lebih kecil dan lebih pendek dari sirip punggung pertama. Permulaan sirip dubur terletak hampir di akhir sirip punggung kedua dan bentukya sama dengan sirip punggung pertama. Sirip punggung pendek dan panjangnya kurang lebih sama dengan panjang antara hidung dan mata. Bagian punggung berwarna kelam, sedangkan bagian sisi dan perut berwarna keperak-perakan. Di bagian punggung terdapat garis-garis miring kebelakang yang berwarna kehitam-hitaman. Perbedaan yang dominan antara Eeuthynnus dan Auxis terletak pada jarak antara sirip punggung pertama dan kedua, serta keberadaan bintik hitam dibawah korsele. Sirip punggung pertama dan kedua pada Euthynnus saling berdekatan, kurag lebih sama dengan diameter mata dan pada bagian bawah korselet terdapat bintik hitam berjumlah atau dua lebih. Auxis mempunyai sirip punggung pertama dan kedua terpisah jauh, kerang lebih sepanjang dasar sirip punggung pertama serta tidak terdapat bintik hitam di bawah korselet (Collete and Nauen 1983). Tongkol termasuk jenis epipelagis, neuritik dan aseanik pada perairan yang hangat dan biasa bergerombol. Stadium larva dari Auxis mempunyai kemampuan toleran terhadap kisaran suhu yang luas yaitu 21,6-30,5. Ikan dewasa hidup pada kisaran suhu untuk habitat Euthynnus affinis antara 18-29 C° dan biasanya bergerombol sesuai dengan ukuran, misalnya Thunnus albacore muda, cakalang, Auxis. Densitas gerombolan berkisar antara 100 sampai lebih dari 5.000 ekor ikan. Penyebaran Auxis sangat luas, meliputi perairan tropis dan subtropis, termasuk Samudera pasifik, Hindia dan Atlantik, Laut Mediterania dan laut hitam. Euthynnus affinis berpopulasi di perairan pantai dan dapat ditemukan di perairan tropis dan subtropis di laut Hindia dan juga disepanjang negara-negara pantai dari Afrika Selatan sampai ke Indonesia.
2.2
Pengembangan Perikanan Tangkap Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari
suatu dinilai yang kurang kepada sesuatu yang dinilai lebih baik. Manurung et al. (1998) memberikan pengertian tentang pengembangan sebagai suatu proses yang membawa suatu peningkatan kemampuan penduduk (khususnya pedesaan) mengenai lingkungan sosial yang disertai dengan meningkatnya taraf hidup mereka sebagai akibat dari penguasaan mereka. Dengan demikian, pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan. Di Indonesia untuk dapat mencapai kemajuan dalam usaha meningkatkan kesejahtraan masyarakat ditempuh melalui pembangunan. Dalam rangka pembangunan, segala kegiatan harus ditumpahkan demi pembaharuan sosial serta pertumbuhan ekonomi, yang kedua harus berjalan serasi dan seirama (Mubyanto 1996). Pembangunan dalam pengetian terus menerus membentuk atau mendirikan tidak lain adalah demi pertumbuhan ekonomi. Makin cepat pertumbuhan ekonomi makin cepat pula peningkatan kesejahtraan masyarakat. Sandi (1997), mengemukakan bahwa tujuan dari pembangunan dimana saja adalah membuka jalan bagi kemakmuran masyarakat. Di Indonesia tujuan itu dicapai dengan jalan membangun manusia Indonesia seutuhnya. Artinya manusia yang makmur, itu mestinya adalah manusia yang kehidupan lahiriah dan rohaniahnya seimbang. Pembangunan perikanan merupakan suatu proses atau usaha kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi dibidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik (Bahari 1998). Seleksi teknologi menurut Haluan dan Nurani (1993), dapat dilakukan melalui pengkajian-pengkajian aspek, bio-technico-socio-economic-approach, oleh itu ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh suatu jenis teknologi penangkapan ikan yang akan dikembangkan, yaitu: (1) bila ditinjau dari segi biologi tidak merusak dan mengganggu kelestarian sumbedaya, (2) Secara teknis efektif digunakan, (3) dari segi sosial dapat diterima oleh masyarakat nelayan. dan (4) Secara ekonomis teknologi tersebut bersifat menguntungkan. Suatu aspek tambahan yang tidak dapat diabaikan yaitu adanya izin dari pemerintah (kebijakan dan peraturan pemerintah). Apabila pengembangan perikanan disuatu wilayah perairan ditekankan pada perluasan kesempatan tenaga kerja, teknologi yang perlu dikembangkan adalah jenis unit penangkapan yang relatif dapat menyerap tenaga kerja, dengan pendapatan pernelayan memadai. Selanjutnya menurut Monintja (1987), dalam kaitannya dengan
penyediaan protein untuk masyarakat Indonesia, maka dipilih unit penangkapan ikan yang memiliki produktifitas unit serta produktifitas nelayan pertahun yang tinggi, namun
masih
dapat
dipertanngungjawabkan
secara
biologi
dan
ekonomi.
Pengembangan jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia perlu diarahkan agar dapat menunjang tujuan-tujuan pembangunan umum perikanan, apabila hal ini dapat disepakati, maka syarat-syarat pengembangan teknologi penangkapan ikan di Indonesia haruslah dapat: (1) Menyediakan kesempatan kerja yang banyak. (2) Menjamin pendapatan yang memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan. (3) Menjamin jumlah produksi yang tinggi untuk menyediakan protein bagi kebutuhan masyarakat. (4) Mendapat jenis ikan komoditi ekspor atau jenis ikan yang biasa diekspor. (5) Tidak merusak kelestarian sumberdaya ikan. Penerapan teknologi baru tidak begitu mudah karna dipengaruhi oleh beberapa faktor. Para petani kadang-kadang lambat dalam mengadopsi teknologi baru karena beberapa alasan, yaitu merasa segan untuk mengambil resiko dengan modal mereka sangat terbatas. Alasan utama mengapa para petani/nelayan berprilaku tetap pada cara-cara yang lama (Subsistance) dalam lingkungan ekonomi tertentu karena mereka sangat mempertimbangkan adanya resiko dan ketidakpastian (Risk and uncertainity). Selanjutnya dikatakan bahwa petani/nelayan tersebut berangapan bahwa keuntungan yang akan
mereka peroleh dari penggunaan teknologi baru, seperti menanam
tanaman jenis baru dan sebagainya, dalam kenyataanya akan lebih rendah dari pada yang dapat dicapai apabila teknlogi baru dalam usaha peningkatan produksi dapat memakan waktu yang lama (Mubyanto 1996). Saefuddin (1994) yang diacu dalam Ihsan (2000) mengatakan bahwa, agar produsen dapat dirangsang dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan produksi, maka rasio ouput - input hendaknya menguntungkan nelayan. Besar kecilnya keuntungan yang diterima produsen akan dipengaruhi oleh tingkat penerimaan dan biaya produksi yang digambarkan oleh keadaan harga input, harga output dan teknologi yang tersedia. Peningkatan pendapatan petani selain ditentukan oleh usaha-usaha peningkatan produksi, juga ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti harga dan lembaga tataniaga. Makin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyaluran sesuatu barang,
maka makin rendah tingkat harga yang diterima oleh produsen (Paul dan Jones 1993). Intensifikasi untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan, pada dasarnya adalah penerapan teknologi modern pada sarana dan teknik - teknik yang dipakai, termasuk alat penangkapan ikan, perahu atau kapal dan alat bantu lainnya yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing di wilayah setempat. Namun tidak semua modernisasi dapat menghasilkan peningkatan produksi dan menghasilkan pendapatan bersih (net incame) nelayan. Oleh karena itu, introduksi teknik-teknik penangkapan ikan yang baru harus didahului dengan penelitian dan percobaan secara intensif dengan hasil yang menyakinkan (Wisudo et al. 1994). Upaya pengolahan dan pengembangan perikanan laut di masa mendatang memang terasa lebih berat sejalan dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Tetapi dengan pemamfaatan iptek itu pula kita diharapkan akan mampu dapat mengatasi keterbatasan smberdaya melalui suatu langkah yang rasional untuk mendapatkan manfaat yang optimal dan berkelanjutan. Langkah pengelolaan dan pengembangan tersebut juga harus mempertimbangkan aspek biologi, teknis, sosial, budaya dan ekonimi (Barus et al. 1991). Djamali
dan
Burhanuddin
(1995)
mengatakan
bahwa
keberhasilan
pembangunan perikanan, perlu didukung oleh suatu perencanaan pembangunan yang lebih didasari atas data dan informasi yang menyeluruh termasuk sumberdaya perikanannya, maupun aspek sosial dan ekonominya. Pengkajian perlu dilakukan secara berkesinambungan, agar data dan informasi yang muktahir dapat selalu tersedia, untuk kemudian di pergunakan sebagai dasar pertimbangan kebijakan dalam rangka pengembangan perikanan. Selanjutnya menurut Djamli dan Burhanuddin (1995) dalam Baruadi (2004) bahwa hal yang dipertimbangkan dalam rencana pengembangan perikanan tangkap adalah : 1) Musim penangkapan ikan yang berbeda sepanjang tahun. 2) Adanya beberapa jenis usaha perikanan tangkap yang dikombinasikan dengan alat tangkap lain. 3) Adanya tingkat teknologi yang sudah tertentu untuk setiap jenis usaha perikanan tangkap. 4) Adanya beberapa aktivitas yang dilakukan dalam usaha penangkapan ikan.
5) Adanya harga korbanan dan harga hasil tangkapan dari setiap jenis hasil perikanan tangkap. 6) Terbatasnya trip penangkapan ikan yang dapat dilakukan setiap tahun. 7) Terbatasnya kemampuan nelayan untuk membiayai usaha penangkapan dan melakukan investasi dalam unit perikanan tangkap. 8) Terbatasnya tenaga kerja yang mengoperasikan unit penangkapan. Hartati (1996) menyatakan bahwa jenis teknologi penangkapan ikan yang dapat memenuhi semua kriteria diatas pada suatu daerah perikanan, perlu dilakukan penelitian terhadap unit-unit penangkapan ikan yang ada di daerah tersebut. Selain agar diperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, juga untuk pembangunan dan pengembangan perikanan di masa mendatang. Martono (1998) menyatakan bahwa para nelayan di Indonesia belum dapat memanfaatkan sumberdaya laut dengan benar karena terbentur pada kualitas sumberdaya manusia (SDM) dan teknologi. Selanjutnya dinyatakan bahwa untuk dapat memiliki SDM dibidang kelautan yang handal memang membutuhkan waktu dan kemauan, karena semua pihak diharapkan ikut berperan serta. Nuitja (1998) menyatakan bahwa pengetahuan yang tergolong rendah membuat para
nelayan
kurang memiliki daya nalar yang menyerapkan teknologi inofasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) kelautan, ditambah lagi dengan keterbatasan modal usaha yang membuat para nelayan terus terbelit dengan kemiskinan. Selanjutnya menilai bahwa peran dibidang pendidikan sangat penting artinya bagi stimulasi daya nalar para nelayan, karena perikanan tidak hanya menuntut kemauaan dan ketahanan fisik tetapi kemampuan penggunaan teknologi peralatan yang canggih untuk setiap kapal perikanan. Oleh karena itu dua masalah ini merupakan kendala utama yang sering di hadapi dalam usaha pengembangan alat penangkapan ikan di Indonesia. Pengembangan produksi atau pemamfaatan sumberdaya perikanan di masa mendatang,
langkah-langkah
yang
harus
dikaji
dan
kemudian
diusahakan
pelaksanaanya adalah: (1) Pengembangan, (2) Pengembangan agroindustri, pemasaran dan permodalan di bidang perikanan, (3) Pengembangan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluhan perikanan, dan (4) Pengembangan sistem informasi menajamen perikanan (Departemen Kelautan dan perikanan 2002). Pembangunan perikanan juga tidak dapat dipacu terus tanpa melihat batas kemampuan sumberdaya yang ada ataupun daya dukungnya. Pada perikanan yang
telah berkembang pesat upaya pengendalian sangat diperlukan upaya ini bahkan lebih berharga dari perhitungan potensi itu sendiri. Kalau hal ini dilaksanakan, maka telah menerapkan pembangunan perikanan yang berkelanjutan, sehingga kelestarian sumberdaya dan kegiatan perikanan dapat dijamin keberadaannya (Martusubroto, Naamin dan Malik 1991).
2.3 Usaha Perikanan Tangkap Perikanan tangkap adalah suatu kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan hewan atau tanaman yang hidup di laut atau perairan umum. Usaha perikanan adalah semua usaha
perorangan atau badan hukum untuk
menangkap atau membudidayakan ikan termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial atau mendapatkan laba dari kegiatan yang dilakukan. Menurut Monintja (1994), bahwa usaha perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan ikan meliputi pengumpulan hewan atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan umum. Definisi tersebut secara jelas menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan yang dimaksud adalah memperoleh nilai tambah lainnya seperti penyerapan tenaga kerja, pemenuhan terhadap protein hewani, devisa atau pendapatan negara. Panayotou (1992) dalam Charles (2000) mengkasifikasikan perikanan di dunia ini menjadi 2 (dua) kelas, yaitu skala kecil atau perikanan tradisional dan perikanan skala besar atau perikanan industri. Dikemukakan pula bahwa sebenarnya tidak ada definisi yang standar atas perikanan skala kecil dan skala besar dapat diilakukan dengan melihat teknologi yang digunakan, tingkat modal, tenaga kerja yang digunakan dan kepemilikan. Usaha perikanan dapat dibagi kedalam perikanan industri, artisanal dan subsistem. Perikanan artisanal dan telah berorientasi komersial, sedangkan perikanan subtansial hanya untuk konsumsi sendiri atau kadang-kadang menukarkan ikan dengan keperluan lain secara barter (Kesteven yang diacu Haluan 1996). Smith (1982) yang diacu dalam Haluan (1996) menyimpulkan bahwa usaha penangkapan ikan tradisonal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Unit penangkapan ikan dengan skala kecil yang sering kali terdiri dari kelompok keluarga nelayan yang menggunakan perahu atau tanpa motor penggerak. 2) kegiatan sering kali tida tetap atau musiman dan kebutuhan rumah tangga dapat dipenuhi dengan
usaha di bidang lain. 3) penghasilan dan pendapatan nelayan didasarkan atas sistem dasar bagi hasil. 4) juragan atau nelayan pemilik kapal dan alat penangkapan ikan seringkali ikut operasi penangkapan ikan. 5) bahan alat penangkapan ikan mungkin sudah dibuat oleh mesin di pabrik seperti nilon, tetapi desain dan penyambungan bagian-bagiannya masih dilakukan oleh nelayan sendiri dan pada waktu setting maupun haulling pada umumnya tidak dibantu oleh tenaga mesin. 6) tingkat investasi masih rendah dan sistem ijon masih berlaku. 7) hasil tangkapan per unit penangkapan ikan dan produktifitas per nelayan berada ditingkat menengah sampai sangat rendah. 8) hasil tangkapan belum semua dijual di TPI. 9) sebagian atau kadang-kadang seluruh hasil tangkapan ikan dikonsumsi sendiri oleh keluarga nelayan. 10) perkampungan nelayan tradisional agak terisolasi dan tingkat hidup nelayan tradisional masih sangat tergolong rendah. Adapun beberapa aspek kriteria pengembangan alat tangkap menuju perikanan berkelanjutan adalah aspek boilogi, teknis, sosial, dan kelayakan usaha. 1) Analisis aspek biologi: Parameter biologi yang menjadi kajian terhadap potensi sumberdaya ikan adalah penggunaan ukuran mata jaring, jumlah ikan yang layak tertangkap, komposisi hasil tangkapan dan cara pengoprasian alat tangkap.
2) Analisis aspek teknis (kapal/perahu dan alat penangkapan ikan) : Parameter teknis penting untuk diketahui karena menyangkut masalah produksi unit penangkapan ikan yang dioperasikan. Parameter tersebut digunakan untuk melihat kemampuan suatu alat tangkap dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan yang optimal dan berkelanjutan. 3) Analisis aspek sosial yakni berkaitan dengan tenaga kerja yang diserap setiap unit pengkapan ikan antara jumlah tenaga kerja per unit penangkapan ikan dan pendapatan nelayan per unit penangkapan ikan, dan untuk melihat alat tangkap tersebut dapat diterima oleh nelayan setempat berdasarkan kriteria alat tangkap tersebut. 4). Analisis aspek finansial dapat dijabarkan menjadi aspek ekonomi dan finansial. Aspek ekonomi meliputi : pendapatan kotor pertahun, pendapatan kotor per trip, pendapatan kotor per tenaga kerja, dan pendapatan kotor per tenaga penggerak. Sehingga alat tangkap yang digunakan atau dioperasikan tersebut dapat diteruskan dan layak digunakan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.
Usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan tersebut hanya dapat dilakukan oleh teknologi tepat guna. Teknologi tepat guna dapat dilakukan dengan mengembangkan jenis alat tangkap ikan yang mempunyai keragaman yang baik di tinjau dari beberapa aspek diantaranya adalah aspek biologi, teknis, sosial, dan finansial, sehingga alat tangkap yang digunakan dalam usaha perikanan tangkap dapat dikembangkan dan bertanggung jawab berdasarkan kriteria diatas serta alat tangkap tersebut dapat diterima oleh nelayan setempat dilihat dari cara pengoprasian alat tangkap, jenis ikan yang tertangkap, dan penggunaan mata jaring, sehingga diharapkan sumberdaya perikanan dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Definisi teknologi tepat guna (TTG) berdasarkan Undang-Undang nomor 5 tahun 1984 tentang perindustrian adalah teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah. Hal ini berarti bahwa teknologi yang diciptakan dapat meningkatkan taraf hidup manusia sebagai pengguna teknologi.
2.4
Kelayakan Usaha Perikanan Tangkap Menurut Kadriah (1988) bagi para pengambil keputusan, yang penting adalah
mengarahkan penggunaan sumber–sumber langka kepada proyek yang memberikan hasil yang paling banyak untuk perekonomian secara keseluruhan yaitu yang menghasilkan sosial return atau economic returns yang paling tinggi. Dalam analisis proyek ada beberapa kriteria yang sering di gunakan untuk menentukan layak atau tidak layaknya suatu usulan proyek. Dalam semua kriteria itu baik manfaat (benefit) maupun biaya dinyatakan dalam nilai sekarangnya (Present Value). Beberapa kriteria tersebut adalah: Net benefit – Cost Rasio(Net B/C), Net Present Value (NPV), IRR, ROI, RTO, dan RTL. Yang di maksud dengan Net B/C Ratio adalah perbandingan antara Persent value dari Net benefit yang positif dengan Persent value dari Net benefit yang negatif (net cost). Metode dapat di rumuskan sebagai berikut : Jika net B/C ratio > 1, Maka proyek di anggap layak untuk dilanjutkan Jika net B/C ratio < 1, Maka proyek dianggap tidak layak untuk dilanjutkan. Net Present Value adalah merupakan selisih antara present value dari benefit dan present value dari cost. Dimana nilai B dan C adalah nilai B dan C yang telah di discount. Untuk menetukan ratio - ratio atau net persent value tersebut diatas harus ditetapkan lebih dahulu discount rate yang akan digunakan untuk menghitung present
value dari benefit maupun biaya. B/C ratio < 1, maka hal ini berarti bahwa proyek tersebut tidak menguntungan atau net present value lebih besar dari 0 (positif). Internal Rate of Renturn adalah merupakan discount rate yang dapat membuat NPV proyek sama dengan nol (0), atau yang dapat membuat B/C ratio sama dengan 1. Dalam perhitungan IRR ini di asumsikan bahwa setiap benefit neto tahunan secara otomatis di tanam kembali dalam tahun berikutnya dan merupakan rate of return yang sama dengan investasi sebelumnya (Kadriah 1988). Selain analisis tersebut di atas, terdapat kriteria tambahan untuk mengukur kalayakan usaha yaitu break even point digunakan untuk menentukan usaha tersebut mengalami untung atau rugi. RTO dan RTL Untuk mencari keuntungan Pemilik dan buruh kerja. RTO (Returm of Owner) yaitu mengetahui untuk menyatakan Net benefit yang diterima oleh pemilik. RTO = Penerimaan – Total biaya. RTL (Returm of Labaor) yaitu untuk mengetahui penerimaan yang diterima Oleh masing-masing ABK pada usaha perikanan. RTL = w (Penerimaan – Biaya – Operasiaonal
∑ abk 2. 5 Pengaruh Kegiatan Perikanan Tangkap terhadap Lingkungan Penggunaan teknik atau alat tangkap untuk menangkap ikan yang bersifat merusak sumberdaya hayati laut, bukan saja merusak biota ikan yang menjadi sasaran namun juga mempengaruhi komponen ekosistem lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sumberdaya ikan dan biota laut lainnya merupakan sumberdaya yang dapat pulih (reversible), tidak berarti pengelolaan dan pemafaatan sumberdaya tersebut dapat dilakukan secara ilegal dengan tidak memperhatikan kelestariannya. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi penangkapan ikan yang begitu pesat serta dorongan dan tuntutan hidup yang semakin besar, maka sumberdaya hayati laut makin menjadi sasaran dari tekanan-tekanan ekploitasi penangkapan yang semakin kuat, hal ini akan merupakan ancaman serius dan berdampak sangat buruk terhadap kehidupan biologis dan kelestarian sumberdaya.
Dahuri (1998) menyatakan bahwa masalah ini yang berhubungan dengan teknik penangkapan ikan yang menyebabkan terganggungya kelestarian sumberdaya hayati pesisir dan laut adalah pelanggaran terhadap peraturan mengenai waktu, ukuran dan jenis ikan yang ditangkap, serta penggunaan alat tangkap yang tidak sesuai. Penangkapan ikan pada waktu dan ukuran ikan yang tidak tepat berarti menghambat regenerasi sumberdaya ikan. Jenis-jenis ikan yang tergolong langka, seperti napoleon masih banyak ditangkap secara ilegal. Jadi permasalahannya perlu pelaksanaan pengawasan dari peraturan yang berlaku serta penyuluhan kepada masyarakat nelayan tentang penyelamatan sumberdaya laut.
3 METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di pesisir Kabupaten Aceh Jaya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 sampai Oktober 2008. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 5. PETA PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH JAYA
Lokasi sampel
Lokasi Penelitian
Gambar 5 Peta lokasi penelitian.
3.2
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survei. Penelitian survei adalah
penelitian yang bertujuan untuk mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, dari suatu kelompok atau daerah. Pada penelitian ini dilakukan yaitu mencari metode-metode penangkapan yang digunakan oleh masyarakat terhadap alat tangkap pelagis besar yang berkembang di Kabupaten Aceh Jaya baik secara biologi, sosial, teknis, dan kelayakan usaha, sehingga hasil tersebut digunakan dalam pengambilan keputusan. Perikanan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya dilihat sumberdaya ikan yang ada belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh nelayan setempat, baik dilihat dari alat tangkap yang digunakan, kemampuan teknologi nelayan, kapal yang digunakan, maupun kemampuan nelayan dalam melaut masih belum optimal dalam mencari daerah penangkapan. Untuk mengkaji pemanfaatan sumberdaya pelagis besar di Aceh Jaya diperlukan pengkajian terhadap beberapa alat tangkap diantaranya adalah seperti pancing tonda, gill net, purse seine. Dalam penelitian Pengembangan Teknologi Penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya tersebut akan dilihat beberapa aspek yang dapat menjadi pertimbangan dalam pengembangan suatu alat tangkap pelagis besar di antaranya adalah aspek biologi, aspek teknis, kelayakan usaha, aspek sosial, dimana aspek biologi dengan menglihat MSY dengan analisis Shaefer, aspek teknis melihat bentuk maupun klasifikasi dari alat tangkap, kapal, nelayan, kelayakan usaha, aspek sosial, masalah konflik, maupun kepemilikan dari alat tangkap yang digunakan. Untuk mendapat suatu alat tangkap yang dapat dikembangkan pada suatu wilayah maka dilakukan skoring untuk unit penangkapan unggulan, sehingga dari anialisis tersebut mendapat teknologi tepat guna terhadap pelagis besar, sehingga direkomendasikan suatu startegi pengembangan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya. Diagram alir penelitian pengembangan teknologi penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya disajikan pada Gambar 6.
