Ke Daftar Isi Prosiding Seminar Tekn%gi serta Fasi/itas Nuk/ir
dan Keselamatan
PLTN
Serpong, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR - BArAN
PENGEMBANGAN ELEMEN BAKAR V X SiY MENGGUNAKAN JALVR PRODUKSI VAl X
oleh S. Socntono, A. Surlpto, Sardjono Pusat Elemen Bakar Nuklir - Badan Tenaga Atom Nasional
ABSTRAK Pengembangan elemen bakar (EB) mutakhir U.Siy dengan rapat muat U tinggi telah dapat dilakukan dengan memanfaatkan jalur produksi U AI. yang tersedia di instalasi produksi EB reaktor riset oleh karena kemiripan prosesnya. Peralatan yang tersedia untuk produksi UAI. hampir seluruhnya dapat digunakan untuk pembuatan EB silisida tanpa perubahan yang berarti. Perubahan hanya diperlukan pada tata kerja pembuatan paduan U3Si2 yang tidak memerlukan perlakuan panas lanjut menggunakan tungku induksi. Menggunakan spesifikasi EB reaktor serba guna G .A. Siwabessy (RSG-GAS), dengan rapat muat -3 gUice, telah dibuat 3 EB berisi U3S~-Al yang telah diuji unjuk kerjanya di RSG-GAS. Sebuah EB ini telah mencapai tingkat bakar>36,45%, sebuah telah mencapai tingkat bakar >29,88%, dan sebuah lagi barn bertingkat bakar beberapa %, sesuai pemuatannya ke dalam teras RSG-GAS yang dilakukan berurutan sejak 1990,1991, dan awa11993. Unjuk kerja 3 EB ini sangat memuaskan sampai saat ini sehingga 3 EB ini akan digunakan di RSG-GAS hingga bertingkat bakar -50%. Pengembangan EB mutakhir inijuga mencakup pembuatan kupon dan pelat berisi U3Si2-AI dengan rapat muat tinggi sampai dengan 5,2 gU/cc telah pula dilakukan dengan modifikasi pada alat pres inti, pembuat bingkai, dan canai gencet. Pada berbagai tahapan pembuatan inti, pel at, EB, dan kupon ini telah dilakukan berbagai uji kendali kualitas yang digunakan dalam pembuatan EB RSG-GAS.
ABSTRACT The development of advanced U• Siy fuel element (FE) of high U loading densities has been able to be done utilizing UAI. production line being available at the research reactor FE production instaIlation due to their process similarity. Almost all available equipments for UAI. production can be utilized without significant modification. Modification is only needed for procedure to make U3Si2 aIloy which does not require further heat treatment using induction furnace. Using the FE specification of the G.A. Siwabessy multi purpose reactor (RSG-GAS), with loading density of -3 gUice, 3 FEs containing U3Si2-AI have been manufactured and tested for their performance in the RSG-GAS. One ofthese FEs has reached a burn-up of>36.45%, another one has reached the burn-up of>29.88%, and the third one has reached only the burn-up offew % in accord with their respective insertion into RSGGAS core in 1990, 1991 and the begginning of 1993. The performance of these FEs up tiIl now has been exceIlent and thus the FEs wiIl be utilized to reach the burn-up of -50%. The development of this advanced FE has also covered the manufacture of coupons and plates with high loading densities up to 5.2 gU/cc by doing some modification on pressing, frame, and roIl swagging devices. AIl quality control requirements at various steps in the manufacturing of the RSG-GAS FE have been imposed to the manufacturing of these fuel cores, plates, FE, and coupons.
I.PENDAHULUAN Instalasi Produksi Elemen Bakar Reaktor Riset (IPEBRR) adalah salah satu instalasi nuklir di Batan Serpong yang diresmikan penggunaannya, bersamaan dengan Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSGGAS), oleh Bapak Presiden R.1. pada tanggal20 Agustus 1987. IPEBRRadalah sebuah pabrikuntukmemproduksi clemen bakar (EB) dan clemen kendali RSG-GAS. Sejak awal pembuatan rancangan dasamya pada tahun 19821983, IPEBRR dilengkapi dengan dua jalur produksi altematif, yaitu Ups dan UAI •. Pada saat itu telah ada pembatasan agar reaktor riset baru hendaknya menggunakan EB dengan pengayaan 23SU< 20%. Oleh
231
karcna RSG-GAS diinginkan dapat mcnghasilkan flux neutron yang cukup tinggi, -2,5 x 1014 n/cm2/detik, maka haruslah digunakan EB dengan rap at muat U yang tinggi. Pada saat itu, reaktorrisct dengan flux yang cukup tinggi menggunakan EB dengan pengayaan 23SUyang tinggi, 45->90%, karena teknologi fabrikasi EB yang telah dikuasai dan mendapatkan ijin di bcrbagai negara adalah EB dengan bahan bakar UAI. yang rapat muat tertinggi fabrikasinya hanya 1,6 gU/cc. Pengembangan teknologi fabrikasi dengan rapat muat U yang cukup tinggi pada awal dekade 80 menunjukkan bahwa U)Og, dengan rapat muat maksimum -3,2 gUice, mempunyai prospek perijinan
yang lebih baik daripada U.Siy yang
ProsiJing S.:millar T.data/ogi Jail K.:sdamalall serla Fasililas Nuklir
PLTN
Serpollg, 9·10 Februari 1993 PRSG, PPTKR - BATAN
walaupun secara teoritis berapat muat U yang lebih tinggi tetapi bukti penguasaan teknologi fabrikasinya belurn cukup kuat. Olehsebab itusejakawalpembangunan IPEBRR diusahakan adanya dua jalur altematif, dengan antisipasi bila jalur oksida menjadi kurang menguntungkan, misal karena jurnlah gagalan tinggi, makajaluralurninida akan digunakan (dengan pe- ngayaan U tinggi), disamping itu juga jalur aluminida ini akan dapat digunakan untuk penelitian dan pengembangan bahan bakar silisida mengingat kemiripan prosesnya. Kemiripan proses pembuatan elemen bakar UAI. dan U.Siy dapat dilihat pada Tabel 1 yang berikut. Tabell.
Perbandlngan
proses pembuatan
menggunakan U deplesi[41. Pembuatan inti U3S~-AI dilaksanakan dengan acuan proses IAEAIsJ, sedangkan pembuatan rakitan EB dilakukan dengan menggunakan proses yang disebut dalam acuan [6]. a. Pembuatan paduan dan serb uk U)SIZ U logam diperkaya <20 % yang diperoleh dari hasil konversi yang berbentuk regulus dicanai panas hingga diperoleh lembaran U dengan ketebalan 2,5 mm. Selanjutnya dipikling, setelah dipotong potong hingga berbentuk cip, menggunakan larutan asam nitrat dan tetrarkhloretilen kemumian tinggi. Selanjutnya ditimbang
EB alumlnlda
dan slllsida
Proses
:UAI •
:U • Siy
Konversi
: : : :
: UF jUNH -> AUC : AUC -> Ups : Ups -> U02 : U02 -> U logam
Fabrikasi
: U logam + AI-> UAI •• : U logam + Si -> U Si y : UAI •• serbuk + Al serbuk: U Siy serbuk + Al serbuk
UF jUNH -> AUC AUC -> Ups Ups -> U02 U02 -> U logam
: dipres menjadi inti : Inti UAI ••-AI -> saton
: dipres menjadi inti : Inti U Siy -AI-> saton
: Saton dipanaskan dan : dicanai panas : Canai dingin dan dipo: tong sesuai ukuran : Canai gencet menjadi : rakitan EI3
: Saton dipanaskan dan : dicanai panas : Canai dingin dan dipo: tong sesuai ukuran : Canai gcncet menjadi : rakitan EI3
Terlihat pada Tabel 1 tersebut bahwa garis besar proses pembuatan EI3 UAl.-AI sarna dengan EI3 U.SiyAI. Alat yang tersedia untuk konvcrsi dan fabrikasi UAI.Al hampir dapat dipastikan akan dapat digunakan untuk U.Siy-AI dengan sedikit modifikasi pada tatakerja rinci fabrikasi U• Siy -AI karena perbedaan sifat fisis dan kimiawinya. Paduan U.S iydapat berbentuk 7 spesi yang berbeda [IIyaitu U3Si, U3Si2, USi, USi2, U3Sis' USi2.•, dan USi3. Dari ketujuh spesi ini, hanya dua spesi yaitu U3Si dan U)Si2 yangtelah banyakditeliti dan memberikan prospek yang cukup baik. Spesi U3Si2 telah dilisensikan oleh USNRC sebagai standar LEU (Low Enriched Uranium) dengan rapat muat hingga 4,8 gU/cc sejak Juli 1988[21. Oleh sebab itu usaha penelitian EI3 silisida sejakOktober 1988 di IPEBRR telah dikonsentrasikan pada EB U3Si2AI.
