TESIS
PELESTARIAN ANGKLUNG SEBAGAI WARISAN BUDAYA TAKBENDA DALAM PARIWISATA BERKELANJUTAN DI SAUNG ANGKLUNG UDJO, BANDUNG
ANNISA PRATIWI NIM. 1191061030
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
PELESTARIAN ANGKLUNG SEBAGAI WARISAN BUDAYA TAKBENDA DALAM PARIWISATA BERKELANJUTAN DI SAUNG ANGKLUNG UDJO, BANDUNG
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana
ANNISA PRATIWI NIMI 1191061030
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL, 10 OKTOBER 2013
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS NIP. 194409291973021001
Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si NIP. 196104051988031002
Mengetahui
Ketua Program Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS NIP. 194409291973021001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof.DR.dr. AA. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 195902151985102001
Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 10 Oktober 2013
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Direktur Pascasarjana Universitas Udayana No. 1988/UN/14.4/HK/2013 Tanggal 10 Oktober 2013
Ketua
: Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H., M.S
Sekretaris
: Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si
Anggota
: 1. Prof. Dr. Made Budiarsa, M. A 2. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H., M.S 3. Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si
UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama, penulis mengucapkan syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT, karena atas izin-Nya penulis mampu untuk menyelesaikan kewajiban studi ini. Penulis juga sangat berterimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dan turut serta dalam masa pendidikan penulis selama di Indonesia dan di Prancis. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Universitas Udayana yang telah membantu melancarkan studi saya dalam kajian pariwisata. Ucapan Terima Kasih banyak saya tujukan kepada Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS dan Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si yang senantiasa membimbing saya dalam studi saya ini. Penulis juga berterimakasih kepada semua teman-teman DDIP yang selalu memberikan semangat dan pencerahannya untuk tesis ini. Juga kepada semua staf prodi pascasarjana yang tak kenal lelah untuk membantu proses penyelesaian studi penulis. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu dan Adik-Adik, Intan dan Iyan yang memberikan banyak dukungan yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Dan semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan referensi bagi pembaca. Denpasar, Oktober 2013 Penulis
Annisa Pratiwi
ABSTRAK PELESTARIAN ANGKLUNG SEBAGAI WARISAN BUDAYA TAKBENDA DALAM PARIWISATA BERKELANJUTAN DI SAUNG ANGKLUNG UDJO, BANDUNG
Penelitian mengenai “Pelestarian Angklung Sebagai Warisan Budaya Takbenda Dalam Pariwisata Berkelanjutan Di Saung Angklung Udjo, Bandung” dilaksanakan antara bulan Mei dan Agustus 2013. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memahami uapaya pelestarian angklung yang dilakukan oleh objek wisata Saung Angklung Udjo. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui implementasi pariwisata berkelanjutan terhadap Saung Angklung Udjo; (2) untuk mengetahui implementasi perhitungan daya dukung fisik di Saung Angklung Udjo; (3) untuk mengetahui upaya pelestarian angklung sebagai warisan budaya takbenda Penelitian ini merupakan perpaduan dari penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung di objek wisata, melakukan wawancara, penyebaran angket, dan pemeriksaan dokumen. Informan dalam penelitian ini terdiri dari Manajer Umum dan Fasilitas Saung Angklung Udjo, sedangkan responden untuk penelitian ini adalah 16 orang wisatawan (11 wisatawan domestik dan 5 wisatawan mancanegara). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Saung Angklung Udjo menerapkan langkah-langkah konstruktif untuk instalasi baru dan sarana fasilitas pemantauan dalam pelayanan untuk melestarikan dan mempromosikan tempat wisata. Dengan menghubungkan pelestarian warisan budaya, peningkatan dan optimalisasi infrastruktur yang ada dilakukan oleh aktor profesional lokal; (2) untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan alam, masyarakat dan ekonomi untuk menaikan kesejahteraan generasi masa depan; (3) Identitas budaya sebagai pusaka budaya yang dapat dikembangkan menjadi modal ekonomi dan sebagai aset agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga nilai-nilai budaya dan kearifan lokal sebagai cirikhasnya.
Kata Kunci: Upaya Pelestarian Angklung, Pariwisata Berkelanjutan, Partisipasi Masyarakat Lokal
ABSTRACT PRESERVATION OF ANGKLUNG AS INTANGIBLE CULTURAL HERITAGE IN SUSTAINABLE TOURISM AT SAUNG ANGKLUNG UDJO, BANDUNG
The research on the "Preservation of Angklung As Intangible Cultural Heritage in Sustainable Tourism at Saung Angklung Udjo , Bandung " conducted between May and August 2013 . This study aims to understand the general preservation undertakings conducted by angklung Saung Angklung Udjo attraction . In particular, the purpose of this study was (1) to determine the implementation of sustainable tourism to Saung Angklung Udjo, (2) to assess the implementation of the physical carrying capacity calculations at Saung Angklung Udjo, (3) to determine the preservation of angklung as intangible cultural heritage This study is a combination of qualitative and quantitative research techniques of data collection through direct observation in the attraction , conduct interviews , questionnaire, and examination of documents . Informants in this study consists of General Manager and Facilities Saung Angklung Udjo , while respondents for this study were 16 (11 domestic tourists and 5 foreign tourists) . The results showed that : (1) Saung Angklung Udjo implement constructive measures for new installations and means of monitoring facilities in service to preserve and promote the tourist attractions. By connecting the cultural heritage preservation improvement and optimization of existing infrastructure by local professional actors, (2 ) to promote long-term economic prosperity and improve the present generation without compromising the ability of nature, society and the economy to raise the welfare of future generations (3) cultural identity as a cultural heritage that can be developed into economic capital and assets in order to make a significant contribution to the welfare of society in development while maintaining cultural values and local wisdom as its hallmark.
Keywords: Conservation Efforts Angklung, Sustainable Tourism, Local Community Participation
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ............................................................................................................. i PRASYARAT GELAR ....................................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI .................................................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................................... v ABSTRAK.......................................................................................................................... vi ABSTRACT ....................................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xii DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................... xiii BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 4 1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................... 4 1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 4 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4 1.4.1 Manfaat Akademis ................................................................... 5 1.4.2 Manfaat Praktis ......................................................................... 5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN .............................................................................................. 6 2.1 Kajian Pustaka ....................................................................................... 6 2.2 Konsep Penelitian................................................................................... 7 2.2.1 Definisi Carrying Capacity ...................................................... 7
2.2.2 Konsep Pariwisata Berkelanjutan ........................................... 10 2.2.3 Konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat ................................ 10 2.3 Landasan Teori..................................................................................... 11 2.4 Model Penelitian .................................................................................. 12 BAB III
METODE PENELITIAN ........................................................................... 13 3.1 Rancangan Penelitian............................................................................ 13 3.2 Lokasi Penelitian .................................................................................. 13 3.3 Jenis dan Sumber Data.......................................................................... 13 3.3.1 Jenis Data ............................................................................... 13 3.3.2 Sumber Data........................................................................... 14 3.4 Teknik Penentuan Informan dan Responden ......................................... 15 3.5 Instrumen Penelitian ............................................................................ 16 3.6 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 16 3.6.1 Observasi ............................................................................... 16 3.6.2 Wawancara............................................................................. 17 3.6.3 Studi Literatur ........................................................................ 18 3.7 Teknik Analisis Data ............................................................................ 18 3.8 Teknik Penyajian Hasil Penelitian......................................................... 19
BAB IV
