Ananta Budhi Danurdara Pengembangan Experiential Marketing di Saung Angklung Udjo Bandung
PENGEMBANGAN EXPERIENTIAL MARKETING DI SAUNG ANGKLUNG UDJO BANDUNG Ananta Budhi Danurdara Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung Jalan Dr. Setiabudhi 186 Bandung Jawa Barat E-mail:
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana konsep dasar Experiential Marketing dan pelaksanaannya pada Saung Angklung Udjo, serta menjelaskan pengalamanyang di dapat oleh wisatawan terhadap produk wisata dari Saung Angklung Udjo dalam aspek sense, feel, think, act dan relate. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan dan lapangan, yaitu dengan melakukan wawancara kepada pengelola Saung Angklung Udjo, melakukan observasi, serta menyebarkan kuesioner kepada responden, yaitu wisatawan yang berkunjung ke Saung Angklung Udjo sebanyak 100 orang, yang ditentukan dengan teknik penentuan sampel menggunakan kuota sampling. Teknik analisa data menggunakan analisa deskriptif, dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan belum terdapat suatu perencanaan yang matang dalam konsep dasar Experiential Marketing (Experience platform), yaitu penentuan segmen pasar yang belum jelas dan upaya promosi yang belum beragam. Dengan visi sebagai pusat pendidikan budaya sunda, Saung Angklung Udjo memberikan janji (experiential value promise) yang dikemas dalam slogan Nature, Culture, In Harmony, promosi sebagai etalase budaya sunda, pembangunan identitas Arumba, serta pembangunan logo perusahaan. Implementasi konsep tersebut dilakukan dengan menyusun program bisnis pertunjukan yang lebih sistematis, menambah fasilitas pendidikan, serta membenahi struktur organisasi. Secara umum, Saung Angklung Udjo telah melaksanakan konsep experiential marketing dengan baik. Kata kunci: experiential marketing, cultural tourism, travelers experience Abstract: This study aims to explain how the basic concepts and implementation of Experiential Marketing at Saung Angklung Udjo, and describes experiences can be drawn by traveler to the tourism product at Saung Angklung Udjo in aspects of sense, feel, think, act and relate. In order to achieve these objectives, this study used a descriptive method. Data collection techniques are using literature and field research, by interviewing the manager of Saung Angklung Udjo, observations, and distributing questionnaires to the respondents, namely travelers who is visiting Saung Angklung Udjo many as 100 people, which is determined by using a quota sampling technique. The data analysis using descriptive analysis, with frequency distribution tables and then analyzed qualitatively. The results showed there has no careful program to fix about planning the basic concept of Experiential Marketing (Experience platform), that have not been clear of the market segments, and promotional are not varied. With a vision as an educational center Sundanese culture, Saung Angklung Udjo promises (experiential value promise) that is packaged in a slogan Nature, Culture, In Harmony, promotion as a showcase Sundanese culture, Arumba identity development, and build a company logo. Implementations of the concept are making the show business program more systematic, improvement educational facilities, and fix the organizational structure. Generally, Saung Angklung Udjo has implemented the concept of experiential marketing well. Keywords: experiential marketing, cultural tourism, traveler experience
112
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
Salah satu tempat wisata budaya di Kota Bandung adalah Saung Angklung Udjo. Saung Angklung Udjo merupakan salah satu karya dari sumber daya manusia kreatif yang menjadi salah satu tujuan wisata budaya yang sudah terkenal hingga ke luar negeri yang berada di Kota Bandung. Saung Angklung Udjo menampilkan beberapa pertunjukan yang memukau, baik pertunjukan internal maupun eksternal. Kelebihan konsep wisata di Saung Angklung Udjo adalah adanya kesempatan kepada wisatawan untuk dapat berinteraksi langsung dengan produk wisata yang ada. Wisatawan dapat terlibat langsung dalam atraksi budaya, misalnya pada pertunjukan Bambu Petang dan Arumba, penonton (wisatawan) dapat menari bersama dengan para penari pada akhir pertunjukan. Selain itu, pada program “Setengah Hari di Saung Angklung Udjo”, wisatawan dapat terlibat untuk belajar membuat Angklung bersama pengrajin Angklung, makan siang ala Kampung Sunda bersama wisatawan lainnya (ngaliwet bareng) di taman belakang. Di akhir program, para peserta akan menceritakan pengalaman menyenangkan mereka selama di SAU melalui sebuah karangan. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa selain sebagai produk wisata budaya, daya tarik yang dimiliki Saung Angklung Udjo adalah adanya kesempatan bagi wisatawan untuk terlibat secara langsung dalam atraksi dan produk wisata lainnya, sehingga dapat memberikan suatu pengalaman yang menyenangkan dan berkesan bagi wisatawan. Terkait hal tersebut, Kartajaya (2007:116) menyatakan:
PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi tujuan kunjungan wisata. Kenaikan jumlah wisatawan mancanegara ini terjadi di sebagian besar pintu masuk utama, dengan persentase kenaikan tertinggi tercatat di pintu masuk Bandara Husein Sastranegara, Bandung sebesar 27,28%, diikuti Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta sebesar 22,35%, dan Bandara Sepinggan, Balikpapan sebesar 7,82% (https://www.budpar.go.id) Provinsi Jawa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang ibukotanya terletak di Kota Bandung. Kota Bandung mempunyai potensi pariwisata yang sangat besar. Dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kota Bandung tahun 2010, produk pariwisata di Kota Bandung dapat diklasifikasikan sebagai destinasi wisata spesifikasi “urban tourism” dengan variasi potensi daya tarik dan aktivitas wisata alam, budaya, buatan dan kegiatan khusus (special event) serta kombinasi diantaranya. Potensi atraksi wisata di Kota Bandung dapat dikategorikan ke dalam Wisata Heritage (Wisata Peninggalan Bersejarah/Wisata Pusaka), Wisata Belanja dan Kuliner, Wisata Pendidikan, Rekreasi dan Hiburan (alam, budaya dan buatan),dan MICE (meeting, incentive, convention and exhibition). Wisata budaya sebagai salah satu produk pariwisata merupakan jenis pariwisata yang disebabkan adanya daya tarik dari seni budaya suatu daerah. Menurut Pitana dan Gayatri (2010:53), wisata budaya dimaksudkan agar perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup mereka, budaya dan seni mereka.
