·
\
Peluang Pengembangan Industri Berbasis
Casava
Dj LIma] i l\1angu1l\Yidjaja
Departemell 'feknologi Indllstri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertal1 iall
lnsitut Pertanian Bogor
2003
y
PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS CASSAVA
Djumali Mangunwidjaja Laboratorium Bioindustri, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fateta, Institut Pertanian Bogor. Kampus Darmaga, PO BOX 220 Bogor (
[email protected]/
[email protected]!!)
RINGKASAN Singkong atau cassava di Indonesia merupakan
tanaman pangan penting kedua
setelah padi. Dibeberapa daerah bahkan cassava digunakan sebagai bahan pangan utama. Beragam produk pangan dari ubi cassava dihasilkan oleh berbagai daerah dan etnis. Meskipun demikian, sebagai bahan baku industri, pendayagunaan cassava masih sangat terbatas, berupa produk tapioka (pati cassava) atau gaplek untuk pakan temak. Produk lebih hilir yang dikembangkan secara industripun terbatas pada gula cair (maltodekstrin, glukosa, fruktosa) dan/atau as am sitrat. Untuk menuju ke negara industri atau agroindustri, cassava mempunyai peluang dan sangat potensial untuk didayagunakan menjadi produk produk bernilai ekonomi tinggi. Berdasarkan produk dan pengolahan, kita dapat membuat skenario pengembangan industri cassava generasi pertama (pati dan gaplek), kedua, ketiga dan seterusnya. Beragam produk industri : pangan atau pakan berprotein tinggi, beragam pemanis berkalori rendah yang dapat digunakan untuk pangan atau minuman penyehat, pati termodifikasi, biodeterjen, bahan pelarut sampai bioplastik. Dengan pengembangan agroindustri berbasis cassava, maka akan terjadi jembatan antara agroindustri dan indutri lain (kimia, farmasi, kosmetika dIl) sehingga peranan agroindustri
sebagai penopang
pembangunan Indonesia yang kaya hasil pertanian, akan menjadi kenyataan. Makalah disampaikan pada Forum Temu Pengusaha Cassava Nasional - Direktorat lendral Aneka Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan, Deperindag, Bandarlampung, 22 Agustus 2003
PENDAHULUAN
Cassava (Manihot utilissima POHL) atau ubi kayu, populer pula dengan sebutan singkong, telah lama dikenal dan dibudidayakan oleh manusia.
Tanaman yang
diduga berasal dari Brasil ini, 3000 tahun yang lalu telah dibudidayakan dan diolah sebagai bahan pangan oleh suku bangsa Inca, di Meksiko dan Amerika Tengah. Suku Indian di Brasil diduga yang pertama kali memperkenalkan cara pengambilan pati dari umbi cassava, yang selanjutnya digunakan sebagai bahan pangan dan ramuan sesaji untuk upacara pemujaan dewa mereka. Bahan tepung berwarna putih yang kini kita kenaI sebgai tepung tapioka, mereka sebut farinha.
Mereka
mendahului teknik ekstraksi pati gandum yang dikenalkan oleh bangsa Yunani 500 tahun kemudian.
Sebagai sumber pati, di dunia cassava menempati urutan keempat setelah jagung, kentang, dan gandum yang masing-masing memberi kontribusi terhadap produksi pati dunia sebesar 70, 20, 5, dan 4 persen.
Sesuai dengan persyaratan tumbuh
tanaman itu, maka pad a perkembangannya tanaman jagung mendominasi sebagai sumber pati untuk kawasan Amerika Utara, Meksiko, sebaliknya Eropa banyak mengusahakan dari tanaman kentang. Sedangkan padi dan cassava berkembang di Amerika Latin, Afrika dan Asia Timur.
Oi Indonesia, cassava terse bar di berbagai kawasan dengan pusat perkembangan di Jawa dan Lampung yang meliputi 85 persen cassava nasional sebagai daerah penghasiJ cassava di pulau an tara Jain Jawa Timur (Jember, Kediri, Madiun), Jawa Tengah (Banyumas, Yogyakarta, Wonogiri) dan Jawa Barat (Bogor, Tasikmalaya). Oaerah penghasil Jainnya adaJah Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat dan Timur .Oi
beberapa daerah, cassava merupakan tanaman penting dan digunakan oleh
penduduk setempat sebagai bahan makanan setelah padi dan jagung. Sebagai bahan pangan, pada umumnya umbi cassava dioJah terlebih dahuJu menjadi gaplek, yaitu dengan mengupas kulitnya dan dipotong, selanjutnya dikeringkan dibawah sinar matahari. Dari gapJek ini dapat diolah menjadi beragam makanan, antara lain gatot,
2
tiwul, nasi singkong. Selain itu umbi cassava juga dapat diolah menjadi berbagai penganan dengan cara langsung merebus atau menggoreng.
Keripik singkong
merupakan salah satu olahan umbi singkong yang cukup populer dan merupakan produk industri rumah tangga khas Lampung. Daerah-daerah lain juga mempunyai produk yang berasal dari pengoJahan umbi cassava ini - dan
menjadi ciri khas
daerah itu, antara lain ; gethuk trio-Mage lang (Jawa Tengah), gethuk goreng (Purbalingga-Jawa Tengah), peuyeum-Ciamis (Jawa Barat).
Upaya setiap daerah
untuk mengenalkan dan memproduksi bahan pangan khas dari cassava dengan berbagai kreatifitas dan modifikasinya, selayaknya dapat didorong oleh pemerintah daerah, sekaligus untuk mengembangkan usaha kecil atau rumah tangga di bidang pengolahan hasil pertanian. Sebagai bahan industri, umbi cassav3juga diolah menjadi gaplek dan taplOka, gaplek dapat berbentuk glondongan, irisan (slices), chip, kubus, tepung atau pellet. Berbagai inovasi teknologi telah dilakukan oleh berbagai lembaga dan/atau daerah untuk mengangkat cassava sebagai produk 'bernilai'. Beberapa contoh diantaranya adalah : Unibraw, Malang menjadikan cassava sebagai produk unggulan untuk penelitian dan pengembangannya, dan merancang sebuah toko serbaguna yang menjual semua produk dari cassava, di daerah Gn Kidul, pihak swasta telah berinisiatif mendirikan pabrik tiwul instant, yang penelitiannya diawali oleh UGM, sedangkan Tim Peneliti Unej, lember memperkenalkan produk baru berupa cassavajlake.