ANGKLUNG SEBAGAI WARISAN BUDAYA TAKBENDA, ISU UTAMA TENTANG PERLINDUNGAN, PELESTARIAN DAN BERKELANJUTAN DALAM OBJEK WISATA SAUNG ANGKLUNG UDJO DI BANDUNG ............................................................................... 20 4.1 Saung Angklung Udjo sebagai Pusat Kebudayaan Angklung Sunda di Bandung .................................................................................................... 20 4.2 Angklung sebagai identitas masyarakat sunda ...................................... 21 4.2.1 Sejarah Angklung .................................................................. 22 4.2.2 Definisi dan karakteristik Angklung ....................................... 23 4.3 Masyarakat lokal memiliki peran penting dalam pelestarian warisan budaya lokal............................................................................................... 23
4.3.1 Warisan Budaya Rentan Terhadap Penurunan Nilai Budaya... 24 4.4. Objek Wisata Saung Angklung Udjo di Bandung Sebagai Simbol Pelestarian Angklung ................................................................................. 24 4.4.1 Daya Tarik Wisata Budaya di Saung Angklung Udjo ............. 26 4.4.2 Sarana dan Fasilitas Infrastruktur dan Kualitas Pelayanan ...... 28 4.4.3 Pembahasan Angket Wisatawan Mengenai Saung Angklung Udjo ............................................................................................... 34 BAB V
Dampak Terhadap Aspek-Aspek Pariwisata Berkelanjutan dan Perhitungan Daya Dukung ............................................................................................. 38 5.1 Aspek Ekonomi .................................................................................... 38 5.2 Aspek Lingkungan ............................................................................... 38 5.3 Aspek Sosial-Budaya ........................................................................... 39 5.4 Perhitungan Daya Dukung ................................................................... 40
BAB VI
PENUTUP ............................................................................................... 45 6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 45 6.2 Saran .................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 47
DAFTAR TABEL
TABEL 1. KUESIONER TENTANG AKSES JALAN TABEL 2. KUESIONER TENTANG TOKO SOUVENIR TABEL 3. KUESIONER TENTANG SUASANA BALAI PERTUNJUKAN TABEL 4. KUESIONER TENTANG INFORMASI SAU TABEL 5. KUESIONER TENTANG HARGA TIKET MASUK TABEL 6. KUESIONER TENTANG DURASI KUNJUNGAN WISATAWAN
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1. FOTO LAHAN PARKIR GAMBAR 2. FOTO SOUVENIR KERAJINAN BAMBU GAMBAR 3. BALAI PERTUNJUKAN
DAFTAR GRAFIK
GRAFIK 1. GRAFIK DATA KUNJUNGAN WISATAWAN SAU (2001-2011) GRAFIK 2. GRAFIK LINGKARAN MOTIVASI WISATAWAN 2011
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Saat ini dunia sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat dibandingkan
dengan tahun-tahun yang lalu. Perkembangan yang terjadi pada dunia terdapat dalam berbagai bidang. Penemuan-penemuan yang kemudian menjadi suatu hal yang luar biasa juga mulai banyak mendapat perhatian. Segala perkembangan yang terjadi di dunia juga merupakan akibat dari tuntutan masyarakatnya yang semakin maju dan cenderung menuntut hal-hal baru. Dari sekian banyak perkembangan dunia yang pesat ini salah satunya yang dapat dengan mudah dilihat adalah perkembangan industri pariwisata. Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sedang pesat di Indonesia. Pariwisata sebagai penghasil devisa negara di samping sektor migas mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan Indonesia. Pariwisata menyimpan potensi yang sangat besar sebagai sumber devisa. Perkembangan pariwisata ini dianggap sangat penting karena dapat memandu manusia dalam menjalani kehidupannya. Bahkan dapat dikatakan bahwa manusia sudah menjadi bagian dari industri pariwisata yang berkembang saat ini. UNESCO sebagai lembaga perlindungan warisan budaya sanget berperan penting dalam memperkokoh kebudayaan di seluruh dunia. Salah satunya salah satu kebudayaan sunda yang sudah disahkan oleh UNESCO yaitu Angklung. Sebagai warisan budaya, Angklung memiliki daya tarik bagi wisatawan. Berasal dari kebudayaan sunda, Angklung mempunyai sejarah penting di sekitar masyarakatnya. Pada tahun 2010, UNESCO menetapkan Angklung sebagai salah satu warisan budaya takbenda. Didirikan oleh Udjo Ngalagena pada tahun 1966, Saung Angklung Udjo pada awalnya adalah pusat pengembangan alat musik dan menjadi pusat pertunjukan angklung. Seiring dengan berjalannya waktu, tempat ini menjadi salah satu tempat pariwisata yang sangat digemari
oleh wisatawan domestik maupun mancanegara karena memiliki keunikan budaya dan daya tarik bagi wisatawan. Masyarakat lokal ternyata mampu mengembangkan objek pariwisata ini menjadi pariwisata berbasis masyarakat. Peran serta masyarakat lokal dalam mengembangkan pariwisata di Bandung juga harus memperhatikan pariwisata budayanya. Pariwisata budaya memainkan peran penting dalam masyarakat. Dalam hal pengembangan pariwisata, masyarakat lokal menciptakan ruang untuk infrastruktur, lapangan kerja, arus wisatawan, dan meningkatkan lingkungan. Dengan luas 6.000 m2, Saung Angklung Udjo memiliki fasilitas untuk mengembangkan serta mempromosikan objek wisata yaitu warisan budaya takbenda. Objek pariwisata ini terletak di tengah kota Bandung yang penuh dengan kepdatan peduduk. Hal ini menimbulkan masalah-masalah terhadap potensi wisata berkelanjutan dengan kondisi hidup masyarakat lokal melalui pembangunan yang berkesinambungan dari kegiatan pariwisata. Masalah di sini adalah terutama tentang perlindungan warisan budaya takbenda yang datang dalam konflik spasial, lingkungan dan sumber daya, daya dukung kapasitas, tekanan pada sumber daya, dengan mempertimbangkan pengembangan berkelanjutan. Kapasitas daya dukung daerah tujuan wisata dapat diketahui dengan menentukan batas maksimum jumlah wisatawan yang dapat diterima sehingga dapat mengoptimalisasi pengembangan pariwisata. Hal ini sebaiknya dianalisis terlebih dahulu karena jumlah wisatawan yang melebihi batas yang berkunjung pada saat yang sama dapat menyebabkan kejenuhan dan dapat menghasilkan hilangnya kepuasan wisatawan. Efek dari kejenuhan wisatawan tersebut kemudian dapat berpengaruh negatif terhadap daya tarik tujuan wisata. Namun, unsur penting dari konsep daya dukung fisik ini adalah kebutuhan untuk memiliki batas dalam suatu fisik dari tujuan daerah wisata untuk menghindari keprihatinan dalam tekanan negatif pada sumber daya alam dan budaya, terutama lingkungan, struktur sosial dan penggunaan lahan di masyarakat setempat.
Perhitungan daya dukung perlu dilakukan sejak dini untuk mengetahui kemampuan suatu objek wisata khususnya kawasan konservasi untuk menampung kedatangan wisatawan yang tidak melebihi batas maksimal suatu kawasan. Sehingga pelaksanaan kegiatan pariwisata dengan memperhatikan daya dukung, Saung Angklung Udjo diharapkan dapat memprioritaskan ptensi dan kondisi lingkungan internal dan eksternal. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil teknik daya dukung (carrying capacity) sebagai teknik perencanaan dan pengelolaan destinasi wisata karena teknik ini yang cukup populer dalam perencanaan dan pembangunan pariwisata berkelanjutan. Penulis tertarik dengan melakukan penelitian mengenai pariwisata berkelanjutan di Saung Angklung Udjo terhadap pelestarian warisan budaya takbenda Angklung setelah pengesahan alat musik angklung sebagai warisan budaya dunia UNESCO dengan melakukan analisis daya dukung terhadap Saung Angklung Udjo. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari pendahuluan tersebut, maka permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut. 1. Apakah
masyarakat
Saung
Angklung
Udjo
dapat
menyesuaikan
dengan
perkembangan pariwisata budaya angklung? 2. Apakah dampak perkembangan pariwisata budaya angklung terhadap aspek ekonomi, sosial dan budaya masyarakat di sekitar Saung Angklung Udjo? 3. Bagaimana upaya pelestarian warisan budaya takbenda di Saung Angklung Udjo?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini dapat digolongkan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:
1.
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat aspek yang ditimbulkan dengn aproses dan masalah pembangunan fisik di Saung Angklung Udjo untuk menjaga dan melestarikan Angklung sebagai warisan budaya takbenda.
2.
Tujuan Khusus
Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Menganalisis strategi yang diterapkan oleh masyarakat lokal dalam pengelolaan pariwisata pembangunan Saung Angklung Udjo b. Mengidentifikasi masalah dan ancaman warisan budaya takbenda dalam konteks pengembangan pariwisata c. Mengukur perhitungan daya dukung dan mengidentifikasi perubahan yang toleransi terhadap berbagai kegiatan wisata.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan sebagai berikut.
1.
Manfaat Akademis
Untuk memberikan informasi tentang seberapa tepatnya ambang batas, limit atau level pada destinasi wisata Saung Angklung Mang Udjo dalam suatu pendekatan perencanaan pembangunan pariwisata dapat dikatakan ‘berkelanjutan’.
2.
Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan informasi positif dalam hal dampak yang ditimbulkan oleh pariwisata terhadap keberlanjutan destinasi pariwisata Saung Angklung Udjo di Kota Bandung.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
2.1
Kajian Pustaka Penelitian ini menemukan penelitian sebelumnya berkaitan dengan carrying capacity
dalam perencanaan pariwisata keberlanjutan adalah dengan salah satu penelitian Calderon & Diaz (dalam Mowforth & Munt, 2009: 101-104) untuk mengukur keberlanjuan Monumen Nasional Guayabo di Costa Rica. Monumen Nasional ini mencakup kawasan seluas 217 hektar yang di dalamnya dimanfaatkan salah satunya untuk kepentingan pariwisata. Penelitian ini mengkaji masalah utama yang dihadapi monument nasional tersebut yaitu dengan ketidakcukupan biaya yang disediakan pemerintah untuk memproteksi kawasan tersebut karena meningkatnya jumlah wisatawan yang merasa memiliki rasa bebas dalam destinasi wisata tersebut. Karena pada tahun 1990, monumen nasional tersebut menerima kurang lebih 12.356 wisatawan dimana 80 persen diantaranya datang dengan menggunakan alat transportasi sendiri masuk ke kawasan tersebut. Perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan diteliti ini adalah lokasi destinasi wisata yang memang seluruhnya digunakan untuk kepentingan pariwisata. Maka, carrying capacity dipergunakan untuk menganalisis kondisi dan posisi kawasan Saung Angklung Udjo agar dapat diketahui posisi daya dukungnya bagi keberlanjutan kegiatan pariwisata dan yang terpenting sebagai tolok ukur untuk menentukan perencanaan pariwisata ke depannya.
