ANALISIS KONDISI USAHA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL BERBASIS KOMUNITAS LOKAL
FACHRY NOVIAR SINGKA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Kondisi Usaha dan Strategi Pengembangan Industri Kecil Berbasis Komunitas Lokal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Fachry Noviar Singka PO54114055
RINGKASAN FACHRY NOVIAR SINGKA. Analisis Kondisi Usaha dan Strategi Pengembangan Industri Kecil Berbasis Komunitas Lokal. Dibimbing oleh NURMALA K. PANJAITAN dan TJAHJA MUHANDRI. UKM Rumah Kreatif Balikpapan (RKB) merupakan salah satu bentuk program CSR (Corporate Social Responsibility) bidang kewirausahaan yang dikembangkan oleh perusahaan migas yang beroperasi di Kotamadya Balikpapan. Konsep community-based entrepreneurship merupakan upaya pengembangan kewirausahaan lokal dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan menjalankan pembangunan berkelanjutan di daerah setempat. Perusahaan migas, pemerintah setempat dan UKM RKB berkolaborasi mengembangkan kegiatan industri kecil berupa kerajinan batik tulis dan daur ulang di sebuah komunitas. Kerajinan batik tulis yang diciptakan menggunakan bahan pewarna alami dan menampilkan motif-motif khas daerah setempat, sedangkan kerajinan daur ulang menggunakan sampah rumah tangga, seperti plastik bekas kemasan, kantong plastik bekas belanja dan kain perca. UKM RKB telah mendapatkan hasil dari produk industri kecil yang berorientasi ramah lingkungan dan menampilkan motif budaya setempat. Beberapa hal masih perlu dikembangkan seperti meningkatkan kualitas produk, sistem pemasaran, manajemen organisasi dan strategi pengembangan usaha untuk menuju kemandirian. Berkaitan dengan hal tersebut, kajian penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji kondisi usaha saat ini di UKM RKB (2) mengkaji kinerja usaha RKB (3) menyusun strategi pengembangan usaha dalam upaya meningkatkan kemandirian dan keberlangsungan usaha. Metode pengumpulan data dilakukan melalui kajian pustaka dan kajian lapangan. Pengumpulan data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di UKM RKB, wawancara dengan perwakilan perusahaan, pegawai Dekranasda Balikpapan, pengurus RKB serta memfasilitasiFGD anggota RKB dalam mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Selain itu penyebaran kuesioner terhadap 30 responden pengguna produk UKM RKB dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kinerja dan kepentingan konsumen. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari jurnal nasional dan internasional serta dokumen penelitian yang berkaitan dengan pengembangan kewirausahaan lokal. Hasil analisis kondisi usaha menunjukkan bahwa UKM RKB mengalami perkembangan yang nyata dalam menjalankan usahanya selama dua tahun terakhir ini. Anggota RKB yang merupakan komunitas lokal yang terdiri dari penyandang disabilitas dan ibu-ibu PKK di wilayah operasi migas memiliki motivasi kerja yang baik untuk terus dikembangkan. Saat ini komunitas RKB mampu memiliki pendapatan yang nyata dari produk-produk yang diciptakan untuk menambah kebutuhan hidup mereka. Struktur organisasi yang ada dikategorikan dalam struktur organisasi dalam usaha kecil rumah tangga, yaitu arus komunikasi, koordinasi dan pengawasan dari manajemen yang bersifat one man show. Produk batik tulis dan kerajinan daur ulang yang berorientasi ramah lingkungan mulai diakui oleh sebagian masyarakat Balikpapan dan para pendatang. Dukungan perusahaan yang mendanai dan pemerintah setempat hingga saat ini sangat signifikan dalam proses perkembangan usaha. Dalam hal manajemen organisasi dan administrasi keuangan masih menjadi kendala, begitupun dengan sistem
pemasaran produk-produknya, sehingga hal ini harus menjadi perhatian kedepannya. Berdasarkan hasil perhitungan Importance Performance Analysis terdapat atribut-atribut yang dianggap sangat penting sehingga pihak RKB perlu mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk peningkatan kinerja. Atributatribut tersebut adalah harga produk yang relatif tinggi, kecepatan pemesanan, ketelitian pekerja, penanganan keluhan, media promosi, ketersediaan informasi dan produk sebagai cindera mata. Sebaliknya untuk atribut-atribut yang perlu dipertahankan adalah corak dan motif produk batik tulis, warna alami, keramahan pekerja, lokasi yang strategis dan daya tarik pasar lokal. Hasil identifikasi faktor lingkungan internal terdapat empat kekuatan dan empat kelemahan, sementara pada faktor lingkungan eksternal terdapat empat peluang dan tiga ancaman. Perpaduan Nilai IFE sebesar 2,571 dan nilai EFE sebesar 2,427 dalam matriks IE menunjukkan bahwa posisi usaha terletak pada sel V (tumbuh dan stabil). Selanjutnya dari hasil analisis matrik SWOT dan QSPM dihasilkan strategi pengembangan usaha yang saat ini dianggap paling tepat dilakukan adalah restrukturisasi organisasi dan sistem manajemen. Strategi ini dilakukan sebagai upaya untuk membenahi internal RKB agar nantinya memiliki aturan organisasi yang jelas dan terarah menghadapi persaingan dunia usaha yang semakin kompetitif, kepemimpinan yang baik dalam mengarahkan anggotanya dan penetapan harga jual produk yang sesuai dengan kualitas produk yang dihasilkan, dengan nilai Total Attractiveness Score (TAS) tertinggi 7,49. Selanjutnya urutan kedua, meningkatkan promosi dengan nilai 6,71 dan yang ketiga menjalin kerjasama dengan pihak perbankan dengan nilai 6,69. Ketiga strategi tersebut dapat dilaksanakan secara bersamaan karena saling mendukung satu dengan yang lainnya. Untuk masa yang akan datang, beberapa strategi pengembangan lain dalam hasil analisis SWOT dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi usaha UKM RKB, seperti menetapkan strategi harga pasar untuk menghadapi persaingan, meningkatkan mutu layanan kepada pelanggan, memperluas pangsa pasar, meningkatkan penggunaan teknologi, meningkatkan mutu produk, meningkatkan kemampuan SDM, mengembangkan program-program efisiensi dan pengendalian biaya produksi dan menyiapkan gudang bahan baku. Kata kunci : community-based entrepreneurship, kerajinan batik tulis dan daur ulang, kondisi usaha, peningkatan kinerja, strategi pengembangan
SUMMARY FACHRY NOVIAR SINGKA. Business Conditions Analysis and Development Strategyfor Community-BasedSmall Enterprise. Supervised by NURMALA K. PANJAITAN and TJAHJA MUHANDRI. SME Home Creative Balikpapan (RKB) is one of CSR (Corporate Social Responsibility) program focus on entrepreneurship that was developed by the oil and gas company operating in the municipality of Balikpapan. The concept of community-based entrepreneurship is an effort to develop local entrepreneurial in increasing people's income and run sustainable development in the local community. Oil and Gas Company, local authority and SME RKB collaborate to develop small industrial activities such as batik craft and recycled in a community. Batik craft created using natural dyes and motifs featuring regional specialties, while the craft using recycled household waste, such as used plastic packaging, secondhand shopping plastic bags and patchwork. SME RKB has received the economic impact of small industry products that oriented eco-friendly and displays of local culture motifs. However, there are room for improvement such as improving product quality, marketing systems, organizational management and business development strategies towards independence/sustainability. In this regard, this research study aims to (1) assess current business conditions in SME RKB (2) assess the operating performance SME RKB (3) business development strategy in an effort to promote self-reliance and sustainability efforts. The method of data collection is conducted by reviewing the literature and field studies. The collection of primary data obtained through direct observation in the SME RKB, by having interviews with representatives of company, employee of Dekranasda Balikpapan, administrators RKB as well as facilitating FGD with RKB members in identifying strengths, weaknesses, opportunities and threats. Besides that distributing questionnaires to 30 respondents who use SME RKB products to obtain information about the performance and the interests of consumers. The collection of secondary data obtained from national and international journals and research papers related to the development of local entrepreneurship. The results ofbusiness condition analysis indicate that RKB experiencing real progress inproducing theproducts over the past two years. RKB is a member of the local community which consists of persons with disabilities and the PKK women in the area of oil and gas operation. The members have a good motivation for the work being developed. Currently RKB community is able to have a siginificant income from products created to add to their daily lives. The exsisting oorganizational structure is categorized in the organizational structure in small business households, the flow of communication, coordination and supervision of the management which is a one man show. Batik and handicraft recycled are known recently by most people in Balikpapan and the newcomersas environmentally friendly products. Support companies that fund and local government to date is very significant in the process of business development. In terms of organizational management and financial administration remains a constraint, as well as with the marketing system products, so this should be a concern going forward.
Based on calculations Importance Performance Analysis, there are some attributes are considered so important that the RKB need to allocate adequate resources for improved performance. These attributes are relatively high product prices, booking pace, precision workers, handling complaints, media promotions, and product availability information as souvenirs. In contrast to the attributes that need to be maintained is the style and motifs of batik products, natural colors, hospitality workers, strategic location and attractiveness of the local market. The results of the identification of the internal factors, there are four strengths and four weaknesses, while the external factors there are four opportunities and three threats. The combination of value IFE at 2.571and EFE at 2.427 in form of IE matrix indicates that the position of the business located on the cell V (growing and stable). Further analysis of the results of the SWOT matrix and QSPM resulting business development strategies that are currently considered most appropriate to do is restructure the organization and management system. This strategy is an attempt to fix the RKB that the internal rules of the organization will have a clear and focused face competition increasingly competitive business world, good leadership in directing its members and setting the selling price of products that match the quality of the resulting product, with highest Total Attractiveness Score (TAS) 7.49. The second strategy with the value of 6.71 is increasing promotion and the third isestablishing a partnership with the banks with a value of 6.69. These three strategies can be implemented simultaneously as mutually support one another. For the future, some other development strategies in the SWOT analysis can be used in accordance with the requirements and conditions of the SME RKB, such as market pricing strategy set to face competition, improve quality of service to customers, expand market share, increase the use of technology, improving the quality products, improve human resource capabilities, develop programs efficiency and production cost control and preparing raw materials warehouse. Keywords: community-based entrepreneurship, batik and recycled handicraft, business condition, performance improvement, development startegy
©HakCiptaMilik IPB, Tahun 2014 HakCiptaDilindungiUndang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidakm erugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS KONDISI USAHA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL BERBASIS KOMUNITAS LOKAL
FACHRY NOVIAR SINGKA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing,DEA
Judul Tesis
: Analisis Kondisi Usaha dan Strategi Pengembangan Industri Kecil Berbasis Komunitas Lokal
NamaMahasiswa NomorPokok Program Studi
: Fachry Noviar Singka : PO54114055 : Industri Kecil Menengah
Disetujui, KomisiPembimbing
Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS, DEA Ketua
Dr.Tjahja Muhandri, STP, MT Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah
DekanSekolahPascasarjana
Prof.Dr.Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA
Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr.
Tanggal Ujian : 10 Juli 2014
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya, sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk meperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penulisan ini kiranya didukung oleh bantuan dan dorongan beberapa pihak, oleh karena itu melalui prakata ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada : 1. Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS, DEA selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan pengarahan selama kegiatan kajian dan penulisan laporan tugas akhir ini. 2. Dr. Tjahja Muhandri, STP, MT selaku Anggota Komisi Pembimbing yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan kajian dan penulisan laporan tugas akhir ini. 3. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku Penguji Luar Komisi Pembimbing yang juga telah memberikan pengarahan dalam penyusunan dan penyelesaian laporan tugas akhir ini. 4. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 5. Rekan-rekan seperjuangan MPI angkatan 16 yang senantiasa memberikan motivasi dan arahan dalam penyelesaian laporan tugas akhir ini. 6. Rekan-rekan Rumah Kreatif Balikpapan yang telah memberikan waktu dan informasi tentang kegiatan industri kecil berbasis komunitas lokal. 7. Rekan-rekan karyawan Chevron PGPA Kalimantan Operations yang telah memberikan masukan dan menjadi sarana berdiskusi untuk pengembangan industri kecil di daerah operasi. 8. Bunda Nungki Agusti, ST, MKKK yang senantiasa selalu ada untuk mendukung penyelesaian tugas akhir, dan Hj. Sri Suryati serta saudarasaudariku atas segala cinta kasih dan doa sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Akhirnya penulis berharap agar tugas akhir ini berguna dan memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu penulis menerima segala masukan berupa saran dan kritik untuk perbaikan dan penyempurnaan di masa mendatang. Balikpapan, Agustus 2014 FachryNoviarSingka
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
i ii iii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kerajinan Batik Tulis Pewarna Alam dan Kerajinan Daur Ulang Kemitraan Perusahaan dengan UKM Analisis Usaha Strategi Pengembangan Usaha Kewirausahaan Berbasis Komunitas 3 METODE Lokasi dan Waktu Kajian Metode Penarikan Sampel Sumber Data Metode dan Teknik Pengumpulan Data Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Usaha Rumah Kreatif Balikpapan Kinerja Usaha Rumah Kreatif Balikpapan Strategi Pengembangan Usaha Analisis Matriks Internal Eksternal Analisis Matriks SWOT Analisis QSPM 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
1 1 4 4 5 5 7 12 13 18 19 21 21 21 21 21 22 27 27 34 39 41 42 46 48 48 49
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
50 53
DAFTAR TABEL No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Halaman Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil dan Usaha Besar Tahun 2011-2012 Kriteria UMKM Menurut Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2008 Matrik Internal Eksternal Matrik SWOT Kontribusi Perusahaan Terhadap Perkembangan RKB Harga Jual Produk RKB Tahun 2013 Faktor Penyusun Harga Jual Produk RKB Karakteristik Responden RKB Perhitungan Rataan dari Penilaian Tingkat Kinerja dan Tingkat Kepentingan Responden Terhadap Atribut Produk dan Jasa RKB Matriks IFE Rumah Kreatif Balikpapan Matriks EFE Rumah Kreatif Balikpapan Matriks SWOT Rumah Kreatif Balikpapan Urutan Prioritas Strategi dari QSPM RKB
2 5 25 25 29 32 32 35 37 39 40 42 47
DAFTAR GAMBAR No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Halaman Struktur Organisasi Usaha Kecil dalam Skala Rumah Tangga Struktur Organisasi Usaha Kecil dalam Skala Kecil Pembagian kuadran IPA Kerangka Kerja Kajian Struktur Organisasi RKB Pengolahan Proses Batik dan Produk Batik Pembagian Kuadran Kartesius RKB Hasil Matriks IE
17 17 23 26 28 30 38 41
DAFTAR LAMPIRAN No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Halaman Panduan Wawancara Pada Perusahaan Panduan Wawancara Pada UKM Rumah Kreatif Balikpapan Panduan Kuesioner Responden Data Kinerja RKB Terhadap Tingkat Kepentingan Konsumen Skor Pembobotan Internal Skor Pembobotan Eksternal Rating IFAS dan EFAS QSPM
53 55 58 64 66 67 68 69
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM) merupakan sektor yang penting dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, peningkatan devisa negara, dan pembangunan ekonomi daerah. Selain itu pemberdayaan KUMKM merupakan bagian integral dalam pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam pembangunan bidang ekonomi secara eksplisit UUD 1945 menekankan implementasi azas kekeluargaan (pasal 33 ayat 1) dan penyelenggaraan perekonomian nasional yang berdasar atas demokrasi ekonomi (pasal 33 ayat 4). Herawati (2011) dalam penelitian sebelumnya menjelaskan, kemitraan yang dilakukan oleh UMKM dengan PT ISM Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills, merupakan suatu investasi – bukan cost – dan dapat menghasilkan win-win solution atau sinergi yang menghasilkan keadilan bagi masyarakat dan keamanan berusaha serta keserasian dengan lingkungan. Kemitraan yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip komitmen, transparan, kejujuran, dan ketulusan, antara pihak-pihak yang bermitra dan dikembangkan secara rasional. Prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan azas kekeluargaan sebagaimana amanah dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (1), yaitu Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Dalam Rencana Strategis Kementrian Koperasi dan UMKM periode 20102014 dinyatakan bahwa pembangunan yang ditujukan kepada Koperasi dan UMKM diharapkan mampu menghantarkan penataan struktur pelaku ekonomi nasional lebih padu dan seimbang, baik dalam skala usaha, strata dan sektoral, sehingga berkembang struktur pelaku ekonomi nasional yang kokoh dan mandiri. Dengan memperhatikan peran dan potensinya dalam perekonomian nasional, keberadaan Koperasi dan UMKM terbukti merupakan pelaku usaha yang mandiri, kukuh dan fleksibel, dalam kondisi normal maupun krisis sekalipun (ukm-indonesia.net, 2013). Pemerintah juga telah menetapkan arah kebijakan dan strategi Kementrian Koperasi dan UKM dalam rencana strategis periode 20102014, yakni: 1. Strategi peningkatan iklim usaha yang kondusif bagi usaha koperasi dan UMKM. 2. Strategi peningkatan akses kepada sumberdaya produktif. 3. Strategi pengembangan produk dan pemasaran. 4. Strategi peningkatan daya saing SDM koperasi dan UMKM. 5. Strategi penguatan kelembagaan koperasi. 6. Strategi umum. a. Strategi dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya. b. Strategi peningkatan sarana dan prasarana aparatur kementerian. Perkembangan UMKM pada tahun 2011-2012 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
2
Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar Tahun 2011-2012 Tahun 2011 *) No (1) 1
2
Indikator
Satuan
Jumlah
Tahun 2012 **)
Pangsa (%) (5)
Jumlah
(2) Unit Usaha (A+B) A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah - Usaha Mikro - Usaha Kecil - Usaha Menengah
(3) (Unit)
(4) 55.211.396
(Unit) (Unit) (Unit) (Unit)
55.206.444 54.559.969 602.195 44.280
99.99 98.82 1.09 0.08
56.534.592 55.856.176 629.418 48.997
B.
(Unit)
4.952
0.01
4.968
Usaha Besar
(6) 56.539.560
Pangsa (%) (7)
Perkembangan tahun 2011-2012 Jumlah (%) (8) 1.328.163
(9) 2.41
99.99 98.79 1.11 0.09
1.328.147 1.296.207 27.223 4.717
2.41 2.38 4.52 10.65
0.01
16
0.32
6.194.473
5.92
Tenaga kerja Unit Usaha (A+B) A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah - Usaha Mikro - Usaha Kecil - Usaha Menengah
(Orang)
104.613.681
(Orang) (Orang) (Orang) (Orang)
101.722.458 94.957.797 3.919.992 2.844.669
97.24 90.77 3.75 2.72
107.657.509 99.859.517 4.535.970 3.262.023
97.16 90.12 4.09 2.94
5.935.051 4.901.720 615.977 417.354
5.83 5.16 15.71 14.67
B.
(Orang)
2.891.224
2.76
3.150.645
2.84
259.422
8.97
Usaha Besar
110.808.154
Keterangan: *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Sumber data : Kementrian Koperasi dan UKM (diolah)
Dari Tabel 1 dapat dilihat dua hal perkembangan UMKM saat ini yakni jumlah unit usaha mengalami peningkatan 1.328.147 unit dari tahun sebelumnya, dengan pangsa rata-rata 99% artinya UMKM merupakan pelaku ekonomi yang dominan dan peningkatan jumlah tenaga kerja 5.935.051 orang dari tahun sebelumnya dengan pangsa rata-rata 97% yang menunjukkan UMKM mampu menyerap jumlah tenaga kerja, disadari bahwa dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi, sektor ini telah menjamin stabilitas pasar tenaga kerja, penekanan pengangguran dan menjadi wahana bangkitnya wirausaha baru, serta tumbuhnya wirausaha nasional yang tangguh dan mandiri. Perkembangan yang cukup menggembirakan dari tabel di atas, menjadi potensi yang terus dapat dikembangkan karena ditopang dengan tersedianya jumlah penduduk sebagai tenaga kerja yang potensial. Terlebih dalam beberapa tahun terakhir Pemerintah telah menetapkan arah pembangunan dengan penekanan pada pendidikan yang diharapkan semakin link and match dengan tantangan persaingan tenaga kerja dan penciptaan wirausaha baru. Selebihnya pengembangan usaha Koperasi dan UMKM dapat terus dilakukan karena pada alam Indonesia terkandung kekayaan yang tiada tara dan tersedianya keragaman bahan baku bagi produk inovatif Koperasi dan UMKM. Di sisi lain, UMKM juga memiliki keterbatasan dalam berusaha seperti ketimpangan struktural dalam alokasi dan penguasaan sumber daya, ketidaktegasan keberpihakan negara pada implementasi pengembangan ekonomi rakyat dalam kebijakan dan pengembangan strategi industrialisasi, struktur pasar yang bersifat oligopolis, kinerja yang relatif terbatas pada hal yang klasikal (sumber daya manusia/SDM, permodalan dan akses terhadap kelembagaan keuangan, manajemen, pemasaran dan informasi), terjadinya distorsi dan inkonsistensi kebijakan yang menyangkut upaya pengembangan. Salah satu solusi dari keterbatasan UMKM dalam berusaha yakni perlu ada pengembangan berbagai bentuk kerjasama dengan pihak-pihak perusahaan, diantaranya
3
pengembangan kemitraan dan jaringan pasar bersama Koperasi dan UMKM, tempat magang, alih teknologi, pendampingan dan advokasi serta CSR (Corporate Social Responsibility) dengan menekankan pada bentuk kerjasama yang saling membutuhkan, menguntungkan dan membesarkan (Hubeis, 2009). Sesuai dengan Undang-undang PT No. 40 tahun 2007, pasal 74 yang menegaskan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Kepedulian perusahaan migas (minyak dan gas bumi) terhadap masyarakat sekitar terutama di bidang sosial, ekonomi dan lingkungan dapat diwujudkan melalui program CSR perusahaan. Irwanto dan Prabowo (2009) mengatakan untuk setiap program CSR yang akan dilaksanakan oleh perusahaan, terdapat beberapa hal yang terlebih dahulu disepakati: (a) siapa kelompok penerima, (b) apa indikator keberhasilannya, dan (c) bagaimana tindaklanjutnya. Program CSR harus efisien,efektif, bermutu, dan bisa diandalkan sehinggaharus dilakukan secara ekonomis dan rasional untuk dapat meningkatkan laba perusahaan.Agar dapat dilakukan secara efektif dan efisien, program CSR membutuhkan suatu alat atau teknik yang digunakan dalam perencanaan dan pengendalian fungsi-fungsi CSR tersebut. Pengembangan pelaksanaan program CSR saat inipun mengalami perkembangan yang signifikan utamanya dalam pola-pola pemberian bantuan dengan mengacu pada prinsip kemandirian. Salah satu program CSR yang sedang dikembangkan adalah kewirausahaan atau entrepreneurship, dalam hal ini artinya perusahaan memberikan akses kepada masyarakat sekitar untuk berperan aktif dalam berusaha dan berkontribusi nyata dalam mengembangkan perkembangan industri kecil menengah di Indonesia. Komunitas usaha kecil dan ramah lingkungan di wilayah Kotamadya Balikpapan yang tergabung dalam Rumah Kreatif Balikpapan (RKB) merupakan sebuah bentuk industri kecil yang terbentuk melalui program CSR dari salah satu perusahaan migas yang beroperasi di Kalimantan. Anggota RKB merupakan penyandang cacat dan ibu-ibu PKK di wilayah operasi perusahaan migas tersebut. RKB hadir sejak awal tahun 2012, dengan kegiatan bisnis berupa industri batik tulis dan kerajinan dari sampah rumah tangga. Untuk industri kecil batik tulis, RKB telah menghasilkan beragam produk seperti kain batik, sajadah, hiasan dinding, sarung bantal, kain, baju, selendang dan tas. Motif batik yang telah diciptakan seperti daun ulin, rig/ anjungan minyak, pompa angguk, paduan pohon mangrove, lekuk Dayak, beruang madu, pasak bumi, kantung semar dan anggrek hitam Kalimantan. Sedangkan untuk kerajinan dari sampah rumah tangga juga telah menghasilkan beragam pernak-pernik aksesoris dan tas. Anggota RKB telah mendapatkan hasil dari sebuah kegiatan industri yang dijalankan selama ini. Walaupun banyak hal yang perlu dikembangkan untuk lebih baik lagi, baik dari kualitas produksi, manajemen keuangan dan juga strategi pengembangan usaha untuk menuju kemandirian. Kontribusi perusahaan dalam pengembangan RKB sangat signifikan dimulai dari bentuk pelatihan, penyertaan modal, sewa tempat dan pemasaran. Bahkan saat ini biaya operasional tempat RKB masih dalam tanggung jawab perusahaan. Sebagai sebuah industri kecil yang diharapkan mandiri seharusnya RKB sudah mampu melepaskan diri dari bantuan pihak perusahaan. Untuk itu penelitian ini diharapkan dapat
4
mengidentifikasi permasalahan yang sedang dihadapi RKB dan solusi untuk pengembangan keberlangsungan usaha. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi usaha UKM Rumah Kreatif Balikpapan ? 2. Bagaimana kinerja usaha UKM Rumah Kreatif Balikpapan ? 3. Bagaimana strategi pengembangan usaha UKM Rumah Kreatif Balikpapan dalam upaya meningkatkan kemandirian dan keberlangsungan usaha ? Tujuan Penelitian
1. 2. 3.
