UPAYA SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 PANJI KABUPATEN SITUBONDO
SKRIPSI
OLEH NINA UNUN YULISTA NIM 104811471920
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN AGUSTUS 2011
UPAYA SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN SISWA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 PANJI KABUPATEN SITUBONDO
SKRIPSI Diajukan kepada Universitas Negeri Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Oleh Nina Unun Yulista NIM 104811471920
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN AGUSTUS 2011
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi oleh Nina Unun Yulista ini telah di periksa dan di setujui untuk diuji
Malang, Juni 2011 Pembimbing I,
Drs. Suparlan Al-Hakim, M.Si NIP 19550827 1981021 001
Malang, Juni 2011 Pembimbing II,
Drs. Nur Wahyu Rochmadi, M.Pd., M.Si. NIP 19641013 1990031 001
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi oleh Nina Unun Yulista ini telah di pertahankan di depan dewan penguji pada tanggal Agustus 2011.
Dewan penguji,
Dr. H. M. Yudhi Batubara, S.H., M.Hum. NIP 19511118 198003 1 002
Ketua
Drs. Suparlan Al-Hakim, M.Si. NIP 19550827 1981021 001
Anggota
Drs. Nur Wahyu Rochmadi, M.Pd., M.Si. NIP 19641013 1990031 001
Anggota
Mengetahui, Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan
Mengesahkan, Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Drs. Kt. Diara Astawa, S.H, M.Si. NIP 19540522 198203 1 337
Prof. Dr. Hariyono, M.Pd NIP 19631227 1988021 001
ABSTRAK
Yulista, Nina Unun. 2011. Upaya Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. Skripsi, Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Drs. Suparlan Al-Hakim, M.Si; (II) Drs. Nur Wahyu Rochmadi, M.Pd., M.Si. Kata Kunci: kenakalan siswa, menanggulangi, sekolah, upaya. Masalah kenakalan remaja, khususnya remaja usia sekolah atau remaja yang sedang duduk di bangku sekolah bukan saja meresahkan orang tua dan masyarakat, namun juga meresahkan para guru di sekolah. Kenakalan siswa bukan saja hanya sekedar masalah orang tua dan masyarakat semata. Namun juga merupakan masalah bagi sekolah, karena sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dianggap yang paling bertanggung jawab terhadap hasil pendidikan termasuk di dalamnya karakter seorang anak (siswa). Oleh karena itu perlu perhatian dan upaya sekolah untuk menanggulangi masalah kenakalan remaja/siswa secara dini. Penelitian ini untuk mengungkap upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. Pokok masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana gambaran bentuk kenakalan siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo?; (2) Apa faktorfaktor penyebab kenakalan siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo?; (3) Bagaimana upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo?; (4) Apa kendala yang dialami sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. Subyek penelitian/informan adalah kepala sekolah, guru PKn, guru BP/BK dan siswa. Untuk pengumpulan data penelitian dalam hal ini peneliti sebagai instrumen penelitian dengan menggunakan alat bantu Lembar Panduan Wawancara, Lembar Pengamatan dan Lembar Catatan Dokumentasi. Analisis data penelitian ini menggunakan model interaktif Hasil penelitian ini sebagai berikut: (1) Bentuk kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo yaitu Bentuk kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo yaitu pelanggaran terhadap peraturan tata tertib sekolah, pelanggaran terhadap kegiatan belajar mengajar, pelanggaran terhadap ketenteraman sekolah, dan pelanggaran terhadap etika pergaulan dengan warga sekolah; (2) Faktor-faktor penyebab kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, yaitu Pada dasarnya kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo disebabkan atau ditimbulkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal pada diri siswa itu sendiri, dan faktor eksternal dalam hal ini faktor lingkungan keluarga serta lingkungan sosial (pergaulan antar siswa di sekolah); (3) Upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo adalah Upaya sekolah dalam menanggulangi
i
kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo adalah dilaksanakan dalam bentuk program tahunan sekolah berbasis karakter yang meliputi: (a) aspek pembinaan dan (b) aspek pencegahan kenakalan siswa. Penekanan program kegiatan ini adalah pada pengenalan dan pengamalan/penerapan nilai-nilai karakter yang diharapkan melalui intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Secara teknis pelaksanaan program sekolah berbasis karakter ini dikoordinir dan dievaluasi oleh guru PKn sekolah yang bersangkutan; (4) Kendala sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Kendala sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dapat dikelompokkan dalam dua faktor kendala, yaitu: (1) kendala internal sekolah, dan (2) kendala eksternal. Berdasarkan temuan penelitian diajukan beberapa saran, antara lain: (1) Bagi sekolah, perlu peningkatan dan berkelanjutan tentang program sekolah berbasis karakter baik yang bersifat intrakurikuler maupun ekstrakurikuler sehingga dapat mengembangkan potensi diri yang dimiliki siswa dalam rangka membantu proses tugas perkembangan nilai-nilai, sikap, moral dan perilaku yang diharapkan. Untuk itu perlu upaya peningkatan pembentukan karakter siswa melalui pendidikan karakter yang terintegrasi ke dalam setiap materi mata pelajaran sesuai dengan kurikulum sekolah (KTSP); (2) Bagi Guru, hendaknya perlu memahami aspek-aspek psikis dan kepribadian siswa secara teliti dan objektif, sehingga dengan demikian dapat dicegah kemungkinan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang atau kenakalan di kalangan siswa, dan memudahkan guru dalam memberikan pendidikan dan pengajaran karakter kepada siswa sesuai dengan tugas perkembangan usianya. Terlebih lagi bagi guru PKn dapatnya berperan aktif dalam menumbuhkembangkan nilai-nilai karakter siswa dengan melakukan pembiasaan (habituasi) dalam bentuk perilaku, dan kegiatan yang mencerminkan dari nilai-nilai pendidikan karakter yang menjadi prioritas dari SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo; (3) Bagi Orang Tua Siswa, hendaknya perlu proaktif dan menjalin kerjasama yang baik melalui komunikasi yang intensif kepada pihak sekolah dan guru termasuk guru PKn, sehingga setiap permasalahan yang muncul pada diri siswa dalam hal ini putraputrinya dapat ditanggulangi secara dini. Dengan demikian siswa bersangkutan tidak mengalami kesulitan proses pendidikannya di sekolah; (4) Bagi Peneliti lain, perlu adanya penelitian lebih lanjut dan secara mendalam berkaitan dengan temuan penelitian ini, sehingga dapat membantu pihak sekolah dalam upaya menanggulangi kenakalan atau perilaku menyimpang di kalangan siswa.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena ridho-Nya semata penulis dapat menyeleseikan skripsi yang berjudul “ Upaya Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo”. Keberhasilan penulis dalam menyusun skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. Hariyono, M.Pd, selaku Dekan FIS Universitas Negeri Malang yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.
2.
Bapak Drs. Kt. Diara Astawa, SH, M.Si, selaku Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan yang telah banyak memberikan pengarahan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
3.
Bapak Drs. Suparlan Al Hakim, M.Si, selaku pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi, dan pendukung penulisan skripsi ini.
4.
Bapak Drs. Nur Wahyu Rochmadi, M.Pd., M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah sabar dan bijaksana memberikan bimbingan, saran, dan kritik untuk penyempurnaan skripsi ini.
5.
Bapak dan Ibu Dosen jurusan Hukum dan Kewarganegaraan atas ilmu yang di berikan selama kuliah sehingga bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.
6.
Bapak Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
iii
7.
Bapak Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8.
Bapak dan Ibu guru SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo yang telah meluangkan waktunya dalam membantu memberikan data dalam penelitian ini.
9.
Ayahku tersayang Moch. Asnun Zainullah, SE (Alm) dan ibuku tercinta Kriso Indari, SE serta kedua adikku tercinta Dilla kholilah dan Moh. Ayyubi Indawan yang telah tulus ikhlas memberikan do’a dan motivasi terus menerus sehingga skripsi ini bisa terseleseikan.
10. Suamiku tercinta Helda Marta Diansyah yang selalu setia mendampingi dan memberi motivasi dan dukungan sehingga skripsi ini bs terselesekan. 11. Teman-teman jurusan Hukum dan Kewarganegaraan dan teman-teman kost yang selama kuliah telah meneman i disaat suka maupun duka. Semoga kebersamaan kita tetap terjaga. Penulis menyadari bahwa skripsi yang tersusun ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, yang disebbabkan oleh kelemahan serta terbatasnya pengetahuan dan materi yang di miliki penulis. Oleh kartena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa khiususnya dan seluruh pembaca pada umumnya, dan semoga segala bantuan dan bimbingan yang telah di berikan mendapat imbalan dari Tuhan YME. Amin.
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK..................................................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. BAB I
BAB II
i iii v vii viii ix
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................ B. Rumusan Masalah ..................................................................... C. Landasan Teori .......................................................................... D. Kegunaan Penelitian ..................................................................
1 6 6 29
METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................ B. Kehadiran Peneliti Dalam Penelitian .......................................... C. Lokasi Penelitian ....................................................................... D. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 1. Jenis Data .............................................................................. 2. Sumber Data ......................................................................... E. Prosedur Pengumpulan Data ..................................................... F. Analisis Da ................................................................................ G. Pengecekan Keabsahan Temuan ............................................... H. Tahap-tahap Penelitian .............................................................
30 31 34 35 35 36 40 42 45 47
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data ............................................................................. 1. Gambaran Umum SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo 2. Gambaran Bentuk Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ............................................................. 3. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo .................................................... 4. Upaya Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ............................. 5. Kendala Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa .... B. Temuan Penelitian ...................................................................... 1. Gambaran Bentuk Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ............................................................. 2. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo .................................................... 3. Upaya Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di v
49 49 61 64 67 71 72 72 74
SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ............................. 74 4. Kendala Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ............................. 76 BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Bentuk Kenakalan Siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ................................................................. B. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo.................................................................. C. Upaya Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ................................ D. Kendala Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo: ................................ 1. Kendala Internal Sekolah ........................................................ 2. Kendala Eksternal................................................................... BAB V
78 80 84 87 87 88
PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 90 B. Saran .......................................................................................... 91
DAFTAR RUJUKAN ................................................................................... 93 LAMPIRAN .................................................................................................. 94 PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... 116 RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... 117
vi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
3.1 Data Jumlah Guru SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Status Guru Tahun 2011 ................ 53 3.2 Jumlah Guru Tetap (PNS) SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Berdasarkan Bidang Studi/Mata Pelajaran .............................. 53 3.3 Data Jumlah Siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Tahun Pelajaran 2010/2011 Berdasarkan Kelas dan Jenis Kelamin .......... 54 3.4 Prestasi Siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Dalam Kegiatan Akademik dan Non Akademik Tahun 2008-2010 ..................... 56 3.5 Skala Penilaian Pelanggaran SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo .. 60 3.6 Data Bentuk Kasus dan Jumlah Siswa Bermasalah Berdasarkan Layanan Bimbingan dan Konseling Terhadap Siswa/Klien Pada BP/BK SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Tahun Pelajaran 2009/2010, 2010/2011, dan Tahun 2011/2012 .......................................... 61
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1 Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif (Miles and Huberman, 1998:20). ....................................................................... 42
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Daftar Nama Informan Penelitian di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ............................................................................... 95
2.
Panduan Wawancara Dengan Kepala SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ............................................................................... 96
3.
Panduan Wawancara dengan Guru BP/BK di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ............................................................................... 97
4.
Panduan Wawancara dengan Guru PKn di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ............................................................................... 98
5.
Panduan Wawancara dengan Siswa/Klien Bermasalah Berkaitan dengan Kasus Kenakalan di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo................................................................................................. 99
6.
Transkripsi Wawancara dengan Kepala SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ............................................................................... 100
7.
Transkripsi Wawancara dengan Guru BP/BK SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ............................................................................... 102
8.
Transkripsi Wawancara dengan Guru PKn di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ............................................................................... 106
9.
Transkripsi Wawancara dengan Siswa/Klien Bermasalah Berkaitan dengan Kasus Kenakalan di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo................................................................................................. 110
10. Format Konsultasi dan Bimbingan Skripsi ............................................... 112 11. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Ilmu Sosial .......................................... 114 12. Surat bukti telah melakukan penelitian dari SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo ............................................................................... 115
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kenakalan remaja di kalangan pelajar atau siswa di kota-kota besar di Indonesia cenderung meningkat baik sisi kuantitas maupun kualitasnya (Sudarsono, 2004:2). Bahkan masalah kenakalan remaja dewasa ini sudah merambah ke kota-kota kecil hingga pelosok pedesaan. Hal ini dapat diamati dari pemberitaan media cetak (surat kabar, majalah) dan media layar kaca (TV), seperti pemberitaan pada Harian Surya, yaitu “Terpergoknya dua siswa MTs yang mengutil (mencuri) snack di pertokoan di sebuah kota yang ada di Jawa Timur” (Surya, 30 Januari 2011:5), perkelahian antar pelajar, kebut-kebutan dengan berkendaraan sepeda motor di jalan raya, suka bolos/tidak mengikuti pelajaran di sekolah dan berbagai kenakalan lainnya. Kecenderungan meningkatnya kenakalan remaja baik segi kualitas maupun kuantitas menimbulkan kekhawatiran banyak pihak baik masyarakat, pemerintah terlebih di kalangan orang tua. Menurut Willis (2005:87) bahwa kenakalan remaja di masa sekarang ini sudah semakin membahayakan, seperti perkosaan, perampasan, penggunaan obat-obat terlarang kerap terjadi di manamana. Hal ini diperkuat dengan pendapat Sudarsono (2004:12), bahwa paradigma kenakalan remaja lebih luas cakupannya dan lebih dalam bobot isinya. Kenakalan remaja tersebut meliputi perbuatan-perbuatan yang sering menimbulkan keresahan di lingkungan masyarakat, sekolah maupun keluarga. Contoh yang sangat sederhana dalam hal ini antara lain, pencurian oleh remaja, perkelahian di 1
2 kalangan anak didik yang kerap kali berkembang menjadi perkelahian antar sekolah, mengganggu wanita di jalan yang pelakunya anak remaja. Demikian juga sikap anak yang memusuhi orang tua dan sanak saudaranya, atau perbuatanperbuatan lain yang tercela seperti menghisap ganja, mengedarkan pornografi dan coret-coret tembok pagar yang tidak pada tempatnya. Melihat fenomena bentuk dan jenis kenakalan remaja tersebut cenderung mengarah pada tindakan kriminal yang akhirnya berhadapan dengan aparat penegak hukum. Kenakalan remaja bukan hanya dilihat dari perbuatannya yang melawan hukum semata akan tetapi juga termasuk di dalamnya perbuatan yang menyimpang dari norma-norma masyarakat. Kenakalan remaja yang mengarah pada terganggunya keamanan, ketertiban dan ketenteraman masyarakat tentu akan meresahkan masyarakat. Perbuatan perkelahian antar pelajar dan suka bolos sekolah tentu merugikan dirinya atau pelajar bersangkutan, yakni proses studinya menjadi terhambat, bahkan pengenaan sanksi dari sekolah atas perbuatan yang dilakukannya. Kondisi ini tentu menimbulkan kecemasan dan keresahan di kalangan orang tua siswa/pelajar. Masalah kenakalan remaja, khususnya remaja usia sekolah atau remaja yang sedang duduk di bangku sekolah bukan saja meresahkan orang tua dan masyarakat, namun juga meresahkan para guru di sekolah. Kenakalan siswa bukan saja hanya sekedar masalah orang tua dan masyarakat semata. Namun juga merupakan masalah bagi sekolah, karena sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dianggap yang paling bertanggung jawab terhadap hasil pendidikan termasuk di dalamnya karakter seorang anak (siswa). Jika diamati amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
3 lembaga pendidikan (sekolah) memang merupakan wahana bagi pendidikan karakter. Pendidikan karakter hanya mungkin terwujud, jika setiap pendidikan dan tenaga kependidikan di lembaga (sekolah) tersebut menyadari pentingnya pendidikan karakter dalam mencapai tujuan utuh pendidikan. Tanpa kesadaran itu, pendidikan karakter hanya akan tersampaikan sebagai pengetahuan, yang tidak menyentuh nurani siswa. Dengan tidak tersentuhnya nurani atau moral siswa secara baik, tentu saja memungkinkan munculnya sikap dan perilaku yang tidak diinginkan. Tidak tersentuhnya nurani atau moral siswa ini memunculkan berbagai keluhan terhadap sekolah. Menurut Subagio (2007:15), ada beberapa alasan yang menyebabkan anak (siswa) mengeluh mengenai sekolahnya. Banyak keluhan mengenai sekolah itu mencerminkan perjuangan yang normal pada masa anak-anak. Berikut ini ada beberapa sebab mengapa anak (siswa) mengeluh mengenai sekolah, karena anak (siswa) mengalami kesulitan dalam membina hubungan baik dengan guru mata pelajaran, aturan sekolah, atau perlakuan yang tidak adil. Seperti dikemukakan Willis (2005:114), bahwa kadang-kadang sekolah juga penyebab dari timbulnya kenakalan remaja. Hal ini mungkin bersumber dari guru, fasilitas pendidikan, norma-norma tingkah laku. Kekompakan guru dan suasana interaksi antara guru dan murid perlu menjadi perhatian serius. Oleh karena itu, masalah kenakalan remaja perlu perhatian dan penanganan secara nyata melalui kerjasama semua pihak antara lain orang tua siswa, guru atau sekolah dan masyarakat. Dengan demikian semua pihak tidak bisa tidak ikut bertanggung jawab untuk mengatasi masalah tersebut. Kenakalan yang dilakukan remaja, menurut Hartinah (2008:151), kenakalan menunjuk pada perilaku yang berupa penyimpangan atau pelanggaran
4 pada norma yang berlaku. Ditinjau dari segi hukum, kenakalan merupakan pelanggaran terhadap hukum yang belum bisa dikenai hukum pidana sehubungan dengan usianya. Lebih lanjut Hartinah (2008:151) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang pada remaja pada umumnya merupakan “kegagalan system control diri” terhadap impuls-impuls yang kuat dan dorongan-dorongan instingtif. Impulsimpuls dorongan primitive dan sentiment tersebut disalurkan lewat perilaku kejahatan, kekerasan agresi dan sebagainya, yang dianggap mengandung “nilai lebih” oleh kelompok remaja tersebut. Remaja merupakan fase dalam rentang kehidupan manusia juga merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa (Prastuti, 1997:1). Menurut pandangan Piaget (dalam Al-Mighwar, 2006:56), “Secara psikologis masa remaja adalah usia saat individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia saat anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. ….. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan cirri khas yang umum dari periode perkembangan ini”. Menurut Willis (2005:87), bahwa kenakalan remaja bukanlah hal baru. Masalah ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Kenakalan remaja pada setiap generasi berbeda karena pengaruh lingkungan kebudayaan dan sikap mental masyarakat pada masa itu. Kenakalan remaja di masa sekarang ini sudah semakin membahayakan. Perkosaan, perampasan, penggunaan obat-obat terlarang kerap terjadi di mana-mana.
5 Oleh karena itu, masalah kenakalan remaja khususnya di kalangan siswa/ pelajar perlu mendapat perhatian dan penanganan secara professional serta berkelanjutan antara lain oleh guru, sekolah dan orang tua siswa. Hal ini mengingat semakin majunya dunia terlebih pada era globalisasi dewasa ini, semakin banyak godaan dan tuntutan kehidupan yang cenderung mendorong sikap mental serta perilaku menyimpang setiap individu. Untuk menanggulangi dan mencegah munculnya perilaku menyimpang atau kenakalan di kalangan siswa, maka perlu upaya pembinaan terhadap siswa secara terintegrasi antara sekolah dengan orang tua siswa, dan masyarakat. Pembinaan ini dapat efektif dan efisien, jika dilakukan dengan tindakan konkrit oleh sekolah secara formal dalam bentuk program yang berkelanjutan baik yang bersifat kurikuler maupun ekstrakurikuler dalam upaya menanggulangi kenakalan siswa. Alasan atau dasar pertimbangan perlunya upaya pembinaan terhadap siswa, karena ditinjau dari segi usia dimana siswa adalah tergolong remaja pada usia antara 13 tahun sampai 16 tahun yang menunjuk pada rentang usia peralihan atau transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal, saat remaja duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan masa transisi persiapan untuk melanjutkan pendidikan berikutnya. Pada masa transisi usia ini pada umumya banyak mengalami kesulitan dalam kehidupannya. Anak (siswa) pada usia ini belum sanggup berperan sebagai orang dewasa, tetapi tingkah lakunya kerap meniru orang dewasa, seperti merokok, meminum minuman keras beralkohol, kluyuran di malam hari, berkelahi, berkelakuan melanggar susila. Tingkah laku yang cenderung mengarah pada tindakan negatif (tidak baik) ini tentu perlu mendpat perhatian semua pihak secara dini. Jika dibiarkan lambat laun tingkah
6 laku yang negatif itu menjadi suatu kebiasaan, yang pada akhirnya akan terbawa dan mewarnai pola tingkah lakunya hingga dewasa. Di samping itu juga akan merusak moral anak (siswa) itu sendiri dan berimbas terutama pada remaja yang lain. Bertolak dari uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian secara mendalam melalui penelitian dengan judul: “Upaya Sekolah Dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran bentuk kenakalan siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo? 2. Apa faktor-faktor penyebab kenakalan siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo? 3. Bagaimana upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo? 4. Apa kendala yang dialami sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo? C. Landasan Teori Bagian ini merupakan ulasan atau kajian terhadap teori/pengetahuan yang telah ada dan relevan dengan rumusan masalah penelitian ini, untuk memberikan landasan rasional tentang mengapa penelitian ini perlu dilakukan dalam kaitannya dengan kerangka pengetahuan. Selain itu dengan melakukan kajian teori atau
7 pengetahuan yang relevan dapat membantu peneliti mengenali dengan jelas pokok masalah yang diteliti, dan memungkinkan peneliti untuk melakukan penelitian dengan baik. Sehubungan hal itu kajian teori atau pengetahuan mengenai kenakalan siswa dalam kaitannya dengan penelitian ini dibatasi pada kajian, yaitu: (1) pengertian kenakalan siswa (remaja), (2) bentuk-bentuk kenakalan siswa, (3) faktor-faktor penyebab kenakalan siswa, dan (4) upaya pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa (remaja). 1. Kenakalan Remaja (Siswa) Sebelum membahas tentang kenakalan siswa, sebagai langkah awal perlu memahami terlebih dahulu tentang pengertian remaja itu sendiri, karena berbicara tentang masalah kenakalan siswa berarti tidak terlepas dari masalah kenakalan remaja pada umumnya. Untuk memahami tentang pengertian remaja dimaksud, ada beberapa pandangan yang dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan sebagaimana diuraikan berikut ini. a. Pengertian Remaja (siswa) Setiap manusia atau individu dalam perkembangannya tentu mengalami fase atau masa remaja. Menurut Mappiare (1998), masa remaja adalah berlangsung antara usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai 21/22 tahun, yaitu remaja akhir. Sementara itu, Prastuti (1997:1) mengemukakan “remaja merupakan masa transisi
8 atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa”. Selanjutnya, menurut pandangan Piaget (dalam Al-Mighwar, 2006:56) “Secara psikologis masa remaja adalah usia saat individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia saat anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak …. Transformasi,
intelektual
yang
khas
dari
cara
berpikir
remaja
ini
memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan social orang dewasa, yang kenyataannya merupakan cirri khas yang umum dari periode perkembangan ini”. Gunarsa (1986:203) mengemukakan “Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa, yakni antara 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja, menunjukkan ke masa peralihan sampai tercapainya masa dewasa, maka sulit menentukan batas umurnya. Masa remaja mulai saat timbulnya perubahan-perubahan berkaitan dengan tanda-tanda kedewasaan fisik yakni umur 11 tahun atau mungkin 12 tahun pada wanita dan pada laki-laki lebih tua sedikit”. Pandangan lain dikemukakan oleh Daradjat (dalam Willis, 2005:23) sebagai berikut: “Remaja adalah usia transisi. Seseorang individu telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu ke usia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat, banyaknya masa transisi ini tergantung kepada keadaan dan tingkat social masyarakat dimana ia hidup. Semakin maju masyarakat semakin panjang usia remaja, karena ia harus mempersiapkan diri untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya”.
