PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Yasmi Puji Lestari NIM 11110244042
PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MARET 2017
i
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
MOTTO
“Education is the most powerful weapon which you can use to change the world ” (Nelson Mandela)
v
PERSEMBAHAN Dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan nikmat dan anugerah-Nya, karya ini saya persembahkan untuk : 1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Mardi Prayitno dan Ibu Tukiyem yang selalu mencurahkan kasih sayang, cinta, dukungan, do’a serta pengorbanannya baik moral, spiritual maupun material sehingga penulis berhasil menyusun karya tulis ini. 2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta
vi
PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 SLEMAN Oleh Yasmi Puji Lestari NIM 11110244042 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kultur sekolah yang ada di SMP Negeri 1 Sleman. Penelitian ini difokuskan untuk menggali dan menggambarkan tentang kultur fisik dan non fisik, serta nilai-nilai dan keyakinan yang di budayakan sehingga menjadi kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Subjek dalam penelitian ini meliputi pelaksana teknis kepala sekolah, 3 guru, 1 karyawan, dan 3 siswa dengan objek pengembangan kultur sekolah. Setting penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Sleman. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan studi dokumen. Analisis data menggunakan model interaktif Miles dan Hubberman, yakni dengan tahap pengumpulan data, reduksi data, display data, dan verifikasi data. Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program sekolah dalam mengembangkan kultur di SMP Negeri 1 Sleman sebagai berikut. (1) Penanaman budaya bersih dengan dibentuknya regu piket, Jumat bersih serta tumitlangkung. (2) Penanaman budaya berprestasi dengan adanya sarapan pagi, classmeeting dan pemberian reward. (3) Penanaman budaya religius dengan sholat berjamaah, tadarus setiap hari Jumat dan pendalaman iman untuk siswa non muslim, serta pengajian rutin sekolah. (4) Penanaman budaya disiplin dengan pembuatan tata tertib sekolah dan pemberian sanksi tegas bagi yang melanggar. (5) Penanaman budaya kerjasama siswa dengan pembentukan kelompok pengerjaan tugas, dan outbound. (6) Penanaman budaya sopan santun dengan penerapan senyum, salam, sapa, sopan, santun dan salaman pagi di pintu masuk sekolah. (7) Penanaman budaya tanggung jawab pembentukan kelompok kerja siswa dan pembagian wilayah sekolah yang sedang dalam upaya realisasi. (8) Menanamkan minat membaca dengan wajib baca selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Kata kunci: Kultur Sekolah, Pengembangan Kultur Sekolah, Penanaman Budaya
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis masih diberikan kesempatan, kekuatan, kesabaran, serta kemampuan untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Pengembangan Kultur Sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sleman” dengan baik dan lancar. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh gelar sarjana pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Proses penulisan skirpsi ini tentunya tidak akan terwujud dengan baik dan lancar tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan izin dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.
2.
Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Program Studi Kebijakan Pendidikan, yang telah memberi kelancaran dalam pembuatan skripsi ini.
3.
Prof. Dr. Farida Hanum, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah rela meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta perhatiannya untuk membimbing, menuntun, dan memberi masukan-masukan yang baik selama proses penulisan skripsi ini.
4.
Drs. Murtamadji, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan akademik dari awal sampai akhir proses studi.
5.
Dosen Penguji yang telah bersedia menguji dan meluangkan waktu untuk memberikan arahan,dan bimbingan pada penulis.
6.
Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang mau berbagi dan mengajarkan ilmu pengetahuannya.
7.
Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Sleman beserta segenap guru dan karyawan SMP Negeri 1 Sleman yang telah memberikan kesempatan, kemudahan, dan juga kelancaran selama proses penelitian berlangsung.
viii
8.
Kepada kedua orang tua tercinta Bapak Mardi Prayitno dan Ibu Tukiyem serta kedua kakak dan adik saya yang telah memberikan semangat, do’a dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
9.
Sahabatku tersayang (Tri Angga Dewi, Annisa Fauziah Septiani, Setiawan Dwi Cahya Nugraha, Trika, Laskar, Osa, Erda, Rahma, Hapsari, Dyah, Endah, Ryna, Novi, Rinto)
yang telah memberikan semangat, do’a,
dukungan, dan kasih sayang. 10. Teman-teman Kebijakan Pendidikan angkatan 2011 yang telah menjadi teman berjuang selama kuliah. 11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan dukungan sehingga dapat memperlancar proses penyusunan skripsi. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan informasi terkait kultur sekolah. Penulis juga berharap semoga skripsi ini juga memberikan kontribusi nyata dalam membangun bangsa dan negara ke arah yang lebih baik. Segala bentuk kritik dan saran senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Yogyakarta, 14 Maret 2017 Penulis,
Yasmi Puji Lestari NIM 11110244042
ix
DAFTAR ISI hal HALAMAN JUDUL ..................……………………………............................ i HALAMAN PERSETUJUAN ............…..…………………………................. ii HALAMAN PERNYATAAN …............…………………………...................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv HALAMAN MOTTO ........................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi ABSTRAK .........................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii DAFTAR ISI ......................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
xiii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR .........................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................................
5
C. Batasan Masalah ............................................................................................
5
D. Rumusan Masalah .........................................................................................
6
E. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6 F. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori ..............................................................................................
8
1. Pengertian Kultur ...................................................................................... 8 2. Pengertian Sekolah ...................................................................................
10
3. Pengertian Kultur Sekolah ........................................................................
14
4. Karakteristik Kultur Sekolah ....................................................................
21
5. Identifikasi Kultur Sekolah ....................................................................... 25
x
6. Fungsi dan Peran Kultur Sekolah .............................................................
30
7. Pengembangan Kultur Sekolah ................................................................. 32 B. Penilitian Yang Relevan ................................................................................
34
C. Kerangka Pikir ............................................................................................... 37 D. Pertanyaan Penelitian ....................................................................................
49
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian .................................................................................... 40 B. Setting Penelitian ........................................................................................... 40 C. Subjek dan Objek Penelitian .........................................................................
41
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................
41
E. Instrumen Penelitian ......................................................................................
43
F. Keabsahan Data .............................................................................................
45
G. Teknik Analisis Data .....................................................................................
45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ...........................................................................
47
1. Setting Penelitian ..................................................................................... 47 a. Sejarah Sekolah .................................................................................
47
b. Visi dan Misi Sekolah .......................................................................
49
c. Tujuan Sekolah ..................................................................................
50
d. Pedoman Sekolah ..............................................................................
51
e. Keadaan Sumber Daya yang Dimiliki ...............................................
56
f. Struktur Organisasi ............................................................................ 61 2. Gambaran Kultur Sekolah di SMP Negeri 1 Sleman ..............................
62
a. Kultur Fisik SMP Negeri 1 Sleman ................................................... 62 b. Kultur Non Fisik SMP Negeri 1 Sleman ........................................... 70 1) Budaya Bersih .............................................................................
71
2) Budaya Berprestasi ......................................................................
76
3) Budaya Religius ........................................................................... 81 4) Budaya Disiplin ...........................................................................
84
5) Budaya Kerjasama ....................................................................... 88 6) Budaya Sopan Santun .................................................................. 91
xi
7) Budaya Tanggung Jawab ............................................................. 94 8) Minat Membaca ........................................................................... 98 9) Ekstrakurikuler ............................................................................
100
B. Pembahasan ...................................................................................................
101
1. Gambaran Kultur Sekolah di SMP Negeri 1 Sleman ..............................
101
2. Implementasi Program Sekolah dalam Pengembangan Kultur Sekolah .
119
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Program Pengembangan ......................................................................................... 112 C. Keterbatasan Penelitian ................................................................................. 114 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................................... 115 B. Saran ..............................................................................................................
117
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
119
LAMPIRAN ......................................................................................................
122
xii
DAFTAR TABEL hal Tabel 1. Fokus Pedoman Observasi .......................……………………………
43
Tabel 2. Fokus Pedoman Wawancara ................…..…………………………..
44
Tabel 3. Fokus Pedoman Studi Dokumen …..............………………………… 44 Tabel 4. Identitas Sekolah ..................................................................................
xiii
49
DAFTAR BAGAN hal Bagan 1. Kerangka Pikir ....................................................................................
xiv
38
DAFTAR GAMBAR hal Gambar 1.
Lapisan Kultur Sekolah ..........................................................
26
Gambar 2.
Analisis Data Interactive Model Miles dan Huberman ...........
46
Gambar 3.
Struktur Organisasi .................................................................
61
Gambar 4.
Slogan Kebersihan yang Dipajang di Lobi .............................
72
Gambar 5.
Tempat Sampah Dibedakan Menjadi 3 Jenis ..........................
73
Gambar 6.
Piala Hasil Kejuaraan Siswa ...................................................
78
Gambar 7.
Slogan Untuk Melaksanakan Sholat .......................................
82
Gambar 8.
Buku Saku Siswa ....................................................................
85
Gambar 9.
Skor Pelanggaran dalam Buku Saku .......................................
87
Gambar 10.
Siswa Sedang Melakukan Diskusi Kelompok ........................
89
Gambar 11.
Siswa Hendak Bersalaman dengan Guru ................................
91
Gambar 12.
Pengerjaan Tugas Kelompok ..................................................
95
Gambar 13.
Grafik Peningkatan .................................................................
99
Gambar 14.
Halaman Sekolah ....................................................................
128
Gambar 15.
Taman Sekolah .......................................................................
128
Gambar 16.
Jalan Masuk Sekolah ..............................................................
129
Gambar 17.
Lobi Sekolah ...........................................................................
129
Gambar 18.
Ruang TU ................................................................................
129
Gambar 19.
Ruang Guru .............................................................................
130
Gambar 20.
Perpustakaan ...........................................................................
130
Gambar 21.
Laboratorium Biologi .............................................................
130
Gambar 22.
Ruang Kelas ............................................................................
131
Gambar 23.
Aula .........................................................................................
131
Gambar 24.
Kantin Sekolah ........................................................................
131
Gambar 25.
Parkir Motor Guru ..................................................................
131
Gambar 26.
Kondisi Toilet .........................................................................
132
Gambar 27.
Kondisi Prasarana Pendukung Lain ........................................
132
Gambar 28.
Interaksi Warga Sekolah .........................................................
133
xv
DAFTAR LAMPIRAN hal Lampiran 1. Catatan Lapangan ……………………………………………......
123
Lampiran 2. Dokumentasi ...........…....………………………………………...
128
Lampiran 3. Pedoman Wawancara ……........………………………………..... 134 Lampiran 4. Transkrip Wawancara……………………………………......…... 142 Lampiran 5. Reduksi Data….........…………………………………………….. 182
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang, melalui pendidikan potensi seseorang dapat berkembang dan menjadi manusia yang berkualitas. Pendidikan menjadi salah satu alternatif pemerintah untuk memperbaiki permasalahan-permasalahan yang terjadi di kehidupan sosial. Seperti yang disampaikan Peter W. Cookson dan Barbara Schneider (dalam Arif Rohman, 2010: 2) “Education as the primary mechanism for redressing the problem of social life”. Penanaman moral dan berbagai pengetahuan disampaikan demi mempersiapkan masyarakat yang unggul sehingga dapat menghadapi perubahan zaman yang begitu pesat. Masalah akan bermunculan seiring dengan berjalannya waktu dan tentu saja semakin lama masalah yang ada menjadi semakin kompleks sehingga dibutuhkan sumber daya yang unggul untuk dapat memecahkan berbagai masalah yang ada. Selain permasalahan sosial yang terjadi, terdapat banyak permasalahan pendidikan yang sampai saat ini belum dapat dituntaskan. Permasalahanpermasalahan tersebut antara lain rendahnya mutu pendidikan, kurangnya pemerataan pendidikan, minimnya sarana prasarana pendidikan, mahalnya biaya pendidikan, serta kinerja guru yang harus senantiasa diperbaharui. Upaya yang dilakukan demi perbaikan mutu pendidikan tentu saja dapat memunculkan masalah baru. Dalam pendidikan, salah satu masalah yang sampai saat ini belum dapat teratasi adalah masih adanya sekolah yang belum bermutu
1
baik. Sekolah sebagai salah satu lembaga penyelenggara pendidikan tentu saja harus memiliki mutu yang baik sehingga dapat membentuk masyarakat yang baik pula. Perbaikan mutu sekolah selama ini telah dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan pengembangan kultur sekolah. Kultur sekolah atau yang sering juga dipahami sebagai budaya sekolah merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh sekelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir, perilaku, sikap, nilai, yang tercermin dalam bentuk fisik maupun abstrak. Oleh sebab itu kultur secara alami akan diwariskan oleh satu generasi ke generasi berikutnya. Sekolah merupakan lembaga utama yang didesain untuk memperlancar proses transmisi kultural antar generasi tersebut (Ariefa Efianingrum, 2009: 21). Perbaikan mutu sekolah melalui kultur sekolah disampaikan oleh Rudi Prihantoro (2010: 149) Penerapan strategi struktural telah sering digunakan namun hasilnya belum mencapai seperti apa yang diharapkan. Berbagai program seperti penataan manajemen sekolah, pelatihan kepala sekolah, pelatihan para guru, penambahan fasilitas belajar telah dilakukan namun hasilnya tidak banyak membawa perubahan. Berdasarkan pengalaman yang cukup panjang itulah cara tersebut dipahami kurang efektif karena tidak terjadi peningkatan kualitas yang berkelanjutan. Berbagai pengalaman dan hasil penelitian di dunia bisnis dan pendidikan memberikan tanda bahwa kultur unit-unit pelaksanaan kegiatan menjadi faktor penentu dalam meningkatkan kualitas. Sekolah mempunyai kultur yang harus dipahami serta dilibatkan agar perubahan yang terjadi dapat berlangsung terus menerus. Kultur sekolah akan
2
menjelaskan bagaimana sekolah berfungsi dan seperti apakah mekanisme internal yang terjadi. Siswa masuk ke sekolah dengan bekal kultur yang mereka miliki, sebagian bersifat positif yaitu mendukung peningkatan kualitas pembelajaran. Namun, ada pula yang negatif, yaitu yang menghambat usaha peningkatan kualitas pembelajaran. Sekolah harus terus berusaha memperkuat kultur yang positif dan menghilangkan kultur negatif. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Selviyanti Kaawoan (2014: 44) peran kultur di sekolah akan sangat mempengaruhi perubahan sikap maupun perubahan perilaku dari warga sekolah. Kultur sekolah yang positif akan menciptakan suasana yang kondusif bagi tercapainya visi dan misi sekolah, demikian juga sebaliknya kultur yang negatif akan membuat pencapaian visi dan misi sekolah mengalami banyak kendala. Kultur suatu sekolah akan memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas dan mutu sekolah. Kultur sekolah yang baik secara tidak langsung akan berpengaruh kepada pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang berimbas kepada kualitas dan mutu sekolah, begitu juga sebaliknya kultur sekolah yang buruk akan membawa dampak buruk pula terhadap kualitas dan mutu sekolah. Namun begitu belum semua sekolah paham dan menyadari fungsi dan peran kultur sekolah tersebut. Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan rentang usia 13-15 tahun merupakan keadaan dimana siswa mengalami masa peralihan dari masa kanakkanak menuju ke masa dewasa, dimana pada masa ini siswa dengan rentang usia tersebut mengalami perubahan baik secara fisik maupun emosional. Dengan
3
perubahan emosional yang terjadi pada siswa SMP ini biasanya siswa mulai terlibat dalam lingkungan sosial yang lebih luas dan mulai melakukan pelanggaran aturan. Seperti yang disampaikan oleh Annastasia Ediati (2015: 197) secara umum, remaja SMP memiliki lebih banyak problem emosi daripada remaja Sekolah Menengah Atas (SMA), terutama dalam hal bergaul, berpikir, keluhan somatik, dan melanggar aturan. Disamping itu, remaja SMP lebih sering mengalami externalizing problem dari pada remaja SMA. Dari hasil observasi awal, SMP Negeri 1 Sleman merupakan salah satu sekolah yang berada di kecamatan Sleman. Sekolah ini memiliki suasana pendukung berjalannya proses belajar mengajar yang cukup mumpuni karena dekat dengan akses jalan besar. Dari segi fasilitas pun SMP Negeri 1 Sleman ini sudah cukup lengkap, salah satunya dapat terlihat dengan luasnya lahan yang dimiliki oleh sekolah dan fasilitas pendukung lain yang ada di dalamnya sehingga kultur sekolah dapat dikembangkan secara maksimal di sekolah ini. Kultur sekolah yang ada di sekolah tersebut telah memilki peranan yang penting dalam membangun prestasi dan citra sekolah. SMP Negeri 1 Sleman merupakan salah satu sekolah yang menjadi pilihan favorit masyarakat. Berbagai prestasi telah diraih oleh SMP Negeri 1 Sleman, salah satunya menjadi sekolah yang memiliki nilai ujian nasional tertinggi di kecamatan Sleman pada tahun 2015 serta lomba-lomba lain seperti lomba Karya Ilmiah Remaja (KIR) dan lomba Pleton Inti atau Tonti. SMP Negeri 1 Sleman merupakan sekolah menengah pertama yang memiliki gelar sekolah bertaraf internasional pada saat kebijakan tersebut belum ditiadakan. Selain itu siswa lulusan SMP Negeri 1 Sleman mampu
4
melanjutkan ke sekolah-sekolah favorit baik di kota Jogja maupun di kabupaten Sleman dan sekolah senantiasa berupaya semaksimal mungkin agar siswa tidak terlibat kedalam gengster ataupun kegiatan lain seperti tawuran dan klitih. Dengan citra baik yang telah dimiliki SMP Negeri 1 Sleman di masyarakat sekitar menjadi salah satu alasan peneliti untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 1 Sleman.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas terdapat beberapa masalah yang teridentifikasi sebagai berikut: 1.
Masih terdapat sekolah yang belum paham bahwa kultur sekolah akan mempengaruhi kinerja sekolah.
2.
Masih terdapat sekolah yang memiliki kultur negatif yang berpengaruh pada kinerja dan kualitas sekolah.
3.
Siswa SMP dalam masa peralihan remaja rentan melakukan pelanggaran dan terlibat gengster.
4.
Sudah cukup banyak sekolah yang memiliki kultur sekolah yang baik, tetapi belum terinformasikan kepada masyarakat luas.
C. Batasan Masalah Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, maka peneliti perlu membatasi masalah agar mendapatkan temuan yang terfokus dan dapat mendalami permasalahan yang ada. Dengan mempertimbangkan segala kompleksitas dan
5
luasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka perlu dibatasi cakupan masalah agar dalam pembahasan nanti menjadi lebih terfokus, mendalam, dan mencapai sasaran yang dikehendaki. Dengan demikian, penelitian dibatasi pada kultur sekolah yang ada di SMP Negeri 1 Sleman.
D. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut: 1.
Bagaimana kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman?
2.
Bagaimana pelaksanaan program pengembangan sekolah yang mendukung terciptanya kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman?
E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1.
Mendeskripsikan kultur sekolah yang ada di SMP Negeri 1 Sleman.
2.
Mendeskripsikan
pelaksanaan
program
pegembangan
sekolah
yang
mendukung terciptanya kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman.
F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi data dan kepustakaan mengenai pengembangan kultur sekolah, terutama yang berkaitan dengan mata kuliah kultur sekolah.
2.
Manfaat praktis:
6
a.
Bagi Dinas Pendidikan, penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengembangan kultur sekolah yang positif untuk meningkatan kualitas pendidikan dan kinerja sekolah.
b.
Bagi Sekolah, penelitian ini dapat memberikan masukan informasi tentang kultur sekolah yang teridentifikasi oleh peneliti sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi sekolah dalam upaya peningkatan kultur sekolah yang positif sehingga turut berperan dalam peningkatan mutu dan kinerja sekolah di SMP Negeri 1 Sleman.
7
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori 1.
Pengertian Kultur Pengertian budaya menurut Antropologi (Koentjaraningrat, 2003: 72)
merupakan seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan cara belajar. Selanjutnya menurut bahasa Sansekerta budaya atau yang disebut Buddhayah, merupakan bentuk jamak dari Budhi (akal). Menurut Zamroni (2000: 148) kultur merupakan suatu pandangan hidup yang diakui bersama oleh sekelompok masyarakat, yang meliputi cara berpikir, perilaku, sikap, ataupun nilai yang tercermin baik secara fisik maupun abstrak. Kultur ini juga dapat terlihat sebagai perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan serta cara memandang sebuah permasalahan dan solusinya. Oleh karena itu, secara alami kultur akan diwariskan oleh satu generasi ke generasi berikutnya. Sekolah menjadi salah satu lembaga utama yang dipersiapkan untuk memperlancar proses penyebaran kultural antar generasi tersebut. Selanjutnya berbagai pengertian mengenai kultur muncul diantaranya menurut Diana Febriana (2008: 13) sebagai berikut. “Kultur sebagai pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir, pola teladan pengetahuan, perilaku, keyakinan, ideologi, norma, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, mitos, sikap, kebiasaan, nilai yang tercermin baik wujud fisik maupun abstrak, dan cara hidup untuk melakukan
8
penyesuaian dengan lingkungan sekaligus cara untuk memandang persoalan dan memecahkannya.” Menurut Stolp dalam Srinatun (2011: 63) definisi budaya sekolah belumlah diperoleh sebuah kesatuan pandangan. Terminologi budaya sekolah masih di samakan dengan “iklim atau ethos”. Konsep budaya sekolah masuk ke dalam dunia pendidikan pada dasarnya sebagai salah satu upaya untuk memberikan arah tentang efisiensi dalam lingkungan pembelajaran, lingkungan dalam hal ini dibedakan menjadi dua hal yaitu lingkungan yang sifatnya alami sesuai dengan budaya siswa dan guru, serta lingkungan buatan yang dibentuk oleh guru atau hasil interaksi antara guru dengan siswa. Ary H Gunawan (2000: 17-18) membagi kultur menjadi 2 bagian, yaitu Kultur/ Kebudayaan Material (Kebendaan) dan Kultur/ Kebudayaan Nonmaterial (Rohaniah) a.
Kultur/ Kebudayaan Material (Kebendaan) Kebudayaan material (material culture) merupakan wujud kebudayaan
yang berupa benda-benda konkret hasil karya manusia seperti rumah, mobil, candi, jam, benda hasil teknologi, dan lain sebagainya. Dengan begitu, dapat diartikan bahwa budaya material merupakan hasil ciptaan manusia yang berupa benda-benda yang dapat secara langsung kita gunakan. b.
Kultur/ Kebudayaan Nonmaterial (Rohaniah) Kebudayaan non material merupakan kebudayaan yang tidak berupa
benda-benda konkrit, yang merupakan hasil cipta dan rasa manusia, misalnya:
9
1) Hasil cipta manusia, seperti filsafat dan ilmu pengetahuan, baik yang berupa teori murni maupun yang telah disusun untuk diamalkan dalam kehidupan masyarakat (pure science dan applied science). 2) Hasil rasa manusia, dapat berupa nilai-nilai dan bermacam-macam norma kemasyarakatan yang perlu diciptakan untuk mengatur permasalahan sosial dalam arti luas, yang mencakup agama (religi, bukan wahyu), ideologi, kebatinan, kesenian, serta semua unsur yang merupakan hasil dari ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Kultur atau budaya non material merupakan hasil cipta manusia yang hanya dapat kita rasakan manfaatnya namun tidak berwujud dalam sebuah benda. Sehingga, jika disimpulkan dari pengertian kedua jenis kebudayaan diatas, dapat diketahui bahwa budaya merupakan berbagai macam hasil cipta manusia yang dapat berupa benda maupun tidak. Berdasarkan beberapa pengertian kultur di atas maka dapat disimpulkan bahwa kultur merupakan sekumpulan keyakinan yang diperoleh masyarakat dari kehidupan bermasyarakat yang didalamnya berisi aspek-aspek penting untuk kehidupan bermasyarakat seperti norma, moral, adat-istiadat, sikap, dan kepercayaan yang tercermin baik berupa abstrak ataupun fisik yang kemudian diwariskan secara turun-temurun. 2.
Pengertian Sekolah Sekolah menurut Ariefa Efianingrum (2009: 21) adalah suatu sistem yang
memiliki tiga aspek utama yang sangat berkaitan erat dengan mutu sekolah, antara lain: proses belajar mengajar, kepemimpinan, dan manajemen sekolah, namun
10
tidak pernah sama sekali menyentuh aspek kultur sekolah. Tugas sekolah selama ini
adalah
mendidik
anak
dengan
menyampaikan
pengetahuan,
sikap,
keterampilan yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku dengan metode dan teknik kontrol yang berlaku di sekolah tersebut. Dalam pelaksanaan kurikulum maupun ekstra kurikulum berkembanglah sejumlah pola khas yang menjadikan pembeda dengan kelompok-kelompok lain di masyarakat. Norma dalam hal ini adalah bentuk perilaku yang diharapkan dari anggota, di dalam sekolah adalah bentuk perilaku dari siswa terhadap guru mereka. Walaupun unsur-unsur kebudayaan dimiliki oleh setiap sekolah, namun setiap sekolah tidak akan memiliki kebudayaan yang sama persis dengan sekolah lainnya. Selanjutnya menurut Wahjosumidjo (2011: 136) terdapat beberapa definisi sekolah, antara lain: a.
Sekolah sebagai birokrasi, dimana birokrasi merupakan salah satu bentuk dari
organisasi. Sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat kelompok-kelompok manusia yang masing-masing baik secara individual maupun kelompok melakukan hubungan kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Kelompokkelompok yang dimaksud tersebut antara lain adalah sumber daya manusia yang terdiri dari: Kepala sekolah, guru-guru, tenaga administrasi/ staf, kelompok peserta didik atau siswa, dan orang tua. Tujuan yang ingin dicapai yaitu tujuan pendidikan seperti yang telah dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, TAP MPR/GBHN, Undang-Undang Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan di dalam beberapa Peraturan Pemerintah, serta terdapat pula dalam Surat Keputusan Menteri.
11
b.
Sekolah sebagai sistem sosial, adalah organisasi yang dinamis dan yang
mampu berkomunikasi secara aktif. Sebagai sistem sosial, di dalam sekolah melibatkan dua orang atau lebih yang saling berkomunikasi untuk mencapai tujuan tertentu. Beberapa hal yang menarik tentang sekolah sebagai sistem sosial adalah dimensi-dimensi yang terdapat di dalam sekolah tersebut, semangat, dan konflik yang terjadi di dalam organisasi itu sendiri. c.
Sekolah sebagai sistem terbuka, karena di dalam sekolah berkumpul manusia
yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan begitu sekolah terbuka untuk memperoleh input dan selanjutnya di transformasikan sebagai produksi. d.
Informalitas dalam kehidupan sekolah, selain menjadi organisasi formal/
birokrasi, sebagai sistem sosial dan sistem terbuka, sekolah juga memiliki kehidupan informalitas di dalamnya. Guru-guru, tenaga administrasi, para siswa, di dalam pergaulan mereka satu dengan yang lainnya membangun suatu hubungan-hubungan pribadi. Mereka saling berusaha untuk menerima norma tingkah laku tertentu serta pola-pola berpikir yang biasa dilakukan. Mereka berkumpul dalam sebuah kelompok informal tetapi tetap dalam kerangka formal sekolah. e.
Sekolah sebagai agen perubahan, dapat didefinisikan sebagai seseorang atau
sekelompok orang yang memiliki tanggung jawab untuk melakukan perubahan dalam pola perilaku seseorang atau sistem sosial. Dengan begitu sekolah sebagai agen perubahan harus senantiasa siap untuk berperan aktif dalam melaksanakan fungsinya dalam situasi kerja, karena perubahan itu sendiri diperlukan sebagai alat
12
dalam rangka pemecahan permasalahan yang memiliki tujuan untuk kondisi dan keadaan yang lebih baik lagi. f.
Sekolah sebagai wawasan Wiyatamandala. Secara konseptual, wawasan
wiyatamandala merupakan suatu paham, pandangan, atau tinjauan, yang menempatkan sekolah sebagai suatu lingkungan pendidikan, dalam pengertian tempat diselenggarakannya proses belajar mengajar, masyarakat belajar, tempat proses pembudayaan manusia yang bebas dari pengaruh yang sifatnya buruk, baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Wawasan wiyatamandala itu sendiri mengandung lima unsur pokok yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga wawasan wiyatamandala merupakan satu totalitas, satu kesatuan yang utuh, atau bisa disebut satu sistem. Oleh karena itu pelaksanaan wawasan wiyatamandala pada hakikatnya merupakan kegiatan bagaimana kelima unsur yang ada mendukung fungsi dan tujuan pendidikan. Kelima unsur pokok tersebut antara lain adalah: a.
sekolah sebagai lingkungan pendidikan,
b.
peranan kepala sekolah,
c.
hubungan antara guru dengan orangtua siswa,
d.
sikap warga sekolah terhadap martabat dan citra guru, serta
e.
hubungan antara sekolah dengan masyarakat. Roemintoyo (2013: 132) menyampaikan bahwa sekolah sebagai suatu
sistem memiliki tiga aspek pokok yang sangat berkaitan erat terhadap mutu sekolah, diantaranya: proses belajar mengajar, kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah. Dalam menjalankan tugas serta fungsinya, kepala
13
sekolah harus memahami kultur atau budaya sekolah yang terdapat di sekolah yang dipimpinnya. Kultur sekolah ini sangat erat kaitannya dengan misi yang dimiliki oleh kepala sekolah tentang masa depan sekolah yang dipimpin olehnya. Kepala sekolah yang memiliki visi untuk menghadapi tantangan sekolah di masa depan akan lebih sukses dalam upayanya membangun sekolah. Oleh karena itu kepala sekolah harus memiliki budaya kerja atau disiplin kerja yang baik pula. Berdasarkan berbagai pengertian sekolah yang telah disampaikan, dapat dipahami bahwa sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk kepribadian generasi penerus bangsa. Di sekolah berlangsung proses penanaman nilai-nilai dan moral yang dibutuhkan siswa untuk bekal masa depan dalam menghadapi tantangan zaman. Berbagai kegiatan yang dilakukan di sekolah pada dasarnya memiliki tujuan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah menjadi cita-cita bangsa dari generasi ke generasi. Oleh karena itulah keberadaan sekolah menjadi sangat penting mengingat segala kegiatan yang dilaksanakan di sekolah memiliki tujuan yang luhur untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah diciptakan. 3.
Pengertian Kultur Sekolah Definisi kultur sekolah telah banyak diungkapkan oleh para ahli, sehingga
terdapat sejumlah pengertian tentang kultur sekolah, antara lain yang dikemukakan oleh Deal dan Kennedy dalam Yunia Nur Aini (2013: 12) bahwa kultur sekolah merupakan keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai suatu warga masyarakat. Apabila definisi tersebut diterapkan di sekolah, maka sekolah akan memiliki sejumlah
14
kultur dengan satu kultur dominan dan sejumlah kultur yang lain sebagai pendukung. Dalam Kemdiknas (2011: 68) kultur atau budaya sekolah merupakan suasana kehidupan sekolah dimana warga masyarakat sekolah saling berinteraksi. Interaksi yang berlangsung tersebut meliputi antara peserta didik berinteraksi dengan sesama peserta didik, kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan siswa, konselor dengan siswa dan sesamanya. Interaksi yang terjadi terikat dengan berbagai aturan, norma, moral, serta etika bersama yang berlaku di sekolah. Kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, tanggung jawab, serta rasa memiliki merupakan sebagian dari nilai-nilai yang dikembangkan didalam budaya sekolah. Kultur atau budaya sekolah merupakan sistem di belakang layar yang menunjukkan kebiasaan, norma, keyakinan, serta nilai yang sudah dibangun dalam waktu yang cukup lama oleh semua warga sekolah. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah adalah kehidupan di sekolah berlangsung yang terikat dengan adanya nilai dan norma yang ada di sekolah tersebut sehingga menjadi pembeda dengan sekolah lain. Selanjutnya kultur sekolah menurut Diana Febriana (2008: 16) yaitu “Suatu sistem jaringan artifak, pola asumsi dasar, nilai-nilai, norma-norma, ritual, mitos, kepercayaan, keyakinan, persepsi, kebiasaan dan tingkah laku yang dipegang teguh dan dianut serta dikembangkan secara terus menerus dalam suatu lingkungan sekolah untuk meningkatkan kerjasama dan menghadapi berbagai permasalahan serta tantangan yang muncul. Kultur sekolah diharapkan akan memperbaiki kinerja sekolah, jika kualifikasi kultur tersebut sehat, solid, kuat, positif, profesional yang berarti kultur
15
sekolah menjadi komitmen luas sekolah, menjadi jati diri sekolah, menjadi kepribadian sekolah dan didukung oleh stakeholder-nya.”
Menurut Harun dan Mansur (2008: 31) kultur sekolah didefinisikan sebagai pola transmisi historis tentang arti dan norma, nilai, kepercayaan, seremonial, ritual, tradisi, pemahaman, mitos yang dirasakan oleh anggota komunitas sekolah. Sedangkan arti nilai dimaknakan sebagai apa yang orang pikirkan dan bagaimana mereka bertindak. Menurut Hedley Beare dalam Srinatun (2011: 64) unsur-unsur budaya sekolah terdiri dari dua kategori, yaitu unsur kasat mata dan unsur yang tidak kasat mata. Unsur kasat mata memiliki makna jika mencerminkan apa yang tidak kasat mata. Unsur yang tidak kasat mata itu adalah filsafat atau pandangan dasar sekolah mengenai kenyataan yang luas, makna kehidupan atau sesuatu yang di anggap penting dan harus diperjuangkan oleh sekolah dan harus dinyatakan secara konseptual dalam suatu rumusan visi, misi, tujuan, dan sasaran yang lebih konkrit yang akan dicapai oleh sekolah. Selanjutnya unsur kasat mata dapat di aktualisasikan secara konseptual yang meliputi: a.
visi, misi, tujuan, dan sasaran,
b.
kurikulum,
c.
bahasa komunikasi,
d.
narasi sekolah,
e.
narasi tokoh-tokoh,
f.
struktur organisasi,
g.
ritual,
16
h.
upacara,
i.
prosedur belajar mengajar,
j.
peraturan sistem ganjaran/ hukuman,
k.
layanan psikologi sosial, dan
l.
pola interaksi sekolah dengan orang tua, masyarakat dan yang materiil dapat berupa fasilitas serta peralatan, artifak, tanda kenangan, dan pakaian seragam. Selanjutnya menurut Vembriarto dalam Ariefa Efianingrum (2009: 17)
kebudayaan sekolah memiliki unsur-unsur peting, diantaranya adalah: a.
Letak, lingkungan, serta prasarana fisik sekolah,
b.
Kurikulum sekolah yang memuat gagasan-gagasan maupun fakta yang menjadi keseluruhan program pendidikan,
c.
Pribadi-pribadi atau warga sekolah yang terdiri dari siswa, guru non teaching spesialist, dan tenaga administrasi,
d.
Nilai-nilai moral, sistem peraturan, serta iklim kehidupan sekolah. Setiap sekolah memiliki kebudayaannya sendiri yang bersifat unik. Setiap
sekolah memiliki aturan tata tertib, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, mars/ hymne sekolah, pakaian seragam dan lambang lain yang memberikan ciri khas terhadap sekolah yang bersangkutan. Menurut Mardapi dalam Farida Hanum (2008: 7) analisis kultur sekolah harus dilihat sebagai satu bagian dari kesatuan sekolah yang utuh. Artinya sesuatu yang ada di dalam kultur sekolah hanya dapat dilihat dan dijelaskan dalam kaitannya dengan aspek lain seperti:
17
a.
Rangsangan yang tinggi terhadap prestasi,
b.
Penghargaan yang tinggi terhadap prestasi,
c.
Komunitas sekolah yang tertib,
d.
Pemahaman tujuan sekolah,
e.
Ideologi organisasi yang kuat,
f.
Partisipasi orang tua siswa,
g.
Kepemimpinan kepala sekolah,
h.
Hubungan akrab antar guru. Nusyam dalam Darmiyati Zuchdi (2011: 139) berpendapat setidaknya
terdapat 3 budaya yang seharusnya dikembangkan di sekolah, antara lain adalah budaya akademik, budaya nasional lokal, dan budaya demokratis. Ketiga kultur tersebut harus dijadikan prioritas yang melekat dalam lingkungan sekolah. Ketiga budaya tersebut antara lain: a.
Kultur atau Budaya Akademik Kultur akademik bercirikan pada setiap tindakan, keputusan, kebijakan,
dan opini yang didukung dengan dasar akademik yang kuat. Hal ini mengacu pada teori, dasar hukum, dan nilai kebenaran yang telah teruji. Budaya akademik dipahami sebagai suatu totalitas yang berasal dari kehidupan dan kegiatan yang berhubungan dengan akademik yang dihayati, dimaknai, serta di amalkan oleh masyarakat akademik, di lembaga pendidikan maupun lembaga penelitian. Dengan begitu, kepala sekolah, guru,dan siswa berpegang pada dasar teoritik dalam berpikir, bersikap, serta bertindak dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-sehari, kultur
18
akademik tercermin dalam keilmuan serta keahlian dalam berpikir dan berargumentasi. Warga sekolah yang menerapkan kultur akademik di dalam dirinya akan memiliki sifat kritis, objektif, analitis, kreatif, terbuka untuk menerima kritik dan saran, menghargai waktu dan prestasi ilmiah, memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, dinamis, serta berorientasi kepada masa depan. b.
Kultur atau Budaya Nasional Lokal Budaya nasional dapat dilihat dari upaya pengembangan sekolah dalam
memelihara, membangun, serta mengembangkan budaya bangsa yang positif sebagai kerangka pembangunan manusia yang seutuhnya sehingga sekolah akan membentengi pertahanan diri yang terkikir karena masuknya budaya asing yang tidak relevan seperti budaya konsumerisme, materialisme, hedonisme, serta individualisme. Sekolah yang konsisten akan membentengi warga sekolahnya dengan nilai-nilai nasionalisme yang tinggi, nilai kerja sama, serta rela berkorban. Disisi lain, sekolah mengembangkan pula budaya lokal melalui pengembangan seni tradisi yang berakar pada budaya lokal yang telah di kreasikan secara modern dengan tetap mempertahankan keaslian serta nilai yang terkandung di dalamnya. c.
Kultur atau Budaya Demokratis Budaya demokratis memiliki corak kehidupan yang menyediakan
perbedaan untuk dapat secara bersamaan membangun kemajuan, sehingga warga sekolah mampu untuk bertindak objektif, transparan, dan bertanggung jawab dalam setiap tindakannya. Kultur demokratis ini tercermin dari jauhnya diskriminatif dan otoritarianisme.