Tujuan penelitian ini adalah : Mengkaji kondisi usaha saat ini di UKM Rumah Kreatif Balikpapan. Mengkaji kinerja UKM Rumah Kreatif Balikpapan. Menyusun strategi pengembangan usaha UKM Rumah Kreatif Balikpapan dalam upaya meningkatkan kemandirian dan keberlangsungan usaha.
5
2. TINJAUAN PUSTAKA Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Sebagai kajian dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menggunakan definisi yang digunakan oleh Kementerian Koperasi dan UKM menurut UndangUndang RI No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Dalam penjabarannya pada undang-undang dijelaskan sebagaimana berikut : a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Selanjutnya kriteria UMKM sebagaimana acuan dari Kementerian Koperasi dan UKM dapat dijabarkan secara sederhana: Tabel 2. Kriteria UMKM menurut Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2008 Kriteria Kekayaan bersih
Mikro < Rp 50 juta
Penjualan tahunan
Tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha < Rp 300 juta
Kecil Rp 50 juta - Rp 500 juta Tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha Rp 300 juta – Rp 2,5 M
Menengah Rp 500 juta - Rp10 M Tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha Rp 2,5 M - Rp 50 M
Dari Tabel 2 dapat diuraikan Usaha Mikro dibatasi memiliki kekayaan bersih dibawah Rp 50 juta, lalu Usaha Kecil antara Rp 50 juta - Rp 500 juta dan Usaha Menengah antara Rp 500 juta - Rp 10 Milyar (diluar dari tanah dan bangunan usaha). Selain itu penjualan tahunan Usaha Mikro dibawah Rp 300 juta, Usaha Kecil antara Rp 300 juta - Rp 2,5 miliar dan Usaha Menengah antara Rp 2,5 miliar - Rp 50 miliar. Dalam menjalankan usahanya, UMKM seharusnya memiliki kemampuan berbisnis sebagaimana yang dijabarkan pada penjelasan berikut ini (Hubeis, 2009): 1. Mengidentifikasi potensi bisnis atas faktor-faktor, seperti (i) orientasi klasik
6
(supply creates its own demand), oreintasi produksi, orientasi produk, orientasi penjualan, orientasi pemasaran dan orientasi pemasaran sosial; (ii) sumber-sumber potensi bisnis meliputi pertumbuhan populasi, meningkatnya permintaan terhadap suatu produk, adanya ketidaksesuaian konsumsi dengan produksi, sumber daya yang menganggur, inovasi dan penemuan baru, serta adanya masalah-masalah baru; (iii) tahapan identifikasi meliputi identifikasi peluang, pengolahan informasi peluang bisnis, pemahaman lingkungan bisnis, estimasi potensi bisnis dan penilaian potensi bisnis. 2. Mengidentifikasi peluang. Suatu peluang dikatakan potensial untuk dimanfaatkan jika memenuhi kejelasan bentuk dan besarannya, mempunyai nilai ekonomis yang menguntungkan dan didukung oleh kemampuan perusahaan untuk pemanfaatannya. Beberapa hal penting dalam mengidentifikasi peluang bisnis yaitu: (i) mencatat setiap perkembangan dalam lingkungan bisnis, (ii) merenungkan dan mencari celah-celah yang dapat dimanfaatkan dari setiap perkembangan yang ada, (iii) mencatat dengan baik setiap peluang yang ditangkap, (iv) membuat rencana secara kasar dan cepat tentang langkah-langkah selanjutnya, (v) melakukan penilaian secara cepat apakah peluang tersebut secara potensial mampu digarap. 3. Mengolah informasi. Penguasaan informasi sangat menguntungkan bila dilihat dari segi berikut. a) Mengarahkan sasaran secara tepat b) Sumber-sumber resiko dan kendala dapat diidentifikasi secara dini, sehingga diketahui cara mengatasinya. c) Mendukung perencanaan yang matang. d) Bahan untuk negosiasi. e) Dasar untuk melakukan persaingan. Dalam hal ini, jenis-jenis informasi yang dikumpulkan seperti data pendukung untuk proyeksi permintaan, daftar sumber daya perusahaan, teknis produksi dan sumber bantuan teknis, sumber-sumber modal yang dapat dimanfaatkan, saingan dan tingkat persaingan, sumber-sumber resiko dan ketidakpastian, pelanggan dan pelaku kunci untuk negosiasi. 4. Memahami lingkungan bisnis atas faktor-faktor berikut. a) Lingkungan perusahaan (pemilik dan manajemen). b) Lingkungan mikro (perusahaan, pemasok, pesaing, konsumen, dan perantara). c) Lingkungan makro (fisik, teknologi, ekonomi, sosial budaya, politik dan hukum). 5. Mengestimasi potensi bisnis. Potensi bisnis atau potensi pasar mengandung pengertian jumlah permintaan yang diharapkan atau diramalkan dan bukannya permintaan pasar sesungguhnya. Hal yang perlu dilakukan dalam melakukan estimasi potensi pasar adalah: a) Penentuan jangkauan pelayanan. b) Estimasi daya beli dan daya serap pasar. c) Analisis persaingan. d) Estimasi kemampuan pelayanan. Selanjutnya Hubeis (2009) juga menyatakan, permasalahan UMKM menyangkut sejumlah persoalan, seperti ketimpangan struktural dalam alokasi dan penguasaan sumber daya, ketidaktegasan keberpihakan negara pada upaya
7
pengembangan ekonomi rakyat dalam kebijakan dan pengembangan strategi industrialisasi, struktur pasar yang bersifat oligopolis, kinerja yang relatif terbatas pada hal yang klasikal (SDM, permodalan, akses terhadap kelembagaan keuangan, teknologi, manajemen, pemasaran dan informasi), terjadinya distorsi dan inkonsistensi kebijakan yang menyangkut upaya pengembangan. Berkenaan dengan permasalahan UMKM dalam arti luas dapat dikategorikan dalam tujuh karakteristik: 1. Kesulitan Pemasaran Masalah pemasaran yang umum dihadapi oleh UKM adalah tekanan-tekanan persaingan, baik di pasar domestik dari produk-produk serupa buatan usaha besar, maupun produk impor dan di pasar ekspor. 2. Keterbatasan Finansial Aspek finansial yang dihadapi yakni mobilisasi modal awal dan akses ke modal kerja investasi, serta finansial jangka panjang akibat skala ekonomi yang kecil. Modal yang dimiliki UKM sering kali tidak mencukupi untuk kegiatan produksinya, terutama untuk investasi. Pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar di UKM menyebabkan sulit pihak luar melihat kinerja usaha dan sulit bagi bank memenuhi permohonan peminjaman modal. 3. Keterbatasan SDM Merupakan kendala yang serius bagi banyak UKM, terutama dalam aspekaspek kewirausahaan, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, perancangan teknik, pengendalian dan pengawasan mutu, organisasi bisnis, akuntasi, pengolahan data, penelitian dan teknik pemasaran. 4. Masalah Bahan Baku Hal ini menjadi kendala serius bagi pertumbuhan dan keberlangsungan produksi bagi banyak UKM dan sentra-sentra UKM disejumlah subsektor industri manufaktur. 5. Keterbatasan Teknologi Keterbelakangan teknologi tidak hanya menyebabkan rendahnya total faktor produktivitas dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya mutu produk yang dibuat. 6. Managerial Skill Kesulitan UKM menentukan pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan menyebabkan pengelolaan usaha menjadi terbatas. Sarana alat manajemen untuk mencapai tujuan adalah lima (5) M yaitu man, money, material, methods, market. 7. Kemitraan Kemitraan mengacu pada pengertian bekerja sama antar pengusaha dengan tingkatan yang berbeda, yaitu antara pengusaha kecil dengan pengusaha besar. Walaupun tingkatan usaha berbeda namun terjadi hubungan yang setara (sebagai mitra) bukan bentuk hubungan yang merupakan manifestasi hubungan patron-klien. Kerajinan Batik Tulis Pewarna Alam dan Daur Ulang Seni kerajinan hampir tersebar luas di berbagai daerah di Indonesia dan memberi arti serta isi pada kebudayaan nasional khas Indonesia. Di mana seni
8
kerajinan ini termasuk ke dalam industri rumah tangga atau industri kecil. Industri skala kecil di Indonesia merupakan bahan yang terus menerus dibahas dan merupakan pokok perhatian pemerintah, karena keberadaannya mempunyai arti penting baik secara ekonomi maupun politik. Pembangunan industri kecil dan menengah termasuk industri kerajinan serta industri rumah tangga, perlu didorong dan dibina menjadi usaha yang semakin berkembang dan efisien sehingga mampu mandiri dan dapat menambah pendapatan masyarakat. Usaha kerajinan bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari oleh masyarakat pendukungnya. Selain itu berkembang pula jenis-jenis usaha kerajinan yang mengandung nilai estetik atau nilai seni untuk memenuhi kebutuhan golongan masyarakat atas. Usaha kerajinan yang menghasilkan karya yang bernilai seni ini ternyata mampu menghantarkan suatu daerah memiliki popularitas yang cukup tinggi dan memberi ciri khas terhadap daerah tersebut melalui penampilan karya masyarakat daerah itu (Rahayu, 2014). Batik Tulis Pewarna Alam Batik sudah lama dikenal sebagai karya bangsa Indonesia. Proses batik pula dikenal sebagai pewarnaan kain serat alami dengan menggunakan teknik celup rintang. Bagian kain menjadi bercorak karena pada waktu dicelupkan dalam cairan warna, terdapat bagian yang sengaja dirintangi. Bagian kain yang dirintangi itulah yang menimbulkan corak motif batik. Penempelan bahan perintang pada lembar kain merupakan langkah awal proses pembatikan. Cara membubuhkan malam batik pada lembar kain dikenal dengan beberapa cara: dituliskan dengan menggunakan alat yang disebut canting, dituliskan dengan menggunakan kuas dan dicapkan dengan menggunakan cap logam (tembaga). Cara yang pertama menghasilkan kain batik tulis, sedangkan cara yang kedua akan menghasilkan batik cap. Sebetulnya karya batik tulis dan batik dalam proses pewarnaannya sama. Namun demikian, batik tulis dianggap karya batik yang memiliki nilai yang lebih tinggi dari batik cap (Tocharman, 2009). Selanjutnya Tocharman dalam penelitiannya menjelaskan proses penggunaan warna-warna alam dalam teknik batik sudah dilakukan oleh nenek moyang kita secara turun temurun sampai ditemukan warna sintetis yang dipandang praktis dan ekonomis. Namun, dalam kenyataan sekarang ini penggunaan warna alam sebagai pewarna batik sudah banyak ditinggalkan. Penggunaan warna alam banyak ditinggalkan dengan berbagai alasan, antara lain: a. Proses pembuatan warna alam memerlukan waktu yang panjang. b. Warna alam tidak tahan lama disimpan sebelum proses pewarnaan. c. Daya tahan warna alam cenderung mudah pudar. d. Karena proses pembuatan warna alam lama, mengakibatkan biaya produksi menjadi mahal. e. Proses pencelupan/pewarnaan memerlukan waktu yang panjang dan harus dilakukan berulang-ulang. Pengulangan yang dilakukan lebih banyak akan menghasilkan warna yang lebih baik. Penggunanaan warna alam memiliki banyak kelemahan, namun demikian banyak hal yang menjadi keraguan bila kita terus menggunakan bahan warna sintetis. Karena warna sintetispun memiliki sejumlah kelemahan. Pertama, limbah warna sintetis membahayakan kesehatan manusia. Bila perajin atau perusahaan batik membuang sembarang limbah warna sitetis, secara tidak langsung meracuni
9
lingkungan, termasuk di dalamnya manusia. Kedua, para perajin batik tidak menyadari, tidak tahu, atau tahu tetapi masa bodoh akan bahaya yang diakibatkan oleh bahan warna sintetis. Ketiga, di sisi lain banyak ditemukan penggunaan warna sintetis untuk pewarna tekstil digunakan untuk mewarnai bahan makanan atau minuman. Hal ini terjadi karena bahan warna tekstil jauh lebih murah bila dibandingkan dengan bahan pewarna makanan. Hartini et al. (2014) menjelaskan pewarna alam diekstrak dari materi vegetatif dan residu hewan, diklaim ramah lingkungan, menimbulkan tingkat emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan pewarna sintetis dalam industri tekstil. Kelebihan zat warna alam yang lain adalah adanya zat antibakteri dan penghilang bau dan lebih dari 60% dari uji pewarnaan yang dilakukan dapat diterima dari sifat tahan lunturnya. Oleh karena itu sekarang banyak praktisi tekstil yang menggunakan pewarna alam. Hal tersebut didukung oleh sebuah deklarasi bersama hasil keputusan World Batik Summit tahun 2011, yang salah satu pointnya menyatakan industri Batik Indonesia harus didasarkan atas perlindungan alam dan lingkungan, serta riset mengenai penyediaan bahan pewarna tradisional yang alami dalam jumlah besar penting untuk digalakkan. Dalam penelitian sebelumnya, Rahayu (2014) menjabarkan proses produksi kain batik tulis dengan pewarna alam dengan tahapan – tahapan sebagai berikut : 1. Tahap pemotongan kain mori. Pada tahapan ini kain mori dipotong sesuai ukuran yang diinginkan, pemotongan biasanya berukuran 1,5 sampai 2 meter untuk setiap potongnya. 2. Tahap Mordan Pada tahapan ini kain mori yang sudah dipotong kemudian direbus dengan soda abu dan tawas, bertujuan untuk membuka pori – pori kain. 3. Tahap pencucian mori Pada tahapan ini kain mori dicuci terlebih dahulu, kemudian baru masuk tahap proses pengkanjian. Dalam proses ini perajin tidak menggunakan bahan pemutih apapun. 4. Tahap Pengkanjian Pada tahapan ini kain mori dikanji terlebih dahulu selama beberapa jam, kemudian baru dijemur sampai kering. Hal ini bertujuan untuk meratakan permukaan kain mori agar lebih memudahkan dalam membatik serta kainnya menjadi lebih kaku. 5. Tahap menggambar pola batik atau nyorek Pada tahapan ini perajin menggambar pola atau motif pada kain mori yang telah dikanji dengan menggunakan pensil. Pola dibuat diatas meja gambar, dengan cara dilembarkan kemudian baru digambar. Masing – masing kelompok memiliki perajin khusus dalam pembuatan pola. Motif atau pola dibuat sesuai dengan keinginan atau inspirasi para perajin. Akan tetapi, apabila terdapat pesanan untuk motif tertentu maka pola juga disesuaikan dengan keinginan konsumen. 6. Tahap membatik Tahapan ini merupakan tahapan yang mana perajin menggambar atau meletakkan lilin batik pertama pada pola yang telah digambar. Proses pembatikan membutuhkan kecermatan yang baik dan waktu yang cukup lama. Kain mori yang sudah selesai proses pengeringan kemudian
10
dilentangkan di gawangan, lalu dibatik dengan lilin yang sudah dipanaskan di wajan kecil. Dalam menorehkan lilin, perajin menggunakan canting yang disesuaikan dengan kebutuhan. 7. Tahap Pewarnaan Setelah selesai proses pembatikan, maka tahap selanjutnya yaitu tahap pewarnaan. Pada saat tahap pewarnaan, perajin terlebih dahulu menentukan warna apa yang akan dipakai untuk batik tersebut. Sebelum pewarnaan perajin harus benar – benar memahami warna apa saja yang mampu dihasilkan dari bahan – bahan alami tersebut. Selain itu juga harus melakukan beberapa kali percobaan untuk menghasilkan perpaduan warna yang baik. dari dua jenis kayu tersebut. Warna – warna tersebut diantaranya yaitu : Warna Soga, untuk memperoleh warna soga maka perajin harus menggunakan perpaduan warna dari kayu tinggi, jambal, dan tegel. Warna Kuning, untuk memperoleh warna kuning maka perajin harus menggunakan bahan yang berasal dari kayu teger. Warna Hijau, untuk memperoleh warna hijau maka perajin harus menggunakan kayu teger sebagai bahan utamanya. Warna biru, untuk memperoleh warna biru maka perajin menggunakan bahan dari indigo. Indigo yang digunakan berbentuk pasta atau berasal dari daun Tom. 8. Nutup Pada tahap ini bagian – bagian gambar yang dikehendaki tetap berwarna hitam dan putih, harus ditutup lagi dengan lilin dengan canting, tujuannya agar tidak kemasukan warna lain dalam proses selanjutnya. 9. Menyoga Merupakan pemberian warna coklat tua pada bagian yang kelihatan putih dengan cara mencelupkan ke dalam air yang telah diberi larutan soga. 10. Nglorod Merupakan tahapan yang dilakukan setelah proses pewarnaan selesai. Nglorod merupakan proses membersihkan lilin yang menempel pada bahan dasar batik. Proses pelorodan ini dilakukan dengan cara memasukkan kain batik yang telah diwarnai secara berkali – kali dalam air yang mendidih. Sehingga lilin batik yang menempel pada kain dapat hilang atau bersih. 11. Pengeringan Merupakan tahap akhir dari proses pembatikan. Setelah selesai proses pelorodan kemudian kain dikeringkan di papan pengeringan sambil dihilangkan sisa – sisa lilin yang masih menempel. Penggunaan warna alam dianggap lebih sulit dalam menghilangkan lilin jika dibandingkan dengan penggunaan bahan sintetis. Pelorodan harus dilakukan berkali – kali, hingga lilinnya benar – benar bersih. Untuk tahap pengeringan biasanya mengalami sedikit kendala. Salah satu kendala tersebut yaitu jika cuacanya tidak panas maka proses pengeringan akan berlangsung lebih lama dan warna yang diperoleh sedikit kusam. Dengan adanya cuaca yang kurang mendukung tersebut juga akan berpengaruh terhadap harga penjualan barang produksi. Apabila hasil yang diperoleh kurang baik, maka konsumen juga tidak akan mau membeli dengan harga yang cukup tinggi. Jadi untuk memperoleh warna yang bagus perajin harus pandai memperhatikan cuaca.