9 Dari pandangan mengenai batasan atau definsi “remaja” tersebut, bahwa istilah “remaja” merupakan masa perkembangan seseorang yang menunjuk pada rentang usia peralihan atau masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Jika berdasarkan bentuk perkembangan dan pola perilaku yang tampak khas bagi usia-usia tertentu, menurut Hurlock (dalam Al-Mighwar, 2006:60), masa remaja dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni masa remaja awal, dan masa remaja akhir. Masa remaja awal adalah dalam rentangan usia 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun. Sedangkan masa remaja akhir adalah dalam rentangan usia 17 tahun sampai 21 tahun. Berdasarkan rentangan usia yang dikemukakan Hurlock tersebut, tampak bahwa usia 17 tahun merupakan garis pemisah antara awal masa remaja dan akhir masa remaja. Pada umumnya di Indonesia, remaja pada usia antara 13 tahun sampai 16 tahun adalah saat remaja duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan masa transisi persiapan untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada usia ini, remaja yang duduk di bangku sekolah (SMP/SMA) disebut sebagai pelajar atau siswa. b. Pengertian Kenakalan Remaja (Siswa) Ada berbagai pengertian kenakalan remaja menurut pandangan berbagai ahli. Kenakalan remaja ditinjau dari sudut etimologis berasal dari kata juvenile delinquency (bahasa Latin). Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, artinya anak-anak, anak muda. Sedangkan delinquency berasal dari bahasa Latin delinquere, yang berarti terabaikan, mengabaikan yang kemudian artinya diperluas menjadi jahat, asosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, peneror, tidak dapat dipebaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain.
10 Dari jabaran pengertian secara etimologis maka yang dimaksud dengan juvenile delinquent adalah kejahatan anak. Namun pengertian tersebut dapat diinterpretasikan berdampak negatif secara psikologis terhadap anak yang menjadi pelakunya, sehingga pengertian secara etimologis tersebut telah mengalami pergeseran akan tetapi hanya menyangkut aktivitasnya yaitu nilai kejahatan (delinquent) menjadi kenakalan. Pandangan lain tentang juvenile delinquent dikatakan oleh Sudarsono (1991:86) bahwa suatu perbuatan tergolong kenakalan remaja, jika perbuatan tersebut bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan melanggar normanorma agama yang dilakukan oleh objek yang masih berusia remaja yang menurut sebagian psikolog umur 11-21 tahun, maka perbuatan tersebut cukup alasan untuk disebut kenakalan remaja (juvenile delinquency). Sementara Asiyah (1996:24) menyimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah perbuatan anak-anak yang melanggar norma-norma baik norma sosial, norman hukum, norma kelompok, mengganggu ketenteraman masyarakat sehingga yang berwajib mengambil suatu tindakan pengasingan. Kenakalan tersebut dilakukan oleh remaja atau anak dibawah usia 21 tahun. Dari berbagai pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja (siswa) adalah tindak perbuatan yang dilakukan siswa di lingkungannya baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat dan perbuatan tersebut bersifat melawan hukum, anti sosial, dan melanggar normanorma agama.
11 2. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja (Siswa) Kenakalan remaja menurut WHO (dalam Susanti, 2007:43) dapat berupa hal sebagai berikut: pelanggaran hukum atau aturan, kebiasaan membolos, bergabung dengan orang yang diketahui sebagai pencuri, orang-orang amoral atau jahat, anak-anak yang tidak dapat dibantu, perilaku diluar kontrol orang tua, tumbuh di dalam pengangguran atau kenakalan, melukai diri sendiri atau orang lain, melakukan tindakan tidak senonoh, pergi dari rumah tanpa ijin orang tua, kebiasaan menggunakan bahasa atau kata-kata kotor, cabul atau vulgar, berkunjung ke rumah-rumah bordil, kebiasaan ngluyur, melompat kereta atau mobil, perilaku amoral, merokok, menggunakan zat adiktif, perilaku tidak aturan, meminta-minta, meminum minuman keras, tidak teraturan seksual. Sedangkan menurut Kartono (1996:21) jenis kenakalan remaja ditinjau dari sudut perbuatan itu sendiri antara lain: (a) kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu kemanan lalu lintas dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain, (b) perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengacaukan ketenteraman sekitar, (c) perkelahian antar geng, antar kelompok, antar kelas, antar suku (tawuran) sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa, (d) membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jala atau bersembunyi di tempat-tempat sepi, melakukan eksperimen bermacam-macam keudrjanaan dan tindak asusila, (e) kriminalitas anak remaja antara lain berupa perbuatan mengancam, intimidasi, memeras, merampas, menjambret, merampok, melakukan pembunuhan dengan jalan menyembelih korbannya, mencekik, meracuni, tindak kekerasan dan pelanggaran lainnya, (f) berpesta pora sambil mabuk-mabukan, melakukan seks bebas, (g) perkosaan, agresifitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual
12 atau didorong reaksi-reaksi kompensatoris dari perasan interior, menuntut pengakuan diri, depresi hebat, rasa kesunyian, emosi balas dendam, kehancuran cinta dan lain-lain, (h) kecanduan dan ketagihan bahan narkotika yang kerap bergandengan dengan tindak kejahatan, (i) tindakan amoral seksual secara terangterangan dan tanpa rasa malu dengan cata yang kasar, (j) homoseksual, erotisme anal dan oral, gangguan seksual lain pada anak remaja disertai tindakan sadistis, (k) perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan sehingga mengakibatkan ekses kriminalitas, (l) komersialisasi seks dan pengguguran janin oleh gadis serta pembunuhan bayi oleh ibu, (m) tindakan radikal dan ekstrim dengan cara kekerasan, penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anakanak remaja, (n) perbuatan asosial dan anti sosial lain yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak-anak dan remaja psikopatik, psikotik, neorotik dan penderita gangguan jiwa lain, (o) tindak kejahatan yang disebabkan oleh penyakit tidur (ancephalitis letargical) dan ledakan meninggi serta post ancephalitis, juga luka di kepala dengan kerusakan pada otak ada kalanya membuahkan kerusakan mental sehingga orang yang bersangkutan tidak mampu melakukan kontrol diri, (p) penyimpangan tingkah laku yang disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak yang menuntut kompensasi disebabkan karena adanya organ-organ yang inferior. Sementara menurut Kvaraceus (Mulyono, 1995:22) ada dua bentuk kenakalan remaja, yaitu: a. Kenakalan yang tidak dapat digolongkan pada pelanggaran hukum, antara lain: (1) berbohong, memutabalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutup kesalahan, (2) membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa
13 sepengetahuan pihak sekolah, (3) kabur meninggalkan rumah tanpa ijin orang tua atau menentang keinginan orang tua, (4) keluyuran pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan, dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yng negatif, (5) memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk mempergunakannya, misalnya pisau dan pistol, (6) bergaul dengan orang yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal, (7) berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab (amoral dan asusila), (8) membaca buku-buku cabul dan kebiasaan menggunakan bahasa yang tidak sopan, tidak senonoh, (9) turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan ekonomis maupun tujuan yang lain, (10) berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras atau menghisap ganja sehingga merusak dirinya. b. Kenakalan yang dapat digolongkan pada pelanggaran terhadap hukum dan mengarah kepada tindakan kriminal, antara lain: (1) berjudi sampai menggunakan uang dan taruhan benda lainnya, (2) mencuri, mencopet, menjambret dengan kekerasan atau tanpa kekerasan, (3)penggelapan barang, (4) penipuan dan pemalsuan, (5) pelanggaran tata susila, pemerkosaan, menjual gambar-gambar porno, (6) pemalsuan uang dan pemalsuan surat-surat resmi, (7) tindakan-tindakan anti sosial, perbuatan yang merugikan orang lain, (8) percobaan pembunuhan, (9)menyebabkan kematian orang lain, turut tersangkut dalam pembunuhan, (10) pembunuhan, (11) pengguguran kandungan, (12) penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian seseorang.
14 Sedangkan Jansen (dalam Sarwono, 1989:200) membagi kenakalan remaja dalam empat jenis, yaitu: (a) kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan dan lain-lain, (b) kenakalan yang menimbulkan korban materi seperti perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain-lain, (c) kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain seperti pelacuran dan penyalahgunaan obat, (d) kenakalan yang melawan status misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah dan membantah perintah orang tua. Sudarsono (1991:12) menjelaskan paham kenakalan remaja dalam arti luas meliputi perbuatan-perbuatan anak remaja yang bertentangan dengan kaidahkaidah hukum tertulis, baik yang terdapat dalam KUHP (hukum umum) maupun perundang-undangan di luar KUHP (pidana khusus). Selain itu, dapat pula terjadi perbuatan anak remaja tersebut anti sosial yang menimbulkan keresahan masyarakat pada umumnya, akan tetapi tidak tergolong delik pidana umum maupun pidana khusus. Adapula perbuatan anak remaja yang bersifat anti susila, yakni durhaka kepada orang tua dan saudara saling bermusuhan. Disamping itu, dapat dikatakan kenakalan remaja jika perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma agama yang dianutnya, misalnya remaja muslim enggan berpuasa padahal sudah tamyiz bahkan sudah baligh, remaja Kristen enggan melakukan kebaktian. Demikian pula yang terjadi pada remaja Hindu dan Budha. Paradigma kenakalan remaja dalam arti luas cakupannya meliputi perbuatan-perbuatan yang sering menimbulkan keresahan di lingkungan masyarakat, sekolah, maupun keluarga (Sudarsono, 1991:12). Contoh yang sangat
15 sederhana dalam hal ini antara lain pencurian oleh remaja, perkelahian di kalangan anak didik yang kerap kali berkembang menjadi perkelahian antar sekolah, mengganggu wanita di jalan yang pelakunya adalah anak remaja. Selain itu juga sikap anak yang memusuhi orang tua dan sanak saudaranya, atau perbuatan-perbuatan lain yang tercela seperti menghisap ganja, mengedarkan pornografi dan coret-coret tembok pagar yang tidak pada tempatnya. Dari beberapa uraian di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa bentuk-bentuk kenakalan remaja (siswa) meliputi: (1) bentuk kenakalan yang dilakukan oleh remaja (siswa) di lingkungan keluarga (di rumah) yang berupa pelanggaran terhadap aturan dan nilai-nilai keluarga, pelanggaran terhadap etika pergaulan dengan anggota keluarga (ayah, ibu, dan saudara) (2) bentuk kenakalan yang dilakukan oleh remaja (siswa) di lingkungan sekolah yang berupa pelanggaran terhadap peraturan sekolah, pelangaran terhadap hak milik warga sekolah, pelanggaran terhadap kegiatan belajar mengajar, pelanggaran terhadap ketenteraman sekolah dan pelanggaran terhadap etika pergaulan dengan warga sekolah, (3) bentuk kenakalan remaja (siswa) di masyarakat yang berupa pelanggaran terhadap peraturan di masyarakat yang merugikan diri sendiri dan pelanggaran terhadap peraturan di masyarakat yang merugikan orang lain. 3. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja (Siswa) Kenakalan remaja (siswa) yang sering terjadi di dalam masyarakat bukanlah suatu keadaan yang berdiri sendiri. Kenakalan tersebut timbul karena adanya beberapa sebab. Menurut Gunarsa (1988:54) menyebutkan kenakalan remaja disebabkan oleh dua faktor yaitu:
16 a. Faktor Pada Diri Remaja Sendiri 1) Umur Hasil penelitian Hurwist menunjukkan bahwa anak yang berumur 18/19 tahun paling sering melakukan pencurian. Kecenderungan ini dapat dikaitkan dengan situasi psikologis remaja yaitu berada pada masa puber yang mempunyai keinginan memuaskan kekuatan fisik. 2) Kepribadian Menurut Alport (dalam Mashudi, 2000:24) setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Kepribadian adalah suatu yang dinamis pada sistem psikomatis dalam diri individu yang turut menentukan caranya yang unik dan penyesuaian dirinya dengan lingkungannya. 3) Jenis kelamin Perbedaan jenis kelamin memang turut mempengaruhi tindakan atau sikap. Apalagi pada saat seseorang melewati masa puber. Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa anak laki-laki lebih cenderung menjadi juvenile delinquency dibandingkan dengan anak perempuan. 4) Kedudukan dalam keluarga Kedudukan yang dimaksud adalah urut-urutan kelahiran anak di dalam struktur keluarganya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak sulung berkemungknan melakukan tindakan juvenile delinquency bilan dibandingkan dengan anak bungu.
17 5) Emosi atau kejiwaan Pada masa ini remaja cenderung masih labil dan lebih mengutamakan emosi dari pada rasionya. 6) Inteligensi Adalah kemampuan seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Beberapa ahli meneliti bahwa anak yang mempunyai IQ 85 sampai 90 paling banyak melakukan kenakalan. 7) Hormon Adanya
disfungsi
kelenjar-kelenjar
mempunyai
pengaruh
pertumbuhan badan. Kurangnya hormon pertumbuhan pada diri seseorang akan mempengaruhi keadaan fisik dan mentalnya, sehingga hal ini dapat menyebabkan timbulnya tindakan kenakalan remaja. b. Faktor Lingkungan 1) Keluarga Keluarga
merupakan
lingkungan
yang
terdekat
untuk
membesarkan, mendewasakan anak. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan yang paling kuat dalam membesarkan anak dan terutama bagi anak yang belum sekolah. Kebiasaan setiap keluarga turut memberikan warna dasar terhadap pembentukan kepribadian anak dan ini dapat juga menjurus ke arah positif atau baik dan ke arah negatif atau buruk. Oleh karena itu keluarga memiliki peranan yang penting dalam perkembangan anak. Keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif bagi perkembangan anak.
18 Oleh karena sejak kecil anak dibesarkan di dalam keluarga maka sepantasnya kalau kemungkinan timbulnya kenakalan remaja itu sebagian besar juga dari keluarga. Lingkungan keluarga bermacam-macam keadaannya, adapun lingkungan keluarga yang dapat menjadi sebab timbulnya kenakalan remaja antara lain: a) Disharmoni keluarga (broken home) Keluarga yang tidak harmonis akan mempunyai pengaruh yang destruktif bagi perkembangan diri anak terutama bagi perkembangan seorang anak yang sedang berada pada masa remaja yang berada dalam proses identifikasi diri. Selain itu, rumah tangga yang berantakan juga dapat membawa pengaruh psikologis yang buruk pada perkembangan mental dan pendidikan anak, karena anak telah kehilangan model orang dewasa sekaligus kasih sayang. Disharmoni keluarga pada prinsipnya adalah keadaan struktur keluarga yang tidak lengkap lagi. Hal ini disebabkan karena salah satu kedua orang tua atau kedua-duanya meninggal dunia, perceraian, atau salah satu kedua orang tua atau keduanya “tidak hadir” secara kontinyu dalam tenggang waktu yang cukup lama. Selain itu, keadaan keluarga yang tidak normal juga bukan hanya terjadi pada struktur keluarga yang tidak lengkap lagi (tidak utuh), akan tetapi pada masyarakat modern seringpula terjadi suatu gejala broken home semu, yaitu kedua orang tuanya masih utuh tetapi karena masing-masing anggota keluarga (ayah dan ibu) mempunyai
19 kesibukan
masing-masing
sehingga
orang
tua
tidak
sempat
memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anaknya. b) Sikap overprotektif orang tua Sikap overprotektif orang tua dalam mengasuh anak akan mempengaruhi perilaku anak. Orang tua yang demikian beranggapan bahwa mereka punyai keinginan agar anaknya kelak tidak mengalami “susah”, tetapi hal itu sering menjadi beban bagi seorang anak. Selain itu, bila anak sejak kecil tidak pernah dihadapkan pada problem hidup, maka anak akan menjadi anak yang selalu bergantung pada orang lain, anak tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga sebagai kalinan anak akan cenderung melakukan hal-hal yang mengganggu masyarakat sekitarnya. c) Pendidikan yang salah Persoalan sense of value seperti nilai-nilai kehidupan atau masyarakat dan nilai-nilai agama yang kurang ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya seringkali membuat anak terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif. d) Anak yang ditolak (rejected child) Anak-anak yang ditolak akan merasa diabaikan, terhina, dan malu membuat anak mengembangan peranan negatif seperti kebencian, dendam, menyesal, dan kecewa serta agresif sehingga anak akan cenderung untuk mengisolasi diri dan bersikap apatis terhadap lingkungan.
20 e) Keadaan jumlah anak yang kurang menguntungkan Aspek lain di dalam keluarga yang dapat menimbulkan kenakalan remaja adalah jumlah anggota keluarga (anak) serta kedudukannya yang dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Kenakalan tersebut berupa keluarga kecil dan keluarga besar. Pada keluarga kecil, titik beratnya adalah kedudukan anak dalam keluarga misalnya anak sulung, anak bungsu, dan anak tunggal. Kebanyakan anak tunggal sangat dimanja oleh orang tuanya dan mendapatkan pengawasan yang luar biasa. Selain itu, pemenuhan kebutuhan
yang
berlebihan
dan
segala
permintaannya
juga
dikabulkan. Perlakuan orang tua terhadap anaknya tersebut akan menyulitkan anak itu sendiri di dalam bergaul dengan masyarakat dan sering timbul konflik di dalam jiwanya, apabila suatu ketika keinginannya tidak dikabulkan oleh anggota masyarakat yang lain, akhirnya mereka frustrasi dan mudah berbuat jahat misalnya melakukan penganiayaan, berkelahi, dan melakukan pengrusakan. Sedangkan di dalam keluarga besar atau rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga yang begitu besar karena jumlah anak banyak, biasanya mereka kurang mendapat pengawasan dan kasih sayang dari orang tuanya. Sering terjadi di dalam masyarakat, kehidupan keluarga besar sering disertai dengan tekanan ekonomi yang agak berat, akibatnya banyak sekali keinginan anak-anak yang tidak terpenuhi. Akhirnya mereka mencari jalan pintas yaitu mencuri, menipu dan memeras. Selain itu ada kemungkinan lain dalam keluarga
21 besar dengan jumlah anak yang banyak biasanya pemberian kasih sayang dan pemberian perhatian dari kedua orang tua sama sekali tidak sama. Akibatnya, di dalam intern keluarga sering timbul persaingan dan rasa iri satu sama lain yang pada dasarnya akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak. 2) Sekolah Sekolah merupakan ajang pendidikan yang kedua setelah lingkungan keluarga bagi anak remaja. Di Indonesia terutama di kota-kota besar masa remaja masih merupakan masa di sekolah. Dalam masa tersebut pada umumnya remaja duduk di bangku sekolah menengah pertama dan sekolah menengah umum. Selama mereka menempuh pendidikan formal di sekolah terjadi interaksi antara remaja dengan sesamanya, juga interaksi antara remaja dengan pendidikan. Interaksi yang mereka lakukan di sekolah sering menimbulkan akibat sampingan yang negatif bagi perkembangan mental anak sehingga timbullah kenakalan remaja. Selain itu, kondisi sekolah, sistem pengajaran, dedikasi guru, buku pelajaran dan alat peraga akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Jika semuanya tidak terpenuhi dengan baik maka akan menyebabkan siswa bosan dengan situasi sekolah dan berusaha mencari pengalaman di luar sekolah yang mereka anggap lebih sesuai dengan gejolak. Sensari dan rasa ingin tahu mereka. Dengan kata lain, peranan sekolah yang berfungsi sebagai tempat sosialisasi tidak tercapai dan tidak berfungsi sebagai tempat pendidikan tingkah laku.
22 3) Masyarakat Remaja sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan lingkungannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang dominan adalah adanya akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang sering menimbulkan ketegangan seperti persaingan dalam perekonomian dan terjadinya pengangguran. Pada dasarnya kondisi ekonomi global memiliki hubungan yang erat dengan timbulnya kejahatan. Di dalam kehidupan sosial, adanya kekayaan dan kemiskinan mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa manusia, sebab kedua hal tersebut akan mempengaruhi keadaan jiwa manusia di dalam hidupnya termasuk anak-anak remaja. Dalam kenyataan ada sebagian anak remaja miskin yang memiliki perasaan rendah diri dalam masyarakat sehingga anak-anak tersebut melakukan perbuatan melawan hukum terhadap hak milik orang lain, seperti pencurian, penipuan dan penggelapan. Biasanya hasil dari perbuatan tersebut mereka gunakan untuk bersenang-senang seperti membeli pakaian yang bagus, nonton film dan makan yang enak. Dalam hal ini ada kesan bahwa perbuatan nakal tersebut timbul sebagai kompensasi untuk menyamakan dirinya dengan kehidupan pada keluarga yang kaya yang biasa hidup dengan gemerlapan dan foya-foya. 4) Media Masa Di kalangan masyarakat sudah sering terjadi kejahatan seperti pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, pemerasan, gelandangan dan
23 pencurian. Kejahatan tersebut dilakukan oleh penjahat dari tingkatan umur yang beraneka ragam, terdiri dari orang lanjut usia, dewasa dan remaja. Bagi remaja, keinginan atau kehendak untuk berbuat jahat kadang-kadang timbul karena bacaan, gambar-gambar dan film. Bagi yang mengisi waktu luangnya dengan bacaan-bacaan yang buruk, maka hal itu akan berbahaya, dan dapat menghalang-halangi mereka untuk berbuat baik. Demikian pula tontotan yang berupa gambar porno akan memberi rangsangan seks terhadap remaja. Rangsangan seks tersebut akan berpengaruh negatif terhadap perkembangan jiwa remaja. Mengenai hiburan film ada kalanya memiliki dampak kejiwaan yang baik, akan tetapi seringkali hiburan film tersebut juga tidak menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak, misalnya film detektif yang memiliki figur penjahat sebagai peran utama serta film-film action yang penuh kekerasan dengan latar belakang balas dendam. Adegan-adegan tersebut akan mudah mempengaruhi perilaku remaja dalam kehidupan sehari-hari. Karena
itu,
media
massa
yang
menyampaikan
informasi
menyimpang dapat menjerumuskan anak ke dalam perbuatan yang melanggar norma masyarakat. Dengan demikian, fungsi media massa sebagai alat menyampaikan informasi, buah pikiran, dan perasaan menjadi kabur. Film, komik atau hal-hal lain yang tidak melalui proses seleksi atau sensor dapat menyebar secara luas dan akhirnya anak-anak yang mempunyai rasa ingin tahu yang besar inipun mencoba-coba untuk meniru dan timbullah kenakalan remaja.
