Yudha Nata Saputra, Pengembangan Kurikulum Kewirausahaan di Sekolah Menengah Pertama
Pengembangan Kurikulum Kewirausahaan di Sekolah Menengah Pertama Yudha Nata Saputra Program Studi Pendidikan Agama Kristen, STT Kharisma e-mail:
[email protected]
Abstrak: Tujuan penulisan artikel ini dimaksudkan untuk mengkaji pengembangan kurikulum kewirausahaan di SMP yang berkaitan dengan definisi kurikulum kewirausahaan, landasan penyusunan kurikulum kewirausahaan, desain pengembangan kurikulum kewirausahaan dan nilai-nilai kewirausahaan yang dimuat dalam kurikulum kewirausahaan. Pengembangan kurikulum kewirausahaan menjadi sesuatu yang penting dalam rangka mengurangi pengangguran di negeri dan meningkatkan kemakmuran rakyat. Tingkat SMP merupakan tempat yang strategis untuk pengembangan kurikulum kewirausahaan karena pada tahap perkembangan ini, siswa sudah memiliki kemampuan berpikir yang lengkap sehingga amat potensial untuk mereka bisa menyerap dan menerapkan nilai-nilai kewirausahaan dalam pengalaman belajar mereka. Kata kunci: kurikulum, wirausaha, orientasi, dan nilai. Abstract: The purpose of writing of this article is to analysis of entrepreneurship in junior high school curriculum development related to the definition of entrepreneurship curriculum, the foundation of entrepreneurship curriculum design, curriculum development in entrepreneurship and entrepreneurial values
contained in the curriculum of entrepreneurship. Developing entrepreneurship curriculum into
something that is important in order to reduce unemployment in the country and improve people’s welfare. Junior high school is a strategic place for the development of entrepreneurship curriculum because at this developmental stage, students already have the ability to think is so very full of potential for them to absorb and apply the values
of entrepreneurship in their learning experience.
Key words: curriculum, entrepreneurship, orientation, and values.
Pendahuluan
wirausahawan yang dimiliki oleh Indonesia saat ini
Salah satu masalah yang dihadapi oleh negara
hanya sekitar 0,24%, jumlah ini masih sangat jauh
berkembang seperti Indonesia adalah tingginya
jika dibandingkan dengan negara Singapura 7%
tingkat pengangguran. Catatan Kementerian
dan Malaysia 5% (Antaranews.com, 26/1/2011).
Pendidikan Nasional pada tahun 2010 menunjukkan
Rendahnya minat untuk berwirausaha juga
bahwa dari 14 juta sarjana yang tercatat saat
ditunjukkan oleh data di bawah ini:
ini, 2 juta diantaranya menjadi pengangguran (Kompas.com, 27/9/2010). Sementara itu jumlah
Sumber:Suderadjat (2010) 599
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 5, September 2011
influence learning, whether in the clasroom, on
bahwa wirausahawan adalah seorang inovator yang
the playground, or out of school (J. Galen Saylor
mengimplementasikan perubahan-perubahan di
dan William M. Alexander, th 1981); 2) “All of the
dalam pasar melalui kombinasi-kombinasi baru; 2)
activities that are provided for students by the
Kemampuan untuk mencipta-kan sesuatu yang baru
school” (Harold B. Alberty, 1965); 3) “a sequence
dan berbeda “ability to create the new and different”
of potential experiences set up in the school for the
, Peter F Drucker (dalam Putra, 2008); 3) Thomas
purpose of disciplining children and youth in group
W Zimmerer (dalam Putra, 2008) mengatakan
ways of thinking and acting” (B. Othanel Smith,
bahwa kewirausahaan adalah penerapan kreativitas
1955); 4) The tendency in recent decades has ben
dan keinovasian untuk memecahkan permasala-
to use the term in a broader sense to refer to the
han dan upaya memanfaatkan peluang-peluang
whole life and program of the school. The term is
yang dihadapi orang setiap hari; dan 4) Raymond
used … to include all the experiences of children for
(dalam Lupiyoadi dan Wajik, 1998) berpendapat
which the school accepts responsibility. It denotes
bahwa entrepreneurship merupakan proses pen-
the results of efferorts on the part of the adults of the
ciptaan sesuatu yang baru atau inovasi guna mem-
community, and the nation to bring to the children
peroleh kesejahteraan atau kekayaan individu dan
the finest, most whole some influences that exists
mendapatkan nilai tambah bagi masyarakat.
