PENGAWASAN DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA TANJUNGPINANG TERHADAP PENERAPAN UPAH MINIMUM KOTA (UMK) TAHUN 2016 (Studi Kasus Perusahan Karaoke Keluarga di Kota Tanjungpinang)
NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
FITRIYANTI NIM. 110565201096
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2017
1
PENGAWASAN DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA TANJUNGPINANG TERHADAP PENERAPAN UPAH MINIMUM KOTA (UMK) TAHUN 2016 (Studi Kasus Perusahan Karaoke Keluarga di Kota Tanjungpinang)
FITRIYANTI Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH
ABSTRAK Permasalahan pengupahan dalam ketenagakerjaan di Indonesia masih menjadi hal yang wajib diperhatikan oleh Pemerintah, guna menjamin hak dari buruh atau tenaga kerja itu sendiri. Melalui Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang, Pemerintah melakukan pengawasan terhadap penerapan upah minimum kota di Kota Tanjungpinang. Dengan dilakukannya penelitian mengenai pelaksanaan pengawasan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang dalam penerapan upah minimum kota di perusahaan karaoke keluarga yang ada di Kota Tanjungpinang diharapkan dapat mengetahui pengawasan yang telah dilakukan oleh Disnaker terhadap perusahaan yang memberikan upah sesuai UMK. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat digambarkan bahwasanya secara keseluruhan Pelaksanaan pengawasan Disnaker Kota Tanjungpinang dalam melakukan pengawasan upah minimun di perusahaan karaoke keluarga belum dilakukan secara maksimal. Disnaker belum melakukan pengawasan secara rutin. Penindakan sanksi untuk perusahaan yang tidak menerapkan upah minimum pada karaywannya belum dilakukan secara tegas oleh Disnaker Kota Tanjungpinang. Disnaker hanya melakukan teguran-teguran ringan, dan tidak ada tindakan. Pelaksanaan pengawasan harusnya lebih dapat ditingkatkan kembali, hal ini guna mengawasi apakah peraturan yang dibuat dan ditetapkan mengenai upah minimum sudah dijalankan dengan baik oleh perusahaan-perusahaan.
Kata kunci: Pengawasan, Upah Minimum Kota
2
ABSTRACT Wages of employment becomes an issue that need the concern by the government to secure the rights of employees. The government conducts supervision on the practice of local minumun wage in Tanjungpinang through Social and Workers Agency of Tanjungpinang City. Study about the peformance of supervision that conducted by Social and Workers Agency of Tanjungpinang City on the practice of local minimum wage in family karaoke enterprises around Tanjungpinang City is conducted to find out whether the supervision is already optimal or not. The result showed that overall the performance of supervision that conducted by Social and Workers Agency of Tanjungpinang City on local minimum wage in family karaoke enterprises was not conducted to the fullest yet. The Social and Workers Agency has not conducted regular supervision. The Social and Workers Agency of Tanjungpinang City has not implemented sanction as a sentence explicitly to the enterprise that not practice the local minimum wage to the employees. The Agency only gives some minor reprimands without any futher action. The performance of supervision should be improved to supervise whether the regulation about minimum wage is already implemented well by the enterprises. Key words: supervision, local minimum wage
3
PENGAWASAN DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA TANJUNGPINANG TERHADAP PENERAPAN UPAH MINIMUM KOTA (UMK) TAHUN 2016 (Studi Kasus Perusahan Karaoke Keluarga di Kota Tanjungpinang)
A. Latar Belakang Bidang
ketenagakerjaan
Indonesia
dari
tahun-ketahun
mengalami
peningkatan, sedangkan untuk penawaran terhadap tenaga kerja justru tidak seimbang dengan jumlah tersedianya pekerjaan. Hal tersebut dapat mempengarui terhadap hubungan industrial itu sendiri, khususnya dalam hal membela kepentingan pekerja yang dinilai dalam posisi lemah, tetapi di sisi lain hubungan antara buruh dan pengusaha juga memiliki perbedaan dan bahkan potensi konflik, terutama apabila berkaitan dengan persepsi atau interpretasi yang tidak sama tentang kepentingan masing-masing pihak yang pada dasarnya memang mempunyai perbedaan. Berdasarkan Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Menurut penulis jaminan kesempatan kerja dan mendapat imbalan yang layak dan adil dalam hubungan kerja merupakan hubungan kausalitas yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila jaminan hidup telah terpenuhi melalui kesempatan kerja, maka peningkatan kualitas manusia akan dapat tercapai kesejahteraannya. Oleh karena itu masalah ketenagakerjaan merupakan masalah penting yang kebijakan perlindungan tenagakerja sifatnya harus menyeluruh di semua sektor. Demikian pula kebijakan
4