24 4. Upaya Pembinaan dan Pencegahan Kenakalan Remaja (Siswa) Dari paparan tentang remaja (siswa) kenakalannya di atas, dalam kaitan ini perlu ada upaya nyata baik di lingkungan keluarga (orang tua), sekolah dan masyarakat guna menanggulangi kenakalan remaja (siswa). Berbekal dari teori pengetahuan tentang remaja tersebut, berusaha untuk lebih membantu para orang tua, para guru di sekolah dan para tokoh masyarakat dalam membina dan mencegah kenakalan remaja. Mengenai upaya pembinaan remaja, menurut Sofyan S. Willis (2005:142) dimaksudkan ialah: a. Pembinaan terhadap remaja yang tidak melakukan kenakalan, dilaksanakan di rumah, sekolah dan masyarakat. Pembinaan seperti ini sebagai upaya menjaga jangan sampai terjadi kenakalan remaja. b. Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami sesuatu hukuman karena kenakalannya, hal ini perlu dibina agar supaya mereka tidak mengulangi lagi kenakalannya. Sedangkan upaya pencegahan (preventif) adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis, berencana, dan terarah, untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul (Willis, 2005:128). Berdasarkan pengertian pembinaan dan pencegahan (preventif) kenakalan remaja di atas, maka dimensi pembinaan dan pencegahan kenakalan remaja dalam konteks penelitian ini, yaitu upaya yang dilakukan di sekolah. Orang yang paling bertanggung jawab dalam melaksanakan pembinaan dan pencegahan kenakalan remaja di sekolah adalah guru. Selain mengajar dan mendidik, guru berperan dalam mengembangkan karakter dan kepribadian peserta didiknya (siswa), disamping tugas dan tanggung jawab orang tua di rumah. Biasanya di sekolah, guru dipandang serba tahu dan serba mampu dalam memberikan bimbingan oleh murid-muridnya. Begitu besarnya kepercayaan
25 peserta didik (siswa) terhadap guru, tentu peranan guru sangat penting dalam mempengaruhi pembentukan karakter dan perkembangan kepribadian siswa. Keberadaan guru di sekolah selain melakukan tugas mengajar juga mendidik para siswanya, berarti guru sudah mengemban tugas moral, yaitu tugas moral sebagai orang yang dianggap dapat memberikan keteladanan dan memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi siswa. Oleh karena itu, pencitraan guru di mata siswa sangat diharapkan, karena guru juga sebagai pengganti orang tua di sekolah. Seperti dikemukakan Maryam Rudyanto G. (dalam Gunarsa, 1986:111), guru adalah tokoh yang paling utama dalam membimbing anak di sekolah dan memperkembangkan anak agar mencapai kedewasaan. Oleh karena itu, hal pertama-tama harus diperhatikan guru untuk dapat menarik minat murid ialah penampilan dan sikapnya. Dalam kaitannya dengan pembelajaran di sekolah pembinaan dan pencegahan kenakalan remaja perlu diintegrasikan dalam materi pelajaran pada seluruh mata pelajaran yang diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi yang dipergunakan di sekolah. Artinya, pembinaan dan pencegahan kenakalan remaja terutama remaja yang duduk di bangku sekolah, tidak dilakukan melalui satu mata pelajaran khusus, missal PKn dan/atau pendidikan agama dengan alokasi jam pelajaran tertentu, akan tetapi terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran yang diajarkan dan nilai-nilai yang dipraktikkan atau ditanamkan oleh guru di sekolah melalui seluruh tindak tanduknya, baik di dalam maupun di luar kelas. Hal ini mengingat terbentuknya karakter dan kepribadian yang baik merupakan tujuan utama dari pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, peningkatan pertimbangan sikap perilaku dan nilai moral yang juga
26 merupakan bagian dari usaha atau upaya pembentukan karakter dan kepribadian yang baik kepada siswa, merupakan upaya pembinaan dan pencegahan kenakalan remaja yang dilakukan atau diajarkan di sekolah. Untuk keperluan meningkatkan keberhasilan belajar para siswa dalam membentuk mental dan moralitas guna pembentukan karakter dan kepribadiannya, maka dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan dalam pembelajaran di sekolah. Syarkawi (2008:114-115) menawarkan lima pendekatan yang dapat dipergunakan dalam membentuk mental dan moralitas siswa di sekolah, yaitu sebagai berikut: a.
Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) Pendekatan ini mengusahakan agar siswa mengenal agar dan menerima
nilai sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan: mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, menerapkan nilai sesuai dengan keyakinan diri. Cara yang dapat digunakan pada pendekatan ini antara lain keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, dan bermain peran. b.
Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach) Pendekatan ini menekankan pada tercapainya tingkat pertimbangan moral
yang tinggi sebagai hasil belajar. Guru dapat menjadi fasilitator dalam menerapkan proses pemikiran moral melalui diskusi dilemma moral, sehingga anak tertantang untuk membuat keputusan tentang moralitasnya. Mereka diharapkan mencapai tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi sebagai hasil pemikiran moralnya. Tingkat pertimbangan moral itu terstruktur dari yang rendah
27 pada yang tinggi, yaitu takut hukuman, melayani kehendak sendiri, menuruti peranan yang diaharapkan, menaati atau menghormati aturan atau norma, berbuat baik untuk orang banyak, bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan sesuai nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal. Cara yang dapat digunakan dalam menerapkan pendekatan ini antara lain: melakukan diskusi kelompok dengan topic dilemma moral, baik yang factual maupun yang abstrak (hipotetikal). c.
Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) Pendekatan ini menekankan agar siswa dapat menggunakan kemampuan
berpikir logis dan ilmiah dalam menganalisis masalah sosial yang berhubungan dengan nilai tertentu. Selain itu, siswa dalam menggunakan proses berpikir rasional dan analitis dapat menghubungkan dan merumuskan konsep tentang nilai mereka sendiri. Cara yang dapat dipergunakan dalam pendekatan ini antara lain: diskusi terarah yang menuntut argumentasi, penegasan bukti, penegasan prinsip, analisis terhadap kasus, debat dan penelitian. d.
Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) Pendekatan
ini
bertujuan
untuk
menumbuhkan
kesadaran
dan
mengembangkan kemampuan siswa untuk mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain. Selain itu, pendekatan ini juga membantu siswa untuk mampu mengkomunikasikan secara jujur dan terbuka tentang nilai-nilai mereka sendiri kepada orang lain dan membantu siswa dalam menggunakan kemampuan berpikir rasional dan emosional dalam menilai perasaan, nilai, dan tingkah laku mereka sendiri. Cara yang dapat dimanfaatkan dalam pendekatan ini antara lain bermain peran, simulasi, analisis mendalam tentang nilai sendiri,
28 aktivitas yang bertujuan mengembangkan sensitivitas, kegiatan di luar kelas, dan diskusi kelompok. e.
Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa
seperti pada pendekatan analisis dan klasifikasi nilai. Selain itu, pendekatan ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan sosial serta mendorong siswa untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk yang senantiasa berinteraksi dalam kehidupan masyarakat. Cara yang dapat digunakan pada pendekatan ini, selain cara-cara yang digunakan pada pendekatan analisis dan klasifikasi nilai, juga metode proyek atau kegiatan di sekolah, hubungan antar pribadi, praktik hidup bermasyarakat, dan berorganisasi. Metode pendekatan sebagaimana dikembangkan oleh Syarkawi di atas, dapat dipergunakan dan dikembangkan oleh para guru di sekolah dalam proses pembentukan karakter dan kepribadian siswa. Pengembangan dan penerapan model pendekatan ini tentu perlu disesuaikan dengan karakteristik dan kompetensi dasar dari materi mata pelajaran yang diberikan, serta disesuaikan dengan karakteristik pengembangan individu siswa. Dengan demikian melalui proses pendidikan dan pengajaran karakter dan kepribadian yang diberikan kepada siswa di sekolah merupakan upaya pencegahan secara dini atau sebagai upaya mengurangi kenakalan remaja terutama di kalangan pelajar (siswa). Dalam konteks penelitian ini, upaya pembinaan dan pencegahan kenakalan remaja dimaksud adalah pada upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa (remaja) di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo.
29 D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat memberikan manfaat atau kegunaan bagi pihak-pihak, sebagai berikut: 1. Bagi Orang Tua, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan sebagai bahan refleksi dalam upaya pemberian bimbingan dan pendidikan karakter bagi putra-putrinya di lingkungan keluarga, sehingga dapat mencegah secara dini kemungkinan-kemungkinan perilaku negative atau kenakalan yang tidak diharapkan. 2. Bagi Masyarakat, khususnya masyarakat yang ada di lingkungan sekolah dan masyarakat pada umumnya diharapkan sebagai bahan masukan dan tindak lanjut keperdulian akan pembinaan dan pencegahan kemungkinan munculnya kenakalan pelajar maupun kenakalan remaja pada umumnya di tengah-tengah masyarakat. 3. Bagi Peneliti lain, diharapkan dapat memberikan informasi sebagai bahan rujukan atau referensi dalam rangka melakukan penelitian lanjut berkaitan dengan upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa secara lebih mendalam dan komprehensif.
BAB II METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka data atau informasi yang hendak dikumpulkan adalah dalam bentuk deskripsi. Disamping itu penelitian ini lebih menekankan pada pengungkapan makna yang terkandung di dalam deskripsi data tersebut, karena itu penelitian ini menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif. Metode
penelitian
kualitatif
merupakan
metode
penelitian
yang
berlandaskan pada filsafat post positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan data dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2010:15). Di sisi lain, penelitian ini lebih mempunyai perspektif emik, dengan pengertian bahwa data yang dikumpulkan diupayakan untuk dideskripsikan berdasarkan ungkapan cara berpikir, pandangan dan persepsi subjek penelitian, sehingga mengungkapkan apa yang dipahami, dialami dan yang telah dilakukan berkaitan dengan rumusan masalah penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti harus menghindari adanya interpretasi terhadap deskripsi informasi atau sajian datanya yang berasal dari subjek penelitian.
30
31 Dilihat dari pokok masalah atau fokus masalah yang diteliti, dapat dikatakan penelitian ini tergolong ke dalam jenis studi kasus, yaitu yang berkaitan dengan upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. Oleh sebab itu rancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian studi kasus. Menurut Bogdan dan Biklen (1998), bahwa penelitian studi kasus merupakan pengungkapan secara deskriptif suatu keadaan, latar, objek, atau suatu peristiwa secara rinci dan mendalam. B. Kehadiran Peneliti Dalam Penelitian Penelitian ini dilakukan pada obyek dan kondisi yang alamiah (natural setting). Obyek yang alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti, dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau “human instrument”, yaitu peneliti sendiri. Artinya, dalam pengumpulan data penelitian dimana peneliti terlibat secara langsung di lapangan mulai dari awal hingga akhir penelitian. Pada awal penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan (observasi) pendahuluan untuk memahami situasi, mempelajari keadaan sesuai dengan fokus masalah yang diteliti. Kegiatan pengamatan pendahuluan ini dilakukan secukupnya sebagai pengenalan awal untuk memahami latar penelitian dan untuk menjalin serta menciptakan hubungan yang baik dengan Kepala SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dalam hal ini dengan Bapak Herry Sofyan, M.Pd selaku kepala sekolah, dan guru yang terkait dengan penelitian ini, yakni guru mata pelajaran PKn dalam hal ini Bapak Sisyadi Sanjaya, S.Pd, dan Ibu Dra. Jenny Farukiyah,
32 selaku guru BP/BK. Pada kesempatan ini peneliti memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud atau tujuan kehadiran peneliti di sekolah tersebut, serta sekaligus
memohon
ijin
dan
kesediaan
yang
bersangkutan
sebagai
subjek/informan kunci (key informan) penelitian. Dengan kegiatan awal penelitian ini memudahkan dan membantu kelancaran bagi peneliti dalam menentukan langkah-langkah berikutnya dalam rangka mengumpulkan data atau informasi penelitian yang diharapkan. Selanjutnya
setelah
peneliti
melakukan
pengamatan
pendahuluan
mengenai latar penelitian dan berkaitan dengan fokus masalah yang diteliti, barulah menentukan metode dan teknik pengumpulan data beserta kelengkapan yang diperlukan. Kemudian ditindak lanjuti pengumpulan data hingga akhir penelitian. Satu hal yang penting berkenaan dengan pengumpulan data bahwa peneliti sebagai alat atau instrumen kunci pengumpulan data. Peneliti sendiri sebagai alat atau instrumen pengumpulan data utama. Dengan demikian akan memudahkan dalam melakukan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan berkaitan dengan fokus masalah yang diteliti. Disamping itu peneliti lebih mudah dalam melakukan interksi dengan subjek/informan penelitian, dan dapat melakukan pengamatan secara langsung, sehingga memungkinkan pengumpulan data atau informasi sampai pada yang sekecilkecilnya. Data atau informasi yang dikumpulkan disusun secara sistematis dalam bentuk catatan lapangan, dan selanjutnya dianalisis serta dikelompokkan dengan menggunakan teknik triangulasi, sesuai dengan kepentingannya. Namun demikian perlu dikemukakan bahwa pengamatan yang dilakukan peneliti di lapangan sifatnya terbatas atau tidak berperan serta, hanya terfokus pada pengumpulan data
33 atau informasi yang diperlukan. Jadi peneliti tidak terlibat secara langsung dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan subjek/informan berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya. Kehadiran dan kegiatan peneliti dalam penelitian adalah sejalan dengan pendapatnya Nasution sebagaimana uraian berikut ini. Menurut Nasution (1998:55-56), peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1.
Peneliti sebagai alat, peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian. Tidak ada instrumen lain yang dapat bereaksi dan berinteraksi terhadap demikian banyak faktor dalam situasi yang senantiasa berubah-ubah.
2.
Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3.
Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrument berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.
4.
Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata-mata. Untuk memahaminya kita sering merasakannya, mengalaminya berdasarkan pengetahuan kita.
5.
Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya melalui hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk mengetes hipotesis yang timbul seketika.
6.
Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat, dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan.
34 7.
Dalam penelitian dengan menggunakan test atau angket yang bersifat kuantitatif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar dapat diolah secara statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti. Dengan kehadiran peneliti sebagai instrumen kunci di lapangan tentu
membawa konsekuensi pada diri peneliti, yaitu perlu menyediakan waktu yang cukup untuk melakukan dan menyelesaikan penelitian ini dengan baik, bersikap luwes dan berinteraksi secara positif dengan subyek penelitian atau informan, selalu menjaga etika sosial, bersikap obyektif atau menjaga netralitas, menjaga emosional diri dan menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi, sehingga memungkinkan peneliti dapat mengumpulkan data atau informasi yang diharapkan. C. Lokasi Penelitian Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa lokasi penelitian ini adalah SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. Dasar pertimbangan memilih sekolah ini sebagai objek lokasi penelitian adalah: (1) siswa sering bolos sekolah karena alasan membantu pekerjaan orang tua di rumah, (2) meningkatnya angka jumlah siswa putus sekolah (drop out), dan (3) banyak siswa malas mengerjakan tugas yang diberikan guru (dokumentasi kasus siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, 2010:26).
35 Kondisi tersebut di atas menunjukkan gejala awal munculnya ketidak patuhan siswa dalam mentaati norma-norma sekolah, seperti tidak mentaati peraturan tata tertib sekolah. Hal ini merupakan ekspresi dari bentuk kenakalan siswa. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian secara khusus dan mendalam berkenaan
dengan
kenakalan
siswa,
serta
upaya
sekolah
dalam
menanggulanginya. Dalam kaitan inilah penelitian ini dilakukan. D. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data Menurut Sutopo (2003:112) bahwa data dalam penelitian kualitatif dapat berupa peristiwa atau aktivitas yang berlangsung pada saat penelitian dilakukan, dan berbagai informasi yang diberikan seseorang atau catatan-catatan yang ada mengenai aktivitas tertentu. Sedangkan Suliyanto (2005:1) mengemukakan bahwa data berarti sesuatu yang diketahui atau dianggap, meskipun belum tentu benar. Data dapat digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan atau persoalan. Jadi, data merupakan bahan mentah dari informasi. Data yang telah diolah disebut informasi. Dari beberapa definisi tentang data di atas, pada dasarnya data dalam penelitian kualitatif adalah informasi tentang suatu keadaan/peristiwa dan aktivitas-aktivitas tertentu atau realitas sosial (fenomena) yang ditemukan atau diperoleh di lapangan dari berbagai sumber baik dari seseorang (manusia sumber), dari bahan-bahan tercetak yang terdokumentasi, maupun dari pengamatan langsung pada obyek. Dalam konteks penelitian ini data yang digunakan meliputi dua jenis data, yaitu (a) data primer, dan (b) data sekunder.
36 a. Data Primer Data primer merupakan data utama yang berkaitan atau relevan dengan rumusan masalah penelitian, yaitu (1) data tentang bentuk kenakalan siswa, (2) data tentang faktor-faktor penyebab kenakalan siswa, (3) data tentang upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, dan (4) data tentang kendala yang dialami sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. Data primer ini merupakan substansi kasus yang diangkat dalam penelitian dengan batasan waktu mengacu pada kondisi faktual yang ada atau dialami dalam tiga tahun terakhir pada sekolah bersangkutan. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk melengkapi data primer sehingga dapat memberikan gambaran lebih jelas berkaitan dengan lokasi kasus yang diteliti, seperti data tentang gambaran umum SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo yang meliputi: sejarah berdirinya sekolah, visi dan misi sekolah, keadaan jumlah guru, keadaan jumlah siswa, prestasi siswa, dan data bentuk kasus kenakalan siswa. 2. Sumber Data Sehubungan dengan jenis data di atas, maka pemahaman mengenai macam sumber data merupakan bagian yang sangat penting bagi peneliti dalam melakukan penelitian kualitatif, karena ketepatan memilih dan menentukan sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data yang diperoleh. Data tidak akan bisa diperoleh tanpa adanya sumber data.
37 Adapun sumber data yang dipergunakan untuk memperoleh data atau informasi yang diharapkan sesuai dengan jenis data penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Informan Dalam penelitian kualitatif posisi informan sangat penting, sebagai individu yang memiliki informasi. Peneliti dan informan memiliki posisi yang sama, dan informan bukan sekedar memberikan tanggapan pada yang diminta peneliti, tetapi ia bisa lebih memilih arah dan selera dalam menyampaikan informasi yang ia miliki. Karena posisi ini sumber data yang berupa manusia di dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut sebagai informan. Menurut Sutopo (2003:112), manusia sebagai sumber data perlu dipahami bahwa mereka terdiri dari beragam individu yang juga memiliki beragam posisi. Adanya posisi yang beragam tersebut mengakibatkan adanya beragam akses mengenai berbagai informasi yang ada. Mereka bisa terdiri dari pelaku aktivitas, pengamat, orang yang secara langsung mengelola atau merencanakan, atau bahkan hanya sekedar sebagai penerima informasi secara tak langsung. Oleh karena itu di dalam memilih siapa yang akan menjadi informan dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi pendahuluan (observasi awal) ke lapangan untuk mengetahui dan memahami posisi orang-orang yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan beragam peran, serta kemungkinan akses informasinya sesuai dengan substansi kasus penelitian sebagaimana telah dikemukakan di atas. Sehubungan dengan substansi kasus tersebut, peneliti menentukan informan kunci (key informan) yang mengetahui secara persis dan tepat perihal
38 substansi kasus dimaksud sehingga layak untuk dijadikan sumber data primer, yaitu (1) Bapak Herry Sofyan, M.Pd, selaku Kepala SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, (2) Bapak Sisyadi Sanjaya, S.Pd, selaku guru PKn, (3) Ibu Dra. Jenny Farukiyah, selaku guru BP/BK, dan (4) Bapak Drs. Teguh Pribadi, selaku guru BP/BK. Disamping itu juga menentukan tiga orang siswa sebagai informan kunci (key informan), yaitu (1) Yusuf, (2) Yudha, dan (3) Moh. Nasir. Mereka ini adalah siswa yang mengalami masalah berkaitan dengan kasus kenakalan di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo (lihat Lampiran 1). b. Peristiwa atau aktivitas. Peristiwa atau aktivitas pada obyek penelitian, juga merupakan sumber data (Sutopo, 2003:112). Dari peristiwa atau aktivitas yang diamati di lapangan, seperti kegiatan pendidikan karakter yang dilakukan oleh guru PKn dalam proses belajar mengajar (PBM) di kelas, dan kegiatan layanan bimbingan dan konseling bagi siswa yang bermasalah yang dilakukan oleh guru BP/BK SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. Peneliti bisa mengetahui proses bagaimana upaya guru dalam menanggulangi kenakalan siswa secara lebih pasti karena menyaksikan sendiri secara langsung terhadap perilaku atau sikap dari para pelaku dalam aktivitas sebenarnya. Namun tidak semua peristiwa atau aktivitas itu bisa diamati secara langsung pada saat penelitian dilakukan. Banyak peristiwa atau aktivitas yang dilakukan guru dalam upaya menanggulangi kenakalan siswa yang hanya terjadi satu kali, atau hanya berjalan dalam jangka waktu tertentu, dan tidak terulang kembali. Dalam hal semacam ini, kajian lewat peristiwanya secara langsung tidak bisa dilakukan, tetapi kajian dapat dilakukan melalui informasi yang diberikan seseorang dalam hal ini oleh informan atau catatan-catatan yang
39 ada mengenai bentuk dan faktor penyebab kenakalan siswa di sekolah atau di luar sekolah, serta upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa, dan kendala yang dialami sekolah dalam melaksanakan upaya tersebut. d. Dokumen atau Arsip. Sutopo (2003:113) mengemukakan bahwa dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia bisa merupakan rekaman, bukan hanya yang tertulis, tetapi juga berupa gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas atau peristiwa tertentu. Bila ia merupakan catatan rekaman yang lebih bersifat formal dan terencana ia cenderung disebut arsip. Namun keduanya dapat dinyatakan sebagai rekaman atau sesuatu yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu, dan dapat secara baik dimanfaatkan sebagai sumber data dalam penelitian. Sehubungan dengan pendapat di atas, peneliti dapat menelusuri dan memanfaatkan berbagai bahan dokumen atau arsip yang telah tersedia di lapangan, seperti program sekolah dalam upaya menanggulangi kenakalan siswa, dan catatan layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan guru BP/BK berkaitan dengan kasus-kasus kenakalan siswa di sekolah serta catatan kegiatan guru PKn dalam upaya pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa di sekolah serta catatan lainnya yang relevan dengan tujuan penelitian. Bahan-bahan dokumen atau arsip yang tersedia di lapangan (lokasi penelitian) tersebut, besar manfaatnya bagi peneliti dalam pengumpulan data penelitian. Dokumen atau arsip bermanfaat dalam penelitian, karena dapat memberikan informasi yang lebih luas mengenai fokus utama penelitian, dapat
40 dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data atau informasi yang disampaikan informan, dan membantu kelancaran penelitian. E. Prosedur Pengumpulan Data. Prosedur pengumpulan data merupakan tahapan pengumpulan data khususnya berkaitan dengan metode dan teknik atau cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini. Metode Pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Arikunto, 2005:100). Sebagaimana telah diuraikan di muka, bahwa sumber data dalam penelitian ini adalah meliputi: informan, peristiwa atau aktivitas, dan dokumen atau arsip. Mengingat penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus tentang upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, maka metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah metode interaktif, dan metode non interaktif. Seperti dikemukakan Goetz dan Lecommte (dalam Sutopo, 2003:117) bahwa strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua cara, yaitu metode interaktif dan metode non interaktif. Metode interaktif meliputi wawancara mendalam, focus group discussion, dan observasi berperan. Sedang yang non interaktif meliputi kuesioner, mencatat dokumen atau arsip (content analysis), dan juga observasi tak berperan. Dalam kaitannya dengan penggunaan metode interaktif tersebut, dimana kehadiran peneliti di lapangan merupakan instrumen utama pengumpulan data. Peneliti melakukan interaksi langsung dengan para informan sebagaimana uraian
41 sebelumnya, dan melakukan pengamatan berkaitan dengan fokus masalah penelitian ini. Sehubungan dengan itu, untuk kelancaran pengumpulan data, peneliti membuat dan mempersiapkan lembar panduan wawancara, lembar pengamatan (observasi), dan lembar analisis isi dokumen/arsip (lihat Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 7). Berkenaan dengan pendapat Goetz dan Lecommte di atas, dimana metode yang dipergunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode interaktif dan non interaktif. Untuk metode interaktif, yaitu dilakukan dengan wawancara mendalam terstruktur terhadap informan kunci (key informan) dengan menggunakan lembar panduan wawancara. Sedangkan penggunaan metode non interaktif dilakukan dengan mencatat data atau informasi pada dokumen atau arsip (content analysis) yang tersedia di lokasi penelitian, dan melakukan observasi atau pengamatan tak berperan. Penggunaan
metode
tersebut
untuk
pengumpulan
data
dalam
operasionalnya disesuaikan dengan tujuan penelitian ini, sehingga peneliti mampu menggali data secara lengkap, mendalam, dan relevan baik data primer maupun data sekunder. Namun secara teknis penggunaan metode pengumpulan data itu dilakukan secara terpadu dan disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan (lokasi penelitian). Data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi (pengamatan), dan hasil analisis dokumen atau arsip tersebut, masing-masing dicatat oleh peneliti dengan menggunakan lembar catatan lapangan. Selanjutnya masing-masing data ini dianalisis dan dikelompokkan sesuai dengan kepentingannya.
42 F. Analisis Data Penelitian kualitatif menggunakan logika induktif abstraktif, yakni suatu logika dari “khusus ke umum”.Kegiatan pengumpulan data dan analisis data tidak mungkin dipisahkan satu sama lain. Prosesnya berbentuk siklus, bukan linear (Faisal, 2006: 29-70). Analisis
data
kualitatif
adalah
upaya
yang
meliputi
kegiatan
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satu yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan hal yang penting dan yang akan dipelajari, dan memutuskan hal yang dapat diceritakan ke orang lain (Bogdan dan Biklen, 1998: 189). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan siklus model interaktif seperti yang digambarkan dalam Gambar 2.1 berikut ini.
