PENGELOLAAN PEMBIBITAN KELAPA SAWIT DENGAN ASPEK KHUSUS SELEKSI BIBIT DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT (PPKS), UNIT USAHA MARIHAT, SUMATERA UTARA
ZAENAL A24062231
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN
ZAENAL. Pengelolaan Pembibitan Kelapa Sawit dengan Aspek Khusus Seleksi Bibit di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Sumatera Utara. ( Dibimbing oleh ISKANDAR LUBIS) Kegiatan ini dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa sawit (PPKS), Unit Usaha Marihat, Provinsi Sumatera Utara selama empat bulan yang dimulai dari tanggal 1 Maret 2010 sampai tanggal 19 juli 2010. Tujuan magang ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari proses pembibitan kelapa sawit, mulai dari penyemaian sampai penanaman di lapang, melakukan seleksi bibit di pembibitan dengan memperhatikan criteria seleksi bibit dan melakukan percobaan pengaruh ukuran dan jenis polibeg terhadap keragaan tumbuh dan efisiensi. Selama melaksanakan magang penulis mengikuti kegiatan di Divisi Pemuliaan khusunya pada bagian pembibitan di pemuliaan. Seleksi bibit dilakukan pada bibit Cameroon dengan menggunakan data bibit terseleksi tahap pertama sebagai informasi untuk seleksi tahap kedua. Tolak ukur yang diamati adalah kriteria bibit abnormal dan bibit normal dan persentase bibit abnormal. Pengujian pengaruh ukuran dan jenis polibeg terhadap keragaan tumbuh dan efisiensi, menggunakan percobaan faktorial dengan rancangan acak lengkap, dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jenis dan ukuran polibeg terdiri atas lima perlakuan yaitu : polibeg standar pre nursery (kontrol) (22 cm x 14 cm) (P0), polibeg kecil bening (18 cm x 9.5 cm) (P1), polibeg kecil hitam (15 cm x 5 cm) (P2), plastik Gelas (P3), dan polibeg kecil bening (13 cm x 6 cm) (P4). Sedangkan faktor kedua adalah varietas yang terdiri dari tiga varietas yaitu Simalungun, Langkat dan Yangambi. Setiap perlakuan menggunakan 75 butir kecambah, total kecambah yang digunakan yaitu 1125 butir. Masing-masing taraf perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 25 bibit dengan lima tanaman contoh. Tolak ukur yang diamati dalam pengujian ini yaitu persentase hidup bibit, jumlah daun, tinggi bibit, diameter bibit, persentase bibit abnormal dan bentuk akar. Hasil kegiatan magang yaitu penulis memperoleh pengalaman lapang, keterampilan kerja dan wawasan yang lebih luas dalam pembibitan kelapa sawit khususnya seleksi bibit. Hasil seleksi bibit tahap kedua pada bibit Cameroon
menunjukan bahwa abnormalitas disebabkan oleh dua faktor yakni faktor genetik dan faktor lingkungan. Kedua faktor tersebut dapat berinteraksi secara bersamaan. Pemeliharaan bibit termasuk dalam faktor lingkungan, pemeliharaan yang kurang tepat menyebabkan abnormalitas pada tanaman. Hasil pengaruh ukuran dan jenis polibeg terhadap keragaan tumbuh dan efisiensi seperti luas, waktu dan biaya yaitu ukuran dan jenis polibeg yang semakin kecil menyebabkan pertumbuhan terhambat (daun, batang dan akar), bibit abnormal, dan efisiensi yang berbeda. Secara keseluruhan ukuran dan jenis polibeg yang terbaik untuk pertumbuhan adalah perlakuan polibeg PO (22 cm x 14 cm) untuk varietas Simalungun dan Langkat, sedangkan pada varietas Yangambi yang terbaik adalah
perlakuan
polibeg P0 (22 cm x 14 cm) dan P1 (18 cm x 9.5 cm). Untuk pertumbuhan vegetatif bibit seperti jumlah daun, tinggi dan diameter varietas terbaik adalah varietas Langkat. Penggunaan jenis dan ukuran polibeg yang berbeda pada pembibitan awal (pre nursery) mempengaruhi juga efisiensi baik secara waktu, lahan, biaya dan tenaga. Peningkatkan efisiensi pengisian yang baik dicapai oleh perlakuan polibeg plastik Gelas P3. Untuk efisiensi luas perlakuan polibeg P4 (13 cm x 6 cm) membutuhkan luas yang paling kecil. Pengeluaran paling kecil untuk pembelian polibeg adalah perlakuan polibeg P2 (15 cm x 5 cm) dan perlakuan polibeg P4 (13 cm x 6 cm).
PENGELOLAAN PEMBIBITAN KELAPA SAWIT DENGAN ASPEK KHUSUS SELEKSI BIBIT DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT (PPKS), UNIT USAHA MARIHAT, SUMATERA UTARA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
ZAENAL A24062231
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ii
Judul
:
Nama NIM
: :
PENGELOLAAN PEMBIBITAN KELAPA SAWIT DENGAN ASPEK KHUSUS SELEKSI BIBIT DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT (PPKS), UNIT USAHA MARIHAT, SUMATERA UTARA ZAENAL A.24062231
Menyetujui : Pembimbing
(Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS) NIP: 19610528 198503 1002
Mengetahui : Ketua Departement Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
(Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr) NIP: 19611101 198703 1003
Tanggal lulus :
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 11 September 1987. Penulis merupakan anak ke tujuh dari Bapak Sanan Suteja dan Ibu Enah Maryunah. Tahun 1994 penulis lulus dari TK Annuriyah Cibanteng, Bogor. Kemudian pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SD Cihideung Ilir 03 Cibanteng, Bogor. Selanjutnya pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SMPN 1 Dramaga Babakan Raya, Bogor. Kemudian pada tahun 2006 penulis lulus dari SMAN 1 Leuwilliang Leuwilliang, Bogor. Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departement Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Pada tahun 2008 penulis mengikuti magang di OISCA JAPAN yang berada di Sukabumi selama tiga minggu. Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan masa pengenalan Department Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, mengikuti kepanitiaan
pada seminar ACS (Agricultural Career
Seminar) dan kepanitiaan pada field trip Agronomi dan Hortikultura angkatan 43.
iv
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengelolaan Pembibitan Kelapa Sawit Dengan Aspek Khusus Seleksi Bibit di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Unit Usaha Marihat, Sumatera Utara”. Skripsi merupakan syarat tugas akhir untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Demikian skripsi ini dibuat sebagai syarat menyelesaikan program studi. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sangat bermanfaat bagi penulis. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada setiap pihak yang telah memberikan dukungan dan membantu terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi. 2. Ayahanda Sanan Suteja dan ibunda Enah Maryunah tercinta atas setiap motivasi, dukungan dan doanya di setiap waktu. 3. Kakak-kakak saya Sahrul Ervani, Haerani, Aprizal, Sopian dan Yuningsih yang telah memberi doa dan semangat. 4. Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin, MS dan Ir. Supijatno, Msi yang telah menjadi penguji. 5. Dr. Ir. Iman Yani Harahap selaku Kepala Unit Usaha PPKS Marihat yang telah bersedia menerima penulis melakukan kegiatan magang dan riset di PPKS Marihat. 6. Ir. Edy Suprianto, Msc selaku manajer BRD (Breeding and Research Development) yang telah membimbing penulis selama melakukan kegiatan magang di PPKS Marihat. 7. Ir. Nanang Supena selaku pembimbing lapang dan mengarahkan penulis dalam setiap kegiatan.
v
8. Bapak Habib selaku supervisor kepala pembibitan yang telah membantu 9. Bapak Rudianto, Bapak Yabani, dan Bapak Nelson Sipayung selaku supervisor produksi yang telah membantu dalam pengenalan kegiatan magang. 10. Keluarga Ibu Nuqe Siregar untuk setiap dukungan dan motivasinya sebagai ibu angkat kami. 11. Bang Jefri beserta keluarga yang telah penulis anggap sebagai abang sendiri atas nasehat-nasehatnya. 12. Adinda Nova Miceliah yang telah memberi semangat dan menemani penulis selama menyelesaikan skripsi. 13. Teman-teman magang di PPKS Marihat, Topik Hidayat, M. Nazhri Annas, Mikolehi Firdaus dan Putra Kusuma Hadi. 14. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 43, kalian sangat berharga bagi saya. 15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan magang dan penyelesaian skripsi. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam materi maupun penulisan skripsi, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan kritik yang membangun demi kelancaran studi penulis. Akhir kata tiada seindah mutiara selain ucapan terima kasih.
Bogor, September 2010
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………x PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang..................................................................................................... 1 Tujuan .................................................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4 Botani Kelapa Sawit ............................................................................................ 4 Morfologi Kelapa sawit ....................................................................................... 5 Ekologi kelapa Sawit ........................................................................................... 7 Curah Hujan ........................................................................................................ 7 Tehnik Budidaya Kelapa Sawit ........................................................................... 8 Teknik pembukaan lahan ................................................................................. 8 Pembibitan ....................................................................................................... 9 Proses Penanaman Kelapa Sawit di Lapangan .............................................. 22 Pemeliharaan Kelapa Sawit ........................................................................... 23 Pemanenan ..................................................................................................... 25 METODE MAGANG ........................................................................................... 27 Waktu dan Tempat ............................................................................................ 27 Metode Pelaksanaan .......................................................................................... 27 Analisis Data ..................................................................................................... 29 KEADAAN UMUM ............................................................................................. 30 Sejarah ............................................................................................................... 30 Visi dan Misi ..................................................................................................... 31 Struktur Organisasi ............................................................................................ 32 Lokasi dan Letak Geografis Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat ................ 33 Sarana Penelitian dan Sumber Daya Manusia ................................................... 33 Keadaan Tanaman dan Produksi ....................................................................... 34 PELAKSAAN KEGIATAN MAGANG .............................................................. 36 Pemuliaan Kelapa Sawit .................................................................................... 36 Populasi Dasar ................................................................................................... 36 Pembibitan Pemuliaan ....................................................................................... 40 Seleksi Bibit ...................................................................................................... 55 Pengaruh Ukuran dan Jenis Polibeg Terhadap Keragaan Tumbuh dan Efisiensi ............................................................................................................. 61 PEMBAHASAN ................................................................................................... 75 Tujuan Pembibitan Pemuliaan dan Capaian Pembibitan................................... 76 Permasalahan Pembibitan Pemuliaan ................................................................ 76 Seleksi Bibit ...................................................................................................... 80
vii
Seleksi Bibit Cameroon..................................................................................... 82 Jenis-Jenis Abnormalitas ................................................................................... 84 Pengaruh Ukuran dan Jenis Polibeg Terhadap Keragaan Tumbuh dan Efisiensi ............................................................................................................. 89 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 93 Kesimpulan ........................................................................................................ 93 Saran .................................................................................................................. 94 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 95 LAMPIRAN .......................................................................................................... 97
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Standar Penyiraman Bibit pada Pembibitan Awal .................................... 13
2.
Standar Pemupukan pada Pembibitan Utama ........................................... 14
3.
Standar Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pembibitan ......................... 16
4.
Jumlah dan Lokasi Pohon Induk dan Pohon Bapak Pusat Penelitian Kelapa Sawit Tahun 2010 (Bulan Januari-Maret). ................................... 35
5.
Rekapitulasi Uji F ..................................................................................... 63
6.
Pengaruh Jenis Polibeg Terhadap Jumlah Daun, Tinggi Bibit dan Diameter Batang........................................................................................ 65
7.
Pengaruh Varietas Terhadap Jumlah Daun, Tinggi Bibit dan Diameter batang ........................................................................................ 66
8.
Interaksi Jenis Polibeg dan Varietas terhadap Jumlah Daun. ................... 68
9.
Interaksi Jenis Polibeg dan Varietas terhadap Tinggi ............................... 69
10.
Interaksi Jenis Polibeg dan Varietas terhadap Diameter ........................... 70
11.
Efisiensi Pengisian Polibeg/Hk (8 Jam) .................................................... 73
12.
Efisiensi Luas per Bedengan 8 M X 1,2 M ............................................... 73
13.
Efisiensi Harga/ Kebutuhan ...................................................................... 74
2
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Perlakuan Polibeg ..................................................................................... 28
2.
Struktur Organisasi Pusat Penelitian Kelapa Sawit .................................. 34
3.
Skema Metode Pemuliaan RSS (Pamin, 1997) ......................................... 37
4.
Penanaman Kecambah: (a) Posisi Penanaman/Penyemaian Kecambah dan (b) Penanaman Kecambah di Pembibitan Awal ............... 43
5.
Pengelompokan Bibit: (a) Pengelompokan Pembibitan Awal, (b) Papan Nama Pengelompokan, dan (c) Pengelompokan Pembibitan Utama. ....................................................................................................... 44
6.
Penyemprotan Pestisida. ........................................................................... 45
7.
Seleksi Tahap Kedua. ................................................................................ 46
8.
Pemupukan Bibit Kelapa Sawit. (a) Bentuk Pupuk. (b) Cara Pemupukan di Pembibitan Utama. ........................................................... 51
9.
Penyemprotan Pestisida di Pembibitan Utama. ........................................ 52
10.
Bibit Hasil Seleksi di Pembibitan Utama. ................................................. 53
11.
Persentase Abnormalitas pada Cameroon Tipe DxD................................ 56
12.
Persentase Abnormalitas pada Cameroon Tipe TxT ................................ 56
13.
Persentase Tingkat Abnormalitas pada Bibit Cameroon .......................... 57
14.
Persentase Crown Desease pada Bibit Cameroon .................................... 58
15.
Persentase Kerdil pada Bibit Cameroon ................................................... 58
16.
Persentase Bibit Tegak pada Cameroon ................................................... 59
17.
Persentase Bibit Terhambat pada Cameroon ............................................ 59
18.
Persentase anak daun rapat pada bibit cameroon ...................................... 60
19.
Persentase Anak Daun Jarang pada Cameroon ......................................... 60
20.
Persentase Etiolasi pada Cameroon .......................................................... 61
21.
Persentase Tumbuh Bibit .......................................................................... 64
22.
Bentuk Akar Pada Tiap Perlakuan: (a) Perlakuan PO, (b) Perlakuan P1, (c) Perlakuan P2, (d) Perlakuan P3, dan (e) Perlakuan P4.................. 71
23.
Persentase Abnormalitas dan Bibit/Kecambah Mati Pada Simalungun ............................................................................................... 72
24.
Persentase Abnormalitas dan Bibit/Kecambah Mati................................. 72
25.
Persentasi Abnormalitas dan Bibit/Kecambah Mati Pada Varietas Yangambi .................................................................................................. 73
3
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3.
Halaman Jurnal Mingguan Kegiatan Magang di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) ...................................................................................................... 98 Tabel Sidik Ragam Jumlah Daun, Tinggi dan Diameter Bibit ............... 106 Gambar Bibit Abnormal pada Pembibitan Awal dan Pembibitan Utama.......................................................................................................111
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) saat ini merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting di sektor pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya. Hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia. Perkembangan ekspor yang terus meningkat disertai dengan harga yang semakin membaik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri menunjukkan bahwa tanaman kelapa sawit cukup potensial untuk dikembangkan. Tingginya permintaan industri dalam negeri maupun permintaan dunia terhadap minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil ) menyebabkan perkembangan
perkebunan kelapa sawit baik PTPN, swasta
maupun perkebunan rakyat meningkat. Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan (2009), pada tahun 2004, luas areal tanaman kelapa sawit di Indonesia adalah 5 284 723 ha dengan produksi sebesar 10 830 389 ton minyak sawit dan Indonesia mengekspor 8 661 647 ton minyak sawit. Jumlah ini meningkat pada tahun 2009 dimana luasnya menjadi 7 300 000 ha dengan hasil produksi sebesar 19 440 000 ton per tahun. Dari jumlah tersebut sekitar 4 000 000 – 5 000 000 ton dipasarkan dalam negeri sisanya untuk ekspor. Setiap tahunnya bertambah sekitar 400 000 ha lahan baru perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Mengalirnya investasi di perkebunan kelapa sawit membuka peluang bagi usaha pembibitan. Tahun 2006 dan 2007, industri pembibitan kelapa sawit Indonesia sudah tidak sanggup memenuhi permintaan benih kecambah kelapa sawit akibat terus melonjaknya permintaan. Menurut Direktorat perbenihan dan sarana produksi (2007) saat ini di Indonesia terdapat delapan produsen kecambah dan bibit kelapa sawit yang secara resmi diakui oleh pemerintah Indonesia. Produsen benih dan bibit tersebut yaitu : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, PT Socfindo, PT London Sumatera (Lonsum), PT Tunggal Yunus Estate, PT Dami Mas, PT Bina Sawit Makmur, PT Tania Selatan, dan PT. Bakti Tani Nusantara. Data Lembaga Riset
Perkebunan Indonesia (2006) menunjukkan,
secara nasional kebutuhan bibit kelapa sawit tahun 2006 sekitar 240 000 000 bibit,
2
kapasitas kedelapan produsen bibit tersebut mampu mensuplai 141 000 000 bibit pada tahun 2006 dan meningkat pada tahun 2009 sebanyak 215 000 000 bibit. Pembibitan merupakan langkah kunci keberhasilan dalam budidaya kelapa sawit. Pembibitan kelapa sawit yang baik dan sesuai dengan standar akan memudahkan pencapaian yang optimum dalam budidaya kelapa sawit (Lubis, 2008). Pembibitan merupakan awal kegiatan lapangan yang harus dimulai paling lambat satu tahun sebelum penanaman di lapangan. Tujuan pembibitan kelapa sawit adalah untuk menghasilkan bibit berkualitas tinggi yang harus tersedia pada saat penyiapan lahan tanam telah selesai. Pembibitan yang dikelola secara baik akan menghasilkan bibit yang baik dalam jumlah yang memadai untuk penanaman di lapangan. Menurut Pahan (2008), pembibitan memberikan kontribusi yang nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pembibitan diperlukan karena tanaman kelapa sawit memerlukan perhatian yang tetap dan terus menerus pada umur 1-1.5 tahun pertama. Persiapan lahan pembibitan yang baik memungkinkan bibit dapat tumbuh dengan baik terutama pada awal pertumbuhan. Hal ini dikarenakan bibit akan tumbuh dan bertahan kirakira setahun lamanya pada lahan tersebut (Hartley, 1977). Bibit yang yang telah ditanam di pre nursery atau main nursery perlu dipelihara dengan baik agar pertumbuhannya sehat dan subur, sehingga bibit akan dapat dipindahkan ke lapang sesuai dengan umur dan saat tanam yang tepat. Bibit yang baik diperoleh dengan melakukan seleksi. Hanya bibit yang mempunyai pertumbuhan dan bentuk yang normal saja yang akan di tanam ke lapangan (Soebagyo, 1997). Seleksi merupakan kegiatan mengidentifikasi bibit yang tidak normal dan selanjutnya memusnahkannya (Soebagyo, 1997). Seleksi bertujuan untuk menghindari terangkutnya bibit abnormal ke tahap pembibitan selanjutnya (Buana et. al. 2003). Seleksi yang sangat ketat dilakukan agar benar-benar di dapat bibit yang sehat dan jagur sehingga saat di tanam di lapangan mampu tumbuh dan berkembang dengan baik serta berproduksi tinggi (Darmosarkoro et al., 2008). Seleksi bibit yang ketat akan menghidari terangkutnya bibit abnormal ke lapangan yang dapat menyebabkan berkurangnya hasil produksi dari tanaman tersebut (Lubis, 2008). Melihat permasalahan tersebut, perlu diadakan kegiatan magang pengelolaan pembibitan dengan aspek khusus seleksi bibit kelapa sawit.
3
Tujuan Tujuan umum kegiatan magang adalah : 1. Mengetahui kondisi lapangan dan belajar untuk terjun langsung ke lapangan. 2. Mengetahui kondisi perkebunan kelapa sawit. Tujuan Khusus kegiatan magang adalah : 1. Mempelajari proses-proses pembibitan kelapa sawit. 2. Mengetahui seleksi bibit kelapa sawit yang baik. 3. Mempelajari pengaruh ukuran dan jenis polibeg terhadap keragaan tumbuh dan efisiensi.
4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Upaya klasifikasi kelapa sawit sudah dimulai sejak empat abad yang lalu (abad ke-16) dan dilanjutkan pada abad-abad selanjutnya. Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal dari Amerika. Asal tanaman kelapa sawit (Elaeis giuneensis jacq.) secara pasti belum bisa diketahui. Namun, ada dugaan kuat tanaman ini berasal dari dua tempat, yaitu Amerika Selatan dan Afrika (Guenia). Spesies Elaeis melanococca atau Elaeis oleivera diduga berasal dari Amerika Selatan dan spesies Elaeis guineensis berasal dari Afrika (Guenia). Brazil dipercaya sebagai tempat di mana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara, dan Pasifik Selatan. Bibit kelapa sawit pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1848 berasal dari Mauritus dan Amsterdam sebanyak empat tanaman yang kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara (Lubis, 1992). Perkebunan kelapa sawit
pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera
Utara oleh Schad (Jerman) pada tahun 1911. Taksonomi kelapa sawit adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Angiopspermae
Sub kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Spadiciflorae
Keluarga
: Palmaceae
Sub keluarga : Cocoideae Genus
: Elaeis
Spesies
: Elaeis guineensis Jacq.
5
Morfologi Kelapa sawit Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil. Batangnya lurus, tidak bercabang dan tidak mempunyai kambium tingginya dapat mencapai 15-20 m (Lubis, 2008). Tanaman ini berumah satu atau monoecious, bunga jantan dan bunga betina berada pada satu pohon. Bagian vegetatif terdiri atas akar, batang, dan
daun,
sedangkan
bagian
generatifnya
yakni
bunga
dan
buah
(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Akar Calon akar muncul dari biji kelapa sawit yang dikecambahkan disebut radikula, panjangnya dapat mencapai 15 cm dan mampu bertahan sampai 6 bulan (Lubis, 2008).
Akar primer yang tumbuh dari pangkal batang (bole) ribuan
jumlahnya, diameternya berkisar antara 8 dan 10 mm. panjangnya dapat mencapai 18 cm. Akar sekunder tumbuh dari akar primer, diameternya 2-4 mm. Dari akar sekunder tumbuh akar tersier berdiameter 0.7-1.5 mm dan panjangnya dapat mencapai 15 cm (Lubis, 2008). Batang Batang
membengkak
pada
pangkal
(bole),
bongkol
ini
dapat
memperkokoh posisi pohon pada tanah agar dapat berdiri tegak (Sastrosayono, 2008). Dalam satu sampai dua tahun pertama pertumbuhan batang
lebih
mengarah kesamping, diameter batang dapat mencapai 60 cm. setelah itu perkembangan ke atas dapat mencapai 10 – 11 m dengan diameter 40 cm. Menurut Lubis (2008) pertumbuhan meninggi ini berbeda - beda untuk setiap varietas. Daun Daun pertama yang tumbuh pada stadium benih berbentuk lanset (lanceolate), kemudian muncul bifurcate dan setelah dewasa berbentuk menyirip (pinnate) ( Lubis, 2008). Pada tanaman dewasa dapat menghasilkan 40-60 daun dengan laju dua daun /bulan dan satu helai daun hidup fungsional dua tahun. Panjang daun bisa mencapai 5-7 m terdiri dari : satu tulang daun (rachis), 100-160
6
pasang anak daun linear, dan
satu tangkai daun (petiole) yang berduri
(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Bunga Tanaman kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12-14 bulan, tetapi baru ekonomis untuk di panen pada umur 2,5 tahun (Lubis, 2008). Bunga kelapa sawit merupakan monoecious, bunga jantan dan bunga betina dalam satu pohon. Satu inflor dibentuk dari ketiak setiap daun setelah diferensiasi dari pucuk batang. Jenis kelamin jantan atau betina ditentukan 9 bulan setelah inisiasi dan selang 24 bulan baru inflor bunga berkembang sempurna. Bunga-bunga betina dalam satu inflor membuka dalam tiga hari dan siap dibuahi selama 3-4 hari. sedangkan bungabunga yang berasal dari inflor jantan melepaskan serbuk sarinya dalam lima hari. Penyerbukan yang umum terjadi biasanya penyerbukan silang namun kadang juga sendiri (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Buah Buah kelapa sawit adalah buah batu yang sessile (sessile drup), menempel dan menggerombol pada tandan buah. Jumlah per tandan dapat mencapai 1600, berbentuk lonjong membulat. Panjang buah 2-3 cm, beratnya 30 gram. Bagianbagian buah terdiri atas eksokarp atau kulit buah dan mesokrap atau sabut dan biji. Eksokarp dan mesokarp disebut perikarp. Biji terdiri atas endocarp atau cangkang, dan inti atau kernel. Sedangkan inti tersebut terdiri dari endosperma dan embrio (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Biji Biji merupakan bagian buah yang telah terpisah dari daging buah dan sering disebut noten atau nut yang memiliki berbagai ukuran tergantung tipe tanaman (Lubis, 2008). Biji kelapa sawit terdiri atas cangkang, embryo dan inti atau endosperm. Embrio panjangnya 3 mm berdiameter 1,2 mm berbentuk silinderis seperti peluru dan memiliki dua bagian utama. Bagian yang tumpul permukaannya berwarna kuning dan bagian lain agak berwarna kuning. Endosperm merupakan cadangan makanan bagi pertumbuhan embryo. Pada
7
perkecambahan embrio berkembang dan akan keluar melalui lubang cangkang (germpore). Bagian pertama yang muncul adalah radikula (akar) dan menyusul plumula (batang) (Lubis, 2008). Ekologi kelapa Sawit Curah hujan Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit adalah diatas 2000 – 2500 mm/tahun, tidak mengalami defisit air dan merata sepanjang tahun (Lubis, 2008). Sedangkan menurut Buana, Siahaan dan Adiputra (2003), curah hujan rata-rata tahunan yang memungkinkan untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 1250-3000 mm merata sepanjang tahun, curah hujan optimal berkisar 1750-2500 mm. Penyinaran matahari Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman heliofil atau menyukai cahaya matahari. Penyinaran matahari sangat berpengaruh terhadap perkembangan buah kelapa sawit. Tanaman yang ternaungi karena jarak tanam yang sempit, pertumbuhannya akan terhambat karena hasil asimilasinya kurang. Penyinaran sinar matahari yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit yakni 5 – 7 jam/hari (Lubis, 2008). Tanah Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik dibanyak jenis tanah seperti podsolik, latosol, hidromofik kelabu, regosol, andosol, organosol dan alluvial. Hal yang penting bagi tanaman kelapa sawit adalah tidak kekurangan air pada musim kemarau dan tidak tergenang air pada musim hujan (drainase baik) (Hartley, 1977). Di lahan-lahan yang permukaan air tanahnya tinggi atau tergenang, akar akan busuk. Selain itu pertumbuhan batang dan daunnya tidak mengindikasikan produksi buah baik. Kesuburan tanah bukan merupakan syarat mutlak bagi perkebunan kelapa sawit.
8
Suhu Suhu berpengaruh pada produksi dan melalui pengaruhnya terhadap laju reaksi biokimia dan metabolisme dalam tubuh tanaman. Suhu 20°C merupakan batas minimal dan suhu 33°C merupakan suhu maksimum, bagi pertumbuhan vegetatif
dan suhu rata-rata tahunan sebesar 22-23°C (Buana et al., 2003).
