TEMU ILMIAH IPLBI 2016
Pengembangan Ruang Terbuka Permukiman Kota di Manado sebagai Upaya Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim Fela Warouw(1), Veronica Kumurur(1), Ingerid Moniaga(2) (1) (2)
Lab. Kota dan Permukiman, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sam Ratulangi. Lab. Bentang Alam, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sam Ratulangi.
Abstrak Ruang terbuka kota memainkan peranan penting dalam kegiatan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Resiko terjadinya genangan air dan banjir pada musim hujan dapat diatasi dengan meningkatkan kuantitas luasan maupun kualitas fungsi ekologis pada ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau dalam lingkungan hunian kota. Penelitian ini bertujuan mengintegrasikan fungsi pengelolaan air hujan kedalam sarana ruang terbuka permukiman kota dengan implementasi konsep WSUD. Pendekatan penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus dan analisis induktif. Pengumpulan data berupa studi literatur kebijakan manajemen pengelolaan air hujan di Indonesia, studi lapangan kondisi ruang terbuka di lingkungan hunian kota dan analisis pemilihan metode WSUD sesuai karakteristik kawasan. Kata-kunci : kota manado, mitigasi dan adaptasi, perubahan iklim, ruang terbuka permukiman
Pengantar Sebagai dampak dari perubahan iklim global, kawasan permukiman di kota Manado semakin sering menghadapi resiko terjadinya genangan dan banjir di musim hujan. Fenomena yang terjadi dalam pembangunan permukiman kota, yaitu secara bertahap dan massive, kuantitas ruang terbuka hijau semakin berkurang baik dalam skala mikro pada persil bangunan maupun skala makro berupa alih fungsi lahan pertanian/perkebunan menjadi kawasan perumahan. Setelah kejadian luar biasa banjir pada tahun 2014, BPBD provinsi SULUT membuat strategi pengendalian banjir di kota Manado berupa kebijakan mitigasi struktural dan non struktural. Program pembangunan bangunan pengendali banjir dan genangan air dilaksanakan melalui beberapa program dan kegiatan antaranya: pembangunan sumur resapan dan biopori, pembangunan dan rehabilitasi sistem drainase kota, pembangunan bangunan pengendali genangan air (retensi basin, polder, pompa), penataan bangunan dan lingkungan permukiman sehat (rumah susun, ruang terbuka
hijau, sistem persampahan) dan lainnya. Upaya untuk mewujudkan kota yang melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim merupakan tujuan dari Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang diperkenalkan tahun 2011. Adapun sasaran utama P2KH adalah peningkatan luasan ruang terbuka hijau kota yang berkualitas sebesar 30% dari luas wilayah kota. Hingga tahun 2016, telah terdaftar tiga (3) kota di Provinsi SULUT yang berpartisipasi dalam program P2KH yakni Kota Kotamobagu, Kota Minahasa Utara dan Kabupaten Bolmong, sementara Manado sebagai ibukota provinsi belum terdaftar. Pengembangan konsep green city, green building dan green infrastructure telah menjadi program terpadu dari bidang PU dan Penataan Ruang sebagai strategi adaptasi perubahan iklim. Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adapasi Perubahan Iklim 2012-2020 adalah kebijakan pemerintah dalam menghadapi tantangan perubahan iklim (Permen PU No.11/2012). Aksi mitigasi di bidang keciptakaryaan berupa pengembangan bangunan hijau dan sarana /prasarana RTH. Sementara sasaran yang ingin dicapai pada strategi adaptasi adalah Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | G 171
Pengelmbangan Ruang Terbuka Permukiman Kota Manado sebagai Upaya Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim
penyediaan sistem drainase perkotaan yang berwawasan lingkungan (ecodrain dan drainase mandiri), penerapan teknologi sistem drainase untuk mengantisipasi dampak perubahan hujan yang ekstrem melalui sumur resapan, saluran berlubang, kolam retensi dan penampungan air hujan di bawah areal terbuka hijau (model subreservoir air hujan pada RTH). Aksi mitigasi di bidang penataan ruang adalah gerakan penyediaan kawasan vegetasi hutan tetap minimal 30% dari luas DAS dan penyediaan RTH perkotaan. Untuk mendukung program pemerintah daerah dan pusat maka penelitian ini bertujuan mengintegrasikan sistem drainase berkelanjutan pada sarana ruang terbuka hijau di lingkungan permukiman kota. Paper ini akan membahas strategi pengembangan sarana ruang terbuka hijau permukiman di Manado sebagai bagian dalam sistem pengelolaan air hujan. Salah satu pendekatan yang dipakai adalah konsep manajemen air berkelanjutan yang disebut Water Sensitive Urban Design pada kawasan permukiman kota di Manado. Konsep Water Sensitive Urban Design Konsep Water Sensitive Urban Design memiliki tujuan sebagai berikut (CSIRO, 2006): 1. Menyediakan perlindungan serta peningkatan sistem air alami dalam lingkungan perkotaan. 2. Mengintegrasi pengelolaan air hujan dalam lanskap dengan memadukan bermacammacam penggunaan koridor air yang dapat memaksimalkan estetika dan pengembangan sarana rekreasi. 3. Perlindungan kualitas air yang mengalir dalam lingkungan perkotaan. 4. Pengurangan air limpasan serta aur puncak pada lingkungan perkotaan melalui sarana detensi local serta meminimalkan kawasan kedap air. 5. Memberi nilai tambah sambil meminimalkan biaya pembangunan infrastruktur drainase. Hal mendasar dalam filosofi WSUD adalah perpaduan antara adopsi yang tepat dari Best Planning Practices (BPPs) dan Best Management Practices (BMPs). Kebanyakan perencanaan umum untuk sarana, ruang terbuka dan elemen WSUD diperkenalkan melalui BPPs, sementara elemen struktur dari WSUD dicapai melalui BMPs. Konsep BPP merujuk pada penilaian tapak, G 172 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
perencanaan dan perancangan komponen WSUD. BPPs adalah pendekatan dalam perencanaan terbaik untuk mencapai atau berkontribusi pada tujuan manajemen perkotaan. Hal ini termasuk penilaian atribut alamiah dan fisik tapak dan daya dukung lahan. Hal ini merupakan dasar untuk langkah berikutnya yaitu mengintegrasikan air dan tujuan manajemen lingkungan yang terkait pada perencanaan dan perancangan tapak. Sejumlah perencanaan dan alat perancangan untuk proyek WSUD yang berdasarkan prinsip-prinsip BPP adalah : Jaringan Ruang Terbuka Publik, Layput Perumahan, Layout Jalan dan Streetscape. BMP merujuk pada perancangan elemen struktur dan non struktur yang memperlihatkan penjagaan, pengumpulan, pengolahan, pembawa, penyimpan dan penggunaan kembali fungsi dalam WSUD. BMPs telah dikelompokkan dalam dua aspek utama yaitu: teknik pengurangan kebutuhan air bersih dan teknik manajemen air hujan. Metode dalam WSUD dikelompokkan berdasarkan fungsi utama sebagai berikut: penggunaan air, pengolahan, detensi dan infiltrasi, pengangkut dan evapotranspirasi. Penggunaan air memiliki keuntungan praktikal yaitu mengurangi energi, sumber daya dan biaya dalam waktu yang panjang. Pengolahan air hujan penting dilakukan sebelum digunakan dalam kebutuhan air rumah tangga atau sebelum diinfiltrasi ke tanah jika air limpasan tidak memenuhi standar kualitas sesuai aturan yang ditetapkan. Sistem infiltrasi dan detensi untuk sementara menyimpan air dan berangsur-angsur meresapkan