Untuk menarik wisatawan perlu adanya pendekatan yang memberikan persepsi positif kepada konsumen yaitu dengan mengkomunikasikan suatu produk dengan menyentuh sisi emosional agar konsumen tidak sekedar merasa puas, tetapi juga merasakan kesan dan pengalaman yang berbeda. Untuk itu dibentuklah suatu usaha
113
Ananta Budhi Danurdara Pengembangan Experiential Marketing di Saung Angklung Udjo Bandung
Berdasarkan data statistik pengunjung tahun 2014 yang diterima, tercatat pengunjung pada Saung Angklung Udjo adalah sebagai berikut.
pemasaran yang mencoba menganalisis konsumen dengan menggunakan modelmodel psikologis yaitu experiential marketing.
Tabel1. Data Pengunjung Saung Angklung Udjo Periode Januari 2012 - Agustus 2015 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
2012 2013 2014 2015 8899 111364 16664 20129 12809 16234 23019 16190 9280 18010 19627 22521 13702 14657 16401 16400 17471 22240 25322 22097 14971 20112 20191 20293 12567 13015 13664 6938 5547 3671 5630 5758 6004 9445 10569 13049 15447 15148 9513 13477 16686 12400 21106 23011 136212 178778 205932 130326 (Sumber: Corporate Secretary Saung Angklung Udjo, Oktober 2015)
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa jumlah kunjungan wisatawan di Saung Angklung Udjo masih belum stabil, bahkan terdapat penurunan kunjungan pada bulan-bulan tertentu. Selain itu, 138,287
berdasarkan data wisatawan yang berkunjung, tingkat kunjungan kembali (repeater) menunjukkan tingkat yang rendah, seperti yang dilihat dalam chart berikut ini. 71,693
Jumlah total Pengunjung
Jumlah total Pengunjung
Telah mengunjungi 2 kali
Telah mengunjungi 3 kali
515,036
515,036
43,778 Jumlah total Pengunjung Telah mengunjungi lebih dari 3 kali
515,036
(Sumber : Market Report Divisi Research & Development Saung Angklung Udjo,November 2015)
Gambar 1. Data Repeater Wisatawan Saung Angklung Udjo Periode Januari 2013 – Agustus 2015
114
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
menunjukkan bahwa tidak seluruhnya wisatawan dapat menikmati pertunjukan wisata secara maksimal, menimbulkan ketertarikan peneliti untuk mengetahui lebih jauh mengenai bagaimana pengembangan konsep experiential marketing tersebut dalam obyek wisata budaya Saung Angklung Udjo.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah wisatawan yang berkunjung ulang (repeater) berkisar 8,5% (yang telah mengunjungi lebih dari 3 kali), 13,92% (telah mengunjungi 3 kali), sedangkan yang wisatawan yang mengunjungi 2 kali sebanyak 26,85%. Kondisi tersebut belum sesuai dengan image sebagai salah satu obyek wisata budaya yang telah terkenal hingga ke luar negeri, dimana jumlah kunjungan Saung Angklung Udjo seharusnya mengalami peningkatan yang signifikan. Sejak tahun 2012 Saung Angklung Udjo tengah merubah konsep dari tempat wisata budaya Sunda (“Etalase Budaya Sunda”) menjadi pusat pendidikan dan pertunjukan budaya Sunda melalui konsep “Nature, Culture In Harmony”. Hal ini berdasarkan semangat awal berdirinya tempat ini, yaitu ingin melestarikan dan mengembangkan budaya Sunda hingga ke tingkat internasional. Perubahan konsep wisata ini membutuhkan adanya perencanaan yang tepat, mengingat brand image Saung Angklung Udjo adalah sebagai tempat pertunjukan budaya Sunda. Dengan perubahan konsep tersebut, Saung Angklung Udjo harus dapat mempertahankan kualitas produk wisata seperti yang telah diberikan selama ini kepada wisatawan. Hal tersebut membutuhkan adanya suatu strategi pengembangan konsep experiential marketing yang tepat, agar dengan perubahan tersebut, wisatawan tetap memperoleh pengalaman dan kesan yang menyenangkan ketika berkunjung ke Saung Angklung Udjo dan pada akhirnya dapat meningkatkan kunjungan wisatawan. Diharapkan pengembangan konsep dan strategi experiential marketingtersebut dapat mendorong wisatawan untuk berkunjung ke Saung Angklung Udjo. Meskipun demikian, jumlah kunjungan wisatawan yang masih belum stabil dan peningkatan jumlah kunjungan yang belum signifikan serta hasil penelitian awal yang
Experiential Marketing Experiential marketing lahir pada akhir tahun 90-an. Konsep ini digagaskan pertama kali oleh Bernd H. Schmitt yang memadukan elemen-elemen seperti sense, feel, think, act dan relate yang kemudian dipadatkan menjadi experiential marketing. Konsep ini tidak saja mengandalkan fitur dan benefit, tapi menyuguhkan diferensiasi unik berupa pengalaman (experience) mengesankan dalam ingatan konsumen. (M. Sigit Wahyu Kurniantohttp://wahyu.wordpress.com). Experiential marketing didefinisikan sebagai berikut : Konsep pemasaran melalui rangsangan inderawi, membangkitkan perasaan dan emosi, pengetahuan konsumen, serta interaksi dan hubungan terhadap produk yang bertujuan untuk memberikan pengalaman konsumen terhadap produk yang ditawarkan. Experiential marketing dilaksanakan melalui rencana kerja yaitu experiential positioning, experiential value promise, dan overall implementation theme” (Schmitt, 1999:25-32; Schmitt, 2003:98)
Industri dan kondisi pasar yang semakin berkembang dan bermacammacam seperti sekarang ini, telah mengubah cara pandang terhadap suatu pemasaran ke arah experiential marketing untuk mengembangkan produknya, berkomunikasi dengan konsumen, membangun hubungan penjualan dan membangun lingkungan pemasaran yang baik. Experiential marketingakan menggeser pendekatan tradisional yang
115
Ananta Budhi Danurdara Pengembangan Experiential Marketing di Saung Angklung Udjo Bandung
menekankan pada feature& benefit dari suatu produk untuk menciptakan suatu memorable experience kepada konsumen (Schmitt, 2004:3). Pengalaman konsumen dalam mengkomunikasikan barang dan jasa erat kaitannya dengan konsep experiential marketing, Schmitt (2004:22) berpendapat: “what they want is product, communication and marketing campaigns that dazzle sense, touch their hearts, and stimulate their minds”. Bagi perusahaan jasa pariwisata seperti Saung Angklung Udjo, konsep experiential marketing sangat tepat diterapkan, karena Saung Angklung Udjo menjual produk berupa jasa pariwisata yang menekankan aspek psikologis dan interaksi antara wisatawan (konsumen) dengan produk wisata yang ditawarkan.