dibidang perlindungan tenaga kerja ditujukan kepada perbaikan upah, syarat kerja,kondisi kerja dan hubungan kerja, kesehatan kerja, jaminan sosial didalam rangka perbaikan kesejahteraan tenaga secara menyeluruh. Upah merupakan tujuan utama dari seorang pekerja melakukan pekerjaan pada orang atau badan hukum lain. Karena itulah pemerintah turut serta dalam menangani masalah pengupahan melalui berbagai kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (Lalu Husni, 2006: 148). Kebijakan pengupahan yang ditetapkan pemerintah dalam upaya untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja dilakukan dengan cara menetapkan suatu standar upah minimum yang harus dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan. Seorang pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.Standar upah minimum tersebut didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan peningkatan kesejahteraan pekerja dan tanpa mengabaikan peningkatan produktivitas dan kemajuan perusahaan serta perkembangan perekonomian pada umumnya. Pada intinya penetapan upah minimum oleh pemerintah untuk melindungi hak pekerja yang paling mendasar. Namun dalam kenyataannya, pemenuhan upah tidak selamanya sesuai dengan yang diharapkan oleh pekerja maupun pengusaha sendiri. Tidak jarang upah yang diterima oleh pekerja dari perusahaan lebih rendah dari ketentuan upah minimum yang berlaku. Para pengusaha sendiri berkilah dengan alasan seperti biaya produksi yang tinggi dan daya beli masyarakat yang menurun sehingga hanya bisa memberikan upah dibawah ketentuan bagi para pekerjanya.
5
Dalam jurnal Zulianti (2015) dijelaskan adapun kendala yang terjadi sebelum penetapan upah minimum ialah pihak serikat buruh ingin upah yang lebih besar, tetapi dari pihak pengusaha keberatan karena hasil yang diterima perusahaan tidak begitu besar, apabila dibayar lagi dengan upah buruh yang tinggi. Upah Minimum Kota (UMK) yang ditetapkan oleh pemerintah menjadi sangat penting bagi pekerja, agar perusahaan yang mempekerjakannya tidak bersikap
sewenang-wenang terutama
dalam
hal
pemberian
upah.Angka
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang menjadi dasar penetapan upah minimum didapatkan dari pelaksanaan survei yang dilaksanakan secara bersama-sama tiga unsur tripartit yaitu pemerintah, perwakilan dari pekerja atau serikat pekerja dan perwakilan dari pengusaha. Dari survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan pertimbangan komponen inflasi, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, tingkat pengangguran, ditambah lagi kebutuhan makanan, perumahan, sandang, transportasi dan tabungan itulah dicari kesepakatan tripartit untuk menentukan UMK (http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/0711/14/nas13.htm). Tanjungpinang sebagai kota yang berkembang mengalami perkembangan yang sangat pesat beberapa tahun terakhir. Tempat hiburan baru mulai menjamur dimana-mana, hal ini akan mengakibatkan banyak tenaga kerja yang terserap, dan konsekuensinya permasalahan yang dihadapi akan semakin beranekaragam. Misalnya masalah ketenagakerjaan dan pengupahan, terutama dalam pemenuhan upah
minimum.
Apakah
perusahaan-perusahaan
tersebut
sudah
dapat
6
melaksanakan ketentuan Upah Minimum Kota yang berlaku atau belum, harus ada pengawasan dari pemerintah. Pengawasan yang dilakukan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja meliputi, pengawasan upah, pengawasan norma keselamatan dan kesehatan kerja, dan pengawasan jaminan sosial. Dalam hal penerapan UMK yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang yaitu sesuai dengan Tupoksinya masuk kepada Pengawasan Upah dan Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dari ketiga pengawasan ini, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja harus melakukan pengawasan yang ekstra guna melindungi tenaga kerja. Pada tahun 2014, perusahaan tempat hiburan seperti karaoke keluraga banyak bermunculan di Kota Tanjungpinang. Pihak perusahaan banyak menerapkan kerja shift atau jam kerja bagi karyawannya. Dan pada kenyataannya masih ada buruh/pekerja yang memperoleh upah dibawah ketentuan upah minimum regional seperti yang dialami oleh para buruh di Kota Tanjungpinang, dimana masih banyak pengusaha yang tidak mampu membayar para buruh/pekerja sesuai dengan ketentuan upah minimum kota yang telah ditetapkan oleh Gubernur Kepulauan Riau. Guna kelancaran pelaksanaan kebijakan pengupahan, diperlukan adanya pemantauan atau pengawasan oleh Tim Pemantau Pelaksanaan Pengupahan Tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota.Dalam hal ini Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang lebih spesifiknya bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Tenagakerja bertanggung jawab terhadap pemenuhan upah minimum
7
oleh perusahaan di wilayah masing-masing. Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui Dinas Sosial dan Tenaga Kerja memiliki tanggungjawab untuk melakukan pengawasan terhadap pemberian upah minimum kota, hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 176 tentang Ketenagakerjaan. Yaitu Pengawasan ketengakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independent guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dan mengadakan penelitian atas pengawasan yang dilakukan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang mengenai pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) sehingga akan bisa terlihat apakah perusahaan-perusahaan swasta sudah atau belum melaksanakan Upah Minimum sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk itu penulis memilih judul penelitian ini adalah “Pengawasan Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang Terhadap Penerapan Upah Minimum Kota (Umk) Tahun 2016 (Studi Kasus Perusahan Karaoke Keluarga Di Kota Tanjungpinang)”.