Penyajian data
Pengumpulan data
Reduksi data Penarikan kesimpulan dan verifikasi Gambar 2.1 Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif (Miles and Huberman, 1998:20). Gambar di atas mengasumsikan bahwa penelitian kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang, terus-menerus.
43 1.
Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah dan sumber data yang telah diuraikan di atas.
2.
Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, penyederhanaan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan akhirnya dapat diverifikasi. Secara metodis, pengguna metode studi kasus melakukan langkah-langkah
reduksi dalam tiga tahap berupa: (a) reduksi fenomenologis, (b) reduksi eidetis, dan (c) reduksi transendental. a.
Reduksi fenomenologis bertujuan untuk memurnikan fenomena. Dalam reduksi fenomenokogis, peneliti melepaskan segala atribut seperti adat istiadat, jabatan, agama, dan pandangan ilmu pengetahuan, ketika berhadapan dengan fenomena terteliti. Dengan demikian akan didapatkan fenomena yang sebenarnya.
Peneliti
mentransformasi
hasil
pengamatan,
analisis
dokumentasi, dan hasil wawancara, apa adanya, dalam bentuk catatan lapangan tanpa menarik suatu interpretasi. Data-data yang terkumpul itu selanjutnya dipilah sesuai dengan tujuan penelitian. b.
Reduksi eidetis, merupakan suatu tahap untuk memperoleh hakikat fenomena. Pada reduksi eidetis, peneliti melakukan pengkategorisasian data, lalu menganalisis
hubungan
antar
kategori
tersebut,
untuk
selanjutnya
44 mensintesiskan pola yang muncul. Dengan demikian, peneliti dapat menarik hakikat fenomena terteliti. c.
Reduksi transendental, yakni proses perolehan subyek murni. Pada
tahap
ini,
hakikat
fenomena
yang
disintesiskan
peneliti
dikomunikasikan ke pihak subjek penelitian tersebut. Proses tersebut dimaksudkan untuk pemurnian makna fenomena terteliti. 3.
Penyajian Data Peneliti melakukan teknik tabulasi data untuk mengklasifikasikan data sesuai kategori yang telah ditentukan. Teknik ini akan menunjukkan pola keterulangan data yang membantu peneliti mensintesiskan data. Penyajian data yang tertata dan sistematis juga memudahkan peneliti untuk mencermati kembali data yang terkumpul, lalu memutuskan tindakan reduksi data ataupun penggalian data yang lebih lengkap.
4.
Menarik Kesimpulan/Verifikasi Kesimpulan dalam penelitian kualitatif ialah temuan-temuan penelitian yang diperoleh dari mensintesiskan hubungan antara kategori data. Kesimpulan sementara biasanya sudah bisa ditangkap peneliti pada saat kegiatan di lapangan masih berlangsung. Karena itu, proses verifikasi dapat dilakukan selama penelitian masih berlangsung. Dengan demikian, peneliti dapat melakukan kegiatan pengumpulan data lagi jika proses verifikasi ternyata tidak tepat atau tidak dapat menjawab permasalahan penelitian. Proses verifikasi dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara:
45 a.
Wawancara tidak terstruktur dengan pihak kepala sekolah dan guru PKn, di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo untuk memverifikasi kesimpulan sementara peneliti terhadap data lapangan selama penelitian masih berlangsung, dan
b.
Hasil kategorisasi dan sintesis data (ketika penelitian telah selesai) diverifikasi oleh kepala sekolah, atau guru PKn tersebut yang ada di lokasi penelitian. Metode ini merupakan tahap reduksi transendental.
G. Pengecekan Keabsahan Temuan Menurut Lincoln dan Guba (dalam Kanto, 2006: 57-63), ada empat kriteria utama guna menjamin keabsahan hasil penelitian kualitatif, yaitu: 1.
Standar kredibilitas, identik dengan validitas internal dalam penelitian kuantitatif.
2.
Standar transferabilitas, merupakan modifikasi validitas eksternal dalam penelitian kuantitatif. Hasil penelitian memenuhi standar ini jika pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konteks dan fokus penelitian.
3.
Standar dependabilitas, senada dengan standar reliabilitas, yakni adanya pengecekan ulang pada ketepatan atau konsistensi peneliti yang dilakukan pihak independen.
4.
Standar konfirmabilitas, lebih terfokus pada audit kualitas dan kepastian bahwa hasil penelitian berasal dari pengumpulan data di lapangan. Pengecekan keabsahan data dengan empat kriteria di atas dapat dilakukan
dengan menggunakan tiga teknik, yaitu:
46 1.
Perpanjangan keikutsertaan. Ini berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Dengan cara ini, peneliti memiliki cukup waktu dan akan benar-benar mengenal lingkungan, mengadakan hubungan baik dengan informan di lokasi penelitian untuk mengecek benar tidaknya informasi yang di dapat. Dengan menerapkan teknik ini akan memungkinkan adanya peningkatan kepercayan terhadap data yang dikumpulkan.
2.
Ketekunan pengamatan. Dengan pengamatan yang ajeg, terus menerus atau kontinuitas peneliti secara cermat dan tepat, terinci serta mendalam, maka akan diperoleh makna dari informasi yang diberikan oleh informan. Keterbukaan dan penyatuan diri dengan informan yang diteliti sangat diperlukan. Ketekunan pengamatan juga akan menghindarkan peneliti dari penarikan teori atau kesimpulan terhadap fenomena yang terlalu awal.
3.
Triangulasi, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi yang dipakai dalam penelitian ini yaitu: a. Triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Ini berarti peneliti menggunakan beragam sumber data yang tersedia untuk mendapatkan data yang sejenis. b. Triangulasi metode, peneliti mengumpulkan data sejenis dengan menggunakan teknik yang berbeda.
47 Berdasarkan ketiga teknik di atas, maka langkah-langkah yang dilakukan peneliti untuk memperoleh keabsahan data dalam penelitian ini, meliputi : 1.
Selama periode penelitian, kehadiran peneliti di lapangan dilakukan secara maksimal. Langkah ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang lengkap, terutama tentang aktivitas pembinaan kesiswaan yang dilaksanakan di sekolah. Banyak kesempatan untuk melakukan triangulasi terhadap data yang diperoleh lewat pengamatan di kelas/di sekolah.
2.
Peneliti melakukan observasi (pengamatan) tak berperan selama penelitian. Dengan langkah ini, peneliti mendapatkan data yang diperlukan secara rinci melalui pengamatan langsung di lapangan.
3.
Peneliti melakukan penelusuran yang sistematis terhadap dokumen atau arsip yang relevan (content analysis) yang tersedia di sekolah ( lokasi penelitian ). Selain itu, jika dipandang perlu peneliti melakukan wawancara ulang tak terstruktur terhadap informan berkaitan dengan fokus masalah penelitian ini. Dengan demikian data-data yang diperoleh dari analisis dokumen dan wawancara tersebut dapat digunakan sebagai bahan triangulasi dan melengkapi data atau informasi penelitian ini.
H. Tahap-tahap Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1.
Observasi pendahuluan ke lokasi penelitian
2.
Mengajukan ijin penelitian kepada Kepala Sekolah SMP tempat penelitian
3.
Menentukan metode dan teknik pengumpulan data.
4.
Melaksanakan pengumpulan data
5.
Menganalisis data temuan
48 6.
Mengecek keabsahan data temuan
7.
Membuat kesimpulan hasil penelitian
8.
Membuat laporan penelitian untuk diserahkan kepada pihak terkait.
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Dalam bab ini disajikan paparan data dan temuan penelitian yang diperoleh dari wawancara dengan informan, disamping itu juga dari pengamatan dan analisis dokumen, yaitu mengenai: (1) Gambaran Umum SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, (2) Gambaran Bentuk Kenakalan Siswa, (3) Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Siswa, (4) Upaya Sekolah Dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa, dan (5) Kendala yang Dialami Sekolah Dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. A. Paparan Data 1. Gambaran Umum SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Dari analisis isi dokumen (content analysis) yang ada di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dapat diungkap data atau informasi mengenai sejarah berdirinya SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, visi dan misi sekolah, keadaan jumlah guru, keadaan jumlah siswa, program kegiatan ekstrakurikuler, prestasi siswa, dan peraturan sekolah serta tata tertib siswa. Data atau informasi dimaksud dipaparkan berikut ini. a. Sejarah SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo berdiri pada tahun 1963 yang pada awalnya menempati gedung milik Sekolah Dasar Negeri 5 yang berlokasi di Patokan Panji Kabupaten Situbondo. Kemudian pindah menempati gedung milik IKIP PGRI Situbondo di Jalan Madura
49
50 Situbondo. Selanjutnya pada tahun 1965 oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Situbondo dimana SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dipindahkan menempati gedung baru hingga sekarang yang berlokasi di Jalan Basuki Rahmat No. 261 Panji Kabupaten Situbondo yang berdekatan dalam satu area/lahan dengan SMK/STM Negeri Panji Situbondo. Demikian sejarah singkat SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. Adapun yang menjabat sebagai kepala sekolah SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, sejak berdirinya hingga sekarang adalah sebagai berikut: 1) S. Sudarso, sejak berdiri sampai dengan 1985 2) Sutarto, 1985-1990 3) Imam Suprapto, 1991-1995 4) Muhammad Firdaus, 1995-1998 5) Mesro Efendi, 1998-2001 6) Purwito, 2001-2003 7) Suwono, 2003-2006 8) Herry Sofyan, M.Pd, 2006 - sekarang Kurikulum yang dipergunakan SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo adalah Kuriklulum Berbasis Kompetensi (KBK 2004) yang kemudian disempurnakan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ini dipergunakan mulai tahun ajaran 2006. Kurikulum ini berisi empat komponen, yaitu: (1) tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, (2) struktur dan muatan KTSP, (3) kalender pendidikan, dan (4) silabus dan rencana pelaksanaan pengajaran (RPP).
51 Mengenai struktur dan muatan KTSP pada SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, yang dikembangkan dari kelompok mata pelajaran sebagai berikut: (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, (3) kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (4) kelompok mata pelajaran estetika, dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dam kesehatan. Muatan KTSP tersebut meliputi 13 mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi siswa pada sekolah atau satuan pendidikan bersangkutan. Disamping itu, materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum. b. Visi dan Misi Sekolah 1) Visi: unggul dalam mutu berlandaskan IMTAQ, dengan indikator-indikator sebagai berikut: a) Unggul dalam pengembangan kurikulum b) Unggul dalam proses pembelajaran c) Unggul dalam sarana prasarana pendidikan d) Unggul dalam SDM pendidikan e) Unggul dalam kelembagaan dan manajemen sekolah f) Unggul dalam penggalangan pembiayaan pendidikan g) Unggul dalam prestasi akademik dan non akademik h) Unggul dalam standar penilaian i) Unggul dalam IMTAQ
52 2) Misi: a) Melaksanakan pengembangan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) b) Melaksanakan pengembangan metode pembelajaran c) Melaksanakan pengembangan fasilitas pembelajaran d) Melaksanakan pengembangan SDM pendidikan e) Melaksanakan pengembangan manajemen sekolah (pengelolaan SDM, pembelajaran,
sarana
prasarana,
kesiswaan,
kurikulum,
administrasi,
pembiayaan, pemasaran dan sebagainya) f) Melaksanakan pengembangan pembiayaan pendidikan bekerjasama dengan Komite Sekolah g)
Melaksanakan
inovasi
pembinaan
bidang
akademis,
melaksanakan
pengembangan ekstrakurikuler h) Melaksanakan pengembangan kegiatan bidang agama i)
Melaksanakan pengembangan standar penilaian
j) Melaksanakan pengembangan jaringan informasi pendidikan c. Keadaan Jumlah Guru Mengenai keadaan jumlah guru di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, berdasarkan sumber dokumentasi dapat dideskripsikan pada Tabel 3.1 berikut.
53 Tabel 3.1 Data Jumlah Guru SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Status Guru Tahun 2011 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tingkat Pendidikan
S3 S2 S1 D4 D3/Sarjana Muda D2/D1 Jumlah (orang)
Jumlah dan Status Guru PNS/GT*) Guru Bantu/GTT L P L P 1 17 23 4 2 1 5 18 23 5 7
Jumlah (orang) 1 46 6 53
Sumber: Data Statistik Guru SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, Tahun 2011 Keterangan: GT : Guru Tetap GTT : Guru Tidak Tetap L : Laki-laki P : Perempuan Adapun jumlah guru tetap (PNS) berdasarkan bidang studi atau mata pelajaran di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dapat disajikan sebagaimana pada Tabel 3.2 berikut. Tabel 3.2 Jumlah Guru Tetap (PNS) SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Berdasarkan Bidang Studi/Mata Pelajaran No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. 9. 10. 11.
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Matematika Bahasa Daerah IPA – Biologi – Kimia – Fisika IPS – Sejarah – Ekonomi – Geografi Guru BK Seni Budaya Sains Elektro Penjaskes Jumlah
Jumlah (Orang) 3 2 4 5 6 1 1 2 2 2 4 2 2 2 1 2 41
Sumber: Data Statistik Guru SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, Tahun 2011
54 d. Keadaan Jumlah Siswa Keadaan jumlah siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dapat disajikan sebagaimana pada Tabel 3.3 berikut. Tabel 3.3 Data Jumlah Siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Tahun Pelajaran 2010/2011 Berdasarkan Kelas dan Jenis Kelamin No.
Kelas
Laki-laki Perempuan Jumlah Siswa f % f % 1. Kelas VII 132 15,3 155 18 287 2. Kelas VIII 139 16,1 169 19,6 308 3. Kelas IX 123 14,3 114 13,2 267 Jumlah Siswa 394 45,7 468 50 862 Sumber: Data Statistik Siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, Tahun 2011 e. Program Kegiatan Ekstrakurikuler Program kegiatan ekstrakurikuler di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo yang wajib diikuti oleh setiap siswa sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki, adalah meliputi: 1) Kegiatan Bidang Olahraga a) Volly Ball b) Basket c) Vulu Tangkis d) Sepak Bola e) Tenis Meja f) Atletik g) Taekwondo h) Renang i) Catur
55 2) Kegiatan Bidang Seni a) Tari b) Lukis c) Musik d) Teater 3) Kegiatan Bidang Agama Qori & Qoriah 4) Kegiatan Bidang Akademik Karya Ilmiah Remaja (KIR) 5) Kegiatan Bidang Kepramukaan Kepramukaan
mencakup
berbagai
kegiatan,
untuk
meningkatkan
pengembangan karakter dan potensi individu siswa. f. Prestasi Siswa Dari analisis dokumentasi dapat diketahui sejumlah prestasi siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dalam berbagai kegiatan akademik dan non akademik pada tiga tahun terakhir (tahun 2008 sampai dengan tahun 2010) sebagaimana disajikan dalam Tabel 3.4 berikut ini.
56 Tabel 3.4 Prestasi Siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Dalam Kegiatan Akademik dan Non Akademik Tahun 2008-2010 No. 1. 2. 3. 4.
Nama Siswa/Sekolah Meriam M. Muhdi Puji A. Muhis F.
5.
Wahyu AS
6.
Rani NS
7.
David NH
8. 9. 10. 11. 12. 13.
SMP Negeri 1 Panji SMP Negeri 1 Panji SMP Negeri 1 Panji SMP Negeri 1 Panji SMP Negeri 1 Panji SMP Negeri 1 Panji
14.
SMP Negeri 1 Panji
15.
SMP Negeri 1 Panji
16.
SMP Negeri 1 Panji
17. 18.
SMP Negeri 1 Panji David NH Adit Tirta Rika Agustin Jihan Fajria Rabbinaarma N Group Vocal SMP Negeri 1 Panji Nur Cholilah Erriawan F Galih Fikri
19. 20. 21. 22.
Jenis Kegiatan Juara III lari 100 meter Tk. Kab. Juara II lari 10 km Tk. Kabupaten Juara IV bulu tangkis Tk. Kabupaten Juara I catur Tk. Kab. Mewakili kab. Ke propinsi Juara III IPA (biologi) Tk. Kab. Mewakili kab. Ke propinsi Juara I tari remo Tk. Kab. Mewakili kab. Ke propinsi Juara I lukis Tk. Kab. Mewakili kab. Ke propinsi Juara IV volly putri Tk. Kab. Beregu Juara II basket putra Tk. Kab. Beregu Juara II basket putri Tk. Kab. Beregu Juara II vokal grup Tk. Kab. Beregu Juara I tari daerah Tk. Kab. Beregu Juara III gerak jalan putri Tk. Kab. Beregu Juara IV gerak jalan putra Tk. Kab. Beregu Juara I gerak jalan putri Tk. Kec.. Beregu Juara II gerak jalan putra Tk. Kec.. Beregu Juara lomba bel. Ilmia remaja tk. Kab. Juara I lukis Tk. Kab. Juara II lukis Tk. Kab. Juara III lukis Tk. Kab. Juara I biologi Tk. Kab. Juara I fisika Tk. Kab. Juara II bahasa Indonesia Tk. Kab. Juara II festival musik Islami Tk. Kab.
Tahun 2008 2008 2008 2008 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010 2010
Peringkat VI OSN Matematika Tk. Kab. Peringkat III OSN Fisika Tk. Kab. Peringkat VIII OSN Astronomi Tk. 2010 Kab. Juara II lomba desain batik Tk. Kab. 26. Rinay Wita Dea Sumber: Data Dokumentasi SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, Tahun 2011 23. 24. 25.
57 g. Peraturan Sekolah dan Tata Tertib Siswa Peraturan sekolah dan tata tertib siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut: 1). Hal Masuk Sekolah a) Semua murid harus masuk sekolah selambat-lambatnya 5 menit sebelum pelajaran dimulai. b) Murid yang datang terlambat tidak diperkenankan langsung masuk kelas, melainkan harus melapor terlebih dahulu kepada guru piket. c) Ketentuan murid yang absen: (1) Murid absen, hanya karena sungguh-sungguh sakit, keperluan yang sangat penting. (2) Murid yang absen karena keperluan keluarga harus memberitahu Kepala Sekolah. (3) Murid yang absen pada waktu masuk kembali, harus melapor kepada Kepala Sekolah dengan membawa surat-surat yang diperlukan. (4) Murid tidak diperbolehkan meninggalkan sekolah selama jam pelajaran berlangsung. (5) Kalau seandainya murid sudah merasa sakit di rumah, maka sebaiknya tidak masuk dan memberitahu Kepala Sekolah. 2) Kewajiban Murid a) Taat kepada Guru-guru dan Kepala Sekolah. b) Ikut bertanggung jawab atas kebersihan, keamanan, ketertiban kelas dan sekolah pada umumnya.
58 c) Ikut bertanggung jawab atas pemeliharaan gedung, halaman, perabot dan peralatan sekolah. d) Membantu kelancaran pelajaran baik di kelasnya maupun di sekolah pada umumnya. e) Ikut menjaga nama baik sekolah, guru dan pelajar pada umumnya, baik di dalam maupun di luar sekolah. f) Menghormati Guru dan saling harga menghargai antar sesama murid. g) Melengkapi diri dengan keperluan sekolah. h) Murid yang membawa kendaraan agar menempatkan di tempat yang telah ditentukan dalam keadaan terkunci. i) Ikut membantu agar TATA TERTIB Sekolah dapat berjalan dan ditaati. 3) Larangan Murid a) Meninggalkan Sekolah selama pelajaran berlangsung. Penyimpangan dalam hal ini hanya dengan ijin Kepala Sekolah. b) Membeli makanan dan minuman di luar sekolah. c) Menerima surat-surat atau tamu di sekolah. d) Memakai perhiasan yang berlebihan serta berdandan yang tidak sesuai dengan kepribadian Bangsa. e) Merokok di dalam dan di luar sekolah. f) Meminjam uang dan alat-alat pelajaran antar sesama murid. g) Mengganggu jalannya pelajaran baik terhadap kelasnya maupun terhadap kelas lain. h) Berada di dalam kelas selama waktu istirahat. i) Berkelahi dan main hakim sendiri jika menemui persoalan antar teman.
59 j) Menjadi perkumpulan anak-anak nakal dan geng-geng terlarang. 4) Hal Pakaian Dan Lain-Lain a) Setiap murid wajib memakai seragam sekolah lengkap sesuai dengan ketentuan sekolah. b) Murid-murid putri dilarang memelihara kuku panjang dan memakai alat kecantikan kosmetik yang lazim digunakan oleh orang-orang dewasa. c) Rambut dipotong rapi, bersih dan terpelihara. 5) Hak-Hak Murid a) Murid-murid berhak mengikuti pelajaran selama tidak melanggar TATA TERTIB b) Murid-murid dapat meminjam buku-buku dari perpustakaan sekolah dengan mentaati peraturan perpustakaan yang berlaku. c) Murid-murid berhak mendapat perlakuan yang sama dengan murid-murid yang lain sepanjang tidak melanggar peraturan TATA TERTIB. 6) Hal Les Privat a) Murid yang terbelakang dalam suatu mata pelajaran dapat mengajukan permintaan les tambahan dengan surat orang tuanya dan Kepala Sekolah. b) Les privat kepada guru kelasnya dan les privat tanpa sepengetahuan kepala sekolah dilarang. c) Les privat dapat diberikan sampai murid yang bersangkutan dapat mengejar pelajaran yang ketinggalan. 7) Lain-Lain a) Hal-hal yang belum tercantum dalam peraturan TATA TERTIB ini diatur
60 oleh sekolah. b) Peraturan TATA TERTIB Sekolah ini berlaku sejak diumumkan. 8) Sanksi atau Hukuman a) Murid yang absen atau bolos tidak masuk sekolah tanpa pemberitahu atau keterangan melebihi 10% dari hari belajar efektif pada setiap bulannya dikenakan sanksi atau hukuman sesuai dengan keputusan rapat dewan guru berdasar pada kategori yang ditentukan. b) Skala penilaian pelanggaran kategori dan bentuk sanksi atau hukuman. Tabel 3.5 Skala Penilaian Pelanggaran SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Skala penilaian pelanggaran
Kategori pelanggaran
Sanksi atau hukuman
81 – 100
• Sangat berat
• Dikembalikan ke orang tua/wali seterusnya atau putus sekolah (Drop out)
51 – 80
• Berat
• Dikembalikan ke orang tua/wali selama seminggu dan pembinaan oleh sekolah
26 – 50
• Sedang
• Dikembalikan ke orang tua/wali dan pembinaan oleh sekolah
11 – 25
• Ringan
• Panggilan undangan orang tua/wali dan pembinaan oleh sekolah
1 – 10
• Sangat ringan
• Peringatanlisan/tertulis dan pembinaan oleh sekolah.