Ekspor gaplek ke negara Eropa terutama berbentuk pellet, disebabkan beberapa pertimbangan ; menghemat ruangan, Jebih mudah dilakukan pengujian mutu, mutu relatif homogen, penanganan secara bulk dan pengemasannya dapat dilakukan oleh industri pakan ternak modern dan dengan sistem komputerisasi. Dalam perkembangan industri berbasis cassava di Indonesia, gaplek dan tapioka barangkali dapat disebut industri cassava generasi pertama, yang secara historis telah lama diusahakan dan berkemba'1g, baik berupa industri rakyat dengan peralatan sederhana maupun industri besar yang dilengkapi dengan mesin-mesin modern.
Sesuai dengan perkembangan pembangunan nasional yang pada intinya menuju ke arah industri berbasis sumber daya alam (natural resources based industrialisation),
3
cassava menjadi salah satu hasil
pertanian Indonesia yang penting, dan
dibudidayakan oleh sebagian besar petani, seperti halnya hasil pertanian lain mempunyai arti penting dan strategis untuk dikembangkan sebagai produk industri. Produk agroindustri cassava ini dengan penerapan teknologi yang tepat dan layak, diharapkan dapat menjadi prod uk generasi kedua, ketiga, yang mempunyai nilai tam bah (added-value) tinggi dan menjadi bahan baku untuk industri lain (kimia, kosmetika, farrnasi/kedokteran)-Gambar 1 (Lihat juga Pohon Industri Singkong Lampiran). Dalam makalah ini dicoba untuk dibuat senarai dan deskripsi singkat industri berbasis cassava generasi kedua dan
ketiga yang punya prospek untuk
dikembangkan di Indonesia. INDUSTRI TAPIOKA : DARI PENGOLAHAN TRADISIONAL SAMPAI MODERN Industri tapioka di Indonesia berpusat di Jawa dan Lampung, dengan beragam dad skala usaha rumah tangga dengan peralatan sangat sederhana, dan kapasitas hanya puluhan kilogram cassava sampai industri besar dengan mesin-peralatan modem, dengan kapasitas oJah mencapai pu\uhan, bahkan ratusan ton perhari. Prinsip pengolahan cassava menjadi tapioka tak bebeda, yaitu penghancuran sel umbi (pemarutan), diikuti ekstraksi pati dari parutan, pati dipisahkan dari larutan (slurry) dan selanjutnya dikeringkan. Pada industri rumah tangga, cassava yang diterima dari petani setelah dibersihkan, dikupas, dicuci dan dilakukan pemarutan. Pengupasan dan pencucian diIakukan secara manual oleh tenaga kerja. Pemarutan dilakukan pada alat pemarut yang digerakkan motor (l0-16 HP), hasil parutan disadng melalui penyaring kain, dan diaIirkan ke bak pengendapan. Pada industri yang Jebih besar (industri kecil) pengendapan dilakukan pada jalur-jalur pengendapan (panjang 50 cm dan dalam 30 cm), dengan kemiringan. Setelah 12 jam (semalam) tepung pati yang mengendap dikumpulkan dan dikeringkan di bawah terik matahari.
Tepung tapioka kering
umumnya masih berupa bongkahan kasar, untuk itu perlu dilakukan penggilingan. Pada pengolahan tapioka secara rumah tangga dan kecil ini dihasilkan dua limbah
4
padat, yang pertama onggok dan ampas dan serat hasH pengendapan pati yang disebut elot. Elot dikeringkan dikenal sebagai tepung asia dan dijual sebagai bahan bantu kerupuk, obat nyamuk atau lainnya. Onggok dapat dijual sebagai bahan pakan ternak atau dibuang sebagai limbah padat.
Rendemen perolehan tapioka pada industri rumah tangga dan kecil ini berkisar antara 15-20 %. Pada industri besar, pencucian dan pembersihan dilakukan dalam bak yang dilengkapi dengan pisau putar, selanjutnya dengan conveyor diangkut ke mesin pemarut. HasH parutan dialirkan ke unit penyaringan - yang memisahkan slurry dan am pas (onggok). Pati dalam slurry (suspensi pati) dipisahkan dengan cara pemusingan (sentrifugasi); yang selanjutnya dilakukan pengeringan. Pati kering diangkut ke pemisah siklon, untuk memisahkan partikel pati berdasarkan besarlkecilnya. Pati kasar akan turun ke bawah, ke unit pengemasan. Rendemen pati pada industri besar ini berkisar .17 - 22... %. Problem yang dihadapi oleh industri tapioka, antara lain meliputi beberapa butir : pasokan bahan baku berupa cassava, sangat tergantung pada musim dan jenis cassava yang ditanam petani, kekurangan jumlah pasokan, mengharuskan pabrik menunggu beberapa hari untuk mulai melakukan pengolahan, selama waktu tunggu ini terjadi penurunan mutu cassava (penurunan rendemen), penggunaan air selama pengolahan yang relatif sangat banyak, penggunaan bahan kimia (untuk membantu pengendapan pati), kadang-kadang menyisakan residu dalam pati yang secara standard mutu (ekspor) tidak diperkenankan, kehilangan (loss) pati pada beberapa lini proses, antara lain meliputi keluaran (outlet) dari mesin pencuci, mesin pemarut, onggok, etot dan siklon, peningkatan efisiensi proses dapat dilakukan dengan melakukan pendaur-ulangan air pencuci dan pengekstrak, serta recovery pati dari keluaran-keluaran terjadi kehilangan, selain itu pola kemitraan antara pabrik dan petani cassava yang saling menguntungkan perlu diterapkan.