PERIKANAN PELAGIS BESAR DI ACEH JAYA
UNIT PENANGKAPAN - Pancing Tonda - Gill Net - Purse Seine
Aspek Teknis : - Alat Tangkap - Kapal - Nelayan
Aspek Biologi : - Hasil tangkapan - Komposisi - Musim
MSY
Aspek sosial
Aspek kelayakan
- Biaya investasi - Pendapatan kotor/trip - Biaya operasional - Pendapatan kotor/thn
Analisis Schaefer
- Konflik -Kepemilikan Alat Tangkap -Jumlah nelayan yang terserap - Unit PI yg diterima oleh nelayan
Metode Skoring
Tekonologi tepat guna pelagis besar
Rekomendasi pengembangan perikanan pelagis besar yang layak dikembangkan (Net B/C Rasio, NPV, IRR, ,ROI, RTO,RTL)
Gambar 6 Diagram alir Penelitian.
3.3
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi langsung
ke lokasi penelitian. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan nelayan dan pengamatan langsung terhadap unit penangkapan ikan di lapangan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun sesuai dengan keperluan analisis dan tujuan penelitian seperti: identifikasi kapal, alat tangkap, mesin kapal, daerah penangkapan, hasil tangkapan, musim ikan, biaya operasi, dan pendapatan. Data sekunder berupa produksi ikan tahunan (time series data) dan gambaran umum perikanan Kabupaten Aceh Jaya dan data penduduk nelayan yang diperoleh
dari Dinas perikanan dan kelautan Kabupaten Aceh Jaya, kantor statistik kabupaten Aceh Jaya serta instansi yang ada kaitanya dengan objek penelitian serta berbagai tulisan melalui penelusuran pustaka yang mendukung dalam penulisan tesis. Mengingat keterbatasan waktu dan permasalahan data yan ada dilapangan maka jumlah sampel yang akan diamati dibatasi sekurang-kurangnya 5-10 % dari unit populasi dari setiap unit penangkapan ikan yang ada di lokasi penelitian, yaitu dengan cara memastikan diperolehnya sejumlah sampel yang mewakili populasi yang akan diteliti (Mangkusubroto dan Trisnadi 1985). Pengumpulan data untuk masing-masing aspek kajian (aspek biologi, teknis, sosial dan kelayakan usaha) disajikan pada Tabel 2. 3.3.1 Pengumpulan Aspek Biologi Pengumpulan data aspek biologi pada penelitian ini difokuskan terhadap sumberdaya ikan sebagai salah satu sampel penelitian. Adapun beberapa ruang lingkup aspek biologi yang dikumpulkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabael 2 Pengukuran aspek biologi yang dikumpulkan terhadap sumberdaya ikan No Parameter biologi 1 Komposisi jenis hasil tangkapan 2 Tingkat pemanfaatan 3 Musim ikan 4 Musim penangkapan 5 Ukuran ikan yang tertangkap
Uraian Jenis-jenis hail tangkapanikan, berupa Jenis ikan yang menjadi target specie dan jenis hasil tangkapan Status pemanfaatn sumberdaya ikan yang diperoleh dengan membandingkan potensi lestari dengan produksi lestari Waktu ikan tertangkap oleh nelayan Waktu nelayan melakukan operasi penangkapan ikan ukuran panjang ikan yang tertangkap dengan alat tangkap
3.3.2 Pengumpulan Aspek Teknis Pengumpulan parameter teknis dilakukan pada kapal/perahu dan alat penangkapan ikan. Beberapa parameter teknis yang dikumpulkan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Pendataan parameter teknis pada kapal/perahu dan alat penangkapan ikan No
Parameter teknis
1 Ukuran kapal
2 Jenis mesin
3
Jenis BBM yang Digunakan
4 Ukuran alat Penangkapan ikan 5 Material alat Penangkapan ikan 6 Produksi pertahun 7
Produksi per trip
Uraian Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui panjang lebar, dan tinggi kapal yang digunakan oleh nelayan tentunya berkaitan dengan GT, jangkauan daerah penangkapan ikan ikan serta kapasitas produksi Perbedaan mesin yang digunakan oleh nelayan sebagai tenagapenggerak kapal. Jenis mesin ini berkaitan dengan kemudahan pengadaan material, harganya terjangkau fasilitas pelayanan pelayanan seperti bengkel serta daya tahan saat operasi penangkapan ikan dilaksanakan. Perbedaan bahan bakar minyak yang digunakan sangat tergantung dari tegantung dari jenis yang dipakai oleh nelayan, namun diharapkan BBM yang digunakan tersedia waktu, harganya terjangkau dan membuat mesin menjadi tahan lama Pengukuran alat penangkapan ikan seperti panjang dan lebar, mata jaring Berbagai jenis alat penangkapan ikan tersebut bermacam-macam material Jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan setiap unit penangkapan ikan selama setahun Jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan oleh setiap unit penangkapan ikan Ikan per trip armada penangkapan ikan melakukan penangkapan terhitung sejak armada penangkapan ikan meninggalkan fishing base lainnya untuk mendaratkan hasil tangkapannya
3.3.3 Pengumpulan Aspek Sosial Pengumpulan paramerter sosial dalam penelitian ini diarahkan kepada nelayan sebagai pelaku utama dalam kegiatan penangkapan ikan. Beberapa parameter sosial yang dikumpulkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Pendataan parameter sosial pada nelayan yang menggunakan unit Penangkapan ikan No
Parameter sosial
1
Jumlah nelayan yang yang terserap setiap unit penangkapan ikan
2
Unit penangkapan yang diterima oleh nelayan
3.3.4
Uraian Banyaknya nelayan yang berkerja atau digunakan oleh setiap unit penangkapan ikan dalam setiap kegiatan operasi penangkapan ikan dengan pendapatan yang sesuai dapatan yang sesuai. Penerimaan nelayan terhadap unit penangkapan ikan bila mendatangkan keuntungan bagi nelayan mudah dioperasikan dan pengadaan unit penangkapan ikan tidak menyulitkan.
Pengumpulan Aspek Kelayakan Pengumpulan aspek finansial terhadap unit penangkapan ikan yaitu untuk
mengetahui tingkat biaya operasional dan perawatan masing-masing alat tangkap untuk menjadi pedoman finansial. Parameter finansial disajikan pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5 Pendataan aspek kelayakan usaha unit penangkapan ikan pelagis besar No Parameter finansial 1 2 3 4 5
3.4
Biaya investasi kapal Biaya alat tangkap Biaya operasional Pendapatan per tahun Pendapatan kotor per trip
Uraian Besarnya biaya yang dikeluarkan satu kapal penangkapan Untuk mengetahi besarnya masing-masing dari alat tangkap Besarnya biaya operasional dari alat tangkap Pendapatan masing-masing nelayan dari alat tangkap Pendapatan kotor yang diterima oleh masing-masing alat tangkap pelagis besar.
Metode Analisis Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Metode surplus
produksi yaitu: untuk mengetahui alat tangkap yang standar pada unit penangkapan ikan pelagis besar, sedangkan untuk pendekatan empat model Schaefer
untuk
mengetahui status sumberdaya ikan pelagis besar. 2) Metode skoring, bertujuan untuk menetapkan unit penangkapan unggulan. 3) Analisis kelayakan usaha yaitu untuk mengetahui tingkat kelayakan unit penangkapan.
3.4.1 Produktivitas alat tangkap Perhitungan CPUE bertujuan untuk mengetahui laju tangkapan upaya penangkapan ikan yang didasarkan pada pembagian total hasil tangkapan (catch) dengan upaya penangkapan (Effot). Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai CPUE adalah sebagai berikut (Gulland 1983). CPUE =
Ci ........................................................................................................(1) Fi
Keterngan: Ci : Hasil tangkapan Ke-i (kg) Fi : Upaya penangkapan-i (trip) CPUEi : Hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan ke-i (kg/trip)
3.4.2 Standarisasi unit penangkapan ikan Unit penangkapan ikan yang dijadikan sebagai standar adalah jenis unit penangkapan yang paling dominan menangkap jenis-jenis ikan tertentu disuatu daerah (mempunyai laju tangkapan rata-rata per CPUE terbesar periode waktu tertentu) dan memiliki nilai faktor daya tangkap (fishing power index) sama dengan satu. FPI dari masing-masing unit penangkapan lainnya dapat diketahui dengan cara membagi laju penangkapan rata-rata unit penangkapan yang dijadikan standar.
Perhitungan FPI(Spare dan Venema 1999) adalah sebagai berikut :
CPUEs =
Cs fs
....................................................................................................(2)
FPIi
=
CPUEi CPUEs
………………………………………………………………....(3)
FPIs =
CPUEs CPUEs
………………………………………………………………...(4)
Keterangan: Ci Fi CPUEi FPIs CPUEs
: Hasil tangkapan ke-i (kg) : Upaya penangkapan-i (unit/trip) : Hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan ke-i (kg/trip/unit) : Alat tangkap yang standar : Hasil tangkapan per satuan yang sudah distandarkan
3.4.3 Estimasi hasil tangkap maximum lestari dengan pendekatan empat model surplus produksi Pendugaan potensi sumberdaya ikan dilakukan dengan cara mengolah data hasil tangkapan utama dari setiap unit penangkapan ikan yang dioperasikan dan upaya penangkapan. Menurut Sparre dan Venema (1999), parameter biologi untuk menduga konstanta-skonstanta surplus produksi. Model surplus produksi banyak digunakan di dalam estimasi stok ikan di perairan tropis karena lebih sederhana dibandingkan dengan model analitik, data-data yang dibutuhkan lebih sedikit, model ini tidak perlu menentukan kelas umur ikan. Model surplus produksi digunakan untuk menentukan tingkat upaya optimum yaitu suatu upaya yang menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi produktifitas stok secara jangka panjang, yang biasa disebut hasil tangkapan maksimum lestari (maximum sustainable
yield/MSY). Pendugaan potensi lestari (maximum sustainable yeild/MSY) ikan dilakukan dengan menggunakan pendekatan model surplus produksi. Data yang merupakan model analisis regresi dari digunakan berupa hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort) dan kemudian dilakukan pengolahan dengan pendekatan empat model schaefer. Model ini merupakan model analisis regresi dari catch per unit effort (CPUE) terhadap jumlah effort. Formula model linier adalah :
CPUE = a − bf
CPUE = rata-rata tangkapan per satuan upaya penangkapan F
= upaya penangkapan
A dan b = parameter regresi Menurut Copolla (1996) , nilai intersep atau titik perpotongan garis regresi dengan sumbu y (a) dan slope atau kemiringan dari garis (b) dapa diduga dengan model penduga parameter-parameter biologi persamaan produksi yaitu: Equilibrium
Schaefer, Walter-Hilborn, Disequilibrium dan Schnute. Adapun formula yang digunakan untuk menduga MSY dan upaya optimumnya yaitu dengan pendekatan empat model Schaefer sebagai berikut :
(1)
⎛ q2K ⎞ 2 ⎟⎟ Et ...................................................(5) Equilibrium Schaefer (ES) ht = qKE ⎜⎜ ⎝ r ⎠
⎛U ⎞ ⎛r−r⎞ ⎟⎟U t − qEt ...............................................(6) (2) Walter – Hilborn (WH) ⎜⎜ t +1 ⎟⎟ − 1 = ⎜⎜ ⎝ kq ⎠ ⎝ Ut ⎠
(3) Disequilibrium Schaefer (DS)
(U t +1 − U t −1 ) ⎛ r − r ⎞ ⎟⎟U t − qU t ................................(7) = ⎜⎜ 2U t ⎝ Kq ⎠
⎡U ⎤ r ⎡ (U t +1 ) + U t ⎤ ⎡ E + Et ⎤ (4) Schnute Ln ⎢ t +1 ⎥ = r - q ⎢ t +1 ⎥ .....................................(8) ⎢ ⎥ kq ⎣ 2 2 ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ Ut ⎦
Perhitungan upaya penangkapan optimum dilakukan dengan menurunkan persamaan (1) terhadap upaya penangkapan (effort)
Fopt =
a a atau EMSY = 2b 2b
Perhitungan nilai MSY ditempuh dengan memasukkan persamaan (3) ke persamaan (1), sehingga didapatkan kondisi MSY pada saat :
EMSY =
a2 a2 atau CMSY = 4b 4b
3.4.4 Metode skoring
Tujuan penentuan unit penangkapan ikan adalah untuk mendapatkan jenis unit penangkapan ikan yang mempunyai keragaman (performance) yang baik ditinjau dari aspek biologi, teknis, sosial dan kelayakan usaha, sehingga unit penangkapan ikan yang cocok untuk di kembangkan.
Determinasi unit pengkapan ikan digunakan model skoring (Haluan dan Nurani, 1993) sebagai berikut :
Analisis aspek biologi:
(1)
Lama waktu musim penangkapan ikan dan lama waktu musim ikan dengan melihat jumlah, bulan, musim ikan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan dan selektifitas alat. Analisis aspek teknis (kapal/perahu dan alat penangkapan ikan) :
(2)
Pengukuran dilakukan terhadap kapal/perahu, purse seine, pancing tonda, gill
net, pengukuran kapal/perahu meliputi panjang, lebar dan tinggi. Sedangkan penilaian kriteria teknis dari unit penangkapan ikan yaitu mencangkup produksi per tahun per tenaga kerja, produksi per tenaga pengerak. Analisis aspek sosial yakni berkaitan dengan tenaga kerja yang diserap setiap
(3)
unit pengkapan ikan antara jumlah tenaga kerja per unit penangkapan ikan dan pendapatan nelayan per unit penangkapan ikan. Analisis aspek ekonomi dapat dijabarkan menjadi aspek ekonomi dan
(4)
finansial. Aspek ekonomi meliputi : pendapatan kotor per tahun, pendapatan kotor per trip, pendapatan kotor per tenaga kerja, dan pendapatan kotor per tenaga penggerak. Sedangkan kriteria finansial meliputi nilai Net Present value (NPV), Nilai
benefit Cost Rasio (Net B/C), dan nilai Internal Rate of Renturn (IRR) Standarisasi dengan fungsi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan rumus dari Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) sebagai berikut : V
(X ) =
X − X 0 X 1 − X 0 n
V ( A)
∑
V 1 (X
i
)i
= 1 , 2 , 3 .......... ... n
i = 1
Keterangan : V(X) X X1 X0 V (A) V1(X1)
= Fungsi nilai dari variabel X = Nilai variabel X = Nilai tertinggi pada variabel X = Nilai terendah pada variabel 0 = Fungsi nilai dari alternatif A = Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i
3.4.5 Analisis Kelayakan Usaha
Kriteria - Kriteria yang sering di gunakan untuk menilai kelayakan finansial suatu usaha dalam analisis biaya manfaat (Cost – Benefit Analisis) adalah sebagai berikut (Kadriah. 1988) :
(1)
Net Present Value (NPV) n
NPV =
∑ t =1
Keterangan : Bt Ct I N T
= = = = =
Bt − ct ..………………………………………………………....(1) (1 + i ) Benefit pada tahun ke t Biaya pada tahun ke t tingkat bungan (%) Umur ekonmis 1,2,3……,n
Kriteria: NPV > 0, Usaha layak/ menguntungkan NPV = 0, Usaha mengembalikan sebesar biaya yang dikeluarkan NPV < 0, Usaha tidak layak/rugi
(2)
Internal Rate of Return (IRR)
IRR = i NPV+ +( i NPV+ - i –NPV
NPV + NPV + − NPV
………………………...(2) −
Dimana : i NPV+ = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV Positif i NPV- = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV Negatif Kriteria : Apabila IRR lebih besar dari tingkat diskon yang berlaku, maka usaha layak untuk dilaksanakan.
(3)
Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C) n
∑
t=0
(Bt
− Ct 1=i
)(Bt
− Ct ) > 0
(Untuk Bt-Ct >0) .................................................(3)
Net B/C
(Ct− Bt) ∑ (1+i) (Bt−Ct) 0 n
t=1
t
(Untuk Bt-Ct <0)
Kriteria : B/C > I = Usaha layak untuk dilaksanakan B/C = I = Usaha layak dalam kondisi break event point B/C < I = Usaha tidak layak untuk dilaksanakan
(4)
Return of Investment (ROI)
Return of Investment (ROI) digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi dari manfaat yang diterima pemilik. Oleh karena itu, maka ROI merupakan parameter finansial yang paling dalam menyeleksi tingkat pengembalian investasi dari suatu usaha perikanan tangkap sebelum didukung secara penuh oleh lembaga keuangan. Parameter ROI ini sangat penting untuk dijadikan pertimbangan oleh lembaga keuangan karena tidak semua usaha perikanan tangkap termasuk di pesisir Barat Kabupaten Aceh Jaya dapat memberikan keuntungan pantastis dan tingkat pengembalian investasi yang baik. Secara matematis, Return of Investment (ROI) dinyatakan dengan persamaan :
ROI =
B …………..........................................…………...………………...(4) I
Keterngan : B = benefit I = investasi
Terkait dengan analisis finansial ini, usaha perikanan tangkap di pesisir Barat Kabupaten Aceh Jaya dapat dikatakan layak dan dapat didukung oleh lembaga keuangan bila usaha perikanan tangkap tersebut mempunyai NPV > 0, B/C ratio > 1, IRR lebih besar dari interest rate (suku bunga) yang berlaku, dan ROI > 1. Interest rate (i)
(5)
Mengetahui Upah Buruh dan Pemilik
RTO ( Retrum owner) yaitu untuk mengetahui Net Benefit yang diterima oleh pemilik RTO = Penerimaan – Total Biaya RTL = (Retrum of labour) yaitu untuk mengetahui penerimaan yang diterima oleh masing-masing ABK pada usaha perikanan w ( Penerimaan – Biaya operasional ) RTL =
∑
ABK
4 KEADAAN UMUM PENELITIAN
4.1 Letak Geografis
Secara geografie, Kabupaten Aceh Jaya merupakan bagian dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di bagian paling ujung pulau Sumatra Kabupaten Aceh Jaya koordinat 04° 22’ 05° 16’ LU dan 95° 02’ 96° 03’ BT, dan memiliki panjang pantai garis pantai 160 Kilometer. Adapun batas-batas Kabupaten Aceh Jaya adalah sebagai berikut : 1) Sebelah Utara Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie 2) Sebelah Selatan Samudera Indonesia dan Kabupaten Aceh Barat 3) Sebelah timur Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh Barat 4) Sebelah barat Samudera Indonesia dan Kabupaten Aceh Besar Luas wilayah Kabupaten Aceh Jaya mencapai 3.727,00 km², yang terbagi dalam enam Kecamatan yaitu Jaya, Sampoinet, Setia Bakti, Krueng Sabee, Panga, dan Teunom dengan jumlah desa 172 desa. Wilayah Kabupaten Aceh Jaya sebagian besar dikelilingi oleh Perairan Samudera Hindia dan terdiri atas pulau-pulau kecil yang merupakan wilayah wisata bahari dan memiliki potensi ikan pelagis.
4.2
Keadaan Sosial Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Jaya pada tahun 2007 merupakan hasil estimasi yang didasarkan pada hasil Sensus Penduduk Aceh Nias (SPAN) pada tahun 2006. Jumlah penduduk Aceh Jaya hasil estimasi bulan Juni 2007 sebanyak 61.018 jiwa dengan rincian laki-laki sebanyak 31.758 jiwa dan perempuan sebanyak 29.260 jiwa. Jumlah ini meningkat sebesar 0,59 persen dari tahun 2006 dimana jumlah penduduk pada tahun tersebut tercatat sebanyak 60.660 jiwa. Distribusi penduduk menurut Kecamatan dapat dilihat pada Grafik 7 dimana jumlah penduduk Kecamatan Jaya menempati urutan pertama yaitu 26,89 persen dari jumlah penduduk keseluruhan. Diikuti oleh Kecamatan Teunom sebanyak 24,89 persen, Kecamatan Sampoiniet 16,81, dan Kecamatan Krueng Sabee 14,11 persen. Sedangkan dua Kecamatan lainnya mempunyai jumlah penduduk masing-masing di bawah angka 10 persen.
24,89%
26,89%
Teunom Panga Krueng Sabee Setia Bakti 8,79%
Sampoi Niet Jaya
16,81% 14,11%
8,52%
Sumber: Bappeda Aceh Jaya (2006).
Gambar 7 Distribusi jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Jaya menurut Kecamatan tahun 2007. Komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Grafik 8. Grafik berupa piramida menggambarkan jumlah penduduk semakin berkurang pada kelompok umur tua, baik laki-laki maupun perempuan. Kelompok umur yang terlihat paling banyak populasinya adalah penduduk dengan kelompok umur 10-14 tahun, baik untuk jenis kelamin laki-laki maupun perempuan.