Catatan: Semua orang tua/wali dimohon secara sadar dan positif membantu agar peraturan TATA TERTIB Sekolah dapat ditaati (sumber: dokumentasi SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, tahun 2010)
61 2. Gambaran Bentuk Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Berdasarkan analisis hasil transkripsi wawancara dengan lima orang informan kunci (key informan), yaitu: (1) Bapak Herry Sofyan, M.Pd, selaku Kepala SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, (2) Bapak Sisyadi Sanjaya, S.Pd, selaku guru PKn, (3) Ibu Dra. Jenny Farukiyah, selaku guru BP/BK, dan (4) Bapak Drs. Teguh Pribadi, selaku guru BP/BK. Disamping itu juga berdasarkan hasil wawancara dengan tiga orang siswa sebagai informan kunci (key informan), yaitu (1) Yusuf, (2) Yudha, dan (3) Moh. Nasir, serta berdasarkan hasil analisis dokumentasi tentang gambaran bentuk kenakalan siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dalam tiga tahun terakhir (tahun 2009 sampai dengan 2011), sebagaimana dipaparkan berikut ini. Dalam kaitannya dengan isu kenakalan siswa dan bentuk kenakalan yang dilakukannya di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, menurut penjelasan Kepala SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dalam wawancara dikemukakan sebagai berikut: Mengenai isu kenakalan siswa di sekolah ini, ya memang saya rasakan itu ada, tetapi tidak semua siswa berbuat nakal. Hanya sebagian kecil siswa yang ada di sini sering membuat kasus-kasus tertentu atau membuat masalah. Bentuk-bentuk kasus itu, ya .... bervariasi, seperti: bolos sekolah tanpa keterangan, tidak pakai pakaian seragam, sering datang terlambat di sekolah, tidak mengikuti pelajaran di kelas, tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, membuat gaduh di kelas, dan kasus-kasus lainnya. Kasus-kasus yang dilakukan siswa di sekolah dalam tiga tahun terakhir ini, yaitu tahun 2009 hingga sekarang tampaknya kasus-kasus itu secara kuantitas maupun kualitas kecenderungannya menurun. (Wawancara, 4 April 2011). Untuk melengkapi penjelasan Kepala SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo tersebut, dan untuk memperoleh gambaran lebih jelas kaitannya dengan
62 kenakalan siswa diperoleh penjelasan dari hasil wawancara dengan Ibu Dra. Jenny Farukiyah selaku guru BP/BK sebagai berikut: Mengenai bentuk kasus kenakalan siswa, dan data jumlah siswa bermasalah atau memiliki kasus kenakalan dimaksud. Hal ini Saudara dapat melihat catatan dan data-data kasus siswa pada arsip/dokumentasi yang ada di BP/BK. Sedangkan mengenai proses diperoleh atau diketahuinya bahwa siswa “A” atau siswa “B” melakukan kasus kenakalan di sekolah adalah berdasar atas laporan dari para guru mata pelajaran, guru wali kelas, kepala sekolah, guru piket, karyawan maupun juga berdasar dari pengamatan kami secara langsung di lapangan. (Wawancara, 5 April 2011). Sedangkan mengenai data bentuk kenakalan siswa dan jumlah siswa bermasalah atau memiliki kasus kenakalanm di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo pada tahun pelajaran 2009/2010, 2010/2011, dan tahun 2011/2012 berdasarkan analisis dokumen dapat disajikan pada Tabel 3.5 berikut. Tabel 3.6 Data Bentuk Kasus dan Jumlah Siswa Bermasalah Berdasarkan Layanan Bimbingan dan Konseling Terhadap Siswa/Klien Pada BP/BK SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Tahun Pelajaran 2009/2010, 2010/2011, dan Tahun 2011/2012 No.
Bentuk Kasus
1. 2. 3. 4.
Bolos sekolah tanpa keterangan Sering terlambat datang di sekolah Sering keluar sekolah belum waktunya Melanggar tata tertib sekolah, seperti: tidak memakai pakaian seragam sekolah, tidak mengikuti upacara bendera di sekolah Tidak mengikuti kegiatan PBM Sering terlambat masuk kelas Sering mengganggu siswa lain Membuat gaduh di kelas Sering keluar kelas saat PBM Sering tidak membawa buku/catatan pelajaran Sering tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru Sering mengganggu siswa lain jenis di sekolah Sering merokok di sekolah Mencuri barang milik temannya di sekolah Sering membuat corat-coret di lingkungan
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Jumlah Siswa Bermasalah 2009 2010 2011 29 17 6 37 21 17 22 14 9 28 19 12
21 19 13 4 32 11 24
13 14 7 2 22 7 16
7 3 1 14 5 9
9
4
1
6 2 7
3 3
1 1
63 No.
Bentuk Kasus
sekolah Sering membuang sampah tidak pada tempatnya 17. Menyalahgunakan uang SPP yang diberikan orang tua 18. Sering membantah jika ditegor atau diperingatkan guru/karyawan 19. Sering bertengkar/berkelahi di sekolah 20. Berkelahi dengan siswa lain di luar sekolah Jumlah Sumber: Data Dokumentasi Layanan Bimbingan dan SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo 16.
Jumlah Siswa Bermasalah 2009 2010 2011 15
9
5
6
4
2
9
6
4
8 3 4 3 306 185 97 Konseling Pada BP/BK
Begitu juga menurut Bapak Sisyadi Sanjaya, S.Pd, selaku guru PKn, menjelaskan: Mengenai gambaran kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo adalah beragam atau bervariasi, dan terbatas dilakukan oleh siswa tertentu saja, seperti: terlambat datang ke sekolah atau terlambat mengikuti pelajaran di kelas, bolos sekolah tanpa ijin, tidak memakai pakaian seragam sekolah, tidak mengikuti upacara bendera, membuat onar atau gaduh saat pelajaran berlangsung, tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, tidak memperhatikan guru saat menjelaskan materi pelajaran, dan menyontek teman (siswa lain) saat ulangan. Di samping itu masih ada bentuk kenakalan lain yang dilakukan siswa, yaitu merokok (terutama dilakukan siswa laki-laki), tidak mengembalikan buku perpustakaan sekolah yang dipinjam, dan pulang lebih awal dari sekolah sebelum waktunya. (Wawancara, 6 April 2011).
Selanjutnya di sisi lain diperoleh gambaran bentuk kenakalan siswa dari hasil wawancara dengan tiga orang siswa/klien yang bermasalah atau melakukan tindak kenakalan, yang secara kebetulan habis dipanggil oleh Bapak Sisyadi Sanjaya, S.Pd selaku guru PKn SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo untuk menerima pembinaan atas pelanggaran perbuatan atau perilakunya di sekolah. Mereka masing-masing menuturkan tentang kasus atau permasalahannya sebagaimana dikutip dalam wawancara sebagai berikut:
64 Yusuf (SW1), kelas VIIIB menceritakan masalahnya: Untuk pribadi saya, ada baiknya saya kemukakan mengenai kasus atau masalah yang menimpa saya sehingga berurusan dengan guru PKn, adalah sering bolos sekolah tanpa memberitahu, kadang-kadang tidak mengikuti pelajaran di kelas,dan sering tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru. Akibat perbuatan saya ini, saya sering diperingatkan guru yang akhirnya dilaporkan ke Kepala Sekolah. (Wawancara, 8 April 2011). Lain halnya dengan Yudha (SW2), siswa kelas IXF yang mengemukakan, yaitu: Sedangkan kasus saya adalah sering terlambat datang ke sekolah, tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru, dan ketahuan merokok di sekolah, sehingga diperingatkan guru PKn dan dilaporkan ke Kepala Sekolah. (Wawancara, 8 April 2011). Berikutnya disusul Moh. Nasir (SW3), siswa kelas IXA menceritakan mengenai kasusnya sebagai berikut: Mengenai kasus saya adalah sering tidak masuk sekolah atau bolos,ketahuan mencorat-coret dinding di kelas, dan sering pulang lebih awal dari sekolah. (Wawancara, 8 April 2011). Memperhatikan paparan data dari hasil wawancara dengan para informan tersebut, dan dari hasil analisis dokumentasi, maka dapat disimpulkan tentang bentuk kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo adalah dapat dikategorikan hanya sebatas dalam bentuk pelanggaran, yaitu pelanggaran terhadap peraturan tata tertib sekolah, pelanggaran terhadap kegiatan belajar mengajar, pelanggaran terhadap ketenteraman sekolah, dan pelanggaran terhadap etika pergaulan dengan warga sekolah.
3. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Munculnya berbagai bentuk kenakalan yang dilakukan atau terjadi di kalangan siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo tersebut tentu ada faktor penyebabnya. Faktor-faktor penyebab kenakalan siswa perlu diungkap
65 secara jelas sehingga memudahkan dalam pembinaan dan pencegahannya. Dalam hubungan ini perlu dilakukan penelusuran informasi terutama pada Kepala Sekolah, guru BP/BK dan guru Pkn, serta siswa/klien yang bermasalah terkait dengan tindak kenakalan siswa di sekolah. Dari hasil wawancara dengan Kepala SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, seorang guru BP/BK dan guru Pkn, serta tiga orang siswa/klien bermasalah diperoleh sejumlah informasi tentang faktor-faktor penyebab kenakalan siswa. Seperti dijelaskan oleh Bapak Herry Sofyan, M.Pd, selaku Kepala SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo berikut ini. Mengenai hal ini, menurut informasi yang saya peroleh dari guru PKn yang menanganinya bahwa faktor penyebab kasus atau kenakalan yang dilakukan siswa juga pada dasarnya bervariasi, yaitu ada karena faktor kurang disiplinnya siswa itu sendiri, karena pengaruh ajakan temantemannya (sesama siswa), karena tuntutan orang tua, seperti membantu pekerjaan orng tuanya di rumah sehingga bolos sekolah atau pulang lebih awal dari sekolah, dan juga karena faktor kurangnya dorongan atau motivasi belajar pada dirinya. (Wawancara, 4 April 2011). Sehubungan dengan penjelasan Kepala SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo tersebut, ditegaskan lagi oleh Ibu Dra. Jenny Farukiyah selaku guru BP/BK mengenai kaitannya dengan faktor-faktor penyebab kenakalan siswa berikut: Dari apa yang kami ketahui selama ini bahwa faktor penyebab kasus atau kenakalan siswa, diantaranya adalah faktor kurang disiplinnya siswa itu sendiri, pengaruh pergaulan dengan temannya (sesama siswa), rendahnya minat belajar atau kurangnya dorongan atau motivasi belajar pada dirinya, dan disamping itu juga disebabkan karena faktor kondisi sosial ekonomi orang tua, dimana siswa bersangkutan kerap bolos sekolah atau pulang lebih awal dari sekolah hanya sekedar membantu pekerjaan orang tua di rumah. (Wawancara, 5 April 2011). Sementara itu, Bapak Sisyadi Sanjaya, S.Pd, selaku guru PKn menjelaskan mengenai faktor-faktor penyebab kenakalan siswa sebagai berikut:
66 Dari pengalaman saya mengajar dan menangani siswa-siswa yang bolos tidak mengikuti pelajaran PKn, dan siswa yang tidak mengerjakan tugastugas pelajaran yang saya berikan, ketika saya tanya kepada mereka (siswa) tersebut, dimana jawabnya adalah: “malas datang ke sekolah”, dan “tidak ada waktu mengerjakan tugas-tugas pelajaran di rumah, karena membantu orang tua berjualan”. Bahkan ada siswa yang sering bolos sekolah karena pengaruh temannya (ajakan teman), dan ada siswa yang tidak memperhatikan guru saat menjelaskan materi pelajaran, dimana pengakuannya karena “pelajaran membosankan sehingga malas belajar”. Demikianlah sekelumit gambaran faktor-faktor penyebab kenakalan siswa di sekolah ini (Wawancara, 6 April 2011). Lain halnya jika dilihat dari sisi siswa/klien yang terkena kasus kenakalan di sekolah. Dari hasil wawancara dengan tiga orang siswa/klien di ruang BP/BK SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo tentang faktor penyebab atau yang melatarbelakangi dirinya melakukan tindak kenakalan di sekolah seperti dituturkan berikut ini. Yusuf (SW1) adalah seorang siswa kelas VIIIB SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo menceritakan permasalahannya, mengapa dirinya sering bolos sekolah, kadang-kadang tidak mengikuti pelajaran di kelas, dan sering tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Ia menjelaskan: Terus terang saja, bahwa apa yang saya lakukan itu sebenarnya salah, yaitu melanggar peraturan tata tertib sekolah. Saya terpaksa melakukan hal itu, seperti bolos sekolah, kadang-kadang tidak mengikuti pelajaran di kelas, dan tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, karena saya di rumah membantu pekerjaan orang tua, yaitu berjualan. (Wawancara, 8 April 2011). Lain lagi halnya dengan Yudha (SW2), siswa kelas IXF, dan Moh. Nasir (SW3), siswa kelas IXA. Kedua siswa ini secara bersamaan mengemukakan: Ya ... saya mengakui bahwa perbuatan saya itu adalah salah. Perbuatan bolos, tidak mengerjakan tugas dan pulang lebih awal dari sekolah adalah karena ikut-ikutan teman. Sedangkan perbuatan saya (SW2) yaitu merokok di sekolah hanya sekedar iseng, itupun saya lakukan saat jam istirahat. Sama dengan saya (SW3), dimana saya melakukan corat-coret di tembok atau di dinding sekolah juga karena hanya sekedar iseng saja. (Wawancara, 8 April 2011).
67
Dari paparan data diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kenakalan siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo disebabkan atau ditimbulkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal pada diri siswa itu sendiri, dan faktor eksternal dalam hal ini faktor lingkungan keluarga, dan faktor lingkungan sosial (pergaulan). Faktor internal pada diri siswa itu bersumber pada kurang disiplinnya diri dan rendahnya motivasi belajar, serta ketidakmampuan diri dalam memecahkan masalah (intelegensi). Sedangkan faktor eksternal dalam hal ini lingkungan keluarga, dan faktor lingkungan sosial (pergaulan) ditengarai juga sebagai faktor penyebab atau pemicu kenakalan siswa. Lingkungan keluarga yang paling menonjol sebagai faktor penyebab kenakalan siswa itu adalah keadaan sosial ekonomi keluarga (orang tua), yaitu membantu mencari nafkah untuk kebutuhan ekonomi keluarga sehingga sering bolos sekolah. Begitu juga pengaruh lingkungan sosial (pergaulan antar siswa), yaitu karena ajakan teman sesama siswa.
4. Upaya Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Dalam kaitannya dengan masalah kenakalan siswa di sekolah sudah semestinya perlu mendapat perhatian dan upaya menanggulanginya dari pihak sekolah. Hal ini disebabkan karena sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan, dimana fungsinya diantaranya adalah untuk mempersiapkan anak didiknya sebagai individu, warga masyarakat, warga negara, dan warga dunia di masa depan yang berpengatahuan, berketerampilan dan berkarakter. Sekolah yang demikianlah yang diharapkan mampu melaksanakan fungsi pendidikan secara optimal, yaitu
68 membentuk anak didik menjadi pribadi utuh yang dilandasi akhlak dan budi pekerti luhur. Untuk itulah perlu upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa secara dini. Dalam kaitan dengan upaya sekolah menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah dalam hal ini Bapak Herry Sofyan, M.Pd, dimana beliau menjelaskan berikut ini. Upaya dalam menanggulangi kenakalan siswa yang kami lakukan tentu diarahkan atau difokuskan pada pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa melalui pendidikan karakter. Hal ini dilakukan dalam bentuk program yang berkelanjutan. Program ini terintegrasi ke dalam program tahunan sekolah bidang kesiswaan. Operasionalnya dilakukan melalui sejumlah kegiatan yang dipadukan (terintegrasi) dengan program pengajaran pada setiap mata pelajaran yang diberikan oleh masing-masing guru bersangkutan. Disamping itu juga dilakukan kegiatan layanan bimbingan dan konseling khususnya bagi siswa yang memiliki kasus atau permasalahan tertentu. Kegiatan layanan bimbingan dan konseling ini dilakukan oleh guru BP/BK baik pada siswa/klien secara individu (perorangan) maupun kelompok. Secara teknis program pendidikan karakter ini dikoordinir oleh guru PKn. (Wawancara, 4 April 2011) Gambaran lebih lanjut mengenai upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dalam wawancara dengan Ibu Dra. Jenny Farukiyah selaku guru BP/Bk menjelaskan berikut ini. Mengenai hal ini, upaya yang dilakukan adalah: (1) membantu siswa/klien memahami diri dan lingkungannya, (2) membantu siswa/klien agar mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya, (3) membantu siswa/klien mengatasi masalah yang dialaminya, (4) membantu siswa/klien memelihara dan menumbuhkembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya, dan (5) membantu siswa/klien memperoleh pembelaan atas diri dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian. (Wawancara, 5 April 2011).
69 Selanjutnya Ibu Dra. Jenny Farukiyah (guru BP/BK) menjelaskan secara rinci mengenai upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa yang telah dilaksanakan melalui layanan bimbingan dan konseling sebagai berikut. Mengenai kegiatan di bidang layanan bimbingan dan konseling yang berkaitan dengan upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di sekolah yang telah dilaksanakan selama tiga tahun terakhir ini, yaitu tahun 2009 hingga sekarang, adalah dikelompokkan menjadi dua program kegiatan, yaitu (1) program pembinaan, dan (2) program pencegahan. Aspek pembinan meliputi: melakukan pendataan/pencatatan siswa-siswa yang bermasalah atau memiliki kasus kenakalan di sekolah, memanggil siswa/klien bermasalah tersebut untuk mengklarifikasi kasus atau permasalahannya, menginformasikan permasalahan siswa kepada orang tua/wali siswa bersangkutan, melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kasus atau permasalahannya, melaksanakan pengamatan di lapangan atau di kelas untuk mengetahui perkembangan sikap dan perilaku siswa/klien bersangkutan, melaksanakan kunjungan rumah (ke rumah siswa/klien), dan melaksanakan evaluasi serta tindak lanjut. Sedangkan aspek pencegahan kenakalan siswa, meliputi kegiatankegiatan yang bersifat ekstrakurikuler (Wawancara, 5 April 2011). Sedangkan menurut Bapak Sisyadi Sanjaya, S.Pd, selaku guru PKn, upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa dijelaskan: Hal ini dilakukan melalui program tahunan sekolah secara berkelanjutan, yaitu melaksanakan pendidikan karakter. Strategi pendidikan karakter yang diprogram sekolah dilaksanakan melalui dua pendekatan yaitu: (1) program sekolah bidang akademik/pengajaran, dan (2) program sekolah bidang kesiswaan. Dalam program sekolah bidang akademik/pengajaran, dimana materi pendidikan karakter diintegrasikan (dipadukan) ke dalam materi pelajaran pada setiap mata pelajaran sesuai dengan kurikulum sekolah. Sedangkan untuk program sekolah bidang kesiswaan merupakan kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan karakter yang meliputi: (1) bidang olahraga, (2) bidang seni, (3) bidang agama, (4) bidang akademik/karya ilmiah remaja (KIR), dan (5) bidang kepramukaan (Wawancara, 7 April 2011). Jika dilihat dari sisi siswa/klien yang bermasalah berkaitan dengan upaya sekolah dalam menanggulangi kenaikan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo sesuai dengan pengalamannya, menurut pendapat tiga orang siswa,
70 yaitu Yusuf (SW1) kelas VIIIB, Yudha (SW2), kelas IXF, dan Moh. Nasir (SW3), kelas IXA menjelaskan sebagai berikut. Yusuf (SW1) mengemukakan bahwa setiap hari masuk sekolah, saya diwajibkan mengisi daftar hadir di BP/BK. Kegiatan yang pernah saya peroleh dari guru Pkn adalah berupa nasihat-nasihat yang berkaitan dengan pendidikan karakter seperti nilai-nilai sikap, moral dan perilaku, memberi dorongan dan motivasi belajar, memberi pengetahuan yang bermanfaat bagi saya tentang cara-cara memecahkan masalah atau kesulitan yang berkaitan dengan pelajaran yang diberikan guru. Melakukan diskusi dengan topik yang terkait dengan permasalahan yang dialami siswa, dan membantu kegiatan sosial di sekolah. (Wawancara, 9 April 2011). Begitu juga siswa/klien yang bernama Yudha (SW2) dan Moh. Nasir (SW3) secara bersama-sama memperkuat penjelasan yang dikemukakan Yusuf (SW1) tersebut, yaitu: Ya ....memang itu kegiatan-kegiatan yang pernah kami peroleh atau alami dari sekolah. (Wawancara, 9 April 2011). Adapun mengenai kesan mereka terhadap pendidikan karakter dan upaya pembinaan yang diberikan oleh sekolah dalam membantu siswa menanggulangi kenakalan di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, secara serentak ketiga responden menjawab: Ya .... sangat bermanfaat bagi kami. (Wawancara, 9 April 2011). Memperhatikan paparan data diatas dapat disimpulkan bahwa upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa melalui pendidikan karakter yang dilakukan oleh sekolah dalam bentuk program tahunan SMP Negeri 1 Panji Kabupaten
Situbondo
yang
meliputi:
(1)
program
tahunan
bidang
akademik/pengajaran, dan (2) program tahunan bidang kesiswaan. Dalam operasionalnya dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler dengan penekanan pada kegiatan-kegiatan berbasis karakter.
71 5. Kendala Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa Berkaitan dengan kendala sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panj Kabupaten Situbondo, berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Herry Sofyan, M.Pd, selaku Kepala Sekolah, dimana beliau menjelaskan berikut ini. Mengenai hal ini, memang ada sejumlah kendala yang dialami dalam melakukan pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa tersebut, diantaranya, yaitu: lemahnya data-data atau informasi tentang riwayat hidup siswa/klien yang bermasalah, ketidakterbukaan siswa/klien mengenai kasus atau permasalahannya, kurangnya keperdulian orang tua/wali siswa terhadap kasus atau permasalahan yang dialami putra/putrinya, dan juga kendala keterbatasan guru mata pelajaran dalam memberikan materi pendidikan karakter di kelas. (Wawancara, 4 April 2011). Senada dengan penjelasan di atas, dimana dalam wawancara dengan Ibu Dra. Jenny Farukiyah selaku guru BP/BK SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo yang menangani masalah pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa, menjelaskan berikut ini. Memang ada sejumlah kendala dalam melaksanakan pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa, yaitu tidak lengkapnya data-data/informasi mengenai riwayat hidup siswa/klien, ketidakterbukaan siswa/klien dalam mengemukakan kasus/permasalahannya, kurang keperdulian orang tua/wali siswa bersangkutan terhadap kasus/permasalahan putra/putrinya, dan disamping itu juga kendala dalam pemberian pendidikan karakter melalui kegiatan PBM di kelas karena keterbatasan waktu jam mengajar guru mata pelajaran. (Wawancara, 5 April 2011). Adapun Bapak Sisyadi Sanjaya, S.Pd, selaku guru PKn, mengemukakan mengenai kendala sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa adalah: Kesulitan bagi para guru mata pelajaran dalam mensinergikan materi pendidikan karakter dengan materi pelajaran. Disamping itu juga kendala dalam hal keterbatasan alokasi waktu untuk memberikan bimbingan dan pembinaan karakter siswa. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembelajaran PKn, kendala yang saya alami adalah menentukan alokasi waktu untuk kegiatan siswa di luar kelas, karena pelajaran PKn pada dasarnya bersifat kontekstual yaitu berkaitan dengan kehidupan nyata
72 sehari-hari di masyarakat. Pembelajaran PKn yang berbasis karakter hanya dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai yang ada dalam kegiatan ekstrakurikuler yang relevan. Namun kendalanya adalah dalam menentukan alokasi waktu untuk kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Selain itu juga kendala yang dialami adalah dalam menentukan penilaian aspek afektif siswa, guna mengetahui taraf kemajuan hasil pembelajaran PKn khususnya berkaitan dengan penerapan nilai-nilai, sikap, moral dan perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari di luar kelas (Wawancara, 7 April 2011).
Dari paparan data diatas dapat disimpulkan bahwa kendala sekolah dalam upaya menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo adalah dapat dikelompokkan dalam dua faktor kendala, yaitu: (1) kendala internal sekolah, dan (2) kendala eksternal. Kendala internal meliputi: (1) keterbatasan dalam memberikan bimbingan karakter pada siswa saat pembelajaran di sekolah, (2) ketidakterbukaan siswa yang bermasalah dalam pemberian informasi mengenai permasalahan yang dialaminya, (3) kendala lain yang selalu dialami guru dalam menanggulangi kenakalan siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler adalah keterbatasan peluang bagi siswa dalam mengembangkan bakat dan minatnya di sekolah, karena keterbatasan alokasi waktu untuk kegiatan tersebut. Sedangkan kendala dari faktor eksternal, yaitu (1) kondisi lingkungan sekitar sekolah, seperti: lokasi sekolah dekat dengan jalan raya. (2) tingkat sosial ekonomi rendah di kalangan orang tua/wali siswa, cenderung memberi beban atau menekan proses perkembangan individu siswa. Siswa bersangkutan dihadapkan dengan dua kondisi, yaitu membantu pekerjaan orang tua mencari nafkah, dan menuntut ilmu di sekolah, sehingga upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa tidak dapat dilaksanakan secara maksimal.