2.2
Konsep Penelitian Konsep penelitian ini adalah teknik carrying capacity untuk mengukur suatu keadaan
destinasi pariwisata yang dalam pembangunannya memerlukan perencanaan dan pengelolaan yang baik untuk dapat menentukan perencanaan pariwisata ke depannya. Menurut O’Reilly (dalam Hunter, 1995: 66), terdapat dua aspek dalam pengertian carrying capacity. Pertama, konsep carrying capacity berhubungan dengan kemampuan destinasi atau kawasan menyerap dampak dari suatu pembangunan atau pengembangan pariwisata sebelum dampak negatisnya menjadi nyata. Kedua, dalam hubungannya dengan persepsi wisatawan, dimana jumlah wisatawan yang datang ke suatu destinasi wisata turun karena secara psikologis telah melampaui batas persepsi negatif yang dapat ditolerir oleh wisatawan sehingga destinasi tersebut tidak menarik lagi bagi wisatawan. Kedua pengertian carrying capacity tersebut secara jelas menunjukkan kompleksitas cakupan yaitu dari sisi supply (destinasi) yang bersifat fisik dan demand (wisatawan) yang bersifat psikologis. 2.2.1 Definisi Carrying Capacity Liu (1994) mendefinisikan carrying capacity sebagai: ‘the maximum number of people who can use a site without an unacceptable alteration in the physical environment, without an unacceptable decline in the quality of experience gained by visitors, and without an unacceptable adverse impact on the soicety, economy, and culture of the tourism area.’ Definsi tersebut mengandung prinsip-prinsip: (a) batas maksimal orang atau wisatawan yang dapat memanfaatkan suatu kawasan atau destinasi , (b) tanpa memberikan dampak negatif secara fisik terhadap destinasi tersebut, (c) menurunkan kualitas pengalaman berwisata yang dirasakan oleh wisatawan, atau (d) mendatangkan dampak negatif yang dapat diterima baik secara sosial, ekonomi, dan budaya di destinasi tersebut. Menurut Liu (1994), Hunter (1995), dan Cooper et al (1996) terdapat tiga tipe carrying capacity yang dapat diaplikasikan pada pengembangan destinasi pariwisata yaitu:
a. Physical carrying capacity Limit atau batas suatu destinasi atau kawasan dalam mengakomodasi kegiatan pariwisata tanpa mengakibatkan dampak negatif pada aspek fisik atau lingkungan destinasi tersebut. Konsep ini menjelaskan kemampuan suatu kawasan alam atau destinasi wisata untuk menampung pengunjung/wisatawan, penduduk asli, aktifitas/kegiatan wisata, dan fasilitas penunjang pariwisata lainnya. konsep ini sangat penting mengingat sumber daya alam dan infrastruktur yang sangat terbatas sehingga sering mengalami overused. Pemanfataan kawasan yang melebihi daya dukung fisiknya dapat menyebabkan degradasi sumber daya alam, penurunan kualitas hidup komunitas di sekitarnya, overcrowding, dan sebagainya yang mengakibatkan pengalaman dan kesan buruk bagi wisatawan. Pemakaian standar daya dukung fisik bagi destinasi wisata mampu menghindarkan pembangunan kawasan yang terlalu cepat dan tidak terkendali yang justru akan merugikan pengambngan ekowisata tersebut. b. Biological carrying capacity Kemampuan suatu kawasan atau destinasi wisata untuk mengakomodasi semua aktifitas wisata di dalamnya tanpa mengakibatkan dampak negatif terhadap ekosistem flora dan fauna kawasan tersebut. Adakalanya wisatawan pergi ke destinasi wisata untuk menikmati pengalaman interaksinya dengan ekosistem flora dan faunanya (misalnya dalam ekowisata). Konsekuensinya, sangat penting untuk melindungi dan menjaga ekosistemnya agar sejauh mungkin tetap seperti kehidupan di habitat aslinya. Tentu, untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan pengetahuan mengenai ambang batas maksimal yang diperbolehkan bagi suatu aktifitas pariwisata tanpa mengganggu ekosistem melalui carrying capacity. Diperlukan peran pemerintah untuk membuat kawasan lindung dan konservasi serta pemberlakuan peraturan yang melarang perilaku destruktif seperti perburuan, penebangan hutan, pengeboman ikan, peracunan biota laut, dan sejenisnya. Tetapi, sejauh mungkin diusahakan
agar peraturan ini tidak mengintervensi way of life penduduk asli. Jika pun ini harus terjadi, harus diusahakan resolusi dengan cara melakukan kolaborasi dan pendidikan. c. Social/cultural carrying capacity Konsep ini menunjukkan tingkat toleransi masyarakat lokal terhadap perilaku wisatawan di destinasi bersangkutan. Konsep ini merefleksikan dampak pengunjung/wisatawan pada lifestyle komunitas lokal. Kemampuan sebuah komunitas tertentu sangat bervariasi dari suatu budaya dengan budaya lain, dan dari suatu wilayah dengan wilayah lain. Wisatawan umumnya mempunyai tingkat pendidikan lebih baik dan ingin mendapatkan pengalaman berinteraksi dengan penduduk lokal dengan adat atau kebiasaan uniknya. Sebaiknya, jumlah wisatawan dibatasi jumlahnya dalam suatu kawasan agar konsep untuk menghormati norma, nilai, dan budaya asli komunitas lokal dapat berjalan baik. Oleh karenanya kemungkinan kegiatan pariwisata melewati daya dukung sosial/budaya dapat dikendalikan. Contohnya, pengunjung ingin menginap dan tinggal dalam akomodasi bergaya lokal yang dikelola oleh orang lokal, makan berbagai variasi makanan lokal, dan terlibat dalam cara hidup orang lokal. Namun, penilaian yang proaktif diperlukan untuk memastikan terjadinya interaksi positif dan meminimalisasi gangguan sosial. Materi pembelajaran dan pendidikan harus disediakan untuk mengajari wisatawan bagaimana berperilaku yang menghormati adat dan budaya lokal.
2.2.3 Konsep Pariwisata Berkelanjutan Menurut WTO (1993), pengembangan pariwisata yang berkelanjutan menekankan pada proses pengembangan kepariwisataan yang tidak mengesampingkan kelestarian sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan di masa yang akan datang. Pada dasarnya pengembangan berkelanjutan mempunyai tiga prinsip: 1. Keberlanjutan ekologis (ecological sustainability) yaitu pegembangan yang dapat memastikan adanya kesesuaian dengan upaya pemeliharaan terhadap ekologi yang esensial, keanekaraman biologis dan keberlanjutan persediaan sumber daya biologis. 2. Keberlanjutan sosial dan budaya (social and cultural sustainability) yaitu pengembangan yang dapat memastikan peningkatan kendali manusia terhadap kehidupannya, berkesesuaian dengan budaya dan nilai yang dianut oleh masyarakat yang dipengaruhi oleh pembangunan tersebut, memelihara dan justru dapat memperkuat identitas masyarakat. 3. Keberlanjutan ekonomis (economic sustainability) yaitu pengembangan yang dapat memastikan tercapainya efisiensi ekonomis dan bahwa sumber daya dikelola sedemikian rupa sehingga dapat mendukung generasi yang akan datang. 2.2.4 Konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat Pariwisata berbasis masyarakat sebagai sebuah pendekatan pemberdayaan yang melibatkan dan meletakkan masyarakat sebagai pelaku penting dalam konteks paradigma baru pembangunan yakni pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development paradigm). Pariwisata berbasis masyarakat merupakan peluang untuk menggerakkan segenap potensi dan dinamika masyarakat, guna mengimbangi peran pelaku usaha pariwisata skala besar. Pariwisata berbasis masyarakat tidak berarti merupakan upaya kecil dan lokal semata, tetapi perlu diletakkan dalam konteks kerjasama masyarakat secara global
2.3 Landasan Teori Berdasarkan uraian di atas, terdapat teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori carrying capacity dalam Perencanaan Pariwisata. Secara filosofinya, carrying capacity menjadi alat untuk menentukan ambang batas atau daya dukung kawasan terhadap aspek tertentu yang berkaitan dengan pariwisata. Kesulitan utama dalam implementasinya terletak pada upaya mengkuantifikasi ambang batas (treshold) terhadap indikator tertentu disamping kurang lengkap dan kesulitan mendapatkan data yang diperlukan. Kompleksitas pengukuran carrying capacity
dalam perencanaan
pariwisata berkelanjutan semakin bertambah mengingat perkembangan dan perubahan dalam suatu destinasi terjadi setiap saat. Misal, persepsi masyarakat lokal terhadap wisatawan dan pariwisata di wilayahnya selalu dinamis mengikuti tingakt perkembangan pariwisata. Martin & uysal (1990 dalam Hunter, 1995) menyadari situasi ini dengan menghubungkan konsep daya dukung dengan siklus hidup destinasi (tourist area life cycle). Dikatakan bahwa daya dukung suatu kawasan atau destinasi wisata akan berbeda sesuai dengan tingkatan mana yang telah dicapai dalam siklus hidup destinasi tersebut. Misal, dalam hidup eksplorasi (exploration stage) kekurangan infrastruktur dan fasilitas pariwisata akan membatasi kepadatan wisatawan sehingga saya dukungnya masih sangat tinggi. Namun, dalam tahap stagnasi (stagnation stage) faktor sosial seperti tekanan sosial antara masyarakat lokal dengan wisatwan akan membatasi pengembangan pariwisata.
2.4 Model Penelitian Pariwisata Budaya di Saung Angklung Udjo
Masyarakat Lokal
Wisatawan
Pelestarian Angklung sebagai Warisan Budaya Takbenda
Penyesuaian Masyarakat Lokal Dengan Perkembangan Pariwisata Budaya Angklung
Dampak Perkembangan Pariwisata Budaya
Perhitungan Daya Dukung: Variabel Lingkungan Fisik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Infrastruktur
Hasil dan Analisis
Rekomendasi
Upaya Pelestarian Warisan Budaya Takbenda
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian merupakan segala sesuatu yang mencakup pendekatan yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif serta interpreatitif, dengan teknik pengumpulan data yang berupa pengamatan langsung (observasi), wawancara, dan studi dokumen. Dengan menggunakan pendekatan ini, diharapkan akan dapat membantu dalam mendapatkan variabel-variabel penelitian secara mendalam.
3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di pemukiman sekitar tempat wisata Saung Angklung Udjo di Kota Bandung Utara, di Jalan Padasuka no. 118, dengan pertimbangan bahwa lokasi ini adalah satu-satunya pemukiman yang mendapat dampak dari objek wisata ini.
3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data Di dalam penelitian pada dasarnya data penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kalimat atau uraian. Sedangkan data kuantitatif adalah jenis data yang dinyatakan dalam bentuk angka (Nawawi, 2007: 103). Dalam Penelitian ini, akan digunakan kedua jenis data tersebut, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif mencakup informasi-informasi atau uraian yang relevan seperti data tentang Saung Angklung Mang Udjo, data tentang dampak sosial budaya, data tentang perubahan-perubahan sosial yang dialami oleh masyarakat lokal, serta data penunjang lainnya yang didapat langsung dari para informan atau sumber lain. Sedangkan data
kuantitatif adalah data yang berupa angka-angka seperti jumlah penduduk dan jumlah kunjungan wisatawan ke wilayah ini. 3.3.2 Sumber Data Sumber data penelitian ini meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder. 1.
Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2007:62). Istilah “langsung” disini, memiliki arti bahwa data yang diperoleh dari sumber data primer adalah data yang masih berupa data asli yang belum mendapat olahan/interpretasi dari orang lain. Dalam penelitian ini, sumber data primer adalah para informan, yaitu tokoh-tokoh yang memberikan data yang diperlukan dalam penelitian ini, diantaranya, Manajer Fasilitas Umum Saung Angklung Udjo, Sekretaris Perusahaan Saung Angklung Udjo dan Kepala Keamanan Saung Angklung Udjo serta para responden yang merupakan objek yang diobservasi, yaitu sejumlah masyarakat dan pedagang di sekitar objek wisata Saung Angklung Udjo ini. 2.
Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang berasal dari sumber tertulis seperti buku, majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi (Moleong, 2004: 159), atau dengan kata lain, sumber data sekunder adalah tempat mendapatkan data yang sudah mengalami proses pengolahan/interpretasi sebelum digunakan sebagai penunjang sumber data primer. Dalam penelitian ini, sumber data sekunder meliputi berbagai jenis dokumen seperti buku-buku koleksi perpustakaan umum maupun pribadi, majalah, brosur, dan data yang diperoleh dari website Pemerintah Kota Bandung.