LAKI-LAKI
3000
2000
1000
75 + 7074 6569 6064 5559 5054 4549 4044
PEREMPUA N
1000
2000
3000
Sumber: Bappeda Aceh Jaya (2006)
Grafik 8 Komposisi jumlah penduduk Kabupaten Aceh Jaya menurut umur dan jenis kelamin tahun 2007. Komposisi jumlah penduduk menurut usia sekolah di Kabupaten Aceh Jaya tahun 2007 adalah 7.942 jiwa usia Sekolah Dasar (7-12 tahun), 4.151 jiwa usia SLTP (13-15 tahun) dan 3.747 jiwa usia SLTA (16-18 tahun). Jika dilihat komposisi
penduduk usia sekolah terhadap keseluruhan penduduk Kabupaten Aceh Jaya pada tahun 2007 terdapat penduduk usia Sekolah Dasar sebanyak 13,02 persen, penduduk usia sekolah SLTP sebanyak 6,80 persen dan penduduk usia sekolah SLTA sebanyak 16,14 persen. Jika dilihat dari program pemerintah berupa wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yaitu SD dan SLTP, maka sebanyak 19,82 persen atau hampir seperlima dari total penduduk Aceh Jaya berada di bangku sekolah. Tabel 6 Luas wilayah kecamatan dan kepadatan penduduk Kabupaten Aceh Jaya tahun 2006 No
Kecamatan
1 Teunom 2 Panga 3 Kreung sabee 4 Setia bakti 5 Sampoinet 5 Jaya 6 Jumlah Sumber : Bappeda Aceh Jaya (2006)
4.3
Luas wilayah
Jumlah penduduk
567,66 307,34 588,00 629,00 1.011,00 624,00 3,727,00
18,768 7,428 13,003 8,052 12,430 23,301 82,982
Kondisi Perikanan Tangkap
Unit perikanan tangkap penangkapan ikan merupakan kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan. Satu unit perikanan tangkap terdiri atas perahu/kapal penagkapan ikan, Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Aceh Jaya masih didominasi oleh alat tangkap yang tradisional baik dilihat dari cara penangkapan, waktu penangkapan maupun teknologi yang digunakan dalam melakukan penangkapan ikan seperti jenis-jenis alat tangkap hand line, trammel net, rawai, pancing tonda, gill net, purse seine, bagan apung. Secara lengkap penyebaran alat tangkap tersebut di Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Aceh Jaya disajikan pada Tabel 7. Sedangkan perkembangan jumlah alat tangkap pelagis besar yang digunakan disajikan pada Tabel 8. Tabel 7 Banyaknya alat tangkap dirinci per kecamatan di Kabupaten Aceh Jaya tahun 2008 No
Kecamatan
Purse Gill Trammel net seine net 1 Teunom 4 68 2 Panga 4 52 3 Krueng sabee 2 8 83 4 Setia bakti 12 42 5 Sampoinet 4 67 6 Jaya 8 86 Jumlah 2 40 398 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh Jaya (2008)
Hand line Rawai 54 24 57 36 23 48 243
7 4 11 12 5 16 55
P.tonda 8 6 15 6 7 10 52
B.apung 2 17 19
Tabel 8 Perkembangan alat tangkap pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya tahun 2002 – 2008 Alat tangkap P. tonda Purse seine Gill net Jumlah
2002 67 4 32 103
2003 67 4 28 99
2004 58 4 28 90
Tahun 2005 10 1 8 19
2006 45 2 19 66
2007 56 2 66 94
2008 62 19 94 118
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh Jaya (2008)
4.3.1 Armada Penangkapan
Perahu atau kapal penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Aceh Jaya sampai saat ini masih dinominasi pancing tonda perahu/kapal yang masih relatif kecil, baik dilihat dari panjang kapal, jumlah trip, jumlah/panjang alat tangkap tangkap yang digunakan dalam penangkapan. Hal tersebut dilihat dari perkembangan alat tangkap dengan kapal motor tahun dari tahun 2002 masih belum menunjukkan perkembangan peningkatan pada tahun 2008, sehingga kemampuan untuk menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh masih mejadi kendala. Di samping itu pengetahuan nelayan masih rendah pengetahuan nelayan dalam teknologi penangkapan maupun sarana dan prasarana yang mendukung nelayan dalam usaha penangkapan ikan. Tabel 9 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2002-2008 Jenis kapal
2003
2007
2008
375
415
434
-
65
167
193
2 Motor tempel
67
67
58
23
58
146
355
3 Kapal motor 0-5 GT
23
28
26
7
52
67
79
4 Kapal motor 4 4 4 1 30 GT Jumlah 469 514 522 31 Sumber: Dinas Perikanan dan kelautan Aceh Jaya (2008)
2
2
2
177
382
629
1 Perahu tanpa motor
2004
Tahun 2005
2002
2006
4.3.2 Nelayan
Nelayan adalah bagian dari unit penangkapan ikan yang mempunyai peranan sangat penting dalam menggerakkan perikanan pada suatu wilayah. Keberhasilan kegiatan operasi penangkapan ikan ditentukan oleh sumberdaya nelayan dalam menggunakan dan mengoperasikan unit penangkapan ikan yang dimiliki. Nelayan di Kabupaten Aceh Jaya pada umumya merupakan penduduk asli yang tinggal di pesisir pantai yang melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Kecamatan masingmasing menggunakan alat angkap seperti gill net, tramel net, hand line, rawai, pancing tonda dan purse seine. Dengan keterbatasan armada penangkapan kemampuan maupun teknologi, sarana dan prasarana pendukung, maka di wilayah perairan Kabupaten Aceh Jaya terdapat beberapa kapal dari wilayah provinsi maupun Kabupaten lain yang melakukan penangkapan ikan. Hal tersebut terlihat adanya kapal purse seine, pancing tonda yang singah maupun sandar menurunkan hasil tangkapannya di TPI Setia Bakti, maupun TPI Calang yang merupakan pusat bongkar hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Aceh Jaya. Perkembangan jumlah nelayan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Aceh Jaya tahun 2008 No
Kecamatan Nelayan tetap Nelayan Buruh Teunom 193 126 Panga 90 96 Krueng sabee 186 99 Setia bakti 254 231 Sampoinet 403 265 Jaya 188 127 Jumlah 313 944 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh Jaya (2008) 1 2 3 4 5 6
Jumlah total 319 186 284 485 668 315 2257
4.3.3 Produksi Perikanan Tangkap
Perkembangan produksi perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Jaya selama kurun waktu 7 (tujuh) tahun sejak 2002 sampai 2008 menunjukkan peningkatan yang cukup baik (Lampiran 14). Pertumbuhan produksi perikanan tangkap pada didominasi oleh ikan pelagis besar diantaranya adalah madidihang, cakalang, dan tongkol. Perkembangan produksi tersebut disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Produksi sumberdaya ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis ikan Teri Kembung Tongkol Cakalang Tenggiri Layaran Madidihang Tenggiri papan Jumlah total
Produksi (ton) 18 8,5 287,7 280,3 172,65 39 386,40 38 1.231,55
Sumber: Dinas Kelautan dan perikanan Aceh Jaya (2008)
4.3.4 Musim dan daerah Penangkapan
Intensitas operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan sangat di pengaruhi oleh musim ikan dan kondisi cuaca perairan. Di Indonesia dikenal dua musim oleh nelayan yaitu musim Timur dan musim Barat. Musim Timur mulai dari bulan April sampai bulan September. Pada musim ini dimana arah angin bertiup dari Timur ke arah Barat dan pada saat tersebut kondisi gelombang, angin, cuaca lebih baik, sehingga aktifitas nelayan dalam melakukan operasi penangkapan lebih maksimal, tetapi sebaliknya pada musim Barat arah angin bertiup dari arah Barat ke arah Timur. Musim barat di Kabupaten Aceh Jaya terjadi pada bulan Oktober sampai bulan Maret. Musim Barat tersebut di perairan Aceh Jaya mulai dari Kecamatan Jaya sampai pada Kecamatan Teunom karakteristik angin yang kencang dan gelombang laut yang besar. Aktivitas operasi penangkapan pada musim barat sangat kurang bila di bandingkan pada musim timur, dimana angin yang datang dari barat yang berhembus secara bebas dari Samudera Hindia secara bebas ke arah wilayah daerah penangkapan di Kabupaten Aceh Jaya. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) ikan adalah suatu wilayah perairan yang merupakan tempat ikan biasa berkumpul, baik mencari makanan maupun melakukan ruaya terhadap daerah yang disukai oleh ikan tersebut. Di Kabupaten Aceh Jaya daerah penangkapan ikan yang sering dilakukan oleh nelayan pada umumnya sepanjang pantai dengan jarak dari pantai 10 sampai 25 mill laut, dan ada yang menggunakan rumpon (bagi nelayan kecil) dan ada juga yang melakukan penangkapan di wilayah perairan karang dengan kedalaman perairan mencapai 40-60 meter. Daerah penangkapan di Kabupaten Aceh Jaya merupakan
zona wilayah penangkapan WPP IX yang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia yang memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis besar. Penentuan daerah penangkapan ikan oleh nelayan masih menggunakan tandatanda alam seperti adanya sekelompok burung yang menukik kepermukaan laut, riak air yang menimbulkan busa air dan begitu juga terhadap rumpon yang dipasang di suatu perairan masih memberikan tanda yang alami. Penentuan daerah penangkapan oleh nelayan di Kabupaten Aceh Jaya ditertentu oleh kondisi musim ikan dan keadaan cuaca laut
dengan berdasarkan pengalaman nelayan yang diwarisi secara turun
temurun dalam melakukan penangkapan. Kegiatan operasi penangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Aceh Jaya tidak terkonsentrasi pada suatu daerah penangkapan, tetapi tersebar di beberapa daerah penangkapan dengan unit penangkapan ikan tertentu. Untuk unit penangkapan ikan dengan pancing tonda terkonsentrasi pada semua daerah penangkapan dengan jarak 12-25 mill laut, tramel net lepas pantai dengan jarak 4-8 mill laut, gill net 8-20 mill laut dan purse seine 15-30 mill laut, sehingga alat tangkap yang dioperasikan tersebut tidak mengganggu terhadap alat tangkap lain yang lain.
4.4
Fasilitas Pendukung Kegiatan Operasi Penangkapan Ikan
4.4.1 Fasilitas Pendaratan Ikan (TPI)
Kegiatan operasi penangkapan tidak dapat berjalan dengan baik apabila tidak didukung oleh kelengkapan fasilitas. Beberapa fasilitas pendukung antara lain pangkalan pendaratan ikan, perbengkelan, pangkalan bahan bakar (BBM), dan pabrik es. Di Kabupaten Aceh Jaya dengan memilki panjang garis pantai 135 km masih belum tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dalam menggerakkan sektor perikanan tangkap seperti tersebut di atas, dimana fasilitas yang tersedia di Kabupaten Aceh Jaya hanya terdapat fasilitas tempat pendaratan ikan (TPI) yang sangat sederhana. Dari ketiga tempat pendaratan ikan (TPI) hanya Kecamatan Krueng Sabee yang memiliki pabrik es dengan kapasitas produksi 60 batang per hari yang dibangun setelah bencana tsunami. Tempat pendaratan ikan (TPI) di Kabupaten Aceh Jaya terdapat beberapa tempat yang strategis bagi nelayan untuk menurunkan hasil tangkapnya diantaranya adalah TPI Kecamatan Jaya terletak di sungai lambeuso, TPI Kecamatan Setia Bakti dan Krueng Sabee terletak di dalam teluk Rigaih Calang. Dengan demikian,
penurunan hasil tangkapan nelayan di Kabupaten Aceh Jaya belum terkonsentrasi pada suatu wilayah tempat pendaratan ikan (TPI). Pangkalan Tempat Pendaratan ikan (TPI) di Kabupaten Aceh Jaya pada umunya berhadapan langsung dengan samudera Hindia. Sesuai dengan rencana Pemda Kabupaten Aceh Jaya, TPI yang akan dijadikan tempat pendaratan hasil tangkapan nelayan dikonsentrasikan pada TPI Kecamatan Krueng Sabee. Pada tahun anggaran 2008 Pemda Kabupaten Aceh Jaya mengalokasi dana untuk pembangunan tahap pertama TPI di Kecamatan Krueng Sabee sebesar Rp 3,5 milyar, sehingga diharapkan sektor perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Jaya dapat berkembang di masa yang akan datang. Beberapa fasilitas pendukung yang ada di Kabupaten Aceh Jaya dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.
Gambar 9 Tempat pendaratan ikan (TPI) di Kecamatan Kreung Sabee Aceh Jaya.
Gambar 10 Suasana kegiatan TPI di Kecamatan Setia Bakti Calang Aceh Jaya
4.4.2
Pabrik es
Pabrik es merupakan bahan pembantu yang sangat penting ditempat pendaratan/pelelangan ikan. Es diperlukan untuk mempertahankan mutu ikan selama penangganan di atas kapal maupun penangganan sementara TPI, oleh karena itu, pabrik es sangat diperlukan untuk memproduksi es dalam jumlah yang banyak agar
dapat memenuhi kebutuhan es bagi nelayan yang melakukan penangkapan di Kabupaten Aceh Jaya. Pabrik es yang dikelola oleh kelompok asosiasi nelayan di Kabupaten Aceh Jaya sangat terbatas yaitu dengan kapasitas 1,5 ton per hari, sementara kebutuhan es di Kabupaten Aceh Jaya mencapai 30 ton per hari. Terkait dengan ini, maka sehingga kebutuhan es untuk kebutuhan nelayan di Kabupaten Aceh Jaya harus memasok es dari Kota Banda Aceh maupun dari Kabupaten Meulaboh. Pada Gambar 11 pabrik es yang terdapat di Kabupaten Aceh Jaya.
Gambar 11 Pabrik es di Kecamatan Krueng Sabee Calang Aceh Jaya
Gambar 12 Jenis Ikan pelagis yang sedang didaratkan di TPI Aceh Jaya
Gambar 13 Kondisi Pasar tempat penjualan ikan di Kabupaten Aceh Jaya
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Alat Tangkap
5.1.1 Penangkapan ikan pelagis besar
Unit penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya pada umumnya dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan alat penangkapan yang masih tradisional, kondisi ini terlihat dari perlengkapan maupun alat bantu penangkapan yang digunakan masih terbatas, sehingga kapal-kapal yang ada di Kabupaten Aceh Jaya dalam mencari daerah penangkapan masih terbatas, hal tersebut ditandai masih banyaknya kapal-kapal yang ada di Kabupaten Aceh Jaya dalam melakukan penangkapan masih one day fishing. Penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya belum menggunakan alat bantu penangkapan yang dapat mengumpulkan ikan seperti rumpon, penangkapan pelagis besar yang dilakukan oleh nelayan pada umumnya mengejar gerombolan dengan memperhatikan tanda-tanda alam dan mencari kayu yang terapung di tengah laut sebagai tempat berkumpulnya ikan-ikan pelagis besar. Unit penangkapan yang dominan digunakan oleh nelayan untuk penangkapan ikan pelagis besar yaitu dengan unit penangkapan pancing tonda dengan mesin pengerak motor tempel dan unit penangkapan gill net, sedangkan purse seine masih sangat terbatas
(1) Jaring insang (Gill net)
Jaring insang hanyut permukaan (gill net) adalah suatu alat tangkap yang berbentuk empat persegi panjang terdiri dari satu lembar jarring (PA). Pelampung jaring, tali ris pelampung. Untuk menjadi suatu alat tangkap yang utuh diperlukan 20 sampai 30 piece webbing yang digabungkan sehingga alat tangkap tersebut berbentuk suatu alat tangkap yang sempurna dengan panjang 500 sampai 750 meter. Jaring insang hayut permukaan adalah jaring insang permukaan yang cara pengoperasiannya dioperasikan dengan cara dihanyutkan di suatu perairan dan setelah 3-4 jam baru di lakukan penarikan. Alat tangkap gill net permukaan tersebut di operasikan pada malam hari mulai dari sore hari jam 18.00 sampai 6.00 pagi. Dalam satu malam operasi penangkapan dengan gill net dapat di lakukan 2-3 kali penarikan. Ilustrasi jaring insang yang digunakan di Kabupaten Aceh Jaya disajikan pada Gambar 14 dan jenis kapal gill net yang digunakan disajikan pada Gambar 15.
Sumber: Martasuganda, S (2002)
Gambar 14 Ilustrasi pengoprasian alat tangkap gill net permukaan.
Gambar 15 Jenis armada penangkapan gill net di Kabupaten Aceh Jaya. (2)
Pancing tonda (trolling lines)
Pancing tonda adalah suatu alat tangkap yang terdiri dari main line, tali perambut, hook, dan umpan palsu, dimana pengoperasiannya dengan cara ditarik oleh perahu atau kapal melintasi gerombolan ikan di suatu perairan. Alat tangkap ini termasuk ke dalam kelompok pancing (Subani dan Barus, 1989). Sedangkan menurut klasifikasi Von Brandt (1984) mengklasifikan alat tangkap ini termasuk dalam kelompok lines dan troll lines. Sedangkan dari cara pengoprasiannya termasuk jenis alat tangkap dengan pengoprasian secara aktif. Pancing tonda (trolling lines) umumnya menggunakan umpan buatan tetapi ada juga yang menggunakan umpan asli (natural bait). Umpan buatan bisa terbuat dari bulu ayam, bulu domba, kain berwarna, plastik atau karet berwarna, berbentuk miniatur menyerupai aslinya. Penangkapan dengan pancing tonda dilakukan pada siang hari dan kegiatan penangkapan dapat menggunakan perahu tempel (out boat) maupun kapal (in boat ). Pada umumnya daerah penangkapan dengan alat tangkap pancing tonda ± 12 – 25 mil. Alat tangkap yang diturunkan pada saat operasi penangkapan dengan pancing
tonda terdiri dari 2 alat tangkap yang ditarik pada lambung kiri maupun kanan kapal. Untuk penangkapan ikan tongkol jumlah mata pancing yang diserat mencapai 20-30 mata pancing sedangkan untuk penangkapan ikan cakalang dan madidihang, satu alat tangkap masing-masing satu mata pancing dalam satu alat tangkap. Penondaan dilakukan dengan mengulur tali pancing 30-35 meter dari buritan kapal. Hasil tangkapan dari pacing tonda adalah jenis ikan pelagis besar seperti tongkol, madidihang, tenggiri, cakalang, situhuk. Secara umum kapal dan alat tangkat pancing tonda (trolling line) disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16 Armada penangkapan pancing tonda dan alat tangkap pancing tonda (3) Pukat cincin (Purse seine)
Purse seine adalah suatu alat tangkap yang berbentuk empat persegi panjang terdiri dari beberapa bagian, kantong, badan, sayap, serta dilengkapi beberapa bagian lain seperti, tali ris pelampung, tali ris pemberat , pelampung jaring, pemberat, cincin, tali kolor, sehingga alat tangkap tersebut dapat dioperasikan secara melingkar terhadap gerombolan ikan secara maksimal. Di Kabupaten Aceh Jaya purse seine dikenal juga dengan nama pukat langgar atau pukat dimana spesifikasi alat tangkap purse seine yang ada di Aceh Jaya memiliki panjang 1000 -1200 m dengan kedalam alat tangkap 30-35 meter. Metode penangkapan purse seine yang berkembang di Aceh Jaya umumnya dengan cara mengejar gerombolan ikan yang dilakukan pada siang hari, sedangkan pada malam hari dengan menggunakan bantuan lampu untuk mengumpulkan ikan. Metode lain yang digunakan oleh nelayan dengan alat tangkap purse seine adalah dengan mencari kayu hanyut di tengah laut bebas yang merupakan tempat ikan berkumpul yang nantinya dilakukan penangkap dengan jarak daerah penangkapan 35-45 mil dari fishing base. Pengoperasian pukat cicin dilakukan dengan menggunakan kapal motor
bermesin diesel dengan PK 140-160 PK dengan lama penangkapan yang dilakukan oleh nelayan 3-4 hari di laut. Dalam pengoprasian purse seine pada malam hari dapat dilakukan 1-2 kali setting sedangkan pada siang hari dapat dilakukan 3-5 kali setting dengan jumlah ABK dalam satu unit penangkapan 17-20 orang. Alat tangkap purse seine di Kabupaten Aceh Jaya lebih dominan menangkap jenis ikan pelagis seperti ikan cakalang, tongkol, madidihang, tengigiri, kembung, dan layang. Dalam mengoperasikan alat tangkap purse seine daerah penangkapan yang menjadi tujuan penangkapan lebih banyak berdasarkan pada pengalaman dengan memperhatikan keadaan kondisi perairan setempat maupun dengan memperhatikan tanda-tanda alam baik kondisi arus maupun kondisi oseanografi yang berpengaruh terhadap pengoprasian alat tangkap purse seine. Secara umum penarikan alat tangkap purse seine di Kabupaten Aceh Jaya disajikan pada Gambar 17 berikut dan spesifikasi unit penangkapan ikan pelagis besar dapat dilihat pada Tabel 12.
Gambar 17 Ilustrasi penarikan alat tangkap pukat cincin (purse seine).
Tabel 12 Spesifikasi tiga unit penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya tahun 2008
Jenis kapal
Armada Penangkapan
Alat Alat tangkap
Jenis tangkapan
Jarak fishing ground
Yamaha 25 pk
2
tongkol madidihang cakalang tongkol madidihang cakalang sda
15-30
Ms (cm) -
Purse seine
20
1-4
1200
32
Mitsubisi 140.pk
18-22
Gill net
12
4
700
8
Yanmar 25.pk
3-4
5
1,70
2,30 110
T (m) -
Jumlah Abk
P L D (m) (m) (m) 7-8 1,30 0,60
P.tonda
P (m) 200
Jenis mesin
15-35
10-20
Sumber: Hasil penelitian 2008
5.1.2
Produksi Ikan Pelagis Besar
5.1.2.1 Produksi ikan cakalang
hasil tangkapan ikan pelagis besar yang dominan di Kabupaten Aceh Jaya adalah jenis ikan pelagis diantaranya ikan cakalang, madidihang, dan tongkol. Hasil tangkapan ikan cakalang dari tahun ke tahun cendrung meningkatan, dimana pada tahun 2002 hasil tangkapan ikan cakalang sebesar 239,2 ton, pada tahun 2003 sebesar 236,7 ton kondisi ini mengalami penurunan produksi sebesar 2,4 ton, sedangkan pada tahun 2004 sebesar 283,3 hal tersebut mengalami peningkatan sebesar 46,6 ton, selanjutnya pada tahun 2005 mengalami penurunan drastis. Sedangkan hasil tangkapan tahun 2006-2008 mengalami peningkatan, dimana produksi hasil tangkapan ikan cakalang tertinggi pada tahun 2008 sebesar 280,328 ton. Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya bantuan alat tangkap, kapal dan jenis sarana dan parasarana perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Jaya, serta didukung oleh kondisi roda pemerintahan Kabupaten Aceh Jaya sudah berjalan normal.
5.1.2.2 Produksi ikan madidihang
Hasil tangkapan madidihang pada tahun 2002 sebesar 173,2 ton dan pada tahun 2004 turun menjadi sebesar 130,9 ton. Hal ini dipengaruhi oleh dipengaruhi oleh musim ikan, kondisi perairan di Kabupaten Aceh Jaya. Namun pada tahun 2005 hasil tangkapan menurun sebesar 32,9 ton. Selanjutnya pada tahun 2006 sampai 2007 sebesar 310,7 (mengalami peningkatan sebesar 278 ton) dan tahun 2008 sebesar 280,3 atau menurun sebesar 30,4 ton.
5.1.2.3 Produksi ikan tongkol
Pada produksi hasil tangkapan ikan tongkol selama tujuh tahun di Kabupaten Aceh Jaya sangat rendah dibandingkan dengan jenis ikan cakalang dan madidihang dimana pada tahun 2002 produksi tertinggi sebesar 157,5 ton, penurunan produksi hasil tangkapan terhadap ikan cakalang, madidihang dan tongkol pada tahun 2005 di Kabupaten Aceh Jaya dipengaruhi oleh faktor tsunami yang mengakibatkan sarana dan prasarana perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Jaya mengalami kerusakan, namun pada tahun berikutnya hasil tangkapan meningkat, faktor tersebut dipengaruhi oleh adanya bantuan berupa
alat tangkap, kapal dan kebutuhan lainya kepada
nelayan, sehingga aktivitas perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Jaya sudah berjalan normal kembali. Hasil tangkapan terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 36,5 ton dan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 287,7 ton. Berdasarkan data yang ada produksi tertinggi dari 3 jenis ikan pelagis besar selama 7 tahun di Kabupaten Aceh Jaya yaitu pada ikan cakalang sebesar 1595,5 ton dengan rata-rata 227,9, madidihang sebesar 1129,8 ton dengan rata-rata 161,4 dan tongkol sebesar 1083,3 ton dengan rata-rata 154,8. Perkembangan produksi hasil tangkapan ikan cakalang, madidihang, dan tongkol disajikan pada Gambar 18 dan perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis besar selama kurun waktu 2002-2008 disajikan pada Lampiran 22 dan 24.
Produ ksi (to n)
400 300 200 100 0 2002
2003
2004
Cakalang
2005 Tahun
2006
Madidihang
2007
2008
Tongkol
Gambar 18 Perkembangan produksi ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya 2002-2008.
5.1.2.4 Alat tangkap ikan pelagis besar
Alat tangkap merupakan suatu alat yang digunakan untuk menangkap jenis ikan yang sesuai dengan tingkah laku ikan, baik jenis ikan pelagis, ikan pertengahan maupun jenis ikan demersal. Alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan untuk menangkap jenis ikan pelagis besar seperti ikan cakalang, madidihang, dan tongkol pada umumnya di Kabupaten Aceh adalah purse seine, pancing tonda, dan gill net (Tabel 12). Alat tangkap tersebut dioperasikan secara aktif yaitu mengejar gerombolan ikan, menghadang pergerakan ikan, sehingga ikan dapat terkurung dan tertangkap. Perkembangan armada penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten
P e rk e m ba nga n a rm a da
Aceh Jaya sangat disajikan pada Gambar 19. 120 100 80 60 40 20 0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun Purse seine
Pancing tonda
Gill net
Gambar 19 Perkembangan armada penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya 2002-2008.