B. Kerangka Teori Pada Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menjelaskan pengertian pengawasan ketenagakerjaan yaitu kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen.
8
Pengawasan ketenagakerjaan dimaksudkan agar perusahaan sebagai alat perekonomian dapat berjalan dengan lancar, berkembang menjadi perusahaan yang kuat dan tidak mengalami hambatan-hambatan, karena melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu pengawasan ketenagakerjaan bertujuan untuk mendidik perusahaan/pengusaha agar selalu tunduk menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga bisa menjamin keamanan dan kestabilan pelaksanaan hubungan kerja. Hal ini dilakukan karena seringkali perselisihan ketenagakerjaan disebabkan oleh pengusaha yang tidak memberikan perlindungan hokum kepada pekerjanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut S.P Siagian (2004:126) pengawasan adalah segenap kegiatan untuk meyakinkan dan menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan dilakukan dengan rencana yang ditetapkan, kebijakan-kebijakan yang telah digariskan dan perintahperintah yang telah diberikan dalam rangka pelaksanaan rencana tersebut. Pengawasan harus mengukur apa yang telah dicapai, menilai pelaksanaan, serta mengadakan tindakan perbaikan dan penyesuaian yang dianggap perlu. Kartini Kartono (2002:153) memberi pengertian pengawasan adalah pada umumnya para pengikut dapat bekerja sama dengan baik kearah pencapaian sasaran dan tujuan umum organisasi pengawasan untuk mengukur hasil pekerjaan dan menghindari penyimpangan-penyimpangan jika perlu segera melakukan tindakan korektif terhadap penyimpangan-penyimpangan tersebut. Selanjutnya Handoko (2003:359), mengatakan bahwa pengawasan adalah proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Pengawasan merupakan elemen tugas-tugas manajerial dan ia mencakup tindakan
9
pengukuran dan perbaikan (koreksi) performa pihak yang diawasi guna memastikan bahwa sasaran-sasaran, instruksi yang dikeluarkan dilaksanakan secara efisien dan berjalan lancar. Menurut Belkoui, yang dikutip oleh Harahap (2000: 35), adapun fungsi pengawasan pada dasarnya mencakup 4 unsur, yaitu : 1. Penetapan standar pelaksana. 2. Penentuan ukuran-ukuran pelaksana. 3. Pengukuran pelaksanaan nyata dan membandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. 4. Mengambil tindakan koreksi yang diperlukan bila pelaksanaan menyimpang dari standar. Sementara tujuan pengawasan menurut Soekarno (dalam Safrudin, 2002:36) adalah: untuk mengetahui apakah sesuatu berjalansesuai dengan rencana yang digariskan, menegtahui apakah sesuatudilaksanakan sesuai dengan instruksi serta asas yang ditentukan,mengetahui kesulitan-kesulitan dan kelemahankelemahan dlam bekerja,mengetahui apakah sesuatu berjalan efisien atau tidak, dan mencari jalankeluar jika ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan, kelemahankelemahan,atau kegagalan ke arah perbaikan. Rachman (dalam Situmorang dan Juhir, 2001:22) juga mengemukakan tentang maksud pengawasan, yaitu: 1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
10
2. Untuk mengetahui apakah sesuatu telah berjalan sesuai dengan instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. 3. Untuk mengetahui apakah kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalannya, sehingga dapat diadakan perubahan-perubahan untuk memperbaiki serta mencegah pengulangan kegiatan-kegiatan yang salah. 4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah dapat diadakan perbaikan-perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih benar. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan adalah untuk mengetahui pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, seta mengukur tingkat kesalahan yang terjadi sehinga mampu diperbaiki ke arah yang lebih baik. Menurut Siagian (2003:112) pengawasan merupakan proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan melekat adalah kegiatan mengamati, observasi menilai, mengarahkan pekerjaan, wewenang yang diserahkan oleh atasan terhadap bawahannya sehingga dapat diberikan sanksi terhadap bawahan secara struktural, yang dilakukan secara kontiniu dan berkesinambungan. a. Menentukan ukuran pelaksanaan. Artinya cara untuk mengukur pelaksanaan seperti kontiniu atau beberapa syarat minimal melakukan pengawasan dalam suatu waktu seperti satu kali seminggu atau beberapa kali sebulan bahkan mungkin beberapa jam setiap hari.