Sedangkan menurut Lubis (2008) temperatur yang optimal bagi tanaman kelapa sawit 24-28°C, terendah 18°C dan tertinggi 32°C. Kelembaban 80% dan kecepatan angin 5 – 6 km/jam. Tehnik Budidaya Kelapa Sawit Teknik pembukaan lahan 1. Cara mekanis Pembukaan lahan secara mekanis dilakukan dengan menggunakan traktor. Mula-mula, tunggul-tunggul kayu ditumbangkan dengan buldoser dan didorong sampai tepi jurang. Tujuan penempatan pohon ditepi jurang untuk menghalangi mengalirnya topsoil (tanah bagian atas) kedalam jurang jika terjadi hujan. Setelah itu, tanah yang datar dicangkul dengan traktor. Lahan yang kemiringannya lebih dari 18% tidak ditraktor karena dikhawatirkan terjadi erosi ketika hujan atau traktornya bisa terguling (Buana et al., 2003). 2. Cara kimia Persiapan lahan dengan bahan kimia dilakukan pada areal lahan berupa padang ilalang atau lahan-lahan yang kemiringannya lebih dari 18%. Penyemprotan bahan kimia dilakukan pada musim kemarau. Bahan kimia yang dipakai adalah bahan yang bersifat sistemik, seperti bustofan, glyphosate, dowpon, dan dalapon (Lubis, 2008). 3. Pemasangan ajir Ajir adalah kayu atau bambu yang ditancapkan ditempat-tempat yang akan ditanami tanaman kelapa sawit. Ajir ini sebagai tanda bagi kontraktor atau buruh untuk membuat lobang tanam. Jarak tanam yang dipakai 9 x 9 x 9 meter dengan
9
pola segitiga sama sisi sehingga dalam satu hektar ada 142 tanaman (Setyamidjaja, 2006). Barisan dibuat dari arah utara ke selatan, kecuali dilereng-lereng dan puncak-puncak gunung yang curam dibuat searah kontur. Pemasangan ajir ini tidak mudah karena selain memperhatikan kelurusan barisan tanaman, juga serongannya. Pemasangan ajir disisi timur atau barat sebagai tanam patokannya (Buana et al., 2003). 4. Pembuatan lubang tanam Lubang tanam dibuat minimal dua minggu sebelum tanam agar mudah diperiksa jumlah maupun ukurannya, tanah cukup matang, dan tidak terburu-buru waktu tanam. Pada titik pancang dibuat lubang 60 x 60 x 60 cm3. Tanah atas (top soil) hasil galian diletakan disebelah kanan dan sub soil di sebelah kiri (Lubis, 2008). 5. Menanam tanaman penutup tanah (legum cover crop) Penanaman tanaman penutup tanah, baik yang dilakukan sebelum maupun sesudah bibit ditanam, merupakan usaha yang sangat dianjurkan di perkebunan kelapa sawit. Jenis tanaman penutup tanah biasanya dipilih dari jenis kacangkacangan (legum) seperti Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, Mucuna bracteata, Centrosema pubescens. Tanaman penutup tanah bermanfaat sebagai penghindar tanah dari bahaya erosi, guguran daun dan bintil akarnya bisa memberi tambahan unsur Nitrogen (N) pada tanah dan sebagai bahan organik untuk memperbaiki struktur tanah, menekan pertumbuhan alang-alang dan gulma lain, dapat menghisap banyak air agar pada lokasi rendah tanahnya kering (Lubis, 2008). Pembibitan Bibit merupakan bahan tanaman yang siap untuk ditanam di lapangan. bibit bisa berasal dari organ reproduktif (benih) atau hasil perbanyakan vegetatif (ramet) (Buana et al., 2003). Pembibitan merupakan cara atau usaha yang dilakukan untuk mengecambahkan bahan tanaman agar menjadi bibit yang bermutu dan berkualitas serta siap untuk ditanam. Pembibitan merupakan awal kegiatan lapang yang harus dimulai setahun sebelum penanaman dimulai (Lubis,
10
2008). Pembibitan bertujuan untuk menghasilkan bibit berkualitas tinggi yang harus tersedia pada saat penyiapan lahan tanam telah selesai (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Sedangkan menurut Buana, Siahaan dan Adiputra (2003) sasaran akhir dari kegiatan pembibitan adalah menyediakan bibit yang asli dan jagur. Bibit kelapa sawit yang asli dan jagur merupakan jaminan untuk memperoleh kebun dengan produktivitas tinggi. Pembibitan kelapa sawit merupakan langkah permulaan yang sangat menentukan keberhasilan penanaman di lapangan, sedangkan bibit unggul merupakan modal dasar dari perusahaan untuk mencapai produktivitas dan mutu minyak kelapa sawit yang tinggi (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Menurut Lubis (2008) ditinjau dari luasnya memang pembibitan relatif kecil tetapi volume kerja cukup padat dan biayanya cukup besar. Untuk pemeliharaan pembibitan diperlukan 5 sampai 6 orang setiap hari setiap hektar. Diperlukan dana sebanyak 20 – 25 juta rupiah per ha pembibitan setiap tahun (Lubis, 2008). Pembibitan diperlukan karena benih tanaman kelapa sawit tidak dapat di tanam secara langsung dilapangan, terlebih dahulu harus dilakukan pengelolaan pembibitan agar hasilnya maksimal. Menurut Pahan (2008) alasan diperlukannya pembibitan terutama pada kelapa sawit yakni : 1). Keadaan kecambah kelapa sawit yang mudah diserang insekta, tikus dan hama lain, 2). Bahan tanaman memerlukan ketegakan habitusnya sehingga tidak miring atau roboh, serta 3). Pembibitan diperlukan untuk memperpendek waktu
antara
persiapan lapangan dan penanaman pertama sehingga begitu lahan siap tanam bibit sudah siap untuk ditanam. Baik pembibitan pendahuluan maupun pembibitan utama memerlukan lokasi yang baik dan aman (Lubis, 2008). Menurut Lubis (2008) hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan areal pembibitan yakni : 1). Dekat dari sumber air, tersedia air sepanjang tahun namun tidak kebanjiran waktu musim hujan, 2). Dekat dari pengawasan dan mudah untuk dikunjungi, 3). Tidak jauh dari areal yang akan ditanami jika mungkin ditengah lokasi untung mengurangi biaya pengangkutan, 4). Dekat dari sumber tanah untuk pengisian kantong plastik (top soil), 5). Jika areal bergelombang atau berbukit perlu dibuat teras-teras yang sesuai dengan kemiringannya, 6). Perlu dibuat barak pekerja agar mudah diawasi.
11
Biji kelapa sawit secara normal tidak dapat berkecambah dengan cepat karena adanya sifat dormansi (Sastrosayono, 2008). Menurut Pahan (2008) jika benih langsung ditanam pada tanah atau pasir maka persentase daya kecambahnya setelah 3-6 bulan hanya 50%. Untuk mematahkan dormansi dapat dilakukan dengan pemeraman tandan buah (fermentasi I) selama tiga hari untuk merontokan buah dan pemeraman kedua (fermentasi II) selama tiga hari (Satrosayono, 2008). Setelah daging dalam sabut membusuk, bijinya dipisahkan dikeringkan dan disimpan selama dua bulan (Satrosayono, 2008). Pertumbuhan bibit pada mingguminggu pertama sangat tergantung pada cadangan makanan di dalam endosperm (minyak inti). Cadangan makanan tersebut berisi karbohidrat, lemak dan protein. Menurut Pahan (2008) faktor utama dalam perencanaan dan pengelolaan pembibitan dilakukan atas dasar : 1). Pemusatan pembibitan yang permanen di satu tempat dengan pembibitan yang tersebar dibeberapa tempat, 2). Pembibitan dilakukan di lapangan (tanah) dengan pembibitan yang dilakukan dalam polibeg, 3). Pembibitan sistem polibeg satu tahap (single step nursery) dengan pembibitan sistem dua tahap (double step nursery). 1. Sistem pembibitan Pembibitan kelapa sawit telah banyak mengalami kemajuan yang sangat berarti. Menurut Lubis (2008) sampai tahun 1963 pembibitan masih menggunakan bibit tanam (field nursery). Kecambah ditanam dalam bak pasir selama satu bulan kemudian ditanam langsung di tanah pada lokasi pembibitan. Sistem ini sudah tidak digunakan lagi karena memiliki banyak kelemahan dan tidak efisien. Kemudian sistem pembibitan berkembang dengan menggunakan keranjang yang terbuat dari bambu dan pelepah kelapa sawit. Namun kesukaran memperoleh bambu dan pelepah serta keranjang yang cepat rusak menjadi kendala baru sehingga sejak tahun 1965 keranjang diganti dengan dengan kantong plastik hitam (black polythene). Setelah ditemukannya plastik tersebut mulai muncul dua sistem pembibitan kelapa sawit yakni sistem langsung atau sistem pembibitan langsung di lapangan dan sistem tidak langsung, pre nursery dan main nursery (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Menurut Pahan (2008) umumnya pembibitan di lapangan tidak dipakai lagi karena memerlukan areal yang luas dan
12
perawatan yang lebih intensif pada fase-fase awal penanaman kecambah. Selain itu, sistem langsung pemindahan bibit dari pembibitan akan sulit. Pembibitan secara tidak langsung terbagi antara pre nursery dan main nursery. a. Pre nursery Pada pre nursery atau pembibitan awal dapat dilakukan pada bedenganbedengan yang tanahnya ditinggikan sampai mencapai 35 cm atau bibit ditanam dalam polibeg kecil berupa tanah bagian atas (top soil) yang sudah dibersihkan (Sastrosayono, 2008). Ciri utama pembibitan tahap awal adalah penggunaan kantong plastik berukuran kecil, sehingga jumlah bibit per ha areal pembibitan menjadi banyak. Untuk areal pembibitan dipilih lahan yang rata dan datar (tidak miring), berdrainase lancar, dekat sumber air, tetapi tidak rawan banjir (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Pada pre nursery bibit ditanam dan disusun rapat sampai berumur 3-4 bulan (Lubis, 2008). Dalam waktu 3-4 bulan pertama dari pertumbuhan bibit diperlukan naungan agar intensitas cahaya yang diterima bibit sekitar 40% (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Bibit ditanam pada kantong plastik kecil berukuran 14 x 22 cm rata dengan tebal 0,07 mm. tanah yang diisikan adalah tanah atas (top soil) yang disaring. Kecambah ditanam dengan plumula menghadap ke atas dan radikula ke bawah sedalam 2-3 cm (Lubis, 2008). Pembibitan awal merupakan tahap yang menentukan keberhasilan dalam pengelolaan bahan tanaman selanjutnya (Buana et al., 2003). Pemeliharaan bibit di pembibitan awal
dilakukan dengan pengisian dan
penyusunan polibeg, alih tanam, penyiraman, pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan seleksi bibit (Pahan, 2008). Setelah pembibitan awal bibit dipindahkan ke pembibitan utama (main nursery). b. Main nursery Pada pembibitan utama (main nursery) bibit dari pembibitan awal dipindahkan ke kantong pelastik yang lebih besar berukuran 40 x 50 cm pada umur sekitar empat bulan (Sastrosayono, 2008). Pelaksanaan transplanting dari pembibitan awal ke pembibitan utama merupakan tahap krusial dan memerlukan perhatian yang lebih (Buana et al.,2003). Pada main nursery bibit diletakkan dengan jarak tanam 90 x 90 x 90 cm atau dalam satu ha bersisi sebanyak 12 000
13
bibit (Lubis, 2008). Pemeliharaan bibit di pembibitan utama hampir sama dengan pembibitan awal dilakukan dengan pengisian dan penyusunan polibeg, alih tanam, penyiraman, pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan seleksi bibit (Pahan, 2008). 2. Penyiraman bibit Ketersediaan air sangat penting bagi pertumbuhan bibit. Pemberian air juga memerlukan perhatian dan ketelitian, karena baik kelebihan atau kekurangan air sama-sama berdampak negatif (Buana et al.,2003). Pemberian air biasa dilakukan dengan sederhana, sprinkler irrigation, dan drip irrigation. Frekuensi dan banyaknya air siraman ditentukan oleh pola curah hujan di lokasi pembibitan. Bibit memerlukan air 6-8 mm curah hujan per hari (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Pada pembibitan awal (pre nursery) Bibit memerlukan penyiraman sebanyak 0,25-0,50 liter/bibit dua kali sehari pada pagi dan petang (Lubis, 2008). Selain itu penyiraman harus dilakukan secara hati-hati agar kecambah atau bibit tidak terbongkar. Sedangkan standar penyiraman pada pembibitan utama (main nursery) ada pada Tabel 1: Tabel 1. Standar Penyiraman Bibit pada Pembibitan Awal Umur bibit (Bulan)
Kebutuhan air (liter/pokok/hari)
0–3
1 (dengan sprinkler 1,5 jam)
3–6
2 (dengan sprinkler 1 jam dan 45 menit)
6 – 12
3 (dengan sprinkler 2-3 jam)
3. Pemupukan Persediaan hara yang tersimpan dalam biji segera habis pada awal pertumbuhan kecambah bibit, sehingga kebutuhan unsur hara selanjutnya harus dipenuhi dengan pemupukan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Pemberian pupuk pada bibit sangat jelas memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan namun jika pemberian berlebihan akan berpengaruh menekan pertumbuhan (Lubis, 2008). Interaksi antara unsur N, P, K, sangat nyata berbeda dan bibit sangat peka terhadap perubahan perimbangan antara unsur-unsur hara (Thomas dan Hardon, 1968 dalam Lubis, 2008). Bibit kelapa sawit sangat cepat pertumbuhannya dan
14
membutuhkan banyak pupuk. Pupuk yang digunakan bisa pupuk tunggal maupun majemuk (Pahan, 2008). Pada pembibitan awal (Pre nursery) Bibit muda memerlukan pupuk agar tumbuh lebih baik. Pupuk urea (0,20%) dapat disemprotkan sekali seminggu dimana campuran lima liter cukup untuk 100 bibit (Lubis, 2008). Untuk pembibitan utama pupuk yang digunakan ada pada Tabel 2: Tabel 2. Standar Pemupukan pada Pembibitan Utama Umur (Minggu)
Jenis Pupuk (gram/pokok) 15-15-6-4
2 dan 3
2,5
4 dan 5
5,0
6 dan 8
7,5
10 dan12
10,0
14, 16, 18, dan 20 19 dan 21 22, 24, 26, dan 28 23 dan 25 30, 32, 34, dan 36 27, 29, dan 36 38 dan 40
12-12-17-2
Kieserite
10,0 -
5,0
15,0
-
-
7,5
20,0
-
-
10,0
25,0
Sumber : Fidber Chan dan E. L. Tohing (1982): Pemupukan bibit kelapa sawit
4. Pengendalian gulma Pengendalian gulma bisa dilakukan baik pada pembibitan awal maupun pembibitan utama (Sastrosayono, 2008). Pengendaliannya dapat dilakukan dengan manual dengan tangan yakni mencabut gulma pada kantong plastik sekali dalam dua minggu atau dengan kored dan garu untuk wilayah di sekitar kantong bibit dengan siklus 2-3 minggu (Lubis, 2008). Apabila dengan cara kimia bisa menggunakan herbisida ametrin, simazin, dan diuron 2 - 2,5 kg dilarutkan dalam 500 liter air untuk 1ha (Lubis, 2008). Jenis-jenis gulma diantaranya : Ageratum conyzoides, Cynodon dactylon, Axonopus compressus, Cyperus rotundus,Boreria latifolia, Mimosa sp., dan lain-lain (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).
15
5. Pengendalian hama dan penyakit Untuk mendapatkan bibit yang sehat dan prima pengendalian hama dan penyakit sangat penting. Dalam pelaksanaannya diperlukan pengenalan yang baik, tanda serangan awal, tindakan preventif yang akan diambil dan tindak lanjut (Lubis, 2008). Secara umum ada tiga jenis gangguan yang dapat menghambat pertumbuhan bibit, yaitu serangan hama, penyakit yang disebabkan oleh patogen, dan penyakit fisiologis (Pahan, 2008). Hama umumnya merupakan jasad makro yang kasat mata, sedangkan penyakit biasanya disebabkan oleh jasad renik seperti cendawan, bakteri dan lain-lain. Pada umumnya serangan hama di pembibitan tidak berarti, tetapi kadang-kadang dapat merugikan. Beberapa hama merugikan diantaranya : Tungau, jangkrik, belalang, ulat, kumbang, semut dan siput (Lubis, 2008). Penyakit yang menyerang pembibitan diantaranya penyakit fisiologis (karena kekurangan unsur hara) dan yang disebabkan pathogen seperti penyakit : blast,
Anthracnose,
Helminthosporium
dan
penyakit-penyakit
daun
(Melanconium, Corticium dan lain-lain) (Setyamidjaja, 2006). 6. Transplanting (alih tanam) Transplating dilakukan setelah tanaman berumur 3-4 bulan (pre nursery) dan transplanting ke lapangan setelah 10-12 bulan. Alih tanam bibit harus per nomor kelompok supaya tidak tercampur dengan kelompok bibit lainnya (Pahan, 2008). Menurut Hartley (1977) pemindahan bibit ke lapangan sangat dipengaruhi kesehatan bibit di pembibitan. Hanya bibit yang sehat dan jagur saja yang dipindahkan (alih tanam) agar bisa tumbuh dan beradaptasi dengan baik (Lubis, 2008). 7. Standar pertumbuhan bibit Angka standar pertumbuhan bibit sangat diperlukan sebagai pelaksana pembibitan guna melihat perkembangan pertumbuhan bibitnya. Menurut Lubis (2008) bibit dapat hidup sendiri setelah umur tiga bulan dimana akar primer dan sekunder telah terbentuk dan pada saat ini penggemukan batang sudah dimulai. Daun berubah-ubah bentuknya dari lanceolate menjadi bifurcate dan kemudian berbentuk pinnate pada umur 5-6 bulan. Fotosintesis dimulai pada umur satu
16
bulan yaitu ketika daun pertama telah terbentuk dan selanjutnya secara berangsurangsur peranan endosperm sebagai suplai bahan makanan mulai tergantikan. Pertumbuhan bibit banyak dipengaruhi jenis persilangan, tindakan kultur teknis, media tanah, jarak tanam, pemupukan, hama penyakit, penyiraman dan lain-lain (Lubis, 2008). Beberapa standar pertumbuhan bibit dilihat dari beberapa komponen seperti : 1). Tinggi tanaman yang diukur dari pangkal atau dasar batang sampai ke ujung daun termuda yang telah kembang. Terlebih dahulu daun ditegakan ke atas lalu diukur dalam cm. 2). Batang yang diukur dengan menggunakan kaliper sehingga diameternya diperoleh atau dengan melilitkan tali pengukur sehingga dapat diketahui lingkarannya. 3). daun yang dihitung dari banyaknya daun yang ada dan hanya daun yang sudah berkembang yang dihitung. Standar pertumbuhan bibit ada pada Tabel 3: Tabel 3. Standar Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di Pembibitan Umur
Tinggi (cm)
(Bulan)
Batang/diameter (cm)
Banyak daun
4,5
26,0
±
1,3
1,30
±
0,02
5,0
±
0,2
6
39,9
±
1,1
1,84
±
0,02
8,6
±
0,2
7
52,2
±
1,4
2,70
±
0,12
10,8
±
0,3
8
64,3
±
0,6
3,56
±
0,04
11,0
±
0,0
9
88,3
±
2,5
4,50
±
0,15
13,3
±
0,3
10
101,9
±
5,1
5,96
±
0,33
15,8
±
0,1
11
144,1
±
3,9
5,84
±
0,14
15,6
±
0,3
12
126,9
±
7,0
6,02
±
0,24
15,8
±
0,4
Sumber : Lubis, Adlin U (1974): Standar Pertumbuhan bibit kelapa sawit di pembibitan. Laporan Intern Pusat Penelitian Marihat, P. Siantar, Indonesia
8. Seleksi bibit Tidak semua bibit yang disemaikan di pembibitan awal dan dipelihara di pembibitan utama akan berkembang menjadi bibit yang unggul. Sekitar 25% dari jumlah benih yang akan disemaikan akan di afkir dari pembibitan karena tumbuh abnormal (Darmosarkoro et al., 2008). Keberadaan tanaman abnormal di lapangan sangat merugikan. Hal ini dikarenakan pohon tersebut tidak dapat berproduksi, dan bila berproduksi hanya 25-50% dari produksi tanaman normal. Jika
17
dilapangan dijumpai tanaman abnormal 5% maka kerugian produksi akan mencapai lebih dari 4,42% (Lubis, 2008). Pengamatan di Marihat pada tanaman 1958 dan di Bah Jambi tanaman 1968 menunjukkan bahwa produksi tanaman abnormal hanya 61% dan 65% saja dari tanaman normal bahkan ada yang sama sekali tidak berproduksi (Akiyat dan Lubis, 1982c; Lubis, 1973c). Salah satu cara untuk mengantisipasi hal tersebut melalui pelaksanaan seleksi yang ketat pada pembibitan sebelum dipindahtanamkan menurut Lubis (2008) tindakan tegas sewaktu di pembibitan perlu dilakukan seperti segera memusnahkan bibit yang dicurigai abnormal, memperketat pengawasan terutama seleksi akhir dan memperkecil kerusakan sewaktu pembongkaran, pengangkutan dan penanaman. Selain itu, dianjurkan untuk melakukan tindakan pembongkaran sejak dini terhadap pohon-pohon yang diketahui abnormal di lapangan (Fauzy et al., 1999). Timbulnya pohon abnormal dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor genetis dan faktor lingkungan. Abnormalitas yang disebabkan oleh faktor genetis bersifat menetap dan diturunkan kepada generasi selanjutnya. Sedangkan abnormalitas yang disebabkan oleh faktor lingkungan bersifat sementara (Fauzy et al., 1999). Pada tanaman kelapa sawit, abnormalitas dapat terjadi pada bagian vegetatif dan generatif keadaan ini dapat disebabkan oleh keadaan lingkungan, sifat genetis tanaman atau keduanya. Abnormalitas yang disebabkan oleh keadaan lingkungan pada umumnya dapat diperbaiki atau dicegah melalui tindakan kultur teknis, seperti pemupukan. Sedangkan abnormalitas yang disebabkan oleh sifat genetis sulit untuk diperbaiki (Fauzy et al., 1999). Abnormalitas yang disebabkan secara genetis dapat terjadi karena beberapa hal, salah satu diantaranya adalah proses inbreeding. Gejala abnormalitas ini dapat dilihat pada tanaman dengan ciriciri kaku, merunduk, terputar, memiliki rachis pendek/panjang, dan kerdil. Ciriciri itu umumnya ditemui di tahap pembibitan gejalanya yakni bergaris putih (chimere), memiliki anakan (vivipary), steril, dan bercak oranye (orange spotting) (Fauzy et al., 1999). Abnormalitas yang disebabkan oleh faktor lingkungan dikenal disebut abnormalitas accidental. Abnormalitas ini masih memungkinkan untuk diperbaiki. Abnormalitas accidental terjadi dikarenakan oleh faktor manusia dan faktor lingkungan itu sendiri. Abnormalitas yang disebabkan oleh faktor manusia diantaranya, terbakarnya daun-daun pada tanaman dan pelukaan pada
18
akar serta batang tanaman. Abnormalitas ini terjadi karena kekeliruan kultur teknis, antara lain kesalahan pemupukan, kesalahan penanaman, drainase yang buruk, serta kesalahan kultur teknis lainnya. Faktor lingkungan yang menyebabkan abnormalitas antara lain banjir, angin keras, kebakaran, naungan, dan gangguan hama/penyakit (Fauzy et al., 1999), sedangkan menurut Lubis (2008) abnormalitas juga dapat terjadi karena : 1). Salah tanam seperti terbalik, terlalu dalam atau dangkal, 2). Tanah terlalu padat hingga akar sulit terbentuk, 3). Tanah bercampur batu, kayu dan lain-lain karena tidak disaring, 4). Kurang pelindung, terbakar karena kekeringan, 5). Kurang siram, atau tergenang atau akar busuk karena ada kantong air pada kantongan, 6). Tanah terlalu penuh hingga akar terbongkar, pupuk hanyut dan air tidak terserap tanah, 7). Gangguan hama dan penyakit, 8). Salah pupuk, kena serangan hama dan keracunan pestisida, 9). Jarak tanam terlalu rapat, 10). Kantongannya pecah, 11). Tanahnya kurang sesuai terlalu asam (peat = gambut), dan 12). Air penyiraman kurang baik (asin, mengandung racun dan lain-lain). Seleksi merupakan kegiatan memilih yang terbaik dari beberapa pilihan. Menurut Soebagyo (1997) Seleksi bibit adalah kegiatan memilih bibit yang baik dan membuang bibit yang abnormal. Seleksi bibit perlu dilakukan agar diperoleh tanaman yang sehat sehingga saat di tanam mampu tumbuh dengan baik (Lubis, 1992). Sedangkan menurut Darmosarkoro et al. (2008) Seleksi bertujuan untuk menghindari terangkutnya bibit abnormal ke tahap pembibitan selanjutnya. Seleksi bibit harus dilakukan dengan cermat untuk memastikan bahwa bibit yang ditanam di lapangan merupakan bibit yang baik dan sehat. Bibit-bibit abnormal yang ikut ditanam ke lapangan dapat mengurangi homogenitas tanaman sehingga dapat menurunkan potensi produksi. Satu hal yang perlu disadari adalah bahwa bibit abnormal selalu di dapatkan pada setiap pembibitan (Darmosarkoro et al., 2008). Seleksi bertujuan memperoleh bibit yang sehat dengan memisahkan bibit yang abnormal dari pembibitan. Menurut Buana et al. (2003) bibit abnormal dapat disebabkan oleh faktor genetik, kesalahan kultur teknis atau serangan hama dan penyakit. Seleksi bibit harus dilakukan secara hati-hati dan sangat cermat untuk menghindari
terbuangnya
bahan
tanaman
yang
baik
(Soebagyo,1997).
19
Pelaksanaan
seleksi
harus
dilakukan
secara
bertahap
pada
tiap
persilangan/bedengan dengan membuang bibit abnormal. Untuk seleksi bibit kelapa sawit dilakukan sebanyak tiga kali, seleksi pertama dilakukan pada waktu pemindahan bibit ke pembibitan utama (main nursery). Seleksi kedua dilakukan setelah bibit berumur empat bulan di pembibitan utama. Seleksi terakhir dilakukan sebelum bibit dipindahkan ke lapangan. Bibit dapat dipindahkan setelah berumur 12-14 bulan (Darmosarkoro et al., 2008). Dengan ditemukannya kantong plastik sebagai media tumbuh bibit maka seleksi bibit menjadi lebih mudah dibandingkan dengan pembibitan langsung di tanah (field nursery) (Lubis, 2008). Bibit yang mati atau abnormal dapat segera dibuang dengan mencabut dari kantongnya dan jika masih diperlukan dapat digunakan kembali. Bibit dapat digeser pindah
dan efisiensi pemupukan
penyiraman akan lebih tinggi (Lubis, 2008). Pengamatan visual perlu dilakukan terhadap seluruh parameter pertumbuhan bibit dengan cara membandingkan antara satu bibit dengan bibit lain yang berasal dari persilangan yang sama. Berdasarkan
hasil
pengamatan,
dapat
diketahui
keadaan
bibit
yang
penampilannya menyimpang dari bibit normal yang telah ditentukan (tinggi, jumlah pelepah, dan besar bonggol) serta beda populasi yang ada seperti kerdil, penyakit tajuk (crown desease), pertumbuhan berputar, daun tidak membuka dan lain-lain. Setelah diseleksi maka bibit-bibit abnormal dapat diklasifikasikan per jenis keabnormalannya sekaligus diketahui presentasenya. Seleksi bibit dilakukan dengan melakukan inspeksi pada setiap jangka pertumbuhan tanaman. Seleksi dilakukan per kelompok dengan meletakan bibit mati/afkir
di
bagian
ujung
kelompok/persilangan
berbatasan
dengan
kelompok/persilangan lain dalam satu bedengan. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pencatatan dan pembuatan berita acara pemusnahan bibit mengingat bibit abnormal harus dikumpulkan dan dimusnahkan. Seleksi yang ketat di PN dan MN yang dilakukan dengan baik merupakan jaminan untuk memperoleh bibit yang baik dan seragam dalam pertumbuhannya (Darmosarkoro et al., 2008). Seleksi yang kurang keras dilakukan akan membawa sebagian bibit abnormal tertanam di lapangan. Seleksi yang kurang tajam dapat disebabkan karena : 1). Kurangnya pengertian terhadap akibat tertanamnya bibit abnormal di
20
lapangan, 2). Kurang mengenal tanda-tanda bibit yang abnormal, 3). Karena kurang bibit maka seleksi di piringan dan 4). Sulit melaksanakan karena ditanam terlalu rapat atau terlambat dilakukan (Lubis, 2008). Menurut Soebagyo (1997) untuk mencegah terbuangnya bahan tanaman yang baik maka seleksi ini harus dikerjakan oleh orang yang sudah menguasai pekerjaan ini dengan baik atau terlatih.