5.1.3
Upaya Penangkapan Ikan Pelagis Besar
5.1.3.1 Upaya penangkapan ikan cakalang (1) Standarisasi alat tangkap
Secara umum setiap alat tangkap mampu menangkap berbagai jenis ikan di suatu daerah penangkapan, namun kemampuan dari masing-masing alat tangkap tersebut berbeda-beda dalam menangkap suatu jenis ikan disuatu perairan. Standarisasi upaya penangkapan perlu dilakukan sebelum melakukan perhitungan catch per unit effort (CPUE) yaitu dengan menbandingkan hasil tangkapan per unit upaya masing-masing alat tangkap. Berdasarkan analisis standarisasi dari tiga alat tangkap pada penangkapan ikan cakalang menunjukkan jumlah CPUE alat tangkap purse seine sebesar 248,110 ton
dengan nilai rata-rata CPUE 35,4 ton, pancing tonda sebesar 21,4 ton dengan nilai rata-rata 3,061 ton, dan gill net 6,522 dengan nilai rata-rata 0,932. Alat tangkap yang dijadikan sebagai pedoman atau standar yang sesuai dari ketiga alat tangkap tersebut adalah purse seine, dimana alat tangkap tersebut memiliki fishing power index (FPI) sama dengan satu (1). Hasil standarisasi alat tangkap tersebut disajikan pada Tabel 13 berikut. Sedangkan proses standarisasi disajikan pada Lampiran 1. Tabel 13 Hasil standarisasi alat tangkap purse seine pada ikan cakalang Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
(2)
Purse seine 1 1 1 1 1 1 1 1
FPI Cakalang PancingTonda 0,0325 0,039 0,0467 0,055 0,0137 0,0064 0,0048 0,0283
Gill net 0,111 0,128 0,103 0,103 0,128 0,073 0,031 0,097
Produksi, upaya penangkapan dan CPUE standar ikan cakalang
Berdasarkan analisis data standarisasi pada ikan cakalang dimana produksi, effort dan CPUE standar pada alat tangkap purse seine tahun 2002-2008 diperoleh nilai produksi terendah tahun 2005 sebasar 50,78 ton dimana effot 2,37 unit dan CPUE sebesar 21,40 ton. Sedangkan nilai produksi tertinggi pada tahun 2007 sebasar 310,68 ton, effot 10,213 unit dan CPUE sebesar 61,2 ton. Sedangkan effort tertinggi terjadi pada tahun 2003 dengan jumlah 10 unit, sedangkan CPUE tertinggi pada tahun 2008 sebesar 63 ton. Sedangkan hasil analisis CPUE standar ikan cakalang pada alat tangkap purse seine disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Produksi, upaya penangkapan dan CPUE standar ikan cakalang pada alat tangk purse seine
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah Rata-rata Sumber: Data sekunder diolah
C total (ton) 239,16 236,68 283,26 50,78 194,60 310,68 280,33 1595,49 227,927
E Std (unit) 9,722 10,213 9,594 2,373 4,784 5,076 4,448 46,209 6,601
CPUE std 24,600 23,175 29,525 21,400 40,680 61,212 63,025 263,617 37,660
(3)
Potensi lestari ikan cakalang
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan 4 model pendekatan schaefer diperoleh nilai validasi yang terendah maupun yang terbaik adalah diperoleh pada pendekatan
model
equilibrium
Schaefer
dari
pendekatan
Walter
Hilborn,
disequilibrium, dan schunte. Model equilibrium merupakan model best fit yang diandalkan karena nilai rata-rata dari validasinya lebih rendah daripada model yang lain. Untuk mengetahui pembandingan model best fit pada keempat model pendekatan disajikan pada Tabel 15 berikut dan hasil secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 15 Hasil pendekatan empat model surplus produksi pada ikan cakalang . Equilibrium Kesesuaian tanda Sesuai Koefisien determinasi R2 0,180229 Intercept 53,61045 X variabel -2,416,36 X variabel 2 Validasi model 0,1614 Sumber: Data sekunder diolah
Walter hilborn
0,66987 -25,5227 4,244497 -3,91728 -3,8715
Disequilibrium
0,271429 0,66538 -0,00953 -0,03265 0,45107
Schnute
0,704544 1,113309 -0,01029 -0,09085 2,45978
Selanjutnya kurva hubungan antara produksi (catch), upaya penangkapan (effort), tingkat pemanfaatan dan pengupayaan unit penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Jaya menunjukkan pada tahun 2002 sampai 2004 masih pada batas penangkapan lestari, sedangkan penangkapan pada tahun 2007 sebesar 280,33 ton dan tahun 2008 sebesar 310,68 ton sudah melewati penangkapan lestari (Gambar 20). Hasil analisis produksi penangkapan ikan menggunakan model Schaefer menunjukkan upaya penangkapan optimum hasil tangkapan optimum (CMSY) sebesar 297,3 ton/tahun (EMSY) sebesar 11,099222 unit/tahun. Kurva keberlanjutan penangkapan disajikan pada Gambar 20.
350
P roduksi (ton)
2004
2007
300
CMSY
= 297,3564 ton/tahun
2008
250
2003
2002
200
2006
150 100 50
2005
EMSY = 11,099222 trip/thn
0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Effot
Gambar 20 Status produksi dan upaya penangkapan ikan cakalang di Kabupaten Aceh Jaya 2002-2008. 5.1.3.2 Upaya Penangkapan Ikan Madidihang (1)
Standarisasi alat tangkap
Secara umum setiap alat tangkap mampu menangkap berbagai jenis ikan di suatu daerah penangkapan. Namun kemampuan dari masing-masing alat tangkap tersebut berbeda-beda dalam menangkap suatu jenis ikan. Standarisasi upaya penangkapan perlu dilakukan sebelum melakukan perhitungan catch per unit effort (CPUE) yaitu dengan membandingkan hasil tangkapan per unit upaya masing-masing alat tangkap. Berdasarkan analisis standarisasi pada tiga alat tangkap pelagis besar pada ikan madidihang menunjukkan CPUE alat tangkap purse seine sebesar 198,6 ton dengan nilai rata-rata CPUE 28,4 ton, pancing tonda 3,4 ton dengan nilai rata-rata 0,5 ton, dan gill net 14,6 dengan nilai rata-rata 2,1 ton. Terkait dengan ini,alat tangkap yang dijadikan sebagai pedoman atau standar yang sesuai dari ketiga alat tangkap tersebut yaitu alat tangkap purse seine, dimana alat tangkap tersebut memiliki fishing power index (FPI) sama dengan satu (1). Hasil standarisasi alat tangkap purse seine pada ikan madidihang disajikan pada Tabel 16. Sedangkan proses standarisasi alat tangkap dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 16 Standarisasi alat tangkap purse seine pada ikan madidihang Tahun
Purse seine 2002 1 2003 1 2004 1 2005 1 2006 1 2007 1 2008 1 Rata-rata 1 Sumber: Data sekunder diolah
FPI madidihang PancingTonda 0,0225 0,0323 0,00186 0,0503 0,0175 0,0101 0,0099 0,0283
Gill net 0,1028 0,1290 0,0991 0,0995 0,1323 0,0610 0,0308 0,0935
(2) Produksi, upaya penangkapan dan CPUE standar ikan madidihang
Berdasarkan analisis data standarisasi pada ikan cakalang dimana produksi, effort dan CPUE standar pada alat tangkap purse seine tahun 2002-2008 diperoleh nilai produksi terendah tahun 2005 sebasar 32,88 ton effort 2,299 unit dan CPUE sebesar 14,300 dan tertinggi pada tahun 2008 sebasar 332,88 ton dengan CPUE sebesar 67,6. ton. Sedangkan effort tertinggi pada tahun 2003 dengan jumlah 9,779 unit, dengan jumlah CPUE mencapai 198,6 ton dan nilai rata-rata CPUE sebesar 28,4 ton. Hasil analisis CPUE standar ikan madidihang pada alat tangkap purse seine disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Produksi, Upaya penangkapan dan CPUE standar purse seine Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah Rata-rata
(3)
C total (ton) 173,22 138,71 130,83 32,88 110,26 216,552 332,88 1135,33 162,190
E Std (unit) 8,880 9,779 7,856 2,299 5,035 4,894 4,924
CPUE std 19,685 14,185 16,653 14,300 21,900 44,250 67,600
43,587 6,227
198,573 28,368
Potensi lestari ikan madidihang
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan 4 model pendekatan Schaefer diperoleh nilai validasi yang terendah maupun yang terbaik adalah diperoleh pada pendekatan model equilibrium Schaefer paling rendah nilai validasinya dari pendekatan Walter Hilborn, disequilibrium, dan Schunte. Model equilibrium merupakan model best fit yang diandalkan karena nilai rata-rata dari validasinya lebih rendah dari pada model yang lain. Untuk mengetahui pembandingan model best fit pada keempat model pendekatan disajikan pada Tabel 18, sedangkan hasil analisi dari keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 18 Hasil pendekatan empat model surplus produksi pada ikan madidihang Equilibrium Kesesuaian tanda sesuai Koefisien determinasi R2 0,099074 Intercept 43,28376 X variabel -2,39554 X variabel 2 Nilai validasi 0,320481 Sumber: Data sekunder diolah
Walter Hilborn
0,950607 7,143197 2,597616 -2,04889 29,68731
Disequilibrium
0,269356 0,752777 -0,00701 -0,006638 2,059502
Shunute
0,504805 0,701977 0,004318 -0,09166 -2,14694
Selanjutnya kurva hubungan antara produksi (catch), upaya penangkapan (effort), tingkat pemanfaatan dan pengupayaan unit penangkapan ikan madidihang di Kabupaten Aceh Jaya menunjukkan pada tahun 2002 hasil tangkapan mencapai 173,22 ton, tahun 2003 mencapai 138,71 ton dan tahun 2004 mencapai 130,83 ton, tahun 2005 hasil tangkapan menurun dratis menjadi 32,88 ton, tahun 2006 mncapai 110,26 ton tahun 2007 mencapai 216,55 ton dan tahun 2008 mencapai 332,88 ton. (Gambar 21). Hasil analisis produksi ikan menggunakan empat model penduga menunjukkan upaya penangkapan optimum EMSY sebesar 9,034247 unit/tahun, sedangkan hasil tangkapan optimum CMSY sebesar 195,5 ton/tahun. Bila mengacu kepada hasil tangkapan optimum (CMSY) tersebut, maka hasil tangkapan pada tahun 2002-2006 masih dalam batas lestari, sedangkan hasil tangkapan pada tahun 20072008 sudah melebihi batas lestari atau CMSY tersebut. Kurva keberlanjutan penangkapan ikan madidihang disajikan pada Gambar 21.
350 2008
300
Produksi (t0n)
250 2007
2002
CMSY = 195, 518114 ton/tahun
200 2003
150 2004
2006
100 50
EMSY = 9,03424751ton/tahun 2005
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Effot
Gambar 21 Status produksi dan upaya penangkapan ikan madidihang di Kabupaten Aceh Jaya. 5.1.3.3 Upaya Penangkapan Ikan Tongkol (1)
Standarisasi alat tangkap
Secara umum setiap alat tangkap mampu menangkap berbagai jenis ikan di suatu daerah penangkapan. Namun kemampuan dari masing-masing alat tangkap tersebut berbeda-beda dalam menangkap suatu jenis ikan. Standarisasi upaya penangkapan perlu dilakukan sebelum melakukan perhitungan catch per unit effort (CPUE) yaitu dengan menbandingkan hasil tangkapan per unit upaya masing-masing alat tangkap. Berdasarkan analisis standarisasi tiga alat tangkap pada penangkapan ikan cakalang menunjukkan jumlah CPUE alat tangkap purse seine sebesar 248,105 ton dengan nilai rata-rata CPUE 35,44 ton, pancing tonda 21,428 dengan nilai rata-rata 3,1 ton, dan gill net 6,5 dengan nilai rata-rata 0,932. sehingga terkait dengan ini maka alat tangkap yang dijadikan sebagai pedoman atau standar yang sesuai dari ketiga alat tangkap tersebut adalah purse seine, dimana alat tangkap tersebut memiliki fishing power index (FPI) sama dengan satu (1). Standarisasi alat tangkap disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Standarisasi alat tangkap purse seine pada ikan tongkol Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah Rata-rata
(2)
Purse seine 1 1 1 1 1 1 1 7 1
FPI tngkol PancingTonda 0,0340 0,0311 0,0340 0,1515 0,0427 0,0171 0,0115 0,3219 0,0460
Gill net 0,1159 0,1392 0,1376 0,2221 0,1667 0,0895 0,0387 0,9096 0,1299
Produksi, upaya penangkapan dan CPUE standar ikan tongkol
Berdasarkan analisis data standarisasi pada ikan cakalang dimana produksi, effort dan CPUE standar pada alat tangkap purse seine tahun 2002-2008 diperoleh nilai produksi terendah tahun 2005 sebasar 8,5 ton dimana effort 1 unit dan CPUE sebesar 8,5 ton dan catch pada tahun 2006 sebasar 36,3 ton dengan CPUE sebesar 81,15 ton. Sedangkan effort tertinggi pada tahun 2002 dan 2004 dengan jumlah 4 unit, jumlah total CPUE pada ikan tongkol sebesar 159,9 ton dan nilai rata-rata CPUE sebesar 22,9 ton. Analisis CPUE standar ikan tongkol pada alat tangkap purse seine disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Produksi, upaya penangkapan dan CPUE standar purse seine Tahun
E Std (unit)
CPUE std
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
C total (ton)
157,5 144,96 130,83 36,48 122,64 243,79 287,712
9,984 9,980 9,828 4,292 6,757 6,403 5,573
15,775 14,525 13,313 8,500 18,150 38,075 51,625
Jumlah Rata-rata
1123,91 160,559
52,817 7,545
159,963 22,852
(3) Potensi lestari ikan tongkol
Berdasarkan hasil analisis dengan pendekatan empat model Schaefer diperoleh nilai validasi yang terendah maupun yang terbaik adalah diperoleh pada pendekatan model equilibrium Schaefer dari pendekatan Walter Hirborn, disequilibrium, dan Shunte. Model equilibrium merupakan model best fit yang diandalkan karena nilai rata-rata dari validasinya lebih rendah dari pada model yang lain. Untuk mengetahui pembandingan model best fit pada keempat model pendekatan disajikan pada Tabel 21 berikut dan hasil secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 21 Hasil pendekatan empat model surplus produksi pada ikan tongkol Equilibrium
Walter hilborn
Kesesuaian tanda Sesuai Koefisien determinasi R2 0,37457 Intercept 41,56285 X variabel -2,47986 X variabel 2 Nilai validasi 0,390073 Sumber: Data sekunder diolah
Disequilibrium
0,956667 22,98709 2,301895 -2,97986 -1,01343
0,261479 1,050523 -0,01089 -0,09046 1,0056674
Shunute
0,971089 1,684382 -0,00287 -0,18223 5,554039
Selanjutnya kurva hubungan antara produksi (catch), upaya penangkapan (effort), tingkat pemanfaatan dan pengupayaan uni penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Jaya menunjukkan pada tahun 2002 sampai 2004 masih pada batas penangkapan lestari, sedangkan pada tahun 2005 catch mencapai 36,48 ton dan tahun 2006 sebesar 122,64 ton, kondisi ini masih dalam penangkapan lestari, sedangkan pada tahun 2007 sebesar 243,79 ton dan 2008 287,7 ton/tahun kondisi ini pada ikan pelagis sudah melebihi tingkat produksi optimum (Gambar 22). Hasil analisis produksi ikan menggunakan model Schaefer menunjukkan upaya penangkapan optimum EMSY sebesar 8,83008 unit/tahun, sedangkan hasil tangkapan optimum CMSY sebesar 174,2 ton/tahun. Kurva keberlanjutan penangkapan ikan tongkol disajikan pada Gambar 22. 300
2008
Produksi (ton)
250
y = -2,4799x 2 + 41,563x - 2E-13 R2 = 1
2007
200
CMSY = 174,15 ton/tahun 2002
150
2003 2006
2004
100 50
2005
EMSY = 8,3800799 unit/thn 0 0
1
2
3
4
5
6
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Effot unit/Thn
Gambar 22 Status produksi dan upaya penangkapan ikan tongkol di Kabupaten Aceh Jaya.
5.2 Urutan Keunggulan Unit Penangkapan Ikan Pelagis Besar 5.2.1 Keunggulan berdasarkan aspek biologi
Keunggulan unit penangkapan ikan pelagis besar dilihat dari aspek biologi penilainya difokuskan pada kriteria komposisi jenis hasil tangkapan (X1), Hasil tangkapan utama (X2), Produksi tangkapan (X3), lama musim ikan (X4), lama musim penangkapan (X5), dan ukuran ikan yang tertangkap (X6), Tabel 26. Penilaian keunggulan unit penangkapan ikan pelagis besar berdasarkan aspek biologi (X1) pancing tonda menempatkan pada urutan prioritas pertama pada (UP1) dan untuk kriteria hasil tangkapan utama (X2) alat tangkap purse seine dan gill net menempatkan urutan pertama pada (UP2), untuk kriteria produksi hasil tangkapan (X3) purse seine menempati urutan pertama pada (UP3), lama musim ikan (X4) alat tangkap gill net pada posisi pertama pada (UP4), lama musim penangkapan (X5) purse seine menempati urutan pertama pada (UP5) sedangkan pada ukuran ikan yang tertangkap (X6) dari ketiga alat tangkap pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya alat tangkap purse seine memiliki pada posisi pertama pada (UP6). Alat tangkap yang termasuk ke dalam jenis line fishing seperti pancing tonda sangat baik dikembangkan kerena memiliki selektifitas yang tinggi. Penilaian aspek biologi unit penangkapan disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22 Penilaian aspek biologi unit penangkapan ikan pelagis besar No 1
Variabel (Xi)
Komposisi jenis hasil tangkapan (X1) UP1 2 Hasil tangkapan utama (X2) Up2 3 Produksi tangkapan (X3) Up3 4 Lama musim ikan (X4) Up4 5 Lama musim penangkapan ikan (X5) Up5 6 Ukuran relatif ikan tertangkap (X6) Up6 UP: Urutan Prioritas
Pancing tonda
Gill net
Purse seine
6 1 5 2 5 3 3 2 5 2 4 2
3 3 6 1 6 2 4 1 4 3 3 3
5 2 6 1 10 1 3 2 6 1 6 1
Tabel 23 Standarisasi aspek biologi unit penangkapan ikan pelagis besar No
Fungsi Nilai Variabel (V(Xi))
1 FN Komposisi jenis hasil tangkapan (V(X1)) 2 FN Hasil tangkapan utama (V(X2)) 3 FN Produksi tangkapan (V(X3)) 4 FN Lama musim ikan (V(X4)) 5 FN Lama musim penangkapan ikan (V(X)) 6 FN Ukuran relatif ikan yang tertangkap (V(X)) Total fungsi nilai (V(A)) Rataan fungsi nilai
Rangking
Pancing Tonda 1.000 0.000 0.000 0.000 0.500 0.333 1.833 0.306 3
Gill net 0.000 1.000 0.200 1.000 0.000 0.000 2.200 0.367 2
Purse seine 0.667 1.000 1.000 0.000 1.000 1.000 4.667 0.778 1
Penilaian aspek biologi secara keseluruhan setelah distandarisasi Tabel 23 menempatkan unit penangkapan purse seine pada urutan proiritas pertama dengan nilai 4,667, kemudian secara berurutan gill net sebesar 2,200, dan pancing tonda menempati urutan 3 (ketiga) sebesar 1,833. 5.2.2 Keunggulan berdasarkan aspek teknis
Keunggulan unit penangkapan berdasarakan aspek teknis meliputi penilaian panjang kapal (X1), lebar kapal (X2), tinggi kapal (X3), bahan kapal (X4), ukuran GT (X5), daya tahan mesin (X6), sampai pada urutan (X20) secara keseluruhan pada masing-masing tiga alat tangkap pancing tonda, gill net, purse seine tersebut dimana alat tangkap purse seine memiliki urutan prioritas pertama dengan nilai 14 urutan prioritas (UP) dan prioritas kedua diikuti alat tangkap pancing tonda dengan nilai 13 urutan prioritas (UP) ketiga pancing tonda dengan jumlah nilai prioritas 11 (UP). Penilaian keunggulan aspek teknis yang sangat berbeda dari ketiga alat tangkap dimana purse seine menempati urutan prioritas utama diantaranya adalah Panjang kapal (UP1), lebar kapal (UP2), bahan kapal (UP4), alat bantu penangkapan (UP10), ukuran mata jaring (UP11), durasi dalam satu kali houlling (UP15). Selanjutnya penilaian aspek teknis disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24 Penilaian aspek teknis unit penangkapan ikan pelagis besar No 1
Variabel (Xi)
Pancing tonda 4 3 2 3 2 1 2 1 2 3 4 2
Panjang kapal (X1) UP1 2 Lebar kapal (X2) UP2 3 Tinggi apal (X3) UP3 4 Bahan kapal (X4) UP4 5 Ukuran GT kapal UP5 6 Umur kapal (X6) UP6 7 Persepsi nelayan jika diberlakaukan jalur Penangkapan/wilayah penangkapan ikan (X7) UP7 8 Pendapatan nelayan (X8) UP8 9 Perlengkapan alat navigasi (X9) UP9 10 Alat bantu penangkapan (X10) UP10 11 Ukuran mata jaring (X11) UP11 12 Karakteristik alat penangkapan ikan (X12) UP12 13 Tipe unit penangapan ikan (X13) UP13 14 Teknik dam metode operasional (14) UP14 15 Durasi dalam satu kali houlling (X15) UP15 16 Frekuensi hauling dalam 1 trip (X16) UP16 17 Lokasi daerah penangkapan ikan (X17) UP17 18 Alasan nelayan mengoperasikan alat tangkap (X18) UP18 19 Alasan nelayan menangkap ikan (X19) UP19 20 Persepsi nelayan terhadap pengembangan (X20) UP20 Up: Urutan prioritas
6 1 10 1 4 1 2 2 4 1 5 2 4 1 10 1 2 2 4 1 6 1 4 2 4 1 6 1
Gill net
Purse seine
6 2 6 2 1 2 2 1 4 2 4 3
10 1 10 1 2 1 1 2 6 1 3 1
6 1 6 2 3 2 2 2 3 2 6 1 4 1 6 2 4 1 2 2 5 2 6 1 3 2 6 1
5 2 5 3 4 2 4 1 4 2 6 1 3 1 4 3 4 1 2 2 6 1 6 1 4 1 5 2
Tabel 25 Standarisasi aspek teknis unit penangkapan ikan pelagis besar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Fungsi nilai Variabel (V (Xi)
Pancing tonda FN panjang kapal (V(X1) 1.000 FN lebar kapal (V(X2) 1.000 FN Tinggi kapal (V(X3) 1.000 FN Bahan kapal (V(X4) 1.000 FN Ukuran GT kapal (X5) 1.000 FN Umur kapal (V(X6) 0.750 FN Daya tahan mesin (V (X7) 1.000 FN Perlengkapan alat navigasi (V (X8) 1.000 FN Perlengkapan kapal (V(X9) 1.000 FN Alat bantu penangkapan (X10) 1.000 FN Ukuran mata jaring (V(X11) 0.75 FN Karakteristik ala penangkapan ikan (V(12) 0.000 FN Tipe unit penagkapan ikan (V (X13) 0.000 FN Teknik dan metode opersi PI (V(14) 1.000 FN Durasi dalam satu kali hauliing (V(15) 0.000 FN Frekuensi hauling dalam 1 trip (V(X16)) 1.000 FN Frekuensi hauling dalam 1 trip (V(X16)) 1.000 FN Alasan nelayan mengoperasikan 0.000 alat tangkap FN Alasan nelayan menangkap ikan (V(X19)) 1.000 FN Persepsi nelayan terhadap pengembangan 1.000 Total Fungsi nilai (V(A)) Rataan fungsi nilai Rangking
Gill net 0.250 0.500 1.000 1.000 0.750 1.000 0.571 0.500 1.000 1.000 0.000 0.500 1.000 0.333 1.000 0.000 0.000 1.000
Purse seine 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.000 1.000 0.000 0.000 1.000 0.000 1.000 1.000
0.000 0.000
1.000 1.000
12.000
9.367
13.000
0.600 1
0.468 2
0.650 3
Dimana: • Urutan terbaik adalah satu (1) sedangkan yang terburuk adalah 3 • Skor tertinggi untuk masing-masing kriteria dijadikan skor baku bernilai 1,00
Setelah dilakukan standarisasi dengan menggunakan fungsi nilai Tabel 25. menempatkan unit penangkapan purse seine berada pada urutan pertama dengan nilai sebesar 13.000, pancing tonda sebesar 12.000 dan unit penangkapan gill net sebesar 9.367, artinya alat tangkap purse seine lebih baik fungsi nilai aspek teknisnya dari alat tangkap ketiga tersebut karena memiliki beberapa keunggulan secara teknis.