19
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kultur atau budaya sekolah merupakan suatu nilai, keyakinan, asumsi, norma, ataupun tradisi yang dimiliki dan dipahami oleh setiap warga sekolah yang tercermin dalam perilaku sehari-hari sehingga menjadi ciri khas sekolah tersebut dimana budaya yang positif akan memberikan dampak yang positif pula pada sekolah dan begitu juga sebaliknya, jika sekolah memiliki budaya sekolah yang negatif maka akan berpengaruh negatif pada sekolah. Selain itu kultur sekolah tidak dapat secara singkat terjadi pada suatu sekolah melainkan membutuhkan proses yang cukup lama untuk pembiasaan kepada seluruh warga sekolah. Proses tersebut dibutuhkan agar nilai-nilai yang akan dijadikan kultur dalam sekolah dapat tertanam dalam diri masing-masing warga sekolah sehingga kesadaran untuk melakukan keyakinan yang ada berasal dari diri sendiri, bukan hanya berasal dari tata tertib yang dibentuk oleh sekolah. Oleh karena itu, peran serta seluruh warga sekolah sangatlah penting guna terciptanya kultur sekolah yang ingin dibentuk bersama. Kemajuan suatu sekolah sangatlah ditentukan oleh budaya sekolah yang tertanam dalam setiap diri warga sekolah. Hal ini sangatlah beralasan karena budaya sekolah mengandung kekuatan yang mampu menggerakkan kehidupan sekolah. Budaya sekolah dalam hal ini berperan dalam mengarahkan pikiran, ucapan, dan tindakan seluruh warga sekolah. Budaya sekolah yang terkonsep dengan baik sesuai dengan tujuan sekolah memiliki strategi, daya ungkit untuk berprestasi, sekaligus mengantarkan warga sekolah kepada gerbang kesuksesan. Namun sebaliknya, apabila budaya sekolah tidak dikelola dengan baik, dibiarkan
20
begitu saja, justru akan membahayakan keberlangsungan sekolah. Budaya juga dapat digunakan sebagai strategi sekolah untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, serta memenangkan mutu para siswa. (Barnawi & M. Arifin, 2013: 67) 4.
Karakteristik Kultur Sekolah Kultur sekolah terbagi menjadi dua, yaitu kultur sekolah positif dan kultur
sekolah yang negatif. Kultur sekolah yang positif adalah yang membantu perbaikan mutu sekolah dan mutu kehidupan, seperti memiliki ciri sehat, dinamis atau aktif, positif dan profesional. Kultur yang bersifat positif harus diperkuat. Kultur sekolah yang sehat akan memberikan peluang sekolah dan warga sekolah berfungsi secara optimal, bekerja secara efisien, energik, penuh vitalitas, memiliki semangat tinggi dan akan mampu terus berkembang. Oleh karena itu kultur sekolah yang positif ini sangat perlu dikembangkan. Menurut Jumadi dalam Evi Rovikoh Indah Saputri (2012: 19) adalah sebagai berikut “keberhasilan pengembangan kultur sekolah dapat dilihat dari tanda-tanda atau indikator sesuai fokus yang dikembangkan. Beberapa indikator yang dapat dilihat antara lain adalah adanya rasa kebersamaan dan hubungan yang sinergis diantara warga sekolah, berkurangnya pelanggaran disiplin, adanya motivasi untuk berprestasi, adanya semangat dan kegairahan dalam menjalankan tugas, dan sebagainya.” Kultur sekolah bersifat dinamis dan merupakan suatu keyakinan milik bersama yang diperoleh dari hasil perjalanan sekolah, segala interaksi yang terdapat dalam sekolah. Sekolah perlu dengan serius mengenali adanya berbagai sifat kultur sekolah yang ada, sehat-tidak sehat, kuat-lemah, positif-negatif, kacaustabil, dan segala konsekuensinya untuk perbaikan sekolah.
21
Selanjutnya menurut Moerdiyanto melalui artikelnya (2010: 5-6) kultur sekolah terdiri dari kultur positif dan kultur negatif. Kultur positif yaitu budaya yang membantu mutu sekolah dan mutu kehidupan warganya. Mutu kehidupan warga yang diharapkan adalah warga yang sehat, aktif, dinamis, dan profesional. Kultur positif ini akan memberikan peluang sekolah beserta warganya berfungsi secara optimal, bekerja secara efisien, energik, penuh vitalitas, punya semangat tinggi dan akan mampu berkembang. Kultur positif ini harus terus menerus dikembangkan dan diwariskan dari siswa ke siswa, dari satu kelompok ke kelompok lainnya. Kultur positif dan kuat memiliki kekuatan dan akan menjadi modal dalam melakukan perubahan menuju perbaikan. Kultur negatif adalah budaya yang cenderung bersifat anarkis, negatif, beracun, dan bias serta bersifat dominan. Sekolah yang sudah merasa puas dengan apa yang mereka capai merupakan salah satu bagian dari kultur negatif, karena mereka cenderung tidak ingin melakukan perubahan serta takut untuk mengambil sebuah resiko terhadap perubahan yang terjadi, dengan kata lain berpengaruh terhadap menurunnya kualitas sekolah tersebut. Langkah-langkah untuk membentuk kultur sekolah yang positif menurut Farida Hanum (2013: 202) antara lain adalah sebagai berikut. a.
mengamati dan membaca kultur sekolah yang kini ada, melacak historinya dan masalah apa saja yang muncul oleh keberadaan kultur sekolah,
b.
mengembangkan sistem assessment kultur sekolah sejalan dengan tujuan perbaikan sekolah yang diinginkan,
22
c.
melakukan kegiatan assessment sekolah guna mendiagnosis permasalahan yang ada dan tindakan kultural yang dapat dilakukan,
d.
mengembangkan visi strategis dan misi perbaikan sekolah,
e.
mewaspadai perilaku negatif,
f.
merancang pola pengembangan kultur,
g.
melakukan pemantauan terhadap perkembangan kultur sekolah dan dampaknya. Sekolah sebagai sebuah lembaga penyelenggara pendidikan tentu saja
menginginkan memiliki kualitas yang baik sehingga dapat menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk membentuk anak didik menjadi generasi penerus bangsa yang positif dan berkarakter. Penanaman kultur positif pada suatu sekolah secara perlahan akan meningkatkan kualitas dari sekolah tersebut. Akan tetapi sekolah harus dengan sabar melalui serangkaian proses untuk dapat termasuk dalam sekolah yang memiliki kultur yang positif. Untuk membentuk kultur sekolah yang positif sekolah pertama kali harus melakukan analisis situasi sekolah. Kultur apa yang terbentuk, apakah positif atau negatif. Jika negatif maka perlu dianalisis bagaiamana cara untuk memperbaiki keadaan tersebut. Jika kultur yang ada sudah bersifat positif maka sekolah perlu mengembangkan kultur yang ada agar tidak terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Setelah upaya perbaikan atau pengembangan dilakukan, maka sekolah perlu melakukan kontrol agar kondisi yang diinginkan dapat tercipta serta mengevaluasi hal-hal apa saja yang menghambat agar dapat dilakukan upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut.
23
Selanjutnya menurut Barnawi & M. Arifin (2013: 71) ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mengukur kuat atau tidaknya suatu budaya, yaitu dengan melakukan uji nilai secara berkala dan melihat kenyataan apakah sekolah telah benar-benar kompak atau belum. Ukuran uji nilai dapat dilihat dari seberapa jauh komunikasi di tingkat manajemen puncak sekolah ke tingkat yang paling bawah. Apabila deviasinya kurang dari 20% maka masih dapat di toleransi, apabila deviasi menyimpang antara 20%-30% maka perlu diwaspadai, dan apabila deviasinya lebih dari 30% maka situasi sekolah termasuk dalam golongan krisis budaya. Budaya yang kuat akan mendorong kerja sama yang baik sehingga tujuan sekolah yang diinginkan mudah tercapai Tidak kalah penting adalah nilai budaya sekolah haruslah benar-benar tertanam dan didukung oleh suatu sistem yang berlaku di sekolah tersebut. Biasanya penerapan budaya pada sekolah baru akan lebih mudah dibandingkan dengan sekolah yang lama. Di sekolah baru, budaya informal para guru, karyawan, dan siswa belum terbentuk sehingga budaya yang ditentukan oleh manajemen sekolah akan lebih mudah untuk diterapkan. Meskipun dalan suatu sekolah para siswa masuk dan keluar (lulus), namun biasanya terdapat pewarisan budaya yang dilakukan siswa senior kepada juniornya. Artinya, ada pewarisan budaya antar-siswa yang terjadi. Penerapan budaya pada sekolah baru relatif lebih mudah dikarenakan siswa benar-benar baru atau belum terkontaminasi oleh seniornya. Penerapan budaya sekolah tersebut tentu saja memerlukan dukungan dari regulasi yang mengandung reward dan punishment. Dukungan tersebut menunjukkan suatu nilai budaya yang memang serius untuk diterapkan.
24
5.
Identifikasi Kultur Sekolah Stolp dan Smith dalam Farida Hanum (2013: 204) membagi tiga lapisan
kultur yaitu artifak di permukaan, nilai-nilai dan keyakinan di tengah, dan asumsi di dasar. a.
Artifak Artifak merupakan lapisan kultur sekolah yang paling mudah diamati
seperti berbagai kegiatan sehari-hari di sekolah, berbagai upacara, benda-benda simbolik di sekolah, serta aneka ragam kebiasaan yang berlangsung di sekolah. Keberadaan kultur ini dengan cepat akan dirasakan ketika orang mengadakan kontak dengan suatu sekolah. b.
Nilai-Nilai dan Keyakinan Nilai dan keyakinan menjadi salah satu ciri utama suatu sekolah yang
sebagian berupa norma-norma perilaku yang diinginkan oleh sekolah seperti ungkapan rajin pangkal pandai, air beriak tanda tak dalam, dan berbagai gambaran nilai dan keyakinan yang lainnya. c.
Asumsi Asumsi merupakan simbol-simbol, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan
yang tidak nampak secara kasat mata tetapi secara terus menerus berdampak pada perilaku warga sekolah. Lapisan kultur sekolah tersebut dapat dituangkan dalam gambar seperti dibawah ini:
25
ARTIFAK NILAI & KEYAKINAN ASUMSI
Gambar 1. Lapisan –Lapisan Kultur Sekolah Stolp dan Smith dalam Farida Hanum (2013: 204)
Wirawan (2007: 41) berpendapat bahwa artifak merupakan dimensi isi budaya organisasi yang dapat dirasakan dengan panca indera. Saat kita memasuki satu lingkungan organisasi, kita dapat melihat dan merasakan dengan jelas artifak budaya organisasinya. Dalam hal ini, artifak merupakan bagian dari budaya sekolah dimana budaya tersebut dapat dilihat dan dirasakan ketika kita berada di lingkungan sekolah tersebut. Lapisan kultur yang lebih dalam dapat berupa nilai-nilai dan keyakinankeyakinan yang berada di sekolah, yang merupakan ciri utama sekolah tersebut. Sebagian dapat berupa norma-norma perilaku yang diinginkan oleh sekolah seperti ungkapan rajin pangkal pandai, tong kosong nyaring bunyinya, serta penggambaran nilai dan keyakinan lainnya. Lapisan paling dalam di kultur sekolah adalah asumsi-asumsi yaitu dapat berupa simbol-simbol, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan yang tidak dapat langsung dikenali namun terus-menerus berdampak terhadap perilaku warga sekolah.
26
Kepala sekolah sebagai pemegang peran utama dalam pengembangan kultur sekolah harus bisa menjadi teladan dalam berinteraksi didalam sekolah. Kepala sekolah berusaha keras untuk menciptakan kultur kolaboratif di kalangan komunitas sekolah termasuk guru, staf, siswa, orang tua, dan komite sekolah, dalam hal itu, ia melakukan koordinasi dengan mereka dalam membuat keputusan dan mengimplementasikan program-program (Raihani, 2010: 135). a.
Kultur Positif, Negatif, dan Netral Kultur sekolah sangatlah berpengaruh pada kegiatan sekolah sehari-
harinya, oleh karena itu setiap warga sekolah perlu memiliki wawasan bahwa unsur dari kultur tersebut bersifat positif, negatif, dan netral. Menurut Jumadi dalam Evi Rovikoh Indah Saputri (2012: 23) Kultur sekolah yang bersifat positif adalah kultur yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan. Kultur yang bersifat negatif adalah kultur yang menghambat peningkatan kualitas pendidikan, sedangkan kultur yang bersifat netral adalah kultur yang tidak mendukung maupun menghambat peningkatan kualitas pendidikan. Selanjutnya menurut Mardapi dalam Srinatun (2011: 64) kultur positif dan negatif dapat tercermin dalam beberapa hal. Artifak kultur positif dapat dilihat dengan adanya kerja sama dalam mencapai prestasi, penghargaan terhadap prestasi, dan komitmen dalam belajar. Kultur negatif menurut Mardapi yaitu kultur yang kontra terhadap peningkatan mutu pendidikan. Artinya, kebal terhadap perubahan yang ada, dapat berupa siswa yang takut salah, siswa takut bertanya, dan siswa yang jarang melakukan kerja sama untuk memecahkan
27
masalah. Kultur yang netral menurut Mardapi dapat terlihat dari adanya kegiatan arisan keluarga sekolah, seragam guru, seragam siswa, dan lain-lain. Beberapa artifak terkait kultur positif dan negatif disampaikan oleh Farida Hanum (2013: 206). Artifak terkait kultur positif terdiri dari: (1) ada ambisi untuk meraih prestasi, pemberian penghargaan pada yang berprestasi; (2) hidup semangat menegakkan sportifitas, jujur, mengakui keunggulan pihak lain; (3) saling menghargai perbedaan; (4) trust (saling percaya). Artifak terkait kultur negatif antara lain (1) banyak jam kosong, absen dari tugas; (2) terlalu permisif terhadap pelanggaran nilai-nilai moral; (3) adanya friksi yang mengarah pada perpecahan, terbentuknya kelompok
yang saling
menjatuhkan; (4) penekanan pada nilai pelajaran bukan pada kemampuan; (5) artifak yang netral muatan kultural; (6) kegiatan arisan sekolah, jumlah fasilitas sekolah, dan sebagainya. b.
Artifak, Nilai, keyakinan, dan Asumsi Kultur sekolah merupakan suatu aset yang besifat abstrak dan unik dimana
satu sekolah dan sekolah lainnya tidak akan sama. Menurut Depdiknas Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2003:12) dalam kaitannya dengan kebutuhan pengembangan kultur sekolah, yang perlu dipahami bahwa kultur hanya dapat dikenali melalui pencerminannya pada berbagai hal yang dapat diamati disebut dengan artifak. Artifak ini dapat berupa: 1) Perilaku verbal: ungkapan lisan atau tulis dalam bentuk kalimat dan katakata 2) Perilaku non verbal: ungkapan dalam tindakan
28
3) Benda hasil budaya: arsitektur, eksterior dan interior, lambang, tata ruang, meubelair dan sebagainya Dibalik artifak itulah tersembunyi kultur yang dapat berupa: 1) Nilai-nilai: mutu, disiplin, toleransi, dan sebagainya 2) Keyakinan: tidak kalah dengan sekolah lain bila mau bekerja keras 3) Asumsi: semua anak dapat menguasai bahan pelajaran, hanya waktu yang diperlukan berbeda Kultur sekolah memiliki beberapa lapisan, dimana setiap lapisan tersebut memiliki ciri khas masing-masing. Lapisan pertama disebut dengan artifak, atau bisa disebut juga dengan hal-hal yang dapat secara langsung dilihat oleh mata. Artifak ini terdiri dari artifak fisik dan non fisik. Artifak fisik terdiri dari gedunggedung dan fasilitas yang ada, sedangkan artifak non fisik berisi kebiasaankebiasaan yang berada di sekolah tersebut. Lapisan kedua berisi nilai-nilai dan keyakinan. Dalam lapisan ini kultur sekolah biasanya berisi sederet norma-norma yang diinginkan sekolah dan kebanyakan tertuang dalam bentuk slogan-slogan yang ditempelkan di lingkungan sekolah. Kemudian lapisan yang terakhir adalah asumsi. Berupa nilai-nilai, normanorma, dan keyakinan yang tidak terlihat langsung oleh mata akan tetapi sangat berpengaruh pada perilaku warga sekolah. Untuk dapat mengamati kultur yang ada di sekolah, aspek-aspek yang harus dinilai menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Umum dalam Moerdiyanto (2012: 7) meliputi: (1) Aspek budaya sosial, yaitu interaksi yang
29
terjadi antara warga sekolah baik yang bersifat positif maupun negatif yang di dalamnya meliputi rasa saling memaafkan, menolong, memberi penghargaan dan hal lainnya yang meliputi interaksi sesama warga sekolah, (2) Aspek budaya akademik, yang meliputi pengawasan dalam kemajuan belajar, persaingan dalam meraih prestasi, strategi belajar mengajar, serta ketepatan media pembelajaran yang digunakan, (3) Aspek budaya mutu, yang meliputi pemahaman terhadap budaya utama sekolah yang meliputi budaya jujur, saling percaya, kerjasama, kegemaran membaca, disiplin, bersih, berprestasi, penghargaan dan efisien, (4) Aspek artifak, yang meliputi pemahaman terhadap artifak fisik yang berada di sekolah dan artifak perilaku warga sekolah. 6.
Fungsi dan Peran Kultur Sekolah Fungsi kultur sekolah menurut Stoll dalam Rahmani Abdi (2007: 25) yaitu
budaya pada dasarnya adalah memberikan dukungan serta identitas pada sekolah dan selanjutnya membentuk kerangka kerja (framework) bagi kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, pengertian budaya sekolah lebih berfungsi sebagai pembentukan kinerja warga sekolah dan kemudian menjadi identitas sekolah. Berdasarkan berbagai definisi yang ada, menurut Noor Tri Widianingsih (2012: 18-19) fungsi kultur sekolah adalah sebagai berikut: a.
Sebagai identitas suatu sekolah dimana diantara satu sekolah dengan sekolah
yang lainnya tidak akan sama. Identitas tersebut dapat berupa sejarah sekolah, kondisi, dan sistem yang ada di sekolah tersebut.
30
b.
Sebagai sumber, kultur sekolah merupakan sumber inspirasi, kebanggan dan
sumber daya yang dapat dijadikan arah kebijakan (strategi) lembaga pendidikan tersebut. c.
Sebagai pola perilaku, dimana kultur sekolah menentukan batas-batas
perilaku yang telah disepakati oleh seluruh warga sekolah d.
Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Dalam dunia
yang berubah dengan amat pesat, kunci keberhasilan suatu organisasi umum maupun lembaga pendidikan dalam meningkatkan efektivitas yang terletak pada fleksibilitas dan kemampuan inovatifnya. Oleh karena itu lembaga pendidikan mau tidak mau harus berani melakukan perubahan guna peningkatan mutu lembaga tersebut. Salah satu jalan untuk melakukan strategi perubahan tersebut adalah dengan merubah kultur di lembaga pendidikan itu. e.
Sebagai tata nilai. Kultur sekolah merupakan gambaran perilaku yang
diharapkan dari warga sekolah dalam mewujudkan tujuan institusi pendidikan tersebut. Tata nilai yang dimaksud dalam hal ini adalah aktualisasi dari keyakinan seseorang sebagai pemberian makna terhadap pekerjaan dam sebagai pengabdian kepada Tuhan YME Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa kultur sekolah memiliki peran yang besar terhadap mutu suatu sekolah, yang mencakup berbagai aspek seperti norma, intelektual, moral dan sosial. Kultur sekolah berkembang secara dinamis dan bersifat kompleks dimana dalam pelaksanaannya di sekolah dibutuhkan peran serta seluruh komponen warga sekolah demi terwujudnya tujuan bersama.
31
7.
Pengembangan Kultur Sekolah Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah adalah dengan mengembangkan kultur sekolah. Kultur sekolah yang sudah bernilai positif agar terus ditingkatkan, serta kultur yang negatif diminimalisir. Cara mengembangkan kultur sekolah menurut Rudi Prihantoro (2010: 156) pertama-tama adalah dengan memotret kultur sekolah, menganalisis, menilai, merancang tindakan pengembangan, melaksanakan tindakan, memonitoring dan mengevaluasi, dan yang terakhir adalah pelaporan. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memotret atau melihat terlebih dahulu kultur apa saja yang terdapat di sekolah. Selanjutnya dilakukan analisis dan penilaian untuk kemudian dapat dirancang tindakan pengembangan kultur yang akan dilakukan. Setelah rancangan tindakan pengembangan sudah ditentukan kemudian rancangan tersebut dilaksanakan dengan tetap diawasi dalam pelaksanaannya. Setelah periode waktu tertentu pelaksanaan rancangan kegiatan di evaluasi, kemudian dinilai kembali apakah kultur yang berjalan di sekolah sudah sesuai dengan rancangan yang ditentukan atau belum. Selanjutnya menurut Serasson dalam Moerdiyanto (2010: 11), kultur sekolah dapat dikembangkan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan struktural dan pendekatan kultural. Pendapat lain mengenai pengembangan kultur sekolah disampaikan (Sastrapratedja Dinamika Pendidikan, 2001) dalam
Ariefa
Efianingrum (2008: 7) bahwa pendekatan budaya untuk meningkatkan kinerja sekolah lebih efektif jika dibandingkan dengan pendekatan struktural. Pendekatan budaya dengan pusat perhatian pada budaya keunggulan menekan perubahan pada
32
pikiran, kata-kata, sikap, perbuatan, serta hati setiap warga sekolahnya. Pendekatan budaya dalam upaya mengembangkan budaya sekolah dapat dilakukan dengan dengan beberapa kegiatan berikut. a.
Pembentukan tim kerja dari berbagai unsur dan jenjang untuk saling
berdiskusi dan bernegosiasi. Tim kerja ini terdiri dari kepala sekolah, guru, konselor, karyawan/ staf administrasi. b.
Dengan berorientasi
pada pengembangan
visi. Pendekatan visioner
menekankan pandangan kolektif mengenai hal yang ideal. c.
Hubungan kerjasama, melalui kerjasama tim, akan muncul bagaimana sikap
saling menghargai serta memperkuat identitas kelompok, bersama-sama dan saling mendukung. d.
Kepercayaan dan dukungan. Saling percaya (trust) serta dukungan (support)
merupakan salah satu unsur penting bagi bekerjanya sebuah organisasi. Tim dapat bekerja secara sinergis dan dinamik jika kedua tersebut ada. e.
Nilai dan kepentingan bersama. Sebuah tim harus dapat mendamaikan
berbagai
kepentingan.
Akan
menjadi
tugas
seorang
pemimpin
untuk
mendamaikan kepentingan tersebut. f.
Akses pada informasi. Mereka yang bekerja dalam suatu organisasi hanya
akan dapat menggunakan kemampuannya secara efektif dan mereka dapat memperoleh akses pada informasi yang mereka butuhkan. g.
Pertumbuhan sepanjang hidup. Lifelong learning dibutuhkan dalam dunia
yang berubah dengan begitu pesat. (Ariefa Efianingrum, 2008: 7)
33
Berikut beberapa kegiatan yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk menghidupkan kultur kelas atau sekolah yang kondusif bagi pendidikan nilai di sekolah menurut Ariefa Efianingrum (2008: 8) a.
Hadap masalah/ Problem Solving
Murid diajak berdiskusi untuk memecahkan satu masalah konkrit. b.
Reflective Thingking/ Critical Thinking
Murid secara pribadi atau kelompok diajak untuk membuat catatan refleksi atau tanggapan atas sebuah artikel, peristiwa, kasus, gambar, foto, dan lain-lain. c.
Dinamika kelompok (Group Dynamic)
Murid dilibatkan dalam kerja kelompok secara kontinyu untuk mengerjakan suatu proyek kelompok. d. Membangun suatu komunitas kecil (Community Building) Murid satu kelas diajak untuk membangun komunitas atau masyarakat mini dengan tatanan dan tugas-tugas yang mereka putuskan bersama secara demokratis. e.
Membangun sikap bertanggung jawab (Responsibility Building)
Murid diserahi tugas atau pekerjaan yang konkrit dan diminta untuk membuat laporan yang sejujurnya.
B. Penelitian yang Relevan 1.
Penelitian yang dilakukan oleh Istifaiyah (2012) dengan judul “Studi
Kebijakan Sekolah Dalam Pengembangan Kultur Sekolah di SMP Negeri 2 Yogyakarta”
34
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 2 Yogyakarta dapat disimpulkan bahwa SMP Negeri 2 Yogyakarta telah memiliki kultur positif yang dapat terlihat dari artifak fisik yang dimiliki. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SMP Negeri 2 Yogyakarta ini pun sudah cukup lengkap dan memadai. Selain itu kultur positif terkait dengan nilai dan keyakinan tercermin dengan adanya kultur kebersihan, kedisiplinan, gemar membaca, berprestasi, yang sudah terlaksana dengan baik. Namun untuk kultur berperilaku di sekolah tersebut masih tergolong kurang karena masih kurang terjalin sesuai dengan yang diinginkan sekolah. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kultur di sekolah tersebut tergolong positif dan sudah membudaya pada warga sekolah. Kebijakan yang dilakukan sekolah untuk menciptakan kultur atau budaya sekolah positif yang dikembangkan dan difokuskan di SMP Negeri 2 Yogyakarta meliputi: 1) Budaya kebersihan dengan disediakannya tong sampah di setiap sudut sekolah dan di setiap depan ruangan, adanya kesepakatan bersama dalam menjaga
kebersihan,
dan
pengadaan
lomba
kebersihan,
serta
mengikutsertakan sekolah dalam ajang lomba kebersihan sekolah tingkat kota. 2) Budaya kedisiplinan dengan pembuatan tata tertib sekolah yang tegas dan jelas. 3) Budaya berperilaku dengan mencantumkan tata pergaulan pada tata tertib siswa.
35
4) Budaya berprestasi dengan mengikutsertakan siswa dalam berbagai perlombaan, pembinaan khusus siswa yang akan mengikuti perlombaan, penambahan jam pelajaran bagi siswa kelas IX, adanya aturan resmi untuk penghargaan siswa berprestasi dalam tata tertib, dan adanya program pertukaran pelajar ke Korea. 5) Budaya religi dengan penyediaan tempat ibadah yang cukup, penyediaan guru pembina agama yang cukup, dan kewajiban warga sekolah dalam kegiatan keagamaan. Penelitian di atas menunjukkan bagaimana gambaran kultur sekolah yang terjadi terdapat di SMP Negeri 2 Yogyakarta serta kebijakan yang diambil oleh sekolah dalam mengembangkan kultur sekolah di SMP Negeri 2 Yogyakarta, sedangkan penelitian yang peneliti lakukan dengan menggambarkan kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman, kemudian bagaimana program sekolah dalam mengembangkan kultur sekolah. 2.
Penelitian Srinatun (2011) tentang “Upaya Meningkatkan Kinerja Guru
Melalui Kultur Sekolah”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya kultur sekolah yang diterapkan di SMA Negeri 4 Semarang menghasilkan guru yang berprestasi mulai dari tingkat kota hingga tingkat nasional. Kemudian di bidang sertifikasi, guru-guru di SMA Negeri 4 Semarang mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Beberapa bidang lain yang mengalami peningkatan juga terdapat dalam bidang akreditasi sekolah, serta kenaikan pangkat guru.
36
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa penerapan kultur sekolah yang ada di SMA Negeri 4 Semarang tidak dapat dipungkiri lagi telah menimbulkan aspek yang positif di beberapa bidang. Hubungan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah penerapan kultur sekolah dapat berpengaruh pada kualitas dan mutu sekolah seperti yang peneliti lakukan di SMP Negeri 1 Sleman.
C. Kerangka Pikir Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan atau pengembangan program guna meningkatkan kualitas sekolah itu sendiri. Kultur sekolah diyakini memiliki peran yang besar dalam memperbaiki kualitas sekolah, baik dari kepala sekolah, guru, maupun siswa. Beberapa unsur dari kultur sekolah tersebut antara lain berupa artifak, nilai, keyakinan, dan asumsi menyatu dengan komponen sekolah yaitu kepala sekolah, guru, siswa, dan staf atau karyawan membentuk hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi. Dari hubungan yang saling mempengaruhi tersebut kemudian akan terbentuk kultur yang sudah diidentifikasi sebelumnya yaitu kultur positif, kultur negatif, dan kultur netral. Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki wewenang untuk membentuk program sebagai upaya untuk membentuk kultur atau budaya di sekolah masing-masing. Dari pelaksanaan program sekolah itulah nantinya akan terbentuk kultur baik positif maupun negatif. Peneliti akan berusaha mengidentifikasi kultur yang terdapat di SMP Negeri 1 Sleman.
37
Berikut adalah bagan yang menunjukkan kerangka berpikir dalam penelitian: Sekolah
Kultur Sekolah
Unsur Kultur Sekolah:
Warga Sekolah:
Artifak Nilai dan Keyakinan Asumsi
Kepala Sekolah Guru Siswa Staff/ Karyawan
KULTUR SEKOLAH SMP NEGERI 1 SLEMAN
1. Gambaran Kultur Sekolah SMP Negeri 1 Sleman 2. Program Pengembangan Sekolah
Kultur Positif, Kultur Negatif, dan Kultur Netral
Bagan 1. Kerangka pikir
38
D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka pertanyaan penelitiannya yaitu: 1.
Bagaimanakah gambaran artifak fisik di SMP Negeri 1 Sleman?
2.
Bagaimana deskripsi mengenai artifak non-fisik yang ada di SMP Negeri 1 Sleman?
3.
Apa saja program yang diterapkan sekolah untuk mengembangkan kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman?
4.
Bagaimana pelaksanaan program pengembangan sekolah yang mendukung terciptanya kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman?
39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif. Metode penelitian ini digunakan untuk menganalisis dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan peristiwa pendidikan yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya dalam konteks ruang dan waktu serta situasi lingkungan pendidikan secara alami dan tidak dimanipulasi oleh peneliti sehingga pada saat peneliti memasuki obyek, saat berada di obyek dan setelah keluar dari obyek keadaannya relatif tidak berubah. Oleh karena itu peneliti harus terjun langsung dan membaur dengan objek penelitian. Data yang diperoleh dapat berasal dari hasil pengamatan, hasil wawancara, dokumentasi, analisis dokumen, dan catatan lapangan yang disusun oleh peneliti di lapangan kemudian dituangkan dalam bentuk narasi, bukan dalam bentuk angka. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian yang bersifat deskriptif karena peneliti akan mendeskripsikan tentang kultur sekolah yang teridentifikasi dari data lapangan baik yang berbentuk lisan maupun tertulis.
B. Setting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2015-Januari 2017 dan dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sleman yang terletak di Jalan Bhayangkara no. 27 Medari Caturharjo Sleman.
40
C. Subjek Dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian adalah warga sekolah SMP Negeri 1 Sleman yang terdiri dari kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan. Sedangkan objek pada penelitian ini adalah kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman.
D. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian yang akan digunakan adalah sebagai berikut: 1.
Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data utama dimana peneliti
dan sumber data bertemu melakukan serangkaian diskusi untuk saling bertukar informasi dengan menggunakan instrumen wawancara. Prof. Dr. Burhan Bungin dalam (Jamal Ma’mur Asmani, 2011 : 122) menyampaikan bahwa wawancara mendalam yaitu suatu proses memperoleh keterangan dengan tujuan penelitian melalui cara tanya jawab dan bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau yang diwawancarai, dengan menggunakan pedoman wawancara. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai subjek penelitian kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa dengan tujuan untuk mengajukan pertanyaanpertanyaan terbuka terkait topik permasalahan penelitian untuk memperoleh data tentang
pengembangan
kultur
sekolah.
Dalam
mewawancarai
peneliti
menggunakan pedoman wawancara. Pemilihan narasumber wawancara peneliti menggunakan teknik snowball sampling dimana jumlah awal narasumber sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal tersebut dilakukan karena dari jumlah sumber data
41
yang sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian jumlah sample sumber data akan semakin besar, seperti bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar (Sugiyono, 2015: 219). Proses pengambilan sample ini dibantu oleh pelaksana harian kepala sekolah dengan menunjuk beberapa narasumber yang mampu memberikan informasi yang dibutuhkan terkait kultur sekolah. 2.
Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap
gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian dilakukan terhadap objek di tempat berlangsungnya suatu peristiwa. Dalam penelitian ini observasi dilakukan untuk mengamati kondisi artifak sekolah baik fisik seperti halaman, gedung, dan lain-lain maupun non fisik seperti interaksi, nilai, keyakinan, dan lain-lain. Pada saat melakukan observasi ini peneliti menggunakan 3 bentuk observasi yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur yaitu peneliti melakukan observasi tanpa guide, serta yang terakhir observasi terus terang atau tersamar untuk mendapatkan gambaran realistik fenomena yang terjadi di sekolah. 3.
Studi Dokumen Menurut Sugiyono (2010 : 329) dokumen adalah catatan peristiwa yang
sudah berlalu. Dokumen biasanya berbentuk tulisan, gambar, atau hasil karya. Pengambilan dokumen yang dilakukan oleh peneliti berupa catatan peristiwa yang bersangkutan yaitu profil sekolah, sejarah sekolah, arsip sekolah, data guru, data karyawan, data siswa, dan foto-foto.
42
E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yaitu alat yang digunakan untuk mendapatkan informasi atau melakukan pengukuran terhadap subjek dan objek penelitian. Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Pedoman Observasi Pedoman observasi dapat berupa butir-butir pertanyaan dalam garis besar
mengenai hal-hal yang akan diobservasi, kemudian akan diperinci dan dikembangkan pada saat pelaksanaan penelitian dengan maksud untuk mendapatkan data yang fleksibel, lengkap, dan akurat. Dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan alat bantu berupa kamera. Tabel 1. Fokus Pedoman Observasi Aspek yang diamati Indikator yang dicari Artifak fisik - Arsitektur, tata ruang, simbol, logo, slogan, gambar, tanda, cara berpakaian, sarana prasarana Kultur sekolah Artifak non fisik - Interaksi, perilaku, sopan-santun, budaya akademik (dilihat dari piala, dan sertifikatsertifikat)
2.
Pedoman Wawancara Dalam pedoman wawancara berisikan tentang pertanyaan-pertanyaan
secara
garis besar
dan saat
pelaksanaan
wawancara dilakukan
dapat
dikembangkan secara mendalam untuk mendapatkan data penelitian yang dibutuhkan. Dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan alat bantu berupa buku catatan, kamera, dan handphone sebagai alat untuk merekam suara.
43
Tabel 2. Fokus Pedoman Wawancara No Aspek yang dikaji Indikator yang dicari 1
2
3.
Nilai dan Keyakinan Nilai-nilai yang dianut (terbentuknya visi & misi) Asumsi Label sekolah
Sumber data -
Kepala sekolah Guru Karyawan Siswa
Pedoman Studi Dokumen Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data-data yang
terangkum dalam buku/ arsip, data tertulis, foto serta segala sesuatu yang berhubungan mengenai kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman. Adapun kisi-kisi pedoman kajian dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Tabel 3. Fokus Pedoman Studi Dokumen No 1.
Aspek yang Dikaji Profil Sekolah
2.
Data Sekolah
3.
Profil Guru
a. b. c. d. e. a. b. c. a. b. c.
Indikator yang Dicari Sumber Data Sejarah sekolah a. Dokumen/ Letak geografis sekolah arsip Struktur organisasi sekolah b. Foto-foto Sarana dan prasarana sekolah Kebijakan Sekolah Data siswa Data guru Data prestasi (akademik dan non-akademik) Jenjang pendidikan Kemampuan dalam melakukan pengajaran Kemampuan guru dalam berinteraksi kepada peserta didik
44
F. Keabsahan Data Menurut Sugiyono (2010: 366) uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility (validitas internal), uji tranferability (validitas eksternal), uji dependability (reliabilitas), dan uji confirmability (objektivitas). Uji validitas data ini penting dilakukan agar data yang diperoleh di lapangan dapat di pertanggungjawabkan keaslian dan kebenarannya. Dalam penelitian yang dilakukan keabsahan data dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pengujian dengan triangulasi William Wiersma dalam (Sugiyono, 2010 : 372) berpendapat bahwa triangulasi dalam pengujian keabsahan data ini diartikan sebagai pemeriksaan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dalam penelitian ini dilakukan pengecekan dari beberapa sumber, seperti dari kepala sekolah, guru, siswa, dan karyawan. Kemudian dilakukan triangulasi teknik yaitu berupa teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dari hasil triangulasi yang dilakukan ditemukan kesesuaian antara sumber yang satu dengan yang lainnya.
G. Teknik Analisis Data Jamal Ma’mur Asmani (2011: 87) menyampaikan bahwa analisis data kualitatif yang meliputi pengolahan dan pemaknaan data dimulai sejak peneliti memasuki lapangan. Selanjutnya, hal yang sama dilakukan secara kontinu pada saat pengumpulan sampai akhir pengumpulan data hingga yang diperoleh adalah data jenuh (tidak diperoleh lagi informasi baru). Selanjutnya mengutip konsep
45
Miles and Hubberman dalam Sugiyono (2015: 91) yang mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian hingga tuntas dan datanya sampai jenuh. Oleh karena itu aktivitas analisis data yang akan dilakukan adalah data reduction, data display, dan data conclusion drawing/verification. Oleh karena itu data yang diperoleh di lapangan direduksi, dirangkum, dan dipilih halhal yang pokok untuk kemudian difokuskan sesuai dengan rumusan masalah. Setelah reduksi, tahapan yang dilakukan selanjutnya adalah penyajian data sederhana kemudian peneliti melakukan pengambilan kesimpulan atas data yang diperoleh. Selanjutnya model interaktif dalam analisis data ditunjukkan pada gambar berikut:
Data Collection
Data Display
Data Reduction Conclusions: drawing/ verifying
Gambar 2. Komponen dalam analisis data interactive model Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2015: 92)
46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1.
Setting Penelitian
a.
Sejarah Sekolah SMP Negeri 1 Sleman, dulu dikenal dengan nama SMP Medari, berdiri
sejak 1 Agustus 1946 berstatus swasta. Status negeri disandang sejak 10 Januari 1951. Sekolah ini berlokasi di Dusun Jetis, Kelurahan Caturharjo, Kecamatan Sleman dengan luas tanah 13.550 m² berstatus hak pakai dari Kasultanan Yogyakarta. Mulai tahun 2000 sekolah ini melaksanakan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dengan Visi “Berkualitas Internasional Berdasarkan Taqwa dengan misi: Peningkatan Standar Kurikulum, Standar Proses, Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan, Standar Kelulusan, Standar Pengelolan dan Manajemen, Pembiayaan, Penilaian, serta pengembangan pendidikan berbasis Keunggulan Lokal, Imtaq Budaya dan Lingkungan secara Internasional. SMP Negeri 1 Sleman menjadi Sekolah Efektif dengan serangkaian kegiatan di bawah panduan Konsultan Internasional Sekolah Efektif dari Canedcom Canada. Dua tahun kemudian, pada tahun 2003 SMP Negeri 1 Sleman ditetapkan sebagai salah satu dari lima SMP Andalan kabupaten Sleman oleh Bupati Kepala Daerah Tk.II Kabupaten Sleman. Berbagai kegiatan digelar di SMP Negeri 1 Sleman dalam rangka mewujudkan mutu peserta didiknya, baik mutu akademik maupun non akademik sekaligus mewujudkan visi yang telah ditetapkan/ dipilihnya. Pada akhir tahun
47
pelajaran 2003/ 2004 tepatnya 5 Juli 2004, SMP Negeri 1 Sleman ditetapkan sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN) pertama di Kabupaten Sleman oleh Direktorat PLP Departemen Pendidikan Nasional setelah melalui serangkaian proses verifikasi. Luas lahan, kondisi fasilitas dan prasarana juga menjadi hal yang menentukan ditetapkannya sebagai SSN. Letak geografis yang sangat memungkinkan, dapat dijangkau dari berbagai arah, karena SMP Negeri 1 Sleman berada di pinggir jalan raya Jogja Magelang, selain ditunjang dengan lokasi yang luas, sarana prasarana pendidikan yang lengkap, guru-guru yang memiliki dedikasi yang tinggi, serta tenaga kependidikan yang mampu melayani berbagai kegiatan manajemen pendidikan, SMP Negeri 1 Sleman terus maju hingga akhirnya memperoleh predikat Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional pada tahun 2009. Berbagai upaya pembenahan dilakukan dalam memberikan pelayanan sekaligus melengkapi berbagai media pembelajaran melalui media cetak, elektronik, internet, pelayanan manajemen berbasis teknologi modern, sehingga sekolah mendapatkan pengakuan Internasional dengan diberlakukannya ISO 9001: 2008 di SMP Negeri 1 Sleman. Berikut ini merupakan tabel profil sekolah dari SMP Negeri 1 Sleman sebagai berikut.