11
b. Memberikan penilaian. Artinya memberi nilai ke setiap pekerjaan yang diberikan kepada bawahan, apakah pekerjaannya baik atau jelek. c. Mengadakan korektif. Tindakan koreksi ini dimaksudkan koreksi internal yaitu mengevaluasi berbagai metode pengawasan yang ada seperti standar yang terlalu tinggi, dan eksternal yaitu, memberikan sanksi kepada bawahan (Kartono, 2002:153). Karena itu pengawasan harus dipandang sebagai suatu sistem informasi, karena kecepatan dan ketetapan tindakan korektif sebagai hasil proses pengawasan bergantung pada macamnya informasi yang diterima. Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum (law enforcement) di bidang ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan hak-hak normatif pekerja yang salah satunya adalah pemenuhan upah minimum, sehingga pada gilirannya akan berdampak pada stabilitas usaha. Pengawasan ketenagakerjaan juga dapat mendidik pengusaha dan pekerja agar selalu patuh melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, sehingga akan tercipta suasana yang harmonis.
C. Hasil Penelitian 1. Penetapan Upah Minimum Kota Di Kota Tanjungpinang Penetapan upah minimum kota (UMK) pada awal proses mulanya data untuk menetapkan berasal dari survey pasar terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dilakukan oleh anggota Dewan Pengupahan Kota. Kemudian dari hasil survey yang dilakukan tersebut ditetapkanlah angka KHL untuk Kota
12
Tanjungpinang, dan kemudian Disnaker menyampaikan angka KHL tersebut kepada Walikota Tanjungpinang. Berdasarkan angka KHL yang disurvey dari anggota dewan penggupahan kota, maka nilai rata-rata dari angka KHL tersebut diambil dan disepakati oleh Disnaker, yang mana merupakan angka KHL ditahun berikut. Setelah ditetapkan angka KHL kota, maka dibahas oleh Dewan Pengupahan Kota untuk menetapkan UMK.
Setelah
dibahas
bersama
maka
diusulkanlah
kepada
Walikota
Tanjungpinang, berapa besaran angka UMK yang diusulkan tersebut baik dari pihak serikat kerja maupun dari pihak apindo. Berikut ini adaah bagan yang menjelaskan mekanisme penetapan UMK di Kota Tanjungpinang. Bagan 4.1 Mekanisme Penetapan UMK Disnaker Kota Tanjungpinang
Penyampaian
Laporan
Sumber: Disnaker Kota Tanjungpinang
Disnaker Bagian Gubernur
Hubungan Industrial
Provinsi Kepri
dan Pengawasan
Laporan
Dewan Pengupahan
Survey Pasar Terhadap KHL
Walikota
Kota
Usulan Angka UMK
Menetapkan UMK
13
2. Dasar Hukum Pengawasan Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Terhadap Penerapan Upah Minimum Kota Pada Perusahaan Karaoke Di Kota Tanjungpinang Kebijakan upah minimum merupkan kebijakan yang wajib ditaati oleh setiap perusahaan di
Indonesia, termasuk semua perusahaan di Kota
Tanjungpinang. Besarnya upah minimum disetiap daerah berbeda-beda tergantung sumber daya manusia, potensi dan kemajuan ekonomi daerah serta daya saing suatu daerah dengan daerah lain. Kewajiban bagi setiap perusahaan untuk melaksanakan kebijakan upah minimum regional berdasarkan ketentuan UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 90 ayat (1). Dalam hal ketenagakerjaan, interaksi kerja antara pengusaha dengan pekerja diwujudkan dalam suatu hubungan kerja. Upah merupakan salah satu bagian terpenting dalam suatu hubungan kerja. Pemenuhan Upah Minimum oleh perusahaan swasta di Kota Tanjungpinang didasarkan pada Surat Keputusan Gubernur
Kepulauan Riau Nomor 1733 Tahun 2015 tentang UMK 2016 Kota Tanjungpinang. Untuk memantau pemenuhan Upah Minimum tersebut diperlukan adanya suatu pengawasan. Pengawasan dapat dilakukan secara preventif maupun represif. Dalam hal ini peranan Dinas Tenaga kerja melalui Sub Dinas Pengawasan sangat penting dalam mengawasi pemenuhan Upah Minimum. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja diharapkan dapat menjembatani kepentingan masing-masing pihak dalam hubungan kerja. Jika terbukti ada perusahaan yang tidak melaksanakan ketentuan tersebut, maka dapat dilakukan pemeriksaan dan bisa diajukan ke pengadilan.