5.2.3 Keunggulan berdasarkan aspek sosial
Keunggulan aspek sosial unit penangkapan pelagis besar penilaiannya dilakukan berdasarkan pada kriteria dianatarnya adalah jumlah nelayan yang terserap (X1), tingkat pendidikan (X2), pengalaman kerja nelayan (X3), Penerimaan nelayan tentang Teknologi baru (X4), kepemilikan unit penangkapan (X5), adanya konflik antar nelayan (X6), persepsi tentang adanya wilayah penangkapan (X7), pendapatan nelayan (X8). Penilaian aspek sosial disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26 Penilaian aspek sosial unit penangkapan ikan pelagis besar No
Variabel (Xi)
1
Jumlah nelayan yang terserap (X1) UP1 2 Tingkat pendidikan (X2) UP2 3 Pengalaman kerja sebagai nelayan (X3) UP3 4 Penerimaan nelayan pada teknologi baru (X4) UP4 5 Kemungkinan kepemilikan unit penangkapan UP5 6 Ada tidaknya konflik antar nelayan (X6) UP6 7 Persepsi nelayan jika diberlakaukan jalur Penangkapan/wilayah penangkapan ikan (X7) UP7 8 Pendapatan nelayan (X8) UP7 Up: Urutan prioritas
Pancing tonda 2 2 4 2 6 1 6 1 4 1 8 2 6 1 10 1
Gill net 2 2 4 2 6 1 4 3 4 1 7 3
purse seine 10 1 6 1 5 2 5 2 3 2 10 1
6 1 6 2
5 2 5 3
Penilaian keunggulan unit penangkapan ikan pelagis besar berdasarkan aspek sosial menempatkan purse seine pada urutan prioritas pertama untuk kriteria jumlah nelayan yang terserap (X1) dan tingkat pendidikan (X2). Selanjutnya untuk unit penangkapan kriteria penerimaan nelayan (4) pada unit penangkapan maupun pengalaman kerja (X5) pancing tonda dan gill net menempati pada urutan prioritas pertama (UP3 dan UP4), dan kemungkinan kepemilikan (X5) unit penangkapan alat tangkap gill net, pancing tonda mendapat prioritas pertama pada (UP5). Sedangkan untuk kriteria adanya konflik antar nelayan (X6) purse seine pada urutan prioritas pertama (UP6), berikutnya untuk kriteria persepsi nelayan diberlakukan wilayah penangkapan (X7) purse seine dan gill net mendapat urutan pertama pada (UP7), serta pendapatan nelayan (X8) pancing tonda menempati urutan pertama pada (UP8).
Tabel 27 Standarisasi aspek sosial unit penangkapan ikan pelagis besar No 1 2 3 4 5 6 7 8
Fungsi Nilai Variabel (V(Xi) Jumlah nelayan yang terserap (V(X1) Tingkat pendidikan (V(X2) Pengalaman erja sebagai nelayan (X3) Penerimaan nelayan pada teknologi baru (X4) Kemungkinan kepemilikan unit penangkapan Ada tidaknya konflik antar nelayan (X6) Persepsi nelayan jika diberlakaukan jalur Penangkapan/wilayah penangkapan ikan (X7) Pendapatan nelayan (X8) Total Fungsi nilai (V(A)) Rataan fungsi nilai Rangking
Dimana:
• •
Pancing tonda 0.000 0.000 1.000 1.000 1.000 0.333
Gill net
Purse seine
0.000 0.000 1.000 0.000 1.000 0.000
1.000 1.000 0.000 0.500 0.000 1.000
1.000 1.000 5.333
1.000 0.200 3.200
0.000 0.000 3.500
0.667 1
0.400 3
0.438 2
Urutan terbaik adalah 1 sedangkan yang terburuk adalah 3 Skor tertinggi untuk masing-masing kriteria dijadikan skor baku bernilai 1,00
Setelah penilaian aspek sosial dilakukan standarisasi secara keseluruhan diperoleh proiritas masing-masing dari unit penangkapan Tabel 27. Urutan prioritas pertama yaitu unit penangkapan pancing tonda dengan nilai sebear 5.333. Kemudian secara berurutan yaitu purse seine dengan nilai sebesar 3.500, dan gill net berada pada urutan kerakhir dengan nilai sebesar 3.200.
5.2.4
Keunggulan berdasarkan aspek Kelayakan
Keunggulan masing-masing unit penangkapan berdasarkan aspek finansial meliputi penilaian terhadap kriteria biaya investasi kapal (X1), alat tangkap (X2), biaya mesin (X3), biaya BBM (X4), biaya operasional (X5), biaya perawatan kapal (X6), perawatan alat tangkap (X7), perdapatan kotor per jam (X8), biaya penangganan ikan (X9), pendapatan kotor per tahun (X10), pendapatan kotor per trip (11) sampai pada urutan (X14). Penilaian aspek kelayakan terhadap tiga unit penangkapan disajikan pada Tabel 28 berikut.
Tabel 28 Penilaian aspek kelayakan unit penangkapan pelagis besar No
Fungsi Nilai Variabel (V(Xi)
1
Biaya investasi kapal (X1) UP1 2 Biaya investasi (X2) UP2 3 Biaya investasi mesin (X3) UP3 4 Biaya operasional (BBM dan es) (X4) UP4 5 Biaya logistik (X5) UP5 6 Biaya perawatan (X6) UP6 7 Biaya perawtan alat tangkap (X7) UP7 8 Biaya perawtan mesin (X8) UP8 9 Biaya penangganan ikan (X9) UP9 10 Pendapatan kotor per tahun (X10) UP10 11 Pendapatan kotor per trip (X11) UP11 12 Pendapatan per jam operasi (12) UP12 13 Pendapatan kotor per tenaga kerja (X13) UP13 14 Harga BBM di lokasi (X14) UP14 UP: Urutan prioritas
Pancing tonda 10 1 10 1 6 1 10 1 10 1 5 2 9 1 10 1 10 1 10 1 9 2 4 3 6 1 4 1
Gill net 4 2 6 2 6 1 10 1 8 2 6 1 6 2 6 2 10 1 10 1 6 3 5 2 6 1 2 2
Purse seine 2 3 2 3 5 2 6 2 2 3 2 3 2 3 2 1 2 2 8 2 10 1 6 1 5 4 2 2
Penilaian terhadap masing-masing unit penangkapan berdasakan aspek finansial dari 14 kriteria tersebut diatas adalah aspek biaya investasi kapal (X1), dan (X2) pancing tonda menempati sebagai unit penangkapan prioritas utama pada (UP1) dan UP2), pada kriteria biaya investasi mesin (X3), biaya operasiaonal BBM (X4) pancing tonda dan gill net sebagai prioritas utama pada (UP3 dan UP4) dibanding dengan nilai prioritas purse seine, selanjutnya kriteria biaya operasional perbekalan (X5) pancing tonda menempati urutan pertama pada (UP5) karena pada unit penangkapan tersebut memiliki kapal yang kecil dan jumlah tenaga kerja yang sedikit maupun jumlah trip/hari penangkapan, kriteria perawatan kapal (X6) ditempati oleh gill net untuk prioritas utama pada (UP6). Sedangkan pada (X7), (X8) pancing tonda sebagai urutan pertama pada (UP7,UP8) dimana alat tangkap pancing tonda memiliki harga yang lebih murah maupun dari segi perawatan mesin kapal dari kedua unit penangkapan, dimana mesin yang digunakan oleh pancing tonda yaitu mesin stempel (out boat) sedangkan untuk
gill net dan purse seine menggunakan mesin mobil atau yang disebut dengan mesin dalam (In Boat) sehingga diperlukan biaya lebih banyak dibandingkan dengan unit penangkapan pancing tonda. Untuk (X9), (X10) pancing tonda dan gill net menempatkan pada urutan prioritas utama pada (UP9) dan (UP10) dimana biaya-biaya yang dikeluarga untuk kegiatan operasional unit penangkapan tersebut tidak terlalu besar, karena jumlah ABK maupun kebutuhan yang diperlukan lebih kecil dari pada unit penangkapan purse seine, dan untuk kriteria pendapatan kotor per trip (X11), pendapatan per jam operasi (X12) purse seine menempati urutan prioritas utama pada (UP11) dan (UP12), karena unit penangkapan tersebut memiliki spesifikasi yang berbeda dari kontruksi alat tangkap gill net dan pancing tonda seperti panjang alat tangkap, kedalam jaring, sehingga alat tangkap tersebut mampu menangkap ikan dalam jumlah besar, sehingga pendapatan per jam operasi dari
unit penangkapan akan berpengaruh pada
pendapatan yang diterima oleh masing-masing unit penangkapan. Selanjutnya pada kriteria (X13) pancing tonda dan gill net menempati urutan prioritas utama pada (UP13) dimana jumlah ABK dari unit penangkapan gil net (2-3 orang) sedangkan untuk alat tangkap purse seine (17-20 orang), begitu juga dengan (X14) pancing tonda menempatkan urutan prioritas utama pada (UP14) karena jumlah nilai bahan bakar dari masing-masing unit penangkapan ikan pancing tonda lebih sedikit dibanding alat tangkap gill net dan purse seine. Tabel 29 Standarisasi aspek kelayakan unit penangkapan ikan pelagis besar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Fungsi nilai Variabel (V (Xi) Biaya investasi kapal (X1) Biaya investasi (X2) Biaya investasi mesin (X3) Biaya operasional (BBM dan es) (X4) Biaya logistik (X5) Biaya perawatan (X6) Biaya perawtan alat tangkap (X7) Biaya perawtan mesin (X8) Biaya penangganan ikan (X9) Pendapatan kotor per tahun (X10) Pendapatan kotor per trip (X11) Pendapatan per jam operasi (12) Pendapatan kotor per tenaga kerja (X13) Harga BBM di lokasi (X14) Total Fungsi nilai (V(A)) Rataan fungsi nilai Rangking
Pancing tonda 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 0.750 1.000 1.000 1.000 1.000 0.75 0.000 1.000 1.000 12.500
Gill net 0.250 0.500 1.000 1.000 0.750 1.000 0.571 0.500 1.000 1.000 0.000 0.500 1.000 0.000 9.071
Purse seine 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.000 1.000 0.000 0.000 2.000
0.983 1
0.648 2
0.143 3
Selanjutnya setelah penilaian aspek sosial dilakukan standarisasi secara keseluruhan diperoleh prioritas masing-masing dari unit penangkapan Tabel 29. Urutan prioritas pertama yaitu unit penangkapan pancing tonda dengan nilai sebesar 11.500. Kemudian secara berurutan yaitu gill net dengan nilai sebesar 10.071, dan purse seine berada pada urutan terakhir dengan nilai sebesar 3.000. 5.2.5 Rangkuman Keunggulan Berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, dan kelayakan
Rangkuman keunggulan berdasarkan aspek biologi (X1), teknis (X2), sosial (X3), finansial (X4) unit penangkapan yang merupakan cakupan keseluruh aspek yang menjadi fokus penilaian. Tujuan penilaian keunggulan unit penangkapan adalah untuk mendapatkan jenis alat tangkap yang mempunyai keunggulan secara menyuluruh berdasarkan aspek-aspek tersebut sehingga cocok untuk dikembangkan. Hasil analisis skoring dilakukan terhadap tiga unit penangkapan yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Jaya menempatkan unit penangkapan purse seine berada pada urutan prioritas pertama untuk aspek biologi (X1), aspek teknis (X2), sementara pancing tonda menempati urutan prioritas pertama untuk aspek sosial (X3) dan finansial (X4). Rangkuman unit penangkapan disajikan pada Tabel 30. Tabel 30 Rangkuman penilaian aspek biologi, teknis, sosial, dan kelayakan No
X1 1.833
Up 3
X2 12.000
Up 2
Kriteria X3 5,333
2 Gill net
2.200
2
9.367
3
3
4.667
1
13.000
1
1
Jenis unit penangkapan P.tonda
Purse seine
Up 1
X4 11.50
Up 1
3.200
3
10.071
2
3.500
2
3.000
3
keterangan : X1 = Biologi X2 = Teknis X3 = Sosial X4 = Finansial UP = Urutan Prioritas
Tabel 31 Standarisasi aspek biologi, teknis, sosial, dan finansial pada unit penangkapan ikan pelagis besar No 1
Jenis unit Penangkapan P.tonda
V1(X1) 0,000
V2(X2) 0,725
Kriteria V3(X3) V4(X4) 1,000 1,000
2
Gill net
0,129
0,000
0,000
3
Purse seine
1,000
1,000
0,141
V(X) 2,725
UP 1
0,832
0,961
3
0,000
2,141
2
Rangkuman penilaian terhadap aspek biologi, teknis, sosial, dan finansial setelah distandarisasi menempatkan unit penangkapan pancing tonda pada urutan prioritas pertama dengan nilai sebesar 2,725. Kemudian prioritas pengembangan kedua diikuti alat tangkap purse seine dengan nilai sebesar 2,141 dan ketiga alat tangkap gill net sebesar 0,961 5.3 Kondisi Kelayakan Usaha Perikanan Tangkap 5.3.1 Analisis kelayakan
Kabupaten Aceh Jaya merupakan basis usaha perikanan tangkap yang sangat diperhitungkan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Adapun jenis usaha perikanan tangkap yang cukup diperhitungkan dan diusahakan cukup signifikan di Kabupaten Aceh Jaya adalah usaha perikanan purse seine, gill net, pancing tonda,. usaha perikanan tangkap tersebut berkembang secara turun-temuran. Usaha perikanan gill net, pancing tonda, purse seine merupakan usaha perikanan cukup dominan dan diusahakan oleh nelayan di Kabupaten Aceh Jaya. Hasil analisis finansial terkait pembiayaan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Jaya disajikan pada Tabel 32. Tabel 32 Kondisi pembiayaan (cost) usaha perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Jaya. Akhir Tahun
Purse seine
Biaya (Rp) Gill net
Pancing tonda
0
693,000,000
83,000,000
23,000,000
1
810,550,000
85,450,000
83,200,000
2
780,450,000
81,600,000
82,300,000
3
750,470,000
75,450,000
78,900,000
4
745,200,000
69,360,000
77,300,000
5
739,930,000
63,270,000
75,700,000
6
709,950,000
57,120,000
72,300,000
7
679,850,000
53,270,000
71,400,000
Untuk pembiayaan awal (investasi) usaha perikanan purse seine, gill net, pancing tonda di Kabupaten Aceh Jaya membutuhkan modal berturut-turut adalah Rp.693.000.000 Rp.83.000.000. Rp.23.000.000 Pembiayaan awal ini dibutuhkan untuk pengadaan alat tangkap, kapal, dan kelengkapan lainnya. Untuk usaha unit penangkapan purse seine dan gill net, modal awal tersebut lebih banyak digunakan
untuk pengadaan kapal, alat tangkap, mesin kapal dan perlengkapan kapal yang dibutuhkan untuk kegiatan operasi penangkapan, sehingga kapal yang disiapkan tersebut mampu menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh antara 15-45 mil laut, dengan demikian diharapkan Kapal purse seine mampu beroperasi selama 4-5 hari dilaut, gill net 1-2 hari dan pancing tonda satu hari. Manfaat (benefit) ketiga alat tangkap disajikan pada Tabel 33.
Tabel 33 Kondisi manfaat (benefit) usaha perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Jaya Akhir Tahun 0
Purse seine -
Biaya (Rp) Gill net -
Pancing tonda -
1
1,632,400,000
178,350,000
142,700,000
2
1,675,650,000
183,650,000
145,600,000
3
1,681,600,000
185,750,000
151,500,000
4
1,684,800,000
188,100,000
158,400,000
5
1,688,000,000
190,450,000
165,300,000
6
1,688,000,000
192,550,000
171,200,000
7
1,737,200,000
197,850,000
174,100,000
Bila melihat jumlah pembiayaan setelah investasi dikeluarkan (Tabel 33), pembiayaan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Jaya terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. purse seine merupakan usaha perikanan tangkap dengan kenaikan biaya operasi yang paling tinggi. Pada tahun ke-2, usaha perikanan purse seine, gill net dan pancing terus mengalami kenaikan biaya sampai ke 7. Hasil analisis finansial terhadap manfaat (benefit) ketiga usaha perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Jaya pada Tabel 24 menunjukkan usaha penangkapan purse seine, gill net dan pancing tonda termasuk usaha dengan manfaat yang paling baik dilihat dari manfaat yang diterima oleh masing-masing unit penangkapan yang melakukan penangkapan di Aceh Jaya.. Perkembangan perbandingan manfaat (benefit) dan cost pengusahaan unit penangkapan purse seine disajikan pada Gambar 23.
Nilai Bt atau Ct (Rp)
Perbandingan Benefit (Bt) dan Cost (Ct) Pengusahaan Alat Tangkap Purse Seine 2,000,000,000 1,800,000,000 1,600,000,000 1,400,000,000 1,200,000,000 1,000,000,000 800,000,000 600,000,000 400,000,000 200,000,000 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu Ope ras i (Tahun) Bt
Ct
Gambar 23 Perbandingan manfaat (Bt) dan pembiayaan (Ct) penguasaan alat tangkap purse seine di Kabupaten Aceh Jaya. Pada alat tangkap gill net (Gambar 26) cost yang dikeluarkan
dari tahun
ketahun cendrung meningkat. Penurunan hanya terjadi pada tahun kedua karena daerah penangkapan yang dijangkau oleh alat tangkap gill net tidak jauh serta pada tersebut adanya musim ikan di wilayah penangkapan, sehingga kebutuhan biaya operasional dapat dikurangi. Sedangkan kondisi manfaat yang terjadi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, dimana pada tahun pertama 178,350,000 dan kedua 183,650.000 dan sampai pada tahun ke tujuh mengalami peningkatan. Perbandingan benefit dan cost pengusahaan alat tangkap gill net disajikan pada Gambar 26 dan perbandingan benefit dan cost pengusahaan alat tangkap pancing tonda disajikan pada Gambar 24. Perbandingan Benefit (Bt) dan Cost (Ct) Pengusahaan Alat Tangkap Gillnet
Nilai Bt atau Ct (Rp)
250,000,000 200,000,000 150,000,000 100,000,000 50,000,000 0
1
2
3
4
5
6
7
Wak tu Ope ras i (Tahun) Bt
Ct
Gambar 24 Perbandingan perilaku manfaat (benefit) dan cost pengusahaan alat tangkap gill net di Kabupaten Aceh Jaya.
Perbandingan Benefit (Bt) dan Cost (Ct) Pengusahaan Alat Tangkap Pancing Tonda
Nilai Bt atau Ct (Rp)
200,000,000 150,000,000 100,000,000 50,000,000 0
1
2
3
4
5
6
7
Waktu Operasi (Tahun) Bt
Ct
Gambar 25 Perbandingan perilaku manfaat (benefit) dan cost pengusahaan alat tangkap pancing tonda di Kabupaten Aceh Jaya.
5.3.2 Analisis NPV
Hasil analisis finansial lanjutan menggunakan parameter NPV, B/C ratio, IRR, ROI, RTO dan RTL untuk setiap usaha perikanan tangkap yang ada di Kabupaten Aceh Jaya. Berdasarkan hasil analisis tersebut terlihat bahwa usaha penangkapan tersebut mempunyai NPV yang positif terhadap alat tangkap masing-masing yaitu purse seine Rp. (0,095) 4,021,356,705, Gill net Rp (0,095) 505,226,479. Pancing tonda Rp. (0,095) 375,453,615 selama 7 tahun waktu operasinalnya. Terkait dengan parameter NPV dari ke tiga alat tangkap tersebut nilai NPV Pancing tonda lebih rendah dibandingkan dengan purse seine dan gill net dimana NPV yang tertinggi terdapat pada unit penangkapan purse seine sebesar Rp. 4.021.356.705 diikuti gill net Rp. 505.226.479, yang berarti ketiga unit penangkapan tersebut memberikan keuntungan cukup menjanjikan selama waktu pengoprasiannya dengan kondisi suku bunga mengacu pada Bank Indonesia yaitu sebesar 9,5 %. Hasil analisis finansial disajikan pada Tabel 34.
Tabel 34 Hasil kelayakan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Jaya No
1 2 3 4 5 6
Kriteria kelayakan usaha NPV (0,095) IRR B/C ROI RTO RTL
Alat tangkap Purse seine 4,021,356,705 124,142 % 2,00 17,02 02,353,680,00 207,677,647
Gill net 505,226,479 119,974% 2,32 15,86 02,353,680,00 299,272,000
Pancing tonda 375,453,615 267,163 % 1,97 48,21 217,880,000 163,410,000
5.3.3 Analisis B/C ratio
Hasil analisis terhadap parameter B/C ratio menunjukkan bahwa usaha penangkapan purse seine, gill net, pancing tonda mempunyai B/C ratio yang besar. Dimana analisis B/C ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya, Semakin besar B/C ratio maka akan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh. Terkait dengan ini, maka dapat dikatakan bahwa ketiga usaha penagkapan ini memberikan manfaat lebih dari biaya yang dikeluarkan yaitu masing-masing pada unit penangkapan purse seine sebesar 2.0, unit penangkapan gill net 2,32 dan Pancing tonda sebesar 1.97 maka dengan demikian bahwa nilai keuntungan (manfaat) tersebut menunjukkan lebih besar dari pada jumlah pembiayaan yang dikeluarkan selama waktu pengoperasian usaha tersebut, artinya setiap biaya yang dikeluarkan melebihi dari satu. Usaha penangkapan pancing tonda merupakan usaha unit penangkapan dengan B/C ratio terendah dibandingkan dengan purse seine dan gill net di Kabupaten Aceh Jaya, hal tersebut disebabkan karena cara penangkapan dari alat tangkap tersebut dengan cara mengejar terhadap gerombolan ikan, disamping itu penggunaan jenis bahan bakar yang digunakan adalah bensin dan minyak tanah serta pada kondisi saat itu adanya kenaikan BBM.
5.3.4 Analisis IRR
Usaha unit penangkapan purse seine, gill net, pancing tonda termasuk usaha perikanan tangkap dengan nilai IRR masing-masing unit penangkapan purse seine sebesar 124.142 %, Gill net 119,974 %, dan pancing tonda sebesar 267,163 %. Hasil analisis dari ketiga unit penangkapan tersebut menujukkan bahwa menginvestasikan uang pada usaha penangkapan purse seine, gill net, pancing tonda, akan mendatangkan keuntungan yang relatif besar dan lebih tingi daripada disimpan di bank (dengan suku bunga hanya 9,5 % per tahun), yaitu masing-masing 124.142 %, 119,974 %, dan 267,163 % per tahunnya. Oleh karena itu, menginvestasi di bank sebaiknya lebih mengusahakan usaha perikanan purse seine, gill net dan pancing tonda di Kabupaten Aceh Jaya.