II. TATA KERJA Seluruh proses konversi dari UF/UNH sampai dengan U logam menggunakan standar proses yang dikembangkan oleh Nukem GmbH(3I. Sedangkan pembuatan paduan U3Si2 pada dasamya menggunakan tatakerja yang sebelumnya dikembangkan dengan
232
sekitar 125 gdan dicampurdengan Si yangjuga berbentuk cip dengan perbandingan be rat 92,5 % U dan 7,5 % Si. Campuran ini dimasukkan ke dalam cawan untuk peleburan didalam tungku. Setelah tungku diturunkan tekanan atmosfimya sampai 2xl0·3 bar dan dialiri gas argon untuk mengusir oksigen sampai bertekanan 500 mbar, busur listrik dinyalakan dengan arus sekitar 300500 Ampere dengan tegangan sekitar 30-20 Volt. Peleburan campuran U dan Si ini dilakukan 6 kali ulangan. Setiap kali ulangan dilakukan dengan hati-hati dengan mengatur jarak ujung katoda agar campuran tidak muncrat selama dilebur dengan busur listrik. Uji kualitas terhadap paduan yang dihasilkan dilakukan secara kualitataif dan kuantitatif. Uji kualitataif dilakukan dengan cara visual dan metalografi. Uji visual dilakukan dengan melihat tidak adanya bercak hitam (U bebas) serta tidak terlalu banyak retakpada hasilleburan. Uji metalografi dilakukan dengan mencuplik hasil leburan. Cuplikan ini diasah menggunakan kain asah berturut-turut dengan ukuran kekasaran 400, 600, 800, dan 1000. Selanjutnya digunakan kain asah DP Pur, DP wool, DPNapdan pasta intan 3 urn. Sedangkanpengetsaan dilakukan menggunakan larutan campuran 170 ml ~O, 72 ml HNO) 70%, 1 ml HF 48%, dan 3,4 g asam sitrat.
Prosiding Seminar Tekn%gi serla Fasi/ilas Nuk/ir
danKese/amalan
Sapong, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR • BArAN
PLTN
Hasil pengamatan melalui mikroskop direkam dalam bentuk foto serta selanjutnya dibandingan dengan foto standaryang diperoleh dengan cara yang sarna terhadap cuplikan standar U3S~ dari Argonne National Laboratory (7,81. Analisis kuantitatif dilakukan dengan eara potensiometri berdasarkan metoda Davies Gray yang sedikit dimodifikasi [9J
b. Pcmbuatan inti, saton, dan fabrikasi EB U3Si1-AI Untukpembuatan inti digunakan serbuk U3S~ yang telah dipilih komposisi besar butimya seperti tersebut diatas. Serbuk ini dicampur dengan serbuk Al yang mempunyai komposisi besar butir rata-rata <150 urn (80% <40 urn)16J• Perban- dingan berat serbuk U3S~ terhadap serbuk Al ini divariasikan agardapat diperoleh rap at muat U yang bervariasi dari 3 sampai dengan 5,2 gU/cc. Untuk rapat muat 3 gU/cc perbandingan berat serbuk U3Si2 terhadap serbuk Al adalah 65% terhadap 35%. Campuran kedua macam serbuk ini diusahakan untuk mempunyai berat total 100 g untuk inti dan 50 g untuk inti mini. Untuk pembuatan inti mini yang akan digunakan untuk membuat pelat dengan rapat muat U sangat tinggi dilakukan variasi campuran seperti terlihat pada Tabel 2. Sebelum campuran serbuk ini ditekan 180 bar selama 30 detik menggunakan mesin pres untuk dijadikan inti atau inti mini,terlebih dahuludilakukan demoisturasi (pada 180°C selama 3 jam pada kondisi vakum) dan homogenisasi (diputar helikal selama 20 menit). Untuk pembuatan inti dan inti mini digunakan matrix (cetakan) yang berbeda ukurannya agar diperoleh ukuran inti dan inti mini seperti yang terlihat pada Tabel 3 berikut.
Selanjutnya untukmembuat serbuk U3S~ dilakukan penggerusan dua tehap, yaitu yang pertama menggunakan swing-mill dan yang kedua menggunakan ball-mill. Kedua penggerusan ini dilakukan didalam glove-boxes yang mempunyai atmosfer argon. Pada penggerusan pertama dilaukan setiap kali 200-400 g keping U3S~ selama 5 detik, sedangkan untuk penggerusan kedua setiap kali 200-600 g keping kecil selama 10 menit dengan kecepatan putar ± 60 rpm. Selanjutnya dilakukan fraksinasi serbuk yang dihasilkan dengan menggunakan mesin tapis getar yang dilengkapi dengan tapisan 40 dan 125 urn. Untuk pembuatan inti dipilih serbukyang mempunyai komposisi besar butir <40 urn (tidak melebihi 50%) dan yang besamya antara 40-125 urn [S,6,7J. Dengan tatakerja yang sarna juga disiapkan serbuk U3S~-AI menggunakan U deplesi untuk keperluan pembuatan pelat bahan bakar dengan rap at muat sangat tinggi.
Tabcl 2. Variasl bcrat scrbuk UJSi1 dan scrbuk Al dalam pcmbuatan untuk rapat muat U sangat tlnggl .
Berat U3Si2
::Al Berat Total 4,8 5,1 : 5,2 4,9 5,0 13,06 13,61Muat 72,71 72,09 71,46 70,84 70,21 Rapat U yang diinginkan :: Berat 11,39 11,95 12,50 dalum g (gU/cc) dalam g
Tabcl 3. Pcrbcdaan
Ukuran
Inti dan Inti Mini
Ukuran dalam mm
: Inti
: Inti Mini
Panjang Lebar Tebal
: 100,20 61,35 3,15
: 100,20 31,50 3,15
Potongan miring pada ujung: sisi lebar sisi panjang
2,00 0,50
2,00 0,50
233
Inti mini
Prosidillg Semillar Tekn%gi serla Fasi/ilas Nuk/ir
dall Keselamalall
PLTN
Serpollg, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR - BIJAN
Sebanyak 76 inti untuk membuat pelat dengan rapat muat -3 gU/cc dan 25 inti mini untuk membuat masingmasing 5 pelat dengan rapat muat U sangat tinggi, yaitu 4,8 gUice, 4,9 gUice, 5,0 gUice, 5,1 gUice, dan 5,2 gUI ce telah disiapkan. Untuk uj i kualitas inti yang dihasilkan dilakukan pengukuran be rat dan geometri, homogenitas U dalam inti dengan radiografi serta kandungan U dengan radiometri. Hanya bila semua uji kualitas ini menunjukkan hasil yang masih sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan maka dilanjutkan dengan pembuatan saton. Sebuah inti yang memenuhi spesifikasi untuk pembuatan pelat dengan rapat muat -3 gUicc dipotong menjadi 6 bagian yang hampir sarna untuk pembuatan saton kupon. Selanjutnya inti, inti mini, dan inti kupon dibungkusbingkai dengan lembaran AlMgSi 1yang telah disesuaikan bcntuk dan ukurannya[6.IOJ,dilas (fIG) di bcbcrapa tcpi, untuk dijadikan saton standar (untuk mcmbuat FE sesuai spcsifikasi RSG-GAS) dan saton khusus (untuk mcmbuat pelat dcngan rapat muat U sangat tinggi dan kupon). Untuk saton khusus, setiap saton bcrisi dua inti mini, atau dua potongan inti. Proses fabrikasi selanjutnya dilakukan dengan tatakerja yang sarna dengan fabrikasi EB RSG-GAS16.IOJ. Demikian pula untuk uji kualitasnya, sarna dcngan uji kualitas fabrikasi EB RSG-GAS, yaitumeliputi uji lepuh, uji letak U dalam pelat dengan sinar x terhadap pelat bahan bakar setelah canai panas (>400°C) dan pemanasan, uji lepuh mikro dengan ultrasonik, distribusi U dalam pclat dengan penatahan sinar x, geometri dalam serta uji adanya titik putih pada daerah kelongsong dengan mcngamati film negatif pelat yang telah dipotong sesuai ukuran. Selanjutnya sctelah pelat yang memcnuhi semua persyaratan uji terse but dipoles, dibersihkan dari lemak dan dipikling, masih dikenai lagi pemeriksaan kedalaman gorcsan pada permukaan pelat, dimensi luar pelat, serta kontaminasi pcrmukaan. Di sam ping itu terhadap be berapa pelat dilakukan pula uji merusak untuk mcmcriksa ketebalan kelongsong dan ada tidaknya bentuk tulang anjing (dog boning) pada bagian ujung bahan bakar dalam pelat. Demikian pula kekuatan ikatan mekanik pelat dalam berkas EB setelah eanai geneetjuga diuji seeara merusak (terhadap euplikan eanai geneet, diuji tarik, kekuatan ikatan mekanik harus > 27 N/mm)[6.,oJ. Tabcl 4. HasH uji kualitas tcrhadap
Ukuran berat dan geometri
: senma inti dan mini : inti mememenuhi
: : : : : : :
: semua memenuhi : syarat
Kandungan uranium
: Keterangan
: pelat
: syarat Homogenitas U
Sebenarnya sebelum dilakukan pembuatan pelat U3Si2-AI menggunakan U diperkaya, telah dilakukan percobaan pendahuluan menggunakan U deplesi. Setelah uji fungsi dan uji dingin (menggunakan U deplesi) terhadap jalur aluminida berhasil dilakukan pada tahun 1987, dicoba untuk membuat logam paduan U3Si2 menggunakan leburbusurC"arc-melting") terhadap eampuran logam U deplesi dengan Si yang berasal dari "silicon chip" pada tahun 1988, dengan perbandingan be rat yang sedikit "hyperstoichiometric", yaitu 92,5% U dan 7,5% Si. Seperti ter- lihat pada diagram fasa U-Si pada Gambar 1sebenarnya % berat Si seharusnya berkisar antara > 4% hingga < 7,5% [II]. Hal ini dilakukan dengan perkiraan bahwa sedikit Si akan menguap pada saat pemanasan sehingga dapat dieegah/dikurangi kcmungkinan terjadinya spesi U3Si[4.7J•Pereobaan lebur busur dilakukan mengunakan alat yang sarna dengan pembuatan UAI. dan dengan tatakerja yang juga mirip. Setelah dilakukan uji visual, kimia, dan metalografi terhadap hasil leburan, dapat diketahui tatakerja yang benar untuk membuat paduan U3S~, yaitu seperti yang disebutkan dimuka14.71.Dari logam paduan ini dibuat 3 buah pelat berisi U3S~-Al menggunakan tatakerja yang mirip dengan pembuatan pelat UAlxAI dengan spesifikasi pelat RSG-GAS berapat muat U -3 gUicc. Dalam pembuatan serbuk U3Si2 dari logam paduannya tidaklah diperlukan pemanasan terlebih dahulu menggunakan tungku induksi karena sifat U3Si2 yang sudah cukup rapuh[4.7].Selanjutnya distribusi partikel serbuk U3S~ disesuaikan dengan yang tercantum dalam IAEATECDOC-467, dan dari hasil berbagai uji dan analisis sesuai tatakerja kendali mutu yang berlaku diperoleh bukti bahwa ketiga pelat memenuhi syarat mutu yang diinginkan, bahkan mempunyai margin keselamatan yang lebih tinggi daripada pelat oksida, karena kelongsong, pada rapat muat U yang sarna, lebih tebal, yaitu rata-rata >0,4 mm untuk rapat muat U .3 gUice, sedangkan untuk pelat oksida tebal kelongsong rata-rata 0,3 8 mm dengan tebal minimum 0,25 mm[61.Selanjutnya menggunakan tatakerja yang sarna dibuat 76 pelat berisi U diperkaya < 20%, dan yang tidak memenuhi persyaratan kendali mutu ada 9 pelat, seperti terlihat pada Tabel 4.