73 B. Temuan Penelitian Memperhatikan paparan data penelitian diatas, maka dapat diungkap beberapa temuan penelitian yang berkaitan dengan fokus masalah yang diteliti, yaitu: (1) gambaran bentuk kenakalan siswa, (2) faktor-faktor penyebab kenakalan siswa, (3) upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa, dan (4) kendala yang dialami sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. 1. Gambaran Bentuk Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Berdasarkan paparan data tentang gambaran bentuk kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo sebagaimana disajikan diatas, dapat diketahui bahwa pada dasarnya bentuk kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dapat dikategorikan hanya sebatas dalam bentuk pelanggaran, yaitu pelanggaran terhadap tata tertib sekolah, pelanggaran terhadap kegiatan belajar mengajar, pelanggaran terhadap ketenteraman sekolah, kebersihan lingkungan sekolah dan pelanggaran terhadap etika sosial dalam pergaulan antar warga sekolah. Sedangkan kenakalan yang mengarah pada tindak kriminal yang dilakukan siswa dapat dikatakan sangat rendah, seperti mencuri barang milik temannya di sekolah, dan tampaknya pada dua tahun terakhir ini tidak ada siswa yang melakukan perbuatan tersebut. Bentuk kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (tahun 2009 s.d. tahun 2011) baik secara kuantitas maupun kualitas adalah ada kecenderungan menurun (sebagaimana data pada tabel 3.5)
74 2. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Dari paparan data tentang faktor-faktor penyebab kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dapat diketahui temuan penelitian, bahwa kenakalan siswa disebabkan atau ditimbulkan oleh dua faktor utama, yaitu: (a) faktor internal pada diri siswa itu sendiri, dan (b) faktor eksternal dalam hal ini faktor lingkungan keluarga, dan faktor lingkungan sosial (pergaulan) di sekolah. Faktor internal dimaksud adalah faktor penyebab kenakalan siswa yang bersumber pada diri siswa itu sendiri, seperti kurang disiplinnya diri dan rendahnya motivasi belajar serta ketidakmampuan diri dalam memecahkan masalah (intelegensi). Kondisi ini menyebabkan kecenderungan siswa melakukan bolos sekolah, tidak memakai pakaian seragam sekolah, datang terlambat di sekolah, tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Bahkan ada siswa yang tidak mengikuti pelajaran dan ada siswa yang tidak memperhatikan guru saat menjelaskan materi pelajaran. Sedangkan faktor eksternal, dalam hal ini adalah faktor lingkungan keluarga (orangtua), dan faktor lingkungan sosial (pergaulan) di sekolah yang tampaknya juga sebagai penyebab timbulnya kenakalan pada individu siswa, seperti bolos sekolah atau pulang lebih awal dari sekolah sebelum waktunya karena alasan membantu orang tua di rumah, atau karena diajak oleh teman sesama siswa.
3. Upaya Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Kaitannya dengan upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo berdasarkan paparan data, maka
75 dapat diketahui temuan penelitian bahwa pada kenyataannya program sekolah yang tekah dilaksanakan SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dalam tiga tahun terakhir (tahun 2009-2011) berkaitan dengan upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa dapat dikelompokkan menjadi dua program kegiatan, yaitu (1) program pembinaan, dan (2) program pencegahan. Program sekolah ini adalah berbasis pada pendidikan karakter. Ditinjau dari aspek pembinaan termasuk dalam hal ini upaya penanggulangan terhadap kenakalan siswa, pada kenyataannya pihak sekolah selalu memprogramkan pembinaan bidang kesiswaan yang terintegrasi ke dalam program sekolah, melakukan pengembangan komponen pendidikan karakter ke dalam
kurikulum
sekolah,
baik
yang
bersifat
intrakurikuler
maupun
ekstrakurikuler. Selain itu, pihak sekolah tampaknya selalu berupaya untuk meningkatkan peran aktif komunitas sekolah (guru, karyawan/staf administrasi, komite sekolah dan orang tua/wali siswa) dalam pembinaan karakter siswa. Untuk program pembinaan, kegiatan yang dilaksanakan meliputi: (1) melakukan pendataan/pencatatan siswa-siswa yang bermasalah atau memiliki kasus kenakalan di sekolah, (2) memanggil siswa/klien bermasalah tersebut untuk mengklarifikasi kasus atau permasalahannya, (3) menginformasikan permasalahan siswa kepada orang tua/wali siswa bersangkutan, (4) melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kasus atau permasalahannya, (5) melaksanakan pengamatan di lapangan atau di kelas untuk mengetahui perkembangan sikap dan perilaku siswa/klien bersangkutan, (6) melaksanakan kunjungan rumah (ke rumah siswa/klien), dan (7) melaksanakan evaluasi serta tindak lanjut.
76 Sedangkan untuk program pencegahan kenakalan siswa, kegiatan yang dilaksanakan adalah: (1) melaksanakan sosialisasi tentang peraturan tata tertib sekolah pada setiap upacara bendera di sekolah, (2) melaksanakan kegiatankegiatan yang bersifat ekstrakurikuler berbasis pendidikan karakter (pendidikan tentang nilai-nilai sikap, moral dan perilaku) dengan melibatkan guru mata pelajaran Pkn dan guru lainnya, wali kelas, kepala sekolah, komite sekolah serta OSIS. Secara teknis pelaksanaan program sekolah berbasis karakter tersebut dikoordinasi oleh guru PKn sekolah bersangkutan.
4. Kendala Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Dari paparan data di atas diketahui temuan penelitian, pada kenyataannya bahwa sekolah dalam hal ini SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo mengalami kendala dalam upaya menanggulangi kenakalan siswa di sekolah yaitu: (a) kendala internal sekolah, dan (b) kendala eksternal. Dalam kaitannya dengan kendala internal sekolah berdasarkan paparan data menunjukkan bahwa kendala yang tergolong selalu dialami sekolah maupun guru dalam menanggulangi kenakalan siswa, antara lain: keterbatasan dalam memberikan bimbingan karakter pada siswa saat pembelajaran Pkn maupun dalam pembelajaran lainnya di sekolah, kurang proaktifnya orang tua/wali siswa tentang riwayat kehidupan anak (siswa) sehingga guru sulit untuk membantu pemecahan kesulitannya. Selain itu ketidakterbukaan siswa yang bermasalah dalam pemberian informasi mengenai permasalahan yang dialaminya kepada guru yang menanganinya. Begitu juga kendala lain yang selalu dialami guru dalam hal ini guru PKn dalam upaya menanggulangi kenakalan siswa melalui proses
77 kegiatan belajar mengajar atau pembelajaran di kelas maupun melalui kegiatan ekstrakurikuler, yaitu kesulitan guru dalam mengintegrasikan (memadukan) pendidikan karakter dengan materi pelajaran di sekolah, serta belum adanya acuan atau pedoman tentang standar pembinaan dan pengembangan nilai-nilai moral, sikap, perilaku yang diinginkan atau berkaitan dengan standar pendidikan karakter siswa untuk SMP. Sedangkan kendala faktor eksternal yaitu kondisi lingkungan sekitar sekolah, seperti lokasi sekolah dekat dengan jalan raya. Di samping itu temuan penelitian menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonomi rendah di kalangan orang tua/wali siswa, cenderung memberi beban atau menekan proses perkembangan individu siswa. Siswa bersangkutan dihadapkan dengan dua kondisi, yaitu membantu pekerjaan orang tua mencari nafkah, dan menuntut ilmu di sekolah. Kondisi ini tentu tidak mendukung upaya guru atau sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa, bahkan kemungkinan sebaliknya akan menjadi daya tarik tersendiri atau sebagai penyebab munculnya kenakalan di kalangan siswa, misalnya bolos sekolah tidak mengikuti pelajaran, melakukan tindakan atau perbuatan yang tidak diinginkan dan lain sebagainya.
BAB IV PEMBAHASAN
Bagian ini merupakan bab pembahasan temuan penelitian yang berhubungan dengan fokus penelitian atau rumusan masalah, yaitu: (a) gambaran bentuk kenakalan siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, (b) faktorfaktor penyebab kenakalan siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, (c) upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, dan (d) kendala sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. A. Gambaran Bentuk Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Salah satu ciri yang esensial dari individu atau manusia adalah selalu melakukan kegiatan atau berperilaku. Kegiatan individu merupakan manifestasi dari hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Individu selalu dalam interaksi dengan lingkungannya, lingkungan manusia dan bukan manusia. Demikian pula halnya dengan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) tentu selalu berinteraksi dengan lingkungannya,yaitu sekolah. Dimana sekolah merupakan lingkungan artifisial yang sengaja diciptakan untuk membina siswa atau peserta didik ke arah tujuan tertentu sesuai dengan jenjang satuan pendidikan, khususnya untuk memberikan kemampuan dan keterampilan sebagai bekal kehidupannya di kemudian hari. Jika dilihat dari segi usia, siswa SMP termasuk ke dalam kategori remaja awal, yaitu usia 12-15 tahun atau termasuk fase/masa remaja. Fase remaja 78
79 merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan siswa (Hartinah, 2008:201). Artinya, siswa yang sedang berada dalam proses berkembang ke arah kematangan. Namun dalam menjalani proses perkembangan ini, tidak semua siswa dapat mencapainya secara mulus. Diantara mereka masih banyak yang mengalami masalah, yaitu yang menampilkan sikap dan perilaku menyimpang atau nakal sebagaimana dibuktikan dari temuan penelitian di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. Dari temuan penelitian menunjukkan bahwa secara faktual ada fenomena kenakalan di kalangan siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. Jenis atau bentuk kenakalan siswa yang tercatat dalam tiga tahun terakhir (tahun 20092011) di sekolah ini adalah bervariasi, dan tampaknya secara kuantitas kenakalan siswa dari tahun ke tahun mengalami penurunan (sebagaimana data pada Tabel 3.5). Adapun bentuk kenakalan siswa yang terjadi di sekolah dimaksud adalah melanggar atau tidak mematuhi peraturan tata tertib sekolah, seperti kebiasaan membolos atau tidak sekolah tanpa keterangan, terlambat datang ke sekolah, kebiasaan terlambat masuk di kelas untuk mengikuti pelajaran, tidak mengikuti upacara bendera, tidak memakai seragam sekolah, membuang sampah tidak pada tempatnya, perkelahian antar siswa (teman sebaya) di sekolah, mengganggu siswa lawan jenis, dan membuat corat-coret di tembok, kaca dan di tempat lain di lingkungan sekolah yang tidak semestinya. Selain itu membuat gaduh di saat pelajaran berlangsung, tidak mengikuti pelajaran saat guru mengajar, tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru, dan mengganggu teman atau siswa lain yang sedang belajar. Juga melakukan tindakan atau kenakalan lain, yaitu tidak mengikuti kegiatan kesiswaan yang diselenggarakan oleh sekolah maupun OSIS,
80 dan kadang-kadang ada siswa yang melakukan tindakan menentang guru maupun karyawan/staf administrasi di sekolah. Dengan kata lain bentuk kenakalan siswa di lingkungan sekolah tersebut dapat dikategorikan tergolong sedang. Artinya kenakalan siswa hanya sebatas dalam bentuk pelanggaran, yaitu pelanggaran terhadap peraturan tata tertib sekolah, pelanggaran terhadap kegiatan belajar mengajar, pelanggaran terhadap ketenteraman sekolah, dan pelanggaran terhadap etika pergaulan dengan warga sekolah. Jadi kenakalan siswa ini tidak dapat digolongkan pada tindakan melanggar hukum formal maupun juga tidak dapat digolongkan sebagai suatu tindakan kriminal. Namun demikian, sekecil apapun bentuk kenakalan siswa perlu ada upaya pembinaan dan pencegahan sedini mungkin dari pihak sekolah, karena kebiasaan melakukan perbuatan atau tindakan yang kurang baik atau negatif jika dibiarkan akan menjadi suatu karakter atau kebiasaan yang kurang baik bagi perkembangan individu siswa itu sendiri. Seperti dikemukakan Sofyan S. Willis (2005:128) bahwa upaya preventif atau pencegahan lebih besar manfaatnya daripada upaya kuratif (penyembuhan), karena jika kenakalan itu sudah meluas amat
sulit
menanggulanginya.
Banyak
bahayanya
kepada
masyarakat,
menghamburkan biaya, tenaga, dan waktu, sedang hasilnya tidak seberapa. Oleh karena itu, upaya preventif (pencegahan) itu sangat penting, dan kegiatan ini dilakukan secara sistematis, berencana, dan terarah, untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul. B. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Kemampuan ekonomi orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan kelangsungan untuk membiayai pendidikan anaknya yang tergolong
81 kurang mampu akan berpengaruh terhadap sikap anak di sekolah. Kondisi ekonomi orang tua semacam itu tentu akan mengganggu ketenangan anak mengikuti pelajaran di sekolah. Hal ini mendorong anak untuk bolos tidak sekolah atau pulang lebih awal dari sekolah dengan alasan membantu pekerjaan orang tua di rumah. Selain itu anak menjadi kurang perhatian terhadap pelajaran di sekolah dan sering tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Tingkat sosial ekonomi yang rendah pada orang tua siswa, akan memunculkan kesulitan tersendiri bagi anak (siswa) bersangkutan. Anak dihadapkan dengan keraguraguan dalam menentukan sikap, yaitu membantu orang tua mencari nafkah di rumah dengan melakukan bolos sekolah atau pulang lebih awal dari sekolah, dan/atau datang/masuk ke sekolah dan mengikuti pelajaran sebagaimana biasa. Tekanan ekonomi keluarga (orang tua) menimbulkan ketegangan tersendiri bagi anak (siswa) yang tentunya sering dirasakan menekan, dan di sisi lain dihadapkan dengan tugas dan tanggung jawab mengikuti pelajaran di sekolah akan menimbulkan kesulitan yang tidak bisa dihindari. Kenyataan tersebut di atas terungkap pada temuan penelitian di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo bahwa dari penuturan siswa/klien yang bermasalah atau memiliki kasus tindak kenakalan di sekolah, seperti bolos sekolah tanpa pemberitahuan, sering tidak mengikuti pelajaran di kelas, dan tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Alasannya mereka melakukan hal itu, adalah karena membantu pekerjaan orang tua di rumah, yaitu berjualan. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa kehidupan lingkungan keluarga (orang tua) khusunya berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi merupakan faktor penyebab kenakalan anak (siswa) dalam mengindahkan peraturan tata tertib
82 sekolah. Kesadaran terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai siswa di sekolah menjadi terabaikan. Di samping itu pengaruh lingkungan sosial dalam hal ini hubungan pergaulan antar siswa atau kawan-kawannya, seperti ajakan untuk bolos sekolah, tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru, merokok di sekolah dan pulang lebih awal dari sekolah, juga merupakan faktor penyebab kenakalan siswa. Keinginan seorang siswa untuk melakukan perbuatan yang tidak baik itu, karena adanya suatu dorongan sosial atau terbentuk karena tuntutan pergaulan. Sikap demikian dianggap bagi dirinya sebagai bentuk solidaritas sosial atau pertemanan. Sikap pergaulan yang tidak baik ini dapat pula merupakan sumber atau faktor penyebab terjadinya kenakalan. Hal ini dibuktikan dari temuan penelitian sebagaimana pengakuan siswa/klien SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo yang melakukan perbuatan tersebut. Dimana terungkap bahwa siswa/klien bersangkutan melakukan perbuatan bolos sekolah, tidak mengerjakan tugas dan pulang lebih awal dari sekolah karena ikut-ikutan teman. Oleh karena itu, sikap dan perilaku siswa dalam lingkungan sosial, yaitu pergaulan antar teman dapat merupakan faktor penyebab terjadinya kenakalan diantara siswa itu sendiri di sekolah. Menyimak dari temuan penelitian tersebut bahwa faktor-faktor penyebab kenakalan siswa SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo, pada dasarnya dipicu dari persoalan internal pada diri individunya yang merupakan manifestasi dari ketidakmampuannya dalam penyesuaian diri baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Individu melakukan kegiatan selalu dalam interaksi dengan lingkungannya, lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Menurut Sitti Hartinah (2008:131) bahwa ada dua kecenderungan interaksi individu
83 dengan lingkungan, yaitu (1) individu menerima lingkungan, dan (2) individu menolak lingkungan. Sesuatu yang datang dari lingkungan mungkin diterima oleh individu sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, menguntungkan
atau
merugikan.
Sesuatu
yang
menyenangkan
atau
menguntungkan akan diterima oleh individu, tetapi yang tidak menyenangkan atau merugikan akan ditolak atau dihindari. Terhadap hal-hal yang tidak disenangi, tidak dibutuhkan atau yang bersifat ancaman individu akan melakukan usaha-usaha penolakan. Bentuk penolakan ini bermacam-macam, tetapi pada garis besarnya dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu perlawanan (agression), dan pelarian (withdrawl). Apabila individu merasa kuat atau mempunyai kekuatan untuk menghadapi lingkungan yang mengancam dirinya, maka ia akan melakukan perlawanan atau penentangan terhadap lingkungan, tetapi apabila ia merasa lemah atau tidak mempunyai kekuatan untuk melawan lingkungan, maka ia akan menghindarkan diri atau melarikan diri. Bentuk perbuatan menentang atau melawan ini bermacam-macam dari menggerutu, mencela atau mencaci maki, memarahi, sampai dengan merusak dan menghancurkan. Demikian juga dengan penghindaran atau pelarian, bentuknya macam-macam seperti perbuatan diam tidak memberi reaksi, tidak hadir dalam suatu kegiatan, melepaskan diri dari tugas atau tanggung jawab, mencari-cari kegiatan pengganti, mabuk-mabukan, penyalahgunaan narkotik, berjudi, mencari kekuatan yang bersifat irrasional dan lain-lain (Hartinah, 2008:133-134). Dengan
demikian
dapat
dikatakan
bahwa
munculnya
perilaku
menyimpang atau kenakalan siswa itu sebenarnya merupakan kompensasi dari segala kekurangan dan kegagalan yang dialaminya dalam melakukan tugas
84 perkembangannya termasuk dalam menjalin hubungan dengan lingkungan sosialnya (kelurga, sekolah dan masyarakat). Terlebih lagi jika kondisi atau keadaan lingkungannya kurang atau tidak kondusif dalam mendukung proses tugas perkembangannya.
C. Upaya Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Berdasarkan temuan penelitian sebagaimana telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa yang dilakukan melalui pendidikan karakter dalam bentuk program tahunan SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo yang meliputi aspek pembinaan dan pencegahan adalah tergolong baik walaupun belum maksimal. Ditinjau dari aspek pembinaan termasuk dalam hal ini upaya penanggulangan terhadap kenakalan siswa, pada kenyataannya pihak sekolah selalu memprogramkan pembinaan bidang kesiswaan yang terintegrasi ke dalam program sekolah, melakukan pengembangan komponen pendidikan karakter ke dalam
kurikulum
sekolah,
baik
yang
bersifat
intrakurikuler
maupun
ekstrakurikuler. Selain itu, pihak sekolah tampaknya selalu berupaya untuk meningkatkan peran aktif komunitas sekolah (guru, karyawan/staf administrasi, komite sekolah dan orang tua/wali siswa) dalam pembinaan karakter siswa. Terlebih lagi peranan guru PKn dalam pembinaan karakter siswa sangat penting khususnya dalam menciptakan iklim dan budaya karakter yang baik di sekolah. Pada kenyataannya program sekolah yang tekah dilaksanakan SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dalam tiga tahun terakhir (tahun 2009-2011) berkaitan dalam upaya menanggulangi kenakalan siswa melalui pendidikan
85 karakter dapat dikelompokkan menjadi dua program kegiatan, yaitu (1) program pembinaan, dan (2) program pencegahan. Untuk program pembinaan, kegiatan yang dilaksanakan meliputi: (1) melakukan pendataan/pencatatan siswa-siswa yang bermasalah atau memiliki kasus kenakalan di sekolah, (2) memanggil siswa/klien bermasalah tersebut untuk mengklarifikasi kasus atau permasalahannya, (3) menginformasikan permasalahan siswa kepada orang tua/wali siswa bersangkutan, (4) melaksanakan pendidikan karakter yang diintegrasikan ke setiap mata pelajaran, (5) melaksanakan pengamatan di lapangan atau di kelas untuk mengetahui perkembangan sikap dan perilaku siswa/klien bersangkutan, (6) melaksanakan kunjungan rumah (ke rumah siswa/klien), dan (7) melaksanakan evaluasi serta tindak lanjut. Sedangkan untuk program pencegahan kenakalan siswa, kegiatan yang dilaksanakan adalah: (1) melaksanakan sosialisasi tentang peraturan tata tertib sekolah pada setiap upacara bendera di sekolah, (2) melaksanakan kegiatankegiatan yang bersifat ekstrakurikuler berbasis pendidikan karakter (pendidikan tentang nilai-nilai sikap, moral dan perilaku) dengan melibatkan guru mata pelajaran, wali kelas, kepala sekolah, komite sekolah, OSIS, dan para ahli yang relevan sesuai dengan kebutuhan, dan (3) menciptakan iklim dan budaya berkarakter yang baik di lingkungan sekolah. Seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa kenakalan siswa tidak dapat diselesaikan hanya melalui nasihat, ceramah dan hanya melalui pembelajaran di kelas semata, akan tetapi lebih realistis dengan tindakan atau perbuatan yang nyata (action). Orang yang paling bertanggung jawab dalam
86 melaksanakan pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa di sekolah adalah guru. Selain mengajar dan mendidik, guru berperan dalam mengembangkan karakter dan kepribadian siswa, disamping tugas dan tanggung jawab orang tua di rumah. Biasanya di sekolah, guru dipandang serba tahu dan serba mampu dalam memberikan bimbingan oleh siswa-siswanya. Begitu besarnya kepercayaan siswa terhadap guru, tentu peranan guru sangat penting dalam mempengaruhi pembentukan karakter dan perkembangan kepribadian siswa. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembelajaran di sekolah, dimana pendidikan karakter perlu diintegrasikan ke dalam setiap materi mata pelajaran yang diberikan kepada siswa sesuai dengan struktur mata pelajaran yang tercantum
dalam kurikulum sekolah. Artinya, pendidikan karakter tidak
dilakukan hanya melalui mata pelajaran khusus, misal PKn dan/atau pendidikan agama dengan alokasi jam pelajaran tertentu, akan tetapi perlu ditanamkan pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran dengan lebih menekankan pada penerapan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Hal ini disadari dengan terbentuknya karakter dan kepribadian yang baik melalui proses pembiasaan diharapkan dapat meningkatkan nilai moral dan karakter para siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, serta dapat mencegah terjadinya perilaku menyimpang atau kenakalan di kalangan siswa. Untuk itu, perlu pihak sekolah meningkatkan ketersediaan fasilitas untuk kegiatan kesiswaan baik yang bersifat kurikuler maupun ekstrakurikuler sehingga dapat menampung dan menyalurkan bakat serta minat siswa sesuai dengan tugas perkembangan serta kebutuhannya.begitu juga peran aktif guru PKn dalam mengkoordinasi dan mengevaluasi pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah sangat penting, karena
87 ia memahami dan menguasai kompetensi (materi) dalam kaitannya dengan nilainilai, sikap, moral dan perilaku yang diharapkan. D. Kendala Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Mengenai kendala pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondon menunjukkan adalah pada kenyataannya jika dilihat dari sumber munculnya kendala, maka dapat dikelompokkan dalam dua faktor kendala, yaitu: (1) kendala internal sekolah, dan (2) kendala eksternal. 1. Kendala Internal Sekolah Kendala internal sekolah adalah kendala yang bersumber dari dalam sekolah. Temuan penelitian menunjukkan bahwa kendala yang tergolong selalu dialami sekolah maupun guru dalam menanggulangi kenakalan siswa, antara lain: keterbatasan
dalam
memberikan
bimbingan
karakter
pada
siswa
saat
pembelajaran di sekolah, kurang proaktifnya orang tua/wali siswa tentang riwayat kehidupan anak (siswa) sehingga guru sulit untuk membantu pemecahan kesulitannya. Selain itu ketidakterbukaan siswa yang bermasalah dalam pemberian informasi mengenai permasalahan yang dialaminya kepada guru yang menanganinya. Begitu juga kendala lain yang selalu dialami guru dalam menanggulangi kenakalan siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler adalah keterbatasan peluang bagi siswa dalam mengembangkan bakat dan minatnya di sekolah, karena keterbatasan fasilitas untuk kegiatan kesiswaan, dan peranan perpustakaan sekolah belum maksimal. Kendala lain yang juga kadang-kadang dialami sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa, yaitu kesulitan guru dalam mengintegrasikan (memadukan) pendidikan karakter dengan materi
88 pelajaran di sekolah, serta belum adanya pedoman tentang standar pembinaan dan pengembangan nilai-nilai moral, sikap, perilaku yang diinginkan atau berkaitan dengan standar pendidikan karakter siswa untuk SMP. 2. Kendala Eksternal Faktor lain yang menjadi kendala dalam menanggulangi kenakalan siswa adalah faktor eksternal, yaitu kondisi lingkungan sekitar sekolah, seperti dekat dengan pusat keramaian, lingkungan industri, dan lokasi sekolah dekat dengan jalan raya. Di samping itu temuan penelitian menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonomi rendah di kalangan orang tua/wali siswa, cenderung memberi beban atau menekan proses perkembangan individu siswa. Siswa bersangkutan dihadapkan dengan dua kondisi, yaitu membantu pekerjaan orang tua mencari nafkah, dan menuntut ilmu di sekolah. Kondisi ini tentu tidak mendukung upaya guru atau sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa, bahkan kemungkinan sebaliknya akan menjadi daya tarik tersendiri atau sebagai penyebab munculnya kenakalan di kalangan siswa, misalnya bolos sekolah tidak mengikuti pelajaran, melakukan tindakan atau perbuatan yang tidak diinginkan dan lain sebagainya. Adanya berbagai kendala tersebut, tentu dapat menghambat upaya menanggulangi kenakalan siswa di sekolah, juga kemungkinan munculnya dampak negatif khususnya bagi siswa yang bermasalah (siswa yang terindikasi nakal atau berperilaku menyimpang). Dampak negatif yang dimaksud itu, antara lain: (1) siswa yang bermasalah akan tumbuh dan berkembang tanpa terkendali, tidak terarah sesuai dengan norma-norma pendidikan, susila dan agama, (2) menjadi beban yang tidak ringan bagi sekolah, keluarga dan masyarakat, dan (3) pencitraan sekolah di mata masyarakat akan menjadi menurun atau kurang baik.