3.4 Teknik Penentuan Informan dan Responden
Dalam suatu penelitian masyarakat, ada dua macam perbedaan yang memiliki arti penting dalam menyeleksi individu untuk dijadikan objek wawancara (Koentjaraningrat, 1993: 130), yaitu (1) informan, adalah subyek wawancara yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk memberikan informasi berkaitan dengan penelitian dan (2) responden, adalah subjek wawancara yang dapat memberikan keterangan tentang diri pribadi, pendirian atau pandangannya, yang penting untuk penyusunan sampel yang representative. Dalam penelitian ini, teknik penentuan informan dan responden dilakukan secara purposif (purposive), yaitu penentuan informan dan responden dilakukan dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini, penulis menentukan sendiri dengan pertimbangan bahwa para informan tersebut memiliki kemampuan yang baik dalam memberikan informasi/data terkait dengan objek wisata Saung Angklung Mang Udjo. Sementara itu, para responden adalah orang-orang yang diwawancarai untuk mendapatkan persepsi atau pandangan mereka tentang dampak pariwisata terhadap kehidupan sosial dan kebudayaan mereka. Dalam penelitian ini, penulis memilid informan yang memiliki pengethaun cukup mendalam tentang Saung Angklung Udjo, mengetahui dan memahami tentang pengaruh objek wisata terhadap kehidupan sosial budaya yang ada di masyarakat, serta sedapat mungkin adalah orang yang terlibat di dalamnya. Informasi tersebut, seperti telah disebutkan, yaitu Manajer Fasilitas Umum Saung Angklung Udjo, Sekretaris Perusahaan Saung Angklung Udjo dan Kepala Keamanan Saung Angklung Udjo. Sedangkan, untuk kelompok responden, penulis memilih sejumlah masyarakat yang tinggal dan memiliki usaha di sekita objek wisata ini. 3.5 Instrumen Penelitian
Dalam pengumpulan data, alat atau instrumen penelitian menjadi sangat penting, agar data dapat dikumpulkan sesuai dengan keperluan. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian terpenting adalah peneliti sendiri (Sugiyono, 2007: 59). Dalam penelitian ini, selain penulis sendiri sebagai instrumen terpenting dan utama, penulis juga menggunakan alat (instrumen) berupa pedoman wawancara, yang didukung dengan alat perekam suara, alat tulis, buku catatan, dan kamera. Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara yang tidak terstruktur secara ketat, dalam artian bahwa penulis dapat menetapkan sendiri atau mengatur pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada para informan/responden dengan mempertimbangkan situasi yang terjadi pada saat wawancara berlangsung. 3.6 Teknik Pengumpulan Data Dalam setiap penelitian, di samping menggunakan metode yang tepat, diperlukan pula kemampuan memilih dan bahkan juga menyusun teknik pengumpulan data yang relevan. Ketepatan dalam memilih dan menyusun teknik pengumpulan data ini akan sangat mempengaruhi objektivitas hasil penelitian (Nawawi, 2007: 100). Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 3.6.1 Observasi Observasi adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung dan pencatatan gejala-gejala yang tampak diberikan oleh wisatawan dalam melakukan interaksi dengan masyarakat lokal maupun masyarakat lokal yang mendapat pengaruh sosial terhadap adanya objek wisata. 3.6.2 Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan keterangan-keterangan dengan bertanya langsung kepada informan/respnden. Wawancara digunakan untuk menghimpun data sosial, terutama untuk mengetahui tanggapan, pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi dan cita-cita seseorang. Wawancara sebagai teknik pengumpulan data dapat digunakan dalam tiga fungsi (Nawawi, 2007: 118) yaitu (1) sebagai teknik pengumpul data utama atau data primer, (2) sebagai teknik untuk melengkapi data yang tidak dapat diperoleh dari hasil observasi, dan (3) sebagai alat pengukur atau pembanding (kriterium) untuk menguji kebenaran, ketelitian dan ketepatan data yang diperoleh dengan menggunakan teknik lain. Dalam penelitian ini, akan digunakan teknik wawancara tidak terstruktur (unstructured interview) atau wawancara bebas. Dalam hal ini, penulis menggunakan pedoman wawancara yang berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Selanjutnya untuk mendapatkan gambaran tenntang faktor-faktor dampak sosial budaya yang lebih lengkap, penulis perlu melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang mewakili berbagai tingkatan yang ada dalam objek penelitian. Dalam wawancara tersebut, penulis akan berusaha untuk meggali sebanyak-banyaknya informasi terhadao pengaruh-pengaruh sosial dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih terarah pada tujuan penelitian.
3.6.3 Studi Literatur Studi literatur dilakukan oleh peneliti untuk mendukung atau memperkuat konsepkonsep yang dapat dijadikan sebagai landasan pemikiran dalam penelitian yang berhubungan dengan masalah yang ada di lapangan. Adapun berbagai sumber yang penliti ambil, diantaranya dari buku-buku, karya ilmiah, makalah dan tulisan-tulisan dari internet yang berhubungan dengan penelitian. 3.7 Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mengolah data antara lain (1) pengorganisasian dan editing data, yaitu mengadakan penyusunan data berdasarkan tipologi satuan data dengan memperlajari secara teliti seluruh jenis data ynang sudah terkumpul dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumen, (2) memilah jenis-jenis variabel atau koding, (3) memasukkan data (data entry), (4) melakukan analisis data, dan selanjutnya melakukan interpretasi data untuk mendapatkan maknda simpulannya. Adapun teknik analisi data yang digunakan dalam penilitian ini adalah Deskriptif Kualititatif. Metode deskriptif kualititatif digunakan untuk menganalisi semua rumusan masalah dalam penelitian ini. Menurut Kusmayadi dan Sugiarto, teknik analisis deskriptif kulatitatif adalah analisis yang berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan/melukiskan fenomen atau hubungan antar-fenomena yang diteliti secara sistematis, faktual dan akurat. Data yang terkumpul dari lapangan, masih merupakan data mentah yang belum dapat digunakan untuk menarik kesimpulan. Karenanya, data mentah tersebut harus diubah menjadi suatu informasi yang dapat dimengerti. Proses mengubah data menjadi suatu informasi memerlukan interpretasi-interpretasi yang tepat agar tidak menimbulkan kesalahan informasi. Interpretasi merupakan penafsiran
data dengan mencari pengertian yang lebih luas tentang hasil temuan yang diperoleh dari hasil penelitian. 3.8 Teknik Penyajian Hasil Penelitian Penyajian hasil penelitian merupakan tahap akhir dari sebuah penelitian. Penyajian hasil penelitian dilakukan secara formal dan informal. Secara formal, teknik penyajian akan menggunakan beberapa tabel, sedangkan secara infromal, hasil penelitian ini akan disajikan sengan mempergunakan kata-kata atau kalimat verbal sebagai sarananya, dengan memakai ragam bahasa ilmiah. Dengan penyajian yang demikian akan diperoleh gambaran yang lebih jelas dan mendalam tentang penelitian yang dilakukan.
BAB IV ANGKLUNG SEBAGAI WARISAN BUDAYA TAKBENDA, ISU UTAMA TENTANG PERLINDUNGAN, PELESTARIAN DAN BERKELANJUTAN DALAM OBJEK WISATA SAUNG ANGKLUNG UDJO DI BANDUNG 4.1 Saung Angklung Sebagai Pusat Kebudayaan Angklung Sunda di Bandung Terletak di Jalan Padasuka, wilayah Bandung Timur, Saung Angklung Udjo merupakan tempat sempurna untuk menikmati suasana alam dengan kesegaran udara dan keindahan alami dari hasil kerajinan bambu dan suara musik dari instrumen bambu. Berawal dari sebuah rumah tinggal sederhana dengan pekarangan sempit yang digunakan sebagai tempat pertunjukan. Sedikit demi sedikit penghasilan Udjo Ngalagena sebagai guru dan usaha pembuatan alat musik angklung, calung dan arumba beliau membangun salah satu objek wisata yang penting di Jawa Barat. Saung yang berarti rumah kecil, pondok, dangau/gubuk semenrtara di sawah, sebagai tempat berteduh untuk menjaga tanaman1. Secara umum Saung Angklung Udjo adalah sanggar tempat angklung milik pribadi. Dirintis oleh Bapak Udjo Ngalagena (1929-2001) pada tahun 1958, saung ini bertujuan untuk melestarikan kesenian khas daerah Jawa Barat dengan mengandalkan semangat gotong royong sesama warga desa yang betujuan melestarikan alam dan lingkungan. Atas bantuan dan dorongan dari sang guru, Daeng Soetigna (1908-1984) seorang tokoh angklung yang menemunkan angklung diatonis dan bantuan dari Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, Saung Angklung Udjo resmi didirikan pada Januari 1967. Saung Angklung Udjo adalah sanggar seni yang merupakan tempat pelatihan pelatih dan pemain sentra produksi alay-alat musik yang terbuat dari bambu dan tempat pertunjukan kesenian khas Jawa Barat.
1
Kamus Besar Berbahasa Indonesia dalam kata “Saung”
Saung Angklung Udjo merupakan tempat pertunjukan terpadu yang terdiri dari tempat pertunjukan, pusat kerajinan bambu dan alat instrumen bambu. Hal tersebutlah yang menjadikan Saung Angklung Udjo sebagai pusat pendidikan dan penelitian angklung - seni dan kebudayaan sunda. Saung Angklung Udjo berdiri pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena beserta istrinya tercinta, Uum Sumiati. Dengan keinginan dan dedikasi yang kuat untuk melestarikan dan mengembangkan seni dan budaya tradisional sunda. Saung Angklung Udjo merepresentasikan alam dan budaya dalam keharmonisan, maka tidak heran Saung Angklung Udjo menjadi tujuan destinasi wisata kebudayaan sunda sebagai warisan cagar budaya dunia. Usaha Udjo Ngalagena memperkenalkan dan mempromosikan angklung sebagai warisan cagar
budaya
dunia
disahkan
oleh
UNESCO
pada
bulan
November
2010
(www.visitIndonesia2011.com). 4.2 Angklung Sebagai Identitas Masyarakat Sunda
Perkembangan pariwisata di Kota Bandung semakin pesat dalam dekade terakhir ini. Wisatawan yang datang ke kota ini semakin meningkat setiap minggunya, mengikuti dan diikuti perkembangan jumlah daya tarik wisata yang tidak kalah cepatnya dengan perkembangan wisatawan, dan tersebar di beberapa bagian kota, termasuk lingkungan permukiman. Lingkungan permukiman yang semula bermakna, terutama bagi penduduk setempat, sekarang muncul berbagai kelompok dengan berbagai kepentingan. Penduduk setempat yang tetap ingin merasakan kenyaman hidup di lingkungannya, pengusaha dengan kepentingan
mendatangkan
wisatawan
sebanyak-banyaknya,
pendatang
yang
turut
memanfaatkan kesempatan untuk mengembangkan usahanya, serta wisatawan yang ingin memenuhi kebutuhan berwisatanya. Begitu juga dengan kesenian Angklung, warisan budaya ini sangat dikenal di Jawa Barat.