Dengan melakukan hal tersebut maka akan didapatkan hasil yang
maksimal saat melakukan seleksi. a. Seleksi bibit kelapa sawit di pembibitan awal (pre nursery) Pada pembibitan awal seleksi harus dilakukan sebelum tanaman dipindahkan ke pembibitan utama untuk menghindari tanaman yang abnormal dan kontaminasi dari bibit yang terkena penyakit (Soebagyo, 1997). Tanaman normal pada umur 3 bulan
biasanya memiliki 3-4 helai daun dan telah sempurna
bentuknya (Buana et al., 2003). Menurut Buana et al. (2003) persentase bibit yang terseleksi saat transplanting ke pembibitan utama mencapai 5-10 %. Seleksi bibit di PN sebaiknya dilakukan tiga tahap. Dengan memberi tanda yang dibuat dari patok kayu kecil yang ujungnya di cat dan di tancapkan dalam polibeg yang bibitnya tidak memenuhi syarat (abnormal). Seleksi pertama di lakukan terhadap kecambah yang tidak tumbuh, ditandai dengan patok yang berwarna putih. Seleksi kedua merupakan pra seleksi terhadap bibit-bibit abnormal ditandai dengan patok berwarna biru, dan seleksi terakhir dilakukan terhadap bibit yang diyakini tumbuh abnormal ditandai dengan patok berwarna merah (Darmosarkoro et al., 2008). Menurut Soebagyo (1997) Kriteria seleksinya yakni : daun seperti rumput (Grass leaf), daun bergulung (Rolled leaf), daun Berputar (Twisted leaf), daun tidak terbuka (Collante), daun berkerut (Crinkled leaf), daun dengan strip kuning (Chimera), tanaman kerdil (Runt), tanaman sakit (Diseased). Bibit-bibit tersebut harus dimusnahkan karena bisa merusak pertanaman dan merugikan. b. Seleksi bibit di pembibitan utama (main nursery) Perbedaan pertumbuhan bibit di pembibitan utama dapat disebabkan oleh faktor genetis dan perbedaan kultur teknis yang diterima masing-masing bibit (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Kegiatan seleksi diharapkan hanya pada tanaman abnormal yang disebabkan oleh pengaruh faktor genetis, sehingga
21
diusahakan tidak terdapat kesalahan kultur teknis yang dapat menyebabkan timbulnya tanaman abnormal (Buana et al., 2003). Seleksi di pembibitan utama dilaksanakan secara bertahap karena munculnya gejala sejalan dengan bertambahnya umur bibit. Seleksi dapat dilaksanakan pada saat bibit berumur 4 bulan atau seleksi tahap pertama dengan memberi pancang pada bibit-bibit yang kemungkinan abnormal, seleksi tahap kedua (8 bulan) pancang yang telah ada dibiarkan untuk bibit yang masih menunjukan gejala abnormal dan mencabut pancang untuk bibit yang telah pulih pancang ditambahkan apabila bibit yang menunujukan gejala abnormal ditemukan, dan saat akan dipindahkan kelapangan (12 bulan) bibit abnormal dipisahkan untuk kemudian dimusnahkan (Darmosarkoro et al., 2008). Tetapi menurut Sastrosayono (2008) tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan seleksi pada saat ditemui bibit abnormal di luar waktu yang telah ditetapkan. Menurut Buana, Siahaan dan Adiputra (2003) beberapa faktor yang dapat memperbesar persentase bibit tidak normal antara lain : 1.Kesalahan menanam pada saat pindah tanam dari pembibitan awal ke pembibitan utama. Bila bibit ditanam terlalu dangkal maka pertumbuhan tanaman akan menggantung dan mudah rebah, 2. Penyiraman kurang merata, terlalu deras atau tidak cukup penyiraman pada masing-masing tanaman. Hal ini akan menyebabkan pertumbuhan yang heterogen pada hamparan pembibitan yang sama, 3. Kesalahan dalam pemberian pupuk, herbisida atau pemakaian obat-obatan. Tindakan ini dapat mengakibatkan daun tanaman ini terbakar, 4. Penempatan jarak tanam yang terlalu rapat sehingga terjadi persaingan dalam memperoleh sinar matahari. Jarak tanam yang dianjurkan adalah segitiga sama sisi 90 cm x 90 cm x 90 cm, 5. Pemindahan bibit pada pembibitan awal terlalu cepat akan menimbulkan “scorching” sedangkan pemindahan bibit yang terlambat akan menimbulkan pertumbuhan yang meninggi (etiolasi). Menurut Soebagyo (1997) Kriteria seleksinya yakni : Pelepah tegak (Barren/Sterile), Pelepah memendek, rata atas (Top flat), Pelepah dan anak daun lemas (Limp/Flacit), Pelepah tidak pecah, bentuk muda (Juvenile), Jarak anak daun pendek (Short internode), Jarak anak daun lebar (Wide internode), Jarak daun sempit (Narrow pinnae), Anak daun lebar dan pendek (Short broad leaf), Sudut anak daun tajam (Acute pinnae insertion.)
22
9. Bibit Cameroon Cameroon merupakan jenis kelapa sawit yang diintroduksi langsung dari Negara asalnya Kamerun. Jenis ini baru pertama kali di budidayakan di Indonesia. benih yang langsung didatangkan dari Kamerun di tanam dan dipelihara di beberapa perusahaan kelapa sawit di Indonesia. Jenis Cameroon sangat intensif diperhatikan pertumbuhannya pada pembibitan awal dan pembibitan utama. Pemeliharaan dilakukan secara maksimal dan selalu memperhatikan setiap fase pertumbuhannya mulai dari fase vegetatif pengukuran jumlah daun, tinggi dan diameter dan fase generatif yakni adanya bunga yang sudah tumbuh. Setiap informasi tersebut dicatat secara teratur dan berkesinambungan. Keunikan dari jenis ini pertumbuhannya sangat cepat dibandingkan dengan jenis-jenis yang lebih dahulu ada dan fase generatif yang sangat cepat karena pada pembibitan utama tanaman ini sudah mampu menghasilkan bunga. Kurangnya informasi dan deskripsi jenis tersebut menjadikan jenis kamerun menjadi jenis yang paling di perhatikan. Selain pengamatan vegetatif dan generatif faktor abnormalitas tanaman sangat diperhatikan. Seleksi bibit dilakukan dengan sangat ketat pada pembibitan awal dan pembibitan utama. Informasi mengenai abnormalitas pada jenis ini belum diketahui secara jelas oleh petugas seleksi, hal ini menyebabkan petugas sedikit mengalami kendala dalam melakukan seleksi. Setiap ciri abnormalitas benar-benar diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan seleksi yang menyebabkan terangkutnya bibit abnormal atau sangat mungkin terseleksinya bibit yang sehat. Seleksi dilakukan dengan mekanisme standar seleksi yang telah berlaku dan setiap ditemukan ciri-ciri abnormalitas tanaman ditandai dan dilaporkan kepada pihak yang lebih mengenal tanaman tersebut untuk dianalisis apakah termasuk abnormal atau merupakan ciri petumbuhan tanaman tersebut baik vegetatif maupun generatif. Apabila tanaman tersebut pasti memperlihatkan ciri-ciri abnormalitas maka tanaman tersebut langsung dipisahkan dan diafkirkan. Proses penanaman kelapa sawit di lapangan Penanaman kelapa sawit di lapangan sangat penting, karena akan menentukan produksi dan kelangsungan hidup tanaman. Penanaman merupakan
23
aktivitas utama yang menentukan tingkat keberhasilan usaha suatu perkebunan (Pahan, 2008). Penanaman di lapangan dilakukan setelah bibit berumur 12 bulan dan telah dilakukan seleksi terakhirnya (Lubis, 2008). Dua minggu sebelum tanam, bibit diputar agar akarnya yang menembus tanah terputus dan telah beregenerasi (Lubis, 2008). Umumnya pola tanam kelapa sawit berbentuk segi tiga sama sisi. Penanaman biasanya disesuaikan dengan pola musim hujan, dimana kelembaban tanah cukup tinggi untuk merangsang perkembangan akar sehingga bibit cepat menyesuaikan diri dengan keadaan di lapang (Pahan, 2008). Dengan tahapan yaitu pembuatan lubang tanam, pemupukan dasar, dan terakhir penanaman bibit kelapa sawit yang dilakukan pada bulan Oktober dan sudah harus selesai pada akhir bulan Februari. Pada bulan Oktober, hujan sudah mulai turun sehingga tanaman tidak kekurangan air. Sementara itu, pada bulan Februari juga masih ada hujan (Buana et al., 2003). Pemeliharaan kelapa sawit 1. Pengendalian gulma Gulma di kelapa sawit harus dikendalikan supaya secara ekonomi tidak berpengaruh secara nyata terhadap hasil produksi. Alasannya, gulma akan menghambat jalan para pekerja, gulma menjadi pesaing tanaman kelapa sawit dalam menyerap unsur hara dan air, serta kemungkinan gulma menjadi tanaman inang bagi hama atau penyakit yang menyerang kelapa sawit (Buana et al., 2003). Pengendalian gulma bisa dilakukan dengan mekanis seperti menggaruk dan mencabut dengan tanah atau menggunakan bahan kimia seperti ametrin, simazin, dan diuron (Lubis, 2008). 2. Kastrasi (cuci bunga) Kastrasi merupakan istilah di perkebunan kelapa sawit yang artinya membuang semua bunga yang ada pada tanaman kelapa sawit muda atau TBM (tanaman belum menghasilkan) baik bunga jantan maupun betina yang dilakukan sebulan sekali (Lubis, 2008). Dimulai saat tanaman berumur 14 bulan dan berlangsung selama 10 – 12 bulan atau 6 bulan sebelum panen perdana dimulai (Lubis, 2008). Secara fisiologis, kastrasi menguntungkan karena semua hasil
24
fotosintesis akan tersalurkan untuk pertumbuhan batang sehingga batang pohon kelapa sawit tetap tegap dan sehat. Alat kastari berupa besi penjepit yang diberi tangkai. Caranya, bunga dijepit, lalu ditarik dan didorong hingga putus (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). 3. Penyerbukan bantuan Bunga pada tandan hanya dapat berkembang menjadi buah yang sempurna jika terjadi penyerbukan oleh tepung sari terhadap putik atau yang disebut dengan polinasi. Polinasi dapat terjadi dengan bantuan angin dan serangga (Lubis, 2008). Serangga yang biasa digunakan untuk membantu penyerbukan kelapa sawit adalah SPKS Elaeidobius kamerunicus. Penyerbukan bantuan dilakukan karena bunga jantan dan bunga betina tumbuh ditempat terpisah. Masa antesis bunga jantan tidak selalu sama dengan masa reseptif bunga betina (Lubis, 2008). Penyerbukan bantuan dilakukan 1 bulan setelah kastrasi dihentikan dan diakhiri setelah tanaman berumur 7 tahun. Penyerbukan buatan ini dilakukan setiap 3 hari sekali. Pelaksanaannya, areal penyerbukan bantuan dibagi 3 seksi, A pada hari senin, B selasa, C rabu, dan seksi A lagi pada hari kamis. 4. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian ini perlu dilakukan mengingat hama dan penyakit akan berpengaruh terhadap hasil produksi. Jika hama dan penyakit akan menyerang tanaman sawit tidak cepat diberantas, produksi buah akan turun, baik secara kuantitas maupun kualitas (Sastrosayono, 2008). 5. Pemupukan Pemupukan merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan hasil produksi. Biaya yang dikeluarkan untuk pemupukan berkisar 40-60% dari biaya pemeliharaan keseluruhan. Pemupukan sangat mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit dan produktivitas kelapa sawit. Pemupukan harus segera dilakukan apabila tanaman telah menunjukan ciri-ciri kekurangan hara. Hasil penelitian menunjukan
pemupukan
mutlak
dilakukan
karena
secara
nyata
meningkatkan produksi dan tetap menjaga stabilitas tanaman (Risza, 1994).
biasa
25
6. Tunasan Tunasan berarti membuang atau memangkas daun yang berada dibawah buah. Tujuannya adalah membersihkan tanaman supaya pollen mudah membuahi putik, memudahkan pekerja mengambil buah masak, secara fisiologis daun tua dibagian bawah sudah tidak efektif berfotosintesis (Lubis, 2008). Penunasan sangat baik untuk tanaman karena akan menjadikan tanaman bersih dan sehat (sanitasi). Pemanenan 1. Pemungutan hasil Saat buah mulai masak, kandungan minyak dalam daging buah (mesokarp) meningkat cepat. Hal ini disebabkan adanya proses konversi karbohidrat menjadi lemak dalam buah. Setelah kadar minyak dalam buah mencapai maksimal, buah akan lepas (brondol) dari tandanya. Asam lemak bebas dalam buah akan terus naik. Ciri-ciri tandan buah masak ditentukan oleh angka kematangan, yaitu jumlah buah yang brondol dari tandannya, tidak ditentukan oleh warna buahnya. 2. Taksasi atau perkiraan produksi Penjualan produk kelapa sawit, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dilakukan dengan sistim kontrak. Bagi pemilik perkebunan berupa kontrak penjualan, sedangkan bagi perusahaan konsumen berupa kontrak pembelian. Kontrak jual beli ini dibuat 6 bulan sebelum hasil produksi diserahkan kepada pembeli. Karena itu, pemilik perkebunan kelapa sawit harus bisa memperkirakan hasil produksinya (Sastrosayono, 2008). Hasil produksi untuk 6 bulan ke depan bisa ditaksir dengan rumus sebagai berikut ; Y=axbxc Keterangan ; a = Jumlah seluruh tandan yang akan dipanen selama 6 bulan. b = Berat tandan rata-rata. c = Persentase minyak terhadap berat tandan. Untuk CPO sebesar 20%.
26
3. Transportasi Sistem jaringan jalan di perkebunan merupakan salah 1 faktor penting untuk mengumpulkan dan mengangkut hasil kelapa sawit ke pabrik. Pengangkutan buah harus dilakukan secepat mungkin. Buah yang dipotong hari ini harus diolah langsung agar asam lemak bebas (FFA) tidak tinggi. Ketersediaan transportasi ini tentunya sangat membantu kelancaran kegiatan operasional (Sastrosayono, 2008).
27
METODE MAGANG
Waktu dan Tempat Kegiatan magang dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Medan, Provinsi Sumatera Utara selama 4 bulan yang dimulai dari tanggal 1 Maret sampai tanggal 15 Juli 2010.
Metode Pelaksanaan Metode yang digunakan pada kegiatan magang adalah metode langsung dan tidak langsung untuk memperoleh data primer dan sekunder semua kegiatan magang dicatat dalam jurnal mingguan pada Lampiran 1. Metode langsung yang dilakukan meliputi : 1. Praktik kerja langsung di lapangan dengan turut kerja aktif dalam pelaksanaan kegiatan pembibitan pada divisi pemuliaan di Satuan Usaha Strategis Bahan Tanaman (SUSBHT) PPKS. 2. Wawancara, dan diskusi dengan berbagai pihak (Kelompok Peneliti, Staf BRD, Staf Lapangan, Mandor Lapangan, dan Pekerja Pembibitan) untuk lebih memahami proses pembibitan kelapa sawit. 3. Kegiatan di lapangan meliputi pencatatan data-data yang terkait dalam kegiatan yang dilakukan di perkebunan setiap hari pada jurnal harian. 4. Pendekatan tidak langsung dilakukan melalui pengumpulan laporan bulanan, laporan tahunan, dan arsip kebun. 5. Melakukan penelitian pengaruh ukuran dan jenis polibeg terhadap keragaan tumbuh dan efisiensi di pre nursery. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ukuran dan jenis polibeg yang terbaik dan mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan bibit serta efisiensi terbaik yang bisa didapat. Percobaan ini dilakukan pada bulan Maret s/d Juni 2010 di kebun pembibitan Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Unit Usaha Marihat dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama yakni varietas Langkat, Simalungun dan Yangambi. Faktor kedua yakni jenis polibeg :
28
P0
: Polibeg standar Pre Nursery (kontrol) (22 cm x 14 cm)
P1
: Polibeg kecil bening (18 cm x 9.5 cm)
P2
: Polibeg kecil hitam (15 cm x 5 cm)
P3
: Plastik Gelas
P4
: Polibeg kecil bening (13 cm x 6 cm)
P3
P4
P2
P1
P0
Gambar 1. Perlakuan Polibeg Percobaan dilakukan dengan tiga ulangan untuk setiap kombinasi perlakuan, sehingga ada 45 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 25 kecambah sehingga total keseluruhan dibutuhkan 1125 kecambah, masingmasing varietas 375 kecambah. Percobaan dilakukan di lahan pembibitan dengan naungan 60%, pemeliharan yang dilakukan meliputi penyiraman, pemupukan, penyiangan dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan sore hari dengan menggunakan sprinkler dan tidak dilakukan penyiraman apabila turun hujan. Penyiangan dilakukan pada setiap polibeg dengan manual menggunakan tangan dengan mencabut semua tanaman atau rumput yang ada. Pemupukan pertama dilakukan pada 4 MST kemudian diberikan selanjutnya dengan interval 2 minggu sekali. Pupuk yang digunakan adalah urea dengan penyemprotan melalui daun dengan konsentrasi 0.20% untuk seratus bibit. Semua peubah yang diamati dimulai dari 5 MST (Minggu Setelah Tanam) sampai pengamatan minggu terakhir 12 MST. Peubah – peubahnya adalah : 1. Persentase hidup bibit Persentase hidup bibit dihitung dengan membandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di pembibitan dengan total semua kecambah yang ditanam. Peubah ini diamati pada 2,3 dan 4 MST.
29
2. Tinggi bibit Tinggi bibit diukur dari pangkal batang di atas tanah sampai ujung daun tertinggi dengan menggunakan penggaris. 3. Jumlah daun Jumlah daun dihitung dari daun termuda sampai daun tertua. Daun termuda yang dihitung adalah daun yang sudah membuka sempurna 4. Diameter batang Diameter batang diukur dengan menggunakan jangka sorong. Metode tidak langsung meliputi : 1. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan terhadap semua kegiatan yang berlangsung di pembibitan pemuliaan. Data pengamatan lapangan difokuskan pada kegiatan pembibitan yaitu persiapan pembibitan, sistem pembibitan, dan pemeliharaan pembibitan. Data sekunder diperoleh dari arsip kebun antara lain, peta lokasi, luas lahan, produksi, organisasi, norma kerja, dan kondisi pertanaman. 2. Studi literatur untuk mencari informasi data-data yang dapat digunakan sebagai referensi dalam penyusunan skripsi, dengan menggunakan buku-buku yang terdapat di perpustakaan Pusat Penelitian Kelapa Sawit dan perpustakaan Institut Pertanian Bogor.
Analisis Data Data penelitan “Pengaruh Penggunaan Jenis dan Ukuran Polibeg terhadap Keragaan Tumbuh dan Efisiensi di Pre Nursery” dianalisis dengan sidik ragam pada taraf nyata 5%. Apabila terdapat pengaruh nyata pada peubah yang diamati maka akan dilanjutkan dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%. Untuk pengamatan seleksi pembibitan pemuliaan pada bibit Cameroon dengan menggunakan “Analisis Statistika Deskriptif”. .
30
KEADAAN UMUM Sejarah Cikal bakal dari Pusat Penelitian Perkebunan (Puslitbun) Marihat adalah perusahaan-perusahaan perkebunan Belanda yang diambil alih oleh Negara menjadi Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Bagian penelitian marihat ini terus dilanjutkan walaupun telah terjadi reorganisasi yang didasarkan jenis komoditi yang yang diusahakan sehingga terbentuklah yang disebut PPN Karet, PPN Gula, PPN Tembakau, PPN Serat dan PPN Aneka Tanaman. Pada aneka tanaman dimasukan tanaman kelapa sawit, teh, kina, coklat, pinus,kapuk dan lainlain. Badan Usaha Pengawasan Urusan (BPU) melihat bahwa pekerjaan penelitian yang dilakukan masing-masing PPN dalam lingkup PPN aneka tanaman perlu diorganisir dengan baik agar terarah dan memperoleh hasil maksimum. Atas prakarsa Ir. H. Suherlan, Direktur teknik/produksi BPU Aneka Tanaman maka melalui SE No. 57/III/1007/AT/64 yang dikeluarkan pada tanggal 6 Juni 1964 dibentuklah Pusat Penelitian Aneka Tanaman Sumatera atau disingkat dengan PUPENAS berkantor di Marihat, Pematang Siantar (Sumatera Utara)(Lubis, 2008). Berdasarkan Intruksi Dirjen Perkebunan dan BPU Aneka Tanaman masing-masing
bernomor
168/D/1967
tangga
20
Desember
1967
dan
No.26/III/1007/AT/67 tanggal 23 Desember 1967 maka semua pohon-pohon induk material seleksi, kebun/blok pengujian dan usaha-usaha penyediaan material tanaman yang ada di masing-masing unit diserahkan pengawasan dan penguasaanya kepada PUPENAS (Lubis, 2008). Pada tahun 1968 nama PUPENAS diganti menjadi Marihat Research Station dan pembinaannya diserahkan kepada Perseroan Negara Perkebunan (PNP) I, II, VI, dan VII. Pada tahun 1973- 1992 pembinaanya dilakukan Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) VI dan PNP VII. Pada tahun 1981 sesuai dengan Surat Keputusan Dewan Penyantun dan Pembina yang didasarkan pada Instruksi Menteri Pertanian, nama Marihat Research Station diganti menjadi Pusat Penelitian Marihat yang disingkat dengan PPM (Pusat Penelitian Marihat, 1983).
31
Berdasarkan
surat
keputusan
Ketua
DPH-AP31
No.084/Kpts/
DPH/XII/1992 pada 24 Desember 1992 tentang pengelolaan unit pelaksana penelitian di lingkungan AP3I, maka pada tanggal 4 Februari 1993 dibentuk Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) berkedudukan di Medan yang merupakan gabungan dari 3 lembaga penelitian, yaitu Pusat Penelitian Perkebunan (Puslitbun) Medan, Puslitbun Marihat, dan Puslitbun Bandar Kuala (Lubis, 2008). Perbaikan organisasi PPKS selanjutnya dilakukan pada tahun 1996. Berdasarkan keputusan Rapat Anggota Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (APPI) dalam suratnya No. 03/RA-APPI/11/1996, Pusat Penelitian Kelapa Sawit berada dalam koordinasi Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (APPI) yang anggotanya terdiri dari PT. Perkebunan
Nusantara
dan
PT
Rajawali
Nusantara
Indonesia.
Dalam
melaksanakan kegiatannya, PPKS dibina oleh Dewan Penyantun LRPI yang beranggotakan Direktur Jenderal Perkebunan, Kepala Badan Litbang Pertanian, Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Agro Industri, Kehutanan, Kertas, Percetakan dan Penerbitan, dan Direktur Jenderal Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan yang mewakili pemerintah (Lubis, 2008). Visi dan Misi Visi 1. Menjadi lembaga penelitian yang memegang peranan penting dalam pembangunan industri kelapa sawit Indonesia yang tangguh dan berkelanjutan melalui penyiapan paket teknologi yang mempunyai keunggulan kompetitif di pasar dalam dan luar negeri. 2. Menjadi centre of excelence yang dijadikan acuan dalam penentuan kebijakan pembangunan industri kelapa sawit. 3. Menjadi institusi penelitian yang mengacu pada bussines research (hasil penelitiannya dapat dipasarkan secara bisnis dan mandiri dalam pembiayaan) dan menyediakan paket teknologi kelapa sawit yang bermanfaat.
32
Misi 1. Menunjang industri kelapa sawit di Indonesia melalui penelitian dan pengembangan, serta pelayanan. 2. Diharapkan melalui paket teknologi maupun pengembangan IPTEK yang dihasilkan, PPKS dapat menjadi motor penggerak (prime mover) bagi pengembangan industri perkebunan. kelapa sawit di Indonesia. 3. Mengembangkan teknologi unggul perkelapasawitan melalui penelitian yang efektif dan efisien dan melakukan kegiatan pelayanan tepat sasaran. 4. Mendorong pengembangan SDM, lapangan kerja, dan pelestarian sumber daya alam/lingkungan. 5. Menggali potensi usaha sendiri dalam kerangka institusi nirlaba yang memiliki badan hukum, untuk dapat mandiri dan sejahtera secara berkesinambungan. Struktur Organisasi PPKS dipimpin oleh seorang Direktur, Dr. Ir. Witjaksana Darmosarkoro adalah Direktur terpilih saat ini sesuai dengan SK RA APPI No. 04/RAAPPI/II/2004 tanggal 30 November 2004. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktur dibantu oleh 2 orang Kepala Bidang, yaitu Kepala Bidang Penelitian, Kepala Bidang Usaha dan 1 orang Kepala Biro Umum/Sumberdaya Manusia; dan 1 orang Kepala Satuan Usaha Strategis Bahan Tanaman. Bidang penelitian PPKS dibagi menjadi 7 kelompok peneliti (Kelti), yaitu Kelti Pemuliaan, Bioteknologi Tanaman, Tanah dan Agronomi, Proteksi Tanaman, Enjinering Lingkungan, Pengolahan Hasil dan Nutrisi, dan Sosial Ekonomi. Koordinasi kegiatan penelitian di setiap Kelti dilakukan oleh seorang Ketua Kelti . Biro Umum/Sumberdaya Manusia mempunyai 3 urusan, yaitu Urusan Sumberdaya Manusia dan Hukum, Urusan Akuntansi dan Keuangan, serta Urusan Rumah Tangga. Urusan Satuan Pengawasan Intern (SPI) langsung berada di bawah koordinasi Direktur. SPI berfungsi untuk memantau administrasi dan keuangan serta kemajuan pelaksanaan penelitian, pengembangan dan pelayanan. Bidang Usaha terdiri dari empat unit usaha, yaitu Unit Usaha Marihat, Unit Usaha Medan, Manager Pengembangan Usaha dan Promosi, dan Manager
33
Pelayanan dan Konsultasi. Unit Kebun Medan mengelola kebun percobaan yang terletak di Aek Pancur, Sei Pancur, Pagar Merbau, dan Bukit Sentang (Sumatera Utara), Betung (Sumatera Selatan), dan Parindu (Kalimantan Barat). Unit Kebun Marihat mengelola kebun percobaan yang terletak di Teluk Dalam, Pulau Maria, Pargarutan, Padang Bulan 17, Simirik, Sijambu-jambu, dan Padang Mandarsyah di Provinsi Sumatera Utara, serta Kalianta dan Dalu-dalu di Provinsi Riau. Satuan Usaha Strategis Bahan Tanaman membawahi 3 manager yaitu manager QC/R&D, manager Pemasaran dan Logistik, dan Manager Produksi. Dengan struktur organisasi PPKS tersebut di atas diharapkan sasaran dan tujuan PPKS dalam mengemban visi dan misinya dapat tercapai sesuai dengan harapan banyak pihak. Struktur organisasi dapat dilihat pada Gambar 2. Lokasi dan Letak Geografis Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat terletak di Marihat, pematang siantar kabupaten Simalungun propinsi Sumatera Utara atau 135 km di sebelah selatan Medan. Areal kompleks termasuk dalam konsensi PTP Nusantara IV. Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat mempunyai topografi lahan dengan ketinggian 369 meter di atas permukaan laut, curah hujan rata-rata 3 331 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 184 hari/tahun dan kisaran suhu minimum 200C dan maksimum 290C. Jenis tanah Podzolik dengan pH rata-rata berkisar antara 5,0 – 6,0. Berdasarkan kelas kesesuaian lahan maka kebun PPKS Marihat termasuk ke dalam lahan kelas S1. Sarana Penelitian dan Sumber Daya Manusia Sebagai sarana pendukung pelaksanaan program penelitian, PPKS memiliki kebun percobaan, rumah kaca, stasiun klimatologi, pabrik kelapa sawit mini dan supermini, laboratorium kultur jaringan tanaman, laboratorium pemuliaan tanaman dan genetika, laboratorium analisis tanah, daun, dan pupuk, laboratorium proteksi tanaman, laboratorium pengujian mutu hasil perkebunan dan laboratorium penelitian teknologi limbah yang dilengkapi dengan peralatan modern.