in the culture” (William B. Ragan, 1955); dan 5) “A
Melihat beberapa definisi kewirausahaan di
curriculum consists of the means used to achieve
atas maka bisa dikatakan bahwa kewirausahaan
or carry out given purposes of schooling” (Edward
itu berkaitan dengan proses berpikir yang kreatif
A. Krug, 1960).
dan inovatif dari seseorang yang dilakukan untuk
Berdasarkan definisi kurikulum di atas bisa
mencapai suatu keberhasilan. Jika melihat berbagai
dilihat bahwa lingkup kurikulum berbeda satu sama
definisi kurikulum dan kewirausahaan di atas maka
lain, ada yang mengartikannya sebagai sejumlah
kurikulum kewirausahaan dapat didefinisikan
pengalaman, kegiatan baik dalam lingkup sekolah
bermacam-macam, kurikulum kewirausahaan dapat
maupun di luar sekolah. Beragamnya pengertian
diartikan sebagai program kewirausahaan yang
kurikulum ini sesuai dengan yang dikatakan
dapat berbentuk mata pelajaran kewirausahaan,
oleh Henderson, et. al (2000) bahwa seperti
kegiatan kewira-usahaan atau pengalaman kewira-
istilah-istilah lain dalam pendidikan, kurikulum
usahaan yang membekali siswa dengan kemampuan
merupakan sebuah konsep yang komplek, ketika
berpikir inovatif dan kreatif untuk memecahkan
orang menggunakan istilah kurikulum maka
berbagai persoalan yang dihadapinya.
kita tidak dapat mengetahuinya sampai mereka menjelaskannya. Wirausaha berasal dari dua kata yaitu wira
Landasan Pengembangan Kurikulum Kewirausahaan
yang berarti berani, tauladan sedangkan usaha
Dalam mengembangkan kurikulum kewirausahaan
diartikan sebagai pekerjaan. Dengan demikian,
terdapat sejumlah asas yang perlu dikaji agar
secara harafiah wirausaha adalah pekerjaan yang
kurikulum yang disusun bisa tepat kepada sasaran,
dimulai dengan keberanian atau pekerjaan yang
bermanfaat dan cocok diterapkan dalam kehidupan.
memberikan teladan. Letak keberanian dari seorang
Nasution (2006) mengemukakan empat landasan
wirausaha diwujudkannya dengan kemampuan-
kurikulum yang perlu diperhatikan yaitu asas
nya untuk menanggung risiko yang terukur dalam
filosofis, asas psikologis, asas sosiologis dan asas
rangka mewujudkan suatu kesuksesan sekaligus
organisatoris. Adapun landasan pengembangan
keberanian itu adalah sesuatu yang menjadi te-
kurikulum kewirausahaan dapat dijabarkan sebagai
ladan. Selain berbicara keberanian dan keteladanan,
berikut.
perspektif yang tak kalah penting dari seorang
Pertama, asas filosofis pengembangan kurikulum
wirausahawan yaitu kemandirian dan kemampuan-
kewirausahaan adalah kemandirian. Kemandirian
nya untuk menye-lesaikan masalah yang juga patut
adalah sesesuatu yang amat berharga bagi bangsa
diteladani. Beberapa ahli berusaha mendefinisikan
Indonesia. Semangat juang bangsa Indonesia
kewirausahaan sebagai berikut: 1) Joseph Schum-
yang menginginkan ke-merdekaan menunjukkan
peter (dalam Hermana, 2008) mengemu-kakan
bahwa kehidupan yang mandiri itu adalah lebih baik
600
Yudha Nata Saputra, Pengembangan Kurikulum Kewirausahaan di Sekolah Menengah Pertama
Berdasarkan tabel di atas bisa dilihat bahwa justru
di SMP. Pendidikan dasar dalam hal ini menjadi
dengan semakin tinggi tingkat pendidikan tidak serta
tempat yang potensial untuk menerapkan kurikulum
merta meningkatkan jumlah wirausahawan malah
kewirausahaan berdasarkan beberapa alasan.
sebaliknya keinginan untuk hidup mandiri menjadi
Pertama, dari sisi psikologi perkem-bangan,
semakin rendah. Hal ini bisa dilihat dari orientasi
peserta didik di tingkat SMP sudah memiliki
kebanyakan lulusan perguruan tinggi di Indonesia
kemampuan berpikir yang lengkap jika dibandingkan
yang lebih mengutamakan untuk mencari pekerjaan
dengan SD. Kedua, semakin dini pendidikan
setelah lulus dibandingkan dengan mereka berusaha
kewirausahaan diperkenalkan maka akan semakin
untuk membuka lapangan kerja sendiri.
bermanfaat karena proses penyerapan nilai-nilai
Rendahnya jumlah wirausaha yang dimiliki
membutuhkan waktu. Ketiga, jenjang pendidikan
Indonesia tentunya akan berpengaruh terhadap
dasar merupakan pemasok tenaga kerja yang cukup
tingkat pengangguran dan pendapatan perkapita,
besar dibandingkan jenjang pendidikan lain, 71,69%
yang jika terus dibiarkan akan menghambat cita-cita
angkatan kerja kita didominasi oleh lulusan SLTP ke
bangsa Indonesia untuk mencapai kesejah-teraan
bawah (Depdiknas, 2009). Keempat, program wajar
dan kemakmuran sebagaimana yang diamanatkan
sembilan tahun menuntut sekolah untuk membekali
dalam pembukaan UUD’45.