48
Tabel 4. Identitas Sekolah No IDENTITAS SEKOLAH 1
Nama Sekolah
SMP NEGERI 1 SLEMAN
3
Alamat Sekolah
Jalan Bhayangkara 27 Medari
5
Desa/Kelurahan
Caturharjo
6
Kecamatan
Sleman
7
Kabupaten/ Kota
Sleman
8
Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta
9
Kode Pos
55515
10
Telp/ Faks
(0274) 868810
12
Status Sekolah
Negeri
17
Tahun Berdiri
1946 (Swasta)
18
Tahun Perubahan
1951 (Negeri)
20
Bangunan Sekolah
Milik Sendiri
22
Luas Tanah
13.550 m2
23
Email
[email protected]
25
Website
www.smpn1sleman.sch.id
Sumber: Dokumentasi Profil Sekolah b. Visi dan Misi Sekolah Setiap sekolah pastilah memiliki visi dan misi yang digunakan sebagai pedoman dalam mewujudkan tujuan serta harapan sekolah masing-masing. Visi dan Misi SMP Negeri 1 Sleman, sebagai berikut: 1) Visi Sekolah SMP Negeri 1 Sleman Terwujudnya insan yang bertaqwa, berprestasi, berbudaya, dan berwawasan global. 2) Misi Sekolah SMP Negeri 1 Sleman a) Melaksanakan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi
49
b) Melaksanakan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional c) Melaksanakan pengembangan pembelajaran yang efektif d) Melaksanakan pengembangan fasilitas pendidikan yang memadai dan inovatif e) Melaksanakan pengembangan lulusan yang berkualitas, berkepribadian, tangguh dan berdaya saing tinggi f)
Melaksanakan pengembangan kelembagaan dan manajemen sekolah yang komprehensif
g) Melaksanakan pembiayaan pendidikan dengan prinsip berkeadilan secara transparan dan akuntabel h) Melaksanakan pengembangan sistem
penilaian yang
berencana dan
berkala i)
Melaksanakan pengembangan penghayatan dan pengamalan ajaran agama, etika moral dan karakter bangsa
j)
Melaksanakan pengembangan penataan lingkungan, budaya sekolah yang kondusif, dan mitigasi bencana
c.
Tujuan Sekolah Berdasarkan visi dan misi diatas, pendidikan di SMP Negeri 1 Sleman
memiliki berbagai tujuan antara lain: 1) Terwujudnya kurikulum berbasis kompetensi, yang mendorong peserta didik berprestasi secara global baik dalam bidang akademis maupun non akademis
50
2) Terwujudnya
pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional dan
berwawasan global sesuai tuntutan kurikulum 3) Terwujudnya pembelajaaran yang efektif sesuai dengan kebutuhan dan potensi peserta didik 4) Terwujudnya fasilitas pendidikan yang memadai dan inovatif sebagai pusat pembudayaan IPTEK dan IMTAQ yang berkarakter bangsa 5) Terwujudnya lulusan yang berkualitas berkepribadian, tangguh dan berdaya saing tinggi 6) Terwujudnya kelembagaan dan manajemen sekolah yang mantap dan komprehensif 7) Terwujudnya
pembiayaan pendidikan dengan prinsip berkeadilan secara
transparan dan akuntabel 8) Terwujudnya
sistem
penilaian
yang berencana
dan
meningkatkan keunggulan lokal, kepentingan nasional
berkala
untuk
dan mampu
berkompetisi secara global 9) Terwujudnya penghayatan dan pengamalan ajaran agama, etika moral dan karakter bangsa 10) Terwujudnya penataan lingkungan budaya sekolah yang kondusif, dan mitigasi bencana d. Pedoman Sekolah 1) Tata Tertib Guru Mengajar a) Berpakaian seragam/ rapi sesuai ketentuan yang diterapkan b) Bersikap dan berperilaku sebagai pendidik
51
c) Berkewajiban mempersiapkan administrasi pengajaran, alat-alat dan bahan pelajaran dan mengadakan ulangan secara teratur d) Diwajibkan hadir di sekolah sepuluh menit sebelum mengajar e) Diwajibkan mengikuti Upacara Bendera (setiap hari Senin/ Hari Nasional) bagi semua guru, pegawai, dan karyawan f)
Wajib mengikuti rapat-rapat yang diselenggarakan sekolah
g) Wajib melapor kepada guru piket bila terlambat h) Memberitahukan kepada kepala sekolah atau guru piket bila berhalangan hadir dan memberikan tugas atau bahan pelajaran untuk siswa i)
Diwajibkan menandatangani daftar hadir dan mengisi agenda kelas
j)
Mengkondisikan/ menertibkan siswa saat akan mengajar
k) Diwajibkan melaporkan kepada kepala sekolah/ guru piket jika akan melaksanakan kegiatan di luar sekolah l)
Selain mengajar, juga memperhatikan situasi kelas mengenai 9K dan membantu menegakkan tata tertib siswa
m) Tidak diperbolehkan menyuruh siswa menulis daftar nilai n) Tidak diperbolehkan mengurangi jam pelajaran sehingga siswa istirahat, ganti pelajaran, atau pulang sebelum waktunya o) Tidak diperbolehkan memulangkan siswa tanpa seizin guru piket atau kepala sekolah p) Tidak diperbolehkan menggunakan waktu istirahat untuk ulangan atau kegiatan lain di dalam kelas
52
q) Memberikan sanksi kepada siswa yang melanggar tata tertib yang bersifat mendidik dan hindari hukuman secara fisik yang berlebihan r)
Tidak diperbolehkan merokok di dalam kelas/ tatap muka
s)
Guru agar menggunakan waktu tatap muka (minimal 5 menit) untuk melakukan pembinaan akhlak terhadap siswa
t)
Menjaga kerahasiaan jabatan
u) Wajib menjaga citra guru, sekolah, dan citra pendidik pada umumnya. 2) Tata Tertib Siswa a) Hal Masuk Sekolah (1)
Semua murid harus masuk sekolah selambat-lambatnya 5 menit sebelum pelajaran dimulai.
(2)
Murid yang datang terlambat tidak diperkenankan langsung masuk kelas, melainkan harus melapor terlebih dahulu kepada guru piket.
(3)
Murid absen, hanya karena sungguh-sungguh sakit/ keperluan yang sangat penting.
(4)
Urusan keluarga harus dikerjakan diluar sekolah atau waktu libur sehingga tidak menggunakan hari sekolah.
(5)
Murid yang absen pada waktu masuk kembali, harus melapor kepada kepala sekolah dengan membawa surat-surat yang diperlukan.
(6)
Murid tidak diperbolehkan meninggalkan sekolah selama jam pelajaran berlangsung.
(7)
Kalau seandainya murid sudah merasa sakit dirumah, maka sebaiknya tidak masuk.
53
b) Kewajiban Murid (1)
Taat kepada guru-guru dan kepala sekolah
(2)
Ikut bertanggung jawab atas kebersihan, keamanan, ketertiban kelas dan sekolah pada umumnya
(3)
Ikut bertanggung jawab atas pemeliharaan gedung, halaman, perabot, dan peralatan sekolah
(4)
Membantu kelancaran pelajaran baik di kelasnya maupun di sekolah pada umumnya
(5)
Ikut menjaga nama baik sekolah, guru dan pelajar pada umumnya, baik didalam maupun diluar sekolah
(6)
Menghormati guru dan saling harga menghargai antar sesama murid
(7)
Melengkapi diri dengan keperluan sekolah
(8)
Murid yang membawa kendaraan agar menempatkan ditempat yang telah ditentukan dalam keadaan terkunci
(9) c)
Ikut membantu agar TATA TERTIB Sekolah dapat berjalan dan ditaati
Larangan Murid (1)
Meninggalkan sekolah selama pelajaran berlangsung. Penyimpangan dalam hal ini hanya dengan ijin kepala sekolah
(2)
Membeli makanan dan minuman diluar sekolah
(3)
Menerima surat-surat atau tamu di sekolah
(4)
Memakai perhiasan yang berlebihan serta berdandan yang tidak sesuai dengan kepribadian Bangsa
(5)
Merokok didalam dan diluar sekolah
54
(6)
Meminjam uang dan alat-alat pelajaran antar sesama murid
(7)
Mengganggu jalannya pelajaran baik terhadap kelasnya maupun terhadap kelas lain
(8)
Berada didalam kelas selama waktu istirahat
(9)
Berkelahi dan main hakim sendiri jika menemui persoalan antar teman
(10)
Menjadi kumpulan anak-anak nakal dan geng-geng terlarang
(11)
Hal Pakaian dan Lain-lain Setiap murid wajib memakai seragam sekolah lengkap sesuai dengan ketentuan sekolah, murid-murid putri dilarang memelihara kuku panjang dan memakai alat kecantikan kosmetik yang lazim digunakan oleh orang-orang dewasa, rambut dipotong rapi, bersih, dan terpelihara, pakaian olahraga sesuai dengan ketentuan sekolah
d) Hak-hak Murid (1)
Murid-murid berhak mengikuti pelajaran selama tidak melanggar TATA TERTIB
(2)
Murid-murid dapat meminjam buku-buku dari perpustakaan sekolah dengan mentaati peraturan perpustakaan yang berlaku
(3)
Murid-murid berhak mendapat perlakuan yang sama dengan muridmurid yang lain sepanjang tidak melanggar peraturan TATA TERTIB
e)
Hal Les Privat (1)
Murid yang terbelakang dalam suatu mata pelajaran dapat mengajukan permintaan les tambahan dengan surat orangtuanya dan kepala sekolah
55
(2)
Les privat kepada guru kelasnya dan les privat tanpa sepengetahuan kepala sekolah dilarang
(3)
Les privat dapat diberikan sampai murid yang bersangkutan dapat mengejar pelajaran yang ketinggalan
f)
Lain-lain (1)
Hal-hal yang belum tercantum dalam peraturan TATA TERTIB ini diatur oleh sekolah
(2)
Peraturan TATA TERTIB sekolah ini berlaku sejak diumumkan
Catatan: Semua orang tua/ wali dimohon secara sadar dan positif membantu agar peraturan TATA TERTIB sekolah dapat ditaati. e.
Keadaan Sumber Daya yang Dimiliki SMP Negeri 1 Sleman merupakan salah satu sekolah sekolah favorit yang
ada di Kabupaten Sleman. Pada tahun 2015, SMP Negeri 1 Sleman berada di posisi 5 untuk peringkat SMP se- kabupaten Sleman berdasarkan hasil nilai ujian. Untuk dapat mencapai tujuan sekolah SMP Negeri 1 Sleman tersebut tidaklah lepas dari sumber daya yang dimiliki oleh sekolah. Sumber daya yang ada di SMP Negeri 1 Sleman mampu bekerja sama dengan baik dan mendukung antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan hasil data yang diperoleh selama melakukan penelitian, berikut merupakan gambaran keadaan sumber daya yang dimiliki oleh SMP Negeri 1 Sleman dengan total SDM yang dimiliki sebanyak 730 orang dengan rincian; Kepala Sekolah 1 orang, Wakil Kepala Sekolah 3 orang merangkap menjadi guru mata pelajaran, Tata Usaha 5 orang, Guru 41 orang, Bimbingan Konseling 4 orang, Petugas Perpustakaan 1 orang, Petugas Keamanan
56
4 orang, Laboran 1 orang, Petugas Kebersihan 3 orang, Koperasi Sekolah 1 orang, Teknisi Komputer 1 orang, dan peserta didik sebanyak 672 siswa. 1) Keadaan Tenaga Pendidik Tenaga pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam suatu lembaga formal pendidikan. Tenaga pendidik/guru membantu kelancaran berlangsung nya proses belajar mengajar di sekolah. Tenaga pendidik yang kurang akan berdampak pada kurangnya motivasi belajar, prestasi, serta perilaku siswa. Adapun keadaan tenaga pendidik di SMP Negeri 1 Sleman berdasarkan mata pelajaran yang diajarkan pada tahun 2015/ 2016 yaitu untuk guru agama, SMP Negeri 1 Sleman memiliki 2 guru pendidikan Agama Islam, 1 guru pendidikan Agama Kristen, dan 1 guru pendidikan Agama Katholik. Selanjutnya sekolah memiliki 3 guru Pendidikan Seni, 4 guru Matematika, 1 guru TIK, 3 guru Penjasorkes, 4 guru IPS, 5 guru IPA, 6 guru Bahasa Indonesia, 4 guru Bahasa Inggris, 2 guru Bahasa Jawa, 3 guru Civics/ PMP/ Pkn, 4 guru Bimbingan Konseling, 1 guru Elektronika, dan 1 guru Keterampilan Batik. Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa SMP Negeri 1 Sleman memiliki total 45 orang guru. Dari data guru diatas beberapa diantaranya adalah guru dari sekolah lain yang mencari tambahan jam mengajar di SMP 1 Sleman yaitu 1 guru PKn dari SMP Negeri 2 Sleman, 1 guru Bahasa Indonesia dari SMP BOPKRI Godean, 1 guru Bahasa Indonesia dari SMA Institut Indonesia Berbah, 1 guru Penjaskes dari SMP Negeri 2 Sleman, dan 1 guru BK dari SMP Negeri 2 Sleman. Beberapa tenaga pendidik mengajar tidak sesuai dengan bidang keahliannya seperti mata pelajaran seni musik yang diampu oleh guru yang
57
memiliki pendidikan sarjana sejarah namun memiliki ijazah DIII seni musik, kemudian mata pelajaran keterampilan batik yang diampu oleh guru yang memiliki ijazah terakhir S1 jurusan administrasi perkantoran. SMP Negeri 1 Sleman saat ini tidak memiliki kepala sekolah tetap, kepala sekolah saat ini diampu oleh bapak Nugroho Wahyudi yang merupakan kepala sekolah tetap di SMP Negeri 2 Sleman sehingga untuk pelaksanaan kesehariaannya dilimpahkan kepada Waka Kurikulum yang juga mengampu sebagai guru biologi di SMP Negeri 1 Sleman. Meskipun guru memiliki tidak hanya 1 tugas di sekolah, secara keseluruhan pelaksanaan pembelajaran di sekolah telah terlaksana dengan baik berkat dukungan dari berbagai aspek di sekolah. 2) Keadaan Tenaga Kependidikan Tenaga kependidikan mempunyai peran penting dalam membantu kelancaran proses belajar mengajar. Tenaga kependidikan (karyawan) akan membantu menyiapkan kebutuhan yang dapat menunjang proses pembelajaran maupun yang berada di bidang non akademik untuk menciptakan suasana sekolah yang nyaman sesuai dengan visi misi SMP Negeri 1 Sleman. Berikut merupakan data tenaga kependidikan (karyawan) di SMP Negeri 1 Sleman. SMP Negeri 1 Sleman memiliki 15 tenaga kependidikan yang terdiri dari petugas TU hingga petugas kebersihan dan penjaga sekolah. Tenaga kependidikan di SMP Negeri 1 Sleman terdiri dari 2 lulusan sarjana yang berjenis kelamin perempuan, 1 lulusan D3 yang berjenis kelamin laki-laki, 7 lulusan SMA berjenis kelamin laki-laki dan 1 lulusan SMA yang berjenis kelamin perempuan. Terdapat 2 lulusan SMK/STM dimana 1 berjenis kelamin laki-laki dan 1 berjenis kelamin
58
perempuan, serta 2 tenaga kependidikan yang berjenis kelamin laki-laki dengan ijazah terakhir SD. Dengan keseluruhan 15 tenaga kependidikan yang ada, setiap tenaga kependidikan telah memiliki deskripsi pekerjaan sesuai dengan jabatannya. 3) Keadaan Peserta Didik Peserta didik adalah bagian utama dari terselenggaranya proses belajar. Tanpa adanya peserta didik proses belajar mengajar tidak akan terselenggara. Peserta didik berhak untuk mendapatkan hak nya yaitu antara lain mendapatkan motivasi untuk terus belajar dan berprestasi, mendapatkan bimbingan di bidang akademik, perilaku, serta mengembangkan potensi dalam diri. Berikut merupakan jumlah sumber daya peserta didik pada tahun ajaran 2015/ 2016. Kelas VII terdapat 80 siswa laki-laki dan 145 siswa perempuan. Pada kelas VIII terdapat 102 siswa laki-laki dan 122 siswa perempuan. Sedangkan pada kelas IX terdapat 84 siswa laki-laki dan 139 siswa perempuan. Jumlah keseluruhan siswa laki-laki dan perempuan yang mengikuti proses belajar mengajar di SMP Negeri 1 Sleman yaitu sebanyak 672. Secara keseluruhan, masing-masing peserta didik memiliki potensi yang cukup baik. Dari 672 siswa menempati 21 kelas, dimana 19 kelas berisikan 32 siswa, 1 kelas berisikan 33 siswa dan 1 kelas lagi berisikan 31 siswa. Jumlah siswa dalam 1 kelas telah memadai sehingga proses belajar mengajar yang berlangsung di SMP 1 Sleman dapat berlangsung secara efektif. 4) Keadaan Sarana dan Prasarana Sekolah Sarana dan prasarana sekolah menjadi salah satu unsur penting dalam sekolah yang akan mendukung terselenggaranya kegiatan belajar mengajar di
59
sekolah. Adapun kondisi sarana prasarana SMP Negeri 1 Sleman dapat dilihat sebagai berikut. Keadaan Tanah Sekolah SMP Negeri 1 Sleman bertatus milik bersertifikat dengan luas tanah 13.550 m2, luas bangunan 5.683 m2, dan luas tanah siap bangun 7.912 m2. Dengan kondisi luas tanah, bangunan, lapangan, halaman/ taman sekolah maka dapat dikatakan bahwa sekolah memiliki lahan yang cukup luas untuk memberikan ruang gerak yang cukup bagi seluruh warga sekolah yang ada. Selanjutnya untuk sarana penunjang lainnya sekolah juga memiliki ruangan sebagai pendukung kegiatan belajar mengajar serta ruangan untuk mendukung administrasi serta ruang pendukung lainnya. Adapun ruang tersebut antara lain adalah ruang kelas yang terdiri dari 7 ruang kelas untuk kelas VII, 7 ruang kelas untuk kelas VIII, dan 7 ruang kelas untuk kelas IX. Ruang perkantoran terdiri dari 1 ruang Kepala Sekolah, 1 ruang Tata Usaha, 1 ruang Staff/ Bagian Kurikulum, serta 1 ruang Guru. Kemudian fasilitas pendukung lain seperti ruang perpustakaan, ruang kesenian yang terdiri dari 1 ruang keterampilan, 1 ruang musik, dan 1 ruang elektronika. Untuk ruang laboratorium terdapat 3 laboratorium yaitu laboratorium Fisika, laboratorium Biologi, dan laboratorium Komputer. Sekolah juga memiliki 1 ruang Bimbingan dan Konseling, 1 ruang Koperasi Siswa, 1 ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), 1 ruang OSIS, 1 ruang dapur sekolah, 4 kantin sekolah, 1 tempat parkir siswa, 1 tempat parkir guru, 3 toilet guru, 15 toilet siswa, 1 aula, 1 ruang agama Kristen/ Katolik, 1 masjid, 1 lapangan sepak bola, 1 lapangan basket, 1 lapangan voly, 1 ruang olahraga, dan 1 pos
60
satpam. Dari keseluruhan sarana prasarana yang dimiliki oleh sekolah tersebut secara keseluruhan telah memenuhi syarat dan mampu mendukung proses pembelajaran yang berlangsung di SMP Negeri 1 Sleman. f.
Struktur Organisasi Komite Sekolah
Kepala Sekolah
Kepala Tata Usaha
Wakil Kepala Sekolah
Wakil Kepala Sekolah
Bidang Akademik
Bidang Non Akademik
Wali Kelas VII, VIII, IX
Guru Mapel/ Pembimbing
Gambar 3. Struktur Organisasi Berdasarkan uraian gambar di atas dapat dilihat masing-masing jabatan yang ada telah sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) sehingga mampu memperlancar jalannya kegiatan belajar mengajar di SMP Negeri 1 Sleman. Selain itu setiap jabatan dan kedudukan yang ada telah mendukung satu sama lain. Pada saat peneliti melakukan penelitian di SMP Negeri 1 Sleman, sekolah ini dipimpin oleh bapak Nugroho Wahyudi sebagai pelaksana tugas Kepala Sekolah dikarenakan ibu Wahyuni Kismardini purna tugas. Status kepala sekolah
61
di SMP Negeri 1 Sleman menjadi satu dengan SMP Negeri 2 Sleman yaitu oleh bapak Nugroho Wahyudi yang merupakan kepala sekolah tetap di SMP Negeri 2 Sleman sehingga untuk pelaksanaan hariaannya dilimpahkan kepada Waka Kurikulum yang juga mengampu sebagai guru biologi di SMP Negeri 1 Sleman yaitu Ery Hatni Anulati hingga dipilihnya kepala sekolah yang baru untuk menggantikan posisi ibu Wahyuni Kismardini. Hal ini dikarenakan bapak Nugroho Wahyudi tidak dapat setiap hari mengawasi kegiatan yang ada di SMP Negeri 1 Sleman dan biasanya ke SMP 1 Sleman apabila ada acara ataupun untuk tanda tangan berkas penting. 2.
Gambaran Kultur Sekolah di SMP Negeri 1 Sleman Kultur sekolah sesuai dengan artinya yaitu pembiasaan nilai-nilai dan
norma yang dapat mendukung berkembangnya perbaikan kualitas sekolah hingga perbaikan aspek lain dalam bidang pendidikan. Kultur dapat ditemui di setiap sekolah baik dalam skala yang besar maupun kecil dengan masing-masing sekolah memiliki ciri khas tersendiri. Dalam penelitian ini akan digambarkan mengenai kultur sekolah yang ada di SMP Negeri 1 Sleman yang telah diperoleh melalui data penelitian. a.
Kultur Fisik SMP Negeri 1 Sleman SMP Negeri 1 Sleman merupakan SMP Negeri yang terletak di pinggiran
jalan raya perbatasan antara Jogja dan Magelang. Kedekatan sekolah dengan akses pemerintahan yaitu kantor kecamatan sleman membuat sekolah ini mudah diakses dan dijangkau baik dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Selain itu, dari segi fisik pun yaitu yang berupa sarana dan prasarana SMP Negeri 1
62
Sleman tidak kalah dengan SMP Negeri yang lain. Kelengkapan fasilitas yang dimiliki menjadikan sekolah ini memiliki lingkungan yang bersih, indah, serta mampu mendukung kegiatan belajar mengajar di SMP Negeri 1 Sleman. Adapun kondisi bangunan artifak fisik SMP Negeri 1 Sleman dapat digambarkan sebagai berikut. 1) Kondisi Halaman Sekolah Pintu gerbang yang berada di SMP Negeri 1 Sleman dibangun seperti gapura dengan pintu gerbang yang terbuat dari besi menjadi satu dengan pagar yang mengelilingi lingkungan sekolah SMP Negeri 1 Sleman ini. Dengan cat berwarna merah dan dipadukan warna hijau dari pagar sekolah membuat bangunan sekolah ini terlihat kokoh dan terawat. Selain itu di samping kiri pintu masuk terdapat ruang pos satpam yang dapat digunakan untuk petugas memantau siapa saja yang keluar masuk lingkungan SMP Negeri 1 Sleman. Halaman depan SMP Negeri 1 Sleman ini cukup luas karena menjadi satu dengan lapangan sepak bola dan lapangan basket. Halaman ini biasanya diguakan untuk upacara bendera maupun kegiatan lain sekolah seperti senam dan lomba. Selain itu dalam beberapa acara halaman sekolah ini digunakan sebagai tempat parkir kendaraan. Lobi yang terdapat di bagian depan sekolah ini terlihat begitu rapi dan bersih. Dengan beberapa slogan dan aturan tata tertib yang terdapat di ruangan ini seperti “Keep your room clean”. Slogan-slogan lain hasil karya siswa juga terdapat di ruangan ini dan sebagian besar meupakan slogan untuk menjauhi narkoba. Di ruang lobi ini juga terdapat rak piala di sebelah kiri dan kanannya, serta terdapat ruang tunggu untuk tamu di SMP Negeri 1 Sleman.
63
Rest area disediakan sekolah untuk tempat duduk siswa di beberapa bagian sekolah. Beberapa tempat duduk dibangun di bawah pohon dan di bagian lain terdapat gazebo yang biasanya digunakan untuk diskusi siswa. Lapangan olah raga yang dimiliki oleh SMP Negeri 1 Sleman ini sangat luas dan bersih. Lapangan olah raga di SMP Negeri 1 Sleman ada 3 yaitu lapangan sepak bola, lapangan basket, dan lapangan voly. Lapangan basket di SMP Negeri 1 Sleman ini terlihat bersih dan rapi, meskipun terdapat beberapa lubang di lantai lapangan ini. Lapangan basket ini dilengkapi dengan 2 ring permanen di setiap ujungnya. Selanjutnya di sebelah lapangan basket terdapat lapangan sepak bola yang begitu luas dan bersih. Ditanami beberapa pohon di pinggir lapangan sehingga kondisi di lapangan ini tidak terlalu panas. Untuk lapangan voly di SMP Negeri 1 Sleman juga nampak bersih dan rapi. Terdapat 2 tiang net yang terpasang di bagian tengah lapangan. Kemudian, di SMP Negeri 1 Sleman juga terdapat beberapa taman sekolah dan kolam ikan sehingga menambah keindahan lingkungan sekolah. Taman-taman yang ada didesain dan ditata sedemikian rupa sehingga terlihat asri dan indah di pandang mata. 2) Kondisi Fisik Ruangan Ruangan yang terdapat di SMP Negeri 1 Sleman cukup banyak. Ruangan tersebut terdiri dari Ruang Kepala Sekolah, Ruang Guru, Ruang Tata Usaha, Ruang Kelas, Ruang Agama, Ruang Bimbingan Konseling, aula, serta toilet sekolah. Penataan untuk ruang kelas di SMP Negeri 1 Sleman ini begitu rapi dan bersih. Setiap kelas dilengkapi dengan media pembelajaran yang lengkap seperti
64
LCD, proyektor, speaker, dan juga white board. Selanjutnya untuk mendukung kenyamanan siswa dan guru saat proses pembelajaran berlangsung disediakan tirai, serta kipas angin di atap ruang kelas. Di beberapa sudut ruang kelas dilengkapi dengan lemari penyimpanan kelas, papan absensi, slogan-slogan, dan tata tertib sekolah. Ruang kepala sekolah SMP Negeri 1 Sleman tertata dengan rapi dan bersih. Pengelolaan tata ruang yang ada di ruangan ini juga sangat baik seperti penataan televisi, CCTV, komputer, dan dokumen-dokumen yang ada di ruangan kepala sekolah ini. Selain itu di dalam ruangan ini dilengkapi dengan pendingin ruangan atau AC. Keadaan ruang guru yang ada di SMP Negeri 1 Sleman cukup rapi dan bersih. Ruang guru yang dimiliki oleh SMP Negeri 1 Sleman cukup luas, namun karena penataan meja guru antara 1 dengan yang lainnya sangat berdekatan sehingga terlihat ruangan ini begitu penuh. Meskipun terlihat penuh dengan dokumen-dokumen yang ada di meja guru namun keadaannya tetap rapi dan bersih. Fasilitas pendukung yang ada di ruang guru SMP Negeri 1 Sleman antara lain kipas angin, televisi, dan pengeras suara untuk memberikan pengumuman kepada siswa. Struktur bangunan yang dimiliki oleh SMP Negeri 1 Sleman ini merupakan bangunan Belanda sehingga memiliiki atap serta pintu dan jendela yang tinggi. Ruang bimbingan konseling SMP Negeri 1 Sleman ini cukup luas dan penataannya rapi dan bersih. Selain itu dengan guru yang sudah seperti ibu sendiri menurut siswa mereka tidak sungkan untuk berkonsultasi dan bercerita kepada
65
guru bimbingan konseling. Ditambah dengan suasana ruangan ini yang asri karena terdapat taman dan pohon yang rindang di depan ruangan BK ini menambah kenyamanan saat memasuki ruangan. Toilet yang dimiliki oleh SMP Negeri 1 Sleman cukup banyak. Namun dari banyaknya toilet yang ada keadaannya yang paling bersih adalah toilet guru. Untuk toilet siswa cukup bersih, tidak ada jentik nyamuk dan tidak tercium bau yang tidak sedap, namun terdapat coretan tulisan tangan dengan menggunakan spidol sehingga terlihat kurang rapi. Terdapat 2 ruang agama yang dimiliki oleh SMP Negeri 1 Sleman. Ruangan tersebut adalah masjid untuk agama Islam dan ruang agama untuk siswa yang beragama Kristen dan Katolik. Masjid yang dimiliki oleh SMP Negeri 1 Sleman termasuk besar dan bersih. Penataan di dalam masjid pun cukup rapi dengan adanya rak penyimpanan alat sholat. Masjid ini terletak di antara laboratorium Biologi dan ruang musik. Tempat wudhu berada di sebelah kanan dan kiri masjid. Sebelah kiri untuk siswa putri yang berdekatan dengan toilet siswa putri dan yang sebelah kanan untuk wudhu siswa putra. Bagi siswa yang beragama Kristen dan Katolik disediakan ruang agama yang letaknya berdekatan dengan ruang bimbingan konseling. Ruangan ini digunakan untuk melaksanakan proses pembelajaran pada mata pelajaran agama Kristen dan Katolik serta kegiatan lainnya yang berkaitan dengan agama Kristen maupun Katolik. Keadaan ruang ini juga cukup luas dan tertata rapi serta keadaannya bersih. Secara keseluruhan kondisi fisik ruangan yang ada di SMP Negeri 1 Sleman sudah cukup baik dan dilengkapi dengan fasilitas yang dapat mendukung
66
kegiatan belajar mengajar di sekolah serta kegiatan ekstrakurikuler yang dimiliki oleh sekolah. 3) Kondisi Fisik Sarana Prasarana Pendukung a)
Lab Komputer Ruang atau lab komputer di SMP Negeri 1 Sleman merupakan ruangan
yang digunakan untuk pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi bagi siswa di SMP Negeri 1 Sleman. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut terjadi interaksi antara guru dengan siswa dan latihan-latihan tentang komputer. b) Laboratorium SMP Negeri 1 Sleman memiliki 2 laboratorium yang digunakan untuk kegiatan praktikum siswa. Laboratorium tersebut adalah laboratorium Biologi dan Fisika. Kondisi dari kedua laboratorium tersebut sangat bersih dan tertata dengan rapi. Hampir keseluruhan alat yang terdapat di ruangan ini dapat digunakan untuk praktikum siswa. Di dalam ruangan juga disediakan LCD, proyektor untuk kegiatan presentasi. Selanjutnya dalam penataan bangku dan meja terlihat rapi serta kondisinya yang terawat dan bersih. Keadaan fasilitas pendukung tersebut tentu saja sangat menunjang kebutuhan siswa untuk kegiatan belajar mengajar dan praktikum. c)
Ruang Keterampilan dan Elektronika Ruang keterampilan yang ada di SMP Negeri 1 Sleman ini cukup luas dan
berada di bagian belakang sekolah berdekatan dengan perpustakaan sekolah. Ruang keterampilan ini cukup bersih dan rapi dimana didalamnya menyimpan hasil kerajinan siswa. Akan tetapi karena berada di bagian belakang sekolah
67
ruangan ini sedikit gelap dan menyeramkan. Namun di dalamnya sudah dilengkapi dengan fasilitas kipas angin serta LCD, dan proyektor. SMP Negeri 1 Sleman memiliki mata pelajaran Elektronika. Untuk ruangan elektronika berdekatan dengan ruang keterampilan dan laboratorium Fisika. Kondisi dari ruang elektronika ini cukup luas dan bersih. Seperti ruangan yang lain, ruangan ini juga dilengkapi dengan adanya kipas angin, LCD, serta proyektor untuk mendukung kegiatan belajar mengajar siswa. d) Aula SMP Negeri 1 Sleman memiliki aula yang cukup besar, bersih, serta terawat. Dengan memiliki atap yang tinggi sehingga sirkulasi udara yang ada di ruangan ini sangatlah baik. Aula ini biasanya dipergunakan sekolah apabila ada pertemuan dengan orangtua siswa ataupun pagelaran pentas seni. Selain itu, aula ini juga biasa digunakan untuk bermain badminton. Dengan terdapat tanaman di bagian kanan aula menambah kesejukan ruangan ini. e)
Perpustakaan Perpustakaan yang dimiliki oleh SMP Negeri 1 Sleman ini cukup luas
bersih dan rapi. Penataan rak buku, meja dan bangku untuk siswa juga cukup rapi. Buku koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan sinergi ini pun sudah cukup banyak, namun sebagian masih buku terbitan lama. Sehingga sekolah dan petugas perpustakaan berupaya untuk terus memperbarui koleksi yang mereka miliki. Perpustakaan ini juga di lengkapi dengan beberapa unit komputer yang biasanya digunakan untuk browsing siswa. Meskipun terkoneksi dengan internet, penggunaan komputer ini dibatasi hanya digunakan untuk browsing tugas yang
68
diberikan oleh guru, tidak boleh untuk membuka media sosial seperti facebook sehingga siswa mampu fokus untuk mengerjakan tugas. f)
Koperasi dan Kantin Koperasi yang ada di SMP Negeri 1 Sleman ini berukuran sedang, dengan
berbagai macam barang yang disediakan sudah cukup lengkap seperti alat tulis, kelengkapan seragam seperti dasi dan topi, serta makanan dan minuman. SMP Negeri 1 Sleman memiliki 4 kantin sekolah yang di fokuskan menjadi satu dalam 1 lokasi. 4 kantin yang dimiliki SMP Negeri 1 Sleman ini berada di dekat laboratorium Fisika dan pintu gerbang kedua sekolah. Kondisi keempat kantin ini cukup bersih dan rapi serta menyediakan berbagai macam makanan. g) Ruang OSIS Ruang OSIS yang dimiliki oleh SMP Negeri 1 Sleman tidak terlalu luas. Terletak di depan pintu masuk aula, namun untuk kondisinya cukup bersih dan rapi. Ruangan ini juga berfungsi sebagai pusat kegiatan OSIS SMP Negeri 1 Sleman. h) Ruang Musik Ruang musik ini terletak di seberang masjid SMP Negeri 1 Sleman dan berada 1 deretan dengan ruang kelas siswa. Di dalam ruangan musik ini belum dilengkapi dengan peredam, dan alat musiknya kurang lengkap. Hal ini karena pada awalnya ruang musik ini terletak di ruangan yang digunakan untuk ruang keterampilan saat ini, akan tetapi karena suatu alasan akhirnya ruang musik ini di pindah berseberangan dengan masjid. Dikarenakan ruangannya belum memiliki
69
peredam, apabila siswa sedang praktik pelajaran seni musik maka suaranya akan terdengar ke beberapa bagian sekolah. i)
UKS SMP Negeri 1 Sleman memiliki 1 UKS (Usaha Kesehatan Siswa) yang
berada di samping koperasi siswa. Keadaan UKS ini bersih, rapi serta nyaman. Di dalam ruangan UKS ini tersedia juga tempat tidur yang bersih dan nyaman, di lengkapi pula dengan kotak obat dengan persediaan yang cukup lengkap, wastafel, cermin, penimbang berat badan dan pengukur tinggi badan, dan lain sebagainya. Untuk penggunaan tempat tidur satu tempat tidur untuk siswa putra dan dua tempat tidur untuk siswa putri. Meskipun berada dalam satu ruangan namun antara tempat tidur siswa putra dan putri diberikan sekat pembatas. Untuk melengkapi fungsi UKS, sekolah memberikan pelayanan dengan adanya petugas kesehatan yang siap memberikan pelayanan kepada siswa. Berdasarkan uraian data penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa artifak kultur fisik yang dimiliki oleh SMP Negeri 1 Sleman sudah dapat dikatakan memadai, cukup lengkap, memiliki kondisi yang baik, serta mencukupi untuk mendukung kegiatan belajar mengajar di SMP Negeri 1 Sleman. b. Kultur Non Fisik SMP Negeri 1 Sleman Kultur non fisik merupakan perilaku, norma, dan nilai-nilai, keyakinan, serta asumsi-asumsi yang berlaku dalam lingkungan sekolah tidak mudah dilihat namun dapat diamati dan dirasakan. Oleh karena itu kultur non fisik juga mengambil peranan penting dalam pengembangan kultur sekolah untuk
70
memperbaiki mutu pendidikan. SMP Negeri 1 Sleman juga memiliki kultur non fisik dan berikut pemaparan dari data hasil penelitian yang telah dilakukan. 1) Budaya Bersih Budaya bersih telah membudaya pada seluruh warga sekolah di SMP Negeri 1 Sleman. Pembiasaan kebersihan telah menjadi kewajiban masing-masing warga sekolah, sehingga lingkungan sekolah cukup bersih dan nyaman. Budaya bersih sekolah dikembangkan dengan disediakannya tempat sampah yang dibedakan menjadi 3 macam yang diletakkan di depan kelas maupun di taman sekolah. Selain itu sekolah juga menyediakan taman-taman sekolah yang terletak di beberapa bagian sudut sekolah sehingga mampu menambah keindahan sekolah. Penanaman budaya bersih terhadap siswa dilakukan melalui kegiatan sehari-hari, seperti dengan dibentuknya regu piket untuk membersihkan kelas, serta jumat bersih yang dilakukan siswa sebelum pelajaran dimulai. Seperti yang disampaikan oleh ibu guru KT, yaitu: “...yang jelas disini ada di setiap kelas itu dibentuk regu piket, itu yang pertama. Ada regu piket, piket kebersihan itu ada setiap kelompok itu anggotanya rata-rata 5-6 anak, untuk koodinasinya kita bagi menjadi 6 hari. Disamping itu kelas ada atau kegiatan sekolah ada jumat bersih. Ya kegiatan jumat bersih itu ya acaranya ya waktu itu, setelah kegiatan, kalau hari Jumat itu kan disamping ada kegiatan itu kan ada kegiatan tadarus kemudian ada Jumat bersih. Kegiatannya ya itu, bersih-bersih, ini mau membersihkan kelas masing-masing, dan nanti untuk urusan kesiswaan kelompok-kelompok tertentu ada yang membersihkan lapangan.” (KT, 19 Maret 2016) Regu piket yang beranggotakan 5-6 anak dibentuk untuk menjaga kebersihan kelas setiap harinya. Tujuan dibentuknya regu piket antara lain adalah untuk melatih siswa bertanggung jawab dan menyadarkan siswa akan pentingnya menjaga kebersihan dan itu bukanlah tugas petugas kebersihan saja. Selain
71
dibentuknya regu piket sekolah juga ada kegiatan Jumat bersih. Dalam kegiatan Jumat bersih siswa membersihkan kelas masing-masing dan untuk pembagian kelompok tertentu ada yang membersihkan lapangan sekolah. Mengenai pembentukan regu piket, hal yang sama juga disampaikan oleh siswa MIH pada saat wawancara, antara lain: “... sudah dilaksanakan setiap hari Jumat itu ada Jumat bersih. Karena juga dari masing-masing wali kelas pun juga menganjurkan pada kelas yang diampu agar menjaga kerapian lingkungan kelasnya, jadi tidak semuanya dilimpahkan kepada penjaga kebun atau petugas yang suka bersih-bersih nah itu sudah jalan lama sih. Kalo Jumat bersih itu diutamakan lingkungan kelas. Jadi lingkungan kelas itu harus bersih, dari ditata mejanya, kebersihan lingkungannya, maupun ruangannya...” (MIH, 18 Maret 2016)
Gambar 4. Slogan kebersihan yang dipajang di lobi Setiap hari Jumat sudah ada Jumat bersih, dan selain itu masing-masing wali kelas sudah menghimbau kepada kelas yang diampu untuk senantiasa menjaga kerapian lingkungan dan kelas mereka. Kegiatan Jumat bersih lebih mengutamakan kebersihan lingkungan kelas, jadi setiap hari Jumat siswa membersihkan kelas, menata meja, dan ruangan kelas. Peneliti juga menggali data melalui wawancara dengan siswa terkait budaya bersih. Hal tersebut deperti diungkapkan oleh siswa HW :
72
“Kalau kita kan dalam seminggu itu hari Jumat itu ada kegiatan krida, krida itu nanti bisa untuk olah raga, kebersihan, terus nanti untuk apa ya, nata-nata kelas. Pokoknya dalam seminggu itu kita ada kegiatan bersihbersih bersama-sama...” (HW, 18 Maret 2016) Dalam waktu satu minggu, hari Jumat ada kegiatan Krida. Kegiatan Krida ini biasanya digunakan untuk olah raga, kebersihan, dan penataan kelas. Sehingga secara rutin setiap kurun waktu satu minggu siswa diberikan waktu untuk membersihkan lingkungan kelas, dan kegiatan tersebut di luar kegiatan piket. Selanjutnya, hal serupa juga diungkapkan oleh siswa AS sebagai berikut. “Tiap Jumat itu ada jumat bersih, terus tempat sampahnya tu udah dibagi menjadi 3, terus mmm apa ya mungkin kalo apa ya tiap ada acara-acara gitu mesti ada acara bersih-bersih gitu.” (AS, 18 Maret 2016)
Gambar 5. Tempat sampah dibedakan menjadi 3 jenis Setiap hari Jumat ada kegiatan Jumat bersih, kemudian tempat sampah yang disediakan oleh sekolah sudah tempat sampah yang dipisah menjadi 3 jenis. Selanjutnya setiap sekolah mengadakan acara biasanya juga dilakukan kegiatan bersih-bersih bersama.
