Pengembangan Kurikfllum Program Diploma TeBnik Berbasis Komaetensi Duaia Usaha darn Industri RSG IFT UNP
.
Certified Management System DIN EN IS0 9001:2008 Cert.No. 01 100 08642
IEllAlnClR flA$lOnllt Penc~embclnganKurikulum Ptogrcrm Diploma Teknik Rerbclrir Kompetcnri Dunia Uraha dan lndurtri
EVALUASI DAN ANALISIS TERHADAP KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI Oleh: Waskito * ABSTRAK
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dianggap sebagai kurikulum yang mampu menjawab tantangan dunia kerja, sehingga lembaga pendidikan yang melaksanakan KBK, lulusannya akan siap untuk bekeja. Namun apakah kurikulum yang merupakan salah satu alat pendidikan memang hanya ditujukan untuk menjawab tantangan kerja yang sedang berlangsung saat ini? Makalah ini akan membahas, mengevaluasi, dan menganalisis Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang saat ini sedang berjalan di dunia pendidikan Indonesia. Untuk mendukung tulisan ini, dilakukan studi perpustakaan yang menjelaskan apa dan bagaimana sebenamya KBK itu. Dari literatur yang ada, ternyata KBK tidak hanya boleh menjawab persoalan dunia keja saat ini, tetapi juga harus memberikan muatan yang memberi kompetensi di masa depan kepada peserta didik. Kata kunci: kurikulum berbasis kompefensi, dunia keja, kompetensi masa depan *) Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakuitas Teknik Universitas Negeri Padang
A. Pendahuluan Di negara kita, Indonesia, kurikulum telah beberapa kali berganti, sebutlah pada tahun 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Keluhan terhadap kurikulum 1975, diantaranya adalah sulitnya guru menentukan kedalaman materi ajar, karena GBPP hanya dalam garis besarnya saja. Atas dasar keluhan tersebut disusunlah kurikulum 1984 yang mulai memasukkan unsur ketrampilan proses.Tetapi masyarakat juga mengeluh, bahwa kurikulum 1984 disebut terlalu rinci sehingga mematikan kreativitas guru. Selanjutnya dikembangkan kurikulum 1994 untuk menjawab keluhankeluhan tersebut. Namun ternyata kurikulurn inipun tidak memberikan prestasi yang menggembirakan.
Waskito
Berdasarkan evaluasi vann . - dilakukan oleh Balitbang Diknas, kurikulum 1994 tidak menggunakan pendekatan kompetensi. Menurut mereka, tujuan pendidikan yang dibagi menjadi tujuan pendidikan nasional, tujuan jenjang pendidikan, tujuan institusional, tujuan kelas, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran- masih mengabaikan kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik mengetahui banyak fakta tetapi kurang mampu memanfaatkannya secara efektif. Padahal, kemampuan mengimplementasikan pengetahuan yang diperoleh pada kehidupan nyata merupakan substansi yang mendasar dari sebuah kurikulum. Selanjutnya diterapkan kurikulum 2004 yang kemudian dikenal dengan Kurikulum
Page 189
sernlnclrt nclrlonni Pcngcmbangan I
Berbasis Kompetensi (KBK) meng gunakan pendekatan produk. Pada tahun 2006, KBK yang masih dikembangkan oleh pusat kurikulum, dipertajam lagi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada dasamya KTSP adalah KBK yang disesuaikan dengan kemam puan sekolah untuk menjalankan proses pembelajarannya. Dalam posisi kurun waktu seperti ini, John Naisbit dalam Oernstein & Hunkin (1998) mengatakan bahwa kita berada di antara dua gelombang besar, yaitu era industrialisasi dan informasi. Sebagian besar masyarakat dunia masih berkutat dengan industri yang menggunakan mesin-mesin, tetapi teknologi informasi sudah sedemikian cepat berkembang. Sehubungan dengan pertanyaan, bahwa kurikulum adalah wahana untuk membang kitkan potensi manusia dalam menjawab tantangan kehidupan, maka sebenarnya diperlukan kurikulum yang tidak hanya mampu menjawab persoalan masa kini tetapi juga mampu menjawab persoalan masa depan. Tulisan ini membahas dan mengupas, apakah KBK mampu menjawab keinginan masyarakat agar hasil pendidikan akan menghasilkan manusia Indonesia yang mampu men~awab tantangan persoalan masa kini dan masa depan. Mula-mula akan dibahas tentang pengertian kurikulum, kompetensi, implementasi KBK yang sudah dilakukan, dan analisis tentang KBK.