89 Dengan memperhatikan berbagai kendala dan kemungkinan dampak negatif kegagalan dalam menanggulangi kenakalan siswa tersebut di atas, dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi sekolah maupun para guru untuk melakukan tindak lanjut perbaikan ke arah yang lebih baik, dan mengkondisikan sekolah sebagaimana yang diharapkan. Sehinga dengan demikian, diharapkan dapat meminimalisir kendala yang dihadapi dan dampak negatif yang kemungkinan tidak dikehendaki, jika memang kendala-kendala itu tidak dapat dihindarkan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan paparan data dan temuan penelitian, serta pembahasan sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Bentuk Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Bentuk kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo yaitu pelanggaran terhadap peraturan tata tertib sekolah, pelanggaran terhadap kegiatan belajar mengajar, pelanggaran terhadap ketenteraman sekolah, dan pelanggaran terhadap etika pergaulan dengan warga sekolah. 2. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Pada dasarnya kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo disebabkan atau ditimbulkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal pada diri siswa itu sendiri, dan faktor eksternal dalam hal ini faktor lingkungan keluarga serta lingkungan sosial (pergaulan antar siswa di sekolah). 3. Upaya Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo adalah dilaksanakan dalam bentuk program tahunan sekolah berbasis karakter yang meliputi: (a) aspek pembinaan dan (b) aspek pencegahan kenakalan siswa. Penekanan program kegiatan ini adalah pada 90
91 pengenalan dan pengamalan/penerapan nilai-nilai karakter yang diharapkan melalui intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Secara teknis pelaksanaan program sekolah berbasis karakter ini dikoordinir dan dievaluasi oleh guru PKn sekolah yang bersangkutan.
4. Kendala Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Kendala sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo dapat dikelompokkan dalam dua faktor kendala, yaitu: (1) kendala internal sekolah, dan (2) kendala eksternal. B. Saran Dari kesimpulan hasil penelitian diatas, dapat diajukan beberapa saran, antara lain: 1. Bagi sekolah, perlu peningkatan dan berkelanjutan tentang program sekolah berbasis karakter baik yang bersifat intrakurikuler maupun ekstrakurikuler sehingga dapat mengembangkan potensi diri yang dimiliki siswa dalam rangka membantu proses tugas perkembangan nilai-nilai, sikap, moral dan perilaku yang diharapkan. Untuk itu perlu upaya peningkatan pembentukan karakter siswa melalui pendidikan karakter yang terintegrasi ke dalam setiap materi mata pelajaran sesuai dengan kurikulum sekolah (KTSP). 2. Bagi Guru, hendaknya perlu memahami aspek-aspek psikis dan kepribadian siswa secara teliti dan objektif, sehingga dengan demikian dapat dicegah kemungkinan
kecenderungan
munculnya
perilaku
menyimpang
atau
kenakalan di kalangan siswa, dan memudahkan guru dalam memberikan pendidikan dan pengajaran karakter kepada siswa sesuai dengan tugas
92 perkembangan usianya. Terlebih lagi bagi guru PKn dapatnya berperan aktif dalam menumbuhkembangkan nilai-nilai karakter siswa dengan melakukan pembiasaan
(habituasi) dalam
bentuk
perilaku,
dan
kegiatan
yang
mencerminkan dari nilai-nilai pendidikan karakter yang menjadi prioritas dari SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. 3. Bagi Orang Tua Siswa, hendaknya perlu proaktif dan menjalin kerjasama yang baik melalui komunikasi yang intensif kepada pihak sekolah dan guru termasuk guru PKn, sehingga setiap permasalahan yang muncul pada diri siswa dalam hal ini putra-putrinya dapat ditanggulangi secara dini. Dengan demikian
siswa
bersangkutan
tidak
mengalami
kesulitan
proses
pendidikannya di sekolah. 4. Bagi Peneliti lain, perlu adanya penelitian lebih lanjut dan secara mendalam berkaitan dengan temuan penelitian ini, sehingga dapat membantu pihak sekolah dalam upaya menanggulangi kenakalan atau perilaku menyimpang di kalangan siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Mighwar, Muhammad. 2006. Psikologi Remaja: Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua. Bandung: Pustaka Setia. Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Asiyah, Ririn Nur. 1996. Upaya Penanggulangan Kenakalan Remaja SMUN di Kabupaten Boyolali. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FIP IKIP MALANG. Bogdan, G.A. dan Biklen, S.K. 1998. Qualitative Research for Education Instruction to Theory and Methods. London: Allyn and Bacon. Faisal, Sanapiah. 2006. Pengumpulan dan Analisis Data Dalam Penelitian Kualitatif. Dalam Burhan Bungin (Ed.) Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang YA3 Malang. Gunarsa, S. 1988. Psikologi Remaja. Jakarta: Gunung Mulia. Gunarsa, Singgih D. Dan Gunarsa Y., Singgih D. 1986. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Harian Surya. 2011. Ketahuan Ngutil, Siswa Keluar Sekolah. Dalam pemberitaan Harian Pagi Surya, 30 Januari 2011: p.5. Hartinah, Sitti. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Refika Aditama. Kanto, S. 2006. Sampling, Validitas dan Reliabilitas Dalam Penelitian Kualitatif. Dalam Burhan Bungin (Ed.) Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Kartono, K. 1996. Patologi Sosial II (Kenakalan Remaja). Jakarta: RajaGrafindo Persada. Mappiare, Andi. 1998. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Mashudi, Thoha. 2000. Hubungan Antara Sikap Bergaul dan Kenakalan Siswa Kelas II SMU di Kota Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP UM. 93
94 Miles, Matthew B. Dan Huberman, A. Michael. 1998. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyono, B. 1995. Pendekatan Analisis Kenakalan Penanggulangannya. Yogyakarta: Kanisius.
Remaja
dan
Nasution, S. 1998. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Prastuti, Endang. 1997. Profil Remaja dan Karakteristik Khasnya. Malang: Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat – IKIP MALANG. Sarwono, Sarlito Wirawan. 1989. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Gunung Mulia. Soedarsono. 2004. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Suliyanto. 2005. Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia. Susanti, Dwi. 2007. Hubungan Persepsi dan Sikap Siswa Terhadap Kenakalan Remaja di SMA Negeri Gondang Tulungagung. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP UM. Sutopo, H.B. 2003. Pengumpulan dan Pengolahan Data Dalam Penelitian Kualitatif. Dalam Bakri, Masykuri (Ed.) Metodologi Penelitian Kualitatif: Tinjauan Teoritis dan Praktis. Malang: Lembaga Penelitian Unisma. Syarkawi. 2008 Pembentukan Kepribadian Anak: Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri. Jakarta: Bumi Aksara. Willis, Sofyan S. 2005. Remaja dan Masalahnya: Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja, Seperti Narkoba, Free Sex dan Pencegahannya. Bandung: Alfabeta. Yin, Robert K. 2004. Studi Kasus: Desain & Metode. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
95 Lampiran 1. DAFTAR NAMA INFORMAN PENELITIAN DI SMP NEGERI 1 PANJI KABUPATEN SITUBONDO No. 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Herry Sofyan, M.Pd Dra. Jenny Farukiyah Drs. Teguh Pribadi Siswyadi Sanjaya, S.Pd Yusuf
6. 7.
Yudha Moh. Nasir
L/P L P L L L L L
Jabatan Kepala Sekolah Guru BP/BK Guru BP/BK Guru PKn Siswa Kelas VIIIB Siswa Kelas IXF Siswa Kelas IXA
Keterangan: • Jumlah informan adalah : 7 orang, terdiri dari: • Laki-laki : 6 orang • Perempuan : 1 orang
Keterangan
96 Lampiran 2. Kode Instrumen: WK PANDUAN WAWANCARA DENGAN KEPALA SMP NEGERI 1 PANJI KABUPATEN SITUBONDO Pelaksanan Wawancara: 1. Hari/Tanggal : ....................................................................................... 2. Jam : ....................................................................................... 3. Tempat : ....................................................................................... 4. Topik : Upaya Sekolah Dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa 5. Informan : Bapak Herry Sofyan, M.Pd A. Pertanyaan-pertanyaan: 1. Bagaimana menurut Bapak mengenai isu kenakalan siswa di sekolah ini? 2. Dapatkah Bapak mendeskripsikan bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan siswa? 3. Sepengetahuan Bapak, apa faktor-faktor penyebab kenakalan siswa tersebut? 4. Apa langkah-langkah dasar yang dilakukan sekolah dalam upaya menanggulangi kenakalan siswa? 5. Apa kendala yang dialami sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa? B. Respon Informan 1. .............................................................................................................................. 2. .............................................................................................................................. 3. .............................................................................................................................. 4. .............................................................................................................................. 5. .............................................................................................................................. C. Catatan Tambahan Peneliti 1. .............................................................................................................................. 2. .............................................................................................................................. 3. ..............................................................................................................................
97 Lampiran 3 Kode Instrumen: WG.BK PANDUAN WAWANCARA DENGAN GURU BP/BK SMP NEGERI 1 PANJI KABUPATEN SITUBONDO Pelaksanan Wawancara: 1. Hari/Tanggal : ....................................................................................... 2. Jam : ....................................................................................... 3. Tempat : ....................................................................................... 4. Topik : Upaya Sekolah Dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa 5. Informan : Ibu Dra. Jenny Farukiyah dan Bpk. Drs. Teguh Pribadi A. Pertanyaan-pertanyaan: 1. Upaya apa yang dilakukan Bapak/Ibu dalam melaksanakan program sekolah tentang pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa? 2. Apakah Bapak/Ibu memiliki catatan tentang data jumlah siswa/klien bermasalah berkaitan dengan kenakalan yang dilakukannya atau bentuk kasus kenakalannya? 3. Apakah Bapak/Ibu melakukan analisis tentang faktor-faktor penyebab kenakalan siswa/klien tersebut? Jika ya, mohon dijelaskan gambaran faktorfaktor penyebab kenakalan siswa! 4. Selanjutnya, mohon dijelaskan secara singkat tentang kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa yang telah dilaksanakan selama tiga tahun terakhir ini! 5. Berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan tersebut (berkaitan dengan butir pertanyaan no. 4), kendala-kendala apakah yang dialami dalam melaksanakan pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa? Dan, bagaimanakah tindak lanjutnya? B. Respon Informan 1. .............................................................................................................................. 2. .............................................................................................................................. 3. .............................................................................................................................. 4. .............................................................................................................................. 5. .............................................................................................................................. C. Catatan Tambahan Peneliti 1. .............................................................................................................................. 2. .............................................................................................................................. 3. ..............................................................................................................................
98 Lampiran 4. Kode Instrumen: WGPKn PANDUAN WAWANCARA DENGAN GURU PKn DI SMP NEGERI 1 PANJI KABUPATEN SITUBONDO
Pelaksanan Wawancara: 1. Hari/Tanggal : Rabu & Kamis, 6-7 April 2011 2. Jam : 10.00 – 12.00 WIB 3. Tempat : Ruang Guru 4. Topik : Upaya Sekolah Dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa 5. Informan : Bapak Sisyadi Sanjaya, S.Pd A. Pertanyaan-pertanyaan: 1. Sepengetahuan Bapak, bagaimana gambaran kenakalan siswa di sekolah ini? Mohon penjelasannya! 2. Menurut Bapak, apa faktor-faktor penyebab kenakalan siswa tersebut? 3. Selanjutnya, bagaimana upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa tersebut? Mohon dapat dijelaskan! 4. Dalam kaitannya dengan pelajaran PKn, bagaimana cara Bapak mensinergikan upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa dengan materi pelajaran PKn dalam proses belajar mengajar (PBM)? 5. Dalam kaitannya dengan pertanyaan butir 3 dan butir 4 di atas, apa kendala yang dialami sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di sekolah ini? Begitu juga, apa kendala yang dialami Bapak dalam memberikan pelajaran PKn berkaitan dengan upaya menanggulangi kenakalan siswa? B. Respon Informan: 1. .......................................................................................................................... 2. .......................................................................................................................... 3. .......................................................................................................................... 4. .......................................................................................................................... 5. .......................................................................................................................... C. Catatan Tambahan Peneliti 1. .......................................................................................................................... 2. .......................................................................................................................... 3. ..........................................................................................................................
99 Lampiran 5. Kode Instrumen: WS PANDUAN WAWANCARA DENGAN SISWA/KLIEN BERMASALAH BERKAITAN DENGAN KASUS KENAKALAN DI SMP NEGERI 1 PANJI KABUPATEN SITUBONDO
A. Identitas Siswa: • Nama : ................................................... • Kelas : ................................................... • Usia : ................................................... tahun B. Pertanyaan-pertanyaan: 1. Kasus apa yang anda lakukan sehingga dipanggil dan diperingatkan oleh guru PKn? 2. Kapan terjadinya kasus itu, dan dimana kasus itu terjadi? 3. Berkaitan dengan kasus itu, mohon dijelaskan secara singkat tentang kronologis terjadinya kasus itu! 4. Bagaimanakah perasaan anda setelah terjadinya kasus itu? 5. Layanan apa yang diberikan guru di sekolah berkaitan dengan kasus atau permasalahanmu itu? 6. Apakah orang tuamu (ayah/ibu) mengetahui tentang kasus atau permasalahanmu itu? Jika ya, bagaimanakah sikap orang tuamu terhadap dirimu? 7. Bagaimanakah kesan anda terhadap layanan sekolah (bimbingan guru) dalam menangani dan menyelesaikan kasus atau permasalahanmu itu? C. Respon Informan 1. ........................................................................................................................... 2. ........................................................................................................................... 3. ........................................................................................................................... 4. ........................................................................................................................... 5. ........................................................................................................................... 6. ........................................................................................................................... 7. ........................................................................................................................... D. Catatan Tambahan Peneliti 1. .............................................................................................................................. 2. .............................................................................................................................. 3. ..............................................................................................................................
100 Lampiran 6. Kode Instrumen: WK TRANSKRIPSI WAWANCARA DENGAN KEPALA SMP NEGERI 1 PANJI KABUPATEN SITUBONDO • • • • •
Tanggal Jam Tempat Topik Informan
: 4 April 2011 : 08.00 – 10.00 WIB : Ruangan Kepala Sekolah : Upaya Sekolah Dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa : Bpk. Herry Sofyan, M.Pd
A. Proses Wawancara: 1. PEN : Bagaimana menurut Bapak mengenai issu kenakalan siswa di sekolah ini? KEPSEK : Mengenai issu kenakalan siswa di sekolah ini, ya memang saya rasakan itu ada, tetapi tidak semua siswa berbuat nakal. Hanya sebagian kecil siswa yang ada di sini sering membuat kasuskasus tertentu atau membuat masalah 2. PEN : Seperti apa bentuk-bentuk kasus yang dilakukan siswa dimaksud? Mohon dapatnya dijelaskan! KEPSEK : Bentuk-bentuk kasus itu, ya .... bervariasi, seperti: bolos sekolah tanpa keterangan, tidak pakai pakaian seragam, sering datang terlambat di sekolah, tidak mengikuti pelajaran di kelas, tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, membuat gaduh di kelas, dan kasus-kasus lainnya. Kasus-kasus yang dilakukan siswa di sekolah dalam tiga tahun terakhir ini, yaitu tahun 2009 hingga sekarang tampaknya kasus-kasus itu secara kuantitas maupun kualitas kecenderungannya menurun. Mengenai bentuk kasus dan datanya, silahkan Saudara tanyakan lebih lanjut kepada ibu Jenny Farukiyah (BP/BK), dan Bapak Sisyadi Sanjaya, S.Pd yang bertugas sebagai guru PKn yang menangani kasus-kasus siswa di sekolah ini. 3. PEN : Sepengetahuan Bapak, apa faktor-faktor penyebab terjadinya kasus-kasus itu atau kasus kenakalan siswa itu? KEPSEK : Mengenai hal ini, menurut informasi yang saya peroleh dari guru PKn yang menanganinya bahwa faktor penyebab kasus atau kenakalan yang dilakukan siswa juga pada dasarnya bervariasi, yaitu ada karena faktor kurang disiplinnya siswa itu sendiri, karena pengaruh ajakan teman-temannya (sesama siswa), karena tuntutan orang tua, seperti membantu pekerjaan orng tuanya di rumah sehingga bolos sekolah atau pulang lebih awal dari sekolah, dan juga karena faktor kurangnya dorongan atau motivasi belajar pada dirinya. 4. PEN
: Dari apa yang Bapak jelaskan tadi, apa langkah-langkah dasar yang dilakukan sekolah dalam upaya menanggulangi kasuskasus atau kenakalan siswa tersebut?
101 KEPSEK
5. PEN KEPSEK
: Upaya dalam menanggulangi kenakalan siswa yang kami lakukan tentu diarahkan atau difokuskan pada pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa melalui pendidikan karakter. Hal ini dilakukan dalam bentuk program yang berkelanjutan. Program ini terintegrasi ke dalam program tahunan sekolah bidang kesiswaan. Operasionalnya dilakukan melalui sejumlah kegiatanyang dipadukan (terintegrasi) dengan program pengajaran pada setiap mata pelajaran yang diberikan oleh masing-masing guru bersangkutan. Disamping itu juga dilakukan kegiatan layanan bimbingan dan konseling khususnya bagi siswa yang memiliki kasus atau permasalahan tertentu. Kegiatan layanan bimbingan dan konseling ini dilakukan oleh guru BP/BK baik pada siswa/klien secara individu (perorangan) maupun kelompok. Secara teknis program pendidikan karakter ini dikoordinir oleh guru PKn. : Selama ini, apa kendala yang dialami sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa? Mohon dapatnya dijelaskan! : Mengenai hal ini, memang ada sejumlah kendala yang dialami dalam melakukan pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa tersebut, diantaranya, yaitu: lemahnya data-data atau informasi tentang riwayat hidup siswa/klien yang bermasalah, ketidakterbukaan siswa/klien mengenai kasus atau permasalahannya, kurangnya keperdulian orang tua/wali siswa terhadap kasus atau permasalahan yang dialami putra/putrinya, dan juga kendala keterbatasan guru mata pelajaran dalam memberikan materi pendidikan karakter di kelas.
B. Catatan Tambahan: 1. Data gambaran kasus dan jumlah siswa/klien yang bermasalah dianjurkan oleh Kepala Sekolah, agar ditanyakan langsung kepada guru BP/BK yang menanganinya. 2. Hal-hal lain yang berkaitan dengan profil sekolah, dianjurkan oleh Kepala Sekolah agar dilihat langsung pada bahan-bahan dokumentasi sekolah pada petugas bagian tata usaha.
102 Lampiran 7. Kode Instrumen: WG.BK TRANSKRIPSI WAWANCARA DENGAN GURU BP/BK SMP NEGERI 1 PANJI KABUPATEN SITUBONDO
• • • •
Tanggal Jam Tempat Topik
•
Informan
: 5 April 2011 : 08.00 – 12.00 WIB : Ruang BP/BK : Layanan Bimbingan dan Konseling pada Siswa/klien di Sekolah : Ibu Dra. Jenny Farukiyah
A. Proses Wawancara: 1. PEN : Upaya apa yang dilakukan BP/BK dalam melaksanakan program sekolah tentang pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa? Mohon penjelasannya! BUJEN : Mengenai hal ini, upaya yang dilakukan BP/BK adalah mendukung dan terlaksananya program sekolah berkaitan dengan bidang layanan bimbingan dan konseling untuk siswa di sekolah sesuai dengan fungsinya. Untuk diketahui ada 5 (lima) fungsi fungsi bimbingan dan konseling, adalah: (1) fungsi pemahaman, yaitu membantu siswa/klien memahami diri dan lingkungannya, (2) fungsi pencegahan, yaitu membantu siswa/klien agar mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya, (3) fungsi pengentasan, yaitu membantu siswa/klien mengatasi masalah yang dialaminya, (4) fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu membantu siswa/klien memelihara dan menumbuhkembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya, dan (5) fungsi advokasi, yaitu membantu siswa/klien memperoleh pembelaan atas diri dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian. Jadi dapat dikatakan bahwa BP/BK bersama dengan guru mata pelajaran serta guru wali kelas secara terpadu melaksanakan program sekolah tentang pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa di sekolah 2. PEN : Kaitannya dengan kenakalan siswa di sekolah, apakah ibu memiliki catatan data jumlah siswa/klien bermasalah atau yang memiliki kasus kenakalan dan bentuk kasus kenakalannya? Dalam kaitan ini, bagaimana proses ibu mengetahui bahwa siswa “A” atau siswa “B” melakukan kasus kenakalan di sekolah? Mohon dapat dijelaskan! BUJEN : Menjawab pertanyaa. Saudara mengenai bentuk kasus kenakalan siswa, dan data jumlah siswa bermasalah atau memiliki kasus kenakalan dimaksud. Hal ini Saudara dapat melihat catatan dan data-data kasus siswa pada
103
3. PEN
BUJEN
4. PEN
BUJEN
:
:
:
:
arsip/dokumentasi yang ada di BP/BK. Sedangkan mengenai proses diperoleh atau diketahuinya bahwa siswa “A” atau siswa “B” melakukan kasus kenakalan di sekolah adalah berdasar atas laporan dari para guru mata pelajaran, guru wali kelas, kepala sekolah, guru piket, karyawan maupun juga berdasar dari pengamatan kami secara langsung di lapangan Selanjutnya saya ingin bertanya, apakah ibu melakukan analisis tentang faktor-faktor penyebab kenakalan siswa/klien tersebut? Jika ya, mohon dijelaskan gambaran faktor-faktor penyebab kenakalan siswa! Untuk pertanyaan ini memang ya, kami selalu dalam menangani suatu kasus siswa sebelum memberikan bantuan layanan dilakukan analisis tentang kronologis kasus kenakalan siswa itu. Hal ini untuk mengetahui faktor-faktor penyebabnya. Dengan demikian memudahkan kami dalam memberikan bimbingan dan konseling pada siswa bersangkutan. Dari apa yang kami ketahui selama ini bahwa faktor penyebab kasus atau kenakalan siswa, diantaranya adalah faktor kurang disiplinnya siswa itu sendiri, pengaruh pergaulan dengan temannya (sesama siswa), rendahnya minat belajar atau kurangnya dorongan atau motivasi belajar pada dirinya, dan disamping itu juga disebabkan karena faktor kondisi sosial ekonomi orang tua, dimana siswa bersangkutan kerap bolos sekolah atau pulang lebih awal dari sekolah hanya sekedar membantu pekerjaan orang tua di rumah Mohon ibu menjelaskan secara singkat tentag kegiatankegiatan yang berkaitan dengan pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa yang telah dilaksanakan selama tiga tahun terakhir ini! Mengenai kegiatan di bidang layanan bimbingan dan konseling yang berkaitan dengan pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa yang telah dilaksanakan selama tiga tahun terakhir ini, yaitu tahun 2009 hingga sekarang, dapat kami kemukakan bahwa kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan adalah diselaraskan dan integral dengan program pendidikan dan pengembangan diri siswa. Hal ini dilakukan karena program layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari upaya pendidikan dan pengembangan individu atau integral dari program sekolah. Sasaran layanan bimbingan dan konseling individu (perorangan) maupun kelompok atau klasikal, baik siswa yang memiliki kasus atau permasalahan maupun yang tidak memiliki kasus. Oleh karena itu, format kegiatan layanan bimbingan dan konseling di sekolah dilaksanakan sebagai berikut: (1) layanan individual, yaitu format layanan secara individu, (2) layanan kelompok, yaitu format kegiatan layanan terhadap sejumlah siswa melalui dinamika kelompok, (3) layanan klasikal, yaitu format kegiatan layanan informasi, dan (4) layanan lapangan, yaitu format kegiatan layanan kepada seseorang (perorangan) maupun
104
5. PEN
BUJEN
sejumlah siswa dlam satu kelas maupun pada kegiatan lapangan (kegiatan layanan orientasi) Selanjutnya, dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan secara terpadu/bekerja sama antara guru BP/BK, wali kelas, guru mata pelajaran, dan didukung oleh seluruh unsur sekolah khususnya Kepala Sekolah serta Komite Sekolah. Adapun kegiatan-kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan berkaitan dengan upaya pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa di sekolah dikelompokkan menjadi dua program kegiatan, yaitu (1) program pembinaan, dan (2) program pencegahan. Untuk program pembinaan kegiatannya adalah meliputi: melakukan pendataan/pencatatan siswa-siswa yang bermasalah atau memiliki kasus kenakalan di sekolah, memanggil siswa/klien bermasalah tersebut untuk mengklarifikasi kasus atau permasalahannya, menginformasikan permasalahan siswa kepada orang tua/wali siswa bersangkutan, melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kasus atau permasalahannya, melaksanakan pengamatan di lapangan atau di kelas untuk mengetahui perkembangan sikap dan perilaku siswa/klien bersangkutan, melaksanakan kunjungan rumah (ke rumah siswa/klien), dan melaksanakan evaluasi serta tindak lanjut. Sedangkan untuk program pencegahan kenakalan siswa, kegiatan yang dilaksanakan adalah melaksanakan sosialisasi tentang peraturan tata tertib sekolah pada setiap upacara bendera di sekolah, melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat ekstrakurikuler berbasis pendidikan karakter (pendidikan tentang nilai-nilai sikap, moral dan perilaku) dengan melibatkan guru mata pelajaran, wali kelas, kepala sekolah, komite sekolah, OSIS, dan para ahli yang relevan sesuai dengan kebutuhan. : Dalam kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan tersebut (berkaitan dengan pertanyaan butir 4), kendala-kendala apakah yang dialami dalam melaksanakan pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa? Dan, bagaimanakah tindak lanjutnya? : Memang ada sejumlah kendala dalam melaksanakan pembinaan dan pencegahan kenakalan siswa, yaitu tidak lengkapnya data-data/informasi mengenai riwayat hidup siswa/klien, ketidakterbukaan siswa/klien dalam mengemukakan kasus/permasalahannya, kurang keperdulian orang tua/wali siswa bersangkutan terhadap kasus/permasalahan putra/putrinya, dan disamping itu juga kendala dalam pemberian pendidikan karakter melalui kegiatan PBM di kelas karena keterbatasan waktu jam mengajar guru mata pelajaran
105 B. Catatan Tambahan: Analisis dokumen (arsip dokumen) tentang data-data kasus dan jumlah siswa/klien dibantu oleh Bapak Teguh Pribadi, S.Pd, selaku petugas/guru BP/BK. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 6 & 7 April 2011, jam 08.0012.00 WIB.