73
Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan budaya bersih telah dilaksanakan dengan baik oleh siswa dengan adanya regu piket dan Jumat bersih. Selain pembentukan regu piket dan Jumat bersih, sekolah ini memiliki program yang dinamakan tumit langkung. Tumit langkung itu sendiri memiliki arti tujuh menit untuk kebersihan lingkungan. Seperti yang disampaikan oleh ibu EHA selaku pelaksana teknis harian kepala sekolah, menyatakan bahwa: “Tumitlangkung itu juga ada di kurikulum, tu itu tujuh,mit itu menit, langkung itu ee tujuh menit digunakan untuk kebersihan lingkungan sebelum KBM dimulai, jadi misalnya ada apa nampak kok ada apa ada apa yuk kita bersihkan, itu dilaksanakan kapan saja dimanapun, jadi tidak harus oo sekarang bersih-bersih tujuh menit tidak, itu diterapkan kapan saja oleh kita dan itu sudah tercantum di dalam kurikulum.” Tumitlangkung tercantum di dalam kurikulum. Tu itu tujuh, mit itu menit, sehingga tumitlangkung diartikan sebagai tujuh menit untuk membersihkan lingkungan. Kegiatan tersebut dilaksanakan sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Pada saat guru memasuki kelas biasanya guru meminta siswa untuk memperhatikan keadaan di sekitar tempat duduknya terlebih dahulu, apabila terlihat ada sampah atau kotoran yang nampak, siswa diminta untuk membersihkannya terlebih dahulu baru pelajaran dimulai. Selanjutnya menurut bapak AI selaku guru PKn mengenai tumitlangkung adalah sebagai berikut. “...ada program namanya tumitlangkung setiap hari anak-anak harus melimpahkan waktu tujuh menit untuk kebersihan kelas dan lingkungan. Tumitlangkung, Tujuh Menit Untuk Kelas dan Lingkungan. Ini program yang sudah kita canangkan sejak 4 tahun yang lalu. Karena memang belum semua anak mengetahui, sehingga secara tersirat bahwa itu adalah sebuah budaya, bahwa anak tahu saya harus meluangkan waktu tujuh menit, nah karena mereka infaq waktunya agak kurang maka kadang kita jadikan satu
74
setiap hari Jumat ada waktu untuk membersihkan kelas dan lingkungan.” (AI, 19 Maret 2016) Ada program yang namanya tumitlangkung, jadi setiap hari anak-anak diwajibkan untuk melimpahkan waktunya selama tujuh menit untuk kebersihan kelas dan lingkungan mereka. Program ini telah dijalankan selama 4 tahun dan karena pemahaman setiap siswa itu berbeda-beda sehingga tidak semua siswa itu mengerti bahwa untuk secara teknis pelaksanaan program tersebut merupakan sebuah budaya. Namun, karena sering kurangnya waktu untuk membersihkan lingkungan, maka sekolah mengadakan kegiatan Jumat bersih untuk memenuhi waktu para siswa membersihkan kelas dan lingkungan. Kemudian pemaparan mengenai tumitlangkung juga disampaikan oleh ibu guru SS, bahwa: “...ada program yang namanya tumit langkung, tumitlangkung itu tujuh menit untuk membersihkan lingkungan. Tumitlangkung, dulu bersamasama, tapi karena tujuh menit itu juga lama mengurangi jam efektif belajar, kalo saya secara pribadi saya memberlakukan tidak tumitlangkung tetapi titiklangkung, tujuh detik gitu ya hehehe…tujuh detik membersihkan lingkungan.” (SS, 19 Maret 2016) Ada program yang namanya tumitlangkung, yaitu tujuh menit untuk membersihkan lingkungan. Pada awalnya program ini dilaksanakan secara bersama-sama, akan tetapi karena tujuh menit itu juga mengurangi jam efektif belajar, maka untuk saya pribadi memberlakukan titiklangkung atau tujuh detik untuk membersihkan lingkungan. Budaya bersih di SMP Negeri 1 Sleman dapat terlaksana berkat partisipasi dari
berbagai
elemen
warga
sekolah.
Pembentukan
budaya
terebut
diselenggarakan melalui Jumat bersih dan kegiatan tumitlangkung. Lingkungan
75
sekolah yang bersih tentu saja akan menimbulkan suasana belajar yang nyaman dan mampu memberikan semangat yang positif bagi segenap warga sekolah SMP Negeri 1 Sleman. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, Budaya bersih telah cukup terlaksana dengan baik di lingkungan SMP Negeri 1 Sleman dengan kondisi sekolah yang bersih dan tidak ditemukannya sampah yang berserakan di sembarang tempat. Selain itu tempat-tempat sampah juga disediakan di berbagai sudut sekolah sehingga warga sekolah tidak akan kesulitan apabila hendak membuang sampah. Namun di beberapa tempat, terdapat barang-barang seperti kursi dan meja yang telah rusak dibiarkan menumpuk di sudut sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa SMP Negeri 1 Sleman memerlukan gudang untuk menyimpan barang sekolah yang sudah tidak dapat digunakan kembali. 2) Budaya Berprestasi Budaya berprestasi telah ditunjukkan oleh warga sekolah, khususnya siswa yang memiliki semangat dan motivasi tinggi untuk terus mencetak prestasi. SMP Negeri 1 Sleman telah cukup banyak mencetak prestasi baik di bidang akademik maupun non akademik seperti nilai ujian nasional yang masuk ke dalam 5 besar di kabupaten Sleman. Berbagai cara dilakukan sekolah untuk memotivasi siswa, seperti yang disampaikan oleh bapak guru AI dalam wawancara, sebagai berikut: “...disini ada sarapan pagi. Sarapan pagi itu bukan makan bersama lho. Jadi setiap hari Senin-Kamis itu anak-anak kita berikan ulangan harian, jadi setiap malam anak harus belajar, karena mau tidak mau, suka tidak suka besok pagi harus ada ulangan, disamping ulangan yang diadakan guru bukan ulangan yang merupakan sarapan pagi. Terus ada lagi kalo dulu, itu
76
pengganti Ulangan Sabtu Bersama (USB), sekarang diganti sarapan pagi...” (AI, 19 Maret 2016) Di sekolah ini terdapat program sarapan pagi. Sarapan pagi itu sendiri bukan makan bersama, akan tetapi setiap hari Senin sampai dengan Kamis anakanak diberikan ulangan harian. Sehingga mau tidak mau siswa harus belajar setiap hari karena pagi hari saat mereka di sekolah mereka akan diberikan soal ulangan. Jaman dulu sarapan pagi ini dinamakan USB atau Ulangan Sabtu Bersama, dimana soal evaluasi yang diberikan hanya diberikan setiap hari Sabtu saja, dan sekarang diganti menjadi sarapan pagi. Hal mengenai sarapan pagi juga didukung dengan pernyataan bapak AN sebagai petugas perpustakaan, yaitu: “Cara menanamkannya ya anak-anak dari guru-guru ya ada, kalau nilai anak turun itu ada pendampingan, lalu ketika anak sama kita itu ya saya berikan arahan. Sarapan pagi itu jam 7 pagi itu udah ada soal” (AN, 4 Mei 2016) Menanamkan budaya berprestasi salah satunya adalah apabila ada anak yang nilainya turun maka kemudian dilakukan pendampingan. Sarapan pagi itu setiap jam 7 sudah disediakan soal untuk siswa. Program sarapan pagi tersebut disusun dari materi pelajaran yang belum dipahami siswa secara baik sehingga dibuat soal-soal sebagai latihan siswa dan selanjutnya dievaluasi untuk diberikan pembahasan soal, sehingga siswa dapat memahami materi tersebut. Selain program tersebut, pemberian motivasi didalam kelas juga dilakukan oleh guru. Motivasi tersebut biasanya berbentuk pujian maupun berupa barang. Seperti yang dijelaskan oleh SS selaku guru Bahasa Indonesia :
77
“...kalau berprestasi akan diberi reward sehingga mereka terpacu untuk selalu berkompetisi akhirnya berprestasi. Pemberian apa.. reward meskipun reward itu kalau dari gurunya itu dari financial kurang sebanding dengan upaya mereka,tapi minimal ketika anak berprestasi kan yang pertama bangga terhadap diri sendiri, dan bisa membawa efek imbasnya itu ke orang lain. Yang kedua minimal karena anak itu berprestasi kan ya secara lisan ya ada pujian ucapan selamat...” (SS, 19 Maret 2016) Siswa yang berprestasi biasanya akan mendapatkan reward, hal tersebut memberikan semangat positif bagi para siswa untuk senantiasa berkompetisi mencetak prestasi. Pemberian reward tersebut meskipun dari pihak guru itu nilainya kurang sebanding dengan usaha yang dilakukan oleh siswa akan tetapi paling tidak hal tersebut mampu memberikan efek kepada siswa yang lain. Reward yang diberikan dapat berbentuk apapun, minimal dengan memberikan selamat dan tepuk tangan sebagai bukti apresiasi atas prestasi yang telah diperoleh Didukung dengan pernyataan ibu EHA, bahwa: “...rewardnya itu berupa reward sesuatu juga bisa berupa diumumkan, itu juga reward lho. Anak-anak yang waktu ulangan harian yang mendapatkan nilai tertinggi adalah .... tepuk tangan, itu juga bentuk reward, itu yang akademik, kalau yang non akademik memberikan peluang memberikan kebebasan kepada anak untuk bisa memilih mana yang disenengi, terus misal dia menyenangi sesuatu guru memberikan dorongan memberikan motivasi memberikan apa ya istilahnya menemani lah minimal sampai dia meraih sesuatu.” (EHA,2 April 2016)
Gambar 6. Piala hasil kejuaraan siswa
78
Reward itu sesuatu yang diberikan dapat juga berupa pengumuman. Misalnya apabila siswa memperoleh nilai tertinggi maka sekolah akan mengumumkannya baik pada saat upacara bendera maupun pada saat guru berada di kelas. Untuk yang non akademik sekolah memberikan kebebasan kepada anak untuk dapat memilih apa yang disukai. Tugas seorang guru adalah memberikan dorongan, memberikan motivasi, dan paling tidak menemani siswa hingga meraih sesuatu. Dengan adanya reward yang diberikan, baik itu hanya berupa ucapan selamat ternyata cukup mampu membuat rasa percaya diri siswa untuk senantiasa menjadi siswa yang berprestasi. Namun, untuk meraih prestasi yang diinginkan, siswa membutuhkan bimbingan yang tepat. Penyelenggaraan classmeeting antar siswa juga dirasa cukup efektif untuk melatih dan memotivasi siswa untuk memiliki
jiwa
berkompetisi
antara
siswa,
meskipun
saat
ini
untuk
menyelenggarakan classmeeting itu sendiri pun dirasa memiliki kendala dikarenakan biaya operasionalnya yang cukup besar, sedangkan sekolah hanya memiliki dana BOS yang mana dana tersebut sudah di kategorikan dalam masingmasing kebutuhan pokok sekolah. Seperti yang dikemumukakan oleh ibu guru KT, yaitu: “Biasanya di sekolah ini akan ada lomba, atau classmeeting gitu itu kan dilaksanakan pada saat itu kan dilaksanakan satu semester sekali biasanya sebelum ulangan umum atau setelah ulangan itu ada kegiatan classmeeting, berkaitan dengan lomba kebersihan kelas, ada lomba bidang olah raga, atau dalam bidang seni...” (KT, 19 Maret 2016)
79
Sekolah biasanya mengadakan lomba atau classmeeting yang diadakan satu tahun sekali. Lomba-lomba yang diadakan biasanya berkaitan dengan lomba kebersihan kelas, lomba bidang olah raga, dan lomba di bidang seni. Disampaikan pula oleh AS, siswa kelas 9 dalam wawancara sebagai berikut. “...sekolah ngadain lomba-lomba gitu yang buat ningkatin kreatifitas siswanya. Antar siswa bisa antar kelas. Lomba antar sekolah juga.” (AS, 18 Maret 2016) Sekolah mengadakan lomba-lomba untuk meningkatkan kreatifitas siswa. Lomba-lomba tersebut dilaksanakan baik antar siswa, antar kelas, maupun antar sekolah. Dengan berbagai macam lomba yang diadakan oleh sekolah, dengan begitu diharapkan siswa mampu meningkatkan kreatifitas dan kemampuan mereka secara terus menerus. Selanjutnya, sebagai tambahan berdasarkan hasil pengamatan dari peneliti berikut ini merupakan beberapa prestasi terakhir yang diperoleh SMP Negeri 1 Sleman yaitu: 1.
Juara I MSQ Tingkat SMP Musabaqah Tilawatil Qur’an Korwil Sleman Tengah Tahun 2016
2.
Juara III MHQ Putri Tingkat SMP Musabaqah Tilawatil Qur’an Korwil Sleman Tengah Tahun 2016
3.
Juara Umum Tingkat SMP Musabaqah Tilawatil Qur’an Korwil Sleman Tengah Tahun 2016
4.
Juara I Bulu Tangkis Ganda Campuran O2SN SMP Se Kabupaten Sleman Tahun 2016
80
5.
Juara III Lomba Tata Upacara Bendera (TUB) Tingkat SMP/ MTs Tahun 2016
6.
Juara I Lomba Tangkas Trampil Perkoperasian Tingkat SLTP Se Kabupaten Sleman Tahun 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Perindagkop Kabupaten Sleman Dengan adanya pemberian motivasi dan berbagai macam kegiatan yang
diadakan oleh sekolah diharapkan siswa memiliki jiwa berkompetisi yang tinggi untuk senantiasa melakukan hal yang terbaik dalam bidang akademik maupun non akademik. Dukungan penuh dari semua pihak, serta bimbingan yang tepat oleh guru kepada siswa tentu akan menciptakan suasana kompetisi yang sehat dan sportif. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, budaya berprestasi telah terlaksana dengan baik ditunjukkan dengan adanya banyak piagam, serta piala penghargaan yang diraih dan dipajang di lobi sekolah. Untuk itulah masyarakat sekitar sangatlah antusias untuk menyekolahkan anak-anak mereka di SMP Negeri 1 Sleman. 3) Budaya Religius SMP Negeri 1 Sleman merupakan sekolah yang warga sekolahnya menganut berbagai agama yaitu Islam, Katholik, serta Kristen. Perbedaan agama yang terdapat di sekolah ini tidak menyebabkan perpecahan, akan tetapi dapat menumbuhkan suasana kekeluargaan dan toleransi antar agama. Pihak sekolah telah menyediakan ruang agama untuk warganya yaitu dengan adanya masjid untuk warga sekolah yang beragama Islam, dan ruang agama yang dapat
81
digunakan untuk kegiatan keagamaan Katholik dan Kristen. Ruang agama tersebut dapat digunakan secara bergantian, akan tetapi jika ruang agama tidak mencukupi maka kegiatan keagamaan tersebut dapat dilakukan di aula sekolah. Penanaman budaya religius terhadap siswa, khususnya siswa yang beragama Islam dilakukan melalui adanya pelajaran agama, selain itu sholat dhuha dan sholat zhuhur berjamaah juga menjadi salah satu cara untuk menanamkan budaya religius terhadap siswa. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh ibu EHA sebagai pelaksana teknis Kepala Sekolah bahwa: “...pagi itu ambil air wudhu sholat itu yang kelas 3 tanpa disuruh, terus yang kedua di pelajaran agama itu sudah ditanamkan, agama itu kan di kurikulum 2013 itu 3 jam ya, 3 jam itu waktunya tidak terpisah, berturutturut. Itu 1 jam nya biasanya tanpa disuruh anak-anak sudah sholat dhuha berjamaah. Terus ada program sholat zhuhur berjamaah, terus ada program pengajian per kelas. Misalnya tanggal berapa itu yang pengajian kelas 3 paralel, nanti bulan apa itu 8 paralel, terus kelas 7 paralel bulan berikutnya. Ada juga setiap setahun sekali itu pengajian akbar tidak disini tetapi di masjid situ.” (EHA, 2 April 2016)
Gambar 7. Slogan untuk melaksanakan sholat Setiap pagi tanpa disuruh biasanya siswa kelas 3 pergi ke masjid untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat dhuha. Kemudian pelajaran agama di dalam kurikulum 2013 mendapat alokasi waktu 3 jam, biasanya dalam waktu 3 jam tersebut digunakan para siswa untuk sholat dhuha berjamaah. 82
Selanjutnya selain kegiatan sholat dhuha, terdapat pula kegiatan yang rutin dilaksanakan yaitu sholat zhuhur berjamaah dan pengajian per kelas. Untuk kegiatan yang lebih besarnya dalam waktu satu tahun terdapat kegiatan pengajian akbar yang dilaksanakan bersama masyarakat sekitar lingkungan sekolah. Budaya religius ditanamkan melalui kebiasaan berdoa sebelum dan setelah memulai pelajaran. Setiap pagi sebelum pelajaran dimulai doa bersama dibimbing dari pusat dengan menggunakan speaker serta tadarus setiap hari Jumat dan doa bersama bagi siswa non muslim. Hal ini disampaikan oleh ibu SS selaku guru Bahasa Indonesia bahwa: “...nanti kalau hari Jumat 10 menit sesudah itu ada tadarus ya, tadarus itu 15 menit, baru diawali KBM. Nanti yang non muslim ke aula entah Kristen atau Katolik nanti ke aula dipandu oleh guru agama mereka baik Kristen maupun Katolik. Saya perhatikan dari kegiatan mereka, yang pertama ada yang sudah diberi tugas ya, untuk yang besok siapa besok siapa itu ada yang baca, nah dari kitab suci itu kemudian ada yang menafsirkan atau tafsir yang saya dengar di aula itu seperti itu.” (SS, 19 Maret 2016) Setiap hari Jumat selama 15 menit siswa yang beragama muslim tadarus bersama, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan belajar mengajar. Untuk siswa yang non muslim ke aula sekolah untuk melakukan doa bersama didampingi oleh guru agama masing-masing. Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh MIH siswa kelas VII, bahwa: “...setiap Jumat pagi ya ada tadarus untuk yang muslim lalu ada acara rohanian bagi yang non muslim dan itu berjalan setiap hari Jumat pagi.” (MIH, 18 Maret 2016) Setiap Jumat pagi dilaksanakan tadarus untuk siswa muslim dan acara rohanian untuk siswa no muslim. Meskipun mayoritas siswa di sekolah ini adalah muslim namun perlakuan sekolah terhadap agama Katholik maupun Kristen tetap
83
sama. Dengan di sediakannya tempat ibadah dan kegiatan yang rutin dilakukan bersama. Perbedaan agama yang ada di lingkungan sekolah membuat warga sekolah memiliki sikap toleransi dan saling menghargai antar umat beragama. Sikap seperti ini terwujud dengan adanya jalinan persahabatan antar agama dan saling menghormati satu sama lain. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, budaya religi di SMP Negeri 1 Sleman telah terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dengan dilaksanakannya sholat berjamaah pada saat sholat zhuhur dan dhuha tiba. Selain itu kegiatan keagamaan yang lain juga dilaksanakan beriringan dalam sebuah keharmonisan. 4) Budaya Disiplin Budaya kedisiplinan di SMP Negeri 1 Sleman telah menjadi kesepakatan setiap warga sekolah. Kedisiplinan tidak hanya menjadi tanggung jawab siswa, tetapi kepala sekolah, guru dan karyawan. Adapun seperti yang diungkapkan oleh ibu SN melalui wawancara yaitu: “Kalau yang masalah kedisiplinan itu iya ada buku saku, itu nanti maksimal point nya 100 ya. Kalau untuk siswa yang dikeluarkan belum pernah ada kayaknya ya, paling cuma pelanggaran tata tertib biasa gitu. Kalau untuk guru dan karyawan itu ada DP3. Pokoknya penilaian disiplin pegawai itu dinilai langsung sama kepala sekolah. Karena disini itu termasuk lingkungan yang punya komitmen sama disiplin yang tinggi ya mbak ya...” (SN, 22 Maret 2016) Untuk masalah kedisiplinan sekolah mengadakan buku saku, dengan maksimal point 100. Namun sejauh ini untuk siswa yang dikeluarkan dari sekolah belum ada. Selanjutnya untuk guru dan karyawan ada DP3. Penilaian biasanya dilakukan langsung oleh kepala sekolah. Namun untuk secara keseluruhan,
84
lingkungan kerja yang ada di SMP Negeri 1 Sleman merupakan lingkungan yang punya komitmen dan disiplin yang tinggi. Begitu juga yang disampaikan oleh ibu EHA selaku pelaksana teknis Kepala Sekolah, yaitu: “Kedisiplinan misalnya terlambat itu dia tidak boleh masuk begitu saja, harus ada surat ijin, terus biasanya terlambat pas upacara, dia tidak bisa ikut barisan di kelasnya, jadi ada barisan siswa telat, nah dari situ kan sudah dibedakan dengan yang lainnya, itu untuk melatih kedisiplinan... ...Ada buku saku, dimana di dalam buku saku itu berisi larangan dan himbauan. Himbauannya apa, larangannya apa, kalau larangannya itu dia melanggar berarti harus ada point, misalnya tidak boleh membawa hp itu nanti dicatet pointnya berapa.” (EHA, 2 April 2016)
Gambar 8. Buku saku siswa Apabila siswa terlambat tidak boleh masuk begitu saja, biasanya harus ada surat ijin dari guru piket terlebih dahulu. kemudian apabila siswa terlambat pada saat upacara bendera, siswa tidak ikut barisan kelasnya melainkan menjadi satu dengan barisan siswa yang telat berangkat upacara bendera. Terdapat pula buku saku, dimana di dalamnya berisi larangan dan himbauan yang apabila siswa melanggar peraturan yang ada maka akan mendapatkan point.
85
Dalam pelaksanaannya budaya disiplin tersebut telah tertuang di dalam aturan tata tertib baik dari siswa, guru, maupun karyawan SMP Negeri 1 Sleman. Selain itu budaya disiplin juga dituangkan ke dalam slogan-slogan yang ada di lingkungan sekolah sebagai media motivasi warga sekolah untuk berperilaku disiplin. Hal ini tentu saja dapat memotivasi siswa untuk datang ke sekolah tepat waktu, tidak terlambat saat masuk kelas, serta tidak membawa handphone ke sekolah kecuali untuk kepentingan pelajaran. Adapun seperti yang diungkapkan oleh bapak guru AI sebagai berikut. “...karena kedisiplinan kan tidak sekedar datang dan pulang tepat pada waktunya tapi disiplin-disiplin yang lain, termasuk disiplin melaksanakan tugas, disiplin berpakaian, disiplin keseragaman, maka disini berlaku point. Jadi anak-anak yang tidak disiplin maka dia mendapatkan point sesuai dengan nilai point yang telah ditetapkan oleh sekolah bersama osis. Misalnya tidak seragam sepatunya kena point 10, terlambat masuk sekolah 10...” Sistem point juga diterapkan dalam menanamkan nilai-nilai kedisiplinan bagi para siswa. Bagi siswa yang tidak mematuhi aturan tata tertib seperti terlambat masuk sekolah, memakai sepatu warna selain hari Jumat, serta pelanggaran aturan tata tertib yang lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh siswa AS, sebagai berikut. “Kalo yang datang terlambat ya biasanya dapat point. Biasanya 25. Kalo sudah 100 nanti ditaruh di BK, biasanya kalo sudah 75 itu biasanya ditaruh di BK terus di bimbing.” (AS, 18 Maret 2016) Setelah siswa melakukan pelanggaran beberapa kali biasanya guru memanggil siswa ke BK untuk diberikan bimbingan lebih lanjut. Hal serupa mengenai sistem point juga disampaikan oleh siswa MIH, yaitu:
86
“Kalo di upacara itu ada aturannya, sepatu harus hitam, baju harus putih, dan memakai seragam harus yang lengkap. Jikalau ada siswa yang tidak nanti akan ditarik ke belakang lalu pada saat akhir upacara mereka akan menulis di buku point, dari guru BK. Kalau sudah ngumpul pointnya itu kan kita maksimal 100 point nanti misalkan sudah 100 sekolah akan mengembalikan siswa kepada orangtua. Itu tapi enggak dalam 3 tahun itu enggak, nanti setiap tahun ada pemutihan lagi, misal kelas 7 sudah 75 nanti kelas 8 sudah 0 lagi gitu.” (MIH, 18 Maret 2016) Pada saat upacara siswa wajib memakai sepatu hitam dan seragam lengkap. Apabila ada siswa yang melanggar siswa tersebut akan dicatatkan point nya ke dalam buku saku. Setiap siswa memiliki point maksimal melakukan pelanggaran sebanyak 100. Namun, sebelum mencapai point tersebut dilakukan pemanggilan dari orangtua siswa. Pernyataan tersebut didukung dengan keterangan dari ibu guru KT selaku guru PKn sebagai berikut. “Kita juga ada buku saku, buku saku itu di dalamnya ada item yang menyangkut tata tertib siswa yang didalamnya itu ada point tertentu kalau siswa melanggar. Point maksimal itu 100 nanti ada pemanggilan orangtua. Bahkan sebelum point 100 pun itu udah dilakukan pemanggilan orangtua.” (KT, 19 Maret 2016)
Gambar 9. Skor Pelanggaran dalam Buku Saku
87
Lingkungan belajar yang kondusif dapat tercipta melalui kedisiplinan yang ditegakkan oleh seluruh warga sekolah. Setiap upacara hari Senin, kepala sekolah memberikan himbauan kepada warga sekolah untuk berperilaku disiplin dan sesuai aturan. Beliau memberikan contoh dengan datang ke sekolah lebih awal, menyambut para siswa untuk bersalaman setiap pagi di gerbang sekolah bersama dengan para guru. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di sekolah ini dengan kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa nampak bahwa budaya disiplin telah tertanam dan terwujud dengan baik, meskipun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa pelanggaran-pelanggaran kecil dan beberapa warga sekolah yang belum bisa mentaati aturan sekolah sepenuhnya. Sekolah senantiasa berusaha untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan adanya aturan dan sanksi yang jelas serta pemberian arahan kepada seluruh warga sekolah setiap upacara maupun didalam kelas untuk para siswa. 5) Budaya Kerjasama Dalam upaya meraih tujuan sekolah, kerjasama sangatlah diperlukan khususnya untuk warga sekolah agar kebijakan yang diterapkan demi meningkatkan kualitas sekolah dapat terlaksana dengan baik. Upaya penanaman nilai kerjasama oleh sekolah kepada siswa secara tidak langsung telah terlaksana melalui kegiatan pembelajaran setiap harinya. Dengan kurikulum 2013 yang digunakan di sekolah, kerjasama menjadi salah satu aspek yang terdapat dalam pembelajaran kurikulum 2013. Seperti yang disampaikan oleh ibu EHA sebagai
88
pelaksana teknis kepala sekolah dan merangkap sebagai guru Biologi di SMP Negeri 1 Sleman, yaitu: “Kalau kerjasama itu sebenarnya sudah ada di keseharian siswa ya, karena K13 itu tu penilaiannya kan tidak hanya penilaian secara biasa, ada penilaian keterampilan ada penilaian sikap, nah sub dari penilaian sikap itu salah satunya ada nilai kerjasama. Jadi kerjasama itu diterapkan dalam KBM, setiap guru itu memiliki nilai kerjasama siswa. Sudah diterapkan di kurikulum 2013.” (EHA, 2 April 2016)
Gambar 10. Siswa sedang melakukan diskusi kelompok Kerjasama secara tidak langsung telah tertanam dalam kegiatan sehari-hari siswa di sekolah. Sekolah telah menggunakan kurikulum 2013 dan keterampilan menjadi salah satu sub penilaian sikap siswa. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil wawancara dengan bapak AI selaku guru di SMP Negeri 1 Sleman, sebagai berikut. “Secara tidak langsung, di kegiatan-kegiatan kepramukaan kegiatankegiatan yang lain kan mengutamakan kerjasama. Bahkan di media pembelajaran kita sekarang kan harus menanamkan itu, apa sih kurikulum 13 kerjasama merupakan tujuan yang harus tercapai, karena mesti ada diskusi, ada kerjasama, ada kerja kelompok. Kalo ada kerja kelompok, ada kerja bareng itu kan juga kerjasama begitu.” (AI, 19 Maret 2016) Penanaman budaya kerjasama telah menjadi bagian dari kurikulum 2013 itu sendiri. Guru sebagai tonggak proses belajar mengajar menanamkan nilai kerjasama tersebut dengan membentuk kelompok belajar. Meskipun dalam
89
beberapa kasus masih terdapat anak yang tidak dapat bekerjasama dengan baik atau terlibat dalam kegiatan kelompok. Selain melalui kegiatan pembelajaran, kerjasama juga dapat ditanamkan melalui kegiatan luar sekolah, yaitu outbound. Kegiatan outbound di SMP Negeri 1 Sleman biasanya ditujukan untuk siswa kelas 9 sebelum menempuh ujian nasional sebagai sarana pelepas penat siswa. Seperti yang disampaikan oleh ibu SN, bahwa: “Kerjasama itu kalau disini untuk siswa outbound ada, tapi paling khusus untuk yang kelas 3 aja mbak, menjelang ujian kaya gitu untuk melepas penat.” (SN, 22 Maret 2016) Selain melalui pembelajaran dan outbound, nilai kerjasama juga ditanamkan melalui classmeeting. Dalam classmeeting siswa dituntut untuk dapat bekerjasama mengikuti lomba-lomba agar kelas mereka memperoleh gelar juara. Berikut merupakan hasil wawancara dengan MIH selaku anggota OSIS: “...classmeeting juga udah, itu setiap akhir semester 1 itu pasti akan diadakan classmeeting oleh OSIS itu berupa sepakbola, voly, tenis meja, terus bulu tangkis, eee.. seputaran itu. Sama dulu itu pernah lomba berkelompok lomba membuat nah.. itu poster poster yang ditempelkan itu ber... apa tulisan anti narkoba itu bentuk asli dari kerjasama antar kelompok di kelasnya. Itu yang ngadain OSIS juga. Yang di pigura itu, diatas yang pake pewarna. Ditentuin masing-masing kelas dibagi menjadi beberapa kelompok” (MIH, 18 Maret 2016) Setiap akhir semester satu diadakan lomba antar kelas atau classmeeting dan lomba-lomba yang diadakan berupa lomba olah raga, dan kesenian. Selain itu diadakan juga lomba membuat poster secara berkelompok dan hasilnya di pasangkan pigura dan diletakkan di lingkungan sekolah. Mengenai kegiatan classmeeting juga disampaikan oleh siswa kelas 7 yaitu:
90
“Kerjasama. Classmeeting itu biasanya sebelum classmeeting itu mulai itu kita ada apa ya istilahnya rapat kelas untuk bagi-bagi misalnya kamu ikut lomba ini kamu ikut lomba ini, ya gitu...” (HW, 18 Maret 2016) Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti di sekolah, budaya kerjasama sudah cukup terlihat terlaksana dengan baik di sekolah. Terbukti dengan adanya kegiatan kelompok siswa yang mengerjakan tugas kesenian di sekolah dan diskusi kelompok juga telah terlihat pada saat pembelajaran biologi. 6) Budaya Sopan Santun Budaya berperilaku yang diharapkan berkembang di sekolah adalah sikap sopan santun, saling menghormati, jujur, toleransi, serta dapat saling bekerja sama. Budaya berperilaku sopan santun di sekolah ditunjukkan dengan interaksi warga sekolah satu sama lainnya dengan adanya budaya senyum, salam, dan sapa. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan ibu guru KT dalam wawancara, yaitu: “Ada 3S, itu guru-guru sudah dijadwal untuk salaman didepan setiap pagi. Kalau ketemu itu walaupun saya tidak mengajar minimal salaman dan memberikan salam. Itu kalau ketemu langsung lho, kalau jauh tidak juga tidak apa apa. Tapi anak-anak disini sudah terbiasa kalau ketemu sama guru pasti salaman.” (KT, 19 Maret 2016)
Gambar 11. Siswa hendak bersalaman dengan guru Setiap guru sudah memiliki jadwal untuk bersalaman di depan setiap pagi menyambut siswa yang berangkat sekolah. Pada saat berada di lingkungan
91
sekolah biasanya anak-anak memberikan salam dan bersalaman dengan guru maupun staf karyawan yang mereka temui. Pelaksanaan program 3S juga disampaikan dalam pernyataan bapak AI, sebagai berikut. “Selalu 3S tadi, sopan santun salam sapa ini kan selalu kita tanamkan. Setiap ketemu dengan siapapun tidak hanya dengan gurunya anak-anak wajib memberikan salam dan sapa. Bahkan mungkin setiap murid ketemu saya mesti bersalaman, setiap murid ketemu guru bersalaman, saling mengucapkan selamat pagi, assalamualaikum, selamat siang, dll. Dan ini wajib, kalo diam guru harus menegur, itu akan menjadi sebuah kebiasaan.” (AI,19 Maret 2016) Budaya bertegur sapa, memberikan salam, dan bersalaman sudah menjadi kebiasaan para siswa dalam kesehariannya di lingkungan sekolah. Selanjutnya kedua pernyataan tersebut didukung dengan hasil wawancara terhadap siswa. Seperti yang disampaikan MIH selaku anggota OSIS, bahwa: “Untuk sopan kami dari OSIS udah pernah mengeluarkan, ee.. apa ya kayak peraturan kalo misalkan ada di lingkungan sekolah itu kita harus menerapkan 3S. Entah itu terhadap guru, teman sebaya, tukang kebun, semua warga sekolah harus menerapkan 3S dan itu kalo untuk siswa baru diadakan pas MOS, diberitahu pas masa orientasi siswa itu mereka diberitahu jadi tata krama di SMP Negeri 1 Sleman itu seperti ini, dan jika anda melanggar itu akan mendapatkan sebuah sanksi, begitu.” (MIH, 18 Maret 2016) Dukungan OSIS sebagai organisasi sekolah dalam menanamkan budaya sopan santun juga dilaksanakan pada saat pertama kali siswa masuk ke SMP Negeri 1 Sleman. OSIS memberikan penyuluhan dan pengarahan kepada siswa baru untuk menerapkan 3S di lingkungan sekolah. Begitu juga disampaikan oleh HW dan AS sebagai siswa kelas 7 dan kelas 9, sebagai berikut.