5.3.5 Analisis ROI
Hasil analisis terhadap parameter ROI sesuai pada Tabel 34 menunjukkan bahwa usaha penangkapan purse seine, gill net, pancing tonda termasuk usaha penangkapan
yang mempunyai tingkat pengembalian investasi (ROI) yang lebih baik yaitu masingmasing unit penangkapan purse seine 17,02, gill net 15,86, dan pancing tonda 48,21, karena ROI merupakan parameter finansial yang paling dalam menyeleksi tingkat pengembalian investasi dari suatu usaha.
5.3.6 Analisis RTO dan RTL
Berdasarkan hasil analisis RTO dan RTL menunjukkan usaha penangkapan pancing tonda paling tinggi ROI-nya, bahwa usaha ini dapat mengembalikan investasi sebesar 48,21 kali dari investasi yang ditanam. Selajutnya hasil analisis terhadap parameter RTO menunjukkan bahwa usaha penangkapan purse seine, gill net, pancing tonda yang diterima masing-masing pemilik pada unit penangkapan purse seine sebesar 2,353,680,000, gill net 299,272,000, dan pancing tonda sebesar 217,880,000. dimana kondisi ini sangat layak dan sangat perlu dikembangkan terhadap ketiga alat tangkap di Kabupaten Aceh Jaya. Dan parameter RTL terhadap penerimaan buruh selama tujuh tahun operasional terhadap ABK menunjukkan bahwa usaha penangkapan purse seine sebesar 207,677,647, gill net 149,636,000, dan pancing tonda sebesar 163,410,000. maka dengan demikian perlu dikembangkan dan layak diusahakan. Untuk hasil finansial tiga alat tangkap dapat dilihat pada Lampiran 7, 8 dan 9. 5.4 Pembahasan 5.4.1 Perkembangan perikanan ikan pelagis besar
Kabupaten Aceh Jaya memiliki perairan laut yang luas dimana nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis besar berada pada perairan zona 9 (sembilan) atau yang disebut dengan Wilayah perairaan Samudera Hindia. Penangkapan ikan pelagis besar yang ada di Kabupeten Aceh Jaya masih terbatas baik dari segi jenis alat tangkap yang digunakan, ukuran kapal, alat bantu penangkapan, sarana dan prasarana perikanan tangkap, serta jumlah nelayan maupun tingkat smberdaya nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis besar di wilayah Samudera Hindia masih sangat rendah. Ikan pelagis besar merupakan hasil tangkapan yang paling dominan tertangkap oleh nelayan di Kabupaten Aceh Jaya dengan menggunakan unit penangkapan pukat cincin (purse seine), jaring insang permukaan (gill net), dan pancing tonda. Dilihat dari produksi hasil tangkapan dari ketiga jenis ikan pelagis besar seperti ikan cakalang
pada tahun 2002 mencapai 239,160 ton per/tahun dan meningkat pada tahun 2004 sebesar 283,260 ton/tahun. Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya kapal lain yang melakukan penangkapan di wiliyah perairan Aceh Jaya sehingga kapal tersebut menurunkan hasil tangkapannya, selanjutnya adanya permintaan masyarakat tentang kebutuhan ikan di Kabupaten Aceh Jaya yang merupakan Kabupaten baru (Aceh Jaya) pemekaran dari Kabupaten Meulaboh di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pada tahun 2005 produksi menurun drastis akibat adanya bencana tsunami dan pada tahun 2006 sampai 2008 meningkat disebabkan karena sarana dan parasarana perikanan tangkap berupa kapal, alat tangkap dan kebutuhan pendukung lainya yang ada di Kabupaten Aceh Jaya, dari sisi lain sudah normalny roda pemerintah sehingga masyarakat sudah kembali melakukan aktivitasnya dilaut, begitu juga terhadap jenis ikan madidihang pada tahun 2002 sebesar 173,22 ton per/tahun dan tahun 2005 menurun, selajutnya pada tahun 2006-2008 setelah adanya bantuan kapal maupun alat tangkap di Kabupaten Aceh Jaya produksi hasil tangkapan meningkat sebesar 332,88 ton/tahun, kondisi ini terjadi juga seperti pada ikan tongkol dari tahun 2002 sebesar 157,50 ton dan menurun sampai tahun 2004 menjadi 127,80 ton sedangkan tahun 2005 menurun drastis kondisi ini sama yang terjadi pada jenis ikan cakalang dan madidihang akibat bencaa stunami, namun pada tahun 2006 sampai tahun 2008 mengalami peningkatan. Peningkatan produksi dari tiga jenis ikan pelagis besar tesebut sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca, musim ikan dan sumberdaya ikan, daerah penangkapan, dan jumlah alat tangkap yang ada di Kabupaten Aceh Jaya. Dilihat dari perkembangan jenis unit penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya unit penangkapan purse seine pada tahun 2002 sebesar 4 unit dan tahun 2006 sampai 2008 sebesar 2 unit. kondisi ini lebih rendah di bandingkan dengan alat pacing tonda dan giil net, karena unit penangkapan purse seine membutuhkan biaya lebih besar dari pada pancing tonda dan gill net. Selanjutnya unit penangkapan purse seine di wilayah Kabupaten Aceh Jaya belum memiliki fasilitas tambat labuh (pelabuhan) untuk bongkar muat hasil tangkapan, pengisian BBM, dan bahan kebutuhan logistic melaut. Sehingga kapal-kapal purse seine tersebut harus berlabuh jangkar lebih jauh dari daratan. Pada unit penangkapan pancing tonda pada tahun 2002 sebesar 67 unit sedangkan pada tahun 2005 menurun akibat bencana tsunami, pada tahun 2008 sebesar 96 unit. Perkembangan pancing tonda di Aceh Jaya karna adanya bantuan dari
BRR dan NGO internasiaonal, unit penangkapan pancing tonda dengan menggunakan mesin tempel dalam menangkap ikan pelagis besar lebih efektif dari segi bentuk alat tangkap maupun mesin yang digunakan oleh nelayan di daerah tersebut, karena nelayan pada saat selesai melaut kapal langsung dinaikkan kedarat agar lebih mudah dalam menjaga dan merawat. Pancing tonda yang digunakan Kabupaten Aceh Jaya sudah merupakan tradisi turun temurun dalam menangkap jenis ikan pelagis besar seperti cakalang, madidihang, tongkol dan jenis ikan pelagis lainnya. Penggunaan kapal motor stempel di Aceh Jaya juga dipengaruhi oleh faktor kondisi perairan dan geografi maupun topografi dari wilayah tersebut. Sedangkan unit penangkapan gill net pada tahun 2002 sebesar 32 unit dan menurun pada tahun 2004 menjadi 28 unit, tahun 2005 menurut drastis, namum tahun 2005 sampai 2008 terjadi peningkatan karena adanya bantuan dari BRR dan NGO international. Peningkatan armada pancing tonda maupun gill net sangat berbeda disebabkan oleh biaya kapal, alat tangkap yang cukup mahal sehingga masyarakat lebih memilih alat tangkap pancing tonda dan gill net, selanjutnya bantuan BRR maupun NGO yang ada di Kabupoaten Aceh Jaya lebih banyak mengalokasi jenis bantuan pancing tonda dan gill net di banding alat tangkap purse seine. Unit penangkapan pelagis besar yang ada di Kabupaten Aceh Jaya baik dilihat dari waktu penangkapan, alat bantu penangkapan, kapal maupun produksi hasil tangkapan sangat diperlukan pengembangan tentang teknologi penangkapan, penyediaan sarana dan prasarana perikanan tangkap, penggunaan rumpon sebagai tempat berkumpulnya ikan, dan perlengkapan alat bantu penangkapan navigasi maupun fish faider dalam memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis besar di wilayah Samudera Hindia, sehingga sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal mungkin dengan tanpa menggangu kelestarian sumberdaya, maka perlu mengetahui informasi tentang status tingkat pemanfaatan sumberdaya yang tersedia, kemampuan alat tangkap, teknologi yang digunakan dan sumberdaya manusia. Nikijuluw (2001) mengatakan bahwa pemamfaatan sumberdaya ika perlu kehati-hatian agar tidak sampai pada kondisi kelebihan penangkapan ikan (over fishing).
5.4.2 Standarisasi alat tangkap
Secara umum setiap alat tangkap mampu menangkap berbagai jenis ikan disuatu daerah penangkapan, namun kemampuan dari masing-masing alat tangkap tersebut berbeda-beda dalam menangkap suatu jenis ikan, baik cara penangkapan
maupun kontruksi alat tangkap yang digunakan sangat beragam. Standarisasi yang dilakukan terhadap alat tangkap purse seine, pancing tonda dan gill net yang ada di Kabupaten Aceh Jaya menempatkan alat tangkap purse seine sebagai alat tangkap yang standar untuk menangkap jenis ikan pelagis besar. Salah satu faktor bahwa alat tangkap yang standar yaitu mempunyai laju tangkapan CPUE terbesar yaitu pada purse seine jenis ikan cakalang sebesar 248,105 ton dengan rata-rata 35,44 memiliki fishing power indek (FPI) sama dengan satu, (Tampubolon dan Sutejo, 19983 Vide Tiennasari, 2000), sedangkan pacing tonda laju tangkap CPUE dengan jumlah 6,522 ton, FPI rata-rata 0,0283 dan gill net memiliki CPUE dengan jumlah 21,428 ton, FPI rata-rata 0,097. Sedangkan pada ikan madidihang CPUE yang paling tinggi sebesar 198,573 ton dengan rata-rata CPUE 28,367 dengan FPI satu, selanjutnya pada ikan tongkol CPUE sebesar 159,96 ton dengan rata-rata 22,85, FPI satu. Dari hasil standarisasi tiga jenis alat tangkap dari tiga jenis ikan purse seine merupakan alat tangkap yang standar untuk menangkap ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya, karena alat tangkap tersebut memiliki jumlah CPUE yang tinggi dan fishing power indek (FPI) satu. Maka alat tangkap tersebut dapat dianalogikan hasil tangkapan ikan pelagis besar dari alat tangkap pancing tonda dan gill net seperti ikan cakalang, madidihang dan tongkol merupakan hasil tangkapan dari alat tangkap purse seine. Faktor-faktor yang merupakan purse seine sebagai alat yang standar dan lebih baik dalam menangkap ikan pelagis besar sangat di pengaruhi oleh panjang alat tangkap, kedalaman alat tangkap, cara pengoperasian, daerah penangkapan, alat bantu penangkapan, dan kemampuan tangkap itu sendiri, sehingga alat tangkap tersebut sangat dipengaruhi terhadap produksi yang dihasilkan.
5.4.3 Status Produksi Ikan Pelagis Besar 1.
Status produksi ikan cakalang
Hasil analisis produksi ikan dengan menggunakan model surplus produksi ” Schaefer” pada ikan cakalang menunjukkan nilai cacth maximum sustainable yield (CMSY) sebesar 297,4 ton/tahun dengan EMSY sebesar 11,093 unit/tahun. Hasil tangkapan pada tahun 2008 sebesar 280,33 ton dengan effot standar sebesar lima unit. Hal tersebut berarti bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Aceh Jaya pada tahun 2008 memcapai 94,27 %.
Pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang di Kabupaten Aceh Jaya dalam kurun waktu 2002-2004 belum mencapai titik maximum sustainable yield (CMSY) sebagai mana di sajikan pada Gambar 20 tetapi pada tahun 2007 produksi ikan pelagis sebesar 310,68 ton dan 2008 sebesar 280,33 ton, pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang pada tahun tersebut sudah melebihi batas titik maximum. Salah satu faktor tersebut diatas sangat dipengaruhi oleh adanya bantuan kapal di Kabupaten Aceh Jaya baik dari NGO dan Pemerintah. Sedankan dari sisi lain terdapatnya armada penagkapan yang melakukan penagkapan di perairan Aceh Jaya, sehingga hasil tangkapan dari armada tersebut sebagian besar diturunkan di TPI Kabupaten Aceh Jaya serta bertambah permitaan akan kebutuhan ikan bagi masyarakat sebagai Kabupaten baru di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
2.
Status produksi pada ikan madidihang
Berdasarkan hasil pendekatan empat model penduga ikan madidihang CMSY sebesar 195,51 ton/thn dengan EMSY sebesar 9 unit/tahun. Hal ini berarti bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan madidihang di Kabupaten Aceh Jaya pada tahun 2008 memcapai 65.08 %. Pemanfaatan sumberdaya ikan madidihang di Kabupaten Aceh Jaya dalam kurun waktu 2002-2006 belum mencapai titik catch Maximum Sustainable Yield (CMSY) Gambar 21 tetapi pada tahun 2007 produksi ikan pelagis besar yaitu 216,6 ton dan 2008 sebesar 332,88 ton, pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang pada tahun tersebut sudah melebihi batas titik maximum penangkapan. Salah satu faktor melebihi batas optimun pada tahun 2007 dan 2008 yaitu adanya bantuan armada penangkapan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan meningkatnya saran dan prasarana penangkapan di setiap Kabupaten akibat bencana tsunami oleh NGO dan Pemerintah.
3.
Status produksi pada ikan tongkol
Pada ikan tongkol CMSY sebesar 174,15 ton/trip dan EMSY sebesar 8 unit/tahun. Hasil tangkapan pada tahun 2008 sebesar 287,712 ton dan effot stndar sebesar 5,573 trip/tahun sedangkan tahun 2007 sebesar 243,79 ton/tahun dan effot standar sebsar 6,4 unit/tahun. Hal ini berarti bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya pada tahun 2007 dan 2008 melebihi batas optimum. Pemanfaatan sumberdaya ikan tongkol di Kabupaten Aceh Jaya dalam kurun waktu 2002-2006 belum mencapai titik maximum sustainable yield (CMSY) Gambar
22, kondisi ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya pada tahun 2002-2006 belum melebihi batas tangkap hal tersebut masih minimnya armada penangkapan, sarana dan prasarana penangkapan serta kurangnya perhatian Pemerintah Provinsi dalam hal pengembangan perikanan tangkap di setiap Kabupaten khususnya di Aceh Jaya yang merupakan Kabupaten pemekaran dari Meulaboh. Sedangkan tujuan di lakukan pendekatan dari empat model penduga dalam mengetahui status ikan pelagis besar adalah agar data yang ada dengan hasil analisis tersebut lebih mendekati kebenaran.
5.4.4 Kriteria Keunggulan Unit Penangkapan 1
Aspek biologi
Keunggulan unit penangkapan dari aspek biologi fokus penilaian pada, komposisi jenis hasil tangkapan, hasil tangkapan utama, produksi tangkapan, lama musim ikan dan lama musim penangkapan ikan maupu ukuran ikan tertangkap (Tabel 22 dan 23). Berdasarkan penilaian aspek biologi unit penangkapan ikan dengan menggunkan fungsi nilai purse seine menempatkan sebagai prioritas utama jaring insang (gill net) pada posisi kedua dan pancing tonda pada urutan ketiga. Komposisi hasil tangkapan pancing tonda menjadi proiritas utama. Hal ini berkaitan dengan kondisi fisik daerah penangkapan berada pada zona Samudera Hindia, dimana perairan tersebut terdapat banyaknya karang-karang yang merupakan daerah produktifitas ikan-ikan kecil yang menjadi bahan makanan bagi ikan pelagis besar. Dari sisi lain pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh tidak menggunakan alat bantu penangkapan yang berupa rumpon, sehingga komposisi ikan yang tertangkap lebih besar dengan alat tangkap pancing tonda, faktor lain yang mendukung daerah penangkapan tersebut merupakan jalur migrasi jenis ikan pelagis besar yang datang dari wilayah zona satu selat malaka maupun dari zona tiga yaitu dari laut jawa. Hasil tangkapan utama dari ketiga alat tangkap yang paling dominan dan kemampuan tangkap lebih besar dalam menangkap jenis ikan pelagis besar yaitu purse seine menempatkan pada urutan proritas utama, karena purse seine dalam mengoperasikan alat tangkap harus mengetahui jenis ikan yang ditangkap dalam bentuk bergerombol dengan species yang sama, sedangkan gill net pada urutan proiritas kedua , dan pancing tonda pada urutan ketiga. Unit penangkapan pada kriteria produksi hasil tangkapan dari ketiga alat tangkap purse seine menempatkan pada ururtan prioritas utama, karena purse seine
memiliki alat tangkap yang panjang maupun kedalaman yang cukup, serta memiliki kemampuan tangkap lebih besar dan mampu beroperasi siang maupun malam, sehingga jenis ikan-ikan yang berbentu bergerombol dalam jumlah banyak dapat tertangkap semaksimal mungkin. Gill net pada urutan proiritas kedua sedangkan pancing tonda berada pada urutan ketiga. Pada unit penangkapan gill net dioperasikan setiap saat karena daerah penangkapan yang dijangkau tidak terlalu jauh dari fishing base lebih kurang 10-15 mill laut sehingga kebutuhan BBM, kebutuhan es, bahan makanan tidak membutuhkan biaya yang besar. Daerah penangkapan yang mejadi tujuan penangkapan bagi alat tangkap tersebut cukup luas sehingga alat tangkap dapat dioperasikan lebih maksimal. Salah satu faktor kendala pada pengorasian dengan alat tangkap gill net yaitu diantaranya adalah bulan terang dan gelombang karena gill net dioperasikan pada malam hari. Sehingga gill net pada kriteria ini mendapat prioritas utama pada lama musim ikan. Selanjutnya pada unit penangkapan pancing tonda tidak jauh berbeda fator-faktor yang menjadi kendala dalam mengoperasikan alat tangkap, namun pada pancing tonda operasi penangkapan dilakukan pada siang hari. Unit penangkapan purse seine walaupun memiliki kontruksi kapal yang besar, memiliki lampu pengumpul ikan, kebutuhan es, bahan makanan , BBM, dan memiliki kapasitas palkah yang cukup, karena purse seine dalam melakukan penangkapan tidak menggunakan alat bantu rumpon, sehingga sangat berpengaruh pada kondisi keadaan laut, bulan terang maupun biaya yang dikeluarkan untuk operasi penangkapan. Pada kriteria lama musim ikan purse seine dan pancing tonda menjadi proiritas kedua pada lama musim ikan. Musim penangkapan merupakan kurun waktu tertentu ada tidaknya hasil tangkapan pada waktu proses penangkapan. Musim penangkapan berhubungan erat dengan aktifitas penangkapan sehingga musim dapat berpengaruh terhadap jumlah tangkapan. Oleh karena itu musim menjadi salah satu faktor yang berpengaruhi produktifirtas unit penangkapan. Unit penangkapan yang menjadi unggulan utama pada kriteria ini adalah purse seine menempatkan pada prioritas utama karena alat tangkap tersebut mampu beroperasi pada siang hari maupun malam hari sehingga waktu penangkapan lebih banyak, selanjutnya pancing tonda pada urutan kedua. Masing-masing unit penangkapan tersebut dioperasikan selama 11 bulan pertahun. Dilihat dari musim penangkapan ikan rata-rata 4-6 bulan pertahun kondisi ini sangat dipengaruhi oleh
keadaan musim barat dan musim timur yang selama ini peralihan musim tersebut tidak
sesuia dengan kondisi sehingga perubahan tersebut selalu berubah-rubah.
Faktor utama karena desakan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dari ketiga alat tangkap ukuran ikan yang tertangkap berbeda-beda karena masing-masing alat tangkap memiliki karakteristik alat tangkap yang berbeda-beda, baik dilihat dari cara pengoprasian alat tangkap, daerah penangkapan, maupun ukuran mata jaring. Pada ukuran ikan yang tertangkap dengan purse seine terdapat ukuran yang lebih baik karena daerah penagkapan ikan purse seine lebih jauh dari alat tangkap gill net dan pancing tonda, sehingga alat tangkap purse seine menjadi prioritas utama pada kriteria ukuran ikan yang tertangkap, sedangkan pada pancing tonda pada urutan kedua dan gill net pada urutan ketiga. 2
Aspek teknis
Aspek teknis merupakan aspek yang berhubugan dengan pengoperasian alat tangkap ikan, purse seine sebagai unit penangkapan yang paling produktif menangkap ikan dan layak untuk dikembangkan. Keunggulan purse seine pada beberapa kriteria panjang kapal, lebar, GT, bahan kapal, perlengkapan kapal dan alat bantu penangkapan. Haluan dan Nurani (1988) menyatakan unit penangkapan purse seine adalah unit penangkapan ikan pelagis yang paling produktif. Lebih lanjut Dahuri (2003) mengatakan salah satu ciri teknologi penangkapan ikan modern adalah memiliki produktifitas yang tinggi. Keunggulan lain pada purse seine adalah karakteristik alat tangkap penangkapan ikan alasan nelayan mengoprasikan alat tangkap, dimana alat tangkap tersebut dapat diopersikan pada siang hari maupun malam hari sehingga nelayan dapat memancing ikan pada malam hari untuk mencari tambahan diluar penghasilan tetap pada alat angkap purse seine. Rendahnya persepsi nelayan terhadap pengembangan alat penangkapan ikan disebabkan karena alat tangkap tersebut membutuhkan biaya investasi yang sangat mahal diantara jenis alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Jaya. Investasi yang demikian tinggi berdampak pada terhadap kemampuan dan jumlah kepemilikan alat tangkap dimana hanya pada pengusaha perikanan tertentu yang dapat menjangkau investasi tersebut. Oleh karena itu kepemilikan alat tangkap purse seine tanpa dukungan pemerintah sangat sulit bagi nelayan skala kecil dapat berinvestasi pada usaha penangkapan purse seine.
3
Aspek sosial
Secara umum pada aspek sosial pancing tonda sebagai prioritas unggulan utama pada fokus kriteria tingkat pendidikan, pengalaman kerja sebagai nelayan, kemungkinan kepemilikan dan pendapatan nelayan. Karena pancing tonda merupakan alat tangkap yang paling dominan diterima oleh nelayan di Kabupaten Aceh Jaya secara turun temurun serta secara teknis mudah dioperasikan. Hal yang terpenting salah satu faktor yang membuat pancing tonda lebih menonjol dari alat tangkap lain yaitu unit penangkapan tersebut dapat digunakan untuk menangkap ikan pelagis besar, tetapi juga dapat dialihkan berbagai jenis alat tangkap yang dapat dioperasikan dengan kapal tersebut seperti tramel net, hand line, rawai dasar, dan gil net sehingga mengakibatkan tingginya angka kepemilikan pada pancing tonda. Disamping hal tersebut kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap pengembangan perikanan tangkap seperti sarana dan prasarana yang mendukung perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Jaya, baik bentuk kapal maupun jenis alat tangkap yang lebih efektif dan sesuai dengan alat tangkap yang digunakan, sehingga pemamfaatan sumberdaya ikan di perairan aceh jaya dapat dimanfaatkan secara optimal. Hasil standarisasi fungsi nilai pada kriteria aspek sosial pancing tonda sebagai prioritas utama kriteria kedua pada unit penangkapan gill net dan ketiga pada unit penangkapan purse seine.
