POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 2, Maret 2010
ISSN : 1858-3709
Pengelolaan Penghalang (Obstacle) Bandara Dengan Sistem Informasi Geografis Pada Bandara Internasional Minangkabau Padang Obstacle Airport Management with Geographic Information System at Minagkabau Airport Era Alfansyuri Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Padang Kampus Unand Limau Manis Padang 25163 Telp. 0751-72590 Fax. 0751-72576 Email:
[email protected] ABSTRACT Flight operation zone in airport have specification and standard dimension include the vertical and horizontal space where their standard must to monitoring for the saving flight in periodic time. All the object in the vertical space in the horizontal area like the building, trees, electric pole or telecommunication tower must have the high minimum of 2% slope(obstacle) from the run way elevation. Furthermore, the data and information the obstacle object (position, high, species and property) need to collect by survey terrestris and remote sensing method. The spasial data with the attribute data collect together and organize using the Geographic Information System (GIS). In the GIS are supplies with the spasial analysis tool and query. The result analysis spasial in GIS can use for base to take decision for arrange and management the saving flight operation in airport Keywords: Obstacle, survey terrestris, remote sensing, Geographic Information System
PENDAHULUAN Kawasan keselamatan operasi penerbangan adalah tanah dan atau perairan dan ruang udara disekitar bandar udara yang digunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan. Kawasan penerbangan ini mempunyai batasan dan ukuran-ukuran tertentu baik secara horizontal maupun secara vertikal yang berdasarkan kepada suatu bidang referensi tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efesiensi operasi penerbangan. Keselamatan penerbangan secara fisik meliputi kondisi landasan penerbangan dan lingkungan sekitarnya. Untuk itu dibutuhkan suatu data dan informasi mengenai kondisi landasan dan lingkungan sekitarnya, yang dituangkan dalam sistem informasi bandara. Data-data tersebut meliputi data yang bersifat spasial (keruangan) dan data yang bersifat atribut (keterangan). Pengukuran penghalang (obstacle) bertujuan untuk mengetahui posisi dan ketinggian bangunan/ benda tumbuh di bandar udara dan sekitarnya yang
membahayakan atau diduga membahayakan keselamatan operasi penerbangan. Bangunan atau benda tumbuh meliputi benda bergerak yang didirikan atau dipasang oleh orang antara lain gedunggedung, menara, cerobong asap, pohon dan jaringan transmisi diatas tanah Sehubungan dengan pemeliharaan dan pengelolaan Bandar Udara Internasional Minangkabau maka perlu dilakukan pendataan dan inventarisasi terhadap tanaman yang menjadi penghalang operasi penerbangan Bandar Udara Internasional Minangkabau secara periodik dan berkelanjutan dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). Sistem Informasi Geografis telah banyak dimanfaatkan secara luas dalam perkembangan wilayah, yang dikarenakan kemudahan Sistem Informasi Geografis dalam melakukan analisis secara spasial dari kenampakan permukaan bumi dan hubungan dengan data dan informasinya yang berdasarkan koordinat geografi (Gharagozlou A, 2003). Dalam rangka penetapan kawasan keselamatan operasi penerbangan di bandar 99
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 2, Maret 2010
udara dan sekitarnya diawali dengan penetapan kerangka dasar dan obstacle. Penetapan kerangka dasar dan obstacle meliputi pemasangan bench mark (BM), pengukuran poligon dan pengukuran situasi detail serta dilanjutkan dengan pengukuran penghalang (obstacle). Pengukuran kerangka dasar acuan obstacle berbentuk poligon dimana pengukuran jarak dan , beda tinggi serta sudut horizontal dilakukan secara digital dengan menggunakan sistem gelombang elektromagnetik EDM
ISSN : 1858-3709
BA BT
α t
BB B
A
dAB
ΔhAB
Gambar 2. Pengukuran tachymetri
Pengukuran jarak dan beda tinggi secara optis dilakukan dengan keadaan teropong miring atau membentuk sudut kemiringan α terhadap bidang datar.