1)
Experience Moduls (SEMs) Experience moduls yang menggunakan pendekatan holistik dari sejumlah pengalaman, yaitu indra (sense), perasaan/afeksi (feel), kognitif (think), tindakan (act) dan hubungan antara kultur/referensi tertentu (relate) yang akhirnya memberikan dimensi/imajinasi terhadap suatu produk. a) Sense Sensemarketing dimungkinkan untuk digunakan untuk memaparkan informasi tentang suatu perusahaan, produk untuk memotivasi pelanggan dan untuk menambah nilai terhadap suatu produk. Model S-P-C digunakan untuk mengetahui bagaimana sense marketing dilaksanakan. S-P-C (stimuli, processes, consequence) yaitu bagaimana panca indra dirangsang sehingga dapat menggambarkan atau mengingatkan produk atau jasa dari suatu perusahaan serta menjadikannya sesuatu yang berarti. Stimuli adalah bagaimana kita dapat dirangsang, tiga prinsip berbeda digunakan dalam tahap ini yaitu: across modalities, across ExProsdan across space and time.
Strategi Experiential Moduls (SEMs) dan Experiential Provider (ExPros) Schmitt (2004:60) menerangkan kerangka analisis experiential marketing (EM) yang terdiri dari dua aspek. Pertama adalah experience moduls (SEMs) yang terdiri dari beberapa tipe experience dan experience provider (ExPros) yaitu agenagen yang dapat mengantarkan experience. Differentiate
Motivate
Add Value
Stimuli Processes Vivid Modality principles Meaningful ExPro guidelines Cognitive consistency/ Sensory variety
Consequences Please Excite
(Sumber: Schmitt, 2004:112)
Gambar 2. Model S-P-C dalam Sense Marketing
116
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
sedangkan complex emotion adalah kombinasi dari basic emotion dalam pemasaran. Affective experience merupakan pengalaman yang tercipta sedikit demi sedikit yaitu perasaan yang berubah-ubah, jarak antara mood yang positif atau negatif kepada emosi yang kuat. Ada dua hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan Affective experience:moods dan emotion
b) Feel Feel marketing adalah suatu strategi dan implementasi untuk memberikan pengaruh kepada perusahaan dan merek melalui pemberian pengalaman untuk menjadi berhasil. Menurut Schmitt (2004:124) emosi dibedakan menjadi dua jenis yaitu basic emotion & complex emotion misalnya kegembiraaan (emosi positif), kemarahan, kekecewaan dan kesedihan (emosi negatif) Affect Moods Light Positive, negatif, neutral Often unspecific
Feeling and Emotions Strong Positive or negative, Meaningful Triggered by events, Agents and objects
(Sumber: Schmitt, 2004:123)
Gambar 3. Type of Affect pokok persoalan, pemasar harus diarahkan untuk siap tindakannya.Directional think memberikan penuntun apa dan bagaimana pelanggan seharusnya berpikir tentang bagaimana pilihan yang ada didepan mereka. Associative compaigns membuat penggunaan yang mencolok terlihat semakin abstrak, konsep yang telah umum baiknya dengan imajinasi yang terbesar.
c) Think Menurut J.P Guilford yang dikutif Schmitt (2004:144) seseorang sering kali menggunakan dua cara tipe yang berbeda dalam berpikir, convergent thinking dan divergent thinking. Kreatifitas termasuk kedalam keduannya, convergent thinking & divergent thinking. Karena convergent thinking memerlukan daftar yang spesifik dari
117
Ananta Budhi Danurdara Pengembangan Experiential Marketing di Saung Angklung Udjo Bandung
Think Concepts Divergent
Associative
Convergent Think Campaigns Directional
(Sumber: Schmitt, 2004:147)
Gambar 4. Think concepts and champaigns adalah menggabungkan pengaruh eksternal dengan feel dan think pelanggan untuk dijadikan suatu aksi yang akan menghasilkan kenangan tidak terlupakan.
d) Act Act experience bergerak lebih sensasi yang terjadi pengaruh dan kesadaran. Tugas experiential marketing
Behavioral
Reasoned action
Flesh
Act Experiences Self perception Nonverbal behavior
Motor actions Interact
Lifestyles
(Sumber: Schmitt, 2004:160)
Gambar 5. Act experiences akan menghasilkan berbagai keuntungan, di antaranya adalah terciptanya konsumen yang loyal kepada perusahaan. 2) Experiential Provider (ExPros) Menurut Kartajaya (2006:152), aplikasi strategi experiential marketing dapat diwujudkan melalui salah satu/ kombinasi sebagai experiential providers (ExPros) adalah: Communications, Visual or verbal identity, Product presence, Co – Branding, Spatial environment, Website dan electronic media, People.
e) Relate Sebagai bagian akhir dari SEMs, relate merupakan hubungan dengan atau gaya hidup yang dirasakan pelanggan, baik itu berhubungan terhadap perusahaan ataupun sesama komunikasi sense, feel, think, dan act experience yang bertujuan mengaitkan dengan sesuatu berbeda diluar dirinya. Bagi Saung Angklung Udjo, memberikan pengalaman yang baik (positif) terhadap konsumen (wisatawan)
118
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
stage(pentas), dan auditorium. Dalam penelitian ini, sesuai dengan fokus penelitian mengenai pengalaman (experience) pengunjung yang muncul dari penginderaan produk wisata, maka seni pertunjukan dibatasi pada sesuatu hal dari pertunjukan yang dapat diindera yaitu seni tari, suara, dan peralatan pertunjukan. Beberapa keunggulan yang diberikan Saung Angklung Udjo adalah adanya pertunjukan budaya dimana wisatawan dapat berinteraksi langsung dengan produk yang ditawarkan. Bagi Saung Angklung Udjo, pelaksanaan konsep experiential marketing merupakan salah satu upaya untuk bersaing dalam mendatangkan wisatawan dan memberikan pengalaman serta menyentuh aspek emosional wisatawan dengan serangkaian aktivitas pemasaran yang dilakukan.
Sebuah perusahaan jasa pariwisata seperti Saung Angklung Udjo harus mampu menciptakan identitas sosial bagi pelanggannnya dengan produk atau jasa yang di tawarkan. Dengan menggunakan simbol, nama, logo,warna, desain dan kemasan serta iklan, akan menghubungkan pelanggan secara individu dengan masyarakat atau budaya. Soekadijo (2006:67) menyatakan objek dapat menjadi tujuan wisata budaya karena memiliki atraksi wisata, yang terdiri dari sumber daya kepariwisataan dalam bentuk budaya, yang dapat berupa peninggalan-peninggalan atau tempattempat bersejarah (artifact) maupun perikehidupan, adat-istiadat, yang berlaku di tengah-tengah masyarakat (kebudayaan hidup). Penelitian ini akan membahas pengalaman konsumen (pengunjung) terhadap produk wisata yang ada pada Saung Angklung Udjo. Menurut Damanik dan Helmut F. Weber (2006 : 11-12), produk wisata adalah semua produk yang diperuntukan atau dikonsumsi oleh seseorang selama melakukan kegiatan wisata yaitu : 1. Atraksi 2. Aksesibiltas. 3. Amenitas (Damanik dan Helmut F. Weber, 2006 : 11-12).