34
Gambar 2. Struktur Organisasi Pusat Penelitian Kelapa Sawit Sebagai lembaga penelitian, PPKS Marihat didukung oleh 290 orang dengan rincian 27 orang staf dengan pendidikan Diploma – Doktor dan 263 karyawan (SD - SMA), sedangkan jumlah karyawan harian lepas dan karyawan kontrak yang dimiliki PPKS marihat adalah 444 orang (SD - Sarjana). Para peneliti membentuk kelompok-kelompok peneliti (kelti) yaitu Kelti Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi Tanaman, Kelti Tanah dan Agronomi, Kelti Proteksi Tanaman, Enjinering dan Lingkungan, Kelti Pengolahan Hasil dan Mutu, dan Kelti Sosio Tekno Ekonomi. Keadaan Tanaman dan Produksi Saat ini jumlah pohon induk yang masih aktif dari empat sub stasiun adalah 7032 pohon. dan lokasi Pohon Induk Pusat Penelitian Kelapa Sawit Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4. Rencana divisi pohon induk PPKS pada tahun 2010 untuk produksi tandan benih yaitu 40 000 tandan layak proses dengan jumlah benih yang ditargetkan sekitar 54 000 000.
35
Tabel 4. Jumlah dan Lokasi Pohon Induk dan Pohon Bapak Pusat Penelitian Kelapa Sawit Tahun 2010 (Bulan Januari-Maret). No
Lokasi
Jumlah (Pohon) Induk
1
Sub. Stasiun Marihat
2 754
2
Sub. Stasiun Aek Pancur (Medan)
2 476
3
Sub. Stasiun Parindu (Kalimantan Barat)
1 280
4
Sub. Stasiun Dalu-dalu (Riau)
No
Lokasi
1
Sub. Stasiun Marihat
2
Sub. Stasiun Dalu-dalu (Riau)
522 Jumlah (Pohon) Bapak 141 46
36
PELAKSAAN KEGIATAN MAGANG Pemuliaan Kelapa Sawit Pemuliaan kelapa sawit telah dimulai sejak tanaman ini sudah mulai diperkebunkan di Afrika dan Asia Tenggara. Telah diketahuinya bahwa penanaman TxD/DxT lebih baik dari DxD menjadikan pemuliaan kelapa sawit semakin berkembang. Pemuliaan bertujuan selain untuk meningkatkan produksi dan rendemen minyak adalah guna mendapatkan pohon yang pertumbuhan meningginya lambat, lebih toleran terhadap penyakit, respon terhadap pemupukan baik, tandan lebih berat, komposisi buah dan minyak lebih baik, tangkai tandan buah (stalk) lebih pendek hingga panen lebih mudah, adaptasi baik dan lain-lain. Pemuliaan mulai dilakukan pada tahun 1915 di Marihat baris dan merupakan kebun seleksi pertama dimana setiap pohon ditimbang tandannya. Program pemuliaan sawit betujuan untuk memperoleh individu-individu superior dalam hal produktivitas dan kualitas minyak. Selain itu, pemuliaan tanaman kelapa sawit ditujukan untuk mendapatkan varietas baru yang memiliki petumbuhan yang homogen, toleran terhadap berbagai macam penyakit dan kekeringan. Namun karena permintaan akan kelapa sawit yang memiliki pertumbuhan meninggi yang lambat maka para pemulia pun mengarahkan penelitiannya kepada hal tersebut. Pusat Penelitian Kelapa sawit (PPKS) dalam melaksanakan program pemulian tanaman mengadopsi metode Reciprocal Reccurent Selection (RSS) yang dikembangkan oleh IRHO (CIRAD, Perancis). Melalui metode pemuliaan RSS dapat dilakukan perbaikan secara serentak daya gabung dari dua populasi dasar yaitu populasi dari grup Deli (A) dan populasi dari grup Afrika (B). metode RSS dapat melaksanakan eksploitasi persilangan terbaik dengan segera. Skema metode pemulian RSS ada pada Gambar 3. Populasi Dasar Populasi dasar yang digunakan dalam pemuliaan kelapa sawit di PPKS terdiri atas dua populasi utama, yaitu populasi kelapa sawit yang memiliki jumlah tandan sedikit tetapi besar-besar (Group A) dan populasi kelapa sawit yang memiliki jumlah tandan banyak tetapi kecil-kecil (Group B). Group A yang
37
digunakan adalah Dura Deli yang telah melalui seleksi yang lama. Beberapa hasil seleksi yang dilakukan terhadap Dura Deli yang menghasilkan populasi material induk, seperti Dura Marihat, Dura Dolok, Dura Sinumbah, Dura Tinjowan dan Dura Rispa. Selain itu terdapat juga Dura Gunung Bayu, Socfin, dan Dumpy Marihat yang merupakan hasil seleksi awal pada beberapa kebun yang berbeda. Group B yang digunakan sebagian besar hasil introduksi dari Zaire. Beberapa origin hasil introduksi ini antara lain orijin Bangun, Bah Jambi, Dolok Sinumbah, Sungai Pancur (SP 540 T), Yangambi (LM 238 T, LM 239 T, LM 718 T, LM 432 T). Selain itu, terdapat juga orijin yang diintroduksi dari Pantai Gading seperti orijin Lame (LM 2 T, LM 7 T, LM 9 T, dan LM 14 T), Yocoboue, Nigeria (Orijin Nifor), dan Kamerun (Orijin Marihat).
Psifera/Tenera Group
Dura Group
D1 D2 D3………
Pengujian Progeni Studi GCA dan SCA D x P, D x T
Dura Terpilih Selfing/Crossing
P1 P2 P3 T1 T2…….
Pisifera/Tenera Terpilih
Perbanyakan Klonal
Produksi Kecambah D x
Gambar 3. Skema Metode Pemuliaan RSS (Pamin, 1997)
Proses pemuliaan yang panjang yang dilakukan oleh PPKS telah menghasilkan sebelas varietas utama yang telah dilepas oleh PPKS. Varietas tersebut adalah DP AVROS, DP Bah Jambi, DP Dolok Sinumbah, DP La Me, DP
38
Yangambi, DP Sungai Pancur 1, DP Sungai Pancur 2, DP Langkat, DP Simalungun, dan dua varietas baru yaitu PPKS 540 dan PPKS 718. Saat ini program RSS yang dijalankan PPKS telah memasuki siklus ke III. Beberapa bagian yang berada pada divisi pemuliaan di PPKS adalah : Crossing plan Crossing plan merupakan salah satu kegiatan yang ada pada divisi BRD. Tugas dari crossing plan yakni merealisasikan mating design yang telah telah ada sebelumnya. Mating design merupakan rencana persilangan dari beberapa tetua yang terpilih. Crossing plan juga bertugas memilih atau menyeleksi calon pohon induk dari beberapa persilangan yang telah dilakukan. Selain itu kegiatan yang dilakukan crossing plan adalah mengamati dan mengambil polen dari bunga jantan yang telah terseleksi kemudian pollen yang sudah didapat tersebut diserbukkan pada bunga betina yang telah dipersiapkan dari pohon-pohon yang telah terseleksi sebelumnya atau kegiatan ini disebut pembungkusan. Hasil tandan dari proses pembungkusan dibawa untuk dikecambahkan untuk dilakukan pengujian lainnya. Pada divisi ini orientasi dilaksanakan dalam satu hari dengan mengikuti dan mempelajari proses - prosesnya. Analisis tandan Analisis tandan merupakan salah satu kegiatan yang ada pada divisi BRD. Tugas dari sub divisi ini yakni menganalisa kandungan minyak yang terdapat dalam sebuah tandan. Informasi dari analisis tandan sangat berguna untuk mendapatkan calon tanaman induk dan tanaman bapak yang akan digunakan untuk produksi benih selanjutnya, dan DxP untuk pengujian keturunan sehingga mendapatkan informasi persilangan yang akan dilepas menjadi varietas baru. Untuk Jenis persilangan yang dianalisis adalah DxD/DxT. Teknis pelaksanaannya yakni tandan diambil dari masing-masing kebun percobaan dengan rentang waktu enam bulan sekali tetapi jika dalam satu pohon pada rentang waktu empat bulan tandannya sudah matang maka sudah bisa dipanen dan tidak menunggu sampai enam bulan. Tandan yang diambil harus memenuhi beberapa persyaratan seperti tandan harus sudah membrondol 5 – 20 biji, kualitas dan berat buah mendekati rata-rata pohon pokok yang bersangkutan dan hal yang terpenting yakni setiap
39
tandan yang dianalisis harus memiliki identitas yang jelas (label). Tandan yang sudah diambil di ditimbang beratnya, dicincang, dirontokan dari spikelet dengan menggunakan kapak, ditimbang lagi berat brondolannya, kemudian diambil 30 buah yang terdiri dari 10 buah bagian luar, 10 buah bagian tengah, dan 10 buah bagian dalam. Timbang 30 buah buah tersebut, kemudian mesocarp buah dicincang untuk memisahkan dari bijinya. Mesocarp dicincang sampai halus sedangkan bijinya difermentasi selama 10 hari untuk melihat banyaknya inti yang terkandung dalam biji. Pada divisi ini orientasi dilaksanakan dalam satu hari dengan mempelajari dan mempraktekan beberapa proses kegiatan. Pengamatan vegetatif Pengamatan vegetatif adalah kegiatan yang dilakukan divisi BRD. Tugas pengamatan vegetatif yakni mengamati karakter vegetatif seperti tinggi tanaman, produksi daun, jumlah daun, panjang pelepah, jumlah anak daun, diameter batang, jumlah pelepah serta panjang dan lebar petiole. Tinggi tanaman di ukur dengan menggunakan egrek yang panjangnya telah ditandai sebelumnya. Untuk tanaman yang dewasa berumur lebih dari empat tahun pengukuran tinggi dilakukan pada daun ke – 17. Pada tanaman muda (umur 1 – 2 tahun) dimana daun ke -17 belum terbentuk pengukuran tinggi dilakukan pada pelepah daun ke – 4 dan pada tanaman umur 3 – 4 tahun pada pelepah daun ke – 9. Produksi daun tanaman dapat diperoleh dengan menghitung pertambahan jumlah daun dari pengamatan sebelumnya. Sedangkan jumlah daun dapat diperoleh dengan menghitung jumlah pelepah yang ada pada saat pengamatan dengan menghitung jumlah spiral daun kelapa sawit kemudian dikalikan dengan delapan. Pengamatan panjang pelepah didapat dengan cara mengukur dari anak daun rudimenter paling bawah sampai ujung daun yang paling atas. Jumlah anak daun diukur dengan menghitung jumlah anak daun pada salah satu sisi pelepah daun ke – 17. Diameter batang diukur dengan menggunakan meteran dimana pengukuran dilakukan satu meter diatas tanah. Pada divisi ini orientasi dilaksanakan dalam satu hari dengan mengikuti dan mempelajari proses – proses dan cara pengamatan vegetatif.
40
Pembibitan Pemuliaan Pembibitan tanaman pada divisi BRD (Breeding) tidak terlalu berbeda jauh dengan pembibitan tanaman konvensional. Pada pembibitan pemuliaan (BRD) tanaman hasil persilangan lebih diperhatikan pertumbuhan bibit yang ditanam apakah sesuai dengan karakteristik yang diinginkan pada saat persilangan atau menyimpang dari yang diinginkan. Hasil dari bibit ini ditujukan untuk pohon induk (Dura), pohon bapak (Pisifera), pohon penguji (Progeni), sisipan
atau
keperluan penelitian lainnya. Perbedaan lainnya antara pembibitan komersial dengan pembibitan BRD yakni sistem pengelompokan bibit, identitas bibit dan dari hasil persilangan apa bibit tersebut tercantum dengan jelas dan rapi. Kemurnian genetik sangat diperhatikan pada pembibitan BRD sehingga kemungkinan heterogenitas pada satu kelompok tanaman sangat kecil. Pada pembibitan pemuliaan semua faktor pertumbuhan bibit (panjang, diameter, jumlah daun) dan genotipe dari bibit yang ditanam sangat diperhatikan. Pembibitan pemuliaan dapat menghasilkan bibit-bibit kelapa sawit unggul dari hasil pemuliaan yang memiliki produksi lebih tinggi, ketahanan terhadap hama dan penyakit, ketahanan terhadap cekaman lingkungan, pertumbuhan meninggi yang lambat, dan ALTJ (asam lemak tak jenuh) yang tinggi. Pada divisi ini kegiatan dilakukan selama dua bulan dengan mempelajari dan memperaktekan beberapa kegiatan pembibitan pemuliaan. Beberapa kegiatan yang dilakukan di pembibitan BRD selama berlangsungnya kegiatan magang : 1. Pembibitan awal (pre nursery) Pembibitan awal merupakan kegiatan pertama yang dilakukan di pembibitan. Pada pembibitan awal kecambah yang diterima disemai dalam polibeg kecil untuk ditangkarkan dan dilakukan pemeliharaan intensif selama 3 – 4 bulan. Beberapa hal yang dilakukan pada pembibitan awal adalah : a. Persiapan areal Areal untuk pembibitan awal haruslah rata, persediaan air cukup, tidak kebanjiran, dekat dengan kantor untuk memudahkan pengawasan, teratur dan bersih. Pada pembibitan awal perlu dibuat bedengan tetapa yang terbuat dari kayu,
41
bambu dan papan dengan lebar 1,2 m dan panjang 8 m tiap bedengan dan jarak tiap bedengan 0,80 m yang akan dipergunakan sebagai jalan atau parit drainase. Sebelum penanaman areal harus bersih dari rerumputan dan alang-alang atau bibit-bibit sisa seleksi agar kemurnian genetik dapat dijaga. Letak bedengan harus lebih tinggi dari permukaan tanah agar air dapat mengalir dengan baik. Tiap bedengan dengan ukuran tersebut dapat memuat 1000 kantong polibeg ukuran kecil 22 cm x 14 cm, Tebal 0,07 mm, hitam/putih, berlubang Ø 0,3 cm. Untuk 1 bedengan mampu menghasilkan 5 ha tanaman di lapangan. b. Pembuatan naungan Bedengan dilindungi dengan naungan yang terbuat dari daun kelapa, kelapa sawit, aren, nipah, alang dan lain-lain yang sebelumnya telah dibersihkan dari hama dan penyakit yang dapat menular ke bibit yang berada di bawahnya. Bahan-bahan tadi biasanya disemprot terlebih dahulu dengan pestisida. Penggunaan bahan-bahan tadi akan mengatur intensitas cahaya matahari yang masuk karena berangsur-angsur daun menjadi kering. Tinggi naungan adalah 1,76 m dari atas tanah. Dengan tiang-tiang yang terbuat dari besi, bambu dan kayu. Pembuatan naungan dimaksudkan agar kecambah yang baru ditanam atau bibit yang masih muda tidak terkena cahaya matahari langsung yang dapat menyebabkan bibit gosong atau mati. Naungan diberikan secara bertahap agar bibit mampu mengalami adaptasi yang baik c. Pemagaran Sekeliling pembibitan awal harus dipagari untuk menghindari gangguangangguan dari luar seperti : sapi, tikus dan manusia. Parit-parit buangan hendaknya dirawat dengan baik untuk menghindari kebanjiran. d. Saluran irigasi Pada pembibitan awal sistem penyiraman menggunakan sprinkler yang dihidupkan selama dua kali sehari. Sprinkler dipasang tiga buah pada setiap bedengan agar pancaran air mampu menjangkau setiap sudut pada bedengan. Sprinkler dihidupkan 30 – 45 menit sehari dan mampu menghabiskan air satu drum di penampungan. Apabila turun hujan bibit pada pembibitan awal tidak
42
disiram kembali karena jika terlalu banyak air bibit akan busuk. Bila sprinkler mati atau rusak maka bibit disiram dengan menggunakan gembor sampai tanah pada tiap polibeg basah dan lembab. e. Persiapan media tanah Sebelum penanaman/penyemaian media tanah atau pembibitan harus disiapkan. Media tanah merupakan tanah top soil yang ada di areal pembibitan. Tanah top soil berada 0 – 10 cm dari permukaan tanah. Tanah top soil diambil dengan mencangkul bagian tanah kemudian dikumpulkan menjadi satu gundukan besar. Pada pembibitan pemulian dalam kegiatan pengisian tanah setiap 1 HOK mampu mengisi 300 polibeg kecil. Penulis hanya mampu mengisi 200 polibeg kecil/HOK. Tanah yang digunakan haruslah gembur, apabila tanah tidak gembur dapat dicampur dengan pasir dengan perbandingan 3 : 1. Tanah untuk penyemaian harusnya disaring dan diayak agar diperoleh tanah yang gembur. Akan tetapi dikarenakan waktu yang lama serta memerlukan tenaga yang banyak maka penyaringan dan pengayakan jarang dilakukan. Tanah yang kurang gembur dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan plumula dan radikula sehingga pertumbuhan kecambah tidak akan maksimal. Tidak gemburnya tanah dapat menurunkan daya tumbuh kecambah dan meningkatkan abnormalitas yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Pengisian hendaknya cukup padat agar tidak terjadi kantongan-kantongan air kelak tetapi jangan terlalu padat. f. Penanaman/Penyemaian Polibeg kecil diisi dengan tanah sampai 2 cm dari ujung tepi polibeg. Hal ini dilakukan agar tanah tidak terlalu padat sehingga menyebabkan kecambah sulit untuk tumbuh. Polibeg yang telah diisi sebaiknya didiamkan selama dua minggu agar tanah menjadi stabil dan sedikit memadat, Pada saat penanaman tanah dalam polibeg yang keras terlebih dahulu disiram agar tanah menjadi lembab. Plumula biasanya akan muncul (terlihat) diatas tanah setelah 10 – 15 hari. Prosedur penanaman kecambah adalah ; 1. Kecambah dikeluarkan dari kemasan dan diletakan diatas tampah atau pelastik pembungkus kecambah.
43
2. Lubang tanam dibuat sedalam lebih kurang 2 cm dengan menggunakan tugal atau jari. Jangan terlalu dangkal karena akan terbongkar apabila disiram. Dan jangan terlalu dalam karena akan menghambat perkembangan kecambah. 3. Kecambah dimasukan dengan posisi yang benar yaitu radikula menghadap ke bawah dan plumula menghadap ke atas. 4. Kecambah ditutup dengan tanah.
a
b
Gambar 4. Penanaman Kecambah: (a) Posisi Penanaman/Penyemaian Kecambah dan (b) Penanaman Kecambah di Pembibitan Awal Penanaman dilakukan pada pagi hari, petugas yang melakukan penanaman diusahakan bisa membedakan antara plumula (bakal daun) dan radikula (bakal akar) agar tidak terjadi kesalahan penanaman. Plumula menghadap ke atas sedangkan radikula menghadap ke bawah. Kecambah yang telah ditanam ditutup dengan tanah yang gembur. Dalam menanam/menyemai kecambah ke dalam polibeg kecil harus benar-benar diperhatikan ciri-ciri kecambah yang baik seperti : 1). Warna radikula kekuning-kuningan, sedangkan plumula keputih-putihan, 2). Ukuran radikula lebih panjang daripada plumula, 3). Pertumbuhan plumula dan radikula lurus dan berlawanan arah, 4). Panjang radikula maksimum 5 cm sedangkan plumula 3 cm. g. Pengelompokan Pengelompokan sangat penting bagi pembibitan pemuliaan karena menetukan kemurnian genetik dari bibit yang ditangkarkan. Identitas sangat diperhatikan mulai dari : tanggal tanam, varietas, persilangan dan jumlah. Persaingan dalam mendapatkan sinar matahari menyebabkan kurangnya intensitas yang diterima oleh klorofil daun bibit kelapa sawit. Sehingga fotosintesis akan
44
berjalan tidak sempurna dan menyebabkan kurangnya pasokan energi pada tanaman muda untuk tumbuh dan berkembang. Keseragaman pertumbuhan bibit akan meningkatkan mutu genetik dari bibit yang ditangkarkan.
a
b
c
Gambar 5. Pengelompokan Bibit: (a) Pengelompokan Pembibitan Awal, (b) Papan Nama Pengelompokan, dan (c) Pengelompokan Pembibitan Utama. h. Penyiraman Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan petang, tiap kantong memerlukan air 0,25-0,50 liter air setiap kali penyiraman. Penyiraman dilakukan dengan sprinkler, gembor dan lain-lain dan dilakukan dengan hati-hati agar kecambah tidak terbongkar. i. Memecah lapisan keras pada tanah Sering terjadi pembentukan lapisan keras pada permukaan kantong yang ditumbuhi lumut. Lapisan keras (cap) ini menghalangi masuknya air. Lapisan ini dapat dihilangkan dengan memecahnya menggunakan bambu kecil 1x 1 bulan. j. Pemupukan Pupuk urea diberikan dengan dosis 2 gr/liter untuk 100 bibit. Pupuk diaplikasikan dengan menyemprot bibit dengan larutan pupuk yang diberikan sekali dalam seminggu. Setelah penyemprotan segera disiram kembali dengan air untuk menghidari pembakaran. k. Pengendalian gulma Rumput-rumput yang tumbuh pada kantongan pengendaliannya dapat dilakukan dengan manual dengan tangan yakni mencabut gulma pada kantong plastik sekali dalam dua minggu atau dengan kored dan cangkul untuk areal disekitar bedengan. Pada pembibitan awal di pembibitan pemuliaan penggunaan
45
herbisida jarang/tidak dilakukan karena sangat beresiko selain itu karena luasan pembibitan awal yang kecil cara manual sangat mungkin untuk dilakukan. l. Pengendalian OPT Gangguan penyakit seperti Anthracnose, Helmintosphorium dan lain-lain dapat dicegah dengan menggunakan Dithane, Zineb, Savin dan lain-lain. Sedangkan untuk hama seperti semut, belalang, jangkrik, cacing dapat menggunakan tepung HCH, yang ditaburkan atau disiram. Penggunaan pestisida dilakukan jika gejala-gejala serangan telah terlihat dan menggangu pertumbuhan bibit. Pestisida disemprotkan pada bagian daun bibit dengan menggunakan semprotan spray. Penyemprotan harus searah dengan arah angin agar pestisida tersebar dengan rata.
Gambar 6. Penyemprotan Pestisida. m. Seleksi Pada pembibitan awal seleksi bibit harus benar-benar dilakukan dengan ketat agar bibit abnormal yang tidak baik pertumbuhannya bercampur dengan bibit normal. Seleksi dilakukan pertama kali dengan melakukan inspeksi kesemua tanaman pada kantongan serta memperhatikan dengan sangat teliti bibit mana yang tidak sesuai dengan pertumbuhan standar dan yang diinginkan. Pengamatan visual perlu dilakukan terhadap seluruh parameter pertumbuhan bibit dengan cara membandingkan antara satu bibit dengan bibit lain yang berasal dari persilangan yang sama. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui keadaan bibit yang penampilannya menyimpang dari bibit normal yang telah ditentukan (tinggi, jumlah pelepah, dan besar bonggol) serta beda populasi yang ada seperti kerdil,
46
penyakit tajuk (crown desease), pertumbuhan berputar, daun tidak membuka dan lain-lain. Setelah diseleksi maka bibit-bibit abnormal dapat diklasifikasikan per jenis keabnormalannya sekaligus diketahui presentasenya. Seleksi bibit di PN sebaiknya dilakukan tiga tahap pada setiap tahap dilakukan oleh satu atau dua orang yang teleh mengenal betul tanda-tanda abnormalitas. Seleksi dilakukan dengan memberi tanda yang dibuat dari patok kayu kecil yang ujungnya di cat dan di tancapkan dalam polibeg yang bibitnya tidak memenuhi syarat (abnormal). Seleksi pertama di lakukan terhadap kecambah yang tidak tumbuh, ditandai dengan patok yang berwarna putih. Pekerjaan ini dilakukan oleh petugas pembibitan yang telah berpengalaman dengan melihat kecambah-kecambah yang tidak tumbuh pada polibeg kecil. Kecambah yang tidak tumbuh ditandai tetapi belum dipisahkan dan di afkir karena masih ada kemungkinan kecambah tersebut tumbuh hanya lambat. Seleksi dilakukan dengan mencatat setiap kecambah yang tidak tumbuh dari setiap kelompok atau persilangan. Seleksi tahap kedua dilakukan ketika bibit berumur dua bulan. Seleksi ini merupakan pra seleksi terhadap bibit-bibit abnormal ditandai dengan patok berwarna biru, pada tahap ini ada beberapa bibit yang telah menampakan gejala abnormalitas hanya kenampakannya masih diragukan atau belum pasti. Petugas menandai bibit yang menampakkan gejala abnormalitas akan tetapi bibit belum dipisahkan dan diafkir untuk menghindari kesalahan pengenalan gejala abnormalitas dan kemungkinan untuk pulih.
Gambar 7. Seleksi Tahap Kedua. Seleksi tahap ketiga dilakukan sebelum pindah tanam pada umur 3 – 4 bulan. Seleksi ini dilakukan terhadap bibit yang diyakini tumbuh abnormal ditandai dengan patok berwarna merah. Petugas memisahkan dan mengafkir bibit-
47
bibit yang telah pasti abnormal dengan mencatatat jumlahnya dan asal persilangannya. Dikarenakan efisiensi yang kurang dan para pekerja yang sedikit hal ini biasanya jarang dilakukan. Seleksi pada pembibitan awal biasanya dilakukan pada umur 3-4 bulan sebelum bibit dipindahkan ke pembibitan utama. Seleksi dilakukan per kelompok dengan meletakan bibit mati/afkir di bagian ujung kelompok/persilangan berbatasan dengan kelompok/persilangan lain dalam satu bedengan. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pencatatan dan pembuatan berita acara pemusnahan bibit mengingat bibit abnormal harus dikumpulkan dan dimusnahkan. Bibit yang tersisa ini perlu dihitung dan dikelompokan menurut persilangan masing-masing untuk pengaturan tempatnya di pembibitan utama agar bibit yang sejenis tertananam pada petak yang sama. Hal ini perlu mendapat perhatian karena tiap persilangan kecepatan tumbuhnya berbeda-beda. Seleksi yang ketat di PN yang dilakukan dengan baik merupakan jaminan untuk memperoleh bibit yang baik dan seragam dalam pertumbuhannya. n. Transplanting Transplanting dilakukan setelah bibit berumur 3-4 bulan dan telah mengalami seleksi yang ketat.
Pada saat transplanting bibit harus langsung
diatanam pada pembibitan utama agar bibit tidak terlalu mengalami stress. Stress pada tanaman biasanya dialami bibit selama satu bulan pertama di pembibitan utama sehingga perhatian yang lebih harus diberikan pada bibit tersebut. Transplanting pada musim hujan akan mengurangi stress pada tanaman tersebut karena keadaan suhu udara yang baik dan kebutuhan air yang cukup. Pada saat melakukan transplanting, setidaknya diperlukan empat orang yang mempunyai tugas masing-masing yaitu 1 orang meletakan polibeg kecil diatas polibeg besar, 1 orang merobek polibeg kecil dengan cutter, 1-2 orang memindahkan/menanam bibit beserta tanah yang menempel pada akar kedalam polibeg pembibitan utama. o. Pemusnahan Pemusnahan dilakukan pada bibit di pembibitan awal yang sudah tidak digunakan lagi dan bibit abnormal yang telah pasti terseleksi. Pemusnahan dilakukan dengan mematikan bakal tunas daun (pupus) dengan membelahnya
48
dengan tangan (ditarik). Setelah bibit dimatikan pupusnya sisa bibit dikumpulkan untuk dibakar. Bibit sisa yang masih digunakan disimpan dalam bedengan sampai bibit-bibit tersebut pindah tanam atau dimusnahkan jika benar-benar sudah tidak digunakan lagi. 2. Pembibitan utama (main nursery) Bibit yang telah berumur 3-4 bulan dipindahkan ke pembibitan utama. Pemindahan harus tepat waktu karena kekurangan atau kelebihan umur bibit dapat menghambat pertumbuhan bibit. Pembibitan utama memerlukan lahan yang lebih luas daripada pembibitan awal karena ditanam pada jarak yang lebih besar. Pada pembibitan awal bibit dipelihara secara intensif selama 9-12 bulan. Beberapa hal yang dilakukan pada pembibitan utama adalah : a. Persiapan areal Areal harus dekat dengan sumber air karena memerlukan air yang cukup banyak. Bebas dari banjir. Topografi tanah yang rata dan drainase yang baik. Areal pembibitan harus merupakan lapangan terbuka yang bebas dari rumputrumputan, harus dipagari agar tidak mendapatkan gangguan ternak, parit-parit dibuat dan dirawat dengan baik. Pembersihan dan perataan lahan harus dilakukan minimal dua minggu sebelum penanaman. b. Saluran irigasi Saluran air dibuat sedemikian rupa agar kebutuhan air pada bibit terpenuhi. Pada pembibitan pemuliaan saluran air untuk pembibitan utama dibuat dengan menggunakan pipa-pipa yang mengelilingi semua pembibitan dengan adanya penampungan air yang besar dan pompa air yang berkekuatan besar maka pemenuhan kebutuhan air dapat terpenuhi. Air berasal dari sungai disekitar pembibitan yang terlebih dahulu melewati saringan air pada pompa air, sehingga sampah tidak terbawa pipa-pipa saluran. Pipa-pipa besar dari penampungan air dihubungkan dengan pipa yang ukurannya lebih kecil. Kemudian pipa tersebut memiliki keran disetiap sudut yang terhubung dengan selang-selang air yang memiliki panjang 10 – 15 meter untuk menjangkau semua area pembibitan yang berada pada sekitar keran air.