H(S cos α) α
Hi
V(S sin α)
S
Sta. A ΔhAB B
Permukaan tanah
prisma
HR
Sta. B
Gambar 1. Geometri pengukuran dengan EDM
Penentuan jarak pada bidang datar (H) adalah perkalian antara jarak pada bidang miring (S) dengan cosinus sudut miring yang terbentuk
H = S cos α
Jarak datar d AB = 100 * ( BA − BB ). cos 2 α ....(4)
..............................(1)
Sedangkan beda tinggi antara titik A dan B adalah sebagai berikut :
Δh AB + Hi = HR + S sin α Δh AB + Hi = HR + V Sehingga
Beda tinggi Δh AB = t + V − BT V = d AB .tgα tinggi titik B adalah H B = H A + Δh AB ........................(5) Dengan BA, BT, BB : bacaan benang diafragma t : tinggi alat ukur α : sudut miring Penentuan posisi horizontal suatu titik obstacle dapat dilakukan dengan cara menggunakan 2 (dua) sudut segitiga dari dua titik acuan terhadap titik obstacle yang akan ditentukan (sistem triangulasi / pemotongan kemuka) 1
Δh AB = HR + V − Hi ....................(2) Selanjutnya tinggi titik B (HB) dapat ditentukan dari titik A (HA) H B = H A + Δh AB ......................(3) Sedangkan pengukuran situasi detil dapat dilakukan dengan menggunakan metode Tachymetri, dimana pengukuran jarak datar dan beda tinggi dengan pembacaan benang stadia pada rambu serta sudut miring teropong
(dA1) α
A
β (dAB)
B
Gambar 3. Pengukuran triangulasi
100
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 2, Maret 2010
ISSN : 1858-3709
apabila jarak antara titik A dan B diukur (dAB) dan demikian pula dengan azimut dari titik A ketitik B (αAB) dan koordinat A diketahui (XA,YA), maka koordinat titik 1 dapat ditentukan dengan rumus : X 1 = X A + d A1 .Sinα A1 ................(6) Y1 = YA + d A1 .Cosα A1 ...............(7)
Sistem koordinat bandar udara Posisi secaara geografis adalah dalam posisi tiga dimensi (X,Y,Z ataupun φ,λ,h) yang dinyatakan dalam datum WGS (World Geodetic System) 1984
h
M er i d
Sumbu-Y Sumbu-Y
Sumbu-X
Gambar 5. Sistem koordinat global
•
WGS 84 adalah Sistem Koordinat Kartesian Terikat Bumi - pusatnya berimpit denganpusat bumi - sumbu Z berimpit dengan sumbu putar bumi yang melalui CTP (Conventional Terrestrial Pole) - sumbu Xnya terletak pada bidang meredian nol (Greenwich) - sumbu Ynya tegak lurus pada sumbu X dan Z dan membentuk sistem tangan kanan
•
Ellipsoid yang digunakan adalag GRS (Geodetic Reference System) 1980 yang parameter-parameternya : - semi major a = 6378137 m - sumbu pendek b = 6356752.314 m - penggepengan f = 1/ 298.2572221
Penentuan tinggi dari titik obstacle dilakukan dengan metode trigonometri, yaitu dengan menggunakan jarak horizontal yang diperoleh dari pengukuran pemotongan kemuka dan sudut miring ketitik obstacle HA α 1
Gambar 4. Metode trigonometri
Penentuan tinggi titik obstacle dilakukan dengan metode trigonometri, dimana tinggi diperoleh dari perkalian jarak datar terhadap sudut miring objek tersebut.
H A1 = d A1 x tgα .............(9) : tinggi titik obstacle : jarak ke titik obstacle : sudut miring
ϕ
bidang ekuator ellipsoid
d A1 d AB atau = sin β sin(180 − (α + β ) d B1 d AB ......................(8) = sin β sin(180 − (α + β )
Dimana : HA1 dA1 α
pusat ellipsoid
λ
jarak dari titik acuan ke titik obstacle (dA1 / dB1)dapat dihitung dengan aturan sinus
dA1
Permukaan Bumi
garis normal
ia n no l
Dimana X1, Y1 : Koordinat titik 1 (obstacle) XA, YA: Koordinat titik acuan dA1 : jarak ketitik 1 (obstacle) αA1 : Azimut ketitik 1 (obstacle)
A
P
Sumbu-Z
Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem yang berhubungan dengan informasi di permukaan bumi yang meliputi unsur-unsur spasial yang bergeoreferensi berupa detail, fakta dan kondisi. Dalam tahapan pengelolaannya SIG (penyimpanan, pemrosesan dan analisis) data-data yang digunakan disimpan dalam bentuk suatu basis data.