METODE Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui sejauh mana pelaksanaan experiental marketing pada Saung Angklung Udjo. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian ini hanya menggambarkan dan menganalisa variabel yang ada, yaitu pelaksanaan experiuential marketing pada Saung Angklung Udjo. Obyek yang diteliti adalah Saung Angklung Udjo.
Dalam penelitian ini, produk wisata dibatasi pada atraksi wisata yang bersifat tangible (berwujud fisik/ nyata), yaitu suatu pertunjukan seni budaya yang terdapat dalam suatu tempat wisata. Selain bentuk pertunjukan yang dapat diindera seperti tarian, lagu, ataupun barang (peralatan) pertunjukan, lingkungan pertunjukan juga mempengaruhi suasana dan membentuk pengalaman ruang yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertunjukan (Appleton, 2008). Lingkungan pertunjukan berupa suatu bangunan pertunjukan, contohnya adalah bangunan (ruangan) teater,
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah wisatawan yang mendatangi Saung Angklung Udjo yang jumlah populasi tidak diketahui karena penelitian ini dilakukan terhadap peristiwa yang akan terjadi. Sedangkan teknik sampling yang digunakan adalah non-probability sampling. Hal ini sesuai dengan keadaan populasi yang tidak diketahui, karena peneliti akan membagikan angket kepada wisatawan yang mengunjungi Saung
119
Ananta Budhi Danurdara Pengembangan Experiential Marketing di Saung Angklung Udjo Bandung
Angklung Udjo pada waktu yang akan datang. Karakteristik dari wisatawan yang akan menjadi sampel dalam penelitian adalah yang telah mengunjungi Saung Angklung Udjo dan berusia cukup dewasa, yaitu minimal 17 tahun. Peneliti menggunakan pendapat AlRasyid (2010:68) yang menyatakan bahwa sampel minimal untuk penelitian survey berjumlah 100 responden. Adapun teknik penentuan sampel diambil pada waktu akhir pekan dan hari biasa disebarkan secara kebetulan terhadap siapa saja yang memenuhi kriteria sebagai sampel.
yang tersedia di Saung Angklung Udjo dan juga studi dokumentasi. Hal ini untuk mengetahui konsep dasar Saung Angklung Udjo dalam memberikan pengalaman terhadap wisatawan dari produk wisata yang ditawarkan serta implementasi konsep experiential marketing di Saung Angklung Udjo. Data responden a) Jenis Kelamin Data yang ada pada Saung Angklung Udjo sepanjang Bulan Januari hingga September 2015 juga menunjukkan bahwa wisatawan wanita lebih banyak jumlahnya dibanding pria. Dari 161.233 pengunjung, terdapat pengunjung wanita berjumlah 99.159 orang atau sekitar 61,5%. Pertunjukan seni Angklung sebenarnya tidak ditujukkan untuk jenis kelamin tertentu, seperti jenis pertunjukan seni tari atau drama yang sebagian di antaranya ditujukan untuk pria. a) Usia Diketahui bahwa sebagian besar responden adalah wisatawan yang berusia muda, yaitu antara 16 hingga 20 tahun (50 orang atau 50%), sedangkan responden yang berusia antara 26 hingga 30 tahun merupakan responden dengan jumlah yang paling sedikit, yaitu sebanyak 5 orang atau 5%. Hal ini karena selama beberapa tahun ini, Saung Angklung Udjo aktif bekerja sama dengan berbagai sekolah di Kota Bandung untuk mempromosikan seni pertunjukan Angklung kepada kalangan pelajar dan mahasiswa. Hal ini sesuai dengan visi baru dari Saung Angklung Udjo, yaitu sebagai pusat pendidikan budaya Sunda, selain sebagai wisata budaya. Hal ini dibuktikan dengan dibukanya lembaga pendidikan (akademi) dan beasiswa pendidikan di sekolah budaya khusus untuk anak-anak dan remaja.
Metode Pengumpulan Data Peneliti melakukan pengumpulan data, baik untuk data primer maupun data sekunder dengan cara penelitian lapangan (field research) untuk memperoleh data primer dengan cara mendatangi langsung ke tempat yang menjadi objek penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :Penelitian kepustakaan, penelitian lapangan dengan cara menyebarkan angket, melakukan wawancara, melakukan observasi. Alat pengumpul data dalam penelitian ini berupa angket yang disusun berdasarkan item pernyataan yang diajukan kepada responden untuk diisi sesuai dengan variabel yang diteliti. Operasionalisasi untuk variabel yang ditelitidiperoleh dari skala data ordinal, maka bentuk instrumen yang digunakan adalah bentuk skala likert, yaitu setiap pernyataan mengandung alternatif jawaban dan mempunyai bobot nilai sangat positif hingga sangat negatif dengan penentuan skor. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan data juga dilakukan dengan melakukan wawancara kepada pihak manajemen Saung Angklung Udjo adalah dengan Public relation manager, serta melakukan observasi terhadap fasilitas
120
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
b) Pekerjaan Tabel 1. Pekerjaan/ Aktivitas Responden Kategori Pegawai Negeri Pegawai Swasta Mahasiswa Professional Wiraswasta Jumlah
Frekuensi 7 11 75 4 11 100
Saung Angklung Udjo tengah melakukan promosi budaya Sunda khususnya seni pertunjukan Angklung kepada kalangan pelajar dan mahasiswa, agar budaya tradisional Sunda dapat dicintai dan dilestarikan masyarakat Jawa Barat khususnya oleh generasi muda. Beberapa responden mahasiswa menuturkan bahwa
Persentase 7 11 75 4 11 100
mereka datang mengunjungi Saung Angklung Udjo, selain karena tertarik dengan seni pertunjukan dan wisata budaya lainnya yang terdapat di Saung Angklung Udjo, juga mereka ingin lebih jauh mengetahui mengenai proses pembuatan Angklung dan memahami budaya tradisional Jawa Barat (Sunda).
