PENGEMBANGAN GRAFIK PENGENDALI BERBASIS DISTRIBUSI BETABINOMIAL (Studi Kasus di PT Multibintang Indonesia)
Hendro Permadi jurusan matematika FMIPA Universitas Negeri Malang ABSTRAK: Proporsi cacat suatu produk biasanya dianggap tetap, sehingga untuk pengendalian kualitas proporsi kecacatan suatu produk menggunakan grafik pengendali p (berbasis Distribusi Binomial), padahal belum tentu proporsi cacat suatu produk tetap (sama), melainkan mempunyai distribusi misalnya distribusi Beta, hal ini sering terjadi apabila dalam proses produksi suatu produk terdapat shift pada operator (ada overdispersion). Dengan demikian proporsi cacat produk ini memiliki distribusi Betabinomial yang muncul jika i = salah dan i diasumsikan akan mempunyai sebaran beta, yaitu : i ~ beta (a,b), untuk a > 0 dan b > 0. Tujuan penelitian ini mengembangkan metode grafik pengendali individu berbasis distribusi betabinomial sebagai alternatif grafik pengendali p-chart dan melakukan analisis grafik kendali terhadap data proporsi kecacatan produk dengan grafik kendali distribusi betabinomial dan grafik pengendali p-chart sebagai pembanding. Hasil penelitian pada kasus yang terjadi di PT Multibintang Indonesia dengan tiga shiff dalam produksi Bintang Bremer memiliki proporsi kecacatan yang berbeda antar shift dengan mengikuti distribusi Beta (-0,01283 , 0,12198), Hasil grafik pengendali Betabinomial untuk proporsi cacat Bintang Bremer menunjukkan proposi cacat menunjukkan masih ada satu data yang tidak terkontrol secara statistik. Sedangkan pada p-chart hampir sebagian besar data tidak terkontrol (keluar dari batas 3 sigma. Kata Kunci: Distribusi Binomial, Distribusi Betabinomial, Proporsi Cacat
Penggunaan peluang distribusi binomial selama ini akan tepat jika sejumlah individu pengamatan biner dapat membuat proporsi pengamatan menjadi tidak saling bebas dan bernilai sama. Akan tetapi terkadang individu pengamatan biner mempunyai nilai proporsi yang berbeda pada individu yang sama dalam kelompok yang lain. Banyaknya peristiwa ‘sukses‘ hanya dapat diasumsikan mempunyai sebaran binomial apabila komponen pengamatan biner itu saling bebas. Ketidakbebasan antar pengamatan biner akan mengakibatkan ragam yang lebih besar daripada ragam pada sebaran binomial. Ragam yang besar ini merupakan suatu indikasi adanya masalah overdispersion dalam pengamatan data biner.