B. Pentingnya Evaluasi Kurikulum . . Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam konstruk evaluasi kurikulum tersimpan kata pertimbangan, nilai 7
,
'
,
Page 190
dan arti, baik valuasi kurikulum dalam arti rencana, implementasi rencana, atau hasil dan dampak. Tyler (1949) menyakatakan bahwa evaluasi kurikulum adalah untuk:memperbaiki kurikulum, sedangkan Cronbach (1963) menegaskan bahwa fungsi evaluasi kurikulum adalah untuk memperbaiki kurikulum dan memberikan penghargaan. Tyler menekankan kepada evaluasi produk, sedangkan Cronbach ingin menemukan aspek-aspek kurikulum yang akan diperbaiki. Sementara Scriven (1967) menambahkan' bahwa fungsi evaluasi dapat berbentuk forrnatif dan berbentuk sumatif. Sebagai fungsi formatif, Scriven melihat kurikulum sebagai suatu rencana. lmplementasi kurikulum di lapangan terus dinilai dengan memperhatikan berbagai faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi pelaksanaan kurikulum. Sedangkan fungsi sumatif memberikan perhatian pada evaluasi hasil. Suatu ha1 yang harus diperhatikan dalam evaluasi kurikulum adalah kerangka berpikir dasar, konsep, ide yang melatarbelakangi perubahan dan penyempurnaan kurikulum. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka evaluasi kurikulum dapat dikelompokkan atas 4 kategori, yaitu: (1) evaluasi reflektif, (2) eva luasi Rencana, (3) evaluasi pelak sanaan, dan (4) evaluasi produk. Evaluasi reflektif, mengacu kepada . kurikulum sebagai ide. Pertanyaan-pertanyaan Yang dimunculkan untuk evaluasi reflektif diantaranya adalah: (1) telah berubahkah ide dan konsepsi kurikulum, (2) Telah goyahkah fondasi-fondasi kurikulum yang
scrnlnart nrrslonrri Pcnqcmban<)an Kurikulum Ptogram Diploma Tcknik Rcrbarir Kompetenri Dunia Uraha dan lndurtri
digunakan, (3) Apa dan bagaimana kurikulum 1994 sehingga muncul KBK Evaluasi rencana merupakan jenis evaluasi kurikulum yang banyak dilakukan dewasa ini. Jenis evaluasi ini diarahkan pada dokumen kurikulum, seperti pada tujuan, konten (scope dan sequence), pengalaman belajar, dan evaluasi. Di samping itu diarahkan pula pada kesesuaian format, kejelasan bahasa dan keterbacaan serta hubungan antar komponen dalam dokumen kurikulum. .. Evaluasi implementasi kuriku lum diarahkan pada pelaksanaan kurikulum. Di samping itu ditujukan pula pada faktor-faktor komponen yang mempengaruhi dan hubungan dengan pelaksanaan kurikulum, seperti: pengetahuan dan sikap pendidik, kepemimpinan kepala sekolah, peserta didik, media dan alat belajar, kegiatan pembelajaran, dan sistem supervisi. Evaluasi Produk diarahkan pada evaluasi hasil belajar. Namun kemudian disempurnakan dan diarahkan pula pada pencapaian tujuan dalam kurikulum yaitu sejauh mana perilaku yang dinyatakan dalam kurikulum telah dimiliki peserta didik bukan hanya pengetahuan semata. Disamping itu perlu pula dilengkapi dengan evaluasi dampak kurkulum terhadap masyarakat. C. Pengertian Kurikulum Berbasis
Kompetensi Seperti dikemukakan oleh Bowden dalam Wibowo (2002), konsep sistem pendidikan berbasis kompetensi bukanlah ha1 baru, karena sejak akhir 1960 telah diperkenalkan di Amerika Serikat
Waskito
sebagai kelanjutan dari gerakan behavioral objectives.. Pendukung gerakan ini menganjurkan spesifikasi tujuan sebagai perilaku yang dapat diobservasi secara langsung dan dapat dicatat. Untuk mengim plementasikan konsep pendidikan berbasis kompetensi diperlukan sistem dan proses pembelajaran yang mendukung, yaitu disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pada KBK, peran pendidik lebih bersifat sebagai fasilitator dan mediator, yaitu: (1) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan peserta didik bertanggungjawab dalam membuat rancangan dan proses. Memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang pendidik; (2) menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keinginantahuan peserta didik dan membantu mereka untuk mengek presikan gagasan-gagasannya; (3) menyediakan sarana yang merang sang berpikir secara produktif; (4) menyediakan kesempatan pengala man konflik, (5) memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran jalan atau tidak. Pendidik menunjukkan dan mem pertanyakan apakah pengetahuan peserta didik berlaku untuk menghadapi persoalan baru. Pendidik membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan peserta didik. KBK mempunyai beberapa karakteristik diantaranya adalah: pembelajaran menggunakan pende katan dan metode yang bervariasi, dan sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur pendidikan. Pendidik diberikan kebebasan untuk memilih sumber, metode dan media Page 191
SE~IIIAR nasionat Penqcmbanqon I
pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan di kelasnya. Dengan kata lain guru tidak terpaku pada hanya satu jenis buku teks rnelainkan dapat menggunakan berbagai sumber dan media pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar anak.
.
Sebagian besar rnetode pembelajaran yang digunakan adalah metode-metode pembelajaran yang melibatkan dominasi peserta didik dalam pelaksanaannya. Metodemetode tersebut antara lain: metode diskusi, latihan terbimbing, simulasi, studi kasus, Cooperative Learning, Active Learning, dan sebagainya. Dengan kata lain pemilihan rnetode diarahkan kepada rnetode yang dapat membangun pengetahuan peserta didik secara aktif. Sedangkan penggunaan media untuk mencapai kompetensi yang diharapkan merupakan keharusan. Untuk jenis media yang dibutuhkan akan meliputi: alat bantu instruksional (instructional aids) dan media instruksional (instructional media). Namun dernikian penggunaannya perlu disesuaikan dengan tujuan atau kompetensi yang akan dicapai serta usia atau jenjang pendidikan Dengan kriteria seperti itu, menurut Zuhdi dalam Wibowo (2002) kebanyakan pendidik akan untuk rnengalami - kesulitan menerapkan KBK karena berbagai alasan, diantaranya: Pertama, KBK menuntut pendidik untuk lebih rnencurahkan kepada masing-masing peserta didik, khususnya mereka yang memiliki prestasi di bawah ratarata. Hal ini tentunya membutuhkan waktu yang lebih banyak. Kedua,KBK menuntut para pendidik untuk merancang sendiri bahan dan strategi pembelajaran. Page 192
D. lmplementasi KBK
Secara konseptual, KBK diterapkan dengan mempertim bangkan kondisi dan tantangan serta peluang pada awal abad ke-21. Apalagi Indonesia yang sudah mulai rnenerapkan sistem desentralisasiterrnasuk dalam bidang pendidikan. Sehingga irnplementasi KBK di lndonesia mernperhatikan situasi dan kondisi pada tiap daerah yang memang beragarn. Beberapa pengembangan KBK rneliputi: (1) Pengernbangan kurikulurn diorien tasikan pada pencapaian hasil dan dampaknya (outcome oriented) yang dalam bentuk dirumuskan kompetensi; (2) Pengernbangan berbasis pada kompetensi dasar yang berfungsi sebagai "national platform" yang memungkinkan daerah dan peserta didik-di seluruh tanah air yang beragam potensi, kemampuan dan rninat belajarnya mendapatkan kesempatan yang sarna untuk mengakses pendidikan lanjutan atau dunia kerja di manapun di tanah air; (3) KBK adalah pengembangan kurikulum yang bertitik-tolak dari kompetensi yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah menyelesaikan pendidikan (tamat/lulus); (4) Pengembangan kurikulurn berdiversifikasi yang mernungkinkan setiap daerah atau sekolah mengernbangkan atau menyusun silabus sendiri berdasarkan kompetensi dasar yang telah ditentukan pusat. Dengan dernikian, kurikulurn akan lebih relevan dengan kondisi dan kepentingan masing-masing daerah sehingga dapat rnemberdayakan stakeholder di daerah; (5) Pengembangan kurikulum yang utuh dan menyeluruh (holistic) yang mencakup pernbentukan karakter,