siswa dengan life skill sehingga setelah lulus siswa
Dalam rangka mengatasi meningkatkan
memiliki kemampuan untuk hidup mandiri.
kemandirian lulusan pendidikan di Indonesia
Berdasarkan latar belakang di atas maka
maka kewirausahaan memegang peranan penting
rumusan masalah dalam tulisan ini sebagai
karena ketika berbicara tentang kemandirian maka
berikut: 1) Definisi kurikulum seperti apa yang
kita sedang berbicara tentang kewirausahaan.
akan digunakan untuk menerapkan kurikulum
Kewirausahaan sendiri secara harafiah dapat
kewirausahaan? 2) Apa saja landasan kurikulum
diartikan sebagai keberanian, ketauladanan dalam
yang digunakan untuk mengembangkan kurikulum
berusaha. Robin & Coulter (dalam Putra, 2008)
kewirausahaan? 3) Jenis desain kurikulum seperti
mengatakan bahwa:
apa yang bisa digunakan dalam pengembangan
Entrepreneurship is the process whereby an
kurikulum kewirausahaan? 4) Nilai-nilai kewira-
individual or a group of individuals uses organized
usahaan apa saja yang
efforts and means to pursue opportunities to
kurikulum kewirausahaan?
ada dalam muatan
create value and grow by fulfilling wants and
Adapun tujuan dari tulisan ini yaitu untuk
need through innovation and uniqueness, no
mengkaji tentang pengembangan kurikulum
matter what resources are currently controlled
kewirausahaan di SMP yang berkaitan dengan
Definsi kewirausahaan di atas menunjukkan
definisi kurikulum kewirausahaan, landasan
bahwa untuk mampu mengorganisasi sumber
penyusunan kurikulum kewirausahaan, desain
daya yang mampu menciptakan nilai, inovasi
pengembangan kurikulum kewirausahaan dan nilai-
dan keunikan maka seseorang harus memiliki
nilai kewirausahaan yang dimuat dalam kurikulum
kemandirian, tidak bergantung kepada orang lain dan
kewirausahaan.
bisa menciptakan sesuatu yang baru. Berdasarkan definisi kewirausahaan di atas maka bisa dikatakan
Kajian Literatur dan Pembahasan
bahwa seorang wirausahawan tidak bergantung
Definisi Kurikulum Kewirausahaan
kepada sumber daya tapi sebaliknya ia mampu
Kurikulum senantiasa mengalami perkembangan
mengontrol sumber daya dan mempergunakannya
sesuai dengan definisi yang dikembangkannya.
untuk menciptakan sesuatu. Dengan demikian
Awalnya istilah kurikulum digunakan dalam
orisinalitas menjadi kunci dari kewirausahaan
lingkungan olahraga yang diartikan sebagai suatu
dan orisinalitas dicapai jika seseorang memiliki
jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.
kemandirian dalam berpikir yang akan menghasilkan
Seiring dengan perkembangan waktu istilah
inovasi.
kurikulum pun mengalami perkembangan, di bawah
Dalam rangka mengatasi persoalan tingginya
ini beberapa definisi kurikulum yang dikemukakan
pengangguran di Indonesia maka perlu kewira-
oleh beberapa ahli (Nasution, 2006), yaitu: 1) The
usahaan dijadikan salah satu muatan kurikulum
Curriculum is the sum total of school’s efforts to
601
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 5, September 2011
bisa meningkatkan pendapatan ekonomi telah
Zimmerer (dalam Susanti, 2008) mengemukakan
membuat banyak pihak tertarik untuk meneliti
bahwa ada delapan karakteristik wirausahawan:
proses terbentuknya wirausahawan. Sampai dengan
1) Bertanggung jawab akan tugas; 2) Memilih
saat ini terdapat beberapa teori yang berusaha
risiko moderat (terukur); 3) Percaya kepada
untuk menjelaskan proses terbentuknya wirausaha
kemampuannya; 4) Menginginkan umpan balik yang
yaitu: 1) Teori Life Path change, Shapero
dan
segera; 5) Berorientasi ke depan; 6) Bekerja keras
Sokol (dalam Lucas, 2007) mengatakan bahwa
untuk hasil lebih baik; 7) Memiliki keterampilan
pilihan menjadi wirausahawan tidak terjadi secara
mengorganisasikan sumber daya; dan 8) Menilai
disengaja tapi karena suatu desakan dari peristiwa
prestasi dengan uang.