inti, inti mini, dan pclat
: inti, inti mini
Maeam uji
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
: semua memenuhi : syarat
234
Inti kupon dibuat dari inti yang memenuhi syarat dan dipotong menjadi 6 bagian yang diusahakan sarna. Uji dilakukan tehadap 76 inti dan 25 inti mini.
Prosiding Seminar Teknologi dan Kesdamalan serla Fasililas Nuklir
PLTN
: inti, inti mini
Macam uji
Lepuh setelah pemanasan
Serpong, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR - EATAN
: pelat
: 6 pelat : standar :
Letak U dalam pelat
: :
Lepuh mikro
: :
Distribusi U
:
dalam pelat
: Uji dilakukan terhadap : 50 pelat standar yang gagal : dibuat terIebih dahulu, : selanjutnya terhadap semua me: 26 pelat standar. Juga menuhi syarat : terhadap 13 pelat khu: sus yang dibuat dari 1 pelat standar : saton khusus,masinggagal : masing berisi 2 inti mini : 9 pelat standar gagal semua memenu-: terutama karena melesyarat
: puh dan 13 pelat khusus : gagal karena setelah : dipotong tdk memenuhi : syarat geometri dalam. 2 pelat standar : gagal 25 pelat khusus: gaga I setelah dipotong
Geometri dalam
: : : : :
Titik putih
: 1 pelat : standar : gagal
Kedalaman
: semua me-
goresan permukaan
: menuhi sya : rat
Dimensi
luar
: Keterangan
: Pelat standar yang ga: gal ini adalah yang ga: gal uji Iepuh mikro.
: semua memenu-: : hi syarat
Kontaminasi
: semua memenu-:
permukaan
: syarat
Uji merusak
: tebal kelong: : song rata-rata : : > 0,4mm, tidak : : ada yang < 0,25: : mm : : tidak ada : : pembentukan : : tulang anjing : :
Uji merusak dilakukan terhadap 3 buah pelat standar, dan juga cupIikan hasil canai gen cet yang menunjukkan bahwa kekuatan ikatan mekanik rata-rata > 52 N/mm (syarat hanya 27 N/mm).
Spesifikasi dan hasil uji rinci dapat dilihat pada jaminan dan kendali kualitas pada dokumen kontrakpasokanelemen bakardan elemen kendali PRSG PEBN serta dokumen hasil uji kualitas yang disertakan pada elemen bakar dan elemen kendali yang diserahkan.
235
Prosiding Seminar Telaw/ogi dan Keselamatan serta Fasi/itas Nuk/ir •
Serpong, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR - BATAN
PLTN
Jumlah gagalan ini sedikit lebih baik daripada Hal ini sangatmungkin disebabkan oleh adanya sisa stres jumlah gagalan produksi pelat oksida yang biasanya yang tidak lagi dapat diimbangi oleh ketegaran pelat sekitar 12 pelat untuk 3 lot (90 pelat). Di sam ping itu setelah dipotong. Sisa stres ini tentu saja tidak akan besar terlihat pula dari Tabel 4. bahwa kcgagalan tcrutama bila pelat tidak mempunyai dua lajur bahan bakar, sehingga dapat diperkirakan bahwa tidak akan ada disebabkan pelepuhan. Oleh karena26 inti U3Si2-AItelah mengalami penyimpanan yang cukup lama (beberapa kesulitan geometri dalam bila fabrikasi pelat dilakukan bulan) sebelum difabrikasi menjadi pelat, kiranya dapat hanya untuk satu lajur bahan bakar. Pada percobaan difahami bahwa resiko teIjadinya pclepuhan menjadi pendahuIuan hal ini tidak teIjadi untuk bahan bakar besar akibat adanya kemungkinan oksidasi inti. Ups-AI dengan rap at muat -3 gU/cc. Percobaan terhadap kupon masih berIangsung Selanjutnya dari pelat ini dirakit 3 buah EB dan telah digunakan/diuji di RSG-GAS sejak 1990. Insersi EB sehingga belum dapat diungkapkan hasilnya. Hasil pertama dilakukan ke dalam teras ke IV pada Juni 1990, sementara menunjukkan bahwa tidak ada masalah EB kedua ke dalam teras ke V pada Juli 1991, dan EB fabrikasi yangtimbuI dengan menggunakanjalurproduksi ketiga ke dalam teras ke VIII pada Januari 1993. Ketiga UA1•. Sedang dilakukan juga rencana pembuatan pelat EB silisida ini mempunyai unjuk keIja yang mcmuaskan mini yang difabrikasi menggunakan inti mini untuk sesuai pcrsyaratan RSG-GAS. Pengamatan secara visual dijadikan EB mini yang dapat sclanjutnya diiradiasi di terhadap EB ini setiap akhir dari suatu siklus teras RSG"MTR in pile loop" di RSG-GAS(13). Dalam pembuatan GAS selalu dilakukan dengan rekaman video dalam air, EB mini ini digunakan alat yang telah dibuat untuk serta dibandingkan dengan EB yang mempunyai derajat pembuatan inti mini serta modifikasi alat untuk canai bakar mirip buatan luar negeri. Mengingat sampai saat gencet. Dengan demikian dapat diharapkan ini 3 buah EB silisida ini telah mencapai derajat bakar pengembangan selanjutnya untuk fabrikasi EB silisida masing-masing >36,45%, >29,88% dan bcberapa % dengan spesifikasi yang lebih menguntungkan untuk dengan unjuk keIja yang baik, maka direncanakan untuk peningkatan pemanfaatan RSG-GAS dapat dilakukan, terus memanfaatkannya hingga mencapai derajat bakar. terIebih lagi dengan tersedianya fasilitas uj i pasca iradiasi -50%. Kiranya perlu pula diingat bahwa derajat bakar (Instalasi Radiome-talurgi). EB oksida RSG-GAS pada sa at akhir peman-faatannya Penggunaan jalur produksi UAL untuk produksi adalah -48%. Dengan demikian kiranya dapat EB U3S~-Al untuk konversi teras RsG-GAS guna peningkatan unjukkerja RSG-GAS (spes iflkas iEB diubah disimpulkan bahwajalurproduksi UAI. dapat digunakan untuk pengembangan EB silisida dengan sedikit perubahan dengan menggunakan rap at muat U tinggi) kiranya akan pada detail prosesnya tanpa tambahan investasi yang dapat dicapai pada Pelita IV. berarti. KESIMPULAN Guna pengembangan lebih lanjut terhadap bahan bakar mutakhir silisida, jalur produksi UAI. juga 1. Pengembanganelemen bakarmutakhir U3Si2-Aldapat digunakan untuk fabrikasi bcrbagai pelat berapat muat U dilakukan dengan memanfaatkanjalur produksi UAI. sangat tinggi, dengan membuat berbagai inti mini tersebut yang telah tersedia di Instalasi Produksi Elemen Bakar dimuka sampai dengan 5,2 gU/cc. Walaupun rapat muat Reaktor Riset, Pus at Elemen Bakar Nuklir, BAT AN, ini melebihi batas yang disebutkan oleh US-NRC yaitu dengan sedikit tambahan investasi untuk membuat 4,8 gUice, tetapi sebenamya masih jauh dari batas beberapa tambahan alat mekanik yang digunakan teoritisnya. Dalam praktek fabrikasi biasanya secara untuk penelitian. teknockonomis batas tcrtinggi rapat muat yang dapat Menggunakanjalurproduksi UAI yang ada, fabrikasi dicapai adalah sesuai dengan 40-45% volum bahan elemen bakar U~Si2-AI temyata lebih mudah dan lebih bakar. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa untuk U3Si2 sederhana bila dibandingkan dengan fabrikasi elemen dengan rapat muat 5,2 gU/cc setara dengan -46% volum bakar aluminida maupun oksida. bahan bakar, yang kiranya masih dapat diusahakan untuk 3. U ntuk rapat muat U yang sarna, fabrikasi elemen bakar difabrikasi tanpa gagalan yang berarti(J2). Dalam U3Si2-AI menghasilkan tebal kelongsong yang lebih pembuatan pelat dengan rapat muat U sangat tinggi telah tinggi sehingga menaikkan margin keselamatan. digunakan inti mini serta saton khusus (ukuran luar saton 4. Produksi EB U3S~-Al dengan rapat muat U yang cukhusus sarna dengan saton standar) dengan tujuan kup tinggi (> 3 gU/cc dan < 4,8 gU/cc ) guna konversi menghemat bahan. Dari 25 inti mini yang dibuat menjadi teras RSG-GAS dalam rangka peningkatan unjuk 13 saton khusus (satu saton khusus hanya berisi satu inti kerjanya diharapkan dapat dilakukan dengan mini dan satu inti AI) yang selanjutnya menjadi 13 pelat memanfaatkan jalur produksi UAI. pada Pelita VI. berapat muat U sangattinggi masing-masing pelat dengan dua lajur bahan bakar dapat dilihat bahwa semua uji kualitas dapat dipenuhi kecuali uji geometri dalam lajur bahan bakar setelah pelat dipotong. Penyimpangan geometri dalam ini tcrjadi karena adanya ketidak mampuan potongan pelatuntuk mempertahankan bentuk semuJa bahan bakardalam kelongsong sebelum dipotong.