11
Kerajinan Daur Ulang Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah anorganik padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai (Ninggarwati dan Latianingsih, 2010). Material yang dapat didaur ulang berupa: 1. Botol bekas wadah kecap, saos, sirup, krim kopi; baik yang putih bening maupun yang berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal. 2. Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecuali kertas yang berlapis (minyak atau plastik). 3. Logam bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue, rangka meja, besi rangka beton. 4. Plastik bekas wadah sampo, air mineral, jerigen, ember. 5. Sampah anorganik basah dapat diolah menjadi kompos. Wahyono dan Sudarno (2012), dalam laporan proyek ITTO TFL-PD 019/10 Rev.2 (M) Developing Collaborative Management of Cibodas Biosphere Reserve West Java, Indonesia menjelaskan, kemasan plastik tidak selalu berakhir menjadi sampah. Kemasan plastik bisa dirangkai jadi aneka kerajinan cantik. Kita semua tahu bahwa sampah plastik adalah jenis sampah yang paling sulit diuraikan oleh tanah. Jika Anda membuang sampah plastik hari ini, hingga 80 tahun mendatang pun sampah plastik ini pun belum bisa teruraikan. Padahal, hampir semua produk kebutuhan rumah tangga menggunakan pembungkus plastik. Jadi, terbayang kan berapa banyak sampah plastik terbuang setiap harinya? Untuk mencegah penumpukan sampah plastik, kita sebenarnya bisa mencoba mengurangi dampak buruknya. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkannya kembali. Sampah plastik bisa diolah menjadi aneka kerajinan cantik. Hasilnya tak kalah cantik dengan kerajinan berbahan kain. Dengan membuat aneka kerajinan cantik berbahan kemasan plastik ini, Anda bisa mendapat dua manfaat. Selain mendapat aneka kerajinan cantik, Anda pun sudah turut berpartisipasi menyelamatkan lingkungan dari ancaman sampah plastik. Langkah awal mengolah sampah plastik menjadi kerajinan adalah memisahkan sampah kering dan sampah basah. Selanjutnya sampah kering seperti bungkus minuman ringan seperti kopi, susu dan mi instan dibersihkan. Setelah itu plastik-plastik yang telah dicuci dan dikeringkan kemudian dipotong-potong seperti pola barang kerajinan yang akan dibuat. Pola dibuat sesuai dengan bentuk barang yang akan dibuat. Setelah dipotong sesuai dengan pola, langkah selanjutnya adalah menjahit sesuai dengan pola tersebut. Yang diperlukan adalah ketelatenan dari penjahit (Anam, 2014). Saat ini kerajinan dari sampah plastik telah menjadi produk fashion tersendiri yang berasal dari barang daur ulang atau bisa disebut trashion. Trashion ini artinya fashion dari sampah. Dengan menjadi trashion nanti, produk kerajinan daur ulang sampah kering akan bisa dinikmati tidak saja kalangan masyarakat menengah ke bawah tapi juga kalangan menengah atas yang biasanya sangat memperhatikan kualitas produk kerajinan yang akan dibeli. Dubey et al. (2010) mengatakan manfaat daur ulang pada jurnal internasional VSRD Technical & Non-Technical Journal, “Another example of the importance of recycling has to do with the creation of new jobs. As more people recycle, the number of people required to collect, sort and process recycled items continues to grow. More jobs in the community means more money spent in local stores, more taxes collected
12
for the city or town, and in general a healthier economy for everyone concerned”. Disamping manfaat yang dimiliki dari produk daur ulang ada, namun ada beberapa kendala yang dihadapi oleh para pengrajin daur ulang sampah plastik yaitu terbatasnya bahan baku (khusus untuk membuat barang yang sifatnya antik), bahkan ada bahan baku yang harus dibeli, juga terbatasnya peralatan dan dana, sehingga terkesan seadanya namun kreativiatas sangat tinggi. Kemudian untuk produk yang sudah dihasilkan, kadang ditumpuk begitu saja, tidak adanya pemahaman untuk diberi pelatihan bagaimana memasarkan hasil produksi agar dikenal dimasyarakat (Ninggarwati dan Latianingsih, 2010). Kemitraan Perusahaan dengan UKM Upaya peningkatan peran UMKM melalui pola kemitraan, diatur dalam Keppres RI, No. 127 tahun 2001, tentang UMKM dan Kemitraan, yang menyebutkan bahwa perlu adanya jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan kesempatan terbuka bagi kinerja usaha menengah atau besar dengan syarat kemitraan. Kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Herawati (2011) dalam disertasinya menyatakan, dalam upaya mengembangkan kemitraan usaha dimasa depan dan untuk mempersiapkan pelaku bisnis skala UMKM dapat bersaing di era globalisasi maka diperlukan beberapa strategi unggulan, perubahan perilaku, dan sistem organisasi sebagai fondasi perkembangan kemitraan secara lebih mendasar. Konsep operasional dari strategi ini selayaknya dapat dilakukan secara simultan oleh semua pelaku kemitraan termasuk lembaga pemerintah sebagai instansi pembina. Beberapa strategi yang perlu dilaksanakan agar kebijaksanaan dalam kemitraan dapat diwujudkan. Strategi tersebut antara lain, adalah : 1. Mengembangkan usaha kecil dan koperasi yang mandiri dan kuat. 2. Memacu penerapan Undang-undang tentang usaha kecil dan peraturan pemerintah tentang kemitraan. Penerapan Undang-undang tentang usaha kecil dan peraturan pemerintah tentang kemitraan ini menjadi sangat penting dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha kecil dan koperasi. 3. Memantapkan kelembagaan kemitraan. Strategi ini dimaksudkan untuk mewujudkan kelembagaan kemitraan usaha kedua belah pihak yang harus dibangun dan dipersiapkan melalui proses terencana dan berkelanjutan. 4. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia. Keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kemitraan sangat ditentukan oleh faktor kemampuan sumberdaya manusianya terutama dalam menerapkan strategi bisnis yang telah ditetapkan. Kemampuan para pelaku bisnis untuk menguasai teknologi, manajemen, informasi pasar dan lain sebagainya. 5. Menerapkan teknologi, standarisasi, dan akreditasi. Pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan teknologi, standarisasi, akreditasi merupakan langkah yang tidak terpisahkan dari upaya untuk mengembangkan kemitraan. Peran utama dari teknologi semakin nyata terlihat jelas bila dikaitkan dengan peningkatan produksi dan produktivitas, sedangkan penerapan standarisasi dan akreditasi akan menjamin peningkatan kualitas, kuantitas dan harga.
13
6. Membangun akses pasar dan informasi pasar. Akses pasar dan informasi pasar merupakan dua hal yang penting yang saling berkait dan mutlak harus dikuasasi oleh pelaku kemitraan. Tanpa akses pasar yang baik sangatlah mustahil untuk mendapatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Sebaliknya tanpa informasi pasar yang jelas dan akurat mengenai jumlah, kualitas dan harga dari suatu barang pasti akan menimbulkan distorsi yang mungkin saja dapat menimbulkan perselisihan bagi pelaku kemitraan. 7. Mendorong pengembangan investasi dan permodalan. Kurangnya investasi dan modal menyebabkan lemahnya posisi tawar khususnya bagi UMKM. Strategi yang dilakukan dalam mendorong pengembangan investasi dan permodalan yang seyogyanya ditujukan untuk keberpihakan pemerintah kepada UMKM. Dengan keberpihakan ini diharapkan akan meningkatkan posisi tawar dari sebagian besar UMKM. 8. Memantapkan birokrasi pemerintah sebagai lembaga pelayanan. Peran aparatur pemerintah dan produk-produk kebijakannya sangat strategis dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk keberhasilan kemitraan. Keberpihakan pemerintah pada upaya-upaya untuk menumbuhkembangkan kemitraan merupakan suatu wujud pelayanan yang harus dilakukan konsisten dan berkesinambungan. Analisis Usaha Kasmir dan Jakfar (2012) mengatakan prospek pengembangan usaha dapat dilihat melalui beberapa aspek. Aspek-aspek ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling berkaitan. Artinya jika salah satu aspek tidak dipenuhi, maka perlu dilakukan perbaikan atau tambahan yang diperlukan. Dalam hal ini aspek-aspek yang dimaksud adalah aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek keuangan, aspek teknis/operasi, aspek manajemen/organisasi, aspek ekonomi sosial dan aspek lingkungan. Urutan penilaian dari beragam aspek yang ada berdasarkan pertimbangan prioritas, bahkan ada aspek yang tidak seharusnya ditelaah lebih jauh, karena tidak terlalu signifikan dalam pengembangan UKM yang baru mulai dan sedang berkembang. Aspek Pasar dan Pemasaran Begitu pentingnya peranan pasar dan pemasaran dalam menentukan kelanjutan UKM, sehingga banyak UKM menjadikan posisi pemasaran paling depan (Kasmir dan Jakfar, 2012). Beberapa hal yang perlu dicermati seperti: (1) ada tidaknya pasar, (2) seberapa besar pasar yang ada, (3) potensi pasar, (4) tingkat persaingan yang ada, termasuk besarnya market share yang akan direbut dan market share pesaing. Setelah memahami kondisi pasar, maka perlu melakukan strategi bersaing yang tepat. Unsur strategi persaingan ini adalah menentukan segmentasi pasar (segmenting) artinya membagi pasar menjadi beberapa kelompok pembeli yang berbeda yang mungkin memerlukan produk atau marketing mix yang berbeda pula; menetapkan pasar sasaran (targeting) artinya mengevaluasi keaktifan setiap segmen, kemudian memilih salah satu dari segmen pasar atau lebih untuk dilayani dan menentukan posisi pasar (positioning) yaitu menentukan posisi yang kompetitif untuk produk atau suatu pasar. Ketiga unsur ini biasa disebut STP.
14
Market segmenting Variabel untuk melakukan segmentasi pasar terdiri dari segmentasi pasar konsumen dan segmentasi pasar industrial. Berikut ini adalah variabel utama untuk melakukan segmentasi pasar konsumen menurut Kotler dan Keller (2013), antara lain: 1. Segmentasi berdasarkan geografis terdiri dari: bangsa, propinsi, kabupaten, kecamatan dan iklim. 2. Segmentasi berdasarkan demografis terdiri dari: umur, jenis kelamin, ukuran keluarga, daur hidup keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras dan kebangsaan. 3. Segmentasi berdasarkan psikografis: kelas sosial, gaya hidup, karkateristik kepribadian. 4. Segmentasi berdasarkan perilaku terdiri dari: pengetahuan, sikap, kegunaan dan tanggap terhadap suatu produk. Variabel utama untuk melakukan segmentasi pasar industrial sebagai berikut: c. Segmentasi berdasarkan demografis terdiri dari: jenis industri, besar perusahaan, dan lokasi perusahaan. d. Karakteristik pengoperasian terdiri dari: teknologi yang difokuskan, status pengguna dan kemampuan pelanggan. e. Pendekatan pembeli terdiri dari: organisasi berfungsi pembeli, sifat hubungan yang ada, struktur kekuatan, kebijakan pembelian umum dan kriteria. f. Karakteristik personel industri terdiri dari: kesamaan pembeli, sikap terhadap resiko dan kesetiaan. g. Faktor situasional terdiri dari: urgensi, pengguna khusus, besarnya pesanan. Market targetting Setelah segmentasi pasar dilakukan, maka terdapat beberapa segmen yang layak untuk dilakukan, karena dianggap paling potensial. Secara umum pengertian menetapkan pasar sasaran adalah mengevaluasi keaktifan setiap segmen, kemudian memilih salah satu dari segmen pasar atau lebih untuk dilayani. Pasar sasaran (Amalia et al., 2012) berfungsi agar pelaku UKM dapat mengingat konsumen yang senantiasa menggunakan produknya dan menjadikan konsumen tersebut loyal menggunakan produk yang ditawarkan. Kegiatan menetapkan pasar sasaran meliputi: 1. Evaluasi segmen pasar: 1. Ukuran pertumbuhan segmen seperti data tentang penjualan, proyeksi laju pertumbuhan dan margin laba dari setiap segmen. 2. Struktural segmen dilihat dari segi profitabilitas, juga ancaman dari produk pengganti. 3. Sasaran dan sumber daya perusahaan, yakni ketersediaan sumber daya manusia termasuk keterampilan yang dimiliki. 2. Memilih segmen, yaitu menentukan satu atau lebih segmen yang memiliki nilai tinggi bagi UKM, menentukan segmen mana dan berapa banyak yang dapat dilayani: 1. Pemasaran serba sama, melayani semua pasar dan tawaran pasar, dalam arti tidak ada perbedaan.
15
2. Pemasaran serba aneka, merancang tawaran untuk semua pendapatan, tujuan dan kepribadian. 3. Pemasaran terpadu, khusus untuk sumber daya manusia yang terbatas. Market positioning Hubeis dan Najib (2008) menyatakan persaingan dalam duni usaha terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Menentukan posisi pasar yaitu menentukan posisi yang kompetitif untuk produk atau suatu pasar. Kegiatan ini dilakukan setelah menentukan segmen mana yang akan dimasuki, maka harus pula menentukan posisi dimana yang ingin ditempati dalam segmen tersebut. Memilih dan melaksanakan strategi penentuan posisi pasar: 1. Identifikasi keunggulan kompetitif yang mungkin memberikan nilai yang terbesar dengan cara mengadakan perbedaan, yaitu: 1. Diferensiasi produk 2. Diferensiasi jasa 3. Diferensiasi personel 4. Diferensiasi citra 2. Memilih keunggulan kompetitif yang tepat. a. Berapa banyak perbedaan dipromosikan b. Perbedaan mana yang dipromosikan 3. Mewujudkan dan mengkomunikasikan posisi dipilih. Strategi Bauran Pemasaran (Marketing mix) Setelah STP ditetapkan, maka selanjutnya perlu diselaraskan dengan kegiatan pemasaran lainnya seperti strategi bauran pemasaran. Widiana et al (2013) dalam jurnalnya mengatakan bauran pemasaran dapat dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, serta kondisi yang akan diantisipasi. Adapun strategi bauran pemasaran tersebut yaitu: 1. Strategi produk; pihak perusahaan mendefinisikan, memilih dan mendesain suatu produk disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen yang akan dilayaninya, agar investasi yang ditanam dapat berhasil dengan baik. Dalam mengembangkan suatu produk, maka perusahaan akan melakukan antara lain: penentuan logo dan moto, menciptakan merk, menciptakan kemasan, keputusan label dan lain-lain. 2. Strategi harga; merupakan hal yang penting dalam kegiatan marketing mix. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menetapkan harga suatu produk: 1. Menentukan tujuan penetapan harga. 2. Memperkirakan permintaan biaya dan laba. 3. Memilih strategi harga untuk membantu menentukan harga dasar. 4. Menyesuaikan harga dasar dengan taktik penetapan harga. 3. Strategi lokasi dan distribusi; hal yang perlu dilakukan dalam menentukan lokasi antara lain: dekat dengan industri, perkantoran, pasar, pusat pemerintahan, perumahan, pertimbangkan dengan jumlah pesaing dan sarana dan prasarana. Untuk faktor-faktor yang mempengaruhi strategi distribusi antara lain: pertimbangan pembeli atau faktor pasar, karakteristik produk, faktor produsen atau pertimbangan pengawasan dan keuangan,
16
4.
Strategi promosi; merupakan kegiatan marketing mix yang terakhir. Sarana promosi yang dapat digunakan antara lain : periklanan, promosi penjualan, publisitas, penjualan pribadi dan lain-lain. Kegiatan promosi bisa berupa pemasangan iklan di media cetak/elektronik, pemasangan spanduk, distribusi brosur produk, internet dan lain-lain. Khusus untuk promosi penjualan dapat dilakukan pemberian discount, undian, cindera mata dan lain-lain.
Aspek Keuangan Aspek keuangan menilai biaya-biaya produksi apa dan seberapa besar biaya-biaya tersebut yang akan dikeluarkan dalam menghasilkan produk. Kemudian juga menilai berapa besar pendapatan yang akan diterima dari sebuah investasi yang dilakukan. Selain itu aspek keuangan mengkaji darimana sumber pembiayaan tersebut. Khusus bagi UKM yang sudah ada sebelumnya dan hendak melakukan ekspansi atau perluasan usaha, penilaian dapat dilakukan dari laporan keuangan. Setiadi et al. (2014) dalam jurnalnya menyatakan perhitungan harga pokok produksi adalah hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan harga jual suatu produk. Perhitungan harga pokok produksi yang tepat dan akurat merupakan hal yang perlu dilakukan oleh setiap perusahaan, karena tanpa adanyan perhitungan harga pokok produksi yang tepat dan akurat, perusahaan manufaktur yang bersangkutan akan mengalami masalah dalam penentuan harga jual suatu produk. Bagi perusahaan dengan tujuan mencapai laba optimum, harga jual dan realisasi biaya produksi berpengaruh sangat besar terhadap ukuran keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan yang besangkutan dan memenangkan persaingan yang semakin tajam dengan perusahaan lain yang sejenis. Salah satu faktor yang sangat penting untuk mencapai hal tersebut adalah dengan mengefisienkan biaya produksi serendah-rendahnya sehingga akan memperbesar laba. Strategi efisiensi biaya produksi dan penetapan harga yang tepat harus diimbangi dengan peningkatan mutu produksi dan pelayanan terhadap kepuasan pelanggan (costumer satisfaction), sehingga memiliki nilai kompetitif yang tinggi dengan produk-produk perusahaan lain yang sejenis. Selanjutnya dalam kerangka pemikiran Setiadi et al (2014) mengemukakan penentuan harga pokok produksi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengumpulan harga pokok produksi ditentukan oleh cara produksi suatu perusahaan. Perusahaan yang berproduksi berdasar pesanan, mengumpulkan harga pokok produksinya dengan menggunakan metode harga pokok pesanan (Job Order Cost Method). Sedangkan perusahaan yang berproduksi massal, mengumpulkan harga pokok produksinya dengan menggunakan metode harga pokok proses (Process Cost Method). 2. Untuk memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi, terdapat dua pendekatan yaitu metode full costing dan metode variable costing. Metode full costing memperhitungkan seluruh unsur biaya produksi, baik yang berperilaku tetap maupun variabel ke dalam harga pokok produksi. Sedangkan metode variable costing hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel saja ke dalam harga pokok produksi. 3. Beberapa penetapan harga jual produk menggunakan biaya produksi sebagai dasar dalam menghitung harga yang akan dibebankan kepada konsumen dengan pendekatan full costing maupun variable costing.
17
Aspek Teknis dan Operasi Kasmir dan Jakfar (2012) dalam aspek teknis dan operasi menekankan aspek ini berkaitan dengan lokasi, lay out usaha, peralatan yang digunakan, sampai usaha perluasan selanjutnya. Selain itu dipertimbangkan penggunaan teknologi apakah padat karya atau padat modal. Artinya jika menggunakan padat karya, maka akan memberikan kesempatan kerja, namun jika padat modal mungkin bisa sebaliknya. Dalam halnya persediaan bahan baku, perusahaan senantiasa melakukan safety stock. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menghitung besarnya safety stock adalah penggunaan bahan baku rata-rata, faktor waktu dan biaya yang digunakan. Disamping faktor-faktor penentu tersebut, dalam menentukan safety stock diperlukan standar kuantitas yang harus dipenuhi yaitu: Persediaan minimum. Besarnya pesanan standar. Tingkat pemesanan kembali. Administrasi persediaan. Tambunan (2013) mengatakan Standar Operating Procedures (SOP) mutlak dibutuhkan dalam mencapai tujuan atau sasaran tertentu dalam proses produksi. Pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusan, langkah atau tindakan dan penggunaan fasilitas pemrosesan yang dilaksanakan oleh orang-orang di dalam suatu organisasi, telah berjalan secara efektif, konsisten, standar dan sistematis. Aspek Manajemen dan Organisasi Organisasi adalah suatu entitas (sistem) sosial yang dikordinasikan secara sadar pada batasan yang dapat diidentifikasi (misal, perkembangan ekonomi) dalam mencapai suatu tujuan bersama atau serangkaian tujuan (Hubeis, 2009). Manajemen organisasi berperan dalam memastikan peran dan tanggung jawab setiap anggota organisasi, walaupun boleh jadi setiap orang atau kelompok melakukan tahapan kegiatan dan keputusan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Selanjutnya Hubeis menyatakan bentuk organisasi bisnis usaha kecil dapat diilustrasikan pada gambar-gambar berikut. Pemilik (Manajer Umum) Bagian Produksi (Produksi, Pengendalian Mutu dan Penyelia)
Pekerja
Gambar 1. Struktur Organisasi Usaha Kecil dalam Skala Rumah Tangga
18
Pemilik (Manajer Umum dan Pengawas Mutu) atau Pemilik
Bagian Produksi
Keterangan :
Bagian Penjualan dan Pemasaran
Bagian Pembelian
= pekerja/manajer
Gambar 2. Struktur Organisasi Usaha Kecil dalam Skala Kecil Dari Gambar 1 dan 2, terlihat adanya hierarki manajerial pada usaha kecil, yaitu arus komunikasi, koordinasi dan pengawasan dari manajemen yang bersifat one man show dengan memerhatikan peran interpersonal (berhubungan dengan orang lain), peran informasional (menerima, mengumpulkan dan menyebarkan informasi) dan peran pengambilan keputusan (membuat pilihan dan resiko). Kasmir dan Jakfar (2012) juga mengatakan hal yang berkenaan dengan organisasi dalam UKM yakni organisasi garis/lini merupakan organisasi berskala kecil dengan sedikit jumlah karyawan yang belum atau sedikit memiliki spesialisasi, dengan ciri-ciri organisasi sebagai berikut: 1. Hubungan antara atasan dan bawahan masih bersifat langsung melalui suatu garis wewenang. 2. Jumlah karyawan sedikit, maka struktur organisasi sederhana. 3. Pimpinan dan karyawan saling mengenal dan dapat berhubungan setiap hari. 4. Masing-masing penanggungjawab memiliki tanggung jawab penuh atas bidang pekerjaannya. 5. Pucuk pimpinan biasanya pemilik perusahaan. 6. Pucuk pimpinnan dipandang sebagai sumber kekuasaan tunggal. 7. Tingkat spesialisasi belum terlalu tinggi. 8. Organisasi kecil. Strategi Pengembangan Usaha Hubeis dan Najib (2008) mengemukakan dalam proses manajemen strategik ada tiga tahapan utama yaitu perumusan strategi, implementasi strategi serta evaluasi dan pengendalian strategi, yang diawali dengan pengamatan lingkungan. Masing-masing tahapan ini saling terkait satu sama lainnya, tidak boleh ada satupun yang terlewat. Selanjutnya dalam tahapan perumusan strategi, pelaku usaha dapat menggunakan proses manajemen strategik yang terdiri atas enam langkah yaitu: 1. Melakukan analisis lingkungan internal. 2. Melakukan analisis lingkungan eksternal. 3. Mengembangkan visi dan misi yang jelas. 4. Menyusun sasaran dan tujuan perusahaan. 5. Merumuskan pilihan-pilihan strategis dan memilih strategi yang tepat. 6. Menentukan pengendalian. Dalam tahapan implmentasi strategi, beberapa hal penting yang harus dilakukan perusahaan, yaitu:
19
a. b. c. d.