49
c. Persiapan media tanah Tanah yang digunakan adalah tanah top soil yang dicangkul disekitar area pembibitan utama. Pada pembibitan pemulian dalam kegiatan pengisian tanah setiap 1 HOK mampu mengisi 100 polibeg besar untuk pembibitan utama. Penulis hanya mampu mengisi 40 polibeg/ HOK. Pengisian dilakukan dengan memasukan tanah langsung kedalam polibeg dengan menggunakan cangkul atau tangan, tanah tidak disaring terlebih dahulu dan tanpa pencampuran kompos atau pasir. Rumputrumput dan sampah-sampah yang ikut masuk kedalam polobag dibersihkan. Sesekali polibeg dipukulkan dan digoncangkan untuk mrnghindari terbentuknya kantongan-kantongan air. 1- 2 minggu sebelum tanam kantongan-kantongan tersebut harus disiram dengan air agar tanah tersebut turun dan tidak menggumpal. d. Pembuatan jarak tanam Pembibitan pemuliaan menggunakan jarak tanam 90 cm x 90 cm x 90 cm segitiga
dapat
menampung
12.000
bibit/ha.
Jarak
tanaman
tersebut
memungkinkan bibit dapat dapat ditahan sampai umur 12 bulan. Hal ini sangat penting bagi pembibitan pemuliaan karena banyak bibit yang sudah lewat umur masih berada di pertanaman dikarenakan beberapa hal seperti : tidak tersedia lahan, penelitian belum selesai dilakukan, disimpan untuk sewaktu-waktu ada penyisipan untuk tanaman induk atau tanaman bapak, koleksi dan pengamatan lanjut sebelum bibit-bibit tersebut dimusnahkan. Pada awal sebelum penanaman bibit, polibeg disusun dua baris lurus dengan menggunakan tali kawat sebagai pembatas. Penggunaan dua baris ini dilakukan agar pemeliharaan bibit pada masa awal dapat mudah dilakukan dan menunggu bibit untuk adaptasi dengan lingkungan baru. Setelah satu bulan barulah bibit digeser untuk menmpati jarak tanam 90 cm x 90 cm x 90 cm. ini dilakukan dengan menggunakan kawat yang telah diberi pembatas 90 cm dan patok bambu-bambu berjarak 90 cm. tiap petak berisi lima baris dan tiap baris berisi 40 – 50 bibit. Baris ke-6 dari setiap petak dikosongkan untuk jalan pemeliharaan.
50
e. Penanaman Sebelum melakukan penanaman kantongan disiram terlebih dahulu dengan air. Pembuatan lubang tanam bisa dilakukan dengan alat silinder plat besi, tangan atau menggebor tanah menggunakan selang yang airnya mengalir. Penggunaan silinder besi jarang dilakukan karena tidak menghemat waktu dan boros dalam penggunaan tenaga. Penggunaan tangan yang digabungkan dengan pengeboran menggunakan selang air adalah cara yang paling disukai karena mudah dan cepat. Lubang tanam dibuat sedalam ukuran polibeg pada pembibitan awal (10-12 cm diameter). Setelah lubang tanam dibuat, terlebih dahulu polibeg diberi identitas untuk menghindari tercampurnya persilangan lainnya. Pada saat penanaman diperlukan tenaga kerja yang cukup banyak karena dibagi menjadi beberapa bagian tugas seperti membuat lubang tanam dengan membor menggunakan selang air, membawa bibit dari pembibitan awal dan menyimpannya satu per satu pada polibeg besar, menulis identitas pada polibeg besar, membuka/merobek polibeg kecil dan menanamnya dan menyiram bibit yang baru selesai di tanam secara hatihati. Pada waktu merobek tanah harus dilakukan secara hati-hati agar akar tanah tidak pecah sehingga akar tidak terlalu stress menghadapi lingkungan yang baru. Letakan bibit tepat ditengah, bibit ditanam hingga sebatas leher akar dan tutup sampai benar-benar bibit tegak dan kuat. f. Penyiraman Penyiraman bibit pada pembibitan utama di pemuliaan dilakukan dengan menggunakan selang air yang terhubung dengan keran pada pipa air. Penyiraman dilakukan dua kali sehari pada pagi dan petang. Apabila turun hujan penyiraman tidak dilakukan. g. Pemupukan Pemupukan pada pembibitan utama dilakukan dengan menggunakan pupuk majemuk NPKMg yang diaplikasikan dengan menyebarkan disekitar kantongan tanpa mengenai batang dan daun. Setiap polibeg diberi satu genggam NPKMg majemuk. Interval pemupukan dan jumlah pupuk yang digunakan
51
tergantung pada umur bibit. Pemupukan pada pembibitan pemuliaan diberikan sesuai anjuran atau standar yang berlaku di PPKS.
a
b
Gambar 8. Pemupukan Bibit Kelapa Sawit. (a) Bentuk Pupuk. (b) Cara Pemupukan di Pembibitan Utama. h. Pengendalian gulma Gulma dikendalikan dengan kored dan garu untuk wilayah disekitar kantong bibit dengan siklus 2 -3 minggu dan mencabut diareal kantong dengan menggunakan tangan. Apabila dengan cara kimia bisa menggunakan herbisida pra tumbuh dan kemudian menggunakan herbisida purna tumbuh dengan siklus 3 bulan. Tinggi penyemprotan harus dibawah kantongan bibit agar tidak mengenai bibit. Jenis herbisida yang biasa digunakan adalah ametrin, simazin, dan diuron 22,5 kg dilarutkan dalam 500 liter air untuk 1ha. Pada pembibitan utama di pembibitan pemuliaan penggunaan herbisida jarang/tidak dilakukan karena sangat beresiko dan dapat menyebabkan abnormalitas apabila tidak digunakan secara hati-hati. i. Pengendalian OPT Pemeriksaan teratur perlu dilakukan dan setiap kejadian baru yang ditemukan segera di laporkan. Pemakaian sistem pengendalian perlu diperhatikan dengan benar. Hama yang paling sering menyerang adalah Apogonia sp. Dan Aderotus sp. Aktif memakan epidermis daun dan meninggalkan lubang-lubang. Bekerja mulai sore hari dan pada siang hari bersembunyi disemak-semak pembibitan. Penyakit yang sering menyerang adalah cendawan Rhizoctonia sp. dan Phytium sp. Terhadap masalah hama dan penyakit cara yang terbaik adalah pencegahan. Menciptakan kondisi yang tidak terlalu lembab dan menghilangkan sumber infeksi seperti dengan mengurangi naungan, memotong bagian yang sakit
52
atau tanaman yang telah terserang, pemusnahan atau pembakaran tanaman yang terkena gejala atau telah terserang, pengutipan hama, membebaskan tanah atau pelindung dari kemungkinan mengandung sumber infeksi. Pengamatan yang terus menerus dan teliti akan menghindari tanaman pada pembibitan utama dari serangan hama dan penyakit. Pada pembibitan pemuliaan penggunaan bahanbahan kimia tidak dianjurkan karena akan menggangu pertumbuhan tanaman yang diteliti persilangannya.
Gambar 9. Penyemprotan Pestisida di Pembibitan Utama. j. Pemangkasan Pemangkasan dilakukan agar bibit terlihat bagus dan terawat. Selain itu pemangkasan sangat baik untuk peremajaan tanaman khususnya pada bagian daun dan sanitasi tanaman. Daun yang telah tua dan rusak perlu dipangkas agar energy yang ada pada daun terfokus untuk penumbuhan bakal daun (daun muda). Daun dipangkas dengan menggunakan gunting atau arit, buang daun-daun yang rusak atau terkena serangan hama karena akan menjadi tempat penyakit masuk. Buang daun dan sisakan pada bagian pangkal untuk menunjang daun muda tumbuh khususnya pada awal-awal bibit masuk ke pembibitan utama. k. Seleksi Seleksi pada pembibitan utama dilaksanakan pada saat bibit berumur 4 bulan, 8 bulan, dan saat akan dipindahkan kelapangan (12 bulan). Tetapi tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan seleksi pada saat ditemui bibit abnormal di luar waktu yang telah ditetapkan. Seleksi dilakukan dengan melakukan inspeksi pada setiap kelompok tanaman yang dipelihara. Pertumbuhan bibit abnormal akan sangat jelas pertumbuhan dan kanampakannya apabila diperhatikan dengan teliti
53
dan jelas. Apabila ciri-ciri abnormalitas sudah jelas maka bibit sudah bisa untuk diafkir karena bibit abnormal akan mengganggu pertumbuhan bibit lainnya dan untuk abnormalitas tertentu dapat menularkan ke bibit lainnya yang sehat dan jagur. Seleksi yang sangat ketat sangat dibutuhkan agar pada saat penanaman tidak tercampur bibit abnormal ke dalam bibit yang sehat dan normal. Pengetahuan symton atau tanda gejala abnormalitas bagi para petugas harus benar-benar dikuasai agar tidak terjadi kesalahan pada saat seleksi dan petugas mampu dengan cepat mengidentifikasi bibit-bibit yang abnormal. Penanganan yang teliti dan cepat akan mengurangi tingkat kesalahan pada saat seleksi bibit. Karena bibit yang ditanam merupakan investasi kedepannya.
Gambar 10. Bibit Hasil Seleksi di Pembibitan Utama. Pada seleksi tahap pertama atau umur 4 bulan bibit pada pembibitan awal diperiksa dengan sangat ketat oleh 3 orang petugas. Tugas dari ketiga orang tersebut yakni satu orang sebagai pencatat dari kelompok persilangan mana dan berapa jumlah bibit yang menunjukan ciri-ciri abnormal, dua orang sisa berdiri di kedua sisi bedengan pada pembibitan awal untuk melihat dan mencari pada kedua sisi timur dan barat bibit-bibit yang menunjukan gejala abnormalitas. Pada tahap awal ini gejala abnormalitas belum terlalu jelas sehingga bibit yang dicurigai abnormal hanya ditandai dengan patok atau cat. Seleksi tahap kedua dilakukan pada bibit berumur 8 bulan. Sama seperti seleksi pertama dilakukan oleh tiga orang petugas yang pekerjaannya sama seperti pada seleksi pertama. Pada seleksi tahap kedua bibit yang sudah terseleksi pada tahap
pertama
diperiksa
kembali
apakah
semakin
jelas
menampakan
abnormalitasnya atau malah pulih dari gejala abnormalitas. Pada seleksi tahap
54
kedua sudah ada beberapa gejala abnormal yang telah terlihat untuk yang telah pasti abnormal bisa langsung di afkir dari pertanaman apalagi jika abnormalitasnya bisa menular ke tanaman lainnya seperti abnormalitas yang disebabkan oleh penyakit. Sedangkan untuk gejala abnormalitas yang masih kurang jelas masih bisa dibiarkan tumbuh di pertanaman karena kemungkinan untuk pulih masih ada. Pada seleksi tahap ketiga dengan jumlah petugas yang sama bibit yang telah ditandai diperiksa kembali kenampakan pertumbuhannya apakah masih menunjukan pertumbuhan abnormal atau malah pulih menjadi tanaman yang sehat dan normal. Untuk tanaman yang telah pasti abnormal dipisahkan dari pertanaman dan di afkir (dimusnahkan). Sedangkan bibit yang sehat dan normal sudah siap untuk dipindahkan ke lapang untuk ditanam. Pada setiap bibit yang abnormal dan afkir salah satu petugas yang bertugas mencatat harus memasukan data bibit abnormal dan jumlah bibit yang di afkir agar identitas bibit dan berita acara pemusnahan jelas tertulis di laporan. l. Pemusnahan Pemusnahan dilakukan pada sisa bibit yang tidak digunakan Pemusnahan merupakan kegiatan yang harus dilakukan agar sisa –sisa tanaman penelitian dari berbagai persilangan tidak tercampur dan disalahgunakan. Selain itu pemusnahan dilakukan karena lahan akan digunakan kembali untuk tanaman yang akan diteliti selanjutnya. Beberapa kegiatan pemusnahan diantaranya adalah : pemotongan pangkal batang, pencincangan polibeg sisa pemotongan dan pembakaran. Bibit sisa maupun abnormal dimusnahkan dengan memotong pangkal batang atau 2-3 cm dibawah pangkal batang. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan kapak, usahakan pemotongan tepat pada titik tumbuh agar tanaman benar-benar mati. Apabila tidak terpotong pada bagian titik tumbuh maka tanaman akan tumbuh kembali. Pemotongan dilakukan per kelompok persilangan agar teratur dan rapi. Pada setiap pemotongan disisakan 5-10 tanaman per kelompok persilangan sebagai sisa persilangan yang apabila sisa masih digunakan bisa digunakan. Pekerjaan dilakukan oleh semua pekerja, pembagiannya setiap pekerja berpasangan dimana satu orang memotong pangkal batang sedangkan satu orang
55
lagi membawa dan mengumpulkan hasil potongan. Setelah bibit terpotong kumpulkan sampah daun pada satu titik untuk selanjutnya dibakar sedangkan sampah polibeg dan tanah dibiarkan untuk selanjutnya dicincang. Mandor mencatat setiap persilangan dan jumlah bibit yang dimusnahkan. Polibeg sisa pemotongan dicincang untuk memisahkan sisa tanah dan akar di dalamnya. Polibeg dicincang dengan menggunakan kapak dengan membagi dua bagian kemudian bisa menginjaknya agar akar dan tanah yang berada di dalamnya keluar dari polibeg dan mudah untuk dipisahkan. Tanah bekas penanaman terdahulu yang terpisah dibiarkan tetap di pertanaman sedangkan akar dikumpulkan untuk dimusnahkan dan dibakar. Sampah hasil pemusnahan dibiarkan agar kering terkena sinar matahari. Setelah beberapa hari sampah dibakar pada suatu lahan yang kosong agar panas tidak mengenai bibit disekitarnya. Seleksi Bibit Seleksi bibit harus dilakukan pada pembibitan awal maupun pembibitan utama. Seleksi dilakukan agar didapat bibit-bibit yang sehat dan jagur. Pelaksanaan seleksi yang ketat menyebabkan tidak tercampurnya bibit-bibit abnormal pada masa transplanting ke pembibitan utama maupun pada pertanaman dilapangan. Pengamatan visual dan pengenalan symton (tanda-tanda) pada bibit akan memudahkan membedakan mana bibit yang sehat dan mana bibit yang tidak sehat (abnormal). Dalam seleksi bibit perkembangan vegetatif bibit diperhatikan kesesuaiannya dengan standar pertumbuhan bibit pada umumnya. Seleksi bibit dilakukan pada pembibitan awal dilakukan pada satu bulan pertama, dua bulan, 3-4 bulan atau sebelum pindah tanam. Sedangkan pada pembibitan
utama
dilakukan pada umur 4 bulan, 8 bulan dan 12 bulan atau saat pindah tanam ke lapang. Hasil Pada pengamatan seleksi kedua yang dilakukan pada tanaman kelapa sawit jenis Cameroon didapat bahwa abnormalitas tertinggi pada jenis Dura berada pada jenis CMR 066 D dengan 21,05 % dikuti dengan CMR 101 D,CMR 092 D,CMR 041 D dan CMR 044D dengan nilai masing-masing 20,00 %, 16,67 %, 14,29 %
56
dan 13,04 %. Sedangkan tingkat abnormalitas terendah didapat pada CMR 020 D dengan nilai 1,25%. untuk jenis Tenera yang memiliki tingkat abnormalitas tertinggi berada pada CMR 074 T dengan nilai 7,14% dan terendah pada CMR 102 T dengan nilai 7,02%. Data tingkat abnormalitas jenis Cameroon disajikan dalam Gambar 13. Dari Gambar 12 dapat diketahui persentase jenis abnormalitas pada Cameroon tipe DxD tertinggi pada jenis abnormalitas bibit tegak (Sterile/baren) dengan persentase 0,50 %, sedangkan jenis abnormalitas terendah adalah anak daun melebar dan memendek serta etiolasi dengan nilai 0,04 %. Hal
% Abnormalitas
ini terlihat pada Gambar 12. 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
Keterangan : ADJ (anak daun jarang), ADR (anak daun rapat), CD (Crown Desease), ADMM (anak daun melebar`dan memendek)
Gambar 11. Persentase Abnormalitas Pada Cameroon Tipe DxD Untuk tipe TxT abnormalitas tertinggi ada pada jenis abnormalitas etiolasi dan crown desease dengan
nilai 0,07% sedangakan yang terendah adalah
pertumbuhan terhambat dan anak daun rapat dengan nilai 0,03 %. Hal ini terlihat pada Gambar 13. % abnormalitas
0.08 0.06 0.04 0.02 0.00 terhambat
etiolasi
ADR
CD
Keterangan : ADR (anak daun rapat), CD (Crown Desease)
Gambar 12. Persentase Abnormalitas Pada Cameroon tipe TxT
57
Gaambar 13. Persentase Tingkat Abn normalitas pada Bibit Cameroon
58
Tingkat abnormalitas pada setiap jenis abnormalitas 1. Penyakit tajuk Pengamatan bibit yang terkena penyakit tajuk pada Cameroon didapat bahwa tingkat abnormalitas tertinggi ada pada CMR 041 D dengan nilai 7,14 %. Hal ini terlihat dalam Gambar 14. Persentase (%)
8 6 4 2 0 CMR 041 D
CMR 059 D
CMR 099 D
CMR 074 T
Bag code
Gambar 14. Persentase Crown Desease pada Bibit Cameroon
2. Kerdil (Stunted) Pengamatan tingkat abnormalitas tertinggi untuk bibit yang kerdil berada pada CMR 029 D dengan nilai 3,03 %. Dapat dilihat pada Gambar 15.
Persentase (%)
5 4 3 2 1 0 CMR 029 D
CMR 044 D Bag code
Gambar 15. Persentase Kerdil pada Bibit Cameroon
3. Bibit tegak (sterile/baren) Pengamatan pada Cameroon menunjukan bahwa persentase bibit tegak tertinggi berada pada CMR 101 D dengan nilai 20 %. Persentase bibit tegak ini dapat dilihat pada Gambar 16.
59
Persentase (%)
25 20 15 10 5 0 CMR CMR CMR CMR CMR CMR CMR CMR CMR CMR 015 D 018 D 029 D 035 D 037 D 044 D 066 D 086 D 092 D 101 D Bag code
Gambar 16. Persentase Bibit Tegak pada Cameroon
4. Pertumbuhan terhambat Pada pengamatan di Cameroon didapat bahwa jenis Cameroon yang memiliki tingkat abnormalitas tertinggi pada pertumbuhan terhambat berada pada CMR 072 D dengan nilai 7,41 %. Persentase bibit tegak ini dapat dilihat pada
persentase
Gambar 17. 8 7 6 5 4 3 2 1 0 CMR CMR CMR CMR CMR CMR CMR CMR CMR CMR CMR 002 D 021 D 041 D 044 D 049 D 050 D 072 D 080 D 087 D 099 D 074 T Bag code
Gambar 17. Persentase Bibit Terhambat pada Cameroon
5. Anak daun rapat Pengamatan abnormalitas anak daun rapat pada Cameroon didapat bahwa CMR 008 D memiliki persentase terbesar dalam tingkat abnormalitas dengan nilai 7,69 %.
60
Persentase (%)
10 8 6 4 2 0 CMR 008 D
CMR 029 D
CMR 033 D
CMR 036 D
CMR 041 D
CMR 045 D
CMR 078 D
CMR 090 D
CMR 102 T
Bag code
Gambar 18. Persentase Anak Daun Rapat pada Bibit Cameroon
6. Anak daun jarang (Wide internode) Pengamatan tingkat abnormalitas pada anak daun jarang di Cameroon didapat bahwa persentase tertinggi ada pada CMR 006 D dengan nilai 5,26 %. Dapat dilihat pada Gambar 19.
Persentase (%)
6 5 4 3 2 1 0 CMR 042 D
CMR 066 D bag code
Gambar 19. Persentase Anak Daun Jarang pada Cameroon
7. Etiolasi Pengamatan menunjukan bahwa persentase tertinggi bibit abnormal etiolasi pada Cameroon tertinggi berada pada CMR 074 D dengan nilai 3,57%. Dapat dilihat pada Gambar 20.
61
Persentase (%)
4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 CMR 020 D
CMR 102 T
CMR 074 T
Bag code
Gambar 20. Persentase Etiolasi pada Cameroon
Pengaruh Ukuran dan Jenis Polibeg Terhadap Keragaan Tumbuh dan Efisiensi di Pre Nursery Tingginya pertumbuhan dan perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menyebabkan semakin tingginya minat masyarakat untuk membuka perkebunan kelapa sawit, hal ini menyebabkan semakin banyak lahan yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit. Tingginya konversi lahan manjadi kelapa sawit menyebabkan semakin sedikitnya ketersediaan lahan serta tanah. Efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan lahan dan tanah sangat diperlukan agar lahan tidak digunakan secara sia-sia. Areal pembibitan kelapa sawit merupakan tempat dimana lahan dan tanah harus digunakan seefisien dan seefektif mungkin. Hal ini terjadi karena pada areal pembibitan yang memiliki luasan sekitar 1 – 1,5 % dari seluruh luasan pertanaman harus mampu menampung semua bibit yang diperlukan untuk pertanaman keseluruhan. Selain itu ketersediaan media tanam (top soil) di pembibitan harus tersedia baik untuk keperluan pre nursery maupun main nursery. Syarat media tumbuh yang baik adalah ringan, murah, mudah didapat, porus (gembur) dan subur (kaya unsur hara). Penggunaan media tumbuh yang tepat akan menentukan pertumbuhan optimum bibit yang ditangkarkan. Pada budidaya kelapa sawit tanah yang umum di gunakan adalah top soil. Penggunaan media tanah top soil yang terus-menerus menyebabkan semakin berkurang dan hilangnya top soil yang ada pada areal pembibitan yang akan menyebabkan
62
kurang optimumnya pertumbuhan bibit kelapa sawit. Penggunaan tanah top soil yang bijak akan mempertahankan ketersediaan top soil. Penggunaan wadah media tanam yang tepat akan mengurangi pemborosan pada penggunaan tanah (top soil) di pembibitan sehingga tanah yang digunakan akan efisien dan mampu memenuhi kebutuhan top soil di pembibitan. Jenis wadah media tanam yang umum digunakan di pembibitan yakni polibeg. Pemilihan polibeg sebagai wadah tanam untuk budidaya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dimilikinya seperti: harga murah, tahan karat, tahan lama, ringan bentuk seragam, tidak cepat kotor dan mudah diperoleh pada toko Saprodi, toko Plastik. Selain itu haruslah sangat baik untuk drainase dan aerasi sehingga tanaman dapat tumbuh subur seperti dilahan. Penentuan ukuran Polibeg yang cocok untuk pertumbuhan tanaman diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam penggunaan media dan nutrisi (Rahman, 2008). Meningkatanya permintaan akan bibit sawit menyebabkan ketersediaan media dan wadah tanam harus selalu siap dalam waktu yang cepat. Hal ini akan menyebabkan semakin tingginya harga wadah media tanam yang digunakan khususnya polibeg, ini akan menjadi sangat berat bagi perusahaan sawit apalagi para petani kecil kelapa sawit. Penggantian jenis dan ukuran polibeg dari yang standar atau biasa digunakan diharapkan mampu mengurangi masalah tersebut. Hasil 1. Rekapitulasi hasil sidik ragam Hasil sidik ragam menunjukan bahwa penggunaan jenis dan ukuran polibeg yang berbeda berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah daun (5 MST) dan berpengaruh sangat nyata (pada 10, 11, dan 12 MST) ada pada, untuk tinggi berpengaruh nyata (pada 5, 7, dan 12 MST) dan berpengaruh sangat nyata (pada 6, 8, 9, 10, dan 11 MST), sedangkan diameter berpengaruh nyata (7 MST) dan berpengaruh sangat nyata (pada 10, 11 dan 12 MST). Varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah daun (pada 6, 9, dan 10 MST) dan berpengaruh sangat nyata (pada 5, 7, 11, dan 12 MST), terhadap tinggi varietas berpengaruh sangat nyata (410 MST), sedangkan terhadap diameter varietas berpengaruh sangat nyata (5-12 MST). Rekapitulasi Uji F disajikan dalam Tabel 5.