i
236
..
.
Prosiding Seminar Tdatologi dan Keselamalan serla Fasililas Nuklir
Serpong, 9-10 Fehruari 1993 PRSG, PPTKR • BAIAN
PLTN
~ BEnAT
/
I •......• 166,0
I(I
loool·\=--..)£ ItOQI--
I . I~ to
/
I ...vI
/-
\
~-\ rr-rrr-rl I/OO,=-rf O 00 30 90,0 I 9.0 f \ ~OSP,f' q.\ I
1
" .~o~--..."-
4
81LlSltHI
\ \
\
DD'
/,.
u'
o "
1001·1-
~ y
800 I.J-
+ U S ,n.O '
1
...r
J-
v
"
ATO).( el'-'lS1U~1
Gambar 1. Diagram Fase U-Si
237
Prosidillg Semillar Teknologi dall Keselamalall serla Fasililas Nuklir
9
PLTN
Serpollg, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR - BATAN
1-~1
(J
""\
,?-'"
.J,.
~:<J'
7
\;)a.
)(
~.
'G
i,"r
~~
\)f~ /' /"
// /'/ /'
/'/'
% VOLUME
BAliAN DAKAH
Gambar 2. Rapat Muat vs % Volume Bahan Bakar
238
-
Prosiding Seminar Telaw/ogi dan Keselamatan serta Fasi/itas Nuklir
Serpong, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR - BATAN
PLTN
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para karyawan di Bidang Produksi Elemen Bakar Reaktor Riset, PEBN, BA TANyangtelah melakukan bantuan fabrikasi dan uji dalampengembangan ini, seratpara karyawan PRSGyangtelah membatu mengamati unjukkerja EB produksi PEBN.Demikian pula kepada Sdr. EriTri Muntiyatno diucapkan banyak terima kasih atas bantuannya memfonnat makalah ini.
V. DAFfAR
ACUAN.
1. DOMAGALA,
R.F., Phases in U-Si Alloys, Argonne National Laboratory, Argonne, USA, September 1986
2. ANONYM, US-NRC, NUREG-1313, Safety Evaluation Report, Related to the Evalua tion of Low-Enriched Uranium Silicide-Aluminium Dispersion Fuel for Use in Non power Reactors, USA, 1988 \
3. ANONYM, Element Fabrication Plant, Process Description, Basic and Detailed Engineer ing VolA, Hanau, 1983 4.SUW ARNO, H., SURIPTO, A., SUP ARDJO,PUTRO, ASSR II, Jakarta, May 1989 5. ANONYM, IAEA-TECDOC-467,
P.K., Experimental Work on U,SiyFuel Powder Preparation,
IAEA, Vienna, 1988
6. SOENTONO, S., SURIPTO, A., Attempt to Produce Silicide Fuel Elements in Indonesia, Proc. of XIIth International Meeting RERTR, Berlin, Sept. 1989 7. SUW ARNO,H., SARDJONO, SUP ARDJO, SURIPTO,A., PUTRO,P .K., ProsidingPenelitian Dasar I1mu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Kimia Nuklir, Biologi,dan Teknologi Proses, PPNY- BATAN, ISSN 0216-3128, Yogyakarta, 1989 8. DOMAGALA, R.F., et ai, USi and U-Si-AI Dispersion Fuel Alloy Development for Research and Test Reactors, Argonne National Laboratory, Material Science and Tech nology Division, 9700 South Cass Avenue, Argonne, Illinois, 1983 9. PUTRO,P,K., SURIPTO,A., The Determination ofCryst.11 Composition in U,Siy Fuels by Chemical Analysis and X-Ray Difractometry, Progranmle Guide Book, Second Asian Symposium on Research Reactor, No ASSR-II/73, Jakarta, 1989 10. SURIPTO, A., SOENTONO, S., Experience in Producing LEU Fuel Elements for the RSG-GAS, Proc. ofXIIth International Meeting RERTR, Berlin, 1989 11. DOMAGALA,
R.F., Proc. International Meeting on RERTR, Gatlinburg, Tennessee, USA, 1986
12. DOMAGALA,
R.F., Komunikasi Pribadi, 1988
13. ARBIE, B., SUNARY ADI, D., SUP ADI, S., MTR Loop at the MTR-GA. Siwabessy ReactorofSerponglndonesia for Testing of LEU Fuel, Proc. of XII International Meet ing RERTTR, Berlin, 1989
239
Ke Daftar Isi
Prosiding Seminar Teknologi dan Keselama/all Ser/a Fasililas Nuklir
Serpong. 9-10 Februari 1993 PRSG. PPTKR -BATAN
PLTN
WATAK "IN-PILE BAHAN BAKAR URANIUM DIOKSIDA DALAM REAKTORAIR RINGAN Oleh: Bambang Herutomo Pusat Elemen Bakar Nuklir - Badan Tenaga Atom Nasional
ABSTRAK Watak "in-pile" Bahan Bakar Uranium Dioksida dalam Reaktor Air Ringan. Uranium dioksida (U02) dalam bentuk pelet tersinter telah digunakan secara luas sebagai bahan bakar reaktor daya. Akibat iradiasi di dalam teras reaktor, pelet bahan bakar mengalami perubahan-perubahan baik dalam struktur mikronya maupun bentuk dan dimensinya. Perubahan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh karakteristik pelet tersinternya dan kondisi operasinya.
ABSTRACT In-pile Behaviour of Uranium Dioxide Fuels In The Light Water Reactor. The uranium dioxide (U02) in the form of sinter cd pellets have veen widely used as fuel of power reactor. Due to irradiation efects in the reactor core, the fuel pellets have undergone changes in their microstructure as well as their shape and dimension. Those changes are influenced by characteristics of their sintered pellets and their operation conditions.