air ke dalam tanah atau membawa air untuk diresapkan ditempat lain. Pengangkutan seperti kanal adalah alternatif dalam sistem selokan bawah tanah. Kanal dapat menyalurkan air dari permukaan tidak kedap air seperti atap dan jalan menuju selokan bawah tanah atau sistem manajemen desentralisasi. Evapotranspirasi adalah komponen penting dan utama dalam siklus air. Tanaman mengkonsumsi air dan menguapkan, lalu badan air mengatasi panas dan penguapan dari matahari. Proses ini memiliki efek pada suhu, kelembapan dan presipitasi. Selanjutnya pemilihan metode WSUD dapat dipertimbangkan sesuai skala dan tipe pengembangan yaitu skala rumah tinggal, kepadatan sedang, bangunan bertingkat tinggi, area komersial dan industry,
Fela Warouw
subdivisi perumahan dan urban retrofit. Kebijakan Pengelolaan Air Hujan, Sistem Drainase Perkotaan, Ruang Terbuka, Gedung Hijau dan Kampung Iklim. Sistem manajemen air hujan di Indonesia telah mulai dijabarkan dalam berbagai kebijakan (Tabel 1). Dalam kebijakan tentang sarana pengelolaan air hujan pada bangunan gedung dan persilnya (Permen PU No.11/2014), manajemen air hujan adalah suatu upaya dan kegiatan untuk mempertahankan kondisi hidro-logi alami dengan cara memaksimalkan pemanfaatan air hujan, infiltrasi air hujan dan menyimpan sementara air hujan untuk menurunkan debit banjir melalui optimasi pemanfaatan elemen alam dan pemanfaatan elemen buatan. Ada dua manfaat yang dapat diperoleh dalam pengelolaan air hujan yaitu: 1) Sumber Daya Air. Air lebih bersih dan bebas polutan, mengisi ulang air tanah, mengurangi penggunaan air dari PDAM dan sumur bor/air tanah, perlindungan terhadap sumber air); 2) Lingkungan dan kehidupan sosial. Mengurangi limpasan air hujan, mencegah penurunan permukaan tanah, menurunkan temperatur wilayah perkotaan, bentuk miti-gasi dan adaptasi manusia terhadap perubahan iklim, meningkatkan efisiensi energi, manfaat komunitas/estetika perkotaan/rekreasi dan habitat alamiah bagi satwa liar. Sarana pengelolaan adalah bangunan yang dioperasikan untuk pengumpulan dan pemanfaatan, infiltrasi dan detensi air hujan. Jenis sarana meliputi: sarana penampungan air hujan, sarana retensi dan sarana detensi. Sarana penampungan air hujan dapat berupa bak, kolam, tangki air, tandon dll. Sarana retensi dapat berbentuk sumur resapan, kolam resapan, lubang biopori dan teknologi sejenis lainnya yang berfungsi mengumpulkan dan meresapkan air hujan ke dalam tanah. Sarana detensi dapat berbentuk bak/tandon/kolam detensi, taman vertikal (fasad hijau/green facades dan dinding hijau/ living wall), taman atap dan teknologi sejenis lainnya yang berfungsi mengumpulkan air hujan sementara waktu agar tidak melimpas sebelum dialirkan ke drainase perkotaan. Kebijakan ini dilanjutkan ke dalam sistem drai-nase perkotaan (Permen PU No.12/2014) dimana pemerintah mengatur peran masyarakat dan swasta untuk menyediakan sumur resapan, kolam tendon, kolam tamping, kolam retensi
sesuai karakteristik kawasan. Kedua kebijakan ini dapat digunakan untuk mewujudkan dan mengoptimalkan fungsi ekologis dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau. Dimana fungsi ekologis RTH berupa taman pekarangan dan taman komunitas (Permen PU No.05/2008) antara lain mengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar; penyerapan air hujan; dan penyerap polutan media udara air dan tanah. Sementara fungsi ekologis RTNH (Permen PU No.12/2009) adalah bagian dari sistem sirkulasi udara dan air skala lingkungan, kawasan dan kota; serta penyerapan air hujan melalui komponen utilitas seperti sumur resapan. Apabila ruang