92
“Kesopanan, kita kan menerapkan ee... senyum, sapa, salam. Setiap ada guru kita harus senyum, harus nyapa, sama harus ngucapin salam. Begitu juga sama temen-temen sebaya kita ataupun kakak kelas kita harus tetep harus senyum, sapa, salam.” (HW, 18 Maret 2016) “Kalo kesopanan disini tu sama guru itu tu kaya apa ya dianggap orang tua sendiri menurutku sih, jadi tiap kita pulang tu sering mbak itu bajunya kurang apa gitu hehe.. Ada 3S. Senyum, salam, sapa.” (AS, 18 Maret 2016) Pelaksanaan 3S di dalam sekolah telah cukup efektif dibiasakan oleh pihak sekolah. Tidak hanya siswa kepada guru, tetapi juga sebaliknya guru kepada siswa juga melaksanakan 3S setiap harinya. Ditambah dengan adanya kegiatan bersalaman setiap pagi didepan pintu gerbang masuk. Seperti yang disampaikan oleh ibu SN selaku staf tata usaha di SMP Negeri 1 Sleman ini, bahwa: “Setiap pagi itu ada 3S mbak, senyum sapa salam. Setiap jam 06.15 guru sudah stand by di pintu masuk gerbang sekolah untuk menyalami anakanak setiap pagi. Kalau untuk yang selain itu apa ya, paling kalau siswa bertemu dengan guru atau karyawan ya biasanya salaman gitu sama mengucapkan salam gitu aja sih.” (SN, 22 Maret2016) Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan di sekolah ini nampak bahwa budaya berperilaku sopan santun sudah menjadi kebiasaan warga sekolah disini. Hal tersebut terlihat pada saat siswa bertemu dengan guru atau staf karyawan mereka langsung mengucapkan salam kemudian bersalaman. Antar warga sekolah telah terjalin interaksi-interaksi komunikatif yang akrab namun tetap menghormati satu sama lain. Kepala sekolah selalu mengingatkan warga sekolah untuk membudayakan berperilaku sopan santun, baik pada saat pertama siswa masuk sekolah maupun pada saat ada acara tertentu atau pada saat upacara bendera. Selanjutnya untuk guru dan karyawan selalu di himbau agar mampu
93
berkomunikasi serta beriteraksi dengan baik membiasakan sopan santun sehingga dapat menjadi teladan bagi siswa. 7) Budaya Tanggung Jawab Dalam melaksanakan peran sertanya di lingkungan sekolah, rasa tanggung jawab menjadi penting untuk dimiliki oleh setiap warga sekolah SMP Negeri 1 Sleman. Hal tersebut menjadi penting dikarenakan tanpa adanya tanggung jawab dari masing-masing individu maka kegiatan yang ada di sekolah ini tidak akan berjalan dengan baik. Akan terjadi ketimpangan dan tidak terlaksananya kegiatan yang direncanakan jika rasa tanggung jawab tersebut tidak dimiliki oleh masingmasing individu di SMP Negeri 1 Sleman. Untuk siswa, rasa tanggung jawab tersebut dapat tercermin dari dikerjakan atau tidaknya tugas-tugas yang diberikan oleh guru, atau dapat juga tercermin dari bagaimana siswa merawat dan menjaga kebersihan lingkungan belajarnya. Dalam menanamkan rasa tanggung jawab tersebut ada beberapa cara menanamkannya kepada siswa, anatara lain sebagai berikut. “Ee nilai tanggung jawab dari konsepnya itu anak kan punya beban nggih beban yang harus mereka selesaikan di tunaikan, itu baik dari segi pribadi maupun dari segi sekolah kan di pembelajaran tadi kan ada nilai sikap ya, nilai tanggung jawab, ada disiplin, ada kejujuran, per aspek.” (SS, 19 Maret 2016)
94
Gambar 12. Pengerjaan tugas kelompok Penanaman rasa tanggung jawab juga dapat ditanamkan dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, seperti dengan adanya pemberian tugas sekolah. Dalam pemberian tugas tersebut siswa diberikan batasan waktu pengumpulan tugas. Seperti yang diterapkan oleh ibu KT dalam mata pelajaran PKn, yaitu: “Tanggung jawab kan merupakan suatu tugas yang harus diselesaikan. Tanggung jawab dalam hal misal tugas, kalau saya misalnya biasanya saya sama anak-anak membuat komitmen dulu tugas ini diselesaikan berapa hari, terus dikumpulkan kapan. Misalnya pas hari Sabtu ada tugas dikumpulkan hari Rabu ya hari Rabu. Bagi yang mengumpulkan pas hari Rabu atau yang sebelum hari Rabu saya beri nilai plus, nanti biasanya kalau melebihi hari Rabu nilainya saya kurangi gitu... ” (KT, 19 Maret 2016) Dalam pembelajaran sehari-hari saat pemberian tugas, guru dan siswa membuat kesepakatan pengumpulan tugas, apabila siswa mengumpulkan tugas melebihi waktu yang telah ditentukan maka nilai tersebut tidak akan sama dengan siswa yang mengumpulkan tugas tepat waktu. Cara tersebut dirasa cukup mampu memupuk rasa tanggung jawab siswa terhadap diri mereka sendiri. Selain menggunakan metode di atas, sekolah telah merencanakan program pembagian wilayah, dimana wilayah tersebut akan dibangun taman dan masing-masing kelas
95
akan bertanggung jawab merawat dan mengelola satu taman. Seperti yang disampaikan oleh bapak AI sebagai berikut. “...sekolah ini akan kita bagi menjadi 21 area, jadi setiap kelas kita beri tanggung jawab untuk mengelola area tertentu, taman atau apa.. sementara tanggung jawabnya adalah tanggung jawab kelas dan area lingkungan kelas yang sudah, tapi kedepannya nanti sudah menjadi wacana tapi insyaallah dalam waktu dekat kita laksanakan yaitu tanggung jawab kelas terhadap lingkungan sekolah...” (AI, 19 Maret2016) Pembagian wilayah tersebut ditujukan selain untuk memperindah lingkungan sekolah, dapat juga sebagai ajang kompetisi siswa untuk dapat mengelola taman bagian mereka dengan baik. Penanaman rasa tanggung jawab dari lingkungannya sendiri juga disampaikan oleh MIH selaku siswa kelas 8, bahwa: “Kalo tanggung jawab sekiranya itu sudah dibilangin ya sama guru wali kelasnya, kan setiap siswa mempunyai bangku masing-masing, oh kamu bangku yang ini kamu yang ini dan kamu yang ini. Nah jikalau siswa merusak atau tidak mau menjaga nah maka nanti siswa diberi sanksi kaya siswa mempergunakan di lab, mereka memecahkan gelas ukur atau merusakkan alat-alat mereka harus diberikan sanksi. Mereka akan diberi sanksi kalau misalkan mereka terus akan apa yaa... dari guru itu menegur siswa kamu gini gini gini, mungkin dari situ sudah melatih tanggung jawab ya untuk dalam hal menjaga barang tersebut, dengan bertanggung jawab untuk menggunakan...” (MIH, 18 Maret 2016) Sebelum pembelajaran dimulai biasanya guru memberikan motivasi atau arahan kepada siswa. Setiap siswa memiliki tanggung jawab masing-masing dalam menjaga lingkungan belajarnya yang dimulai melalui bangku mereka masing-masing. Apabila siswa merusak barang milik sekolah maka siswa diberikan sanksi untuk mengganti barang yang sudah ia rusakkan. Dengan begitu siswa akan belajar untuk lebih berhati-hati dan mau menjaga serta merawat
96
fasilitas yang ada di sekolah. Begitu pula dengan yang disampaikan oleh HW siswa kelas 7, yaitu: “Tanggung jawab... kalau misalnya kita dikasih tugas, tapi nanti ada yang nggak ngerjain, biasanya kan mereka ngerjainnya pagi-pagi sebelum masuk itu, kadang-kadang malah nyontek temennya nah itu waktu itu pernah diadain motivasi. Motivasi kaya kita tu tetep jadi orang yang bertanggung jawab gitu lho. Jangan cuma bisanya ngandelin temennya. Jadi kita harus tetep berusaha supaya kita bisa ngerjain tugas itu sendiri, gitu” (HW, 18 Maret 2016) Sistem reward and punishment menjadi salah satu upaya sekolah, dalam hal ini lebih terkhusus oleh guru untuk menanamkan rasa tanggung jawab kepada siswa. Hal mengenai pemberian hukuman jika terjadi pelanggaran disampaikan oleh AS selaku siswa kelas 9, sebagai berikut. “Kalo tanggung jawab setiap pelanggaran ada sanksi, setiap kebijakan sekolah ada sanksinya. Kalo nggak ngerjain PR ada hukumannya biasanya suruh maju ke depan njelasin. Terus sekarang tu kelas 9 kan suruh bawa buku terus to, jadi kalo nggak bawa dendanya 5.000, nanti dikumpulin ke kas kelas. Untuk belanja peralatan kelas” (AS, 18 Maret 2016) Selanjutnya, penanaman nilai tanggung jawab untuk staf dan karyawan di SMP Negeri 1 Sleman dilakukan dengan adanya evaluasi program untuk mengetahui sejauh mana program yang telah dibentuk terlaksana dan bagaimana perkembangannya. Hal tersebut disampaikan oleh SN, bahwa: “Untuk tanggung jawab sendiri kami biasanya ada evaluasi program masing-masing, sudah sejauh mana berjalan, kalau terhambat apa penyebabnya gitu.” (SN, 22 Maret 2016) Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, nilai tanggung jawab di lingkungan SMP Negeri 1 Sleman sudah cukup baik. Hal tersebut dapat terlihat ketika siswa diberikan tugas di luar kelas siswa tidak lantas bermain sendiri atau
97
bermalas-malasan, akan tetapi mereka tetap mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh guru mata pelajaran pada saat itu. 8) Minat Membaca SMP Negeri 1 Sleman telah memiliki perpustakaan yang cukup luas dan memiliki fasilitas yang cukup lengkap. Namun dalam mengembangkan minat membaca siswa, sekolah memiliki program khusus selain kunjungan rutin ke perpustakaan. Sekolah menerapkan program membaca setiap pagi 15 menit sebelum mata pelajaran dimulai. Disampaikan ibu EHA dalam wawancara selaku Plt kepala sekolah di SMP Negeri 1 Sleman, sebagai berikut. “Ada programnya itu program membaca, 15 menit setiap hari Senin sampai hari Kamis, setiap hari Senin sampai Kamis 15 menit pada pukul 07.00 sampai 07.15 itu sudah dijadwal, selain itu guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk eksplorasi itu memperluas pengetahuan...” (EHA, 2 April 2016) Ada program membaca yang dilaksanakan setiap hari Senin sampai dengan Kamis 15 menit awal dari pukul 07.00 sampai pukul 17.15 siswa diberikan waktu untuk membaca buku dan mengeksplorasi pengetahuan mereka. Disampaikan pula oleh ibu KT pada saat wawancara, yaitu: “Ini baru saja ada kegiatan membaca sebelum pelajaran dimulai ada kegiatan membaca15 menit. 15 menit sebelum pelajaran dimulai itu setiap hari, tapi baru berjalan beberapa bulan ini.” (KT, 19 Maret 2016)
Kegiatan membaca yang dilakukan 15 menit sebelum pelajaran dimulai ini telah terlaksana dalam waktu beberapa bulan terakhir. Kedua pernyataan tersebut didukung dengan hasil wawancara siswa yaitu:
98
“...Jadi dari hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis itu 15 menit sebelum pembelajaran akan dimulai baca buku, tapi guru wali kelasku kan menyarankan buku yang mungkin banyak memiliki manfaat kaya ensiklopedia, atau buku lainnya” (MIH, 18 Maret 2016) Kebijakan tersebut diterapkan untuk membiasakan siswa membaca buku setiap harinya. Karena pada dasarnya suatu kebiasaan itu pada awalnya harus di paksakan diterapkan terlebih dahulu sebelum sedikit demi sedikit tanpa disuruh pun siswa sudah dengan sadar diri membaca buku baik itu fiksi maupun non fiksi. Seperti yang disampaikan oleh bapak AI dalam wawancara sebagai berikut. “...kemarin itu sudah kita coba, 15 menit awal itu kita berikan waktu anakanak silahkan membaca dan membuat sebuah rangkuman dari hasil membacanya itu kemudian kita presentasikan apa yang kamu baca. Dan kemarin bukan buku materi pelajaran tapi lebih banyak buku tentang cerita-cerita fiksi atau apa gitu, novel. Yang penting anak-anak membaca dulu” (AI, 19 Maret 2016) Dengan diterapkannya kebijakan tersebut kini keadaan perpustakaan mulai ramai, dan koleksi koleksi yang dimiliki perpustakaan pun diperbaharui sehingga menambah minat membaca siswa.
Gambar 13. Grafik peningkatan perpustakaan
99
Hal tersebut didukung dengan hasil pengamatan peneliti, bahwa setiap harinya perpustakaan ini selalu ramai dikunjungi siswa baik itu untuk peminjaman buku atau untuk penggunaan komputer sebagai media pencari informasi. Selain itu petugas perpustakaan yang ada di SMP Negeri 1 Sleman begitu ramah dengan pengunjung sehingga dapat meningkatkan minat siswa untuk berkunjung ke perpustakaan ini. 9) Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam mengembangkan potensi dan bakat yang ada di dalam dirinya. Selain itu kegiatan ekstrakurikuler ini dapat menjadi sarana siswa dalam memanfaatkan waktu dan mengembangkan prestasinya di bidang non akademik. Oleh karena itu sekolah selalu berusaha untuk memaksimalkan fasilitas atau sarana dan prasarana yang ada agar siswa dapat berkegiatan dengan nyaman di sekolah. Berikut merupakan ekstrakurikuler yang ada di SMP Negeri 1 Sleman: Osis, PMR, KIR, Tonti, Marching Band, Pramuka, Batik, Voly, Basket, Sepak Bola, Pencak Silat, Aero Modeling, Atletik, Karawitan, Musik, dan Paduan Suara. Kegiatan ekstrakurikuler ini lebih difokuskan kepada siswa kelas VII dan VIII, sedangkan kelas IX lebih disarankan untuk mengurangi segala kegiatan non akademik dan mulai diarahkan untuk persiapan Ujian Nasional.
100
B. Pembahasan Kultur sekolah menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sekolah karena kultur sekolah merupakan sekumpulan nilai, adat-istiadat, norma, dan asumsi yang dijadikan sekolah sebagai pedoman pengembangan peningkatan kualitas sekolah. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Barnawi & M. Arifin (2013: 67) bahwa kemajuan suatu sekolah sangatlah ditentukan oleh budaya sekolah yang tertanam dalam setiap diri warga sekolah. Hal ini sangatlah beralasan karena budaya sekolah mengandung kekuatan yang mampu menggerakkan kehidupan sekolah. Budaya sekolah dalam hal ini berperan dalam mengarahkan pikiran, ucapan, dan tindakan seluruh warga sekolah. Budaya sekolah yang terkonsep dengan baik sesuai dengan tujuan sekolah memiliki strategi, daya ungkit untuk berprestasi, sekaligus mengantarkan warga sekolah kepada gerbang kesuksesan. Namun sebaliknya, apabila budaya sekolah tidak dikelola dengan baik, dibiarkan begitu saja, justru akan membahayakan keberlangsungan sekolah. Budaya juga dapat digunakan sebagai strategi sekolah untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, serta memenangkan mutu para siswa. Hal serupa dimiliki oleh SMP Negeri 1 Sleman sebagai salah satu sekolah favorit dan sekolah andalan di kabupaten Sleman yang memiliki pengembangan
kultur
sekolah
sebagai
pembentuk
kepribadian
sekolah.
Pengembangan kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman adalah sebagai berikut. 1.
Gambaran Kultur Sekolah di SMP Negeri 1 Sleman Kultur sekolah merupakan aspek penting yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan sehari-hari sekolah karena kultur itu sendiri merupakan suatu
101
kumpulan adat istiadat, asumsi-asumsi, dan nilai-nilai yang dijadikan pandangan agar sekolah mampu menjadi sekolah yang baik dan berkualitas. Seperti yang disampaikan oleh Deal & Peterson dalam sebuah jurnal milik Ariefa Efianingrum (2013: 21) bahwa kebudayaan sekolah merupakan kesatuan dari norma-norma, nilai-nilai, dan keyakinan, ritual dan upacara-upacara, simbol-simbol, serta cerita yang membentuk kepribadian suatu sekolah. Hal yang serupa dimiliki oleh SMP Negeri 1 Sleman sebagai salah satu sekolah favorit yang memiliki pengembangan kultur sebagai pembentuk kepribadian siswa. Bagi kepala sekolah pemahaman setiap warga sekolah mengenai kultur sekolah merupakan hal yang sangat penting. Hal tersebut dikarenakan, setiap sekolah memiliki cara pandang dan pendekatan yang berbeda dengan sekolah lainnya. Dengan memahami kultur yang berkembang di lingkungan sekolah tersebut, sekolah dapat menyusun strategi ataupun rencana untuk memperbaiki mutu sekolah, mengatasi permasalahan sekolah, dan melakukan perbaikan di setiap aspek. Akan tetapi pemahaman tentang kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman belum sepenuhnya dipahami oleh seluruh warga sekolah. Siswa masih belum terlalu memahami apakah yang dimaksud dengan kultur sekolah. Kultur sekolah terdiri dari artifak dan nilai-nilai yang diyakini di lingkungan SMP Negeri 1 Sleman itu sendiri. Artifak merupakan lapisan kultur sekolah yang paling mudah diamati karena artifak itu sendiri berhubungan dengan sarana prasarana sekolah, dan kegiatan yang terdapat di dalam lingkungan sekolah. SMP Negeri 1 Sleman terletak di pinggir Jalan Magelang yang merupakan akses jalanan utama masyarakat sehingga sekolah ini termasuk dalam
102
kondisi lokasi yang strategis. Sekolah ini memiliki lahan yang cukup luas dan sebagian besar bangunan dari sekolah ini merupakan bangunan bekas Belanda dahulu. Keadaan kultur fisik dari sekolah ini secara keseluruhan telah menunjukkan bahwa sarana prasarana yang dimiliki sekolah telah memadai, yaitu: lapangan sekolah, ruang kelas, ruang kantor, Masjid, laboratorium Biologi, laboratorium Fisika, perpustakaan, ruang keterampilan, ruang musik, ruang elektronika, laboratorium komputer, ruang bimbingan konseling, UKS, koperasi sekolah, ruang agama, aula, kantin sekolah, dapur sekolah, toilet siswa, toilet guru dan karyawan. Sekolah juga memiliki berbagai gambar dan slogan yang di pasang di koridor, di dalam kelas, dan setiap sudut sekolah. Gambar dan slogan tersebut menjadi salah satu media pemberian motivasi siswa dan warga sekolah yang lainnya dalam proses pembelajaran, bertindak, dan bersikap. Selanjutnya cara berpakaian warga sekolah sudah memenuhi syarat yang telah ditetapkan sekolah sehingga dengan begitu dapat disimpulkan bahwa siswa dan warga sekolah lain telah mematuhi tata tertib dalam berpakaian. Disamping memiliki artifak fisik yang berupa sarana prasarana dan bangunan lainnya, SMP Negeri 1 Sleman juga memiliki nilai-nilai yang diyakini dan diimplementasikan yaitu nilai budaya bersih, budaya berprestasi, budaya religius, budaya disiplin, budaya kerjasama, budaya sopan santun, budaya tanggung jawab, dan minat membaca. Budaya bersih ditanamkan kepada seluruh siswa agar mereka dapat secara sadar untuk senantiasa menjaga agar lingkungan belajar mereka baik di sekolah maupun di luar sekolah terjaga dengan baik. Penanaman budaya bersih ini ditanamkan sekolah melalui berbagai program salah
103
satunya dengan adanya program tumitlangkung atau yang sering disebut dengan tujuh menit untuk kebersihan lingkungan. Selain itu sekolah juga menyediakan tempat sampah di berbagai sudut sekolah serta dengan adanya Jumat bersih dan regu piket di setiap kelas. Kebersihan di lingkungan sekolah di SMP Negeri 1 Sleman sudah cukup bersih, baik itu di ruang kelas maupun di ruang perkantoran dan di kawasan lapangan sekolah. Budaya berprestasi di SMP Negeri 1 Sleman ditanamkan dalam kegiatan belajar mengajar setiap hari. Dalam satu minggu sekolah mengadakan kegiatan sarapan pagi. Sarapan pagi disini adalah siswa diberikan soal-soal evaluasi mata pelajaran sebagai pengganti Ulangan Sabtu Bersama (USB). Dengan adanya program sarapan pagi ini guru dapat mengetahui di bagian manakah siswa belum paham atau belum menguasai materi pembelajaran yang diberikan. Selain adanya program sarapan pagi, pemberian reward and punishment juga berlaku untuk memberikan motivasi kepada siswa agar senantiasa berprestasi. Pembimbingan untuk siswa yang berkemampuan dalam suatu bidang untuk mengikuti lomba juga dilaksanakan agar siswa tersebut mampu untuk berkompetisi dengan siswa dari sekolah lain. Berdasarkan hasil observasi terdapat banyak piala dan piagam yang tersusun di lemari kaca yang terdapat di lobi sekolah. Piala tersebut menjadi salah satu bukti bahwa SMP Negeri 1 Sleman telah cukup banyak meraih prestasi. Prestasi-prestasi yang telah diraih oleh warga sekolah tersebut selanjutnya diberikan penghargaan oleh pihak sekolah. Sekolah memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi baik didalam sekolah maupun diluar sekolah. Penghargaan tersebut biasanya berupa ucapan selamat, pemberian hadiah, piala/
104
piagam, uang bimbingan belajar, serta point penghargaan bagi siswa yang beprestasi. Budaya religius dalam lingkungan SMP Negeri 1 Sleman berdasarkan hasil penelitian sudah sangat baik. Hal ini tercermin dengan adanya sholat berjamaah yang rutin dilakukan baik oleh siswa maupun guru dan staf karyawan di lingkungan SMP Negeri 1 Sleman. Budaya religius di sekolah ini ditanamkan melalui berbagai kegiatan keagamaan diantara yaitu adanya sholat dhuha dan zhuhur berjamaah, tadarus bersama bagi siswa yang beragama muslim dan pendalaman Iman untuk siswa yang non muslim. Selain kegiatan tersebut sekolah juga mengadakan pengajian yang biasanya rutin dilakukan dan itupun bergantian antar kelas dalam satu periode waktunya. Kedisiplinan merupakan tanggung jawab seluruh warga sekolah SMP Negeri 1 Sleman. Penanaman budaya disiplin di sekolah ini tertuang dalam adanya aturan tata tertib baik untuk guru maupun siswa. Selanjutnya budaya disiplin tersebut ditanamkan melalui kegiatan sehari-hari seperti masuk sekolah tepat waktu, masuk kelas tepat waktu, tidak membawa handphone ke sekolah, menggunakan sepatu berwarna hitam, serta mengumpulkan tugas tepat waktu sesuai dengan kesepakatan antara siswa dengan guru. Budaya disiplin tersebut juga ditanamkan melalui slogan-slogan yang terpasang di setiap sudut sekolah. Hal ini dimaksudkan agar para siswa maupun guru dan staf karyawan termotivasi untuk senantiasa berperilaku disiplin dan mematuhi aturan yang ada. Sistem point juga diterapkan sekolah sebagai penegas aturan yang telah ada. Sistem point ini berlaku untuk siswa dan mencakup beberapa aspek diantara adalah mengenai
105
keterlambatan, pakaian seragam, pengumpulan tugas, serta pelanggaranpelanggaran lain yang mungkin dilakukan oleh siswa dengan point maksimal 100 dengan sanksi dikeluarkan dari sekolah. Berdasarkan hasil penelitian, budaya disiplin yang terdapat di SMP Negeri 1 Sleman sudah cukup baik. Meskipun terdapat beberapa pelanggaran kecil seperti terlambat masuk sekolah, atau membawa handphone, sekolah senantiasa berusaha untuk mengatasi pelanggaranpelanggaran kecil tersebut dengan adanya peraturan yang jelas dan tegas. Adanya sanksi bagi siswa yang melanggar, pembinaan, serta himbauan yang rutin diberikan oleh pihak sekolah pada saat upacara bendera. Dalam pelaksanaan program yang diterapkan oleh sekolah, kerjasama antar warga sekolah akan memberikan pengaruh yang besar terhadap kesuksesan pelaksanaan program tersebut. Sekolah menanamkan budaya kerjasama dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Di dalam kurikulum 2013, kerjasama menjadi salah satu aspek yang dinilai guru, oleh karena itu penanaman budaya kerjasama secara rutin diberikan karena hal tersebut juga telah tercantum di dalam kurikulum 2013. Selain itu, dengan adanya classmeeting maupun outbound yang diselenggarakan oleh sekolah juga dapat melatih budaya kerjasama siswa. Hal mengenai budaya kerjasama yang paling terlihat pada saat peneliti melakukan penelitian adalah, sekumpulan siswa mengerjakan satu petak wilayah tembok sekolah/ aula untuk digambari dengan motif batik kemudian diberi warna. Kegiatan ini cukup efektif untuk membuat siswa mampu bekerja sama, karena dengan wilayah cukup luas dan anggota kelompok yang tidak banyak untuk
106
menyelesaikan tugas tersebut para siswa harus bekerja semua dan tidak hanya mengandalkan satu atau dua orang saja didalam kelompok. Budaya untuk berperilaku sopan santun telah menjadi kebiasaan di sekolah ini. Hal ini ditunjukkan dengan interaksi yang terjadi baik diantara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan guru, dan warga sekolah dengan tamu. Sekolah menerapkan sistem 5S (senyum, salam, sapa, sopan, santun) di lingkungan sekolah, hal tersebut telah tercantum di dalam buku saku/ buku peraturan sekolah. Pada saat pagi hari, di dekat pintu gerbang biasanya beberapa guru berdiri menunggu siswa yang berangkat untuk bersalaman. Selain itu, setiap siswa bertemu guru maupun staf di lingkungan sekolah mereka langsung berjalan mendekat, mengucapkan salam kemudian bersalaman. Hal ini sudah menjadi kebiasaan siswa setiap harinya. Interaksi yang terjalin sangat akrab namun tetap dalam batas kesopanan antara siswa dengan guru. Pada saat berpapasan dengan tamu, siswa tersenyum kemudian mengangguk sebagai tanda memberikan salam. Pada saat upacara, kepala sekolah juga selalu menghimbau seluruh warga sekolah agar menerapkan budaya sopan santun di sekolah. Terlebih lagi untuk guru dan karyawan agar dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik sehingga dapat menjadi teladan bagi siswa. Budaya tanggung jawab ditanamkan oleh sekolah kepada siswa melalui pemberian tugas. Hal tersebut juga telah menjadi bagian dari kurikulum 2013 bahwa nilai tanggung jawab menjadi salah satu aspek yang dinilai dari siswa. Bagi siswa yang tidak menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya maka biasanya akan diberikan sanksi. Sanksi tersebut dapat berupa pengurangan nilai
107
untuk siswa yang tidak mengumpulkan tugas tepat waktu hingga pemberian hukuman seperti mengerjakan tugas di luar kelas. Selain dengan ditanamkan melalui pemberian tugas, sekolah sedang berencana membagi area lingkungan sekolah menjadi beberapa bagian untuk kemudian dibagi agar dapat dikelola oleh siswa. Hal ini selain sebagai program memperindah lingkungan sekolah yang ada, dapat juga melatih seberasa besar rasa tanggung jawab siswa terhadap kawasan yang mereka miliki. Seperti yang telah terlaksana yaitu pembagian tembok sekolah dan aula untuk dapat di hias dengan motif batik oleh sekelompok siswa. Selain melatih tanggung jawab, tugas tersebut juga melatih kerjasama siswa. Untuk budaya tanggung jawab staf dan karyawan biasanya sekolah melakukan evaluasi terhadap program-program yang telah dibentuk. SMP Negeri 1 Sleman memiliki perpustakaan yang cukup luas dengan buku koleksi yang cukup banyak dan fasilitas yang cukup memadai. Beberapa tahun ini pengunjung perpustakaan mengalami peningkatan pengunjung sesuai dengan diperbaharuinya keadaan dan koleksi yang ada di perpustakaan. Berdasarkan hasil penelitian, siswa di SMP Negeri 1 Sleman telah memiliki minat baca yang sudah cukup tinggi. Minat baca ini tentunya bermanfaat untuk menambah pengetahuan maupun untuk mengisi waktu luang siswa. Pihak sekolah bekerja sama dengan petugas perpustakaan untuk meningkatkan minat baca para siswa. Sekolah memiliki program untuk mewajibkan siswa membaca 10-15 menit sebelum pelajaran di mulai pagi hari. Siswa boleh membawa novel ataupun majalah, buku apa saja asalkan para siswa menggunakan waktu yang telah disediakan tersebut untuk membaca buku. Mayoritas siswa lebih suka membaca
108
novel ataupun komik. Hingga saat ini sudah cukup banyak siswa yang berkunjung ke perpustakaan untuk sekedar membaca buku, browsing, ataupun meminjam dan mengembalikan buku. 2.
Implementasi Program Sekolah dalam Pengembangan Kultur Sekolah Implementasi program sekolah dalam pengembangan kultur sekolah
ditanamkan melalui berbagai program sekolah dengan pedoman pengembangan tata tertib sekolah. Peraturan yang dibuat oleh pihak sekolah berdasarkan aturan walikota dan kemudian dikembangkan berdasarkan potensi sekolah. Untuk budaya bersih sekolah menerapkan program tumitlangkung yaitu tujuh menit untuk kebersihan lingkungan dan kebijakan Jumat bersih. Regu piket juga dibentuk di setiap kelas untuk mendukung adanya program tumitlangkung dan Jumat bersih. Selanjutnya budaya berprestasi ditanamkan sekolah melalui program sarapan pagi. Sarapan pagi adalah program sekolah dimana siswa diberikan soal evaluasi dan kemudian hasil dari evaluasi tersebut diumumkan. Program sarapan pagi ini diterapkan sebagai pengganti Ulangan Sabtu Bersama (USB). Selain dengan adanya program sarapan pagi, sistem reward and punishment juga dilakukan oleh guru sebagai upaya pemberian motivasi dan dorongan agar siswa senantiasa mampu berkompetisi. Adapun kegiatan classmeeting menjadi latihan siswa untuk berkompetisi antar siswa dalam sekolah. Untuk budaya religius sekolah menerapkan program tadarus bagi siswa muslim dan doa bersama untuk siswa non muslim. Selain kegiatan tersebut, sekolah juga menerapkan sholat berjamaah baik itu sholat dhuha maupun sholat
109
zhuhur. Adapun kegiatan pengajian dilaksanakan dalam periode waktu tertentu, baik itu pengajian rutin maupun pesantren yang diadakan satu tahun sekali. Sedangkan untuk budaya disiplin sekolah menerapkan sistem point dimana siswa yang melakukan pelanggaran diberikan point berdasarkan tingkat pelanggarannya. Pemasangan slogan-slogan di setiap sudut sekolah menjadi salah satu media sekolah untuk memotivasi warga sekolah agar senantiasa berperilaku disiplin. Dalam menanamkan budaya kerjasama sekolah tidak memiliki program khusus, dikarenakan dalam kurikulum 2013 sendiri nilai kerjasama sudah menjadi salah satu aspek dalam pembelajaran. Sehingga dalam menanamkan budaya kerja sama ini guru biasanya memberikan tugas-tugas kelompok. Selain dapat melatih kerjasama siswa, kerja kelompok ini juga mampu menumbuhkan budaya tanggung jawab. Dalam beberapa waktu ini sekolah berencana untuk membagi sekolah menjadi beberapa wilayah agar dapat dikelola oleh kelompok siswa. Selain melalui pemberian tugas tersebut penanaman budaya kerjasama dan tanggung jawab juga ditanamkan melalui kegiatan classmeeting dan outbound. Untuk budaya sopan santun sendiri, sekolah menetapkan kebijakan 5S yaitu senyum, salam, sapa, sopan, dan santun. Sekolah selalu menghimbau kepada siswa biasanya pada saat upacara bendera untuk berperilaku sopan dan dan santun baik kepada sesama warga sekolah maupun tamu. Minat membaca siswa di SMP Negeri 1 Sleman sudah cukup bagus, hal ini didukung dengan program sekolah yang mewajibkan siswa setiap hari 15 menit sebelum pembelajaran dimulai membaca buku. Sekolah membebaskan siswa
110
untuk membawa buku apa saja dari rumah, kebanyakan siswa membawa novel maupun majalah dan beberapa siswa lain membaca buku pelajaran. Keberhasilan implementasi program sekolah tentu saja sangat dipengaruhi oleh
komunikasi
dan
interaksi
antar
warga
sekolah.
Dalam
proses
implementasinya, seluruh warga sekolah di SMP Negeri 1 Sleman telah cukup mampu untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik sehingga miss komunikasi sangat jarang terjadi. Melalui proses interaksi yang terjadi di sekolah, potensi-potensi yang ada mampu berkembang. Kepala sekolah dan guru yang ada di SMP Negeri 1 Sleman juga telah mampu memberi motivasi maupun menjadi panutan yang baik bagi para siswanya melalui proses pembelajaran yang terjadi di sekolah. Dalam implementasi program pengembangan sekolah yang ada, tentu saja akan muncul beberapa permasalahan. Selama ini untuk mengatasi permasalahan yang ada biasanya dilakukan dengan cara musyawarah. Bagi siswa, yang bermasalah sekolah telah mengaturnya dalam tata tertib, sehingga apabila terjadi pelanggaran maka siswa akan diberikan point sesuai dengan jenis pelanggaran yang telah dilakukannya. Pemberian dan jenis sanksi yang didapat siswa ditentukan sesuai dengan jenis dan tingkat pelanggarannya yaitu sebagai berikut: a.
Teguran secara lisan oleh guru atau kepala sekolah. Yang diberikan berupa nasehat ataupun teguran pada saat melakukan pelanggaran.
b.
Teguran tertulis. Bagi siswa yang melakukan pelanggaran maka akan dicatat dalam buku saku.
111
c.
Penugasan. Setelah mencapai point tertentu maka guru akan memberikan tugas bagi siswa yang melakukan pelanggaran
d.
Pemanggilan orangtua. Apabila dari ketiga teguran tersebut siswa masih melakukan pelanggaran maka sekolah akan memanggil orangtua siswa ke sekolah
e.
Skorsing. Siswa yang melalukan pelanggaran di skors selama minimal 3 hari belajar di rumah dan membuat laporan kegiatan di rumah selama masa skorsing. Dalam pemberian skor disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang
dilakukan siswa. Untuk sanksi-sanksi yang dikenakan kepada siswa dengan kriteria akumulasi skor -25 peringatan pertama secara tertulis, -40 peringatan kedua secara tertulis dengan membuat surat pernyataan yang diketahui oleh orang tua/ wali, -60 peringatan ketiga secara tertulis dengan pemanggilan orang tua/ wali, -75 skorsing minimal 3 hari belajar dirumah dan membuat laporan kegiatan selama di rumah pada saat masa skorsing yang diketahui orang tua/ wali, -90 siswa tidak naik kelas (bagi siswa kelas VII dan VII) atau tidak tamat belajar (bagi siswa kelas IX), -100 pemanggilan orangtua/ wali ke sekolah untuk menerima penyerahan siswa (dikeluarkan dari sekolah). 3.
Faktor Pendukung Pengembangan
dan
Penghambat
Implementasi
Program
Keberhasilan SMP Negeri 1 Sleman dalam mengembangkan kultur sekolah diwujudkan melalui adanya beberapa kebijakan, program maupun strategi yang telah dirumuskan dan disepakati bersama. Keberhasilan yang terjadi tersebut
112
tentu
saja
memiliki
faktor
pendukung
dan
penghambat
dalam
mengimplementasikan program pengembangan sekolah. Faktor pendukung pelaksanaan program pengembangan di SMP Negeri 1 Sleman adalah sebagai berikut. a.
Komite sekolah yang memiliki komitmen terhadap kemajuan sekolah, dengan memberikan motivasi terhadap siswa di setiap ada kesempatan.
b.
Peran aktif orang tua siswa yang telah membantu pihak sekolah dalam mengawasi dan melaporkannya kepada sekolah.
c.
Siswa memiliki kemampuan diri yang cukup baik sehingga dapat melaksanakan tata tertib sekolah dan pengarahan sekolah.
d.
Warga sekolah memiliki kesadaran yang cukup baik.
e.
Sarana dan prasarana sekolah yang sudah memadai dan membantu dalam proses belajar mengajar. Faktor penghambat proses pengimplementasian program pengembangan di
SMP Negeri 1 Sleman adalah sebagai berikut. a.
Terbatasnya dana yang hanya bersumber dana BOS.
b.
Program sekolah dalam mengembangkan kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman beberapa ada yang tidak tertulis secara formal.
c.
Masih ada siswa yang melanggar tata tertib.
d.
Masih terdapat beberapa orang tua yang kurang mendukung program sekolah apabila kegiatan tersebut mengeluarkan biaya tambahan.
113
C. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian yang di alami oleh peneliti dalam pelaksanaan penelitian ini adalah kurang maksimalnya waktu penelitian dikarenakan pada saat itu sekolah sedang melaksanakan beberapa program sekolah, sehingga beberapa narasumber sulit untuk ditemui dan tidak memiliki banyak waktu untuk menanggapi pertanyaan peneliti. Selain itu pada saat penelitian sekolah belum memiliki kepala sekolah tetap setelah purna tugasnya ibu Wahyuni Kismardini sebagai kepala sekolah terdahulu. Pada penelitian selanjutnya dapat dilaksanakan penelitian terhadap sekolah yang memiliki kultur sekolah yang baik dan kultur sekolah yang kurang baik.
114
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan dan pembahasan secara keseluruhan mengenai program sekolah dalam mengembangkan kulur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1.
Tampilan fisik sekolah seperti ruang tata usaha, ruang kepala sekolah, ruang
guru, ruang kelas, aula, laboratorium, masjid, ruang kesenian, ruang bimbingan konseling, koperasi dan perpustakaan terlihat bersih dan terawat. Sarana dan prasarana yang ada pun sudah cukup lengkap dan memadai. 2.
Budaya yang terkait dengan nilai dan keyakinan yaitu budaya bersih, budaya
berprestasi, budaya religius, budaya disiplin, budaya kerjasama, budaya sopan santun, budaya tanggung jawab, dan minat membaca sudah cukup terlaksana dengan baik dan menuju ke arah yang positif. Sehingga secara keseluruhan kultur sekolah yang ada di SMP Negeri 1 Sleman ini sudah termasuk ke dalam kultur yang positif dan membudaya kepada warga sekolahnya. 3.
Program yang diterapkan sekolah untuk mengembangkan kultur sekolah di
SMP Negeri 1 Sleman antara lain sebagai berikut. a.
Budaya bersih dengan dibentuknya regu piket, Jumat bersih serta tumitlangkung atau tujuh menit untuk kebersihan lingkungan
b.
Budaya berprestasi dengan adanya sarapan pagi, pelaksanaan classmeeting dan pemberian reward bagi siswa yang berprestasi oleh sekolah.
115
c.
Budaya religius dengan sholat berjamaah, tadarus setiap hari Jumat dan pendalaman materi untuk siswa non muslim, serta pengajian rutin sekolah.
d.
Budaya disiplin dengan pembuatan tata tertib sekolah dan sanksi tegas bagi siswa yang melanggar.
e.
Budaya kerjasama dengan pembentukan kelompok pengerjaan tugas, dan outbond untuk siswa.
f.
Budaya sopan santun dengan penerapan 5S (senyum, salam, sapa, sopan, santun) dan salaman pagi di pintu masuk sekolah.
g.
Budaya tanggung jawab pembentukan kelompok kerja siswa dan pembagian wilayah sekolah yang sedang dalam upaya realisasi.
h.
Minat membaca dengan wajib baca selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai.
4.
Pelaksanaan program pengembangan kultur sekolah yang mendukung
terciptanya kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman secara keseluruhan telah terlaksana dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari keberhasilan implementasi program sekolah yang dilakukan secara kontinyu dan terus menerus. Hal ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh komunikasi dan interaksi antar warga sekolah. Dalam proses implementasinya, seluruh warga sekolah di SMP Negeri 1 Sleman telah cukup mampu untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik sehingga miss komunikasi sangat jarang terjadi. Melalui proses interaksi yang terjadi di sekolah, potensi-potensi yang ada mampu berkembang. Kepala sekolah dan guru yang ada di SMP Negeri 1 Sleman juga telah mampu memberi motivasi maupun
116
menjadi panutan yang baik bagi para siswanya melalui proses pembelajaran yang terjadi di sekolah.
B. Saran Berdasarkan hambatan yang timbul dalam program pengembangan kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut. 1.
Bagi Dinas Pendidikan Menjadikan SMP Negeri 1 Sleman sebagai model sekolah yang memiliki
kultur sekolah yang positif sehingga sekolah lain yang masih memiliki kultur sekolah yang negatif dapat menerapkan program pengembangan kultur yang serupa dengan disesuaikan dengan potensi yang dimiliki sekolah untuk membentuk kultur positif di sekolah mereka masing-masing. 2.
Bagi Sekolah Sekolah seyogyanya dapat melihat adanya kesenjangan komitmen di
antara guru sehingga dapat melakukan evaluasi. Selanjutnya sekolah disarankan untuk terus mengembangkan kultur positif yang telah dijalankan, serta meningkatkan partisipasi seluruh warga sekolah agar program-program dan kebijakan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan optimal. Selain itu, peneliti juga menyarankan agar sekolah menyediakan gudang untuk meletakkan kursimeja yang sudah tidak terpakai. 3.