I. PENDAHULUAN Penggunaan yang meluas·uranium dioksida (U02) dalam bentuk pelet tersinter sebagai bahan bakar reaktor daya terutama didasari olehsifat-sifat baikyangdimilikinya, sepertill,6j titik lelehnya tinggi, kestabilan dimensional dan struktural-nya baik, mampu menahan atom-atom hasil belah, sudah dipabrikasi, dll. Akan tetapi pelet tersinter U02juga memiliki sifat-sifatjelek, yaitu rapuh dan mudah retaj, daya hantar dan densitasnya rendah. Pembuatan pelet U02 yang memenuhi persyaratan sebagai bahan bakar reaktor da ya dapat dilakukan dengan mudah dan ekonomis melalui proses "cold pressing, high temperature sintering and grinding" terhadap serbuk U02 dapat tersinter. Karakteristik pelet tersinter seperti densitas, struktur pori dan butir, dll. sangat dipengaruhi oleh mutu serbuk dan variabble-variable dalam proses penyinteran.I41
Akibat iradiasi di dalam teras, pelet bahan bakar U02 me'ngalami perubahan-perubahan dalam komposisi, strukturmikro, bentuk dan dimensinya sehingga mempengaruhi kinerja elemen bakar. Semua perubahan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia dan struktur-mikro pellet, temperaturdan daya operasi, "burnup", sejarah operasi, dll. Dalam makalah ini dibahas watak "in-pile" bahan bakar U02 dalam reaktordaya airringan, yaitu pembangkitan panas dan distribusi temperatur, restrukturisasi, perubahan dimensi, pelepasan gas hasil belah dan interaksi pelet kelongsong serta pengaruhnya terhadap kinerja elemen bakar. II. WATAK "IN-PILE" BAHAN BAKAR U02 ILL Pemban!!kitan Panas Distribusi Temperature
Temperatur merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi watak "in-pile" bahan bakar U02 karena banyak proses-proses fisis seperti ekspansi . volume, densifikasi, pelepasan gas hasil belah, restrukturisasi, watakmulur, dll. sangatdipengaruhi oleh temperatur operasi bahan bakar. Temperatur operasi dan distribusinya di dalam bahan bakar ditentukan oleh besar-kecilnya panas yang dibangkitkan dan daya hantarpanas bahan bakar. lumlah panas yang dibangkitkan umumnya dinyatakan dalam bentuk panas linier, yaitujum lah panas yang dibangkitkan per-satuan panjang bahan bakar. Untuk meningkatkan efisiensi pembangkitan tenaga diinginkan bahan bakar dengan daya linier setinggi-tingginya. Akan tetapi demi keselamatan operasi, pembangkitan panas tersebut dibatasi dalam jangkau 10 sid 17 kW/rt (reaktor air ringan).I'S] Distribusi temperatur di dalam bahan bakar sangat dipengaruhi oleh daya hantar panas pelet U02 yang harganya dipengaruhi oleh temperatur, porositas dan stoikiometri; yaitu menurun dengan kenaikan temperatur dan jumlah porositas serta maksimum pada kondisi stoikiometri.12.6]. Selama operasi distribusi temperatur di dalam bahan bakar akan berubah perlahan-lahan sebagai fungsi waktu yang disebabkan oleh berubahnyajumlah porositas, stoikiometri, terbentuknya gelembung-gelembW1g gas hasil belah, berubahnya lebar celah antara pelet - kelongsong, pelepasan gas hasil belah, terdepositnya pengotorpengotor di permukaan kelongsong, dll. II.2. Restrukturlsasl. Rendahnya daya hantar panas U02 tersinter telah memaksa bahan bakar dioperasikan pada temperatur
240
Prosiding Seminar Tekn%gi Serta Fasilitas Nuk/ir
dan Kese/amatan
PLTN
tinggi dalam usaha meningkatkan efisiensi pembangkitan tenaga. Keadaan ini mengakibatkan bahan bakar mengalamai restrokturisasi karena pertumbuhan butirdan pergerakan pori. Untuk bahan bakar berporositas tinggi yang dioperasikan pada temperatur (di pusat) di atas 1800 °c tetapi masih di bawah titik lelehnya, proses restrukturisasi akan menghasilkan kanal di tengah-tengah pelet bakar (lihat gambar 1).
Serpong. 9-10 Februari 1993 PRSG. PPTKR -BATAN
"vapour transport" at au "evaporation-condentation". Pergerakan pori tersebut meninggalkanjejak berbentuk garis-garis sepanjang lintasan yang dilalui yang merupakan ciri khas zona butir kolumnar. Akumulasi pori di pusat bahan bakar akan menghasilkan kanal dalam arah aksial. Proses restrukturisasi tersebut beIjalan sang at cepat, yaitu sejak reaktor mencapai tingkat daya dan akan ber-
Gambar 1 : Tampang lintang bahan bakar U02 setelah mengalami restrukturisasi. Dari gambartersebut secarajelas dapat dilihat bahwa tampang lintang pelet terbagi dalam beberapa zona berdasarkan bentuk butirnya, yaitu [1,2,6,10,11] Zona tcrluar,yaituzona yang tersusun atas butiran yang relatifsama, baik bentukmaupun ukuratmya, dengan hasil pabriksai. Zona ini berlaku untuk yang memiliki temperatur di bawah 1500 °C. Zona butlr "coualxed",yaituzona terjadinya pertumbuhan butir secara merata dan isotropis (zona yang bertemperaturantara 1500 - 1800 0e). Laju pertumbuhan butir ini juga dipengaruhi oleh densitas pelet, yaitu semakin tinggi densitas semakin tinggi laju pertumbuhan butirnya. Efek nyata dari pertumbuhan butir "equaixid" adalah mereduksi laju pelepasan gas hasil belah dan temperatur operasi bahan bakar. Zona butir kolumnar, yaitu zona yang memiliki butiran panjang dan sempit serta berorientasi ke arah pus at bahan bakar (temperaturtinggi). Butiran ini terjadi pada zona yang bertemperatur > 1800 °c tetapi masih di bawah titik lelehnya. Butiran ini terbentuk karena gerakan pori menuju ke pusat bahan bakar melalui mekanisme
henti kira-kira setelah 24 jam. Efek nyata restro1
241
Prosiding Seminar Tekn%gi Serta Fasililas Nuklir
dall Kese/amatan
PLTN
Serpong, 9-10 Februari 1993 PRSG. PPTKR - BATAN
"r'
I I
!I
Gambar 2 : Tipikal retakan aksial dan radial bahan bakar D02 Adanya aliran plastis dari pelet bagian dalam tersebut dapat menyebabkan retakan (fragmen) pelt pada daerah luarmengalami relokasi. Sedangkan aliranplastis ke arah aksial akan mengakibatkan ujung-ujung pelet mengalami deformasi yang menghasilkan bentukseperti bambu (melebarpada kedua ujungnya). Dntuk mengatasi keadaaan tersebut, pada ujung-ujung peletdibuat cekungan ("dishing"). Selain dipengaruhi temperatur, sifat plastisitas D02 juga dipengaruhi oleh perbandingan O/U, yaitu semakin besarperbandingan O/U semakin meningkat kekuatannya terhadap deformasi plastis. Hal ini bermanfaat untuk mereduksi tegangan pada kelongsong akibat relokasi retakan pelet. II.4. Perubahan
Dimensi Bahan Bakar.
II.4.a. Ekspansi Thermal Ekspansi thermal mengakibatkan pertambahan dimensi pelet dalam arah radial dan aksial. Ekspansi dalam arah radial akan mengurangi lebar celah antara pelet dan kelongsong sehingga meningkatkan daya hantar panas celah. Jika ekspansi tersebut lebih besar dibandingkan lebar celah yang disediakan maka kontak antara pelet dan kelongsong akan terjadi. Keadaan ini tidak diinginkan karena dapat membahayakan integritas kelongsong. Akibat ketidak seragaman ekspansi maka pada ujung-ujung pelet akan melebar sedangkan pada daerah tengah menyempit (deform as i). II.4.b. Dcnsifikasi Densifikasi merupakan penyebab utama kegagalan elemen bakar pada era 1970-an (kelongsong pecah). Densifikasi adalah penyusutan volume tanpa pengaruh gaya dari luar sebagai akibat berkurangnya porositas
(jumlah atau ukuran). Menurut Ainscough(6J, peristiwa densifikasi pada bahan bakar D02 sudah terjadi pada temperatur serendah 400°C dan lajunya cenderung naik dengan kenaikan temperatur. Kecepatan berkurangnya porositas sangat dipengaruhi 0 leh ukuran pori. D ntuk pori dengan diameter kurang dari 1mikron diel iminasi lebih cepat dibanding dengan pori yang berdiameter lebih besar dari 1 mikron. Laju densifikasi menurun sesuai dengan kenaikan "burn up" dan akan berhenti setelah mencapai sekitar 30000 MWDrrUl'4). Mekanisme densifikasi telah diterangkan secarajelas oleh Sthele dan Assman[S.6), yaitu dimulai dengan pembentukan kekosongan di dalam kisi D02 melalui "fission spikepore interaction process". Dengan aktivasi thermal, kekosongan yang terbentuk bennigrasi bersamasama dengan pori menuju bidang batas butir. Selanjutnya, kekosongan dan pori akan mengalami annihilasi setelah mencapai batas butir yang mengakibatkan konstraksi volume. Selama proses migrasi dimungkinkan terjadinya pemakanan kekosongan atau pori halus oleh pori yang mempunyai ukuran relatif besar sehingga pori besar dika-takan mempunyai kecenderungan untukbertambah besar. Hal ini telah ditunjukkan oleh hsail penelitian Fhesley dkk.l6) yaitu untuk pori yang berdiameter lebih dari 10 mikron meningkatjumlahnya selama densifikasi dan penyusutanjumlah pori sangatterasa untukpori yang berdiameter kurang dari 1 mikron. Efek nyata dari densifikasi adalah membesamya lebar celah pelet - kekosongan yang mengakiba~kan turunnya day a hantar panas celah dan tekanan dalam elemen bakar. Penurunan tekanan dalam yang cepat dapat merusak integritas kelongsong
242
Prosiding Seminar Teknologi dan Keselamatan Serta Fasililas Nuklir
Serpong, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR -BATAN
PLTN
II.4.c. "Swelling" "Swelling" terjadi sebagai hasil dari penumpukan nuklida hasil belah, baik padatan maupun gas di dalam matrik bahan bakar. Dari hasil-hasil penelitian ditunjukkan bahwa laju "swelling" meningkat dengan kenaikan temperatur. Hal ini erat kaitannya dengan pengintian atom-atom gas hasil belah xenon dan kripton membentuk gelembung-gelembung gas dengan diameter sekitar 500 A. Dikarenakan gelembung-gelembung gas tersebut mempunyai densitasjauh lebih rendah dibanding dengan densitas UOz maka akan menempati ruang yang besar di dalam matrik bahan bakar. Aktivasi thermal menyebabkan gelembung gas berdifusi yang kemudian diendapkan di batas butir. Selama berdifusi gelembung-gelembung gas tersebut dapat tumbuh meneapai radius 1 sampai 5 mikron dan menyebakan "swelling" lokal sekitar 10 % (tergantung "burn up" dan temperatur). Terbentuknya gelembung-gelembung gas tersebut mengakibatkan penurunan daya hantarpanas bahan bakar sehingga akan terjadi kenaikan temperatur operasinya dan keadaan ini akan meningkatkan laju difusi dan pengendapan gelembung-gelembung gas di batas butir yang selanjutnya meningkatkan laju "swelling". Efek nyata dari peristiwa "swelling" adalah berkurangnya lebar eelah antara pelet dengan kelongsong yang mengakibatkan kenaikan koefisien hantaran panasnya. Akan tetapi apabila "swelling" lebih besar dibanding dengan eelah yang disediakan maka akan terjadi interaksi antara pelet dengan kelongsong
Karakteristik perubahan dimensi pelet akibat densifikasi dan "swelling" sebagai fungsi "burn-up" dan struktur-mikro dapat dilihat pada gambar 3. Dari gambar tampak bahwa peristiwa densifikasi sangat dominan pada awal irradiasi dan lajunya menurun sesuai dengan kenaikan "burn-up" dan jenuh setelah meneapai 6000 10000 MWD/tU (khususnya untuk pelet dengan struktur pori halus - grafik A). Setelah itu, perubahan dimensi lebih didominasi oleh peristiwa "swelling".