terbuka hijau pekarangan berfungsi optimal maka indikator kinerja bangunan hunian hijau masyarakat (H2M) bisa tercapai (Permen PUPR no.02/2015). Kebijakan Program Kampung Iklim (Permen LH No.19/2012) dilaksanakan pada wilayah administratif yang meliputi rukun warga (RW), dusun/dukuh dan kelurahan atau desa. Tujuan dari kegiatan ini mendorong masyarakat untuk melakukan peningkatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan pe-nurunan emisi gas rumah kaca. Upaya adaptasi perubahan iklim untuk tujuan pengendalian kekeringan, banjir dan longsor dilakukan melalui kegiatan manajemen air hujan antara lain: 1) Pemanenan air hujan berupa penampungan air hujan dan embung dalam skala individu maupun komunal. 2) Peresapan air berupa lubang biopori, sumur resapan, bangunan terjunan air/BTA, rorak dan saluran pengelolaan air/SPA. 3) Penyediaan sarana dan prasarana pengendalian banjir seperti bendungan, waduk, tanggul dll. 4) Terasering atau konservasi tanah yang dibuat sejajar garis kontur yang dilengkapi saluran peresapan, saluran pembuangan air, serta tanaman penguat teras untuk pengendalian erosi dan longsor. 5) Penanaman vegetasi dimana jenis disesuaikan dengan kondisi lokal, bermanfaat untuk konservasi air tanah dan penanganan lahan kritis selain pengendalian longsor dan erosi tanah. Sementara peningkatan tutupan vegetasi merupakan salah satu upaya mitigasi yang dapat dicapai melalui kegiatan: 1) Penghijauan (meningkatkan kondisi lahan agar dapat berproduksi dan berfungsi secara optimal, baik Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | G 173
Pengelmbangan Ruang Terbuka Permukiman Kota Manado sebagai Upaya Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim Tabel 1. Sinkronisasi Kebijakan Manajemen Pengelolaan Air Hujan Program Kampung Sistem Drainase Sarana Pengelolaan Air (Kelurahan) Iklim Perkotaan Hujan pada Bangunan
Ruang Terbuka Bangunan Hijau dan Hijau dan Non Greenship Building Hijau di Perkotaan Council Indonesia a. Pemanenan Air Kolam Tandon, a. Sarana a. Ruang Terbuka a. Pengurangan Hujan dalam skala Sumur Resapan Penampungan Air Non Hijau berupa Konsumsi Air rataindividu dan dan Kolam Hujan seperti bak, Sumur resapan rata10% ,Pengoptimala komunal Retensi kolam, tangki air, sebagai jaringan n fungsi ruang terbuka b. Peresapan Air disediakan oleh tandon dll drainase di hijau pekarangan. seperti lubang masyarakat dan b. Sarana Retensi pekarangan rumah/ b. Kategori Tepat Guna biopori, sumur swasta seperti sumur resapan, hunian Lahan pada indikator resapan dll kolam resapan, lubang b. Ruang Terbuka manajemen limpasan c. Sarana biopori dan teknologi Hijau berupa air hujan Pengendalian Banjir lainnya Taman Pekarangan c. Kategori Konservasi seperti kolam c. Sarana Detensi dengan vegetasi Air pada indikator retensi/ retention berbentuk bak/tandon/ pohon pelindung, sumber air alternatif, basin, wet pond, kolam detensi, taman perdu, semak dan efisiensi penggunaan detention basin/dry vertikal (fasad hijau), rumput disesuaikan air lansekap, pond, retarding taman atap, teknologi luasan persil penampungan air basin lain rumah. hujan. Sumber: PerMen LH No.19/2012; PerMen PU No.12/2014; Permen PU No.11/2014; Permen PU No.05/2008; Permen PU No.12/2009; Permen PUPR No.02/2015; GBCI 2013
sebagai pengatur tata air atau pelindung lingkungan); 2) Praktik wanatani/ agroforestri (penggunaan lahan yang mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk keanekaragaman tanaman dalam satu luasan lahan).
terhadap pemecahan masalah, dalam hal ini mengimplementasikan metode WSUD pada sarana ruang terbuka.