c) Penghasilan per Bulan Tabel 2. Penghasilan Perbulan Kategori 2.000.000-2.500.000 2.00.001-3.000.000 3.000.001-3.500.000 >3.500.001 Jumlah
Frekuensi 81 3 5 11 100
Untuk dapat mengunjungi Saung Angklung Udjo tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar. Harga tiket masuk bervariasi, yakni Rp. 60.000 untuk pengunjung lokal, Rp. 100.000 untuk warga negara asing/turis, Rp. 45.000 untuk para pelajar dan mahasiswa dengan menunjukkan kartu pelajar atau mahasiswa, dan untuk rombongan pelajar atau mahsiswa akan dikenakan biaya khusus. Harga ini relatif terjangkau untuk masyarakat terutama pelajar/mahasiswa. Saung Angklung Udjo juga tidak
Persentase 81 3 5 11 100
meninggalkan visi sosialnya, yaitu ingin mengenalkan dan melestarikan budaya Sunda kepada masyarakat. Hal tersebut yang meyebabkan aspek bisnis (keuntungan ekonomi) bukan menjadi tujuan utama dari Saung Angklung Udjo. d) Data Karakter Perjalanan Wisata Mayoritas responden berdasarkan lama responden menjadi wisatawan Saung Angklung Udjo adalah <1 tahun sebanyak 78% sedangkan yang paling sedikit menyatakan >3 tahun sebanyak 10%. Data
121
Ananta Budhi Danurdara Pengembangan Experiential Marketing di Saung Angklung Udjo Bandung
tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah para wisatawan yang belum lama menjadi wisatawan Saung Angklung Udjo, hal ini karena banyak di antara wisatawan yang selalu bergantiganti, khususnya yang memiliki tujuan rekreasi. Mayoritas responden berdasarkan frekuensi mengunjungi Saung Angklung Udjo menyatakan kurang (baru pertama kali) sebanyak 65% sedangkan yang paling sedikit menyatakan sering (>1 kali dalam 3 bulan) sebanyak 15%. Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah mereka yang baru pertama kali mengunjungi Saung Angklung Udjo. Responden yang sering mengunjungi Saung Angklung Udjo adalah mereka yang memiliki tujuan khusus selain ingin menikmati produk budaya, yaitu mereka yang tengah melakukan studi (penelitian) mengenai budaya tradisional Sunda, ataupun mereka yang memiliki program khusus dengan Saung Angklung Udjo, di antaranya adalah mereka yang mengikuti program akademi budaya Saung Udjo. Mayoritas responden berdasarkandari mana anda mengetahui Saung Angklung Udjo menyatakan dari teman/kerabat sebanyak 73% sedangkan yang paling sedikit menyatakan dari brosur, travel agent dan televisi yakni sebanyak 4%.Data tersebut menunjukkan bahwa informasi atau promosi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang dilakukan oleh kelompok referensi seperti teman atau kerabat menjadi faktor yang paling dapat menarik minat wisatawan untuk mengunjungi Saung Angklung Udjo. Mayoritas responden berdasarkansiapa yang mengatur perjalanan anda menyatakan sendiri sebanyak 43% sedangkan yang paling sedikit menyatakan dari sumber lainnya yakni sebanyak 6%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaturan perjalanan wisata para responden lebih banyak dilakukan secara personal atau
karakter perjalanan individual. Hal ini karena untuk mengunjungi dan menikmati produk wisata budaya di Saung Angklung Udjo cukup mudah dan tidak memerlukan panduan khusus. . Mayoritas responden berdasarkanyang menjadi tujuan berkunjung menyatakan rekreasi/liburan sebanyak 43% sedangkan yang paling sedikit menyatakan acara dari kantor/sekolah dan untuk menambah pengetahuan yakni sebanyak 12%.Data tersebut menunjukkan bahwa motivasi berkunjung wisatawan khususnya responden baru sebatas pada pemenuhan kebutuhan rekreasi, artinya visi utama Saung Angklung Udjo sebagai pusat pendidikan budaya tradisional Sunda belum sepenuhnya dipahami oleh responden. Mayoritas responden berdasarkandaya tarik yang menyebabkan anda berkunjung menyatakan banyaknya aktifitas yang bisa dilakukan sebanyak 58% sedangkan yang paling sedikit menyatakan pemandangan alam yakni sebanyak 16%.Artinya, daya tarik utama dari Saung Angklung Udjo adalah aktivitas budaya dimana wisatawan dapat berinteraksi (terlibat) secara langsung. Hal ini sesuai dengan konsep experiential marketing, yang memberikan pengalaman yang mengesankan bagi wisatawan yang berkunjung. Mayoritas responden berdasarkanapakah rekreasi/liburan anda menyenangkan menyatakan ya sebanyak 85% sedangkan yang paling sedikit menyatakan tidak yakni sebanyak 2%.Hal tersebut menunjukkan bahwa Saung Angklung Udjo telah berhasil memberikan kesan dan pengalaman yang menarik bagi wisatawan yang berkunjung. Mayoritas responden berdasarkananda kembali lagi ke Saung Angklung Udjo menyenangkan menyatakan ya sebanyak 87% sedangkan yang paling sedikit menyatakan tidak
122
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
Berdasarkan perencanaan strategis perusahaan, saat ini terjadi pergeseran positioning Saung Angklung Udjo dari tempat pertunjukan seni dan budaya menjadi pusat pendidikan dan budaya Sunda. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai perencanaan Saung Angklung Udjo yang tengah membangun berbagai fasilitas pendidikan budaya, seperti Museum Budaya, Perpustakaan untuk literatur budaya Sunda, serta memperbanyak produk pelatihan seni budaya Sunda khususnya seni pertunjukan Angklung baik yang dilakukan di Saung Angklung Udjo maupun di tempat konsumen. Saat ini Saung Angklung Udjo membentuk divisi baru, yaitu divisi pelatihan dan pertunjukan, hal ini karena terdapat rencana untuk menjual jasa pelatihan dan pertunjukan budaya Angklung. Hal ini menjelaskan positioning Saung Angklung Udjo bukan hanya sebagai tempat menyaksikan pertunjukan musik bambu saja (dengan Slogan “Sebagai Etalase Budaya Sunda”), tetapi juga sebagai tempat melayani permintaan produk-produk alat musik bambu, serta sebagai lembaga pelatihan dan pendidikan budaya Sunda, khususnya berbagai seni yang menggunakan alat musik bambu. Hal ini juga sesuai dengan imageyang ingin dibangun, yaitu sebagai tempat pendidikan budaya, khususnya seni pertunjukan Angklung. Dalam upaya mengenalkan produk, Saung Angklung Udjo juga belum memiliki suatu perencanaan promosi yang matang. Beberapa upaya terobosan dilakukan di antaranya adalah dengan mengadakan pertunjukan permainan Angklung dengan memecahkan Rekor MURI, mengundang berbagai tokoh masyarakat, kepala daerah, artis, ataupun bekerja sama dengan berbagai perusahaan BUMN dan BUMD dalam mengenalkan budaya seni pertunjukan Angklung.