5
RAGAM INDUSTRI • PANGAN: pengasam, pengemulsi flavouring, pangan sintetis berprotein tinggi, pemanis, stabilizer • MINUMAN: pemanis rendah kalori • PETERNAKAN/PERIKANAN: pakan berprotein tinggi. susu sintetis untuk pedet, prebiotik • AGRIKIMIAbioferlilizer, bioinsektdida • KIMIA: biosurfaktan, biodeterjen, poliol, enzim, pOlimer (membran) • KOSMETIKA: pelembab, pembentuk, pengemulsi, stabilizer • FARMASI/KEDOKTERAN: pangan/minuman sehat, cairan infus, formulasi obat, encapsulating agent, vitamin. • TEKSTI L : surface agent • KERTAS/KEMASAN: coating, corrugated board, Bioplastik • ENERGI: bioetanol, butanol
TAPIOKA
Umbi Cassava
GAPLEK
Industri berbasis cassava Generasi Pertama
,
f-
Industri
berbasis cassava
Generasi kedua, ketiga, dst
Gambar 1. Pengembangan Industri Berbasis Cassava
6
PRODUK OLAHAN CASSAVA INDUSTRI GENERASI KEDUA : DARI
PAPROTI, GULA SAMPAI PATI TERMODIFlKASI.
PAPROTI, pakan berprotein tinggi Paproti adalah singkatan (dari Penulis) untuk Pakan Berprotein Tinggi untuk membedakan dengan pakan (yang diolah secara) konvensional. Pakan konvensional yang bah an bakunya antara lain umbi cassava
masuk generasi pertama
diolah
secara pencampuran (fonnulasi) dengan bahan lain, sebagai sumber protein, mineral dan vitamin. Pakan konvensional ini dapat berupa pellet, yang juga merupakan komoditas ekspor. Sayang bah an pencampur pakan ini berupa kedelai dan bungkilnya harus diimport. Adanya pakan yang murah, mudah pengolahannya dan bermutu (gizi) tinggi merupakan peluang pasar yang menjanjikan. Paproti jawabannya! Pengolahan Paproti berprinsip pada proses fermentasi padat dari bahan baku cassava untuk menghasilkan PST (protein sel tunggal, SCP : single cell protein). Prosesnya mudah, karena merupakan modifikasi dari proses pembuatan tempe (Gam bar 2).
Urn bi cassava bersih
Bahan inokulum
PEMASAKAN Sumber protein Sumber serat Mineral
PENYIAPAN INOKULUM PENYIAPAN MEDIA --tI> ' - - - - - - - . - - - - - - - '
FERMENTASI
...- - - INOKULUM
PEMBENTUKAN
PRODlIK
PAPROTI
Gambar 2. Diagram proses produksi pakan berprotein tinggi
7
Dengan proses pengolahan dasar untuk Paproti, proses dapat dikembangkan untuk produksi pakan ternak jenis lain. Paproti dengan kandungan 20 % ditujukan untuk ransum pakan unggas (10 - 20 %). Pakan untuk ternak ruminansia dan ikan dapat diproses dengan modifikasi proses tersebut.
PAKAROTI , pangan dari kapang berprotein tinggi Kalau produk Paroti ditujukan untuk pakan ternak, maka Pakaroti ditujukan untuk pangan. Secara garis besar tahapan proses pembuatan Pakaroti adalah sarna dengan Paroti, yaitu proses untuk menghasilkan PST. Perbedaann keduanya, tentusaja susunan medianya dan mikroba yang digunakan untuk bioproses. Pada pakaroti ini, mengadopsi
proses pembuatan mikoprotein, digunakan kapang
Fusarium. Di
Inggris, produk mikoprotein ini telah diijinkan untuk di produksi dan dinyatakan aman untuk konsumsi manusia. Selain kadar protein yang tinggi, kelebihan pakaroti adalah struktur yang berserat, sehingga dapat dikembangkan menjadi prod uk yang memiliki struktur dan tekstur seperti daging. Oleh karen a itu, pakaroti dapat dimodifikasikan menjadi daging sintetis. Perbandingan nilai gizi pakaroti dan steak dari daging sapi disajikan pada
Tabell.
TabeI 1. Komosisi kimiawi pakaroti dibandingkan steak daging sapi Kandungan kimiawi
Pakaroti/mikoprotein
Steak daging sapi
Protein
47
68
Lemak
14
30
Serat terce rna
25
Sedikit
Karbohidrat
10
0
Abu
3
2
Asam ribonukleat
I
sedikit
1-:=----.
I
8
Beragam gula dari cassava
lndustri pang an , minuman dan farmasi memerlukan beragam jenis gula - bukan sekedar sebagai pemanis. Banyak fungsi lain
seperti: penstabil, penahan air,
pembentuk emulsi, pelapis dan pengikat, cairan infus - dapat dilakukan oleh gula yang diolah dari patL Gula jenis ini, hampir 90 % lebih kebutuhan dalam negeri masih diimpor. Perkembangan industri pangan dan farmasi yang pesat sepuluh tahun tcrakhir, tentu saja merupakan peluang yang baik untuk industri gula ini.
Pati tapioka dan pati lainnya - secara kimia tersusun atas amilosa dan amilopek1in yang unit penyusun terkecilnya (monomer) adalah glukosa. Secara hidrolisis dan proses kimia lain pati ini dapat diubah menjadi gula dan senyawa lebih sederhana. Sebagai ukuran berapa kandungan gula sederhana (dekstrosa) yang menyusun produk pecahan pati digunakan DE (dextrose - equivGlent).
Produk~produk
tersebut :
dekstrin, maItodekstrin, high maltose :;yrups, glucose syrups, high fructose syrups, dextrose. Pabrik gula cair (HFS, High Fructose Syrups) di Indonesia pertama kali
didirikan pada paruh tahun 1970-an di Pasuruan, Jawa Timur. Sayang pabrik ini tak lama beroperasi - tutup, konon katanya terjadi masalah manajemen. Beberapa pabrik HFS antara lain empat buah di Jawa Barat (masing-masing dua buah di Bogor, sebuah di Subang, sebuah di TasikmaJaya ) dan dua buah Lampung. Pad a tahun 2003 didirikan pabrik gulacair, maltodekstrin dan glukosa di Cilegon, Jawa Barat, berbahan baku jagung yang diharapkan akan memulai produksi pada tahun 2004. Pengolahan Gula dari Pati
Prinsip pengolahan pati (apasaja) menjadi gula pada intinya adalah proses pemecahan secara kimiawi, hidrolisis polimer pati menjadi monomer (penyusun) nya, yaitu glukosa. Proses ini sudah lama dikenal, sekitar tahun 1940-an, yang dimawali dengan proses hidrolisis asam. Sampai dengan tahun 1960-an berkembang menjadi proses asam-enzim, yang terdiri atas proses likuifaksi (asam) dan sakarifikasi (enzim amiloglukosidase, AMG). Proses ini berkembang dengan modifikasi enzim-enzim, sampai tahun 1970-an : likuifaksi (enzim, amilase), dekstrinasi (enzim, beta amiJase) dan sakarifikasi (AMG) . Pada tahun 1970-1975 9
digunakan enzim amilase tahan panas (tennostabil) pad a likuifaksi dan dektrinisasi. Perkembangan selanjutnya, banyak dilakukan terhadap jenis proses
hidrolisis
enzimatik ini, antara lain batch menjadi continuous process, dad system enzim bebas ke enzim imobil, serta penggunaan enzim hasil modifikasi rekayasa genetika. Pada pengolahan gula cair menggunakan bahan baku pati cassava atau tapioka, pati disiapkan dalam bentuk slurry dalam tangki penyiapan atau penampungan.