Metode
Tipologi ruang terbuka hijau pada kawasan permukiman kota Manado berupa ruang terbuka multifungsi (lapangan olahraga dll) seperti Lapangan Tikala, Stadion Klabat, Lapangan Koni, Lapangan Bantik; taman pekarangan fungsi hunian, fungsi perdagangan/jasa serta fasum/ fasos; taman pemakaman dan jalur hijau jalan. Sementara potensi ruang terbuka biru pada sempadan sungai dan sempadan pantai sudah direncanakan dalam RTRW Kota Manado Tahun 2014-2034. Dalam penelitian tentang evaluasi kualitas ruang terbuka privat pada 5 kelurahan di Kota Manado pada tahun 2015, ditemukan beberapa kondisi sebagai berikut: 1. RTH privat pada bangunan hunian berupa taman pekarangan sebanyak 80,77% dari 104 sampel. 2. RTNH privat pada bangunan jasa/ perdagangan kebanyakan berfungsi sebagai area parkir/sirkulasi sebanyak 80,30% dari 132 sampel. 3. Jenis vegetasi RTH berupa tanaman diatas tanah dengan variasi pohon, semak, perdu, rumput sebanyak 49,41% dari total 253 sampel. 4. Jenis vegetasi RTH berupa tanaman dalam pot dengan variasi pot ukuran sedang dan
Metode kualitatif eksploratif digunakan dalam penelitian ini. Sugiyono, 2011 menjelaskan bahwa metode kualitatif dilandaskan pada postpositivisme, digunakan untuk me-neliti pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti sebagai instrument kunci. Teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/ kualitatif dan hasil penelitian lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi. Dalam penelitian ini, digunakan metode pengumpulan data berupa studi literatur terkait fokus per-masalahan dan observasi lapangan terfokus pada variabel penelitian yang dikembangkan dalam studi literatur. Sampel lokasi yang dijadikan studi kasus penelitian adalah kawasan perumahan terencana di kota Manado. Pemilihan lokasi memenuhi kriteria seperti: memiliki atau berbatasan dengan daerah aliran sungai dan ada fenomena konversi ruang terbuka hijau private serta belum optimalnya pemanfaatan ruang terbuka komunal. Analisis data dilakukan untuk menemukan rekomendasi G 174 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Karakteristik Ruang Terbuka Manado: Tipologi dan Kualitas
di
Kota
Fela Warouw
kecil sebanyak 52,57% dari total 253 sampel. 5. Jenis material penutup permukaan RTNH adalah beton (46,54%); aspal (20,38%); paving stone (11,92%) dari total 253 sampel. 6. Berdasarkan indeks kerapatan vegetasi, kualitas fungsi ekologis RTH di setiap zona tergolong sedang dan rendah. Sementara penilaian pada kualitas fungsi ekologis RTNH menurut kondisi permukaan lahan termasuk pada kategori 75-100% permukaan tidak kedap air, aliran permukaan (run-off) sebesar 55%, kemampuan infiltrasi hanya 15% dan evapotranspirasi 30% Fenomena diatas menunjukkan bahwa fungsi RTH dan RTNH privat masih terbatas pada fungsi estetika dan ekonomis. Perencanaan fungsi ekologis dan sosial budaya terutama sebagai sarana pengelolaan air hujan masih harus dikembangkan dengan pendekatan konsep WSUD. Tabel 2. Sistem ruang terbuka menurut tipologi, pemanfaatan dan pengambil keputusan Zona Tipologi Eksisting RT Pemakai/ Pengambil Keputusan Publik Taman Kelurahan Masyarakat (jika ada), Lapangan, Umum / Sempadan sungai Pemerintah Pedestrian jalan, daerah Median & Tepi jalan. Semi Publik
Semi Private
Private
Pekarangan sarana umum: pendidikan, peribadatan; Taman RT/RW (jika ada)
Masyarakat Umum, Kelompok komunitas / Pemerintah daerah, Institusi pengelola
Pekarangan depan bangunan pada DAWASJA (Daerah Pengawasan Jalan) Lebar min 3-4 m
Pribadi, Individu / Pemerintah daerah, Pribadi
Pekarangan bangunan (diluar daerah DAWASJA)
Pribadi, Individu / Pribadi