101
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 2, Maret 2010
ISSN : 1858-3709
Penerapan teknologi dengan basis komputer telah dimanfaatkan untuk penyajian informasi dengan prinsip geografis, sehingga dapat digunakan untuk analisa keruangan (spasial analysis). Disini peran SIG sebagai salah satu sistem informasi keruangan dapat membantu proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan suatu wilayah dan dapat dibuat sebagai suatu model. Melalui model SIG maka proses pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan serta pemantauan suatu wilayah dapat
dilaksanakan dengan cepat dan tepat dengan mengandalkan data yang optimal. SIG merupakan sistem informasi spasial yang digunakan untuk memproses data yang bergeoreferensi kedalam suatu basis data dan akan dipergunakan untuk berbagai macam keperluan seperti analisis, manipulasi dan penyajian. SIG sendiri terdiri dari beberapa sub sistem meliputi data input, data output, managemen data, manipulasi data dan analisis seperti terlihat pada gambar 6.
Input data
Spasial
Managemen data & analisis
Output data
Penyimpanan
Peta
Pemanggilan
Tabel
Atribut
Softcopy
Manipulasi & analisis Gambar 6. Sub sistem penyusun SIG
Pada tahapan analisis, sistem informasi geografis dilengkapi dengan fasilitas analisa meliputi • analisa geoprocessing yang meliputi penggabungkan feature-feature yang mempunyai nilai atribut yang sama (Dissolve features), melakukan pemotongan suatu feature berdasarkan feature yang lain (Clipping), melakukan pemotongan suatu feature berdasarkan feature yang lain dengan penggabungan atribut antara kedua feature tersebut (Intersection), menggabungkan antara dua feature sekaligus secara spasial maupun secara atribut (Union), menggabungkan antara atribut dari feature pada daerah yang sama (Spasial join) Pelaksanaan analisa geoprocessing dilakukan pada kotak dialog GeoProcessing seperti yang terlihat pada gambar 7 dengan
memasukkan shape dilakukan analisanya.
file
yang
akan
Gambar 7. Analisa geoprocessing
• •
analisa buffer, yang dilakukan untuk mendapatkan suatu bentuk disekeliling suatu feature analisa query, analisa untuk mendapatkan suatu informasi dari data tabel atribut yang selanjutnya dapat ditampilkan dalam bentuk data spasialnya
102
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 2, Maret 2010
ISSN : 1858-3709
Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk melakukan pengukuran dan inventarisasi terhadap tanaman dan tumbuhan yang berada pada daerah diluar daerah keamanan operasi penerbangan (Obstacle) Bandar Udara Internasional Minangkabau Manfaat yang hendak dicapai dari kegiatan ini adalah sebagai dasar pengelolaan daerah operasi penerbangan dan penyediaan data dan informasi ganti rugi terhadap tanaman yang berada pada daerah operasi penerbangan bersangkutan.
miring secara vertikal sebesar 2%. Sehingga pada jarak 1500 m diperoleh tinggi maksimum sebesar 30 meter.