Penetepan tujuan tahunan. Perumusan kebijakan. Memotivasi pekerja. Alokasi sumber daya. Dalam proses evaluasi strategi beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan, yaitu: a. Meninjau kembali permasalahan eksternal dan internal yang terjadi saat ini, apakah terjadi perubahan-perubahan pada saat strategi dirumuskan. b. Adanya pengukuran kemampuan atau kinerja perusahaan dengan memastikan kembali, apakah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. c. Melakukan perbaikan-perbaikan untuk perkembangan perusahaan. d. Membantu untuk mengembangkan model di masa mendatang. Selanjutnya Hubeis dan Najib (2008) menyatakan teknik perumusan strategi dapat diintegrasikan dalam kerangka kerja pengambilan keputusan tiga tahap. Alat yang disajikan dalam kerangka kerja dapat digunakan untuk semua ukuran dan tipe organisasi, serta dapat membantu penyusunan strategi mengidentifikasi dan pemilihan strategi. Tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Tahap input; untuk meringkas informasi dasar yang dibutuhkan dalam merumuskan strategi. Kita dapat menggunakan matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI), Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) dan matriks Profil Persaingan (Competitive Profile Matix atau CPM). 2. Tahap pencocokan; berfokus pada penciptaan alternatif strategi yang layak dengan mencocokkan faktor eksternal dan internal kunci. Tahap ini mencakup matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (StrengthWeakness-Oppurtunity-Threats atau SWOT), matriks Evaluasi Tindakan dan Posisi Strategi (Strategic Position and Action Evaluation atau SPACE), matriks Boston Consulting Group (BCG) dan Grand Startegy Matrix. 3. Tahap keputusan; melibatkan strategi tunggal, yaitu matriks Perencanaan Strategik Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix atau QSPM). Kewirausahaan Berbasis Komunitas Linna (2010) dalam International Journal of Business and Public Management mengatakan kegiatan kewirausaahaan dalam komunitas mampu mmberikan manfaat kepada seluruh komunitas dan mengurangi tingkat kemiskinan. Walaupun dalam pelaksanaannya penuh dengan berbagai tantangan, khususnya melibatkan orang-orang dengan latar belakang yang berbeda dan upaya untuk menumbuhkan rasa memiliki dari usaha yang dikerjakannya. Dalam konteks komunitas yang lebih kecil lagi, kurangnya dukungan dari berbagai pihak menjadikan wirausahawan di komunitas kecil mengalami kendala dalam mengembangkan kemampuan dan akses menuju pasar yang lebih besar. Perlu ada pendekatan holistik dalam pengembangan kewirausahaan, yang tidak hanya berfokus pada keuntungan ekonomi, tetapi juga berpikir tentang manfaat lain yang diterima seperti pola pikir berorientasi pasar dan meningkatkan potensi usaha yang berkelanjutan. Berkenaan dengan pengembangan UKM, ada terminologi pemberdayaan komunitas untuk penguatan masyarakat setempat. Menurut Direktorat Jenderal
20
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, pemberdayaan adalah: (1) penguatan masyarakat yang lemah, dan (2) pengembangan aspek pengetahuan sikap dan ketrampilan masyarakat, atau dikatakan pemberdayaan adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat sebuah lapisan masyarakat untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan. Dalam penelitian Rosyida dan Nasdian (2011), pengembangan kapasitas dalam sebuah komunitas memiliki dua elemen pokok, yakni kemandirian dan partisipasi. Partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Titik tolak dari partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek yang sadar. Selanjutnya partisipasi dalam pengembangan komunitas harus menciptakan peranserta yang maksimal dengan tujuan agar semua orang dalam masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif pada proses dan kegiatan masyarakat. Sehubungan dengan kegiatan dalam komunitas, keterlibatan masyarakat sudah seharusnya dimasukan dalam proses penentuan program atau kegiatan. Partisipasi komunitas dapat ditelaah dalam beberapa tahapan, sebagai berikut: 1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan suatu program. 2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek. 3. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. 4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran
21
3. METODE KAJIAN Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi kajian dilaksanakan di Rumah Kreatif Balikpapan di Kotamadya Balikpapan. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan komunitas ini melaksanakan program pengembangan industri kecil dari salah satu program CSR perusahaan migas yang beroperasi di Kalimantan. Pelaksanaan kajian dilakukan selama 3 (tiga) bulan dari bulan Oktober Desember 2013. Metode Penarikan Sampel Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 orang untuk mengetahui tingkat kinerja UKM RKB dan tingkat kepentingan konsumen. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode judgement sampling, yaitu memilih responden yang paling tepat untuk mengumpulkan/menjaring informasi yang dibutuhkan. Responden ditentukan berdasarkan anggapan bahwa mereka bisa mewakili karakteristik konsumen yang menggunakan produk dari UKM RKB di Kotamadya Balikpapan. Sumber Data Sumber data untuk kajian ini adalah data internal dan data eksternal. Data internal berasal dari UKM RKB yang menggambarkan keadaan kondisi usaha. Data eksternal diperoleh dari perusahaan migas yang memahami jumlah dan jenis bantuan yang diberikan kepada UKM RKB serta tujuan program CSR yang dilakukan. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) kajian kepustakaan. Kajian kepustakaan ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data tertentu berupa hasil kajian/penelitian, buku-buku ilmiah, buletin, brosur dan artikel yang merupakan sumber ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kondisi usaha dan strategi pengembangan usaha kerajinan batik tulis dan daur ulang; (2) kajian lapangan. Kajian lapangan dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung pada UKM RKB dalam melaksanakan usahanya. Data dan informasi yang diambil antara lain deskripsi usaha, kegiatan usaha, sejarah singkat usaha, profil pengrajin dan pembiayaan usaha kerajinan batik tulis dan daur ulang. Dalam membahas masalah, menganalisis kondisi usaha dan visi, misi serta tujuan UKM RKB pada kajian ini dibutuhkan data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Untuk mendapatkan data-data tersebut digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut (Effendi dan Tukiran, 2012): 1. Pengamatan langsung; dengan cara mempelajari berbagai dokumen, profil organisasi, proses produksi dan pemasaran di UKM RKB;
22
2.
3.
4. 5.
Wawancara terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan terhadap: Pegawai Perusahaan: a. Community Engagement Specialist; yang mengetahui proses latar belakang terbentuknya Komunitas Mangrove dan jenis bantuan yang diberikan Perusahaan baik financial maupun technical. b. Team Manager, yang memahami tujuan pengembangan CSR Perusahaan dan menyetujui pembentukan Rumah Kreatif Balikpapan. Focus Group Discussion (FGD); teknik dalam mengumpulkan data kualitatif di mana sekelompok orang berdiskusi dengan pengarahan dari seorang moderator atau fasilitator mengenai suatu topik. Fasilitator memberikan beragam pertanyaan terstruktur. Selanjutnya setiap jawaban dikelompokkan dalam suatu tatanan terstruktur. Selain itu, fasilitator membagi peserta dalam sebuah kelompok kecil dan memberikan tugas untuk membahas suatu persoalan yang sedang dihadapi. Semua informasi yang dikumpulkan dari peserta, selanjutnya dideskripsikan dalam sebuah paparan yang kemudian disepakati secara bersama. Paparan tersebut berupa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari sebuah industri kecil. Hal-hal yang biasanya didikusikan mulai dari visi dan misi, profil usaha, sistematika organisasi, proses produksi, pemasaran, perkembangan produk dan laporan keuangan. FGD dilakukan terhadap seluruh anggota UKM RKB (ketua, bendahara dan para pekerja). Kuesioner; untuk mengetahui tingkat kinerja UKM RKB dan tingkat kepentingan konsumen. Studi kepustakaan, memanfaatkan sumber-sumber literatur dan referensi yang berkaitan dengan kajian ini.
Analisis Data Analisis kualitatif dilakukan dengan melakukan analisis secara deskriptif terhadap kondisi usaha, aspek teknis produksi, pemasaran dan pengembangan usaha kerajinan batik tulis dan daur ulang. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan secara keseluruhan kerajinan batik tulis dan daur ulang termasuk kondisi lingkungan internal dan eksternal yang sedang dialami oleh pengrajin. Metode Importance Performance Analysis (IPA) digunakan untuk mengukur hubungan antara persepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal dengan quadran analysis. IPA mempunyai fungsi utama untuk menampilkan informasi berkaitan dengan faktor-faktor yang menurut konsumen sangat mempengaruhi kepuasan dan loyalitas mereka dan faktor-faktor yang perlu ditingkatkan. IPA menggabungkan pengukuran faktor tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan dalam dua grafik dimensi yang memudahkan penjelasan data dan mendapatkan usulan praktis.
23
Rata-rata
Tinggi
Tingkatkan Kinerja Prioritas penanganan
Pertahankan Kinerja (1) (2) (3) (4)
Prioritas Rendah Rendah
Rata-rata
Cenderung Berlebihan Tinggi
Rendah
Tingkat kepuasaan Gambar 3. Pembagian kuadran IPA Pada Gambar 3 dapat dijelaskan masing-masing kuadran sebagai berikut: 1. Kuadran Pertama 'Tingkatkan Kinerja', faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sangat penting sehingga pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja berbagai faktor tersebut. 2. Kuadran Kedua 'Pertahankan Kinerja', faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor penunjang bagi kepuasan konsumen sehingga pihak manajemen berkewajiban memastikan mempertahankan prestasi. 3. Kuadran Ketiga 'Prioritas Rendah', faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap tidak terlalu penting oleh konsumen sehingga pihak manajemen tidak perlu memberikan perhatian. 4. Kuadran Keempat 'Cenderung Berlebihan', faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap tidak terlalu penting sehingga pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber daya yang terkait dengan faktor-faktor ini kepada faktor-faktor lain yang memiliki prioritas penanganan lebih tinggi. Prosedur yang dijalankan dengan penggunaan metode IPA: a. Penentuan faktor-faktor yang dianalisis. b. Penyebaran kuesioner. c. Menghitung nilai rata-rata tingkat kepuasan dan prioritas penanganan, membuat grafik IPA. d. Melakukan evaluasi terhadap faktor sesuai dengan kuadran masing-masing. Selanjutnya analisis yang digunakan untuk strategi pengembangan usaha menggunakan model-model dalam analisis SWOT antara lain sebagai berikut (Hubeis dan Najib, 2008): a. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) dan Matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) 1. EFE menyangkut lingkungan eksternal; sedangkan EFI menyangkut kondisi internal, pertama-tama membuat list atau daftar faktor-faktor penting eksternal baik yang menjadi peluang (opportunities) maupun
24
b.
ancaman (threats) industri dan faktor-faktor internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness). 2. Memberikan bobot tingkat kepentingan dari masing-masing faktor tersebut dengan interval nilai 0,0 untuk faktor yang sangat tidak penting sampai 1,0 untuk faktor yang sangat penting. Bobot ini menyatakan seberapa penting setiap faktor tersebut dalam industri itu berada, dengan total seluruh bobot sama dengan 1,0. 3. Masing-masing faktor kemudian diberi rating dengan skala 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan kondisi usaha yang ada. Peringkat ini menggambarkan seberapa besar faktor efektivitas strategi merespons berbagai faktor eksternal dan internal. Nilai 1, jika perusahaan meresponnya dengan sangat buruk; Nilai 2 jika respon perusahaan sama saja dengan rataan perusahaan lain yang berada dalam industri; Nilai 3, jika respon perusahaan terhadap faktor-faktor eksternal dan internal lebih baik dibandingkan dengan respon perusahaan lainyang ada dalam industri; Nilai 4 diberikan jika respon perusahaan terhadap lingkungan eksternal dan internal sangat baik. 4. Masing-masing bobot dikalikan dengan rating, sehingga diperoleh nilai untuk masing-masing faktor. 5. Nilai masing-masing faktor dijumlahkan untuk memperoleh nilai faktor pembobotan bagi industri yang bersangkutan. Matriks Internal Eksternal (IE) Selanjutnya total skor terbobot dari faktor-faktor internal dan eksternal dianalisis dengan menggunakan matriks Internal – External (IE) model General Electric (GE), seperti yang disajikan pada Tabel 5. Hasil pada matrik IE dapat digunakan untuk menentukan posisi usaha sehingga diketahui arah strategi yang akan diterapkan. Ada tiga kelompok bentuk strategi dasar, yaitu: 1. Strategi Pertumbuhan (Growth Strategy), kuadran-kuadran ini merupakan kondisi pertumbuhan perusahaan. 2. Strategi Stabilitas (Stability Strategy) adalah bentuk strategi yang diterapkan tanpa harus mengubah arah strategi yang sedang dijalankan. 3. Strategi Penciutan (Retrenchment Strategy) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan.
25
Tabel 3. Matrik Internal Eksternal TOTAL SKOR FAKTOR INTERNAL
c.
RATAAN
TINGGI
3.0 Kuadran 1 Growth
LEMAH
2.0 Kuadran 2 Growth
1.0 Kuadran 3 Retrenchment
3.0 MENENGAH
Kuadran 5 Kuadran 4 Growth
Growth
Kuadran 6 Retrenchment
Stability 2.0
RENDAH
TOTAL SKOR FAKTOR EKSTERNAL
KUAT
4.0
Kuadran 7 Growth
Kuadran 8 Growth
Kuadran 9 Retrenchment
1.0
Matrik SWOT Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) yang ada di UKM RKB, selanjutnya faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) juga dimunculkan dalam matriks ini guna menghasilkan alternatif strategi pengembangan usaha (Rangkuti, 2013). Matrik SWOT dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategik dan selanjutnya dilakukan analisis bauran pemasaran terdiri dari kajian menggenai produk, tempat, harga dan promosi. Pada Tabel 4 berikut, ada empat alternatif strategi yang dihasilkan dari faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Strategi SO (strength dan opportunity) menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, strategi WO (weakness dan opportunity) meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang, strategi ST (strength dan threat) menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman dan strategi WT (weakness dan threat) meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Tabel 4. Matrik SWOT INTERNAL
STRENGTHS (S)
WEAKNESS (W)
Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal
Tentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal
EKSTERNAL OPPORTUNITIES (O)
STRATEGI SO :
STRATEGI WO :
Tentukan 5-10 faktor-faktor peluang eksternal
Ciptakan strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
THREATS (T)
STRATEGI ST :
STRATEGI WT :
Tentukan 5-10 faktor-faktor ancaman eksternal
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
26
d.
Matrik QSPM (Quantitative Strategy Planning Matrix) David et al. (2009) menjelaskan matrik QSPM merupakan alat yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif, berdasarkan faktor-faktor sukses internal dan eksternal yang sudah ada sebelumnya. Matriks QSPM terdiri dari atas empat komponen, antara lain (i) bobot, yang diberikan sama dengan yang ada pada matriks EFE dan EFI; (ii) nilai daya tarik, (iii) total nilai daya tarik dan (iv) jumlah total nilai daya tarik. Ada enam langkah yang diperlukan untuk mengembangkan matriks QSPM: 6. Mendaftarkan peluang atau ancaman kunci eksternal dan kekuatan dan kelemahan internal perusahaan dalam kolom kiri matriks QSPM. 7. Memberikan bobot untuk setiap faktor eksternal dan internal. Bobot yang sama dengan yang dipakai dalam matriks EFE dan EFI. 8. Memeriksa tahap kedua (pemaduan) matriks dan mengidentifikasi strategi alternatif yang dapat dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan. 9. Menetapkan nilai daya tarik yang menunjukkan daya tarik relatif setiap strategi dalam alternatif set tertentu. Nilai daya tarik tersebut adalah 1 = tidak menarik; 2 = agak menarik; 3 = cukup; 4 = amat menarik. 10. Menghitung total nilai daya tarik dengan mengalikan bobot dengan nilai daya tarik. 11. Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Jumlah ini mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap strategi. Semakin tinggi nilai menunjukkan strategi tersebut semakin baik. Adapun kerangka kerja kajian analisis kondisi usaha dan strategi pengembangan usaha industri kecil berbasis komunitas dilihat pada Gambar 4. Permasalahan UKM RKB
Analisis kondisi usaha Identifikasi visi, misi dan tujuan UKM RKB
Analisis kinerja UKM RKB
Analisis lingkungan internal
Analisis lingkungan eksternal
Kekuatan dan kelemahan
Peluang dan ancaman
Pengolahan dan Analisis Data Strategi Pengembangan Usaha Kemandirian Usaha
Gambar 4. Kerangka kerja kajian
27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Usaha Rumah Kreatif Balikpapan Sejarah Berdirinya Usaha Rumah Kreatif Balikpapan atau yang biasa disebut RKB merupakan sebuah produk kewirausahaan industri kecil dari program pengembangan masyarakat salah satu perusahaan minyak dan gas bumi (migas) yang beroperasi di Kalimantan Timur. Awalnya perusahaan migas ini menjalankan salah satu program CSR (tanggung jawab sosial perusahaan) pada bulan Juli 2011 dalam bentuk pemberian kaki palsu kepada masyarakat penyandang disabilitas di sekitar wilayah operasinya, tepatnya di kota Balikpapan. Kegiatan ini berlangsung sukses dan mendapatkan apresiasi yang baik dari pemerintah kota. Sejalan dengan pemberian kaki palsu; perusahaan, pemerintah setempat dan penerima manfaat memandang perlu untuk kelanjutan program bagi para penyandang disabilitas ini dalam bentuk program kemandirian usaha, dengan harapan para penyandang disabilitas memiliki kemampuan berusaha dan mampu berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi kota, khususnya pengembangan industri kecil menengah. Program lanjutan yang dilakukan dalam mengembangkan kemandirian usaha yakni dengan diselenggarakannya pelatihan batik tulis pada bulan Desember 2011. Pelatihan ini dilaksanakan secara berjenjang dengan harapan peserta lebih memahami secara teknis proses pembatikan dan memahami industri kecil batik tulis. Peserta pelatihan tidak hanya terdiri dari masyarakat penyandang disabilitas namun juga dihadiri oleh ibu-ibu PKK di sekitar wilayah operasi Balikpapan. Keterlibatan ibu-ibu rumah tangga tersebut diharapkan mampu memberikan tambahan pendapatan untuk keluarganya. Secara informal perkumpulan batik tulis terbentuk pada tanggal 20 Desember 2011 di kantor Kelurahan Telaga Sari yang ditandai dengan penutupan pelatihan dasar batik tulis oleh Ketua Tim Penggerak PKK Kota Balikpapan, Ibu Arita Rizal Effendi. Dalam kurun waktu hampir satu tahun setelah pelatihan batik, para pembatik mulai banyak melakukan kegiatan produksi dan memandang perlu dibentuknya sebuah nama dari perkumpulan mereka. Nama yang muncul dari perkumpulan ini adalah Perkumpulan Komunitas Usaha Kecil Ramah Lingkungan "Mangrove" yang tercatat dalam Kantor Notaris Yuni Astuti, SH pada tanggal 4 Desember 2012 di Balikpapan. Selanjutnya secara berkala perusahaan migas memberikan bantuan pendukung lainnya untuk memastikan keberlangsungan usaha seperti pendampingan, penyediaan peralatan, penyediaan bahan baku, penyediaan tempat dan modal awal operasional. Pada awal tahun 2013 guna meningkatkan ragam kerajinan industri kecil dan dalam upaya mengakomodir lebih banyak lagi ibu-ibu PKK, maka Perkumpulan 'Mangrove' ini melalui pendanaan dari perusahaan minyak dan gas membuat pelatihan kerajinan daur ulang dari sampah rumah tangga, dan mulailah terbentuk sebuah nama untuk dua bidang usaha yang saat ini dijalankan dalam wadah Rumah Kreatif Balikpapan dengan workshop dan gallery beralamatkan di Jl. Wiluyo Puspoyudo No.1, Klandasan Ulu, Balikpapan.
28
Struktur Organisasi Mengacu pada nama perkumpulan yang tercatat di Kantor Notaris Balikpapan, berikut struktur organisasi yang sedang berjalan di RKB. Perusahaan Migas
Rumah Kreatif Balikpapan Ketua
Bendahara
Sekretaris
Anggota
Gambar 5. Struktur organisasi Rumah Kreatif Balikpapan Dari struktur organisasi yang ada pada Gambar 5, perkumpulan ini secara sederhana disepakati dan dijalankan oleh pengurus dengan diketuai oleh Nasruddin, sekretaris Agus Sudarmanto dan bendahara Marwani. Jumlah anggota yang melakukan kegiatan batik tulis sejumlah 23 orang sementara untuk kerajinan daur ulang berjumlah 16 orang. Kepengurusan dalam organisasi belum memiliki aturan pembagian pekerjaan secara tertulis baik dari sisi produksi dan juga pemasaran, bahkan secara informal kedua bidang usaha ini memiliki bendahara pada masing-masing bidang usaha. Perusahaan yang dalam ini sebagai penyandang dana terbentuknya RKB masih melakukan pendampingan hingga saat ini, walaupun secara keorganisasian para pengrajin menjalankan usahanya tidak sepenuhnya tergantung dari pihak perusahaan. Dari struktur organisasi yang ada, hal ini dikategorikan dalam struktur organisasi dalam usaha kecil rumah tangga (Hubeis, 2009). Terlihat adanya hierarki manajerial pada usaha kecil, yaitu arus komunikasi, koordinasi dan pengawasan dari manajemen yang bersifat one man show dengan memerhatikan peran interpersonal (berhubungan dengan orang lain), peran informasional (menerima, mengumpulkan dan menyebarkan informasi) dan peran pengambilan keputusan (membuat pilihan dan resiko). Sumber Pendanaan Permodalan unit usaha sampai saat ini berasal dari perusahaan atau dibahasakan sebagai sponsor tunggal untuk keberlangsungan usaha, bantuannyapun bersifat tidak mengikat. Sejak tahun 2011, perusahaan migas telah mendukung keberadaan RKB dengan memberikan bantuan teknis dan peralatan pendukung yang disajikan pada Tabel 5.
29
Tabel 5. Kontribusi perusahan terhadap pengembangan RKB No 1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5
Kontribusi Usaha Batik Tulis Pelatihan Batik Tingkat Dasar Pelatihan Batik Tingkat Lanjutan Pendampingan Teknis Batik Pendampingan Teknis Batik Perlengkapan Rumah Batik Sewa dan renovasi RKB Pameran Sub total Kerajinan Daur Ulang Pelatihan Pengelolaan Limbah Plastik Pelatihan Tingkat Lanjut Pembuatan Aneka Kerajinan Pelatihan Pembuatan Aneka Bunga Berbahan Baku Limbah Peralatan Bahan Baku Sub total Total
Nilai Kontribusi (Rp) 155.350.000,00 135.225.600,00 9.389.350,00 4.123.000,00 56.531.500,00 307.270.400,00 14.729.900,00 682.619.750,00 43.840.000,00 82.008.000,00 27.449.000,00 6.869.000,00 4.499.000,00 164.665.000,00 847.284.750,00
Sumber : Data primer (diolah).