Di beberapa daerah di Indonesia juga ditemukan alat musik tradisional tersebut. Di Bali, angklung digunakan pada saat ritual Ngaben. Di Madura, angklung digunakan sebagai alat musik pengiring arak-arakan. Sementara di Kalimantan Selatan angklung digunakan sebagai pengiring pertunjukan Kuda Gepang. Sejarah mencatat bahwa di Kalimantan Barat juga terdapat angklung, tapi menurut beberapa tokoh kebudayaan, angklung tersebut tidak ada lagi.
4.2.1 Sejarah Angklung Sejak kapan angklung muncul masih belum bisa diketahui secara pasti. Namun, ada angklung tertua yang usianya sudah mencapai 400 tahun. Angklung tersebut merupakan Angklung Gubrag yang dibuat di Jasinga, Bogor, Jawa Barat. Di Serang, angklung jenis ini dianggap sebagai alat musik sakral yang digunakan saat mengiringi mantera pengobatan orang sakit atau menolak wabah penyakit. Namun pada awalnya, Angklung dimainkan untuk memanggil Dewi Sri turun ke bumi untuk memberikan kesuburan dan kemakmuran pada tanah pasundan. Pada masa penjajahan Belanda, angklung menjadi alat musik yang membangkitkan semangat nasionalisme penduduk pribumi. Karena itu, pemerintah Belanda melarang permainan angklung, kecuali jika dimainkan oleh anak-anak dan pengemis karena dianggap tidak memberikan pengaruh apa pun.Setelah mengalami pasang surut, Daeng Soetigna berhasil menaikkan derajat alat musik angklung. Bahkan, angklung diakui oleh seorang musikus besar asal Australia Igor Hmel Nitsky pada 1955. Angklung dengan suara diatonis yang diciptakan oleh Daeng membuat angklung turut diakui pemerintah sebagai alat pendidikan musik.
4.2.2 Definisi dan Karakteristik Angklung Angklung adalah alat musik yang terbuat dari dua tabung bambu yang dikaitkan pada rangk. Tabung ini berbeda satu sama lainnya. satu kecil dan yang lain lebih besar. Kedua tabung ini akan menghasilkan bunyi dengan menggoyangkan rangakanya sehingga badan tabung beradu dengan rangakanya. Terdapat beberapa nada/laras yang bisa dihasilkan dari alat musik angklung yaitu Pelog, Salendro, Pentatonis dan Diatonis. Laras ini dibentuk pada saat pembuatan tabungnya, penyeteman atau penyesuaian nadalah yang menentukan nada tiap angklung. Penggunaan alat musik ini pada awalnya adalah digunakan untuk upacara yang berhubungan dengan padi dengan tujuan menghormati Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip), yaitu mulai dari menanam padi di huma (ladang), ngubaran pare (mengobati padi) sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi (Baduy/Kanekes), setelah panen seluruh masyarakat mengadakan acara Serah Taun di pusat kampung. Sesuai dengan perkembangan kesenian angklung digunakan untuk hiburan dan penyebaran agama islam. 4.3 Masyarakat Lokal Memiliki Peran Penting Dalam Pelestarian Warisan Budaya Lokal Sesuai dengan konsep pariwisata berbasis masyarakat, masyarakat lokal di Saung Angklung Udjo melibatkan diri mereka sendiri sebagai pelaku penting dalam pelestarian warisan budaya yang dimiliki oleh mereka. Masyarakat lokal sunda memainkan peranan penting dan utama dalam pengambilan keputusan mempengaruhi dan memberi manfaat terhadap kehidupan dan lingkungan mereka. Dalam konsep pariwisata berbasis masyarakat terkandung didalamnya adalah konsep pemberdayaan masyarakat, upaya pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya selalu dihubungkan dengan karakteristik sasaran sebagai suatu komunitas yang mempunyai ciri, latar belakang, dan pemberdayaan masyarakat. Namun yang
terpenting adalah dimulai dengan bagaimana cara menciptakan kondisi suasana, atau iklim yang memungkinkann potensi masyarakat untuk berkembang. Tantangan mewujudkan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat adalah memerlukan pemberdayaan masyarakat yang sungguh-sungguh dilakukan oleh, dari dan untuk masyarakat secara partisipatif muncul sebagai alternatif terhadap pendekatan pembangunan yang serba sentralistik. Munculnya proses partisipasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat mendasarkan atas dua persepektif, Pertama; pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan, dan pelaksanaan, Kedua; partisipasi tranformasional sebagai tujuan mengubah kondisi lemah dan marjinal menjadi berdaya dan mandiri. 4.3.1 Warisan Budaya Rentan Terhadap Penurunan Nilai Budaya Risiko dalam mengambil langkah-langkah untuk menjaga warisan ini dalah untuk memperbaiki dan menentukan cara-cara pelestarian yang digunakan pada media fisik. Hal ini merupakan suatu pertahanan jika warisan budaya tersebut mengalami penurunan nilai-nilai budaya. Dengan melakukan sebuah pendekatan komprehensif, maka warisan budaya perlu dijaga dengan baik melalui kesadaran dan pemberdayaan masyarakat dalam kaitannya dengan pelestarian warisan budaya takbenda. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindari hilangnya rasa bangga terhadap wrisan budaya mereka sendiri. Tradisi, ritual, dan gaya hidup dapat mempengaruhi hilangnya makna dan pemiskinan nilai warisan budaya. 4.4 Objek Wisata Saung Angklung Udjo di Bandung Sebagai Simbol Pelestarian Angklung Saung Angklung Udjo adalah sanggar seni yang merupaan tempat pelatihan pelatih dan pemain, sentra produksi alat-alat musik yang terbuat dari bambu dan tempat pertunjukan kesenian khas Jawa Barat. Mulai dari pertunjukan musik bambu yang dinamis atraktif sampai pertunjukan wayang golek. Tentu saja Saung Angklung Udjo menarik banyak wisatawan,
berikut adalah grafik dari jumlah kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara di Saung Angklung Udjo.
Le Nombre de Visiteurs de Saung Angklung Udjo 2001-2011 160000 140000 120000 100000 80000
Nationaux Etrangers
60000 40000 20000 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Grafik 1. Data Hasil Kunjungan Saung Angklung Udjo (2012) Tabel diatas adalah grafik hasil kunjungan wisatawan menurut hasil wawancara dengan Manajer Sumber Daya Manusia di Saung Angklung Udjo. Grafik ini menunjukkan bahwa pada tahun 2011, jumlah wisatawan domestik meningkat aikbat dari penetapan Angklung sebagai salah satu warisan budaya takbenda di UNESCO. Sedangkan wisatawan mancanegara memiliki jumlah wisatawan yang relatif stabil. Sebagian besar para wisatawan mancanegara berasal dari Belanda, Jerman, Perancis, Jepang, Malaysia dan lain-lain. Berikut ini akan dibahas mengenai daya tarik apa sja yang dimiliki oleh Saung Angklung Udjo. 4.4.1 Daya Tarik Wisata Budaya di Saung Angklung Udjo Saung Angklung Udjo menyediakan berbagai macam kegiatan yang dapat diikuti wisatawan dan juga pertunjukan yang dapat dinikmati. Terdapat banyak program dan
kegiatan di Saung Angklung Udjo yaitu seperti paket pertunjukan internal dan eksternal. Pertunjukan internal terdiri dari beberapa pilihan sebagai berikut:
1. Bamboo Petang Bambu petang merupakan kemasan-kemasan dari seni pertunjukan kesenian Sunda, khusus
dirancang
untuk
keperluan
turis
mancanegara
yang
memiliki
kesempatan/waktu yang singkat. Pada umumnya upacara tradisional memakan waktu yang panjang dengan aturan yang ketat sehingga wisatawan asing tidak memiliki cukup waktu untuk menikmati pertunjukan. Saung Angklung Udjo mengemas program yang padat dan berisi, yaitu pertunjukan rutin yang tiap hari dilaksanakn muali pukul 15.30 hingga 17.00. 2. Demonstrasi Wayang Golek Pertunjukan wayang golek ini hanya ersifat demonstrasi, pada pertunjukan sesungguhnya dapat menghabiskan waktu lebih dari 7 jam sehingga tidak mungkin menampilkannya dengan kesempatan waktu turis mancanegara yang terbatas. Demonstrasi hanya menampilkan bagaimana wayang golek berbicara, menari dan berkelahi di pertempuran. Dijelaskan bahwa tiap-tiap individu wayang mewakilkan gambaran kehidupan manusia, ada yang memiliki sifat baik dan sifat buruk. Dalam pertunjukan sebenarnya, secara prinsip selalu membawa pesan moral, agar kita berbuat baik pada semsa dan taat pada Pencipta. 3. Khitanan/Helaran Dahulu di pedesaan ada sebuah tradisi untuk memberikan suatu hiburan bagi anak laki-laki yang hendak dikhitan, sehingga anak tersebut terhibur. Dalam pertunjukan
ini, anak yang dikhitan diarak keliling kampung dengan duduk di kursi khusus yang diangkat oleh 2 orang. Sementara itu teman-teman memberikan hiburan dengan menyanyi dan menrai diiringi dengan angklung tradisional. 4. Arumba Arumba adalah alat musik bambu yang diciptakan dan dimainkan dalam format band, namun tetap dapat menghasilkan nada-nada harmonis dan dinamis. Arumba baru muncul pada tahun 1970-an. Arumba sendiri merupakan singkatan dari Alunan Rumpun Bambu. 5. Tari Topeng Tari yang disajikan adalah cuplikan dari pola-pola tarian klasik Topeng Kandaga. Tarian ini dibawakan oleh 3 anak perempuan. Tarian ini terbagi atas dua babak: babak pertama (tanpa topeng) menceritakan Layang Kumintir, pembawa berita untuk Ratu Kencana Ungu dari Majapahit, yang sedang menyelidiki keadaan di kerajaan Blambangan. Babak kedua (memakai topeng), Layang Kumintir menyamar menjadi seorang pria gagah perkasa untuk melawan Raja Menak Djinggo dari Blambangan. Sedangkan pertunjukan eksternal memiliki program kegiatan yang sama hanya saja ditambahkan dengan kegiatan sebagai berikut: 1. Angklung Mini Angklung yang berukuran mini ini bukan sekedar pajangan, tetapi juga dapat dimainkan dengan lagu-lagu yag sederhana. 2. Bermain Angklung Bersama
Setiap pengunjung akan diberikan satu buah angklung berbeda nadan masing-masing oleh anak-anak. Setelah itu akan ada pemandu yang sudah siap di depan panggung memberikan tanda/simbol untuk memainkan angklung tersebut. Angklung memiliki dua tabung, yag besar dan yang kecil. Yang besar harus diletakknya di sebelah kanan sedangkan yang kecil di sebelah kiri. Pemandu akan membawakan lagu dengan menggerakkan tangannya yang memiliki arti angka-angka dan terbentuk sebuah lagu, para wisatawan hanya mengikuti handsign dari pemandu. 4.4.2 Sarana dan Fasilitas Infrastruktur dan Kualitas Pelayanan Dalam mengunjungi suatu destinasi pariwisata, para wisatawan tidak hanya menikmati pertunjukan yang disajikan tetapi wisatawan juga berhak menikmati fasilitasfalisitas yang sudah disediakan oleh pengelola objek wisata. Dalam hal ini, Saung Angklung Udjo sudah membangun beberapa fasilitas-fasilitas umum yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan umum. Untuk mendukung fasilitas Saung Angklung Udjo, maka fasilitas-fasilitas umum tersebut terdiri dari sebagai berikut: 1. Fasilitas Lahan Parkir Untuk sebuah objek wisata, lahan parkir merupakan lahan yang sangat penting bagi para wisatawan. Umumnya, wisatawan domestik maupun mencanegara memakai transportasi pribadi untuk mencapai daerah tujuan wisata. Lahan parkir di Saung Angklung Udjo memiliki lahan seluas 850 m2. Lahan tersebut dapat menampung kendaraan besar sebanyak 5 bus dan kendaraan kecil sebanyak 25 mobil kecil. Setiap harinya, lahan parkir ini sangat dipenuhi oleh kendaraan wisatawan. Peneliti menyebarkan kuesioner tentang opini terhadap fasilitas lahan parkir di Saung Angklung Udjo. Penyebaran kuesioner terjadi pada tanggal 7 Juli 2012 hingga 9 Juli 2012. Dengan sasaran terget wisatawan sebanyak 16 orang. Dengan pertanyaan
:”Apakah akses jalan menuju Saung Angklung Udjo sangat mudah untuk semua kendaraan?” maka reponden menjawab dengan hasil 11 orang mengatakan “IYA” dan 5 orang lagi mengatakan “TIDAK” yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Est-ce que l’accès à SAU est facilement accessible pour tous 1 les véhicules?