Strategi pendekatan WSUD pada Ruang Terbuka Pendekatan WSUD pada Ruang Terbuka perlu didahului dengan menetapkan sistem ruang terbuka kota dengan pertimbangan tipologi eksisting ruang terbuka, kebijakan penyediaan ruang terbuka (RTH, RTNH) dan arsitektur kota. Tabel 2 menjelaskan bahwa jaringan ruang terbuka permukiman kota dapat dikategorikan atas 4 zonasi yang memiliki perbedaan dalam skala pelayanannya menurut hirarki ruang (rumah, lingkungan RT-RW, Kelurahan) serta fungsi ruang terbuka. Selanjutnya pada tiap zona dapat ditentukan tipologi ruang terbuka menurut bentuk pemakaian (umum, pribadi) dan pengambil keputusan (pemerintah, kelompok, individu). Berdasarkan fungsi ruang terbuka dan tipologi eksisting ruang terbuka maka ditentukan dua jenis pengembangan teknik WSUD yaitu tipe Urban Retrofit pada zona publik dan semi publik, serta tipe Household dan Commercial untuk zona private dan semi private (Tabel 3). Untuk mengintegrasikan kebijakan menajemen air hujan di Indonesia pada ruang terbuka dengan pendekatan metode WSUD maka analisis fungsi dan metode WSUD sesuai fungsi ruang terbuka perlu dilakukan (tabel 4). Tabel 3. Pengembangan teknik WSUD pada Ruang Terbuka Tipologi Eksisting Fungsi Ruang WSUD RT Terbuka Developmen t Type Taman Kelurahan, Ekologis, Urban Lapangan, Sosial Budaya, Retrofit Sempadan sungai, Estetika, Pedestrian jalan, Darurat Median & Tepi jalan. Pekarangan sarana umum: pendidikan, peribadatan; Taman RT/RW
Ekologis, Sosial Budaya, Estetika, Darurat
Urban Retrofit
Pekarangan depan bangunan pada DAWASJA (Daerah Pengawasan Jalan) Lebar min 3-4 m
Ekologis, Sosial Budaya, Estetika
Household, Commercial
Pekarangan bangunan (diluar daerah DAWASJA)
Ekologis, Estetika
Household, Commercial
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | G 175
Pengelmbangan Ruang Terbuka Permukiman Kota Manado sebagai Upaya Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim Table 4. Fungsi Ruang Terbuka dan Manajemen Limpasan Air Hujan WSUD Manajemen pengelolaan air hujan Indonesia
WSUD Primary Function and Method (*
Rainwater Harvesting
Rainwater Use Rainwater Harvesting: Cistern, Water Butts
Water Retention
Treatment Bio-retention Biotopes Gravel or Sand Filter
Water Infiltration and Detention
Mitigating Flood and Inundation
Open Space Function (Indonesia) Social
Aesthetic
Ecological
Landscape design, Architectural design
Water Supply
Recreation spaces, Urban ecology and biodiversity
Aesthetic Amenity, Landscapes design
Water Supply Water Quality Water Quantity
Detention and Infiltration Rooftop Retention Permeable Paving Infiltration Zones and Trenches Swales Geo-cellular Systems Dry Detention Pond Wet Detention Pond
Urban ecology and biodiversity Car parks and access ways Recreational use.
Aesthetic Amenity Landscapes design
Microclimates Water Quantity Water Supply
Conveyance Open Storm water Canals/ Drains
Recreation spaces
Landscapes design
Water Quantity
Aesthetic amenity
Microclimates
Evapotranspiration Active and Passive Sumber: Analisis; *CIRIA, Creating Water Sensitive Places, 2013
Studi Kasus: Perumahan Griya Tugu Asri, Mapanget Perumahan Griya Tugu Asri memiliki beberapa titik ruang terbuka yang perlu dioptimalkan fungsi ekologis, estetika dan social budaya (Gambar. 1)
Gambar 1. Peta Perumahan G 176 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Analisis metode WSUD dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip BPP adalah: Jaringan Ruang Terbuka Publik, Layout Perumahan, Layout Jalan dan Streetscape. Untuk analisis jaringan ruang terbuka (tabel 5) terdapat lima elemen desain yang dipertimbangkan.