Munculnya masalah overdispersion dalam pengamatan data biner dapat dijelaskan oleh dua hal, yaitu: adanya keragaman dalam peluang respon dan adanya korelasi di antara peubahpeubah respon. Kedua kejadian tersebut merupakan kejadian yang timbal-balik, artinya apabila terdapat keragaman dalam peluang respon, maka terdapat korelasi antar peubah respon. Jika terdapat korelasi yang positif antar pengamatan, maka nilai penduga parameter dari distribusi tidak memberikan korelasi yang mungkin mempunyai galat baku yang underestimated (Cox and Snell, 1989). Mc Cullagh dan Nelder (1983) menyatakan bahwa kedua kejadian tersebut dapat terjadi karena adanya pengelom-pokan
855
Permadi, Pengembangan Grafik Pengendali, 856
(clustering) dalam populasi. Sedangkan Collet (1990) menyebutkan bahwa kejadian-kejadian itu muncul karena sejumlah unit percobaan diamati beberapa kali pada kondisi yang sama, sehingga akan diperoleh suatu peluang respon yang berbeda dari satu percobaan ke percobaan yang lainnya. Akibat dari masalah overdispersion dalam data biner yang disebabkan oleh adanya keragaman dalam peluang respon serta adanya korelasi antara peubah respon adalah pada nilai penduga ragam dari distribusi binomial yang digunakan. Salah satu alternatif pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan pendekatan distri-busi betabinomial pada tiap kelompok. Pada pihak lain, didalam pengendalian kualitas statistik untuk data atribut dengan berasumsi Distribusi Binomial digunakan untuk menunjukkan karakteristik kualitas yang sesuai dengan spesifikasi atau tidak sesuai dengan spesifikasi. Hal ini sering terjadi ketika perusahaan menerapkan sistem shift dalam proses produksi produknya, seperti pada perusahaan multibintang Indonesia Tbk di Tangerang yang memproduksi Bir Bintang, Henneken dan Green Sands. Ada dua kelompok grafik pengendali kualitas statistik untuk data atribut yang berdasarkan distribusi binomial seperti p-chart dan npchart. Penggunaan grafik kendali p-chart dan np-chart digunakan untuk mengetahui proporsi produk yang cacat dan jumlah produk yang cacat. Proporsi kesalahan (cacat) pada suatu produk umumnya tidak sama walaupun sampel yang diambil sama (konstan), apalagi sampel yang diambil tidak konstan. Selama ini center line grafik p-chart menggunakan konsep nilai ratarata dari proporsi, padahal alternatif Distribusi Betabinomial dapat digunakan sebagai alternatif Distribusi Binomial karena nilai dugaannya lebih halus sehingga
konsumen dan produsen hak-haknya dapat dilindungi. 1.1. Tujuan a. Menemukan atau mengembangkan metode grafik pengendali individu berbasis distribusi betabinomial sebagai alternatif grafik pengendali pchart. b. Melakukan analisis grafik kendali terhadap data proporsi kecacatan suatu Bintang Bremer dan Guinness Pint di PT. Multibintang Indonesia dengan grafik kendali distribusi betabinomial dan grafik pengendali pchart sebagai pembanding. KAJIAN PUSTAKA Distribusi Betabinomial Sebagai Alternatif Penghalusan Distribusi Binomial Perhatikan sekelompok proporsi ini : r1/n1, r2/n2, … ri/ni, dimana ri menyatatakan banyaknya peristiwa ‘sukses‘ ke-i dan ni menyatakan banyaknya percobaan ke-i yang dilakukan. Sebagai contoh, misalnya ni adalah banyaknya mata kuliah yang diikuti oleh seorang mahasiswa dan ri adalah banyaknya mata kuliah yang lulus dari mahasiswa tersebut, atau ni banyaknya pasien rumah sakit ke-i dan ri banyaknya pasien yang dinyatakan sembuh, dan lain-lain. Respon individu dalam kelompok ke-i akan dinyatakan dengan Yij, dan satu individu dengan sifatsifat tertentu akan diberi kode 1 sebagai peristiwa ‘sukses’ dan 0 sebagai peristiwa gagal. Asumsi-asumsi yang biasa dibuat untuk menganalisis data semacam ini adalah bahwa setiap Yij dalam kelompok itu telah dibangkitkan dari sebaran dengan peluang sukses yang konstan, i, yaitu : Yij ~ Bernouli ( i ), j=1,…,ni, dimana peluang sukses yang konstan itu dapat dinyatakan sebagai : i = , i = 1, … ,i
857, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Dengan demikian ri akan menyebar binomial, yaitu : ri ~ Binomial (ni , i ). akan tetapi seringkali kita menemukan suatu kasus dimana munculnya ri lebih bervariasi pada suatu percobaan/kondisi dibanding bila menggu-nakan model yang mengasumsikan persamaan (2.1). Hal ini telah ditunjukkan oleh Kass, R.E. dan Raftery, A.E. (1995) dalam studi teratogeniknya dimana dalam studi tersebut adanya pengaruh genetik akan menyebabkan proporsi dari janin-janin yang cacat dari sejumlah kelinci yang diamati akan mempunyai ragam yang lebih besar dari pada ragam untuk peluang sukses dari peubah respon yang konstan. Jika persamaan (2.1) salah, maka munculnya keragaman ekstra yang ditimbulkan oleh adanya keragaman dalam peluang sukses ini disebut sebagai keragaman ekstra-binomial (William, D.A. 1982). Jika ri menyebar secara Poison, maka timbulnya keragaman itu akan membentuk keragaman ekstra-Poison. Dalam kasus yang lebih umum, dimana sebaran bersyarat dari ri tidak dapat dispesifikasikan, maka bentuk keragaman ekstra dan keragaman antara kelompok juga akan digunakan. Keragaman ekstra binomial ini dikenal pula dengan istilah “overdispersion“ artinya ragam yang diperoleh lebih besar daripada ragam dari sebaran binomial. Sebaran Beta-binomial muncul jika i = salah dan i diasumsikan akan mempunyai sebaran beta, yaitu : i ~ beta (a,b), untuk a > 0 dan b > 0. Fungsi
kepekatan gabungan bagi ri dan i diberikan oleh f(r, i , ni) = f(r | i , ni ) f(). Akan tetapi karena i tidak dapat diamati, maka sebaran gabungan ini menjadi tidak berguna untuk pemodelan data dan harus dipisahkan melalui pembentukan sebaran marginal betabinomial, sehingga diperoleh fungsi kepekatan peluang bagi sebaran betabinomial (William, 1975) yaitu :
n B(a r, b ni r) f (r, a, b, ni ) i B(a, b) r Sebagai mana pembentukan parameter di atas, maka model tersebut akan sulit untuk digunakan, khususnya dalam penyusunan kemungkinan maksimum. Walaupun hal ini jelas merupakan generalisasi dari sebaran binomial tapi model binomial murni menghendaki a = b = 0. Oleh karena terdapat masalah yang menyangkut dengan penaksiran dan pengujian hipotesis yang dapat diambil pada nilai yang tak terbatas, maka Griffith (1973) telah menunjukkan pembentukan kembali parameter-parameter tersebut. Dalam hal ini Prentice R.L. (1986) mendefinisikan bahwa peluang respon merupakan peubah biner dan parameter korelasi masing-masing adalah = a (a + b) -1 dan = ( a + b + 1 ) -1. Dengan demikian parameter-perameter beta dapat dinyatakan sebagai a = -1 dan b = ( 1 ) -1 , dimana = (1 - ) -1 = ( a + b )-1.
Sehingga fungsi kepekatan peluang persamaan (2.2) dapat ditulis juga sebagai berikut : ni r 1
r 1
( k ) (1 k )
n f (r; , , ni ) i k 0 r
k 0
ni 1
(1 k ) k 0
Permadi, Pengembangan Grafik Pengendali, 858
Dimana 0 1 , dan 0. Gelman, A. Et all. (1995), menyatakan rataan dan ragamnya masing-masing diberikan oleh : E (r | ni) = ni i dan
var(r | ni ) ni (1 )
(1 ni ) (1 )
Untuk mendapatkan penduga dari parameter beta binomial digunakan Stuktur Perkalian Distribusi (SPD) dengan menggunakan estimasi Bayes faktor yang menggunakan pendekatan metode Markov Chain Monte Carlo (Carlin, B.P. and Chib,
S.1995), (Casella dan George dalam Iriawan, 2000). Untuk itu berdasar-kan fungsi peluang dalam persamaan (2.3) akan dibentuk fungsi log kemungkinan sebagai berikut :
r 1
ni r 1
k 0
k 0
log f (r, , , ni ) log k log
Metode kemungkinan maksimum dapat memberikan nilai-nilai untuk parameter di dalam model yang tidak diketahui sehingga dapat memaksimumkan peluang yang diperoleh melalui sekumpulan data pengamatan. Selanjutnya, fungsi log kemungkinan dalam persamaan
ni 1
log1 k log1 k k 0
(2.5) dapat digunakan untuk menguji keragaman ekstra binomial (Gange S.J. and Munoz, 1996). Perlu dicatat bahwa sebaran beta-binomial ini merupakan sebaran binomial campuran yang mana seringkali digunakan sebagai alternatif dari sebaran binomial (Permadi, 2002. ).