2
3
4
5
v
v
v
v
v
oui
6
8
9 10 11 12 13 14 15 16 v
v
non
7
v
v
v
v
v v
v
v
v
Tabel 1. Dibuat oleh Annisa Pratiwi
Beberapa reponden menemukan bahwa lahan parkir sangat tidak layak untuk dipakai karena kondisi dari jalanan di lahan parkir tidak mulus atau tidak dalam keadaan bagus. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi parkir yang bagus diikuti pula dengan akses jalan yang mudah dan baik.
Gambar 1 diambil pada tanggal 27 April 2012
Terletak di daerah penduduk yang padat, Saung Angklung Udjo memberikan perawatan yang optimal sehingga mobilisasi dari kendaraan wisatawan dapat berjalan dengan lancar. Maka, lahanparkir yang besar akan memfasilitasi mobilisasi yang berjumlah besar juga.
Untuk meningkatkan fasilitas ini, diperlukan kualitas tanah dan pengaspalan yang baik sehingga tata letak lahan parkir akan senada dengan lahan hijau yang dapat memperindah fasilitas lahan parkir di Saung Angklug Udjo.
2. Toko Souvenir Sebagai objek wisata yang paling diminati, Saung Angklung Udjo memiliki toko souvenir yang sangat cantik. Dengan luas sebesar 155 m2, wisatawan dapat berkunjung ke toko ini dan berbelanja dengan santai. Produk-produk yang dijual di toko ini merupakan produkproduk asli bambu yang dibuat oleh para pengrajin bambu di sekitar Saung Angklung Udjo.
Gambar 2 diambil pada tanggal 27 April 2012 Terlihat pada gambar diatas, produksi dari pengrajin sebagian besar adalah gantungan kunci, magnet kulkas, alat tulis sekolah atau bahkan wayang dan alat-alat musik seperti Angklung dan Calung dalam bentuk mini yang dapat digunakan sebagai pajangan. Adapula produksi untuk kaum wanita seperti aksesoris kalung dan topi dan juga toko suvenir ini memproduksi berbagai macam baju dan jaket. Menurut wawancara dengan Manajer Fasilitas Umum, terdapat 20 seniman produksi untuk menyediakan produksi-produksi di toko souvenir Saung Angklung Udjo. Kuesioner pun diberikan kepada para wisatawan untuk mengetahui apakah mereka puas atau
tidak terhadap toko suvenir di Saung Angklung Udjo. Dapat dilihat pada tabel berikut dibawah: Est-ce que la boutique de souvenir offert un bon souvenir qui est vraiment représenté Saung 1 Angklung Udjo oui
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
non
Tabel 2 Dibuat oleh Annisa Pratiwi
Dijelaskan bahwa pada tabel diatas memiliki pertanyaan sebagai berikut: “Apakah toko souvenir ini sudah dapat mewakili Saung Angklung Udjo dengan produk-produk bambunya?”. Maka 16 orang responden menjawab “IYA” karena menurut mereka apa yang diproduksi oleh para seniman di sekitar Saung Angklung Udjo sangat menarik dan unik. Semua produksi terbuat dari bambu dan dapat digunakan sehari-hari. 3. Balai Pertunjukan Tempat utama dan penting di Saung Angklung Udjo adalah Balai Pertunjukan dimana semua wisatawan akan menikmati semua pertunjukan yang telah dipersiapkan oleh seluruh pemain di Balai Pertunjukan ini. Tempat pertunjukan ini mampu menampung 800 orang . Balai pertunjukan ini diberi nama Bale Karesmen. Dalam bahasa sunda, kata Bale berarti Balai dan Karesmen berarti pertunjukan. Berikut adalah foto dari sisi paling belakang dari Balai Pertunjukan ketika para wisatawan sedang mengikuti kegiatan “Bermain Angklung Bersama”
Gambar 3 diambil pada tanggal 27 April 2012 Struktur dari Bale Karesmen ini memiliki atap tinggi yang bertujuan untuk memberikan sirkulasi udara segar dan banyak ketika musim kemarau terjadi. Balai pertunjukn ini berbentuk lingkaran dengan tujuan agar wisatawan dapat leluasa melihat seluruh pertunjukan. Dengan luas 1000 m2 , Balai Pertunjukan ini terlalu kecil untuk menampung jumlah wisatawan lebih dari 800 orang. Namun dengan struktur balai yang cukup unik, diharapkan wisatawan dapat menikmati pertunjukan dengan tenang.
Comment pensez-vous sur l'ambiance de la salle de spectacle 1 de Saung Angklung Udjo?
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16
√ √
Propre Confortable Beau Bruyant Bien rangé
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tabel 3 dibuat oleh Annisa Pratiwi
Tabel diatas menjelaskan bahwa “Bagaimana menurut anda tentang suasana dari Balai Pertunjukan di Saung Angklung Udjo?”. Pilihan jawaban pun bermacam-macam
seperti Propre (Layak), Confortable (Nyaman), Beau (Bagus), Bruyant (Tidak Teratur), Bien Rangé (Teratur). Maka sebagain besar para wisatawan menjawab bahwa Balai Pertunjukamnm di Saung Angklung Udjo adalah tempat yang bagus, nyaman layak dan teratur. 4. Tempat Penginapan Walaupun pertunjukan Saung Angklung Udjo dapat dikatakan sangat singkat hanya 11,5 jam namun Saung Angklung Udjo memiliki tempat penginapan yang disediakan untuk pertukaran pelajar asing. Saung Angklung Udjo memiliki program “Belajar Budaya Sunda” bagi pelajar atau mahasiswa asing selama 3 bulan. Pada tahun 2011, terdapat 8 kamar yang tersedia. 4.4.3 Pembahasan Angket Wisatawan Mengenai Saung Angklung Udjo Dalam studi kasus ini, diperlukan pengamatan terhadap para wisatawan yang datang sehingga dapat diketahui secara kuantitatif dan kualitatif apakah wisatawan nyaman ketika berada di Saung Angklung Udjo. Pemeliti telah membagi 4 pertanyaan utama dalam angket yang telah diberikan kepada wisatawan, sebagai berikut: 1. Informasi wisatawan mengenai Saung Angklung Udjo 2. Motivasi wisatawan 3. Harga tiket 4. Durasi kunjungan wisatawan Menurut informasi yang didapat dari Saung Angklung Udjo, objek wisata ini mulai dikunjumgai oleh wisatawan dari awal abad 20. Pada saat itu, Angklung hanya terkenal sebagai alat musik tradisional saja. Berikut pembahasan pertanyaan-pertanyaan tentang opini para wisatawan terhadap Saung Angklung Udjo
1. Informasi wisatawan mengenai Saung Angklung Udjo Saung Angklung Udjo sangat terkenal dengan masyarakat sekitarnya yang ramahtamah dan memiliki kebudayaan yang harmonis. Para wisatawan pun mengetahui adanya objek wisata Saung Angklung Udjo dari berbagai media. Berikut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Comment pouvez-vous trouver des informations de Saung Angklung Udjo?