yang tidak direncanakan; 2) Teori Goal Directed
Dengan melihat paparan di atas bisa dilihat
Behavior, menurut Wolman (dalam Wardoyo,
bahwa tindakan seorang wirausaha senantiasa
2008) seseorang menjadi wirausaha-wan karena
dilandasi oleh nilai-nilai tertentu yang membawa-
termotivasi oleh tujuan tertentu. Kebutuhan adalah
nya kepada keberhasilan dalam melakukan
titik tolak utama dari kegiatan-kegiatan yang
pekerjaannya, nilai-nilai kewirausahaan itulah
melandasi suatu tujuan untuk mempertahankan
yang bisa dijadikan muatan dalam pengembangan
dan memperberbaiki kelang-sungan hidup; 3) Teori
kurikulum kewirausahaan
Outcome Expectancy, teori ini dibangun atas dasar keyakinan bahwa seseorang akan mampu meraih
Pembahasan
hasil yang diinginkannya jika ia melakukan perilaku
Pengembangan Kurikulum Kewirausahaan di
tertentu. Seorang yang menganggap bahwa dengan
Sekolah Menengah
berwirausaha akan memberikan hasil yang sesuai
Pendidikan formal di Indonesia terbagi ke dalam tiga
dengan keinginannya akan berusaha untuk menjadi
jenjang pendidikan, pendidikan dasar, menengah
wirausahawan. Insentif yang diharapkan seseorang
dan tinggi. Jenjang pendidikan dasar meliputi SD
dalam hal ini bisa bermacam-macam antara lain:
dan MI dilanjutkan dengan SMP dan MTs. Jenjang
a) memenuhi kebutuhan makan, minum/fisiologis;
pendidikan menengah meliputi SMA, MA, SMK dan
b) mendapatkan penghargaan; c) mencukupi
MAK. Jenjang pendidikan tinggi meliputi diploma,
kebutuhan ekonomi; d) memberikan kekuasaan,
sarjana, magister, spesialis dan doktor.
dan e) memberikan rasa puas.
Jenjang pendidikan dasar memegang peranan
Meskipun terbentuknya seorang wira-usaha-
yang penting dalam sistem pendidikan karena
wan bisa terjadi melalui proses yang berbeda-beda
menjadi landasan menuju jenjang pendidikan
namun terdapat ciri-ciri yang membedakan antara
berikutnya, semakin baik kualitas pendidikan dasar
seorang wirausahawan dengan orang biasa. Gooffrey
akan menenentukan ke-berhasilan siswa di jenjang
G. Meredith (dalam Susanti, 2008) mengemukakan
pendidikan selanjut-nya maupun keberhasilan
tujuh ciri yang melekat kepada wirausahawan: 1)
siswa dalam menempuh kehidupan nyata di
Percaya diri; 2) Berorientasi kepada tugas dan hasil;
masyarakat. Berkenaan dengan penanaman nilai-
3) Berani mengambil risiko; 4) Kepemimpinan; 5)
nilai kewirausahaan maka akan sangat baik jika bisa
Keorisinilan; 6) Berorientasi ke depan; dan 7) Jujur
ditanamkan sejak dini yang disesuaikan dengan
dan tekun.
taraf perkembangan anak.
Selanjutnya, Permana (2008) mengemuka-
Siswa usia SMP adalah siswa dengan rata-rata
kan lima tindakan seorang wirausahawan: 1) Aktif
usia 12 tahun yang sudah memiliki kemampu-
mencari perubahan dengan membaca berbagai
an berpikir yang lengkap jika dibandingkan
peluang; 2) Berani menanggung dan mengen-
dengan siswa di tingkat SD sehingga kurikulum
dalikan risiko; 3) Cenderung menerima kesalahan
kewirausahaan akan
sebagai sesuatu yang wajar; 4) Didorong oleh
optimal sejak anak berada di jenjang SMP. Anak-
kebebasan dan peluang untuk memperoleh
anak di usia 12 tahun ke atas sudah berada pada
keuntungan finansial; dan 5) Lebih langsung
tahap berpikir operasi formal yang memiliki ciri-ciri
dan intensif terlibat dalam aktivitas operasional
sebagai berikut Flavell (1963): a) Memiliki pola
organisasi.
berpikir hypotetico-deductive.Mereka telah dapat
Adapun M. Scarborough dan Thomas W.