Dad tanki penampungan, larutan pati dialirkan ke tangki penyagaan (buffering tank) untuk mengatur pH dan kandungan mineral dengan penambahan larutan penyangga (buffer) terdiri atas NaOH, Na2C03 dan CaCh, selanjutnya dilakukan
Iikuifaksi
secara bertingkat dengan pencampuran enzim amilase. Pertama, larutan pati dialirkan kedalam flash jet cooker (I IO°C) dicampur dengan suspensi enzim. Selanjutnya campuran ini dialirkan kedalam bak penampungan (retention tank) dan didiamkan selama 2-2,5 jam, dan kolom likuifaksi (15-20 menit). Dengan melaJui pemisah (separator), yang berfungsi melakukan pemisahan partikel padatan dan cair , dikeluarkan hasil likuifaksi berupa dekstrin (nilai DE sekitar 60).
Proses selanjutnya adaJah sakarifikasi, menggunakan enzim AMG pada tangki sakarifikasi selama 40 - 48 jam, pada suhu 60oC, dan diperoleh cairan gula dengan DE 36-42. Cairan gula ini seJanjutnya dilakukan penyaringan melalui penyaring karbon
aktif, untuk menghilangkan warna (pemucatan) kemudian cairan jernih
dilakukan pemisahan mineral dalam kolom penukar ion (ion exchanger) secara seri berturut-turut : kation, anion, kation masing-masing selama ] - 2 jam. Dari kolom ini dihasilkan sirup dengan konsentrasi gula 25
30 % (DE 93- 95). Untuk
menghasilkan sirup dengan konsentrasi gula 78- 82%, sirup ini dilakukan penguapan (evaporasi) dalam triple effect evaporator. Selanjutnya sirup glukosa ditampung dalam tangki penampungan. Sirup glukosa menjadi bahan baku untuk produk gula dan turunannya (Lihat uraian pada paragraph berikutnya).
Untuk pengolahan sirup glukosa menjadi fruktosa, maka sirup encer yang dihasilkan dari kolom penukar ion, dialirkan kedalam tangki penyangga, untuk buffering dengan penambahan Na2C03, dan MgS04.7 H20. Selanjutnya larutan dialirkan
10
kedalam tangki atau kolom isomerisasi, dengan penambahan
larutan enzim
isomerase. Selama proses isomerasasi, glukosa diubah menjadi fruktosa. Selanjutnya campuran glukosa dan fruktosa ini dipucatkan, melalui kolom atau penyaring karbon aktif, dan penghilangan mineral dalam kolom atau tangki penukar ion. secara seri (Iihat uraian sebelumnya). Tahap terakhir adalah pemekatan dalam multiple effect evaporator, schingga diperoleh sirup fruktosa dengan kadar bah an kering 7] % dan gula (campuran) :92-95%. Sirup ini disebut HFCS 42. Selain HFCS 42, diperdagangan dikenal juga HFCS 55 (kandungan fruktosa 55%) dan HFCS 80 (kandungan truktosa 80%).
HFCS 55 dihasillkan dengan pencampuran HFCS 42 dan HFCS 80. Yang terakhir ini diperoleh dengan cara pemisahan secara kromatografi. Glukosa dan gula lain yang dihasilkan pad a proses pembuatan HFCS, dialirkan kembali (recycling) ke prosl;;s awal
isomerisasi. Deskripsi lebih lanjut mengenai gula cair tersebut diuraikan pada
paragraph berikut . Sifat fisik dan kimiawi sirup fruktosa jagung tersebut disajikan pada Tabel 2.
Tabel2. Ciri- ciri sirup fruktosa HFCS 42
Ciri
HFCS 55
HFCS 90
Padatan (%)
7]
77
PH
3-4
3-4
90 - 100
100-110
120 - 160
Fruktosa, % bahan kering
42
55
80
Glukosa,% bahan kering
52
41
8
Oligosakarida,% bahankering 6
4
2
150
520
Kemanisan (glukosa
3-4
100)
Viskositas (cp 37,8%) Abu (%)
80
75 0,03
0,03
0,03
11
Dekstrin Produk ini dapat diproses secara sederhana dengan melakukan pemanasan suspensi pati, dengan penambahan asam. Dekstrin ban yak digunakan pada industri kertas untuk bahan pelapis (adesif) dan pengkilap.
Maltodekstrin (DE = 10 - 20). DiperoJeh dengan proses likuifikasi suspensi pati pada suhu 95 - 105°C, pada pH 6,0 - 6,5 selama 2
3 jam dengan penambahan enzim a - amiJase. MD ini tingkat
kemanisannya kurang, mudah dicerna, sifat elektronlitik rendah. MD cocok digunakan untuk makanan bayi, pangan diabetik (tak meningkatkan kadar guJa penderita diabetes), campuran kreamer, kopi/teh instan, minuman olah raga, pembentuk tekstur (krim, saus, salad), chewing-gum, pengganti Jemak.
High Maltose Syrups (DE = 20 - 45). DihasiJkan dengan proses likuifikasi yang dilanjutkan dengan sakarifikasi. Untuk meningkatkan perolehan maltosa, digunakan enzim Sakarifikasi dilakukan pada suhu 55 - 60°C selama 40
f3 -
ami lase dan pulunase.