ni ni r ( k ) (1 k ) k 0 r k o f (r, , , n) ni 1 (1 k ) k 0
a 1 ; ; a 1 ; b (1 ) 1 ; (1 ) 1 ab a b 1
berasal dari
n B(a r, b ni r ) f (r, a, b, ni ) i B(a, b) r ni (a r)(b ni r) (a b) (a b ni ) (a)(b) r
= dimana
(a r ) ( 1 r )
ni r
i 1
( 1 r 1)( 1 )
b ni r 1 1 ni r ni r
i 1
1
1
ni r i 1 1
(a b) ( 1 (1 ) 1 ( 1 )
a b ni 1 ni ni r
i 1
1
ni i 1
859, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
b 1
a 1
1
dengan demikian
n B(a r, b ni r ) f (r, a, b, ni ) i B(a, b) r ni (a r)(b ni r) (a b) (a b ni ) (a)(b) r
=
a 1 ; b (1 ) 1 diperoleh
dengan mengganti
ni ( 1 r )((1 ) 1 ni r ) ( 1 ) 1 1 1 r ( ni )( )((1 ) )
=
r
(
n i i 1 r
1 r i)( 1 ) ni
(
i 1
n = i r
r r
(
i 1
1
ni r
i 1
((1 ) 1 ni r i)((1 ) 1) ( 1 )
ni i)( 1 )( 1 )((1 ) 1 )
(r i) ) ni r
ni r
i 1
((1 ) (ni r i)
ni
n (1 (ni 1) ) i 1
untuk k=r-1 r 1
ni r 1
ni ( k ) k 0 (1 k ) f r, , , ni = k 0 ni r (1 k )
i 1
sehingga log dari f (r,, , ni ) sebagai berikut : r 1
ni r 1
k 0
k 0
log f (r, , , ni ) log k log
METODE PENELITIAN 3.1 Sumber Data Data pada penelitian diambil dari perusahaan minuman PT. Multibintang Indonesia Tbk, dimana dalam proses produksinya menggunakan tiga shift untuk waktu kerja karyawannya, data yang diambil berupa data hasil pengukuran cacat tidaknya produk. Bintang Bremer dan Guinnes Paint, data yang digunakan berupa data Kecacatan Bintang Bremer produksi
ni 1
log1 k log1 k k 0
per hari periode 01 Januari 2008 – 28 April 2008, selama 87 hari. 3.2 Metode Analisis data dan desain grafik kendali Metode analisis yang di gunakan dalam penelitian tahun pertama ini berupa kajian pustaka dan studi simulasi dengan langkah-langkah disusun sebagai berikut : 1. Menguji proporsi dari tiga shift dengan uji proporsi.