METODOLOGI Secara garis besar pengelolaan obstacle bandara didasarkan kepada penggabungan data-data pengukuran lapangan dengan informasi masing-masing titik obstacle kedalam sistem informasi geografis sehingga terbentuk basis data titik obstacle. Pengelolaan obstacle meliputi kawasan secara horizontal dan vertikal, secara horizontal meliputi jarak sejauh 1500 meter dari masing-masing ujung landasan dengan lebar sejauh 300 m dari ujung landasan tersebut. Pada masing-masing ujung landasan mempunyai cakupan sebesar 12,5% sehingga diperoleh jarak 337.5 pada jarak 1500 m dari ujung landasan 337.5 m 12,5% 300 m 1500 m
Gambar 8. Cakupan Pengukuran Horizontal
Sedangkan cakupan pengukuran vertikal meliputi jarak horizontal sejauh 1500 m dari ujung landasan dengan sudut
30 m 2% 1500 m
Gambar 9. Cakupan pengukuran vertikal
Selanjutnya titik-titik tersebut diikatkan dengan data spasial berupa data citra IKONOS tahun 2005, yang sudah terkoreksi dan tertransformasi. Untuk spesifikasi pengukuran meliputi spesifikasi untuk pembuatan kerangka peta, yang terdiri dari metode dan alat yang digunakan serta pengukuran dan penentuan titik detil berupa titik-titik obstacle yang meliputi metode serta bentuk pengukuran. Pengelolaan halangan (obstacle) diawali dengan pengumpulan data lapangan melalui pengukuran terrestris. Pelaksanaan pengukuran terestris dimulai dengan pembuatan dan pemasangan titik kontrol (BM) dan dilanjutkan pengukuran poligon dan titik detil sebagai dasar untuk penentuan titik penghalang. Selanjutnya dilakukan pengolahan citra secara digital untuk mendapatkan gambaran permukaan kawasan bandara. Melalui pencerahan kualitas citra (image enhancement) dan transformasi citra. Pengelolaan halangan (obstacle) diawali dengan pengumpulan data lapangan melalui pengukuran terrestris. Pelaksanaan pengukuran terestris dimulai dengan pembuatan dan pemasangan titik kontrol (BM) dan dilanjutkan pengukuran poligon dan titik detil sebagai dasar untuk penentuan titik penghalang. Selanjutnya dilakukan pengolahan citra secara digital untuk mendapatkan gambaran permukaan kawasan bandara. Melalui pencerahan kualitas citra (image enhancement) dan transformasi citra.
103
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 2, Maret 2010
ISSN : 1858-3709
Pengukuran lapangan
Citra ikonos
Pemasangan BM
Image enhancement
poligon dan detil Transformasi koordinat obstacle
SIG
Pembuatan tabel atribut
Penggabungan data spasial & atribut
Basis Data SIG Data atribut
Analisis Spasial
Titik obstacle Gambar 10. Diagram alir metodologi penelitian
Data pengukuran lapangan dan hasil pengolahan citra merupakan data masukan secara spasial dalam sistem informasi dan selanjutnya digabungkan dengan informasi dalam bentuk tabel atribut. Penggabungan data spasial dan atributnya dilakukan sehingga terhimpun dalam suatu basis data yang saling terhubung dan berkaitan. Dengan adanya basis data tersebut maka dapat dilakukan tahapan-tahapan analisa secara spasial untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan pengambilan kebijakan dalam pengelolaan penghalang bandara. Spesifikasi pengukuran yang dilaksanakan disajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 1. Spesifikasi pengukuran Uraian Metode
Jarak Pengukuran
Spesifikasi Pengukuran detil/ Kerangka dasar obstacle Distance Tachymetri, Elektromagnetic Triangulasi, Measurement / Clinometer, GPS Poligon 50-150 m meter Sudut horizontal 12.5% Poligon sudut/ Biasa dan Luar biasa
Radial
Peralatan yang digunakan 1. Total Station dan atau Alat Ukur sudut Theodolit lengkap dengan perlengkapannya, digunakan untuk menentukan titik-titik acuan pengukuran obstacle
104
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 2, Maret 2010
ISSN : 1858-3709
2. Global Positioning System (GPS) sebagai alat untuk orientasi pengukuran dan pengukuran posisi obstacle sehingga pengukuran berdasarkan sistem koordinat global. 3. Clinometer sebagai alat pengukur kemiringan suatu objek terhadap suatu acuan titik tertentu dalam pengukuran tinggi titik obstacle 4. Pita ukur 5. untuk pengolahan dan penyajian data menggunakan peralatan komputer, printer dan peralatan pendukung lainnya Spesifikasi umum yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : 1. Perencanaan pengukuran dibuat diatas peta lokasi yang meliputi letak dan nomor titik-titik pengukuran yang akan dibuat. 2. Pengukuran profil memanjang dilakukan pada sumbu landasan dengan metode Distance Elektromagnetic Measurement (DEM) 3. Pengukuran jarak basis dilakukan dengan pengukuran pita ukur dan pengecekan dengan pembacaan dengan metode tachymetri 4. Pengukuran dan penentuan ketinggian dilakukan dari titik-titik poligon dengan metode tachymetri, triangulasi dan clinometer 5. Dilakukan pengikatan titik awal dan titik akhir pengukuran dengan GPS sebagai orientasi pengukuran dan penentuan posisi titik obstacle