48 jam. Sifat sirup maltosa
sarna dengan sirup glukosa, tetapi lebih tinggi viskositasnya dan lebih rendah higroskopis, tingkat kemanisan 30 - 40 % sukrosa.
Glucose Syrups (DE = 68 - 98). Glukosa (atau dekstrosa) dan sirup glukosa dengan DE tinggi banyak digunakan untuk perbaikan sifat fisik dan kimia prod uk (pangan dan non pangan), pengawetjam dan jeli. GJukosa kristal sangat penting fungsinya dalam bidang medis/farmasi dan dietetik. Di bidang medis digunakan sebagai Jarutan infus. Oleh karena D-gJukosa secara kimia dan biokimiawi (fermentasi), maka gula ini merupakan bahan baku yang penting untuk bioindustri, antara Jain untuk produksi sorbitol dan mannitol (i'eduksi, hidrogenasi), asam gJukoronat (oksidasi), vitamin C, asam amino (fermentasi), isoglukosa (enzimatik), bioplastik (kimia atau fermentasi). Oleh karena itu produk-produk tersebut dipilah sebagai produk industri_berbasis jagung
generasi ketiga (lihat uraian). Sirup gJukosa diproduksi melalui tahapan proses Iikuifikasi dan sakarifikasi. Sakarifikasi dimuJai saat hasiJ Iikuifikasi mencapai DE = 12
15
20, dengan penambahan enzim AMG (amiloglukosidase), pada suhu 60
°e, pH
3,8 - 4,5. Waktu yang digunakan untuk mencapai DE optimal (97 - 98) berkisar an tara 48 -72 jam. Proses pembuatan sirup glukosa dapat juga merupakan satu kesatuan proses untuk memproduksi HFS (high fructose syrups) dengan melanjutkan ke satu tahapan proses berikutnya yaitu isomerisasi (lihat highfructose syrups - pada paragrafberikut).
High Fructose Syrups (DE = 97). Isomerisasi glukosa merupakan tahapan akhir dari proses konversi pati menjadi fruktosa. Isomerisasi dilakukan dengan enzim isomerase. Sirup glukosa (45 % bobot kering) pad a pH 7
5 dan adanya kofaktor Mg2+ disterilkan, kemudian dipanaskan
pad a suhu suhu 60
°e
dan dialirkan pada reaktor kolom
(imobilisasi). Proses berlangsung selama 100
yang berisi enzim
200 jam. Selepas isomerisasi
dilakukan filtrasi dan penjernihan (menggunakan karbon aktif), dan penghilangan mineral (demineralisasi) melalui penukar ion (ion exchanger) kemudian evaporasi sampai diperoleh kadar padatan kering antara 70
72 %.
Prod uk yang dihasilkan adalah HFS dengan kandungan fruktosa 42 % atau disingkat HFS 42. Penerapan teknik kromatografi, di awal tahun 1980-an memungkinkan dihasilkan HFS 90 disebut juga UHFS (ultra high fructose syrups). Banyak negara menggunakan HFS dengan kandungan 55 % fruktosa. HFS 55 ini dapat dihasilkan dengan pencampuran HFS 42 dan HFS 90.
HFS55 Sirup ini banyak digunakan sebagai pemanis dan pembentuk (forming agents) pada
marmalade, jam, buah kaleng, jus buah dan produk-produk susu. Oleh karena tingkat kemanisan fruktosa adalah 1,2 - 1,8 kali sukrosa, dengan kalori lebih rendah, gula ini ban yak digunakan untuk pemanis rendah kalori dan am an untuk penderita diabetes. Selain itu fruktosa ditambahakn ke dalam bahan pangan untuk memperbaiki rasa, warna, konsistensi serta ketahanan produk. Diagram aIir proses produksi HGS dan HFS (terpadu dengan minyak jagung) dari pati jagung dapat dilihat pada Gambar
2.
13
Siklodekstrin (cyclodextrins, CD). Sesuai dengan namanya CD adalah merupakan polimer (dekstrin) yang tersusun oleh molekul glukosa, secara meJingkar. Bentuk molekul yang tersusun oleh CD menyerupai kue donat, dengan cincin luar bersifat hidrofobik, dan bagian dalam rongga bersifat polar (hidrofilik). CD banyak digunakan sebagai bah an pengikat dan penstabil serta antioksidan pada industri farmasi, pangan, kosmetika dan parfum. CD merupakan penurun kolesterol sehingga banyak digunakan untuk bahan dietik. CD juga berfungsi dalam industri medis untuk proteksi suatu gugus fungsional dari obat. CD dapat diproduksi secara fermentasi atau enzimatik dengan bahan dasar pati. Secara fermentasi, pengubahan dilakukan oleh bakteri yang menghasilkan enzim CGTase (cyc/o-glycosy/ transferase) secara aerobik, pada suhu 45°C selama 24 - 48 jam. Pad a proses enzimatik, pengubahan dikatalisis dengan enzim CGTase pada suhu 40 - 45°C selama 48-72 jam.
Pati
1
I I
I
I
Hidrolisis asam/enzim I
Maltodekstrin
SiruD maltosa
I
I 1
I
I
I
I Hidrolisat pati
I I
1
I Siklodekstrin I
Likuifikasi
I
I
Sakarifika!;i 1
1
Sirup glukosa 1 I
r D-alukosa r
I f
I I
Hirirnruma!;i
Maltilol
I
I
Hidrogenasi Lycasin
Isomerisasi
l
I
Sirup fruktosa 42 %
I
I
1
SiruD fruktosa 55 % dan 90 %
I I
I Hidrogenasi
l
I
r HidrogenaSil1
Mannitol
Sorbit
I
I
Dekstrinasi
Polidekstrosa 14
Gambar 3. Konversi Pati Menjadi Gula dan Turunannya
Pati termodifikasi (Modified Starch} Modifikasi pati dapat dilakukan secara fisik (dengan pemanasan) atau secara kimiawi. Dengan modifikasi tersebut sifat-sifat fisik dan kimia pati berubah sesuai dengan kegunaan yang diinginkan. Pati termodifikasi ban yak digunakan untuk bahan pelapis, dan permukaan industri kertas dan tekstil. Selain itu beberapa jenis digunakan untuk pengikat (makanan bayi, salad) dan pengisi (saus). Tabel 3 berikut menyajikan beberapa contoh pati termodifikasi dan proses pembuatannya.