Permadi, Pengembangan Grafik Pengendali, 860
2. Menentukan fungsi kemungkinan maksimum distribusi betabinomial untuk menentukan ukuran pemusatan dan ukuran penyebarannya 3. Melakukan pendeteksian distribusi binomial terhadap sampel data 4. Melakukan pendeteksian distribusi beta terhadap distribusi proporsi data tersebut. 5. Membuat grafik pengendali pchart dan grafik pengendali
Betabinomial dengan menentukan nilai center line, lower center line dan upper center line pada pada 2 grafik pengendali. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data proporsi kecacatan Bintang Bremer pada tiga shift diberikan nilai deskripsi data seperti ditujukkan pada tabel 4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1. Deskripsi Proprsi / data Kecacatan Produk Bintang Bremer
Rata-rata Proporsi Shift 1
0,05798
Shift 2
0,055073
Shift 3
0,052368
RataRata Total 0,055141
Rata-rata Total Produk Shift 1
108907
Shift 2
125867
Shift 3
95107
RataRata Total 109960
Rata-rata Cacat Shift 1
6395
Shift 2
7376
Shift 3
4441
Hasil uji proporsi kecacatan Bintang Bremer pada tiga shift diberikan sebagai berikut : Uji proporsi antara shift 1 dan shift 2 Test and CI for Two Proportions Sample 1 2
X 6395 7376
N 108907 125867
Sample p 0,058720 0,058602
Difference = p (1) - p (2) Estimate for difference: 0,000118285 95% CI for difference: (-0,00178784; 0,00202441) Test for difference = 0 (vs not = 0): Z = 0,12 P-Value = 0,903 Fisher's exact test: P-Value = 0,909 Uji proporsi antara shift 1 dan shift 3 Test and CI for Two Proportions Sample 1 3
X 6395 4441
N 108907 95107
Sample p 0,058720 0,046695
Difference = p (1) - p (2) Estimate for difference: 0,0120250 95% CI for difference: (0,0100892; 0,0139609) Test for difference = 0 (vs not = 0): Z = 12,08 0,000 Fisher's exact test: P-Value = 0,000
P-Value =
RataRata Total 6071
861, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Uji proporsi antara shift 2 dan shift 3 Test and CI for Two Proportions Sample 2 3
X 7376 4441
N 125867 95107
Sample p 0,058602 0,046695
Difference = p (1) - p (2) Estimate for difference: 0,0119068 95% CI for difference: (0,0100408; 0,0137727) Test for difference = 0 (vs not = 0): Z = 12,32 0,000
P-Value =
Fisher's exact test: P-Value = 0,000 Berdasarkan uji proporsi kecacatan pada bintang bremer antar shift, hasil uji shift 1 dan shift 3, dan shift 2 dan shift 3 sangat signifikan (ada perbedaan), sedangkan hasil uji shift 1 dan shift 2 tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi kecacatan pada bintang bremer
antar shift tidak sama, untuk itu perlu dilakukan pendeteksian distribusi proporsi kecacatan pada tiga shift tersebut. Hasil pendeteksian distribusi porporsi mingguan pada shift 1, 2, 3 tersebut dengan software Easy fit diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.2 berikut
Tabel 4.2 hasil Pendeteksian Distribusi
Distribusi alternatif yang dipilih yaitu distribusi beta. diperoleh parameter dari distribusi beta seperti pada gambar 4.1 sebagai berikut.
Permadi, Pengembangan Grafik Pengendali, 862
Gambar 4.1 gambar hasil pendeteksian distribusi beta Parameter dari distribusi beta
Dari data parameter distribusi beta tersebut, mean dan variannya adalah sebagai berikut. Sehingga, UCL dan LCL nya dapat dihitung berdasarkan fungsi distribusi betabinomial diperoleh Hasil grafik pengendali dengan grafik pengendali betabinomial diberikan pada Gambar 4.2 GRAFIK PENGENDALI BETABINOMIAL BINTANG BREMER 1,0
UB=1
Individual Value
0,8 0,6 0,4 0,2 _ X=0,053 LB=0
0,0 1
6
11
16
21 26 31 Observation
36
41
46
51
Gambar 4.2 Grafik Pengendali Betabinomial Proporsi Kecacatan Bintang Bremer
Sedangkan hasil grafik pengendali dengan grafik pengendali p-chart diberikan pada Gambar 4.3 sebagai berikut. Berdasarkan hasil grafik betabinomial semua
data tidak ada yang keluar dari batas kendali atas dan bawah, sedangkan pada grafik kendali p-chart hampir sebagian
863, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
besar proporsi kecacatan out of control
(keluar dari batas atas dan batas bawah).