II.4.d. Karaktcrlstik Mulur ("Creep")
VOz
Laju mulur bahan bakar UOz sangat dipengaruhi oleh tegangan temperatur, ukuran butirdan perbandingan I oksigen dengan uranium (O/U)l2J• Karakteristik laju mulur UOz sebagai fungsi tegangan menunjukkan hubungan linier yang diskontinyu. Pada daerah tegangan rendah, kemiringan garis yang menyatakan hubungan laju mulur dengan tegangan lebih landai dibanding pada tefangan tinggi seperti terlihat pada gambar 4. Diskonti-nyuitas tersebut disebabkan oleh perubahan mekanisme mulur, yaitu dari mulur difusi ke mulur panjatan dislokasi. Tegangan transisi terjadinya perubahan mekanisme mulur dipengaruhi oleh ukuran butir dan stoikiometeri (O/U). Semakin besar angka O/U dan ukuran butir, semakin keeil tegangan transisinya[2,6]. Pengaruh ukuran butirterhadap lajumulurterutama sangat terasa pada daerah di bawah tegangan transisi, yaitu samin keeil ukuran butir maka semakin besar laju mulumya .. Sedangkan stoikiometeri, pengaruhnya terasa
!IV ,tl.t~.
V.
volum.
clu"94
o r.sultant
~ ~,.
2· ~O
BO
•
I
OW.d/IV
__
b\1r"..up
-- -- -- -- -- -"
-u .•.
rJ::\ '
----
'-
-
pOri
-
_
- - - - -
-_
-
.hrlnk'04
--=--:--=--:......•..-
Gambar 3 : Tipikal perubahan volume pelet UOz sebagai fungsi "bum up" dan struktur pori
243
Prosiding Seminar Teknologi dan Keselamalan PLTN Serla Fasililas Nuklir
Serpong. 9-10 Februari 1993 PRSG. PPTKR - BATAN
untuksegala daerah tegangan, yaitusemakin besarangka OIU maka semakin besar pula laju mulumya (pada temperatur dan tegangan yang sama)[2].
~
18·110\
o
o
g7.~--'; 11"lui(y 5S4pm 9'~inl
~, .i1'\1
DS.5%
0121014·"m
LlI:t\liIY
~"in, I'. to 19·•.•m 9".8~.dtntily
, 0"
T, 100'C
'6
14 12
~,
:I
10 I
8
. 6
r-r---t--
I
!i
I
10-4 ..:: 10-~ I
...;
0 97.5-. IO·,.,m thntity 9'1ins
,
9, .•;nl SJ7;';'density
10-8
l ':i < 10·'
c:
8
b~
6
\ \ \ \
c:
Induct
\ \ 1
.c..;
\
10-8
6.0
0.0
10.0 liT,
1.
7
J
1
STAE5S.
kN/m1
Gambar 5 : Karakteristik
7 •
Gambar 6: Karakteristik
I
10··
laju mulur
V02.
Karakteristik mulur "in-pile" V02juga dipengaruhi oleh temperatur operasinya. Pada temperatur> 1200 °C, laju mulumya didominsi oleh mekanisme aktivasi thermal sedangkan pada temperatur< 1200 °C,laju mulumya diperkuat oleh adanya kerusakan bahan karena iradiasi ("irradiation-echanced creep"). Karakteristik laju mulur "out-of pile" dan "in-pile" V02 sebagai fungsi temperatur dapat dilihat pada gambar 6. Efek nyata dari peristiwa mulur adalah bertambahnya dimensi pelet, baik dalam arah radial maupun aksial. Pertambahan dimensi dalam arah radial akan mempersempit leqar celah (koefisien hantaran panas naik) maupun interaksi pelet kelongsong. Sedangkan mulur ke arah aksial menyebabkan timbulnya tegangan yang besar pada ujung-ujung pelct sehingga pada ujung-ujung pelet tersebut terjadi pertambahan diameter yang lebih besar dibanding yang di tengah ("bamboing"). Selain itu adanya distribusi temperaturdi dalam pelat menyebabkan terjadinya perbedaan laju mulur. Pada bagian tengah pelet, yaitu pada daerah yang memiliki temperatur > 1200 °C laju mulumya jauh lebih besar dibanding dengan daerah luar yang bertemperatur < 1200 °C, sehingga bagian pelet sebelah luar mengalami retak dan relokasi.
12.0
IG.O
104 °K-'
mulur "in-pile" V02
11.5. PclcDasan Gas-Gas Hasil Bclah Gas stabil hasil belah xenon (Xe) dan kripton (Kr) memegang peranan penting dalam mempengaruhi keinerja elemen bakardikarenakan gas-gas tersebut tidak larut di dalam matrik bahan bakar sehingga dapat terlepas dari bahan bakar kemudian mengisi ruang-ruang kosong yang ada di dalam elemen bakar (pori, retakan, celah, dB.). Gas-gas yang terlepas akan menyebakan kenaikan tckanan dalam elemen bakar dan komposisi gas pengisi celah. Mekanisme pelepasan gas hasil belah dari matrik bahan bakar sangat dipengaruhi oleh temperatur operasi(I,2,s,6J. Hubungan antara temperaturdengan fraksi gas yang terlepas dapat dilihat pada tabel 1. Sedangkan gambar 6 dapat dilihat hubungan antara daya linier dengan fraksi gas yang terlepas. Tabel1: Fraksi gas hasil belah yang terlepas dari matrik bahan bakar V02 sebagai fungsi temperatur Jangkau temperatur (0C)
< 1000 1000 - 1300 1300 - 1600 > 1600
Fraksi gas yang terlepas
(%) < 0,5 setelah 3 tho < 10 setelah 3 tho < 60 setelah 3 tho < 95
Secara garis besar, hubungan antara temperatur dengan mekanisme pelepasan gas hasil belah diringkaskan sbb: Pada temperatur rendah « 1000 0C), mobilitas a-
244
Serpong, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR-BATAN
Prosiding Seminar Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasililas Nuklir
tom-atom gas hasil belah masih terlalu rendah (seolaholah dibekukan di dalam matrik bahan bakar). Hanya atom-atom gas yang tertentu di dekat permukaan bebas yang dapat terlepas melalui mekanisme langsung (akibat energi kinetik) maupun dengan "recoil" dan "knockout". Dikarenakan pelepasan hanya terjadi di dekat permukaan (sedalam 10 mikron dari permukaan) maka fraksi yang terlepas relatif kecil.
bung yang dapat terbentuk dapat mencapai batas butir dalam waktu yang relatif singkat (orde hari sampai beberapa bulan). Apabila terbentuk butir kolurnnar, yaitu pada daerah yang bertemperatur > 1800 °C, mekanisme evaporasi-kondensasi menuju kanal at au lubang di pusat bahan bakar.