Bagi Guru Guru disarankan untuk lebih berperan aktif terhadap program dan
kebijakan terkait kultur sekolah seperti melaksanakan pendampingan terhadap
117
siswa dalam pelaksanaan kegiatan tumitlangkung, Jumat bersih, maupun doa bersama sebelum pelajaran dimulai. 4.
Bagi Orang tua Berperan aktif dan mendukung penuh kegiatan sekolah seperti kegiatan les
tambahan serta mendukung dan memotivasi siswa untuk rajin belajar baik itu di sekolah maupun di luar sekolah. 5.
Bagi Peneliti Lebih Lanjut Melakukan penelitian mengenai kultur sekolah dengan lebih mendalam,
mengingat masih minimnya penelitian akan hal tersebut.
118
DAFTAR PUSTAKA
Annastasia Ediati. (2015). Profil Problem Emosi/ Perilaku Pada Remaja Pelajar SMP-SMA Di Kota Semarang. Jurnal Psikologi Undip (Vol.14 No.2 Oktober 2015 190-198). hlm. 197. Ariefa Efianingrum. (2008). Kultur Sekolah Untuk Mengembangkan Good School. Makalah Pengabdian Pada Masyarakat. ______. (2009). Kajian Kultur Sekolah yang Kondusif Bagi Perlindungan Anak. Laporan Hasil Penelitian Pendidikan UNY. ______. (2013). Sosiologi Kultur Sekolah. Jurnal Pemikiran. FIP UNY Yogyakarta. Arif Rohman. (2010). Pendidikan Komparatif. Yogyakarta: Laksbang Grafika. Ary H Gunawan. (2000). Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Barnawi dan M. Arifin. (2013). Mengelola Sekolah Berbasis Entrepreunership. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA. Darmiyati Zuchdi. (2011). Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press. Diana Febriana. (2008). Kultur Sekolah Di Madrasah Aliyah Negeri I (MAN) Yogyakarta dan Madrasah Aliyah Negeri II (MAN) Yogyakarta. Tesis Magister. Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Yogyakarta. Depdiknas. (2002). Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Evi Rovikoh Indah Saputri. (2012). Dinamika Kultur Dalam Kehidupan Sekolah Dengan Status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Di SMP 2 Brebes. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Yogyakarta. Farida Hanum. (2008). Studi Tentang Kultur Sekolah Pada Sekolah Nasional Berstandar Internasional dan Sekolah Bermutu Kurang di Kota Yogyakarta. Yogyakarta: UNY. ______. (2013). Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Kanwa Publisher. Harun dan Mansur. (2008). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: CV. Wacana Prima.
119
Istifaiyah. (2012). Studi Kebijakan Sekolah Dalam Pengembangan Kultur Sekolah di SMP Negeri 2 Yogyakarta. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Yogyakarta. Jamal Ma’mur Asmani. (2011). Tuntunan Lengkap Metodologi Praktis Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Diva Press. Kemdiknas. (2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum Dan Perbukuan. Koentjaraningrat. (2003). Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Moerdiyanto. (2010). Potret Kultur Sekolah Menengah Atas. Jurnal Penelitian. Program Pasca Sarjana. Universitas Negeri Yogyakarta. ______. (2012). Fungsi Kultur Sekolah Menengah Atas Untuk Mengembangkan Karakter Siswa Menjadi Generasi Indonesia 2045. Desertasi. Program Pasca Sarjana. Universitas Negeri Yogyakarta. Noor Tri Widianingsih. (2012). Pengaruh Kultur Sekolah Terhadap Kecerdasan Moral Siswa Kelas 5 SD N Minomartani VI Ngaglik Sleman. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Yogyakarta. Rahmani Abdi. (2007). Pengembangan Budaya Sekolah di SMA N 3 Tanjung Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. Tesis. PPs-UNY. Yogyakarta. Raihani. (2010). Kepemimpinan Sekolah Transformatif. Yogyakarta: LkiS. Roemintoyo. JIPTEK. Vol. VI No.2. Juli (2013). MANAJEMEN KULTUR SEKOLAH (Konsep, Operasional, dan Temuan-Temuan Penelitian). Solo: UNS. Rudi Prihantoro. (2010). Pengembangan Kultur Sekolah Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Sekolah. Jurnal Guru (Nomor 2 Vol 7 Desember 2010). Hlm 156 Selviyanti Kaawoan. (2014). Membangun Kultur Masyarakat Sekolah. Jurnal Irfani (Nomor 1 Vol 10 Juni 2014). hlm. 44. Srinatun. (2011). Upaya Meningkatkan Kinerja Guru Melalui Kultur Sekolah. Jurnal PKn (Nomor 1 tahun 2011). Hlm. 63-64. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
120
Wahjosumidjo. (2011). Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Wirawan. (2007). Budaya dan Iklim Organisasi Teori Aplikasi dan Penelitian. Jakarta: Salemba Empat. Yunia Nur Aini. (2013). Kultur Sekolah dan Karakter Siswa di SMA Negeri 1 Jetis Bantul. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Yogyakarta. Zamroni. (2000). Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bayu Indra Grafika.
121
LAMPIRAN
122
Lampiran 1. Catatan Lapangan
CATATAN LAPANGAN 1. Hari, Tanggal
: Rabu, 2 Maret 2016
Waktu
: 10.00 WIB
Tempat
: Ruang Tata Usaha
Tujuan
: Meminta ijin untuk penelitian di SMP Negeri 1 Sleman
a. Pukul 10.00 peneliti datang ke sekolah untuk meminta ijin penelitian di SMP Negeri 1 Sleman. b. Peneliti diterima dengan baik oleh ibu Sri Nurhayati selaku Staf Urusan Kepegawaian dan menjelaskan maksud kedatangan peneliti. c. Kemudian oleh ibu Sri Nurhayati peneliti dijadwalkan untuk bertemu dengan Wakil Kepala Sekolah untuk keputusan perijinan dikarenakan beliau sedang ada tugas pada saat itu. 2. Hari, Tanggal
: Kamis, 4 Maret 2016
Waktu
: 09.00
Tempat
: Laboratorium Biologi
Tujuan
: Bertemu dengan Plt Kepala Sekolah
a. Pukul 09.00 peneliti berada di sekolah untuk bertemu dengan Plt Kepala Sekolah membahas masalah perijinan penelitian di SMP Negeri 1 Sleman. b. Peneliti bertemu dengan ibu Ery selaku Plt Kepala Sekolah, peneliti menyampaikan maksud kedatangan peneliti dan meminta persetujuan ibu Ery untuk dapat melakukan penelitian di SMP Negeri 1 Sleman mengenai kultur sekolah. c. Dari hasil pertemuan dengan ibu Ery peneliti mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian. d. Kemudian peneliti pamit dan meminta ijin untuk melakukan observasi dan penelitian pada pertemuan selanjutnya dan sembari menuju parkiran motor peneliti melakukan pengamatan terhadap aktifitas siswa di kantin sekolah.
123
3. Hari, Tanggal
: Kamis, 17 Maret 2016
Waktu
: 09.00
Tempat
: Laboratorium Biologi
Tujuan
: Penyerahan surat ijin penelitian
a. Pukul 09.00 peneliti berada di sekolah, pada saat itu masih ada proses belajar mengajar di kelas, sehingga peneliti disarankan untuk menunggu hingga waktu istirahat saja. b. Pada saat istirahat, peneliti menemui ibu Ery di Laboratorium Biologi untuk menyerahkan surat perijinan penelitian. c. Setelah peneliti dan surat perijinan diterima dengan baik oleh ibu Ery, peneliti membuat janji untuk dapat melakukan wawancara keesokan harinya. d. Setelah selesai, peneliti pamit dan berkeliling sebentar di sekitar sekolah. Ada beberapa anak yang mengerjakan tugas seni budaya yaitu menggambari tembok sekolah dengan motif batik, dimana satu bagian dikerjakan oleh 4-5 orang siswa. 4. Hari, Tanggal
: Jumat, 18 Maret 2016
Waktu
: 09.00
Tempat
: Lingkungan sekolah
Tujuan
: Wawancara dengan siswa
a. Pukul 09.00 peneliti datang ke sekolah untuk melakukan wawancara dengan siswa. b. Penelitian didampingi oleh ibu Ery yang kemudian mencarikan siswa yang bisa diwawancarai oleh peneliti. c. Kemudian
peneliti
melakukan wawancara
dengan 3 narasumber
perwakilan siswa, yaitu 1 siswa kelas 7, 1 siswa kelas 8, dan 1 lagi siswa kelas 9. Dari wawancara ini peneliti memperoleh data tentang kultur sekolah dari siswa. d. Setelah selesai melakukan wawancara dengan siswa, peneliti kembali menemui ibu Ery untuk menanyakan narasumber yang berasal dari guru yang dapat di wawancarai mengenai kultur sekolah.
124
e. Ibu Ery menyebutkan 3 nama narasumber yang direkomendasikan, dan peneliti segera menuju ke ruang guru untuk membuat janji wawancara dengan beliau. f. Pukul 11.15 peneliti pamit dan kembali untuk melakukan wawancara dengan guru pada hari berikutnya. 5. Hari, Tanggal
: Sabtu, 19 Maret 2016
Waktu
: 07.15 WIB
Tempat
: Ruang Kurikulum
Tujuan
: Wawancara dengan guru
a. Peneliti datang ke sekolah pada pukul 07.15 WIB dan langsung bertemu dengan Ibu Sri Suryani. b. Peneliti mengajukan 13 pertanyaan kepada ibu Sri Suryani terkait pengembangan kultur sekolah yang ada di SMP Negeri 1 Sleman. c. Pukul 08.30 peneliti selesai wawancara dengan ibu Sri Suryani dan segera menemui ibu Kustilah karena beliau ada acara pukul 10.00. d. Peneliti melakukan wawancara dengan ibu Kustilah di ruang BK agar suasananya pas untuk wawancara dan mengajukan 13 pertanyaan kepada ibu Kustilah. e. Setelah selesai dengan ibu Kustilah, peneliti berniat untuk menemui pak Agus untuk membuat janji wawancara berikutnya, namun ternyata pak Agus langsung daat diwawancarai. f. Peneliti melakukan wawancara dengan pak Agus di bawah pohon kelengkeng di tengah sekolah. g. Pukul 10.30 peneliti selesai melakukan wawancara dan menemui ibu Ery untuk menanyakan siapakah staf yang dapat di wawancarai oleh peneliti. Ibu Ery kemdian menyarankan seorang staf dan peneliti menemui untuk menanyakan kapan bisa melakukan wawancara. h. Akhirnya disepakati bahwa hari Selasa tanggal 22 Maret 2016 wawancara bisa dilakukan. Setelah selesai akhirnya peneliti pamit pulang dan akan kembali ke sekolah pada hari Selasa.
125
i. Hasilnya peneliti mendapat data yang dibutuhkan dari 3 guru mengenai peengembangan kultur sekolah yang ada di SMP Negeri Sleman. 6. Hari, Tanggal
: Selasa, 22 Maret 2016
Waktu
: 09.00-10.00 WIB
Tempat
: Ruang Tata Usaha
Tujuan
: Wawancara dengan staf tata usaha
a. Peneliti datang ke sekolah pukul 09.00 WIB, kemudian peneliti bertemu dengan Ibu
Sri Nurhayati untuk melakukan wawancara seputar
pengembangan kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman. b. Peneliti mengajukan 13 pertanyaan seputar kultur sekolah pada ibu Sri Nurhayati dan peneliti mendapatkan data seputar kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman. c. Setelah selesai wawancara, peneliti meminta data siswa dan pendidik serta tenaga pendidik untuk melengkapi data penelitian. d. Selanjutnya peneliti pamit dan akan kembali ke sekolah pada tanggal 2 April untuk bertemu dengan ibu Ery dikarenakan ibu Ery dapat diwawancara pada tanggal tersebut. e. Hasil yang didapat adalah data peserta didik dan pendidik serta tenaga kependidikan dan data mengenai kultur sekolah yang ada di SMP Negeri 1 Sleman. 7. Hari, Tanggal
: Sabtu, 02 April 2016
Waktu
: 09.30 WIB
Tempat
: Laboratorium Biologi
Tujuan
: Wawancara dengan plt kepala sekolah
a. Peneliti datang ke sekolah pada pukul 09.30 untuk bertemu dengan ibu Ery selaku Plt Kepala Sekolah di SMP Negeri 1 Sleman. Karena kepala sekolah di SMP Negeri 1 Sleman menjadi satu dengan Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Sleman, sehingga kepala sekolah tidak stand by di SMP Negeri 1 Sleman setiap hari sehingga wawancara diwakilkan oleh ibu Ery selaku Plt Kepala Sekolah hariannya.
126
b. Peneliti melakukan wawancara seputar kultur sekolah dengan ibu Ery, dengan wawancara yang santai dan terbuka namun tetap berpacu pada pedoman wawancara yang ada. c. Setelah wawancara dengan ibu Ery selesai, peneliti meminta ijin untuk melakukan wawancara dengan staf karyawan dikarenakan data yang diperoleh masih kurang. Kemudian ibu Ery menyarankan mas Rofi dan pak Arif sebagai narasumber penelitian berikutnya. d. Setelah itu peneliti pergi ke perpustakaan untuk menemui mas Rofi dan pak Arif untuk membuat janji untuk wawancara. Kemudian disepakati wawancara bisa dilakukan pada hari Selasa tanggal 05 April di ruang Perpustakaan sekolah. e. Selanjutnya peneliti pamit pulang dan kembali lagi pada tanggal 05 April. f. Hasilnya peneliti mendapatkan data seputar kebijakan dan kultur sekolah yang ada di SMP Negeri 1 Sleman serta informasi dari Plt kepala sekolah. 8. Hari, Tanggal
: Selasa, 05 April 2016
Waktu
: 09.30 WIB
Tempat
: Perpustakaan
Tujuan
: Wawancara dengan petugas perpustakaan dan laboran
a. Peneliti datang ke sekolah pukul 09.30 dan langsung menuju ke ruang perpustakaan untuk bertemu dengan mas Rofi dan pak Arif. Beliau merupakan petugas laboratorium dan petugas perpustakaan di SMP Negeri 1 Sleman ini. b. Pukul 11.25 wawancara selesai dilakukan dan peneliti meminta ijin untuk mengambil foto sebagai dokumentasi penelitian. Peneliti berkeliling sekolah dan mengambil gambar dengan kamera yang telah dibawa. c. Pada saat berkeliling peneliti menemukan siswa yang sedang mengerjakan tugas seni rupa yaitu membatik di tembok sekolah dan di aula sekolah. d. Hasilnya peneliti mendapatkan data seputar kultur sekolah dari sudut pandang tenaga kependidikan dan melihat interaksi siswa yang terjadi di sekolah.
127
Lampiran 2. Dokumentasi 1. Kondisi Halaman Sekolah
Gambar14. Halaman Sekolah
Gambar 15. Taman Sekolah
128
Gambar 16. Jalan Masuk Sekolah
Gambar 17. Lobi Sekolah 1. Kondisi Ruangan Sekolah
Gambar 18. Ruang TU
129
Gambar 19. Ruang Guru
Gambar 20. Perpustakaan
Gambar 21. Laboratorium Biologi
130
Gambar 22. Ruang Kelas
Gambar 23. Aula 1. Kondisi Sarana Prasarana Pendukung
Gambar 24. Kantin Sekolah
Gambar 25. Parkir Motor Guru
131
Gambar 26. Kondisi Toilet
Gambar 27. Kondisi Sarana Pendukung Lain
132
2. Kondisi Interaksi Sekolah
Gambar 28. Interaksi warga sekolah
133
Lampiran 3. Pedoman Wawancara PEDOMAN WAWANCARA Pedoman Wawancara Untuk Kepala Sekolah 1. Berapa lama Bapak/Ibu menjabat sebagai kepala sekolah di SMP Negeri 1 Sleman? 2. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan nilai-nilai kebersihan, kerapian, dan keindahan pada seluruh warga sekolah? 3. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan budaya berprestasi pada seluruh warga sekolah? 4. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilainilai religius, disiplin, dan kerjasama? 5. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilainilai kesopanan dan tanggung jawab di sekolah? 6. Apakah di sekolah terdapat kebijakan/program untuk meningkatkan minat baca warga sekolah? 7. Apakah Bapak/Ibu merasa bangga menjadi kepala sekolah di sekolah ini? 8. Apa yang membuat Bapak/Ibu merasa bangga? 9. Apakah Bapak/Ibu merasa senang/puas bekerja di sekolah ini?
134
10. Apakah Bapak/Ibu menganggap sekolah ini termasuk dalam sekolah yang berkualitas baik? 11. Apakah Bapak/Ibu rela berkontribusi/menyumbang sekolah apabila dibutuhkan? 12. Apa saja hambatan sekolah dalam melaksanakan kebijakan/program pengembangan kultur sekolah? 13. Bagaimana sekolah mengatasi hambatan yang ada?
135
Pedoman Wawancara Untuk Guru 1. Berapa lama Bapak/Ibu mengajar di SMP Negeri 1 Sleman? 2. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan nilai-nilai kebersihan, kerapian, dan keindahan pada seluruh warga sekolah? 3. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan budaya berprestasi pada seluruh warga sekolah? 4. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilainilai religius, disiplin, dan kerjasama? 5. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilainilai kesopanan dan tanggung jawab di sekolah? 6. Apakah di sekolah terdapat kebijakan/program untuk meningkatkan minat baca warga sekolah? 7. Apakah Bapak/Ibu merasa bangga menjadi guru di sekolah ini? 8. Apa yang membuat Bapak/Ibu merasa bangga? 9. Apakah Bapak/Ibu merasa senang/puas bekerja di sekolah ini? 10. Apakah Bapak/Ibu menganggap sekolah ini termasuk dalam sekolah yang berkualitas baik? 11. Apakah Bapak/Ibu rela berkontribusi/menyumbang sekolah apabila dibutuhkan?
136
12. Apa saja hambatan sekolah dalam melaksanakan kebijakan/program pengembangan kultur sekolah? 13. Bagaimana sekolah mengatasi hambatan yang ada?
137
Pedoman Wawancara Untuk Karyawan 1. Berapa lama Bapak/Ibu menjadi staf/karyawan di SMP Negeri 1 Sleman? 2. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan nilai-nilai kebersihan, kerapian, dan keindahan pada seluruh warga sekolah? 3. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan budaya berprestasi pada seluruh warga sekolah? 4. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilainilai religius, disiplin, dan kerjasama? 5. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilainilai kesopanan dan tanggung jawab di sekolah? 6. Apakah di sekolah terdapat kebijakan/program untuk meningkatkan minat baca warga sekolah? 7. Apakah Bapak/Ibu merasa bangga menjadi karyawan di sekolah ini? 8. Apa yang membuat Bapak/Ibu merasa bangga? 9. Apakah Bapak/Ibu merasa senang/puas bekerja di sekolah ini? 10. Apakah Bapak/Ibu menganggap sekolah ini termasuk dalam sekolah yang berkualitas baik? 11. Apakah Bapak/Ibu rela berkontribusi/menyumbang sekolah apabila dibutuhkan?
138
12. Apa saja hambatan sekolah dalam melaksanakan kebijakan/program pengembangan kultur sekolah? 13. Bagaimana sekolah mengatasi hambatan yang ada
139
Pedoman Wawancara Untuk Siswa 1. Menurut saudara, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan nilai-nilai kebersihan, kerapian, dan keindahan pada seluruh warga sekolah? 2. Menurut saudara, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan budaya berprestasi pada seluruh warga sekolah? 3. Menurut saudara, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilai-nilai religius, disiplin, dan kerjasama? 4. Menurut saudara, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilai-nilai kesopanan dan tanggung jawab di sekolah? 5. Apakah di sekolah terdapat kebijakan/program untuk meningkatkan minat baca warga sekolah? 6. Apakah saudara merasa bangga menjadi siswa di sekolah ini? 7. Apa yang membuat saudara merasa bangga? 8. Apakah saudara menganggap sekolah ini termasuk dalam sekolah yang berkualitas baik? 9. Adakah sanksi yang diberikan sekolah apabila peserta didik melanggar tatatertib sekolah? 10. Adakah sanksi yang diberikan guru apabila peserta didik melakukan kesalahan dalam proses belajar mengajar, seperti tidak mengerjakan PR?
140
11. Apakah kelengkapan fasilitas sekolah sudah cukup untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar? 12. Kendala apa saja yang dihadapi siswa dalam proses belajar mengajar? 13. Apa saran saudara untuk sekolah ini terkait kebijakan/program yang ada di sekolah?
141
Lampiran 4. Transkip Wawancara TRANSKIP WAWANCARA Nama Informan Tanggal wawancara Waktu Tempat
: Ery Hatni Anulati : Sabtu, 02 April 2016 : 09.30 WIB : Laboratorium Biologi
1. Berapa lama Bapak/Ibu menjabat sebagai kepala sekolah di SMP Negeri 1 Sleman? “Kalau jadi kepala sekolahnya belum pernah, tetapi kalo ditumpahi ya istilahnya, ditumpahi di beri kewenangan itu per Juni 2015, jadi hampir setahun ya. Masalahnya begini, per Mei 2015 itu kepala sekolah SMP 1 bu Wahyuni Kismardini itu purna tugas, nah kemudian diampu oleh kepala sekolah SMP 2. Jadi karena mengampu 2 sekolah ya berarti disini itu hanya bagaimana sudah jalan belum, ada permasalahan apa, gitu aja. Karo ini tanda tangan tanda tangan surat penting, pokoknya yang tanda tangan untuk surat keluar itu beliau. Tapi kalau untuk menjalankan tugas harian nggih saya.” 2. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan nilai-nilai kebersihan, kerapian, dan keindahan pada seluruh warga sekolah? “Kalau yang seperti itu kami rembuk bareng, jadi aku tu tipe orang yang punya masalah sedikit, punya ide sesuatu itu mesti tak share kan bagaimana kalau begini bagaimana kalau begitu apa usulnya kita anggep
142
mereka itu semua punya visi sehingga kebijakanku adalah keputusan bersama.” “Kalau kebersihan itu karena disini kita punya wilayah yang luas jadi 100 persen itu ditangani oleh cleaning service itu yang dimana ngepel, meja, terus pokoknya yang di dalam ruangan. Kalau yang di luar ruangan itu ada taman, ada lapangan itu kita serahkan kepada petugas kebersihan, ada dua cleaming service dan petugas kebersihan. Ada hari tertentu itu hari jumat bersih, itu yang rutinitas, tetapi untuk yang eventevent tertentu mau ada lomba mau ada tamu itu mau ada apa itu petugasnya sendiri.” “Tumit langkung itu juga ada di kurikulum, tu itu tujuh,mit itu menit, langkung itu ee tujuh menit digunakan untuk kebersihan lingkungan sebelum KBM dimulai, jadi misalnya ada apa nampak kok ada apa ada apa yuk kita bersihkan, itu dilaksanakan kapan saja dimanapun, jadi tidak harus oo sekarang bersih-bersih tujuh menit tidak, itu diterapkan kapan saja oleh kita dan itu sudah tercantum di dalam kurikulum. Sekolah itu kan punya kurikulum, kurikulum itu kan tonggaknya aturan main, aturannya itu dibuat bersama, jadi tujuh menit itu dari kita sendiri,bukan dari pusat. Yang punya program tumit langkung itu kita sendiri, yang lain tidak.” 3. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan budaya berprestasi pada seluruh warga sekolah?
143
“Budaya berprestasi, berprestasi itu kan ada prestasi akademik dan non akademik, kalau yang akademik itu yang menciptakan suasana kondusif terus kadang-kadang nek sing UN yang UN itu kadang-kadang guru memutuskan, siapa yang bisa nanti tak kasih, memberikan reward, rewardnya itu berupa reward sesuatu juga bisa berupa diumumkan, itu juga reward lho. Anak-anak yang waktu ulangan harian yang mendapatkan nilai tertinggi adalah .... tepuk tangan, itu juga bentuk reward, itu yang akademik, kalau yang non akademik memberikan peluang memberikan kebebasan kepada anak untuk bisa memilih mana yang disenengi, terus misal dia menyenangi sesuatu guru memberikan dorongan memberikan motivasi memberikan apa ya istilahnya menemani lah minimal sampai dia meraih sesuatu. Contohnya kemarin kita kan juara bulutangkis tingkat propinsi ya, nah itu tetep dikawal, sampai lomba pun tetep dikawal oleh guru yang bersangkutan itu kan bentuk support, beda kalau misalnya kok dia juara ipa kok yang ngantar guru bahasa indonesia, itu sudah nggak masuk akal. Kalau prestasinya di bidang olahraga ya yang mengantar guru olahraga, kalau di bidang matematika ya guru matematika.” 4. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilainilai religius, disiplin, dan kerjasama? “Nilai religius disini anak-anak bisa tertib, kadang pagi itu yang diambil air wudhu sholat itu yang kelas 3 tanpa disuruh, terus yang kedua di
144
pelajaran agama itu sudah ditanamkan, agama itu kan di kurikulum 2013 itu 3 jam ya, 3 jam itu waktunya tidak terpisah, berturut-turut. Itu 1 jam nya biasanya tanpa disuruh anak-anak sudah sholat dhuha berjamaah. Teru ada program sholat dhuhur berjamaah, terus ada program pengajian per kelas. Misalnya tanggal berapa itu yang pengajian kelas 3 paralel, nanti bulan apa itu 8 paralel, terus kelas 7 paralel bulan berikutnya. Ada juga setiap setahun sekali itu pengajian akbar tidak disini tetapi di masjid situ.” “Kedisiplinan misalnya terlambat itu dia tidak boleh masuk begitu saja, harus ada surat ijin, terus biasanya terlambat pas upacara, dia tidak bisa ikut barisan di kelasnya, jadi ada barisan siswa telat, nah dari situ kan sudah dibedakan dengan yang lainnya, itu untuk melatih kedisiplinan. Karena disini juga jarang banget sih siswa telat, hampir dibilang tidak ada, rata-rata jam 7 itu siswa sudah masuk di kelas. Kalaupun ada hanya satu dua dan itupun tidak setiap hari, pasti ada alasannya kenapa terlambat masuk sekolah, yang ban nya bocor lah apa lah, tapi alasannya itu cukup masuk akal. Ada buku saku, dimana di dalam buku saku itu berisi larangan dan himbauan. Himbauannya apa, larangannya apa, kalau larangannya itu dia melanggar berarti harus ada point, misalnya tidak boleh membawa hp itu nanti dicatet pointnya berapa.” “Kalau kerjasama itu sebenarnya sudah ada di keseharian siswa ya, karena K13 itu tu penilaiannya kan tidak hanya penilaian secara biasa, ada penilaian keterampilan ada penilaian sikap, nah sub dari penilaian
145
sikap itu salah satunya ada nilai kerjasama. Jadi kerjasama itu diterapkan dalam KBM, setiap guru itu memiliki nilai kerjasama siswa. Sudah diterapkan di kurikulum 2013.” 5. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilainilai kesopanan dan tanggung jawab di sekolah? “Kesopanan itu ada sikap, sikap ya itu, sub sikap itu ada disiplin, ada kerjasama, terus ee... banyak tu tepat waktu juga termasuk, terus mengemukakan pendapat itu juga.” 6. Apakah di sekolah terdapat kebijakan/program untuk meningkatkan minat baca warga sekolah? “Ada programnya itu program membaca, 15 menit setiap hari senin sampai hari kamis, setiap hari senin sampai kamis 15 menit pada pukul 07.00 sampai 07.15 itu sudah dijadwal, selain itu guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk eksplorasi itu memperluas pengetahuan, dari pelajaran tentang lingkungan, tak wulang karena jadwalnya 3 jam to, sekarang mulangnya 2 jam yang 1 jam silahkan bereksplorasi nyari sesuatu di perpustakaan tetapi tetap di bawah pengawasan, di perpustakaan itu boleh browsing boleh baca.” 7. Apakah Bapak/Ibu merasa bangga menjadi kepala sekolah di sekolah ini? “Otomatis bangga, sejak dari dulu itu sudah mulai bangga. Sebenarnya jadi guru itu bukan pilihan saya, tetapi karena ditempa oleh lingkungan akhirnya saya bisa, awal-awalnya agak kurang bangga, karena merasa
146
dibina, tapi sekarang merasa bangga karena dibutuhkan, apa-apa guru, apalagi setelah punya sertifikasi wah banyak yang mencari. Bangga banget lah” 8. Apa yang membuat Bapak/Ibu merasa bangga? “Yang pertama, dilihat dari SDM nya ya, SDM itu boleh dari segi guru boleh dari segi murid. SDM dari guru cukup memenuhi persyaratan karena guru yang disini itu yang belum sarjana bisa dihitung dengan jari, cuma ada beberapa yang lainnya sudah sarjana, itu satu. Yang kedua, dedikasinya guru di SMP Negeri 1 Sleman itu cukup tinggi, kalau Permen no 53 tentang disiplin pegawai itu bahwa guru harus memenuhi jam di kantor itu selama 37,5 jam itu nggak masalah karena guru-guru di SMP Negeri 1 Sleman itu terbiasa pulang sore, jamannya SBI dulu pulangnya jam 4 jam 5, sekarang pulangnya jam 2 lebih. Terus dengan demikian yang mendukung lagi adalah kita kan ada yang Islam, Kristen, Katolik tetapi kita bisa sejalan, bisa saling menghormati sehingga semuanya ini kompak, nggak membedakan itu ke gereja atau ke masjid itu tidak, itu dari SDM nya guru ya. Untuk yang SDM siswa, SDM kita kan dulu juga termasuk sekolah pilihan ya, boleh dibilang sekolah favorit, buktinya apa ya yang sekolah disini kan nem nya tinggi-tinggi nggak ada yang rendah. Yang kemarin aja yang nem 25 nggak ada.” 9. Apakah Bapak/Ibu merasa senang/puas bekerja di sekolah ini? “Kalau puas itu bukan sifat manusia ya. Sebagai manusiaitu kan kita belum bisa merasa puas ya, pasti ada yang merasa kurang, tetapi kalau
147
ditanya seneng, ya seneng lah. Profesi menjadi guru itu seneng dimana saja, yang penting gini, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Kalau kerja di tempat lain, di tempat lain senang tidak? Ya dinikmati aja. Awalnya itu berat, jauh 20km tapi lama-lama ya terbiasa, happy-happy aja.” 10. Apakah Bapak/Ibu menganggap sekolah ini termasuk dalam sekolah yang berkualitas baik? “Secara langsung maupun tidak langsung saya berani mengatakan sekolah ini baik.” 11. Apakah Bapak/Ibu rela berkontribusi/menyumbang sekolah apabila dibutuhkan? “Berkorban itu kan tidak selalu dalam hal materi, memikirkan bagaimana sekolah ini kan sudah pengorbanan juga. Awal itu saya merasa stres itu pas begitu ditinggal kepala sekolah, begitu kepala sekolah tidak ada itu lak guru waa macem-macem, ada beban ada merasa apa, terus kepengen pulang pagi padahal seharusnya pulang siang, pagipagi sudah kepengen pulang, yaa itu awal-awalnya. Seminggu itu seolaholah perang, perang sama diri sendiri. Waah.. nggak punya kepala sekolah ayo kita pulang pagi.. itu rasanya sudah tersinggung banget. Tapi sekarang sudah mulai kondusif.” 12. Apa saja hambatan sekolah dalam melaksanakan kebijakan/program pengembangan kultur sekolah?
148
“Hambatannya ada segelintir orang yang punya kepribadian cuek is the best. Ada segelintir yang seperti itu. Segelintir itu pun dia itu sebenarnya punya power di sekolah ini. Apa yang dia katakan itu orang lain itu bisa mengikuti, itu yang kendalanya. Yang kedua, kita itu dulu pernah mengelola RSBI, dengan dana yang banyak. Begitu RSBI ini tidak ada, kembali ke sekolah reguler, ada aturan lagi yang tidak boleh atau tidak ada pungutan biaya. Itu mutlak hanya dana BOS, kendalanya disitu, Karena, dana BOS itu sudah diatur sedemikian rupa, tidak boleh keluar dari anggaran yang ditetapkan. Sekarang beli bunga untuk lingkungan itu nggak boleh, beli pot untuk lingkungan itu nggak boleh karena sudah ada jalurnya sehingga hambatannya terkait dengan dana yang sudah diatur sedemikian rupa. Sama ini, menurut saya, bahwa walikelas itu adalah ujung tombaknya, penggeraknya anak-anak, itu adalah tangan kanan kepala sekolah, tetapi menurut pengamatan saya temen-temen walikelas disini itu kurang begitu apa ya menjiwai dengan tugas sebagai wali. Berbeda dengan saya waktu di seberang dulu, wali kelas kalau ditinggali kelas itu tanggung jawab yang luar biasa, karena dipercaya oleh orangtua ya, jadi ibu kedua, orangtua kedua setelah orangtua dirumah, jadi betul-betul tanggung jawabnya luar biasa. Dan menurut saya walikelas disini itu berbeda dengan apa yang saya lakukan di seberang dulu, misalnya segala sesuatu kan harus didampingi, kalau tadarus itu kan harus didampingi, terus kalau jumat kan ada jumat bersih itu juga
149
harus di dampingi, tapi ya masih ada yang sibuk ini sibuk itu tidak mendampingi di kelas.” 13. Bagaimana sekolah mengatasi hambatan yang ada? “Yang dana? Kalau dana itu kita pernah minta bantuan ke BLH. Saya mengajukan apa permohonan, ada gerobak, bas sampah sama komposer itu dari BLH. Yang kedua, budayanya adalah memberikan infaq. Infaq itu setiap kliwon, setiap 5 hari sekali itu kan ada pasaran kliwon, itu kita ada kegiatan memberikan infaq. Itu satu anak bisa 1.000 bisa 500 bisa 300 pokoknya diminta kerelaannya untuk memberikan infaq. Rata-rata satu kelas itu ya ada yang 30.000, ada yang 20.000, ada yang 15.000 terus itu nanti diumumkan. Bahwa infaq kliwon kelas 7F itu berapa... biasanya untuk membeli peralatan yang mendukung kebersihan lingkungan. Kalau gurunya ya ngikut saja lah gitu.” “Kalau yang masalah wali kelas tadi ya terus saja diumumkan lewat central... tolong bapak ibu wali kelas untuk bisa mendampingi siswa. Terus sebagai anak didik nanti ketua kelas melaporkan tadi di dampingi oleh wali kelasnya atau tidak. Kalau sudah di dampingi ya di lanjutkan kalau belum ya di ingatkan, tadi kok tidak mendampingi kelas kemana, gitu...”
150
Nama Informan Tanggal wawancara Waktu Tempat
: Agus Istiyadi : Sabtu, 19 Maret 2016 : 09.30 WIB : Di Bawah Pohon Kelengkeng
1. Berapa lama Bapak/Ibu mengajar di SMP Negeri 1 Sleman? “Saya lima tahun, saya dulunya dari SMA Pathuk Gunung Kidul. Jadi dari SMA dikasihkan informasi dari dinas kalo mau ke SMP, ya mau saja. yang penting mata pelajarannya terpenuhi.” 2. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan nilai-nilai kebersihan, kerapian, dan keindahan pada seluruh warga sekolah? “Dalam setiap pembelajaran memang
idealnya dan mungkin sudah
dilaksanakan guru harus melaksanakan program itu setidaknya guru harus meluangkan waktu sebelum pembelajaran dimulai selalu mengontrol suasana kelas, keadaan anak, penataan meja, dsb. Sehingga kalo saya ketika kelas belum rapi dan belum bersih maka dipastikan pembelajaran belum saya mulai. Supaya anak terbiasa, itu mungkin hanya berlaku sekali dua kali, besok pas giliran pelajaran saya maka anak-anak sudah mempersiapkan diri oh kelas harus bersih harus ini, ini, ini artinya tidak setiap pembelajaran harus seperti itu karena mereka sudah terkondisi. Secara sadar di awal, memang awalnya harus begitu. Saya belum akan memulai pembelajaran sebelum suasana kelas tertata rapi. Bersih, semua baju sesuai dengan aturan, dsb.” Kalo kerja bakti bersama gitu ada tidak pak? “Kita setiap Jumat ada, namanya Jumat bersih itu anak-anak kita beri waktu 30 menit untuk 151
membersihkan kelas dan lingkungan, bahkan disini ada program namanya tumit langkung setiap hari anak-anak harus melimpahkan waktu tujuh menit untuk kebersihan kelas dan lingkungan. Tumit Langkung, Tujuh Menit Untuk Kelas dan Lingkungan. Ini program yang sudah kita canangkan sejak 4 tahun yang lalu. Karena memang belum semua anak mengetahui, sehingga secara tersirat bahwa itu adalah sebuah budaya, bahwa anak tahu saya harus meluangkan waktu tujuh menit, nah karena mereka infaq waktunya agak kurang maka kadang kita jadikan satu setiap hari Jumat ada waktu untuk membersihkan kelas dan lingkungan. Tapi cuma di kelas dan lingkungan, tapi kalo ditempat seperti ini ya cleaning service atau teman-teman yang dari tukang kebun juga ada. Tetapi setiap kali waktu-waktu tertentu, bahkan saya dapat surat dari pemerintah daerah untuk selalu me.. apa namanya menggerakkan siswa untuk program kerja bakti, tidak membakar sampah, kompos juga iya dsb. 3 R, artinya ada di ruangan sana itu ada” Berarti tidak ada pembakaran sampah ya pak? “oo tidak ada pembakaran, kita anti pembakaran apapun alasannya” 3. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan budaya berprestasi pada seluruh warga sekolah? “Kita tanamkan disini memang budaya kompetisi memang selalu ada nggih, berprestasi, memanfaatkan waktu. Jadi anak-anak kalau penanaman budaya berprestasi saya pikir sudah menjadi kebudayaan di
152
SMP Negeri 1 Sleman. Sudah terbukti di setiap kali, misalnya disini ada sarapan pagi. Sarapan pagi itu bukan makan bersama lho. Jadi setiap hari Senin-Kamis itu anak-anak kita berikan ulangan harian, jadi setiap malam anak harus belajar, karena mau tidak mau, suka tidak suka besok pagi harus ada ulangan, disamping ulangan yang diadakan guru bukan ulangan yang merupakan sarapan pagi. Terus ada lagi kalo dulu, itu pengganti ulangan sabtu bersama (USB), sekarang diganti sarapan pagi kecuali hari-hari ini, minggu-minggu ini karena memang kelas 9 kita konsentrasi ke materi ujian nasional sehingga sarapan pagi nya kita ganti dengan penambahan materi pembelajaran. Les. Les nya pun untuk prestasi kita kelompok-kelompokkan, setelah kita analisis siapa sih yang perlu apa namanya penekanan prestasi tertentu. Kan tidak semua anak kesulitan pada kasus tertentu, maka disana sudah ada pengelompokanpengelompokan.