14
Untuk melaksanakan Upah Minimum Kota (UMK) di Kota Tanjungpinang diperlukan suatu pengawasan yang dilakukan oleh pegawai pengawas dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang. Pegawai pengawas melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan. Pengawasan pemenuhan Upah Minimum Kota (UMK) dilakukan terhadap semua perusahaan di Kota Tanjungpinang.
Setelah penulis melakukan penelitian selama lebih kurang 3 bulan, dengan menggunakan teknik pengumpulan dan melalui observasi secara langsung dan wawancara mendalam dengan beberapa narasumber dan informan yang berkaitan dengan penelitian ini, serta dilengkapi dengan dokumentasi akhirnya penulis dapat memperoleh data terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini. Informan dalam penelitian ini adalah keseluruhan komponen yang menjadi objek penelitian, yaitu pegawai Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang dan yang terkait dengan pengawasan upah minimum kota, serta karyawan Perusahaan Karaoke Keluarga di Kota Tanjungpinang yan terkait dengan penerima upah minimum kota. Dalam penelitian ini, penulis akan lebih fokus melihat pengawasan upah minimum kota pada perusahaan karaoke keluarga yang ada di Kota Tanjungpinang. Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang, ada 3 (tiga) perusahaan karaoke keluarga yang menjalani usaha di Kota Tanjungpinang, yaitu Joy Karaoke, Inul Vizta Karaoke dan Bagio Family Karaoke. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Bapak Hendro Oktria, Kasi Pengawasan Norma Kerja dan K3 Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang:
15
“Yang terdaftar saat ini karaoke keluarga hanya ada tiga perusahaan, yaitu joy karaoke, inul vizta dan bagio.” (wawancara pada tanggal 22 November 2016) Berdasarkan keterangan tersebut, maka penulis mencoba untuk menggali informasi lebih dalam mengenai pengawasan upah minimum kota pada ketiga perusahaan karaoke keluarga yang terdaftar di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang. Pada periode tahun 2015-2016, dari data yang penulis dapat upah minimum Kota Tanjungpinang ditetapkan sebesar Rp. 2.179.825 (dua juta seratus tujuh puluh sembilan ribu delapan ratus dua puluh lima rupiah). Upah tersebut dinilai sudah memenuhi angka kebutuhan di Kota Tanjungpinang. Berdasarkan UMK tersebut, sudah seharusnya para pekerja di Kota Tanjungpinang menerima upah setara dengan yang ditetapkan pemerintah kota. Hal ini pula yang sudah seharusnya diawasi oleh Dinas terkait dalam pelaksanaan upah minimum tersebut. Dalam hal pengawasan, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja mengacu pada beberapa dasar hukum yang mengatur mengenai pengawasan. Dalam UU No 13 Tahun 2003 pasal 176 dijelaskan bahwa pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang memiliki kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Selain itu, pengawasan ketenagakerjaan di perusahaan karaoke keluarga, Disnaker memiliki beberapa indikator, seperti yang diungkapkan Bapak Hendro Oktria dalam wawancara: “Pengawasan yang dilakukan mengacu pada UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 90, pasal 91. Selain itu juga mengacu pada Keputusan Gubernur Kepulauan Riau nomor 1733 tahun 2015 tentang
16
Upah Minimum Kota (UMK) Kota Tanjungpinang tahun 2016.” (wawancara pada tanggal 22 November 2016) Selain mengacu pada peraturan diatas, ada pula tahapan-tahapan dan mekanisme yang biasa dilakukan Disnaker Kota Tanjungpinang dalam melakukan pengawasan UMK, seperti yang dijelaskan oleh Bapak Hasudungan, Staf Hubungan Industrial dan Pengawasan: “Wajib lapor Ketenagakerjaan sesuai UU No. 7 tahun 1981 terus yang kedua adalah mengecek validitas data.” (wawancara pada tanggal 13 September 2016) Berdasarkan hasil wawancara diatas, maka dapat dikatakan pengawasan yang dilakukan oleh Disnaker Kota Tanjungpinang mengacu pada beberapa aturan hukum yang ada. Hal ini sudah seharusnya dilakukan oleh Disnaker Kota Tanjungpinang untuk menegakkan peraturan dan melaksanakan tugas dan fungsinya mengawasi ketenagakerjaan. 3. Analisis Pengawasan Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Terhadap Penerapan Upah Minimum Kota Pada Perusahaan Karaoke Di Kota Tanjungpinang Setelah kita mengetahui dasar hukum yang digunakan Disnaker Kota Tanjungpinang dalam melakukan pengawasan ketenagakerjaan, serta juga telah mengetahui beberapa perusahaan karaoke keluarga menerapkan pengupahan kepada karyawan mereka, kemudian penulis mencoba menggali bagaimana pengawasan tersebut dilakukan oleh Disnaker Kota Tanjungpinang. Berangkat dari konsep operasional yang penulis telah jabarkan pada, maka kiranya analisis ini akan berangkat dari konsep operasional tersebut.