II. 6. Interaksl Pelet - Kelon2:son2: Interaksi pelet-kelongsong tetjadi apabila lebar celah antarpelet kelongsong yang disediakan tidak mampu lagi mengakomudasi pertambahan diameter pelet maupun "creep-down" kelongsong akibat aplikasi tekanan pendingin. Ditinjau dari segi hantaran panas. Interaksl memJO bawa keuntungan karena panas yang dibangkitkan bahan bakar langsung dipindahkan ke kelongsong tanpa melalui celah sehingga mereduksi temperatur bahan bakar. Selain itu, interaksijuga dapat merusak integritas kelongsong, baik akibat interaksi mekanik maupun korosi tegangan. lradiasi neutron cepat menyebabkan keuletan I' . 70'bahan kelongsong menurun sehingga rapuh. Pada kondisi ~ ini apabila terjadi penaikan daya reaktor secara tiba-tiba, UI oJ VJ adanya interaksi dapat mengakibatkan pecahnya kelongIe song. Pengalaman operasi menunjukkan bahwa kerusakan kelongsong akibat korosi tegangan lebih banyakdijurnpai dibanding akibat interaksi mekanik. Besamya kerusakan 10 akibatkorosi tegangan tergantungpada besamya tegangan dan konsentrasi iodiurn. Dari hasil penelitian Peeh dkk,l2J ditunjukkan bahwa harga ambang konsentrasi iodiurn untukterjadinya retakan kelongsong karena korosi tegangan adalah 1 - 3 x 10-2 g/m3 ; di bawah harga ambang tersebut retakan tidak terjadi. Selain dipengaruhi o oleh tegangan dan konsentrasi iodiurn,lama waktu untuk J50 gagal juga dipengaruhi oleh temperatur dan "fluence" LlUE An rowEn. W/cm - neutron cepat. Untuk mengurangi efek interaksi pelet-kelongsong, Gambar 7 : Hubungan antara daya linier dengan fraksi beberapa usaha telah dilakukan mulai dari disain bahan gas belah yang terlepas dari UOr bakar maupun mode pengoperasian reaktor, yang antara lain dengan mengurangi tempcratur operas ibahan bakar, Pada temperatur antara 1000 - 1600 °C, mobilitas mengikat iodiurn bebas, melapisi permukaan kelongsong gas di dalam matrik bahan bakar bertambah besar sesuai bagian dalam dengan zirkoniurn, mereduksi "swelling" dengan kenaikan temperatur. Pada daerah ini terjadi dan mulur, mengurangi gerakan batang kendali dan proses pengintian atom-atom gas membentukgelembungmenghindari terjadinya perubahan daya yang cepat, dll. gel em bung gas dan berdifusi dengan kecenderungan ke arah temperatur tinggi yang kemudian diendapkan di batas butir. Proses pelepasan gas terjadi apabila bidang batas butir sudahjenuh dengan gel em bung sehingga terjadi persambungan antargelembungyang mengakibatkan terbentuknya terowongan atau pori terbuka. Selain itu akumulasi gelembung di batas butir akan memperlemah ikatan antar butir sehingga peristiwa retak ("crack") mudah terjadi. Untuk selanjutnya, gas-gas hasil belah akan dilepaskan melalui pori terbuka atauretakan tersebut. Dikarenakan temperatur masih relatifrendah dan proses difusi merupakan difusi gelembung maka difusi berjalan lambat dan hanya gelembung-gelembung yang terbentuk di dekat batas butir saja yang dapat tcrlepas. Pada temperatur tinggi (> 1600 0c) semua gel em-
I•
245
Prosiding Seminar Teknologi dan Keselamaran PLTN Serra Fasililas Nuklir
UOz prorllo
(alter
Serpong, 9-10 Febroarl 1993 PRSG, PPTKR-BATAN
.. "
the ramp) ••,."
-:--.
dishing
"",
..
cllJddlng
.~ "~_ ~ i"_'
UO 2.
-'--./.',
---
grain Ilsslol1
growth gas worscns
I1c<Jt transler
stress
paths 01 tllc volillile fission products
<Jnd
Iodine pClJk
0.1 mill . I
I
. I CIi1lltJlng
,/
(ZlrclJloy)
.\
Gambar 7 : Sketsa mekanisme interaksi pelet-kelongsong
III. PEMBAHASAN Watak "in-pile" bahan bakar U02 seperti yang diterangkan diatas sangat dipengaruhi oleh karakteristik pelat tersintemya seperti kandungan bahan dapat belah dan bahan penyerap, kemurnian kimia (kandungan uap air, gas-gas residu), stoikiometri, densitas dan strukturmikro (strukturpori,struktur butir), dimensi dan geometri serta kekasaran permukaan pelet, dll. maupun kondisi operasinya seperti daya linier atau temperatur, "bumup", modus pengoperasian reaktor, dll. Jumlah kandungan bahan dapat belah ~3S) yang terdapat qi dalam bahan bakar menentukan besamya panas yang dapatdibangkitkan. Sedangkan bahan penyerap (racun dapat bakar) digunakan untuk mengatur distribusi (aksial) pembangkitan panas. Kemurnian kimia bahan bakarerat kaitannya dalam menjaga integritas kelongsong. Pengotor-pengotor kimia seperti hidrogen, halida dan nitrogen yang terlepas dari bahan bakardapat menimbulkan kerusakan pada kelongsong. leh karena itu keberadaannya harus dikendal ikan dalamjumlah sekecil-kecilnya. Hidrogen yang terlepas dari bahan bakar darpat bereaksi dengan bahan kelongsong (zirkaloy) membentuk zirconium hidride ("sunburst") yang menyebabkan kelongsong menjadi rapuh. Pengotor-pengotor halida (F, Cl) merupakan sumber korosi dan dapat mcnambah cfck hidrogcn mclalui pcla-
°
dan "microphotograph"
.
penetrasi retakan.
rutan lapisan oksida yang menempel di permukaan dlam kelongsong membentuk oksida halida. Sedangkan pengotor nitrogen menyebabkan turunnya daya tahan korosi logam zirconium. dan U (O/U) Stoikiometri atau perbandingan sangat berpengaruh terhadap daya hantar panas dan sifat-sifat plastisitas pelet bahan bakar serta pembebasan hasil belah iodium. Daya hantar panas U02 mencapai maksimum untuk OIU = 2 (stoikiometri). Pengikatan iodum oleh cesium (CsI) terjadi apabila harga OIU antara 2,0 - 2,02. Untuk harga OIU lebih besar dari 2,02, hasiI
°
belah volatil iodium akan berupa iodium bebas (12), Dalam hal lain, kenaikan harga OIU juga menyebabkan kenaikan sifat plastisitas U02• Densitas, struktur butir dan strukturpori sangat berpengaruh terhadapdaya hantarpanas, sifat-sifat mekanik, laju mulur, densifikasi, "swelling" maupun penahanan gas-gas hasiI belah. Pada dasamya diinginkan bahan bakardengan densitas setinggi-tingginya agardaya hantar panasnya baik. Akan tetapi adanya porositas juga diperlukan untuk mereduksi "swelling" dan pelepasan gas-gas hasiI belah. Dimensi dan geometri pelet maupun kekasaran permukaan erat kaitannya dengan efisiensi hantaran panas ke pendingin. Semakin kecil dimensi bahan bakar maka semakin besar pula transfer panas ke pendingin.
246
Prosiding Seminar Teknologi dan Keselamatan Serta Fasilitas Nuklir
Serpong, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR - BATAN
PLTN
Semakin kecil dimensi bahan bakar maka semakin besar pula transfer panas ke pendingin sehingga temperatur operasi bahan bakar dapat lebih rendah. Reduksi temperatur operasi bahan bakar banyak membawa manfaat dalam perbaikan kinerjanya seperti mereduksi laju densifikasi, ekspansi thermal, swelling", pelepasan gas hasil belah, laju mujur, maupun interaksi pelet-kelongsong. Selain .itu, disain dan pabrikasi pelet dengan kanal di pusat juga telah dilakukan dalam usaha mereduksi temperatur di pusat bahan bakar dan sebagai penampung gas hasil belah. Tipe bahan bakar ini diaplikasikan untuk mengatasi problema-problema yang timbul dalam bahan bakar "burn-up" tinggi. Sedangkan kekasaran permukaan berpengaruh terhadap hantaran panas celah. Permukaan pelet yang halus akan memperkecil toleransi lebar celah sehingga diperoleh lebar celah yang optimum. Daya atau temperaturbahan pakarmerupakan salah satu parameter yang sangat berpengaruh terhadap watak "in-pile" bahan bakar sehingga harus dikendalikan. Reduksi temperatur operasi dengan jalan memperkecil panas linieryangdibangkitkan oleh bahan bakarmerupakan "trend" disain elemen bakar maju ("burn-up" tinggi). Reduksi temperatur dilakukan denganjalan memperkecil diameter pelet atau membuat pelet bahan bakar dengan kanal di pusatnya. "Burn-up" sangat mempengaruhi komposisi kimia bahan bakar, "swelling", kenaikan tekanan dalam, dl!. Problema utama dalam aplikasi bahan bakar "bum-up" tinggi adalah kenaikan tekanan dalam elemen bakar. Pengaturan "burn-up" dapat dilakukan dengan mengatur kandungan bahan dapat belah dan racun dapat bakar. Pengoperasian reaktor mengikuti beban ("load following") merupakan modus operasi reaktor masa depan. Dalam modus operasi seperti ini peristiwa peretakan dan relokasi bahan bakar serta interaksi pelet kelongsong menjadi sangat dominan. Perubahan daya yang tiba-tiba akan memperbesar laju terjadinya peretakan. Sedangkan kenaikan daya secara cepat dapat menimbulkan tegangan
sentak yang besar pada kelongsong sebagai ekspansi thermal bahan bakar ke arah radia!.