yakni sebanyak 13%. Data tersebut menunjukkan bahwa pertunjukan budaya dan aktivitas wisata yang dapat dilakukan oleh wisatawan telah memberikan kepuasan bagi responden, sehingga membentuk minat sebagian besar responden untuk mengunjungi kembali Saung Angklung Udjo. 1. Data Variabel Penelitian Data variabel penelitian yaitu pemaparan mengenai pelaksanaan ExperientialMarketing yang dilakukan oleh Saung Angklung Udjoyaitu Konsep dasar Saung Angklung Udjo dalam memberikan pengalaman terhadap wisatawan dari produk wisata yang ditawarkan, implementasi konsep experiential marketing di Saung Angklung Udjo dalam memberikan produk wisata terhadap wisatawan, serta pengalaman yang di dapat oleh wisatawan terhadap produk wisata dari Saung Angklung Udjo dalam aspek sense, feel, think, act dan relate. a) Konsep dasar Saung Angklung Udjo dalam memberikan pengalaman terhadap wisatawan dari produk wisata yang ditawarkan (Experiential Platform) Experiential Positionin gmenggambarkan posisi perusahaan untuk membidik segmen pasar tertentu dengan memahami kebutuhan konsumen terhadap produk. Bagi pihak pengelola Saung Angklung Udjo, tujuan awal adanya Saung Angklung ini merupakan sanggar seni sebagai tempat pertunjukan seni, laboratorium pendidikan sekaligus sebagai objek wisata budaya khas daerah Jawa Barat dengan mengandalkan semangat gotong royong antar sesama warga desa, sesuai dengan filosofi alat musik Angklung yang biasanya dikenal dengan sebutan 5M yaitu: Mudah, Murah, Mendidik, Menarik dan Massal.
123
Ananta Budhi Danurdara Pengembangan Experiential Marketing di Saung Angklung Udjo Bandung
Dapat disimpulkan beberapa hal terkait experiential positioning Saung Angklung Udjo berikut ini : 1. Saung Angklung Udjo mulai merubah Positioning dari tempat pertunjukan seni budaya Sunda (wisata budaya) menjadi pusat pendidikan dan pertunjukan budaya Sunda. 2. Saung Angklung Udjo belum memiliki perencanaan pemasaran yang matang terkait segmen pasar yang hendak dibidik. 3. Upaya mengenalkan produk baru terbatas pada seni pertunjukan saja, dan belum ada inovasi strategi promosi lainnya. 4. Image yang ingin dibangun adalah sebagai tempat pendidikan budaya, khususnya seni pertunjukan Angklung. Hal ini mengindikasikan pergeseran positioning Saung Angklung Udjo, dari sebelumnya sebagai tempat pertunjukan dan wisata budaya Sunda khususnya seni pertunjukan Angklung, saat ini mengarah kepada lembaga pendidikan budaya tradisional Sunda. Berdasarkan pemaparan tersebut, dalam aspek experiential positioning Saung Angklung Udjo perlu untuk merumuskan strategi yang lebih jelas mengenai posisi Saung Angklung Udjo yaitu sebagai tempat yang memproduksi
pertunjukan Angklung dan pusat pendidikan budaya Sunda. Perencanaan tersebut harus disusun dengan menggambarkan dengan jelas kepada konsumen produk yang dimiliki melalui aspek-apsek inderawi, yaitu melalui seni pertunjukan, promosi produk peralatan pertunjukan berbahan dasar Angklung, serta melalui serangkaian promosi periklanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Schmitt (2003:98), bahwa Experiential Positioning menggambarkan posisi merek, yang dapat memberikan suatu pengalaman khusus bagi konsumen, melalui apa yang bisa diindera oleh konsumen dari produk. 1) Experiential Value Promise Implementasi konsep tersebut dilakukan oleh pengelola Saung Angklung Udjo dengan mengenalkan bahwa Saung Angklung Udjo sebagai tempat pendidikan budaya, yang mengkombinasikan perpaduan keindahan alam Jawa Barat dengan budaya tradisional Angklung melalui: 1. Adanya promosi konsep “Nature, Culture in Harmony”. 2. Sebagai Etalase Budaya Sunda 3. Pembangunan Merek (branding) melalui logo perusahaan Berikut adalah gambar logo Saung Angklung Udjo.
(Sumber : http://www.Angklung-udjo.co.id/id/about/brands/)
Gambar 6. Logo Saung Angklung Udjo
124
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
d. Produksi e. Souvenir shop dan Cinderamata f. Program Pelatihan dan Pembinaan Seni 2. Membangun komunikasi dengan konsumen melalui media promosi.Upaya ini dilakukan dengan menggunakan berbagai media pemasaran internet (online) baik melalui website dengan alamat www.Angklung-udjo.co.id, ataupun menggunakan media sosial yang saat ini sedang banyak digunakan yaitu twitter dengan nama akun @Angklungudjo dan facebook: saungAngklungudjo.
2) Overall Implementation Theme Dalam Overall Implementation Theme, perusahaan akan melaksanakan strategi dengan memaparkan kepada konsumen mengenai gaya dan isi dari merek melalui tampilan media iklan, dan inovasi produk melalui: 1. Membangun pengalaman yang berkesan dari konsumen terhadap produk pertunjukan wisata (brand experience) a. Membangun fasilitas dan sarana wisata budaya b. Landscape dan atmosfir Saung Angklung Udjo c. Menyajikan seni pertunjukan Budaya Sunda
(Sumber : www.Angklung-udjo.co.id)
Gambar 7. Tampilan website (laman) Saung Angklung Udjo Media interface ini belum dapat menjalankan fungsi secara maksimal sebagai media komunikasi antara konsumen dengan Saung Angklung udjo. Hal ini karena tidak terdapat fitur interaksi antara pengunjung dengan pengelola Saung Angklung Udjo, sehingga website ini lebih berfungsi penyampai informasi kegiatan dan produk yang ada. Untuk berkomunikasi dengan pengelola dan
3.