63
Tabel 5. Rekapitulasi Uji F Peubah
Periode
Polibeg
Pengamatan (MST)
(P)
(V)
P&V
4
tn
tn
tn
6.9
5
*
**
tn
8.78
6
tn
*
tn
7.94
7
tn
**
tn
4.97
8
tn
tn
tn
5.05
9
tn
*
tn
3.92
10
**
*
tn
7.09
11
**
**
tn
6.51
12
**
**
tn
6.51
4
tn
**
tn
5.74
5
*
**
tn
5.55
6
**
**
tn
5.49
7
*
**
tn
6.92
8
**
**
tn
7.45
9
**
**
tn
7.86
10
**
**
tn
6.08
11
**
tn
*
5.51
12
*
tn
*
5.51
4
tn
tn
tn
8.67
5
tn
**
tn
7.39
6
tn
**
tn
7.09
7
*
**
tn
6.71
8
tn
**
tn
8.92
9
tn
**
tn
12.35
10
**
**
tn
9.06
11
**
**
tn
9.44
12
**
**
tn
9.44
Jumlah Daun
Tinggi
Diameter
Keterangan :
P&V * ** tn
Varietas Interaksi
: Interaksi perlakuan dan varietas : Berpengaruh nyata pada uji F taraf 5 % : Berpengaruh sangat nyata pada uji F taraf 1% : Tidak nyata
KK
64
Infformasi sidiik ragam terrhadap jum mlah daun, tiinggi dan diiameter adaa pada Lampiran 2. 2. Persen n tumbuh Haasil pada diagram d perrsen tumbuh h menunjukkan bahwaa Persen tum mbuh pada 2 MST M rata-ratta tertinggi pada P2 pada varietaas Simalunggun dengan n nilai 100%, P33 pada varietas Langkkat dengan n 96 % dann P1 dan P P3 pada vaarietas Yangambii masing-m masing 98,677%. Sedan ngkan terenndah pada P P4 untuk semua s varietas dengan nilai masing-maasing 82,67 7%, 66,67% % dan 73,33%. Pada 3 MST tertinggi P2, P P3 dan P4 pada Simalungun S n dengan niilai 100%, P1 dan P3 pada langkat deengan nilai 97,33% dan d P0 dan P3 P pada Yaangambi denngan nilai 100%. 1 Sedangkann terendah P0 dan P1 pada Simaalungun denngan nilai 997.33%, P0 pada Langkat dengan d nilaii 93,33%, P4 P pada Yan ngambi denggan nilai 966%. Pada 4 MST persen tum mbuh tertingggi pada P22, P3 dan P4 4 pada Simaalungun denngan nilai 100%, 1 P3 pada Langkat L denngan 98,677%, P0, P1 dan P3 paada Yangam mbi dengan n nilai 100%. Seedangkan teerendah padda P1 deng gan 97,33% %, P0 dan P P4 pada langkat dengan nilai 96% dann P4 pada yangambi y dengan d nilai 97,33%. D Dari data terrsebut pada 3 daan 4 MST ada peninggkatan sign nifikan padaa persen tuumbuh P4 dapat dilihat padda Gambar 21. 2 120 0 100 0
% Tumbuh
80 0 P0
60 0
P1 40 0
P2 P3
20 0
P4 0 SM
SM
SM
LTC
LTC
LTC
YNG
YNG
YNG
2 3MSTT 4 MST 2 MST 3MST 4 MST 2 MST 3MST 4 MST 2 MST Varietas daan Waktu
Gambar 21. Persentasse Tumbuh Bibit
65
3. Pengaruh penggunaan jenis dan ukuran polibeg, varietas dan interaksi polibeg dengan varietas terhadap peubah pertumbuhan bibit Tabel 6 menunjukan bahwa polibeg berpengaruh nyata terhadap peubah pertumbuhan, kecuali pada jumlah daun umur 4, 6, 7, 8 dan 9 MST, tinggi bibit pada umur 4 MST dan diameter bibit pada umur 4, 5, 6, 8 dan 9 MST tidak berpengaruh nyata. Tabel 6. Pengaruh Jenis Polibeg Terhadap Jumlah Daun, Tinggi Bibit dan Diameter Batang Peubah
Umur
Uji F
Jumlah Daun
4 5 6 7 8 9 10 11 12 4 5 6 7 8 9 10 11 12 4 5 6 7 8 9 10 11 12
tn * tn tn tn tn ** ** ** tn * ** * ** ** ** ** * tn tn tn * tn tn ** ** **
Tinggi
Diameter
P0 1.04 1.28a 1.65 1.89 1.90 2.15 2.40a
P1 1.05 1.29a 1.64 1.84 1.91 2.07 2.27ab
Polibeg P2 1.09 1.29a 1.64 1.82 1.89 2.00 2.14b
2.75a 2.99a 6.83 7.76bc 9.71bc 11.36b 12.42b 14.79a 16.62a 17.45a 17.97a 0.35 0.39 0.42 0.46a 0.44 0.46 0.56a 0.58a 0.60a
2.57b 2.89a 7.00 8.12b 9.91b 11.50b 12.35b 14.57a 16.57a 17.47a 18.11a 0.35 0.38 0.40 0.41b 0.43 0.45 0.50b 0.54b 0.56a
2.51b 2.85a 6.87 7.84bc 9.71bc 11.75ab 12.79ab 14.62a 16.33a 17.45a 18.21a 0.37 0.38 0.38 0.41b 0.43 0.45 0.51b 0.53b 0.57a
P3 1.03 1.11b 1.47 1.80 1.92 1.98 1.99c
P4 1.07 1.11b 1.52 1.83 1.89 1.95 1.98c
2.27c 2.63b 6.62 7.50c 9.26c 10.55c 11.25c 12.61b 14.26b 15.50b 16.53b 0.35 0.37 0.40 0.42b 0.44 0.43 0.49b 0.51b 0.56a
2.02d 2.34c 7.42 8.71a 10.76a 12.33a 13.53a 14.69a 15.91a 17.15a 18.35a 0.35 0.37 0.39 0.41b 0.42 0.41 0.42c 0.45c 0.48b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
66
Tabel 7 menunjukan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap peubah pertumbuhan, kecuali pada jumlah daun umur bibit 4 dan 8 MST, tinggi bibit umur 11 dan 12 MST dan diameter umur bibit 4 MST. Tabel 7. Pengaruh Varietas Terhadap Jumlah Daun, Tinggi Bibit dan Diameter Batang Peubah Jumlah Daun
Tinggi
Diameter
Varietas
Umur (MST)
Uji F
4 5 6 7 8 9 10 11 12 4 5 6 7 8 9 10 11 12 4 5 6 7 8 9 10 11 12
tn ** * ** tn * * ** ** ** ** ** ** ** ** ** tn tn tn ** ** ** ** ** ** ** **
Simalungun 1.09 1.34a 1.67a 1.91a 1.93 2.04ab 2.22a 2.59a 2.82a 7.75a 8.64a 10.27a 12.04a 13.12a 14.97a 16.55a 17.24a 17.96 0.36 0.40a 0.42a 0.45a 0.450a 0.47a 0.52a 0.56a 0.58a
Langkat 1.07 1.22b 1.55b 1.83b 1.91 2.07a 2.19a 2.49a 2.86a 7.14b 8.21b 10.12a 11.77a 12.70a 14.28ab 15.95ab 17.10a 17.91 0.36 0.39a 0.41a 0.43a 0.450a 0.46a 0.52a 0.55a 0.61a
Yangambi 1.02 1.15b 1.55b 1.77b 1.87 1.98b 2.06b 2.19b 2.55b 5.95c 7.10c 9.23b 10.68b 11.59b 13.53b 15.32b 16.67a 17.63 0.34 0.36b 0.36b 0.39b 0.390b 0.39b 0.44b 0.45b 0.48b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
a. Jumlah daun Tabel 8 menunjukan jumlah daun perlakuan berpengaruh nyata (pada 1012 MST) dan tidak berbeda nyata (pada 4- 9 MST). Jumlah daun berpengaruh
67
terhadap varietas namun tidak berbeda nyata (pada 4 dan 8 MST). Jumlah daun semakin meningkat dengan dengan semakin meningkatnya umur. Jumlah daun yang terbesar dari semua perlakuan pada 9 MST adalah varietas Langkat pada P0 yaitu 2.23 helai yang tidak berbeda nyata dengan P0 pada varietas Simalungun. Pada umur 12 MST, jumlah daun terbesar adalah varietas Langkat pada perlakuan P0 yaitu 3.20 helai daun yang tidak berbeda nyata terhadap P1 dan P2 pada varietas yang sama dan P0, P1 dan P2 pada varietas Simalungun. b. Tinggi Tabel 9 menunjukan tinggi perlakuan berpengaruh (pada 5-12 MST) namun tidak berpengaruh nyata pada 4 MST. Tinggi berpengaruh sangat nyata (pada 4-10 MST) namun tidak berbeda nyata (pada 11 dan 12 MST). Tinggi bibit semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya umur bibit. Tinggi bibit tertinggi pada umur 9 MST dari semua perlakuan adalah varietas Simalungun pada P4 yaitu 16.37 cm yang tidak berbeda nyata dengan P1 dan P2 pada varietas yang sama dan P0 pada varietas Langkat. Pada umur 12 MST tinggi tertinggi adalah varietas Simalungun pada perlakuan P4 yaitu 19,73 cm yang tidak berbeda nyata terhadap P1 dan P2 pada varietas yang sama, P0, P1 dan P2 pada varietas Langkat dan P0, P1, P2, dan P4 pada varietas Yangambi. c. Diameter Tabel 10 menunjukan diameter perlakuan berpengaruh sangat nyata (pada 10-12 MST) namun tidak berpengaruh nyata (pada 4-9
MST). Diameter
berpengaruh sangat nyata (pada 5-12 MST) namun tidak berbeda nyata pada 4 MST. Diameter bibit semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya umur bibit. Diameter bibit tertinggi pada semua perlakuan pada umur 7 MST adalah varietas Langkat pada perlakuan P0 yaitu 0.48 cm yang tidak berbeda nyata dengan P0, P2 dan P4 pada varietas Simalungun. Pada umur 12 MST diameter tertinggi untuk semua perlakuan adalah varietas Langkat pada perlakuan P3 yaitu 0,67 cm yang tidak berbeda nyata terhadap P0, P1 dan P2 pada varietas yang sama dan P0, P1 dan P2 pada varietas Simalungun.
68
Tabel 8. Interaksi Jenis Polibeg dan Varietas Terhadap Jumlah Daun.
Jenis Polibeg
4
Umur (MST) 5 6 7 8 9 10 11 ………………………………………..…helai……………………………………………. Simalungun
0 1 2 3 4
1.07a 1.13a 1.07a 1.10a 1.07a
1.37ab 1.37ab 1.37ab 1.20abcde 1.40a
1.70ab 1.63ab 1.67ab 1.57abcd 1.77a
1.97a 1.87ab 1.93ab 1.83ab 1.97a
1.93a 1.87a 1.93a 1.90a 2.00a Langkat
0 1 2 3 4
1.07a 1.03a 1.10a 1.00a 1.13a
1.30abc 1.33ab 1.20abcde 1.03de 1.23abcd
1.67ab 1.70ab 1.53abcd 1.37cd 1.47bcd
1.93ab 1.93ab 1.80ab 1.77ab 1.70b
0 1 2 3 4
1.00a 1.00a 1.10a 1.00a 1.00a
1.17bcde 1.17bcde 1.30abc 1.10cde 1.00e
1.60abc 1.60abc 1.73ab 1.47bcd 1.33d
1.77ab 1.73ab 1.73ab 1.80ab 1.83ab
2.17ab 2.10abc 2.00bcd 1.93cd 2.00bcd
12
2.53a 2.33ab 2.20bcd 1.97de 2.07bcde
2.93a 2.83abc 2.77abc 2.37defg 2.07hi
3.10ab 2.97abc 2.93abc 2.60cd 2.50d
1.93a 2.23a 1.93a 2.10abc 1.90a 2.03abcd 1.93a 2.00bcd 1.83a 2.00bcd Yangambi
2.50a 2.30abc 2.13bcde 2.00cde 2.00cde
2.87ab 2.63bcd 2.57cde 2.30efgh 2.10ghi
3.20a 2.97abc 2.90abc 2.80bcd 2.43de
1.83a 1.93a 1.83a 1.93a 1.83a
2.17bcde 2.17bcde 2.10bcde 2.00cde 1.87e
2.47def 2.23fgh 2.20fgh 2.13ghi 1.90i
2.67cd 2.73bcd 2.73bcd 2.50d 2.10e
2.07abcd 2.00bcd 1.97bcd 2.00bcd 1.87d
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
68
69
Tabel 9. Interaksi Jenis Polibeg dan Varietas Terhadap Tinggi Jenis Polibeg
4
0 1 2 3 4
7.45 7.88 7.46 7.41 8.58
0 1 2 3 4
7.11 7.20 7.09 6.87 7.41
0 1 2 3 4
5.93 5.93 6.08 5.58 6.28
Umur (MST) 5 6 7 8 9 10 11 …………………………………………….cm……………………………………………. Simalungun 8.27bc 9.90bcde 11.47bc 12.57bcd 14.66abc 16.29abcd 16.85bc 8.81b 10.43abc 12.17ab 13.05bcd 15.00ab 16.77abc 17.13abc 8.26bc 9.87bcde 12.19ab 13.36abc 15.36ab 16.94ab 17.67ab 8.15bc 9.78bcde 11.11bc 11.90bcd 13.44bc 15.12cd 15.95c 9.73a 11.38a 13.25a 14.71a 16.37a 17.61a 18.63a Langkat 8.08bc 9.83bcde 11.56bc 12.74bcd 15.09ab 16.76abc 17.72ab 8.38bc 10.07bcde 11.75bc 12.61bcd 14.79abc 16.91ab 17.77ab 8.18bc 10.27bcd 12.13ab 12.85bcd 14.36bc 16.23abcd 17.55abc 7.79cd 9.73bcde 11.05bc 11.79cd 12.93cd 14.83d 16.26bc 8.63bc 10.71ab 12.40ab 13.52ab 14.21bc 15.05cd 16.20bc Yangambi 6.93de 9.41cde 11.05bc 11.96bcd 14.61abc 16.81abc 17.79ab 7.17de 9.24def 10.57cd 11.41de 13.93bc 16.05abcd 17.51abc 7.08de 9.01ef 10.92bc 12.16bcd 14.15bc 15.83bcd 17.12abc 6.57e 8.28f 9.51d 10.01e 11.47d 12.83e 14.27d 7.76cd 10.20bcd 11.34bc 12.37bcd 13.49bc 15.08cd 16.63bc
12
17.03bc 17.81ab 18.42ab 16.81bc 19.73a 18.63ab 18.25ab 18.17ab 17.44b 17.07bc 18.25ab 18.27ab 18.03ab 15.35c 18.23ab
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
69
70
Tabel 10. Interaksi Jenis Polibeg dan Varietas Terhadap Diameter
Jenis Polibeg
0 1 2 3 4
0.34 0.36 0.38 0.35 0.38
0 1 2 3 4
0.39 0.35 0.36 0.34 0.35
0 1 2 3 4
0.32 0.35 0.37 0.36 0.32
Umur (MST) 4 5 6 7 8 9 10 11 …………………………………………….cm……………………………………………. Simalungun 0.42 0.48 0.47a 0.47 0.51 0.59ab 0.60ab 0.40 0.42 0.43abcd 0.44 0.45 0.52bcde 0.59abc 0.39 0.38 0.46a 0.45 0.48 0.56abc 0.60ab 0.37 0.41 0.44abc 0.46 0.48 0.47de 0.51cde 0.40 0.41 0.45ab 0.45 0.46 0.46e 0.50cde Langkat 0.40 0.42 0.48a 0.47 0.46 0.61a 0.62a 0.37 0.41 0.43abcd 0.46 0.46 0.51bcde 0.56abcd 0.39 0.39 0.40bcd 0.41 0.47 0.51bcde 0.56abcd 0.40 0.42 0.43abcd 0.47 0.46 0.54abcd 0.57abc 0.38 0.40 0.45abc 0.44 0.43 0.45e 0.47de Yangambi 0.35 0.36 0.44abc 0.39 0.42 0.49cde 0.52bcde 0.38 0.36 0.38de 0.39 0.43 0.48de 0.47de 0.36 0.36 0.38de 0.42 0.40 0.46de 0.44ef 0.39 0.38 0.39cd 0.39 0.36 0.45e 0.45ef 0.34 0.34 0.34e 0.35 0.35 0.35f 0.37f
12
0.64ab 0.58abc 0.63ab 0.56bcd 0.49def 0.64ab 0.59abc 0.60abc 0.67a 0.53cde 0.52cde 0.52cde 0.48def 0.46ef 0.41f
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
70
71
4. Bentuk akar Hasil pengamatan menunjukan bentuk akar yang berbeda pada setiap perlakuan. Perlakuan P0 memiliki akar yang paling besar dan kekar. Bentuk akar dipengaruhi oleh bentuk polibeg semakin besar polibeg berarti akan semakin besar dan banyak akar yang terbentuk. Bentuk dan jumlah akar semakin mengecil seiring dengan semakin kecilnya polibeg. Perlakuan P3 dengan plastik aqua menyebabkan akar kecil dan panjang menggulung pada bagian dasar gelas. Hal ini diakibatkan oleh lubang yang kurang pada dasar plastik tersebut sehingga akar sulit berkembang. Apabila lubang ditambah pada dasar plastik kekuatan menyimpan air polibeg semakin rendah sehingga kondisi media dalam polibeg akan cepat kering. Perlakuan P4 menyebabkan ukuran akar yang kecil dikarenakan ruang tumbuh yang semakin kecil akar sulit berkembang. Jemis tanah yang digunakan adalah podzolik. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 22.
b
a
d
c
e
Gambar 22. Bentuk Akar pada Setiap Perlakuan: (a) Perlakuan PO, (b) Perlakuan P1, (c) Perlakuan P2, (d) Perlakuan P3, dan (e) Perlakuan P4 5. Hasil Seleksi Bibit Pada pengamatan hasil seleksi bibit didapat bahwa persentasi abnormalitas tertinggi pada varietas simalungun adalah perlakuan P1 dengan 0,07 % sedangkan abnormalitas terendah ada pada perlakuan P4 dengan nilai 0,01 %. Jumlah bibit atau kecambah mati tertinggi ada pada perlakuan P0 dengan nilai 0,01 %. Dapat dilihat dalam Gambar 23.
72
Persentase (%)
0.07 0.06
SMB Abnormal
0.05
SMB Mati
0.04 0.03 0.02 0.01 0.00 P0
P1
P2
P3
P4
Gambar 23. Persentase Abnormalitas dan Bibit/Kecambah Mati pada Simalungun Pada varietas Langkat persentasi abnormalitas tertinggi didapat pada perlakuan P0, P1 dan P4 dengan nilai 0,03 % dan terendah pada perlakuan P3 dengan 0 %. Untuk tingkat kematian perlakuan P2 dan P4 memiliki persen kematian tertinggi dengan nilai 0,04 % sedangkan terendah ada pada perlakuan P3
Persentase (%)
dengan nilai 0,01 %. Dapat dilihat dalam Gambar 24. 0.05 0.04 0.04 0.03 0.03 0.02 0.02 0.01 0.01 0.00
LTC Abnormal LTC Mati
P0
P1
P2
P3
P4
Gambar 24. Persentase Abnormalitas dan Bibit/Kecambah Mati pada Langkat Pada varietas Yangambi persentasi abnormalitas tertinggi didapat pada perlakuan P4 dengan nilai 0,01 % dan terendah pada perlakuan P0, P1 dan P3 dengan 0 %. Untuk tingkat kematian perlakuan P2 memiliki persen kematian tertinggi dengan nilai 0,04 % sedangkan terendah ada pada perlakuan P0 dan P3 dengan nilai 0 %. Dapat dilihat dalam Gambar 25.
73
Persentase (%)
0.05 0.04 0.04 0.03 0.03 0.02 0.02 0.01 0.01 0.00
YNG Abnormal YNG Mati
P0
P1
P2
P3
P4
Gambar 25. Persentasi Abnormalitas dan Bibit/Kecambah Mati pada Yangambi 6. Efisiensi Penggunaan Ukuran dan Jenis Polibeg a. Waktu Tabel 11 menunjukan perlakuan P3 dapat mempercepat waktu pengisian polibeg dengan nilai tertinggi yakni 10 810 polibeg/HK (8 jam). Sedangkan perlakuan P4 adalah yang terendah dengan nilai 1 028 buah polibeg/HK (8 jam). Tabel 11. Efisiensi Pengisian Polibeg/HK (8 jam) Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4
Jumlah Polibeg/ HK 1662 1516 1964 10810 1028
b. Luas Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa efisiensi luas terbaik ada pada perlakuan P4 dengan jumlah 6 000 bibit/luas bedengan (8 x 1.2 m). Efisiensi luas yang paling rendah pada perlakuan P0 dengan nilai 1333/luas bedengan (8 x 1,2 m). Tabel 12. Efisiensi Luas Per Bedengan 8 m x 1,2 m Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4
Luas Yang Terpakai (m²) 0.54 0.21 0.28 0.37 0.12
Jumlah Bibit/bedengan 1333 3428 2571 1959 6000
74
c. Harga Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa kebutuhan biaya paling rendah untuk polibeg adalah perlakuan P2 dan P4 yaitu Rp. 6000. Sedangkan perlakuan yang biayanya tertinggi adalah perlakuan P3 yaitu Rp. 21 000. Tabel 13. Efisiensi Harga/ Kebutuhan No 1 2 3 5 4
Nama Barang P3 Gelas Aqua P0 22 x 14 P1 18 x 9.5 P2 15x5 P4 13x6
Harga Satuan Rp 7000/100 buah Rp 16000/kg Rp 20.000/kg Rp 24.000/kg Rp 24.000/kg
Volume 3 1 0,5 0,25 0,25
Jumlah Harga Rp 21.000 Rp 16.000 Rp 10.000 Rp 6.000 Rp 6.000
75
PEMBAHASAN Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) sebagai suatu institusi yang menghasilkan benih kelapa sawit unggul mampu menjadi produsen dan penyalur benih kelapa sawit terbesar di Indonesia. Untuk konsumen yang ingin membeli langsung dalam bentuk bibit PPKS juga menyediakan penyaluran bibit kelapa sawit baik bibit pada pembibitan awal maupun bibit pada pembibitan utama yang unggul. Sebagai suatu pusat penelitian maka menjadi suatu kewajiban bagi PPKS untuk menghasilkan benih yang bermutu baik secara genetik, fisik, fisiologis dan bebas dari hama dan penyakit. Selain itu benih unggul yang telah dihasilkan harus dipelihara dan dirawat dengan baik untuk memenuhi permintaan konsumen peminat bibit kelapa sawit. PPKS melakukan berbagai penelitian untuk menghasilkan benih kelapa sawit unggul. Dengan adanya divisi pemuliaan (Breeding) semua pokok kelapa sawit yang berpotensi untuk dikembangkan, diteliti untuk mendapatkan varietas baru yang bermutu. Pemuliaan tanaman dengan sistem RSS (Reciprocal Reccurent Selection) telah dilakukan dan berhasil menemukan varietas baru yang unggul. Persilangan-persilangan yang dilakukan para pemulia tanaman pada pokok-pokok terpilih dengan melalui proses penyerbukan, menghasilkan benihbenih kelapa sawit yang nantinya akan di tangkarkan di pembibitan khusus untuk pemuliaan dan percobaan. Pembibitan di divisi pemuliaan dilakukan bukan untuk keperluan komersil, pembibitan ini dimaksudkan untuk menangkarkan benih hasil pemuliaan dengan melihat perkembangan dan pertumbuhannya apakah sesuai dengan karakter varietas yang diinginkan atau tidak. Selain itu pembibitan ini juga dimaksudkan untuk seleksi pohon induk, pohon bapak dan pengujian progeni. Menurut Darmosarkoro et al. (2008) dalam pemeliharaan pembibitan pemuliaan identitas setiap persilangan sangat penting karena pencampuran persilangan akan menurunkan kemurnian genetik dan homogenitas suatu persilangan.
76
Tujuan Pembibitan Pemuliaan dan Capaian Pembibitan Pembibitan pemuliaan bertujuan menghasilkan bibit-bibit hasil pemuliaan yang baik, jagur, identitas varietas yang
jelas dan keseragaman yang baik.
Pembibitan pemuliaan telah mampu menyediakan bibit-bibit terseleksi yang ketat yang nantinya akan digunakan sebagai pohon induk, pohon bapak dan bibit yang dipelihara khusus untuk pengujian progeni. Dengan luasan 1.5 ha pembibitan pemuliaan memelihara bibit-bibit pada pembibitan awal maupun pembibitan akhir secara teliti dan baik agar karakter fenotip maupun genotip terpelihara dengan baik. Selain pemeliharaan bibit-bibit hasil pemuliaan, pembibitan pemuliaan juga memelihara bibit hasil introduksi dari Negara asalnya. Introduksi dilakukan untuk melihat pertumbuhan bibitnya secara vegetatif dan generatif. Selain itu bibit hasil introduksi ini diteliti keunggulanya di pembibitan. Jika ditemukan keunggulannya maka beberapa sifat unggul tersebut dapat digunakan sebagai pohon percobaan persilangan.
Permasalahan Pembibitan Pemuliaan Jumlah tenaga kerja pada kegiatan tertentu Pada pembibitan, tenaga kerja sangat diperlukan untuk memelihara dan menjaga bibit agar tumbuh maksimal. Bibit yang sehat sangat penting apalagi untuk keperluan penelitian. Jumlah tenaga kerja yang memadai dan efisien akan menyebabkan bibit terawat dan terkontrol dengan baik. Pada pembibitan pemuliaan keperluan tenaga harus disesuaikan dengan kebutuhan. Penambahan jumlah tenaga kerja bisa dilakukan pada masa penanaman (transplanting pembibitan awal ke pembibitan utama) dan pemusnahan bibit. 1. Saat transplanting Pada masa transplanting tenaga kerja terfokus pada usaha mengejar waktu pananaman agar tepat waktu sehingga pekerjaan lainnya kurang terkontrol seperti penyiraman bibit, pembersihan alang-alang dan pemupukan. Penundaan penanaman menyebabkan bibit yang ditanam menjadi menumpuk dan perlu tenaga kerja yang cukup banyak. Persiapan areal untuk pembibitan utama harus
77
dilaksanakan secepat mungkin agar lahan siap dengan tepat waktu. Pengisian media tanam pada polibeg harus dilakukan minimal dua minggu sebelum tanam. Polibeg diisi sesuai dengan jumlah bibit yang akan ditanam. Pada proses pengisian polibeg pekerja harus dengan cepat mengisi polibeg agar siap untuk digunakan pada waktu penanaman. Penundaan penanaman akibat menunggu lahan yang siap untuk digunakan, menyebabkan banyaknya bibit yang akan ditanam lewat umur baik pada pembibitan awal maupun pembibitan utama. Penanaman bibit yang lewat umur menyulitkan pekerja, karena tanaman sudah tinggi dan memiliki akar yang besar dan banyak. Pembuatan lubang tanam harus besar agar tanaman tersebut kuat menancap dan tegak sehingga ketika angin kencang bibit tidak jatuh atau miring. Proses transplanting memerlukan banyak tenaga kerja, sehingga pelaksanaan kerjanya harus efektif dan efisien agar semua pekerjaan dapat terlaksana dan bibit terawat dengan baik. 3. Saat pemusnahan bibit Pada waktu pemusnahan banyak pekerjaan yang harus dilakukan sehingga tenaga kerja banyak terpakai pada kegiatan ini. Pemusnahan dilakukan untuk bibit yang sudah tidak digunakan lagi agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu. Pemusnahan terbagi menjadi beberapa pekerjaan seperti pemotongan, pencincangan,
pengumpulan
sampah-sampah
dan
pembakaran.
Beberapa
pekerjaan tersebut memerlukan tenaga kerja yang banyak sehingga kegiatan lain bisa terabaikan. Pada saat pemotongan semua pekerja ikut melaksanakan dan dibagi secara berpasangan. Satu orang memotong dan satu orang membawa hasil potongan dan mengumpulkannya pada satu tempat. Pemusnahan harus segera dilakukan agar lahan yang akan digunakan siap untuk penanaman selanjutnya. Kurangnya lahan Ketersediaaan lahan merupakan faktor yang penting dalam suatu pembibitan agar bibit yang dirawat dan dipelihara dapat ditanam sesuai waktu dan umur bibit. Lahan yang cukup tidak akan menyebabkan penundaan penanaman yang akan menyebabkan sulitnya melakukan penananaman. Penanaman bibit lewat umur menyebabkan pemborosan tenaga kerja sehingga pekerjaan lain terabaikan. Tersedianya lahan yang cukup menyebabkan perencanaan persiapan
78
areal penanaman menjadi mudah untuk dilakukan. Pada pembibitan pemuliaan kondisi persiapan lahan tidak seperti pembibitan komersil yang menuntut ketepatan
persiapan
dengan
waktu
penanaman.
Pembibitan
pemuliaan
diproyeksikan untuk keperluan penelitian seperti pengujian pohon induk (Dura), pohon bapak (Psifera) dan pengujian progeni. Pengujian tersebut terkadang memerlukan waktu yang lama sehingga menyebabkan sulitnya merencanakan areal yang bisa digunakan untuk keperluan penelitian lainnya secara pasti. Areal pembibitan yang telah dipenuhi oleh bibit kelapa sawit tidak secara langsung dapat dipindahkan dan diganti dengan bibit baru sebelum penelitian dan penggunaan bibit tersebut selesai. Hal ini yang menyebabkan lahan untuk bibit baru yang akan ditanam tidak tersedia pada waktunya. Keterlambatan datangnya kebutuhan pembibitan Penundaan penanaman dan pemeliharaan bibit dapat disebabkan oleh faktor lainnya seperti lambatnya penyediaan sarana penanaman. Misalnya pada saat penanaman, keterlambatan datangnya polibeg yang dibutuhkan menyebabkan tidak tersedianya wadah media tanam untuk dipersiapkan pada penanaman selanjutnya. Hal ini berdampak pada keterlambatan penanaman bibit. Selain itu permintaan akan pupuk dan pestisida juga sangat diperlukan dalam waktu yang tepat. Pemupukan harus dilakukan tapat waktu saat bibit benar-benar membutuhkan pupuk tersebut. Keterlambatan pemupukan dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bibit. Penggunaan pestisida harus tepat waktu agar ledakan populasi hama tidak mengganggu pertanaman bibit. Keterlambatan aplikasi pestisida dapat meneyebabkan serangan hama melewati batas ambang ekonomi sehingga bibit menjadi rusak dan mati. Kemarau panjang Kemarau panjang menyebabkan ketersediaan air untuk pertanaman bibit menjadi kurang. Bibit kelapa sawit memerlukan air yang cukup apalagi jika tanaman masih muda. Kemarau panjang menyebabkan sungai menjadi kering sehingga pompa air tidak mampu menarik air dari sungai dan menyalurkannya ke pipa-pipa penyiraman. Kesulitan pada masa kemarau panjang menyebabkan bibit sedikit mendapatkan air sehingga banyak bibit yang mengalami stress.