akibat
IV. KESIMPULAN Kinerja, baik thermik maupun mekanik, dari suatu elemn bakar reaktor air ringan sangat dipengaruhi oleh watak "in-pile" bahan bakarnya (pelet U02 tersinter), seperti pembangkitan panas dan distribusi temperatur, restrukturisasi dan perubahan struktur-mikro, pelepasan gas hasil belah, peretakan dan relokasi, densifikasi, "swelling", maupun mulur. Sedangkan watak "in-pile" bahan bakar U02 tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik pelet tersinternya serta kondisi operasinya. I Temperatur operasi bahan bakar merupakan salah satu parameter kunci karena banyak peristiwa-peristiwa di dalam bahan bakar yang dipengaruhi oleh temperatur. Rendahnya daya hantar panas bahan bakar U02 telah memaksa bahan bakar tersebut dioperasikan pada temperatur yang relatif tinggi dalam usaha meningkatkan efisiensi pembangkitan daya reaktor. Efekyang perlu diperhatikan dalam operasi temperaturtinggi tersebut adalah meningkatnya fraksi gas hasil belah yang terlepas dari bahan bakar dan terganggunya stabilitas dimensi pelet karena ekspansi thermal, kenaikan laju mulur, densifikasi, maupun "swelling". Reduksi temperaturoperasi dan pelepasan gas hasil belah merupakan "trend" disain bahan bakar reaktor air ring at maju ("burn-up" tinggi). Reduksi temperatur telah dilakukan dengan cara memperbanyak susunan elemen bakar dalam satu perangkat elemen bakar (memperkecil diameter bahan bakar) maupun dengan mempabrikasi pelet dengan kanal di pusatnya. Reduksi pelepasan gas hasil belah dilakukan dengan meningkatkan kekuatan bahan bakar untuk menahan gelembung gas hasil belah yang antara lain dilakukan dengan memperbesarukuran butir dan mengatur struktur pori. Reduksi temperatur dengan sendirinya juga ikut mereduksi pelepasan gas hasil belah.
DAFT AR PUST AKA 1. Brian R.T. Frost, "Nuclear Fuel Element (Design, Fabrication and Performance)", 1982.
Pergamon Press First Edition,
2. Donald R. Olander, "Fundamental Aspect of Nuclear Reactor Fuel Elements", TID-26711-Pl, 1976 3. H. Assman et.a!., "Oxide Fuel for Light Water Reactor- A Standarized Industrial Product", 4th International Meeting on Modern Ceramic Tech., CIMTEC, May 28 - 31 1979, Saint Vincent, Italy. 5. H. Stehle, "Performance of Oxide Nuclear Fuel in Water Cooled Power Reactor", J. Nuc. Mat. 153 (1988) 3 - 15 6. H. Stehle et.a!., "Uranium Dioxide Properties for LWR Fuel Rods", Nuc. Eng. and Dsg. 33 (1975) 230 - 260 7. G. Milleret.a!., "ResinterTesting in Relation to In-Pile Densification", Journal ofNuc. Mat. 153 (1988) 213 - 220 8. G. Muhling, "Spesification, Fabrication and Characterization of Fuel" , Kernforschungszentrum Karlshuree GmbH, Germany. 9. GB. Greenough et.a!., "Uranium Dioxide Fuel in The MK II Gas Cooled Reactor (AGR)", Nconf.49/P/501 10. JAL Robertson et.a!., "U02 Performance - the Importance of Temperature", Int. Conf. on the Peaceful Uses of Atomic Energy Vo!. 11 p. 472 11. T.J. Pashos et.a!., "Irradiation of Ceramics Fuels" Proc. of the Fourth Int. Conf. on the Peaceful Uses of Atomic Energy, Vol II p 472. 12. J.T. Adrian Roberts, "Struktucal Material in Nuclear Power System", Plenumpress, New York & London. 1981
247
Serpong, 9-10 Februari 1993 PRSG, PPTKR - BATAN
Prosiding Seminar Teknologi dan Keselamalan PLTN Serla Fasililas Nuklir
13. -----------------------, "Review of Fuel Element Developments for Water Cooled Nuclear Power Reactors" IAEA TechDoc. No. 299, 1989. 14. Robert G. Cochran et.a!., "The Nuclear Fuel Cycle: Analysis and Management", ANS-1990.
DISKUSI GUNANJAR I. Definisi pelet U02 mengakibatkan penyusutan volume lebih lanjut dapat menyebabkan pecahnya kelongsong. Mohon dijelaskan berapa % penyusutan volume pelet U02 tersebut ? Apakah hal tersebut disebabkan karena kurang sempurnanya proses sintering pelet U02 pada waktu fabrikasi ? 2. Menurot hem at kami % penyusutan volume pelet U02 itu relatifsangat kecil, sehingga pecahnya kelongsong bukan karena penyusutan tersebut. Mohon penjelasan ! BAMBANG
HERUTOMO
1. Besamya penyusutan volume karena densifikasi sangat dipengaruhi oleh ukuran (struktur) pori yang terdapat di dalam bahan bakar. Untuk bahan bakar dengan struktur pori halus ( < 1 /Am)maka penyusutan volumenya akan lebih besardibanding dengan yang mempunyai strukturpori kasar(dengan densitas yang sarna). Untuk bahan bakar dengan struktur pori halus « 1 /Am), laju penyusutan (Ll VNo) dapat emncapai sekitar 8 %. Efek ketidaksempumaan dalam proses sintering akan berpengaruhjuga terhadap penyusutan volume. Akan tetapi efeknya tidak begitu besar. Hal ini telah dibuktikan dengan proses sintering (2000° C) terhadap pelet yang telah disinter (T=1400 , 8-24 jam) temyata setelah diiradiasi masih mengalami densifikasi dengan prosentase penyusutan yang lebih besar. Selain itu proses densifikasi telah teramati pada temperaturserendah 400°C. Menurot Stehle dan Assman, Densifikasi disebabkan karena adanya proses pembentukan kekosongan di dalam kisi U02 melalui "fission Spike-Pore Interaction Process". Dengan adanya aktivasi thermal, kekosongan yang terbentuk bermigrasi bersama-sama dengan pori menuju ke bidang batas butir. Selanjutnya kekosongan dan pori mangalami annihilasi setelah mencapai batas butir sehingga terjadi konstraksi. 2. Bila ditinjau dari prosentase penyusutan volume memang kecil (sekitar 8 %). Akan tetapi, karena laju penyusutannya besar, maka seolah-olah kelongsong mendapatlmenerima tegangan kejut (dari pendingin) sebagai akibat reduksi tekanan dalam elemen bakar. Adanya tegangan kejut ini yang diduga keras menyebabkan beberapa bahan bakar gagal ("clad collapse) pada era 1970-an. Setelah dilakukan perbaikan struktur pori (posi stabil, ukuran relatif besar) temyata "clad collapse" setelah dimasukkan dalam reaktor dapat direduksi.
TRIWlKANTORO Pada operasi Temperaturtinggi, gas hasil belah tinggi. Bagaimana pengaruh temperaturoperasi ukuran butir dan sifat mulur bahan bakar ? BAMBANG
yang tinggi terhadap
HERUTOMO
Secara umum dikatakan bahwa Temperatur mempengaruhi laju pertumbuhan butir (bukan ukuran butir) dan laju mulur, yaitu semakin tinggi temperatur maka semakin tinggi pula laju pertumbuhan butir dan laju mulumya. Untuk terjadi bahan bakar U02, maka pertumbuhan butir hanya terjadi pada T> 1500°C. Di bawah temperaturtersebutbelum pertumbuhan butir dan bentuk maupun ukuran butir masih identik dengan hasil fabrikasi. Pada temperatur antara 1500°C - 1800°C akan terjadi pertumbuhan butir secara isotropis yang disebut butir "Equixed". Pertumbuhan butir "equaixed" ini terjadi karena adanya difusi atom-atom yang melintasi batas butir dari daei"ah yang mempunyai kerapatan atom jarang yang disebabkan oleh aktivasi terma!. Sedangkan pada temperatur di atas 1800°C sid titik lelehnya akan terbentuk butir kolumnar dengan bentuk panjang dan sempit serta berorientasi ke arah pusat bahan bakar sebagai hasil difusi/migrasi porosiats melalui mekanisme "Vapour Transport". Sedangkan pengaruh temperatur terhadap laju mulur U02 adalah semakin tinggi temperatur (untuk tegangan yang sarna) maka semakin tinggi laju mulumya. Di dalam "In-pile", laju mulur bahan bakar U02 selain dipengaruhi oleh Temperatur operasi juga dipengaruhi oelh kerusakan bahan akibat iradiasi neutron. Pada T > 1200°C laju mulurnya didominasi oleh mekanisme aktivasi thermal (Thermal Crup). Sedangkan pada T < 1200°C laju mulumya diperkuat oleh kerusakan karena iradiasi neutron ("irrdiation enhanced Crup").
248