Pada Tabel 5 menunjukkan komitmen perusahaan terhadap pengembangan industri kecil RKB dengan total nilai bantuan Rp. 847.284.750,00. Dana ini merupakan kontribusi yang signifikan untuk pengembangan usaha RKB dan menjadikan modal dasar untuk kelangsungan usaha berikutnya. Kegiatan Rumah Kreatif Balikpapan Berdasarkan jenis kontribusi yang diberikan oleh perusahaan untuk pengembangan usaha di RKB, terdapat dua hal yang utama dalam kegiatan yang saat ini telah dan sedang dilakukan. Kegiatan itu berupa pengadaan pelatihan dan pengelolaan usaha. Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu tujuan organisasi (Mathis dan Jackson, 2002). Pelatihanpelatihan yang disebutkan pada Tabel 3 menunjukkan upaya pengembangan kapasitas para pengrajin untuk menghasilkan kualitas produk yang memiliki nilai jual dan kompetitif yang tinggi. Selain pelatihan, untuk mengasah kemampuan & ketrampilan anggota dalam membatik, telah dilakukan studi banding ke Jakarta sebanyak tiga orang, Jogya – Solo sebanyak empat orang, dan Surabaya – Madura sebanyak empat orang. Studi banding ini bertujuan untuk mengajak mereka melihat dari dekat kegiatan pembatik secara “professional” di beberapa pusat batik di Jawa. Untuk pengelolaan usaha, keterampilan anggota RKB khususnya kegiatan batik tulis terus dikembangkan, baik dari sisi kecepatan, kehalusan maupun kerapiannya. Begitu pula dari sisi pewarnaan, telah banyak dilakukan eksplorasi dan uji coba berbagai komposisi bahan sehingga dapat menemukan warna-warna yang bervariasi. Selain itu juga, uji coba bahan-bahan pewarna dari alam sekitar Kalimantan, misal: kayu oar yg merupakan kayu yang dipakai suku Dayak untuk mendapatkan warna tertentu, kulit buah manggis untuk mendapatkan warna
30
violet. Untuk produk kerajinan daur ulang upaya-upaya pengembangan motif dan jenis produk serta penggunaan bahan baku juga terus dikembangkan. Kegiatan produksi seluruhnya dilakukan di kota Balikpapan, para pengrajin melakukan kegiatan usaha di RKB, bahkan ada juga yang dilakukan di rumah masing-masing, yang pada akhirnya produk akhir akan ditempatkan di gallery RKB untuk dijual. Khusus produksi batik tulis untuk kegiatan mencanting biasanya dilakukan di rumah-rumah para pembatik dan proses mewarnai dilakukan di RKB. Adapun proses selanjutnya tergantung dari produk yang dihasilkan. Jika yang berkaitan dengan produk pakaian, mukena, sajadah atau apapun produk yang membutuhkan jahitan, maka produk dibawa keluar untuk diselesaikan, sedangkan untuk produk pajangan dinding yang membutuhkan pigura dibawa ke mitra kerja RKB yang lain. Berikut gambar pengolahan proses batik dan pengolahan produk batik disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Pengolahan proses batik dan produk batik Pada pengolahan proses batik, yang dilakukan sejak awal adalah menghasilkan motif dan warna serta material yang diinginkan. Para pembatik mempermainkan warna sesuai dengan warna alami yang berasal dari ekstrak tumbuhan dari akar, daun, biji atau bunga. Proses pembuatan batik dengan pewarna alami membutuhkan waktu yang lebih lama dan proses pengerjaan yang lebih rumit. Selanjutnya dalam mengolah produk batik, proses desain dilakukan jika material batik sudah tersedia. Batik yang sudah tersedia dibuat dan diolah sedemikian rupa dengan teknik atau alat tertentu sehingga menjadi barang yang memiliki fungsi baru. Kerajinan daur ulang biasanya dilakukan di rumah masing-masing pengrajin, dan saat finishing dilakukan di RKB. Ada tim yang mencari bahan baku, karena materialnya merupakan sampah rumah tangga, lalu ada tim yang melakukan pembersihan dari bahan baku yang didapat, selanjutnya bahan material diolah sedemikian rupa untuk dapat dirangkai menjadi sebuah produk. Pekerjaan tambahan dari produk daur ulang, sama halnya dengan batik tulis, jika membutuhkan jahitan atau bahkan hal diluar kemampuan tim, maka pengerjaannya dibawa keluar untuk dikerjakan oleh orang lain. Produk dan Pemasaran Produk RKB secara garis besar terdiri dari produk batik tulis dan produk daur ulang. Pihak RKB mendefinisikan, memilih dan mendesain suatu produk disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen dengan tetap menampilkan kekhasan dari material dan motif. Produk-produk RKB menggunakan nama Mangrove. Untuk produk batik tulis, produk menggunakan pewarna alami ramah lingkungan. Hartini et al. (2014) menjelaskan pewarna alam diekstrak dari materi vegetatif dan residu hewan, diklaim ramah lingkungan, menimbulkan tingkat
31
emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan pewarna sintetis dalam industri tekstil. Warna yang ditawarkan bervariasi yakni warna biru didapat dari nila (pasta & kristal), terbuat dari daun tom/nila (indigofera tinctoria) yang difermentasi; warna coklat berasal dari kulit kayu/daun mahoni (switenia mahagoni jaca), buah pinang (areca catecul), kulit pohon soga tingi (ceriops candolleanarn), kulit soga jambal (pelthophorum ferruginum); warna merah dibuat dari kulit akar mengkudu (morinda citrifolna), daun jati merah muda (tectano grandis l), bunga rosela (lisbiscus sabda riffa); warna merah kecoklatan berasal dari daun jati muda (tectona grandis), kulit pohon soga tingi (ceriops candolleana arn); warna abu-abu berasal dari daun pulutan (urena labofa), buah lobi-lobi (flacaurtia mermis roxb), kayu & daun ulin (cusederaxylon zwaberit), daun randu (ceiba pentebra gaerth); warna orange terbuat dari biji kesumba (bixa orellana); warna hijau teh-tehan merah (acacypha wikesiana), kulit kayu & daun mangga (mangivera indica), andong (cordyline futicosa backer); warna hijau kekuningan terbuat dari bunga ketapang kebo (cassia alata linn); warna hijau kecoklatan terbuat dari daun & kulit buah alpukat (persea gratisima); warna ungu terbuat dari daun puring (cadiacum variacatum); warna violet berasal bunga dari bunga sepatu (hisbiscus rosa sinensis); warna hijau tua berasal dari daun jambu biji (psidium guajava). Motif batik tulis yang ada dimunculkan pada produk-produk batik seperti kemeja, mukena, tas wanita, sarung bantal dan sajadah. Motif-motif yang sudah dimiliki dan diterus dikembangkan mengambil motif dari kearifan lokal yang ada di Kalimantan Timur khususnya kota Balikpapan seperti, motif jejeran buah mangrove, taburan daun ulin, daun mangrove ukir dayak, titisan buah mangrove, sulur anggrek Borneo, pohon mangrove, jajaran buah mangrove, anggrek borneo, pasak bumi kecil, sulur anggrek Borneo, pasak bumi-pangkuan ibu pertiwi, bonggol pohon, kantung semar, motif dayak, tameng ulin, layar ulin, kura-kura, beruang madu dan fasilitas migas. Untuk kerajinan daur ulang, para pengrajin menghasilkan produk berupa tas, dompet, aksesoris dan pajangan. Produk ini sebagian besar menggunakan bungkus-bungkus plastik dari sampah rumah tangga, seperti bungkus minuman sachet, bungkus pengharum pakaian, bungkus kemasan isi ulang sabun dan sampo, botol plastik. Motif yang ditampilkan dari produk ini merupakan motif dari material asli yang digunakan. Saat ini produk kerajinan daur ulang masih terus dikembangkan menyusul perkembangan produk batik tulis. Pihak RKB masih mengalami kendala dalam menyediakan bahan baku, utamanya sampah rumah tangga yang bisa diolah menjadi barang kerajinan. Kendala ini terdokumentasi pada penelitian sebelumnya, Ninggarwati dan Latianingsih (2010) mengatakan kendala yang dihadapi oleh para pengrajin daur ulang sampah plastik yaitu terbatasnya bahan baku (khusus untuk membuat barang yang sifatnya antik), bahkan ada bahan baku yang harus dibeli, juga terbatasnya peralatan dan dana. RKB menetapkan harga produk-produknya bervariasi tergantung jenis produk, harga bahan baku dan biaya produksi. Besarnya harga jual ditentukan dengan berdasarkan pada perhitungan seluruh biaya yang dikeluarkan unit usaha, walaupun belum dilakukan perhitungan dengan cermat. Khusus untuk produk batik tulis memang harga jual cenderung mahal karena proses pengerjaan yang cukup lama dan membutuhkan keahlian dalam menghasilkan produk yang kompetitif. Berikut produk-produk yang dihasilkan oleh RKB dengan kisaran
32
harga yang ditawarkan ke konsumen, disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Harga jual produk-produk RKB tahun 2013 Jenis produk batik tulis Baju pria Baju perempuan Kain batik tulis (1.10 x 2.30 cm) Lukisan batik Sajadah Tas Selendang sutra Selendang santung Selendang katun Jenis produk daur ulang Dompet tangan Dompet dari tas kresek Tas Bunga Baju boneka Bros Sumber: Data primer (diolah).
Kisaran harga (Rp) 750.000,00 - 1.200.000,00 600.000,00 - 650.000,00 600.000,00 - 900.000,00 1.200.000,00 - 2.500.000,00 350.000,00 - 400.000,00 200.000,00 - 250.000,00 400.000,00 - 450.000,00 150.000,00 - 200.000,00 250.000,00 - 300.000,00 Kisaran harga 75.000,00 - 100.000,00 100.000,00 - 250.000,00 100.000,00 - 200.000,00 50.000,00 - 100.000,00 75.000,00 - 100.000,00 12.500,00 - 35.000,00
Rahayu (2014) dalam penelitian sebelumnya mengatakan harga jual kain batik tulis yang ada di Desa Kebon Kabupaten Klaten, memang sedikit menjadi keluhan bagi warga sekitar. Khususnya bagi masyarakat yang tingkat ekonominya menengah kebawah. Harga penjualan kain batik tulis di Desa Kebon relatif cukup tinggi. Hal ini dikarenakan kain batik tulis tersebut lebih mengutamakan kualitas dari hasil produksinya dibandingkan dengan harga penjualannya. Para pengrajin ingin menunjukkan bahwa kain batik yang benar – benar dikerjakan dengan cara tradisional tersebut membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan ketrampilan yang tinggi. Batik tulis dari desa Kebon ingin menjadikan hasil batik nya sebagai kain batik tulis yang alami, bukan hanya motifnya saja yang batik tetapi kualitasnya rendah. Hal inilah yang menyebabkan kain batik tulis dari Desa Kebon memiliki harga jual yang lumayan tinggi. Secara sederhana faktor-faktor penyusunan harga produk RKB berdasarkan seperti Tabel 7. Tabel 7. Faktor penyusun harga jual produk RKB Faktor Penyusun Biaya bahan baku Biaya produksi Biaya overhead Target keuntungan Harga jual produk
Kontribusi Rataan (dalam %) 30 20 20 30 100
Sumber: Data primer (diolah).
Faktor-faktor yang dijadikan patokan oleh unit usaha dalam menetapkan harga jual adalah biaya bahan baku utama, biaya produksi, biaya overhead dan
33
target keuntungan. Biaya bahan baku utama diperoleh dari total pemakaian seluruh bahan baku. Biaya operasi diperoleh dari upah tenaga kerja dan biaya tambahan lainnya. Biaya overhead terdiri atas biaya listrik dan air, dan biayabiaya tak terduga RKB. Sementara RKB masih mematok dengan tingkat keuntungan 30% untuk setiap produk yang dijual. Dari sisi penjualan, produk RKB telah banyak digunakan oleh beberapa perusahaan migas yang beroperasi di Kalimantan Timur, pegawai pemerintahan Kota Balikpapan dan masyarakat umum yang mengetahui keberadaan produk RKB. Pembelian produk dilakukan melalui sistem pemesanan dan juga pembelian langsung di workshop RKB. Pihak RKB mendefinisikan, memilih dan mendesain suatu produk disesuaikan dengan tetap menampilkan kekhasan dari material dan motif. Produk-produk RKB menggunakan nama Mangrove. Merk (brand) adalah suatu penawaran dari sumber yang diketahui. Merek menimbulkan banyak asosiasi dibenak orang, yang membentuk merek tersebut. Semua perusahaan berjuang untuk membangun citra merek yang kuat, disukai dan unik (Kotler dan Keller, 2013). Promosi penjualan masih dilakukan melalui informasi dari mulut ke mulut antar pelanggan dan perusahaan serta pembagian brosur di lokasi pameran. Sebagai bagian dari publisitas, usaha ini telah mendapat perhatian dari sejumlah kalangan masyarakat Balikpapan, karena produk-produk RKB ada di Dekranas Dinas Perindagkop Kota Balikpapan, yang kebetulan Ibu Walikota senantiasa sering membicarakan produk-produk RKB dalam tugasnya sebagai Ketua PKK Kota Balikpapan. Kegiatan humas dan publisitas dilakukan dengan membina hubungan baik dengan para pelanggan dan pengunjung, serta turut berpartisipasi dalam kegiatan pemerintah kota Balikpapan. Pemasaran hubungan (relationship marketing) bertujuan untuk membangun hubungan jangka panjang yang saling memuaskan dengan konstituen kunci guna mendapatkan dan mempertahankan bisnis (Kotler dan Keller, 2013). RKB telah mengikuti pameran-pameran yang disponsori oleh Chevron Ind. Company, antara lain: Balikpapan Expo 2012, Bazaar Charity di Hotel Novotel Balikpapan sebanyak dua kali, IPA Exhibition 2012 di Jakarta dan CraftIna di Jakarta tahun 2013 bersama Dinas Perindagkop Kota Balikpapan. Saat ini RKB tetap melanjutkan produksi dari kedua jenis usaha ini dan melakukan penjualan dari produk-produk yang diciptakannya. Pendapatan yang diterima oleh anggota RKB dari produk-produk yang dihasilkan telah memberikan dampak bagi perkembangan perekonomian mereka. Kendala dalam Pengelolaan Rumah Kreatif Balikpapan Untuk bahan baku produk-produk RKB sebagian besar bahan baku masih mengimpor dari luar kota. Bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi produkproduk RKB tergantung dari jumlah pesanan produk yang diinginkan. Untuk besarannya belum tercatat karena mekanisme pembukuan RKB yang belum tertata dengan baik. Keterlibatan pengrajin menggunakan sistem kekeluargaan dan pendekatan secara personal (personal approach). Kondisi ini bisa bermakna positif dan negatif, dari sisi kendala hal ini menjadikan kurangnya rasa memiliki dari pengrajin terhadap perkembangan usaha. Sebagai contoh, untuk pengrajin daur ulang, rata-rata pengrajinnya ibu-ibu yang aktif di kegiatan PKK yang lain, jadi terkadang memiliki keterbatasan untuk menyelesaikan suatu produk dalam waktu
34
tertentu. Pencatatan keuangan pada usaha RKB belum menerapkan sistem akuntansi yang baik, sangat jelas RKB mengalami kendala dalam laporan keuangan. Hingga saat ini telah terjadi tiga kali pergantian bendahara tanpa ada serah terima laporan keuangan yang jelas. Catatan dalam laporan keuangan yang ada bersifat sangat sederhana dan tidak mencatat perkembangan keuangan dari awal produksi, sehingga tidak dapat digunakan untuk menganalisis perkembangan keuangan RKB. Data omset total produksi yang tersedia dari bulan JuniDesember 2013 tercatat Rp 77.488.500,00 (data diolah dari Rumah Kreatif Balikpapan). Kondisi seperti ini, diharapkan adanya sistem akuntansi untuk waktu mendatang, sehingga penilaian kinerja keuangan unit usaha dapat dilakukan secara lebih tepat. Dengan adanya informasi akuntansi, laporan keuangan juga dapat berguna bagi perusahaan dan memudahkan perusahaan jika ingin mengajukan kredit kepada lembaga keuangan. Sistem pemasaran yang dijalankan masih bersifat sederhana, hal ini menjadikan intervensi perusahaan migas yang mendanai masih sangat berperan untuk menjelaskan produk RKB ke berbagai pihak di lingkungan mitra kerja perusahaan. Beberapa kegiatan pameran mampu memperkenalkan produk RKB ke masyarakat umum, namun tindak lanjut dari pengunjung untuk membeli produk belum pada hasil yang diinginkan. Selain itu, pemasaran produk RKB tetap dilakukan dengan pendekatan personal yakni menjalin hubungan baik antara perusahaan pendonor, pemerintah kota dan pengunjung yang datang ke RKB secara langsung. Secara garis besar, RKB belum memiliki sistem pemasaran yang terencana dan belum tersedianya tenaga pemasaran yang memadai. Hal lain yang sangat perlu ditingkatkan adalah RKB belum memiliki pola manajemen yang baik. Manajemen disini merupakan seni yang dapat diterapkan dalam penyelenggaraan kegiatan apapun. Sebagai contoh, RKB belum memiliki visi dan misi yang jelas dalam usaha yang sedang dijalankannya. Perhitungan dan penentuan tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana tata cara yang harus dilakukan dalam rangka mencapai tujuan belum terencana dengan baik dan jikapun ada, hal itu belum dipahami oleh seluruh anggotanya. Dalam pelaksanaan produksi beberapa hal masih terkendala, baik dari sisi komunikasi antar rekan kerja, kepemimpinan dalam menentukan produksi, pengarahan dan penjelasan mekanisme kerja, serta motivasi kepada para pengrajin untuk terus berkarya agar tercapai tujuan didirikannya RKB. Kinerja Usaha Rumah Kreatif Balikpapan Responden Penelitian Dalam melakukan penilaian terhadap kinerja usaha yang telah dilakukan RKB, penulis mendapatkan penilaian dari 30 responden yang dalam hal ini adalah pengguna produk RKB. Karakteristik umum responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakteristik demografi yang mencakup usia, pekerjaan, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan terhadap selera dan kesukaan terhadap produk. Dari sisi pekerjaan menunjukkan tingkat kemampuan atau daya beli konsumen, selanjutnya dari sisi jenis kelamin menunjukkan kecenderungan seseorang dalam berbelanja atau mengambil peran dalam pembelian barang dan terakhir tingkat pendidikan menunjukkan
35
kemampuan seseorang dalam menganalisis kualitas barang yang dibeli. Karakteristik responden dari penelitian RKB disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik responden RKB Karakateristik
Laki-laki
Frekuensi Perempuan
Persentase (%)
Usia < 25 25 - 40 > 41
0 7 3 10
0 10 10 20
0 56.7 43.3 100
Pegawai negeri Pegawai swasta Tidak bekerja
2 8 0 10
5 12 3 20
23.3 66.7 3 100
0 10 10
2 18 20
6.7 93.3 100
Pekerjaan
Pendidikan Setingkat SMA Diatas SMA
Dari Tabel 8 di atas, usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi dan persepsi konsumen dalam proses keputusan untuk menerima sesuatu yang baru, baik produk maupun jasa. Penggunaan produk didominasi oleh usia produktif antara 25-40 tahun sebesar 56.7 %, hal ini dipengaruhi oleh selera seseorang yang berusia muda dan matang, lebih cepat menerima sesuatu yang baru, walaupun juga usia diatas 41 tahun cukup signifikan menggunakan produk RKB utamanya produk batik tulis. Untuk kelompok pekerjaan, hasil penelitian ini didominasi oleh pegawai swasta 66.7 %, dimana para pekerja tersebut didominasi oleh pekerja minyak dan gas, pekerja tambang serta pengusaha. Adapun pegawai negeri dan golongan tidak bekerja atau ibu-ibu rumah tangga juga menggunakan produk RKB, walaupun persentasenya tidak sebesar pegawai sawsta. Hal ini menunjukkan bahwa harga produk RKB masih dianggap mahal oleh sebagian responden dan faktor pendapatan yang baik cenderung menunjukkan kelompok pekerjaan responden. Selanjutnya untuk kelompok pendidikan didominasi oleh responden yang memiliki jenjang pendidikan di atas SMA 93.3%, pada kelompok ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang cukup tinggi lebih memahami hasil karya yang bersifat manual atau handmade ketimbang produk massal pabrikan, ditambah dengan penggunaan bahan pewarna alami ramah lingkungan. Dari semua responden yang ada, hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar responden adalah perempuan berjumlah 20 orang dan laki-laki berjumlah 10 orang. Kemungkinan hal ini disebabkan kecenderungan perempuan yang lebih menyukai belanja dan mengambil peran dalam penentuan kebutuhan dalam rumah tangga. Analisis Kinerja Rumah Kreatif Balikpapan dan Kepentingan Konsumen Dari 30 responden yang ada, atribut yang dianalisis meliputi komponen produk dan pemasaran yang berjumlah 31 atribut terbagi atas 6 kelompok yakni produk, pelayanan konsumen, transaksi penjualan, tempat, media promosi dan informasi produk dan daya saing produk RKB. Penentuan atribut-atribut
36
berdasarkan hasil dari wawancara dengan berbagai pihak pengguna produkproduk RKB, perusahaan yang mendanai dan konsultasi dengan dosen pembimbing. Penilaian dari tingkat kinerja dikategorikan dalam tiga tingkatan yakni Baik (B) nilainya 3, Cukup (C) nilainya 2 dan Kurang (K) nilainya 1, sedangkan untuk tingkat kepentingan yakni Penting (P) nilainya 3, Cukup Penting (CP) nilainya 2 dan Tidak Penting (TP) nilainya 1. Selanjutnya hasil skor dari kinerja dan kepentingan merupakan perkalian antara penilaian responden dan nilai dari tingkatan yang dipaparkan diatas. Adapun detail perhitungan dari 31 atribut yang dimaksud ada pada lampiran. Setelah diperoleh hasil penilaian tingkat kinerja dan tingkat kepentingan konsumen terhadap 31 atribut produk RKB, maka langkah selanjutnya mencari nilai rataan tingkat kinerja dan kepentingan dari masing-masing atribut dengan membagi skor yang diperoleh dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Rataan dari tingkat kinerja dan kepentingan ini digunakan sebagai dasar untuk membentuk diagram Kartesius, yaitu diagram yang terdiri dari empat kuadran yang digunakan untuk melihat prioritas perbaikan kinerja berdasarkan kepentingannya. Dari hasil nilai rataan tingkat kepentingan dan kinerja dari masing-masing atribut, maka setiap atribut produk yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen perlu diperbaiki, seiring dengan berjalannya waktu. Meskipun demikian, perbaikan dan kinerja tersebut perlu mempertimbangkan sumber daya yang terbatas, sehingga perusahaan harus dapat mengalokasikan sumber daya terhadap perbaikan kinerja atribut yang mampu memberikan manfaat lebih besar untu kepuasan konsumen. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan oleh pihak RKB adalah memprioritaskan atribut yang dianggap memiliki tingkat kepentingan tinggi oleh konsumen namun memiliki tingkat kinerja rendah. Secara keseluruhan, skor rataan tingkat kepentingan dan kinerja dapat dilihat pada Tabel 9.