4
Aspek Finansial
Fokus utama pada kriteria finansial secara umum meliputi biaya invstasi kapal, alat tangkap, biaya operasional, biaya perawatan, pendapatan per tahun, pendapatan kotor per tenaga kerja. Berdasarkan hasil pada Tabel 28 pancing tonda merupakan unit penangkapan yang paling unggul dan menjadi prioritas utama. Hal ini dapat dipahami karena pancing tonda merupakan unit penangkapan yang paling efektif dari segi biaya-biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibandingkan dengan unit penangkapan lainnya. Pada unit penangkapan gill net kriteria-kriteria yang unggul dari unit penangkapan pancing tonda yaitu hanya kriteria harga BBM dilokasi, selanjutnya kriteria yang lainnya hampir mendekati kriteria yang unggul pada unit penangkapan pacing tonda. Sedangkan pada unit penangkapan purse seine kriteria yang lebih unggul yaitu kriteria pendapatan kotor, pendapatan perjam, dan harga BBM dilokasi.
Berdasarkan hasil standarisasi fungsi nilai pada kriteria aspek finansial pancing tonda sebagai prioritas utama sedangkan pada kriteria kedua pada unit penangkapan gill net dan prioritas ketiga pada unit penangkapan purse seine. Untuk hasil analisis skoring secara keseluruhan dapat dilihat pada lampiran 10. Berdasarkan hasil surplus produksi terhadap ikan pelagis besar yaitu cakalang, madidihang dan tongkol memiliki jumlah effot yang berbeda-beda baik yang tertangkap dengan unit penangkapan purse seine, gill net dan pancing tonda. Pada analisis surplus produksi dengan pendekatan empat model penduga purse seine merupakan unit penangkapan yang standar, selanjutnya terhadap unit penangkapan unggulan pancing tonda merupakan unit penangkapan yang layak untuk dikembangnkan di Kabupaten Aceh Jaya berdasarkan beberapa aspek tersebut diatas. Sedangkan untuk pengembangan unit penangkapan terhadap ikan pelagis besar berdasarkan analisis tersebut dapat dikembangkan pancing tonda sebesar 117 unit, gill net 19 unit dan purse seine 3 unit. 5.4.5 Kelayakan Usaha Unit Penangkapan Ikan
Hasil kelayakan pengembangan setiap usaha perikanan tangkap yang banyak dilakukan di Kabupaten Aceh Jaya setelah dilakukan analisis terhadap beberapa parameter kelayakan disajikan pada Tabel 34 Berdasarkan tiga unit penangkapan dari usaha perikanan tangkap tersebut layak dikembangkan di Kabupaten Aceh jaya. Dari tiga usaha perikanan tangkap yang layak tersebut usaha perikanan gill net dan merupakan usaha perikanan yang sangat bagus kelayakan finansialnya. Ketiga usaha unit penangkapan ikan pelagis besar nilai sebagai berikut pancing tonda yaitu NPV Rp 375,453,615 dan IRR Rp 267,163 % untuk B/C ratio, 1,97, selanjutnya untuk ROI 48,21, dan RTO 217,880,000 RTL 163,410,000 dengan jumlah ABK 2 orang. Pada analisis NPV nilai yang didapat dari unit penangkapan pancing tonda manfaat investasi > 0 artinya usaha penangkapan pada pancing tonda layak dilanjutkan. Sedangkan pada IRR tingkat suku bunga yang dibebankan 9,5 % pada pancing tonda mampu mengembalikan tingkat suku bunga sebesar 124,142 %. Pada unit penangkapan pancing tonda B/C ratio yang diterima selama operasi penangkapan sebesar 1,97, hal tersebut layak dan menguntungkan karena nilai B/C ratio tersebut lebih besar dari satu, kondisi ini sangat baik dikembangkan bagi usaha pancing tonda dari pada uang tersebut disimpan di Bank. Ada beberapa kemungkinan besar pancing tonda untuk dimasa akan datang tidak layak untuk dijadikan unit
penangkapan pelagis besar karena bahan bakar yang digunakan pancing tonda menggunakan bahan bakar bensin dan minyak tanah, serta terkait dengan harga BBM semakin tinggi, sedangkan dari sisi teknis unit penangkapan tersebut dalam melakukan penangkapan bahan bakar lebih banyak terserap untuk mencari gerombolan ikan. Selanjutnya pada analisis ROI tingkat pengembalian dari investasi sebesar 48,21 selama operasi penangkapan berarti usaha pada unit penangkapan tersebut mampu mengembalikan selama lebih kurang 3 bulan. Dan penerimaan pemilik (RTO) yang diterima selama operasi penangkapan memberikan nilai yang baik sebesar 217,880,000 kondisi ini lebih besar nilai yang diterima dari pada nilai yang dikeluarkan. Sedangkan pada penerimaan buruh (RTL) pada unit penangkapan pancing tonda juga memberikan nilai sebesar 163,410,000 nilai tersebut cukup layak diterima oleh buruh selama operasi penangkapan berjalan sebesar 1,945,350 per bulan. Sedangkan untuk unit penangkapan gill net NPV Rp 505,226,479, IRR 119,974 % , B/C ratio 2,32, selanjutnya untuk ROI 15,86 dan RTO 299,272,000, selanjutnya RTL 149,636,000 dengan jumlah ABK 2-4 ABK. Sedangkan pada unit penangkapan gill net B/C ratio sebesar 2,32 kondisi ini lebih tinggi dibandingkan dengan pancing tonda dan purse seine, hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi daerah penangkapan dari gill net lebih dekat dengan fishing base yaitu lebih kurang 8-12 mill laut dengan waktu tempuh 1-1.5 jam, sehingga bahan bakar yang dikeluarkan lebih sedikit. Sedangkan dari metode penangkapan gill net alat tangkap yang sudah di turunkan (setting) dibiarkan sehingga bahan bakar yang digunakan lebih sedikit, dalam operasi penagkapan gill net bahan bakar digunakan lebih besar digunakan untuk menuju ke daerah penangkapan dan kembali ke fishing base, dari sisi lain bahan makanan lebih sedikit karena unit penangkapan tersebut tidak melakukan penangkapan berhari-hari. Selanjutnya pada unit penangkapan purse seine NPV Rp 4,021,356,705, IRR 124,142 %, B/C ratio 2,00, selanjutnya untuk ROI 17,02 dan RTO 2.353,680,000, RTL 207,677,647 dengan jumlah ABK 17-20 orang. Ketiga usaha perikanan tangkap ini terandalkan dan sangat menguntungkan di Kabupaten Aceh Jaya. Salah satu faktor tersebut diantaranya adalah fishing ground dari unit penangkapan gill net, pancing tonda yang luas dan tidak jauh dari fishing base. Selanjutnya minimnya alat tangkap purse seine di Kabupaten Aceh Jaya.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6. 1
Kesimpulan
1. Potensi sumberdaya cakalang CMSY cakalang sebesar 297,4 ton/tahun EMSY sebesar 11 unit/tahun, CMSY madidihang sebesar 195,5 EMSY madidihang sebesar 9 unit/tahun. Dan CMSY tongkol sebesar 174,15 ton/tahun EMSY sebesar 8 unit/tahun. Potensi sumberdaya ikan pelagis besar tahun 2002-2006 masih pada batas optimum. Sedangkan pada tahun 2007-2008 sudah melebihi batas optimum, karena jumlah unit penangkapan semakin bertambah baik dari bantuan NGO maupun Pemerintah serta bertambahnya sarana dan prasarana perikanan tangkap di Aceh Jaya. sedangkan penangkapan tahun 2002-2006 belum melebihi optimum karena armada penangkapan masih terbatas serta kurangnya sarana dan prasarana perikanan tangkap. 2. Hasil analisis aspek biologi, teknis, sosial, dan finansial terhadap unit penangkapan ikan pelagis besar alat tangkap pancing tonda mendapat prioritas utama, gill net pada prioritas kedua sedangkan purse seine menempati pada urutan prioritas ketiga. 3. Unit penangkapan ikan pelagis besar yang layak dikembangkan di Kabupaten Aceh Jaya yaitu purse seine 3 unit, gill net 19 unit dan pancing tonda 117 unit. 4. Berdasarkan analisis kelayakan usaha, maka pancing tonda, gill net dan purse seine layak dikembangkan di Kabupaten Aceh Jaya sebagai alat penangkapan ikan pelagis besar.
6. 2
Saran
1 Pengembangan teknologi penangkapan ikan pelagis besar perlu diarahkan pada alat bantu penangkapan (rumpon, perlengkapan kapal, dan sumberdaya manusia). 2 Usaha unuk meningkatkan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Jaya perlu diupayakan peningkatan sarana dan prasarana perikanan tangkap. 3 Untuk pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar armada penangkapan perlu disesuaikan dan untuk menghemat BBM pada unit penangkapan pancing tonda perlu di arahkan pada mesin in boat (mesin diesel)
DAFTAR PUSTAKA Ayodhyoa. H. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Penerbit Yayasan Dewi Sri. Bogor. 89 hal. Baskoro, M. S, 2002. Metode Penangkapan ikan. Diktat Pengajaran KuliahJurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. Institut Petanian Bogor. Baskoro, M. S dan Efendy, A. 2005. Tingkal Laku Ikan. Hubungannya dengan Metode Alat Tangkap Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Bogor. 131 Hal Bahari, R. 1989. Peranan Koperasi Perikanan dalam Pengembangan Perikanan Rakyat. Prosiding temu Karya ilmiah Perikanan Rakyat. Jakarta, 18-19 Des 1989. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian Jakarta. 165- 180 Hal Bappeda, 2006. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Jaya 4565 Hal. Collette, B.B and Nauen, C. E. 1983. An Annotated and illustrated catalogue of tunas, Mackerels, Bonitos and Related Spicies know to date. FAO Fisheries Synopsis No. 125. Vol 2.Rome. 137 p. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. 2005. Revitalisasi Perikanan. SBP. Jakarta. 80 Hal. Dahuri, R 2003. Paradigma baru perkembangan Indonesia berbasis kelautan. Orasi ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.IPB Bogor. FAO. 1992 Tech. Paper 306/I. Intoduction to Tropical Fish Stock Assesment. Part 253-271 Hal Gulland, J.A.1993. Fish Stok Asesement: A Manual of Basic Methods. Wiley & Sons. Rome. 223 p. Haluan, J dan Nurani, T. W. 1988. Penerapan Metode Skoring dalam Penelitian Teknologi Penangkapan Ikan yang sesuai untuk di Kembangkan di suatu Wilayah Perairan. Buletin PSP. Vol II No.1. Fakultas Perikanan. IPB. 3–16 Hal Ihsan. 2000. Kajian Model Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap dalam rangka Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut secara optimal di daerah Kabupaten Pirang Sulawesi Selatan. [Thesis]. IPB Bogor. Program Pascasarjana. IPB. 319 Hal.
Jonh H.1996. Studi Pemanfaatan dan Potensi Sumberdaya Perikanan di Perairan Sibolga, Pantai Barat Indonesia. Buletin PSP, Vol. V. No.2. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan IPB. 38-45 Hal. Kadriah. 1988. Evaluasi Proyek. Analisis Ekonomi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonom. Universitas Indonesia. Jakarta. 255 Hal. Monintja, D. R. 1987. Beberapa Teknologi Pilihan untuk Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut di Indonesia. Buletin Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. 89–106 Hal Martasuganda , S. 2002. Jaring insang (Gill net).Serial Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan. Fakultas Perikanan dan Imu Kelautan. Institut Pertanian Bogor 68 Hal. Mukhlisa AG, Sugeng HW, Lin Solihin, 2007. Optimasi Usaha Perikanan Mini Purse Seine di Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Buletin PSP, Vol. XVI. No.1. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. IPB. 1-11 Hal. Nikijuluw, V.PH, 2001. Pengembangan PerikananTangkap Berwawasan Lingkungan Pustaka Cidesindo. Jakarta. Setyohadi, T. 1997. Pengembangan Nelayan dan Petani Ikan dalam Rangka Konsepsi Benua Maritim. Makalah di Sampaikan Pada Simposium Perikanan II. Hotel Sahid Makassar. Ujung Pandang 2-3 Dessember 1997. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Vol I dan II. Bina Cipta Bandung. 508 Hal. Sparre, P. Dan Vanema, S.C 1992. Introduktion to tropical Fish stock Assesment. Part I, Manual. FAO Fisheries Tecnhnical Paper No. 306, Rev.I FAO. Roma. 435 p. Subani, W. Dan Barus , H.R. 1989. Alat Penankap Ikan dan Udang Di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jurnal Edisi Khusus Nomor. 50 tahun 1988/1989. Departemen Pertanian. Jakarta 248 Hal. Tiennansari, A., 2000 Studi tentang Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Utama yang di Daratkan di Provinsi Bengkulu. Skripsi. Jurusan Pemamfaatan Sumberdaya Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Uktolsejo et. al. 1997. Sumberdaya ikan Pelagis Besar. Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Balai Penelitian Perikanan Laut, Puasat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. 40 – 88 Hal Von Branndt A. 1984. Fish Cathing Mehods of The World. England: Fishing News Boosk. 418 Hal Wisudo S. H., T. W. Nurani, Zulkarnain. 1994. Teknologi Penangkapan Ikan Pilihan yang Layak di Kembangkan di Pelabuhan Jawa Barat. IPB Bogor.
Widodo, J. 2001. Upaya Penangkapan dan hasil tangkapan per unit upaya (fishing effot and cathper unit Effot). Penuntun Pengkajian stok sumberdaya ikan di perairan Indonesia. Balai Penelitian Perikanan Laut, Pusat Riset Perikanan Tangka, DKP dan Pusat Penelitian Oceonografi LIPI. Jakarta. 61- 71 Hal. Zulkarnain dan Darmawan. 1997. Penggunaan Model Scaefer dan Model ox untuk pendugaan potensi dan tingkat pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus sp) di perairan Eretan Wetan, Indramayu. Bulletin PSP, Vol. VI No.3. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya perikanan. Institut Pertanian Bogor. 31-40. Hal.
Lampiran 1 Proses standarisasi alat tangkap, fishing power index, dan CPUE standar pada ikan cakalang Calakang Tahun
Pancing tonda
Purse seine
Gill net
Unit
HT(ton)
CPUE
Unit
HT
CPUE
unit
HT
CPUE
2002
4
98,40
24,600
67
53,56
0,799
32
87,20
2,725
2003
4
92,70
23,175
67
60,6
0,904
28
83,38
2,978
2004
4
118,10
29,525
58
79,96
1,379
28
85,2
3,043
2005
1
21,40
21,400
10
11,78
1,178
8
17,6
2,200
2006
2
72,10
36,050
45
44,3
0,984
17
78,2
4,600
2007
2
112,56
56,280
69
50,06
0,726
36
148,06
4,113
2008
2
114,15
57,075
96
52,93
0,551
64
113,25
1,770
Jumlah Rata2
19 3
629,41 89,92
248,105 35,444
412 58,857
353,19 50,456
6,522 0,932
213 30
612,89 87,5557
21,428 3,061
Fishing Power Index (FPI)
Tahun 2002
FPI Cakalang P.Seine P.Tonda Gill net 1 0,0325 0,111
2003
1
0,0390
0,128
2004
1
0,0467
0,103
2005
1
0,0550
0,103
2006
1
0,0137
0,128
2007
1
0,0064
0,073
2008
1
0,0048
0,031
Total Rata2
7 1
0,1982 0,0283
0,677 0,097
CPUE std
CPUE standar Tahun
C total
E Std
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
239,16
9,722
24,600
236,68
10,213
23,175
283,26
9,594
29,525
50,78
2,373
21,400
194,60
4,784
40,680
310,68
5,076
61,212
280,33 1595,49 227,927
4,448 46,209 6,601
63,025 263,617 37,660
Jumlah Rata
Lampiran 2 Hasil pendekatan empat model surplus produksi pada ikan cakalang Tahun
C total
E Std
CPUE std
2002
239,16
9,722
24,600
2003
236,68
10,213
23,175
2004
283,26
9,594
29,525
2005
50,78
2,373
21,400
2006
194,60
4,784
40,680
2007
310,68
5,076
61,212
2008 Jumlah Rata
280,33 1595,49 227,927
4,448 46,209 6,601
63,025 263,617 37,660
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics Multiple R 0,426954 R Square 0,18229 Adjusted R 0,018748 Square Standard Error 17,7114 Observations 7 ANOVA
df 1 5 6
Regression Residual Total
SS 349,65454 1568,4687 1918,1232
MS 349,65454 313,69373
F 1,114637
Significance F 0,339396
Model Equilibrium schaefer Coefficients
Standard Error
t Stat
Intercept x
53,6104
16,525045
3,244194
0,02284
Variable 1
-2,41636
2,2887278
-1,05576
0,3394
P-value
MSY dengan menggunakan model equilibrium schaefer EMSY (a/2b) = 11,093225 CMSY (a2/4b) = 297,35638 ( Fungsi prodksi : Y (CPUE) abE C=aE-ab^2 C = 53,610449E – 2,416355E^2 Validasi model Tahun
C aktual
E aktual
C dugaan
Validasi
2002
239,16
9,722
292,8127
0,22434
2003
236,68
10,213
295,483
0,24845
2004
283,26
9,594
291,9245
0,03059
2005
50,78
2,373
113,6064
1,23723
2006
194,60
4,784
201,1588
0,0337
2007
310,68
5,076
209,8532
0,32454
2008 Julh Rata2
280,33 1595,49 227,93
4,448 46,209 6,60
190,6497 1595,488 227,93
0,31991 1,12986 0,16141
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
11,1315 8,29972
96,0894
11,13147
96,0894
3,46701
-8,29972
3,467007
Lampiran 2 (lanjutan) Model Walter hilborn Regression Statistics Multiple R 0,818459 R Square 0,669875 Adjusted R 0,504813 Square Standard Error 70,45243 Observations 7
df 2 4 6
Intercept X Variable 1
Coefficients -25,5227 4,244497
Standard Error 115,82801 1,7789266
t Stat -0,2203497 2,38598774
P-value 0,8363884 0,0754962
Lower 95% -347,113 -0,6946
Upper 95% 296,0675 9,183589
Lower 95,0% -347,1128 -0,694595
Upper 95,0% 296,06745 9,1835893
X Variable 2
-3,91728
10,067868
-0,3890872
0,7170368
-31,8702
24,0356
-31,87016
24,035604
Regression Residual Total
MS 20143,6526 4963,54447
Significance F 0,108982
SS 40287,305 19854,178 60141,483
F 4,0583202
Model Disequilibrium schaefer SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,52099 R Square 0,27143 Adjusted R Square 0,21428 Standard Error 0,36317 Observations 6 ANOVA
Regression Residual Total
df 2 3 5
Coefficients
SS 0,1474122 0,3956841 0,5430962
MS 0,073706 0,131895
Standard Error
t Stat
F 0,55883
P-value
Significance F 0,62188
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0% 2,565639
Intercept
0,66539
0,597104
1,114358
0,34636
-1,23486
2,56564
-1,23486
X Variable 1
-0,00953
0,0093011
-1,02465
0,38093
-0,03913
0,02007
-0,03913
0,02007
X Variable 2
-0,03265
0,0553627
-0,58977
0,59682
-0,20884
0,14354
-0,20884
0,143537
Lampiran 2 (Lanjutan) Model Schnute SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,83937 R Square 0,70454 Adjusted R Square 0,50757 Standard Error 0,24282 Observations 6 ANOVA
Regression Residual Total
df 2 3 5
SS 0,4218064 0,1768876 0,5986939
MS 0,210903 0,058963
Coefficients
Standard Error
t Stat
F 3,5769
P-value
Significance F 0,1606
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95,0%
Intercept
1,1331
0,4125315
2,746682
0,07094
-0,17977
2,44595
-0,17977
X Variable 1
-0,0103
0,007504
-1,37115
0,26389
-0,03417
0,01359
-0,03417
X Variable 2
-0,0908
0,0347391
-2,61514
0,07933
-0,2014
0,01971
-0,2014
Lampiran 3 Proses standarisasi alat tangkap, fishing power index, dan CPUE standar pada ikan madidihang Madidihang Tahun
Pancing tonda
Purse seine
Gill net
Unit
HT(ton)
CPUE
Unit
HT
CPUE
unit
HT
CPUE
2002
4
78,74
19,6850
67
29,74
0,444
32
64,74
2,023
2003
4
56,74
14,1850
67
30,74
0,459
28
51,23
1,830
2004
4
66,61
16,6525
58
18
0,310
28
46,22
1,651
2005
1
14,3
14,3000
10
7,2
0,720
8
11,38
1,423
2006
2
43,8
21,9000
45
17,21
0,382
17
49,25
2,897
2007
2
88,5
44,2500
69
30,95
0,449
36
97,1
2,697
2
135,2
67,6000
96
64,43
0,671
64
133,25
2,082
19 3
483,89 69,12714
198,573 28,3675
412 58,857
198,27 28,325
3,435 0,491
213 30
453,17 64,73857
14,602 2,086
2008 jlh Rata2
Fishing Power Index (FPI) Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total Rata2
P.Seine 1 1 1 1 1 1 1 7 1
FPI Madidihang P.Tonda Gill net 0,0225 0,1028 0,0323 0,1290 0,0186 0,0991 0,0503 0,0995 0,0175 0,1323 0,0101 0,0610 0,0099 0,0308 0,1614 0,6544 0,0231 0,0935
CPUE standar Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 jmh Rata
C total 173,22 138,71 130,83 32,88 110,26 216,552 332,88 1135,33 162,190
E Std 8,800 9,779 7,856 2,299 5,035 4,894 4,924 43,587 6,227
CPUE std 19,685 14,185 16,653 14,300 21,900 44,250 67,600 198,573 28,368
Lampiran 4 Hasil pendekatan empat model surplus produksi pada ikan madidihang Tahun
C total