Pengelompokan-pengelompokan
oleh
guru
yang
tujuannnya memudahkan, sehingga kita tau anak yang kurang di materi ini. Oh ini bahasa inggrisnya sudah bagus, maka yang bagus-bagus ngumpul, yang matematikanya kurang ngumpul, kaya shock terapi, jadi kita berikan materi sesuai dengan kebutuhan anak” Berarti kalau yang sarapan pagi itu tiap hari jadwal pelajarannya gantiganti ya pak soalnya? “Kebetulan sementara ini dari 4 mata pelajaran yang di UNAS kan, baru bukan berarti mengesampingkan yang lain tetapi memang baru itu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, jadwalnya ada di sana. Senin bahasa inggris misalnya, selasa matematika, tapi kelas satu sampai
153
kelas sembilan lho, kelas tujuh sampai kelas sembilan lho. Jadi semuanya, kelas 7,8,9 kalau bahasa inggris, bahasa inggris semua, terus matematika matematika semua, itupun dari hasil analisis materi apa yang menurut anak masih perlu penekanan” 4. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilainilai religius, disiplin, dan kerjasama? “Religius termasuk disini ditekankan diantaranya adalah setiap Jumat itu untuk anak-anak yang beragama non Islam menuju ke tempat multimedia untuk mendapatkan apa namanya, pengkajian kitab menurut agamanya, untuk yang Islam kita adakan pengkajian Al-Quran, setiap duhur kita harus ada duhur bersama, ada pengajian setiap hari-hari besar, dan banyak lagi termasuk kebiasaan sholat dhuha untuk anak-anak dibimbing oleh guru agamanya, terus ada apa namanya setiap mau ujian ini ada taqorub, pokoknya banyak sekali kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keagamaan.” “Kedhisiplinan kita tegaskan di depan sana ada, diawali dengan 5M, mulai dari senyum sapa dan, senyum salam sapa sopan santun, hingga harapannya itu untuk karena kedisiplinan kan tidak sekedar datang dan pulang tepat pada waktunya tapi disiplin-disiplin yang lain, termasuk disiplin melaksanakan tugas, disiplin berpakaian, disiplin keseragaman, maka disini berlaku point. Jadi anak-anak yang tidak disiplin maka dia mendapatkan point sesuai dengan nilai point yang telah ditetapkan oleh
154
sekolah bersama osis. Misalnya tidak seragam sepatunya kena point 10, terlambat masuk sekolah 10, sampai yang meningkat sampai disiplin kalo yang sekarang lagi pro dan kontra tentang membawa hp, karena sekolah ini kan hotspot sementara tidak semua anak punya leptop, sehingga mereka menggunakan media internet ini, maka ada beberapa guru yang memang hari itu diwajibkan membawa leptop atau android atau apa yang bisa digunakan untuk browsing, untuk mencari materi-materi yang pada saat itu memang.. karena disini kan K13, dimana anak harus mencari sendiri, menemukan sendiri, sampai dia memaparkan dihadapan temanteman. Tapi intinya kedhisiplinan tadi disini merupakan eee.... apa... penekanan untuk kedhisiplinan. Karena apapun hasilnya tanpa dilandasi disiplin bahwa itu tidak bisa maksimal” Kalau itu kan point kan berarti pak? maksimal berapa? “100. 100 ittu dikeluarkan itu walaupun prosesnya tidak semudah itu dikeluarkan tapi dengan proses pendekatan dengan orangtua. Misalnya 100 itu ya membawa narkoba, maaf ada yang hamil, ada posting gambar-gambar yang, karena disini pernah kejadian juga sekarang sudah kita sarankan pindah ke sekolah agama waktu itu, posting gambar yang karena mungkin urat malu nya ilang, dia sedang ngapain digambar sendiri di posting sendiri, sehingga teman-temannya jadi tau, jadi masalah, nah inilah yang perlu kita beri kasusnya itu 100. Ada 50 karena mengancam guru. Jadi mulai 5-100 pointnya. Tapi ya sebagai sekolah yang bernuansa pendidikan, ketika anak sudah punya point lebih dari 30, maka
155
segera kita lakukan usaha-usaha agar dia tidak meningkatkan ponitnnya itu. Ada teguran macem-macem. Yang sering terjadi adalah mengundang orangtua sebagai partner sekolah untuk kita adakan bersama-sama membimbing anaknya.” Kalau untuk yang kerjasama itu pak apa ada outbond? “Yak... kerjasama kita banyak menjalin kerjasama, di bidang kesehatan kita menjalin kerjasama dengan beberapa, di bidang religius kita kerjasama dengan masjid sebelah gitu saling memberikan apa pendalaman materi tentang agama, di bidang outbond, di bidang kemasyarakatan, banyak saya punya banyak bukti surat kerjasama dengan sekolah/organisasi lain, dengan puskesmas kita punya kerjasama, sehingga setiap kali kita melakukan tes air, hasilnya tak tempel disana itu bisa dilihat, untuk kerjasama di bidang wirausaha kita bekerjasama dengan nakula sadewa itu untuk batik, jadi anak-anak kita ajak kesana untuk berlatih bagaimana mencelup, karena batik itu kan termasuk unggulan, kerjasama di bidang kepolisian kita selalu mengadakan kerjasama, bahkan setiap sebulan sekali kita meminta mereka untuk menjadi pembina upacara, lalu di bidang kerjasama dengan sekolah lain, kita setiap kita belum lama kemarin
mengadakan
pertemuan
sekolah
se
kecamatan
sleman
perwakilan 10 sekolah untuk upacara di SMP Negeri 1 Sleman, itu akan kita tanamkan rasa persatuan kesatuan sehingga tidak terjadi hal yang pernah dulu terjadi yaitu tawuran, walaupun baru sampai taraf kenakalan anak-anak, ini yang harus kita antisipasi. Pokoknya banyak
156
kerjasama-kerjasama dengan lembaga-lembaga lain di sekolah termasuk dengan
primagama,
dengan
bimbingan
belajar,
kerjasama
dia
memberikan setiap belum lama juga memberikan disini bagaimana cara belajar efektif, yang saling menguntungkan lah walaupun akhirnya ada yang ikut bimbel kesana, yang lain kadang juga kita minta bantuan ke dia, kalau kita mengadakan kegiatan apa, perlu dana kita mengajukan dana kesana. Pokoknya ada kerjasama yang saling menguntungkan. Simbiosis mutualisme lah kasarannya” Kalau untuk siswanya sendiri pak apakah ada penanaman nilai kerjasama? “Secara tidak langsung, di kegiatan-kegiatan kepramukaan kegiatankegiatan yang lain kan mengutamakan kerjasama. Bahkan di media pembelajaran kita sekarang kan harus menanamkan itu, apa sih kurikulum 13 kerjasama merupakan tujuan yang harus tercapai, karena mesti ada diskusi, ada kerjasama, ada kerja kelompok. Kalo ada kerja kelompok, ada kerja bareng itu kan juga kerjasama begitu. Naa..kita evaluasi siapa anak-anak yang tidak ikut melaksanakan tugas, yang tidak ikut melaksanakan tugas berarti kan nilai kerjasama nya kurang” 5. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilainilai kesopanan dan tanggung jawab di sekolah? “Selalu 3S tadi, sopan santun salam sapa ini kan selalu kita tanamkan. Setiap ketemu dengan siapapun tidak hanya dengan gurunya anak-anak wajib memberikan salam dan sapa. Bahkan mungkin setiap murid ketemu
157
saya mesti bersalaman, setiap murid ketemu guru bersalaman, saling mengucapkan selamat pagi, assalamualaikum, selamat siang, dll. Dan ini wajib, kalo diam guru harus menegur, itu akan menjadi sebuah kebiasaan.” Kalau untuk yang tanggung jawabnya sendiri pak? “Iya kita tanamkan berbagai macam konsep tanggung jawab memang, seperti tugas-tugas itu kan diserahkan pada. Yang baru kita rancang, sebagian kita laksanakan, ini kan sekolah ini akan kita bagi menjadi 21 area, jadi setiap kelas kita beri tanggung jawab untuk mengelola area tertentu, taman atau apa.. sementara tanggung jawabnya adalah tanggung jawab kelas dan area lingkungan kelas yang sudah, tapi kedepannya nanti sudah menjadi wacana tapi insyaallah dalam waktu dekat kita laksanakan yaitu tanggung jawab kelas terhadap lingkungan sekolah, mudah-mudahan kalo mbak e kesini lagi besok sudah terwujud karena itu sudah masuk dalam arena pertemuan kita, jadi akan segera kita wujudkan, masih banyak sebetulnya tapi mungkin karena waktu yang mengejar sehingga saya menjelaskannya kurang” 6. Apakah di sekolah terdapat kebijakan/program untuk meningkatkan minat baca warga sekolah? “Naah.. minat baca itu setiap ini baru kita kemarin baru kita coba kemarin. Jadi pada hari Jumat Sabtu atau hari tertentu 15 menit di awal itu anak kita paksa untuk membaca, namanya kita paksa karena untuk menjadi sebuah budaya kan harus dipaksa dulu. Dipaksa membaca dan
158
bisa menjadi sebuah budaya.Dan disini bisa dilihat diperpustakaan setiap kali saya lihat juga sudah mulai ramai, untuk minat bacanya apalagi disini anak-anak yang punya hobby baca banyak nggih, untuk minat baca saya pikir sudah kita laksanakan. Yang pertama kita laksanakan kita tempuh yaitu pada 15 menit, kemarin itu sudah kita coba, 15 menit awal itu kita berikan waktu anak-anak silahkan membaca dan membuat sebuah rangkuman dari hasil membacanya itu kemudian kita presentasikan apa yang kamu baca. Dan kemarin bukan buku materi pelajaran tapi lebih banyak buku tentang cerita-cerita fiksi atau apa gitu, novel. Yang penting anak-anak membaca dulu” 7. Apakah Bapak/Ibu merasa bangga menjadi guru di sekolah ini? “Ya saya selalu bangga menjadi guru di mana saja” 8. Apa yang membuat Bapak/Ibu merasa bangga? “Ya alasannya ada materi-materi yang mereka, kan sekarang sudah banyak yang terbukti murid-muridnya sudah banyak yang menjadi dokter, ada juga yang jadi polisi, artinya mereka istilahnya apa ya guru itu nek bahasa jawa mungkin kamu belum pernah denger Menang Datar Ngasorake Ngluruk Tanpo Bolo. Ketika kamu bisa lebih dari saya itu berarti gurunya menang lho. Padahal saya datang tanpa membawa pasukan, di kelas sendiri ngomong, menyampaikan materi-materi, keprihatinan saya terhadap situasi sekarang, dsb. Ya bangga ketika saya bisa menanamkan materi-materi pembelajaran, menanamkan nilai sikap
159
perilaku pada anak dan terkenang oleh anak, sampai sekarang pun mungkin masih ingat” 9. Apakah Bapak/Ibu merasa senang/puas bekerja di sekolah ini? “Ya senang mbak.” 10. Apakah Bapak/Ibu menganggap sekolah ini termasuk dalam sekolah yang berkualitas baik? “Semoga seperti itu ya mbak, kami juga berusaha sebisa mungkin bekerjasama untuk membuat sekolah ini lebih baik dari tahun ke tahunnya” 11. Apakah Bapak/Ibu rela berkontribusi/menyumbang sekolah apabila dibutuhkan? “Sangat rela, mudah-mudahan memang hidup saya infaq kan untuk sekolah ketika itu jam sekolah, bahkan ketika itu bukan tugas saya pun ketika harus berhubungan dengan anak saya siap untuk melaksanakan. Saya memang sudah mengatakan ke temen-temen juga, ketika saya berhubungan dengan kreatifitas anak, kemampuan anak, walaupun itu bukan tugas saya, saya selalu siap untuk meluangkan waktu saya” 12. Apa saja hambatan sekolah dalam melaksanakan kebijakan/program pengembangan kultur sekolah? “Sekolah sebuah sistem ini memang harus didukung oleh semua pihak, tapi kadang-kadang ada sih satu dua gitu anak atau bahkan guru yang tugasnya hanya mengajar, saya tidak bisa menunjuk siapa-siapa tapi kadang-kadang masih ada ditemukan hambatannya yaitu yang kedua itu,
160
itu dari segi man ya. Kalo yang dari segi money memang kita di SMP Negeri 1 Sleman ini kita kan tidak menarik biaya sepeser pun dari anak, sehingga yang bisa kita laksanakan yang dari BOS itu saja. Sehingga kadang-kadang kita punya idealisme ini terbentur biaya macet, untuk mengembangkan ini ini macet, untuk menampilkan anak dengan penampilan yang apa ini macet di biaya” 13. Bagaimana sekolah mengatasi hambatan yang ada? “Sekarang ada proses namanya Labuh Budaya, jadi setiap kliwon, setiap kliwon itu anak-anak diminta untuk memberikan infaq. Infaq seikhlasnya tapi lumayan terkumpul itu, nanti untuk kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan budaya sekolah, terus setiap Jumat itu, ee maaf setiap kliwon. Jadi anak-anak sembari mengingat pasaran oo ini kliwon karena anakanak nggak tau kliwon itu apa. Sekarang setiap kliwon, mbuh Senin kliwon, Selasa kliwon, Rabu kliwon, setiap kliwon maka anak-anak diminta memberikan infaq Labuh Budaya,” “Kalo dari guru ya menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain seperti bimbel, seperti apa untuk kita mintai dan juga kalo terpaksa sekali kita mengumpulkan wali murid kita mengeluh ini lho kita punya kebutuhan ini, tapi seterusnya biasanya mendukung. Guru-guru paling itu yang dilaksanakan, kalo hanya iuran untuk kegiatan guru-guru sudah terbiasa dengan hal itu. Yuk iuran untuk kegiatan apa, insyaallah sudah terbiasa.”
161
Nama Informan Tanggal wawancara Waktu Tempat
: Sri Nurhayati : Selasa, 22 Maret 2016 : 09.00-10.00 WIB : Loby Sekolah
1. Berapa lama Bapak/Ibu menjadi staf/karyawan di SMP Negeri 1 Sleman? “Saya kerja disini sejak Februari 2011, jadi 5 tahun ya kuranglebih.” 2. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan nilai-nilai kebersihan, kerapian, dan keindahan pada seluruh warga sekolah? “Ada tumit langkung, tumit langkung itu tujuh menit untuk sekolah dan lingkungan, biasanya ada di hari jumat. Tapi kadang tiap pagi itu ada baca buku, kadang bersih-bersih juga. Kalau jumat bersih itu juga ada, 1 jam pelajaran semua guru karyawan ikut berpartisipasi mbak, terus itu juga bagi tugas sih biasanya. Misalnya yang cewek bersih-bersih nanti yang cowok senam, terus begitu juga sebaliknya kalau yang cowok bersih-bersih nanti yang cewek senam.” 3. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan budaya berprestasi pada seluruh warga sekolah? “Kalau untuk dikelas saya kurang tau ya mbak... tapi yang jelas disini kami selalu support kalau ada kegiatan O2SN dan OSN itu pasti ikut, terus ada juga klinik sains untuk siswa, kalau misal ada yang berpotensi nanti biasanya dapat surat rekomendasi untuk siswa biar bisa ikut olimpiade gitu... Kalau gurunya sih setau saya ada lomba guru 162
berprestasi mbak, kemarin ada yang kalau nggak salah juara 1 atau 2 ya guru berprestasi matematika itu.” 4. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilainilai religius, disiplin, dan kerjasama? “Untuk yang nilai religius mungkin itu ya.. disini ada sholat dhuha berjamaah, ada juga sholat dhuhur berjamaah, itu wajib kalau yang sholat dhuhur, terus ada juga pengajian rutin tiap bulan. Pengajian setiap satu tahun sekali juga ada,tapi nggak di masjid sekolah, ada di masjid belakang situ mbak...” “Kalau yang masalah kedisiplinan itu iya ada buku saku, itu nanti maksimal point nya 100 ya. Kalau untuk siswa yang dikeluarkan belum pernah ada kayaknya ya, paling cuma pelanggaran tata tertib biasa gitu. Kalau untuk guru dan karyawan itu ada DP3. Pokoknya penilaian disiplin pegawai itu dinilai langsung sama kepala sekolah. Karena disini itu termasuk lingkungan yang punya komitmen sama disiplin yang tinggi ya mbak ya...Ada juga PPK, PPK itu Penilaian Prestasi Kerja, itu ada blangko penilaiannya kok tapi saya lupa ada dimana hehe.. Kalau misal telat itu biasanya kalau udah telat banget itu di aturannya kan potong gaji ya mbak, 300.000. Tapi kalau cuma telat 10 menit 15 menit kita biasanya bisa memaklumi. Iya absennya pakai absen finger itu.” “Kerjasama itu kalau disini untuk siswa outbond ada, tapi paling khusus untuk yang kelas 3 aja mbak, menjelang ujian kaya gitu untuk melepas
163
penat. Ada juga rapat kerja tahunan, tapi disini kita misal mau mengadakan kegiatan apa-apa pasti terkendala biaya. Kalau dari guruguru sendiri kegiatan kekeluargaan paling ya arisan gitu mbak, kadang juga pengajian tapi biasanya berdasarkan permintaan dari yang mau mengadakan. Kebanyakan sih pengajiannyaa di minta dirumah guru atau karyawan yang sudah mau purna tugas seperti itu.” 5. Menurut Bapak/ Ibu, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilainilai kesopanan dan tanggung jawab di sekolah? “Setiap pagi itu ada 3S mbak, senyum sapa salam. Setiap jam 06.15 guru sudah stand by di pintu masuk gerbang sekolah untuk menyalami anakanak setiap pagi. Kalau untuk yang selain itu apa ya, paling kalau siswa bertemu dengan guru atau karyawan ya biasanya salaman gitu sama mengucapkan salam gitu aja sih.” “Untuk tanggung jawab sendiri kami biasanya ada evaluasi program masing-masing, sudah sejauh mana berjalan, kalau terhambat apa peyebabnya gitu.” 6. Apakah di sekolah terdapat kebijakan/program untuk meningkatkan minat baca warga sekolah? “Setiap pagi itu setelah bel masuk kita ada menyanyikan lagu Indonesia Raya, terus habis itu ada anak-anak disuruh baca buku, nanti kemudian diceritakan kembali, kaya resensi buku gitu ya mbak.. Kalau bukunya itu terserah, sesuai keinginannya anak sendiri biasanya.”
164
7. Apakah Bapak/Ibu merasa bangga menjadi karyawan di sekolah ini? “Harus bangga dong mbak, yang penting itu di syukuri.” 8. Apa yang membuat Bapak/Ibu merasa bangga? “Suasana kerjanya enak, lingkungannya juga nyaman, terus prestasi sekolahnya bagus ya mbak.” 9. Apakah Bapak/Ibu merasa senang/puas bekerja di sekolah ini? “Puas itu relatif mbak, manusia tidak akan pernah merasa puas. Asal kerjaannya lancar pasti seneng, yang penting disyukuri aja.” 10. Apakah Bapak/Ibu menganggap sekolah ini termasuk dalam sekolah yang berkualitas baik? “Semoga gitu ya mbak hehe.. Dulu juga kan disini sudah RSBI ya, tapi karena waktu itu sedang panasnya isu sekolah RSBI ya jadi gini... Tapi ya kami masih mengikuti banyak lomba-lomba yang diadakan oleh dinas ya antara lain OSN dan O2SN itu.” 11. Apakah Bapak/Ibu rela berkontribusi/menyumbang sekolah apabila dibutuhkan? “Saya disini kan statusnya masih tenaga bantu ya mbak, belum jadi karyawan tetap. Jadi selama masih menjadi GTT atau PTT ya kami mau nggak mau harus ikhlas mbak, kan tau sendiri ya kalau tunjangan GTT dan PTT itu jauh jika dibandingkan dengan yang karyawan tetap. Tentu saja jika dibutuhkan tenaga dan pikirannya dengan rela hati pasti rela.” 12. Apa saja hambatan sekolah dalam melaksanakan kebijakan/program pengembangan kultur sekolah?
165
“Paling berpengaruh sih dana ya mbak.” 13. Bagaimana sekolah mengatasi hambatan yang ada? “Mengatasi hambatan dana yang ada, kami menyewakan kantin untuk orang yang mau jualan disini mbak. Dulu kan kantin itu parkiran sepeda siswa ya, nah itu dibikin sekat untuk jadi kantin lalu disewakan. Ada juga kalau akhir tahun pelajaran itu ada syukuran dari orangtua siswa seikhlasnya. Ya kalau ditanya cukup nggak cukup ya mbak, soalnya kalau dari dana BOS saja kan kita mau bikin kegiatan macem-macem kalau nggak ada dananya ya sama aja, harus pintar mengelola gitu aja.”
166
Nama Informan Tanggal wawancara Waktu Tempat
: Himawari : Jumat, 18 Maret 2016 : 09.00 WIB : Lapangan Voly
1. Menurut saudara, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan nilai-nilai kebersihan, kerapian, dan keindahan pada seluruh warga sekolah? “Kalau kitaa kan dalam seminggu itu hari jumat itu ada kegiatan krida, krida itu nanti bisa untuk olahraga, kebersihan, terus nanti untuk apa ya, nata-nata kelas. Pokoknya dalam seminggu itu kita ada kegiatan bersihbersih bersama-sama. Tapi nggak tiap hari jumat juga soalnya kan udah dibentuk petugas piket juga, jadinya nanti kita tetep bisa bersihin yang lain.” 2. Menurut saudara, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan budaya berprestasi pada seluruh warga sekolah? “Kalau budaya berprestasi nanti setiap siswa itu ada siswa yang satu berprestasi yang lainnya juga pasti kan ikut apa ya pengen istilahnya itu ya memotivasi gitu jadi sekolah itu berusaha untuk gimana ya menaikkan prestasi siswa-siswanya itu dengan salah satu nanti ada yang berprestasi dikasih hadiah pasti kan yang lainnya keoengen dapet hadiah. Lah dapet hadiah itu mungkin jadi kita motivasi jadi pengen dapet hadiah juga. Jadi kita harus berprestasi gitu.”
167
3. Menurut saudara, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilai-nilai religius, disiplin, dan kerjasama? “Kalau yang religius kan kita punya masjid, masjid itu nanti kalau ada sholat-sholat yang gimana ya sholat wajib itu kita laksanakan secara berjamaah, kan nanti ada sholat sunnah sholat dhuha nanti waktu jam agama itu sedikit dilonggarin kalau untuk sholat dhuha berjamaah. Dilonggarin 15 menit” “Kedisiplinan kita apa ya, kan kita mmm... contohnya kaya sepatu, sepatu itu kita sepatu bebas selain warna hitam itu cuman bolehnya selain hitam itu hari jumat, tapi kalau misalnya selain hari jumat itu harus. Sedangkan ada beberapa siswa yang selain hari jumat itu pakai sepatu warna, kita kan didepan itu ada guru yang salaman sama anak-anak itu bawa buku untuk catetan nanti di point.” “Kerjasama. Classmeeting itu bisa sebelum classmeeting itu mulai itu kita ada apa ya istilahnya rapat kelas untuk bagi-bagi misalnya kamu ikut lomba ini kamu ikut lomba ini, ya gitu... kalau outbond saya sendiri belum pernah.” 4. Menurut saudara, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilai-nilai kesopanan dan tanggung jawab di sekolah? “Kesopanan, kita kan menerapkan ee... senyum, sapa, salam. Setiap ada guru kita harus senyum, harus nyapa, sama harus ngucapin salam. Begitu
168
juga sama temen-temen sebaya kita ataupun kakak kelas kita harus tetep harus senyum, sapa, salam.” “Tanggung jawab... kalau misalnya kita dikasih tugas, tapi nanti ada yang nggak ngerjain, biasanya kan mereka ngerjainnya pagi-pagi sebelum masuk itu, kadang-kadang malah nyontek temennya nah itu waktu itu pernah diadain motivasi. Motivasi kaya kita tu tetep jadi orang yang bertanggung jawab gitu lho. Jangan cuma bisanya ngandelin temennya. Jadi kita harus tetep berusaha supaya kita bisa ngerjain tugas itu sendiri, gitu” 5. Apakah di sekolah terdapat kebijakan/program untuk meningkatkan minat baca warga sekolah? “Minat baca setiap seminggu 4 kali dalam satu bulan itu kan ada 3 atau 4 minggu, nah yang 2 minggu pertama itu biasanya untuk sarapan pagi, iya setiap pagi sebelum mulai pelajaran. Sarapan pagi tu apa ngetes materi kita sudah sejauh mana kita bisa mengikuti pelajaran dalam...dikasih soal-soal untuk mengetes kemampuan kita dalam pelajaran itu sudah sampai mana. Khususnya untuk pelajaran-pelajaran yang di UN kan, nah terus minggu yang berikutnya itu kita suruh membawa buku, buku apa aja terserah, boleh komik, boleh buku apa aja pokoknya nah itu nanti pagi-pagi itu dalam waktu 15 menit kita suruh baca buku itu. Dalam seminggu 4 kali. Biasanya pada bawa ya apa ya ada yang bawa komik, ada yang bawa novel, tapi nanti ada juga yang baca buku pelajaran juga.”
169
6. Apakah saudara merasa bangga menjadi siswa di sekolah ini? “Bangga.” 7. Apa yang membuat saudara merasa bangga? “Ya apa ya.. kalau gimana ya, rasa bangganya tu gimana ya..karena dulu waktu itu kan ini sekolah favorit terus apa ya, yang masuk sini tu nilainya tinggi-tinggi orangnya pasti pinter-pinter juga. Kalau kita masuk kesini kan walaupun kita mungkin e.. jauh lebih rendah dari mereka-mereka yang tinggi-tinggi jadi tu kita punya motivasi untuk melebihi mereka gitu lho. Biar kita itu bisa lebih pinter dari mereka gitu..” 8. Apakah saudara menganggap sekolah ini termasuk dalam sekolah yang berkualitas baik? “Iya.” Pernah ikut lomba-lomba? “Kalau lomba-lomba belum pernah, tapi ini baru rencana besok mau diikutin O2SN yang untuk olahraga. Tolak peluru.” 9. Adakah sanksi yang diberikan sekolah apabila peserta didik melanggar tatatertib sekolah? “Kalau telat belum pernah, tapi kalau misal bawa hp, kan ke sekolah nggak boleh bawa
hp, kecuali
dalam pelajaran
itu memang
diperbolehkan membawa hp. Kalau dikelasku biasanya IPS, soalnya itu kan butuh searching-searching juga, tapi hp itu harus dipergunakan pas pelajaran IPS aja, nggak boleh pelajaran lain. Kalau ketauan biasanya
170
disita, kalau aku nggak tau kapan dibalikinnya. Tapi temen aku tu pernah ada yang kena, itu seminggu.” Kalau tawuran antar sekolah itu pernah ada? “Pernah denger, tapi nggak tau bener apa enggak, soalnya cuma denger-denger aja.” 10. Adakah sanksi yang diberikan guru apabila peserta didik melakukan kesalahan dalam proses belajar mengajar, seperti tidak mengerjakan PR? “Kalau tidak mengerjakan PR kan gurunya nggak tau, soalnya kalau ditanyain kan bilangnya ngerjain.” 11. Apakah kelengkapan fasilitas sekolah sudah cukup untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar? “Fasilitas udah, lab nya lengkap, kelasnya nyaman, ada proyektor juga, cuma kadang proyektornya kalau dikelas itu kan beda-beda, ada yang rusak, ada yang masih bagus, ada yang nggak ada remote nya. Kalau proyektornya rusak biasanya ke perpus.” 12. Kendala apa saja yang dihadapi siswa dalam proses belajar mengajar? “Kendala kalau saya sendiri belum ada sih.” 13. Apa saran saudara untuk sekolah ini terkait kebijakan/program yang ada di sekolah? “Saran apa ya.. kalau toiletnya kita tu udah bersih setiap hari dibersihin sama cleaning service, cuma siswanya itu masih belum bisa jaga kebersihan gitu lho masih suka buang sampah sembarangan. Nah itu harus ditegaskan lagi. Kalau kita kan pernah negur, taapi kan mereka ya
171
emang ngeyel aja. Anggapnya kamu tu siapa emangnya gitu. Failitas lapangan voly perlu diperbaiki (tiang net).”
172
Nama Informan Tanggal wawancara Waktu Tempat
: Iqbal : Jumat, 18 Maret 2016 : 10.15 WIB : Di Bawah Pohon Kelengkeng
1. Menurut saudara, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan nilai-nilai kebersihan, kerapian, dan keindahan pada seluruh warga sekolah? “Kalo dari sekolah sendiri ya, itu sudah dilaksanakan setiap hari jumat itu ada jumat bersih. Karena juga dari masing-masing wali kelas pun juga menganjurkan pada kelas yang diampu agar menjaga kerapian lingkungan kelasnya, jadi tidak semuanya dilimpahkan kepada penjaga kebun atau petugas yang suka bersih-bersih nah itu sudah jalan lama sih. Kalo jumat bersih itu diutamakan lingkungan kelas. Jadi lingkungan kelas itu harus bersih, dari ditata mejanya, kebersihan lingkungannya, maupun ruangannya. Nah kalo kata guru saya itu bilangnya gini “kalo misalnya kelasnya bersih, nyaman itu kan insyaallah belajarnya akan baik” gitu” 2. Menurut saudara, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan budaya berprestasi pada seluruh warga sekolah? “Kalo misalkan hari jumat tu sebelum bersih bersih kan nanti wali kelasnya masuk ke dalam kelas, nah itu nanti wali kelas tersebut bilang ke siswanya ya entah itu mengevaluasi kinerja belajar mereka, entah itu
173
memberi semangat, entah itu memberikan informasi yang mungkin dapat membantu dalam hal belajar mengajar. Kalo lomba-lomba kaya gitu mungkin jarang ya. Ada sih ada, soalnya kan dari sekolah sendiri kalau kegiatan kaya gitu kan butuh dana, itu menurut apa yaa.. yang saya tau tu sekolah belum bisa menggelontorkan dana untuk mengadakan lomba, entah kenapa. Tapi misalkan nanti ini, kan ada lomba keagamaan dari PKL itu nanti ada juga lomba pidato dan lomba keagamaan lainnya. Terus kalo mungkin untuk prestasi saya sendiri bersaingnya tu baru lewat ujian-ujian, UTS terus UAS kaya pendalaman materi di pagi hari misalnya. Kalo hadiah mungkin kami tidak terlalu memperhatikan ya, yang penting kami sudah dapat yang terbaik dikelas dan sudah bikin orang seneng gitu aja.” 3. Menurut saudara, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilai-nilai religius, disiplin, dan kerjasama? “Religius, berarti tentang keagamaan. Kalo itu tiap hari, setiap hari selain hari jumat itu semua siswa muslim di SMP Negeri 1 Sleman itu wajib melaksanakan sholat dhuhur dan kalaupun mungkin nggak mau nanti dipaksa soalnya itu wajib esensinya. Sholat dhuha pun demikian, diusahakan sholat dhuha karena agar kelasnya lebih memiliki hal positif, setiap jumat pagi ya ada tadarus untuk yang muslim lalu ada acara rohanian bagi yang non muslim dan itu berjalan setiap hari jumat pagi. Kalo ada yang ketauan bolos itu biasanya dari teman-teman kita tu
174
bilangin eh kok nggak sholat kenapa gitu, terus kalaupun mereka nggak sholat yaudah mereka tidak akan mendapatkan tanda tangan lalu kalo nggak tiap akhir semester kalo satu tahun sekali guru agama mengecek, oh anak ini nggak pernah sholat, ini kenapa baru mereka ditanya. Kalo enggak pas seminggu sekali pas ada guru yang mengajar itu bisa ditanya. Kalo hukuman sejauh ini belum ada ya, paling cuma nasihat dari guru yang bersangkutan.” Kalau untuk nilai kedhisiplinan “Nilai disiplin itu mungkin sudah ada ya di hari senin setiap upacara hari senin itu setiap pagi pukul 07.00 sampai 45 menit kedepan itu ada upacara. Nah itu ditekankan agar mereka belajar agar kita menghargai orang lain, tidak bicara sendiri, dan intinya tentang kegiatan seperti itu. Kalo di upacara itu ada aturannya, sepatu harus hitam, baju harus putih, dan memakai seragam harus yang lengkap. Jikalau ada siswa yang tidak nanti akan ditarik ke belakang lalu pada saat akhir upacara mereka akan menulis di buku point, dari guru BK. Kalau sudah ngumpul poinnya itu kan kita maksimal 100 point nanti misalkan sudah 100 sekolah akan mengembalikan siswa kepada orangtua. Itu tapi enggak dalam 3 tahun itu enggak, nanti setiap tahun ada pemutihan lagi, misal kelas 7 sudah 75 nanti kelas 8 sudah 0 lagi gitu.” Kalau melanggar gitu kamu sudah pernah belum? “Kalau melanggar saya sudah pernah itu pas kelas 7, itu entah mungkin karena miss komunikasi pengajar sama kesiswaan, tapi setahu saya pada saat itu guru pengajar tu membolehkan kami membawa hp dalam kurung hp itu
175
digunakan dalam pembelajaran, entah untuk mencari materi dan mencari data-data dari internet gitu. Tapi
pada saat itu dari guru BK
mengadakan razia dan saya sudah menjelaskan kepada BK dan ternyata BK belum tau kalau di pembelajaran ini minta ijin kepada BK agar siswa kelas G itu di perbolehkan. Ya sudah karena miss komunikasi saya tidak apa-apa.” Itu sekelas disitu semua apa gimana? “Enggak, cuma yang bawa hp aja mbak” Kalau untuk menanamkan nilai kerjasama? “Kerjasama. Kalau kerjasama
saya
semenjak
SMP
ini
menjadi
kurikulum
2013,
kerjasamanya tu sudah dibangun setiap pembelajaran, jadi nanti setiap pembelajaran itu dibentuk satu kelompok. Nah satu kelompok itu harus menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, nah didalam suatu kelompok tersebut mereka harus bekerjasama agar tugas yang diberikan dapat terselesaikan secara bagus dan baik tentunya. Ya itu... kalau outbond bareng khususnya untuk anggota osis itu sudah ada. Classmeeting juga udah, itu setiap akhir semester 1 itu pasti akan diadakan classmeeting oleh osis itu berupa sepakbola, voly, tenis meja, terus bulu tangkis, eee.. seputaran itu. Sama dulu itu pernah lomba berkelompok lomba membuat nah.. itu poster poster yang ditempelkan itu ber... apa tulisan anti narkoba itu bentuk asli dari kerjasama antar kelompok di kelasnya. Itu yang ngadain osis juga. Yang di pigura itu, diatas yang pake pewarna. Ditentuin masing-masing kelas dibagi menjadi beberapa kelompok”
176
4. Menurut saudara, bagaimana cara sekolah dalam menanamkan kebijakan/ program sekolah yang berhubungan dengan penanaman nilai-nilai kesopanan dan tanggung jawab di sekolah? “Untuk sopan kami dari osis udah pernah mengeluarkan, ee.. apa ya kayak peraturan kalo misalkan ada di lingkungan sekolah itu kita harus menerapkan 3S. Entah itu terhadap guru, teman sebaya, tukang kebun, semua warga sekolah harus menerapkan 3S dan itu kalo untuk siswa baru diadakan pas MOS, diberitahu pas masa orientasi siswa itu mereka diberitahu jadi tata krama di SMP Negeri 1 Sleman itu seperti ini, dan jika anda melanggar itu akan mendapatkan sebuah sanksi, begitu.” Kalau misal ya ada siswa yang masih belum menjalankan 3S itu biasanya diapain? ditegur? “Kalau untuk 3S sendiri dari guru-guru pun sering menegur siswa tersebut, apalagi teman-teman mereka sebaya. Eh kok kamu kaya gini gimana” Kalau kakak kelas kadang ada ya yang judes, nah itu biasanya mengantisipasi nya gimana? “Kalau untuk itu sudah daridulu yang dipermasalahkan ya, misalkan ada orang yang nggak mau negur karena kesusu nggak mau negur eh terus ditegur sama temennya. Kamu kalo nggak mau negur nanti kakak kelasnya bilang kaya gini kaya gini. Itu sudah daridulu. Tapi ya sudah saya tekankan yang muda yang mendahului gitu.” Kalau yang nilai tanggung jawab? “Kalo tanggung jawab sekiranya itu sudah dibilangin ya sama guru wali kelasnya, kan setiap siswa mempunyai bangku masing-masing, oh kamu bangku yang ini kamu yang
177
ini dan kamu yang ini. Nah jikalau siswa merusak atau tidak mau menjaga nah maka nanti siswa diberi sanksi kaya siswa mempergunakan di lab, mereka memecahkan gelas ukur atau merusakkan alat-alat mereka harus diberikan sanksi. Mereka akan diberi sanksi kalau misalkan mereka terus akan apa yaa... dari guru itu menegur siswa kamu gini gini gini, mungkin dari situ sudah melatih tanggung jawab ya untuk dalam hal menjaga
barang
tersebut,
dengan
bertanggung
jawab
untuk
menggunakan.” 5. Apakah di sekolah terdapat kebijakan/program untuk meningkatkan minat baca warga sekolah? “Kalau minat baca itu bener, tidak hanya hari Jumat. Kalo kemarin itu tiap bulan, semenjak bulan Februari itu Kementerian Dinas itu memberikan surat kepada SMP Negeri 1 Sleman bahwasanya memerintahkan itu siswa itu peningkatan minat belajar. Jadi dari hari senin, selasa, rabu, kamis itu 15 menit sebelum pembelajaran akan dimulai baca buku, tapi guru wali kelasku kan menyarankan buku yang mungkin banyak memiliki manfaat kaya ensiklopedia, atau buku lainnya” 6. Apakah saudara merasa bangga menjadi siswa di sekolah ini? “Iya, bangga” 7. Apa yang membuat saudara merasa bangga? “Alasannya, satu saya dulu sejak awal minat disini. Dilihat dari apa nilai-nilai nya, terus karakter yang dipilih, yang lulus dari sini tu banyak yang jadi orang, maksudnya tu sukses gitu, tapi disisi lain saya juga ingin
178
sekali meningkatkan mutu di SMP Negeri 1 Sleman ini, lewat caranya mendukung-mendukung program SMP lalu apa ya... kaya meningkatkan prestasi lewat akademik maupun non akademik bisa, lalu disini juga kan banyak kegiatan organisasi ya kaya DP, terus osis, ekstrakurikulernya kan banyak, lalu tidak menutup kemungkinan bakat siswa itu bisa terasah disini, jadi tidak hanya lewat akademik, mereka juga bisa mengasah kemampuan mereka melalui non akademik seperti olahraga, dan lainnya. Dan juga yang dari sini saya tu disini sukses sudah banyak mencetak kader-kader atau orang-orang yang sukses di masa depannya.” 8. Apakah saudara menganggap sekolah ini termasuk dalam sekolah yang berkualitas baik? “Iya” 9. Adakah sanksi yang diberikan sekolah apabila peserta didik melanggar tatatertib sekolah? 10. Adakah sanksi yang diberikan guru apabila peserta didik melakukan kesalahan dalam proses belajar mengajar, seperti tidak mengerjakan PR? 11. Apakah kelengkapan fasilitas sekolah sudah cukup untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar? “Kalau mungkin fasilitas ee yang kurang cuma apa ya kalau terus terang itu sudah lengkap, terus alat sudah juga, terus lapangan voly semua, sarana olahraga pun itu, laboratorium pun kita punya 2, lalu perpustakaan ada, yang kurang itu saya di bagian ini apa namanya kalo itu lho kan kita tahun depan kan mau mengadakan ujian nasional
179
berbasis komputer, tapi denger-denger itu belum semua terfasilitasi secara apa ya, fasilitas komputernya. Tapi saya denger-denger juga dari yang saya denger-denger itu ada kabar dari pemerintah itu akan memberikan bantuan sejenis komputer untuk menyesuaikan ujian nasional berbasis komputer.” 12. Kendala apa saja yang dihadapi siswa dalam proses belajar mengajar? “Kalau dalam proses belajar mengajar itu saya suka disini, karena saya bisa memanfaatkan wifi, lalu perpustakaan pun juga, dan komputer di perpustakaan pun bisa digunakan untuk, apa ya mencari informasiinformasi yang lebih lengkap gitu ya. Karena kalau di misalkan ataupun untuk olahraga pun sudah tersedia. Ada basket, voly, badminton disitu, terus lapangan sepak bola itu juga ada.” Kalau menurut kamu ruang musiknya itu sudah lengkap belum? “Kalau ruang musiknya itu ee belum lengkap. Mengapa belum lengkap karena mungkin ada minat siswa-siswa tersebut di bidang musik itu kurang, contohnya saya sendiri, saya mengakui. Nah darisitu muncul dari pemikiran apa itu urusan sarpras atau apa ini kok nggak dipake kok harus dibeli, kan mubadzir mending digunakan untuk yang lebih berguna lagi, yaudah akhirnya seperti itu” 13. Apa saran saudara untuk sekolah ini terkait kebijakan/program yang ada di sekolah? “Kalo buat saran sih, saya lebih ini ya pada urusan kesiswaannya. Kalau misalkan sekolah ini pengen lebih meningkatkan prestasinya perketatlah
180
peraturan yang telah dibuat. Jadi kalau misalkan hari ini harus seperti ini yaudah jangan seperti ini. Kalau misalkan di peraturan tidak boleh mengadakan event sendiri atau apa yang tidak berijin sah itu yaudah mereka tidak boleh mengadakan kegiatan seperti itu. Apalagi ee yang berkaitan dengan hal-hal remaja kan masih labil masih suka nge genkgenk atau gimana itu harus dari sekolah jangan di biarkan. Kita itu satu SMP satu keluarga nggak boleh di beda-bedain gitu.” Kalau osis masih aktif ya? “Kalau osis sendiri lumayan sih, kemarin habis rapat proker dan dari kemarin-kemarin juga sudah ngadain event di kartini lalu di sd kita juga mengirimkan beberapa orang untuk mengisi acara tersebut. Lalu dalam hari ibu kemarin kita juga mengadakan event yang cukup diminati gitu.