Pengolahan tabel-tabel atribut Pengolahan tabel atribut meliputi pembuatan : • Penentuan entity, Entity merupakan individu yang mewakili sesuatu yang nyata eksisitensinya dan dapat dibedakan dengan yang lainnya meliputi entity jalan dan administrasi. • Tingkat Relasi entity (Entity Relationship), yaitu hubungan antara satu entity dengan entity lainnya Peningkatan Kualitas Citra (Image Enhancement) Pengaturan ketajaman citra (contast) merupakan suatu tahapan dasar yang sering digunkan dalam meningkatkan kualitas citra dalam pengolahan citra secara digital. Mata manusia merupakan suatu alat yang bagus untuk melakukan interpretasi secara spasial, tetapi mata manusia mempunyai kemampuan yang terbatas untuk menterjemahkan perbedaan kecil dari interval warna dan tingkat kecerahan suatu objek. Maka untuk itu sering dilakukan teknik peningkatan kecerahan yang berguna untuk mempertajam perbedaan nilai piksel (cell values) dalam interpretasi secara visual. Peningkatan kualitas citra dapat dilakukan dengan melakukan proses algoritma dari nilai spektral, dengan cara : • tekan tombol Edit transform Limits •
pada kotak dialog algoritma sehingga muncul kotak dialog tranform, seperti pada gambar 11 dibawah ini:
Pengolahan data spasial • Transformasi koordinat adalah proses penentuan suatu sistem koordinat sehingga citra atau peta mempunyai sistem koordinat yang bergeoreferensi. • Pembuatan topologi, merupakan metode matematis yang digunakan dalam mendefenisikan hubungan spasial diantara unsur-unsur. Disini akan terjadi penggabungan antara titik, luasan, dan garis
Gambar 11. Kotak dialog transform 105
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 2, Maret 2010
ISSN : 1858-3709
Pada kotak dialog terdapat beberapa fasilitas menu yang dapat digunakan, mulai dari jenis histogram yang digunakan sampai kepada pengaturan tingkat kecerahan secara manual, dengan mengatur secara terpisah dari tingkatan warna yang tersedia. pengaturan dapat dilakukan terhadap kotak dialog berupa transformasi linear, autoclip tranform, level slice transform dan lain sebagainya. Pengaturan dilakukan sehingga diperoleh hasil tampilan yang sesuai dengan tujuan klasifikasi
Sehingga diperoleh titik-titik koordinat yang berhimpitan dengan posisi sebenarnya di lapangan yang bergeoreferensi.
•
•
Gambar 14. tampilan spasial SIG
Gambar 12. Tampilan citra
Input data SIG Penggabungan data-data pengukuran kedalam basis data baik secara spasial dan tabel dapat dilakukan dengan pemanggilan file basis data koordinat (*.dbf) hasil penggukuran.
Gambar 13. kotak dialog input data koordinat
HASIL Dari hasil pengukuran dan pengolahan data pengukuran selanjutnya disajikan dalam beberapa tampilan : 1. Data pengukuran dan pengolahan data titik-titik obstacle 2. Peta profil memanjang tanaman yang menjadi penghalang (Obstacle) operasi penerbangan Bandar Udara Internasional Minangkabau 3. Peta Situasi titik obstacle Dari proses pengukuran lapangan dan pengolahan data, diperoleh data-data sebagai berikut : koordinat dan tinggi titik obstacle, status titik obstacle dan jenis titik obstacle Pada ujung landasan 33 bandara dilakukan identifikasi awal terhadap sudut obstacle sebesar 2%, dengan melakukan pengamatan terhadap objek obstacle berupa pohon kelapa yang berada pada daerah cakupan pengukuran. Dari identifikasi awal diperoleh pengamatan bahwa tidak terdapat titik-titik obstacle yang mempunyai ketinggian diatas dari ketinggian standar yang diizinkan. Selanjutnya dilakukan pengukuran secara detil terhadap titik titik tersebut untuk mendapatkan ketinggian sebenarnya dari objek tersebut. Dari pengolahan data diperoleh bahwa
106
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 2, Maret 2010
ISSN : 1858-3709
ketinggian titik-titik obstacle tersebut memang berada dibawah standar yang ditetapkan tapi mempunyai ketinggian yang rata-rata mendekati dari ketinggian maksimum yang diizinkan. Untuk itu dari hasil pengamatan dan pengukuran diharapkan adanya pemantauan dan tindak lanjut dari titik-titik obstacle yang yang berada pada ujung landasan 33 untuk waktu kedepan. Pada ujung landasan 15 juga dilakukan identifikasi awal terhadap ketinggian titik-titik obstacle dengan sudut vertikal sebesar 2%. Pada pengamatan hampir sebagian besar pohon-pohon yang berada pada wilayah cakupan mempunyai ketinggian diatas ketinggian maksimal yang ditetapkan, baik secara individu maupun secara berkelompok. Sehingga selanjutnya perlu dilakukan pengukuran terhadap ketinggian pohon tersebut sebagai titik acuan untuk ketinggian pohon lainnya. Selanjutnya dari penggabungan data lapangan dan data spasial maka terbentuk sistem basis data spasial (keruangan) dan atribut (informasi) dalam sistem informasi geografis.