125
konsumen lainnya, masyarakat dapat menggunakan media sosial twitter dan facebook. Melakukan inovasi perusahaan terhadap produk pertunjukan (future inovations) Inovasi yang dilakukan dalam produk pertunjukan adalah: Pertunjukan Iwung,Pertunjukan Awi (Interaktif dan Orkestra), Pertunjukan Gombong, Pertunjukan Arumba (Alunan Rumpun
Ananta Budhi Danurdara Pengembangan Experiential Marketing di Saung Angklung Udjo Bandung
Bambu), Menciptakan Grand Angklung. Membuka fasilitas Workshop Saung Angklung Udjo. b) Implementasi Konsep Experiential Marketing di Saung Angklung Udjo dalam Memberikan Produk Wisata Terhadap Wisatawan Implementasi dari konsep experiential marketing dilakukan dengan penyusunan program, penyesuaian dengan kondisi nyata di lapangan, dan upaya pemecahan masalah/kendala yang ditemui. 1.
Gombong,Paket Arumba,Paket Kesenian Sunda Lainnya, - Workshop Angklung Udjo, Dalam aspek internal/kelembagaan, untuk mendukung program tersebut pihak manajemen membentuk unit baru yaitu Human Capital Group, yang bertanggung jawab atas kegiatan serta bidang kepegawaian Saung Angklung Udjo. 2. Penyesuaian kondisi lapangan Untuk memastikan aktivitas pelaksanaan program dapat berjalan, Saung Angklung Udjo memberikan kewenangan kepada Departemen of Performanceyang bertugas atas pertunjukan, kreativitas, kemasan serta inovasi seni dan budaya yang akan ditampilkan dalam pertunjukan seni. 3. Upaya pemecahan masalah/kendala yang ditemui Kendala dalam implementasi program merupakan hal yang memungkinkan. Upaya antisipasi yang dilakukan oleh pihak Saung Angklung Udjo adalah dengan membentuk struktur organisasi yang fleksibel, efektif dan memudahkan untuk melakukan koordinasi. Selain itu dengan membangun suatu mekanisme organisasi modern dengan adanya rapat evaluasi bulanan, tengah tahun dan rapat akhir tahun. c) Pengalamanyang diperoleh wisatawan terhadap produk wisata dari Saung Angklung Udjo dalam aspek Sense, Feel, Think, Act dan Relate Sense marketing dalam konteks experiential marketing adalah menciptakan pengalaman sensory terhadap suatu objek melalui kelima panca indra; penglihatan, penciuman, perasa, pendengaran, dan peraba.
Penyusunan program Untuk melaksanakan konsep baru sebagai tempat pendidikan budaya, beberapa program telah dirancang, di antaranya ada yang telah dilaksanakan oleh Saung Angklung Udjoyaitu : a. Membangun museum dan perpustakaan Angklung b. Membangun lembaga pendidikan (Akademi) yang dinamai “Udjo School”. c. Adanya program beasiswa Seni dan Budaya Saung Angklung Udjo, yang dikhususkan untuk masyarakat di sekitar Saung Angklung Udjo, khususnya anakanak. d. Menyusun program bisnis pertunjukan, dengan produk utama pertunjukan yaitu : - Pertunjukan Internal Saung Angklung Udjo (Pertunjukan Bambu Petang,Caruban Budaya Sunda,Setengah hari di Saung Angklung Udjo, Sehari di Saung Angklung Udjo). - Pertunjukan Eksternal Saung Angklung Udjo (Paket Iwung,Paket Awi, Paket
126
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
402 Tidak Baik 100
Kurang Baik 180
Cukup Baik 260
Baik
Sangat Baik
340
420
500
Gambar 8. Garis Kontinum Mengenai Sense Berdasarkan pengklasifikasian ini, maka dapat diartikan bahwa tanggapan responden tentang sense adalah baik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa seni pertunjukan beserta produk budaya pendukung lainnya yang terdapat di Saung
Angklung Udjo telah mampu memberikan stimulus (rangsangan) terhadap indera wisatawan, dimana wisatawan merasakan suatu keindahan dan memunculkan pengalaman yang memuaskan setelah mengunjungi Saung Angklung Udjo.
1) Feel 419 Tidak Baik 100
Kurang Baik 180
Cukup Baik 260
Baik
Sangat Baik
340
420
500
Gambar 9. Garis Kontinum Mengenai Feel dan psikologis responden sehingga menimbulkan perasaan (feel) yang positif. Artinya, responden mendapatkan suatu pengalaman yang menarik dan memuaskan setelah menonton dan terlibat langsung dalam pertunjukan budaya yang terdapat di Saung Angklung Udjo.
Berdasarkan pengklasifikasian ini, maka dapat diartikan bahwa tanggapan responden tentangfeel adalah baik. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa seni pertunjukan budaya yang ditampilkan pada Saung Angklung Udjo telah mampu menyentuh aspek emosional 2) Think
401 Tidak Baik 100
Kurang Baik 180
Cukup Baik 260
Baik 340
Sangat Baik 420
500
Gambar 10. Garis Kontinum Mengenai Think diperoleh wisatawan, telah menstimulasi (merangsang) munculnya kognisi wisatawan, yaitu munculnya keingintahuan wisatawan mengenai produk, aktivitas dan Saung Angklung Udjo.
Berdasarkan pengklasifikasian ini, maka dapat diartikan bahwa tanggapan responden tentang think adalah baik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum adanya pertunjukan seni budaya Angklung dan produk wisata budaya lainnya yang
127
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
3) Act
395 Tidak Baik 100
Kurang Baik 180
Cukup Baik 260
Baik
Sangat Baik
340
420
500
Gambar 11. Garis Kontinum Mengenai Act Dapat diketahui bahwa pihak Saung Angklung Udjo telah memberikan kesempatan terhadap wisatawan untuk terlibat langsung dalam aktivitas pertunjukan dan pembuatan Angklung. 4) Relate
Dalam hal hal ini, adanya interaksi dari wisatawan terhadap pertunjukan Angklung dan proses pembuatan Angklung dapat menimbulkan suatu pengalaman yang positif/menyenangkan bagi wisatawan.