SEmlfIAR nASlOnA1 ngembongan Kurikulum Proqram Diploma Teknik fierbarir Kompetenri Dunia U ~ a h adan lndurtri
penguasaan ketrampilan hidup dan akademik, hidup sehat dan mengapresiasi seni baik melalui kegiatan intra maupun ekstra kurikuler, (6) Untuk menjamin bahwa kompetensi dasar yang ditentukan telah dapat dicapai maka perlu diterapkan prinsip ketuntasan belajar (mastery learning) dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan keragaman cara penilaian. Sasaran akhir pendidikan adalah membekali peserta didik dengan pengetahuan (knowledge), kompetensi (skill), dan nilai-nilai (values) agar ia mampu hidup mandiri. Karena itu Ansyar (2002) berpendapat bahwa pendisain kurikulum ditantang untuk mengembangkan program pendidikan, yang dengan bekal itu, peserta didik mampu berfungsi optimal di masyarakat, baik di masa kini maupun di masa depan. Peserta didik saat ini akan berkiprah di masa depan. Warna kehidupan masa depan, pada sektor politik, sosial, ekonomi, dan budaya, tergantung pada kontribusi mereka nanti. Karena itu, pendidikan harus berorientasi masa depan (future oriented); tidak tepat kalau berorientasi masa kini saja, apalagi ke masa lalu. Sangat riskan mendasarkan kurikulum pada potret masyarakat yang statis, baik masa kini maupun masa depan, karena salah satu ciri masa depan ialah perubahan yang sangat cepat (increasing rate of change); ia tidak mudah diprediksi, mengingat bentuknya yang jamak dan bukan selalu merupakan lanjutan masa lalu. Bahkan ada skenario masa depan itu yang belum pernah ditemui di masa lalu (Tofler, 1981). Karena itu, sangat sukar ditentukan bentuk tingkah laku atau kompetensi
Waskito
yang tepat untuk menghadapinya, walau dapat diprediksi. KBK kelihatannya lebih diarahkan pada relevansi kurikulum yang semata ditujukan kepada dunia industri dan kebutuhan masyarakat masa kini. Akibatnya kurikulum akan kehilangan kemampuan beradaptasi terhadap perkembangan yang sedemikian cepat. KBK juga melihat peserta didik seperti robot, karena hanya memberi pengetahuan yang terbatas bersifat "emerging" dan "unfolding" Hasan (2002) mengatakan bahwa suatu implementasi kurikulum baru akan berhasil apabila pelaksana (pendidik, kepala sekolah, peniliWpengawas) memahami ide baru yang dibawa oleh kurikulum, dapat melakukan apa yang diinginkan oleh kurikulum, dan yakin bahwa ide baru tersebut lebih baik dibandingkan apa yang sedang dilakukan sehingga mereka mau melakukan kurikulum tersebut. Artnya sosialisasi kurikulum haruslah sampai pada tingkat mengem bangkan keyakinan para pelaksana bahwa ide baru akan memberikan jaminan kualitas pendidikan lebih baik dan mereka merasa bahwa mereka adalah bagian dari ide baru tersebut. Pada KBK yang sekarang diberlakukan, memang telah dilaku kan sosialisasi dan uji coba. Para pelaksana telah diberikan pelatihan bagaimana melaksanakan pembe lajaran dengan KBK. Namun kenyataan di lapangan, hanya sedikit sekali guru Yang mampu menerapkan metode dan strategi pembelajaran yang dituntut oleh KBK. Misalnya dalam penggunaan modul, boleh dikatakan tidak ada
Page 193
SQlllltlClR CICISI0II;Cll Pengembangan Kurikulum Program Diploma Tcknik B e r b n r i ~I(ompelenri Dunia Ufaha dan lndurtri