1
2
3
4
5
6
√
Internet
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16
√
√
√
La brochure La chaine TV L'agence voyage Les amis Aller directement ou la commune locale
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √
√ √
√
Tabel 4 dibuat oleh Annisa Pratiwi
Tabel diatas memberikan pertanyaan tentang “Bagaimana anda mengetahui informasi tentang objek wisata Saung Angklung Udjo ini?”. Sebagain besar informasi yang diperoleh melalui media televisi. Lalu diikuti melalui internet, agen perjalanan wisata, dan masyarakat sekitar. 2. Motivasi Wisatawan
2%
enrichir ses connaissances 19% decouvrir le patrimoine
28%
profiter le bon temps avec famille et amis
10% 41%
faire une activite touristique autre
Grafik 2. Motivasi Wisatawan 2011
Grafik ini mempunyai satu pertanyaan yaitu: “Apakah motivasi anda datang ke Saung Angklung Udjo?”. Maka terdapat beberapa jawaban dari para wisatawan yaitu 19% wisatawan menjawab enrichir ses connaissances (memperkaya pengetahuan budaya), decouvrir le patrimoine (mendalami warisan budaya takbenda) sebanyak 41%, profiter le bon temps avec famille et amis (memanfaatkan waktu dengan keluarga dan teman) sebanyak 10%, faire une activité touristique (melakukan kegiatan pariwisata) sebanyak 28 %, jawaban lain sebanyak 2%. 3. Harga Tiket Untuk melihat peertunjukan dengan durasi 1,5 jam di Saung Angklung Udjo, para wisatawan harus membayar tiket sebesar Rp. 85.000,00 sedangkan untuk anak-anak haruus membayar harga tiket sebesar Rp. 50.000,00. Saung Angklung Udjo memiliki dua harga tiket yang berbeda. Tiket masuk untuk wisatawan asing untuk dewasa maupun anak-anak dikenakan harga sebesar Rp.100.000,00. Saung Angklung Udjo tidak memiliki harga khusus untuk para pelajar. Berikut merupakan tabel dari hasil jawaban para responden yang telah menjawab pertanyaan sebagai berikut:
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Quel est le prix d'entree moins cher cher plus cher
Tabel 5 dibuat oleh Annisa Pratiwi
√
√ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √
Menurut tabel diatas pertanyaan yang diberikan yaitu: “Menurut anda bagaimana harga tiket masuk di Saung Angklung Udjo?”. 12 wisatawan menjawab “Mahal” dan 4 wisatawan menjawab dengan “Sangat Mahal”. 4. Durasi Kunjungan Wisatawan Durasi Saung Angklung Udjo dalam satu pertunjukan adalah 1,5 jam. Pertunjukan ini sangat menarik bagi wisatawan. Dengan segala aktifitas budayanya, wisatawan dapat memperkaya pengetahuan tentang budaya sunda. Berikut merupakan tabel tentang pertanyaan: “Apakah pertunjukan di Saung Angklung Udjo memberikan kesan yang sangat positif?” Seluruh wisatawan menjawab “IYA”.
Est-ce que ce patrimoine vous plait beaucoup? Oui
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Non
Tabel 6. Dibuat oleh Annisa Pratiwi
BAB V DAMPAK TERHADAP ASPEK-ASPEK PARIWISATA BERKELANJUTA DAN PERHITUNGAN DAYA DUKUNG
5.1 Aspek Ekonomi Pariwisata berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi. Tujuannya adalah untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan alam, masyarakat dan ekonomi untuk menaikan kesejahteraan generasi masa depan. Hal yang diharapkan dari aspek ekonomi ini adalah berjalannya terus-menerus alur ekonomi yang baik tanpa mengurangi tingkat kesejahteraan dari generasi ke generasi . Adanya kegiatan pariwisata yang mempengaruhi aspek ekonomi sebagai berikut: 1. memaksimalkan kesejahteraan manusia 2. memastikan adanya efisiensi dalam penggunaan sumberdaya alam 3. menciptakan sumber lapangan kerja
5.2 Aspek Lingkungan Aspek ini merupakan aspek yg banyak disorot ketika membahas tentang pariwisata berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena aspek ini terkait langsung dengan faktor-faktor alami yang ada di bumi sehingga hal-hal yang menunjukkan degradasi lingkungan jelas terlihat dan terasa. Namun karena adanya pariwisata berkelanjutan, maka industri pariwisata memliki dampak yang rendah terhadap lingkungan dan budaya lokal dengan membantu menciptakan lapangan kerja di masa depan bagi masyarakat lokal. Pengelolaan pariwisata berkelanjutan mempunyai tujuan untuk membawa pengalaman positif bagi masyarakat setempat, perusahaan pariwisata dan wisatawan sendiri.Pariwisata menjadi salah satu faktor
penting yang dapat memberikan risiko yang yang jelas untuk situs dan lingkungannya. Risiko yang jelas tersebut adalah degradasi dari kegiatan-kegiatan pariwisata yang dilakukan dan kondisi dari lingkungan tersebut. Jika situs tersebut berada di daerah kepadatan penduduk maka situs yang menjaga warisan budaya tersebut mungkin mengalami pengelolaan yang kurang baik. Situs warisan budaya seharusnya membutuhkan aksesibilitas yang sangat baik, lahan parkir yang luas yang dapat menampung kendaraan besar maupun kecil, penginapan, fasilitas tempat belanja, fasilitas wc yang menjadi wilayah permanen. Namun kadang sering juga terjadi kondisi dimana pengunjung wisata mengalami ledakan jumlah di waktu-waktu tertentu seperti ketika akhir minggu. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan langkah-langkah yang pasti untuk mengurangi risiko yang yang tidak baik terhadap situs dan lingkungan pariwisata sekaliguts meningkatkan kondisi kunjungan dan dampak ekonomi dan sosial dari kegiatan pariwisata tersebut. Sistem pelaksanaan tidak jauh dari peranan dari situs tersebut yang mengacu kepada empat instrumen analisis dan tindakan yaitu capacité de charge, zonage, rencana lalu lintas dan calon evaluasi kehadiran. 5.3 Aspek Sosial-Budaya Umumnya, semakin unik budaya suatu destinasi akan menjadi daya tarik wisata. Namun ironisnya semakin akan besar peluangnya mendapat tantangan dari budaya lain yang dibawa wisatawan yang memungkinkan adanya degradasi budaya melalui komersialisasi budaya. Dinamika interaksi budaya lokal dengan budaya luar ini akan berpengaruh terhadap tingkat daya dukung kawasan/destinasi. Dalam aspek sosial, Struktur sosial masyarakat di suatu destinasi sangat menentukan skala dan sifat dari dampak yang diakibatkan dari adanya kegiatan pariwisata. Misal, masyarakat sunda di Bandung cukup terbuka dan cenderung adaptif terhadap aktifitas pariwisata namun jika dampak aktifitas pariwisata tidak
berpengaruh signifikan dan berdampak negative terhadap struktur sosial dan budaya masyarakatnya. 5.4 Perhitungan Daya Dukung Perhitungan daya dukung yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan penerapan kapasitas pariwisata dapat dibantu, dipandu dan dipantau, menggunakan satu set konsisten indikator . Indikator ini mengukur kerapuhan situs dan mengidentifikasi perubahan toleransi terhadap berbagai kegiatan wisata. Ini biasanya gabungan ukuran dari kualitas fasilitas infrastruktur pariwisata, jumlah pengunjung, dan ruang kegiatan pariwisata. Dalam penelitian ini diambil dari kapasitas yang diperhitungkan untuk memperkirakan ruang yang cukup memadai untuk tidak menciptakan kerusakan lingkungan. Rumus dari daya dukung memiliki dua rumus utama, yaitu : a) jumlah kunjungan harian yang memungkinkan (batas jumlah kunjungan) b ) menentukan kapasitas pariwisata Perhitungan dimulai dengan: a) Total jumlah kunjungan harian. Indikator untuk memperhitungkan kapasitas dalam rangka pengendalian arus wisatawan di Saung Angklung Udjo berdasarkan pada analisis untuk mengukur jumlah orang yang bisa diterima di Saung Angklung Udjo selama satu hari yang dinyatakan dalam rumus sebagai berikut: SVQ (Seuil de visite quotidienne) = AU (aire utilisé par les touristes) x CR (coefficient de rotation) / DV (la durée de visite) Batas Jumlah Pengunjung = area kapasitas untuk kegiatan pariwisata x jumlah kunjungan / total jam kunjungan.
Berdasarkan rumus tersebut, dapat dihitung daya dukung fisik Saung Angklung Udjo sebagai berikut: Diketahui: 1.Luas area yang digunakan untuk kegiatan pariwisata seperti: Di Saung Angklung Udjo, terdapat tiga tempat utama yang digunakan oleh para wisatawan : a . luas aula pertunjukan: 1000 m2 b . luas area toko suvenir : 155 m2 c . luas area restoran, wc, parkir: 500 m2 Luas total yang tersedia adalah 1655 m2
2. Saung Angklung Udjo dibuka untuk umum selama 9 jam per hari (dari 09.00 WIB hinggaa 18.00 WIB)
3. Setiap kali kunjungan butuh waktu 3 jam (1,5 jam untuk pertunjukan dan 1,5 jam untuk melihat toko souvenir dan cara membuat angklung) dan area dibuka selama 9 jam per hari, maka setiap pengunjung dapat melakukan kunjungan maksimum sebanyak 3 kali kunjungan per hari. Maka: AU: 2455 m2 CR: 3 kali kunjungan per hari
DV: 9 jam areal dibuka per hari SVQ= AU x CR / DV SVQ= 1655 m2 x 3 kali kunjungan / 9 jam areal dibuka per hari SVQ= 551,666 kunjungan wisatawan per hari. Sehingga jumlah kapasitas wisatawan adalah 551,666 kunjungan wisatawan yang dapat ditampung per hari secara fisik oleh Saung Angklung Udjo berdasarkan kondisi fisik lingkungan.
b ) menentukan kapasitas pariwisata CC (capacité de charge)= SVQ (seuil de visite quotidienne) x HA (huimidité de l’air) x HP (humidité de la pluie) Kapasitas pariwisata = batas jumlah pengunjung yg sudah dihitung x kelembaban udara x curah hujan Perhitungan dibuat berdasarkan data berikut : SVQ: 551,666 kunjungan wisatawan per hari HA: 100-15 100 HP: 100-9,8 100
CC: 551,666 x 100-15 x 100-9,8 100
100
CC: 551,666 x 0.85 x 0.902= 422,962 kunjungan wisatawan per hari.