429 Tidak Baik 100
Kurang Baik 180
Cukup Baik 260
Baik 340
Sangat Baik 420
500
Gambar 12. Garis Kontinum Mengenai Relate Marketing. Secara umum masyoritas responden memberikan tanggapan setuju dan sangat setuju, artinya aspek-aspek experiential marketing yang terdapat pada pertunjukan budaya Saung Angklung Udjo telah mampu memberikan pengalaman yang poisitif/baik terhadap responden, baik dalam hal sense, feel, think, act dan relate. Selanjutnya untuk mengetahui gambaran secara umum mengenai pelaksanaan experiential marketing pada Saung Angklung Udjo, dapat dilihat jawaban responden di bawah ini.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa adanya seni pertunjukan budaya Angklung di Saung Angklung Udjo telah mampu membangun suatu hubungan sosial budaya dengan konsumennya (wisatawan), yaitu adanya pemahaman wisatawan terhadap produk Angklung sesuai dengan visi dan misi dari Saung Angklung Udjo, yaitu mengenalkan dan mengembangkan budaya Sunda khususnya seni budaya Angklung secara luas kepada masyarakat dunia. Pemaparan data di atas menunjukkan tanggapan responden terhadap aspek-aspek dari Experiential
Tidak Baik 100
Kurang Baik 180
Cukup Baik 260
Gambar 13. Garis Kontinum Mengenai Pelaksanaan Experiential Marketing
128
Hasil tersebut menunjukkan bahwa secara umum, Saung Angklung Udjo telah memberikan suatu pengalaman yang positif bagi wisatawan yang berkunjung berupa perasaan yang menyenangkan, penambahan pengetahuan, dan memunculkan suatu perasaan indah
BARISTA, Volume 3, Nomor 1, Juli 2016
produk, membangun media komunikasi pemasaran secara online, sertamelakukan inovasi beberapa produk pertunjukan; (2) Implementasi pengembangan konsep experiential marketing di Saung Angklung Udjo dalam memberikan produk wisata terhadap wisatawan dilakukan dengan merancang program-program yang mendukung visi sebagai pusat pendidikan budaya Sunda, yaitu membangun museum Angklung, membangun lembaga pendidikan budaya “Udjo School”, pemberian beasiswa seni dan budaya terhadap anak-anak, menyusun program bisnis pertunjukan lebih teratur dan sistematis, serta pembenahan struktur kelembagaan yang lebih efektif; (3) Secara umum, Saung Angklung Udjo telah melaksanakan konsep experiential marketing dengan baik, yang diketahui dari perhitungan akumulasi skor tanggapan responden dalam aspek sense, feel, think, act berada dalam kategori baik sedangkanrelateberada dalam kategori sangat baik. Hasil ini menunjukkan bahwa Saung Angklung Udjo telah memberikan suatu pengalaman yang positif bagi wisatawan yang berkunjung berupa perasaan yang menyenangkan, penambahan pengetahuan, dan memunculkan suatu perasaan indah terhadap produk wisata yang ditampilkan.
terhadap produk wisata yang ditampilkan. Hal tersebut berdampak pada munculnya ikatan yang kuat antara konsumen dengan produk dan pihak produsen, baik secara sosial maupun budaya. Berdasarkan pemaparan tersebut, keberhasilan Saung Angklung Udjo dalam menyentuh aspek emosional dan psikologis wisatawan karena dalam menampilkan seni budaya tradisional Sunda khususnya Angklung, dilakukan dengan menampilkan pertunjukan yang inovatif, yaitu adanya kreasi baru dalam tarian dan teknik bermain Angklung, dengan mempertahankan keaslian budaya Sunda. Saung Angklung Udjo juga melibatkan wisatawan secara langsung dalam setiap atraksi wisata budaya yang ditampilkan, sehingga memberikan pengalaman berharga bagi wisatawan. SIMPULAN Merujuk pada hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa: (1) Konsep dasar Saung Angklung Udjo dalam memberikan pengalaman terhadap wisatawan menunjukkan suatu perencanaan pemasaran yang belum baik. Hal ini terlihat dalam aspek experiential positioning, Saung Angklung Udjo belum menetapkan segmen pasar yang akan menjadi fokus yang akan diraih. Hal tersebut belum sejalan dengan positioning perusahaan yang dibangun saat ini yaitu sebagai pusat pendidikan budaya Sunda. Dalam aspek experiential value promise, Saung Angklung Udjo mengenalkan sebagai tempat pendidikan budaya yang mengkombinasikan perpaduan keindahan alam Jawa Barat dengan budaya tradisional Angklung yang dikemas ke dalam slogan: “Nature, Culture in Harmony”, Pusat Etalase Budaya Sunda, pembangunan identitas “Arumba”, dan pembangunan logo perusahaan. Aspek Overall implementation theme dilakukan dengan menambah program yang memungkinkan wisatawan berinteraksi langsung dengan
DAFTAR PUSTAKA Al-Rasyid, H. (2010). Metode Statistika. Bandung: Universitas Padjadjaran Andreani, F.(2007). Experiential Marketing (sebuah pendekatan pemasaran). Jurnal Manajemen Pemasaran. Vol 2, No1. Alma, B. (2009). Manajemen Pemasaran Dan Pemasaran Jasa”, Bandung: Alfabeta Gilbert, D. (2011). Retail marketing management, (2nd ed.). New Jersey: Prentice. Hall.
129
Ananta Budhi Danurdara Pengembangan Experiential Marketing di Saung Angklung Udjo Bandung
Gunn, C.A. 2004. Tourism Planning. Crane Company, New York. Hadinoto, K. (1996). Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Jakarta: UI Press. Kertajaya, H. (2006). On Marketing. Jakarta: PT. Gramedia Kotler, P., & Amstrong, G. (2008). Principles Of Marketing. (Terj. Benjamin Molan). Jakarta: Prehalindo. Kotler, P., & Keller, K.L. (2009). Manajemen Pemasaran. (Edisi Ketiga belas, Jilid 1). Jakarta: PT. Erlangga. Oka, A.Y. (1985). Pemasaran Pariwisata. Bandung: Angkasa Pendit, S. N. (2011). Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana. (Edisi Revisi). Jakarta: Pradnya Pramita. Pitana, I.G., & Putu, G. G. (2010). Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi Rini, E.S. (2009). Menciptakan Pengalaman Konsumen dengan Experimental. Marketing. Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 17, Tahun XII. Schmitt, B.H. (2004). Experiential Marketing: How to get your customer to sense, feel, think, act and relate to your company and brands. (Terj. Benjamin Molan). Jakarta: Erlangga
Swarbrooke, J., & Horner, S. (2007). Consumer Behaviour in Tourism. (2nd ed). Elsevier Ltd Sugiyono. (2009). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta. Supranto, J. (2004). Pengukuran Tingkat Keputusan Pelanggan Untuk Menaikan Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta. Yulianto, S. (2010). Strategi Pemasaran dalam Lingkungan Bisnis Baru. Jakarta : Salemba Empat Warpani, P.S. & Warpani. P.I. (2007). Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah. Bandung: ITB Press. http://www.experientialforum.com. (diakses 26 April 2013) http://wahyu.wordpress.com. (diakses 13 Mei 2013) https://www.budpar.go.id. (diakses 18 Mei 2013) UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses pelaksanaan penelitian ini. Selain itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada redaksi jurnal Barista atas pemuatan artikel hasil penelitian ini.
130