602
bisa diterapkan dengan
membuat hipotesis-hipotesis dari suatu problema
Yudha Nata Saputra, Pengembangan Kurikulum Kewirausahaan di Sekolah Menengah Pertama
daripada bergantung kepada orang lain. Kenyataan
kurikulum kewirausahaan yang berbentuk Correlated
ini juga ditunjang dengan salah satu cita-cita bangsa
Curriculum dilakukan dengan menghubungkan mata
Indonesia agar masyarakatnya bisa hidup dengan
pelajaran kewirausahaan dengan mata pelajaran
sejahtera dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain
lainnya. Pengembangan kurikulum kewirausahaan
turut melandasi perlunya dikembangan kurikulum
yang berbentuk Integrated Curriculum dilakukan
kewirausahaan.Dalam keyakinan agama-agama
dengan mengintegrasikan-nya ke dalam setiap
di Indonesia juga meyakini bahwa kemandirian
kegiatan belajar siswa di sekolah.
adalah sesuatu yang penting “tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”, membantu
Desain Pengembangan Kurikulum
orang lain dengan usaha yang dilakukan adalah
Kewirausahaan
sesuatu yang dihargai dalam kontek masyarakat
Desain pengembangan kurikulum berbicara tentang
Indonesia karena mereka memiliki pola budaya
model kurikulum yang dikembangkan sesuai
hidup bergotong royong dan kekeluargaan. Kedua,
dengan aliran-aliran pendidikan yang berkembang.
asas psikologis pengembangan kurikulum kewira-
Ada empat model kurikulum yang berkembang
usahaan berkenaan dengan psikologi anak dan
saat ini (Sukmadinata, 2008) yaitu: 1) Kurikulum
psikologi belajar. Psikologi anak berbicara tentang
Subjek Akademis, kurikulum subjek akademis
minat dan kebutuhan anak dalam setiap tahap
dikembangkan sesuai dengan fungsi sekolah sebagai
perkembangannya sedangkan psikologi belajar
pemelihara nilai. Tujuan dari kurikulum ini yaitu
menyoroti bagaimana seseorang belajar. Kedua
menguasai ilmu sebanyak-banyaknya; 2) Kurikulum
asas psikologi ini penting karena akan membantu
Humanistik, kurikulum ini dikembangkan sesuai
dalam menyusun bahan dan metode yang cocok
dengan fungsi sekolah untuk mengoptimalkan
digunakan dalam kurikulum kewirausahaan.
potensi peserta didik secara menyeluruh; 3)
Ketiga, asas sosiologis pengembangan kurikulum
Kurikulum Rekonstruksi Sosial, kurikulum ini
kewirausahaan adalah perubahan masyarakat,
dikembangkan berdasarkan keprihatinan terhadap
setiap saat masyarakat selalu berkembang baik
masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
tuntutan maupun norma-norma yang dianutnya
Sekolah sebagai organisasi yang ada di masyarakat
sehingga kurikulum yang dibentuk diharapkan
juga merupa-kan bagian dari masyarakat sehingga
bisa memenuhi tuntutan masyarakat sebaliknya
harus menyumbangkan sesuatu yang berguna
tidak malah membuat seseorang terasing dari
bagi masyarakat; dan 4) Kurikulum Teknologis,
kehidupan masyarakat. Persoalan pengangguran
perkembangan teknologi yang terus berkembang
dan rendahnya pendapatan perkapita yang
mengharuskan manusia untuk menguasainya jika
berimbas kepada kemiskinan menuntut sekolah
tidak ingin ketinggalan, kurikulum teknologis pada
untuk memperlengkapi siswa dengan kemampuan
dasarnya dikembangkan dari kurikulum subjek
untuk berwirausaha. Di samping itu, dengan
akademik namun dengan tekanan yang berbeda.
situasi yang semakin komplek juga menuntut
Jika subjek akademik ditekankan pada pengawet-
sekolah membekali siswa dengan kemampuan
an pengetahuan maka kurikulum teknologis
untuk mampu memecahkan masalah. Keempat,
menekankan kepada penguasaan kompetensi.
asas organisatoris pengembangan kurikulum
Dengan melihat keempat desain kurikulum
kewirausahaan, berbicara tentang bagaimana bahan
di atas maka kurikulum kewirausahaan dapat
pelajaran dalam kurikulum kewirausahaan akan
dikembangkan dengan tujuan untuk melestarikan
disajikan. Dilihat dari penyajiannya pengembangan
nilai-nilai kewirausahaan, mengembangkan
kurikulum kewirausahaan dapat disajikan dalam
potensi kewirausahaan yang dimiliki oleh siswa,
tiga bentuk yaitu Separated-Subject Curriculum,
memecahkan persoalan yang terjadi di masya-
Correlated Curriculum dan Integrated Curriculum.
rakat dan usaha untuk membekali siswa dengan
Pengembangan kurikulum kewirausahaan yang
kemampuan untuk berwirausaha.