181
Lampiran 5. Reduksi Data REDUKSI DATA Pengumpulan Data
Display Data
Reduksi Data
Kesimpulan
Tema : Penanaman budaya kebersihan, kerapian, dan keindahan Narasumber (KT)
Budaya kebersihan, keindahan, Budaya
“Yang pertama yang jelas disini ada di dan
kerapian
kebersihan, Budaya
ditanamkan keindahan,
dan
kebersihan,
kerapian keindahan
ditanamkan
kerapian, melalui
setiap kelas itu dibentuk regu piket, itu melalui adanya regu piket dan ditanamkan melalui adanya adanya kebijakan tumit langkung, yang pertama. Ada regu piket, piket adanya kegiatan Jumat bersih. pembentukan regu piket dan yaitu
tujuh
menit
untuk
kebersihan itu ada setiap kelompok itu Selanjutnya karena lingkungan adanya kegiatan Jumat bersih. membersihkan lingkungan. Ada anggotanya rata-rata 5-6 anak, untuk SMP Negeri 1 Sleman ini cukup Selanjutnya koodinasinya kita bagi menjadi 6 hari. luas
sekolah
karena pula Jumat bersih, pembentukan
juga lingkungan SMP Negeri 1 regu piket dan disediakannya
Disamping itu kelas ada atau kegiatan mempercayakan kepada cleaning Sleman cukup luas, untuk itu fasilitas kebersihan seperti tempat sekolah ada jumat bersih. Ya kegiatan service dan petugas kebersihan.
sekolah juga mempercayakan sampah yang telah dibedakan
jumat bersih itu ya acaranya ya waktu
kebersihan
itu, setelah kegiatan, kalau hari jumat
sekolah
kepada
cleaning sekolah serta di bantu dengan
itu kan disamping ada kegiatan itu kan
service
dan
petugas adanya petugas cleaning service
182
lingkungan menjadi 3 macam di lingkungan
ada kegiatan tadarus kemudian ada
kebersihan.
dan petugas kebersihan.
jumat bersih. Kegiatannya ya itu, bersih-bersih, ini mau membersihkan kelas masing-masing, dan nanti untuk urusan kesiswaan kelompok-kelompok tertentu
ada
lapangan.
yang
Yang
membersihkan ketiga
karena
lingkungan SMP Negeri 1 Sleman yang luas ini kami mempercayakan pada cleaning
service
dan
petugas
kebersihan. Narasumber (SN)
Budaya kebersihan, kerapian, Budaya kebersihan, kerapian,
“Ada tumit langkung, tumit langkung keindahan ditanamkan dengan dan keindahan ditanamkan itu tujuh menit untuk sekolah dan adanya
kebijakan
lingkungan, biasanya ada di hari jumat. langkung dan
tumit dengan
adanya
kebijakan
Jumat bersih. tumit langkung yaitu tujuh
Tapi kadang tiap pagi itu ada baca Kalau pas jumat bersih itu menit
untuk
kebersihan
buku, kadang bersih-bersih juga. Kalau semua guru dan karyawan ikut lingkungan dan Jumat bersih. jumat bersih itu juga ada, 1 jam berpartisipasi.
Hari Jumat bersih itu semua
183
pelajaran semua guru karyawan ikut
guru
dan
karyawan
berpartisipasi mbak, terus itu juga bagi
berpartisipasi.
ikut
tugas sih biasanya. Misalnya yang cewek bersih-bersih nanti yang cowok senam, terus begitu juga sebaliknya kalau yang cowok bersih-bersih nanti yang cewek senam.” Narasumber (MIH)
Budaya kebersihan, kerapian, Budaya kebersihan, kerapian,
“Kalo dari sekolah sendiri ya, itu sudah keindahan ditanamkan dengan dan keindahan ditanamkan dilaksanakan setiap hari jumat itu ada adanya Jumat bersih. Jumat dengan jumat bersih. Karena juga dari masing- bersih masing
wali
kelas
pun
diutamakan
adanya
program
untuk Jumat bersih. Jumat bersih ini
juga lingkungan kelas
diutamakan untuk kebersihan
menganjurkan pada kelas yang diampu
lingkungan kelas sehingga
agar
menjaga
kerapian
lingkungan
tidak semua tugas menjaga
tidak
semuanya
kebersihan dilimpahkan oleh
dilimpahkan kepada penjaga kebun atau
penjaga kebun atau petugas
petugas yang suka bersih-bersih nah itu
kebersihan.
kelasnya,
jadi
sudah jalan lama sih. Kalo jumat bersih itu diutamakan lingkungan kelas. Jadi
184
lingkungan kelas itu harus bersih, dari ditata
mejanya,
kebersihan
lingkungannya, maupun ruangannya. Narasumber (AS)
Budaya kebersihan, kerapian, Budaya kebersihan, kerapian,
“Menurut aku itu udah cukup baik. Tiap keindahan
ditanamkan
setiap dan keindahan ditanamkan
jumat itu ada jumat bersih, terus tempat Jumat itu ada Jumat bersih, setiap hari Jumat itu ada sampahnya tu udah dibagi menjadi 3, tempat
sampahnya
sudah kegiatan Jumat bersih, selain
terus mmm apa ya mungkin kalo apa ya dibedakan menjadi 3 jenis.
itu tempat sampah yang ada
tiap ada acara-acara gitu mesti ada
sudah dibedakan menjadi 3
acara bersih-bersih gitu”
jenis.
Tema : Penanaman budaya berprestasi Narasumber (KT)
Budaya berprestasi ditanamkan Budaya
“Biasanya di sekolah ini akan ada lomba, atau classmeeting gitu itu kan dilaksanakan
pada
dilaksanakan
satu
saat
itu
semester
kan sekali
berprestasi
dengan diadakannya lomba atau ditanamkan classmeeting yang dilaksanakan adakannya
dengan lomba
di atau
satu semester sekali sebelum classmeeting yang biasanya atau setelah ulangan umum.
dilaksanakan satu semester sekali
biasanya sebelum ulangan umum atau
yaitu
pada
saat
sebelum atau setelah ulangan
185
setelah
ulangan
itu
ada
kegiatan
umum.
classmeeting, berkaitan dengan lomba kebersihan kelas, ada lomba bidang olahraga, atau dalam bidang seni, nanti yang mengelola kegiatan itu ya osis otomatis. Narasumber (AI) “Kita tanamkan disini memang budaya kompetisi memang selalu ada nggih, berprestasi, memanfaatkan waktu. Jadi anak-anak kalau penanaman budaya berprestasi saya pikir sudah menjadi kebudayaan di SMP Negeri 1 Sleman.
Budaya berprestasi ditanamkan Budaya
berprestasi
di SMP Negeri 1 Sleman dengan ditanamkan di SMP Negeri 1 adanya sarapan pagi, sarapan Sleman pagi merupakan pengganti USB program atau Ulangan Sabtu Bersama dan Sarapan
dengan
adanya
sarapan pagi
pagi.
merupakan
untuk kelas 9 diganti dengan pengganti USB atau Ulangan pemberian materi tambahan.
Sabtu Bersama dan untuk siswa kelas 9 diganti dengan
Sudah terbukti di setiap kali, misalnya
pemberian materi tambahan
disini ada sarapan pagi. Sarapan pagi
ujian nasional.
itu bukan makan bersama lho. Jadi setiap hari Senin-Kamis itu anak-anak kita berikan ulangan harian, jadi setiap
186
malam anak harus belajar, karena mau tidak mau, suka tidak suka besok pagi harus ada ulangan, disamping ulangan yang diadakan guru bukan ulangan yang merupakan sarapan pagi. Terus ada lagi kalo dulu, itu pengganti ulangan sabtu bersama (USB), sekarang diganti sarapan pagi kecuali hari-hari ini, minggu-minggu ini karena memang kelas 9 kita konsentrasi ke materi ujian nasional sehingga sarapan pagi nya kita ganti
dengan
penambahan
materi
pembelajaran. Les. Narasumber (HW)
Budaya berprestasi ditanamkan Budaya
“Kalau budaya berprestasi nanti setiap siswa
itu
ada
siswa
yang
satu
berprestasi yang lainnya juga pasti kan
dengan
memotivasi
berprestasi
siswa, ditanamkan
melalui
memberikan reward bagi siswa pemberian motivasi siswa, yang berprestasi
kemudian reward
ikut apa ya pengen istilahnya itu ya
187
bagi
memberikan siswa
yang
memotivasi
gitu
jadi
sekolah
itu
berprestasi
sehingga siswa
berusaha untuk gimana ya menaikkan
lain akan ikut termotivasi
prestasi siswa-siswanya itu dengan
untuk berpretasi.
salah satu nanti ada yang berprestasi dikasih hadiah pasti kan yang lainnya kepengen dapet hadiah. Lah dapet hadiah itu mungkin jadi kita motivasi jadi pengen dapet hadiah juga. Jadi kita harus berprestasi gitu.” Narasumber (SN) “Kalau untuk dikelas saya kurang tau ya mbak... tapi yang jelas disini kami selalu support kalau ada kegiatan O2SN dan OSN itu pasti ikut, terus ada juga
Budaya berprestasi ditanamkan Budaya
berprestasi
melalui support kegiatan O2SN ditanamkan
dengan
dan OSN. Ada pula klinik sains memberikan support kegiatan untuk
siswa
yang
memiliki O2SN dan OSN. Kemudian
potensi ikut olimpiade.
ada pula klinik sains yang ditujukan untuk siswa yang
klinik sains untuk siswa, kalau misal
memiliki
ada yang berpotensi nanti biasanya
olimpiade.
dapat surat rekomendasi untuk siswa biar bisa ikut olimpiade gitu... Kalau
188
potensi
ikut
gurunya sih setau saya ada lomba guru berprestasi mbak, kemarin ada yang kalau nggak salah juara 1 atau 2 ya guru berprestasi matematika itu.” Tema : Penanaman budaya religius Narasumber (EHA)
Budaya
“Nilai religius disini anak-anak bisa tertib, kadang pagi itu yang diambil air wudhu sholat itu yang kelas 3 tanpa disuruh, terus yang kedua di pelajaran agama itu sudah ditanamkan, agama itu
religius
ditanamkan Budaya religius ditanamkan Budaya religius di SMP Negeri 1
dengan adanya sholat dhuha dengan berjamaah,
sholat
itu
waktunya
tidak
sholat Sleman
dhuhur berjamaah yaitu sholat dhuha berbagai
berjamaah, program pengajian dan sholat dhuhur. Selain itu adalah per kelas dan pengajian akbar ada pula program pengajian berjamaah, setiap satu tahun sekali
ditanamkan kegiatan
melalui
diantaranya
pelaksanaan pengajian
sholat dan
per kelas pada bulan tertentu tadarusan untuk siswa muslim secara
kan di kurikulum 2013 itu 3 jam ya, 3 jam
adanya
bergantian
pengajian
terpisah,
dilaksanakan
berturut-turut. Itu 1 jam nya biasanya
akbar satu
serta serta rohanian atau pengkajian yang kitab untuk siswa non muslim tahun pada hari Jumat.
sekali di masjid belakang
tanpa disuruh anak-anak sudah sholat
sekolah.
dhuha berjamaah. Terus ada program sholat dhuhur berjamaah, terus ada
189
program pengajian per kelas. Misalnya tanggal berapa itu yang pengajian kelas 3 paralel, nanti bulan apa itu 8 paralel, terus kelas 7 paralel bulan berikutnya. Ada juga setiap setahun sekali itu pengajian akbar tidak disini tetapi di masjid situ.” Narasumber (KT) “Kalau nilai religius kita kan ada tadarus, sholat dhuhur berjamaah, anti ada juga guru agama tertentu sebelum memulai pelajaran itu ada sholat dhuha
Budaya
religius
ditanamkan Budaya religius ditanamkan
dengan adanya tadarus, sholat dengan
adanya
kegiatan
dhuhur berjamaah, sholat dhuha tadarus,
sholat
dhuhur
berjamaah,
dan
lomba berjamah,
keagamaan.
sholat
dhuha
berjamaah, dan adanya lomba keagamaan.
berjamaah. Ketika lomba agama itu juga ada kok, lomba keagamaan. Termasuk kompetisi yang diadakan oleh dinas itu juga ada.”
190
Narasumber (HW) “Kalau yang religius kan kita punya masjid, masjid itu nanti kalau ada
Budaya
religius
dengan
adanya
ditanamkan Budaya religius ditanamkan sholat-sholat dengan
berjamaah.
sholat-sholat seperti
sholat-sholat yang gimana ya sholat wajib
itu
kita
laksanakan
adanya
kegiatan berjamaah,
sholat
wajib
dan
sholat sunnah yaitu sholat
secara
dhuha.
berjamaah, kan nanti ada sholat sunnah sholat dhuha nanti waktu jam agama itu sedikit dilonggarin kalau untuk sholat dhuha
berjamaah.
Dilonggarin
15
menit” Narasumber (MIH)
Budaya
“Religius, berarti tentang keagamaan. Kalo itu tiap hari, setiap hari selain hari jumat itu semua siswa muslim di SMP Negeri
1
melaksanakan
Sleman
itu
sholat
dhuhur
wajib dan
religius
ditanamkan Budaya religius ditanamkan
dengan sholat dhuhur berjamaah, dengan adanya sholat dhuhur sholat dhuha berjamaah, tadarus berjamaah,
sholat
dhuha
setiap Jumat pagi untuk siswa berjamaah,
tadarus
setiap
muslim
dan
rohanian
untuk Jumat pagi untuk siswa yang
siswa non muslim.
beragama kegiatan
kalaupun mungkin nggak mau nanti
muslim rohanian
dan untuk
siswa yang beragama non
191
dipaksa soalnya itu wajib esensinya.
muslim.
Sholat dhuha pun demikian, diusahakan sholat dhuha karena agar kelasnya lebih memiliki hal positif, setiap jumat pagi ya ada tadarus untuk yang muslim lalu ada acara rohanian bagi yang non muslim dan itu berjalan setiap hari jumat pagi.” Tema : Penanaman budaya kedhisiplinan Narasumber (SS) “Nilai kedhisiplinan disini diberlakukan buku saku, itu kan ada apa yaa.. sanksi lah kalau dia misalnya tidak membawa apa yang harus mereka bawa termasuk buku pelajaran itu nanti ada sanksi dari
Budaya
kedhisiplinan Budaya
ditanamkan diberlakukannya
dengan ditanamkan buku
kedhisiplinan dengan
cara
saku. diberlakukannya buku saku.
Didalam buku saku tersebut ada Didalam buku saku tersebut sanksi jika siswa melanggar dan terdapat sanksi apabila siswa dicatat dalam buku saku.
melanggar untuk kemudian dicatat ke dalam buku saku.
guru BP meskipun ini lama kelamaan juga kurang intens juga. Karena kadang
192
anak tidak membawa
buku saku,
sementara guru kan juga nggak apal point nya berapa, pokoknya nanti ketika mereka bawa diisi...” Narasumber (KT)
Budaya
“Kedisiplinan, yang jelas ada tata tertib. Kita juga buku saku, buku saku itu di dalamnya ada item yang menyangkut tata tertib siswa yang didalamnya itu ada
point
tertentu
kalau
siswa
kedhisiplinan Budaya
ditanamkan dengan adanya tata ditanamkan dengan adanya tertib dan buku saku yang di peraturan tata tertib dan buku dalamnya terdapat point tertentu saku
ada
pemanggilan
point maksimal 100
di
dalamnya
siswa melanggar diberikan point dengan point maksimal 100.
orangtua.
Bahkan sebelum point 100 pun
yang
jika siswa melanggar dengan terdapat point tertentu apabila
melanggar. Point maksimal itu 100 nanti
kedhisiplinan
itu
udah dilakukan pemanggilan orangtua.” Narasumber (HW) “Kedisiplinan kita apa ya, kan kita mmm... contohnya kaya sepatu, sepatu
Kedhisiplinan itu kita hanya Kedhisiplinan itu kita para boleh memakai sepatu berwarna siswa hanya diperbolehkan hitam, selain warna hitam hanya memakai
193
sepatu
berwarna
itu kita sepatu bebas selain warna hitam boleh
digunakan
pada
hari hitam, selain warna hitam
itu cuman bolehnya selain hitam itu Jumat. Jika ada siswa yang hanya boleh digunakan pada hari Jumat, tapi kalau misalnya selain menggunakan selain hari Jumat hari Jumat saja. Apabila ada hari jumat itu harus. Sedangkan ada pada saat bersalaman dengan siswa
yang
menggunakan
beberapa siswa yang selain hari jumat guru di depan nanti dapet point sepatu berwarna selain hari itu pakai sepatu warna, kita kan didepan dicatet di buku saku.
Jumat pada saat bersalaman
itu ada guru yang salaman sama anak-
dengan guru di depan nanti
anak itu bawa buku untuk catetan nanti
dapet point terus di catet di
di point.”
buku saku.
Narasumber (AS) “Kalo
yang
datang
Kalau yang telat biasanya dapat Budaya terlambat
ya
biasanya dapat point. Biasanya 25. Kalo sudah 100 nanti ditaruh di BK, biasanya
kedhisiplinan
point 25, kalau sudah 75 itu ditanamkan biasanya ditaruh di BK terus di kalau bimbing.
ada
terlambat
dengan
cara
siswa
yang
biasanya
dapat
point 25, terus kalau sudah 75
kalo sudah 75 itu biasanya ditaruh di
itu biasanya di taruh di BK
BK terus di bimbing. Pernah ada yang
kemudian
di skors mungkin seminggu. Tapi kalo
bimbingan.
sekarang ini nggak ada”
194
diberikan
Narasumber (SN) “Kalau yang masalah kedisiplinan itu iya ada buku saku, itu nanti maksimal point nya 100 ya. Kalau untuk siswa yang dikeluarkan belum pernah ada kayaknya ya, paling cuma pelanggaran tata tertib biasa gitu. Kalau untuk guru dan karyawan itu ada DP3. Pokoknya penilaian disiplin pegawai itu dinilai langsung sama kepala sekolah. Karena
Budaya kedhisiplinan itu ada Budaya
kedhisiplinan
itu
buku saku, nanti maksimal point terdapat buku saku, nanti nya 100 tapi belum pernah ada maksimal yang
dikeluarkan,
biasanya tetapi
point
selama
nya ini
100 belum
cuma pelanggaran tata tertib pernah ada yang dikeluarkan, biasa. Untuk guru dan karyawan biasanya hanya melakukan ada
DP3
berkaitan
dan dengan
kedhisiplinan
PPK
yang pelanggaran tata tertib biasa.
penilaian Kemudian untuk guru dan
pegawai
oleh karyawan terdapat DP3 dan
kepala sekolah.
PPK yang berkaitan dengan penilaian
disini itu termasuk lingkungan yang
kedhisiplinan
pegawai yang dilakukan oleh
punya komitmen sama disiplin yang
kepala sekolah.
tinggi ya mbak ya...Ada juga PPK, PPK itu Penilaian Prestasi Kerja, itu ada blangko penilaiannya kok.
195
Tema : Penanaman budaya kerjasama Narasumber (EHA)
Kerjasama itu sudah ada di Budaya kerjasama itu sudah Budaya
“Kalau kerjasama itu sebenarnya sudah ada di keseharian siswa ya, karena K13 itu tu penilaiannya kan tidak hanya penilaian secara biasa, ada penilaian
keseharian siswa karena K13 terdapat
dalam
keseharian secara langsung melalui kegiatan
dan sikap, dan sub sikap itu terdapat salah satunya adalah kerjasama.
penilaian 2013 kerjasama menjadi salah
keterampilan dan sikap, dan satu aspek yang dinilai. Oleh di dalam sub sikap itu salah karena satunya adalah kerjasama.
sub dari penilaian sikap itu salah
kerja Kerjasama ditanamkan dengan Kerjasama
kelompok. Itu tadi kelompok yang
kelompok.Outbond
staf karyawan biasanya ada rapat
2013.”
pembelajaran itu sendiri ada tugas
kerja
menjelang ujian. Untuk guru dan
siswa. Sudah diterapkan di kurikulum
dalam
kegiatan
osis atau untuk siswa kelas 3
setiap guru itu memiliki nilai kerjasama
biasanya
dalam
diadakan biasanya untuk anggota
kerjasama itu diterapkan dalam KBM,
kerjasama
itu
pembelajaran pasti ada diskusi dan
satunya ada nilai kerjasama. Jadi
“Kalau
ditanamkan
terdapat penilaian keterampilan siswa karena di dalam K13 pembelajaran, karena kurikulum
keterampilan ada penilaian sikap, nah
Narasumber (KT)
kerjasama
ditanamkan pengajian bersama.
adanya kerja kelompok atau dengan adanya kegiatan kerja tugas
kelompok
dalam kelompok
kurikulum 2013, piket juga salah kelompok
196
tahunan,
atau
tugas
di
dalam
arisan,
atau
berkaitan dengan mata pelajaran kan, satu contoh kerjasama.
kurikulum 2013, piket juga
kurikulum 2013, misalnya piket itu kan
menjadi salah satu contoh
sudah kerjasama.”
kerjasama.
Narasumber (AI)
Kerjasama
“Secara tidak langsung, di kegiatankegiatan
kepramukaan
kegiatan-
kegiatan yang lain kan mengutamakan kerjasama.
Bahkan
di
media
pembelajaran kita sekarang kan harus
tersirat
dalam Budaya
harus
merupakan
tercapai,
karena
tujuan mesti
tersirat
kegiatan kepramukaan. Dalam dalam kegiatan kepramukaan. kurikulum 13 kerjasama menjadi Selanjutnya dalam kurikulum salah satu tujuan yang harus 13 kerjasama menjadi salah dicapai karena pasti ada diskusi, satu tujuan yang hars dicapai dan ada kerja kelompok.
oleh siswa karena di dalam kelas pasti ada diskusi, dan
menanamkan itu, apa sih kurikulum 13 kerjasama
kerjasama
ada kerja kelompok.
yang ada
diskusi, ada kerjasama, ada kerja kelompok. Kalo ada kerja kelompok, ada kerja bareng itu kan juga kerjasama begitu. Naa..kita evaluasi siapa anakanak yang tidak ikut melaksanakan tugas, yang tidak ikut melaksanakan
197
tugas berarti kan nilai kerjasama nya kurang” Narasumber (SN)
Ada
“Kerjasama itu kalau disini untuk siswa outbond ada, tapi paling khusus untuk yang kelas 3 aja mbak, menjelang ujian kaya gitu untuk melepas penat. Ada juga rapat kerja tahunan, tapi disini kita
outbond
tapi
biasanya Ada outbond tapi
hanya untuk siswa kelas 3 dilaksanakan
rapat kerja tahunan, arisan atau menjelang pengajian untuk guru dan staf Kemudian karyawan.
pengajian
ujian
untuk
nasional.
arisan
atau
ditujukan
untuk
guru dan staf karyawan.
apa pasti terkendala biaya. Kalau dari sendiri
hanya
menjelang ujian nasional. Ada siswa kelas 3 pada saat
misal mau mengadakan kegiatan apa-
guru-guru
biasanya
kegiatan
kekeluargaan paling ya arisan gitu mbak, kadang juga pengajian tapi biasanya berdasarkan permintaan dari yang mau mengadakan. Kebanyakan sih pengajiannyaa di minta dirumah guru atau karyawan yang sudah mau
198
purna tugas seperti itu.” Tema : Penanaman Budaya Sopan Santun Narasumber (SS) “Eee… nilai kesopanan itu ditanamkan ketika bertegur sapa dari awal ketika masuk ke sekolah, itu sudah tapi akhirakhir ini agak luntur untuk jabat tangan ya 3S, salam sapa senyum ya sehingga
Kesopanan ditanamkan dengan Budaya
sopan
santun Budaya Sopan Santun ditanamkan
mulai saat masuk sekolah ada ditanamkan dengan cara pada melalui 3S yaitu senyum, salam, jabat tangan, 3S senyum, salam, saat
masuk
sekolah
itu dan
sapa.
dan sapa. Untuk di kelas mereka terdapat jabat tangan, 3S dijadwalkan dibiasakan
memberi
Setiap untuk
pagi
guru
menyalami
salam senyum, salam, dan sapa. siswa di pintu gerbang, selain itu
kepada guru.
Sedangkan nunyuk di kelas di lingkungan sekolah jika siswa mereka
anak turun dari kendaraan umum atau
dibiasakan
untuk bertemu dengan guru mereka
memberikan salam kepada bersalaman
turun dari diantar orangtuanya, atau
guru.
mereka naik sepeda sendiri itu lalu turun untuk berjabat tangan sama bapak ibu guru, karyawan, atau mungkin kebetulan pas ada PPL, itu yang di lingkungan ya. Kemudian untuk yang di kelas juga mereka membiasakan memberi salam kepada guru. Bahkan
199
salam.
dan
mengucapkan
ketika sudah selesai pelajaran itu dikelas bukan mengucapkan selamat siang, tapi terimakasih bu guru. Dari kesadaran siswanya ada” Narasumber (KT) “Nilai kesopanan di awal kita masuk itu kan sebetulnya sudah mulai ditanamkan ya, di semester ini juga ada materi yang berkaitan dengan tata krama. Yang lainnya ya nanti tentang tata krama ya diberikan pada proses belajar mengajar itu. Ada 3S, itu guru-guru sudah dijadwal untuk salaman didepan setiap
Nilai kesopanan dari awal sudah Nilai kesopanan dari awal ditanamkan dan di semester ini masuk juga
terdapat
materi
sekolah
sudah
yang ditanamkan dan di semester
berkaitan dengan tata krama. ini juga terdapat materi yang Ada
juga
3S,
guru-guru berkaitan dengan tata krama.
dijadwalkan setiap pagi untuk Selain
itu
salaman di depan. Kalau ketemu dimana
ada
juga
3S,
guru-guru
minimal anak bersalaman dan dijadwalkan setiap pagi untuk memberikan salam.
salaman
di
depan.
Kalau
siswa bertemu dengan guru
pagi. Kalau ketemu itu walaupun saya
minimal anak bersalaman dan
tidak mengajar minimal salaman dan
kemudian memberikan salam.
memberikan salam. Itu kalau ketemu langsung lho, kalau jauh tidak juga tidak apa apa. Tapi anak-anak disini
200
sudah terbiasa kalau ketemu sama guru pasti salaman.” Narasumber (HW) “Kesopanan, kita kan menerapkan ee... senyum, sapa, salam. Setiap ada guru kita harus senyum, harus nyapa, sama harus ngucapin salam. Begitu juga sama temen-temen sebaya kita ataupun
Kesopanan kami menerapkan Kesopanan kami menerapkan setiap
ada
senyum,
guru
kita
harus disini setiap ada guru kita
menyapa,
dan harus senyum, menyapa, dan
mengucapkan salam, begitu juga kemudian
mengucapkan
sama teman sebaya dan kakak salam, begitu juga dengan kelas.
teman
sebaya
dan
kakak
kelas.
kakak kelas kita harus tetep harus senyum, sapa, salam.” Narasumber (AS) “Kalo kesopanan disini tu sama guru itu tu kaya apa ya dianggap orang tua sendiri menurutku sih, jadi tiap kita
Kesopanan disini sama guru Kesopanan disini kalau sama sudah seperti orangtua sendiri, guru sudah seperti orangtua sering
diingatkan.
Ada
senyum, salam, dan sapa.
kalau kurang rapi. Ada 3S, senyum, salam, dan sapa.
pulang tu sering mbak itu bajunya kurang apa
3S, sendiri, seringkali diingatkan
gitu hehe.. Ada 3S.
201
Senyum, salam, sapa.” Narasumber (SN)
Setiap pagi ada 3S senyum, Setiap pagi ada kegiatan 3S
“Setiap pagi itu ada 3S mbak, senyum sapa salam. Setiap jam 06.15 guru sudah stand by di pintu masuk gerbang sekolah untuk menyalami anak-anak setiap pagi. Kalau untuk yang selain itu apa ya, paling kalau siswa bertemu dengan guru atau karyawan ya biasanya
salam, sapa mulai pukul 06.15 senyum, salam, sapa di mulai guru sudah stand by di pintu pada pukul 06.15 guru sudah gerbang untuk menyalami anak- stand by di pintu gerbang anak.
Kalau
dengan
guru
biasanya
siswa
bertemu untuk menyalami anak-anak.
atau karyawan Di lingkungan sekolah kalau salaman
dan siswa bertemu dengan guru
mengucapkan salam.
atau
karyawan
biasanya
salaman dan mengucapkan
salaman gitu sama mengucapkan salam
salam.
gitu aja sih.” Tema : Penanaman budaya tanggung jawab Narasumber (KT)
Tanggung
“Tanggung jawab kan merupakan suatu tugas
yang
harus
diselesaikan.
Tanggung jawab dalam hal misal tugas,
jawab
merupakan Tanggung
sesuatu yang harus di selesaikan. merupakan
jawab
itu
sesuatu
yang
Dalam hal tugas biasanya saya harus di selesaikan. Dalam dan
anak-anak
membuat hal pemberian tugas biasanya
komitmen untuk penyelesaian saya dan anak-anak membuat
202
kalau saya misalnya biasanya saya tugas
tertentu.
sama anak-anak membuat komitmen mengumpulkan
Bagi
yang komitmen untuk penyelesaian
tugas
tepat tugas tertentu. Bagi siswa
dulu tugas ini diselesaikan berapa hari, waktu diberikan nilai plus dan yang mengumpulkan tugas terus dikumpulkan kapan. Misalnya pas yang mengumpulkan melebihi tepat waktu diberikan nilai hari sabtu ada tugas dikumpulkan hari dari hari kesepakatan nilainya plus rabu
ya
hari
rabu.
Bagi
yang saya
kurangi.
mengumpulkan pas hari rabu atau yang pemberian
nilai
dan
siswa
yang
Jadi
ada mengumpulkan melebihi dari
tugas
dan hari yang telah disepakati
sebelum hari rabu saya beri nilai plus, termasuk ke dalam nilai sikap.
nilainya saya kurangi. Jadi
nanti biasanya kalau melebihi hari rabu
ada pemberian nilai tugas dan
nilainya saya kurangi gitu, yaudah
termasuk
anak-anak sudah tau dengan komitmen
sikap.
ke
dalam
nilai
tersebut gitu, jadi ada nilai reward gitu ya dalam pemberian nilai tugas. Dan itu kan sudah ada nilai sikap kan, dalam mengerjakan tugas. ” Narasumber (AI)
Tanggung
“Iya kita tanamkan berbagai macam konsep
tanggung
jawab
memang,
jawab
ditanamkan Tanggung jawab untuk siswa
melalui pemberian tugas. Untuk ditanamkan kebijakan yang akan datang pemberian
203
melalui tugas.
Untuk
seperti tugas-tugas itu kan diserahkan sekolah akan dibagi menjadi 21 kebijakan yang akan datang pada. Yang baru kita rancang, sebagian area
dan
setiap
kelas sekolah akan dibagi menjadi
kita laksanakan, ini kan sekolah ini bertanggung
jawab
untuk 21 area dan di setiap kelas
akan kita bagi menjadi 21 area, jadi mengelola area tersebut. Untuk bertanggung setiap kelas kita beri tanggung jawab saat ini siswa bertanggung jawab mengelola untuk mengelola area tertentu, taman untuk atau
apa..
sementara
kelas dan lingkungan Untuk
tanggung sekitar kelas.
jawab area
saat
untuk tersebut.
ini
siswa
bertanggung
jawab
untuk
jawabnya adalah tanggung jawab kelas
menjaga
kelas
dan area lingkungan kelas yang sudah,
lingkungan di sekitar kelas.
dan
tapi kedepannya nanti sudah menjadi wacana tapi insyaallah dalam waktu dekat kita laksanakan yaitu tanggung jawab
kelas
terhadap
lingkungan
sekolah” Narasumber (AS) “Kalo
tanggung
pelanggaran
ada
Tanggung jawab
setiap
sanksi,
setiap
kebijakan sekolah ada sanksinya. Kalo
jawab
itu
setiap Tanggung jawab itu setiap
pelanggaran dikenakan sanksi. melakukan Jika
tidak
biasanya
mengerjakan
disuruh
ke
PR dikenakan
depan tidak
204
pelanggaran sanksi.
Apabila
mengerjakan
PR
nggak ngerjain PR ada hukumannya menjelaskan.
biasanya disuruh ke depan
biasanya suruh maju ke depan njelasin.
terus menjelaskan.
Terus sekarang tu kelas 9 kan suruh bawa buku terus to, jadi kalo nggak bawa dendanya 5.000, nanti dikumpulin ke kas kelas. Untuk belanja peralatan kelas.” Narasumber (SN)
Tanggung jawab biasanya ada Tanggung
“Untuk tanggung jawab sendiri kami biasanya ada evaluasi program masingmasing, sudah sejauh mana berjalan,
evaluasi
program,
jawab
biasanya
dilihat disini ada evaluasi program,
perkembangannya
dan kita lihat perkembangannya
hambatannya.
dan apa saja hambatannya.
kalau terhambat apa peyebabnya gitu.” Tema : Penanaman budaya minat membaca Narasumber (EHA) “Ada
programnya
Ada program minat membaca, Ada itu
program
membaca, 15 menit setiap hari senin
program
minat Minat
membaca
ditanamkan
15 menit setiap hasi Senin membaca, selama 15 menit dengan adanya program membaca sampai Kamis, selain itu guru setiap
hari
Senin
sampai 15 menit sebelum pembelajaran
memberikan kesempatan kepada dengan Kamis, selain itu pula dimulai. Buku yang dapat dibaca
205
sampai hari kamis, setiap hari senin siswa untuk bereksplorasi. Dari guru memberikan kesempatan dapat berupa novel atau komik sampai kamis 15 menit pada pukul 3 jam pelajaran 2 jam teori nanti kepada
siswa
untuk sesuai dengan keinginan siswa.
07.00 sampai 07.15 itu sudah dijadwal, 1 jam nya digunakan untuk bereksplorasi. Dari 3 jam Setelah membaca kemudian siswa selain itu guru memberikan kesempatan eksplorasi siswa.
pelajaran,
kepada siswa untuk eksplorasi itu
digunakan untuk pemberian kembali.
memperluas
teori
pelajaran
pengetahuan,
tentang
lingkungan,
dari tak
dan
2
jam
1
jam
nanti diminta
nya
digunakan untuk eksplorasi
wulang karena jadwalnya 3 jam to,
siswa.
sekarang mulangnya 2 jam yang 1 jam silahkan bereksplorasi nyari sesuatu di perpustakaan tetapi tetap di bawah pengawasan, di perpustakaan itu boleh browsing boleh baca.” Narasumber (AS) “Ada. kadang-kadang itu tu pas mau pelajaran itu tu 10 menit kita suruh baca buku yang dari rumah, boleh novel boleh gitu gitu pokoknya. Kadang-
Pada saat mau pelajaran disuruh Pada
saat
mau
mulai
membaca buku yang dibawa dari pelajaran disuruh membaca rumah, boleh novel dan buku buku yang di bawa dari non fiksi lainnya. Nggak setiap rumah, bukunya boleh novel bulan
dan buku non fiksi lainnya.
206
untuk
menceritakan
kadang sih biasanya senin rabu kamis,
Itu nggak setiap bulan ada.
tapi satu bulan iya satu bulan enggak. Nggak setiap bulan. Narasumber (MIH)
Minat membaca itu tidak hanya Minat membaca itu tidak
“Kalau minat baca itu bener, tidak hanya hari Jumat. Kalo kemarin itu tiap bulan, semenjak bulan Februari itu Kementerian Dinas itu memberikan surat kepada SMP Negeri 1 Sleman bahwasanya memerintahkan itu siswa itu peningkatan minat baca. Jadi dari hari senin, selasa, rabu, kamis itu 15 menit
sebelum
pembelajaran
akan
dimulai baca buku, tapi guru wali
hari Jumat. Kemarin setiap bulan hanya dilaksanakan pada hari semenjak Februari Kementerian Jumat. Kemarin setiap bulan Dinas memberikan surat untuk semenjak sekolah
agar
Februari
meningkatkan Kementrian
Dinas
minat baca siswa. Setiap Senin memberikan
surat
yang
sampai Kamis 15 menit sebelum ditujukan untuk sekolah agar pembelajaran dimulai membaca meningkatkan
minat
buku. Wali kelas menyarankan membaca siswa. Setiap Senin buku yang dibaca yang memiliki sampai manfaat seperti ensiklopedia.
sebelum dimulai
kelasku kan menyarankan buku yang
buku.
mungkin banyak memiliki manfaat
Kamis
15
menit
pembelajaran siswa Wali
membaca kelas
menyarankan untuk membaca
kaya ensiklopedia, atau buku lainnya”
buku yang memiliki manfaat
207
seperti ensiklopedia. Narasumber (SN)
Setiap pagi setelah bel masuk Setiap pagi setelah bel masuk
“Setiap pagi itu setelah bel masuk kita ada menyanyikan lagu Indonesia Raya, terus habis itu ada anak-anak disuruh baca buku, nanti kemudian diceritakan
dan menyanyikan lagu Indonesia sekolah
dan
kemudian
diceritakan anak diminta membaca buku
kembali. Bukunya bebas.
dan kemudian menceritakan kembali.
anak
Bukunya
bebas
terserah kepada anaknya.
mbak.. Kalau bukunya itu terserah, keinginannya
menyanyikan
Raya anak-anak membaca buku lagu Indonesia Raya, anak-
kembali, kaya resensi buku gitu ya
sesuai
dan
sendiri
biasanya.”
208
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)