sekolah dan guru yang menggu nakan modul. Umumnya guru menggunakan sumber belajar dari buku-buku teks yang diberi label "Buku ini sesuai dengan Kurikulum Berbasis ~ o m ~ e t e n s i " .Sehingga prinsip belajar tuntas yang sesuai dengan jiwa KBK juga tidak dapat diterapkan. Sekolah yang katanya sudah rnenerapkan KBK, kepala sekolahnya ternyata belum paham dan gagap mengimplementasikan pengelolaan proses pembelajaran. Hal ini disebabkan sistem sosialisi yang tidak efektif. Struktur KBK yang memberikan sks lebih besar pada mata pelajaran matematika, sains (untuk lebih mendekatkan diri pada istilah yang oleh pandangan dibenarkan esensialis), dan teknologi dengan mengorbankan Pengetahuan Sosial dan llmu Sosial, PPKNlkewarga negaraan, bahasa Indonesia dan daerah, serta bidang-bidang yang dianggap kurang "penting". Alokasi waktu ini adalah "construct" para pengembang kurikulurn dan jawaban terhadap permasalahan yang ada. Kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa KBK gagal menjawab keseluruhan spektrum perrnasalahan masyarakat. KBK hanya menjawab sebagian kecil dari permasalahan yang ada. di masyarakat yaitu rendahnya penguasaan matematika dan ilmu alamiah (sains) yang - diindikasikan seperti UAN. dalarn tes Permasalahan lain yang terjadi di masyarakat dan dirumuskan dalam ketetapan formal seperti undangundang tidak menjadi perhatian KBK. Tuntutan dunia kerja yang seharusnya menjadi kepedulian besar dalam model kurikulum berbasis kompetensi tidak muncul
Page 194
karena kompetensi yang digunakan kurikulum dikembangkan dari disiplin.ilmu dan bukan dari dunia kerja, masyarakat, bangsa atau pun kehidupan global. Utuk perguruan tinggi, Mendik nas telah mengeluarkan surat keputusan Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi melalui SK Menteri Pendidikan Nasional Vomor 232lUl2000 Dalam Surat Keputusan tersebut dikemukakan struktur kurikulum. berdasarkan tujuan belajar (1) Learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be. Dengan dasar empat pilar itu kurikulum perguruan tinggi dibagi atas 5 kelompok mata kuliah yaitu: (1) Mata. Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) (2) Mata Kuliah Keilryuan Dan Ketrampilan (MKK) (3) M.ata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB) (4) Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), dan (5) Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB). Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, namun SK nomor 232 tahun 2000 di atas jelas menunjukkan arah kurikulum berbasis kompetensi. Penjelasaan eksplisit dinyatakan pada Surat Keputusan Mendiknas nomor 045lU12002 tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan ' "Kompetensi - adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu". '
SK Mendiknas nomor 045 tahun 2002 ini memperkuat perlu~ya pendekatan KBK dalam pengem
SE~IIICIR nrrslonni Pengembangan Kurikulum Progrom Diploma Tehnih Bcrbari~Komgtlenti Dunin Ulaha dan lndu~tri
bangan kurikulum pendidikan tinggi. Bahkan dalam SK Mendiknas 045 pasal 2 ayat (2) dikatakan bahwa kelima kelompok mata kuliah yang dikemukakan dalam SK nomor 232 adalah merupakan elemen-elemen kompetensi. Selanjutnya, keputusan tersebut menetapkan pula arah pengem bangan program yang dinamakan dengan kurikulum inti dan kurikulum institusional. Jika diartikan melalui keputusan nomor 045 maka kurikulum inti berisikan kompetensi utama sedangkan kurikulum institusional berisikan kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya. Berdasarkan SK Mendiknas nomor 045: Kurikulum inti yang merupakan penciri kompetensi utama, bersifat: a. dasar untuk mencapai kompetensi lulusan
kelima kelompok mata kuliah tersebut sebagai kelompok kompetensi. Dengan demikian maka setiap mata kuliah harus menjabarkan, kompetensi yang dikembangkan mata kuliah tersebut sehingga setiap mata kuliah memiliki matriks kompetensi. Setelah itu dapat dikembangkan matriks yang menggambarkan sumbangan setiap mata kuliah terhadap kelima, kategori kompetensi. Untuk mengembangkan dan mengimplementasikan KBK ini dengan baik sejumlah komponen pedu terlibat secara inten dan memberikan perannya masingmasing sesuai dengan kapasitasnya, antara lain: a. Visi dan Misi kelernbagaan dan kepemimpinan yang berorientasi kualitas ban akuntabilitas serta peka terhadap dinamika pasar.