berbentuk Separated-Subject Curriculum dilakukan dengan menyajikan kurikulum kewirausahaan
Muatan Kurikulum Kewirausahaan
sebagai pelajaran tersendiri yang tidak berkaitan
Mengingat besarnya perananan wirausahawan
dengan mata pelajaran lainnya. Pengembangan
dalam mendayagunakan sumber daya sehingga
603
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 5, September 2011
kan ketiga asumsi dari kurikulum rekonstruksi
Simpulan
sosial, mengingat tekanannya tidak terbatas hanya
Berdasarkan rumusan masalah dalam penulisan
kepada topik tapi juga kegiatan-kegiatan di sekolah
makalah ini maka ditarik simpulan sebagai berikut.
yang menjadi sarana untuk membentuk jiwa
Pertama, definisi kurikulum yang digunakan
kewirausahaan. Tantangan adalah kata kunci yang
dalam menyusun kurikulum kewirausahaan
akan mewarnai aktivitas kurikulum kewirausahaan
ini adalah kegiatan-kegiatan di sekolah yang
yang memerlukan pemecahan masalah segera
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
sehingga siswa berani mengambil keputusan
memperoleh pengalaman dalam menyerap dan
dengan risiko yang terukur. Esensi kurikulum
menerapkan nilai-nilai kewirausahaan. Kedua,
subyek akademis yang dipadukan dengan kurikulum
landasan pengembangan kurikulum kewirausahaan
teknologis bisa dipakai untuk menanamkan nilai-nilai
adalah budaya tolong-menolong, gotong rotong, dan
kewira-usahaan yang akan membentuk kompetensi
kekeluargaan (landasan filosofis), perkembangan
wirausahawan.
anak (landasan psikologis), pengangguran dan
A d a p u n h a s i l ya n g i n g i n d i c a p a i d a r i
pendapatan perkapita
(landasan sosiologis) dan
pengembangan kurikulum kewirausahaan di
bentuk organisasi kurikulum yang terintegrasi
tingkat SMP ini adalah membekali siswa dengan
dalam setiap pengalaman belajar siswa di sekolah
kemampuan untuk bisa hidup mandiri di masyarakat
(landasan organisatoris). Ketiga, desain kurikulum
sehingga bisa memberikan kontribusi positif
yang digunakan dalam mengembangkan kurikulum
terhadap kemajuan bangsa. Bahan dari kurikulum
kewirausahaan ini adalah desain kurikulum
kewirausahaan yang dikembangkan berdasarkan
rekonstruksi sosial yang dipadukan dengan kurikulum
kepada ciri-ciri kewirausahaan yang berkenaan
subyek akademis dan kompe-tensi (teknologis);
dengan sikap percaya diri, kreatif, berpikiran ke
Keempat, muatan kurikulum kewirausahaan adalah
depan, berorientasi kepada hasil, kerja keras,
nilai-nilai kewirausahaan yang perlu dikuasai oleh
bertanggung jawab, inovatif, jujur (orisinalitas).
siswa yaitu percaya diri, kreatif, berpikiran ke depan,
Nilai-nilai kewirausahaan di atas beberapa sudah
berorientasi kepada hasil, kerja keras, ber-tanggung
terdapat dalam mata pelajaran seperti agama dan
jawab, inovatif dan jujur.
kewarganegaraan sehingga satu sama lain bisa Saran
saling menguatkan. Berdasarkan ciri-ciri berpikir anak remaja yang
Mengacu pada simpulan, disarankan agar: 1)
bersifat hypotetico deducative, propotional thinking
dikembangkan operasional berkenaan dengan
dan combinational thinking maka pembelajaran
berbagai definisi kurikulum kewirausahaan
kewirausahaan lebih tepat jika dilakukan dengan
yang bisa diterapkan di sekolah, misalnya saja
menggunakan kegiatan belajar aktif melalui berbagai
mengembangkannya
situasi yang menuntut pemecahan masalah. Oleh
pengajaran di sekolah, mengembangkannya
karena itu, metode yang digunakan dalam kurikulum
sebagai usaha pihak sekolah untuk menghadirkan
kewirausahaan ini lebih berorientasi pada problem
iklim kewirausahaan di lingkungan sekolah;
solving, demonstrasi, dan praktik.
2) Dalam rangka mengembangkan landasan
Dengan metode di atas,
siswa tidak hanya
kurikulum kewirausahaan maka perlu dilakukan
dituntut tahu tapi mereka juga dituntut untuk
dengan melibatkan banyak pihak berkaitan
bisa menerapkan apa yang telah diketahuinya.
dengan perumusan landasan filosofis, psikologis,
Selanjutnya untuk kegiatan evaluasi bisa dilakukan
sosiologis, dan organisatoris sehingga bisa dihasilkan
dengan menilai sejauhmana siswa mampu menyerap
landasan pengembangan kurikulum kewirausahaan
dan menerapkan nilai-nilai kewirausahaan dalam
yang kokoh; 3) dikembangkan model-model
memecahkan masalah, teknik yang digunakan
pengembangan kurikulum kewira-usahaan yang
bisa dilakukan
dalam bentuk program
melalui kegiatan wawancara
lain, seperti model humanistik, subyek akademis
dan observasi yang dilakukan oleh guru dengan
sehingga bisa dijadikan perbandingan antara model
melibatkan siswa.