79
Penggunaan sistem irigasi yang efektif dan efisien sangat dibutuhkan pada masa kemarau panjang agar tidak terjadi pemborosan air. Pertumbuhan menyimpang dari pertanaman yang diteliti bisa juga disebabkan oleh faktor lingkungan seperti kekeringan ini. Serangan hama Serangan hama pada pembibitan akan selalu ada setiap waktu. Tindakan preventif sangat diperlukan untuk mengurangi populasi serangan hama. Hama yang menyerang pembibitan apabila sudah melewati ambang ekonomi harus dilakukan secepat mungkin agar kerugian dapat dihindari. Serangan hama seperti semut, tikus, belalang dll (pada pembibitan awal) harus diatasi agar tidak mengurangi jumlah populasi tanaman yang diteliti begitu juga hama pada pembibitan utama (belalang, apogonia, dll). Hama selalu menjadi masalah disetiap pembibitan kelapa sawit. Penanganan yang tepat dan penggunaan pestisida yang sesuai dengan waktu, dosis, cara akan mengurangi populasi hama bahkan mampu menghilangkannya. Keselamatan kerja Keselamatan pekerja harus juga diperhatikan agar setiap pekerjaan yang dilakukan dapat berjalan dengan aman. Penggunaan perlatan yang lengkap (jaket, kacamata, masker, sepatu bot, sarung tangan, dll) pada saat penyemprotan pestisida dan herbisida sangat perlu dilakukan agar tidak terjadi kecelakaan kerja pada saat penyemprotan. Bahan kimia yang terkandung dalam pestisida maupun herbisida dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh. Kebanyakan banyak pekerja tidak memperhatikan hal-hal tersebut, padahal itu sangat penting untuk diperhatikan. Penyediaan kebutuhan perlengkapan keselamatan harus disediakan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit agar pekerjaan penyemprotan dapat dilkukan dengan aman. Bibit lewat umur Bibit lewat umur merupakan salah satu masalah yang dihadapi para pekerja pembibitan pemuliaan. Bibit ini cukup mempersulit para pekerja melakukan transplanting baik pada pemindahan ke pembibitan utama maupun
80
penanaman di lapang. Bibit yang jagur sangat menentukan pertumbuhan dan produktivitas tanaman di lapangan. Areal yang tanamannya berasal dari bibit unggul yang jagur dan homogen umumnya mempunyai produktivitas yang tinggi jika dikelola dengan baik (Darlan et al., 2005). Hal ini berbeda dengan areal yang tanamannnya berasal dari bibit yang heterogen pertumbuhannya, biasanya tidak akan berproduksi secara optimal (Darmosarkoro et al., 2008). Bibit lewat umur diakibatkan oleh keterlambatan penyiapan lahan selain itu untuk beberapa pemilik kebun sengaja menggunakan bibit tua untuk tanaman pinggir karena bibit tua lebih rentan terhadap serangan tikus landak maupun hama lainnya (Darlan et al. ,2005). Bibit tua adalah bibit yang mempunyai sifat yang kurang menguntungkan dalam penggunaanya terutama pada tahap awal transplanting. Menurut Darlan et. al. (2005) sifat-sifat bibit lewat umur adalah : 1). Sekumpulan akarnya menggulung rapat di polibeg, 2). Bonggol batang sudah membesar, 3). Bibit sudah tinggi, 4). Peka terhadap cekaman kekeringan dan 5). Seleksi bibit yang rusak dan diserang penyakit sulit dilakukan.
Seleksi Bibit Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) sebagai penghasil dan penyalur kecambah dan bibit dituntut untuk selalu menghasilkan kecambah dan bibit yang berkualitas. Kemurnian genetik dan kesehatan kecambah dan bibit harus terjaga dengan baik agar konsumen merasa puas. Kegiatan yang selalu harus dilakukan agar kecambah dan bibit bermutu baik adalah seleksi. Seleksi dilaksanakan secara bertahap dan terus menerus untuk menghindari tercampurnya kecambah dan bibit yang tidak normal (Darmosarkoro et al., 2008). Kegiatan seleksi di Pusat Penelitan Kelapa Sawit telah dilakukan sejak produksi benih menjadi kecambah. Seleksi ini dilakukan agar konsumen yang menginginkan pembelian dalam bentuk kecambah mendapatkan kecambah kelapa sawit yang berkualitas. Bagi konsumen yang menginginkan pembelian dalam bentuk bibit
seleksi telah
dilakukan
berulang-ulang pada bibit sehingga kekhawatiran mendapatkan bibit yang tidak normal dapat dihindari. Seleksi bibit di Pusat Penelitian Kelapa sawit dilakukan dengan cermat dan ketat. Kemungkinan terangkutnya bibit abnormal sangat kecil. Seleksi
81
dilakukan bertahap dengan seleksi tiga kali pada pembibitan awal dan tiga kali seleksi di pembibitan utama. Kesalahan para petugas seleksi pada pembibitan diakibatkan kurangnya pengertian petugas pembibitan akan symtom (tanda-tanda) bibit abnormal (Lubis, 2008). Menurut Lubis (2008) symtom bibit abnormal pada pembibitan awal dan pembibitan utama adalah : Pembibitan awal 1. Bibit yang pertumbuhannya terlambat. Pada umur 3 bulan bibit harus sudah memiliki 3-4 helai daun dan 2- 3 daun muda yang belum sempurna terbentuk. 2. Anak daun memanjang dan sempit. 3. Anak daun bergulung. 4. Anak daun menguncup. 5. Anak daun mengkerut. 6. Bibit kerdil. 7. Bibit tumbuh meninggi. 8. Bibit terputar. 9. Terserang berat hama/penyakit. Pembibitan utama 1. Bibit memanjang dan kaku melebihi rata-rata. Sudut antara pelepah daun dan batang tajam. 2. Bibit bermahkota rata. Hal ini terjadi karena daun muda lebih pendek dari daun tua sehingga dari atas kelihatan rata. 3. Bibit yang daunnya terkulai atau merunduk. 4. Bibit yang daunnya tidak membelah menjadi bentuk pinnate. 5. Bibit yang petumbuhan anak daunnya abnormal seperti : •
Bersudut tajam dengan rachis.
•
Anak daun sempit.
•
Anak daun bergulung.
•
Anak daun pendek.
•
Jarak kedudukan anak daun (Internode) pendek. Atau anak daun tersusun rapat.
82
•
Internode panjang atau jarang-jarang.
6. Bibit rusak berat karena hama, penyakit atau sebab lainnya (apogonia, penyakit tajuk dan lain-lain) Seleksi bibit yang baik akan menghasilkan tanaman yang baik pula di lapangan. Seleksi bibit yang terakhir sangat menetukan sekali karena sesudah ditanam akan sukar sekali menandainya. Setelah 6 – 12 bulan ditanam di lapangan barulah jelas dibedakan dari yang normal (Lubis, 2008). Seleksi bibit Cameroon Salah satu penelitian yang dilakukan oleh pembibitan terutama pada pembibitan pemuliaan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit adalah meneliti dan mengembangkan tanaman introduksi dari Negara asalnya untuk diambil sifat unggulnya sebagai bahan persilangan untuk mendapatkan varietas baru. Baru-baru ini PPKS mendapatkan tanaman baru hasil introduksi yakni jenis Cameroon. Jenis ini didatangkan langsung dari Negara asalnya yakni Kamerun. PPKS bekerja sama dengan perusahaan benih kelapa sawit lainnya untuk mengembangkan jenis tersebut di Indonesia. Data dan informasi yang kurang dari varietas ini menyebabkan pengamatan terhadap varietas ini sangat intensif dilaksanakan. Dari pengamatan jenis Cameroon ini didapat karakter vegetatif dan generatif yang berbeda dengan jenis lainnya pada beberapa karakter. Misalnya pada pertumbuhan vegetatif jenis Cameroon memiliki pertumbuhan vegetatif yang baik dari pertumbuhan pelepah daun, diameter dan tinggi. Khusus pada pertumbuhan meninggi jenis Cameroon ini sangat cepat dengan tingkat
keseragaman di
pembibitan yang sangat baik. Pada karakter generatif jenis Cameroon sangat cepat menghasilkan bunga. Pada umur 8 bulan di pembibitan awal jenis ini sudah menghasilkan tandan bunga pada beberapa tanaman. Pada jenis lain di pertanaman bibit kelapa sawit umumnya mulai berbunga pada umur 12 – 14 bulan, tetapi baru ekonomis untuk dipanen pada umur 2,5 tahun (Lubis, 2008). Tanaman jenis Cameroon ini didatangkan dalam dua jenis tanaman yakni Dura dan Tenera. Selain itu terdapat beberapa persilangan yang ditandai dengan Bag Code. Tanda ini dimaksudkan untuk mengelompokan setiap persilangan yang ada pada seluruh pertanaman jenis Cameroon. Perawatan intensif disertai pengamatan yang terus-
83
menerus dilakukan pada jenis Cameroon tersebut termasuk kegiatan seleksi yang ketat. Hal ini dilakukan dengan maksud agar tanaman terawat dengan baik dan setiap fase pertumbuhannya tercatat dengan baik. Seleksi dilakukan dengan ketat pada jenis Cameroon pada kelompok Dura maupun Tenera. Seleksi dilakukan sesuai standar yang berlaku yakni 2-3 kali pada pembibitan awal dan 3 kali pada pembibitan akhir (Darmosarkoro et al., 2008). Pada seleksi pembibitan awal tanaman yang dipastikan abnormal di afkir dan dimusnahkan dengan terlebih dahulu dicatat agar diketahui seberapa besar tingkat abnormalitasnya. Begitu pula pada pembibitan utama seleksi dilakukan dengan ketat dengan melakukan perlakuan yang sama dengan pada pembibitan awal yakni memusnahkan dan mencatat setiap tanaman yang diafkir. Seleksi dimaksudkan untuk membuang bibit-bibit abnormal agar tidak tercampur dengan bibit normal. Seleksi jenis Cameroon di Pusat Penelitian Kelapa Sawit telah memasuki tahap seleksi di pembibitan utama. Seleksi tahap pertama telah dilakukan saat bibit berumur enam bulan dan menghasilkan data seleksi bibit abnormal yang dapat menjadi penunjang untuk seleksi tahap berikutnya. Pada seleksi tahap pertama hanya diketahui jumlah tanaman abnormal dari jenis Dura maupun Tenera tanpa diketahui persentasi jenis abnormal yang banyak terjadi pada pertanaman. Seleksi tahap kedua dilakukan saat tanaman berumur delapan bulan. Pada seleksi tahap kedua ini data seleksi pertama digunakan untuk menjadi penunjuk letak persilangan mana yang memiliki tanaman abnormal untuk diperiksa apakah masih abnormal atau pulih. Selain itu pemeriksaan dilakukan kembali pada setiap kelompok pertanaman yang memungkinkan ditemukannya tanaman abnormal baru. Pada seleksi tahap kedua setiap tanaman yang abnormal dilihat untuk diklasifikasikan termasuk jenis abnormal apa tanaman tersebut. Hasil dari pengamatan seleksi kedua dihitung untuk mencari persentase jenis abnormalitas yang banyak didapat pada tiap persilangan pertanaman dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan persilangan terbaik. Tanaman kelapa sawit yang terseleksi abnormalitas pada seleksi tahap kedua belum benar-benar menunjukan ciri-ciri tanaman abnormal, karena pada perkembangannya akan didapat bibit yang mengalami pemulihan pada jenis abnormalitas tertentu.
84
Tipe DxD jenis Cameroon di pembibitan utama pemuliaan memiliki jumlah tanaman yang lebih banyak dibandingkan tipe TxT. Hal ini menyebabkan Tipe DxD pada jenis Cameroon memiliki tingkat abnormalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe TxT. Tipe DxD dilakukan pengujian karena tipe ini yang akan diproyeksikan sebagai pohon Bapak (Pisifera) untuk diambil tepung sarinya sebagai penyerbuk pohon induk (Dura) yang akan menghasilkan tandan sawit sebagai penghasil benih (Lubis, 2008).Hasil seleksi kedua bukan merupakan hasil dari kegiatan seleksi, karena seleksi tahap ketigalah yang merupakan akhir dari seleksi di pembibitan. Data dan hasil dari seleksi tahap kedua ini dijadikan sebagai acuan melakukan seleksi tahap tiga. Pada perkembangan bibit sampai berumur 12 bulan di pembibitan utama abnormalitas baru akan tampak dengan jelas dan pasti. Akan tetapi, pada beberapa kasus abnormalitas baru terlihat setelah bibit ditanam di lapangan (Darmosarkoro et al., 2008 ). Tinggi rendahnya hasil seleksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi kualitas kecambah, pemeliharaan di pembibitan dan intensitas seleksi sendiri (Soebagyo, 1997). Angka seleksi pada umumnya tertinggi pada seleksi pertama dan menurun pada seleksi kedua dan ketiga. Hal ini disebabkan karena pemeliharaan yang intensif pada bibit abnormal sehingga bibit mengalami pemulihan. Akan tetapi hal ini tidak selalu tepat karena terkadang seleksi kedua dan ketigalah yang menghasilkan angka seleksi tertinggi apalagi jika terjadi ledakan serangan hama yang menimbulkan abnormalitas bibit. Jenis-Jenis Abnormalitas Timbulnya pohon abnormal dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor genetis dan faktor lingkungan. Abnormalitas yang disebabkan oleh faktor genetis bersifat menetap dan diturunkan kepada generasi selanjutnya dan sulit untuk diperbaiki. Sedangkan abnormalitas yang disebabkan oleh faktor lingkungan bersifat sementara dan bisa diperbaiki (Fauzy et al., 1999). Kedua faktor tersebut pada beberapa kasus berinteraksi pada suatu bibit kelapa sawit. Sehingga bibit tersebut memiliki abnormalitas hasil interaksi dari kedua faktor tersebut.
85
1. Abnormalitas pada pembibitan awal a. Daun seperti rumput (Grass leaf) Bibit kelapa sawit pada pembibitan awal dengan bentuk daun seperti lalang atau rumput. Ukuran daun sempit sedangkan panjangnya normal. Gejala ini agak jarang ditemui.Abnormalitas ini disebabkan oleh faktor genetis. Bibit ini harus dimusnahkan karena sampai sekarang tehnik pengendaliannya belum ada.Dapat dilihat pada Lampiran 3. b. Daun bergulung (Rolled leaf) Bibit kelapa sawit dengan daun yang menggulung (melingkar), tumbuh tidak semestinya ke atas dan
ke samping sehingga dapat dibedakan dengan
mudah. Penyebab daun menggulung adalah faktor genetis, serangan hama kutu atau keracunan herbisida. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemotongan daun pertama yang menggulung apabila tidak berhasil maka bibit dapat langsung dimusnahkan. c. Daun berputar (Twisted Leaf) Bibit ini ditemukan pada pembibitan awal . Bibit memiliki daun yang tumbuhnya berputar, jumlah daun lebih kecil dari dibandingkan bibit seumur lainnya. Biasanya bonggol tidak terlihat pada tanah. Abnormalitas ini disebabkan oleh kesalahan kultur teknis, yaitu penanaman kecambah dengan posisi plumula atau kecamabah terlalu pendek sehingga tidak bisa dibedakan mana plumula dan radikula. Pengendaliannya dapat dengan menghindari penanaman kecambah yang panjangnya kurang dari 0,5 cm. d. Daun tidak membuka (Collante) Bibit ini memiliki daun tidak membuka seakan-akan tumbuh seperti daun bawang, dan berwarna hijau gelap. Kemungkinan besar daun tidak dapat kembali normal. Penyebab hal ini adalah aplikasi pestisida yang mengenai titik tumbuh pada saat di perkecambahan atau pembibitan, atau akibat serangan hama.
86
e. Daun berkerut (Crinkled leaf) Permukaan helai daun berkerut dan rapuh jika diremas. Pertumbuhan bibit tertekan, tanaman lebih pendek dan bonggol lebih kecil dibandingkan bibit normal sedangkan jumlah daun tetap normal. Daun berkerut bisa disebabkan oleh defisiensi boron. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan pemberian unsur hara boron dengan dosis 1 g borax/liter air setiap 100 bibit. Aplikasikan dengan cara menyemprotnya. Waktu aplikasi adalah 1 minggu sekali sampai bibit kelihatan normal. f. Daun dengan strip kuning (Chimera) Bibit ini memiliki daun yang bergaris putih kekuningan seperti pita yang umumnya disebut sebagai daun bule. Hal ini menunjukan tidak adanya klorofil daun pada jaringan tersebut. Abnormalitas ini terjadi karena faktor genetis yang berkaitan dengan ketidakseimbangan hara, tetapi bukan defisiensi atau keracunan. Umumnya ratio K;N sangat besar yaitu lebih dari 1% tetapi kurang dari 2,5%. Pengendalian dapat dilakukan dengan meneliti sumber persilangan dan menambah pupuk K sebesar 5 g MOP/bibit (1 bulan sekali) atau menunda pemupukan N. 2. Abnormalitas pada pembibitan utama a. Penyakit tajuk (Crown disease) Bibit ini memiliki gejala jaringan daun membusuk, lidi bengkok, dan pelepah bagian tengah bengkok. Gejala ini muncul pada saat daun muda keluar dari pupus. Penyebabnya adalah faktor genetis yaitu adanya gen ressesif homozygot dari hasil persilangan kedua tetua terhadap turunannya. Penyakit ini dapat disembuhkan dengan perlakuan pemupukan, penyiraman, dan kegiatan kultur teknis lainnya. Perbaikan persilangan dan pengujian ulang juga bisa digunakan. Dapat dilihat pada Lampiran 3. b. Anak daun sempit (Narrow pinnate) Anak daun kelihatan sempit memanjang seperti helaian daun alang-alang. Penyebabnya yakni faktor genetis dan kekurangan unsur nitrogen dan fosfor. Pengendalian dapat dilakukan dengan pemberian ekstra hara N dan P sebanyak 5
87
g urea per minggu sekali dan 5 g SP 36 dalam tiga bulan sekali. Apabila tidak menunjukan perubahan maka bibit harus dimusnahkan. c. Kerdil (Stunted) Tinggi bibit lebih kecil dari bibit lainnya yang seumuran. Anak daun terlambat pecah, jumlah anak daun labih sedikit dari bibit seumurnya, pelepahnya pendek. Penyebabnya adalah faktor genetis berupa terhambatnya pertumbuhan akar yang mengakibatkan gangguan penyerapan unsur hara. Faktor sekunder berupa serangan kutu daun. d. Bibit tegak (Sterile/baren) Pertumbuhan anak daun dan pelepah tegak, seakan-akan lebih menguncup dibandingkan dengan bibit normal. Penyebabnya adalah faktor genetis. Terlambatnya pemindahan bibit ke lapangan. Pengendalian dapat dilakukan dengan penjarangan pada bibit yang terlambat pindah, pemusnahan lebih baik dilakukan pada bibit ini. e. Pertumbuhan terhambat Ditandai dengan bibit tumbuh pendek dengan anak daun yang tidak membuka, pelepah bagian bawah menguncup. Penyebabnya adalah bibit ditanam terlalu dalam dan penyiraman yang kurang. Pengendalian dapat dilakukan dengan membuang sebagian tanah sampai sebatas pelepah daun bagian bawah atau sebatas leher akar bagian atas. Lakukan penyiraman secara teratur dan merata. f. Anak daun tidak membuka (Juvenile leaflet) Pada bibit ini anak daun belum membuka walaupun bibit telah berumur 11 bulan. penyebabnya adalah pertumbuhan yang terhambat bisa dikatakan faktor genetis jika anak daun belum membuka walaupun bibit telah berumur 11 bulan. perawatan intensif pada bibit yang terhambat pertumbuhannya. Telusuri sumber induk persilangan dan hentikan persilangan jika bibit abnormal persilangan tersebut lebih dari 10 %.
88
g. Pelepah memendek (Top flat leaf) Warna daun terlihat normal, kecuali adanya karat pada daun muda. Pertumbuhan daun muda terlihat lebih pendek dibanding daun yang lebih tua. Akibatnya bagian atas bibit terlihat rata. Penyebabnya adalah kekurangan unsur hara boron. Pengendalian dapat dilakukan dengan pemberian ekstra boron dengan dosis 2 g/liter untuk 100 bibit apabila tidak juga pulih bibit bisa untuk dimusnahkan. h. Anak daun rapat (Short internode) Jarak antara anak daun pada pelepah lebih pendek dibandingkan dengan daun normal, sehingga daun terlihat rapat. Hal ini disebabkan oleh faktor genetik. i. Anak daun jarang (Wide internode) Jarak antar anak daun pada pelepah lebih lebar dari dibandingkan dengan daun normal, sehingga daun terlihat jarang. Hal ini disebabkan oleh faktor genetik. j. Etiolasi Pada etiolasi salah satu atau beberapa pelepah tegak dan memiliki jarak atara anak daun yang
lebar. Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan
keterlambatan pemindahan tanaman pada pembibitan awal maupun pembibitan utama. Jenis abnormalitas yang banyak muncul di pembibitan Cameroon tipe DxD adalah jenis bibit tegak sterile/barren dan bibit yang pertumbuhannya terhambat. Banyaknya bibit tegak ini diakibatkan oleh faktor genetik tanaman dan faktor lingkungan akibat pemeliharaan dan pemindahan yang lambat. Pada bibit Cameroon faktor ini disebabkan oleh faktor genetik yang diturunkan dari tetua tanaman tersebut dan bersifat menetap atau tidak dapat disembuhkan. Beberapa persilangan juga dapat menghasilkan bibit yang berpotensi membawa karakter bibit tegak. Persilangan yang selalu menghasilkan persentase bibit tegak yang tinggi harus segera dihentikan yang berarti persilangan tersebut membawa dampak yang merugikan. Untuk pertumbuhan bibit yang terhambat disebabkan
89
oleh pemeliharaan yang kurang maksimal seperti kurang pemupukan, penyiraman, bibit tercabut dan bibit bersaing dengan gulma. Bibit yang terhambat dapat disembuhkan dengan perlakuan khusus sampai bibit tersebut pulih. Pada Cameroon tipe TxT jenis abnormalitas yang tertinggi adalah jenis etiolasi dan penyakit tajauk (crown desease). Etiolasi disebabkan karena genetik dan keterlambatan pemindahan bibit. Pada etiolasi satu atau beberapa pelepah meninggi dengan anak daun yang jarang. Untuk penyakit tajuk (crown desease) penyebabnya adalah faktor genetis yaitu adanya gen ressesif homozygot dari hasil persilangan kedua tetua terhadap turunannya. Penyakit ini dapat disembuhkan dengan perlakuan pemupukan, penyiraman, dan kegiatan kultur teknis lainnya. Perbaikan persilangan dan pengujian ulang juga bisa digunakan.
Pengaruh Ukuran dan Jenis Polibeg Terhadap Keragaan Tumbuh dan Efisiensi Wadah media yang umum digunakan dalam budidaya tanaman adalah polibeg. Kebanyakan polibeg yang digunakan adalah polibeg berwarna hitam, warna hitam digunakan agar polibeg tidak ditumbuhi lumut. Ukuran polibeg bermacam-macam disesuaikan dengan jenis dan umur tanaman. Penentuan ukuran polibeg disesuaikan dengan jenis tanaman untuk perkembangan akar, agar nutrisi yang diberikan dapat diserap oleh akar dengan optimal. (Zulfitri, 2005). Kualitas tanaman yang menggunakan polibeg tidak berbeda jauh dengan yang ada di lahan, begitu pula mutu produk. Bertanam di polibeg merupakan alternatif pemecahan masalah bila kita tidak memiliki lahan yang luas dan menginginkan efisiensi dalam beberapa hal seperti modal, tenaga, dan waktu (Rahman, 2008). Keuntungan penggunaan polibeg menurut Zulfitri (2005), antara lain komposisi media dapat diatur, efisien dalam penyiraman dan pemupukan, tanaman dapat dipindah-pindah, pertumbuhan gulma dapat dikendalikan dan tidak memerlukan lahan yang luas, serta nutrisi yang diberikan dapat diserap oleh akar secara optimal. Menurut Rahman (2008), keuntungan pemakaian polibeg adalah : •
Biaya lebih murah untuk pembelian polibeg dibandingkan pot
•
Mudah dalam perawatan
90
•
Pengontrolan/pengawasan
per
individu
tanaman
lebih
jelas
untuk
pemeliharaan tanaman seperti serangan hama/penyakit, kekurangan unsur hara •
Tanaman terhindar dari banjir, tertular hama / penyakit.
•
Polibeg mampu di tambahkan bahan organik / pupuk kandang sesuai takaran
•
Menghemat ruang dan tempat penanaman
•
Komposisi media tanam dapat diatur
•
Nutrisi yang diberikan dapat langsung diserap akar tanaman
•
Dapat dibudidayakan tidak mengenal musim
•
Sebagai Tanaman Obat dan Tanaman Hias di Pekarangan/Teras.
•
Pada pembibitan kelapa sawit polibeg sangat baik untuk memudahkan perawatan dan distribusi bibit.
•
Mempermudah seleksi bibit pada kelapa sawit.
Sedangkan kerugiannya adalah : •
Polibeg mempunyai daya tahan terbatas ( maksimal 2-3 tahun) atau 2 - 3 kali pemakaian untuk media tanam
•
Kurang cocok untuk usaha skala besar
•
Produktivitas tidak masikmal dibandingkan pada lahan
•
Media tanam akan terkuras / berkurang unsur organik dan media lainnya.
•
Berat jika dipindah ketempat yang jauh Ditemukannya wadah media tanam plastik ini (polibeg) telah banyak
membantu budidaya tanaman khusunya pada budidaya kelapa sawit. Polibeg menjadi suatu hal yang sangat penting bagi pembibitan kelapa sawit karena pertumbuhan dan perkembangan bibit berada dalam polibeg sampai umur 12 bulan. Bahkan bibit tersebut akan berada dalam polibeg sampai berumur lebih dari dua tahun apabila digunakan untuk keperluan penelitian. Polibeg juga mempermudah pemeliharaan bibit dan distribusi bibit dari satu tempat ke tempat lainnya. Bagi produsen penjual bibit seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit polibeg mempermudah penyaluran bibit bagi konsumen. Ukuran polibeg pada beberapa tanaman termasuk kelapa sawit harus disesuaikan dengan umur tanaman. Pada kelapa sawit antara bibit pembibitan awal (3-4 bulan) dan pembibitan akhir (7-8 bulan) ukuran polibeg harus berbeda karena ukuran tanaman yang berbeda. Volume tanaman yang semakin besar dari
91
jumlah daun, pelepah, batang dan akar menyebabkan kekuatan suatu polibeg tidak mampu menampung tanaman tersebut walaupun tanaman masih dapat tumbuh dengan baik. Ukuran yang dipaksakan sampai pada batas tertentu menyebabkan pertumbuhan akan terhambat karena nutrisi yang diberikan kurang tersedia. Pertumbuhan akar yang seharusnya berkembang dengan baik akan terhambat karena ruang yang sempit. Akar yang tertekan menyebabkan serapan hara oleh akar semakin berkurang yang berimbas pada terhambatnya pertumbuhan tanaman. Fase vegetatif terutama terjadi pada perkembangan daun, batang baru dan akar. Apabila laju pembelahan sel dan perpanjangan serta pembentukan jaringan berjalan cepat, pertumbuhan batang daun dan akar juga akan berjalan cepat demikian juga sebaliknya, hal ini semua bergantung pada ketersediaan karbohidrat. Penggunaan ukuran polibeg yang berbeda mempengaruhi tinggi bibit tanaman kelapa sawit. Pengaruh peningkatan tinggi tanaman ini berkaitan dengan penambahannya jumlah dan ukuran sel. Laju pembelahan sel serta pembentukan jaringan sebanding dengan pertumbuhan batang, daun dan sistem perakarannya. Pertumbuhan tinggi tanaman menunjukan aktivitas pembesaran sel-sel yang tumbuh. Aktivitas ini menyebabkan terbentuknya sel-sel baru sehingga terjadi peningkatan tinggi tanaman (Zulfitri, 2005). Penggunaan ukuran polibeg yang berbeda mempengaruhi pertumbuhan akar bibit tanaman kelapa sawit. Hal ini diduga karena ukuran polibeg tersebut memberikan ruang tumbuh yang lebih luas sehingga pertumbuhan dan jelajah akar lebih luas, sehingga perakaran tenaman lebih leluasa menyerap unsur hara. Menurut Aminuddin dalam Zulfitri (2003) semakin besar wadah atau ukuran polibeg yang digunakan, jumlah media atau bobot media yang digunakan semakin banyak sehingga dapat membuat akar leluasa untuk berkembang. Selanjutnya Dia menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan media tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Kondisi media yang mampu menahan air serta kemampuan akar menyerap air dan mineral. Kondisi rambut akar yang tumbuh menyebar, yang artinya memberi ruang untuk menyediakan oksigen dan air hingga akhir pertumbuhan tanaman. Penggunaan ukuran polibeg yang berbeda mempunyai pengaruh pada varietas tanaman terhadap pertumbuhan vegetatif bibit tanaman kelapa sawit.