Tabel3. Pati termodifikasi dan prinsip proses pembuatannya Jenis
Proses
Pregelatinized starch
Pemanasan secara ekstrusi (250°C) bertekanan tinggi selama 10- 60 deti'"
Biodegradable plastic Pemanasan kering
--..
pembentukan struktur amorf,
dilanjutkan dengan ekstrusi pada 140 - 170°C dengan penambahan pembentuk plastik (gliserol, sorbitol) dan pembentuk tekstur (oksida silikon/titan)
Oxydized starch
Oksidasi alkalis dengan NaOCI
Anionic starch
Reaksi alkalis dengan karboksimetil-Na
Cationic starch
Reaksi substitusi dengan gugus amino tersier atau amonium kuartemer
Cross-linked starch
Pengikatan silang (retikulasi) gugus hidroksil pada pati, dalam suasana alkalis dengan pereaksi fungsional : turunan chloroepoxyde turunan fosfat = Na-trimetafosfat, JosJat oxychlorat asam dianhidrida = asetat, asetat - sitrat turunan aldehida = formol
Asam sitrat dari Iimbah indGstri tapiolrn Seperti diuraikan pada pengolahan tapioka, limbah pad at utama dari proses ini antara lain adaJah onggok hasil dari pemerasan bubur patL Onggok ini pada umumnya didaurulang, ke lini pemerasan atau dicampur dengan bubur singkong, untuk kemudian di ekstraksi patL Onggok hasil pemerasan terakhir dapat
15
didayagunakan untuk pakan atau campuran pakan yang berfungsi sebagai sumber serat. Selain itu dapat didayagunakan untuk bahan baku asam sitrat. Produksi asam sitrat dari onggok dilakukan dengan bioproses, fermentasi sistem padat. Asam sitrat banyak digunakan pada industri pangan (sebagai pengasam), kosmetika dan farmasi, serta industri kim ia sebagai bahan baku platik, jenis alkil resin.
Secara garis besar proses produksi asam sitrat secara fermentasi pad at, tidak jauh berbeda dengan proses yang dikembangkan untuk protein sel tunggal (paroti maupun pakaroti). Onggok disterilkan kemudian dicampur dengan sumber protein, vitamin dan mineral. Setelah itu diinokulasi dengan kapang galur Aspergillus niger, dalam suatu fermentor baki (untuk proses sinambung, continuous process) atau fermentor rak (untuk proses curah, batch process) selanjutnya diinkubasi pada suhu 28 -30 oC, dengan kelembaban 40 - 60%, selama 2- 4 hari tergantung galumya. Asam yang terbentuk diekstraksi menggunakan larutan kapur tohor (CaOH2) yang akan diendapkan sebagai kalsium sitrat. Garam kalsium sitrat ini dicampur dengan asam sulfat, untuk melepas kembali asam sitratnya, yang selanjutnya dilakukan penghilangan wama (penyaring karbon aktif), pemekatan, pengkristalan dan pengeringan.
PRODUK CASSAVA GENERASI KETIGA : DARI HEALTH FOODS,
BUT ANOL, SAMPAI POLIOL
Terminologi generasi ketiga bukan semata pengembanga produk yang relatif baru, tetapijuga proses yang diterapkan bukan lagi dari bahan dasar pati (cassava) an sich, melainkan pada produk hilir pati, terutama gula (glukosa, fruktosa, maltosa).
Hea/tlr/oods (HF), Pangan penyebat Jenis pangan dan minuman penyehat ini berkembang secara pesat pada dasawarsa terakhir ini, baik di pasar global maupun domestik. Faktor pendorong utama adalah tuntutan kebugaran dan kesehatan tetap prima, di tengah dinamika kerja dan hidup yang semakin kompleks. Ciri-ciri HF ini antara lain: rendah kalori, mengandung antioksidan, menurunkan kolesterol serta kandungan bioaktif tertentu. Tentu saja
16
tidak semuanya dapat diramu dalam satu produk HF. Satu atau dua ciri HF dapat dikemas dalam produk turunan pati ini. Komponen HF antara lain berasal dari polyol dan turunannya. Pangsa pasar HF cukup prospektif dan menjanjikan.
Bahan pelarut non konvensional, Butanol.
Butanol merupakan salah satu sumber energi selai alkohol (etanol) yang dapat diproses melalui fermentasi anaerobik pati atau glukosa. Apabila pati dipilih sebagai baha dasar, maka fennentasi dilakukan dengan biakan campuran yaitu kapang (Aspergillus sp.) atau bakteri (Bacillus sp.) dan bakteri pembentuk aseton-butanol
etanol (ABE). Sebaliknya apabila dipilih glukosa maka fermentasi dilakukan secara anaerobik, dengan bakteri penghasil ABE, antara lain galur Clostridium butylicum ..
Pululan dan xantan bahan bioplastik
Selain secara fisiko-kimiawi, pengembangan polimer !!ntuk bioplastik dari pati tapioka dapat dilakukan secara bioproses, dengan fermentasi aerobik. Fermentasi dengan bantuan kapang Aerobasidium pullulans pada substrat pati selama 48
72
jam akan dihasilkan polimer yang disebut pululan. Sedangkan fermentasi dengan bakteri Xanthomonas campetris pada substrat pati, pH 7,0 pada suhu 28-30°C selama 3-5 hari akan dihasilkan Xanthan. Kedua biopolimer tersebut dapat diolah lebih lanjut menjadi bioplastik.
Poliol Poliol (polyols) adalah turunan gula (monosakarida) yang dipero\eh secara
hidrogenasi (reduksi). Secara industri umumnya poliol diproduksi dengan proses hidrogenasi katalitik pada suhu tinggi . Secara alami senyawa poliol dapat ditemukan pada buah-buahan dan bahan nabati. Poliol pada umumnya banyak digunakan pada formula pangan dietiklsehat atau pemanis rendah kalori. Beberapa sifat khas poliol : daya kemanisan dan nilai kalorinya lebih rendah dibandingkan sukrosa (Iihat tabel4) Sesuai dengan gula sebagai bahan dasarnya, maka dikenal dan telah diperdagangkan secara meluas : sorbitol (glukosa), mannitol (mannosa), maltilol (maltosa), reduksi dapat berlangsung secara kimiawi ataupun biokonversi, enzimatik. Pada paragraf berikut disajikan deskripsi singkat beberapa poliol penting.