yang satu dengan model yang lainnya; 4) dilakukan penggalian secara lebih seksama akan nilai-nilai
Simpulan dan Saran
604
kewira-usahaan yang ada agar penerapannya bisa
Yudha Nata Saputra, Pengembangan Kurikulum Kewirausahaan di Sekolah Menengah Pertama
dan membuat keputusan terhadap problema
ciri dari kewirausahaan.
itu secara tepat, tetapi anak kecil belum dapat
Contoh lain, seorang siswa dihadapkan pada
menyimpulkan apakah hipotesisnya ditolak atau
suatu situasi dimana ada salah satu rekannya
diterima; b) Berada pada periode propositional
yang kehilangan uang sehingga tidak memiliki
thinking. Remaja telah dapat memberikan statemen
ongkos untuk pulang maka siswa tersebut akan
atau proposisi berdasar pada data yang konkret.
dihadapkan pada suatu pilihan, untuk membantu-
Meskipun kadang-kadang ia masih berhadapan
nya dengan cara menyisihkan uang jajan atau tidak
dengan proposisi yang bertentangan dengan fakta;
membantunya. Di sini siswa harus menimbang
c) Berada pada periode combina-tional thinkin. Jika
risiko atas keputusannya, membantu-nya berarti
remaja mempertimbangkan tentang pemecahan
ia harus menyisihkan uang jajan yang berarti siswa
problem maka ia telah dapat memisahkan faktor-
tersebut harus mengurangi pengeluaran untuk
faktor yang menyangkut dirinya dan mengombinasi
jajan atau tidak membantunya sehingga ia tidak
faktor-faktor tersebut.
perlu mengurangi jatah jajannya. Melalui contoh
Melihat karakteristik siswa SMP yang sudah
tadi bisa dilihat bahwa praktek dari kurikulum
mampu mengindentifikasi masalah, menyusun
kewirausahaan tidak harus melulu dipraktekkan
hipotesis, menginterpretasi data dan memecah-
dalam mata pelajaran namun bisa juga diterapkan
kan masalah secara obyektif maka kurikulum
dalam berbagai situasi nyata di luar kegiatan
kewirausahaan di jenjang SMP akan lebih tepat jika
pembelajaran di kelas.
disajikan dalam bentuk program yang dituangkan
Adapun desain kurikulum kewirausahaan
dalam bentuk kegiatan-kegiatan pembelajaran
yang akan dikembangkan dalam kurikulum
yang memberikan pengalaman kepada siswa dalam
kewirausahaan ini pada dasarnya adalah kurikulum
menerapkan nilai-nilai kewirausahaan dibandingkan
rekonstruksi sosial. Hal ini sesuai dengan kenyataan
dengan mem-buatnya sebagai mata pelajaran
bahwa pentingnya mengem-bangkan kurikulum
tersendiri. Hal ini juga didukung dengan kenyataan
kewirausahaan di sekolah berkenaan dengan
masih cukup padatnya muatan kurikulum saat
masalah rendahnya jiwa kewirausahaan yang dimiliki
ini, muatan kurikulum SMP saat ini terdiri dari 10
oleh lulusan lembaga pendidikan yang kemudian
mata pelajaran di luar komponen muatan lokal
mengakibatkan tingginya tingkat pengangguran di
dan pengembangan diri dengan jumlah jam secara
Indonesia.
keseluruhan 32 jam perminggu.
Tujuan dari kurikulum kewirausahaan yang
Dengan mengganggap kurikulum kewira-
dikembangkan di SMP ini yaitu untuk memecahkan
usahaan sebagai program yang berisi kegiatan-
persoalan pengangguran yang ada di masyarakat
kegiatan yang memberikan pengalaman kepada
dengan cara memberikan pengalaman kepada
siswa untuk menyerap nilai-nilai kewirausahaan
siswa sejak dini untuk memecahkan masalah yang
maka di samping hal itu tidak akan terlalu
dihadapinya. Jika siswa di sekolah terbiasa untuk
membebani kurikulum sebaliknya juga akan
berhadapan dengan masalah dan terlatih untuk
memberikan cakupan yang lebih luas karena akan
mampu memecahkannya maka ketika mereka
bisa mewarnai semua kegiatan pembelajaran di
berada di masyarakat mereka juga akan mampu
sekolah baik itu yang dilaksanakan di dalam kelas
memecahkan masalah yang dihadapinya.
maupun kegiatan pembelajaran di luar kelas.