17
1. Menentukan Ukuran Pelaksanaan Menentukan ukuran waktu pelaksanaan pengawasan menjadi hal penting yang harus dilakukan oleh Disnaker Kota Tanjungpinang dalam melakukan pengawasan. Apakah pelaksanaan pengawasan dilakukan seperti kontiniu atau beberapa syarat minimal melakukan pengawasan dalam suatu waktu seperti satu kali seminggu atau beberapa kali sebulan bahkan mungkin beberapa jam setiap hari. Berdasarkan keterangan yang penulis peroleh dari Bapak Hendro Oktria dalam wawancara mengatakan: “Tidak tentu, misalnya 1 tahun satu atau dua kali, kecuali ada pengaduan Disnaker Kota Tanjungpianag akan sidak, hal ini disebabkan karena masih banyak Perusahan lain yang belum dilakukan Pengawasan.” (wawancara pada tanggal 22 November 2016) Hal ini menjadi krusial, ketika Disnaker Kota Tanjungpinang tidak menetapkan berapa kali dalam setahun melakukan pengawasan. Pengawasan perlu dilakukan secara rutin guna menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam hal ketenagakerjaan. Keterangan yang tidak jauh berbeda diungkapkan oleh Operasional Manajer Karaoke Inul Vista, Agam Mulyadi: “Pengawasan dari Disnaker Kota Tanjungpinang dalam penerapan UMK setahun sekali Disnaker Kota Tanjungpinang langsung datang ke tempat Karoke nya.” (wawancara pada tanggal 1 February 2017) Selain itu, keterangan berbeda peneliti dapatkan dari Supervisor Joy Karaoke Keluarga, Tomy menerangkan: “Pengawasan dari Disnaker tidak menentu dilakukan, kadang setahun sekali kadang juga tidak ada pengecekan sama sekali, paling hanya sosialisasi saja.” (wawancara pada tanggal 3 February 2017) Berdasarkan keterangan narasumber diatas, dapat dikatakan tidak adanya waktu yang jelas dari Disnaker Kota Tanjungpinang dalam melakukan pengawasan. Dalam hal pengawasan UMK ketenagakerjaan, sudah semestinya
18
Disnaker Kota Tanjungpinang menetapkan waktu pelaksanaan pengawasan yang teratur. Misalkan setahun hanya sekali, namun rutin dilakukan setiap tahunnya itu akan menjadi agenda yang baik bagi Disnaker untuk melakukan pengawasan. 2. Memberikan Penilaian Memberikan penilain dalam melakukan pengawasan sudah seharusnya dilakukan Disnaker Kota Tanjungpinang. Pemberian penilaian tersebut bisa dilakukan secara langsung di lapangan, ataupun tidak langsung melalui surat. Hal ini disampaikan oleh Kasi Pengawasan Norma Kerja dan K3, Hendro Oktria: “Dalam melakukan pengawasan pastinya kami akan memberikan penilaian, jika ditemukan ketidaksesuain kami akan memberikan teguran secara langsung, namun bisa juga kami mengirimkan surat teguran.” (wawancara pada tanggal 29 September 2016) Kemudian, lebih lanjut lagi jika ditemukan penyimpangan yang dilakukan perusahaan karaoke tersebut, akan dilakukan teguran seperti yang dikatakan Hendro, ia menambahkan: “Teguran yang diberikan oleh Disnaker Kota Tanjungpinang yaitu sifat pembinaan kita tidak mau melakukan tindakan yang merugikan suatu perusahaan dan pekerja, disnaker Kota Tanjungpinang melakukan pembinaan jangan sampai dibawah UMK, karena ada sanksi pidana dan sanksi administrative. Kalau Perusahaan Karoke Keluarga tidak bisa dibina kita kasi Nota 1 berupa teguran,2 dan 3 dan seterusnya kepengadilan.” (wawancara pada tanggal 29 September 2016) Dari keterangan tersebut, dapat dilihat bahwasanya Disnaker mencoba melakukan teguran kepada perusahan yang melakukan penyelewengan. Hal itu juga diperkuat oleh keterangan dari Hasudungan, sebagai berikut: “Surat Edaran Secara tertulis yang dibuat oleh Gubernur dikirim ke Perusahaan agar perusahaan membayar sesuai UMK yang telah ditetapkan.” (wawancara pada tanggal 13 September 2016)
19