Sehingga jumlah wisatawan adalah 422,962 kunjungan wisatawan per hari yang daapat ditampung secara ekologis dan lingkungan. Pengunjung diminta untuk memberikan kebutuhan ruang yang memaksimalkan kepuasan mereka. Jumlah rata-rata standar kunjungan per hari: jumlah maksimum kunjungan / hari total adalah 422,962 kunjungan wisatawan. Maka jumlah rata-rata standar kunjungan per hari adalah 422 pengunjung. Dengan jumlah pengunjung, kegiatan wisata tidak akan mengganggu warga sekitar yang tinggal di dekat tempat-tempat wisata. Jumlah wisatawan yang terlampaui dapat mempengaruhi keadaan tempat wisata. Jumlah ini mungkin berbahaya. Risikonya adalah hasil dari paparan seseorang terhadap bahaya. Untuk menganalisis risiko, banyak pengunjung yang kegiatan wisata termasuk tanpa tindakan pencegahan untuk menjaga atau mempertahankan elemen menarik seperti lingkungan , hubungan dengan masyarakat dan infrastruktur lokal. Pada identifikasi ini, tiga risiko telah diperhitungkan dalam fase-fase berikut: 1 . Risiko yang berkaitan dengan kerusakan eksternal konstruktif 2 . Risiko yang berkaitan dengan penurunan budaya 3 . Risiko yang berkaitan dengan gangguan masyarakat setempat Saung Angklung Udjo menerapkan langkah-langkah konstruktif untuk instalasi baru dan sarana fasilitas pemantauan dalam pelayanan untuk melestarikan dan mempromosikan
tempat wisata. Dengan menghubungkan pelestarian warisan budaya, peningkatan dan optimalisasi infrastruktur yang ada dilakukan oleh aktor profesional lokal.
BABVI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Di akhir penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Saung Angklung Udjo telah secara bertahap berkembang menjadi tujuan budaya utama di Jawa Barat. Sejak tahun 1966, Udjo Ngalagena, pendiri Saung Angklung Udjo, dengan semangat yang besar telah membentuk pusat seni angklung sebagai laboratorium, pusat budaya dan pendidikan serta budaya khas Sunda lain sebagai objek wisata budaya Jawa Barat yang didukung oleh masyarakat lokal. Saung Angklung Udjo juga didedikasikan untuk konservasi dan pelestarian lingkungan alam. Saung Angklung Udjo direstrukturisasi secara bertahap untuk meningkatkan kualitas dari warisan budaya ini. Untuk menjaga dan melestarikan budaya angklung, Saung Angklung Udjo telah berhasil mempertahankan eksistensinya antara masyarakat, dunia, dan pemeliharaan abadi lingkungan. Saung Angklung Udjo menerapkan langkah-langkah konstruktif untuk instalasi baru dan sarana fasilitas pemantauan dalam pelayanan untuk melestarikan dan mempromosikan tempat wisata. Dengan menghubungkan pelestarian warisan budaya, peningkatan dan optimalisasi infrastruktur yang ada dilakukan oleh aktor profesional lokal. Masyarakat lokal yang berkontribusi untuk menyumbang hasil karya seperti membuat kerajinan serta memiliki kesempatan untuk belajar, untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman merupakan dampak dari aspek ekonomi sosial budaya di Saung Angklung Udjo. Melalui pengembangan pariwisata, pengembangan budaya masyarakat juga merupakan identitas masyarakat dari masing-masing kelompok etnis yang berbeda.
6.2 Saran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi untuk penelitian lebih lanjut dan mendalam bagi berbagai disiplin ilmu. Angklung yang merupakan salah satu identitas budaya yang dimiliki oleh bangsa indonesia menunjukkan betapa kayanya bumi Indonesia dengan seni dan budaya tradisionalnya. Identitas budaya sebagai pusaka budaya yang dapat dikembangkan menjadi modal ekonomi dan sebagai aset agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga nilai-nilai budaya dan kerifan lokal sebagai cirikhasnya. Dengan menjaga keterampilan tradisional dan mempertahankan budaya Sunda, diharapkan pemerintah dan masyarakat lokal dapat terus berperan penting dalam segala aspek kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA ARDIKA, I Wayan. Pusaka Budaya & Pariwisata (Le Patrimoine et Le Tourisme). Pustaka Larasan, Denpasar 2007 CHAMBERLAIN, K. Carrying Capacity in UNEP Industry and environment, n0 8 JanuaryJune. Paris 1997 Butler, 1998. Tourism Area Cycle of Evolution. Cooper and Jackson, 1997. Sustainable Tourism. Hunter , Colin. 1995. Key Concept For Tourism And The Environment dalam Hunter , Colin & Howard Green. 1995. Tourism and Environment. New York: Routledge. INSKEEP, E. Tourism Planning : An Integrated & Sustainable Developpement. New York 1991 Koslowski dan Travis, 1995. Alternative Tourism. Koentjaraningrat, 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Liu, Juanita C. 1994. Pacific Islands Ecotourism: A Public Policy and Planning Guide. Hawai’i: The Pacific Business Center Program. College of Business Administration University of Hawai’i at Manoa, Honolulu USA. MANNING, Edward W.. Capacité de charge et indicateurs: ce qui doivent savoir les gestionnaires du tourisme. Nouvelles de l”OMT. 1996 Manuaba, 1995. Pengembangan Pariwisata Tetap Berkelanjutan. Manado. CV Graha Maju MATHIESON, Alister and G. Wall. Tourism : Economic, Physical and Social Impact. New York 1983. MIDDLETON V.C., Hawkins R., Sustainable Tourism: a marketing perspective. Oxford 1998. MURPHY, P.E. Tourism: a community approach. 2004 Mieczkowski, 1945. Mass Tourism and Alternative Tourism. Moleong, J. Lexy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Natori, Nasahiko. 2001. “A Guide Book For Tourism Based Community Development”. Publisher APTE. Nawawi, Hadari. 2007. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. PATIN, Valéry. Tourisme et Patrimoine. La Documentation Francaise. Paris 2012 Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. SIRTHA, Nyoman. Sosial Budaya Pariwisata (La socio-culturel du tourisme). 2009
WILLIAM, Peter et Alison Gill. Adressing Carrying Capacity Issues In Tourism Destinations Through Growth Management. 2008
Wardiyanta, 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta. CV Andi Offset. Yoeti, Drs. Oka A. 2008. Perencanaan Dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. SITUS INTERNET http://www.ladocumentationfrancaise.fr/dossiers/d000075-le-developpement-durable-enfrance-de-la-strategie-nationale-au-grenelle-de/qu-est-ce-que-le-developpement-durable, http://www.angklung-udjo.co.id/about/history/ http://www.dgcis.gouv.fr/etudes-et-statistiques/statistiques-tourisme/donnees-cles/chiffrescles http://www.angklung-udjo.co.id/angklung/definition/ http://www.angklung-udjo.co.id/angklung/character/ www.bankbjb.co.id http://whc.unesco.org/fr/list/1194/ www.angklung-udjo.co.id http://www.bandungtourism.com/fact-neo.php, http://disparbud.jabarprov.go.id http://www.world-tourism.org) http://www.indonesia.travel http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/selfpublishing/2092363-alat-musik-angklungjadi-warisan/#ixzz1Zj6qDEvX http://www.angklung-udjo.co.id/attraction/booking-info/ http://borneotourismwatch.wordpress.com/2009/09/09/pariwisata-alternatif-apa-itu/ ARTIKEL HERDIYAN, « Marie Pangestu: Bandung a mentionné l’art, la culture et la ville créative» Le journal de Java Ouest, article posté le 11 février 2012 SETIANINGSIH, Yatni « Saung Angklung a attiré les visiteurs » Le journal de l’histoire », article posté le 17 mai 2011
AMANY « L’angklung, connu à l’étranger, inconnu chez mon pays », Le journla du blog d’Armany, article posté le 14 juillet 2008 sur le site internet du http://amanypercikaniman.multiply.com/journal/item/9 BADRUS Mohamad, « Les nouvelles de la culture indonésienne », Le journal de Java Ouest, article posté le 5 janvier 2001 sur le site internet du JIR : www.explore-indo.com KURNIAWATI, Rina. Module du tourisme durable http://rinakurniawati.files.wordpress.com/2013/01/modul-pariwisata-berkelanjutan.pdf OKAZAKI, Etsuko, « A community-based tourism model: its conception and use » Le journal du tourisme durable, article posté en 2008 sur le site internet: ftp://ftp.puce.edu.ec/Facultades/CienciasHumanas/Ecoturismo/ArticulosTurismo/Art%C3%A Dculos%20cient%C3%ADficos/Turismo%20sostenible/Journal%20of%20Sustainable%20To urism/community_base%20model.pdf FARHAN, Arif « 8 juta kunjungan turis di 2012, rekor baru pariwisata Indonesia (8 millions de touristes étrangere en 2012, un nouveau record du tourim Indonesien)», Le journal de blogspot, article posté le 2 fevrier 2013 sur le site internet du http://travel.detik.com/read/2013/02/02/113422/2159398/1382/8-juta-kunjungan-turis-di2012-rekor-baru-pariwisata-indonesia MANSUR, Haris « La nouvelle de saman » Le journal de blogspot, article posté le 31 décembre 2012 sur le site internet du http://mhharismansur.blogspot.fr/2012/12/tari-samangayo-dan-saman-baru.html ROSADA, Dada. Un rapport du chef du bureau central des statisque de la ville Bandung, , Penduduk Kota Bandung Tahun 2011(angka tetap hasil sensus penduduk 2011). http://www.boss.or.id/portal_bppt_bandung/index.php?option=com_content&view=article&i d=52&Itemid=91 L’article sur Statistik Kota Bandung par Rudi TRISNA le 14 Novembre 2010 dans le site: http://www.bandunglokalbisnis.com/review/info-kota.php L’article du patrimoine mondial de l’UNESCO: http://whc.unesco.org/fr/list/1194/ l’article Tourism of Bandung http://www.bandungtourism.com/fact-neo.php, L’article du Saung Angklung Udjo sur www.angklung-udjo.co.id posté le 2 july 2013 L’article Geography of Bandung http://www.bandungtourism.com/fact-geo.php, titre Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung 2011 http://disparbud.jabarprov.go.id/applications/frontend/index.php?mod=news&act=showdetail &id=661 L’article de Journal locale de Bandung, posté au 12 juin 2009 sur l’internet de http://oase.kompas.com/read/2009/06/12/02433060/saung.angklung.udjo.kembangkan.seni.d an.lingkungan
Voir “ Recommendations on Tourisme Statistic and Concepts, Definitions and Classification for Tourism Statistics”, Organisation Mondiale du Tourisme, Madrid, Espagne ( http://www.world-tourism.org) L’article du label patrimoine mondial posté au 10 juillet 2008 sur le site internet du www.developpement–durable.gouv.fr/presentation