Sukmadinata (2008) mengungkapkan beberapa
Melalui berbagai kegiatan yang diintegrasikan
ciri dari desain kurikulum rekonstruksi sosial sebagai
dalam kegiatan pembelajaran di sekolah maka
berikut: 1) menghadapkan siswa pada ancaman/
diharapkan di dalam setiap mata pelajaran nantinya
hambatan/tantangan di bidang studi sosial yang
akan ada aktivitas-aktivitas yang memberikan
kemudian didekati dari berbagai bidang ilmu; 2)
kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
pembelajaran difokuskan pada masalah sosial yang
pengalaman dalam menyerap dan menerapkan nilai-
mendesak; 3) organisasi kurikulum disusun dalam
nilai kewirausahaan. Contoh dalam mata pelajaran
sebuah masalah/tema yang dijabarkan dalam
Bahasa Indonesia, siswa diminta untuk membuat
sejumlah topik yang kemudian didiskusikan.
pantun. Melalui kegiatan ini siswa dituntut untuk
Namun demikian, penerapan kurikulum
berpikir kreatif dan inovatif yang menjadi salah satu
kewirausahaan di SMP tidak akan murni menerap-
605
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 5, September 2011
606
Yudha Nata Saputra, Pengembangan Kurikulum Kewirausahaan di Sekolah Menengah Pertama
lebih sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan di mana siswa itu berada. Pustaka Acuan Alberty, Harold B., dan Elsie J. Alberty. 1965. Reorganizing the High-School Curriculum, New York : The Macmillan Company. Antaranews.com. 2011. “Menkop: Jumlah Wirausahawan Masih Rendah”, (online), (http://www. antaranews.com/berita/247821/menkop-jumlah-wirausahawan-masih-rendah, diakses tanggal 12 Juni 2011). Departemen Pendidikan Nasional. 2009. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2010-2014. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Flavell, J. H. 1963. The developmental psychology of Jean Piaget. New York: D.Van Nostrand. Henderson, James G. dan Richard D. Hawthrone. 2000. Transformative Curriculum Leadership. New Jersey : Prentice Hall. Hermana, Budi. 2008. “Pengertian dan Teori Kewirausahaan”, (online), ( http://nustaffsite.gunadarma. ac.id/blog/bhermana/2008/04/05/sejarah-dan-teori-kewirausahaan/, diakses tanggal 12 Juni 2011). Kompas.com. 2010. “Penganggur Akademik Dua Juta Orang”, (online), (http://edukasi.kompas.com/ read/2010/09/27/09481825/Penganggur.Akademik.Dua.Juta.Orang, diakses tanggal 12 Juni 2011). Krug, Edward A. 1960. Curriciculum Planning, Harper and Brothers, New York. Lucas, William. 2007. Testing a Causal Model for the Development of Enterpreneurial Intention in Singapore, Regional Frontiers of Enterpreuneurship Research, (pdf), (www.swinburne.edu.au/lib/ ir/onlineconferences/.../lucas_summary_p134.pdf, diakses tanggal 12 Juni 2011). Lupiyoadi, Rambat dan Jero Wacik. 1998. Wawasan Kewirausahaan : Cara Mudah Menjadi Wirausaha. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nasution, S. 2006. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara. Putra. 2008. “Definisi Kewirausahaan (Enterprenuership) Menurut Para Ahli”, (online), ( http:// putracenter.net/2008/12/23/definisi-kewirausahaan-entrepreneurship-menurut-para-ahli/, diakses tanggal 12 Juni 2011). Permana, Johar dan Darma Kesuma. 2008. Kewirausahaan dalam Pendidikan, Bandung : Alfabeta. Ragan William, B. 1955. Modern Elementary Curriculum, The Dryden Press, Inc. Saylor, J. Galen dan William M. Alexander. 1981. Curriculum Planning for Better Teaching and Learning, Fourth Edition, New York : Holt, Rinehart and Winston. Smith, B. Othanel, 1956. Fundamentals of Curriculum Development, New York Yonker-on-Hudson, American Book Company. Suderadjat, Hari. 2010. Bahan Kuliah Manajemen Kurikulum Pendidikan Dasar, Bandung : Pascasarjana Uninus. Sukmadinata S., Nana. 2008. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung : Remaja Rosdakarya. Susanti, Benny dan Sri Hermawati. 2008. “Kewirausahaan”, (pdf), ( http://entrepreneur.gunadarma. ac.id/e-learning/.../039_Kewirausahaan.pdf, diakses tanggal 12 Juni 2011). Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen). 2009. Yogyakarta : Pustaka Grhatama. Wardoyo, HP. 2008. “Ruang Lingkup dan Proses Terbentuknya Kewirausahaan”, (pdf), (http://wardoyo. staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.0, diakses tanggal 12 Juni 2011).
607