Menurut keterangan Hasudungan diatas, ada surat edaran yang secara tertulis disebarkan ke perusahaan agar membayar upah sesuai UMK, namun kenyataan dilapangan tidak semua perusahaan melakukannya. Dan ini perlu dilakukan teguran oleh Disnaker Kota Tanjungpinang bila terdapat beberapa perusahaan yang melakukan penyelwengan terhadap pemberian UMK. 3. Mengadakan Korektif Pelaksanaan pengawasan pasti menghadapi hambatan dan kendalakendala. Oleh karenanya sudah seharusnya Disnaker menyiapkan antisipasiantisipasi dalam melakukan pengawasan terhadap perusahan-perusahan. Seperti yang diungkap Hasidungan, kendala yang dihadapi adalah: “Saat melakukan pengawasan biasanya perusahaan sulit untuk dimintai data, dan bos tidak ada ditempat.” (wawancara pada tanggal 13 September 2016) Berdasarkan hal tersebut, sudah menjadi hal wajib bagi Disnaker melakukan korektif. Tindakan koreksi ini dimaksudkan koreksi internal yaitu mengevaluasi berbagai metode pengawasan yang ada seperti standar yang terlalu tinggi, dan eksternal yaitu, memberikan sanksi kepada bawahan (Kartono, 2002:153). Karena itu pengawasan harus dipandang sebagai suatu sistem informasi, karena kecepatan dan ketetapan tindakan korektif sebagai hasil proses pengawasan bergantung pada macamnya informasi yang diterima. Selain itu, hal yang ditemui dilapangan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dalam melakukan pengawasan UMK masih ada perusahaan-perusahaan yang tidak membayarkan upah sesuai UMK, seperti yang ditemui di karaoke keluarga Bagio. Hendro menerangkan:
20
“Sebenarnya ada beberapa perusahaan yang tidak membayar upah sesuai UMK, seperti Bagio Karaoke. Namun, Dinas juga tidak tinggal diam. Kami telah memberikan surat teguran kepada yang bersangkutan.” (wawancara pada tanggal 29 September 2016) Kemudian lebih lanjut, Hendro menambahkan alasan hanya diberikan teguran kepada Bagio Karaoke: “Kami memberikan teguran sebagai reaksi dari perusahaan yang juga mengeluh belum mampu membayar sesuai UMK. Jika kami beri sanksi tegas, perusahaan tersebut bisa tutup.” (wawancara pada tanggal 29 September 2016) Melihat hal diatas, bahwasanya pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja masih dapat dikatakan sangat lemah. Berangkat dari tiga indikator diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan pengawasan perusahaan karaoke keluarga di Tanjungpinang, Disnaker belum melakukannya secara optimal. Pelaksanaan pengawasan mengenai pemenuhan upah minimum sudah seharusnya memenuhi asas hukum yaitu antara lain kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Kepastian hukum yamg dimaksud disini adalah bahwa pelaksanaan pengawasan ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat dan khususnya melindungi kepentingan para pekerja. Oleh karena itu apabila ada perusahaan yang melanggar terhadap ketentuan upah minimum maka akan dikenai sanksi. Dan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Pemerintah melalui Disnaker Kota Tanjungpinang masih lemah terhadap penegakan sanksi untuk perusahaan yang tidak menerapkan pengupahan sesuai UMK. Kedua yaitu keadilan, bahwa pengawasan mengenai pemenuhan upah minimum ini dilaksanakan tanpa ada unsur diskriminasi atau pembedaan terhadap
21
semua perusahaan dan selain itu unsur keadilan juga meliputi pelaksanaan hak dan kewajiban dari pihak perusahaan. Semua perusahaan mempunyai kewajiban untuk membayar upah kepada para pekerjanya sesuai dengan ketentuan Upah Minimum yang berlaku dan sebagai haknya maka perusahaan berhak mendapatkan prestasi yang baik dan ketertiban kerja serta perlakuan secara hormat dari para pekerjanya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ini, juga dapat dikatakan bahwa masih
ada
beberapa
perusahan
yang
terbilang
cukup
„nakal‟
dalam