c. berlaku secara. nasional dan intemasional
b. Partisipasi seluruh sivitas akademika terutama dosen dan mahasiswa dalam bentuk shared vision dan mutual commitment untuk optimasi kegiatan pembelajaran.
d. lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di masa mendatang, clan
c. lklim dan kultur akademik yang kondusif untuk proses Yang pengembangan berkesinambungan.
e. kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi, dan pengguna lulusan
d. Keteriibatan kelompok masyarakat pemrakarsa serta masyarakat pengguna lulusan.
b. acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi
Sedangkan Kurikulurn institusi onal berisikan kompetensi pendukung serta kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama. Dalam rangka implementasi KBK di perguruan Tinggi, maka hendaknya kita memperlakukan
Waskito
E. Penutu~ KBK mempunyai kekuatan dalam kejelasan komunikasi antar pengembang dan pelaksana kurikulum tentang arah dan evaluasi keberhasilannya. Kelemahannya berkaitan dengan tujuan tingkah laku yang membekali peserta didik
Page 195
SEmlnaR naslonmi Pengembangan I
dengan pengetahuan, kompetensi, dan nilai-nilai agar ia dapat berfungsi optimal di masyarakat. Karena KBK didasarkan pada pendekatan S-R, maka tidak memadai sebagai dasar pengembangan kurikulum berorien tasi ke masa depan. Pemikiran untuk mengembang kan kurikulum berdasarkan standar dan kompetensi serta memasukkan ketrampilan hidup baik sebagai model pengernbangan kurikulum atau pun bagian dari kurikulum yang sudah ada mernerlukan proses sosialisasi yang kuat. Perubahan sikap yang diperlukan dengan adanya standar kompetensi terlebihlebih dengan model ketrampilan hidup merupakan suatu perubahan yang tidak kecil. Perubahan tersebut memerlukan waktu, tenaga, dana, dan kesabaran yang tinggi .di pihak para pengernbang kurikulum. Upaya ini tidak boleh diabaikan dan tidak boleh pula dilakukan hanya dalam waktu yang singkat. Untuk itu perlu dilakukan kontak yang berkesinarn bungan antar para pengembang kurikulum dengan pelaksana sehingga tidak terjadi bahwa apa yang direncanakan berbeda dengan yang dilaksanakan. Daftar Pustaka
A Muri Yusuf,(2005), Dasar-Dasar dan Teknik Evaluasi Pendidikan. Padang: Universitas Negeri Padang Ansyar, M (2002) Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Makalah, Seminar Nasional
Page 196
Kurikulum Berbasis Kompetensi, Universitas Negeri Padang Cronbach, Edward, & Zeller, Richard Essential of A, (1970), Psychological Testing, New York:Harper & Row Hasan, S. H (2002), Hakekaf Kurikulum Berbasis Kompetensi, Makalah, Seminar Nasional Kurikulum Berbasis Kompetensi, Universitas Negeri Padang McAshan, H.H. (1979). CompetencyBased Education and behavioral Objectives, Englewood Cliff, N.J: Educational Technology Publishers. Oernstein, A.C, and Hunkins, F.P.(1988) Curriculum: Foundations, Principles, and Issues, Englewood Cliff, N.J.:Prentice Hall. Scriven, M,.(1967), The Methodology of Evaluation, U.S.A:Office of Education Tofler, A (1981). The Third Wave, New York:Bantam Tyler, R. W, (1951), The Function of Measurement in Improving Instruction, in E.F Lindquist (Ed) Educational Measurement, Washinfton D.C:American Council Education 1) Wibowo,
Alexander jatmiko dan Fandy Ciptono (2002), Pendidikan Berbasis Kompe tensi, Yogyakarta, Universitas Atmajaya Yogyakarta