37
Tabel 9. Perhitungan rataan dari penilaian tingkat kinerja dan tingkat kepentingan responden terhadap atribut produk dan jasa RKB Kode
Atribut
Produk 1 Corak atau motif 2 Warna produk 3 Harga 4 Variasi produk 5 Kemasan produk 6 Daya tahan 7 Ketersediaan 8 Merk Pelayanan Konsumen 9 Kecepatan pemesanan 10 Keramahan pekerja 11 Ketelitian pekerja 12 Penanganan keluhan 13 Waktu pelayanan Transaksi Penjualan 14 Kecepatan pelayanan kasir 15 Bukti pembelian 16 Ketelitian bertransaksi 17 Kantong belanjaan 18 Peralatan transaksi Tempat 19 Lokasi 20 Lingkungan 21 Ketersediaan parkir 22 Akses transportasi umum 23 Tata ruang show room 24 Tata letak produk 25 Fasilitas lain Media Promosi dan Informasi 26 Media promosi 27 Kejelasan informasi 28 Ketersediaan informasi 29 Sebagai cindera mata 30 Daya tarik pasar lokal 31 Daya tarik pasar nasional Jumlah Rataan (berdasarkan jumlah atribut)
Rataan Kinerja (X)
Rataan Kepentingan (Y)
2.73 2.43 1.67 2.50 1.67 2.00 1.50 2.00
3.00 3.00 3.00 2.50 2.67 2.83 2.50 2.33
2.00 2.67 2.00 2.03 2.16
3.00 3.00 2.83 3.00 2.53
2.07 1.83 2.10 1.67 1.50
2.50 2.50 2.16 2.60 2.67
2.90 2.83 2.23 2.86 2.80 2.17 2.07
3.00 3.00 2.83 2.83 2.67 2.60 2.17
1.17 1.17 1.17 2.03 2.17 1.80 63.09 2.06
3.00 3.00 3.00 2.90 3.00 2.67 85.29 2.75
38
Salah satu cara untuk menentukan prioritas perbaikan terhadap kinerja atribut produk maupun jasa adalah dengan menggunakan analisis kuadran Kartesius seperti disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Pembagian kuadran Kartesius RKB Dari gambar di atas terlihat ada empat kuadran, yang menunjukkan posisi atribut antara kinerja usaha dan kepentingan konsumen, sebagai berikut. 1. Kuadran I. Hal yang terpenting untuk ditingkatkan kinerjanya ada di kuadran ini, dimana faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sangat penting sehingga pihak RKB perlu mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk peningkatan kinerja. Faktor-faktor tersebut adalah harga yang relatif tinggi, kecepatan pemesanan, ketelitian pekerja, penanganan keluhan, media promosi, kejelasan informasi, ketersediaan informasi dan produk RKB sebagai cindera mata. 2. Kuadran II. Faktor-faktor dianggap perlu untuk tetap dipertahankan sebagai penunjang kepuasan konsumen sehingga pihak RKB berkewajiban mempertahankan prestasi yang ada. Faktor-faktor tersebut adalah corak dan motif, warna, kecepatan pemesanan, keramahan pekerja, lokasi, lingkungan sekitar, parkir, akses, dan daya tarik pasar lokal. 3. Kuadran III. Faktor-faktor dianggap tidak terlalu penting atau prioritas rendah. Faktor-faktor tersebut adalah kemasan, ketersediaan, merk, kecepatan kasir, kantong belanja, peralatan transaksi, fasilitas lain dan daya tarik pasar nasional. 4. Kuadran IV. Faktor-faktor dianggap terlalu berlebihan sehingga perlu mengalokasikan sumber daya untuk menunjang faktor-faktor lain yang
39
dianggap penting oleh konsumen. Faktor-faktor tersebut adalah variasi produk, waktu pelayanan, ketelitian bertransaksi, tata ruang showroom, tata letak produk. Secara umum harga dan promosi bisa dikatakan hal yang perlu dibenahi oleh RKB. Saat ini produk RKB yang menjadi unggulan didominasi oleh produk batik tulis, karena corak, warna dan kekhasannya. Dari hasil kuesioner, responden menyatakan batik tulis UKM RKB dapat dikatakan sangat prospektif untuk terus dikembangkan. Motif–motif yang khas dan menjadi daya tarik seharusnya didaftarkan pada HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) atau dipatenkan menjadi hak paten sebuah karya produk industri batik tulis. Strategi Pengembangan Usaha Berdasarkan hasil wawancara dengan berbagai pihak di luar lingkungan RKB dan perusahaan yang mendanai serta focus group discussion terhadap 2/3 anggota RKB, maka dapat diidentifikasi kondisi lingkungan internal usaha RKB berupa kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) dan kondisi eksternal perusahaan yang meliputi peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang berpengaruh terhadap pengembangan bisnis produk RKB. Hasil identifikasi menggunakan matrik IFE dan EFE, dimana terdapat pembobotan dan pemberian rating dari faktor-faktor yang diidentifikasi. Pembobotan dan pemberian rating dapat dilihat pada lampiran. Kekuatan dan Kelemahan Kekuatan dan kelemahan RKB masih berubah-ubah secara dinamis seiring perkembangan organisasi. Identifikasi terhadap kekuatan dan kelemahan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Matriks IFE Rumah Kreatif Balikpapan Faktor-faktor internal kunci Kekuatan Memiliki produk yang khas Memiliki SDM yang potensial untuk dikembangkan Memiliki sarana bekerja yang baik Mendapat dukungan dari perusahaan dan pemerintah Kelemahan Belum ada kejelasan visi dan misi Kompetensi SDM yang lemah dalam pengorganisasian dan pengelolaan keuangan Belum ada strategi pemasaran yang terencana Harga produk relatif mahal Jumlah
Bobot (a)
Rating (b)
Nilai (a x b)
0.134
4
0.536
0.134
3
0.402
0.134
4
0.536
0.143
4
0.571
0.134
1
0.134
0.134
1
0.134
0.116
1
0.116
0.071
2
0.143
1
2.571
40
Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa dukungan perusahaan dan pemerintah dengan bobot 0.143 dan rating 4, serta faktor produk yang khas dan sarana yang baik dengan masing-masing bobot 0.134 dan rating 4 diakui sebagai faktor paling penting dalam keberlangsungan kegiatan yang sedang dijalankan. Diketahui peran serta Ibu Walikota dan perusahaan migas sangat nyata dalam perkembangan industri batik tulis dan kerajinan daur ulang yang sedang digeluti. Sementara itu SDM yang potensial untuk dikembangkan menjadi perhatian bagi kekuatan usaha. Peluang dan Ancaman Peluang dan ancaman yang dihadapi RKB bertambah seiring terbukanya pasar-pasar baru pada segmen-segmen baru, serta munculnya pesaing-pesaing yang kompetitif. Gambaran mengenai peluang dan ancaman yang dihadapi RKB dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Matriks EFE Rumah Kreatif Balikpapan Faktor-faktor eksternal kunci Peluang Segmentasi pasar luas Meningkatnya tren konsumen untuk produk ramah lingkungan Perkembangan teknologi informasi Batik sebagai pakaian nasional Indonesia Ancaman Munculnya pesaing yang identik Situasi ekonomi dan politik dalam negeri tidak stabil Bantuan perusahaan yang mendanai dihentikan Jumlah
Bobot (a)
Rating (b)
Nilai (a x b)
0.122
3
0.366
0.122
3
0.366
0.122 0.122
4 3
0.488 0.366
0.195
2
0.390
0.134
2
0.268
0.183
1
0.183
1
2.427
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 11, terlihat bahwa perkembangan teknologi informasi dengan skor 0.488 merupakan peluang utama dalam pengembangan pemasaran produk UKM RKB melalui penggunaan teknologi, seperti website, belanja online atau promosi melalui situs gratis. Selain itu segmentasi pasar luas, meningkatnya tren konsumen dan batik sebagai pakaian nasional Indonesia dengan masing-masing skor 0.366 merupakan peluang yang baik untuk terus dikembangkan. Ancaman yang kuat bagi kelangsungan UKM RKB adalah jika bantuan perusahaan yang mendanai dihentikan, dengan skor nilai sebesar 0.183. Bantuan yang dihentikan merupakan faktor kelemahan yang sangat kuat bagi usaha sehingga perlu ditentukan strategi yang terbaik untuk diminimalkan. Faktor kelemahan kedua adalah situasi ekonomi dan politik dalam negeri yang tidak stabil dengan skor nilai 0.268. Hal ini berkaitan dengan masa pergantian pimpinan negara dan anggota parlemen serta ketidakpercayaan dunia internasional terhadap oknum pemerintah yang terlibat kasus korupsi. Selanjutnya, munculnya pesaing yang identik dengan skor 0.390, sangat memungkinkan hadir jika usaha UKM
41
RKB yang dilakukan saat ini secara signifikan diketahui meningkatkan taraf hidup perekonomian anggotanya. Selain itu, pesaing lain yang lebih mampu menciptakan produk beragam, mengestimasi potensi bisnis, mengidentifikasi peluang dan menguasai informasi bisa menjadi ancaman yang nyata. Analisis Matriks IE Berdasarkan nilai dari matriks IFE dan EFE, maka dapat dipetakan dalam Gambar 8, matriks IE posisi usaha RKB, dengan nilai rataan IFE 2.571 dan nilai EFE 2.427.
Gambar 8. Hasil matriks IE Pada Gambar 8 ditampilkan posisi usaha pada sel V(growth and stability). Pemetaan posisi usaha sangat penting bagi pemilihan alternatif strategi dalam menghadapi persaingan dan perubahan yang terjadi, dengan total skor nilai pada matriks internal 2.571 maka UKM RKB memiliki faktor internal yang tergolong sedang atau rataan dan total skor nilai matriks eksternal 2.427 memperlihatkan respon yang diberikan oleh UKM RKB kepada lingkungan eksternal juga tergolong rataan. Sel V dikelompokkan dalam strategi pertumbuhan melalui integrasi horizontal, yaitu suatu kegiatan untuk memperluas usaha dengan cara membangun di lokasi yang lain dan meningkatkan jenis produk serta jasa. Strategi yang disarankan pada kondisi tersebut adalah strategi penetrasi pasar (market penetration), pengembangan produk (product development) dan pengembangan pasar (market development). Witoko et al. (2013) mengatakan strategi penetrasi pasar adalah memberikan harga spesial bagi pelanggan yang membeli secara kontinu dan jumlah besar. Strategi pengembangan produk mengarah pada perbaikan mutu bahan baku dan strategi pengembangan pasar menambah konsumen baru.
42
Berdasarkan hasil kajian, usaha yang memiliki kinerja yang baik cenderung konsentrasi agar dapat tumbuh, baik secara internal melalui sumber dayanya sendiri atau secara eksternal melalui sumber daya dari luar (Rangkuti 2013). Hasil matriks IE selanjutnya digunakan untuk merumuskan alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT. Analisis Matrik SWOT Berdasarkan analisis matriks IE sebelumnya, maka dapat disusun analisis SWOT untuk merumuskan strategi usaha. Perumusan strategi UKM RKB dengan matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Matriks SWOT Rumah Kreatif Balikpapan Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
Faktor Internal e. f.
g. h. Faktor Eksternal Peluang (O) 4. 5.
6. 7.
Strategi S-O
Segmentasi pasar luas Meningkatnya tren konsumen untuk produk ramah lingkungan. Perkembangan Teknologi Informasi (TI) Batik sebagai pakaian nasional Indonesia
c.
d.
e.
Ancaman (T) 7. 8.
9.
Munculnya pesaing identik Situasi ekonomi dan politik dalam negeri tidak stabil Bantuan perusahaan yang mendanai dihentikan
Memiliki produk khas. Memiliki SDM potensial untuk dikembangkan. Memiliki sarana bekerja yang baik. Mendapat dukungan dari perusahaan dan pemerintah
Meningkatkan kualitas produk (S1,S2,S3,S4,O1,O2, O4) Meningkatkan promosi (S1,S3,S4,O1,O2,O3, O4) Memperluas pangsa pasar (S1,S2,S3,S4,O1,O2, O3,O4)
12. Belum ada kejelasan visi dan misi 13. Kompetensi SDM yang lemah dalam pengorganisasian dan pengelolaan keuangan. 14. Belum ada strategi pemasaran yang terencana 15. Harga produk relatif mahal Strategi W-O 4.
5.
6.
Strategi S-T 5.
6.
7.
Menetapkan strategi harga pasar untuk menghadapi persaingan (S1,T1) Meningkatkan kualitas layanan kepada pelanggan (S1,S3, S4,T1,T2,T3) Menjalin kerjasama dengan lembaga perbankan (S4,T3)
Restrukturisasi organisasi dan sistem manajemen (W1,W2,W3,W4, O1,O2) Meningkatkan kemampuan SDM (W2,W3,O2,O3) Mengembangkan program-program efisiensi dan pengendalian biaya produksi (W2,W4,O1,O2,O3, O4) Strategi W-T
5. 6.
Meningkatkan teknologi (W2,W3,W4,T1,T2) Menyiapkan gudang bahan baku (W4,T2,T3)
Dari Tabel 12 di atas strategi-strategi yang dihasilkan dari analisis SWOT
43
UKM RKB di Kotamadya Balikpapan dipaparkan sebagai berikut. 1. Meningkatkan kualitas produk (S1,S2,S3,S4,O1,O2,O4). Hubeis (2009) menyatakan UKM seharusnya memiliki kemampuan dalam menggali sumber-sumber potensi bisnis meliputi pertumbuhan populasi, meningkatnya permintaan terhadap suatu produk, adanya ketidaksesuaian konsumsi dengan produksi, sumber daya yang menganggur, inovasi dan penemuan baru, serta adanya masalah-masalah baru. Produk yang telah dihasilkan oleh UKM RKB seharusnya selalu memastikan penggunaan bahan baku yang baik dan memperkaya proses pembuatan dari produk batik tulis dan kerajinan daur ulang. Selain itu, proses pekerjaan produk seharusnya terdokumentasi dengan baik untuk mendapatkan kualitas produk yang sama. Pengawasan dalam proses produksi juga menentukan hasil produk yang baik yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Produk khas yang menjadi kekuatan seharusnya dapat ditambah dengan beragam motif yang lain yang menunjukkan karakter daerah setempat. Begitupun dengan sarana yang memadai dalam menghasilkan produk seharusnya menciptakan jumlah produk yang lebih banyak pilihannya. Usaha kerajinan yang menghasilkan karya yang bernilai seni ini ternyata mampu menghantarkan suatu daerah memiliki popularitas yang cukup tinggi dan memberi ciri khas terhadap daerah tersebut melalui penampilan karya masyarakat daerah (Rahayu, 2014). 2. Meningkatkan promosi (S1,S3,S4,O1,O2,O3, O4). Widiana et al. (2013) mengatakan sarana promosi yang dapat digunakan antara lain: periklanan, promosi penjualan, publisitas, penjualan pribadi dan lain-lain. Kegiatan promosi bisa berupa pemasangan iklan di media cetak/elektronik, pemasangan spanduk, distribusi brosur produk, internet dan lain-lain. Khusus untuk promosi penjualan dapat dilakukan pemberian discount, undian, cindera mata dan lain-lain. Strategi yang dapat dijalankan untuk lebih meningkatkan kegiatan promosi adalah : a. Advertorial; Advertorial dapat dijalankan dengan memasang halaman advertorial di surat kabar lokal, ataupun brosur berisi paparan logis dan menarik tentang alasan yang menguatkan mengapa produk RKB layak untuk dipertimbangkan dan dikonsumsi. Kemasan dan isi/materi dibuat semenarik mungkin, agar para pembaca dapat terpengaruh tanpa merasa ditipu oleh pembuat advertorial. b. Testimoni; Testimoni dapat dilakukan di RKB untuk memperoleh ”pengakuan” dari konsumen yang datang, untuk menyakinkan tentang uraian dari pihak perusahaan untuk menyakinkan mutu dari produk RKB. c. Sales Force; Sales force, diperlukan karena tidak semua orang pernah datang ke RKB, sehingga kehadiran sales force di ruang publik, misalnya, mal, pusat pertokoan, perkantoran dan lainnya menjadi strategis untuk memasarkan produk secara agresif pada konsumen. d. Media online; Saat ini, maraknya publikasi produk pada sosial media telah menunjukkan tingkat penjualan yang signifikan. RKB seharusnya menggunakan fasilitas ini seperti memiliki website, atau jejaring sosial lain yang bisa meraih pangsa pasar online. 3. Memperluas pangsa pasar (S1,S2,S3,S4,O1,O2, O3,O4). Informasi tentang produk yang disukai oleh masyarakat mengenai produk UKM RKB sangat penting bagi anggota RKB. Informasi pasar yang
44
4.
5.
lengkap juga akan memudahkan penentuan jaringan pemasaran yang sesuai untuk dikembangkan agar dapat menjangkau seluruh potensi pasar yang ada. Anggota RKB perlu menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga yang telah memiliki akses pasar yang lebih luas. Selain itu, kerjasama dengan pihakpihak yang memberikan pasokan bahan baku harus terjalin lebih baik lagi guna mendukung kapasitas produksi. Restrukturisasi organisasi dan sistem manajemen (W1,W2,W3,W4, O1,O2). Hubeis dan Najib (2008) mengatakan manajemen organisasi berperan dalam memastikan peran dan tanggung jawab setiap anggota organisasi. Layaknya sebuah organisasi yang dinamis, saatnya RKB harus menentukan bentuk organisasi yang berorientasi bisnis untuk kesejahteraan anggotanya. Koperasi dinilai baik karena dapat mengakomodir kepentingan anggotanya dan merupakan badan hukum yang didukung oleh pemerintah. Keberadaan lembaga yang baik akan memperhatikan sistem dan prosedur keorganisasian, penciptaan produk, manajemen keuangan, pemasaran, dan tentunya kesejahteraan anggotanya. Hal ini perlu diperkuat dengan menempatkan orang-orang yang tepat yang memiliki komitmen dalam kemajuan UKM RKB, misalnya memperluas fungsi-fungsi kerja agar bisa dikerjakan lebih fokus oleh anggotanya, seperti bagian pemasaran, produksi dan administrasi. Selanjutnya menempatkan orang yang tepat untuk fungsi-fungsi kerja tersebut dan yang tidak kalah pentingnya adalah menempatkan seorang Leader yang mampu mengayomi anggota RKB dalam menciptakan karya-karyanya dan mengelolala UKM berdasarkan rasa memiliki (sense of belonging) dari usaha yang dikerjakan bersama anggotanya, baik produk batik tulis maupun produk kerajinan daur ulang. Kelembagaan dengan fungsi-fungsi kerja yang jelas akan melakukan monitoring dan evaluasi secara berguler, sehingga usaha lebih cepat dicapai. Sistem manajemen yang baik juga akan mempengaruhi sistem pembagian pendapatan dari setiap aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing pengrajin. Tambunan (2013) mengatakan prosedur operasional standar mutlak dibutuhkan dalam memperbaiki sistem manajemen produksi. Pedoman yang berisi prosedur-prosedur operasional standar yang ada dalam suatu organisasi memastikan bahwa setiap keputusan, langkah atau tindakan dan penggunaan fasilitas pemrosesan yang dilaksanakan oleh orang-orang di dalam suatu organisasi berjalan secara efektif, konsisten, standar dan sistematis. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (W2,W3,O2,O3). Linna (2010) mengemukakan perlu ada pendekatan holistik dalam pengembangan kewirausahaan, yang tidak hanya berfokus pada keuntungan ekonomi, tetapi juga berpikir tentang manfaat lain yang diterima seperti pola pikir berorientasi pasar dan meningkatkan potensi usaha yang berkelanjutan. Dalam hal ini, pihak perusahaan migas yang mendanai perlu memberikan pelatihan dan pendampingan diluar dari kemampuan yang sudah dimiliki oleh anggota RKB, seperti pelatihan manajemen gudang/bahan baku, pelatihan administrasi keuangan, pelatihan percakapan bahasa Inggris karena beberapa konsumen RKB adalah expatriat yang bekerja di Balikpapan serta pemahaman tentang keselamatan kerja. Pendampingan dengan melibatkan lembaga yang kredibel dalam jangka waktu tertentu dapat dilakukan sebagai proses penguatan kapasitas anggota RKB.
45
6.
7.
8.