P Chart of Cacat 0,16
1
0,14
Proportion
0,12 0,10 0,08
1
1
1
1 1
1 1 1 1
11
1 1 1
0,06
1 1 11 1 1 1
0,04 0,02
1
1
0,00
1 1
1
1
1
11
1
1
11
1 1
1
10
19
28
37
1
1
1 1
1
1
1 11
1
1
1 1 1
1
1
1
1
1 1 1
1 11
1
46 Sample
1 1
1
11
1
1 1
73
82
1
1
1
1 1 11 1
1
_ UCL=0,0604 P=0,0551 LCL=0,0497
1
55
64
Tests performed with unequal sample sizes
Gambar 4.3 Grafik Pengendali p-Chart Proporsi Kecacatan Bintang Bremer
PENUTUP Berdasarkan Grafik pengendali betabinomial proporsi cacat bintang bremer nampak bahwa semua proporsi tidak ada yang keluar dari batas kendali atas dan bawah, sedangkan pada grafik kendali p-chart hampir sebagian besar
proporsi kecacatan out of control (keluar dari batas atas dan batas bawa ), dengan demikian nampak bahwa grafik pengendali beta binomial lebih sesuai digunakan dibanding grafik pengendali p-chart
DAFTAR PUSTAKA Carlin, B.P. and Chib, S. 1995. Bayesian Model Choice via Markov Chain Monte Carlo methods, Journal of the Royal Statistical Society, Ser B 57(3), 473-484. Collet, D. (1991). Modeling Binary Data, London : Chapman and Hall. Cox, D.R. and Snell, E.J. (1989). Analisis of Binary Data. London : Chapman and Hall. Gange, S.J. and Munoz, A. (1996). Use of the Beta-Binomial Distribution to Model Effect of policy Change on Appropriatness of Hospital Stays. Applied Statistics, 45, 371-382.
Gelman, A. Et all. (1995). Bayesian Data Analysis. London. Chapman & Hall. Grifiths, D.A. (1973). Maximum Likelihood Estimation for the BetaBinomial Distribution ang An Aplication to the Household Distribution of the total Number of Cases of A Disease. Biometrics, 29, 637-648. Iriawan, N. (2000). Pemilihan Model Menggunakan Struktur Perkalian Distribusi. KAPPA. Vol : 1 No : 1 (p :37- 44. Kass, R.E. dan Raftery, A.E. (1995). Bayes Faktors. Journal of the
Permadi, Pengembangan Grafik Pengendali, 864
American Statistical Assosiasion, 90 (430), 773-795. Mc Cullagh, P., and J.A. Nelder (1983). Generalized Linier Model. 2nd Ed. New York Chapman and Hall. Permadi, H. dkk (2002). Perbandingan Distribusi Binomial dan Distribusi Beta Binomial Menggunakan Struktur Perkalian Distribusi pada Analisis Kelulusan Mahasiswa Jurusan Matematika FMIPA UM. Penelitian DIK tidak dipublikasikan. Permadi, H. (2008) Pendeteksian Distribusi Campuran Weibull pada Analisis Kemampuan Proses Suatu Pendekatan dengan Markov Chain Monte Carlo. Jurnal Forum Lem-
baga Penelitian Universitas Negeri Malang. Permadi, H. dkk (2006) Implementasi Struktur Perkalian Distribusi terhadap Pendeteksian Distribusi Campuran Poison : suatu kajian pada grafik u-chart dan analisis kemampuan proses. Penelitian Dosen Muda tidak dipublikasikan Spiegelhalter D., Thomas A. and Nicky B. (2000). WinBUGS Version 1.3 User Manual. (Online), (http://www.mrcbsu.cam.ac.uk/bugs) William, D.A. (1982). Extra-binomial Variation in Logistics Linear Models. Apllied Statistics, 31, 144148