PEMBAHASAN Untuk mendapatkan informasi tentang pengelolaan obstacle maka dapat dilakukan proses analisa, salah satunya dengan melakukan analisa query untuk mendapatkan suatu informasi dari data tabel atribut yang selanjutnya dapat ditampilkan dalam bentuk data spasialnya. Pelaksanaan query dapat dilakukan sebagai berikut : dari menu Theme, klik Query (Ctrl+Q), atau dari menu diklik icon , sehingga tampil kotak dialog query berdasarkan shapefile yang dilakukan query nya dan selanjutnya query dilakukan berdasarkan suatu fungsi berdasarkan nama fields dan nilai dari fields tersebut. Tabel 2. Hasil analisa obstacle Terpenuhi syarat 2% No Jenis Pohon Ya tidak 1 Kelapa 32 78 2 Durian 2 4 3 Kapas 0 1 4 Pohon Lainnya 1 3 5 Malinjo 0 1 Petai 6 0 1 7 Pinang 1 1 8 Rumbia 2 1 9 Semak Belukar 1 0 total 39 90
jumlah 110 6 1 4 1 1 2 3 1 129
Jumlah obstacle
1% 3% 1% 5% 1%
2% 2% 1%
84%
Kelapa Pohon Durian Pohon Kapas Pohon Lain Pohon Malinjo Pohon Petai Pohon Pinang Pohon Rumbia Semak Belukar
Gambar 16. Diagram penyebaran obstacle
Gambar 15. Atribut obstacle
Dari hasil analisa query diperoleh 9 (sembilan) jenis tanaman dalam kawasan pengukuran, dimana didominasi oleh tumbuhan kelapa sebesar 85.27%. Dari hasil kriteria ketinggian obstacle sebesar
107
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 2, Maret 2010
ISSN : 1858-3709
2% diperoleh 69,76% tidak terpenuhi atau dalam kata lain diluar ketinggian maksimun yang diizinkan, dengan jumlah pohon kelapa sebesar 86,67%, pohon durian 4,44% serta pohon lainnya sekitar 3,33%. Sedangkan tumbuhan lainnya sekitar 1%. SIMPULAN Diperoleh suatu basis data pengelolaan kawasan bandara berupa penyebaran titik-titik obstacle baik secara spasial maupun informasi lainnya dalam Sistem Informasi Geografis Pengelolaan Kawasan Bandara, yang mendukung untuk pengambilan keputusan dan tindakan dalan pengelolaan kawasan obstacle. Diperlukan pengelolaan lebih lanjut terutama yang berkaitan dengan pembaharuan data serta informasi kepemilikan. DAFTAR PUSTAKA Badan
Diklat Perhubungan Pusdiklat Perhubungan Udara. 2004. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan. Jakarta.
Gharagozlou, Alireza. 2003. Presenting Urban Development Model by Using Environmental Model & GIS & RS, North-West of Tehran. National Cartographic Center of Iran (NCC). Lillesand and Thomas M. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Prahasta, E. 2001. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika Bandung. _________ 2002. Sistem Informasi Geografis : Tutorial ArcView. Informatika Bandung.
108