Mengembangkan program-program efisiensi dan pengendalian biaya produksi (W2,W4,O1,O2,O3, O4). Setiadi et al. (2014) mengemukakan dalam penelitiannya, bagian produksi harus melakukan koordinasi yang lebih baik lagi dengan bagian pembelian bahan baku agar bahan baku yang dibeli terjamin kualitasnya dan tidak terjadi permasalahan ketersediaan bahan baku. Dalam hal ini, anggota RKB yang melakukan pembelian bahan baku harus melakukan koordinasi yang lebih baik lagi dengan bagian produksi, sehingga penggunaan bahan baku dapat maksimal digunakan. RKB sebaiknya mengelompokan biaya sesuai dengan produk yang ingin diciptakan agar informasi biaya yang dikeluarkan lebih akurat. RKB sebaiknya menggunakan sistem biaya taksiran (estimasi) sebelum melakukan produksi yang berfungsi sebagai alat pengendalian biaya sebagai dasar untuk menganalisis kegiatan-kegiatannya. Dengan ditetapkannya sistem biaya taksiran maka akan terlihat perbandingan antara biaya yang sesungguhnya dengan biaya taksiran, yang nantinya dapat memberikan petunjuk mengenai pemborosan atau tidak, dan juga dapat dipakai sebagai dasar perbaikan kegiatan. Pihak produksi RKB sebaiknya memiliki flow dari setiap proses produksi barang, dengan flow tersebut akan terlihat ruang yang berpotensi untuk diperbaiki, seperti penggunaan pewarna alam, air untuk pewarnaan, malam untuk proses mencanting dan waktu pengerjaan. Menetapkan strategi harga pasar untuk menghadapi persaingan (S1,T1). Harga produk RKB yang ditawarkan dinilai relatif lebih mahal oleh hampir seluruh konsumen, apalagi untuk sebuah industri kecil yang belum dikenal luas dan berskala mikro. Alternatif strategi yang dapat dilakukan adalah menghitung ulang biaya produksi yang sesungguhnya agar dapat diperoleh harga yang lebih terjangkau dan menentukan prosentase keuntungan diawal produksi berdasarkan variabel biaya produksi (variabel cost methode). Alternatif lain adalah tetap memberikan ekstra atau tambahan produk untuk transaksi pembelian dalam jumlah tertentu atau biasa disebut bonus. Pihak RKB juga dapat memberlakukan diversifikasi harga, agar dapat menjaring konsumen dari berbagai kalangan, tidak hanya konsumen yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas, misalnya meluncurkan produk-produk khusus pada saat pameran. Selain itu, indikator-indikator lain seperti potongan harga dan bonus pembelian harus lebih diperhatikan oleh pihak unit usaha, maka alternatif strategi yang dapat dilakukan adalah melaksanakan potongan harga secara teratur. Potongan harga hendaknya dilaksanakan pada momen yang tepat dan spesial, misalnya pada saat peluncuran produk baru atau pada bulan-bulan yang penting seperti hari-hari besar keagamaan, tahun kalendar siswa baru. Pemberian potongan harga tersebut diharapkan dapat memberikan kesan khusus bagi konsumen dan menjadi sesuatu hal yang ditunggu-tunggu, namun hendaknya perusahaan memperhitungkan dengan teliti agar pemberian potongan harga tersebut tidak berpotensi terhadap penurunan laba perusahaan. Meningkatkan kualitas layanan kepada pelanggan (S1,S3, S4,T1,T2,T3). RKB seharusnya memberikan informasi perawatan produk kepada konsumen agar produk dapat digunakan untuk jangka panjang, seperti menempatkan kartu informasi tentang cara mencuci baju batik tulis atau
46
perawatan produk daur ulang. Selain itu, RKB seharusnya menggunakan teknologi informasi untuk menciptakan produk yang beragam dan mengikuti trend perkembangan produk. RKB seharusnya menciptakan produk yang cukup banyak, baik dari segi kuantitas maupun corak. Ketersediaan produk akan memudahkan konsumen untuk membeli produk yang diinginkan. Sedangkan untuk produk yang membutuhkan proses pemesanan, RKB seharusnya memiliki standar waktu dalam pemesanan jumlah tertentu. 9. Menjalin kerjasama dengan lembaga perbankan (S4,T3). Ketergantungan dengan perusahaan migas yang mendanai sudah saatnya dilepas dengan menciptakan rencana exit strategy dan mulai melakukan kerjasama dengan pihak perbankan. Usaha yang sudah bankable akan memudahkan transaksi bisnis dan peminjaman modal di masa yang akan datang, artinya secara administrasi keuangan RKB dianggap baik oleh pihak bank. Maraknya program pemerintah untuk program kemandirian usaha yang didukung oleh perbankan merupakan peluang yang baik untuk RKB terbebas dari ketergantungan dengan perusahaan yang membiayai. Pihak perusahaan migaspun seharusnya memberikan target atau waktu kapan bantuan dihentikan. Perusahaan harusnya sadar keberhasilan program CSR manakala bantuan dihentikan dan UKM RKB masih terus berkarya dan berproduksi serta kesejahteraan anggotanya meningkat. Rosyida dan Nasdian (2011), mengatakan pengembangan kapasitas dalam sebuah komunitas dikatakan berhasil manakala komunitas sudah menjadi subjek dalam pembangunan. 10. Meningkatkan teknologi (W2,W3,W4,T1,T2). RKB seharusnya melakukan pencatatan administrasi dengan menggunakan komputer yang telah didonasi oleh perusahaan migas. Penggunaan akses internet berbiaya murah melalui hp android dapat digunakan sebagai media penjualan dan informasi. Dengan harga produk RKB yang cenderung untuk golongan menengah keatas, seharusnya sistem transaksi mulai diarahkan dengan penggunaan alat transaksi online atau tidak memiliki mesin kasir yang dapat dianggap sebagai investasi, walaupun hal ini tidak bersifat mendesak saat ini. 11. Menyiapkan gudang bahan baku (W4,T2,T3). Seperti dijelaskan dalam strategi pengendalian biaya produksi, RKB seharusnya memiliki gudang untuk menampung bahan baku, hal ini bisa mengurangi biaya produksi (biaya pengiriman) sekaligus mengantisipasi kondisi perekonomian yang kurang stabil. Hal lain, dapat mengefisienkan waktu pengerjaan manakala ada pesanan dalam jumlah besar kemeja batik tulis yang pernah ada sebelumnya dari perusahaan yang mendanai. Penyediaan bahan baku ini memungkinkan karena sarana yang dimiliki oleh RKB cukup luas. Pengelolaan bahan baku yang baik mampu meminimalkan biaya produksi. Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi dari analisis SWOT, selanjutnya dengan menggunakan analisis QSPM dilakukan pemilihan alternatif strategi yang paling menarik untuk diimplementasikan. Pada Tabel 13 berikut disajikan peringkat dari rangkaian alternatif-alternatif yang dihasilkan berdasarkan QSPM.
47
Tabel 13. Urutan prioritas strategi dari QSPM RKB
Alternatif Strategi Restrukturisasi organisasi dan sistem manajemen Meningkatkan promosi Menjalin kerjasama dengan lembaga perbankan Menetapkan strategi harga pasar untuk menghadapi persaingan Meningkatkan mutu layanan kepada pelanggan Memperluas pangsa pasar Meningkatkan teknologi Meningkatkan mutu produk Meningkatkan kemampuan SDM Mengembangkan program-program efisiensi dan pengendalian biaya produksi Menyiapkan gudang bahan baku
Total nilai daya tarik
Urutan prioritas
7.49 6.71 6.69
I II III
6.65
IV
6.47 6.45 6.38 6.18 6.06
V VI VII VIII IX
6.05
X
5.04
XI
Berdasarkan hasil analisis QSPM pada Tabel 13 di atas dapat dilihat strategi yang paling tepat dapat dilakukan saat ini adalah restrukturisasi organisasi dan sistem manajemen. Strategi ini dilakukan sebagai upaya untuk membenahi internal RKB agar nantinya memiliki aturan organisasi yang jelas dan terarah menghadapi persaingan dunia usaha yang semakin kompetitif serta kepemimpinan yang baik dalam mengarahkan anggotanya, dengan nilai total attractiveness score (TAS) tertinggi 7.49. Selanjutnya urutan kedua, yakni meningkatkan promosi dengan nilai 6.71 dan yang ketiga adalah menjalin kerjasama dengan pihak perbankan dengan nilai 6.69. Ketiga strategi tersebut dapat dilaksanakan secara bersamaan karena saling mendukung satu dengan yang lainnya. Untuk masa yang akan datang, ke sebelas strategi yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi usaha UKM RKB, guna keberlangsungan usaha yang lebih baik.
48
5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Kondisi UKM RKB mengalami perkembangan yang nyata dalam menjalankan usahanya selama dua tahun terakhir ini. Anggota RKB yang merupakan komunitas lokal yang terdiri dari penyandang disabilitas dan ibuibu PKK di wilayah operasi migas memiliki motivasi kerja yang baik untuk terus dikembangkan dan mampu memiliki pendapatan untuk menambah kebutuhan hidup mereka. Keberadaan anggota RKB tetap berkarya dikarenakan oleh rasa ingin memiliki tambahan pendapatan dan merasa memiliki latar belakang yang sama sesama anggota. Struktur organisasi yang ada dikategorikan dalam struktur organisasi dalam usaha kecil rumah tangga, yaitu arus komunikasi, koordinasi dan pengawasan dari manajemen yang bersifat one man show. Produk batik tulis dan kerajinan daur ulang yang berorientasi ramah lingkungan mulai diakui oleh sebagian masyarakat Balikpapan dan para pendatang. Dukungan perusahaan yang mendanai dan pemerintah setempat hingga saat ini sangat signifikan dalam proses perkembangan usaha. Dalam hal manajemen organisasi dan administrasi keuangan masih menjadi kendala, begitupun dengan sistem pemasaran produk-produknya. Namun kendala-kendala ini bisa menjadi peluang guna perbaikan UKM RKB. 2. Berdasarkan hasil perhitungan IPA, terdapat atribut-atribut yang dianggap perlu ditingkatkan, sehingga pihak RKB perlu mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk peningkatan kinerja. Atribut-atribut tersebut adalah harga produk yang relatif tinggi, kecepatan pemesanan, ketelitian pekerja, penanganan keluhan, media promosi, ketersediaan informasi dan produk sebagai cindera mata. Sebaliknya untuk atribut-atribut yang perlu dipertahankan adalah corak dan motif utamanya produk batik tulis, warna, keramahan pekerja, lokasi yang strategis dan daya tarik pasar lokal. Secara umum harga dan promosi bisa dikatakan hal yang perlu dibenahi oleh RKB. Saat ini produk RKB yang menjadi unggulan didominasi oleh produk batik tulis, karena corak, warna dan kekhasannya. Dari hasil kuesioner, responden menyatakan batik tulis UKM RKB dapat dikatakan sangat prospektif untuk terus dikembangkan karena motif–motif yang khas Kalimantan. 3. Hasil identifikasi faktor lingkungan internal terdapat empat kekuatan dan empat kelemahan, sementara pada faktor lingkungan eksternal terdapat empat peluang dan tiga ancaman. Perpaduan Nilai IFE sebesar 2.57 dan nilai EFE sebesar 2.427 dalam matriks IE menunjukkan bahwa posisi usaha terletak pada sel V (tumbuh dan stabil). Selanjutnya dari hasil analisis matrik SWOT dan QSPM dihasilkan strategi yang saat ini dianggap paling tepat dilakukan adalah restrukturisasi organisasi dan sistem manajemen. Strategi ini dilakukan sebagai upaya untuk membenahi internal RKB agar nantinya memiliki aturan organisasi yang jelas dan terarah menghadapi persaingan dunia usaha yang semakin kompetitif, kepemimpinan yang baik dalam mengarahkan anggotanya dan penetapan harga jual produk yang sesuai dengan kualitas produk yang dihasilkan, dengan nilai Total Attractiveness Score (TAS) tertinggi 7.49. Selanjutnya urutan kedua, meningkatkan promosi dengan nilai 6.71 dan yang ketiga menjalin kerjasama dengan pihak
49
perbankan dengan nilai 6.69. Ketiga strategi tersebut dapat dilaksanakan secara bersamaan karena saling mendukung satu dengan yang lainnya. Untuk masa yang akan datang, beberapa strategi dalam analisis SWOT dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi usaha UKM RKB. Saran 1. Perusahaan migas yang mendanai UKM RKB seharusnya mulai menjalankan exit strategy program untuk kemandirian UKM RKB. 2. Beberapa alternatif strategi pengembangan usaha yang telah diformulasikan dapat digunakan sesuai kondisi usaha (berdasarkan kebutuhan) UKM RKB seperti menetapkan strategi harga pasar untuk menghadapi persaingan, meningkatkan mutu layanan kepada pelanggan, memperluas pangsa pasar, meningkatkan penggunaan teknologi, meningkatkan mutu produk, meningkatkan kemampuan SDM, mengembangkan program-program efisiensi dan pengendalian biaya produksi dan menyiapkan gudang bahan baku. 3. UKM RKB seharusnya berubah menjadi sebuah bentuk lembaga yang berorientasi laba untuk kepentingan usaha jangka panjang dan perbaikan manajemen organisasi, dalam hal ini bisa berupa koperasi usaha bersama. 4. Melibatkan lembaga swadaya masyarakat yang kredibel untuk melakukan pendampingan UKM RKB dalam periode waktu tertentu, utamanya untuk pembenahan aspek manajemen, produksi dan pemasaran. 5. UKM RKB seharusnya menghitung kembali biaya produksi dan menentukan harga pokok produksi dengan metode variabel costing yaitu perhitungan harga pokok produksi dengan hanya memperhitungkan biaya yang berhubungan langsung pada barang (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan overhead variabel). Khusus untuk produk batik tulis yang memang dinyatakan mahal oleh responden, sebaiknya selalu diberikan penjelasan keunggulan dari produk tersebut. 6. Motif batik tulis yang khas Kalimantan seharusnya didaftarkan pada HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) atau dipatenkan menjadi hak paten sebuah karya produk industri batik tulis.
50
DAFTAR PUSTAKA
Amalia A, Hidayat W, Budiatmo A. 2012. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Pada UKM Batik Semarangan di Kota Semarang. Portal E-Journal Karya Ilmiah Undip. [Internet]. [diunduh Maret 2014]. Tersedia pada http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/index/index. Anam AH. 2014. Makalah Daur Ulang Sampah. [Internet]. [diunduh Juli 2014]. Tersedia pada http://www.academia.edu/ 5044356/ David ME, David FR, David FR. 2009. The Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Applied to a Retail Computer. France (FR): The Coastal Business Journal Francis Marion University, Vol. 8 No. 1. David FR. 2004. Konsep Manajemen Strategis. Penerjemah: Hamdy Hadi. Ed ke7. Jakarta (ID): Prenhallindo. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa. 2008. Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan. Jakarta (ID): Departemen Dalam Negeri. Dubey A, Tewari A, Chaturvedi MK. 2010. Plastic Waste and Its Recycling. India (IN): VSRD Technical & Non-Technical Journal Vol. 1 No.1. Efendi S, Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survei. Yogyakarta (ID): Penerbit LP3ES. Hartini S, Nurmalasari S, Rinawati DI. 2014. Model Pemilihan Bahan Pewarna Alam Coklat Batik Tulis Solo dengan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Semarang (ID): Jurnal Teknik Industri Universitas Diponogoro, Vol. 9 No.2. Herawati AR. 2011. Sistem Kemitraan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) – Usaha Besar dengan Pemodelan Systems Archetype Studi Kasus UMKM Mitra PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, Divisi Bogasari Flour Mills. Jakarta (ID): Disertasi Program Pascasarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia. Hubeis M, Najib M. 2008. Manajemen Strategik Dalam Pengembangan Daya Saing Organisasi. Jakarta (ID): Penerbit PT Elex Media Komputindo. Hubeis M. 2009. Prospek Usaha Kecil Dalam Wadah Inkubator Bisnis.Bogor (ID): Penerbit Ghalia Indonesia. Irwanto AK, Prabowo A. 2009. Kajian Efektivitas Program Corporate Social Responsibility (CSR) Yayasan Unilever Indonesia. Jakarta (ID): Jurnal Manajemen, Vol.1 No.1. Kasmir, Jakfar. 2012. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID): Penerbit Prenada Media Group. Kementerian Koperasi dan UKM. 2013. Revitalisasi Peran Pendamping KUMKM. [Internet]. [diunduh Mei 2014]. Tersedia pada http: //vertigopublish.com/assets/content/ukmindonesia/09_Majalah_UKM_Indo nesia_Network_Juni-Juli_2013.pdf. Kotler P, Keller KL. 2013. Manajemen Pemasaran. Ed ke-13. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Linna P. 2011. Community-level entrepreneurial activities: Case study from rural Kenya. Kenya (KE): International Journal of Business and Public Management (ISSN: 2223-6244) Vol. 1(1): 8-15.
51
Mathis RL, Jackson JH. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed ke-1. Jakarta (ID): Penerbit Salemba Empat. Ninggarwati SEL, Latianingsih N. 2010. Riset Aksi: Daur Ulang Sampah Anorganik Plastik Sebagai Bentuk Usaha Baru dan dapat Mewujudkan Masyarakat Peduli Sampah Anorganik di Kota Depok. Jakarta (ID): Jurnal Politeknik Negeri Jakarta. Vol. 7 No. 1. Rahayu P. 2014. Eksistensi Kerajinan Batik Tulis dengan Pewarna Alam. Solo (ID): Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah. Universitas Sebelas Maret. Rangkuti F. 2013. SWOT Balanced Scorecard Teknik Menyusun Strategi Korporat yang Efektif plus Cara Mengelola Kinerja dan Risiko. Jakarta (ID): Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Pemerintah Republik Indonesia. Keputusan Presiden Republik Indonesia. No. 127 tahun 2001 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah dan Kemitraan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Rianti AA, Swadarma D. 2013. Pembukuan Sederhana Usaha Dagang dan Jasa. Jakarta (ID): Penerbit Laskar Aksara. Rosyida I, Nasdian FT. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility dan Dampaknya Terhadap Komunitas Pedesaan. Bogor (ID): Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia, Vol. 5 No.1. Setiadi P, Saerang DPE, Runtu T. 2014. Perhitungan Harga Pokok Produksi Dalam Penentuan Harga Jual Pada CV. Minahasa Manta Perkasa. Manado (ID): Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi Universitas Sam Ratulangi, Vol.14 No.2. Setyaningsih H. 2011. Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii dengan Metode Longline dan Strategi Pengembangannya di Perairan Karimun Jawa. Bogor (ID): Tugas Akhir Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tambunan RM. 2013. Standard Operating Procedures (SOP). Ed ke-2. Jakarta (ID): Penerbit Maiestas. Tocharman M. 2009. Eksperimen Zat Pewarna Alami dari Bahan Tumbuhan yang Ramah Lingkungan Sebagai Alternatif untuk Pewarnaan Kain Batik. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia. Wahyono EH, Sudarno N. 2012. Pengelolaan Sampah Plastik: Aneka Kerajinan dari Sampah Plastik. Bogor (ID): Project ITTO TFL-PD 019/10 Rev.2 Developing Collaborative Management of Cibodas Biosphere Reserve West Java, Indonesia. Wibhawa B. 2011. Social Entrepreneurship Social Enterprise & Corporate Social Responsibility. Bandung (ID): Penerbit Widya Padjajaran. Widiana W, Hubeis M, Raharja S. 2013. Tingkat Kepuasan Pelanggan dan Strategi Pengembangan Usaha Jasa Salon Kecantikan Keraton di Tangerang. Bogor (ID): Jurnal Manajemen IKM 8 (1): (88-98). Witoko P, Syarief R, Raharja S. 2013. Kelayakan Strategi Pengembangan Usaha
52
Pembenihan Ikan Patin di CV Mika Distrindo. Bogor (ID): Jurnal Manajemen IKM. 8 (2):115-122. Wulandari A. 2011. Batik Nusantara. Makna Filosofis, Cara Pembuatan dan Industri Batik. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi.
53
LAMPIRAN
54
Lampiran 1. Panduan Wawancara pada Perusahaan
PANDUAN WAWANCARA PADA PERUSAHAAN
ANALISIS KONDISI USAHA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL BERBASIS KOMUNITAS LOKAL
Fachry Noviar Singka
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
55
1. 2. 3. 4.
Apakah tujuan dari program Corporate Social Responsibility (CSR) pada perusahaan? Bagaimana awal pemberian program CSR perusahaan kepada Usaha Kecil Menengah Rumah Kreatif Balikpapan (UKM RKB)? Apa saja keterlibatan perusahaan dalam pengembangan UKM RKB? Bagaimana rencana pemberian program CSR perusahaan pada UKM RKB selanjutnya?
56
Lampiran 2. Panduan Wawancara pada UKM Rumah Kreatif Balikpapan
PANDUAN WAWANCARA PADA UKM RUMAH KREATIF BALIKPAPAN
ANALISIS KONDISI USAHA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL BERBASIS KOMUNITAS LOKAL
Fachry Noviar Singka
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
57
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN : 1. Mengapa anda memilih usaha Batik Tulis dan Kerajinan Daur Ulang sebagai bidang usaha? 2. Produk apa saja yang dihasilkan oleh UKM RKB? 3. Bagaimana cara memperoleh bahan baku produksi? 4. Bagaimana cara menjaga kualitas produk yang dihasilkan? 5. Bagimana cara menentukan jumlah produk yang diproduksi? 6. Tehnik pemasaran apa saja yang digunakan untuk mempromosikan barang hasil produksi? 7. Sejauh ini, ke wilayah mana saja hasil produk UKM RKB sudah dipasarkan? 8. Bagaimana sambutan masyarakat atas produk UKM RKB yang sudah dihasilkan? 9. Apakah desain dan jenis produk mendapat sambutan baik dari masyarakat? Atau ragam dan jenis masih dirasa kurang variatif? 10. Apakah harga yang ditawarkan cukup dapat diterima oleh konsumen? 11. Apakah selama ini selalu dapat memenuhi permintaan konsumen (kuantitas ketersediaan barang)? 12. Adakah upaya yang dilakukan untuk memperoleh masukan guna perbaikan kualitas/kuantitas/ragam produk yang dihasilkan? Metode apa yang digunakan? 13. Tindakan apakah yang sudah dilakukan untuk menanggapi masukan tersebut? ASPEK KEUANGAN 1. Darimana anda memperoleh modal usaha? 2. Apakah anda mempunyai kewajiban mengembalikan modal usaha tersebut? 3. Siapakan yang bertugas mengawasi pencatatan tersebut? 4. Investasi apa saja yang sudah dilakukan? 5. Biapa operasional apa saja yang secara rutin harus dikeluarkan? 6. Apakah anda mempunyai pencatatan khusus atas pengeluaran dan pemasukan (cash flow) yang dihasilkan? 7. Siapa yang melakukan pencatatan tersebut? 8. Apakah laporan keuangan dilakukan secara berkala? 9. Apakah dilakukan review atas laporan keuangan tersebut? 10. Siapakah yang melakukan review atas laporan keuangan tersebut? 11. Siapa saja yang dapat mengakses laporan keuangan? 12. Dalam menentukan harga pokok penjualan, poin-poin apa saja yang menjadi pertimbangan? 13. Kapan harga pokok penjualan akan ditinjau ulang? 14. Apakah peninjuan tersebut dilakukan berkala (pertahun atau dapat sewaktuwaktu dilakukan)? ASPEK TEKNIS/OPERASI 1. Bagaimana keputusan penentuan lokasi produksi (pabrik) UK RKB dilakukan? Bagaimana prosesnya dan siapa saja yang terlibat dalam proses tersebut? 2. Bagaimana keputusan penentuan luas lokasi produksi dilakukan? Bagaimana prosesnya dan siapa saja yang terlibat?
58
3.