17
Sorbitol. Dalam industri pangan digunakan sebagai pengganti gula invert, nilai kemanisan setengah dari nilai sukrosa, efek penghambat pembentukan kristal sukrosa dan glukosa. Sorbitol dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembentukan poli ester, dengan mereaksikannya dengan asam lemak.
Poliester ini dikenal sebagai
lemak berkalori rendah dan cocok untuk tujuan diet.
Mannitol. Diperoleh dari reduksi mannosa bersifat kurang higroskopis digunakan sebagai gula diabetik, serta pengganti lemak (fat replacer/substitutes).
Maltilo!. Juga banyak digunakan sebagai pemanis rendah kalori dan gula diabetik, salah satu penyusun "Minuman Penyehat"yang penting.
Campuran Poliol Untuk memperoleh sifat fisiologis tertentu, antara lain tingkat kemanisan yang rer.dah (30- 60%) dan nilai kalori rendah (25-50% nilai kalori glukosa atau sorbitol) , dilakukan pencampuran poliol, antara lain SLMTL (sorbitol/maltitol), SLlML (sorbitol/mannitol).
XHitol dapat diperoJeh dari proses hidrogenasi kimiawi (katalitik) atau fermentasi xilosa. Secara fermentasi microbial, perolehan xilitol dapat mencapai 48% dari gula awal. Xilosa dihasilkan dari hidrolisis hemiselulosa, yang pada cassava banyak terdapat di bagian kulit dan bagian batang Xilitol banyak digunakan untuk minuman diabetik dan bahan baku industri farmasi. (Lihat uraian pad a paragraph Pemanfaatan hasil samping dan limbah cassava).
18
Tabel 4 Sifat Penting Poliol
Ciri
Derajat
Lactito
180ma) Xilitol
Maltilol
1,0
0,9
0,3
0,5
0,5
1,0
+
-
+
-
+
150
235
22
185
33
1
Sorbitol
Man nit
Sukr08a
01
t
kemanisan
larutan (Larutan
10
0,5
%) Higroskopis • Kelarutan
(25
0q, •
210
• gil 00 ml Panas Pelarutan (Jig) I I Nilai Energi (k~1 g
-17
-80
-50
-112
-121
-155
-38
17
12
8,5
17
17
17
8,5
•
PEMANFAATAN HASIL SAMPING DAN LIMBAH CASSAVA
Pada paragraph ini secara selintas akan diuraikan mengenai pengolahan hasil samping dan Iimbah cassava lain berupa onngok, kulit dan/atau bagian batang tanaman ubikayu . Onggok secara ekplisit pada paragraf sebelumnya dapat didayagunakan untuk substrat pembuatan asam sitrat secara fermentasi padat Ketiga lim bah itu secara kimiawi tersusun atas tiga komponen utama, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin sebagai perekat. Oleh karena itu bahan tersebut (dan bahan serupa) disebut limbah lignoselulosik. Ketiga bahan penyusun lignoselulosa, masing-masing dapat didayagunakan dengan melalui proses fisik, mekanik , kimiawi dan/atau bioproses menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
Oleh karena itu, apapun produk yang ingin dihasilkan dari Iimbah tersebut , tahapan awal proses berupa pemisahan ketiga komponen tersebut, berupa delignifikasi penghilangan lignin. Lignin pada struktur lignoselulosik berfungsi sebagai perekat, sehingga dengan pelepasan lignin, selulosa dan hemiselulosa dapat dipisahkan 19
dengan mudah. Delignifikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metoda,
antara lain: (a) fisik-mekanik, dengan pencacahan dan pemanasan bertekanan, (b)
fisiko-kimiawi,
pemanasan dalam larutan asam atau soda, (c) biokimiawi,
penggunaan mikroba, misalnya kapang untuk perombakan lignin.
Turunan lignin
Lignin yang diperoleh dari delignifikasi bukan merupakan limbah atau bah an
buangan, melainkan dapat didayagunakan menjadi produk berharga. Dengan reaksi
sulfonasi,
dari lignin dapat dihasilkan sulfonated alkali lignin dan sulfite
lignosulfonates. Kedua bahan terse but dapat digunakan sebagai bahan pengambil
minyak pada pengeboran minyak (drilling fluid additives) , dan pengganti deterjen
sintetik Lignosulfonat dapat juga digunakarl sebagai penyetabil aspal, pendispersi,
yang mempunyai nilai ekonomi menarik. Dalam batas tertentu, misalnya permintaan
pasar, lignin dapat diproses menjadi vanillin, dengan pemanasan bertekanan (900
1400 kPa) selama Y2 - 1 jam, dalam kondisi alkalis (Na2C03).
XHosa dan xilitol dari hemiselulosa
Hemiselulosa, sebagi polimer tersusun sebagian besar atas xilosa dan pentosa.
Dengan cara hidrolisis (asam atau enzimatik) hemiselulosa akan dihasilkan gula
xilosa, yang apabila dilanjutkan dengan hidrogenasi (katalitik) diperoJeh xilitol.
Kedua produk
tersebut dapat digunakan sebagai pemanis untuk diabetik (lihat
paragraph sebelumnya).
Selulosa dan turunannya
Dari bahan dasar selulosa dapat didayagunakan lebih lanjut menjadi produk produk
yang mempunyai nilai ekonomi dan komersial penting. Produk produk dan proses
kimiawinya tersebut antaralain : CMC, karboksi metil selulosa, metil dan etil
selulosa (eterifikasi), selulosa nitrat, selulosa asetat, selulosa propionat, s;:!lulosa
asetat-butirat
(esterifikasi). Produk selulosa tersebut banyak digunakan sebagai
pengental (pangan, kosmetika, farmasi), pelapis, bahan penahan (protektif)
pada
kertas dan tekstil , plastik, dan bahkan ..... bahan peledak (selulosa nitrat ).
20
• Bahan plastik- resin termoplastik dan rayon dapat diperoleh dari selulosa, antara lain : selofan, busa selulosa dan rayon.
PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS CASSA VA Uraian terdahulu memberikan gambaran singkat produk-produk potensial yang dapat dihasilkan dan diproduksi dari pengolahan cassava dan.atau turunannya.