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
173,22
8,800
19,685
138,71
9,779
14,185
130,83
7,856
16,653
32,88
2,299
14,300
110,26
5,035
21,900
216,552
4,894
44,250
332,88 1135,33 162,190
4,924 43,587 6,227
67,600 198,573 28,368
Jumlah Rata
E Std
CPUE std
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,31476 R Square 0,099074 Adjusted R -0,08111 Square Standard Error 20,98908 Observations 7 ANOVA
Regression Residual Total
df 1 5 6
SS 242,228909 2202,7074 2444,93631
MS 242,2289092 440,5414807
F 0,549844
Significance F 0,491719
Model equilibrium schaefer Coefficients
Standard Error
t Stat
P-value
Intercept x
43,283763
21,62373145
2,001678719
0,1017212
Variable 1
-2,3955378
3,230601927
-0,74151439
0,4917192
MSY dengan menggunakan equilibrium schaefer EMSY (a/2b) = 9,03424751 CMSY (a2/4b) = 195,518114 Fungsi produksi: Y (CPUE) = a-bE C = aE – bE^2 C = 43,28376 – 2,39554 Validasi model Tahun C aktual 2002 173,22 2003 138,71 2004 130,83 2005 32,88 2006 110,26 2007 216,552 2008 332,88 Jlh 1135,332 Rata2 162,1903
E aktual 8,800 9,779 7,856 2,299 5,035 4,894 4,924 43,586806 6,2266865
C dugaan 195,386041 194,190492 192,195031 86,857685 157,198186 154,451230 155,05265 1135,33131 162,1902
Validasi 0,127965 0,399975 0,469044 1,641657 0,425705 -0,28677 -0,53421 2,243366 0,320481
Lower 95% 12,30181 10,70006
Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
98,86933
-12,30181
98,86933
5,908989
-10,70006
5,90899
Lampiran 4 (Lanjutan) Model Wartel hiborn SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics Multiple R 0,974991 R Square 0,950607 Adjusted R Square 0,917678 Standard Error 9,297773 Observations 6 ANOVA
Regression Residual Total
df 2 3 5
SS 4991,32153 259,345765 5250,6673
MS 2495,66077 86,4485883
F 28,86873
Coefficients
Standard Error
t Stat
Intercept
7,1431969
14,80644798
0,482438253
XVariable1
2,5976159
0,377571355
XVariable2
-2,0488932
1,516739279
6,879801214 1,350853909
0,2695964
Significance F 0,01098
Lower 95%
Upper 95%
0,662507
-39,97753
0,0062901
1,3960153 -6,875834
P-value
Lower 95,0%
Upper 95,0%
54,26392
-39,97753
54,26392
3,799216
1,3960153
3,799216
2,778048
-6,875834
2,778048
Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
2,639006
-1,133453
2,639006
0,021738
-0,035763
0,021738
0,171297
-0,304063
0,171297
Model Disequilibrium schaefer SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,518996 R Square 0,269356 Adjusted R Square -0,21774 Standard Error 0,423122 Observations 6
df Regression Residual Total
2 3 5
SS 0,19800408 0,53709664 0,73510072
Coefficients
Standard Error
Intercept
0,7527765
0,592697949
XVariable1
-0,0070125
0,009034045
X Variable2
-0,0663833
0,074684638
MS 0,09900204 0,17903221
F 0,552985
t Stat
P-value
1,270084581 0,776228517 0,888848691
0,293616 0,4941929 0,4395602
Significance F 0,62454
Lower 95% 1,133453 0,035763 0,304063
Lampiran 4 (Lanjutan) Model Schnute Regression Statistics Multiple R 0,710496 R Square 0,504805 Adjusted R 0,174675 Square Standard Error 0,353852 Observations 6 ANOVA df Regression Residual Total
2 3 5
SS 0,38292366 0,37563407 0,75855773
MS 0,19146183 0,12521136
F 1,529109
Coefficients
Standard Error
t Stat
P-value
0,7019767
0,563499838
1,245744274
0,3012852
X Variable 1
0,0043178
0,01436951
0,7834287
X Variable 2
-0,0916551
0,057723658
0,300482954 1,587826359
Intercept
0,2105284
Significance F 0,34847
Lower 95% 1,091331 0,041412 0,275358
Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
2,495285
-1,091331
2,495285
0,050048
-0,041412
0,050048
0,092047
-0,275358
0,092047
Lampiran 5 Proses standarisasi ikan pelagis besar, fishing power index, dan CPUE standar pada ikan tongkol
Tongkol Tahun Unit 2002
4
2003 2004
Purse seine HT(ton) CPUE
Pancing tonda Unit HT CPUE
unit
Gill net HT
CPUE
63,1
15,7750
67
35,9
0,536
32
58,5
1,828
4
58,1
14,5250
67
30,26
0,452
28
56,6
2,021
4
53,25
13,3125
58
26,28
0,453
28
51,3
1,832
2005
1
8,5
8,5000
10
12,88
1,288
8
15,1
1,888
2006
2
36,3
18,1500
45
34,89
0,775
17
51,45
3,026
2007
2
76,15
38,0750
69
45
0,652
36
122,64
3,407
2008
2
103,25
51,6250
96
56,762
0,591
64
127,7
1,995
Jumlah Rata2
19 3
398,65 56,95
159,963 22,852
412 58,857
241,972 34,567
4,747 0,678
213 30
483,29 69,0414
15,998 2,285
Fishing power index (FPI) Tahun
FPI Tonglkol P.Seine P.Tonda Gill net
2002
1
0,0340
0,1159
2003
1
0,0311
0,1392
2004
1
0,0340
0,1376
2005
1
0,1515
0,2221
2006
1
0,0427
0,1667
2007
1
0,0171
0,0895
2008 Total Rata2
1 7 1
0,0115 0,3219 0,0460
0,0387 0,9096 0,1299
CPUE standar Tahun
C total
E Std
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
157,5
9,984
15,775
144,96
9,980
14,525
130,83
9,828
13,313
36,48
4,292
8,500
122,64
6,757
18,150
243,79
6,403
38,075
287,712 1123,91 160,559
5,573 52,817 7,5452
51,625 159,963 22,852
Jumlah Rata
CPUE std
Lampiran 6 Hasil pendekatan empat model surplus produksi pada ikan tongkol CPUE standar ikan tongkol Tahun
C total
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
157,5
9,984
15,775
144,96
9,980
14,525
130,83
9,828
13,313
36,48
4,292
8,500
122,64
6,757
18,150
243,79
6,403
38,075
287,712 1123,91 160,559
5,573 52,817 7,545
51,625 159,963 22,852
Jumlah Rata
E Std
CPUE std
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,370753 R Square 0,137457 Adjusted R Square -0,03505 Standard Error 16,07612 Observations 7 ANOVA
Regression Residual Total
df 1 5 6
SS 205,93032 1292,2086 1498,1389
MS 205,9303 258,4417
F 0,796815
Significance F 0,412942
Model Equilibrium schaefer
Intercept XVariable 1
Coefficients 41,56285 -2,47986
Standard Error 21,824285 2,7780973
t Stat 1,904431 -0,892645
P-value 0,115206 0,412942
MSY dengan menggunakan model Equilibrium Schaefer
EMSY (a/2b) = 8,3800799 CMSY (a2/4b) = 4,19004 Fungsi produksi : Y (CPUE) = a- bE C = aE – bE2 C = 41.56285E – 2,47986E^2 Model Validasi Tahun C aktual 2002 157,5 2003 144,96 2004 130,83 2005 36,48 2006 122,64 2007 243,79 2008 287,712 Jlh 1123,912 Rata2 160,5589
E aktual 9,984 9,980 9,828 4,292 6,757 6,403 5,573 52,817 7,545
C dugaan 167,7692 167,8019 168,9539 132,7008 167,6173 164,4555 154,611 1123,91 160,5585
Validasi 0,065201 0,157574 0,2914 2,637632 0,366742 -0,32542 -0,46262 2,73051 0,390073
Lower 95% -14,5383 -9,62118
Upper 95% 97,66396 4,661471
Lower 95,0% -14,5383 -9,62118
Upper 95,0% 97,66396 4,661471
Lampiran 6 (Lanjutan) Model Wartel hiborn SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics Multiple R 0,978093 R Square 0,956667 Adjusted R Square 0,927778 Standard Error 7,067684 Observations 6 ANOVA
Regression Residual Total
df 2 3 5
SS 3308,3623 149,85649 3458,2188
MS 1654,181 49,95216
F 33,11531
Significance F 0,009021
t Stat
P-value
Lower 95%
Coefficients
Standard Error
Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
Intercept
22,98709
12,817844
1,793366
0,170811
-17,805
63,77919
-17,805
63,77919
X Variable 1
2,301895
0,3092073
7,444504
0,005017
1,317859
3,285931
1,317859
3,285931
X Variable 2
-2,97986
1,3258512
-2,24751
0,110192
-7,19931
1,239587
-7,19931
1,239587
Lower 95,0% -1,86839 -0,05504 -0,41565
Upper 95,0% 3,96944 0,033272 0,234736
Model Disequilibrium schaefer SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,51135 R Square 0,261479 Adjusted R -0,23087 Square Standard Error 0,498484 Observations 6 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1 X Variable 2
2 3 5
Coefficients 1,050523 -0,01089 -0,09046
SS 0,2639356 0,7454603 1,0093959 Standard Error 0,9171929 0,0138755 0,1021834
MS 0,131968 0,248487
F 0,531086
Significance F 0,634665
t Stat 1,145367 -0,78452 -0,88524
P-value 0,335146 0,48998 0,441224
Lower 95% -1,86839 -0,05504 -0,41565
Upper 95% 3,96944 0,033272 0,234736
Lampiran 6 (Lanjutan) Model Schnute SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0,889432 R Square 0,791089 Adjusted R 0,651814 Square Standard Error 0,288895 Observations 6 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1 X Variable 2
2 3 5
Coefficients 1,684382 -0,00287 -0,18223
SS 0,9481243 0,2503816 1,1985058 Standard Error 0,5239362 0,012639 0,0541949
MS 0,474062 0,083461
F 5,680076
t Stat 3,214862 -0,22739 -3,36256
P-value 0,048775 0,834734 0,04365
Significance F 0,095487
Lower 95% 0,016984 -0,0431 -0,35471
Upper 95% 3,351781 0,037349 -0,00976
Lower 95,0% 0,016984 -0,0431 -0,35471
Upper 95,0% 3,351781 0,037349 -0,00976
Lampiran 7 Penentuan keunggulan aspek biologi No. Variabel (Xi) 1 Komposisi jenis hasil tangkapan (X1) UP1 2 Hasil tangkapan utama (X2) UP2 3 Produksi tangkapan (X3) UP3 4 Lama musim ikan (X4) UP4 5 Lama musim penangkapan ikan (X5) UP5 6 Ukuran relatif ikan yang tertangkap (X6) UP6 UP = Urutan prioritas
Pancing tonda 6 1 5 2 5 3 3 2 5 2 4 2
Gill net 3 3 6 1 6 2 4 1 4 3 3 3
Purse seine 5 2 6 1 10 1 3 2 6 1 6 1
Lampiran 8 Standarisasi fungsi nilai biologi No. 1
Parameter
Komposisi jenis hasil tangkapan Fungsi Nilai 2 Hasil tangkapan utama Fungsi Nilai 3 Produksi tangkapan Fungsi Nilai 4 Lama musim ikan Fungsi Nilai 5 Lama musim penangkapan ikan Fungsi Nilai 6 Ukuran relatif ikan yang tertangkap Fungsi Nilai Total Fungsi Nilai Rataan Fungsi Nilai RANGKING
Pancing tonda
Gill net
Purse seine
6 1.000 5 0.000 5 0.000 3 0.000 5 0.500 4 0.333 1.833 0.306 3
3 0.000 6 1.000 6 0.200 4 1.000 4 0.000 3 0.000 2.200 0.367 2
5 0.667 6 1.000 10 1.000 3 0.000 6 1.000 6 1.000 4.667 0.778 1
Lampiran 9 Penentuan keunggulan aspek teknis unit penangkapan No. 1
Variabel (Xi)
Panjang kapal/perahu (X1) UP1 2 Lebar kapal/perahu (X2) UP2 3 Tinggi kapal/perahu (X3) UP3 4 Bahan kapal/perahu (X4) UP4 5 Ukuran GT kapal (X5) UP5 6 Umur kapal/perahu (X6) UP6 7 Daya mesin (X7) UP7 8 Perlengkapan alat navigasi (X8) UP8 9 Perlengkapan kapal/perahu (X9) UP9 10 Alat bantu penangkapan (X10) UP10 11 Ukuran mata jaring (X11) UP11 12 Karakteristik alat penangkapan ikan (X12) UP12 13 Tipe unit penangkapan ikan (X13) UP13 14 Teknik dan metode operasi alat tangkap (X14) UP14 15 Durasi dalam satu kali hauling (X15) UP15 16 Frekuensi hauling dalam 1 trip (X16) UP16 17 Lokasi daerah penangkapan (X17) UP17 Alasan nelayan mengoperasikan alat tangkap 18 (X18) UP18 19 Alasan nelayan menangkap ikan (X19) UP19 Persepsi nelayan terhadap pengembangan alat 20 penangkapan ikan (X20) Up20 UP = Urutan prioritas
Pancing tonda 4 3 2 3 2 1 2 1 2 3 4 1 4 1 1 3 4 1 2 2 4 1 5 2 4 1 10 1 2 2 4 1 6 1
Gill net 6 2 6 2 1 2 2 1 4 2 4 1 3 2 2 2 3 2 2 2 3 2 6 1 4 1 6 2 4 1 2 2 5 2
Purse seine 10 1 10 1 2 1 1 2 6 1 3 2 2 3 6 1 4 1 4 1 4 1 6 1 3 2 4 3 4 1 2 2 6 1
4 2 4 1
6 1 3 2
6 1 4 1
6 1
6 1
5 2
Lampiran 10 Standarisasi fungsi nilai aspek teknis No. 1
Parameter
Panjang kapal/perahu Fungsi Nilai 2 Lebar kapal/perahu Fungsi Nilai 3 Tinggi kapal/perahu Fungsi Nilai 4 Bahan kapal/perahu Fungsi Nilai 5 Ukuran GT kapal Fungsi Nilai 6 Umur kapal/perahu Fungsi Nilai 7 Daya mesin Fungsi Nilai 8 Perlengkapan alat navigasi Fungsi Nilai 9 Perlengkapan kapal/perahu Fungsi Nilai 10 Alat bantu penangkapan Fungsi Nilai 11 Ukuran mata jaring Fungsi Nilai 12 Karakteristik alat penangkapan ikan Fungsi Nilai 13 Tipe unit penangkapan ikan Fungsi Nilai 14 Teknik dan metode operasional alat penangkapan ikan Fungsi Nilai 15 Durasi dalam satu kali hauling Fungsi Nilai 16 Frekuensi hauling dalam 1 trip Fungsi Nilai 17 Lokasi daerah penangkapan Fungsi Nilai 18 Alasan nelayan mengoperasikan alat tangkap Fungsi Nilai 19 Alasan nelayan menangkap ikan Fungsi Nilai Persepsi nelayan terhadap pengembangan alat 20 penangkapan ikan Fungsi Nilai Total Fungsi Nilai Rataan Fungsi Nilai RANGKING
Pancing tonda 4 0.000 2 0.000 2 1.000 2 1.000 2 0.000 4 1.000 4 1.000 1 0.000 4 1.000 2 0.000 4 1.000 5 0.000 4 1.000 10 1.000 2 0.000 4 1.000 6 1.000 4 0.000 4 1.000 6 1.000 12.000 0.600 2
6 0.333 6 0.500 1 0.000 2 1.000 4 0.500 4 1.000 3 0.500 2 0.200 3 0.000 2 0.000 3 0.000 6 1.000 4 1.000 6 0.333 4 1.000 2 0.000 5 0.000 6 1.000 3 0.000
Purse seine 10 1.000 10 1.000 2 1.000 1 0.000 6 1.000 3 0.000 2 0.000 6 1.000 4 1.000 4 1.000 4 1.000 6 1.000 3 0.000 4 0.000 4 1.000 2 0.000 6 1.000 6 1.000 4 1.000
6 1.000 9.367 0.468 3
5 0.000 13.000 0.650 1
Gill net
Lampiran 11 Penentuan keunggulan aspek sosial No 1 2 3
4 5 6 7 8
Variabel (Xi) Jumlah nelayan yang terserap (X1) UP1 Tingkat pendidikan (X2) UP2 Pengalaman kerja sebagai nelayan (X3) UP3 Penerimaan nelayan pada unit penangkapan dengan teknologi baru (X4) UP4 Kemungkinan kepemilikan alat tangkap (X5) UP5 Ada tidaknya konflik antar nelayan (X6) UP6 Persepsi nelayan jika diberlakukan jalur penangkapan/wilayah penangkapan ikan (X7) UP7 Pendapatan nelayan (X8) UP8
Pancing tonda 2 2 4 2 6 1
2 2 4 2 6 1
Purse seine 10 1 6 1 5 2
6 1 4 1 8 2
4 3 4 1 7 3
5 2 3 2 10 1
6
6
5
1 10
1 6
2 5
1
2
3
Gill net
Lampiran 12 Penentuan standarisasi fungsi nilai sosial
0.000 0.000 1.000
Purse seine 1.000 1.000 0.000
1.000
0.000
0.500
FN Kemungkinan kepemilikan unit penangkapan ikan (V(X5))
1.000
1.000
0.000
6
FN Ada tidaknya konflik antar nelayan (V(X6))
0.333
0.000
1.000
7
FN Persepsi nelayan jika diberlakukan jalur penangkapan/wilayah penangkapan ikan (V(X7))
1.000
1.000
0.000
8
FN Pendapatan nelayan (V(X8))
No.
Fungsi Nilai Variabel (V(Xi))
1 2 3
FN Jumlah nelayan yang terserap (V(X1)) FN Tingkat pendidikan (V(X2)) FN Pengalaman kerja sebagai nelayan (V(X3))
4
FN Penerimaan nelayan pada unit penangkapan dengan teknologi baru (V(X4))
5
Total Fungsi Nilai (V(A)) Rataan Fungsi Nilai RANGKING
Pancing tonda 0.000 0.000 1.000
Gillnet
1.000
0.200
0.000
5.333 0.667 1
3.200 0.400 3
3.500 0.438 2
Lampiran 13 Penentuan keunggulan aspek finansial No. 1
Variabel (Xi) Biaya investasi kapal/perahu (X1) UP1 2 Biaya investasi alat tangkap (X2) UP2 3 Biaya investasi mesin (X3) UP3 4 Biaya operasional (BBM dan es) (X4) UP4 5 Biaya operasional (perbekalan) (X5) UP5 6 Biaya perawatan kapal/perahu (X6) UP6 7 Biaya perawatan alat tangkap (X7) UP7 8 Biaya perawatan mesin (X8) UP8 9 Biaya penanganan ikan (X9) UP9 10 Pendapatan kotor per tahun (X10) UP10 11 Pendapatan kotor per trip 9X11) UP11 12 Pendapatan per jam operasi (X12) UP12 13 Pendapatan kotor per tenaga kerja (X13) UP13 14 Harga BBM di lokasi (X14) UP14 UP = Urutan prioritas
Pancing tonda 10 1 10 1 6 1 10 1 10 1 5 2 9 1 10 1 10 1 10 1 9 2 4 3 6 1 4 1
Gil lnet 4 2 6 2 6 1 10 1 8 2 6 1 6 2 6 2 10 1 10 1 6 3 5 2 6 1 2 2
Purse seine 2 3 2 3 5 2 6 2 2 3 2 3 2 3 2 3 2 2 8 2 10 1 6 1 5 2 2 2
Lampiran 14 Penentuan standarisasi fungsi nilai aspek finansial No. 1
Parameter
Biaya investasi kapal/perahu Fungsi Nilai 2 Biaya investasi alat tangkap Fungsi Nilai 3 Biaya investasi mesin Fungsi Nilai 4 Biaya operasional (BBM dan es) Fungsi Nilai 5 Biaya operasional (perbekalan) Fungsi Nilai 6 Biaya perawatan kapal/perahu Fungsi Nilai 7 Biaya perawatan alat tangkap Fungsi Nilai 8 Biaya perawatan mesin Fungsi Nilai 9 Biaya penanganan ikan Fungsi Nilai 10 Pendapatan kotor per tahun Fungsi Nilai 11 Pendapatan kotor per trip Fungsi Nilai 12 Pendapatan per jam operasi Fungsi Nilai 13 Pendapatan kotor per tenaga kerja Fungsi Nilai 14 Harga BBM di lokasi Fungsi Nilai Total Fungsi Nilai Rataan Fungsi Nilai RANGKING
Pancing tonda
Gill net
10 1.000 10 1.000 6 1.000 10 1.000 10 1.000 5 0.750 9 1.000 10 1.000 10 1.000 10 1.000 9 0.750 4 0.000 6 1.000 4 1.000 12.500 0.893 1
4 0.250 6 0.500 6 1.000 10 1.000 8 0.750 6 1.000 6 0.571 6 0.500 10 1.000 10 1.000 6 0.000 5 0.500 6 1.000 2 0.000 9.071 0.648 2
Purse seine 2 0.000 2 0.000 5 0.000 6 0.000 2 0.000 2 0.000 2 0.000 2 0.000 2 0.000 8 0.000 10 1.000 6 1.000 5 0.000 2 0.000 2.000 0.143 3
Lampiran 15 Analisis finansial alat tangkap purse seine Akhir Tahun
PVi
Bt
Ct - 693,000,000
PVi*Bt
PVi*Ct
NPVi
-
693,000,000
(693,000,000)
0
1.00000
1
0.91954 1,632,400,000 810,550,000 1,501,057,471
745,333,333
755,724,138
2
0.84555 1,675,650,000 780,450,000 1,416,852,953
659,912,802
756,940,151
3
0.77752 1,681,600,000 750,470,000 1,307,479,541
583,506,286
723,973,254
4
0.71496 1,684,800,000 745,200,000 1,204,567,916
532,789,655
671,778,261
5
0.65744 1,688,000,000 739,930,000 1,109,752,454
486,456,833
623,295,622
6
0.60454 1,693,950,000 709,950,000 1,024,059,035
429,192,545
594,866,490
7
0.55590 1,737,200,000 679,850,000
377,927,281
587,778,790
965,706,070
NPV (0.095)
4,021,356,705
IRR
124.142%
B/C
2.00
ROI
17.02
RTO
2,353,680,000
RTL (17 org)
207,677,647
Lampiaran 16 Analisis finansial alat tangkap gill net Akhir Tahun
PVi
Bt
Ct
PVi*Bt
PVi*Ct
NPVi
0
1.00000
-
83,000,000
-
83,000,000
(83,000,000)
1
0.91954
178,350,000
85,450,000
164,000,000
78,574,713
85,425,287
2
0.84555
183,650,000
81,600,000
155,286,035
68,997,226
86,288,810
3
0.77752
185,750,000
75,450,000
144,424,551
58,663,970
85,760,581
4
0.71496
188,100,000
69,360,000
134,484,345
49,589,762
84,894,584
5
0.65744
190,450,000
63,270,000
125,208,741
41,595,994
83,612,747
6
0.60454
192,550,000
57,120,000
116,404,007
34,531,274
81,872,732
7
0.55590
197,850,000
53,270,000
109,984,427
29,612,688
80,371,738
NPV (0.095)
505,226,479
IRR
119.974%
B/C
2.32
ROI
15.86
RTO
299,272,000
RTL (3 org)
149,636,000
Lampiran 17 Analisis finansial alat tangkap pancing tonda Akhir Tahun
PVi
0
1.00000
-
23,000,000
-
23,000,000
(23,000,000)
1
0.91954
142,700,000
83,200,000
131,218,391
76,505,747
54,712,644
2
0.84555
145,600,000
82,300,000
123,112,697
69,589,113
53,523,583
3
0.77752
151,500,000
78,900,000
117,794,452
61,346,418
56,448,034
4
0.71496
158,400,000
77,300,000
113,249,975
55,266,560
57,983,415
5
0.65744
165,300,000
75,700,000
108,674,218
49,767,927
58,906,291
6
0.60454
171,200,000
72,300,000
103,497,097
43,708,178
59,788,919
7
0.55590
174,100,000
71,400,000
96,781,848
39,691,120
57,090,728
NPV (0.095)
375,453,615
IRR
267.163%
B/C
1.97
ROI
48.21
RTO
217,880,000
RTL (2 org)
163,410,000
Bt
Ct
PVi*Bt
PVi*Ct
NPVi
Lampiran 19 Produksi hasil tangkapan alat tangkap purse seine, gill net dan pancing tonda di Kabupaten Aceh Jaya tahun 2002-2008 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 jumlah
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
jumlah
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
jumlah
Madidihang 78.74 56,74 66,61 14,30 43.80 88.50 135.20 483.89
Madidihang
Alat tangkap purse seine Cakalang Tongkol 98.40 92.70 118.10 21.40 72.10 112.56 114.15 629.41
63.10 58.10 53.25 8.5 36.30 76.15 103.25 398.65
Alat tangkap gill net Cakalang Tongkol
Tenggiri 28.64 17.30 23.12 7.44 12.48 36.65 64.54 190.17
Tenggiri
64.74 51.23 46.22 11.38 49.25 97.10 133,25
87.20 83.38 85.20 17.60 78.20 148.06 113.25
58.5 56,60 51.30 15.10 51.45 85.07 127.70
39.50 23.5 27.13 10.40 17.50 39.45 69,30
453.17
612.89
445.72
226.78
Madidihang
Alat tangkap Pacing tonda Cakalang Tongkol
Tenggiri
29,74 30.74 18 7,2 17.21 30.952 64.43
53,56 60.6 79.96 11.78 44.3 50.06 52.93
.935 30.26 26.28 12.88 34.89 45 56.762
12.78 9,03 13.11 4.48 7.46 11.872 38.80
198.272
353.19
241.972
97.532