memberlakukan pengupahan sesuai UMK. Sudah seharusnya pengawasan yang dilakukan Disnaker Kota Tanjungpinang dapat memberikan rasa keadilan bagi karyawan terhadap upah yang mereka peroleh, dan pemerintah harus menindak tegas perusahaan yang masih nakal tersebut. Ketiga yaitu asas kemanfaatan. Kemanfaatan dalam hal ini adalah kegunaan pelaksanaan pengawasan baik bagi pemerintah, perusahaan maupun para pekerja. Bagi pemerintah, pelaksanaan pengawasan berguna untuk mengetahui apakah peraturan yang dibuat dan ditetapkan mengenai upah minimum sudah dijalankan dengan baik oleh perusahaan-perusahaan. Bagi perusahaan, pelaksanaan pengawasan mempunyai manfaat sebagai sarana kontrol agar perusahaan selalu menaati peraturan yang berlaku tentang upah minimum dan sebagai acuan/rambu dalam menjamin hak pekerja khususnya mengenai upah. Bagi pekerja, manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan pengawasan ini yaitu terpenuhinya hak-hak pekerja khususnya tentang upah yang diterima dari perusahaan dengan harapan dapat mencukupi semua kebutuhan hidupnya.
22
D. Penutup 1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
peneliti dapat mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pengawasan Disnaker Kota Tanjungpinang dalam melakukan pengawasan upah minimun di perusahaan karaoke keluarga telah dilakukan, namun kurang dilakukan secara maksimal. Disnaker belum melakukan pengawasan secara rutin. 2. Penindakan sanksi untuk perusahaan yang tidak menerapkan upah minimum pada karaywannya belum dilakukan secara tegas oleh Disnaker Kota Tanjungpinang. Disnaker hanya melakukan teguran-teguran ringan, dan tidak ada tindakan. 3. Pelaksanaan
pengawasan
mengenai
pemenuhan
upah
minimum
seharusnya memenuhi asas hukum yaitu antara lain kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Agar semua pihak tidak merasa ada yang dirugikan.
2.
Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka ada beberapa saran yang dapat
penulis berikan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Bagi pemerintah, pelaksanaan pengawasan harus lebih dapat ditingkatkan kembali, hal ini guna mengawasi apakah peraturan yang dibuat dan
23
ditetapkan mengenai upah minimum sudah dijalankan dengan baik oleh perusahaan-perusahaan. 2. Bagi perusahaan, harusnya pelaksanaan pengawasan mempunyai manfaat sebagai sarana kontrol agar perusahaan selalu menaati peraturan yang berlaku tentang upah minimum dan sebagai acuan/rambu dalam menjamin hak pekerja khususnya mengenai upah. 3. Bagi pekerja, manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan pengawasan ini yaitu terpenuhinya hak-hak pekerja khususnya tentang upah yang diterima dari perusahaan dengan harapan dapat mencukupi semua kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, bagi pekerja yang mendapatkan upah tidak sesuai UMK, maka wajib melaporkan perusahaan/pengusaha ke Disnaker.
DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku Hadi Purwono. 2003. Sistem Personalia. Yogyakarta: Andi Offset. Handoko, Hani T. 2003. Manajemen. Yogyakarta. Penerbit: BPFEYogyakarta. Husni, Lalu. 2006. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kadarman, A.M dan Udaya, Jusuf. 2001. Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta: PT. Prenhallindo. Kartini, Kartono. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
24
Sadono, Sukirno. 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi ketiga. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Soehartono, Irawan. 2008. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sondang P. Siagian. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia.Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan RdD. Bandung: Alfabeta. Umar, Husein, 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Victor, M. Situmorang, dan Jusuf Juhir. 2001. Aspek Hukum Pengawasan Melekat. Yogyakarta, Rineka Cipta. Zuriyah, Nurul. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sumber Jurnal, Skripsi dan Dokumen Zulianti, Faramudhita. 2015. Jurnal. Analisa Penetapan Upah Minimum Kota Berdasarkan Angka Kebutuhan Hidup Layak Di Tanjungpinang Tahun 2014. Universitas Maritim Raja Ali Haji.
25
Sumber Perundang-undangan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 17 Tahun 2005 Tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 7 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum. Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
26