Untuk
pengembangannya pada skala industri, tentu saja kaidah umum , rules of the thomb dalam kajian pengembangan industri berlaku. Tahapan pengembangan industri meliputi (a) sebelum kegiatan investasi, (b) fasa investasi, (c) operasional. Fasa kegiatan sebelum investasi sangat penting artinya untuk menjawab bahwa industri yang bakal dikembangkan akan menguntungkan. Pada kegiatan ini dilakukan kegiatan rinci meliputi (a) identifikasi peluang investment, (b) pemilihan awal atau kajian pra-kelayakan, (c) formulasi proyek atau studi kelayakan tekno-ekonomis, dan (d) tahapan evaluasi dan keputusan.
Apabila pada kegiatan pra-investasi iini diperoleh hasil layak baik secara finansial dan teknis serta kriteria lain, maka fasa pengembangan dilanjutkan kepada investasi yang meliputi, (a) kontrak dan negosiasi, (b) perancangan proyek, (c) konstruksi, dan (d) percobaan operasi (start up).
Berdasarkan evaluasi pada tahapan start up, yang dinilai secara teknis berkaitan dengan operasional pabrik, spesifikasi mutu pabrik yang dihasilkan maka operasi pabrik sesungguhnya pad a kapasitas yang ditetapkan berIangsung.
Hal-hal yang harus di analisis pada tahapan kajian peluang adalah : I. Sumber bahan baku, dalam hal ini adalah ketersediaan cassava 2. Pola pertanian yang ada sebagai pendukung agroindustri berbasis cassava 3. Kebutuhan konsumen atas produk yang mau dikembangkan 4. Jumlah impor prod uk serupa
21
sangat penting artinya perancangan yang matang dan tidak hanya sesaat, mengenai pengembangan sumberdaya manusia., tidak saja jumlah yang diperlukan, tetapi lebih penting adalah jenis dan tingkatan mutu serta spesifikasi dan kompetensi yang diperlukan.
Perubahan dan peningkatan permintaan pasar akan
menuntut pula peningkatan
ketersedian bahan baku, baik secara kuantitas maupin kualitas. Hal ini merupakan titik kritis pada perancangan agroindustri. Seperti telah kita ketahui , produk atau komoditas pertanian
berlainan dengan bahan non pertanian, tak dapat secara
mendadak dilakukan peningkatan mutu atau jumlah. Selain hal itu berkaitan dengan penyediaan lahan produksi juga faktor iklim, tanah, dan prasarana lain juga berkaitan. Pada umumnya perusahaan agroindustri tidak mempunyai lahan sendiri yang luas, sebaigian besar lahan untuk penyediaan atau produksi bahan baku adalah berasal dari pemilikan petani atau pekebun
Disinilah sebenarnya salah satu persoalan mendasar dari pengembangan agroindustri di Indonesia. Pengembangan industri hilir yang begitu cepat, yang didorong pula oleh adanya asosiasi-asosiasi perusahaan agroindustri hilir dan/atau eksportir yang kadang-kadang cenderung bersifat kartel, maka masalah agroindustri akan kian lebih serius lagi. Apalagi produksi pertanian yang dipakai sebagai bahan baku dihasilkan oleh jutaan petani kecil yang relatif sulit unruk membuat asosiasi produsen.
Hal
seperti ini membuat adanya gap (kesenjangan) antara permintaan dan penawaran yang semakin besar sehingga bisnis produk agroindustri menjadi lebih berat menanggung be ban resiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) yang relatif tinggi bila keterkaitan agroindustri di hilir dan di hulu tidak diperhatikan. Untuk itulah maka perlu dilakukan dan dikembangkan program kemitraan antara pengusaha dan petani dan antara industri hulu dan hilir yang saling menguntungkan.
Berbagaijenis atau pola kemitraan ini telah banyak dilakukan atau diterapkan, tetapi sebagian besar pada kenyataannya petani atau pekebun at au masyarakat pemasok bahan baku agroindustri, selalu dirugikan dengan kadang-kadang oleh aturan yang dibikin sepihak oleh perusahaan atau pengolah. Dalam kasus agroindustri cassava,
25
•
penerapan angka rafraksi misalnya, yaitu pemotongan harga ubi cassava yang diterima perusahaan berdasarkan rendemen pati cassava hampir pemasok cassava tak dapat melakukan complain atas ketidak akuratan
teknik penentuan angka
tersebut. Demikian pula misalnya terjadinya problem penurunan kualitas cassava sebagai akibat perubahan musim mendadak atau yang lain, risiko tetap ditanggung oleh pemasok (petani, pekebun).
Sesungguhnya, dengan diterapkan kemitraan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, justru tuntutan
pengembangan agroindustri akan dapat ditingkatkan. Dan
ketersediaan bahan baku, baik jumlah, mutu dan harga akan senantiasa
dapat dipenuhi.
RUJUKAN Anonim, 1998. Pohon Industri singkong. Leaflet. L1PI Linden, G
dan Lorient, D. 1994.
Biochimie agroindustrielle. Valorisation
alimentaire de la production agricole. Masson, Paris. Mangunwidjaja, D. 1993. Pengembangan teknologi untuk agroindustrLMakalah disampaikan pada Temu
Kelompok Pakar Teknologi, Dikti, Depdikbud.
Cisarua, Maret Mangunwidjaja, D dan Suryani, A. 1994. Teknologi Bioproses. Penebar Swadaya, Jakarta. Mangunwidjaja, D. Romli M, Fauzi, AM dan Indrasti, NS. 1997. Cleaner Production Assesment For Tapioka Manufacturing. Lampung, Indonesia. CDSAP-IPB. Bogor Tjokroadikoesoemo, PS 1986. HFS dan Industri Ubi kayu lainya. PT. Gramedia. Jakarta Tjiptadi, W dan Nasution, M.Z. 1981.
Pengolahan Umbi Ketela Pohon, Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB. Uhlig, H. 1998. Enzymes in The Starch and Sugar Industries. Didalam H. UrIig (edI. Industrial Enzymes and their Application. John Wiley & Sons, Inc, New York. UNIDO, 1980. Manual for the Preparation of Industrial Feasibility Studies United Nations
26