106 Lampiran 8. Kode Instrumen: WGPKn TRANSKRIPSI WAWANCARA DENGAN GURU PKn DI SMP NEGERI 1 PANJI KABUPATEN SITUBONDO
Pelaksanan Wawancara: 1. Hari/Tanggal : Rabu & Kamis, 6-7 April 2011 2. Jam : 10.00 – 12.00 WIB 3. Tempat : Ruang Guru 4. Topik : Upaya Sekolah Dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa 5. Informan : Bapak Sisyadi Sanjaya, S.Pd A. Proses Wawancara: PEN : Sepengetahuan Bapak selaku pengajar PKn, bagaimana gambaran kenakalan siswa di sekolah ini? Mohon penjelasannya! PAKSIS : Mengenai gambaran kenakalan siswa di sekolah ini dapat saja jelaskan sebagai berikut. Bentuk kenakalan siswa di sekolah ini adalah beragam atau bervariasi, dan terbatas dilakukan oleh siswa tertentu saja, seperti: terlambat datang ke sekolah atau terlambat mengikuti pelajaran di kelas, bolos sekolah tanpa ijin, tidak memakai pakaian seragam sekolah, tidak mengikuti upacara bendera, membuat onar atau gaduh saat pelajaran berlangsung, tidak mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, tidak memperhatikan guru saat menjelaskan materi pelajaran, dan menyontek teman (siswa lain) saat ulangan. Di samping itu masih ada bentuk kenakalan lain yang dilakukan siswa, yaitu merokok (terutama dilakukan siswa laki-laki), tidak mengembalikan buku perpustakaan sekolah yang dipinjam, dan pulan lebih awal dari sekolah sebelum waktunya. Lebih jelasnya mengenai bentuk kenakalan dan data siswa berkaitan dengan kasus kenakalan ini dapat ditanyakan langsung pada guru BP/BK, karena mereka yang merekam data-data kasus siswa di sekolah ini PEN : Menurut Bapak, apa faktor-fakto penyebab kenakalan siswa tersebut? PAKSIS : Menjawab pertanyaan ini, dari pengalaman saya mengajar dan menangani siswa-siswa yang bolos tidak mengikuti pelajaran PKn, dan siswa yang tidak mengerjakan tugas-tugas pelajaran yang saya berikan, ketika saya tanya kepada mereka (siswa) tersebut, dimana jawabnya adalah: “malas datang ke sekolah”, dan “tidak ada waktu mengerjakan tugas-tugas pelajaran di rumah, karena membantu orang tua berjualan”. Bahkan ada siswa yang sering bolos sekolah karena pengaruh temannya (ajakan teman), dan ada siswa yang tidak memperhatikan guru saat menjelaskan materi pelajaran, dimana pengakuannya karena “pelajaran membosankan sehingga malas belajar”. Demikianlah
107
PEN
:
PAKSIS
:
PEN
:
PAKSIS
:
sekelumit gambaran faktor-faktor penyebab kenakalan siswa di sekolah ini. Selanjutnya, bagaimana upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa tersebut? Mohon dapat dijelaskan! Dalam kaitannya dengan upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa adalah dilakukan melalui program tahunan sekolah secara berkelanjutan, yaitu melaksanakan pendidikan karakter. Tujuan pendidikan karakter ini adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan siswa atau peserta didik guna membangun karakter pribadi atau kelompok siswa dengan harapan mampu mewujudkan nilai-nilai, sikap, moral dan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan. Praksis pendidikan karakter ini membawa siswa pada pengenalan dan pembiasaan (habituasi) nilai-nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya pengamalan nilai secara nyata. Untuk itu strategi pendidikan karakter yang diprogram sekolah dilaksanakan melalui dua pendekatan yaitu: (1) program sekolah bidang akademik/pengajaran, dan (2) program sekolah bidang kesiswaan. Dalam program sekolah bidang akademik/pengajaran, dimana materi pendidikan karakter diintegrasikan (dipadukan) ke dalam materi pelajaran pada setiap mata pelajaran sesuai dengan kurikulum sekolah. Oleh karena itu, setiap guru dituntut untuk mengembangkan materi pendidikan karakter dan disinergikan dengan materi pelajaran yang diampunya. Sedangkan untuk program sekolah bidang kesiswaan merupakan kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan karakter yang meliputi: (1) bidang olahraga, (2) bidang seni, (3) bidang agama, (4) bidang akademik/karya ilmiah remaja (KIR), dan (5) bidang kepramukaan.. untuk program sekolah bidang kesiswaan itu dikelola dan dibawah tanggung jawab guru bidang kesiswaan, dalam hal ini oleh Bapak Drs. Akhmad Jayadi. Dari pelaksanaan program tahunan sekolah tersebut, baik intrakurikuler maupun ekstrakurikuler diharapkan mampu menanggulangi kenakalan siswa dalam bentuk pembinan maupun pencegahan. Dalam kaitannya dengan pelajaran PKn, bagaimana cara Bapak mensinergikan upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa dengan materi pelajaran PKn dalam proses belajar mengajar (PBM)? Mengenai cara mensinergikan upaya sekolah dalam menaggulangi kenakalan siswa melalui pendidikan karakter dengan materi pelajaran PKn dalam kegiatan proses belajar mengajar (PBM) adalah denga cara menentukan strategi pembelajaran (proses belajar mengajar) antara materi pelajaran PKn dengan materi pendidikan karakter yang diharapkan, dan disesuaikan dengan karakteristik siswa. Pendekatan
108
PEN
PAKSIS
pembelajaran PKn dilaksanakan secara holistik. Artinya, pembelajaran PKn dilaksanakan tidak lagi hanya bersifat pengajaran, tetapi diarahkan untuk membiasakan dan membentuk siswa yang baik dan cerdas. Pembelajaran PKn berbasis karakter yang berdimensi banyak hal, mulai dari emosi spiritual, dimensi sosial, kreativitas, disiplin diri, dan banyak hal lainnya. Selanjutnya diterapkan dalam kehidupan pergaulan sehari-hari di sekolah sehingga diharapkan menjadi suatu kebiasaan (habituasi), misalnya: sikap kejujuran, kedisiplinan, kebersamaan (gotong royong) atau keperdulian, menghargai pendapat orang lain, sopan santun, dan lain sebagainya. Untuk itu, perlu bimbingan dan pembinaan karakter siswa secara terus menerus (berkelanjutan) dan memerlukan perhatian khusus di lapangan (di luar kelas). Oleh karena itu, sekarang ini dimana iklim dan budaya sekolah, seperti kehidupan pergaulan antar warga sekolah adalah berbasis karakter yang baik dan sehat. Hal ini dapat diciptakan di sekolah, karena diawali dari keteladanan nilai-nilai, sikap, moral dan perilaku yang baik dari para guru, misalnya: dalam hal kedisiplinan mengajar, penampilan, sopan santun, dan ketaatan dalam beribadah. : Dalam kaitannya dengan pertanyaan butir 3 dan butir 4 di atas, apa kendala yang dialami sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di sekolah ini? Begitu juga, apa kendala yang dialami Bapak dalam memberikan pelajaran PKn berkaitan dengan upaya menanggulangi kenakalan siswa? Mohon dijelaskan! : Mengenai kendala yang dialami sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa di sekolah ini, sepengetahuan saya, yaitu kesulitan bagi para guru mata pelajaran dalam mensinergikan materi pendidikan karakter dengan materi pelajaran. Disamping itu juga kendala dalam hal keterbatasan alokasi waktu untuk memberikan bimbingan dan pembinaan karakter siswa. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembelajaran PKn, kendala yang saya alami adalah menentukan alokasi waktu untuk kegiatan siswa di luar kelas, karena pelajaran PKn pada dasarnya bersifat kontekstual yaitu berkaitan dengan kehidupan nyata sehari-hari di masyarakat. Pembelajaran PKn yang berbasis karakter hanya dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai yang ada dalam kegiatan ekstrakurikuler yang relevan. Namun kendalanya adalah dalam menentukan alokasi waktu untuk kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Selain itu juga kendala yang dialami adalah dalam menentukan penilaian aspek afektif siswa, guna mengetahui taraf kemajuan hasil pembelajaran PKn khususnya berkaitan dengan penerapan nilai-nilai, sikap, moral dan perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari di luar kelas (dalam lingkungan sekolah).
109 B. Catatan Tambahan Peneliti 1. Mengenai program sekolah tentang upaya sekolah dalam menanggulangi kenakalan siswa, disarankan untuk ditanyakan lebih jelas kepada kepala sekolah 2. Sedangkan yang berkaitan tentang data-data kasus kenakalan siswa dan layanan penanganannya, disarankan menemui guru BP/BK.
110 Lampiran 9. Kode Instrumen: WS TRANSKRIPSI WAWANCARA DENGAN SISWA/KLIEN BERMASALAH BERKAITAN DENGAN KASUS KENAKALAN DI SMP NEGERI 1 PANJI KABUPATEN SITUBONDO
• • • • •
Tanggal Jam Tempat Topik Informan
: 8 & 9 April 2011 : 08.00 – 10.00 WIB : Ruangan BP/BK : Bentuk Kenakalan dan Faktor Penyebabnya : 1. Yusuf, Kelas VIIIB (SW1) 2. Yudha, Kelas IXF (SW2) 3.Moh. Nasir, Kelas IXA (SW3)
A. Proses Wawancara: PEN : Kalau boleh saya tahu, kasus apa yang kalian lakukan sehingga berurusan dengan guru PKn? SW1 : Untuk pribadi saya, ada baiknya saya kemukakan mengenai kasus atau masalah yang menimpa saya sehingga berurusan dengan guru PKn, adalah sering bolos sekolah tanpa memberitahu, kadangkadang tidak mengikuti pelajaran di kelas,dan sering tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru. Akibat perbuatan saya ini, saya sering diperingatkan guru yang akhirnya dilaporkan ke Kepala Sekolah. SW2 : Sedangkan kasus saya adalah sering terlambat datang ke sekolah, tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru, dan ketahuan merokok di sekolah, sehingga diperingatkan guru dan dilaporkan ke Kepala Sekolah. SW3 : Mengenai kasus saya adalah sering tidak masuk sekolah atau bolos,ketahuan mencorat-coret dinding di kelas, dan sering pulang lebih awal dari sekolah PEN : Sudah lama kalian lakukan hal itu? Dan, bagaimana perasaan kamu setelah diperingatkan guru, dan sekarang kasusmu ditangani BK? Apakah orang tuamu mengetahui tentang kasusmu ini? SW1 : Ya... sudah lama, tapi saya lupa awalnya. Sekarang saya menyesal akan perbuatan saya ini. Orang tua saya tidak atau belum tahu mengenai kasus ini SW2 : Maaf .... saya lupa tanggal kejadiannya.mengenai perasaan saya ya ....menyesal. Kasus saya ini dilaporkan oleh sekolah kepada orang tua, sehingga saya dimarahi SW3 : Mengenai kasus bolos sekolah dan pulang lebih awal dari sekolah, terlalu sering saya lakukan. Perasaan saya ya ...menyesal, karena hasil belajar saya sangat jauh ketinggalan dibanding dengan teman-teman yang lin. Hal ini diketahui orang tua, dan saya disuruh giat belajar di rumah PEN : Selama ini layanan apa yang kalian peroleh dari sekolah? Mohon disebutkan kegiatannya!
111 SW1
SW2 & SW3 PEN SW1, SW2& SW3
: Setiap hari masuk sekolah, saya diwajibkan mengisi daftar hadir di BP/BK. Kegiatan layanan yang pernah saya peroleh dari petugas/ guru PKn adalah berupa nasihat-nasihat yang berkaitan dengan pendidikan karakter seperti nilai-nilai sikap, moral dan perilaku. Disamping itu memberi dorongan dan motivasi belajar, memberi pengetahuan yang bermanfaat bagi saya tentang cara-cara memecahkan masalah atau kesulitan yang berkaitan dengan pelajaran yang diberikan guru. Melakukan diskusi dengan topik yang terkait dengan permasalahan yang dialami siswa, dan membantu kegiatan sosial di sekolah : Ya ....memang itu kegiatan-kegiatan yang pernah kami peroleh atau alami dari guru PKn! (secara bersama-sama memberi jawaban) : Dari pengalaman kalian itu, bagaimana kesan kalian terhadap layanan dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru PKn tersebut? : Secara serentak menjawab, “Ya .... sangat bermanfaat bagi kami”.
B. Catatan Tambahan Peneliti 1. Wawancara ini didampingi oleh Bapak Teguh Pribadi, S.Pd selaku guru BP/BK 2. Materi wawancara disesuaikan dengan rekaman data kasus yang ada di ayanan BP/BK 3. Proses wawancara berlangsung dengan lancar dalam suasana tidak formal (kekeluargaan)
112 Lampiran 10.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL Jln. Semarang 5 Malang 65145. Telp. (0341) 551-312. psw 376 Telp/Fax (0341) 585-966 E-mail:
[email protected] Laman: www.um.ac.id.
FORMAT KONSULTASI DAN BIMBINGAN SKRIPSI JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN FIS UNIVERSITAS NEGERI MALANG Nama Mahasiswa NIM Judul Skripsi
: NINA UNUN YULISTA : 104811471920 : Upaya Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Dosen Pembimbing I : Drs. Suparlan Al-Hakim, M.Si Aspek yg Dikonsultasikan No (BAB/SUB BAB) 1 Proposal
Penilaian/Komentar Pembimbing
Tanggal
Revisi
20/01/2011
2
Proposal
Revisi
02/02/2011
3
Proposal
ACC
14/02/2011
4
BAB I-V
Revisi
07/03/2011
5
BAB I-V
Revisi
25/04/2011
6
BAB I-IV
Revisi
16/05/2011
7
BAB I-IV
Revisi
18/06/2011
8
BAB I–V
Revisi
04/07/2011
9
BAB I–V
ACC
14/07/2011
Paraf D.P
Malang, Juli 2011 Mengetahui, Ketua Jur. Hukum dan Kewarganegaraan,
Drs. Kt. Diara Astawa, SH, M.Si. NIP 19540522 198203 1 337
113
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL Jln. Semarang 5 Malang 65145. Telp. (0341) 551-312. psw 376 Telp/Fax (0341) 585-966 E-mail:
[email protected] Laman: www.um.ac.id.
FORMAT KONSULTASI DAN BIMBINGAN SKRIPSI JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN FIS UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Nama Mahasiswa NIM Judul Skripsi
: NINA UNUN YULISTA : 104811471920 : Upaya Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa di SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo Dosen Pembimbing II : Drs. Nur Wahyu Rochmadi, M.Pd., M.Si.
Aspek yg Dikonsultasikan No (BAB/SUB BAB) 1 Proposal
Penilaian/Komentar Pembimbing
Tanggal
Revisi
27/01/2011
2
Proposal
Revisi
9/02/2011
3
Proposal
ACC
14/02/2011
4
BAB I - V
Revisi
25/03/2011
5
BAB I– IV
Revisi
05/04/2011
6
BAB I– IV
Revisi
28/05/2011
7
BAB I– IV
Revisi
18/06/2011
8
BAB I– IV
Revisi
04/07/2011
9
BAB I – V
ACC
14/07/2011
Paraf D.P
Malang, Juli 2011 Mengetahui, Ketua Jur. Hukum dan Kewarganegaraan,
Drs. Kt. Diara Astawa, SH, M.Si. NIP 19540522 198203 1 337
116
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Nina unun yulista
NIM
: 104811471920
Jurusan/Program studi
: Hukum dan Kewarganegaraan /PPKn
Fakultas/Program
: Fakultas Ilmu Sosial /S1
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar tulisan saya, dan bukan merupakan plagiasi baik sebagian ataupun seluruhnya. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat di buktikan skripsi ini hasil plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Malang, 9 Agustus 2011 Yang membuat pernyataan,
Nina Unun Yulista
117 RIWAYAT HIDUP
Nina Unun Yulista dilahirkan di Sleman Jogjakarta, 14 Juli 1986, anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Moch. Asnun Zainullah, SE dan Ibu Kriso Indari, SE. Pendidikan Taman kanak-kanak di tempuh di TK Karya Rini Sleman Jogjakarta lulus tahun 1992, Pendidikan Sekolah Dasar di tempuh di SDN 1 Kapongan Situbondo lulus tahun 1998 dan setelah itu melanjutkan SMP di SLTPN 2 Panji Situbondo lulus tahun 2001 dan kemudian melanjutkan ke SMAN 2 Situbondo lulus tahun 2004. Tahun yang sama saya melanjutkan perguruan tinggi melalui jalur PMDK dan di terima sebagai mahasiswa Universitas Negeri Malang, pada Fakultas Ilmu Sosial, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, program studi S1 PPKn.
ABSTRACT
Yulista, Nina Unun. 2011. The School Institution’s Effort in Overcoming Juvenile Delinquency at SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. Thesis (Undergraduate). Pancasila and Civic Education Program, Law and Civic Department, Faculty of Social Science, State University of Malang. Advisors: (I) Drs. Suparlan Al-Hakim, M.Si; (II) Drs. Nur Wahyu Rochmadi, M.Pd., M.Si.
Keywords: juvenile delinquency, Overcoming, School, Effort.
Juvenile delinquency problem, especially for youth at the school age or who are sitting on school’s bench worries not only the parents and society, but also the teachers at school. Juvenile delinquency is not only merely parents’ and society’s problem; yet, it is a problem for the school also, since the school as a formal education institution is perceived to be the one which is responsible most on the education outcome including the student’s characteristic. Thus, it need care and effort of the school institution in overcoming RD at early stage. This research reveals the effort of the school in overcoming juvenile delinquency at SMP Negeri (State Junior High School) 1 Panji Kabupaten Situbondo. The main problems of this research are as follow: (1) How is the juvenile delinquency description at SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo?; (2) What are the causal factors of the juvenile delinquency at SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo?; (3) How is the school effort in overcoming juvenile delinquency at SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo?; (4) What are the difficulties which are faced during overcoming juvenile delinquency at SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo? This research uses qualitative approach and a case study design at SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo. The research subject/informants are the principal/head master, PKn (Civic Education) teacher, Counseling teacher, and students. In collection research data, the researcher takes role as the research instrument and uses supporting instruments such as Interview Sheet Guide, Observation Sheet, and Documentation Sheet. The data analysis utilizes interactive model. The research results are as follow: (1) the juvenile delinquency at SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo is a violation on the school’s rule, violation in teaching and learning activity, violation on the school’s tranquility, and violation on relationship ethic among school members; (2) the causal factors of the juvenile delinquency at SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo basically is rooted on two main factors, the internal factor from the students themselves and the external factor from family and social environments (association or friendship among the students at school); (3) the school effort to overcome juvenile delinquency at SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo is implemented in the character-base annual program of the school which consists of (a) counseling aspect and (b) prevention aspect of the juvenile delinquency. The activity focus is
i
on the introducing and implementing the expected characters’ values through intra-curricular and extracurricular activities. Technically, the implementation of character-base school program is coordinated and evaluated by PKn (Civic Education) teacher of the pertinent school; (4) the difficulties faced by the school in overcoming juvenile delinquency at SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo are categorized into to burdening factors, (1) internal difficulty and (2) external difficulty of the school. Based on the research finding, it reveals some suggestions, such as: (1) the school institution, it needs to improve and sustainably enhance character-base school program both the intra-curricular and extracurricular activities so that it will develop personal potential of the students in order to help developing the expected value, attitude, moral, and behavior of the students. Therefore, it needs an effort to improve student’s characteristic shaping through character education which is integrated in the each material of the subjects based on the school curriculum (KTSP/ Education Unit Level Curriculum); (2) the teacher, he should understand psychological aspects and student’s personality in detail and objectively, so that it will prevent the tendency of TD or deviating/improper behavior among the students to occur, and it will support teacher during presenting character-base teaching and learning activity for the students by habituating it on behavior, also the activity which reflects character-base education values which are the priority of the SMP Negeri 1 Panji Kabupaten Situbondo; (3) for the parents, they should be proactive and cooperative by having intensive communication both with school institution and Pkn (Civic Education) teacher, so that every occurring problem on the student who are their children, can be prevented since the early stage. Therefore, the pertinent students will not experience difficulties in his education and learning process at the school; (4) for other researcher, it need further and deeper research related to the finding of this research, so that it will help the school institution in taking effort to overcome delinquency or deviating/improper behavior among students.
ii