92
Varietas Simalungun memeiliki pertumbuhan vegetatif yang paling baik. Hal ini diduga karena sifat pertumbuhan dari masing-masing varietas tanaman yang berbeda sehingga baik secara visual maupun statistik peubah jumlah daun, tinggi dan diameter tanaman antara kedua varietas tampak sangat nyata. Kandungan unsur hara juga mempengaruhi vegetatif bibit kelapa sawit. Salah satu unsur tersebut adalah nitrogen (N) yang merupakan penyusun dari semua protein dan asam nukleat. Pada umumnya N diambil dari tanaman dalam bentuk ammonium (NH4+) dan Nitrat (NO3-) yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan atau pembentukan bagian vegetatif tanaman seperti tinggi tanaman. Sedangkan unsur hara Kalium (K+) berperan dalam mengatur fisiologi tanaman, antara lain memacu pertumbuhan tanaman, mengurangi keguguran pada bunga dan buah (Lakitan, 1993).
93
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Pusat Penelitian Kelapa Sawit sebagai suatu institusi telah berhasil mengembangkan industri perbenihan kelapa sawit di Indonesia. Kondisi perusahaan dengan sarana dan prasarana yang lengkap dan ditunjang dengan para peneliti handal telah banyak memberikan gambaran lengkap akan kondisi dan segala
permasalahan
pada
perkelapasawitan
Indonesia
umumnya
dan
permasalahan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit khususnya. Pusat Penelitian Kelapa Sawit telah menjalankan metode pembibitan yang baik dan sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia. Proses-proses pembibitan dengan menggunakan metode yang di serap oleh PPKS telah banyak menghasilkan bibit yang bermutu. Seleksi yang ketat dengan tehnik seleksi yang baik pada proses pembibitan telah menghasilkan bibit kelapa sawit yang tidak terkontaminasi oleh bibit abnormal yang dapat menurunkan produktivitas tanaman kelapa sawit. Penggunaan jenis dan ukuran polibeg yang berbeda pada pembibitan awal (pre nursery) mempengaruhi pertumbuhan vegetatif (tinggi, jumlah daun dan diameter). Secara keseluruhan ukuran dan jenis polibeg yang terbaik untuk pertumbuhan adalah perlakuan polibeg PO (22 cm x 14 cm) untuk varietas Simalungun dan Langkat, sedangkan pada varietas Yangambi yang terbaik adalah perlakuan polibeg P0 (22 cm x 14 cm) dan P1
(18 cm x 9.5 cm). Untuk
pertumbuhan vegetatif bibit seperti jumlah daun, tinggi dan diameter varietas terbaik Penggunaan jenis dan ukuran polibeg yang berbeda pada pembibitan awal (pre nursery) mempengaruhi juga efisiensi baik secara waktu, lahan, biaya dan tenaga. Peningkatkan efisiensi pengisian yang baik dicapai oleh perlakuan polibeg plastik Gelas P3. Untuk efisiensi luas perlakuan polibeg P4 (13 cm x 6 cm) membutuhkan luas yang paling kecil. Pengeluaran paling kecil untuk pembelian polibeg adalah perlakuan polibeg P2 (15 cm x 5 cm) dan perlakuan polibeg P4 (13 cm x 6 cm).
94
Saran 1. Perusahaan diharapkan dapat mengkoreksi
kekurangan yang ada pada
pembibitan kelapa sawit pada divisi pemuliaan (lahan, tenaga kerja, keselamatan kerja dll.). 2. Untuk keperluan
tertentu penggunaan polibeg yang kecil bisa dilakukan
karena mampu menghasilkan bibit yang serupa dengan bibit pada perlakuan polibeg standard dan efisien dalam ruang dan pengangkutan. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada pembibitan utama untuk melihat pertumbuhannya hingga siap ditanam di lapang.
95
DAFTAR PUSTAKA Buana, L., D. Siahaan dan S. Adiputra. 2003. Kultur Teknis Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 215 hal. Darlan N.H., E.S.Sutarta dan P. Purba. 2005. Penggunaan bibit kelapa sawit lewat umur. warta PPKS. Vol. 13 (1) : 11-16. Darmosarkoro, W., Akiyat, Sugiyono, E. S. Sutarta. 2008. Pembibitan Kelapa Sawit (Bagaimana Memperoleh Bibit yang Jagur). CV Mitra Karya. Medan 2008. 51p. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009. Statistik Perkebunan Indonesia 20082010. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta. 57 hal. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Volume dan nilai ekspor, impor Indonesia. http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/exportimport/16Kelapa sawit. [26 Januari 2010] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Luas areal dan produksi perkebuanan seluruh Indonesia menurut pengusahaan. http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/komoditiutama/8Kelapa Sawit. [26 Januari 2010] Direktorat Jenderal Produksi Perkebunan. 2006. Statistic perkebunan Indonesia Kelapa Sawit (Oil Palm). Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. 362 hal. Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi. 2007. Ketersediaan benih kelpa sawit dalam negeri tahun 2006-2010. http:// direktorat perbenihan dan sarana produksi. com. [27 Maret 2009] Fauzy, N., M. Ikwan, E. supriyanto, Akiyat, A. U. Lubis. 1999. Pohon kelapa sawit abnormal di lapangan. Pedoman Teknis PPKS. No. 14-1.1-Pub-99. Medan. Hartley, C. W. S. 1977. The Oil Palm. Longmans Grup Limited. London. Lakitan, B. 1993. Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq) di Indonesia. Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat. Pematang Siantar.437 hal. Lubis, A.U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq) di Indonesia. Edisi 2. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Sumatera Utara.362 hal. Mangoensoekarjo, S. dan S. Haryono. 2008. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. UGM press. Yogyakarta. 605 hal.
96
Pahan, I. 2006. Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 412 ha. Rahman, S. 2009. Keuntungan dan Kerugian Polybag.www.kompasiana.com [20 Juni 2010]. Risza, S. 1994. Upaya Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta. 186 hal Sastrosayono, S.. 2008. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka. Jakarta. 65 hal. Setyamidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit Tenik Budi Daya, Panen, dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta. 127 hal. Soebagyo F. X.. 1997. Seleksi pada pembibitan kelapa sawit, hal. 27-31. Dalam K. Panin, Z. Poeloengan, P. Purba, T. Hutomo, P.L. Tobing, dan M.L. Fadli (Eds.). Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit, Pengenalan Bahan Tanaman Kelapa Sawit. PPKS. Medan. Winarna dan E.S Sutarta. 2003. Pertumbuhan dan serapan hara bibit kelapa sawit pada medium tanah sub soil tanah typic paleudult, typic tropopsamment, dan typic hapludult. warta PPKS. Vol 11 (1) : 17-23. Zulfitri. 2005. Analisis varietas dan polibeg terhadap pertumbuhan serta hasil cabai (capsicum annum L.) sistem hidroponik.Bul. Penelitian. No. 8:1-12.
LAMPIRAN
97
98
Lampiran 1. Jurnal Mingguan Kegiatan Magang di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) No 1
Tanggal 01/03/10 – 05/03/10
• • • • • •
8
08/03/10 – 13/03/10
• • • • • • • • • • • • •
Uraian Kegiatan Tiba di PPKS Marihat Penyelesaian masalah akomodasi (tempat tinggal, makan dan minum) Penjelasan mengenai kondisi umum PPKS Marihat Pengenalan beberapa divisi di SUS BHT, khususnya pemuliaan tanaman (BRD) Penjelasan singkat mengenai pemuliaan kelapa sawit di PPKS Pemberian jadwal kegiatan orientasi perusahaan selama 3 minggu Kunjungan ke bagian crossing plan Kunjungan ke bagian analisis tandan Senam pagi Kunjungan ke pembibitan BRD Penjelasan singkat mengenai divisi pohon induk Kunjungan ke pohon induk 1986 di Bah Jambi Kunjungan ke pohon induk tahun 2000, penjelasan mengenai, pembungkusan, pemanenan dan penyerbukan Kunjungan ke pohon bapak tahun 1987 Kunjungan ke salah satu bagian dari divisi produksi, yaitu persiapan benih Kunjungan ke salah satu bagian dari divisi produksi, yaitu pemecahan dormansi Senam pagi Mengikuti pemusnahan benih afkir Kunjungan ke salah satu bagian dari divisi produksi, yaitu perkecambahan benih
Divisi/Lokasi • Produksi • BRD
• Pohon Induk • Produksi
Pembimbing Bpk.Yabani Bpk.Habib Bpk.Nanang Supena Bpk.Edi Supriyanto Bpk.Sihombing Bpk.Risdianto
Bpk. Yusran Pangaribuan Bpk.Mujiono Bpk.Darmin Bpk.Nelson Sipayung Bpk.Rudiansyah Bpk.Yabani
98
99
No 15
Tanggal 15/03/2010 – 19/03/10
22
22/03/2010 – 26/03/10
29
29/03/2010 – 02/04/10
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
Uraian Kegiatan Kunjungan ke kelti kultur jaringan Pengenalan kegiatan kultur jaringan Kunjungan ke bagian divisi QC/QA Penjelasan kondisi umum QC/QA dan kegiatan rutin Kunjungan ke kelti Proteksi tanaman Penjelasan mengenai burung hantu Penjelasan mengenai hama dan penyakit utama kelapa sawit Kunjungan ke Laboratorium Proteksi Tanaman Kunjungan ke kelti Agronomi Senam pagi Kunjungan ke stasiun Klimatologi Marihat Pengenalan metode analisis vegetatif kelapa sawit Penjelasan sangat singkat mengenai Kelti Agronomi Ke Perpustakaan Mencari Referensi Pembagian penelitian tambahan dari PPKS Konsultasi magang dan penelitian tambahan Konsultasi penelitian tambahan Ke pembibitan melapor untuk magang Observasi dan melihat kondisi pembibitan Diskusi bersama mandor Belajar mengenal bibit Abnormal Menggaru lahan persiapan tempat bibit Main Nursery Diskusi bersama mandor Melihat kondisi pembibitan Belajar mengenal bibit Abnormal Melihat bibit terserang Crown Desease Diskusi bersama mandor
Divisi/Lokasi Kultur Jaringan QC/QA Agronomi
Pembimbing Bpk.Taufiq C. Hidayat Bpk.Bobby Bpk Hari Hidayat Bpk Hasbullah Bpk Sulaiman Bpk Roulletta A. Purba Bpk Hartanta Ibu Fahrida Bpk Dicky
BRD
Bpk. Nanang Supena Bpk.Edy Supriyanto Bpk.Nanang Supena
BRD
Bpk. Risdianto
99
100
No
Tanggal
Uraian Kegiatan • • • • • • • • •
43
12/04/10 – 17/04/10
• • • • • • • • • • • • • • • • •
Belajar mengenal bibit Abnormal Diskusi bersama mandor Belajar mengenal bibit abnormal Mengisi polibeg Pre Nursery untuk penelitian Bertemu Pak Yabani untuk meminta kecambah Mengisi polibeg Pre Nursery untuk penelitian Mencari, mengenal dan memfoto bibit abnormal Menemui pak Bani dan berkoordinasi dengan mandor pengecambahan Mengisi polibeg Pre Nursery untuk penelitian Membeli bahan-bahan untuk penelitian Menanam kecambah Menutup kecambah yang terlihat Menyiram polibeg Mengikuti kegiatan pembibitan Menutup kecambah yang terlihat Menyiram dan mempelajari cara kerja sprinkler Mengikuti kegiatan pembibitan pembersihan arel bibit Menyiangi polibeg yang tumbuh gulma Menyiram bibit Main Nursery Mengecek kondisi polibeg Membariskan polibeg yang akan digunakan untuk transplanting Pemeliharaan Penyiangan bibit MN Pengisian polibeg Pembuatan label untuk penelitian
Divisi/Lokasi
Pembimbing
Produksi
Bpk. Yabani Bpk. Edi
BRD
Bpk. Risdianto
100
101
No 50
Tanggal 19/04/10 – 24/04/10
57
26/04/2010 – 01/05/10
64
03/05/10 – 08/05/10
Uraian Kegiatan • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
Pemasangan label Penyerahan laporan progres penelitian Pemasangan label Pengisian polibeg MN Diskusi dengan BHL Mengisi polibeg MN Melihat perkembangan kecambah Menyiram kecambah Mengisi polibeg Pengamatan penelitian tambahan (Persentasi Tumbuh) Pemupukan MN Diskusi dengan pak Nanang dan pak Riris Kunjungan supervisi dari IPB Diskusi dengan supervisi Mencari literatur Diskusi dengan supervisi Pengamatan penelitian Diskusi penelitian Mencari bunga pada MN varietas Cameroon Kegiatan pembibitan Kegiatan pembibitan Menyiram bibit Pengamatan penelitian (Persentase Tumbuh) Diskusi dengan pak Nanang Diskusi dengan pak Habib Mencari tanaman abnormal Kegiatan pembibitan
Divisi/Lokasi
Pembimbing
BRD
Bpk. Risdianto Bpk.Nanang Supena
BRD
Bpk. Risdianto Bpk.Nanang Supena Ibu. Eny Widajati
BRD
Bpk. Nanang Supena Bpk. Habib Bpk. Risdianto
101
102
No
71
Tanggal
10/05/10 – 15/05/10
• • • • • • • • • •
Uraian Kegiatan Mencari data pembibitan Diskusi data Menggaru lahan Diskusi data Membersihkan dan menyiram bibit Mengisi polibeg PN Menyemprot pestisida Pengamatan penelitian (Presentase Tumbuh) Pengamatan jumlah daun Diskusi
Divisi/Lokasi
Pembimbing
BRD
Bpk. Risdianto Bpk.Nanang Supena
BRD
Bpk Nanang Supena Bpk. Habib Bpk. Risdianto
• Pengamatan diameter tanaman dan tinggi tanaman
78
17/05/10 – 22/05/10
• • • • • • • • • • • • •
Pengamatan jumlah daun, diameter dan tinggi tanaman Menyemprot bibit dengan pestisida Mengangkut polibeg Diskusi Mengisi polibeg PN Diskusi Pengamatan jumlah daun, diameter dan tinggi tanaman Diskusi dengan pak Nanang Diskusi dengan pak Habib Mencari tanaman abnormal Kegiatan pembibitan Mencari data pembibitan Diskusi data
102
103
No
Tanggal
85
24/05/10 – 28/05/10
92
31/05/10 – 04/06/10
99
07/06/2010 – 11/06/10
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
Uraian Kegiatan Membersihkan dan menyiram bibit Diskusi dengan pekerja pembibitan Pengamatan jumlah daun, diameter dan tinggi tanaman Diskusi dengan pak Riris Diskusi data Mencari tanaman abnormal Kegiatan pembibitan Mencari data pembibitan Diskusi data Diskusi data Membersihkan dan menyiram bibit Pengamatan tanaman abnormal Pengamatan jumlah daun, diameter dan tinggi tanaman Pengangkutan polibeg MN untuk penelitian Pengisian tanah yang kurang Penanaman ke MN Penanaman ke MN Mencari bibit yang abnormal di MN Pemusnahan bibit Pembuatan jarak tanam MN Penanaman bibit umur 2 bulan penyiraman mencari bibit abnormaldi MN pemusnahan bibit memasukan data mencari bibit abnormal di MN memasukan data mencari bibit abnormal di MN komersil
Divisi/Lokasi
Pembimbing
BRD
Bpk. Risdianto
BRD
Bpk. Risdianto
BRD
Bpk. Risdianto
103
104
No
Tanggal
106 14/06/10 – 18/06/10
113 21/06/10 – 25/06/10
Uraian Kegiatan diskusi memasukan data mencari bibit abnormal di MN komersil Pengamatan jumlah daun, diameter dan tinggi tanaman Mengolah data Pengamatan jumlah daun, diameter dan tinggi tanaman perlakuan 2 bulan MN • Pengamatan luas dan waktu pengisian polibeg untuk efisiensi • Mengolah data • Membuat laporan dan mengolah data • Persentasi progres magang dan penelitian • Mencari pustaka • Mengolah data • Mencari pustaka • Mengolah data • Pengamatan jumlah daun, diameter dan tinggi tanaman • Pengamatan jumlah daun, diameter dan tinggi tanaman perlakuan 2 bulan MN • Mananam perlakuan 2,5 bulan ke MN • Pemupukan perlakuan 2 bulan MN • Penyiraman bibit MN • Mencari pustaka • Mengolah data • Mencari pustaka • Mengolah data • Pengamatan jumlah daun, diameter dan tinggi tanaman • • • • • •
Divisi/Lokasi
Pembimbing
BRD Perpustakaan
Bpk. Edi Suprianto Bpk. Risdianto
BRD Perpustakaan
Bpk. Risdianto
104
105
No
Tanggal
121 28/06/10 – 02/07/10
127 05/07/10 – 09/07/10
134 12/07/10 – 15/07/10
Uraian Kegiatan • Pengamatan jumlah daun, diameter dan tinggi tanaman perlakuan 2,5 bulan MN • Menanam perlakuan 3 bulan MN • Mengolah data • Diskusi • Membuat laporan • Mengolah data • Membuat laporan • Mengolah data • Membuat laporan • Mengolah data • Pengamatan jumlah daun, diameter dan tinggi tanaman perlakuan 2,5 bulan MN • Pengamatan jumlah daun, diameter dan tinggi tanaman perlakuan 3 bulan MN • Membuat laporan • Mengolah data • Membuat laporan • Mengolah data • Pengamatan jumlah daun, diameter dan tinggi tanaman perlakuan 3 bulan MN • Penyerahan laporan hasil magang dan penelitian • Pamitan ke jajaran perusahaan dan teman-teman • Pulang ke Bogor
Divisi/Lokasi
Pembimbing
BRD
Bpk. Risdianto
BRD
Bpk. Risdianto
BRD
Bpk. Nanang Supena
105
106
Lampiran 2. Tabel Sidik Ragam SIDIK RAGAM JUMLAH DAUN 4 MST SK
db
JK
KT
F hitung
Pr > F
P
4
0.01644444
0.00411111
0.41
0.7969
V
2
0.03511111
0.01755556
3.29
0.0581
P*V
8
0.05155556
0.00644444
1.21
0.3434
Galat
20
0.10666667
0.00533333
Umum
44
0.30977778
SIDIK RAGAM TINGGI 4 MST SK
db
JK
KT
F hitung
Pr > F
P
4
3.23809778
0.80952444
2.53
0.1064
V
2
24.84389333
12.42194667
77.98
0.0001
P*V
8
1.06952889
0.13369111
0.84
0.5798
Galat
20
3.18577778
0.15928889
Umum
44
35.53392000
F hitung
Pr > F
SIDIK RAGAM DIAMETER 4 MST SK
db
JK
KT
P
4
0.00311876
0.00077969
0.78
0.5610
V
2
0.00381458
0.00190729
2.01
0.1606
P*V
8
0.01200498
0.00150062
1.58
0.1935
Galat
20
0.01900711
0.00095036
Umum
44
0.04789298
SIDIK RAGAM JUMLAH DAUN 5 MST SK
db
JK
KT
F hitung
Pr > F
P
4
0.21200000
0.05300000
4.50
0.0245
V
2
0.28577778
0.14288889
12.13
0.0004
P*V
8
0.17200000
0.02150000
1.83
0.1313
Galat
20
0.23555556
0.01177778
Umum
44
1.02311111
SIDIK RAGAM TINGGI 5 MST SK
db
JK
KT
F hitung
Pr > F
P
4
7.60865778
1.90216444
7.61
0.0044
V
2
18.95575111
9.47787556
48.20
0.0001
107 SK
db
JK
KT
F hitung
Pr > F
P*V
8
1.08371556
0.13546444
0.69
0.6967
Galat
20
3.93253333
0.19662667
Umum
44
34.07932444
SIDIK RAGAM DIAMETER 5 MST SK
db
JK
KT
F hitung
Pr > F
P
4
0.00212498
0.00053124
0.46
0.7640
V
2
0.00977013
0.00488507
6.11
0.0085
P*V
8
0.01057476
0.00132184
1.65
0.1724
Galat
20
0.01599911
0.00079996
Umum
44
0.05002720
SIDIK RAGAM JUMLAH DAUN 6 MST SK
db
JK
KT
F hitung
Pr > F
P V P*V Galat Umum
4 2 8 20 44
0.26977778 0.14400000 0.30488889 0.31777778 1.29200000
0.06744444 0.07200000 0.03811111 0.01588889
2.64 4.53 2.40
0.0972 0.0238 0.0538
JK
KT
F hitung
Pr > F
10.94750222 9.52161778 2.05287111 5.87004444 32.06732444
2.73687556 4.76080889 0.25660889 0.29350222
7.45 16.22 0.87
0.0048 0.0001 0.5537
JK
KT
F hitung
Pr > F
0.00969369 0.03121618 0.00941671 0.01578044 0.11087058
0.00242342 0.01560809 0.00117709 0.00078902
0.54 19.78 1.49
0.7093 0.0001 0.2219
JK
KT
F hitung
Pr > F
0.03911111 0.14977778 0.15688889
0.00977778 0.07488889 0.01961111
0.36 8.99 2.35
0.8331 0.0016 0.0577
SIDIK RAGAM TINGGI 6 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
SIDIK RAGAM DIAMETER 6 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
SIDIK RAGAM JUMLAH DAUN 7 MST SK P V P*V
db 4 2 8
108 SK Galat Umum
db 20 44
JK
KT
0.16666667 0.78577778
0.00833333
F hitung
Pr > F
SIDIK RAGAM TINGGI 7 MST SK
db
JK
KT
F hitung
Pr > F
P V P*V SK
4 2 8 db
14.94515556 15.62481778 2.44273778 JK
3.73628889 7.81240889 0.30534222 KT
7.07 12.33 0.48 F hitung
0.0057 0.0003 0.8545 Pr > F
12.66737778 50.96551111
0.63336889
Galat Umum
20 44
SIDIK RAGAM DIAMETER 7 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
JK
KT
F hitung
Pr > F
0.01608942 0.03404071 0.01130418 0.01619111 0.08659964
0.00402236 0.01702036 0.00141302 0.00080956
4.48 21.02 1.75
0.0248 0.0001 0.1489
JK
KT
F hitung
Pr > F
0.00755556 0.02177778 0.08044444 0.18444444 0.48977778
0.00188889 0.01088889 0.01005556 0.00922222
0.10 1.18 1.09
0.9812 0.3276 0.4092
JK
KT
F hitung
Pr > F
24.50785778 18.66085333 3.42776889 17.25244444 68.61168000
6.12696444 9.33042667 0.42847111 0.86262222
12.86 10.82 0.50
0.0006 0.0007 0.8443
JK
KT
F hitung
Pr > F
0.00466489 0.03845458 0.01295431 0.02962044 0.10082311
0.00116622 0.01922729 0.00161929 0.00148102
0.77 12.98 1.09
0.5682 0.0002 0.4074
SIDIK RAGAM JUMLAH DAUN 8 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
SIDIK RAGAM TINGGI 8 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
SIDIK RAGAM DIAMETER 8 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
109
SIDIK RAGAM JUMLAH DAUN 9 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
JK
KT
F hitung
Pr > F
0.23644444 0.06711111 0.04622222 0.12666667 0.71644444
0.05911111 0.03355556 0.00577778 0.00633333
2.46 5.30 0.91
0.1129 0.0142 0.5262
JK
KT
F hitung
Pr > F
30.75016889 15.58903111 9.22679111 25.13297778 85.00225778
7.68754222 7.79451556 1.15334889 1.25664889
17.86 6.20 0.92
0.0002 0.0080 0.5223
JK
KT
F hitung
Pr > F
0.01171858 0.05498364 0.01099769 0.05944267 0.15498524
0.00292964 0.02749182 0.00137471 0.00297213
1.64 9.25 0.46
0.2389 0.0014 0.8679
JK
KT
F hitung
Pr > F
1.18444444 0.21377778 0.15955556 0.46666667 2.29111111
0.29611111 0.10688889 0.01994444 0.02333333
11.10 4.58 0.85
0.0011 0.0230 0.5682
JK
KT
F hitung
Pr > F
34.65000889 11.33900444 14.62241778 18.80257778 85.31596444
8.66250222 5.66950222 1.82780222 0.94012889
14.68 6.03 1.94
0.0003 0.0089 0.1089
SIDIK RAGAM TINGGI 9 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
SIDIK RAGAM DIAMETER 9 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
SIDIK RAGAM JUMLAH DAUN 10 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
SIDIK RAGAM TINGGI 10 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
SIDIK RAGAM DIAMETER 10 MST SK
db
JK
KT
F hitung
Pr > F
P V
4 2
0.09329140 0.05871392
0.02332285 0.02935696
15.74 14.55
0.0003 0.0001
110 SK P*V Galat Umum
db 8 20 44
JK
KT
F hitung
Pr > F
0.01775000 0.04034197 0.22491135
0.00221875 0.00201710
1.10
0.4035
JK
KT
F hitung
Pr > F
2.91644444 1.34711111 0.24622222 0.46666667 5.24311111
0.72911111 0.67355556 0.03077778 0.02333333
27.34 28.87 1.32
0.0001 0.0001 0.2901
JK
KT
F hitung
Pr > F
26.23585778 2.73616000 16.97272889 14.41857778 67.08768000
6.55896444 1.36808000 2.12159111 0.72092889
9.75 1.90 2.94
0.0018 0.1759 0.0239
JK
KT
F hitung
Pr > F
0.08777610 0.11364291 0.01427397 0.02895776 0.27731189
0.02194403 0.05682146 0.00178425 0.00144789
6.72 39.24 1.23
0.0068 0.0001 0.3312
JK
KT
F hitung
Pr > F
2.38755556 0.87244444 0.20311111 0.63777778 4.70977778
0.59688889 0.43622222 0.02538889 0.03188889
9.80 13.68 0.80
0.0017 0.0002 0.6126
SIDIK RAGAM JUMLAH DAUN 11 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
SIDIK RAGAM TINGGI 11 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
SIDIK RAGAM DIAMETER 11 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
SIDIK RAGAM JUMLAH DAUN 12 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
SIDIK RAGAM TINGGI 12 MST SK
db
JK
KT
F hitung
Pr > F
P V P*V Galat Umum
4 2 8 20 44
19.70128000 0.96727111 21.45664000 19.33368889 72.19105778
4.92532000 0.48363556 2.68208000 0.96668444
4.59 0.50 2.77
0.0231 0.6137 0.0306
111 SIDIK RAGAM DIAMETER 12 MST SK P V P*V Galat Umum
db 4 2 8 20 44
JK
KT
F hitung
Pr > F
0.07617902 0.14451840 0.02865938 0.05504889 0.32034880
0.01904476 0.07225920 0.00358242 0.00275244
11.95 26.25 1.30
0.0008 0.0001 0.2980
112
Lampiran 3. Gambar bibit abnormal pada pembibitan awal dan pembibitan utama 1. Pembibitan Awal Daun seperti rumput
Kerdil (Stunted)
Daun bergulung (Rolled leaf)
Daun berputar (Twisted Leaf)
Daun dengan strip kuning
Penyimpangan titik tumbuh
113
Kelebihan pemupukan
Mati tunas
2. Pembibitan Utama Anak daun tidak membuka (Juvenile leaflet) internode)
Anak
daun
rapat
Anak daun jarang (Wide internode) disease)
Penyakit tajuk (Crown
(Short
114
Bibit tegak
Pertumbuhan terhambat