Bagaimana penentuan layout pabrik dilakukan? Bagaimana prosesnya dan siapa saja yang dilibatkan? 4. Bagaimana pemilihan teknologi yang digunakan? Bagaimana prosesnya dan siapa saja yang dilibatkan? 5. Bagaimana keputusan penentuan lokasi penjualan hasil produk UKM RKB dilakukan? Siapa saja yang terlibat? 6. Metode apa yang digunakan untuk mempertahankan ketersediaan bahan baku produksi? 7. Upaya apa yang dilakukan untuk menjaga kualitas tenaga kerja sekarang dan di masa yang akan datang? 8. Metode apa yang digunakan untuk menentukan jumlah barang akan yang diproduksi? 9. Siapakah yang terlibat dalam penentuan jumlah tersebut? 10. Siapakah yang bertanggungjawab mengambil keputusan tersebut? 11. Untuk pesanan-pesanan khusus (diluar barang yang diproduksi normal), siapakah yang bertanggungjawab menghandle permintaan ini? 12. Upaya apa yang dilakukan agar permintaan khusus tersebut tidak mengganggu proses produksi normal? ASPEK MANAJEMEN DAN ORGANISASI 1. Apa yang melatarbelakangi terbentuknya UKM RKB? 2. Bagaimana proses terbentuknya usaha batik tulis yangkemudian dikelola oleh UKM RKB? 3. Apakah UKM RKB mempunyai struktur organisasi? 4. Apakah struktur ini juga berlaku untuk pengelolaan usaha produk UKM RKB? Mengapa? 5. Bagaimana proses penyusunan struktur organisasi tersebut dibentuk? Siapa saja yang dilibatkan? 6. Adakah persyaratan khusus (pendidikan, pelatihan, pengalaman, psikologis, dll) untuk menjabat posisi tertentu? 7. Bagaimana proses perekrutan tenaga kerja dilakukan? Adakah persyaratan khusus? 8. Bagaimana menentukan kebutuhan tenaga kerja? 9. Upaya apa yang dilakukan untuk mempertahankan tenaga kerja? ASPEK LINGKUNGAN 1. Bagaimana menyikapi kondisi perekonomian nasional (inflasi, tingkat suku bunga dll) yang kemungkinan mempengaruhi kegiatan UKM RKB secara signifikan? . 2. Apakah kondisi PILKADA akan mempengaruhi kegiatan UKM RKB ? Bagaimana menyikapinya. 3. Bagaimana menyikapi peraturan pemerintah setempat terhadap aktivitas UKM RKB? 4. Bagaimana menyikapi UKM-UKM sejenis (produk cindera mata dan kerajinan lainnya) terhadap perkembangan UKM RKB ? 5. Bagaimana menghadapi pesaing-pesaing baru di usaha produksi yang sama ? 6. Bagaimana menghadapi ancaman produk substitusi terhadap perkembangan UKM RKB ?
59
Lampiran 3. Panduan Kuesioner Responden
PANDUAN KUESIONER RESPONDEN
ANALISIS KONDISI USAHA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL BERBASIS KOMUNITAS LOKAL
Fachry Noviar Singka
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
60
PENGANTAR Dalam rangka menyusun tugas akhir di Program Magister Industri Kecil dan Menengah, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, kami bermaksud melakukan kajian yang berjudul Analisis Kondisi Usaha dan Strategi Pengembangan Industri Kecil Berbasis Komunitas Lokal, studi kasus program CSR perusahaan migas di UKM Rumah Kreatif Balikpapan (RKB). Untuk itu, kami akan melakukan kajian lapangan dengan menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh akan digunakan sebagai informasi pendukung dalam menganalisis penerapan strategi pemasaran produk yang dipasarkan saat ini dan selanjutnya berusaha memberikan masukan strategi pengembangan usaha ke masa yang akan datang dalam upaya mengembangkan potensi industri kecil. Sebagai akhir kata, kami mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kesediaan waktu serta pemikiran Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini. Hormat Kami,
Fachry Noviar Singka Mahasiswa Program Pascasarjana MPI Institut Pertanian Bogor
61
DATA INFORMAN Nama Usia Pekerjaan Alamat Jenis Kelamin Pendidikan
: : : : : Laki-laki / Perempuan :
ASPEK PRODUK 1. Hasil produk apa yang anda pernah beli dari UKM RKB? 15. Produk batik tulis 16. Produk daur ulang 17. ……………………………………………………. 2. Berapa jumlah produk yang anda beli? 18. Produk batik tulis : ............. 19. Produk daur ulang : ............. 20. ……………………………………………………. 3. Mengapa anda membeli produk tersebut ? 21. Corak yang menarik 22. Warna yang menarik 23. Harga yang terjangkau 24. Pemanfaatan produk lokal 25. ……………………………………………………. 4. Menurut anda, apakah kualitas hasil produksi UKM RKB bagus? Ya Tidak Jika tidak, sebutkan alasan anda………………………………………………. 5.
6.
Apakah anda akan kembali membeli produk hasil UKM RKB? Ya Tidak Jika tidak, sebutkan alasan anda ………………………………………………
Menurut anda apakah variasi produk hasil UKM RKB variatif ? 14. Ya 15. Tidak Jika tidak, menurut anda produk apa lagi yang harus dihasilkan ? ………………………. 7. Terkait harga, menurut anda apakah harga yang ditawarkan terjangkau dan beralasan? Ya Tidak Sebutkan alasan anda ……………………………………………………………….. 8. Menurut anda, apakah corak motif produk UKM RKB yang dihasilkan menarik? Ya Tidak Jika tidak sebutkan alasan anda ……………………………………………………………. ……………………………………………………………………………………………… 9. Menurut anda, corak motif seperti apa yang sebaiknya diproduksi oleh UKM RKB (anda dapat memilih lebih dari satu)? Mengadopsi corak motif Jawa Corak motif khas Dayak Corak motif bunga (flora) Corak motif binatang (fauna) Corak motif khas Balikpapan Corak motif ………………………………… 10. Terkait warna (pewarna alam dalam salah satu produk) apakah anda menyukai warna-wana hasil produksi selama ini? Ya Tidak Jika tidak, sebutkan alasan anda ………………………………………………. 11. Menurut anda, apakah UKM RKB pada salah satu produknya perlu menggunakan pewarna buatan? Ya Tidak …………………………………………………
62
12. Apakah anda akan mempromosikan produk hasil UKM RKB kepada teman, sahabat, rekan kerja atau keluarga? Ya Tidak ………………………………………………… 13. Masukan apa yang akan anda sampaikan pada UKM RKB terkait produk (harga, corak, ragam produk, warna, ukuran dll)? ………………………………………………………………………………………………………… PEMASARAN 1. Dari manakah anda mengetahui produk hasil produk UKM RKB ? Teman Keluarga Media cetak …………………………………… 2. Berapa lama anda tahu produk hasil UKM RKB ? Kurang dari 1 bulan Kurang dari 6 bulan Kurang dari 1 tahun ………………………………………………… 3. Dimanakah anda membeli produk hasil UKM RKB ? Rumah Kreatif Chevron Showroom Dekranas ………………………………………………… 4. Menurut anda, apakah tempat show room kami bagus? Ya Tidak ………………………………………………… 5. Menurut anda, bagaimana pelayanan pekerja kepada konsumen? Kurang Cukup Baik ………………………………………………… 6. Berapa kali anda mengunjungi UKM RKB ? 1 kali 2 kali 3 kali ………………………………………………… 7. Menurut anda, apakah mudah bagi calon pembeli untuk mengakses lokasi penjualan produk? Ya Tidak ………………………………………………… 8. Menurut anda apakah perlu menambah cabang/outlet ? Ya Tidak ………………………………………………… 9. Menurut anda, apakah produk hasil UKM RKB cukup dikenal dikalangan masyarakat? Ya Tidak ………………………………………………… 10. Menurut anda, media apa yang sebaiknya digunakan untuk mempromosikan produk hasil UKM RKB ? Media elektronik (radio, televisi) Media cetak (koran, pamflet, brosur, dll) Internet ………………………………………………………….. Secara umum, masukan apa yang akan anda sampaikan pada UKM RKB terkait pemasaran produk hasil produksi (dari produk yang dihasilkan hingga pelayanan konsumen) ? …………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………………
63
Pendapat responden tentang tingkat kepentingan konsumen dan tingkat kinerja UKM Rumah Kreatif Balikpapan (RKB) : Pertanyaan Produk UKM RKB
Tingkat Kinerja
Tingkat Kepentingan
1.1.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang corak/motif pada produk ?
1.2.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang warna pada produk ?
1.3.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang harga produk ?
1.4.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang variasi produk ?
1.5.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang kemasan produk ?
1.6.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang daya tahan produk ?
1.7.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang ketersediaan produk ?
1.8.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang merk produk ?
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 3. 4. 5.
Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik
1. 2. 3. 1. 2. 3. 5. 6. 7. 1. 2. 3.
Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting
1
2
Pelayanan konsumen
2.1.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang kecepatan pemesanan produk ?
2.2.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang keramahan pekerja dalam melayani pesanan ? Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang ketelitian pekerja dalam melayani pesanan ? Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang penanganan pekerja atas keluhan pelanggan ? Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang ketersediaan waktu pelayanan ?
2.3.
2.4.
2.5.
3
Transaksi Penjualan
3.1.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang kecepatan pelayanan kasir ?
3.2.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang bukti pembelian produk ?
3.3.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang ketelitian pekerja dalam transaksi penjualan ? Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang kantong belanjaan produk ?
3.4.
64
3.5.
4
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang peralatan dalam transaksi penjualan ?
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang lokasi UKM RKB ?
4.2.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang lingkungan sekitar UKM RKB ?
4.3.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang ketersediaan parkir ?
4.4.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang akses transportasi umum ke UKM RKB ? Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang tata ruang showroom UKM RKB ? Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang tata letak produk di showroom UKM RKB ? Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang fasilitas lain di UKM RKB (toilet, sirkulasi udara, kursi tunggu dan lain-lain) ?
4.6.
4.7.
Kurang Cukup Baik
1. 2. 3.
Tidak penting Cukup penting Penting
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting
Tempat UKM RKB
4.1.
4.5.
1. 2. 3.
Pertanyaan Tingkat Kinerja Media promosi dan informasi produk UKM RKB
Tingkat Kepentingan
5.1.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang media promosi UKM RKB ?
5.2.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang kejelasan informasi produk UKM RKB ? Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang ketersediaan informasi produk UKM RKB ?
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
5
5.3.
6
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik
Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting
Pertanyaan Tingkat Kinerja Tingkat Kepentingan Daya saing produk UKM RKB dibandingkan dengan produk lain sejenis yang ada di Balikpapan dari segi jenis produk, harga, mutu dan desain.
6.1.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang keberadaan produk UKM RKB sebagai cindera mata kota Balikpapan ?
1. 2. 3.
Kurang Cukup Baik
1. 2. 3.
Tidak penting Cukup penting Penting
6.2.
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang daya tarik produk UKM RKB terhadap pasar lokal ? Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara tentang daya tarik produk UKM RKB terhadap pasar nasional ?
1. 2. 3. 1. 2. 3.
Kurang Cukup Baik Kurang Cukup Baik
1. 2. 3. 1. 2. 3.
Tidak penting Cukup penting Penting Tidak penting Cukup penting Penting
6.3.
65
Lampiran 4. Data Kinerja RKB terhadap Tingkat Kepentingan Konsumen Produk Tabel penilaian responden terhadap kinerja produk dan tingkat kepentingan konsumen Penilaian Corak dan motif Warna Harga Variasi Kemasan Daya tahan Ketersediaan Merk
B (3) 23 14 0 15 0 5 0 5
Tingkat Kinerja C K Skor (2) (1) 6 1 82 15 1 73 20 10 50 15 0 75 20 10 50 20 5 60 15 15 45 20 5 60
Tingkat Kepentingan P CP TP Skor (3) (2) (1) 30 0 0 90 30 0 0 90 30 0 0 90 15 15 0 75 20 10 0 80 25 5 0 85 15 15 0 75 20 10 0 70
Pelayanan Konsumen Tabel penilaian responden terhadap kinerja pelayanan konsumen dan tingkat kepentingan konsumen Penilaian Kecepatan pemesanan Keramahan Ketelitian Penanganan keluhan Waktu pelayanan
B (3) 15 20 5 5 5
Tingkat Kinerja C K Skor (2) (1) 10 5 60 10 0 80 20 5 60 21 4 61 25 0 65
Tingkat Kepentingan P CP TP Skor (3) (2) (1) 30 0 0 90 30 0 0 90 25 5 0 85 30 0 0 90 16 14 0 76
Transaksi Penjualan Tabel penilaian responden terhadap kinerja transaksi penjualan dan tingkat kepentingan konsumen Penilaian Kecepatan pelayanan Bukti pembelian Ketelitian pekerja Kantong belanjaan Peralatan transaksi
B (3) 5 5 3 0 0
Tingkat Kinerja C K Skor (2) (1) 22 3 62 15 10 55 27 0 63 20 10 50 15 15 45
Tingkat Kepentingan P CP TP Skor (3) (2) (1) 20 5 5 75 15 15 0 75 5 25 0 65 18 12 0 78 20 10 0 80
66
Tempat Rumah Kreatif Balikpapan Tabel penilaian responden terhadap kinerja tempat RKB dan tingkat kepentingan konsumen Penilaian Lokasi Lingkungan sekitar Lahan parkir Akses transportasi umum Tata ruang showroom Tata letak produk Fasilitas lain
B (3) 28 25 10 26 24 5 2
Tingkat Kinerja C K Skor (2) (1) 1 1 87 5 0 85 17 3 67 4 0 86 6 0 84 25 0 65 28 0 62
Tingkat Kepentingan P CP TP Skor (3) (2) (1) 30 0 0 90 30 0 0 90 25 5 0 85 25 5 0 85 20 10 0 80 18 12 0 78 5 25 0 65
Media Promosi dan Informasi Tabel penilaian responden terhadap kinerja media promosi dan informasi dan tingkat kepentingan konsumen Penilaian Media promosi Kejelasan informasi Ketersediaan informasi
B (3) 0 0 0
Tingkat Kinerja C K Skor (2) (1) 5 25 35 5 25 35 5 25 35
Tingkat Kepentingan P CP TP Skor (3) (2) (1) 30 0 0 90 30 0 0 90 30 0 0 90
Daya Saing Tabel penilaian responden terhadap kinerja daya saing dan tingkat kepentingan konsumen Penilaian Cindera mata Pasar lokal Pasar nasional
B (3) 1 6 0
Tingkat Kinerja C K Skor (2) (1) 29 0 61 23 1 65 24 6 54
Tingkat Kepentingan P CP TP Skor (3) (2) (1) 27 3 0 87 30 0 0 90 20 10 0 80
Lampiran 5. Skor Pembobotan Internal
Faktor Penentu Internal A. Memiliki produk yang khas B. Memiliki SDM yang potensial untuk dikembangkan C. Memiliki sarana bekerja yang baik D. Mendapat dukungan dari perusahaan dan pemerintah E. Belum ada kejelasan visi dan misi F. Kompetensi SDM yang lemah dalam pengorganisasian dan pengelolaan keuangan G. Belum ada strategi pemasaran yang terencana H. Harga produk relatif mahal Total Keterangan: 1. Nilai 1: Baris Horizontal tidak lebih penting dibandingkan baris vertikal 2 Nilai 2: Baris Horizontal sama penting dibandingkan baris vertikal. 3. Nilai 3: Baris Horizontal lebih penting dibandingkan dengan baris vertikal.
A
B
C
D
E
F
G
H
Total
Bobot
x 2 2 2 2
2 x 2 2 2
2 2 x 2 2
2 2 2 x 2
2 2 2 2 x
2 2 2 2 2
2 2 2 3 2
3 3 3 3 3
15 15 15 16 15
0.134 0.134 0.134 0.143 0.134
2 2 1
2 2 1
2 2 1
2 1 1
2 2 1
x 2 1
2 x 2
3 2 x
15 13 8
0.134 0.116 0.071
112
1.000
68
Lampiran 6. Skor Pembobotan Eksternal
Faktor Penentu Eksternal A. Segmentasi pasar luas B. Meningkatnya tren konsumen untuk produk ramah lingkungan C. Perkembangan teknologi informasi D. Batik sebagai pakaian nasional Indonesia E. Munculnya pesaing yang identik F. Situasi ekonomi dan politik dalam negeri tidak stabil G. Bantuan perusahaan yang mendanai dihentikan
A
B
C
D
E
F
G
Total
Bobot
x
2
2
2
1
2
1
10
0.122
2 2 2 3 2 1
x 2 2 3 2 3
2 x 2 2 3 3
2 2 x 3 2 3
1 2 1 x 1 2
2 1 2 3 x 3
1 1 1 2 1 x
10 10 10 16 11 15
0.122 0.122 0.122 0.195 0.134 0.183
82
1.000
Total Keterangan: 1. Nilai 1: Baris Horizontal tidak lebih penting dibandingkan baris vertikal 2 Nilai 2: Baris Horizontal sama penting dibandingkan baris vertikal. 3. Nilai 3: Baris Horizontal lebih penting dibandingkan dengan baris vertikal.
Lampiran 7. Rating IFAS dan EFAS
Faktor Penentu Internal
Rating
Kekuatan Memiliki produk yang khas Memiliki SDM yang potensial untuk dikembangkan Memiliki sarana bekerja yang baik Mendapat dukungan dari perusahaan dan pemerintah
4 3 4 4
Kelemahan Belum ada kejelasan visi dan misi Kompetensi SDM yang lemah dalam pengorganisasian dan pengelolaan keuangan Belum ada strategi pemasaran yang terencana Harga produk relatif mahal
Faktor Penentu Eksternal
1 1 1 2 Rating
Peluang Segmentasi pasar luas Meningkatnya tren konsumen untuk produk ramah lingkungan Perkembangan teknologi informasi Batik sebagai pakaian nasional Indonesia
3 3 4 3
Ancaman Munculnya pesaing yang identik Situasi ekonomi dan politik dalam negeri tidak stabil Bantuan perusahaan yang mendanai dihentikan Keterangan Nilai 4 : Response perusahaan superior Nilai 3 : Response perusahaan diatas rata-rata Nilai 2 : Response perusahaan rata-rata Nilai 1 : Response perusahaan dibawah rata-rata
2 2 1
Lampiran 8. Quantitative Strategic Planning Matrix 1 Faktor Penentu Kekuatan (S) S1 Memiliki produk yang khas S2 Memiliki SDM yang potensial untuk dikembangkan S3 Memiliki sarana bekerja yang baik S4 Mendapat dukungan dari perusahaan dan pemerintah Kelemahan (W) W1 Belum ada kejelasan visi dan misi W2 Kompetensi SDM yang lemah dalam pengorganisasian
dan pengelolaan keuangan W3 Belum ada strategi pemasaran yang terencana W4 Harga produk relatif mahal Peluang (O) O1 Segmentasi pasar luas O2 Meningkatnya tren konsumen untuk produk ramah
lingkungan O3 Perkembangan teknologi informasi O4 Batik sebagai pakaian nasional Indonesia Ancaman (T) T1 Munculnya pesaing yang identik T2 Situasi ekonomi dan politik dalam negeri tidak stabil T3 Bantuan perusahaan yang mendanai dihentikan
Jumlah Peringkat Keterangan: Nilai 4 : Sangat menarik Nilai 3 : Cukup menarik Nilai 2 : Agak menarik Nilai 1 : Tidak menarik
2 TAS1 (axb)
AS 2 (c)
3 TAS2 (axc)
4 3 2 4
0,536 0,402 0,268 0,571
3 4 3 4
0,402 0,536 0,402 0,571
3 4 4 3
0,402 0,536 0,536 0,429
3 4 4 2
0,402 0,536 0,536 0,286
3 2 2 2
0,402 0,268 0,268 0,286
3 3 3 2
0,402 0,402 0,402 0,286
3 3 2 4
0,402 0,402 0,268 0,571
3 4 3 3
0,402 0,536 0,402 0,429
3 3 4 2
0,402 0,402 0,536 0,286
0,134
2
0,268
2
0,268
2
0,268
4
0,536
2
0,268
2
0,268
2
0,268
2
0,268
2
0,268
2
0,268
2
0,268
0,134 0,116 0,071
2 3 2
0,268 0,348 0,143
2 2 4
0,268 0,232 0,286
2 2 4
0,268 0,232 0,286
4 4 4
0,536 0,464 0,286
4 3 1
0,536 0,348 0,071
2 3 4
0,268 0,348 0,286
4 4 4
0,536 0,464 0,286
3 4 3
0,402 0,464 0,214
4 4 2
0,536 0,464 0,143
4 3 3
0,536 0,348 0,214
2 2 4
0,268 0,232 0,286
0,122
4
0,488
4
0,488
4
0,488
3
0,366
2
0,244
4
0,488
4
0,488
4
0,488
4
0,488
4
0,488
2
0,244
0,122 0,122 0,122
4 4 4
0,488 0,488 0,488
3 4 4
0,366 0,488 0,488
3 3 4
0,366 0,366 0,488
3 4 4
0,366 0,488 0,488
2 4 2
0,244 0,488 0,244
3 3 3
0,366 0,366 0,366
4 3 4
0,488 0,366 0,488
3 3 3
0,366 0,366 0,366
3 3 3
0,366 0,366 0,366
4 4 3
0,488 0,488 0,366
4 3 2
0,488 0,366 0,244
0,195 0,134 0,183
2 2 2
0,390 0,268 0,366
4 4 4
0,780 0,537 0,732
4 3 4
0,780 0,402 0,732
4 4 4
0,780 0,537 0,732
3 3 4
0,585 0,402 0,732
3 3 3
0,585 0,402 0,549
4 4 44
0,780 0,537 0,732
4 4 4
0,780 0,537 0,732
4 4 4
0,780 0,537 0,732
4 2 2
0,780 0,268 0,366
2 2 2
0,390 0,268 0,366
7,49 I
AS 6 (g)
TAS6 (axg)
6,06 IX
6,05 X
AS 7 (h)
TAS7 (axh)
AS 8 (i)
TAS8 (axi)
6,65 IV
AS 9 (j)
10 11 TAS9 AS 10 TAS10 AS 11 TAS11 (axj) (k) (axk) (l) (axl)
0,536 0,402 0,268 0,571
VI
TAS5 (axf)
9
4 3 2 4
6,45
AS 5 (f)
8
0,536 0,536 0,536 0,571
II
TAS4 (axe)
7
4 4 4 4
6,71
AS 4 (e)
6
0,134 0,134 0,134 0,143
VIII
TAS3 (axd)
5
AS 1 (b)
6,18
AS 3 (d)
4
Bobot (a)
6,47 V
6,69 III
6,38 VII
5,04 XI
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 November 1974 sebagai anak ke-6 dari 6 bersaudara pasangan Bapak Safar Singka, B.Sc dan Ibu Hj. Sri Suryati. Penulis diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Haluoleo, Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara dengan program Sarjana (S1) Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan dan lulus pada bulan November 1999. Sejak tahun 2008, penulis bekerja sebagai karyawan di PT. Chevron Pacific Indonesia di Duri, Sumatera Operations, selanjutnya sejak awal tahun 2011 bekerja di Chevron Indonesia Company, Kalimantan Operations, di Policy Government & Public Affairs Departement. Penulis masuk kuliah di program studi Magister Profesional Industri (MPI) IPB, angkatan XVI pada bulan April 2012. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir di Sekolah Pascasarjana, penulis melaksanakan kajian yang berjudul Analisis Kondisi Usaha dan Strategi Pengembangan Industri Kecil Berbasis Komunitas Lokal di bawah bimbingan Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS, DEA dan Dr. Tjahja Muhandri, STP, MT.