Fela Warouw Tabel 5. Analisis Jaringan Ruang Terbuka Perumahan Elemen Desain Strip Pembatas (Buffer Strips)
Kondisi Eksisting Tidak terdapat lajur penyangga disepanjang sungai. Pada beberapa titik bantaran sungai berbatasan langsung dengan pondasi bangunan
Kolam Retensi/ Filtrasi (Retention Basins)
Terdapat satu titik sumur resapan pada ruang terbuka di median jalan dalam kondisi tidak terawat
Jaringan Ruang Terbuka Publik
Ruang terbuka tersebar dalam bentuk area/pulau jalan, kapling kosong dan memanjang pada bantaran sungai Ruang terbuka tidak menjadi simpul/pertemuan komunitas. Total luas RTH kawasan : 9.009 m2
Koridor Drainase
Koridor drainase diarahkan langsung menuju badan sungai
Drainase Alamiah
Anak sungai sebagai saluran drainase alamiah belum dipelihara dengan baik
Sumber : Observasi Lapangan
Metode WSUD yang dipilih disesuaikan dengan bentuk RTH dan fungsi ruang terbuka. Untuk kawasan perumahan ini terdapat beberapa elemen WSUD (Table 6) antara lain: bioretensi, dan permeable paving (Gbr. 2)
Tabel 6. Metode WSUD pada Jaringan RTH Lokasi dan Luas (m2)
Bentuk dan Elemen WSUD
RTH 1 L: 173 m2
Bentuk: Area/Pulau jalan Elemen : Bioretensi
RTH 2 L: 189 m2
Bentuk: Area/Pulau jalan Elemen: Bioretensi
RTH 3 L: 241 m2
Bentuk: Area/Pulau jalan Elemen : Bioretensi
RTH 4 L: 932 m2
Bentuk: Memanjang/Median jalan Elemen: Zona infiltrasi dan parit
RTH 5 L: 362 m2
Bentuk: Area kawasan Elemen : Gravel or sand filter, Permeable paving
RTH 6 L: 104 m2
Bentuk: Area kawasan Elemen : Bioretensi
RTH 7 L: 264 m2
Bentuk: Area kawasan Elemen : Gravel or sand filter, Permeable paving
RTH 8 L: 512 m2
Bentuk: Memanjang/Sempadan sungai Elemen: Buffer strip, Permeable paving
RTH 8A L: 722 m2
Bentuk: Area Kawasan Elemen : Filtration basin, Gravel or sand filter
RTH 8B L: 253 m2
Bentuk: Area Kawasan Elemen :Gravel or sand filter, Permeable paving
RTH 8C L: 154 m2
Bentuk: Area Kawasan Elemen :Gravel or sand filter, Permeable paving
RTH 8D L: 480 m2
Bentuk: Area Kawasan Elemen : Geocellular systems, Swales
Sumber : Analisis Peneliti
Kesimpulan
Gambar 2. Peta Jaringan RTH dan Elemen WSUD pada Perumahan
Pendekatan WSUD pada jaringan ruang terbuka permukiman kota harus dilakukan sesuai karakteristik kawasan dan fungsi ruang terbuka yang ingin ditingkatkan kualitasnya. Strategi yang digunakan pada perencanaan kawasan perumahan terencana akan berbeda dengan permukiman dalam kota. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | G 177
Pengelmbangan Ruang Terbuka Permukiman Kota Manado sebagai Upaya Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim
Daftar Pustaka Abbot, J, Davis., et all. (2013). Creating Water
Sensitive Places: Scoping the Potential for Water Sensitive Urban Design in the UK. London: CIRIA Hoyer, Jacqueline., et all. (2011). Water Sensitive Urban Design: Principles and Inspiration for Sustainable Stormwater Management in the City of Future. Hamburg: SWITCH Stormwater Committee. (2006). Urban Stormwater: Best Practice Environmental Management Guidelines. Australia: CSIRO publishing Zahnd, Markus. (1999). Perancangan Kota Terpadu: Teori perancangan kota dan penerapannya. Yogyakarta: Kanisius Anonim. (2008). Permen PU No.5 tentang: Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta: Kementrian PU Anonim. (2009). Permen PU no. 12 tentang: Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta: Kementrian PU Anonim. (2012). Permen PU No.11 tentang: Rencana AKsi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim 2012-2020. Jakarta: Kementrian PU Anonim. (2012). Permen LH No.19 tentang: Program Kampung Iklim. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup Anonim. (2014). Permen PU No.11 tentang: Sarana Pengelolaan Air Hujan pada Bangunan. Jakarta: Kementrian PU Anonim. (2014). Permen PU No.12 tentang: Sistem Drainase Perkotaan. Jakarta: Kementrian PU Anonim. (2015). Permen PUPR No.02 tentang: Bangunan Hijau. Jakarta: Kementrian PU Perumahan Rakyat Anonim. (2013). Green Building Indicator. Jakarta: Green Building Council Indonesia UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
G 178 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016